ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU Andi Ishak, Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
[email protected]
ABSTRAK Usaha pengolahan hasil produk pertanian skala rumah tangga oleh wanita tani memiliki pengaruh yang besar terhadap peningkatan nilai tambah suatu produk primer. Usaha pengolahan hasil yang dilakukan oleh wanita tani juga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan waktu luang, dan peningkatan pendapatan wanita tani dan keluarganya. Salah satu produk tanaman yang banyak ditemui baik di lahan pekarangan atau kebun petani adalah ubi kayu. Di Bengkulu, tanaman ini relatif memiliki nilai yang rendah. Oleh karena itu berbagai produk pengolahan hasil pertanian yang berbahan baku ubi kayu telah banyak dilakukan oleh masyarakat sehingga mudah ditemui di pasaran. Upaya pengolahan hasil tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah produk ubi kayu. Salah satu produk olahan ubi kayu skala rumah tangga yang telah diusahakan oleh wanita tani di Kota Bengkulu adalah rengginang ubi kayu (renggining). Produk renggining mirip dengan rengginang namun bila rengginang berbahan dasar beras ketan, maka renggining berbahan dasar ubi kayu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai tambah, tingkat keuntungan, dan titik impas dalam pengolahan renggining skala rumah tangga. Lokasi penelitian pada Kelompok Wanita Tani Melati Jaya I di Kelurahan Sawah Lebar Lama, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu pada bulan September 2012. Data yang dikumpulkan adalah input dan output pengolahan produk renggining melalui pengamatan proses produksi renggining dan wawancara dengan wanita tani pengolah renggining. Data dianalisis menggunakan analisis nilai tambah mengikuti Metode Hayami, analisis R/C ratio, dan analisis titik impas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah produk renggining sebesar Rp. 9.335/kg dengan rasio nilai tambah 59,74% atau Rp. 7.085/kg yang diperoleh Kelompok Wanita Tani. Marjin yang didapatkan dalam pengolahan renggining adalah Rp. 12.625/kg, dengan R-C ratio sebesar 2,14. Titik impas (BEP) pengolahan produk renggining bila dilihat dari nilai produksi sebesar 204,55 kg, sedangkan BEP biaya adalah Rp. 5.113.636,36. Kata kunci: ubi kayu, nilai tambah, renggining, wanita tani, Kota Bengkulu.
PENDAHULUAN Peran kaum wanita di bidang pertanian dalam mendukung perekonomian keluarga merupakan sesuatu yang nyata dan tidak terbantahkan, khususnya dalam usaha pengolahan hasil produk pertanian skala rumah tangga untuk meningkatkan nilai tambah. Usaha pengolahan hasil yang dilakukan oleh wanita tani juga berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan waktu luang, dan peningkatan pendapatan wanita tani dan keluarganya. Suprapto (1999) menyatakan bahwa nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu produksi. Reni Kustiari (2011) menambahkan bahwa
nilai tambah dalam proses pengolahan dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya, dan balas jasa pengusaha pengolahan. Usaha pengolahan produk pertanian skala rumah tangga yang relatif banyak ditemui adalah pengolahan produk ubi kayu. Potensi ubi kayu untuk dijadikan produk olahan sangat besar karena berbagai macam industri memanfaatkan ubi kayu sebagai bahan baku. Menurut Haryati La Kamisi (2011), ubi kayu dapat dijadikan bahan baku industri makanan, tekstil, bahan bangunan, kertas, pakan ternak, farmasi, lem, dan biofuel untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Pengolahan hasil ubi kayu dalam skala kecil atau rumah tangga juga ditemui di Kota Bengkulu dalam berbagai produk makanan seperti tape, keripik pedas, getuk, kue, dan rengginang. Selain bahan bakunya mudah diperoleh di pasaran, juga harga ubi kayu relatif murah di Bengkulu yaitu sekitar Rp. 3.000/kg. BPS Provinsi Bengkulu (2011) melaporkan bahwa produksi ubi kayu di Kota Bengkulu pada tahun 2010 mencapai 4.302 ton atau 9,8% dari total produksi ubi kayu Provinsi Bengkulu. Rengginang yang terbuat dari ubi kayu oleh masyarakat di Bengkulu disebut renggining. Kegiatan produktif pengolahan renggining memerlukan berbagai input produksi seperti ubi kayu, bahan penunjang dan tenaga kerja. Kegiatan ini akan meningkatkan daya guna dari faktor produksi sehingga meningkatkan nilai tambah produk ubi kayu. Oleh karena itu yang menarik untuk diketahui dalam penelitian ini adalah berapa besarnya nilai tambah, tingkat keuntungan, dan titik impas dalam pengolahan renggining skala rumah tangga di Kota Bengkulu. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survei melalui wawancara dengan kelompok wanita tani pengolah renggining dan pengamatan proses pengolahannya. Survei dilakukan pada Kelompok Wanita Tani Melati Jaya I di Kelurahan Sawah Lebar Lama, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu pada bulan September 2012. Lokasi dipilih secara sengaja yang merupakan sentra pengolah renggining di Kota Bengkulu. Data yang dikumpulkan yaitu data usaha pengolahan renggining meliputi biaya produksi, jumlah produksi, harga produk, dan keuntungan. Data dianalisis untuk memperoleh nilai tambah produk renggining, keuntungan atau efisiensi dan titik impas (Break Even Point / BEP) usaha pengolahan renggining. Besarnya nilai tambah dihitung dengan Metode Hayami sehingga diperoleh nilai tambah produk ubi kayu segar menjadi renggining dalam setiap kali proses produksi. Keuntungan dianalisis dengan R-C ratio, sedangkan analisis titik impas (BEP) dihitung untuk mengetahui BEP Produksi dan BEP Biaya.
