PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL DI KOTA DEPOK (STUDI KASUS: PASAR AGUNG, PASAR CISALAK, DAN PASAR KEMIRI MUKA) Tri Utami dan Mohammad Riduansyah Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penyelenggaraan sektor perdagangan di Kota Depok mengalami banyak permasalahan selama beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor yang melatarbelakangi permasalahan tersebut adalah peranan Pemerintah Kota Depok yang belum maksimal terutama dalam mengatur pertumbuhan pasar modern dan pengelolaan terhadap pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan mekanisme perizinan pasar modern dan kondisi pasar tradisional saat ini, serta menjelaskan peran Pemerintah Kota Depok dalam pengelolaan pasar tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan Pemerintah Kota Depok tidak dijalankan secara optimal dalam pengelolaan pasar tradisional. Pemerintah Kota Depok cenderung pro terhadap pertumbuhan jumlah pasar modern. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi pasar tradisional yang memiliki berbagai permasalahan. Dengan demikian, penyelenggaraan pasar tradisional masih jauh dari yang diharapkan. Kata kunci: Pasar Tradisional, Pasar Modern, Peranan, Pemerintah Kota Depok
ABSTRACT Trade sector in Depok has many problems for this recent years. A factor that make those problems happen is the role from the local government has not yet maximal, especially in organizing modern markets and managing traditional markets. The purpose of this research is to describe the mechanism for license of modern markets, to describe the conditions of traditional markets nowadays, and to know how far the role from the local government in managing traditional markets. This research’s approach is qualitative with method of depth interview and document study. The result of this research is the local government did not fully execute their role in managing traditional markets. The local government tend to take side on the growth of modern markets. Those phenomenon is contrary with the condition of traditional markets that has so many problems. Thus, the implementation of traditional markets is far below expectation. Key words: Traditional Market, Modern Market, Role, Local Government of Depok
1
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan yang ada. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah (Arsyad, 1999: 298). Dalam pertumbuhan ekonomi daerah, sektor perdagangan merupakan sektor yang sangat penting seiring semakin tingginya pertumbuhan penduduk dan perubahan perilaku belanja masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, sektor perdagangan telah menyerap tenaga kerja paling banyak selain sektor pertanian, dengan serapan pada tahun 2011 mencapai 23,4 juta tenaga kerja atau sebesar 21,3% dari total tenaga kerja di Indonesia. Tentunya kinerja sektor perdagangan tidak dapat dilepaskan dari kontribusi atas aktivitas pasar tradisional yang merupakan pilar demokrasi ekonomi dan pemerataan kesempatan usaha (Basri, 2012: 113). Fungsi penting pasar tradisional selain sebagai muara dari produk-produk rakyat di sekitarnya, juga merupakan lapangan kerja yang sangat berarti bagi masyarakat. Sejak dari zaman penjajahan, zaman orde lama, dan zaman orde baru kegiatan pasar beserta para pedagangnya berkembang secara alamiah. Dalam era reformasi terjadi perubahan sistem menjadi otonomi daerah dengan semua keputusan mengenai perizinan hampir seratus persen merupakan otoritas pimpinan daerah. Hal ini berdampak pada perhatian terhadap perkembangan pasar serta pedagang tradisional mulai terabaikan sehingga banyak pasar tradisional berubah fungsi menjadi mal dan akhirnya pedagang lama tersingkir (Malano, 2011: 1). Salah satu daerah yang menonjolkan ketimpangan perbedaan jumlah pasar modern dan pasar tradisional adalah Kota Depok. Sebagai salah satu kota besar dan penyangga ibukota, perbandingan terlihat sangat jelas dalam jumlah pasar
2
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
