Analisis Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Pada PT ABC) Donny Dwi Saputro dan Gunadi Program studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia
ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai kebijakan pajak penghasilan atas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) pada PT ABC. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tujuan PT ABC melaksanakan CSR sudah berada dalam cakupan beyond compliance dan perlakuan pajak penghasilan atas CSR tergantung dari bagaimana CSR tersebut dilaksanakan. Selain itu, program CSR bidang lingkungan dan pemberdayaan belum terakomodir dalam peraturan pajak sehingga tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan. Hambatan yang dihadapi perusahaan dalam pelaksanaan CSR yaitu adanya tindakan otonomi pemerintah daerah yang meminta anggaran CSR perusahaan diserahkan ke pemerintah daerah dan adanya LSM yang memanfaatkan kegiatan CSR perusahaan untuk kepentingan pribadi. Kata Kunci : CSR, Pajak Penghasilan, Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ABSTRACT This research discusses the income tax policy on Corporate Social Responsibility (CSR) at PT ABC. This research was conducted using a qualitative approach. Results of this study indicate that the purpose of implementing CSR PT ABC is within the scope beyond compliance and income tax treatment of CSR depends on how CSR is implemented. In addition, the CSR program environment and empowerment have not been accommodated in the tax rules so there can’t be a cost deduction on income. Obstacles encountered in the implementation of CSR companies among others, the actions of local government autonomy CSR budget request submitted to the local government and the existence of NGOS that utilizes the company's CSR activities for personal gain. Keywords: Corporate Social Responsibility, CSR, Income Tax
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
PENDAHULUAN Pada era globalisasi sekarang ini, munculnya teknologi-teknologi baru yang begitu canggih yang dapat mempengaruhi pembangunan suatu negara. Kondisi ini membuat perusahaan semakin berkembang dalam menjalankan usahanya dan meningkatnya profit perusahaan. Namun dampak lain dengan berkembangnya teknologi yaitu membuat kondisi lingkungan semakin memburuk. Perusahaan terus menerus memikirkan profit yang besar dengan menghalalkan berbagai cara, sehingga kurang memperhatikan lingkungan. Masalah tersebut meliputi perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan atau berbahaya bagi konsumen. Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 3). Daniri juga mengungkapkan bahwa perusahaan yang memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup akan menjamin keberlanjutan perusahaan. Perusahaan yang menjalankan peran tanggung jawab sosialnya akan dipandang sebagai anggota masyarakat yang baik di mata para stakeholdernya (Daniri, 3). Mungkin nanti pada akhirnya perusahaan yang melakukan CSR akan mendapatkan keuntungan karena masyarakat lingkungan sekitar perusahaan memiliki pandangan yang baik terhadap perusahaan atas CSR yang dilakukannya. Perseroan yang seharusnya wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan tetapi tidak melaksanakannya, akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat (3) UU PT yang menyatakan, “Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan..” Namun, dalam UU PT tidak disebutkan dengan tegas sanksi apa yang akan dikenakan apabila perseroan tidak melakukan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan. UU PM, mengatur secara lebih tegas sanksi apabila tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam Pasal 34 ayat (1) UU PM, perusahaan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
Penelitian PIRAC yang berlangsung selama setahun (2001) memberikan gambaran mengenai pola atau model kedermawanan perusahaan di Indonesia. Secara umum, ada 4 pola kedermawanan yang dijalankan oleh perusahaan. Pertama, perusahaan menjalankan kegiatan kedermawanannya secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangannya kepada masyarakat tanpa perantara atau bantuan pihak lain. Kedua, melalui perusahaan atau organisasi sosial/kerelawanan perusahaan. Ketiga, perusahaan bekerja sama dengan lembaga lain dalam mengelola sumbangan atau menyelenggarakan kegiatan sosialnya. Terakhir adalah perusahaan ikut mendirikan, menjadi anggota, atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dari keempat model tersebut, model yang paling banyak digunakan selama penelitian PIRAC berlangsung adalah model perusahaan bermitra dengan lembaga lain dalam menjalankan kegiatan sosialnya, karena perusahaan dapat langsung melaksanakan kegiatan sosial melalui kerja sama dengan lembaga lain untuk mengelola dana maupun melaksanakan kegiatan sosialnya yang dianggap tidak terlalu merepotkan perusahaan. Model selanjutnya yang banyak diikuti adalah model keterlibatan perusahaan secara langsung, melalui perusahaan atau organisasi sosial, dan mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Penjelasan di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1 