ANALISIS MENGENAI PEMBERIAN FASILITAS KHUSUS DIBIDANG PERPAJAKAN DALAM KONTRAK KARYA ANTARA PT. FIC DENGAN PEMERINTAH INDONESIA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
ROBBY FERLIANSYAH 0505002247
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI REGULER KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI DEPOK JANUARI 2011 i Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah nyatakan dengan benar.
Nama
: FAJH ROBBY FERLIANSYAH
NPM
: 0505002247
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 12 JANUARI 2011
ii Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Fajh Robby Ferliansyah NPM : 0505002247 Program Studi : Kekhususan Hukum tentang ekonomi Judul Skripsi : Analisis Mengenai Pemberian Fasilitas Khusus Dibidang Perpajakan Dalam Kontrak Karya Antara PT. FIC Dengan Pemerintah Indonesia.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Kekhususan Hukum tentang Masyarakat dan Pembangunan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Prof. Dr. Rosa Agustina S.H.
(
)
Pembimbing
: Parulian P. Aritonang S.H, L.LM.
(
)
Penguji
: Dr. Freddy Harris S.H
(
)
Penguji
: Kurnia Toha S.H., Ph.D.
(
)
Penguji
: Teddy Anggoro S.H., M.H.
(
)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 12 Januari 2011
iii Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
KATA PENGANTAR
Sujud Syukur saya panjatkan ke kehadirat Allah SWT. karena atas berkat, rahmat, kekuatan, dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Analisis Kontrak Karya Pasal 12 dan Pasal 13 Dilihat Dari Sudut Pandang Hukum Penanaman Modal di Indonesia” telah berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulisan skripsi ini dibuat karena adanya pertentangan mengenai penafsiran Kontrak Karya tersebut antara PT. FIC dengan Instansi Pemerintah Indonesia. Melihat hal tersebut saya merasa hal ini penting untuk diangkat menjadi sebuah bahan tugas akhir saya sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Maka dari itu saya memutuskan untuk meniliti dan mencoba menafsirkan Pasal 12 dan Pasal 13 Kontrak Karya tersebut sesuai dengan bidang keilmuan yang saya geluti. Dalam menyusun penelitian ini saya telah dibantu dan didukung oleh berbagai pihak sehingga penelitian ini berada di tangan pembaca yang budiman. Saya ingin mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas seluruh dukungan dan budi baik yang tak terbalaskan, kepada:
1.
Prof. Dr. Rosa Agustina S.H. sebagai pembimbing Skripsi I dan abang
saya Parulian Aritonang S.H., L.LM., selaku Pembimbing Skripsi II atas perhatian dan kesabarannya dalam membimbing Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf yang sebesar-besarnya, Prof Rosa, dan Bang Parul apabila saya telah banyak merepotkan, dan ucapan terima kasih ini saya kira tidak akan cukup untuk membalas budi baik yang telah diberikan kepada saya.
2.
Abang Supardjo Sudjadi S.H., selaku Pembimbing Akademis penulis
selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
iv Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
3.
Keluarga Besar PK 4, tempat saya menambatkan idealisme untuk menulis
penelitian ini.
4.
Bang Andhika Danesjvara, selaku Manager Pendidikan FHUI yang telah
banyak membantu penulis dalam berkonsultasi mengenai permasalahanpermasalahn perkuliahan dari awal masuk kuliah hingga penulis lulus dari Fakultas Hukum ini.
5.
Keluarga tercinta, Daddy Jim, Mommy Tut, dan semua adik-adik saya
Sheera Maulidya, Afida N. Fajria, Mieska A. Farhana, Rafie Fahrurrazi, yang terus memberikan dorongan dan motivasi buat penulis untuk segera lulus dari Fakultas Hukum ini. Tanpa mereka saya tidak akan pernah sampai pada tahap ini, menyelesaikan studi kesarjanaan saya. Karena merekalah yang menanamkan nilainilai luar biasa yang menjadikan saya manusia yang sebenar-benarnya.
6.
Aristo Marisi Adiputra Pangaribuan S.H., teman baik, sahabat dan tempat
saya lari dari segala permasalahan dan dinamika kehidupan. Terima kasih atas segala bantuannya selama ini.
7.
Dionysius Damas Pradipta S.H., dan Wesky Putra Pratama S.H., tanpa
kalian hari-hari terakhir perkuliahan ini hambar rasanya, beruntung sekali saya kenal kalian dan dan beruntung sekali karena kalian diterima bekerja di LKHT jadi bisa bertemu setiap hari apabila penulis datang kampus FHUI. Terima kasih kawan, kebaikan kalian tidak akan ku lupakan seumur hidup. Semoga kalian bisa cepat-cepat menjadi dosen seperti doa-doa saya yang sering saya utarakan kepada kalian. AMIN!
8.
Teman-teman dekat di FHUI, khususnya angkatan 2005 yang telah
menjadi teman baik. Aldo Renathan S.H. (Aldwo), Fikri Fardhian S.H. (Kentang), Amalia S.H. (Amel), Akbar Bayu S.H. (Abay), Ditto Wicaksono S.H. (Blangkon), Surya Aji S.H. (Omen), Runi Anggia S.H. (Runi), Andries Yody Ravelino Maramis S.H. (Tonot), Adisti Mayora S.H. (Adist), Muhammad Jabal Altariq S.H.
v Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
(Jabal), Dimas Arya Noviaji S.H. (Cumi), Boogee Garystho S.H. (Boogee), Nurisdipta Nusaputra S.H. (Dipsit), Pramastuti Kusumaningtyas S.H. (Achie), Drajad Agung Priyohutomo S.H. (Pok2x), Alta Mahandara S.H. (Alta), Jati Maharddika Nur Iman S.H. Allysthia Renty S.H. (Tokil) , Wahyu Abdilah S.H. (Bang Wayaw), Bunga Fitri Wijayanti S.H. (Boti), Ratih Indriastuti S.H., Abdillah Tadjoedin S.H. (Bedil), Rizki Maulidani S.H. (Korob). Dan juga tidak ketinggalan Edwina Kharisma Mononutu, Teguh Arwiko S.H., Ardhi Hidayanto S.H. (Ucil), Daud Wahid S.H. (Daud), Lufti Ekaputra S.H., Soefiendra Soedarman S.H. (Bang Dada Bondan), dan Merdhika Firmansyah S.H.(Marbo), dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
9.
Sahabat-sahabat sepermainan 2004, Aimee Malik S.H.,
Muhammad
Ajisatria Sulaiman S.H., L.LM., yang telah membantu penulis membuat skripsi walaupun akhirnya ganti judul hehe. Anikha Soetoyo S.H. Jessica Jasmin S.H., Fridoun Astani Chee S.H., Hasnah Najla S.H., Aji Satrio Nugroho S.H., Nanda Aryani Mahardhika S.H., Naser Kemal S.H., Ninda Hippy S.H., LL.M., Winotia Ratna S.H., Ratna Ayu Sabrina Stamboel S.H., Muhammad Ikhsan S.H., Zhavira Loebis S.H. dan tidak ketinggalan sahabat-sahabat terkasih ku Imanuel Aleksander Frederik Rumondor S.H., Chirstian Frank Sinatra S.H, Mohammad Taufik Sjarifuddin Prajitno S.H., Imam Heykal S.H., Mahareksha Singh Dillon S.H., dan Ibnuaji S.H. yang selalu menemani dalam susah maupun senang. Terima kasih kawan, berkat dorongan moril dari kalian akhirnya aku dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Have fun and go rich guys!
10.
Sahabat-sahabat penulis diluar kampus, Angga Pratama Putra, Muhammad
Syarif Reza, Romeo Putra Moeljosoedjono, Oke Timbang Bachtiar, thanks ya cke, motornya sangat membantu sekaliii! Achmad Fikri Al-Habsyi, Muhammad Rizky Abubakar Benjamin, Andy Pane, Ahmad Muhammad Reza, Rizky Fahrurazzi, Githa Christina Morandani dan beberapa teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas supportnya kawan.
vi Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
11.
Seluruh staf dan pengurus Perpustakaan FHUI yang sangat membantu saya
dalam meminjam buku-buku dan bahan-bahan lainnya untuk menyusun skripsi ini.
12.
Pak Medi, Pak Selam, Pak Arif, Pak Slamet, Pak Wahyu dan semua orang
di Biro Pendidikan yang membantu dalam urusan administrastif, terima kasih banyak pak.
13.
Teman-teman yang berjualan dikantin maupun yang melayani, terimakasih
atas pertolongan kalian dalam keseharian saya di kampus, untuk diutangi maupun untuk dibecandai. Terutama bapak Bachruddin yang dengan ikhlas bersedia diganti namanya menjadi AJI dan akhirnya tenar dengan nama itu.
14.
Abang-abang senior yang selalu memberi saran kepada penulis dalam hal
melakukan kegiatan perkuliahan. Pan Muhammad Faiz, Teddy Anggoro, Irfano Adonis, Anjar Setyo Adiputro, Apat Pontjowinoto, Bramantyo Gembong, Seto Wardhana, Indra Prawira dan tidak lupa abang-abang tempat penulis mencurahkan isi hati dan kemampuan dalam bermain kartu, Rusman Adi, Panji Ibnu Herlambang, Jou Samuel Hutajulu beserta kekasihnya Yunita Lingkan Aguw, Martino Tando, Victor Kamang, I Gede Sura Diputra, Agnes Tesha, Jonathan Tampubolon dan beberapa kawan lagi yang saya lupa nama-namanya.
15.
Teman-teman junior yang selalu memberikan motivasi, Alvin Ambardy,
Shahrina Tiara, Gabriella Ticoalu, Lavie Damareksya, Shinta Nurfauziah Husni, Aldiano Fajra Dityo, Angela Elvina, Annisa Ulfah, Bintang Taufik Hidayanto, Dipta Prabhaswara, Muhammad Zidny, Naufal Fileindi, Vandy Haroen, Deta Marshavidia Pohan, Lanang Tjokrokusumo, Andreas Aghyp, Fathiannisa Gelasia, Gilang Santosa, Rama Suyodono, Yosef Broztito, Amir Hamzah, Ucu Saepurridwan, Sururudin, Aya Sofia, Tondi Nikita Lubis, dan Puri Paskatya Yap yang selalu memberi semangat untuk datang ke kampus.
vii Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
16.
Seluruh Sahabat-sahabat Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas
Hukum Universitas Indonesia. Tetap kritis kawan!
17.
Teman-teman Organisasi Pemuda Indonesia Progresif
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf apabila ada kata-kata dan tindakan yang kurang berkenan. Penulisan ini tentunya tidak terlepas dari segala kekurangan baik dari segi teknis maupun materi penulisan. Semoga bermanfaat bagi seluruh pihak yang membacanya.
Depok, Januari 2011
Penulis
viii Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Fajh Robby Ferliansyah
NPM
: 0505002247
Program Kekhususan : Hukum tentang Ekonomi Fakultas
: Hukum
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : ANALISIS MENGENAI PEMBERIAN FASILITAS KHUSUS DIBIDANG PERPAJAKAN DALAM KONTRAK KARYA ANTARA PT. FIC DENGAN PEMERINTAH INDONESIA Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 12 Januari 2011
Yang menyatakan
(Fajh Robby Ferliansyah)
ix Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERYATAAN ORISINALITAS ......................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... ix ABSTRAK ..............................................................................................................x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1 1.1. Latar Belakang .................................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah… .....................................................................................3 1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................3 1.4. Manfaat Penelitian…………............................................................................4 1.5. Metode Penelitian ........................................................................................... 4 1.5.1. Bahan Penelitian...........................................................................................5 1.5.2. Alat Pengumpulan Data………………...………………………………….6 1.5.3. Jalannya Penelitian……………………………...……………....….......….6 1.5.4. Analisis Data.................................................................................................7 1.6. Sistematika Penulisan ......................................................................................7 2
KONTRAK KARYA DITINJAU DARI SUDUT PANDANG HUKUM PERJANJIAN .................................................................................8
2.1. Perjanjian Secara Umum………………………………………...................... 8 2.1.1. Asas-asas Dalam Perjanjian........................................................................12 2.1.2. Para Pihak Dalam Perjanjian………………………………………… ..…15 2.1.3 Keberlakuan Perjanjian Terhadap Para Pihak…………………………….16 2.2. Kontrak Karya Sebagai Perjanjian……….. ...................................................17 2.2.1. Sejarah Kontrak Karya.................................................................................17 2.2.2. Pengertian Kontrak Karya............................................................................26 2.2.3. Kewajiban Para Pihak Dalam Pelaksanaan Kontrak Karya.........................29 2.2.4. Ciri-ciri Kontrak Karya Pertambangan........................................................33
x Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
3
KONTRAK KARYA ANTARA PT. FIC DENGAN PEMERINTAH INDONESIA DITINJAU DARI SUDUT PANDANG HUKUM PENANAMAN MODAL ............................... ........37
3.1. Pengaturan Penanaman Modal Asing Dibidang Pertambangan ................... 37 3.1.1. Penanaman Modal Asing Dibidang Pertambangan...................................37 3.1.2. Perbedaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967................................................... 44 3.2. Kontrak Karya PT. FIC dengan Pemerintah Indonesia..................................... 47 3.2.1 Sejarah Kontrak Karya PT. FIC ..................................................................... 47 3.2.2. Fasilitas-fasilitas Khusus PT. FIC.................................................................. 50 4 ANALISIS KONTRAK KARYA ANTARA PT. FIC DENGAN PEMERINTAH INDONESIA.............................................................................52 4.1
Analisis
Kontrak
Karya
PT.
