Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
ANALISIS MANAJEMEN PENGOPERASIAN KAPAL YANG AMAN DI PERAIRAN DANGKAL DAN TERBATAS I K A P Utama1 dan K B Artana2 1 Jurusan Teknik Perkapalan ITS 2 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS Email:
[email protected]
ABSTRAK Pengoperasian kapal-kapal besar dan kecil dengan berbagai kecepatan dinas terutama di pelabuhan super sibuk dengan kedalaman dan alur pelayaran terbatas seperti Pelabuhan Tanjung Perak, menimbulkan kendala yang cukup pelik berkaitan dengan keselamatan kapal, alur pelayaran dan lingkungan pelabuhan. Kecepatan kapal yang cukup tinggi saat memasuki pelabuhan dapat menimbulkan gelombang sapuan (wave wash) yang signifikan dan dapat mengganggu keselamatan pelayaran dan lingkungan pelabuhan. Volume kapal yang cukup tinggi dan bila tidak dikendalikan dengan baik maka dapat meningkatkan jumlah kecelakaan kapal di pelabuhan sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan pelabuhan menjadi kawasan lalu-lintas pelayaran yang semrawut serta tidak aman dan nyaman. Makalah kali ini membahas tentang manajemen penanganan dampak gelombang sapuan kapal dan dikenalkannya konsep pengendalian gerakan kapal ketika memasuki kawasan pelabuhan yang dikenal dengan istilah AIS (automatic identification system). AIS merupakan aturan standar dari organisasi maritim dunia (IMO) yang berpusat di London, dalam rangka memperkecil tingkat kecelakaan kapal di kawasan pelabuhan yang terbatas dan super sibuk. Penanganan efek gelombang sapuan yang efektif dan impelentasi AIS dipercaya dapat mengurangi tingkat kecelakaan dan meningkatkan level kenyamanan berlayar di kawasan atau perairan pelabuhan. Kata kunci : kapal cepat, gelombang sapuan, AIS. PENDAHULUAN Pelabuhan adalah kawasan yang sibuk terutama dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan perairan. Pelabuhan umumnya berlokasi pada daerah yang terlindung dari laut atau perairan terbuka. Kalau tidak, maka umumnya dilengkapi dengan bendungan pelindung serangan ombak/gelombang (breakwater). Salah satu contoh perairan yang terlindung secara alami atau juga dikenal sebagai pelabuhan tertutup adalah Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya (lihat Gambar 1). Pelabuhan ini secara alamiah dilindungi oleh Pulau Madura yang melindunginya dari gempuran ombak Laut Jawa dimana pada musim angin barat atau musim hujan tinggi gelombang laut dapat mencapai rata-rata 5m. Contoh lainnya adalah Pelabuhan Benoa di Bali bagian selatan yang dilindungi oleh Pulau Serangan dari serangan ombak Samudera Hindia. Contoh pelabuhan terbuka dan dikenal sangat sibuk adalah Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta yang dilengkapi dengan breakwater untuk menahan gempuran ombak Laut Jawa. Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pelabuhan yang sibuk (misalnya) dilayari oleh ratusan dan bahkan ribuan kapal dari berbagai tipe setiap bulannya. Kapal-kapal tersebut antara lain berupa kapal barang (general cargo, container vessel), tanker, kapal penumpang, kapal ikan, dan lain-lain. Kapal-kapal tersebut bervariasi dari kapal lambat, kapal sedang dan kapal cepat yang diklasifikasi menurut kecepatan atau angka Froude kapal (Molland, 2008).
