ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK JABAR BANTEN (PERSERO) TBK. PERIODE 2008-2010
Oleh
RENGGA PRIHANDITA FEBRIANDI H.24096041
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN RENGGA PRIHANDITA FEBRIANDI. H24096041. Analisis Kinerja Keuangan Bank Jabar Banten (Persero) Tbk. periode 2008-2010. Di bawah bimbingan BUDI PURWANTO. Pada akhir tahun 2010 lalu kondisi perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan. Membaiknya kondisi perekonomian nasional seiring dengan membaiknya stabilitas sistem keuangan yang didukung oleh kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat. Salah satu yang turut mendukung adalah Bank Jabar Banten yang terus memperluas jangkauan dengan membuka kantor-kantor cabang dan outlet pelayanan baru, baik untuk memperkuat keberadaannya di sentra-sentra pertumbuhan ekonomi yang telah ada, maupun untuk menangkap peluang di areaarea pertumbuhan baru, termasuk di luar propinsi Jawa Barat dan Banten. Dalam rangka restrukturisasi, bank jabar banten berhasil melakukan privatisasi melalui Initial Public Offering (IPO) dan menjadi perusahaan go public pada tanggal 8 Juli 2010 dan sudah tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Akan tetapi yang masih perlu dilihat adalah apakah kinerja keuangan Bank jabar Banten sudah cukup baik dan memberikan nilai tambah secara ekonomis. Kini bank Jabar Banten telah menjadi perusahaan publik. Peningkatan kinerja keuangan juga harus terus menerus dilakukan oleh Bank Jabar Banten baik itu kinerja operasional, kinerja ekonomis maupun kinerja pasar untuk menarik minat para investor berinvestasi pada perusahaan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: menganalisis perkembangan kinerja keuangan Bank Jabar Banten sebelum dan setelah go public dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, Economic Value Added (EVA), dan Analisis Du Pont. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan neraca dan laba rugi Bank Jabar Banten tahun 2008-2010, dividen dan harga saham. Data dan informasi diolah secara manual dengan Microsoft Excel. Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat kinerja keuangan Bank Jabar Banten sebelum go public cenderung lebih baik daripada setelah go public apabila dilihat dari rasio profitabilitasnya seperti ROE perusahaan menunjukan pada tahun 2008 dan 2009 berturut-turut adalah 21,84% dan 22,93% lebih baik daripada tahun 2010 yang hanya sebesar 17,83%. Begitu pun halnya dengan nilai ROA pada tahun 2008 dan 2009 sebesar 2,08% dan 2,19% lebih baik daripada tahun 2010 yang sebesar 2,05%. Sedangkan apabila dilihat pada nilai NPM perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya sebelum maupun setelah go public, yaitu pada tahun 2008 sebesar 16,66% meningkat menjadi 16,85% pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 meningkat menjadi 17,21%. Begitupun halnya dengan tingkat kecukupan modal yang juga mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu 15,06% pada tahun 2008 meningkat menjadi 21,19% pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 22,85%. Apabila dilihat dari nilai EVA perusahaan sebelum go public lebih baik dibandingkan dengan setelah go public, nilai EVA pada tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan sekitar sebesar 43 persen dimana nilai EVA pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 1.441.883 juta meningkat menjadi Rp. 2.061.571 juta, sedangkan apabila dilihat setelah go public yakni pada tahun 2010 nilai EVA mengalami penurunan dibandingankan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 1.004.237 juta.
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT BANK JABAR BANTEN (PERSERO) Tbk. Periode 2008-2010
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh: RENGGA PRIHANDITA FEBRIANDI H24096041
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Nama NRP
: Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. Periode 2008-2010 : Rengga Prihandita Febriandi : H24096041
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Budi Purwanto, ME 19630705 199403 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen
Dr.Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Nopember 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Mohamad Wahyu, S.Pd dan Ibu Neneng Kusdianingsih, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman kanak-kanak Anris Bogor pada tahun 1993, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Cipaku Perumda Bogor pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 9 Bogor dan lulus pada tahun 2002, setelah itu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor dalam program IPS dan lulus pada tahun 2005 untuk kemudian melanjutkan studi di Akademi Pimpinan Perusahaan Departemen Perindustrian RI Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Sarjana Alih Jenis Manajemen di IPB. Selama perkuliahan di Program Sarjana Alih jenis Manajemen IPB penulis juga ikut sebagai anggota dari Executive of Management (EXOM).
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Bank Jabar Banten (persero) Tbk. periode 2008-2009”. Analisis kinerja merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturanaturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standard an ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Acepted Accounting Principle), dan lainnya. Dalam rangka restrukturisasi, Bank Jabar banten berhasil melakukan privatisasi melalui Initial Public Offering (IPO) dan menjadi perusahaan go public pada tanggal 8 Juli 2010 dan sudah tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut pula memicu para investor berlomba-lomba mendapatkan saham PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Akan tetapi yang masih perlu dilihat adalah apakah kinerja keuangan Bank jabar Banten sudah cukup baik dan memberikan nilai tambah secara ekonomis. Maka oleh sebab itulah hal tersebut menarik minat penulis untuk dijadikan topik penelitian dalam skripsi ini. Penelitian dilakukan pada laporan keuangan yang telah disajikan oleh perusahaan (audited) dan diolah kembali serta disajikan dalam bentuk laporan penelitian oleh penulis. Serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departement Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan selesainya penulisan skripsi ini tidak ada ungkapan yang paling indah, kecuali ungkapan terimakasih yang ingin penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, baik moril maupun materiil. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menghaturkan terimakasih kepada : 1. Ayahanda Bapak Mohamad Wahyu, S.Pd dan Ibunda Neneng Kusdianingsih, S.Pd tercinta yang selalu mendorong dan bersabar dengan memberikan semangat serta do’a sehingga penulis dapat menuntaskan penulisan skripsi ini, serta Adik Tercinta Rai Priagung Fatah yang telah memberikan semangat serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Budi Purwanto, ME selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan perhatian dan bimbingan yang sangat bermanfaat selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Ir. Mimin Aminah, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis sejak menimba ilmu di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor. 4. Ibu Dra. Siti Rahmawatim M.Pd dan Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaiakan serta nasehat kepada penulis untuk menjadi lebih baik lagi dalam laporan skripsi ini. 5. Seluruh Staf Pengajar Program Sarjana Alih jenis Manajemen atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Seluruh Staf Karyawan/wati Program Sarjana Alih Jenis Manajemen atas bantuan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Rekan-rekan serta seluruh keluarga besar Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor atas dukungan yang telah diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Rekan-rekan Eksman 6, Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Angkatan 6 yang telah memberikan motivasi serta dukungannya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
iv
9. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan dan dorongannya. Semoga amal baik Bapak, Ibu, Saudara dan rekan-rekan mendapat imbalan yang berlipat dari Allah SWT. Amin, Ya Robbal Alamin. Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna sehubungan dengan keterbatasan yang dimiliki penulis. Jika karya akhir ini ada manfaatnya bagi pihak yang memerlukan, semata-mata hanya kehendak Allah SWT.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP .........................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...........................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN ....................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................
1 4 4 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
6
2.1. Bank .................................................................................... 2.2. Definisi Kinerja Keuangan ................................................. 2.3. Laporan Keuangan .............................................................. 2.4. Rasio Keuangan .................................................................. 2.5. Analisis Sistem Du Pont ..................................................... 2.6. Economic Value Added (EVA) .......................................... 2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan ...... 2.8. Penelitian Terdahulu ...........................................................
6 7 7 8 12 15 23 23
III. METODE PENELITIAN ........................................................
26
3.1. Kerangka Pemikiran ........................................................... 3.2. Metode Penelitian ............................................................... 3.2.1. Pengumpulan Data .................................................... 3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data ..................................
26 30 30 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
35
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ............................................ 4.1.1. Sejarah Bank Jabar Banten ....................................... 4.1.2. Visi Misi Bank Jabar Banten .................................... 4.1.3. Nilai-nilai Perusahaan ............................................... 4.2. Perkembangan Kondisi Keuangan Perusahaan .................. 4.2.1. Perkembangan Neraca ..............................................
35 35 40 40 41 41
v
4.2.2. Perkembangan Laba/Rugi ......................................... 4.3. Kinerja Keuangan Perusahaan ............................................ 4.3.1. Rasio-rasio Keuangan ............................................... 4.3.2. Struktur Modal .......................................................... 4.3.3. Analisis Du Pont ....................................................... 4.3.4. Analisis EVA ............................................................ 4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ........................ 4.5. Implikasi Manajerial ...........................................................
45 47 47 63 67 72 76 78
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
81
1. Kesimpulan ............................................................................ 2. Saran ......................................................................................
81 83
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
84
LAMPIRAN ....................................................................................
86
vi
DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Jumlah Asset Bank Jabar Banten (Persero) Tbk ........................ Langkah-langkah Perhitungan EVA .......................................... Nilai – nilai Perusahaan ............................................................. Ringkasan Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam jutaan rupiah) ............................... Selisih Nilai dan Persentase Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam juta rupiah) .................................. Ringkasan Laba/Rugi PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam jutaan rupiah) ............................... Perkembangan nilai rasio solvabilitas PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 .................................................................. Perkembangan Rasio Aktifitas PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 .................................................................. Ringkasan Rasio Profitabilitas PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 .................................................................. Perkembangan Struktur Modal PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 .................................................................. Perkembangan Nilai ROE dan Komponen yang Mempengaruhinya Pada PT. Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2008 – 2010 .......... EVA Triwulan Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2009 – 2010.. Ringkasan hasil analisis Du Pont dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (dalam jutaan rupiah dan dalam persen) ....
vii
Halaman 3 34 40 44 44 46 49 55 59 66 68 73 76
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka Analisis Du Pont .......................................................... 14 2. Bagan Economic Value Added (EVA) ......................................... 22 3. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................... 27 4. Perhitungan Nilai EVA dengan rasio keuangan serta analisis Du Pont 29 5. Sejarah Perkembangan Bank Jabar Banten (Persero) Tbk. .......... 39
viii
DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Perhitungan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) ............ 86 2. Perhitungan Biaya Hutang (Kd*) .............................................. 86 3. Perhitungan Biaya Ekuitas (Ke) untuk tahun 2008 dan 2009 dengan menghitung berdasarkan tingkat pengembalian ekuitas ............ 86 4. Perhitungan Biaya ekuitas (Ke) untuk tahun 2010 dengan metode Discounted Cash Flow (DCF) ................................................... 86 5. Perhitungan Struktur Modal ...................................................... 87 6. Perhitungan Weight Average Cost of Capital (WACC) ............ 87 7. Perhitungan Invested Capital (IC) ............................................. 87 8. Perhitungan Cost of Capital (COC) ........................................... 88 9. Perhitungan Economic Value Added (EVA) ............................. 88 10. Laporan Neraca Tahunan PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. Peride 2008 – 2010 .................................................................... 89 11. Laporan Laba Rugi Tahunan PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. Peride 2008 – 2010 .................................................................... 94
ix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan kondisi perekonomian dunia yang semakin cepat menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang ada. Bagi perusahaan go public atau telah mengeluarkan saham dan mencatatkannya di bursa efek, angka–angka atau indikator kinerja yang dihasilkannya harus melalui proses penilaian yang objektif, sehingga secara efektif bisa memberikan gambaran tentang perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Angka – angka kinerja itu menjadi masukan penting bagi investor untuk membeli atau melakukan transaksi saham atas perusahaan yang bersangkutan. Dengan semakin baiknya pertumbuhan perekonomian tersebut mengakibatkan pula persaingan pada dunia usaha menjadi semakin kompetitif. Para pelaku di dunia usaha tersebut memiliki kepentingan yang berbeda-beda sehingga pengambilan keputusan yang tepat akan sangat diperlukan demi mencapai tujuan masing-masing. Dengan perbedaan kepentingan tersebut pengukuran kinerja keuangan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan. Tingkat pengukuran kinerja serta kesehatan suatu perusahaan merupakan sesuatu hal yang saling berhubungan. Tingkat kesehatan perusahaan akan berdampak pada pengambilan keputusan, baik bagi kreditur, pemegang saham, maupun pihak internal perusahaan itu sendiri. para calon kreditur dan pemegang saham sangat berkepentingan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dalam perusahaan agar dana yang diinvestasikan cukup aman dan mendapat tingkat pengembalian yang akan menentukan investasi yang ditanamkan. Bagi pihak manajemen, penilaian kinerja keuangan perusahaan akan mempengaruhi dalam penyusunan rencana perusahaan yang akan diambil untuk masa depan demi kelangsungan hidup perusahaan. Semakin membaiknya kondisi perekonomian ditunjukan pada akhir tahun 2010 lalu kondisi perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan, hal tersebut ditandai atau tercermin dari indikator-indikator pertumbuhan ekonomi diantaranya pertumbuhan perekonomian Indonesia yang sebesar 6,1% dengan
2
tingkat inflasi yang sebesar 6,96%. Membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia juga terlihat dari semakin stabilnya nilai rupiah pada kisaran Rp. 9.000 per dolar AS. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh kuatnya permintaan domestik terutama konsumsi dan investasi (Biro Pusat Statistik : 2010). Membaiknya
kondisi
perekonomian
nasional
seiring
dengan
membaiknya stabilitas sistem keuangan yang didukung oleh kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat. Sepanjang tahun 2010, wajah industri perbankan nasional mencerminkan kondisi yang lebih baik dibandingkan tahun 2009. Indikator asset, laba, perolehan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit menunjukan
tren
peningkatan
yang lebih baik
dimana
masing-masing
pertumbuhannya sebesar 18,73%, 26,77%, 18,50% dan kredit sebesar 22,80% (Statistik Perbankan Indonesia, BI : 2010). Dalam hal menilai suatu kinerja perusahaan tentunya diperlukan informasi yang akurat dan penentuan alat ukur kinerja perusahaan yang tepat. Laporan keuangan merupakan salah satu dasar pengukuran kinerja perusahaan. Dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan akan diperoleh informasi yang benar dan lengkap atas kinerja perusahaan bagi para penyandang dana atau investor. Kinerja keuangan perusahaan tersebut selain diukur menggunakan analisis rasio-rasio keuangan yang menghitung berdasarkan periode tertentu, adapun kinerja keunagn tersebut dapat dilihat dari apakah suatu perusahaan tersebut memiliki nilai tambah ekonomis yang berguna sebagai informasi bagi para penyandang dana atau investor. Semakin ketatnya persaingan yang dihadapi bank dewasa ini memicu beberapa bank konvensional baik swasta, bank pemerintah maupun bank milik daerah dituntut untuk memiliki kinerja keuangan yang bagus. Hal tersebut dapat tercermin dalam nilai seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM), serta Asset Turnover Ratio. Salah satu diantara sekian banyak bank yang masih harus dilihat dalam hal kinerja keuangannya yaitu Bank Jabar dan Banten. Pada tahun 2009 Bank Jabar Banten terus memperluas jangkauan dengan membuka kantor-kantor cabang dan outlet pelayanan baru, baik untuk memperkuat keberadaannya di sentra-sentra
3
pertumbuhan ekonomi yang telah ada, maupun untuk menangkap peluang di areaarea pertumbuhan baru, termasuk di luar propinsi Jawa Barat dan Banten. Pada saat yang sama, jalur-jalur distribusi juga terus diperkuat antara lain melalui perluasan jaringan ATM. Adapun total jumlah asset, penyaluran dana kredit, pendapatan bunga bersih dan saldo rugi/laba yang dimiliki adalah sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah Asset Bank Jabar Banten (Rp Juta) Tahun Jumlah Asset Penyaluran Pendapatan dana/Credit
Bunga Bersih
Saldo Laba/Rugi
2006
21.214.898
18.644.813
1.094.989
535.925
2007
23.043.489
20.929.812
1.213.222
680.789
2008
26.040.869
24.688.297
1.825.870
940.769
2009
32.410.329
29.238.224
2.103.038
1.279.389
2010
43.445.700
38.866.244
2.639.581
1.743.497
Sumber : Bank Jabar Banten, Laporan Tahunan/Annual Report tahun 2010 Dilihat dari jumlah total asset, seperti terlihat pada tabel dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Begitu pun halnya dengan penyaluran kredit dan pendapatan bunga bersih serta laporan saldo rugi/laba. Akan tetapi hal berbeda terjadi setelah semester kedua tahun 2010 dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya dimana pada semester kedua tahun 2010 perusahaan telah mencatatkan sahamnya pada bursa efek melalui initial public offering (IPO) pada tanggal 8 Juli 2010. Maka untuk memberikan informasi kepada para investor atau penyandang dana tentang bagaimana perubahan kinerja Bank BJB dimana merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) pertama kali yang mengeluarkan sahamnya kepada publik, dilakukan suatu analisis kinerja keuangan melalui alat ukur kinerja keuangan seperti analisis rasio-rasio keuangan untuk dapat melihat tingkat solvabilitas, aktifitas, dan tingkat profitabilitas perusahaan. Dengan begitu gambaran suatu kinerja perusahaan akan berbeda dengan adanya tambahan modal yang terjadi setelah go public apabila dibandingkan
dengan
sebelumnya
sehingga
tujuan
perusahaan
dengan
memperdagangkan saham pada bursa efek adalah memaksimalkan nilai saham
4
dikarenakan nilai saham yang ada adalah kekayaan para pemegang sahamnya. Dengan berpedoman pada pencapaian nilai yang maksimal berarti perusahaan dapat mengolah sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan nilai yang maksimal, itu mengapa perlu dikaji mengenai kinerja keuangan sebelum dan setelah go public serta penciptaan nilai tambah ekonomis bagi pemegang saham atau investor, serta apakah dengan penjualan saham pada publik akan mempengaruhi kinerja secara keseluruhan dengan dilihat melalui analisis Du Pont maka
indikator
atau
komponen-komponen
yang
mempengaruhi
tingkat
profitabilitas rasio keuangan akan didapat dan dapat diketahui pula faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kinerja Bank Jabar Banten sebelum dan setelah go public ? 2. Bagaimana perubahan kinerja tersebut memberikan kebaikan nilai tambah ekonomis/Economic Value Added (EVA) ? 3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan ? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perkembangan kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten sebelum dan setelah go public. 2. Mengetahui perubahan kinerja yang memberikan pengaruh terhadap nilai tambah ekonomis. 3. Mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten, Tbk. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan, pembaca, maupun penulis sendiri. Selain memberikan manfaat dalam hal penilaian kinerja keuangan Bank Jabar Banten terutama memberikan gambaran mengenai kinerja Bank Jabar Banten sebelum go public dan setelah go public dan dapat mengetahui mengenai rasio-rasio keuangan pada laporan keuangan Bank Jabar Banten serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
5
kinerja keuangan perusahaan serta sebagai informasi untuk para investor untuk dapat berinvestasi pada Bank Jabar Banten. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten, Tbk. yang hanya dilihat pada laporan neraca dan laporan laba rugi saja. Data sekunder yang diambil merupakan data tiga tahun terakhir dengan pertimbangan untuk dapat melihat kinerja keuangan diperlukan minimal data selama tiga periode. Sedangkan alat analisis atau metode yang dipergunakan antara lain analisis rasio (solvabilitas, aktivitas dan profitabilitas), analisis economic value added (EVA), serta analisis sistem Du Pont. Seluruh analisis di atas digunakan untuk melihat sejauh mana perkembangan kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten, Tbk. dalam kurun waktu tiga tahun antara tahun 2008 sampai 2010, terkecuali analisis EVA (Economic Value Added).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank Kasmir (2003) mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Arti lembaga keuangan itu sendiri adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau keduanya menghimpun dan menyalurkan dana. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2.1.1. Bank-bank Umum Berdasarkan Undang-undang No. 14 tahun 1967 yang dimaksud dengan bank umum ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. Bank-bank umum terdiri dari bank-bank umum pemerintah, bank-bank umum swasta, bank-bank umum asing dan bank umum koperasi. (Suyanto, 1994). 2.1.2. Bank-bank Pembangunan Berdasarkan Undang-undang No. 14/1967, yang dimaksud dengan bank pembangunan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan. Bank-bank pembangunan terdiri atas bank pembangunan pemerintah, bank-bank pembangunan daerah dan bank pembangunan swasta. Dan apabila dilihat dari segi fungsinya bank pembangunan daerah ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan jangka panjang serta
7
dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan. (Suyanto, 1994). 2.2. Definisi Kinerja Keuangan Menurut Fahmi (2011) Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standard an ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Accepted Accounting Principle), dan lainnya. Pengertian pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilaksanakan oleh seseorang untuk mengevaluasi secara kuantitatif hasil dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. Pada prinsipnya kinerja dapat dilihat dari siapa yang melakukan penilaian itu sendiri. pengukuran kinerja bagi manajemen dapat diartikan sebagai pengukuran atas kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu bagian bagi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Pengukuran kinerja bagi pihak di luar manajemen dapat diartikan sebagai pengukuran atas suatu prestasi yang dicapai oleh suatu satuan organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat hasil pelaksanaan kegiatannya. 2.3. Laporan Keuangan Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2011). Maksud laporan keuangan yang menunjukan kondisi perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi terkini. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi). Biasanya laporan keuangan dibuat per periode, misalnya tiga bulan, atau enam bulan untuk kepentingan internal perusahaan. Sementara itu, untuk laporan yang lebih luas dilakukan setahun sekali. Disamping itu, dengan adanya laporan keuangan, dapat diketahui posisi perusahaan terkini setelah menganalisis laporan keuangan tersebut dianalisis.
