ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)
HASTAN MATTANETE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, September 2008
Hastan Mattanete NIM A15344175
2
RINGKASAN HASTAN MATTANETE. Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor). (Di bawah bimbingan W. H. LIMBONG dan MA’MUN SARMA). Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah melembaga serta tempat bertemunya antara pedagang dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. Tantangan yang dihadapi pasar terutama pasar tradisional adalah pelayanan dan pengelolaan yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Oleh karena itu Pasar Citeureup I yang merupakan pasar tradisonal dituntut untuk memberikan kepuasan kepada konsumennya. Tujuan kajian ini adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik pedagang Pasar Citeureup I, (2) Menganalisis tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, (3) Menganalisis tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, dan (4) Menyusun rancangan program pengelolaan Pasar Citeureup I. Metode analisis yang digunakan antara lain Importance and Performance Analysis, Customer Satisfaction Index, analisis Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Eksternal Factor Evaluation-EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT), dan analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Hasil analisis Importance and Performance Analysis penilaian terhadap 17 atribut penentu kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ke dalam empat kuadran yang terdiri dari: (1) Prioritas utama atribut kualitas jasa, yaitu kondisi bangunan/gedung pasar, kondisi kebersihan pasar, kondisi tempat usaha/berdagang, pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada, (2) Pertahankan prestasi atribut kualitas jasa, yaitu kondisi MCK di pasar, pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar, keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi, (3) Prioritas rendah atribut kualitas jasa, yaitu besarnya retribusi, petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang, pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur, pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum dan (4) Berlebihan untuk atribut kualitas jasa, yaitu kebersihan kantor unit pasar, kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, besarnya sewa tempat usaha, kejujuran petugas penarik retribusi, pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang, sikap pegawai unit pasar. Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa sebesar 56,023 persen, menunjukkan pedagang pasar Citeureup I ”Cukup Puas” dengan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, Pasar Citeureup I dalam pengelolaannya menekankan pada strategi yang bertujuan menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal (Strategi S-T). Hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I memiliki kondisi internal yang kuat, yaitu mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi
3
kelemahan. Kekuatan utama yang di miliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, sedangkan kelemahan utama yang dihadapi adalah kondisi kebersihan pasar. Hasil analisis EFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman. Peluang terbesar yang dimiliki adalah jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar. Selanjutnya, ancaman terbesar yang dihadapi adalah kenaikan harga barang dan harga barang yang dijual kurang kompetitif. Strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang muncul adalah strategi S-T, yaitu strategi menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal. Prioritas strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang terpilih adalah: (1) Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I (TAS = 6,988); (2) Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,800); (3) Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,775); (4) Rehabilitasi Pasar Citeureup I. (TAS = 6,597); (5) Peningkatan sumber daya manusia pengelola Pasar Citeureup I. (TAS = 6,483); (6) Pembinaan pedagang Pasar Citeureup I. (TAS = 6,383); dan (7) Penerapan peraturan pasar. (TAS = 5,917)
4
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
5
ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)
HASTAN MATTANETE
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
6
Judul Tugas Akhir
:
Nama NRP
: :
Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor) Hastan Mattanete A15344175
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. WH. Limbong, MS Ketua
Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 24 September 2008
Tanggal Lulus :
7
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang senantiasa diberikan oleh-Nya. Berkat rahmat serta hidayah-Nya pula Kajian Pembangunan Daerah ini dapat penulis selesaikan. Kajian Pembangunan Daerah berjudul “Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan kajian ini Penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan serta pengetahuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan kajian ini. Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat Penulis harapkan. Besar harapan penulis agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2008,
Hastan Mattanete
8
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbila’lamin, atas nikmat dari Allah SWT akhirnya Kajian Pembangunan Daerah ini dapat Penulis selesaikan. Segala pujian dan Ucapan yang baik hanya ditujukan kepada Allah SWT. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, dukungan tenaga maupun bantuan materi selama penyusunan kajian ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, semoga amal baik semua pihak yang telah memberikan bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir.WH. Limbong, MS dan Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc sebagai komisi pembimbing. 2. Dosen Penguji Sidang Komisi, A. Faroby Faletehan, SP, MSi. 3. Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah: Dr. Ir. Yusman Syaukat, serta Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc dan Ir. Lukman M. Baga, MAEc atas bantuan dan dukungan morilnya. 4. Orang tua penulis: H. Hasma Tane yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kepercayaan, dan doa yang tiada hentinya untuk kesuksesan Penulis. 5. Kakak Penulis: Ir. Karyawati & suami, Kartia, Bidan Kalsum dan Suami (Ka Bram), Kartini & suami, serta AKP. Takdir Mattanete, SH, SIK & Istri (Ka Misly) dan keponakan tercinta Fitri, Kiki, Rifda, Uul, Anti, Si kembar Nabila & Naswa, Arya, Lisa serta Saffana, dan seluruh keluarga besar Penulis, terima kasih atas dukungan moril maupun materil. 6. Pemerintah Kab.Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, PD. Pasar Tohaga Kab. Bogor beserta Kepala Unit Pasar Citeureup I dan Karyawan atas dukungan dan bantuannya. 7. Pengurus APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) Kab.Bogor dan Komisariat Pasar Citeureup I atas dukungan, dan bantuannya. 8. Bapak Walikota Bogor Drs.Diani Budiarto atas dukungan moril dan materil. 9. Staf Pengajar Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah atas ilmu dan dukungannya. 10. Rekan-rekan di Manajemen Pembangunan Daerah kelas Bogor I: Pa Chardiman, Bang Makmur, Teny, Kang Asep Aang, Pak Robert, Bu Rita, Bu Yuni, Pa Abbas, Pak Muhdar, Pak Eko, Wahyu Jakarta, Mas Wahyu, Erwin, Pak Rendra, Risna, Ibu Nana, Adam. Juga kepada rekan-rekan MPD kelas Bogor II. 11. Ratna Darlilis FEM IPB angkatan 41, Bapak Chardiman Kelas MPD Bogor I atas waktu, bantuan pikiran, bimbingan, dukungan dan kerjasamanya dalam penyelesaian tugas akhir ini. 12. Pengurus dan Sekretariat MPD: A. Faroby Faletehan, SP, MSi; Teh Fieta Resnia Handayani dan Lina Fitriani; serta kang Yadi atas semua bantuannya. Pengurus HMI dan KOHATI Cabang Kota Bogor, Badan Eksekutf Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun, KAHMI Cabang Kota Bogor; Sulhan, Suhandi,
9
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pinrang Makassar pada tanggal 24 Juli 1978 sebagai anak terakhir dari enam bersaudara pasangan Abd. Latif Mattanete dan Hasma. Pada tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 57 Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Selama tiga tahun penulis mendapatkan pendidikan menengah di SMP Negeri Langnga Kabupaten Pinrang dan lulus pada tahun 1993. Tiga tahun kemudian, tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Langnga Kabupaten Pinrang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Universitas Muslim Indonesia Makassar pada tahun 1996 dan kemudian pindah kuliah tahun 2000 di Universitas Ibn Khaldun Bogor pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil dan lulus pada bulan Oktober Tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, pers, dan kepemudaan. Penulis menjadi Ketua Umum KMP UMI Makassar pada tahun 1998-2000, Senat FT UMI Makassar pada tahun 1998-1999, Pers Cakrawala Ide UMI Makassar pada tahun 1998 dan Tabloid Sulo Sawitto Makassar pada tahun 1999. Penulis menjadi Sekretaris Jenderal BEM UIKA Bogor tahun 2001-2002, HMI Cabang Bogor pada tahun 2001-2002, Presiden Mahasiswa UIKA Bogor perode 20022003. KNPI Kab. Bogor pada tahun 2005, MAPANCAS Kota Bogor pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada bulan September 2008.
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xv xvi xvii
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................
1 1 3 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Pasar Secara Umum ....................................................................... 2.1.1 Pasar sebagai Infrastruktur Publik .................................... 2.1.2 Permasalahan Utama Pasar ............................................... 2.2. Sistem Pengelolaan Pasar............................................................... 2.2.1 Manajemen pasar .............................................................. 2.2.2 Penataan Hubungan antar Pelaku Pasar ............................ 2.2.3 Pedagang dan Struktur Kegiatannya ................................. 2.3. Jasa ................................................................................................ 2.3.1 Pengertian Jasa ................................................................... 2.3.2 Ciri/Karakteristik Jasa ....................................................... 2.3.3 Pemasaran Jasa .................................................................. 2.3.4 Kualitas Jasa ...................................................................... 2.3.5 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa .................................... 2.4. Persepsi Pelanggan......................................................................... 2.4.1 Tingkat Kepentingan Pelanggan ....................................... 2.4.2 Kepuasan Pelanggan ......................................................... 2.4.3 Nilai Pelanggan ................................................................. 2.4.4 Proses Kepuasan Pelanggan .............................................. 2.4.5 Survei Kepuasan Pelanggan .............................................. 2.4.6 Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan ...... 2.5. Kerangka Pemikiran ......................................................................
6 6 6 7 9 9 11 15 17 17 18 19 20 22 25 25 25 26 27 28 29 30
III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................... 3.2. Data dan Sumber Data .................................................................... 3.3. Penyusunan dan Uji Coba Kuesioner ............................................. 3.4. Metode Penarikan Sample dan Jumlah Sample .............................. 3.5. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 3.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 3.6.1 Importance and Performance Analysis ............................. 3.6.2 Customer Satisfaction Indeks ............................................ 3.7. Rancangan Program .......................................................................
33 33 33 33 35 37 37 38 42 43
I.
11
3.7.1 3.7.2 3.7.2
Analisis Matriks IFE-EFE ................................................. Analisis Matriks SWOT .................................................... Analisis Matriks QSPM ....................................................
44 48 49
IV. GAMBARAN UMUM ....................................................................... 4.1 Letak dan Kondisi Fisik Wilayah ................................................... 4.2 Administrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan ..................... 4.3 Struktur Perekonomian ................................................................. 4.4 Keberadaan Pasar di Wilayah Kabupaten Bogor .......................... 4.4.1 Pasar Citeureup I ................................................................ 4.4.2 Jenis Komoditi di Pasar Citeureup I ................................... 4.4.3 Struktur Organisasi Pasar Citeureup I ................................
52 52 53 53 54 55 56 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 5.1 Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ....................................... 5.2 Karakteristik Responden ............................................................... 5.3 Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Pedagang .. 5.3.1 Analisis Tingkat Kepentingan Pedagang Pasar Citeureup I 5.3.2 Analisis Tingkat Kepuasan Pedagang Pasar Citeureup I ..... 5.3.3 Urutan Prioritas Atribut Pengelolaan Pasar Citeureup I ...... 5.3.4 Importance and Performance Matrix ................................... 5.3.5 Customer Satisfaction Index ................................................ 5.4 Penyusunan Program ..................................................................... 5.4.1 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ..................... 5.4.1.1 Analisis Lingkungan Internal ................................ 5.4.1.2 Analisis Lingkungan Eksternal ............................. 5.4.2 Tahap Masukan ................................................................. 5.4.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matriks) ... 5.4.2.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) 5.4.3 Tahap Pencocokan ............................................................ 5.4.3.1 Strategi Strength – Opportunity (S – O) ............... 5.4.3.2 Strategi Weakness – Opportubity (W – O) ........... 5.4.3.3 Strategi Strength – Threath (S – T) ....................... 5.4.4.4 Strategi – Weakness – Threath (W – T)................. 5.4.4 Tahap Pengambilan Keputusan .........................................
58 58 59 67 67 70 72 75 83 84 85 85 86 88 89 91 93 95 95 96 96 98
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Saran ...............................................................................................
100 100 101
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
103
12
DAFTAR TABEL Nomor
1.
Teks
Halaman
Perkembangan pedagang Pasar Citeureup I Tahun 2004-2008 ............... 3
2. Atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I..........................................38 3. Matriks External Factor Evaluation ......................................................... 44 4. Matriks Internal Factor Evaluation .......................................................... 46 5.
Bentuk penilaian Bobot Faktor Strategis Internal .................................... 47
6.
Bentuk penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal ................................. 47
7. Matriks Analisis SWOT ........................................................................... 48 8. Penentuan Pilihan Strategis dengan Matriks QSPM ................................ 50 9.
Pasar menurut kelasnya di Kabupaten Bogor............................................54
10. Nilai Korelasi Uji Validitas pernyataan kuesioner ................................... 58 11. Tingkat kepentingan atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I........ 68 12. Tingkat kinerja atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ............... 71 13. Tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja pada setiap atribut kualitas jasa ................................................................ 73 14. Urutan Prioritas ........................................................................................ 74 15. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa ......... 76 16. Perhitungan Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa ................. 83 17. Matrix Evaluasi Faktor Internal Pasar Citeureup I ................................... 90 18. Matrix Evaluasi Faktor Eksternal Pasar Citeureup ................................... 91 19. Matriks SWOT Pasar Citeureup I .............................................................. 94
13
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1.
Konsepsi Model Pengembangan Pasar Tradisional ................................. 11
2.
Hubungan antara Harapan, Kepuasan dan Kualitas jasa............................22
3.
Zona Toleransi ......................................................................................... 23
4.
Diagram Proses Kepuasan Pelanggan ...................................................... 28
5.
Alur Kerangka Pemikiran ........................................................................ 32
6.
Diagram Kartesius .................................................................................... 41
7.
Struktur Organisasi Pasar Citeureup I........................................................57
8.
Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ...................................... 60
9.
Frekuensi responden berdasarkan jenis umur .......................................... 60
10. Frekuensi responden berdasarkan pendidikan ......................................... 61 11. Frekuensi responden berdasarkan status pernikahan ............................... 61 12. Frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga ......................... 62 13. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga .................... 62 14. Frekuensi responden berdasarkan jenis pedagang ................................... 63 15. Frekuensi rata-rata omzet per hari ............................................................ 64 16. Frekuensi rata-rata pengeluaran per hari .................................................. 65 17. Frekuensi responden berdasarkan jenis dagangan ................................... 65 18. Frekuensi responden berdasarkan lama berdagang di Pasar Citeureup I.. 66 19. Frekuensi responden berdasarkan berdagang selain di Pasar Citeureup I 67 20. Importance and performance Matrix kualitas jasa Pasar Citeureup I.......77 21. Profil Strategi Pengelolaan Pasar Citeureup I...........................................97
14
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bagi pihak Pemerintah Daerah, paradigma pengelolaan Pemerintahan dari Government menjadi Governance, adalah merupakan paradigma atau cara pandang baru bagi manajemen/pengelolaan pemerintahan. Paradigma Government (orientasi kekuasaan masih menguat, partisipasi dan kontrol masyarakat belum berjalan optimal) beralih pada paradigma Governance, yang mengasumsikan bahwa dalam masyarakat terdapat banyak kelompok kepentingan yang bersaing (competing interest groups) dalam proses politik pengelolaan pemerintahan. Peranan masyarakat semakin besar dan memegang peranan kunci. Oleh karena itu, pemerintah harus menawarkan saluran-saluran akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Untuk terciptanya good governance dan clean governance di era Costumer Driven government (pemerintahan yang berbasis masyarakat) pengelolaan manajemen pemerintahan dalam setiap pelaksanaan pembangunan harus mengacu kepada 9 (sembilan) asas umum penyelenggaraan negara yang sekarang tertuang pada Undang-Undang Otonomi Daerah Bab IV Bagian kedua Pasal 20 (ayat 1) yaitu: akuntabilitas, keterbukaan (transparansi), kepastian hukum,
profesionalitas, tertib penyelenggaraan negara, efisiensi, efektivitas,
proporsionalitas, dan asas kepentingan umum. Sesuai dengan pandangan (Khan;1996) mengenai konsep Governance yang menekankan kepada 3 (tiga) fungsi pokok yaitu : (1) Kemampuan masyarakat untuk menyatakan kebutuhannya dan mengakses kebutuhannya secara bebas, (2) Kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan (politik dan birokrasi) untuk menterjemahkan kebutuhan rakyat kedalam rencana yang realistis dan melaksanakannya secara efektif, dan (3) Kemampuan masyarakat dan lembagalembaga pemerintahan untuk menilai kebutuhan dengan rencana dan menilai rencana dengan pelaksanaannya. Dengan mengacu kepada pandangan paradigma governance, pemerintah (Pemda) tidak lagi sebagai lokomotif melainkan sebagai pengarah dan fasilitator.
15
Hal tersebut di atas sejalan dengan salah satu rekomendasi konsep reinventing government, yaitu steering rather than rowing. Perubahan peranan pengelola pemerintahan, dari lokomotif (rowing) menjadi pengarah (steering) dan fasilitator yang idealnya berlangsung secara alamiah. Artinya birokrasi pemerintah responsif terhadap perubahan lingkungan dan tuntutan pihak yang dilayani. Azas dan prinsip demokrasi harus tetap dipertahankan karena otonomi daerah tidak akan berkembang tanpa didahului oleh komitmen terhadap demokrasi dari bangsa dan pemerintahannya. Implikasinya kesembilan prinsip yang tertuang dalam Undang-Undang Otonomi Daerah Bab IV bagian kedua pasal 20 (ayat 1) merupakan aspek yang harus mendapat perhatian. Begitu pun dalam hal-hal pembangunan sarana dan prasarana umum seperti pasar. Artinya, pemerintah daerah dalam mengeluarkan kebijakan tetap memperhatikan Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004, paragraf 3, pasal 28. Dalam era globalisasi ini persaingan bisnis menjadi sangat tajam, untuk memenangkan
persaingan,
setiap
perusahaan
dituntut
untuk
mengenali
pasar/pelanggan sebaik mungkin. Perusahaan yang mampu mengenali pelanggan akan mempunyai korelasi positif terhadap kinerja penjualannya. Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi terhadap ketidaksesuaian atas kinerja maupun pelayanan yang di lakukan oleh perusahaan. Pasar Citeureup I yang merupakan salah satu pasar tradisional yang memberikan pelayanan
harus
mampu
memberikan
kepuasan
kepada
konsumennya.
Meningkatkan pelayanan pasar akan mempengaruhi terhadap kepuasan pelanggan Pasar Citeureup I. Kepuasan pelanggan akan dipengaruhi oleh indikator-indikator seperti kebersihan, kenyamanan, keamanan, dan tersedianya sarana dan prasarana pasar tradisional yang memadai seperti jalan masuk ke pasar. Artinya bagaimana mengelola pasar tradisional agar tertata dengan rapi, bersih dan aman serta peningkatan sistem manajemen pengelolaan pasar. Penelitian terhadap masalah di atas belum pernah dilakukan, sedangkan kegunaan dari penelitian sangat diharapkan untuk input terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan melakukan survei pelanggan (pedagang kios,
16
pedagang los, pedagang radius, dan pedagang kaki lima) terhadap kepuasan pengelolaan Pasar Citeureup I.
1.2. Rumusan Masalah Pengelolaan pasar tradisional oleh pemerintah daerah khususnya di Kabupaten Bogor melalui Perusahaan Daerah (PD) Pasar Tohaga, belum mencerminkan pengelolaan yang profesional. Minimnya fasilitas pelayanan publik, retribusi yang belum terkelola dengan baik, keadaan jalan untuk masuk ke dalam pasar (kios dan los) tertutup oleh pedagang kaki lima perlu menjadi perhatian serius pihak pengelola Pasar Citeureup I. Sebagai gambaran perkembangan pedagang pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Pedagang Pasar Citeureup I Tahun 2004-2008 No 1
2
3
4
5
Jenis Sarana Kios (unit)
Los (unit)
Radius (unit)
Kaki lima (unit)
MCK (unit)
Jumlah bangunan Buka/aktif Tutup % (buka/ aktif) Jumlah bangunan Buka/aktif Tutup % (buka/ aktif) Jumlah bangunan Buka/aktif Tutup % (buka/ aktif) Jumlah bangunan Buka/aktif Tutup % (buka/ aktif) Jumlah bangunan Buka/aktif Tutup % (buka/ aktif)
Jumlah (unit) 2006 2007 629 629
2004 629
2005 627
2008 627
200 429 31,79
200 429 31,89
340 289 54,05
403 226 64,07
408 219 65,07
176
176
176
176
176
176 0 100
150 26 85,23
100 76 56,82
92 84 52,27
97 79 55,11
120
120
125
190
100
110 10 91,67
100 20 83,33
40 85 32
185 5 97,37
100 0 100
200
400
372
475
475
180 20 90
370 30 92,50
280 92 75,27
375 100 78,95
362 113 76,21
3
4
6
6
7
3 0 100
4 0 100
6 0 100
6 0 100
7 0 100
Sumber : Data Unit Pasar Citeureup I Tahun 2008
17
Pasar Citeureup I adalah pasar yang terletak di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor serta merupakan pasar Kategori A atau kelas I (satu) dengan luas pasar kurang lebih 13.800 m2. Pasar Citeureup I saat ini terdiri dari 627 unit kios, 176 unit los dan 475 pedagang kaki lima serta 7 Unit MCK. Kondisi pasar Citeureup I saat ini sangat memprihatinkan. Terlihat dari kondisi pasar yang tidak terawat, dan jalan masuk ke pasar tertutup oleh pedagang kaki lima. Hal tersebut mengakibatkan para pedagang yang berjualan di pasar meninggalkan pasar dan menelantarkan kios-kios dan los mereka. Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa masih banyak kios maupun los yang belum digunakan, sementara pedagang kaki lima semakin tumbuh. Saat ini konsumen yang berkunjung ke Pasar Citeureup I semakin berkurang, hal ini disebabkan karena kondisi pasar tersebut dari sisi fisik bangunan yang sudah tidak layak dan memadai, juga dari sisi pelayanan dan pengelolaan pasar yang kurang memuaskan. Konsumen ketika masuk ke dalam pasar merasa tidak aman dan tidak nyaman, dengan kondisi pasar yang kotor dan berbau tidak sedap. Masih banyak kios maupun los yang tutup dikarenakan tempat mereka tertutup oleh awning dan lapak-lapak PKL, sehingga tidak terlihat oleh pengunjung. Begitupun pengunjung merasa tidak nyaman untuk berbelanja dengan kondisi jalan-jalan antar kios maupun los yang sempit akibat dipenuhi oleh pedagang-pedagang kaki lima yang semakin banyak di Pasar Citeureup I. Oleh karena itu diperlukan penanganan dan pengelolaan pasar ke arah yang lebih modern dan memadai. Berkurangnya jumlah pedagang dan menjamurnya pedagang kaki lima serta tidak terawatnya kondisi kebersihan pasar diikuti oleh menurunnya pendapatan dari retribusi pasar dan retribusi kebersihan pasar adalah cerminan kurangnya kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I. Berpijak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan penelitian adalah: 1. Bagaimana karakteristik pedagang Pasar Citeureup I ? 2.
