ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL Kenindra Pranidya1 dan Muslim Muin2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak Catenary merupakan sebuah struktur berbentuk kurva yang biasanya berupa kabel atau rantai, menggantung bebas akibat bebannya sendiri dengan kedua ujungnya tertahan. Mooring adalah sebuah sistem penahan infrastruktur lepas pantai terapung agar mampu bertahan dari ancaman lingkungan laut sehingga tertahan pada posisinya. Catenary mooring merupakan salah satu jenis sistem penambat bangunan terapung di lautan lepas. Penambat struktur terapung yang menggunakan prinsip catenary bertujuan untuk memanfaatkan berat mooring sehingga struktur terapung tertahan di posisinya selama mendapat gangguan dari lingkungan laut. Struktur catenary mooring dapat diasumsikan sebagai struktur catenary sederhana yang memperoleh beban akibat dorongan arus di struktur terapung dan beban mooring itu sendiri. Namun, jika struktur catenary diasumsikan sebagai struktur mooring yang mendapat bebanbeban lingkungan laut seperti arus dan angin yang menimbulkan gaya dorong pada mooring itu sendiri maka struktur mooring catenary baik diselesaikan secara numerik. Penyelesaian numerik pada tugas akhir ini menggunakan metode forward difference. Penyelesaian pemodelan catenary mooring menggunakan metode numerik ini diharapkan mampu mengidentifikasi koordinat posisi mooring dan gaya aksial yang terdapat mooring. Dengan beberapa pemodelan kasus mooring catenary dapat dilihat hubungan beban-beban yang mengenai struktur catenary mooring dengan koordinat dan gaya aksial struktur mooring catenary. Kata kunci: catenary, mooring, numerik, koordinat, gaya aksial
PENDAHULUAN Teknik kelautan merupakan salah satu keilmuan rekayasa infrastruktur dengan lahan di lingkungan laut. Keilmuan teknik kelautan lahir dari kebutuhan manusia untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan seluruh kekayaan yang ada di bumi. Hadirnya teknik kelautan membuat manusia dapat mengeksplorasi kekayaan bumi tak hanya di darat begitu pula di laut. Pengembangan teknologi di laut ini guna memenuhi kebutuhan manusia dalam sektor energi, transportasi, dan tempat tinggal, membuat teknologi di bidang teknik kelautan terus berkembang mengikuti perkembangannya. Infrastruktur lepas pantai merupakan satu bidang dalam perkembangan keilmuan teknik kelautan. Infrastruktur lepas pantai dapat dikatakan jika infrastruktur tersebut terlepas langsung dari daratan, baik itu struktur tetap maupun struktur terapung. Contoh dari infrastruktur lepas pantai seperti bangunan eksplorasi minyak dan gas bumi, pembangkit listrik tenaga kelautan, bandara terapung, dan lain-lain. Floating structures atau struktur terapung merupakan bangunan lepas pantai yang dibiarkan terapung di lautan lepas. Jenis dari struktur terapung ini seperti, semi-submersibles, Spar, dan Kapal. Ketiga bangunan tersebut umumnya dibuat bebas bergerak dalam enam derajat kebebasan (heave, surge, sway, pitch, roll, dan yaw). Untuk menahan ke enam gerakan ini, struktur terapung dibantu oleh mooring.