8
Laporan keuangan menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu periode. Dalam praktiknya dikenal beberapa macam laporan keuangan seperti : neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan catatan atas laporan keuangan dan laporan kas. Masing-masing laporan memiliki komponen keuangan tersendiri, tujuan dan maksud tersendiri. 2.3.1. Neraca Menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2011) neraca adalah ringkasan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu yang menunjukan total aktiva dengan total kewajiban ditambah total ekuitas pemilik. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa neraca merupakan ringkasan laporan keuangan. Artinya, laporan keuangan disusun secara garis besarnya saja dan tidak mendetail. Kemudian, neraca juga menunjukan posisi keuangan berupa aktiva (harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) pada saat tertentu. Artinya neraca dapat dibuat untuk mengetahui kondisi (jumlah dan jenis) harta, utang, dan modal perusahaan. Maksud pada tanggal tertentu adalah neraca dibuat dalam waktu tertentu setiap saat dibutuhkan, namun neraca dibuat biasanya akhir tahun atau kuartal. 2.3.2. Laporan laba Rugi Menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2011) pengertian laba rugi yaitu ringkasan pendapatan dan biaya perusahaan selama periode tertentu diakhiri dengan laba atau rugi pada periode tersebut. Laporan laba rugi terdiri dari penghasilan biaya perusahaan pada periode tertentu, biasanya untuk satu tahun atau tiap semester enam bulan atau tiga bulan. 2.4.
Rasio Keuangan Pengertian rasio keuangan menurut James C Van Horne dalam Kasmir
(2011) merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan. Menurut
Kasmir
(2011)
rasio
keuangan
merupakan
kegiatan
membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara
9
membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode. Hasil rasio keuangan ini digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. Kemudian juga dapat dinilai kemampuan manajemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara efektif. Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan ke depan agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan. Atau kebijakan yang harus diambil oleh pemilik perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap orangorang yang duduk dalam manajemen ke depan. 2.4.1. Rasio Keuangan Bank Rasio keuangan yang digunakan oleh bank dengan perusahaan non bank sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya terutama terletak pada jenis rasio yang digunakan untuk menilai suatu rasio yang jumlahnya lebih banyak. Hal ini wajar saja karena komponen neraca dan laba rugi yang dimiliki bank berbeda dengan laporan neraca dan laba rugi perusahaan non bank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang bergerak dalam memberikan layanan keuangan yang mengandalkan kepercayaan dari masyarakat dalam mengelola dananya. Resiko yang dihadapi bank jauh lebih besar ketimbang perusahaan non bank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memperhatikan rasio ini. Sama seperti perusahaan non bank, untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah, dan masyarakat sebagai nasabah, guna mengetahui kondisi bank tersebut pada waktu tertentu. Setiap laporan yang disajikan haruslah dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
10
2.4.2. Rasio Solvabilitas Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang, rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman. 2.4.2.1. Debt Ratio (Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva) Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana kewajiban perusahaan digunakan untuk mendanai pembelian atau investasi. Atau beberapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan utang (Riyanto, 1995). 2.4.2.2. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Total Hutang dengan Modal Sendiri) Rasio ini menunjukan perbandingan antara jumlah seluruh hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan jumlah modal sendiri perusahaan. Atau bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang (Riyanto, 1995). 2.4.2.3. Equity to Total Aktiva (Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva) Disamping menunjukan keamanan bagi kreditur rasio modal sendiri terhadap total aktiva menunjukan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai oleh modal sendiri. 2.4.2.4. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital
Adequacy
Ratio
(CAR)
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga (Martono dalam Imamah, 2005). Menurut Kasmir (2011) terdapat tiga macam CAR. Pertama, CAR yang diperoleh setelah besarnya estimasi resiko yang akan terjadi dalam pemberian kredit dan resiko yang akan terjadi dalam perdagangan surat-surat berharga diketahui. Kedua, CAR yang diperoleh dari perbandingan antara Modal Ekuitas dikurangi Aktiva Tetap dengan Loan Toatal dan Sekuritasnya. Ketiga, CAR yang didapat dari perbandingan antara modal ekuitas dengan Loan Total dan
11
sekuritasnya. Sedangkan menurut ketentuan Bank Indonesia, CAR diperoleh dari perbandingan antara Total Modal dengan Aktiva tertimbang Menurut Resiko (ATMR). 2.4.3. Rasio Aktifitas Rasio aktifitas yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya. 2.4.3.1. Total Asset Turnover Ratio Menurut Riyanto (1995) Rasio perputaran total aktiva atau Total Asset Turnover adalah kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue. 2.4.3.2. Fixed Asset Turnover Ratio Fixed Asset Turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Untuk mencari rasio ini, caranya adalah membandingkan antara penjualan bersih dengan aktiva tetap dalam satu periode. (Kasmir, 2011). 2.4.4. Rasio Rentabilitas Rasio Rentabilitas sering disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Kasmir, 2011). Sedangkan menurut Martono juga dalam Imamah (2005), Rasio rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Beberapa rasio tersebut antara lain : Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokoknya, atau disebut juga tingkat kemampulabaan suatu perusahaan. Return On Asset (ROA) Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih atas total asset yang dimiliki bank dan
12
mengindikasikan perusahaan menggunakan seluruh asset yang tersedia dengan baik. ROA digunakan untuk mengevaluasi aktifitas keseluruhan perusahaan. Return on Equity (Pengembalian atas Ekuitas) Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya (Kasmir, 2011). 2.5.
Analisis Sistem Du Pont Analisis du Pont merupakan pendekatan terpadu terhadap analisis rasio
keuangan. Analisis Du Pont menggabungkan rasio-rasio aktivitas dan profit margin dengan menunjukan bagaimana rasio-rasio tersebut berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang dihasilkan. Analisis ini memfokuskan pada ROE perusahaan karena dalam analisis Du Pont menganggap bahwa keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari perkembangan ROE yang dimiliki, semakin tinggi ROE suatu perusahaan maka semakin baik perusahaan dalam mengelola manajemennya (Sawir dalam Suseno, 2010). Analisis ini dikembangkan dalam suatu bagan Du Pont. Bagan Du Pont merupakan bagan yang dirancang untuk menunjukan hubungan diantara tingkat pengembalian atas investasi, perputaran aktiva, marjin laba, dan hutang (Brigham dan Houston, 2001). Pada dasarnya persamaan bagan Du Pont memperlihatkan interaksi antara marjin laba bersih, perputaran total aktiva dan penggunaan hutang yang digunakan untuk mendanai aktiva yang akibatnya menentukan tingkat pengembalian modal sendiri pada sisi kiri dari bagan Du Pont digunakan untuk menghitung profitabilitas perusahaan yaitu marjin laba bersih atas penjualan atau pendapatan operasi dan non operasi. Berbagai biaya didaftarkan dan dijumlahkan untuk mendapatkan total biaya dan kemudian dikurangkan dari penjualan untuk menghasilkan laba bersih perusahaan. Laba bersih dibagi dengan penjualan akan menghasilkan margin laba bersih. Pada sisi kanan dari bagan Du Pont menyajikan
13
aktivitas perusahaan yaitu dilihat dari berbagai aktiva dan kemudian membagi penjualan dengan total aktiva untuk memperoleh perputaran total aktiva yaitu berapa kali perusahaan memenfaatkan aktivanya setiap tahun. Apabila perputaran aktiva pada sisi kanan dikalikan dengan margin laba bersih pada sebelah kiri akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi.
14
Tingkat Pengembalian Ekuitas (ROE)
Tingkat Pengembalian Aktiva (ROA)
Margin Laba Bersih
Laba Bersih
dikali
Penjualan
dibagi
1 – Rasio Hutang (Debt Ratio)
dibagi
Perputaran Total Aktiva
Penjualan
dibagi
Total Aktiva
Penjualan
dikurangi Total Biaya
Aktiva Lancar
Aktiva Tetap
Harga Pokok Penjualan
Kas dan surat berharga
Biaya Operasi Tunai
Piutang Dagang
Depresiasi
Persediaan
Biaya Bunga
Aktiva lancar lain
Aktiva Lain
Pajak
Gambar 1. Kerangka Analisis Du Pont (Sawir dalam Suseno 2010)
15
2.6.
Economic Value Added (EVA) Konsep EVA merupakan suatu konsep penilaian kinerja keuangan
perusahaan yang dikembangkan oleh Stem Stewart & Co, sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Konsep EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian ke upaya penciptaan nilai perusahaan dan menilai kinerja keuangan perusahaan secara adil yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal awal yang ada (Widayanto, 1994). Dengan penghitungan EVA diharapkan dapat memperoleh hasil perhitungan pada upaya penciptaan nilai perusahaan (Creating a Firms value) yang lebih realistis. Hal ini disebabkan karena EVA dihitung berdasarkan kepentingan kreditur dan terutama para pemegang saham dan bukan berdasar nilai buku yang bersifat historis. Karena seorang investor yang rasional tentu akan mendasarkan keputusannya pada data keuangan yang paling up to date, bukan pada data yang bersifat historis. Konsep EVA merupakan pendekatan baru dalam menilai kinerja perusahaan secara adil yang maksudnya konsep EVA memperhatikan sepenuhnya para penyandang dana dalam hal kepentingan, harapan dan derajat keadilan, yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dan struktur modal awal yang ada. Sedangkan pengertian Economic Value Added menurut Widayanto adalah EVA dilandasi pada konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan kita harus dengan adil mempertimbangkan harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilan tersebut dinyatakan dengan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal yang ada. Untuk itulah perlu pemahaman mengenai konsep ongkos modal (cost of capital) karena nilai tambah ekonomis memang berangkat dari sini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa EVA merupakan suatu alat analisis finansial untuk menilai profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dan EVA mempergunakan biaya modal dalam perhitungannya. Selain itu EVA juga mempertimbangkan dengan adil harapan para penyandang dana,
16
melalui perhitungan biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan. Konsep EVA merupakan suatu konsep baru yang berangkat dari konsep lama yaitu biaya modal (cost of capital). Konsep ini merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat dari penggunaan dana untuk pembelian barang dan modal ataupun modal kerja. Untuk dapat melihat apakah dalam perusahaan telah terjadi EVA atau tidak, dapat ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Widayanto (1994) sebagai berikut: 1. EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang
dana
dapat
terpenuhi
dengan
baik,
yaitu
mendapatkan
pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. 2. EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. 3. EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan pemegang saham. Sebagai suatu masalah fakta, EVA ini hanyalah suatu ukuran yang dapat mendukung penilaian memandang ke depan dan prosedur-prosedur capital budgeting dengan suatu cara yang mana kinerja dapat dievaluasi. Untuk lebih bersifat praktek, EVA sebagai suatu alat ukur bisa digunakan untuk penetapan sasaran, mengevaluasi kinerja, penetapan bonus-bonus dan untuk capital budgeting.
