ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 SKRIPSI
Oleh: Sukma Mardiyah Panggabean 1111101000139
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI Skripsi, Mei 2015 Nama : Sukma Mardiyah Panggabean, NIM : 1111101000139 Analisis Konsumsi Tuak Pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara Tahun 2015 xx + 152 halaman, 15 grafik, 4 tabel, 4 bagan, 6 gambar, 9 lampiran Abstrak Desa Lumban Siagian Jae merupakan daerah dimana sebagian besar penduduknya adalah peminum tuak dengan pola konsumsi yang berlebihan, padahal konsumsi tuak berlebihan dapat mengakibatkan banyak keluhan kesehatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola dan faktor-faktor yang mendorong konsumsi tuak serta keluhan kesehatan yang terjadi pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sampel yang diteliti sebanyak 76 orang yang diperoleh melalui metode simple random sampling. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan content analysis untuk mendeskripsikan seluruh variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan peminum berat dengan jumlah konsumsi tuak lebih dari 500 ml (89,5%) dan meminum tuak selama lebih dari delapan tahun (82,9%). Munculnya perilaku konsumsi tuak didorong oleh faktor pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan, kebiasaan keluarga dan peran petugas kesehatan. Sebagian besar peminum tuak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tuak (64,5%) dan lebih banyak memiliki sikap negatif terkait konsumsi tuak (69,7%). Faktor tradisi dan kepercayaan menjadi faktor pendorong munculnya perilaku konsumsi tuak karena diketahui bahwa kebiasaan minum tuak telah dilakukan turun temurun sejak peradaban raja-raja Batak dan hingga saat ini sebagian besar (76,2%) keluarga peminum tuak masih memiliki kebiasaan mengonsumsi tuak, peminum tuak juga mempercayai khasiat tuak dapat meringankan keletihan mereka setelah bekerja. Petugas kesehatan hanya melakukan penanggulangan secara holistik, namun lebih cenderung kepada individu. Keluhan kesehatan yang dirasakan oleh para peminum tuak antara lain hipertensi (25%), gigi keropos (23,7%) dan penyakit saluran pencernaan (19,7%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan penanggulangan konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae, dan bagi peminum tuak agar lebih mampu mengendalikan pola konsumsi tuak. Kata Kunci: Konsumsi Tuak, Pengetahuan, Sikap, Tradisi, Kepercayaan, Kebiasaan Keluarga, Peran Petugas Kesehatan, Keluhan Kesehatan Daftar bacaan: 115 (1972-2015)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION Undergraduate Thesis, Mei 2015 Name : Sukma Mardiyah Panggabean, ID Number : 1111101000139 Tuak Consumption Analysis of Tuak Drinkers in Lumban Siagian Jae Siatas Barita District of North Tapanuli, North Sumatra 2015 xx + 152 pages, 15 graphics, 4 tables, 4 schemes, 6 pictures, 9 attachments Abstract Lumban Siagian Jae is the region which most of its inhabitans are tuak drinkers, whereas many health complaints are caused by tuak consumption. Recent research was to determine the patterns and the triggering factors and health complaints caused by tuak consumption. The research uses a cross-sectional study with quantitative and qualitative approaches. Samples were examined as many as 76 tuak drinkers that were obtained through a simple random sampling method. Data analysis used was univariate analysis and content analysis to describe all of variables. Results of this research show that tuak drinkers most widely are heavy drinkers that consume tuak above 500 mL (89.5%) and had been drinking tuak for more than eight years (82.9%). The factors triggering tuak consumption are knowledge, attitude, tradition and culture, belief, family habit and roles of health worker. Drinkers’ knowledge about tuak is commonly at sufficient levels (64.5%) and the proportion of drinkers whose negative attitude toward tuak consumption was bigger (69.7%) than they whose the positive attitude. Traditions, cultural and belief become the dominant factors because it is known that tuak consumption had been made since the days of the Batak kingdom and until today most (76,2%) of tuak drinkers’ families, still have the habit of tuak consuming, drinkers also believe that tuak can relieve their fatigue after working in the morning until noon. Local health authorities did not do a holistic intervention, they are more likely to do individual intervention by providing counseling when the drinkers come for treatment. Some of the health complaints that felt by many tuak drinkers are hypertension (25%), tooth loss (23.7%) and diseases of the digestive tract (19.7%). Thus, the results of recent research can be used as a reference for the goverment to establish the policy to solve the behavior of tuak comsumption, the drinkers also should control their behavior in tuak comsuming. Keywords: Tuak Consumption, Knowledge, Attitude, Tradition and Culture, Belief, Family Habits, Role of Health Worker, Health Complaint References: 115 (1972-2015)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN Judul Skripsi ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta,
Juli 2015
Disusun Oleh: Sukma Mardiyah Panggabean NIM. 1111101000139
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
iv
PANITIA SIDANG SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta,
Juli 2015
v
RIWAYAT HIDUP Identitas Personal Nama
: Sukma Mardiyah Panggabean
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir
: Tarutung, 28 November 1993
Alamat Asal
: Jalan Marhusa no 25 A, Desa Lumban Siagian Jae, Kec. Siatas Barita Kab. Tapanuli UtaraSumatera Utara
No. Handphone
: 085763099815
Alamat Email
:
[email protected]
Program Studi
: Kesehatan Masyarakat (Epidemiologi)
Pendidikan Formal TK
: TK Al Falah Tarutung-Sumatera Utara
SD
: SDN 173105 Tarutung- Sumatera Utara
SMP
: MTs Darul Mursyid, Tapanuli Selatan – Sumatera Utara
SMA
: MA Darul Mursyid, Tapanuli Selata- Sumatera Utara
Prestasi -
Peringkat I English Speech Putri Pekan Olahraga dan Seni Anar Pesantren Daerah Sumatera Utara tahun 2008
-
Peringkat I (Regu) Lomba Tingkat 3 Kwartir Cabang Tapanuli Selatan
-
Peringkat II English Speech Putri Pekan Olahraga dan Seni Anar Pesantren Daerah Sumatera Utara tahun 2010
-
Peringkat V Semifinal Science Competition Expo se- Sumatera Bagian Utara cabang Ilmu Kimia tahun 2011
vi
-
Peringkat XIV Final Science Competition Expo se- Sumatera Bagian Utara cabang Ilmu Kimia tahun 2011
-
Peserta Pesta Sains Nasional 2011
-
Penerima Beasiswa Santri Berprestasi Kementerian Agama RI 2011sekarang
Pengalaman Organisasi -
Koordinator I Asrama Putri 3 Pesantren Darul Mursyid
-
Sekretaris Angkatan XIII Vanfeinzure Pesantren Darul Mursyid
-
Staff Ahli Pengembangan Masyarakat Persatuan Aksi Mahasiswa IAKMI (PAMI) Jakarta Raya
-
Staff Ahli Informasi dan Komunikasi BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
Ketua Biro Event Organizer BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi CSS MoRA (Community of Santri Scholar Ministry of Religious Affair) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
Staff Ahli Informasi dan Komunikasi ESA (Epidemiology Students Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
Plt. Ketua BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan ridho sehingga melancarkan proses penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan studi strata 1 Kesehatan Masyarakat dengan judul Analisis Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara Tahun 2015. Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada: 1. Keluarga besar, khususnya Ibunda Hj. L. G. Harahap yang tidak
lelah
memberikan semangat dan dukungan kepada penyusun; 2. Bu Yuli Amran dan Bu Minsarnawati selaku dosen pembimbing, dimana keduanya telah bersedia membimbing dan mengarahkan penyusun hingga tersusunnya skripsi ini; 3. Ibu Hoirun Nisa selaku penanggung jawab Peminatan Epidemiologi; 4. Puskesmas Siatas Barita, Bidan Desa dan warga Desa Lumban Siagian Jae yang membantu kelancaran penyusunan skripsi ini; 5. Keluarga besar BEM FKIK periode 2012-2013 dan periode 2013-2014; 6. Keluarga besar CSS MoRA di Indonesia, khususnya CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 7. Keluarga besar Ikatan Alumni Darul Mursyid se-Jabodetabek;
viii
8. Teman seperjuangan di Program Studi Kesehatan Masyarakat, khususnya di Peminatan Epidemiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 9. Para sahabat yang selalu memberikan dukungan, khususnya kepada Ikna Qonita, Niekha Zoelienna, Faizatul Islamiyah, Feela Zaki Safitri, Ika Nur Atikoh, Hatan Fahledi dan Lailatul Maghfiroh; 10. My sisters from another mother: Kak Surotul Ilmiyah, Astuti Akin, Sri Purwanti dan Sri Nur Shadrina. 11. Semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan skrispi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu per satu. Permohonan maaf penyusun sampaikan jika terdapat kesalahan, baik pada tata bahasa dan penulisan pada skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar kemudian penelitian ini dilanjutkan kepada tingkat yang lebih sempurna. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk kepada kita semua. Amin.
Ciputat, Mei 2015
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xvii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 7 D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8 E. Manfaat Penelitian ...................................................................................10 F. Ruang Lingkup .........................................................................................10
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 12 A. Epidemiologi Konsumsi Alkohol .............................................................12 1. Distribusi Peminum Alkohol ................................................................14 2. Determinan Konsumsi Alkohol ............................................................18 B. Tuak ........................................................................................................20 1. Definisi ..................................................................................................20 2. Kandungan Tuak ...................................................................................22 C. Dampak Konsumsi Tuak ...........................................................................24 1. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ..................................................24 2. Diabetes Melitus ....................................................................................27 3. Penyakit Mulut dan Gigi ........................................................................28 4. Penyakit Ginjal ......................................................................................29 5. Penyakit Hati .........................................................................................30 6. Penyakit Pencernaan ..............................................................................32 7. Gangguan Psikologi ...............................................................................33 D. Konsumsi Tuak .........................................................................................34 1. Definisi Konsumsi Tuak ........................................................................34 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Tuak..............................35 E. Kerangka Teori ..........................................................................................51
xi
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .......................... 53 A. Kerangka Konsep ......................................................................................53 B. Definisi Operasional ..................................................................................56 C. Definisi Istilah ..........................................................................................62
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................................. 63 A. Desain Penelitian ......................................................................................63 B. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................63 C. Populasi, Sampel dan Informan Penelitian .................................................63 1 Populasi ..................................................................................................63 2. Sampel...................................................................................................64 3. Informan ................................................................................................65 D. Pengumpulan Data ....................................................................................66 E. Manajemen Data ........................................................................................68 F. Triangulasi .................................................................................................70 G. Analisis Data .............................................................................................70
xii
BAB V HASIL ................................................................................................................. 72 A. Pola Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae............................................................................................................72 B. Pengetahuan Mengenai Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ................................................................................ 75 C. Sikap Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae terkait Konsumsi Tuak.........................................................................................................76 D. Tradisi Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ...............................77 E. Kepercayaan Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae terhadap Konsumsi Tuak........................................................................................................ 80 F. Kebiasaan Mengonsumsi Tuak pada Keluarga di Desa Lumban Siagian Jae............................................................................................................84 G. Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Pola Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae .................................................................................88 H. Keluhan Kesehatan Akibat Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ................................................................................ 92
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................. 94 A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................94 B. Pola Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ...94 C. Pengetahuan Mengenai Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ............................................................................... 103
xiii
D. Sikap Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae terkait Konsumsi Tuak ........................................................................................................ 106 E. Tradisi Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ............................... 111 F. Kepercayaan Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae terhadap Konsumsi Tuak ....................................................................................................... 117 G. Kebiasaan Mengonsumsi Tuak pada Keluarga di Desa Lumban Siagian Jae .......................................................................................................... 120 H. Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Pola Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ................................................................................. 124 I. Keluhan Kesehatan Akibat Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae ................................................................................ 128
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 136 A. Simpulan ................................................................................................. 136 B. Saran ....................................................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 139 Lampiran .......................................................................................................... 152
xiv
DAFTAR GRAFIK
5.1
Distribusi Frekuensi Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Berdasarkan Jumlah Tuak Yang Dikonsumsi
5.2
Distribusi Frekuensi Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Berdasarkan Lama Mengonsumsi Tuak
5.3
72
73
Distribusi Frekuensi Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Berdasarkan Usia Mulai Mengonsumsi Tuak
73
5.4
Orang yang Mengajak Peminum Tuak untuk Mengonsumsi Tuak
74
5.5
Waktu Peminum Tuak untuk Mengonsumsi Tuak
75
5.6
Tingkat Pengetahuan Peminum Tuak Mengenai Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
5.7
Sikap Peminum Tuak terkait Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
5.8
77
Alasan Peminum Tuak untuk Mengonsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
5.9
76
80
Dampak Positif Konsumsi Tuak Yang Dipercaya oleh Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
5.10 Distribusi Frekuensi Peminum Tuak Berdasarkan Jenis Pekerjaan
81 83
5.11 Kebiasaan Mengonsumsi Tuak pada Keluarga Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
84
xv
5.12 Tanggapan Peminum Tuak Mengenai Dukungan Keluarga Terhadap Konsumsi Tuak
85
5.13 Tanggapan Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Terkait Konsumsi Tuak pada Keturunan Mereka
86
5.14 Tanggapan Peminum Tuak Mengenai Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
89
5.15 Keluhan Kesehatan Yang Dirasakan oleh Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
92
xvi
DAFTAR TABEL
3.1
Definisi Operasional
56
3.2
Definisi Istilah
62
4.1
Informan Penelitian
66
5.1
Daftar Penyakit di Puskesmas Siatas Barita Periode Januari-Februari 2015
93
xvii
DAFTAR BAGAN
1
Social/Culture Factors Affecting Perceived Risk (Edberg, 1955)
2
Kerangka Teori Green (2005)
52
3
Kerangka Konsep
55
4
Web Causation Konsumsi Tuak Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae (MacMahon & Pugh, 1970)
43
134
xviii
DAFTAR GAMBAR
1
Model determinan sosial hilir dan hulu bagi kesehatan individu dan kesehatan populasi (Kaplan dalam Murti, 2009)
13
2
Distribusi peminum minuman keras di dunia (Sumber: WHO, 2014)
16
3
Mekanisme alkohol menyebabkan penyakit hati
31
4
The Health Belief Model (Strecther dalam Hayden, 2014)
45
5
Piramida Kebuthuhan Dasar Maslow (1954)
47
6
Plak pada Pembuluh Darah
130
xix
DAFTAR ISTILAH Lapo tuak
: Warung yang dijadikan sebagai tempat jual beli tuak. Warung ini juga dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul sambil meminum tuak bersama.
Sopo partungkoan
: Rumah atau gubuk yang digunakan oleh para raja-raja Batak untuk berdiskusi atau rapat.
Dalihan Na Tolu
: Kerangka atau sistem kekerabatan masyarakat Batak yang meliputi
hubungan-hubungan
kerabat
darah
dan
hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Terdiri dari 3 kekerabatan, yaitu keluarga pihak Istri (hulahula), anak perempuan (boru) dan teman semarga (Dongan Tubu) Pisang sitanduk
: Pisang tanduk
Manuan ompu-ompu
: Upacara menanam tanaman sejenis bunga bakung di atas kuburan orang yang meninggal oleh cucu dari orang yang meninggal tersebut. upacara ini bertujuan agar keturunan orang yang meninggak hidup sejahtera.
Manulangi
: Upacara menyuapi orang tua yang lanjut usia dengan makanan kesukaan atau makanan yang terbaik oleh anak dan cucunya.
Tuak tangkasan / tuak na tonggi
: Tuak asli yang diambil langsung dari pohon enau pada pagi hari tanpa bercampur dengan ramuan lain sehingga rasanya masih manis, karena rasa manisnya.
xx
Raru
: Sebutan untuk kelompok jenis kulit kayu yang ditambahkan pada nira aren dan bertujuan untuk mempertahankan kandungan dan kadar alkohol pada proses fermentasi menjadi tuak.
Subang
: Haram, terlarang atau tidak boleh dikonsumsi.
Awak
: Bahasa Melayu yang artinya saya/aku.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Minuman keras sudah lama dikenal di kalangan masyarakat dan telah menjadi masalah umum di seluruh dunia. WHO (2014) menyebutkan bahwa sebanyak 61,7% populasi di seluruh dunia telah meminum alkohol selama lebih dari 12 bulan yang menyebabkan sekitar 3,3 juta kematian atau 5,9% dari seluruh kematian di seluruh dunia (WHO, 2014). Konsumsi alkohol juga telah menjadi kebiasaan di Indonesia. WHO tahun 2011 mencatat paling tidak sebesar 4,3% siswa dan 0,8% siswi pernah mengonsumsi alkohol (Adnyana, 2012). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa di Indonesia, prevalensi peminum alkohol mencapai 4,6%. Pengguna alkohol meningkat mulai pada umur antara 15-24 tahun, yaitu sebesar 5,5% yang selanjutnya meningkat menjadi 6,7% pada umur 25-34 tahun, namun kemudian turun seiring dengan bertambahnya umur (Kemenkes RI, 2007). Hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012 juga memberikan informasi bahwa persentase peminum alkohol pada pria berusia 1519 tahun sebesar 30,2% dan berusia 20-24 tahun sebesar 52,9%, sementara persentase wanita berusia 15-19 tahun sebesar 3,5% dan berusia 20-24 tahun sebesar 7,1% (SDKI, 2012).
1
2
Minuman beralkohol tradisional merupakan salah satu jenis minuman yang marak di beberapa wilayah Indonesia. Minuman beralkohol tradisional dibuat dan dikemas secara sederhana serta sering dijadikan sebagai jamuan di acara adat, misalnya Minuman Cap Tikus dari Manado dan Minahasa, Ballo dari Makassar, Sopi dari Maluku dan sekitarnya, Lapen dari Yogyakarta, Arak Bali dan lain sebagainya (BPOM, 2014). Tuak juga merupakan salah satu minuman beralkohol tradisional yang berasal dari daerah Sumatera Utara terutama di daerah Tapanuli Utara dan sekitarnya. Tuak terbuat dari batang kelapa atau batang aren dan diambil airnya kemudian dicampurkan dengan raru. Nira aren yang merupakan bahan dasar pembuatan tuak mengandung alkohol dengan kadar 4% (Ilyas, 2013). Suku Batak sebagai suku utama Provinsi Sumatera Utara menjadikan tuak sebagai tradisi yang sulit untuk dilepaskan. Tuak sering digunakan sebagai jamuan dan sajian utama pada acara adat atau upacara. Riskesdas tahun 2007 menyebutkan bahwa Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi urutan ke-12 dengan peminum alkohol terbanyak, dimana prevalensi peminum alkohol selama 12 bulan terakhir di Provinsi Sumatera Utara sebesar 6,1%, sedangkan peminum yang masih minum dalam satu bulan terakhir sebesar 4,4% (Kemenkes RI, 2007). Salah satu desa di Sumatera Utara, yaitu Desa Lumban Siagian Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, memilki proporsi peminum tuak yang cukup tinggi. Sekretaris Desa, Pak Horas Panggabean, yang juga menjadi salah satu tokoh masyarakat di desa, mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Lumban
3
Siagian Jae telah mengonsumsi tuak sejak mereka remaja. Hal tersebut disebabkan karena tradisi minum tuak yang kental di masyarakat Suku Batak Toba. Selain itu, hampir semua masyarakat desa tersebut menganut Agama Kristen, sehingga tidak ada batasan dan larangan untuk mengonsumsi minuman keras. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 45 orang peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae, diperoleh hasil bahwa 22,7% dari mereka meminum tuak sebanyak 600 mL per harinya, 52,3% sebanyak 800 mL per harinya, 20% sebanyak 1000 mL dan 5% sebanyak 1200 mL per harinya. Selain itu, banyak peminum tuak (45%) yang tidak ingin menghentikan kebiasaannya untuk konsumsi tuak, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh faktor sosial dan budaya masyarakat batak. Maka dari itu, promosi dan edukasi kesehatan sangat penting diberikan kepada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae, terutama bagi peminum tuak, untuk bisa meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki sikap terkait konsumsi tuak agar perilaku konsumsi tuak dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan masalah kesehatan bagi peminumnya. Minuman beralkohol, termasuk tuak, dapat mempengaruhi psikologis seseorang yang mengonsumsinya. Penelitian Khairiyah tahun 2013 menyebutkan bahwa remaja yang mengonsumsi minuman keras akan merasakan emosi negatif sehingga akan semakin mudah marah ketika tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Selain itu, remaja akan sering membangkang pada orang tua, sering bertengkar dengan teman, sering ugal-ugalan dan terkadang menjadi pendiam dan tidak banyak bicara (Khairiyah, 2013).
4
Penyakit yang paling sering diakibatkan oleh konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan adalah hipertensi. Hasil penelitian Suanders di Sidney menunjukkan bahwa lebih dari 50% peminum alkohol memiliki tekanan darah di atas 140/90mmHg (Saunders, 1987). Sesso juga menyebutkan terdapat hubungan positif antara konsumsi alkohol dengan munculnya penyakit hipertensi baik pada pria maupun wanita (Sesso, 2008). Konsumsi alkohol juga dapat mengganggu fungsi dari semua bagian saluran pencernaan. Alkohol konsumsi akut menyebabkan perubahan dalam motilitas
esophagus
dan
perut
yang
mendukung
terjadinya
reflux
gastroesophageal dan refluks esfofagitis sehingga dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung (Bode & Bode., 1997). Dental Health Australia menyebutkan bahwa hal-hal yang dapat terjadi akibat konsumsi alkohol antara lain adalah kerusakan atau erosi gigi, mulut kering, buruknya kebersihan mulut, hingga terjadinya kanker mulut (Dental Health Australia). Selain itu, minuman keras juga akan mengganggu fungsi dan proses sistem reproduksi. Hasil penelitian eksperimen dari Ilyas membuktikan bahwa pemberian tuak pada mencit jantan dengan dosis yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama cenderung menurunkan kualitas spermatozoa dan menekan jumlah anak hasil perkawinannya (Ilyas, 2013). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa banyak penyakit yang diakibatkan oleh konsumsi tuak yang berlebihan. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh perilaku konsumsi tuak pada status kesehatan. Perilaku konsumsi tuak
5
muncul tentu karena adanya faktor-faktor pencetus, penguat dan pendukung. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green yang menyatakan bahwa komponen yang mempengaruhi perilaku seseorang terdiri dari faktor predisposisi, reinforcing dan enabling. Setiawan dalam penelitian kualitatif di Kabupaten Maluku Tengah membuktikan bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat akan membentuk persepsi dan kontrol yang salah terhadap minuman keras sehingga peluang munculnya perilaku konsumsi minuman keras akan semakin besar (Setiawan, 2013). Harju dalam Ruslan (2013) menyatakan bahwa sikap memainkan peran kunci dalam memutuskan munculnya sebuah tindakan atau perilaku. Tradisi dan kepercayaan juga memberikan pengaruh kuat pada perilaku seseorang. Mengingat tuak dijadikan sebagai minuman sehari-hari bagi laki-laki Batak Toba dan wajib menjadi jamuan pada saat upacara atau ibadah (Ikegami, 1997). Di sisi lain, Bapak Haposan Panggabean, sesepuh desa, masyarakat Batak Toba juga pada umumnya mempercayai adanya kebahagiaan dan persaudaraan ketika mengonsumsi tuak, dengan kebahagiaan tersebut maka penyakit tidak akan muncul. Penelitian Imelda (2010) membuktikan bahwa perilaku kesehatan pada masyarakat dapat terbentuk karena adanya budaya dan tradisi yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam keluarga sebagai unit terkecil yang dijadikan sebagai contoh dalam berperilaku. Petugas kesehatan juga seyogyanya mampu memperbaiki pengetahuan dan sikap masyarakat sebagai
6
langkah awal untuk mengendalikan perilaku konsumsi minuman keras. Rendahnya pengetahuan mengenai masalah kesehatan, kurangnya kesadaran untuk sehat, tradisi dan kepercayaan, dan peran keluarga serta keluarga serta petugas kesehatan terhadap pola konsumsi tuak semakin menguatkan mereka pada perilaku tersebut dan sebenarnya merugikan kesehatan.
B. Rumusan Masalah Hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012 memberikan informasi bahwa persentase peminum alkohol pada pria berusia 1519 tahun sebesar 30,2% dan berusia 20-24 tahun sebesar 52,9%, sementara persentase wanita berusia 15-19 tahun sebesar 3,5% dan berusia 20-14 tahun sebesar 7,1%. Hal ini menunjukkan prevalensi peminum minuman beralkohol masih tinggi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, banyak penyakit yang diakibatkan oleh konsumsi tuak yang berlebihan. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh pola konsumsi tuak pada status kesehatan. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana pola dan faktor-faktor yang mendorong konsumsi tuak serta keluhan kesehatan yang dirasakan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2015.
7
C. Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan- pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana pola konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015? 2. Bagaimana tingkat pengetahuan mengenai tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015? 3. Bagaimana sikap peminum tuak terkait konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015? 4. Bagaimana tradisi konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015? 5. Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015? 6. Bagaimana kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015?
8
7. Bagaimana peran petugas kesehatan dalam mengatasi pola konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015? 8. Bagaimana keluhan kesehatan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015?
D. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola dan faktor-faktor yang mendorong konsumsi tuak serta keluhan kesehatan yang dirasakan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015.
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a.
Diketahuinya pola konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
b.
Diketahuinya tingkat pengetahuan mengenai tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
9
c.
Diketahuinya sikap peminum tuak terkait konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
d.
Diketahuinya tradisi konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
e.
Diketahuinya kepercayaan masyarakat terhadap tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
f.
Diketahuinya kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
g.
Diketahuinya peran petugas kesehatan dalam mengatasi pola konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015
h.
Diketahuinya keluhan kesehatan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015.
10
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan acuan untuk melakukan penelitian sejenis yang lebih kompleks, seperti penelitian bivariat atau multivariat.
2. Manfaat Bagi Pemerintah dan Instansi Kesehatan Melalui penelitian ini, pemerintah dapat mengetahui faktor penyebab dominan masalah konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae sehingga pemerintah dapat memberikan penanggulangan yang tepat sasaran dan tepat guna dalam mengendalikan pola konsumsi tuak tersebut.
3. Manfaat Bagi Peminum Tuak Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai dampak konsumsi tuak sehingga para peminum tuak memiliki kemauan untuk mengendalikan perilaku mengonsumsi tuak.
F. Ruang Lingkup Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara pada bulan Desember 2014 sampai Mei 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola dan faktor-faktor yang mendorong konsumsi tuak serta keluhan kesehatan yang
11
dirasakan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Sampel yang diteliti adalah pria berusia 17 tahun ke atas yang telah mengonsumsi tuak sekurang-kurangnya selama satu tahun. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi yang menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta metode simple random sampling untuk pengambilan sampel penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidemiologi Konsumsi Alkohol Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai distribusi, determinan dan perkembangan dari status atau kejadian kesehatan (WHO, 2015). Konsumsi alkohol termasuk dalam cabang epidemiologi sosial, yaitu ilmu yang mempelajari status atau kejadian masalah kesehatan dengan mengintegrasikan aspek perilaku, struktur sosial, budaya, kepercayaan, agama, politik, ekonomi, demografi, biologi dan fisiologi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap munculnya masalah kesehatan tersebut (Hasanbasri, 2012). Berikut ini adalah model pendekatan epidemiologi sosial untuk menunjukkan hirarki faktor sosial yang mempengaruhi disparitas kesehatan (Kaplan dalam Murti, 2009):
12
13
Gambar 1. Model determinan sosial hilir dan hulu bagi kesehatan individu dan kesehatan populasi (Kaplan dalam Murti, 2009)
Gambar di atas menunjukkan bahwa status kesehatan seseorang atau populasi bergantung kepada keadaan patofisiologi, dan patofisiologi tentunya dipengaruhi oleh lingkungan sosial, seperti tradisi, kebijakan dan sebagainya. Engel dalam Cwikel (2006) menyebutkan bahwa terapan epidemiologi yang hanya menggunakan model biomedis tidak sesuai untuk mengidentifikasi beberapa penyakit, seperti alkoholisme dan skizofrenia. Maka dari itu, epidemiologi sebaiknya mampu berbaur dengan aspek sosial sehingga tenaga kesehatan tidak hanya mengetahui bakteri, jamur atau virus sebagai faktor penyebab penyakit, namun juga faktor-faktor sosial.
14
Sebagaimana telah disebutkan bahwa epidemiologi merupakan ilmu tentang distribusi dan determinan masalah kesehatan, maka berikut ini adalah penjabaran mengenai distribusi peminum alkohol dan determinan konsumsi alkohol.
1. Distribusi Peminum Alkohol Distribusi peminum alkohol dapat ditinjau melalui tiga variabel utama, yakni orang, tempat dan waktu.
a. Menurut Orang Murray dan Lopez dalam Jernigan (2001) menyatakan bahwa sebesar 5% dari semua kematian di seluruh dunia yang terjadi pada usia 5 sampai 29 tahun disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol. The Global Burden of Disease Study mendukung pernyataan tersebut dengan membuktikan bahwa penyalahgunaan alkohol jauh lebih umum terjadi di antara orang-orang muda (Jernigan, 2001). Di seluruh dunia, peminum alkohol berat lebih sering ditemukan pada kelompok usia 15 sampai 19 tahun (11,7%), dibandingkan dengan kelompok usia 15 tahun ke atas (7,5%). Menurut jenis kelamin, proporsi peminum alkohol pada laki-laki lebih besar (21,5%) dari pada perempuan (5,7%) (WHO, 2014). Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi peminum alkohol di Indonesia sebesar 4,6% dimana laki-laki
15
menyumbang persentase paling besar (4,9%) dari pada perempuan (0,3%). prevalensi peminum alkohol paling tinggi pada kelompok usia 25-34 tahun, yaitu 6,7% dan disusul oleh kelompok usia 15-24 tahun dan 35-44 tahun, yaitu sebesar 5,5%. SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, prevalensi laki-laki jauh lebih besar (38,8%) dari pada perempuan (4,6%) dan berdasarkan usia, prevalensi kelompok usia 20-24 tahun lebih besar (60%) dibandingkan dengan kelompok usia 15-19 tahun (33,7%). Peminum alkohol, secara nasional maupun global, lebih banyak dari kalangan laki-laki dari pada perempuan. Namun, terdapat perbedaan menurut usia dimana peminum alkohol di dunia lebih banyak berasal dari kelompok usia remaja (15-19 tahun), sementara di Indonesia lebih banyak dari kelompok usia dewasa (25-34 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran untuk mengendalikan faktor risiko penyakit degeneratif pada usia dewasa di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan seluruh dunia.
