STUDI TUTUPAN KARANG DI DESA SITARDAS KECAMATAN BADIRI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA Study of Life form Coral in Stardas Village Tapian Nauli Sub district, District of Tapanuli Tengah, Sumaterea Harry Muda Hasibuan1), Hasan Sitorus2), Indra Lesmana2) 1).
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, USU (Email:
[email protected]) 2). Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, USU
ABSTRACT Sitardas Village at Badiri sub district, District of Tapanuli Tengah is one of conservesion area that potensial tourism and fhisiries at Districtof Tapanuli Tengah. The aims of the study are to analize the percentage of coral covered area.The research was conducted for two months from April to Agust 2014 in Stradas Village. The research used survey method by using Line Intercept Transect (LIT) in two research stations with line transect 100 meters and three replications in each transect. Guildelines for measuring the condition of coral refers to Bapeda Regulation No. 47 of 2001. The results showed the condition of coral reefs in the Stardas Village was middle health category with coral covered area of 27,53%. The result dicreased compared to monitoring conducted by Marine and Fisheries Department of North Sumatera in, 2014 (50,96%), and 2015 (34.06%). The highest lifeform coral percentages in first station was Dead Scleractinia with a persentation of 34 %and than the highest lifeform coral percentages in second station was Hard Coral (Acropora) to cover a persentation of 44.4 %. Keywords : Coral Covered Area, Sitardas Village, Tapanuli Tengah District
Sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam bernilai tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu, pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting (Kasim, 2011). Melihat potensi kekayaan terumbu karang di Indonesia, sangat disayangkan apabila potensi ini tidak dikembangkan secara berkelanjutan. Potensi terumbu karang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan wisatawan yang datang ke Indonesia khususnya terumbu karang di Desa Sitardas yang belum dilakukan
PENDAHULUAN Terumbu karang diperkirakan meliputi wilayah seluas 600.000 km2 dan, jenis ekosistem ini terletak antara 30º Lintang Utara dan Selatan Katulistiwa. Kehadiran terumbu karang ini merupakan ciri yang dominan dari perairan dangkal di daerah katulistiwa. Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem-ekosistem pantai yang sangat produktif dan beraneka ragam. Ekosistem terumbu karang memberi manfaat langsung kepada manusia dengan menyediakan makanan, obat-obatan, bahan bangunan dan bahan lain. Lebih penting lagi, Terumbu karang menopang kelangsungan hidup ekosistem lain disekitarnya yang juga menjadi tumpuan hidup manusia (Romimohtarto dan Juwana, 2009). 1
pengelolaan di bidang wisata alam bawah laut dan belum banyak diketahui jenisjenis dan persentasenya, selain itu potensi terumbu karang juga dapat menyeimbangkan ekologis lautan. Namun seiring dengan perkembangan zaman terumbu karang saat ini sering disalahgunakan. Banyak pihak merusak terumbu karang hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri, serta pengaruh kegiatan perikanan dan aktivitas masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut dapat dikaji studi tutupan karang di Desa Sitardas sehingga dapat dijadikan bahan acuan untuk pengelolaan potensial terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan. Perairan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara memiliki terumbu karang yang cukup baik, sehingga berpotensi untuk kegiatan wisata bahari. Oleh karena itu perlu diatur pengelolaan terumbu karang untuk mencegah kerusakan yang mungkin terjadi, salah satunya dengan cara mengetahui tutupan terumbu karang yang dimiliki wilayah tersebut agar dapat menentukan besar pengelolaan yang dapat dilakukan. Desa Sitardas merupakan salah satu desa di Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah, aktivitas masyarakat pesisir di wilayah tersebut pada umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah Desa Sitardas sehingga mempengaruhi kondisi terumbu karang. Berdasarkan fungsi ekologis terumbu karang sebagai habitat ikan dan tempat mencari makan ikan, hal ini tentu akan memberikan dampak positif bagi nelayan yang melakukan penangkapan ikan di wilayah tersebut.
