ANALISIS MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL PERAN GREEN PRODUCT COMMUNICATION DAN VARIABEL UTAMA PEMBANGUN BRAND EQUITY TERHADAP KEKUATAN MEREK OBAT MASUK ANGIN HERBAL DI SOLO DAN JOGJA TAHUN 2013 Vidya Nurina Sariningrum Nora Nailul Amal Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract The rise of environmental movement and high demand toward environment-friendly products shows that the public have high awareness toward consuming environmentfriendly products. Based on that phenomenon, researchers propose a concept that green product communication can be used as one of the variables forming brand equity. The concept was based on "Go Green" movement, handful of people who care about nature and the environment. This study based on Brand Equity Theory by David A. Aaker (1991). The purpose of this study is to determine the role of green product communication and the main variables of Brand Equity Theory in forming the brand equity of masuk angin herbal medicine in Solo and Yogyakarta .This study presented in the form of quantitative study. Citizen of Solo and Yogyakarta are the population in this study. Multistage sampling used as sampling technique. Sample consisted of 200 respondents in Solo and 150 respondents from Yogyakarta. This study used Solo Pos’s SBBI (Solo Best Brand Index) & JBBI (Jogja Best Brand Index) 2013 survey data, which has been carried out through research consultants OPSI Marketing Research and Training and also Prodi Ilmu Komunikasi UNS. Questionnaires used for data collection. Model analysis using Structural Equation Modeling / SEM showed that green product communication has a role in forming brand equity of masuk angin herbal medicine products in Solo and Yogyakarta with the value of 1.06. That Green Product Communication value is the greatest value compared to the main variables of Brand Equity Theory (such as Brand Awareness, Perceived Quality, Usage and Brand Performance) value on forming brand equity. Keywords: Green, Green Product Communication, Brand Awareness, Perceived Quality, Usage, Brand Performance, Brand Equity, dan SEM.
1
Pendahuluan Adanya permasalahan global warming yang mulai menjadi serius berimbas pada maraknya gerakan ramah lingkungan atau Go Green. Purnamasari (2013) menyebutkan bahwa tujuan Go Green yaitu menanamkan pola pikir berkelanjutan dalam melihat dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana, cerdas dalam menggunakan produk serta menciptakan kepekaan terhadap permasalahan lingkungan /alam. Kegiatan ini masih terus digalakkan demi menjaga keseimbangan di Bumi. Salah satu perwujudan dari gerakan ramah lingkungan adalah tren belanja khalayak dengan mengkonsumsi Produk Ramah Lingkungan (PRL). Imbas dari tren belanja tersebut adalah peningkatan penjualan dan penawaran green product. Seperti yang diungkapkan Makower (2006), Organisasi Mintel melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah konsumen yang melakukan pembelian green product, telah meningkat sebanyak tiga kali dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, ditemukan bahwa jumlah pelanggan, yang tidak pernah membeli produk hijau, mengalami penurunan hingga setengahnya (Vermillion, 2010: 68). Dengan memperhatikan pemikiran di atas, maka peneliti mengajukan suatu rumusan konsep yaitu green product communication dapat dijadikan salah satu variabel pembangun Brand Equity. Konsep tersebut diacu dari suatu bentuk pemahaman mengenai kegiatan Go Green. Brand Equity atau kekuatan merek merupakan serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/ atau pelanggan perusahaan terebut (Aaker, 1991: 7). Aaker menyebutkan beberapa atribut yang diperlukan untuk membangun Brand Equity yaitu, Brand Awareness, Perceived Quality, Brand Association, Brand Loyalty dan other proprietary assets. Menurut Susanto dan Wijanarko (2004), other proprietary assets merupakan aspek-aspek lain yang tidak termasuk dalam empat kategori yang telah disebutkan Aaker di atas tetapi dapat turut membangun brand equity. Aspek lain yang kini mulai 2
menarik digunakan
untuk membangun merek adalah aspek green product
communication. Meski banyak penelitian yang menyebutkan bahwa tingkat penjualan dan penawaran green product sudah semakin meningkat, namun di Indonesia sendiri belum banyak penelitian yang bisa menjelaskan green product communication terhadap kekuatan merek. Sehingga peneliti ingin mengetahui seberapa besar green product communication ini berperan terhadap kekuatan merek Obat Masuk Angin Herbal di Solo dan Jogja Tahun 2013.
Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang di atas, peneliti akan mengambil fokus permasalahan mengenai: “Seberapa besar peran Green Product Communication dan Variabel Utama Pembangun Brand Equity terhadap kekuatan merek Obat Masuk Angin Herbal di Solo dan Jogja Tahun 2013?” Tinjauan Pustaka A.
Brand Equity Merek memiliki makna lebih dari hanya nama atau simbol. Merek merupakan
salah satu elemen kunci dalam menjaga hubungan antara perusahaan dengan konsumen. Merek dianggapa dapat mewakilkan persepsi dan esensi tentang suatu produk dan manfaatnya atas segala sesuatu yang menyangkut manfaat produk atau jasa yang berguna bagi konsumen. Sebuah merek yang kuat memiliki ekuitas merek yang tinggi. Ekuitas merek adalah efek diferensial yang dihasilkan sebuah merek sehingga pelanggan mampu mengenali dan memberikan respon atas merek tersebut. Hal ini dianggap sebagai nilai ukur kemampuan merek dalam menangkap daya pilih dan loyalitas konsumen. Sebuah brand dikatakan memiliki ekuitas merek yang positif saat konsumen memberikan reaksi yang lebih baik dibandingkan dengan merek lain dari produk yang sama.
3
Menurut Batra, Myers, & Aaker (2006: 317), sebuah merek memiliki ekuitas disebabkan oleh merek-merek tersebut memiliki high awareness; many loyal consumers; a high reputation for perceived quality; proprietary brand assets such as to scarce distribution channels to patents; or the kind of brand associations (such as personality associations). Aaker (1991) kemudian secara pribadi mendefinisikan bahwa ekuitas merek merupakan sekumpulan aset yang terkait dengan nama merek dan simbol, sehingga dapat menambah nilai yang ada dalam produk atau jasa tersebut. Aset yang terdapat dalam merek tersebut meliputi: Brand awareness, perceived quality, brand association, and brand loyalty). Berikut merupakan penjabaran dari aset-aset yang disebutkan oleh Aaker di atas: a. Brand Awareness Aaker (1991: 10) menyebutkan Awareness mengarah pada kekuatan dari sebuah kehadiran merek dalam pikiran atau benak konsumen. Jika pikiran konsumen dipenuhi dengan “mental billboard”, maka brand awareness akan dicerminkan dalam ukuran billboard tersebut. Terdapat empat tingkatan dalam Brand Awareness, yaitu: 1. Unaware of Brand (Tidak Sadar Merek), merupakan tingkatan terendah dalam piramida kesadaran merek, konsumen tidak menyadari keberadaan suatu merek. 2. Brand Recognition (Pengenalan Merek) merupakan tingkatan minimal dari kesadaran merek. 3. Brand Recall (Pengingatan Kembali terhadap Merek) ini didasari oleh permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam sebuah kategori produk. Hal ini disebut pengingatan kembali tanpa bantuan sebab responden tidak perlu dibantu dalam memunculkan merek tersebut. 4. Top Of Mind merupakan tingkatan tertinggi dalam brand awareness, yaitu mengenal merek pertama kali disebut dan tanpa bantuan. Bila responden 4
ditanya mengenai sebuah produk dan menyebutkan beberapa nama merek, merek yang pertama kali disebut merupakan merek utama yang berada pada puncak pikiran atau benak responden. b. Perceived Quality Adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas dari merek. Pengertian kesan kualitas (perceived quality) menurut Aaker adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan (Aaker, 1991). Persepsi terhadap kualitas produk atau jasa dapat menentukan nilai dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian. Perceived quality mencerminkan perasaan konsumen atau pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. c. Brand Association Adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan konsumen mengenai sebuah merek. Asosiasi ini meliputi atribut pada produk, selebriti yang berperan sebagai pembicara (atau bintang iklan), atau simbol khusus. Kesan-kesan yang terkait pada merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Dengan asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen (Aaker, 1991: 25). Fungsi brand assocication menjadi pijakan bagi konsumen dalam memutuskan pembelian sebuah produk. d. Brand Loyalty Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, sebab hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Dengan adanya konsumen yang setia, akan lebih mudah mendapatkan prediksi mengenai hasil penjualan dan laba yang akan di dapat. Loyalitas dianggap sebagai aset yang dapat membantu
