ANALISIS NILAI TAMBAH PADA PRODUK TEPUNG WORTEL Analysis of Added Value to The Product of Carrot Powder Maulana Malik1, Wignyanto2, dan Sakunda Anggarini2 1Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 2Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 Penulis Korespondensi: email
[email protected] ABSTRAK Umbi wortel memiliki kadar air tinggi dengan nilai tambah yang rendah bila tanpa melalui pengolahan, yaitu Rp 3.000,00 per kg. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas dan nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel, serta peningkatan nilai tambah tepung wortel dari umbi wortel yang dibeli dari petani dan pengecer. Analisis kualitas dilakukan dengan membandingkan kualitas umbi wortel dan tepung wortel. Analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kualitas, yaitu kadar air sebesar 91.2 % menurun menjadi 0.82 %, total karoten sebesar 29.27 µg/g meningkat menjadi 82.78 µg/g, warna dari L 38.6, , b 28.2 menjadi L 54.7, a 23.4, b 32.9. Nilai tambah tepung wortel bila umbi wortel dibeli dari petani sebesar Rp 5.521,00 per kg dan bila umbi wortel dibeli dari pengecer sebesar Rp 6.117,00 per kg. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg. Kata Kunci: Nilai Tambah, Tepung Wortel 1
Abstract Carrot tuber have a high moisture content with a low added value when without processing, which is per kg. This study aims to determine the increase of the quality and added value of carrot tuber after carrot tuber processing into carrot powder, and an increase in carrot powder added value of carrot tuber purchased from farmer and retailer. Quality analysis is done by comparing the quality of carrot tuber and carrot powder. Added value analysis is done by comparing the added value of carrot tuber without processing and after carrot tuber processing into carrot powder. The results showed an increase in quality, the moisture content of 91.2% decreased to 0.82%, total carotene was 29.27 ug/g increased to 82.78 µg/g, the color of L 38.6, a 25.1, b 28.2 to L 54.7, a 23.4, b 32.9. Carrot powder added value when carrot tuber purchased from farmer was per kg and when carrot tuber purchased from retailer was Rp 6.117,00 per kg. Added value of carrot tuber without processing was Rp 3.000,00 per kg and after carrot tuber processing into carrot powder was Rp 6.117,00 per kg. Key word: Added Value, Carrot Powder PENDAHULUAN
dan tepung wortel (Cahyono, 2002). Tepung wortel memiliki umur simpan 2 tahun (Anonim1, 2013) lebih lama daripada sari buah (12 bulan), keripik wortel (5 bulan), dan manisan buah (2 minggu-1 bulan), sehingga umbi wortel lebih baik diolah menjadi tepung wortel. Umbi wortel memiliki kadar air yang tinggi. Kadar air mempengaruhi kesegaran dan daya awet bahan pangan. Kadar air yang tinggi mengakibatkan bakteri, kapang, dan khamir
Umbi wortel merupakan bahan makanan mudah rusak, sehingga umur simpannya relatif pendek. Umbi wortel bila dilakukan penyimpanan dingin memiliki umur simpan 4-6 minggu (Samad, 2006). Pengolahan bahan makanan diperlukan untuk memperlama umur simpan umbi wortel. Dalam industri pangan, umbi wortel umumnya diolah menjadi minuman sari umbi wortel, keripik wortel, manisan wortel, 2
berkembang biak sehingga bahan pangan mengalami perubahan (Sandjaja, 2009). Tepung wortel yang dihasilkan diharapkan memiliki kadar air lebih rendah dari umbi wortel, tetapi total karoten dan vitamin C tidak lebih rendah dari umbi wortel. Adapun dari segi warna masih menyerupai warna umbi wortel, serta memiliki rendemen tinggi. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan umumnya masih rendah. Pada November 2012, harga jual umbi wortel di Kota Batu untuk tingkat petani sebesar per kg (Anonim3, 2013), dan harga jual umbi wortel untuk tingkat pengecer sebesar Rp 8.000,00 per kg (Anonim2, 2013). Hal ini menunjukkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar per kg. Pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang tinggi, sehingga memberikan keuntungan.
