ANALISIS KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA HUMAS PT PLN (Persero) DISTRIBUSI JAKARTA DAN TANGERANG
Adhitya Saputra, Yuanita Safitri, S.Sos., M.I.Kom PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang Jl. Muhammad Ikhwan Ridwan Rais no.1 Jakarta Pusat 10110 Telp : (021) 345 4000 / (021) 345 5000 Fax : (021) 345 6694
[email protected]
Abstrack The research objective is to determine how the study of interpersonal communication in the public relations division of PT PLN (Persero) Distribution of Jakarta and Tangerang and determine the factors inhibiting interpersonal communication and public relations division and solution at PT PLN (Persero) Distribution of Jakarta and Tangerang. Methodology used a qualitative approach, semistructured interviews with three informans. Issues addressed by descriptive analysis method. Results of this research are reviewed with interpersonal communication aspects of openness, positive attitude, empathy, supportness, equality has been good. Still found in interpersonal communication barriers caused by misunderstanding and communication from top to bottom. Conclusions interpersonal communication on relations division of PT PLN (Persero) Distribution of Jakarta and Tangerang is good, because the openness, positiveness, empathy, supportness, equality / similarity. Inhibiting factors of interpersonal communication in general comes from the message, channel and listeners because misunderstandings and barriers of communication from top to bottom. (AS) Key words: communication, interpersonal, PT PLN
Abstrak Tujuan Penelitian ialah penelitian untuk mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal pada divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang, serta mengetahui faktor-faktor penghambat komunikasi interpersonal dan solusinya pada divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang. Metodelogi Penelitian yang digunakan dengan pendekatan kualitatif, wawancara semistruktur dengan tiga narasumber. Permasalahan dibahas dengan metode analisa deskriptif. Hasil penelitian ini adalah komunikasi interpersonal yang ditinjau dengan aspek keterbukan, sikap positif, empati, sikap mendukung, kesetaraan sudah baik. Masih ditemukan hambatan dalam komunikasi interpersonal yang disebabkan oleh kesalah pahaman dan komunikasi dari atas ke bawah. Simpulan komunikasi interpersonal pada divisi Humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang sudah baik, karena indikator keterbukaan, sifat positif, empati, sikap mendukung, kesetaraan/kesamaan. Faktor penghambat komunikasi interpersonal secara umum berasal dari pesan, saluran dan pendengar karena kesalah pahaman dan hambatan komunikasi dari atas ke bawah. (AS) Kata Kunci: komunikasi, interpersonal, PT PLN
PENDAHULUAN Public relations dalam instasi pemerintah dan BUMN lebih dikenal dengan Humas (Hubungan Masyarakat). Humas pada PLN (Persero) kantor Distribusi Jakarta dan Tangerang dinamakan Divisi Komunikasi dan Bina Lingkungan (DivKom&BL). Tugasnya antara lain : bertanggung jawab kepada General Manajer, melakukan komunikasi kepada publik internal guna mencapai citra internal dan dukungan positif terhadap perusahaan, mengelola media internal sebagai sarana informasi dengan publik internal perusahan, menyusun rencana komunikasi internal dan eksternal dalam sosialisasi kebijakan dan program, peduli dengan pelanggan, dll. Peran public relations penting dalam menunjang operasional perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, pihak manajemen mengatur konsep dan mengatur suatu kebijakan, sedangkan karyawan bertugas sebagai pihak pelaksanaan. Konsep atau kebijakan tidak akan berjalan dengan baik tanpa ada yang menjalankan. Manajemen dan public relations bekerja sama untuk merancang komunikasi internal. Komunikasi internal berperan sebagai sarana dalam menyampaikan maupun menerima infomasi. Dan juga menampung berbagai saran dan kritik yang di keluhkan oleh karyawan. Komunikasi diperlukan dalam lingkup bermasyarakat dan juga dalam lingkup perusahaan. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak bakal terjadi, kalau tidak ada penyampaian berita tadi menyampaikan secara patut dan penerima berita tidak dalam bentuk distorsi (Thoha, 2009). Komunikasi lekat dengan manusia dan tidak dapat dilepaskan dari diri manusia sejak lahir, karena dengan komunikasi itulah manusia dapat tumbuh dan berkembang. Komunikasi dilakukan untuk pertukaran informasi dalam menerima maupun mengeluarkan informasi kepada orang lain. Komunikasi diperlukan dalam kehidupan manusia maupun dalam kehidupan perusahaan. Komunikasi merupakan sarana dalam pencapaian tujuan perusahaan. Dalam mendiskusikan program kerja, diperlukan komunikasi interpersonal yang baik agar pesan yang disampaikan diterima dan dijalankan dengan baik, keberhasilan komunikasi interpersonal antar karyawan akan mengoptimalkan kinerja pada divisi humas itu sendiri. Dengan adanya komunikasi yang baik maka kinerja karyawan tersebut akan