5
pembentukan program loyalty-building sehingga nantinya dapat membantu meningkatkan nilai merek itu sendiri (Aaker, 1991: 21). e. Other proprietary assets Adalah hal-hal lain yang tidak termasuk dalam empat kategori di atas yang disebutkan oleh Aaker tetapi turut membangun brand equity (Susanto dan Wijanarko, 2004). Melihat pengertian Susanto dan Wijanarko tentang other proprietary assets di atas yang menyatakan bahwa masih ada aspek lain yang dapat membangun brand equity tetapi belum dipaparkan oleh Aaker, maka peneliti akan menambah variabel green product communication sebagai salah satu variabel yang mampu berperan dalam membangun brand equity. Penambahan variabel green product communication dilakukan dengan berdasar pada penelitian terdahulu seperti yang telah ditulis dalam sebuah jurnal yang berjudul “The Drivers of Green Brand Equity: Green Brand Image, Green Satisfaction and Green Trust” oleh Yu Shan Chen yang menyatakan bahwa green product communication dapat menjadi salah satu variabel yang mampu membangun brand equity (Chen, 2010). B.
Green dan Green Product Communication Green atau Environmentally Friendly mengacu pada barang dan jasa yang
dianggap tidak membahayakan lingkungan (Visconti, 2010). Produk Ramah Lingkungan (PRL) dapat diasumsikan sebagai produk yang aman digunakan oleh konsumen dan tidak merusak lingkungan. Sebuah produk bisa dianggap ramah lingkungan dengan dilihat dari pemilihan bahan bakunya, proses pembuatan produk, cara penggunaan produk, dan limbah dari produknya. Pemasaran PRL merupakan sebuah usaha yang dilakukan perusahaan untuk mengasosiasikan produk berupa barang ataupun jasa dengan nilai-nilai lingkungan. Upaya tersebut digunakan untuk promosi produk, peningkatan citra, atau perbaikan citra. Konsep ini juga mencakup komunikasi tentang modifikasi produk yang bermanfaat bagi lingkungan.
6
Konsep di atas terwujud dalam Green Product Communication yang bertujuan untuk mempromosikan manfaat dari sebuah produk yang berimbas pada lingkungan. Konsep ini menyebabkan popularitas perusahaan meningkat sebab sebagian besar fakta menyebutkan bahwa konsumen semakin mengintegritaskan nilai-nilai lingkungan ke dalam keputusan pembelian mereka (Rana, 2013). Green Product Communication adalah proses pengembangan produk barang dan jasa lalu kemudian mempromosikan produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang lebih memilih produk-produk berkualitas baik, dan juga memiliki dampak
yang tidak
menambahkan bahwa
merugikan lingkungan green marketing
(Rana, 2013).
merupakan
sebuah
Elham tindakan
(2011) yang
dimaksudkan untuk menggantikan kebutuhan (barang dan jasa) saat ini dengan produk yang tidak memberikan dampak yang berbahaya pada lingkungan kita. Green product communication di sini bertujuan untuk meningkatkan awareness, sekaligus mengingatkan dan memperingatkan masyarakat tentang permasalahan lingkungan (Biloslavo & Trnavcevic, 2009:1159). Dalam beberapa tahun terakhir, green product communication merupakan salah satu terobosan baru dalam bidang pemasaran. Konsep ini dapat diterima secara luas dan telah diterapkan dalam praktek. Selain itu, konsep pemasaran hijau merupakan konsep yang meliputi semua kegiatan pemasaran dan dapat dikembangkan untuk merangsang perilaku konsumen untuk mempertahankan sikap peduli lingkungan. Moreau & Betrice (2011: 100) mengatakan berkembangnya kegiatan komunikasi lingkungan terjadi seiring dengan kesadaran konsumen mengenai hal tersebut. Dilihat dari sudut pandang strategis, praktik komunikasi lingkungan memiliki peran yang berbeda, dari hanya sekedar menyediakan informasi yang singkat dan bersifat umum, kini komunikasi lingkungan telah beralih ke keterlibatan perusahaan dalam brand positioning (seperti misalnya The Body Shop dan Nature Brasil, mulai melibatkan komunikasi lingkungan untuk mencapai misi mereka). Hasil penelitian yang telah dilakukan Moreau & Betrice (2011:112) menyebutkan bahwa
7
terdapat hubungan yang komunikasi lingkungan secara signifikan memberi dampak yang positif terhadap brand equity.