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya pada bulan November 2012 – Januari 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan praktek secara langsung proses pembuatan tepung wortel dan dilakukan pengukuran kadar air, rendemen, warna, total karoten, dan vitamin C, serta dilakukan analisis nilai tambah. Bahan yang digunakan berupa umbi wortel dengan varietas Chantenay, yang didapatkan di Pasar Besar Kota Malang. Alat yang digunakan dalam melakukan analisis kualitas antara lain Oven Memmert, Timbangan Manual Canry (kapasitas 3 kg), Color Reader Minolta, dan Spektrofotometer Shimadzu. Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain: umbi wortel yang digunakan sebanyak 24,10 kg (yang telah dikupas), pengujian kualitas meliputi kadar air, warna, total karoten, dan vitamin C, serta rendemen, analisis nilai tambah dilakukan pada saluran distribusi tingkat petani, tingkat pengecer, dan tingkat pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas 3
1. Harga jual tepung wortel berdasarkan 39 kg umbi wortel (kapasitas tunnel dryer). 2. Harga jual umbi wortel di tingkat petani sebesar per kg dan diasumsikan stabil. 3. Harga jual umbi wortel di tingkat pengecer sebesar per kg dan diasumsikan stabil. 4. Tenaga kerja langsung 3 orang dan tenaga kerja tak langsung 1 orang. 5. Mesin pengering (tunnel dryer) 1 buah. 6. Produksi dilakukan 156 kali dalam setahun (13 kali sebulan). 7. Sekali produksi dihasilkan 2.46 kg tepung wortel (rendemen 6.3 %) dan diasumsikan stabil. 8. Markup 20 %. Proses pembuatan tepung wortel dilakukan berdasarkan proses pembuatan umbi wortel kering pada penelitian Asgar dan Musaddad (2006), yaitu umbi wortel disortasi, dicuci, ditiriskan, dikupas kulitnya, diiris dengan tebal irisan ± 3 mm, diblanching dengan suhu 85ºC selama 10 menit, ditiriskan, dan dikeringkan sampai rapuh pada suhu 60ºC selama 20 jam. Penepungan
dilakukan menggunakan mesin penepung. Pengukuran kualitas dilakukan terhadap umbi wortel dan tepung wortel, dilakukan tiga kali, dan diuji dengan uji t. Analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan diperoleh dari selisih harga jual umbi wortel pada saluran distribusi tingkat petani dan tingkat pengecer. Nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel diperoleh dari perhitungan nilai tambah (Hayami dalam Hapsari et al., 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Kualitas Parameter kualitas dari tepung wortel dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kadar Air Kadar air pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diketahui pada basis basah rata-rata kadar air umbi wortel sebesar 4
91.2 %, dan rata-rata kadar air tepung wortel sebesar 0.82 %. Berdasarkan uji t diketahui kadar air antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda
nyata (t hitung lebih besar dari t tabel). Hal ini menunjukkan penurunan kadar air yang cukup besar (> 90 %).