Pola/model kedermawanan perusahaan No Pola` Jumlah Kegiatan Jumlah Dana (Rp) 1 Langsung 113 kegiatan (40,5%) 14,2 miliar (12,2%) 2 Yayasan Perusahaan 20 kegiatan (7,2%) 20,2 miliar (18%) 3 Bermitra dengan lembaga social 144 kegiatan (51,6%) 79 miliar (68,5%) 4 Konsorsium 2 kegiatan (0,7%) 1,5 miliar (1,3%) 279 kegiatan 115,3 miliar Sumber: Membangun CSR dan Filantropi yang Aplikatif, Zaim Saidi Adanya praktek tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan, sebenarnya pemerintah akan sangat terbantu dan dapat menjadikan alternatif pembiayaan dalam mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan. Dengan disahkannya UU PT dan UU PM tersebut, maka kegiatan CSR yang sebelumnya bersifat sukarela (voluntary) kini menjadi suatu kewajiban (mandatory) yang harus dilakukan oleh perusahaan. Dari sisi perpajakan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 (PP 93/2010) untuk mengakomodir biaya CSR yang dikeluarkan perusahaan agar dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Persoalan yang kemudian muncul adalah dalam PP tersebut hanya mengatur pada kegiatan CSR yang telah ditentukan bidangnya dan biaya CSR yang dapat dikurangkan juga dibatasi hanya sebatas 5%, padahal dalam UU PT dan UU PM
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
menyebutkan bahwa perusahaan harus melaksanakan kegiatan CSR dan atas biaya pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan. Apabila pemerintah memang ingin mendorong perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, maka pemerintah tidak perlu membatasi ruang gerak perusahaan untuk melaksanakan kegiatan CSR, misalnya dengan mengakui semua biaya CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk dapat dikurangkan dalam perhitungan penghasilan bruto perusahaan. Praktik CSR oleh BUMN ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh faktor pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan sosial BUMN ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan statusnya sebagai perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh motif pengurangan pajak (tax deduction) sebagaimana menjadi pengharapan perusahaan-perusahaan swasta. Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau operasi BUMN. Kedua, terdapat instrumen pemaksa berupa kebijakan pemerintah; dimana melalui Surat Edaran Menteri Negara BUMN Nomor SE-21/MBU/2008 yang menyebutkan bahwa Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) diwajibkan kepada BUMN yang kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam, atau kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam walaupun BUMN di bidang lain pun dapat saja melaksanakan TJSL. Sehingga dengan praktik derma yang imperatif tersebut dimungkinkan bahwa potensi rata-rata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta, BUMN merupakan salah satu elemen
utama kebijakan
ekonomi strategis negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam pembangunan negara-negara dunia ketiga.
Setidaknya, BUMN diperlukan
dalam pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya untuk berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
TINJAUAN TEORITIS Pajak Pengertian mengenai pajak seperti yang dikemukakan oleh P.J.A. Adriani sebagaimana dikutip oleh Brotodihardjo, yakni: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk melayani pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” (Brotodihardjo, 2) Brotodihardjo menarik kesimpulan dari definisi tersebut bahwa Prof. Adriani memasukkan pajak sebagai pengertian yang dianggap masuk ke dalam kategori pungutan. Selain itu, yang dimaksud dengan tidak mendapat prestasi kembali dari Negara adalah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran “iuran” itu. Prestasi tersebut dapat berupa seperti hak untuk menggunakan jalan-jalan umum, perlindungan dan penjagaan dari pihak polisi dan tentara, akan tetapi prestasi tersebut diperoleh tidak secara individual dan tidak ada hubungannya dengan pembayaran karena orang yang tidak membayar pajak pun dapat menikmati prestasi itu. Azas Perpajakan Azas keadilan harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangannya, maupun dalam prakteknya sehari-hari. Inilah sendi pokok yang seharusnya diperhatikan baik-baik oleh setiap Negara untuk melancarkan usahanya dalam pemungutan pajak. Maka dari itu syarat mutlak dari pembuat undang-undang (Pajak atau lainnya) memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang adil. Namun harus diingat memang ‘adil’ di sini bersifat relative. Yang dulu dianggap adil, saat ini belum tentu, bahkan melanggar keadilan. Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya “An inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation”, yang terkenal dengan sebutan “Wealth of Nations” mengemukakan ajarannya sebagai azas Pemungutan Pajak yang terkenal dengan sebutan “The Four Maxims” (Nurmantu, 82-83). Keempat kaidah tersebut yaitu equity, certainty, convenience, dan efficiency.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
