Analisis Kebijakan Bea Keluar (BK) CPO Dan Produk Turunannya
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Jakarta – 2013
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Gedung Utama Lt. 16 Telp. +62 21 2352 8683 Fax. +62 21 2352 8693
KATA PENGANTAR
Kajian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kebijakan pengenaan Bea Keluar (BK) atas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya. Untuk mengendalikan ekspor CPO berlebihan yang dapat menganggu kebutuhan minyak goreng dalam negeri dan dapat berakibat inflasi, maka kelapa sawit, CPO dan produk turunannya dikenakan Bea Keluar. Kebijakan BK yang ada sekarang telah disesuaikan dengan semangat hilirisasi dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Ada beberapa perkembangan yang terjadi setelah kebijakan tersebut diberlakukan. Pertama, Malaysia yang merupakan kompetitor utama Indonesia sebagai produsen CPO dan produk turunannya, merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang mengenakan pajak ekspor sawit dan turunannya, namun permintaan keberatan pemerintah Malayasia tersebut tidak mendapat tanggapan dari pemerintah Indonesia. Akibatnya Malaysia mengubah kebijakan BK CPO-nya dengan cara menurunkan BK CPO Malaysia dari 23% menjadi hanya berkisar 4,5%-8%. Kedua, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah Indonesia untuk menurunkan bea keluar CPO. Langkah ini dinilai penting oleh Apkasindo untuk menjaga daya saing CPO Indonesia dari negara produsen lain seperti Malaysia. Berdasarkan hal-hal tersebut, diperlukan adanya kajian mengenai Dampak Kebijakan BK CPO Indonesia terhadap perkembangan industri dan ekspor CPO serta produk turunannya, yang dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan BK atas ekspor CPO dan produk turunannya. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.
Jakarta, Juni 2013 Tim Peneliti
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Tujuan dan Output Kajian
3
1.3. Metodologi Kajian
4
PERBANDINGAN BEA KELUAR DAN INDUSTRI PENGOLAHAN CPO DAN TURUNANNYA DI INDONESIA DAN MALAYSIA 2.1. Perbandingan Struktur BK CPO Malaysia Dan Indonesia
5
2.2. Kinerja Industri Pengolahan CPO di Indonesia dan Malaysia
7
PERDAGANGAN CPO DAN PRODUK TURUNANNYA DUNIA
9
3.1. Negara-negara Eksportir dan Importir Crude Palm Oil (CPO), Crude
9
BAB II
BAB III
5
Palm Kernel Oil (CPKO) dan Produk Turunannya di Dunia 3.1.1. Crude Palm Oil (CPO)
9
3.1.2. Crude Palm Kernel Oil (CPKO)
11
3.1.3. Produk Turunan CPO dan CPKO
12
3.2. Kinerja Ekspor Indonesia : CPO dan Produk Turunannnya
15
3.3. Posisi Indonesia dan Malaysia di Pasar Ekspor CPO Dunia
17
3.4. Posisi Indonesia dan Malaysia di Pasar Ekspor Produk Turunan CPO
21
dan CPKO Dunia BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
23
4.1. Kesimpulan
23
4.2. Rekomendasi
23
ii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1.
Sepuluh Komoditi dengan Nilai RCA Tertinggi
1
Tabel 2.1.
Perbandingan BK CPO Malaysia dan Indonesia
5
Tabel 2.2.
Penambahan Investasi Paska Restrukturisasi Kebijakan BK Indonesia
8
Tabel 3.1.
Negara-negara Pengekspor CPO di Dunia
9
Tabel 3.2.
Negara-negara Pengimpor CPO di Dunia
10
Tabel 3.3.
Impor CPO Malaysia dari Dunia
10
Tabel 3.4.
Negara-negara Pengekspor CPKO di Dunia
11
Tabel 3.5.
Negara-negara Pengimpor CPKO di Dunia
12
Tabel 3.6.
Impor CPKO Malaysia dari Dunia
12
Tabel 3.7.
Kelompok Produk Turunan CPO dan CPKO
13
Tabel 3.8.
Negara-negara Pengekspor Produk Turunan CPO dan CPKO di Dunia
13
Tabel 3.9.
Negara-negara Pengimpor Produk Turunan CPO dan CPKO di Dunia
14
Tabel 3.10.
Impor Produk Turunan CPO dan CPKO Malaysia dari Dunia
15
Tabel 3.11.
Ekspor CPO Indonesia Menurut Negara Tujuan
17
Tabel 3.12.
Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar India
18
Tabel 3.13.
Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Belanda
18
Tabel 3.14.
Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Jerman
19
Tabel 3.15.
Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Italia
20
Tabel 3.16
Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Singapura
20
Tabel 3.17
Ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO Indonesia ke Beberapa Negara
21
(USD Juta) Tabel 3.18
Ekspor Produk Turunan CPO Malaysia ke Beberapa Negara (USD Juta)
iii
22
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1.
Nilai Ekspor CPO, CPKO dan Produk Turunan Indonesia
16
Gambar 3.2.