Sitardas Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlengkapan scuba diving, roll meter, kapal, kamera underwater, GPS, refraktometer, pH meter, thermometer, stopwatch, bola duga, sechi disc dan alat tulis bawah air. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis-jenis terumbu karang yang ada di perairan Desa Sitardas dan data sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara. Pelaksananaan Penelitian Penentuan Stasiun Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi pengambilan sampel adalah purposive random sampling pada lima stasiun pengamatan. Pembagian stasiun pe-ngambilan sampel antara lain : - Stasiun 1, Merupakan daerah Pantai Monyet. Pada lokasi ini terdapat hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang, tetapi kondisi terumbu karang pada lokasi ini sudah mulai rusak karena warga biasanya menangkap ikan dan udang dengan luas wilayah sekitar 1 kilo meter. Stasiun 1 terletak pada koordinat 1º34’5” LU - 1º33’5” LU dan 98º46’20” BT - 98º46’26” BT. Foto lokasi - Stasiun 2, Merupakan daerah pantai Kerambi Sabatang yang berjarak sekitar 2,5 km dari pemukiman dengan luar daerah ± 2 kilo meter. Lokasi ini merupakan kawasan konservasi yang terdapat hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Stasiun 2 terletak pada koordinat 1º32’19” LU - 1º33’58” LU dan 98º45’5” BT - 98º43’59” BT.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2016, bertempat di Desa
2
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian. karang dapat mengindikasikan kondisi karang di lokasi penelitian.
Prosedur Penelitian Mengacu pada English dkk (1994) dan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.47 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang, maka untuk mengetahui kondisi terumbu karang dilakukan survei dengan menggunakan metode Lifeform Line Intersept Transect (LIT). Survei dilakukan dengan membentangkan tali pengukur atau meteran pada hamparan terumbu karang sepanjang 70 m per stasiun/titik sampling dengan posisi bentangan sejajar garis pantai atau mengikuti alur tubir/pinggiran karang. Setiap koloni terumbu karang maupun profil bentik yang dilalui oleh tali pengukur akan diukur panjangnya menurut jenis lifeform-nya. Titik survei stasiun pada perairan yang dikaji di wilayah Desa Sitardas akan diadakan di 2 titik pengamatan dengan 3 kali ulangan di 1 kedalaman yaitu 7 meter. Gambar metode kerja pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Metode Kerja LIT. Prosedur Pengamatan Disiapkan alat yang dibutuhkan untuk diving. 1. Menarik garis transek sejajar garis pantai dengan mengikuti kontur dari pertumbuhan terumbu karang sepanjang 70 m pada batas garis pantai di setiap titik pengamatan. 2. Mengukur jarak setiap organisme yang dilalui oleh transek berdasarkan bentuk pertumbuhan dengan tingkat ketelitian 1 cm. 3. Mengamati jenis ikan karang yang ada disekitar garis transek.
Parameter Pendukung Untuk memperkaya informasi tentang kondisi biota di ekosistem terumbu karan desa stardas, maka dilakukan pengamatan jenis-jenis ikan karang yang hidup dihabitat tersebut. Jumlah jenis ikan 3
Pengambilan Data Pemantauan tutupan karang dilakukan di 2 Stasiun pengamatan dengan 3 kali ulangan pada kedalaman 7 meter. Jumlah titik pengamatan dan pengukuran parameternya diharapkan dapat mewakili kondisi dari sebaran terumbu karang yang ada, terutama untuk hamparan terumbu karang yang terdapat pada Desa Sitardas. Sedangkan perbandingan data yang didapat dengan data sebelumnya diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.
Hardcoral Non-Acropora sebesar 11,7% dan Hardcoral Acropora sebesar 12,33%. Persentase tutupan karang stasiun I dapat dilihat pada Gambar 3.