tradisional dan pasar modern (Rachmayanti, 2013: 5). Pasar modern telah menjamur di Kota Depok, yaitu sampai saat ini berjumlah 336 atau sebesar 43,41% dari keseluruhan di Jawa Barat. Hal ini semakin menggeser keberadaan pasar tradisional yang jumlahnya hanya sebelas. Dari sebelas pasar tersebut, hanya enam pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kota Depok, di antaranya Pasar Kemiri Muka, Cisalak, Agung, Tugu, Musi, dan Pasar Sukatani. Keadaan pasar tradisional di Kota Depok cukup memprihatinkan, terutama dari kondisi fisiknya. Pemerintah kota dinilai mengabaikan hal ini. Sarana prasarana dan fasilitas yang ada kurang memadai. Di lain pihak, pedagang pasar tradisional juga terganggu oleh kemunculan para pedagang kaki lima (PKL). Banyak orang lebih senang membeli barang dari PKL karena lebih dekat, mudah dijangkau, barang lebih segar, murah, dan sebagainya. Keterbelakangan kondisi pasar tradisional Kota Depok ternyata bertolak belakang dengan kondisi perekonomiannya. Depok saat ini merupakan kota metropolitan yang terus berkembang. Salah satunya dapat dilihat dari sisi ekonomi. Indikatornya ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang terus meningkat (Akbar, 2012: 1). Pertumbuhan PDRB mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir, yaitu dari 6,22% (2009) menjadi 6,36% (2010) dan 6,58% (2011). Pada tahun 2011, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok mencapai 6,58% dan berada diatas LPE Jawa Barat, sebesar 6,48%. Bila dibandingkan dengan kota lain di Jawa Barat, LPE Kota Depok menempati posisi ke empat tertinggi (Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2012). Dilihat dari distribusinya, sektor perdagangan dan industri merupakan dua sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Depok. Dari tahun 2006 s/d 2010, pembangunan ekonomi dan infrastruktur Kota Depok memang terus berkembang. Selain berkontribusi positif dalam memberikan pendapatan asli daerah, pertumbuhan ekonomi seperti ini pun telah membuka lapangan pekerjaan. Hal ini kemudian yang perlu dijadikan motivasi bagi Pemerintah Kota Depok untuk terus meningkatkan potensi sektor perdagangan. Namun, bentuk dukungan ini hanya dilakukan kepada usaha dan perdagangan skala besar atau menengah ke atas. Tempat-tempat usaha, baik itu
3
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
restoran, mal, dan sejenisnya telah banyak berdiri di Kota Depok (Akbar, 2012: 1). Berdirinya pasar modern yang tidak terkendali dan berbagai permasalahan yang dihadapi pasar tradisional membuat kios maupun los pada ketiga pasar tradisional terbesar di Kota Depok yang dikelola oleh pemerintah kota banyak yang tidak diisi oleh pedagang. Ketiga pasar ini antara lain: Pasar Agung, Pasar Kemiri Muka, dan Pasar Cisalak. Berdasarkan permasalahan pertumbuhan pasar modern dan permasalahan pasar tradisional, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: untuk mendeskripsikan mekanisme perizinan pasar modern di Kota Depok; untuk menggambarkan kondisi pasar tradisional di Kota Depok, yaitu Pasar Agung, Pasar Kemiri Muka, dan Pasar Cisalak; dan untuk mendeskripsikan peranan Pemerintah Kota Depok dalam pengelolaan pasar tradisional. KERANGKA TEORI Beberapa studi terdahulu telah dilakukan mengenai peranan dan pasar tradisional. Pertama, Sofyanti (2009) mengkaji bahwa pemberdayaan UKM Kota Blitar dilaksanakan secara langsung oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Koperasi dan UKM melalui tujuh bentuk pemberdayaan. Kedua, Tandiyar (2002) menjelaskan bahwa perkembangan Pasar Tanah Baru dipengaruhi oleh variabel market area dan aglomerasi dari segi keruangan, ketersediaan sarana angkutan umum dan besarnya nilai rupiah yang dibelanjakan dari segi konsumen, serta jenis jualan dan besarnya nilai transaksi yang terjadi dari segi pedagang. Pada kenyataannya perkembangan tersebut belum mencapai perkembangan yang memuaskan. Ketiga, Istiningtyas (2008) mengkaji bahwa pelaksanaan
kebijakan
pengembangan
pasar
tradisional
tidak
mencapai