16
b. Menurut Tempat Secara global, konsumsi alkohol paling tinggi berada di wilayah Eropa dan Amerika. Konsumsi alkohol menengah berada di wilayah Pasifik Barat dan Afrika. Selanjutnya konsumsi alkohol terendah ditemukan di Asia Tenggara dan Mediterania Timur (WHO, 2014)
Gambar 2. Distribusi peminum minuman keras di dunia (Sumber: WHO, 2014)
Menurut WHO (2014), perbedaan jumlah peminum alkohol berbeda-beda di setiap wilayah. Hal tersebut disebabkan karena interaksi berbagai faktor, baik dari faktor sosial, ekonomi, kepercayaan dan budaya. Misalnya adanya daerah yang didominasi oleh agama Islam sehingga larangan mengonsumsi alkohol sangat ditekankan. Menurut SDKI tahun 2012, di Indonesia, prevalensi peminum alkohol lebih besar berada di perkotaan (45,7%) dari pada pedesaan (40,1%). Sedangkan menurut Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa
17
peminum alkohol lebih banyak berada di pedesaan (5,1%) dari pada di perkotaan (3,9%). Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya interaksi faktor baik internal maupun eksternal, misalnya pengetahuan atau budaya. Suhardi (2011) menyatakan bahwa daerah perkotaan dengan prevalensi peminum alkohol yang tinggi berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua. Daerah pedesaan dengan prevalensi peminum alkohol yang tinggi berada di Provinsi Sumatera Utara, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo dan Sulawesi Utara .
c. Menurut Waktu Alkohol pada dasarnya dapat diminum kapan saja, tetapi terdapat beberapa waktu yang dapat meningkatkan jumlah peminum alkohol. National Single Window Indonesia (2012) menyatakan bahwa alkohol sering disajikan pada saat pesta dan perayaan, sehingga risiko meningkatnya jumlah peminum alkohol dapat terjadi pada saat seseorang mengadakan atau menghadiri pesta. Selain itu, musim liburan juga dapat meningkatkan jumlah peminum alkohol, karena sebagian orang membuat keputusan untuk berlibur dan bepergian jauh dari rumah untuk kemudian
18
membuat pesta dan menyajikan alkohol sebagai jamuan (National Single Window Indonesia, 2012).
2. Determinan Konsumsi Alkohol Determinan konsumsi alkohol dapat ditinjau melalui tiga variabel utama, yakni agent, host dan environment.
a. Agent Agent adalah penyebab masalah kesehatan yang dapat berupa unsur hidup, unsur mati atau keadaan hidup seseorang (Budiarto, 2002). Agent yang berperan dalam pembentukan perilaku mengonsumsi alkohol adalah keadaan hidup, misalnya adanya masalah keluarga, perasaan tidak dihargai, terasing dari kelompok sosial atau stress (Cwikel dalam Cwikel, 2006).
b. Host Host atau pejamu merupakan keadaan manusia yang dapat menjadi inang (media) agent untuk menimbulkan masalah kesehatan. Interaksi host dan agent dapat dianalogikan sebagai tanah dan benih dimana tumbuhnya benih, atau agent, tergantung pada keadaan tanah, atau host. Semakin rentan keadaan host maka agent akan semakin mudah menimbulkan masalah kesehatan (Budiarto, 2002).
19
Berdasarkan distribusi peminum alkohol, dapat diketahui bahwa secara nasional maupun global, peminum lebih banyak dari kalangan lakilaki dari pada perempuan. Menurut Kurniawati dkk (2011) hal ini disebabkan karena pria cenderung lebih tertutup daripada wanita sehingga masalah lebih sering diselesaikan dengan cara yang menyenangkan dirinya sendiri. Selain itu, pria juga lebih berani dalam melakukan hal-hal yang mengandung risiko tinggi. Peminum alkohol di dunia lebih banyak berasal dari kelompok usia remaja (15-19 tahun), sementara di Indonesia lebih banyak dari kelompok usia dewasa (25-34 tahun). Hal ini disebabkan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam dan dilarang mengonsumsi alkohol sehingga penduduk Indonesia memiliki batasan, terutama remaja, juga dibatasi oleh adanya pemantauan orang tua, sementara orang dewasa pada umumnya tidak lagi dipantau oleh orang tua karena telah dianggap mampu mengendalikan jalan hidup sendiri. Selain itu, orang dewasa juga cenderung memiliki masalah lebih banyak dari pada usia remaja sehingga orang dewasa lebih banyak mengonsumsi alkohol untuk melepaskan bebannya.
c. Environment Environment atau lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar kehidupan suatu organisme, lingkungan tersebut dapat berupa
20
lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial (Efendi & Makhfudli, 2009). Faktor lingkungan yang paling berperan dalam membentuk perilaku mengonsumsi alkohol adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial tersebut dapat berupa tradisi, budaya, adat istiadat, norma, kebijakan, kepercayaan, agama, sikap, standar dan gaya hidup, pekerjaan, ekonomi, organisasi dan politik. Masyarakat terpapar oleh lingkungan sosial karena adanya interaksi dan dukungan media komunikasi yang telah berkembang (Chandra, 2006).
B. Tuak 1. Definisi Alkohol adalah cairan transparan yang dapat diperoleh dari fermentasi karbohidrat dan ragi, mudah menguap, dapat bercampur dengan air, eter atau kloroform (Iskandar, 2012). Peraturan Presiden nomor 74 tahun 2013 menyatakan bahwa minuman beralkohol merupakan minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) yang diproses dengan cara fermentasi dengan atau tanpa destilasi dari bahan hasil pertanian. Minuman beralkohol tradisional merupakan minuman beralkohol yang diproduksi secara tradisional dan dikemas sederhana serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Berdasakan
kadar
alkoholnya,
diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu:
minuman
Beralkohol
21
a. Golongan A adalah minuman dengan kadar etil alkohol atau etanol (C2H5OH) sampai dengan 5% (lima persen); b. Golongan B adalah minuman dengan kadar etil alkohol atau etanol (C2H5OH) 6% (enam persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan c. Golongan C adalah minuman dengan kadar etil alkohol atau etanol (C2H5OH) 21% (dua puluh satu persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen). Tuak adalah minuman beralkohol tradisional di daerah Sumatera Utara, terutama pada Suku Batak Toba, yang mengandung alkohol dengan kadar 4% (Ilyas, 2013). Berdasarkan keputusan dan peraturan yang telah ditetapkan, maka tuak dapat digolongkan sebagai salah satu jenis minuman keras. Dengan demikian, tuak dapat digolongkan sebagai minuman keras golongan A. Jika dibandingkan dengan minuman alkohol import, seperti whisky atau brandy yang mengandung kadar alkohol sebesar 20% - 50% (golongan C) (Mahkamah Agung, 2012), kadar alkohol tuak jauh lebih rendah. Tuak terbuat batang pohon aren (Arenga pinnata) dan diambil airnya, yaitu air nira, kemudian dicampurkan dengan kayu raru. Menurut Sunanto, pohon aren dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi pada daerah dengan tanah subur pada ketinggian 500 m – 800 m di atas
22
permukaan laut, termasuk di Indonesia. Maka dari itu tuak dapat dengan mudah diproduksi di wilayah Indonesia (Ikegami, 1997). Tuak memiliki posisi sebagai minuman sehari-hari bagi laki-laki Suku Batak Toba. Tuak juga berperan penting sebagai tradisi dalam adat Batak Toba, misalnya dalam adat manulangi, yaitu upacara penjamuan orang tua yang telah bercucu oleh keturunan-keturunannya, tuak menjadi menu utama dalam jamuan tersebut (Ikegami, 1997). Tuak juga berperan penting dalam acara manuan ompu-ompu, dimana tuak digunakan untuk menyiram tanaman yang dinamakan ompu-ompu yang ditanam pada sawah atau kebun orang yang sudah meninggal. Tuak merupakan sarana perwujudan silaturahmi dengan adanya jamuan kehormatan bagi Dalihan Na Tolu, yaitu nama lain yang diberikan bagi tiga garis hubungan yang dihormati oleh suatu keluarga (Lumban Gaol & Husin, 2013).
2. Kandungan Tuak Tuak yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Batak Toba dapat dibuat dari air nira dari batang aren, biasanya resep ini akan turun-temurun kepada anak-anak pembuat tuak tersebut. Eka pada penelitiannya tahun
2008 menjelaskan bahwa komponen yang dikandung oleh nira antara lain air 88,4%; gula 11%; protein 0,41%; lemak 0,17% dan asam-asam organik seperti asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam suksinat, asam laktat,
23
asam fumarat dan asam piroglutamat sebesar 0,02% (Haryanti & dkk, 2012). Fermentasi yang terjadi pada nira dibantu oleh adanya bakteri Saccharomyces sp, nira sangat mudah mengalami fermentasi karena memiliki ragi liar (Muku & Sukadana, 2009). Fermentasi yang terjadi mengakibatkan
adanya
perombakan
terhadap
senyawa-senyawa
penyusunnya. Perombakan salah satunya terjadi pada gula yang akan berubah menjadi alkohol dan selanjutnya berubah menjadi asam cuka. Pada pembuatan tuak, biasanya ditambahkan kulit batang Sonneratia sp. (kayu raru), penambahan kulit batang tersebut berguna untuk menghambat proses fermentasi nira khususnya pada proses oksidasi alkohol menjadi asam cuka (Sinda & Len, 2003). Setelah melalui proses fermentasi, air nira akan memproduksi tuak yang mengandung air 88,4%; protein 0,38%; lemak 0,2%; mineral 0,02% dan karbohidrat 7% dan alkohol 4% (diperoleh dari perombakan gula dalam air nira) (Noviyanti, 2014). Noviyanti (2014) menjelaskan bahwa air nira yang baru diambil dari pohonnya memiliki rasa manis dengan pH netral sekitar 7, akan tetapi karena adanya pengaruh lingkungan dan fermentasi menyebabkan air nira tersebut terkontaminasi sehingga pH menurun menjadi 5,34 dan rasa manis pada nira berubah menjadi asam.
24
C. Dampak Konsumsi Tuak WHO dalam Putusan Mahkamah Agung (2012) menyebutkan bahwa terdapat dampak negatif bagi konsumen minuman keras, dampak tersebut dikelompokkan berdasarkan jangka waktu. Dampak konsumsi minuman keras berdasarkan jangka waktu konsumsi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: a. Jangka Pendek Dampak yang dirasakan jika konsumsi minuman keras dalam jangka waktu pendek antara lain mulut akan terasa kering, pupil mata membesar, detak jantung lebih kencang, rasa mual dan kesulitan bernafas. Dampak psikis yang terjadi adalah perasaan merasa hebat, tidak ada rasa malu dan merasa santai (relax). b. Jangka Panjang Dampak yang dirasakan jika konsumsi minuman keras dalam jangka waktu panjang adalah konsumen akan terancam masalah kesehatan yang serius seperti kerusakan hati, ginjal, paru-paru, jantung, radang usus, penyakit liver, kerusakan otak bahkan hingga gangguan jiwa. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang dapat diakibatkan oleh konsumsi alkohol secara berlebihan.
1. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Konsumsi tuak dan minuman lain yang mengandng alkohol dapat merusak beberapa sistem organ, salah satunya adalah sistem kardiovaskular.
25
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh, terdiri dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah. Menurut ICD (International Classification of Disease) menyebutkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah terdiri dari rematik akut, jantung rematik kronik, hipertensi, penyakit hati iskemik, penyakit paru dan sirkulasi, penyakit serebrovaskular, penyakit pada arteri, arteriola dan kapiler, penyakit pada vena dan sistem limfa dan lain-lain (Bustan, 2007). Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa alkohol dengan kadar sedang dan ringan akan memberikan efek protektif terhadap penyakit kardiovaskular karena alkohol dapat meningkatkan kadar HDL. Namun, jika berlebihan, alkohol akan meningkatkan trigliserida dalam darah (Artanti, 2008). Tingginya kadar trigliserida mengakibatkan adanya gangguan kadar lemak di dalam darah. Kadar lemak akan meningkat dan menumpuk dalam pembuluh darah sehingga membentuk plak. Hasil penelitian menunjukan bahwa gangguan kadar lemak dalam darah dapat menjadi salah satu faktor penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah (Teo dkk, 2011). Britton menyatakan pada hasil review bahwa hubungan antara konsumsi minuman keras dan kematian akibat penyakit jantung merupakan hubungan kausalitas yang memiliki implikasi lebih luas (Britton & McKee, 2000).
Penelitian Chenet menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
26
signifikan antara peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskular dengan konsumsi alkohol (Chenet & dkk, 1998). Keil menjelaskan bahwa konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak akan meningkatkan prevalensi penyakit hipertensi dan stroke hemoragik serta penyakit kardiovaskular (Keil & dkk, 1997). Salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling sering mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat adalah hipertensi. Hipertensi merupakan gerbang awal yang memicu munculnya penyakit degeneratif lainnya, seperti penyakit stroke, jantung, diabetes melitus dan ginjal. Seseorang dikatakan hipertensi jika darahnya mencapai tekanan 140 mmHg ke atas. Diagnosis hipertensi secara umum mengacu kepada klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥18 tahun) yang diukur berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Direktorat Bina Farmasi dan Klinis, 2006). Sesso menyebutkan terdapat hubungan positif antara konsumsi alkohol dengan munculnya penyakit hipertensi baik pada pria maupun wanita (Sesso, 2008). Beilin juga mendukung pernyataan tersebut dengan menyebutkan bahwa konsumsi alkohol yang rendah akan menurunkan risiko terjadinya hipertensi (Beilin & dkk, 1996). Selain hipertensi, penyakit lain yang disebabkan konsumsi alkohol adalah penyakit jantung koroner. Beberapa studi menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara konsumsi alkohol dengan munculnya penyakit jantung koroner (Rimm, 2000).
27
2. Diabetes Melitus Konsumsi alkohol secara berlebihan akan mengubah sistem metabolisme. Tuak sebagai salah satu minuman yang mengandung alkohol akan memicu risiko munculnya diabetes melitus pada seseorang. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang muncul karena turunan keluarga, karena kekurangan produksi insulin oleh pankreas atau karena tidak efektifnya insulin yang dihasilkan (WHO, 2015). Beberapa penelitian menyatakan bahwa mengonsumsi alkohol memiliki asosiasi terbalik terhadap risiko penyakit diabetes melitus. Salah satunya adalah penelitian Ajani yang menunjukkan bahwa peminum alkohol dengan kadar menengah memiliki risiko diabetes lebih rendah dari pada dengan kadar tinggi (Ajani, 2000). Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa hal tersebut karena alkohol memberikan efek hipoglikemi pada peminumnya, maka peminum dengan riwayat diabetes melitus berisiko lebih rendah terkena diabetes yang lebih parah. Namun jika alkohol dikonsumsi secara berlebihan maka kadar glukosa dalam tubuh akan semakin menurun sehingga seseorang akan lebih sering mengonsumsi glukosa. Hal ini malah semakin meningkatkan risiko munculnya diabetes melitus (Hassan & dkk, 2002). Penelitian Sampfer dan rekan-rekannya menemukan bahwa wanita yang mengonsumsi alkohol sebanyak 15 gram setiap hari lebih berisiko menderita diabetes melitus dibandingkan dengan yang tidak meminum alkohol (Rimm & dkk, 1994). Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian
28
Hassan dan kawan-kawan yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol secara berlebihan dengan munculnya diabetes melitus pada seseorang (Hassan & dkk, 2002). Penelitian Kao juga membuktikan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan akan meningkatkan risiko diabetes melitus namun jika dikonsumsi hanya dengan kadar sedang maka tidak akan meningkatkan risiko diabetes melitus (Kao & dkk, 2002).
3. Penyakit Mulut dan Gigi Penyakit mulut dan gigi juga dapat diakibatkan oleh konsumsi alkohol. Touyz menyebutkan bahwa alkohol akan menyebabkan kerusakan pada gigi, kerusakan tersebut berupa erosi gigi, oklusal dan bruksisme (Touyz, 2010). Berdasarkan penelitian Noviyanti (2014) membuktikan bahwa konsumsi tuak dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya erosi gigi pada peminumnya. Erosi gigi disebabkan oleh kontak langsung berkelanjutan antara permukaan gigi dengan zat-zat asam. Demineralisasi email gigi akan terjadi apabila pH lingkungan mulut mencapai tingkat keasaman 5,5 (Noviyanti, 2014). Diketahui dari penelitian Fadhilah (2012) menunjukkan bahwa tingkat keasaman tuak adalah 5,34 yang berarti minuman tuak tersebut bersifat asam dan sangat berpeluang besar menyebabkan erosi gigi. Menurut Isidora dkk (2003), seseorang yang mengonsumsi tuak cenderung memiliki gizi yang buruk. Gizi buruk yang dialami akan
29
menyebabkan mukosa dari selaput lendir rongga mulut menjadi lemah sehingga mukosa rongga mulut sangat mudah mengalami mikro lesi baik akibat trauma mekanis. Mikro lesi dapat berupa sariawan atau bahkan dapat berdampak lebih besar seperti kanker mulut. Boyle dalam sebuah review menyebutkan bahwa dalam masa pengamatan selama 10 (sepuluh) tahun ditemukan adanya hubungan antara munculnya kanker mulut dengan kebiasaan konsumsi alkohol (Boyle & dkk, 1990). Rothman dan Keller mendukung penelitian tersebut dengan menyatakan bahwa paparan gabungan antara mengonsumsi alkohol dan merokok dapat menyebabkan kanker oral (mulut), maka dari itu kedua paparan tersebut perlu ditiadakan untuk mencegah terjadinya kanker mulut (Rothman & Keller, 1972).
4. Penyakit Ginjal Penyakit ginjal kronis atau sering disebut sebagai Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya abnormalitas struktur atau fungsi ginjal selama tiga bulan atau lebih. Penyakit ginjal dimanisfetasikan oleh salah satu dari beberapa gejala sebagai berikut (Rahmadi, 2010): a. Abnormalitas pada komposisi darah atau urin b. Abnormalitas pada pemeriksaan pencitraan c. Abnormalitas pada biopsi ginjal.
30
Mengonsumsi
alkohol
secara
berlebihan
akan
mengganggu
mekanisme kerja ginjal, sehingga memunculkan gangguan-gangguan baru pada sistem perkemihan. Sifat alkohol sebagai diuretik dapat mempengaruhi keseimbangan elektolit dalam darah. Alkohol akan menekan produksi ADH (Antidiuretik Hormone) dari kelenjar hipofisis. Selanjutnya tubuh akan mengeluarkan air terus menerus sehingga tubuh akan kekurangan air dan proses ekskresi urin dalam ginjal akan terganggu (Dasgupta dalam Adnyana, 2012). Studi kohort yang dilakukan oleh Shankar dan rekannya membuktikan bahwa konsumsi alkohol sebanyak empat porsi atau lebih per hari berhubungan dengan munculnya penyakit ginjal kronik (Shankar & dkk, 2006). Penelitian Yamagata menunjukkan bahwa konsumsi alkohol kurang dari 20 gram per hari akan mengurangi risiko albuminuria pada pria, namun efek proteksi tersebut akan hilang jika seseorang mengonsumsi minuman sebanyak 20 gram atau lebih per harinya (Yamagata & dkk, 2007).
5. Penyakit Hati Penyakit hati yang paling banyak terjadi akibat penyalahgunaan alkohol antara lain adalah perlemakan hati, alkoholik hepatitis dan sirosis hati (Maher, 1997). Pada penelitian Saskara dan Suryadarma (2013) sirosis hati terjadi karena apanya perkembangan dari penyakit hati kronis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan. Hal tersebut dikuatkan
31
oleh pengakuan dari para responden bahwa mereka gemar mengonsumsi arak tradisional sejak muda. Arak yang diminum sebanyak 1-2 gelas selama 2-3 kali tiap minggu.
Gambar 3. Mekanisme alkohol menyebabkan penyakit hati
Timbulnya penyakit hati akibat alkohol dapat dijelaskan secara biokimia. Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan dimetabolisme dalam hati dan berubah menjadi asetaldehida (Adnyana, 2012). Alsetaldehida yang diperoleh dari interaksi alkohol dengan enzim alkohol dehidrogenase (ALD) dapat meningkatkan jumah radikal bebas dalam tubuh. Semakin banyak asetaldehida yang diproduksi maka akan semakin meningkat jumlah radikal bebas dalam tubuh. Stres oksidatif kemungkinan besar dapat terjadi jika peningkatan jumlah radikal bebas tersebut melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya (Gramenzi dkk, 2006).
32
Stress oksidatif yang telah terjadi selanjutnya dapat mengakibatkan rendahnya sistem antioksidan dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan kepekaan terhadap reaksi senyawa oksigen reaktif (SOR). Peroksidasi lipid merupakan kerusakan pada proses oksidasi lemak akibat reaktivitas SOR (Setiawan dan Suhartono, 2007). Gangguan pada proses oksidasi lemak dapat memicu terjadinya penimbunan lemak dalam hati. Peroksidasi lipid akan menyebabkan timbulnya inflamasi pada hati karena adanya reaksi pertahanan tubuh. Inflamasi ini selanjutnya akan berkembang ke arah sirosis hati jika konsumsi alkohol tetap belanjut (Gramenzi dkk, 2006).
6. Penyakit pada Saluran Pencernaan Penyakit
pada
saluran
pencernaan
sering
disebut
sebagai
gastrointestinal. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan penyakit
kerongkongan
(eshopagus),
lambung
(gaster),
usus
halus
(intestinum), usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas (Hadi, 2002). Penelitian Kaufman dan rekannya membuktikan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada gastrointestinal, misalnya gastritis besar dan perdarahan pada duodenum (Kaufman & dkk, 1995). Pronko menjelaskan mengenai dampak konsumsi alkohol terhadap terjadinya kerusakan mukosa kolon atau rektum, dampak lain yang dapat
33
terjadi adalah hiper regenatif sehingga terjadi penumpukan pada lokasi tertentu dan menyebabkan tumor (Pronko & dkk, 2002). Penyakit gastrointestnal yang sering muncul pada masyarakat adalah maag. Maag terjadi karena sekresi asam klorida (HCl) yang berlebihan dalam lambung. Pada dasarnya HCl diperlukan untuk membantu menghancurkan makanan dalam lambung, akan tetapi akan menjadi masalah ketika produksi HCl berlebihan atau ketika perut dalam keadaan kosong sementara HCl tetap bekerja. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya maag pada seseorang. Minuman keras, termasuk tuak, dapat memicu munculnya penyakit maag, hal tersebut karena adanya kandungan alkohol. Menurut Avinash dkk (2011) dan Andyana (2012), minuman dengan jumah alkohol rendah dapat dengan cepat merangsang sekresi asam lambung dan mempercepat pengosongan lambung.
7. Gangguan Psikologi Dampak umum yang disebabkan oleh konsumsi alkohol adalah dampak secara psikologis. Menurut Utina, beberapa dampak psikologis akibat konsumsi alkohol secara berlebihan adalah mudah tersinggung, mudah marah, gelisah, menghindar dari kegiatan yang tidak memberikan kesempatan untuk minum seperti belajar atau bekerja, sulit membuat keputusan, tidur terlalu banyak, hiperbola yaitu berlebihan dalam mengekspresikan suatu perasaan (Utina, 2011). Wiers dalam penelitiannya membuktikan bahwa alkohol akan
34
memberikan kepekaan pada peminum berat, sehingga peminum tersebut akan memberikan respon cepat apabila mendapatkan penawaran hal-hal baru seperti narkoba (Wiers & dkk, 2002). Pengaruh alkohol terhadap psikologis berhubungan dengan efeknya terhadap sistem saraf pusat. Terdapart neurotransmitter yang berperan dalam menyampaikan rasa senang, yaitu dopamin, yang berpusat pada ventral tergmental area (VTA) di daerah otak tengah. Alkohol, dengan sifat kimianya, mampu mengaktivasi pengeluaran dopamin secara langsung sehingga orang yang meminum alkohol cenderung merasa senang dan lupa akan masalahnya (Adnyana, 2012).
D. Konsumsi Tuak 1. Definisi Konsumsi Tuak Konsumsi tuak merupakan salah satu bentuk dari perilaku. Perilaku adalah segala bentuk kegiatan atau tindakan manusia baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar sebagai respon terhadap stimulus yang didapatkan untuk mencapai suatu tujuan (Sudarma, 2008). Berdasarkan definisi tersebut, maka konsumsi tuak adalah tindakan seseorang menghabiskan tuak untuk memenuhi kepuasan sebagai respon terhadap stimulus yang diperoleh, baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya.
35
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Tuak Konsumsi tuak dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence Green, perilaku secara umum terbagi tiga yang meliputi (Noorkasiani & dkk, 2007):
a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor yang termasuk sebagai predisposisi antara lain:
1) Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi melalui proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan berperan sebagai landasan dan dasar dalam membuat keputusan termasuk keputusan untuk berperilaku (Pickett & Hanlon, 2008). Dinata (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku mengonsumsi minuman keras adalah pengetahuan, baik pengetahuan seputar minuman keras maupun pengetahuan keagamaan yang melarang konsumsi minuman keras. Pengetahuan dalam domain kognitif terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu (Efendi & Makhfudli, 2009):
36
a) Tahu Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tingkatan ini sama dengan mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari sebelumnya. b) Memahami Memahami merupakan kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan objek tersebut dengan benar.
c) Penerapan Penerapan merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan informasi yang telah diterima dan dipelajari sbelumnya pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d) Analisis Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kepada beberapa komponen yang masih terdapat pada suatu struktur atau lingkup yang sama dan saling berkaitan.
e) Sintesis Sintesis merupakan kebalikan dari analisis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola atau bentuk yang baru.
37
f) Evaluasi Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek, dimana penilaian yang dilakukan didasarkan pada kriteria yang telah ada dan telah dipelajari. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Efendi & Makhfudli, 2009): a) Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan upaya pemberian ilmu dan pengetahuan dari pendidik kepada didik. Penelitian Asiah membuktikan bahwa tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan pengetahuan kesehatan seseorang (Asiah, 2010). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan cenderung semakin baik.
b) Informasi Akses terhadap informasi yang baik juga akan menambah pengetahuan seseorang. Sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih luas.
c) Pengalaman Hal-hal yang pernah dialami seseorang secara tidak langsung akan menambah pengetahuan yang bersifat informal.
38
Semakin banyak pengalaman seseorang maka akan semakin banyak hal yang dapat dipelajari.
d) Sosial ekonomi Tingkat
kemampuan
seseorang
untuk
bersosialisasi,
bermasyarakat dan memenuhi kebutuhan hidup
dapat
menambah tingkat pengetahuan.
2) Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu rangsangan atau objek. Ekspresi sikap tidak dapat dilihat secara nyata, namun dapat ditafsirkan. Sikap mengandung penilaian secara emosional, baik secara afektif, kognitif dan konatif. Sikap dapat terbentuk dengan adanya interaksi sosial, baik secara fisik maupun psikis (Maulana, 2007). Sikap berperan penting dalam kehidupan dan keseharian seseorang. Terdapat 4 (empat) fungsi sikap pada seseorang, antara lain sebagai penyesuaian, pertahanan ego, ekspresi nilai dan sebagai pengetahuan (Simamora, 2008). Fungsi-fungsi tersebut secara keseluruhan akan mendorong seseorang melakukan tindakan berdasarkan sikap yang diyakininya.
39
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga memiliki beberapa tingkatan, antara lain (Simamora, 2008): a) Receiving, yakni jika seseorang menerima dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya, sikap seseorang terhadap konsumsi tuak dapat diketahui dengan kehadiran orang tersebut di warung tuak setiap hari.
b) Responding, yakni jika seseorang memberikan tanggapan terhadap stimulus. Misalnya, sikap seseorang menjawab pertanyaan mengenai perasaan yang dirasakan saat telah meminum tuak.
c) Valuing, yakni jika seseorang telah merepon suatu stimulus kemudian membahasnya dengan orang lain atau bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk merespon. Misalnya, ketika seseorang mendapatkan berita mengenai peraturan penutupan jual beli minuman keras kemudian mengajak teman-temannya untuk berembuk dan menolak peraturan tersebut.
d) Responsible, merupakan tingkatan yang paling tinggi dalam sikap, yaitu jika seseorang mau bertanggung jawab atas jalan yang dipilihnya dengan risiko yang ada.
40
Suatu sikap tidak secara otomatis terwujud dalam diri seseorang, sikap muncul karena dibentuk oleh pengaruh dan intervensi yang terjadi selama perkembangan hidup seseorang. Pengaruh tersebut dapat muncul dari lingkungan (eksternal) maupun dari disi seseorang tersebut (internal). Kedua faktor tersebut yang mempengaruhi terbentuknya sikap seseorang (Maulana, 2007).
a) Faktor Internal i. Fisiologis Faktor penting terkait fisiologis adalah umur dan kesehatan, misalnya orang muda pada umumnya lebih ceroboh dalam menentukan tindakan dibandingkan dengan orang tua yang lebih berhati-hati.
ii. Psikologis Psikologi seseorang dapat terbentuk melalui interaksi sosial dan lingkungan. Psikologi secara sosial dapat mempengaruhi perubahan sikap pada seseorang (Haugtvedt & dkk, 2004).
41
b) Faktor Eksternal i. Pengalaman Pengalaman terhadap suatu objek akan membentuk sikap terhadap objek tersebut. Misalnya seseorang yang biasanya meminum tuak setiap hari akan berhenti jika mengalami gangguan kesehatan setelah meminum tuak.
ii. Situasi Situasi atau keadaan seseorang akan membentuk atau mengubah suatu sikap pada seseorang tersebut. Faktor situasi mencakup faktor lingkungan dimana manusia tinggal, baik lingkungan sosial, ekonomi, tradisi atau budaya. Lindsay menyebutkan dalam artikelnya bahwa tradisi berperan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku, karena tradisi setiap negara berbeda, maka akan membentuk sikap yang berbeda-beda pula (Lindsay, 2005).
iii. Peraturan dan Norma Peraturan dan norma yang berlaku dan ditetapkan akan membiasakan sikap seseorang. Peraturan dan norma diberlakukan pada masing-masing aspek dalam kehidupan seseorang, dapat berupa peraturan dalam beragama, peraturan di instansi pendidikan, peraturan dalam wilayah,
42
dan lain sebagainya. Peraturan baik yang selalu diikuti masyarakat akan membentuk sikap positif pada masyarakat.
iv. Hambatan dan Pendorong Hambatan dan dukungan juga penting diperhitungkan dalam pembentukan sikap seseorang. Dukungan sosial akan memberikan pengaruh terhadap peraturan, kepatuhan tersebut akan berdampak pada terbentuknya sikap positif pada masyarakat (Kusumadewi & dkk, 2011).