Analisis Data Persentase penutupan terumbu karang untuk masing-masing jenis lifeform, persentase karang keras hidup, serta indeks kematian karang dihitung menggunakan rumus Gomez dan Yap (1988) dan Keputusan Kepala Bapedal No.47 Tahun 2001 sebagai berikut :
Gambar 3. Persentase Tutupan Karang St.1 Pada lokasi stasiun II (Pantai Monyet) diperoleh persentase tutupan karang Hardcoral Non-Acropora sebesar 16,23% dan Hardcoral Acropora 15,2%. Persentase tutupan karang stasiun II dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan: Li = persentase penutupan biota ke-i; ni = panjang total kelompok biota karang ke-i; dan L = panjang total transek garis. Persentase penutupan terumbu karang keras hidup (hard coral life coverage, HCL) = Persentase penutupan lifeform Acropora + Non-Acropora, selanjutnya akan ditentukan kategori kondisi terumbu karang menurut Kepmenneg LH No. 4 Thn 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang
Gambar 4. Persentase Tutupan Karang St.2 Dari hasil yang didapatkan pada Stasiun I dan II, didapatkan perbedaan persentase tutupan karang. Persentase tutupan karang pada stasiun I sebanyak 24,03% sedangkan pada stasiun II sebanyak 31,43%. Dari hasil tersebut dapat dihitung bahwa perbedaan persentase tutupan karang pada Stasiun I dan II sebanyak 7,4%. Rata-rata persentase terumbu karang pada kedua stasiun dapat dilihat pada Gambar 5.
Hasil dan Pembahasan Hasil Dari penelitian yang dilakukan di Desa Sitardas Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, pada stasiun I(depan Desa Sitardas) persentase tutupan karang
4
Gambar 5. Perbandingan Persentase Karang antar Stasiun Kondisi Lifeform Karang di Lokasi Penelitian diketahui berada pada kondisi rusak sedang dengan nilai tutupan karang sebesar 27.73%.
Gambar 6. Perbandingan Persentase Karang pada tahun 2014, 2015 dan 2016 Parameter kualitas air Parameter kualitas air yang diukur di Desa Sitardas Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara yang dilakukan meliputi salinitas, suhu, pH, kecepatan arus dan kedalaman.
Jenis Ikan dan Terumbung Karang Adapun jenis terumbu karang yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut : (a. Coral submasive, b. Coral millepora, c. Acropora tabulate, d. Dead Coral Alga, e. Rubble., f. Coral massive, g. Coral encrusting, h. Dead Coral, i. Coral foliose, j. Coral mushroom, dan k. Coral branching. Sedangkan Jenis Ikan Karang di yang ditemukan dilokasi penelitian adalah sebagai berikut : (a.Clownfish, b.Kyphosusbigibbus, c.Cheilodipterus, d.Chrysipterasp, e.Chrysipteratalboti, f. Scissortail seargeant. Dan g. Chryptera, Berdasarkan hasil pengamatan persentase tutupan karang pada tahun 2016 lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 dan 2015 di dapatkan persentase tutupan karang di Desa sitardas yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara sebesar 50.96% dan 34.06%. Sedangkan pada tahun 2016 persentase tutupan karang di Desa Sitardas terus mengalami penurunan dengan nilai 27.73%. Pada kondisi ini dapat dinyatakan terjadi penurunan persentase tutupan karang dari tahun sebelumnya. Diagram perbandingan kondisi terumbu karang dapat dilihat pada Gambar 6.