17
Menurut MH Armitage dan Vijay Jog, EVA menarik karena tiga faktor yaitu (Armitrage, Jog, 1996): 1. Dalam membandingkan metode arus kas yang didiskontokan akan memberikan suatu nilai yang diharapkan pada suatu waktu dari investasi di masa depan, EVA menyediakan suatu pengukuran tahunan dari kinerja penciptaan nilai yang sebenarnya (bukan ramalan). 2. Hasil EVA (positif/negatif) menelusuri lebih dekat ke kesejahteraan para pemegang saham dibandingkan dengan ukuran-ukuran tradisional yang lain. 3. EVA meluruskan strategi-strategi organisasi yang diinginkan dengan pengukuran kinerja yang akuran dan prosedur-prosedur kompensasi. Berbagai paparan tersebut jelas terlihat, bahwa EVA terutama digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaaan nilai (value creation) yang merupakan salah satu kelebihan EVA. Menurut Mirza dalam Permana Putra (2010) kelebihan lain dari EVA adalah EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian dengan menggunakan analisis ratio. Konsep EVA adalah alat pengukur karyawan perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil, dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan pedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih, pada perusahaan yang mempunyai struktur terdiri dari beberapa divisi suatu profit center, sehingga dapat dikatakan bahwa EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan Stakeholders Satisfaction Concepts yaitu memperhatikan karyawan, pelanggan, dan pemodal. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran yang praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan, sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis. Meskipun
18
konsep EVA berorientasi pada kinerja operasional akan tetapi sangat berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategi perkembangan portofolio perusahaan. Dengan demikian konsep EVA mampu mendorong manajer untuk memaksimumkan EVA jika ingin meningkatkan nilai perusahaan. Selain itu sebagai pengukur kinerja perusahaan, EVA juga secara langsung menunjukkan seberapa besar perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik modal, hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya kesadaran manajer bahwa tugasnya adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta meningkatkan nilai pemegang saham dan bukannya untuk mencapai tujuan lain. 2.6.1. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)/Laba Bersih Setelah pajak sebagai Komponen EVA Menurut pendekatan operasional, NOPAT merupakan laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setalah dikurangi pajak penghasilan. Sedangkan menurut pendekatan keuangan, NOPAT didapat dari laba bersih setelah pajak ditambah beban bunga. Perhitungan NOPAT tidak mengikutsertakan kegiatan operasional rutin perusahaan yang tidak ada keterangan jelas dalam catatan laporan keuangan (Tunggal dalam Budiharti, 2006). 2.6.2. Cost of Capital (COC)/Biaya Modal sebagai Komponen EVA Semua sumber dana yang digunakan perusahaan baik berasal dari hutang maupun modal sendiri (ekuitas) yang digunakan untuk investasi atau membiayai operasional perusahaan dikenakan suatu biaya disebut modal. Baik hutang maupun modal sendiri memiliki biaya modal. Hanya saja kalau dalam modal sendiri biaya tersebut bersifat implicit atau opportunistic, sedangkan untuk hutang yang bersifat eksplisit karena memang benar-benar dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga. Biaya tersebut harus mencerminkan rata-rata tertimbang berbagai sumber dana yang digunakan (Husnan dalam Budiharti, 2006). Total biaya modal menunjukan besarnya tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana atas modal yang diinvestasikan perusahaan. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat resiko perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat resiko perusahaan, maka semakin tinggi
19
pula tingkat pengembalian yang dituntut oleh investor (Utama dalam Budiharti, 2006). Weighted Average Cost of Capital (WACC) / Biaya Modal RataRata Tertimbang Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) adalah tingkat pengembalian minimum yang dibobot berdasarkan proporsi masing-masing instrument pembiayaan dalam struktur permodalan perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi kreditor dan pemegang saham. Pembobotan perlu karena setiap bentuk pembiayaan yang berbeda baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak sama resikonya bagi investor. Maka tiaptiap bentuk pembiayaan yang dipergunakan perusahaan bermacam-macam, ettapi secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu hutang dan ekuitas (Tunggal dalam Budiharti 2006). Menurut Rousana dalam Budiharti (2006), WACC terdiri dari komponen biaya hutang dan biaya ekuitas. Biaya hutang (Kd) adalah rate yang harus dibayar perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang jangka panjang yang baru. Biaya hutang terjadi pada perusahaan akibat adanya penggunaan dana pinjaman. Hutang disini mencakup semua hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang yang di dapat dari kelompok di luar perusahaan. Perusahaan memiliki beberapa paket surat hutang dengan beban bunga yang beragam dan cara tepat menghitungnya adalah secara tertimbang (weighted). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak, maka Kd harus dikoreksi dengan factor (1-T), dengan T adalah tingkat pajak yang dikenakan. Hal tersebut serupa dengan pernyataan Brigham dan Houston (2001) yang menyatakan bahwa adanya biaya bunga yang wajib dibayarkan dikurangi dengan penghematan pajak yang timbul. Bunga dalam perhitungan pajak ini bersifat tax deductible sehingga dikalikan dengan (1-T), dimana T adalah tariff pajak marjinal dari perusahaan. Sedangkan biaya ekuitas (Ke) adalah biaya yang timbul akibat investor menyerahkan dananya berupa ekuitas kepada perusahaan. Mereka berhak untuk mendapatkan pembagian deviden di masa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial perusahaan tersebut. Besarnya deviden tidak ditentukan
20
pada saat investor menyerahkan dananya, tetapi bersifat tidak tentu tergantung pada kinerja perusahaan tersebut di masa yang akan dating. Hal ini sangat berbeda dengan modal hutang yang sudah memperhitungkan kepastian tingkat suku bunga yang disetujui. Untuk menghitung Ke perlu pendekatan berdasarkan return yang diharapkan oleh pemegang saham. Untuk itu harus berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan bukan nilai buku. Struktur Modal Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi financial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjangdan modal sendiri yang menjadi pembiayaan suatu perusahaan. Kebutuhan dana untuk memperkuat struktur modal suatu perusahaan dapat bersumber dari internal dan ekternal, dengan ketentuan sumber dana yang dibutuhkan tersebut bersumber dari tempat-tempat yang dianggap aman (safety position) dan jika dipergunakan memiliki nilai dorong dalam memperkuat struktur modal keuangan perusahaan. Dalam artian ketika dana tersebut dipakai untuk memperkuat struktur modal perusahaan, maka perusahaan mampu mengendalikan modal tersebut secara efektif dan efisien serta tepat sasaran (Fahmi, 2011). Invested Capital (IC) / Modal yang Diinvestasikan Menurut Tunggal dalam Budiharti (2006), Invested Capital (IC) adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka pendek tanpa bunga atau non interest bearing liabilities. Yang termasuk dalam kategori non interest bearing liabilities yaitu hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak dan uang muka pelanggan. Ada dua cara untuk menentukan IC, yaitu dengan pendekatan operasional dan pendekatan keuangan. Menurut pendekatan operasional, IC diperoleh dari penjumlahan aktiva tetap, kas dan working capital requirement, yaitu total aktiva dikurangi hutang dagang dan hutang beban lainnya. Sedangkan menurut pendekatan keuangan, IC diperoleh dari penjumlahan interest bearing liabilities (pinjaman jangka pendek dan jangka panjang) dengan ekuitas pemegang saham.
21
Adapun teori-teori yang telah dijelaskan tersebut sebelumnya memiliki hubungan antara satu dengan lainnya. Secara ringkas dapat digambarkan dalam Gambar 2.
22
EVA
NOPAT
COC
WACC
Tingkat Pengembalian (Ke)
Laba Bersih
Proporsi Investasi Thdp Modal (We)
Ekuitas
IC
Biaya Hutang (Kd)
Biaya Bunga
Proporsi Hutang (Wd)
Hutang
Gambar 2. Bagan Economic Value Added (EVA)
Asset
Hutang Beban
23
2.7.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan
terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktorfaktor internal tersebut misalnya pada pos-pos laporan keuangan itu sendiri seperti pada laporan neraca dan laba rugi yang memperlihatkan tingkat likuiditas, solvabilitas
dan
aktifitas
perusahaan
dengan
memperhitungkan
dan
memperbandingkan rasio-rasio yang ada dengan suatu formula perhitungan yang dipakai sebagai alat pengujian karena formula maka bisa saja hasil yang diperoleh belum tentu benar-benar sesuai untuk dijadikan alat prediksi. Sehingga dibutuhkan pendekatan lain untuk melihat permasalahan itu secara lebih terang yaitu dengan melihat kondisi non keuangan, seperti kondisi kualitas SDM karyawan dan manajer perusahaan baik di bidang administrasi, pemasaran, produksi dan keuangan (Fahmi, 2011). Akan tetapi melalui perhitungan laporan keuangan tersebut beserta komponen yang menyertainya dapat diperoleh kinerja keuangan secara keseluruhan dan dapat diketahui pula faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain daripada itu adapun faktor ekternal seperti faktor ekonomi, faktor sosial budaya, politik dan teknologi. Faktor eksternal tersebut tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukan perlu ditindak lanjuti, sehingga faktor-faktor tersebut tidak menjadi pemberat bagi kehidupan ekonomi masyarakat dan dapat menarik minat investor untuk kemudian digunakan sebagai perbaikan bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. 2.8.
Penelitian terdahulu Penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan, khususnya bank
telah banyak dilakukan. Umumnya kinerja keuangan bank dianalisis dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan Economic Value Added. Imamah (2005) meneliti kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. 2003 – 2004 dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan EVA serta mencari pengaruh rasio-rasio keuangan yang digunakan yang terdiri dari Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Return On Asset (ROA),
24
Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Asset Utilization Ratio (AUR). Dalam penelitian ini tidak di analisis penilaian kinerja perusahaan dari sisi nilai tambah pasar (Market Value Added/MVA) juga pengaruh EVA terhadap MVA. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dari tahun 2003-2004 pada umumnya menjadi lebih baik. Hasil analisis rasio-rasio keuangan dan EVA menunjukan kinerja yang berbeda. Artinya, kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk menurut rasio keuangan pada tahun 2004 lebih baik dari tahun 2003 karena sebagian besar pengukuran kinerja keuangan perusahaan mengalami peningkatan. Akan tetapi, apabila diukur dengan EVA, pada tahun 2004 kinerja keuangan perusahaan kurang baik daripada tahun 2003 karena EVA mengalami penurunan. Hal etrsebut terjadi karena pada tahun 2004 pendayagunaan sumberdaya perusahaan menurun dari tahun 2003 bila ditinjau dari AUR. Artinya, Bank Mandiri mengalami penurunan kinerja dalam hal pengelolaan asset perusahaan. Budiharti (2006) meneliti kinerja keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk antara tahun 2004 – 2005 dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, EVA dan MVA. Rasio-rasio keuangan yang digunakan antara lain Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Asset Utilization Ratio (AUR). Dalam penelitian ini dianalisis Dalam penelitian ini dianalisis pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap EVA dan pengaruh EVA terhadap MVA. Analisis dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, EVA dan MVA, serta permodelan regresi dan korelasi. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap EVA dan pengaruh EVA terhadap MVA perusahaan, sedangkan analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara rasio-rasio keuangan dengan EVA dan hubungan antara EVA dengan MVA perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kesehatan Bank BRI pada tahun 2005 lebih baik dari pada tahun 2004 jika ditinjau dari EVA dan MVA Bank BRI. Suseno (2010) yang meneliti Analisis Kinerja Keuangan pada PT. Bimatama Indonesia Estetika selama periode 2004-2008 menggunakan analisis terhadap rasio-rasio keuangan, analisis trend, analisis per komponen serta analisis
25
Du Pont system. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan keuangan perusahaan pada kondisi keuangan jangka pendek menunjukan bahwa hutang lancar dan aktiva lancar mengalami peningkatan secara fluktuatif. Sementara kondisi keuangan jangka panjang menunjukan kecenderungan yang meningkat dalam dua tahun terakhir dengan laju peningkatan terbesar terjadi dalam komponen total hutang dan diikuti oleh total aktiva dan modal sendiri. Berdasarkan analisis rasio, kondisi keuangan perusahaan menunjukan keadaan kurang likuid dan solvable. Walaupun begitu, perusahaan masih tetap dapat menghasilkan keuntungan dan perusahaan sudah memanfaatkan aktivanya dengan baik. Berdasarkan hasil analisis Du Pont, kinerja perusahaan selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal yaitu, harga pokok penjualan dan total hutang perusahaan yang cukup besar. Sedangkan competitor atau perusahaan sejenis dan kondisi perekonomian merupakan faktor eksternalnya. Permana Putra (2010) meneliti tentang Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan dengan melihat tingkat ROA dan ROE serta EPS (Earning Per Share) PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. dari hasil analisis tersebut tingkat ROE pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. mengalami peningkatan setiap tahunnya begitupun halnya dengan tingkat ROA yang mengalami peningkatan pula setiap tahunnya. Adapun nilai EPS juga mengalmi peningkatan setiap tahunnya antara tahun 2007-2009, begitu pun halnya dengan nilai EVA yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan hal yang sangat membantu terhadap suatu keputusan yang diambil karena kinerja keuangan akan menunjukan seberapa berhasil suatu perusahaan dalam menjalankan roda usahanya. Dengan begitu, perusahaan dapat membuat keputusan atau kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaan pada khususnya dan kondisi perekonomian pada umumnya. Melalui pengukuran kinerja keuangan pada Bank Jabar Banten menggunakan analisis Rasio-rasio Keuangan dan analisis economic value added (EVA) serta analisis Du Pont dapat diketahui informasi mengenai kinerja keuangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Evaluasi kinerja keuangan berasal dari data yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasikan dan telah di audit. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca Bank Jabar Banten pada periode 2008 sampai dengan 2010. Metode analisis rasio keuangan dan EVA memberikan kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan, sedangkan apabila analisis Du Pont digunakan untuk dapat melihat faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Diharapkan dengan mengetahui kinerja keuangan secara keseluruhan akan membantu perusahaan meningkatkan kinerja sekarang dan masa yang akan datang. Khususnya dalam penelitian ini yaitu Bank Jabar Banten dalam menciptakan nilai bagi para pemegang saham. Secara ringkas alur pemikiran konseptual yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
27
Initial Public Offering (IPO)
Investor
PT. Bank Jabar Banten, Tbk.
Laporan Keuangan
Laporan Laba Rugi
Neraca
Analisis Kinerja Keuangan
Analisis Rasio keuangan • Solvabilitas • Aktifitas • Profitabilitas
Analisis Du Pont
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan
Saran dan atau Perbaikan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis EVA
28
Untuk dapat melihat nilai tambah ekonomis atas rasio-rasio keuangan dan faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi kinerja keuangan yang digunakan adalah analisis EVA dan analisis Du Pont. Dengan mengetahui unsurunsur identitas rasio keuangan, EVA dan analisis Du Pont maka akan diperoleh hubungan dari ketiganya. EVA secara sederhana didefinisikan sebagai Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dikurangi Cost of Capital (COC) yaitu hasil perkalian antara Weighted Average Cost of Capital (biaya modal rata-rata tertimbang) dengan seluruh modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Invested Capital/IC). IC diperoleh dari penjumlahan hutang dan ekuitas dikurangi non interest bearing liabilities (hutang beban). Sedangkan hutang dan ekuitas merupakan asset (total aktiva) yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio antara ekuitas dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) menghasilkan CAR. NOPAT sendiri diperoleh dari net income ditambah interest (beban bunga). Perbandingan net income dengan asset menghasilkan ROA. Net income diperoleh dari operating income dikurangi tax. Penjumlahan antara operating income dan non operating income income disebut total income. Perbandingan antara total income dengan asset menghasilkan Total Asset Turn Over Ratio, sedangkan perbandingan antara total income dengan aktiva tetap menghasilkan fixed asset turnover. Net income berbanding pendapatan memunculkan NPM. Sedangkan pada analisis Du Pont nilai ROE Du Pont didapat dari perbandingan antara ROA dengan 1 (satu) dikurangi rasio total hutang terhadap aktiva yang didapat dari perbandingan antara total hutang dengan total asset atau aktiva. Teori dan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki hubungan antara satu dengan lainnya. Secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.
29
EVA
NOPAT
COC
WACC
Tingkat Pengembalian (Ke)
Laba Bersih
Proporsi Investasi Thdp Modal (We)
Ekuitas
IC
Biaya Hutang (Kd)
Biaya Bunga
Proporsi Hutang (Wd)
Hutang
Asset
Aktiva Tetap
Hutang Beban
ATMR Operating Income CAR
Equity To Total Asset Ratio
Total Debt To Equity Ratio
1 – (Rasio Hutang)
Rasio Perputaran Total Aktiva
Rasio Perputaran Total Aktiva Tetap NPM ROA
ROE Du Pont
Gambar 4. Perhitungan Nilai EVA dan hubungannya dengan rasio-rasio keuangan serta analisis Du Pont
30
3.2. Metode Penelitian Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data yang merupakan data sekunder. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan alat analisis yang ada. Terakhir ditarik kesimpulan dan saran. 3.2.1. Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Mei 2011. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan Bank Jabar Banten, Tbk tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 dan laporan saham perusahaan yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca perusahaan. 3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data Pada penelitian ini, data-data yang diolah berasal dari data sekunder. Menurut Nazir (2005), analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data dan informasi yang telah dikumpulkan, kemudian diolah baik secara manual menggunakan kalkulator maupun dengan Ms. Excel 2007. Alat analisis yang digunakan dalam mengolah data dalam penelitian ini adalah analisis trend, analisis persentase per komponen, rasio-rasio keuangan dan analisis economic value added (EVA) serta analisis Du Pont. 3.2.2.1. Analisis Rasio-rasio Keuangan 3.2.2.1.1 Rasio Solvabilitas Total Debt to Total Asset Ratio (Rasio Hutang terhadap Total Aktiva) Total Debt to Total Asset Ratio =
........................................
(1)
Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas) Total Debt to equity Ratio =
.............................
(2)
31
Equity to Total Asset Ratio (Rasio Ekuitas terhadap Total Aktiva) Equity to Total Asset Ratio =
..............................................
(3)
Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR =
...................................................................................
(4)
3.2.2.1.2. Rasio Aktifitas Rasio aktifitas yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya, yang terdiri dari : Rasio Perputaran Total Aktiva / Total Asset Turnover Ratio Total Asset Turnover Ratio =
.......................................
(5)
Rasio Perputaran Aktiva Tetap / Fixed Asset Turnover Ratio Fixed Asset Turnover =
..............................................
(6)
3.2.2.1.3. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas menunjukan hasil akhir dari sebuah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan perusahaan, yang terdiri dari : NPM =
.........................................................................
(7)
ROA =
...................................................................................
(8)
ROE =
...................................................................................
(9)
32
3.2.2.2. Analisis Du Pont Persamaan Du Pont menunjukan bahwa tingkat pengembalian atas aktiva dapat diperoleh dari perkalian marjin laba dengan perputaran total aktiva, yang dapat dirumuskan sebagai berikut : ROA = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva =
.........................................
(10)
Pengendalian atas ekuitas (ROE) perusahaan tergantung pada penggunaan kewajiban (leverage). ROA harus di bagi dengan 1 – rasio hutang untuk mendapatkan ROE, adapun rumus ROE yaitu : ROE =
.............................................................