Konsep Penghasilan Para ahli telah memberikan definisi penghasilan berdasarkan berbagai konteks seperti ekonomi, akuntansi, dan juga pajak. Menurut Gunadi, penghasilan berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains). Pengertian penghasilan dapat menjangkau keuntungan yang belum direalisasi dan penghasilan dapat menambah atau menimbulkan berbagai jenis aktiva, atau mengurangi dan menyelesaikan kewajiban (Gunadi, 17). Untuk keperluan perpajakan sekurang-kurangnya terdapat dua pendekatan dalam pendefinisian penghasilan, yaitu pendekatan sumber (source concept of income), dan pendekatan pertambahan (accretion concept of income). Penghasilan atau income itu sendiri bukanlah merupakan suatu konsep yang sederhana, dalam literatur ada beberapa alternatif definisi penghasilan, salah satu konsep yang paling banyak mempengaruhi tax policy di berbagai negara karena dianggap paling mencerminkan keadilan dan sekaligus applicable adalah apa yang disebut sebagai S-H-S income concept yang dikemukakan oleh Scahnz, Haig, dan Simons. George Schanz mengemukakan apa yang disebut dengan The Accretion Theory of Income yang menyatakan bahwa pengertian penghasilan untuk keperluan perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa (Mansury, 62). Jadi apa yang dipakai untuk konsumsi atau disimpan untuk konsumsi dikemudian hari tidak penting, yang penting adalah bahwa penerimaan atau perolehan tersebut merupakan tambahan kemampuan ekonomis (Mansury, 71). Pajak Penghasilan Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh subyek pajak. Hector S. De Leon mengemukakan definisi pajak penghasilan sebagai berikut: “Income tax Is a tax on the net income or the entire income realized on taxable year. It is levied upon corporate and individual incomes in excess of specified amounts and less certain deduction and/or specified exemption in cases permitted by law.” (Hector S. De Leon, 78-79)
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
Corporate Sosial Responsibility (CSR) Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Perusahaan yang menjalankan peran tanggung jawab sosialnya akan dipandang sebagai anggota masyarakat yang baik di mata para stakeholdernya. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang pembangunan berkelanjutan, memberikan definisi CSR yang luas, yakni: “Corporate sosial responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.” (CSR: Meeting changing expectations, 3) Sumbangan Praktek-praktek kedermawanan sosial mempunyai berbagai macam konsep antara lain sumbangan atau karitas (charity), filantropi (philanthropy), dan tanggung jawab sosial (corporate sosial responsibility). Filantropi pada dasarnya memiliki makna yang lebih luas dari karitas (Saidi, 35). Karitas adalah pemberian bantuan untuk kebutuhan yang sifatnya sesaat dan insidentil, misalnya menolong korban bencana alam dengan memberi bantuan uang, makanan, pakaian, dan obat-obatan. Sedangkan filantropi adalah sumbangan yang ditujukan untuk kegiatan investasi sosial (Saidi, 35-36). Kegiatan pemberian sumbangan yang tidak hanya mencakup kegiatan individual, tetapi dilaksanakan secara kolektif oleh atau melalui organisasi disebut dengan kegiatan filantropi (Saidi, Fuad, dan Abidin, 5). Pengertian dari filantropi yaitu “pemanfaatan kekayaan yang dimobilisasi dan dikelola oleh organisasiorganisasi non-pemerintah nirlaba dengan peraturan-peraturan yang jelas menyangkut kemampuan administrative dan operasional, transaparansi, dan akuntabilitas demi kebaikan masyarakat umum” (Saidi, Fuad, dan Abidin, 5)l
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu wadah untuk menjawab suatu permasalahan secara ilmiah. Di dalam melakukan suatu penelitian harus menggunakan suatu metode yang sesuai dan berhubungan dengan inti dari permasalahan yang akan diteliti. Supaya dapat memperoleh data yang relevan sesuai dengan permasalahan yang diteliti, metode penelitian ini mempunyai peran penting. Oleh karena itu, dalam suatu penelitian tersebut terdapat segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur pelaksanaan suatu penelitian mulai dari pemilihan dan penetapan fokus penelitian sampai dengan cara menganalisa data yang diperoleh. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih untuk penelitian ini karena peneliti ingin memperoleh pemahaman menyeluruh mengenai kasus yang terjadi di lapangan terkait dengan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan PT. ABC. Selanjutnya, jenis penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dimensi waktu penelitian, dan teknik pengumpulan data dari penelitian yang bersangkutan. Jika ditinjau dari tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif, yang ditujukan untuk membatasi suatu permasalahan yang diteliti agar tidak terjadi pembiasan dalam mempersepsikan dan mengkaji masalah yang diteliti. Menurut Moleong (11) penelitian deskriptif adalah penelitian yang berupaya mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, untuk itu peneliti dibatasi hanya mengungkapkan fakta-fakta dan tidak menggunakan hipotesa. Dari segi manfaat penelitian, penelitian ini termasuk penelitian murni. penelitian murni adalah penelitian yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan akademis (Prasetyo dan Jannah, 45). Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian murni karena penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perpajakan, khususnya perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Jika dilihat dari aspek dimensi waktu penelitian, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu tertentu dan hanya mengambil satu bagian dari fenomena sosial pada satu waktu tertentu tersebut (Prasetyo dan Jannah, 42). Teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu Studi Lapangan (Field Research) dan Studi Kepustakaan (Library Research) Studi lapangan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Peneliti akan menggunakan pertanyaan terbuka dan melakukan wawancara satu per satu dengan informan. Peneliti tidak
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
membatasi pilihan jawaban informan, sehingga informan dapat menjawab pertanyaan peneliti secara bebas sesuai dengan pendapatnya. Teknik pengumpulan data yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi ini dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan data dan informasi dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, penelusuran internet untuk mendapatkan data-data yang relevan dengan permasalahan penelitian. Analisis Data penelitian ini digunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data merupakan hal terpenting dalam suatu penelitian karena bertujuan untuk memberi makna atas data yang diperoleh dilapangan yang berguna memecahkan masalah penelitian. Patton dalam Moleong (280) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Proses analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan memelajari hasil wawancara dengan informan penelitian, catatan lapangan, dan dokumentasi terkait dengan perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Data yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk kutipan langsung atau penjelasan dari hasil wawancara dengan informan. Informan dalam penelitian kualitatif dibagi menjadi dua jenis, yaitu informan utama dan informan pendukung. Pada penelitian ini, peneliti menarik beberapa informan, antara lain Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak, Praktisi/Konsultan Pajak, dan Akademisi. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi penelitian hanya pada PT. ABC dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini memiliki kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang beragam, salah satunya terkait di bidang lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Selain itu, peneliti membatasi penelitian atas kasus yang terjadi pada PT. ABC dan kasus yang diteliti hanya yang berhubungan dengan perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dilihat dari sisi PT ABC. Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan adanya beberapa informan yang sulit ditemui karena kesibukannya sehingga peneliti mengatasinya dengan cara menunda wawancara dihari berikutnya atau mengganti dengan informan lain yang relevan.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Dilihat Dari Tujuan Kegiatan CSR PT ABC Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Dilihat Dari Tujuan PT ABC Melaksanakan CSR, sebagai suatu perusahaan yang sedang bergerak menuju perusahaan kelas dunia, PT ABC dituntut untuk menjadi suatu entitas bisnis yang dapat membawa dampak positif bagi negara dan masyarakat. Tidak hanya berfokus untuk mengejar profit, namun PT ABC juga diharapkan dapat bertumbuh kembang bersama masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Perusahaan yang memandang bahwa menjadi bagian dari masyarakat yang lebih besar di mana masyarakat dan perusahaan berada dalam kesetaraan adalah hal yang amat penting. PT ABC dalam program CSR yang dijalankannya memiliki tujuan agar terjalin hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat sekitar. Menurut Sugiarsono sebagaimana dikutip Magdalena (2008), praktek tanggung jawab sosial dipandang perusahaan dengan intensitas yang berbeda-beda yaitu, pertama, CSR dipandang sebagai strategi perusahaan yang pada akhirnya mendatangkan keuntungan. Kedua, CSR dipandang sebagai kewajiban karena ada hukum yang memaksa menerapkannya (compliance). Ketiga, perusahaan melaksanakan CSR karena merasa sebagai bagian dari komunitas (beyond compliance). Sudut pandang perusahaan dalam melihat kegiatan CSR tentu juga akan mempengaruhi bagaimana perlakuan pajak atas kegiatan CSR tersebut. Perusahaan yang memandang kegiatan CSR sebagai strategi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan, memiliki maksud lain dalam pelaksanaan kegiatan CSR perusahaan. Maksud lain tersebut yaitu profit perusahaan. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri mengingat tujuan utama perusahaan adalah profit oriented. Dalam kasus perusahaan mengeluarkan biaya CSR ini, maka pengeluaran ini diartikan sebagai biaya marketing atau biaya promosi. Pada umumnya perusahaan yang memandang CSR sebagai salah satu strategi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan ini adalah perusahaan yang keuntungannya tergantung pada customer. Dengan kata lain, perusahaan ini adalah perusahaan yang menjual hasil produksinya kepada masyarakat untuk dapat dikonsumsi secara langsung. Karena tujuan utama perusahaan adalah profit oriented, maka atas biaya CSR yang dikeluarkan juga akan dipadukan dengan aktivitas bisnis perusahaan. Selain itu, perusahaan juga akan selektif dalam menentukan bentuk CSR apa yang akan dikeluarkan,