keberhasilan disebabkan karena proses penyusunan dan perencanaan kebijakan yang kurang tepat sehingga menyebabkan implementasinya kurang tepat pula serta tidak semua stakeholders yang berkepentingan dilibatkan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini terbentuk dari beberapa konsep, yaitu konsep peran, konsep peran pemerintah dan pemerintah daerah, konsep peran pemerintah dalam pengelolaan pasar tradisional, konsep pasar tradisional,
4
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
dan konsep pasar modern. Peranan dapat diibaratkan dengan peran yang ada dalam suatu sandiwara, dimana para pemain mendapatkan tugas untuk memainkan sebagian atau seluruh bagian dari cerita yang menjadi tema sandiwara. Dalam pola berperilaku, peranan mempunyai tiga unsur, yaitu peranan ideal, peranan yang dianggap oleh diri sendiri, dan peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan (Soekanto, 1982: 30-32). Peranan pemerintah daerah sangat besar dalam hal pelaksanaan tugas-tugas daerah, khususnya tugas-tugas otonomi. Sehubungan dengan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya tugas-tugas daerah sangat tergantung pada pemerintah daerah sebagai manajer daerah yang bersangkutan. Berhasil tidaknya seseorang yang menjabat suatu jabatan dalam menjalankan tugas-tugasnya tergantung pada kualitas yang dimilikinya. Demikian pula halnya dengan pemerintah daerah. Berhasil tidaknya pemerintah daerah menjalankan peranannya tergantung pada kualitas yang dimilikinya (Kaho, 1988: 71). Menurut Himawan (2005), terdapat tiga potensi dasar pasar tradisional. Pertama, secara ekonomis pasar tradisional mempu menghidupi ribuan orang, atau merupakan arena untuk memenuhi kebutuhan hidup atau ruang bagi pemberdayaan ekonomi rakyat. Kedua, pasar tradisional sebagai ruang publik merupakan arena untuk membentuk jalinan relasi sosial-ekonomi, dimana di dalamnya terbangun nilai-nilai untuk saling percaya, saling menghormati, dan perasaan empati terhadap sesamanya. Ketiga, secara alami di dalam pasar tradisional terbangun sebuah komunitas dari berbagai kelompok sosial, mulai dari pedagang besar, pedagang kecil, lesehan, buruh angkut/gendong, dan pembeli (Himawan, 2005 dalam Sumintarsih, Taryati, Suyami, Adrianto, dan Sujarmo, 2011: 6). Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern sesungguhnya tidak hanya bersumber dari arsitektur bangunan atau manajemen pengelolaannya, melainkan bersumber dari pemaknaan tentang konsepsi pasar sebagai tempat berlangsungnya transaksi ekonomi. Konsep tentang pasar dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Friedman (dalam Sastradipoera, 2006: 112) menjelaskan bahwa kesenjangan dalam pola relasi tersebut disebabkan oleh ketimpangan dalam basis kekuasaan
5
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
sosial. Menurut Widodo dalam Basri (2012: 192-195), pemerintah daerah memiliki enam peranan penting dalam rangka mengelola pasar tradisional. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif guna mendapatkan pemahaman mendalam mengenai pengelolaan pasar tradisional di Kota Depok dengan melihat fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Penelitian ini bertujuan deskriptif dan digolongkan sebagai penelitian murni yang dilakukan pada
Maret sampai dengan Juni 2013 di Kota Depok. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan observasi langsung, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, serta penarikan simpulan dan verifikasi. Peneliti memfokuskan pada beberapa lokasi di Kota Depok guna mendapatkan hasil penelitian yang optimal. Adapun, lokasi penelitian tersebut adalah pada beberapa pasar tradisional yang dikelola oleh Pemerintah Kota Depok berdasarkan pertimbangan data yang didapatkan, antara lain: Pasar Agung, Pasar Cisalak, dan Pasar Kemiri Muka. Lokasi ini merupakan fokus kajian penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengelolaan pasar tradisional di Kota Depok dengan studi kasus terhadap Pasar Agung, Pasar Kemiri Muka, dan Pasar Cisalak dipaparkan oleh peneliti ke dalam tiga komponen, antara lain: mekanisme perizinan pasar modern di Kota Depok, kondisi pasar tradisional di Kota Depok, serta peranan Pemerintah Kota Depok dalam pengelolaan pasar tradisional. Keempat komponen tersebut digunakan peneliti untuk melihat pengelolaan pasar tradisional di Kota Depok. Pertama, mekanisme perizinan pasar modern di Kota Depok. Pasar modern di Kota Depok terdiri dari pusat perbelanjaan dan toko modern. Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok, jumlah pusat perbelanjaan ada sebanyak 9 unit dan toko modern ada sebanyak 327 unit dan tersebar di berbagai kecamatan di Kota Depok. Minimarket yang tersebar di berbagai kecamatan di Kota Depok hingga saat ini masih banyak yang bersatus ilegal atau tidak berizin. Izin tersebut mencakup Izin Gangguan (HO), Izin Usaha
