Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
ANALISIS KUANTITATIF TELUR CACING NEMATODA USUS METODE KATO KATZ KUANTITATIF PADA MURID SDN NO.101777 SAENTIS KECAMATAN PERCUT SEI TUAN DELI SERDANG TAHUN 2010
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Jenny Ria Sihombing Email :
[email protected]
ABSTRAK Penyakit cacingan sangat berpengaruh buruk bagi kesehatan, pada anak-anak cacingan akan berdampak pada gangguan dalam belajar, menurunnya kualitas kecerdasan dan berkurangnya asupan giji yang diperoleh, pada orang dewasa dapat menurunkan kreativitas bekerja. Telah dilakukan penelitian pada 23 sampel tinja yang diambil secara consecutivesampling pada murid SDN NO. 101777 Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan metode Kato Katz Kuantitatif dimana sampel yang diperiksa adalah sampel yang positif menderita infeksi cacing Nematoda usus. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat dikategorikan sebagai infeksi ringan. Dikatakan infeksi ringan karena semua jumlah telur cacing baik Ascaris lumbricoides maupun Trichuris trichiura lebih kecil dari nilai ketentuan dimana menurut laporan yang diterapkan oleh WHO tahun 1987 jumlah telur infeksi berat Ascariasis sebanyak 50.000 butir telur/gr tinja dan pada Trichuriasis 10.000 butir telur/gr tinja. Melakukan pemeriksaan volume tinja harus benar beratnya 41,7 mg dengan pengukuran ring berdiameter 6 mm yang terbuat dari karton tebal selebar ±3 x 4 cm. Metode ini sangat baik untuk mengevaluasi hasil kemajuan pengobatan.
Kata Kunci : Nematoda Usus, Kato Katz
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
1
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
PENDAHULUAN
infektif, yang sering menginfeksi manusia
Latar Belakang
adalah Ascaris
lumbricoides, Trichuris
trichiura
Hookworm.
dan
Diagnosis
Penyakit cacingan di Indonesia boleh di
langsung cacing ini bisa ditemukan telur
katakan masih cukup tinggi dan merata,
didalam tinja (Natadisastra, 2009).
tidak hanya di lingkungan yang kumuh dan buruk sanitasinya saja. Oleh karena itu, penyakit cacingan jangan dianggap enteng, khususnya
di
daerah-daerah
yang
sanitasinya masih kurang baik. Pada anakanak
cacingan
gangguan
akan
dalam
berdampak
belajar,
pada
menurunnya
Tingginya angka pengidap cacingan pada umumnya
disebabkan
karena
sanitasi
lingkungan yang kurang baik, perilaku kebersihan
yang
kurang,
debu
yang
berterbangan, makanan jajanan yang kurang terjaga kebersihannya (H, Ronald, 2008).
kualitas kecerdasan serta berkurangnya
Demikian juga halnya di daerah Kecamatan
asupan giji yang diperoleh. Pada orang
Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
dewasa
kreativitas
yang masih banyak anak-anak usia sekolah
bekerja. Dalam hal ini dapat dikatakan
yang belum mengerti tentang pentingnya
infeksi cacing menurunkan kualitas sumber
kesehatan. Dilakukannya penelitian pada
manusia (Ronald H, 2008).
murid SD tersebut karena diketahui banyak
dapat
menurunnya
Nematoda usus merupakan kelompok yang sangat Indonesia mengidap
penting bagi
karena masih cacing
ini
masyarakat
banyak
yang
sehubungan
banyaknya faktor yang menunjang untuk hidup suburnya cacing parasiter ini. Faktor penunjang ini antara lain keadaan alam serta iklim, sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan
penduduk
serta
masih
berkembangnya kebiasaan yang kurang baik. Berdasarkan fungsi tanah pada siklus hidup
cacing
ini,
Soil
Transmitted
Helminths adalah Nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan telur menjadi 2
jajanan
sekolah
yang
belum
terjaga
kebersihannya, penularan umumnya dapat terjadi melalui makanan, dan minuman secara oral baik dari tangan sendiri maupun jajanan makanan di sekolah ataupun di rumah dimana anak-anak makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, selain itu dapat terjadi dengan memakan makanan terbuka, yang sudah terkontaminasi telur infektif melalui debu yang berterbangan, dan dapat juga dibawa oleh vector mekanik seperti lalat rumah (Musca domestica), Blathidae dan kecoak yang mengandung telur infektif. Penularan lain bisa terjadi melalui kulit seperti pada cacing Hookworm
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
yang dapat menginfeksi manusia dengan bermain di tanah lembab dan kotor tanpa menggunakan alas kaki (Santosa, 2009). Sampel
diambil
secara
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian terhadap pemeriksaan
consecutive
Telur Cacing Nematoda Usus dengan
sampling pada murid SDN No. 101777
Metode Kato Katz Kuantitatif pada Murid
Saentis Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli
SDN No. 101777 Saentis Kecamatan Percut
Serdang dimana sampel yang diperiksa
Sei Tuan Deli Serdang.
adalah sampel positif yang sebelumnya telah diperiksa oleh Irmasari Perangin-
Untuk menentukan jumlah Telur Cacing
angin sebanyak 23 sampel. Penelitian yang dilakukan pada murid SD tersebut menggunakan metode Kato Katz Kuantitatif
yang
bertujuan
untuk
mengetahui berat ringannya infeksi cacing dalam usus (Illahude D, 1998). Menurut laporan yang ditetapkan oleh WHO (1987), berat ringannya infeksi penyakit cacing dapat diketahui dari jumlah telur/gr tinja dari hasil pemeriksaan Metode Kato Katz Kuantitatif.
berdasarkan jumlah telur/gr tinja. Trichuriasis
- Infeksi Ringan:
- Infeksi ringan :
5000/gr tinja
1.000/gr tinja
- Infeksi Berat:
- Infeksi Berat :
50.000/gr tinja
per gram tinja dan untuk mengetahui berat ringannya infeksi pada penderita infeksi Nematoda Usus dengan Metode Kato Katz Kuantitatif pada Murid SDN No. 101777 Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Deli Serdang. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: Dapat mengenal Telur Cacing Nematoda
Tabel 1. Berat ringannya penyakit cacing
Ascariasis
TUJUAN PENELITIAN
Usus dengan Metode Kato Katz. Dapat melakukan perhitungan Telur Cacing dengan Metode Kato Katz. Mampu mendiagnosa Telur-telur Cacing dengan Metode Kato Katz.
10.000/gr tinja (WHO, 1987)
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
3
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Metode Penelitian
Populasi dan sampel terhadap murid SDN
Pada penelitian ini
dilakukan
dengan
metode DeskriptifCrossectional. Dengan menggunakan
Metode
Kato
Katz
No. 101777 Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Deli Serdang sebanyak 23 sampel yang diambil secara consecutive samlping dimana sampel yang diperiksa adalah
Kuantitatif.
sampel positif yang sebelumnya telah
Lokasi dan Waktu Penelitian
diperiksa oleh Irmasari
Lokasi penelitian dilakukan di laboratorium
Perangin-angin
sebanyak 23 sampel.
StiKes Sari Mutiara Medan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2010.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tabel 2. Data hasil pemeriksaan telur cacing Nematoda usus dengan Metode Flotasi pada murid SDN No. 101777 Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.
No.
4
Insial
Umur
Jenis
Data awal pemeriksaan telur cacing dengan
Pasien
(Tahun)
Kelamin
Metode Flotasi
(L/P)
Ascaris
Trichuris
lumbricoides
trichiura
Hooworm
1
A1
6
L
+
+
-
2
A2
6
P
+
+
-
3
A3
10
L
-
+
-
4
A4
10
L
-
+
-
5
A5
10
L
-
+
-
6
A6
10
L
-
+
-
7
A7
10
L
-
+
-
8
A8
10
P
-
+
-
9
A9
7
L
-
+
-
10
A10
7
P
-
+
-
11
A11
7
L
+
+
-
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
12
A12
8
L
+
+
-
13
A13
7
P
+
+
-
14
A14
7
L
-
+
-
15
A15
11
P
-
+
-
16
A16
11
L
-
+
-
17
A17
9
L
+
+
-
18
A18
9
L
+
+
-
19
A19
9
L
+
+
-
20
A20
9
L
+
+
-
21
A21
8
P
-
+
-
22
A22
8
P
+
+
-
23
A23
8
L
-
+
-
24
A24
6
P
-
-
-
25
A25
6
L
-
-
-
26
A26
6
L
-
-
-
27
A27
8
L
-
-
-
28
A28
9
L
-
-
-
29
A29
9
L
-
-
-
30
A30
6
P
-
-
-
31
A31
6
P
-
-
-
32
A32
9
L
-
-
-
33
A33
11
L
-
-
-
34
A34
7
P
-
-
-
35
A35
7
P
-
-
-
36
A36
8
P
-
-
-
37
A37
8
P
-
-
-
38
A38
11
L
-
-
-
39
A39
11
P
-
-
-
40
A40
11
L
-
-
-
Catatan: Hasil pemeriksaan telur cacing dengan Metode Flotasi dilanjutkan pemeriksaan untuk menghitung jumlah telur cacing secara kuantitatif dengan Metode Kato Katz.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
5
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
Tabel 3. Data Hasil Perhitungan jumlah telur cacing pada data tabel 3 dengan Metode Kato Katz Kuantitatif. Hasil pemeriksaan dengan Metode Kato Katz Ascaris lumbricoides No.
Insial
Umur
Jenis
Pasien
(Tahun)
Kelamin
Jlh Telur
Trichuris trichiura
Hasil perhitungan
Jlh
Hasil perhitungan
per gr tinja
Telur
per gr tinja
(L/P) 1
A1
6
L
3
72
21
504
2
A2
6
P
7
168
43
1.032
3
A3
10
L
-
-
9
216
4
A4
10
L
-
-
1
24
5
A5
10
L
-
-
2
48
6
A6
10
L
-
-
1
24
7
A7
10
L
-
-
4
96
8
A8
10
L
-
-
2
48
9
A9
7
P
-
-
60
1.440
10
A10
7
P
-
-
6
144
11
A11
7
L
2
48
12
288
12
A12
8
L
3
72
24
576
13
A13
7
P
1
24
9
216
14
A14
7
L
-
-
2
48
15
A15
11
L
-
-
2
48
16
A16
11
L
-
-
7
168
17
A17
9
L
33
792
17
408
18
A18
9
L
20
480
5
120
19
A19
9
L
113
2.712
5
120
20
A20
9
L
744
17.856
49
1.176
21
A21
8
P
-
-
2
48
22
A22
8
L
548
13.150
7
168
23
A123
8
P
-
-
1
24
Hasil Perhitungan yang diperoleh pada tinja
jumlah terendah 24 butir telur/gr tinja dan
positif telur cacing maka dapat ditemukan
tertinggi 17.856 butir telur/gr tinja.
6
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pemeriksaan dengan Metode Flotasi temuan telur cacing dilanjutkan untuk menghitung
jumlah
telur
cacing
secara
kuantitatif dengan menggunakan Metode Kato Katz. Dari hasil penelitian terhadap 23 sampel ternyata jumlah tertinggi Ascaris lumbricoides 17.856 telur/gr tinja dan Trichuris trichiura sebanyak 1.440 telur/gr tinja. Ini dikategorikan infeksi
ringan.
Menurut
laporan
yang
ditetapkan oleh WHO 1987 dikatan infeksi berat Ascariasis apabila dijumpai 50.000 butir
Kesimpulan Dari hasil penelitian terhdap 23 sampel didapat jumlah telur cacing Ascaris lumbricoides teringgi
17.856
butir
telur/gr
tinja
dan
Trichuris trichiura sebanyak 1.440 telur/gr tinja. Ini dikategorikan infeksi ringa. Saran Beberapa
saran
yang
diperhatikan dalam penelitian ini
harus adalah
sebagai berikut:
telur/gr tinja dan pada Trichuriasis 10.000 1. Dalam pencetakan sampel tinja harus
butir telur/gr tinja (WHO, 1987).
sesuai dengan ketentuan dimana ring Walaupun dikategorikan infeksi ringan, hal itu tetap berdampak buruk bagi penderita karena dapat mengganggu proses pertumbuhan bagi anak-anak dan menghambat produktivitas kerja bagi orang dewasa. Penderita kecacingan secara berangsur-angsur akan kekurangan gizi akibatnya selain menyebabkan kurang gairah juga daya tahan tubuhnya akan menurun, mudah
sakit
dan
bagi
anak-anak
akan
mengalami kesulitan belajar secara optimal. Hal ini tentu saja menurunkan kualitas sumber
yang digunakan berdiameter 6 mm yang terbuat dari karton tebal selebar ± 3 X 4 cm, dengan ukuran ini volume tinja tersaring 41,7 mg. 2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah pengobatan sebagai evaluasi pengobatan. 3. Pemeriksaan jumlah telur cacing secara kuantitatif juga dapat dilakukan dengan Metode Stoll.
manusia (Ronald H, 2008).
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
7
Jenny Ria Sihombing
Analisis Kuantitatif
Ronald
Edriss, Yvette, dkk. 2005. Methods in Parasitology. Swiss Tropical Institute, Basel. Herri Pedro. 2007. Helmintologi Kedokteran. Prestasi Pustaka : Jayapura. Ideham, Bariah dan Suhintam Pusarawati. Helmintologi
2008.
Pedoman
Perawatan
Kesehatan Anak. Yrama Widya : Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
2007.
H.
Kedokteran.Airlangga
University Press : Surabaya.
Safar
2010.
Parasitologi
Kedokteran. Yrama Widya : Bandung. Santosa,
dkk.
2009.
Parasitologi.Yrama
Widya : Bandung. Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran. EGC : Jakarta. Sutanto
Ilahude D, Herry, dkk. 1998. Penuntun
Rosdiana.
Inge,
dkk.
2008.
Parasitologi
Kedokteran. FKUI : Jakarta.
Praktikum Parasitologi Kedokteran. FKUI :
World Health Organization. 1987. Prevention
Jakarta.
and Control Of Intestinal Parasitic Infections.
Natadisastra,
dkk,
2009.
Parasitologi
Kedokteran. EGC : Jakarta. Padmasutra
Leshmana.
1996.
World Health Organization. 1991. Basic Diagnostik
Parasitologi Kedokteran. EGC : Jakarta. Reifmantao.
2009.
Pengobatan
Parasit. Sagung Seto : Jakarta.
8
Geneva.
Penyakit
Laboratory Methods in Medical Parasitology. Geneva. Zulkoni Akhsin. 2010. Parasitologi. Nuha Medika : Yogyakarta.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
AKURASI DERAJAT FIBROSIS HATI BERDASARKAN KING’S SCORE TERHADAP FIBROSCAN PADA PENYAKIT HEPATITIS B KRONIK
Yudi Andre Marpaung Departemen Penyakit Dalam Email
[email protected]
ABSTRAK Latar belakang : Dalam beberapa tahun terakhir ini, perhatian yang besar telah didedikasikan bagi pengembangan model prediksi non-invasif dalam mengurangi tingkat kebutuhan biopsi hati untuk penilaian dan evaluasi fibrosis hati. Cross, dkk telah mengusulkan King’s Score, dengan mengukur Usia (thn) x AST (IU/L) x [ INR / JmlPlatelet (109/L)]. Tujuan : Untuk menilai akurasi King’s Score dalam memprediksi derajat fibrosis hati pada pasien penyakit hepatitis B kronik. Metode : Selama Pebruari 2013 sampai Juli 2013, pada 62 pasien penyakit hepatitis B kronikmenjalani Fibroscan di divisi Gastroenterologi dan Hepatologi, RS Haji Adam Malik, Medan
dan
dilakukan
pemeriksaan
serum
AST,
INR,PLTserta
selanjutnya
mengkalkulasiKing’s Score. Patologi fibrosis hati digradasi berdasarkan sistem penilaian Fibroscan dari skala F0 sampai F4. Digunakan nilai-nilai prediktif diagnostik dalam menilai akurasi King’s Score. Hasil : King’s Score≥12,3 memiliki sensitivitas sebesar 48,1%, spesifisitas 88,6%, PPV 76,5%, NPV 68,9%, LR (+) 0,54, LR (–) 0,53 dalam memprediksisignificant fibrosis. Untuk memprediksi sirosis, King’s Score≥16,7 memiliki nilai akurasi yang tinggi dengan sensitivitas sebesar 83,3%, spesifisitas 85,7%, PPV 38,5%, NPV 98%, LR (+) 0,98, LR (–) 0,96. Nilai AUROC untuk masing-masing non-significant dan sirosis adalah 0,684(95% CI, 0,545-0,822, p value = 0,014) dan 0,845 (95% CI, 0,664-1,027, p value = 0,006).
Kesimpulan : King’s Scorememiliki kemampuan memprediksi sirosis ( fibrosis grade 4) pada pasien penyakit hepatitis B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga pasien dengan nilai King’s Score≥16,7 tidak membutuhkan biopsi hati lagi.
Kata kunci: King’s Score, Fibroscan, fibrosis hati, penyakit hepatitis B kronik.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
9
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
ABSTRACT Background: A great interest has been dedicated to the development of noninvasive predictive models in recent years to substitute liver biopsy for fibrosis assessment and follow-up. Cross, et al proposed King’s Score,Age (years) x AST (IU/L) x [INR / Platelets (109/L)]. Objective: To investigate the accuracy of King’s Score for predicting liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B. Methods: Since 2013 February until July, sixty two patientsconfirmed chronic hepatitis B, underwent Fibroscan in division of Gastroenterology and Hepatology at Haji Adam Malik hospital, Medan. Serum obtained and analyzed for AST, INR and PLT activity, and the King’s Scorewas computed. Liver fibrosis pathology was staged according to a defined system on a scale of F0 to F4 in Fibroscan. We used predictive values to assess the accuracy of King’s Score. Results: King’s score greater than or equal to 12,3 in predicted significant fibrosis has 48,1% sensitivity, 88,6% specificity, 76,5% PPV,68,9% NPV. King’s scoregreater than or equal to 16,7in predicted cirrhosis has 83,3% sensitivity, 85,7% specificity, 38,5% PPV, 98% NPV. The validation set confirmed the utility of this index, area under receiver operating characteristic curves for each non-significant and cirrhosis was 0,684(95% CI, 0,545-0,822, p value = 0,014) and 0,845 (95% CI, 0,664-1,027, p value = 0,006), respectively.Conclusion: The King’s Score predicts cirrhosis ( grade-4 fibrosis ) in patients with chronic hepatitis B with a high degree of accuracy, potentially decreases the need for liver biopsy. Key words:King’s Score, Fibroscan, liver fibrosis, chronic hepatitis B.
10
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
hepatitis B kronik telah dimintakan oleh PENDAHULUAN
Shanghai Liver Fibrosis roup (SLFG), Hui et al. dan Mohamadnejad et al. Namun
Latar Belakang
Penyakit
sedikit
hepatitis
kronik
merupakan
penyakit yang melibatkan proses destruksi yang
progresif
dan
regenerasi
dari
parenkim hati yang diawali dengan fibrosis
terjadi akibat kerusakan kronik pada hati yang dihubungkan dengan akumulasi yang berlebih-lebihan dari matriks ekstraselular (MES) protein. Penyebab utama fibrosis hati antara lain adalah infeksi kronik dari virus B dan C, peminum alkohol, autoimun, penyakit kolestasis dan non alkoholik steatohepatitis (NASH). Akumulasi dari MES protein akan merusak arsitektur hati dengan terbentuknya jaringan ikat fibrous dan mengakibatkan berkembangnya nodul. Bila nodul sudah terbentuk maka keadaan ini
disebut
sirosis.
Fibrosis
digambarkan
sebagai
suatu
hati respon
penyembuhan luka terhadap jejas hati kronik. Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah proses yang penting dalam manajemen pasien dengan penyakit
B
kronik
dan
divalidasikan
secara
luas
pada
praktikal klinis (Leroy, et al., 2007), (Lai, et al., 2003), (Zeng, et al., 2005). Sejak diketahui bahwa fibrosis sebagai problem utama yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada penyakit hepatitis kronik, penentuan derajat fibrosis sangat
diperlukan
untuk
memberikan
pengobatan dini dan benar. Biopsi hati sebagai metode invasif masih sebagai baku emas dalam menegakkan diagnosis derajat fibrosis. Kesulitan yang dihadapi adalah gambaran klinis sering tidak selalu sesuai dengan gambaran derajat fibrosis dan tidak semua penderita bersedia untuk dibiopsi. Selain itu, limitasi pada biopsi dapat dijumpai dengan adanya variasi hasil biopsi
intra-
dan
inter-observerserta
adanya kemungkinan untuk terjadinya kesalahan
dalam
pengambilan
sampel
(sampling error). Juga dijumpai kesulitan dalam mendapatkan jumlah sampel yang sama untuk tiap-tiap kelompok derajat
hepatitis kronik didunia. Model prediktif secara khusus
Karena begitu banyak hambatan
merupakan
penyebab infeksius tersering pada penyakit
didesain
telah
fibrosis (Czaja, 2010), (Grigorescu, 2010).
hepatitis kronik. Hepatitis
model-model yang
disebutkan di atas yang diimplementasikan
hati yang sering berlanjut pada sirosis hati dan hepatoselular karsinoma. Fibrosis hati
dari
untuk
yang dialami dengan metode invasif ini, banyak
penelitian
yang
mencoba
pasien
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
11
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
mendiagnosis derajat fibrosis hati dengan
diagnostik
menggunakan metode yang non-invasif.
dibandingkan dengan penanda biokimia
Banyak usaha yang telah dilakukan
untuk
Fibroscan
menilai
lebih
derajat
tinggi
fibrosis
hati.
dalam pengembangan model prediktif non-
Keuntungan Fibroscan adalah cepat, tidak
invasif yang berkorelasi dengan stadium
ada rasa sakit dan kesalahan interpretasi
fibrosis dalam beberapa tahun belakangan
yang lebih sedikit dibandingkan dengan
ini. Saat ini telah ditemukan sebuah alat
biopsi hati (Kwang, et al., 2010).
untuk menilai derajat fibrosis hati dengan
Sebelumnya sudah ada penelitian
tehnik non-invasif. Tehnik ini dikenal
mengenai hubungan antara derajat fibrosis
dengan nama Ultrasound Elastography,
hati dengan King’s Score dibandingkan
yang secara komersil dikenal sebagai
dengan fibroscan pada penderita penyakit
Fibroscan.