(11)
3.2.2.3. Analisis Economic Value Added (EVA) Proses mendapatkan EVA berbeda dengan mendapatkan nilai rasio keuangan. Perhitungan rasio keuangan membandingkan pos keuangan tertentu dengan pos yang lainnya, sedangkan dalam menghitung EVA ada beberapa tahapan. EVA dihitung setelah semua komponen pembentuknya diketahui. Selanjutnya dimasukan ke dalam rumus perhitungan EVA. Dalam menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT) digunakan pendekatan keuangan di mana laba bersih atau net income dijumlahkan dengan interest (biaya bunga). Pada perhitungan NOPAT ini diasumsikan telah dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan menambahkan perubahan periodik ekuivalen ekuitas pada laba tersebut. Biaya hutang (Kd) dihitung dengan membagi antara biaya bunga yang terjadi pada tahun tersebut dengan total hutang. Pajak atas biaya modal yang pada penelitian
ini
dinotasikan
dengan
Kd*
adalah
berdasarkan
peraturan
kebijaksanaan yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan. Besar pajak yang dikenakan tercantum secara implicit dalam perhitungan laba bersih setelah pajak yang terdapat dalam laporan keuangan atau prospectus tahunan di mana tariff yang dikenakan berbeda untuk tiap perusahaan. Dalam penelitian ini, untuk menghitung biaya ekuitas (Ke), digunakan pendekatan Discounted Cash Flow Model. Dimana, model ini melihat Ke sebagai nilai deviden per harga saham ditambah dengan persentase pertumbuhan dari
33
harga saham tersebut, hal ini dilakukan pada periode 2010 dimana nilai harga saham pasar telah diketahui. Berbeda dengan tahun 2010, pada tahun 2008 dan 2009 digunakan pendekatan tingkat pengembalian ekuitas perusahaan kepada para pemilik perusahaan dikarenakan perusahaan belum go publik. Struktur modal perusahaan merupakan persentase yang seimbang dari tiap-tiap komponen hutang dan modal yang dimiliki perusahaan. Persentase komponen hutang dilambangkan dengan Wd, sedangkan persentase komponen modal yaitu We. Perhitungan WACC dengan menggunakan penjumlahan hasil kali antara bobot tertimbang atas komponen hutang dan komponen modal ekuitas perusahaan dari keseluruhan struktur modal perusahaan dengan persentase masing-masing biaya hutang dan biaya ekuitas. Invested Capital (IC) emrupakan modal perusahaan (hutang dan ekuitas) dalam mengelola usahanya dikurangi dengan non interest bearing liabilities. Perhitungan biaya modal merupakan perkalian antara biaya rata-rata tertimbang dengan modal yang diinvestasikan. Economic Value Added (EVA) dihitung setelah komponen pembentuk EVA (NOPAT/Net Operating Profit After Tax dan COC/Cost of Capital) diketahui selanjutnya dimasukan ke dalam rumus perhitungan EVA, yaitu dengan mengurangkan antara NOPAT dengan COC.
34
Tabel 2. Langkah-langkah perhitungan EVA : Tahapan
Perhitungan
Sumber
1. NOPAT
NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga
Laba Rugi
2. Kd*
Kd = Biaya Bunga
Laba Rugi
Hutang
Neraca
Kd* = Kd (1-T) Dividen
3. Ke Ke = 4. Struktur Modal
+ Growth
Harga Saham Wd = Hutang
Dihitung dari L/R dan Informasi Harga Saham Neraca
Asset We = Ekuitas Asset
5. WACC
6. IC
Dihitung berdasarkan hasil sebelumnya IC = Asset – Non Interest Bearing Neraca WACC = [(Kd* x Wd) + (Ke x We)]
Liabilities 7. COC
8. EVA
COC = WACC x IC
EVA = NOPAT - COC
Dihitung berdasarkan sebelumnya Dihitung berdasarkan sebelumnya
hasil
hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Bank Jabar Banten 4.1.1. Sejarah Bank Jabar PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. yang dikenal dengan nama bank bjb, adalah bank umum yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Banten, pemerintah kota/kabupaten se-Jawa Barat dan Banten, dan publik. Awal berdirinya bank bjb bermula dari NV DENIS (De Erste Nederlansche Indische Shareholding), yang berkedudukan di Bandung dan bergerak di bidang hipotek. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan milik Belanda yang dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 33 Tahun 1960 tentang Penentuan Perusahaan di Indonesia Milik Belanda yang dinasionalisasi. Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendirikan “PT Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat” dengan modal dasar dari kas daerah sebesar Rp 2.500.000, berdasarkan Akta Pendirian No.125 tanggal 19 November 1960 juncto. Akta Perubahan No.152 tanggal 21 Maret 1961 dan Akta Perubahan No.84 tanggal 13 Mei 1961, keduanya dibuat di hadapan Noezar, Notaris di Bandung. serta dikukuhkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 7/GKDH/BPD/61 tertanggal 20 Mei 1961 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah PT Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat. Dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuk hukum Perseroan diubah dari Perseroan Terbatas Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat menjadi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Djawa Barat No.11/PDDPRD/1972 tanggal 27 Juni 1972 tentang Penyempurnaan Kedudukan Hukum Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa-Barat. Nama PD Bank Karja Pembangunan Daerah Jawa Barat selanjutnya diubah menjadi BPD Jabar sesuai Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 1/DP-040/PD/1978 Tanggal 27 Juni 1978. Pada
36
tahun 1992 sesuai dengan Surat Keputusan Bank Indonesia No.25/84/KEP/DIR tanggal 2 November 1992 status BPD Jabar meningkat menjadi bank umum devisa. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995, BPD Jabar memiliki sebutan Bank Jabar dengan logo baru. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No.22 Tahun 1998 tanggal 14 Desember 1998 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Bentuk hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat berubah yang semula Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Perda tersebut dituangkan lebih lanjut pada Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 juncto Akta Perbaikan Nomor 8 Tanggal 15 April 1999 keduanya dibuat di hadapan Popy Kuntari Sutresna, S.H., Notaris di Bandung yang telah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman RI berdasarkan Surat Keputusan No.C27103.HT.01.01.TH.99 tanggal 16 April 1999, didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kab/Kodya Bandung di bawah No.871/BH.10.11/IV/99 tanggal 24 April 1999, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.39 tanggal 14 Mei 1999, Tambahan No.2811, bentuk hukum Bank Jabar diubah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT). Untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa layanan perbankan yang berlandaskan syariah, sesuai dengan izin BI Nomor 2/18/ DpG/DPIP Tanggal 12 April 2000 maka sejak tanggal 15 April 2000 Bank Jabar menjadi BPD pertama di Indonesia yang menjalankan dual banking system, yaitu memberikan layanan perbankan dengan sistem konvensional dan sistem syariah. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 16 April 2001 menyetujui peningkatan modal dasar Bank Jabar menjadi Rp 1 triliun. Selanjutnya, berdasarkan hasil keputusan RUPS yang diselenggarakan pada tanggal 14 April 2004 berdasarkan Akta Nomor 10 Tanggal 14 April 2004, modal dasar Bank Jabar dinaikkan dari Rp 1 triliun menjadi Rp 2 triliun. Melihat perkembangan prospek usaha yang terus membaik, hasil RUPS tanggal 5 April 2006 menetapkan kenaikan modal dasar Bank Jabar dari Rp 2 triliun menjadi Rp 4 triliun.
37
Pada bulan November 2007, sebagai tindak lanjut SK Gubernur BI Nomor 9/63/kep.gbi/2007 tentang Perubahan Izin Usaha Atas Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Menjadi Izin Usaha Atas Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten,dilaksanakan penggantian call name dari “Bank Jabar” menjadi “Bank Jabar Banten”. Sehubungan dengan kegiatan usaha perbankan syariah, Bank Jabar Banten melakukan pemisahan (spin off) unit usaha syariah menjadi bank syariah dengan nama PT Bank Jabar Banten Syariah. Berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, PT Bank Jabar Banten Syariah No.4 tanggal 15 Januari 2010, dibuat oleh Fathiah Helmi, S.H., Notaris di Jakarta, bank bjb memiliki penyertaan sebanyak 1.980.000.000 (satu miliar sembilan ratus delapan puluh juta) saham yang merupakan 99% (Sembilan puluh sembilan persen) dari seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh dalam Anak Perusahaan. Bank Jabar Banten Syariah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia sesuai dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/35/KEP.GBI/2010 tanggal 30 April 2010 Tentang Pemberian Izin Usaha PT Bank Jabar Banten Syariah. Seiring dengan perkembangan jaringan kantor yang lebih luas maka berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Nomor 26 tanggal 21 April 2010 dan sesuai Surat Bank Indonesia No. 12/78/APBU/Bd tanggal 30 Juni 2010 perihal Rencana Perubahan Logo, serta Surat Keputusan Nomor 1337/SK/DI(R-PPN/2010 tanggal 5 Juli 2010, maka pada tanggal 8 Agustus 2010 nama Bank Jabar Banten resmi berubah menjadi bank bjb. bank bjb merupakan Bank Pembangunan Daerah pertama yang mencatatkan saham perdananya (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 8 Juli 2010 bank bjb menawarkan saham kepada publik sejumlah 2.424.072.500 lembar saham Seri B (termasuk EMSA) dengan harga penawaran Rp 600,- per saham dimana dana yang diperoleh dari IPO sekitar Rp 1,4 triliun. Pelepasan saham ke masyarakat ini setara dengan 25% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh. Dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum ini dipergunakan oleh bank bjb untuk penguatan modal perusahaan dalam rangka mendukung ekspansi kredit, terutama sektor UMKM, perluasan jaringan, dan pengembangan teknologi informasi. Penawaran Umum Perdana Saham bank
38
bjb memperoleh minat yang relative besar dari investor domestik maupun luar negeri. Dalam Penawaran Umum kepada masyarakat tanggal 1, 2 dan 5 Juli 2010, permintaan saham bank bjb mengalami oversubscribed sebesar 11,2 kali untuk porsi pooling. Dengan perjalanan panjang yang sudah ditempuh, bank bjb mengajak bersama stakeholdernya menuju era baru perbankan nasional. Secara ringkas perkembangan Bank Jabar Banten dapat dilihat pada gambar 5.
39
Bank BJB didirikan dengan nama PT. Bank Karja Pembangunan Djawa Barat yang merupakan hasil nasionalisasi bank “NV DENIS” pada masa pemerintahan Belanda
1961
1972
1978
Berubah menjadi perusahaan daerah (PD) Bank Kerja Pembangunan Daerah
Berubah menjadi PD Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
1991
1992
Menerbitkan obligasi untuk pertama kalinya
Memperoleh izin operasi sebagai Bank Devisa
1999
Berubah dari PD menjadi Perseroan Terbatas (PT)
Menjadi BPD pertama yang menjalankan dua sistem perbankan, yaitu konvensional dan syariah
2000
2007
Berubah menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
Menerbitkan obligasi VI
2009
2010
• Peningkatan rating dari Pefindo menjadi idAA• Spin Off Unit Usaha Syariah • IPO/ Go Public • Re-Branding
Gambar 5. Sejarah Perkembangan Bank Jabar Banten, Tbk. Sumber : Annual Report Bank Jabar Banten 2010
40
4.1.2. Visi Misi Bank Jabar Banten Visi Bank Jabar Banten “Menjadi 10 Bank terbesar dan berkinerja baik di Indonesia”. Merupakan penjabaran dari keinginan yang kuat dari segenap stakeholder bank bjb untuk membawa bank bjb tumbuh berkembang menjadi salah satu 10 bank terbesar dan berkinerja baik di kancah nasional. Misi Bank Jabar Banten • Penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah. • Melaksanakan penyimpanan uang daerah. • Salah satu sumber pendapatan asli daerah. 4.1.3. Nilai – Nilai Perusahaan Tabel 3. Nilai-nilai perusahaan : Corporate Value Perilaku Utama Main Behavior Service 1. Ramah, Tulus, Kekeluargaan 1. Friendly, sincere, Excellence 2. Selalu memberikan pelayanan prima familiar 2. Always provide excellent service Profesionalism 3. Cepat, Tepat, Akurat 3. Quick, Precisely, 4. Kompeten dan Bertanggungjawab accurate 5. Memahami dan melaksanakan 4. Competent and ketentuan perusahaan responsible 5. Understand and follow company provisions Integrity 6. Konsisten, disiplin, dan penuh 6. Consistent, discipline, semangat and exuberant 7. Menjaga citra bank melalui perilaku 7. Keeping the image of the terpuji dan menjunjung etika bank through ethical behavior and respect Respect 8. Fokus pada nasabah 8. Focus on customer 9. Peduli pada lingkungan 9. Care for the environment Inteligence 10. Selalu memberikan solusi yang 10. Always give best terbaik solution 11. Berkeinginan kuat untuk 11. Strong desire to mengembangkan diri develop themselves 12. Menyukai perubahan positif 12. Like positive change Trust 13. Menumbuhkan transparansi, 13. Growing transparency, kebersamaan dan kerjasama yang togetherness, and a sehat good relationship 14. Menjaga rahasia bank dan 14. Protect Bank and perusahaan company secrets
Sumber : Annual Report Bank Jabar Banten
41
4.2. Perkembangan Kondisi Keuangan Perusahaan 4.2.1. Perkembangan Neraca Perkembangan neraca yang terjadi sebelum go public, yaitu antara tahun 2008 sampai dengan semester pertama tahun 2010 menunjukan tren peningkatan setiap pertriwulan pertahunnya. Hal tersebut dapat terlihat pada triwulan
pertama
pada
tahun
2008
total
aktiva
yang
sebesar
Rp.
23.792.708.000.000 meningkat sebesar 21,97% menjadi Rp. 29.020.102.000.000 pada tahun 2009 dan meningkat sekitar 23,44% pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 35.824.272. Pada triwulan kedua peningkatan yang terjadi antara tahun 2008 dah tahun 2009 adalah sebesar 24,81% dimana pada tahun 2008 total aktiva sebesar
Rp.
24.258.270.000.000
meningkat
menjadi
sebesar
Rp.
30.278.700.000.000 pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 39.339.795.000.000 atau meningkat pula sekitar 29,92%. Untuk triwulan ketiga dan keempat atau pada semester kedua tahun 2008 dan 2009 persentase kanaikan pada semester pertama tidak dapat dipertahankan, pada semester dua ini justru mengalami penurunan sekitar 25,67% pada triwulan ketiga turun menjadi sekitar 24,46% pada triwulan keempat atau sebesar Rp. 32.410.329.000.000 pada tahun 2009 dimana pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 26.040.869.000.000. Sedangkan apabila dilihat seletah go public perbandingan neraca dengan tahun sebelumnya pada semester kedua atau triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2009 dan 2010 dapat terlihat peningkatan pada jumlah aktiva dimana pada tahun 2009 jumlah aktiva yang sebesar Rp. 32.364.703.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 41.388.361.000.000 atau meningkat sekitar 27.88% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi apabila dilihat pada tahun yang sama yaitu 2010 triwulan kedua dan ketiga persentasenya justru mengalami penurunan sekitar 2,04%. Sedangkan pada triwulan keempat peningkatan jumlah aktiva terjadi sekitar 34,05% dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 43.445.700.000.000 pada tahun 2010 dibandingna dengan jumlah aktiva yang sebesar Rp. 32.410.329.000.000 pada tahun 2009. Jumlah Kewajiban perusahaan apabila dilihat sebelum go public yaitu antara tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 menunjukan pada triwulan pertama tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan jumlah kewajiban
42
sekitar 20,88% atau sebesar Rp. 21.726.884.000.000 pada tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 26.264.600.000.000 pada tahun 2009 dan meningkat sekitar 23,82% pada triwulan pertama tahun 2010 atau sebesar Rp. 32.522.499.000.000. Pada triwulan kedua persentase kenaikan yang terjadi yaitu sekitar 25,52% dimana pada tahun 2008 jumlah kewajiban yang sebesar Rp. 22.046.461.000.000 meningkat menjadi Rp. 27.673.774.000.000 pada tahun 2009 dan sebesar Rp. 36.166.811.000.000
pada
tahun
2010
atau
meningkat
sekitar
30,68%
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2009. Pada semester terakhir tahun 2008 dan 2009 atau pada triwulan ketiga dan keempat persentase jumlah kewajiban mengalami fluktuasi dimana pada triwulan ketiga persentase meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 26,68% atau sebesar Rp. 23.342.587.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 29.570.403.000.000, akan tetapi pada triwulan keempat terjadi penurunan persentase sekitar 24,45% atau sebesar Rp. 23.558.999.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 29.318.786.000.000 pada tahun 2009. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 jumlah persentase kewajiban mengalami penurunan pada triwulan ketiga tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 23,55% dimana pada tahun 2009 sebesar Rp. 29.570.403.000.000 menajdi sebesar Rp. 36.535.403.000.000. Apabila dilihat pada triwulan keempat jumlah persentase kewajiban mengalami peningkatan
sebesar
31,16%
dimana
pada
tahun
2009
sebesar
Rp.
29.3183786.000.000 menajdi sebesar Rp. 38.454.707.000.000 pada tahun 2010. Ekuitas sebelum go public mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.065.824.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 2.755.502.000.000 pada triwulan pertama tahun 2009 atau sekitar 33,38% dan meningkat menjadi sebesar Rp. 3.301.773.000.000 pada tahun 2010 atau meningkat pula sekitar 19,82% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan kedua persentase mengalami
penurunan
menjadi
sekitar
17,77%
atau
sebesar
Rp.
