ANALISIS KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BERKELANJUTAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF DI INDOMOBIL GROUP
PARTOGI SAOLOAN SAMOSIR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ii PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility Berkelanjutan pada Industri Otomotif di Indomobil Group adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.
Demikian pernyataaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, 24 Oktober 2010
Partogi Saoloan Samosir NRP. P062059374
iii ABSTRACT Partogi Saoloan Samosir, 2010, Analysis of Sustainable Corporate Social Responsibility Policy of Automotive Industry in Indomobil Group. Supervised by: Aida Vitayala S.
Hubeis as chairman, Musa Hubeis, and Gunadi Sindhuwinata as members. The presence of the auto industry as part of a social system should have a positive impact to the surrounding community. The company's efforts to remain sustainable in its operations and provide positive impact to the surrounding community in the form of Corporate Social Responsibility (CSR). The purpose of this study are: to determine the attributes that play a role in sustainable CSR in the auto industry; to determine the sustainability of CSR index, and to identify appropriate sustainable CSR policies in the auto industry. The research method is to use analysis of Multidimensional Scaling (MDS) to determine the attributes which is the lever of the three-dimensional factors sustainability (economic, social and environment). To know the effect of each attribute of sustainable CSR, and to support the validity of MDS methods used Friedman's test and then using the prospective analysis of scenario analysis to get a key factor, and finally used the Analytical Hierarchy Process (AHP) to get the right CSR policies implemented in the automotive industry. Sustainable CSR policy in the automotive industry for each company are different from each other according to the views of stakeholders (stakeholders) as well as in PT Indomobil Suzuki Motor CSR policy is different from the existing CSR policies on PT. Nissan Motor Indonesia and PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia. But there is a red thread which is the main priority that need attention in the automotive industry which is the creation of business opportunities to the community. Sustainable CSR policy priority in the automotive industry in increasing business opportunities for local communities which is the policy of CSR performance improvement is by taking into account business performance simultaneously. This means that in improving the local economy around is done by considering a competitive advantage that is how the activity increased business opportunities to actually improve the quality of input factors that will be used by the company, activities that can provide a significant influence on the productive system and transparent competition, an activity that can enlarge the market coverage of products sold to get input on the feasibility of product standards and local consumer intelligence, and creation of supporting industries in the location the company operates. Key word: CSR, sustainability, stakeholders, business opportunity, automotive industry
iv RINGKASAN Partogi Saoloan Samosir, 2010, Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility Berkelanjutan Pada Industri Otomotif Di Indomobil Group. Di bawah Bimbingan Aida Vitayala S. Hubeis sebagai ketua; Musa Hubeis dan Gunadi Sindhuwinata sebagai anggota. Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan bermasyarakat, karena kehadiran perusahaan dapat berakibat baik, maupun buruk terhadap masyarakat sekitar. Untuk melaksanakan fungsinya, perusahaan tidak dapat lepas dari kebergantungan pada pihak lain (stakeholders) yang dapat secara langsung maupun tidak langsung akan terkena dampak dari aktivitas perusahaan, ataupun pihak lain yang justru memiliki kepentingan ataupun pengaruh terhadap perusahaan. Kerjasama untuk mencapai tujuan dari masing-masing stakeholders menjadi suatu hal penting dari suatu sistem kemasyarakatan, disamping memenuhi kepentingan shareholders (para pemegang saham). Aktivitas ini dikenal dengan istilah tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Praktek CSR yang baik mempunyai andil dalam: (1) meminimalkan dampak negatif atas risiko aktifitas perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan; (2) meminimalkan biaya operasional perusahaan; (3) meningkatkan kinerja keuangan dan citra perusahaan, dan (4) pencapaian tujuan pembangunan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, termasuk tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals) di Indonesia. Indomobil adalah group perusahaan otomotif yang mengageni beragam jenis kendaraan dan produknya memenuhi seluruh segmen jenis kendaraan yang berada di Indonesia, serta salah satu group perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia yang menguasai 22% pangsa pasar mobil di Indonesia. Sebagai anak perusahaan dari Indomobil Group, PT. SIM sebagai produsen mobil merek Suzuki berlokasi di Kelurahan Jatimulya, Bekasi, sedangkan PT. NMI dan PT. HMMI sebagai produsen mobil merek Nissan dan Hino berlokasi di kawasan industri Kota Bukit Indah Desa Dangdeur, Purwakarta telah melaksanakan aktivitas CSR, baik dari segi kinerja produk maupun terhadap pihak di luar perusahaan. Untuk mencapai kinerja CSR berkelanjutan, diperlukan berbagai perbaikan dalam aktivitas perusahaan. Beberapa hal yang dikemukakan tentang CSR menunjukkan: (1) pelaksanaan CSR masih belum jelas atau terkadang samar dengan aktivitas promosi perusahaan, (2) tidak pernah diidentifikasi tingkat keberlanjutannya, (3) aktivitasnya bersifat parsial dan bidang yang dimasukinya sesuai selera perusahaan, (4) tidak pernah diukur tingkat keberhasilannya, (5) kewajiban memperhatikan masalah sosial dan lingkungan masih dipandang bukan menjadi tanggungjawab korporat, tetapi merupakan tanggungjawab Pemerintah, dan (6) merasa tidak ada keharusan melaksanakan CSR. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji atribut-atribut CSR apakah yang berperan dalam industri otomotif terhadap masyarakat sekitar dan produk mobil yang dihasilkan, (2) menentukan indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif, (3) merekomendasikan kebijakan CSR berkelanjutan yang tepat dilaksanakan berdasarkan karakteristiknya terhadap masyarakat di sekitar perusahaan.
v Analisis terhadap status keberlanjutan aktivitas CSR adalah mengkaji kondisi tiga dimensi dalam CSR, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan dengan alat analisis Multidimensional Scaling (MDS) dengan bantuan kuesioner sebagai alat pengumpul data untuk memperoleh faktor pengungkit keberlanjutan kinerja aktivitas CSR berkelanjutan pada setiap dimensi namun didahului dengan uji Friedman untuk menguji kesahihan MDS, baru kemudian dilanjutkan dengan analisis prospektif untuk menyusun skenario dan yang melibatkan pemangku kepentingan terkait. Teknik perumusan skenario menggunakan pendekatan prospektif dan penetapan prioritas skenario yang melibatkan stakeholders menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Pada tahap akhir, dirumuskan rekomendasi dan strategi pengembangan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group. Berdasarkan tahapan yang dilalui dalam mendapatkan model kebijakan CSR berkelanjutan yang tepat dilaksanakan oleh industri otomotif, diperoleh beberapa fakta CSR berkelanjutan dalam industri otomotif berikut. a. Hasil analisis pada PT. SIM menunjukkan bahwa program CSR yang paling penting untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi lingkungan. Faktor pengungkit merupakan atribut yang berperan dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada dimensi ekonomi adalah (1) kecenderungan konsumtif, (2) peluang kerja di perusahaan, dan (3) peluang usaha. Untuk dimensi sosial yaitu (1) kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial dan (3) erosi nilai-nilai sosial. Untuk dimensi lingkungan adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi, (2) Rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Selanjutnya dilakukan analisa prospektif yang menghasilkan faktor kunci, yaitu peluang kerja di perusahaan dan faktor disintegrasi sosial. b. Pada PT. NMI dan PT. HMMI hasil analisis menunjukkan bahwa program CSR menghasilkan dimensi ekonomi belum berkelanjutan, dimensi sosial tergolong belum berkelanjutan dan lingkungan berkelanjutan. Dimensi yang paling penting untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi sosial. Analisis keberlanjutan pada PT. NMI dan PT.HMMI dalam dimensi lingkungan menghasilkan faktor pengungkit keberlanjutan CSR berkelanjutan seperti (1) aktivitas penghijauan, (2) estetika lingkungan, (3) konservasi lingkungan. Ditinjau dari dimensi Ekonomi faktor pengungkit yang diperoleh meliputi (1) peluang usaha, (2) peningkatan harga, (3) peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi. Dari dimensi sosial meliputi (1) kondisi keamanan, (2) peningkatan kerekatan sosial dan (3) disintegrasi sosial. Untuk memperoleh faktor kunci dilakukan analisis Prospektif yang menghasilkan faktor yang perlu diperhatikan seperti peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, aktivitas penghijauan dan peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan. c. Setelah diperoleh faktor pengungkit dan faktor kunci, serta penetapan kemungkinan di masa mendatang dan akhirnya dilakukan pengelompokkan sesuai skenario kebijakan CSR maka dilakukanlah perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan prioritas dari setiap aktor, faktor, kriteria dan alternatif yang berfokus pada kebijakan CSR berkelanjutan. Pada PT. SIM, hasil olahan data kuesioner AHP menunjukkan bahwa masyarakat sekitar menjadi aktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian (fokus) untuk mencapai CSR berkelanjutan (skor 0,33). Untuk level faktor yang menjadi prioritas utama mendapat perhatian adalah faktor ekonomi
vi (skor 0,41). Untuk faktor mencapai pertumbuhan ekonomi, kriteria yang menjadi prioritas utama mendapat perhatian adalah peluang usaha yang timbul bagi masyarakat Kelurahan Jatimulya (skor 0,20). Untuk faktor sosial, kriteria yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian adalah kerenggangan sosial dan disintegrasi sosial yang sama-sama memperoleh skor 0,10. Untuk faktor lingkungan kriteria yang menjadi prioritas utama adalah Rehabilitasi Lingkungan (skor 0,17). Alternatif kebijakan yang diperoleh dari pendapat para pakar dan tokoh masyarakat adalah perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan dengan skor 0,56. Pada PT. NMI dan PT.HMMI level aktor yang menjadi prioritas mendapat perhatian adalah pengusaha (skor 0,42), karena berperan sentral untuk menghasilkan kebijakan CSR berkelanjutan di PT. NMI dan PT. HMMI. Dari level faktor, adalah lingkungan yang menjadi menjadi prioritas utama untuk mendapatkan perhatian (skor 0,58). Level kriteria dari masing-masing faktor yang berada di bawah faktor ekonomi menjadi prioritas utama adalah peluang usaha (skor 0,10). Kriteria di bawah faktor sosial yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan kerekatan sosial (skor 0,17). Untuk faktor lingkungan kriteria prioritas utama adalah konservasi lingkungan (skor 0,28). Alternatif kebijakan yang direkomendasikan menjadi prioritas utama adalah perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (skor 0,67). Sebagai dasar dari kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif, maka perbaikan kinerja CSR tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan sebagai dasar dari seluruh aktivitas CSR dalam industri otomotif. Kebijakan umum CSR berkelanjutan dalam industri otomotif adalah sebagai berikut. a. Masing-masing perusahaan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat berbeda dengan perusahaan lainnya, sehingga mengakibatkan atribut-atribut yang berperan dalam CSR berkelanjutan menjadi berbeda-beda pula. b. Dari hasil penelitian terdapat satu atribut dari keseluruhan atribut CSR berkelanjutan dari masing-masing perusahaan yang mempunyai kesamaan, yaitu peluang usaha. Dengan demikian, faktor peluang usaha menjadi atribut yang penting untuk menjadi prioritas utama yang diperhatikan dalam industri otomotif. c. Kebijakan CSR berkelanjutan pada industri otomotif adalah perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan. Industri otomotif harus memperhatikan penciptaan peluang usaha bagi masyarakat sekitar perusahaan dimana perusahaan berdomisili namun dengan berfokus kepada penciptaan keunggulan kompetitif (competitive advantage) masingmasing perusahaan di lokasi perusahaan, sehingga tujuan dari aktivitas CSR untuk menciptakan keberlanjutan usaha disamping meningkatkan reputasi perusahaan sebagai bagian dari corporate citizenships secara simultan tercapai.
Kata kunci: CSR, keberlanjutan, pemangku kepentingan, peluang usaha, industri otomotif
vii
1.
2.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa seijin IPB
viii
ANALISIS KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BERKELANJUTAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF DI INDOMOBIL GROUP
PARTOGI SAOLOAN SAMOSIR
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ix
Penguji Luar Ujian Tertutup : 20 September 2010 1. Prof.Dr.Ir Hardinsyah, MS 2. Dr.Ir. Siti Amanah
Penguji Luar Ujian Terbuka : 24 Nopember 2010 1. Prof Dr.H.Bomer Pasaribu, SH,SE,MS
2. Prof.Dr.Ir.Sjafri Mangkuprawira
x
Judul
: Analisis Kebijakan Corporate Social Responsibility Berkelanjutan Pada Industri Otomotif di Indomobil Group : Partogi Saoloan Samosir : P062059374 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Nama NRP Program Studi
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hj.Aida Vitayala S. Hubeis Ketua
Prof Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Anggota
Dr-Ing Gunadi Sindhuwinata Anggota
Diketahui
Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB
Dr.drh. Hasim, DEA
Prof Dr.Ir.H.Khairil Anwar Notodipuro,MS
Tanggal ujian : 24 Nopember 2010
Tanggal lulus :
xi KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perkenanNya dapat diselesaikan disertasi ini yang berjudul ANALISIS KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BERKELANJUTAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF DI INDOMOBIL GROUP sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Doktor Ilmu Pengetahuan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof.Dr.Ir.Hj.Aida Vitayala S. Hubeis sebagai ketua komisi pembimbing; Prof. Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA dan Dr-Ing Gunadi Sindhuwinata (Presiden Direktur Indomobil Group) masingmasing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah berkenan membimbing, memberikan masukan kepada penulis, serta memberikan dorongan moril hingga terselesaikannya disertasi ini. Semoga Tuhan membalas segala budi baik yang telah diberikan kepada kami. Penghargaan serta rasa terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr.Ir.Hardinsyah MS, sebagai penguji luar komisi pada saat prelim maupun ujian tertutup yang memberikan banyak sekali masukan. Terima kasih kepada Prof.Dr. Bomer Pasaribu, SH,SE,MS yang selain akademisi dan mantan Menteri juga anggota DPR pusat dan Prof.Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira atas kesediaan dan koreksinya saat menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka. Kritik dan masukan dari beliaubeliau sebagai pakar amat luar biasa pada peningkatan mutu disertasi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Suzuki Indomobil Motor, PT. Nissan Motor Indonesia, dan PT. Hino Motor Manufacturing Indonesia yang telah memberikan kesempatan meneliti di perusahaannya. Ucapan terimakasih kepada Program Pascasarjana IPB, khususnya Program Studi PSL yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu. Kepada orangtua Dj.H. Samosir (alm) dan Ny.P.boru Napitu, adik-adik, istri tercinta D.F.boru Siallagan dan kedua buah hati Anna M.L. boru Samosir dan David B.S.Samosir, dukungan dan kasih sayang mereka luar biasa. Terima kasih pula kepada semua kolega yaitu Dr.Thamrin, Dr.Nonon S.dan rekanrekan PSL. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan. Bogor, Desember 2010 Peneliti
xii RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 2 Agustus 1965 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Dj.Halomoan Samosir (Alm) dan Pintauli boru Napitu. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Pendidikan Tata Niaga, tamat tahun 1990. Pendidikan Pascasarjana diselesaikan pada tahun 2003 pada Program Studi Marketing Management. Pada tahun 2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis mulai bekerja di PT. Suzuki Indomobil Sales sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang. Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Denny boru Siallagan SE dan telah dikaruniai dua orang anak yakni Anna Maria Lasma boru Samosir dan David Binsar Samuelson Samosir.
xiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR.............................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... xviii I.
PENDAHULUAN...................................................................... 1.1 Latar Belakang................................................................. 1.1.1 Industri Otomotif ........................................................... 1.1.2 Aktivitas CSR dalam industri otomotif .......................... 1.2 Identifikasi Masalah ....................................................... 1.3 Pembatasan Masalah........................................................ 1.4 Kerangka Pemikiran ........................................................ 1.5 Perumusan Masalah ......................................................... 1.6 Tujuan Penelitian ............................................................. 1.7 Manfaat Penelitian ........................................................... 1.8 Kebaruan (Novelty) .........................................................
1 1 3 6 12 13 14 16 16 17 17
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1 CSR dan CSR Berkelanjutan ......................................... 2.2 Komitmen Terhadap CSR .............................................. 2.3 CSR, etika bisnis dan Good Corporate Governance (GCG) 2.4 Industri Otomotif ........................................................... 2.5 CSR Industri Otomotif ................................................... 2.6 Lokasi Pabrik dan dampaknya terhadap masyarakat...... 2.7 Produk Mobil ................................................................. 2.8 Persepsi Pemangku Kepentingan ................................... 2.9 Analisis Kebijakan .......................................................... 2.10 Kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik. 2.11 Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................
19 19 35 35 36 42 48 54 59 61 63 71
III.
METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................... 3.2 Pendekatan Penelitian .................................................... 3,3 Rancangan Penelitian ..................................................... 3.3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................... 3.3.2 Penyusunan Atribut CSR Berkelanjutan Dalam Industri Otomotif ................................................ 3.4. Metode Analisis Data ..................................................... 3.4.1 Analisis Keberlanjutan ................................................... 3.4.2 Uji Friedman .................................................................. 3.4.3 Analisis Prospektif ......................................................... 3.4.4 Pemodelan AHP ............................................................. 3.5 Pengumpulan Data .........................................................
75 75 75 77 77
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 4.1 Gambaran Umum Perusahaan........................................
95 95
IV.
78 81 81 84 84 87 90
xiv 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5 4.2.6 4.2.7 4.2.8 4.3 4.3.1 4.3.2 4.3.3 4.4 4.4.1 4.4.2 4.4.3 4.4.4 4.4.5
V.
Indomobil Group........................................................... PT. Suzuki Indomobil Motor......................................... Proses Produksi................. ............................................ Analisa Kawasan PT. SIM............................................. Kondisi Geografis dan Keadaan Wlayah....................... Keadaan Penduduk......................................................... Penggunaan Lahan ....................................................... Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender........ Data Tingkat Perkembangan ......................................... PT. NMI ........................................................................ PT. HMMI ..................................................................... Analisa Kawasan PT. NMI dan PT. HMMI ................. Implementasi CSR ........................................................ PT. SIM ........................................................................ PT. NMI ........................................................................ PT. HMMI .................................................................... Hasil Penelitian ............................................................. Analisis Keberlanjutan .................................................. Uji Friedman ................................................................. Analisis Prospektif ........................................................ Analisis dengan AHP .................................................... Kebijakan umum CSR berkelanjutan dalam industri otomotif..........................................................................
95 96 99 101 101 101 103 104 105 109 112 116 123 123 125 125 126 126 150 153 163 169
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. Kesimpulan ..................................................................... Saran ...............................................................................
175 175 177
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ LAMPIRAN ...........................................................................................
179 189
xv DAFTAR TABEL Nomor 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
Halaman
Kategorisasi CSR......................................................................... Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Type Baru Katagori M dan N Berpenggerak Motor Bakar Cetus Api Bebahan bakar Bensin ......................................................... Tabel ambang batas emisi menurut Standar Euro (gasoline)....................................................................................... Skala RDAP ................................................................................. Berbagai kemungkinan intervensi pemerintah dalam kebijakan Publik ........................................................................................... Type dari program kebijakan dan instrumen kebijakan................ Daftar jenis dan jenis sumber data untuk analisa CSR Berkelanjutan dalam industri otomotif ....................................... Definisi atribut-atribut yang digunakan untuk menilai Tingkat keberlanjutan kebijakan CSR berkelanjutan dalam Industri otomotif di Indomobil Group.......................................... Kriteria pembobotan atribut-atribut CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group......................................... Matriks analisa prospektif ........................................................... Skala perbandingan berpasangan ................................................ Tabel langkah-langkah penelitian ............................................... Realisasi produksi mobil merek Suzuki ...................................... Daftar produk suzuki ................................................................... Batas wilayah kelurahan Jatimulya ............................................. Struktur penduduk kelurahan Jatimulya ...................................... Pembagian lahan di kelurahan Jatimulya .................................... Jumlah penduduk menurut kelompok umur ............................... Jumlah penduduk berdasarkan gender ........................................ Jumlah penduduk sesuai tingkat pendidikan ............................... Wajib belajar 9 tahun dan angka putus sekolah........................... Prasarana pendidikan ................................................................... Jumlah penduduk pengangguran .................................................. Jenis mata pencaharian masyarakat ............................................ Kelembagaan ekonomi ................................................................ Tingkat kesejahteraan masyarakat .............................................. Daftar produk PT. NMI (Nissan)................................................. Jumlah tenaga kerja di PT.NMI ................................................ Jumlah tenaga kerja di PT. HMMI ............................................. Jenis produk PT.HMMI (Hino) ................................................. Luas lahan di Desa Dangdeur.................................................... Komposisi jumlah penduduk ..................................................... Jumlah penduduk menurut kelompok umur ............................... Jumlah Kepala Keluarga (KK) menurut tingkat pendidikan ...... Jenis mata pencaharian penduduk ............................................. Kelembagaan ekonomi yang ada di Desa Dangdeur ..................
27
41 42 47 65 65 77
78 80 86 89 93 97 98 101 102 103 104 104 105 105 106 106 107 107 108 112 112 113 115 116 117 117 118 118 119
xvi 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.
Lembaga pendidikan yang ada .................................................. Mutu jalan ................................................................................... Jumlah pengangguran di desa Dangdeur .................................... Tingkat kesejahteraan keluarga .................................................. Hasil keberlanjutan CSR keseluruhan pada PT. SIM ................ Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM .............. Hasil keberlanjutan keseluruhan pada PT. NMI dan PT.HMMI.. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo di PT. NMI dan PT. HMMI .................................................................................. Tabel Incompatibe antar keadaan di PT. SIM ............................ Tabel Incomatible antar keadaan di PT. NMI dan PT. HMMI ..
120 120 122 122 131 132 146 147 159 160
xvii DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Halaman
Kerangka pemikiran penelitian................................................. Diagram sistem teknologi otomotif........................................... Kategorisasi CSR....................................................................... Bagan keterkaitan instrumen antara program kebijakan publik dengan kepentingan perusahaan................................................. Tahapan penelitian..................................................................... Proses aplikasi MDS ................................................................. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem .......................................................................................... Mapping hirarki model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif ...................................................................................... Struktur organisasi PT. SIM ...................................................... Diagram alur produksi PT. NMI................................................. Alur produksi PT. HMMI ........................................................... Diagram layang (kite diagram) nilai indeks keberlanjutan Program CSR dalam industri otomotif di PT SIM ..................... Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi di PT SIM .......... Hasil MDS dimensi ekonomi di PT SIM ........ .......................... Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT SIM ................. Hasil MDS dimensi sosial di PT SIM ........................................ Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT SIM ........ Hasil MDS dimensi lingkungan PT SIM ................................. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang .............. Konsentrasi TDS dan TSS air sungan Sasak Jarang ................ Diagram layang (Kite-Diagram) nilai indeks keberlanjutan Program CSR di PT.NMI dan PT.HMMI ............................... Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi di PT. NMI dan PT. HMMI ............................................................................... Hasil Rap-CSR dimensi ekonomi PT. NMI dan PT.HMMI ... Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. NMI dan PT. HMMI .............................................................................. Hasil Rap-CSR dimensi sosial PT. NMI dan PT. HMMI ....... Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT. NMI dan PT.HMMI .............................................................................. Hasil Rap-CSR dimensi lingkungan PT. NMI dan PT.HMMI Hasil analisis prospektif PT.SIM .......................................... Hasil analisis prospektif PT. NMI dan PT. HMMI ............... Hirarki AHP PT.SIM ............................................................. Hasil AHP PT.NMI dan PT.HMMI ......................................
15 38 43 66 76 83 86 90 97 111 114 127 127 128 129 129 130 131 133 134 141 142 143 144 144 145 145 154 157 163 167
xviii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Daftar Hasil Uji Emisi gas buang.................................................... 189 2. Hasil pengujian kualitas Udara PT. HMMI..................................... 196 - Udara Indoor (kualitas udara dalam ruangan)............................... 196 - Kualitas Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak............................ 197 - Udara Ambien.............................................................................. 198 3. Hasil pengujian kualitas Air PT. HMMI......................................... 199 - Kualitas Air Limbah...................................................................... 199 4. Hasil pengujian kualitas Udara PT. NMI........................................ 201 - Udara Indoor (kualitas udara dalam ruangan)............................... 201 - Udara Emisi Sumber Bergerak...................................................... 202 - Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak............................................ 203 5. Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah PT. NMI.............................. 204 - Air Limbah.................................................................................... 204 - Udara Ambien............................................................................... 205 6. Hasil Pengujian Kualitas Air PT. SIM............................................ 206 - Kualitas Air Limbah (Air Limbah Effluent WWT-1).................. 206 - Kualitas Air Limbah (Air Limbah Inlet WWTP 4W)................... 207 - Kualitas Air Limbah (Air Limbah Outlet Sesudah Proses).......... 209 - Kualitas Air Limbah (Air Limbah Outlet WWTP 4W)............... 210 - Kualitas Air Limbah (Air Limbah Pinal PH Control WWT-1).... 212 7. Hasil Pengujian Kualitas Kebisingan Ruang Kerja........................ 213 - Kualitas Udara Kebisingan Ruang Kerja...................................... 213 - Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan)........................... 214 8. Hasil Pengujian Kualitas Kebauan Ruang Kerja............................ 215 - Area Painting................................................................................ 215 - Area Sandblasting dan Welding.................................................... 216 9. Hasil uji Friedman ......................................................................... 217
1 I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perusahaan sebagai suatu bagian atau entitas dalam sistem kemasyarakatan memiliki peran penting terhadap entitas (komunitas) lainnya dalam masyarakat. Dengan semakin berkembangnya komunitas dengan aktivitasnya yang semakin mengglobal, maka semua bentuk komunitas yang terwakili sebagai bentuk sistem kemasyarakatan akan semakin saling membutuhkan sebagai satu satuan sistem yang fungsional (Rudito dan Femiola, 2007). Perusahaan termasuk dalam hal ini dilingkungan Indomobil Group merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan (corporate citizenship) maka perusahaan yang baik tidak dapat tutup mata terhadap kejadian-kejadian dalam masyarakat, khususnya di lingkungan dimana lokasi perusahaan berada dan lingkungan yang lebih luas. Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan bermasyarakat, karena kehadiran perusahaan dapat berakibat baik maupun berakibat buruk terhadap masyarakat sekitar sesuai ISO 26000 tentang Social Responsibility (ISO, 2007). Untuk melaksanakan fungsinya, perusahaan (korporat) tidak dapat lepas dari kebergantungan pada pihak lain (stakeholders/pemangku kepentingan) yang dapat secara langsung maupun tidak langsung akan terkena dampak dari aktivitas perusahaan, ataupun pada pihak lain yang justru memiliki kepentingan ataupun pengaruh terhadap korporat. Dalam hal ini, kerjasama untuk mencapai tujuan dari masing-masing stakeholders menjadi suatu hal yang penting dari suatu sistem kemasyarakatan, disamping memenuhi kepentingan shareholders (para pemegang saham). Aktivitas ini dikenal dengan istilah tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). CSR diperlukan untuk menciptakan keseimbangan dan keberlanjutan hidup dan hubungan kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya. Tanpa dukungan dan jalinan kemitraan dengan pemangku
2 kepentingan lainnya, bisa dipastikan dalam waktu dekat, mereka mengalami kerugian secara sosial dan ekonomi, akibat berbagai tekanan dan klaim yang menyudutkan keberadaan perusahaan mereka, bahkan keberlanjutan dan reputasinya (Rudito et al., 2004). CSR kini tidak saja dihubungkan dengan peningkatan kualitas sumberdaya semisal tenaga kerja atau pemberdayaan masyarakat setempat. Masyarakat menganggap peran perusahaan dalam memperbaiki kualitas hidup mereka menunjukkan bahwa perusahaan itu adalah bagian dari kehidupan komunitas mereka. Di negara kita, banyak perusahaan dibangun diareal pemukiman penduduk, tetapi tidak memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat setempat. Sebagian besar dari mereka merasa tidak ada kepentingan dengan masyarakat setempat, jadi tidak ada perlunya kegiatan yang dapat mendekatkan antara keduanya. Akibatnya, kini banyak dari perusahaan itu menghadapi masalah pelik dengan masyarakat setempat karena kurangnya komunikasi, yang menyebabkan hubungan keduanya semakin buruk dari hari ke hari (Kennedy, 2009). CSR merupakan dampak positif dunia usaha terhadap masyarakat dan lingkungan melalui kegiatan operasinya, produk maupun jasa yang dihasilkannya, maupun melalui interaksinya dengan para
pemangku kepentingan seperti
karyawan/pekerja, pelanggan, investor, masyarakat, dan pemasok. Artinya bahwa kegiatan CSR memberikan dampak positif atas keberadaannya, baik aspek internal perusahaan seperti karyawan maupun aspek eksternal perusahaan, yaitu konsumen dan masyarakat. Pelaksanaan CSR sebenarnya telah dilaksanakan oleh perusahaan di lingkungan Indomobil Group yang
pada dasarnya telah melaksanakan aktivitasnya dalam
membantu masyarakat baik dalam bentuk charity (amal) dan philanthropy (kontribusi langsung). Mulai dari kegiatan mengirimkan sumbangan kepada korban bencana alam, memberikan bantuan beasiswa, memberikan penyuluhan kesehatan kepada para siswa sekolah, penyuluhan penghematan energi Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi pengendara mobil, melakukan inovasi teknologi ramah lingkungan, kegiatan penanaman pohon dilahan kritis dan sebagainya. Kegiatan ini bahkan menjadi trend akhir-akhir ini sebagaimana termuat di surat-surat kabar bahwa perusahaan
3 mengklaim telah melakukan CSR dengan berbagai cara dan cenderung di tonjolkan sehingga menjadi sarana promosi perusahaan, agar dikenal sebagai perusahaan yang socially responsible.
I.1.1 Industri Otomotif Industri otomotif saat ini berkembang pesat. Otomotif atau dalam bahasa Inggris: Automotive menurut kamus Bahasa Inggris-Indonesia berarti mengenai permobilan (Echols and Sadily, 2002) Banyak industri otomotif baru bermunculan di Indonesia dari sebelumnya hanya dikuasai oleh beberapa merek, seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, Suzuki yang berasal dari principal di Jepang, menjadi puluhan merek mobil lain seperti Hyunday, Kia, Renault dan sebagainya dengan principal dari negara Korea dan Eropa. Perkembangan industri tersebut bertujuan menghasilkan/memproduksi mobil dengan tujuan utama untuk sarana mobilitas masyarakat, kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Namun dilain pihak terdapat juga eksternalitas yang muncul seperti kemacetan, polusi udara, pencemaran lingkungan dan sebagainya, termasuk masalah-masalah sosial lainnya. Permasalahan lainnya yang dapat muncul dari industri otomotif adalah dampak dari keberadaan perusahaan dalam suatu wilayah terhadap masyarakat sekitar. Kehadiran perusahaan sebagai bagian dari masyarakat seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan dituntut untuk memberikan kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan bermasyarakat (Rudito et al., 2004). Masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan industri kendaraan bermotor secara garis besar menurut Fahmi Idris, diacu dalam Hanum (2008) adalah yaitu (1) Harga bahan bakar minyak (BBM) (2) Krisis Listrik dan (3) Lingkungan hidup. Harga bahan bakar minyak akan selalu mengalami trend meningkat sepanjang masih dominannya penggunaan BBM untuk industri otomotif dan produk mobil. Akibat dari cadangannya yang semakin menipis dan sepanjang belum ditemukan cadangan minyak lain dalam jumlah besar. Sedangkan krisis listrik menjadi masalah dalam industri otomotif bila pasokannya selalu terganggu. Masalah lingkungan
4 hidup dapat mengakibatkan berbagai masalah, baik yang diakibatkan dari proses pembuatan kendaraan maupun dari produk itu sendiri. Menurut Global Reporting Initiative atau GRI (2004) terdapat sejumlah isu dalam industri otomotif yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan aspek mobilitas, yaitu (1) emisi gas rumah kaca/perubahan iklim (greenhouse gas emissions/climate change), (2) kualitas udara (air quality), (3) kebisingan (noise), (4) aspek keselamatan (safety aspects), (5) kemacetan (congestion), (6) infrastruktur (infrastructure), (7) akses kepada mobilitas (access to mobility), (8) emerging markets, (9) produk dan jasa (product & services) dan (10) kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar (contribution to local welfare). Dampak negatif dari kehadiran otomotif di jalan raya adalah adanya polusi yang cenderung berakibat buruk kepada kesehatan masyarakat (Vasconcellos, 2001). Disamping itu tentu saja adalah dapat menyebabkan kemacetan dan kerugian akibat pemborosan pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Indomobil Group sebagai salah satu group perusahaan dalam bidang otomotif memiliki pangsa pasar sekitar 22% penjualan mobil di Indonesia (Indomobil Group, 2008). Indomobil Group merupakan suatu holding company dari berbagai perusahan dibawahnya yang memproduksi berbagai merek mobil yang memenuhi seluruh klasifikasi mobil yang ada yang meliputi : Sedan, 4x2 MPV, 4x4 SUV, Pick up dan Truk, Bus, dan Kabin Ganda sesuai oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Indomobil Group tentu saja memiliki kontribusi yang besar dalam permasalahan yang timbul akibat dari kehadiran industri otomotif bagi masyarakat sekitar lokasi perusahaan maupun produk mobil yang dihasilkannya, terutama bagi masyarakat perkotaan. Sebagai grup perusahaan yang memiliki komitmen untuk memberikan kepuasan total kepada pelanggan dan memiliki mutu produk yang superior (to deliver total customer satisfaction and superior quality products) jelas akan sangat bertentangan bila membuang limbah produknya secara sembarangan tanpa suatu pengolahan lebih dulu sehingga mencemari lingkungan sekitar. Hal ini jelas akan berakibat kepada dapat munculnya gugatan dari masyarakat sekitar, sehingga proses produksipun akan dapat terganggu dan hal ini berakibat kepada menurunnya nilai
5 dari kepuasan pelanggan akibat keterlambatan penyerahan barang ataupun mutu produk yang dapat menurun. Indomobil Group berkepentingan untuk memelihara agar udara dan kebisingan dalam proses produksi terjaga agar tetap ramah lingkungan, sehingga kerugian yang mungkin terjadi akibat pencemaran udara tersebut dapat dapat dihindari dan seharusnya bahkan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam aspek produk jelas manfaat yang dihasilkan adalah tentu saja manfaat dari mobil itu sendiri yang dapat menyediakan kebutuhan akan mobilitas pemakainya dan masyarakat penggunanya. Namun kerugian masyarakat yang timbul akibat emisi mobilpun harus sedapat mungkin dikurangi, karena dampaknya dapat merugikan masyarakat, khususnya masalah kesehatan dan kemiskinan. Keberadaan perusahaan di suatu daerah, akan mendorong bermunculannya kegiatan-kegiatan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Rudito et al., 2004). Hal ini merupakan dampak positif yang mungkin timbul sebagaimana yang dialami oleh perusahaan-perusahaan di bawah naungan Indomobil Group, khususnya dalam hal ini di lokasi pabrik yang berada di Kelurahan Jatimulya, Bekasi untuk merek Suzuki dan juga merek Hino dan Nissan yang berada dilokasi kawasan industri Kota Bukit Indah, di wilayah Desa Dangdeur, Purwakarta, Jawa Barat Semakin banyak keterlibatan masyarakat sekitar yang mendukung keberlanjutan operasi perusahaan, tentu semakin baik bagi keberlanjutan perusahaan di tempat tersebut. Eksklusifisme perusahaan terhadap masyarakat sekitar dapat berkibat konflik, maka itu perlu upaya yang tepat dari perusahaan untuk melakukan tindakan tepat dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar, agar kehadirannya di daerah tersebut justru menguntungkan masyarakat sekitar. Kelurahan Jatimulya adalah daerah yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi di Bekasi, juga adalah daerah yang memiliki jumlah penduduk usia kerja yang tidak bekerja mencapai 4.718 orang pada tahun 2009 (Kelurahan Jatimulya, 2009). Demikian pula menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2009, kondisi lingkungan dari perairan atau sungai yang berada di wilayah Jatimulya telah tercemar (Kabupaten Bekasi, 2009), Sedangkan Desa
6 Dangdeur di Kabupaten Purwakarta adalah daerah dimana aktivitas persawahan yang dilakukan menerapkan sistem tadah hujan, karena tidak memiliki irigasi. Tingkat pendidikan penduduk yang terbesar adalah setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Lembaga pendidikan yang ada hanya setingkat Sekolah Dasar (SD). Demikian pula kondisi jalan yang ada hanya jalan utama yang melintasi desa beraspal sepanjuang 4,5 km dan sisanya adalah ruas-ruas jalan yang menghubungkan antar pemukiman warga adalah jalan bebatuan dan jalan tanah yang tidak nyaman dan cenderung sulit dilalui bila hujan deras turun. Dari jumlah penduduk terdapat 308 orang yang merupakan angkatan kerja, namun menganggur (Desa Dangdeur, 2009). Salah satu jenis kendaraan yang termasuk dalam katagori otomotif adalah sepeda motor. Sebagai salah satu isu utama di negara berkembang, keberlanjutan dari sepeda motor menghadapi tiga masalah utama (Vasconcellos, 2001), yaitu rentan
terhadap
kecelakaan
yang
tinggi,
polusi
udara
dan
transport
individualization. Ketiga masalah ini cenderung menimpa para rakyat miskin yang justru menjadikan alat transportasi ini paling efisien menurut Gwilliam (2000), diacu dalam Vasconcellos (2001). Berkaitan dengan kecelakaan, meskipun dilakukan berbagai pendidikan dan psosialhan (diklat) dan enforcement terhadap alat-alat keamanan berkendara, namun karena sifat alaminya, maka sepeda motor tetap rentan terhadap kecelakaan (Vasconcellos, 2001), keputusan yang berkaitan dengan pelarangan sepeda motor tidaklah realistik karena merupakan substitusi akibat tidak efisiennya public transportation (Sindhuwinata, 2008).
I.1.2. Aktivitas CSR dalam Industri Otomotif Di Indonesia sampai dengan saat ini, pelaksanaan CSR di kalangan swasta terutama untuk perusahaan industri kendaraan bermotor diklaim telah dilaksanakan baik melalui Charity maupun Philanthropy dan model kegiatan lainnya. Charity adalah
memberi bantuan untuk kebutuhan yang sifatnya sesaat sedang
Philanthropy adalah sumbangan yang ditujukan untuk kegiatan investasi sosial atau kegiatan yang diarahkan pada penguatan kemandirian masyarakat (Saidi dan
7 Abidin, 2003) Namun dinilai kegiatannya masih bersifat parsial atau tidak bersifat holistik dalam arti meliputi tiga aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi sosial dan lingkungan. Bidang kegiatan CSR yang dimasuki beragam sesuai dengan keinginan masing-masing yang terkadang tanpa tujuan dan maksud yang jelas. Dalam penentuan besaran nilainya beragam antar sesama perusahaan dalam industri otomotif, yaitu lebih kepada keinginan dan pemahaman terhadap CSR serta diduga kepada orientasi bisnis. Indomobil Group sebagai produsen mobil berbagai merek, yaitu Suzuki, Nissan, Hino yang merupakan produk berasal dari Jepang, telah melakukan aktivitas CSR (Indomobil Group, 2008) sebagaimana disebutkan di bawah ini : 1. Setiap tahun memberikan beasiswa kepada anak dari karyawan yang berprestasi di sekolahnya. 2. Memberikan bantuan sarana rambu-rambu lalu lintas (seperti traffic cone) kepada Pihak Kepolisian, bekerjasama dengan pihak dealer (penyalur). 3. Sejak 2008 meluncurkan produk mobil yang di klaim telah memenuhi kualifikasi EURO III seperti pada mobil Suzuki Swift 4. Memperoleh sertifikat ISO 9000 dan ISO14000 5. Menanam pohon di daerah yang gersang Industri otomotif sebagai pemangku utama dari pembangunan masyarakat perlu melakukan ”tindakan positif” untuk berperan dalam mengatasi masalah yang timbul dalam masyarakat akibat dari proses produksi dan juga produk kendaraan bermotor yang diproduksinya. Untuk itu, pelaksanaan CSR menjadi hal yang amat penting dan menjadi alat utama penyaluran kontribusi perusahaan (korporat) terhadap komunitas, baik di sekitar perusahaan maupun komunitas yang lebih luas lagi dan juga terhadap lingkungan dalam mencapai upaya pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini, upaya pemilihan skala prioritas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan dalam pelaksanaan CSR menjadi penting, termasuk di dalamnya bidang yang dimasuki oleh aktivitas CSR industri otomotif berkelanjutan dan juga pemilihan bentuk kegiatan, serta strategi dan cara melaksanakannya. Namun perlu pula
8 diperhatikan apa yang menjadi ekspektasi stakeholders terhadap kebijakan CSR dari Indomobil Group, sehingga terdapat titik temu antara kedua belah pihak. Memang CSR bukanlah solusi satu-satunya dalam mengatasi permasalahan yang timbul seperti kemacetan, polusi udara, kebisingan, kemiskinan dan masalah sosial lainnya karena kondisi tersebut bukan hanya ditimbulkan dari industri kendaraan bermotor, tetapi dilain pihak menganggap kondisi tersebut adalah tanggungjawab Pemerintah juga kurang tepat, karena penyebabnya adalah kompleks dan menyangkut berbagai pihak seperti masyarakat sebagai pelaku atau pengendara mobil, pihak Pemerintah sebagai regulator dan industri otomotif sebagai produsen mobil. Namun karena industri otomotif telah memperoleh manfaat dari keberadaan sumber daya alam (SDA) dan komunitas sekitar industri otomotif atau lebih luas lagi, maka perlu ada ”imbal balik”. Pikiran untuk melakukan ”imbal balik” ini sebenarnya merefleksikan dimensi tanggungjawab secara sosial, yaitu perusahaan merasa punya tanggungjawab atas dampak operasi yang ditimbulkannya, baik langsung ataupun tidak langsung terhadap masyarakat (Nursahid, 2006). CSR pada dasarnya menuntut adanya Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, dimana untuk mencapai hal tersebut diperlukan prasyarat minimal, yaitu adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas, efisiensi, dan keadilan (Rudito dan Femiola, 2007) Dasar hukum yang melandasi pelaksanaan aktivitas CSR di Indonesia untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) berikut : a. Sumber dana berasal dari penyisihan laba setelah pajak maksimal 1% (Ps.8(2)) b. Besar dana ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk Persero, dan oleh Menteri BUMN untuk Perum (Ps.8(3)) ”Kalangan swasta” (private sector) berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) telah disepakati mengenai UU Perseroan Terbatas No.4/2007, yaitu BAB V mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan berisikan hal berikut :
9 a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan. b. Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. c. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggungjawab Sosial dan Limgkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam bagian penjelasan Undang-Undang ini terdapat penjelasan sebagai berikut : .......Yang dimaksud dengan ”Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan SDA” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan SDA, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Dari aturan Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut jelas mewajibkan perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, termasuk industri otomotif dalam lingkungan Indomobil Group untuk wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Industri otomotif baik dari segi proses produksi maupun produk mobil berkaitan dengan SDA. Kewajiban melaksanakan CSR juga diberlakukan bagi perusahaan yang melakukan penanaman modal di Indonesia sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang tertuang dalam Pasal 15, Pasal 17 dan Pasal 34 (Solihin, 2008) berikut : Pasal 15 Setiap penanam modal berkewajiban : a. Menerapkan prinsip corporate governance yang baik. b. Melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan. c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.
10 d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan penanaman modal. e. Mematuhi semua ketentuan perundang-undangan. Dalam penjelasan pasal demi pasal undang-undang ini, dijelaskan bahwa yang dimaksud “tanggungjawab sosial perusahaan” sebagaimana pada pasal 15 huruf b adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. Pasal 17 Penanam modal yang mengusahakan SDA yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 34 Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa : (a) Peringatan tertulis. (b) Pembatasan kegiatan usaha. (c) Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal atau (d) Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Industri otomotif sebagai perusahaan penanaman modal
berbentuk
perseroan terbatas (PT) wajib untuk melaksanakan tanggungjawab sosial (CSR). Karena CSR telah ditetapkan dalam undang-undang maka CSR telah menjadi kebijakan publik. Salah satu keluaran dari kebijakan publik adalah undang-undang (Suharto, 2010). Aturan untuk pelaksanaan aktivitas CSR secara spesifik sampai saat ini belum di tetapkan oleh Pemerintah. Namun berbagai peraturan dan undangundang yang mendukung CSR seperti Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup no.32 tahun 2009, Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen merupakan aturan yang wajib dilakukan. Namun
11 karena belum ada petujuk pelaksanaan CSR, maka jenis perusahaan mana yang terkena peraturan tersebut masih belum jelas. Demikian pula dampaknya terhadap pelaksanaan CSR di Industri Otomotif diduga belum mengalami perubahan yang nyata antara sebelum dan sesudah diberlakukannya UU PT yang baru tersebut. Di tingkat global, CSR adalah suatu aktivitas yang secara sukarela “wajib” dilaksanakan
perusahaan
(korporat).
Berbagai
perusahaan
transnasional
(multinational corporation atau MNC) melaksanakan program CSR diberbagai negara, dimana lokasi MNC tersebut berada seperti Wallmart, The Body Shop dan sebagainya. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah memformulasikan kegiatan CSR dalam suatu kesepakatan global yang disebut Global Compact yang merupakan kumpulan dari berbagai perusahaan besar di dunia yang berkomitmen untuk berkontribusi kepada pembangunan berkelanjutan secara global. Diduga kegiatan aktivitas CSR di Indonesia lebih bersifat Philanthropy, yaitu usaha yang dilakukan perusahaan untuk memberikan dana kepada individu atau sekelompok masyarakat, misalnya dalam bentuk beasiswa yang justru dapat menimbulkan ketergantungan kepada perusahaan. Dalam hal ini belum terlihat bentuk-bentuk lain dalam pelaksanaan CSR yang sifatnya justru mengembangkan pemangku kepentingan (kemitraan) demi kesejahteraan bersama. Padahal menurut hasil penelitian TNS Indonesia (2006), sebuah lembaga penelitian dalam bidang CSR otomotif menunjukkan bahwa pasar-pasar otomotif di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia memberikan apresiasi yang tinggi terhadap aktivitas CSR di bandingkan negara-negara Barat, karena sektor tersebut menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan mutu kehidupan. Maka dari itu pelaksanaan CSR oleh industri otomotif di Indonesia menjadi penting, karena pelaksanaan CSR oleh industri otomotif akan sangat berpengaruh terhadap apresiasi masyarakat, termasuk terhadap produk mobil yang dihasilkan. Dengan kata lain, melaksanakan CSR yang tepat dan strategik akan meningkatkan harapan masyarakat. Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa dibanding dengan Eropa dan Amerika, praktik-praktik CSR di Indonesia benar-benar belum berkembang dan hal ini berarti konsumen mungkin memiliki tingkat harapan lebih rendah. Namun demikian, harapan berkembang dan seiring
12 dengan perjalanan waktu, maka CSR akan menjadi semakin penting bagi perusahaanperusahaan yang berada di Indonesia. TNS Indonesia (2006) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa nilai-nilai yang terkait dengan CSR sangatlah penting bagi para konsumen di Indonesia dan kadangkadang mengubah bentuk perilaku pembelian. Dengan demikian, industri otomotif yang melaksanakan CSR akan memperoleh manfaat yang besar dalam upaya peningkatan penjualan. Studi yang dilakukan oleh TNS Indonesia (2006) juga menunjukkan bahwa produk otomotif yang aman dan ramah lingkungan adalah pendorong yang kuat untuk menciptakan public goodwill
di Indonesia yang
merupakan benefit utama CSR di Indonesia. Sedangkan melakukan aktivitas CSR lainnya seperti fair pricing, ethical production standards, dan respect for local culture or customs adalah bersifat complimentary (Lindgren, 2006)
I.2. Identifikasi Masalah Beberapa hal yang dikemukakan dalam latar belakang tentang CSR menunjukkan masalah berikut : 1. Pelaksanaan CSR masih belum jelas atau terkadang samar dengan aktivitas promosi perusahaan. 2. Tidak pernah diidentifikasi tingkat keberlanjutannya. Walaupun berbagai aktivitas CSR telah dilakukan, namun belum pernah diukur tingkat keberlanjutan dari kegiatan CSR tersebut didalam industri otomotif. 3. Aktivitasnya bersifat parsial dan bidang yang dimasukinya sesuai selera perusahaan.