Tehnik
terbaru
hepatitis C kronik ( Timothy, et al., 2009).
Fibsroscan
ini
menunjukkan
Oleh karena itu penulis ingin menilai
keunggulannya dalam menentukan derajat
korelasi antara derajat fibrosis hati dengan
fibrosis hati dengan tingkat akurasi yang
model yang simple dan non-invasif dalam
tinggi. Namun biaya pemeriksaan dengan
memprediksi fibrosis hati pada pasien
alat ini mahal dan sulit dijangkau sebagai
dengan infeksi virus hepatitis B kronik
tes rutin pada kebanyakan unit klinik di
berdasar
seluruh dunia. Alat ini dapat lebih sensitif
membandingkannya
menentukan stadium fibrosis hati dengan
untuk penyediaan referensi dalam hal
mengukur
yang
pengenalan model prediktif non-invasif
dihubungkan dengan derajat fibrosis dalam
dalam manajemen klinikal pada pasien
satuan kiloPascals (kPa). Fibrosis hati
dengan infeksi kronik virus hepatitis B.
imaging telah
kekakuan
hati
pada
King’s
score
dengan
dan
fibroscan
diukur oleh Fibroscan secara signifikan sesuai dengan derajat fibrosis hati. Akurasi
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan tempat penelitian
Desain Penelitian
Penelitian dilakukan mulai Pebruari 2013
Penelitian dilakukan dengan cara potong
s/d Juli 2013, di Ruang Rawat Inap dan
lintang (cross sectional study).
Poli Penyakit Dalam RS H. Adam Malik Medan
serta
di
beberapa
Gastroenterolog di Medan.
12
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
klinik
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
Penelitian ini telah mendapat persetujuan
Populasi terjangkau
Health
Populasi adalah semua penderita Hepatitis
Research
Ethical
Committee
Sumatera Utara.
B kronik. Sampel adalah semua populasi penderita Hepatitis B kronik yang dirawat di RS H. Adam Malik Medan dan di beberapa klinik Gastroenterolog di Medan.
Besar Sampel Perkiraan besar sampel 39 orang. Sampel tunggal. Rumus yang digunakan :
Z Po (1 Po ) Z (1 ) Pa (1 Pa ) (1 2 n ( Po Pa ) 2
2
Untuk menentukan besar sampel tunggal minimal pada uji hipotesa dengan menggunakan koefisien korelasi ( r ) diperlukan informasi : Z(1-/2) =
deviat baku alpha, untuk = 0,05 Z(1-/2) = 1,96
Z(1-)
=
deviat baku beta, untuk = 0,10 Z(1-) = 1,282
P0 – Pa
=
selisih proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar 0,25
P0
=
Proporsi penderita Hati B kronik pada beberapa RS di Indonesia 0,36
Pa
=
Perkiraan proporsi penderita Hati B yang diteliti = 0,11
Kriteria inklusi 1. Pria maupun wanita berusia ≥ 18 tahun. 2. Pasien dengan penyakit hepatitis kronik yang disebabkan oleh virus Hati B dengan viral marker (+). 3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed concent.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
13
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
Kriteria eksklusi
Koinfeksi dengan HIV atau HCV, konsumsi alkohol > 30 gr/hari, penyebab lain penyakit hepatitis kronik, sirosis hepatis stadium dekompensata dan pasien dengan gagal ginjal. Bahan dan Prosedur Penelitian Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium Patologi Klinik di RSUP Haji Adam Malik Medan.
King’s Score King’s Score adalah suatu pemeriksaan non-invasif sebagai petanda awal fibrosis hati dengan menggunakan variabel umur, trombosit, AST, dan INR. Rumus untuk menghitung skor adalah : King’s Score = Usia (thn) x AST (U/L) x [ INR / Jmlh Platelet (109/L)] King’s Score ≥ 16,7 :
sirosis
12,3 – 16,6
:
signifikan fibrosis
King’s Score ≤12,2
:
non-signifikan fibrosis
Analisa Statistik
originalnya. Analisa statistic dilakukan
Untuk menentukan nilai diagnostic panel
dengan software SPSS V15.0.
petanda King’s Score, dilakukan evaluasi berdasarkan
analisis
kurva
ROC
( Receiving Operating Characteristics ) dan menilai sensitivity (Se), specificity (Spe), Positive Predictive Values (PPV), Negative Predictive Values ( NPV ), diagnostic accuracy (DA), positive likelihood ratios (LR+)dan negative likelihood ratio ( LR)yang dikalkulasi berdasarkan nilai cut-off yang tertera pada publikasi / jurnal
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Karakteristik Subjek Penelitian Secara keseluruhan, total dari 62 pasien dengan penyakit hepatitis B kronik diikutsertakan dalam studi penelitian ini. Karakteristik klinis, biokimia dan derajat fibrosis hati pasien telah disimpulkan dan dapat dilihat pada tabel 4.1. Umur rata-rata pasien adalah 46 tahun, dengan jumlah 39
14
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Yudi Andre Marpaung
pasien
(62,9%)
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
dan
angka terendah dan tertinggi masing-
sejumlah 23 pasien dengan jenis kelamin
masing dengan nilai 3,8 kPa dan 67,8 kPa,
perempuan (37,1%). Seluruh pasien tidak
dan nilai terendah serta nilai tertinggi
berada dalam keadaan sirosis hepatis
sebesar 0,7 dan 88,2 diperoleh pada nilai
dekompensata. Pada tabel 4.1 juga dapat
perhitungan King’s Score. Dari derajat
dilihat nilai platelet pasien dengan nilai
fibrosis hati yang digradasi berdasarkan
terkecil dan terbesar 58.000/mm3 dan
fibroscan diperoleh derajat fibrosis 4 (F4)
417.000/mm3 , nilai AST terkecil dan
sebesar 9,7% dari keseluruhan pasien,
terbesar masing-masing adalah 14 dan 124
fibrosis yang absen dan ringan (F0-F1)
g/L, nilai INR dengan 0,64 dan 2,62 IU/L
sebesar 56,5%, F3 dengan persentase
sebagai
16,1% dan F2 sebesar 17,7% dari seluruh
nilai
adalah
laki-laki
terkecil
dan
terbesar.
Sedangkan pada fibroscan seluruh pasien
pasien.
penyakit hepatitis B kronik diperoleh Tabel 4.1. Karakteristik dasar subjek studi Variabel
Penyakit hepatitis Kronik B
Pasien (n)
62
Jenis Kelamin (Lk/Pr) n (%)
39/23 (62,9/37,1)
Umur (tahun)
45,92 (SD ± 12,60)
Platelet (109/L)
230 (SD ± 85,82)
AST (g/L)
30 (14-124)
INR (IU/L)
1,07 (0,64-2,62)
Fibroscan (kPa)
6,1 (3,8-67,8)
King’s Score(nilai)
6,5 (0,7-88,2)
Fibrosis (fibroscan) n (%) F0-1
35 (56,5)
F2
11 (17,7)
F3
10 (16,1)
F4
6 (9,7)
Berdasarkan tes normalitas Kolmogorov-
normal (ukuran data median, min-max).
Smirnov,
Derajat fibrosis hati berdasarkan fibroscan
data
berdistribusi
umur normal
dan
trombosit
(mean,
SD),
sedangkan data-data lain tidak berdistribusi
ditampilkan dalam bentuk jumlah dan persentase.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
15
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
Gambar 4.1. Derajat fibrosis menurut Fibroscan
Gambar 4.2. Derajat fibrosis menurut King’s Score
Menilai Akurasi Nilai-nilai Prediktif
sirosis adalah ≥16,7, dan nilai cut-off yang
Model Non-invasif King’s Score pada
dipilih dalam mengkonfirmasi significant
Subjek Penelitian
fibrosis adalah ≥12,2. Nilai prediktif dari model non invasif King’s Score dalam
Nilai cut-off King’s Score dan formulanya
dengan
pada pasien dengan penyakit hepatitis B
referensi jurnal aslinya (Cross dkk). Nilai
kronik dapat dilihat pada tabel 4.2.
cut-off yang dipilih dalam mengkonfirmasi
Diantara
16
diterapkan
sesuai
identifikasi significant fibrosis dan sirosis
27
pasien
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
yang
dinyatakan
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
mengalami significant fibrosis melalui
memiliki akurasi dan nilai prediktif yang
fibroscan,
cukup baik dalam memprediksi sirosis.
13
pasien
(48,1%)
yang
menunjukkan nilai King’s Score lebih
Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV,
tinggi dari 12,2. Dengan King’s Score
LR (+), LR (-) beserta nilai akurasi model
lebih tinggi dari 12,2, 68,9% pasien dapat
prediktif dapat dilihat pada tabel 4.2. Pada
dinyatakan tidak mengalami significant
tabel 4.2 menunjukkan King’s Score
fibrosis.
memiliki nilai prediktif yang tinggi dalam
Nilai cut-off untuk sirosis adalah
memprediksi sirosis. Pada tabel 4.2 juga
≥16,7. Sebanyak 5 pasien (83,3%) yang
menunjukkan tingginya sensitivitas, NPV
menunjukkan nilai King’s Score lebih
serta LR (-) yang rendah pada King’s Score
tinggi dari 16,7 diantara 6 pasien yang
sehingga memiliki risiko kejadian negatif
dinyatakan
palsu yang rendah. Data hasil penelitian
mengalami
sirosismelalui
pengukuran fibroscan. Dengan King’s
pada
King’s
Score
menunjukkan
Score lebih tinggi 16,7, sebesar 98%
sensitivitas sebesar 48,1%, spesifisitas
pasien dapat dinyatakan tidak mengalami
88,6%, PPV 76,5%, NPV 68,9%, LR (+)
sirosis.
0,54, LR (–) 0,53 dan akurasi sebesar Nilai diagnostik dari King’s Score
70.96% dalam identifikasi pasien penyakit
kemudian dievaluasi lebih lanjut dengan
hepatitis B kronik dengan significant
menilai besarnya AUROC, LR (+), LR (-)
fibrosis. Diikuti dengan hasil penelitian
dan
dengan
akurasi.
Dalam
memprediksi
sensitivitas
sebesar
83,3%,
significant fibrosis, AUROC adalah 0,684
spesifisitas 85,7%, PPV 38,5%, NPV 98%,
untuk
4.3).
LR (+) 0,98, LR (–) 0,96 dan akurasi
Sedangkan dalam prediksi sirosis, AUROC
sebesar 85,48% dalam identifikasi pasien
adalah 0,845 untuk King’s Score (gambar
penyakit hepatitis B kronik dengan sirosis.
King’s
Score
(gambar
4.4). Dari hasil ini, terlihat walaupun King’s Score merupakan model prediktif yang terdiri atas petanda laboratorium yang sederhana dan rutin, namun King’s Score
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
17
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
Tabel 4.2. Nilai Prediktif dari Model Prediktif King’s Score dalam Diagnosis Significant Fibrosis dan Sirosis pada Subjek Penyakit hepatitis B Kronik.
Sen (Sensitivity); Spe (Specificity); PPV (Positive Predictive Value); NPV (Negative Predictive Value); LR+ (Positive Likelihood Ratio); LR- (Negative Likelihood Ratio); AUROC (Area Under the ROC curves).
AUROC 0,684 Nilai p = 0,014
Gambar 4.3. Kurva ROC King’s Score dalam prediksi significant fibrosis pada subjek penyakit hepatitis B kronik.
18
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
AUROC 0,845 Nilai p = 0,006
Gambar 4.4. Kurva ROC King’s Score dalam prediksi sirosis hatipada subjek penyakit hepatitis B kronik.
Pembahasan (Diskusi) Banyak model
mendeteksi significant fibrosis, namun
studi
dalam
diagnostik fibrosis hati
hepatitis
dipublikasikan terakhir.
Kebanyakan
diagnostik penyakit hanya
tersebut
tersedia seperti haptoglobulin, A2M dan
telah
apolipoprotein
beberapa
tahun
yang kompleks dan biaya tambahan dalam
dari
model
perhitungan
hepatitis
C
data
pada
kronik yang
dan
A1.
hasil
tidak
rutin
Kebutuhan
jelas
tes
akan
mengurangi utilitas praktisnya (Kun, et al., 2010).
tersedia
Beberapa model prediktif yang
pada penerapan pasien penyakit hepatitis B
dirancang khusus untuk pasien penyakit
kronik. Meskipun dua laporan terakhir
hepatitis B kronik telah diusulkan, namun
terapan FibroTest pada penyakit hepatitis
penelitian ini memiliki beberapa fitur
B kronik
yang
0,78
sedikit
diterapkan
yang
terdiri
pada yang
petanda
tersebut
atas
kronis
dalam
prediktif
non-
invasif penyakit
model
menunjukkan hasil
nilai
AUROC
0,77 dan dalam
unik.
Pertama,
model SLFG dirancang dan divalidasi
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
19
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
pada
HBeAg
kemudian dibandingkan dengan model
positif pasien penyakit hepatitis B kronik
yang
dengan ALT antara 2 dan 10 kali
seperti HA dan A2M dengan hasil bahwa
batas
model
normal
atas
(ULN),
memperkenalkan
SLFG
sedangkan Mohamadnejad dkk. menawark
baik
an
significant
formula
yang
hanya
cocok
tes-tes
danHepascore
dalam
khusus
lebih
mengidentifikasi
fibrosis
dari
pada
untuk pasien HBeAg negatif. Hui dkk.
skor
Forns
merekrut
tapi
keunggulan
hanya pasien dengan HBV DNA> 105 kopi
signifikan
/ mL dan ALT antara 1,5 dan 10 kali batas
advanced fibrosis ataupun sirosis. Hal ini
normal atas
menunjukkan bahwa tes khusus mungkin
(ULN).
Dalam studi saat
ini,
pasien
dan
APRI,
tersebut
dalam
tidak
mengidentifikasi
dapat
meningkatkan
yang terdaftar adalah pasien penyakit
sensitivitas
hepatitis B kronik terlepas dari mendapat
memprediksiawal fibrosis. Namun dengan
terapi ataupun tanpa terapi, tingkat HBeAg,
tes khusus yang tidak tersedia dalam
ALT dan jumlah HBV DNA. Dengan
praktek sehari-hari akan menyebabkan
demikian, hasil penelitian ini akan lebih
pemanfaatan standarisasi, validasi dan
membantu
pemeriksaan rutin menjadi sulit.
dalam
menilai
pasien
dengan infeksi virus hepatitis B kronis
Ketiga,
dengan jangkauan yang lebih luas (Kun, et
dikalkulasi
al., 2010), (Cross, et al., 2009).
model
Kedua,
model prediktif
Score didasarkan
King’s
diagnostik
model
King’s
Score
(dihitung).
berisikan
formula
mudah
Sebagian
sebelumnya,
dalam
besar
kecuali
APRI,
kompleks
yang
hanya pada petanda-
memerlukan
petanda laboratorium yang rutin. PLT,
perhitungan
AST dan INR merupakan semua tes rutin
King’s Score dan APRI memungkinkan
yang tersedia pada kebanyakan klinisi
mereka dapat diterapkan secara klinis
dalam
penatalaksanaan
dengan
infeksi
penyakit
kronik,
sehingga
pasien hepatitis
tidak
dengan B
diperlukan
lebih
kalkulator logaritma.
mudah.
untuk
Kesederhanaan
Namun,
APRI
yang sebelumnya memang diteliti pada pasien
penyakit
hepatitis
C
kronik,
adanya tes tambahan lagi. Pada penelitian
memiliki salah satu dari dua parameternya
sebelumnya
yang berupa AST yang tidak menunjukkan
oleh
Kun
Zhou
dkk.,
akurasi diagnostik model yang terdiri
adanya
dari
dengan kejadian fibrosis pada penyakit
20
tes
rutin
sederhana
korelasi
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
signifikan
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
hepatitis B kronik dalam penelitian Kun
memvalidasi
tes
Zhou
yang
membantu
untuk
mungkin menjelaskan AUROC APRI yang
keandalan
lebih rendah dibandingkan dengan model
lainnya
King’s Score pada penelitian Kun Zhou
ini divalidasi dengan subjek penelitian
dkk.
dari populasi yang sama, beserta jumlah
dkk.
Hal
inilah
Selain itu, juga terdapat beberapa limitasi
ataupun
kelemahan
noninvasif
,
dapat
meningkatkan
standar emas. Keterbatasan adalah
hasil
penelitian
populasi yang belum luas.
dalam
Di negara – negara Asia, hepatitis
penelitian ini. Pada penelitian ini tidak
B
semua pasien dilakukan biopsi hati, dan
keseluruhan penyakit hati kronik. Salah
basis
adalah
satu alasan utama untuk menentukan
(Transient
tingkat fibrosis pada pasien – pasien
Elastography), meskipun demikian, walau
tersebut adalah untuk mengidentifikasi
tidak ditampilan pada hasil penelitian ini,
pasien
terdapat 10 pasien yang mendapat biopsi
antiviral.
hati
tingkat
guidelines untuk penatalaksanaan Hepatitis
gradasi fibrosis hati yang sama dengan
B kronik, biopsi hati diindikasikan pada
hasil gradasi fibrosis hati oleh fibroscan.
pasien berusia > 40 tahun dengan ALT <
Pada penelitian Kun Zhou dkk juga
2x ULN dan HBV DNA > 20.000 IU/mL
memasukkan biopsi hati sebagai salah satu
(HBeAg-positif)
kelemahan
(HBeAg-negatif).
gradasi
fibrosis
berdasarkan
dan
fibroscan
semuanya
memiliki
penelitian
mengemukakan bukanlah
mereka
bahwa
gold
sempurna
hati
biopsi
standard
dengan hati yang
kronik
merupakan
yang
eligible
mayoritas
terhadap
Berdasarkan
dari
terapi
Asian-Pasific
atau > 2000 IU/mL Pasien
dengan
significant fibrosis merupakan kandidat untuk
terapi
antiviral.
Berdasarkan
untuk evaluasi fibrosis hati
guideline tersebut jika pasien kandidat
oleh adanya kesalahan dalam pengambilan
untuk terapi antiviral dilakukan FibroScan,
bahan (sampling error) dan variasi hasil
maka dapat dihindari tindakan biopsi hati.
antar
Pada pasien dengan ALT normal dan hasil
pembaca
Sebuah hasil
(observer
variability). juga
fibroScan < 6,0 kPa, tidak diterapi,
mengklaim bahwa kegagalan
biopsi
sedangkan jika < 7,5 kPa diobservasi dan
adalah
umum
jika > 12 kPa harus dipertimbangkan untuk
dari kegagalan diagnostik penanda.Untuk
pemberian terapi (Fung, 2009), (Mallet,
mengurangi variabilitas dan subjektivitas,
2009).
>
analisis prospektif
7
kali
lebih
penggunaan laparoskopi biopsi, fibroscan, Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
21
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
Meskipun sebagian besar model prediktif
noninvasif
tidak
berbeda,populasi pasien dan uji metode (Kun, et al., 2010).
dapatmemberikan derajat fibrosis dengan tepat oleh antara
karena
pasien
tumpang tindih dengan
tersebut memiliki kecukupanakurasi dalam memprediksi significant fibrosis. Peran utama mereka adalah untuk mengurangi biopsi
hati
dengan
mengidentifikasi
significantfibrosis
atau
bukanlah
sirosis,
namun
King’s Scorememiliki kemampuan
berbagai
tahap fibrosis, namun model prediktif
kebutuhan
KESIMPULAN
untuk
menggantikan biopsi hati secara total.
memprediksi sirosis ( fibrosis grade 4) pada pasien penyakit hepatitis B kronik dengan
tingkat
sehingga
akurasi
yang
tinggi,
dengan
nilai
King’s
pasien
Score≥16,7 tidak membutuhkan biopsi hati lagi. Sedangkan untuk significant fibrosis, model ini tidak menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi.
Dengan menggunakan nilai-nilai cut-off yang
dioptimalkandari
King’s
SARAN King’s
Score, diharapkan akan dapat mengurangi kebutuhan untuk biopsi hati. Selanjutnya, kombinasimodel
prediktif
dan
teknik diagnostik invasif lainnya dapat meningkatkan kinerja ke tingkat yang lebih tinggi. Kombinasi Fibroscan dan King’s Score akan menjadi cara yang menarik dalam
pengelolaan
hepatitis kita
harus
B
pasien kronik.
penyakit Tapi
mengakui bahwa sebelum
menerapkan model prediktif dalam praktek klinis, prioritas harus diberikan dalam studi validasi skala besar karena diagnostik akurasi mudah terpengaruh oleh etiologi penyakit
22
hepatitis
kronik
Score
sebagai
model
prediktif non-invasif sirosis hati pada penyakit
hepatitis
B
kronik
memilki
akurasi yang tinggi. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan studi validasi skala yang lebih besar dan dengan kelompok populasi yang berbeda sehingga membantu untuk mengetahui model akurasi yang stabil, terlepas darimana pasien berasal. Demikian juga
dengan
basis
gradasi
fibrosis hati yang lebih divalidasi dengan biopsi hati dikombinasi dengan fibroscan untuk meningkatkan keandalan standar emas.
yang
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Validity and clinical utility of the
Akbar HN (2007). Hepatitis B dan
aspartate aminotransferase-alanine
Hepatitis C. Dalam : Sulaiman A.
aminotransferase ratio in assessing
Akbar HN. Lesmana LA. Noer MS.
diasease severity and prognosis in
Ed: Buku Ajar Penyakit hepatitis.
patients with hepatitis C virus-
Edisi 1. Jakarta: FK.UI; 201-8
related chronic liver disease. Arch
Amirudin R (2007). Fibrosis Hati. Dalam : Sulaiman A. Akbar HN. Lesmana
Intern Med 2003; 163:218-224 Grigorescu
M
(2010).
Noninvasive
LA. Noer MS. Buku Ajar Ilmu
Biochemical
Penyakit
Fibrosis. University of Medicine
hepatitis
1.