2.211.809.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 2.604.926.000.000 pada tahun 2009 dan menjadi sebesar Rp. 3.172.984.000.000 pada tahun 2010 atau sekitar 21,80%. Pada triwulan ketiga persentase penurunan menjadi sekitar 15,88% naik
43
daripada triwulan kedua, atau sebesar Rp. 2.411.328.000.000 menjadi sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase jumlah ekuitas mengalami peningkatan daripada triwulan ketiga yaitu sebesar 24,56% dimana pada tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.481.870.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Setelah go public persentase ekuitas pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 yaitu pada triwulan ketiga tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan kedua pada tahun yang sama dimana persentasenya sekitar 27,88% atau sebesar Rp. 4.852.958.000.000. Akan tetapi tetap mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan ketiga tahun 2009 yang sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase kanaikan jumlah ekuitas mengalami kenaikan yang terbesar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 34.05% atau sebesar Rp. 4.990.993.000.000 pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Selisih nilai diperoleh dari nilai tahun sekarang dikurangi dengan nilai tahun sebelumnya. Sedangkan selisih persen diperoleh dari selisih tahun ini dibagi dengan nilai tahun sebelumnya. Data ringkasan neraca dan selisih nilai dan persentase PT. Bank Jabar Banten, Tbk. dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5 :
44
Tabel 4. Ringkasan Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam jutaan rupiah) 2008
Komponen
2009
2010
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Aktiva
23.792.708
24.258.270
25.753.915
26.040.869
29.020.102
30.278.700
32.364.703
32.410.329
35.824.272
39.339.795
41.388.361
43.445.700
Kewajiban
21.726.884
22.046.461
23.342.587
23.558.999
26.264.600
27.673.774
29.570.403
29.318.786
32.522.499
36.166.811
36.535.403
38.454.707
2.065.824
2.211.809
2.411.328
2.481.870
2.755.502
2.604.926
2.794.300
3.091.543
3.301.773
3.172.984
4.852.958
4.990.993
23.792.708
24.258.270
25.753.915
26.040.869
29.020.102
30.278.700
32.364.703
32.410.329
35.824.272
39.339.795
41.388.361
43.445.700
Ekuitas Total ekuitas dan Kewajiban
Tabel 5. Selisih Nilai dan Persentase Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam juta rupiah) Komponen Aktiva Kewajiban Ekuitas
I 5.227.394
Selisih 2008-2009 II III 6.020.430
IV
I
Persentase II III
IV
24,84
25,67
24,46
6.257.899
6.610.788
6.369.460
20,88
25,52
26,68
24,45
21,97
I 6.804.170
Selisih 2009-2010 II III
I
Persentase II III
IV
9.023.658
11.035.371
23,44
29,92
27,88
34,05
8.493.037
6.965.000
9.135.921
23,82
30,68
23,55
31,16
9.061.095
IV
4.537.716
5.627.313
6.227.816
5.759.787
689.678
393.117
382.972
609.673
33,38
17,77
15,88
24,56
546.271
568.058
2.058.658
1.899.450
19,82
21,80
73,67
61,44
5.227.394
6.020.430
6610788
6.369.460
21,97
24,81
25,67
24,46
6.804.170
9.061.095
9.023.658
11.035.371
23,44
29,92
27,88
34,05
Total ekuitas dan Kewajiban
45
4.2.2. Perkembangan Laporan Laba/Rugi Perkembangan laporan laba rugi cenderung meningkat pertriwulan dari tahun ke tahun, hal tersebut dapat dilihat dari laba bersih yang dihasilkan pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 542.162.000.000, meningkat sebesar Rp. 166.944.000.000, atau sekitar 30,80% pada akhir tahun 2009. Sedangkan laba bersih pada tahun 2010 pun meningkat sebesar Rp. 181.065.000.000, dibandingkan tahun sebelumnya atau meningkat sekitar 25,53% menjadi sebesar Rp. 890.171.000.000, pada akhir tahun 2010. Secara ringkas laporan laba rugi periode 2008 – 2010 dapat dilihat pada tabel 6 :
46
Tabel 6. Ringkasan Laba/Rugi PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 (dalam jutaan rupiah) 2008
Komponen I
II
2009 III
Pendapatan
IV
I
II
2010 III
IV
I
II
III
IV
644.394
1.372.152
2.186.882
3.079.494
905.413
1.972.732
3.019.118
3.944.548
1.560.790
2.237.363
3.506.789
4.894.312
(264.061)
(550.677)
(854.477)
(1.253.624)
(398.784)
(833.176)
(1.298.264)
(1.841.510)
(883.207)
(961.077)
(1.538.012)
(2.254.731)
380.333
821.475
1.332.405
1.825.870
506.629
1.139.556
1.720.854
2.103.038
677.583
1.276.286
1.968.777
2.639.581
28.310
75.939
117.422
174.708
51.489
46.064
83.285
262.083
110.420
254.221
365.887
277.712
282.419
557.693
842.528
1.200.443
247.714
639.635
1.001.723
1.410.138
289.465
814.793
1.296.527
1.726.755
160.929
339.721
607.299
1.025.735
275.699
545.985
802.416
954.983
277.698
715.714
1.038.137
1.190.538
3.021
14.146
19.200
29.510
5.995
13.067
19.915
40.601
2.609
12.790
17.764
42.316
(3.400)
(5.483)
(9.516)
(10.699)
(2.739)
(5.223)
(7.566)
(10.207)
-
(153)
-
(13.226)
160.550
348.384
616.983
818.946
278.955
553.829
814.765
985.377
280.307
728.351
1.055.901
1.219.628
Pajak
(48.148)
(104.498)
(185.007)
(276.784)
(78.107)
(155.072)
(228.134)
(276.271)
(70.077)
(182.759)
(264.603)
(329.403)
Laba Bersih
112.402
243.886
431.906
542.162
200.848
398.757
586.631
709.106
210.230
545.592
791.298
890.171
88.446
154.871
154.725
166.944
9.382
146.835
204.667
181.065
78.68
63.50
35.82
30.79
4.67
36.82
34.88
25.53
Bunga Beban Bunga Pendapatan Bunga Bersih Pendapatan Operasional Lainnya Beban Operasional Lainnya Pendapatan (Beban) Operasional Lainnya Pendapatan Non Operasional Beban Non Operasional Laba Sebelum Pajak
Selisih Persentase
47
4.3. Kinerja Keuangan Perusahaan Analisis kinerja keuangan perusahaan terutama rasio keuangan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan perusahaan. Begitu pun halnya dengan analisis Du Pont menunjukan bagaimana rasio aktivitas dan profit margin berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang dihasilkan. Sedangkan nilai EVA pada perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah ekonomis. 4.3.1. Rasio-rasio Keuangan Analisis rasio dapat dipahami sebagai hasil yang diperoleh antara satu jumlah dengan jumlah yang lainnya. Perbandingan tersebut dapat memberikan gambaran relatif tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Atau secara sederhana rasio disebut sebagai perbandingan jumlah dari satu jumlah dengan jumlah lainnya itulah dilihat perbandingannya dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban yang selanjutnya dijadikan bahan kajian untuk dianalisis dan diputuskan. Analisis rasio keuangan merupakan instrument analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indicator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut untuk kemudian menujukan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan. Analisis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio solvabilitas yang ditunjukan oleh Rasio Hutang terhadap Total Aktiva, Rasio Hutang Terhadap Ekuitas, Rasio Ekuitas terhadap Total Aktiva dan CAR, rasio aktifitas yang ditunjukan oleh Rasio Perputaran Total aktiva, rasio profitabilitas ditunjukan oleh NPM, ROA, ROE. Pemilihan rasio-rasio tersebut sesuai atau relevan terhadap perhitungan Analisis Du Pont dan Analisis EVA.
48
4.3.1.1. Rasio Solvabilitas Analisis rasio solvabilitas dilakukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban keuangannya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau memenuhi kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Bagi para pemegang saham tingkat solvabilitas ini sangat penting karena akan menunjukan kemampuan perusahaan dalam menanggung seluruh beban hutang dan jaminan untuk para pemegang saham jika perusahaan dilikuidasi. Data-data pada pos aktiva, hutang serta ekuitas digunakan untuk mengetahui tingkat stabilitas keuangan jangka panjang. Penilaian
tingkat
solvabilitas
PT.
Bank
Jabar
Banten,
Tbk.
menggunakan rasio hutang terhadap total aktiva, rasio hutang terhadap modal sendiri atau ekuitas dan rasio ekuitas terhadap total aktiva serta capital adequacy ratio (CAR). Perkembangan nilai rasio solvabilitas ini dapat dilihat pada tabel 7. :
49
Tabel 7. Perkembangan nilai rasio solvabilitas PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008 – 2010 2008
2009
2010
Ratarata
Indikator I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
per tahun
Rasio Total Hutang
91,32
90,88
90,64
90,47
90,50
91,40
91,37
90,46
90,78
91,93
88,27
88,51
89,81
1051,73
996,76
968,04
949,24
953,17
1062,36
1058,24
948,35
985,00
1139,84
752,85
770,48
889,36
8,68
9,12
9,36
9,53
9,50
8,60
8,63
9,54
9,22
8,07
11,73
11,49
10,18
16,62
16,01
15,53
15,06
17,43
14,46
18,71
21,19
23,59
17,33
27,62
22,85
19,90
dengan Aktiva Rasio Total Hutang dengan Modal Rasio Modal dengan Aktiva CAR
50
a. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aktiva Rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukan banyaknya aktiva yang dibiayai dari pinjaman (hutang). Selama tiga periode analisis yaitu antara tahun 2008 – 2010 dianalisis per triwulan, nilai rata-rata rasio total hutang terhadap total aktiva adalah sebesar 89,81 persen per akhir tahunnya. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah aktiva yang dibiayai dengan hutang adalah sebesar 89,81 persen atau dengan kata lain sebesar Rp. 89,81,- dari setiap 100 rupiah aktiva digunakan untuk menjamin utang. Pada umumnya nilai standar untuk rasio ini adalah maksimal 50 persen. Rasio rata-rata yang diperoleh pada analisis rasio total hutang terhadap total aktiva sebesar 89,81 persen menunjukan nilai resiko yang relatif besar ditanggung oleh perusahaan karena struktur aktiva yang banyak dibiayai oleh pinjaman (hutang). Pada sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010. Tingkat rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukan tren yang fluktuatif dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 tingkat rasio ini mengalami tren penurunan setiap triwulannya sebesar 91,32% pada triwulan pertama tahun 2008 turun menjadi sebesar 90,88% pada triwulan kedua dan 90,64 pada triwulan ketiga serta 90,47% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 tren rasio total hutang terhadap aktiva mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2009 rasio ini sebesar 90,50% meningkat menjadi sebesar 91,39% pada triwulan kedua dan mengalami penurunan lagi pada triwulan ketiga menjadi sebesar 91,36% serta turun lagi pada triwulan keempat menjadi sebesar 90,46%. Pada semester pertama tahun 2010 atau pada triwulan pertama dan kedua tingkat rasio ini mengalami peningkatan dimana pada triwulan pertama yang sebesar 90,78% meningkat menjadi sebesar 91,93%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 atau pada triwulan ketiga dan keempat rasio ini menunjukan penurunan dibandingkan dengan sebelum go public yaitu pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan ketiga tahun 2010 ini tingkat rasio sebesar 88,27% meningkat menjadi 88,51% pada triwulan keempat pada tahun 2010.
51
b. Rasio Total Hutang Terhadap Modal Sendiri Rasio total hutang terhadap modal sendiri menunjukan proporsi hutang yang dapat dijamin dengan modal sendiri. perkembangan rasio ini menunjukan tren yang berfluktuatif setiap tahunnya. Nilai rata-rata untuk rasio ini pada akhir tahun selama tiga periode adalah 889,36 persen yang berarti setiap Rp. 1,00,- modal perusahaan digunakan untuk menjamin seluruh utang sebesar Rp. 8,89,-. Rata-rata nilai rasio ini lebih besar daripada standarnya yaitu 100 persen, ini menunjukan rendahnya kemampuan modal sendiri untuk menjamin kewajiban perusahaan dan rendahnya tingkat keamanan keuangan perusahaan karena besarnya komponen dana yang berasal dari luar. Akibatnya perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan apabila memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan dilikuidasikan. Apabila dilihat dari sebelum go public, tingkat rasio ini menunjukan tingkat yang berfluktuatif setiap tahunnya. Akan tetapi pada tahun 2008 tingkat rasio memiliki tren yang menurun, dimana triwulan pertama rasio ini sebesar 1051,73% turun menjadi sebesar 996,76% pada triwulan kedua dan 968,03% pada triwulan ketiga serta 949,24% pada triwulan keempat. Hal berbeda terjadi pada tahun 2009 dimana rasio ini menunjukan tren yang berfluktuatif setiap triwulannya, pada triwulan pertama tahun 2009 rasio ini sebesar 953,16% meningkat menjadi sebesar 1062,36% pada triwulan kedua dan mengalami penurunan pada triwulan ketiga dan keempat secara berturut-turut menjadi sebesar 1058,24% dan 948,35% di tahun 2009. Pada tahun 2010 semester pertama rasio ini menunjukan tren peningkatan dimana pada triwulan pertama tahun 2010 sebesar 985,00% meningkat menjadi 1139,83% pada triwulan kedua. Setelah go public yaitu pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 tingkat rasio ini menunjukan tren penurunan dibandingkan pada semester lalu pada tahun yang sama dimana pada triwulan ketiga rasio ini sebesar 752.84% dan turun menjadi sebesar 770,48%.
52
c. Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aktiva Rasio perbandingan antara modal sendiri dengan total aktiva mencerminkan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai dari pinjaman dan modal sendiri, disamping pula memberikan tingkat keamanan bagi kreditur. Nilai standar untuk rasio ini minimal 50 persen. nilai rasio modal sendiri terhadap total aktiva perusahaan menunjukan perkembangan peningkatan setiap tahunnya. Ratarata nilai rasio modal sendiri terhadap total aktiva pada akhir tahun adalah sebesar 10,18 persen. Angka ini menunjukan bahwa selama tiga periode tersebut aktiva yang dibiaya dengan modal sendiri rata-rata sekitar 10,18 jauh dibandingkan total aktiva yang dibiayai oleh pinjaman (hutang) yang rata-rata sebesar 89,81. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai tersebut masih berada pada standar pada umumnya yang minimal sebesar 50 persen yang berarti pula menunjukan tingkat keamanan yang kurang baik bagi perusahaan. Sebelum go public pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 rasio ini menunjukan tren yang berfluktuatif setiap tahunnya. Akan tetapi apabila dilihat pada tahun 2008 tren yang terjadi pada rasio ini menunjukan peningkatan dimana pada triwulan pertama tahun 2008 sebesar 8,68% meningkat menjadi sebesar 9,11% dan 9,36% pada triwulan ketiga serta 9,53% pada triwulan keempat tahun 2008. Pada tahun 2009 triwulan pertama rasio ini sebesar 9,49% terjadi penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 8,60% dan pada triwulan ketiga pada tahun yang sama terjadi peningkatan menjadi sebesar 8,63% serta 9,53% pada triwulan keempat. Pada semester pertama tahun 2010 tren rasio ini mengalami penurunan dimana pada triwulan pertama sebesar 9,21% mengalami penurunan menjadi sebesar 8,06%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 rasio ini menujukan terjadi peningkatan dibandingkan pada semester pertama pada tahun 2010 dimana pada triwulan ketiga rasio ini sebesar 11,72% akan tetapi mengalami penurunan pada triwulan keempat menjadi sebesar 11,48%.