6
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
Toko Modern (IUTM), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Oleh karena itu, minimarket ilegal tersebut telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan dan Pendaftaran Usaha Bidang Perindustrian dan Perdagangan, Perda No 17 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan (HO) dan Retribusi Izin Gangguan serta Peraturan Walikota (Perwa) No 35 Tahun 2012 tentang Zonasi Pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Perizinan pasar modern di Kota Depok merupakan tanggungjawab Disperindag. Dalam pemberian izin bagi berdirinya suatu pasar modern harus sesuai dengan peraturan yang ada di Kota Depok, yaitu seperti telah diuraikan di atas. Dalam pelaksanaannya Disperindag tidak berjalan sendiri, akan tetapi didukung stakeholder lain, misalnya Satpol PP pada bagian penanganan penertiban. Bahkan kedua pihak tersebut, yaitu antara Disperindag dan Satpol PP saling menyalahkan atas maraknya minimarket ilegal yang masih beroperasi. Sebenarnya mekanisme perizinan dalam mendirikan pasar modern di Kota Depok sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari peraturan-peraturan terkait pembangunan pasar modern yang telah mempertimbangkan berbagai aspek penting, seperti jarak dengan pasar tradisional, jarak antar toko modern, batasan jumlah penduduk untuk satu toko modern, dan sebagainya. Implementasi mekanisme tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pihak-pihak yang berwenang. Dengan demikian, diperlukan adanya keseriusan, ketegasan, serta koordinasi yang baik dari semua pihak terkait, baik dari pihak DPRD, Disperindag, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, BPM2T, maupun Satpol PP. Berikut gambaran alur mekanisme perizinan pendirian dan operasional pasar modern di Kota Depok:
7
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
Izin
dari
Kajian
Studi
Izin
IUPP &
Tindak
Kepala
Sosial-
Kelayakan
Ganggu
IUTM
lanjut
Kelurahan
Ekonomi
AMDAL
an / HO
oleh
Pelangga
dan
Masyarakat
oleh
oleh
Disperin
ran oleh
Kepala
oleh
Lingkungan
BPM2T
dag
Satpol PP
Kecamatan
Konsultan
Hidup
Badan
Independen
Gambar Mekanisme Perizinan Pasar Modern di Kota Depok Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2013
Kedua, kondisi pasar tradisional di Kota Depok. Baik Pasar Agung, Pasar Kemiri Muka, maupun Pasar Cisalak, ketiganya menghadapi permasalahan yang relatif sama. Unit kios dan los yang tidak diisi oleh pedagang dikarenakan dua faktor utama. Pertama, banyak di antara mereka ke luar untuk menjadi pedagang kaki lima (PKL), karena lebih mudah dijangkau oleh pembeli terlebih dilihat kondisi di dalam pasar yang memprihatinkan. Kedua, banyaknya kios dan los yang tutup juga kebanyakan terjadi pada lantai dua yang dikarenakan letaknya kurang strategis, sehingga banyak ditinggalkan pedagang. Berikut ini data jumlah kios dan los yang tidak diisi oleh pedagang: Data Kios dan Los pada Pasar Tradisional di Kota Depok yang Buka dan Tutup Jumlah No
Pasar
Kios, Los, dan Lemprakan Buka
Tutup
Total
1
Kemiri Muka
816
860
1676
2
Cisalak
779
718
1497
3
Agung
480
726
1206
2930
2587
5517
Jumlah
Sumber: Olahan Peneliti, 2013
8
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