Volume Ekspor CPO, CPKO dan Produk Turunan Indonesia
16
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kelapa sawit adalah komoditi yang penting bagi Indonesia. Berdasarkan indeks daya saing menggunakan Indeks daya saing Revealed Comparative Advantage (RCA)1, minyak sawit atau CPO yang dalam pos tarif dengan harmonized system (HS) 15 (2 digit) berada di urutan kedua dari produk Indonesia yang mempunyai indeks tertinggi sejak tahun 2000 sampai dengan 2011. Tabel 1 di bawah menunjukkan 10 komoditi dengan nilai RCA tertinggi pada periode 2007-2011. Tabel 1.1. Sepuluh Komoditi Dengan Nilai RCA Tertinggi HS 80 15 14 92 55 40 67 75 9 18
Deskripsi Tin and articles thereof. Animal/veg fats & oils & their cleavage products; Vegetable plaiting materials; vegetable products Musical instruments; parts and access of such art Man-made staple fibres. Rubber and articles thereof. Prepr feathers & down; arti flower; articles huma Nickel and articles thereof. Coffee, tea, matï and spices. Cocoa and cocoa preparations.
2007 23.2 20.0 8.5 8.1 6.0 5.4 3.8 6.6 4.7 4.0
2008 33.8 20.1 8.3 7.8 6.0 5.6 3.6 5.5 5.3 4.5
2009 30.8 19.6 8.0 7.3 6.0 4.2 4.0 3.4 4.4 4.4
2010 26.1 19.2 5.8 7.4 6.0 5.3 4.1 5.0 3.8 4.1
2011 23.9 17.1 7.3 7.1 5.5 5.4 3.5 3.3 3.2 2.7
Sumber: UN Comtrade
Selain penting untuk devisa perdagangan Indonesia, minyak sawit juga merupakan produk yang mempunyai nilai strategis karena salah satu produk turunan minyak sawit adalah minyak goreng. Untuk mengendalikan ekspor Crude Palm Oil (CPO) berlebihan yang dapat menganggu kebutuhan minyak goreng dalam negeri yang dapat berakibat inflasi, maka kelapa sawit, CPO dan produk turunannya dikenakan Bea Keluar (BK). Dalam Undang-undang No 17 Tahun 2006 tentang
1
Revealed Comparative Advantage (RCA) adalah indeks yang digunakan untuk mengukur daya saing suatu produk untuk mengukur keunggulan atau kelemahan relatif suatu kelompok tertentu dari barang atau jasa dari suatu negara tertentu. Indeks ini didasarkan pada konsep keunggulan komparatif Ricardian.
1
Perubahan Undang-undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Pasal 2A ayat 2, BK dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk: a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri; b. Melindungi kelestarian sumber daya alam; c. Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau d. Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Kebijakan BK yang ada sekarang untuk kelapa sawit, CPO dan produk turunannya telah disesuaikan dengan semangat hilirisasi. Artinya besaran tarif untuk produk yang dikenakan BK bersifat ekskalatif atau produk hulu dari minyak sawit dikenakan BK yang lebih tinggi dibandingkan produk hilirnya. Hal ini ditujukan agar ada insentif yang diperoleh pengusaha untuk mengembangkan industri hilir di dalam negeri sehingga diperoleh added value yang lebih besar di dalam negeri. Kebijakan BK untuk kelapa sawit, CPO dan produk turunannya yang telah disesuaikan dengan semangat hilirisasi tersebut pertama kali ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No 128/PMK.011/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Peraturan tersebut diundangkan pada tanggal 15 Agustus 2011 dan mulai berlaku 30 hari setelah peraturan tersebut diundangkan (15 September 2011). Saat ini Peraturan yang berlaku mengenai BK adalah Peraturan Menteri Keuangan No 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Dalam Peraturan Menteri Keuangan No 75/PMK.011/2012 tersebut tidak ada perubahan besaran tarif Bea Keluar untuk kelapa sawit, CPO dan produk turunannya. Malaysia adalah negara kompetitor Indonesia yang juga memproduksi CPO dan produk turunannya. Kebijakan Bea Keluar Indonesia yang mengenakan pajak lebih besar pada produk hulu dianggap memberatkan Malaysia. Hal ini tergambar dalam berita media detikfinance tanggal 28 Oktober 2011 pukul 14.25 WIB yang berjudul ”Malaysia Keberatan RI kenakan Pajak Ekspor Sawit”. Dalam berita tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah Malaysia merasa keberatan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang mengenakan pajak ekspor sawit dan turunannya. 2
Malaysia meminta Indonesia untuk melakukan sinkronisasi terhadap kebijakan tersebut. Beritasatu.com pada tanggal 28 Oktober 2011 pukul 15.58 yang berjudul ”RI-Malaysia Sinkronisasi Pajak Ekspor Sawit” memberitakan hal yang lebih spesifik. Disebutkan dalam berita tersebut bahwa Pemerintah Malaysia minta sinkronisasi kebijakan Indonesia terkait pajak ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya. Negeri jiran tersebut keberatan atas bea keluar (BK) bahan baku CPO Indonesia yang lebih tinggi dibanding produk turunannya.2 Tidak adanya tanggapan pemerintah Indonesia terhadap permintaan Pemerintah Malaysia untuk merubah kebijakan Bea Keluar Indonesia mengakibatkan Malaysia mengubah kebijakan BK CPO-nya. BK CPO Malaysia diturunkan dari 23% menjadi hanya berkisar 4,5%-8% dan diberlakukan sejak Januari 2013. Penurunan BK CPO Malaysia ini membuat banyak berita media yang isinya memberitakan Asosiasi meminta Pemerintah Indonesia juga menurunkan BK CPO. Salah satu media yang memberitakan hal tersebut adalah berita Tempo tanggal 20 Desember 2012 yang berjudul ”2013, Pemerintah diminta turunkan BK CPO”. Dalam media tersebut dinyatakan bahwa Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah menurunkan bea keluar minyak sawit mentah (CPO/crude palm oil). Langkah ini dinilai penting oleh Apkasindo untuk menjaga daya saing CPO Indonesia dari negara produsen lain seperti Malaysia. Berdasarkan beberapa hal yang terjadi dalam perkembangan BK CPO Indonesia, Pusat kebijakan Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian singkat mengenai
Dampak
Kebijakan
Bea
Keluar
(BK)
CPO
Indonesia
terhadap
perkembangan industri dan ekspor CPO dan produk turunannya di Indonesia. Dalam kajian ini juga ditampilkan kebijakan BK Malaysia sebagai negara pesaing Indonesia. 1.2.