St Suhu . (oC) I 30 II 29
pH 8 8
Salinitas (ppt) 29 30
Kedalaman (m) 7 7
Pembahasan Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang kaya sumber daya dan sebagai penyedia nutrisi hewani bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga perlu dijaga kelestariannya untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Menurut Adibrata (2013) bahwa ekosistem terumbu karang sangat kaya dengan hadirnya biota ekonomis yang berasosiasi dengannya seperti phylum arthropoda (termasuk udang, kepiting), phylum molusca (termasuk kerang, siput, cumi-cumi), phylum echinodermata (termasuk bulu babi, bintang laut), dan phylum chordata (termasuk ikan karang, penyu, mamalia laut). Menurut Dhahiyat dkk (2003) bahwa perairan terumbu karang sangat banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan, 5
Kecepatan Arus (m/s) 0.223 0.245
daerah asuhan, dan daerah perlindungan. Terumbu karang yang telah rusak memerlukan waktu yang lama sekali untuk kembali kepada keadaan semula. Kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh badai dan topan memerlukan waktu 25-30 tahun untuk pulih. Dari pengamatan karang pada stasiun I dan II terdapat perbedaan kondisi terumbu karang, hal ini disebabkan karena perbedaan kondisi titik pengamatan yang cukup berbeda. Pada stasiun I persentase lifeform lebih rendah karena berhadapan ke arah darat dimana terdapat daratan dangkal dengan substrat pasir yang banyak ditumbuhi oleh ekosistem mangrove dan padang lamun, dan kearah laut yang berhadapan lansung ke Pulau Unggeh dan Pulau Bakar sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan snorkeling, diving, penangkapan ikan dan tempat kapal berlabuh yang lebih sering dibandingkan dengan stasiun II dengan kondisi dasar perairan yang terjal dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dengan gelombang laut yang relatif besar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa karang pada stasiun I termasuk kategori rusak dengan nilai 24,03% dan pada stasiun II termasuk kategori sedang dengan nilai 31,43%. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang dimana kriteria karang sangat baik berada pada persentase ≥ 75 %, karang baik pada persentase 50 % - < 75 %, karang sedang berada pada persentase 25 % - < 50 % dan karang rusak berada pada persentase < 25 %. Nilai rata-rata tututpan karang yang di peroleh 27,73% berada diantara 25 % <50 %. Dari hasil kegiatan penelitian dapat disimpulkan bahwa terumbu karang yang berada di Desa Stardas, Kecamatan Tapian Nauli, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah tipe terumbu karang tepi, karena terumbu karang yang berada di lokasi penelitian
dapat ditemukan di sepanjang pantai dengan kedalaman perairan yang tidak terlalu jauh mengarah ke arah laut lepas yang dapat ditemukan pada kedalaman kurang dari 7 meter. Hal ini Selaras dengan literatur Nybakken (1988) yang menyatakan bahwa Terumbu Karang Tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat disepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan kearah laut terbuka. Pada Lokasi Penelitian di Desa Sitardas merupakan salah satu daerah Monitoring Kesehatan Karang (Coral reef Health Monitoring) yang dilakukan oleh Coremap CTI Tapanuli Tengah sejak tahun 2015. Rataan terumbu karang pada lokasi ini pada umumnya ditemukan rataan terumbu karang yang landai pada setiap stasiunnya. Pada kedalaman lebih dari 7 meter karang sudah jarang dijumpai, hal itu disebabkan karena subtrat pasir yang bercampur lumpur terlihat lebih mendominasi pada lokasi penelitian. Pada Desa Sitardas yang berada di Kecamatan Badiri pada tahun 2014 diketahui bahwa persentase tutupan karang hidup adalah 50,96 % yang berada pada kategori baik. Jenis karang yang mendominasi adalah dari jenis karang Coral Foliose, Coral branching, Acropora branching dan Coral Encrusting (Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah, 2014). Pada tahun 2015 diketahui bahwa persentase tutupan karang hidup di desa Sitardas adalah 34,46% yang berada pada kategori sedang. Rendahnya tutupan karang disini karena pada daerah ini karangnya sudah rusak. Jenis karang yang mendominasi adalah dari jenis karang Coral foliose, Coral branching, Acropora branching dan Coral encrusting (Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah, 2015). Perbedaan stasiun pengamatan juga menentukan hasil persentase tutupan karang yang didapatkan. Pihak Dinas 6