53
d. Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital adequacy ratio (CAR) mengukur kemampuan permodalan bank untuk menutup kemungkinan-kemungkinan resiko yang terjadi di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Bank Indonesia menetapkan nilai CAR minimum bagi setiap bank sebesar 8 persen dan Bank Jabar Banten telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan tersebut. Nilai rasio CAR per tahun baik pada tahun 2008, tahun 2009 maupun tahun 2010 menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya yaitu masing-masing sebesar 15,06 persen, 21,19 persen, dan 22,85 persen, dengan nilai rata-rata setiap tahunnya yang sebesar 19,90 persen. Kenaikan nilai CAR tersebut disebabkan karena persentase kenaikan modal lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan dibandingkan terhadap persentase kenaikan ATMR (Aktiva tertimbang Menurut Resiko). Kenaikan nilai rasio CAR setiap tahun menunjukan semakin membaiknya kemampuan perusahaan dalam hal permodalan untuk menutup kemungkinan resiko yang terjadi di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 tingkat kecukupan modal menunjukan bahwa pada tahun 2008 triwulan pertama nilai CAR yang sebesar 16,62% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 16,01% dan kembali menurun menjadi sebesar 15,53% pada triwulan ketiga dan 15,06% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 triwulan pertama nilai CAR sebesar 17,43% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 14,46%, akan tetapi pada triwulan ketiga nilai CAR mengalami peningkatan menjadi sebesar 18,17% diikuti pula pada triwulan terakhir tahun 2009 atau pada triwulan keempat yang sebesar 21,19%. Pada semester pertama tahun 2010 dimana nilai CAR pada triwulan pertama sebesar 23,59% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 17,33%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010, nilai rasio CAR menunjukan pada saat setelah go public tersebut meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada tahun yang sama ataupun pada triwulan yang
54
sama dengan tahun yang berbeda yaitu sebesar 27,62%, akan tetapi pada triwulan keempat justru mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu menjadi sebesar 22,85% dan lebih bagus dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2009. 4.3.1.2. Rasio Aktifitas Analisis
aktifitas
dilakukan
untuk
mengukur
tingkat
efisiensi
perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Pengukuran tingkat aktifitas usaha perusahaan dilakukan dengan menilai tingkat perputaran total aktiva yang relevan dan berkaitan dengan perusahaan terutama PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Secara ringkas perkembangan rasio aktifitas perusahaan adalah sebagai berikut:
55
Tabel. 8 Perkembangan Rasio Aktifitas PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. 2008 2009 Indikator Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio Perputaran Total Aktiva Tetap
I
II
III
IV
I
II
0,03
0,06
0,09
0,12
0,03
0,07
1,50
2,87
4,81
6,52
1,98
4,00
2010 III
III
IV
Ratarata per tahun
IV
I
II
0,10
0,13
0,05
0,06
0,09
0,12
0,12
6,58
7,97
3,54
5,39
8,46
9,42
7,97
56
a. Rasio Perputaran Total Aktiva Rasio perputaran total aktiva menunjukan tingkat efektifitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktivanya untuk menciptakan pendapatan dan memperoleh laba. Rasio perputaran total aktiva dapat menunjukan apakah suatu perusahaan sudah dapat menghasilkan nilai pendapatan sesuai dengan total aktiva yang dimilikinya. Perkembangan nilai perputaran total aktiva selama tiga periode pengamatan menunjukan perubahan secara fluktuatif setiap tahunnya eskipun perubahan tersebut tidak cukup signifikan dari tahun ke tahun. Nilai rata-rata perputaran total aktiva selama tiga periode pengamatan analisis antara tahun 2008 – 2010 adalah sebesar 0,12 kali per tahunnya, artinya setiap Rp. 1,00,- total aktiva yang dimanfaatkan akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 0,12,-. Nilai tersebut menunjukan bahwa perusahaan belum sepenuhnya memanfaatkan aktivanya dengan baik dalam rangka menghasilkan pendapatan. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 rasio perputaran total aktiva menunjukan tren peningkatan dimana pada triwulan pertama 2008 sebesar 0,03% meningkat menjadi 0,06% pada trieulan kedua dan 0,09% pada triwulan ketiga dan bahkan menjadi sebesar 0,12% pada triwulan keempat tahun 2008. Pada tahun 2009 triwulan pertama cenderung tidak jauh berbeda dengan triwulan pertama tahun 2008yaitu sebesar 0,03% sedangkan pada triwulan kedua meningkat sebesar 0,07% dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2008 dan hal yang sama juga terjadi pada triwulan ketiga dimana nilai rasio ini mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,10% serta pada triwulan keempat atau pada akhir tahun meningkat menjadi sebesar 0,13%. Pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan pertama rasio ini sebesar 0,05% dan pada triwulan kedua sebesar 0,06%. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010, tingkat rasio ini menunjukan peningkatan dibandingkan dengan semester pertama pada tahun yang sama, akan tetapi justru mengalami penurunan dibandingan dengan tahun sebelumnya pada semester yang sama dimana rasio ini pada triwulan ketiga menujukan sebesar 0,09% meningkat menjadi 0,12% pada triwulan keempat.
57
b. Fixed Asset Turnover Fixed Asset Turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Perpuataran aktiva tetap tahun 2008 sebanyak 6,52 kali. Artinya, setiap Rp. 1,00 aktiva tetap dapat menghasilkan Rp. 6,52 pendapatan. Kondisi perusahaan sangat menggembirakan apabila dilihat dari rasio ini karena terjadi peningkatan rasio antara tahun 2008 ke tahun 2009 yang menjadi 7,97 kali, bahkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 9,42 kali perputaran aktiva tetap tersebut. Hal tersebut dianggap baik karena rata-rata industry untuk fixed asset turnover yaitu 5 kali, yang berarti perusahaan telah mampu memaksimalkan kapasitas aktiva tetap yang dimiliki jika dibandingkan dengan perusahaan lain. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 rasio ini menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2008 triwulan pertama sebesar 1,50% meningkat menjadi 2,87% pada triwulan kedua dan 4,81% pada triwulan ketiga serta menajdi sebesar 6,52%. Pada tahun 2009 triwulan pertama rasio ini sebesar 1,98% meningkat menjadi sebesar 4,00% pada triwulan kedua dan 6,58% pada triwulan ketiga serta meningkat menjadi sebesar 7,97% pada triwulan keempat. Pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan pertama rasio ini sebesar 3,54% meningkat pada triwulan kedua menjadi sebesar 5,39%. Setelah go public pada tahun 2010 semester kedua rasio ini menunjukan tren peningkatan dimana pada triwulan ketiga sebesar 8,46% meningkat menajdi 9,42% pada triwulan keempat.
58
4.3.1.3. Rasio Profitabilitas Analisis rasio profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Selain itu juga dapat mengetahui efisiensi perusahaan dalam penggunaan atau pengelolaan modal yang dimiliki. Profitabilitas yang baik akan dapat meningkatkan posisi perusahaan serta memperkecil kemungkinan kebangkrutan. Analisis rasio profitabilitas Bank Jabar Banten dilakukan dengan menggunakan rasio Margin Laba Bersih/Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA) dan return On Equity (ROE). Secara ringkas rasio profitabilitas dapat terlihat pada tabel 9:
59
Tabel. 9 Ringkasan Rasio Profitabilitas PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. 2008 2009 Indikator Net Profit Margin (NPM) ROA ROE
I
II
III
IV
I
II
2010 III
IV
I
II
III
IV
16,71
16,84
18,74
16,66
20,99
19,75
18,91
16,86
12,58
21,90
20,43
17,21
0,47
1,01
1,68
2,08
0,69
1,32
1,81
2,19
0,59
1,39
1,91
2,05
5,44
11,03
17,91
21,84
7,29
15,31
20,99
22,94
6,37
17,19
16,31
17,84
Ratarata per tahun 16,90 2,1 20,87
60
a. Rasio Margin Laba Bersih/Net Profit Margin (NPM) Rasio margin laba bersih atau net profit margin (NPM) menunjukan tingkat keuntungan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan yang dilakukan perusahaan. Selama tiga periode pengamatan analisis nilai rasio ini menunjukan tingkat kecenderungan yang terus meningkat dengan rata-rata selama tiga periode tersebut sebesar 16,90 persen. Nilai ini menunjukan bahwa dari setiap Rp. 1,00,pendapatan yang diperoleh, perusahaan mampu menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp. 0,16,. Pada tahun 2010 rasio ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 17,21 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan manajemen Bank Jabar Banten dalam melakukan initial public offering (IPO) pada Juli 2010. Dimana pendapatan tersebut diantaranya diperoleh dari jumlah saham perusahaan yang dibeli oleh masyarakat. Akan tetapi peningkatan yang terjadi pada pendapatan belum tentu dapat meningkatkan marjin laba bersih ini karena harus memperhitungkan factorfaktor pengurang yang biasanya turut mengalami kenaikan seiring dengan naiknya nilai pendapatan. Apabila perusahaan tidak meningkatkan efisiensi dalam hal segi biaya atau beban yang ditimbulkan maka kenaikan pendapatan justru akan memperbesar beban atau biaya yang timbul. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 tingkat NPM menunjukan bahwa pada tahun 2008 triwulan pertama tingkat rasio NPM yakni sebesar 16,71% meningkat menjadi sebesar 16,84% pada triwulan kedua dan 18,74% pada triwulan ketiga akan tetapi pada triwulan keempat tingkat rasio NPM justru mengalami penurunan menjadi sebesar 16,66%. Pada tahun 2009 tren NPM justru mengalami penurunan setiap triwulannya hal tersebut dapat terlihat pada triwulan pertama tahun 2009 tingkat NPM sebesar 20,99% mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar 19,75% dan 18,91% serta bahkan pada triwulan keempat menjadi sebesar 16,86%. Pada semester pertama tahun 2010 yaitu pada triwulan pertama tingkat NPM sebesar 12,58% dan terjadi peningkatan pada triwulan kedua menjadi sebesar 21,90%.
61
Setelah go public yatu pada semester kedua tahun 2010 tingkat NPM menunjukan tren peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya akan tetapi terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan semester pertama pada tahun yang sama. Dimana tingkat NPM pada triwulan ketiga tahun 2010 adalah sebesar 20,43% terjadi penurunan menjadi sebesar 17,21%. b. Return On Asset (ROA) Rasio tingkat pengembalian aktiva menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atas aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan juga untuk melihat bagaimana efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Nilai rasio ini cenderung berfluktuasi setiap tahunnya dengan nilai rata-rata sebesar 2,1 persen, yang berarti dalam setiap Rp. 1,00,- aktiva yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,02,-. Rasio ini terbesar dicapai pada tahun 2009, hal tersebut disebabkan oleh peningkatan laba bersih yang berkaitan dengan naiknya nilai pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang telah go public, tingkat ROA pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 yang belum go public lebih baik. Sehingga tingkat rentabilitas pada tahun 2008 dan 2009 pun lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010. Standar yang digunakan dalam rasio ini biasanya dibandingkan dengan bunga bank yang berlaku pada saat itu, jika lebih besar maka akan semakin menarik, sedangkan apabila rasio yang didapatkan lebih kecil dari bunga bank maka investor akan lebih baik menanamkan modalnya pada bank dibandingkan perusahaan. ROA merupakan rasio yang umumnya ingin diketahui oleh para investor sehingga besar kecilnya nilai ROA merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasi dalam usaha. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 tingkat ROA menunjukan tren peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 triwulan pertama tingkat ROA tersebut sebesar 0,47% meningkat pada triwulan kedua menjadi sebesar 1,01% dan 1,68% pada triwulan ketiga serta meningkat pula menjadi 2,08% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 triwulan pertama tingkat ROA sebesar 0,69% meningkat menjadi sebesar 1,32% dan 1,81% pada triwulan ketiga serta meningkat menjadi sebesar 2,19%
62
pada triwulan keempat. Pada semester pertama tahun 2010 tingkat ROA triwulan pertama sebesar 0,59% meningkat menjadi sebesar 1,39% pada triwulan kedua. Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 dimana pada triwulan ketiga tingkat ROA adalah sebesar 1,19% meningkat menjadi sebesar 2,05% pada triwulan keempat, akan tetapi apabila dibandingkan dengan tahun 2009 lalu tingkat ROA ini mengalami penurunan. c. Return On Equity (ROE) Rasio tingkat pengembalian ekuitas digunakan untuk mengukur sejauh mana besar laba bersih yang dapat dihasilkan perusahaan atas modal sendiri yang ditanamkan untuk pembiayaan usaha. Dalam tiga periode pengamatan analisis, nilai rasio ini berfluktuasi setiap tahunnya dengan nilai rata-rata sebesar 20,87 persen. Hal tersebut berarti dalam setiap satu rupiah modal sendiri yang ditanamkan, perusahaan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 0,20,-. Pada rasio ini peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2009 menjadi sebesar 22,93 persen. Hal ini menunjukan semakin meningkatnya kemampuan modal sendiri perusahaan dalam menghasilkan keuntungan sehingga pendapatan yang diterima perusahaan pun meningkat. Akan tetapi pada tahun 2010 peningkatan laba bersih tidak lebih besar dibandingkan peningkatan jumlah ekuitas yang memang pasti bertambah dikarenakan masuknya atau di jualnya beberapa saham bank jabar banten ke publik, hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah nilai rasio atas modal sendiri atau atas ekuitas ini. Hal tersebut menunjukan semakin menurunnya kemampuan modal sendiri (ekuitas) perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Sehingga jika ditinjau dari nilai ROE ini tingkat rentabilitas perusahaan pada tahun 2009 dan 2008 lebih baik daripada tahun 2010 yang notabene baru menjajal pasar dengan penawaran umum saham perdananya. Sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama tahun 2010 dapat terlihat tren perubahan ROE setiap tahun pertriwulan dimana pada tahun 2008 triwulan pertama tingkat ROE sebesar 5,44% meningkat pada triwulan kedua menjadi sebesar 11,03% dan 17,91% pada triwulan ketiga serta menjadi sebesar 21,84% pada triwulan keempat. Pada tahun 2009 tingkat ROE triwulan pertama sebesar 7,29% meningkat pada triwulan kedua menjadi
63
15,33% dan 20,99% pada triwulan ketiga meningkat pula pada triwulan keempat menjadi sebesar 20,99%. Pada semester pertama tahun 2010, yaitu pada triwulan pertama, tingkat ROE adalah sebesar 6,37% dan meningkat menjadi sebesar 17,19% pada triwulan kedua. Setelah go public pada semester kedua tahun 2010 tingkat ROE perusahaan dimana pada triwulan ketiga adalah sebesar 16,31% meningkat menjadi sebesar 17,84%. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan tahun 2009 lalu tingkat ROE pada akhir 2010 ini justru mengalami penurunan sebesar 22,24%. 4.3.2. Struktur Modal Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi financial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjangdan modal sendiri yang menjadi pembiayaan suatu perusahaan. Kebutuhan dana untuk memperkuat struktur modal suatu perusahaan dapat bersumber dari internal dan ekternal, dengan ketentuan sumber dana yang dibutuhkan tersebut bersumber dari tempat-tempat yang dianggap aman (safety position) dan jika dipergunakan memiliki nilai dorong dalam memperkuat struktur modal keuangan perusahaan. Dalam artian ketika dana tersebut dipakai untuk memperkuat struktur modal perusahaan, maka perusahaan mampu mengendalikan modal tersebut secara efektif dan efisien serta tepat sasaran. Tingkat ekuitas sebelum go public mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.065.824.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 2.755.502.000.000 pada triwulan pertama tahun 2009 atau sekitar 33,38% dan meningkat menjadi sebesar Rp. 3.301.773.000.000 pada tahun 2010 atau meningkat pula sekitar 19,82% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan kedua persentase mengalami
penurunan
menjadi
sekitar
17,77%
atau
sebesar
Rp.
2.211.809.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 2.604.926.000.000 pada tahun 2009 dan menjadi sebesar Rp. 3.172.984.000.000 pada tahun 2010 atau sekitar 21,80%. Pada triwulan ketiga persentase penurunan menjadi sekitar 15,88% naik daripada triwulan kedua, atau sebesar Rp. 2.411.328.000.000 menjadi sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase jumlah ekuitas mengalami
64
peningkatan daripada triwulan ketiga yaitu sebesar 24,56% dimana pada tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.481.870.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Setelah go public persentase ekuitas pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 yaitu pada triwulan ketiga tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan kedua pada tahun yang sama dimana persentasenya sekitar 27,88% atau sebesar Rp. 4.852.958.000.000. Akan tetapi tetap mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan ketiga tahun 2009 yang sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase kanaikan jumlah ekuitas mengalami kenaikan yang terbesar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 34.05% atau sebesar Rp. 4.990.993.000.000 pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar Rp. 3.091.543.000.000. Jumlah hutang jangka panjang perusahaan pada saat sebelum go public pada tahun 2008 dan 2009 serta semester pertama pada tahun 2010 menunjukan tingkat hutang jangka panjang tersebut dimana pada tahun 2008 triwulan pertama sebesar Rp. 1.747.343.000.000 mengalami penurunan pada semester kedua menjadi sebesar Rp. 1.730.832.000.000 dan kembali mengalami peningkatan pada triwulan ketiga menjadi sebesar Rp. 1.735.727.000.000 dan kembali pula mengalami
penurunan
pada
triwulan
keempat
menjadi
sebesar
Rp.
1.719.294.000.000. Pada tahun 2009 tingkat hutang jangka panjang sebesar Rp. 1.723.740.000.000 mengalami penurunan pada triwulan kedua menjadi sebesar Rp. 1.708.002.000.000 akan tetapi pada triwulan ketiga mengalami peningkatan sebesar Rp. 2.461.613.000.000 dan kembali mengalami penurunan pada triwulan keempat menjadi sebesar Rp. 1.755.354.000.000. Pada semester pertama tahun 2010 dimana pada triwulan pertama tingkat hutang jangka panjang sebesar Rp. 1.762.646.000.000 mengalami penurunan pada triwulan kedua pada tahun yang sama. Sedangkan apabila dilihat setelah go public, tingkat hutang jangka panjang perusahaan pun mengalami penurunan dibandingkan pada semester pertama tahun 2010 dimana hutang jangka panjang pada triwulan ketiga yang sebesar Rp. 1.758.546.000.000 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp. 1.758.521.000.000.