Tujuan dan Output Kajian 1. Tujuan Kajian Tujuan dari penyusunan kajian ini adalah melakukan evaluasi kebijakan pengenaan BK atas ekspor CPO dan produk turunannya.
2
Didownload pada tanggal 24 Maret 2013 jam 12.45 WIB dari http://finance.detik.com dan www.beritasatu.com
3
2. Output Kajian Output dari kajian ini adalah rekomendasi kebijakan BK atas ekspor CPO dan produk turunannya. 1.3.
Metodologi Kajian 1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian terdiri dari data sekunder dan data primer. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam kajian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), dan Trade Map. Sementara data primer diperoleh dari hasil Focus Group Discussion dan masukan dari pelaku usaha. 2. Alat Analisa Analisis yang digunakan pada kajian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif ditujukan untuk memaparkan hasil temuan berupa data dan informasi baik yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif.
4
BAB II PERBANDINGAN BEA KELUAR DAN INDUSTRI PENGOLAHAN CPO DAN TURUNANNYA DI INDONESIA DAN MALAYSIA 2.1.
Perbandingan Struktur BK CPO Malaysia Dan Indonesia Struktur BK CPO Indonesia dan Malaysia tidak jauh berbeda dilihat dari sisi threshold (batas bawah) maupun interval tingkatan harga pengenaan BK. Threshold (batas bawah) harga CPO untuk pengenaan BK pada struktur tarif BK Malaysia dan Indonesia tidak jauh berbeda. Sampai dengan harga RM 2.250/ton (USD 745,88/ton) tidak dikenakan BK (0%) pada struktur BK Malaysia. Sementara itu, BK juga tidak dikenakan sampai dengan harga USD 750/ton dalam struktur BK Indonesia. Interval pengenaan BK di Malaysia sebesar RM 150/ton (USD 49,4/ton), sementara di Indonesia sebesar USD 50/ton. Namun, kedua struktur tersebut berbeda jauh dalam besaran tarif BK pada setiap tingkatan harga CPO (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Perbandingan BK CPO Malaysia dan Indonesia CPO Market Price (FOB RM/Ton) < RM 2,250,00 RM 2,250 – 2,400 RM 2,401 – 2,550 RM 2,551 – 2,700 RM 2,701 – 2,850 RM 2,851 – 3,000 RM 3,001 – 3,150
BK CPO MALAYSIA CPO Market Price (FOB USD/Ton) < USD 745,88 USD 745,88 – 795,60 USD 795,93 – 845,33 USD 845,66 – 895,05 USD 895,38 – 944,78 USD 945,11 – 994,50 USD 994,83 – 1.044,23
Besaran BK (%) 0,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
RM 3,151 – 3,300
USD 1.044,56 – 1.093,95
7,5
RM 3,301 – 3,450
USD 1.094,28 – 1.143,68
8,0
> RM 3,450
> USD 1.143,68
8,5
BK CPO INDONESIA CPO Market Price Besaran (FOB USD/Ton) BK (%) ≤ USD 750 0,0 > USD 750 – 800 7,5 > USD 800 – 850 9,0 > USD 850 – 900 10,5 > USD 900 – 950 12,5 > USD 950 – 1000 13,5 > USD 1.000 – 15,0 1.050 > USD 1.050 – 16,5 1.100 > USD 1.100 – 18,0 1.150 > USD 1.150 – 19,5 1.200 > USD 1.200 – 21,0 1.250 > USD 1.250 22,5
Sumber: MPOB Malaysia dan PMK No 75 tahun 2012
5
JIka kita melihat sekilas Tabel 2.1, sepertinya struktur BK Indonesia menyebabkan CPO Indonesia kalah bersaing dengan CPO karena besaran tarif BK yang lebih tinggi dibandingkan BK Malaysia pada harga yang sama. Namun, harus diperhatikan bahwa kebijakan BK CPO Indonesia ditujukan untuk meningkatkan daya saing industri hilir kelapa sawit Indonesia. Karena itu, CPO yang merupakan bahan baku industri hilir, dikenakan tarif BK yang lebih besar dibandingkan produk hilirnya agar ekspor produk hilir minyak sawit Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah kebijakan Pemerintah Malaysia sejak tahun 1970 adalah “melarang” ekspor CPO dengan cara pengenaan Pajak Ekspor atau Bea Keluar (BK) yang tinggi. Basis pengenaan pajak ekspor adalah bila harga CPO sama dengan RM 650/ton FOB Malaysia maka BK-nya sebesar 0%. Bila harga CPO diatas harga RM 650/ton