optimal. Komunikasi interpersonal yang terjadi di dalam organisasi ini pun terdapat komunikasi yang bersifat formal dan informal. Dalam penerapan dilapangan komunikasi formal dilakukan pada komunikasi ke atas dan komunikasi kebawah. Sedangkan komunikasi yang bersifat informal terjadi pada komunikasi horizontal dan lintas saluran dengan divisi lain. Komunikasi interpersonal merupakan suatu yang sangat penting dalam manajemen organisasi dikarenakan hakekat dari manajemen adalah proses pencapaian tujuan dengan bekerja dengan atau melalui orang lain. Suatu hal yang tidak mungkin bagi seorang pemimpin organisasi dapat mencapai tujuan organisasinya secara efektif dan efisien tanpa berkomunikasi dengan anggota-anggota organisasi lainnya. Salah satu hal yang penting dalam organisasi adalah komunikasi interpersonal organisasi itu sendiri. Dengan adanya komunikasi organisasi karyawan bisa bertukar pikiran, saling memahami dan berkerja sama dengan anggota lainnya. Tetapi jika komunikasi organisasi terganggu maka akan terjadi miskomunikasi dalam organisasi tersebut dan pada ahirnya akan terjadi penurunan kinerja yang disebabkan miskomunikasi tersebut.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan Konstruktivisme Sosial. Menurut Creswell (2013), Konstruktivisme sosial meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka –makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut mencari konpleksitas pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna menjadi sejumlah katagori dan gagasan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian deskriptif bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual, periset melakukan operasionalisasi konsep yang akan menghasilkan variabel
beserta indikatornya. Penelitian ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel (Kriyanto, 2010). Metodelogi penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi dan samplingnya terbatas. Disini lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2010). Teknik wawancara untuk penelitian ini adalah wawancara semistruktur. Wawancara semisruktur ini, pewawancara biasanya mempunyai daftar pertanyaan tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan. Wawancara ini dikenal pula dengan nama wawancara terarah atau wawancara bebas terpimpin. Artinya, wawancara dilakukan secara bebas, tapi terarah dengan tetap pada jalur pokok permasalahan yang akan ditanyakan dan telah disiapkan terlebih dahulu. Disini pedoman permasalahan yang akan ditanyakan merupakan landasan atau pijakan dalam melakukan wawancara. Kemudian periset dimungkinkan untuk mengembangkan pertanyaan sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga dimungkinkan mendapatkan data yang lebih lengkap (Kriyantono, 2006). Informan kunci yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Deputi Manajer Humas Disjaya dan Supervisor Humas Disjaya, alasan peneliti ialah mereka merupakan atasan didalam divisi Humas PT PLN Disjaya yang mampu memimpin, mengkoordinasi dan bertanggung jawab di divisi tersebut. Dan informan pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Analyst Humas Disjaya alasan peneliti ialah informan sebagai pelaksana oprasional dalam humas mempunyai pengalaman kerja cukup lama. Menurut Kriyantono (2010), observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung – tanpa mediator – sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Namun, tidak semua observasi bisa disebut sebagai metode dalam riset karena metode pengumpulan data melalui observasi memerlukan syarat – syarat tertentu agar bermanfaat bagi kegiatan riset. Ada 2 jenis observasi; pertama, observasi partisipan, yaitu periset ikut berpartisipasi sebagai anggota kelompok yang diteliti. Kedua, observasi nonpartisipan, yaitu observasi dimana periset tidak memposisikan dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti (Kriyantono (2010). Lebih lanjut Kriyantono (2010) menjelaskan bahwa observasi partisipan adalah metode observasi dimana periset juga berfungsi sebagai partisipan, ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh kelompok yang diriset, apakah kehadirannya diketahui atau tidak. Observasi nonpartisipan merupakan metode observasi di mana periset hanya bertindak mengobservasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan kelompok yang diriset, baik kehadiranya diketahui atau tidak. Pada penelitian ini observasi yang dilakukan adalah nonpartisipan dikarenakan peneliti tidak terjun langsung kedalam objek penelitian tersebut jadi hanya mengamati komunikasi interpersonal yang dilakukan pada humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang. Usaha mengecek keabsahan data atau mengecek keabsahan temuan riset. Triangulasi metode dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) teknik pengumpulan data untuk mendapatkan yang sama.Oleh karena itu teknik keabsahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dimana peneliti akan melakukan pengecekan atau membandingan hasil wawancara terhadap sumber yang berbeda.
HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan ini diperoleh dari wawancara semistruktur yang dilakukan dengan tiga orang informan, observasi, serta data sekunder. Data tersebut kemudian diselaraskan dengan kerangka pemikiran yang menjadi pedoman untuk mengetahui komunikasi interpersonal pada humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang. Key informant dari data-data diperoleh dari narasumber melalui wawancara semistruktur dengan narasumber yang menjadi key informant dan informant pada bagiannya masing-masing. Berikut ini nama-nama dan tugas informan Mambang Hartadi selaku Deputi Manajer Humas Disjaya dan Candra Sona Trivita Dewi selaku Supervisor Humas Disjaya, alasan peneliti ialah mereka merupakan atasan didalam divisi Humas PT PLN Disjaya yang mampu memimpin, mengkoordinasi dan bertanggung jawab di divisi tersebut. Dan informan pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Pandu Prastyani selaku Analyst Humas Disjaya alasan peneliti ialah informan sebagai pelaksana oprasional dalam humas mempunyai pengalaman kerja cukup lama.
A.
Komunikasi Interpersonal Pada Divisi Humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang
Mengacu pada konsep De Vito tentang Komunikasi Interpersonal. Dalam komunikasi tersebut, komunikasi diukur dari adanya keterbukaan antara pihak yang melakukan komunikasi, saling mendukung antara pihak yang melakukan komunikasi, bersikap positif, saling memahami antara pihak yang saling melakukan komunikasi, kesetaraan antara pihak yang melakukan komunikasi. Selanjutnya dapat diuraikan komunikasi interpersonal dalam meningkatkan kinerja karyawan sebagai berikut: Menurut DeVito (dalam Setyono, 2013) keterbukaan mencakup kesediaan untuk membuka diri, mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Dengan perkataan lain bahwa keterbukaan ialah kesediaan seseorang dalam membuka diri untuk mengungkapkan informasi yang tersembunyi dan sifat informasi tidak bertentangan dengan peraturan atau kebijakan yang berlaku dalam organisasi. Sikap keterbukaan merupakan sikap dimana individu dapat menerima masukan dari individu lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting tersebut. Hasil wawancara menemukan bahwa divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang sudah melakukan komunikasi interpersonal yang baik sehingga dapat membangun hubungan kerja yang baik antar karyawan. Sikap keterbukaan tersebut akan berdampak positif dengan diwujudkan melalui proses komunikasi interpersonal, dimana komunikator saling terbuka antara satu dengan yang lainnya, dengan cara mendekatkan diri seperti pimpinan mendekatkan diri dengan karyawan, dengan membuka dirinya untuk menerima kendala atau keluhan dari karyawan sampai mendengarkan hasil kerjanya. Sikap positif (positiveness) ditunjukkan dalam bentuk sikap dan prilaku. Dalam bentuk sikap, maksudnya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, bukan prasangka dan curiga. Sikap positif dalam komunikasi interpersonal meliputi penggunaan pesan bersifat positif daripada pesan yang bersifat negatif (DeVito dalam Setyono, 2013). Sikap positif yang dimiliki seorang karyawan dapat mempengaruhi dirinya untuk bisa atau tidaknya dalam melakukan komunikasi yang harus diperhatikan oleh pimpinan adalah sikap atau prilaku kerja para karyawan. Perilaku dan sikap yang baik akan memberikan gambaran positif bagi karyawan-karyawan lainnya. Hasil wawancara pada divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang telah menunjukan adanya komunikasi yang baik, karena secara positif mendorong karyawan untuk berinteraksi. Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain dari sudut pandang orang lain, untuk merasakan seperti yang dirasakan orang lain, untuk “berjalan di dalam sepatu yang sama”, untuk merasakan perasaan orang lain dengan cara yang sama persis. Bersikap empati berarti mengerti secara emosional, tanpa kehilangan indentitas pribadi, mengenai apa yang dialami oleh orang lain (DeVito dalam Setyono, 2013). Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling mempercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat. Karyawan yang mempunyai rasa empati terhadap sesama dapat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi. Karyawan yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka. Dengan demikian maka divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang telah memiliki rasa empati yakni lebih menghargai orang lain karena sikap empati menjadi faktor utama dalam kegiatan bekerja yang memiliki sikap rasa saling menghargai dan menghormati antar karyawan lain, yang akan mempermudah dalam proses komunikasi interpersonal demi membangun hubungan kerja yang baik juga untuk mencapai tujuan dari PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang serta tentunya akan memudahkan peningkatan kinerja karyawan itu sendiri. Menurut Devito (dalam Suranto 2011), hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi interpersonal dalam hal ini sikap mendukung dengan memiliki komitmen untuk mendukung interaksi secara terbuka. Dengan adanya sikap mendukung antar karyawan dapat mempermudah dalam penyelesaian tugas. Jika kurangnya komunikasi dan koordinasi antar individu dapat menyebabkan tidak saling mendukung dan membantu dalam penyelesaian tugas sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu. Dalam hal ini sikap mendukung sangat diperlukan dari setiap rekan kerja untuk memberikan motivasi yang mendorong seseorang untuk dapat berprestasi dalam organisasi atau instansi. Agar memunculkan kesetaraan dalam berkomunikasi memerlukan adanya pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan tidak mengharuskan untuk menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain (DeVito dalam Rasika, 2015). Kesetaraan berarti kesamaan kondisi bagi karyawan baik gender atau strata sosialnya
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai karyawan, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pekerjaan. Setiap karyawan memiliki kesempatan yang sama untuk dapat diberi penghargaan. Maka dengan adanya kesetaraan antar karyawan diharapkan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dari hasil wawancara ketiga informan pada divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang bahwa adanya pengakuan secara sama-sama bahwa setiap karyawan bernilai dan berharga, dan mempunyai peran yang penting untuk disumbangkan dalam bekerja. Dalam suatu komunikasi interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan/kesamaan, dapat dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan dalam menghargai orang lain. Adanya sikap kesetaraan/kesamaan antar karyawan sangat berpengaruh sekali, karena disini semua karyawan tidak membeda-bedakan setiap karyawan satu dengan yang lain nya, karyawan di berikan hak dan kewajiban yang sama, begitu juga karyawan di berikan beban yang sama juga, di divisi humas memberikan kesamaan dan tidak membeda-bedakan perhatiannya, jadi satu sama lain tidak ada rasa iri dengan karyawan yang lain.
B.
Faktor-Faktor Yang Menghambat Komunikasi Interpersonal Pada Divisi Humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang
Pernyataan dari Richmond & McCroskey; Shockley-Zabalak (dalam Maubane dan Oudtshoorn, 2011) bahwa komunikasi organisasi sebagai proses dimana individu merangsang makna dalam benak orang lain dengan cara pesan verbal atau nonverbal dalam konteks organisasi formal. Ini adalah proses di mana organisasi diciptakan dan pada gilirannya menciptakan dan membentuk peristiwa, misalnya, kombinasi proses, orang, pesan, makna dan tujuan. Ketika komunikasi interpersonal mengalami hambatan ini akan menyebabkan tidak baiknya suatu komunikasi oleh sebab itu perlu diketahui titik hambatan dalam berkomunikasi tersebut. Proses komunikasi tidak akan berjalan lancar jika terjadi gangguan dalam komunikasi. Gangguan atau hambatan itu secara umum dapat dikelompokkan menjadi (a) Perlindungan; (b) Pertahanan; (c) Kecenderungan untuk menghakimi; (d) Perspektif yang sempit; (e) Harapan yang tidak sesuai; (f) Waktu yang terbatas. Komunikasi memegang peranan penting karena adanya keberhasilan berinteraksi dalam organisasi sehingga proses berorganisasi akan berjalan lancar dan akan mempercepat proses penyelesaian suatu pekerjaan. Sebaliknya, bila komunikasi terhambat, arus informasi pun tersendat, dan akibatnya tentu akan membuat suatu pekerjaan juga terlambat diselesaikan karena kesalahpahaman (miss understanding) dan hambatan komunikasi dari atas ke bawah (downward communication). Komunikasi memegang peranan penting karena adanya keberhasilan berinteraksi dalam organisasi sehingga proses berorganisasi akan berjalan lancar dan akan mempercepat proses penyelesaian suatu pekerjaan. Sebaliknya, bila komunikasi terhambat, arus informasi pun tersendat, dan akibatnya tentu akan membuat suatu pekerjaan juga terlambat diselesaikan karena kesalahpahaman (miss understanding) dan hambatan komunikasi dari atas ke bawah (downward communication). Hambatan-hambatan komunikasi interpersonal adalah faktor-faktor yang menyebabkan pemaknaan pesan yang komunikator sampaikan kepada penerima berbeda. Hambatan ini biasa berasal dari pesan, saluran dan pendengar. Hambatan komunikasi interpersonal antar semua unsur dalam suatu pekerjaan akan berdampak pada kinerja karyawan yang ada di lingkungan divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang tersebut. Pentingnya suatu hambatan komunikasi untuk dapat diselesaikan dan ditangani dengan baik, agar aktifitas divisi humas akan kembali menjadi sehat. Kegagalan dalam mengatasi hambatan-hambatan komunikasi interpersonal banyak disebabkan oleh kurang tertatanya komunikasi interpersonal yang dilakukan para pelaku di organisasi tersebut. Komunikasi tanpa mengalami hambatan-hambatan antara bawahan dengan atasan dapat membantu terciptanya kinerja secara optimal. C.