Pedoman Penulisan Full Paper – Hermawan dkk (2012)
Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan manajemen (Haryati La Kamisi, 2011) yang dapat dinyatakan sebagai berikut: Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L) Dimana: K = kapasitas produksi; B = jumlah bahan baku yang digunakan; T = tenaga kerja yang terlibat; U = upah tenaga kerja; H = harga output; h = harga bahan baku; L = harga input lain. Cara perhitungan nilai tambah ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Cara perhitungan nilai tambah renggining dalam satu kali proses produksi mengikuti Metode Hayami (Hayami et al., 1987 dalam Slamet, 2005). Variabel Output, Input dan Harga • Hasil produksi renggining (kg) • Bahan baku ubi kayu (kg) • Tenaga kerja (org) • Faktor konversi • Koofisien tenaga kerja • Harga produk renggining (Rp/kg) • Upah tenaga kerja (Rp/org) Penerimaan dan Keuntungan • Harga ubi kayu (Rp/kg) • Sumbangan input lain (Rp/kg) • Nilai produksi renggining (Rp/kg) • Nilai tambah (Rp/kg) • Rasio nilai tambah (%) • Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) • Pangsa tenaga kerja (%) • Keuntungan (Rp/kg) • Tingkat keuntungan (%) Balas jasa faktor produksi • Marjin (Rp/kg) • Imbalan tenaga kerja (%) • Sumbangan input lain (%) • Keuntungan pemilik modal (%)
Nilai 1 2 3 4 5 6 7
Cara perhitungan
=1/2 =3/2
8 9 10 11a 11b 12a 12b 13a 13b
=4x6 =10-9-8 =(11a/10)x100% =5x7 =(12a/11a)x100% =11a-12a =(13a/11a)x100%
14 14a 14b 14c
=10-8 =(12a/14)x100% =(9/14)x100% =(13a/14)x100%
Perhitungan keuntungan diketahui dengan menggunakan analisis Revenue Cost Ratio (R-C ratio). Nilai R-C ratio = 1 artinya usaha tidak untung/rugi, nilai R-C ratio > 1 berarti usaha menguntungkan/efisien, nilai R-C ratio < 1 berarti usaha merugikan/tidak efisien. R-C ratio dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasioanal ‘Optimalisasi Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis’.
3
R-C ratio =
Penerimaan Biaya
Analisis titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui berapa volume atau penjualan minimum produk agar perusahaan tidak mengalami kerugian atau tidak memperoleh keuntungan. Titik impas dihitung berdasarkan analisis biaya dan pendapatan. Biaya total diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel. Persamaannya total biaya, pendapatan dan penerimaan adalah sebagai berikut: TC = TFC + TVC π = TR – TC TR = P x Q Dimana: TC = biaya total; TFC = total biaya tetap; TVC = total biaya variabel (tidak tetap); π = pendapatan bersih; TR = penerimaan; Q = jumlah produk yang dihasilkan; P = harga produk per satuan. Titik impas produksi (BEP-produksi) dihitung dengan rumus: BEP-produksi =
TFC P - TVC
Sedangkan titik impas biaya (BEP-biaya) didapat berdasarkan persamaan: BEP-biaya =
TFC 1 - TVC TR
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Kelompok Wanita Tani Melati Jaya I Kelompok Wanita Tani (KWT) Melati Jaya I di Kelurahan Sawah Lebar Lama, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu dibentuk pada tahun 2003 melalui Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K). Saat ini KWT beranggotakan 12 orang dan melakukan usaha pengolahan hasil renggining, keripik pisang, dan jajanan pasar. KWT Melati Jaya I sejak tahun 2008 mendapatkan bantuan dana BLM PUAP dari Departemen Pertanian bersama 2 KWT lainnya yang seluruhnya tergabung dalam Gapoktan Mesra Jaya. Selain kegiatan produktif, di dalam KWT juga dilakukan pemupukan modal (arisan), simpan pinjam, dan kegiatan sosial (pengajian, kunjungan sosial) yang dilakukan secara rutin setiap bulan sekali. Proses Pembuatan Renggining Pembuatan renggining dilakukan 2 kali seminggu. Dalam satu kali proses