sampai dengan harga RM 850/ton, maka besaran tarif Pajak Ekspor dipatok sebesar 10%. Diatas harga RM 850/ton, maka setiap kenaikan harga CPO RM 50/ton dikenai tambahan PE 5 %. Namun perusahaan Malaysia yang memiliki Industri Hilir Sawit di Luar Negeri diberi kebebasan untuk mengekspor CPO Malaysia dalam bentuk “Kuota” tanpa PE, atau PE-nya sebesar 0%. Tujuan dari kebijakan yang sudah berlaku 42 tahun ini adalah agar nilai tambah pengolahan CPO dan CPKO tetap berada didalam Negeri Jiran, maka produk hilir sawit tidak dikenai PE atau PE sebesar 0%. Kebijakan ini telah diberlakukan oleh Malaysia sejak tahun 1970 sampai dengan tahun 2012. Sejak 1 Januari 2013, Pemerintah Malaysia melakukan perubahan kebijakan pengenaan BK untuk CPO di negaranya. Kuota dihapuskan dan bila melakukan ekspor CPO dikenai BK seseuai dengan harga pada Table 2.1. Yang patut menjadi perhatian adalah kebijakan industri hilir sawit di Malaysia tetap sama seperti sebelumnya yaitu BK produk Hilir sebesar 0%. Oleh karena itu, pada dasarnya Pemerintah Malaysia juga sudah mengenakan kebijakan hilirisasi pada Industri minyak sawit dan turunannya sebagaimana yang tengah dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia. Patut
menjadi catatan bahwa “kebijakan hilirisasi Malaysia” telah
diberlakukan sejak tahun 1970, berbeda dengan Indonesia yang baru mulai 6
diberlakukan September 2011. Sebelum September 2011, BK CPO di Indonesia diberlakukan sama dengan BK produk hilirnya. Hal ini berdasarkan pola pikir “keamanan pasokan CPO” untuk industri hilir Indonesia dan agar kebutuhan akan pasokan minyak goreng (yang didefinisikan sebagai kebutuhan pokok) terjamin di dalam negeri Indonesia dan harganya stabil. Kebijakan tersebut diberlakukan mulai tahun 2006 dan sampai September 2011. 2.2.
Kinerja Industri Pengolahan CPO di Indonesia dan Malaysia Akibat kebijakan industri sawit di Indonesia yang tidak memperhatikan industri hilir, maka Industri hilir sawit Indonesia mengalami kemerosotan pada periode 2006-2011 2012. Utilisasi Rafinasi Indonesia menurun dari 75% di tahun 2006 menjadi 48% di tahun 2011. Pada periode tersebut, CPO Indonesia banyak diekspor ke Malaysia, lalu diolah di Malaysia yang kemudian diekspor ke manca negara. Karena itu, utilisasi Industri rafinasi Malaysia selalu berada diatas 95% pada periode tersebut. Konsekuensi dari kebijakan CPO Indonesia pada periode tahun 2006-2011 menyebabkan para pebisnis industri sawit Indonesia tidak bergairah melakukan investasi industri hilir sawit didalam negeri dan lebih memilih melakukan investasi di luar negeri. Kebalikannya bagi pengusaha Malaysia, mereka sangat bergairah melakukan investasi. Pada tahun 2009, 2010 dan sampai pertengahan 2011, pengusaha Malaysia gencar membeli kebun-kebun sawit yang sudah jadi di Indonesia. Tujuan utamanya adalah menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis utama untuk memasok CPO ke industri hilir sawit Malaysia. Hal ini dapat dibuktikan dari data impor CPO Malaysia. Malaysia mengimpor CPO senilai 630 juta US$ pada periode JanuariSeptember 2012 dan 87,2% CPO tersebut berasal dari Indonesia. Kinerja utilisasi industri pengolahan CPO Malaysia turun sejak tahun 2008 dari 88,05 % menjadi 62,95% di tahun 2012 atau mengalami penurunan rata-rata sebesar 8,01%/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semenjak September 2011 yaitu sejak Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan hilirisasi industri maka industri Hilir Kelapa Sawit di Malaysia mengalami masalah karena kalah bersaing dengan 7