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
sebisa mungkin atas bentuk CSR yang dikeluarkan itu meningkatkan penjualan perusahaan, dan juga dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto. Salah satu bentuk CSR yang dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto adalah dengan mewujudkannya dalam bentuk promosi. Sebenarnya ketentuan pajak penghasilan atas biaya promosi suatu perusahaan telah diakomodir dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 tanggal 8 Januari 2010 tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
Se
-
9/PJ/2010
tentang
Penyampaian
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor 2/PMK.03/2010 Tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa biaya promosi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang atas biaya tersebut dibuatkan daftar nominatifnya dan daftar nominative tersebut dilampirkan saat penyampaian SPT Tahunan PPh Badan. Tetapi di satu sisi, promosi ini sangat luas prakteknya di lapangan, sehingga akan menjadi sulit untuk menentukan apakah biaya promosi tersebut benar-benar biaya promosi atau sumbangan. Pada pelaksanaan kegiatan CSR perusahaan, PT ABC tidak memungkinan untuk melakukan pembebanan biaya CSR ke dalam biaya marketing atau promosi. Hal ini dikarenakan PT ABC yang bisnisnya bergerak dalam bidang pengolahan migas, dalam mendapatkan profitnya tidak tergantung pada customer. Kedua, kegiatan CSR dipandang sebagai tindakan Compliance. Tindakan compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan atas adanya peraturan yang mewajibkan untuk melakukan sesuatu. Dalam kaitannya dengan kegiatan CSR, PT ABC diwajibkan oleh undang-undang untuk melaksanakan kegiatan CSR, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). PT ABC diwajibkan melaksanakan kegiatan CSR dikarenakan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan lingkungan sekitar, dengan adanya peraturan tersebut, PT ABC wajib melaksanakan kegiatan CSR dan atas biaya CSR yang dikeluarkan dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan. Relation Officer PT ABC mengakui bahwa kegiatan CSR yang dilaksanakannya juga dikarenakan adanya kewajiban di dalam undang-undang. Sebagai kompensasi atas kewajiban CSR tersebut, perusahaan dapat membebankan biaya CSR dalam biaya perusahaan sesuai yang disebutkan dalam UU PT. Namun, bila dikaitkan ke pajak penghasilan, atas biaya CSR tersebut tidak serta merta juga dapat dijadikan biaya perusahaan. Terakhir, kegiatan CSR dipandang sebagai tindakan Beyond Compliance, yaitu perusahaan yang melaksanakan kegiatan CSR berdasarkan pandangan ini menganggap bahwa pelaksanaan kegiatan CSR bukan sekedar mencari keuntungan atau melaksanakan kewajiban.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
PT ABC memandang bahwa menjadi bagian dari masyarakat yang lebih besar di mana masyarakat dan perusahaan berada dalam kesetaraan adalah hal yang amat penting. PT ABC dalam program CSR yang dijalankannya memiliki tujuan agar terjalin hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat sekitar. PT ABC dalam melaksanakan kegiatan CSR tidak mempermasalahkan aspek pajak yang timbul, yaitu apakah berkaitan dengan Non Deductible Expense dan Deductible Expense. PT ABC lebih mengedepankan seberapa besar manfaat dan pengaruhnya bagi masyarakat sekitar atas program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan. Pelaksanaan kegiatan CSR yang didasari dengan aspek sosial juga akan berkaitan dengan aspek bisnis. Selanjutnya, konsekuensi pajak yang akan timbul dalam motif ini, apakah dapat menjadi deductible atau tidak, tidak akan menjadi permasalahan utama. Dalam motif ini, perusahaan lebih mengedepankan niat mulia untuk tujuan sosial, dan apabila atas biaya CSR tersebut mempertimbangkan faktor deduction, maka akan merusak niat sosial itu sendiri yang sejatinya adalah sukarela. Dengan demikian, PT ABC dalam melaksanakan kegiatan CSR sudah berada dalam cakupan beyond compliance. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) PT ABC Setelah sebelumnya dijelaskan mengenai perlakuan Pajak Penghasilan atas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dilihat dari sudut pandang tujuan perusahaan melakukan CSR, bagian ini akan menjelaskan dalam prakteknya di lapangan atas kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT ABC. Dalam melaksanakan program CSR, PT ABC memegang teguh 5 pilar CSR yang telah ditetapkan perusahaan, yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan, infrastruktur, dan lingkungan untuk menjangkau seluruh aspek kehidupan masyarakat. Di setiap bidang tersebut ada beberapa program yang telah selesai dilaksanakan dan ada beberapa yang masih dalam proses pengerjaan.