Pedoman Penulisan Full Paper – Hermawan dkk (2012)
produksi rata-rata dihasilkan 25 kg renggining dengan bahan baku utama yaitu ubi kayu sebanyak 40 kg. Proses pembuatan renggining dimulai dengan pengupasan ubi kayu. Setelah dikupas, ubi kayu dicuci sebanyak 2 kali agar bersih dari sisa-sisa kotoran. Selanjutnya diparut dengan menggunakan mesin pemarut ubi. Hasil parutan direndam dalam air sekitar 30 menit untuk menghilangkan rasa pahit ubi kayu. Setelah direndam, hasil parutan diperas dan dicampur dengan tepung sagu dan bumbu. Adonan kemudian dicetak dan dikukus sekitar 15 menit, kemudian dijemur sekitar 6-8 jam (1 hari) di bawah sinar matahari sampai kering sebelum dikemas dalam plastik. Proses pembuatan renggining ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses pembuatan renggining. Proses pengolahan renggining minimal dikerjakan oleh 3 orang wanita yang dimulai sekitar jam 09.00 s/d 17.00. Sebelum mengolah renggining mereka harus mengurus kebutuhan rumah tangga. Istirahat untuk sholat dan makan siang dimulai pukul 12.00 s/d 14.00, sebelum mereka kembali bekerja. Dalam 1 kali proses pengolahan, curahan waktu kerja sekitar 7 jam. Nilai Tambah Renggining Analisis nilai tambah renggining disajikan pada Tabel 2. Terlihat bahwa dari 40 kg ubi kayu segar dapat diproduksi 25 kg renggining dengan melibatkan tenaga kerja wanita tani sebanyak 3 orang. Harga jual renggining adalah Rp. 25.000/kg. Dalam 1 kg ubi kayu dapat dihasilkan 0,63 kg renggining, dengan nilai tambah Rp. 9.335/kg. Dengan demikian terdapat peningkatan nilai tambah ubi kayu dengan masukan teknologi pengolahan hasil renggining yang diperoleh oleh wanita tani. Hal ini sejalan dengan pendapat Hernanto (2003) bahwa penerapan teknologi akan berpengaruh terhadap biaya dan penerimaan petani. Marjin yang diperoleh dari pengolahan renggining sebesar Rp. 12.625/kg.
Prosiding Seminar Nasioanal ‘Optimalisasi Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis’.
5
Imbalan tenaga kerja terhadap marjin sebesar 17,82% atau Rp. 2.250/kg. Sumbangan input lain 26,06% (Rp. 3.290/kg). Keuntungan yang diperoleh pemilik modal adalah 56,12% dari marjin (Rp. 7.085/kg). Tabel 2. Analisis nilai tambah pengolahan ubi kayu menjadi renggining di KWT Melati Jaya I, Kota Bengkulu. Variabel Output, Input dan Harga • Hasil produksi renggining • Bahan baku ubi kayu • Tenaga kerja • Faktor konversi • Koofisien tenaga kerja • Harga produk renggining • Upah tenaga kerja Penerimaan dan Keuntungan • Harga ubi kayu • Sumbangan input lain • Nilai produksi renggining • Nilai tambah • Rasio nilai tambah • Imbalan tenaga kerja • Pangsa tenaga kerja • Keuntungan • Tingkat keuntungan Balas jasa faktor produksi • Marjin • Imbalan tenaga kerja • Sumbangan input lain • Keuntungan pemilik modal Sumber: data primer diolah (2012).