1
Sistem mooring dimanfaatkan untuk menahan pergerakan bangunan terapung agar tetap pada posisinya. Beragam jenis sistem mooring yang ada di dunia, salah satunya adalah sistem catenary mooring. Catenary merupakan sebuah struktur berbentuk kurva yang biasanya berupa kabel atau rantai, menggantung bebas akibat bebannya sendiri dengan kedua ujungnya tertahan. Penambat struktur terapung yang menggunakan prinsip catenary bertujuan untuk memanfaatkan berat mooring sehingga struktur terapung tertahan di posisinya selama mendapat gangguan dari lingkungan laut. Struktur catenary yang diadopsi ke dalam struktur mooring memiliki banyak tambahan beban akibat beban di strukturnya. Dengan penambahan beban-beban di luar lazimnya struktur catenary maka dibutuhkan solusi yang tidak biasanya dari persamaan catenary. Untuk itu dilakukan pemodelan menggunakan metode numerik sehingga diperoleh koordinat mooring dan tegangan yang terdapat pada setiap segmen mooring. TEORI DAN METODOLOGI Secara umum, metodologi analisis numerik catenary mooring tunggal ini dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1 Metodologi Analisis Numerik Catenary Mooring
2
Dalam Lecture Notes in: Structural Engineering Analysis and Design yang ditulis Victor E. Saoma mengenai struktur catenary diperoleh solusi untuk mencari posisi defleksi sebuah catenary adalah sebagai berikut ini. √
( )
(1)
Untuk mempermudah solusi persamaan catenary diasumsikan bahwa persamaan (1) dapat ditulis menjadi √
= p sehingga (2)
Dengan menggunakan nilai awal pada x=0, y(0)=0 dan po=0 maka diperoleh solusi analitik persamaan catenary sebagai berikut. *
(
)
+
(3)
Menurut Amrinsyah & Hasballah (2001) persamaan turunan sebuah fungsi dapat dihampiri secara numerik menggunakan forward difference. Sehingga persamaan (2) dan persamaan (3) dapat diselesaikan sebagai berikut ini. √ (4) √
(5)
Sedangkan solusi numerik untuk mengetahui perpindahan vertikal, y pada strkutur catenary adalah sebagai berikut ini. ( √ ) (6) (
√
)
(7)
Persamaan (6) dan (7) merupakan solusi persamaan catenary dalam mencari perpindahan vertikal arah y. Dianggap bahwa persamaan (6) merupakan persamaan eksplisit dan persamaan (7) adalah persamaan implisit. Tinjau struktur mooring tunggal sederhana, dimana terpadapat sebuah struktur terpaung yang tersampung dengan sebuah mooring yang tenggelam bebas ke dasar laut. Struktur terapung mendapat gaya drag akibat arus laut, Fd dan berat struktur mooring per satuan panjang sebesar, q
3
Gambar 2 Struktur Mooring Catenary Struktur sederhan mooring pada Gambar 2 memperlihatkan bahwa terdapat persamaan dasar pada struktur mooring dan struktur catenary. Untuk itu pemodelan mooring dapat dilakukan dengan persamaan catenary. Setelah dimodelakan beberpa nilai beda hingga, 𝛥x dan nilai kedalaman, d yang berbeda-beda maka diperoleh analisis nilai error untuk tiap 𝛥x yang berbeda. Maka diperoleh analisis error untuk struktur mooring ini adalah sebagai berikut.
Gambar 3 Analisis Error Dari Gambar 3 diperoleh hasil bahwa semakin besar 𝛥x yang digunakan maka semakin besar nilai error yang diperoleh. Oleh karena itu, digunakan nilai 𝛥x yang kecil untuk pemodelan studi kasus berikutnya. Setelah melakukan pemodelan untuk struktur catenary kemudian akan dilakukan pemodelan struktur mooring catenary. Pada studi kasus ini dilakukan empat buah pemodelan studi kasus dengan kondisi yang berbeda-beda. Kasus 1 adalah struktur mooring catenary diberi arus seragam sepanjang kedalaman periran yang akan memberikan gaya dorong pada struktur mooring. Berikut ini adalah ilustrasi pemodelan struktur mooring yang diberi arus sepanjang kedalaman perairan.
4
Gambar 4 Mooring Catenary yang Diberi Arus Seragam Sepanjang Kedalaman Pada kasus 1 diperoleh solusi numeriknya sebagai berikut ini. * √ + *(
√
)
+
(8) (9)
Kemudian dilakukan empat buah pemodelan pada kasus 1 dengan kondisi arus yang berbeda-beda. Berikut ini adalah empat buah kondisi pada kasus 1. Kasus 1.1 : Kecepatan arus 0,1 m/s Kasus 1.2 : Kecepatan arus 0,2 m/s Kasus 1.3 : Kecepatan arus 0,5 m/s Kasus 1.4 : Kecepatan arus 0,75 m/s Pada kasus 2 dimodelkan struktur mooring catenary dengan dua buah arus yang berlawanan pada perairan yang sama. Berikut ini adalah ilustrasi pemodelan pada kasus 2.
Gambar 5 Mooring Catenary yang Diberi Dua Arus Berlawanan Pada kasus 2 diperoleh dua buah solusi numerik. Hal ini diakibatkan oleh dua buah kondisi arus yang saling berlawanan. Berikut ini adalah penyelesaian numerik untuk kasus 2 pada arus yang mengarah ke sumbu x negatif * √ + (10) *(
√
)
+
5
(11)
Dan solusi numerik kasus 2 pada arus yang mengarah ke sumbu x positif adalah sebagai berikut ini. * √ + (12) *(
√
)
+
(13)
Pada kasus 2 dilakukan empat buah percobaan dengan kondisi kecepatan arus yang berbeda dan kedalaman arus yang berbeda. Berikut ini adalah gambaran umum untuk pemodelan pada kasus 2. Kasus 2.1 : Kecepatan arus positif 0,2m/s di kedalaman , dan kecepatan arus negative 0,2m/s di kedalaman Kasus 2.2 : Kecepatan arus positif 0,2m/s di kedalaman , dan kecepatan arus negative 0,2m/s di kedalaman Kasus 2.3 : Kecepatan arus positif 0,5m/s di kedalaman , dan kecepatan arus negative 0,2m/s di kedalaman Kasus 2.4 : Kecepatan arus positif 0,5m/s di kedalaman , dan kecepatan arus negative 0,6m/s di kedalaman Kasus 3 menggambarkan struktur mooring catenary yang memperoleh gaya akibat arus dan akibat angin pada struktur terapungnya. Berikut ini adalalah ilustrasi mengenai kasus 3.