Jakarta:
Penerbit Jayabadi : 329-33
Markers
of
Liver
and Pharmacy. [online] Available
Cross Timothy J.S., Rizzi Paolo, Berry
at:
Philip A., et al (2009). King’s Score:
http://168.105.175.200/Csiszar/644
an accurate marker of cirrhosis in
_07/09_20_07/Grigorescu%2006%
chronic
hepatitis
2rev.pdf.
Journal
of
C.
European
Gastoenterology
&
Hepatology 2009, 21:730-738
Hasan Irsan (2009). Patofisiologi dan Gambaran klinis
Fibrosis Hati.
Czaja, A.J., 2010. Chronic Liver Disease.
Pertemuan Ilmiah Tahunan, Ilmu
[online]
Penyakit
Available
at:
<www.umm.edu/liver/chronic.htm. > [Accessed 1 January 2011].
Dalam.
Jakarta.
FK-
UI;171-78 Hui AY, Chan HLY, Wong VWS, et al
Franciscus A. (2010). HCV Diagnostic
(2005). Identification of chronic
Tools: Grading and Staging a Liver
hepatitis
Biopsy.
at:
significant liver fibrosis by a simple
http://www.hcvadvocate.org/hepatit
noninvasive predictive models. Am
is/factsheets_pdf/grade_stage.pdf.
J Gastroenterol; 616-23
[online]
Available
B
patients
without
Fung JY, Lai CL, Yuen MF (2009).
Kim SU, Han KH, Ahn SA (2010).
Clinical Application of Transient
Transient elastography in chronic
Elastography (Fibroscan) in Liver
hepatitis B: An asian perspective.
Diseases. The Hongkong Medical
World J Gastroenterol; 16(41):
Diary;14(11):22-4
5173-5180
Giannini E, Risso D, Botta F, Chiarbonello B, Fasoli A, Malfatti F, et al. Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
23
Yudi Andre Marpaung
Akurasi Derajat Fibrosis Hati
Kun Z, Chun FG, Yun PZ, et al (2010). Simpler
Score
thrombopoietin
serum
Laboratory Tests Predicts Liver
fibrosis
pada
Fibrosis in Patients with Chronic
hepatitis kronik.” Diss; 1-16
Hepatitis
B.
of
Routine
Sembiring J (2009). “Korelasi kadar
Journal
of
Soemohardjo
hati S,
Gunawan
dengan penderita
S
(2009).
Gastroenterology and Hepatology.
Hepatitis B Kronik. Dalam: A.W.
96(4): 1569-77
Sudoyo,
Kwang GL, Yeon SS, Hyonggin A, et al (2010).
Usefullness
of
Non-
invasive Markers for Predicting Liver Cirrhosis in Patients with Chronic Hepatitis B. Journal of
B.
Setiyohadi,
I.
Alwi,
M.
Simadibrata, S. Setiati, eds., 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit
Dalam.
Jakarta:
Penerbit InternaPublishing: 65357
Gastroenterology and Hepatology, Wai CT, Cheng CL, Wee A, et al (2006).
25(1): 94-100 (2008).
Non-invasive models for predicting
Transient elastography (FibroScan).
histology in patients with chronic
Gastroenterol Clin Bio. 32: 58-67
hepatitis B. Liver International: 26:
Ledinghen
VD,
Vergniol
J
Mallet V, Vernier VD, Roussins C et al
666-72
(2009). The accuracy of the FIB-4 index for the diagnosis of mild fibrosis in chronic hepatitis B. Alimentary
Pharmacology
&
Therapeutics;29:409-15 Nalpas B, Mallet V, Pichard V et al (2009). The FIB-4 index is accurate to assess liver fibrosis before and during
treatment
in
chronic
hepatitis B. Poster Presentation;Apr 23, 2009 Poynard T, Morra R, Ingiliz P, et al (2008). Assesment of Liver Fibrosis : Noninvasive Means : 14:163-173
24
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Ristarin
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
KUALITAS INTERAKSI MAHASISWA PADA PERTEMUAN TUTORIAL PBL TAHUN PERTAMA DIFAKULTAS KEDOKTERAN NOMMENSEN, MEDAN Ristarin Departemen Medical Education Unit Email:
[email protected]
Abstrak Latar Belakang: Tutorial PBL adalah salah satu metode pembelajaran yang banyak digunakan diFakultas kedokteran diIndonesia. Namun, implementasinya dilapangan sering tidak sesuai dengan ekspektasi. Tujuan: Mengeksplorasi persepsi mahasiswa di FKNommensen terkait kualitas diskusi tutorialyang mereka jalani. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatifdeskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan FGD dan observasi pada seluruh mahasiswa yang berada dalam kelompok tutorial tahun pertama di FK Nommensen, Medan. Hasil FGD ditanskrip secara verbatim dan dianalisis dengan menggunakan metode perbandingan tetap sampai terbentuk tema-tema. Observasi dilakukan dengan merekam satu sesi tutorial. Hasil: Kebanyakan anggota kelompok setuju bila kualitas elaborasi dan ko- konstruksi dalam kelompok mereka masih kurang.Tutorial dipersepsikan sebagai metode belajar yang memfokuskan pada problem solving.Tutorial memiliki efek retensi materi kualiah namun juga berperan sebagai stressor. Kualitas interaksi mahasiswa masih kurang dari persepsi mahasiswa dinilai dari kedalaman materi yang mereka diskusikan dan juga jenis interaksi yang terjadi. Faktor yang mempengaruhi kualitas yang terutama adalah pengetahuan dan atmosfir tutorial. Kesimpulan: Kualitas interaksi tutorial mahasiswa tahun pertama di FK Nommensen masih kurang. Masih terdapat kesalahan dalam pemahaman tutorial oleh mahasiswa FK Nommensen. Kata kunci: interaksi kelompok, tutorial, PBL, mahasiswa tahun pertama.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
25
Ristarin
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
Latar Belakang Pengetahuan dalam tutorial dikonstruksi melalui interaksi yang terjadi antara anggota
kelompok,
tutorial,
dan
skenario kasus. Konstruksi pengetahuan ini terjadi secara kolaboratif maupun karena
belajar
dalam
konstruksi
dalam
pertemuan
interaksi
mandiri.
Kolaborasi
pengetahuanterjadi
yang
tutorial
melalui
terjadi
dalam
kelompok.Interaksi ini dapat berupa tanya
jawab,
penjelasan,
dan
penyelesaian konflik.Kualitas interaksi akan
mempengaruhi
pengetahuan
yang
kualitas
di
konstruksi.
Semakin berkualitas intraksi yang terjadi maka
semakin
pengetahuan.
baik
konstruksi
Kualitas
interaksi
mahasiswa dinilai dengan cara observasi. Visschers-Pleijersetal. mengembangkan kuesioner
untuk
menilai
kualitas
tersebut. Perlu di lakukan penelitian untuk mengetahui kualitas interaksi dari persepsi mahasiswa sebagai salah satu pihak
yang
Penelitian mengetahui
menjalan ini
kantutorial.
dilakukan
persepsi
untuk
mahasiswa
mengenai kualitas interaksi yang terjadi pada mahasiswa tahun pertama di FK Nommensen, Medan.
Metode Penelitian Penelitian ini
merupakan kualitatif
deskriptif. Penelitian kualitatif dapat digunakan
untuk
mengeksplorasi
persepsi mahasiswa mengenai kualitas interaksi dalam tutorial yang telah dialaminya dalam kelompok. Persepsi mahasiswa
ini
dieksplorasi
dengan
menggunakan metode FGD. Penelitian ini juga menggunakan metode observasi sebagai
triangulasi
metode
dan
memperkaya hasil yang didapatkan dari FGD. Penelitian ini dilakukan pada seluruh kelompok tutorial Tahun
pertama
yang
ada
diFK
Nommensen. Terdapat lima kelompok tutorial.
Anggota
kelompok
FGD
merupakan anggota kelompok tutorial. Kelompok ini telah bersama selama satu semester dan sudah menjalani tutorial selama 27 kali. FGD dimoderatori oleh seorang
psikolog
yang
terlah
berpengalaman dalam melakukan FGD. Hal ini dilakukan mengingat peneliti belum
pernah
melakukan
FGD
sebelumnya. Keikutsertaan mahasiswa bersifat sukarela.Sebelum ikut serta, mahasiswa
diberikan
penjelasan
mengenai hak dan kewajiban selama menjadi perserta FGD. Untuk observasi,
26
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Ristarin
peneliti
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
meminta
kesediaan
dari
mahasiswa dan juga tutor untuk menjadi subjek penelitian. Mahasiswa tahu akan direkam.
Untuk
kemungkinan perilakunya
menghindari
mahasiswa karena
mengubah
direkam,
maka
mereka telah pelajari selama waktu belajar mandiri. Tutorial sebagai stressor Semua
kelompok
penelitianini memiliki
partisipan
dalam
bahwa
tutorial
setuju efek
belajar.
Beberapa
mahasiswa diberitahukan
dua minggu
sebelum pengamabilan
data yang
mahasiswa bahkan menyatakan bahwa
sebenarnya dilakukan. Keabsahan data
tutorial secara umum lebih bermanfaat
dijaga dengan cara triangulasi metode,
dibandingkan kuliah, terutama dalam
peeraudit, memberi checking diakhir
retensi
FGD dan sesudah pembentukan tema,
tutorial,
serta audit oleh supervisor penelitian.
materi
empat
Dengan
mahasiswa kuliah
mengikuti
merasa
menjadi
lebih
bahwa dapat
dipahami, baik karena berusaha untuk Hasil Penelitian Terdapat
materi.
menjelaskan,
mendengarkan penjelasan dari teman
muncul dalam penelitian ini yaitu tujuan
lainnya. Tutorial juga berguna dalam
tutorial PBL, tutorial sebagai stressor,
mengasah
jumlah informasi,dan atmosfir tutorial.
mahasiswa,
terutama
ketrampilan
Hasil FGD akan dibandingkan dengan
komunikasi
dan
ketrampilan
hasil yang didapatkan dari observasi.
kepemimpinan.
Tujuan tutorial PBL
Selain efek positif, satu kelompok secara
tutorial PBL
pengalaman
utama
karena
yang
Berdasarkan
tema
maupun
mahasiswa,
yang terjadi selama ini
bertujuan untuk memecahkan kasus dan mendapatkan
satu
diagnosisa
khir.
Pembelajaran mereka dipicu oleh kasus dan mereka harus berkolaborasi melalui diskusi
dan belajar mandiri
untuk
memecahkan kasus atau mencapai satu diagnosis.Sesi
pertama
dipandang
terutama untuk konfirmasi apa yang
ketrampilan
soft
skills
eksplisit menyatakan bahwa torial PBL merupakan stressor buat mahasiswa. Tutorial sebagai stressor ini disebabkan karena mahasiswa merasa bahwa tutorial PBL dinilai, kemudian jarak yang terlalu dekat
antara tutor dan mahasiswa
sehingga
mahasiswa
terintimidasi,
Stress
tutorial
merasa juga
disebabkan karena ketidakpastian dalam tutorial.
Mahasiswa
merasa
bahwa
keluasan dan kedalaman tutorial tidak
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
27
Ristarin
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
terstandar sehingga mereka menjadi
penjelasan teman. Menurut saya,itu yang
bingung. Juga karena ilmu didapatkan
perlu diperbaiki.”
dari teman-temannya seangkatan yang nota bene dianggap sebagai sesamata kompeten. Tutorial juga menjadi stressor karena butuh banyak usaha. Mahasiswa harus membaca banyak buku, harus mencoba memahami sendiri, sedangkan jadwal
perkuliahan
sedangkan
terlalu
dalam
padat,
perkuliahan,
mahasiswa bisa langsung mendapatkan ilmu.
Atmosfir tutorial Hampir semua mahasiswa menyebutkan bahwa kurangnya kualitas tutorial dalam kelompok
mereka dipengaruhi
atmosfir tutorial. Hal ini dibentuk oleh tutor, anggota kelompok lainnya, dan sistem
penilaian.
kognitiftutor
Pengetahuan merupakan faktor yang dipersepsikan memacu
sebagai
konstruksi
Pengetahuan merupakan dimiliki.
faktor
pengetahuan.
bagi jumlah
Seluruh
yang
mahasiswa informasi
yang
mahasiswa
dalam
kelompok tutorial dalam penelitian ini
merupakan
Kemampuan
seperti
ketrampilan
Jumlah Informasi
oleh
halnya
dengan
interpersonal
tutor
faktor
yang
dirasakan
mahasiswa paling berkontribusi terhadap proses elaborasi dan ko- konstruksi mereka.
Sering,
mengintimidasi
tutor
dirasakan
mahasiswa
sehingga
mencegah mereka untuk menyatakan pendapat mereka.
mengatakan bahwa persiapan mereka,
“Ada beberapa gaya yang berbeda dari
yang
jumlah
para tutor. Yang baik itu yang membuat
akan
kami berpikir dan memberikan petunjuk
diskusi.
ketika kami sudah buntu.Yang nggak
Menariknya, hanya sedikit mahasiswa
baik itu yang suka memotong kalau
yang
kurangnya
kami lagi diskusi, nggak pernah puas
kemampuan berpikir kritis mereka yang
dengan apa yang kami baca. Yang lebih
merupakan faktor yang menyebabkan
parah,
kurangnya konstruksi pengetahuan.
memberikan
digambarkan
literatur
yang
mempengaruhi
sebagai
mereka kualitas
menganggap
baca,
“Saya tidak bisa menyusun pertanyaan yang
28
sesuai
untuk
ada
tutor suasana
yang
negatif,
memberikan nilai yang rendah.”
menanggapi
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
moody, dan
Ristarin
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di tahun
Dari penelitian ini didapatkan empat tema yang muncul dari pertanyaan utama. Dari tema-tema yang ada dapat disimpulkan bahwa kualitas interaksi mahasiswa dalam masih
kurang.
tutorial pertama Kualitas
interaksi
tersebut masih superfisial dan minimal. Menurut
mahasiswa,
hal
ini
disebabkan karena pengetahuan yang kurang dan
tidak seimbang, juga
situasi tutorial yang intimidatif, pemicu yang rancu atau malah terlalu jelas, dan beban kerja yang terlalu padat yang mempengaruhi persiapan mahasiswa. Hal lain yang menyebabkan kurangnya kualitas
interaksi
mahasiswa
didapatkan dari tema pertama, kedua, dan ketiga, yaitu konsepsi mahasiswa mengenai tujuan dan efek diskusi tutorial PBL. Tema ini, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas interaksi merupakan
oleh
mahasiswa,
faktor
menjadi penyebab kualitas
justru
penting
pertama, sehingga kemungkinan critical thinking
mahasiswa
terasah.Halini
masih
menjelaskan
belum kualitas
interaksi yang superfisial dan minimal. Penjelasan lainnya adalah karena ketidak sesuaian
antara
implementasi
PBL
dengan nilai yang dimiliki mahasiswa dan juga tutor. PBL merupakan salah satu
metode
pembelajaran
berbasis
mahasiswa (student- centered learning). Beberapa literatur menyebutkan bahwa implementasi
PBL akan mengalami
tantangan karena adanya faktor budaya (Khoo,2003; Framba ch,2012). Hal ini dapat
dilihat
konsepsi
mahasiswa
mengenai tujuan dan efek dari diskusi tutorial PBL. Kemudian dari persepsi mereka mengenai peran tutor yang ideal. Konsepsi mereka akan mempengaruhi perilaku yang tampak dalam tutorial. Adanya temuan seperti formalitas dan superfisial, yang didukung juga dalam observasi,
yang
dari kurangnya
interaksi pada mahasiswa
tahun pertama di FK Nommensen.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
29
Ristarin
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
Daftar Pustaka
group.AdvancesinHealthSciences
1. deGrave,W.S.,Boshuizen,
H.
P.A.,&Schmidt,H.G.(1996).Problem -basedlearning:
Cognitiveand
smetacognitiveprocessesduringprobl emanalysis.InstructionalScience,24( 5),321-341. 2. VisschersPleijers,A.,Dolmans,D.,W olfhagen,I.,&VanderVleuten,C.P.M. (2004).Exploration of a method to analyze
group
interactions
in
problem basedlearning.MedicalTeacher,26(5), 471-478.
asedLearninginAsianMedicalSchools andStudents’Perception
oftheir
Experience,MedicalEducation,37:401–9. 7. Hofstede,G.TheHofstedeCentre[Internet].Fi nland:TheHofstedeCentre;2012[cited 2015 October29]. Availablefromhttp://geerthofstede.com/ind onesia.html 8. Frambach,J.M.,DriessenE.W,ChanLi, vanderVleuten,C.P.M.(2012)Rethinkingthe globalisation
of
directedlearning.
VanderLinden,J.,&Kanselaar, G.(2000).Collaborative
learning
tasksandtheelaboration
of
conceptual knowledge.Learning and Instruction,10(4),311-330.
problem-
L.,HolmbergMarttila,D.M.H.,&Virj o,I.O.(1999).What happens sessions?
inPBL Analysis
students’
MedicalEducation
46,738–747. 9. Thanh,P.T.H.(2011).Issuestoconsiderwhen implementingstudent-centered
learning
practicesat Asianhighereducationinstitutions.Journalof
4. Virtanen,P.J.,Kosunen,E.A.-
ofmedical
6. Khoo,H.(2003).ImplementationofProblemb
basedlearning:how culture challenges self-
3. VanBoxtel,C.,
tutorial
Education,7(3),201-209.
written
accounts. MedicalTeacher,21(3),270-276. 5. deGrave,W.S.,Dolmans,D.H.J.M.,&
Higher EducationPolicyand Management. 33(5),519-528. 10. Hallinger,P.&Lu,J.(2011).Implementingpro blem-basedlearningin highereducationinAsia:challenges,strategie sandeffect.JournalofHigherEducationPolic yand Management,33:3,267-285.
vanderVleuten,C.P.M.(2002). Student
perspectiveson
incidentsinthe
critical tutorial
11. Nugraheni, E. (2015).Feedback in the non shifting context of the midwifery 30
clinical ducationin Indonesia:Amixed methodstudy.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Unpublished
doctoral
Ristarin
Interaksi Mahasiswa Pada Pertemuan Tutorial
dissertations,
Gadjah
Mada
University,Yogyakarta. 12. Claramita, M(2013). Doctor
patient
communication in Southeast Asia : a different
culture.
AdvHealth
SciEducTheoryPract. 18(1):15-31. 13.Geertz,H.(1973).
The
interpretation
ofcultures. BasicBooks,New York.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
31
Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase
Jenny Novina Sitepu
KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY LIPOPROTEIN DAN KOLESTEROL HIGH DENSITY LIPOPROTEIN PADA OBESITAS DAN OVERWEIGHT Jenny Novina Sitepu Departemen Anatomi Email :
[email protected]
Background:The previous studies show that obesity associated with high LDL and low HDL. Hipercortisolismhas been assumed to be involved in obesity-associated lipid profile disorders. Cortisol is synthesized by 11β-Hydroxylaseenzyme. The aim of this study was to investigate the11 β-Hydroxylase, LDL, and HDL level in obese and overweight young adult men. Method: This cross-sectional study followed by 52 young adult men (18-24 years old), which 26 subjects with obese and 26 with overweight. The 11 β-Hydroxylase, LDL, and HDL level was evaluated in blood sample after 10 hours fasting. Result:The 11 β-Hydroxylase level was approximately 52.15 in obese subjects and 71.63 in overweight subjects. LDL cholesterol level was approximately 126.04 mg/dl in obese subjects and 105.88 mg/dl in overweight subjects. HDL cholesterol level was approximately 38.46 mg/dl in obese subjects and 43.15 mg/dl in overweight subjects. Conclusions:The 11 β-Hydroxylase and LDL cholesterol level was high in obese and overweight subjects. On the contrary, The HDL cholesterol level was low in obese and overweight subjects. Keywords:11 β-Hydroxylase, kolesterol, LDL, obesitas, overweight
Pendahuluan
angka kematian akibat penyakit tidak
Prevalensi obesitas dan overweight semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.1,2,3Peningkatan prevalensi obesitas dan overweight merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan 32
menular.1 Obesitas merupakan faktor risiko untuk berbagai
penyakit
seperti
penyakit
kardiovaskuler dan stroke, diabetes mellitus tipe 2, hiperkolesterolemia, dan penyakit keganasan.4,5,6,7,8,9Beberapa
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
penelitian
Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase
Jenny Novina Sitepu
sebelumnya menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan gangguan profil lipid.7,
Pengukuran Indeks Massa Tubuh
8,9
Indeks massa tubuh dihitung dengan Penelitian di Amerika Serikat dan Italia menunjukkan bahwa peningkatan cortisol berhubungan
dengan
gangguan
profil
lipid.10,11 Namun, bagaimana gambaran kadar enzim 11 β-hydroxylase (enzim yang berperandalamsintesis cortisol), kolesterol LDL, dan HDL pada laki-laki dewasa muda belum pernah diteliti di Indonesia.
membagi
berat
badan
(Kg)
dengan
kuadrat tinggi badan (m 2) dan dicatat 1 angka di belakang koma. Pengukuran berat
badan
dilakukan
dengan
menggunakan timbangan digital merek Kris. Subyek
penelitian
ditimbang
dengan
menggunakan baju kaos tipis dengan celana pendek untuk mengurangi bias berat badan.
Metode
Pengukuran
Desain dan Sampel Penelitian
sebanyak tiga kali kemudian diambil nilai
Penelitian ini adalah penelitian analitik
rata-rata untuk tiga pengukuran tersebut dan
dengan desain cross sectional terhadap 52
dicatat nilainya 1 angka di belakang koma.
orang yang termasuk dalam kategori obesitas
dan
overweight.
obesitas
Kelompok
adalah
laki-laki
berat
badan
dilakukan
Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan stature meter pada menarik nafas (inspirasi)
panjang.