Perusahaan otomotif, khususnya dalam hal ini Indomobil Group,
melaksanakan CSR masih belum secara utuh menurut konsep CSR yang seharusnya, sehingga dikatakan melaksanakan CSR sesuai selera, dan diduga tidak didasarkan sepenuhnya pada atribut-atribut CSR yang berperan dalam kebijakan CSR berkelanjutan di Indomobil Group yang merupakan persepsi dan ekspektasi dari pemangku kepentingan.
13 4. Tidak pernah diukur tingkat keberhasilannya. Pelaksanaan CSR oleh industri otomotif, khususnya di lingkungan Indomobil Group belum pernah diukur tingkat keberhasilan programnya, termasuk dalam aspek lingkungan. 5. Kewajiban memperhatikan masalah sosial dan dipandang
bukan
menjadi
tanggungjawab
lingkungan diduga masih
korporat,
tetapi
merupakan
tanggungjawab Pemerintah. Pihak industri otomotif, termasuk Indomobil Group, diduga cenderung menganggap bahwa urusan kesejahteraan masyarakat, termasuk aspek kesehatan masyarakat lebih menjadi urusan Pemerintah ketimbang menjadi tanggungjawab industri otomotif. 6. Merasa tidak ada keharusan untuk melaksanakan CSR. Sesuai dengan konsepnya, CSR diduga disikapi sebagai bersifat voluntary atau sukarela, sehingga tidak ada kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR.
I.3. Pembatasan Masalah Perusahaan otomotif yang diteliti aktivitas CSR-nya adalah perusahaanperusahaan yang berada di lingkungan Indomobil Group dan kegiatan yang diteliti adalah kegiatan CSR terhadap pemangku kepentingan primer pada lingkungan eksternal perusahaan, baik aspek kehadiran perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM) yang berlokasi di Tambun, Bekasi terhadap masyarakat sekitarnya, yaitu Kelurahan Jatimulya, Bekasi maupun PT. Nissan Indonesia Manufacturing (PT. NMI) dan PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia (PT. HMMI) yang berlokasi di kawasan industri Kota Bukit Indah, Purwakarta, Jawa Barat, terhadap masyarakat sekitarnya, yaitu desa Dangdeur dan terhadap aspek produk mobil yang dihasilkan, yaitu baik merek Suzuki yang diproduksi oleh PT. SIM, merek Nissan yang diproduksi PT. NMI dan Hino yang diproduksi oleh PT. HMMI, yaitu dampaknya terhadap lingkungan berupa emisi gas buang. Dipilihnya Indomobil Group adalah karena merupakan group perusahaan automotif yang mengageni beragam jenis kendaraan dan produknya memenuhi seluruh segmen jenis kendaraan yang berada di Indonesia dan merupakan salah satu group
14 perusahaan otomotif terkemuka di Indonesia yang menguasai 22% pangsa pasar mobil di Indonesia (Indomobil Group, 2008).
I.4. Kerangka Pemikiran Penelitian Pelaksanaan CSR berkelanjutan pada saat ini pada perusahaan-perusahaan dilingkungan Indomobil Group telah dilaksanakan dengan berbagai macam aktivitas. Namun permasalahan yang muncul berhubungan dengan kondisi transportasi, sosial ekonomi dan lingkungan yang terjadi amatlah besar. Ini dibuktikan dengan permasalahan yang timbul sebagaimana diterangkan dalam latar belakang sebelum ini. Untuk itu diperlukan pemikiran untuk memaksimalkan pelaksanaan CSR, sehingga permasalahan yang timbul dapat teratasi dan masyarakat memperoleh manfaat yang maksimal, maka disusunlah kerangka pemikiran penelitian seperti dimuat pada Gambar 1.
Indomobil Group
Aspek Mobilitas
Kualitas Lingkungan
Kondisi Sosial/ Ekonomi masyarakat
Teknologi Otomotif
Mutu Pembangunan Berkelanjutan
Optimasi kinerja CSR berkelanjutan
Pengelolaan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Dimensi Keberlanjutan - Ekonomi - Ekologi/Lingkungan - Sosial
Karakteristik Lokasi Pabrik
Kebijakan CSR dalam industri otomotif
Faktor-faktor kunci pengelolaan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Prioritas CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Pembangunan berkelanjutan memerlukan sarana transportasi kendaraan bermotor (mobil) untuk mendukung, sehingga industri otomotif berperan sebagai penyedia produk tersebut. Namun akibat dari keberadaan industri otomotif dan juga dampak dari produk yang dihasilkannya menimbulkan berbagai masalah, baik dalam aspek mobilitas, mutu lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, teknologi otomotif dan juga dampak keberadaan lokasi pabrik terhadap masyarakat sekitar, sehingga diperlukan upaya kebijakan CSR berkelanjutan yang sesuai untuk menyelesaikan masalah sebagaimana disebutkan dalam identifikasi masalah, untuk itu dikaji bagaimana seharusnya CSR berkelanjutan sebagai perwujudan dari komitmen industri otomotif untuk berperan dalam pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu memenuhi unsur-unsur keberlanjutan (ekonomi, sosial dan lingkungan), dan menjadi model bagi industri otomotif dalam membangun aktivitas CSR.
I.5. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Apakah konsep CSR berkelanjutan dalam industri otomotif 2. Sejauhmanakah tingkat keberlanjutan aktivitas CSR dalam industri otomotif pada Indomobil Group dilihat dari indeks keberlanjutan ? 3. Analisis kebijakan CSR berkelanjutan bagaimanakah yang tepat dilaksanakan oleh industri otomotif berdasarkan karakteristiknya ?
I.6. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah : 1. Mengkaji atribut-atribut CSR berkelanjutan yang berperan dalam industri otomotif. 2. Mengidentifikasi atribut CSR berkelanjutan dan menentukan indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif.
17 3. Merekomendasikan kebijakan CSR berkelanjutan yang tepat dilaksanakan oleh industri otomotif menurut karakteristiknya
I.7. Manfaat Penelitian Hasil penelitian memberi manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), yaitu : 1. Bagi Regulator (Pemerintah) mampu menghasilkan peraturan-peraturan yang tidak hanya memberikan tekanan, tetapi sekaligus insentif bagi perusahaan otomotif untuk melaksanakan CSR, dan mampu melindungi kepentingan-kepentingan pemangku kepentingan. 2. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau sebagai basis penelitian lebih ekstensif, sehingga proses sosialisasi dan implementasi CSR terus diperbaiki dalam industri otomotif. 3. Masalah-masalah yang timbul akibat dari kehadiran industri otomotif terhadap masyarakat disekitarnya dan pemangku kepentingan lainnya dapat tertanggulangi akibat dari pelaksanaan CSR oleh industri otomotif secara efektif. . 1.8. Novelty (Kebaruan) Kebijakan CSR dalam industri otomotif saat ini dinilai belum sepenuhnya menerapkan konsep keberlanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kompleksnya masalah yang timbul berkaitan dengan industri otomotif dan dampak produk yang ditimbulkannya, sehingga diperlukan penelitian tentang model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif yang menjawab persepsi dan ekspektasi pemangku kepentingan, sehingga keberadaan industri otomotif dapat diterima dan kehadiran produknya tidak justru mengurangi kesejahteraan dari pemangku kepentingan, termasuk kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Novelty (kebaruan) dari penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indonesia, khususnya di Indomobil group.
18 2. Hasil penelitian mengenai CSR ini memberikan persepsi dan ekspektasi kepada pemangku kepentingan, sebagai bahan penyusunan kebijakan CSR.
19 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. CSR dan CSR Berkelanjutan Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitikomuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan (Rudito et al., 2004). Peningkatan mutu kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati, serta memanfaatkan lingkungan hidup, termasuk perubahan-perubahan yang ada dan sekaligus memelihara. Atau dengan kata lain, CSR merupakan cara korporat mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada masyarakat (Rudito et al., 2004). CSR berarti perusahaan harus bertanggungjawab atas operasinya yang berdampak buruk pada masyarakat, komunitas dan lingkungannya. Namun sebaliknya juga harus memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar. Suatu perusahaan tidak akan dapat bertahan lama apabila dia mengisolasikan dan membatasi dirinya dengan masyarakat sekitarnya (Djajadiningrat dan Famiola, 2004). Terkait dengan aspek hukum maka terdapat 4 jenis CSR (Fajar, 2010) yaitu : 1.
Social responsibility theory, yaitu kewajiban direksi dan manajemen untuk menjaga keharmonisan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders). Dalam teori ini seakan tanggung jawab sosial hanya menjadi kewajiban direksi dan manajemen saja atau menjadi terlalu sempit dari hakekat CSR yang seutuhnya.
2.
Hobbesian Leviatan theory, yang menghendaki kontrol yang ketat dari Pemerintah serta meniadakan upaya-upaya lainnya. Teori ini menempatkan hanya Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dan menentukan terhadap aktivitas CSR perusahaan dan menegasikan alternatif lainnya dalam pengaturan CSR.
20 3.
Corporate governance theory, menghendaki adanya corporate accountability dari direksi korporasi. Cenderung lebih mengamati hubungan pihak internal korporasi yaitu antara pemilik dan manajemen korporasi.
4.
Reflexive law theory, digunakan untuk mengatasi kebuntuan atas pendekatan formal terhadap kewajiban perusahaan dalam sistem hukum. Hukum formal adalah bentuk intervensi negara dalam mengatur persoalan privat melalui bentuk perundangundangan seperti Undang-Undang Perseoran Terbatas yang didalamnya juga mengatur mengenai tanggungjawab sosial perusahaan. Reflexive law theory adalah teori hukum yang menjelaskan adanya keterbatasan hukum (limit of law) dalam masyarakat yang kompleks untuk mengarahkan perubahan sosial secara efektif. Mengacu dari definisi CSR tersebut, ternyata pengaturan mengenai CSR tidak
cukup hanya dengan ke 3 pendekatan atau jenis pertama karena keterbatasan-keterbatasan dari teori hukum sedangkan ruang lingkup CSR melebihi dari aturan yang berlaku. Reflexive law theory paling tepat untuk menekan kerumitan dan keberagaman masyarakat melalui peraturan perundang-undangan yang ekstensif. Reflexive law theory bertujuan untuk mengarahkan pola tingkah laku dan mendorong pengaturan sendiri (self regulation). Proses ini adalah regulated autonomy atau membiarkan private actors, seperti korporasi untuk bebas mengatur dirinya sendiri. Masyarakat yang akan memberikan penilaian maupun sanksi (market‟s reward punishment) terhadap aktivitas CSR perusahaan. Disisi lain hukum reflexive mengintervensi proses sosial dengan membuat prosedur acuan untuk perilaku korporasi (code of conduct). Dalam mengontrol perilaku korporasi maka reflexive law theory menghendaki adanya social accounting, auditing dan reporting, yang disebut social reporting (Fajar, 2010). Pada dasarnya CSR memiliki berbagai aliran pemikiran yang dibagi menjadi beberapa school of thought yaitu adalah : 1. CSR dibagi menjadi 3 school of thought menurut Achwan (2006) yaitu: a. The business of business is business yang berpandangan bahwa perusahaan pada hakekatnya merupakan institusi pencipta kesejahteraan masyarakat. Setiap perusahaan memiliki tujuan tunggal yaitu memaksimalkan keuntungan untuk pemiliknya dan dipercaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Tangan-tangan
21 tak kentara (invisible hands), adalah naluri yang dimiliki setiap perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan adalah pencipta kekayaan (wealth), dalam masyarakat dan patuh kepada rule of law. Semua kegiatan philanthropy-semacam ini pada dasarnya adalah pencurian uang milik pemegang saham yang dilakukan oleh para direktur perusahaan. b. Corporate voluntarism yang lebih menekankan aspek kebajikan, virtue, dalam mengejar keuntungan perusahaan. Asumsi dari alam pemikiran ini adalah sifat CSR sukarela (voluntary) dan menolak campur tangan negara dalam mengatur CSR di perusahaan, CSR mendorong keuntungan ekonomi perusahaan, lalu keberadaan perusahaan tidak dapat lepas dari masyarakat tempat perusahaan beroperasi. c. Corporate involuntarism berpendapat bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial. Kewajiban ini harus dituangkan dalam bentuk undang-undang. Para penyokong aliran ini berpendapat bahwa dalam kondisi sekarang ini, ketika multinational corporation (MNC) jauh lebih berpengaruh dibandingkan negara bangsa, self regulation dan voluntarism tidaklah mencukupi. Sehingga perlu campur tangan Pemerintah. 2. Pengelompokan lainnya tentang aliran pemikiran dari CSR juga membagi menjadi 3 school of thought menurut pandangan Michael (2010) yaitu : a. Neo-liberal school atau markets provide CSR adalah kegiatan CSR dimana pasar menjadi pendorong aktivitas CSR meliputi CSR product market demand atau CSR pada produk yang didorong oleh permintaan pasar, labour market demand atau CSR pada tenaga kerja yang didorong oleh permintaan pasar dan capital market demand atau CSR atas modal yang didorong oleh permintaan pasar modal. Aktivitas ini bersifat sukarela dengan mekanisme kegiatannya mengacu pada triple bottom line (dampak environmental, social, financial), dan stakeholders board. b. State led school atau CSR as a public policy adalah kegiatan CSR yang diatur oleh negara. Aktivitas CSR dalam hal ini sifatnya wajib dilaksanakan. c. Third-sector school atau CSR as site of participation adalah aktivitas CSR yang dilakukan dengan membentuk forum-forum kerjasama seperti gabungan
22 perusahaan-perusahaan,
kerjasama
perusahaan
dengan
lembaga
swadaya
masyarakat (LSM). 3. Pemikiran lainnya atas school of thought dari CSR adalah sebagaimana yang dikemukakan Fajar (2010) yaitu : a. CSR yang bersifat sukarela (voluntary), adalah bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan secara sukarela dengan alasan: tujuan perusahaan mencari keuntungan, CSR merupakan kewajiban moral sesuai pendapat Milton Friedman, diacu dalam Fajar (2010), pelaksanaan CSR bertentangan dengan hak kepemilikan privat, dan tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dalam bisnis. Henry Hansmann dan Reinier Kraakman mengatakan bahwa tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah mencari keuntungan shareholders. Shareholders oriented menjadi model standar untuk hukum perusahaan secara universal. Karena sifatnya sukarela dan berada di wilayah etika maka CSR diatur dalam code of conduct (softlaw) seperti Global Reporting Initiative (GRI) Sustainability Reporting Guidelines, Organisation fot Economic Co-operation and Development (OECD) Guidelines for Multinational Enterprises, dan lain sebagainya. Namun keberadaan Corporate Code of Conduct tidak cukup mampu mengikat korporasi (Fajar, 2010). b. Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang bersifar wajib (compulsory). Alasan utama dari CSR yang diwajibkan ini adalah: korporasi harus memperhatikan kepentingan sosial yaitu stakeholders sebagaimana dikemukakan oleh E.Merric Dodd, diacu dalam Fajar (2010) yang melahirkan stakeholders theory. Selanjutnya pendapat ini didukung oleh Henry Hansmann dan Reinier Kraakman yang berpendapat bahwa keberadaan perusahaan adalah untuk melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Terdapat 2 alasan mengapa CSR harus diatur dalam hukum negara karena : 1). Tidak ada kekuatan memaksa dari hukum kebiasaan dan prinsip sukaerela, tanpa diratifikasi dalam peraturan lokal sebuah negara, 2). Prinsip sukarela yang tidak mengikat tidak akan memberikan efek apapun secara jelas dan terukur (Fajar, 2010). c. Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang tergantung situasi dan kondisi.
23 Kebijakan ini dipelopori oleh Jenkins, diacu dalam Fajar (2010) yang melihat dari fungsi hukum untuk mengatur ketertiban masyarakat. Untuk itu perlu dipahami ranah apa saja yang masuk wilayah hukum dan mana yang tidak, Jenkins mengatakan bahwa wilayah hukum dapat dilihat dari dua rezim yaitu necessity (kebutuhan) dan possibility (kemungkinan). Necessity adalah rezim yang digunakan untuk mendukung pembangunan manusia (human development). Tanpa kondisi yang aman dan stabil pembangunan manusia tidak bisa dilakukan. Sementara possibility berfungsi menciptakan kebebasan, kesempatan dan kemajuan yang diperlukan, untuk menciptakan kesempurnaan kebaikan (absolute good). Jika rezim necessity dan possibility menghendaki aturan hukum maka akan melahirkan tanggung jawab hukum. Kewajiban untuk CSR menjadi perlu ketika korporasi cenderung menghalangi pembangunan manusia dan berpeluang memunculkan eksploitasi, korupsi, kesewenang-wenangan dan ketidakpastian dalam masyarakat (Fajar, 2010). Dari berbagai school of thought tersebut tampaknya Indonesia menganut konsep mandatory atau compulsory (wajib) sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang baik Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 4 tahun 2007 maupun Undang-Undang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007. Kewajiban melaksanakan CSR pun diwujudkan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009 untuk aspek lingkungan, namun hingga kini belum ada peraturan organik yang merupakan turunan dari berbagai undang-undang tersebut yang mengikat secara pasti dalam bentuk peraturan pelaksanaan. Bila dilihat dari pada implementasinya cenderung dilakukan sesuai dengan konsep self regulatory. Karena belum ada aturan pelaksanaan CSR termasuk dalam sektor otomotif, sehingga setiap perusahaan menjalankan CSR sesuai dengan konsepnya sendiri dan sesuai dengan pemahamannya masing-masing terhadap CSR. Menurut APCSRI (2009) praktek CSR yang baik mempunyai andil dalam : (1) meminimalkan dampak negatif atas risiko aktifitas perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan; (2) meminimalkan biaya operasional perusahaan, (3) meningkatkan kinerja keuangan dan citra perusahaan, dan (4) pencapaian tujuan pembangunan
24 kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, termasuk tujuan pembangunan millenium (MDGs) di Indonesia. Lingkup dari CSR menurut Keraf (1998) dikatakan bahwa perusahaan harus bertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh pada orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi. Maka, secara negatif itu berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa, sehingga tidak sampai merugikan fihak-fihak tertentu dalam masyarakat. Secara positif itu berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya akan dapat ikut menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera. Bahkan secara positif perusahaan diharapkan ikut melakukan kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan kepada perhitungan keuntungan kontan yang langsung, melainkan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa sesungguhnya pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang bertanggungjawab sosial dan moral, tetapi juga seluruh karyawan (Keraf, 1998). Alasan mengapa perusahaan melakukan CSR menurut Lampesis (2005) adalah : 1. Memberikan timbal balik kepada komunitas, masyarakat dan lingkungan yang telah memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan. 2. Perusahaan memperoleh keuntungan kompetitif dan keuntungan reputasi dengan mendemonstrasikan perhatian terbaik perusahaan kepada masyarakat luas sebagai bagian integral dalam pembuatan kebijakan. 3. Penelitian Orlizty, Schmidt and Reynes (2003) telah menemukan bahwa terdapat korelasi antara kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial. Pendorong perusahaan untuk melakukan CSR : 1. CSR akan berjalan sebagai check on regulatory failures, artinya apa yang tidak diatur oleh Pemerintah, namun tetap diperlukan untuk dilaksanakan, maka disitulah CSR muncul. 2. CSR memberikan kesempatan kepada perusahaan akan suatu tingkat fleksibilitas dari aturan yang berlaku. Artinya perusahaan melakukan CSR lepas dari aturan yang berlaku.
25 Manfaat dari pelaksanaan CSR bagi masyarakat (Brew, 2008) adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Aktivitas dan peluang ekonomi Penyerapan tenaga kerja Akses terhadap skill dan teknologi Infrastruktur yang meningkat Perlindungan terhadap lingkungan Kesehatan Investasi sosial Dalam melaksanakan CSR ada tiga kriteria yang harus dipenuhi (Bronchain, 2003), yaitu : 1. They are carried out on a voluntary basis, i.e. going beyond common regulatory and conventional requirements; atau harus bersifat sukarela dan melebihi yang telah dipersyaratkan. Artinya mendemonstrasikan komitmen tanggungjawab sosial dan lingkungan lebih dari sekedar mematuhi hukum atau aturan yang berlaku. 2. There is interaction with the stakeholders, atau terdapat interaksi dengan para stakeholders. Artinya perlu dicari pola-pola kemitraan (partnership) dengan seluruh stakeholders agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Pengertian CSR dikaitkan dengan pemangku kepentingan adalah : CSR is the capacity of a company to listen to, to take care of, to understand and to satisfy the legitimate expectations of the different actors who contribute to their development (Olivera Neto, diacu dalam Sanchez, 2008) Dikatakan bahwa CSR adalah kapasitas perusahaan
dalam mendengarkan,
menjaga, mengerti dan memuaskan ekspektasi yang legitimate dari para pemangku kepentingan. Selanjutnya dampak dari program tanggungjawab sosialnya (CSR) akan sangat tergantung dari respons perusahaan terhadap ekspektasi dari berbagai pemangku kepentingannya (Dawkins and Lewis, 2003), yaitu :
26 A company‟s balancing of these several priorities must therefore be informed by its stakeholders of importance. The company must define, consult and engage these stakeholders in its programme that its activity is seen as relevant both to the business and to its stakeholders, and some companies are of course well advanced in this process of dialogue (Dawkins and Lewis, 2003). Perusahaan harus menyeimbangkan berbagai prioritas dalam CSR sesuai dengan kepentingan pemangku kepentingan, sehingga perlu mendefinisikan, konsultasi dan mengaitkan pemangku kepentingan dalam aktivitasnya, agar terdapat relevansi antara bisnis dan pemangku kepentingan. 2. Social and environmental concerns are integrated into the business operations, atau mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan kepada operasi perusahaan. Tujuan akhir pelaksanaan CSR adalah menempatkan entitas bisnis dalam upaya pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tanggungjawab sosial itu seharusnya menginternalisasi pada semua bagian kerja pada suatu pekerjaan. CSR harus merupakan keputusan strategik perusahaan sejak awal dari mendesain produk yang ramah lingkungan, hingga pemasaran, dan pengolahan limbah. Selain itu, secara eksternal CSR juga memastikan jangan sampai perusahaan justru mengurangi kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya (Nindita, diacu dalam Tunggal, 2007). Tujuan dari pelaksanaan CSR dalam aspek lingkungan didefinisikan sebagai : As a result the environmental aspect of CSR is defined as the duty to cover the environmental implications of the company‟s operations, products and facilities; eliminate waste and emissions; maximize the efficiency and productivity of its resources; and minimize practices that might adversely affect the enjoyment of the country‟s resources by future generations (Mazurkiewicz, 2008). Artinya bahwa tujuan CSR dalam aspek lingkungan adalah bagaimana mengurangi dampak lingkungan akibat operasi perusahaan, produk maupun fasilitas perusahaan mengurangi limbah dan emisi, memaksimalkan tingkat efisiensi dan produktivitas dari sumber daya, serta mengurangi praktek-praktek
27 yang dapat mempengaruhi keberadaan sumber daya untuk generasi mendatang. Bila di rinci kegiatan tersebut adalah : 1.Adanya fasilitas perusahaan, baik plant, gudang penyimpanan dan segala inventaris perusahaan yang tidak mencemari lingkungan. 2.Adanya produk perusahaan berupa mobil yang ramah lingkungan 3. Adanya efisiensi dan produktivitas dalam penggunaan sumber daya, termasuk bahan baku 4.Aktivitas perusahaan yang tidak mengganggu ketersediaan sumber daya untuk generasi mendatang (berkelanjutan). Cara pandang perusahaan terhadap CSR amatlah beragam. Ada yang memandang CSR sekedar memenuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah, sementara yang lain sudah mulai melihat CSR sebagai cara berpikir baru dalam mengelola bisnis secara keseluruhan. Secara umum, kegiatan CSR berdimensi lingkungan menurut Rewarding Upland Poor for Enviromental Services (RUPES), diacu dalam Leimona dan Fauzi (2008) dapat dikategorikan sebagaimana pada Tabel 1. Tabel 1. Kategorisasi CSR Type aktivitas CSR
Isu Lingkungan
Tipe CSR 1 Compliance to environmental regulation Tipe CSR 2 Contribution to environmental conservation Tipe CSR 3 Conservation for additional income
Minimal dampak negatif terhadap lingkungan akibat proses produksi Pendukung konservasi lingkungan
Tipe CSR 4 Conservation for direct production sustainability
Peningkatan mutu lingkungan secara langsung di kawasan sumber bahan baku industry
Peningkatan mutu lingkungan melalui proses industri, dan melebihi baku mutu yang ditetapkan regulasi
Isu Utama Bisnis Bisnis taat regulasi dan minimal konflik Peningkatan ”brand image” alat pemasaran dan periklanan serta perluasan jaringan Efisiensi proses produksi, pengurangan biaya produksi dan penambahan benefit Jaminan bagi kelangsungan sumber produksi perusahaan
28
Kategorisasi tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan peringkat baik dan buruk, tetapi sebagai alat untuk melihat sejauhmana kegiatan CSR suatu jenis industri dapat memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan bisnisnya. CSR berkaitan dengan konsep “go green”, menurut pandangan Howard Schultz, pimpinan perusahaan Starbucks, CSR adalah “trying to achieve a fragile balance of creating the necessity of profitability and the balance of having a social conscience”(Leiu, 2010) atau mencapai keseimbangan antara kebutuhan akan keuntungan perusahaan dan kepentingan sosial. Perusahaan semakin sadar terhadap konsekwensi jejak lingkungan yang mereka tinggalkan dibelakangnya (ecological footprints). Karena itu bersikap go green adalah langkah penerapan CSR dalam aspek lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Konsep go green dalam bisnis menjadi green business berarti konsep ramah lingkungan dalam segala aspek dalam bisnis, dimana green business mencakup komitmen terhadap lingkungan dan inisiatif terhadap keadilan sosial, termasuk dalam hal ini adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dan pencemar udara lainnya, penggunaan sumberdaya energi terbarukan, efisiensi energi, pelestarian sumberdaya alam dan energi, minimalisasi limbah dan penciptaan lapangan kerja didaerah yang dilayani. (Green For All, 2010). Dengan demikian green business berkaitan juga dengan penciptaan kesejahteraan masyarakat. Dalam menyikapi kondisi lingkungan maka selain bersifat reaktif atas apa yang diperbuat atas dampak operasi perusahaan, maka green business adalah sikap menjaga lingkungan (environmental stewardship). Dalam berbagai kasus, bisnis yang mengadopsi etika standar dalam menjaga lingkungan (environmental stewardship) yang melebihi aturan yang berlaku akan memperoleh keunggulan kompetitif
(competitive advantage), mendapatkan
kesetiaan pelanggan (costumer loyalty) dan pangsa pasar (market share), dan juga mengurangi resiko bisnis (Olson, 2010). Menjaga lingkungan (environmental stewardship) adalah bagian dari CSR dalam aspek lingkungan (Olson, 2010) Hubungan korporat dengan pemangku kepentingan sangat dipentingkan bagi pelaksanaan CSR. Hubungan korporat dengan pemangku kepentingan tidak lagi
29 bersifat pengelolaan saja, tetapi sekaligus melakukan kolaborasi, yang dilakukan secara terpadu dan berfokus pada pembangunan kemitraan. Kemitraan tidak lagi bersifat penyangga organisasi, tetapi menciptakan kesempatan-kesempatan dan keuntungan bersama, untuk tujuan jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan, misi, nilai-nilai dan strategi-strategi tanggungjawab perusahaan secara sosial yang pada dasarnya mendorong korporat untuk hidup secara langgeng di dalam masyarakat. Kemitraan yang terwujud dalam interaksi antar pemangku kepentingan ini pada dasarnya merupakan juga suatu bentuk community development (CD) sebagai muara dari CSR (Rudito et al., 2004). Sarana yang digunakan dalam rangka implementasi konsep CSR adalah program community development (Rudito et al., 2004). Salah satu yang menonjol dari praktik CSR di Indonesia adalah penekanan pada aspek community development, karena paling sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat Indonesia yang masih bergelut dengan kemiskinan dan pengangguran (Ambadar, 2008).
Bentuk dari community development terdiri dari community
relation atau pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait, seperti konsultasi publik, penyuluhan dan sebagainya, community service merupakan pelayanan korporat untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas umum, antara lain pembangunan/peningkatan sarana transportasi/jalan, sarana pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya, dan community empowerment adalah program-program berkaitan dengan memberikan akses lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Berkaitan dengan program ini adalah seperti pengembangan ataupun penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, komuniti lokal, organisasi profesi serta peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan sumber daya setempat (Budimanta dan Rudito, 2008). Bentuk-bentuk dari pelaksanaan CSR yang paling sering dilakukan oleh perusahaan menurut Kotler and Lee (2005) terbagi dalam 6 bentuk meliputi :
30 1. Cause Promotion adalah kegiatan sosial yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi, maupun penyertaan dana terhadap suatu isu tertentu yang dipilih. 2. Cause-Related Marketing, perusahaan berkomitmen untuk melakukan donasi atau kontribusi atas suatu issue tertentu berdasarkan atas penjualan produk. Perusahaan akan melakukan bantuan dana berupa persentase tertentu atas pendapatan penjualan. Biasanya dilakukan dalam periode waktu tertentu atas suatu produk tertentu dan dalam bentuk sumbangan tertentu. Program ini memiliki dua sasaran, yaitu memperoleh sejumlah dana tertentu untuk didonasikan, disamping itu meningkatkan penjualan produk. Jenis aktivitas ini tujuannya sama dengan cause promotion, namun dikaitkan dengan respons konsumen terhadap penjualan (misalnya, besarnya donasi penumpang dikaitkan dengan jumlah mil perjalanan dengan pesawat perusahaan tertentu). 3. Corporate Social Marketing. Kampanye untuk mendukung suatu perubahan tertentu yang diharapkan terjadi atas suatu isu. Perubahan perilaku adalah yang diharapkan terjadi dari aktivitas ini. Saat ini Corporate Social Marketing umumnya dibangun dan diimplementasikan para profesional di pemerintahan pusat maupun daerah, local public sector agencies, seperti fasilitas umum, departemen kesehatan, transportasi, ekologi dan dalam organisasi nonprofit lainnya. 4. Corporate Philanthropy. Kegiatan ini melakukan aktivitas berupa kontribusi langsung berupa amal atau terhadap suatu permasalahan (isu). Lebih sering dalam bentuk sumbangan uang dan betuk sumbangan lainnya. Hal ini merupakan bentuk yang paling tradisional dari berbagai aktivitas CSR yang ada. Isu utama yang didukung meliputi kesehatan masyarakat, pelayanan publik, pendidikan, seni dan demikian pula perlindungan lingkungan. 5. Community Volunteering. Kegiatan ini menyediakan pelayanan pekerja sukarela dari perusahaan kepada masyarakat. Hal ini merupakan inisiatif dari perusahaan untuk mendukung dan menganjurkan karyawan, retail partner dan atau anggota franchise untuk mendukung organisasi organisasi masyarakat setempat ataupun
31 permasalahan yang dihadapi. Kegiatan sukarela ini termasuk menyediakan tenaga ahli, ide dan tenaga kerja. Perusahaan mendukung dengan menyediakan waktu kerja untuk keperluan membantu masyarakat, maupun membentuk tim untuk membantu masyarakat. 6. Socially Responsible Business Practice. Kegiatan ini mengadopsi dan berinisiatif melakukan praktek bisnis maupun investasi yang mendukung kepada permasalahan sosial yang ada. Sifat dari kegiatan ini adalah melakukan hal yang melebihi apa yang dipersyaratkan oleh hukum dan peraturan yang ada dan melebihi apa yang diharapkan (discretionary) terhadap komunitas seperti karyawan, distributor, pemasok, mitra nonprofit dan demikian juga sebagai anggota dari masyarakat umum. Sedangkan bidang aktivitasnya meliputi kesehatan dan keselamatan, demikian pula kebutuhan emosional dan psikologis. Saat ini praktek penyelenggaraan perusahaan telah bergeser dari menanggulangi keluhan pelanggan, menanggulangi tekanan dari group-group penekan, kepada kegiatan yang sifatnya proaktif mencari solusi atas permasalahan sosial yang ada. Pada umumnya aktivitas ini didominasi oleh kegiatan manufacturing, teknologi dan industri pertanian, dimana keputusan dibuat berkaitan dengan supply chain, bahan baku, prosedur operasional dan keamanan karyawan. CSR adalah tanggungjawab dari pengusaha, para direktur maupun manager disamping tugas untuk memenuhi keinginan pemilik atau pemegang saham, yaitu keuntungan perusahaan tetapi juga melakukan hal yang serupa terhadap pemangku kepentingan dari perusahaan (Sacconi, 2006). Selanjutnya sebagai pola CSR yang konsisten, perusahaan harus melakukan lebih dari apa yang dipersyaratkan/diatur dalam perundang-undangan maupun peraturan Pemerintah mengenai penanganan aspek lingkungan, keselamatan dan kesehatan pekerja, berinvestasi dalam komunitas dimana perusahaan beroperasi. Dengan demikian, perusahaan harus secara konsisten mengurangi dampak emisinya terhadap mutu udara maupun air dan secara rutin mengurangi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan para karyawannya, serta berinvestasi kepada masyarakat disekitar lokasi perusahaan lebih dari yang dipersyaratkan
32 untuk memperoleh ijin operasi dari masyarakat sekitar dalam bentuk pembangunan jalan, pembangunan sarana sekolah, pelayanan kesehatan atau juga bantuan subsidi terhadap pengembangan seni masyarakat, (Portney, diacu dalam Hay et al., 2005). Istilah CSR dan Pembangunan Berkelanjutan adalah saling berkait, bahkan istilah keduanya dapat dipertukarkan (Hay et al., 2005). Bahkan CSR dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development (Permana, 2008)). Keberlanjutan disini didefinisikan sebagai kapasitas penampung dari ekosistem untuk mengasimilasikan pemborosan agar tidak sampai berkelebihan. Dan rataan hasil dari sumber daya yang terbaharui tidak akan berlebihan pada rataan generasi (World Bank Group, diacu dalam Rudito et al., 2004). Indikator keberlanjutan didefinisikan sebagai indikator yang memberikan informasi secara langsung atau tidak langsung mengenai viabilitas di masa mendatang dari berbagai level tujuan (sosial, ekonomi dan lingkungan) (Senanayake, 1991). Sedangkan indikator untuk menilai keberlanjutan menurut Walker and Reuter (1996) dibagi dalam dua tipe, yaitu : (1) indikator kondisi yang mendefinisikan kondisi sistem relatif terhadap kondisi yang dapat digunakan untuk menilai lingkungan; dan (2) indikator trend yang menggambarkan seluruh kecenderungan linear dari suatu keadaan sumberdaya selama periode simulasi. Partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada
masyarakat
disekitarnya
(Ambadar,
2008).
Berkesinambungan
(berkelanjutan) menurut pandangan Rasmussen (1996) juga adalah berarti berpikir kesamping dan disekitar persimpangan-persimpangan, tidak hanya ke atas dan ke bawah dalam hierarki, atau ke depan dan ke belakang dalam pengertian kita yang biasa tentang waktu dan sejarah. Berarti berkelanjutan dalam konteks CSR perusahaan harus memperhatikan masyarakat di sekitar perusahaan (disamping) sebagai mitra yang berada di samping lokasi perusahaan, sebagai bagian dari pemangku kepentingan perusahaan (stakeholders). Sebagaimana dikemukakan CSR dari dunia usaha atau perusahaan memiliki ciri-ciri spesifik, sesuai dengan
33 jenis usaha (manufaktur, jasa, perkebunan, pertambangan dan energi), besarnya perusahaan, financial performance, sensitivitas perusahaan, umur perusahaan, serta luas cakupan wilayah operasinya. Ciri-ciri spesifik tersebut berpengaruh terhadap klasifikasi tanggungjawab sosial, yang digambarkan dari jenis program, besaran anggaran, serta luas cakupan wilayah tanggungjawab sosialnya, baik dalam melayani kepentingan internal organisasi maupun kepentingan eksternal organisasi yaitu publik atau masyarakat luas (Depsos, 2005). Prinsip dasar dunia usaha dalam pelaksanaan CSR (Depsos, 2005) adalah : 1. Interdependensi antar pemangku kepentingan 2. Pemberdayaan 3. Partisipatif 4. Keswadayaan/kemandirian 5. Kepakaran 6. Prioritas 7. Menghargai keberagaman dan Hak Azasi Manusia atau HAM (diversity) 8. Good employee rsosialonship 9. Saling menguntungkan 10. Terpadu (peningkatan mutu lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat) 11. Good international rsosialonship 12. Praktek pasar yang terpercaya 13. Taat kepada peraturan yang berlaku terutama pajak (fiscal responsibility) 14. Akuntabilitas usaha (auditing, monitoring dan reporting) 15. Terukur (measurable) 16. Transparan Dalam menjalankan aktivitas CSR, tidak ada standar atau praktek-praktek tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi unik yang berpengaruh terhadap bagaimana memandang tanggungjawab sosial. Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko (Susanto, 2007). Meskipun tidak terdapat standar atau praktek-praktek tertentu yang dianggap terbaik dalam pelaksanaan aktivitas CSR, namun kerangka kerja (frame work) yang luas dalam pengimplementasian CSR masih dapat dirumuskan, yang didasarkan pada pengalaman dan juga pengetahuan dalam bidang-bidang seperti manajemen lingkungan (Susanto, 2007).
34 Pada saat ini, CSR yang dilaksanakan umumnya masih merupakan kegiatan bersifat pengabdian kepada masyarakat ataupun lingkungan yang berada tidak jauh dari lokasi tempat dunia usaha melakukan kegiatannya, dan sering kali kegiatannya belum dikaitkan dengan tiga elemen yang menjadi kunci dari pembangunan berkelanjutan (triple bottom lines), yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Kondisi utama yang harus ada dalam melaksanakan CSR berkelanjutan adalah : 1. Perusahaan haruslah sehat dan tumbuh (Permana, 2008). Artinya perusahaan harus dapat memliki profit yang cukup untuk melakukan CSR. 2. Program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri (Lesmana, 2006). Dengan demikian, perlu ada dialog dengan para stakeholders untuk memahami kebutuhan dan keinginannya (Bronchain, 2003). 3. Outcome/result CSR yang terukur/measurable (The Chartered Quality Institute, 2008). 4. Harus memiliki sistem management yang dapat mampu mencakup (mengcover), sehingga CSR dapat mencapai tujuan yang diinginkan (The Chartered Quality Institute, 2008) 5. Menerapkan prinsip triple bottom line (profit, people dan planet), sehingga program CSR ada kaitannya dengan operasional dan tujuan perusahaan, sehingga semuanya berjalan sustainable (Permana, 2008). Perusahaan harus berorientasi untuk mencari keuntungan yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang (profit), perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia (People) dan perusahaan harus peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. (Suharto, 2006). Dalam pandangan Asia, CSR adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi dengan mencapai keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dan mencapai keseimbangan kepentingan pemangku kepentingan (Fukukawa, 2010)
35 6. Memasukkan CSR dalam bisnis inti dan proses organisasi (Pratomo, 2008). Dalam hal ini mengetahui indeks keberkelanjutan dalam aktivitas CSR perlu melakukan penilaian terhadap aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan (Munasinghe, 1993),
serta diidentifikasi atribut-atribut dari masing-masing
aspek atau dimensi. 2.2 Komitmen terhadap CSR Komitmen terhadap CSR adalah instrumen-instrumen yang dibangun oleh sebuah perusahaan yang mengindikasikan apa yang ingin dilakukan dalam rangka memberi perhatian terhadap pengaruh sosial dan lingkungannya (Susanto, 2007). Komitmen ini mengkomunikasikan sifat dan arah dari aktivitas sosial dan lingkungan, sehingga membantu pihak lain memahami bagaimana perilaku perusahaan dalam situasi-situasi tertentu. Dengan adanya komitmen CSR, menjadi jelas bagi pihakpihak lain mengenai apa yang bisa diharapkan dari perusahaan. Dengan mengartikulasikan ekspektasi ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahpahaman. Komitmen CSR dapat memperbaiki mutu keterlibatan perusahaan dengan pihak-pihak dimana mereka melakukan interaksi (Susanto, 2007). Komitmen CSR harus dituangkan ke dalam pernyataan dengan bahasa yang tegas dan harus berisi kewajiban-kewajiban dengan kata-kata yang jelas dan ringkas (Susanto, 2007). CSR harus dapat diimplementasikan. Implementasi mengacu kepada keputusan, proses, praktek, dan aktivitas keseharian yang menjamin bahwa perusahaan memenuhi semangat dan menjalankan rencana tertulis yang telah disusun. 2.3 CSR, Etika Bisnis dan Good Corporate Governance (GCG) Pada dasarnya CSR, Etika bisnis, dan Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau Good Corporate Governance saling berkaitan satu sama lain. CSR berkaitan, namun tidak identik dengan etika bisnis. CSR berkaitan dengan tanggungjawab ekonomi, legal, ethical, dan discretionary, sedangkan etika bisnis fokus kepada pertimbangan moralitas dan perilaku individu dan kelompok dalam organisasi. Sehingga etika bisnis dipandang sebagai komponen dari studi yang lebih luas dari CSR. Sedangkan
36 Good Corporate Governance (GCG) adalah alat dalam melaksanakan etika bisnis (Kurniaty, 2008). 2.4 Industri Otomotif Indonesia saat ini sedang dalam proses pembangunan diberbagai sektor, termasuk industri otomotif. Industri Otomotif memainkan peranan penting dalam proses pembangunan berkelanjutan. Berbagai type kendaraan telah dihasilkan meliputi jenis sedan, 4x2 (Multi Purpose Vehicle/MPV), 4x4 (Sport Utility Vehicle/SUV), Bus, Pick Up/truck, dan Kabin Ganda (double cabin) 4x2/4x4 sesuai dengan katagorisasi SNI 09-1825-2002 (Gaikindo, 2008). Pengertian dari masing-masing jenis kendaraan tersebut adalah : 1. Sedan Dalam bahasa Inggris versi American English disebut sedan, sedangkan dalam bahasa Inggris versi British English: saloon, adalah salah satu dari body style yang paling umum dari mobil modern. Pada dasarnya merupakan mobil penumpang dengan dua baris tempat duduk dengan ruang penumpang yang cukup memadai dibagian ruang belakang untuk penumpang dewasa. Umumnya memiliki ruangan terpisah untuk bagasi. Beberapa produsen mobil membuat mobil yang penempatan mesinnya dibagian belakang, seperti Volkswagen (VW) misalnya. Berbagai jenis sedan yang dibuat adalah jenis model 4 pintu dan model 2 pintu. Jenis sedan dibagi dalam beberapa kategori yaitu (a) Cylinder Capacity (CC) ≤ 1.500 baik berbahan bakar bensin (Gasoline = G) ataupun Solar (Diesel = D), (b) CC 1.501 – 3.000 (G) / 2.500 (D) dan (c). CC > 3.001 (G) / 2.501 (D) 2. 4 x 2 Multi Purpose Vehicle/MPV MPV dikenal sebagai mobil penumpang. Jenis kendaraan ini memiliki jarak tinggi antara body dengan tanah. Suatu MPV yang besar dapat menampung lebih dari 8 penumpang. Jenis yang dikenal adalah minibus. Jenis ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu (a) CC ≤ 1.500 (G/D) dan (b) CC 1.501 – 2500 (G/D) 3. 4 x 4 Sport Utility Vehicle/SUV SUV merupakan kendaraan berkemampuan off-road dengan empat roda penggerak kendaraan (four-wheel drive) dan mampu melintasi segala medan
37 dengan body yang tinggi dan boxy. Jenis ini dibagi menjadi (a)
CC ≤ 1.500
(G/D), (b) CC 1.501 – 3.000 (G) / 2.500 (D) dan (c). CC > 3.001 (G) / 2.501 (D) 4. Bus Bus adalah kendaraan besar beroda yang digunakan untuk membawa penumpang dalam jumlah besar. Jenis ini dibagi menjadi (a). Gross Vehicle Weight (GVW) 5 – 10 Ton (G/D) dan (b). GVW 10 – 24 Ton (G/D) 5.
