EQUATOR 1 (1), April 2002
35
ANALISIS NILAI KALORI DAN SIFAT-SIFAT KUALITAS KAYU BAKAR PILIHAN MASYARAKAT DESA HUTAN DI WILAYAH MALINAU KALIMANTAN TIMUR Analysis of Calory Values and Characteristics of Fuelwood Quality Preferred by the Malinau Forest Community, East Kalimantan HARLINDA KUSPRADINI1), BANDI SUPRAPTONO1) DAN MUSTOFA AGUNG SARJONO1) ABSTRACT This research aimed at finding out types of fuelwood commonly used by the local community and the factors influencing their level of consumption, and finding out characteristics of fuelwood by involving laboratory tests. The tests covered its water content, ashes content, calorie values, volatile matter and fixed carbon content. The research also aimed at finding out comparison between characteristics of fuelwood preferred by the community and results of the laboratory tests. Results of the research showed that fuelwood was still playing an important role for the community living in Malinau Kota, Tanjung Lapang and Long Loreh villages, particularly for their cooking purpose. The greatest fuelwood resources came from the forest vegetation and their own shifting cultivation areas and parts of the trees (branches, twigs and roots) floating on the river. The respondents obtained their fuelwood completely from their own shifting cultivation areas (10.00 %), forest and shifting cultivation areas (36.67 %), forest (25.00 %), shifting cultivation areas and river (1.67 %), forest and river (0.00 %), river (26.67 %). Types of fuelwood consumed by the community in three different researched locations showed that the preferences subsequently fell on the locally called ---------1) Laboratorium Industri Hasil Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda 2) Laboratorium Sosekbud Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
36
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
Lempapa wood (Vitex pinnata), followed by Keruing (Dipterocarpus sp.), Rambutan (Nephelium lappacelum), and Kinolon (Blumeodendron kurzii). What the community prefered and considered the typically best fuelwood was the one that easily burns, produced a big flame, had less ashes, and produced mild smoke. Comparison between the community's preferences and the laboratory tests showed that there were few similarities between their perception and those tests. The similarities were preferences for less amount of ashes (shown by a mild content of ashes), calorie values indicating the heat level and the selection of uneasily burned type of wood (based on its low volatile matter). Kata kunci: nilai kalori, kayu bakar, vegetasi hutan, kesukaan masyarakat.
I. PENDAHULUAN Kebutuhan/konsumsi kayu bakar yang diperlukan dalam setiap rumah tangga diperkirakan cukup besar, meskipun bervariasi menurut status, dan pola hidup. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin besar jumlah kayu bakar yang digunakan untuk kebutuhan enerji rumah tangga. Perhatian selama ini belum banyak diarahkan ke daerah-daerah yang sebenarnya memiliki potensi laten sebagai daerah kritis yang baru. Di pihak lain aparat pemerintah di daerah yang bersangkutan dalam kaitannya dengan penyediaan kayu bakar belum memberika n perhatian sepenuhnya kepada masalah ini (Hariyatno dkk, 1980). Di wilayah Kalimantan Timur yang memiliki kekayaan hutan, di mana sebagian penduduknya berpenghasilan rendah dan hidup di daerah pedesaan, pemakaian kayu bakar ternyata masih memegang peranan penting. Kebutuhan kayu bakar yang meningkat tentunya akan berakibat buruk terhadap hutan. Penelitian ini diadakan berdasarkan pertimbangan bahwa kayu bakar masih memegang peranan penting sebagai sumber enerji di pedesaan, selain itu kayu bakar mempunyai sifat yang dapat diperbarui. Pemilihan Malinau yang terletak di wilayah Utara propinsi ini sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan masyarakat desa hutannya masih memanfaatkan kayu bakar, tersedianya data tentang pemanfaatan kayu bakar di kalangan masyarakat lokal dan sebagai informasi yang lebih komprehensif, guna diintegrasikan dengan desain pengelolaan “model forest” dari Center for International Forestry Research (Cifor). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai
EQUATOR 1 (1), April 2002
37
sumbangan pemikiran dan informasi mengenai potensi dari jenis-jenis kayu bakar yang dapat digunakan dalam program pembangunan, sehingga dapat memberikan jaminan kelangsungan suplai kayu bakar dengan tetap menjaga keanekaragaman hayati, sebagai referensi dalam penyusunan kebijakan ke depan mengenai pemilihan lokasi, luasan areal, identifikasi jenis-jenis kayu bakar dan lain-lain dalam hubungannya dengan terjaminnya keamanan lingkungan hutan sekaligus pembinaan sosial – ekonomi dan budaya masyarakat serta sebagai data/informasi pelengkap bagi upaya pengelolaan hutan model Malinau yang dikelola oleh Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Cifor.