Metode Penelitian Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya analisis data. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan. Analisis data yang dilakukan bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti dalam mengungkap fenomena sosial yang ada. Agar sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan, maka metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang diteliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model persamaan struktural atau yang lebih dikenal dengan Structural Equation Modeling (SEM). SEM merupakan suatu teknik statistik yang digunakan untuk mengukur besar peran dari variabel green product communication dan beberapa variabel utama pembangun Brand Equity yang ditunjukkan dengan nilai muatan dari masing-masing variabel laten. SEM dapat membaca hubungan kausalitas antar variabel, serta hasil dari variabel manifes (indikator) dan variabel laten dapat diintegrasikan. Hubungan antar variabel tidak terpisahkan. Selain itu SEM mampu melihat satu diantara variabelvariabel tersebut yang paling berperan dalam kekuatan merek tersebut. Variabel manifes merupakan variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut indikator, setiap pertanyaan pada kuesioner mewakili sebuah variabel indikator. Selain variabel manifes, dalam SEM juga terdapat dua variabel laten, yaitu variabel laten eksogen (bebas) dan variabel laten endogen (terikat). Variabel laten eksogen (bebas) adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya. Variabel laten eksogen cenderung memberikan efek kepada variabel lainnya. Sedangkan variabel laten endogen adalah variabel yang dijelaskan oleh 8
variabel laten eksogen. Variabel laten endogen adalah efek dari variabel laten eksogen. Keunggulan SEM jika dibandingkan dengan regresi ialah memungkinkan adanya asumsi-asumsi yang lebih fleksibel dan penggunaan analisis faktor penegasan (confirmatory factor analysis) untuk mengurangi kesalahan pengukuran dengan memiliki banyak indikator dalam satu variabel laten. Yamin dan Kurniawan (2009) menyebutkan SEM juga mempunyai kemampuan untuk mengestimasi hubungan antara variabel yang bersifat multiple relationship. Hubungan ini dibentuk dalam model struktural (hubungan antara konstrak laten eksogen dan endogen). 1.
Spesifikasi Model Penelitian ini menggunakan SEM untuk menganalisis hubungan berbagai variabel dalam membangun Brand Equity. Model yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 13 variabel manifes (variabel indikator), lima variabel laten eksogen (bebas), dan satu variabel laten endogen (terikat). Peubah laten dalam model SEM digambarkan dalam bentuk elips sedangkan peubah manifest digambarkan dalam bentuk kotak. Pada penelitian ini variabel laten eksogen yang digunakan adalah variabel Brand Awareness (ξ1), Brand Perceived Quality (ξ2), Usage (ξ3), Brand Performance (ξ4), Green Product Communication (ξ5). Variabel laten endogen yang digunakan yaitu Brand Equity (ɳ1). Besaran muatan (loading) antara variabel indikator dengan variabel laten digambarkan dengan lambang lamda (λ) yang merupakan muatan faktor (factor loading) yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel indikator dalam membentuk variabel laten. Nilai lamda yang paling besar menunjukkan variabel indikator tersebut merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk variabel laten.
2.
Estimasi Model Tahap estimasi dilakukan untuk memperoleh nilai atau muatan faktor yang terdapat dalam model. Metode estimasi yang digunakan yaitu Weighted Least Squares. Hasil SEM yang telah diestimasi dalam hasil estimasi berupa 9
standardized solution berupa diagram lintas hasil pengolahan menggunakan program LISREL 8.51
untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antar
variabel yang terdapat dalam model. Melalui model pengukuran dapat diketahui nilai muatan faktor yang merefleksikan seberapa kuat variabel indikator mengukur setiap variabel laten endogen dan eksogen. Sedangkan melalui model struktural dapat diketahui besaran muatan faktor gamma yang menunjukkan keeratan hubungan antar variabel laten. 3.