Pick Up/Truck Pick up adalah kendaraan bermotor jenis ringan (light) dengan memiliki bak terbuka dibagian belakang yang terpisah dengan kabin penumpang dan mampu mengangkat barang-barang. Truck adalah kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang-barang dan material. Jenis ini dibagi menjadi (a). Gross Vehicle Weight (GVW) < 5 (G/D), (b). GVW 5 – 10 Ton (G/D), (c) GVW 10 – 24 Ton (G/D) dan (d) GVW > 24 Ton (G/D)
6. Kabin Ganda (double cabin) 4 x 2/4 x 4 Kendaraan Double Cabin adalah kendaraan bermotor dengan kabin ganda dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang (termasuk pengemudi), dengan massa total tidak lebih dari 5 ton. Jenis ini meliputi GVW < 5 Ton (G/D) for all cc Untuk mencapai industri otomotif berkelanjutan, maka aspek ekonomi, sosial dan lingkungan perlu diperhatikan dan diseimbangkan. Tidak dapat industri otomotif hanya memperhatikan sektor ekonomi dan sosial, karena aspek lingkungan menjadi penentu pula dalam pembangunan industri otomotif berkelanjutan. Gambar 2 menjelaskan pengaruh otomotif terhadap lingkungan (Graedel et al., diacu dalam Ayres and Ayres, 2002)
38
Social structure (e.g. dispersed communities and businesses, malls)
Infrastructure technologies . built infrastructure (e.g. highway) . supply infrastructure (e.g. petroleum industri)
The automobile . manufacture .use . recycle
Automobile Subsystem (e.g. the engine)
Gambar 2. Diagram sistem teknologi otomotif (Graedel et al., diacu dalam Ayres and Ayres, 2001) Gambar 2 menunjukkan pengaruh dari keberadaan otomotif yang diproduksi oleh pabrikan yang berdampak terhadap phase proses produksi, penggunaan, proses daur ulang sampai kepada phase ketersediaan infrastruktur jalan dan jembatan, hingga kepada perubahan struktur sosial seperti persebaran komunitas, mal-mal, kegiatan perekonomian dan sebagainya. Pengaruh terbesar dari otomotif terhadap lingkungan bukannya pada lingkaran terkecil, yaitu mesin kendaraan maupun limbah yang dikeluarkan oleh pabrik mobil, namun justru pada pengaruhnya terhadap penyebaran masyarakat dalam skala wilayah maupun kegiatan usaha masyarakat, termasuk didalamnya penyebaran pusat-pusat perbelanjaan atau mal-mal dan sebagainya. Industri otomotif secara global amat beragam dan meliputi berbagai segmen produk seperti engine parts, drive trasmission and steering parts, suspension & braking parts, electrical parts dan komponen kendaraan lainnya. Industri otomotif meliputi produsen dan dealer dari berbagai jenis kendaraan mulai dari luxury cars, passenger
39 cars, specialist vehicles, off-road vehicles, aksesories dan komponen kendaraan, produk perlindungan kendaraan (car care products), environment and safety equipment, garage and service equipment, moulds and dyes, oils and libricants, petrol vending machines, tires, batteries and auto electrical, upholsteries dan banyak lagi. Mobil itu sendiri juga membuat orang dapat bepergian dan mengangkut barangbarang lebih jauh dan lebih cepat dan telah membuka pasar yang lebih besar untuk bisnis dan komersial. Berbagai industri yang mendukung industri otomotif seperti perusahaan asuransi, security, petroleum, industri disain dan konstruksi jalan raya. Selain itu dampak yang timbul akibat mobilitas yang disediakan oleh mobil adalah seperti motels, drive-in theathers dan fast-food restaurant. Sedemikian besar dampak yang ditimbulkan oleh industri otomotif yang diestimasikan bahwa setiap pekerjaan yang tercipta di industri perakitan mobil, tiga dari empat jenis pekerjaan tercipta dari industri komponen kendaraan (Williams, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif membuka kesempatan besar bagi terciptanya peluang usaha dari industri komponen kendaraan. Sehingga bentuk tanggungjawab industri otomotif dalam hal keterkaitan antara mobilitas dengan ekonomi dan pembangunan sosial dapat diwujudkan dalam bentuk seberapa besar teknologi maupun bahan baku yang dapat di pasok yang merupakan produk lokal, serta berupaya menguak segala perbedaan antara standar lokal dan global serta kinerjanya, dan semakin merekatkan diri dengan pemasok lokal. Adapun komitmen umum dari industri otomotif adalah bertanggungjawab atas seluruh mutu kehidupan sosial di wilayah dimana perusahaan beroperasi (UNEP, 2002). Industri otomotif dapat memberikan kesempatan untuk memasok komponen mobil kedalam industri otomotif kepada masyarakat agar dapat membuka lapangan kerja yang banyak bagi masyarakat sekitar dan mampu meningkatkan pendapatan. Demikian pula sektor-sektor pendukung industri otomotif berpeluang dapat menyertakan masyarakat sekitar untuk mengelolanya dalam bentuk usaha-usaha kecil seperti catering, pengelolaan limbah pabrik, usaha cleaning service dan sebagainya. Industri otomotif pada dasarnya menempati posisi strategis dalam pembangunan nasional. Dengan adanya globalisasi dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong meningkatnya mobilitas dan motorisasi. Mobilitas itu sendiri merupakan kebutuhan dasar
40 manusia dan merupakan fasilitator utama dari pembangunan ekonomi dan mutu kehidupan. Akses terhadap mobilitas, khususnya di negara berkembang berarti akses tehadap pekerjaan, pendidikan dan kesehatan. Demikian juga berarti akses kepada pemenuhan kebutuhan barang dan jasa, kesenangan dan kesempatan terhadap aktivitas ekonomi, sosial dan budaya (UNEP, 2002). Sedemikian penting posisi industri otomotif sebagai penghasil kendaraan bermotor (mobil), sehingga pembangunan industri otomotif berkelanjutan amat diperlukan. Dalam menjalankan aktivitasnya industri mobil sebagai pemangku kepentingan dari pembangunan nasional berkelanjutan diperlukan peran aktif dalam kegiatan lebih dari sekedar mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan shareholders, artinya perusahaan perlu bertanggungjawab terhadap masalahmasalah sosial yang timbul lebih daripada yang dipersyaratkan. Aspek paling kritikal yang merupakan side effect atau efek samping dalam upaya meningkatkan mobilitas adalah berkaitan dengan lingkungan (environment), dimana, environmental performance is at the core of corporate best practice with regard to sustainable development (UNEP, 2002), atau aspek lingkungan merupakan faktur penentu dalam industri otomotif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Meskipun tidak mengurangi tingkat kepentingan dari kedua aspek lain (ekonomi dan sosial). Saat ini kota Jakarta mendapat julukan sebagai kota nomor tiga terparah tingkat polusi CO2-nya di dunia, hal ini diakibatkan sebagian besar oleh emisi gas buang kendaraan bermotor. Hal ini amat merugikan bagi kesehatan masyarakat, khususnya kota Jakarta. Menurut artikel di harian Kompas tanggal 30 November 2007 terdapat tulisan yang merupakan hasil survei dari kerjasama Yayasan Pelangi, Organda DKI, ADB, Dinas Perhubungan, DKI, BPS DKI ditemui kerugian akibat dari kemacetan di bulan Maret 2007 mencapai Rp. 43 triliun. Keadaan ini merupakan permasalahan yang timbul sebagai fakta dari penggunaan kendaraan bermotor yang merupakan produk dari industri otomotif. Tentu hal ini berakibat menjadikan industri otomotif menjadi tidak berkelanjutan. Upaya untuk mengurangi dampak emisi gas buang kendaraan bermotor adalah dengan memberlakukan standar emisi gas buang sebagaimana yang telah diberlakukan saat ini sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
41 4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru berikut. Tabel 2. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M dan N Berpenggerak Motor Bakar Cetus Api Berbahan Bakar Bensin No. 1.
Kategori (1) M1, GVW ≤ 2,5 ton, tempat duduk ≤, tidak termasuk tempat duduk pengemudi
Parameter CO HC + Nox
Nilai Ambang Batas 2,2 gram/km 0,5 gram/km
2.
M1, Tempat duduki 6-8 tidak termasuk tempat duduk pengemudi, GVW > 2,5 ton atau N1, GVW ≤ 3,5 ton a. Kelas 1, RM ≤ 1.250 kg
CO HC + Nox
2,2 gram/km 0,5 gram/km
b. Kelas II, 1250 kg < RM ≤ 1.700 kg
CO HC + Nox
4,0 gram/km 0,6 gram/km
c. Kelas III, RM > 1.700 kg
CO HC + Nox
5,0 gram/km 0,7 gram/km
Keterangan : (1)
:
Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel di atas, maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkatagorian GVW
GVM :
Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB)
RM M1
: :
Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 kg Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk (tidak termasuk tempat duduk pengemudi).
N1
:
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton
N2
:
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 tetapi tidak lebih dari 12 ton
N3
:
Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton.
42 Pada dasarnya untuk lingkup internasional, penetapan ambang batas yang dijadikan standar international adalah mengacu pada standar Euro. Berikut adalah standar uji emisi yang berlaku secara international yang diadopsi oleh Indonesia dan telah diberlakukan di Eropa, dan masa diberlakukannya (Wikipedia, 2009) berikut. Tabel 3. Tabel Ambang Batas Emisi menurut standar EURO (gasoline) Tier
Date
CO
HC NOx
HC+NOx
PM
Euro 1†
July 1992
2,72 (3.16)
-
-
0,97 (1,13)
-
Euro 2
January 1996
2,2
-
-
0,5
-
Euro 3
January 2000
2,3
0,2 0,15
-
-
Euro 4
January 2005
1,0
0,1 0,08
-
-
Euro 5
September 2009
1,0
0,1 0,06
-
0,005**
Euro 6 (future) September 2014
1,0
0,1 0,06
-
0,005**
* Before Euro 5, passenger vehicles > 2.500 kg were type approved as light commercial vehicle N1 – I ** Applies only to vehicles with direct injection engines † Values in brackets are conformity of production (COP) limits
Dari Tabel 3 telihat bahwa Eropa telah menerapkan ketentuan mengenai ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lebih dulu dan jauh lebih ketat dari yang diberlakukan di Indonesia. Saat ini Indonesia baru menerapkan aturan tersebut yang sesuai dengan Euro 2 dalam ketentuan Eropa. 3. CSR Industri Otomotif Sesuai dengan konsepnya CSR adalah kewajiban perusahaan memaksimalkan dampak positif dan meminimalisasikan dampak negatif dalam berkontribusi kepada masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan jangka panjang masyarakat, serta keinginannya. CSR berarti berperan dalam ekonomi masyarakat dan sumber daya manusia atau SDM (Journal of Consumer Marketing (2001), diacu dalam Talaei and
43 Nejati, 2008). Kewajiban dari perusahaan adalah kepada pemangku kepentingan. Kewajiban ini melampaui persyaratan legal dan tugas perusahaan kepada pemegang saham. Pemenuhan kewajiban ini adalah dengan meminimalisasi dampak negatif, serta segala bentuk kerugian dan memaksimalkan dampak menguntungkan secara jangka panjang kepada masyarakat (Bloom and Gundlach (2001), diacu dalam Talaei and Nejati, 2008). Dalam CSR terdapat 4 dimensi yang diidentikkan dengan pembangunan berkelanjutan, karena CSR berkaitan erat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Talaei and Nejati, 2008). Bahkan CSR is the ultimate level toward sustainable development. Unsur-unsur CSR yang dikemukakan Carroll (2000) adalah dimensi
Discretionary
Responsibilities
(tanggungjawab
yang
bersifat
kebijakan/sukarela), Ethical Responsibilities (tanggungjawab untuk berlaku etis dalam berbisnis), Legal Responsibilities (tanggungjawab untuk mentaati segala peraturan yang berlaku) , Economic Responsibilities (tanggung jawab ekonomi) telah memenuhi aspek keberlanjutan (ekonomi, sosial dan lingkungan) dan identik dengan prinsip keberlanjutan. Keempat unsur CSR ini harus merupakan sesuatu yang terpadu tidak dapat terpisah-pisah. CSR harus memenuhi keempat unsur tersebut (Gambar 3).
Tanggungjawab Altruistik/discreation Tanggungjawab Moral Tanggungjawab Legal Tanggungjawab ekonomi
Gambar 3. Kategorisasi CSR
Sejak tahun 1991 istilah kategori keempat yaitu
Discretionary Responsibilities
diganti menjadi corporate citizenship (Solihin, 2009). Corporate citizenship yang baik adalah dapat dirumuskan sebagai suatu pemahaman dan pengelolaan atas pengaruh perusahaan secara luas terhadap masyarakat untuk kebaikan perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan (Marsden and Andrioff (1998), diacu dalam Solihin, 2009)
44 Atribut-atribut dari tiap-tiap dimensi tersebut dalam industri otomotif (Talaei and Nejati, 2008) adalah : 1. Dimensi tanggungjawab Ekonomi (Novak (1996), diacu dalam Talaei and Nejati, 2008) Hal ini adalah berupaya menguntungkan principals dengan cara memberikan barang yang bermutu baik dengan harga fair kepada pelanggan, dengan tanggung jawab ekonomi direalisasikan dalam bentuk : a. Satisfying Customers (tingkat kepuasan pelanggan) adalah kepuasan pelanggan terhadap produk (unit kendaraan) yang sesuai dengan nilainya. b. Fair rate return (tingkat pengembalian yang fair) Untuk memperoleh return yang fair atas dana-dana yang dipercayakan oleh investor untuk ditanam di perusahaan. c. Poverty eradication (pengentasan kemiskinan) menciptakan kesejahteraan yang baru. Yaitu misalnya memperbesar jumlah saham yang ditanam di institusi nonprofit yang dimiliki oleh
sosial, dan menolong mengangkat dari kemiskinan
dengan peningkatan upah. d. Creating new jobs atau lapangan kerja yang tercipta. e. Diversity citizens economic interests atau keragaman tingkat kepentingan ekonomi dari masyarakat. f. Generating upward mobility (tingkat mobilitas semakin meningkat) adalah mengupayakan kepentingan umum demi mengedepankan mobilitas dan memberikan perasaan kepada masyarakat bahwa kondisi ekonominya akan membaik. g. Promote
innovation
(pengembangan
inovasi),
yaitu
frekuensi
dalam
pengembangan model yang tercipta, perbaikan dalam metode produksi dan besarnya saran-saran perbaikan metode kerja dari karyawan. 2. Dimensi tanggung jawab Legal Aktivitas bisnis yang bermoral yaitu mentaati hukum dan perundang-undangan. Namun
hukum
memiliki
keterbatasan
untuk
meyakinkan
perilaku
yang
bertanggungjawab. Bisnis cenderung untuk reaktif terhadap adanya berbagai aturan-
45 aturan dalam hukum, bukannya proaktif untuk melakukan apa yang diinginkan hukum, maka difokuskan bukan seberapa besar perusahaan mentaati aturan hukum yang berlaku, namun seberapa tinggi tingkat pelanggaran terhadap hukum yang dilakukan oleh perusahaan. 3.Dimensi tanggungjawab Ethical (Smith and Quelch (1993), diacu dalam Talaei and Nejati, 2008). Dimensi ini melampaui hukum dan mencakup aspek moral, melakukan hal yang benar, adil dan fair, menghormati hak-hak moral masyarakat, menghindari kejahatan dan gangguan sosial, serta mencegah kejahatan akibat halhal lain. Tanggungjawab etika ini lebih bersumber kepada agama dan kepercayaan, tradisi moral, prinsip-prinsip kemanusiaan dan komitmen terhadap hak azasi manusia (Novak (1996), diacu dalam Talaei and Nejati, 2008). Tanggungjawab etika lebih merupakan tanggung jawab sosial. 4. Dimensi tanggungjawab Altruistik atau mementingkan kepentingan orang lain adalah memberikan waktu dan dana untuk pelayanan sukarela, kumpulan sukarela dan pemberian sukarela (discretionary). Dimensi ini lebih menekankan bahwa tujuan perusahaan bukan hanya bertujuan kepentingan ekonomi dan kinerja moralnya, tetapi juga kontribusi terhadap masyarakat (sosial). Sebagaimana dikatakan oleh Henry Ford II yang mengatakan bahwa isi kontrak antara industri dan masyarakat telah berubah bahwa industri juga memiliki kewajiban berkontribusi kepada masyarakat tanpa transaksi komersial (Talaei and Nejati, 2008). Indikator-indikator dari tiap-tiap dimensi tanggungjawab korporat dalam industri otomotif merupakan indikator CSR untuk mengukur komitmen perusahaan dalam industri otomotif terhadap tanggungjawab sosial. Indikator ini dapat diadaptasi dengan modifikasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan kondisi pada perusahaan otomotif di tempat lain atau negara lain (Talaei and Nejati, 2008). Pada dasarnya terdapat 4 macam pendekatan tentang tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat atau CSR, yaitu : 1. Corporate Social Performance (CSP), sebuah teori berbasis sosiologi
46 2. Shareholder Value Theory atau Fiduciary Capitalism, yang lebih kepada teori ekonomi 3. Stakeholders Theory, tinjauan dalam perspektif etika. 4. Corporate Citizenship Theory, sebuah tinjauan dalam studi politik CSP adalah konfigurasi dalam organisasi bisnis terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, proses dari respons terhadap persyaratan sosial, dan kebijakankebijakan, program-program dan hasil yang berwujud yang merefleksikan hubungan atau relasi perusahaan kepada masyarakat (Wood (1991), diacu dalam Crane et al., 2008). Dalam menentukan tanggungjawab secara spesifik dalam CSP maka perhatian terhadap ekspektasi sosial berkaitan dengan kinerja perusahaan dan concern terhadap kebutuhan sosial (Mele (2008), diacu dalam Crane et al., 2008). Bisnis memiliki power dan power tersebut mempersyaratkan tanggungjawab. Masyarakat memberikan lisensi kepada perusahaan dalam hal ini
industri otomotif untuk beroperasi di
wilayahnya dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus melayani masyarakat bukan hanya kepada penciptaan kemakmuran, tetapi juga kontribusi kepada kebutuhan masyarakat dan memuaskan ekspektasi masyarakat terhadap bisnis (Mele (2008), diacu dalam Crane et al., 2008). Reputasi perusahaan adalah berkaitan dengan penerimaan dari masyarakat dimana perusahaan beroperasi (Lewis (2003), diacu dalam Crane et al., 2008). Dalam pendekatan CSP ini terdapat tiga tingkatan atau level dalam melaksanakan CSR, meliputi level berikut, 1. Institutional 2. Organizational 3. Individual Untuk melakukan evaluasi terhadap CSP dilakukan berdasarkan tingkatan Reactive, Defensive, Accomodative, dan Proactive (RDAP) sebagaimana dikemukakan Wartick and Cochran (1985), Carroll (1979), diacu dalam Clarkson (1995). Skala RDAP tersebut adalah seperti dimuat pada tabel 4.
47 Tabel 4. Skala RDAP No.
Rating
Posture or Strategy
Performance
1
Reactive
Deny Responsibility
Doing less than required
2
Defensive
Admit Responsibility but fight it
Doing the least that is required
3
Accomodative
Accept Responsibility
Doing all that is required
4
Proactive
Anticipate responsibility
Doing more than is required
Carroll (1979), diacu dalam Clarkson (1995) merinci lagi atas hal berikut : 1. Fight all the way (Reactive) 2. Do only what is required (Defensive) 3. Be progressive (Accommodative) 4. Lead the industry (Proactive) Pengertian masing-masing Rating adalah : Reactive yang bersifat menunggu dan tidak melakukan apa-apa, kalau terdesak baru bertindak, merasa tidak betanggungjawab; Defensive lebih mengarah ke diri sendiri, bertindak (melaksanakan tanggungjawab) asal menguntungkan perusahaan dalam jangka pendek, sekedar memenuhi aturan yang ada; Accomodative bersifat terbuka dan mulai mempertimbangkan masukan dari luar tanpa tergantung lagi terhadap ada tidaknya keuntungan perusahaan dalam jangka pendek, lebih bertanggungjawab terhadap masalah-masalah
sosial yang ada.
Sedangkan Proactive justru menjadi pelopor dan pemimpin dalam melakukan kegiatan sosial, peka terhadap masalah-masalah sosial yang ada. Menurut pendapat Tunggal (2008), strategi reaktif adalah strategi kepekaan sosial, yaitu perusahaan memilih untuk berbuat kurang dari apa yang diharapkan masyarakat dan mengabaikan tanggungjawab atas masalah, Strategi defensif adalah strategi kepekaan sosial, yaitu perusahaan memilih mengakui tanggungjawabnya atas suatu masalah tetapi melakukan usaha terkecil untuk memenuhi harapan masyarakat, strategi akomodatif adalah strategi kepekaan
sosial, yaitu perusahaan memilih
menerima tanggungjawab atas masalah dan melakukan semua yang diharapkan masyarakat untuk memecahkan persoalan dan strategi proaktif adalah strategi kepekaan
sosial, yaitu perusahaan akan mengantisipasi tanggungjawab atas masalah
48 sebelum terjadinya dan akan berusaha lebih dari apa yang diharapkan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan. 2.6. Lokasi pabrik dan dampaknya terhadap masyarakat Praktek dalam melaksanakan CSR seiring dengan proses pengembangan industri otomotif di Indonesia yang merupakan perusahaan multi nasional harus diiringi kesadaran adanya kesempatan memeratakan kesejahteraan. Komitmen ini selayaknya diterjemahkan dengan menempatkan perusahaan sebagai tetangga yang baik dengan komitmen penuh pada upaya peningkatan kesejahteraan komunitas dan pelestarian lingkungan (Amri dan Sarosa, 2008). Hal ini dapat dilihat dari lokasi dimana perusahaan itu berada. Lokasi pabrik otomotif dapat berlokasi di dalam suatu kawasan industri atau diluar kawasan industri. Bila industri berada dilokasi diluar kawasan industri, maka masalah tata ruang dan bangunan lain disekitarnya akan menjadi pertimbangan. Kehadiran industri otomotif disuatu tempat yang bukan didalam suatu areal kawasan industri akan mengakibatkan perubahan peruntukan lahan dan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan dan ruang sebelumnya (Kemeneg LH, 2007). Masalah tersebut tidak akan muncul, bila pabrik terletak di kawasan industri yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Apabila lokasi pabrik tidak terletak dikawasan industri, tetapi justru dikawasan padat penduduk, maka pabrik berpotensi menggangu tingkat kenyamanan kawasan. Gangguan tersebut khususnya diakibatkan oleh aktivitas pabrik dan lalu lalangnya kendaraan pabrik. Juga adalah lalu lalang produk mobil jadi yang dikirim keluar pabrik ke daerah pemasarannya. Berbagai manfaat yang dapat dirasakan terhadap industri yang berada dalam kawasan industri (BPPT, 2004) antara lain adalah : 1. Terdapat suatu sosial manajemen Badan Usaha Kawasan Industri atau KI yang bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan di Kawasan Industri tersebut. 2. KI dibangun pada lahan kritis yang telah terencana dengan baik dalam suatu master plan yang dikaitkan dengan tata ruang wilayah setempat, sehingga tidak menimbulkan konflik dengan lingkungan sekitar.
49 3. Setiap KI dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah (waste water treatment plant), dimana semua air limbah pabrik dinetralisir terlebih dahulu, sebelum dialirkan kembali ke sungai, sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. 4. Membuka kesempatan kerja sekitar 5. Masyarakat di sekitar tidak akan terganggu aktivitas pabrik karena dalam AMDAL dan site plan telah menetapkan sistem buffer zone. 6. Masyarakat sekitar dapat memanfaatkan fasilitas sosial dan fasilitas umum (masjid, lapangan olah raga dan sebagainya) yang dipersiapkan oleh pengelola KI. Dampak kehadiran suatu industri terhadap masyarakat sekitar menurut Usman (2006) adalah meliputi keresahan sosial, konflik (benturan), integrasi sosial dan kelestarian nilai-nilai sosial. Keresahan sosial ditandai dengan protes yang dilakukan oleh penduduk lokal (tertulis atau lisan), demonstrasi dan gerakan-gerakan politik lainnya yang dilandasi oleh ketidakpuasan. Konflik (benturan) dalam kajian dampak lingkungan meliputi hubungan di antara penduduk lokal, antar penduduk lokal dan pendatang, serta antar pendatang. Apabila konflik semacam itu sering terjadi, dampak suatu usaha atau kegiatan adalah negatif. Sebaliknya, apabila jarang terjadi (bahkan hampir tidak pernah), dampaknya adalah nol. Selanjutnya konflik dapat juga diidentifikasi dari keberadaan organisasi kemasyarakatan (keagamaan, olah raga, kesenian, dan lain-lain). Apabila organisasi kemasyarakatan tersebut hanya didominasi oleh pendatang, sedangkan penduduk lokal berada dipinggiran atau bahkan tidak terlibat sama sekali, berarti dampaknya adalah negatif. Dapat pula diidentifikasi dari keberadaan media (tradisional dan modern) yang memungkinkan terjalinnya interaksi antara penduduk asli dan pendatang. Apabila media semacam itu tidak berkembang, dampaknya adalah negatif. Sedangkan kelestarian nilai-nilai kultural dapat diidentifikan dari keberadaan upacara keagamaan, upacara adat dan upacara ”siklus kehidupan” (berkaitan dengan kelahiran, perkawinan dan kematian). Apabila upacara-upacara semacam itu terganggu atau semakin terabaikan, dampaknya negatif apabila masih dapat dilestarikan dampaknya nol (Usman, 2006).
50 Kerekatan sosial (social cohesion) menurut Council of Europe adalah kemampuan masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anggota-anggotanya dalam jangka panjang, termasuk menjamin akses yang adil terhadap berbagai sumber daya yang tersedia, dengan penghargaan terhadap kehormatan manusia dan perbedaanperbedaan yang ada, penghargaan terhadap otonomi individu dan kelompok, serta partisipasi yang bertanggung jawab dalam urusan-urusan bersama (Amri dan Sarosa, 2008). Kehadiran industri otomotif dalam hal ini dapat mempengaruhi terhadap kerekatan sosial (social kohesion) pada masyarakat disekitar lokasi perusahaan berada. Indikator untuk mengukur kerekatan sosial tersebut menurut
Amri dan
Sarosa (2008) adalah meliputi : 1. Apakah terjadi perasaan terkucil (isolation) atau perasaaan menjadi bagian dari komunitas tersebut (belonging). 2. Apakah ada hak yang sama (inclusion) atau timpang (exclusion) terhadap masingmasing anggota komunitas khususnya terhadap kesempatan dan akses terhadap sumber daya, pekerjaan dan layanan sosial/publik. 3. Apakah terjadi partisipasi atau keengganan partisipasi. 4. Ada perasaan dihargai atau tidak dihargai. 5. Kehadirannya dirasakan sah atau tidak sah. Budaya mempunyai dampak positif terhadap kerekatan sosial, dengan demikian kelestarian budaya juga menjadi bagian dari pengembangan masyarakat (ISO, 2007). Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keeratan sosial (social cohesion) menurut International Business Leaders Forum (IBLF), diacu dalam Amri dan Sarosa (2008) adalah : 1. Membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup. 2. Membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati. 3. Memperkecil konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan 4. Membantu mengatasi kriminalitas. 5. Mendukung social entrepreneurs (wirausaha sosial) lokal. 6. Penyediaan layanan sosial dalam situasi-situasi sulit-misalnya bencana dan konflik.
51 7. Mendorong toleransi antar agama, entik, dan lain-lain. 8. Mendukung kegiatan budaya dan pemeliharaan warisan budaya. Dampak ekonomi dari kehadiran suatu industri terhadap masyarakat sekitar menurut Usman (2006) adalah pola usaha ekonomi, waktu kegiatan usaha ekonomi, dan kesempatan kerja. Pola usaha ekonomi adalah bentuk mata pencaharian penduduk lokal setelah kehadiran suatu usaha atau kegiatan. Apabila bentuk mata pencaharian menjadi bervariasi, dampaknya dapat dikatakan positif. Sebaliknya, apabila bentuk pencahariannya tidak berbeda dengan sebelumnya, dampaknya adalah nol. Waktu kegiatan ekonomi adalah jumlah jam kerja yang dihabiskan penduduk lokal untuk bekerja sesuai dengan mata pencahariannya. Apabila waktu yang dihabiskan lebih sedikit (dalam arti lebih efisien dan efektif) keberadaan usaha positif, bila lebih lama dampaknya negatif. Kesempatan kerja adalah jumlah lowongan yang disediakan oleh suatu usaha untuk penduduk lokal. Bila jumlah lowongan kerja (baik untuk tenaga kerja terlatih maupun tidak terlatih) yang disediakan banyak, dampaknya positif, sebaliknya bila sedikit dampaknya negatif. Pola pemanfaatan sumber daya alampun dapat dijadikan indikator yaitu diidentifikasi melalui seberapa jauh SDA dapat dimanfaatkan oleh penduduk lokal disekitar usaha atau kegiatan tersebut. Apabila dalam jangka waktu tertentu penduduk lokal semakin sulit memanfaatkan SDA yang ada, dampaknya adalah negatif. Pada dasarnya, industri otomotif adalah industri yang banyak menyerap bahan baku namun juga banyak menghasilkan eksternalitas berupa limbah yang dihasilkan, baik itu limbah cair maupun padat, serta polusi udara dan kebisingan. Menurut Keputusan
Menteri
Negara
Kependudukan
dan
Lingkungan
Hidup
No.02/MENKLH/I/1998 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pada proses produksi, disamping menghasilkan
52 produksi utama menimbulkan berbagai jenis limbah seperti limbah cair, limbah gas, limbah padat dan kebisingan. Proses produksi menghasilkan limbah yang mengandung bahan-bahan yang dapat menimbulkan efek kerusakan pada lingkungan. Limbah cair dapat berfungsi sebagai sumber pencemaran. Limbah cair mempunyai sifat fisik yang meliputi warna, bau, suhu, padatan, minyak dan lemak. Sifat kimia air ditandai dengan adanya zat anorganik dalam limbah dan ukuran yang paling sering digunakan adalah pengukuran kandungan Biological Oxygen Demand (BOD), pH, Alkalinitas, Hardness, Logamlogam berat, Nitrogen dan Phospor (Ginting, 2008). Kandungan organik dan anorganik dalam limbah memberikan dampak pada badan penerima (sungai) bila terdapat nilai-nilai diluar ukuran-ukuran yang ditetapkan (baku mutu limbah). Limbah gas/udara dihasilkan dari pabrik dapat merubah komposisi udara disekitar lingkungan pabrik. Pengukuran komposisi udara dilingkungan pabrik seperti SO2, CO, CO2, NOX, H2S, debu sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kandungan gas telah melampaui baku mutu emisi dan baku mutu ambien (Ginting, 2008). Disamping pengukuran limbah gas juga diukur kebisingan pabrik yang dapat mengganggu masyarakat sekitar. Pukulan-pukulan dalam pabrik, suara mesin, suara lalu lintas kendaraan yang keluar masuk pabrik baik kendaraan jadi hasil produksi maupun yang mengangkut bahan baku. Ada 4 (empat) pendekatan dalam pengelolaan dampak lingkungan hidup kegiatan industri, yaitu pendekatan penyesuaian lahan, pendekatan sosial, pengolahan limbah dan pengaturan prosedur kerja (Kemeneg LH, 2007), yaitu : 4. Pendekatan Penyesuaian Lahan Pendekatan ini dilakukan untuk pengelolaan dampak dari sumber dampak lokasi pabrik ke luar kawasan industri. Pabrik yang berdiri di luar kawasan industri akan mengakibatkan konflik pemanfaatan lahan dan ruang. 5. Pendekatan Sosial Pendekatan ini dilakukan untuk upaya pengelolaan sumber dampak berkaitan dengan aspek penerimaan dan pengupahan tenaga kerja. 6. Pengolahan Limbah
53 Pendekatan ini dilakukan terutama untuk mengelola sumber dampak dari pemakaian air, pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah padat, pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan aktivitas produksi. Pengelolaan terhadap limbah B3 dilakukan dengan melakukan pemisahan berdasarkan jenis dan karakteristik limbah yang kemudian didistribusikan ke pihak yang telah ditunjuk untuk menangani limbah B3. Perbaikan design dapat berupa upaya untuk mengurangi sumber pencemar, penggunaan kembali bahan kimia, atau mengganti peralatan dan bahan yang lebih baik menurut standar yang diperbolehkan. 4. Pengaturan Prosedur Kerja Upaya untuk mengelola sumber dampak dari pemakaian air, pengelolaan limbah cair, pengelolaan limbah padat, pengelolaan limbah B3 dan aktivitas produksi, dapat dilakukan dengan pengaturan prosedur kerja. Pendekatan ini setidaknya akan dapat memperbesar dampak positif. Dalam hal ini, kesempatan kerja akan bertambah, karena jam kerja yang sama dapat diisi oleh beberapa orang tenaga kerja. Dengan demikian kesempatan penerimaan tenaga kerja dan upah tenaga kerja yang disediakan akan lebih banyak. Dampak negatif berupa konflik hubungan antar penduduk dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan. Pemukiman tenaga kerja menimbulkan rangsangan pada masyarakat untuk diprioritaskan menjadi tenaga kerja. Masyarakat sekitar terdiri dari latar belakang sosial dan budaya yang berbeda-beda dan tidak jarang menimbulkan ketegangan. Adanya pabrik berdiri mendorong peningkatan jumlah penduduk di satu sisi, tetapi di sisi lain dapat mengurangi jumlah penduduk karena mereka harus pindah. Perubahan yang diakibatkan tenaga kerja adalah meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan perubahan sistem ekonomi masyarakat setempat. Pola kegiatan ekonomi seharihari mengalami perubahan. Dengan beroperasinya perusahaan masyarakat sekitar boleh jadi berhasil memanfaatkan kehadiran industri dengan memperoleh pendapatan yang lebih baik. Warung-warung tumbuh, toko-toko bahan bangunan berdiri, rumah pondokan berdiri, jumlah penduduk semakin meningkat (Ginting, 2008).
54 2.7. Produk Mobil Standar lingkungan dari mobil yang diproduksi (Astra International Tbk, 2002) adalah meliputi : 1. Mengurangi sumber limbah. 2. Mengurangi penggunaan material berbahaya. 3. Mengurangi pengunaan energi termasuk adalah tingkat konsumsi bahan bakar mobil yang diproduksi sesuai kelasnya. 4. Meningkatkan umur produk. 5. Meningkatkan potensi daur ulang (recycleablity). 6. Potensi untuk di proses ulang (remanufacture). 7. Ketaatan terhadap aturan emisi gas buang sesuai Kep Men LH no.141/2003. 8. Persyaratan dalam baku tingkat kebisingan sesuai Kep Men LH no.48/1996. Pelaksanaan kegiatan CSR pada dasarnya telah memiliki suatu kerangka acuan (frame work) yang dijadikan patokan secara global dalam melaksanakan aktivitas CSR, yaitu Global Reporting Initiative (GRI). GRI adalah sistem pelaporan kinerja CSR yang dikenal secara global paling komprehensif (Tanimoto and Suzuki, 2008). Khusus dalam aspek otomotif isu-isu utama yang menjadi fokus dalam melaksanakan CSR dalam aktivitas Sustainable Mobility (mobilitas berkelanjutan) (GRI, 2004) yaitu perjalanan pribadi dan transportasi barang-barang dan orang (goods transport) masih menjadi faktor dalam pencemaran (polusi) dan kemacetan di daerah perkotaan. Isu keselamatan, termasuk keselamatan pejalan kaki (pedistrian) adalah isu yang semakin meningkat, khususnya di negara-negara berkembang. Selanjutnya, emisi carbon dioxide (CO2) yang berkorelasi langsung dengan tingkat konsumsi bahan bakar fosil, kontribusi kepada efek gas rumah kaca dan dampaknya terhadap pemanasan global. Produsen kendaraan bermotor akan sangat berkepentingan untuk memenuhi permintaan konsumen global, serta mengurangi dampak lingkungan dan sosial melalui upaya yang lebih lagi ( GRI, 2004). Jenis-jenis isu dalam otomotif (GRI, 2004) adalah : 1. Emisi gas rumah kaca/perubahan iklim (Greenhouse Gas Emissions/Climate change)
55 Gas-gas yang terperangkap di atmosfir sering disebut greenhouse gases (gas-gas rumah kaca). Keberadaan gas-gas rumah kaca inilah yang menyebabkan meningkatnya pemanasan global (US.EPA, 2008). Gas-gas yang masuk dalam jenis ini adalah : a. Carbon Dioxide (CO2). Gas ini masuk ke atmosfir melalui pembakaran bahan bakar fosil (oil, natural gas dan coal), limbah solid, produk kayu dan pohon, serta hasil reaksi kimia lainnya seperti industri semen. CO2 dapat berpindah dari atmosfir (sequestered) ketika diabsorbsi oleh tanaman (pohon) sebagai bagian dari siklus karbon biologis. b. Methane (CH4) Methane diemisikan selama produksi dan transportasi coal, gas alam, dan oil. c. Nitrous Oxide (N2O) Diemisikan selama aktivitas pertanian dan industri, termasuk melalui pembakaran bahan bakar fosil dan limbah solid. d.
Fluorinated Gases Gas ini terdiri atas hydrofluorocarbons, perfluorocarbons, dan sulfur hexafluoride, seperti CFCs, HCFCs, dan halons. Dalam kuantitas yang kecil, namun sering disebut sebagai gas-gas berpontensi rumah kaca yang tinggi (high global warming potential gases). Emisi kendaraan bermotor merupakan penyumbang terbesar gas rumah kaca sebesar 60-70%, 10% oleh industri, sisanya dari pembakaran sampah, asap dapur dan lainnya ( Harjono, 2008).
2. Mutu udara (Air quality) Akibat polusi kendaraan bermotor di perkotaan dapat juga menimbulkan udara yang tidak sehat. Seperti diketahui kendaraan bermotor mengeluarkan gas CO, Nox, dan Sox, Pb, PM10 yang dapat merusak kesehatan. Menurut hasil penelitian Indonesian Hazardous Materials and Waste Research atau IHWaR di tahun 2008, secara umum satu kendaraan bermotor menghasilkan 8,22 kilogram (kg) karbon dioksida per hari. Sementara sebuah pohon berdiameter tajuk 15 m mampu menyerap karbon 28,224 kg per hari, yang digunakan untuk proses fotosintesis.
56 Untuk pertambahan kendaraan keluaran baru, dibutuhkan rataan minimal 5 pohon untuk menyerap karbon secara optimal dengan kondisi fisik memiliki ukuran tajuk rataan 1 m. Secara logika ukuran tajuk sangat menentukan dalam penyerapan karbondioksida dalam fotosintesisnya. Artinya korporasi otomotif dapat memulainya dengan lima pohon untuk setiap kendaraan bermotor yang diproduksi. 3. Kebisingan (Noise). Kebisingan adalah jenis polusi dijalan raya yang merupakan kolektifitas
sosial
bunyi (suara) dari kendaraan bermotor. Suara tersebut berasal dari mesin, ban, aerodynamic, dan
sosial pengereman. Faktor yang mempengaruhi terhadap
bunyi adalah traffic operations (speed, truck mix, age of vehicle fleet), roadway surface type, tire types, roadway geometrics, terrain, micrometeorology dan the geometry of area structures. 4. Aspek keselamatan (Safety aspects) Hal ini merupakan upaya menghindarkan kecelakaan berkendara atau efek berbahaya yang dapat timbul dari kejadian kecelakaan dan secara khusus merupakan upaya melindungi terhadap kehidupan manusia dan kesehatan. Safety features atau fitur-fitur keselamatan terdiri dari 2 (dua) kelompok besar : a. Active Safety Hal ini berkaitan dengan
sosial kendaraan yang menggunakan informasi
tentang lingkungan luar kendaraan untuk merubah respons dari kendaraan dan memperbaiki keamanan berkendara dalam waktu sebelum kecelakaan terjadi atau selama periode kecelakaan (crash) dengan tujuan menghindari kecelakaan yang parah. Sistem tersebut merespon terhadap kendaraan lain ataupun dari kendaraan terhadap infrastruktur jalan raya. Seperti RADARbased crash avoidance systems atau sistem radar anti kecelakaan,
sosial
pengereman (antilock braking system/ABS). b. Passive Safety Hal ini adalah berkaitan dengan ketika sebuah kecelakaan berpotensi atau benar-benar terjadi, berbagai sistem keselamatan pasif bekerja untuk
57 meminimalisasi dampak terhadap individu-individu yang terlibat. Contoh alat yang digunakan adalah Safety Belt, Airbags, dan sebagainya. 5. Kemacetan (Congestion). Kemacetan berkendara (traffic congestion) adalah ketika volume dari kendaraan menghasilkan permintaan ruang yang lebih besar daripada kapasitas jalan yang tersedia. Karakteristiknya adalah kecepatan kendaraan rendah, waktu tempuh lama dan meningkatnya antrian. Ada berbagai penyebab terjadinya kemacetan yaitu : bottlenecks, kecelakaan lalu lintas, cuaca buruk, zona pekerjaan, rambu lalu lintas tidak tersedia, adanya event dijalan raya dan kapasitas kendaraan tidak seimbang dengan jumlah penumpang yang akan diangkut. 6.Infrastruktur (Infrastructure) Hal ini merupakan struktur teknik yang mendukung sebuah masyarakat, seperti jalan, sarana air bersih, penjernihan air, sistem manajemen banjir, komunikasi (internet, saluran telepon, broadcasting) dan sebagainya. Bentuk lain dari infrastruktur adalah teknologi informasi, software development tools, jaringan sosial dan politik dan sebagainya. 7. Akses kepada mobilitas (Access to mobility). Mobilitas diukur dengan jumlah perjalanan per orang per hari. Mobilitas meningkat sesuai dengan pendapatan, mobilitas bervariasi sesuai dengan karakteristik sosial dan ekonomi, dan laki-laki cenderung lebih bepergian dari pada perempuan (Vasconcellos, 2001). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas adalah income, gender, usia, kedudukan dan tingkat pendidikan (Vasconcellos, 2001). Akses kepada mobilitas adalah akses kepada pekerjaan, pasar dan tujuan lainnya. 8. Emerging markets (pasar yang baru tumbuh) Hal ini adalah digunakan untuk menggambarkan mengenai keadaan sosial dari suatu negara, atau aktivitas bisnis dalam proses industrialisasi yang cepat. Disebut juga ekonomi yang bertumbuh cepat atau rapid growing economy. Memiliki 4 karakteristik adalah: (1) kekuatan ekonomi dengan populasi besar, sumber daya yang besar dan pasar yang besar, (2) merupakan masyarakat yang transisi dalam
58 reformasi ekonomi dan politik, (3) memiliki pertumbuhan tercepat di dunia, (4) merupakan masyarakat yang kritis dalam menanggapi isu (Li, 2008). Artinya Indonesia sebagai salah satu emerging market memiliki tingkat pertumbuhan dalam industri otomotif yang tinggi dengan sumber daya berlimpah ruah dan low costs. Emerging Market yang merupakan tempat dimana industri otomotif mencari pertumbuhan pendapatan yang tinggi (Deloitte and Touche, 2008). Dalam Emerging Market terdapat jumlah angkatan kerja yang tersedia dalam jumlah besar dan memerlukan penyaluran. Indonesiapun merupakan pasar bagi produk otomotif yang amat besar, sehingga penyerapan produk, tetapi tinggi yang tidak diimbangi dengan penyediaan infratsruktur pendukung akan menciptakan permasalahan tersendiri. 9. Produk dan jasa (product and services) Pada saat ini produk mobil yang dihasilkan oleh industri otomotif di Indonesia, khususnya oleh Indomobil Group masih didominasi oleh pemakaian bahan bakar fosil atau bensin dan solar. Masih belum ada produk yang dihasilkan yang menggunakan energi alternatif seperti biofuel, tenaga listrik ataupun tenaga matahari yang diproduksi secara massal. Berbagai isu dari produk otomotif dari mulai bahan-bahan yang digunakan dalam membuat mobil, apakah menggunakan bahan yang berbahaya atau tidak, konsumsi bahan bakar, jenis bahan bakar, kelengkapan keselamatan kendaraan, dan sebagainya. 10. Kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar (Contribution to local welfare). Agar perusahaan dapat beroperasi dengan “tenang” disuatu tempat, maka kehadiran perusahaan harus dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar dan memberikan peningkatan pendapatan. Sebab perusahaan yang justru menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar atau tidak berdampak apaapa terhadap kesejahteraan masyarakat maka kehadirannya ditempat itu tidak akan bertahan lama, akan terusir. Demikian pula kehadiran dari kelompok perusahaan di lingkungan Indomobil Group harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan. Demikian pula produk berupa mobil
59 yang dihasilkan juga mendukung kepada kesejahteraan masyarakat. Mobil yang dihasilkan harus mampu mengakomodasikan kepentingan masyarakat pemakai terhadap kepentingan mobilitas. Dalam aspek lingkungan khususnya di industri, apabila industri telah memenuhi persyaratan ambang batas mutu lingkungan atau baku mutu limbah sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia dengan program PROPER atau Program Penilaian Peringkat Pengelolaan lingkungan pada perusahaan (Kemeneg LH, 2006), yaitu peringkat Biru maka perusahaan telah dianggap taat (memenuhi persyaratan) dan bila mampu melebihi yang dipersyaratkan (beyond compliance), perusahaan masuk katagori socially responsible atau melaksanakan CSR.
2.8. Persepsi Pemangku kepentingan Pengertian
persepsi
adalah
proses
dimana
individu
memilih,
mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna (Rangkuti, 2002) Persepsi pemangku kepentingan adalah pemahaman atau pemberian makna dari pemangku kepentingan atas aktivitas CSR oleh industri otomotif yaitu kinerja industri otomotif dan aktivitas CSR yang dilakukannya yang didapat dari proses penginderaan. Konsep ”persepsi” pada dasarnya merupakan pandangan individu terhadap suatu obyek. Akibat adanya stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut (Sarwono, 1995). Merton (1982), diacu dalam Saribanon (2007) menyatakan bahwa individu tidak hanya merespon situasi obyektif, tetapi juga sosial makna situasi tersebut menurut kepentingannya. Persepsi pemangku kepentingan terhadap apa yang sudah dilakukan oleh industri otomotif sebagai aktivitas CSR ditanggapi. Persepsi mengenai lingkungan yang mencakup harapan, aspirasi, ataupun keinginan terhadap suatu mutu lingkungan tertentu sebaiknya dipahami secara subyektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dan sosiokultural masyarakat (Achda T, 2007). Karena itu mutu lingkungan harus didefinisikan secara
60 umum sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Pandangan tersebut menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan mutu lingkungan hanya dari aspek fisik, biologi dan kimia (Sarwono (1995) diacu dalam Achda T, 2007). Lingkungan adalah bagian dalam aktivitas CSR, maka secara lebih luas dapat dikatakan bahwa persepsi mengenai CSR mencakup didalamnya adalah harapan, aspirasi ataupun keinginan terhadap suatu mutu aktivitas CSR tertentu yang dipahami secara subyektif yang terkait dengan aspek-aspek psikologis dan sosiokultural masyarakat atau memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rahmat, 2000). Persepsi pada dasarnya timbul akibat dari tiga aktivitas yaitu adanya exposure, attention dan interpretation (Hawkins et al., 2001), dimana exposure muncul bila ada stimulus berupa aktivitas CSR dari industri otomotif. Exposure dapat tersusun dari yang sifatnya acak (random) menjadi sesuatu yang sengaja dilakukan (deliberate). Selanjutnya attention atau perhatian muncul bila aktivitas CSR sebagai stimulus mengaktifkan syaraf-syaraf sensorik dari penerima dan menghasilkan sensasi menuju ke otak untuk diproses. Attention bergerak dari low involvement menuju ke high involvement atau dari keterlibatan yang rendah menuju ke yang tinggi. Sejumlah karakteristik dari stimulus yang dapat menimbulkan attention dari si penerima meliputi : 1. Stimulus factor meliputi ukuran dan intensitas, warna, pergerakan atau movement, isolation, format, kontras, mutu informasi dan information overload atau begitu banyaknya informasi, sehingga terpaksa harus menimbulkan perhatian. 2. Individual factor yang merupakan karaktersitik dari individu dimana kebutuhan dan minat (interest) dari seseorang menjadi penentu dalam suatu stimulus akan menjadi attention bagi seseorang. 3. Situational factor atau stimulus yang tidak dapat menarik perhatian (attention) dari sipenerima akibat dari situasi yang tidak menyenangkan yang timbul pada saat itu. Interpretation atau interpretasi muncul setelah berbagai attention muncul dan diberi arti atau makna oleh si penerima. Sebagai contoh adalah our beliefs about a
61 new product are influenced by our beliefs about capabilities and social responsibility of the company that produce it ((Hawkins, et al., 2001). Expectation atau ekspektasi adalah bentuk dari interpretasi seseorang terhadap stimulus dan interpretasi seseorang terhadap stimulus tersebut adalah konsisten dengan ekspektasinya (Hawkins et al., 2001). 2.9 Analisis Kebijakan Kebijakan adalah a means to an end atau alat untuk mencapai sebuah tujuan (Suharto, 2010). Kebijakan publik merupakan studi yang berkaitan dengan problem yang krusial di masyarakat. Adanya suatu kebijakan publik, pada gilirannya akan menghasilkan peraturan perundang-undangan (rule) sebagai barang-barang publik (public goods) (Nawawi, 2009). Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan (Dunn, 2003). Menurut Majchrzak (1984), diacu dalam Danim (2005), penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan jalan menyediakan rekomendasi berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Penelitian kebijakan mempunyai berbagai metode penelitian yang relevan dengan penelitian kebijakan diantaranya penelitian kasus (studi kasus). Metode ini dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan posisi saat ini serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat given: individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian kasus dilakukan secara mendalam terhadap unit sosial tertentu, dimana hasil penelitian tersebut memberikan gambaran yang luas dan mendalam mengenai unit sosial itu. Subyek atau unit yang diteliti relatif terbatas, akan tetapi peubah dan kondisi yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2005). Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia (Dunn, 2003) yaitu : 1. Definisi (perumusan masalah), yaitu menghasilkan informasi mengenai kondisikondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.
62 2. Prediksi (peramalan), menyediakan informasi mengenai konsekwensi dimasa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. 3.
Preskripsi (rekomendasi), menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan rsosialf dari konsekwensi dimasa depan dari suatu pemecahan masalah.
4.