II. METODE PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di areal hutan model CIFOR di wilayah Malinau Kabupaten Malinau (di sekitar areal PT Inhutani II), yaitu di 3 desa. Desa-desa tersebut adalah Malinau Kota, Tanjung Lapang dan Long Loreh. Pengujian laboratorium dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Samarinda dan Banjarbaru. Waktu efektif untuk penelitian lapangan dan laboratorium adalah 3 bulan yaitu dari bulan Agustus sampai Oktober 2000 yang meliputi kegiatan orientasi lapangan, pengambilan data lapangan dan laboratorium.
B. OBJEK, BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN Objek dalam penelitian ini adalah masyarakat dan jenis kayu bakar pada tiga desa di Malinau. Pengamatan masyarakat desa dilakukan di desa Malinau Kota, Tanjung Lapang dan Long Loreh, dengan masing-masing desa diambil 20 responden. Bahan yang digunakan dalam penelitian sifat kayu bakar adalah jenis-jenis kayu bakar yang banyak digunakan masyarakat di desa Malinau Kota, Tanjung Lapang dan Long Loreh dengan mengambil contoh kayu bakar untuk dilakukan pengujian di laboratorium. Banyaknya sampel masing-masing kayu bakar adalah 1 sampai 3 potongan. Peralatan penelitian lapangan terdiri dari kuisioner, kamera, kalkulator, alat perekam dan timbangan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian sifat-sifat kayu bakar adalah gergaji kecil, timbangan analitis, oven, desikator, statif, perangkat oksigen bomb kalorimeter, thermometer, stopwatch, erlenmeyer 100 ml, buret 50 ml, gelas piala 500 ml.
38
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
C. PROSEDUR PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode survey (melalui teknik observasi langsung, studi literatur, wawancara) dan laboratorium. Data diolah atau dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Prosedur penelitian ini dibagi menjadi 2 macam pengumpulan data. Data sosial ekonomi Data primer yang meliputi: konsumsi kayu bakar, jenis kayu bakar yang diambil, jarak pengambilan kayu bakar dari pemukiman, konsumsi minyak tanah. Data laboratorium Dari data lapangan yang dikumpulkan diambil jenis-jenis pohon yang digunakan sebagai bahan bakar. Pembuatan contoh uji kayu diambil dari potongan kayu dari jenis-jenis pohon yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat. Pengujian sifat kayu bakar secara laboratorium dibatasi dengan melihat kadar air, kadar abu, nilai kalor, zat mudah menguap, dan kadar karbon terikat. Masing-masing jenis kayu bakar diambil ulangan 2 kali untuk setiap pengujian. Untuk pengukuran nilai kalori kayu digunakan potongan kayu seberat 1 0,1 g dan untuk pengukuran kadar abu, contoh kayu yang digunakan seberat 2 g.
D. ANALISIS DATA 1. 2. 3. 4.
Data yang diambil dari hasil wawancara adalah sebagai berikut: Ukuran rumah tangga dan frekuensi memasak per hari. Jenis, asal kayu bakar dan bagian pohon yang diambil Tingkat pendidikan dan mata pencaharian. Kriteria kayu bakar pilihan masyarakat.
Data dari pengamatan laboratorium adalah sebagai berikut: 1. Kadar air (KA) KA = {(X – Y) / Y} x 100 % X = berat contoh sebelum dikeringkan dan Y = berat contoh sesudah dikeringkan. 2. Nilai kalori (NK) NK = (tw – E1 – E2 – E3) / m t = suhu di thermometer, w = 2426 kalori/C, E1 titran yang dipakai dalam ml (Na2CO3 0,1 N), E2 = 13,7 x 1,02 x berat contoh, dan E3 = 2,3 x panjang fuse yang terbakar (cm).