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Gambar 1. Lokasi Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya
GELOMBANG SAPUAN KAPAL Gerakan maju kapal di perairan menimbulkan gelombang ke arah samping yang lebih dikenal sebagai gelombang sapuan kapal (ship wave wash), dimana besarnya terutama sekali tergantung kepada kecepatan atau angka Froude kapal (Molland dan Utama, 2002). Makin tinggi kecepatan kapal maka makin besar intensitas gelombang sapuan. Jika tidak diantisipasi dengan sebaik-baiknya maka dapat mengganggu gerakan dan keselamatan n (terutama) kapal-kapal yang lebih kecil di sekitarnya dan dapat mengancam keselamatan lingkungan pantai atau perairan. Sejumlah kasus kecelakaan yang diakibatkan oleh gelombang sapuan kapal dilaporkan oleh Utama dan Dewanda (2005). Beberapa contoh tersebut antara lain kerusakan lingkungan sebagai akibat pengoperasian bus air (water bus) di Sungai Kapuas yang membelah kota Pontianak dan meninggalnya 2 orang pengguna jetski di Nusa Dua Bali karena jetski mereka terbalik sebagai akibat dari gelombang sapuan kapal yang disebabkan oleh gerakan kapal besar dan cepat yang berlayar sebelumnya. Penelitian tentang gelombang sapuan dan pengaruh buruknya dilakukan di berbagai penjuru dunia, antara lain dilaporkan oleh Couser dkk (1998) dan Stumbo dkk (1999). Kedua peneliti melakukan penelitian eksperimental dimana hasil-hasilnya sangat bersesuaian dengan penelitian teoritis tentang teori gelombang kapal yang dikembangkan oleh Michel (1898). Lebih lanjut, kedua peneliti menemukan adanya pengaruh yang kuat dari dimensi atau ukuran utama kapal terhadap intensitas gelombang sapuan. Pengujian eksperimental dilakukan oleh Utama dkk (2006) pada 2 tipe kapal yaitu kapal tunda yang memiliki koefisien kelangsingan cukup besar dan kapal patroli yang lebih langsing dan secara operasional bergerak dalam moda kapal cepat. Penelitian tersebut memperlihatkan adanya pengaruh yang signifikan dari ukuran utama dan kecepatan kapal terhadap besaran gelombang sapuan. Kapal tunda yang lebih gemuk menimbulkan gelombang sapuan yang lebih besar dibandingkan kapal patroli cepat
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
(lihat Gambar 2 dan Gambar 3). Gambar 2 dan Gambar 3 juga memperlihatkan fungsi jarak antara sebuah kapal dengan kapal lainnya atau dengan garis atau tepi pantai (water banks). Jarak pemisahan tersebut dinyatakan sebagai 0.25 B sebagai jarak terdekat dan 1.0 B sebagai jarak terjauh. Semakin dekat jarak pemisahan (dalam hal ini 0.25 B) maka intensitas atau tekanan gelombang samping atau gelombang sapuan kapal bertambah besar, dan demikian sebaliknya. Pada kasus kapal patroli yang secara fisik lebih langsing (slender), gelombang sapuan relatif tidak timbul tetapi berubah menjadi gelombang pecah (wave breaking) di daerah haluan pada moda kapal cepat (angka Froude di atas 0.6). Pembahasan tentang hal ini dibahas lebih lanjut oleh Utama dkk (2008). 18 0.25B 16
0.50B
Gaya Samping (kN)
14
1.00B
12 10 8 6 4 2 0 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Kecepatan (m/detik)
Gambar 2. Hubungan Kecepatan Dengan Gaya Samping Dari Sebuah Kapal Tunda 7 0.25B
6
Gaya Samping (kN)
0.50B 5
1.00B
4 3 2 1 0 2.0
2.2
2.4
2.6
2.8
3.0
Kecepatan (m/detik)
Gambar 3. Hubungan Kecepatan Dengan Gaya Samping Dari Sebuah Kapal Patroli
AUTOMATIC IDENTIFICATION SYSTEM (AIS) Regulasi No 19 dari peraturan keselamatan pelayaran di laut (SOLAS) Bab 5, mensyaratkan adanya pemasangan peralatan navigasi pada kapal-kapal yang berlayar di
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
laut. Pada tahun 2000, organisasi kemaritiman dunia (IMO, international maritime organization) mengadopsi sebuah peraturan baru sebagai penyempurnaan dari Bab 5 tersebut bagi seluruh kapal untuk melengkapi diri dengan sistem identifikasi otomatis (AIS, automatic identification systems). Peralatan AIS ini dipersyaratkan mampu menyediakan informasi tentang kapal tersebut terhadap kapal-kapal lain di sekitarnya dan otoritas pelabuhan atau pantai secara otomatis. Regulasi tersebut mensyaratkan bahwa peralatan AIS harus dipasang pada semua kapal dengan bobot di atas 300 GT yang melayari perairan internasional serta kapal barang dan kapal penumpang dengan bobot di atas 500 GT meskipun tidak berlayar di perairan internasional. Peraturan tersebut berlaku efektif untuk seluruh kapal yang telah disebutkan di atas terhitung sejak tanggal 1 Desember 2004. Kapal-kapal yang dilengkapi dengan sarana AIS tersebut wajib menjaga dan menjamin berfungsinya peralatan AIS setiap saat, kecuali terdapat peraturan atau regulasi internasional yang menghendaki ketentuan lain. Peralatan AIS dipasang di Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS yang dapat mencatat dan mengakses berbagai informasi atau data antara lain nama kapal, panjang dan lebar kapal, tipe kapal, lokasi atau koordinat kapal, dan lain-lain yang berlayar atau beroperasi di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak (Artana dkk, 2009). Peralatan tersebut adalah tipe Furuno A30 seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Salah satu fungsi utama peralatan AIS tersebut adalah untuk mencatat posisi pergerakan kapal di kawasan pelabuhan sehingga pelayaran kapal tersebut dan kapalkapal lainnya berlangsung dengan aman. Sebuah laporan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut memperlihatkan tingginya tingkat kecelakaan kapal yang didominasi oleh kasus-kasus kapal tenggelam dan tabrakan antara kapal (Artana dkk, 2009). Informasi lebih lanjut memperlihatkan bahwa lebih kurang 70% dari 30 kapal-kapal perintis yang dioperasikan di perairan Indonesia bagian Timur berusia lebih dari 25 tahun dan dengan kondisi yang tidak terlalu baik atau terawat. Resiko kecelakaan dapat diperparah bila kapal-kapal tersebut tidak dilengkapi peralatan navigasi dan AIS yang memadai. Gambar 5 memperlihatkan proporsi atau persentase dan faktor penyebab kecelakan tersebut.
