ANALISIS NILAI SPEKTRAL WHISTLE LUMBA-LUMBA (Tursiops truncatus) PADA KOLAM KARANTINA, OCEAN DREAM SAMUDERA, ANCOL, INDONESIA
NABILA GHASSANI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Nilai Spektral Whistle Lumba-Lumba (Tursiops truncatus) Pada Kolam Karantina, Ocean Dream Samudera, Ancol, Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Nabila Ghassani NIM C54120015
ABSTRAK NABILA GHASSANI. Analisis Nilai Spektral Whistle Lumba-Lumba (Tursiops truncatus) Pada Kolam Karantina, Ocean Dream Samudera, Ancol, Indonesia. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK. Lumba-lumba memiliki komunikasi yang komplek dan kontekstual. Lumba-lumba berkomunikasi menggunakan sinyal suara vokal dan non-vokal. Lumba-lumba mengandalkan sistem sonar yang disebut ekholokasi sebagai sensor utama mereka. Oleh karena itu, akustik merupakan saran yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan. Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) dapat mendengar dari 15 kHz hingga 150 kHz. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai spektral pada suara whistle atau peluit sebagai manipulasi komunikasi pada lumba-lumba. Pengambilan data penelitian ini di lakukan di Ocean Dream Samudera, Ancol. Indonesia pada tanggal 10 Maret 2016. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode symlet-4 wavelet (pemrosesan sinyal) menunjukkan bahwa semakin besar nilai spektral dan semakin padatnya spektrum yang di hasilkan noise atau derau yang dihilangkan maka akan menghsilkan nilai residual yang kecil , dan semakin kecil nilai dan semakin renggangnya spektrum memiliki nilai spektral residual yang semakin besar. Metode filter yang digunakan adalah metode Band Pass Filter (BPF) dengan cut off 0-12 kHz. Hasil yang diperoleh dari kuatan sinyal tidak akan mempengaruhi nilai dan hasil spektrum sinyal asli. Interval suara whitsle sebelum makan dan sesudah makan di kolam karantina memiliki rentang waktu maksimal yang berbeda yaitu 630 ms dan 650 ms. Interval suara whitsle sesudah makan lebih besar pada whitsle 2 dengan durasi waktu 196.66 ms dan sebelum makan di whitsle 4 dengan durasi waktu 12 ms. Source level (SL) dengan frekuensi pada saat sebelum makan kolam karantina memiliki nilai tertinggi di whistle 3 dengan SL dalam rentang 15.9 kHz-16.1 kHz dengan 33.6 dB sedangkan sesudah makan di whistle 4 dengan nilai SL 17.8 kHz – 18.5 kHz dengan 33.62 dB. Simpulan dari penelitian ini bahwa suara whistle lumba-lumba setelah makan memiliki frekuensi dan SL lebih tinggi dibandingkan suara whistle sebelum makan pada kolam karantina Ocean Dream Samudera, Ancol. Kata kunci: Akustik, lumba-lumba hidung botol, nilai Spektral, frekuensi , source level (SL).
ABSTRACT NABILA GHASSANI. Analysis of Dolphin’s Whistle Spectral Value (Tursiops truncatus) at Quarantine Pool of Ocean Dream Samudera, Ancol, Indonesia. Supervised by HENRY M. MANIK. Dolphins have a complex and contextual communication. Dolphins communicate using signal sound vocal and non-vocal. Dolphins rely on sonar system called ekholokasi as their primary sensors. Therefore, acoustic is the most advice effective and efficient to communicate on the environment water.Bottlenose dolphin (Tursiops truncatus) can hear sound ranging from 100 kHz to 150 kHz. This research aims to analyze the spectral value of the sound of whistle as the manipulation of communications on the dolphins. This research was conducted at the Ocean Dream Ocean, Ancol, Indonesia on March 10, 2016. The results obtained using the symlet method-4 wavelet (signal processing) show that the greater the spectral values and the density of the spectrum in the noise or the omitted noise are, the smaller the residual value is, also the smaller the value and wider the spectrum gap are, the bigger the residual spectrum is. The method used was Band Pass Filter (BPF) with 0-12 kHz cut off. The results obtained from the signal strength will not affect the value and results of the original signal spectrum. The whistle sound interval before and after eating in a quarantine pool have different maximum span of time i.e. 630 and 700 ms. Whistle sound interval after eating at whistle 2 was bigger with time duration 196.66 ms and before eating at whistle 4 with duration time of 12 ms. The highest value of source level (SL) and frequency before eating in the quarantine pool were found in whistle 3 with SL ranged in 15.9 kHz-16.1 kHz with 33.6 dB while for the after eating were found in whistle 4 with SL ranged in 17.8 kHz – 18.5 kHz with 33.62 dB. Summary of the study was that the dolphins whistle sound after eat has the frequency and SL higher than sound of whistle before eating on the poolquarantine Ocean Ocean Dream, Ancol. Keywords: Acoustic, bottlenose dolphin, spectral value, source level (SL).
ANALISIS NILAI SPEKTRAL WHISTLE LUMBA-LUMBA (Tursiops truncatus) PADA KOLAM KARANTINA, OCEAN DREAM SAMUDERA, ANCOL, INDONESIA
NABILA GHASSANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu Teknologi dan Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini adalah Analisis Nilai Spektral Whistle Lumba-Lumba (Tursiops truncatus) Pada Kolam Karantina, Ocean Dream Samudera, Ancol, Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan sarjana pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesemapatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1
2 3
4 5
6 7 8
Bapak Dr. Henry M. Manik, SPi, M.T selaku komisi pembimbing yang telah memberikan nasihat, masukan dan pengarahan dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Pihak , Ocean Dream Samudera, Ancol, Indonesia yang telah memberi ijin penelitian. Kedua Orang tua saya Ethon Kosasih dan Chairini Kurniah Siregar dengan motivasi, nasehat, terus mendukung, dan mendoakan serta terus menyemangati penulis. Saudara penulis yaitu Mohammad Akbar Mirfan, yang selalu mengingatkan penulis dan memberi semangat kepada penulis. Muhammad Zainuddin Lubis S.Ik, M.Si, dan Pratiwi Dwi Wulandari, S.Ik selaku pemberi arahan dan metode dalam pengolahan data penelitian, dan terus mendukung serta terus menyemangati penulis. Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc selaku penguji sidang. Teman-teman ITK 49 IPB yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semua Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan yang baik secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis mencapai studinya. . Bogor, Agustus 2016 Nabila Ghassani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian METODE
2 2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
2
Tahapan Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Analisis Noise / derau
11
Analisis suara setelah proses De-Noised
21
Analisis Suara Whistle dengan Band Pass filter
24
Hubungan Frekuensi dan Source Level (dB) Suara Whistle
27
SIMPULAN DAN SARAN
29
Kesimpulan
29
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4.