Pengukuran
tinggi
denganIMT≥25kg/m2 dan lingkar pinggang
badan
>90cm) dan kelompok overweight adalah
kemudian diambil nilai rata-ratanya dan
laki-laki dengan IMT 23–24,9kg/m2 dan
dicatat nilainya 1 angka di belakang koma.
lingkar pinggang 80-90cm). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
dilakukan
sebanyak
tiga
kali,
Pemeriksaan Sampel Darah
sampling. Kriteria eksklusi adalah subyek
Sampel darah diambil pada pagi hari (jam
yang
hipertensi,
08.00 – 09.00) setelah subyek penelitian
menderita Cushing syndrome (berdasarkan
puasa selama 10-12 jam. Darah sebanyak 3
riwayat
ml diambil di vena cubiti, kemudian
memiliki
penyakit
menggunakan
riwayat
dan
gejala
obat-obatan
klinis), yang
dimasukkan
kedalam
tabung
tanpa
mempengaruhi metabolisme lemak dan
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA).
fungsi adrenal selama 6 bulan terakhir, dan
Serum
memiliki kadar trigliserida serum > 400
pendingin dengan suhu -20°C dan akan
mg/dl.
stabil sampai 4 bulan.
darah
disimpan
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
dalam
lemari
33
Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase
Jenny Novina Sitepu
Pemeriksaan kadar11-β hydroxylase serum
dilakukan
quantitative
dengan
sandwich
teknik enzyme
immunoassay. Pengukuran kadar kolesterol HDL dilakukan dengan teknik presipitasi yang
dilanjutkan
dengan
HASIL
pemeriksaan
human cholesterol liquicolor. Selanjutnya, kadar kolesterol LDL ditentukan rumus Friedewald.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek obesitas dan overweight memiliki rata-rata kadar enzim11 β-Hydroxylase yang cenderung tinggi.
Rata-rata kadar
LDL juga cukup tinggi meskipun masih dalam batas normal. Sebaliknya, rata-rata kadar kolesterol HDL cenderung rendah (tabel 1).
Tabel 1. Gambaran IMT, 11 β-Hydroxylase, LDL, dan HDL Variabel
n
Nilai Min.
Nilai Maks.
Mean
Standar deviasi
IMT (kg/m2) - Obesitas - Overweight
52 26 26
23,0 25,8 23,0
38,2 38,2 24,9
27,63 31,03 24,24
4,32 3,68 0,67
11 β-Hydroxylase - Obesitas - Overweight
52 26 26
6,9 6,9 17,0
199,4 149,3 199,4
61,89 52,15 71,63
45,63 43,49 46,49
0,200*
LDL (mg/dl) - Obesitas - Overweight
52 26 26
71 73 71
182 182 175
115,96 126,04 105,88
29,89 26,81 29,89
0,200
HDL - Obesitas - Overweight
52 26 26
22 22 26
69 52 69
40,81 38,46 43,15
9,19 7,45 10,27
0,200
(*) nilai p-value setelah dilakukan transformasi data
34
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Uji Normalita s (p-value) 0,000
Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase
Jenny Novina Sitepu
Pembahasan
penelitian menunjukkan bahwa saat ini
Rata-rata kadar kolesterol LDL pada sampel penelitian cukup tinggi meskipun masih dalam batas normal. Rata-rata kadar kolesterol LDL sampel tergolong tidak optimal. Kadar kolesterol LDL optimal menurut
The
National
Cholesterol
Education Program Adult Panel III adalah <100 mg/dl.12Hal tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan kadar kolesterol LDL pada obesitas dan overweight. Hal tersebut
sesuai
sebelumnya
dengan
yang
penelitian
menunjukkan
bahwa
obesitas berhubungan dengan peningkatan kadar kolesterol LDL (p= 0,043)7. Sebaliknya, rata-rata kadar kolesterol HDL cenderung rendah. Kadar kolesterol HDL <40 mg/dl menurut The National Cholesterol Education Program Adult Panel III termasuk kategori rendah.12Hasil ini sesuai
dengan
sebelumnya
beberapa
yang
pebelitian
menyatakan
bahwa
obesitas berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol HDL9. Tingginya rata-rata kadar LDL dan rendahnya menunjukkan
rata-rata adanya
kadar
HDL
kecenderungan
gangguan profil lipid pada sampel. Hal tersebut
mengindikasikan
gangguan profil lipid sudah mulai terlihat pada usia muda bahkan pada anak-anak usia sekolah7,8.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kadar enzim 11 β-hydroxylase pada obesitas dan overweight cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan teori sebelumnya yang menyebutkan bahwa obesitas berkaitan erat dengan hiperaktivitas aksis hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) yang menyebabkan hiperkortisolisme 13. Enzim11 β-hydroxylase berperan dalam sintesis cortisol. Enzim 11 β-hydroxylase menghidroksilasi molekul11deoxycortisol pada karbon 11 menjadi cortisol di dalam mitokondriaselkorteks adrenal14. Tingginya kadar kolesterol LDL dan rendahnya kadar kolesterol HDL pada subyek penelitian sejalan dengan tingginya kadar
enzim
11
β-hydroxylase.
Teori
menyebutkan bahwa cortisol dalam jangka waktu lama menyebabkan abnormalitas lipid 15. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan cortisol dan kadar enzim 11 β-hydroxylase dengan kadar kolesterol LDL dan HDL.
adanya
kecenderungan gangguan profil lipid pada usia muda yang tampak sehat. Beberapa Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
35
Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase
Jenny Novina Sitepu
Kesimpulan Sebagai
Kesehatan
kesimpulan,
kadarenzim
11β-
Hydroxylase dan kolesterol LDL cenderung tinggi pada laki-laki usia muda yang mengalami
obesitas
Sebaliknya,
kadar
dan
overweight.
kolesetrol
HDL
cenderung rendah. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan gangguan profil lipid pada laki-laki usia muda yang mengalami obesitas dan overweight. Penelitian lebih lanjut pada perempuan atau kelompok obesitas dan overweight yang menderita dislipidemia diperlukan untuk memberikan gambaran yang lebih luas dan bahan perbandingan mengenai gambaran kadar 11 β-Hydroxylase, kolesterol LDL dan HDL. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk
melihat
hubungan
ketiga
variable tersebut.
Health
Organization. Diseases.
(2011). Country
Profiles 2011. Geneva: World Health
Organization.
(2013).
Glogal Health Statistic 2013 Part III. Global Health Indicators. Geneva: World Health Organization. 3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan 36
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia 4. Obregon, M-J. (2010). Maternal Obesity Results in Offspring Prone to Metabolic Syndrome. Journal of Endocrinology 151(8): 3475-3476. 5. Tirosh, A., Shai, I., Afek, A., DubnovRaz, G., Ayalon, N., Gordon, B., … Rudich, A. (2011). Adolescent BMI Trajectory and Risk of Diabetes Versus Coronary Disease. N Engl J Med 364: 1315-25. 6. Schmidt, M., Johannesdottir, S., A., Lemeshow, S., A., Lash, T,. L., Ulrichsen, S., P., Botker, H., E., Sorensen, H., T. (2013). Obesity in Young Men, and Individual and Combined Risks of Type
33-Years Follow-up Study. 7. Ramzan, M., Ali, I., Ramzan, F., Ramzan, F., Ramzan, M., H. (2011). Waist Circumference and Lipid Profile Among
Organization. Health
Republik Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Death Before 55 Years of Age: Danish
Noncommunicable
2. World
Kesehatan
2 Diabetes, Cardiovascular Morbidity and
Daftar Pustaka 1. World
Kementerian
Primary School Children. JPMI Vol 25 No. 03: 222-226 8. Rizk, N., M., Yousef, M. (2012). Association of Lipid Profile and Waist Circumference as Cardiovascular Risk Factors for Overweight and Obesity
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase
Jenny Novina Sitepu
Among
School
Diabetes,
Children
Metabolic
in
Qatar.
Metabolic Syndrome: A Hypothesis. J.
and
Clin Endocrinol Metab. 94(8):2692-2701.
Syndrome
Obesity: Targets and Therapy 2012:5 425-432. 9. Thakur,
Barret, K., Brooks, H., Boitano, S.,
Barman, S. (2010). Ganong’s Review of J.
S.,
Bisht,
S.
(2010).
Comparative Study of Blood Lipid Profile
14.
Obese
and
Non-obese
The McGraw Hill Companies, 337-90. Arnaldi,
G.,
Sedentary College Men. VSRD-TNTJ.
Trementino,
L.,
Vol. I (1), 2010, 26-29
Appolloni, G., Boscaro, M. (2010).
10.
of
Medical Physiology 23thEdition. USA:
Russel, M., Bredella, M., Tsai, P.,
15.
Pathophysiology
Scandali,
V.,
Cardinaletti,
of
Dyslipidemia
M., M.,
in
Miller, K., K., Klibanski, A., Misra, M.
Cushing’s
Syndrome.
(2009). Relative Growth Hormone And
Neuroendocrinology; 92(Suppl 1):86-90.
Excess are Associated with Increased Cardiovascular Risk Markers in Obese Adolescents Girls. J Clin Endocrinol Metab 94:2864–2871. 11.
Mungreiphy, N. K., Kapoor S., Sinha
R. (2011). Association between BMI, Blood Pressure, and Age: Study among Tangkhui Naga Tribal Males of Northest India. Journal of Anthropology. Doi: 10. 1155/2011/748147. 12.
Adam J. M. F. Dislipidemia dalam
Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III. Jakarta: Interna Publishing, 2010: 1984-92. 13.
Anagnostis, P., Athyros, V., G.,
Tziomalos,
K.,
Karagiannis,
A.,
Mikhailids, D., P. (Agustus 2009). The Pathogenetic
Role
of
Cortisol
in
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
37
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
GAMBARAN PENGENALAN DAN PENANGANAN GEJALA AWAL PENYAKIT MALARIA DI RUMAH PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
Novita Hasiani Simanjuntak Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fak. Kedokteran Univ. HKBP Nommensen Email:
[email protected]
Abstrak
Berdasarkan perhitungan Annual Paracyte Incidence (API) tahun 2010 di Sumatera Utara, daerah tertinggi kasus malaria adalahNias Selatan sebesar 1.163 kasus (3,73%), diikuti Mandailing Natal (Madina) sebesar 1.225 kasus (3,12%).4Menurut data darikantor Pusat Penanggulangan Malaria Madina, pada tahun 2012, kasus malaria tertinggiterdapat di Kecamatan Panyabungan yaitu sebesar 3.842 kasus, dari total 78.584 jiwa penduduk. Jenis penelitianini adalah penelitian desktiptif kualitatif, dilakukan di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara pada April sampai dengan Mei 2015.Populasi Penelitian ini adalah semua warga Kabupaten Panyabungan. Cara pemilihan sampel dengan teknik consecutive sampling, sebanyak 100 orang, dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Dari penelitian ini didapatkan bahwa49 orang (49%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang pengenalan gejala malaria dan78 orang (78%) memiliki perilaku yang buruk tentang penanganan awal di rumah. Kabupaten Madina memiliki Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal, yang berkantor di Panyabungan. Namun upaya penanggulangan malaria kantor pusat pengendalian malaria belum efektif disebabkan karena tidak baiknya kordinasi kantor pusat pengendalian malaria dengan dinas kesehatan, sarana transportasi dan laboratorium khusus yang masih kurang, dan sumber daya manusia juga masih belum efektif dalam menjalankan program penanggulangan malaria. Saran dari penelitian ini adalah strategi penambahan pengetahuan mengenai malaria, baik itu pencegahan, pengenalan gejala, dan membawa penderita malaria dari Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal harus diperbaiki, sehingga penanggulangan Malaria dapatdikerjakan dan visi misi Madina bebas Malaria tahun 2020 dapat tercapai dan harus 38
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
lebih intensif, lebih mendekat kemasyarakat, sehingga tidak kalah dengan pemberian infomasi informasi penyakit menular seperi demam berdarah dengue. Kata Kunci: Gejala Malaria, Penanganan Malaria di Rumah. Pendahuluan
program
Penyakit Malaria, menurut perkiraan terakhir dari WHO tahun 2013, sebanyak 198 juta kasus malaria muncul di seluruh dunia (sekitar 124 – 283 juta kasus), dan mengakibatkan
kematian
sebanyak
584.000 jiwa (sekitar 367.000 – 755.000 kematian).
Menurut
World
Malaria
Report, angka kejadian malaria yang dilaporkan
menurun
dari
2,9
juta
menjadi 1,5 juta kasus.1
20,9%,
mendapatkan
obat
dalam 24 jam pertama sebanyak 62,9%, minum obat selama 3 hari sebanyak 84,8%, mendapatkan pengobatan efektif (pengobatan malaria sesuai program) pemberian ACT pada 24 jam pertama pasien panas dan obat diminum habis dalam 3 hari) sebanyak 55,7%, minum obat anti malaria dengan/ tanpa gejala khas malaria sebanyak 0,7%.3 Berdasarkan perhitungan Annual
Secara nasional, menurut Profil
Paracyte Incidence (API) tahun 2010 di
Kesehatan Indonesia tahun 2013,angka
Sumatera Utara, daerah tertinggi kasus
kesakitan malaria selama tahun 2005–
malaria adalah Nias Selatan sebesar
2013 cenderung menurun yaitu dari 4,1
1.163 kasus (3,73%), diikuti Mandailing
per 1.000 penduduk berisiko pada tahun
Natal (Madina) sebesar 1.225 kasus
2005 menjadi 1,38 per 1.000 penduduk.2
(3,12%).4Menurut data dari kantor Pusat
Menurut
Data
RISKESDAS
tahun 2013, proporsi pengobatan efektif Indonesia adalah 45,5 persen. Penduduk Indonesia yang yang mengobati sendiri penyakit malaria yang dideritanya adalah 0,6 persen.3
Penanggulangan Malaria Madina, pada tahun 2012, kasus malaria tertinggi terdapat di Kecamatan Panyabungan yaitu sebesar 3.842 kasus, dari total 78.584 jiwa penduduk.5 Untuk
mencapai
visi
misi
Menurut Data RISKESDAS tahun
Madina bebas dari penyakit malaria
2013, di Sumatera Utara angka insiden
tahun 2020, modal utama dan kunci
dan prevalensi malaria adalah 1,4 % dan
suksesnya adalah kepedulian masyarakat
5,2%, angka proporsi penderita malaria
yang tinggi terhadap penyakit malaria.
yang
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mendapat
pengobatan
sesuai
program yaitu proporsi mendapat ACT
mengetahui
bagaimana
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
pengetahuan 39
Novita Hasiani Simanjutak
masyarakat
tentang
Gejala Awal Penyakit Malaria
pengenalan
dan
A. Usia Responden
penanganan gejala awal di rumah pada
Tabel 4.1 Usia Responden
penyakit
Usia
malaria
di
Kecamatan
Panyabungan, Madina. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengenalan dan penanganan gejala awal penyakit malaria pada
masyarakat
Panyabungan
di
kecamatan
Kabupaten
Maidailing
Natal.
Frekuensi
Persen
15 - 24 Tahun 36
36.0
25 - 34 Tahun 33
33.0
35 - 44 tahun 12
12.0
45 - 54 Tahun 15
15.0
55 - 64 Tahun 3
3.0
≥ 65 Tahun
1
1.0
Total
100
100.0
Metode Penelitian Jenis
penelitian
ini
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
adalah
penelitian desktiptif kualitatif, dilakukan di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara pada
responden terbanyak adalah usia 15 sampai dengan 24 Tahun, sebanyak 36 orang (36%).
April sampai dengan Mei 2015.Populasi
B. Jenis Kelamin Responden
Penelitian ini
Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden
Kabupaten pemilihan
adalah semua warga Panyabungan.
sampel
dengan
Cara teknik
consecutive sampling, sebanyak 100 orang, dengan menggunakan kuesioner yag
telah
divalidasi.
Analisa
Jenis Kelamin Frekuensi
Persen
Laki-laki
63
63.0
Perempuan
37
37.0
Total
100
100.0
data
dilakukan dengan Analisa Univariat.30 Hasil Dan Pembahasan Karakteristik yang dinilai dari penelitian adalah usia, jenis kelamin, pendidikan
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
responden
terbanyak
responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 63 orang (63%).
terakhir, dan pekerjaan.
40
adalah
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Novita Hasiani Simanjutak
C. Tingkat
Gejala Awal Penyakit Malaria
Pendidikan
Terakhir
Responden Tabel
4.3
Tingkat
Pendidikan
Terakhir Tingkat
4.2 Sumber Informasi Responden Tabel 4.4 Sumber Informasi Sumber Informasi Frequency
Percent
Televisi
21
21.0
Radio
1
1.0
Pendidikan
Frekuensi
Persen
Majalah/Koran
9
9.0
SD
1
1.0
Teman/Tetangga
4
4.0
SMP
12
12.0
Petugas
SMU
69
69.0
kesehatan
65
65.0
Diploma
13
13.0
Total
100
100.0
Sarjana
5
5.0
Total
100
100.0
Dari tabel di atas didapatkan bahwa yang terbanyak adalah responden yang memperoleh sumber informasi dari
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
responden
terbanyak
adalah
petugas kesehatan sebanyak 65 orang (65%).
responden dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas sebanyak 69
4.3 Tingkat Pengetahuan Pengenalan
orang (69%).
Gejala Awal dan Penanganan Awal Malaria
D. Pekerjaan Responden
A. Tingkat
Pengetahuan
Pengenalan
Pekerjaan
Frekuensi
Persen
Tidak Bekerja
21
21.0
Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan tentang
Pegawai
50
50.0
Malaria dan gejala awalnya
Non Pegawai
29
29.0
Tingkat
Total
100
100.0
Pengetahuan
Frekuensi Persen
Kurang
66
66.0
adalah
Baik
34
34.0
responden dengan pekerjaan sebagai
Total
100
100.0
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
responden
terbanyak
Gejala Awal Malaria
pegawai sebanyak 50 orang (50%).
Dari tabel di atas didapatkan bahwa memiliki
sebanyak
49
orang
(49%)
pengetahuan
yang
kurang
tentang pengenalan gejala malaria.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
41
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
Dibawah ini adalah tabel distribusi
Tabel 4.8 Tingkat Pengetahuan tentang
frekuensi
Vektor Penyakit Malaria
untuk
masing
-
masing
pertanyaan.
Tingkat Pengetahuan
Frekuensi Persen
Tabel 4.6 Tingkat Pengetahuan tentang
Baik
100
100.0
Penyakit Malaria
Total
100
100.0
Tingkat
Dari tabel di atas didapatkan
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
bahwa semua responden (100%) dapat
Kurang
84
84.0
menjawab
Baik
16
16.0
Malaria adalah nyamuk.
Total
100
100.0
Dari tabel di atas didapatkan
bahwa
vektor
penyakit
Tabel 4.9 Tingkat Pengetahuan tentang
bahwa hanya sebanyak 16 orang (16%)
Jenis Nyamuk Penyakit Malaria
menyatakan Penyakit Malaria adalah
Tingkat
penyakit yang disebabkan oleh Protozoa
Pengetahuan
Frekuensi Persen
yang disebut Plasmodium.
Kurang
71
71.0
Baik
29
29.0
Total
100
100.0
Tabel 4.7 Tingkat Pengetahuan tentang Penyebab Penyakit Malaria
Dari tabel di atas didapatkan
Tingkat
bahwa sebanyak 71 orang (71%) tidak
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
mengetahui bahwa Malaria ditularkan
Kurang
96
96.0
melalui gigitan Nyamuk Anopheles,
Baik
4
4.0
responden menjawab Malaria ditularkan
Total
100
100.0
oleh gigitan Nyamuk Aedes aegypti,
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
sebanyak
96
orang
(96%)
yang
merupakan
Demam
Dengue
vektor
penyakit
ataupun
Demam
yang
memang
menyatakan Malaria adalah penyakit
Derdarah
yang disebabkan oleh nyamuk. Penyakit
merupakan Penyakit yang menyebar
malaria bukan disebabkan oleh nyamuk,
lebih merata dan banyak di seluruh
tetapi disebabkan oleh parasit, yaitu
Indonesia, sehingga informasi mengenai
Plasmodium.
penyakit ini lebih banyak didapat oleh responden.
Dengue,
Penyakit
malaria
adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk 42
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
golongan protozoa melalui perantaraan
Tabel 4.12 Tingkat Pengetahuan tentang
tusukan
Gejala Awal
(gigitan)
nyamuk
betina
Anopheles spp.6789
Tingkat Pengetahuan
Frekuensi
Persen
Tabel 4.10 Tingkat Pengetahuan tentang
Kurang
7
7.0
Tempat Sarang Nyamuk Vektor Malaria
Baik
93
93.0
Tingkat
Total
100
100.0
Pengetahuan
Frekuensi Persen
Kurang
70
70.0
bahwa pengetahuan tentang suhu tubuh
Baik
30
30.0
saat demam akibat penyakit Malaria 93
Total
100
100.0
orang (93%) menjawab dengan benar.
Dari tabel di atas didapatkan
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
sebanyak
menyatakan
70
tempat
orang sarang
(70%) nyamuk
Tabel 4.13 Tingkat Pengetahuan tentang Gejala Awal
vektor Malaria adalah air genangan, dan
Tingkat
hal ini sejalan dengan hasil pada tabel
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
4.11, karena sarang nyamuk Aedes
Kurang
7
7.0
aegypti adalah pada air
tergenang,
Baik
93
93.0
sedangkan nyamuk Anopheles adalah
Total
100
100.0
pada air yang mengalir atau air tanah dan air di bawah permukaan tanah.
Dari tabel di atas didapatkan bahwa pengetahuan tentang suhu tubuh saat demam akibat penyakit Malaria 93
Tabel 4.11 Tingkat Pengetahuan tentang
orang (93%) menjawab dengan benar.
Suhu Tubuh Saat Demam Malaria Tingkat
Tabel 4.14 Tingkat Pengetahuan tentang
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
Ciri Demam
Kurang
41
41.0
Tingkat
Baik
59
59.0
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
Total
100
100.0
Kurang
25
25.0
Dari tabel di atas didapatkan
Baik
75
75.0
bahwa pengetahuan tentang suhu tubuh
Total
100
100.0
saat demam akibat penyakit Malaria 59 orang (59%) menjawab dengan benar.