Tabel 1 Kadar Air pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah Rosida dan Penelitian Ini Purwanti (2008) Uji t Umbi Tepung t t Tabel Tepung Wortel Wortel Wortel Hitung Kadar Air (%) 91.2 0.82 978.39* 4.30 0.69 Diiris ± 3 mm Diiris ± 5 mm Perlakuan (Diblanching (Diblanching Pendahuluan 85ºC 10 menit) 80ºC 2 menit) Pengeringan 60ºC 20 jam 60ºC 24 jam SNI 01-3727-1995 (Tepung Jagung) = 0.63 % Standar SNI 01-3549-2009 (Tepung Beras) = 0.82 % Keterangan: * = Berbeda nyata Dalam basis basah, rata-rata kadar air tepung wortel pada penelitian ini sebesar 0.82 % lebih tinggi dari kadar air tepung wortel pada penelitian Rosida dan Purwanti (2008), yaitu 0.69 %. Hal ini diduga karena masing-masing penelitian menggunakan metode perlakuan pendahuluan dan pengeringan berbeda. Salah satu tujuan utama blanching yaitu melenturkan jaringan, sehingga jaringan
kemungkinan besar akan terbuka (Asgar dan Musaddad, 2006). Irisan tidak tebal, suhu tinggi, dan waktu yang lama saat blanching akan mengakibatkan jaringan semakin lunak dan jaringan semakin terbuka, sehingga pengeringan dengan mudah menguapkan air pada bahan. Dengan irisan lebih tipis, suhu lebih tinggi, dan waktu lebih lama saat blanching, seharusnya kadar air tepung wortel pada penelitian ini lebih rendah 5
daripada kadar air tepung wortel pada penelitian Rosida dan Purwanti (2008), namun waktu pengeringan lebih pendek menyebabkan kadar air tepung wortel penelitian ini lebih tinggi. Pada basis basah, kadar air tepung jagung dalam SNI 013727-1995 maksimal 0.63 %,
dan kadar air tepung beras dalam SNI 01-3549-2009 maksimal 0.82 %. Hasil 2 kali uji menunjukkan kadar air lebih besar dari 0.82 %, yaitu 0.83 % dan 0.82 %, sehingga disimpulkan kadar air tepung wortel hampir memenuhi SNI 01-3549-2009. b. Rendemen
Tabel 2 Rendemen Tepung Wortel Rochimiwati et al. (2011) Penelitian Ini Umbi Tepung Umbi Tepung Wortel Wortel Wortel Wortel Berat 24.10 kg 1.52 kg 1 kg 50 gram Rendemen 6.3 % 5% Kadar Air 91.2 % 0.82 % 0.42 % Rendemen Tepung Tapioka = 25 % Pembanding Rendemen Tepung Ubi Jalar = 30 % Rendemen tepung wortel dapat dilihat di Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui rendemen tepung wortel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 6.3 %, di mana rendemen tersebut lebih besar dari rendemen tepung wortel pada penelitian Rochimiwati et al. (2011) sebesar 5 %. Tingginya rendemen tepung wortel penelitian ini disebabkan tingginya kadar air, yaitu , sedangkan kadar air tepung wortel Rochimiwati et al. (2011) sebesar 0,42 %. Walaupun
lebih tinggi dari rendemen tepung wortel Rochimiwati et al. (2011), rendemen tersebut lebih rendah dari rendemen tepung tapioka dan tepung ubi jalar. Rendemen tepung wortel rendah disebabkan tingginya kadar air umbi wortel, yaitu 91,2 %, setelah menjadi tepung wortel menjadi 0,82 %. Penurunan kadar air mengakibatkan berat umbi wortel banyak berkurang, sehingga rendemen tepung wortel menjadi sangat rendah. Di samping itu, pengolahan 6
umbi wortel menjadi tepung wortel melalui blanching dan pengeringan. Pada penelitian ini, proses blanching dilakukan dengan metode air panas, sehingga jaringan semakin
lunak dan semakin terbuka, sehingga pengeringan dengan mudah menguapkan air pada bahan. Penurunan air terjadi melalui proses pengeringan. c. Warna
Tabel 3 Warna pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel Penelitian Ini Uji t Umbi Tepung Wortel Wortel t Hitung t Tabel L 38.6 54.7 31.37* 4.30 a 25.1 23.4 5.29* 4.30 b 28.2 32.9 7.06* 4.30 Blanching 85ºC 10 menit Pengeringan 60ºC 20 jam Keterangan: * = Berbeda nyata Warna pada umbi wortel dan tepung wortel dapat dilihat di Tabel 3. Pada parameter warna, L menunjukkan tingkat kecerahan, a menunjukkan tingkat kemerahan, dan b menunjukkan tingkat kekuningan. Berdasarkan Tabel 3 diketahui pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel akan meningkatkan tingkat kecerahan dan tingkat kekuningan, namun menurunkan tingkat kemerahan umbi wortel. Warna tepung wortel dipengaruhi proses blanching dan proses pengeringan yang