Bagaimana tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ?
18
3.
Apakah pedagang sudah merasa puas dengan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi karakteristik pedagang Pasar Citeureup I 2. Menganalisis tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I 3. Menganalisis tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I 4. Menyusun rancangan program pengelolaan Pasar Citeureup I
1.4. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini, dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak. 2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi Pasar Citeureup I untuk lebih memperbaiki pengelolaan pasar melalui manajemen pengelolaan yang lebih terarah dan terpadu.
19
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pasar Secara Umum Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah
melembaga serta tempat bertemunya antara produsen (pedagang) dan konsumen (pembeli) untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk yang menurut kelas mutu pelayanan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, dan menurut pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar perkulakan/grosir (Yogi, 2000). Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi, atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios atau los, dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dengan proses jual beli melalui tawar menawar. Sedangkan pasar modern adalah pasar yang umumnya dimiliki oleh pemodal kuat, mempunyai kemampuan untuk menggaet konsumen dengan cara memberikan hadiah langsung, hadiah khusus, dan juga discountdiscount menarik (Zumrotin, 2002). Pasar modern pada umumnya diisi oleh retailer (pengecer) besar, baik perusahaan pengecer dengan skala lokal maupun nasional. Mereka ini merupakan pesaing yang mulai mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional. Oleh karena itulah modernisasi pasar dengan manajemen pengelolaan secara modern baik dari sistem pengelolaan maupun kelembagaannya perlu ditingkatkan untuk mengembangkan perekonomian pedagang kecil serta memacu pertumbuhan ekonomi daerah (PAD dan APBD).
2.1.1 Pasar sebagai Infrastruktur Publik Pengertian infrastruktur ini pada dasarnya mudah dinyatakan namun sulit untuk didefinisikan, akan tetapi hal ini dapat dilihat dari segi investasi yang dilakukan yaitu dengan menyediakan pelayanan dasar untuk industri dan rumah tangga (Martini, 1996), di mana hal tersebut merupakan kunci utama dalam ekonomi, dan masukan yang krusial untuk kegiatan ekonomi. Saat ini yang termasuk kegiatan infrastruktur ini adalah sebagai berikut, (Darrin & Mervin, 2001):
20
1. Energi (Power generation dan supply) 2. Transportasi (jalan tol, sistem penerangan rel, jembatan dan terowongan) 3. Air (air limbah, pengelolaan air limbah, dan penyediaan air) 4. Telekomunikasi (telepon) 5. Social infrastructure (rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, pengadilan, museum, sekolah dan akomodasi yang disediakan pemerintah) Pasar sebagai public infrastructure dalam hal ini termasuk akomodasi yang disediakan pemerintah dalam suatu tempat jual beli yang disediakan Pemerintah Daerah (milik Pemda) tempat pedagang secara teratur dan langsung diperdagangkan barang dan jasa (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 1992).
2.1.2 Permasalahan Utama Pasar Permasalahan utama yang timbul di pasar sebagai publik infrastructure adalah sebagai berikut: Tata ruang dan lokasi. Masalah timbul dari operasional tata ruang, lokasi, dan masih tersedianya tempat usaha yang tidak produktif. Pengelolaan. Masalah lain adalah ketidakmampuan pengelolaan pasar tradisional dalam menciptakan pasar yang bersih dan aman serta tidak ada usaha untuk melakukan pcmbinaan kepada para pedagang untuk berpraktek dagang yang sehat dan jujur, hal ini menyebabkan konsumen enggan berbelanja dipasar tradisional. Selain itu pasar yang becek, berbau tidak sedap, kerawanan keamanan, dan praktek dagang yang tidak sehat menimbulkan kekecewaan dan ketidakpercayaan konsumen sehingga mereka lebih baik meninggalkan pasar tradisional karena mempunyai resiko yang tinggi (Zumrotin, 2002). Pola pembangunan dan pendanaan. Yang selama ini dilakukan oleh pemerintah untuk pengadaan atau penyediaan pasar khususnya pasar tradisional sebagai salah satu infrastruktur, yaitu dengan melaksanakan pembangunan fisik pasar yang belum ada wujudnya, dimulai dengan penyediaan lahan sampai berdirinya bangunan pasar yang dioperasikan (Thamrin, 2000). Keterbatasan dan tantangan yang dihadapi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai pengelola pasar tradisional (Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) saat ini adalah adanya kebijakan regulasi di bidang dunia
21
usaha Nasional yang mulai menitikberatkan pada usaha perekonomian rakyat. Situasi pasar yang lebih bebas dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas dan kuantitas, menghasilkan produk yang lebih tinggi. Kurang dan terbatasnya modal yang diperlukan perusahaan untuk operasional dan pemeliharaan perusahaan, dan rendahnya hasil usaha (Laba), mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan
dan
pengembangan
investasi,
kurangnya
profesionalisme, transparansi, dan pengawasan dalam manajemen pengelolaan perusahaan serta banyaknya BUMD yang mengalami kesulitan keuangan (Subowo, 2002). Pengembangan penyediaan prasarana yang efisien melalui keterlibatan pihak swasta tidak lain karena untuk memenuhi keinginan masyarakat, artinya tidak saja efisien dan ekonomis tetapi juga harus memiliki dimensi sosial. Keterlibatan swasta dalam sektor prasarana dikarenakan hal berikut ini (Darrin & Mervin, 2001): 1. Keterbatasan Pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, di satu sisi disebabkan oleh keterbatasan teknologi, daya, dan dana. Sedangkan di pihak lain kebutuhan dan infrastruktur semakin mendesak 2. Partisipasi pembangunan berdasarkan keinginan masyarakat (Community driven development) melalui pembagian resiko yang sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah, digeser atau didistribusikan kepada pihak swasta 3. Motivasi profit dari pihak swasta akan mendorong organisasi yang dikelola menjadi lebih efisien, transparan, dan kompetitif 4. Capacity Building 5. Kebijakan pemerintah, diantaranya adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Perusahaan Daerah yang masih berlaku hingga saat ini adalah undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam rangka melakukan usaha Perusahaan
Daerah
mengenai
“Bisnis
birokrasi”
yaitu
kebijakan
pengembangan sangat ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai pihak yang mewakili daerah sebagai pemilik Perusahaan Daerah. Pada masa itu direksi dan mayoritas pegawai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari birokrasi Pemerintahan Daerah. Sehingga dalam prakteknya pengelolaan mirip dengan
22
pengelolaan lembaga birokrasi. Akibatnya dalam banyak kasus, manajemen kurang memiliki independensi dan fleksibilitas inovasi usaha guna mencapai tujuan organisasinya (Subowo, 2002). Pengaturan misi Perusahaan Daerah secara luas yaitu memberi jasa, menyelenggarakan kepentingan umum, dan memupuk pendapatan tanpa melihat apakah usaha Perusahaan Daerah tersebut sesungguhnya merupakan bidang komersial (Public Mission) atau bukan. Keberadaan Perusahaan Daerah berorientasi ganda yaitu Public Service orientied dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum dan profit oriented untuk memupuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi jika dilihat secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, public mission dan profit hal tersebut merupakan dua sisi yang sangat sulit untuk disatukan. Menurut Davey adalah: “Bagaimana Perusahaan Daerah memaksimumkan keuntungan tanpa mengorbankan layanan terhadap masyarakat, terutama kelas bawah dan menengah” (Davey. 1983).
2.2
Sistem Pengelolaan Pasar
2.2.1 Manajemen Pasar Pengertian umum manajemen adalah pendayagunaan sumber daya manusia dengan cara yang paling baik agar dapat mencapai rencana-rencana dan sasaran perusahaan (Madura, 2001). Manajemen berasal dari to manage yang mempunyai arti mengatur. Jadi pada hakikatnya berarti manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk dapat mengatur kegiatan yang berlangsung maka harus ada unsur-unsur manajemen yang menunjang proses kegiatan tersebut yaitu: manusia, uang, metode, material, mesin dan pasar. Keenam unsur tersebut perlu diatur agar lebih berdaya guna, berhasil guna, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Hasibuan, 1996). Pengaturan yang berlangsung tidak dapat dilakukan oleh semua orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut, tetapi oleh satu orang yang di tunjuk menjadi pemimpin (Rivai, 2003). Pemimpin tersebut memiliki wewenang kepemimpinan melalui instruksi atau persuasi sehingga keenam unsur yang ada serta semua proses manajemen tertuju dan terarah pada tujuan yang diinginkan.
23
Proses tujuan mempunyai urutan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Kesemua wujud pengaturan di tampung dalam suatu organisasi yang disebut wadah atau alat. Pada dasarnya manajemen hanya dapat dilakukan dalam suatu organisasi. Dalam suatu organisasi atau wadah inilah tempat kerja sama, proses manajemen, pembagian kerja, koordinasi, dan integrasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada dasarnya manajemen sudah ada sejak adanya pembagian kerja, tugas, tanggung jawab, dan kerja sama formal bagi sekelompok orang untuk mencapai tujuannya. Manajemen ada karena pemimpin mampu mengatur bawahannya untuk mencapai tujuan bersama (Hasibuan, 1996). Manajemen pasar merupakan proses pengaturan kegiatan perdagangan yang berlangsung di pasar dengan sumber daya meliputi pedagang, tempat usaha dan pengorganisasiannya. Serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam fungsi-fungsi manajemen pasar merupakan sebuah proses manajemen. Untuk melaksanakan manajemen tersebut maka diperlukan adanya manajer, yang dalam pelaksanaan tugas kegiatan serta kepemimpinannya harus melakukan tahap-tahap seperti di bawah ini: 1. Perencanaan, adalah suatu proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih alternatif yang terbaik dan beberapa perencanaan yang ada. 2. Pengorganisasian, adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitasnya masing-masing, menyediakan alat-alat yang diperlukan, dan menetapkan wewenang secara relatif untuk kemudian didelegasikan kepada setiap individu yang melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. 3.
Pengarahan, adalah mengarahkan semua bawahan agar mau bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan. Tujuan dan pengarahan untuk membuat semua anggota kelompok mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian.
4.
Pengendalian, adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Tujuan
24
untuk mengukur dan memperbaiki kinerja bawahan, apakah sudah sesuai dengan rencana sebelumnya atau tidak. Dengan menjalankan fungsi manajemen di atas, maka diperlukan suatu organisasi yang menjadi wadah serta pedoman pelaku kegiatan dalam menjalankan perannya sesuai dengan tingkatan yang ada.
2.2.2 Penataan Hubungan antar Pelaku Pasar Agustiar (1996) mengajukan suatu model altenatif yang mampu mengembangkan pasar tradisional melalui pola penataan dan mekanisme hubungan antara para pelaku pasar. Pola hubungan itu digambarkan seperti pada Gambar 1.
Sumber: Agustiar (1996)
Gambar 1. Konsepsi Model Pengembangan Pasar Tradisional Bentuk hubungannya yaitu: hubungan Pedagang - Pembeli (AB), Pedagang Pemerintah (AC), Pembeli - Pemerintah (CB) dan hubungan ketiganya (ABC). 1. Penataan hubungan Pemerintah dengan Pedagang (AC) Dua pelaku utama dalam pasar adalah pedagang pasar tradisional sebagai pelaku operasional dan Pemerintah sebagai pelindung, pembina dan pengelola pasar, dalam hubungan ini yang perlu diperhatikan adalah:
25
a. Ukuran Ruang Toko: Memang sering terdapat keluhan dari pihak pedagang tentang ukuran kios yang sempit dan kecil sehingga menyulitkan pedagang untuk menata dan menyimpan barang mereka, perlu dilakukan dua pendekatan yaitu: 1). Menentukan ukuran standar ruang toko yang layak untuk pedagang sesuai dengan jenis komoditi yang diperdagangkan 2). Memberikan informasi tentang tata letak dan tata ruang kepada para pedagang agar ruang yang terbatas dapat dimanfaatkan seefisien mungkin b. Retribusi dan pajak: Hampir semua pasar memiliki berbagai macam retribusi seperti: retribusi sampah, retribusi kebersihan, retribusi kebakaran, retribusi air, retribusi pengelolaan dan pajak penghasilan. Retribusi memang penetapannya masih ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah dan diberlakukan kepada para pedagang. Untuk menghindari adanya retribusi yang terlalu tinggi perlu dilakukan studi keinginan para pedagang untuk membayar. c. Status kepemilikan kios: Status dan cara kepemilikan kios dan los perlu dipertegas, mengingat para pedagang di pasar tradisional umumnya sangat peka terhadap perubahan, pola mobilitas pedagang kecil cukup besar, misalnya karena peluang-peluang yang cukup menjanjikan di luar sektor perdagangan. Karena itu bentuk sewa dan kontrak jangka panjang dihindari d. Penempatan pedagang kaki lima (PKL) yang menutup jalan masuk pasar bahkan banyak jalan besar yang tadinya jalan masuk ke pasar tertutup oleh pedagang kaki lima sehingga para konsumen tidak bisa masuk ke pasar apalagi membawa kendaraan dan pada akhirnya konsumen banyak yang enggan masuk untuk belanja ke kios. Hal tersebut perlu ketegasan aturan hukum dari pihak pemerintah 2. Penataan hubungan Pedagang dan Pembeli (AB) a. Harga Jual : Umumnya barang yang di tawarkan di pasar tradisional tidak memperlihatkan
harga
jual
seperti
apa
yang
diberlakukan
pada
supermarket, oleh karena posisi tawar menawar antara penjual dan pembeli
26
akan sangat menentukan berapa harga riil yang terjadi, mekanisme tawar menawar barang seperti salah satu keunggulan pasar tradisional. Perlunya pembeli mengetahui informasi harga yang berlaku, harga jual dalam transaksi harus dapat dipertahankan dengan sistem tawar menawar. b. Alat timbangan : Alat berdagang yang dipergunakan di pasar tradisional seperti timbangan yang dipergunakan sebagai pengukur berat masih sangat sederhana, sehingga akurasi ukurannya pun masih diragukan. Oleh karena itu sistem standarisasi ukuran yang masih belum terawasi dengan baik sangat merugikan pembeli, untuk itu perlu dilakukan pengontrolan oleh pemerintah atau Asosiasi Pedagang agar pembeli bisa merasa puas dengan hasil barang yang dibelinya. c. Kualitas barang dagangan : Beberapa komoditi barang yang dijual seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang diperdagangkan lebih segar, karena langsung berasal dan petani (produsen). Namun kesegaran barang tersebut relatif terbatas akibat tidak tersedianya alat pendingin, sehingga sebagian barang yang tidak terjual akan menjadi cepat rusak dan busuk. Oleh karena itu salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah penyediaan alat pendingin yang memadai dan dikelola secara bersama. 3. Penataan hubungan Pemerintah dan Pembeli (CB) a. Bentuk pungutan masuk ke Pasar : Ada pasar-pasar tertentu yang biasanya membebankan pungutan informal kepada pembeli pada saat masuk dan keluar dari pasar. Seperti keterpaksaan pembeli untuk membayar pengamen dan sumbangan dana sosial yang cenderung memaksa. Di beberapa kota diperlukan kebijakan Gate System yang mewajibkan semua pemakai kendaraan bermotor untuk membayar sejumlah uang ketika mereka masuk ke suatu kompleks pertokoan. Hal ini justru memberikan respons yang negatif dari masyarakat, bahkan pedagang yang mengeluh karena jumlah pembeli menjadi berkurang. b. Perlindungan harga : Walaupun prinsip tawar menawar dikembangkan di pasar tradisional, namun pada saat tertentu seperti pada saat hari raya lebaran atau natal harga dinaikkan secara drastis oleh para pedagang. Pada saat inilah peran pemerintah diperlukan untuk mengontrol kenaikan harga
27
yang disesuaikan terhadap daya beli konsumen (pembeli) terutama untuk pemenuhan kebutuhan 9 (sembilan) bahan pokok. 4. Penataan hubungan Pemerintah, Pedagang dengan Pembeli (ABC) a. Kebersihan pasar : Kebersihan pasar merupakan persoalan pokok yang dihadapi oleh semua pelaku pasar. Umumnya pasar yang ada sekarang dalam kondisi kotor, becek, bau, dan sumpek, hal ini erat kaitannya dengan tata ruang yang ada. Pasar tradisional bersifat terbuka dan sangat sensitif terhadap hujan. Jika terjadi hujan maka kondisinya menjadi semakin becek dan menimbulkan banjir kecil di sekitar pasar. Maka untuk mengatasi hal tersebut yang perlu diperhatikan adalah: 1. Usahakan pasar dalam bentuk beratap. 2. Sistem drainase (sistem pengairan) dan pengelolaannya harus diserahkan kepada lembaga tersendiri yang dibayar oleh para pedagang. b. Jalan antar kios dan los/bangsal : Untuk menghindari los/bangsal kosong pada bangunan pasar maka jalan antar los/bangsal harus sama besarnya dengan jalan yang melingkari pada bangunan pasar. Jika jalan lingkar pasar sebesar 3-4 meter, maka jalan-jalan di dalam pasar yang menghubungkan los/bangsal satu dengan lainnya juga harus sebesar 3-4 meter pula. Keadaan ini sangat menguntungkan konsumen dan pedagang pasar karena mereka akan lebih leluasa (tidak berhimpit himpitan memasuki los/bangsal yang berada di dalam dan relatif gelap), hal ini penting karena letak los/bangsal yang berada di tengah sering kosong pengunjung, akibatnya pembeli merasa enggan ke kawasan yang relatif gelap dan pengap. c. Keamanan pasar : Semua pelaku pasar merasakan bahwa salah satu kendala berbelanja di pasar tradisional adalah faktor keamanan yang tidak terjamin. Pihak keamanan haruslah dapat menciptakan rasa aman bagi pedagang dan konsumen dari resiko pencurian, perkelahian dan kebakaran.
2.2.3 Pedagang dan Struktur Kegiatannya Kegiatan perdagangan di pasar merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang kecil, pedagang ini pasti tidak mempunyai
28
kemampuan untuk membentuk pranata-pranata ekonomi yang efisien, mereka adalah pengusaha tanpa perusahaan. Kegiatan perdagangan di pasar merupakan suatu kegiatan ekonomi pasar (Bazar Type) seperti yang di gambarkan oleh Geertz (1969), yaitu suatu perekonomian di mana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksitransaksi orang ke orang yang masing-masing tak ada hubungannya, yang mana jumlahnya sangat besar, sangat berbeda dengan ekonomi barat yang berpusatkan firma (Firm Type), di mana perdagangan dan industri dilakukan melalui serangkaian pranata sosial yang tidak bersifat pribadi, yang mengorganisasikan berbagai pekerjaan yang bertalian dengan tujuan-tujuan produksi dan distribusi tertentu, maka ekonomi sejenis ini adalah berdasarkan pada kegiatan yang independen dan pedagang terpacu untuk bersaing secara sehat, yang hubungan satu dengan lainnya dilakukan dengan pertukaran Ad Hock yang sangat besar jumlahnya (Nas, 1986). Kegiatan ekonomi di pasar tradisional, fungsinya diatur oleh adat kebiasaan dagang yang tradisional dan terus menerus digunakan selama ini, sedangkan ekonomi Firma Type merupakan penciptaan pranata-pranata produksi atau distribusi menyerupai firma seperti adanya toko-toko kecil. Pedagang yang menempati kios dianggap telah masuk ke sektor formal karena telah menjadi pedagang tetap di pasar. Pedagang tetap ini merupakan kelompok pedagang yang telah mapan di kota, berusaha mengorganisasikan kegiatan mereka secara lebih sistematis dengan modal usaha yang besar seperti yang dahulu pernah dilakukan oleh orang tua mereka. Sedangkan pedagang yang tidak menempati los/bangsal menjadi sektor informal atau yang lebih terkenal dengan pedagang kaki lima (PKL) atau pedagang pengecer, hanya menggunakan jalan masuk dan wilayah sekitar pasar sebagai tempat menggelar dagangannya. Jenis kegiatan usahanya cenderung berkelompok sesuai dengan ciri-ciri khas daerah atau suku bangsa mereka. Barang dagangan diperoleh dari juragan atau tokoh yang menjadi fatron bagi pedagang kaki lima sekaligus menyewakan peralatan jualan berupa gerobak ataupun meja gelaran. Sejalan dengan perkembangan waktu, baik di desa maupun di kota timbul keinginan masyarakat untuk berbelanja berdasarkan tradisi masyarakat untuk
29
menggunakan alat tukar yang sah, sehingga timbullah beberapa jenis pasar tradisional yang pada umumnya dikelola oleh pedagang kecil dan menengah. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan ujung tombak perekonomian nasional perlu ditingkatkan antara lain melalui terbentuknya pasar tradisional yang dapat memenuhi permintaan masyarakat yang usahanya dikelola secara maju dan modern. Untuk itu tiba saatnya membenahi ekonomi pedesaan maupun perkotaan melalui peningkatan pengelolaan pasar tradisional yang maju dan kegiatannya digerakkan oleh pedagang kecil dan menengah. Kondisi pasar tradisional sekarang dapat terlihat dalam perpasaran dewasa ini, di mana sering timbul dikotomi pasar modern dan pasar tradisional. Pasar modern sering dianggap sebagai penyebab tersingkirnya pasar tradisional, sementara lingkungan strategis perpasaran berubah dengan pesat. Perubahan ini meliputi
beberapa
aspek
antara
lain
kependudukan,
pemukiman,
pertumbuhan/perkembangan ekonomi, perkembangan IPTEK, RUTR/RTRW dan perkembangan kebijakan pemerintahan secara global, regional, nasional maupun karena proses otonomi daerah. Pasar tradisional mengingat peranannya yang sangat strategis, selain akan menciptakan lapangan kerja juga akan menumbuhkan dunia usaha dan kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak sehingga kelompok ini mempunyai keterkaitan dengan sektor industri dan jasa lainnya. Dalam kegiatan inilah proses membangun pasar tradisional perlu dilakukan, pembinaan dan penataan melalui uluran tangan pemerintah secara menyeluruh dan terus menerus (sustainability) dilakukan. Dengan demikian, diharapkan karena peranannya, maka pasar tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar, efektif, efisien dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan nasional yang kokoh. (Yogi, 2000).