FIC
Pasal
12
dan
Pasal
13......................................52 4.2 Pemberian Fasilitas Khusus kepada PT. FIC Ditinjau Dari Sudut Pandang Penanaman Modal.............................................................................61 4.3. Kewenangan Penafsiran Kontrak Karya ........................................................65 5 PENUTUP ..........................................................................................................71 5.1. Kesimpulan .....................................................................................................71 5.2. Saran................................................................................................................73 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................75
xi Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Fajh Robby Ferliansyah : Ilmu Hukum : Analisis Mengenai Pemberian Fasilitas Khusus Dibidang Perpajakan Dalam Kontrak Karya Antara PT. FIC Dengan Pemerintah Indonesia.
Skripsi ini membahas tentang Kontrak Karya PT. FIC Pasal 12 dan Pasal 13 yang mana didalamnya terdapat ketentuan tentang pemberian fasilitas khusus kepada PT.X untuk tidak membayar pajak selama kurun waktu yang ditentukan oleh Pasal tersebut. dalam skripsi ini menceritakan sejarah perjalanan PT. FIC melakukan kegiatan pertambangan di Indonesia dan alasan mengapa Pemerintah Indonesia memberikan fasilitas khusus tersebut dan Instansi Pemerintah yang mana yang dapat menafsirkan ketentuan demi ketentuan yang ada dalam Kontrak Karya tersebut. Kata kunci: Kontrak Karya, fasilitas khusus, penafsiran Kontrak Karya
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
ABSTRACT Name Study Program Title
: Fajh Robby Ferliansyah : Law : Analysis of the Special Facility In the Field of Taxation In the Contract of Work Between PT. FIC With the Indonesian Government
This thesis discuss about the Contract of Work of PT. FIC Article 12 and Article 13 in which there is provision on the granting of special facilities to PT.X to not pay taxes during the period specified by that article. in this paper tells history of the journey of PT. FIC conduct mining activities in Indonesia and the reasons why Indonesian Government provides special facilities and which government institutions who can interpret the existing provisions in the Contract of Work. Keywords: Contract of Work, special facilities, interpretation of the Contract of Work
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang PT. FIC adalah anak perusahaan PT. FP-McMoran Copper & Gold Inc.
(FCX) yang merupakan perusahaan tambang internasional utama dengan kantor pusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. FCX mengelola beragam aset besar berusia panjang yang tersebar secara geografis di atas empat benua, dengan cadangan signifikan terbukti dan terkira dari tembaga, emas dan molybdenum. Mulai dari pegunungan khatulistiwa di Papua, Indonesia, hingga gurun-gurun di Barat Daya Amerika Serikat, gunung api megah di Peru, daerah tradisional penghasil tembaga di Chile dan juga di Republik Demokrasi Kongo.1 PT. FIC merupakan tambang penghasil tembaga dan emas terbesar di dunia. PT. FIC masuk ke Indonesia pertama kali tahun 1960 lewat ekspedisi yang di pimpin oleh Forbes Wilson dan Del Flint ke gunung Cartenz dan menemukan daerah yang dinamakan Ertsberg. Pada tahun 1961 dicanangkannya rencana pembangunan tambang didaerah tersebut hingga pada tahun 1963 ketika Belanda menyerah
kepada
Republik
Indonesia,
rencana
pembangunan
tersebut
ditangguhkan, karena kebijakan anti investasi swasta dari rezim Soekarno saat itu.2 Setelah Soekarno menyerahkan tahta kekuasaan kepresidenan kepada Soeharto, pada tahun 1966 konsep Kontrak Karya untuk pembuatan tambang di Ertsberg pun dibuat. Ditahun yang sama, sekelompok orang dari PT. FIC diundang ke Jakarta untuk melakukan diskusi awal. Pada tahun 1967 ditandatangani lah Kontrak Karya PT. FIC untuk menggarap tembaga di Irian dan wilayah kerjanya kurang lebih seluas 10 Km persegi. 3Periode kontrak tersebut 30 tahun dan dimulai setelah proyeknya dinyatakan beroperasi. Kontrak Karya tersebut dilaksanakan 6 tahun setelah ditandatangani atau pada tahun 1973.
1
Diambil dari website PT. Freeport Indonesia (www.ptfi.com) Soehoed, A.R. Sejarah pengembangan pertambangan PT. Freeport Indonesia di Provinsi Papuam cet. 1, (Jakarta : Aksara Karunia, 2005.) hal. 8 3 Ibid., A.R. Soehoed, Hal 23 2
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Kontrak Karya tersebut ditandatangani oleh Menteri Pertambangan dan Energi Prof. M. Sadli dan sekaligus mengumumkan pemberian konsesi kepada PT. FR-McMoran di kawasan Irian tersebut dengan alasan bahwa FCX merupakan satu-satunya perusahaan yang lebih dahulu meminta konsesi di kawasan itu. Tiga puluh tahun setelah itu, perjanjian ini diperpanjang atau biasa disebut perjanjian KK II (Kontrak Kerja Dua) yang ditandatangani oleh Ginanjar Kartasasmita PT. FR-McMoRan Copper & Gold Inc. merupakan perusahaan publik di bidang tembaga yang terbesar di dunia, penghasil utama di dunia dari molybdenum – logam yang digunakan pada campuran logam baja berkekuatan tinggi, produk kimia, dan produksi pelumas – serta produsen besar emas. Di Papua, kegiatan bisnis perusahaan ini mencapai rekor terbesarnya. Selama 42 tahun mengeruk hasil bumi Indonesia, PT. FIC telah meraih keuntungan yang sangat besar dibanding perusahaan-perusahaan tambang lainnya di Indonesia. Pada Maret 1973, PT. FIC memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988, PT. FIC mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung saat ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724, 7 juta ton emas telah mereka keruk, padahal mereka baru mengakui kalau mereka juga menambang emas pada tahun 1995 Pada bulan Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman 800m. Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada 2041. Aktivitas PT. FIC yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal. 4 PT. FIC mengelola tambang terbesar di dunia di berbagai negara, salah satunya di Irian Jaya, Indonesia. Disana terdapat jutaan ton tembaga dan ribuan ton emas yang juga merupakan 50% cadangan emas negara yang menurut
4
Batubara, Marwan, Menggugat Pengelolaan Negara Berdaulat, Cet. 1, (Jakarta: KPK-N 2009) hal 24
Sumber Daya
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Alam,
Menuju
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 335 adalah seratus persen milik bangsa Indonesia. Akan tetapi kenyataanya, walaupun pemerintah Indonesia memiliki saham yang dominan di PT. FIC, tidak merubah keadaan bahwa keuntungan asing jauh lebih besar daripada pendapatan kas negara sendiri. Walaupun faktanya adalah PT. FIC merupakan penyumbang pajak terbesar negara, tapi permasalahan pajak masih saja terjadi. Hal tersebut terjadi karena Kontrak Karya yang dibuat pada era pemerintahan Orde Baru Soeharto tahun 1991 yang ditandatangani oleh Menteri Pertambangan dan Energi yang saat itu dijabat oleh Ir. Ginandjar Kartasasmita, tidak pernah dirubah seiring dengan perkembangan zaman. Reformasi telah membawa undang-undang kita di amandemen sampai empat kali, peraturan-peraturan lain mengikuti perubahan undang-undang Dasar 1945 tersebut, Kontrak Karya PT. FIC ini tidak mengalami perubahan Permasalahan demi permasalahan kini kerap muncul pada pelaksanaan Kontrak Karya tersebut. Salah satunya adalah pemberian fasilitas khusus kepada PT. FIC tentang pembebasan pajak bea masuk barang selama 18 tahun yang ternyata sekarang melanggar ketentuan perundang-undangan. Kontrak Karya tersebut dibuat sesuai dengan keadaan tahun 1991, sekarang keadaannya sudah berbeda seharusnya Kontrak Karya tersebut dapat mengikuti dinamika perundangundangan yang ada di Indonesia 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan dalam latar belakang diatas,
maka terdapat beberapa permasalahan yang hendak diangkat, yaitu: 1. Apakah maksud dari pemberian fasilitas khusus di bidang perpajakan ditinjau dari perspektif penanaman modal? 2. Instansi manakah yang berwenang untuk menafsirkan dan mewakili Pemerintah Indonesia dalam Kontrak Karya yang terkait dalam Pasal 12
5
Pasal 33 UUD 1945 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
yang mengatur tentang fasilitas khusus dan Pasal 13 tentang pajak secara umum? 2.1
Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Menerangkan mengenai maksud dari pemberian fasilitas khusus ditinjau dari persfektif penanaman modal. 2. Mengkaji instasi manakah yang berwenenang untuk menafsirkan dan mewakili Pemerintah Indonesia dalam penerapan Kontrak Karya tersebut.
2.2 Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum. b. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan semakin memperluas wawasan pemikiran mengenai masalah kontrak karya PT. FIC ini. 1.5 Metode Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dimana penelitian ini dilakukan terhadap bahanbahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Kegunaan metode penelitian hukum normatif adalah untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah tertentu.6 Pendekatan normatif meliputi asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi (penyesuaian hukum), dengan maksud bahwa penelitian ini diharapkan mampu menjawab secara rinci dan sistematis mengenai maksud dan tujuan pemerintah dalam hal memberikan fasilitas khusus kepada investor asing di Indonesia dan dapat memberikan keterangan mengenai siapa-siapa yang berhak menafsirkan ketentuan yang termuat dalam kontrak karya itu. Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini maka penelitian ini akan meneliti bahan-bahan yang berasal dari surat-surat resmi perusahaan dan legal
6
C.F.G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal.140.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
opinion dari berbagai ahli hukum terkait permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Berkaitan dengan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah metode penelitian kepustakaan. Sehubungan dengan hal tersebut maka ruang lingkup penelitian ini terbagi atas: a. Menurut bidangnya, maka penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian hukum. b. Menurut sifatnya, maka penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.7 c. Menurut bentuknya, maka penelitian ini merupakan penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis.8 d. Menurut tujuannya, merupakan penelitian problem solution yang bertujuan memberikan jalan keluar atau saran pemecahan masalah.9 e. Menurut penerapannya, maka penelitian ini merupakan penelitian berfokus masalah, dimana masalah yang diteliti dilihat kaitannya antara teori dan praktek.10 f. Menurut ilmu yang dipergunakan, maka penelitian ini merupakan penelitian monodisipliner, yang didasarkan pada satu jenis ilmu pengetahuan, dengan menerapkan metodologi yang lazim dilaksanakan oleh ilmu yang bersangkutan.11 1.5.1
Bahan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder, yaitu data-data
yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang tersedia dalam bentuk buku-buku/dokumentasi yang biasa disediakan di perpustakaan/milik pribadi
7
Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universtas Indonesia, 2005), hal.4. 8 Ibid., hal.9. 9 Ibid., hal.5. 10 Ibid. 11 Ibid.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
peneliti.12 Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain mencakup Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini digunakan peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, perjanjian internasional, dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.13 a. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer, antara lain: teori atau pendapat para sarjana, hasil karya dari kalangan hukum, penelusuran internet, artikel ilmiah, jurnal, majalah, surat kabar, makalah, dan sebagainya.14 b. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedi, kamus, dan lain-lain.15 1.5.1
Alat Pengumpulan Data Dalam penelitian ini alat pengumpulan data uang dipergunakan oleh
peneliti yaitu melalui studi pustaka (studi dokumen), yaitu suatu pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan suatu analisis terhadap suatu obyek penelitian.16 Melalui instrumen ini data dapat diperoleh dari: a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia; b. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia; c. Buku-buku dan bahan-bahan perkuliahan yang penulis miliki yang ada urgensinya dengan penelitian ini. 1.5.3
Jalannya Penelitian
a. Tahap Persiapan Tahap ini dimulai dengan melakukan pengumpulan bahan-bahan kepustakaan.
12
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal.65. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, hal.52. 14
Ibid.