Permasalahan lain pada Pasar Kemiri Muka yaitu sampai sekarang belum dapat dilakukan perbaikan pasar karena masih dalam satus quo. Retribusi pelayanan pasar yang masih dipungut adalah karena kewajiban pelayanan kebersihan dan keamanan. Jadi tidak dapat diklaim bahwa karena masih dipungut retribusi maka harus ada perbaikan atau revitalisasi. Hal ini dikarenakan status pasar masih berstatus sengketa lahan antara Pemerintah Kota Depok dengan PT. Pertamburan Jaya. PT. Pertamburan Jaya merupakan pihak pengembang atau yang membangun lahan pasar sedangkan pengelolaan diserahkan kepada Pemerintah Kota Depok. Sampai saat ini kasus ini telah berada pada ranah Mahkamah Agung yaitu sedang dilakukan peninjauan kembali (PK). Pemerintah Kota Depok cenderung terkesan tidak serius dalam menanganinya. Pemerintah hanya mengandalkan aturan daerah yang ada bahwa wilayah Pasar Kemiri Muka telah diplot sebagai wilayah pasar tradisional, sehingga cenderung tidak mengupayakan tindak lanjut atas kasus tersebut, dimana beberapa kali panggilan dari pemerintah tidak dipenuhi oleh pihak PT. Pertamburan Jaya. Ketiga, peranan Pemerintah Kota Depok dalam pengelolaan pasar tradisional. Otonomi daerah diharapkan membuat pemerintah semakin dekat, mengerti, dan memahami masyarakat sehingga fungsi sebagai fasilitator dapat berjalan dengan baik (Ismawan, 2003: 3). Dalam menyelenggarakan kebijakan dan kegiatan pasar tradisional, Pemerintah Kota Depok membagi tugas ini ke dalam dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yaitu Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar (DKUP) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Peranan tugas dan fungsi terhadap pengelolaan pasar tradisional diserahkan kepada DKUP. Disperindag hanya melakukan penataan di luar pasar tradisional. Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar (DKUP) Kota Depok dalam mengelola pasar tradisional mengacu pada peraturan-peraturan yang ada di antaranya: Permendagri Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional; Perda Kota Depok Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pasar Tradisional Pemerintah Kota Depok; Perda Kota Depok Nomor 11 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Pasar; dan Peraturan Walikota Depok Nomor
9
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
33 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar. Terkait peranan pemerintah kota dibagi ke dalam empat aspek penting, yaitu sarana dan prasarana pasar, kebersihan dan ketertiban, pengelolaan retribusi, serta aspek sosial budaya. Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pasar dilakukan oleh Bidang Pengelolaan Pasar. Sebenarnya pemerintah telah mencanangkan program pemilahan sampah pada pasar tradisional, yaitu sampah kering dan sampah basah atau sampah organik dan non-organik. Akan tetapi, hal ini tidak didukung oleh pedagang. Sarana lain yaitu fasilitasi koperasi pasar. Koperasi yang tersedia pada Pasar Cisalak, Pasar Agung, dan Pasar Kemiri Muka hanya berwujud bangunan ruangan saja. Koperasi tersebut tidak terurus dan tidak dioperasikan oleh para pedagang, padahal pedagang sangat mengharapkan adanya fasilitas koperasi. Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar (DKUP) memiliki kewenangan sepenuhnya dalam hal mengurus kebersihan dan ketertiban pasar. Dalam hal ini DKUP tidak melakukan kerjasama dengan pihak atau dinas lain. Fenomena kebersihan yang perlu mendapat perhatian ini terutama tampak pada Pasar Cisalak dan Pasar Kemiri Muka. Berdasarkan fakta di lapangan, pasar tradisional di Kota Depok belum memenuhi aspek kebersihan pasar, pihak Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar menyatakan bahwa hal tersebut salah satunya dikarenakan oleh kekurangan sumber daya manusia (SDM). Ketersediaan alat serta sarana prasarana kebersihan tidak diimbangi dengan ketersediaan SDM yang mencukupi. Dalam kebijakan terkait ketertiban, pasar-pasar tradisional di Kota Depok masih belum maksimal dalam pelaksanaannya. Hal ini terlihat pada keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang menjamur, terutama di area sekitar pasar. Berdasarkan peraturan daerah terbaru, menerangkan bahwa PKL dihapus dari obyek pemungutan retribusi, sehingga seharusnya pihak UPT tidak melakukan penarikan retribusi kepada para PKL. Sampai saat ini, baik UPT Pasar Cisalak, Pasar Agung, maupun Pasar Kemiri Muka, ketiganya masih melakukan penarikan biaya retribusi terhadap pasar PKL atau pedagang yang berada pada zona 300 meter
dari
pasar.