Uji Kecocokan Model yang telah diestimasi harus diuji kecocokan atau tingkat kebaikannya sebelum model tersebut benar-benar diterima sebagai gambaran yang sebenarnya. Terdapat beberapa ukuran kecocokan yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa model secara keseluruhan sudah baik. Model diagram lintas pada penelitian ini memiliki ukuran kebaikan model (goodness of fit) yang cukup baik untuk menjelaskan data. Kebaikan model pada model diagram lintas penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Tabel Goodness Of Fit Model SEM (Solo dan Jogja) Goodness of Fit
Cut Value
Significant Probability ≥ 0,05 (p-value) Root Mean Square Error of ≤ 0,08 Approximation (RMSEA) Sumber: Data peneliti
Off
Hasil Solo 0,99996
Jogja 0,95621
0,000
0,000
Ketera ngan Good Fit Good Fit
Pada tabel di atas, dapat terlihat bahwa seluruh hasil uji model telah memenuhi kriteria sebagai model fit. Model fit yang dimaksud adalah model yang dapat mencerminkan perilaku data. P-value model Brand Equity Obat Masuk Angin Herbal Solo yang bernilai 0,99996 dan 0,95621 untuk model
10
Brand Equity Obat Masuk Angin Herbal Jogja telah dapat menjelaskan data secara lengkap, karena p-value merupakan probabilitas untuk memperoleh statistik uji setidaknya mendekati salah satu yang benar-benar diamati, dengan asumsi bahwa hipotesis nol benar. Semakin mendekati satu, maka P-value dianggap menunjukkan data yang komprehensif, begitu pula nilai RMSEA yang mendekati nol juga dianggap menunjukkan data yang komprehensif. Nilai hasil uji RMSEA (Root Means Square Error of Approximation) adalah nilai yang digunakan untuk mengukur penyimpangan nilai parameter pada suatu model. Model Brand Equity Obat Masuk Angin Herbal untuk Jogja dan Solo masing-masing memiliki nilai RMSEA 0,000. 4.
Peran Antar Variabel Structural Equation Model Peran antara variabel yang diinterpretasikan untuk menggambarkan keeratan hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya ditunjukkan oleh nilai-nilai muatan faktor pada hasil estimasi model. Tingkat keeratan hubungan antar variabel yang terdapat dalam model dapat dilihat pada hasil SEM dalam hasil estimasi berupa standardized solution pada gambar di bawah ini. Semakin besar nilai muatan faktor maka semakin kuat hubungan antar kedua variabel.
11
0.94 GR 0.97 1.01 1.06
AWARE 0.60 0.68
0.98 0.01
ZBESTBRA
0.99
BE
0.74
PERCEIVE
0.99 0.83
USAGE
BP
1.00 0.99 1.00 0.99
0.53 0.39 1.18 0.52
ZGREEN
0.11
ZTOM
0.05
ZTOMAD
-0.02
ZPQ
0.64
ZTRUSTAD
0.54
ZEVERUSE
-0.00
ZBUMO
0.02
ZBUMOBEF
0.01
ZFUTURE
0.03
ZSATIS
0.72
ZVALUE
0.85
ZLOYAL
-0.38
ZREKO
0.73
Chi-Square=32.56, df=70, P-value=0.99996, RMSEA=0.000
Sumber: Data peneliti Diagram lintas di atas merupakan sebuah diagram yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel. Pembangunan diagram tersebut dimaksudkan untuk menvisualisasikan keseluruhan alur peran antara variabel. Tanda anak panah (→) menunjukkan pengaruh antara konstrak laten endogen terhadap konstrak laten eksogen dan menunjukkan pengaruh konstrak laten eksogen terhadap variabel indikator. Koefisien jalur yang terdapat pada Gambar 4.1 adalah koefisien yang menunjukkan parameter pengaruh dari variabel endogen terhadap variabel eksogen dalam diagram lintas. Koefisien jalur disebut juga standardized solution. Standarized solution yang menghubungkan antara konstrak laten dan variabel indikatornya adalah muatan faktor. Berdasarkan Gambar 4.1, dapat diartikan bahwa dari lima variabel laten yang ada, variabel green product communication memiliki nilai muatan faktor terbesar yang berarti memiliki hubungan paling kuat terhadap Brand Equity.