Solusi Penanganan Hambatan Komunikasi dari Divisi Humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang.
Dalam melaksanakan proses interaksi komunikasi manusia berusaha agar terjadi saling pengertian, saling merasakan, saling menyadari kebutuhan masing-masing. Hubungan antar manusia dapat terjadi dalam situasi dan kondisi bermacam-macam, namun terjadinya penghambat komunikasi
akan mengakibatkan penurunan kinerja divisi humas, oleh sebab itu untuk mengurangi faktor penghambat komunikasi interpersonal dengan menggunakan pendekatan persuasive dan metode kolaborasi dari pimpinan terhadap karyawan, sedangkan penggunaan komunikasi kepada publik, divisi humas menggunakan strategi sosialisasi dengan penyebaran informasi melalui media. Metode kolaborasi mungkin dilihat sebagai solusi terbaik untuk digunakan dalam situasi konflik. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Greiff, Holt, dan Funke (2013) bahwa metode kolaborasi didefinisikan sebagai kapasitas seorang individu untuk secara efektif terlibat dalam proses dimana dua atau lebih individu berusaha untuk memecahkan masalah dengan berbagi pemahaman dan upaya yang diperlukan untuk datang ke solusi. Dengan menggunakan metode kolaborasi yang ada dalam komunikasi interpersonal yakni adanya komunikasi yang harus dimiliki oleh komunikator, diantaranya terbukaan (openness), berempati (empathy), sikap mendukung (suppotiveness), sikap positif (positiveness) dan kesetaraan (equality). Adanya kedekatan antara karyawan bukan hanya dalam kegiatan bekerja, dalam kegiatan di luar kerja juga dapat menjadikan suasana yang baik bagi sesama karyawan, yang akhirnya hubungan baik antara karyawan akan terbawa kepada pekerjaan juga. Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada pula yang mendengar. Permasalahan dapat terselesaikan bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan karena keterbukaan atau bersedia dalam memahami orang lain dengan cara mendengarkan pesan yang disampaikan. Informasi yang didengar dapat dijadikan dasar dalam memberikan opini atau solusi dalam menyelesaikan masalah. Adanya kedekatan antara karyawan bukan hanya dalam kegiatan bekerja, dalam kegiatan di luar kerja juga dapat menjadikan suasana yang baik bagi sesama karyawan, yang akhirnya hubungan baik antara karyawan akan terbawa kepada pekerjaan juga. Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada pula yang mendengar. Permasalahan dapat terselesaikan bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan karena keterbukaan atau bersedia dalam memahami orang lain dengan cara mendengarkan pesan yang disampaikan. Informasi yang didengar dapat dijadikan dasar dalam memberikan opini atau solusi dalam menyelesaikan masalah. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan interpersonal antar karyawan atau dengan pimpinan karena didalam suatu bentuk hubungan interpersonal pada PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang telah terjadi interaksi emosional serasi dan sesuai. Sesuai dalam asumsi teori penetrasi sosial yang mengatakan: hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi, perkembangan hubungan mencakup depentrasi dan disolusi, pembukaan diri adalah solusi dari perkembangan hubungan. Hal ini dibuktikan pada PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang dengan adanya keempat hubungan interpersonal tersebut dengan membuat suasana komunikasi formal atau informal menjadi lebih setara, intim dan sesuai secara emosional, yaitu melalui rapat evaluasi, laporan bahkan pada saat makan siang. Adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah dalam berkomunikasi sebaiknya diselesaikan dengan memberikan alasan dari apa yang akan disampaikan, sehingga dapat memiliki persepsi yang sama. Jika persepsi telah sama maka komunikasi dua arah tidak lagi terhambat. Selain itu juga karyawan yang tidak ingin menyampaikan suatu informasi karena karakternya, dapat dilakukan dengan komunikasi empat mata karena akan lebih nyaman menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan yang ditemuinya di lapangan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada informan dengan wawancara mendalam untuk mengetahui komunikasi interpersonal pada divisi Humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menunjang efektifitas komunikasi interpersonal di divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang dijalankan dengan memperhatikan keterbukaan (opennes), sifat positif (positiveness), empati (emphaty), sikap mendukung (supportiveness), kesetaraan/kesamaan (equality). Dari kelima indikator tersebut, tanggapan karyawan terhadap indikator keterbukaan (opennes) tersebut akan berdampak positif dengan diwujudkan melalui proses komunikasi interpersonal, dimana karyawan saling terbuka antara satu dengan yang lainnya, dengan cara mendekatkan diri seperti pimpinan mendekatkan diri dengan karyawan,
2.