15
Ibid. Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: INDHIL-CO, 1990), hal.22. 16
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
b. Tahap Pelaksanaan Dalam tahap ini peneliti melakukan Pengkajian bahan-bahan sekunder. c. Tahap Penyelesaian Penulis menganalisa data penelitian kemudian dilanjutkan dengan penyusunan dokumen awal serta konsultasi, setelah itu dilakukan penyusunan laporan akhir. 1.5.4 Analisis Data Setelah data selesai dikumpulkan, maka untuk dapat disajikan dan diuraikan/dibahas, sehingga menjadi suatu laporan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian yang baik dan sempurna, maka semua data yang terkumpul harus diolah. Metode pendekatan analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, dimana hasil analisis tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.17 Data yang disajikan adalah dalam bentuk kalimat, tidak dalam bentuk data statistik, menggambarkan apa yang ditemukan dari bahan dan data yang diteliti yang benarbenar terarah pada masalah yang ingin diketahui dan dijelaskan.18 Uraian yang dilakukan peneliti terhadap data yang terkumpul dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, para pakar, termasuk yurisprudensi yang ada. 1.6 Sistimatika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang berkaitan satu sama lain. Bab Pertama mengenai Pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab Kedua mengenai tinjauan pustaka yaitu menguraikan mengenai kontrak karya ditinjau dari hukum perjanjian, sedangkan Bab Ketiga mengenai kontrak karya antara PT. FIC dengan Pemerintah Indonesia ditinjau dari hukum penanaman modal. Bab Keempat mengenai pembahasan yaitu mengenai analisa terhadap kontrak karya pasal 12 dan pasal 13. menjelaskan tentang maksud dan tujuan pemberian fasilitas khusus tersebut dan instansi mana yang berwenang mewakili
17
Strauss and Corbin, Basic of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Technique, (Newbury Park: Sage Publication, 1990). 18
Burhan Ashopa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal.137.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Pemerintah. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
BAB 3 Kontrak Karya Antara PT. FIC Dengan Pemerintah Indonesia Ditinjau Dari Sudut Pandang Hukum Penanaman Modal
III.1
Pengaturan Penanaman Modal Asing Di Bidang Pertambangan Penanaman modal asing ialah investasi yang dilakukan oleh perusahaan
atau perorangan asing (bukan warga Negara Indonesia) secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.1 Sedangkan yang dimaksud dengan modal asing oleh Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang penanaman modal asing di Indonesia adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan dari milik orang asing dan bahanbahan, yang dimasukan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia dan bagian dari hasil perusahaan
yang
berdasarkan
Undang-undang
penanaman
modal
asing
diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusaan di Indonesia juga di sebut dengan modal asing. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Penanaman Modal yang baru yaitu Undang-undang No. 25 Tahun 2007. Undang-undang tersebut sudah tidak membedakan investor asing dan investor dalam negeri, keduanya diatur dalam satu Undang-undang. Namun karena Kontrak Karya ini dibuat sebelum tahun 2007, maka acuan pembuatan Kontrak Karya ini adalah Undang-undang Penanaman Modal Asing tahun 1967. Begitu pula pengaturan tentang pertambangan, walaupun saat ini telah ada Undang-undang No.4 Tahun 2009, namun karena waktu pembuatan Kontrak Karya ini Undang-undang tersebut
1
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
belum lahir, maka yang digunakan tetap mengacu pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967. III.1.1 Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Peluang bagi para penanam modal asing di sektor pertambangan mempunyai dasar hukum sebagai, tersebut dalam Pasal 8 Ayat (1) Undangundang Nomor 1 Tahun 1967 tentang "Penanaman Modal Asing" (LN Tahun 1967 Nomor 1, TLN Nomor 2618) dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan" (LN Tahun 1967 Nomor 2, TLN Nomor 2831). Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 menetapkan: “Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerjasama dengan pemerintah atas dasar Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.” Lebih lanjut Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan menetapkan bahwa: “Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri olen Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.” Atas dasar ketentuan perundangan tersebut, hingga saat ini bentuk kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan para penanam modal di bidang pertambangan umum diwujudkan dalam bentuk hubungan kerja antara Pemilik dengan Kontraktor. Hubungan kerja atau kontrak tersebut dapat dilakukan antara perusahaan kontraktor dengan Badan Usana Milik Negara (BUMN) pemegang Kuasa Pertambangan (KP) dalam bentuk perjanjian kerjasama. Misalnya pola kerjasama yang dilaksanakan antara PT Tambang Batubara Bukit Asam selaku pemegang
KP
dengan
kontraktor
dalam
bentuk
Perjanjian
Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Pola kerjasama ini dilakukan dengan berdasar pada Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang “Ketentuan Pokok Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara Antara Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT Tambang
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Batubara Bukit Asam dan Perusahaan Kontraktor”.2 Hubungan kerja atau kontrak juga dapat dilaksanakan langsung antara Pemerintah dengan perusahaan kontraktor dalam bentuk Kontrak Karya (KK) yang akan menjadi obyek penelitian ini. Ada beberapa kalangan yang berpendapat bahwa kontrak-kontrak penanaman modal asing yang dibuat langsung dengan Pemerintah dalam bentuk Kontrak Karya tidak sesuai dengan Undang-undang Pokok Pertambangan. Kontradiksi yang ditunjukan adalah ketentuan tersebut pada pasal 8 Ayat (1) Undang-undang Penanaman Modal Asing dihadapkan pada ketentuan tersebut pada pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Pokok Pertambangan. Menurut pendapat ini, bila berpegang kepada ketentuan Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Pokok Pertambangan, maka semestinya hubungan kerjasama tersebut dilakukan investor asing dengan Instansi Pemerintah (IP) dan atau BUMN bersangkutan selaku pemegang KP, bukan dengan Pemerintah. Menurut pendapat ini juga, bahwa badan usaha investor asing tidak termasuk dalam perusahaan-perusahaan yang diperkenankan untuk melaksanakan usaha pertambangan menurut Pasal 9 Undang-undang Pokok Pertambangan.3 Lebih lanjut, bahwa Kontrak Karya juga bertentangan dengan Pasal 15 Undang-undang Pokok Pertambangan yang menetapkan bahwa usaha pertambangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau
perseorangan
nasional
apabila
kepadanya
telah
diberikan
Kuasa
Pertambangan (KP).
2 Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1993 tersebut telah dicabut olah Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tanggal 25 September 1996 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara”. Berdasarkan Keputusan Presiden ini, perjanjian untuk melaksanakan pengusahaan pertambangan bahan galian batubara dilaksanakan secara langsung oleh kontraktor Swasta dengan Pemerintah. Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang telah ditandatangani sebelum Keputusan Presiden ini (yaitu yang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1993) tetap berlaku Sesuai jangka waktu dalam perjanjian bersangkutan. Namun, segala hak dan kewajiban Perusahaan Perseroan (PERSERO) Tambang Batubara Bukit Asam beralih kepada Pemerintah terhitung mulai tanggal saat berlakunya Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tersebut. 3 Berdasarkan Pasal 9 Ayat (1) Undang~undang Nomor 11 Tahun 1967, usaha pertambangan bahan galian strategis dilaksanakan oleh : - Negara atau Daerah - Badan atau Perseroan Swasta Nasional. Adapun untuk usaha pertambangan untuk bahan galian vital dilaksanakan oleh:(l) Instansi Pemerintah, (2) Perusahaan Negara, (3) Perusahaan Daerah, (4) Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan disatu pihak dengan Daerah Tingkat I atau Tingkat II atau Perusahaan Daerah dipihak lain, (5) Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Perusahaan Negara dan atau Daerah/Perusahaan Daerah di satu pihak dengan Badan/Perusahaan Swasta Nasional dipihak lain.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Untuk menanggapi pendapat tersebut di atas pertama-tama perlu dipahami perbedaan hubungan kontraktual yang diatur oleh kedua undang-undang tersebut. Hubungan kontraktual berdasarkan Undang-undang Pokok Pertambangan pada prinsipnya harus diartikan bahwa apabila pihak ketiga (investor asing) mengadakan Perjanjian Karya dengan Instansi Pemerintah atau BUMN, maka hal ini hanya dapat meliputi segi-segi teknis operasional pertambangan. Tanggung jawab pengusahaan pertambangan tetap berada pada Instansi Pemerintah dan atau BUMN bersangkutan sebagai pemegang KP. Untuk selebihnya, khususnya mengenai masalah finansial ekonomis, misalnya perpajakan, pungutan-pungutan atas import, akspor dan sebagainya, kontraktor harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan perkataan lain contractorship tersebut tidak kebal terhadap perubahan-perubahan melainkan harus secara terus-menerus disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku, terutamanya di bidang finansial ekonomis tersebut. Sebaliknya hubungan kontraktual atas dasar Undang-undang PMA, persyaratan-persyaratan khusus mengenai perpajakan, pungutan-pungutan dan sebagainya, yang dimaksudkan sebagai kelonggaran-kelonggaran perpajakan (insentif) bagi perusahaan asing berdasarkan Undang-undang PMA, dapat dirundingkan dengan Pemerintah. Kelonggaran-kelonggaran itu hanya dapat diberikan oleh Pemerintah, bukan oleh Instansi Pemerintah atau BUMN, sehingga Undang-undang PMA menetapkan agar Kontrak Karya dalam rangka PMA, diadakan dengan Pemerintah. Dalam hubungan ini. berbeda dengan hubungan kontraktual berdasarkan Undang-undang Pertambangan, berdasarkan Undangundang PMA lebih memberikan kepastian hukum bagi investor asing, oleh karena segala persyaratan dan kondisi yang ditetapkan di dalam kontrak akan tetap dihormati dan kebal terhadap perubahan-perubahan peraturan perundangan yang terjadi selama masa kontrak tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa kedua Undangundang tersebut tidak saling bertentangan, bahkan Undang-undang PMA mengacu kepada Undang-undang Pokok Pertambangan, sepanjang mengenai pengadaan kontrak dan sepanjang KK itu diadakan dengan pihak asing. Hal ini ditunjukkan oleh ketentuan tersebut pada Pasal 8 Ayat (1) Undang-undang PMA dikaitkan
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
dengan ketentuan tersebut pada Pasal 10 Ayat (3) Undang-undang Pokok Pertambangan yaitu mengenai persyaratan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) apabila usaha pertambangan itu menyangkut eksploitasi golongan A dan sepanjang mengenai bahan-bahan galian tersebut pada Pasal 13 Undang-undang Pokok Pertambangan dan/atau yang Perjanjian Karyanya berbentuk penanaman modal asing.4 Dengan perkataan lain, Undang-undang PMA cq. Pasal 8 adalah suatu pengaturan khusus (lex specialis) dari ketentuan Pasal 10 Undang-undang Pokok Pertambangan. Dengan demikian menjadi jelas kepada kita, bahwa pengusahaan pertambangan atas dasar KP pada dasarnya hanya boleh dilakukan oleh badanbadan hukum, perusahaan atau perorangan nasional berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Pokok Pertambangan. Investor asing memang bukan termasuk badan usaha yang dibenarkan untuk memiliki KP dan dengan demikian tidak dibenarkan melakukan usaha pertambangan atas dasar KP, kecuali ia bekerjasama dengan IP atau BUMN pemilik KP berdasarkan ketentuan Pasal 16 Ayat (1) Undang-undang Pokok Pertambangan, atau mengadakan kontrak kerjasama langsung dengan pemerintah dalam bentuk Kontrak Karya berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-undang Penanaman Modal Asing. Dalam hal pertama, pemegang KP itulah yang melakukan dan bertanggung jawab atas usaha pertambangan berdasarkan mana KP telah diberikan. Peran investor asing di sini hanyalah sebagai mitra yang wewenang dan tanggung jawabnya dibatasi pada sagi-segi teknis operasional saja. Dalam hal kedua, peran investor asing tersebut adalah selaku kontraktor pemerintah yang diberikan kewenangan penuh baik dari segi finansial maupun teknis operasional untuk melaksanakan usaha pertambangan. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri, bahwa adanya dua macam pengaturan mengenai pengusahaan pertambangan ini akan menimbulkan Salah pengartian di dalam praktek seperti yang terjadi sekarang ini. Untuk menghindarkan salah pengertian yang berkelanjutan, ada baiknya apabila pengaturan mengenai pengusahaan pertambangan baik dalam rangka penanaman
4
Pasal 13 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 menetapkan, bahwa dengan Undang-undang ditentukan bahan-bahan galian yang harus diusahakan semata-mata oleh Negara dan Cara melaksanakan usaha tersebut.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
modal dalam negeri maupun asing tidak dipisahkan. Di samping itu, perbedaan perlakuan antara modal dalam negeri dengan modal asing di dalam rangka persaingan bebas AFTA 2003 dan APEC 2020 akan dipandang melanggar kesepakatan mengenai TRIMs/GATT. Sejalan dangan ini pula, saat ini Badan Koordinasi Penanaman Modal sedang mempersiapkan suatu Rancangan Undangundang menganai Penanaman Modal untuk menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang "Penanaman Modal Asing" (LN Tahun 1967 Nomor 1, TLN Nomor 2818) dan Undang-undang Nomor 6 Tanun 1968 tentang "Penanaman Modal Dalam Nageri" (LN Tanun 1968 Nomor 33, TLN Nomor 2853). Dari uraian yang dipaparkan di atas menjadi jelas kepada kita, bahwa Hukum Pertambangan yang meliputi juga pengaturan mengenai Kontrak Karya Pertambangan dapat digolongkan ke dalam Hukum Administrasi Negara. Prayudi Atmosudirdjo mendefinisikan Hukum Administrasi Negara tersebut sebagai Hukum mengenai Administrasi Negara, dan Hukum hasil ciptaan Administrasi Negara.5 Hukum Pertambangan dalam arti sedemikian itu mencakup pengaturan tugas dan kewajiban Pemerintah dalam melaksanakan kekuasaan pemerintahan untuk mengusahakan pemanfaatan bahan galian bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini dituangkan di dalam suatu Kebijakan Mineral Nasional sesuai penggarisan GBHN dan penjabarannya lebih lanjut dalam REPELITA, yaitu: 1.