65
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bank BJB selama tiga periode pertriwulan pengamatan penelitian struktur modal yang digunakan adalah lebih banyak berasal dari modal sendiri daripada dibiayai oleh hutang, hal tersebut mempunyai indikasi bagus bagi perusahaan karena tidak menggantungkan struktur modal tersebut pada hutang. Hal tersebut dapat terlihat dari persentase perbandingan antara ekuitas atau modal sendiri dibandingkan dengan hutang jangka panjang. Adapun setelah go public tingkat perbandingan persentase jauh lebih besar dibandingkan dengan sebelum go public yaitu sebesar 73,40% pada triwulan kedua dan 73,95% pada triwulan keempat untuk persentase jumlah modal sendiri atau ekuitas sedangkan untuk hutang jangka panjang sebesar 26,60 pada triwulan ketiga dan 26,05% pada triwulan keempat dikarenakan setelah go public perusahaan mendapatkan dana segar dari hasil penjualan nilai sahamnya kepada publik untuk kemudian dipergunakan sebagai sumber modal perusahaan. Perkembangan struktur modal yang terjadi pada bank bjb periode 20082010 adalah sebagai berikut:
66
Tabel 10. Perkembangan Struktur Modal PT. Bank Jabar Banten (persero), Tbk. Periode 2008 – 2010 (per triwulan dalam jutaan rupiah) Komponen Ekuitas Utang Jangka Panjang Jumlah Struktur Modal Persentase Ekuitas Persentase Utang Jangka Panjang
I 2.065.824
2008 II III 2.211.809 2.411.328
IV 2.481.870
I 2.755.502
2009 II III 2.604.926 2.794.300
IV 3.091.543
I 3.301.773
2010 II III 3.172.984 4.852.958
IV 4.990.993
1.747.343
1.730.832
1.735.727
1.719.294
1.723.740
1.708.002
2.461.613
1.755.354
1.762.646
1.759.148
1.758.546
1.758.521
3.813.167
3.942.641
4.147.055
4.201.164
4.479.242
4.312.928
5.255.913
4.846.897
5.064.419
4.932.132
6.611.504
6.749.514
54,18
56,10
58,15
59,08
61,52
60,40
53,16
63,78
65,20
64,33
73,40
73,95
45,82
43,90
41,85
40,92
38,48
39,60
46,84
36,22
34,80
35,67
26,60
26,05
67
4.3.3. Analisis Du Pont Analisis Du Pont menunjukan bagaimana rasio aktifitas dan profit margin berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat ROE yang dihasilkan. ROE digunakan untuk menganalisis cara meningkatkan prestasi perusahaan dan untuk melihat efektifitas pengelolaan sumber daya untuk memaksimumkan tingkat pengembalian yang diharapkan bagi para pemegang saham. Hasil analisis Du Pont PT. Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2008 – 2010 dapat dilihat pada tabel 11:
68
Tabel 11. Perkembangan Nilai ROE dan Komponen yang Mempengaruhinya Pada PT. Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2008 – 2010. 2008 2009 Indikator
ROA ROE 1 – Rasio Hutang
I
II
III
0,47
1,01
1,68
5,44
11,03
8,68
9,12
IV
2010
I
II
III
2,08
0,69
1,32
1,81
17,91
21,84
7,29
15,31
9,36
9,53
9,50
8,60
IV
III
IV
Ratarata per tahun
I
II
2,19
0,59
1,39
1,91
2,05
20,99
22,94
6,37
17,19
16,31
17,83
20,87
8,63
9,54
9,22
8,07
11,73
11,49
10,18
2,1
69
Pada tabel tersebut di atas dapat terlihat bahwa perkembangan nilai ROE melalui analisis Du Pont mengalami fluktuasi setiap tahunnya yaitu sebesar 21,84 persen dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 22,93 persen, peningkatan nilai ROE pada tahun 2009 justru menurun pada tahun 2010 yang sebesar 17,83 persen. hal tersebut menunjukan bahwa kinerja perusahaan berdasarkan nilai ROE perusahaan lebih baik pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 maupun tahun 2010 yang hanya sebesar 17,83 persen. Nilai
ROE
yang
berfluktuasi
tersebut
disebabkan
oleh
nilai
perbandingan antara tingkat ROA dengan proporsi hutang, dimana ROA pada tahun 2008 sebesar 2,08 persen mengalami peningkatan menjadi 2,19 persen pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 yang menyebabkan ROE turun pun tingkat ROA pada tahun 2010 ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 menjadi sebesar 2,05 persen bahkan lebih kecil apabila dibandingkan dengan tahun 2008. Faktor pembanding dari nilai ROA adalah jumlah persentase proporsi hutang perusahaan yang setiap tahun mengalami peningkatan, jadi oleh sebab itu hal tersebut berpengaruh langsung terhadap nilai ROE perusahaan dimana dengan jumlah pembagi yang lebih besar maka akan mendapatkan nilai yang lebih kecil. Adapun nilai proporsi hutang pada tahun 2008 adalah sebesar 9,53 persen meningkat setiap tahunnya pada 2009 menjadi sebesar 9,54 persen, bahkan pada tahun 2010 menjadi sebesar 11,48 persen dengan rata-rata peningkatan nilai proporsi hutang sebesar 10,18. Nilai proporsi hutang didapatkan dari perbandingan antara jumlah ekuitas atau modal sendiri dengan total aktiva. Adapun jumlah ekuitas atau modal sendiri dengan aktiva seperti telah dijelaskan sebelumnya pada perkembangan neraca perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pada jumlah ekuitas tahun 2008 yang sebesar Rp. 2.481.870.000.000,- meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000,- atau meningkat sebesar 24,56 persen. sedangkan pada tahun 2010 tingkat ekuitas perusahaan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu menjadi sebesar Rp. 4.990.993.000.000,- atau meningkat sebesar 61,44 persen dibandingkan dengan tahun 2009. Hal tersebut disebabkan oleh pada tahun 2010 perusahaan melakukan privatisasi dengan menjual sahamnya pada publik, dengan begitu jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan akan
70
semakin besar pula. Adapun jumlah total aktiva sebenarnya juga mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 26.040.869.000.000,- meningkat menjadi Rp. 32.410.329.000,- atau meningkat sebesar 24,46 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 sebesar Rp. 43.445.700.000.000,- atau meningkat sebesar 34,05. Dengan jumlah ekuitas yang mengalami peningkatan cukup signifikan pada 2010 maka persentase proporsi hutang pun mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2008 maupun tahun 2009. Adapun yang menyebabkan nilai ROA tersebut mengalami fluktuasi setiap tahunnya apabila dilihat dari analisis Du Pont adalah jumlah perkalian antara nilai marjin laba bersih perusahaan (Net Profit Margin) dengan tingkat rasio perputaran aktiva. Nilai Marjin Laba Bersih perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu sebesar 16,66 persen pada tahun 2008 menjadi sebesar 16,85 persen pada tahun 2009 dan bahkan pada tahun 2010 menjadi sebesar 17,21 persen. Sedangkan apabila dilihat dari tingkat rasio perputaran aktiva perusahaan mengalami fluktuasi setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 yang sebesar 0,125 persen meningkat menjadi 0,130 persen pada tahun 2009 tidak dapat dipertahankan peningkatannya yang akhirnya pada tahun 2010 menurun menjadi sebesar 0,119 persen. Jadi oleh sebab itu tingkat ROA yang berfluktuasi sangat dipengaruhi secara signifikan dari tingkat rasio perputaran aktiva yang juga mengalami flutuasi setiap tahunnya. Net Profit Margin (Marjin Laba Bersih) diperoleh dari hasil perbandingan antara laba bersih setelah pajak (Net Income) dengan jumlah pendapatan operasional perusahaan, dimana laba bersih setelah pajak perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 542.162.000.000,-
meningkat
sebesar
30,80
persen
menjadi
Rp.
709.106.000.000,- akan tetapi peningkatan laba bersih pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 hanya sebesar 25,53 persen atau hanya meningkat sebesar Rp. 181.065.000.000,- menjadi Rp. 890.171.000.000,-. Peningkatan laba bersih tahun 2010 tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi pada 2009. Hal tersebut dikarenakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2010 lebih besar daripada tahun-tahun
71
sebelumnya walaupun pendapatan perusahaan juga mengalami peningkatan. Sedangkan apabila dilihat dari jumlah pendapatan operasional perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana pada tahun 2009 meningkat sebesar 29,27 persen dibandingkan dengan tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 4.206.631.000.000,- sedangkan pada tahun 2010 hanya meningkat sebesar 22,95 persen dibandingkan dengan tahun 2009 atau meningkat menjadi sebesar Rp. 5.172.024.000.000,-. Rasio tingkat perputaran aktiva tersebut diperoleh dari hasil perbandingan antara operating income atau pendapatan operasional dengan total aktiva, dimana pendapatan operasional perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 3.254.202.000.000,- meningkat sebesar 29,27 persen menjadi Rp. 4.206.631.000.000,- pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 yang hanya meningkat sebesar 22,95 persen menjadi sebesar Rp. 5.172.024.000.000,- dibandingkan tahun 2009. Sedangkan apabila dilihat dari total aktiva perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2010 sebesar 34,05 persen dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya meningkat sebesar 26,46 persen. Peningkatan total aktiva tersebut tidak diimbangi oleh peningkatan pendapatan operasional yang tidak terlalu signifikan, maka oleh sebab itu hal tersebut mempengaruhi rasio perputaran total aktiva yang mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
72
4.3.4. Analisis Economic Value Added (EVA) Economic Value Added merupakan suatu sistem keuangan untuk mengukur laba ekonomis suatu perusahaan. Dengan mengetahui nilai EVA perusahaan maka dapat mengetahui peningkatan atau penurunan nilai ekonomis suatu perusahaan pada periode tertentu. Secara umum nilai perhitungan EVA setiap tahunnya mengalami fluktuasi, dimana nilai EVA sebelum go public untuk tahun 2008 memiliki kecenderungan peningkatan setiap triwulannya yaitu pada triwulan pertama tahun 2008 nilai EVA sebesar Rp. 53.034.000.000,- meningkat secara signifikan berturut-turut pada triwulan kedua sampai dengan triwulan keempat sebesar Rp. 464.869.000.000,-, Rp. 936.347.000.000,-, Rp. 1.441.883.000.000,-. Sama halnya yang terjadi pada tahun 2008, untuk tahun 2009 nilia EVA pun memiliki kecenderungan meningkat setiap triwulan, dimana pada awal tahun nilai EVA perusahaan yang hanya Rp. 161.886.000.000,- meningkat menjadi Rp. 775.144.000.000,- pada triwulan kedua dan sebesar Rp. 1.396.862.000.000,- pada triwulan ketiga serta meningkat pula pada triwulan keempat menjadi sebesar Rp. 2.061.571.000.000,-. Tren peningkatan nilai EVA setiap triwulan sebenarnya terjadi pula pada tahun 2010, akan tetapi terjadi penurunan nilai dibandingkan dengan tahun 2009. Dimana pada tahun 2010 triwulan pertama dan kedua nilai EVA yang sebesar Rp. - 736.288.000.000,- dan Rp. - 502.611.000.000,- maka nilai EVA < 0 yang berarti tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan yang dikarenakan laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama para pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Hal tersebut terjadi dikarenakan akumulasi perhitungan biaya ekuitas (Ke) perusahaan yang dihitung selama satu tahun menyebabkan nilai EVA pada triwulan pertama dan kedua mengalami minus serta kebijakan go public perusahaan yang baru terjadi pada triwulan ketiga tahun 2010, tapatnya pada bulan Juli 2010. Sedangkan apabila nilai EVA dilihat setelah go public yaitu pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010, dimana peningkatan yang cukup
73
signifikan terjadi yaitu sebesar 354,38 persen yang pada triwulan ketiga sebesar Rp. 221.011.000.000,- meningkat menjadi sebesar Rp. 1.004.237.000.000,-. Peningkatan nilai EVA yang terjadi tersebut tidak terlepas dari penutupan penawaran harga saham perusahaan pada akhir tahun yang juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingan dengan penawaran umum perdana. Secara ringkas dapat terrlihat pada tabel : Tabel 12. EVA Triwulan Bank Jabar Banten, Tbk. periode 2009 - 2010 Triwulan
EVA (dalam juta rupiah) 2008
2009
2010
I
53.034
161.886
- 736.288
II
464.869
775.144
- 502.611
III
936.347
1.396.862
221.011
IV
1.441.883
2.061.571
1.004.237
Keterangan : Angka perhitungan EVA terakumulasi setiap triwulannya. Hasil perhitungan NOPAT pada tahun 2008 dan 2009 serta 2010 dari triwulan I sampai triwulan IV terus mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan karena laba bersih dan juga biaya bunga setiap triwulan baik pada tahun 2008 maupun pada tahun 2009 serta pada tahun 2010 mengalami peningkatan. Hal ini berakibat pada peningkatan nilai NOPAT. Peningkatan laba bersih dan biaya bunga pada tahun 2010 lebih besar dibandingkan dengan tahun 2009 dan 2008 sehingga hasil perhitungan NOPAT pada tahun 2010 lebih besar daripada tahun 2009 dan 2008. (lihat lampiran 1) Biaya hutang (Kd*) perusahaan mengalami kenaikan dari 3,72 persen pada tahun 2008 meningkat menjadi 4,32 persen pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 meningkat menjadi 4,38 (lihat lampiran 2). Sedangkan untuk biaya ekuitas (Ke) pada tahun 2008 dan 2009 digunakan pendekatan tingkat pengembalian ekuitas kepada para pemilik perusahaan dengan tingkat pengembalian ekuitas pada tahun 2008 yaitu sebesar 21,84 persen meningkat menjadi sebesar 22,93 persen pada tahun 2009 (lihat lampiran 3). Sedangkan untuk tahun 2010 digunakan pendekatan Discounted Cash Flow (DCF), dimana nilai biaya ekuitas perusahaan untuk tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 144,04 persen, yang
74
juga salah satunya yaitu disebabkan oleh meningkatnya harga saham perusahaan dari penawaran umum perdana sampai dengan penutupan (lihat lampiran 4). Proporsi hutang mengalami penurunan setiap tahunnya, dimana untuk tahun 2008 yang sebesar 90,47 persen terjadi penurunan walaupun kecil menjadi 90,46 persen pada tahun 2009 serta kembali terjadi penurunan untuk tahun 2010 menjadi sebesar 88,51 persen. Hal sebaliknya terjadi pada proporsi ekuitas, dimana tingkat proporsi ekuitas mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal tersebut dapat terlihat untuk tahun 2008 proporsi ekuitas yang sebesar 9,53 persen meningkat menjadi 9,54 persen pada tahun 2009 dan bahkan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 11,49 persen. Peningkatan proporsi ekuitas yang terjadi pada tahun 2010 tidak terlepas dari adanya kebijakan perusahaan dengan melakukan privatisasi menjual sahamnya pada publik, maka oleh sebab itu jumlah ekuitas meningkat ddibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perhitungan proporsi hutang secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai WACC perusahaan mengalami kenaikan yang pada tahun 2008 adalah 5,45 persen meningkat menjadi 6,05 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 20,43 persen. Hal ini disebabkan karena besarnya peningkatan biaya ekuitas (Ke) diikuti oleh peningkatan biaya hutang (Kd*) yang memiliki tren meningkat setiap tahunnya. Biaya ekuitas perusahaan meningkat sebesar 144,04 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 22,93 persen serta tahun 2008 yang sebesar 21,84 persen, sedangkan biaya hutang (Kd*) perusahaan meningkat dari 3,72 pada tahun 2008 menjadi sebesar 4,32 persen pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 menjadi 4,38 persen (lihat pada lampiran 6). Nilai Invested Capital (IC) untuk triwulan pertama dan kedua pada tahun 2010 terjadi over value, hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh untuk triwulan pertama dan kedua pada tahun 2010 laporan keuangan yang dirilis berupa newspaper form dan unaudited yang tidak menjelaskan dari hutang beban atau beban yang masih harus dibayarkan, maka perhitungan Invested Capital (IC) terjadi over value. Sementara itu hasil yang dihasilkan memiliki kecenderungan meningkat setiap triwulannya dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah
75
hutang dan ekuitas perusahaan lebih besar daripada kecenderungan fluktuasi yang terjadi pada hutang beban yang merupakan bagian dari non interest bearing liabilities sebagai pengurang dari modal yang diinvestasikan. Maka oleh sebab itu secara umum perhitungan nilai IC mengalami peningkatan setiap tahunnya (lampiran 7). Persentase peningkatan WACC yang pada tahun 2008 adalah sebesar 5,45 persen menjadi sebesar 6,05 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi sebesar 20,43 persen mengakibatkan nilai Cost of Capital (COC) ikut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan yang terjadi pada struktur modal perusahaan diakbitkan salah satunya oleh penjualan sebagian saham pada publik dengan melakukan privatisasi yang mengakibatkan nilai EVA pada tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 dan 2008 (lihat pada lampiran 8). Nilai EVA perusahaan sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 menunjukan nilai EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. Sedangkan untuk semester pertama tahun 2010 atau dalam hal ini adalah pada triwulan pertama dan kedua tahun 2010 nilai EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Sedangkan nilai EVA perusahaan setelah go public, yaitu dilihat berdasarkan pada semester kedua tahun 2010 atau pada triwulan ketiga dan keempat nilai EVA menunjukan EVA > 0, maka telah terjadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang
76
dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. 4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Hasil dari analisis laporan keuangan terutama analisis Du Pont perusahaan menunjukan faktor internal keuangan perusahaan yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti terlihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 13. Ringkasan hasil analisis Du Pont dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya (dalam jutaan rupiah dan dalam persen) Tahun Indikator 2008 2009 2010 ROE
21,84
22,93
17,83
2,08
2,19
2,05
Laba Bersih
16,66 542.162
16,85 709.106
17,21 890.171
Pendapatan
3.254.202
4.206.631
5.172.024
Jumlah Pendapatan Bunga
3.079.494
3.944.548
4.894.312
Pend. Operasional lainnya
174.708
262.083
277.712
0,125 26.040.869
0,130 32.410.329
0,119 43.445.700
Kas
1.303.688
1.386.775
1.374.719
Giro pada Bank Indonesia
1.070.339
1.347.701
2.719.321
Giro pada Bank Lain
19.125
176.630
201.924
Penempatan pada Bank
3.827.603
6.734.048
12.546.470
2.887.668
2.626.865
1.089.946
-
-
1.322.876
15.545.919
18.507.944
21.491.791
ROA NPM
Total Perputaran Aktiva Total Aktiva
Indonesia
Surat-surat berharga Efek-efek yg dibeli dgn janji dijual kembali
Kredit yang diberikan
77
Lanjutan Tabel 13. Pembiayaan syariah
577.327
687.328
1.578.412
Tagihan akseptasi
-
-
14.556
Penyertaan saham
29.791
29.232
30.834
499.147
527.855
549.014
29.215
60.990
48.216
251.047
324.961
477.621
9,53
9,54
11,48
Aktiva Tetap Asset Pajak Tangguhan Asset lain-lain 1 – Rasio Hutang
Seperti terlihat dalam Tabel tersebut faktor yang berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas perusahaan melalui indikator Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) menunjukan bahwa tingkat ROE mengalami fluktuasi bahkan penurunan pada saat go public dibandingkan dengan saat sebelum perusahaan mengalami go public. Hal tersebut dikarenakan oleh penurunan pula tingkat ROA yang juga disebabkan oleh nilai perputaran total aktiva perusahaan mengalami penurunan, hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendapatan operasional perusahaan tidak banyak mengalami peningkatan setiap tahunnya akan tetapi total aktiva justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama setelah perusahaan mengalami go public pada tahun 2010. Maka oleh sebab itu hal tersebut berpengaruh terhadap nilai profitabilitas perusahaan. Adapun yang memiliki pengaruh yang besar terhadap meningkatnya jumlah aktiva seperti terlihat pada neraca (lihat lampiran) adalah perolehan dana dari pihak ketiga dan penempatan pada bank Indonesia dan Bank lain yang naik hampir dua kali lipatnya dibandingkan dengan tahun sebelumnya serta penyaluran dana kredit yang diberikan yang juga mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya. Maka oleh sebab itu nilai rasio perputaran aktiva mengalami fluktuasi setiap tahunnya atau menurun pada saat tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009. Sedangkan apabila dilihat dari faktor nilai marjin laba bersih perusahaan peningkatan justru terjadi setiap tahunnya dengan nilai rata-rata NPM sebesar 16,90 persen, dimana nilai NPM tersebut diperoleh dari perbandingan nilai laba bersih setelah pajak perusahaan dibandingkan dengan jumlah pendapatan operasional perusahaan. Dengan mengetahui perbandingan tersebut
78
maka akan diperoleh juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya beban operasional dan beban non operasional perusahaan yang langsung berpengaruh terhadap tingkat laba bersih perusahaan, adapun yang mempunyai pengaruh paling besar adalah pada beban operasional perusahaan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, yang diantaranya yaitu beban personalia atau tenaga kerja dan beban administrasi dan umum. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi tingkat profitabilitas adalah beban bunga perusahaan yang berbentuk rupiah maupun valuta asing juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selain faktor-faktor internal yang dapat dikendalikan oleh perusahaan, adapun faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan diantaranya tingkat inflasi, dikarenakan hal tersebut akan mempengaruhi pada peningkatan beban operasional perusahaan sehingga dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas dari perusahaan. Faktor eksternal lainnya adalah peran dari pemerintah maupun Bank Indonesia misalnya yang menetapkan suku bunga bank atau SBI, yang dapat mempengaruhi terhadap penyaluran kredit bank maupun perolehan dari dana pihak ketiga. Selain daripada itu adapun tingkat pertumbuhan perekonomian di Indonesia yang turut mempengaruhi
penyaluran dana pihak ketiga dari
masyarakat kepada bank dan turut pula mempengaruhi penyaluran kredit dari bank kepada masyarakat. Faktor-faktor internal dan eksternal yang telah ditunjukan tersebut perlu dikaji lebih dalam sehingga faktor-faktor tersebut tidak menjadi pemberat bagi kehidupan ekonomi masyarakat dan dapat menarik minat investor. 4.5. Implikasi Manajerial Perhitungan analisis kinerja keuangan suatu perusahaan terutama pada PT. Bank Jabar Banten (persero) Tbk. cenderung menggunakan alat analisis kinerja keuangan berupa analisis rasio-rasio keuangan dengan memperhitungkan pada suatu periode tertentu. Implikasinya kecenderungan kinerja tersebut hanya terbatas pada bagaimana kinerja tersebut diperoleh dari beberapa analisis rasio keuangan dengan melihat bagaimana suatu pos keuangan diperbandingkan dengan pos keuangan lainnya untuk dapat mengukur kinerjanya tersebut.