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, perlakuan Pajak Penghasilan atas CSR tersebut terkait erat dengan apakah atas biaya CSR tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto perusahaan atau tidak untuk menentukan penghasilan kena pajak. Sampai saat ini sistem perpajakan di Indonesia hanya mengatur mengenai biaya yang dapat atau tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto perusahaan yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut dengan UU PPh). Karena kegiatan CSR ini dikeluarkan dari biaya perusahaan maka perlakuan pajaknya juga akan mengacu ke Pasal 6 dan Pasal 9
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
UU PPh. Di samping itu, atas biaya CSR yang dikeluarkan perusahaan perlu kita tafsirkan terlebih dahulu seperti apa kegiatan CSR itu, apakah dapat jadi pengurang atau tidak. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa atas semua kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan ada yang dapat dijadikan pengurang dan ada yang tidak dapat dijadikan pengurang, tergantung bagaimana perusahaan mewujudkan CSR tersebut. Pada tahun 2012, PT ABC mengeluarkan beberapa program CSR di bidang lingkungan. Perusahaan melaksanakan program CSR di bidang lingkungan didasarkan atas kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, mengingat PT ABC merupakan industry yang memiliki dampak terhadap lingkungan sekitar. PT ABC merupakan industry yang bergerak di bidang pengolahan minyak, sehingga limbah atas hasil pengolahan tersebut dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, dalam program CSR bidang lingkungan, PT ABC melaksanakan kegiatan CSR berupa Penanaman Mangrove di sekitar wilayah operasional perusahaan. Penanaman Mangrove ini merupakan salah satu program besar CSR yaitu Program Menabung Seratus Juta Pohon. Biaya program Penanaman Mangrove yang dikeluarkan perusahaan akan terkait dengan perlakuan pajak penghasilan, apakah atas biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan atau tidak untuk tujuan perpajakan. Atas biaya CSR Penanaman Mangrove ini, untuk mengkategorikan biaya tersebut maka kita mengacu ke Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh serta PP 93 tahun 2010 yang mengatur khusus sumbangan boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto. Bila kita melihat PP 93 tahun 2010, peraturan tersebut hanya mengatur sumbangan terkait pada bidang tertentu dan bidang lingkungan tidak tercakup dalam PP tersebut, sehingga atas biaya CSR tersebut tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Tanaman mangrove ini juga sedikit terkait dengan fungsi pengolahan limbah yang dalam Pasal 6 UU PPh dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Tetapi bila kembali ke tujuan perusahaan melaksanakan program penanaman mangrove ini, yaitu untuk pemulihan dan pemeliharaan lingkungan, maka atas biaya CSR Program Penanaman Mangrove yang dilakukan PT ABC tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Kegiatan CSR Bidang Pemberdayaan yaitu Salah satu kegiatan CSR perusahaan di bidang pemberdayaan adalah Program Penggemukan Sapi. Program ini merupakan program yang dilakukan perusahaan dengan cara melakukan peneliti terlebih dahulu terhadap sapi yang telah dibeli perusahaan. Sapi yang telah dibeli tersebut akan ditempatkan di salah satu tempat yang telah disediakan di perusahaan dan akan dilakukan penelitian atau riset untuk menemukan formula agar ditemukan cara untuk menggemukkan sapi-sapi tersebut. Tujuan dari program penggemukan sapi ini adalah untuk memberikan pembelajaran dan pelatihan
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
kepada masyarakat sekitar mengenai cara untuk menggemukkan sapi. Diharapkan ke depannya program ini dapat mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar PT ABC. Permasalahan yang kemudian muncul adalah atas biaya penelitian dan pengembangan atau riset tersebut dikategorikan masuk ke biaya yang bagaimana untuk tujuan perpajakan, apakah sebagai biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto atau tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Biaya penelitian dan pengembangan ini merupakan biaya yang termasuk ke dalam Pasal 6 UU PPh dan PP 93 Tahun 2010. Dalam Pasal 6 ayat 1 huruf f, disebutkan bahwa biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto. Biaya ini dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto karena penelitian dan pengembangan tersebut dilakukan untuk produk perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan profit yang lebih tinggi, dengan kata lain terkait dengan kegiatan mendapatkan, memelihara, dan menghasilkan penghasilab perusahaan. Program Penggemukan Sapi yang dilakukan PT ABC ini merupakan program CSR yang tujuannya agar dapat bermanfaat untuk masyarakat, dan di satu sisi program tersebut tidak berhubungan dengan kegiatan usaha PT ABC yaitu pengolahan minyak sehingga atas biaya ini tidak dapat dijadikan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto. Bila kita mengacu ke dalam PP 93 Tahun 2010, peraturan tersebut menyebutkan bahwa biaya penelitian dan pengembangan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto apabila disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan, dan