2.3. Jasa Pengertian jasa yang baik perlu di dukung dengan pengertian jasa itu sendiri. Aspek-aspek yang menciptakan jasa serta strategi yang di perhatikan oleh para penyedia jasa itu sendiri. Elemen-elemen apa saja yang mengisi sistem dan jasa tersebut. Hal ini akan di uraikan sebagai berikut :
30
2.3.1 Pengertian Jasa Sejumlah ahli bidang jasa telah berusaha untuk merumuskan definisi jasa yang konklusif, namun hingga saat ini belum ada satu pun definisi yang di terima secara bulat. Keberagaman definisi tentang jasa tersebut dapat di lihat dalam definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli, di bawah ini: a. Kotler (1997) merumuskan tentang jasa sebagai berikut “Setiap tindakan atau unjuk kerja yang di tawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip ketidaknyataan (intangible) dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. b. Menurut Lovelock dan Wright (2005) Jasa adalah : 1. Tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya. Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikan atas faktorfaktor produksi. 2. Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan yang mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan manfaat yang diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau pengguna barang fisik. c. Mudrick, dkk (1990). Mendefinisikan jasa dari sisi penjualan dan konsumsi secara kontras dengan barang. “Barang adalah suatu obyek yang tangible yang dapat di ciptakan dan di jual atau dapat di gunakan setelah jangka waktu tertentu. Jasa adalah intangible (Seperti kenyamanan hiburan, kecepatan, kesenangan dan kesetiaan dan perishable (jasa tidak mungkin di simpan sebagai persediaan yang siap di jual atau di konsumsi pada saat di butuhkan). Jasa dapat di ciptakan dan dikomsumsi secara simultan. Definisi jasa dapat disimpulkan sebagai suatu pemberian kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti, 2003). Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut : 1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.
31
2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut. 3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.
2.3.2 Ciri/Karakteristik Jasa Menurut Kotler (1997) jasa memiliki empat ciri utama yaitu: 1. Ketidaknyataan (intangibility) Jasa adalah tidak nyata, tidak dapat dilihat, di rasakan, di raba, di dengar atau di cium sebelum produknya di konsumsi. Untuk mengurangi ketidakpastian pembeli akan mencari tanda/bukti dari mutu jasa tersebut dari tempat orang, peralatan, bahan komunikasi, bahan simbol-simbol dan harga yang mereka lihat. 2. Keadaan tidak dapat terpisahkan (inseparability) Jasa-jasa umumnya di produksi secara khusus dan di konsumsi pada waktu bersamaan. Jika jasa di berikan oleh seseorang maka orang tersebut baik penyedia, maupun konsumen akan mempengaruhi jasa tersebut. 3. Keragaman (variability) Jasa-jasa yang sangat beragam karena tergantung kepada siapa yang menyediakan jasa dan kapan serta di mana jasa tersebut di sediakan. Di sini pembeli jasa akan berhati-hati terhadap keragaman seperti ini dan seringkali membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa. 4. Keadaan tidak tahan lama (perishability) Keadaan tidak tahan lama dan jasa-jasa bukanlah suatu masalah jika permintaannya adalah stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan sebelumnya. Jika permintaan terhadapnya adalah berfluktuasi, maka perusahaan jasa menghadapi masalah yang sulit.
2.3.3 Pemasaran Jasa Produk jasa merupaka kinerja yang tidak berwujud, meskipun jasa sering melibatkan elemen yang berwujud namun kinerja jasa merupakan elemen tidak berwujud (intangible) sehingga manfaat jasa berasal dari sifat penyampaiannya
32
(Lovelock, 2005). Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan tertentu. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan pelanggan sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003). Definisi pemasaran jasa dapat disimpulkan sebagai bagian dari sistem jasa keseluruhan dimana perusahaan tersebut memiliki semua bentuk kontak dengan pelanggannya, mulai dari pengiklanan hingga penagihan. Hal ini mencakup kontak yang dilakukan pada saat penyerahan jasa (Lovelock, 2005). Menurut Rangkuti (2003) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan, antara lain: 1. Merumuskan strategi pelayanan Strategi pelayanan dimulai dengan perumusan suatu tingkat keunggulan yang dijanjikan kepada pelanggan. Perumusan strategi pelayanan dilakukan dengan merumuskan apa bidang usaha perusahaan, siapa pelanggan perusahaan, dan apa yang bernilai bagi pelanggan. 2. Menkomunikasikan kualitas kepada pelanggan Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan membantu pelanggan agar tidak salah menafsirkan tingkat kepentingan yang akan diperolehnya. 3. Penetapan standar kualitas dengan jelas Penetapan standar kualitas dengan jelas dapat membantu setiap orang mengetahui dengan jelas tingkat kualitas yang harus dicapai. 4. Menetapkan sistem pelayanan efektif Menghadapi pelanggan tidaklah cukup hanya dengan senyuman dan sikap ramah, tetapi perlu suatu sistem yang terdiri dari metode dan prosedur untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat. 5. Karyawan berorientasi kepada kualitas pelayanan Setiap karyawan yang terlibat dalam jasa pelayanan harus mengetahui dengan jelas standar kualitas pelayanan. 6. Survei kepuasan dan kebutuhan pelanggan
33
Pihak yang menentukan kualitas jasa pelayanan adalah pelanggan. Perusahaan perlu mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan dan kebutuhan pelanggan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan.
2.3.4 Kualitas Jasa Menurut Rangkuti (2003) kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila sebaliknya jasa yang dirasakan lebih besar daripada yang diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa jasa ini memadai (Lovelock, 2005). Kesenjangan jasa merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima. Kesenjangan jasa didefenisikan sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap jasa yang benar-benar diserahkan (Lovelock, 2005). Menurut Zeithaml et al dalam Rangkuti (2003), ada lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada pelanggan, yaitu : 1. Kesenjangan tingkat kepentingan pelanggan dan persepsi manajemen Pihak manajemen perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk jasa seharusnya didesain dan jasa pendukung apa saja yang diinginkan oleh pelanggan. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi pihak manajemen tidak menyusun standar kinerja yang jelas. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
34
Hal ini dapat terjadi apabila karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja karyawan yang terlalu berat, dan ketidak mampuan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi, yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan. 5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Ada lima dimensi yang di gunakan dalam menentukan kualitas pelayanan yaitu:
2.3.5 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa Salah satu cara agar penjualan jasa perusahaaan lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan pelanggan dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang diperoleh. Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Setelah menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang mereka harapkan. Dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan
harus
beriorientasi
pada
kepentingan
pelanggan
dengan
memperhatikan komponen kualitas pelayanan (Rangkuti, 2003). Pelanggan menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah menggunakan jasa dan informasi untuk memperbaharui persepsi mereka tentang kualitas jasa, tetapi sikap terhadap kualitas tidak bergantung pada pengalaman. Orang sering mendasarkan penilaian tentang kualitas jasa yang belum pernah mereka pakai pada informasi dari mulut atau iklan perusahaan. Namun pelanggan harus benar-benar menggunakan jasa untuk mengetahui apakah mereka puas atau
35
tidak dengan hasilnya (Lovelock, 2005). Gambar 2 menunjukkan hubungan antara harapan, kepuasan pelanggan, dan kualitas jasa. Keunggulan jasa yang dipahami atau dipersepsikan Ukuranukuran kualitas jasa
Jasa diharapkan Jasa diinginkan Jasa memadai Jasa yang diperkirakan
Memadainya jasa yang dipahami
Jasa yang dipahami Kepuasan
Sumber: Lovelock et al (2005)
Gambar 2. Hubungan antara Harapan, Kepuasan dan Kualitas Jasa yang dipersepsikan Harapan pelanggan terdiri atas beberapa elemen, termasuk jasa yang diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami, dan zona toleransi yang berkisar antara tingkat-tingkat jasa yang diinginkan dan memadai. Menurut Lovelock (2005) jasa yang diinginkan (desired service) adalah jenis jasa yang diharapkan pelanggan akan mereka terima. Sedangkan tingkat harapan yang lebih rendah disebut jasa yang memadai (adequate service) yaitu tingkat jasa minimun yang dapat diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. Selain itu terdapat elemen harapan pelanggan yang lain dipandang dari sudut produsen yaitu jasa yang diperkirakan (predicted service) adalah tingkat jasa yang sesungguhnya diharapkan untuk diterima pelanggan dari penyedia jasa selama pertemuan jasa tertentu (Lovelock, 2005). Diantara tingkat jasa yang diinginkan (desired service) dan jasa yang memadai (adequate service) terdapat zona toleransi (zone of tolerance). Hubungan ini diilustrasikan oleh Gambar 3. Desire Service Zone Of Tolerance
Adequate Service
36
Sumber: Lovelock et al (2005)
Gambar 3. Zona Toleransi Menurut Lovelock (2005) pelanggan menggunakan lima dimensi kualitas untuk menilai kualitas jasa : 1. Reliability (Keandalan) Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. 2. Responsiveness (Cepat tanggap) Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. 3. Assurance (Jaminan) Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya diri. 4. Emphaty (Empati) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen. 5. Tangible (Keberwujudan) Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi. Kriteria yang di gunakan oleh konsumen untuk mengevaluasi kualitas jasa yaitu: 1. Credibility (kredibilitas) perusahaan dan pegawainya jujur dan dapat di percaya sebagai penyedia jasa. 2. Security (keamanan), jasa yang di berikan bebas dari bahaya, resiko dan kerugian. Access (akses), mudah di dapat pada tempat dan waktu yang tepat tanpa perlu banyak menunggu. 3. Communication (komunikasi), menjelaskan dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh konsumen. 4. Understanding The Custoumer (memahami konsumen), berusaha memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. 5. Tangibles (nyata), penampilan dan fasilitas fisik, perlengkapan dan pegawai 6. Reliability (keandalan) kemampuan memberikan jasa secara konsisten dan tepat.
37
7. Responsiveness (responsif), kemampuan untuk menolong konsumen dan penyediaan jasa dengan tepat. 8. Competence (kompetensi), para pegawai memiliki kemampuan dan keahlian serta pengetahuan yang di perlukan. 9. Courtesy (kesopanan), pegawai harus ramah, terhormat, perhatian dan bersahabat. 10. Access (Akses), mudah di dapat pada tempat dan waktu yang tepat tanpa perlu banyak menunggu.
2.4. Persepsi Pelanggan Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan peraba). Meskipun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan adalah harga, citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan, dan nilai pelanggan (Rangkuti, 2003).
2.4.1. Tingkat Kepentingan Pelanggan Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut (Rangkuti, 2003). Menurut Lovelock (2005), menyatakan bahwa ada dua tingkat kepentingan pelanggan, yaitu : 1. Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang akan diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. 2. Desire service adalah tingkat kualitas jasa yang diidam-idamkan, yang diyakini pelanggan dapat dan seharusnya diberikan.
38
Diantara adequate service dengan desire service terdapat zone of tolerance, yaitu rentang dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan (Lovelock, 2005).
2.4.2. Kepuasan Pelanggan Irawan (2007) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi dan sebaliknya pelanggan akan puas apabila persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, kualitas pelayanan (service quality) dan faktor-faktor yang bersifat situasional (emotional factor). Menurut Kotler (2005), kepuasan didefenisikan sebagai perasaan senang atau
kecewaa
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan
antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapanharapannya. Jika kinerja berada dibawah harapan pelanggan tidak puas, jika kinerja memenuhi harapan pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan pelanggan sangat puas. Sedangkan menurut Lovelock (2005), kepuasan pelanggan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa kemarahan,
ketidakpuasan,
kejengkelan,
netralitas,
kegembiraan,
atau
kesenangan.
2.4.3. Nilai Pelanggan Drucker dalam Kotler (2005) menyatakan bahwa tugas pertama sebuah perusahaan adalah menciptakan pelanggan. Nilai yang diterima pelanggan (Customer Delivered Value) adalah selisih antara total customer value atau jumlah nilai bagi pelanggan dan total customer cost atau biaya total pelanggan. Total customer value adalah kumpulan mamfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk jasa tersebut.
39
Menciptakan nilai untuk pelanggan berkaitan dengan konsep 8 P (Lovelock, 2005), yaitu : 1. Tempat dan waktu (place and time), keputusan manajemen tentang kapan, di mana, dan bagaimana menyampaikan jasa tersebut kepada pelanggan. 2. Proses (process), metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu, yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan. 3. Produktivitas (productivity), seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi pelanggan. 4. Produk (product), semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan. 5. Orang (people), karyawan (dan kadang-kadang pelanggan lain) yang terlibat dalam proses produksi. 6. Promosi dan edukasi (promotion and education), semua aktivitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun prefensi pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu. 7. Bukti fisik (phisical evidence), petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberi bukti atas kualitas jasa. 8. Harga dan biaya jasa lainnya (price and others cost service), pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkomsumsi jasa. Menurut Rangkuti (2003) nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat suatu produk yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk. Selain uang, pelanggan mengeluarkan waktu dan tenaga guna mendapatkan suatu produk.
2.4.4. Proses Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa
40
tersebut. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang terdiri dari lima dimensi pelayanan. Kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service). Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersepsikan pelayan yang diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan dapat merasakan sangat puas, atau sebaliknya, sangat kecewa (Rangkuti 2003). Pelanggan sangat puas Persepsi Pelanggan
Desired Service Harapan Pelanggan
Perceived Service
Adequate Services
Pelanggan sangat tidak puas
Sumber: Rangkuti, 2003
Gambar 4. Diagram Proses Kepuasan Pelanggan
2.4.5. Survei Kepuasan Pelanggan Survei kepuasan pelanggan merupakan salah satu cara untuk mengetahui nilai-nilai yang terdapat dalam diri pelanggan (customer values). Survei kepuasan pelanggan perlu dilakukan oleh suatu perusahaan agar perusahaan memperoleh umpan balik (feed back) dari pelanggan sehingga tercapai komunikasi dua arah (two ways traffic communication) antara kedua belah pihak. Menurut Berry dalam Lovelock (2005) agar survei yang berkelanjutan seharusnya dilakukan dengan menggunakan portfolio teknik riset yang membentuk sistem informasi kualitas jasa (service quality information system) suatu perusahaan. Pendekatan yang memungkinkan mencakup : 1. Survei transaksi (transactional survey), didesain untuk mengukur kepuasan dan persepsi pelanggan tentang pengalaman jasa pada saat masih segar dalam ingatan pelanggan tersebut.
41
2. Survei pasar menyeluruh (total market survey), mengukur penilaian total pelanggan terhadap kualitas jasa. 3. Belanja misterius, orang yang disewa perusahaan untuk bertindak sebagai pelanggan biasa. 4. Survei pelanggan yang baru, berkurang, dan sebelumnya, bertanya kepada pelanggan sebelumnya mengapa mereka berpindah dapat sangat membantu – kalau informasinya menenangkan hati – untuk melihat bidang – bidang di mana kekurangan kualitas jasa suatu perusahaan. 5. Wawancara kelompok fokus (focus group interview), dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada sekelompok wakil pelanggan tentang masalah atau topik khusus. 6. Laporan lapangan karyawan, merupakan metode sistematis untuk mengetahui apa yang dipelajari karyawan dari interaksi mereka dengan pelanggan dan dari pengamatan langsung mereka terhadap perilaku pelanggan. Salah satu tujuan penting dari survei kepuasan pelanggan adalah untuk membuat produk atau jasa yang ditawarkan dapat memberikan keuntungan yang optimal kepada pelanggan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang mampu menciptakan nilai superior kepada pelanggan.
2.4.6. Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan Supranto (2001) menyatakan bahwa pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan mutu produk (barang atau jasa). Pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan bisnis, antara lain : 1. Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis. 2. Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus untuk memuaskan pelanggan, terutama untuk hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan. 3. Menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan (improvement). Menurut Gerson (2004), ada lima manfaat dari pengukuran mutu dan kepuasan pelanggan, sebagai berikut :
42
1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan. 2. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan meningkat. 3. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberikan pelayanan. 4. Pengukuran memberitahukan anda apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya. 5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
2.5. Kerangka Pemikiran Semangat kewirausahaan pada era Global ini tidak hanya di dominasi oleh sektor privat saja, sektor publik pun perlu segera menerapkannya, betapa tidak, dengan munculnya dan berkembangnya sektor privat yang mampu memberikan public service maupun public good yang lebih baik kepada masyarakat maka secara langsung maupun tidak langsung birokrasi pemerintahan mempunyai kompetitor (Krisna: 2003). Pengelolaan pasar adalah menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai pelayanan sektor publik terhadap masyarakat karena dengan meningkatkan pelayanan dan pengelolaan Pasar Citeureup I akan meningkatkan pula retribusi pasar, maupun
retribusi kebersihan pasar.
Sebaliknya jika pengelolaan dan
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kurang efektif dan kurang efisien sementara pihak yang dilayaninya terus dituntut untuk memenuhi kewajiban dengan jalan membayar berbagai jenis retribusi, sementara di sisi lain hak-hak mereka kurang dipenuhi, pada akhirnya akan timbul ketidakpuasan dari para konsumen/pelanggan pasar, maka semakin lama akan meninggalkan pasar tradisional karena ketika mereka masuk ke pasar sudah di pungut berbagai biaya,
43
sementara kenyamanan serta pelayanan terhadap sarana dan prasarana tidak dirasakan sesuai dengan keinginan para pelanggan. Pengelolaan pasar tradisional sebagai indikatornya adalah : (1) Sistem manjemen pengelolaan keuangan, (2) Sistem pengelolaan sampah, (3) Sistem sarana dan parasarana, (4) Pengelolaan dan rasa aman, (5) pengelolaan dan proteksi harga, dan (6) kepastian hukum. Jika semua telah terpenuhi maka tidak menutup
kemungkinan
konsumen/pelanggan
pasar
yang
tadinya
sudah
meninggalkan pasar tradisional akan kembali lagi. Dalam persaingan yang semakin tajam diantara perusahaan saat ini, maka kepuasan pelanggan menjadi prioritas dimana tingkat kepentingan dan harapan pelanggan serta pelaksanaan atau kinerja yang dilakukan perusahaan haruslah sesuai. Perusahaan harus memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan, agar mereka merasa puas. Meningkatnya pengelolaan pasar dan pengelolaan kebersihan pasar akan meningkatkan retribusi pasar dan retribusi kebersihan, meningkatnya kedua retribusi tersebut kalau pengelolaan pasar sudah berjalan dengan efektif dan efisien sehingga konsumen akan menyukai berbelanja di pasar tradisional. Selain itu pula pihak pemerintah harus mampu meningkatkan pengelolaan pasar dengan menciptakan rasa aman, nyaman terhadap para konsumen yang berbelanja di pasar tradisional. Dengan meningkatkan pengelolaan pasar, nantinya akan berdampak kepada sejauh mana tingkat kepuasan, terutama tingkat kepuasan pedagang di lingkungan pasar. Selanjutnya akan dianalisis dan hasilnya akan dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan program pengelolaan Pasar Citeureup I untuk pengelolaan pasar yang lebih baik kedepan. Alur kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas dapat dilihat pada Gambar 5.
44
Pemerintah Daerah Pasar Citeureup I Visi & Misi Pengelolaan Pasar Kinerja
Kualitas Produk
Kualitas jasa
Tanggapan pedagang IPA dan CSI
Tingkat Kepentingan
Tingkat kepuasan
Kepuasan pedagang Analisis SWOT Rancangan Program
Gambar 5: Alur Kerangka Pemikiran
45
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian dilakukan di Pasar Citeureup I yang beralamat di Jalan Mayor Oking Jaya Atmaja, Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, yang dipilih secara sengaja. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (dari bulan Mei sampai Juli 2008).
3.2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer bersumber dari pedagang Pasar Citeureup I, Direksi PD Pasar Tohaga Kab.Bogor dan pegawai Unit Pasar Citeureup I selaku penentu kebijakan. Data sekunder diperoleh dari sumber berupa studi literatur dan data-data lain yang berkaitan, seperti buku, literatur, internet dan surat kabar. Selain itu dilakukan observasi kelapangan secara langsung.
3.3. Penyusunan dan Uji Coba Kuesioner Kuesioner dibuat setelah didapatkan kerangka dari konsep penelitian yang akan diukur. Kuesioner yang disebarkan berupa daftar pertanyaan yang telah tertulis dan tersusun rapi. Isi kuesioner secara umum meliputi data karakteristik responden, tingkat kepentingan responden terhadap kualitas pengelolaan, permasalahan atau keluhan yang dihadapi pedagang, serta evaluasi tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. Sebelum kuesioner disebarkan kepada pedagang, kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu diuji dengan menggunakan sampel beberapa orang responden. Pengujian kelayakan kuesioner dilakukan dengan uji coba kuesioner kepada tiga puluh orang responden. a. Uji Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau keabsahan suatu instrumen penelitian. Instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan mampu memperoleh data yang tepat dari
46
variabel yang diteliti. Uji validasi digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain (Umar,2001). Untuk korelasi antar pertanyaan dengan skor total digunakan rumus teknik korelasi product moment Pearson (Umar, 2001) yaitu :
r=
n(∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
[n∑ X
2
][
− (∑ Y ) n∑ Y − (∑ Y ) 2
2
2
]
……………………………….(1)
Dimana : r = Angka Korelasi n = Jumlah contoh dalam penelitian X = Skor Pertanyaan Y = Skor Total Responden n dalam menjawab seluruh pertanyaan Bila diperoleh r hitung lebih besar dari r tabel pada tingkat signifikasi ( ά ) 0,05 maka pernyataan pada kuesioner mempunyai validitas konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam pernyataan tersebut dan layak digunakan. b. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner. Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas dilakukan terhadap pertanyaan tingkat kepentingan pedagang dan tingkat kepuasan pedagang untuk mengetahui konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama atau untuk mengetahui tingkat kesalahan pengukuran. Menurut Supranto (2001) pengukuran reliabilitas kuesioner dapat menggunakan teknik Cronbach Alpha dengan bantuan Microsoft SPSS versi 13.00 for Windows. Rumus dari teknik Cronbach ditulis sebagai berikut : 2 ⎛ k ⎞⎛⎜ ∑ σ b r =⎜ ⎟ 1− σt2 ⎝ k − 1 ⎠⎜⎝
⎞ ⎟ ……………....…………...............(2) ⎟ ⎠
Dimana : r
=
Reliabilitas instrumen
k
=
Banyak butir pertanyaan
σt²
=
Ragam total
47
Σσb² =
Jumlah ragam butir
Rumus ragam yang digunakan :
(∑ X )
2
σ=
∑X
2
n
……………………………………………..(3)
n
Dimana : N
= Jumlah responden
X
= Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor butir pertanyaan)
Menurut George dan Malary dalam Gliem (2003), dinyatakan bahwa nilai reliabilitas terbagi dalam beberapa kriteria, yaitu α.> 0,9 artinya sempurna (exellent), α.> 0,8 artinya baik (good), α > 0,7 artinya dapat diterima (acceptable), α > 0,6 artinya diragukan (questionable), > 0,5 artinya lemah (poor) dan α < 0,5 artinya tidak dapat diterima (inacceptable). Menurut Santoso (2006), setelah didapat korelasi hitung, lalu bandingkan dengan korelasi pada tabel r product moment dengan taraf significansi 5 persen. Jika r yang di hitung positif dan lebih besar dari tabel maka kuesioner tersebut reliabel dan sebaliknya jika r yang di hitung lebih kecil dari r pada tabel, maka kuesioner tersebut tidak reliabel. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa angka
αCronbach minimal adalah 0,7 untuk menyatakan bahwa pertanyaan dapat dikatakan reliabel (Santoso, 2006).