Gambar 6 Mooring Catenary yang Diberi Gaya Arus dan Gaya Angin Diperoleh solusi numerik untuk kasus 3 adalah sebagai berikut ini. * √ + *(
√
)
+
(14) (15)
Pada kasus 3 digunakan empat buah kondisi yang berbeda-beda dengan besar kecepatan dan arah angin yang berbeda. Berikut ini adalah gambaran kondisi pada kasus 3. Kasus 3.1 : Kecepatan arus 0,2 m/s , kecepatan angin 10m/s searah arus Kasus 3.2 : Kecepatan arus 0,2 m/s, kecepatan angin 15m/s searah arus Kasus 3.3 : Kecepatan arus 0,2 m/s, kecepatan angin 10m/s berlawanan arus Kasus 3.4 : Kecepatan arus 0,2 m/s, kecepatan angin 5 m/s berlawanan arus
6
Pada kasus 4 struktur mooring diberi beban diujungnya dan ditenggelamkan pada perairan yang memiliki arus yang seragam. Berikut ini adalah ilustrasi pada kasus 4.
Gambar 7 Mooring Catenary yang Diberi Beban Diujungnya Pada kasus 4 diperoleh solusi numeriknya adalah sebagai berikut ini. * √ + *(
√
)
+
(16) (17)
Dengan memodelkan dalam berbagai jenis arus dan berat beban yang tertambat, maka pada kasus 4 digunakan empat buah kondisi yang berbeda. Kasus 4.1 : Kecepatan arus 1 m/s, berat benda 1200 kg Kasus 4.2 : Kecepatan arus 2 m/s, berat benda 1200 kg Kasus 4.3 : Kecepatan arus 1,5 m/s, berat benda 1000 kg Kasus 4.4 : Kecepatan arus 1,5 m/s, berat benda 2000 kg
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada kasus 1 diperoleh hasil sebagai berikut ini.
Gambar 8 Koordinat Catenary Mooring Kasus 1
7
Gambar 9 Tegangan Catenary Mooring Kasus 2 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dengan memberikan kecepatan arus di sepanjang kedalaman perairan membuat terjadi perubahan koordinat pada mooring dibandingkan dengan kondisi tanpa diberi kecepatan arus arah horizontal. Semakin besar kecepatan arus yang diterapkan pada struktur mooring maka semakin jauh simpangan yang akan diperoleh oleh struktur mooring catenary. Hal ini diakibatkan karena semakin besar kecepatan arus maka semakin besar gaya drag yang didapatkan mooring . Pada kasus 2 diperoleh hasil sebagai berikut ini.
Gambar 10 Koordinat Mooring dan Tegangan Mooring Pada Kasus 2.1 dan 2.2 Kasus 2.1 dan 2.2 pada arah arus negatif, jika dilihat free body diagram maka Tegangan Aksial arah horizontal, akan semakin besar saat bergerak arah x positif. Dengan meningkatkan nilai , dan semakin besar nilai , maka tegangan aksial arah vertikal, akan semakin besar, sehingga Tegangan Aksial pada pada arus arah negatif meningkat signifikan. Sedangkan pada kedalaman di arus positif kurang tidak meningkat tajam karena gaya drag pada mooring akan mengurangi .
8
Gambar 11 Koordinat Mooring dan Tegangan Mooring Pada Kasus 2.3 dan 2.4 Pada kasus 2.3 kecepatan arus arah sumbu x negatif lebih kecil dibandingkan kecepatan yang searah sumbu x positif. Dengan meningkatnya kecepatan arus arah sumbu x negatif maka terjadi peningkatan tegangan aksial dari dasar laut ke atas permukaan laut. Namun kecepatan arus arah sumbu x positif lebih besar dibandingkan kecepatan arus arah sumbu x negatif maka penurunan tegangan aksial arah horizontal akan terjadi secara signifikan. Kasus 2.4 kecepatan arus arah sumbu x negatif lebih besar dibandingkan kecepatan arah sumbu x positif. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tegangan di dasar laut. Pada kasus 3 diperoleh hasil sebagai berikut ini.