EQUATOR 1 (1), April 2002
39
3. Kadar zat mudah menguap (volatile matter (VM) VM = {(M – N) / N} x 100 % M = berat contoh uji dari penetapan kadar air, N = berat contoh uji setelah dimasukkan dalam tanur listrik. 4. Kadar abu Kadar abu = (B / A) x 100 % B = berat abu dan A = berat contoh. 5. Kadar karbon terikat C C (dalam %) = 100 % – VM – kadar abu Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan mengacu kepada teori-teori yang relevan dan ditabulasikan untuk membandingkan tingkat pilihan masyarakat dengan hasil analisis secara laboratoris. data dari lapangan adalah berupa angka persentase pilihan responden dan data yang berasal dari penelitian laboratorium disajikan dalam nilai rataan, standard deviasi dan koefisien keragaman.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM L OKASI PENELITIAN Keadaan umum lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Keadaan umum lokasi penelitian Komponen Luas Batas wilayah a. Utara b. Selatan c. Barat
d. Timur
Desa Tanjung Lapang 2 300 km
Malinau Kota 2 3.100 km Wilayah Malinau Seberang Wilayah Sempayang Wilayah Tanjung Lapang Wilayah Lidung
Batu
Wilayah Malinau Kota Wilayah Sungai Mentarang Wilayah Kecamatan Mentarang Wilayah Batu Lidung
Long Loreh 2 55 km Desa Long Adiu Desa Langap PT BBAP
PT Inhutani dan PT BDMS
40
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
Tabel 1 (Lanjutan) Komponen Jarak Dari ibukota provinsi Dari ibukota kabupaten Dari kecamatan Keadaan topografi Tinggi dari permukaan laut Temperatur rata-rata Curah hujan
Malinau Kota
Desa Tanjung Lapang
1500 km 0 km 0,2 km Dataran rendah
1500 km 12 km 12 km Dataran rendah
5m 27 o C 2500- 3000 mm/tahun
Long Loreh
76 km Dataran rendah 650 m 31 o C
Sumber: PT Inhutani II (2000)
B. ASPEK S OSIAL E KONOMI KAYU B AKAR 1. Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Ditinjau dari aspek komsumsi kayu bakar, hasil penelitian menunjukkan bahwa penduduk di tiga lokasi (Malinau Kota, Tanjung Lapang dan Long Loreh) masih memanfaatkan kayu bakar untuk memasak di tingkatan yang berbeda. Pemakaian jenis bahan bakar yang digunakan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 tersebut, masyarakat daerah Long Loreh sebagian besar masih menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak, sedangkan daerah Tanjung Lapang dan Malinau Kota sebagian besar menggunakan campuran kayu bakar dan minyak tanah. Keadaan ini disebabkan sumber kayu bakar di daerah Long Loreh masih cukup besar karena daerah ini lebih mendekati sumber kayu bakar yaitu hutan, di samping itu masyarakat pada umumnya juga memiliki ladang yang relatif luas. Di daerah Tanjung Lapang pemakaian bahan bakar kayu dan minyak tanah yang cukup besar kemungkinan dipengaruhi oleh keberadaan perusahaan yang menyebabkan keterbukaan wilayah.
EQUATOR 1 (1), April 2002
41
Tabel 2. Komposisi rumah tangga pemakai kayu bakar berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan di Kabupaten Malinau
Uraian Kayu bakar seluruhnya Kayu bakar + minyak Kayu bakar + gas Jumlah n = jumlah responden
Desa sampel Malinau Kota Tanjung Lapang (%) n = 20 (%) n = 20 10,0 10,0 80,0 90,0 10,0 0,0 100,0 100,0
Long Loreh (%) n = 20 80,0 20,0 0,0 100,0
Rata-rata (%) 33,3 63,3 3,3 100,0
Dalam menggunakan kayu bakar untuk memasak, masyarakat Malinau menggunakan alat bantu masak yang berupa tungku sebagai tempat untuk menaruh alat masak seperti panci, ketel dan alat penggorengan. Untuk penggunaan jenis tungku di beberapa desa sampel dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Komposisi rumah tangga pemakai kayu bakar berdasarkan jenis tungku di Kabupaten Malinau
Desa sampel Malinau Kota Tanjung lapang Long Loreh Rata-rata n = jumlah responden
Tungku besi dua (%) n = 20 80 50 80 70
Jenis tungku Tungku tanah (%) Tungku besi dua + n = 20 tungku tanah (%) n = 20 20 0 10 40 0 20 10 20
Pemakaian tungku tersebut ternyata ada alasan tertentu dalam pemilihan jenis. Pemakaian tungku besi dua lebih banyak digunakan karena selain praktis, muat lebih banyak tempat (bisa dipakai untuk beberapa alat masak sekaligus) dan awet, sedangkan pemakaian tungku tanah kurang banyak digunakan karena kurang tahan lama dan untuk setiap alat masak diperlukan satu tungku tanah, meskipun tidak sedikit yang menyatakan tungku tanah tersebut baik karena lebih menghemat kayu bakar.