12
Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang Brand Equity terhadap Kekuatan Obat Masuk Angin Herbal di Solo dan Jogja, dari hasil penelitian dan uraian serta pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa green product communication memiliki kontribusi yang positif dan signifikan terhadap Brand Equity, hal ini terlihat dari nilai muatan green product communication sebesar 1,06 dalam membangun Brand Equity terhadap Produk Obat Masuk Angin Herbal baik di kota Solo maupun Jogja. b) Kekuatan merek pada produk Obat Masuk Angin Herbal untuk kota Solo dan Jogja di Tahun 2013 memiliki kecenderungan dibangun oleh variabel green product
communication
jika
dibandingkan
dengan
Variabel
Utama
Pembangun Brand Equity yang lain seperti Brand Awareness, Brand Perceived Quality, Usage, dan Brand Performance. Untuk daerah Solo, Green Product Communication memiliki nilai muatan faktor sebesar 1,06. Brand Awareness sebesar 0,98. Brand Perceived Quality sebesar 0,74. Usage sebesar 0,99 dan Brand Performance sebesar. 0,83. Untuk daerah Jogja, Green Product Communication juga memiliki nilai muatan faktor sebesar 1,06. Brand Awareness sebesar 0,98. Brand Perceived Quality sebesar 0,78. Usage sebesar 1,00 dan Brand Performance sebesar 0,81.
Saran Berdasarkan hasil analisis dari data-data yang diolah oleh peneliti, maka peneliti mengemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembaca. Adapun saran-saran tersebut sebagai berikut: a) Dengan melihat hasil kesimpulan bahwa green product communication memiliki nilai muatan sebesar 1,06 dalam membangun Brand Equity Produk Obat Masuk Angin Herbal, yang berarti bahwa variabel green product communication memberikan kontribusi terbesar dalam membangun Brand 13
Equity jika dibandingkan dengan variabel yang lain, maka peneliti ingin memberikan saran bagi perusahaan produk Obat Masuk Angin Herbal untuk lebih meningkatkan aktivitas green product communication. b) Bagi pihak perusahaan dapat lebih mensosialisasikan produk ramah lingkungan kepada masyarakat luas dan terus menerus melakukan inovasi dan melakukan berbagai promo untuk meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap keberadaan dan manfaat produk ramah lingkungan. c) Untuk riset yang akan datang dapat membandingkan antara variabel-variabel lain yang dapat membangun kekuatan merek disesuaikan dengan tren perkembangan zaman. Daftar Pustaka Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity: Capitalizing On The Value of A Brand Name. Newyork: The Free Press. Biloslavo, R., & Trnavcevic, A. (2009). Web sites as tools of communication of a "green" company. Management Decision , 1158-1173. Chen, Y. S. (2010). The Drivers of Green Brand Equity: Green Brand Image, Green Satisfaction and Green Trust. Journal of Business Ethics , 307-319. Elham, R. (2011). Investigation of green marketing tools 'effect on consumers' purchase behavior. Emerald Group Publishing Limited, 73-83. Makower, J. (2006, November 3). Bright Green Marketing Challenge. Retrieved September 23, 2013, from http://www.tompaine.com/articles/2006/11/03/bright_green_marketing_challe nge.php Moreau, F. B., & Beatrice, P. (2011). Building brand equity with environmental communication: an empirical investigation in France. EuroMed Journal of Business , 100-116. Purnamasari, R. (2013, March 13). Penghijauan. Retrieved April 18, 2013, from Kompasiana: green.kompasiana.com/penghijauan/2013/03/13/go-green-notfor-sale-536487.html
14
Rana, S. (2013). Consumer Response to Green Advertising : Investigating the Moderating Impact of Product Involvement. International Journal of Management and Development Studies, 1-23. Susanto, A.B., & Wijanarko, H. (2004). Power Branding. Jakarta: Quantum Bisnis dan Manajemen Vermillion, L. J. (2010). Green Marketing: Making Sense Of The Situation. Proceedings of the Academy of Marketing Studies, Volume 15, Number 1 , 68. Visconti, K. M. (2010). University Of Miami Going Green Down Under : Environmental Communication And Green Product Marketing In The South Eastern Australian Wine Industry
15