Deskripsi (pemantauan), menghasilkan informasi tentang konsekwensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5. Evaluasi, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekwensi pemecahan atau pengatasan masalah. Adapun bentuk-bentuk analisis kebijakan meliputi : 1. Analisis kebijakan prospektif, yaitu berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Atau apa yang akan terjadi dan apa yang harus dilakukan. 2. Analisis retrospektif, yaitu penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. 3. Analisis kebijakan yang terintegrasi, merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Pada penelitian ini model kebijakan adalah model normatif yaitu memberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas (nilai). Masalahmasalah keputusan normatif biasanya dalam bentuk mencari nilai-nilai variabel yang terkontrol (kebijakan) yang akan menghasilkan manfaat yang terbesar (nilai) (Dunn, 2003). Analisis yang dipilih merupakan gabungan antara analisis kebijakan prospektif dan retrospektif dimana analisis yang yang dilakukan pada penciptaan dan transformasi informasi, sesudah aksi kebijakan dilakukan,
maupun sebelum
(terintegrasi). Metodologi penelitian dalam kebijakan saat ini secara umum dicirikan oleh bentuk multiplisisme kritis (Dunn, 2003). Multiplisisme kritis merupakan sintesis kreatif dari beragam riset dan praktik analisis meliputi beberapa bidang analisis kebijakan penting diantaranya adalah (1) operasionisme berganda yaitu penggunaan secara serempak
63 perbandingan berpasangan dan skala pilihan paksa, atau ukuran-ukuran biaya dan manfaat didasarkan pada belanja konsumen (preferensi yang diungkapkan) dan penyusunan skala atribut berganda, (2) penelitian multimetode yaitu penggunaan berbagai metode secara bersama-sama untuk mengamati proses dan hasil kebijakan, (3) sintesis analisis berganda, (4) analisa multivariat, (5) analisis pelaku berganda, (6) analisis perspektif berganda, yaitu disertakannya berbagai perspektif seperti etis, politis, organisasional, ekonomi, sosial, kultural, psikologis, (7) komunikasi multimedia (Dunn, 2003). Sehingga desain penelitian ini akan mengacu pada konsep multiplisisme kritis baik penggunaan perbandingan berpasangan dan skala pilihan paksa. 2.10 Kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik Kebijakan CSR sebagai kebijakan publik sebagaimana telah diatur oleh undang-undang adalah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society). (Suharto, 2010). Karena CSR telah diatur oleh undang-undang yaitu Undang-Undang Perseoran Terbatas (UU PT) nomor 40 tahun 2007 dan Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM) nomor 25 tahun 2007, maka CSR telah menjadi kebijakan publik. Sebagai kebijakan publik maka CSR wajib (compulsory) untuk dilaksanakan oleh perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Terdapat beberapa pendekatan dalam analisis kebijakan publik (Nawawi, 2009) yaitu : 1. Teori Sistem, yaitu reaksi sistem politik untuk kebutuhan yang timbul dari lingkungan sekitarnya. 2. Teori kelompok, yaitu keseimbangan yang dicapai oleh perjuangan kelompok dalam suatu kejadian dan hal tersebut memberikan keseimbangan dimana kelompok yang bertentangan berusaha memberikan bobot pada keinginannya. 3.
Teori elite, adalah nilai atau pilihan elite pemerintah semata. Kebijakan publik ditentukan tanpa melibatkan atau menyerap aspirasi publik tetapi sepenuhnya diputuskan oleh elite yang mengatur.
64 4. Teori proses fungsional, pembentukan kebijakan publik dengan melihat pada bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. 5. Teori kelembagaan, analisis kebijakan tentang kelembagaan pemerintah (institutionalism). Dalam penelitian ini pendekatan dalam analisis kebijakan publik terhadap CSR adalah lebih mengarah kepada teori fungsional yang melihat proses pembentukan kebijakan CSR berkelanjutan sebagai kebijakan publik dengan melihat pada bermacam-macam aktivitas proses fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. Sebagai induk dari kebijakan CSR dalam industri otomotif maka UU PT dan UU PM belum diikuti oleh aturan pelaksanaan (implementasi), seperti besarnya anggaran untuk CSR, jenis-jenis kegiatan CSR, dan sebagainya, meskipun pada beberapa bagian telah juga diatur seperti aspek lingkungan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009, masalah ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat beberapa kemungkinan intervensi pemerintah terkait dengan CSR berikut (Petkoski and Twose, 2003) :
65 Tabel 5. Berbagai kemungkinan intervensi pemerintah dalam kebijakan publik Public Sector Roles Mandating
Facilitating
Partnering Endorsing
Command Regulators and and control inspectorates legislation Enabling Creating incentives legislation Funding Raising awareness support Combining Stakeholders resources engagement Political support
Legal and fiscal penalties and rewards Capacity building Stimulating markets Dialogue Publicity and praise
Dari tabel 5 diatas adalah berbagai jenis intervensi pemerintah dalam kebijakan CSR yang dapat dilakukan pada berbagai katagori. Artinya bahwa sebagai produk dari kebijakan publik maka pengaturan CSR dalam bentuk undang-undang adalah salah satu bentuk dari sejumlah bentuk intervensi pemerintah terhadap CSR perusahaan. Tabel 6. Type dari program kebijakan dan instrumen kebijakan Item
Regulative programs
Motivation programs Economic incentives
Persuasion programs Communication
Public activity programs Organisation
Dominant policy instrument Positive motivation Negative motivation
General rules
Permission/Contract/ Rights Prohibition/Command/ Control
Subsidies/Grant
Information/Encouragement /Appeals Misinformation/Discouragement/Threats
Expansion of public service Reduction of public service
Means of control Implementation problems
Behavioural control
Incentive control
Attitudinal control
Supply control
Resistance from policy addresses and violation of norms
Uncertain effects and coordination problems
Low efficiency and control
Success depends on attractivity/ over –or under investment possible/ exclusion of the „needy‟
Tax/Dues/Fines
Tabel 6 menunjukkan berbagai tipe dari program kebijakan dan instrumen kebijakan yang menunjukkan kekuasaan dan kontrol untuk mengatur perilaku dari kelompok target meliputi (1) regulative programs menggunakan pendekatan legal dan legitimasi untuk
66 memberi ijin atau melarang, (2) motivation programs menggunakan kebijakan moneter sebagai hadiah (reward) maupun menahan (withhold), (3) persuasion programs adalah untuk mendorong ataupun menghambat, (4) public policy programs berupa perluasan maupun pengurangan pelayanan publik (Bredgaard, 2003). Dari berbagai instrumen kebijakan Publik maka dapat dipilih jenis kegiatan yang dapat memenuhi kepentingan masyarakat sekitar dan dan kepentingan bisnis (business interests). Gambar 4. Bagan keterkaitan instrumen antara program kebijakan publik dengan kepentingan perusahaan Policy Program and Business Interests P U B L I C P O L I C Y P R O G R A M S
Motivation program
Accept
Economic interests
Persussion program Pressure
Behavioural interests
Help
Competencies and resources
Regulative program
Public activity program
B U S I N E S S I N T E R E S T S
Dengan adanya masing-masing kepentingan baik Pemerintah dengan public policy programs maupun terhadap korporat dengan business interests maka perlu ada jembatan (bridging) untuk menyatukan keduanya demi kepentingan bersama (Bredgaard, 2003) sebagaimana pada Gambar 4. Baik itu sikap penerimaan dalam menyikapi kebijakan pemerintah karena adanya kepentingan ekonomi dari perusahaan (accept), adanya
67 penekanan (pressure) baik itu akibat dari aturan dan kehendak pemerintah maupun tekanan dari internal organisasi, atau sikap membantu (help) yang diterima akibat dari kebijakan pemerintah dengan memperhitungkan kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Meskipun telah ada undang-undang perseroan terbatas maupun undang-undang penanaman modal yang mewajibkan korporat untuk melakukan CSR dan juga telah ada aturan aturan yang berkaitan dengan CSR seperti undang-undang lingkungan hidup, undang-undang perlindungan konsumen dan sebagainya. Di Indonesia ada sebagian kelompok yang menganut pandangan Reflexive Law Theory dengan self regulation atau mengatur sendiri dimana pelaksanaan CSR adalah diatur sendiri-sendiri oleh masing-masing perusahaan sedangkan evaluasi dari pelaksanaannya yang akan menilai adalah masyarakat, dimana perusahaan membuat laporan aktivitas CSR masingmasing. Di negara Indonesia lebih kepada pelaksanaan CSR dengan konsep hukum yang berdasarkan necessity dan possibility. Artinya ada ranah yang perlu diatur dengan public policy dan ada
yang tidak
seperti masalah pengelolaan lingkungan
hidup,
ketenagakerjaan yang telah diatur dengan undang-undang. Namun tidak ada aturan yang mengatur tentang besarnya sumbangan yang harus diberikan perusahaan kepada masyarakat untuk membantu mengentaskan kemiskinan dan sebagainya Jenis kebijakan dalam aktivitas CSR adalah mengikuti prinsip yang dianut masingmasing perusahaan. Dalam memandang berbagai masalah yang timbul disekeliling lingkungan perusahaan terdapat beberapa kebijakan yang dianut yaitu : 1.
Perusahaan menganggap bahwa perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal tanpa peningkatan CSR berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu dalam Solihin (2008) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) adalah menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan (owners), biasanya dalam
bentuk
menghasilkan
uang
sebanyak-banyaknya
dengan
senantiasa
mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan, atau the social responsibility of business is to increase its profits. Dengan demikian, tujuan perusahaan korporasi adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham (shareholder‟s value).
68 Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR. Dalam hal ini, Perusahaan bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar. Aktivitas CSR dilakukan dalam kaitannya untuk memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas CSR seperti ini dilakukan sebagaimana yang ada sekarang (business as usual) dan apabila dilakukan lebih dari kondisi ini, maka seluruhnya dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap maksimalisasi laba. Perusahaan lebih mempertimbangkan kepada private marginal costs atau biaya persatuan barang/jasa yang dibuat dalam mempertimbangkan keputusan dalam produksi dan akan beroperasi di bawah socially optimum market equlibrium ketika social costs melampaui firms‟ private costs (Redman, 2005). Socially optimum market equilibrium adalah keadaan dimana terdapat keseimbangan antara antara permintaan dan penawaran yang mengakomodir biaya-biaya sosial (externalities). Berarti dalam hal ini, externalities yang muncul akibat aktivitas perusahaan, baik dampak langsung maupun dampak tidak langsung akibat keberadaan perusahaan seperti pencemaran
udara, air, kerenggangan sosial dan
perilaku konsumtif tidak masuk dalam private marginal costs. Lebih jauh dikatakan bahwa donasi waktu maupun uang kepada perbaikan lingkungan ataupun penanggulangan kemiskinan masyarakat lebih kepada “pencurian” terhadap modal pemilik. Cara pandang perusahaan lebih kepada cost dan benefit jangka pendek (Redman, 2005). Perusahaan adalah pribadi artifisial dan memiliki tanggungjawab artifisial pula, sehingga yang memiliki tanggungjawab yang sebenarnya adalah para karyawan terhadap pemilik perusahaan, yaitu berupa keuntungan (Friedman, 1970). Selanjutnya apabila ada penggunaan lain untuk melakukan CSR yang sifatnya bukan profit oriented atau motif keuntungan finansial, tetapi socially oriented atau environmentally oriented, maka harus dipisahkan pendanaannya dari aktivitas utama perusahaan (Friedman, 1970). Dalam hal ini, manajer perusahaan telah memasuki ranah politik dengan aktivitas pilantropis yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemerintah dan juga sekaligus juga telah berlaku sebagai prinsipal (mewakili pemilik perusahaan) dan bukan sebagai agen perusahaan yang menerima gaji dari pemilik perusahaan (Solihin, 2009). Sebagai konsekuensi dari kebijakan seperti ini, berarti
69 apabila ada pengurangan produksi akibat adanya penurunan penjualan, maka sikap perusahaan mengarah kepada pengurangan karyawan. Demikian pula dalam hal adanya efisiensi, baik dalam prosedur kerja maupun penggunaan alat-alat kerja atau rasionalisasi karyawan maka tindakan pengurangan karyawan adalah hal yang lumrah dilakukan, termasuk komposisi antara karyawan yang berasal dari penduduk lokal dan pendatang adalah lebih didasarkan pada profesionalisme, maupun selera dari perusahaan, sepanjang tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut. Bentuk yayasan atau lembaga tersendiri adalah model yang paling tepat untuk bentuk kebijakan CSR yang menganut kebijakan seperti ini karena sifatmya terpisah dari aktivitas utama perusahaan (core business). 2.
Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR semata-mata karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR bergema diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan kegiatan amal (charity) dan phylantrophis (kebajikan) mulai dari menyumbang untuk bencana alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar berprestasi dan sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja usaha. CSR seperti ini dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun mengikuti trend. Dalam strategi ini juga keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha yang dilakukan juga tidak diperhitungkan. Pada dasarnya dalam kebijakan ini tidak seluruh aktivitas CSR harus mempertimbangkan kinerja usaha seperti dalam program Community Development yang merupakan aktivitas bagian dari CSR tidak dapat dipertahankan sebagai kepentingan
korporasi
semata
(keamanan
perusahaan),
tetapi
benar-benar
menjalankan dalam konteks yang benar (Rochman, 2006). Dalam kebijakan ini menganut bahwa idiology of firms that have made commitments to environmental and social goals without evidence that corporate citizenship lead to tangible financial gains (Redman, 2005). Artinya perusahaan tidak menyandarkan kepada keuntungan finansial semata atas kebijakan CSR dari apa yang telah dilakukan terhadap lingkungan dan sosial. Dengan demikian tidak tergantung kinerja usaha. Selanjutnya dikatakan oleh Redman (2005) : this idiology functions on the idea that
70 the businesses, like people, have moral obligations and responsibilities that extend beyond the financial world. Selanjutnya three is an expectation that a company will do thew right thing, and there is no reason to advertise that we are filfilling this obligation (Redman, 2005). Artinya perusahaan memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab melebihi tanggung jawab finansial. Dan diharapkan dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab ini (CSR) tidak signifikan untuk diiklankan sebagai promosi perusahaan. Berbagai aktivitas CSR dalam hal ini adalah seperti terciptanya kondisi keamanan didesa atau kelurahan dimana perusahaan berlokasi, mengutamakan perekrutan tenaga lokal sebagai tenaga kerja di perusahaan, keeratan hubungan antara perusahaan dan para karyawan dengan masyarakat setempat, dimana perusahaan berkedudukan adalah bentuk-bentuk kebijakan CSR yang sesuai dengan type ini. 3. Upaya integrasi aktivtas CSR dalam aktivitas utama perusahaan merupakan hal yang utama dalam aktivitas peningkatan kinerja CSR dan kinerja usaha secara bersamasama. Mengintegrasikan CSR dalam strategi inti perusahaan berpengaruh kepada peningkatan produktivitas dan sebagai katalis kepada proses keberlanjutan yang kompetitif (Boulouta and Pitelis, 2011).
Mc Williams and Siegel, diacu dalam
Venugopal (2010) mengemukakan konsep “profit maximizing CSR” dimana belanja untuk CSR diperlakukan sebagai investasi sebagaimana investasi lainnya seperti pada bagian Research and Development (R&D). Konsep ini melihat bahwa inovasi dan kemakmuran masyarakat harus konsisten seiring dengan maksimisasi profit. Namun bukan berarti profit jangka pendek sebagaimana halnya pada kebijakan yang pertama, namun termasuk juga manfaat yang sifatnya intangible dan jangka panjang. Dalam hal ini ternyata tidak mudah untuk melakukannya sebagaimana yang dikemukakan oleh Redman (2005) : policymakers should consider current indexes for business success, accounting practices, and valuation of intangible assets. Selanjutnya it require transforming averages citizens‟ understanding about value creation and expanding definitions of success to include social and enviromental triumph. Kebijakan ini memerlukan pertimbangan atas “keberadaan/positioning” perusahaan dalam mencapai
71 target yang diharapkan, kemampuan dalam penilaian dan pencatatan aktiva tidak berwujud seperti goodwill dalam pembukuan perusahaan. Dan pemahaman terhadap pengertian masyarakat akan penciptaan nilai dan perluasan pengertian sukses mencakup sosial dan lingkungan. Strategi yang dilakukan dengan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Kinerja perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja CSR berkelanjutan dan pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas CSR yang dilakukanpun harus sejalan dengan jenis usaha, yang merupakan perpaduan dari kedua strategi sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat menjamin keberlanjutan aktivitias CSR dan pengembangan usaha. 2.11. Penelitian Terdahulu yang Relevan Beberapa penelitian yang dilakukan tentang CSR adalah
penelitian yang
dilakukan oleh Fendri dari Program Magister Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (SPS-IPB) berupa thesis tentang strategi program pemberdayaan masyarakat dan implikasinya terhadap kebijakan Pemerintah studi kasus PT. RAPP, CECOM, dan Pemerintah Kota Pekanbaru yang dilakukan pada periode November 2007 s/d Januari 2008 yang melakukan metode penelitian dengan mengadakan studi komparasi antara petani binaan CECOM (yayasan yang dibentuk oleh PT. RAPP untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat) dengan yang diluar binaan CECOM dengan analisis Strengths, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT) menunjukkan bahwa aktivitas tersebut dapat mengubah secara signifikan kondisi sosial, ekonomi dan teknologi masyarakat meskipun ada peningkatan. Demikian pula peran Pemerintah Kota Pekanbaru belum kelihatan. Penelitian yang dilakukan oleh Sumaryo dari SPS-IPB dalam disertasi tentang implementasi CSR dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan studi kasus di Provinsi Lampung yang melakukan penelitian pada Nopember 2007 s/d April 2008 yang mengkaji pengaruh pelaksanaan CSR terhadap peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat sasaran dalam berusaha ekonomi produktif serta meneliti pengaruh CSR terhadap tingkat keberdayaan ekonomi rumah tangga
72 masyarakat sekitar perusahaan menggunakan teknik analisis deskriptif eksplanasi kausalitas historis, korelasional dan dilanjutkan dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM)
menunjukkan bahwa masyarakat berpersepsi bahwa CSR
merupakan kegiatan perusahaan membantu masyarakat dalam bidang fisik, sosial, budaya dan atau ekonomi agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri, sehingga terbantu dalam meningkatkan kesejahteraannya sementara manajemen perusahaan memahami bahwa dengan memberikan bantuan fisik untuk pembangunan prasarana pendidikan, ibadah dan sosial, bantuan pendidikan dan menjalin kemitraan dengan masyarakat serta memenuhi aturan dalam pengolahan limbah cair perusahaan berarti telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya (CSR). Karakter dan perilaku masyarakat tidak berubah akibat adanya program CSR oleh perusahaan. Disebutkan juga bahwa model integratif dan partisispatif adalah model yang paling tepat untuk dilaksanakan oleh perusahaan
yang dapat
meminimalkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, serta dapat menampung aspirasi dan kebutuhan dasar masyarakat yang diakomodasi dalam program CSR yang akan dijalankan oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Nani Julijanti dari SPS-IPB Program Magister Pengembangan masyarakat dalam thesis tentang persepsi masyarakat terhadap program-program CSR PT. Aqua Golden Mississippi (AGM), kasus di Kabupaten Sukabumi, bertujuan mengkaji keragaman program CSR, mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap programprogram CSR dan mengetahui bagaimana rancangan perbaikan terhadap programprogram CSR dari PT. AGM. Penelitian dilakukan periode Desember 2006 s/d Nopember 2007 dilakukan menggunakan metode penelitian analisis kualitatif dengan triangulasi. Selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) atas dasar analisa keadaaan dengan Rapid Rural Appraisal. Dari serangkaian program CSR yang dilakukan oleh PT. AGM maka beberapa program yang dinilai bermanfaat adalah penampungan air bersih terkait kemudahan mendapatkan air, penghijauan, kesejahteraan sosial dan keagamaan. Namun dinilai kurang manfaatnya dalam kaitannya dengan kesempatan kerja yang diterima masyarakat. Strategi yang harus dilakukan adalah pembentukan forum rembug masyarakat, peningkatan program
73 keahlian masyarakat dalam pengolahan limbah dan pertanian, peningkatan ekonomi masyarakat berupa bimbingan usaha dan peminjaman modal usaha serta pembangunan fasilitas air bersih. Strategi tidak langsung adalah mendorong pemerintah
desa
dan
kecamatan
untuk
bersungguh-sungguh
meningkatkan
komitmennya dalam pemberdayaan masyarakat serta membuat Peraturan Daerah yang memiliki posisi tawar yang tinggi yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan CSR dan membentuk konsorsium perusahaan untuk menyamakan persepsi tentang CSR. Penelitian mengenai otomotif di Indonesia dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS), di Jakarta pada July 1999 mengenai Pembangunan Industri Otomotif Indonesia (The Development of The Indonesian Automotive Industry) tentang pembangunan industri otomotif Indonesia mulai 1980 – 1990an meneliti perkembangan industri otomotif dalam tiga kelompok jenis otomotif, yaitu sedan, kendaraan komersial dan komponen dengan metode diskriptif, disimpulkan bahwa kelompok sedan memiliki pasar yang amat terbagi-bagi (fragmentation), sehingga amat sulit meningkatkan local component dibandingkan dengan jenis lainnya (kendaraan komersial) dan berdampak pada perkembangan indsutri komponen yang menjadi kurang efisien untuk jenis sedan dibandingkan dengan jenis lainnya. Hasil penelitian khusus bidang otomotif yang meneliti masalah CSR dalam industri otomotif dalam kaitannya dengan masyarakat sekitar belum ditemui, terutama yang melihat secara konsep aspek-aspek apakah yang harus menjadi prioritas sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar.
75 III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Indomobil Group di wilayah PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM) yang berlokasi di Tambun, Bekasi untuk produk mobil merek Suzuki, PT. Nissan Motor Indonesia (PT. NMI) untuk produk mobil merek Nissan dan PT. Hino Motors Manufacturer Indonesia (PT. HMMI) untuk produk mobil merek Hino yang keduanya berlokasi di Kawasan Industri Kota Bukit Indah, Cikampek Waktu penelitian adalah bulan Juli 2009 sampai dengan Februari 2010. 3.2 Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan studi kasus di Indomobil Group. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan melihat indikator-indikator numerik dari data sekunder yang diperoleh dari berbagai pemangku kepentingan, multi aspek dan lintas sektor. Sedangkan pendekatan kualitatif adalah diperoleh dari penelitian yang mendalam terhadap aspek yang diteliti, baik melalui wawancara terstruktur dengan kuesioner maupun in-depth interview dengan para pakar terkait. Penelitian dimulai dengan menganalisis kondisi dan mutu lingkungan dari PT. SIM, PT. NMI dan PT. HMMI. Mutu lingkungan diperoleh berdasarkan laporan instansi terkait. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lingkungan perusahaan saat ini yang direpresentasikan dengan menganalisis mutu pengelolaan limbah perusahaan dan perilaku penduduk di sekitar lokasi perusahaan. Analisa selanjutnya mengumpulkan data terhadap aktivitas perusahaan terhadap masyarakat sekitar lokasi perusahaan dan upaya tanggungjawab sosialnya. Tahap selanjutnya melakukan analisis terhadap status keberlanjutan dari aktivitas CSR di perusahaan. Analisis terhadap status keberlanjutan kinerja CSR perusahaan dilakukan dengan mengkaji kondisi tiga dimensi dalam CSR, meliputi ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari hasil analisis ini diperoleh faktor pengungkit keberlanjutan kinerja aktivitas CSR berkelanjutan untuk setiap dimensi. Faktor ini penting diperhatikan dalam rangka mencapai kebijakan CSR berkelanjutan dalam
76 industri otomotif di Indomobil Group. Selanjutnya untuk memvalidasi atribut-atribut dari dimensi CSR berkelanjutan dilakukan uji Friedman (Friedman test). Analisis prospektif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang berpengaruh pada kebijakan CSR berkelanjutan pada kondisi saat ini. Faktor-faktor kunci
hasil
analisis
tersebut
dianalisis
kembali
tingkat
pengaruh
dan
kebergantungannya, yang selanjutnya dijadikan sebagai peubah untuk membangun model CSR berkelanjutan. Model yang dibangun mengacu pada peubah kuantitatif dan kualitatif. Analisis prospektif memberikan kombinasi faktor-faktor dominan dan didefinisikan kemungkinan keadaannya di masa depan dan dirumuskan berbagai skenario yang mungkin terjadi dalam pengembangan model. Skenario disusun dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Teknik perumusan skenario menggunakan pendekatan prospektif dan wawancara langsung kepada para pakar. Prioritas skenario dipilih dengan melibatkan stakeholders dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Pada tahap akhir, dirumuskan rekomendasi dan strategi pengembangan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif. Secara visual, tahapan penelitian disajikan pada Gambar 5. Karakteristik kondisi Industri Otomotif Atribut CSR dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan Analisis Multidimensional Scaling dan uji Friedman
Status CSR berkelanjutan Faktor Pengungkit Analisis Prospektif
Skenario Analytical Hierarchy Process
Prioritas Kebijakan dan Strategi Implementasi Kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Gambar 5. Tahapan penelitian
77 3.3. Rancangan Penelitian Hal ini merupakan rencana bagaimana proses penelitian itu akan dijalankan oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian. 3.3.1. Jenis dan Sumber Data Tabel 7. Daftar jenis dan sumber data untuk analisa CSR berkelanjutan dalam industri otomotif No. Jenis Data Sumber Data Data Sekunder 1.
Keadaan sosial ekonomi penduduk
Pemda Kelurahan Jatimulya dan Desa Dangdeur Indomobil Group
2.
Kebijakan-kebijakan CSR yang ada
3.
Data mengenai komitmen perusahaan dalam Indomobil Group aspek lingkungan
4.
Data hasil uji kebisingan di lokasi pabrik
Indomobil Group
5.
Data hasil uji kualitas air di lokasi pabrik
Indomobil Group
6.
Data hasil uji kualitas udara di lokasi pabrik
Indomobil Group
7.
Data hasil uji emisi
Indomobil Group
Data Primer 1.
Identifikasi atribut keberlanjutan
Literatur/Pakar
2.
Tingkat kepentingan faktor-faktor dalam sistem
Responden (Stakeholders)
3.
Preferensi stakehoders tentang kebijakan
Responden (Pakar/stakeholders)
Penentuan responden dalam rangka menggali informasi dan pengetahuan pakar dilakukan dengan metode expert judgement. Pakar ditentukan secara tertentu (purposive sampling). Dasar pertimbangan penentuan pakar untuk dijadikan responden menggunakan kriteria (1) keberadaan, keterjangkauan dan kesediaan responden untuk diwawancarai; (2) mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai pakar pada bidang yang diteliti; dan (3) telah berpengalaman di bidangnya. Jumlah responden adalah 8 (delapan)
78 orang untuk tiap lokasi yang terdiri dari tokoh masyarakat setempat satu orang, manajemen Indomobil Group dua orang untuk tiap lokasi, Pemerintah Kelurahan/Desa setempat dua orang, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten dua orang dan Kementerian Lingkungan Hidup satu orang. 3.3.2 Penyusunan Atribut CSR Berkelanjutan dalam Industri Otomotif Penyusunan atribut CSR berkelanjutan dilakukan dengan konsep dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menyatakan bahwa pengelolaan suatu sumber daya dikatakan berkelanjutan, jika secara ekologi tidak menyebabkan penurunan mutu lingkungan atau lingkungan tetap terjaga, secara ekonomi layak dan menguntungkan, serta secara sosial berkeadilan. Penyusunan tersebut mempertimbangkan selain berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan juga memperhatikan pendapat para pakar terhadap pemahaman konsep CSR berkelanjutan dari berbagai literatur. Atribut-atribut CSR berkelanjutan dalam industri otomotif dimuat pada Tabel 8. Tabel 8. Definisi atribut-atribut yang digunakan untuk menilai tingkat keberlanjutan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group No.
Faktor
Definisi
Dimensi Ekonomi Tingkat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat Tingkat kerusakan infrastruktur jalan, jembatan dan sarana unum lainnya Tingkat kecenderungan konsumtif masyarakat
1.
Peningkatan harga
2.
Degradasi infrastruktur
3.
Kecenderungan konsumtif
4.
Peluang kerja di perusahaan Peningkatan jenis usaha dan pekerjaan
Tingkat kesempatan kerja di perusahaan bagi masyarakat
6
Peluang usaha
Tingkat peluang usaha yang timbul sebagai akibat dari kehadiran perusahaan
7
Peningkatan pendapatan
8
Peningkatan jumlah lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan
Tingkat pendapatan masyarakat yang timbul akibat keberadaan perusahaan Jumlah lembaga ekonomi dan keuangan seperti pasar, bank dan koperasi simpan pinjam yang tumbuh
5
Variasi jenis usaha dan jenis pekerjaan yang timbul akibat kehadiran perusahaan (efek multiplier)
79 Lanjutan Tabel 8. No.
Faktor
Definisi
Dimensi Sosial 1.
Keresahan sosial
Tingkat keresahan dalam bentuk protes yang dilakukan warga terhadap keberadaan perusahaan baik yang terpendam atau terbuka akibat dari ketidaksesuaian harapan dan kenyataan
2.
Konflik (benturan sosial)
3.
Disintegrasi sosial
Banyaknya konflik yang terjadi diantara anggota masyarakat, baik terpendam atau terbuka yang disebabkan kehadiran perusahaan dan karyawannya Dominasi jenis penduduk yang mengikuti perkumpulan dan lembaga yang ada di lingkungan masyarakat
4.
Erosi nilai-nilai sosial
5.
Kerenggangan sosial
6.
Kondisi keamanan/kriminalitas Peningkatan etos kerja
Tingkat kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat
Kerekatan sosial (kohesi sosial)
Kepekaan perusahaan terhadap kondisi warga sekitar yang mengalami kesulitan
7. 8.
Penyebab penurunan nilai-nilai sosial seperti kegotongroyongan, musyawarah mufakat yang terjadi dalam masyarakat Dampak kehadiran perusahaan ini semakin membuat penduduk lokal merasa terkucil, kurang dihargai, merasa hak-haknya terhadap kesempatan dan akses terhadap sumber daya, pekerjaan dan layanan sosial terabaikan
Tingkat semangat, mutu kerja dan hasil kerja masyarakat
Dimensi Ekologi/Lingkungan
3.
Tingkat pencemaran udara Tingkat kebisingan lingkungan pabrik Tingkat pencemaran air
4.
Estetika Lingkungan
5. 6.
Tingkat emisi mobil yang diproduksi Aktivitas penghijauan
7.
Rehabilitasi lingkungan
8.
Upaya konservasi lingkungan alam sekitar
1. 2.
Persepsi masyarakat terhadap pencemaran udara akibat kehadiran perusahaan Persepsi masyarakat terhadap tingkat kebisingan akibat kehadiran perusahaan Persepsi masyarakat terhadap pencemaran air akibat kehadiran perusahaan Tingkat estetika atau keindahan lingkungan disekitar lokasi perusahaan Tingkat emisi gas buang mobil yang diproduksi terhadap baku mutu emisi gas buang kendaraan baru Persepsi masyarakat terhadap upaya perusahaan dalam aktivitas penghijauan di wilayah sekitar perusahaan Persepsi masyarakat terhadap upaya perusahaan dalam memperbaiki kondisi lingkungan hidup di wilayah sekitar seperti pembersihan kali dan penanaman pohon di lahan kritis. Persepsi masyarakat terhadap upaya perusahaan dalam menjaga kelestarian alam dengan menjaga kebersihan dan keindahan di wilayah sekitar perusahaan
80 Atas dasar atribut-atribut yang telah disusun tersebut, maka dibuatlah kriteria pembobotan untuk masing-masing atribut (Tabel 9) Tabel 9. Kriteria pembobotan atribut-atribut CSR berkelanjutan dalam industri otomotif Dimensi dan atribut
Skor
Baik
Buruk
Keterangan
Dimensi ekonomi Peningkatan harga
0;1;2
2
0
(0) Sangat setuju, (1) Setuju, (2) Tidak setuju (0) Sangat setuju, (1) Setuju, (2) Tidak setuju
Degradasi infrastruktur
0;1;2
2
0
Kecenderungan konsumtif
0;1
1
0
(0) Ya, (1) Tidak
Peluang kerja di perusahaan
0;1;2
2
0
(0) Tidak ada, (1) Sedikit, (2) Banyak
Peningkatan jenis usaha dan pekerjaan
0;1;2
2
0
(0) Tidak ada, (1) Sedikit, (2) Banyak
Peluang usaha
0;1;2
2
0
(0) Tidak ada, (1) Sedikit, (2) Banyak
Peningkatan pendapatan
0;1;2
2
0
(0) Tidak ada, (1) Sedikit, (2) Banyak
Peningkatan jumlah lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan
0;1
1
0
(0) Tidak berdampak, (1) Berdampak
Keresahan sosial
0; 1; 2
2
0
(0) Sangat resah, (1) Resah, (2) Tidak resah
Konflik (benturan sosial)
0; 1; 2
2
0
Disintegrasi sosial
0; 1; 2
2
0
(0) Sering, (1) Jarang, (2) Tidak pernah (0) Dominasi pendatang, (1) Dominasi penduduk lokal, (2) Seimbang antara lokal dan pendatang
Erosi nilai-nilai sosial
0; 1; 2
2
0
Kerenggangan sosial akibat kehadiran perusahaan Kondisi keamanan/kriminalitas
0; 1
1
0
0; 1; 2;
2
0
(0) Meningkat, (1) Tetap (2) Menurun
Peningkatan etos kerja
0; 1;2
2
0
Kerekatan sosial (kohesi sosial)
0; 1;2
2
0
(0) Menurun, (1) Tetap (2) Meningkat (0) Tidak setuju, (1) Ragu-ragu, (2) Setuju sekali
Dimensi Sosial
(0) Sepenuhnya akibat kehadiran perusahaan, (1) Sebagian, akibat kehadiran perusahaan (2) Bukan akibat kehadiran perusahaan (0) Setuju, (1) Tidak setuju
81 Lanjutan Tabel 9 Dimensi dan atribut
Skor
Baik
Buruk
Keterangan
Dimensi Ekologi Tingkat pencemaran udara
0; 1; 2
2
0
Tingkat kebisingan lingkungan pabrik Tingkat pencemaran air
0; 1; 2
2
0
0; 1; 2
2
0
Estetika Lingkungan
0; 1; 2
2
0
Tingkat emisi mobil yang diproduksi Aktivitas penghijauan
0; 1
1
0
0; 1; 2
2
0
Rehabilitasi lingkungan
0; 1; 2
2
0
Upaya konservasi lingkungan alam sekitar
0; 1; 2
2
0
(0) Banyak, (1) Sedikit, (2) Tidak ada (0) Banyak, (1) Sedikit, (2) Tidak ada (0) Banyak, (1) Sedikit, (2) Tidak ada (0) Banyak, (1) Sedikit, (2) Tidak ada (0) Sama dengan baku mutu, (1) Dibawah baku mutu (0) Tidak ada (1) Sedikit, (2) Banyak (0) Tidak ada (1) Sedikit, (2) Banyak (0) Tidak ada (1) Sedikit, (2),Banyak
3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Analisis Keberlanjutan Dalam menganalisa apakah suatu aktivitas CSR berkelanjutan atau tidak, maka sesuai dengan sifatnya,
dimana CSR adalah berkaitan erat dengan
pembangunan berkelanjutan dengan komponennya meliputi ekonomi, ekologi dan sosial, maka ketiga aspek tersebut sudah termasuk dalam unsur-unsur CSR yang dikemukakan oleh Carroll (2000), yaitu ekonomi, Legal, Ethical, dan Althruistic dan indikator-indikatornya sebagaimana yang dikemukakan oleh Talaei and Nejati (2008). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi status keberlanjutan dari aktivitas CSR dalam industri otomotif adalah dengan menggunakan teknik Multi Dimensional Scaling (MDS). MDS adalah suatu teknik multi-diciplinary rapid appraisal untuk mengetahui tingkat keberlanjutan dari aktivitas CSR berdasarkan sejumlah atribut yang mudah diskoring. Atribut dari setiap dimensi ekonomi, sosial dan ekologi yang akan dievaluasi dapat dipilih untuk merefleksikan keberlanjutan, serta dapat diperbaiki atau dapat diganti ketika
82 informasi terbaru diperoleh. Ordinasi dari setiap atribut digambarkan dengan menggunakan MDS. Dalam MDS, obyek atau titik yang diamati dipetakan dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik yang berjauhan. Dalam analisis MDS, sekaligus dilakukan Laverage, analisis Monte Carlo, penentuan nilai Stress dan nilai Koefisien Determinasi (R2). Analisis Laverage digunakan untuk mengetahui atribut yang sensitif, ataupun intervensi yang dapat dilakukan terhadap atribut yang sensitif untuk meningkatkan status keberlanjutan. Analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat dalam proses analisis yang dilakukan, pada selang kepercayaan 95%. Nilai Stress dan koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat. Menurut Kavanagh and Pitcher (2004), model yang baik ditunjukkan dengan nilai Stress di bawah nilai 0,25 dan nilai R2 di atas kepercayaan 95%, sehingga mutu dari analisis MDS dapat dipertanggungjawabkan (Fauzi dan Anna, 2005). Dimensi dalam MDS menyangkut berbagai aspek. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan kebijakan CSR dalam industri otomotif. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masingmasing dimensi kebijakan CSR dalam industri otomotif, terutama terhadap masyarakat di sekitar kawasan lokasi pabrik. Penggunaan teknik MDS mempunyai berbagai keunggulan, diantaranya sederhana, mudah dinilai, cepat dan biaya yang diperlukan rsosialf murah. Selain itu, teknik ini dapat menjelaskan hubungan dari berbagai aspek keberlanjutan dan juga mendefinisikan pembangunan kawasan yang fleksibel. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan software pendukung MDS, yaitu software Rapfish (rapid assesement techniques for fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center University of British Columbia, Canada, yang dimodifikasi. Dalam analisis MDS setiap data yang diperoleh diberi skor yang
83 menunjukkan status sumber daya tersebut. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang disajikan dalam skala 0–100%. Manfaat dari teknik MDS ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif. Prosedur MDS dilihat pada Gambar 6.
MULAI
Review Atribut (berbagai kategori dan skoring kriteria)
Identifikasi dan Pendefinisian Keberlanjutan (berdasar kriteria konsisten)
Scoring Kawasan (mengkonstruksi angka referensi untuk good, bad dan anchor) Multidimensional Scaling Ordination (untuk setiap atribut)
Simulasi Monte Carlo (Analisis Ketidakpastian)
Leveraging Factor (Analisis anomali)
Analisis Keberlanjutan (Assess Sustainability)
Gambar 6. Proses aplikasi MDS
Output dari hasil analisis ini adalah berupa status keberlanjutan kebijakan CSR dalam industri otomotif di Indomobil Group untuk tiga dimensi (ekonomi, ekologi dan sosial), dalam bentuk skor dengan skala 0–100. Kategori keberlanjutan adalah : Skor <50 berarti tidak berkelanjutan; skor (50-75) berarti belum berkelanjutan; dan
84 Skor >75 berarti berkelanjutan. Kategori ini sesuai dengan standar Kavanagh (2001). Hasil lain yang diperoleh adalah penentuan faktor pengungkit (leverage factors) untuk pengelolaan kawasan yang merupakan faktor-faktor strategik yang harus diperhatikan dalam analissis kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group di masa mendatang. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif atau intervensi yang dapat dilakukan dengan mencari faktor sensitif untuk pengelolaan CSR berkelanjutan yang lebih baik. 3.4.2 Uji Friedman Uji Friedman (Friedman test) adalah bentuk uji statistik nonparametrik sebagai alternatif dari teknik analisis varians dua arah. Uji Friedman tidak memerlukan anggapan bahwa populasi berdistribusi normal dan mempunyai varians yang homogen. Uji Friedman digunakan untuk menguji hipotesis komparatif k (k > 2) sampel yang berpasangan bila datanya ordinal (rangking). Bila datanya yang terkumpul berbentuk interval atau rasio maka data tersebut diubah kedalam data ordinal (Sugiyono dan Wibowo, 2001). Asumsi-asumsi yang mendasari Uji Friedman adalah : 5. Setiap set dari k obsevasi harus dianggap mewakili populasi dan harus independen dari setiap set k observasi. 6. Nilai Chi-Square dari Uji Friedman semakin akurat bila sampel semakin besar (≥ 30). 7. Distribusi dari perbedaan skor diantara berbagai tingkatan adalah continuous dan simetris dalam populasi. Uji Friedman ini dilakukan untuk menguji hipotesis nol yang menyatakan bahwa median dari populasi adalah setara (equal) untuk sejumlah k levels dari suatu faktor, dalam hal ini tidak ada perbedaan mutu dari setiap atribut. 3.4.3 Analisis Prospektif Analisis ini merupakan suatu upaya untuk eksplorasi kemungkinan di masa mendatang sesuai dengan kebutuhan dari pemangku kepentingan yang terlibat
85 dalam sistem ini. Tahap analisis prospektif dimulai dengan penentuan faktor kunci dari pencapaian studi. Selanjutnya faktor kunci tersebut digunakan untuk mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Penentuan faktor kunci dan tujuan strategi tersebut penting, dan sepenuhnya merupakan pendapat dari pihak yang berkompeten sebagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif. Bourgeois and Yesus (2004) menjelaskan tahapan analisis prospektif, yaitu (1) Mengidentifikasi faktor kunci penentu untuk masa depan dari sistem yang dikaji. Pada tahap ini dilakukan identifikasi semua faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor peubah, menganalisis pengaruh timbal balik dengan menggunakan matriks dan menggambarkan pengaruh dan kebergantungan dari masing-masing faktor kedalam empat kuadran utama; (2) Menentukan tujuan strategi dan kepentingan pelaku utama; (3) Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana unsur kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan serta menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem. Penentuan faktor kunci keberlanjutan kebijakan CSR dilakukan dengan analisis prospektif. Pada tahap ini dilakukan pada seluruh faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor pengungkit berdasarkan hasil analisis MDS. Data yang digunakan dalam analisis prospektif adalah pendapat pakar dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam aktivitas CSR di Indomobil Group. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara dan melalui diskusi. Untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem, pada tahap pertama digunakan matriks seperti tercantum pada Tabel 10.
86 Tabel. 10. Matriks analisa prospektif Dari Terhadap
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
A B C D E F H I J Sumber : Godet et al., 1999 Keterangan : A- J = Faktor penting dalam sistem Analisis prospektif dilaksanakan dengan metode kuesioner melalui tahapan seperti menjelaskan tujuan studi, identifikasi faktor-faktor, analisis pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Analisis pengaruh dan ketergantungan dari masingmasing faktor pada empat kuadran utama. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem disajikan pada Gambar 7. P e n g a r
u h
Faktor penentu INPUT
Faktor penghubung STAKES
Faktor bebas UNUSED
Faktor terikat OUTPUT Ketergantungan
Gambar 7. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet et al., 1999)
87
Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem dilakukan pada tahapan ini yang digunakan pada penelitian analisis prospektif dengan menggunakan matriks. Pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor diisi teknik berikut : 1. Jika faktor tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, diberi nilai 0 2. Jika faktor tersebut memiliki pengaruh sangat kuat, diberi nilai 3 3. Jika faktor tersebut memiliki pengaruh yang tidak kuat, maka diberi nilai 1untuk pengaruh kecil, dan nilai 2 untuk pengaruh sedang. Hasil analisis tersebut selanjutnya dikonfirmasi kepada semua pemangku kepentingan terkait. Hal itu dilakukan guna memperkuat hasil analisis. Selain itu, hasil kajian ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh Manajemen Indomobil Group. Jumlah responden adalah delapan orang untuk tiap lokasi yang terdiri dari tokoh masyarakat setempat satu orang, manajemen Indomobil Group dua orang untuk tiap lokasi, Pemerintah Kelurahan/Desa setempat dua orang, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten dua orang dan Kementerian Lingkungan Hidup satu orang. 3.4.4 Pemodelan AHP AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap peubah diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting peubah tersebut secara rsosialf dibandingkan dengan peubah yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut dilakukan sintesis untuk menetapkan peubah yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot rsosialf dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif,
yaitu
dengan
melakukan
perbandingan
berpasangan
(pairwise
88 comparisons). Dr. Thomas L. Saaty, pembuat AHP, menentukan cara konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan (pairwise), menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas rsosialf dari setiap kriteria dan alternatif (Marimin, 2004). Penentuan kebijakan CSR berkelanjutan di lingkungan Indomobil Group dengan analisis multikriteria secara partisipatif. Analisis yang digunakan adalah AHP. Penggunaan AHP dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik dengan cara : (1) mengamati secara sistematis dan meneliti ulang tujuan alternatif kebijakan atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik, (2) membandingkan secara kuantitatif dari segi manfaat dan risiko tiap alternatif; (3) memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan, dan (4) membuat skenario kebijakan CSR berkelanjutan dengan cara menentukan prioritas kebijakan. Penetapan prioritas kebijakan dalam AHP dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi masyarakat, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang tidak terukur (intangible) kedalam aturan biasa, sehingga dapat dibandingkan. Tahap terpenting dari AHP adalah penilaian perbandingan berpasangan, yang pada dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam suatu hirarki (Saaty, 1993). Dalam melakukan penghitungan matriks sangat rumit, sehingga diperlukan paket komputer khusus mengenai AHP. Pengolahan data berbasis komputer menggunakan perangkat lunak Criterium Decision Plus (CDP). CDP merupakan perangkat lunak system pendukung keputusan yang didasarkan atas metodologi pengambilan keputusan yaitu AHP. Langkah-langkah dalam analisis data dengan AHP adalah : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan fokus, dilanjutkan dengan faktor, kriteria dan alternatif kebijakan pada tingkat level yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh rsosialf atau pengaruh setiap unsur terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari pemangku
89 kepentingan dengan menilai tingkat kepentingan satu unsur dibandingkan dengan unsur lainnya.Untuk mengkuantifikasi data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala 1-9 berdasarkan skala Saaty seperti tercantum pada Tabel 11. Tabel 11. Skala perbandingan berpasangan Skala Definisi 1 Kedua unsur sama pentingnya (equally importance) terhadap tujuan 3
Unsur yang satu sedikit lebih penting dari pada unsur lainnya (moderately importance) 5 Unsur satu lebih penting dari pada unsur lainnya (strongly importance) 7 Satu unsur jelas lebih mutlak penting dari pada elemen lainnya (very strongly importance) 9 Satu unsur mutlak penting dari pada unsur lainnya (extremely importance) 2,4,6 dan 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan (intermediate value) Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan dengan akivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i Sumber : Saaty, 1993
4. Melakukan perbandingan berpasangan. Kegiatan ini dilakukan oleh pemangku kepentingan yang berkompeten berdasarkan hasil identifikasi pemangku kepentingan. 5. Menguji konsistensinya. Indeks konsistensi menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban dari responden karena akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil.
90
Kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Fokus
Aktor
Men LH
Msyarakat Sekitar
Pengusaha
Pemda
Faktor Ekonomi
Ekologi
Sosial
Kriteria Faktor pengungkit
Alternatif
Faktor pengungkit
Faktor pengungkit
Prioritas alternatif kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Gambar 8. Mapping hirarki model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Fokus dari pemodelan dengan AHP adalah membangun model kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group, dimana faktor-faktor yang menentukan dalam keberlanjutannya adalah aspek ekonomi, sosial dan ekologi, serta aktor (pelaku) dalam aktivitas CSR adalah Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH), Pemerintah Daerah, Masyarakat sekitar dan Pengusaha. 3.5. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka maupun survei lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder, baik data dari perusahaanperusahaan di bawah naungan Indomobil Group, dan dari instansi terkait lainnya. Sedangkan survei lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu untuk keperluan analisis Prospektif dan AHP.
91 a. Teknik pengambilan contoh Penelitian terhadap aspek keberlanjutan dalam bidang ekonomi, sosial dan ekologi tentang analisis kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group ditentukan berdasarkan hal-hal berikut : 1). Masyarakat sekitar i. Lokasi penelitian yaitu Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Jawa Barat untuk lokasi dari PT. Suzuki Indomobil Sales. Berdasarkan data monografi tahun 2009, luas wilayah Desa Jatimulya sekitar 568 ha, dan tingkat kepadatan penduduk desa mencapai 140 jiwa per hektar. Jumlah penduduk tercatat sebanyak 37.373 orang laki-laki dan 42.324 orang perempuan (Kelurahan Jatimulya, 2009) ii. Lokasi penelitian untuk PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia dan PT. Nissan Motor Indonesia adalah terhadap masyarakat sekitar lokasi kawasan industri Kota Bukit Indah dimana kedua perusahaan berada, yaitu desa Dangdeur Kecamatan Bungursari Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, dengan jumlah penduduk di desa Dangdeur saat ini adalah 1.665 yang terdiri dari 814 laki-laki dan 851 wanita dengan luas area sekitar 875,89 ha atau dengan kepadatan penduduk sekitar 2 orang setiap ha (Desa Dangdeur, 2009). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Isaac and Michael, diacu dalam Powell (1998), maka jumlah contoh yang diambil dengan Margin Error 10% untuk masing-masing merek adalah : 1. Suzuki 2. Hino dan Nissan
: 100 orang : 91 orang
Teknik pengambilan contoh dilakukan dengan cara purposive sampling memanfaatkan pertemuan dari para tokoh masyarakat seperti para Ketua RT dan RW yang mengadakan pertemuan di Kantor Kelurahan Jatimulya yang dianggap dapat merepresentasikan
masyarakat Kelurahan jatimulya,
sedangkan di Desa Dangdeur adalah dengan berdasarkan petunjuk dari para aparat desa untuk memberikan kuesioner kepada orang-orang yang dianggap
92 mengetahui pokok permasalahan sehubungan dengan penelitian ini, dengan memperhatikan keterwakilan dari tiap wilayah dalam Desa Dangdeur. 2) Kinerja produk otomotif, yaitu emisi gas buang mobil baru yang diproduksi baik merek Suzuki yang diproduksi oleh PT. SIM, merek Nissan yang diproduksi oleh PT. NMI, dan merek Hino yang diproduksi oleh PT. HMMI.
b. Langkah-langkah penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini terangkum dalam Tabel 12.