3) Tradisi Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat sebagai keturunannya (Setiawan, 2015). Tuak mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat Batak Toba karena tuak merupakan kebiasaaan yang diturunkan oleh nenek moyang dan dapat digunakan sebagai sarana keakraban serta sebagai pengungkapan rasa terima kasih. Hal ini menjadi salah satu dasar pemikiran mengapa tuak dijadikan sebagai tradisi masyarakat Batak Toba. Marzuki (2011) menyebutkan bahwa tradisi dan budaya merupakan dua aspek yang menjadi acuan masyarakat untuk
43
menampilkan perilaku atau tindakan. Suryoputro dkk (2006) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa karakter tradisi dalam suatu wilayah berpengaruh terhadap perilaku masyarakat setempat, misalnya perilaku seksual atau perilaku kesehatan. Menurut Edberg (1955) dalam Edberg (2013), berikut ini adalah alur tradisi membentuk perilaku mengonsumsi tuak pada masyarakat. Risk Behavior on Public Health Perspective
Tuak adalah minuman beralkohol yang dapat meningkatkan risiko penyakit
Mediating Social/Cultural Factor
Konsumsi tuak adalah kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang. Masyarakat Batak Toba yakin bahwa segala sesuatu yang diturunkan oleh nenek moyang adalah hal yang baik.
Primary Perceived Risk (by spesific individual)
Kekhawatiran tidak memperoleh teman dan kehilangan status sosial dalam masyarakat jika tidak ikut mengonsumsi tuak Bagan 1. Social/Culture Factors Affecting Perceived Risk (Edberg, 1955)
Bagan di atas menunjukkan bahwa tradisi memegang peran penting dalam membentuk perilaku masyarakat, karena pada dasanya manusia ingin diterima oleh masyarakat sekitar sehingga akan mengikuti apa yang menjadi tradisi masyarakat tersebut.
44
4) Kepercayaan Tradisi tidak hanya memberikan warna pada perilaku masyarakat, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan kepercayaan (Marzuki, 2011). Menurut Johannes dan Diya (2012), keyakinan atau kepercayaan adalah pikiran deskriptif yang dianut seseorang mengenai suatu hal. Seseorang yang telah memiliki kepercayaan terhadap sesuatu akan merasakan efek berupa kepuasan psikologis jika dia melakukan tindakan berdasarkan kepercayaan tersebut. Kepercayaan berperan dalam membentuk suatu perilaku atau tindakan. Retor (2014) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kepercayaan seseorang terhadap suatu produk akan mempengaruhi tindakan untuk menolak atau menerima. Maas (2004) mendukung pernyataan tersebut dengan penelitiannya yang menemukan bahwa selain tradisi, kepercayaan dan keyakinan masyarakat juga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan ibu dan anak. Berikut adalah bagaimana kepercayaan berperan dalam pembentukan perilaku seseorang yang digambarkan oleh Hayden (2014).
45
Gambar 4. The Health Belief Model (Stretcher dalam Hayden, 2014)
Gambar di atas menggambarkan bahwa usia, jenis kelamin, tradisi, sosial dan ekonomi, pengetahuan seseorang, yang disebut sebagai faktor predisposisi, akan mempengaruhi persepsi mengenai perbandingan manfaat dan kerugian suatu objek. Komponen predisposisi tersebut bersama dengan faktor pendukung akan membentuk persepsi terhadap ancaman dari suatu objek. Persepsi ancaman, manfaat dan kerugian ini yang kemudian akan membentuk perilaku seseorang.
46
b. Faktor Pendukung (Enabling) Faktor pendukung merupakan faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti warung jual beli tuak. Misalnya, seorang pemuda sudah mengetahui bahaya dari mengonsumsi tuak, namun karena warung penjual tuak masih banyak dan tersebar merata di desanya, pemuda tersebut akan semakin mudah terpengaruh untuk ikut meminum tuak.
c. Faktor Penguat (Reinforcing) Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain:
1) Kebiasaan keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari kepala dan anggota keluarga yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (UU RI dalam BKKBN, 2011). Pola pengasuhan keluarga dan enkulturasi merupakan faktor penting dalam pembentukan watak individu, sehingga masing-masing individu berperilaku sesuai dengan aturan dan norma budaya yang ada dalam masyarakat.
47
Berbicara mengenai peranan keluarga dalam membentuk perilaku anggota keluarga, maka teori yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah teori kebutuhan dasar Abraham Maslow (1954) (Rahmah, 2013). Berikut ini adalah piramida Maslow yang menunjukkan tingkatan kebutuhan dasar manusia.
Gambar 5. Piramida Kebutuhan Dasar Maslow (1954)
Menurut Maslow terdapat 5 (lima) kebutuhan dasar manusia. Lima kebutuhan dasar manusia adalah sebagai berikut 1) kebutuhan fisiologis dan biologis seperti pangan dan rekreasi; 2) kebutuhan keamanan dan keselamatan seperti aman dari ancaman; 3) kebutuhan sosial seperti cinta dan kasih sayang; 4) kebutuhan penghargaan diri dan 5) kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan untuk bertindak sesuai keinginan (Rahmah, 2013).
48
Kebutuhan
pertama adalah kebutuhan fisiologis
yang
merupakan kebutuhan primer yang wajib untuk dipenuhi seperti pangan, sandang dan papan, kebutuhan ini diperlukan pada saat masa pertumbuhan (Rahmah, 2013). Selain asupan kebutuhan fisiologis, kebutuhan biologis juga seyogyanya diperhatikan oleh keluarga untuk memaksimalkan manfaat dari keberadaan kebutuhan fisiologi, misalnya dengan menyediakan waktu untuk tidur atau rekreasi. Kebutuhan
keamanan
dan
keselamatan
juga
penting
diperhatikan oleh keluarga, salah satunya dengan memperhatikan ancaman penyakit akibat konsumsi minuman keras (Rahmah, 2013). Setiap anggota keluarga pada dasarnya menginginkan kebebasan, namun peran orang tua adalah membatasi kebebasan tersebut dengan berbagi pengetahuan mengenai bahaya minuman keras. Keluarga selanjutnya memperhatikan kebutuhan sosial anggota keluarga. Setiap orang memiliki keinginan untuk berhubungan dengan orang lain agar dapat diterima dan berbagi pada saat kesulitan (Rahmah, 2013). Dewasa ini, banyak orang tua yang telah memahami adanya kebutuhan tersebut, akan tetapi mereka terkadang keliru dalam bergaul, misalnya terpengaruh untuk mengonsumsi tuak. Salah satu ciri manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain (Mendari, 2010). Memberikan tantangan kepada
49
seseorang dan kemudian memberikan feedback yang mendukung mengenai hasil kerjanya terbukti efektif untuk memotivasi kinerja dan performa seseorang menjadi lebih baik (Lianto, 2013). Keluarga dalam hal ini berperan untuk memberikan pengakuan yang baik terhadap hasil kerja yang diperoleh oleh anggota. Pengakuan tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kekuatan sehingga
kemungkinan
besar
anggota
keluarga
tidak
lagi
membutuhkan tuak sebagai sarana untuk meningkatkan semangat kerja. Kebutuhan yang terakhir adanya kebutuhan untuk aktualisasi diri atau melakukan tindakan sesuai dengan keinginan (Rahmah, 2013). Terpenuhinya kebutuhan fisiologi, biologi, perhatian dan rasa memiliki, cinta dan kasih sayang serta saling menghargai akan membentuk perilaku yang baik. Semakin baik peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarganya, maka semakin baik pula aktualisasi diri yang akan terbentuk. Kebiasaan konsumsi tuak keluarga maupun keluarga terdekat menjadi contoh yang buruk bagi anak nantinya. Keluarga seharusnya membiasakan diri untuk melakukan perilaku bersih dan sehat, sehingga keturunan akan mengikuti kebiasaan tersebut dan terhidar dari kebiasaan buruk seperti konsumsi tuak dan minuman keras lainnya.
50
2) Dukungan Petugas Kesehatan Undang-undang nomor 36 tahun 2014 menyebutkan bahwa petugas kesehatan, yang sering disebut sebagai tenaga kesehatan, adalah setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Berdasarkan peran dan fungsi pokok Puskesmas, maka peran tenaga kesehatan secara umum adalah (Purwatiningsih, 2008): a) Sebagai role model di masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai perwujudan pembangunan kesehatan b) Membina peran serta masyarakat sebagai perwujudan dari pemberdayaan masyarakat c) Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat. Dukungan dan peran petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penguat yang mempengaruhi timbulnya perilaku kesehatan. Penelitian Supiyah dkk (2012) membuktikan bahwa peran petugas kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seseorang. Maka dari itu, petugas kesehatan seharusnya mampu mengemban peran dan tugas yang telah dipercayakan dalam
51
mengubah perilaku seseorang yang membahayakan kesehatannya, contohnya konsumsi tuak.
E. Kerangka Teori Teori yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan analisis konsumsi tuak adalah Teori Lawrence Green (2005). Teori Green dijadikan sebagai acuan karena teori ini membahas perilaku tidak hanya dari aspek internal individu namun juga mempertimbangkan faktor eksternal. Green (2005) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang terdiri dari faktor predisposisi, pemungkin dan penguat. Faktor predisposisi perilaku konsumsi tuak terdiri dari pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Faktor pemungkin terdiri dari ketersediaan saran pelayanan kesehatan dan warung tuak. Faktor penguat terdiri dari dukungan petugas kesehatan dan kebiasaan keluarga. Konsumsi tuak dinilai melalui lama konsumsi dan jumlah tuak yang dikonsumsi. Semakin lama konsumsi dan semakin banyak jumlah tuak yang dikonsumsi tentu akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan. Dampak tersebut yaitu munculnya penyakit-penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, erosi gigi, sariawan, gangguan ginjal, gangguan pencernaan, gangguan psikologis dan penyakit lainnya:
52
Faktor predisposisi: 1. Pengetahuan
Keluhan Kesehatan:
2. Sikap
1. Tidak ada keluhan
3. Kepercayaan
2. Hipertensi
4.Tradisi 3. Diabetes melitus
6. Umur 7. Jenis kelamin
4. Erosi gigi/Gigi keropos
8. Pendidikan
5. Sariawan
9. Pekerjaan
Konsumsi Tuak Faktor pemungkin: 1. Sarana dan prasarana kesehatan 2. Keberadaan warung tuak Faktor penguat: 1. Kebiasaan keluarga 2. Peran petugas kesehatan
1. Lama konsumsi tuak 2. Jumlah tuak yang diminum
6. Gangguan Ginjal 7. Gangguan Saluran Pencernaan 8. Gangguan pada Hati 9. Gangguan Psikologi 10. Penyakit lainnya
Bagan 2. Kerangka Teori Green (2005)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola perilaku dan faktorfaktor yang mendorong konsumsi tuak serta keluhan kesehatan yang dirasakan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae tahun 2015. Faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah keberadaan warung tuak dan sarana pelayanan kesehatan. Kedua faktor tersebut tidak dijadikan sebagai variabel karena penelitian ini hanya dilakukan di satu area dan sempit sehingga tidak terdapat variasi pada kedua faktor tersebut. Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah tingkat pengetahuan, sikap, keluhan kesehatan, kebiasaan keluarga dan peran petugas kesehatan. Tradisi serta kepercayaan juga akan dibahas secara kualitatif sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan pengetahuan dan sikap pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Variabel umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan yang termasuk dalam faktor predisposisi sudah termasuk faktor demografi yang juga akan dibahas pada penelitian ini. Pengetahuan diteliti karena pengetahuan merupakan salah satu aspek kognitif yang mempengaruhi baik buruknya perilaku seseorang. Semakin baik pengetahuan seseorang tentang tuak, maka akan seseorang tersebut akan semakin mampu untuk mengendalikan perilakunya untuk mengonsumsi tuak. 53
54
Sikap menjadi salah satu variabel yang diteliti sebagai pembentuk perilaku pada seseorang. Sikap seseorang terhadap suatu objek dinilai sebagai penentu tindakan seseorang terhadap objek tersebut. Apabila seseorang menunjukkan sikap mendukung terhadap konsumsi tuak maka hal tersebut akan mendorongnya untuk mengonsumsi tuak. Tradisi dan kepercayaan juga merupakan salah satu variabel yang membentuk perilaku seseorang. Tradisi minum tuak di Desa Lumban Siagian Jae akan membiasakan masyarakat tersebut untuk mengonsumsi tuak. Selain itu, kepercayaan juga akan tertanam seiring dianutnya tradisi tersebut. Sehingga masyarakat Desa Lumban Siagian Jae semakin terdorong untuk mengonsumsi tuak. Kebiasaan keluarga juga akan membentuk perilaku seseorang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam kelompok masyarakat yang sangat berpengaruh karena akan memberikan contoh yang baik atau buruk kepada seseorang yang menjadi anggota keluarganya. Semakin baik contoh yang diberikan maka akan semakin baik pula perilaku anggota keluarga yang terbentuk. Petugas kesehatan berperan dalam mengatasi perilaku kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Pada masalah konsumsi tuak, petugas kesehatan seharusnya dapat mengatasi maraknya perilaku konsumsi tuak karena akan membahayakan kesehatan masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Jika petugas kesehatan dapat memberikan intervensi yang baik, maka masyarakat juga akan dapat mengendalikan konsumsi tuak dengan baik.
55
Perilaku konsumsi tuak dengan jumlah dan lama konsumsi di atas batas standar akan menyebabkan munculnya penyakit, terutama penyakit degeneratif. Penyakit akibat konsumsi tuak sangat penting untuk diulas dalam penelitian ini sebagai gambaran bagi masyarakat, sehingga masyarakat Desa Lumban Siagian Jae dengan kebiasaan konsumsi tuak dapat mengevaluasi dan mengendalikan kebiasaan buruk tersebut.
Keluhan Kesehatan: 1. Tidak ada keluhan Predisposisi: 2. Hipertensi
1. Pengetahuan
3. Diabetes melitus
2. Sikap
4. Erosi gigi/Gigi keropos
3. Kepercayaan 4.Tradisi
Konsumsi Tuak 1. Lama konsumsi tuak
5. Sariawan
2. Jumlah tuak yang diminum
7. Gangguan Saluran
Penguat: 1. Kebiasaan keluarga 2. Peran petugas kesehatan 3.
6. Gangguan Ginjal
Pencernaan 8. Gangguan pada Hati 9. Penyakit lainnya
Bagan 3. Kerangka Konsep
56 B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel/Istilah
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Jumlah tuak
Banyaknya tuak yang dikonsumsi Kuesioner
yang
dalam
dikonsumsi
berdasarkan satuan mL sesuai peraga
dengan gelas dalam satuan 2. Sedang, jika meminum 210-
dengan jenis gelas yang digunakan.
mL.
sehari
yang
diukur dan
1. Pertanyaan terstruktur
gelas 2. Jumlah
tuak
Skala Ukur
1. Ringan, jika meminum < 210 Ordinal
diukur
mL tuak
500 mL tuak 3. Berat, jika meminum >500 mL tuak.
Konsumsi Tuak
Sumber: Institute of Alcohol Studies (2013) Lama
Selisih antara usia pertama kali Kuesioner
1. Pertanyaan terstruktur
konsumsi tuak
mengonsumsi tuak dengan usia saat
2. Lama konsumsi dihitung
penelitian
dilakukan
hitungan tahun.
dalam
dalam
tahun
1. Baru, jika responden telah Ordinal
dan
dikategortikan
mengonsumsi tuak selama 14 tahun. 2. Sedang, jika responden telah
berdasarkan interval kelas
mengonsumsi tuak selama 5-
(kuartil).
8 tahun. 3. Lama, jika responden telah mengonsumsi tuak lebih dari 8 tahun.
57
Variabel/Istilah Pengetahuan
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Skala
Hasil Ukur
Jawaban benar responden atas Kuesioner
1. Pertanyaan terstruktur
pertanyaan peneliti yang diberikan.
2. Perhitungan
skor
Ukur
1. Baik, jika responden meraih Ordinal dari
pertanyaan yang dijawab dengan benar.
skor ≥80 dari pertanyaan yang diberikan. 2. Cukup, meraih
jika skor
responden 40-79
dari
pertanyaan yang diberikan. 3. Kurang, meraih
jika skor
responden <40
dari
pertanyaan yang diberikan. Sumber: Khomsan dkk (2009) Sikap
Tanggapan
responden
terhadap Kuesioner
pernyataan yang diberikan oleh peneliti.
1. Pertanyaan terstruktur 2. Sikap
dihitung
dengan
skala likert yang dihitung berdasarkan telah
skor
ditentukan
peneliti jawaban.
pada
1. Positif, jika skor responden Ordinal >20 dari pernyataan yang diberikan.
yang 2. Negatif, jika skor responden oleh setiap
≤ 20 dari pernyataan yang diberikan.
58
Variabel/Istilah Tradisi
Definisi
Alat Ukur
Tanggapan
masyarakat
konsumsi
tuak
bahwa Kuesioner
Cara Ukur Pertanyaan terstruktur
merupakan
Ukur
0. Tidak ada, jika rensponden Ordinal tidak
kebiasaan yang diturunkan oleh
Skala
Hasil Ukur
menganggap
tuak
sebagai tradisi.
nenek moyang dan menjadi adat
1. Ada,
istiadat hingga saat ini.
jika
responden
menganggap tuak sebagai tradisi.
Kepercayaan
Keyakinan
masyarakat
Desa Kuesioner
Pertanyaan terstruktur
0. Tidak ada, jika responden Ordinal
Lumban Siagian Jae bahwa tuak
meyakini tuak tidak memiliki
membawa dampak positif baik
dampak positif.
secara fisik maupun psikis.
1. Ada,
jika
meyakini
responden
minuman
tuak
memiliki dampak positif. Kebiasaaan
Pengakuan
responden
terkait Kuesioner
Pertanyaan terstruktur
0. Tidak ada, jika responden Ordinal
Keluarga
kebiasaan mengonsumsi tuak yang
tidak
dimiliki oleh keluarganya.
keluarga dengan kebiasaan
memiliki
anggota
meminum tuak 1. Ada, jika responden memiliki anggota
keluarga
dengan
kebiasaan meminum tuak
59
Variabel/Istilah
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Peran Petugas
Pengakuan responden terkait peran Kuesioner
Kesehatan.
dan penanggulangan dari petugas
tidak
kesehatan
petugas
dalam
Pertanyaan terstruktur
mengatasi
perilaku konsumsi tuak.
Skala
Hasil Ukur
Ukur
0. Tidak ada, jika responden Ordinal merasa
ada
peran
kesehatan
dalam
mengatasi perilaku konsumsi tuak 1. Ada, jika responden merasa ada peran petugas kesehatan dalam mengatasi
perilaku
konsumsi tuak 2. Tidak
ada
responden bahwa
respon,
menganggap
petugas
tidak
jika
kesehatan
memperhatikan
masalah perilaku konsumsi tuak. Keluhan Kesehatan
Gangguan atau keluhan kesehatan Kuesioner
Pertanyaan terstruktur
1. Tidak
ada
keluhan,
jika Nominal
yang dirasakan oleh responden
peminum tidak mengalami
setelah mengonsumsi tuak.
gangguan kesehatan.
60
Variabel/Istilah
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Skala
Hasil Ukur 2. Hipertensi, diagnosis
Ukur
atas
hasil
dokter
setelah
mengonsumsi tuak. 3. Erosi gigi/Gigi Keropos, jika terdapat struktur gigi yang tidak kuat. 4. Gangguan
Saluran
Pencernaan, jika responden merasa
sakit
pada
gastrointestinal,
misalnya
maag. 5. Gangguan Ginjal, atas hasil diagnosis
dokter
setelah
mengonsumsi tuak. 6. Sariawan,
jika
responden
menderita sariawan secara terus menerus.
61
Variabel/Istilah
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Skala
Hasil Ukur
Ukur
7. Diabetes Melitus, atas hasil diagnosis
dokter
setelah
mengonsumsi tuak. 8. Penyakit
lain,
keluhan
lainnya yang dirasakan oleh responden selain pilihan yang diberikan,
misalnya
TBC
atau flu yang berkelanjutan.
62 C. Definisi Istilah Tabel 3.2 Definisi Istilah Istilah Tradisi
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Sejarah, adat istiadat dan kebiasaaan konsumsi tuak pada Panduan
Wawancara
masyarakat Desa Lumban Siagian Jae.
mendalam
wawancara
Sumber Informasi 1. H. Panggabean, sesepuh Desa Lumban Siagian Jae 2. Masyarakat, dari salah satu responden terpilih.
Kepercayaan
Keyakinan masyarakat Desa Lumban Siagian Jae bahwa Panduan
Wawancara
tuak membawa dampak positif baik secara fisik maupun wawancara
mendalam
psikis.
1. H. Panggabean, sesepuh Desa Lumban Siagian Jae 2. Masyarakat, dari salah satu responden terpilih.
Kebiasaaan
Kebiasaan mengonsumsi tuak dalam keluarga di Desa Panduan
Wawancara
Keluarga
Lumban Siagian Jae
mendalam
wawancara
1. Ibu Rumah Tangga dari keluarga
yang
memiliki
kebiasaan konsumsi tuak 2. Anggota keluarga (suami atau anak laki-laki di atas 17 tahun)
dari
ibu
rumah
tangga. Peran Petugas
Peran dan penanggulangan dari petugas kesehatan dalam Panduan
Wawancara
Petugas Puskemas Kecamatan
Kesehatan
mengatasi perilaku konsumsi tuak pada masyarakat Desa Wawancara
mendalam
Siatas Barita
Lumban Siagian Jae dalam mengonsumsi tuak.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif yang menggunakan desain cross sectional study dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan pada distribusi pengetahuan, sikap, keluhan kesehatan, peran petugas kesehatan dan kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak. Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk menggali lebih dalam peran petugas kesehatan dan kebiasaan keluarga, selain itu digunakan juga untuk memperoleh informasi mengenai tradisi dan kepercayaan masyarakat.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lumban Siagian Jae Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara pada bulan Desember 2014 - Mei 2015.
C. Populasi, Sampel dan Informan Penelitian 1. Populasi Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Populasi studi penelitian yaitu pada peminum tuak laki-laki berusia 17 tahun ke atas yang berdomisili dan telah mengonsumsi tuak sekurangkurangnya selama dua belas bulan. 63
64
2. Sampel Sampel pada penelitian ini sama dengan populasi studi yang telah disebutkan, yaitu peminum tuak yang berusia 17 tahun ke atas yang telah mengonsumsi tuak sekurang-kurangnya selama 12 bulan. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode simple random sampling melalui kerangka sampel yang tersedia. Sampel yang terpilih secara acak harus memenuhi kriteria untuk dapat menjadi responden, apabila sampel terpilih tidak memenuhi kriteria maka sampel tersebut tidak dapat menjadi responden. Berikut ini adalah perhitungan besar sampel untuk penelitian ini.
𝑛=
2 𝑍1− 𝛼⁄ 𝑃(1 − 𝑃)𝑁 2
𝑑 2 (𝑁
2 − 1) + 𝑍1− 𝛼⁄ 𝑃(1 − 𝑃) 2
Keterangan: n = jumlah sampel minimal
α = derajat kemaknaan = 5%
2 𝑍1− 𝛼⁄ = nilai Z pada derajat
P = proporsi = 6% (0,06)*)
kepercayaan 1 − 𝛼⁄2 =
N = jumlah populasi studi
2
1,96
d = presisi mutlak = 5%
*) P ditentukan dari proporsi konsumen minuman beralkohol di Sumatera Utara
selama 12 bulan terakhir (6,1%) yang diperoleh dari data Riskesdas 2007.
65
𝑛=
𝑛=
1,962 . 0,06 (0,94). 192 0,052 . (191) + 1,962 . 0,06 (0,94) 41,6 0,69
𝑛 = 60, 04 = 61 orang Berdasarkan hasil perhitungan besar sampel diperoleh jumlah sampel minimal adalah sebanyak 61 responden. Namun, peneliti mempertimbangkan faktor non-respon sebesar 25%, sehingga jumlah sampel menjadi 77 orang dan dibulatkan menjadi
80
orang.
Faktor
non-respon
bertujuan untuk
mengantisipasi adanya sampel yang tidak dapat menjadi responden atau tidak memenuhi kriteria sebagai responden.
3. Informan Informan, sebagai sumber informasi dalam penelitian kualitatif, berjumlah 8 (delapan) orang. Pemilihan informan ini disesuaikan dengan prinsip penelitian kualitatif yaitu kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Prinsip kesesuaian merupakan prinsip dimana informan penelitian dipilih berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki yang berkaitan dengan topik penelitian. Prinsip kecukupan merupakan prinsip dimana informasi yang didapatkan harus bervariasi dan memenuhi kriteria yang berkaitan dengan penelitian. Pada penelitian ini ada beberapa kategori informan penelitian yang harus terpenuhi agar informasi didapatkan bervariasi yaitu:
66
1. Kelompok Informan Utama dalam penelitian ini adalah Tokoh Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae, Kepala Puskesmas Kecamatan Siatas Barita dan Ibu Rumah Tangga dari keluarga yang memiliki kebiasaan mengonsumsi tuak. 2. Kelompok Informan Pendukung dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Lumban Siagian Jae dan Bidan Desa Lumban Siagian Jae. Tabel 4.1 Informan Penelitian No. 1.
Istilah Tradisi
Informan Utama Tokoh
Informan Pendukung
Masyarakat: Masyarakat:
salah
satu
Sesepuh Desa Lumban responden terpilih Siagian Jae
(D. Pasaribu)
(H. Panggabean) 2.
Kepercayaan
Tokoh
Masyarakat: Masyarakat:
salah
satu
Sesepuh Desa Lumban responden terpilih Siagian Jae
(D. Pasaribu)
(H. Panggabean) 3
4.
Kebiasaan keluarga
Peran petugas kesehatan
Ibu Rumah Tangga:
Ibu Rumah Tangga:
(L. Sitompul)
(M. Sinaga)
Kepala Puskesmas
Bidan
Desa
Lumban
Siagian Jae
D. Pengumpulan Data 1. Sumber Data Data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mendalam.
67
2. Cara Pengumpulan Data Pada pendekatan kuantitatif, responden yang terpilih diminta kesediaannya untuk diwawancara secara terstruktur dengan kuesioner. Pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan semi tertutup dengan bahasa yang disesuaikan dan dipahami oleh masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Kemudian pada pendekatan kualitatif, peneltiti melakukan wawancara secara mendalam mengenai tradisi, kepercayaan, kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak dan peran petugas kesehatan kepada para informan yang telah disebutkan sebelumnya.
3. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, keluhan kesehatan, tradisi, kepercayaan, peran petugas kesehatan dan kebiasaan keluarga responden mengonsumsi tuak. Sebelum digunakan, kuesioner tersebut dilakukan uji coba terlebih dahulu pada populasi lain yang memiliki karakteristik sama dengan responden. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden dapat dimengerti atau tidak. Selain itu, instrumen penelitian lainnya adalah panduan wawancara yang digunakan untuk mengetahui tradisi, kepercayaan, peran petugas kesehatan dan kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak. Peneliti akan
68
melakukan probing pada poin-poin pertanyaan saat mewawancarai informan untuk memperoleh informasi mengenai istilah-istilah tersebut secara mendalam.
E. Manajemen Data Kuesioner yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan melalui tahapantahapan berikut ini sehingga siap untuk dianalisis: a. Mengkode data (data coding), yaitu membuat klasifikasi data dan member kode pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuesioner b. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam computer c. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat template sesuai dengan format kuesioner yang digunakan d. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam template yang telah dibuat e. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis. f. Skoring data, yaitu memberikan skor terhadap jawaban yang menyangkut variabel pengetahuan dan sikap. Penentuan tingkat
69
pengetahuan responden dibagi berdasarkan jumlah benar jawaban responden atas pertanyaan yang diberikan. Nilai 1 diberikan kepada jawaban yang benar dan nilai 0 diberikan kepada jawaban yang salah. Skala pengukuran untuk sikap disesuaikan dengan pernyataan yang diberikan semakin setuju terhadap pernyataan positif maka skor akan semakin besar, demikian sebaliknya.
Pada pendekatan kualitatif, tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Reduksi
Perolehan informasi akan ditulis dan dilaporkan dalam bentuk transkrip. Transkrip merupakan uraian dalam bentuk tulisan yang rinci dan lengkap mengenai apa yang dilihat dan didengar baik secara langsung maupun dari hasil rekaman. Laporan disusun berdasarkan data yang diperoleh kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. 2. Display
Data yang telah dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya. 3. Verifikasi
Penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan proses perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat, padat dan mudah dipahami. Dilakukan dengan meninjau kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi
70
dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada.
F. Triangulasi Penilaian validitas informasi pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi yang dilakukan terdiri dari triangulasi sumber dan triangulasi metode. 1. Triangulasi sumber Triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan cross check informasi dan fakta dari sumber lainnya untuk menggali topik yang sama. Triangulasi sumber yang dilakukan yaitu dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan lainnya
yang dapat
mendukung informasi dari informan utama.
2. Triangulasi metode Triangulasi metode dilakukan dengan cross check metode dalam melakukan pengumpulan informasi, yaitu melalui pertanyaan terstruktur kepada responden untuk mendukung hasil wawancara mendalam mengenai tradisi, kepercayaan, kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak dan peran petugas kesehatan. G. Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisa secara univariat untuk mendeskripsikan seluruh variabel.
71
Data kuantitatif yang diperoleh akan diolah dengan software pengolah data tabular dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Data kualitatif akan dianalisa dengan model content analysis, yang mencakup kegiatan klarifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi dan menggunakan teknik analisis dalam memprediksikan. Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai: a. Jumlah tuak yang dikonsumsi pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae; b. Lama konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae; c. Pengetahuan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae mengenai tuak; d. Sikap peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae terkait konsumsi tuak; e. Tradisi konsumsi tuak pada masyarakat di Desa Lumban Siagian Jae; f. Kepercayaan masyarakat terhadap konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae; g. Kebiasaan keluarga terhadap konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae; h. Peran petugas kesehatan dalam mengatasi konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae; i. Keluhan kesehatan peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae setelah mengonsumsi tuak.
BAB V HASIL
Responden pada penelitian ini merupakan warga Desa Lumban Siagian Jae yang berjenis kelamin laki-laki dan berusia 17 tahun ke atas. Jumlah seluruh responden sebanyak 76 orang. Informan untuk penelitian kualitatif sebanyak delapan orang untuk memberikan penjelasan secara mendalam mengenai beberapa variabel yang diteliti. Berikut ini adalah hasil penelitian yang diperoleh.