42
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
2. Asal Kayu Bakar dan Jarak ke Tempat Pengambilan Kayu Bakar Secara garis besar masyarakat mendapatkan bahan bakar dari sumber yang berbeda, yaitu hutan, ladang/jekau dan sungai. Pada Tabel 4 diperlihatkan sumber kayu bakar terbesar untuk konsumsi masyarakat adalah dari hutan dan ladang, sedangkan sumber yang terkecil adalah dari ladang dan sungai. Tabel 4. Asal kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat Lokasi asal kayu bakar Ladang seluruhnya Hutan + ladang Hutan seluruhnya Ladang + sungai Hutan + sungai Sungai seluruhnya Jumlah n = jumlah responden
Desa sampel Rata-rata Malinau Kota Tanjung Lapang Long Loreh (%) (%) (%) n = 20 (%) n = 20 n = 20 10,0 0,0 20,0 10,0 0,0 90,0 20,0 36,7 5,0 10,0 60,0 25,0 5,0 0,0 0,0 1,7 0,0 0,0 0,0 0,0 80,0 0,0 0,0 26,6 100,0 100,0 100,0 100,0
Lokasi pengambilan kayu bakar terutama di daerah Long Loreh dirasakan masyarakatnya masih sangat mudah karena mereka tinggal di dekat hutan. Di daerah Tanjung Lapang, pengambilan kayu bakar terbanyak adalah dari ladang, sedangkan di daerah Malinau Kota, masyarakat banyak mengambil kayu bakar dari sungai karena tempat tinggal mereka berada dekat dengan jalur sungai dan jauh dari hutan. Bagian yang digunakan untuk kayu bakar adalah semua bagian pohon terutama batangnya. pengambilan kayu bakar yang berasal dari hutan dilakukan dengan menebang pohon dan membagi-bagi menjadi beberapa potongan log, untuk kemudian dibelah-belah. Kegiatan membelah kayu biasanya dilakukan di rumah. Di daerah Long Loreh, pengangkutan kayu bakar dilakukan dengan truk milik PT BDMS yang disewa atau dengan cara menumpang. Beberapa jenis kayu bakar yang diambil dari berbagai asal pengambilan dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kelebihan dari jenis-jenis yang disukai antara lain adalah baranya tahan lama, mudah dibelah dan kayunya mudah terbakar. Dari beberapa jenis kayu yang digunakan ada jenis kayu yang cepat habis termakan api dan ada pula yang tahan api pada proses pembakaran, sehingga berpengaruh terhadap frekuensi pengambilan.
EQUATOR 1 (1), April 2002
43
Tabel 5. Jenis kayu bakar sesuai asal pengambilan di lokasi penelitian Asal kayu bakar Ladang
Nama lokal Akasia Lempapa Jelemutin Jambu/Uba Rambutan
Hutan
Adel Balut Belaban Buing Duyan Keruing Kinolon Nyera
Sungai
Gasa
3.
Jenis kayu bakar Nama latin Acacia sp. Vitex pinnata Melastoma Syzygium sp. Nephelium lappacelum Vatica subcordata Leucaena leucocephala Bth. Tristania whiteana Ficus fistulosa Reinw. Durio spp. Dipterocarpus sp. Blumeodendron kurzii J.JS. Knema sp. (Myrtaceae)
Konsumsi Minyak Tanah
Dilihat dari pemakaian minyak tanah, walaupun masyarakat telah menggunakan minyak tanah sebagai sumber enerjinya, mereka masih sangat tergantung dengan kayu bakar. Hal ini terjadi karena mereka lebih mengutamakan menggunakan uang untuk membeli barang lain daripada digunakan untuk membeli minyak tanah. Dengan cara mengambil kayu bakar yang tanpa biaya berarti dapat menghemat pengeluaran mereka. Di Long Loreh, masyarakat menggunakan minyak tanah hanya untuk menyalakan api pada saat hendak memasak dan untuk lampu penerangan. Semakin mendekati kota, maka semakin banyak masyarakat menggunakan minyak tanah, karena mereka telah memperhatikan faktor kebersihan, yang mana memasak dengan kayu bakar menyebabkan rumah menjadi kotor.