juga telah memenuhi persyaratan sesuai dalam PP tersebut. Program Penggemukan Sapi yang dilakukan perusahaan merupakan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan sendiri tanpa melalui lembaga lain. Atas program ini maka biaya penelitian dan pengembangan sebagaimana ditetapkan dalam PP 93 Tahun 2010 menjadi tidak sesuai, karena PP tersebut menyebutkan bahwa atas biaya penelitian dan pengembangan harus disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa atas kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan perusahaan ini tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto perusahaan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Perlakuan Pajak Penghasilan atas Kegiatan CSR yang Dilakukan oleh PT ABC Dalam pelaksanaan kegiatan CSR, PT ABC mengacu ke 5 pilar, dan atas kegiatan CSR yang dilaksanakan itu memiliki perlakuan Pajak Penghasilan yang berbeda-beda. Untuk menentukan perlakuan pajaknya, dapat dilihat dari akun dalam laporan keuangannya. Sampai saat ini, PT ABC dalam melaksanakan kegiatan CSR akan memasukkan biaya CSR tersebut
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
ke dalam akun yang bernama ”Charity Donation”. Dalam akun ”Charity Donation” nanti akan dijabarkan lebih lanjut biaya-biaya apa saja yang terjadi dan besar nominal biayanya berapa, kemudian akan ditentukan apakah atas biaya tersebut merupakan biaya Deductible Expense atau Non Deductible Expense. Selama ini PT ABC membebankan biaya CSR sebagai biaya yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, padahal atas semua kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan tidak semuanya merupakan biaya yang Non Deductible Expense melainkan ada beberapa program CSR yang sebenarnya memenuhi syarat untuk dijadikan pengurang penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU PPh dan PP 93 Tahun 2010. Dengan demikian, perusahaan dapat membebankan biaya CSR sebagai biaya Deductible Expense selama memenuhi persyaratan yang ada. Hambatan Yang Dialami PT ABC Dalam Menjalankan Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam pelaksanaan program-program CSR-nya, PT. ABC bukan tidak menghadapi hambatan-hambatan yang dapat menjadikan pelaksanaan CSR menjadi hilang dan lepas dari sasarannya. Adapun beberapa hambatan-hambatan dalam upaya pelaksanaan CSR oleh PT. ABC antara lain berasal dari pemerintah daerah setempat, yaitu Pemerintah Daerah Meminta Anggaran CSR Perusahaan. Hambatan ini terjadi pada tahun 2010, yang mana pemerintah daerah setempat meminta kepada perusahaan agar anggaran CSR yang ada diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh informan Relations Officer PT ABC. Informan tersebut juga menjelaskan bahwa hal tersebut adalah salah, tetapi pemerintah daerah tetap memaksa memintanya sebagai ganti dari pajak pengolahan migas. Lebih lanjut, informan Relations Officer PT ABC yang kedua dapat diambil kesimpulan pemerintah daerah atas dasar otonomi daerah, mereka meminta anggaran CSR perusahaan sebagai ganti dari pajak pengolahan migas. Namun, setelah anggaran CSR diserahkan kepada pemerintah daerah, ternyata banyak program yang tidak tepat sasaran hingga pada akhirnya anggaran CSR tersebut dikembalikan lagi ke PT ABC. Atas hal tersebut, akhirnya pemerintah daerah yang meminta anggaran CSR perusahaan dipanggil kejaksaan. Hal ini dikarenakan akan terdapat duplikasi penganggaran CSR, yaitu CSR yang dianggarkan dari dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan dari anggaran CSR PT ABC. Hambatan yang kedua yaitu adanya LSM yang memanfaatkan CSR perusahaan. Hambatan yang dihadapi perusahaan ini dikarenakan terkait dengan banyaknya LSM yang ingin jadi pelaksana proyek program CSR perusahaan. Hal ini dikarenakan PT ABC dalam mengeluarkan biaya CSR terbilang cukup besar sehingga tidak memungkinkan ada beberapa
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
oknum LSM yang ingin memanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Informan Relations Officer PT ABC menjelaskan bahwa untuk mengatasi hambatan tersebut, perusahaan menggunakan strategi manajemen konflik. Perusahaan melihat karena ini CSR pemberdayaan, maka yang berhak melaksanakannya adalah masyarakat itu sendiri. Informan juga menjelaskan bahwa dalam hal bekerja sama dengan LSM, perusahaan akan selektif dalam menentukan LSM yang ditunjuk sebagai pelaksana program CSR. Di satu sisi, perusahaan juga harus punya referensi khusus untuk LSM yang dapat dipercaya dan professional.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