Alat dan bahan penelitian Spesifikasi Dolphin EAR Hydrophone (Arretec 1999) Penerimaan suara pada lumba-lumba Respon mamalia dari efek air gun dan seismic survey
2 6 9 10
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Set alat perekam suara, (a) Hidrofon, (b) Headphone, (c) catu daya/baterai, dan (d) laptop untuk data logging dan data processing Sketsa pengambilan data suara lumba-lumba. Diagram alir penelitian. Band Pass Filter Wavelet symlet Original signal sebelum makan di kolam karantina Denoised signal sebelum makan di kolam karantina Residual signal sebelum makan di kolam karantina Original signal sesudah makan di kolam karantina Denoised signal sesudah makan di kolam karantina Residual signal sesudah makan di kolam karantina Interval suara whitsle di kolam karantina Waveform whistle sebelum makan di kolam karantina Waveform whistle sesudah makan di kolam karantina Spektogram Band Pass Filter sebelum makan di kolam karantina Spektogram Band Pass Filter sesudah makan di kolam karantina Hubungan frekuensi dan Source Level (dB) suara whistle sebelum makan di kolam karantina Hubungan frekuensi dan Source Level (dB) suara whistle sesudah makan di kolam karantina
3 3 4 7 8 13 14 16 17 18 19 20 22 23 25 26 27 27
DAFTAR LAMPIRAN 1. Syntax dan listing program 2. Spesifikasi alat penelitian 3. Dokumentasi kegiatan penelitian
32 35 36
PENDAHULUAN Laut Indonesia memiliki keanekaragaman ordo Cetacean yang tinggi terdapat sekitar 31 jenis paus dan lumba-lumba di perairan Indonesia dari total 86 jenis di dunia (Tomascik et al. 1997). Semua jenis lumba-lumba yang hidup di perairan Indonesia dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991 No. 301/kpts-II/1991 (Departemen Kehutanan 1993), kemudian dikukuhkan dengan UU Nomor 5 tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Hewan ini juga dilindungi dunia dalam Apendix I Convention Intenational in Trade Endangered Species (CITES), sebuah perjanjian internasional tentang pembahasan perdangangan satwa yang dilindungi. Lumba-lumba yang hidup di perairan, kini di beberapa tempat di dunia dijadikan sebagai suatu wahana komersial untuk menghibur manusia ataupun media pada bidang terapi kesehatan. Pemindahan habitat lumba-lumba dari habitat yang sesungguhnya ke habitat yang baru terkadang akan menimbulkan kontroversi spesifik pada lumba-lumba (Duffield dan Wells 1991). Komunikasi lumba-lumba memiliki komunikasi yang kompleks dan kontekstual. Lumba-lumba berkomunikasi menggunakan sinyal suara vocal dan non-vocal termasuk visual, dapat dirasakan, menerima kemoterapi, serta kinestetik. Karena sekarang ini akustik sudah sangat maju di lumba-lumba, penelitian telah menekankan pencatatan dan analisis vokalisasi (Herzing 2014). Produksi suara lumba-lumba dan penerimaan sangat terarah baik dalam frekuensi dan intensitasnya. Lumba-lumba menghasilkan dua suara secara bersamaan memproduksi klik di sisi kanan dan peluit di sisi kiri. Lumba-lumba juga mampu membuat suara internal dengan membentuk kembali suara mereka berfokus pada bagian organnya (melon) dan termasuk parameter frekuensi, intensitas dan durasi yang memberikan kesempatan untuk merekam informasi. Lumba-lumba memiliki dua ciri unik yaitu rentang frekuensi yang luas dan pendengeran yang sangat sensitif. Lumba-lumba dapat mendengar dari 15 kHz hingga 150 kHz (Au 1993). Sensitivitas yang tinggi diperlukan untuk echolocation. Lumba-lumba memiliki tiga tipe sinyal akustik yaitu click untuk ekholokasi dan navigasi, pulse sering dideskripsikan sebagai lengkingan atau gonggongan dan whistle biasanya digunakan untuk komunikasi sosial utama. Suara dengan durasi, panjang gelombang, amplitudo, frekuensi, interval dan pola suara yang berbeda ditransmisikan untuk tujuan yang berbeda pula (Herzing 2014). Penelitian mengenai identifikasi vokalisasi suara lumba-lumba pernah dilakukan oleh (Cook et al. 2004), (Wulandari et al.2016), dan (Lubis et al. 2016). Ketiga peneliti tersebut pernah melakukan penelitian tentang analisa suara klik dan whistle pada lumba-lumba (Tursiops truncatus) di lautan pasifik dan pada kolam penangkaran di Indonesia dengan melakukan penerapan ilmu bioakustik ke arah spektrum suara serta membedakan setiap spesies dari tinggi rendahnya frekuensi dari suara yang diperoleh.
2 Melalui penelitian diharapkan dapat mengamati, mendeteksi dan menganalisis karakter suara dari lumba-lumba di SeaWorld Ancol, Jakarta. Karena lumba-lumba mengandalkan sistem sonar yang disebut ekholokasi sebagai sensor utama mereka, akustik merupakan saran yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi pada lingkungan perairan. Penelitian ini diharapkan bisa mengetahui nilai spektral intensitas whistles sebagai komunikasi lumba-lumba. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mendeteksi dan menganalisis nilai spektral pada suara whistles sebagai manipulasi komunikasi pada lumba-lumba.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2016 kegiatan pengambilan data di Ocean Dream Samudera Ancol, Jakarta. Tahapan selanjutnya yaitu pengolahan data akan dilakukan di laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan (AIK) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB yang bertempat di water tank. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Alat dan Bahan Penelitian No 1 2 3 4 5
Alat Hydrofone SQ3 Termometer dan Refraktometer (oleh pihak Ancol)
Bahan 2 ekor lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus)
Wavelab 6 dan Matlab R2010a Raven Pro ver 1.5 (Cornell Laboratory of Ornothology) Kamera HP Iphone 4
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah hydrophone SQ3, termometer untuk pengukuran suhu air, rekfratometer untuk pengukuran salinitas air, air laut yang digunakan adalah air laut buatan (air tawar yang dicampurkan dengan garam oleh pihak Ancol), dolphin EAR 100 hydrophone nomer seri DE989505 yang merupakan sensor suara, kameraHP Iphone 4 untuk keperluan dokumentasi, software Matlab R2010a, Wavelab 6 dan Raven Pro ver 1.5 (Cornell Laboratory of Ornothology) digunakan untuk pengolahan data serta PC untuk media penyimpanan langsung dan pengolahan data suara yang terekam. Bahan yang digunakan adalah 2 ekor lumba-lumba hidung botol (Turciops asuncus) pada kolam karantina Ocean Dream Samudera Ancol. Berdasarkan
3 informasi dari pihak Ocean Dream Samudera Ancol, lumba-lumba tersebut berjenis kelamin betina memiliki panjang 218 cm dengan berat 90 kg berusia 7 tahun (lumba-lumba ini tergolong lumba-lumba subadult) dan panjang 85 cm dengan berat 50 kg berusia 1 tahun (lumba-lumba ini tergolong infant) (Leatherwood dan Reeves 1990). Gambar satu set alat perekaman suara yang digunakan dalam peneilitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Tahapan Penelitian Adapun tahapan pengambilan suara pada penelitian ini yaitu pada kolam penangkaran kolam karantina dengan menggunakan 2 ekor lumba-lumba. Gambar sketsa pengambilan data suara lumba-lumba dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Set alat perekam suara, (a) Seaphone, (b) Headphone, (c) hydrophone dan (d) laptop untuk data logging dan data processing .
Gambar 1 Sketsa pengambilan data suara lumba-lumba.
4
Gambar 3 Diagram alir penelitian.
5 Original signal
De-noising tidak ya
Residual signal
Melihat pola suara whistle
Interval dan kuatan suara whistle
Gambar 4 Tahap pengolahan data Band Pass Filter Gambar 2 merupakan sketsa kondisi tempat pengambilan data suara lumba-lumba di kolam karantina dengan diameter 8,5 meter dan kedalaman 2,5 meter. Pengambilan sampel suara dilakukan dengan meletakan hydrophone di bawah permukaan air dan di rekam dengan menggunakan perangkat lunak Wavelab 6 dan PC sebagai media penyimpanan. Hydrophone di turunkan dengan bantuan galah pada kedalaman 1 meter. Data yang di ambil untuk sampel suara adalah lumba-lumba, lama perekaman, spesies lumba-lumba saat perekaman. Parameter lingkungan yang diukur adalah suhu dan salinitas karena parameter ini merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat stress ikan. Stress yang dialami lumba-lumba dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku pada lumba-lumba (Lubis 2016). Pengukuran suhu dan salinitas dilakukan oleh pihak Ocean Dream Samudera Ancol dengan cara memasukan termometer kedalam kolam karantina dan dilihat hasil pengukurannya kemudian pengukuran salinitas menggunakan refraktometer dengan menteteskan sampel air kolam karantina ke atas permukaan kaca (sensor) lalu refraktometer ditutup. Nilai salinitas didapat dengan membaca skala yang ditunjukan pada teropong refraktometer. Perekaman Data Suara Lumba-lumba Perekaman suara lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) dilakukan dengan menyiapkan laptop yang telah di instal perangkat lunak Wavelab 6 untuk merekam suara, Raven pro Ver 1.5 untuk memfilter suara dan Matlab R2010a untuk pengolahan data. Saat proses perekaman dimulai dengan memasukan hydrophone ke dalam kolam karantina kemudian disalurkan ke
6 amplifier dan biarkan selama beberapa detik. Proses perekaman dilakukan selama ± 5 menit. Perekaman suara lumba-lumba di kolam karantina dilakukan selama 1 Tabel 2 Spesifikasi Dolphin EAR Hydrophone (Arretec 1999) Kisaran frekuensi Tipe tranducer Hydrophone Bentuk konfigurasi Kemasan hydrophone Tipe kabel Panjang kabel standar Preamplifer Audio Output Battery Power
7-22.000 Hz MPC(Piezo) Omni Directional Rugged epoxy case, diameter 60 mm dan tebal 8 mm High Quality , rendah noise , selubung Neoprene / PVC tahan lama. 12 Meter Dilengkapi dengan line /Earphone output. MONO, level dapat disesuaikan hingga ±50mW Standar 9V (transistor radio battery) : ±7 mA pada 9V
hari. Selanjutnya verifikasi suara lumba-lumba dengan menggunakan seaphone yang berfungsi untuk mendengarkan tinggi rendahnya suara yang terekam oleh hydrophone. Kemudian di rekam dan di simpan melalui perangkat lunak Wavelab 6. Data hasil suara rekaman disimpan dalam bentuk *.wav. . Hydrophone Hydrophone adalah suatu alat atau instrument yang berfungsi untuk mendengarkan suara bawah air. Alat ini mengkonversi suara yang datang dari dalam air yang menjadi sinyal eletrik, dan kemudian dapat diamplifikasi, dianalisis, atau diperdengarkan di udara (Urick 1983 dalam Pitcher 1993). Hydrophone biasanya berupa suatu lempengan piezo-electric ceramic (Maclannen dan Simmonds 1992). Standarisasi dari Hydrophone untuk keperluan bioakustik yang dikeluarkan oleh Bioacoustic Inc.(Blue 2001) memiliki spesifikasi yaitu dengan kisaran frekuensi : 8Hz – 4000 Hz , power : 2 mA dengan tegangan berkisar 6-12 V. Dolphin EAR Hydrophone mampu mendeteksi frekuensi suara pada 1-2 Hz. Ambang batas terendah pendengaran manusia hanya mampu mendengarkan suara hingga frekuensi 18-20 kHz. Suara-suara di luar ambang batas pendengaran normal manusia dapat di dengar menggunakan Dolphin EAR Hydrophone yang dilengkapi dengan perangkat lunak Wavelab 6. Bentuk perangkat dolphin EAR Hydrophone dapat dilihat pada lampiran.Spesifikasi dari Dolphin EAR Hydrophone (Arretec 1999) dapat dilihat pada Tabel 2. Batas kisaran frekuensi yang diberikan adalah frekuensi suara yang dapat didengar secara normal dengan menggunakan earphones. Menggunakan Perangkat lunak Wavelab 6 untuk perekaman suara secara langsung dari Dolphin EAR, maka batas bawah frekuensi yang dapat dideteksi akan semakin rendah hingga mencapai beberapa Hz, dan batas atas frekuensi yang dapat dideteksi bisa mencapai lebih dari 22 KHz (Arretec 1999).