Meningkatkan inventarisasi data dan informasi kekayaan bahan galian;
2.
Meningkatkan pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri;
3.
Meningkatkan penghasilan devisa dan penerimaan negara;
4.
Memberikan dukungan bagi pembangunan regional/daerah;
5.
Meningkatkan partisipasi nasional dana perluasan kesempatan kerja;
6.
Melaksanakan konservasi dan perlindungan lingkungan hidup. Ditinjau dari sifat dan hakekat kegiatan usahanya, Hukum Pertambangan
tersebut dapat dikatakan merupakan pengaturan atas berbagai aspek sebagai cerminan ciri-ciri usaha di bidang pertambangan yang padat modal, padat
5
Prof. Dr. Mr.Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta. Ghalia Indonesia, cet. keempat, 1981, hlm.12.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
teknologi, dan sarat resiko, sehingga memerlukan metode penelitian dan penyajian yang bersifat interdisipliner dan trans-nasional. Interdisipliner artinya mempunyai keterkaitan dengan cabang-cabang ilmu lainnya, baik hukum maupun non-hukum. Bersifat trans-nasional karena pendekatannya tidak semata-mata ditinjau dan dibentuk secara intern-nasional, tapi juga dengan memperhatikan kejadiankejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar negeri atau secara internasional. Ditinjau dari sistem ekonomi yang dianut dapat dikatakan bahwa Hukum Pertambangan menganut suatu sistem ekonomi sebagaimana digambarkan olen Firedmann sebagai “mixed economy”, yaitu suatu sistem ekonomi yang memberikan kebebasan kepada individu dan swasta untuk berperan di bidang perekonomian di luar bidang-bidang yang hanya boleh dikuasai dan dikelola oleh negara, terutama yang menyangkut hajat nidup orang banyak dan atau hal-hal yang bersifat “komoditi strategis”.6 Hal ini terlihat dari para pihak yang dibolehkan untuk melakukan kegiatan pengusahaan pertambangan. Sebagaimana telah kita ketahui, sesuai Pasal 14 dan 15 Undang-undang Pokok Pertambangan jo Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969, pengusahaan pertambangan tersebut dilakukan melalui pemberian Kuasa Pertambangan (KP) tidak saja kepada Instansi-instansi Pemerintah yang ditunjuk atau perusahaan negara, tetapi juga kepada pihak-pihak lain seperti koperasi, badan atau perorangan swasta nasional. Bahkan berdasarkan Pasal 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, pengusahaan pertambangan juga dapat dilakukan dalam rangka penanaman modal asing melalui kontrak langsung dengan Pemerintah dalam bentuk Kontrak Karya. Sistem ini dapat pula dikatakan sebagai sistem campuran dari sistem kapitalis atau sistem yang didasarkan pada modal dengan mementingkan kepentingan pemodal dan sistem sosialis atau sistim yang didasarkan kepada kepentingan masyarakat banyak. Sistem kapitalis adalah Sebagaimana diketahui, di Negara-negara liberal yang menganut sistem kapitalis, individu dan swasta diberikan kebebasan seluasluasnya untuk bergerak dalam kehidupan ekonomi tanpa campur tangan negara.
6
Firedmann, W., Law in Changing Society, edisi kedua, New York, Columbia University Press, 1972, hlm.338.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Sebaliknya pada sistem sosialis, negara campur tangan pada hampir semua kegiatan perekonomian dan diatur secara sentral.7 Meskipun negara memberikan kebebasan kepada para individu dan swasta untuk berusaha di luar bidang-bidang yang hanya boleh dilakukan oleh negara, minat para penanam modal terhadap usaha pertambangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Yang turut mempengaruhi antara lain, faktor kebijakan pemerintah dalam memberikan perangsang investasi, keadaan pasar logam dan mineral serta perkembangan ekonomi dan moneter berbagai negara yang terkait. Oleh karena itu tidak mengherankan, apabila standar dan isi KK misalnya, dalam perkembanganya selama lebih kurang 25 tahun sejak diperkenalkannya telah mengalami berbagai perubahan dan yang kemudian telah melahirkan 7 generasi KK sampai saat ini.
III.1.2 Perbedaan UU No. 4 tahun 2009 dengan UU No. 11 tahun 1967 Kontrak Karya antara PT. FIC dan Pemerintah Indonesia dibuat pada tahun 1991 yang mana pada saat itu masih menggunakan Undang-undang No. 11 Tahun 1967 sebagai acuan pembuatan Kontrak Karya tersebut. Pada tahun 2009 lalu, Pemerintah menerbitkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk menggantikan UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Walaupun sebenarnya dalam menganalisa Kontrak Karya ini tidak diperlukan lagi melihat Undang-undang yang baru, tapi penulis rasa perlunya mengetahui perbedaan dari Undang-undang tersebut agar dapat menjadi pertimbangan untuk mengkaji Kontrak Karya tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain dalam hal: 1.
Dasar hukum dan bentuk perizinan usaha pertambangan;
2.
Desentralisasi wewenang pengurusan dan pengelolaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah;
3.
Penggolongan (pengelompokan) usaha pertambangan; dan
7
United Nations, Organization and Administratjon of Public Enterprises, Selected Pagers, New York, 1968, hlm.2.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
4.
Pemberian perlakuan yang sama bagi PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).
Selain hal tersebut, UU No. 4 tahun 2009 cukup mengatur hal-hal yang berkenaan dengan lingkungan hidup, pengembangan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain, yang belum atau tidak diatur dalam UU No. 11 tahun 1967. Adapun pokok-pokok perbedaan antara Undang-undang No.4 Tahun 2009 dengan Undang-undang No.11 Tahun 1967, yakni : 1.
Judul
Judul dari pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009 adalah “Pertambangan Mineral dan Batubara”. Sedangkan Undang-undang 1967 adalah “Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan”. 2.
Penguasaan
Pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009, penguasaan mineral dan batubara diselenggarakan oleh pemerintah dan daerah. Sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967, penguasaan bahan gailian diselenggarakan hanya oleh pemerintah. 3.
Pengelolaan
Kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dimiliki oleh Pemerintah Pusat (Kebijakan dan Pengolahan Nasional), Provinsi (Kebijakan dan Pengelolaan Regional), dan Kabupaten atau Kota (Kebijakan dan Pengelolaan Lokal), hal tersebut tertuang dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009. Sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967, Kebijakan dan Pengelolaan dimiliki secara tersentralisir di Pemerintahan Pusat secara nasional. 4.
Penggolongan
Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009, penggolongan mineral terdiri atas pertambangan
mineral
radioaktif,
pertambangan
mineral
logam,
dan
pertambangan mineral bukan logam. Sedangkan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1967, penggolongan bahan galian yakni, golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam keduanya. 5.
Perizinan
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009, perizinan usaha pertambangan diberikan melalui; Penugasan; Izin Usaha Pertambangan (IUP); Izin Pertambangan Rakyat (IPR), serta Kontrak Pertambangan hanya dengan BUMN/BUMD sebagai pemegang IUP. Sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967, perizinan dan perjanjian pertambangan melalui Penugasan, Kuasa Pertambangan (KP), SIPD, SIPR serta Kontrak Karya (KK) / PKP2B. 6.
Pelaku Usaha
Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009, pelaku usaha pertambangan yakni Instansi Pemerintah (Radioaktif) dan Badan Usaha dan Perorangan. Sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967, pelaku usaha pertambangan yakni investor domestik dan investor asing. 7.
Jangka Waktu
Pada Undang-undang No 4 Tahun 2009 ini, jangka waktu usaha pertambangan, yakni IUP Eksplorasi (8 tahun), terdiri dari Survey dan Penyelidikan Umum (1 tahun), Eksplorasi Umum dan Eksplorasi Rinci (5 tahun) serta Studi Kelayakan (2 tahun), lalu IUP Operasi Produksi (23 tahun) terdiri dari Konstruksi (3 tahun) dan kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan (20 tahun). Sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967, jangka waktu usaha pertambangan yakni, untuk penyelidikan umum KP atau KK atau PKP2B adalah satu tahun dan dapat ditambah satu tahun lagi. Lalu, untuk tahap Eksplorasi jangka waktunya tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali satu tahun. Studi kelayakan satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun lagi, konstruksi tiga tahun dan Operasi Produksi atau Eksploitasi termasuk pengolahan dan pemurnian serta pemasaran (30 tahun dan dapat diperpanjang dua kali sepuluh tahun. 8.
Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban pelaku usaha pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009 yaitu keuangan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha diwajibkan untuk selalu ingat akan kewajiban-kewajibannya seperti, Pajak dan PNPB, lingkungan, syarat perizinan dan reklamasi/pasca tambang, Kemintraan, Nilai Tambah, Data dan Pelaporan dan Kemitraan dan bagi hasil sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967 kewajiban pelaku usaha yakni dalam masalah
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
keuangan, apabila KP, maka dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan KK/PKP2B, pada saat kontrak ditandatangani. Selain itu dalam Undang-undang tersebut juga diatur mengenai lingkungan, kemitraan serta data dan pelaporan, namun saying hanya sedikit yang diatur. Nilai tambah juga merupakan suatu kewajiban akan tetapi hanya di atur didalam kontrak masingmasing. 9.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan Pengawasan pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009 dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangan untuk IUP dan Bupati/Walikota IPR. Sedangkan pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967 pembinaan dan pengawasan dilaksanakan secara terpusat, khusus pada KP, KK dan PKP2B. 10.
Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009 telah diatur sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat ini, dengan sanksi yang cukup berat, seperto contohnya apabila pidana dilakukan oleh badan hukum maka sanksi dan denda ditambah sepertiga. Sedangkan ketentuan pidana pada Undang-undang No. 11 Tahun 1967 penerapan sanksinya sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini, sehingga dinilai sangat lunak sekali. III.2
Kontrak Karya PT. FIC dengan Pemerintah Indonesia Kontrak Karya pertama yang diberikan Pemerintah Republik Indonesia
adalah Kontrak Karya antara PT. Freeport dengan Pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada tahun 1967. beberapa tahun kemudian barulah muncul Kontrak Karya lainnya yang juga meliputi pekerjaan pertambangan. Berikut sedikit sejarah tentang Kontrak Karya PT. FIC. III.2.1 Sejarah Kontrak Karya PT. FIC PT. FIC adalah merupakan pemegang Kontrak Karya pertama di Indonesia, sejak dibukanya jalur investasi asing pada zaman pemerintahan Soeharto di tahun 1966. Pada waktu itu Soeharto yang berhasil merebut tahta kekuasaan pemimpin revolusi Indonesia Soekarno, mengundang para petinggipetinggi perusahaan Amerika Freeport McMoran Copper & Gold Inc. datang ke Jakarta untuk melakukan pembahasan awal mengenai rencana kerja PT. FIC di
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Indonesia. Dalam kurun waktu hampir satu tahun Kontrak Karya antara PT.X dengan Pemerintah Indonesia akhirnya rampung di bahas dan ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1967 di Jakarta. Kontrak Karya tersebut menjadikan PT. FIC sebagai kontraktor tambang tunggal untuk wilayah Ertsberg dan sekitarnya dengar total luas area mencapai 10 kilometer persegi. Periode Kontrak Karya tersebut 30 tahun terhitung sejak Kontrak Karya itu di tandatangani oleh kedua belah pihak. Kontrak Karya pertama antara PT. FIC dengan Pemerintah Indonesia ini sekaligus juga mengumumkan pemberian Konsesi kepada PT. FIC di kawasan Irian Barat tersebut dengan alas an bahwa FCX merupakan satu-satunya perusahaan yang lebih dahulu meminta konsesi di kawasan itu. Kontrak Karya ini ditandatangani oleh Menteri Pertambangan dan Energi (atau sekarang di sebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) yang pada waktu itu dijabat oleh Prof. M. Sadli. Kontrak Karya jilid I berlaku 30 tahun tahun sejak di tandatangani nya perjanjian kerjasama tersebut. Yaitu sejak tanggal 27 Juli 1967 hingga 27 Juli 1997. namun Kontrak Karya tersebut diperbaharui dengan Kontrak Karya baru pada tahun 1991 (Kontrak Karya Jilid II). Kontrak Karya Jilid II ini ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. Kontrak Karya ini ditandatangani di Jakarta dan diwakili oleh Menteri Pertambangan dan Energi, Ginanjar Kartasasmita, bersama dengan Presiden Direktur PT. FIC Hoediatmo Hoed. PT. FIC merupakan perusahaan publik di bidang tembaga yang terbesar di dunia, penghasil utama di dunia dari molybdenum – logam yang digunakan pada campuran logam baja berkekuatan tinggi, produk kimia, dan produksi pelumas – serta produsen besar emas. Di Papua, kegiatan bisnis perusahaan ini mencapai rekor terbesarnya. Selama 42 tahun mengeruk hasil bumi Indonesia, PT. FIC telah meraih keuntungan yang sangat besar disbanding perusahaan-perusahaan tambang lainnya di Indonesia. Pada Maret 1973, PT. FIC memulai pertambangan terbuka di Ertsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang sedalam 360 meter. Pada tahun 1988, PT. FIC mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung saat ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724, 7 juta ton emas telah mereka keruk, padahal mereka baru mengakui kalau mereka juga menambang emas pada tahun 1995. Pada bulan Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
diameter 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman 800m. Diperkirakan terdapat 18 juta ton cadangan tembaga, dan 1.430 ton cadangan emas yang tersisa hingga rencana penutupan tambang pada 2041. Aktivitas PT. FIC yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal.8 PT. FIC mengelola tambang terbesar di dunia di berbagai negara, salah satunya di Irian Jaya, Indonesia. Disana terdapat jutaan ton tembaga dan ribuan ton emas yang juga merupakan 50% cadangan emas negara yang menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 43 yang menyebutkan bahwa; (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Akan tetapi kenyataanya, walaupun pemerintah Indonesia memiliki saham yang dominan di PT. FIC, tidak merubah keadaan bahwa keuntungan asing jauh lebih besar ketimbang pendapatan kas negara sendiri. Walaupun faktanya adalah PT. FIC merupakan penyumbang pajak terbesar negara, tapi penggelapan pajak masih saja terjadi. Hal tersebut terjadi karena Kontrak Karya yang dibuat pada era pemerintahan Orde Baru Soeharto tahun 1991 yang ditandatangani oleh Menteri Pertambangan dan Energi yang saat itu dijabat oleh Ir. Ginandjar Kartasasmita, tidak pernah dirubah seiring dengan perkembangan zaman. Reformasi telah membawa undang-undang kita di amandemen sampai empat kali, peraturanperaturan lain mengikuti perubahan undang-undang Dasar 1945 tersebut, tetapi tidak Kontrak Karya PT. FIC ini. Permohonan perpanjangan Kontrak Karya ini diajukan pada akhur tahun 1988 kepada Menteri Pertambangan dan Energi. Permohonan perpanjangan Kontrak Karya ini dianggap perlu oleh PT. FIC karena ditemukannya cadangan yang lebih kaya, yakni cadangan Grasberg. Untuk menambah cadangan ini PT.
8
Marwan Batubara, Menggugat Pengelolaan Negara Berdaulat, Cet. 1, (Jakarta: KPK-N 2009) hal 24
Sumber
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Daya
Alam,
Menuju
FIC melakukan investasi baru yang mencapai US$ 511 Juta guna mencapai tingkat produksi sampai 52.000 ton biji tembaga per hari. Selain itu permohonan perpanjangan Kontrak Karya ini, PT. FIC juga meminta tambahan wilayah baru sebagai perluasan operasinya di kemudian hari. Permohonan perpanjangan Kontrak Karya ini untuk memperpanjang kontrak setelah tahun 2003 dan permohonan perluasan wilayah tersebut dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untu menyesuaikan Kontrak Karya yang sedang berjalan dengan perkembangan pembangunan dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Hal ini mengingat Kontrak Karya jilid pertama sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu. Untuk mengabulkan permohonan PT. FIC, Pemerintah Indonesia mengajukan beberapa syarat prinsip yang antara lain adalah a. PT. FIC wajib untuk mengalihkan status dan kedudukan perusahaannya menjadi perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia serta tunduk sepenuhnya kepada hukum Indonesia; b. PT. FIC wajib mengolah konsentrat tembaga menjadi tembaga katoda (dengan melebur dan memurnikannya) di Indonesia untuk minimal memenuhi kebutuhan katoda dalam negeri; c. PT. FIC wajib meningkatkan saham Pemerintah Indonesia menjadi 10 persen sebelum Kontrak Karya baru ditandatangani; d. PT. FIC wajib mejual sahamnya kepada pihak nasional secara bertahap sampai tingkat 51 persen. Namun apabila minimal 20 persen dari saham PT. FIC dijual di Bursa Efek, maka sesuai dengan ketentuan Badan Koordinasi
Penanaman
Modal
(BKPM),
kewajiban-kewajiban
pengalihan saham tersebut menjadi 45 persen. Atas syarat-syarat yang disebutkan diatas, PT. FIC menerimanya dan akhirnya setelah melalui proses yang cukup memakan waktu, Kontrak Karya tersebut (yang termasuk Kontrak Karya Generasi V) ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991 untuk jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 10 tahun. Kesepakatan-kesepakatan dasar yang dicapai sebelum ditandatanganinya Kontrak Karya tersebut dituangkan dalam “Memorandum of
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Understanding” yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Kontrak Karya. Dengan demikian, didalam Kontrak Karya yang baru ini sekaligus dilebur Kontrak Karya Generasi pertama PT. FIC yang seharusnya berlaku sampai tahun 2003. sebagian hak dan kewajiban perusahaan yang tercantum dalam Kontrak Karya jilid satu tersebut diakomodir didalam Kontrak Karya yag baru. Dengan kata lain, Kontrak Karya jilid dua ini meruapakan perubahan dan perpanjangan dari Kontrak Karya PT. FIC yang pertama.
III.2.2 Fasilitas-fasilitas Khusus PT. FIC Undang-undang penanaman modal No. 25 Tahun 2007 memberikan fasilitas-fasilitas khusus bagi penanam modal diberbagai sektor, terutama sektor perpajakan. Pemberian fasilitas-fasilitas khusus itu tercantum dalam Bab 10 tentang Fasilitas Penanaman Modal Pasal 18. Sedangkan dalam pembuatan Kontrak Karya ini yang dilihat adalah Undang-undang No.1 Tahun 1967 yang juga telah memberikan kelonggaran-kelonggara di bidang perpajakan kepada investor asing seperti yang tertera pada Pasal 15 Undang-undang No.1 Tahun 1967 tersebut. Kelonggaran-kelonggaran yang diberikan oleh Undang-undang kepada pihak asing antara lain : a. Pembebasan dari: 1. Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi djangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi; 2. Pajak deviden atas bagian laba yang dibajarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu 5 (lima) tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi.; 3. Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam Pasal 19 sub a, yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat penanaman kembali;
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
4. Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan tetap ke dalam wilayah Indonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja atau pesawat-pesawat yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu; 5. Bea Meterai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing. b. Keringanan: 1.
Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarip yang proporsionil setinggitingginya lima puluh per seratus untuk jangka waktu yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka waktu pembebasan sebagai yang dimaksud dalam ad a, angka 1 tersebut diatas;
2.
Dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan ang harus dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut di atas;
3.
Dengan mengizinkan pengusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap.
Fasilitas-fasilitas yang diberikan Kontrak Karya antara PT. FIC dengan Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral antara lain adalah pemberian fasilitas “Full relief” dari pembayaran PPN impor selama 18 tahun terhadap barang-barang perlengkapan kebutuhan pertambangan kecuali keperluan milik pribadi para karyawan PT. FIC dan Kendaraan Roda Empat jenis sedan dan station wagon (sesuai dengan yang tertulis dalam Kontrak Karya Pasal 12 ayat (2) Lalu juga terdapat fasilitas re-ekspor yang tertuang dalam Kontrak Karya pasal 12 ayat (6) dimana barang-barang yang diimpor oleh perusahaan-perusahaan atau subkontraktor-subkontraktor yang mana sudah tidak diperlukan lagi dalam kegiatan Eksplorasi Pertambangan dan Pengolahan dapat dijual diluar Indonesia (diekspor) tanpa dikenakan pajak ekspor dan bea masuk lainnya (bebas pajak). Pengaturan tentang pembebasan bea masuk barang pendukung kegiatan pertambangan dan pembebasan PPN, memang telah diatur oleh Undang-undang.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Namun pengaturan tentang fasilitas re-ekspor baru disepakati dalam perjanjian Kontrak Karya ini.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
BAB 4
Analisis Kontrak Karya II Antara PT. FIC dan Pemerintah Indonesia
4.1
Analisis Kontrak Karya PT. FIC Pasal 12 dan Pasal 13 Kontrak karya II antara PT. FIC dan Pemerintah Indonesia ini
ditandatangani oleh Menteri Pertambangan dan Energi, Ginanjar Kartasasmita pada bulan Maret 1973. Kontrak Karya tersebut membahas tentang penunjukan dan tanggung jawab PT. FIC dalam rangka melakukan kegiatan pertambangan di area Grasberg. Pada Pasal 12 mengatur tentang pemberian fasilitas khusus terhadap pembayaran PPN impor seluruh barang-barang keperluan perusahaan (kecuali kebutuhan pribadi karyawan perusahaan dan keluarganya) selama 18 tahun, terhitung sejak tanggal 30 Desember 1991 sampai dengan 30 Desember 2009. Fasilitas impor tersebut ditafsirkan sebagai fasilitas “penangguhan” yang berlaku pada saat Kontrak Karya ditandatangani. Kontrak Karya ini ditandatangani dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan dalam Kontrak Karya tersebut terdapat ketentuan dalam Pasal 32 ayat (2) mengenai apabila terdapat perbedaan pendapat, maka Bahasa Inggris lah yang digunakan untuk menafsirkan perbedaan tersebut. Berikut kutipan dari Pasal 12 Kontrak Karya PT. FIC dengan Pemerintah Indonesia dalam Bahasa Indonesia :
Pasal 12 FASILITAS IMPOR DAN RE-EKSPOR 1.
Perusahaan dapat mengimpor ke Indonesia barang-barang modal,
peralatan mesin-mesin (termasuk suku cadang), kendaraan-kendaraan (kecuali mobil sedan dan station wagon), pesawat udara, kapal laut, alat angkutan lainnya, perbekalan (termasuk peralatan keselamatan kerja dan bahan peledak) dan bahan baku yang diperlukan untuk kegiatan pertambangan, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi serta kegiatan teknis pendukung untuk pengusahaan.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
2.
Untuk jangka waktu dimulai tanggal penandatanganan Persetujuan
ini dan berakhir pada ulang tahun ke 18 (delapan belas) dari tanggal tersebut, dan kecuali ditetapkan lain menurut ayat 4 Pasal ini, pengimporan yang diijinkan menurut ayat 1 Pasal ini, (selain makanan, pakaian dan keperluan vital lainnya yang diperlukan untuk kebutuhan pribadi karyawan Perusahaan dan keluarganya) akan dibebaskan dari bea masuk dan akan memperoleh keringanan dan penundaan Pajak Pertambahan
Nilai
yang
seharusnya
dibayar
menurut
Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu.
3.
Ketentuan-ketentuan Pasal ini juga akan berlaku bagi Badan-badan
yang terlibat sebagai Subkontraktor terdaftar bagi Perusahaan yang bekerja atau memberikan pelayanan bagi Pengusahaan dan untuk setiap peralatan yang langsung digunakan untuk menunjang Operasi-operasi Teknis Perusahaan atau Subkontraktor-subkontraktor tersebut seperti peralatan laboraturium dan computer yang ditempatkan diluar Wilayah-wilayah operasinya.
4.