produk sejenis dari Indonesia. Utilisasi industri hilir sawit Malaysia menurun secara drastis dan sebagian besar industri ini mengalami “idle capacity”. Akibatnya, banyak CPO Malaysia tidak bisa terserap oleh industri dalam negerinya, dan untuk mengatasi over-supply CPO tersebut, maka sejak kwartal ke-2 di tahun 2012, Malaysia melakukan ekspor CPO dalam bentuk “Quota” dengan PE = 0%. Dampak Kebijakan Restrukturisasi Bea Keluar (PMK 128/2011 September 2011 jo PMK 75/2012) di Indonesia adalah peningkatan utilisasi Industri Minyak Goreng/Refinery Indonesia sampai dengan akhir tahun 2012 meningkat menjadi 78% dari hanya sekitar 52% di tahun 2011. Selain itu juga terdapat Pertambahan Kapasitas Refinery yang semula 20,6 Juta Ton pada akhir tahun 2011 menjadi sekitar 25 Juta Ton per tahun (basis feed stock CPO dan CPKO) pada akhir tahun 2012. Jumlah Investasi masuk di bidang industri hilir kelapa sawit pasca pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/2011 mencapai sekitar USD 860 Juta (Sumber, GIMNI, Sept 2012). Beberapa perusahaan group besar dan Multi National Company menyatakan minat untuk melakukan perluasan produksi dan berinvestasi. Tabel 2.2. Penambahan Investasi Paska Restrukturisasi Kebijakan BK Indonesia Perusahaan Sinar Mas Group Musim Mas Group Wilmar Group Domba Mas (Bakrie Group) PTPN III Salim Ivomas Pratama Asian Agri Group
Produk Integrated Oleofood/Oleochemical Integrated Oleochemical Integrated Oleochemical /Biodiesel Fatty Acid & Fatty Alcohol Kawasan Industri dan Oleokimia Oleofood Oleofood
Nilai Investasi Rp.4,7 Triliun Rp. 2,2 Triliun Ro.3,2 Triliun USD 180 Juta Rp. 3 Triliun (partnership) Rp. 1,3 Triliun Rp. 1,4 Triliun
Sumber : Presentasi PKPN BKF Kementerian Keuangan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi PMK No.75/PMK.011/2012 terkait Pengenaan Bea Keluar Ekspor CPO dan Produk Turunannya (12 Oktober 2012)
8
BAB III PERDAGANGAN CPO DAN PRODUK TURUNANNYA DUNIA 3.1
Negara-negara Eksportir dan Importir Crude Palm Oil (CPO), Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dan Produk Turunannya di Dunia
3.1.1. Crude Palm Oil (CPO) Semenjak tahun 2007 Indonesia menjadi negara pengekspor CPO terbesar ke dunia. Pada periode tersebut Malaysia selalu berada pada posisi kedua sebagai negara pengekspor CPO terbesar dunia. Pada tahun 2011 pangsa ekspor Indonesia Indonesia ke dunia sebesar 59,3% dan pangsa ekspor Malaysia sebesar 25,7%. Pada tahun 2012, pangsa ekspor Indonesia sebesar 53,1% menurun sebesar 10,5% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, pangsa ekspor CPO Malaysia di dunia cenderung meningkat dari 20,7% ekspor ke dunia di tahun 2007 menjadi sebesar 35,9% menguasai pangsa ekspor dunia di tahun 2012. Tabel 3.1. Negara-Negara Pengekspor CPO di Dunia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Dunia Indonesia Malaysia Guatemala Thailand Ekuador Kostarika Honduras Kolumbia Belanda Brasil
2007 2008 6,075.0 10,229.7 3,738.7 6,561.3 1,259.9 1,879.4 64.3 138.5 145.5 262.0 101.6 149.2 96.4 109.8 77.6 158.6 182.4 251.1 61.7 201.8 0.0 3.2
Ekspor (USD Juta) Trend (%) Pangsa (%) 2009 2010 2011 2012 07-12 2012 8,370.1 11,044.8 14,795.8 12,576.0 15.43 100.00 5,702.1 7,650.0 8,777.0 6,676.5 12.32 53.09 1,675.9 2,313.0 3,796.5 4,520.7 28.66 35.95 74.5 90.3 176.0 213.3 21.82 1.70 43.6 53.7 329.5 213.2 8.35 1.70 94.3 91.3 220.5 208.2 14.46 1.66 51.8 82.3 162.3 178.1 14.39 1.42 68.9 96.3 76.5 170.4 6.12 1.35 111.7 47.4 154.9 144.9 -9.41 1.15 105.5 88.1 131.3 82.7 -0.02 0.66 12.9 11.3 49.3 54.6 319.65 0.43
Sumber : Trademap (2013), diolah
Namun demikian, Malaysia menempati tempat kedua sebagai negara pengimpor CPO terbesar di dunia di tahun 2011 dengan impor sebesar dunia 10,2% 9