Gambar 4. AIS Furuno A30
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Gambar 5. Faktor penyebab kecelakaan kapal
PEMBAHASAN Armada kapal cepat bervariasi dari kapal patroli sampai kapal penumpang cepat, kapal pengangkut kendaraan (car ferries) dan kapal barang (freighters), yang tumbuh pesat sejak tahun 1970an dan memperlihatkan pertumbuhah kebutuhan pasar yang signifikan di masa-masa mendatang (Whittaker dkk, 1999). Namun demikian, pertumbuhan yang pesat ini menimbulkan persoalan yang berkaitan dengan peningkatan kecepatan kapal dan salah satu fenomena negatif tersebut dikenal sebagai gelombang sapuan (wave wash). Karena itu, tekanan datang dari berbagai pihak kepada otoritas pelabuhan dan pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap meningkatnya kecelakaan sebagai akibat dari gelombang sapuan kapal terhadap lingkungan pantai dan keselamatan fasilitas publik. Berbagai pembatasan kecepatan terhadap kapal feri cepat umumnya diberlakukan di berbagai belahan dunia. Sayang sekali, belum ada konsensus atau kesepakatan tentang karakteristik feri yang beroperasi di perairan terbatas dan memiliki potensi mengancam keselamatan lingkungan dan pengguna perairan. Persoalan ini juga diperburuk dengan kurangnya konsensus di kalangan masyarakat akademis/saintifik tentang gelombang progresif pada kondisi kritis dan super-kritis. Karena itu, adalah sangat penting bahwa pembatasan statutori didasarkan kepada informasi saintifik dan operator kapal/feri dapat melakukan analisis/evaluasi resiko menggunakan metode kuantitatif yang telah divalidasi untuk mengoptimalkan arah gerak, kecepatan dan prosedur operasional kapal-kapal tersebut. Sebuah penelitian untuk memahami dan mengantisipasi pengaruh gelombang sapuan kapal dilaporkan oleh Allen dan Clements (2001). Penelitian tersebut tidak hanya membahas timbul dan perambatan gelombang sapuan dan pengaruhnya terhadap lingkungan tetapi juga meneliti dampaknya terhadap keuntungan bisnis/komersial. Penelitian ini terdiri dari 5 paket kegiatan dimana paket ke-4 dan ke-5 masing-masing berhubungan dengan petunjuk pengembangan serta manajemen dan eksploitasi sumber daya yang ada. Kegiatan tersebut melibatkan kalangan akademis, operator kapal dan konsultan perkapalan. Meskipun hasil yang diperoleh dapat menghasilkan petunjuk praktis dan aman bagi pengoperasian kapal-kapal cepat di perairan terbatas, fungsi kontrol terhadap pembatasan kecepatan kapal relatif sulit dilakukan. Pengawasan kecepatan kapal secara manual sangat sulit dilakukan dan sangat melelahkan. Hanya pengawasan secara
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
otomatis yang berfungsi efektif dan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan yang tinggi. AIS sebagai sebuah konsep yang baru dikembangkan lebih kurang 10 tahun yang lalu dapat dijadikan sarana pengawasan otomatis. Salah satu fungsi AIS adalah mengindentifikasi jenis/tipe kapal dan mencatat kecepatan kapal sehingga bila kecepatan kapal melebihi ambang batas yang diijinkan maka dapat diberikan peringatan dengan segera. Sebuah penelitian untuk mengidentifikasi tingkat bahaya pengoperasian kapal di kawasan Selat Madura bagian Barat dilakukan oleh Artana dkk (2009). Penelitian dengan metode analisis hirarki proses (AHP) mengelompokkan faktor potensi bahaya ke dalam fungsi: (1) tipe kapal, (2) panjang kapal, (3) jumlah muatan, dan (4) kecepatan kapal. Hasil akhir penelitian memperlihatkan bahwa tipe kapal dan jumlah muatan memberikan kontribusi terbesar bagi timbulnya kecelakaan kapal. Fakta tersebut memang benar untuk kapal-kapal barang/kargo karena armada kapal jenis ini yang mendominasi jalur pelayaran Tanjung Perak di Surabaya. Faktor potensi bahaya diperkirakan akan berubah ketika fokus pengamatan ditekankan pada pengoperasian kapal-kapal cepat, baik kapal penumpang maupun kapal patroli. Skema detil dari penentuan skor bahaya tersebut diperlihatkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Kriteria hirarki penentuan skor bahaya
KESIMPULAN Fenomena gelombang sapuan kapal telah menjadi momok bagi otoritas pelabuhan, terutama sekali pada kawasan perairan terbatas (sempit dan dangkal). Berbagai protes timbul karena gelombang sapuan yang ditimbulkan oleh kapal penumpang cepat dapat menenggelamkan kapal-kapal yang lebih kecil yang berlayar di sekitarnya dan juga merusak lingkungan dan fasilitas publik. Penelitian yang dilakukan di berbagai negara di dunia, antara lain di Inggris, mampu mengidentifikasi penyebab timbulnya gelombang sapuan, arah dan kecepatan perambatannya serta dampak buruk yang mungkin ditimbulkannya. Salah satu rekomendasi penting yang dhasilkan adalah adanya pembatasan kecepatan kapal ketika beroperasi di kawasan pelabuhan.