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara melakukan monitoring karang pada tahun 2014 dan 2015 hanya dengan 1 titik pengamatan, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pengamatan di 2 titik. Sehingga perbedaan hasil persentase yang cukup berbeda juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah titik stasiun pengamatan dan lokasi penelitian lebih dekat terhadap aktivitas masyarakat sekitar. Sehingga proses sedimentasi dari darat lebih tinggi di daerah lokasi penelitian. Selain itu penurunan tutupan terumbu karang pada tahun 2016 disebabkan oleh tingginya aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan oleh nelayan seperti pemakaian racun dan penambangan karang serta pasir disekitar lokasi penelitian. Menurut Indarjo dkk (2004) potensi sumberdaya terumbu karang di Indonesia semakin menurun dan terancam rusak. Kerusakan terumbu karang di Indonesia diindikasikan terutama sebagai akibat aktivitas manusia. Praktek penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti pemboman, pembiusan dan penggunaan racun oleh nelayan di sekitar terumbu karang, dan Penambangan karang dan pasir juga turutandil terhadap kerusakan sumberdaya terumbu karang. Perusakan ini menjadi kekhawatiran akan punahnya biota laut di pulau kecil dan terganggunya keseimbangan ekologi yang selanjutnya berpengaruh terhadap berkurangnya populasi ikan. Kerusakan terumbu karang pada lokasi penelitian disebabkan oleh aktivitas masyarakat pemukiman disekitar perairan yang dulunya dalam kegiatan menangkap ikan menggunakan alat tidak ramah lingkungan seperti bom ikan dan racun ikan (putas) serta penambangan Karang. Menurut Papu (2011) bahwa pertumbuhan karang dipengaruhi oleh factor alam dan manusia. Faktor alam seperti ketersediaan nutrisi, predator, kondisi kimia-fisika laut, jika dalam keadaan sesuai maka dapat membuat kondisi terumbu karang lebih
stabil. Faktor manusia, seperti pengeboman ikan, penggunaan jangkar di daerah terumbu karang yang merusak terumbu karang. Menurut Suharyanto dan Utojo (2007), bahwa adanya kapal-kapal dapat mengganggu kehidupan organisme akuatik di air, umumnya ekosistem pantai dan khususnya ekosistem terumbu karang sebagai rumah dari ikan-ikan karang akibat cemaran-cemaran yang ditimbulkan oleh kapal-kapal tersebut, maupun cemarancemaran yang berasal dari limbah rumah tangga, yangkian hari kian meningkat akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah, di sekitar perairan tersebut. Hasil transek ikan di lokasi penelitian sangat sedikit jenis dan jumlah ikan yang dapat ditemukan dibandingkan dengan daerah lain yang terumbu karangnya masih dapat dikategorikan baik. Di duga memang kerusakan terumbu karang pada lokasi penelitian merupakan penyebab berkurangnya jumlah dan jenis ikan pada lokasi penelitian. Najamuddin dkk (2012) menyatakan keberadaan ikan karang dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang, dimana pada daerah yang terlindung dan daerah terbuka biasanya terdapat terumbu karang yang mempunyai struktur morfologi yang berbeda. Dari perkiraan 12.000 spesies ikan laut dunia, kurang lebih 7.000 spesies (58,3%) merupakan ikan yang hidup didaerah terumbu karang. Pada ekosistem terumbu karang sangat banyak di jumpai biota-biota perairan seperti ikan dan kerang-kerangan yang bersimbiosis dengan ekosistem terumbuh karang. Hal ini sesusai Adibrata (2013) bahwa ekosistem terumbu karang sangat kaya dengan hadirnya biota ekonomis yang berasosiasi dengannya seperti phylum arthropoda (termasuk udang, kepiting), phylum molusca (termasuk kerang, siput, cumi-cumi), phylum echinodermata (termasuk bulu babi, bintang laut), dan phylum chordata 7
(termasuk ikan karang, penyu, mamalia laut). Pertumbuhan karang sangat dipengaruhi oleh factor alam dan manusia. Faktor alam seperti ketersediaan nutrisi, predator, kondisi kimia-fisika laut, jika dalam keadaan sesuai maka dapat membuat kondisi terumbu karang lebih stabil. Faktor manusia, seperti pengeboman ikan, penggunaan jangkar di daerah terumbu karang yang merusak terumbu karang (Papu, 2011).