Dari tabel di atas didapatkan bahwa pengetahuan tentang suhu tubuh
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
43
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
saat demam akibat penyakit Malaria 75 orang (75%) menjawab dengan benar. Dari hasil penelitian didapatkan
Berkaitan
dengan
rata-rata
tingkat pendidikan responden, bahwa tingkat pendidikan tidak serta merta
bahwa tingkat pengetahuan mengenai
menjadikan
Penyakit Malaria dan gejala awal dari
kesehatan menjadi lebih baik, karena
penyakit ini masih kurang, walaupun
pendidikan
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal
penerapan konsep pendidikan dalam
sendiri telah memiliki unit khusus yang
bidang kesehatan, dan tidak terbatas
menanggulangi penyakit malaria yaitu
pada usia, tempat, dan individunya.12Hal
Kantor Pusat Penanggulangan Malaria,
ini sejalan dengan hasil penelitian ini
yang
yang hanya sebanyak 66% responden
berada
di
Kecamatan
Panyabungan.10
pengetahuan
kesehatan
tentang
adalah
suatu
memiliki pengetahuan yang baik.
Berdasarkan
Laporan
LAKIP
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa
Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
65%
Kabupaten Mandailing Natal Tahun
informasi dari petugas kesehatan, dan
2013 dalam Analisis Efektifitas Program
21%
Penanggulangan
Kantor
memperlihatkan kemungkinan informasi
Malaria
yang didapatkan tidak maksimal maupun
Kabupaten Mandailing Natal Tahun
bercampur dengan penyakit menular lain
2014, ada dua program yang belum
yang vektornya adalah nyamuk juga
mencapai target dalam penanggulangan
yaitu Penyakit Demam Berdarah, yang
penyakit malaria di wilayah kerja Kantor
memang
Pusat
menyebar lebih merata dan banyak di
Pusat
Kabupaten
Malaria
Di
Penanggulangan
Penanggulangan Mandailing
Malaria
Natal,
responden
dari
mengaku
televisi,
merupakan
mendapat
hal
Penyakit
ini
yang
salah
seluruh Indonesia, sehingga informasi
satunya adalah pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit ini lebih banyak
terhadap malaria hanya 50 % dari target
didapat oleh responden. Hal ini juga
yang harusnya dicapai yaitu 60%.11 Hal
selaras dengan hasil penelitian Abdul
ini mungkin disebabkan oleh masih
Azis Nasution yang berjudul Analisis
kurang efektifnya strategi yang dipakai
Efektifitas
Program
untuk sosialisasi pengetahuan tentang
Malaria
Di
malaria, baik dari segi pemilihan media
Penanggulangan
sosialisasi, sumber daya manusia, dan
Mandailing Natal Tahun 2014, yaitu
teknik sosialisasi.
upaya penanggulangan malaria kantor pusat
44
Penanggulangan Kantor
Malaria
pengendalian
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Pusat Kabupaten
malaria
belum
Novita Hasiani Simanjutak
efektif
disebabkan
karena
baiknyakordinasi pengendalian
Gejala Awal Penyakit Malaria
kantor
malaria
kesehatan,
tidak
dengan
sarana
Berdasarkan rekomendasi WHO,
pusat
pengobatan
yang
adekuat
dinas
pemberian
Artemisin
dengan
Combination
transportasi
Therapy (ACT), diberikan dalam waktu
danlaboratorium khusus yang masih
24 sampai 48 jam setelah gejala muncul,
kurang, dan sumber daya manusia juga
dan selama 3 hari.1415
masih belum efektif dalam menjalankan program penanggulangan malaria.11
Kesimpulan Dari penelitian ini didapatkan
B. Penanganan Awal Malaria
bahwa
49
orang
(49%)
Tabel 4.15 Penanganan Awal di Rumah
pengetahuan
Penanganan
pengenalan gejala malaria dan 78 orang
yang
memiliki
kurang
tentang
Awal
Frekuensi
Persen
(78%) memiliki perilaku yang buruk
Kurang
78
78.0
tentang penanganan awal di rumah.
Baik
22
22.0
Kabupaten
Total
100
100.0
memiliki Kantor Pusat Penanggulangan
Dari tabel di atas didapatkan bahwa
sebanyak
78
orang
(78%)
Madina
sendiri
telah
Malaria Kabupaten Mandailing Natal, yang berkantor di Panyabungan. Namun
memiliki perilaku yang buruk tentang
ternyata
upaya
penanganan awal di rumah.
malariakantor
penanggulangan
pusat
pengendalian
Buruknya perilaku penanganan
malaria belum efektif disebabkan karena
awal di rumah oleh 78% responden,
tidak baiknya kordinasi kantor pusat
sejalan
pengendalian
dengan
penelitian
yang
malaria
kesehatan,
mana hanya 10,9% penderita malaria
laboratorium khusus yang masih kurang,
tidak mendapat antimalaria 13
dan sumber daya manusia juga masih belum
harus
dibawa
memastikan
ke
bahwa
doker,
untuk
memang
benar
efektif
transportasi
dinas
dilakukan oleh Mazigo Humphrey, di
Penderita yang diduga malaria
sarana
dengan
dalam
dan
menjalankan
program penanggulangan malaria.
menderita gejala malaria, dan didiagnosa pasti
malaria,
laboratorium
melalui baik
itu
pemeriksaan pemeriksaan
mikroskopis maupun RDT. Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
45
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
Saran a.
4.
malaria,
pencegahan,
baik
pengenalan
Kabupaten
Desktop. 2010. p. 78. 5.
Mandailing
Malaria
dapat
dikerjakan dan visi misi Madina
6.
Geneva. 2015;1–35. 7.
mendekat ke masyarakat, sehingga
http://www.who.int/topics/malaria
tidak
/en/
kalah
dengan
pemberian
informasi
penyakit
8.
Talawi Kota Sawahlunto Bulan Health
Oktober 2011 sampai Februari. J
Organization,
White NJ, Pukrittayakamee S, Hien TT, Faiz MA, Mokuolu O a,
Kesehat Andalas. 2013;2(2):76–9. 9.
Kesehatan.
Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013;306. 46
Mosquitoes
Available
from:
/biology/mosquitoes/index.html 10.
Badan Pusat Statistik. Mandailing natal dalam angka 2010. 2010. p.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014. 507 p.
Anopheles
http://www.cdc.gov/malaria/about
Vol. 383, Lancet. 2014. p. 165–76. Kementrian
CDC.
[Internet].
et al. World Malaria Report 2014.
Badan
Dwithania M, Irawati N, Rasyid R.
Sungai Durian dan Puskesmas
Daftar Pustaka World
from:
Insiden Malaria di Puskesmas
degue.
3.
WHO. Malaria Topic [Internet]. Available
menular seperi demam berdarah
2.
WHO. Global technical strategy
malaria harus lebih intensif, lebih
infomasi
1.
dan
for malaria 2016-2030. WHO
tercapai Penambahan pengetahuan tentang
Pengkajian
Informatika (BPPKI). Malaria.
bebas Malaria tahun 2020 dapat
b.
Balai
Pengembangan Komunikasi dan
Natal harus diperbaiki, sehingga penanggulangan
Kesehatan
Kesehatan Dasar 2010. Mendeley
gejala,
dan membawa penderita malaria
Malaria
Dan
Kementerian Kesehatan RI. Riset
itu
dari Kantor Pusat Penanggulangan
Penelitian
Pengembangan
Strategi penambahan pengetahuan mengenai
Badan
26, 123. 11.
Nasution AA. Analisis Efektifitas Program Penanggulangan Malaria Di Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Novita Hasiani Simanjutak
Natal
Tahun
Gejala Awal Penyakit Malaria
2014.
Sumatera
Utara; 2015. 12.
Notoatmodjo
PDS.
Kesehatan
Masyarakat Ilmu & Seni. Revisi Ked. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2011. 109 - 114 p. 13.
Mazigo
HD,
Bushahu
HM,
Kidenya BR, Ambrose EE, Zinga M,
Heukelbach
J.
Home
treatments with antipyretics and antimalarials given to underfives with fever in Mwanza, northwestern
Tanzania.
Tanzan
J
Health Res. 2011;13(2). 14.
WHO.
Guidelines
treatment
of
For
Malaria.
The Third
Edition. 2015. 15.
Stephen Kwabe T, Abdulfatai O, Francis Agbam E, Usman A, Muhammd Bashiru A. Mothers Management of Malaria Fever among
Under-Five
Nomadic
Fulani Children of Northeastern Nigeria.
Am
J
Infect
Dis
Microbiol. 2013;1(2):26–33.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
47
Novita Hasiani Simanjutak
Gejala Awal Penyakit Malaria
PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PREKLINIK DI FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN MEDAN Saharnauli J. Verawaty Simorangkir Departemen Anatomi, Fak. Kedokteran Univ. HKBP Nommensen E-mail :
[email protected]
Abstrak Latar belakang: Stres merupakan suatu perasaan yang muncul sebagai reaksi seseorang ketika menghadapi suatu kondisi tertentu. Mahasiswa kedokteran diperhadapkan dengan berbagai bentuk stresor. Menurut penelitian, stres pada mahasiswa kedokteran sering dihubungkan dengan akademik, psikososial, dan stresor yang berhubungan dengan kesehatan. Akan tetapi, penelitian mengenai hal ini masih kurang di Fakultas Kedokteran UHKBPN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat stres dan sumber stres di antara mahasiswa preklinik di Fakultas Kedokteran UHKBPN pada angkatan 2013, 2014, dan 2015. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran UHKBPN. Kondisi stres dinilai dengan Kuesioner Perceived Stress Scale (PSS). Kuesioner terlebih dahulu diuji dan divalidasi. Kuesioner dengan 30 poin pertanyaan digunakan untuk mengetahui sumber stres. Hasil: Angka persentase stres tertinggi adalah pada mahasiswa preklinik angkatan 2013, yaitu sebesar 62,5%. Perbedaan persentase stres antara angkatan 2013, 2014, dan 2015, dianalisis dengan menggunakan uji Anova dan Post-Hoc, dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara angkatan 2013 dan 2014, dan antara angkatan 2013 dan 2015. Tidak terdapat hubungan secara statistik antara stres dan jenis kelamin (p>0,05; OR 0,548) antara stres dan usia (p>0,05; OR 1,242), dan antara stres dan tempat tinggal (p>0,05; OR 0,725). Frekuensi ujian, hasil ujian tertulis, hasil ujian praktek, kesulitan memahami isi text book, dan sulit tidur merupakan sumber stres yang paling sering diantara mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran UHKBPN. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan mahasiswa preklinik di Fakultas Kedokteran UHKBPN mengalami persentase stres yang cukup tinggi. Hasil penelitian ini perlu dikaji lebih jauh dengan penelitian-penelitian longitudinal untuk mengidentifikasi persentase stres setiap tahun pendidikan dan intervensi yang sesuai. Kata Kunci : Stres, Stresor, Mahasiswa Kedokteran, Preklinik. 48
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
Abstarct Background : Stressis the feeling which is created when a person react to the particular events. Medical students are exposed to diverse varieties of stressor. It is reported during undergraduate medical education stress is related to academic, psychosocial and health related stressor. However, studies about the same are lacking from Faculty of Medicine Universitas HKBP Nommensen. The objective of our study were to assess perceived stress and sources of stress among preclinic medical students at Faculty of Medicine Universitas
HKBP
Nommensen
from
batch
2013,
2014
and
2015.
Method :This is a cross-sectional study and was conducted at Faculty of Medicine Universitas HKBP Nommensen. Perceived stress was assessed using the Perceived Stress Scale (PSS). Questionnaire was pretested and validated. A 30-item questionnaire was used to assess sources of stress. Results : The highest percentage of stress was from preclinic medical students batch 2013, that was 62,5%. The difference of percentage of stres between batch 2013, 2014 and 2015 were analyzed using Annova and Post-Hoc, and the result showed that there were significant difference between preclinic medical students from batch 2013 and 2014, between batch 2013 and 2015. There were a statictically insignificant association between stress and gender (p>0,05; OR 0,548), between stress and age (p>0,05; OR 1,242), and between stress and place to stay (p>0,05; OR 0,725). Frequency of examinations, performance in examinations, performance in practicals, difficulty reading text books, and sleeping difficulties were the most frequently sources of stress among preclinic medical students at Faculty of Medicine Universitas HKBP Nommensen. Conclusion : This study suggest that preclinic medical students at Faculty of Medicine Universitas HKBP Nommensen experienced high percentage of stress. This findings should sholud be further explored in longitudinal studies to indentify the percentage of stress every year of study and appropriate interventions.
Keyword :Stress, Stressor, Medical Students, Preclinic.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
49
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
Pendahuluan
kedokteran semakin menurun seiring
Stres dapat diartikan sebagai persepsi seseorang
mengenai
suatu
kondisi
dimana tuntutan yang dihadapi melebihi kemampuan
untuk
memenuhinya.(1)
Setiap orang pasti pernah mengalami stres dan hal ini merupakan suatu reaksi yang
normal
Mahasiswa kelompok
bagi
setiap
merupakan yang
orang.
salah
rentan
satu
mengalami
stres.(2)Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa bidang kesehatan seperti
bidang
kedokteran
kedokteran
gigi,
umum,
keperawatan,
dan
farmasi, memiliki angka kejadian stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa
bidang
lain.(1)Beberapa
penelitian
menunjukkan
persentase
kejadian
bahwa
stres
pada
mahasiswa kedokteran di dunia cukup tinggi. Persentase kejadian stres pada mahasiswa kedokteran di Saudi Arabia sekitar 57%(3), di Nepal sekitar 20,9% (4), di Malaysia sekitar (78,3%) (5), dan di
Indonesia
tingkat
stres
ringan
sebanyak 35%, stres sedang sebanyak 61%, dan stres berat sebanyak 4% (6). Perbedaan tingkat stres ini
dengan bertambahnya lama studi.(3) Angka kejadian stres pada mahasiswa tahun pertama cukup tinggi dan hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena akan beresiko pada timbulnya gejala somatik ataupun gangguan emosi pada tahun-tahun
berikutnya.(7)
Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat stres pada mahasiswa perempuan lebih
tinggi
mahasiswa
dibandingkan laki-laki.(8,9)
dengan Hal
ini
dikarenakan mahasiswa perempuan lebih peduli terhadap kerumitan dan kuantitas materi kuliah yang harus dikuasai, selain itu
juga
mahasiswa
perempuan
cenderung menaruh ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap diri sendiri dan juga cenderung merasa tidak percaya diri terhadap kemampuannya.(7) Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda dimana tidak terdapat perbedaan tingkat stres yang bermakna antara mahasiswa laki-laki dan perempuan.(8–10)Selain faktor perbedaan angkatan kuliah dan jenis kelamin, perbedaan tempat tinggal juga dapat mempengaruhi munculnya stres pada mahasiswa kedokteran. Angka kejadian
stres
meningkat
angkanya
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal.
menjadi dua kali pada mahasiswa yang
Hasil penelitian Hamzah menunjukkan
tinggal
bahwa 50
tingkat
stres
di
asrama
mahasiswa
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
atau
di
kos
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
dibandingkan dengan yang tinggal di
Metode Penelitian
rumah orang tua.(11)
Sampel
penelitian ini
adalah
Fakultas Kedokteran UHKBPN
seluruh mahasiswa preklinik Fakultas
telah berdiri sejak tahun 2009, dan
Kedokteran UHKBPN angkatan 2013,
sistem
Kurikulum
2014 dan 2015yang aktif menjalani
Berbasis Kompetensi (KBK). Metode
perkuliahan, yaitu sebanyak 147 orang.
belajar mengajarnya antara lain kuliah
Kuesioner
pakar, tutorial, skills lab, dan praktikum,
penelitian ini adalah Perceived Stress
dengan rata-rata lama pelaksanaannya
Scale
minimal 5 jam dalam sehari. Mahasiswa
digunakan oleh Cohen,dkk. Kuesioner
dituntut untuk dapat bertanggung jawab
ini terdiri dari 14 pertanyaan yang
menyelesaikan
secara
menggunakan skala Likert dengan skala
mandiri dan mampu menyelesaikannya
tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
tepat waktu. Selain itu mahasiswa juga
sering
akan menghadapi berbagai bentuk ujian,
Perhitungan
antara lain Ujian Tengah Blok, Ujian
menjumlahkan
Akhir Blok, ujian praktikum, pada setiap
jawaban, dimana jawaban tidak pernah
blok, dan OSCE pada setiap akhir
diberi nilai 0, sangat jarang diberi nilai 1,
semester. Mahasiswa dinyatakan lulus
kadang-kadang diberi nilai 2, sering
dalam blok apabila telah lulus dalam
dibeli nilai 3, dan sangat sering diberi
seluruh metode ujian yang diadakan.
nilai
Padatnya
ditambah
pertanyaan no.4, 5, 6, 7, 9, 10, 13 diberi
dengan beban tugas dan ujian dalam
poin dengan cara berkebalikan. Rentang
setiap
skor yang diperoleh antara 0-56, dimana
pendidikannya
tugas-tugas
jadwal
blok,
kuliah,
dapat
mahasiswa-mahasiswi Kedokteran
menyebabkan di
UHKBPN
pernah
dilakukan
dan
4.
sangat skor
pertama
sering.(12)
dilakukan
total
Akantetapi,
kali
poin
dengan seluruh
khusus
untuk
beresiko
dan
mengenai perbedaan tingkat stres pada preklinik
di
Fakultas Kedokteran UHKBPN Medan.
skor
28-56
termasuk
kategori
stres.(13)
penelitian
atas, peneliti tertarik untuk meneliti
kedokteran
yang
pada
skor 0-28 termasuk kategori tidak stres,
sebelumnya.Berdasarkan penjelasan di
mahasiswa
(PSS)
digunakan
Fakultas
mengalami stres dan mengenai hal ini belum
yang
Kuesioner mengenai stresor pada mahasiswa kedokteran diadaptasi dari penelitian Shah,dkk.(13) Jumlah total pertanyaan adalah sebanyak 30 stresor yang
dikelompokkkan
menjadi
tiga
bagian besar yaitu stresor akademik,
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
51
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
stresor psikososial, dan stresor yang berhubungan
dengan
kesehatan.
Analisa data penelitian ini akan dilakukan dengan analisa univariat dan
Kuesioner ini menggunakan skala Likert
analisa
yaitu tidak pernah atau jarang, kadang-
digunakan
kadang, dan sering. Mahasiswa diminta
karakteristik usia, jenis kelamin, asal
untuk mengisi kuesioner ini sesuai
angkatan, tempat tinggal mahasiswa, dan
dengan
jensi stresor. Analisa bivariat yang
frekuensi
terjadinya
stresor
dalam hidup mereka. Langkah
pertama
sebelum
uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Pengujian kuesioner dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UHKBPN angkatan 2012 sebanyak 30 karena
jumlah
mendekati kurva
normal.
ini
sudah
Pengujian
dilakukan sebanyak dua kali dengan rentang waktu antara pengujian sekitar satu
minggu.
Kemudian
dilakukan
analisa data dengan perangkat lunak komputer untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas konstrak yang diukur dengan koefisien korelasi antara skor masingmasing indikator atau item pertanyaan dengan skor totalnya. Item pertanyaan dikatakan valid jika koefisien korelasi (r) > 0,50. Sedangkan pengujian reliabilitas akan dihitung dengan menggunakan formula Cronbach’s alpha. Reliabilitas konsistensi internal dapat diterima jika α ≥ 0,6. 52
untuk
univariat
menggambarkan
digunakan adalah uji Chi-Square untuk
kuesioner PSS ini digunakan, dilakukan
orang,
bivariat.Analisa
membandingkan
masing-masing
asal
angkatan, jenis kelamin, usia dan tempat tinggal dengan kejadian stres. Perbedaan tingkat
stres
antar
angkatan
akan
dianalisa dengan uji statistik one way Anova yang akan dilanjutkan dengan uji Post-Hoc. Hasil Kuesioner Perceived Stress Scale (PSS) yang digunakan telah diterjemahkan ke dalam
bahasa
Indonesia,
kemudian
dilakukan uji keterbacaan pada 5 orang mahasiswa kedokteran angkatan 2012. Jenis uji realibilitas yang digunakan pada penelitian ini adalah test retest reliability.
Mahasiswa
yang
dipilih
sebagai responden untuk uji reliabilitas adalah mahasiswa angkatan 2012. Jarak antara pengujian reliabilitas adalah 2 minggu.Hasil Croanbach’s Alpha untuk seluruh butir pertanyaan pada kuesioner sebesar
0,691
atau
69,1%,
berarti
kuesioner ini reliabel (konsisten). Hasil cronbach’s alpha if item deleted pada seluruh item pertanyaan memiliki nilai >
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa
2015 yang aktif menjalani perkuliahan
seluruh
dalam
saat penelitian ini dilaksanakan adalah
kuesioner ini reliabel (konsisten).Uji
sebanyak 147 orang. Jumlah mahasiswa
validitas kuesioner PSS pada penelitian
angkatan 2013 sebanyak 48 orang,
ini dilakukan dengan melakukan korelasi
mahasiswa angkatan 2014 sebanyak 49
antar skor butir pertanyaan dengan total
orang dan mahasiswa angkatan 2015
skor variabel. Hasil uji validitas yang
sebanyak 50 orang. Seluruh mahasiswa
diperoleh pada penelitian ini adalah
yang
seluruh item pertanyaan memiliki nilai p
mengisi kuesioner penelitian dengan
< 0,05, artinya seluruh item pertanyaan
lengkap.
dinyatakan valid.
karakteristik
item
Total Fakultas
pertanyaan
di
seluruh
mahasiswa
Kedokteran
UHKBPN
angkatan 2013 sampai dengan angkatan
aktif
menjalani
Tabel
1
perkuliahan
menggambarkan
mahasiswa
preklinik
Fakultas Kedokteran UHKBPN yang terbagi
berdasarkan
kategori
jenis
kelamin, usia, dan tempat tinggal, pada masing-masing angkatan.