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Namun demikian, adalah sangat sulit untuk memantau kecepatan gerakan kapal secara manual. Karena itu, dikenalkannya teknik otomatis yang dikenal sebagai AIS merupakan jawaban yang menggembirakan. Sesuai ketentuan IMO maka kapal dengan ukuran/kapasitas tertentu harus dilengkapi dengan peralatan AIS sehingga dapat dipantau posisi dan kondisinya ketika berlayar di kawasan pelabuhan tertentu. Sebuah penelitian atau evaluasi tentang tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pengoperasian kapal dilakukan di ITS dengan mengambil lokasi perairan Selat Madura bagian Barat. Penelitian yang difokuskan pada pengoperasian kapal-kapal barang/kargo menyimpulkan bahwa jenis/tipe kapal dan jumlah muatan merupakan faktor yang sangat krusial bagi timbulnya kecelakaan kapal. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan fokus pada atau memberikan tambahan perhatian kepada kapalkapal cepat seperti kapal patroli dan kapal feri cepat, sehingga akan diketahui kontribusi kecepatan kapal terhadap kemungkinan timbulnya kecelakaan di laut terbatas. DAFTAR PUSTAKA Allen, R and Clements, R (2001), Ship wash impact management (SWIM), FAST 2001 Conference, Southampton UK, 4-6 September. Artana K B, Baliwangi, L and Syarifudin, A (2009), AHP method for assessing danger score of utilising data of automatic identification system (AIS): a case study of Madura strait, AIS Workshop, Kobe, 7-10 December. Couser, P R, Wellicome, J F and Molland, A F (1998), An Improved Method for the Theoretical Prediction of the Wave Resistance of Transom Stern Hulls using a Slender Body Approach, International Shipbuilding Progress, Vol. 45, No. 444. Michell, J H (1898), The wave resistance of a ship, Philosophical Magazine, London, Series 5, Vol. 45, pp 106-123. Molland, A.F. dan Utama, I.K.A.P. (2002), Ship Wash Wave Analysis in Shallow Restricted Waters, Marine Technology Conference (MARTEC), Surabaya, 3-4 September. Molland, A F (editor) (2008), The Maritime Engineering Reference Book: a guide to ship design, construction and operation, Butterworth-Heinemann, Oxford, UK. Stumbo, S, Fox, K, Dvorak, F dan Elliot, L (1999), The Prediction, Measurement, and Analysis of Wake Wash from Marine Vessels, Marine Technology, Vol. 36, No. 4. Utama, I K A P (1999), Investigation of the Viscous Resistance Components of Catamaran Forms, PhD Thesis, Department of Ship Science, University of Southampton, Southampton, UK. Utama, I K A P dan Dewanda, P A (2005), Analisis Gelombang Sapuan Kapal di Perairan Terbatas, Laporan Akhir, Penelitian Hibah Bersaing tahun 2004-2005, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Utama, I K A P, Dewanda, P A and Sutawijaya, I G A R (2006), Theoretical, numerical and experimental investigations into ship wave wash characteristics, Marine Technology Conference (MARTEC), Makassar, 4-5 September. Utama, I K A P, Panunggal, P E dan Murdijanto (2008), An investigation into ship wave breaking phenomena, Marine Technology Conference (MARTEC), Jakarta, 26-27 Agustus.
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 6 Pebruari 2010
Whittaker, T J T, Bell, A K, Shaw, M R and Patterson, K (1999), An investigation of fash ferry wash in confined waters, Conference of Hydrodynamics of High Speed Craft, RINA, London, November.
ISBN : 978979-99735-9-7 E-1-8