3.4. Metode Penarikan Sampel dan Jumlah Sampel Metode penarikan sampel yang di gunakan adalah Accidental Sampling. Jumlah responden ditentukan secara proporsional. Penentuan jumlah responden didasarkan pada pendapat Slovin dalam Umar (2001) dengan rumus :
n=
N (1 + Ne 2 ) ......……………………...........................(4)
48
Dimana : n
= Jumlah responden
N = Ukuran populasi e
= Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yang dapat ditolerir
Menurut Sevilla dalam Umar (2001) dalam penggunaan rumus diatas persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir adalah sebesar 10%. Populasi pedagang Pasar Citeureup I per Mei 2008 sebesar 967 pedagang.
Dengan demikian jumlah
sampel yang diambil berdasarkan rumus di atas adalah : 967…… …… n=
= 90,63 ≈ 100 responden (1 + 967x 0,1 ²) Berdasarkan proporsi yang ada, ditentukan :
Jumlah pedagang di kios diambil sebanyak : 408 x n = 42,19 ≈ 42 responden 967 Jumlah pedagang di los diambil sebanyak : 97 x n = 10,03 ≈ 10 responden 967 Jumlah pedagang di radius diambil sebanyak : 100 x n = 10,34 ≈ 10 responden 967 Jumlah pedagang kaki lima diambil sebanyak:362 x n = 37,44 ≈ 38 responden 967
3.5
Metode Pengumpulan Data Data
mengenai kepuasan pedagang yang ditinjau melalui tingkat
kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I diperoleh melalui : 1. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian, disebarkan kepada responden.
49
2. Wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data primer dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada pihak pengelola Pasar Citeureup I. 3. Studi kepustakaan, dengan cara mencari literatur, penelusuran data kepustakaan, buku, surat kabar dan internet.
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengidentifikasian karakteristik pedagang Pasar Citeureup I menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif-kuantitatif. Sedangkan untuk menganalisis mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I dilakukan dengan metode Importance and Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Indeks (CSI). Pengukuran tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan menggunakan skala 5 peringkat (Skala Likert) dengan jenis data adalah data ordinal. Menurut Kinnear dalam Umar (2001), Skala Likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang, dan baik-tidak baik. Dalam Skala Likert, kemungkinan jawaban tidak hanya sekedar “setuju” dan “tidak setuju” saja, melainkan dibuat dengan lebih banyak kemungkinan jawaban (Rangkuti, 1997). Skala 5 peringkat yang dimaksud
dalam
penelitian
terdiri
dari
Sangat
Penting/Sangat
Puas,
Penting/Puas, Netral, Kurang Penting/Kurang Puas, Tidak Penting/Tidak Puas. Kelima penilaian tersebut diberi bobot sebagai berikut : a.
Jawaban sangat penting/sangat puas diberi bobot 5
b.
Jawaban penting/puas diberi bobot 4
c.
Jawaban netral diberi bobot 3
d.
Jawaban kurang penting/kurang puas diberi bobot 2
e.
Jawaban tidak penting/tidak puas diberi bobot 1
3.6.1. Importance and Performance Analysis Analisis Importance-Performance dan Costumer Satisfaction Index (CSI) digunak an untuk menjawab perumusan masalah mengenai sejauh mana tingkat
50
kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. Atribut penentu kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Atribut Kualitas Pengelolaan Pasar Citeureup I Tangible (Kenyataan/bentuk fisik) Kebersihan kantor unit pasar Kondisi bangunan/gedung pasar Kondisi kebersihan pasar Kondisi MCK di pasar Kondisi Tempat Usaha/berdagang Reliability (Keandalan/kepercayaan) Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha Besarnya sewa tempat usaha Besarnya retribusi Responsiveness (Ketanggapan) Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Assurance (Jaminan/kepastian) Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi Kejujuran petugas penarik retribusi Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Emphaty (Empati) Sikap pegawai unit pasar Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum Analisis tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan dilakukan
dengan diagram tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I. Analisis tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan dilakukan dengan diagram tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I. Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan kinerja Pasar Citeureup I. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan (Supranto, 2001). Tingkat kesesuaian ini akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pedagang. Pada prioritas peningkatan
51
ini digunakan variabel X mewakili tingkat kinerja Pasar Citeureup I dan variabel Y untuk tingkat kepentingan pedagang. Menurut Supranto (2001) variabel-variabel tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Tk i =
Xi x100 % …………………………...........................(5) Yi
Dimana : Tki
=
Tingkat kesesuaian responden
Xi
=
Skor penilaian kinerja perusahaan
Yi
=
Skor penilaian kepentingan pelanggan
Sumbu mendatar (X) diisi oleh skor tingkat kepuasan pedagang, sedangkan sumbu tegak (Y) diisi oleh skor tingkat kepentingan. Adapun skor tingkat kepuasan tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I ( X
) dan skor tingkat
kepentingan tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I ( Y ). Menurut Supranto (2001), setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan disederhanakan dengan rumus sebagai berikut :
X =
∑ Xi …………………………………………………(6) n
Y=
∑ Yi ………………………….………………………..(7) n
Dimana : N
= Jumlah responden
X
= Skor rata-rata tingkat kepuasan pada tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I
Y
= Skor rata-rata kepentingan pada tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I
Selanjutnya nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kepuasan/kinerja perusahaan kemudian dianalisis pada diagram kartesius (Importance-Performance
52
Matrik). Diagram kartesius (Importance-Performance Matrik) merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X , Y ) (Supranto,2001) dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan pedagang terhadap seluruh kualitas pengelolaan Pasar Citeureup,. dan Y adalah rata-rata dari skor tingkat kepentingan pedagang terhadap seluruh atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I. Seluruh atribut kualitas pengelolaan diberi simbol K dengan rumus sebagai berikut : X =
∑ iN = 1 X i ………………….....………………………(8) K
Y =
∑ iN = 1Y i ……………………......…………………….(9) K
Dimana : K = banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian kedalam diagram kartesius yang menunjukkan bahwa kuadran I adalah prioritas utama, kuadran II adalah pertahankan, kuadran III adalah prioritas rendah, kuadran IV adalah berlebihan. Keempat kuadran tersebut disajikan pada Gambar 6.
Penting
Y A Prioritas Utama
Kepentingan
Y Kurang penting
B Prioritas Prestasi
X C Prioritas Rendah
D Berlebihan
X Kurang Baik
Kinerja
Baik
53
Sumber: Supranto (2001)
Gambar 6. Diagram Kartesius (Importance-Performance Matrik) Berdasarkan diagram tersebut, maka perusahaan dapat merumuskan srategi yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing atribut pada keempat kuadran tersebut yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kuadran A (Atributtes to Improve) Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan. Sehingga mengecewakan/tidak puas. 2. Kuadran B (Maintenace Performance) Posisi ini menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan oleh pasar, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan memuaskan. 3. Kuadran C (Atributtes to Maintain) Posisi ini menunjukkan beberapa atribut kualitas jasa yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, dan pelaksanaannya oleh pasar biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Peningkatan atribut-atribut ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil. 4. Kuadran D (Main Priority) Posisi ini menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
3.6.2. Customer Satisfaction Indeks Customer Satisfaction Indeks (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan
pelanggan
secara
menyeluruh
dengan
pendekatan
yang
mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang
54
diukur. Menurut Santoso (2006), perusahaan yang memperoleh nilai indeks tertinggi akan mendapatkan penghargaan ICSA (Indonesian Customer Satisfaction Award). ICSA dilakukan untuk mengetahui rangking perusahaan yang memperhatikan kepuasan pelanggan yang melibatkan ribuan responden. Metode pengukuran CSI ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford, 2007); 1. Menghitung importance weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total importance weighting factor 100%. 2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antara rata-rata tingkat kinerja/kepuasan masing-masing atribut dengan importance weighting factor masing-masing atribut. 3. Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut kualitas jasa. 4. Menghitung satisfaction indeks, yaitu weighted total dibagi skala maksimal yang digunakan (penelitian ini menggunakan skala maksimal 5), kemudian dikali 100%. Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan panduan survei kepuasan pelanggan PT. Sucofindo dalam Aditiawarman (2000), yaitu sebagai berikut : 0,00-0,34 = tidak puas 0,35-0,50 = kurang puas 0,51-0,65 = cukup puas 0,66-0,80 = puas 0,81-1,00 = sangat puas
3.7. Rancangan Program Perancangan program merupakan bagian lanjutan dari kegiatan hasil penelitian “Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)”, selanjutnya
55
dikomunikasikan kepada stakeholders untuk sama-sama menyusun rancangan program yang aplikatif. Metode perancangan program digunakan untuk mengetahui hasil kajian melalui pembahasan hasil kajian yang dilandasi pada tinjauan pustaka. Metode perancangan ini diarahkan untuk meningkatkan peran aktif pemerintah daerah sebagai penyelenggara pengelolaan pasar dan peran serta masyarakat dalam hal ini pedagang. Perumusan strategi yang digunakan dibagi dalam tiga tahap pengambilan keputusan. Tahap satu dalam kerja perumusan strategis terdiri dari
Matriks
Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation-EFE), Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), dan Matriks Profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix-CPM). Tahap satu disebut tahap input, meringkas informasi dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Tahap dua disebut tahap pencocokan, berfokus pada menciptakan alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci. Teknik tahap dua mencakup Matriks Kekuatan-Kelemahan-PeluangAncaman (SWOT), Matriks Evaluasi Tindakan dan Posisi Strategis (SPACE), Matriks Boston Consulting Group (BCG), Matiks Internal-Eksternal (IE), dan Matriks Strategi Besar. Tahap tiga disebut tahap keputusan yang melibatkan strategi tunggal yaitu Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif menggunakan input dari tahap satu untuk mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik (David, 2006) Dalam kajian pembangunan daerah ini metode perumusan strategi yang dipilih adalah Matriks IFE-EFE, Analisis SWOT dan Analisis QSPM.
3.7.1. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE) Matriks evaluasi faktor eksternal (External Factor Evaluation-EFE Matrix) merupakan alat bantu dalam merangkum dan mengevaluasi informasi eksternal yang meliputi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, linkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan. Bentuk matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks External Factor Evaluation.
56
Faktor Kunci Sukses
Bobot
Rating
Nilai terbobot
Peluang : 1. 2. Ancaman : 1. 2. Total
1,000
Sumber : Tripomo dan Udan (2005)
Tahapan-tahapan untuk membentuk suatu matriks EFE menurut David (2006) yang juga dikemukakan oleh Tripomo dan Udan (2005) adalah : 1. Buat daftar faktor eksternal yang diperoleh dari proses identifikasi situasi organisasi, yaitu berupa faktor peluang dan ancaman yang diduga akan muncul dan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi-organisasi tersebut. 2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukkan tingkat penting relatif dari faktor eksternal tersebut. Peluang sering dibobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika sangat serius atau sangat mengancam. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan kepada semua faktor harus sama dengan 1,0. 3. Berikan rating setiap faktor untuk menujukkan seberapa efektif strategi organisasi saat ini untuk merespon faktor tersebut. Nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi organisasi saat ini sangat sesuai untuk mengantisipasi peluang/ancaman pada setiap faktor. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi organisasi saat ini diperkirakan tidak mampu menangani peluang/ancaman pada faktor tersebut. Pemberian rating mengacu kepada kondisi organisasi sedangkan pemberian bobot mengacu kepada pentingnya suatu faktor pada industri. 4. Lakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai terbobot (weight score). 5. Lakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot bagi organisasi.
57
6. Kemungkinan total jumlah nilai terbobot tertinggi adalah 4,0 dan kemungkinan terendah adalah 1,0. Rata-rata jumlah nilai terbobot adalah 2,5. Total nilai sama dengan 4,0 menunjukkan bahwa organisasi merespon sangat baik untuk setiap peluang dan ancaman, yaitu memaksimalkan peluang dan meminimumkan ancaman yang ada. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE Matriks) merupakan alat formulasi strategis yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama organisasi. Bentuk matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 4. Seperti diungkapkan David (2006) serta Tripomo dan Udan (2005), langkahlangkah membentuk matriks IFE adalah sebagai berikut: 1. Tuliskan faktor internal utama yang diidentifikasi dari audit internal, termasuk faktor kekuatan dan kelemahan organisasi. 2. Berikan bobot untuk setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukkan seberapa penting keberhasilan faktor tersebut dalam industri yang bersangkutan. Jumlah seluruh bobot untuk setiap faktor harus sama dengan 1,0. 3. Berikan rating untuk setiap faktor. Nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat kuat, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat lemah. 4. Lakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai terbobot. 5. Lakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot bagi organisasi. Jumlah total nilai terbobot dapat bervariasi dari yang terendah (1,0) sampai dengan yang tertinggi (4,0) dengan nilai rata-rata 2,5. Nilai dibawah 2,5 menunjukkan bahwa organisasi lemah secara internal, sedangkan nilai diatas 2,5 menunjukkan bahwa organisasi memiliki posisi yang kuat secara internal. Tabel 4. Matriks Internal Factor Evaluation Faktor Kunci Sukses
Bobot
Rating
Nilai Terbobot
58
Kekuatan : 1. 2. Kelemahan : 1. 2. Total
1,000
Sumber : Tripomo dan Udan (2005)
Pembobotan di tempatkan pada kolom kedua matrik IFE dan matriks EFE. Penentuan bobot variabel dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan menggunakan metode Paired Comparison. Metode ini di gunakan untuk memberikan penilaian pada bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Bentuk penilaian bobot faktor strategis internal oleh Tabel 5 sedangkan Tabel 6 menunjukan bentuk penilaian bobot faktor strategis eksternal.
Tabel 5. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Faktor Strategis Internal
A
B
C
...
Total
Bobot
A B C ... Total Untuk menentukan bobot setiap varibel di gunakan skala 1,2, dan 3. Skala yang di gunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan rumus :
59
ai =
Xi n
∑ Xi i =1
Dengan :
ai
= Bobot variabel ke 1
Xi
= Nilai variabel ke 1
i
= 1,2,3...,n
n
= Jumlah variabel
Tabel 6. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
...
Total
Bobot
A B C ... Total
3.7.2.
Analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT) Analisis dengan menggunakan SWOT bertujuan untuk mengidentifikasikan
alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan sesuai untuk dilaksanakan (Tripomo dan Udan, 2005). Salah satu alasan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IFE dan EFE adalah penentuan analisis SWOT dilakukan setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Unsur-unsur SWOT meliputi Strength (S) yang berarti mengacu kepada keunggulan kompetisi lainnya; Weakness (W) yang merupakan hambatan yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, Oppurtunity (O) yang menggambarkan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi penghalang, dan Threat (T) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks SWOT ini mengembangkan empat tipe strategi yaitu: SO (kekuatan-peluang – strengthopportunities),
WO
(kelemahan-peluang
–
weakness-opportunities),
ST
60
(kekuatan-ancaman – strengths-threats) dan WT (kelemahan-ancaman – weakness-threats). Input strategi yang digunakan pada matriks SWOT berasal atas responden pemerintah daerah/pengelola pasar yang kemudian digabungkan dengan pihak responden pasar. Hasil penggabungan tersebut diharapkan menghasilkan alternatif strategi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks SWOT Faktor Internal Kekuatan (Strengths) 1............................ 2............................ Faktor Eksternal Peluang (Opportunities) STRATEGI S-O 1............................. Atasi kelemahan dengan 2............................. memanfaatkan peluang 3............................. Ancaman (Threats) STRATEGI S-T 1............................. Gunakan kekuatan 2............................. untuk menghindari ancaman Dalam matriks SWOT alternatif formula
Kelemahan (Weaknesses) 1............................. 2............................. STRATEGI W-O Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman strategi dilakukan dengan
melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah teknik membandingkan sesuatu komponen dengan komponen lain dalam satu kategori yang sama. Matriks SWOT membantu dalam melakukan perbandingan berpasangan, antara kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman. Penyajian yang sistematis dari matriks SWOT terdapat pada Tabel 7. Matriks tersebut terdiri atas sembilan sel: empat sel faktor kunci, empat sel strategi, dan satu sel yang dibiarkan kosong. Selanjutnya, ada delapan langkah dalam pembuatan matriks SWOT: 1. Tuliskan peluang eksternal 2. Tuliskan ancaman eksternal 3. Tuliskan kekuatan internal 4. Tuliskan kelemahan internal 5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan peluang-peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-O.
61
6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam strategi W-O. 7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-T. 8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam strategi W-T.
3.7.3. Analisis Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) Setelah melewati tahap input dan pencocokan, selanjutnya adalah tahap keputusan yang melibatkan strategi tunggal yaitu Matriks Perencanan Strategis Kuantitatif ( Quantitative Strategic Planning Matrix - QSPM ). Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya (David, 2006) Format dasar dari QSPM ditunjukkan pada Tabel 8. Kolom kiri QSPM terdiri atas informasi yang didapat langsung dari matriks IFE-EFE. Masingmasing bobot yang diterima oleh setiap faktor dalam matriks EFE dan matriks IFE dicatat pada kolom yang berdekatan dengan faktor keberhasilan kunci. Tabel 8. Penentuan Pilihan Strategis dengan Matriks QSPM Faktor-faktor Strategis
Alternatif Strategi Bobot
Strategi 1 NDT
TNDT
Strategi 2 NDT
TNDT
Strategi 3 NDT
TNDT
PELUANG ANCAMAN KEKUATAN KELEMAHAN JUMLAH TOTAL NILAI DAYA TARIK Keterangan : NDT (Nilai Daya Tarik) TNDT (Total Nilai Daya Tarik)
62
Baris atas terdiri dari strategi alternatif yang layak dan dibagi-bagi ke dalam setiap kolom yang berisi Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score - AS) dan Nilai Total Daya Tarik (Total Attractiveness Score - TAS), serta pada baris paling bawah yaitu penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Score -STAS). Tahap ini merupakan tahap keputusan strategi yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi, berdasarkan alternatif solusi yang didapat dari matriks EFI/IFE, Analisis SWOT, dan Matriks SPACE. Matriks QSP menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan sejauh mana faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki. Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal. Data yang ada dimasukkan dalam tabel yang telah dipersiapkan dan selanjutya dianalisis. Selanjutnya untuk menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisis dengan menggunakan Tabel Analisis Strategi (Tabel 8) dengan langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut : Langkah 1
: Daftarkan
peluang/ancaman
kunci
eksternal
dan
kekuatan/kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM. Langkah 2
: Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (identik dengan nilai yang diberikan pada matriks IFE dan EFE ).
Langkah 3
: Memeriksa (Pencocokan) Matrik dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk ditetapkan.
Langkah 4
: Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.
Langkah 5
: Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik semakin menarik strategi tersebut.
Langkah 6
: Menghitung Jumlah total nilai daya tarik. Menunjukkan total nilai daya tarik, dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini menunjukkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap sel strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukkan strategi itu semakin menarik.
63
IV.
GAMBARAN UMUM
4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi dan terletak antara 6 19’- 6 47’ Lintang selatan dan 106 1’- 107 103’ Bujur Timur. Secara geografis, batas sebelah utara Kabupaten Bogor adalah Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok, sedangkan sebelah selatan adalah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang, sementara di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan di tengah-tengah Kabupaten Bogor terdapat Kota Bogor (BPS Kabupaten Bogor, 2005). Wilayah Kabupaten Bogor saat ini merupakan wilayah penyangga DKI Jakarta. Posisi geografis kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah pembangunan
Bogor
Tengah
yang
berdampingan
dengan
pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi menunjukkan fungsi dan peran Kabupaten Bogor tersebut. Dengan demikian Kecamatan Citeureup yang terletak di wilayah Bogor Tengah berperan sebagai pemasok berbagai kebutuhan pasar di wilayah sekitarnya terutama pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Ditinjau dari topografi, wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi yaitu terdiri dari daerah pegunungan dan dataran rendah. Posisi sungai-sungai membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di daerah selatan kearah utara. Daerah Aliran Sungai (DAS) terdiri dari enam DAS, yaitu: DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub Das Kali Bekasi dan Sub DAS Cipamingkit dan Cibeet. Di Kabupaten Bogor juga terdapat 95 buah danau atau situ-situ dengan luas 437.3 Ha (BPS Kabupaten Bogor 2005).
64
4.2. Adminstrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan Secara administrasi Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan dan 427 desa yang terbagi menjadi 199 desa kota dan 228 desa pedesaan. Lima diantara 40 kecamatan di Kabupaten Bogor merupakan kecamatan baru hasil pemekaran. Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Leuwisadeng yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Tanjungsari yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Cariu, Kecamatan Cigombong yang merupakan pemekaran Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Tajur Halang merupakan Pemekaran Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Tenjolaya yang merupakan pemekaran Kecamatan Ciampea (BPS Kabupaten Bogor 2005). Wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam tiga wilayah pembangunan, yaitu: strategi percepatan di wilayah Bogor Barat mencakup 13 kecamatan; strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah mencakup 20 kecamatan;
dan strtaegi pemantapan di wilayah Bogor Timur mencakup 7
kecamatan. Wilayah Bogor Tengah terdiri dari Kecamatan Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Tajur Halang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Kecamatan Gunungsindur.