7 Pemotongan data (cropping) Pemotongan data dilakukan untuk mengambil data yang terdapat suara lumba-lumba saja atau mengambil data yang diinginkan dari suatu file. Dengan pemotongan data, kita akan mendapatkan suara utama (yang terdapat suara lumbalumba) dan data suara background noise (berasal dari lingkungan dan tidak terdapat suara lumba-lumba) (Destari 2007). Pemotongan data dilakukan dalam software Wavelab 6. Berikut ini langkah-langkah dalam pemotongan data. 1. Buka file yang akan dipotong datanya. 2. Dengan menggunakan mouse, pilih data (yang terdengar suara lumbalumba) yang akan diambil dengan cara block kemudian copy. 3. Buat new wave dan paste. 4. Simpan data suara yang sudah terpotong tersebut dalam bentuk .wav 5. Kemudian export data to ASCII pada FFT meter (.txt) Data numerik yang didapatkan dalam format (.txt). Data ini kemudian diolah menggunakan perangkat Microsoft Excel dan MATLAB, dalam pengolahan perlu menghilangan data yang memiliki range yang berbeda dari data yang lain dan dapat diasumsikan sebagai noise. Microsoft Excel digunakan untuk menampilkan data intensitas dalam bentuk deciBel (dB) dengan rumus : (log x 10 n data).
Band Pass Filter (BPF) Band Pass Filter adalah filter yang hanya melewatkan sinyal-sinyal yang frekuensinya tercantum dalam pita frekuensi atau pass band tertentu. Frekuensi dari sinyal yang berada di bawah pita frekuensi maupun di atas, tidak dapat dilewatkan atau diredam oleh rangkaian Band Pass Filter (Coughlin et al. 1982). Gambar 4 di bawah ini memperlihatkan respon dari Band Pass Filter. Dilihat dari respon Band Pass Filter mulai naik mencapai puncaknya kemudian turun. Frekuensi tengah dinyatakan dengan fc yang mempunyai penguatan maksimum. Ketika penguatan tegangan berkurang daerah di bawah frekuensi cut off bawah dan frekuensi di atas frekuensi cut off atas akan diredam, daerah tersebut disebut jalur ditahan. Frekuensi yang berada di antara frekuensi cut off bawah dan cut off atas akan dilewatkan, daerah ini disebut dengan jalur lewat/passband ((Coughlin et al. 1982).
Gambar 5 Band Pass Filter
8 FFT (Fast Fourier Transform) Dasar dari karakteristik frekuensi pada sinyal adalah Transformasi Fourier (Brook dan Wynne 1991). Fast Fourier Transform (FFT) merupakan suatu algoritma untuk menghitung Discrette Fourier Transform (DFT). Fungsi umum dari Transformasi Fourier adalah mencari komponen frekuensi sinyal yang terpendam oleh suatu sinyal domain waktu yang penuh dengan noise (Krauss et.al 1995) adalah: ∞
𝑋(𝑓) = ∫−∞ 𝑥(𝑡)𝑒 −2𝜋𝑓𝑡 𝑑𝑡 ∞
𝑥(𝑡) = ∫−∞ 𝑋(𝑓)𝑒 −2𝜋𝑓𝑡 𝑑𝑓
(1) (2)
Dalam persamaan tersebut, t adalah waktu dan f adalah frekuensi. x merupakan notasi sinyal dalam ruang waktu dan X adalah notasi untuk sinyal dalam domain frekuensi.
Wavelet Wavelet adalah suatu konsep yang relatif baru dikembangkan. Kata “Wavelet” sendiri diberikan oleh Jean Morlet dan Alex Grossmann diawal tahun 1980an, dan berasal dari bahasa Prancis, “ondelette” yang berarti gelombang kecil.
Gambar 6 Sinyal dari pemrosesan wavelet dengan metode symlet Kata “onde” yang berarti gelombang kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi “wave”, lalu digabung dengan kata aslinya sehingga terbentuk kata baru “wavelet” (Handoko et al. 2011) . keunggulan wavelet adalah memberikan informasi berupa waktu dan frekuensi kejadian dan multiresolusi (analisis sinyal dalam frekuensi dan resolusi berbeda. Wavelet Symlet Karakteristik umum Wavelet Symlet secara lengkap didukung oleh wavelet melalui asimetri terkecil dan angka lenyap tertinggi pada saat width ditentukan. Wavlate Symlet dikenal dengan singkatan sym. Pada penulisan symN, N adalah order, contohnya sym2, sym8.
9
Prinsip Wavelet De-Noised Wavelet De-Noised biasa dalam pemrosesan sinyal disebut dengan Gabor transformasi (Li et al. 2016), transformasi ini berkembang menjadi Fourier transform dengan Ide dasarnya adalah untuk menciptakan sebuah fungsi berbasis windowing yang dapat melihat nilai original signal, de-noised signal, dan residual signal atau biasa disebut dengan sinyal setelah pembuangan derau (Shen et al. 2016). Dalam domain waktu dan domain frekuensi, dapat menghasilkan karakterisasi dan vokalisasi suara yang baik dari sinyal suara yang diperoleh. Model dasar dari wavelet De-Noised oleh (Shen et al. 2016 ) adalah : s(n) = f(n) + σ (e)
(3)
f(n) adalah sinyal sebenarnya, e(n) adalah noise, σ didefinisikan sebagai intensitas dari noise , s(n) adalah noisy signal. Kami mengasumsikan bahwa e (n) adalah white noise menggunakan metode gaussian dan nilai σ adalah 1. Tujuan menghilangkan noise adalah untuk menekan sinyal yang ada e(n) dan mengembalikan sinyal sebenarnya f(n). Karakteristik Penerimaan Sistem untuk Sinyal Sederhana pada Lumba-lumba Lumba-lumba rata-rata dapat mendengar suara di atas 100 kHz. Lumba-lumba memiliki sonar yang fleksibel dan sistem ini sangat ideal untuk lingkungan perairan. Kemampuan penerima suara lumba-lumba memiliki karakteristik tertentu. Pendengaran lumba-lumba sangat sensitif terhadap rentang frekuensi untuk mendeteksi gema dan senditif terhadap lingkungan yang tenang dan bising (Au et al. 1993). Berikut tabel 3 karakteristik sistem pendengaran pada lumba-lumba Tabel 3 Penerimaan suara terhadap pendengaran lumba-lumba
Species Tursiops truncatus Phocoena phocoena Orcinus orca lnia geojJrensis Delphinapterus leucas Tursiops gilli Pseudorca crassidens
Maximum Sensitivity Species (dB re 1 µPa) 42 47 34 51 40
Frequency of Best Hearing (kHz)
Upper Frequency Limit (kHz)
15-110 3-70 15-30 12-64 11-105
150 150 120 100 120
47 39
30-80 17-74
135 115
Dari beberapa kegiatan manusia dapat mengganggu sistem pendengaran terhadap mamalia salah satunya seismic air gun noise. Mesikipun karakteristik sinyal seismik berbeda pada setiap kedalaman. Berikut tabel dari efek dari kegiatan seismik yang pernah terjadi di beberapa lokasi.