dilakukan, serta warna umbi wortel sebagai bahan baku. Salah satu tujuan utama blanching yaitu menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan makanan yang dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang merugikan, seperti enzim polifenol oksidase yang dapat mengakibatkan terjadinya pencoklatan pada bahan. Suhu tinggi saat blanching dapat mempercepat dalam menginaktivasi enzim polifenol oksidase. Semakin banyak enzim polifenol oksidase yang diinaktivasi, maka semakin kecil kemungkinan pencoklatan 7
pada bahan. Suhu pengeringan rendah baik untuk mempertahankan kandungan karoten dan warna umbi wortel (Asgar dan Musaddad, 2006). Perubahan warna umbi
wortel juga dipengaruhi warna umbi wortel. Kualitas produk akhir dipengaruhi kualitas bahan baku dan kualitas proses (Hurst, 2006). d. Total Karoten
Tabel 4 Total Karoten pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah Penelitian Ini Uji t Umbi Tepung t t Wortel Wortel HitungTabel 82.78 µg/g Total Karoten 29.27 µg/g atau 50.24* 4.30 8278 µg/100g Total karoten pada 464.52 µg/g 82.78 µg/g kadar air yang sama AKG 454 µg Keterangan: * = Berbeda nyata Peningkatan total karoten Total karoten pada umbi disebabkan pemekatan yang wortel dan tepung wortel pada terjadi melalui proses basis basah dapat dilihat di pengeringan. Total karoten Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 sebagai provitamin A larut diketahui pada basis basah, dalam lemak. Kadar air umbi rata-rata total karoten umbi wortel setelah menjadi tepung wortel sebesar 29.27 µg/g, dan wortel mengalami penurunan, rata-rata total karoten tepung namun total karoten tidak wortel sebesar 82.78 µg/g. mengalami penurunan karena Berdasarkan uji t diketahui total karoten tidak larut dalam nilai total karoten antara umbi air. Walaupun total karoten wortel dan tepung wortel tepung wortel lebih tinggi dari berbeda nyata (t hitung lebih umbi wortel, total karoten besar dari t tabel). Hal ini umbi wortel bila dilakukan menunjukkan total karoten pengolahan umbi wortel tepung wortel lebih tinggi dari menjadi tepung wortel umbi wortel. mengalami penurunan. Bila 8
diasumsikan total karoten tidak berubah, maka total karoten umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung menjadi 464.52 µg/g, sedangkan total karoten tepung wortel penelitian ini 82.78 µg/g. Pada basis basah, angka kecukupan gizi untuk total karoten yang digunakan
sebagai acuan pelabelan pangan umum, yaitu 454 µg. Rata-rata total karoten tepung wortel penelitian ini sebesar 82.78 µg/g atau 8278 µg/100g, sehingga disimpulkan total karoten tepung wortel sudah memenuhi angka kecukupan gizi untuk total karoten. e. Vitamin C
Tabel 5 Vitamin C pada Umbi Wortel dan Tepung Wortel pada Basis Basah Penelitian Ini Uji t Umbi Tepung t t Wortel Wortel HitungTabel Vitamin C 13.02 mg/100g 7.37 mg/100g 5.51* 4.30 Vitamin C pada 206.63 mg/100g 7.37 mg/100g kadar air yang sama AKG 4 mg Keterangan: * = Berbeda nyata Vitamin C pada umbi wortel dan tepung wortel pada basis basah dapat dilihat di Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5 diketahui pada basis basah, rata-rata vitamin C umbi wortel sebesar 13.02 mg/100g, dan rata-rata vitamin C tepung wortel sebesar 7.37 mg/100g. Berdasarkan uji t diketahui nilai vitamin C antara umbi wortel dan tepung wortel berbeda nyata (t hitung besar dari t tabel). Bila diasumsikan