4.3. Struktur Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang tinggi merupakan potensi yang menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada tahun 2003, PAD Kabupaten Bogor sebesar Rp.148.921,78
juta
sedangkan
pada
tahun
2004
meningkat
menjadi
Rp.166.260,11 juta. Jika dihitung persentasenya terhadap PDRB maka perubahan setiap tahunnya cenderung meningkat. Tahun 2004, persentase PAD terhadap PDRB Kabupaten Bogor adalah 0,58 persen. Disamping itu, jika dilihat dari aspek pendapatan perkapita, secara umum pendapatan per kapita di Kabupaten Bogor adalah Rp. 6.470.000 pada tahun 2003 dan Rp 7.090.000 juta pada tahun 2004. Bahkan pendapatan daerah Kabupaten Bogor berdasarkan RAPBD 2008 sebesar Rp. 1.656.588.000 naik sebesar 5.72 persen dibandingkan pada tahun 2007.
65
Struktur mata pencaharian penduduk di Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Persentase jumlah penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan pada tahun 2004 adalah sebesar 24,82 persen, sedangkan penduduk yang bekerja di sektor industri berjumlah 22,51 persen. Selanjutnya, terdapat 20,30 persen penduduk Kabupaten Bogor yang bekerja pada sektor pertanian (BPS Kabupaten Bogor 2005)
4.4. Keberadaan Pasar di Wilayah Kabupaten Bogor Secara keseluruhan jumlah pasar yang terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 24 unit pasar tradisonal. Dari jumlah tersebut dibagi kedalam tiga kelas, yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Jumlah pasar dan kelasnya yang ada di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pasar menurut kelasnya di Kabupaten Bogor NO
NAMA PASAR KELAS I
KELAS II
KELAS III
1
Cileungsi
Ciampea
Parunpung
2
Cibinong
Ciawi
Ciseeng
3
Citeureup I
Jasinga
Cikereteg
4
Parung Panjang
Cigombong
Cimayang
5
Leuwiliang
Citayam
Nanggung
6
Cisarua
Cicangkal
7
Parung
Cigudeg
8
Jonggol
9
Citeureup II
10
Cariu
11
Ciluar
12
Laladon
Sumber. Data Unit Pasar Citeureup I Tahun 2008
Adapun pengertian dari kelas I, II dan III pada penggolongan kelas pasar tradisional di Kabupaten Bogor yaitu:
66
1. Pasar Kelas I; yaitu pasar dengan cakupan pelayanan wilayah daerah dan sekitarnya. 2. Pasar Kelas II; yaitu pasar dengan cakupan wilayah terbatas pada wilayah tertentu sekitar pasar 3. Pasar Kelas III; yaitu pasar dengan cakupan yang lebih terbatas pada lingkungan tertentu dan jam operasional tertentu pula Pengelolaan pasar tersebut berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No.4 Tahun 2005 dikelola oleh Perusahaan Daerah yang disebut PD Pasar Tohaga Kabupaten Bogor. Berdasarkan Perda tersebut, tujuan didirikannya PD Pasar Tohaga adalah: 1. Meningkatkan pelayanan umum dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pasar 2. Menigkatkan Pendapatan Asli Daerah Dengan motto “Belanja nyaman harga terjangkau”
4.4.1. Pasar Citeureup I Pasar Citeureup I terletak di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor yang berdiri tahun 1928, kemudian mengalami pemugaran pada 9 Juni 1988 dengan luas tanah 13.800 m2. Belakangan ini mengalami perubahan dari perencanaan diantaranya tata ruang dan lokasi, dimana jalan yang mengelilingi pasar tersebut sudah tertutup dan berdiri kios-kios serta pedagang kaki lima sehingga kendaraan sudah tidak bisa masuk lagi kedalam pasar begitu pula tempat parkir yang tidak memadai lagi. Sesuai dengan luas areal yang ada, pemanfaatan ruang Pasar Citeureup I saat ini meliputi satu kantor unit pasar , bangunan kios, los, juga dilengkapi dengan toilet umum, tempat parkir roda dua dan roda empat didepan kantor unit pasar, juga terdapat pembuangan sampah sementara. Jumlah pedagang Pasar Citeureup I saat ini berjumlah 967 pedagang, yang terdiri dari 408 pedagang di kios, 97 pedagang di los, 100 pedagang di radius serta menampung juga 362 pedagang kaki lima. Adapun besarnya iuran retribusi yang dibayarkan oleh pedagang berbeda sesuai dengan jenis pedagang, dengan rincian sebagai berikut: a. Retribusi pasar
67
Tarif retribusi pasar yang dikenakan kepada pedagang adalah: pedagang di kios
Rp.1000,- per hari, pedagang di los Rp.700,- per hari, pedagang di
radius dan pedagang kaki lima masing- masing Rp.500,- per hari b. Retribusi kebersihan Tarif retribusi yang dikenakan kepada pedagang adalah: pedagang di kios Rp.300,- per hari, pedagang di los Rp.400,- per hari dan pedagang kaki lima Rp.400,- per hari. Sedangkan pedagang radius tidak dikenakan retribusi kebersihan
4.4.2. Jenis Komoditi di Pasar Citeureup I Jenis komoditi yang ada di Pasar Citeureup I dapat dirinci sebagai berikut: a. Kios Blok A terdiri dari: pakaian, sepatu, alat listrik, klontong, emas,
bahan
bangunan Blok A1 terdiri dari:bBesi, klontong, elektronik, plastik, beras Blok B terdiri dari: lansam, klontong, beras Blok B1 terdiri dari: kaleng, home industri Blok Ainpres terdiri: dari kelapa, sayuran, ikan Blok Binpres terdiri dari: kelapa, sayuran, ikan b. Los Los D terdiri dari: sayuran, lansam, ikan, nasi c. PKL Jenis komoditi yang dijual pedagang kaki lima terdiri dari: ayam, daging, bakso, ikan, sayuran, bumbu, klontong, kelapa, tahu tempe d. Radius Jenis komoditi yang dijual pedagang radius terdiri dari: bahan bangunan, plastik, elektronik, alat-alat listrik, makanan, sembako
4.4.3. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I Pelaksanaan pengelolaan pasar di Kabupaten Bogor dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Tohaga, yang kemudian di setiap unit pasar yang tersebar di wilayah Kabupaten Bogor dibentuk organisasi pengelola pasar untuk
68
kelancaran proses koordinasi, pengelolaan yang sinergi. Unit pasar ini di pimpin oleh seorang kepala unit, seperti yang ada di Pasar Citeureup I. Selanjutnya kepala unit ini membentuk perangkat-perangkat kebawahnya sesuai dengan kebutuhan yang ada di Pasar Citeureup I. Untuk urusan administrasi dan keuangan misalnya, Kepala Pasar Citeureup I cukup membutuhkan satu orang staf tata usaha yang kemudian tata usaha ini membentuk perangkat yang bertanggung jawab terhadap penarikan retribusi, yang lebih dikenal pengutip retribusi sebanyak 6 orang dan petugas kebersihan sebanyak 13 orang. Begitupun halnya kepala pasar membutuhkan kepala keamanan yang beranggotakan 17 orang untuk menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan pasar. Semua pegawai unit pasar ini bekerja dengan tanggung jawab yang di berikan di bawah pimpinan Kepala Unit Pasar Citeureup I. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 7.
PD. Pasar Tohaga Kab. Bogor
Kepala Unit Pasar Citeureup I
Tata Usaha
Pengutip Retribusi
Pesapon/ Petugas Kebersihan
Kepala Keamanan
Anggota
Sumber. Pasar Unit Citeureup I
Gambar 7. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I
69
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengujian terhadap kuesioner dilakukan melalui uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 30 orang responden yang menjadi pedagang Pasar Citeureup I. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai korelasi uji validitas pernyataan kuesioner Atribut Mutu
Nilai Korelasi (r) Tingkat Kepentingan
Tingkat Kepuasan
1.
0.528
0.401
2.
0.742
0.603
3.
0.547
0.717
4.
0.512
0.613
5.
0.798
0.808
6.
0.463
0.720
7.
0.552
0.783
8.
0.699
0.822
9.
0.678
0.807
10.
0.482
0.770
11.
0.763
0.779
12.
0.415
0.530
13.
0.448
0.648
14.
0.365
0.577
15.
0.457
0.722
16.
0.684
0.780
17.
0.531
0.397
Nilai r tabel (n=30; db=28 α 0,05)=0,361 Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi
70
Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 13.00 for Windows. Hasil pengujian validitas untuk masing-masing hasil pengukuran tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap seluruh pernyataan lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen yaitu sebesar 0,361. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh pernyataan adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid. Dalam hal ini berarti responden dapat mengerti maksud dari setiap pernyataan yang diajukan penulis dalam kuesioner. Adapun hasil pengujian validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik αCronbach. Dalam teknik ini, instrumen diujicobakan pada 30 responden dan hasilnya dicatat. Pengolahan teknik αCronbach menggunakan bantuan software SPSS versi 13.00 for Windows. Berdasarkan hasil pengolahan dimensi kualitas jasa dihasilkan nilai αcrombach untuk tingkat kepentingan atribut kualitas jasa yaitu sebesar α = 0,753 dan nilai αcrombach untuk tingkat kepuasan yaitu sebesar α = 0,925. Berdasarkan hasil uji reliabilitas, diperoleh nilai αcrombach yang lebih besar dari 0,7 dan 0,9. Hal ini dapat disimpulkan kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila penulis menyebarkan kuesioner secara berulang kali dalam waktu yang berlainan. Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
5.2. Karakteristik Responden Penyebaran Kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 100 orang responden pedagang Pasar Citeureup I. Kuesioner pada penelitian ini mencakup dua bagian, yaitu : 1. Bagian Karakter Responden meliputi karakteristik demografi responden dan keadaan responden secara umum. 2. Bagian Dimensi Kualitas Jasa meliputi penilaian responden terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap atribut-atribut pengelolaan Pasar Citeureup I.
71
Analisis demografi responden Pasar Citeureup I adalah sebagai berikut : 1. Jenis kelamin Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang yang menjadi responden sebanyak 77 responden (77%) berjenis kelamin pria, dan jumlah responden yang berjenis kelamin wanita sebanyak 23 orang (23%). Jenis Kelamin
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
77% 23% Pria
Wanita
Gambar 8. Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin 2. Umur Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden memiliki umur yang dapat dirinci sebagai berikut : sebesar 3 persen berumur kurang dari 20 tahun, 30 persen berumur 20 – 30 tahun, 40 persen berumur antara 31 – 40 tahun, dan 27 persen berumur antara 41 – 60 tahun.
Umur 60% 50% 40% 40% 30% 30% 20% 27% 10% 3% 0% < 20 thn 20-30 thn 31-40 thn
41-60 thn
Gambar 9. Frekuensi responden berdasarkan umur 3. Pendidikan Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden mempunyai pendidikan yang dapat dirinci sebagai
72
Pendidikan 50% 40%
39% 32%
30% 20%
24%
10%
5%
0% SD
SMP
SMU
Sarjana
berikut : sebesar 24 persen berpendidikan SD, 39 persen berpendidikan SMP, 32 persen berpendidikan SMU dan 5 persen berpendidikan sarjana.
Gambar 10. Frekuensi responden berdasarkan pendidikan Jadi pedagang yang menjadi responden di Pasar Citeureup I yang mempunyai pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) jumlahnya paling banyak. 4. Status pernikahan Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden sebanyak 81 responden (81%) berstatus menikah, dan jumlah responden yang berstatus belum menikah sebanyak 19 orang (19%). Status Pernikahan 90 80 % 70 % 60 % 50 % % 40 30 % 20 % 10 % %0 %
81%
19% Menikah
Belum Menikah
Gambar 11. Frekuensi responden berdasarkan status pernikahan 5. Status dalam keluarga Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa sebanyak 64 responden (64%) dalam keluarga berstatus ayah (kepala keluarga), 17 responden (17%) adalah ibu
73
rumah tangga, 15 responden (15%) merupakan anak, kemudian pedagang yang berstatus saudara/family adalah sebanyak 3 responden (3%) dan 1 responden (1%) berstatus sebagai orang lain (pekerja). Status Dalam Keluarga 70%
64%
60% 50% 40% 30% 20%
17% 15%
10%
3%
1%
0% Ayah (Kepala Keluarga Saudara/ Family
Ibu Rumah Tangga Orang Lain (Pekerja)
Anak
Gambar 12. Frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga 6. Jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga 60% 51%
50%
42%
40% 30% 20% 7% 10% 0% 2 Orang
> 2-4 Orang
> 4 Orang
Gambar 13. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa sebanyak 42 responden (42%) mempunyai anggota keluarga antara dua sampai empat orang, kemudian untuk pedagang yang mempunyai anggota keluarga kurang dari dua orang dalam satu rumah adalah 7 responden (7%). Pedagang yang mempunyai jumlah anggota keluarga lebih besar dari empat orang dalam satu rumah adalah sebanyak 51 responden (51%). Hal ini menginterpretasikan bahwa pedagang Pasar Citeureup I
74
sebagian besar mempunyai jumlah anggota keluarga yang cukup besar dalam satu rumah. 7. Jenis pedagang Berdasarkan Gambar 14 dan penentuan jumlah responden sebelumnya, dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden dapat di rinci sebagai berikut : sebesar 42 persen adalah pedagang di kios, 10 persen pedagang di los, 10 persen pedagang di radius dan 38 persen merupakan pedagang kaki lima. Jenis Pedagang 50% 42% 38%
40% 30% 20% 10%
10% 10%
0% Pedagang Di Kios Pedagang Di Radius
Pedagang Di Loss Pedagang Kaki Lima
Gambar 14. Frekuensi responden berdasarkan jenis pedagang Berdasarkan Gambar 14 tersebut menginterpretasikan bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menempati kios-kios tidak jauh jumlahnya dengan pedagang kaki lima.
8. Omzet per hari Besarnya rata-rata omzet per hari pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden adalah sebagai berikut : sebanyak 8 responden (8%) mempunyai omzet per hari kurang dari Rp. 200.000, kemudian 39 responden (39%) mempunyai
75
omzet per hari antara Rp. 200.000 sampai Rp. 500.000, selanjutnya sebanyak 28 responden (28%) mempunyai omzet per hari lebih dari Rp. 500.000 sampai Rp. 1.000.000, yang 16 responden (16%) mempunyai omzet per hari lebih dari Rp. 1.000.000 sampai Rp. 2.000.000, dan 9 responden (9%) mempunyai omzet per hari diatas Rp. 2.000.000. Dari Gambar 15 dapat diketahui proporsi terbesar responden yang menjadi pedagang Pasar Citeureup I mempunyai pendapatan antara Rp. 200.000 sampai Rp. 500.000. Omzet Per Hari 80% 70% 60% 50%
39%
40%
28%
30% 20%
8%
16% 9%
10% 0% < Rp. 200.000 > Rp. 1 Juta - 2 Juta
Rp. 200.000-500.000 > Rp. 2 Juta
> Rp. 500.000-1 Juta
Gambar 15. Frekuensi rata-rata omzet per hari 9. Pengeluaran per hari Besarnya pengeluaran rata-rata per hari pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden adalah sebagai berikut : sebanyak 41 responden (41%) mempunyai pengeluaran rata-rata perhari Rp. 50.000, kemudian sebanyak 46 responden (46%) mempunyai pengeluaran rata-rata per hari antara Rp. 51.000 sampai Rp. 100.000, dan sebanyak 13 responden (13%) mempunyai pengeluaran rata-rata per hari lebih dari Rp.100.000. Dari Gambar 16 dapat diketahui proporsi terbesar responden yang menjadi pedagang Pasar
Citeureup I mempunyai
pengeluaran per hari antara Rp. 51.000 sampai Rp. 100.000.
76
Pengeluaran Per Hari 46 %
50% 40%
41 %
30% 20%
13 %
10% 0% < Rp.50.000
Rp. 50.000-100.000
> Rp.100.000
Gambar 16. Frekuensi rata-rata pengeluaran per hari 10. Jenis dagangan Berdasarkan Gambar 17 proporsi responden dari jenis dagangan adalah sebagai berikut : sebesar 19 persen responden yang menjadi pedagang Pasar Citeureup I adalah pedagang jenis sandang (pakaian dan lain-lain), 5 persen tergolong pedagang jenis papan (material, bahan bangunan dan lain-lain), 28 persen responden merupakan pedagang dengan jenis dagangan pangan (sembako dan lain-lain), dan sebanyak 48 persen responden menjawab lainnya dengan sebagian memberikan keterangan (plastik dan cetakan kue, obat, service jam, restoran,VCD, alat dapur, kosmetik). Jenis Dagangan 60% 48%
50% 40%
28%
30% 19%
20%
5%
10% 0% Sandang
Papan
Pangan
Lainnya
Gambar 17. Frekuensi responden berdasarkan jenis dagangan 11. Lama berdagang di Pasar Citeureup I Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden berdasarkan lama berdagang dapat di rinci sebagai berikut : sebesar 11 persen selama kurang dari satu tahun, 45 persen lebih dari satu sampai dengan lima tahun, kemudian 20 persen responden menjawab lebih
77
dari lima sampai sepuluh tahun, dan 24 persen berdagang di Pasar Citeureup I selama lebih dari sepuluh tahun. Lama Berdagang di Pasar Citeureup I
50%
45%
40% 30%
24% 20%
20%
11% 10% 0%
< 1 Tahun
> 1- 5 Tahun
> 5-10 tahun
> 10 Tahun
Gambar 18. Frekuensi responden berdasarkan lama berdagang di Pasar Citeureup I 12.
Berdagang selain di Pasar Citeureup I Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang Pasar
Citeureup I yang menjadi responden sebanyak 70 responden (70%) belum pernah berdagang selain di Pasar Citeureup I, dan jumlah responden yang pernah berdagang selain di Pasar Citeureup I sebanyak 30 orang (30%). Adapun alasan mereka pindah berdagang ke Pasar Citeureup I bermacam-macam antara lain : karena digusur, cari suasana baru, ikut bos ataupun istri, ada juga karena dekat dengan rumah, daerah Citeureup banyak industri, juga termasuk harga kios yang murah di Pasar Citeureup I.
78
Pernah Berdagang Selain di Pasar Citeureup I
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
70%
30%
Pernah
Tidak Pernah
Gambar 19. Frekuensi responden berdasarkan pernah berdagang selain di Pasar Citeureup I
5.3.
Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Pedagang
5.3.1. Analisis Tingkat Kepentingan Pedagang Pasar Citeureup I Pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden memiliki harapan bagaimana kualitas pengelolaan pasar yang akan mereka terima dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Selain itu mereka juga memiliki harapan mengenai kinerja Pasar Citeureup I yang efektif apabila mereka memiliki keluhan terhadap pelayanan yang mereka terima untuk merubah ketidakpuasan menjadi kepuasan. Harapan responden mengenai kinerja dan kualitas pengelolaan dari Pasar Citeureup I tampak pada dimensi yang dianggap penting bagi mereka. Informasi ini dapat diperoleh melalui kuesioner yang menanyakan tingkat kepentingan dimensi kualitas pengelolaan tersebut. Dimensi-dimensi kualitas layanan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I dicerminkan melalui atribut-atribut kualitas jasa yang ditanyakan dalam kuesioner. Nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk masing-masing dimensi kualitas dan atribut kualitas pelayanan jasa yang mengikutinya diperlihatkan pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat kepentingan atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I
79
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Atribut Rata-rata Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 4.23 Kebersihan kantor unit pasar 3.99 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 Kondisi kebersihan pasar 4.31 Kondisi MCK di pasar 4.14 Kondisi tempat usaha/berdagang 4.36 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 3.90 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 4.11 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 3.89 Besarnya sewa tempat usaha 3.7 Besarnya retribusi 3.91 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 4.08 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 4 Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 4.16 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 3.97 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 4.05 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 3.95 Dimensi Emphaty (Empati) 3.93 Sikap pegawai unit pasar 3.9 Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 3.94 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum 3.95 Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa dimensi tangible merupakan dimensi
pengelolaan yang paling dianggap penting oleh pedagang dibandingkan dimensidimensi kualitas pengelolaan lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi (4.23) yang dimiliki oleh dimensi tangible, sedangkan dimensi reliability memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang terendah yaitu sebesar (3.90), hal ini menunjukkan bahwa dimensi pengelolaan yang bersifat reliability merupakan dimensi yang dianggap tidak penting oleh pedagang. Dalam dimensi tangible, atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi (4.36) adalah kondisi tempat usaha/berdagang, sedangkan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.99) adalah kebersihan kantor unit
80
pasar. Kondisi tempat usaha/berdagang dianggap penting karena pedagang sangat mengharapkan tempat berdagang mereka yang memadai dan tertata dengan baik sehingga dapat membuat pelanggan tertarik dan betah untuk berbelanja ditempat mereka, dan pada akhirnya dapat menambah omzet mereka. Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi reliability (4.11) adalah pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar. Sedangkan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.70) adalah besarnya sewa tempat. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar dianggap paling penting dalam dimensi reliability, karena pedagang sangat mengharapkan pegawai unit pasar memberikan pelayanan yang baik dan cepat selama mereka berdagang dipasar, baik pelayanan secara administrasi, keluhan pedagang, maupun hal lain yang berhubungan dengan usaha mereka sebisa mungkin cepat untuk diperhatikan. Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi responsiveness (4.16) adalah pengelola pasar cepat tanggap dalam menghadapi masalah yang ada. Sedangkan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (4.00) adalah petugas unit pasar cepat tanggap atas keluhan pedagang. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada dianggap penting di dalam atribut kualitas jasa, hal ini dikarenakan pedagang sangat mengharapkan pengelola pasar dalam menghadapi dan menangani permasalahan baik tentang kenaikan retribusi, pengaturan lapak-lapak tempat berdagang atau kesemrawutan tempat berdagang dipasar, maupun hal lain yang berhubungan dengan usaha berdagang dipasar oleh pengelola pasar secepatnya diselesaikan. Dalam dimensi assurance, atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi (4.05) adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.92) adalah kejujuran petugas penarik retribusi. Atribut keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi dianggap penting karena pedagang mengharapkan petugas bersikap ramah dan sopan, tidak bersikap kasar dan memaksa untuk membayar retribusi sehingga mereka merasa nyaman untuk tetap usaha/berdagang, begitupun tidak terganggu dalam melayani para pelanggan/pembeli.