10 Tabel 4 Respon mamalia dari efek air gun dan seismic survey (Gordon 2003) Species
Location
Common dolphin
Irish Sea
Bottlenose dolphin
Captivity
Observation Operating
2D Seismic
seismic
2,120 cu. In. 1 sec 20 kHz pulse
Southern Sperm whales
Source
Ocean
>1 km 178 (75 kHz) dB-186 (3 kHz dB
Opportunistic
(263 dB re.
playback
Seismic array
Humpback whale
Beaufort Sea
>300 km
to some instances of air gun activity
· 180 dB
1.2 km
90% avoidance
· 170 dB
S.E. Alaska
Seismic gun
playback
1.64L (226 dB)
50-100 m
178 dB
2.5 kmc c.3.6 km
142-157
8.2 km
150-169
<3.2 km
seismic Experimental
range and/or exclusion within 1 km.
Water depth
Behavioural avoidance responses at
Operating Seismic array
Reduced vocalisation rate within vocal
· 112 dB
· 164 dB Bowhead whale
Behaviour
Cessation of vocalisation in response
1 ìµPa –m)
California
Range
Seismic 8x16l
Experimental Gray whales
Received level
>500 m 50-100 m
50% avoidance 10 % avoidance by migrating whales Active avoidance. Swimming away from the guns and behaviour disrupted for 1-2 hrs. Short-term startle response. No clear avoidance at levels up to 172 dB re. 1m Pa effective pulse pressure level.
Blue whale
North Pacific Ocean
Operating seismic
Seismic source 1,600 cu. in. (215 dB re. 1 ìµPa 1-m pp).
Scotland and Sweden Grey seal
Closest approach 10 km? 143 dB P-P
10 km
Cessation of vocalisations for c.1 hr. Resumption of vocalisations and movement away from source.
Experimental
Single gun or
Avoidance. Change from feeding to
playback.
small array (215-224 dB re.
transiting behaviour. Haulout. Apparent recovery c 20 mins after trial.
1 hr exposure
2,400 m
20-100 m
1ìµPa-1 m) Experimental Common seal
Ringed Seal
Scotland and Norway
playback
Single gun or small array (215224 dB re.
1 hr exposure
1 ìPa-1 m)
Prudhoe Bay,
Operating
Array, 21.6L
Alaska
Seismic
(236 dB re. 1µ Pa1 m p-p horizontal)
Initial fright reaction. Bradycardia. Strong avoidance behaviour
20-100 m
Cessation of feeding 200 dB rms
.03 km
190 dB rms
.24 km
180 dB rms
.96 km
160 dB rms
3.6 km
Partial avoidance at <150mMore seals seen swimming away while guns firing
3-17m
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Suara lumba-lumba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suara whistle yang berasal dari tengkorak lumba-lumba. Suara merupakan hal yang sangat penting terhadap tingkah laku saat berkomunikasi (Winn 1991). Dalam data rekaman suara lumba-lumba (Tursiops truncatus) adalah tipe suara whistle atau peluit yang sering digunakan pada komunikasi sosial utama. Proses perekaman dilakukan pada sebelum makan dan sesudah makan. Data suara lumbalumba yang terekam sebelum makan dan sesudah makan memiliki jumlah suara whistle yang berbeda namun memiliki pola yang hampir serupa. Suara whistle lumba-lumba yang ditemukan setelah makan memiliki jumlah whistle lebih banyak dibandingkan sebelum makan, terdapat 20 suara whistle sesudah makan sedangkan sebelum makan 11 suara whistle, namun yang diambil sebagai contoh untuk membandingannya masing-masing dari perlakuan 5 whistle. Berikut gambar dari seluruh interval whistle sebelum dan sesudah makan.
240
interval suara whistle (ms)
210 R² = 0.0937 R² = 0.0104
180 150
sebelum makan
120
sesudah makan
90 60 30 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Whiste ke-
Gambar 7 Diagram interval suara whitsle sebelum makan dan sesudah di kolam karantina Analisis Noise / derau Analisis derau merupakan cara atau langkah untuk melihat derau dan membuang derau yang terdapat pada suara lumba-lumba. Analisis ini berfungsi untuk menganalisis nilai spektral suara whistle yang sebenarnya pada lumbalumba. Analisis derau ini menggunakan metode wavelet yaitu symlet dengan melakukan pengolahan data dan menghasilkan spektrum suara whistle dengan menggunakan perangkat lunak Matlab R2011. Suara whistle yang diperoleh dari lumba-lumba umumnya digunakan untuk tujuan ekolokasi, dan whistle juga berfungsi sebagai peran utama dalam komunikasi antar individu dan antar kelompok (Amorim et al. 2016). Suara whistle akan terus menerus memberikan
12 sinyal frekuensi (Papale et al. 2013), dengan berbagai frekuensi 800 Hz dan 28,5 kHz (Janik 2009) sering terdapat komponen harmonik (Papale et al. 2013). Suara ini dihasilkan oleh lumba-lumba yang biasanya disebut sebagai sebuah sinyal penanda, dan suara whistle juga digunakan untuk menjaga komunikasi diantara individu lumba-lumba (Lima et al. 2016). Whistle yang dilingkari dengan lingkaran berwarna hitam merupakan pola whistle yang diperoleh dengan melakukan penglihatan dan pendugaan berdasarkan suara dan pola (Gambar 8a, 8b, 8c, 8d dan 8e). Hasil De-Noised saat sebelum makan yang diperoleh dengan menggunakan metode symlet-4 wavelet pada Matlab R2011 merupakan hasil pengolahan sinyal suara whistle yang berasal pada dari lumba-lumba (Tursiops truncatus) (Gambar 9a, 9b,9c, 9d dan 9e). Original suara whistle merupakan spektrum asli yang belum dilakukan filter. Whistle yang dilingkari merupakan pola whistle sebelum makan dengan range waktu 0-700 ms. Sedangkan yang lainnya merupakan noise dari suara whistle sebelum makan (Gambar 8). Pada gambar 8a original signal yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 52-61 ms, 121-139 ms dan 234-378 ms. Pada gambar 8b memiliki 3 pola spektrum suara yaitu berada pada waktu 457-667 ms, 881-1233 ms dan 14521666 ms. Pada gambar 8c original signal yang diperoleh 2 pola suara yang berada pada waktu 91-153 ms dan 199-231 ms. Pada gambar 8d original signal yang diperoleh 2 pola suara yang berada pada waktu 3-19 ms dan 23-41 ms. Pada gambar 8e original signal yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 29-98 ms, 95218 ms dan 442 ms-741 ms. Pola spektrum yang dihasilkan pada suara lumba-lumba paling sedikit sebelum makan di kolam karantina yaitu berada pada whistle 3, dan whistle 4 dengan banyak pola suara yaitu 2 pola, sedangkan pola suara di whistle 1,2,dan 5 memiliki pola yang sama yaitu sebanyak 3 pola. Pada hasil original signal whistle 3, dan 5 merupakan hasil spektral yang sangat memiliki banyaknya derau atau noise yang terdapat pada whistle lumba-lumba itu sendiri. Analisis derau atau noise merupakan hal penting untuk melihat nilai spektral sebenarnya pada suara lumbalumba yang dihasilkan. Hasil derau yang dipisahkan dengan menggunakan perangkat lunak Matlab R2011 dan dengan metode pemrosesan sinyal yaitu symlet wavelet dapat dilihat pada Gambar 8.