C. ASPEK T EKNOLOGI PENGELOLAAN K AYU B AKAR 1. Pemungutan Kayu Bakar Pada waktu penelitian, pengumpul utama kayu bakar adalah laki-laki, karena lokasi pengambilan yang semakin jauh dan dirasakan berat. Wanita juga masih melakukan kegiatan memungut kayu, namun di lokasi yang dekat seperti
44
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
kebun belakang rumah dengan mengambil kayu-kayu kecil. Pada jaman dulu, wanitalah yang melakukan kegiatan pemungutan kayu bakar, karena ada adat yang mereka percayai yaitu jika para laki-laki yang mengambil kayu, maka bila berburu tidak akan berhasil.
2. Cara dan Alat Dalam Pengangkutan Kayu Bakar Beberapa cara untuk mengangkut kayu bakar di daerah Malinau tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan di Nepal, yaitu dengan menggunakan: a. Sepeda. Alat angkut untuk jarak dekat seperti ladang / kebun b. Jalan kaki - dipikul, kayu yang diangkut dengan jalan kaki biasanya berupa belahan kayu yang diikat - digendong dengan alat gendong/bekang merupakan cara mengangkut kayu dengan jalan kaki, biasanya kayu bakar yang dibawa berupa potongan-potongan kayu kecil, dan dibawa oleh wanita c. Truk, alat untuk mengangkut kayu besar seperti balok dengan jumlah banyak d. Perahu, alat untuk mengangkut kayu yang diambil dari sungai Di beberapa desa di Malinau, kayu bakar dibawa dengan menggunakan keranjang yang sering disebut dengan bekang. Alat gendongan ini terbuat dari rotan dan bentuknya mirip dengan anjat, tetapi salah satu sisinya bisa dibuka dan ditutup kembali.
3. Jenis-jenis Kayu dan Tingkat Pilihan Masyarakat Jenis kayu yang ditemui di lokasi penelitian adalah Vatica subcordata, Acacia sp., Leucaena leucocephala, Tristania spp., Lopophetalum multireruim Ridl., Ficus fistulosa, Durio spp., Vitex pinnata, Melastoma, Dipterocarpus sp., Blumeodendron kurzii J.JS, Knema sp. dan Syzygium sp. Jenis-jenis kayu tersebut di daerah lokasi penelitian masingmasing memiliki nama yang sering mereka gunakan sehari-hari atau nama lokal. Nama lokal dan nama latinnya dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
EQUATOR 1 (1), April 2002
45
Tabel 6. Jenis-jenis kayu bakar konsumsi pilihan masyarakat di lokasi penelitian Nama lokal Adel Akasia Balut Blaban Bukau Buing Duyan Lempapa Jelemutin Keruing Kinolon Nyera Jambu/Uba Rambutan Gasa
Nama latin Vatica subcordata Acacia sp. Leucaena leucocephala Tristania spp. Lopophetalum multireruim Ridl. Ficus fistulosa Durio spp. Vitex pinnata Melastoma Dipterocarpus sp. Blumeodendron kurzii J.JS. Knema sp. Syzygium sp. Nephelium lappacelum
Pada Tabel 7 diperlihatkan mengenai jenis kayu bakar yang dipilih masyarakat di masing-masing desa lokasi penelitian. Terdapat jenis kayu yang sama dalam penggunaannya sebagai kayu bakar, meskipun jumlah jenis kayu yang disukai bervariasi. Tabel 7. Kayu bakar pilihan masyarakat di lokasi penelitian Malinau Kota Lempapa Rambutan Gasa
Tanjung Lapang Lempapa Keruing Kinolon Adel
Long Loreh Lempapa, Keruing Rambutan Buing Bukau, Nyera* Benuag, Blaban, Uba* Akasia, Balut, Jelemutin*
* pilihan responden pada tingkat yang sama
Pada Tabel 7 dapat dilihat, bahwa kayu yang umum dipakai di daerah lokasi penelitian yaitu Malinau Kota, Tanjung Lapang dan Long Loreh adalah kayu Lempapa, Keruing dan Rambutan. Lima besar tingkat konsumsi pilihan sesuai dengan responden secara keseluruhan di tiga lokasi penelitian menunjukkan bahwa kayu Lempapa (1) menempati urutan teratas dalam pemilihan sebagai kayu bakar, diikuti oleh kayu Keruing (2), Gasa (3), Rambutan (4) dan Kinolon (5).