Tabel 12. Langkah-langkah penelitian No.
Tujuan
Metode
Sumber data
Parameter/peubah Atribut-atribut CSR berkelanjutan (Ekonomi, Sosial dan Ekologi) Atribut-atribut CSR berkelanjutan (Ekonomi, Sosial dan Ekologi) Atribut-atribut keberlanjutan
MDS
a. Atribut yang perlu diperbaiki hasil analisis CSR berkelanjutan b. Jenis aktivitas CSR c. Pemangku kepentingan
AHP
1
Menentukan nilai indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif
Survai/kuantitatif
Data Primer dan sekunder
2.
Menvalidasi atribut-atribut CSR berkelanjutan
Kalkulasi
Data primer
2.
Menyaring data hasil indeks keberlanjutan
Survai/kuantitatif
Data Primer dan sekunder
3.
Membangun model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Pairwise comparisons
4.
Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi pelaksanaan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif
Deskriptif
--Hasil analisa keberlanjutan --Responden (pakar)
Hasil AHP
Analisis data
Uji Friedman
Prospective analysis
Deskriptif
Output yang diinginkan Indeks CSR berkelanjutan dalam Industri Otomotif Hasil uji hubungan antar variabel dalam atribut CSR berkelanjutan Faktor-faktor pengungkit dari indeks keberlajutan -Model CSR dalam industri otomotif
Terumuskannya rekomendasi kebijakan CSR yang berkelanjutan dalam bidang otomotif
95 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Indomobil Group Indomobil Group adalah suatu grup perusahaan yang merupakan agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan distributor dari merek kendaraan yang terkenal, yaitu Suzuki, Nissan, Hino, Audi, Volvo, Renault, Volkswagen dan Cherry. Untuk merek Suzuki, Nissan dan Hino adalah merek yang diimpor secara terurai dan sebagian komponennya dibuat di dalam negeri. Sedangkan merek lainnya diimpor dalam keadaan utuh, kecuali merek Cherry yang masih dalam skala kecil, dengan komponen dibuat di dalam negeri. Fokus dalam penelitian ini adalah tiga merek pertama, yaitu Suzuki, Nissan dan Hino. Perusahaan yang menaungi kendaraan merek Suzuki adalah PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM), dan yang menaungi kendaraan merek Nissan adalah PT. Nissan Motor Indonesia (PT. NMI), serta kendaraan merek Hino adalah PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia (PT. HMMI). Secara umum, posisi produk Indomobil Group dalam pangsa pasar (market share) mobil nasional, yaitu Suzuki 13% (58.095 unit), Nissan 4% (19.040 unit), dan Hino jumlahnya kecil, namun merupakan produsen mobil Truk dan Bus peringkat pertama untuk kelas jenis kendaraan niaga besar (truk dan bus) di Indonesia per Agustus 2008 (Indomobil Group, 2008). Visi dan misi dari Indomobil Group adalah : Visi
: Menjadi perusahaan otomotif terhandal dan terpercaya di dalam negeri
Misi
:
Mengembangkan
seluruh
sumberdaya
berkesinambungan
untuk
meningkatkan
yang
dimiliki
profesionalisme
secara bagi
kepuasan pelanggan. Memberikan kontribusi dan berupaya sepenuhnya bagi pengembangan usaha perseroan. Memberikan komitmen dan nilai terbaik bagi seluruh pihak terkait yang berkepentingan, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.
96 Dari visi dan misi tersebut tergambar secara jelas komitmen dan nilai terbaik yang diberikan perusahaan terhadap pihak masyarakat di sekitar lokasi pabrik dan juga pihak terkait lainnya yang berkepentingan (pemangku kepentingan).
4.1.2 PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM) Perusahaan industri otomotif ini beroperasi di daerah Bekasi yang berlokasi di jalan Jl Raya Diponegoro KM 38.2, Tambun, Bekasi semenjak Mei 1991. PT. SIM bergerak dalam bidang pembuatan komponen body dan assembling mobil baru merek Suzuki. Perusahaan mempekerjakan 2.775 orang karyawan, dengan perincian sebagai berikut : Production Press Welding Painting Assembly PMC Final Inspection PPIC Subtotal Production support Other Total
: : : : : : :
157 orang 651 orang 409 orang 521 orang 223 orang 69 orang 29 orang 2.059 orang
: :
424 orang 292 orang
: 2.775 orang
Bentuk struktur organisasi pada perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor sebagaimana dimuat pada Gambar 9.
97
Production
Pressing shop
PPIC
Welding shop
Assembling shop
Design
Tech. control
Final inspection
Power Maint.
Part insp
Manufacture eng
NA
Gambar 9 Struktur organisasi PT SIM ( PT. SIM, 2008)
Jumlah produksi mobil merek Suzuki yang telah diproduksi dan yang masih diproyeksikan untuk masa mendatang dimuat pada Tabel 13.
Tabel 13. Realisasi produksi mobil merek Suzuki Tahun Produksi
Realisasi (unit)
Proyeksi (unit)
2000
46568
-
2001
53226
-
2002
62955
-
2003
71295
-
2004
81813
-
2005
104099
-
2006
51902
-
2007
60012
-
2008
83042
-
2009
49747
-
2010
-
107.820
Sumber : Laporan Produksi PT SIM, 2000-2009
98 Produk dari PT. SIM adalah berbagai jenis kendaraan roda empat seperti dimuat pada Tabel 14.
Tabel 14. Daftar produk Suzuki No.
Nama
Jenis
Cc
Transmisi
1
Neo Baleno
Sedan
1500
Manual
2.
Neo Baleno
Sedan
1500
Automatic
3.
Carry SL410MB
Minibus
1000
Manual
4.
Carry SL410PU
Pick Up
1000
Manual
5.
Karimun Estillo
Sedan kecil 1100
Manual
6.
Futura SL415MB
Minibus
1500
Manual
7.
Futura SL415PU
Pick Up
1500
Manual
8.
APV GC415VMB
Minibus
1500
Manual
9.
APV GC415VMB
Minibus
1500
Automatic
10.
Swift STMT
Sedan
1500
Manual
11.
Swift STAT
Sedan
1500
Automatic
12.
SX-Over MT
Sedan
1500
Manual
13.
SX-Over AT
Sedan
1500
Automatic
14.
Grand Vitara 2.0 MT
Jeep
2000
Manual
15.
Grand Vitara 2.0 AT
Jeep
2000
Automatic
16.
Grand Vitara 2.4 MT
Jeep
2400
Manual
17.
Grand Vitara 2.4 AT
Jeep
2400
Automatic
Sumber : UPL/UKL PT. SIM, 2008
99 4.1.3 Proses produksi Proses pembuaatan komponen kendaraan bermotor roda empat dan perakitannya bermula dari pengadaan material terurai atau completely knocked down (CKD) yang terdiri dari CKD import dan CKD lokal. CKD impor merupakan komponen jadi yang didatangkan dari beberapa negara produsen CKD, seperti Jepang. Kondisi CKD impor merupakan komponen jadi yang sudah siap pakai untuk melengkapi pembuatan sebuah kendaraan utuh atau completely built up (CBU). Sedangkan CKD lokal merupakan komponen yang di produksi sendiri di dalam negeri oleh PT Suzuki Indomobil Motor dari bahan baku yang sebagian besar berbahan dasar logam jenis Fe3C (besi baja). Sebagian besar bahan baku tersebut merupakan bahan baku lokal, namun beberapa diantaranya masih merupakan bahan baku impor. Bahan baku berbentuk steel plat dan steel pipe ini pertama kali diproses pada shearing shop. Pada tahap ini dilakukan pemolaan berdasarkan spesifikasi kendaraan yang akan diproduksi. Bahan baku kemudian dipotong pada cutting shop berdasarkan pola yang ditentukan sebelumnya. Hasil pemotongan merupakan raw parts yang sudah berbentuk sesuai peruntukannya. Proses ini menggunakan cutter bertekanan hydraulic dengan variable tekanan 0-50 kg/cm2. Raw parts selanjutnya dicetak pada Stamping Press Shop membentuk stamped parts yang sudah mulai berbentuk tiga dimensi. Proses ini menggunakan stamper bertekanan hydraulic dengan variable tekanan antara 15 – 5.000 tom/m2. Stamped parts kemudian disambung antara satu dengan yang lain dan atau dengan komponen non stamped parts pada bending shop membentuk small parts dan big parts, seperti top roof, fuel tank, chasis. Beberapa bagian small parts dan big parts yang terbentuk disambung lagi melalui pengelasan pada welding shop sehingga membentuk komponen yang lebih sempurna untuk dipakai pada proses perakitan CBU. Komponen ini dikenal sebagai welded parts. Welded parts selanjutnya memasuki proses surface treatment yang terdiri dari pemolesan, pembersihan, dan pengecatan. Sebagian welded parts memang harus mengalami pemolesan dengan menggunakan buffer dan grinder pada Buffing Shop guna meratakan bekas-
100 bekas pengelasan yang menebal. Namun sebagian lagi tidak memerlukan proses pemolesan dan dapat langsung memasuki proses pengecatan. Sebelum pengecatan welded parts (baik yang dipoles maupun tanpa poles) terlebih dahulu dilakukan pretreatment guna membebaskan senyawa lemak yang menempel pada permukaan komponen yang bersumber dari cairan oli yang membasahi permukaan bahan baku sejak awal proses produksi, guna menghindari overheating sekaligus gesekan yang dapat menimbulkan cacat pada permukaan komponen, khususnya saat proses stamping press. Komponen yang sudah bebas noda lemak diumpan ke Painting Shop melalui overhead conveyor yang bergerak seperti ikan lumba-lumba. Pengecatan dengan teknologi ramah lingkungan yang dikenal dengan cathodic electro deposition. Teknologi yang menggunakan metode electroplating ini memberikan muatan listrik negatif pada material cat (sebagai katode). Timbulnya gaya listrik akibat perbedaan muatan mengakibatkan terjadinya adhesi elektrokimia yang sangat kuat diantara ion berbeda, sehingga ikatan permukaan antara material komponen dan material cat berada pada tingkat kekuatan sangat tinggi. Komponen yang sudah di cat selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 1700C. Pengecatan ini selain bertujuan untuk memberikan nilai estetika, juga memberikan proteksi tehadap komponen yang rawan oksidasi. Painted parts, CKD lokal dan CKD impor secara simultan diumpan ke Assembling Shop guna perakitan CBU kendaraan bermotor roda empat. Produk CBU memasuki tahapan proses produksi akhir berupa test inspection, yang dilakukan, terutama untuk menguji body performance, mechanical and lighting performance, electrical and audio performance, kekedapan suara dan air dalam kabin, serta performa kendaraan saat dipacu pada beberapa tingkat kesulitan medan jalan. Sebagai rangkaian akhir manajemen mutu produksi diterapkan secara cradle to grave dengan sistem manajemen mutu ISO 9001 (PT SIM, 2008).
101 4.2 Analisa Kawasan PT SIM 4.2.1 Kondisi Geografis dan Keadaan Wilayah PT SIM berada di lokasi Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi yang secara geografis kelurahan Jatimulya terletak pada ketinggian 14 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan rataan suhu di Kelurahan Jatimulya 320 - 400C dengan luas wilayah ± 567,321 ha, terdiri dari 18 wilayah rukun warga dan 168 wilayah rukun tetangga (RT). Secara administratif
wilayah Jatimulya berbatasan dengan daerah-
daerah seperti dimuat pada Tabel 15. Tabel 15. Batas wilayah Kelurahan Jatimulya Letak Batas Sebelah Utara
Desa/Kelurahan
Setiamekar Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten dan jalan protokol Diponegoro
Sebelah Timur
Setia
Darma
dan
Lambang
Kecamatan Tambun Selatan Sebelah Selatan
Keterangan
Bekasi Sari Kabupaten Bekasi
Mustikajaya dan Mustika sari Kecamatan Kota Bekasi Mustikajaya
Sebelah Barat
Margahayu dan Pengasinan Kecamatan Kota Bekasi Bekasi Timur dan Rawa Lumbu
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
4.2.2 Keadaan Penduduk Kelurahan Jatimulya merupakan kelurahan terpadat se Kabupaten Bekasi dengan jumlah penduduk 79.697 jiwa yang terdiri dari 37.373 jiwa laki-laki dan 42.324 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 17.343, sesuai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Tahun 2009. Dilihat dari mata pencahariannya, struktur penduduk kelurahan Jatimulya, seperti dimuat pada Tabel 16.
102 Tabel 16. Struktur penduduk kelurahan Jatimulya No.
Jenis Pekerjaan
Persentase (%)
1
Bidang Pertanian
15,4
2
Bidang Peternakan
0,04
3
Bidang Jasa Pemerintahan/Non Pemerintahan
19,08
4
Biadang Perdagangan
34,84
5
Bidang Industri
12,41
6
Bidang Jasa Lembaga Keuangan
3,28
7
Bidang Jasa Komunikasi dan Angkutan
5,72
8
Bidang Jasa Lainnya
8,16
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Dengan demikian mayoritas penduduk Kelurahan Jatimulya adalah bekerja di sektor perdagangan, jasa dan industri. Sedangkan yang bekerja di sektor pertanian hanya sebagian kecil saja. Mayoritas masyarakat Kelurahan Jatimulya merupakan suku/etnis Betawi sebanyak 35,62%, suku/etnis Jawa sebanyak 14,43%, suku/etnis Sunda sebanyak 11,77%, suku/etnis Batak 5,76% dan suku/etnis lainnya sebanyak 0,57%. Meskipun demikian, migrasi penduduk dari berbagai etnis tersebut telah hidup berdampingan dan berkembang di wilayah Kelurahan Jatimulya. Nilai-nilai, norma dan kaidah budaya Betawi tampak melekat dan dominan dalam kehidupan masyarakat Kelurahan Jatimulya. Selain dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Betawi, pola kehidupan masyarakat Kelurahan Jatimulya diwarnai oleh nilai-nilai agama, khususnya agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat. Dinamika religiusitas masyarakat nampak dalam aktivitas sehari-hari dan pembinaan keagamaan, seperti taman pendidikan agama Islam, organisasi massa ke-Islaman, yayasan, masjid, madrasah, majlis ta‟lim, lembaga ekonomi Islam dan lain-lain.
103 4.2.3 Penggunaan Lahan Mayoritas wilayah Kelurahan Jatimulya merupakan lahan permukiman dan terdiri dari beberapa daerah industri baik itu industri rumahtangga
sampai
kepada industri berat. Pembagian lahan secara terinci dimuat pada Tabel 17. Tabel 17. Pembagian lahan di kelurahan Jatimulya No. 1
2
Penggunaan Permukiman (61%) a. Permukiman KPR-BTN
121.123
b. Permukiman umum
224.943
Untuk Bangunan (34%) a. Perkantoran
3.075
b. Sekolah
6.319
c. Pertokoan/Perdagangan
2.826
d. Pasar
0.800
e. Tempat peribadatan (Masjid, Mushola)
56.575
f. Kuburan/makam
6.085
g. Jalan h. Lain-lain 3.
4.
Luas (Ha)
109.970 6.205
Pertanian sawah (3%) a. Sawah Pertanian Teknis (irigasi)
5.673
b. Sawah Tadah Hujan
11.025
Rekreasi dan Olah Raga (2%) a. Lapangan Sepak Bula
3.200
b. Lapangan Bola Volley/Basket
1.650
c. Lain-lain
5.830
Jumlah Luas Seluruhnya
567.321
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Lokasi pusat Pemerintahan Kelurahan Jatimulya
dekat dengan perbatasan
Kabupaten, sehingga jarak dari pusat pemerintahan Kelurahan Jatimulya ke
104 pusat pemerintahan Kabupaten bekasi tidak terlalu dan dapat dijangkau, yaitu sekitar 15 km.
4.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender Tabel 18. Jumlah penduduk menurut kelompok umur No.
Kelompok Umur (Tahun)
Tahun 2008 (orang)
Tahun 2009 (orang)
1
0–1
1.564
1,594
2
>1-<5
4,692
4.782
3
>5-<7
6,256
6.376
4
> 7 - < 15
7.820
7.970
5
> 15 - < 56
33.627
34.270
6
> 56
24.243
24.706
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
Dari Tabel 18 terlihat bahwa kelompok usia terbesar yang mendominasi dalam struktur penduduk Kelurahan Jatimulya adalah kelompok produktif, yaitu usia >15 tahun hingga 55 tahun. Sedangkan kelompok terkecil adalah usia 1 tahun ke bawah. Ini berarti kelurahan Jatimulya sebagian besar adalah kelompok pekerja. Jumlah penduduk perempun sedikit lebih banyak dari pada penduduk laki-laki (Tabel 19).
Tabel 19. Jumlah penduduk berdasarkan gender (jenis kelamin) No.
Indikator
Tahun 2008 (orang)
Tahun 2009 (orang)
1
Jumlah penduduk
78.203
79.697
2
Jumlah laki-laki
36.703
37.373
3
Jumlah perempuan
41.501
42.324
4
Jumlah kepala keluarga
17.068 KK
17.343 KK
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
105 4.2.5 Data Tingkat Perkembangan 1.Pendidikan a. Tingkat pendidikan Tabel 20. Jumlah penduduk sesuai tingkat pendidikan No.
Tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas
578
Tahun 2009 (orang) 568
Jumlah penduduk tidak tamat SD/sederajat
1.736
1.769
3.
Jumlah penduduk tamat SD/sederajat
4.051
4.128
4.
Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat
9.838
10.026
5.
Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat
29.514
30.078
6.
Jumlah penduduk tamat D1-D3
8.681
8.846
7.
Jumlah penduduk tamat S1-S3
3.483
3.551
1.
Jumlah penduduk buta huruf
2.
Tahun 2008 (orang)
Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009 Jumlah penduduk kelurahan Jatimulya adalah sebagian besar lulusan SLTA atau sederajat, disamping jumlah penduduk lulusan perguruan tinggi yang jumlahnya cukup memadai.
.b. Wajib belajar Tabel 21. Wajar (Wajib Belajar) 9 tahun dan angka putus sekolah No.
Jumlah penduduk usia 7-15 tahun
7.820
Tahun 2009 (orang) 7.970
Jumlah penduduk usia 7-15 tahun masih sekolah 3. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun putus Sekolah Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
7.780
7.935
40
35
1. 2.
Wajib Belajar 9 Tahun dan Angka Putus Sekolah
Tahun 2008 (orang)
Dari angka di atas (Tabel 21), hanya sebagian kecil jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang tidak dapat menyelesaikan sekolahnya atau putus sekolah.
106 . c. Prasarana pendidikan Tabel 22. Prasarana pendidikan No.
Prasarana Pendidikan
Tahun 2008 (buah)
1.
SLTA/sederajat
9
Tahun 2009 (buah) 9
2.
SLTP/sederajat
5
5
3.
SD/sederajat
15
15
4.
Jumlah lembaga pendidikan agama
47
51
5.
Lembaga pendidikan lain (kursus/sejenis)
5
5
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
2. Kesehatan masyarakat Pada umumnya kondisi kesehatan masyarakat Kelurahan Jatimulya dalam kondisi baik, dimana angka kematian bayi adalah 0,1 % terhadap jumlah bayi yang lahir. Selanjutnya, jumlah balita bergizi buruk adalah 0,3% dari jumlah balita. Mayoritas masyarakat adalah pengguna air sumur pompa, dan seluruh rumah tangga telah memiliki jamban/WC.
3. Ekonomi Masyarakat 3.a. Pengangguran Tabel 23. Jumlah penduduk pengangguran No.
Pengangguran
Tahun 2008 (orang)
Jumlah penduduk usia kerja 15-56 tahun
33.627
Tahun 2009 (orang) 34.270
Jumlah penduduk usia kerja 15-56 tahun tidak kerja 3. Jumlah penduduk wanita usia 15-56 tahun menjadi ibu rumah tangga 4. Jumlah penduduk usia >15 tahun yang cacat sehingga tidak dapat bekerja Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009
4.630
4.718
24.201
24.964
7
7
1. 2.
Jumlah penduduk yang tidak bekerja pada usia 15-56 tahun mencapai kurang lebih 13% dari jumlah penduduk usia kerja antara 15-56 tahun. Angka ini tidak
107 terlalu besar, atau tidak menjadi permasalahan bagi masyarakat Kelurahan Jatimulya. 3.b Pendapatan Tabel 24. Jenis mata pencaharian masyarakat Tahun 2008 (orang) 9.694
Tahun 2009 (orang) 9.879
Kehutanan
-
-
3.
Perkebunan
-
-
4.
Peternakan
25
25
5.
Perikanan
-
-
6.
Perdagangan
21.832
22.252
7.
Jasa
22.648
23.083
8.
Penginapan/hotel/sejenis
187
187
9.
Pariwisata
-
-
8.278
8.436
No. 1.
Sumber Pendapatan Pertanian
2.
10. Industri Rumah tangga Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009 3.c. Kelembagaan ekonomi Tabel 25. Kelembagaan ekonomi No.
Kelembagaan ekonomi
Tahun 2008 (buah) -
Tahun 2009 (buah) -
1.
Pasar
2.
Lembaga koperasi/sejenis
2
2
3.
BUMDes
-
-
4.
Warung makan
50
53
5.
Angkutan R4
90
85
6.
Toko/kios
212
256
10
17
7.
Pangkalan ojek, becak, delman atau sejenis Sumber: Kelurahan Jatimulya, 2009
108 3.d. Tingkat kesejahteraan Tabel 26. Tingkat kesejahteraan masyarakat No.
Tingkat kesejahteraan
Tahun 2008
Tahun
(kel)
2009 (kel)
1.
Jumlah keluarga
17.068
17.269
2.
Jumlah keluarga prasejahtera
315
319
3.
Jumlah keluarga sejahtera-1
3.474
3.513
4.
Jumlah keluarga sejahtera-2
8.515
8.617
5.
Jumlah keluarga sejahtera-3
2.858
2.892
6.
Jumlah keluarga sejahtera-3 plus
1.906
1.928
Sumber : Kelurahan Jatimulya, 2009 Dari data pada Tabel 26 terlihat bahwa kelompok keluarga sejahtera-2 adalah jumlah terbesar dalam struktur masyarakat ini. Keluarga sejahtera-2 adalah keluarga yang dapat memenuhi indikator-indikator berikut : 1. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. 3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik. 4. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. 5. Bila pasangan usia subur ingin ber Keluarga Berencana (KB) pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi. 6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. 7. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. 8. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/ telur. 9. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian baru dalam setahun. 10. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah.
109 11.Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing. 12. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan. 13. Seluruh anggota keluarga umur 10 – 60 tahun dapat baca tulisan latin. 14. Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi. Atau secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga sejahtera-2 adalah keluarga-keluarga yang
telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan
kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti kebutuhan untuk peningkatan pengetahuan agama, interaksi dengan anggota keluarga dan lingkungannya, serta akses kebutuhan memperoleh informasi (BKKBN, 2008).
4. Keamanan dan ketertiban Kondisi keamanan dan ketertiban di wilayah kelurahan Jatimulya pada periode 2008 hingga 2009 rsosialf aman. Hal ini ditandai dengan hanya terjadi 1 kejadian pada tahun 2008 yang merupakan konflik antar-kelompok, kasus perkelahian 2 orang, pencurian 3 kali di tahun 2008 dan 1 kali di tahun 2009. Hal ini ditunjang dengan banyaknya jumlah personil pos keamanan lingkungan, yaitu 147 orang di tahun 2008 dan 150 orang di tahun 2009. Jumlah Hansip yang adalah 15 orang.
4.2.6 PT.NMI a. Gambaran Umum PT. Nissan Motor Indonesia adalah produsen mobil merek Nissan berlokasi di dalam kawasan industri Kota Bukit Indah tepatnya di Blok A-III Lot 1-14. Lokasi tersebut berada di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Karakteristik dari Desa Dangdeur sebagai kawasan industri yang dijadikan lokasi berdirinya pabrik ini, dikarenakan letak geografisnya sebagai sarana kawasan bagi kegiatan industri dan komersial
110 lainnya berada dekat dengan kota Purwakarta, serta berada di tengah untuk jalur ruas Jakarta-Bandung dan Cirebon dengan fasilitas yang sangat memadai untuk mencapai ketiga kota utama tersebut. PT. Nissan Motor Indonesia atau PT NMI memiliki luas areal seluas 211.636 m2 . b. Proses Produksi Proses produksi yang dilakukan adalah perakitan dari komponenkomponen mobil yang dirakit di Body Shop. Kemudian setelah dirakit, Body mobil dikirim ke Paint Shop untuk proses pengecatan. Dari Paint Shop ke Final Assy untuk proses pemasangan spare parts dan terakhir ke Test Central. Limbah cair dari Paint Shop diolah di instalasi pengolah air limbah (IPAL), sedangkan limbah padat ditampung dan diambil oleh swasta. Rangkaian proses produksi itu (Gambar 10) didahului oleh proses stamping, yaitu proses pembuatan komponen body.
111
Logistic Material Pembongkaran peti-peti CKD (completely knock down)
Metal Stamping ng (Cetak Body)
Debu Bising
Body Shop
Paint Shop
Pengecatan Komponenkomponen Body Part
Pengecatan Komponen – komponen Body Part
Sand Blasting Bising Debu
Pretreatment & E.D Sisa pengolahan limbah Sludge phospatic Sludge E.D Gas
Palet kayu Kertas Plastik Besi Bising Debu
Trim & Chassis Pengecatan Komponenkomponen Body Part
Kertas Plastik
Test Centre Pengecatan Komponenkomponen Body Part
Debu Bising
Gambar 10. Diagram alur produksi (PT. NMI, 2008)
c. Produk PT. NMI Produk dari mobil bermerek Nissan keluaran PT. Nissan Motor Indonesia cukup beragam jenisnya, seperti dimuat pada Tabel 27.
112 Tabel 27. Daftar Produk PT. NMI (Nissan) No. Nama 1. Grand Livina 1.5 MT 2. Grand Livina 1.5 AT 3. Livina XR 4. Livina XR 5. Livina X-Gear 6. Livina X-Gear 7. Latio 8. Grand Livina 1.8 MT 9. Grand Livina 1.8 AT 10. Serena CT 11. Serena Highway Star 12. X-Trail 2.0 13. X-Trail 2.0 14. X-Trail 2.5 15. X-Trail 2.5 16. Frontier Navara DC 4x4 17. Frontier Navara DC 4x4 Sumber : PT.NMI, 2008
Jenis Sedan Sedan Sedan Sedan Sedan Sedan Sedan kecil Sedan Sedan Minibus Minibus Jeep Jeep Jeep Jeep Jeep Jeep
Cc 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.500 1.800 1.800
2.000 2.000 2.500 2.500
Transmisi Manual Automatic Manual Automatic Manual Automatic Automatic Manual Automatic Automatic Automatic Manual Automatic Manual Automatic Manual Automatic
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di PT. NMI dimuat pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah tenaga kerja di PT. Nissan Motor Indonesia Klasifikasi Pekerja
1. Manajer ke atas 2. Staff 3. Buruh/karyawan
Jumlah
Pendidikan SMP
Pendidikan SMA
Pendidikan Akademi/Perg. Tinggi
8 54 443
-
7 423
8 47 10
Sumber : PT.NMI, 2008 4.2.7 PT.HMMI a. Gambaran umum PT. HMMI adalah perusahaan yang bergerak di dalam pebuatan komponen dan perakitan kendaraan bermotor roda empat dan lebih yaitu jenis truck dan bus. Perusahaan memiliki lokasi pabrik dalam Kawasan Industri Kota Bukit Indah (KBI) terdapat di Blok D1 nomor 1, sebagaimana PT. Nissan Motor Indonesia, terdapat di kawasan industri KBI berada di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta.
113 PT. HMMI memiliki luas lahan 119.790 m2 dengan jumlah karyawan 588 orang (Tabel 29).
Tabel 29. Jumlah tenaga kerja di PT. HMMI Klasifikasi Pekerja 1. Manajer keatas
Jumlah
Pendidikan Akademi/PT
57
Pend. SD -
Pend. SMP -
Pend. SMA 2
3. Buruh/karyawan
174
3
5
52
114
4. Lainnya(satpam, office boy, dll)
346
-
4
342
-
11
-
5
6
-
Total
588
3
14
402
169
55
2. Staff
Sumber : UPL/UKL tahun 2008 (PT. HMMI, 2009) b. Proses Produksi Proses produksi yang dilakukan oleh PT. HMMI adalah sebagaiman yang tergambar dalam proses alur produksi dimuat pada Gambar 11. Dari proses produksi tersebut dihasilkan limbah baik padat, cair maupun polusi udara.
114
Raw material
Engine
Suspensi system
Drive Axle
Transmisi
Lain-lain (Tire, spring shock, dll)
Steering
Cabin/ body
Chassis
Welding and Assembling Cabin
1 Rinsing and Washing
Washing, rinsing & phospating
2 Assembling sub assy & pelumasan
Painting ED coat
Assembling sub assy & pelumasan
3 Assembling engine assy & pelumasan
Assembling suspensi system & pelumasan
Assembling drive axl & pelumasan
Assembling transmisi & pelumasan
Washing and rinsing
Painting E/G test (kedap suara)
4 Engine assy
Suspensi system assy
Drive axle assy
Transmisi assy
Transmisi assy
Chassis assy
Cabin assy
Assembling Kendaran Bermotor Keterangan: 1. Kayu, karton 2. Air cucian 3. Pelumas dan oli 4. Oli
Final inspection.
Warehouse/storage
Gambar 11. Alur proses produksi
Cabin assy Sludge and waste water
c. Jenis Produk . Jenis produk yang dikeluarkan oleh PT. HMMI bermerek Hino adalah produk yang mengkhususkan diri pada jenis jenis kendaraan komersial besar baik truk maupun bus, serta jenis chassis untuk berbagai keperluan modifikasi. Produkproduk yang dimaksud dimuat pada Tabel 30.
Tabel. 30. Jenis produk PT HMMI (HINO) No
Nama
Jenis
GVW
Transmisi
1.
Dutro 110SDWU302
Pick Up/Truck
5.200 kg
Manual
2.
Dutro110LDWU342
Pick Up/Truck
7.500 kg
Manual
3.
Dutro 130MDWU342
Pick Up/Truck
8.000 kg
Manual
4.
Dutro 130HDWU342
Pick Up/Truck
8.750 kg
Manual
5.
FG235JJ
Pick Up/Truck
15.100 kg
Manual
6.
FG235JK
Pick Up/Truck
15.100 kg
Manual
7.
FG235JL
Pick Up/Truck
15.100 kg
Manual
8.
FG235JP
Pick Up/Truck
15.100 kg
Manual
9.
FG260JM
Pick Up/Truck
15.100 kg
Manual
10.
SG260JT/H
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
11.
FL235JN
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
12.
FL235JW
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
13.
FL235JT
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
14.
FL260JT
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
15.
FL260JW
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
16.
FM260J Dump
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
17.
FM260J Mixer
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
18.
FM 320P T/H
Pick Up/Truck
26.000 kg
Manual
(PT.HMMI, 2009)
116 4.2.8 Analisa kawasan PT. NMI dan HMMI PT. NMI dan HMMI sama-sama berlokasi di dalam Kawasan Industri Kota Bukit Indah yang terletak di wilayah Desa Dangdeur, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta. Profil Desa Dangdeur adalah :
a. Kondisi geografis dan keadaan wilayah Luas wilayah Desa Dangdeur adalah 840 Ha dan menurut tipologinya adalah merupakan Desa sekitar hutan, karena terdapat hutan jati di wilayah tersebut yang dikuasai oleh negara. Penggunaan lahan di desa Dangdeur secara terinci di Tabel 31.
Tabel 31. Luas lahan di Desa Dangdeur Jenis Tanah
Luas (Ha)
Tanah sawah - Sawah tadah hujan
119,910
Tanah kering - Tegal/ladang
115,445
- Pemukiman
107
Tanah perkebunan - Tanah perkebunan rakyat
86,0211
Tanah fasilitas umum - Kas desa
1,4875
- Lapangan
0,0780
- Perkantoran Pemerintah
0,5307
- Lainnya
6,7482
Tanah hutan - Hutan lindung (Jati)
414
Tanah sawah adalah berbentuk sawah tadah hujan, karena sampai saat ini belum ada irigasi yang dibuat untuk mengairi sawah tersebut. Sedangkan hutan
117 lindung yang dimaksud adalah milik Perum Perhutani dan terdiri dari hutan Jati. Dilihat dari lokasinya letak desa Dangdeur berada 3,5 km dari ibu kota kecamatan terdekat (Bungursari), dengan bentangan wilayah desa Dangdeur berbentuk datar.
b. Potensi sumberdaya manusia Komposisi jumlah penduduk di desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada Tabel 32. Tabel 32. Komposisi jumlah penduduk No. 1
Komposisi Penduduk laki-laki
Jumlah (orang) 965
2
Perempuan
970
4
Total
1.935
(Kecamatan Bungursari, 2009) Dari data tersebut, terlihat jumlah laki-laki dan perempuan di desa Dangdeur adalah seimbang atau setara. Dibanding dengan luas lahan Desa Dangdeur jumlah penduduk Desa Dangdeur tidak terlalu besar dengan komposisi penduduk menurut kelompok umur seperti dimuat pada Tabel 33 Tabel 33. Jumlah penduduk menurut kelompok umur No.
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah (orang)
1
5–6
58
2
7 – 12
234
3
13 – 15
68
4
16 – 21
135
5
22 – 59
1.169
6
> 60
116
(Kecamatan Bungursari, 2009) Jumlah penduduk terbesar di Desa Dangdeur adalah kelompok usia 22 – 59 tahun atau berada pada usia produktif. Tingkat pendidikan penduduk dimuat pada Tabel 34.
118 Tabel 34. Jumlah KK menurut tingkat pendidikan No.
Tingkat pendidikan
Jumlah (orang)
1.
Tidak tamat SD
133
2.
Tamat SD – SLTP
396
3.
Tamat SLTA
89
4.
Tamat Akademi/Perguruan Tinggi
13
Jumlah KK
631
Sumber: Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Bungursari 2009 Dilihat dari data pada Tabel 34 maka jumlah kepala keluarga penduduk desa Dangdeur yang hanya tamat SD-SLTP cukup mendominasi, diikuti tamatan SLTP, sehingga untuk usia produktif cukup sulit untuk bersaing memperebutkan lapangan kerja di sektor formal karena kualifikasi pendidikan kurang memadai. Mata pencaharian pokok penduduk desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada Tabel 35. Tabel 35. Jenis mata pencaharian penduduk No.
Mata pencaharian
Jumlah (orang)
1.
Petani
282
2.
Pedagang
67
3.
Buruh
84
4.
Pegawai swasta
63
5.
Pegawai negeri
5
6.
TNI/POLRI
4
7.
Lain-lain
96
( Desa Dangdeur, 2009)
Mayoritas penduduk Desa Dangdeur bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani dan buruh tani, diikuti buruh dan juga pedagang. Dengan total tenaga kerja yang ada adalah 564 orang (jumlah penduduk usia 15-60 tahun dikurangi jumlah ibu rumahtangga dan penduduk masih bersekolah). Di Desa Dangdeur terdapat organisasi
119 Ibu-Ibu PKK yang berjumlah 24 orang anggotanya dan juga organisasi kepemudaan Karang Taruna dengan jumlah anggota berjumlah 15 orang. Kelompok gotongroyong merupakan kelompok yang memiliki anggota terbesar, yaitu 900 orang. c. Kelembagaan ekonomi Di luar dari lokasi kawasan industri Kota Bukit Indah maka desa Dangdeur memiliki kelembagaan ekonomi seperti dimuat pada Tabel 36. Tabel 36. Kelembagaan ekonomi yang ada di desa Dangdeur No.
Jenis
Jumlah unit
Jumlah anggota/tenaga kerja (orang)
1.
Koperasi
-
-
2.
Industri Kerajinan
2
4
3.
Toko/swalayan
1
14
4.
Industri rumah tangga
-
-
5.
Warung kelontong
3
6
6.
Angkutan
16
32
7.
Pedagang pengumpul/tengkulak
2
-
8.
Pasar
-
-
9.
Kelompok simpan pinjam
1
3
(Desa Dangdeur, 2009)
Dilihat dari sedikitnya kelembagaan ekonomi seperti lembaga koperasi tidak ada, pasar tidak ada, demikian pula lembaga perbankan tidak ada. Lembaga yang ada di Desa Dangdeur hanya kelompok simpan pinjam informal, sehingga tingkat perputaran ekonomi masyarakat di desa ini relatif rendah.
120 d. Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan yang ada di Desa Dangdeur dimuat pada Tabel 37. Tabel 37. Lembaga pendidikan yang ada No.
Jenjang pendidikan
Jumlah unit
1.
TK
1
Jumlah peserta (orang) 15 orang
2.
SD/sederajat
2
426 orang
3.
SLTP/sederajat
-
-
4.
SLTA/sederajat
-
-
5.
Lembaga pendidikan keagamaan
2
100 orang
(Desa Dangdeur, 2009)
Dari lembaga pendidikan yang ada masyarakat Desa Dangdeur yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan SLTP sederajat dan selanjutnya harus mencari sekolah ke desa lain yang berarti menempuh jarak yang cukup jauh. e. Prasarana dan sarana 1) Prasarana dan sarana transportasi Sarana
transportasi
memegang
peranan
penting
dalam
peningkatan
pertumbuhan bagi suatu wilayah, termasuk Desa Dangdeur. Kondisi jalan sebagai prasarana transportasi yang ada di daerah desa Dangdeur dimuat pada Tabel 38. Tabel 38. Mutu jalan No.
Jenis
Panjang jalan (km)
1.
Jalan aspal
4,5
2.
Jalan makada
3
3.
Jalan tanah
3
4.
Jalan antar desa (aspal)
3
(Desa Dangdeur, 2009)
Dari kondisi jalan yang ada di Desa Dangdeur hanya jalan utama yang melintasi Desa Dangdeur yang beraspal sepanjang 4,5 km dan sisanya adalah ruas-
121 ruas jalan yang menghubungkan antar-pemukiman warga adalah jalan bebatuan, serta jalan tanah yang tentu saja tidak nyaman dan cenderung sulit dilalui bila hujan deras turun. Di desa tersebut terdapat satu buah jembatan beton. 2). Prasarana komunikasi Di Desa Dangdeur terdapat warung telepon atau wartel sebagai sarana komunikasi lewat telepon bagi warga. Namun tidak terdapat kantor pos ataupun kantorpos pembantu. 3). Prasarana air bersih Mayoritas penduduk Desa Dangdeur menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih yang digunakan warga dengan jumlah 250 buah sumur gali, sedangkan sumur ponpa hanya 2 buah, mata air 2 buah dan sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) 1 buah. Jumlah pengguna sumur gali adalah sebanyak 420 Kepala Keluarga (KK), pengguna sumur pompa 21 KK, dan pengguna MCK 50 KK. Pengguna mata air juga terdapat di desa ini dengan jumlah 100 KK. Ini menunjukkan bahwa kondisi sarana air bersih tercukupi secara alamiah dengan sumur gali namun memang faktor kebersihannya tidak terkontrol. 4). Energi Pengguna prasarana energi yang menggunakan kayu bakar sebagai alat untuk memasak mencapai 150 KK. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih mengandalkan SDA kayu bakar yang jelas akan merugikan lingkungan. 5). Prasarana peribadatan Mayoritas penduduk Desa Dangdeur adalah pemeluk agama Islam, atau tidak ada pemeluk agama lain yang tercatat. Desa Dangdeur memiliki 5 buah mesjid dan 3 buah langgar/mushola. 6). Prasarana kesehatan Di Desa Dangdeur terdapat 1 buah Puskesmas pembantu dan 3 buah Posyandu, dengan jumlah dukun terlatih 1 orang dan bidan desa 1 orang. f. Ekonomi Masyarakat 1). Pengangguran
122 Dilihat dari angka yang ada jumlah pengangguran yang tercatat di Desa Dangdeur adalah seperti dimuat pada Tabel 39. Tabel 39. Jumlah pengangguran di desa Dangdeur No.
Kategori pengangguran
Jumlah (orang) 200
1.
Jumlah angkatan kerja (15-55 tahun)
2.
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah
150
3.
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun menjadi ibu rumah tangga
630
4.
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja penuh
153
5.
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja tidak tentu
308
(Desa Dangdeur, 2009) Data pada Tabel 39 menunjukkan bahwa angka angkatan kerja yang bekerja tidak tentu jumlahnya cukup tinggi (308 orang). Ini memerlukan perhatian pihak-pihak terkait, agar tidak menimbulkan masalah, bahkan tindak kriminal. 2) Kemiskinan Tabel 40. Tingkat kesejahteraan keluarga Jumlah No.
Tingkat kemiskinan
kel.
1.
Kepala Keluarga
631 kel
2.
Keluarga prasejahtera
124 kel
3.
Keluarga sejahtera 1
193 kel
4.
Keluarga sejahtera 2
133 kel
5.
Keluarga sejahtera 3
162 kel
6.
Keluarga sejahtera plus
19 kel
(Kecamatan Bungursari, 2009)
Dilihat dari komposisi tingkat kemiskinan penduduk (Tabel 40), ternyata sebagian masyarakat desa Dangdeur berada pada kondisi keluarga sejahtera 1, yaitu 193 keluarga (30,6%) dari 631 keluarga yang ada. Ini berarti keluarga dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu sesuai kebutuhan dasar pada
123 keluarga pra sejahtera, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologis keluarga seperti pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, dan interaksi dengan lingkungan (BKKBN, 2008). 4.3 Implementasi CSR Kinerja implementasi program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) di perusahaan dalam lingkungan Indomobil Group baik oleh PT. Suzuki Indomobil Motor terhadap masyarakA sekitar, yaitu Kelurahan Jatimulya dan PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia dan PT. Nissan Motors Indonesia terhadap masyarakat sekitar yaitu Desa Dangdeur, dapat dilihat dari persepsi masyarakat terhadap kinerja perusahaan dalam beraktivitas dan juga terhadap kinerja produk yang dihasilkannya dalam hal ini adalah emisi gas buang. Hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
4.3.1 PT. Suzuki Indomobil Motor (PT. SIM) a. Program CSR perusahaan Program CSR yang dilakukan PT SIM amat bervariasi baik yang khusus terhadap masyarakat Kelurahan Jatimulya yang secara langsung dalam bentuk donasi (charity) ataupun bantuan dalam bentuk non-tunai (philantrophy), maupun kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT SIM meliputi areal yang lebih luas yaitu : 1) Pada tanggal 19 Agustus 2008 PT SIM menyediakan psosialhan kepada 500 guru Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang dilakukan secara gradual dalam 10 termin pada 10 sekolah di areal Jabodetabek. 2) PT SIM berkontribusi dalam penghijauan dengan melakukan penanaman 1.000 pohon di kaki gunung Merapi, Jawa Tengah yang dilanjutkan dengan mengadakan pagelaran sendratari ”Hanoman Obong” di areal Candi Prambanan, Jawa Tengah sebagai bentuk upaya pelestarian budaya tradisional. Kegiatan ini dilakukan pada 29 – 31 Agutus 2008. 3) Pada periode 18 Oktober – 30 November 2008 dalam rangka mendukung program Pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya posyandu PT SIM
124 berkontribusi dengan mengadakan psosialhan pengembangan keselamatan bayi, perkembangan anak, sistem informasi bagi 500 kader Posyandu yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. 4) Pada tanggal 20 Desember 2008 diadakan kegiatan sumbangan berupa lebih dari 1000 pohon dari berbagai varitas untuk ditanam di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. 5) CSR „Suzuki Peduli Bencana Alam di Sumbar dan Tasikmalaya‟ 6) CSR “Suzuki Peduli Pendidikan” di Yayasan Perguruan Islam TSAQOFAH ISLAMIYYAH, Cipayung – Jakarta Timur. 7) Suzuki Merah Putih Peduli Budaya dan Pendidikan PT.SIM mengadakan kegiatan CSR melalui program „SUZUKI MERAH PUTIH PEDULI BUDAYA DAN PENDIDIKAN „ pada tanggal 25 Oktober tahun 2009 dengan menyerahkan fasilitas perpustakaan di SD Negeri Kebon Dalem Lor, Candi Prambanan. Acara diikuti oleh 550 orang, dengan konvoy dari masing – masing daerah (Yogja, Purwokerto, Solo dan Tegal) ke obyek Wisata Candi Sewu di kawasan Prambanan. 8) Guna memulihkan dan membangun kembali sarana dan prasarana pasca-gempa PT. SIM melakukan kegiatan CSR „Suzuki Peduli‟; bantuan tersebut diserahkan langsung oleh pihak PT.SIM kepada Walikota Pariaman, Drs. H. Mukhlis Rahman, MM di Kantor Dinas Kesehatan, Kota Pariaman, Sumatera Barat (15/12, 2009). Dan untuk wilayah Tasikmalaya, diserahkan langsung kepada Walikota Tasikmalaya, H. Syarif Hidayat di Kantor Pemerintah Kota Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat (21/12 2009). Bantuan disalurkan kepada masing–masing wilayah berupa 2 unit mobil Ambulance berbasis Suzuki APV bagi pelayanan kesehatan pada dua Puskesmas; di Kecamatan Pariaman Selatan dan di Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman serta sarana Pendidikan berupa pembangunan gedung Sekolah Dasar No.27 Kp. Baru Padusunan Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, Sumatera Barat senilai Rp. 234.500.000,-. Sedangkan untuk wilayah Tasikmalaya, bantuan berupa 1 unit mobil Ambulance berbasis Suzuki APV kepada Sekretariat Satkorlak PBA
125 (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana Alam) Pemerintah Kota Tasikmalaya dan Sarana Pendidikan senilai Rp. 77,300.000,- kepada 7 Pondok Pesantren (PP) di wilayah Kota Tasikmalaya. 9). Pada tanggal 13 April 2009 PT SIM berkontribusi dengan menyumbang 1 (satu) unit mesin APV kepada Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya, Jakarta untuk melengkapi laboratorium Fakultas dalam
mendukung aktivitas belajar
mahasiswa.
4.3.2 PT Nissan Motors Indonesia a. Program CSR perusahaan Program CSR yang dilaksanakan pada PT. NMI adalah sebagai berikut. 1) Berdasarkan hasil wawancara dengan Perangkat Desa, bentuk program CSR perusahaan yang diberikan kepada masyarakat sekitar, khususnya Desa Dangdeur adalah berupa sejumlah uang yang diberikan untuk membantu memeriahkan HUT Kemerdekaan RI yang dirayakan di Desa tersebut. 2) PT Nissan Motor Indonesia (NMI) memberikan bantuan kepada SDN Cijayanti 03, Bogor, dan SDN Babakan Madang 05, Bogor, berupa perangkat komputer. Tak cuma itu, ada buku-buku ilmu pengetahuan untuk keperluan perpustakaan, bola sepak dan kebutuhan belajar lainnya. Pemberian bantuan ini merupakan bagian dari Nissan Sahabat Anak Indonesia (NSAI), yaitu suatu kegiatan CSR Nissan dalam usaha membantu pendidikan di Indonesia. Komitmen Nissan adalah melaksanakan kegiatan CSR yang berkesinambungan di bidang pendidikan di Tanah Air. Kegiatan ini dilakukan pada Desember tahun 2009
4.3.3 PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia Berbagai bentuk pelaksanaan CSR di PT. HMMI meliputi : a. Penanaman pohon di lingkungan sekitar pabrik dalam bentuk hutan kota.