SIMPULAN Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: (1) Perlakuan pajak penghasilan atas kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) ditinjau dari tujuan kegiatan CSR PT ABC yaitu atas biaya CSR yang dikeluarkan PT ABC ada yang dapat dijadikan pengurang dan ada yang tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto, tergantung dari kegiatan CSR itu sendiri. Hal ini terkait dengan tujuan CSR PT ABC yang sudah berada dalam cakupan beyond compliance dan tidak mempermasalahkan perlakuan pajak yang timbul atas kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan. (2) Perlakuan pajak penghasilan atas CSR bidang lingkungan, Program Penanaman Mangrove, tidak dapat dikategorikan sebagai pengurang penghasilan bruto sesuai dalam Pasal 6 UU PPh karena arah tujuan CSR perusahaan lebih mengarah kepada pemeliharaan lingkungan, meskipun fungsi dari tanaman mangrove sedikit terkait dengan biaya pengolahan limbah. Untuk CSR bidang pemberdayaan, Program Cara Penggemukan Sapi tidak dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto karena atas biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan tidak terkait dengan kegiatan usaha perusahaan dan juga tidak sesuai dalam PP 93 Tahun 2010. (3) Hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan dalam pelaksanaan program CSR antara lain yaitu adanya tindakan otonomi pemerintah daerah yang meminta anggaran CSR perusahaan diserahkan ke pemerintah daerah, dan adanya beberapa LSM yang memanfaatkan kegiatan CSR perusahaan untuk kepentingan pribadi. SARAN Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan terkait dengan kegiatan CSR, PT ABC dapat menjadikan biaya CSR sebagai pengurang penghasilan bruto selama sesuai dengan persyaratan dalam peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu dalam Pasal 6 UU PPh dan PP 93 Tahun 2010. Hal ini mengingat perlakuan pajak atas CSR berbeda-beda tergantung dari kegiatan CSR itu sendiri. Kemudian untuk pemerintah, sebaiknya perlu mempertimbangkan kembali peraturan pajak yang mengatur mengenai CSR karena masih ada bidang-bidang yang belum terfasilitasi, padahal atas kegiatan tersebut memiliki manfaat yang luas dan mengurangi beban pemerintah, misal seperti program CSR penanaman pohon yang dapat membantu mengurangi polusi udara dan program CSR pemberdayaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. PT. ABC hendaknya dalam melaksanakan kegiatan CSR melalui lembaga lain, perlu dilakukan secara selektif dan dalam pelaksanaannya perusahaan terus mengawasi kegiatan CSR yang dilakukan melalui lembaga lain.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
DAFTAR REFERENSI Ambadar, Jackie. CSR dalam Praktik di Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2008. Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak Edisi Ketiga. Bandung: PT Eresco, 1993. Creswell, John W. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California: SAGE Publications, Inc, 1994. Daniri, Mas Achmad. "Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan." 2008. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 26 January 2013.
. Fajar, Mukti. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Gunadi. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Baru. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2009. Leon, Hector S. De. The Fundamentals of Taxation. Manila: Rex Printing Company, Inc, 1997. Magdalena, Isabella. Kepastian Hukum Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Pemberian Sumbangan Pada Perusahaan Kontrak Karya (Studi Kasus Pada PT X). Skripsi Program Sarjana FISIP UI. Tidak diterbitkan. (2008). Mansury, R. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), 2000. —. Pajak Penghasilan Lanjuta Pasca Reformasi 2000. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), 2002. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2006. Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan (Edisi Ketiga). Jakarta: Granit, 2005. Prabowo, Yusdianto. Akuntansi Perpajakan Terapan. Jakarta: PT Grasindo, 2006. Prasetyo, Bambang and Lina M. Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Saidi, Zaim, dkk. Sumbangan Sosial Perusahaan, Profil dan Pola Distribusinya di Indonesia: Survey 226 perusahaan di 10 Kota. Jakarta: Piramedia, 2003. Saidi, Zaim, Muhammad Fuad and Hamid Abidin. Kedermawanan Untuk Keadilan Sosial. Depok: Piramedia, 2006.
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013
Saidi, Zaim. "Membangun CSR dan Filantropi yang Aplikatif." n.d. Indonesia Business Links. 4 Maret 2013. . Solihin, Ismail. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Salemba Empat, 2009. Sommerfeld, Ray M., Hershel M. Anderson and Horace R. Brock. An Introduction to Taxation. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc, 1980. World Business Council for Sustainable Development. "CSR: Meeting changing expectations." n.d. WBCSD. 25 Maret 2013. . Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. ________. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ________. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ________. Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 Tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto ________. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 76/PMK.03/2011 Tentang Tata Cara Pencatatan Dan Pelaporan Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian Dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, Dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto ________. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 Tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto ________. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se - 9/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2/PMK.03/2010 Tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Analisis kebijakan..., Donny Dwi Saputro, FISIP UI, 2013