komponen abiotik yang ditemukan disekitar garis transek meliputi kategori Dead Coral, Sand dan Rubble. Tidak ada ditemukan kategori Algae di kedua stasiun penelitian. Dalam penelitian diukur beberapa parameter kualitas air meliputi salinitas, suhu, pH, kecepatan arus dan kedalaman. Didapatkan salinitas air laut sebesar 290/00, suhu 290C, pH 8, kecepatan arus 0,212 m/detik, dan kedalaman 7 m. Dari hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa kualitas air laut di sekitar Desa Sitardas masih dalam keadaan baik dan sesuai untuk habitat karang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mellawati (2012) bahwa pertumbuhan terumbu karang di perairan laut dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, salinitas, cahaya dan kecerahan suatu perairan (intensitas cahaya), serta kondisi arus perairan dan substratnya. Suhu optimum untuk terumbu adalah 25-300C. Menurut Mellawati (2012), pengaruh suhu terhadap karang tidak saja yang ekstrim maksimum dan minimum saja, namun perubahan mendadak dari suhu alami sekitar 4-6ºC di bawah atau di atas ambien dapat mengurangi pertumbuhan karang bahkan menyebabkan kematian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase tutupan karang yang dipeoleh di Desa Sitardas dapat dinyatakan berada dalam kategori sedang. Oleh sebab itu perlu dilakukan monitoring karang tahunan untuk menjaga ekosistem terumbu karang di Desa Sitardas agar dapat berada dalam kondisi yang baik, terlebih lebih area tersebut dijadikan sebagai objek wisata snorkling dan selam dan merupakan daerah penangkapan ikan oleh masyarakat sekitar. Monitoring tersebut dapat memberikan informasi perubahan ekosistem terumbu karang setiap tahunnya yang akan dijadikan sebagai dasar kebijakan Pengelolaan di Desa Sitardas khususnya bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Parameter Kualitas Air Proses sedimentasi dari daratan yang sangat tinggi secara langsung maupun tidak langsung telah mengurangi penetrasi cahaya masuk ke air dan menutup polip pada karang sehingga polip tidak dapat berfotosintesis yang dapat menyebabkan kematian pada karang. Mellawati (2012) pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikan secara langsung karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga menutup polip karang. Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya matahari yang penting untuk proses fotosintesis Zooxanthellae. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 dan 2015, jenis substrat yang terdapat di Desa Sitardas pada saat pengamatan adalah substrat pasir, rubble,dan substrat karang yang ditumbuhi algae. Hal yang sama juga ditemukan pada pengamatan tahun 2016 dengan substrat karang yang ditumbuhi algae diperairan tersebut, jenis substrat yang terdapat di Desa sitardas adalah substrat sand dan rubble dan yang mendominasi adalah substrat sand. Kategori lifeform karang yang didapatkan di Desa Sitardas adalah Acropora Branching, Acropora Encrusting, Coral Massive, Coral Submassive, Coral Foliose, Coral Mushroom, dan Sponge. Sedangkan 8
Dead coral disebabkan karena kurangnya densitas sejenis tumbuhan algae yang disebut dengan Zooxantela dan menyebabkan hilangnya pigmen warna pada terumbu karang. Hal ini didukung oleh Fit dkk (2000) yang menyatakan bahwa Coral bleaching (pemutihan karang) dapat diartikan sebagai hilangnya warna karang yang disebabkan oleh degradasi populasi Symbiodinium (zooxanthellae) dan pigmen alga tersebut.
Perbedaan persentase tutupan karang pada Stasiun I dan II sebanyak 6,99%. 2. Kondisi persentase tutupan karang di Desa Stardas pada tahun 2016 berada pada kategori Sedang dengan nilai 27.73%. Kondisi ini terjadi penurunan persentase tutupan karang dibanding tahun 2014 dan 2015 dengan nilai 50.96% dan 34.06%. Saran 1. Diharapkan adanya pengamatan lanjut mengenai jenis dan kelimpahan ikan di perairan Desa Sitardas untuk penyempurnaan data mengenai ekosistem terumbu karang di Desa Sitardas. 2. Sebaiknya dilakukan Monitoring secara berkelanjutan sehingga ekosistem terumbu karang di Desa Stardas dapat dilestarikan, agar setiap tahunnya dapat diketahui bagaimana keadaan kondisi ekosistem terumbu karang setiap tahunnya, dalam upaya pelestarian terumbu karang sebaiknya juga di lakukan kegiatan transpaltasi oleh pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Tapanuli Tengah agar kondisi karang di Desa Stardas dapat meningkat.