126 b. Penyerahan mobil Hino Dutro sebagai mobil perpusatakaan keliling kepada yayasan Emmanuel yang akan dipergunakan di daerah Jakarta dan Bogor.
4.4 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis existing condition program CSR berkelanjutan dalam industri otomotif pada PT SIM di lokasi Kelurahan Jarimulya dan juga kepada PT. NMI dan PT. HMMI didesa Dangdeur yang menggunakan aplikasi Rapfish dengan metode Multi Dimensional Scaling, diperoleh status keberlanjutan setiap dimensi (ekonomi, sosial dan lingkungan) dan status keberlanjutan keterpaduan dimensi (multidimensi) program CSR.
4.4.1 Analisis Keberlanjutan 4 .4.1.1 PT.SIM a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi Hasil analisis menunjukkan bahwa program CSR dari tiga dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR menghasilkan dimensi ekonomi (48,66) tidak berkelanjutan (skor < 50), dimensi sosial (51,15) tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) dan lingkungan (49,99) yang juga tergolong tidak berkelanjutan (skor < 50). Dimensi yang paling penting untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi lingkungan yang tergolong rendah nilai indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam dua dimensi tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam kegiatan CSR di Indomobil Group di PT. Suzuki Indomobil Motor. Dengan demikian, di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12.
127
Ekonomi (48.66) 52 51 50 49 48 47 Lingkungan (49.99)
Sosial (51.15)
Gambar 12. Diagram Layang (Kite-Diagram) nilai indeks keberlanjutan program CSR dalam Industri otomotif di PT SIM b. Status keberlanjutan program CSR dimensi ekonomi Terkait dengan dimensi ekonomi, analisis MDS mempertimbangkan atribut-atribut yang menjadi unsur dalam CSR berkelanjutan yaitu faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu (1)
kecenderungan konsumtif, (2) peluang kerja
diperusahaan dan (3) peluang usaha, sebagaimana terlihat pada Gambar 13, dimana ketiganya memiliki nilai terbesar dibanding atribut-atribut yang lainnya. Atribut-atribut lainnya yang bukan merupakan faktor pengungkit dapat diabaikan. Leverage of Attributes
PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA EKONOMI DAN KEUANGAN
PENINGKATAN PENDAPATAN
Attribute
PELUANG USAHA
PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS KEGIATAN
PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN
KECENDERUNGAN KONSUMTIF
DEGRADASI INFRASTRUKTUR
PENINGKATAN HARGA
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)
Gambar 13. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT. SIM
128
Gambar 14. Hasil MDS dimensi ekonomi PT. SIM Hasil uji MDS dimensi ekonomi pada PT SIM sebagaimana yang terlihat pada Gambar 14 menunjukkan nilai 48,35. Nilai tersebut berada pada kategori kurang berkelanjutan (standar 25 > nilai indeks ≤ 50). Aktivitas CSR dalam dimensi ekonomi ini dinilai kurang memenuhi ekspektasi masyarakat.
c. Status keberlanjutan dimensi sosial Untuk dimensi sosial, analisis keberlanjutan seperti pada Gambar 15 dengan menggunakan MDS terhadap atribut-atribut menghasilkan faktor pengungkit yang sensitif terhadap CSR berkelanjutan dalam dimensi sosial, seperti (1) kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial, dan (3) erosi nilai-nilai sosial. Tiga atribut ini merupakan atribut dengan nilai terbesar dari keseluruhan atribut yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial.
129
Leverage of Attributes
PENINGKATAN KEREKATAN SOSIAL PENINGKATAN ETOS KERJA
Attribute
KONDISI KEAMANAN
KERENGGANGAN SOSIAL EROSI NILAI-NILAI SOSIAL DISINTEGRASI SOSIAL KONFLIK (BENTURAN SOSIAL)
KERESAHAN SOSIAL
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 15. Hasil Indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. SIM
Gambar 16. Hasil MDS dimensi sosial pada PT. SIM Hasil uji MDS dimensi sosial pada PT. SIM sebagaimana yang terlihat pada Gambar 16 menunjukkan nilai 51,15. Nilai indeks tersebut tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75). Aktivitas CSR dalam dimensi sosial dinilai belum memenuhi ekspektasi masyarakat.
130 d. Status keberlanjutan dimensi lingkungan Untuk dimensi lingkungan, faktor pengungkit yang sensitif mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi lingkungan berdasarkan analisa MDS pada Gambar 17 adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi, (2) rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Semuanya merupakan atribut-atribut dengan nilai terbesar dibanding atribut lainnya.
Leverage of Attributes
KONSERVASI LINGKUNGAN
REHABILITASI LINGKUNGAN
Attribute
AKTIVITAS PENGHIJAUAN
EMISI GASBUANG MOBIL BARU YANG DIPRODUKSI
ESTETIKA LINGKUNGAM
PENCEMARAN AIR
KEBISINGAN
PENCEMARAN UDAHA
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Cha nge in Ordina tion w he n Selected Attribute Removed (on Sustaina bility scale 0 to 100)
Gambar 17. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT SIM
131
Gambar 18. Hasil MDS dimensi lingkungan PT SIM Hasil analisis MDS dimensi lingkungan pada PT SIM (Gambar 18) menunjukkan nilai 49,63. Nilai tersebut berada pada katagori kurang berkelanjutan (standar 25 > nilai indeks ≤ 50). Aktivitas CSR dalam dimensi lingkungan dinilai kurang memenuhi ekspektasi masyrakat. Parameter statistik yang digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di PT. SIM adalah nilai stress dan koefisien determinasi (r2). Dua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Nilai yang dihasilkan dari setiap dimensi dimuat pada Tabel 41 memperlihatkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh, 2001). Artinya, hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25 (25%) dan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0. Tabel 41. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan Pada PT SIM No. Dimensi Stress R2 1. Ekonomi 0,14 0,92 2. Sosial 0,14 0,92 3. Lingkungan 0,13 0,91
132
Dari analisis Monte Carlo terlihat nilai indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif pada PT. SIM pada taraf kepercayaan 95% untuk setiap dimensi, menunjukkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 42, dimana perbedaan yang ada antara hasil MDS dan hasil Monte Carlo, baik untuk dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan menunjukkan nilai yang sangat kecil (hampir mendekati nol), sehingga dapat dianggap tidak ada perbedaan yang berarti diantara keduanya.
Tabel 42. Tabel perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT SIM No. Dimensi Hasil MDS (a) Hasil Monte Carlo (b) 1 Ekonomi 48,66 48,35 2 Sosial 51,15 50,92 3 Lingkungan 49,63 49,63
Perbedaan (a-b) 0.31 0.23 0
Penjelasan dari masing-masing faktor pengungkit untuk setiap dimensi, baik dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan adalah sebagai berikut. 1) Dimensi Lingkungan a. Emisi gas buang mobil yang dihasilkan Emisi gas buang kendaraan bermotor produk Suzuki yang dihasilkan sebagai mobil baru telah memenuhi baku mutu gas buang kendaraan bermotor jenis mobil baru, sesuai standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No.141 tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi (Current Production). Bahkan diduga sebagian besar telah berada di bawah baku mutu gas buang kendaraan yang disyaratkan. Emisi gas buang sebagai atribut yang menjadi faktor pengungkit yang perlu diperhatikan untuk mencapai kondisi keberlanjutan, sehingga atribut ini harus dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan mutunya untuk mencapai kondisi yang lebih baik lagi. Aturan baku mutu seperti yang tercantum dalam keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut pada dasarnya setara dengan
133 Euro 2
dari yang tercantum dalam standar baku mutu emisi gas buang
kendaraan baru yang berlaku di Eropa dan tingkat internasional. Di negaranegara Eropa standar yang telah diberlakukan adalah mencapai Euro 5. Acuan Euro tersebut telah menjadi pedoman internasional dalam menentukan standar baku mutu kendaraan baru, sehingga pencapaian sesuai standar yang diberlakukan di Eropa menjadi standar yang ideal. Namun perlu dicatat pula bahwa dampak pencemaran atau polusi dari emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari berbagai faktor, bukan hanya emisi gas buang mobil baru tetapi juga diantaranya adalah tingkat kepadatan kendaraan di jalanan, kondisi emisi gas buang kendaraan yang ada di jalanan termasuk mobil yang telah lama di produksi, dan bahan bakar yang digunakan.
b. Rehabilitasi lingkungan Kondisi lingkungan di wilayah dimana perusahaan PT. SIM berlokasi pada dasarnya adalah berada pada kondisi yang kurang baik, yaitu berada dekat dengan beberapa sungai kecil atau kali, yaitu kali Sasak Jarang dan Kali Sasak Dua Elok. Kali tersebut adalah anak dari kali Bekasi. Kondisi yang dialami adalah secara kasat mata kotor. Rinciannya dapat dilihat pada Gambar 19 -20.
120 120
Kons e ntras i BOD dan COD Kons e ntras i BOD dan COD Air Sungai Sas ak Jarang Air Sungai Sas ak Jarang
Mg/l Mg/l
100 100 80 80 60 60 40 40
BO D BO D CO D CO D
20 20 0
0
Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir
BML III BML III
Gambar 19. Konsentrasi BOD dan COD air sungai Sasak Jarang
134
1200 1200
Konsentrasi TDS dan TSS Konsentrasi TDS dan TSS Air Sungai Sasak Jarang Air Sungai Sasak Jarang
1000 1000
Mg/l Mg/l
800 800 600 600 400 400
TD S TD S TS S TS S
200 200 0
0
Hulu Tengah Hilir BML III Hulu Tengah Hilir BML III
Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009
Gambar 20. Konsentrasi TDS dan TSS air sungai Sasak Jarang Menurut Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2009, hasil pengukuran mutu air memiliki kecenderungan konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) lebih tinggi dari Baku Mutu Air, sebaliknya, Total Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended Solid (TSS) cenderung di bawah Baku Mutu Air Gol III (untuk: pertanian), berdasarkan PP No.82 tahun 2001 . Hal ini menunjukkan adanya pencemaran organik yang disebabkan oleh aktivitas rumahtangga di sepanjang bantaran sungai. Dari hasil pengukuran mutu air sungai tersebut dapat disimpulkan hal-hal berikut : 1. Pencemaran senyawa organik, yang ditunjukkan dengan parameter kunci BOD dan COD melampaui Baku Mutu Air Golongan III (untuk pertanian), baik di hulu, tengah maupun hilir sungai dengan kisaran 500-550 mg/l. Hal ini menunjukkan adanya pencemaran limbah domestik yang disebabkan oleh aktivitas mandi-cuci-kakus di sepanjang sungai, atau pembuangan limbah domestik tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Padatnya permukiman di sepanjang sungai, merupakan salahsatu faktor tidak adanya tangki septik di tiap rumah.
135 2. Mutu air dengan parameter kunci padatan terlarut (TDS), merupakan salahsatu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh partikel yang terlarut di dalam air. Kualitas TDS di semuai titik suatu sungai yang tidak melampaui baku mutu golongan III, terdapat pada sungai Sasak Jarang. 3. Mutu air dengan parameter kunci padatan tersuspensi (TSS), merupakan salah satu rujukan bagi penyebab kekeruhan yang ada di badan air yang disebabkan oleh partikel yang tidak terlarut, tetapi mengendap, misalnya lumpur. Partikel penyebab kekeruhan, karena TSS dapat dipisahkan melalui unit pengendapan secara gravitasi. Mutu TSS di semua titik pantau sungai tidak melampaui baku mutu golongan III. Hal ini menunjukkan pencemaran yang mengakibatkan kekeruhan sungai pada umumnya bukan berasal dari lumpur atau erosi tanah. Dugaan penyebab pencemaran air
sungai yang didominasi oleh kegiatan
domestik berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi (2009) menunjukkan fakta-fakta berikut: 1) Pembuangan air limbah domestik, terutama grey water secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu, sehingga Angka BOD dan COD air sungai masih tinggi. 2) Adanya kegiatan domestik dari sebagian masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai telah mengakibatkan pencemaran sungai 3) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang belum terintegrasi dan berwawasan lingkungan 4) Perumahan kumuh di bantaran sungai, pengurugan badan air dan saluran drainase, terutama setu /danau untuk keperluan perumahan dan permukiman atau keperluan lainnya. 5) Pembuatan septik tank milik masyarakat yang kurang memenuhi syarat, baik teknis maupun jumlahnya. 6) Sejumlah industri kecil dan rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan fasilitas
pengolahan limbah di sepanjang sungai di Kabupaten Bekasi
136 mengakibatkan polusi organik di sungai seperti yang diindikasikan oleh konsentrasi BOD yang tinggi. 7) Fasilitas pengolahan air limbah di rumah sakit yang berada di sekitar sungai belum memenuhi standar baku mutu air. 8) Fasilitas pengolahan air limbah kegiatan industri kecil, pusat perdagangan dan jasa perhotelan belum terpantau, sehingga diduga menjadi sumber pencemar bagi air tanah dan permukaan 9) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mempertahankan saluran-saluran drainase di lokasi genangan air dan kesadaran untuk tidak membuang sampah ke sungai. 10) Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya kesehatan akibat penyakit bawaan air (water borne desease) termasuk genangan air yang tercemar masih kurang. 11) Alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan budi daya mengurangi daerah tangkapan air bagi aquifer dan meningkatkan resiko erosi dan longsoran. 12) Upaya penegakan hukum yang masih kurang terhadap pelaku pencemaran atau pelanggaran lingkungan.
Kali Bekasi telah tercemar akibat air yang mengaliri kali Bekasi di kota Bekasi tercemar bahan berbahaya dan beracun (B3), yang disinyalir berasal dari pembuangan limbah pabrik, industri, rumah sakit, dan industri rumahtangga yang pengolahannya belum memenuhi standar. Kabupaten Bekasi adalah daerah perkotaan dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi, terutama yang berasal dari sektor transportasi dan industri, baik yang berasal dari Kabupaten Bekasi maupun dari Kota di sekitarnya, serta pencemaran dari kegiatan domestik. Pencemaran udara di Kabupaten Bekasi lebih dominan dalam skala mikro, tetapi tetap memiliki peran mempengaruhi pada skala mikro maupun makro. Upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan baik yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan maupun yang bukan diakibatkan perusahaan, menjadi penting
137 untuk dilakukan mengingat kondisi mutu air sungai yang berada di atas baku mutu. Kondisi pemukiman yang padat disamping lokasi pabrik dan berdekatan dengan pabrik, dapat menimbulkan kondisi yang kurang baik bagi kesehatan. Aktivitas perusahaan dalam memperbaiki (rehabilitasi lingkungan) dinilai masyarakat, tidak ada.
c. Konservasi lingkungan Upaya konservasi lingkungan atau pengawetan lingkungan yang dilakukan oleh PT SIM terhadap kondisi yang seharusnya dipertahankan tetap baik. Upaya tersebut berupa kegiatan kebersihan dan keindahan di wilayah dimana perusahaan berada. Pada dasarnya kondisi kebersihan dan keindahan diwilayah Kelurahan Jati Mulya cenderung kurang baik dengan kerapatan penduduk yang tinggi (tertinggi se kabupaten Bekasi) namun upaya menjaga kebersihan lingkungan dan keindahan Kawasan Kelurahan Jatimulya oleh PT. SIM dinilai masyarakat, tidak ada.
2) Dimensi Ekonomi a. Kecenderungan konsumtif Salahsatu ciri dari perilaku konsumtif adalah kecenderungan masyarakat tradisional
Indonesia
mengkonsumsi
sesuatu,
bukan
karena
betul-betul
membutuhkannya, tetapi lebih banyak merasa membutuhkannya. Barang yang dikonsumsi bukan lagi dimiliki dari fungsi substansialnya, tetapi lebih ditekankan hanya pada makna simbolis yang melekat pada benda itu. Di sini, fungsi benda telah berubah menjadi sesuatu yang mempunyai makna simbolis, yang mungkin berkaitan dengan status sosial, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada budaya primer. Karena itu sering terlihat di masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa semakin langka dan terbatas produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna simbolis yang melekat padanya. Masyarakat tradisional Indonesia kini terlihat kian sudah berpindah kepada membeli barang untuk menjadikan simbol. Di luar sadar, masyarakat tradisional Indonesia kini menjadi semakin terjajah oleh produk negara-negara maju dan
138 semakin teriring pada perilaku konsumtif dan tampaknya perubahan sosial budaya masyarakat tradisional cenderung ke arah negatif. Adanya pembauran antara penduduk pendatang (karyawan perusahaan) yang tinggal di sekitar lokasi pabrik di kelurahan Jatimulya cenderung mengakibatkan masyarakat dapat menjadi lebih konsumtif. Perbedaan budaya yang dibawa oleh pendatang dengan gaya hidup yang berbeda (gaya hidup lebih moderen) mempunyai dampak positif dan negatif terhadap masyarakat sekitar, meskipun dilihat dari nilai atribut tersebut sebenarnya kehadiran perusahaan justru mengakibatkan kecenderungan konsumtif bagi kehidupan penduduk sekitar perusahaan, dengan demikian perusahaan maupun karyawannya diharapkan dapat menularkan pola kehidupan yang seimbang dan tidak terlalu secara menyolok menunjukkan kelebihannya dibanding masyarakat sekitar, sehingga tidak terjadi pola hidup yang tidak seimbang atau konsumtif. b. Peluang kerja diperusahaan Jenis pekerjaan yang ada di perusahaan otomotif seperti di PT. SIM memerlukan kemampuan memadai untuk melakukannya, sehinga diperlukan lulusan minimal setingkat SLTA sebagai tenaga kerja perusahaan. Disamping itu, industri otomotif adalah industri yang menggunakan padat teknologi, sehingga jumlah karyawan yang direkrut tidak terlalu banyak. Jumlah karyawan PT. SIM 2.775 orang, sedangkan bila dilihat dari jumlah pengangguran yang ada di Kelurahan Jati Mulya mencapai 4.718 (tahun 2009), maka meskipun perusahaan telah berusaha menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, khususnya kelurahan Jati Mulya jelas belum mencukupi kebutuhan yang ada. Saat ini, situasi pasar otomotif amat bersaing dan PT SIM yang mengeluarkan produk mobil merek Suzuki masih berjuang keras untuk meraih tingkat penjualan yang diharapkan. Konsekuensinya, perusahaan tidak hanya membuat produk sendiri, seperti jenis produk APV, Futura dan lainnya, tetapi juga mengimpor mobil merek Suzuki dari negara lain seperti Estillo dari India dan SX4 dari Jepang. Hal inilah yang yang membuat perusahaan memutuskan untuk lebih memakai tenaga outsourcing dari yayasan penyalur tenaga kerja dan menggunakan sistem kontrak, sehingga dapat menggunakan tenaga kerja lebih fleksibel dari segi waktu atau sebagai tenaga kerja
139 yang tidak tetap dan dapat dipekerjakan pada saat-saat perusahaan membutuhkan untuk memenuhi kapasitas produksi yang diperlukan sesuai dengan permintaan pasar. Apalagi saat ini perusahaan PT SIM sahamnya sebagian besar dimiliki oleh pihak principal, yaitu Jepang yang lebih menekankan profit orinted dan rationalitas. Hal inilah yang membuat masyarakat kelurahan Jatimulya menilai perusahaan belum mampu mengadopsi kebutuhan akan lapangan kerja yang besar di masyarakat secara langsung. c. Peluang usaha Sebagai dampak dari keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat kelurahan Jatimulya, maka sudah sewajarnya masyarakat turut memperoleh manfaat dari kehadiran perusahaan, termasuk manfaat ekonomi. Masyarakat kelurahan Jatimulya menilai bahwa perusahaan belum dapat memberikan peluang usaha bagi masyarakat.
Untuk
menjaga
ketertiban
kerja
karyawan
maka
perusahaan
menyediakan catering atau makanan bagi karyawannya, sehingga tingkat pertumbuhan warung-warung makan di daerah itu cenderung kecil untuk melayani kebutuhan karyawan PT SIM. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada pekerjaan yang diberikan kepada warga kelurahan Jatimulya berupa kemitraan mengelola aktivitas perusahaan. Sedangkan masyarakat sendiri belum mampu menciptakan peluang usaha baru berkaitan dengan keberadaan perusahaan, paling yang terlihat adalah adanya beberapa pemuda yang menjadi tukang parkir liar (polisi “cepek”) yang berada di pintu belakang perusahaan yang membantu menyeberangkan mobil yang akan keluar pabrik.
3) Dimensi Sosial a. Kerenggangan sosial Masyarakat Kelurahan Jatimulya, khususnya penduduk lokal merasa bahwa kehadiran perusahaan justru membuatnya menjadi merasa terkucil, kurang dihargai, merasa hak-haknya terhadap kesepatan dan akses terhadap sumberdaya, pekerjaan dan layanan sosial terabaikan. Hal ini dikarenakan belum ada upaya perusahaan untuk menciptakan kohesi (kerekatan) sosial dengan melakukan hal-hal yang dapat
140 mempererat hubungan tersebut ataupun kalau ada intensitas dan jumlahnya masih belum memenuhi harapan masyarakat. Kerekatan sosial dapat muncul, apabila perusahaan membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar (Kelurahan Jatimulya), baik dalam upaya pengurangan kemiskinan dan meningkatkan mutu hidup masyarakat, membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati, memperkecil konflik, khususnya yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan, membantu mengatasi kriminalitas, mendukung wirausaha sosial lokal, penyediaan layanan sosial dalam situasi sulit, mendorong toleransi antar agama, etnik, mendukung kegiatan budaya dan pemeliharaan warisan budaya menurut International Business Leaders Forum dalam Amri dan Sarosa (2008). Hal ini perlu mendapat perhatian perusahaan agar tercipta kohesi sosial yang dapat menciptakan manfaat baik bagi masyarakat Jatimulya maupun perusahaan. Manfaat bagi perusahaan adalah citra positif perusahaan di mata masyarakat, terciptanya kondisi yang mendukung perusahaan untuk melangsungkan aktivitas, dan terciptanya kondisi ekonomi yang lebih baik dalam jangka panjang (Amri dan Sarosa 2008). b. Disintegrasi sosial Dari penelitian diperoleh bahwa integrasi antara perusahaan, termasuk karyawan perusahaan, dan masyarakat sekitar sudah dalam kondisi baik, yaitu berbaurnya masyarakat sekitar dengan penduduk pendatang yang merupakan karyawan perusahaan dalam mengikuti berbagai perkumpulan dan lembaga yang ada di lingkungan masyarakat kelurahan Jatimulya, sesuai penilaian masyarakat. Upaya untuk mempertahankan situasi ini dan meningkatkan mutu integrasi menjadi faktor kunci yang penting untuk diperhatikan dalam mencapai keberlanjutan dalan CSR. c. Erosi nilai-nilai sosial Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Jatimulya diduga tampaknya
telah
turut
menciptakan
menurunnya
nilai-nilai
sosial,
seperti
kegotongroyongan, dan keramahtamahan.. Hal ini terjadi karena memang kecenderungan pola hidup masyarakat yang semakin individualistis dan mulai meninggalkan kebiasaan gotong royong, serta keramahtamahan. Hal itu amat tidak terelakkan. Apalagi bukan hanya faktor kehadiran perusahaan ditempat itu, tetapi juga
141 budaya baru yang datang baik melalui pengaruh televisi, internet dan sebagainya. Dalam hal ini karyawan perusahaan yang merupakan pendatang tentu perlu memperbaiki situasi ini agar nilai-nilai sosial yang ada dapat meningkat mutunya. 4.4.1.2 PT.NMI dan PT HMMI a. Status Keberlanjutan Program CSR untuk setiap dimensi Hasil analisis pada Gambar 21 menunjukkan bahwa program CSR dari tiga dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan Program CSR menghasilkan dimensi ekonomi (68,46) belum berkelanjutan (skor 50 – 75), dimensi sosial (74,65) tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) dan lingkungan (100) berkelanjutan (skor >75) pada Gambar 21. Dimensi yang paling penting untuk diperhatikan adalah dimensi ekonomi dan dimensi sosial yang tergolong rendah nilai indeks keberlanjutannya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam dua dimensi tersebut belum mendapatkan perhatian sepenuhnya dalam kegiatan CSR di Indomobil Group, maka di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Artinya mendapat penilaian yang rendah dari stakeholders akibat aktivitas CSR perusahaan berkaitan dengan dimensi ekonomi dan sosial belum memenuhi ekspektasi stakeholders. 68,46
74,65 100
Gambar 21. Diagram layang nilai indeks keberlanjutan program CSR dalam industri otomotif di PT NMI dan PT.HMMI
142 b. Status keberlanjutan dimensi ekonomi Pada dimensi ekonomi ini, analisis MDS mempertimbangkan atribut yang menjadi unsur dalam aspek CSR berkelanjutan (Gambar 22) atas tiga faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi, meliputi (1) peluang usaha, (2) peningkatan harga dan (3) peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi adalah merupakan tiga atribut dengan nilai terbesar dari hasil analisis MDS dibanding dengan atribut lainnya. Dengan demikian atribut lainnya dapat diabaikan.
Leverage of Attributes
PENINGKATAN JUMLAH LEMBAGA EKONOMI DAN KEUANGAN
PENINGKATAN PENDAPATAN
Attribute
PELUANG USAHA
PENINGKATAN JENIS USAHA DAN JENIS KEGIATAN
PELUANG KERJA DIPERUSAHAAN
KECENDERUNGAN KONSUMTIF
DEGRADASI INFRASTRUKTUR
PENINGKATAN HARGA
0
1
2
3
4
5
6
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)
Gambar 22. Hasil indeks keberlanjutan dimensi ekonomi PT NMI dan PT HMMI
143
Gambar 23. Hasil MDS dimensi ekonomi PT.NMI dan PT.HMMI Hasil analisa MDS dimensi ekonomi pada PT.NMI dan PT.HMMI sebagaimana yang terlihat pada Gambar 23 menunjukkan nilai 68,46. Nilai tersebut berada pada katagori belum berkelanjutan (skor 50 – 75). Aktivitas CSR dimensi ekonomi ini dinilai belum memenuhi ekspektasi stakeholders.
c. Status keberlanjutan dimensi sosial Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial dengan menggunakan MDS menghasilkan tiga faktor pengungkit yang merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi terhadap keberlanjutan dimensi sosial, yaitu (1) kondisi keamanan, (2) peningkatan kerekatan sosial dan (3) disintegrasi sosial sebagaimana Gambar 24.
144
Leverage of Attributes
PENINGKATAN KEREKATAN SOSIAL PENINGKATAN ETOS KERJA
Attribute
KONDISI KEAMANAN
KERENGGANGAN SOSIAL EROSI NILAI-NILAI SOSIAL DISINTEGRASI SOSIAL KONFLIK (BENTURAN SOSIAL)
KERESAHAN SOSIAL
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)
Gambar 24. Hasil indeks keberlanjutan dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI Hasil analisis MDS dimensi sosial pada PT.NMI dan PT.HMMI pada Gambar 25 menunjukkan hasil perhitungan 74,65. Nilai tersebut berada pada kategori belum berkelanjutan (skor 50 – 75). Ini menunjukkan bahwa aktivitas CSR dimensi sosial dinilai belum memenuhi ekspektasi masyarakat Desa Dangdeur.
Gambar 25. Hasil MDS dimensi sosial PT. NMI dan PT HMMI
145 d. Status keberlanjutan dimensi lingkungan Untuk dimensi lingkungan, analisis keberlanjutan dengan menggunakan MDS menghasilkan faktor pengungkit sebagai faktor yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi lingkungan meliputi (1) aktivitas penghijauan, (2) estetika lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan, sebagaimana terlihat pada Gambar 26. Leverage of Attributes
KONSERVASI LINGKUNGAN
REHABILITASI LINGKUNGAN
Attribute
AKTIVITAS PENGHIJAUAN
EMISI GAS BUANG MOBIL BARU YANG DIPRODUKSI
ESTETIKA LINGKUNGAN
PENCEMARAN AIR
KEBISINGAN
PENCEMARAN UDARA
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Root Me a n Squa re Cha nge in Ordina tion w he n Se le cte d Attribute Re move d (on Susta ina bility sca le 0 to 100)
Gambar 26. Hasil indeks keberlanjutan dimensi lingkungan PT. NMI dan PT HMMI
Gambar 27. Hasil analisis MDS dimensi lingkungan PT. NMI dan PT. HMMI
146 Hasil analisis MDS dimensi dimensi lingkungan pada PT.NMI dan PTT.HMMI menunjukkan nilai sempurna 100 (Gambar 27). Dimana nilai tersebut berada pada kategori berkelanjutan (skor 100). Hal ini karena masyarakat Desa dangdeur menilai kondisi lingkungan di desanya masih terjaga dengan baik dan tidak ada pencemaran lingkungan akibat dari aktivitas perusahaan. Parameter statistik yang digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di PT. NMI dan PT. HMMI adalah nilai stress dan koefisien determinasi (R2). Dua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Nilai yang dihasilkan dari setiap dimensi yang dimuat pada Tabel 39 memperlihatkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh, 2001) artinya hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0,25 (25%) dan nilai keofisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0. Adapun nilai yang di hasilkan dari setiap dimensi dimuat pada Tabel 43. Tabel 43. Hasil keberlanjutan eseluruhan pada PT. NMI dan PT HMMI No. Dimensi Stress R2 1. Ekonomi 0.14 0,92 2. Sosial 0.13 0,92 3. Lingkungan 0.13 0,93 Tabel 43 menunjukkan bahwa nilai stress berada di bawah 25% (Kavanagh, 2001). Artinya hal ini sesuai dengan pendapat Fisheries (1999) yang menyatakan bahwa hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25 (25%) dan nilai keofisien determinasi (R2) mendekati nilai 1,0 sebagaimana terlihat di Tabel 43. Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif di Indomobil Group pada PT. NMI dan PT. HMMI pada taraf kepercayaan 95%, memperlihatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 44, dimana perbedaan yang ada antara hasil MDS dengan hasil Monte Carlo baik untuk dimensi ekonomi, sosial
147 dan lingkungan menunjukkan nilai sangat kecil (<5%), sehingga dapat dianggap tidak ada perbedaan yang berarti diantara keduanya. Tabel 44. Tabel Perbedaan MDS dan Monte Carlo pada PT NMI dan PT.HMMI No. Dimensi MDS Monte Carlo Selisih 1 Ekonomi 68,46 66,57 1,89 2 Sosial 74,65 72,31 2,34 3 Lingkungan 100 96,12 3,88
1. Status keberlanjutan Program CSR Dimensi Lingkungan a. Aktivitas Penghijauan Pada dasarnya masyarakat menganggap perusahaan telah melakukan aktivitas penghijauan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Namun dalam proses pengolahan data dengan MDS muncul sebagai faktor atribut yang harus mendapat perhatian yang lebih. Oleh karena itu dibutuhkan upaya agar kondisi ini dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat kerberlanjutan yang lebih maksimal, sehingga upaya melakukan aktivitas penghijauan adalah untuk dapat mempertahankan apa yang sudah didapatkan yaitu kondisi wilayah yang ”hijau”. Meskipun demikian bukan berarti kondisi lahan di wilayah Desa Dangdeur bukan tanpa masalah, dari informasi yang didapat sebagian lahan didaerah di Desa Dangdeur khususnya lahan yang telah di plot oleh pengelola kawasan industri Kota Bukit Indah untuk dijadikan areal pengembangan kawasan industri kondisinya telah menjadi gundul akibat tidak adanya aktivitas yang dilakukan sementara lahan telah dipersiapkan untuk menjadi kawasan pabrik. Menurut perangkat Desa Bapak Udin dari bagian Tramtib Pemerintahan Desa Dangdeur (2010) tanah-tanah tersebut diduga sebagian telah dikuasai oleh spekulan dan menunggu realisasi pembelian oleh pengelola kawasan industri Kota Bukit Indah dan juga di beberapa tempat telah digarap oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian, karena terlalu lama dibiarkan kosong oleh pihak pemilik. Kondisi tanah yang gundul ini tentu kurang baik terhadap kebersihan udara dan juga kurang baik terhadap kondisi lahan sebagai daerah tangkapan air.
148 b. Estetika lingkungan Hasil analisis keberlanjutan dengan MDS menunjukkan bahwa estetika atau keindahan lingkungan telah dilakukan dengan baik di lokasi perusahaan maupun di lingkungan sekitar. Hal ini karena perusahaan memang berada di lokasi kawasan industri yang sudah tertata dengan baik dan amat memperhatikan aspek estetika ini, seperti penataan bangunan yang sesuai dengan lingkungan. Namun karena faktor estetika lingkungan ini menjadi faktor penting dalam CSR berkelanjutan dalam dimensi lingkungan
maka perusahaan harus dapat mempertahankan kondisi ini
untuk mempertahankan keberlajutan atau membuat lebih baik lagi. c. Konservasi lingkungan Upaya konservasi lingkungan berupa menjaga kelestarian lingkungan termasuk kebersihan dan keindahan di wilayah Desa Dangdeur pada dasarnya tidak membutuhkan kerja keras lagi karena pada dasarnya kebersihan dan keindahan di lingkungan Desa Dangdeur telah tertata rapi dan aspek ekologis tetap terjaga baik, karena di Desa Dangdeur terlihat pertanian seperti rambutan dan sawah tadah hujan terkelola baik. Upaya yang dilakukan perusahaan adalah setidaknya dapat mempertahankan kondisi yang ada agar dapat terjaga dengan baik. Upaya yang dilakukan dalam konservasi lingkungan juga adalah bagaimana sumberdaya lainnya seperti air dan udara tetap terjaga. 2. Status Keberlanjutan Program CSR Dimensi Ekonomi a. Peluang usaha Peluang usaha yang timbul akibat keberadaan perusahaan PT. NMI dan PT.HMMI dan juga keberadaan kawasan industri kota Bukit Indah menurut pandangan masyarakat di desa Dangdeur telah memenuhi harapan, artinya perusahaan diharapkan dapat mempertahankan kondisi ini, dan lebih baik bila dapat ditingkatkan. b.Peningkatan harga Keberadaan perusahaan di daerah ini ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari bagi masyarakat desa Dangdeur, kalaupun meningkat lebih disebabkan oleh faktor lain seperti inflasi.
149 c. Peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi Dampak dari kehadiran perusahaan PT.NMI dan PT.HMMI ternyata tidak berdampak pada adanya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan dan ekonomi, seperti adanya koperasi simpan pinjam, pasar, bank dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi akibat keberadaan perusahaan di lokasi kawasan Industri Kota Bukit Indah kurang memberikan dampak bagi masyarakat sekitar perusahaan khususnya di desa Dangdeur. Dari kondisi yang ada, pasar di desa Dangdeur tidak ada, demikian pula Bank, dan lembaga keuangan Lainnya. 3. Status keberlanjutan Program CSR Dimensi sosial a. Kondisi keamanan Kehadiran perusahaan di wilayah desa Dangdeur ternyata dinilai tidak membuat kondisi keamanan desa menurun. Namun masyarakat menilai kondisi keamanan berada pada keadaan yang tetap. b.Peningkatan kerekatan sosial Hal ini merupakan kondisi yang menunjukkan kepekaan perusahaan terhadap kondisi warga sekitar yang mengalami kesulitan. Kinerja CSR perusahaan dalam pandangan masyarakat desa Dangdeur adalah cukup atau agak setuju bahwa kehadiran
perusahaan meningkatkan kerekatan sosial, karena perusahaan telah
menjadi warga masyarakat yang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan warga, sehingga mau membantu dan tidak menjadi mercusuar sendiri di tengah kesulitan warga. Kondisi ini amatlah baik bila dapat ditingkatkan agar perusahaan dapat menunjukkan kepeduliannya yang lebih meningkat lagi terhadap masyarakat desa Dangdeur. c.Disintegrasi sosial Faktor lain yang menurut masyarakat sekitar kurang baik adalah kurang berbaurnya karyawan perusahaan sekitar dengan penduduk lokal dalam berbagai kelompok seperti karang taruna, pengajian, arisan warga. Hal ini dilihat dari pendapat masyarakat bahwa warga lokal lebih banyak mengikuti kelompok-kelompok dalam masyarakat Desa Dangdeur masyarakat dibanding penduduk pendatang.
150 4.4.2 Uji Friedman Uji Friedman dilakukan untuk menguji hipotesis bahwa sampel telah diambil dari populasi yang sama. Artinya apakah semua atribut dalam dimensi CSR berkelanjutan sama-sama berpengaruh. Hipotesis yang akan diuji adalah : Ho : Tidak terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara bersama-sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi H 1 : Terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara bersamasama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi Adapun hipotesis yang diuji adalah terhadap atribut-atribut dari setiap dimensi (ekonomi, sosial dan lingkungan) dari sumber data sebagaimana terlampir yang dilakukan baik secara keseluruhan maupun secara parsial dengan hasil sebagai berikut:
a.
PT. NMI dan PT. HMMI
1.
Hasil uji gabungan atribut dari seluruh dimensi Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima H hitung 588,453 > 35,17 (tabel) H1 diterima
2.
Uji terhadap atribut dari keseluruhan dimensi yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 171,609 > 16,92 (tabel) H1 diterima
3. Uji terhadap atribut dari keseluruhan dimensi yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 430,775 > 22,36 (tabel) H1 diterima 4. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima H hitung 219,127 > 14,07 (tabel) H1 diterima 5. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima
151 H hitung 176,129 > 11,07 (tabel) H1 diterima 6. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 31,041 > 3,84 (tabel) H1 diterima 7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi menghasilkan : Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 230,363 > 14,07 (tabel) H1 diterima 8. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 123,694 > 9,49 (tabel) H1 diterima 9. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 101,054 > 5,99 (tabel) H1 diterima. 10. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 98,64 > 14,07 (tabel) H1 diterima. 11. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 122,334 > 9,49 (tabel) H1 diterima 12. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,039 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 6,497 > 5,99 (tabel) H1 diterima
b. PT SIM 1. Hasil uji atribut dari keseluruhan dimensi (sosial, ekonomi, lingkungan) Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima H hitung 430,431 > 35,17 (tabel) H1 diterima 2. Uji terhadap keseluruhan dimensi dari atribut yang berdampak positif
152 Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 142,755 > 16,92 (tabel) H1 diterima 3. Uji terhadap keseluruhan dimensi dari atribut yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 297,381 > 22,36 (tabel) H1 diterima 4. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak atau H1 diterima H hitung 145,888 > 14,07 (tabel) H1 diterima 5. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 120,097 > 11,07 (tabel) H1 diterima 6. Uji terhadap atribut dari dimensi sosial yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 15,868 > 3,84 (tabel) H1 diterima 7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 132,641 > 14,07 (tabel) H1 diterima 7. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 34,158 > 9,49 (tabel) H1 diterima 8. Uji terhadap atribut dari dimensi ekonomi yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 83,658 > 5,99 (tabel) H1 diterima. 10. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 95,301 > 14,07 (tabel) H1 diterima. 11. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak negatif Signifikansi hitung 0,00 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 60,156 > 9,49 (tabel) H1 diterima
153 12. Uji terhadap atribut dari dimensi lingkungan yang berdampak positif Signifikansi hitung 0,039 < 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima H hitung 30,865 > 5,99 (tabel) H1 diterima
Dari hasil perhitungan didapat bahwa secara keseluruhan maupun secara parsial dapat disimpulkan bahwa hipotesis H1 diterima atau terdapat pengaruh yang sama dari setiap atribut yang digunakan secara bersama-sama terhadap CSR berkelanjutan setiap dimensi.. Hasil ini digunakan untuk melihat apakah setiap atribut dalam setiap dimensi dari CSR berkelanjutan memiliki pengaruh bila digunakan secara bersama-sama sehingga analisis selanjutnya dapat dilakukan.
4.4.3 Hasil Analisis Prospektif Berdasarkan hasil analisis MDS, diperoleh masing-masing 9 faktor pengungkit keberlanjutan aktivitas CSR dalam industri otomotif di Indomobil Group baik pada PT.SIM maupun PT.NMI, PT.HMMI. Dalam proses CSR semua faktor-faktor ini harus diperhatikan agar diperoleh status keberlanjutan dalam pelaksanaannya. Secara operasional, faktor-faktor ini memiliki keterkaitan dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group. Namun demikian dalam implementasinya, pemilihan faktor yang paling berpengaruh dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan faktor lainnya, sehingga kegiatan perusahaan dapat mencapai hasil akhir yang diharapkan (visi misi). Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders yang terkait dengan kegiatan pengelolaan CSR berkelanjutan di Indomobil Group. Untuk mengetahui faktor kunci yang paling berpengaruh dalam proses CSR berkelanjutan di Indomobil Group, dilakukan analisis yang efektif dan relevansinya tinggi. Artinya bahwa faktor kunci yang dihasilkan sesuai dengan yang dibutuhkan dan relevan untuk diterapkan, digunakan analisis prospektif yang dilakukan secara partisipatif.
154 Faktor kunci merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh lebih tinggi daripada tingkat ketergantungannya terhadap faktor lain, sehingga faktor tersebut menjadi penentu dalam kebijakan CSR berkelanjutan. Faktor penghubung merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh hampir sama dengan tingkat ketergantungan terhadap faktor lain. Faktor terikat merupakan faktor yang memiliki tingkat pengaruh lebih rendah daripada tingkat ketergantungan terhadap faktor lainnya. Faktor bebas merupakan faktor-faktor yang memiliki tingkat pengaruh hampir sama rendahnya dengan tingkat ketergantungan terhadap faktor lainnya. a. Analisis Prospektif PT.SIM Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh 2 (dua) faktor kunci meliputi peluang kerja diperusahaan dan disintegrasi sosial sebagaimana pada tercantum pada Gambar 28. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
1.80 Rehabilitasi lingkungan
Diintegrasi sosial
1.60 1.40
Konservasi Lingkungan
Pengaruh
1.20
Peluang kerja di perusahaan
1.00 0.80
Kerenggangan sosial
0.60 Erosi nilai2 sosial
0.40 Kecenderungan konsumtif
0.20 Peluang usaha Emisi gas buang mobil baru
-
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
Ketergantungan
Gambar 28. Hasil analisis prospektif PT. SIM
Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian. Ke dua faktor kunci tersebut disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang harus diperhatikan.
155 1) Peluang kerja diperusahaan PT. SIM adalah perusahaan yang memiliki karyawan relatif cukup banyak. Namun disamping itu juga menggunakan teknologi yang tinggi (padat teknologi). Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja terlatih, sehingga dalam perekrutan tidak merekrut tenaga tidak terlatih. Ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan di kelurahan Jatimulya menjadi problem, karena sistem perekrutan oleh PT SIM tidak memiliki sistem yang mengutamakan perekrutan tenaga kerja dari wilayah kelurahan Jatimulya (menurut Bapak Priyo Kurnianto dari bagian Human Resources Development PT. SIM). Tenaga kerja usia produktif yang berada di desa ini juga cukup banyak sehingga upaya perekrutan tenaga kerja dari desa akan sangat penting dan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan menurut pandangan stakeholders. 2). Disintegrasi sosial Proses pembauran antara penduduk lokal dengan karyawan perusahaan merupakan proses penting untuk diperhatikan. Kondisi saat ini menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi disintegrasi sosial antara karyawan perusahaan yang pendatang dan penduduk lokal merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan agar terdapat pembauran. Dalam hal ini membentuk kelompok sendiri yang ekslusif akan membuat disintegrasi sosial dan justru merugikan bagi perusahaan.
b. Kemungkinan CSR berkelanjutan dimasa yang akan datang Terdapat dua faktor kunci keberhasilan kebijakan CSR berkelanjutan berdasarkan aspirasi stakeholders dan pakar, yaitu peluang kerja di perusahaan dan disintegrasi sosial. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing faktor kunci yang berpengaruh terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam aktivitas perusahaan akibat kegiatan yang dilakukan PT.SIM di masa mendatang dapat berbeda antara kondisi satu dengan kondisi lain. Masing-masing faktor kunci tersebut memiliki kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang :
156
1) Peluang kerja di PT.SIM Peluang kerja di PT. SIM di masa mendatang meliputi beberapa kemungkinan berikut: 1) Peluang kerja di PT. SIM justru menurun, karena memang kebutuhan akan tenaga kerja di PT SIM menurun akibat dari tingkat penjualan mobil menurun (1A) 2) Peluang kerja di PT. SIM menurun karena adanya otomatisasi (1B) 3) Peluang kerja di perusahaan PT. SIM di masa mendatang adalah tetap seperti keadaan sekarang, karena perusahaan tidak melakukan kegiatan apapun untuk merubah kebijakan dalam perekrutan tenaga kerja, sementara tidak ada perubahan berarti dari kondisi tingkat pendidikan dari tenaga kerja siap pakai yang bermukim di Kelurahan Jatimulya dan juga tidak ada perubahan berarti dari tingkat penjualan mobil (1C). 4) Peluang kerja di PT.SIM di masa mendatang adalah meningkat, karena perusahaan tingkat penjualan mobil meningkat dan melakukan perubahan dalam sistem perekrutan karyawan dengan lebih memperhatikan penerimaan karyawan yang berdomisili di Kelurahan Jatimulya (1D)
2) Disintegrasi sosial Disintegrasi sosial di masa mendatang memiliki beberapa kemungkinan berikut : 1) Disintegrasi menurun atau terjadi kecenderungan integrasi dalam hal ini terjadi pembauran antara masyarakat sekitar perusahaan dengan karyawan PT SIM sebagai pendatang (2A) 2) Tidak ada disintegrasi sosial yang terjadi atau keadaan tetap, karena tidak ada perubahan dalam pola perilaku karyawan pendatang yang berdomisili di kelurahan Jatimulya (2B) 3) Terjadi disintegrasi sosial yang meningkat, karena karyawan pendatang tidak berusaha berbaur dengan masyarakat lokal disekitar dan lebih membentuk kelompok sendiri, baik formal maupun informal (eksklusif) (2C)
157
c. Analisis Prospektif PT.NMI dan PT.HMMI Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh tiga faktor kunci meliputi peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat, aktivitas penghijauan, dan peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan, sebagaimana pada kuadran yang berada pada bagian kiri atas dari gambar tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem yang dikaji seperti dimuat pada Gambar 29. Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
2.50 Aktivitas Penghijauan
Pengaruh
2.00
1.50
Estetika Lingkungan
Peningkatan harga Peningkatan jumlah lemb eko & keu
1.00
Konservasi Lingkungan Kondisi keamanan Peningkatan kerekatan sosial
0.50 Disintegrasi sosial Peluang usaha
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
Ketergantungan
Gambar 29. Hasil analisis prospektif PT.NMI dan PT.HMMI
Hasil analisis tersebut sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian. Ke-3 faktor kunci tersebut disepakati oleh stakeholders sebagai faktor utama yang harus diperhatikan untuk memenuhi CSR berkelanjutan berikut : 1. Peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat Para stakeholders menilai bahwa harga-harga kebutuhan pokok masyarakat yang meningkat merupakan faktor penting yang perlu menjadi perhatian perusahaan. Stakeholders berpendapat bahwa untuk mencapai CSR berkelanjutan pada PT. NMI dan PT.HMMI, perlu memperhatikan faktor kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat yang berhubungan dengan daya beli masyarakat.
158 2. Aktivitas penghijauan Faktor kunci selanjutnya yang menjadi pilihan stakeholders adalah aktivitas penghijauan, yang muncul sebagai kondisi yang harus diperhatikan. 3. Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan Keberadaan lembaga ekonomi dan keuangan seperti pasar, kantor pos, bank ternyata memang tidak tumbuh secara nyata di Desa Dangdeur. Tujuan dari keberadaan lembaga-lembaga ini adalah semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Desa Dangdeur, sehingga atribut ini menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan menurut pandangan stakeholders dalam mencapai CSR berkelanjutan.
d. Kemungkinan CSR berkelanjutan di masa mendatang Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing faktor kunci yang berpengaruh terhadap kebijakan CSR berkelanjutan dalam aktivitas perusahaan akibat kegiatan yang dilakukan PT. NMI dan PT. HMMI di masa mendatang dapat berbeda antara kondisi satu dengan kondisi lain. Masing-masing faktor kunci tersebut memiliki kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang sebagai berikut :
1) Peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu : 1. Harga kebutuhan pokok menurun, karena perusahaan mengadakan operasi pasar, dengan mengadakan bazar murah dan sebagainya (IA). 2. Harga berfluktuasi sesuai harga pasar, sementara perusahan tidak berbuat apapun untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa Dangdeur (IB). 3. Harga kebutuhan pokok masyarakat desa Dangdeur meningkat, seiring terjadinya inflasi ataupun terjadi kelangkaan barang di pasar (IC).