Tabel 1 Karakteristik Sampel Penelitian Asal Angkatan
Kategori
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Angkatan 2013
Jenis Kelamin Laki-laki
14
29,2
Perempuan
34
70,8
< 21 tahun
28
58,3
≥ 21 tahun
20
52,6
Kos
38
79,2
Rumah orang tua
10
20,8
Laki-laki
16
32,7
Perempuan
33
67,3
< 21 tahun
44
89,8
≥ 21 tahun
5
10,2
36
73,5
Usia
Tempat Tinggal
Angkatan 2014
Jenis kelamin
Usia
Tempat Tinggal Kos
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
53
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
Rumah orang tua Angkatan 2015
13
26,5
Laki-laki
14
28
Perempuan
36
72
< 21 tahun
45
90
≥ 21 tahun
5
10
Kos
34
68
Rumah orang tua
16
32
Jenis kelamin
Usia
Tempat tinggal
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 2, disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan angka kejadian stres yang signifikan bila dibandingkan antara laki-laki dan perempuan, usia di bawah 21 tahun dan lebih besar sama dengan 21 tahun, dan juga antara mahasiswa yang menetap di kos ataupun yang tinggal di rumah orang tua, dengan nilai p > 0,05. Tabel 2 Gambaran Stres pada Sampel Penelitian Jumlah Kejadian Stres (%)
Variabel
Mean Skor PSS (SD)
Tidak
Ya
Laki-laki
29 (65,9)
15 (34,1)
25,37 (6,7)
Perempuan
53 (51,5)
50 (48,5)
27,97 (5,7)
< 21 tahun
64 (54,7)
53 (45,3)
27,26 (5,9)
≥ 21 tahun
18 (45)
12 (30)
27,2 (6,8)
58 (53,7)
50 (46,3)
27,43 (6,1)
Rasio Odds
IK 95%
p
0,548
0,2-1,1
0,106
1,242
0,5-2,8
0,602
(R0)
Jenis kelamin
Usia
Tempat tinggal Kos
0,725
Rumah orang tua
54
0,398
24 (61,5)
15 (38,5)
26,77 (6,2)
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
0,3-1,5
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
Total mahasiswa yang mengalami stres adalah sebanyak 65 orang (44,3%) dari keseluruhan total responden. Jumlah mahasiswa yang mengalami stres paling banyak ditemukan pada angkatan 2013 yaitu sebanyak 30 orang (62,5%) dengan mean skor PSS paling tinggi yaitu sebesar 29,94 dan angkatan dengan jumlah mahsiswa yang paling sedikit mengalami stres adalah angkatan 2014 yaitu sebanyak 17 orang (34,7%) dengan mean skor PSS sebesar 25,38 (Tabel 3). Hasil uji Anova untuk perbedaan skor PSS antara ketiga angkatan diperoleh hasil p = 0,001 (p < 0,05), artinya paling tidak terdapat perbedaan skor PSS yang bermakna pada dua kelompok. Tabel 3 Gambaran Stres antar Angkatan Sampel Penelitian Kejadian stres (%)
Mean Skor
Tidak
Ya
PSS (SD)
Angkatan 2013
18 (37,5)
30 (62,5)
29,94 (5,15)
Angkatan 2014
32 (65,3)
17 (34,7)
25,38 (6,69)
Angkatan 2015
32 (64)
18 (36)
26,35 (5,53)
Asal angkatan
Selanjutnya uji Anova dilanjutkan dengan uji Post-Hoc (Tabel 4). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa skor PSS antara angkatan 2013 dan 2014, antara angkatan 2013 dan 2015 berbeda secara bermakna dengan nilai p < 0,05. Sementara perbandingan skor PSS antar angkatan 2014 dan 2015 memiliki perbedaan yang tidak bermakna secara statistik karena nilai p > 0,05. Tabel 4 Hasil Analisis Post-hoc LSD Perbedaan Tingkat Stres antar Angkatan Skor PSS
Perbedaan rerata
antar Angkatan
IK 95% Minimum Maksimum
P
2013 vs 2014
4,427
2,09
6,76
< 0,005
2013 vs 2015
3,558
1,23
5,88
< 0,005
2014 vs 2015
-0,87
-3,18
1,44
> 0,005
Kuesioner yang digunakan untuk menilai jenis stresor pada penelitian ini membagi stresor pada mahasiswa kedokteran menjadi 3 bagian besar yaitu stresor akademik, stresor psikososial dan stresor yang berhubungan dengan kesehatan. Stresor akademik yang paling sering pada mahasiswa angkatan 2013 adalah kekhawatiran mengenai masa depan menjadi seorang dokter (60,4%), kurangnya waktu untuk liburan Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
55
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
(52,1%), dan hasil ujian tertulis (50%), stresor psikososial yang paling sering berupa sulit memahami isi text book (54,2%) dan masalah keuangan (54,2%), stresor yang berhubungan dengan kesehatan yang paling sering adalah sulit tidur (33,3%). Hasil kuesioner stresor pada angkatan 2014, stresor akademik yang paling sering pada mahasiswa angkatan 2014 adalah frekuensi ujian (42,9%), hasil ujian praktek (40,8%), dan kurikulum akademik (40,8%), sedangkan stresor psikososial yang paling sering adalah sulit memahami isi text book (38,8%) dan jarang bertemu dengan keluarga (38,8%), stresor yang beruhungan dengan kesehatan yang paling sering adalah sulit tidur (36,7%). Sedangkan hasil yang diperoleh pada angkatan 2015, hasil ujian tertulis (68%), frekuensi ujian (48%), dan hasil ujian praktek (42%), sedangkan stresor psikososial yang paling sering adalah keuangan (34%) dan sulit memahami isi text book (32%), stresor yang berhubungan dengan kesehatan yang paling sering adalah sulit tidur (26%)
Pembahasan
Penelitian ini
Hasil bahwa
penelitian
menunjukkan
mahasiswa-mahasiswa
bidang
kesehatan seperti, kedokteran umum, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi, memiliki angka kejadian stres yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa dari bidang lain. Tingginya prevalensi stres pada
mahasiswa
kedokteran
menyebabkan
gangguan
menurunnya
kemampuan
dapat
perilaku, belajar
mahasiswa dan pada akhirnya dapat mempengaruhi karirnya sebagai seorang dokter.(9) Persentase kejadian stres pada penelitian ini adalah sebanyak 65 orang (44,3%)
dari
keseluruhan
total
mahasiswa preklinik angkatan 2013 sampai Fakultas 56
dengan
angkatan
Kedokteran
2015
di
sejalan
dengan
hasil
penelitian pada mahasiswa kedokteran di Malaysia yaitu sebesar 41,9%(14), akan tetapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase stres pada mahasiswa kedokteran di Inggris yaitu sebanyak 31.2%.(10) Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan
digunakan.
instrumen
Pada
penelitian
yang ini
digunakan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS) untuk menilai tingkat stres mahasiswa. Pemilihan dari kuesioner ini karena bila ditinjau dari reliabilitas dan validitasnya
kuesioner
ini
memiliki
angka yang cukup tinggi, selain itu juga kuesioner ini dapat diterapkan pada ruang lingkup yang lebih luas dengan tipe responden yang berbeda.(12)
UHKBPN.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
Penemuan yang cukup menarik
Hal-hal yang mungkin berpotensi
pada penelitian ini adalah, persentase
menjadi
stres paling tinggi ditemukan pada
angkatan 2013dari sisi akademik antara
angkatan yang paling senior, angkatan
lain kekhawatiran mengenai masa depan
2013, yaitu sebanyak 30 orang (62,5%)
menjadi
dan hasil ini setelah diuji dengan uji
kurangnya waktu untuk liburan (52,1%),
Post-Hoc berbeda cukup signifikan (p <
dan hasil ujian tertulis (50%), sedangkan
0.05)
dengan
stresor psikososial yang paling sering
persentase stres pada angkatan 2014 dan
berupa sulit memahami isi text book
2015.
perbandingan
(54,2%), masalah keuangan (54,2%),
persentase stres antara angkatan 2014
dan stresor yang berhubungan dengan
dan 2015 tidak berbeda secara signifikan
kesehatan yang paling sering adalah sulit
(p > 0,05) (Tabel 3 dan Tabel 4). Hasil
tidur
ini sejalan dengan penelitian di Fakultas
berlangsung, mahasiswa angkatan 2013
Kedokteran,
Turku,
sedang menjalani blok sistem gawat
Finland, dimana persentase stres pada
darurat dan sekaligus mempersiapkan
mahasiswa ditemukan paling tinggi pada
Karya Tulis Ilmiah (KTI) sebagai salah
angkatan tahun terakhir yaitu sebesar
satu syarat sebelum memasuki dunia
47%.(7) Bertolak belakang dengan hasil
koas. Beban akademik ini ditambah lagi
penelitian ini, menurut Abdulghani, dkk,
persiapan memasuki tahap pendidikan
persentase stres mahasiswa kedokteran
yang lebih tinggi dapat menjadi salah
semakin
bila
dibandingkan
Sementara
itu
University
menurun
bertambahnya mahasiswa
masa
angkatan
of
stres pada mahasiswa angkatan ini.
pertama
yang
tua.(3)
Sementara
mahasiswa yang lebih senior lebih dan
mengatasi
kondisi stres dalam dunia pendidikan kedokteran.(15)
penelitian
Jumlah
masa sekolah dan sebagian besar tinggal
beradaptasi
Saat
(60,4%),
studi.
yang jauh berbeda dibandingkan dengan
mampu
(33,3%).
dokter
satu penyebab tingginya angka kejadian
berdaptasi dengan sistem pendidikan
orang
seorang
mahasiswa
dengan
pada tahun pertama mahasiswa harus
dari
pada
seiring
mengalami stres lebih banyak karena
jauh
stresor
Pada penelitian ini, persentase stres
pada
mahasiswa
perempuan
ditemukan sedikit lebih tinggi yaitu sebanyak 48,5% dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki sebanyak 34,1%, dan menurut uji Chi-Square perbedaan keduanya tidak bermakna (p > 0,005) (Tabel 2). Hasil ini sejalan dengan penelitian Niemi, dkk, Mostafa dkk, dimana jenis kelamin bukan merupakan
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
57
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
faktor utama pemicu munculnya stres
munculnya stres, stres dapat menyerang
pada mahasiswa(7,16), akan tetapi hal
segala usia dari waktu ke waktu.(17)
ini bertolak belakang dengan penelitian
Sedangkan
Abdhulgani, dkk, dan Sani,dkk(3,8).
Nauman, dkk, angka kejadian depresi
Menurut
penelitian
Niemi,dkk,
pada mahasiswa kedokteran cenderung
mahasiswa
perempuan
menunjukkan
menurun seiring dengan bertambahnya
menurut
hasil
kecenderungan mengalami peningkatan
usia.
stres pada awal pendidikan dimana pada
mahasiswa lebih berpengalaman dalam
fase itu terjadi transisi sistem pendidikan
menghadapi stres.(15)
dan
lingkungan
mahasiswa mengalami berjalan
belajar.
Sementara
laki-laki stres
cenderung
setelah
beberapa
pendidikan
semester,
dimana
pengetahuan dan informasi yang harus dikuasai
semakin
bertambah
dan
kompetisi di antara sesama mahasiswa semakin ketat.(7) Pada penelitian ini, kecenderungan penurunan
peningkatan
stres
pada
atau
mahasiswa
berdasarkan jenis kelamin tiap tahunnya tidak dapat terlihat karena penelitian ini menggunakan metode cross-sectional.
Kematangan
penelitian
Latar
usia
belakang
membuat
mahasiswa
Fakultas Kedokteran UHKBPN sebagian besar berasal dari luar kota Medan, sehingga
sekitar
73,5%
responden
bertempat tinggal di kosan. Akan tetapi berdasarkan hasil pada tabel 2, tidak terdapat perbedaan angka kejadian stres pada mahasiswa yang tinggal di rumah orang tua dan yang menetap di koskosan (p > 0,05), ditambah lagi bahwa salah satu stresor psikososial, jarang bertemu keluarga, pada hasil kuesioner ketiga angkatan, tidak termasuk pada
Perbedaan angka kejadian stres
tiga stresor teratas yang sering dialami
pada mahasiswa bila dibedakan menurut
mahasiswa. Hasil penelitian ini sejalan
usia
dengan
menunjukkan
hasil
bahwa
penelitian
Sani,dkk,
bahwa
mahasiswa yang mengalami stres yang
tempat tinggal bukan merupakan salah
berusia kurang dari 21 tahun sedikit
satu faktor pemicu stres.(8) Sedangkan
lebih
menurut Shah,dkk, angka kejadian stres
banyak
(45,3%) dibandingkan
dengan mahasiswa yang berusia lebih
meningkat
menjadi
besar sama dengan 21 tahun, dan
mahasiswa yang tinggal di asrama atau
perbedaan keduanya tidak bermakna
di kos dibandingkan dengan yang tinggal
secara statistik (p > 0,05) (Tabel 2).
di rumah orang tua.(13)
Usia bukan merupakan faktor pemicu 58
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
dua
kali
pada
Saharnauli verawati
Pada fakultas
Perbedaan Tingkat Stress
hampir
sebagian
kedokteran,
besar
lingkungan
mengindikasikan adanya
bahwa
reevaluasi
mengenai
asesmen
dinilai paling sering menjadi pemicu
UHKBPN,
stres
menimbulkan stres bagi mahasiswa.
kedokteran,
mahasiswa-mahasiswa seperti
peraturan
yang
sangat ketat, hubungan antar mahasiswa yang dinilai lebih mengarah kepada persaingan
dibandingkan
kerjasama
antar calon teman sejawat.(18) Stresor yang dialami
oleh responden pada
penelitian ini berbeda-beda pada ketida angkatan. Stresor akademik yang paling sering dialami oleh mahasiswa pada ketiga angkatan adalah hal-hal yang berkaitan
dengan
asesmen
yaitu
frekuensi ujian dan hasil ujian baik ujian tertulis
maupun
ujian
praktek.
Penelitian-penelitian sebelumnya juga melaporkan hal yang sama, bahwa stresor akademik yang paling sering adalah pelaksanaan ujian.(12,14) Ujian merupakan salah satu komponen penting sistem evaluasi di dunia kedokteran. Ujian dapat memberikan feedback bagi mahasiswa
maupun
para
dosen
mengenai proses belajar mengajar yang sudah
berjalan
Pelaksanaan
ujian
selama di
ini.(13) Fakultas
Kedokteran UHKBPN terdiri dari ujian tertulis (ujian tengah blok, ujian akhir blok), ujian praktek (ujian praktikum, OSCE), yang dilaksanakan rutin pada setiap
blok.
Hasil
penelitian
ini
Fakultas
sistem
pendidikan di fakultas itu sendiri yang
pada
di
diperlukan
agar
Kedokteran
tidak
terlalu
Faktor pemicu stres lainnya pada responden penelitian ini adalah stresor psikososial. Terdapat perbedaan jenis stresor yang dialami responden pada masing-masing angkatan, akan tetapi poin
yang
dinilai
paling
sering
stres
oleh
seluruh
menimbulkan
responden adalah sulitnya memahami isi text book. Sebagian besar text book yang digunakan dalam proses pembelajaran di fakultas
kedokteran
menggunakan
bahasa pengantar berupa bahasa inggris. Sulitnya memahami isi text book sedikit banyak
akan
pencapaian
berpengaruh akademik.
Kedokteran
pada Fakultas
UHKBPN
sendiri
sebenarnya telah menambahkan mata kuliah
bahasa
inggris
sejak
awal
semester, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan metode ini belum cukup membantu mahasiswa. Pelaksanaan tes kemampuan berkala,
bahasa
inggris
menambahkan
jam
secara untuk
menelaah jurnal berbahasa inggris pada kurikulum,
lebih
memperbanyak
referensi text book berbahasa inggris di perpustakaan, pertimbangan
dapat untuk
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
menjadi mambantu 59
Saharnauli verawati
mahasiswa
Perbedaan Tingkat Stress
Fakultas
UHKBPN
dalam
Kedokteran
proses
belajar
mengajar.
perlu dikaji lebih jauh dengan penelitianpenelitian
longitudinal
untuk
mengidentifikasi persentase stres setiap
Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan mahasiswa preklinik
yang cukup tinggi. Hasil penelitian ini
di
Fakultas
Kedokteran
tahun pendidikan dan intervensi yang sesuai.
UHKBPN mengalami persentase stres Referensi
Students of University Sultan
1.
Dutta A, Pyles M, Miederhoff P.
Zainal Abidin. J Appl Pharm Sci.
Stres
2013;3(11):76–81.
and
College
Mental
Students.
Health Med
of
Educ
Online. New York: Nova Science
2.
6.
Publishers; 2006;3:1–28.
Gambaran Tingkat Stres Pada
D’Zurilla T, Sheedy C. No Title. J
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Personal
Universitas
Soc
Psycho.
1991;61(5):641646. 3.
Abdulghani
HM.
Stres
Depression
among
and
2012
Medical
/
2013.
Universitas
Sumatera Utara; 2013. 7.
Niemi PM, Vainioma PT. Medical students ’ distress – quality ,
Arabia.
continuity and gender differences
Park
J
Med
Sci.
2008;24(1):12–7.
during
Sreeramareddy CT, Shankar PR,
programme.
Binu VS, Mukhopadhyay C, Ray
2006;28(2):136–41. 8.
a
six-year Med
medical Teach.
Sani M, MS M, Bani I, AH A, D
morbidity , sources of stress and
A, NY A, et al. Prevalence of
coping
among
stress among medical students in
undergraduate medical students of
Jizan University , Kingdom of
Nepal.
Saudi
strategies
BMC
Med
Educ.
2007;8(7):1–8.
60
Utara
at a Medical College in Saudi
B, Menezes RG. Psychological
5.
Sumatera
Semester Ganjil Tahun Akedemik
Students : a cross Sectional Study
4.
Pathmanathan V V, Husada MS.
Rahman NIA, Ismail S, Nur T,
Arabia.
Gulf
Med
J.
2012;1(1):19–25. 9.
Abdulghani HM, Alkanhal AA,
Binti A, Seman T, Farah N, et al.
Mahmoud
ES,
Stress Among Preclinical Medical
GG, Alfaris EA. Stress and Its
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Ponnamperuma
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
Effects on Medical Students : A
medical
Cross-sectional Study at a College
sectional study. J Pak Med Assoc.
of Medicine in Saudi Arabia. J
2010;60(8):699–702.
Heal Popul Nutr. 2011;29(5):516–
16.
22.
students :
A
cross-
Amr M, Hady A, Gilany E, Elhawary A. Does Gender Predict Medical Students ’ Stress in Mansoura , Egypt ? Med Educ Online. 2008;13(12):1–8.
10.
Firth J. Contemporary Themes
DS B, S A. Addressing medical
Levels and sources of stress in
student ’ s stress. Kathmandu
medical students. Br Med J.
Univ Med J. 2007;5(20):600–1.
1986;292(3):1177–80. 11.
17.
18.
Styles
WM.
Stress
in
Shah C, RS T, Diwan J, Anand A.
undergraduate medical education:
Common Stressors and Coping of
“the mask of relaxed brilliance.”
Stress by medical Students. J Clin
Br J Gen Pract. 1993;46–7.
Diagnostic Res. 2009;3(4):1621–6. 12.
Cohen S. A Global Measure of Perceived Stress. J Health Soc Behav. 1983;24(4):385–96.
13.
Shah M, Hasan S, Malik S, Sreeramareddy
CT.
Perceived
Stress, Sources and Severity of Stress
among
Medical
Undergraduates in a Pakistani Medical school. BMC Med Educ. 2010;10(2):1–8. 14.
Sherina MS, Rampal L, Kaneson N. Psychological Stress Among Undergraduate Medical Students. Med J Malaysia. 2004;59(2):207– 11.
15.
Jadoon NA, Yaqoob R, Raza A, Shehzad
MA,
Choudhry
ZS.
Anxiety and depression among Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
61
Saharnauli verawati
Perbedaan Tingkat Stress
PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI Doaris Ingrid Marbun Dept. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fak. Kedokteran Univ. HKBP Nommensen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Pada awalnya, pembunuhan anak sendiri (infanticide) bukanlah merupakan tindakan kriminal dan dilakukan sebagai hal yang berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi sejak mulai adanya kehidupan bermasyarakat. Buruknya, sampai sekarang infanticide tetap terjadi. Walaupun definisi legal dari infanticide berbeda di banyak negara, akan tetapi menurut konsep medis definisi ini seragam, yaitu pembunuhan infant yang baru saja dilahirkan oleh ibu kandungnya.1 DEFENISI Pembunuhan anak sendiri (infanticide)adalah ialah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya, pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian, karena takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Dengan demikian, pada kasus pembunuhan anak sendiri terdapat tiga unsur yang penting, yaitu: 1. Pelaku
: Pelaku haruslah ibu kandung korban.
2. Motif
: Motif atau alasan pembunuhan adalah karena takut ketahuan telah melahirkan anak.
3. Waktu
: Pembunuhan dilakukan segera setelah anak dilahirkan atau tidak beberapa lama kemudian, yang dapat diketahui dari ada tidaknya tandatanda perawatan.1, 2, 3
UNDANG-UNDANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN INFANTICIDE KUHP pasal 341 Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak berapa lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana paling lama tujuh tahun. KUHP pasal 342 Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian 62
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. KUHP pasal 343 Bagi orang lain yang turut serta dalam kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342, dianggap sebagai pembunuhan atau pembunuhan yang direncanakan. 2,3 Pasal 305
Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Pasal 306 (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancamdengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan. (2) Jika mengakibatkan kematian pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 307 Jika yang melakukan kejahatan berdasarkan pasal 305 adalah bapak atau ibu dari anak itu, maka pidana yang ditentukan dalam pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan sepertiga. Pasal 308 Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh. Pasal 181 Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lirna ratus rupiah.3, 4 Mayat bayi yang ditemukan di TKP dan diantarkan oleh polisi ke Instalasi Kedokteran Forensik dapat merupakan kasus: -
Bayi hasil aborsi, Bayi korban PAS, Bayi korban pembunuhan, Bayi korban penganiayaan, Bayi lahir mati yang kemudian dibuang, ataupun Penelantaran anak yang baru lahir.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
63
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
HAL-HAL
YANG
PERLU
janin sudah viable dan dibunuh maka
DITENTUKAN
tindakan
Dalam kasus infanticide, hal-hal yang
pembunuhan anak sendiri tetapi jika
harus
belum viable disebut dengan abortus.3,4
ditentukan
atau
yang
perlu
ini
sudah
termasuk
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya
Viabilitas (kemampuan hidup di luar
adalah:(1,2,3
kandungan) pada bayi dapat dilihat dari:
a.
Berapa
umur
bayi
dalam
-
kandungan, apakah sudah cukup
b.