3.
dengan membuka dirinya untuk menerima kendala atau keluhan dari karyawan sampai mendengarkan hasil kerjanya. Hal ini dapat membantu karyawan dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas kerja. Faktor-faktor penghambat komunikasi interpersonal pada divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang secara umum berasal dari pesan, saluran dan pendengar akibatnya membuat suatu pekerjaan terlambat diselesaikan karena kesalah pahaman (miss understanding) dan hambatan komunikasi dari atas ke bawah (downward communication). Untuk mengurangi faktor penghambat komunikasi interpersonal dengan menggunakan pendekatan persuasive dan metode kolaborasi dari pimpinan terhadap karyawan, sedangkan penggunaan komunikasi kepada publik, divisi humas menggunakan strategi sosialisasi dengan penyebaran informasi melalui media.
Saran Saran Akademis Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya, dimana dapat diteliti atau diukur faktor efektifitas yang mempengaruhi komunikasi interpersonal di divisi humas PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang.
Saran Praktis 1.
2.
Sarankan untuk tetap menjaga komunikasi interpersonal yang telah dijalankan tersebut dengan bersikap terbuka, bersifat positif, berempati, mendukung, dan tidak membeda-bedakan karyawan lain dalam berkomunikasi. Meminimalisir faktor-faktor yang menjadi penghambat komunikasi interpersonal agar aktivitas pada divisi humas berjalan dengan baik dan dapat membantu terciptanya kinerja secara optimal, seperti perlindungan, pertahanan, kecenderungan untuk menghakimi, perspektif yang sempit, harapan yang tidak sesuai, waktu yang terbatas.
Saran Sosial Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan masyarakat terutama para pekerja agar dapat menciptakan komunikasi interpersonal yang baik dalam lingkungan organisasinya dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat memaksimalkan keberhasilan komunikasi interpersonal
REFERENSI Buku Creswell, J. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kriyantono, R. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Thoha, M. (2009). Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers. Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jurnal Greiff, S., Holt, S., Funke, J. (2013). Perspectives on Problem Solving in Educational Assessment: Analytical, Interactive, and Collaborative Problem Solving. The Journal of Problem Solving, Jilid 5, No. 2, diakses pada 14 Mei 2015 dari http://cogprints.org Setyono, F. (2013). Pengaruh Kualitas Komunikasi Interpersonal Pemimpin Kelompok Sel Terhadap Komitmen Organisasi Anggota Kelompok Sel di Satelit Holy Gereja Mawar Sharon Surabaya. Jurnal E-Komunikasi, Jilid 1, No.2, diakses 14 Mei 2015 dari http://studentjournal.petra.ac.id/
Maubane, P., Oudtshoorn, R. (2011). An Exploratory Survey of Professional Accountants’ Perceptions of Interpersonal Communication in Organisations. Jurnal of Public Affairs, Jilid 11, No.4, diakses 14 Mei 2015 dari http://onlinelibrary.wiley.com
RIWAYAT PENULIS Adhitya Saputra lahir di Jakarta, 1 November 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Bina Nusantara University dalam bidang Marketing Communication, penjurusan Public Relations pada tahun 2015.