A. Pola Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Pola konsumsi tuak pada peminum secara umum dapat digambarkan melalui
Persentasi
jumlah tuak yang dikonsumsi dan lama konsumsi tuak. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
89.5
10.5 0 Ringan (<210 mL)
Sedang (210-500 mL)
Berat (>500 mL)
Jumlah Tuak Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Berdasarkan Jumlah Tuak Yang Dikonsumsi Per Hari
72
73
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (89,5%) peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae merupakan peminum berat, yaitu mengonsumsi tuak
Persentasi
dalam jumlah yang banyak (lebih dari 500 mL). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
82.9
7.9
9.2
1-4 tahun
5-8 tahun
>8 tahun
Lama Konsumsi Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Berdasarkan Lama Mengonsumsi Tuak
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar (82,9%) peminum tuak paling banyak telah mengonsumsi tuak selama lebih dari 8 tahun. Berikut ini adalah grafik yang memberikan informasi mengenai
Persentasi
usia peminum tuak memulai konsumsi tuak. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
77.6
3.9 <13 tahun
11.8 13-16 tahun
17-25 tahun
5.3
1.3
26-35 tahun
36-45 tahun
Usia Mulai Mengonsumsi Tuak*) *)
Kategori usia berdasarkan Depkes RI (2009) Grafik 5.3 Distribusi Frekuensi Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Berdasarkan Usia Mulai Mengonsumsi Tuak
74
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar (77,6%) peminum tuak memulai untuk mengonsumsi tuak pada saat remaja akhir (17-
Persentasi
25 tahun). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
71.1
28.9
Teman
Diri Sendiri Orang Yang Mengajak
Grafik 5.4 Orang yang Mengajak Peminum Tuak untuk Mengonsumsi Tuak
Sejak
remaja,
para
peminum
tuak
memutuskan
untuk
mengonsumsi tuak karena adanya ajakan dan dorongan baik dari diri sendiri maupun orang lain. Berdasarkan grafik di atas, proporsi peminum yang mengonsumsi tuak karena kemauan sendiri lebih besar (71,1%) dari pada karena ajakan teman (28,9%). Para peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae biasanya meminum tuak pada sore sampai malam hari. Ny. Martha Sinaga menyebutkan bahwa: “Kebiasaannya ya tiap sore sudah ke lapo tuak mereka kan, disitulah sampai malam” Penyataan dari Ny. Martha juga didukung oleh data yang diperoleh dari responden, yaitu sebagai berikut:
Persentasi
75
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
65.8
13.2
Sore
21.1
Sore-Malam
Malam
Waktu Grafik 5.5 Waktu Peminum Tuak untuk Mengonsumsi Tuak
Grafik di atas menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak (65,8%) memilih untuk mengonsumsi tuak pada malam hari Peminum tuak lebih memilih waktu malam karena pada pagi hingga siang hari mereka lebih memilih untuk bekerja dan malam dijadikan sebagai waktu untuk bersantai dan melepaskan keletihan.
B. Pengetahuan Mengenai Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku mengonsumsi tuak. Adapun hal-hal yang ditanyakan dalam menentukan pengetahuan adalah mengenai pengertian, kandungan, dampak dan manfaat tuak.
Persentasi
76
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
64.5
27.6 7.9 Kurang
Cukup
Baik
Tingkat Pengetahuan Grafik 5.6 Tingkat Pengetahuan Peminum Tuak Mengenai Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae paling banyak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tuak (64,5%) dan hanya 7,9% dari peminum tuak yang memiliki pengetahuan yang baik.
C. Sikap Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Terkait Konsumsi Tuak Sikap juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Sikap masyarakat terhadap tuak diukur dengan tanggapan terhadap pernyataan seputar tuak.
Persentasi
77
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
69.7
30.3
Negatif
Sikap
Positif
Grafik 5.7 Sikap Peminum Tuak Terkait Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Grafik di atas menggambarkan bahwa proporsi peminum tuak yang memiliki sikap negatif terkait konsumsi tuak lebih besar (69,7%) dari pada proporsi peminum dengan sikap positif (30,3%).
D. Tradisi Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Faktor lain yang mendorong konsumsi tuak yaitu tradisi. Hampir semua masyarakat Desa Lumban Siagian Jae menganggap bahwa tuak sudah menjadi tradisi di desa tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh informan utama dan informan pendukung. Informan 1: “Minum tuak itu ya sudah jadi kebiasaan disini”. Informan 2: “Tuak itu minuman tradisional orang Batak. Sejak zaman dulu, tuak ini sudah dijadikan sebagai minuman untuk menjamu tamu”.
78
Data yang diperoleh membuktikan bahwa 96,1% peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae menganggap bahwa minum tuak merupakan tradisi Masyarakat Suku Batak Toba. Jika ditanyakan mengenai kaitan tradisi dengan konsumsi tuak yang marak di Desa Lumban Siagian Jae, kedua informan menyebutkan bahwa konsumsi tuak pasti dipengaruhi oleh tradisi. Informan 1: “Jelas ada, dari dulu sudah dilakukan itu minum tuak oleh oppung kita. Tidak mungkin kita melakukan hal-hal yang sudah jadi kebiasaan sampai sekarang tanpa ada dorongan dari masa lalu, iya kan”. Informan 2: “Tradisi ya, ada kaitannya pasti. Kalau disini, tuak itu memang rada-rada sudah mendarah daging. Dari dulu itu sudah jadi minuman yang diistimewakan, seperti itu”. Konsumsi tuak sudah menjadi kebiasaan yang telah diturunkan oleh nenek moyang masyarakat Desa Lumban Siagian Jae sehingga menjadi tradisi hingga saat ini. Menurut Bapak Haposan Panggabean, selaku informan pertama, dahulu para raja selalu mengonsumsi tuak jika sedang berkumpul dan melakukan musyawarah di Sopo Partungkoan, tuak tersebut juga sering diminum sambil menikmati Buah Pisang Sitanduk. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dahulu tuak juga disajikan sebagai jamuan untuk tamu, namun sekarang tuak hanya dapat diminum di lapo tuak karena menurut Bapak Dohar Pasaribu, selaku informan kedua,
79
sekarang tamu lebih menikmati kopi atau teh sebagai jamuan. Pada penyelenggaraan upacara adat, seperti pesta pernikahan, para undangan, terutama Dalihan Na Tolu, juga sebenarnya dijamu dengan tuak, akan tetapi sekarang tuak sudah tidak dipakai untuk jamuan, maka tuak tersebut diganti dengan uang. Menurut Bapak Haposan Panggabean, tuak memiliki cerita yang dipercaya oleh masyarakat sebagai asal usul munculnya tuak di Tanah Batak, meskipun cerita tersebut tidak diketahui kebenarannya. Informan 1: “Dulu ada cerita begini, tapi ini cuma mitos ya. Dulu ada perempuan Boru Sitompul yang dijodohkan dengan laki-laki, tapi si Boru Sitompul ini enggak suka dia. Nah, karena itu, dia kabur dari rumah terus nangis dan berdiam diri dia di suatu tempat dan jadi pohon enau. Air dari pohon enau ini, itulah air nira itu, disebut dari air mata si Boru Sitompul itu tadi, makanya orang-orang banyak yang meminumnya”. Berdasarkan cerita tersebut, dapat diketahui bahwa tuak berasal dari air mata seorang wanita yang menangis karena tidak ingin dijodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintainya. Kesimpulan yang diperoleh dari pemaparan dan informasi responden dan informan penelitian adalah bahwa konsumsi tuak merupakan tradisi masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Kebiasaan minum tuak sudah dilakukan sejak peradaban kerajaan Batak dan masih menjadi kebiasaan hingga saat ini.
80
Faktor tradisi konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae menjadi salah satu faktor yang mendorong konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae.
E. Kepercayaan Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae terhadap Konsumsi Tuak Para peminum tuak menyebutkan bahwa konsumsi tuak untuk melepaskan beban atau masalah. Hasil penelitian yang diperoleh mengenai kepercayaan terhadap tuak menunjukkan bahwa 73,7% peminum tuak mempercayai adanya dampak positif terhadap tuak. Selain
untuk
mempererat
persaudaraan,
alasan
masyarakat
mengonsumsi tuak juga untuk melepaskan beban/masalah dan untuk melestarikan konsumsi tuak sebagai kebiasaan. Berikut ini merupakan alasan
Proporsi
peminum tuak mengapa konsumsi tuak diperlukan.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
55.3
61.8
Melepaskan Mempererat beban/masalah persaudaraan
55.3
Budaya
6.6
9.2
Coba-coba
Ingin terlihat jantan
Alasan Grafik 5.8 Alasan Peminum Tuak untuk Mengonsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
81
Peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae mempercayai tuak memiliki khasiat. Khasiat yang dipercaya oleh para peminum jika mereka
Persentasi
mengonsumsi tuak adalah sebagai berikut: 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
23.7
26.3
19.8
2.6
1.3 Badan terasa segar
memperlancar pikiran
Badan terasa sehat
meningkatkan Menyenyakkan semangat tidur
Dampak Positif Grafik 5.9 Dampak Positif Konsumsi Tuak Yang Dipercaya oleh Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Khasiat tuak yang banyak dipercayai adalah sebagai minuman yang meningkatkan semangat, menyegarkan dan menyehatkan badan. Informan 1: “Memang kan tuak ini dianggap sebagai obat. Karena dari dulu nenek-nenek kita sudah meminum ini dan badannya semakin sehat, jadi orang-orang sekarang jadi terikut”.
Informan 2: “Kalau saya memang menganggap tuak ini sebagai minuman pelengkap, sama seperti yang saya bilang tadi. Kalau tak ada tuak, rasanya kurang lengkap gitu ya. Badan kurang enak”.
82
Masyarakat Lumban Siagian Jae meyakini bahwa tuak adalah obat yang memiliki efek yang dapat meringankan beban dan merasa tidak lengkap jika tidak meminum tuak dalam sehari.
Informan 1: “Orang-orang disini kan kerjanya berat-berat, jadi setelah minum itu kan memang badan jadi terasa ringan, makin semangat. Orang-orang jadi senang minum tuak itu. Tapi kan mereka tidak minum banyak-banyak jadi cukup untuk menghangatkan badan saja itu”.
Informan 2: “Nah, kita tahu sendiri kan, masyarakat disini memang selain bertani ya jadi kuli bangunan, yang lebih banyak mata pencahariannya ya yang dua itu tadi. Setelah minum tuak itu badan itu terasa ringan gitu. Beban itu terasa ringan semua. Yang pikiran suntuk, badan capek, udah lepas itu sama tuak itu. Makanya kalau enggak ada tuak, orang-orang sini merasa ada yang kurang, badan pun terasa tidak enak”. Menurut pemaparan dari para informan, para peminum tuak mengonsumsi tuak karena sebagian besar dari mereka memiliki pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang besar, sehingga mereka membutuhkan tuak yang dapat melepaskan keletihan mereka. Sebagian besar pekerjaan para peminum tuak adalah petani dan kuli bangunan. Hal tersebut didukung dari data penelitian sebagai berikut:
Persentasi
83
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
61.8
6.6
7.9
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
15.8
Petani
Kuli Bangunan
7.9 Lainnya
Pekerjaan Grafik 5.10 Distribusi Frekuensi Peminum Tuak Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa dua pekerjaan paling banyak yang dimiliki oleh peminum tuak adalah petani (61,8%) dan kuli bangunan (15,8%). Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pemaparan dan informasi dari responden dan informan penelitian adalah bahwa para peminum tuak mempercayai khasiat tuak untuk meringankan keletihan mereka setelah bekerja sebagai petani dan kuli bangunan pada pagi hingga siang hari. Selain itu, tuak juga dipercaya untuk meningkatkan semangat dan menyehatkan badan sehingga akan menambah tenaga untuk bekerja keesokan harinya. Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui bahwa faktor kepercayaan terhadap khasiat tuak merupakan faktor yang mendorong konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae.
84
F. Kebiasaan Mengonsumsi Tuak pada Keluarga di Desa Lumban Siagian Jae Kebiasaan keluarga juga menjadi salah satu faktor yang mendorong konsumsi
Persentasi
tuak. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
76.2
23.8
Ya
Kebiasaan Keluarga
Tidak
Grafik 5.11 Kebiasaan Mengonsumsi Tuak pada Keluarga Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (76,2%) peminum tuak, sebagai anak dalam keluarga, menyatakan bahwa keluarganya memiliki kebiasaan mengonsumsi tuak karena melihat ayahnya mengonsumsi tuak. Beberapa keluarga yang memiliki kebiasaan meminum tuak tentu memiliki alasan masing-masing mengenai kebiasaan tersebut. Informan 1: “Tuak ini kan katanya obat, ya tapi jangan ditambahi minuman yang beralkohol. Kalau cuma tuak aja memang obat, untuk penyakit gula katanya, tapi jangan terlalu banyak diminum”. Menurut informan pertama, alasan keluarganya mengonsumsi tuak karena minuman tersebut telah dianggap sebagai obat jika tidak dicampur dengan minuman beralkohol. Berdasarkan pemaparan tersebut, asumsi yang
85
diperoleh adalah bahwa informan pertama menganggap bahwa tuak tidak beralkohol dan dapat menjadi obat untuk penyakit diabetes melitus. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan tanggapan peminum tuak
Persentasi
mengenai dukungan keluarganya terhadap konsumsi tuak. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
59.2
23.7
17.1
Ya
Tidak
Tidak ada respon
Dukungan Keluarga Grafik 5.12 Tanggapan Peminum Mengenai Dukungan Keluarga terhadap Konsumsi Tuak
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa peminum tuak paling banyak (59,2%) merasa tidak didukung oleh keluarganya untuk mengonsumsi tuak. Konsumsi tuak telah menjadi kebiasaan sejak dulu dalam keluarga para informan, yaitu sejak para suami menginjak usia remaja. Anak-anak mereka juga memulai kebiasaan tersebut ketika menginjak usia remaja. Pada dasarnya, sebagian besar dari mereka tidak mendukung keturunan mereka untuk ikut mengonsumsi tuak. Hal tersebut diketahui melalui data yang diperoleh dari responden sebagai berikut.
Persentasi
86
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
57.9 27.6 6.6
7.9
setuju
sedikit setuju
tidak setuju
sangat tidak setuju
Tanggapan Grafik 5.13 Tanggapan Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Terkait Konsumsi Tuak pada Keturunan Mereka
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa peminum tuak paling banyak tidak setuju jika keturunannya mengonsumsi tuak. Hal tersebut juga didukung dengan data pada Grafik 5.4 yang menyebutkan bahwa peminum tuak mengonsumsi tuak bukan atas ajakan keluarganya melainkan atas kemauan sendiri atau ajakan teman. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga sebenarnya tidak memberikan dukungan kepada keturunannya untuk meminum tuak, namun karena konsumsi tuak telah menjadi tradisi masyarakat Desa Lumban Siagian Jae dan dipercaya dapat menyehatkan badan, maka para keluarga membiarkan keturunan mereka untuk mengikuti kebiasaan konsumsi tuak. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peminum tuak mengonsumsi tuak karena ingin melepaskan keletihan dan masalah. Hal tersebut juga diungkapkan oleh informan, dimana informan akan mendukung kebiasaan tersebut selama tidak membahayakan kesehatan.
87
Informan 1: “Ya kita mendukung. Kita pun enggak kasih contoh yang enggak baik buat keluarga. Kan tuak ini kan bagus buat kesehatan. Keluarga kan kerja berat, ya mesti masuk itu tuak untuk meringankan badan, biar badan tetap fit. Tetap kita dukung keluarga minum tuak”.
Informan 2: “Keluarga harusnya bisa memberikan yang terbaik buat keluarga. Kasih contoh yang baiklah gitu. Kalau untuk minum tuak, dikasih contoh yang baik kalau minum tuak itu tidak boleh berlebihan, tidak boleh membuat kerusuhan. Tuak itu sudah jadi obat orang itu kan. Kalau kita larang makin sakit orang itu kita juga yang repot. Kecuali kalau udah larangan dari dokter, kan biasanya dikasih tahu itu subangnya kalau sakit.” Pemaparan informan di atas menunjukkan bahwa mereka mendukung keluarganya mengonsumsi tuak agar keletihan yang dirasakan saat bekerja dapat terasa lebih ringan. Mereka tidak dapat melarang perilaku tersebut karena menurut mereka perilaku tersebut akan bermanfaat bagi mereka asal tidak berlebihan dan tidak menimbulkan dampak negatif. Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan keluarga tidak secara keseluruhan dipengaruhi oleh dukungan dari keluarga. Keluarga di satu sisi tidak memberikan dukungan kepada anggota keluarganya untuk meminum tuak karena mereka mengkhawatirkan dampak negatif tuak jika dikonsumsi berlebihan, namun di sisi lain mereka mendukung karena konsumsi tuak telah menjadi tradisi masyarakat Desa Lumban Siagian Jae dan
88
dipercaya dapat menyehatkan badan, maka dari itu para keluarga memilih untuk membiarkan keturunan mereka untuk mengikuti kebiasaan konsumsi tuak.
G. Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Pola Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Petugas kesehatan memegang peran penting dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Kedua informan menyatakan bahwa petugas kesehatan tidak berperan banyak dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae.
Informan 1: “Kita enggak berperan banyak ya, karena memang ini sudah jadi kebiasaan di masyarakat. Jadi kami cuma berperan saat konsumsi itu mendatangkan penyakit, jadi secara individual, kalau masyarakat belum”.
Informan 2: “Ya, enggak ada lah. Tapi kalau memang ada orang disini yang sakit, pasti dinasehati biar enggak banyak-banyak minum lagi kan”. Pernyataan kedua informan tersebut didukung dengan data yang diperoleh dari responden.
Persentasi
89
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
76.3
23.7
Tidak
Tanggapan
Tidak ada respon
Grafik 5.14 Tanggapan Peminum Tuak Mengenai Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Perilaku Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang merasakan peran petugas kesehatan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak. Proporsi peminum tuak yang menyatakan bahwa tidak ada respon dari petugas kesehatan lebih besar (76,3%) dari pada proporsi yang menyatakan bahwa petugas kesehatan tidak berperan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak (23,7%). Petugas
kesehatan
tidak
berperan
banyak
dalam
melakukan
pengendalian terhadap perilaku konsumsi tuak. Petugas kesehatan tidak melakukan penanggulangan kepada masyarakat (holistik), namun lebih cenderung kepada individu, yaitu dengan memberikan konseling saat para peminum datang untuk berobat. Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae mengonsumsi tuak karena pekerjaan berat yang telah dilakukan pada siang hari sehingga tuak diperlukan sebagai pelepas letih. Petugas kesehatan setempat juga memaklumi perilaku
90
konsumsi tuak pada masyarakat karena beban kerja yang berat. Hal tersebut dipaparkan oleh informan kedua sebagai berikut. Informan 2: “Ya wajar ajalah ya, kan orang ini kan sering ke sawah, kerja pula. Namanya udah capek siangnya, dari pada dengar suara anaknya cengeng kan mending keluar dulu bentar, entah ketawa, entah nyanyi-nyanyi”.
Penanggulangan secara khusus dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak pada masyarakat belum diadakan. Anggapan masyarakat bahwa tuak merupakan minuman tradisional menjadi salah satu hambatan untuk melakukan penanggulangan terhadap perilaku konsumsi tuak, namun menurut beliau, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah merencanakan peraturan terkait pengendalian konsumsi tuak pada masyarakat. Peraturan tersebut masih dalam bentuk arahan, informasi dan belum dalam bentuk instruksi. Peraturan tersebut sedang dalam proses untuk menjadi kebijakan baku dan tertulis. Informan 1: “Jadi pemerintah sekarang, Bupati, sedang membuat kebijakan baru mengenai pembatasan waktu untuk lapo tuak, jadi lapo tuak nanti buka hanya sampai jam 8 malam”. Solusi yang ditawarkan oleh informan kedua untuk mengatasi perilaku konsumsi tuak adalah dengan melakukan musyawarah desa dengan melibatkan semua pihak di Desa Lumban Siagian Jae, misalnya sesepuh desa, petugas kesehatan dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Musyawarah tersebut
91
diharapkan dapat membantu untuk memperoleh sebuah mufakat yang dapat membantu petugas kesehatan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Hal tersebut dipaparkan oleh informan kedua, yaitu sebagai berikut. Informan 2: “Ya memang seharusnya melibatkan semua pihak di desa ini ya. Sesepuh desa, Bidan Desa juga kan. Tapi awak juga jarang dipanggil. Harusnya disini sering dibuat musyawarah desa, biar dibahas disitu semuanya. Walaupun sekali setahun kan, setidaknya ada usaha pasti ada perubahan walaupun dikit. Tapi kan, sedikit demi sedikit lama-lama jadi berubah 360 derajat kan”.
H. Keluhan Kesehatan Akibat Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Konsumsi tuak secara berlebihan akan menimbulkan masalah kesehatan pada konsumennya. Menurut Kepala Puskesmas Siatas Barita, masalah kesehatan yang sering dialami oleh para peminum tuak dalam lingkup wilayah Kecamatan Siatas Barita adalah hipertensi, diabetes melitus dan gastritis. Sementara menurut Bidan Desa Lumban Siagian Jae, masalah kesehatan yang dialami oleh peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae adalah penyakit di saluran pencernaan, namun sangat jarang terjadi. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi peminum tuak yang memiliki keluhan kesehatan setelah mengonsumsi tuak lebih besar (52,6%) dari pada peminum tuak yang tidak memiliki keluhan kesehatan. Berikut ini
92
merupakan keluhan-keluhan kesehatan yang dirasakan oleh para peminum
Proporsi
tuak. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
25
23.7
19.7 7.9
1.3 Hipertensi
Diabetes Melitus
Gigi Keropos
Sering sariawan
1.3
3.9
Penyakit ginjal
Infeksi pernafasan
Peny. Sal. Pencernaan
Keluhan Kesehatan Grafik 5.15 Keluhan Kesehatan Yang Dirasakan oleh Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa 3 (tiga) besar keluhan kesehatan yang paling banyak dirasakan oleh peminum tuak adalah hipertensi (25%), gigi keropos (23,7%) dan penyakit pada saluran pencernaan (19,7%). Data penyakit dari Puskesmas Siatas Barita juga mendukung data di atas. Berikut adalah data penyakit yang diperoleh:
93
Tabel 5.1 Daftar Penyakit di Puskesmas Siatas Barita Periode Januari-Februari 2015 No
Penyakit
Januari
Februari
1
ISPA
75
66
2
Tukak Lambung
46
60
3
Hipertensi
75
74
4
Karies Gigi
27
11
5
Penyakit kulit alergi
1
-
6
Penyakit tulang, reumatik
1
-
7
Diare
9
10
8
Penyakit kulit infeksi
8
6
9
Peny. Pulpa & Jaringan periodental
7
4
10
TB Paru
19
16
11
Dispepsia
5
1
12
Penyakit mata
1
-
13
Diabetes Melitus
8
10
14
Cacar air
1
4
15
Penyakit lainnya
114
166
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa 5 (lima) besar penyakit paling banyak pada bulan Januari-Februari 2015 di Puskesmas Siatas Barita adalah hipertensi, ISPA, tukak lambung (maag), karies gigi dan TB paru. Ketiga penyakit yang menjadi keluhan kesehatan pada peminum tuak termasuk ke dalam lima besar penyakit di Puskesmas Siatas Barita.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dihindari ketika penelitian dilakukan. Beberapa keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya keakuratan alat ukur untuk mengukur jumlah tuak yang dikonsumsi, karena alat yang digunakan adalah gelas ukur dengan batas pengukuran terendah ± 5 mL; 2. Adanya bias informasi yang kemungkinan terjadi pada saat responden menentukan usia mulai mengonsumsi tuak.
B. Pola Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Konsumsi tuak adalah tindakan seseorang menghabiskan tuak untuk memenuhi kepuasan seseorang tersebut sebagai respon dari stimulus, baik dari diri sendiri maupun lingkungannya. Pola konsumsi tuak dapat diukur berdasarkan jumlah tuak yang dikonsumsi dan lama waktu mengonsumsi tuak. Pola konsumsi juga dianalisis secara mendalam mengenai orang yang mengajak untuk mengonsumsi tuak dan waktu mengonsumsi tuak. Selanjutnya pola konsumsi tuak akan dijabarkan dan dijelaskan sebagai berikut:
94
95
1. Jumlah Tuak yang Dikonsumsi Berdasarkan data penelitian, diperoleh informasi bahwa sebagian besar (89,5%) peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae meminum tuak dengan jumlah yang banyak, yaitu lebih dari 500 mL Besarnya jumlah tuak yang dikonsumsi diduga karena para peminum merasa betah duduk di lapo tuak bersama teman-temannya sambil berdiskusi dan bermain kartu atau domino, sehingga tuak yang diminum semakin banyak. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Anggraeny (2013) di Pattingalloang Kota Makassar yang menunjukkan bahwa responden yang meminum alkohol sebanyak ≥ 3 (tiga) gelas (kurang lebih >500 ml) lebih banyak (52,8%) dari pada responden yang meminum alkohol < 3 (tiga) gelas (47,2%). Pola konsumsi responden pada penelitian Anggraeny sama dengan responden pada penelitian ini, dimana minuman alkohol yang dikonsumsi sebanyak kurang lebih 3-5 gelas per hari. Kesamaan pola perilaku tersebut diduga karena adanya tradisi dan kebiasaan konsumsi minuman keras di kedua lokasi tersebut. Seperti halnya masyarakat Batak Toba, masyarakat Bugis juga memiliki kebiasaan meminum tuak, yang sering disebut sebagai ballo. Ballo adalah minuman yang selalu ada dalam pelaksanaan ritual tradisional dan sering digunakan sebagai minuman pelengkap pesta adat di Sulawesi Selatan (BPOM, 2014). Sejak peradaban Kerajaan Gowa, pohon lontar disebut sebagai simbol maskulinitas bagi pria, maka ballo juga diyakini
96
sebagai minuman tradisional yang dapat memaksimalkan energi untuk bekerja dan memunculkan keberanian untuk menghadapi lawan (Mae, 2012). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa peminum tuak mengonsumsi tuak dalam jumlah yang berlebihan, hasil tersebut berbeda dengan penelitian Handayani dkk (2009) yang menyebutkan bahwa kebanyakan penduduk Indonesia yang berdomisili di pedesaan meminum minuman berlakohol pada batas standar dan tidak berlebihan karena status ekonomi marginal. Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena menurut Handayani, kata ‘berlebihan’ diukur berdasarkan dampak psikologis yang ditimbulkan minuman keras, sementara penelitian ini mengukur kata ‘berlebihan’ secara kuantitatif, yaitu berdasarkan jumlah tuak yang dikonsumsi dalam satuan mL. Mengonsumsi tuak dengan jumlah yang berlebihan akan memicu munculnya penyakit-penyakit degeneratif. Menurut NHS United Kingdom (2008), masalah kesehatan akibat minuman beralkohol, termasuk tuak, didasarkan kepada jumlah yang diminum per hari. WHO (2014) mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan adanya hubungan dose-response antara jumlah konsumsi dan penyakit atau cidera yang diakibatkan oleh minuman beralkohol seperti tuak. Hal ini didukung oleh konsep Biology Gradient dalam Teori Kausalitas Hills yang menyatakan bahwa peningkatan level, intensitas, durasi atau total
97
paparan agen akan meningkatkan risiko masalah kesehatan secara progresif (Gertsman, 2003). Beberapa zat yang terkandung dalam tuak akan memberikan dampak yang semakin besar jika zat tersebut semakin banyak dikonsumsi. Misalnya adalah protein yang terkandung sebesar 0,38% (Noviyanti, 2014), dalam jumlah yang sesuai, protein dapat berperan sebagai bahan dasar untuk membangun tubuh. Namun apabila tuak dikonsumsi secara berlebihan, maka protein yang masuk ke dalam tubuh juga akan melebihi batas dan menimbulkan efek negatif dalam tubuh. Menurut Shinya (2008), protein yang berlebihan pada awalnya akan merusak DNA dalam sel, kemudian jika dikonsumsi semakin banyak, maka protein tersebut akan merusak seluruh bagian sel, sehingga sel-sel yang normal berubah menjadi abnormal, termasuk sel darah putih. Sel darah putih yang berfungsi sebagai komponen pertahanan terhadap virus dan bakteri menjadi tidak berfungsi, sehingga tubuh menjadi sangat rentan mengalami infeksi dan kemudian infeksi tersebut pada akhirnya memunculkan sel-sel kanker. Sel-sel kanker tersebut berkembang biak dengan sendirinya, hal ini menyebabkan penyakit kanker pada peminum tuak.
2. Lama Mengonsumsi Tuak Selain jumlah tuak yang dikonsumsi, perilaku konsumsi tuak juga diukur berdasarkan lama konsumsi tuak. Hasil penelitian menunjukkan
98
bahwa responden paling banyak telah mengonsumsi tuak dalam jangka waktu lebih dari delapan tahun. Hal ini diduga karena tradisi dan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat Desa Lumban Siagian Jae sehingga masyarakat telah mengonsumsi tuak sejak remaja bahkan sejak anak-anak. Pernyataan tersebut didukung oleh data yang menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak memulai mengonsumsi tuak pada saat remaja akhir, 77,5% peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae telah mengonsumsi tuak sejak usia 17 sampai 25 tahun. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Setiawan (2013) di Maluku Tengah yang menyebutkan bahwa responden yang meminum sopi (minuman tradisional beralkohol khas Maluku Tengah) selama 5 sampai 10 tahun lebih banyak dari pada responden yang meminum sopi selama kurang dari 5 tahun. Menurut Setiawan (2013), penduduk Maluku Tengah telah memiliki kebiasaan mengonsumsi sopi sejak lama karena letak lokasi berada dibawa kaki gunung sehingga suhu terasa sangat dingin, konsumsi sopi menjadi salah satu upaya untuk menghangatkan tubuh. Sama halnya dengan masyarakat Desa Lumban Siagian Jae, masyarakat Maluku Tengah juga menganggap konsumsi sopi sebagai kebiasaan adat masyarakat sejak dulu. Sopi dikonsumsi sebagai obat, rempah-rempah makanan dan dapat dijual sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat. Hasil yang berbeda diperoleh oleh Kurniawati dkk (2010) melalui penelitiannya pada mahasiswa D3 Fakultas Teknik Universitas Gadjah
99
Mada. Hasil penelitian Kurniawati dkk (2010) menunjukkan bahwa responden paling banyak telah mengonsumsi alkohol dalam jangka waktu ≤ 1 tahun, sementara hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak telah mengonsumsi tuak dalam jangka waktu >8 tahun. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa jangka waktu konsumsi minuman beralkohol pada penelitian Kurniawati dkk lebih singkat dari pada durasi konsumsi tuak pada penelitian ini. Jangka waktu konsumsi alkohol yang singkat disebabkan oleh karakteristik responden penelitian, dimana responden merupakan mahasiswa D3 yang sebagian besar masih berusia 19 hingga 20 tahun. Jangka waktu konsumsi alkohol akan berpengaruh terhadap masalah kesehatan yang terjadi pada peminumnya. Konsumsi alkohol dalam jangka waktu yang semakin lama akan semakin meningkatkan risiko dan menimbulkan masalah kesehatan. Halim dkk (2006) menyebutkan bahwa gangguan dalam tubuh yang sering timbul akibat penggunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama antara lain ulserasi traktus gastrointestinal, pankreatitis, neuropati perifer, hepatitis alkoholik, fatty liver, hipertensi dan gangguan pada serebrovaskular. Atrofi cerebellum (penyusutan otak kecil) merupakan salah satu contoh gangguan pada serebrovaskular yang berhubungan dengan penggunaan tuak dalam jangka waktu yang lama. Halim dkk (2006) menyebutkan bahwa paparan alkohol sebesar 4-5% (Noviyanti, 2014),
100
sebagai salah satu komponen dalam tuak, dapat menyebabkan lesi pada pada pembuluh darah dari jantung ke otak. Semakin lama tuak dikonsumsi maka akan semakin banyak lesi yang terbentuk pada pembuluh darah, dengan demikian suplai darah dari jantung hanya digunakan untuk regenerasi pembuluh darah tersebut. Hal tersebut secara otomatis akan mengurangi suplai darah ke otak sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan volume lapisan granular dan molekular serta penipisan korteks pada otak kecil.