46
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
D. SIFAT – SIFAT JENIS KAYU BAKAR Sifat-sifat kayu bakar dari hasil uji laboratorium dapat dilihat pada Tabel 8. Kadar air terendah terdapat pada kayu Lempapa yang berasal dari ladang yaitu 8,785 % dan yang tertinggi adalah Uba sebesar 13,335 %. Tinggi rendahnya kadar air tentu saja dipengaruhi oleh keadaan potongan kayu, cara pengeringan kayu dan letak kayu di dalam batang. Kayu Lempapa dengan kadar air yang rendah diduga karena kayu diambil dari pembukaan ladang dan berasal dari pohon-pohon yang sudah lama ditebang, sehingga air yang terdapat di dalam kayu sudah menguap. Dari penelitian Tillman (1978) terhadap 8 jenis kayu diperoleh hasil yaitu kadar abu yang terkandung dalam jenis-jenis tersebut bervariasi antara 0,2 – 1,35 % dengan rata-rata 1,12 %, sedangkan penelitian ini menunjukkan kadar abu yang berkisar antara 0,515 – 2,315 %. Nilai terendah diperoleh pada kayu Rambutan dengan nilai 0,515 % dan tertinggi pada Akasia dengan nilai 2,315 %. Tabel 8. Sifat-sifat Kayu Bakar Pilihan Masyarakat Nama kayu Lempapa Keruing Jelemutin Balut Kinolon Buing Durian Adel Bukau Gasa Akasia Nyera Blaban Rambutan Uba
Kadar air (%) 8,785 8,895 9,360 9,590 9,655 9,700 9,765 9,845 10,270 10,781 11,165 11,230 11,320 12,225 13,335
Kadar abu (%) 0,54 0,91 1,39 0,53 1,78 1,10 1,18 0,56 0,97 1,58 2,32 0,61 1,34 0,52 1,31
Kalori (kal/g) 4.156,63 4.022,67 4.040,77 4.077,05 3.981,32 4.243,56 4.079,92 4.108,51 3.727,62 2845,07 4.064,15 3.971,09 4.121,94 4.116,58 4.607,78
Zat mudah Kadar karbon menguap (%) terikat (%) 20,02 79,44 21,19 77,90 23,64 79,98 18,63 80,84 18,24 79,69 18,19 80,71 21,58 77,24 14,89 84,55 9,00 79,69 21,80 76,62 18,14 79,55 20,88 78,51 24,08 74,59 18,79 80,70 21,29 77,41
Nilai kalori suatu jenis kayu adalah satu sifat untuk menentukan kualitas kayu tersebut sebagai bahan bakar. Oleh karena itu informasi tentang nilai kalori setiap jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar adalah sangat penting. Nilai kalori dari hasil penelitian ini berkisar antara
EQUATOR 1 (1), April 2002
47
2.845,07 – 4.607,78 kal/g. Nilai terendah pada kayu Gasa dan tertinggi pada kayu Uba. Dari penelitian terhadap 15 jenis pohon yang dilakukan diperoleh hasil nilai zat mudah menguap berkisar antara 9,00 – 24,08 %, dengan nilai zat mudah menguap terendah terdapat pada kayu Bukau dan nilai tertinggi pada kayu Blaban. Menurut Badri (1987) dikutip Julian (1998), kadar zat mudah menguap dipengaruhi oleh suhu, lamanya proses karbonisasi dan kandungan zat ekstraktif bahan baku. Kadar karbon terikat dari hasil penelitian berkisar antara 74,59 – 90,00 %, dengan nilai terendah pada kayu Blaban dan nilai tertinggi pada kayu Bukau.