13
a. Original signal Whistle 1 sebelum makan
b. Original signal Whistle 2 sebelum makan
c. Original signal Whistle 3 sebelum makan
d. Original signal Whistle 4 sebelum makan
e. Original signal Whistle 5 sebelum makan
Gambar 8 Original signal (spektrum asli) suara whistle sebelum makan di kolam karantina
14
a. De-noised signal Whistle 1 sebelum makan
b. De-noised signal Whistle 2 sebelum makan
c. De-noised signal Whistle 3 sebelum makan
d. De-noised signal Whistle 4 sebelum makan
e. De-noised signal Whistle 5 sebelum makan
Gambar 9 Denoised signal (menghilangkan kebisingan) suara whistle sebelum makan di kolam karantina
15 Masalah yang signifikan dan sering tidak dapat dihindari dalam pemrosesan sinyal bioakustik untuk penentuan spektral kuatan sinyal sebenarnya yaitu dengan adanya kebisingan karena lingkungan rekaman yang dapat membingungkan untuk melihat sinyal sebenarnya. De noised suara whistle adalah menghilangkan kebisingan/gangguan dari suara yang tidak di inginkan. Dengan hasil yang diperoleh berdasarkan hasil spektral menunjukkan bahwa semakin besar nilai spektral dan semakin padatnya spektrum yang dihasilkan dan noise atau derau yang dihilangkan maka akan menghasilkan nilai residual yang kecil, dan kebalikannya semakin kecil dan semakin renggangnya spektrum yang dihasilkan. Pada whistle 1 (Gambar 9a) memiliki noise dengan amplitudo tertinggi 0.15 kU, namun sinyal yang dihasilkan antara satu sama lain memiliki rata-rata amplitudo dengan nilai 0.05kU. pada whistle 2 (Gambar 9b) memiliki amplitudo 0.15 kU dengan rata-rata amplitudo 0,05 kU. Sinyal whistle 3 (Gambar 9c) memiliki amplitudo 0,2 kU dan kedua tertinggi dengan nilai 0,15 kU. Pada whistle 4(Gambar 9d) memiliki amplitudo tertinggi 0,04 kU dan pada whistle 5 (Gambar 9e) memiliki amplitudo tertinggi dengan nilai 0,15 kU dengan rata-rata amplitudo 0,05 kU. Sinyal whistle 1, whistle 2, whistle 3, whistle 4 dan whistle yang memiliki pengaruh noise yang kecil yaitu whistle 4 dengan amplitudo tertinggi dengan nilai 0,04 kU, hasil yang diperoleh dari power signal yang ada tidak mempengaruhi original signal. Semakin tinggi amplitudo denoised yang dihasilkan maka semakin kecil nilai residual signal. Residual signal merupakan hasil sinyal yang sudah dipisahkan dengan derau/ noise yang ada pada suara whistle lumba-lumba yang diperoleh dengan menggunakan metode pemrosesan sinyal symlet-4 wavelet (Shakher et al. 2002). Sinyal hasil residual whistle dalam penelitian ini ditunjukkan dengan lingkaran berwana merah dan sinyal hasil spektral ditunjukkan dengan warna hitam. Hasil residual signal pada pola whistle sebelum makan memiliki range waktu yaitu 0-632 ms, sedangkan yang lainnya merupakan noise dari suara whistle sebelum makan. Gambar 10a residual signal sebelum makan diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 53-61 ms, 152191 ms dan 236-389 ms. Gambar 8b memiliki 3 pola spektrum suara yaitu berada pada waktu 417 ms-680 ms, 980-1174 ms dan 1481-1589 ms. Pada Gambar 8c original suara yang diperoleh 2 pola suara yang berada pada waktu 108-119 ms dan 198-219 ms. Gambar 8d original suara yang diperoleh 2 pola suara yang berada pada waktu 3-8 ms dan 22-41 ms. Gambar 8e residual signal yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 24-59 ms, 87-120 ms dan 441 ms492 ms. Hasil de-noised sesudah makan ini menunjukkan bahwa hasil residual signal pada whistle 1 memiliki noise dengan amplitudo tertinggi 0.2 kU namun yang lain memiliki rata-rata amplitudo 0.1 kU. pada whistle 2 memiliki amplitudo 0.35 kU dengan rata-rata amplitudo 0,2 kU. Pada whistle 3 memiliki amplitudo tertinggi yaitu 0,15 kU. Pada whistle 4 memiliki amplitudo tertinggi 0,2 kU dan pada whistle 5 memiliki amplitudo tertinggi 0,15 kU . Whistle 1 (Gambar 11a), whistle 2 (Gambar 11b), whistle 3 (Gambar 11c), whistle 4 (Gambar 11d) dan whistle yang memiliki pengaruh noise yang kecil yaitu whistle 3 dan whitsle 5 dengan amplitudo tertinggi 0,15 kU hal ini tidak terlalu mempengaruhi original signal. Semakin tinggi dan banyak amplitudo denoised yang dihasilkan maka semakin kecil nilai residual signal. Noise whistle sesudah makan lebih memiliki
16 nilai dan kepadatan spektrum yang lebih tinggi dibandingkan dengan noise sebelum makan, dan banyaknya sinyal atau suara whistle dengan total yang sama yaitu 5, dan dihasilkan pada saat sebelum makan yaitu dengan 5 whistle, sedangkan pada saat sesudah makan yaitu 5 whistle.
a. Residual signal Whistle 1 sebelum makan
b. Residual signal Whistle 2 sebelum makan
c. Residual signal Whistle 3 sebelum makan
d. Residual signal Whistle 4 sebelum makan
e. Residual signal Whistle 5 sebelum makan
Gambar 10 Residual signal (spektrum setelah menghilangkan derau) suara whistle sebelum makan di kolam karantina
17
a. Original signal Whistle 1 sesudah makan
b. Original signal Whistle 2 sesudah makan
c. Original signal Whistle 3 sesudah makan
d. Original signal Whistle 4 sesudah makan
e. Original signal Whistle 5 sesudah makan
Gambar 11 Original signal (spektrum asli) suara whistle sesudah makan di kolam karantina
18
a. De-noised signal Whistle 1 sesudah makan
b. De-noised signal Whistle 2 sesudah makan
c. De-noised signal Whistle 3 sesudah makan
d. De-noised signal Whistle 4 sesudah makan
e. De-noised signal Whistle 5 sesudah makan Gambar 12 Denoised signal (menghilangkan derau) suara whistle sesudah makan di kolam karantina
19
a. Residual signal Whistle 1 sesudah makan
b. Residual signal Whistle 2 sesudah makan
c. Residual signal Whistle 3 sesudah makan
d. Residual signal Whistle 4 sesudah makan
e. Residual signal Whistle 5 sesudah makan
Gambar 13 Residual signal (spektrum setelah menghilangkan derau) suara whistle sesudah makan di kolam karantina
20 Original suara whistle merupakan spektrum asli yang belum dilakukan filter. Whistle yang dilingkari merupakan pola whistle sesudah makan dengan range waktu 0-650 ms, sedangkan yang lainnya merupakan noise dari suara whistle sebelum makan. Pada gambar 11a original suara yang diperoleh 8 pola suara yang berada pada waktu 57-76 ms, 107-122 ms, 118-131 ms, 132-152 ms, 115-167 ms, 226-245 ms, 247-265 ms dan 266-288 ms. Pada gambar 11b memiliki 3 pola spektrum suara yaitu berada pada waktu 144-348 ms, 498-699 ms dan 846-1057 ms. Pada gambar 11c original suara yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 67-130 ms, 157205 ms dan 212-245 ms. Pada gambar 11d original suara yang diperoleh 1 pola suara yang berada pada waktu 76-155 ms. Pada gambar 11e original suara yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 82-249 ms, 476-547 ms dan 949-1112 ms. Residual signal whistle merupakan spektrum yang telah dipisahkan dengan noise/ederau. Whistle yang dilingkari merupakan pola whistle sesudah makan dengan range waktu 0-650 ms sedangkan yang lainnya merupakan noise dari suara whistle sebelum makan. Gambar 13a suara yang diperoleh 8 pola suara yang berada pada waktu 60-72 ms, 106-135 ms, 138-155 ms, 157-169 ms, 205-227 ms, 227-286 ms, 249-265 ms dan 266-286 ms. Pada Gambar 13b memiliki 3 pola spektrum suara yaitu berada pada waktu 146 ms-336 ms, 488 ms-711 ms dan 848 ms-1025 ms. Pada Gambar 13c original suara yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 66-128 ms, 153-203 ms dan 214-242 ms. Pada Gambar 13d original suara yang diperoleh 1 pola suara yang berada pada waktu 77-132 ms. Pada Gambar 13e original suara yang diperoleh 3 pola suara yang berada pada waktu 78-221 ms, 476-556 ms dan 954-1112 ms. Gambar interval whistle dapat dilihat pada Gambar 14. 250 R² = 0.1332
Interval whitsle (ms)
200
R² = 0.0271
150
100
50 sebelum makan
0 1
2
3 Whistle ke-
4
5 sesudah makan
Gambar 14 Diagram interval suara whitsle sebelum makan dan sesudah di kolam karantina Gambar 14 menunjukkan interval suara whistle tertinggi terdapat whistle 2 saat sesudah makan kolam karantina dengan nilai 196,66 ms ditunjukkan dengan point berwarna merah, sedangkan interval terendah berada pada whistle 4 saat sebelum makan kolam karantina yaitu 12 ms
pada yang yaitu yang
21 ditunjukkan dengan garis berwarna biru. Gambar 14 terlihat pada whistle 2 sebelum makan dan sesudah makan memiliki interval waktu whistle yang paling tinggi diduga lumba-lumba memiliki pola waktu yang sama dalam mengeluaran whistle sebelum makan maupun sesudah makan. Hasil suara residual whistle yang dihasilkan pada kolam karantina dan pertunjukan dengan perlakuan sebelum dan sesudah makan memiliki range waktu maksimal yang berbeda yaitu 700 ms dan 650 ms, dan memiliki waktu setiap pola yang berbeda. Menurut Bebus & Herzing (2015), rata-rata waktu suara whistle pada lumba-lumba hidung botol yang berada dipenangkaran/ kolam yaitu sekitar 600 ms. Hasil dari residual spektrum ini menunjukkan range waktu suara yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya (Bebus & Herzing 2015), memiliki range waktu yang hampir sama dengan perbedaan selisih yaitu 30-50 ms dengan KD (korelasi determinasi) pada gambar tersebut sebesar sesudah makan 0,0271 dan sebelum makan 0,1332. . Analisis suara setelah proses De-Noised Analisis suara setelah proses penghilangan derau dilakukan untuk melihat nilai spektral yang sebenarnya pada suara whistle yang dihasilkan oleh lumbalumba. Hasil ini ditunjukkan dengan gambar spektogram dengan banyaknya pola dan kepadatan spektrum serta melihat hubungan antara waktu dengan nilai spektral dan frekuensi yang dihasilkan. Spektogram dari sinyal lumba-lumba hidung botol dan waveform atau gelombang elemen (Tursiops truncatus) sebelum makan setelah menghilangkan noise ditunjukkan dengan bagian atas merupakan gelombang elemen (waveform) dari suara lumba-lumba, sedangkan bagian bawah menunjukan spektogram dari suara lumba-lumba. Whistle 1 terjadi 2 pola yaitu 4000-6000 ms dan 12000-18000 ms (Gambar 15a). 2000-3000 ms dan 6000-9000 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz (Gambar 15a). Whistle 2 terjadi 3 pola yaitu pada 2000-3000 ms, 4000-5000ms dan 6000-8000ms (Gambar 15c) dengan range waktu 1000-2000ms, 2000-2500 ms dan 3000-3500 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz . Pada whistle 3 terjadi 1 pola yaitu pada 3000-6000ms dan 1500-2500 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz. Pada whistle 4 terjadi 1 pola yaitu pada 3000-6000 ms (Gambar 15d). Pada whistle 5 terjadi 3 pola yaitu pada 0-1000ms, 10001500ms dan 1500-3000 ms (Gambar 15e). Spektogram dari sinyal lumba-lumba setelah makan ditunjukan pada gambar 14. Whistle 1 terjadi 1 pola yaitu 8000-14000 ms (Gambar 16a). Pada whistle 2 terjadi 3 pola yaitu pada 500-1500 ms, 2000-3000 ms dan 4000-4500 ms (Gambar 16b) dengan masing-masing pola memiliki range waktu yaitu 500-1000 ms, 1000-1500 ms dan 2000-2500 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz (Gambar 16b). Pada whistle 3 terjadi 1 pola yaitu pada range 6000-10000ms 3000-6000 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz (Gambar 16c). Pada whistle 4 terjadi 1 pola yaitu pada 3000-7000 ms dengan range waktu yaitu 1500-3500 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz (Gambar 14d). Pada whistle 5 terjadi 3 pola yaitu pada 0-1000ms, 2000-3000 ms dan 4000-5000 ms dengan masing-masing pola spektrum memiliki range waktu yaitu 0-500 ms, 1000-1500ms dan 2000-2500 ms dengan frekuensi 0.2-0.4 kHz (Gambar 16e).