3. Orang yang Mengajak Peminum untuk Mengonsumsi Tuak Perilaku konsumsi tuak pada masyarakat Lumban Siagian Jae terbentuk karena adanya baik dari diri sendiri maupun orang lain. Data penelitian menyebutkan bahwa sebesar 71,1% peminum tuak mengonsumsi tuak atas kemauan sendiri dan 28,9% diajak oleh teman. Kemauan dari diri sendiri untuk mengonsumsi bisa saja terjadi karena adanya persepsi dan kepercayaan yang telah terbentuk (Stacy dkk, 1994). Emqi (2013) menyebutkan bahwa keinginan dari dalam diri seseorang untuk melakukan penyalahgunaan alkohol disebabkan oleh adanya kepercayaan terhadap manfaat yang akan dimiliki dari alkohol tersebut. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Siswendi (2014) yaitu responden paling banyak (66,6%) memulai minuman keras dari pengaruh temannya. Penelitian Kurniawati dkk (2013) juga memberikan hasil yang berbeda yaitu sebesar 73,3% responden mengonsumsi alkohol karena
101
ajakan teman. Bremner dkk (2011) mendukung kedua penelitian tersebut dengan menyatakan bahwa salah satu faktor utama yang mendorong munculnya perilaku konsumsi alkohol adalah bagaimana mereka memandang perilaku teman-teman mereka. Perbedaan tersebut diduga terjadi karena perbedaan lingkungan sosial dan budaya. Masyarakat di lokasi penelitian Siswendi (2014) di Riau, dan Kurniawati dkk (2013) di Yogyakarta, sebagian besar tidak menganut tradisi dan kebiasaan konsumsi minuman beralkohol. Oleh karena tidak adanya paparan tradisi, maka persepsi dan kepercayaan terhadap alkohol tentu tidak terbentuk sehingga tidak ada dorongan dari diri sendiri untuk mengonsumsi alkohol dan cenderung karena ajakan teman sepergaulan. Aspek kepribadian akan memberikan respon yang berbeda terhadap ajakan sehingga membentuk perilaku yang berbeda pula. Menurut Sigelman dan Shaffer dalam Sumarlin (2009), terdapat dua aspek kepribadian seseorang yang kemudian membentuk perilakunya. Pertama, social cognition yaitu keinginan yang berpengaruh kuat terhadap minatnya untuk memperoleh manfaat atau membentuk persahabatan. Kedua adalah conformity yaitu keinginan untuk sama dengan kebiasaan, hobi atau budaya teman sebayanya. Social cognition dapat dikaitkan dengan hasil penelitian ini, dimana perilaku konsumsi tuak berasal dari diri sendiri, sebab keinginan untuk memperoleh manfaat dan membentuk persahabatan berasal dari
102
diri sendiri. Sementara conformity dikaitkan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa perilaku konsumsi alkohol dipengaruhi oleh teman. Remaja yang berada di lingkungan peminum akan mengikuti ajakan meminum alkohol dari temannya dengan tujuan agar bisa diterima oleh teman-temannya meskipun sebenarnya bertentangan dengan hati nurani (Sumarlin, 2009).
4. Waktu Mengonsumsi Tuak Peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae memiliki waktu khusus untuk mengonsumsi tuak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae paling banyak dilakukan pada malam hari. Menurut Indraprasti dan Rachmawati (2008), konsumsi minuman keras dapat dilakukan di segala waktu, baik di pagi hari, siang, sore maupun malam hari, akan tetapi masyarakat lebih memilih sore hingga malam hari, karena pada pagi hingga siang hari, para peminum lebih memilih untuk bekerja dan malam hari merupakan waktu untuk beristirahat sehingga dimanfaatkan untuk meringankan rasa lelah setelah bekerja. Penelitian ini didukung oleh penelitian Ikegami (1997) yang menyatakan bahwa biasanya laki-laki di Tapanuli Utara mengonsumsi tuak pada sore hingga malam hari setelah menyelesaikan pekerjaannya. Lumban Gaol (2013) juga menyebutkan bahwa masyarakat Batak Toba lebih sering mengonsumsi tuak pada saat santai, yaitu pada sore hari
103
setelah pulang dari sawah. Hal tersebut berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat
tentang
pengaruh
tuak
yang
dapat
meningkatkan semangat dan melepaskan keletihan setelah bekerja.
Berdasarkan pembahasan mengenai pola konsumsi tuak, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae dapat menjadi faktor yang memicu munculnya masalah kesehatan karena sebagian besar peminum telah mengonsumsi tuak dalam jangka waktu yang lama dengan jumlah yang banyak. Peminum tuak biasanya mengonsumsi tuak pada malam hari sebagai upaya untuk menghilangkan keletihan bekerja. Instansi kesehatan bersama dengan tokoh masyarakat perlu memperbaiki persepsi masyarakat terhadap konsumsi tuak, sebab faktor yang paling berpengaruh terhadap munculnya perilaku konsumsi tuak adalah faktor internal dimana keinginan untuk mengonsumsi berasal dari diri sendiri.
C. Pengetahuan Mengenai Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi melalui proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan berperan dalam membuat keputusan untuk berperilaku (Pickett & Hanlon, 2008). Pengetahuan para peminum tuak mengenai tuak merupakan salah satu faktor predisposisi yang mendorong perilaku mengonsumsi tuak. Pengetahuan mengenai tuak yang diperoleh melalui informasi yang berkembang tentu akan mempengaruhi
104
persepsi masyarakat, yang mana hal ini secara perlahan dapat mengubah perilaku masyarakat. Pengetahuan pada penelitian ini merupakan hasil tahu para peminum tuak seputar pengertian, dampak dan manfaat konsumsi tuak yang diperoleh dari berbagai informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae paling banyak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tuak (64,5%) dan hanya 7,9% dari peminum tuak yang memiliki pengetahuan yang baik. Secara umum, pengetahuan masyarakat Desa Lumban Siagian Jae mengenai tuak berada pada tingkat ‘tahu’, dimana masyarakat hanya mengingat sesuatu yang spesifik mengenai tuak, yaitu bahwa tuak merupakan minuman tradisional yang memiliki khasiat tertentu. Tingkat pengetahuan masyarakat yang masih berada pada tingkat cukup diduga terjadi karena minimnya peran instansi kesehatan setempat dalam memberikan informasi dan edukasi mengenai tuak. Akses dan sumber informasi yang baik dan memadai akan menambah pengetahuan seseorang. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Siswendi (2014) yang menyebutkan bahwa pengetahuan remaja di Kelurahan Sungai Salak Kecamatan Tempuling, Riau, tentang minuman keras sudah baik dan para remaja sudah mengetahui seluk beluk tentang minuman keras. Hal tersebut disebabkan karena para remaja tersebut pernah mendapatkan sosialisasi tentang bahaya minuman keras, akan tetapi mereka tidak memperdulikanya. Penelitian Faot dkk (2010) juga memberikan hasil yang berbeda, yaitu
105
masyarakat Desa Oelpuah paling banyak memiliki tingkat pengetahuan yang rendah mengenai konsumsi minuman keras. Perbedaan tingkat pengetahuan terjadi karena keterlibatan instansi kesehatan dalam memberikan penyuluhan mengenai minuman keras kepada masyarakat. Beberapa instansi kesehatan sangat jarang bahkan tidak pernah menyelenggarakan informasi dan edukasi mengenai minuman keras, terutama di wilayah yang memegang erat tradisi konsumsi minuman keras, misalnya di Desa Lumban Siagian Jae. Selain keterlibatan instansi kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi, faktor pendidikan juga mempengaruhi pengetahuan responden. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa responden paling banyak menempuh pendidikan sampai SMA (53,9%) dan disusul dengan pendidikan sampai SMP (28,9%), ada pula beberapa responden yang hanya menempuh pendidikan sampai SD bahkan tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang ditempuh oleh para peminum tuak masih pada belum memadai. Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), faktor utama yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan cenderung semakin baik. Pratama (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai peranan penting dalam menunjang pengetahuan masyarakat mengenai perilaku konsumsi minuman keras. Penelitian Asiah membuktikan bahwa tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan pengetahuan kesehatan seseorang (Asiah, 2010).
106
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan cenderung tidak memberikan pengaruh yang kuat terhadap munculnya perilaku mengonsumsi tuak. Hal tersebut dapat dilihat dari proporsi peminum yang meminum tuak dalam jumlah >500 mL dan dalam jangka waktu > 8 tahun paling banyak dibandingkan dengan proporsi lainnya, sementara pengetahuan mereka mengenai tuak paling banyak pada tingkat cukup. Penelitian Salakory (2013) mendukung hal tersebut dengan menyebutkan bahwa konsumsi minuman beralkohol pada nelayan di Kelurahan Bitung Kota Manado tidak berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh para nelayan tersebut. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya faktor kepercayaan dan tradisi konsumsi tuak yang dipegang erat oleh masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Kepercayaan terhadap khasiat tuak dan kebiasaan yang telah turun temurun menjadi faktor yang sangat kuat mendorong munculnya perilaku mengonsumsi tuak. Pengendalian konsumsi tuak dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan mengenai dampak dan manfaat tuak. Pendekatan dan bina suasana kepada masyarakat sangat penting dilakukan sehingga penyuluhan dan pengendalian konsumsi tuak, yang berkaitan dengan tradisi Batak Toba dan kemungkinan sulit diterima oleh masyarakat, dapat dilakukan secara optimal.
D. Sikap Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae terkait Konsumsi Tuak Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu rangsangan yang tidak dapat dilihat secara nyata, namun dapat ditafsirkan. Sikap mengandung
107
penilaian secara emosional, baik secara afektif, kognitif dan konatif (Maulana, 2007). Menurut Simamora (2008), terdapat 4 (empat) fungsi sikap pada seseorang, yaitu sebagai penyesuaian, pertahanan ego, ekspresi nilai dan sebagai pengetahuan, dimana keempat fungsi tersebut secara keseluruhan akan mendorong seseorang melakukan tindakan berdasarkan sikap yang diyakininya. Sikap merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi pola konsumsi tuak. Sikap terkait konsumsi tuak merupakan respon para responden terhadap rangsangan yang diberikan, rangsangan tersebut berupa pertanyaan mengenai konsumsi tuak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peminum tuak lebih banyak (69,7%) memiliki sikap negatif terkait konsumsi tuak, dengan kata lain para peminum mendukung dan menyetujui konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh responden terhadap pernyataan yang diberikan, maka dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat Lumban Siagian Jae terdapat pada tingkat valuing, dimana mereka sering membahas mengenai konsumsi tuak dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk ikut mengkonsumsi tuak (Simamora, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Faot dkk (2010) yang menyebutkan bahwa 65% masyarakat Kelurahan Oelpuah Kota Kupan memiliki sikap negatif terkait konsumsi tuak. Menurut Faot, sikap negatif masyarakat berkaitan dengan kecenderungan mereka yang berpendapat bahwa konsumsi minuman keras sudah menjadi kebiasaan yang sangat sulit
108
dihilangkan karena sudah merupakan adat turun temurun dari para leluhur mereka. Berbeda dengan hasil penelitian Pratama (2013) yang menyebutkan bahwa kebanyakan remaja Desa Jatigono Kabupaten Lumajang memiliki sikap positif terkait konsumsi minuman keras, dengan kata lain masyarakat remaja tidak mendukung dan tidak menyetujui konsumsi minuman keras. Sikap positif dari remaja kemungkinan dipengaruhi oleh adanya penyelenggaraan pengajian bagi para remaja yang diadakan oleh tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan untuk mensosialisasikan gaya hidup sehat, salah satunya mengenai dampak dan bahaya minuman keras. Sosialisasi gaya hidup sehat sebenarnya telah dilakukan oleh Masyarakat Batak, dimana mereka memiliki Lima Kiat Sehat yang tersurat pada slogan Poda Na Lima (Lima Nasehat) dan kelimanya menyerukan masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan, baik kebersihan fisik maupun non-fisik. Berikut ini adalah isi dari nasehat tersebut Boangmanalu (2008): 1) Paias rohamu (bersihkan hatimu) 2) Paias pamatangmu (bersihkan badanmu) 3) Paias paheanmu (bersihkan pakaianmu) 4) Paias bagasmu (bersihkan rumahmu) 5) Paias alamanmu (bersihkan pekaranganmu). Nasehat tersebut, salah satunya, menyebutkan agar masyarakat selalu membersihkan badan. Menurut Aritonang (2007), badan yang bersih tidak hanya dinilai dari organ luar, namun juga organ dalam. Seluruh sistem organ
109
manusia juga sebaiknya bersih dari zat-zat berbahaya dan memicu munculnya penyakit, termasuk tuak dan minuman beralkohol lainnya. Adanya Poda Na Lima tersebut seharusnya dapat menjadi stimulus bagi masyarakat untuk membentuk sikap positif terkait konsumsi tuak, akan tetapi Faot dkk (2010) menyebutkan bahwa sikap negatif terkait suatu objek dapat terbentuk karena adanya pemahaman dan persepsi masyarakat mengenai objek tersebut. Sikap negatif masyarakat Batak terbentuk karena adanya faktor tradisi dan kebiasaan konsumsi tuak yang diturunkan dari nenek moyang sehingga masyarakat menganggap bahwa konsumsi tuak adalah kebiasaan baik karena segala sesuatu yang diturunkan oleh para nenek moyang adalah hal-hal yang baik dan tidak mungkin mendatangkan bahaya. Selain itu, Poda Na Lima merupakan slogan yang paling banyak dianut oleh masyarakat Batak Mandailing (Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara dan Mandailing Natal) dan hanya sebagian kecil masyarakat Batak Toba yang mengetahui slogan tersebut (Simbolon, 1999) (Boangmanalu, 2008). Maka dari itu, kelima nasehat tersebut tidak memberikan pengaruh besar atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali terhadap sikap masyarakat Batak Toba karena adanya dominasi faktor pemahaman dan persepsi yang positif terhadap konsumsi tuak. Selain tradisi, sikap negatif peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae juga dipengaruhi oleh faktor agama, dimana hampir semua masyarakat Desa Lumban Siagian Jae memeluk agama Kristen Protestan. Alkitab, kitab suci agama Kristen, melarang untuk mabuk-mabukan dan mengonsumsi alkohol
110
secara berlebihan (Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania, 2013). Sebagaimana disebutkan alkitab pada Efesus pasal 5 ayat 18 disebutkan, “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu”. Pendapat
lainnya
menyebutkan
bahwa
umat
Kristen
masih
diperkenankan untuk mengonsumsi alkohol dalam batas wajar karena meyakini bahwa sejak dulu, hamba-hamba Tuhan sudah terbiasa meminum anggur (Christian Educational, 2009). Hal tersebut dijelaskan dalam alkitab pada Kejadian pasal 27 ayat 25 yang menyebutkan, “Lalu berkatalah Ishak: ‘Dekatkanlah makanan itu kepadaku, supaya kumakan daging buruan masakan anakku, agar aku memberkati engkau’. Jadi didekatkanlah makanan itu kepada ayahnya, lalu ia makan, dibawanya juga anggur kepadanya, lalu ia minum”. Berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai pandangan Kristen mengenai minuman keras, dapat diketahui bahwa masyakat Desa Lumban Siagian Jae tidak memiliki batasan keras terhadap konsumsi tuak selama tidak memabukkan sehingga mereka masih tetap mendukung dan menyetujui adanya tuak. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa sikap negatif peminum tuak terhadap konsumsi tuak didasari oleh adanya faktor tradisi dan agama yang dianut. Pembaharuan sikap masyarakat terhadap konsumsi tuak penting dilakukan dengan adanya penyuluhan atau penjelasan mengenai dampak, manfaat dan bagaimana hakikat konsumsi tuak dalam adat istiadat dan agama. Petugas kesehatan sebaiknya mampu melakukan pendekatan kepada sesepuh
111
desa, pendeta atau pemuka agama di Desa Lumban Siagian Jae sehingga penjelasan yang diberikan kepada masyarakat dapat diterima dengan baik karena adanya sesepuh desa dan pemuka agama sebagai key person dalam kegiatan penyuluhan tersebut.
E. Tradisi Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Tradisi merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat sebagai keturunannya (Setiawan, 2015). Tradisi konsumsi tuak merupakan aspek yang menjadi acuan masyarakat untuk menampilkan perilaku mengonsumsi tuak. Konsumsi tuak merupakan salah satu bentuk tradisi yang masih dianut oleh masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Tradisi minum tuak sudah diakui oleh sebagian besar masyarakat Batak Toba. Landasan konsumsi tuak berada pada 2 (dua) poin dari 7 (tujuh) falsafah yang dianut oleh masyarakat Batak dalam menjalankan kehidupannya, yaitu maradat (punya adat istiadat) dan martutur (punya kekerabatan) (Tinambunan, 2010). Tuak memiliki arti yang khusus bagi masyarakat Batak Toba karena tuak dapat digunakan sebagai sarana keakraban, sebagai pengungkapan rasa terima kasih dan juga sebagai minuman persahabatan. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 96,1% peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae mengakui bahwa minum tuak merupakan tradisi Masyarakat Suku Batak Toba. Lumban Gaol (2013) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa masyarakat Batak Toba menganggap tuak sebagai
112
minuman tradisional yang sejak dahulu telah ada dan masih dilestarikan hingga saat ini, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai upacara perayaan adat. Berdasarkan pemaparan kedua informan penelitian, dapat diketahui bahwa tradisi memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku konsumsi tuak yang marak di Desa Lumban Siagian Jae. Menurut Bapak Haposan Panggabean, selaku informan pertama, dahulu para raja selalu mengonsumsi tuak jika sedang berkumpul dan melakukan musyawarah di Sopo Partungkoan, tuak tersebut juga sering diminum sambil menikmati Buah Pisang Sitanduk. Oleh karena itu, masyarakat Desa Lumban Siagian Jae meyakini bahwa konsumsi tuak sudah menjadi kebiasaan yang telah diturunkan oleh nenek moyang sehingga menjadi tradisi hingga saat ini. Sebagai minuman tradisi Batak Toba, tuak juga disajikan sebagai jamuan untuk tamu, jamuan pada upacara adat dan jamuan untuk para undangan, terutama untuk Dalihan Na Tolu. Menurut Ikegami (1997), tuak juga digunakan pada upacara-upacara tertentu seperti manuan ompu-ompu dan manulangi. Bapak Haposan Panggabean menyebutkan bahwa adat manuan ompu-ompu tidak pernah ada di Desa Lumban Siagian Jae, penggunaan tuak pada awalnya hanya digunakan saat manulangi pada upacara pernikahan. Hingga saat ini tuak sudah tidak dipakai untuk jamuan dan upacara, maka tuak tersebut dapat diganti dengan uang. Jenis tuak yang digunakan sebagai minuman adat adalah tuak tangkasan yaitu tuak yang tidak bercampur dengan raru (Ikegami, 1997). Tuak tangkasan
113
sering pula disebut sebagai tuak na tonggi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam penyelenggaraan upacara dan adat istiadat seharusnya menggunakan tuak sebagai jamuan. Tetapi ternyata adat tersebut tidak dianut lagi karena tuak na tonggi semakin sulit untuk diperoleh dan diproduksi. Menurut P. Panggabean, selaku pengolah tuak, kesulitan tersebut disebabkan karena masyarakat pada umumnya sudah tidak ingin mengonsumsi tuak tanpa raru karena tidak adanya rasa nikmat dan efek psikologis pada tuak tersebut. Meskipun tuak tidak lagi digunakan dalam adat dan upacara Batak Toba, namun tuak tetap dijadikan sebagai kebiasaan sehari-hari. Konsumsi tuak telah mendarah daging pada masyarakat Batak Toba, termasuk
masyarakat
Lumban
Siagian
Jae.
Banyak
cerita
yang
menggambarkan gaya hidup masyarakat Batak Toba dan selalu dikaitkan dengan tuak. Salah satunya adalah cerita pendek karangan Guibertus Marbun dalam buku Geni (1999) yang menceritakan seorang lelaki, dengan panggilan ama ni Kess (Ayah Kess), yang meminum tuak dan meminta tambahan porsi saat tuaknya telah habis. Dalam cerita tersebut, lelaki ini meminum tuak sambil bermain togel, kemudian dipanggil oleh istrinya karena anaknya, Kess, menangis terus menerus. Terdapat pula lagu yang menggambarkan kebiasaan masyarakat Batak Toba, lagu tersebut berjudul Lisoi, diciptakan oleh Nahum Situmorang saat beliau pindah ke Tarutung, Tapanuli Utara. Berikut adalah lirik lagu tersebut beserta pengertiannya (Situmorang, 2008):
114
Dongan sa partinaonan, oh parmitu Teman satu perjuangan, oh peminum tuak Dongan sa pangkilalaan, oh parmitu Teman satu perasaaan, oh peminum tuak Arsak rap mangalupahon, oh parmitu Kesedihan sama-sama dilupakan, oh peminum tuak Tolema rap mangandehon, oh parmitu Maka mari kita sama-sama kita nyanyikan, oh peminum tuak Lisoi lisoi lisoi lisoi lisoi Oh parmitu lisoi Oh peminum tuak, mari bersulang Lisoi lisoi lisoi lisoi Inum ma tuak mi Minumlah tuakmu Sirup ma sirup ma Minumlah, minumlah Dorguk ma dorguk ma Teguklah, teguklah Handit ma galasmi Habiskan isi gelasmu Sirup ma sirup ma Minumlah, minumlah Dorguk ma dorguk ma Teguklah, teguklah Ikkon rumar do i Semua beban akan lepas
Lisoi adalah ungkapan kebahagiaan saat bersulang, sama dengan ungkapan cheers dalam Bahasa Inggris. Parmitu adalah sebutan masyarakat Batak Toba bagi peminum tuak. Lagu tersebut menggambarkan kebiasaan masyarakat Batak Toba yang gemar meminum tuak bersama teman-temannya
115
untuk melepaskan beban bersama. Melalui lagu tersebut, dapat digambarkan bahwa masyarakat Batak Toba menjadikan tuak sebagai media untuk mempererat kekerabatan mereka. Hal ini didukung oleh data penelitian yang menyebutkan bahwa alasan peminum mengonsumsi tuak paling banyak adalah untuk mempererat persaudaraan (Grafik 5.8). Tradisi konsumsi tuak pada masyarakat Batak Toba memiliki latar belakang yang dipercaya melalui sebuah dongeng. Bapak Haposan Panggabean menyebutkan bahwa tuak bermula dari cerita seorang perempuan, Boru Sitompul, yang dijodohkan oleh orang tuanya dengan lelaki yang tidak dia cintai. Kemudian dia pergi dari keluarganya dan berdiam diri di suatu tempat, lama kelamaan perempuan tersebut berubah menjadi pohon aren (bagot). Masyarakat Batak Toba menganggap bahwa air pohon aren (nira) tersebut adalah air mata Boru Sitompul sehingga banyak masyarakat yang meminumnya. Hasil penelitian Ikegami (1997) juga menyatakan alur cerita yang sama, namun dengan tokoh yang berbeda. Berikut adalah penjelasan dari Ikegami (1997) mengenai asal usul tuak pada masyarakat Batak Toba: “Seorang putri yang disebut sebagai Putri Si Boru Sorbajati dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan seorang lelaki cacat yang tidak disukainya. Orang tua Boru Sorbajati menerima upah yang banyak dari lelaki tersebut sehingga orang tuanya selalu memaksa Boru Soebajati untuk menerima perjodohannya. Oleh karena tekanan tersebut, Boru Sorbajati meminta untuk menari dengan alunan gendang agar dia dapat
116
menentukan sikap yang benar. Saat menari, dia kemudian melompat ke halaman rumah dan terbenam ke dalam tanah. Setelah kejadian tersebut, Boru Sorbajati menjelma tumbuh sebagai pohon bagot, sehingga tuak itu disebut aek (air) Sorbajati.” Cerita tersebut sesuai dengan cerita dari Siagian (1990) dalam bukunya Turi-turian Ni Halak Batak. Siagian menyebutkan bahwa air yang berasal dari pohon aren tersebut adalah air mata Boru Sorbajati yang menangis karena perjodohan dengan lelaki yang tidak dicintainya. Masyarakat Batak Toba pada saat itu mempercayai bahwa air nira tersebut dapat menghindarkan seseorang yang meminumnya dari kesedihan dan tangisan. Mitos tersebut membentuk sebuah persepsi yang kemudian memicu adanya dorongan dari diri sendiri untuk mengonsumsi tuak. Faktor dominan yang mendorong munculnya perilaku konsumsi tuak adalah faktor internal dimana keinginan untuk mengonsumsi berasal dari diri sendiri. Keinginan dari diri sendiri berasal dari aspek kognitif, perspektif dan keyakinan terhadap tuak. Aspek perspektif dan keyakinan merupakan aspek yang memberikan pengaruh terhadap munculnya perilaku konsumsi tuak, sementara kognitif, yakni pengetahuan dan sikap peminum tuak, tidak memberikan pengaruh. Perspektif dan keyakinan dapat muncul karena adanya tradisi minum tuak yang dianut. Kesimpulan sementara yang diperoleh adalah bahwa tradisi diyakini sebagai faktor dominan yang mendorong munculnya perilaku konsumsi tuak pada masyarakat Batak Toba.
117
Berdasarkan pembahasan mengenai tradisi konsumsi tuak, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa jamuan tuak sudah jarang bahkan tidak pernah lagi diterapkan dalam upacara adat istiadat Batak Toba, hingga saat ini penggunaan tuak dalam masyarakat Batak Toba sebagai minuman sehari-hari lebih menonjol daripada penggunaan dalam upacara adat. Pengaruh tradisi menjadi faktor utama yang mendorong munculnya perilaku konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae.
F. Kepercayaan Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae terhadap Konsumsi Tuak Kepercayaan atau keyakinan adalah pikiran deskriptif yang dianut seseorang mengenai suatu hal. Seseorang yang telah memiliki kepercayaan terhadap sesuatu akan merasakan efek berupa kepuasan psikologis jika dia melakukan tindakan berdasarkan kepercayaan tersebut (Johannes dan Diya, 2012). Maka secara tidak langsung, kepercayaan memiliki peranan dalam membentuk suatu perilaku atau tindakan seseorang. Kepercayaan terhadap tuak merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap khasiat tuak tersebut sehingga mendorong seseorang tersebut untuk mengonsumsi tuak. Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa 73,7%
peminum tuak
mempercayai adanya dampak positif dari konsumsi tuak. Khasiat tuak yang banyak dipercayai oleh para peminum tuak adalah sebagai minuman yang meningkatkan semangat, menyegarkan dan menyehatkan badan. Hal ini didukung dengan data yang menunjukkan bahwa selain untuk mempererat
118
kekerabatan, para peminum tuak juga menyebutkan bahwa alasan mereka mengonsumsi tuak adalah untuk melepaskan beban atau masalah. Mengingat bahwa sebagian besar penduduk Desa Lumban Siagian Jae bekerja sebagai petani dan kuli bangunan, maka menurut pemaparan informan, tuak dibutukan untuk melepaskan keletihan mereka pada malam hari. Adnyana (2012) menyebutkan bahwa alkohol, dengan sifat kimianya, mampu mengaktivasi pengeluaran dopamin secara langsung sehingga orang yang meminum alkohol cenderung merasa senang dan lupa akan keletihan dan masalahnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae didorong oleh adanya kepercayaan peminum tuak terhadap khasiat tuak tersebut. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Emqi (2013), dimana hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa kepercayaan subjek bahwa alkohol mampu menghilangkan stres dan diterima oleh lingkungan berpengaruh terhadap munculnya perilaku penyalahgunaan alkohol. Menurut Emqi, kepercayaan tersebut juga akan menyebabkan perilaku penyalahgunaan alkohol terus menerus. Kepercayaan seseorang terhadap suatu objek akan mengontrol perilakunya terhadap objek tersebut. Berdasarkan pemaparan Radwan (2015) tersebut, kepercayaan yang membentuk perilaku konsumsi tuak termasuk sebagai beliefs shape reality, sebagai contoh jika seseorang telah meyakini bahwa tubuhnya akan merasa tidak sehat jika tidak mengonsumsi tuak maka
119
ia akan terus menerus mengonsumsi tuak, dan ketika dia tidak mengonsumsi tuak maka dia akan merasa sakit dan tidak semangat. Teori Health Belief Model menunjukkan bahwa seseorang dengan pengetahuan mengenai konsumsi tuak tentu telah mengetahui manfaat dan kerugian konsumsi tuak (Hayden, 2014). Efek semangat dan sehat yang diberikan oleh tuak, terlebih setelah seseorang tersebut melakukan pekerjaan berat, menjadi stimulus sehingga seseorang cenderung menyatakan bahwa manfaat tuak lebih banyak dari pada kerugiannya. Selain itu, adanya tradisi minum tuak dan tidak adanya contoh kasus atau penyakit dari para sesepuh yang mengonsumsi tuak, menyebabkan persepsi seseorang terhadap ancaman penyakit tidak terbentuk dan tidak memberikan pengaruh besar pada pembentukan perilaku konsumsi tuak. Persepsi akan manfaat tuak yang begitu besar menyebabkan persepsi akan kerugian dan ancaman semakin tertutupi. Semakin kuat persepsi tersebut akan membentuk kepercayaan atau keyakinan akan manfaat dan khasiat dari tuak. Kepercayaan ini yang kemudian membentuk perilaku konsumsi tuak. Faktor kepercayaan terhadap khasiat konsumsi tuak perlu diperhatikan oleh para pemangku kebijakan. Petugas kesehatan bersama pemerintah sebaiknya dapat melakukan pemaparan mengenai perbandingan dampak dan manfaat konsumsi tuak, agar masyarakat dapat mengendalikan perilaku konsumsi tuak sehingga kemudian mereka memperoleh manfaat bukan dampak. Bentuk penanggulangan lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah penanggulangan yang bertujuan untuk mengubah kepercayaan yang irasional
120
menjadi kepercayaan yang rasional. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak tergantung pada tuak ketika sedang menghadapi masalah atau untuk melepaskan beban, misalnya dengan membangun fasilitas rekreasi keluarga dengan harga terjangkau, mengingat keadaan ekonomi masyarakat yang minim.