E. PERBANDINGAN ANTARA KARAKTER JENIS K AYU B AKAR PILIHAN MASYARAKAT DENGAN H ASIL UJI L ABORATORIUM Kayu bakar yang disukai masyarakat pada tiga lokasi penelitian berlainan, tergantung dari jenis-jenis yang tersedia atau memang ada alasan tertentu mengapa mereka menyukai jenis kayu bakar tersebut. Hal ini tergantung dari kondisi dan kebutuhan yang mereka inginkan pada saat itu. Untuk melihat perbandingan antara kriteria pilihan masyarakat dengan hasil laboratorium dapat dilihat pada Tabel 13. Besarnya kadar zat mudah menguap berkaitan dengan proses karbonisasi yang berlangsung, yang mana proses karbonisasi yang sempurna menghasilkan kadar zat mudah menguap yang rendah. Bila dibandingkan dengan kriteria pilihan masyarakat desa maka ada suatu kesamaan yaitu pendapat yang menyatakan bahwa Kinolon termasuk kayu bakar yang tahan lama dengan kata lain tidak cepat habis. Tetapi bila dilihat dari kadar abunya, maka Kinolon mempunyai nilai yang relatif besar. Bila dilihat perbandingan antara kriteria masyarakat pemakai kayu bakar di lokasi penelitian dengan hasil yang didapat dari laboratorium, maka dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa persamaan persepsi seperti nilai panas, kadar abu yang sedikit dan tahan lama (tidak cepat habis terbakar). Untuk masalah kecepatan pembakaran yang tergantung pada kecepatan akumulasi panas pada permukaan kayu, hal ini juga dipengaruhi oleh besarnya potongan kayu, kecepatan hilangnya panas dari permukaan kayu ke bagian dalam kayu, adanya tepi-tepi kayu yang tipis dan menonjol dan kecepatan pemberian panas pada permukaan kayu. Potongan kayu yang kecil dengan tepi yang lancip seperti batang korek api akan mudah dibakar karena relatif sedikit panas yang dbutuhkan untuk menaikkan suhu seluruh
48
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
batang sampai titik pembakaran, terutama tepi-tepi yang tipis. Potonganpotongan kayu yang besar dengan tepi yang bulat lebih lambat terbakar, karena konduksi panas ke dalam kayu menyebabkan permukaan kayu tetap berada di bawah suhu pembakaran untuk waktu yang agak lama (Soeparno, 1979). Tabel 13. Perbandingan Antara Kriteria Pilihan Masyarakat dengan Hasil Uji Laboratorium Nama kayu
Kriteria pilihan masyarakat
Hasil uji laboratorium
Lempapa
Keruing
Banyak tersedia di hutan Baranya besar (tapi asap tebal) Kayunya mudah dibelah Mengeluarkan minyak, cepat terbakar.
Nilai kalori 4.022,67 kal/g (nilai panasnya di bawah Lempapa) Kadar abu 0,90 % (relatif kecil) Zat mudah menguap relatif tinggi (21,19 %) di atas Lempapa Kadar karbon terikat relatif tinggi (77,90 %) Mengandung resin
Gasa
Mudah didapat Tidak perlu membelah
Nilai kalori 2.845,07 kal/g (nilai panasnya paling rendah di antara 15 jenis kayu yang dipakai masyarakat) Kadar abu 1,58 % (relatif tinggi jika dibandingkan dengan 15 jenis kayu lainnya. Tertinggi setelah Akasia dan Kinolon) Zat mudah menguap relatif tinggi (21,80 %) Kadar karbon terikat relatif rendah (76,62 %)
Mudah didapat Kayunya ringan (mudah kering) Nyala api bagus
Nilai kalori 4.156,63 kal/g (nilai panasnya paling tinggi setelah Uba dan Buing) Zat mudah menguap relatif tinggi (20,02 %) di bawah Keruing Kadar abu sedikit/relatif kecil (0,54 %) di bawah Keruing di atas Rambutan. Kadar karbon terikat relatif tinggi (79,44 %) di atas Keruing.
EQUATOR 1 (1), April 2002
49
Tabel 13 (Lanjutan) Nama kayu Rambutan
Kinolon
Kriteria pilihan masyarakat Mudah didapat Mudah dibelah
Tersedia banyak di hutan Kayunya keras tahan lama
Hasil uji laboratorium Nilai kalor 4.116,58 kal/g (nilai panasnya di antara Lempapa dan Keruing) Kadar abu 0,515 %, paling kecil di antara 15 jenis kayu yang dipakai masyarakat. Zat mudah menguap relatif kecil (18,79 %) Kadar karbon terikatrelatif tinggi (80,70 %) Nilai kalori 3.981,32 kal/g (nilai panasnya paling rendah setelah Gasa) Kadar abu 1,78 %, paling tinggi setelah Akasia. Zat mudah menguap relatif rendah (18,24 %) Kadar karbon terikat relatif tinggi (79,69 %)
Pemilihan jenis kayu bakar pada umumnya berdasarkan sifat kayunya yang mudah terbakar. Sifat kayu bakar tiap jenisnya berbeda, ada yang tahan lama bila terbakar dan ada yang cepat terbakar, hal ini disebabkan oleh daya hantar panas setiap jenis kayu berbeda-beda. Pemilihan kayu bakar yang memenuhi semua kriteria belum dapat dilakukan, karena baik dari hasil pengamatan terhadap masyarakat maupun hasil uji laboratorium, nilai yang didapat tidak semuanya memenuhi kriteria. Ada yang memiliki satu atau dua kriteria pilihan masyarakat yang sesuai dengan hasil uji laboratorium. Hal ini tentu saja tergantung dari kesukaan masyarakat dan pilihan kriteria yang diutamakan. Di samping itu ada pula masyarakat yang lebih memilih kayu bakar dengan nyala apinya yang besar tetapi kadar abunya banyak dibandingkan kayu yang abunya sedikit dengan resiko lebih lambat memasak karena apinya kecil. Seperti halnya kayu Keruing yang nyala apinya besar tetapi meninggalkan jelaga yang banyak, tetap disukai karena mereka ingin melakukan kegiatan yang cepat untuk memasak terutama bila ada acara keramaian.