2) Aktivitas penghijauan 1. Kondisi lahan yang kritis menjadi hijau karena di lahan tersebut telah ditanami pepohonan, sehingga upaya penghijauan menurun (2A). 2. Kondisi lahan yang kritis tetap tidak ada perubahan, akibat tidak ada usaha penanaman pohon yang dilakukan (2B).
159 3. Aktivitas penghijauan mulai meningkat, karena upaya perusahaan mulai meningkat (2C). 4. Kondisi lahan menghijau, meskipun perusahaan tidak melakukan apa-apa, karena pemilik lahan melakukan penanaman pohon (2D).
3). Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan 1. Kondisi tetap seperti seadanya, karena tidak ada upaya perusahaan demi tercapainya keberadaan lembaga ekonomi dan keuangan di Desa Dangdeur (3A). 2 Muncul lembaga ekonomi dan keuangan, seperti pasar dan lembaga simpan pinjam, karena ada upaya perusahaan memfasilitasi (3B). 3. Muncul lembaga ekonomi dan keuangan di Desa Dangdeur, meskipun perusahaan tidak melakukan atau memfasilitasi terbentuknya lembaga-lembaga tersebut, namun pihak Pemerintah Daerah setempat maupun Pemerintah Pusat membangun dan menyediakannya (3C) Tabel 45. Incompatible antar keadaan dari ke dua faktor penting dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM No. 1.
2.
Faktor strategik
Keadaan (state) masa depan faktor Peluang kerja di Menurun, Menurun, Tetap, tidak ada perusahaan kapasitas karena perubahan produksi adanya kebijakan (1C) menurun otomatisasi (1A) (1B) Disintegrasi Menurun, Tetap, tidak Meningkat, sosial terjadi ada terjadi pembauran perubahan pengelompokan (2A) sikap (2B) secara eksklusif (2C)
Meningkat, kapasitas produksi meningkat (1D) -
160 Tabel 46. Incompatible antar keadaan dari ke tiga faktor penting dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. NMI dan PT. HMMI No.
Faktor strategik
Keadaan (state) masa depan faktor
1.
Peningkatan hargaharga kebutuhan pokok masyarakat Aktivitas penghijauan
Menurun (1A)
2.
3.
Menurun, akibat kondisi lahan kritis sudah ditanami pohon (2A) Peningkatan Tetap, tidak jumlah lembaga ada ekonomi dan perubahan keuangan (3A)
Tetap (1B)
Meningkat (1C)
Tetap, tidak ada Meningkat upaya karena upaya penanaman perusahaan pohon (2B) mulai terlihat (2C)
Muncul karena perusahaan memfasilitasi (3B)
-
Meningkat karena upaya pemilik lahan (2D)
Muncul karena Pemerintah memfasilitasi (3C)
Berdasarkan hasil identifikasi tentang bagaimana faktor kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan pada setiap faktor dan memeriksa perubahan mana yang tidak dapat terjadi secara bersamaan (incompatible) disajikan pada Tabel 45 dan 46. Perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario startegik yang mungkin terjadi pada kebijakan CSR berkelanjutan baik pada PT. SIM maupun pada PT. NMI dan PT. HMMI. e. Skenario alternatif kebijakan Berdasarkan kerangka teori dan Tabel 45 dan 46 dirumuskan
tiga skenario
alternatif kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indomobil Group adalah : 1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR Dalam kondisi ini perusahaan dalam keadaan siap berkembang pesat dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal tanpa peningkatan CSR berkelanjutan. Kondisi ini mengacu kepada pendapat dari Milton Friedman, diacu
161 dalam Solihin (2008) bahwa tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) adalah menjalankan bisnis sesuai dengan kehendak pemilik perusahaan (owners), biasanya dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya dengan senantiasa mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan. Dengan demikian, tujuan perusahaan korporasi adalah memaksimalisasi laba atau nilai pemegang saham (shareholder‟s value). Perusahaan bukanlah lembaga sosial yang harus memikirkan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar. Dalam hal ini aktivitas CSR dilakukan dalam kaitannya untuk memaksimalkan laba perusahaan. Aktivitas CSR seperti ini dilakukan sebagaimana yang ada sekarang (business as usual) dan apabila dilakukan lebih dari kondisi ini, maka seluruhnya dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap maksimalisasi laba. 2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha Strategi CSR yang dilakukan adalah mulai meningkatkan kinerja CSR semata-mata karena memang saat ini sedang trend dimana-mana. Kata-kata CSR bergema diberbagai tempat. Berbagai perusahaan atas nama CSR melakukan kegiatan amal (charity) dan phylanthropys (kebajikan) mulai dari menyumbang untuk bencana alam, penanaman pohon, pemberian beasiswa kepada pelajar berprestasi dan sebagainya, tanpa perlu melihat relevansinya terhadap kinerja usaha. CSR seperti ini dilakukan semata-mata hanya faktor ketulusan hati ataupun mengikuti trend. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip Milton Friedman. Dalam strategi ini keterkaitan antara aktivitas CSR yang dilakukan dengan jenis usaha tidak diperhitungkan. 3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan Strategi yang dilakukan ini adalah melakukan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Kinerja perusahaan semakin baik seiring dengan peningkatan kinerja CSR berkelanjutan dan pertumbuhannya keduanya yang rsosialf stabil. Aktivitas CSR yang dilakukan harus sejalan dengan jenis usaha. Dalam hal ini perpaduan dari kedua strategi sebelumnya. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian
162 dapat menjamin keberlanjutan aktivitas CSR dan pengembangan usaha di Indomobil Group. Dari tabel skenario faktor kunci dalam berbagai keadaan (Tabel 45 dan 46), maka disusunlah pengelompokan untuk PT. SIM berikut: 1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (1A) Menurun, kapasitas produksi menurun; (1B) Menurun, adanya otomatisasi; (1C) Tetap, tidak ada perubahan kebijakan; (2C) Meningkat, terjadi pengelompokan secara eksklusif. 2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (1D) Meningkat, kapasitas produksi meningkat; (1C) Tetap, tidak ada perubahan kebijakan; (2A) Menurun, terjadi pembauran; (2B) Tetap, tidak ada perubahan sikap. 3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (1D) Meningkat, kapasitas produksi meningkat, (2A) Menurun, terjadi pembauran
Untuk PT. NMI dan PT. HMMI adalah sebagai berikut. 1) Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (1B) Tetap; (1C) Meningkat; (2B) Tetap, tidak ada upaya penanaman pohon; (2D) Meningkat karena upaya pemilik lahan; (2D) Meningkat karena upaya pemilik lahan; (3A) Tetap, tidak ada perubahan; (3C) Muncul karena Pemerintah memfasilitasi. 2) Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (1A) Menurun; (2A) Lahan sudah ditanami pohon, aktivitas penghijauan menurun; (3B) Muncul karena perusahaan memfasilitasi. 3) Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (1A) Menurun; (2C) Meningkat karena upaya perusahaan meningkat; (3B) Muncul karena perusahaan memfasilitasi.
163 4.4.4 Analisis dengan AHP a. Hasil AHP PT. Suzuki Indomobil Motor (PT.SIM) Hasil analisis dari berbagai kelompok unsur dalam sistem kebijakan CSR berkelanjutan berdasarkan hirarki dari masing-masing kelompok yang dibandingkan secara berpasangan (pairwise comparison) dengan AHP untuk mendapatkan faktorfaktor apakah yang menjadi prioritas dari setiap level hirarki yang perlu mendapat perhatian dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM sebagaimana dimuat pada Gambar 30.
Fokus
Aktor
Kebijakan CSR Berkelanjutan Dalam Industri Otomotif
Masyarakat sekitar (0,33)
Ekonomi (0,41)
Faktor
Kriteria
Pemerintah Daerah (0,31)
Peluang usaha
(0,20)
Peluang kerja di perusahaan (0,18)
Pengusaha (0,23)
Sosial (0,28)
Lingkungan (0,31) Kecenderungan konsumtif (0,08)
Pemerintah Pusat (0,13)
Kerenggangan sosial
Disintegrasi sosial
Erosi nilai2 sosial
(0,10)
(0,10)
(0,07)
Rehabilitasi lingkungan
Konservasi lingkungan
(0,17)
0,09)
Emisi gas buang mobil baru
(0,05)
Alternatif Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (0,56)
Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (0,26)
Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (0,19)
Gambar 30. Hirarki AHP PT.SIM Dari hasil olah data kuesioner AHP dengan Software Criterium Decision Plus (CDP) yang merupakan pendapat dari berbagai pakar dan tokoh yang merupakan stakeholders dalam aktivitas CSR di PT. SIM diperoleh hasil bahwa masyarakat sekitar menjadi aktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian untuk mencapai CSR berkelanjutan (skor 0,33), diikuti dengan pemerintah daerah (skor 0,31), yaitu
164 pemerintahan kelurahan Jatimulya hingga pemerintah kabupaten Bekasi, Prioritas selanjutnya adalah pihak pengusaha (0,23) yaitu PT SIM dan terakhir adalah pemerintah pusat (skor 0,13). Untuk level Faktor yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian adalah faktor ekonomi (skor 0,41) diikuti faktor lingkungan (0,31) dan faktor sosial (0,28). Ditel untuk faktor mencapai pertumbuhan ekonomi, yang menjadi prioritas utama adalah peluang usaha yang timbul bagi masyarakat kelurahan Jatimulya (skor 0,20), kemudian peluang kerja di perusahaan (skor 0,16) dan prioritas terakhir Adalah kecenderungan konsumtif (skor 0,06). Untuk faktor sosial, kriteria yang menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian adalah kerenggangan sosial dan disintegrasi sosial yang sama-sama memperoleh skor 0,10. Kemudian prioritas selanjutnya adalah erosi nilai-nilai sosial (skor 0,07). Untuk faktor lingkungan, maka kriteria yang menjadi prioritas utama adalah rehabilitasi lingkungan (skor 0,17). Selanjutnya adalah konservasi lingkungan (skor 0,09) dan prioritas terakhir emisi gas buang mobil baru (skor 0,05). Alternatif kebijakan yang diperoleh dari pendapat para pakar dan tokoh masyarakat adalah meliputi perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan dengan skor 0,56. Prioritas selanjutnya perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (0,26) dan prioritas terakhir adalah pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR dengan skor (0,19).
b. Implementasi hasil AHP di PT. SIM Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan merupakan hal yang seharusnya menjadi dasar utama aktivitas CSR yang dilaksanakan oleh PT.SIM sesuai dari hasil rangkuman dari pendapat para stakeholders.
Selama ini memang
lebih banyak kepada pihak yang berada di luar Kelurahan Jatimulya, sementara kehadiran perusahaan di kelurahan Jatimulya merupakan faktor utama dalam aktivitas CSR perusahaan yang harus mengedepankan kepentingan masyarakat sekitar dahulu baru kepada pihak lain yang lebih luas (APCSRI, 2009). Dalam hal ini masyarakat sekitar adalah prioritas utama dalam aktivitas CSR perlu berperan atau mendapat perhatian, terutama dalam aktivitas CSR PT SIM, untuk
165 itu perlu ditingkatkan peluang usahanya dari faktor ekonomi demi meningkatkan kemakmuran masyarakat sekitar dan membuka lapangan usaha bagi para angkatan kerja, sehingga ketergantungan akan lapangan pekerjaan sebagai karyawan dapat dikurangi. Peluang usaha ini perlu diciptakan oleh perusahaan, sehingga dari faktor ekonomi kinerja CSR perusahaan dapat meningkat, dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan. Aktivitas penciptaan peluang usaha oleh perusahaan perlu dilakukan dengan tetap menjaga kemajuan usaha secara simultan. Artinya tanpa kemajuan usaha, maka kinerja peningkatan peluang usaha sulit untuk dilaksanakan. Dalam hal ini
perusahaan harus profitable, agar dapat melaksanakan peningkatan
kesempatan peluang usaha. Untuk faktor sosial, kerenggangan sosial dan disintegrasi sosial harus menjadi perhatian utama perusahaan, dengan memperhatikan kemajuan usaha secara simultan, upaya-upaya dalam meningkatkan integrasi sosial antara perusahaan dan masyarakat sekitar. Perhatian yang lebih atas keadaan dan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat Jatimulya dapat mempererat hubungan tersebut, misal memfasilitasi penyediaan sarana ibadah, sarana olah raga, perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, seperti adanya bahaya banjir, dan kebakaran akan dapat mengurangi disintegrasi dan meningkatkan kerekatan sosial. Demikian pula dengan para karyawan perusahaan, agar dapat lebih berbaur dengan masyarakat sekitar perusahaan dan tidak membentuk kelompok-kelompok eksklusif tetapi ikut bergabung dengan kelompok-kelompok yang ada dimasyarakat Kelurahan Jatimulya.Untuk aspek lingkungan, perusahaan harus memperhatikan unsur perbaikan atau rehabilitasi lingkungan sebagai prioritas utama untuk dilaksanakan. Program perbaikan ini perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan, sehingga upaya perbaikan lingkungan dapat dilaksanakan dengan maksimal. Sebab upaya perbaikan lingkungan memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Upaya perbaikan lingkungan dapat dilakukan dengan melihat lingkungan seperti udara disekitar Kelurahan Jatimulya, terutama di depan lokasi pabrik PT SIM yaitu di jalan Diponegoro tingkat polusi cukup tinggi. Demikian pula dengan kondisi perairan sungai
166 atau kali di sekitar perusahaan, yaitu kali Sasak Jarang telah tercemar berat. Memang kondisi kerusakan lingkungan ini bukan karena aktivitas perusahaan semata, karena begitu banyak pabrik yang berada diwilayah aliran kali Sasak Jarang dan juga polusi udara disekitar jalan Diponegoro disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya kendaraan bermotor yang melintasi jalan tersebut. Namun upaya perusahaan dalam mengupayakan rehabilitasi lingkungan ini sesuai dengan kemampuan perusahaan dan dalam bentuk-bentuk yang sesuai akan dapat meningkatkan kinerja CSR berkelanjutan di PT SIM. Di lingkungan internal PT.SIM, di masa mendatang harus meningkatkan kesempatan atau peluang kerja bagi masyarakat sekitar untuk bekerja diperusahaan dengan tetap memperhatikan kinerja usaha secara simultan, yaitu merekrut karyawan yang lebih banyak lagi dari masyarakat sekitar perusahaan, khususnya dari kelurahan Jatimulya yang tentunya dihubungkan dengan kebutuhan pengembangan usaha dan peningkatan kapasitas produksi. Hal ini penting, karena tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang ada akan terjadi over kapasitas tenaga kerja, disamping tenaga kerja yang direkrut harus memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar, di kalangan karyawan harus mau minimal mempertahankan keeratan hubungan dengan masyarakat sekitar, dengan tidak membentuk kelompok-kelompok yang eksklusif tanpa mau bergabung dengan masyarakat sekitar. Sebab tanpa adanya keeratan hubungan dengan masyarakat sekitar keberadaan perusahaan ditengah-tengah masyarakat menjadi terancam dan kurang mendapat dukungan atau pembelaan dari masyarakat bila terjadi sesuatu yang merugikan perusahaan. Perusahaan harus menggerakkan karyawannya untuk mencegah disintegrasi sosial tetapi justru berbaur dengan masyarakat Kelurahan Jatimulya.
c. Hasil AHP PT.NMI dan PT HMMI Hasil analisis dari berbagai kelompok unsur dalam sistem kebijakan CSR berkelanjutan yang dianalisa berdasarkan hirarki dari masing-masing kelompok yang dibandingkan secara berpasangan (pairwise comparison) dengan menggunakan AHP, untuk mendapatkan faktor-faktor apakah yang menjadi prioritas dari setiap level hirarki
167 yang merlu mendapat perhatian dalam kebijakan CSR berkelanjutan pada PT. SIM sebagaimana dimuat pada Gambar 31.
Fokus
Aktor
Kebijakan CSR Berkelanjutan Dalam Industri Otomotif
Pengusaha (0,42)
Faktor
Kriteria
Masyarakat sekitar (0,24)
Peluang usaha (0,10)
Peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan
Peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat
Peningkatan kerekatan sosial
Kondisi Keamanan
Pemerintah Pusat (0,13)
Ekonomi (0,14)
Sosial (0,28)
Lingkungan (0,58)
(0,04)
Alternatif
Pemerintah Daerah (0,20)
Disintegrasi sosial
(0,03)
(0,10)
Konservasi Lingkungan (0,28)
Aktivitas
penghijauan (0,15)
Estetika lingkungan
(0,12)
(0,17)
(0,01)
Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (0,67)
Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (0,17)
Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (0,16)
Gambar 31. Hirarki AHP PT.NMI dan PT.HMMI
Untuk memilih kebijakan CSR yang berkelanjutan di PT.NMI dan PT.HMMI maka disampaikan kuesioner kepada stakeholders yang terkait dan setelah diolah dengan metode AHP dan dengan software Criterium Decision Plus diperoleh hasil berikut. Untuk level aktor yang menjadi prioritas mendapat perhatian adalah aktor pengusaha (skor 0,42). Artinya, pengusaha harus berperan sentral menghasilkan kebijakan CSR berkelanjutan di PT. NMI dan PT. HMMI. Prioritas kedua adalah masyarakat sekitar (skor 0,24). Selanjutnya yang menjadi prioritas ketiga adalah pemerintah daerah (skor 0,20). Prioritas terakhir adalah pemerintah pusat (skor 0,13).
168 Dilihat dari level faktor, maka faktor lingkungan menjadi menjadi prioritas utama untuk mendapat perhatian (skor 0,58). Hal ini berkaitan dengan bagaimana upaya perusahaan untuk mempertahankan kondisi lingkungan agar tetap terjaga. Prioritas kedua yang menjadi perhatian adalah faktor sosial (skor 0,28) dan terakhir adalah faktor ekonomi (skor 0,14). Untuk level kriteria dari masing-masing faktor adalah di bawah faktor ekonomi, yang menjadi prioritas utama adalah peluang usaha (skor 0,10), prioritas kedua adalah peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan (skor 0,04) dan prioritas ketiga adalah peningkatan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat (skor 0,01). Untuk kriteria yang berada di bawah faktor sosial, yang menjadi prioritas dan menjadi perhatian utama adalah peningkatan kerekatan sosial (skor 0,17) disusul prioritas kedua adalah kondisi keamanan (skor 0,10) dan prioritas ketiga adalah kriteria disintegrasi sosial (skor 0,03). Untuk faktor lingkungan kriteria yang menjadi prioritas utama adalah Konservasi Lingkungan (skor 0,28) dan diikuti dengan prioritas kedua, yaitu aktivitas penghijauan (skor 0,15) dan prioritas ketiga, yaitu estetika lingkungan (skor 0,12). Alternatif kebijakan yang direkomendasikan untuk menjadi prioritas utama adalah Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan (skor 0,67), disusul oleh Perbaikan kinerja CSR secara konsisten tanpa melihat kinerja usaha (skor 0,17) dan prioritas terakhir adalah Pengembangan usaha tanpa peningkatan kinerja CSR (skor 0,16).
d. Implementasi hasil AHP di PT NMI dan PT.HMMI Implementasi kebijakan di PT NMI dan PT HMMI adalah dimulai dengan memfokuskan prioritas utama pada pihak pengusaha sebagai aktor utama yang berperan dalam aktivitas CSR berkelanjutan di PT NMI dan PT HMMI. Bentuknya adalah pihak perusahaan perlu memberikan perhatian serius, baik dalam bentuk penyiapan bagian atau departemen yang mengurus masalah CSR dengan orang-orang yang kompeten di dalamnya, sampai kepada penyediaan anggaran untuk aktivitasnya. Kebijakan perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan menjadi prioritas utama hasil dari analisis sesuai pendapat para pakar dan stakeholders aktivitas CSR di PT.
169 NMI dan PT. HMMI. Oleh karena itu, pihak pengusaha selain melakukan aktivitas CSR harus memperhatikan kemajuan secara simultan. Kebijakan upaya perbaikan kinerja CSR dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha juga menjadi dasar dalam melakukan upaya CSR untuk meningkatkan daya beli masyarakat desa Dangdeur, sehingga sekalipun ada kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat di desa Dangdeur tidak mengurangi daya beli masyarakat. Disamping itu, aktivitas penghijauan mulai terlihat seiring dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha. Aktivitas penghijauan lebih kepada mempertahankan kondisi yang lebih baik dan khusus untuk lahan yang memang sudah gundul di sekitar lokasi perusahaan. Kehadiran pasar dan lembaga keuangan di desa Dangdeur sudah amat diharapkan oleh masyarakat tersebut, maka perusahaan perlu memfasilitasi pembentukan pasar untuk memudahkan masyarakat membeli kebutuhan pokok sehari-hari dan koperasi simpan pinjam sebagai wadah masyarakat untuk meminjam uang untuk berbagai keperluan. Tentu saja fasilitasi yang diberikan oleh perusahaan PT.NMI dan PT.HMMI adalah disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dengan tetap memperhatikan kemajuan usaha secara simultan.
4.4.5 Kebijakan umum CSR berkelanjutan dalam industri otomotif Berdasarkan hasil analisis dari industri otomotif di bawah naungan Indomobil Group tersebut baik PT. SIM maupun PT. NMI dan PT. HMMI dimana masing-masing terdapat perbedaan karakteristik baik dari segi lokasi perusahaan dan aktivitas CSR yang berbeda, dapat ditarik kesimpulan berikut : 1.Masing-masing perusahaan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat berbeda dengan perusahaan lainnya, sehingga mengakibatkan atribut-atribut CSR berkelanjutannya menjadi berbeda-beda. 2.Dari hasil penelitian terdapat satu atribut dari keseluruhan atribut CSR berkelanjutan dari masing-masing perusahaan yang mempunyai kesamaan, yaitu peluang usaha. Dengan demikian faktor peluang usaha menjadi atribut yang penting untuk menjadi prioritas utama untuk diperhatikan dalam industri otomotif.
170 a. Penciptaan peluang usaha Peluang usaha yang timbul akibat adanya industri otomotif adalah amat besar. Ini sesuai dengan karakteristiknya dimana industri otomotif menurut Williams (2010) memberikan kontribusi utama terhadap perekonomian dibandingkan jenis industri lainnya diseluruh dunia. Upaya peningkatan peluang usaha yang berdasarkan pada pemberdayaan masyarakat adalah bentuk pemberdayaan ekonomi lokal yang berarti memampukan masyarakat sekitar agar dapat mandiri secara ekonomi atau setidak-tidaknya memberikan pacu agar terjadi perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Pemacu tersebut dapat menjadi multiplier effect yang akan melipatgandakan dampak berupa nilai tambah bagi masyarakat (Nindita 2008). Pada dasarnya terdapat enam modal yang tidak dimiliki oleh masyarakat miskin (Sachs (2005), diacu dalam Nindita 2008) yaitu: modal manusia, modal usaha, infrastruktur, modal alam, modal institusi publik dan modal pengetahuan. Dalam aspek pembangunan ekonomi lokal yang terpenting adalah modal manusia (human capital), modal usaha (business capital) dan modal pengetahuan (knowledge capital). Peningkatan peluang usaha oleh industri otomotif bagi masyarakat sekitar dapat dilakukan melalui peningkatan modal manusia melalui peningkatan keterampilan melalui psosialhan-psosialhan untuk dapat menjadi produktif secara ekonomi, pemberian beasiswa, menjadi orang tua asuh bagi pelajar kurang mampu dilingkungan masyarakat sekitar, dan sebagainya. Peningkatan peluang usaha dalam bentuk modal usaha dapat diberikan dalam bentuk pemberian bantuan mesin dan peralatan, sarana-sarana produksi dan jasa termasuk akses
pasar, sedangkan peningkatan modal pengetahuan
diberikan dalam bentuk psosialhan teknis untuk meningkatkan produktifitas sesuai usaha yang digeluti atau akan digeluti masyarakat sehingga keluaran yang dihasilkan baik dalam bentuk produk dan jasa dapat memenuhi standar yang ditetapkan dan dibutuhkan oleh pasar, termasuk perusahaan.
171 Menurut Nindita (2008) berbagai aktivitas CSR perusahaan yang berdampak pada peningkatan pemberdayaan ekonomi lokal termasuk peningkatan peluang usaha masyarakat sekitar adalah : 1.
Fasilities sitting and management adalah akibat keberadaan perusahaan di suatu wilayah akan menyebabkan bermunculannya aktivitas-aktivitas bisnis di sekitar lokasi perusahaan seperti warung-warung, penginapan, kesempatan untuk menjadi pemasok bagi aktivitas perusahaan.
2. Employment, yaitu kesempatan terjadinya kontrak pembelian bahan baku atau jasa baik yang sifatnya bahan baku seperti komponen dan jasa produksi seperti pengerahan tenaga kerja maupun yang sifatnya pendukung seperti kontrak katering, jasa angkutan karyawan dan sebagainya dengan pemasok lokal. 3. Product and service development, use and delivery, melalui kebijakan penetapan harga (pricing) dan penjualan (marketing), perusahaan dapat mengelola permintaan atas produk dan jasa yang dijual. Saluran distribusi yang dipergunakan dapat menciptakan dampak ekonomi secara tidak langsung dengan memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan. 4. Sourcing
and
Procurement,
kegiatan
perolehan
dan
pembelian
sumberdaya melalui pemasok lokal dapat memberikan manfaat secara tidak langsung kepada masyarakat. 5. Financial Investment and Fiscal Contribution, investasi keuangan perusahaan dapat dilakukan dalam bentuk modal yang ditanam untuk pengembangan komunitas dan organisasi venture capital, atau untuk membantu pembentukan koperasi. Kontribusi fiskal berupa pajak atau subsidi yang dibayarkan kepada pemerintah oleh perusahaan akan dapat memberikan sumbangan kepada pengembangan ekonomi masyarakat sekitar 6. Philanthropy and Community Investment, berbagai aktivitas corporate giving yang berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan peluang usaha.
172
b. Perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan Upaya perbaikan kinerja CSR yang dilakukan adalah dengan senantiasa memperhatikan kinerja usaha, karena akan sulit bagi perusahaan untuk beraktivitas, termasuk aktivitas CSR tanpa memperhatikan kemajuan usaha. Aktivitas CSR yang dilakukan dapat mengikuti competitive contextfocused philanthrophy atau CSR fokus kepada keunggulan kompetitif (Porter and Kramer, diacu dalam Nindita, 2008) berikut : 1. Factor condition, yaitu aktivitas CSR yang dapat meningkatkan kualitas input yang akan digunakan. Yaitu dengan melakukan aktivitas penyiapan sumber daya manusia melalui kegiatan pemberian pelatihan teknis seperti perbengkelan otomotif bagi masyarakat sekitar termasuk pelatihan kewirausahaan dan bantuan permodalan, dimana aktivitas perbengkelan otomotif justru menjadi sarana pendukung after sales service perusahaan. Kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan dan peningkatan peluang usaha baik pemasaran mobil maupun usaha-usaha yang mendukung pemasaran baik yang in-line pelatihan kewirausahaan maupun out-line dengan usaha pokok seperti pelatihan tenaga koperasi katering karyawan perusahaan merupakan bagian dari aktivitas ini. Kegiatan peningkatan kualitas infrastruktur seperti pembersihan lingkungan seperti kali disekitar perusahaan, penanaman pohon dengan melibatkan masyarakat
dan
kontraktor lokal dapat menciptakan peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Dampak dari kegiatan ini selain lingkungan yang bersih, nyaman dan meningkatkan kualitas kesehatan termasuk karyawan yang bermukim di sekitar lokasi perusahaan, juga menguntungkan perusahaan menjadi bebas banjir dan reputasi perusahaan meningkat. 2. Context for strategy and rivalry, aktivitas CSR berupa partisipasi secara sukarela dalam kesepakatan-kesepakatan maupun gerakan-gerakan yang mengarahkan pada iklim usaha yang lebih baik. Aktivitas ini dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama antar perusahaan yang berada di
173 wilayah operasi perusahaan untuk membantu masyarakat menciptakan dan meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat sekitar, menciptakan keterbukaan bagi pemasok lokal (local suppliers) untuk berkompetisi. Aktivitas ini akan menguntungkan perusahaan dari segi biaya transport, persediaan dan reputasi perusahaan. 3. Demand condition, adalah aktivitas CSR yang berfokus kepada konteks aspek demand (kebutuhan) bertujuan untuk memperbesar cakupan pasar produk yang dijual; mendapat masukan atas kelayakan standar produk; dan kecerdasan dari konsumen lokal. Dengan meningkatkan kecerdasan konsumen, maka perusahaan akan memperoleh masukan yang berguna untuk mengetahui kebutuhan konsumen dan memaksa perusahaan untuk melakukan inovasi perbaikan dan pengembangan produk. Aktivitas CSR jenis ini adalah bagaimana peluang usaha dapat tercipta bagi masyarakat sekitar yang juga adalah konsumen namun justru memberikan umpan balik bagi perusahaan untuk perbaikan produk maupun pelayanan seperti misalnya pemberikan pelatihan bagi pengemudi angkutan kota cara mengemudi yang baik, cara merawat kendaran, dan juga manajemen pengelolaan angutan kota dan diikuti berbagi pengalaman driving experience yang dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk pengembangan produk dan pelayanan. 4. Related and supporting industries, produktifitas perusahaan sangat tergantung dengan adanya industri pendukung yang baik. Meski perusahaan dapat saja melakukan outsourcing, akan tetapi dengan adanya industri pendukung di lokasi tempat perusahaan beroperasi akan sangat menghemat biaya transport dan persediaan dan tentu saja menciptakan peluang usaha. Perusahan dapat mendukung pengembangan dari klaster dan industri yang berhubungan dengan usahanya. Keempat jenis aktivitas dalam konteks competitive context-focused philanthrophy atau CSR berfokus pada keunggulan kompetitif menjadi
174 dasar dalam melakukan aktivitas CSR dengan tetap memperhatikan kinerja usaha, bahkan mendukung kinerja usaha.
175 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Atribut-atribut dalam CSR berkelanjutan dalam industri otomotif yang merupakan faktor pengungkit adalah sebagai berikut. a.
Terdapat 9 faktor atribut pada PT. SIM terkait dengan dimensi ekonomi, yang merupakan faktor pengungkit adalah (1) kecenderungan konsumtif, (2) peluang kerja diperusahaan, dan (3) perluang usaha. Untuk dimensi sosial yaitu
(1)
kerenggangan sosial, (2) disintegrasi sosial, dan (3) erosi nilai-nilai sosial. Untuk dimensi lingkungan adalah (1) emisi gas buang mobil baru yang diproduksi, (2) rehabilitasi lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh 2 (dua) faktor kunci meliputi peluang kerja di perusahaan dan disintegrasi sosial b.
Pada PT. NMI/HMMI atribut yang berperan dalam CSR berkelanjutan dalam dimensi lingkungan meliputi (1) aktivitas penghijauan, (2) estetika lingkungan, dan (3) konservasi lingkungan. Ditinjau dari dimensi ekonomi faktor pengungkit yang diperoleh meliputi (1) peluang usaha, (2) peningkatan harga, (3) peningkatan jumlah lembaga keuangan dan ekonomi. Ditinjau dari dimensi sosial hasil yang didapat meliputi (1) kondisi keamanan (2) peningkatan kerekatan sosial, dan (3) disintegrasi sosial. Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh 3 (tiga) faktor kunci meliputi: (1) peningkatan harga kebutuhan pokok masyarakat, (2) aktivitas penghijauan, dan (3) peningkatan jumlah lembaga ekonomi dan keuangan.
2.
Dilihat dari atribut yang paling berperan dalam CSR berkelanjutan dalam industri otomotif pada dua perusahaan, baik PT. SIM maupun PT. NMI dan PT. HMMI adalah faktor peluang usaha yang tercipta sebagai akibat dari kehadiran perusahaan. Upaya penciptaan peluang usaha dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Sesuai dengan indeks keberlanjutan di dua lokasi perusahaan, aktivitas CSR yang dilakukan sama-sama belum berkelanjutan pada dimensi sosial.
Adapun
implementasinya adalah sebagai berikut. a. Ditinjau dari komitmen Indomobil Group adalah bagaimana misi dan visi itu mencerminkan kesungguhan perusahaan menjadi good corporate citizenship
176 yang berdampak positif bagi masyarakat dan mengurangi dampak negatif akibat keberadaan perusahaan. Dari visi dan misi, Indomobil Group telah menunjukkan komitmen perusahaan untuk memberikan nilai terbaik bagi seluruh pihak terkait yang berkepentingan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat, sesuai dengan misi perusahaan. b. Kondisi sosial masyarakat yang berbeda di dua wilayah penelitian menjadikan penciptaan peluang usaha berbeda dalam implementasi untuk masing-masing daerah sesuai karakteristiknya. Sehingga dapat berbeda dalam upaya peningkatan modal manusia (human capital), modal usaha (business capital) dan modal pengetahuan (knowledge capital) bagi masyarakat sekitar yang merupakan aspek pembangunan ekonomi lokal terpenting. c.
Aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan yang berpengaruh pada peningkatan ekonomi masyarakat sekitar melalui peningkatan peluang usaha dapat dilakukan dengan memperhatikan pengaruh positif akibat keberadaan perusahaan bagi terciptanya peluang usaha bagi masyarakat sekitar (Fasilities sitting and management), pembukaan lapangan kerja yang yang menciptakan peluang usaha secara tidak langsung (Employment),
melalui kebijakan penetapan harga
(pricing) dan penjualan (marketing) perusahaan dapat mengelola permintaan atas produk yang dijual dan saluran distribusi yang digunakan dapat menngakibatkan dampak ekonomi secara tidak langsung (Product and service development, use and delivery), aktivitas pengadaan dan pembelian sumberdaya kepada pemasok lokal (Sourcing and Procurement), investasi perusahaan dalam lembaga atau organisasi kemasyarakatan maupun kontribusi fiskal berupa pajak atau subsidi yang secara tidak langsung memberikan sumbangan kepada pengembangan perekonomian (Financial Investment and Fiscal Contribution), dan
berbagai
pemberian
oleh
perusahaan
yang
dapat
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja (Philanthropy and Community Investment). Namun untuk implementasinya perlu penelitian lebih lanjut.
177 3.
Model kebijakan CSR berkelanjutan berdasarkan pilihan stakeholders dan pakar adalah perbaikan kinerja CSR dan kemajuan usaha secara simultan. Strategi yang dilakukan adalah melakukan perbaikan kinerja CSR namun dengan tetap memperhitungkan pertumbuhan usaha. Artinya sama-sama meningkat. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat menjamin keberlanjutan aktivitias CSR dan pengembangan usaha. Kebijakan CSR ini berfokus pada peningkatan peluang usaha yang sesuai dengan karakteristik lokasi industri otomotif, baik untuk industri yang berada di kawasan industri maupun di tengah-tengah masyarakat dengan kondisi sosial masyarakat masing-masing dengan melakukan aktivitas CSR yang berfokus kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage) masingmasing lokasi perusahaan. Dimana dalam pelaksanaannya perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis kegiatan yang sesuai.
Saran 1. Agar perusahaan memperhatikan unsur corporate citizenship sebagai bagian dari kebijakan CSR dari industri otomotif terhadap masyarakat, terutama masyarakat sekitar perusahaan yang meliputi : a.
Industri otomotif perlu melakukan aktivitas CSR dengan mengupayakan penciptaan peluang usaha bagi masyarakat sekitar perusahaan agar diperoleh peningkatan kinerja CSR berkelanjutan bagi industri otomotif
dengan
memperhatikan peningkatan kepada modal manusia, modal usaha dan modal pengetahuan. b.
Perhatian
kepada
memberdayakan
aspek
sosial
masyarakat
berupa
sekitar
aktivitas
untuk
CSR
meningkatkan
yang
sifatnya
kesejahteraan
masyarakat dilakukan dengan menerapkan aktivitas CSR yang memiliki keunggulan kompetitif bagi perusahaan. c.
Perlu disesuaikan antara misi sosial perusahaan dengan kondisi pertumbuhan usaha agar terdapat sinkronisasi sehingga diperoleh manfaat yang maksimal untuk keduanya.
d.
Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data time series agar dapat diperoleh gambaran hasil penelitian yang lebih jelas. Dengan adanya data time
178 series dinamika dari masyarakat didaerah penelitian lebih tergambar dengan jelas, dengan segala permasalahan yang dihadapinya, termasuk aktivitas CSR perusahaan yang telah dilakukan pada kurun waktu tertentu yang cukup lama. 2. Perlu penelitian yang lebih ekstensif kepada permasalahan yang terjadi di masyarakat yang saat ini lebih fundamental sebagai akibat dari kehadiran industri otomotif maupun produk otomotif itu sendiri dengan mempertimbangkan pendapat berbagai stakeholders terkait sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih komprehensif, dan lebih luas. Permasalahan yang dihadapi industri otomotif lebih luas dari permasalahan yang timbul dalam hubungannya dengan masyarakat sekitar. Disamping industri otomotif yang memang jelas telah menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi, industri otomotif juga telah menimbulkan eksternalitas berupa kontribusi kepada kemacetan yang saat ini ditimbulkan oleh kehadiran otomotif terutama di kota Jakarta yang semakin banyak, yang telah menimbulkan berbagai problem diantaranya polusi, pemborosan energi, bahkan dampak sosial seperti kriminalitas yang terjadi dijalan raya yang memanfaatkan kemacetan lalu lintas. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut upaya CSR dalam mengatasi problem yang terjadi di masyarakat terutama kota Jakarta baik dalam bentuk CSR yang langsung mengupayakan perbaikan terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat, maupun CSR berupa dukungan kepada lembagalembaga riset untuk mencari solusi penyelesaian yang terbaik atas masalah sosial yang dihadapi tersebut. 3. Perusahaan perlu membuat laporan kinerja CSR perusahaan sebagai laporan dari pelaksanaan CSR yang diwajibkan sesuai UU PT namun sifatnya social report. Upaya pembuatan laporan kinerja CSR penting dilakukan agar masyarakat lebih mengenal perusahaan dan apa saja yang telah dilakukan untuk mendukung kepada upaya pembangunan berkelanjutan. Upaya perusahaan dalam turut menciptakan kesejahteraan masyarakat sekitar agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dimata masyarakat.
179 DAFTAR PUSTAKA Achda T, editor. 2007. Pengelolaan Hubungan Antar Pemangku Kepentingan di Kawasan Delta Mahakam Kamimantan Timur, Sebuah Laporan Kajian. BP. MIGAS, Total E & P dan Pusat Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Universitas Nasional. Jakarta Achwan R. 2006. Corporate Social Responsibility: Pertikaian Paradigma Kearah Perkembangan. Jurnal Galang 1(2): 83-92. Ambadar J. 2008. CSR Dalam Praktik di Indonesia. Jakarta
Elex Media Computindo.
Amri M dan Sarosa W. 2008. CSR untuk Penguatan Kohesi Sosial. Indonesia Business Link, Jakarta. APCSRI Asosiasi Profesi CSR Indonesia. 2009. Visi, Misi, Tujuan dan Program Kerja Assosiasi Profesi CSR Indonesia, http://apcsri.blogspot.com. Diunduh: 4 Januari 2010. Astra International PT. Tbk. 2002. Green Company. PT.Astra International Tbk. Jakarta Ayres RU and Ayres LW. 2001. A Handbook of Industrial Ecology. Edward Elgar Publishing Limited. Cheltenham UK Northampton MA BSN Badan Standarisasi Nasional. 2008. Gaikindo Minta Klasifikasi Kendaraan Sesuai Dengan SNI tahun 2002, www.bsn.or.id. Diunduh: 15 Desember 2008. BPPT Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. 2004. Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri. BPPT Press, Jakarta [BPLHD] Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi. 2010. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bekasi, 2009 Boulouta I and Pitelis CN. 2011. Corporate Social Responsibility and Sustainable Competitiveness: Linking The Micro, Macro and Institutional Environments, UniversityofCambridge,UK http://itemsweb.esade.es/wi/invierte/AbstractsEABIS/Boulotta_Pitelis.doc. Diunduh 17 Januari 2011. Bourgeois R and Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analysis, Exploring and Antipating Challenge With Stakeholders. UNESCAP-CAPSA. Bogor.
180 Bredgraard T. 2003. Corporate Social Responsibility Between Public Policy And Enterprise Policy. Aalborg university http://www.samf.aau.dk/. Diunduh: 30 Nopember 2010 Brew P. 2007. bahan presentasi 2nd International Conference on CSR: Manfaat CSR bagi Bisnis dan Masyarakat. Jakarta. Http://vibiznews.com. Diunduh: 24 Agustus 2007 Bronchain P. 2008. Toward a Sustainable Corporate Social Responsibility, European Fondation For The Improvement of Living and Working Condiditon, http://www.mtas.es/Empleo/economiasoc/RespoSocEmpresas/Towardsasustainablecorporatesocialresponsibility.pdf. Diunduh: 28 Maret 2008 Budiharsono S, Suaedi, Asbar. 2006. Sistem Perencanaan Pembangunan Perikanan dan Kelautan. Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta Budimanta A dan Rudito B. 2008. Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development. Indonesia Center For Sustainable Development (ICSD). Jakarta Caroll AB. 2000. A Three-Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance, Academy of Management, The Academy of Management Review, Vol.4.No.4, 497-505. Toronto Canada Clarkson MBE. 1995. A Stakeholders Framework For Analyzing And Evaluating Corporate Social Performance, Academy of Management Riview. 1995 Vol. 20. No. 1. 92 – 117. Toronto, Canada. Crane A, McWilliam A, Matten D, Moon J, and Siegel DS. 2008. The Oxford Handbook of Corporate Social responsibility. Oxford University Press. USA Danim S. 2005. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Bumi Aksara. Jakarta Dawkins J and Lewis S. 2003. CSR in Stakeholder Expectations: and Their Implication for company Strategy, Jurnal of business ethics: May 2003, 44, 2/3: ABI/INFORM global, p 185. Deloitte and Touche. 2008. Automotive Manufacturer Seek Revenue Growth in Emerging Markets, www.deloitte.com/dtt/article/0,1002,cid%253D157468,00.html. Diunduh: 16 September 2008. Depsos Departemen Sosial Ditjen Pemberdayaan Sosial. 2005. Acuan Klasifikasi Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha. Jakarta
181
Desa Dangdeur. 2010. Data Umum Desa Dangdeur 2009. Purwakarta. Djajadiningrat TS, Famiola M. 2004. Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan. Rekayasa Sains. Bandung. Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah mada University Press. Yogyakarta Echols JM and Sadily H. 2002. Kamus Inggris-Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi A dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis Kebijakan. Gramedia. Jakarta. Fajar M. 2010. Penerapan Tanggung Jawab Sosial di Indonesia. Pustaka Pelajar. Jogjakarta Fendri. 2008. Strategi Program Pemberdayaan Masyarakat dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pemerintah (studi kasus Program Pemberdayaan Masyarakat PT. RAPP, CECOM dan Pemerintah Kota Pekanbaru). Thesis. Institut Pertanian Bogor. Friedman M. 1970. The Social Responsibility Of Business is to Increase its Profit, http://www.colorado.edu/studentgroups/libertarians/issues/friedman-soc-respbusiness.html. Diunduh: 11 Nopember 2010. Fukukawa K. 2010. Corporate Social Responsibility in Asia: www.munich-businessschool.de/intercultural/index.php?title=Coprorate_Social_Resopnsibility:Concept and Current Overview in Automotive Industry. Diunduh 5 Maret 2010. [GAIKINDO] Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Laporan Data Bulan Nopember periode 2008 Ginting P. 2008. Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri. Yrama Widya. Bandung. Godet M. 1999. Scenarios and Strategies, a Toolbox for Scenario Planning. Libraries des Arts et Matiers. Paris France Green For All. 2010. The Green Business Plan Guide, http://www.communitywealth.org/_pdfs/news/recent-articles/07-10/report-warren-dubb.pdf. Diunduh 4 Desember 2010.
182 [GRI] Global Reporting Initiative. 2008. Sustainable Reporting Guidelines, GRI.2002 www.GRI.com. Diunduh: 3 Agustus 2009. [GRI] Global Reporting Initiative. 2008. GRI Automotive Sector Supplement, pilot version 1.0, GRI 2004 www.GRI.com. Diunduh: 3 Agustus 2009. Hanum Z. 2008. Industri Otomotif Hadapi Tiga Masalah Utama, http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTU2MTY=M. Diunduh: 30 Agustus 2008. Harjono T. 2008. Transportasi Umum vs Global Waming, www.bappeda.jogjakarta.go.id. Diunduh: 16 September 2008.
Makalah.
Hawkins DI, Best RJ and Coney KA. 2008. Consumer Behavior. Mc Graw Hill. 2001 Hay BL, Stavins RN, Vietor RHK. 2005. Environmental Protection and The Social Responsibility of Firms, Perspectives from Law, Economics, and Business. Resources for the Futura. Washington, DC. [HMMI, PT] Hino Motor Manufacturing Indonesia PT. 2008. Upaya Pemantauan Lingkungan/Upaya Kelola Lingkungan tahun 2008. Ife J and Tesoriero F. 2008 Community Development. Pustaka Pelajar. Jogjakarta Indomobil Group. 2008. Company Profile Indomobil Group, Jakarta [ISO] International Standard Organization 26000. 2007. Guide on Social Responsibility. Julijanti N. 2008. Persepsi Masyarakat Terhadap Program-Program Corporate Social Responsibility PT. Aqua Golden Mississippi, (studi kasus di Desa Babakanpari, Kecamatan Dahu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). Thesis. Institut Pertanian Bogor. [PEMKAB] Pemerintah Kabupaten Bekasi, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah paten Bekasi, Bekasi: Pemkab Bekasi Kavanagh P. 2001. Rapid appraisal of Fisheries (RAPFISH) Project: RAPFISH Software Description (For Microsoft Excel). Fisheries Centre. University of British Columbia. Kecamatan Bungursari. 2009. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Bungursari 2009. Purwakarta
183 Kelurahan Jatimulya. 2010. Data monografi 2009. Bekasi Kelurahan Jatimulya. 2009. Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan Jatimulya tahun 2009. Bekasi [Kemeneg LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup-Deputi Bidang Tata Lingkungan. 2007. Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UPL/UKLIndustri Elektroplating. Jakarta [Kemeneg LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Instrumen Pengukuran Penerapan CSR Oleh Perusahaan
PROPER Sebagai
[Kemeneg LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Peraturan N0.4/2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang. Kennedy JE. 2009. Era Bisnis Ramah Lingkungan. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. Keraf S. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta. Kurniaty D. 2008. Penerapan Etika Bisnis Melalui Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Jurnal Universitas Paramadina vol. 5 No. 3, desember 2008: 221231. Kotler P and Lee N. 2005. Corporate Social Responsibility, Doing The Most Good For Your Company and Your Cause. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey Lampesis P. Jr. 2005. Corporate Social Responsibility. USAID http://www.usaid. Diunduh: 14 April 2008. Leimona B dan Fauzi A. 2008. CSR dan Pelestarian Lingkungan Mengelola Dampak: Positif dan Negatif. Indonesia Business Link. Jakarta. Lesmana T. 2008. Menuju CSR berkelanjutan, http://goodcsr,wordpress.com. Diunduh: 24 Juli 2008. Li C. 2008. What Are Emerging Markets? Makalah The University Of Iowa Center for International Finance and Development, http://www.uiowa.edu/ifdebook/faq/faq_does/emerging_markets.shtml. Diunduh: 15 September 2008. Lindgren D. 2006. Developing a CSR Model for Indonesian http://www.blognyanez.blogspot.com. Diunduh: 13 Maret 2008. Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta
Business
184
Mazurkiewicz P. 2008. Corporate Environmental Responsibility : is a Common CSR Framework Possible, http://siteresources.worldbank.org/EXTDEVCOMSUSDEVT/Resources/csrframe work.pdf . Diunduh: 30 Agustus 2008. Hanum Z. 2008. Industri Otomotif Hadapi Tiga Masalah Utama, http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=MTU2MTY=M. Diunduh: 30 Agustus 2008. Michael B. 2010. Corporate Social Responsibility, An Overview and Critique, Oxford University. http://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1020&context=bryane_mic hael. Diunduh: 9 Desember 2010. Munasinghe M. 1993, Environmental Economics and Sustainable Development, World Bank Environment Paper Number 3. The World Bank, Washington, D.C Nawawi I. 2009. Public Policy, Analisis Advokasi Teori dan Praktek, Penerbit Putra Media Nusantara. Surabaya. 2009. Nindita RM. 2008. CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal. Indonesia Business Link. Jakarta [NMI.PT] Nissan Motor Indonesia. PT. 2008. Upaya Pemantauan Lingkungan/Upaya Kelola Lingkungan. Nursahid F. 2006. Praktik Kedermawanan Sosial BUMN, Analisis terhadap Model Kedermawanan PT.Krakatau Steel, PT. Pertamina, dan PT Telekomunikasi dalam Jurnal Filantropi dan masyarakat madani Galang, volume 1, No.2 Januari 2006 Olson EG. 2010. Better Green Business, Handbook for Environmentally Responsible and Profitable Business Practice, Published by Pearson Education, Inc. As Wharton School Publishing, Upper Saddle River, New Jersey 07458. [PEMKAB] Pemerintah Kabupaten Bekasi, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah paten Bekasi. Bekasi
[PEMKAB] Pemerintah Kelurahan Jatimulya. 2009. Data Monografi Kelurahan Jatimulya tahun 2009. Bekasi Desa Dangdeur. 2010. Data Umum Desa Dangdeur 2009. Purwakarta.