Pembebasan atas bea masuk dan keringanan serta penundaan pajak
pertambahan nilai seperti tersebut dalam ayat 2 Pasal ini hanya akan berlaku selama barang-barang yang diimpor itu tidak dihasilkan atau diproduksi di Indonesia atau barang-barang local tersebut tidak dapat diperoleh atas dasar waktu, biaya, dan mutu yang bersaing, tanpa bead an pajak dengan ketentuan, bahwa untuk tujuan membandingkan biaya impor dan biaya barang yang diproduksi dan dhasilkan di Indonesia, suatu premi (maksimum dua belas setengah persen) harus ditambahkan pada biaya pengimporan.
5.
Setiap peralatan (yang harus dinyatakan dengan jelas) dan barang
yang tidak terpakai habis yang diimpor oleh Perusahaan akan Subkontraktor-subkontraktor perusahaan yang terdaftar dengan tujuan semata-mata untuk memberikan jasa-jasa kepada Perusahaan dan
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
dimaksudkan untuk diekspor kembali akan dibebaskan dari bea masuk, berhak menerima keringanan pajak pertambahan nilai dan pungutanpungutan lainnya. Apabila peralatan dan bahan-bahan ternyata tidak diekspor kembali dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, maka perusahaan atau subkontraktor-subkontraktor dari perusahaan harus, kecuali apabila waktunya diperpanjang atau dibebaskan karena alasanalasan yang dapat diterima oleh pemerintah, membayar bea masuk, pajak pertambahan nilai dan pungutan lain yang tidak dibayar pada waktu pemasukannya ke Indonesia. Perusahaan harus bertanggung jawab atas kebenaran
pelaksanaaan
kewajiban-kewajiban
subkontraktor-
subkontraktor menurut Pasal ini.
6.
Setiap barang yang diimpor oleh perusahaan atau subkontraktor-
subkontraktor yang terdaftar sesuai dengan Pasal ini dan tidak lagi diperlukan
untuk
kegiatan-kegiatan
Eksplorasi
Pertambangan
dan
Pengolahan oleh Perusahaan dapat diijual di luar Indonesia dan diekspor kembali bebas dari pajak ekspor dan bea masuk lainnya (tidak termasuk pajak keuntungan kenaikan nilai modal) dan pajak pertambahan nilai sesudah memenuhi ketentuan Undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada pada waktu penjualan tersebut berlaku dan diterapkan secara umum di Indonesia. Tidak akan ada barang impor yang dapat dijual di dalam negeri atau dipakai selain yang berhubungan dengan Pengusahaan, kecuali setelah memenuhi ketentuan Undang-undang danm peraturan impor yang ada pada saat pengimporannya itu berlaku dan diterapkan secara umum di Indonesia.
7.
Melihat kenyataan bahwa barang-barang dan jasa-jasa itu masih
harus diimpor dari luar negeri dan bahwa Wilayah Kontrak Karya Blok B letaknya terpencil, maka untuk segala tujuan kepraktisan urusan Kepabeanan di pelabuhan lain yang sudah ada dan pelabuhan-pelabuhan masuk (ports of entry) lainnya untuk urusan pabean, Pemerintah akan mempertimbangkan permohonan yang wajar dari Perusahaan yang
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
diajukan sewaktu-waktu untuk membangun pelabuhan laut atau pelabuhan masuk demikian itu, lengkap dengan kantor bea cukai yang diperlukan; dengan pertimbangan itu, maka setiap kantor bea cukai demikian itu yang didirikan atas permintaan perusahaan akan dilengkapi dan dipelihara atas biaya Perusahaan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan peraturanperaturan yang berlaku.
8.
Selama Perioda Operasi, Perusahaan akan menyerahkan kepada
Pemerintah, paling lambat setiap tanggal 15 November dari setiap tahun, suatu daftar peralatan dan barang yang akan di impor selama tahun takwim berikutnya untuk memungkinkan Pemerintah meneliti dan menyetujui macam-macam barang yang akan diimpor untuk keperluan Pengusahaan. Meskipun demikian, Perusahaan dapat mengajukan permohonan (dengan menyebutkan alasannya) kepada Pemerintah untuk merubah daftar peralatan dan barang yang diperlukan selama tahun yang bersangkutan.
9.
Barang Milik Pribadi (termasuk peralatan dan barang-barang
rumah tangga dan tempat tinggal) milik Karyawan Terkait yang terdiri dari orang Asing akan dibebaskan dari izin-izin, pungutan dan bea impor dan reekspor.
10.
kecuali ditentukan lain secara khusus dalam Pasal ini, Perusahaan
akan sungguh-sungguh mematuhi pembatasan-pembatasan dan laranganlarangan impor serta peraturan dan tata cara yang berlaku. Pasal 12 ini mengatur tentang pemberian fasilitas khusus terhadap penanaman modal yang dilakukan oleh PT. FIC di Indonesia. Pasal 12 ayat (1) mengemukakan tentang hak perusahaan untuk melakukan impor barang yang diperlukan dalam rangka proses pertambangan di Indonesia. Sedangkan ayat kedua di Pasal 12 ini mengatur tentang pemberian fasilitas khusus yang ditafsirkan sebagai pembebasan atau penangguhan pembayaran yang berlaku sesuai jangka waktu yang juga ditetapkan dalam ayat (2) tersebut. Jangka waktu yang diberikan oleh Kontrak Karya tersebut adalah selama 18 tahun terhitung
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
sejak Kontrak Karya tersebut ditandatangani atau pada tanggal 30 Desember 1991 sampai 30 Desember 2009. Pasal 12 ayat (3) mengatur tentang siapa-siapa subjek hukum yang terkait dengan Kontrak Karya. Perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Kontrak Karya ini adalah perusahaan-perusahaan atau Subkontraktor-subkontraktor yang teradaftar di PT. FIC sebagai mitra yang membantu melakukan proses pekerjaan pertambangan ini. Jenis barang-barang yang bisa di kenakan penangguhan pembayaran pajak diatur dalam Pasal 12 ayat (4). Tidak semua barang yang bisa dikenakan pembebasan bea impor masuk barang, hanya barang-barang tertentu saja dan pengaturannya diatur didalam Pasal tersebut. Contohnya seperti barangbarang yang tidak dapat diproduksi di Indonesia, artinya perusahaan harus membeli dari luar negeri dimana sudah pasti biaya bea impor masuk barangnya sangat tinggi. Sedangkan Pasal 12 ayat (5) mengatur tentang tujuan dari Impor barang tersebut, yaitu untuk dipergunakan semata-mata untuk membantu perusahaan dalam rangka pekerjaan pertambangan tersebut dan untuk di Ekspor kembali keluar Indonesia apabila sekiranya barang-barang tersebut tidak terpakai habis dan barang-barang tersebut dibebaskan dari bea masuk, berhak menerima keringanan pajak pertambahan nilai dan pungutan-pungutan lainnya. Dalam ayat tersebut juga diatur apabila barang-barang tersebut tidak di ekspor kembali oleh perusahaan nya, maka perusahaan tersebut wajib membayar bea masuk, pajak pertambahan nilai dan pungutan lain yang tidak dibayar pada waktu pemasukannya ke Indonesia. Perusahaan harus bertanggung jawab atas kebenaran pelaksanaaan kewajiban-kewajiban subkontraktor-subkontraktor menurut Pasal ini. Lalu Pasal 12 ayat (6) memberikan pengaturan tentang re-ekspor barang keluar Indonesia. Proses re-ekspor ini juga mendapat penangguhan pembayaran oleh pemerintah Indonesia, yang jenis-jenis barangnya sesuai yang diatur dalam Pasal 12 ini. Barang-barang yang dapat di re-ekspor adalah barang-barang yang tidak lagi diperlukan untuk kegiatan-kegiatan Eksplorasi Pertambangan dan Pengolahan oleh Perusahaan dapat diijual di luar Indonesia dan diekspor kembali bebas dari pajak ekspor dan bea masuk lainnya (tidak termasuk pajak keuntungan kenaikan nilai modal) dan pajak pertambahan nilai sesudah memenuhi ketentuan Undang-
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
undang dan peraturan-peraturan yang ada pada waktu penjualan tersebut berlaku dan diterapkan secara umum di Indonesia. Pasal 12 Ayat (7) mengatur tentang pembangunan fasilitas pelabuhan laut atau pelabuhan masuk, lengkap dengan Bea Cukai yang diperlukan. Pendirian kantor Bea Cukai tersebut, dalam ayat ini, didirikan atas permintaan perusahaan dan segala kelengkapan dan pemeliharaan kantor tersebut dibiayai oleh Perusahaan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Lalu di dalam ketentuan Pasal 12 ayat (8), perusahaan wajib menyerahkan daftar barang-barang atau keperluan pekerjaan pertambangan yang akan di Impor masuk paling lambat setiap tanggal 15 November setiap tahunnya, dengan tujuan supaya pemerintah dapat melakukan pengecekan terhadap barang-barang tersebut sebelum di impor ke Indonesia. Pada ayat (9) diatur mengenai pembebasan atas izin-izin, pungutan dan bea impor dan reekspor terhadap barang-barang milik pribadi karyawan perusahan yang terdiri dari orang asing. Hal ini sepertinya bertentangan dengan ayat 2 diatas yang menyebutkan pengecualian terhadap penangguhan pembayaran ini. Sedangkan ayat terakhir di Pasal 12 ini yaitu ayat (10) menyebutkan kesungguhan perusahaan (PT. FIC) dalam rangka mematuhi pembatasanpembatasan dan larangan-larangan impor serta peraturan dan tata cara yang berlaku. Lalu disamping pengaturan tentang fasilitas khusus yang diberikan Pemerintah Republik Indonesia kepada PT. FIC yang tertuang dalam Kontrak Karya jilid II ini, terdapat pula pengaturan tentang ketetapan pembayaran pajak dan iuran lainnya oleh perusahaan kepada Pemerintah Indonesia dan pengaturan tentang pemenuhan kewajiban pajak perusahaan seperti yang ditetapkan oleh Pasal 13 Kontrak Karya tersebut. Pasal 13 ini juga mengatur PPN secara umum untuk mendukung Pasal 12 Kontrak Karya ini. Berikut kutipan Pasal 13 Kontrak Karya PT. FIC tersebut. Pasal 13
Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan ini, perusahaan harus membayar kepada Pemerintah dan harus memenuhi kewajibankewajiban pajaknya seperti ditetapkan sebagai berikut :
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
i.
Iuran tetap untuk Wilayah Kontrak Karya atau suatu Wilayah Pertambangan.
ii.
Iuran eksploitasi/produksi (royalty) untuk Mineral yang diproduksi Perusahaan.
iii.
Pajak Penghasilan Badan atas Penghasilan yang diperoleh perusahaan.
iv.
Kewajiban memotong atas Pajak Penghasilan Karyawan.
v.
Kewajiban memotong dari Pajak Penghasilan atas Bunga, deviden, sewa, jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lainnya.
vi.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian dan penjualan barang kena pajak, kecuali ditetapkan lain dalam persetujuan ini.
vii.
Bea Materai atas dokumen-dokumen yang sah.
viii.
Bea masuk atas barang-barang yang diimpor ke Indonesia, kecuali ditetapkan lain dalam persetujuan ini.
ix.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
x.
Pungutan-pungutan, pajak-pajak, pembebanan dan bea-bea yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah disetujui oleh Pemerintah Pusat.
xi.
Pungutan-pungutan administrasi umum dan pembebanan-pembebanan untuk fasilitas atau jasa dan hak-hak khusus yang diberikan oleh pemerintah
sepanjang
pungutan-pungutan
dan
pembebanan-
pembebanan itu telah disetujui oleh Pemerintah Pusat. xii.
Pajak atas pemindahan hak pemilikan kendaraan bermotor dan kapal di Indonesia.
xiii.
Pemenuhan kewajiban pajak.
Perusahaan tidak wajib membayar lain-lain pajak, bea-bea, pungutan-pungutan, sumbangan-sumbangan, pembebanan-pembebanan atau biaya-biaya sekarang ataupun dikemudian hari yang dipungut atau dikenakan atau disetujui oleh pemerintah selain dari yang ditetapkan dalam Pasal ini dan dalam ketentuan manapun dalam persetujuan ini: 1.
Iuran tetap untuk Wilayah atau suatu Wilayah Pertambangan.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
2.
Iuran eksploitasi/produksi (royalty) untuk mineral yang diproduksi Perusahaan.
3.
Pajak
Penghasilan
Badan
atas
penghasilan
yang
diperoleh
Perusahaan. 4.
Pajak Penghasilan karyawan.
5.
Pajak Penghasilan atas deviden, bunga dan royalti.
6.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dibebankan atas impor dan pengiriman barang-barang dan jasa kena pajak. erkenaan dengan kewajiban yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang-barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984, Undang-undang No. 8 Tahun 1983 dan peraturanperaturan pelaksanaan yang berlaku pada tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini (“Undang-undang PPN”) Perusahaan (untuk dirinya dan subsidiary dan Afiliasinya sepanjang melaksanakan tugas-tugas dibawah ini) setuju, kecuali ditentukan lain dalam Persetujuan ini, sebagai berikut : i.