Padahal
seharusnya
peraturan
ini
sudah
mulai
diimplementasikan pada awal tahun 2013.
10
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
Retribusi pelayanan pasar yang dipungut kepada para pedagang dikelola dan digunakan untuk keperluan dan kebutuhan pasar, seperti sarana prasarana. Dalam penerapannya, pihak Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar menyesuaikan penggunaan retribusi dengan melihat kebutuhan di lapangan. Pengelolaan retribusi masing-masing pasar berbeda-beda sesuai tingkat kebutuhannya. Dalam sistem pengelolaan retribusi pelayanan pasar, penarikan atau pemungutan retribusi dilakukan oleh pihak UPT masing-masing pasar. Masing-masing UPT menetapkan target retribusi pada awal tahun dan laporan realisasi retribusi sampai dengan akhir atau tutup tahun. Realisasi retribusi masing-masing pasar sampai dengan akhir tahun 2012 yaitu, Pasar Agung sebesar 103,11%, Pasar Cisalak sebesar 103,31%, dan Pasar Kemiri Muka sebesar 92,62% (UPT Pasar Agung, UPT Pasar Cisalak, dan UPT Pasar Kemiri Muka, 2013). Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa pasar tradisional hanya dianggap sebagai kontributor pendapatan melalui retribusi yang dikumpulkan. Pemerintah kota memperketat pelaksanaan pemungutan retribusi sehingga mencapai target yang ditetapkan, tetapi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pasar tradisional itu sendiri, terutama dari segi bangunan fisik pasar. Padahal melalui retribusi tersebut setidaknya dapat membantu meningkatkan manajemen pengelolaan pasar. Aspek sosial budaya menggambarkan bahwa tingkat kesadaran pedagang pasar untuk meningkatkan mutu kualitas yang higienis, bersih dan rapi, serta kebersihan tempat dan kesehatan barang dan jasa yang ditawarkan. Pihak dinas pengelola pasar melakukan upaya penanganan sampah dengan cara pembinaan tentang pemilahan sampah, namun hal ini tidak didukung oleh kesadaran dan kepatuhan pedagang. Selain itu, perilaku pedagang yang masih sering dijumpai yaitu penataan barang yang ala kadarnya. Seharusnya kebiasaan tersebut diubah dengan peduli terhadap kios dagangannya yaitu dengan cara memperhatikan barang-barang dagangannya ditata rapi dan menjaga kebersihan sehingga menarik para konsumen untuk berbelanja, dengan ditata rapi mempermudah transaksi penjualan karena mudah untuk mencari barang yang diinginkan oleh konsumen. Pada praktiknya, tingkat kesadaran dan kepedulian pedagang dalam hal kebersihan dan kenyamanan pasar ini masih sangat kurang.
11
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
Kepuasan konsumen pasar juga dipengaruhi oleh faktor kualitas barang dagangan, dimana para pedagang pasar masih kurang memperhatikan kualitas seperti kesegaran sayur-sayuran, keamanan dari zat pewarna, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu diadakan pembinaan pengembangan dan standarisasi mutu produk/komoditas secara berkala kepada para pedagang agar meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar tradisional. Hal ini dikarenakan daya saing tidak selalu mengarah pada harga, tapi juga pada layanan penjualan. Berdasarkan permasalahan-permasalahan dalam aspek sosial budaya yang melingkupi pasar tradisional, pedagang pasar tradisional perlu dibina dan mendapatkan informasi tentang masa depan, ancaman dan peluang usahanya, serta perlunya perubahan sikap dan pengelolaan usahanya sesuai dengan perubahan tuntutan konsumen.