79
Secara keseluruhan tingkat kesehatan Bank Jabar Banten sebelum go public memiliki kecenderungan lebih baik apabila dilihat pada nilai profitabilitas seperti nilai ROA maupun ROE, hal tersebut berarti bahwa pada sebelum go public pihak perusahaan telah mampu menjalankan tujuan dan target perusahaan yang tercapai. Sedangkan dengan konsep serta struktur permodalan yang baru setelah go public pihak perusahaan dalam hal ini Bank Jabar Banten masih harus beradaptasi menunggu reaksi dari respon pasar terhadap privatisasi yang dilakukan, apakah dengan menjual saham ke publik struktur permodalan bank tersebut menjadi lebih baik atau sebaliknya yang dapat berimbas pula kepada kinerja secara keseluruhan melalui penghimpunan dana pihak ketiga serta penyaluran kredit yang dilakukan dengan memperhitungkan pula efisiensi biayabiaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Struktur permodalan tersebut apabila ingin dilihat lebih jauh, selain dengan memperhitungkan analisis rasio-rasio keuangan juga dapat dihitung dengan menggunakan EVA (Economic Value Added) guna mengetahui sejauh mana nilai tambah yang didapatkan oleh perusahaan terutama sebagai informasi kepada para investor seberapa menguntungkan untuk berinvestasi pada perusahaan, hal tersebut juga berdampak bagi pihak manajemen yang apabila perhitungan
ini
diterapkan
akan
mengetahui
sejauh
mana
perusahaan
mendapatkan nilai tambah secara ekonomis bagi investor yang berimbas pula pada tingginya nilai saham perusahaan yang berakibat kinerjanya menjadi lebih baik. Sehingga bagi manajemen tujuan dan target perusahaan dapat tercapai dengan optimal. Selain daripada itu pihak manajemen hendaknya memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan tersebut. Apabila pada penelitian ini digunakan analisis Du Pont untuk dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja keuangan tersebut terutama mengenai analisis profitabilitas perusahaan, seperti faktor yang cukup berpengaruh diantaranya adalah tingkat ekuitas perusahaan, perolehan dana pihak ketiga serta penyaluran dana kredit yang bagi perusahaan adalah bagaimana untuk memaksimalkan peran serta manajemen serta sumber daya manusia itu sendiri untuk perolehan dana dari pihak ketiga yang dipercayakan kepada perusahaan, seperti dengan cara promosi
80
dari pihak pemasar terutama terhadap produk-produk funding seperti tabungan, giro dan deposito serta dikemas semenarik mungkin agar dana pihak ketiga yang diperoleh menjadi lebih optimal.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Apabila dilihat dari tingkat kecukupan modal perusahaan (CAR) memiliki kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya dan dapat dikatakan baik. Akan tetapi, apabila dilihat dari analisis profitabilitasnya, sebelum go public tingkat ROA dan ROE perusahaan memiliki kecenderungan meningkat, dibandingkan dengan tahun 2010 yang sudah go public yang justru mengalami penurunan. Akan tetapi disamping itu nilai marjin laba bersih (NPM) perusahaan setiap tahunnya mengalami peningkatan. b. Nilai EVA perusahaan sebelum go public yaitu pada tahun 2008 dan 2009 menunjukan nilai EVA > 0, maka telah terjadi nilai tambah ekonomis dalam perusahaan. Adapun nilai EVA perusahaan setelah go public, untuk semester pertama tahun 2010 atau dalam hal ini adalah pada triwulan pertama dan kedua tahun 2010 nilai EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Sedangkan apablia dilihat berdasarkan pada semester kedua tahun 2010 atau pada triwulan ketiga dan keempat nilai EVA menunjukan EVA > 0, maka telah terjadi nilai tambah ekonomis dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya lebih baik.
82
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan Bank Jabar Banten diantaranya faktor internal jika dilihat dari analisis Du Pont. Adapun faktor internal perusahaan yang cukup mempengaruhi kinerja keuangan diantaranya yaitu tingkat ekuitas atau modal perusahaan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, perolehan dana dari pihak ketiga dan penempatan dana pada Bank Indonesia dan bank lain serta penyaluran dana kredit yang diberikan. Selain itu faktor lainnya yang turut mempengaruhi
diantaranya
beban
operasional
perusahaan
yang
berpengaruh secara signifikan antara lain beban personalia atau tenaga kerja serta beban administrasi dan umum, disamping juga beban bunga yang turut mempengaruhi. Adapun Faktor eksternal perusahaan yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan diantaranya faktor ekonomi, faktor sosial budaya, politik dan teknologi. Seperti tingkat inflasi dan pertumbuhan perekonomian di Indonessia, peranan dari Bank Indonesia dalam menetapkan suku bunga atau SBI, Faktor-faktor eksternal tersebut tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan.
83
2.
Saran Saran yang direkomendasikan yaitu : a. Untuk menilai tingkat kesehatan suatu bank sebaiknya menambahkan perhitungan Economic Value Added (EVA). Rasio keuangan yang baik belum tentu mencerminkan kondisi perusahaan yang baik pula karena rasio-rasio keuangan tidak memperhitungkan biaya modal. Sedangkan dengan menggunakan EVA, kita dapat mengetahui nilai sebenarnya yang diciptakan
oleh
manajer
karena
EVA
dalam
perhitungannya
memperhitungkan biaya modal. b. Apabila perusahaan dalam hal ini PT. Bank Jabar Banten, Tbk. ingin meningkatkan nilai EVA maka manajemen perusahaan dapat melakukan peningkatan terhadap laba operasional perusahaan tanpa adanya tambahan modal, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menerbitkan saham baru. c. Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan terutama faktor internal yang dapat dikendalikan oleh perusahaan hendaknya dapat lebih efektif dan efisien lagi dalam hal penggunaannya. Terutama biayabiaya
dan
beban
operasional
harus
lebih
efisien
lagi
dalam
penggunaannya, serta lebih efektif dalam hal penggunaan asset perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Armitrage, Jog. 1996. Economic Value Added (EVA) sebagai konsep pengukuran kinerja keuangan. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/economic-valueadded-eva-sebagai-konsep_28.html Bank Indonesia. 2010. Statistik Perbankan Indonesia. www.bi.go.id Bank Jabar Banten. 2010. Annual Report PT. Bank Jabar Banten (persero), Tbk. 2008 – 2010. www.bjb.co.id Bank Jabar Banten. 2010. Laporan Keuangan Triwulan PT. Bank Jabar Banten (persero), Tbk. 2008 – 2010. Bursa Efek Indonesia, Jakarta. www.idx.co.id Biro Pusat Statistik. 2010. Pertumbuhan Ekonomi. www.bps.go.id Brigham, E. F dan Houstoun, J. F. 2001. Manajemen Keuangan. Erlangga. Jakarta. Budiharti, L. 2006. Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. 2004 – 2005 (Pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap Economic Value Added-EVA dan pengaruh EVA terhadap MVA). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fahmi, I. 2011. Analisis Kinerja Keuangan. Alfabeta. Bandung. Imamah, H. 2005. Kinerja Keuangan PT. Bank Mandiri (persero) Tbk. 2003 – 2004 (Hubungan Rasio Keuangan dengan Economic Value Added-EVA). Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kasmir. 2003. Manajemen Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. . 2011. Analisis Laporan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Permana, P. 2010. Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riyanto, B. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan Edisi 4. BPFEYogyakarta, Yogyakarta.
85
Suseno, I. 2010. Analisis Kinerja Keuangan PT. Bimatama Indonesia Estetika Jakarta. Skripsi pada Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suyanto, T, Dkk. 1994. Kelembagaan Perbankan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widayanto. 1994. Economic Value Added (EVA) sebagai konsep pengukuran kinerja keuangan. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/economic-valueadded-eva-sebagai-konsep_28.html
86
Lampiran 1 : Perhitungan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) Periode
Laba Bersih (a) (juta rupiah) 112.402 243.886 431.906 542.162 200.848 398.757 586.631 709.106 210.230 545.592 791.298 890.225
Maret 2008 Juni 2008 September 2008 Desember 2008 Maret 2009 Juni 2009 September 2009 Desember 2009 Maret 2010 Juni 2010 September 2010 Desember 2010
Biaya Bunga (b) (juta rupiah) 264.061 550.677 854.477 1.253.624 398.784 833.176 1.298.264 1.841.510 883.207 961.077 1.538.012 2.254.731
NOPAT (a+b) (juta rupiah) 376.463 794.563 1.286.383 1.795.786 599.632 1.231.933 1.884.895 2.550.616 1.093.437 1.506.669 2.329.310 3.144.956
Lampiran 2 : Perhitungan Biaya Hutang (Kd*) Tahun
Biaya Bunga (a) (juta rupiah) 1.253.624 1.841.510 2.254.731
2008 2009 2010
Hutang (b) (juta rupiah) 23.558.999 29.318.786 38.454.707
Kd (c = a : b) (%) 5,32 6,28 5,86
Kd* (c (1-T)) (%) 3,72 4,32 4,38
Lampiran 3 : Perhitungan Biaya Ekuitas (Ke) untuk tahun 2008 dan 2009 dengan menghitung berdasarkan tingkat pengembalian ekuitas. 2008 (%)
Tahun Tingkat Pengembalian ekuitas
2009 (%) 21,84
22,93
Lampiran 4 : Perhitungan Biaya ekuitas (Ke) untuk tahun 2010 dengan metode Discounted Cash Flow (DCF) Tahun
2010
Dividen Saham
29,54
Pertumbuhan Saham (a) (%) 142
Dividen Yield (b) (%) 2,04
Ke (a + b) (%) 144,04
87
Lampiran 5 : Perhitungan Struktur Modal Tahun
Hutang (a) (juta rupiah) 23.558.999 29.318.786 38.454.707
2008 2009 2010
Ekuitas (b) (juta rupiah) 2.481.870 3.091.243 4.990.993
Asset (c) (juta rupiah) 26.040.869 32.410029 43.445.700
Wd (a : c) (%) 90,47 90,46 88,51
We (b : c) (%) 9,53 9,54 11,49
Lampiran 6 : Perhitungan Weight Average Cost of Capital (WACC)
Tahun 2008 2009 2010
Struktur Modal Wd We (a) (b) (%) (%) 90,47 9,53 90,46 9,54 88,51 11,49
Kd* (c) (%) 3,72 4,32 4,38
Ke (d) (%) 21,84 22,93 144,04
axc (e) (%) 3,37 3,91 3,88
bxd (f) (%) 2,08 2,14 16,55
WACC (e + f) (%) 5,45 6,05 20,43
Lampiran 7 : Perhitungan Invested Capital (IC) Periode Maret 2008 Juni 2008 September 2008 Desember 2008 Maret 2009 Juni 2009 September 2009 Desember 2009 Maret 2010 Juni 2010 September 2010 Desember 2010
Asset (a) (juta rupiah) 23.792.708 24.258.270 25.753.915 26.040869 29.020.102 30.278.700 32.364.703 32.410.329 35.824.272 39.339.795 41.388.361 42.026.411
Hutang Beban (b) (juta rupiah) 54.804 60.592 63.225 66.341 78.250 77.798 98.072 76.781 0 0 109.877 113.168
IC (a – b ) (juta rupiah) 23.737.904 24.197.678 25.690.690 25.974.528 28.941.852 30.200.902 32.266.631 32.333.548 35.824.272 39.339.795 41.278.484 41.913243
88
Lampiran 8 : Perhitungan Cost of Capital (COC) Periode Maret 2008 Juni 2008 September 2008 Desember 2008 Maret 2009 Juni 2009 September 2009 Desember 2009 Maret 2010 Juni 2010 September 2010 Desember 2010
WACC (a) (%) 5,45 5,45 5,45 5,45 6,05 6,05 6,05 6,05 20,43 20,43 20,43 20,43
IC (b) (juta rupiah) 23.737.904 24.197.678 25.690.690 25.974.528 28.941.852 30.200.902 32.266.631 32.333.548 35.824.272 39.339.795 41.278.484 41.913243
COC (3/12 x a x b) (juta rupiah) 323.429 329.694 350.036 353.903 437.746 456.789 488.033 489.045 1.829.725 2.009.280 2.108.299 2.140.719
Lampiran 9 : Perhitungan Economic Value Added (EVA) NOPAT (a) (juta rupiah) 376.463
COC (b) (juta rupiah) 323.429
EVA (a – b) (juta rupiah) 53.034
794.563
329.694
464.869
September 2008
1.286.383
350.036
936.347
Desember 2008
1.795.786
353.903
1.441.883
599.632
437.746
161.886
Juni 2009
1.231.933
456.789
775.144
September 2009
1.884.895
488.033
1.396.862
Desember 2009
2.550.616
489.045
2.061.571
Maret 2010
1.093.437
1.829.725
- 736.288
Juni 2010
1.506.669
2.009.280
- 502.611
September 2010
2.329.310
2.108.299
221.011
Periode Maret 2008 Juni 2008
Maret 2009
Desember 2010
1.004.237 3.144.956 2.140.719 *keterangan : Perhitungan EVA tersebut untuk setiap triwulan pada setiap periodenya diakumulasi dari bulan pertama atau triwulan pertama hingga triwulan terakhir periode perhitungan.