Nilai 25 kg 40 kg 3 HOK 0,63 0,08 Rp. 25.000/kg Rp. 30.000/HOK Rp. 3.000/kg Rp. 3.290/kg Rp. 15.625/kg Rp. 9.335/kg 59,74% Rp. 2.250/kg 24,10% Rp. 7.085/kg 75,90% Rp. 12.625/kg 17,82% 26,06% 56,12%
Efisiensi Usaha Pengolahan Renggining Efisiensi usaha pengolahan renggining secara finansial ditentukan dengan menghitung Revenue per cost ratio yaitu pembagian antara penerimaan usaha pengolahan renggining dibagi dengan biaya produksinya. Jumlah penerimaan diperoleh dari jumlah produksi renggining dikalikan dengan harga jualnya, sedangkan biaya produksi adalah biaya tidak tetap (biaya variabel) yang dikeluarkan dalam proses produksi renggining. Dalam sekali proses produksi renggining di KWT Melati Jaya I dihasilkan 25 kg renggining dengan harga jual Rp. 25.000/kg, sehingga penerimaan berjumlah Rp. 625.000. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan sebesar Rp. 292.250 adalah untuk pembelian ubi kayu, bahan tambahan (bumbu-bumbu, tepung sagu), kayu bakar, plastik kemasan, dan biaya tenaga kerja. Selisih antara penerimaan dan biaya sebesar Rp. 332.750 merupakan keuntungan usaha, dengan R-C ratio 2,14. Nilai tersebut memberikan arti bahwa setiap pengeluaran dalm proses pengolahan
Pedoman Penulisan Full Paper – Hermawan dkk (2012)
sebesar 1 rupiah akan diperoleh penerimaan sebesar 2,14 rupiah. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan renggining efisien (R-C ratio > 1) sehingga layak untuk dikembangkan. Tabel 3 menunjukkan perhitungan R-C ratio dalam pengolahan renggining. Tabel 3. Perhitungan efisiensi usaha pengolahan renggining. Uraian Jumlah Biaya produksi (biaya variabel) 40 kg • Ubi kayu 1 kg • Tepung sagu 0,75 kg • Bawang merah 0,75 kg • Bawang putih 8 bks • Masako 0,5 kg • Garam 10 ikat • Kayu bakar 1 kg • Plastik kemasan 3 HOK • Tenaga kerja Jumlah biaya produksi Hasil renggining 25 kg Keuntungan R-C ratio Sumber: data primer diolah (2012).
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah harga (Rp.)
3.000 5.000 15.000 20.000 500 4.000 3.000 15.000 30.000 25.000 -
120.000 5.000 11.250 15.000 4.000 2.000 30.000 15.000 90.000 292.250 625.000 332.750 2,14
Titik Impas (BEP) Usaha Pengolahan Renggining BEP usaha pengolahan renggining dalam bentuk volume produksi dan biaya produksi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. BEP usaha pengolahan renggining di KWT Melati Jaya I, Kota Bengkulu. No 1.
Variabel Biaya tetap (Rp.) • Baskom besar (2 bh) • Baskom kecil (1 bh) • Dandang sedang (1 bh) • Cetakan renggining (20 bh) • Tempat jemur (15 bh) • Parutan ubi (1 unit) • Hand sealer (1 unit) • Tungku (1 bh) 2. Biaya tidak tetap/variabel (Rp.) 3. Total biaya produksi (Rp.) 4. Jumlah produksi (kg) 5. Harga jual (Rp./kg) 6. Penerimaan (Rp.) 7. Keuntungan (Rp.) 8. BEP a. BEP-produksi (kg) b. BEP-biaya (Rp.) Sumber: data primer diolah (2012). * nilai biaya tidak tetap/variabel telah dirinci pada Tabel 3.
Nilai 2.722.500 50.000 15.000 80.000 75.000 52.500 1.500.000 900.000 50.000 292.250* 3.014.750 25 25.000 625.000 332.750 204,55 5.113.636,36
Prosiding Seminar Nasioanal ‘Optimalisasi Pekarangan untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis’.
7
Pada Tabel 4 terlihat bahwa BEP pengolahan renggining tercapai apabila produk telah terjual sebanyak 204,55 kg dengan penerimaan sebesar Rp. 5.113.636,36. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah produk renggining di Kota Bengkulu sebesar Rp. 9.335/kg dengan rasio nilai tambah 59,74% atau Rp. 7.085/kg yang diperoleh Kelompok Wanita Tani. Marjin yang didapatkan dalam pengolahan renggining adalah Rp. 12.625/kg, dengan R-C ratio sebesar 2,14. Titik impas (BEP) pengolahan produk renggining bila dilihat dari nilai produksi sebesar 204,55 kg, sedangkan BEP biaya adalah Rp. 5.113.636,36. DAFTAR PUSTAKA BPS Provinsi Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka Tahun 2011. BPS Provinsi Bengkulu. Bengkulu. Haryati La Kamisi. 2011. Analisis Usaha dan Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Singkong. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) 4(2):82-87. Hernanto, F. 2003. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Reni Kustiari. 2011. Analisis Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil Pertanian. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Petani dan Pembangunan Pertanian di Bogor, 12 Oktober 2011. Slamet, U.U. 2005. Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi Pengolahan Hasil-hasil Pertanian. Bulletin Penelitian Nomor 8:1-8. Suprapto, A. 1999. Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan dalam memasuki Pasar Global. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Nasional Musyawarah Nasional V POPMASEPI d Medan, 16 Maret 1999.