dari impor dunia di tahun 2011. Pada tahun 2012, Malaysia menempati posisi keempat sebagai negara pengimpor CPO dunia dengan importasi sebesar 5,8% dari seluruh impor dunia. Adapun impor CPO Indonesia sangat kecil, yakni hanya 0,1% dari impor dunia dan menempati urutan ke-29 sebagai negara pengimpor CPO di tahun 2012. Tabel 3.2. Negara-Negara Pengimpor CPO di Dunia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 29
Negara Dunia India Belanda Jerman Malaysia Italia Singapura Spanyol Meksiko Inggris Pakistan Indonesia
2007 6,565.5 1,341.7 984.9 338.1 207.4 134.5 1.8 165.3 212.9 224.1 329.4 0.0
2008 9,335.7 1,912.8 1,591.7 556.0 496.4 336.5 9.6 260.1 335.7 338.0 591.7 0.0
Impor (USD Juta) Trend (%) Pangsa (%) 2009 2010 2011 2012 07-12 2012 8,712.0 11,309.6 15,976.9 13,771.7 17.27 100.00 2,753.3 3,654.2 5,557.5 6,162.4 37.34 44.75 1,100.2 1,232.1 1,543.5 2,282.5 12.82 16.57 571.3 706.8 841.7 920.9 20.29 6.69 682.1 1,005.9 1,630.9 802.1 35.83 5.82 467.8 591.2 683.3 699.8 35.39 5.08 5.4 107.3 434.1 546.3 242.26 3.97 317.8 461.4 596.0 515.0 27.64 3.74 243.7 270.3 398.5 423.0 12.27 3.07 220.4 242.7 346.3 344.7 6.86 2.50 291.9 411.4 837.9 251.2 0.09 1.82 1.3 3.4 24.5 9.4 540.77 0.07
Sumber : Trademap (2013), diolah
Yang perlu menjadi catatan adalah Malaysia mengimpor CPO dari dunia sebesar USD 1,6 miliar pada tahun 2011 dan USD 802 juta pada tahun 2012. Impor CPO tersebut sebagian besar diperoleh dari Indonesia (89,9% di tahun 2011 dan 87,8% di tahun 2012). Hal ini jelas menunjukkan ketergantungan industri hilir Malaysia dengan pasokan bahan baku CPO dari Indonesia. Tabel 3.3. Impor CPO Malaysia dari Dunia Negara Pemasok Dunia Indonesia Thailand Pilipina Papua Nugini Kamboja
2007 207.4 183.1 19.8 4.5 -
2008 496.4 422.6 50.6 22.7 -
USD Juta 2009 2010 2011 682.1 1,005.9 1,630.9 665.6 959.1 1,467.6 7.0 19.9 119.1 1.6 9.5 24.5 40.6 2.5 2.1
2012 802.1 704.6 50.1 18.2 22.1 6.0
Trend (%) Pangsa (%) 07-12 2012 35.83 100.00 36.29 87.84 26.57 6.24 2.27 35.47 2.75 0.74
10
Sumber : Trademap (2013), diolah
3.1.2. Crude Palm Kernel Oil (CPKO) CPKO adalah minyak inti kelapa sawit dan merupakan bahan baku sabun dan oleochemicals, karena itu CPKO menjadi komoditi yang sangat penting. Harga CPKO bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan CPO. Negara pengekspor utama CPKO di dunia adalah Indonesia dan Malaysia. Nilai ekspor CPKO Indonesia pada tahun 2012 ebesar USD 651 juta dan menguasai pangsa ekspor dunia sebesar 54,16%. Sementara itu, ekspor Malaysia pada tahun 2012 sebesar USD 228 juta dengan pangsa ekspor dunia sebesar 18,96%. Tabel 3.4. Negara-Negara Pengekspor CPKO di Dunia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Dunia Indonesia Malaysia Ghana Papua Nugini Kolumbia Honduras Guatemala Thailand Pantai Gading Kostarika
2007 1,109.1 807.9 138.9 0.1 29.6 25.2 4.4 11.4 35.0 9.7 15.5
2008 1,602.6 1,172.2 168.5 0.0 44.7 38.5 15.9 55.2 36.3 15.1
Ekspor (USD Juta) 2009 2010 1,166.7 1,851.6 919.6 1,465.6 118.8 190.2 1.0 0.5 28.7 36.2 21.0 31.9 6.4 8.6 16.8 10.8 23.9 7.6 15.9 7.2 8.1
2011 2,330.5 1,640.1 346.1 16.9 66.4 62.8 30.9 32.8 26.7 14.2
2012 1,202.3 651.2 228.0 90.3 50.2 47.2 32.6 29.4 21.0 14.3 12.0
Trend (%) Pangsa (%) 07-12 2012 5.85 100.00 1.14 54.16 15.72 18.96 380.50 7.51 12.34 4.18 15.44 3.93 2.71 23.47 2.44 -9.08 1.75 5.12 1.19 -3.77 1.00
Sumber : Trademap (2013), diolah
Malaysia juga menjadi negara pengimpor CPKO dunia dan menempati posisi peringkat importir terbesar kedua dunia (Tabel 3.5). Impor Malaysia ini mengambil pangsa sebesar 19,97% impor dunia di tahun 2012 dengan nilai impor sebesar USD 283,4 juta. Impor CPKO Malaysia tersebut diperoleh sebagian besar (70,07%) dari Indonesia dengan nilai impor sebesar USD 198,6 juta pada tahun 2012 (Tabel 3.6). Malaysia juga mengimpor CPKO dari Thailand sebesar USD 79,4 juta. Pangsa impor Malaysia dari Thailand mencapai 28,01% impor Malaysia dari dunia. Walaupun persentase pangsa impor CPKO Malaysia dari Indonesia tidak sebesar pangsa impor 11