22
a. Waveform Whistle 1 sebelum makan
b. Waveform Whistle 2 sebelum makan
c. Waveform Whistle 3 sebelum makan
d. Waveform Whistle 4 sebelum makan
e. Waveform Whistle 5 sebelum makan
Gambar 15 Waveform suara whistle sebelum makan di kolam karantina
23
a. Waveform Whistle 1 sesudah makan
b. Waveform Whistle 2 sesudah makan
c. Waveform Whistle 3 sesudah makan
d. Waveform Whistle 4 sesudah makan
e. Waveform Whistle 5 sesudah makan
Gambar 16 Waveform suara whistle sesudah makan di kolam karantina
24 Analisis Suara Whistle dengan Band Pass filter Band Pass Filter adalah filter yang hanya melewatkan sinyal-sinyal yang frekuensinya tercantum dalam pita frekuensi atau pass band dengan cut off 0 Hz12000 Hz (Lubis 2016). Frekuensi dari sinyal suara yang berada di bawah pita frekuensi maupun di atas frekuensi tidak dapat dilewatkan atau diredam oleh rangkaian Band Pass Filter (Coughlin dan Driscoll 1982). Penelitian ini juga melakukan analisa suara menggunakan perangkat lunak Raven Pro ver 1.5 yang bertujuan untuk melihat spektogram suara whistle dan melakukan filtering menggunakan Band Pass Filter (BPF) dengan menggunakan filter boardband dan filter bandpass. Hasil spektogram suara whistle pada saat sebelum makan pada kolam karantina dapat dilihat pada gambar yang di olah menggunakan Matlab R2011a, sedangkan hasil spektogram Band Pass Filter dapat dilihat pada Gambar 17a, 17b, 17c, 17d dan 17e. Gambar 17a, 17b, 17c, 17d dan 17e merupakan spektogram yang sudah dilakukan filter dengan menggunakan Band Pass Filter 0-12000 Hz. Gambar 17a diperoleh memiliki 2 pola suara dapat dilihat pada panah dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.4- 0.5 kU dengan pola pertama 3000-4000 ms, pola kedua yaitu 5000-9000 ms. Pada Gambar 17b menunjukkan adanya 3 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.4- 0.6 kU dengan pola pertama pada waktu 1000-1500 ms, pola kedua 2000-2500 ms, pola ketiga yaitu 3000-3500 ms. Pada Gambar 17c menunjukkan adanya 1 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan ratarata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.3- 0.5 kU dengan pola pertama pada waktu 2000-7000 ms. Pada Gambar 17d menunjukkan adanya 1 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata kuatan sinyal yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.3- 0.4 kU dengan pola pertama pada waktu 1500-2000 ms. Pada Gambar 17e menunjukkan adanya 2 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.3- 0.4 kU dengan pola pertama pada waktu 2000-4000 ms, dan pola kedua 12000-14000 ms. Pada Gambar 18a, 18b, 18c, 16\8d dan 18e merupakan spektogram yang sudah dilakukan filter dengan menggunakan Band Pass Filter 0-12000 Hz. Pada Gambar 18a menunjukkan adanya 1 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.2- 0.5 kU dengan pola pertama pada waktu 4000-7000 ms. Pada Gambar 18b menunjukkan adanya 3 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.3- 0.4 kU dengan pola pertama pada waktu 0-50 ms, pola kedua pada waktu 100-150 ms dan pola ketiga pada waktu 180 ms-250ms. Pada Gambar 18c menunjukkan adanya 1 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.4- 0.5 kU dengan pola pertama pada waktu 1000-6000 ms. Pada Gambar 18d menunjukkan adanya 1 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.1- 0.6 kU dengan pola pertama pada waktu 1500-3500 ms. Pada Gambar 18e menunjukkan adanya 3 pola suara dapat dilihat pada lingkaran berwarna dengan rata-rata power yang ditunjukkan yaitu berada pada rentang 0.3- 0.6 kU dengan pola pertama pada waktu 0-50 ms, pola kedua pada waktu 100-150 ms dan pola ketiga pada waktu 180 ms-250 ms.
25
a. Spektogram Band Pass Filter Whistle 1 sebelum makan
b. Spektogram Band Pass Filter Whistle 2 sebelum makan
c. Spektogram Band Pass Filter Whistle 3 sebelum makan
d. Spektogram Band Pass Filter Whistle 4 sebelum makan
e. Spektogram Whistle 5 sebelum makan
Gambar 17 Spektogram Band Pass Filter suara whistle sebelum makan di kolam karantina
26
a. Spektogram Band Pass Filter Whistle 1 sesudah makan
b. Spektogram Band Pass Filter Whistle 2 sesudah makan
c. Spektogram Band Pass Filter Whistle 3 sesudah makan
d. Spektogram Band Pass Filter Whistle 4 sesudah makan
e. Spektogram Band Pass Filter Whistle 5 sesudah makan
Gambar 18 Spektogram Band Pass Filter suara whistle sesudah makan di kolam karantina
27 Hubungan Frekuensi dan Source Level (dB) Suara Whistle Hubungan frekuensi dan intensitas pada penelitian ini diperoleh dari hasil FFT yang diperoleh dari bentuk data .txt, dan mencari nilai rata-rata pada frekuensi suara whistle. Hasil hubungan frekuensi dan source level (SL) melihat nilai rata-rata pada setiap rataan frekuensi suara whistle. Hubungan frekuensi dan Source Level (dB) suara whistle sebelum makan kolam karantina dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukan nilai source level (SL) yang dihasilkan oleh suara lumba-lumba dalam kolam karantina saat sebelum makan. whistle 1 ditunjukan dengan warna merah, whistle 2 ditunjukan dengan warna hijau, whistle 3 ditunjukan dengan warna biru tua, whistle 4 ditunjukan dengan warna biru muda dan whistle 5 ditunjukan dengan warna hitam. Nilai SL tertinggi ditemukan dalam retang 15.9 kHz16.1 kHz dengan 33.6 dB dengan ditunjukan pada warna biru tua yaitu pada whistle 3 pada saat sebelum makan, sedangkan nilai terendah yaitu berada pada whistle 1 dengan frekuensi 19.8 kHz-19.9 kHz dengan nilai source level 33.19 dB ditunjukan dengan garis berwarna merah. Dengan melihat pola spektral, whistle 3 memiliki frekuensi suara pada range 15.9 kHz-19.8 kHz yang merupakan intensitas tertinggi dibandingkan dari suara 1,2, 4 dan 5. Puncak suara whistle juga terdapat pada 5, whistle 5 memiliki range frekuensi puncak suara yaitu pada frekuensi 20.2 kHz – 21.8 kHz. Hubungan frekuensi dan Source Level (dB) suara whistle sesudah makan di kolam karantina dapat dilihat pada Gambar 18.