Gambar 12 Koordinat Mooring dan Tegangan Mooring Pada Kasus 3.1 dan 3.2 Dari Kasus 3.1 dan Kasus 3.2 terlihat bahwa semakin besar kecepatan angin maka semakin besar perpindahan koordinat mooring dibandingkan dengan mooring tanpa gaya drag akibat angin dan arus. Selain itu, semakin besar kecepatan angin maka semakin besar tegangan yang terjadi. Gaya drag akibat angin berupa gaya horizontal yang konstan pada sepanjang mooring.
9
Gambar 13 Koordinat Mooring dan Tegangan Mooring Pada Kasus 3.3 dan 3.4 Akibat dari perbedaan arah kecepatan angin, akan menyebabkan perubahan pada koordinat mooring yang mendekati titik 0 sumbu x. Sedangkan kecepatan angin yang berlawanan arah akan menurunkan tegangan angin dibandingkan dengan struktur mooring tanpa adanya gaya drag pada mooring dan gaya drag pada angin. Pada kasus 4 diperoleh hasil sebagai berikut ini.
Gambar 14 Koordinat Mooring dan Tegangan Mooring Pada Kasus 4.1 dan 4.2 Dampak dari pembesaran kecepatan arus dapat dilihat dari semakin besarnya pergeseran koordinat mooring yang terjadi. Jika dilihat dari besarnya tegangan maka semakin mendekati permukaan laut maka semakin besar tegangan yang didapatkan pada mooring.
10
Gambar 15 Koordinat Mooring dan Tegangan Mooring Pada Kasus 4.3 dan 4.4 Pada kasus 4.3 dan kasus 4.4 dimodelkan model mooring dengan benda yang dipasang diujungnya dengan berat benda yang berbeda. Kasus 4.3 menggunakan benda dengan berat 1000 kg sedangkan kasus 4.4 menggunakan benda dengan berat benda 2000 kg. Dengan semakin besar berat benda yang dipasang maka semakin curam kedalaman mooring berpindah. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil studi kasus sederhana dan pemodelan, didapatkan simpulan berupa: 1. Perhitungan struktur sebuah catenary mooring dapat diperoleh dari persamaan umum catenary. 2. Solusi analitik persamaan catenary hanya mampu memberikan solusi untuk kasus yang spesifik. Sedangkan untuk kasus yang umum dan lebih rumit hanya mampu diselesaikan oleh solusi numerik. 3. Penambahan beban-beban luar pada struktur catenary mooring mampu mengubah posisi koordinat mooring dan tegangannya 4. Tegangan aksial pada catenary mooring berbeda-beda tergantung pada kedalaman perairannya, semakin mendekati permukaan laut maka tegangan pada catenary mooring semakin besar. Metode solusi numerik untuk persamaan catenary pada kasus ini juga hanya menggunakan metode forward difference. Solusi numerik dapat menggunakan metode numerik lainnya yang mungkin mampu menghasilkan solusi yang lebih akurat. Pengembangan topik tugas akhir ini menjadi kasus yang lebih rumit dan spesifik terbuka sangat lebar. Penambahan jumlah dan arah struktur mooring, pengembangan menjadi kasus dinamik, dan pengubahan metode numerik menjadi alternatif-alternatif yang dapat dilakukan apabila ingin mengembangkan topik tugas akhir ini.
11
DAFTAR PUSTAKA Souma, Victor E., Lecture Notes in: Structural Engineering Analysis and Design. Dept. of Civil Environmental and Architectural Engineering, University of Colorado. Amerika Serikat Nasution, Amrincsyah dan Hasballah. Metode Numerik dalm Ilmu Rekayasa Sipil. Penerbit ITB Bandung, Bandung. Kreyszig, Erwin, Advanced Engineering Mathematics 9th Edition, Wiley International Edition, Singapura 2001. Bridge, Christopher, 2011, Closed Seabed Interaction Model for Steel Catenary Risers, Singapura: Schlumberger Subsea. American Petroleum Institute (API), Design and Analysis of Statiokeeping Systems for Floating Structures, Washington, D.C, 2005 Chakrabarti, Subrata K. Handbook of Offshore Engineering Volumer 1. Elsevier: 2005 Faltinsen, O. M., Sea Loads and Ships and Offshore Structures, Cambridges University Press, Inggris, 1999 Korean Register, Guidances for Single Point Mooring, Korean Register of Shipping, 2001 Indian Oil, Single Buoy Mooring System for Handling Oil. Balmoral Marine, Marine Equipment Handbook, Balmoral, Norwegia, 2004. Brown, D.T dan S. Mavrakos, (1999), Comparative Study on Mooring Line Dynamic Loading, Elsevier.
12