Rekomendasi Pengelolaan Terumbu karang di perairan laut Desa Stardas telah mengelami kerusakan dengan tutupan karang hidup relatif rendah yaitu 27.73 %. Ada kecenderungan persentasi tutupan karang semakin menurun dari tahun ke tahun akibat berbagai aktivitas manusia yang bersifat destruktif terhadap ekosistem terumbu karang. Untuk menekan dan mencegah kerusakan karang di Desa Sitardas, maka beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan isntansi terkait khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah adalah sebagai berikut: 1)Meningkatakan pemantauan pengawasan dan pengendalian perikanan destruktif, 2). Menambah jumlah Daerah Perlindungan Laut (DPL), 3).Menindak tegas pelaku perusak terumbu karang, 4).Melakukan transplantasi karang di lokasi terumbu karang yang telah rusak, 5).Meningkatkan penyadaran masyarakat melalui penyuluhan tentang peranan ekosistem terumbu karang terhadap perikanan laut secara reguler dan berkelanjutan dengan melibatkan LPSTK (Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang) Desa Sitardas Kabupaten Tapanuli Tengah.
DAFTAR PUSTAKA Adibrata, S. 2013. Evaluasi Kondisi Terumbu Karang di Pulau Ketawai Kabupaten Bangka Tengah. Jurnal Kelautan. 8 (1) 19-28. Dhahiyat, Y. D. Sinuhaji dan H. Hamdani. 2003. Struktur Komunitas Ikan Karang di Daerah Transplantasi Karang Pulau Pari Kepulauan Seribu...Iktiologi...Indonesia..3(2) : 87-94.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Persentase tutupan karang pada stasiun I (Pantai Monyet) sebesar 24,03%. Sedangkan pada stasiun II (Kerambi Sebatang) sebesar 31,43%.
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. 2014. Laporan Monitoring Kesehatan Karang Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Medan. 9
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara. 2015. Laporan Monitoring Kesehatan Karang Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Medan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor 4 Tahun 2001. Tentang..Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta. Mellawati,J., H. Susiati dan Yarianto. 2012. Pemetaan Awal Terumbu Karang di Ekosistem Pantai Sekitar Calon Tapak PLTN Bangka Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V. Jakarta.
English, S., C. Wilkinson dan V. Baker. 1994. Survey Manual For Tropical Marine,.Resources.Australian..Insti tute of Marine Science. Townsville Australia. Fitt, W.K., F.K. McFarland, M.E. Warner and G.C. Chilcoat. 2000. Seasonal Patterns of Tissue Biomass and Densities.of.Symbiotic Dinoflagella tes in Reef Corals and Relation to Coral Bleaching. Limnology and Oceanography 45: 677 – 685.
Najamuddin, S. Ishak dan A. Ahmad. 2012. Keragaman Ikan Karang di Perairan..Makian Provinsi Maluku Utara. Depik. 1(2): 114-120.
......
Nybakken, K. 1988. Marine Biology: An Ecological Approach. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gomez, E. D. and H. T. Yap. 1988. Monitoring Reef Condition. In: Kenchington, R. A., and B. E. T.Hudson.Coral Reef Management Handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for...Southeast...Asia...(ROSTSEA) . Jakarta.
Papu, A. 2011. Kondisi Tutupan Karang Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan. Ilmiah Sains. 11(1):6-12. Romimohtarto, K dan S. Juwana. 2009. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Hidayati, D., D. Asiati dan D. Harfina. 2008. Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang...Indonesia. LIPI Press. Jakarta.
Suharyanto dan Utojo. 2007. Kondisi Ikan Karang di Teluk Pare-Pare dan Awerage Sulawesi Selatan. Biodiversitas. 8(2): 101-104.
Indarjo, A., W. Wijatmoko dan Musanik. 2004. Kondisi Terumbu Karang di Perairan Panjang Jepara. Ilmu Kelautan. 9(4) : 217-224. Kasim,.F. 2011. Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan. Fakultas.Pertanian.UNG.Gorontalo Keputusan Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Nomor 47 Tahun 2001. Tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang. Jakarta.
10