Apakah bayi lahir hidup atau
Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
d.
Apakah
bayi
sudah
e.
atas,
Panjang badan kepala-tumit 35 cm atau lebih,
pernah
dirawat.
Berat badan 1000 gram atau lebih,
-
sudah mati saat dilahirkan. c.
lebih, -
bulan untuk dilahirkan.
Usia kehamilan 28 minggu atau
Lingkar kepala oksipito-frontal 23 cm atau lebih, dan
-
Tidak memiliki cacat bawaan
Apakah penyebab kematian bayi.
yang tidak memungkinkannya
Untuk menjawab kelima hal di
untuk hidup (incompatible with
diperlukan
life).
pemeriksaan
yang
lengkap, yaitu pemeriksaan luar dan
Usia kehamilan dapat ditentukan dari
pemeriksaan dalam (autopsi) pada tubuh
panjang
bayi
menggunakan rumus De Haase:
serta
bila
pemeriksaan
perlu
melakukan
tambahan
seperti
-
badan
bayi
dengan
Pada usia kehamilan 1-5 bulan:
pemeriksaan mikroskopis pada jaringan
Panjang badan (cm) = usia (bulan)
paru
kuadrat.
(patologi
anatomi)
dan
pemeriksaan test apung paru.
-
bulan: Panjang badan (cm) =
a. Umur janin dalam kandungan Viabilitas bayi merupakan unsur yang harus
dipelajari
dalam
Pada usia kehamilan lebih dari 5 bulan x 5.1, 2, 3
kasus
pembunuhan anak sendiri, karena dapat menilai berapa usia janin. Sebab jika
64
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
Bayi cukup bulan Usia kandungan bayi cukup bulan adalah 37-42 minggu. Bayi cukup bulan memiliki ukuran antropometrik: -
Berat badan
2500 – 4000 gram
-
Panjang badan kepala-tumit
46 – 50 cm
-
Lingkar kepala oksipito-frontal
-
Diameter dada (antero-posterior)
8 – 9 cm
-
Diameter perut (antero-posterior)
7 – 8 cm
-
Lingkar dada
30 – 33 cm
-
Lingkar perut
28 – 30 cm.
≥ 30 cm
Penentuan maturitas dapat dilakukan dengan melihat ciri-ciri eksternal yaitu dari: a. Keadaan daun telinga Keadaan daun telinga
Perkiraan
usia
(minggu) Daun telinga lembek, datar dan bila dilipat tetap 28 – 33 terlipat. Mulai ada lipatan pada tepi daun telinga dan bila 34 – 36 dilipat kembali perlahan-lahan. Tulang rawan tipis, setelah dilipat cepat kembali. 37 – 38,5 Sebagian telinga bagian atas melipat. Tulang rawan keras, daun telinga tetap tegang dan 38,5 – 40 terdapat lipatan dalam yang sempurna.
b. Diameter tonjolon susu Diameter tonjolan susu
Perkiraan
usia
(minggu) Tonjolan tidak ada
28 – 33
Diameter tonjolan 1 – 2 mm
34 – 36
Diameter tonjolan 2 – 4 mm
37 – 38
Diameter tonjolan 7 mm
39 – 40
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
65
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
c. Garis telapak kaki Garis telapak kaki
Perkiraan
usia
(minggu) Tidak terdapat garis telapak kaki
28 – 31
Satu garis melintang di sebelah depan
32 – 33
Dua garis melintang di sebelah depan
34 – 36
Beberapa garis di 2/3 bagian depan
37 – 38
seluruh telapak kaki
38 – 40
d. Kuku jari tangan Pada bayi cukup bulan maka akan kita jumpai panjang kuku jari tangan sudah melampaui jari, ujung distalnya tegas dan relatif keras. e. Alat kelamin luar -
Bayi laki-laki: testis sudah turun sempurna pada dasar skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap.
-
Bayi perempuan: labia minor sudah tertutup dengan baik oleh labia mayor.
f. Rambut kepala Rambut kepala relatif keras, masing-masing helai rambut terpisah satu sama lain dan tampak mengkilat. g. Skin opacity Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh darah perut tidak tampak atau tampak samar-samar. h. Processus xyphoideus Processus xyphoideus pada bayi matur membengkok ke arah dorsal. i. Alis mata Alis mata bayi matur sudah lengkap yang ditandai dengan bagian lateralnya sudah ada.3,4 Pusat penulangan juga dapat dipergunakan untuk penentuan maturnitas. Cara pemeriksaan pusat penulangan:
66
-
Tidak langsung (foto radiologi)
-
Langsung dengan menggunakan pisau.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
Cara melihat pusat penulangan pada femur: Tungkai bawah difleksikan semaksimal mungkin, lalu dibuat insisi melintang pada lutut. Setelah patella disingkirkan, dibuat irisan transversal pada ujung distal femur setipis mungkin ke aras proksimal femur sampai terlihat pusat penulangan yang berwarna kemerahan. Demikian pula cara untuk melihat pusat penulangan pada ujung proksimal tibia. Pada tulang talus, kalkaneus dan kuboid, pusat penulangan dapat dilhat dengan membuat insisi antara jari ke-3 dan ke-4 ke arah belakang/tumit. Insisi akan melewati ketiga tulang ini. Lalu tulang tersebut diiris tipis-tipis sampai terlihat pusat penulangannya. Pusat penulangan berbentuk oval, warna merah dengan diameter + 0,5 cm.2, 3 Hubungan umur bayi dengan pusat penulangan: Letak pusat penulangan
Perkiraan
usia
(minggu) Kalkaneus
24
Talus
28
Distal femur
36
Ujung proksimal tibia
38
Kuboid
40
b. Apakah bayi lahir hidup atau
bersatu dengan tali pusat. Warna kulit
sudah mati saat dilahirkan
bayi kemerahan.3, 4
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati,
dapat
pemeriksaan
dilakukan luar
dan
dengan
pemeriksaan
Pemeriksaan dalam Insisi pada autopsi sedikit berbeda dengan orang dewasa. Insisi pada bayi dimulai dari perut agar terlihat letak
dalam.
sekat rongga dada (diaphragma). Pemeriksaan luar
Penentuan apakah seorang anak itu
Pada bayi yang lahir hidup, pada
dilahirkan dalam keadaan hidup atau
pemeriksaan luar tampak dada bulat
mati, pada dasarnya adalah sebagai
seperti tong. Biasanya tali pusat masih
berikut:
melengket ke perut, berkilat dan licin.
1. Adanya udara di dalam paru-paru.
Kadang-kadang placenta juga masih Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
67
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
2. Adanya udara di dalam lambung
pengelembungan
dan usus,
telinga bagian tengah, dan makanan
tawon).
di
dalam
Untuk menentukan apakah bayi pernah bernafas dapat dilakukan
lambung. Paru-paru yang
alveoli
yang cukup jelas (seperti sarang
3. Adanya udara di dalam liang
4. Adanya
dari
test hydrostatik atau test apung sudah mengembang
paru
(docimacia
pulmonum
karena terisi udara pernafasan dapat
hydrostatica), akan memberikan
diketahui dari ciri-ciri seperti tersebut di
hasil yang positif. Pemeriksaan
bawah ini yaitu:
ini berdasarkan fakta bahwa berat
memenuhi rongga dada sehingga
jenis
menutupi
bernafas berkisar antara 1.040 –
sebagian
kandung
jantung,
berwarna
paru-paru
yang
belum
1.056, sedangkan paru-paru yang merah
unggu
atau
sudah
bernafas
0,940
akibat
merah muda, dan tidak homogen,
udara pernafasan telah memasuki
memberikan gambaran mozaik
alveoli. Oleh karena itu paru-
atau
karena
paru yang belum bernafas akan
adanya berbagai tingkatan aerasi
tenggelam sedangkan yang sudah
atau pengisian udara dan darah,
bernafas akan mengapung.
seperti
marmer
tepi paru-paru tumpul,
Pada
pada perabaan teraba derik udara
pembusukan lanjut, pemeriksaan ini
(krepitasi), yang bila perabaan
tidak berguna lagi. Bila masih baru
ini dilakukan atas sepotong kecil
mengalami pembusukan, test apung paru
jaringan paru yang dibenamkan
ini masih bisa dipakai, karena udara
dalam
pembusukan akan keluar bila jaringan
air
akan
tampak
bayi
yang
telah
ditekan,
mengalami
gelembung-gelembung udara,
paru-paru
sedangkan
udara
pada pemotongan jaringan paru,
pernafasan dalam alveoli tetap disana,
bila dipencet terlihat keluar darah
atu hanya sedikit yang keluar.2, 3, 4
bercampur buih,
pemeriksaan
mikroskopik
(patologi anatomi) yang hanya dilakukan pada keadaan tertentu saja
(meragukan),
memperlihatkan
akan adanya
Cara melakukan test apung paru adalah sebagai berikut: Keluarkan mengangkatnya
mulai
dengan dari
trachea
sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya
68
paru-paru
ditaruh
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
dalam
baskom
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
berisi air. Bila terapung artinya paru-
menegaskan
paru telah terisi udara pernafasan.
tersebut.
Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan
paru-paru dari jantung dan timus, dan
adanya
penyakit
Atelektase paru. Biasanya jarang terjadi.
kedua belah paru juga dipisahkan. Bila
2. Paru-paru yang belum berfungsi
masih terapung, potong masing-masing
(bayi belum bernafas), tetapi pada
paru-paru menjadi 12 – 20 potongan-
pemeriksaan mengapung:
potongan
kecil.
Bagian-bagian
ini
Telah terjadi proses pembusukan.
diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini
Ini mudah dikenal karena proses
ditekan dipencet dengan jari di bawah air.
pembusukan pada daerah lain
Bila telah bernafas, gelembung udara
juga didapati.
akan terlihat dalam air. Bila masih mengapung,
bagian
kecil
paru-paru
Dimasukkan
udara
secara
artifisial. Susah melakukannya,
ditaruh di antara 2 lapis kertas dan
apalagi oleh orang awam.
dipijak dengan berat badan. Bila masih
Adanya udara dalam lambung
mengapung, itu menunjukkan bayi telah
dan usus merupakan petunjuk bahwa si
bernafas. Sedangkan udara pembusukan
anak menelan udara setelah ia dilahirkan
akan keluar dengan penekanan seperti
hidup,
ini, jadi ia akan
tenggelam.2, 3
1. Paru-paru sudah berkembang, namun pemeriksaan
ternyata
dari
dan usus ini sekedar memperkuat saja.
menentukan adanya udara dalam paruparu, maka pemeriksaan yang serupa terhadap lambung dan usus baru dapat
tenggelam. Penyakit: pada edema paru atau pemadatan
karena
bronkopneumonia
atau
lues
(sifilis). Tetapi biasanya jarang melibatkan kedua bagian paru atau
nilai
Seperti halnya pada pemeriksaan untuk
diragukan hasilnya:
demikian
pemeriksaan udara di dalam lambung
Ada beberapa keadaan dimana test ini
dalam
dengan
seluruh
jaringan
paru.
Sebagian tetap akan merapung. Lagi pula pemeriksaan ini secara patologi
anatomi
akan
dilakukan bila keadaan si-anak masih segar dan belum mengalami proses pembusukan
serta
tidak
mengalami
manipulasi seperti pemberian pernafasan buatan. Caranya adalah dengan mengikat bagian bawah esofagus di bawah thyroid proksimal
dari
cardia
dan
colon,
kemudian dilepaskan dari organ lainnya. Bila yang terapung adalah lambung, hal ini tidak berarti apa-apa. Bila usus yang
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
69
Doaris Ingrid
terapung
Pembunuhan Anak Sendiri
berarti
bayi
telah
pernah
lebih berat dari ancaman hukuman
menelan udara dan ini berarti bayi telah
seperti yang tertera pada pasal 341 dan
pernah bernafas.
342.3, 4
Adanya udara di dalam liang
Apabila bayi dilahirkan dalam keadaan
telinga bagian tengah hanya dapat terjadi
mati, ada 2 kemungkinan yang harus
bila si anak menelan udara dan udara
diperhatikan, yaitu:
tersebut melalui tuba eustachii masuk ke
1. Still birth, artinya dalam kandungan
dalam liang bagian tengah. Untuk dapat
masih hidup, waktu dilahirkan sudah
mengetahui keadaan tersebut pembukaan
mati.
liang
harus
perjalanan kelahiran yang lama, atau
dilakukan di dalam air; tentunya baru
terjadi accidental strangulasi dimana
dilakukan pada mayat yang masih segar.
tali pusat melilit leher bayi waktu
telinga
bagian
Adanya
tengah
makanan
di
dalam
lambung dari seorang anak yang baru
Ini
mungkin
disebabkan
dilahirkan. 2. Dead born child, di sini bayi
dilahirkan tentunya baru dapat terjadi
memang
pada anak yang dilahirkan hidup dan
kandungan. Bila kematian dalam
diberi makan oleh orang lain, dan
kandungan telah lebih dari 2 – 3 hari
makanan tidak mungkin akan dapat
akan terjadi maserasi pada bayi. Ini
masuk ke dalam lambung bila tidak
terlihat dari tanda-tanda:
disertai dengan aktivitas atau gerakan
Bau mayat seperti susu asam.
menelan.
Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi
Adanya udara di dalam paru-paru, lambung dan usus serta di dalam liang
sudah
mati
lembek
dalam
sehingga
telinga bagian tengah merupakan petujuk
mudah dilakukan ekstensi dan
pasti bahwa si anak yang baru dilahirkan
fleksi.
tersebut
memang
keadaan
hidup.
makanan
di
dilahirkan Sedangkan
dalam
lambung
dalam
adanya
berisi cairan serous encer dengan
lebih
dasar bullae berwarna kemerah-
mengarahkan kepada kenyataan bahwa si-anak keadaan
sudah hidup;
cukup hal
lama mana
Bila lebih lama didapati bulae
dalam
merahan.
bila
keadaannya memang demikian maka si-
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
Paru-paru belum berkembang.4
ibu yang menghilangkan nyawa anak tersebut dapat dikenakan hukuman yang 70
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
c. Bila bayi lahir hidup, berapa umur
d. Apakah
terdapat
tanda-tanda
bayi sesudah lahir
perawatan
Apabila bayi tersebut sudah pernah
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda
bernafas
untuk
perawatan sangat penting artinya dalam
mengetahui sudah berapa lama bayi
kasus pembunuhan anak, oleh karena
tersebut hidup sebelum dibunuh dengan
dari sini dapat diduga apakah kasus yang
memperhatikan
dihadapi
atau
lahir
kulit,
hidup,
kepala
dan
memang
benar
kasus
umbilicus mayat tersebut.Pada bayi yang
pembunuhan anak seperti apa yang
baru lahir, warna kulit merah terang.
dimaksud oleh undang-undang, atau
Adanya vernix caseosa pada ketiak, sela
memang kasus lain yang mengancam
paha dan leher. Vernix akan menghilang
hukuman yang berbeda.
setelah dua hari lalu kulit menjadi gelap dan menjadi normal kembali.
menunjukkan telah ada kasih sayang dari
Setelah 1 minggu, kulit akan mengelupas,
terutama
di
Adanya tanda-tanda perawatan
bagian
si-ibu dan bila dibunuhnya tidak lagi termasuk
kasus
infanticide,
tetapi
abdomen kulit akan mengelupas setelah
termasuk kasus pembunuhan biasa.
3
Adapun anak yang baru dilahirkan dan
hari.
Caput
succedaneum
akan
menghilang setelah 24 jam sampai 2 – 3
belum
mengalami
hari setelah dilahirkan. Setelah 2 jam
diketahui
kelahiran, terdapat bekuan darah pada
berikut:
ujung pemotongan tali pusat. Dua belas
Tubuh masih berlumuran darah,
jam kemudian akan mengering. Setelah
Ari-ari (placenta), masih melekat
dari
perawatan
tanda-tanda
dapat sebagai
36 – 48 jam terbentuk cincin peradangan
dengan tali pusat dan masih
pada pangkal tali pusat. Tali pusat
berhubungan
mengering setelah 2 – 3 hari. Enam
(umbilicus),
sampai tujuh hari tali pusat akan lepas
dengan
pusar
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung
membentuk cicatriks. Tali pusat akan
tali pusat tampak tidak beraturan,
sembuh sempurna lebih kurang 15 hari.
hal ini dapat diketahui dengan
Feses bayi juga dapat membantu
meletakkan
menentukan sudah berapa lama bayi hidup. Feses bayi yang baru lahir disebut
ujung
tali
pusat
tersebut ke permukaan air,
Adanya
lemak
bayi
(vernix
meconium, biasa dikeluarkan dari usus
caseosa), pada daerah dahi serta
setelah 24 – 28 jam, tetapi kadang kala
di daerah yang
bisa lebih lama.2, 3
lipatan-lipatan
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
mengandung
kulit,
seperti 71
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
daerah lipat ketiak, lipat paha dan
tali
pusat.
bagian belakang bokong.
dilahirkan, misalnya: trauma pada perut
Pada seorang anak yang telah mendapat
ibu hamil akibat tersepak, jatuh dari
perawatan tentunya akan memberikan
tempat yang tinggi, dan lain-lain.
gambaran yang jelas, dimana tubuhnya sudah
dibersihkan,
dipotong
dan
tali
diikat,
pusat
telah
daerah-daerah
Beberapa
saat
sebelum
Kematian yang diakibatkan oleh tindakan kriminal atau pembunuhan, dilakukan
dengan
mempergunakan
lipatan kulit telah dibersihkan dari lemak
kekerasan atau memberi racun terhadap
bayi dan tidak jarang si-anak telah diberi
bayi tersebut. Cara yang digunakan
pakaian atau pembungkus agar tubuhnya
untuk membunuh anak antara lain:
menjadi hangat. 3, 4
dan mulut dengan telapak tangan,
e. Apakah penyebab kematian bayi
menekan dengan bantal, selimut
Penyebab kematian bayi dapat diketahui
dan lain-lain.
bila dilakukan autopsi, dari autopsi tersebut dapat ditentukan apakah bayi
kecelakaan
atau
Prematuritas.
Kelainan kongenital, misalnya: sifilis, jantung.
Perdarahan / trauma lahir.
Kelainan
bentuk
/
Kelainan
plasenta,
lahir. Pada waktu proses kelahiran, kematian dapat terjadi karena partus
Kadang-kadang
mata, ubun-ubun besar, ubunubun kecil, jantung, sumsum tulang
dengan
menggunakan
jarum atau peniti.
Memukul
kepala
bayi
atau
melintir kepala bayi. Memberi obat-obatan, opium,
arsen
dan
seperti: lain-lain
misalnya dengan mengoleskan opium di sekitar putting susu, lalu diisap oleh bayi tersebut.
yang lama, prolaps tali pusat, terlilitnya 72
bayi
Menusuk fontanella, epicanthus
dapat terjadi di waktu lahir atau sesudah
leher
Erythroblastosis foetalis dan lain-
Penyebab kematian akibat kecelakaan
menjerat
Dengan menenggelamkan bayi.
misalnya:
lain.3
pergerakan
anatomi,
plasenta previa.
sehingga
dengan memakai tali pusat.
misalnya: anecephalus.
Dengan
(strangulasi).
Penyebab kematian alamiah antara lain:
dada,
pernafasan.
akibat
pembunuhan.
Penekanan mengganggu
tersebut lahir mati, mati secara almiah, akibat
Pembekapan, menutup hidung
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Doaris Ingrid
Pembunuhan Anak Sendiri
Begitu bayi lahir, dibungkus dan
dengan gusi, serta adanya benda-
dimasukkan
benda asing seperti gumpalan kertas
ke
dalam
kotak
kemudian dibuang.
koran atau kain yang mengisi rongga
Cara atau metode yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan pembunuhan
mulut.
Keadaan
di
daerah
leher
dan
anak adalah cara atau metode yang
sekitarnya: adanya luka lecet tekan
menimbulkan
yang
seperti:
mati
penjeratan,
lemas
(asfiksia)
melingkari
sebagian
atau
pencekikan
dan
seluruh bagian leher yang merupakan
pembenaman
ke
jejas jerat sebagai akibat tekanan
dalam air. Adapun cara atau metode
yang ditimbulkan oleh alat penjerat
yang
yang dipergunakan, adanya luka-luka
pembekapan
lain
serta
seperti
menusuk
atau
memotong serta melakukan kekerasan
lecet
dengan benda tumpul relatif lebih jarang
berbentuk
dijumpai.
diakibatkan oleh tekanan dari ujung
Dengan demikian pada kasus yang
diduga
pembunuhan
merupakan anak,
yang
kecil-kecil
yang
bulan
seringkali
sabit
kuku si-pencekik, adanya luka-luka
kasus
lecet
harus
beraturan yang dapat terjadi akibat
dan
memar
yang
diperhatikan adalah:
tekanan
ujung-ujung jari si-pencekik.
Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung
yang
tidak
ditimbulkan
oleh
Adanya luka-luka tusuk atau luka
jari, bintik-bintik perdarahan pada
sayat pada daerah leher, mulut atau
selaput biji mata dan selaput kelopak
bagian
mata serta jaringan longgar lainnya,
menurut literatur ada satu metode
lebam mayat yang lebih gelap dan
yang dapat dikatakan khas yaitu
luas, busa halus berwarna putih atau
tusukan benda tajam pada langit-
putih kemerahan yang keluar dari
langit sampai menembus ke rongga
lubang hidung dan atau mulut serta
tengkorak yang dikenal dengan nama
tanda-tanda bendungan pada alat-alat
“tusukan bidadari”.
dalam.
yang
Keadaan
mulut
lainnya,
dimana
Adanya tanda-tanda terendam seperti:
sekitarnya:
tubuh yang basah dan berlumpur,
adanya luka lecet tekan dibibir atau
telapak tangan dan telapak kaki yang
sekitarnya
jarang
pucat dan keriput (washer woman`s
berbentuk bulan sabit, memar pada
hand), kulit yang berbintil-bintil
bibir bagian dalam yang berhadapan
(cutis anserina) seperti kulit angsa,
yang
dan
tubuh
tidak
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
73
Doaris Ingrid
serta
Pembunuhan Anak Sendiri
adanya
benda-benda
asing
terutama di dalam saluran pernafasan (trakhea), yang dapat berbentuk pasir,
dilakukan dan memerlukan pemeriksaan setempat.3 DAFTAR PUSTAKA
lumpur, tumbuhan air atau binatang air.3
1. Amir
Rangkaian
Kedokteran
DIFFERENSIAL DIAGNOSA
adalah
keguguran
atau
berakhirnya kehamilan sebelum bayi dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan adalah 28 minggu dan berat badan bayi yang
Forensik.