Pada whistle 3 terjadi Source Level (SL) tertinggi 33.6 dB dengan frekuensi yaitu 15.9 kHz-16.1 kHz pada waktu 198-219 ms Pada whistle 1 terjadi Source Level (SL) terendah 33.19 dB dengan frekuensi yaitu 19.8 kHz-19.9 kHz pada waktu 236-289 ms
Gambar 20 Hubungan frekuensi dan Source Level (dB) suara whistle sebelum makan di kolam karantina
Pada whistle 4 terjadi Source Level (SL) tertinggi yaitu 33.62 dB dengan frekuensi 17.8 kHz-18.5 kHz pada waktu 77-132 ms Pada whistle 3 terjadi Source Level (SL) terendah 33.37 dB dengan frekuensi yaitu 18.1 kHz – 18.5 kHz pada waktu 214-242 ms
Gambar 19 Hubungan frekuensi dan Source Level (dB) suara whistle sesudah makan di kolam karantina
28 Gambar 20 menunjukan source level (SL) yang dihasilkan oleh suara lumbalumba dalam kolam karantina setelah makan. whistle 1 ditunjukan dengan warna merah, Whistle 2 ditunjukan dengan warna hijau, whistle 3 ditunjukan dengan warna biru tua, whistle 4 ditunjukan dengan warna biru muda dan Whistle 5 ditunjukan dengan warna hitam. Nilai SL tertinggi ditemukan dalam retang 17.8 kHz-18.5 kHz dengan 33.62 dB dengan ditunjukan pada warna biru muda yaitu pada whistle 4 pada saat sesudah makan, sedangkan nilai terendah yaitu berada pada whistle 3 dengan frekuensi 18.1 kHz – 18.5 kHz dengan nilai source level 33.37 dB ditunjukan dengan garis berwarna biru tua. Dengan melihat pola spektral, whistle 4 memiliki frekuensi suara pada range 17.8 kHz -18.5 kHz yang merupakan intensitas tertinggi dibandingkan dari suara 1,2, 3 dan 5. Puncak suara whistle juga terdapat pada 1, whistle 1 memiliki range frekuensi puncak suara yaitu pada frekuensi 19.8 kHz -20.1 kHz. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Janik 2000) diperoleh nilai maksimum Source Level (SL) dari lumba-lumba hidung botol yaitu 40 dB dengan frekuensi yaitu 12 kHz,. Menurut Lubis (2016) nilai maksimum SL adalah 29 dB dengan frekuensi yaitu 16 kHz, , Sedangkan pada penelitian (Rasmussen 2006) nilai maksimum Source Levels (SL) yaitu 42-49 dB dengan frekuensi 10 kHz, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai Source Level (SL) yang diperoleh dari penelitian ini, dalam penelitian ini memperoleh nilai maksimum SL adalah 33.6 dB dengan frekuensi yaitu 18 kHz. nilai SL diperoleh dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya oleh (Lubis 2016), tetapi lebih kecil dibandingkan dengan (Janik 2000) dan (Rasmussen 2006), hal ini mungkin dilihat karena adanya perbedaan jenis kelamin lumba-lumba yang berbeda penelitian ini dilakukan dengan tempat yang berbeda seperti di dalam penangkaran (captivity), laut lepas serta alat yang digunakan juga berbeda. Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi vokalisasi yang diproduksi lumba-lumba. Dalam penelitian (Sayigh et al. 1990) perbedaan jenis kelamin dalam produksi whitsle dimana lumba-lumba jantan menghasilkan whistle yang sangat mirip oleh induk mereka sedangkan lumba-lumba betina memiliki whistle yang berbeda dengan induk mereka. (Sayigh et al. 1990) berspekulasi bahwa perbedaan seks dalam produksi suara terjadi akibat perbedaan dalam kehidupan sejarah mereka. Penting bagi setiap betina untuk mengembangkan whitsle sebagai ciri khas dari lumba-lumba jantan untuk meningkatkan individual dari kelompok.
29
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai kesimpulan, yaitu: (1.) Jumlah pola suara whistle yang dihasilkan memiliki pola yang hampir serupa dengan perlakukan yang berbeda. (2.) Semakin tinggi dan padatnya spektrum yang dihasilkan noise atau derau , maka akan menghasilkan nilai residual (hasil sinyal yang telah dipisahkan dengan noise) yang kecil dan kebalikannya. (3.) Kuatan sinyal dari spektum suara lumba-lumba yang ada tidak akan mempengaruhi hasil original signal (spektrum asli). (4.) Interval suara whitsle sebelum makan dan sesudah makan di kolam karantina memiliki rentang waktu maksimal yang berbeda. (5.) Hubungan nilai frekuensi dan source level sesudah makan lebih besar dibandingkan nilai frekuensi dan source level sebelum makan. (6.) Nilai frekuensi dan source level ini diharapkan dapat dimanfatkan sebagai manimupalasi suara lumba-lumba yang berfungsi memanggil lumba-lumba (peniruan suara) dengan menggunakan instrumen akustik aktif. Saran Diharapkan untuk penelitian selanjutnya memiliki pembanding tempat (kolam karantina, kolam fisioterapi maupun di laut lepas) dan spesies penelitian yang lebih banyak. Alat ataupun instrumen yang digunakan mempunyai spesifikasi dengan maksimal frekuensi yang lebih tinggi. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan di laut lepas dengan acuan dari hasil penelitian ini.
30
DAFTAR PUSTAKA Au WWL. 1993. The Sonar of Dolphin. New York (US): Spinger-Verlag New York Inc. Amorim TOS, Andriolo A, Reis SS, Santos ME. 2016. Vocalizations of Amazon river dolphins (Inia geoffrensis): Characterization, effect of physical environment and differences between populations. J Acoust Soc Am. 139(3): 1285-1293. Brook D, Wynne RJ. 1991. Signal Processing: Principples and Applications. Dunton Green (UK): Edward Arnold Coughlin RF, Driscoll FF. 1982. Operational Amplifier and Linier Integrated Circuits. 3th ed. New Jersey (US): Prentice – Hall Inc. Cook MLH, Sayigh LS, Blum EB, Wells RS. 2004. Signature whistle production in undisturbed free-ranging bottlenose dolphins (Tursiops truncatus). Proc R Soc Lond B ; 2003 Okt 8 Hlm 1043–1049. Destari A.2007. Studi karakter suara beberapa spesies odonceti di Perairan Laut Sewu, Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Duffield DA, Wells RS. 1991. Bottlenose dolphins: comparison of census data from dolphins in captivity with a wild population. Soundings, 16(2): 11-15. Evans WE. 1966. Vocalizations among marine mammals. Marine Bioacoustics. 2: 159–185. Eun HC. Cho DH, Ahn YJ, Lee SG. 2015. Damage identification of truss structure using power spectral density estimation. Advanced Science and Technology Letters. 100: 61-66. Gordon J, Gillespie D, Potter J, Alexandros F, Simmonds MP, Swift R, Thompsom D. 2003. A review of the effects of seismic surveys on marine mammals. Marine Technology Society Journal. 37(4): 16-34. Herzing DL. 2014. Click, whistles and pulse: passive and active signal use in dolphin communication. Acta Astronautica. 105:534-537. Janik VM. 2000. Source levels and the estimated active space of bottlenose dolphin (Tursiops truncatus) whistles in the Moray Firth, Scotland. J Comp Physiol A. 186(7-8): 673-680. Janik VM. 2009. Acoustic communication in delphinids. Advances in the Study of Behavior. 40: 123-157. Krauss TP, Share L, Little JN. 1995. Signal Processing Toolbox: For Use with MATLAB. The Mathworks, Inc. Leatherwood S, Reevers RR. 1990. The Bottlenose Dolphin. Academic Press, Inc. San Diego, California, United States of America. Hal. 199-231. Lima IM, Andrade LG, Bittencourt L, Bisi TL, Flach L, Lailson-Brito JrJ, Azevedo AF. 2016. Whistle comparison of four delphinid species in Southeastern Brazil. J Acoust Soc Am. 139(5): 124-127. Li R, Tao L, Kwan, HK. 2016. Efficient discrete Gabor transform with weighted linear combination of analysis windows. Electronics Letters. 52(9): 772774. Lubis MZ, Wulandari PD, Hestirianoto T, Pujiyati S. 2016. Bioacoustic Spectral Whistle Sound and Behaviour of Male Dolphin Bottle Nose (Tursiops
31 aduncus) at Safari Park Indonesia, Cisarua Bogor. J Marine Sci Res Dev. 6(189): 2. Lubis MZ. 2016. Identifikasi Karakteristik Whistle dan Tingkah Laku LumbaLumba (Tursiops aduncus) di Taman Safari Indonesia, Cisarua Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matlab. 2015. Signal Processing ToolboxTM User’s Guide. MATLAB.The Mathlabworks,Inc. Papale E, Azzolin M, Cascao I, Gannier A, Lammers MO, Martin VM, Giacoma C. 2014. Macro-and micro-geographic variation of short-beaked common dolphin’s whistles in the Mediterranean Sea and Atlantic Ocean. Ethology Ecology and Evolution. 26(4): 392-404. Rasmussen MH, Lammers M, Beedholm K, Miller LA. 2006. Source levels and harmonic content of whistles in white-beaked dolphins (Lagen orhynchus albirostris). J Acoust Soc Am. 120(1): 510-517. [RI] Presiden Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya hayati dan Ekosistem. Jakarta (ID): RI. [RI] Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Jakarta (ID): RI Sayingh LS. 1994. Sex difference in signature whistle productiom of free-ranging bottlenose dolphin, Tursiops truncatus. Behav Ecol Sociobiol. 36:171-177. Shakher C, Kumar R, Singh SK, Kazmi SA. 2002. Application of wavelet filtering for vibration analysis using digital speckle pattern interferometry. Optical Engineering. 41(1): 176-180. Shen W, Ji N, Du H, Li H, Ma S, Kong Q. 2016. Wavelet Denoising Method Research of Soybean Straw Cellulose Near Infrared Rapid Detection. International Journal of u-and e-Service, Science and Technology. 9(1): 99-108. Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, Moosa MK. 1997. The Ecology of The Indonesia Seas. United Kingdom (UK): Eric Oey. Wang ZT, Au WW, Rendell L, Wang KX, Wu HP, Wu YP, Wang D. 2016. Apparent source levels and active communication space of whistles of freeranging Indo-Pacific humpback dolphins (Sousa chinensis) in the Pearl River Estuary and Beibu Gulf, China. PeerJ. 4: 1695. Ward, R., Parnum, I., Erbe, C., & Salgado-Kent, C. 2016. Whistle Characteristics of Indo-Pacific Bottlenose Dolphins (Tursiops aduncus) in the Fremantle Inner Harbour, Western Australia. Acoustics Australia, 1-11. Winn HE, Olla BJ, editor. 1991. Acoustic Discrimination By The Road Fish With Comments On Signal System. New York (US): Springer US Behavior of Marine Animals Vol 2: Vertebrates. Plenum Press. New York Wulandari PD, Pujiyati S, Hestirianoto T, Lubis MZ. 2016. Bioacoustic Characteristic Click Sound and Behaviour of Male Dolphins Bottle Nose (Tursiops aduncus). J Fisheries Livest Prod. 4(160): 2.