G. Kebiasaan Mengonsumsi Tuak pada Keluarga di Desa Lumban Siagian Jae BKKBN (2011) menyebutkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga sebagai role model utama dalam membentuk perilaku anggota keluarganya. Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (76,2%) peminum tuak, sebagai anak dalam keluarga, menyatakan bahwa keluarganya memiliki kebiasaan mengonsumsi tuak karena melihat ayahnya mengonsumsi tuak. Hal ini mendukung pernyataan bahwa konsumsi tuak merupakan kebiasaan turun temurun, yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya karena adanya contoh tindakan konsumsi tuak yang diperoleh anak dari para orang tua. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk perilaku pada anak-anak mereka melalui perilaku yang mereka tunjukkan. Kebiasaan keluarga mengonsumsi tuak akan sangat berpengaruh pada terbentuknya perilaku konsumsi tuak pada anggota keluarganya. Bremner (2011) menyebutkan bahwa faktor yang mendorong orang-orang untuk
121
mengonsumsi minuman keras salah satunya adalah karena adanya keluarga terdekat, terutama orang tua, yang mengonsumsi minuman keras. Selain kebiasaan keluarga, konsumsi tuak juga dapat muncul karena adanya dukungan dari keluarga. Dukungan keluarga merupakan cara keluarga mendorong anggota keluarganya, baik secara materi maupun moral, untuk melakukan suatu tindakan sebagai tindak lanjut dari adanya persetujuan. Teori Maslow (1954) menyebutkan bahwa aktualisasi diri atau perilaku seseorang bergantung kepada pemenuhan kebutuhannya dalam suatu lingkungan, terutama keluarga sebagai lingkungan terdekat. Anak-anak dalam suatu keluarga yang telah mengonsumsi tuak sejak usia muda mungkin disebabkan karena terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, misalnya kebutuhan berbagi pengetahuan mengenai bahaya minuman keras, perhatian dan cinta kasih. Selain penanaman nilai dan pengetahuan, keluarga juga harus memelihara cinta kasih dalam keluarga sehingga. Cinta dan kasih sayang akan membantu anggota keluarga untuk lebih memilih keluarga dari pada temantemannya, sehingga pengaruh-pengaruh yang muncul dari pergaulan akan difilter dan anggota keluarga tetap berada pada jalan hidup yang baik sesuai dengan yang diajarkan oleh keluarganya (Rahmah, 2013). Dua orang ibu rumah tangga, sebagai informan, menyebutkan bahwa mereka mendukung perilaku konsumsi tuak pada keluarganya, karena tuak dapat menghilangkan keletihan yang dirasakan oleh suami dan anaknya setelah seharian bekerja. Salah satu dari keduanya menyatakan bahwa dia mendukung konsumsi tuak jika tuak yang diminum tidak dicampur dengan minuman
122
beralkohol. Hal ini memunculkan dugaan bahwa ibu rumah tangga mendukung perilaku konsumsi tuak karena tidak mengetahui bahwa tuak mengandung alkohol. Adanya dukungan dari keluarga karena mereka mempercayai khasiat tuak. Para informan menyebutkan bahwa tuak dapat dijadikan sebagai obat untuk beberapa penyakit, misalnya diabetes melitus. Penelitian Ajani mendukung pernyataan tersebut dengan hasil yang menunjukkan bahwa peminum alkohol dengan kadar menengah memiliki risiko diabetes lebih rendah dari pada dengan kadar tinggi (Ajani, 2000).
Namun pada
kenyataannya peminum tuak meminum tuak dengan jumlah yang banyak. Menurut Hassan dkk (2002), jika alkohol dikonsumsi secara berlebihan maka kadar glukosa dalam tubuh akan semakin menurun sehingga seseorang akan lebih sering mengonsumsi glukosa dan semakin meningkatkan risiko munculnya diabetes melitus. Maka sebaiknya keluarga memberikan batasan bagi anggota keluarganya untuk tidak mengonsumsi tuak secara berlebihan. Menurut pemaparan para informan, selain memberikan dukungan, mereka juga memberikan peringatan kepada suami atau anaknya untuk mengonsumsi tuak secukupnya dan tidak sampai menimbulkan kerusuhan. Akan tetapi, para informan mengaku tidak dapat melarang suami atau anaknya agar tidak mengonsumsi tuak, karena perilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan sejak lama, yaitu sejak para suami menginjak usia remaja, kecuali jika nantinya suami atau anaknya telah menderita sakit keras.
123
Berbeda dengan pemaparan kedua informan, data penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya sebagian besar dari peminum tuak tidak mendukung keturunan mereka untuk ikut mengonsumsi tuak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak tidak didukung oleh keluarganya untuk mengonsumsi tuak (59,2%). Hasil tersebut juga didukung dengan data yang menunjukkan bahwa peminum tuak paling banyak (57,9%) menyatakan tidak setuju jika keturunannya mengonsumsi tuak. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kurniawati dkk (2010) yang menunjukkan bahwa mahasiswa D3 Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada yang mengonsumsi alkohol paling banyak tidak mendapat dukungan dari keluarga. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Samiasih dan Putra (2010) yang menunjukkan bahwa proporsi keluarga paling banyak memberikan dukungan yang rendah terhadap perilaku meminum minuman keras pada remaja di Sragen. Hal ini diduga dapat terjadi karena setiap keluarga di Indonesia telah mengetahui bahaya dan dampak yang ditimbulkan oleh minuman keras. Selain sebagai role model, keluarga juga berperan sebagai pelindung terhadap anggota keluarganya, termasuk melindungi dari bahayabahaya yang mungkin terjadi akibat perilaku yang salah. Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan keluarga tidak secara keseluruhan dipengaruhi oleh dukungan dari keluarga. Keluarga di satu sisi tidak memberikan dukungan kepada anggota keluarganya untuk meminum tuak karena mereka mengkhawatirkan dampak negatif tuak jika dikonsumsi berlebihan, namun di sisi lain mereka mendukung karena
124
konsumsi tuak telah menjadi tradisi masyarakat Desa Lumban Siagian Jae dan dipercaya dapat menyehatkan badan, maka dari itu para keluarga memilih untuk membiarkan keturunan mereka untuk mengikuti kebiasaan konsumsi tuak. Komunikasi yang baik diharapkan dapat terbangun dalam keluarga. Penelitian Filus dkk (2012) menunjukkan bahwa remaja yang mengonsumsi alkohol kemungkinan disebabkan karena adanya hubungan antara orangtua dan anak yang bersifat searah, sering menimbulkan kesalahpahaman dan ketidak jelasan, sehingga muncul prasangka yang tidak baik. Buruknya komunikasi pada keluarga berdampak pada beberapa hal salah satunya yaitu anggota keluarga cenderung akan lebih mudah mencari pelarian dengan penyalahgunaan minum-minuman beralkohol. Adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga akan menjaga keharmonisan keluarga dan hal ini dapat membantu suami atau anak untuk tidak menjadikan tuak sebagai pelarian untuk melepaskan keletihan atau masalah.
H. Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Pola Konsumsi Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Undang-undang nomor 36 tahun 2014 menyebutkan bahwa petugas kesehatan, yang sering disebut sebagai tenaga kesehatan, adalah setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Petugas kesehatan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak juga sangat berperan mengingat bahwa perilaku tersebut dapat
125
meningkatkan risiko munculnya penyakit, baik menular maupun tidak menular. Berdasarkan pemaparan dari kedua informan bahwa petugas kesehatan tidak banyak berperan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Hasil penelitian mendukung pemaparan tersebut dimana responden menyatakan tidak merasakan adanya peran petugas kesehatan, 58% peminum tuak menyatakan petugas kesehatan tidak memberikan respon terhadap konsumsi tuak dan 18% peminum tuak menyebutkan petugas kesehatan tidak berperan. Petugas kesehatan di Desa Lumban Siagian Jae tidak berperan dalam melakukan pengendalian terhadap perilaku konsumsi tuak secara holistik. Peran petugas kesehatan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak lebih cenderung kepada individu, yaitu dengan memberikan pengobatan dan konseling saat para peminum yang sakit datang untuk berobat. Berdasarkan peran dan fungsi pokok Puskesmas (Purwatiningsih, 2008), maka peran petugas kesehatan di Desa Lumban Siagian Jae belum memberikan pelayanan kesehatan secara terpadu kepada masyarakat karena penanggulangan konsumsi tuak hanya dilakukan melalui upaya kuratif saat peminum tuak telah menderita sakit. Hal ini berkaitan dengan adanya faktor tradisi minum tuak yang dianut oleh masyarakat Desa Lumban Siagian Jae sehingga penanggulangan yang akan dilakukan menjadi dilema besar bagi petugas kesehatan.
126
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lumban Gaol (2013) di Kabupaten Humbang Hasundutan yang menyebutkan bahwa pemerintah dan tenaga kesehatan tidak dapat memberikan intervensi atau penanggulangan terhadap kebiasaan konsumsi tuak pada masyarakat. Sama halnya dengan alasan petugas kesehatan di Desa Lumban Siagian Jae, alasan di Humbang Hasundutan juga menyatakan bahwa mereka sulit melakukan penanggulangan karena adanya faktor tradisi konsumsi tuak yang telah dianut oleh masyarakat setempat. Hasil yang berbeda diperoleh oleh Siswendi (2013) di Kecamatan Tempuling, Riau yang menyebutkan bahwa tenaga kesehatan di daerah tersebut telah melakukan penyuluhan mengenai minuman keras. Penyuluhan tersebut berdampak pada perubahan tingkat pengetahuan masyarakat Tempuling. Hasil yang berbeda juga diperoleh oleh Pratama (2014) di Lumajang yang menyebutkan bahwa petugas kesehatan bersama tokoh masyarakat pernah melakukan sosialisasi tentang dampak dan bahaya minuman keras sehingga sikap masyarakat setempat terkait konsumsi minuman keras semakin baik. Dukungan dan peran petugas kesehatan merupakan salah satu faktor penguat yang mempengaruhi timbulnya perilaku kesehatan. Penelitian Supiyah dkk (2012) membuktikan bahwa peran petugas kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seseorang. Nuryanti (2013) juga mendukung dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa
127
keaktifan peran petugas kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap terbentuknya perilaku kesehatan masyarakat. Kepala Puskesmas Siatas Barita, selaku informan pertama, menyatakan bahwa penanggulangan khusus dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak pada masyarakat belum diadakan, akan tetapi menurut beliau, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah merencanakan peraturan terkait pengendalian konsumsi tuak pada masyarakat. Peraturan tersebut mengenai pembatasan waktu jual beli tuak hingga pukul 20.00 WIB. Peraturan tersebut masih dalam bentuk arahan, informasi dan belum dalam bentuk instruksi. Peraturan tersebut sedang dalam proses untuk menjadi kebijakan baku dan tertulis. Meskipun telah direncanakan, namun masih terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dan kekhawatiran pemerintah ketika akan mengeluarkan kebijakan pengendalian konsumsi tuak tersebut. Selain telah menjadi tradisi, kepercayaan masyarakat terhadap khasiat tuak juga menjadi faktor yang memunculkan pertimbangan dan dilema saat akan melakukan intervensi kepada masyarakat. Masyarakat akan menentang kebijakan yang akan dikeluarkan sehingga akan memunculkan masalahmasalah baru dalam sistem pemerintahan.
Hal tersebut dibenarkan oleh
penelitian Lumban Gaol (2013) yang menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat menentang keras kebijakan pemerintah untuk memberantas tuak. Menurut mereka, tuak merupakan minuman khas yang mencirikan tradisi yang sangat melekat pada masyarakat Batak Toba dan tuak telah diwariskan secara
128
turun-temurun sebagai warisan dari nenek moyang sebagai minuman pelepas keletihan. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pemerintah sebaiknya dapat melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan mengoptimalkan peran tokoh masyarakat sebelum mengeluarkan kebijakan baru mengenai pembatasan waktu. Hal tersebut ditujukan agar masyarakat secara perlahan dapat menerima kebijakan baru tersebut. Selain itu, peran petugas kesehatan juga tentu sangat diperlukan dalam memberikan informasi mengenai manfaat dan dampak konsumsi tuak agar masyarakat semakin mampu mengendalikan diri mereka untuk mengurangi jumlah tuak yang dikonsumsi.
I. Keluhan Kesehatan Akibat Konsumsi Tuak pada Peminum Tuak di Desa Lumban Siagian Jae Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan (BPS, 2012). Keluhan kesehatan akibat konsumsi tuak didefinisikan sebagai keadaan seseorang yang mengalami gangguan kesehatan setelah mengonsumsi tuak. WHO dalam Mahkamah Agung (2012) menyatakan bahwa keluhan yang dirasakan jika konsumsi minuman keras dalam jangka waktu panjang adalah konsumen akan terancam masalah kesehatan yang serius seperti kerusakan hati, ginjal, paru-paru, jantung, radang usus, penyakit liver, kerusakan otak bahkan hingga gangguan jiwa. Menurut Kepala Puskesmas Siatas Barita, masalah kesehatan yang sering dialami oleh para peminum tuak dalam lingkup wilayah Kecamatan
129
Siatas Barita adalah hipertensi, diabetes melitus dan gastritis. Sementara menurut Bidan Desa Lumban Siagian Jae, masalah kesehatan yang dialami oleh peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae adalah penyakit di saluran pencernaan, namun sangat jarang terjadi. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi peminum tuak yang memiliki keluhan kesehatan setelah mengonsumsi tuak lebih besar (52,6%) dari pada peminum tuak yang tidak memiliki keluhan kesehatan. Data tersebut juga menunjukkan bahwa 3 (tiga) besar keluhan kesehatan yang paling banyak dirasakan oleh peminum tuak adalah hipertensi (25%), gigi keropos (23,7%) dan penyakit pada saluran pencernaan (19,7%). Data tersebut didukung dengan data mengenai daftar penyakit terbanyak di Puskesmas Siatas Barita tahun 2015 yang menunjukkan bahwa 5 (lima) besar penyakit paling banyak pada bulan Januari-Februari 2015 di Puskesmas Siatas Barita adalah hipertensi, ISPA, tukak lambung (maag), karies gigi dan TB paru. Ketiga penyakit yang menjadi keluhan kesehatan pada peminum tuak termasuk ke dalam lima besar penyakit di Puskesmas Siatas Barita.
1. Hipertensi Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat hipertensi sebagai penyebab utama meningkatnya risiko penyakit stroke, jantung, diabetes melitus dan ginjal.
130
Seseorang dikatakan hipertensi jika darahnya mencapai tekanan 140 mmHg ke atas. Tuak dapat memicu munculnya hipertensi karena adanya kandungan alkohol sebesar 4%-%% di dalamnya (Noviyanti, 2014). Alkohol dengan kadar sedang dan ringan akan memberikan efek protektif terhadap penyakit kardiovaskular karena alkohol dapat meningkatkan kadar HDL, namun jika berlebihan alkohol akan meningkatkan trigliserida dalam darah (Artanti, 2008). Tingginya kadar trigliserida mengakibatkan adanya gangguan kadar lemak di dalam darah. Kadar lemak akan meningkat dan menumpuk dalam pembuluh darah sehingga membentuk plak. Gangguan kadar lemak dalam darah dapat menjadi salah satu faktor penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah, salah satunya adalah hipertensi (Teo dkk, 2011).
Plak
Gambar 6. Plak pada pembuluh darah
Kadar lemak dalam darah akan menumpuk dan membentuk plak pada sisi pembuluh darah. Plak tersebut tentu akan menghambat aliran darah dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Darah yang terus menerus mengalir tentu akan memberikan tekanan yang semakin tinggi karena adanya plak yang mempersempit saluran pembuluh darah.
131
Beberapa penelitian membuktikan adanya pengaruh konsumsi tuak dengan munculnya penyakit hipertensi, salah satunya penelitian Oroh dkk (2013) yang membuktikan adanya hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan langowan Barat Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat yang mengonsumsi alkohol mempunyai peluang menderita hipertensi 4,3 kali lebih besar dari pada yang tidak mengonsumsi alkohol. Sesso dalam penelitiannya juga menunjukkan adanya hubungan positif antara konsumsi alkohol dengan munculnya penyakit hipertensi baik pada pria maupun wanita (Sesso, 2008). Beilin juga mendukung pernyataan tersebut dengan menyebutkan bahwa konsumsi alkohol yang rendah akan menurunkan risiko terjadinya hipertensi (Beilin & dkk, 1996). Hasil yang berbeda diperoleh oleh penelitian Anggraeny dkk (2013) yang menyebutkan bahwa konsumsi alkohol bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi pada lansia. Hasil ini sejalan dengan penelitian Irza (2009) yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol tidak berpengaruh terhadap timbulnya penyakit hipertensi. Perbedaan tersebut diduga terjadi karena responden yang diteliti pada kedua penelitian tersebut bukan termasuk kepada peminum berat, yaitu peminum yang tidak mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak.
2. Gigi Keropos Selain penyakit hipertensi, penyakit yang dapat diakibatkan oleh konsumsi tuak adalah gigi keropos. Konsumsi alkohol dapat merusak
132
struktur gigi, hal tersebut sesuai dengan penelitian Touyz (2010) yang menyebutkan bahwa alkohol akan menyebabkan kerusakan pada gigi, kerusakan tersebut berupa erosi gigi, oklusal dan bruksisme. Gigi keropos, yang biasa disebut sebagai erosi gigi merupakan suatu proses hilangnya jaringan keras gigi yang bersifat irreversible sebagai akibat dari proses kimiawi tanpa ada campur tangan bakteri atau karena sebab yang belum diketahui (Pranani, 2008). Erosi gigi disebabkan oleh kontak langsung berkelanjutan antara permukaan gigi dengan zat-zat asam. Penelitian Noviyanti (2014) membuktikan bahwa mengonsumsi tuak dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya erosi gigi pada peminumnya. Hal tersebut terjadi karena tuak memiliki pH 5,34 yang berarti
minuman tuak bersifat
asam
sehingga
gigi
mengalami
demineralisasi sebagai akibat dari suasana lingkungan mulut yang asam, demineralisasi ini yang kemudian menyebabkan erosi gigi (Noviyanti, 2014).
3. Gangguan Pencernaan Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) juga dapat disebabkan oleh konsumsi tuak. Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan makanan/pencernaan. Gangguan pencernaan yang paling sering terjadi pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae adalah maag.
133
Maag dapat terjadi karena meningkatnya kadar asam klorida (HCl) dalam lambung sehingga menyebabkan iritasi pada selaput lendir pada sisisisi lambung. Menurut Avinash dkk (2011), minuman yang mengandung alkohol, termasuk tuak, dapat dengan cepat merangsang sekresi asam lambung dan mempercepat pengosongan lambung. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Andyana (2012) yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan sekresi asam lambung. Penelitian Kaufman dan rekannya membuktikan bahwa konsumsi alkohol
dapat
meningkatkan
risiko
terjadinya
gangguan
pada
gastrointestinal, misalnya gastritis besar dan perdarahan pada duodenum (Kaufman & dkk, 1995). Penelitian Rahma dkk (2013) menyatakan bahwa konsumsi alkohol merupakan faktor risiko kejadian gastritis dimana responden yang mengonsumsi alkohol berisiko 1,86 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi alkohol.
Epilog Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsumsi tuak secara berlebihan merupakan perilaku yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan. Berikut ini adalah jaring-jaring penyebab (web causation) yang mendorong konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae:
134
Konsumsi Tuak
Sikap
Kebiasaan Keluarga
Nilai-Nilai dan Kepercayaan Masyarakat
Tradisi
Pengetahuan
Peran Petugas Kesehatan
Bagan 4. Web Causation Konsumsi Tuak Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae (MacMahon & Pugh, 1970) Keterangan: Skor variabel dihitung berdasarkan jumlah panah yang keluar, dari kotak, setiap tanda panah ( ) diberikan skor 1
135 Berdasarkan bagan di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mendorong konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae secara berurutan berdasarkan besarnya pengaruh adalah nilai dan kepercayaan masyarakat (skor = 6), tradisi konsumsi tuak (skor = 5), peran petugas kesehatan (skor = 4), sikap (skor = 3), pengetahuan (skor = 2) dan kebiasaan keluarga (skor = 1). Faktor yang memberikan pengaruh paling besar adalah nilai dan kepercayaan, dimana nilai dan kepercayaan masyarakat terhadap konsumsi tuak akan mempengaruhi faktor lainnya, seperti tradisi, sikap, pengetahuan, peran petugas kesehatan dan kebiasaan keluarga. Maka intervensi yang dilakukan terhadap nilai dan kepercayaan masyarakat kemungkinan besar akan lebih efektif dalam mengubah pola konsumsi tuak pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jae. Setiap orang berhak untuk sehat, maka setiap orang sebaiknya juga memelihara kesehatan dan faktor-faktor risiko agar terhindar dari penyakit, salah satunya dengan mengurangi atau mengendalikan diri terhadap pola konsumsi tuak atau minuman beralkohol lainnya. Tokoh masyarakat bersama dengan petugas kesehatan sebaiknya mengadakan diskusi umum untuk membahas konsumsi tuak pada masyarakat Batak Toba dari aspek agama, tradisi dan dampaknya terhadap status kesehatan peminum.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis perilaku konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar peminum tuak mengonsumsi tuak dengan jumlah yang banyak yaitu lebih dari 500 mL (89,5%) dan telah meminum tuak selama lebih dari 8 (delapan) tahun (82,9%). 2. Sebagian besar peminum tuak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tuak (64,5%). 3. Peminum tuak yang memiliki sikap negatif terkait konsumsi tuak lebih banyak (69,7%) dari pada yang memiliki sikap positif. 4. Faktor tradisi konsumsi tuak menjadi salah satu faktor yang mendorong munculnya perilaku konsumsi tuak. Sebesar 96,1% dari peminum tuak menyatakan bahwa konsumsi tuak merupakan tradisi Masyarakat Suku Batak Toba. 5. Faktor kepercayaan terhadap khasiat tuak merupakan faktor pendorong dominan terhadap munculnya perilaku konsumsi tuak pada peminum tuak karena sebagian besar peminum mempercayai khasiat tuak untuk meringankan keletihan setelah bekerja. 6. Sebagian besar (76,2%) menyatakan bahwa keluarganya memiliki kebiasaan mengonsumsi tuak. Pada dasarnya keluarga tidak memberikan
136
137
dukungan kepada keturunannya untuk meminum tuak, akan tetapi karena konsumsi tuak telah menjadi tradisi masyarakat dan dipercaya dapat menyehatkan badan, maka para keluarga membiarkan keturunan mereka untuk mengikuti kebiasaan mengonsumsi tuak. 7. Petugas kesehatan tidak melakukan penanggulangan secara holistik, namun lebih cenderung kepada individu, yaitu dengan memberikan konseling saat para peminum datang untuk berobat. 8. Tiga besar jenis keluhan kesehatan yang dirasakan oleh para peminum tuak antara lain hipertensi (25%), gigi keropos (23,7%) dan penyakit pada saluran pencernaan (19,7%).
B. Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut seputar tuak dan dampaknya, misalnya penelitan untuk mengetahui hubungan konsumsi tuak dengan hipertensi, gigi keropos dan gangguan saluran cerna, atau penelitian untuk mengetahui faktor dominan yang mendorong munculnya perilaku konsumsi tuak. 2. Bupati Tapanuli Utara sebaiknya lebih sering melakukan pertemuan bersama masyarakat dan tokoh masyarakat sebagai salah satu upaya pendekatan agar masyarakat lebih mudah menerima kebijakan mengenai pengendalian perilaku konsumsi tuak yang akan dikeluarkan.
138
3. Puskesmas bersama dengan bidan desa setempat secara aktif memberikan informasi mengenai masalah kesehatan akibat mengonsumsi tuak kepada kepala desa agar kemudian kepala desa dan jajarannya dapat mengadakan musyawarah desa secara berkala, dengan tujuan untuk mempererat komunikasi antara masyarakat dengan tokoh-tokoh masyarakat desa dan membahas masalah konsumsi tuak di Desa Lumban Siagian Jae. 4. Petugas kesehatan sebaiknya menjalin kerjasama yang lebih baik dengan tokoh agama dan para sesepuh di Desa Lumban Siagian Jae dalam melakukan edukasi dan informasi mengenai dampak dan manfaat konsumsi tuak secara komprehensif, dari sisi tradisi, agama dan kesehatan. 5. Peminum tuak dapat lebih mawas diri dan mengendalikan perilaku konsumsi tuak dengan adanya informasi penyakit-penyakit yang muncul sebagai akibat dari konsumsi tuak secara berlebihan.
139
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, P. 2012. Pengaruh Alkohol terhadap Kesehatan. Singaraja hal 19-23 Ajani, Umed A. 2000. Alcohol Consumption and Risk of Type 2 Diabetes Mellitus Among US Male Physicians. Arch Intern Med Volume 160 April 2000 hal. 1025-1030 Anggraeny, Rini, dkk. 2013. Faktor Risiko Aktivitas Fisik, Merokok, dan Konsumsi Alkohol Terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar Aritonang, Baharuddin. 2007. Orang Batak Berpuasa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia Artanti, Devi. 2008. Pengaruh Pemberian Jus Buah Pare (Momordica charantia) Terhadap Kadar Trigliserida Serum Tikus Wistar Jantan Yang Diberi Diet Tinggi Lemak. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Asiah, M. 2010. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Avinash, Kaushik, dkk. 2011. Peptic Ulcer: A Review With Emphasis on Plants from Cucurbetaceae Family With Antiulcer Potential. IJRAP Volume 2 Nomor 6 Hal. 1714-1716 Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Sistem Informasi Rujukan Statistik: Keluhan Kesehatan.
diakses
dari
http://sirusa.bps.go.id/sirusa2012/index.php?r=variabel/view&id=314 tanggal 8 Mei 2015 pukul 09.17 WIB Beilin, L. J. & dkk. 1996. Alcohol and Hypertension: Kill or Cure. Journal of Human Hypertension, Volume 10 hal 1-5
140
BKKBN. 2011. Data Pemutakhiran Keluarga Batasan dan Pengertian MDK. Diakses dari http://aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/BatasanMDK.aspx tanggal 7 Mei 2015 pukul 09.06 WIB Boangmanalu, J. 2008. Praeses Pdt. Cyrellus Simanjuntak: Pendidik, Misionaris dan Motivator. Jakarta: Gunung Mulia Bode, C. & Bode., C. J. 1997. Alcohol’s Role In Gastrointestinal Tract Disorders. Alcohol Health and Research World, Volume 21. Boyle, P. & dkk. 1990. Epidemiology of Mouth Cancer in 1989: a review. Journal of the Royal Society of Medicine, November.Volume 83 hal. 724-730 BPOM RI. 2014. Topik Sajian Utama: Menilik Regulasi Minuman Beralkohol di Indonesia. InfoPOM - Vol. 15 No. 3 Mei - Juni 2014 Bremner, Pamela, dkk. 2011. Young people, Alcohol and Influences. Joseph Rowntree Foundation United Kingdom Britton, A. & McKee, M. 2000. The relation between alcohol and cardiovascular disease in Eastern Europe: explaining the paradox. Epidemiology Community Health, Volume 54 hal. 328-332 Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC Chenet, L. & dkk. 1998. Alcohol and cardiovascular mortality in Moscow; new evidence of a causal association. British Medical Journal hal. 772–774 Christian Educational. 2009. Apa kata Alkitab tentang narkoba dan minuman keras?.
Diakses
pada:
http://www.truthortradition.com/bahasa/modules.php?name=News&file=ar ticle&sid=7 tanggal 11 April 2015 pukul 13.30
141
Cwikel, Julie G. 2006. Social Epidemiology: Strategies for Public Health Activism. NewYork: Columbia University Press Dental Health Australia. Tobacco, alcohol &recreational drugs– how do they affect oral health? Depkes RI. 2009. Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2007-2011 Dinata, G. S. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Remaja Mengonsumsi Minuman Keras. Sosiologique Jurnal Ilmu Sosiologi, Agustus.Volume 1. Direktorat Jendral Bina Farmasi dan Klinis. 2006. Pharmaceutical Care. Untuk Penyakit Hipertensi. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan, Bakti Husada. Edberg, Mark. 2013. Esential of Health, Culture and Diversity: Understanding People, Reducing Disparities 1st Edition. USA: Jones and Bartlett Learning Efendi, F. & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika Emqi, Zahrah Humaidah. 2013. Belief pada Remaja Penyalahguna Alkohol. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02, Thn. 2013 Faot, Nusin, dkk. 2010. Kajian Faktor Predisposisi Perilaku Mengonsumsi Minuman Keras pada Masyarakat Desa Oelpuah Kabupaten Kupang Tahun 2010. MKM Volume 05 Nomor 01 Filus, Meyra, dkk. 2012. Gambaran Komunikasi dalam Keluarga Pada Remaja Mengonsumsi Minuman Alkohol Fadhilah, Dwi. 2012. Efek Minuman Tuak Terhadap Kekerasan Mikro Email Gigi Manusia (Penelitian In Vitro). Universitas Hasanuddin Makassar Geni, Wulan Sedhuwuring. 1999. Antologi Cerpen dan Puisi Daerah. Bogor: PMB-LIPI
142
Gerstman, B. B. 2003. Epidemiology Kept Smile: in Introduction to Classic and Modern. Willey Liss. New Jersey Green, Lawrence dan Marshall W. Kreuter. 2005. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach 4th Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc Gramenzi, A, dkk. 2006. Review Article: Alcoholic Liver Disease Pathophysiological Aspects and Risk Factors. Alimentary Pharmchology and Therapeutic Volume 24 pp. 1151–1161 Hadi, Sujono. 2002. Ulkus Peptikum (Tukak Peptik). Gastroenterology Edisi 7 hal. 204-247 Halim, Hendry dkk. 2006. Pemberian Alkohol Peroral Secara Kronis Menurunkan Kepadatan Sel Granula Cerebellum pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Dewasa. Jurnal Anatomi Indonesia Volume 01 Agustus hal. 19-24 Handayani, Rini Sasanti, dkk. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Perilaku Anak dan Remaja dengan Status Ekonomi Marginal yang Mengonsumsi Minuman Keras. Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Haryanti, P. & dkk. 2012. Aplikasi Pengawet Alami Nira Kelapa Bentuk Serbuk Berbahan Sirih Hijau terhadap Sifat Fisik dan Kimia Gula Kelapa. Jurnal Pembangunan Pedesaan, Desember.Volume 12. Hasanbasri, Mubasysyir. 2012. Pengajaran Epidemiologi Sosial dan Social Determinant of Diseases di Program MPH Universitas Gadjah Mada. Konas JEN Solo 6-8 November 2012 Hassan, M. M. & dkk. 2002. Risk Factors for Hepatocellular Carcinoma: Synergism of Alcohol With Viral Hepatitis and Diabetes Mellitus. Hepatology, Volume XX hal. 1206-1213 Haugtvedt, C. P. & dkk. 2004. Resistance and Persuasion. London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc..