vitamin C tidak berubah, maka vitamin C umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel menjadi 206.63 mg/100g, sedangkan vitamin C tepung wortel penelitian ini 7.37 mg/100g. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan vitamin C sebesar 199.26 mg/100g. Penurunan vitamin C disebabkan penurunan kadar air. Vitamin C larut dalam air. 9
Kadar air dan vitamin C umbi wortel mengalami penurunan karena vitamin C larut dalam air. Pada basis basah, angka kecukupan gizi untuk vitamin C yang digunakan sebagai acuan pelabelan pangan umum, yaitu 4 mg. Rata-rata vitamin C tepung wortel penelitian ini sebesar 7.37 mg/100g, sehingga disimpulkan vitamin C tepung wortel sudah memenuhi angka kecukupan gizi untuk vitamin C. 2. Kualitas Tepung Wortel Umbi wortel bila dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel akan
meningkatkan total karoten, sehingga kualitas yang menjadi keunggulan dari tepung wortel adalah total karoten, walaupun vitamin C mengalami penurunan. Tepung wortel memiliki kadar air yang rendah, sehingga umur simpan tepung wortel lebih lama hingga mencapai 2 tahun. Di samping itu, pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel tidak menyebabkan perubahan warna yang signifikan. Hal ini menunjukkan secara kualitas, pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel layak untuk dilaksanakan. 3. Analisis Nilai Tambah
Tabel 6 Nilai Tambah Umbi Wortel Tanpa Melalui Pengolahan dan Setelah Dilakukan Pengolahan Umbi Wortel Menjadi Tepung Wortel Tanpa Pengolahan Setelah Pengolahan Tingkat Tingkat Tingkat Pengolahan (Rp / kg) Petani Pengecer Umbi Wortel Menjadi Tepung Wortel Harga Input Bahan 5.000 8.000 Baku Harga Pokok 255.753 303.314 Produksi Harga Jual 5.000 8.000 306.904 363.977 Nilai Output 19.335 22.931 Sumbangan Input 8.814 8.814 Lain Nilai Tambah 3.000 5.521 6.117
10
Pengembangan agroindustri tepung wortel akan membentuk mata rantai yang menghubungkan umbi wortel menjadi tepung wortel, hingga sampai ke konsumen, yaitu industri hulu, industri utama, dan industri hilir. Industri hulu merupakan industri yang menyediakan bahan baku, bahan penolong, teknologi, dan jasa. Industri utama merupakan industri yang melakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel. Industri hilir merupakan industri yang melakukan penyimpanan, distribusi, dan pemasaran (Tarigan, 2005). Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel dapat dilihat di Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 diketahui harga pokok produksi pada pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel relatif besar, yaitu per kg. Hal ini disebabkan harga jual umbi wortel di tingkat pengecer Rp 8.000,00 per kg. Bila menggunakan umbi wortel dari petani, harga pokok produksi pada pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel menjadi per kg. Di samping itu, proses
pengeringan dengan tunnel dryer menghabiskan tiga LPG 12 kg (satu LPG 12 kg seharga ). Sekali produksi tenaga kerja mendapat upah Rp 30.000,00 per orang. Hal ini dikarenakan sifat umbi wortel yang keras, sehingga sulit untuk dilakukan pengirisan. Bila umbi wortel dibeli dari pengecer, produk dijual dengan harga Rp 363.977,00 per kg. Harga jual tersebut sangat tinggi. Hal ini disebabkan harga pokok produksi yang tinggi dan rendemen tepung wortel yang rendah. Rendemen tepung wortel sebesar 6.3 %, sedangkan dalam sekali proses pengeringan menggunakan tunnel dryer menghabiskan tiga LPG 12 kg (satu LPG 12 kg seharga Rp 77.000,00). Markup yang digunakan sebesar 20 %. Harga jual tepung wortel bisa lebih rendah bila menggunakan umbi wortel dari petani, yaitu Rp 306.904,00 per kg. Berdasarkan Tabel 6 diketahui pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel memiliki harga input bahan baku sebesar Rp 8.000,00 per kg, sumbangan input lain sebesar Rp 8.814,00 per kg, dan nilai output sebesar per kg, sehingga 11