CPO, tetapi pangsa impor CPKO dari Indonesia sebesar 70,07% juga menunjukkan ketergantungan Malaysia terhadap pasokan CPKO Indonesia. Tabel 3.5. Negara-Negara Pengimpor CPKO di Dunia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Dunia RRT Malaysia Jerman India Belanda Meksiko Inggris Italia Spanyol Turki
2007 1,227.1 268.6 237.3 204.3 98.0 111.4 44.3 30.9 20.6 28.0 20.5
2008 1,812.0 370.9 341.2 353.2 163.0 145.2 56.7 39.7 41.6 44.5 28.0
Impor (USD Juta) 2009 2010 1,347.5 1,926.5 323.5 503.3 272.1 582.7 195.5 259.9 158.0 190.4 104.4 115.7 48.0 66.0 36.5 39.2 21.3 24.8 26.8 21.6 16.0 12.6
2011 2,735.6 560.1 741.4 538.1 221.4 162.3 105.0 59.5 46.4 35.0 19.8
2012 1,419.4 306.2 283.4 207.0 185.0 175.8 86.8 33.4 33.2 28.1 17.5
Trend (%) Pangsa (%) 07-12 2012 6.86 100.00 6.89 21.57 12.03 19.97 4.72 14.58 13.00 13.03 8.07 12.39 17.11 6.12 4.88 2.35 8.55 2.34 -2.59 1.98 -5.75 1.23
Sumber : Trademap (2013), diolah
Tabel 3.6. Impor CPKO Malaysia dari Dunia Negara Pemasok Dunia Indonesia Thailand Pilipina
2007 237.3 160.5 72.4 0.2
2008 341.2 267.7 71.8 0.2
USD Juta 2009 2010 272.1 582.7 258.9 539.7 12.9 42.8 -
2011 741.4 621.7 118.2 1.5
2012 283.4 198.6 79.4 5.3
Trend (%) Pangsa (%) 07-12 2012 12.03 100.00 13.16 70.07 9.45 28.01 1.89
Sumber : Trademap (2013), diolah
3.1.3. Produk Turunan CPO dan CPKO Dalam kajian ini yang termasuk dalam produk turunan CPO dan CPKO dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut ini. Pada Tabel 3.7 tersebut dicantumkan 10 digit No HS produk yang masuk dalam kelompok produk turunan CPO dan CPKO. Namun, untuk pengunduhan data ekspor impor dunia dan negara lain dari Trademap hanya menggunakan 6 digit pertama dari 10 digit No HS produk-produk turunan CPO dan CPKO yang ada di Tabel tersebut.
12
Tabel 3.7. Kelompok Produk Turunan CPO dan CPKO No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
No. HS 1511901000 1511909090 1511909010 1511909020 1511909030 1513291100 1513291900 1513292100 1513292900 1513299100 1516201300 1516205000 3824909000
Deskripsi Produk Fractions of unrefined palm oil, not chemically modified Other palm oil and its fractions, not chemically modified Palm oil, refined, bleached & deodor ised (rbd) Olein, refined, bleached & deodor ised (rbd) Stearin, refined, bleached & deodor ised (rbd) Solid fract, not chemically modified,of unrefine palm kernel stearin/babassu oil Oth fract, not chemically modified, of unrefine palm kernel stearin/babassu oil Solid fract, not chemically modified,of refine palm kernel stearin/babassu oil Oth fract, not chemically modified, of refine palm kernel stearin/babassu oil Solid fractions of palm kernel stearin, refined, bleached, and deodorised (rbd) Re-esterified fats & of palm oil, other crude and its fraction Oil of palm stearin, crude, with an iodine value not exceeding 48 Oth prods & preparations cont cfc-11,12, 115, and halon
Sumber: Pusdatin (2013)
Berbeda dengan produk CPO dan CPKO, untuk produk turunannya Malaysia menempati peringkat pertama dalam sepuluh Negara eksportir produk turunan CPO dan CPKO dunia. Sementara itu, peringkat kedua ditempati oleh Indonesia. Pada tahun 2012 Malaysia mengekspor sebesar USD 14,55 Miliar dan menguasai pangsa ekspor sebesar 21,55%. Indonesia mengekspor sebesar USD 12,06 Milyar dan menguasai pangsa ekspor sebesar 17,87% pada tahun yang sama. Tabel 3.8. Negara-Negara Pengekspor Produk Turunan CPO dan CPKO di Dunia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Dunia Malaysia Indonesia Jerman Jepang Amerika Serikat Belanda Irlandia RRT Israel Belgia