81
Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi emphaty (3.95) adalah pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.90) adalah sikap pegawai unit pasar. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum dianggap penting karena pedagang mengharapkan adanya rasa keadilan dalam hal sewa tempat usaha, juga rasa keadilan untuk pedagang yang baru maupun yang sudah lama berdagang. Begitupula halnya pedagang mengharapkan kepastian hukum selama berdagang sehingga tidak khawatir sewaktu-waktu bisa dipindahkan ketempat yang tidak strategis. Tidak ada perbedaan perlakuan terhadap para pedagang, baik pedagang di kios, los, radius maupun pedagang kaki lima.
5.3.2. Analis Tingkat Kepuasan Pedagang Pasar Citeureup I Dalam analisis tingkat kinerja kualitas jasa ini responden diminta untuk menilai kinerja Pasar Citeureup I berdasarkan dimensi-dimensi pengelolaan yang diberikan oleh Pasar Citeureup I tersebut. Dalam melakukan penilaian mengenai sejauh mana dimensi atau atribut tersebut lebih lanjut diuraikan dalam butir-butir pertanyaan kuesioner yang menjabarkan masing-masing dimensi dan atribut. Langkah selanjutnya responden diminta untuk menilai tingkat kepuasan mereka terhadap kinerja setiap atribut pengelolaan yang ditanyakan. Hasil penilaian terhadap kinerja pengeloaan Pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa dimensi assurance memiliki nilai ratarata tertinggi (3.20) dibandingkan dimensi pengelolaan lainnya. Artinya, tingkat kepuasan yang paling tinggi terdapat pada dimensi assurance, hal tersebut dikarenakan petugas Pasar Citeureup I dalam hal ini petugas penarik retribusi setiap hari selalu bersentuhan langsung dengan pedagang untuk mengutip/menarik retribusi, sehingga untuk kelancaran tugas mereka selalu bersikap ramah dan sopan, mengedepankan kejujuran ketika menghadapi para pedagang di Pasar Citeureup I. Demikian pula pengelola pasar berusaha untuk selalu menjaga keamanan para pedagang supaya pedagang merasa nyaman untuk terus berdagang dan pembayaran retribusi merekapun lancar tanpa ada keluhan.
82
Tabel 12. Tingkat kinerja atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Atribut Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) Kebersihan kantor unit pasar Kondisi bangunan/gedung pasar Kondisi kebersihan pasar Kondisi MCK di pasar Kondisi tempat usaha/berdagang Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha Besarnya sewa tempat usaha Besarnya retribusi Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi Kejujuran petugas penarik retribusi Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Dimensi Emphaty (Empati) Sikap pegawai unit pasar Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
Rata-rata 2.67 2.94 2.30 2.33 3.16 2.64 2.85 2.90 2.89 2.87 2.74 2.42 2.47 2.36 3.20 3.52 3.20 2.89 2.75 3.50 2.39 2.36
. Dimensi responsiveness memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan yang paling rendah (2.42) hal ini diartikan bahwa pegawai unit Pasar Citeureup I dianggap kurang cepat dan tanggap dalam menangani keluhan dan masalah pedagang. Atribut kualitas jasa yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi dengan nilai rata-rata atribut sebesar 3.52. Hal ini dikarenakan berdasarkan penilaian pedagang, petugas
83
penarik retribusi ketika mengutip retribusi sangat ramah dan sopan, ini pula didukung fakta bahwa pedagang merasa nyaman dan lancar membayar retribusi. Kondisi
bangunan/gedung
pasar
dianggap
paling
rendah
tingkat
kepuasannya oleh pedagang dengan nilai rata-rata (2.30). Hal tersebut dikarenakan kondisi bangunan/gedung Pasar Citeureup I saat ini sangat memprihatinkan, terlihat dari tempat usaha mereka yang tidak terawat, bangunan yang tua, tidak tertata selayaknya pasar tradisional yang umum di Kab.Bogor. Hal ini harus mendapatkan perhatian serius dari pihak Pasar Unit Citeureup I Kab.Bogor mengingat atribut kondisi bangunan/gedung pasar dianggap penting oleh pedagang dengan nilai rata-rata atribut sebesar 4.33.
5.3.3. Urutan Prioritas Atribut Pengelolaan Pasar Citeureup I Urutan Prioritas peningkatan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I pada atribut-atribut kualitas jasa diperoleh dari tingkat kesesuaian pada masing-masing atribut kualitas jasa. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara nilai kinerja dengan nilai kepentingan. Tingkat kinerja merupakan tindakan yang dilakukan seseorang atau perusahaan untuk mengelola dan menjalankan usahanya. Sedangkan tingkat kepentingan merupakan tingkat harapan konsumen akan suatu produk atau jasa, baik dari segi kualitas produk maupun pelayanannya. Tabel 13 menunjukkan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada atribut-atribut kualitas pelayanan jasa. Dari keseluruhan tingkat kesesuaian tersebut, diperoleh gambaran umum bahwa konfirmasi antara kinerja aktual yang diterima responden dengan harapan responden relatif belum terpenuhi karena sebagian besar performance atribut jasa lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasinya. Hal tersebut bisa dilihat dari tingkat kesesuaian yang berada dibawah nilai 100 persen. Oleh karena itu Pasar Citeureup I harus melakukan peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan secara terus menerus untuk menjaga jangan sampai pada tingkat pedagang memutuskan untuk pindah berdagang dari Pasar Citeureup I. Tabel 13. Tingkat Kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja pada setiap atribut kualitas jasa
No
Atribut
Skor Kesesuaian (%)
84
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) Kebersihan kantor unit pasar Kondisi bangunan/gedung pasar Kondisi kebersihan pasar Kondisi MCK di pasar Kondisi tempat usaha/berdagang Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha Besarnya sewa tempat usaha Besarnya retribusi Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi Kejujuran petugas penarik retribusi Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Dimensi Emphaty (Empati) Sikap pegawai unit pasar Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
63.548 73.684 53.118 54.060 76.329 60.550 73.125 70.560 74.293 77.568 70.077 59.241 61.750 56.731 80.571 86.914 81.633 73.165 72.329 89.744 60.660 66.582
Dari 17 atribut kualitas pelayanan jasa tersebut, atribut sikap pegawai unit pasar secara umum adalah atribut yang mempunyai kinerja yang paling mendekati harapan pedagang yaitu dengan skor kesesuaian 89.744 persen. Secara umum rata-rata tingkat kesesuaian dari seluruh dimensi belum ada yang mencapai 100 persen namun dapat dikatakan bahwa tingkat kinerja Pasar Citeureup I sudah relatif cukup baik, dimana rata-rata tingkat kesesuain terendah dari seluruh dimensi adalah sebesar 59.241 persen yaitu dimensi responsiveness, sedangkan rata-rata tingkat kesesuaian yang paling tinggi adalah dimensi assurance yaitu sebesar 80.571 persen. Nilai rata-rata dimensi tangible 63.548
85
persen, dimensi reliability 73.125 persen, dan dimensi emphaty adalah sebesar 72.329 persen. Tabel 14. Urutan Prioritas (Diurutkan dari tabel kesesuaian mulai dari yang terkecil sampai terbesar) Skor kesesuaian Prioritas Atribut (%) 1 Kondisi bangunan/gedung pasar 53.118 2 Kondisi kebersihan pasar 54.060 Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi 3 masalah yang ada 56.731 4 Kondisi tempat usaha/berdagang 60.550 Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan 5 secara baik dan teratur 60.660 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 6 pedagang 61.750 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan 7 kepastian hukum 66.582 8 Besarnya retribusi 70.077 9 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 70.560 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman 10 kepada pedagang 73.165 11 Kebersihan kantor unit pasar 73.684 12 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 74.293 13 Kondisi MCK di pasar 76.329 14 Besarnya sewa tempat 77.568 15 Kejujuran petugas penarik retribusi 81.633 16 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 86.914 17 Sikap petugas penarik retribusi 89.744 Tingkat kesesuaian dapat digunakan untuk melihat peringkat atau rangking dari atribut-atribut kualitas pengelolaan yang diteliti dari yang terendah sampai tertinggi, sehingga terlihat urutan prioritas upaya peningkatan atau perbaikan kualitas pengelolaan di Pasar Citeureup I pada Tabel 14.
5.3.4. Importance and Performance Matrix Importance and Performance Matrix merupakan suatu bentuk diagram yang terbagi menjadi empat kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y). Sumbu X (sumbu mendatar) akan mengisi skor tingkat kinerja/kepuasan (performance), sedangkan sumbu Y (sumbu tegak) akan mengisi skor untuk tingkat kepentingan (importance).
86
Importance and Perpormance Matrix diperlukan untuk melihat kedudukan 17 atribut kualitas jasa yang diperoleh berdasarkan skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja dari 100 responden pedagang Pasar Citeureup I. Sehingga perusahaan dapat mengkaitkan pentingnya atribut-atribut tersebut dengan kenyataan yang dirasakan oleh pedagang, sehingga memungkinkan pihak Pasar Citeureup I untuk memfokuskan usaha-usaha yang harus dilaksanakan. Namun sebelumnya perlu dihitung terlebih dahulu nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja yang akan diplotkan pada diagram kartesius. Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X , Y ), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan pedagang terhadap seluruh kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, dan Y adalah rata-rata dari skor tingkat kepentingan pedagang terhadap seluruh atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I. Hasil perhitungan nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Atribut Kebersihan kantor unit pasar Kondisi bangunan/gedung pasar Kondisi kebersihan pasar Kondisi MCK Kondisi tempat usaha/berdagang Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha Besarnya sewa tempat usaha Besarnya retribusi Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas
Rata-rata kepentingan 3.99 4.33 4.31 4.14 4.36
Rata-rata kepuasan 2.94 2.3 2.33 3.16 2.64
4.11
2.9
3.89 3.7 3.91 4
2.89 2.87 2.74 2.47
87
keluhan pedagang Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi Kejujuran petugas penarik retribusi Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Sikap pegawai unit pasar Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum Rata-rata
11 12 13 14 15 16 17
4.16
2.36
4.05 3.92
3.52 3.2
3.95 3.9
2.89 3.5
3.94
2.39
3.95 4.036
2.63 2.808
Selanjutnya nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja yang telah dihitung diplotkan pada diagram kartesius. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 20. Importance and Performance Analysis 4.400
5 2
3
Prioritas Utama (A)
4.300
Kepentingan
4.200
Pertahankan Prestasi (B)
11
4 6
4.100 12 10
4.000
1 14
17
16
13
9
Prioritas Rendah (C)
3.800
15
7
3.900
Berlebihan (D) 8
3.700 2.200
2.400
2.600
2.800
3.000
3.200
3.400
3.600
Kinerja
Gambar 20. Importance and Perpormance Matrix kualitas jasa Pasar Citeureup I
88
Keterangan : 1. Kebersihan kantor unit pasar 2. Kondisi bangunan/gedung pasar 3. Kondisi kebersihan pasar 4. Kondisi MCK di pasar 5. Kondisi tempat usaha/berdagang 6. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 7. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 8. Besarnya sewa tempat usaha 9. Besarnya retribusi 10. Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 11. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 12. Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 13. Kejujuran petugas penarik retribusi 14. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 15. Sikap pegawai unit pasar 16. Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 17. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
Berdasarkan Gambar 20. terlihat bahwa letak atribut-atribut kualitas jasa yang dianalisis tersebar menjadi empat bagian yaitu kuadran A (Prioritas Utama), kuadran B (Pertahankan Prestasi), kuadran C (Prioritas Rendah) dan kuadran D (Berlebihan). Adapun interpretasi dari diagram kartesius tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kuadran A (Prioritas Utama) Atribut-atribut kualitas jasa yang ada dalam kuadran ini dianggap paling berpengaruh terhadap kepuasan pedagang, karena keberadaan atribut-atribut kualitas jasa ini dinilai sangat penting oleh pedagang sedangkan tingkat kinerjanya masih belum memuaskan. Oleh karena itu penanganannya perlu diprioritaskan dan ditingkatkan karena jika tidak, dapat mengurangi kepuasan pedagang sehingga upaya perbaikan yang diperlukan pun akan semakin besar. Atribut-atribut kualitas jasa yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Kondisi bangunan/gedung pasar (2) 2. Kondisi kebersihan pasar (3) 3 Kondisi tempat usaha/berdagang (5) 4. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada (11) Atribut kondisi bangunan/gedung pasar dirasakan kurang memuaskan oleh pedagang. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa kondisi bangunan/gedung Pasar Citeureup I saat ini sudah tua dan tidak terurus, serta tidak layak lagi.
89
Kondisi kebersihan pasar dianggap tidak memuaskan pedagang. Hal tersebut juga didukung oleh fakta bahwa kondisi kebersihan Pasar Citeureup I saat ini sangat kotor dan jorok, jalan sekitar pasar yang becek dan bau sampah disekitar pasar yang terkadang telat diambil oleh petugas, sehingga membuat konsumen tidak nyaman berada di pasar. Kondisi tempat usaha/berdagang dianggap kurang memuaskan pedagang, hal ini disebabkan kondisi tempat usaha/berdagang mereka sudah tidak memadai, pedagang di kios merasa kios mereka ukurannya sangat sempit sehingga ruang gerak mereka sangat terbatas, disamping itu pula pengaturan tempat berdagang yang
tidak teratur oleh pihak pengelola, sehingga berdampak pada tingkat
kenyamanan serta pendapatan mereka. Pedagang di kios dan di radius merasa tempat mereka tertutup dengan keberadaan tempat-tempat pedagang kaki lima di depan kios maupun toko-toko di pedagang radius, sehingga membuat pembeli susah untuk melihat ataupun berjalan ke kios dan toko mereka. Atribut pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada dianggap kurang memuaskan oleh pedagang. Hal tersebut dikarenakan selama ini permasalahan-permasalahan mereka lambat dalam penyelesaiannya, terkadang menunggu beberapa hari, minggu bahkan terkadang berbulan-bulan untuk solusi penyelesaiannya. 2. Kuadran B (Pertahankan Prestasi) Atribut yang terletak pada kuadran B merupakan atribut kualitas jasa Pasar Citeureup I yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan karena tingkat kinerja aktual pada umumnya telah sesuai dengan tingkat kepentingan atau harapan pedagang. Atribut-atribut kualitas jasa yang berada pada kuadran ini berjumlah 3 atribut, antara lain : 1. Kondisi MCK di pasar (4) 2. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar (6) 3. Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi (12) Atribut kondisi MCK di pasar, dianggap pedagang telah memuaskan karena di pasar telah tersedia fasilitas MCK yang memadai dan cukup terawat dengan adanya penjaga MCK, meskipun fasilitas MCK ini harus dibayar ketika menggunakannya.
90
Atribut pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar mempunyai kinerja yang memuaskan oleh pedagang. Hal ini dikarenakan pegawai unit pasar selalu berada ditempat ketika mereka membutuhkan pelayanan dan informasi-informasi yang mereka butuhkan. Atribut keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi mempunyai kinerja yang memuaskan dan dianggap penting oleh pedagang. Hal ini dikarenakan keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi ketika menghadapi pedagang yang mempunyai karakter yang berbeda-beda. Selain itu didukung oleh penampilan yang mengenakan pakaian seragam yang baik dan rapih mencirikan sebagai pegawai unit pasar. 3. Kuadran C (Prioritas Rendah) Atribut yang terletak pada kuadran C merupakan atribut kualitas pelayanan yang kurang penting atau rendah pengaruhnya bagi pedagang, dan tingkat kinerja pihak Pasar Citeureup I terhadap atribut-atribut kualitas jasa tersebut tergolong rendah. Sama halnya seperti kuadran A, hanya saja atribut-atribut pada kuadran A tingkat kepentingannya tinggi sehingga perlu diprioritaskan kinerjanya, sedangkan tingkat kepentingan kuadran C rendah, sehingga prioritasnya juga rendah. Implikasi yang terjadi pada kuadran C walaupun kinerjanya ditingkatkan, tidak akan meningkatkan kepuasan konsumen secara signifikan. Adapun atribut kualitas jasa yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Besarnya retribusi (9) 2. Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang (10) 3. Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur (16) 4. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum (17) Walaupun atribut-atribut dalam kuadran ini kurang dianggap penting oleh pelanggan akan tetapi atribut-atribut ini perlu diperhatikan dan dikelola dengan baik karena ketidakpuasan pelanggan dapat berawal pada kinerja atribut tersebut, tetapi atribut-atribut dalam kuadran A tetap menjadi prioritas utama. Besarnya retribusi merupakan atribut yang dirasakan sudah memuaskan oleh responden. Hal tersebut dirasakan sudah terjangkau dengan omzet pedagang
91
walau dampak dari hasil pembayaran retribusi terhadap kebersihan dan pengelolaan pasar belum berjalan dengan baik. Atribut petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang merupakan atribut yang dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal tersebut berkaitan dengan pengalaman pedagang ketika menyampaikan keluhan terkadang hanya ditampung dan lambat penyelesaiannya. Pengelola memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal ini berkaitan dengan kenyataan dilapangan bahwa jarang sekali dilakukan pembinaan kepada pedagang oleh pengelola, dan hal ini mereka bisa dapatkan melalui kelompok-kelompok asosiasi pedagang. Atribut pengelola pasar memberi rasa keadilan dan kepastian hukum dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal tersebut berkaitan dengan mereka mendapatkan tempat usaha tidak perlu proses panjang yang penting ada perjanjian dengan pengelola pasar mengenai sewa tempat usaha. 4. Kuadran D (Berlebihan) Atribut yang terletak pada kuadran D merupakan atribut kualitas pelayanan jasa Pasar Citeureup I yang mempunyai tingkat kinerja yang sangat baik menurut pedagang, tetapi atribut-atribut kualitas jasa ini memiliki tingkat kepentingan yang tidak begitu penting. Jadi atribut-atribut kualitas jasa ini perlu dipertimbangkan kembali karena dirasakan terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya. Atribu-atribut yang termasuk dalam kuadran ini adalah : 1. Kebersihan kantor unit pasar (1) 2. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha (7) 3. Besarnya sewa tempat usaha (8) 4. Kejujuran petugas penarik retribusi (13) 5. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang (14) 6. Sikap pegawai unit pasar (15) Pihak Pasar Unit Citeureup I tidak perlu terlalu fokus pada peningkatan pelayanan atribut-atribut di kuadran ini, karena kinerjanya sudah sangat baik. Maka yang perlu dilakukan adalah mengelola investasi yang ada sehingga dapat dikontribusikan secara optimal dan proporsional sesuai prioritas yang telah
92
ditentukan. Dengan begitu pihak pengelola pasar dapat mengalokasikan dana pada faktor-faktor yang dianggap lebih penting oleh pedagang, dimana faktor-faktor ini membutuhkan biaya yang lebih besar dalam peningkatan pelaksanaannya. Kebersihan kantor unit pasar telah memuaskan pedagang namun dianggap kurang penting. Hal tersebut dikarenakan pada kenyataan dilapangan kebersihan kantor unit pasar tidak berpengaruh besar pada proses usaha mereka, melainkan kondisi kebersihan pasar secara umum, karena berpengaruh besar pada konsumen yang akan berkunjung ke pasar, konsumen yang berkunjung ke pasar akan melihat dan nyaman untuk berbelanja ketika kondisi kebersihan pasar terawat. Kebersihan kantor unit pasar dirasakan pada waktu-waktu tertentu saja ketika mereka membutuhkan pelayanan atau menyampaikan keluhan-keluhan atas masalah yang pedagang hadapi. Atribut kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha dianggap telah memuaskan pedagang. Hal ini dikarenakan prosedur dan mekanisme sewa tempat usaha yang sederhana dan cepat, cukup dengan perjanjian dengan pihak pengelola pasar atau pemilik kios, los maupun toko-toko di kawasan radius. Besarnya sewa tempat usaha merupakan atribut yang dianggap memuaskan pedagang. Hal ini dikarenakan besarnya sewa tempat usaha tidak terlalu membebani, sesuai dengan kemampuan dan omzet mereka, serta sesuai dengan kondisi tempat usaha yang mereka tempati saat ini. Kejujuran petugas penarik retribusi dirasakan telah memuaskan pedagang. Hal tersebut terkait dengan pengalaman pedagang bahwa petugas retribusi bersikap sopan dan jujur ketika melakukan tugasnya tiap hari. Retribusi yang pedagang bayarkan disertai dengan kwitansi pembayaran sehingga mudah untuk diketahui jika terjadi penyelewengan di tingkat petugas retribusi. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang termasuk dalam atribut yang memuaskan pedagang. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan dilapangan bahwa adanya petugas keamanan dari pihak pegawai unit pasar dan tingkat keamanan pasar selama ini cukup terjaga, meskipun kondisi fasilitas keamanan pasar yang tidak memadai. Juga didukung oleh tingkat kesadaran pedagang dan pegawai unit pasar untuk menjaga keamanan lingkungan pasar.
93
Atribut sikap pegawai unit pasar, dianggap sangat memuaskan pedagang. Hal ini dikarenakan sikap pegawai unit pasar sopan dan ramah ketika bertemu dan menerima keluhan pedagang. Hal ini didukung fakta ketika berkunjung ke kantor unit pasar, pegawai unit pasar sangat ramah dan sopan menerima tamu.
5.3.5 Customer Satisfaction Index (CSI) Nilai rata-rata untuk tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atau kepuasan masing-masing atribut kualitas jasa digunakan untuk menghitung Customer Satisfaction Index (CSI) dan perhitungan yang dilakukan pada Tabel 16 diperoleh hasil bahwa CSI untuk atribut kualitas jasa Pasar Citeureup I adalah sebesar 56.023 persen.