Harus mendaftarkan usahanya sebagai satu pengusaha kena pajak untuk maksud Pajak Pertambahan Nilai;
ii.
Harus memungut dan menyetorkan atas penjualan dan penyerahan atas pajak hasil produk yang ditambang (pajak keluaran) dengan tarip yang berlaku atau tarip-tarip menurut Undang-undang PPN;
iii.
Harus memungut dan menyetorkan pajak menurut Undang-undang PPN sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 56 Tahun 1988 atau keputusan-keputusan lain yang mempunyai efek yang sama;
iv.
Perusahaan harus tunduk kepada kewajiban untuk membayar pajak menurut Undang-undang PPN atas Impor atau pembelian dan penyediaan barang-barang kena pajak atau jasa-jasa kena Pajak.
v.
Pajak menurut Undang-undang PPN, terutama atas impor atau pembelian barang-barang kena pajak dalam bentuk mesin-mesin dan
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
peralatan-peralatan lainnya, dapat diberikan penangguhan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dari waktu ke waktu; vi.
Pembayaran-pembayaran menurut Undang-undang PPN untuk impor dan pembelian dalam negeri atas barang-barang dan jasa-jasa kena pajak (pajak masukan) dapat dikreditkan terhadap pembayaranpembayaran atas pajak keluaran sesuai Undang-undang PPN;
vii.
Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan tersebut dapat atau di kompensasikan dengan pajak berikutnya atau dibayarkan kembali kepada perusahaan, sebagaimana dimohon oleh Perusahaan. Setiap pembayaran kembali harus dilakukan dalam waktu satu bulan sesudah tanggal dari surat permohonan pengembalian tesebut.
7.
Bea Materai atas dokumen-dokumen
8.
Bea Masuk atas barang-barang yang diimpor ke Indonesia i.
Pembebanan dan keringanan-keringanan bea masuk atas impor barang-barang modal, peralatan-peralatan, mesin-mesin (termasuk suku cadang), kendaraan-kendaraan (kecuali mobil sedan dan stationwagon), pesawat udara, alat angkutan air, alat angkutan lainnya, barang-barang habis pakai (termasuk bahan kimia dan bahan peledak, tetapi tidak termasuk bahan kelontong dan bahan makanan) dan bahan mentah yang sesuai dengan kebutuhan Perusahaan, sebagai ditetapkan dalam Pasal 12 diatas, berdasarkan Undangundang No. 1 Tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1970.
ii.
Barang-barang lain termasuk milik pribadi tunduk kepada Undangundang dan peraturan-peraturan bea masuk yang berlaku dari waktu ke waktu, kecuali ditetapkan lain dalam Pasal 12.
iii.
Tembakau dan minuman keras tunduk kepada pajak cukai sesuai Undang-undang yang berlaku.
9.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
10.
Pungutan-pungutan, pajak-pajak pembebanan-pembebanan dan bea-bea yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia yang telah
disetujui oleh Pemerintah Pusat dan adalah dengan tarip-tarip yang tidak lebih tinggi dari pungutan dan pembebanan yang berlaku pada tangal ditandatangani Persetujuan ini dan dihitung sedemikian sehingga tidak akan lebih berat kepada Perusahaan daripada ketentuan pada tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini. 11.
Kecuali ditentukan lain dalam Persetujuan ini, pungutan dan pembebanan-pembebanan administrasi umum untuk fasilitas-fasilitas atau jasa-jasa dan hak-hak khusus yang diberikan oleh Pemerintah sepanjang Pungutan-pungutan dan pembebenan-pembebanan tesebut telah disetujui oleh Pemerintah Pusat dan adalah dnegan tarip yang tidak lebih tinggi dari pungutan-pungutan dan pembebanan-pembebanan yang berlaku pada tanggal ditandatangani Persetujuan ini dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak akan lebih berat kepada Perusahaan daripada ketentuan
pada tanggal ditandatanganinya Persetujuan ini. 12.
Pajak atas pemindahan pemilikan harus dibayar untuk kendaraankendaraan (pajak dipungut oleh Pemerintah Daerah dimana kendaraan
tersebut didaftarkan dengan tarip-tarip sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah termaksud dari yang waktu ke waktu berlaku) dan kapal-kapal atau alat angkutan laut yang bekerja di Indonesia (pajak di pungut oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan, dimana kapal-kapal atau alat angkutan laut tersebut didaftarkan). 13.
4.2
Pemenuhan kewajiban pajak.
Pemberian Fasilitas Khusus kepada PT. FIC Ditinjau Dari Sudut
Pandang Penanaman Modal Era globalisasi saat ini mebuat semua negara di dunia berlomba-lomba untuk menjadi negara yang maju disemua bidang. Sehingga negara-negara tersebut dituntut untuk mempersiapkan diri menghadapi gejolak-gejolak yang ada apabila tidak disikapi dengan serius. Era globalisasi ini terkadang membuat batas
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
fisik antar negara cenderung tanpa batas. Semua negara melakukan kerjasama baik antar negara maupun antar benua atau antar regional area diberbagai bidang, contohnya ekonomi. Seperti negara-negara maju, Indonesia juga turut menandatangani berbagai perjanjian kerjasama baik itu antar negara atau antar asosiasi negara-negara. Beberapa perjanjian ekonomi yang sudah ditandatangani Pemerintah Indonesia antara lain Asean Free Trade Area (AFTA), China-Asean Free Trade Area (CAFTA), APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) dan lain-lain. Hal tersebut menjadi kenyataan yang harus dipersiapkan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia dalam menyikapi perjanjian-perjanjian internasional tersebut. Mau tidak mau Pemerintah harus bertanggung jawab atas perjanjian tersebut dan harus masuk kedalam zona perdagangan bebas. Setiap negara yang juga ikut menandatangani perjanjian juga mengalami hal yang sama, mereka berlomba-lomba untuk menarik investor sebanyak-banyaknya untuk berinvestasi dinegaranya masing-masing. Hal tersebut bukanlah hal mudah mengingat persaingan yang begitu ketat antar negara-negara tersebut menimbulkan transformasi dalam sistim hukum tiap-tiap negara. Perkembangan jaman yang begitu pesat membuat setiap orang dengan mudahnya menerima informasi, dan perkembangan jaman modernisasi ini mendorong pemerintah untuk berkerja ekstra keras untuk mendapatkan keuntungan sekaligus memajukan negaranya. Kesepakatan-kesepakatan internasional itu kemudian diratifikasi oleh pemerintah untuk menjalankan roda-roda perekonomian Indonesia. Ratifikasi ini merupakan cara yang harus ditempun untuk meningkatkan pembangunan melalui penanaman modal oleh penanam modal asing. Indonesia harus benar-benar siap untuk berkompetisi dengan negara-negara lain dalam hal merebut hati para investor asing. Pameran dunia yang diadakan di Shanghai, China pada tanggal 1 Mei hingga 31 Oktober yang lalu memperlihatkan betapa ketatnya persaingan negara-negara diseluruh dunia memamerkan kekayaan alamnya untuk dijual kepihak asing. Contohnya Indonesia yang turut berpatisipasi dalam perhelatan akbar itu. Indonesia rela berinvestasi dalam kegiatan tersebut selama 6 bulan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Keutungan
dari
kegiatan
tersebut adalah TTI yaitu Tourism, Trade and Investment. Ini adalah salah satu
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
cara bagi Indonesia untuk bersaing merebut hati investor asing berinvestasi di Indonesia Penanaman modal asing sangat penting bagi Indonesia dan sangat bermanfaat guna mengalihkan keterampilan dan teknologi asing untuk dipelajari guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar bisa bersaing dikancah perekonomian dunia. Untuk dapat melakukan kegiatan penanaman modal, pemerintah telah menetapkan berbagai persyaratan dan prosedur. Mulai dari prosedur administrasi yang harus dipenuhi sampai pada persyaratan teknis dengan pertimbangan keuntungan yang saling memberikan manfaat bagi kemajuan pembangunan masyarakat dan juga bagi investor. ukum penanaman modal di Indonesia pertama-tama diatur dalam UndangUndang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang perubahan dan tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, namun sejak peraturan ini diberlakukan, timbul berbagai persoalan sebagai mana diubah dengan Undang- Undang No. 12 Tahun 1970. tuk bisa memenuhi harapan untuk menjadi negara yang maju, pemerintah, aparat hukum dan komponen masyarakat dituntut untuk segara menciptakan iklim yang kondusif untuk beriinvestasi. Menyadari pentingnya penanaman modal asing ini, pemerintah Indonesia menciptakan suatu iklim penanaman modal yang dapat menarik modal asing masuk ke Indonesia. Usaha-usaha tersebut antara lain adalah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah yang pada dasarnya tidak akan merugikan kepentingan nasional dan kepentingan investor. Usaha pemerintah untuk selalu memperbaiki ketentuan yang berkaitan dengan penanaman modal asing antara lain dilakukan dengan memperbaiki peraturan dan pemberian paket yang menarik bagi investor asing. Pada akhirnya harus tetap di ingat bahwa maksud diadakannya penanaman modal asing hanyalah sebagai pelengkap atau penunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Pada hakekatnya pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan ketentuan swadaya masyarakat, oleh karena itu pemerintah harus bijaksana dan hati-hati dalam
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
memberikan persetujuan dalam penanaman modal asing agar tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing yang akan menimbulkan dampak buruk bagi negara ini dikemudian hari. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45/1996, pemerintah menetapkan untuk menanggung pajak beberapa industri tertentu dan di daerah tertentu untuk beberapa tahun. Pemerintah memberikan pembebasan pajak secara selektif. Dengan keputusan itu berarti pemerintah, antara lain, akan menanggung Pajak Penghasilan (PPh) terutang wajib pajak badan dalam negeri atas penghasilan, yang diperoleh perusahaan yang baru didirikan. Fasilitas itu khusus diberikan ke industri tertentu untuk jangka waktu paling lama 10 tahun. Jangka waktu itu dihitung sejak perusahaan menyelesaikan pembangunan proyeknya. Lama pembangunan selambat-lambatnya selesai dalam lima tahun setelah persetujuan penanaman modal atau izin usaha dari instansi berwewenang diperoleh. Bagi perusahaan industri tertentu yang didirikan di luar pulau Jawa dan Bali, jangka waktu itu dapat diperpanjang lagi untuk paling lama dua tahun. Seperti halnya terhadap PT. FIC, Pemerintah Indonesia juga memberikan fasilitas khusus antara lain penangguhan pembayaran bea masuk barang untuk keperluan kegiatan pertambangan selama 18 tahun sejak ditandatanganinya perjanjian kerja itu. Sebelum adanya Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah sendiri sudah menerapkan insentif pembebasan pajak sejak tahun 1967, seperti diatur dalam UU No. 1/1967, menyangkut penanaman modal asing yang disahkan oleh Presiden Soekarno. Tujuannya adalah untuk merangsang modal asing agar datang ke Indonesia. Fasilitas itu antara lain dengan memberikan beberapa kelonggaran-kelonggaran perpajakan dan pungutan lain. Pemberian fasilitas khusus tersebut merupakan suatu kompensasi terhadap investor asing untuk mendorong para investor untuk merealisasikan pekerjaannya di Indonesia. Tujuan, pemberian fasilitas tersebut di antaranya untuk mendorong agar investasi itu segera direalisasi. Tindakan itu tentu saja perlu dilakukan mengingat perkembangan ekonomi di Indonesia dalam belakangan ini tengah menghadapi penurunan dam untuk merangsang masuknya investasi itu yang paling dibutuhkan adalah kepastian berusaha, bukan pemberian fasilitas.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Kepastian karena ini menyangkut konsistensi kebijakan, stabilitas ekonomi, dan standar pelayanan pemerintah dan dukungan secara penuh dari pemerintah sangat bermanfaat bagi dunia industri adalah konsistensi dan keterpaduan dalam regulasi. Pemberian fasilitas khusus hanyalah salah satu cara untuk dapat menarik minat investor untuk mau berinvestasi di Indonesia dengan cara diberi penangguhan pembayaran pajak selama beberapa waktu dan lain-lain. Apabila pemerintahnya tidak mendukung dengan melakukan tindakan-tindakan yang negative, seperti korupsi, kolusi dan lain-lain, maka hal tersebut tidak akan dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia.