Bagian
Tanda-tanda bayi yang aviable atau tidak sanggup hidup
Medikolegal
di luar
kandungan adalah: (1) umur kehamilan kurang dari 28 minggu, (2) panjang badan bayi kurang dari 35 cm, (3) berat badan bayi kurang dari 1000 gram, (4)
Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 1995: 143 – 55. 2. Idries
A.M.
Kedokteran
Pedoman Forensik.
Pertama.
keluar kurang dari 1000 gram.
Penerbit
Ilmu Edisi
Binarupa
Aksara. Jakarta. 1997: 256 – 69. 3. Budijanto
A,
Widiatmaka
Sudiono
W.
Seri
Kedokteran
S, Ilmu
Forensik
Pembunuhan
Anak
Sendiri.
Yayasan AFIAT Ikatan Ahli Patologi Indonesia. Jakarta. 1988.
lingkar kepala kurang dari 32 cm.
4. Budiyanto 2.
Ilmu
Ilmu Kedokteran Forensik dan
1. Abortus Abortus
A.
Partus presipitatus
A,
Kedokteran
et
al.
Forensik.
Ilmu Edisi
Partus presipitatus adalah persalinan
Pertama.
Bagian
Kedokteran
deras atau kebrojolan. Pada waktu partus
Forensik
Fakultas
Kedokteran
presipitatus dapat terjadi: (1) inversio
Universitas Indonesia. Jakarta.
uteri, (2) robekan tali pusat, (3) luka-
1997: 165 – 176.
luka pada kepala bayi, (4) perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan di dalam tengkorak. Partus presipitatus ini dapat terjadi dimana-mana, di dalam rumah atau di luar lumah, di WC, sedang berjalan, dan sebagainya.
Pembuktian sukar
partus
presipitatus
terkadang
untuk
74
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Tri Jusniarti, Vera, Ristarin,
Kesesuaian Ukuran Kursi, Ukuran Antropometri
Gambaran Kesesuaian Ukuran Kursi Kuliah dengan Ukuran Antropometri Mahasiswa/i di Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen Angkatan 2013-2015 Tri Jusniarti Siahaan1, Saharnauli J.V. Simorangkir2, Ristarin P. Zaluchu3 1 Program studi pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen E-mail :
[email protected] 2 Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen E-mail :
[email protected] 3 Divisi Medical Education Unit, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen E-mail :
[email protected]
Abstrak- Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Fasilitas kerja dikatakan ergonomis apabila sesuai dengan ukuran pemakainya fasilitas yang tidak ergonomis dapat meningkatkan risiko cumulative trauma disorders/repetitive strain injuries
dan musculoskeletal disorder. Data antropometri
dibutuhkan dalam merancang fasilitas kerja yang ergonomis. Kursi kuliah yang ergonomis memiliki peran dalam meningkatkan kualitas kerja, menurunkan stress kerja dan mengurangi risiko nyeri muskuloskeletal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesesuaian ukuran kursi kuliah dengan ukuran antropometri mahasiswa/i di Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen (FK UHKBPN). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 52 orang. Data diperoleh dari wawancara dan pengukuran ukuran kursi dan ukuran tubuh. Data antropometri dianalisis melalui uji keseragaman data, kecukupan data dan kenormalan data. Kursi kuliah yang digunakan mahasiswa/i di Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen (FK UHKBPN) tidak ergonomis karena ukuran kursi kuliah tidak sesuai dengan pemakainya. Kata kunci- ergonomic, kursi kuliah Abstract- Ergonomics is the study of human behavior in relation to the workplace. Working facilities is ergonomic if their design appropriate to the user. Facilities which are not ergonomic can increase the risk of cumulative trauma disorders/repetitive strain injuries and musculoskeletal disorder. Anthropometric data are required to design an ergonomic workplace. Ergonomic lecture chair has a role in improving the quality of work, decrease job stress and reduce the risk of musculoskeletal pain. The objective of this study was to know the description of suitability between lecture chair and anthropometric data of the student in Faculty of Medicine, University of HKBP Nommensen (FK UHKBPN). This study was Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
75
Tri Jusniarti, Vera, Ristarin,
Kesesuaian Ukuran Kursi, Ukuran Antropometri
descriptive study. Sample in this study was 52 subjects. Data were obtained from interviews and chairs measurement and body size measurement. Anthropometric data were analyzed through the test the uniformity of data, adequacy of data and data normality. Lecture chair used by students in Faculty of Medicine, University of HKBP Nommensen (FK UHKBPN) is not ergonomic because the measure of lecture chair was not suitable to its user. Keywords- ergonomics, lecture chair.
menurunkan hasil akhir pekerjaannya.2
1. Pendahuluan keterbatasan
Keadaan yang tidak ergonomis juga dapat
dalam melaksanakan pekerjaannya, baik
meningkatkan stress kerja, menyebabkan
secara fisik maupun psikologis. Adapun
gangguan muskuloskeletal, menurunkan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
kualitas hidup dan kualitas kerja.3
akhir pekerjaan, termasuk diantaranya
Pekerjaan yang dilakukan dengan posisi
peralatan kerja, bahan, lingkungan fisik,
duduk
metode kerja, lingkungan sosial, dan
menimbulkan berbagai keluhan apabila
Setiap
manusia
pekerjaannya efisiensi
memiliki
penggunaan
dapat
waktu
dan
waktu
lama
dapat
dan
tidak sesuai dengan kebutuhan pemakainya,
dinilai
dari
yaitu perubahan posisi tulang belakang,
tenaga
yang
otot mata mudah lelah. Adapun hal-hal
sendiri.1 Efektivitas
kerja
dalam
dihabiskan selama melakukan pekerjaan.
yang perlu diperhatikan saat melakukan
Ergonomi bertujuan untuk meningkatkan
pekerjaan duduk untuk mengurangi risiko
kualitas
dan
bahaya ergonomi, yaitu duduk bergantian
meminimalkan kerusakan peralatan yang
dengan berdiri dan berjalan, ketinggian
digunakan.
kursi dan sandaran kursi yang disesuaikan,
sumber
daya
Ergonomi
manusia
menganalisis
berbagai aspek, yaitu anatomi manusia,
membatasi
jumlah
fisiologi, antropometri tubuh manusia dan
penyesuaian, posisi duduk yang benar,
kondisi-kondisi kerja yang buruk. 2
karakteristik
kursi
Fasilitas kerja seperti kursi dikatakan
pekerjaannya,
jangkauan
sesuai kebutuhan bila
sesuai dengan
ketinggian permukaan tempat duduk dan
ukuran pemakainya. Apabila fasilitas yang
ruang kaki yang memadai, sandaran kaki,
digunakan tidak sesuai kebutuhan atau
jangkauan oleh tubuh. 4
tidak memenuhi keergonomisan fasilitas
Bahampour
dapat menurunkan kualitas pekerja dan
umumnya menghabiskan banyak waktu
et
al
kemungkinan
terhadap area
menjelaskan
jenis kerja,
siswa
duduk di kelas dengan meja yang statis 76
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Tri Jusniarti, Vera, Ristarin,
atau
postur
tubuh
Kesesuaian Ukuran Kursi, Ukuran Antropometri
canggung.
pekerjaan mereka. Dalam hal ini dilakukan
Sebanyak 41,6% siswa mengeluh adanya
penyesuaian antara ukuran tempat kerja
perasaan nyeri, dimana sekitar 69,5% nya
terhadap
mengeluhkan nyeri punggung setelah 1
menurunkan stress yang akan dihadapi.
jam
Untuk
melakukan
yang
aktivitas
statis.
ukuran
pemakainya
menghindari
efek
yang
untuk
tidak
Ketidaksesuaian ukuran kursi terhadap
diinginkan, maka dilakukan suatu upaya
antropometri
dapat
antara lain menyesuaikan ukuran tempat
gangguan
kerja dengan dimensi tubuh agar tidak
tubuh
siswa
meningkatkan
risiko
muskuloskeletal.5
Menurut
hasil
uji
melelahkan, pengaturan suhu, cahaya,
statistik penelitian yang dilakukan oleh
kelembaban bertujuan agar sesuai dengan
Yuli et al, didapatkan bahwa tidak ada
kebutuhan manusia.8
hubungan yang signifikan masa kerja tinggi dengan masa kerja lama terhadap munculnya
keluhan
muskuloskeletal
karena responden dengan masa kerja singkat juga mengalami keluhan gangguan
Antropometri Antropometri berasal dari kata “anthro” dan “metri” yang berarti “manusia” dan “ukuran”. Antropometri merupakan suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran
muskuloskeletal.6
ukuran rata-rata tubuh dalam populasi, 2. Dasar Teori Ergonomi
karena pada dasarnya setiap manusia
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani,
memiliki ukuran tubuh yang berbeda-beda.
yaitu “ergos” dan “nomos” yang berarti
Data antropometri digunakan dalam hal:
“kerja”
a.
perancangan wilayah tempat kerja
b.
perancangan fasilitas kerja dan
dan
“aturan”.
Ergonomics
International
Association
(IEA)
mendefinisikan ergonomi sebagai studi
kebutuhan manusia
anatomi, fisiologi dan psikologi dari aspek
c.
manusia dalam bekerja di lingkungannya.
pekerja dan tata cara kerja yang ergonomis
Ergonomi ditujukan untuk meningkatkan
3,9
efisiensi,
efektivitas,
kesehatan,
Data anropometri dipengaruhi oleh umur,
keselamatan,
kenyamanan,
mengurangi
jenis kelamin, ras, posisi tubuh, pekerjaan,
meningkatkan
periode dari masa ke masa dan cacat tubuh.
kesalahan
kerja
dan
perancangan
lingkungan
fisik
produktivitas di tempat kerja. 3,7 Menurut Departemen Kesehatan Kerja RI,
3. Metode
ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari
Jenis
perilaku manusia dalam kaitannya dengan
deskriptif.
penelitian ini adalah penelitian Populasi
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
terjangkau
dalam 77
Tri Jusniarti, Vera, Ristarin,
penelitian
ini
adalah
Kesesuaian Ukuran Kursi, Ukuran Antropometri
mahasiswa/i
di
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive
sampling.
persentase sampel perempuan lebih besar daripada sampel laki-laki. Tabel 2. Distribusi Kategori IMT Sampel Berdasarkan Klasifikasi DEPKES RI
Populasi dalam penelitian ini sebesar 148 orang, dengan jumlah sampel 52 orang. Penelitian diawali dengan pengisian surat persetujuan
(informed
consent)
oleh
responden kemudian dilanjutkan dengan kegiatan wawancara yang dilakukan untuk menilai
kriteria
responden.
Data
inklusi
dan
eksklusi
kursi
yang
diukur
mencakup ketinggian sandaran kursi, lebar sandaran bahu, jarak antara sandaran kursi dan alas menulis, lebar alas duduk, ketinggian alas kursi dan
panjang alas.
Data antropometri tubuh responden yang diukur mencakup tinggi bahu duduk, lebar bahu, tebal perut duduk, pantat ke lutut, tinggi siku duduk dan lebar pinggang. Data antropometri
dianalisis
melalui
kenormalan data.
Hasil Deskripsi Sampel
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Perempuan Laki – laki Total
N 39 13 52
Kategori IMT Kekurangan Kurus BB tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Normal Kelebihan Gemuk berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat Total
Nilai
n 1
% 1,9
17,0 – 18,4
8
15,4
18,5 – 25,0 25,1 – 27,0
43 -
82,7
>27,0
-
52
% 75 25 100
Tabel 1 menggambarkan distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin, dengan
100
besar daripada kategori kurang. Kategori IMT dalam penelitian tidak dimasukkan sebagai sampel karena memenuhi kriteria ekslusi.
Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh Paramet N Mi er n
Ma x
Ratarata
Usia Berat badan Tinggi badan IMT
78
<17
uji
keseragaman data,kecukupan data dan
4.
Tabel 2 menggambarkan kategori IMT sampel, dengan kategori normal lebih
5 2 5 2 5 2
18
21
19,25
Stand ar Devia si 1,082
36 14 4
68, 53,17 5 3 182 158,9 98
7,734 6 7,704 3
5 2
17
25
2,360
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
20.93
Tri Jusniarti, Vera, Ristarin,
Kesesuaian Ukuran Kursi, Ukuran Antropometri
Berdasarkan tabel 3 di atas diperoleh distribusi sampel dari karakteristik yang
Tabel 5. Gambaran Keergonomisan Kursi Kuliah FK UHKBPN dengan Antropometri Sampel
berbeda. Berdasarkan usia, nilai minimal dan maksimal adalah 18 tahun dan 21
Kateg ori
Tinggi sanda ran kursi
Lebar sandar an bahu
Ergon omis
-
36(69,
Tidak ergon omis Total
100 %
tahun. Berdasarkan berat badan, nilai minimal dan maksimal adalah 36 kg dan 68,5 kg. Berdasarkan tinggi badan, nilai minimal dan maksimal adalah 144 cm dan 182 cm. Berdasarkan IMT, nilai minimal dan maksimal adalah 17 kg/cm2 dan 25 kg/cm2.
Jarak sand aran terha dap alas nulis 100%
2%) 16(30,
-
7%) 100 %
100 %
100
Tinggi alas kursi
Panjan g alas nulis
7(13,5%
3(5,8%
)
)
45(86,5
49(94,
100
%)
2%)
%
100 %
100 %
100
%
%
Deskripsi Kursi Kuliah FK UHKBPN dan Antropometri Sampel
Berdasarkan tabel 4 dan tabel 5 diperoleh gambaran ukuran kursi yang
Tabel 4. Gambaran Ukuran Kursi Kuliah FK UHKBPN Nomor 1 2 3 4 5 6
Dimensi kursi Tinggi sandaran kursi Lebar sandaran kursi Jarak sandaran dan alas nulis Tinggi alas kursi Panjang alas nulis Lebar alas duduk
Ukuran/mm 355 420 380 395 280 370
digunakan
sampel. Berdasarkan data antropometri sampel, kursi kuliah tidak ergonomis karena tidak memenuhi kriteria kursi yang ergonomis atau ideal.
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
Leb ar alas dud uk
79
Tri Jusniarti, Vera, Ristarin,
Kesesuaian Ukuran Kursi, Ukuran Antropometri
Uji Keseragaman dan Kecukupan Data Tabel 6. Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Data Dimensi tubuh Puncak bahu ke permukaan kursi/mm Lebar bahu/mm
BKB 470,02
BKA 648,83
MIN 490
MAX 625
HASIL Seraga m
260,70
517,18
310
500
Tebal perut/mm
151,39
303,61
170
305
Fossa poplitea ke 370,72 lantai/mm Panjang fossa 204,03 olecranii ke pergelangan/mm Lebar bokong/mm 364,24
463,51
370
455
303,08
200
310
Seraga m Seraga m Seraga m Seraga m
555,56
380
530
Seraga m
N’ 4,2 20,3 4,48 14,5 5,4 17,8
HASIL Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup
Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Kecukupan Data Dimensi tubuh Puncak bahu ke permukaan kursi/mm Lebar bahu/mm Tebal perut/mm Fossa poplitea ke lantai/mm Panjang fossa olecranii ke pergelangan/mm Lebar bokong/mm
N 52 52 52 52 52 52
Berdasarkan tabel 6, data berada dalam Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB), dengan demikian data telah seragam. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 7, nilai N>N’ dengan demikian tidak perlu melakukan pengambilan sampel kembali.
80
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
5. Pembahasan Kursi kuliah yang digunakan oleh mahasiswa/i FK UHKBPN dinyatakan tidak ergonomis karena ukuran yang diperoleh tidak seluruhnya sesuai dengan antropometri penggunanya. Tinggi sandaran kursi dinyatakan 100% tidak ergonomis pada penggunanya yang diperoleh dari pengukuran panjang bahu ke alas duduk karena ukuran kursi terlalu rendah sehingga tidak dapat menopang tulang punggung thorakal dan servikal. Pengukuran lebar bahu
digunakan untuk menilai lebar sandaran kursi, dimana 36 sampel (69,2%)
ergonomis dan 16 sampel (30,7%) tidak ergonomis. Dalam pembuatan sandaran kursi terdapat ukuran toleransi sebesar 100 mm. Namun, berdasarkan antropometri sampel, terdapat 2 sampel yang memiliki ukuran lebih kecil dan 14 sampel memiliki ukuran lebih dari ukuran kursi ditambah toleransinya.. Pengukuran tebal perut digunakan untuk menilai jarak sandaran terhadap alas nulis dengan 100% ergonomis pada sampel. Panjang dari fossa poplitea ke lantai digunakan untuk menilai tinggi alas kursi dengan 7 sampel (13,5%) ergonomis dan 45 sampel (86,5%) tidak ergonomis. Toleransi untuk ukuran ini adalah 40 mm. Berdasarkan ukuran dimensi ini, antropometri pada 45 sampel lebih besar dari ukuran kursi. Panjang lengan bawah digunakan untuk menilai panjang alas menulis dengan 3 sampel (5,8%) ergonomis pada sampel dan 49 sampel (94,2%) tidak ergonomis. Dimensi ini dinyatakan ergonomis apabila panjang lengan bawah sama dengan panjang sandaran tangan. Dari hasil penelitian diperoleh 4 sampel memiliki ukuran lebih besar dan 45 sampel memiliki ukuran lebih kecil dari ukuran kursi. Lebar bokong digunakan untuk menilai lebar alas duduk dan hasilnya menunjukkan 100% sampel tidak ergonomis. Toleransi dimensi ini adalah 100 mm, namun dari hasil penelitian diperoleh ukuran lebar bokong sampel lebih besar dari ukuran lebar kursi. Dengan demikian, kursi dinyatakan tidak ergonomis bagi mahasiswa/i.10,11 Adapun kriteria kursi yang ideal untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja adalah tinggi kursi dapat disesuaikan dengan kaki penggunanya, tinggi sandaran kursi mampu menopang lumbal dan lengkung tulang punggung bagian bawah, kemiringan sandaran kursi dapat disesuaikan atau mendukung kenyamanan, lebar alas duduk mampu mengurangi stress pada bokong dan paha serta adanya penopang lengan bawah yang disesuaikan dengan tinggi siku dan panjang lengan bawah.12 Uji keseragaman data, uji kecukupan data dan uji kenormalan data digunakan untuk menentukan sampel yang digunakan telah mencukupi atau tidak maka perlu dilakukan
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
81
lebih dahulu. Semua ukuran dimensi tubuh dan semua dimensi telah memenuhi nilai normal dalam uji antropometri data. Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan, antara lain masih kurangnya sampel yang digunakan sehingga tidak dapat mewakili ukuran kursi yang ergonomis bagi seluruh populasi. Pengukuran hanya dilakukan satu kali sehingga masih dimungkinkan adanya kesalahan pengukuran. 6. Kesimpulan 1. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 52 orang, hasil penelitian menunjukkan 39 orang (75%) berjenis kelamin perempuan dan 13 orang (25%) berjenis kelamin laki-laki. Sampel perempuan paling banyak berusia 18 tahun, sedangkan laki-laki paling banyak berusia 20 tahun. Distribusi sampel dengan IMT normal menunjukkan persentase terbesar yaitu 82,7%, dan IMT kurang sebanyak 17,3%. 2. Kursi kuliah yang digunakan oleh mahasiswa/i FK UHKBPN disimpulkan tidak ergonomis karena tidak sesuai dengan antropometri penggunanya.
7. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari pengaruh kesesuaian ukuran kursi kuliah dengan antropometri tubuh mahasiswa dan efek yang dapat ditimbulkannya. 2. Agar institusi yang bersangkutan lebih memperhatikan kenyamanan mahasiswa/i selama perkuliahan berlangsung. DAFTAR PUSTAKA 1. Sutalaksana I, Anggawisastra R, Tjakraarmadja J. Manusia dan Pekerjaannya. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung: ITB; 2006. p. 65–6. 2. Wignjosoebroto S. Ergonomi: Faktor Manusia dalam Sistem Produksi. In: Gunarta I, editor. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Prima Printing; 2003. p. 53–90. 3. Harrianto R. Bahaya Kerja Ergonomi. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC; 2013. p. 175–7. 4. Kuswana W. Ergonomi di Tempat Kerja. In: Latifah P, editor. Ergonomi dan K3. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset; 2014. p. 138–9.
82
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
5. Baharampour S, Nazari J, Dianat I, Asgharijafarabadi M. Student ’ s Body Dimensions in Relation to Classroom Furniture. 2013;3(2):165–74. Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3963668/ 6. Amran Y, Nadra R, Bukhori E. Analisis Tingkat Ergonomi dan Kaitannya dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas. Artik Penelit FK UIN Syarif Hidayatullah. 2012;9:128. 7. Kuswana W. Ergonomi. Ergonomi dan K3. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset; 2014. p. 1–14. 8. DEPKES RI. Pedoman Sistem Informasi Manajeman Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI; 2003. 9. Granjean E. Faktor Manusia dalam Sisteem Produksi. In: I Ketut Gunarta, editor. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya; 2003. p. 60. 10.Sugianto R. Hubungan Ukuran Meja dan Kursi Ergonomis dengan Kenyamanan Melalui Posisi Duduk Murid Taman Kanak-kanak Dewi Sartika Surabaya. Biokultur. 2014;III:283–7. 11Antropometri Indonesia. The Largest Antrhopometry Data in Indonesia [Internet]. 2013. Available from: http://antropometriindonesia.com 12.Organisational Health Unit. Office Ergonomics Guideeline. 2013. 13. Hutabarat RB. Rancang Bangun Ukuran Kursi Kuliah yang Ergonomis Berdasarkan Data Antropometri Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. J TIN Univ Tanjungpura [Internet]. 2015;1:4–5. Availablefrom:http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jtinUNTAN/article/view/9116
Nommensen Journal Of Medicine Volume 02 No.1* Juli 2016
83