Tabel 16. Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Kualitas Jasa
No. atribut
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Rata- rata Importance Tingkat Kepentingan Weighting Factors (%) ⎛−⎞ ⎜Y ⎟ ⎝ ⎠
3.990 4.330 4.310 4.140 4.360 4.110 3.890 3.700 3.910 4.000 4.160 4.050 3.920 3.950 3.900 3.940
5.815 6.311 6.282 6.034 6.355 5.990 5.670 5.393 5.699 5.830 6.063 5.903 5.713 5.757 5.684 5.743
Rata- rata Tingkat Kinerja
Weighted Score
CSI Tiap Atribut (%)
0.171 0.145 0.146 0.191 0.168 0.174 0.164 0.155 0.156 0.144 0.143 0.208 0.183 0.166 0.199 0.137
0.034 0.029 0.029 0.038 0.034 0.035 0.033 0.031 0.031 0.029 0.029 0.042 0.037 0.033 0.040 0.027
⎛ − ⎞ ⎜ X ⎟ ⎝ ⎠
2.940 2.300 2.330 3.160 2.640 2.900 2.890 2.870 2.740 2.470 2.360 3.520 3.200 2.890 3.500 2.390
94
17 Total
3.950 68.610
5.757 100.000
2.630
Weighted Total Satisfaction Index
0.151
0.030
2.801 56.023% 56.023 %
Dari penilaian yang dilakukan oleh pedagang Pasar Citeureup I, tingkat kepuasan secara keseluruhan terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I yaitu mempunyai predikat ”cukup puas”. Hal ini dapat dilihat dari CSI dengan nilai 56.023 persen, sedangkan tingkat kepuasan terletak diantara rentang 0,66-0,80. Ketidakpuasan pedagang dikarenakan kinerja Pasar Citeureup I belum sesuai dengan tingkat kepentingan yang diharapkan pedagang. Meskipun demikian, diharapkan Pasar Citeureup I dapat terus berkomitmen untuk meningkatkan kepuasan pedagang pada tahun-tahun berikutnya untuk mencapai kategori puas bahkan sangat puas atau mendekati angka 100 persen dan mempertahankannya. Hal ini diharapkan Pasar Citeureup I kedepan menjadi salah satu pasar tradisional di Kabupaten Bogor yang memiliki pengelolaan yang lebih baik, sehingga memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Hasil CSI tiap atribut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.
5.4.
Penyusunan Program Penyusunan proram ini diarahkan untuk meningkatkan peran aktif
pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor. Tahap yang dilakukan dalam penyusunan proram ini melalui tiga tahap yaitu tahap identifikasi faktor internal dan eksternal; tahap pencocokan dan pemaduan yang berfokus pada perumusan alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor internal dan eksternal; serta tahap keputusan. Metode yang dipilih dalam kajian ini yang ditujukan untuk memformulasikan strategi tersebut adalah Matriks faktor internal dan eksternal (IFE-EFE Matrix/Internal Factors Evaluation-External Factor Evaluation Matrix), analisis matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT), dan analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix – QSPM).
95
5.4.1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal 5.4.1.1. Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. Faktor-faktor strategis internal tersebut adalah : a. Kekuatan Faktor-faktor yang menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I antara lain : 1. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata kepuasan tinggi, yaitu sebesar (2.89) dan nilai rata-rata tingkat kepentingan (3.89). Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha ini merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. 2. Pelayanan yang baik diberikan pegawai Pasar Citeureup I Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, pelayanan yang diberikan pegawai unit Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata kepuasan (2.90) tinggi, dan nilai ratarata kepentingan yang tergolong tinggi (4.11). Fakor pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. 3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan yang tinggi, yaitu tingkat kepuasan sebesar (3.20) dan tingkat kepentingan sebesar (3.92).
Kejujuran petugas
penarik retribusi ini merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
96
b. Kelemahan Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor yang merupakan kelemahan yang harus diatasi : 1. Pengelola Pasar Citeureup I kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I Pengelola pasar dalam memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur direspon kurang baik oleh pedagang (responden). Nilai rata-rata tingkat kepuasan sangat rendah (2.39) sedangkan tingkat kepentingan memiliki nilai rata-rata yang tinggi (3.94). Pengelola pasar kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. 2. Kondisi tempat usaha di Pasar Citeureup I yang tidak tertata, terawat dan kotor Kondisi tempat usaha berdagang sangat dirasakan kurang memuaskan oleh responden (pedagang), hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata tingkat kepuasan pedagang yang rendah (2.64), sedangkan nilai rata-rata tingkat kepentingannya sangat tinggi (4.36). Kondisi tempat usaha yang tidak tertata dan kotor merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. 3. Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, kondisi kebersihan Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan yang sangat rendah (2.33), namun memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang tinggi (4.31). Kondisi kebersihan pasar yang kotor ini merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.
5.4.1.2. Analisis Lingkungan Eksternal
97
Faktor-faktor strategis eksternal terdiri dari faktor-faktor yang dapat dijadikan peluang dan ancaman dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain : a. Peluang Faktor peluang merupakan bagian dari faktor-faktor strategis eksternal, yang mana faktor ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam pengelolaan Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor. Peluang-peluang tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar Kecamatan Citeureup terletak di wilayah timur Kabupaten Bogor. Penduduk Kecamatan Citeureup tersebar di 14 desa, dengan jumlah penduduk 167.769 jiwa. Jumlah penduduk yang besar merupakan calon konsumen dan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. 2. Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I Pendapatan daerah Kabupaten Bogor berdasarkan Rancangan APBD 2008 sebesar Rp.1.656.588.000 naik sebesar 5.72 persen dibandingkan pada tahun 2007. Sedangkan untuk anggaran belanja 2008 dianggarkan Rp.1.794.256.000 naik sebesar 4.85 persen dibandingkan tahun anggaran 2007. Besarnya dana APBD Kabupaten Bogor ini merupakan peluang yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dengan cara pengajuan bantuan dana untuk rehabilitasi Pasar Citeureup I untuk pengelolaan pasar yang lebih baik. 3. Perpres No.112 Tahun 2007 Adanya Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, juga tantangan harapan departemen perdagangan terhadap pengelolaan pasar. Dengan Perpres ini diharapkan pengelolaan pasar yang lebih baik kedepan. Perpres No.112 Tahun 2007 ini merupakan peluang yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. b. Ancaman Beberapa faktor yang menjadi ancaman yang harus diatasi dalam pengelolaan Pasar Citeureup I adalah : 1. Adanya supermarket/minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
98
Keberadaan
supermarket/minimarket
yang
berdekatan
dengan
pasar
mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional, begitupun halnya di sekitar Pasar Citeureup I terdapat supermarket/minimarket yang jaraknya tidak terlalu jauh, sesuai dengan Perpres No.112 bahwa jarak pasar modern dengan pasar tradisional adalah 2,5 km dan jarak minimarket dengan pasar tradisional adalah 0,5 km. Hal ini dapat menjadi ancaman dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. 2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif Laju inflasi Januari 2008 masih mencapai 6,5 persen. Laju inflasi yang masih tinggi ini tentunya berdampak terhadap kenaikan harga barang-barang, dan juga berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat yang mengalami penurunan karena penghasilan mereka relatif sedangkan biaya hidup semakin meningkat.
Sehingga
masyarakat
mengurangi
kegiatan
untuk
mengkomsumsi/berbelanja barang-barang yang bersifat sekunder dan lebih memfokuskan pada barang-barang yang bersifat primer, dan akhirnya akan mengurangi
keuntungan
para
pedagang
karena
menurunnya
omzet
penjualannya. Untuk menghadapi persaingan pasar-pasar modern Pasar Citeureup I sebagai pasar tradisonal perlu menyiapkan dan menjual barangbarang dengan harga yang kompetitif, harga yang bersaing ini dapat menarik minat pembeli untuk tetap berbelanja di pasar-pasar tradisional, terutama di Pasar Citeureup I. Kenaikan harga barang-barang di pasaran yang tidak diikuti penawaran harga barang yang kurang kompetitif ini akan menjadi ancaman terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. 3. Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Keberadaan Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I merupakan pesaing bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi di Pasar Citeureup I. Hal ini juga didukung dengan kondisi bangunan dan fasilitas yang ada di Pasar Citeureup II lebih baik dibandingkan Pasar Citeureup I. Adanya Pasar Citeureup II ini menjadi ancaman terhadap Pasar Citeureup I.
5.4.2. Tahap Masukan Pada tahap ini dilakukan analisis IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Analisis IFE-EFE tersebut didasarkan pada hasil
99
identifikasi kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor strategis internal serta identifikasi peluang dan ancaman yang merupakan faktor strategis eksternal. Pengisian matriks IFE-EFE dilakukan dengan memberikan bobot dan rating pada setiap faktor strategis internal dan eksternal tersebut. Penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan metode Paired Comparison sehingga diperoleh skor bobot. Analisis ini ditujukan untuk menilai dan mengevaluasi pengaruh faktor-faktor strategis terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.
5.4.2.1. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE matriks) Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) merupakan hasil identifikasi faktorfaktor strategis internal Pasar Citeureup I berupa kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. Dari hasil analisis matriks IFE seperti ditunjukkan oleh Tabel 16 diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk faktor-faktor strategis internal sebesar 2,5. Jumlah nilai terbobot yang termasuk rata-rata tersebut (rata-rata=2,5) menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I kuat secara internal. Dengan demikian Pasar Citeureup I mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahannya. Secara rinci, jumlah nilai terbobot untuk elemen kekuatan adalah 1,67 sedangkan untuk elemen kelemahan berjumlah 0,79. Kekuatan utama yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I dengan skor 0,65. Di Pasar Citeureup I, kemudahan pengurusan sewa tempat usaha menjadi modal penting dalam berdagang dan merupakan bagian dari pelayanan, hal ini sesuai dengan tingkat kepuasan pedagang yang tinggi terhadap faktor tersebut. Kekuatan yang menempati urutan kedua adalah pelayanan yang baik diberikan pegawai Pasar Unit Citeureup I (skor=0,57). Pelayanan ini menjadi penting mengingat Pasar Citeureup I merupakan pasar tradisional yang sudah tidak terawat secara fisik, sedangkan untuk mempertahankan keberadaan pasar terutama kenyamanan pedagang dan konsumen adalah mutlak memberikan pelayanan yang terbaik oleh pegawai Pasar Unit Citeureup I. Kekuatan utama lainnya yang menempati urutan ketiga adalah kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I dengan skor 0,45. Retribusi
100
memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Bogor, untuknya itu sangat penting kejujuran dari petugas untuk menghindari penyelewengan iuran-iuran retribusi dan kualitas pelayanan yang baik disertai dengan kejujuran. Disamping kekuatan, pasar pun memiliki kelemahan. Kelemahan utama yang dihadapi oleh Pasar Citeureup I adalah kondisi kebersihan pasar yang kotor. Kelemahan tersebut terlihat dari skor terendah yang dimiliki faktor strategis internal yaitu sebesar 0,18. Kondisi kebersihan pasar menjadi faktor yang sangat penting dalam pengelolaan Pasar Citeureup I mengingat kebersihan pasar berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berkunjung ke pasar, pasar yang kotor menyebabkan konsumen enggan untuk berbelanja sehingga mengakibatkan omzet pedagang pun turun. Tabel 17. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE matriks) Pasar Citeureup I No 1. 2. 3. 1.
2. 3.
Faktor Strategis Internal Kekuatan Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I Pelayanan yang baik di berikan pegawai Unit Pasar Citeureup I Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I Kelemahan Pengelola pasar Citeureup I kurang memberikan Pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor Total
Bobot
Rating
Skor
0,217
3,000
1,670 0,651
0,156
3,667
0,572
0,122
3,667
0,447
0,183
2,000
0,795 0,366
0,189
1,333
0,252
0,133
1,333
0,177
1
2,465
101
Kelemahan utama lainnya yang dihadapi Pasar Citeureup I adalah kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor yang memiliki skor 0,25. Faktor tersebut juga berpengaruh terhadap Pasar Citeureup I, kondisi ini mengakibatkan pedagang tidak nyaman untuk berdagang, begitupun dengan konsumen yang pada akhirnya akan berpaling ke pasar-pasar tradisional lainnya.
5.4.2.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix) Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor strategis eksternal Pasar Citeureup I berupa peluang dan ancaman yang telah diberi bobot dan rating. Hasil analisis matriks EFE ditampilkan pada Tabel 18. Dari hasil analisis tersebut diperoleh total skor untuk faktor strategis eksternal sebesar 2,15 dengan skor elemen peluang sebesar 0,97 dan elemen dan elemen ancaman sebesar 1,18. Nilai total skor yang kurang dari 2,5 menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman Tabel 18. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) Pasar Citeureup I No 1. 2. 3.
1. 2. 3.
Faktor Strategis Eksternal Peluang Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (Calon Konsumen) besar Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I Adanya Perpres No 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitip Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Total Peluang utama yang dimiliki oleh Pasar
Bobot
Rating
Skor
0,194
2,333
0,970 0,453
0,117
1,000
0,117
0,150
2,667
0,400
0,172
2,333
1,179 0,401
0,167
2,667
0,445
0,200
1,667
0,333
1 2,149 Citeureup I adalah jumlah
penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar dengan skor 0,45. Hal
102
tersebut menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk Kecamatan Citeureup yang besar sangat mempengaruhi perkembangan Pasar Citeureup I. Sebagian besar calon konsumen yang akan berbelanja ke Pasar Citeureup I berasal dari wilayah terdekat, yaitu penduduk Kecamatan Citeureup. Peluang terbesar lainnya yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah adanya Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, juga tantangan harapan departemen perdagangan terhadap pengelolan pasar tradisional. Hal tersebut memberikan dampak positif serta angin segar dalam penataan pasar-pasar rakyat kedepan. Dengan payung hukum tersebut permasalahan-permasalahan pedagang di Kabupaten Bogor khususnya di Pasar Citeureup I dapat diminimalisir untuk peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan pengelolaan pasar-pasar tradisional. Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk rehabilitasi Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor, tidak dipungkiri bahwa pendanaan untuk rehabilitasi pasarpasar tradisional di Kabupaten Bogor masih mengandalkan subsidi dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, begitupun dengan Pasar Citeureup I yang kondisinya sudah tidak layak, perlu segera direhabilitasi untuk keberlangsungan Pasar Citeureup I yang menampung pedagang dalam jumlah besar. Selanjutnya, ancaman utama yang di hadapi Pasar Citeureup I adalah kenaikan harga barang dan harga barang yang dijual kurang kompetitif dengan skor 0,45. Harga barang yang kurang kompetitif ini menjadi ancaman karena berdampak terhadap minat pembeli untuk tetap berbelanja di Pasar Citeureup I, Pasar Citeureup I sebagai pasar tradisional harus mampu menjual barang dengan harga yang bersaing dengan pasar-pasar modern sehingga menarik minat konsumen untuk berkunjung dan tetap menjadi pelanggan setia pasar pasar tradisional khususnya Pasar Citeureup I. Jika harga barang yang dijual kurang kompetitif atau kalah bersaing akan mengakibatkan konsumen berpaling ke pasarpasar modern yang jelas ini juga berpengaruh pada omzet penjualan pedagang karena konsumen yang berbelanja di pasar pasar tradisional juga menurun. Faktor lain yang menjadi ancaman adalah adanya supermarket/minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I. Kebijakan pemerintah terhadap ijin
103
pendirian supermarket/minimarket perlu lebih diawasi dan dibatasi, karena kebijakan yang tidak saling mendukung dapat mempengaruhi implementasi terhadap aturan yang lain, terutama untuk perdagangan, Perpres No.112 Tahun 2007 tentang pasar modern mengatur bahwa jarak minimarket dengan pasar tradisiona adalah 0,5 km. Menjamurnya supermarket/minimarket yang kadang tidak sesuai dengan ijin pendirian sangat mempengaruhi keberadaan pasar-pasar tradisional apalagi yang berdekatan dengan pasar.
5.4.3. Tahap Pencocokan Tahap selanjutnya adalah tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi dengan teknik matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT). Matriks SWOT ini bersandar pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahn internal. Mencocokkan faktor strategis internal dan eksternal ditujukan untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. Matriks SWOT ini terdiri dari empat tipe strategi yang digunakan dalam pengembangan Pasar Citeureup I kedepan, yaitu : SO (kekuatan-peluang – strength-oppurtunities), WO (kelemahan-peluang – weakness-oppurtunities), ST (kekuatan-ancaman – strength-threats) dan WT (kelemahan-ancaman – weaknessthreats). Matriks SWOT Pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19.Matriks SWOT Pasar Citeureup I FAKTOR INTERNAL
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) 1.Kemudahan dalam 1.Pengelola Pasar pengurusan sewa Citeureup I kurang tempat usaha di Pasar memberikan Citeureup I pembinaan dan 2.Pelayanan yang baik di penyuluhan secara
104
berikan pegawai unit baik dan teratur Pasar Citeureup I kepada pedagang Pasar Citeureup I 3.Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar 2.Kondisi tempat usaha berdagang di Citeureup I Pasar Citeureup I yang tidak tertata, terawat dan kotor 3.Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor STRATEGI S-O STRATEGI W-O 1.Peningkatkan kualitas 1.Pembinaan pelayanan Pasar pedagang Pasar Citeureup I untuk Citeureup menarik konsumen I(W1,O1,O2) berkunjujng dan 2.Penataan tempattempat usaha di berbelanja di Pasar Pasar Citeureup I Citeureup I (W2,W3,O2,O3) (S1,S2,S3,O1,O2) 2.Penerapan peraturan pasar (S2,S3,O3)
FAKTOR EKSTERNAL
PELUANG (O) 1.Jumlah penduduk Kec. Citeureup (Calon Konsumen) besar 2.Bantuan dana APBD Kab. Bogor untuk Pasar Citeureup I 3.Adanya Perpres No.112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern ANCAMAN (T) STRATEGI S-T STRATEGI W-T 1.Adanya 1.Menyelenggarakan 1.Rehabilitasi Pasar Supermarket/Minimarket bazar pada event-event Citeureup I yang berdekatan dengan tertentu atau peiode (W2,W3,T1,T2,T3) Pasar Citeureup I tertentu di Pasar 2.Peningktan SDM 2.Kenaikan harga barang Citeureup I pengelola Pasar dan harga barang yang di (S1,S2,S3,T1,T2,T3) Citeureup I jual kurang kompetitif (W1,T1,T2,T3) 3.Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
5.4.3.1. Strategi S-O (Strength-Oppurtunities) Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan
peluang
eksternal
untuk
memperoleh
keuntungan
dalam
pengelolaan Pasar Citeureup I. Adapun beberapa alternatif yang dihasilkan adalah: 1. Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I
105
Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I dialokasikan untuk peningkatan kualitas SDM pegawai Pasar Citeureup I untuk meningkatkan kualitas pelayanan, dengan peningkatan kualitas pelayanan ini diharapkan dapat menarik konsumen untuk memilih berbelanja di Pasar Citeureup I. 2. Penerapan peraturan pasar. Tegaknya suatu aturan atau peraturan pasar diperlukan kualitas pelayanan dan kejujuran dari petugas pasar. Perpres No.112 Tahun 2007 mengatur tentang pasar modern, penatan dan pembinaan pedagang yang kesemuanya bisa diterapkan dalam pengelolaan pasar tradisional dengan baik jika didukung pula oleh tingkat kualitas pelayanan yang baik serta kejujuran dari petugas pasar.
5.4.3.2. Strategi Weakness-Oppurtunities (W-O) Strategi W-O merupakan strategi yang disusun untuk mengatasi kelemahan dan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa alternatif yang dihasilkan adalah : 1. Pembinaan pedagang Pasar Citeureup I. Strategi ini untuk mengatasi kelemahan kurangnya pembinaan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I. Dengan pembinaan diharapkan pedagang nantinya bisa ditata dengan baik dalam peningkatan pengelolaan pasar sesuai dengan Perpres No 112 Tahun 2007. Penataan pedagang bisa menarik minat konsumen untuk berbelanja di Pasar Citeureup I. 2. Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I. Strategi ini untuk mengatasi kelemahan Pasar Citeureup I yang tidak tertata, kotor dan tidak terawat. Penataan tempat-tempat pedagang diharapkan membuat pedagang dan konsumen lebih nyaman, dengan menyediakan sarana kebersihan diharapkan pasar tidak terlalu kotor dan jorok. Hal ini bisa dilakukan karena adanya iuran retribusi kebersihan dan didukung alokasi dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I.
5.4.3.3. Strategi Strengths-Threats (S-T)
106
Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal bagi pengelolaan Pasar Citeureup I. Alternatif strategi S-T yang dihasilkan adalah : Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu. Kekuatan internal menjadi modal dasar untuk mengurangi ancaman. Dengan diselenggarakannya bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu dengan cara menjual barang-barang yang berkualitas dengan harga rendah atau murah, maka akan meningkatkan konsumen dan sekaligus mengurangi pesaing dari supermarket dan Pasar Citeureup II serta akan mengurangi tekanan kenaikan harga barang yang dialami masyarakat karena barang-barang yang dijual dalam bazar harganya murah.
5.4.3.4. Strategi Weakness-Threats (W-T) Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Alternatif strategi W-T yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: 1. Rehabilitasi Pasar Citeureup I Strategi disusun untuk mengantisipasi kelemahan Pasar Citeureup I berupa sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kelemahan-kelemahan tersebut perlu diatasi untuk menghindari ancaman menjamurnya pusat perbelanjaan modern, supermarket/minimarket yang menggeser keberadaan pasar-pasar tradisional. 2. Peningkatan sumber daya manusia pengelola Pasar Citeureup I Strategi ini berupaya untuk menghindari ancaman eksternal, dengan peningkatan sumber SDM pengelola pasar nantinya akan memberikan pembinaan dan penyuluhan ke pedagang secara baik dan teratur sehingga pedagang bisa berdagang secara sehat dan jujur menghadapi persaingan pasarpasar modern dan harga-harga barang yang di jual lebih kompetitif ke depan. Profil strategi pengelolaan ditunjukkan oleh Gambar 21. Kerangka kerja empat kuadran ini mengindikasikan apakah strategi yang cocok adalah strategi yang agresif, konservatif, defensive, atau kompetitif.