185
Kecamatan Bungursari. 2009. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Bungursari 2009. Purwakarta Permana K. 2008. CSR Indocement, majalah Bisnis & CSR edisi Januari 2008. Latofi Enterprise. Jakarta Podnar K and Golob U. 2007. CSR expectation: the focus of corporate marketing. Emerald Corporate Communication. An International Jurnal, vol 12 no.4 Powell EPT. 1998. Sampling. Coperative Extention University of Wisconsin. USA Pratomo EP. 2008. Eksekutif Kaya Talenta yang Bersahaja, artikel dalam Majalah Bisnis dan CSR vol.1 no.6 edisi September-Oktober 2008. La Tofi Enterprise. Jakarta Rakhmat J. 2000. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung Rangkuti F. 2002. Measuring Customer Satisfaction. Gramedia. Jakarta Rasmussen LL. 2010. Komunitas Bumi: Etika Bumi. BPK Gunung Mulia. Jakarta. Redman E. 2005. Three Models of Corporate Social Responsibility: Implications for Public Policy, http://rooseveltinstitution.org/news-files/review/redman.pdf. Diunduh: 27 Agustus 2007. Rochman A. 2006. Corporate Social Responsibility : Pertikaian Paradigma dan Arah Perkembangan. Jurnal Galang vol 1 no.2 Januari 2006 Rudito B, Budimanta A, Prasetijo A. 2004. Corporate Social Responsibility, Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini. ICSD. Jakarta. Rudito B dan Famiola M. 2007. Etika Bisnis, dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Rekayasa Sains. Bandung. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (terjemahan). Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta Sacconi L. 2006. Corporate Social Responsibility (CSR) as a Model of “Extended” Corporate Governance. An Explanation Based on The Economic Theories of Social Contract, Reputation and Reciprocal Conformism. http://harvardbusinessonline.hbsp.harvard.edu/email/pdfs/Porter_Dec_2006.pdf. Diunduh 2 Agustus 2008.
186 Sanchez AV. 2008. Corporate Social Responsibility and Its Measurement : a Proposal of a Balance Scorecard. http://ww2.unime.it/fac_economia/docenti_fac/rupo/vargas/csr_course.pdf). Diunduh: 22 April 2008. Saribanon N. 2007. Perencanaan Sosial Partisipatif Dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat (Kasus di Kotamadya Jakarta Timur). Disertasi. Institut Pertanian Bogor Saidi Z dan Abidin H. 2003. Sumbangan Sosial Perusahaan. Piramedia. Jakarta Sarwono WS. 1995. Psikologi Lingkungan, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta Senanayake R. 1991. Sustainable Agriculture: Definition and Parameters for Measurement. Journal of Sustainable Agriculture 1 Chapter 4 Sindhuwinata G. 2008. Pangkas Subsidi BBM dengan Membenahi Infrastruktur, majalah Bisnis dan CSR vol.1 no.6 edisi September-Oktober 2008. La Tofi Enterprise. Jakarta Solihin I. 2009. Corporate Social Responsibility from charity to sustainability. Salemba Empat. Jakarta Sugiyono dan Wibowo E. 2001. Statistika Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung. Suharto E. 2010. Modal sosial dan kebijakan publik. http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN KEBIJAKAN_SOSIA.pdf. Diunduh: 6 Des 2010. Sumaryo. 2009. Implementasi tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Dalam Pemberdayaan Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (kasus di Provinsi Lampung), Disertasi, Institut Pertanian Bogor. Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) Susanto AB. 2007. Corporate Social Responsibility, a Strategic Management Approach. Penerbit The Jakarta Consulting Group. Jakarta. [SIM. PT] Suzuki Indomobil Motor, PT. 2008. Upaya Pemantauan Lingkungan/Upaya Kelola Lingkungan.
187 [SIM. PT] Suzuki Indomobil Motor, PT. 2009, Laporan Produksi Mobil tahun 2000 2009. Talaei G and Nejati M. 2008. Corporate Sosial Reponsibility in Auto Industry: An Iranian Perpective, http://lexetscientia.univnt.ro/ufiles/10.%20Iran.pdf. Diunduh: 11 Juli 2008. Tanomoto K and Suzuki K. 2008. Corporate Social Responsibility in Japan: Analyzing the participating companies in Global Reporting Initiative, http://swopec.hhs.se/eijswp/papers/eijswp0208.pdf. Diunduh: 12 June, 2008. TNS Indonesia. 2006. TNS Reports: Automotive Companies Rated Highly for Corporate Social Responsibility in Eemerging Markets, http://ameinfo.com. Diunduh: 24 Agustus, 2008. The Chartered Quality Institute, 2008. Artikel: Quality World, http://thecqi.org/quality world/c4-1-96.shtml. Diunduh: 5 September 2008. Tunggal AW. 2007. Corporate Social Responsibility (CSR), konsep & kasus. Havarindo. Jakarta UNEP United Nation Environment Programme.2002. Industry as a Partner for Sustainable Development, Automotive, http://www.ineptie.org/Outreach/wssd/docs/sectors/final/automotive.pdf. Diunduh: 24 Agustus 2007. US EPA United States Environmental Protection Agency. 2008. Greenhouse Gas Emmisions, http://www.epa.gov/climatechange/emmisions/index.html. Diunduh: 16 September 2008. Usman S. 2006. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Vasconcellos EA. 2001. Urban Transport, Environment and Equity The Case for Developing Country. Earthscan. Venugopal R. 2008. Understanding CSR: A Typology of Approaches And Some Evidence From The Indian Automobile industry, Gerpisa International Colloquium, http://www.gerpisa.univ.fr/rencontre/16.rencontre/GERPISAJune2008/Colloquiu m/Papers/P_Venugopal.pdf. Diunduh : 03 Mei 2010.
188 Wikipedia. Car Classification, http://en.wikipedia.org/wiki/Car Classification. Diunduh : 16 Pebruari 2009. Wikipedia. European Emmision Standard, http://en.wikipedia.org/wiki/European_emission_standards. Diunduh : 16 Februari 2009. Wikipedia. Expectation, http://en.wikipedia.org/wiki/Expectation. Diunduh : 4 September 2008
Daftar Hasil Uji Emisi gas buang mobil produksi Indomobil Group Jenis/ Brand
Katagori
Model/type
Trans misi
Sedan/ Suzuki
cc ≤ 1.500 (G/D)
Neo Baleno
MT
Sedan/ Suzuki
Sda
Neo Baleno
AT
4x2/Nissan
cc ≤ 1.500 (D/G)
Livina 1.5 SV MT
MT
4x2/Nissan
Sda
Livina 1.5 AT
AT
4x2/Suzuki
Sda
Carry SL410 MB Euro2 (4x2) M/T
MT
4x2/Suzuki
Sda
Carry SL410 Euro2 (4x2) M/T
MT
Kinerja emisi
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI
CO = 0 % HC = 1 ppm CO=0,4 gr/km HC+NOx=0,09gr/km CO = 0,03 % HC = 2 ppm CO=0,39 gr/km HC+NOx=0,07gr/km CO = - % HC = - ppm CO=0,31 gr/km HC+NOx=0,10gr/km CO2 = 161,59 g/km CO = - % HC = - ppm CO=1,56 gr/km HC+NOx=0,04 gr/km
CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=2,2 gr/km HC+NOx=0,50gr/km CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=2,2 gr/km HC+NOx=0,50gr/km CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO=2,20 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.4133/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 19 Nopember 2007
CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO=2,20 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.4050/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 7 Nopember 2007
CO=0,45g/kWh HC=0,18 g/kWh NOx=6,11 g/kWh PM=0,065 g/kWh CO=0,10 % HC=10 ppm CO = 0,31 g/km HC+Nox = 0,12 g/km CO2 = 161,95 g/km
CO=4,0g/kWh HC=1,10 g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 g/kWh CO=4,5 % HC=1.20 ppm CO = 2.20 g/km HC+Nox = 0,50 g/km
SK.3048/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 1 Agustus 2007
SK.4132/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 19 Nopember 2007
SK.4037/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 6 Nopember 2007
SK.3049/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 1 Agustus 2007
190
Jenis/ Brand
Katagori
Model/type
Trans misi
Kinerja emisi
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI
4x2/Suzuki
Sda
Futura SL415 PU
MT
CO=0,01 % HC = 5 ppm CO = 0,16 gr/km HC+NOx=0,46gr/km
CO=4,5 % HC = 1.200 ppm CO = 2,20 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.3020/AJ.402/DRJD/2006 Tanggal 18 Oktober 2006
4x2/Suzuki
Sda
Futura SL415 MB
MT
CO=0,02 % HC = 5 ppm CO = 0,37 gr/km HC+NOx=0,26gr/km
CO=4,5 % HC = 1.200 ppm CO = 2,20 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.3021/AJ.402/DRJD/2006 Tanggal 18 Oktober 2006
4x2/Suzuki
Sda
APV GC415V MT
MT
CO=4,5 % HC = 1200 ppm CO=4,00 gr/km HC+NOx=0,60gr/km
SK.3674/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 20 September 2007
4x2/Suzuki
Sda
APV GC415V AT
AT
Sda
Swift ST 1.5 MT
MT
4x2/Suzuki
Sda
Swift ST 1.5 AT
AT
4x2/Suzuki
Sda
SX4 X-Over 1.5
MT
CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=4,00 gr/km HC+NOx=0,60gr/km CO=4,5 gr/km HC+NOx=1.200 gr/km CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=2.200 gr/km HC+NOx=0,500 gr/km CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=2,2 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.3665/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 19 September 2007
4x2/Suzuki
CO=0,35 % HC = 20 ppm CO = 0,33 gr/km HC+NOx=0,50gr/km CO = 221,14 gr/km CO = 0,3 % HC = 25 ppm CO=0,44 gr/km HC+NOx=0,53gr/km CO=0,15 gr/km HC+NOx=90 gr/km CO = 0,17 % HC = 22 ppm CO=0,13 gr/km HC+NOx=0,03 gr/km CO = 0,01 % HC = 20 ppm CO=0,18 gr/km HC+NOx=0,01gr/km
SK.412/AJ.402/DRJD/2005 Tanggal 24 Maret 2005 SK.987/AJ.402/DRJD/2005 Tanggal 13 Juli 2005
SK.893/AJ.402/DRJD/2008 28 Maret 2008
191
Jenis/ Brand
Katagori
Model/type
Trans misi
Kinerja emisi
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003 CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=1,25 gr/km HC+NOx=0,500gr/k m CO=4,5 gr/km HC =0,50 ppm CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO=2,20 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.156/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 22 Januari 2007
CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO=2,20 gr/km HC+NOx=0,50gr/km
SK.613/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 28 Februari 2007
CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO = 4,00 g/km HC+NOx= 0,60 g/km CO = 4,5 % HC = 1.200 ppm CO = 4,00 g/km HC+NOx= 0,60 g/km CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO = 5,00 g/km HC+NOx= 0,70 g/km
SK.611/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 28 February 2007
4x2/Suzuki
Sda
SX4 X-Over 1.5 AT
AT
CO = 0,02 % HC = 6 ppm CO=0,21 gr/km HC+NOx=0,03gr/km
4x2/Suzuki
2000
AT
4x2/Nissan
Sda
SX4 X-Over 2.0L AT Grand Livina 1.5 AT
4x2/Nissan
Sda
Grand Livina 1.5 MT
MT
4x2/Nissan
Sda
Grand Livina 1.8 MT
MT
4x2/Nissan
Sda
Grand Livina 1.8 AT
AT
4x2/Nissan
Sda
Livina X-Gear 1.5 MT
MT
CO=0,02 gr/km HC =20 ppm CO = 0,01 % HC = 1 ppm CO=1,56 gr/km HC+NOx=0,02 gr/km CO = 0,02 % HC = 2 ppm CO=1,20 gr/km HC+NOx=0,03 gr/km CO = 0,02 % HC = 1 ppm CO = 0,07 g/km HC+NOx= 0,02 g/km CO = 0,02 % HC = 2 ppm CO = 0,32 g/km HC+NOx= 0,00 g/km CO = 0,05 % HC = 10 ppm CO = 0,61 g/km HC+NOx= 0,05 g/km CO2 = 163,77 g/km
AT
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI
SK.1717/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 4 Juni 2007 SK.610/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 28 Februari 2007
SK.608/AJ.402/DRJD/2007 Tanggal 28 February 2007
SK.782/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 13 Maret 2008
192
Jenis/ Brand
Katagori
Model/type
Trans misi
4x2/Nissan
Sda
Livina X-Gear 1.5 AT
AT
4x2/Nissan
Sda
X-Trail 2.0 CVT A/T
AT
4x2/Nissan
Sda
X-Trail 2.0 2WD M/T
MT
4x2/Nissan
Sda
X-Trail 2.5 CVT-XT A/T
AT
4x2/Suzuki
Sda
Grand VitaraJB420 MT
MT
4x2/Suzuki
Sda
Grand VitaraJB420 AT
AT
Kinerja emisi
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI
CO = 0,02 % HC = 4 ppm CO = 0,91 g/km HC+NOx= 0,11 g/km CO2 = 165,05 g/km CO = 0 % HC = 5 ppm CO = 0,286 g/km HC + NOx = 0,007 g/km
CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO = 2,20 g/km HC+NOx= 0,50 g/km
SK.846/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 26 Maret 2008
CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO = 2,20 g/km HC + NOx = 0,50 g/km
SK.3053/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 13 Nopember 2008
CO = 0 % HC = 1 ppm CO = 0,28 g/km HC+NOx= 0,03 g/km CO = 0 % HC = 1 ppm CO = 0,48 g/km HC+NOx= 0,04 g/km CO2 = 223,83 g/km CO = 0,02 % HC = 67 ppm CO=0,57% HC+NOx=0,01 gr/km CO = 0,03 % HC = 37 ppm CO=0,40% HC+NOx=0,00 gr/km
CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO = 2,20 g/km HC+NOx= 0,50 g/km CO = 4,5 % HC = 1.20 ppm CO = 4,00 g/km HC+NOx= 0,60 g/km
SK.1568/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 11 Juni 2008
CO = 4,5 % CO = 1.200 ppm CO=2,20% HC+NOx=0,50 gr/km CO = 4,5 % CO = 1.200 ppm CO=2,20% HC+NOx=0,50 gr/km
SK.2644/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 19 September 2008
SK.1567/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 11 Juni 2008
SK.2662/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 19 September 2008
193
Jenis/ Brand
Katagori
Model/type
Trans misi
4x4/Nissan
Sda
Grand VitaraJB424 AT
AT
4x4/Nissan
Sda
Grand VitaraJB424 MT
MT
Pick Up/Truck Hino
GVW 5 – 10 ton (G/D)
Dutro 110SD WU302
MT
Pick Up/Truck Hino
Sda
Dutro 110LD WU342
Pick Up/Truck Hino
Sda
Pick Up/Truck Hino
Sda
Kinerja emisi
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI
CO = 0,03 % HC = 29 ppm CO=0,15% HC+NOx=0,00 gr/km CO2 = 205,49 gr/km CO = 0 % HC = 7 ppm CO=0,14% HC+NOx=0,01 gr/km CO2 = 205,89 gr/km CO=1,14g/kWh HC =0,33g/kWh NOx=6,46 g/kWh PM=0,14 q/kWh
CO = 4,5 % CO = 1.200 ppm CO=2,20% HC+NOx=0,50 gr/km
SK.2661/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 19 September 2008
CO = 4,5 % CO = 1.200 ppm CO=2,20% HC+NOx=0,50 gr/km
SK.2645/AJ.402/DRJD/2008 Tanggal 19 September 2008
CO=4,0g/kWh HC =1,10g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
MT
CO=1,14g/kWh HC =0,33g/kWh NOx=6,46 g/kWh PM=0,14 q/kWh
CO=1,14g/kWh HC =0,33g/kWh NOx=6,46 g/kWh PM=0,14 q/kWh
Dutro 130MD WU342
MT
CO=0,80g/kWh HC =0,27g/kWh NOx=6,38 g/kWh PM=0,12 q/kWh
CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
Dutro 130HD WU342
MT
CO=0,80g/kWh HC =0,27g/kWh NOx=6,38 g/kWh PM=0,12 q/kWh
CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
SK.674/AJ/402/DRJD/20 09 Tanggal 27 Februari 2009 SK.479/AJ/402/DRJD/20 07 Tanggal 19 Februari 2007 SK.675/AJ/402/DRJD/20 09 Tanggal 27 Februari 2009 SK.549/AJ/402/DRJD/20 07 Tanggal 22 Februari. 2007
194
Model/type
Trans misi
Kinerja emisi
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003
Jenis/ Brand
Katagori
Pick Up/Truck Hino
GVW 1024 Ton (G/D)
FG235JJ
MT
CO=0,74g/kWh HC =0,22g/kWh NOx=5,82 g/kWh PM=0,08 q/kWh
CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Hino
Sda
FG235JK
MT
Pick Up/Truck Hino
Sda
FG235JL
MT
CO=0,74g/kWh HC =0,22g/kWh NOx=5,82 g/kWh PM=0,08 q/kWh CO=0,74g/kWh HC =0,22g/kWh NOx=5,82 g/kWh PM=0,08 q/kWh
CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Hino
Sda
FG235JP
MT
CO=0,74g/kWh HC =0,22g/kWh NOx=5,82 g/kWh PM=0,08 q/kWh
CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
Pick Up/Truck Hino
Sda
FG260JM
MT
Pick Up/Truck Hino
GVW > 24 Ton (G/D)
SG260J T/H
MT
Pick Up/Truck
Sda
FL235JN
MT
CO=0,77g/kWh HC =0,26g/kWh NOx=5,66 g/kWh PM=0,07 q/kWh CO=0,77g/kWh HC =0,26g/kWh NOx=5,66 g/kWh PM=0,07 q/kWh CO=0,74g/kWh HC =0,22g/kWh NOx=5,82 g/kWh PM=0,08 q/kWh
CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,00g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI
SK.3078/AJ/402/DRJD/2 006 Tanggal 1 November 2006 SK.2901/AJ/402/DRJD/2 006 Tanggal 4 Oktober 2006 SK.3242/AJ/402/DRJD/2 006 Tanggal 8 Desember 2006 SK.3287/AJ/402/DRJD/2 006 Tanggal 11 Desember 2006 SK.2900/AJ/402/DRJD/2 006 Tanggal 4 Oktober 2006 SK.2883/AJ/402/DRJD/2 006 Tanggal 30 Oktober 2006 SK.3077/AJ/402/DRJD/2006 Tanggal 1 Nov 2006
195
Jenis/ Brand
Katagori
Model/type
Trans misi
Pick Up/Truck Hino
Sda
FL235JW
MT
Pick Up/Truck Hino
Sda
FL260JW
MT
Pick Up/Truck Hino
Sda
FM260J Dump
MT
Pick Up/Truck Hino
Sda
FM260J Mixer
MT
Pick Up/Truck Hino
Sda
FM320P T/H
MT
Double Cabin 4x2 / 4x4 Nissan
GVW < 5 Ton (G/D) for All cc Sda
Frontier Navara 2.5 DC 4x4
MT
Frontier Navara 2.5 DC AT 4x4
AT
Double Cabin 4x2 / 4x4 Nissan
Sumber : SK Dirjen Hub Darat (tentang uji type)
Kinerja emisi
CO=0,74g/kWh HC =0,22g/kWh NOx=5,82 g/kWh PM=0,08 q/kWh CO=0,77g/kWh HC =0,26g/kWh NOx=5,92 g/kWh PM=0,07 q/kWh CO=0,77g/kWh HC =0,26g/kWh NOx=5,66 g/kWh PM=0,07 q/kWh CO=0,77g/kWh HC =0,26g/kWh NOx=5,66 g/kWh PM=0,07 q/kWh CO=0,74g/kWh HC =0,29g/kWh NOx=6,10 g/kWh PM=0,10 q/kWh CO=0,11g/kWh HC+NOx =0,69g/kWh PM=0,08 q/kWh CO=0,02g/kWh HC+NOx =0,56g/kWh PM=0,16 q/kWh
BML Men LH Kep MenLH No.141/2003
CO=4,0g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,0g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,0g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,0g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=4,0g/kWh HC =1,1g/kWh NOx=7,0 g/kWh PM=0,15 q/kWh CO=1,50g/kWh HC+NOx =1,60g/kWh PM=0,20 q/kWh CO=1,50g/kWh HC+NOx =1,60g/kWh PM=0,20 q/kWh
Sumber Data Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat RI SK.3087/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 18 Agust 2007
SK.3343/AJ/402/DRJD/2008 Tanggal 11 Des. 2008
SK.636/AJ/402/DRJD/2009 Tanggal 29 Feb. 2009
SK.613/AJ/402/DRJD/2009 Tanggal 20 Feb. 2009
SK.609/AJ/402/DRJD/2009 Tanggal 20 Feb. 2009
SK.612/AJ/402/DRJD/2007 Tanggal 28 Februari 2007
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia : Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan) : 8-12 Januari 2009
Hasil Pengukuran Kualitas Udara No
Parameter
1 2 3 4 5 6
Temperatur Kelembaban Arah Angin Kec.Angin Tekanan Kebisingan
7
Gas: O3 SO2 CO NOx CH Nonmetana Debu (TSP)
Satuan 0
C %
1
2
3
4
5
6
35,3 64
31,5 52
31,13 50,3
32,9 51,5
34,42 42,83 Brt laut 0,65
33,76 48 Brt laut 0,47
90 68,170,4
90 61,466,5
90 70,777,5
90 70,778,3
52,760,2
50,358,7
201,2 1.254 55,21 -
114,8 845 37,11 -
297 1.098 74,4 -
197,4 1.101 69,7 -
171,95 386,1 21,93
168 364,3 19,35
235*) 900*) 30000*) 400*) 160*)
200 5200 29000 5600 29000
403,8
243
241,6
81,14
87,35
230*)
10000
0,47 1,5
0,35 1,1
1,46 1,6
0,10 <0,005
0,12 <0,003
50 14000
<70,3
69,4
74,1
<0,3
<0,1
2*) 0,02 ppm ***) 2 ppm ***)
0
m/det kPa dB(A) µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3
Pb H2S
µg/Nm µg/Nm3
228,0 0 1,23 2,8
NH3
µg/Nm3
81,5
3
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008 Baku Mutu Lingkungan Berdasarkan Kep.Menaker: 1. NO.SE-01/1997 *) PP No.41/1999 2. No.Kep-51/1999 **) No.48/MENLH/96 ***) No.50/MENLH/96 Lokasi : Dalam Ruangan Kerja 1. Painting 2. Warehouse 3. Unit (A/X & T/M) 4. Vehicle (Frame Area) 5. Halaman Depan 6. Halaman Belakang Di halaman Pabrik 7. Pekarangan
7
70**)
BML 1) 85 2) ---
17000
197
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia : Kualitas Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak : 8-12 Januari 2009
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi Sumber Tidak Bergerak HASIL PENGUJIAN/LOKASI No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15
Parameter A. Bukan Logam Ammonia (NH3) Gas Klorin (Cl2) Hidrogen Klorida (HCL) Hidrogen Fluorida (HF) Nitrogen Oksida (NO2) Opasitas Partikel Sulfur Dioksida (SO2) Total Sulfur Tereduksi (H2S) B. Logam Air Raksa (Hg) Arsen (As) Antimon (Sb) Kadmium (Cd) Seng (Za) Timah Hitam (Pb)
Satuan 1
2
BML
mg/m3 mg/m3 mg/m3
0,3 0,9 1,04
0,04 0,05 1,07
0,5 10 5
mg/m3
0,03
1,01
10
mg/m3
1,54
2,14
1000
% mg/m3 mg/m3
5 31,8 4,21
5 35,2 7,54
35 350 800
mg/m3
0,10
0,07
35
mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3 mg/m3
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008
Baku Mutu Lingkungan Berdasarkan : Kep MenLH No.Kep-13/MENLH/3/1995
Lokasi : 1. Engine Washing 2. Axie Washing
5 8 8 8 50 12
198
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia : Udara Ambien : 8-12 Januari 2009
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien HASIL PENGUJIAN/LOKASI No.
1 2 3 1 2 1 2 1
Parameter KIMIA NO2 SO2 CO FISIKA Pb Debu KEBAUAN H2S NH3 KEBISINGAN Kebisingan
Satuan
Baku Mutu 1
2
µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3
25,74 259 412,7
42,55 256,9 446,4
400 900 30.000
µg/Nm3 µg/Nm3
2,04 97,58
1,6 104
2 230
Ppm ppm
0,045 <0,8
<0,009 <0,7
0,02 2
dBA
70
56,7-60,8
70
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008
Baku Mutu Lingkungan Pekarangan Berdasarkan: 1.*) PP No.41/1999 2.**) No.48/MENLH/96 3. ***) No.50/MENLH/96 Lokasi : 1.Halaman Belakang 2.Halaman Depan
199
Hasil Pengujian Kualitas Air Perusahaan Jenis pengujian Jenis contoh uji Tanggal pengujian
: PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia : Kualitas Air Limbah : Air Limbah Inlet, Outlet WWT, dan Main Hole : 8 – 12 januari 2009
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah Baku Mutu No.
Parameter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
FISIKA Suhu Residu Terlarut Residu suspensi (TSS) KIMIA Amoniak (NH3-N) Arsen (As)* Barium (Ba) Boron Besi (Fe)* BOD5 COD Deterjen (MBAS) Fenol Fluorida Kadmium (Cd)* Klorin (Cl2) Klorida (Cl) Cobalt (Co) Krom Total (Cr) Kromium Heksavalent (Cr6+) Mangan (Mn)* Magnesium (Mg) Mercury (Hg)* Minyak/Lemak Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) Nikel (N)* pH Selenium (Se)*
26 27 28 29 30 31
Seng (Zn)* Sianida (CN) Sulfat (SO42-) Sulfida (H2S) Tembaga (Cu)* Timbal (Pb)*
1 2 3
Satuan
1
2
3
C mg/L mg/L
29,2 1,097 81
28,5 954 61
28,1 875 58
30-35 2000 400
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
3,14 0,03 15 0,5 0,42 487 725 0,02 0.064 2,06 0,006 0,28 664 0,21 <0,01 0,01 0,78 2,84 tt 1,03 5,1 0,063 0,047 7,05 0,5
1,23 0,01 0,9 0,3 0,31 247 544 0,01 0,012 1,3 0,003 0,9 412 0,7 Tt 0,01 0,47 1,12 Tt 0,7 2,4 0,06 0,023 7,14 0,3
1,07 0,01 0,6 0,2 0,24 1,32 223 0,03 0,09 0,8 0,002 1,3 354 0,4 tt tt 0,31 0,28 tt 0,9 1,7 0,03 0,011 7,56
50 1 20 2,5 100 600 900 5 10 20 5 50 10 10 10 10 0,05 50 50 50 10 6,0-10,0 5
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,02 0,007 86 0,214 2,11 <0,01
0,01 0,002 46 0,135 1,7 <0,01
0
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2008
0,2 0,03 0,001 50 0,145 1,9 0,03
5 5 5 5 10
200
Keterangan : *Nilai hasil uji parameter tersebut merupakan nilai total kandungan ** Standar Methode Edisi ke 21 tahun 2005 tt Tidak terdeteksi 1. Inlet WWT 2. Outlet WWT 3. Main Hole
201
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Nissan Motor Indonesia : Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan) : 25-29 Januari 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Didalam Ruangan HASIL PENGUJIAN/LOKASI No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Parameter I. KIMIA NO2 SO2 CO Pb Sb Se Mn Hg Debu(TSP) H2S NH3
Satuan
Baku Mutu
1
2
3
4
5
6
7
µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3
5.600* 5.200* 29.000*
38.33 119.91 1.310.4
86,98 122,9 1.170
<4 204,82 889,2
18,2 403,09 1.158,5
23,92 179,98 1.029,6
57,33 285,6 1.041,3
µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3
50* 500* 200* 200* 25* 14.000* 17.000*
0.02 Tt Tt 0.03 Tt 131.69 <1.1 <69.4
0.02 tt tt 0.05 tt 33,83 <1.1 <69.4
Tt tt tt tt tt 54,38 <1.1 <69.4
0.04 tt 0,03 0.04 tt 95,34 <1.1 <69.4
0.01 tt tt 0.02 tt 33,38 <1.1 <69.4
49,65 106,26 1.503,4 5 Tt tt tt tt tt 121,67 <1.1 <69.4
70,8-75,9
62,1-70,3
62,8-74,8
60,1-75,5
0.04 Tt Tt 0.03 Tt 18,09 <1.1 <69.4
II. KEBISINGAN 1
Kebisingan3
dBA
85**
67,1-78
60,6-66,6
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007 Keterangan : tt = Tidak Terdeteksi Baku Mutu Berdasarkan : * SE.MENAKER NO.SE-01/MEN/1997/Faktor Kimia di Lingkungan Kerja ** SK.MENAKER Kep-51/MEN/1997 NAB Faktor Fisika di Lingkungan Kerja Lokasi
1. Body Shop (Jig & Melol Process) 2. Paint Shop (CED, Sealing, Sanding, Top Coat & Recliffaction). 3. Material Handling (Uploading & &Unpacking) 4. Plastic Part (Painting & Wipping) 5. Trim Chassis (Pemasangan Part) 6. QA Inspection (Roller Test) 7. PDC Activities (accessories Unit & Mobilisasi Unit)
58,6-61,6
202
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Nissan Motor Indonesia : Udara Emisi : 25-29 Januari 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi Sumber Bergerak No
Parameter
1
I. FISIKA Opasitas
1 2
II. KIMIA Hidro Karbon (HC) Karbon Monoksida
Satuan
Baku Mutu*
Hasil Pengujian/ Lokasi 1
Hasil Pengujian/ Lokasi 2
Hasil Pengujian/ Lokasi 3
%
50
10
10
5
Ppm µg/Nm3
1.200 4,5
78,2 1,5
112,2 1,7
8,6 0,5
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007 Keterangan : Tt = Tidak Terdeteksi Baku Mutu Berdasarkan * Kep-35/MENLH/10/1995 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Lokasi
1. Forklift Running No.11 Maintenance 2. Truck No.1 3. Unit Mobil Grand Livina
203
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Nissan Motor Indonesia : Udara Emisi : 25-29 Januari 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi SumberTidak Bergerak No
1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter
I. FISIKA Opasitas Partikel II. KIMIA Ammonia (NH3) Gas Klorin (CL2) Hidrogen Klorida HCL) Hidrogen Florida (HF) Nitrogen Oksida (NO2) Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Sulfida (H2S) Karbon Monoksida (CO) Timah Hitam (Pb)
Hasil Pengujian/ Lokasi 1
Hasil Pengujian/ Lokasi 2
Hasil Pengujian/ Lokasi 3
35 350
5 20,41
5 23,31
5 29,52
µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3
0,5 10 5 10 1000 800 35 -
0,4 Tt 0,22 0,33 5,2 Tt Tt 0,89
0,01 5,3 -
0,39 tt 16,87 tt 12,2 11,2 tt 1,2
µg/Nm3
12
Tt
-
0,04
Satuan
Baku Mutu
% µg/Nm3
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007 Keterangan : Tt = Tidak Terdeteksi Baku Mutu Berdasarkan * Kep-13/MENLH/3/1995 Lokasi
1. Cerobong Pemanasan Oven Exhaust No.3 2. Boiler Running 3. Genset Running No.3
204
Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian Titik Sampling Baku mutu
: PT. Nissan Motor Indonesia : Air Limbah : 25-30 Januari 2008 : Outlet IPAL : stándar kawasan industri PT. Besland Pertiwi
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah Metode Acuan No 1 1 2 3 4
Parameter I. FISIKA Total Larutan Tersuspensi (TTS) II. KIMIA PH BOD5 COD Minyak dan Lemak
Satuan
Baku Mutu*
Hasil Pengujian
mg/l
300
836^
SNI-06-6989.3-2004
mg/l mg/l mg/l
6,0-10,0 600 900
6,78 180 253,75 -
SNI-06-6989.3-2004 SNI 06-2503-1991 SNI 06-6989.2-2004 SNI 06-2302-1991
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desember 2007 Keterangan : ^ Tidak memenuhi Baku Mutu yang dipersyaratkan Baku mutu berdasarkan standar kawasan industri PT. Besland Pertiwi
205
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Nissan Motor Indonesia : Udara Ambien : 25-29 Januari 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Di Luar Ruangan HASIL PENGUJIAN/LOKASI No
1 2 3 4 5 1 8 10 1
Parameter I. Kimia NO2 SO2 CO HC (Hidro Karbon O3 II. Fisika Pb Debu (TSP) III. Kebauan H2S IV. Kebisingan Kebisingan
Satuan
Baku Mutu
1
2
3
4
5
6
7
µg/Nm3 3 µg/Nm µg/Nm3 µg/Nm3
400* 900* 30.000* 160*
12,2 135,96 643,5 4,3
18,22 404,42 900,9 5,5
<4 157,86 198,9 1,2
8,06 175,46 453,2 2,5
51,18 114,93 760,5 2,2
11,54 115,05 810,2 3,5
25,14 105,42 812,3 4,6
µg/Nm3
235*
80,7
145,94
55,16
23,1
122,12
100,76
178,5
µg/Nm3 µg/Nm3
2* 230*
0,02 46,12
0,02 112,05
0,02 68,13
0,1 76,2
0,10 72,19
0,04 68,14
0,04 76,3
µg/Nm3
0,02**
<0,005
<0,005
<0,005
<0,005
<0,005
<0,005
<0,005
dBA
70***
54,763,9
52,153,7
47,369,7
45,958,6
64,166,3
53,656,6
41,162,4
Sumber : UPL/UKL periode Juli-Desermber 2007 Keterangan : Baku Mutu Berdasarkan : * PPRI No.41 th 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara ** Kep-50/MENLH/II/1996 Tentang Baku Mutu Kebauan *** Kep-48/MENLH/II/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan Lokasi
1. Halaman Depan Area Office 2. Exhaust Fan Paint Shop 3. Unloading/Belakang Plant 4. Exhaust Fan Plastic Part 5. Depan Exhaust Fan Oven 6. Exhaust Fan Robot Spraying 7. PDC/Running Test & Mobilisasi Unit
206
Hasil Pengujian Kualitas Air Perusahaan Jenis pengujian Jenis contoh uji
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Air Limbah : Air Limbah Effluent WWT-1
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah HASIL PENGUJIAN No.
1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Parameter
FISIKA Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA pH **) Besi **) (Fe) Mangan **) (Mn) Seng (Zn) Khrom Total BOD COD Kadmium (Cd) Minyak & Lemak Nikel (Ni) Timbal (Pb) Tembaga **) (Cu) Fluorida (F)
Kadar Maksimum berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Gol. I *)
Satuan
Hasil Pengujian
mg/L mg/L
4,61 <1,67
2000 200
mg/L mg/L mg/L
7,27 0,124 0,166
6,0-9,0 5 2
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,092 <0,041 20,6 61,2 <0,003 <0,167 <0,05 <0,012 <0,02
5 0,5 50 100 0,05 0,2 0,1 2
mg/L
0,505
2
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008 Keterangan : *) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I **) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN Tanggal Pengujian : 1. 12-25 Agustus 2008
207
Hasil Pengujian Kualitas Air Perusahaan Jenis pengujian Jenis contoh uji
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Air Limbah : Air Limbah Inlet WWT P 4 W
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah HASIL PENGUJIAN No.
Kadar Maksimum berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Gol. I *)
Satuan
1
2
3
4
5
6
mg/L mg/L
1341 26
1093 75
1218 59
1371 106
1405 128
612 18
2000 200
mg/L mg/L
7,30 1,60
7,60 3,35
7,20 1,91
mg/L
0,811
1,41
0,800
4
mg/L
2,77
3,06
2,25
5
Khrom Total
mg/L
0,63
0,399
0,264
6
mg/L
6,45 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,04 1 0,079
7 8 9 10 11
Amoniak Total (NH3-N) Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) BOD COD Kadmium (Cd)
6,20 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,04 1 0,033
6,0-9,0 5
Mangan **) (Mn) Seng (Zn)
6,30 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,01 4 0,033
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
36,3 82,5 0,047
41,2 96,0 0,093
54,4 121,0 0,068
Minyak & Lemak
mg/L
<0,2
0,091
13 14
Nikel (Ni) Timbal (Pb)
mg/L mg/L
15
Tembaga **) (Cu)
mg/L
1,08 <0,12 9 0,013
<0,20 1 4,04 0,166 0,022
0,882
4,24 0,155 66,3 170,4 <0,00 3 <0,00 1 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
2,81 0,055 82 185 <0,00 3 <0,00 1 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
20 1 50 100 0,05
12
6,39 1,35 71,7 165,2 <0,00 3 <0,00 1 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
1 2
1 2 3
Parameter
FISIKA Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA pH **) Besi **) (Fe)
0,620 0,205
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008 Keterangan : *) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I **) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN
2 5 0,5 1
0,2 0,1 2
208
Tanggal Pengujian : 1. 15-25 Januari 2008 2. 06-15 Pebruari 2008 3. 11-24 Maret 2008 4. 10-24 April 2008 5. 06-22 Mei 2008 6. 12-20 Juni 2008
209
Hasil Pengujian Kualitas Air Perusahaan Jenis pengujian Jenis contoh uji
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Air Limbah : Air Limbah Outlet Sesudah Proses
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah HASIL PENGUJIAN No.
Parameter
14 15
FISIKA Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA pH **) Besi **) (Fe) Mangan **) (Mn) Seng (Zn) Khrom Total BOD COD Kadmium (Cd) Minyak & Lemak Nikel (Ni) Timbal (Pb) Tembaga **) (Cu) Amoniak Total (NH3-N) Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N)
16
Fluorida (F)
1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kadar Maksimum berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Gol. I *)
Satuan
Hasil Pengujian
mg/L mg/L
421 13
2000 200
mg/L mg/L mg/L
6,62 <0,033 <0,004
6,0-9,0 5 2
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
<0,018 <0,02 9,12 30,3 <0,003 <0,001 <0,05 <0,01 <0,02
5 0,5 50 100 0,05 0,2 0,1 2
mg/L
0,02
1
mg/L mg/L
5,94 <0,1
20 1
mg/L
0,166
2
Sumber : UPL/UK: periode Januari-Juni 2008 Keterangan : *) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I **) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN Tanggal Pengujian : 1. 12-25 Agustus 2008
210
Hasil Pengujian Kualitas Air Perusahaan Jenis pengujian Jenis contoh uji
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Air Limbah : Air Limbah Outlet WWT P 4 W
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah HASIL PENGUJIAN No.
1 2
1 2 3
Parameter
FISIKA Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA pH **) Besi **) (Fe)
Satuan
1
2
3
mg/L mg/L
204 11
133 20
mg/L mg/L
7,06 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,04 1
7,36 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,04 1
mg/L
4
Mangan **) (Mn) Seng (Zn)
5
Khrom Total
mg/L
6
mg/L
7 8 9 10 11
Amoniak Total (NH3-N) Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) BOD COD Kadmium (Cd)
12 13 14
Minyak & Lemak Nikel (Ni) Timbal (Pb)
mg/L mg/L mg/L
15
Tembaga **) (Cu)
mg/L
mg/L
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
7,19 21,3 <0,00 3 <1,67 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
12,2 29,4 <0,00 3 <1,67 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
Kadar Maksimum berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Gol. I *)
5
6
144 27
904 20
252 9,4
2000 200
7,19 1,45
7,08 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,04 1 <0,01
7,16 <0,03 3 <0,00 4 <0,01 8 <0,04 1 <0,01
6,0-9,0 5
1,70 <0,1 9 26,8 <0,00 3 <0,2 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
0,883 <0,1 5,27 19,5 <0,00 3 <0,2 <0,05 <0,12 9 <0,03 7
20 1 50 100 0,05
0,701 0,093 0,09
7,03 21,6 <0,00 3 <0,2 <0,02 <0,12 9 <0,03 7
4
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008 Keterangan : *) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I **) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN
2 5 0,5 1
0,2 0,1 2
211
Tanggal Pengujian : 1. 15-25 Januari 2008 2. 06-15 Pebruari 2008 3. 11-24 Maret 2008 4. 10-24 April 2008 5. 06-22 Mei 2008 6. 12-20 Juni 2008
212
Hasil Pengujian Kualitas Air Perusahaan Jenis pengujian Jenis contoh uji
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Air Limbah : Air Limbah Pinal PH Control WWT-1
Hasil Pengukuran Kualitas Air Limbah HASIL PENGUJIAN No.
1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Parameter
FISIKA Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA pH **) Besi **) (Fe) Mangan **) (Mn) Seng (Zn) Khrom Total BOD COD Kadmium (Cd) Minyak & Lemak Nikel (Ni) Timbal (Pb) Tembaga **) (Cu) Amoniak Total (NH3-N) Fluorida (F)
Kadar Maksimum berdasarkan Baku Mutu Limbah Cair Gol. I *)
Satuan
Hasil Pengujian
mg/L mg/L
113 15
2000 200
mg/L mg/L mg/L
6,09 <0,033 <0,04
6,0-9,0 5 2
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
<0,016 <0,041 12,0 33,6 <0,016 <1,67 <0,05 <0,129 0,037
5 0,5 50 100 0,05 0,2 0,1 2
mg/L
<0,01
1
mg/L
2,36
2
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008 Keterangan : *) SK Gubernur Jawa Barat No.6 Tahun 1999 Lampiran III, Golongan I **) Terakreditasi KAN dengan Nomor LP-346-IDN Tanggal Pengujian : 1. 12-25 Agustus 2008
213
Hasil Pengujian Kualitas Kebisingan Ruang Kerja Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Udara Kebisingan Ruang Kerja : 25 Juni 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Kebisingan Ruangan Kerja No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lokasi
Satuan
NAB
dBA
Hasil Pengukuran 92,3
Ms.Press Komatsu 500 ton K-2/K-3 Ms Press Komatsu 2000 ton E4S800MB Area Test Inspection Area Assembling Area Welding Area Painting Metal/Body Area Painting Plastik Antara Area Painting Plastik & Painting Metal Area Sandblasitng
dBA
94,8
85
dBA
89,9
85
dBA dBA dBA
80,4 81,5 83,8
85 85 85
dBA
75,8
85
dBA
82,3
85
dBA
79,3
85
85
Sumber : UPL/UKL periode Januari-Juni 2008
Baku Mutu Lingkungan Nilai Ambang Batas untuk kebisingan (Leg) tempat kerja Berdasarkan SK.Menteri Tenaga Kerja No.Kep-51/MEN/1999 (NAB:85 dBA)
214
Hasil Pengujian Kualitas Udara Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Udara Indoor (Kualitas Udara Dalam Ruangan) : 25 Juni 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Didalam Ruangan Kerja HASIL PENGUJIAN/LOKASI No. 1 2 3 4 5 6 7
Parameter
Satuan
Nitrogen Dioksida (NO2) Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida CO) Amoniak (NH3) Hidrogen Sulfida (H2S) Timah hitam (Pb) Debu
µg/Nm3
1 31,58
2 74,97
3 39,59
4 30,52
5 51,07
BML 5.600
µg/Nm3
10,75
37,58
16,85
9,74
31,22
5.200
µg/Nm3
893,23
8.925,67
521,49
327,49
2.183,69
29.000
µg/Nm3 µg/Nm3
34,96 2,60
28,91 3,60
47,87 3,80
37,18 2,40
23,61 4,10
17.000 14.000
µg/Nm3 µg/Nm3
0,24 287,52
0,40 314,86
0,33 326,82
0,26 288,42
0,91 713,54
50 10.000
32.8 50 Cerah
32,8 58 Cerah
30,8 60 Cerah
32,4 61 Cerah
32,4 52 Cerah
Kondisi cuaca 1 2 3
Suhu Kelembaban (RH) Cuaca
0
C % -
Baku Mutu Lingkungan Berdasarkan Kep.Menaker: NO.SE-01/1997
Lokasi : 1. Area Press 2.Area Test Inspection 3. Area Painting Metal 4. Area Assembling 5. Area Welding (Grand Vitara)
215
Hasil Pengujian Kualitas Kebauan Ruang Kerja Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Udara Kebauan Ruang Kerja : 25 Juni 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Kebauan Ruangan Kerja HASIL PENGUJIAN/LOKASI No. 1 2 3
Parameter Benzene (C6H6) Toluene (C7H8) Xylene (C8H10)
Satuan ppm ppm ppm
1 1,95 2,20 2,11
2 0,82 1,12 0,42
3 1,63 2,19 1,14
4 0,68 0,29 0,65
5 1,30 1,81 0,86
34,3 54 Cerah
33,8 56 Cerah
34,6 52 Cerah
30,8 60 Cerah
31,9 55 Cerah
Kondisi cuaca 1 2 3
Suhu Kelembaban (RH) Cuaca
0
C % -
Sumber : UPK/UKL periode Januari-Juni 2008
Baku Mutu Lingkungan Tingkat Gas Kebauan ditempat kerja berdasarkan Surat Edaran Menaker: 1. SE-01/MEN/1997
Lokasi : 1. Area Painting Plastik & Area Painting Metal 2. Area Painting Plastik sebelah Utara 3. Area Painting Plastik sebelah Selatan 4. Area Painting Metal/Body sebelah Utara 5. Area Painting Metal/Body sebelah Selatan
BML 10 50 100
216
Hasil Pengujian Kualitas Kebauan Ruang Kerja Perusahaan Jenis contoh uji Tanggal Pengujian
: PT. Suzuki Indomobil Motor 4W : Kualitas Udara Kebauan Ruang Kerja : 25 Juni 2008
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Kebauan Ruangan Kerja HASIL PENGUJIAN/LOKASI No. 1 2 3 4 5
Parameter
Satuan
Ammoniak (NH3) Hidrogen Sulfida (H2S) Metil Mercaptan (CH3SH) Metil Sulfida (CH3)2S Stirene (C6H6CHCH2)
ppm ppm
1 0,13 0,004
2 0,03 0,003
BML 2.000 0,020
ppm
Ttd
Ttd
0,002
ppm
Ttd
Ttd
0,010
ppm
0,017
0,011
0,100
33.1 53 Cerah
32,4 52 Cerah
Kondisi cuaca 1 2 3
Suhu Kelembaban (RH) Cuaca
0
C % -
Sumber : UPK/UKL periode Januari-Juni 2008
Baku Mutu Lingkungan Tingkat Kebauan berdasarkan Surat Keputusan NenLH: Kep-50/MENLH/11/1996
Lokasi : 1.Area Sandblesting 2. Area Welding (Grand Vitara)
217