SIMPULAN Peraturan yang melandasi mekanisme perizinan pasar modern di Kota Depok sebenarnya sudah cukup baik, yaitu dari permendagri, perda, dan perwa. Akan
tetapi,
dalam
pelaksanaannya
pemerintah
kota
belum
maksimal
menjalankan peraturan tersebut. Banyaknya minimarket yang tak berizin yang sampai saat ini belum dilakukan penertiban dan masih beroperasi menunjukkan keseriusan dalam menangani permasalahan ini masih kurang. Perlu adanya ketegasan dan koordinasi dari pihak-pihak terkait dalam pemecahan masalah ini, mulai dari perizinan sampai penertiban, antara lain DPRD, Disperindag, BLH, BPM2T, dan Satpol PP. Kondisi pasar tradisional di Kota Depok cukup memprihatinkan. Banyaknya kios dan los yang tutup di Pasar Agung terutama pada lantai dua dikarenakan letaknya kurang strategis, sehingga banyak ditinggalkan pedagang. Sedangkan pada Pasar Cisalak dan Pasar Kemiri Muka, kios dan los banyak yang tutup karena pedagang biasanya ke luar untuk menjadi PKL dikarenakan lokasi yang lebih mudah dijangkau pembeli. Peranan dalam mengelola pasar tradisional ini menjadi wewenang dan tanggung jawab Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar
12
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
(DKUP) Kota Depok. Berdasarkan data dan fakta yang ada, peranan yang dijalankan oleh DKUP belum maksimal serta kurang koordinasi internal. SARAN Pemerintah Kota Depok, yaitu pihak-pihak yang terkait dalam kebijakan perizinan pasar modern seharusnya memiliki ketegasan dalam penanganan masalah minimarket yang tidak berizin. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi antar semua pihak terkait serta keseriusan dalam menertibkan minimarket yang tidak berizin. Pembangunan minimarket di Kota Depok sudah tidak terkendali, sehingga jika hal ini terus dibiarkan maka usaha kecil dan pasar tradisional menjadi ancamannya. Kepada para pedagang diperlukan adanya pembinaan dan sosialisasi agar dapat turut menjaga kebersihan pasar, sehingga pengunjung merasa nyaman. Selain itu, perlu pembinaan bagi para PKL agar mereka bersedia berdagang di dalam pasar, sehingga tidak mengganggu lalu lintas pasar dan jalan sekitar pasar. Selain itu, diperlukan koordinasi antar struktural organisasi DKUP, yaitu dari pihak dinas pengelola pasar dengan UPT pasar, sehingga kebijakan penghapusan PKL radius 300 meter sebagai objek pemungutan retribusi dapat benar-benar berjalan sesuai peraturan. DAFTAR REFERENSI Arsyad,
Lincolin.
(1999).
Ekonomi
Pembangunan.
Yogyakarta:
Bagian
Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Badan Pusat Statistik Kota Depok. (2012). Statistik Daerah Kota Depok 2012. Depok: BPS Kota Depok. Basri, Chatib. (2012). Rumah Ekonomi Rumah Budaya: Membaca Kebijakan Perdagangan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ismawan, B. (2003). Peran Lembaga Keuangan Mikro dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada. Malano, Herman. (2011). Selamatkan Pasar Tradisional. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. Rachmayanti, T. Farida. “Perlindungan Terhadap Pasar Tradisional Masih Basa Basi”. Depoknews 7 Januari 2013. (19 Februari 2013).
13
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013
http://www.depoknews.com/perlindungan-terhadap-pasar-tradisionalmasih-basa-basi/ Sastradipoera, Komaruddin. (2006). Pasar sebagai Etalase Harga Diri. Jakarta: Yayasan Kebudayaan Rancagé. Soekanto, Soerjono. (1982). Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: CV. Rajawali. Sumintarsih, Taryati, Suyami, Ambar Adrianto, dan Sujarno. (2011). Eksistensi Pasar Tradisional: Relasi dan Jaringan Pasar Tradisional di Kota Surabaya, Jawa Timur. Yogyakarta: Badan Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
14
Pengelolaan pasar..., Tri Utami, FISIP UI, 2013