107
Gambar 21. Profil Strategi Pengelolaan Pasar Citeureup I Tahap yang dibutuhkan untuk membentuk profil strategi ini adalah : menempatkan nilai skor akhir dari matriks IFE dan EFE untuk sumbu yang sesuai, menambahkan dua nilai pada sumbu x dan menggambarkan titik hasil pada X, menambahakan dua nilai pada sumbu y dan menggambarkan titik hasil pada Y, menggambarkan perpotongan X dan Y, dan menggambarkan arah vektor dari titik asal melalui titik perpotongan yang baru. Vektor arah yang diasosiasikan dengan masing-masing profil menyiratkan tipe strategi yang harus dijalankan. Berdasarkan matriks IFE, skor untuk kekuatan adalah 1,67 sedangkan skor untuk kelemahan adalah 0,80 sehingga selisih antara keduanya bernilai 0,87, nilai tersebut pada profil strategi ditempatkan pada sumbu X-ordinat. Selanjutnya selisih antara nilai peluang dan nilai ancaman bernilai -0,21 yang kemudian ditempatkan pada sumbu Y-axis. Perpotongan antara X dan Y tersebut berada di kuadran IV, dengan tipe strategi diversive. Berdasarkan analisis tersebut maka profil strategi yang muncul adalah strategi S-T, yaitu strategi menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal.
108
5.4.4. Tahap Pengambilan Keputusan Tahap selanjutnya dari penyusunan program pengelolaan Pasar Citeureup I adalah tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan matriks QSP (Quantitative Strategic Planning). Analisis ini ditujukan untuk menentukan prioritas strategi yang dapat disusun oleh pemerintah Kab.Bogor khususnya PD. Pasar Tohaga Kabupaten Bogor untuk pengelolaan Pasar Citeureup I. Matriks perencanaan strategi alternatif kualitatif (QSPM) merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal dari matriks IFE dan matriks EFE yang disajikan pada bagian halaman sebelumnya. Secara konsep matriks QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal. Hasil analisis QSPM menunjukkan bahwa strategi yang memiliki nilai Total Attractiveness Score (TAS) terbesar yaitu sebesar 6,988 adalah strategi penataan tempat usaha, selanjutnya yang memilki nilai TAS terendah (5,917) adalah strategi penerapan peraturan pasar. Hasil analisis QSPM disajikan pada Lampiran 12. Urutan prioritas strategi berdasarkan nilai TAS tertinggi sampai dengan terendah yang dihasilkan matriks QSPM adalah sebagai berikut: 1. Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I . (TAS = 6,988) Strategi ini didasarkan pada kondisi Pasar Citeureup I saat ini yang tidak tertata, kotor dan tidak terawat, sehingga ini menjadi prioritas utama dalam peningkatan kualias pengelolaan Pasar Citeureup I. Penataan ini diharapkan membuat pedagang dan konsumen lebih nyaman berada di Pasar Citeureup I demi lancarnya proses jual beli yang dapat meningkatkan pendapatan para pedagang dan membuat pengunjung lebih puas. 2. Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,800) Strategi ini didasarkan pada rendahnya kualitas pelayanan Pasar Citeureup I, sehingga mendesak untuk dilakukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I. Peningkatan kualitas pelayanan ini di harapkan dapat
109
lebih menarik para konsumen untuk berkunjung dan memilih berbelanja di pasar tradisional, Pasar Citeureup I. 3. Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,775) Strategi ini diprioritaskan berdasarkan pada kenyataan tingginya harga-harga barang sedangkan tingkat kebutuhan manusia makin meningkat, begitupula untuk mengurangi pesaing dari supermarket dan minimarket. Dengan menyelenggarakan bazaar pada event-event tertentu atau periode-periode tertentu dengan cara menjual barang-barang yang berkualitas dengan harga murah akan menarik dan meningkatkan minat konsumen untuk tetap berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I.
110
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Karakteristik para pedagang di Pasar Citeureup I menunjukkan bahwa sebagian besar adalah pedagang yang menempati kios yang tidak jauh beda jumlahnya dengan pedagang kaki lima, kemudian pedagang di los dan pedagang di radius. Sebagian besar pedagang memiliki omzet per hari yang rendah, yaitu omzet per hari kurang dari Rp.1.000.000,-. Sedangkan pedagang mempunyai pengeluaran rata-rata per hari Rp.51.000,- sampai Rp.100.000,dan sebagian besar adalah pedagang
yang belum pernah berdagang
sebelumnya selain di Pasar Citeureup I. 2. Dari analisis tingkat kepentingan pedagang dapat disimpulkan bahwa dimensi tangible (kenyataan/bentuk fisik) merupakan dimensi pengelolaan yang paling penting oleh pedagang dibandingkan dimensi-dimensi kualitas pengeloaan lainnya, dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi. Dimensi reliability ((keandalan/kepercayaan) merupakan dimensi yang dianggap tidak penting oleh pedagang dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan terendah. Sedangkan atribut kualitas jasa yang dianggap paling penting oleh pedagang adalah atribut kondisi tempat usaha/berdagang (dimensi tangible) dengan nilai rata-rata tertinggi dan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah adalah besarnya sewa tempat usaha (dimensi reliability). 3. Dari analisis tingkat kepuasan/kinerja pedagang dapat disimpulkan bahwa dimensi assurance (jaminan/kepastian) merupakan dimensi pengelolaan yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi dengan nilai rata-rata sedangkan dimensi responsiveness (ketanggapan) merupakan dimensi yang memiliki nilai ratarata tingkat kepuasan terendah. Selanjutnya atribut kualitas jasa yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi (dimensi assurance) dengan nilai rata-rata atribut dan kondisi bangunan/gedung pasar dianggap paling rendah tingkat kepuasannya oleh pedagang dengan nilai rata-rata. Tingkat kepuasan pedagang secara keseluruhan terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I yaitu mempunyai predikat “cukup puas”.
111
4. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, pengelolaan Pasar Citeureup I menekankan pada strategi yang bertujuan untuk menggunakan kekuatan internal yang ada untuk menghindari ancaman eksternal (Strategi ST). Selanjutnya hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I kuat secara internal, sehingga mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan. Kekuatan utama yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha,.dan dari hasil analisis EFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman. Peluang utama yang dimiliki adalah jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) yang besar. 5. Berdasarkan hasil analisis QSPM prioritas strategi yang terpilih dalam pengembangan Pasar Citeureup I diantaranya adalah: penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I, peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I, dan menyelenggarakan bazaar pada event-event tertentu atau periode tertentu di Pasar Citeureup I.
6.2. Saran Berdasarkan
hasil
dan
pembahasan,
beberapa
saran
yang
dapat
direkomendasikan antara lain: 1. Dalam rangka peningkatan pengelolaan Pasar Citeureup I sebaiknya diarahkan ke penataan fisik yang dibarengi dengan peningkatan kualitas pengelolaan pasar dengan peningkatan SDM pengelola pasar. 2. Untuk pengelolaan Pasar Citeureup I yang lebih profesional dan mampu bersaing dengan pasar modern, kerjasama dengan pihak swasta perlu diaplikasikan dan dijalin secara baik oleh PD Pasar Tohaga Kab.Bogor dan diarahkan untuk memperoleh nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi pedagang dan masyarakat secara umum sehingga tercipta hubungan saling membutuhkan dan saling menguntungkan antar berbagai pihak. 3. Kebijakan
yang
mendesak
perlu
untuk
segera
diperjuangkan
dan
direalisasikan berdasar pada kondisi yang ada adalah rehabilitasi Pasar
112
Citeureup I, juga sesuai dengan hasil analisis tingkat kepentingan dan kepuasan pedagang. 4. Dalam menerapkan kebijakan dan peraturan pasar diperlukan pendekatan secara kekeluargaan, adanya sosialisasi dan penegakan hukum melalui penertiban dan pengawasan terhadap pedagang secara intensif dari aparat Pemerintah Kabupaten Bogor (PD.Pasar Tohaga Kabupaten Bogor) agar kebijakan dan peraturan yang dibuat dapat berjalan sebagaimana mestinya.
113
DAFTAR PUSTAKA Agustiar, Memet.1996. Pengembangan Pasar Tradisional Menanggapi Tantangan Masa Depan : Konsep dan Penerapannya. Dalam Usahawan No. 02 Februari 1996. Agung, I Gusti Ngurah. 2004. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Kiat untuk mempersingkat waktu penulisan Karya Ilmiah yang bermutu. Raja Grafindo Persada. Jakarta. David, Fred R, 2002. Manajemen Strategis. Penerbit PT. Prenhallindo. Jakarta. Davey, K.J. 1983. Financing Regional Government, Ltd New York, Brisbane, Toronto, Singapore : Wiley and Sons. Darlilis, R. 2008. Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Berkaitan dengan Penanganan Komplain (Studi Kasus di PT PLN UPJ Pekalongan Kota). Skripsi pada Departemen Manajamen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Darrin, G. And Mervin K. Lewis .2001. Evaluating the risk of publik private partnershif for infrastruktur project. East Asia Analitycal unit. 1998. Asias infrastruktur in the crisis, harnessing private enterprise. Departemen of Foreign Affairs and Trade. Geertz, Clifford. 1992. Penjaja dan Raja: Perubahab Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi UI. Gerson, Richard. 2004. Mengukur Kepuasan Pelanggan. PPM. Jakarta. Hasibuan, H. Malayu S.P. 1996. Manajemen : Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung. Irawan, H. 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Khan, M. Adil. 1996. Economic Development Governance. Brookfield USA: Avebury.
Povertyalleviation
and
Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran: analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian Edisi 7 (Volume 1 dan 20. lembaga Penerbit FEUI. Jakarta. Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). PT. INDEKS Kelompok Media, Jakarta.
114
Krisna, Eri. 2003. Local Governance, Paradigma Baru Pengelolaan Pemerintahan Daerah. FISIP Universitas Djuanda. Bogor Lovelock, C. And L.K. Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa (Terjemahan). Indeks, Jakarta. Madura, Jeff. 2001. Pengantar Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. Marfiani, T. 2007. Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembangunan Ekonomi di Bogor Barat, Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Martini C. A. And Lee D.Q. 1996. Dificulties in Infrastructure and other longterm Capital Projects. Journal of Applied Finance and Investment. Mowen, John C. 1995. Consumer Behaviour. : Fifth ed, Prentice Hall mc. New Jersey Nas, Peter J. M. 1986. The indonesian City : Studies In Urban Development And Planning. Holland : Foris Publications. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Strategi Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2003-2008 Perda DKI Jakarta. No. 7. 1992. Pulungan, Yogi R. L .2000.Pedoman Pembinaan Pasar Daerah. Diklat manajemen Pasar Daerah, badan Pendidikan dan Pelatihan departemen Dalam Negeri. Pulungan, Thamrin. 2000. Transformasi Pengelolaan Pasar Tradisional PD Pasar Jaya di DKI Jakarta. Magister Manajemen, Universitas Indonesia. Rangkuti, F. 1997. Riset pemasaran. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rangkuti, F. 2003. Measuring Costumer Satisfaction. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Salusu, J. 2003. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Santoso, S. 2006. Menggunakan SPSS Dan Excel Untuk Mengukur Sikap Dan Kepuasan Konsumen. Elex Media Komputindo. Jakarta.
115
Subowo, Eko. 2002. Pokok-pokok Pikiran Deregulasi Perusahaan Milik Daerah (BUMD) sebagai lembaga pertumbuhan ekonomi. Diklat Manajemen Pasar daerah. Badan Pendidikan dan pelatihan Departemen dalam negeri. Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta. Stratford. Strafford-on-Avon District Council Custumer Satisfaction Index June 2004. http:\\www.strafford.gov.uk\community\council-805.cfm.htm. [29 Januari 2007} Threadgold, A. 1996. Private Financing of infrastruktur Capital projects. Journal of Applied Finance and Investment. Umar, H. 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 & 33 tahun 2004 tentang otonomi daerah.: Citra Umbara. Bandung . Widodo. 2005. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi: Yayan Kelopak Magna Scarf Edisi ke Tiga, Jakarta Zaenudin, M. 1998. Metodologi Penelitian. Inpress, Surabaya Zumrotin KS. 2002. Pola Keterkaitan Pasar Modern Dengan Pasar Swalayan. Diklat Manajemen Pasar Daerah, Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri.
116
117
118
119
120
121
122
123
Lampiran 4. Uji reliability tingkat kepentingan kuesioner Case Processing Summary N
% Cases Valid 30 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 30 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.753
N of Items 17 Item-Total Statistics
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17
Scale Mean if Item Deleted 65.3667 64.9333 65.0333 65.2667 65.0000 65.3000 65.5000 65.7333 65.7000 65.3667 65.1000 65.3667 65.4333 65.3333 65.4000 65.2667 65.3000
Scale Cronbach's Variance if Corrected Alpha if Item Item-Total Item Deleted Correlation Deleted 22.999 0.537 0.730 21.099 0.671 0.711 22.033 0.523 0.725 23.099 0.426 0.735 21.034 0.633 0.713 22.976 0.371 0.739 23.983 0.162 0.758 23.306 0.141 0.772 24.355 0.036 0.784 24.792 0.120 0.757 22.300 0.553 0.725 23.620 0.491 0.735 21.771 0.519 0.724 24.575 0.178 0.753 24.179 0.397 0.742 23.582 0.335 0.742 24.286 0.218 0.750
Scale Statistics Std. N of Mean Variance Deviation Items 69.4000 25.766 5.07597 17 Lampiran 5. Uji reliability tingkat kepuasan kuesioner
124
Case Processing Summary N
% Cases Valid 30 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 30 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha 0.925
N of Items 17 Item-Total Statistics
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 C11 C12 C13 C14 C15 C16 C17
Scale Mean if Item Deleted 42.1667 42.6667 42.7333 42.0333 42.1667 42.0000 42.1333 42.0333 42.2333 42.2667 42.4667 41.6333 41.6000 42.0667 41.4667 42.6333 42.5000
Scale Cronbach's Variance if Corrected Alpha if Item Item-Total Item Deleted Correlation Deleted 126.420 0.334 0.928 124.230 0.561 0.923 122.892 0.686 0.921 119.826 0.550 0.923 114.557 0.771 0.917 117.310 0.671 0.920 117.430 0.748 0.918 114.102 0.787 0.917 115.013 0.770 0.917 113.582 0.721 0.919 116.947 0.742 0.918 123.137 0.467 0.925 119.490 0.592 0.922 120.271 0.508 0.924 117.292 0.673 0.920 117.068 0.743 0.918 126.052 0.324 0.928
Scale Statistics Mean Variance 44.8000 133.890
Std. Deviation 11.57107
N of Items 17
125
Lampiran 6. Urutan Tingkat Kepentingan No Atribut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Besarnya sewa tempat usaha Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha Sikap pegawai unit pasar Besarnya retribusi Kejujuran petugas penarik retribusi Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Kebersihan kantor unit pasar Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar Kondisi MCK Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Kondisi kebersihan pasar Kondisi bangunan/gedung pasar Kondisi kebersihan pasar
Lampiran 7. Urutan Tingkat Kepuasan/Kinerja No Atribut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kondisi bangunan/gedung pasar Kondisi kebersihan pasar Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hokum Kondisi tempat usaha/berdagang Besarnya retribusi Besarnya sewa tempat usaha Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar Kebersihan kantor unit pasar Kondisi MCK Kejujuran petugas penarik retribusi Sikap pegawai unit pasar Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi
Rata-rata 3.70 3.89 3.90 3.91 3.92 3.94 3.95 3.95 3.99 4.00 4.05 4.11 4.14 4.16 4.31 4.33 4.36
Rata-rata 2.30 2.33 2.36 2.39 2.47 2.63 2.64 2.74 2.87 2.89 2.89 2.90 2.94 3.16 3.20 3.50 3.52
126
Lampiran 8. CSI tiap Atribut
No. atribut
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Total Weighted Total Satisfaction Index
Rata- rata Importance Tingkat Kepentingan Weighting Factors (%) ⎛−⎞ ⎜Y ⎟ ⎝ ⎠
3.990 4.330 4.310 4.140 4.360 4.110 3.890 3.700 3.910 4.000 4.160 4.050 3.920 3.950 3.900 3.940 3.950 68.610
5.815 6.311 6.282 6.034 6.355 5.990 5.670 5.393 5.699 5.830 6.063 5.903 5.713 5.757 5.684 5.743 5.757 100.000
Rata- rata Tingkat Kinerja ⎛ − ⎞ ⎜ X ⎟ ⎝ ⎠
2.940 2.300 2.330 3.160 2.640 2.900 2.890 2.870 2.740 2.470 2.360 3.520 3.200 2.890 3.500 2.390 2.630
Weighted Score
CSI Tiap Atribut (%)
0.171 0.145 0.146 0.191 0.168 0.174 0.164 0.155 0.156 0.144 0.143 0.208 0.183 0.166 0.199 0.137 0.151
0.034 0.029 0.029 0.038 0.034 0.035 0.033 0.031 0.031 0.029 0.029 0.042 0.037 0.033 0.040 0.027 0.030
2.801 56.023% 56.023 %
127
Lampiran 9. Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pasar Citeureup I Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Internal Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
1
1
2
Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Eksternal Faktor Strategis Eksternal Rating Resp 1 Resp 2 Resp 3 Peluang Jumlah penduduk Kec.Citeureup 2 2 3 (calon konsumen) besar Bantuan dana APBD Kab.Bogor 1 1 1 untuk Pasar Citeureup I Adanya Perpres No.112 Tahun 2007 3 2 3 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket 3 2 2 yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Kenaikan harga barang dan harga 4 2 2 barang yang di jual kurang kompetitif Adanya pasar Citeureup II yang 1 2 2 berdekatan dengan Pasar Citeureup I
1,333
Rata-Rata 2,333 1,000 2,667
2,333 2,667 1,667
128
Lampiran 10. Nilai Bobot Strategis Internal dan Eksternal Pasar Citeureup I Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor
0,100
0,133
0,167
0,133
Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal Faktor Strategis Eksternal Peluang Jumlah penduduk Kec.Citeureup (calon konsumen) besar Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I Adanya Perpres No.112 tahun 2007 Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I
Resp 1
Rating Resp 2
Rata-Rata Resp 3
0,200
0,200
0,183
0,194
0,100
0,117
0,133
0,117
0,150
0,150
0,150
0,150
0,200
0,150
0,167
0,172
0,117
0,183
0,200
0,167
0,233
0,200
0,167
0,200
129
Lampiran 11. Matriks IFE dan EFE Matriks Evaluasi faktor internal (IFE matriks) pasar Citeureup I No 1. 2. 3. 1.
2. 3.
No 1. 2. 3.
1. 2. 3.
Faktor Strategis Internal Kekuatan Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat di Pasar Citeureup I Pelayanan yang baik diberikan pegawai unit Pasar Citeureup I Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I Kelemahan Pengelola Pasar kurang memberikan Pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor Kondisi kebersihan pasar Citeureup I yang kotor Total
Bobot
Rating
Skor
0,217
3,000
1,670 0,651
0,156
3,667
0,572
0,122
3,667
0,447
0,183
2,000
0,795 0,366
0,189
1,333
0,252
0,133
1,333
0,177
1
2,465
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) Pasar Citeureup I Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Peluang Jumlah penduduk Kec. Citeureup (Calon Konsumen) besar Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I Adanya Perpres no 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Total
0,194
2,333
0,970 0,453
0,117
1,000
0,117
0,150
2,667
0,400
0,172
2,333
1,179 0,401
0,167
2,667
0,445
0,200
1,667
0,333
1
2,149
130
Lampiran 12. Matriks QSP Pasar Citeureup I No 1 2 3 4
5 6 7 8 9
10 11 12
Faktor Strategis Internal Kekuatan Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I Pelayanan yang baik diberikan pegawai unit Pasar Citeuereup I Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I Kelemahan Pengelola kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat, dan kotor Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor Peluang Jumlah penduduk kec. Citeureup (calon konsumen) besar Bantuan dana APBD Kab. Bogor untuk Pasar Citeureup I Adanya Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang pentaan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan took modern Ancaman Adanya supermarket/ minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I Jumlah Total Nilai Daya Tarik
Bobot
Strategi 1 NDT TNDT
Strategi 2 NDT TNDT
0,200
3,667
0,733
2,667
0,533
0,150
3,333
0,499
3,333
0,499
0,133
3,667
0,488
3,333
0,443
0,150
3,333
0,499
3,333
0,499
0,200
3,667
0,733
2,667
0,533
0,167
3,667
0,612
2,667
0,445
0,183
3,333
0,609
2,667
0,488
0,133
3,333
0,443
3,333
0,443
0,150
3,333
0,449
3,333
0,499
0,167
3,333
0,557
3,333
0,557
0,200
3,667
0,733
2,667
0,533
0,167
2,667
0,445
2,667
0,445
6,800
5,917
131
Lanjutan Lampiran 12. Matriks QSP Pasar Citeureup I Faktor Bobot Strategis Kekuatan 1 0,20 2 0,15 3 0,133 Kelemahan 4 0,15 5 0,20 6 0,167 Peluang 7 0,183 8 0,133 9 0,150 Ancaman 10 0,167
Strategi 3 NDT TNDT
Strategi 4 NDT TNDT
Strategi 5 NDT TNDT
Strategi 6 NDT TNDT
Strategi 7 NDT TNDT
3,333 3,333 3,333
0,667 0,499 0,443
3,667 3,667 3,667
0,733 0,550 0,488
3,333 3,333 3,667
0,667 0,499 0,488
3,333 3.333 3,667
0,667 0,499 0,488
3,333 3,333 3,333
0,667 0,499 0,443
3,333 3,667 3,333
0,499 0,733 0,557
3,333 3,667 3,333
0,499 0,733 0,557
3,333 3,333 3.333
0,499 0,667 0,557
3,333 3,333 3,333
0,499 0,667 0,557
3,667 3,667 3,333
0,450 0,733 0,557
2,667 3,333 3,333
0,488 0,443 0,499
3,333 3,667 3,667
0,609 0,488 0,550
3,333 3,333 3,333
0,609 0,443 0,499
3,333 3,333 3,333
0,609 0,443 0,499
2,667 3,667 3,333
0,488 0,488 0,499
3,333
0,557
3,333
0,557
3,333
0,557
3,333
0,557
3,333
0,557
11 12 Total
2,667 2,667
0,533 0,445 6,383
0,20 0,167
3,333 0,667 3,333 0,557 6,988
3,667 0,733 3,333 0,557 6,775
3,333 0,667 2,667 0,445 6,597
3,333 0,667 2,667 0,445 6,483
132