4.3
Kewenangan Penafsiran Kontrak Karya Berdasarkan Kontrak Karya Pasal 12 ayat (2), PT X mendapatkan fasilitas
khusus berupa keringanan penuh atau penangguhan pembayaran PP atas impor selama 18 tahun sejak 30 Desember 1991 sampai dengan 30 Desember 2009. Ketentuan Pasal 12 ayat (2) ini telah secara jelas mengatur mengenai fasilitas khusus yang terkait dengan PPN atas barang impor untuk jangka waktu 18 tahun. Fasilitas khusus tersebut berupa keringanan penuh (full relief) dan penundaan (postponement) PPN atas importasi barang-barang yang diijinkan berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Kontrak Karya tersebut dan sepanjang memenuhi Pasal 12 ayat (4) Kontrak Karya ini. Dalam pelaksanaannya Menteri Keuangan yang berwenang dalam pemberian fasilitas dan atas dasar rekomendasi dari Direktorat Jenderal Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Berkaitan dengan perubahan peraturan perundang-undangan tentang PPN dari waktu ke waktu, hal ini tidak menunjukkan bahwa dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan tentang PPN dari waktu ke waktu, maka ketentuan Pasal 12 ayat (2) Kontrak Karya juga berubah. Namun demikian, hal ini tidak menjadikan Kontrak Karya ini memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan. Secara jelas diungkapkan di dalam Surat dari Kementerian ESDM No.353/30/DBM/2010 tanggal 10 Februari 2010 bahwa Kontrak Karya antara PT. FIC dan Pemerintah Indonesia merupakan lex specialis, dengan demikian berlakulah azas lex specialis derogat lex generalis. Kontrak Karya berlaku sebagai lex specialis dan peraturan perundang-undangan
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
tentang PPN sebagai lex generalis. Bahwa fasilitas yang mempunyai “imunitas” terhadap peraturan perundang-undangan tersebut justru memberikan jaminan pemenuhan prestasi oleh pemerintah RI akibat produk hukum yang berubahrubah. Bahwa fasilitas “imunitas” terhadap suatu perubahan UU, tidak serta merta dapat diterjemahkan sebagai “menentang” amanat Undang-Undang. Akan tetapi permasalahannya adalah tidak alas hukum (vacuum of law) sebagai pelaksanaan dari Pasal 12 ayat (2) tersebut. Oleh karena itu hal tersebut merupakan kelalaian dari pemerintah RI yang tidak dapat melaksanakan prestasinya terhadap PT. FIC. Dengan kata lain, fasilitas tersebut tidak dapat dipengaruhi atau dibatalkan dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur Bea Masuk dan Pajak yang dibuat dalam jangka waktu 18 (delapan belas) tahun sejak tanggal ditandatangani Kontrak Karya tersebut. Hal ini berdasarkan doktrin hukum bahwa persetujuan yang telah diberikan oleh Pemerintah Indonesia dengan ditandatanganinya Kontrak Karya tersebut tidak dapat dirubah oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan setelah Perjanjian Kontrak Karya tersebut ditandatangani. Ketentuan Pasal 12 ayat (2) Kontrak Karya tersebut tidak dapat dibatalkan atau diubah dengan peraturan perundang-undangan mengenai Bea Masuk dan PPN selama dalam jangka waktu 18 tahun tersebut. Keberadaan suatu peraturan perundang-undangan baru tidak serta merta dapat membatalkan atau mengubah isi dari Kontrak Karya. Di dalam pasal 12 ayat (2) Kontrak Karya tersebut terdapat ketentuan yang dalam Bahasa Inggris berbunyi : “…shall be exempted from import duties and shall obtain full relief from and postponement of value added tax (“VAT”) otherwise payable as provided by the laws and regulations from time to time in effect.” Ketentuan pasal tersebut bertujuan untuk melindungi PT. FIC sebagai salah satu pihak dalam perjanjian agar memiliki kedudukan yang seimbang dengan Pemerintah yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur. Yang dapat dilakukan oleh Pemerintah bukanlah membatalkan atau mengubah ketentuan Kontrak Karya ini dengan suatu produk perundang-undangan, namun Pemerintah dapat melakukan renegosiasi dengan PT. FIC dalam rangka menyesuaikan ketentuan Pasal 12 ayat (2) Kontrak Karya tersebut dengan suatu peraturan perundang-
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
undangan. Dengan demikian, yang terjadi bukanlah pembatalan namun perubahan untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 ayat 2 memberikan hak kepada PT. FIC untuk mendapatkan fasilitas khusus pembebasan bea masuk (“import duties”) serta Penundaan (“Postponement”) dan Pembebasan (“Full Relief”) dari Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) selama 18 tahun. Sedangkan Pasal 13 pada dasarnya memang menentukan kewajiban-kewajiban PT. FIC terhadap pemerintah yang berlaku secara umum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku kecuali ditentukan lain dalam kontrak karya (“As Subject to the terms of this agreement”). Kalimat “Subject to the terms of this agreement” atau dalam Bahasa Indonesianya “dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam perseetujuan ini” adalah jelas sebuah pengecualian ketentuan Pasal 13 ayat (6) yang sebelumnya sudah diatur melalui Pasal 12 ayat (2). Paal 13 ayat (6) mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian dan penjualan barang kena pajak jelas merupakan ketentuan hukum umum, yang sifat kekuatan hukumnya tidak berlaku lagi karena sudah ada aturan yang lebih spesifik yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga asas hukum lex specialiss derogate lex generaliss (ketentuan yang sifatnya lebih khusus mengesampingkan ketentuan yang umum) dapat dipakai. Pemberian “Fasilitas Khusus” yang diamanatkan oleh Pasal 12 ayat (2) Kontrak Karya tersebut merupakan hak yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (d/h Kementerian Pertambangan). Pemenuhan prestasi mengenai fasilitas khusus PT. FIC oleh Pemerintah Indonesia kemudian diwujudkan melalui dikeluarkannya alas hukum berupa surat-surat keputusan yang bertujuan untuk memenuhi hak PT. FIC berupa fasilitas PPN Impor. Didalam Kontrak Karya ini juga terdapat hubungan antara ketentuan Pasal 12 ayat (2) dengan ketentuan pasal 13 ayat (6), terutama dengan adanya kata-kata “expect as otherwise provided in this Agreement” atau yang dalam Bahasa Indonesianya “kecuali ditentukan lain dalam persetujuan ini” yang tercantum pada paragraf pertama dari Pasal tersebut. Sebelum masuk kepada Pasal 13 ayat (6) ini, sudah dinyatakan dengan jelas dalam Pasal 12 ayat (2) bahwa dalam Bea Masuk
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
dan PPN, PT. FIC mendapatkan fasilitas yang dijanjikan oleh Pemerintah Indonesia berupa pembebasan dan penundaan pembayaran. Kantor Pajak menafsirkan bahwa fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam ketentuan Pasal 12 ayat (2) tersebut dapat diberikan kepada PT. FIC hanya jika terdapat peraturan yang berlaku dari waktu ke waktu mengenai pemberian fasilitas PPN tersebut dan karenanya Kantor Pajak berkeinginan untuk mengenakan kewajiban dan formalitas PPN terhadap PT. FIC berdasarkan peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku selama jangka waktu yang tertera dalam Pasal 12 tersebut, yaitu 18 tahun. Namun PT. FIC memiliki pemahaman yang berbeda, bahwa fasilitas PPN tersebut besifat “nail down” atau tidak terpengaruh oleh peraturan yang berlaku dari waktu ke waktu selama jangka waktu 18 tahun tersebut. Pada dasarnya pemberian hak fasilitas kepada PT. FIC yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia harus diikuti dengan kewajiban Pemerintah untuk melakukan hak (prestasi), dengan mengeluarkan dasar hukum pemberian fasilitas khusus tersebut. Oleh karena itu, untuk “menjamin” pemenuhan prestasi, maka diberlakukannya prinsip “nail down” dalam suatu peraturan dimana bahwa apa yang diperjanjikan tidak akan begitu saja terpengaruh perubahan peraturan hukum di Indonesia, seperti yang di ungkapkan dalam Kontrak Karya tersebut “otherwise payable as provided by the law and regulation from time to time effect”. Prinsip dasar pasal ini harus dilihat sebagai “nail down”, karena prinsip tersebutlah yang memberikan ketenangan dalam berinvestasi di Indonesia tanpa harus takut terpengaruh oleh situasi yang tidak pasti akibat dari perubahan-perubahan peraturan. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai pendapat bahwa, mengingat tidak adanya peraturan perpajakan yang mengatur mengenai keringanan penuh dan penundaan PPN, maka Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat memberikan fasilitas tersebut. Bahwa tidak dikenalnya istilah keringanan penuh atau full relief dalam sistim hukum Indonesia menjadi dasar argumentasi. Oleh karena itu, Pasal 12 ayat (2) Kontrak Karya tersebut tidak dapat dilaksanakan. Akan tetapi, bahwa sebenarnya kewajiban untuk memberikan alas hak tersebut ada di tangan Pemerintah Indonesia yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi tersebut
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
sesuai dengan kontrak karya pada tahun 1991. Apabila kemudian terjadi kelalaian dalam melaksanakan prestasi pemberian fasilitas tersebut tidaklah dapat dibebankan kepada PT. FIC, karena kewajiban tersebut jelas ada di tangan Pemerintah Indonesia. Dalam Pasal 12 ayat (2) jelas yang berkewajiban melakukan prestasi dalam Kontrak Karya ini adalah Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM mengeluarkan produk-produk hukum berupa keputusankeputusan. Dalam hal terjadi kekosongan produk hukum yang menjustifikasi fasilitas tersebut (Pada kurun waktu 2001-2005) bukanlah merupakan tanggungjawab dari PT X. DJP memang berhak memberikan interpretasi soal pajak, sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan pajak (vide UU KUP Pasal 1 ayat (32) dan Pasal 7 KMK No 577/KMK.00/1989). Begitu juga dengan BKPM, juga berhak menafsirkan perjanjian ini karena mempunyai kewenangan lewat Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Akan tetapi dalam menafsirkan suatu perjanjian juga harus dilihat aspek histories (1342 – 1343 BW) yang terkandung di dalamnya.1 Dilihat dari sudut pandang penafsiran secara Historis, haruslah dilihat apa yang menjadi semangat dari pemberian fasilitas tersebut dalam kontrak karya. Semangat pemberian fasilitas tersebut adalah pemberian kemudahan kepada investor, dalam hal ini PT X, pada saat ditandatanganinya perjanjian (1991) oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertambangan pada saat itu. Masalah “istilah” yang tidak dikenal di dalam kontrak tersebut seperti yang didalilkan DJP. Dalam hal ini, penafsiran secara gramatikal mutlak diperlukan karena kontrak tersebut dibuat secara Bi-Lingual dan jelas di dalam Pasal 32 Kontrak Karya disebutkan terjemahan yang diutamakan adalah terjemahasan berbahasa Inggris. Istilah-istilah teknis hukum pun haruslah dilihat secara kontekstual gramatikal berdasarkan asal kata dan maksud kontrak tersebut.
1
Pasal 1342 BW: Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang
daripadanya dengan jalan penafsiran.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Bahwa fasilitas seperti Full Relief (Tax Exemption) dan Posponement adalah istilah yang memang biasa dipakai di sistem hukum Amerika Serikat (AS). Istilah tersebut dinyatakan dalam Economic Growth and Tax Relief Reconciliation Act AS. Maka dari itu sangat dimungkinkan bahwa terjemahan suatu terminologi hukum di antara dua Negara (AS dan Indonesia) yang menganut sistem hukum yang berbeda dapat diterapkan. Oleh karena itu jalan penafsiran yang dilihat dari akar kata dan maksud (1343BW) haruslah digunakan.2 Kelalaian pemenuhan prestasi oleh Pemerintah Indonesia dalam bentuk ketiadaan alas hukum tidak dapat menjadi alasan untuk meniadakan klausul perjanjian kontrak karya. Perbedaan penafsiran yang terjadi di pihak Pemerintah Indonesia ini, selain masalah hukum perdata, dapat menjadi permasalahan perpajakan apabila tidak ada persamaan “penafsiran”. Perbedaan penafsiran ini nantinya kemudian akan masuk kepada domain sengketa perpajakan. Domain masalah pajak tidak melulu ditentukan oleh ada atau tidaknya produk hukum administrasi Negara yang dikeluarkan oleh DJP berupa surat ketetapan pajak sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 12 KUP yang berbunyi : Pasal 12 (1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
Oleh karena itu, jalur formal untuk “menyamakan” penafsiran selain mediasi antara para pihak adalah melalui Badan peradilan perdata yang ada, baik itu melalui pengadilan umum maupun jalur arbitrase, untuk mencegah hal ini masuk lebih jauh kepada sengketa pajak.
2
asal 1343 BW: Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai penafsiran, maka
lebih baik diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut huruf.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.
Analisis mengenai..., Robby Ferliansyah, FH UI, 2011.