32 Lampiran 1 Syntax dan Listing program De noised clc clear all s = wavread('2mn56s-2mn56.4s.wav'); sig = s; denPAR = {[1 94 5.9 ; 94 1110 19.5 ; 1110 2000 4.5]}; wname = 'sym4'; level = 5; sorh = 's'; % type of thresholding thr = 19.5; [sigden_2,cxd,lxd,perf0,perfl2] = wdencmp('gbl',sig,wname,level,thr,sorh,1); res = sig-sigden_2; figure(1); plot(sig,'r'); axis tight grid on xlabel ('Frekuensi(Hz)') ylabel ('Amplitude (kU)') title('Original Signal'); figure(2); %% %Denoised signal plot(sigden_2,'b'); axis tight grid on xlabel ('Time(ms)') ylabel ('Amplitude (kU)') title('Denoised Signal'); figure(3); %save('coba.wav') %% %Signal real plot(res,'k'); axis tight grid on xlabel ('Frekuensi(Hz)') ylabel ('Amplitude (kU)') title('Residual'); perf0,perfl2; axis tight title('Residual signal'); perf0,perfl2; %save('sinyal sebenarnya coba.wav')
Waveform and pseudo spectrum Fs = 44000; % Time vector of 1 second % Create a sine wave of 200 Hz. [x, Fs] = wavread('2mn56s-2mn56.4s_filter.wav'); t = 0:1/Fs:1; % Use next highest power of 2 greater than or equal to length(x) to calculate FFT. nfft= 2^(nextpow2(length(x)));
33 % Take fft, padding with zeros so that length(fftx) is equal to nfft fftx = fft(x,nfft); % Calculate the numberof unique points NumUniquePts = ceil((nfft+1)/2); % FFT is symmetric, throw away second half fftx = fftx(1:NumUniquePts); % Take the magnitude of fft of x and scale the fft so that it is not a function of the length of x mx = abs(fftx)/length(x); % Take the square of the magnitude of fft of x. mx = mx.^2; % Since we dropped half the FFT, we multiply mx by 2 to keep the same energy. % The DC component and Nyquist component, if it exists, are unique and should not be multiplied by 2. if rem(nfft, 2) % odd nfft excludes Nyquist point mx(2:end) = mx(2:end)*2; else mx(2:end -1) = mx(2:end -1)*2; end % This is an evenly spaced frequency vector with NumUniquePts points. f = (0:NumUniquePts-1)*Fs/nfft; % Generate the plot, title and labels. subplot(211); plot(x); grid on title('Waveform whistle sound of dolphin'); xlabel('Time'); ylabel('Amplitude'); subplot(212); plot(f,mx); title('Power Spectrum whistle sound of dolphin'); xlabel('Frequency (Hz)'); ylabel('Power'); specgram(x);
34 Source Level clear all clc A= load ('w1_21.1s-21.4s.txt'); f1 = A(:,1); i1 = A(:,2); intensitas1=10*log(i1); sourcelevel=10*log(intensitas1); s1=sourcelevel; B= load ('w2_22.4s-23.4s.txt'); f2 = B(:,1); i2 = B(:,2); intensitas2=10*log(i2); sourcelevel1=10*log(intensitas2); s2=sourcelevel1; C= load ('w3_24s-24.4s.txt'); f3 = C(:,1); i3 = C(:,2); intensitas3=10*log(i3); sourcelevel2=10*log(intensitas3); s3=sourcelevel2; D= load ('w7.txt'); f4 = D(:,1); i4 = D(:,2); intensitas4=10*log(i4); sourcelevel3=10*log(intensitas4); s4=sourcelevel3; E= load ('w8.txt'); f5 = E(:,1); i5 = E(:,2); intensitas5=10*log(i5); sourcelevel4=10*log(intensitas5); s5=sourcelevel4;
plot(f1,s1,'r','LineWidth',0.5) hold on plot(f2,s2,'g','LineWidth',0.5) hold on plot(f3,s3,'b','LineWidth',0.5) hold on plot(f4,s4,'c','LineWidth',0.5) hold on plot(f5,s5,'k','LineWidth',0.5) hold on
grid on title('Source Level (SL) ') legend ('Whistle 1', 'Whistle 2', 'Whistle 3', 'Whistle 4','Whistle 5') xlabel('Frequency (Hz)') ylabel ('SL(dB)')
35
Lampiran 2 spesifikasi Alat Penelitian Hydrofone SQ3 kisaran frekuensi : 15 Hz – 25.000 Hz beam pattern : Horizontal – Omni; vertical (end fire) – varies with frequency, omni at lower frequenncy, low frequency, omni at lower frequencies to a broader lobe at higher ends. Kabel : berkualitas tinggi, kebisingan rendah, PVC jaket, 8 m (25 kaki) Daya : Baterai 9V
Dolphin EAR Kisaran frekuensi : 7-22.0000 Hz Tipe tranducer Hydrophone : MPC(Piezo) Bentuk konfigurasi : Omni Directional Kemasan hydrophone : Rugged epoxy case, diameter 60 mm dan tebal 8 mm Tipe kabel : High Quality , rendah noise , selubung Neoprene / PVC tahan lama. Panjang kabel standar : 12 meter Preamplifer : Dilengkapi dengan line/Earphone output. Audio Output : MONO, level dapat disesuaikan hingga ±50mW Battery : Standar 9V (transistor radio battery)
Power : ±7 mA pada 9V Termometer Bahan : glass Suhu : 0 – 100 oC Dilengkapi tempat berbahan plastik
Kamera HP Iphone 4 Rekaman video HD (720) up to 30 fps Kamera 5MP Kamera depan VGA dengan 30 fps LED flash Fitur geotagging pada foto dan video
36
Lampiran 3 Dokumentasi kegiatan penelitian
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 November 1994, sebagai anak kedua dari pasangan Ethon Kosasih dan Chairini Kurniah Siregar. Penulis berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2012 melalui jalur SNMPTN Undangan (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi Asisten Ekologi Laut Tropis (2015/2016), Penginderaan Jarak Jauh Kelautan (2015/2016), Pemetaan Hayati Laut (2016/2017) dan Koordinator Keanekaragaman Hayati Laut (2016/2017). Pada periode 2015-2016, penulis menjabat sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) di Informasi Komunikasi dan Jurnalistik (Fokustik). Untuk menyelesaikan studinya di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, penulis melakukan pernelitian dengan judul “Analisis Nilai Spektral Whistles Lumba-lumba (Tursiops trucantus) Pada Kolam Karantina, Ocean Dream Samudera, Ancol, Indonesia”.