143
Hayden, Joanna. 2014. Introduction to Health Behavior Theory: 2nd Edition. USA: Jones and Bartlett Learning Ikegami, S. 1997. Tuak dalam Masyarakat Batak Toba: Laporan Singkat tentang Aspek Sosial-budaya Penggunaan Nira. Annual Report of the University of Shizuoka, Hamamatsu College. Ilyas, S. 2013. Evaluasi Kualitas Spermatozoa Dan Jumlah Turunan Mencit (Mus musculus L.) (F1) Setelah Pemberian Tuak. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Imelda, Sandra. 2010. Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Masyarakat Menuju Paradigma Sehat: Suatu Studi di Kota Padang. Tesis: Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Indraprasti, Devinthia dan Mira Aliza Rachmawati. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Perilaku Minum-Minuman Keras pada Remaja LakiLaki. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Institute of Alcohol Studies. 2013. Alcohol consumption Factsheet Irza, Syukraini. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Bungo Tanjung Sumatera Barat. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Isidora KS, dkk. 2003. Hubungan antara BBR dengan SGOT Peminum Tuak yang Menderita SAR (Penelitian Pendahuluan). Dentofasial Iskandar, Y. 2012. Penentuan Konsentrasi Alkohol dalam Tapai Ketan Hitam Secara Piknometri Berdasarkan Lama Waktu Fermentasi Jernigan, David. 2001. Global Status Report: Alcohol and Young People. Geneva: WHO Johannes dan Taufik Diya. 2012. Peran Faktor Psikologis Terhadap Keputusan Investasi Produk Mulia Pada PT.Pegadaian (Persero) di Kota Jambi. Digest Marketing Vol.1 No.3 Juli-September 2012 hal. 210-219
144
Kao, W. L. & dkk. 2002. Alcohol Consumption and the Risk of Type 2 Diabetes Mellitus. American Journal of Epidemiology, Volume 154 hal. 748-757 Kaufman, K. & dkk. 1995. Alcohol consumption and the risk of major upper gastrointestinal bleeding. The American Journal of Gastroenterology. Keil, U. & dkk. 1997. The Relation of Alcohol Intake to Coronary Heart Disease and All-Cause Mortality in a Beer Drinking Population. Epidemiology Resources Volume 8 nomor 2 hal. 150-156 Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Daerah Khairiyah, N. 2013. Dampak Psikologis Minuman Keras pada Remaja (Suatu Kajian di Dusun Talung Pemesun Kec. Jujuhan Kab. Bungo Prov. Jambi). Khomsan, Ali dkk. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Ibu Peserta Posyandu. Jurnal Gizi Pangan Maret 2009 Volume 4 Nomor 1 Hal. 33 – 41 Kurniawati, Dyah Esti, dkk. 2010. Gambaran Skrining Keterlibatan Penggunaan Alkohol, Rokok dan Zat Adiktif pada Mahasiswa D3 Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 26, No. 2, Juni 2010 Hal. 90 - 99 Kusumadewi, S. & dkk. 2011. Hubungan antara Dukungan Social Peer Group dan Kontrol Diri dengan Kepatuhan terhadap Peraturan pada Remaja Putri di Pondok Modern Islam Assalam Sukoharjo. Lianto. 2013. Aktualisasi Teori Hierarki Kebutuhan Abraham H. Maslow Bagi Peningkatan Kinerja Individu dalam Organisasi Lindsay, N. J. 2005. Toward a Culture Model of Indigenous Entrepreneurial Attitude. Academy of Marketing Science Review, Volume 05. Lumban Gaol, N. & Husin, D. 2013. Dilema Pemberantasan Minuman Keras Terhadap Pelestarian Budaya Masyarakat Batak Toba (Studi Kasus di Desa
145
Ria-Ria Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan). Jurnal Citizenship hal 101-121 Maas, Linda T. 2004. Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara MacMahon, B dan Pugh TF. 1970. Epidemiology: Principles and Methods. Boston: Little Brown Mae, Indra J. 2012. Minuman Alkohol Tradisional Sulawesi Selatan. Diakses dari http://www.kabarkami.com/minuman-alkohol-tradisional-sulawesiselatan.html tanggal 3 Juni 2015 pukul 12.25 WIB Maher, Jacquelyn. 1997. Exploring Alcohol’s Effects on Liver Function. Alcohol Health & Research World Vol. 21, No. 1, 1997 pp. 5-12 Mahkamah Agung. 2012. Putusan 42 P/HUM/2012 Marzuki. 2011. Tradisi Dan Budaya Masyarakat Jawa dalam Perspektif Islam. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Maulana, H. D. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Mendari, Anastasia Sri. 2010. Aplikasi Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa. Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV / Januari 2010 ISSN 0854-1981 Hal. 82-91 Muku, I. D. M. K. & Sukadana, I. G. K. 2009. Pengaruh Rasio Kompresi terhadap Unjuk Kerja Mesin Empat Langkah Menggunakan Arak Bali sebagai Bahan Bakar. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakra M, April.Volume 3 hal. 26-32 Murti, Bisma. 2009. Determinan Sosio-Ekonomi, Modal Sosial dan Implikasinya Bagi Kesehatan Masyarakat. Universitas Sebelas Maret National Single Window (NSW), Department of Education and Communities. 2012. Alcohol: Celebrations and Supply, Information for Parents
146
NHS United Kingdom. 2008. Alcohol Units: A Brief Guide Noorkasiani & dkk, 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC. Noviyanti, Rizki. 2014. Pengaruh Konsumsi Minuman Tuak Terhadap Erosi Gigi di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar Nuryanti, Erni. 2013. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk di Masyarakat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 9 No 1 Hal. 15-23 Oroh, Diyan N, dkk. 2013. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Poliklinik Umum di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol Pickett, G. & Hanlon, J. J. 2008. Kesehatan Masyarakat: Administrasi dan Praktik. 9 ed. Jakarta: EGC. Pranani, Dyah. 2008. Pengaruh Paparan Uap Belerang Terhadap Kejadian Erosi Gigi: Studi pada Pekerja Tambang Belerang di Gunung Ijen Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Pratama, Verdian Nendra Dimas. 2013. Perilaku Remaja Penguna Minuman Keras di Desa Jatigono Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang. Jurnal Promkes Volume 1 Nomor 2 Hal. 145-152 Pronko, P. & dkk. 2002. Effect of Chronic Alcohol Consumption on The Ethanol and Acetaldehyde-Metabolzing System in The Rat Gastrointestinal Tract. Alcohol and Alcoholism Volume 37 no. 3 hal. 159–166 Purwatiningsih, Rahayu. 2008. Persepsi Masyarakat terhadap Peranan Puskesmas. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta hal. 3-4
147
Radwan, M. Farouk. 2015. Belief and the System Belief: How beliefs affect behavior.
diakses
dari
http://www.2knowmyself.com/how_beliefs_affect_behavior tanggal 4 Mei 2015 pukul 21:11 WIB Rahma, Mawaddah dkk. 2013. Faktor Risiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa Rahmadi, Dedi. 2010. Penyakit Ginjal Kronik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung Rahmah, Firstyana Ulya. 2013. Peranan Keluarga dalam Pembentukan Perilaku dan Perkembangan Emosi Anak Serta Relevansinya Terhadap Nilai-Nilai Pendidikan Islam. Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Retor, Sisilya Truly. 2014. Analisis Motivasi, Persepsi, Pembelajaran, Keyakinan Dan Sikap Terhadap Keputusan Pembelian Pada PT. Conbloc Indonesia Surya Manado. Jurnal EMBA Vol.2 No.3 September 2014, Hal. 664-675 Rimm, E. 2000. Alcohol and Cardiovasculasr Disease. Department of Nutrition. Harvard School of Public Health. Rimm, E. B. & dkk. 1994. Prospective study of cigarette smoking, alcohol use, and
the
risk
of
diabetes
in
men.
British
Medical
Journal
http://www.bmj.com/content/310/6979/555 Rothman, K. & Keller, A. 1972. The Effect of Joint Exposure to Alcohol and Tobacco on Risk of Cancer of The Mouth and Pharynx. Journal of Chronic Disease, March.Volume 25 hal. 711-716 Ruslan. 2013. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Persepsi Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Kusta Pada Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bima. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat.
148
Salakory, Natalsya M. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Mengonsumsi Alkohol dengan Tindakan Konsumsi Minuman Beralkohol Pada Nelayan di Kelurahan Bitung Karangria Kecamatan Tuminting Kota Manado Samiasih, Asih dan Nanad Triyunadi Putra. 2010. Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Miras Remaja Desa Sambirejo, Kecamatan Plupuh, Sragen Saskara, Pande Made Aditya dan Suryadarma. 2013. Laporan Kasus: Sirosis Hepatis. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Saunders, J. 1987. Alcohol: an Important cause of Hypertension. British Medical Journal, April hal. 1045-1046 SDKI. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja Sesso, H. D. 2008. Alcohol Consumption and the Risk of Hypertension in Women and Men. American Heart Association, Inc. hal. 1080-1087 Setiawan, Bambang dan Eko Suhartono. 2007. Peroksidasi Lipid dan Penyakit Terkait Stres Oksidatif pada Bayi Prematur. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57 Nomor 1 Setiawan, Ebta. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Online. Diakses dari http://kbbi.web.id/tradisi tanggal 15 Februari 2015 pukul 16.58 WIB Setiawan, H. K. 2013. Aspek Persepsi Masyarakat Mengonsumsi Minuman Lokal “Sopi” Di Kabupaten Maluku Tengah Kecamatan Kota Masohi Kelurahan Namaelo Maluku Tengah. Shankar, A. & dkk. 2006. The Association among Smoking, Heavy Drinking, and Chronic Kidney Disease. American Journal of Epidemiology, Volume 164 hal. 263–271
149
Shinya, Hiromi. 2008. The Miracle of Enzyme: Self-Heal Program. Bandung: PT Mizan Pustaka Siagian, L.D. 1990. Turi-turian Ni Halak Batak. Medan: Linggom Simamora, B. 2008. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia. Simbolon, Parakitri T. 1999. Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad Ke-21. Jakarta: LIPI, Kepustakaan Populer Gramedia dan The Ford Foundation Sinda, F. & Len. 2003. Peranan Kulit Kayu Buli Sonneratia sp. dalam Fermentasi Nira Aren Menjadi Minuman Beralkohol. Marina Chimica Acta, April.Volume 1. Siswendi, Agnes. 2014. Perilaku Meminum-Minuman Keras di Kalangan Remaja di Kelurahan Sungai Salak Kecamatan Tempuling Kabupaten Indragiri Hilir. Jom Fisip Volume 1 No.2 Oktober 2014 Situmorang,
Junihar.
2008.
Youtube:
Lisoi.
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=wKdDqpnmq6o diakses tanggal 26 april 2015 pukul 21.00 WIB Stacy, Alan W, dkk. 1994. Attitudes and Health Behavior in Diverse Populations: Drunk Driving, Alcohol Use, Binge Eating, Marijuana Use, and Cigarette Use. The American Psychological Association, Inc. and the Division of Health Psychology Vol. 13, No. 1 p. 73-85 Sudarma, M., 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta:Salemba Medika. Suhardi. 2011. Preferensi Peminum Alkohol di Indonesia Berdasarkan Riskesdas Tahun 2007. Buletin Penelitian Kesehatan Volume 39 nomor 4 hal. 154 – 164 Sumarlin, Rahayu. 2009. Perilaku Konformitas Pada Remaja Yang Berada di Lingkungan Peminum Alkohol
150
Supiyah, dkk. 2012. Pengaruh Pengetahuan Ibu, Paparan Media, Peran Petugas Kesehatan dan Dukungan Keluarga Terdekat Terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kecamatan Metro Selatan Kota Metro Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati Lampung Suryoputro, Antono. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksualremaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2006 hal. 29-40 Teo, Albert S. T., dkk. 2011. Pengaruh Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Kadar Trigliserida Penderita Diabetes Melitus di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Tinambunan, Djapiter dan Rayendra Lumban Toruan. 2010. Orang Batak Kasar?: Membangun Citra dan karakter. Elex Media Komputindo: Jakarta Touyz, L. Z. G. 2010. Dental Erosion and GORD-Gastro Esophageal Reflux Disorder. International Dentistry, Volume 12 hal. 18-26 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Utina, S. S. 2011. Alkohol dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental. WHO. 2014. Global Status Report on Alcohol and Health. Switzerland: L’IV Com Sàrl, Villars-sous-Yens WHO.
2015.
Diabetes
mellitus.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/
Diakses pada
tanggal
dari 14
Februari 2015 pukul 23.01 WIB WHO.
2015.
Health
Topic:
Epidemiology.
diakses
dari:
http://www.who.int/topics/epidemiology/en/ tanggal 26 Juni 2015 pukul 11.16 WIB
151
Wiers, R. & dkk. 2002. Implicit and Explicit Alcohol-Related Cognitions in Heavy and Light Drinkers. Journal of Abnormal Psychology 2002, Vol. 111, No. 4 p. 648–658 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania. 2013. Pandangan Alkitab: Alkohol-
Salahkah
minum
minuman
beralkohol?.
Diakses
dari:
http://www.jw.org/id/publikasi/majalah/g201308/salahkah-minumminuman-beralkohol/ tanggal 11 April 2015 pukul 13.45 Yamagata, K. & dkk. 2007. Risk factors for chronic kidney disease in a community-based population: a 10-year follow-up study. International Society of Nephrology hal. 159–166
152
LAMPIRAN
153 No Responden (Diisi oleh Peneliti)
Lampiran 2
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA
Saya, Sukma Mardiyah Panggabean, selaku mahasiswi semester VII (tujuh) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian dengan judul sebagaimana yang tertera di atas. Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui pola dan faktor-faktor yang mendukung munculnya perilaku konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae. Kuesioner ini dibagikan agar diisi untuk menyelesaikan studi strata1 Kesehatan Masyarakat.
Saya memohon kesediaan Saudara menjadi responden dalam penelitian ini. Adapun pertanyaan dalam kuesioner ini bersifat privasi sehingga mungkin dapat mengganggu kenyamanan saudara, untuk itu saya memohon maaf sebesar-besarnya. Semua informasi yang Saudara berikan terjamin kerahasiannya. Kejujuran Saudara dalam menjawab setiap pertanyaan sangat diharapkan demi kevalidan dan kebenaran data. Jika hendak mememberikan komplain atau mengundurkan diri dari proses penelitian ini, silahkan hubungi ke nomor 085763099815 (Sukma Mardiyah). Setelah saudara membaca maksud dan tahapan penelitian di atas, maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini sebagai persetujuan. Demikian lembar persetujuan ini, atas perhatian dan kerjasama saudara, saya ucapkan terimakasih. Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini dengan sadar tanpa paksaan.
Lumban Siagian, ............................ 2015 Peneliti
( Sukma Mardiyah Panggabean)
Responden
( .......................................)
154
A. Identitas No
Pertanyaan
A1
Nama
A2
Alamat
A3
Tanggal Lahir
A4
Pekerjaan
Skor (diisi oleh peneliti)
1. Tidak bekerja 2. Pegawai negeri 3. Pegawai swasta 4. Petani 5. Buruh/Kuli Bangunan 6. Lainnya..........
A5
Pendidikan
1. Tidak sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SMA 5. Diploma (D1/D2/D3) 6. Sarjana (S1/S2/S3)
A6
Status Pernikahan
1. Menikah 2. Belum Menikah 3. Cerai hidup 4. Cerai mati
A7
Jika sudah menikah, berapa
................ orang
jumlah anak anda?
A. Pengetahuan No.
Pertanyaan Apa yang bapak ketahui tentang minuman keras? a.
B1.
Minuman yang memiliki zat-zat kimia yang keras
b. Minuman yang memberikan efek kesenangan pada peminumnya c.
Minuman yang memabukkan dan akan membahayakan kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan
d. Minuman yang meningkatkan semangat bagi peminumnya B2.
Apa yang bapak ketahui tentang tuak?
Skor (diisi oleh peneliti)
155
a.
Salah satu minuman keras
b. Minuman yang menyebabkan kecanduan c.
Minuman yang diproses oleh bakteri
d. Semua benar Apakah minuman tuak mengandung alkohol? B3.
a.
Iya
b. Tidak Apa dampak kejiwaan dari minum tuak? (jawaban boleh lebih dari satu) 1. Hilang kesadaran B4.
2. Lupa ingatan 3. Kecanduan 4. Perubahan emosi Apa manfaat meminum tuak? a.
B5.
Untuk meningkatkan semangat dan tidak mengantuk saat bekerja
b. Untuk menurunkan tekanan darah c.
Untuk mencegah munculnya penyakit diabetes melitus (kencing manis)
d. Manfaat tidak tertera pada ketiga pilihan di atas Penyakit apa yang dapat disebabkan oleh konsumsi tuak secara berlebihan dan jangka waktu lama? (jawaban boleh lebih dari satu) B6.
1. Darah tinggi 2. Demam Berdarah 3. Gigi Keropos 4. Maag
B. Sikap Pernyataan
No.
Sikap 0. Sangat tidak setuju
C1.
Konsumsi tuak dilarang
1. Tidak setuju 2. Setuju 3. Sedikit setuju 4. Sangat Setuju
C2.
Jual beli tuak dilarang
0. Sangat tidak setuju
Skor (diisi oleh peneliti)
156
1. Tidak setuju 2. Setuju 3. Sedikit setuju 4. Sangat Setuju 0. Sangat tidak setuju C3.
Harga tuak semakin naik
1. Tidak setuju 2. Setuju 3. Sedikit setuju 4. Sangat Setuju 0. Sangat setuju 1. Setuju
C4.
Bapak A mengajak temannya untuk meminum tuak
2. Sedikit Setuju 3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju 0. Sangat setuju
Hasil pemeriksaan dokter, Tuan B menderita penyakit C5.
hipertensi yang muncul sejak meminum tuak. Meskipun dia telah mengidap penyakit hipertensi, dia tetap meminum tuak
1. Setuju 2. Sedikit Setuju 3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju 0. Sangat setuju
Hasil pemeriksaan dokter, Tuan B menderita penyakit C6.
hipertensi yang muncul sejak meminum tuak. Meskipun mengetahui hal itu, bapak masih tetap mengonsumsi tuak
1. Setuju 2. Sedikit Setuju 3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju 0. Sangat setuju 1. Setuju
C7.
Bapak akan tetap mengonsumsi tuak walaupun harganya
2. Sedikit Setuju
mahal
3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju
157
0. Sangat setuju 1. Setuju C8
Bapak akan mengajak teman bapak untuk mengonsumsi
2. Sedikit Setuju
tuak
3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju 0. Sangat setuju 1. Setuju
C9
Keturunan (anak/cucu) bapak mengonsumsi tuak
2. Sedikit Setuju 3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju 0. Sangat setuju
Bapak akan tetap mencari warung untuk C10
membeli/mengonsumsi tuak jika di sekitar bapak tidak ada warung tuak
1. Setuju 2. Sedikit Setuju 3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju
C. Perilaku No. D1.
D2.
D3.
Pertanyaan Pada usia berapa bapak mulai mengonsumsi tuak? .............................. tahun Berapa gelas tuak bapak minum per harinya? (rata-rata)* 1. Gelas A=............. gelas 2. Gelas B=............. gelas 3. Gelas C=............. gelas 4. Gelas D=............. gelas 5. Gelas E=..............gelas Kapan saja bapak meminum tuak? (Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Pagi 2. Siang 3. Sore 4. Malam
Skor (diisi oleh peneliti)
158
D4.
D5.
D6.
D7.
D8.
D9
D10.
D11.
D111
Apa alasan bapak mengonsumsi tuak? (boleh menjawab lebih dari satu) 1. Melepaskan beban/masalah 2. Mempererat persaudaraan dan pergaulan 3. Sudah menjadi budaya 4. Coba-coba 5. Ingin terlihat jantan 6. Lainnya..... Menurut bapak, apakah meminum tuak merupakan tradisi kental Masyarakat Batak Toba? 1. Ya 2. Tidak Apakah bapak yakin bahwa tuak akan memberikan dampak positif bagi bapak? 1. Ya 2. Tidak Jika ya, dampak positif apa yang bapak yakini? Siapa yang mengajak bapak untuk mengonsumsi tuak? (pilih yang paling berpengaruh) 1. Teman sepergaulan 2. Keluarga, sebutkan (ayah/ibu/adik/kakak/kakek/nenek/lainnya) 3. Kemauan sendiri Apakah bapak mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengonsumsi tuak? 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak ada respon keluarga Apakah keluarga bapak memiliki kebiasaan meminum tuak? 1. Ya 2. Tidak Apakah bapak merasa didukung oleh petugas kesehatan untuk mengonsumsi tuak? 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak ada respon Apakah terdapat dampak (penyakit) yang bapak rasakan selama menjadi peminum tuak? 1. Ya 2. Tidak (lanjut ke D6) Penyakit apa yang muncul? (Jawaban boleh lebih dari satu) 1. Darah Tinggi 2. Kencing manis 3. Gigi keropos 4. Sering sariawan/panas dalam 5. Penyakit ginjal 6. Infeksi saluran nafas (seperti batuk-batuk dalam waktu yang lama) 7. Infeksi saluran cerna (seperti maag, kram perut)
159
D12
8. Penyakit pada paru 9. Lainnya... Berapa uang yang bapak keluarkan setiap hari untuk meminum mengonsumsi tuak? Rp ...................
*Gelas ditunjukkan kepada responden:
Gelas A
Gelas B
Gelas C
Gelas D
Gelas E
160
Lampiran 3 PANDUAN WAWANCARA ANALISIS PERILAKU KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 Tradisi dan Budaya Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae Terkait Konsumsi Tuak No.
Pertanyaan Tokoh Masyarakat (Haposan Panggabean)
1.
Bagaimana pendapat abang mengenai konsumsi tuak?
2.
Coba abang ceritakan mengenai asal usul tuak di Tanah Batak. Probing: a. Benarkah budaya manuan ompu-ompu itu menggunakan air tuak untuk menyiram tanamannya? b. Benarkah tuak digunakan untuk menjamu tamu-tamu? c. Jadi menurut abang, apakah kebiasaan raja-raja terdahulu menjadi contoh bagi masyarakat sekarang?
3.
Bagaimana kaitan tradisi dan budaya masyarakat Batak Toba dengan minum tuak. Masyarakat (Dohar Pasaribu)
1.
Bagaimana pendapat abang mengenai konsumsi tuak?
2.
Coba abang ceritakan mengenai asal usul tuak di Tanah Batak. Probing: a. Mengapa sekarang jamuan bagi tamu tidak dengan tuak?
3.
Bagaimana kaitan tradisi dan budaya masyarakat Batak Toba dengan minum tuak.
161 Kepercayaan Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae Terkait Konsumsi Tuak No.
Pertanyaan Tokoh Masyarakat (Haposan Panggabean)
1
Bagaimana menurut abang sudut pandang masyarakat Batak Toba terhadap minum tuak?
2
Bagaimana pendapat abang mengenai kepercayaan terhadap khasiat tuak?
3
Coba abang jelaskan mengapa masyarakat yakin dan percaya terhadap khasiat tuak tersebut Probing: Bagaimana jika mereka tidak minum tuak dalam sehari? Apakah ada perbedaan atau biasa saja?
Masyarakat (Dohar Pasaribu) 1.
Bagaimana menurut abang sudut pandang masyarakat Batak Toba terhadap minum tuak?
2.
Bagaimana pendapat abang mengenai kepercayaan terhadap khasiat tuak?
3.
Coba abang jelaskan mengapa masyarakat yakin dan percaya terhadap khasiat tuak tersebut Probing: Mengapa masyarakat harus minum tuak?
162 Peran Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Perilaku Konsumsi Tuak No.
Pertanyaan Kepala Puskesmas (Betty A. Sihombing)
1
Bagaimana pendapat ibu mengenai banyaknya masyarakat Desa Lumban Siagian Jae mengonsumsi tuak?
2
Menurut ibu, bagaimana selama ini peran petugas kesehatan terkait konsumsi tuak di masyarakat Desa Lumban Siagian Jae? Probing: a. Bagaimana dukungan dari Pemerintah Kabupaten dalam mengatasi konsumsi tuak? b. Sejak kapan peraturan tersebut akan diterapkan? c. Adakah dukungan dari petugas kesehatan untuk mengatasi perilaku konsumsi tuak? d. Apakah promosi tersebut bersifat melarang?
3
Coba ceritakan mengenai tindakan intervensi apa saja yang telah dilakukan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak.
4
Coba anda ceritakan mengenai penyakit yang sering muncul di Desa Lumban Siagian Jae dan diasumsikan sebagai penyakit akibat konsumsi tuak. Bidan Desa Lumban Siagian Jae (Oktarina Tampubolon)
1
Bagaimana pendapat ibu mengenai banyaknya masyarakat Desa Lumban Siagian Jae mengonsumsi tuak?
2
Menurut ibu, bagaimana selama ini peran petugas kesehatan terkait konsumsi tuak di masyarakat Desa Lumban Siagian Jae?
3
Coba ceritakan mengenai tindakan intervensi apa saja yang telah dilakukan dalam mengatasi perilaku konsumsi tuak. Probing: Apakah pernah dilakukan penyuluhan ke masyarakat? Bagaimana solusi yang tepat menangani perilaku ini, menurut kakak?
4
Coba anda ceritakan mengenai penyakit yang sering muncul di Desa Lumban Siagian Jae dan diasumsikan sebagai penyakit akibat konsumsi tuak.
163
Kebiasaan Keluarga Masyarakat Desa Lumban Siagian Jae Mengonsumsi Tuak No.
Pertanyaan Ibu Rumah Tangga (Lorita Sitompul)
1
Coba inang ceritakan bagaimana kebiasaan keluarga inang minum tuak. Probing: Siapa saja yang minum tuak di keluarga inang? Apakah jumlah tuak yang diminum banyak? Kapan saja minum tuak tersebut?
2
Sudah berapa lama keluarga inang terbiasa minum tuak. Probing: Saat itu, apakah inang sudah menikah?
3
Bagaimana pendapat inang tentang peran keluarga dalam mengendalikan perilaku kesehatan seseorang? Probing: Apakah pernah menekankan pola konsumsi, misalnya menekan jumlah konsumsi tuak kepada keluarga?
4
Coba ceritakan dampak yang pernah terjadi di keluarga inang akibat konsumsi tuak. Ibu Rumah Tangga (Martha Sinaga) 1. Coba inang ceritakan bagaimana kebiasaan keluarga inang minum tuak. Probing: Apakah jumlah tuak yang diminum banyak? Siapa saja yang minum tuak di keluarga kakak? 2. Sudah berapa lama keluarga inang terbiasa minum tuak. Probing: Anak kakak yang paling kecil umur berapa kak? Jadi menurut kakak, kalau anak yang masih di bawah umur masih belum boleh minum tuak? 3. Bagaimana pendapat inang tentang peran keluarga dalam mengendalikan perilaku kesehatan seseorang? Probing: Apakah kakak pernah melarang keluarga kakak minum tuak? 4.
Coba ceritakan dampak yang pernah terjadi di keluarga inang akibat konsumsi tuak.
164
Lampiran 4 PERSETUJUAN INFORMAN PENELITIAN Kegiatan ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola dan faktor-faktor yang mendorong munculnya perilaku konsumsi tuak pada peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara tahun 2015. Kegiatan
pengumpulan
data
pada
penelitian
dilakukan
dengan
menggunakan panduan wawancara kepada informasi mengenai faktor-faktor yang mendorong perilaku konsumsi tuak, antara lain tradisi dan budaya, kepercayaan, kebiasaan keluarga dan peran petugas kesehatan. Oleh karena itu, kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.
165
Saya mengerti sepenuhnya risiko dan manfaat dari keikutsertaan saya pada penelitian ini dan menyatakan setuju untuk ikut serta sebagai peserta penelitian. Nama Informan
:
Usia
:
Tanda Tangan
: ______________ Tanggal: ......................................
Jam
:
Nama Peneliti
: Sukma Mardiyah Panggabean
Tanda Tangan
: ______________ Tanggal: …………………………
Jam
: CP: Sukma Mardiyah Panggabean Handphone: 0857 6309 9815
166 Lampiran 5 TRANSKRIP HASIL WAWANCARA No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
Tradisi dan Budaya Masyarakat 1
Bagaimana
pendapat
minum tuak?
bapak
mengenai Minum tuak itu ya sudah jadi kebiasaan disini, Tuak itu minuman tradisional orang Batak. cuma enggak tahu ya, kalau tumbuhannya kan Jadi ya sewajarnya orang Batak minum bisa tunbuh di seluruh Indonesia. Bukan hanya kan. Kalau menurut aku ya setuju aja, disini mungkin di Sulawesi juga ada kan.
karena
memang
tuak
ini
kan
bisa
menyembuhkan penyakit. 2
Coba Bapak ceritakan mengenai asal usul Dulu ada cerita begini, tapi ini cuma mitos ya. Enggak tahu banyak. Yang penting dari tuak di Tanah Batak.
Dulu ada perempuan Boru Sitompul yang
zaman dulu, tuak ini sudah dijadikan
dijdohkan dengan laki-laki, tapi si Boru sebagai minuman untuk menjamu tamu. Sitompul ini enggak suka dia. Nah, karena itu, Kalau orang datang, minumnya dikasih dia kabur dari rumah terus nangis dan berdiam tuak, iya karena memang katanya tuak ini diri dia di suatu tempat dan jadi pohon enau. Air minuman yang membuat badan sehat, jadi dari pohon enau ini, itulah air nira itu, disebut
obrolan-obrolan kita itu makin enak.
167 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
dari air mata si Boru Sitompul itu tadi, makanya
Kalau sekarang, kenapa tidak pakai tuak?
orang-orang banyak yang meminumnya.
Oh, enggak. Karena sekarang kan zaman sudah berganti, dari yang tradisional kepada
yang
modern.
Orang-orang
sekarang lebih menikmati yang namanya teh dan kopi. Makanya tuak sekarang cuma diminum di lapo-lapo saja. 3
Bagaimana kaitan tradisi dan budaya Jelas ada, dari dulu sudah dilakukan itu minum Tradisi ya, ada kaitannya pasti. Kalau masyarakat Batak Toba dengan konsumsi tuak oleh oppung kita. Tidak mungkin kita disini, tuak itu memang rada-rada sudah tuak.
melakukan hal-hal yang sudah jadi kebiasaan mendarah daging. Dari dulu itu sudah jadi sampai sekarang tanpa ada dorongan dari masa minuman yang diistimewakan seperti itu. lalu, iya kan.