50
Kuspradini dkk. (2002). Analisis Nilai Kalori dan Sifat-sifat
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kayu bakar sampai saat ini masih merupakan bahan bakar penting dalam kehidupan masyarakat di Malinau Kota, Tanjung Lapang dan Long Loreh, khususnya untuk memasak, sedangkan minyak tanah lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar penerangan. 2. Sumber kayu bakar terbesar berasal dari vegetasi hutan dan ladang baru serta bagian-bagian dari pohon (cabang, ranting, akar) yang hanyut di sungai. Responden yang mengambil kayu bakar di ladang seluruhnya (10,0 %), hutan dan ladang (36,67 %), hutan seluruhnya (25,0 %), ladang dan sungai (1,7 %), hutan dan sungai (0,0 %) dan sungai seluruhnya (26,7 %). 3. Jenis-jenis kayu bakar yang dikonsumsi oleh masyarakat di tiga lokasi penelitian menunjukkan bahwa pilihan pada kayu Lempapa (Vitex pinnata) menempati urutan teratas, diikuti oleh kayu Keruing (Dipterocarpus sp.), Rambutan (Nephelium lappacelum) dan Kinolon (Blumeodendron kurzii J.JS). Kriteria kayu bakar yang disukai dan dianggap baik oleh masyarakat adalah jenis yang mudah terbakar, baranya besar, abunya sedikit dan asap tidak tebal. 4. Perbandingan antara preferensi masyarakat lokal dan uji laboratorium menunjukkan adanya beberapa persamaan antara persepsi masyarakat dengan hasil uji laboratorium, seperti pilihan akan jumlah abu yang sedikit (ditunjukkan dengan kadar abu yang kecil), nilai kalori yang menyatakan panas dan kayu tidak cepat habis terbakar (dilihat dari nilai zat mudah menguap yang rendah).
Saran 1. Mengingat kayu bakar mempunyai peranan penting, maka upaya peningkatan produksi kayu bakar perlu dilakukan dengan membuat jalur-jalur tanaman pagar pada lahan pekarangan, tepi jalan dan tepi sungai dengan jenis cepat tumbuh. Penanaman pohon perlu dibudayakan pada setiap rumah tangga sebagai salah satu sumber produksi kayu bakar di samping hutan. 2. Perlu dilakukan diversifikasi bahan bakar dan hendaknya disesuaikan dengan pola pemikiran serta adat kebiasaan masyarakat sehingga mudah dalam penerapannya. Dalam usaha untuk menghemat pengambilan kayu bakar perlu juga diperkenalkan penggunaan tungku hemat enerji dan penggunaan kayu bakar yang kering.
EQUATOR 1 (1), April 2002
51
DAFTAR PUSTAKA Hariyatno D.; Han Roliadi dan Buharman. 1980. Pola Konsumsi Kayu Bakar dan Bahan Bakar Lain oleh Rumah Tangga dan Industri di Daerah Istimewa Aceh. Laporan BPHH/FPRI, Bogor 155: 25 h. Julian. 1998. Pengaruh Komposisi Campuran Serbuk Arang Limbah Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula) dengan Serbuk Sekam Padi terhadap Kualitas Briket Arang. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda. Soeparno. 1979. Memilih Jenis Kayu Bakar untuk Daerah Kritis. Duta Rimba 31 (V): 3 – 8. Tillman, D.A. 1978. Wood as an Energy Resource. Academic Press, New York.
UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan kepada Bulungan Research Forest - Center for International Forestry Research (BRF-CIFOR) bekerjasama dengan Program Pascasarjana Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman atas bantuan dana penelitian ini.