diperoleh nilai tambah sebesar per kg. Bila menggunakan umbi wortel dari petani, harga input bahan baku sebesar per kg, sumbangan input lain sebesar Rp 8.814,00 per kg, dan nilai output sebesar per kg, sehingga diperoleh nilai tambah sebesar Rp 5.521,00 per kg. Hal ini menunjukkan dengan menggunakan umbi wortel dari petani bisa didapatkan harga jual yang lebih murah, namun memiliki nilai tambah yang hampir sama, sedangkan konsumen lebih menyukai tepung wortel yang lebih murah dengan kualitas yang sama, sehingga dengan kualitas tersebut tingkat penjualan menjadi lebih besar. Pada November 2012, di Kota Batu, harga jual umbi wortel di tingkat petani sebesar Rp 5.000,00 per kg dan harga jual umbi wortel di tingkat pengecer sebesar per kg, sehingga nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg. Nilai tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg bila umbi wortel dibeli dari pengecer. Hal ini menunjukkan nilai
tambah umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel lebih besar daripada tanpa melalui pengolahan, sehingga disimpulkan melakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel lebih menguntungkan daripada tidak melakukan pengolahan. KESIMPULAN 1. Ada peningkatan kualitas umbi wortel setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel, yaitu kadar air sebesar 91.2 % pada umbi wortel menurun menjadi 0.82 % pada tepung wortel, total karoten sebesar 29.27 µg/g pada umbi wortel meningkat menjadi 82.78 µg/g pada tepung wortel, dan perubahan warna dari L 38.6, a 25.1, b 28.2 pada umbi wortel menjadi L 54.7, a 23.4, b 32.9 pada tepung wortel. 2. Nilai tambah tepung wortel bila umbi wortel dibeli dari petani sebesar per kg, dan bila umbi wortel dibeli dari pengecer sebesar Rp 6.117,00 per kg. 3. Nilai tambah umbi wortel tanpa melalui pengolahan sebesar Rp 3.000,00 per kg, 12
dan setelah dilakukan pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel sebesar Rp 6.117,00 per kg bila umbi wortel dibeli dari pengecer.
Anonim3. 2013. Laporan Harian Harga Produsen Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dilihat 26 Februari 2013 Asgar, A dan Musaddad D. 2006. Optimalisasi Cara, Suhu, dan Lama Blansing sebelum Pengeringan pada Wortel. Jurnal Hortikultura 16(3): 245252
UCAPAN TERIMA KASIH Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Wignyanto, MS, Sakunda Anggarini, STP, MP, Dr. Ir. Nur Hidayat, MP, Dr. Ir. M. Hindun Pulungan, MS, dan Wike Agustin Prima Dania, STP, M.Eng atas segala bimbingan, arahan, ilmu, pengetahuan, saran dan masukannya.
Cahyono, B. 2002. Wortel. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 10-11
DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2013. Specification of Carrot Powder. Dilihat 21 Februari 2013.
Hapsari, H, Djuwendah E dan Karyani T. 2008. Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Jurnal Agrikultura 19(3): 208215
Anonim2. 2013. Laporan Harian Harga Eceran Komoditas Sayuran Tingkat Kabupaten/Kota. Dilihat 26 Februari 2013.
Hurst, K. 2006. Prinsip-Prinsip Perancangan Teknik. 13
Erlangga. Jakarta. Hal. 48
Kabupaten Lumajang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Rochimiwati SN, Fanny L, Kartini TD, Sirajuddin dan Sukmawati. 2011. Pembuatan Aneka Jajanan Pasar dengan Subtitusi Tepung Wortel untuk Anak Baduta. Media Gizi Pangan 11(1): 11-15 Rosida dan Purwanti II. 2008. Pengaruh Substitusi Tepung Wortel dan Lama Penggorengan Vakum terhadap Karakteristik Keripik Wortel Simulasi. Jurnal Teknologi Pertanian 9(1): 19-24 Samad, MY. 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8(1): 31-36 Sandjaja. 2009. Kamus Gizi. Kompas. Jakarta. Hal. 107-108 Tarigan, H. 2005. Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri Pisang di 14