Pernah dengar tuak natonggi? Tuak
Benarkah budaya manuan ompu-ompu itu natonggi itu artinya tuak yang manis, yang menggunakan
air
tuak
untuk
menyiram langsung diambil dari Pohon Bagot itu, itu
tanamannya?
dulu dijadikan jadi minuman untuk tamu.
Oh enggak, itu pakai air biasa, bukan pakai
Kalau sekarang karena udah musnah
tuak.
tradisi seperti itu, ya selalu diuangkanlah,
Kalau untuk menjamu tamu-tamu?
diganti jadi uang kan.
Iya, itu pakai tuak. Kalau upacara adat, kayak Tuak natonggi itu sekarang bahkan sampai pesta pernikahan, itu juga sebenarnya menjamu jadi istilah dalam masyarakat. Istilahnya
168 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
undangan itu pakai tuak, tapi karena nggak bisa begini, kalau anak saudara datang ke jadinya dibayar pakai uang saja.
rumah kita, saat dia akan pulang kan pasti
Dulu para raja juga kalau sedang kumpul atau kita kasih uang kantongnya, apa kita musyawarah di Sopo Partungkoan selalu sambil bilang, “Inilah, nak, untuk beli rokok. minum tuak, makan Pisang Sitanduk juga.
Inilah, nak, sedikit, untuk beli bedak”, kan
Jadi menurut Bapak, apakah kebiasaan itu
gitu. Kalau tuak natonggi juga begitu,
yang menjadi contoh bagi masyarakat
“Inilah, inang, untuk beli tuak natonggi di
sekarang?
perjalanan”, walaupun sebenarnnya uang
Menurut saya iya, tapi kalau sekarang orang- itu bukan untuk beli tuak natonggi. Jadi orang meminum tuak bukan waktu musyawarah sudah seperti istilah baku, untuk sekedar saja, tapi waktu santai sama kawan-kawan juga basa basi. dengan tuak kan. Kepercayaan Masyarakat Orang-orang sini melihat tuak itu sebagai 1
Bagaimana sudut pandang masyarakat
minuman sehari-hari. Tapi diminum bukan tiap
Batak Toba terhadap tuak?
saat, biasanya minum pas waktu sore sampai malam.
2
Gimana ya aku bilang ya, kalau disini tuak itu seperti pelengkaplah. Kalau buah kan makannya habis makan. Tuak ini pun gitu, diminum jadi seperti pelengkap makannya aja gitu.
Bagaimana pendapat Bapak mengenai
Memang kan tuak ini dianggap sebagai obat. Kalau saya memang menganggap tuak ini
kepercayaan terhadap khasiat tuak?
Karena dari dulu nenek-nenek kita sudah sebagai minuman pelengkap, sama seperti
169 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
meminum ini dan badannya semakin sehat, jadi yang saya bilang tadi. Kalau tak ada tuak, orang-orang sekarang jadi terikut.
rasanya kurang lengkap gitu ya. Badan kurang enak. Nah, kita tahu sendiri kan, masyarakat disini memang selain bertani ya jadi kuli bangunan,
Orang-orang disini kan kerjanya berat-berat, jadi setelah minum itu kan memang badan jadi terasa ringan, makin semangat. Orang-orang
3 Coba bapak jelaskan mengapa masyarakat yakin dan percaya terhadap khasiat tuak tersebut.
jadi senang minum tuak itu. Tapi kan mereka tidak minum banyak-banyak jadi cukup untuk menghangatkan badan saja itu.
yang
lebih
banyak
mata
pencahariannya ya yang dua itu tadi. Kalau siang, kerja terus-terusan banting tulang, waktu bersama kawan pun kadang tak ada begitu kan. Kalau sore, kan sudah tak ada kerja lagi, jadi disempatkanlah ke lapo untuk kumpul-kumpul gitu kan. Kan orang batak suka kalau berkumpul, membahas sesuatu,
bernyanyi
bersama,
itu
kesenangan orang batak disitu. Nah, sambil minum tuak ya kan. Bagaimana jika mereka tidak minum tuak dalam sehari? Apakah ada perbedaan atau biasa saja?
Kenapa harus minum tuak? Iya kembali lagi, memang setelah minum tuak itu badan itu terasa ringan gitu. Beban itu terasa ringan semua. Yang pikiran
170 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
Kalau perseorangan aku juga tak tahu itu, suntuk, badan capek, udah lepas itu sama tergantung mereka. Tapi kalau saya pribadi, tuak itu. Makanya kalau enggak ada tuak, kalau tidak minum tuak itu seperti ada yang orang-orang sini merasa ada yang kurang, kurang begitu, mungkin badan lebih capek, badan pun terasa tidak enak. terasa lebih berat. Kebiasaan Keluarga 1
Coba Ibu ceritakan bagaimana kebiasaan Gimanalah aku jelaskan ya. Ya karena memang Kita kan sebenarnya ibu rumah tangga ini keluarga Ibu minum tuak.
tuak ini kan katanya obat, ya tapi jangan hanya
mendukung
ya,
aku
enggak
ditambahi minuman yang beralkohol. Kalau pernahlah minum tuak. Cuma memang cuma tuak aja memang obat, untuk penyakit suamiku udah lama sekali jadi peminum gula katanya, tapi jangan terlalu banyak tuak, anakku juga gitulah, ikut-ikut sama diminum.
bapaknya.
Aku juga suka minum tuak dulu, tapi setelah Kebiasaannya ya tiap sore sudah ke lapo asam uratku ada, jadi enggak pernah lagi. tuak mereka kan, disitulah sampai malam. Karena setiap minum tuak, kakiku langsung panas, sakit, kayak ada yang tarik-tarik dari dalam. Apakah jumlah tuak yang diminum banyak?
Apakah jumlah tuak banyak?
yang diminum
171 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
Enggaklah, paling dua gelas satu hari, satu Enggak tahu ya, tapi kayaknya tidak. malamlah bisa dibilang. Enggak sampai mabuk Karena dia.
setiap
pulang
masih
belum
tenggen, belum mabuk. Pokonya saya yang penting jangan sampai tuak ini membuat kerusuhan, itu aja.
Kapan saja minum tuak tersebut? Tiap malam orang ini selalu minum tuak Siapa saja yang minum tuak di keluarga inang? Suami, anakku juga. Tapi enggak tahulah, enggak pernah tahu aku kalau anakku, setahuku dia minum tuak. 2
Siapa saja yang minum tuak di keluarga kakak? Suamiku, anakku itu aja. Kalau anak perempuanku enggak minum dia. Yang laki-laki ajanya.
Sudah berapa lama keluarga Ibu terbiasa
Berapa lama, aku kurang tahu, setelah
minum tuak.
kami menikah pun suamiku sudah minum tuak. Tapi kalau anakku mungkin udah 5 Kalau suamiku, sudah dari umur 28 tahun.
tahun lebihlah, dia kan sekarang umurnya 32 tahun, mungkin dari umur 25 tahun udah mulai dia itu. Yang paling kecil ini belumlah, masih kecil kan.
Saat itu, apakah inang sudah menikah?
Anak kakak yang paling kecil umur
Iya, udah, makanya kami sama-sama tahu.
berapa kak?
172 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung Umur 15 tahun, udah kelas satu SMA lah dia sekarang. Jadi menurut kakak, kalau anak yang masih di bawah umur masih belum boleh minum tuak? Seharusnya
gitulah,
kalau
bisa
ya
janganlah, tahu kan kita tuak itu pun pasti ada beratnya juga. Kalau dia keadaan tubuhnya sekarang kan masih bagus, belum
ada
pikiran,
gitulah.
Kalau
bapaknya, abangnya kan mungkin udah capek kerja, capek pikiran, makanya kita dukung-dukung saja begitu. 3
Bagaimana pendapat Ibu tentang peran Ya mendukung. Kita pun enggak kasih contoh Perannya ya, harusnya bisa memberikan keluarga dalam mengendalikan perilaku yang enggak baik buat keluarga. Kan tuak ini yang terbaik buat keluarga. Kasih contoh kesehatan seseorang?
kan bagus buat kesehatan. Keluarga kan kerja yang baiklah gitu. Kalau untuk minum berat,
ya
mesti
masuk
itu tuak
untuk tuak, dikasih contoh yang baik kalau
meringankan badan, biar badan tetap fit. Tetap minum tuak itu tidak boleh berlebihan, kita dukung keluarga minum tuak.
tidak boleh membuat kerusuhan.
173 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung Apakah kakak pernah melarang keluarga kakak minum tuak?
Apakah pernah menekankan pola konsumsi, Enggaklah, masa kita larang. Itu sudah jadi misalnya menekan jumlah konsumsi tuak obat orang itu kan. Kalau kita larang makin kepada keluarga?
sakit orang itu kita juga yang repot kan.
Iyalah, selalu dibilang jangan banyak-banyak, Kecuali kalau udah larangan dari dokter, jangan sampai bikin mabuk.
kan biasanya dikasih tahu itu subangnya kalau sakit. Enggak boleh makan ini, itu. Kalau udah begitu, jangan lagi dikasih.
4
Coba ceritakan dampak yang pernah terjadi Enggak pernah. Kalau sakit karena tuak aja
Belum pernah ya, masih sehat semua
di keluarga Ibu akibat konsumsi tuak.
keluarga. Semoga enggak terjadi apa-apa.
enggaklah, masih sehat semua. Peran Petugas Kesehatan
1
Bagaimana
pendapat
banyaknya
masyarakat
ibu
mengenai Kebiasaan disana harusnya kamu tanya dengan Ya wajar ajalah ya, kan orang ini kan
Desa
Lumban Bidan yang ada disana, ada kan? Saya enggak sering ke sawah, kerja pula. Namanya udah
Siagian Jae mengonsumsi tuak?
tahu bagaimana kebiasaan masyarakat disana. capek siangnya, dari pada dengar suara Tapi sejauh yang saya tahu, selama ini status anaknya cengeng kan mending keluar dulu kesehatan masyarakat masih stabil, tapi untuk bentar, entah ketawa, entah nyanyi-nyanyi. memastikan coba kamu tanya ke Bidan setempat, dia lebih tahu kan kebiasaan dan keadaan kesehatan disana.
174 No. 2
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
Menurut ibu, bagaimana selama ini peran Kita enggak berperan banyak ya, karena Ya, enggak ada lah. Tapi kalau memang pertugas kesehatan terkait konsumsi tuak memang ini sudah jadi kebiasaan di masyarakat. ada
orang
disini
yang
sakit,
pasti
pada masyarakat Desa Lumban Siagian Jadi kami Cuma berperan saat konsumsi itu dinasehati biar enggak banyak-banyak Jae?
mendatangkan penyakit, jadi secara individual, minum lagi kan. kalau masyarakat belum. Tapi untuk tuak ini kan sebenarnya ada program dari Pemkab kan. Bagaimana bentuk dukungan dari Pemerintah Kabupaten dalam mengatasi konsumsi tuak? Jadi pemerintah sekarang, Bupati, sedang membuat kebijakan baru mengenai pembatasan waktu untuk lapo tuak, jadi lapo tuak nanti buka hanya sampai jam 8 malam. Sejak
kapan
peraturan
tersebut
akan
diterapkan? Ini masih dalam bentuk arahan dan informasi, belum instruksi. Ini belum jadi kebijakan baku dan tertulis. Adakah dukungan dari petugas kesehatan untuk mengatasi perilaku konsumsi tuak?
175 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
Kalau mendukung kayaknya enggak lah ya. Kecuali kalau sudah menjadi penyakit, otomatis dokter yang menangani juga bilang biar konsumsinya dikurangi. Jangan sampai menjadi masalah untuk kesehatan, jadi harus benarbenar menjaga pola konsumsinya. 3
Intervensi apa saja yang telah dilakukan Intervensi kita dalam mengatasi itu dalam hal untuk mengatasi perilaku konsumsi tuak?
Enggak ada. Ya paling itu lah, kasih
penyuluhan ya berarti. Sebenarnya ada, secara nasehat perseorangan. umum tapi, kan kalau penyuluhan biasanya untuk perilaku hidup bersih dan sehat, tapi kalau program khusus untuk tuak ini tidak ada. Apakah promosi kesehatan tentang tuak ini Apakah pernah dilakukan penyuluhan ke bersifat melarang?
masyarakat?
Pastinya tidak, karena kita enggak boleh Enggak, kalau ke masyarakat itu enggak langsung menghentikan, kan prinsip promosi ada. Bisanya individual, itu pun kalau seperti itu ya. Kecuali kalau memang nantinya peminumnya datang berobat. Kan kalau konsumsi tuak itu sudah menjadi larangan pada disini enggak gampang ngasih penyuluhan kebijakan pemerintah, disitu berarti kita punya begitu, kan udah jadi adat istiadat kan, andil penuh untuk melarang mereka.
bahkan di pesta aja pun tuak jadi minumnya kan. Makanya kita agak susah.
176 No.
Pertanyaan
Informan Utama
Informan Pendukung
Pokoknya, inti dari promosi kesehatan itu Bagaimana solusi yang tepat menangani adalah anjuran bukan larangan, gitu.
perilaku ini, menurut kakak? Ya memang seharusnya melibatkan semua pihak di desa ini ya. Sesepuh desa, Bidan Desa juga kan. Tapi awak juga jarang dipanggil. Harusnya disini sering dibuat musyawarah desa, biar dibahas disitu semuanya. Walaupun sekali setahun kan, setidaknya ada usaha pasti ada perubahan walaupun dikit. Tapi kan, sedikit demi sedikit lama-lama jadi berubah 360 derajat kan.
4
Menurut ibu, penyakit apa yang sering Penyakit yang timbul karena tuak, ya biasanya
Enggak ada ya, paling sakit di saluran
muncul di Desa Lumban Siagian Jae dan ya hipertensi, penyakit gula, gastritis.
pencernaan. Kalau di sini jarang sakit
diasumsikan
orang, apalagi cuma gara-gara tuak.
sebagai
konsumsi tuak?
penyakit
akibat
Karena kan orang ini malam minum tuak, besoknya udah banting tulang ke sawah, jadi lemak-lemak di tuak itu kan enggak bertumpuk di badannnya itu.
177
Lampiran 6
DOKUMENTASI
Para peminum tuak di Desa Lumban Siagian Jae
Suasana masyarakat Desa Lumban Siagian Jae saat berkumpul sambil mengonsumsi tuak di lapo tuak
KERANGKA SAMPEL PENELITIAN ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015
No Urut 1
KERECIA SIMORANGKIR
91
LUMBAN TORUAN
2
JISMAN PANGGABEAN
58
PANCUR SIMIN
3
UNJUR HASIHOLAN SIMATUPANG
38
LUMBAN TORUAN
4
GUSTAF PANGGABEAN
53
LUMBAN TORUAN
5
HARRIMAN PANGGABEAN
33
PANCUR SIMIN
6
SABAR PANGGABEAN
48
LUMBAN TONGATONGA
7
WILSON MANAHAN PANGGABEAN
17
LUMBAN TONGATONGA
8
RONSEN PANGGABEAN
72
LUMBAN TONGATONGA
9
DAVID SOPIAN PANGGABEAN
39
LUMBAN TONGATONGA
10
RINTHO PANGGABEAN
34
LUMBAN TONGATONGA
11
JANTI PANGGABEAN
56
LUMBAN TONGATONGA
12
MARINGAN PANGGABEAN
31
LUMBAN TONGATONGA
13
RAMLI ROBBY PANGGABEAN
23
LUMBAN TONGATONGA
14
NIMROT SIMANGUNSONG
51
LUMBAN TONGATONGA
15
ROBIN SIMANGUNSONG
30
LUMBAN TONGATONGA
16
DORIS SIMANGUNSONG
17
LUMBAN TONGATONGA
17
EVENDI SITANGGANG
60
LUMBAN TONGATONGA
18
BERTON JESEN SIADARI
17
LUMBAN TONGATONGA
19
SANGGUP PANGGABEAN
56
LUMBAN TONGATONGA
20
NOBEL FREDDY PANGGABEAN
25
LUMBAN TONGATONGA
21
PARSAORAN PANGGABEAN
46
LUMBAN TONGATONGA
22
LINTAS SIADARI
62
LUMBAN TONGATONGA
23
MAULIM PANGGABEAN
66
LUMBAN TONGATONGA
24
IRFAN PANGGABEAN
23
TOPI DALAN
25
SAUT PANGGABEAN
67
TOPI DALAN TORUAN
26
FRENGKY PANGGABEAN
34
TOPI DALAN TORUAN
27
NICO LEONARDO PANGGABEAN
32
TOPI DALAN TORUAN
28
HEINCE TULUS AGUSTINUS PANGGABEAN
38
LUMBAN TONGA TONGA NO 19
29
DOMICIUS PANGGABEAN
63
LUMBAN TONGA TONGA NO 19
30
RIKO ERIKSON PANGGABEAN
31
LUMBAN TONGA TONGA NO 19
31
LIUSUSTEN PANGGABEAN
27
LUMBAN TONGA TONGA NO 19
32
PREDDY PARLUHUTAN SIREGAR
47
TOPI DALAN
33
ANDREA RAJA HADIJANTO SIREGAR
18
TOPI DALAN
34
ROBIN PARAPAT
52
TOPI DALAN
35
RAJES NOVIANTO PARDAMEAN PARAPAT
24
TOPI DALAN
36
AMOS ELKANA PARAPAT
21
TOPI DALAN
NAMA
Umur
178
Dusun
KERANGKA SAMPEL PENELITIAN ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 No Urut 37
ZULKIFLI PANGGABEAN
52
TOPI DALAN
38
RAJA IMAN PANGGABEAN
20
TOPI DALAN
39
ANGGIAT MANGOLOI PASARIBU
27
TOPI DALAN
40
JOSUA PASARIBU
20
TOPI DALAN JULU
41
DOHAR PASARIBU
48
TOPI DALAN
42
METODIS TAMBUNAN
56
PANCUR SIMIN
43
ISAK TAMBUNAN
24
PANCUR SIMIN
44
MANGASA PANGGABEAN
75
PANCUR SIMIN
45
ROBERT PANGGABEAN
56
PANCUR SIMIN
46
MAJU PANGGABEAN
72
PANSUR SIMIN
47
NIMROD SIMANJUNTAK
55
LUMBAN SIAGIAN
48
ERWIN TRINOBEL SIMANJUTAK
20
LUMBAN SIAGIAN
49
JULES SIHOMBING
46
LUMBAN SIAGIAN
50
APPEN SIMANJUNTAK
52
SIPINGGAN DOLOK I
51
HENDRA SIMANJUNTAK
22
SIPINGGAN DOLOK I
52
TONI HORAS PANGGABEAN
39
SIPINGGAN DOLOK
53
BERNAD POLTAK PANGGABEAN
31
LUMBAN SIAGIAN
54
JEPRI ADI PANGGABEAN
21
LUMBAN SIAGIAN
55
SUDUNG PANGGABEAN
40
SIPINGGAN DOLOK
56
HARIS HUTAPEA
48
SIPINGGAN DOLOK I
57
DAULAD PANGGABEAN
82
SIPINGGAN DOLOK I
58
TRAVEL PANGGABEAN
23
SIPINGGAN DOLOK I
59
SWARDI SAHAT MAROLOP NAINGGOLAN
25
PANOMBURAN
60
SUPARJO NAINGGOLAN
21
PANOMBURAN
61
SUMURUNG PANGGABEAN
60
LUMBAN SIAGIAN
62
ANTO SIANIPAR
31
LUMBAN TORUAN
63
BOBBY SIANIPAR
29
LUMBAN TORUAN
64
CHANDRA SIANIPAR
24
LUMBAN TORUAN
65
BERRY SIANIPAR
20
LUMBAN TORUAN
66
ALBOIN SIMANJUNTAK
64
LUMBAN SIAGIAN
67
ALFREDO SAMUEL ANDERSON PANGGABE
22
LUMBAN TORUAN
68
AUDON ARIANTO PANGGABEAN
30
LUMBAN SIAGIAN
69
RONNI ERWIN PANGGABEAN
36
LUMBAN SIAGIAN
NAMA
Umur
Dusun
Sumber: http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263419.html (DPT TPS 1) http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263414.html (DPT TPS 2)
KERANGKA SAMPEL PENELITIAN ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 No Urut 70
SAHAT SIMATUPANG
69
LUMBAN TORUAN
71
JUNGJUNG SIMATUPANG
30
LUMBAN TORUAN
72
HERBIN PANGGABEAN
78
LUMBAN TORUAN
73
LINDUNG PANGABEAN
47
LUMBAN SIAGIAN PEA NADAO
74
HARRY JADIMART PANGGABEAN
35
LUMBAN SIAGIAN PEA NADAO
75
BETMAN LUMBAN TORUAN
62
PANSUR SIMIN
76
LAMHOT LUMBANTORUAN
31
PANSUR SIMIN
77
GOKLAS LUMBANTORUAN
22
PANSUR SIMIN
78
SWARJON LUMBANTORUAN
20
PANSUR SIMIN
79
RUSTAM SIBARANI
40
LUMBAN SIAGIAN
80
RONAL PANGGABEAN
38
LUMBAN SIANTAR
81
JULIANUS PANGGABEAN
38
LUMBAN TONGA-TONGA
82
CATLAN SITUMORANG
48
LUMBAN SIAGIAN
83
ARON SIADARI
33
LUMBAN TONGA-TONGA
84
SARTONO MANALU
46
LUMBAN SIAGIAN
85
ARMAN PARIZON PANGGABEAN
35
LUMBAN SIANTAR
86
MANUMPAK NAINGGOLAN
38
LUMBAN SIAGIAN
87
SYAHRIR PANGGABEAN
35
LUMBAN SIAGIAN
88
ANGGIAT TULUS PANGGABEAN
30
LUMBAN SIAGIAN
89
DARWIN ARIANTO SIANIPAR
32
LUMBAN SIAGIAN
90
BENJAMIN PANGGABEAN
32
LUMBAN SIAGIAN
91
LAMBAS MANAEK PANGGABEAN
28
LUMBAN SIAGIAN
92
AZAN SUBUHI PRATAMA SIREGAR
27
LUMBAN SIAGIAN
93
JOSUA GABE PUTRA
17
LUMBAN SIAGIAN
94
FREDDIN PANGGABEAN
30
LUMBAN SIAGIAN
95
JOEL PANGGABEAN
38
JLN MARHUSA NO 30
96
RUTGULLIT PANGGABEAN
25
JLN.MARHUSA
97
YOPILATUL PANGGABEAN
20
JLN.MARHUSA
98
RIKKY PANGGABEAN
20
LUMBAN PEA
99
RICARDO PANGGABEAN
20
LUMBAN PEA
100
SAHAT TAMPUBOLON
45
LUMBAN SIAGIAN
101
JUJUR PANGGABEAN
42
LUMBAN SIAGIAN
102
MANATAP MARULAK NAINGGOLAN
23
JL.MARHUSA PANGGABEAN
NAMA
Umur
Dusun
Sumber: http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263419.html (DPT TPS 1) http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263414.html (DPT TPS 2)
KERANGKA SAMPEL PENELITIAN ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 No Urut 103
SARWAN SIADARI
28
LUMBAN SIAGIAN
104
DONALD PANGGABEAN
36
LUMBAN SIAGIAN
105
RUSMAN PANGGABEAN
56
LUMBAN SIAGIAN
106
ROIN PANGGABEAN
36
LUMBAN SIAGIAN
107
FERYWAN RICARDO SIMANJUNTAK
26
LUMBAN SIAGIAN
108
ANTONI PANGGABEAN
38
LUMBAN SIAGIAN
109
JAMES HUTABARAT
66
JL. RAJA MARHUSA PANGGABEAN
110
RIO ROGERS LUMBANTOBING
30
JL. RAJA MARHUSA PANGGABEAN
111
AISEN HOBER MANURUNG
34
LUMBAN SIAGIAN
112
SOTARDUGA PANGGABEAN
45
JLN MARHUSA NO 39
113
BARISMAN PANGGABEAN
43
JLN MARHUSA NO 39
114
HARIANTO PANGGABEAN
30
LUMBAN SIAGIAN
115
ANDRI SAMUEL PANGGABEAN
26
JLN MARHUSA NO 14
116
SAOR TUA PURBA
40
LUMBAN SIAGIAN
117
PARLAUNGAN PANGGABEAN
53
LUMBAN SIAGIAN
118
HARI YANTO PANGGABEAN
26
LUMBAN SIAGIAN
119
CHARLES PANGGABEAN
25
LUMBAN SIAGIAN
120
FERY PANGGABEAN
22
LUMBAN SIAGIAN
121
SANGKOT PANGGABEAN
43
LUMBAN PEA NADAO
122
MANAHAN PANGGABEAN
41
LUMBAN SIAGIAN
123
PARLINDUNGAN PANGGABEAN
53
LUMBAN PEA NADAO
124
EBEN EZER PANGGABEAN
23
LUMBAN PEA NADAO
125
ALBERTUS TAMBUNAN
59
LUMBAN PEA
126
HOTMANGAPUL PANGGABEAN
50
LUMBAN PEA
127
BUTTY PANGGABEAN
63
LUMBAN PEA
128
TAHI PANGGABEAN
59
LUMBAN PEA
129
RUDI PANGGABEAN
21
LUMBAN PEA
130
RAMLI TUA PANGGABEAN
20
LUMBAN PEA
131
MARTUNAS PANGGABEAN
40
LUMBAN PEA
132
PANTAS PANGGABEAN
63
LUMBAN PEA
133
HOT BARINGIN PANGGABEAN
37
LUMBAN PEA
134
EDISON HERIANTO PANGGABEAN
36
LUMBAN PEA
135
LIBER TONCOAN PANGGABEAN
55
LUMBAN PEA
NAMA
Umur
Dusun
Sumber: http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263419.html (DPT TPS 1) http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263414.html (DPT TPS 2)
KERANGKA SAMPEL PENELITIAN ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 No Urut 136
HERMAN PANGGABEAN
26
LUMBAN PEA
137
PUKKA PANGGABEAN
24
LUMBAN PEA
138
ERIKSON JONATHAN PANGGABEAN
22
LUMBAN PEA
139
RIKKY BOY PANGGABEAN
20
LUMBAN PEA
140
RIKARDO PANGGABEAN
20
LUMBAN PEA
141
JEFRIN PANGGABEAN
18
LUMBAN PEA
142
AGUS PANGGABEAN
43
LUMBAN SIAGIAN
143
MANANTI SIMAJUNTAK
62
JLN MARHUSA NO 57
144
MANUKKOL SIMATUPANG
62
JLN MARHUSA NO 59
145
ARWAN HEBRIN SIHOL P. SIMATUPANG
23
JLN MARHUSA NO 59
146
JEKSON SIMATUPANG
19
JLN MARHUSA NO 59
147
HAPOSAN PANGGABEAN
63
JLN MARHUSA NO 35
148
MARUBA ERIKSON PANGGABEAN
30
LUMBAN SIAGIAN
149
ROBERT SIMANJUNTAK
47
LUMBAN SIAGIAN
150
TONGAM PANGGABEAN
57
JLN.MARHUSA
151
BINTANG JUNIOR PANGGABEAN
19
JLN MARHUSA NO
152
ADNAN SYAHMADAN PANGGABEAN
42
JLN MARHUSA PANGGABEAN
153
KHAIRUL SYAFI'I P
17
JLN MARHUSA PANGGABEAN
154
GUNAWAN PANGGABEAN
62
JLN MARHUSA NO 30
155
CHRISTOFEL SAHAT PANGIDOAN PANGG
29
JLN MARHUSA NO 30
156
RIYAN SALOMO PARAPAT
17
JIN MARHUSA NC 23
157
SOMBU PANGGABEAN
34
JLN MARHUSA NO 21
158
HORAS PANGGABEAN
57
JLN MARHUSA N024
159
SONI AMRI PANGGABEAN
25
JLN MARHUSA N024
160
DARWIS PANGGABEAN
23
JLN MARHUSA N024
161
TARDAS ANISTAN PANGGABEAN
52
LUMBAN SIAGIAN
162
IRPAN PREDDY PANGGABEAN
23
LUMBAN SIAGIAN
163
HORAS PANGGABEAN
42
LUMBAN SIAGIAN
164
WIWIN OBED PERDANA PANGGABEAN
20
LUMBAN SIAGIAN
165
MARUDUT PANGGABEAN
54
JLN MARHUSA NO 14
166
MARGANDA PANGGABEAN
61
JLN MARHUSA NO
167
ADI PUTRA PANGGANEAN
26
JLN MARHUSA NO
168
JONA PANGGABEAN
24
JLN MARHUSA NO
NAMA
Umur
Dusun
Sumber: http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263419.html (DPT TPS 1) http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263414.html (DPT TPS 2)
KERANGKA SAMPEL PENELITIAN ANALISIS KONSUMSI TUAK PADA PEMINUM TUAK DI DESA LUMBAN SIAGIAN JAE KECAMATAN SIATAS BARITA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA TAHUN 2015 No Urut 169
MARUAP PANGGABEAN
72
JLN MARHUSA NO 09
170
PERNANDO HENRY PANGGABEAN
46
JLN MARHUSA NO 06
171
HOTMAN PANGGABEAN
50
LUMBAN SIAGIAN
172
HISAR PANGGABEAN
31
LUMBAN SIAGIAN
173
ERIKSON PANGGABEAN
29
LUMBAN SIAGIAN
174
JOSUA PANGGABEAN
43
1UMBAN SIAGIAN
175
EDISON PANGGABEAN
55
LBN TORUAN
176
ALBERT PRASETIA PANGGABEAN
22
LBN TORUAN
177
SAUDARA LUMBANTOBING
46
LUMBAN PEA
178
CASPAR PANGGABEAN
27
JL MARHUSA PBGN
179
RIN RONA EVENDI TAMPUBOLON
49
LBN SIAGIAN
180
A. LAOMOR SWANDI S
38
LBN SIAGIAN
181
POSMAN PANGGABEAN
62
LBN SIAGIAN
182
ANGGIAT SIMATUPANG
40
LUMBAN SIAGIAN
183
DIMPOS PANGGABEAN
49
LBN SIAGIAN
184
DIMAS RIZANO PANGGABEAN
21
LBN SIAGIAN
185
DANIEL PANGGABEAN
18
LBN SIAGIAN
186
MARUDUT SIANIPAR
60
LBN SIAGIAN
187
TOHAP SIANIPAR
29
LBN SIAGIAN
188
RAMSES SIANIPAR
23
LBN SIAGIAN
189
CELEWANTO PANGGABEAN
31
LBN TORUAN
190
MANAGAM RAHMAD PANGGABEAN
32
JL MARHUSA NO 41
191
JON DEY RASMAN SARAGIH
44
LUMBAN SIAGIAN
192
ARSIGANA SARAGIH
20
LUMBAN SIAGIAN
NAMA
Umur
Dusun
Sumber: http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263419.html (DPT TPS 1) http://pdf.kpu.go.id/pdf/tapanuliutarakab_siatasbarita_lumbansiagian _1_10263414.html (DPT TPS 2)