2007 2008 46,483.1 64,976.5 9,197.6 13,831.1 4,632.9 6,359.5 5,843.3 6,851.9 3,133.0 3,492.6 3,134.8 5,425.3 3,778.5 5,416.7 2,559.7 2,917.8 952.4 1,325.0 0.1 2,549.3 1,518.2 2,598.3
Ekspor (USD Juta) Trend (%) Pangsa (%) 2009 2010 2011 2012 07-12 2012 50,232.6 62,586.7 81,957.4 67,526.0 8.28 100.00 9,954.6 13,516.5 18,235.4 14,554.0 10.30 21.55 4,912.6 6,727.8 10,713.1 12,064.8 20.98 17.87 4,937.2 6,104.3 7,710.1 5,151.4 -0.18 7.63 3,262.7 4,733.5 5,122.7 4,906.0 11.35 7.27 3,072.8 3,685.8 4,465.9 4,230.2 3.18 6.26 4,173.6 4,503.8 6,118.8 4,052.8 2.29 6.00 2,579.9 2,438.7 2,809.4 2,737.2 0.47 4.05 1,093.8 1,602.7 2,513.7 2,421.4 22.03 3.59 1,954.9 2,314.8 3,408.2 2,199.6 341.37 3.26 1,991.6 2,154.7 2,698.9 1,952.6 4.23 2.89 13
Sumber: Trademap (2013)
Namun, Malaysia dan Indonesia juga merupakan negara pengimpor turunan CPO dan CPKO. Negara terbesar pengimpor turunan CPO dan CPKO adalah Republik Rakyat Tingkok (RRT) dengan nilai sebesar USD 12,97 Milyar dan pangsa impor dunia sebesar 19,41% dari keseluruhan impor dunia. Malaysia menempati peringkat ke 11 sebagai Negara pengimpor terbesar dengan nilai impor USD 1,59 Miliar dan pangsa impor sebesar 2,39% impor dunia. Sementara itu, Indonesia menempati peringkat ke 55 dari negara perimpor produk turunan CPO dan CPKO dunia dan hanya mengimpor sebesar 0,27% impor dunia. Hal ini menunjukkan bahwa impor produk turunan CPO dan CPKO Indonesia dari dunia sangat kecil. Tabel 3.9. Negara-Negara Pengimpor Produk Turunan CPO dan CPKO di Dunia Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 55
Negara Dunia RRT Jerman Amerika Serikat Taiwan Korea Selatan Jepang India Pakistan Belgia Perancis Malaysia Indonesia
2007 45,159.7 6,713.5 3,030.3 2,392.3 1,912.2 2,016.6 1,341.4 512.2 930.9 1,500.1 1,859.6 380.9 32.1
2008 61,039.0 8,287.3 3,937.3 4,338.0 1,888.0 2,443.3 1,757.6 846.3 1,214.8 2,267.7 2,163.1 447.7 59.0
Impor (USD Juta) 2009 2010 47,759.4 59,375.6 7,096.0 9,575.9 2,882.5 3,786.4 2,394.0 2,870.0 1,680.0 2,359.8 2,189.8 2,621.5 1,249.5 1,817.5 989.0 1,197.7 1,065.0 1,404.8 1,796.2 2,008.1 1,541.9 1,697.0 279.5 418.4 67.9 211.9
2011 80,131.2 13,419.0 5,701.0 3,914.0 2,544.8 2,791.5 3,126.1 1,606.0 1,713.6 2,496.6 2,529.2 888.7 201.5
2012 66,806.8 12,969.6 3,649.5 3,426.0 2,546.7 2,509.9 2,328.6 2,126.9 1,880.2 1,765.4 1,743.2 1,593.4 180.0
Trend (%) Pangsa (%) 07-12 2012 8.93 100.00 15.48 19.41 6.83 5.46 4.88 5.13 7.92 3.81 4.90 3.76 14.90 3.49 30.18 3.18 14.78 2.81 3.53 2.64 0.69 2.61 31.62 2.39 46.83 0.27
Sumber: Trademap (2013)
Kembali harus menjadi catatan bahwa Malaysia sebagian besar mengimpor produk turunan CPO dan CPKO dari Indonesia. Pangsa impor Malaysia dari Indonesia di tahun 2012 mencapai 82,84% dari total impornya dengan nilai sebesar USD 1,32 milyar. Dikarenakan produk turunan CPO dan CPKO adalah bahan baku oleochemical, maka hal ini sekali lagi menunjukkan ketergantungan industri oleochemical Malaysia terhadap pasokan bahan baku dari Indonesia. 14
Tabel 3.10. Impor Produk Turunan CPO dan CPKO Malaysia dari Dunia Negara Pemasok Dunia Indonesia Jepang Singapura RRT Amerika Serikat Thailand Korea Selatan Taiwan Jerman
2007 380.9 109.9 60.4 69.6 13.4 34.3 23.8 2.5 8.794 14.358
2008 447.7 211.3 53.8 56.5 18.0 24.1 10.9 4.0 8.705 9.251
USD Juta 2009 2010 279.5 418.4 94.4 176.6 47.1 62.8 32.7 39.8 16.9 22.0 22.9 30.8 13.9 11.3 5.3 8.7 5.35 7.664 7.28 9.036
2011 2012 888.7 1,593.4 582.3 1,320.0 62.6 83.3 39.1 35.9 30.5 31.1 38.3 26.8 14.1 14.5 14.5 12.3 9.397 12.022 14.138 11.278
Trend (%) Pangsa (%) 07-12 2012 31.62 100.00 58.38 82.84 6.93 5.23 2.25 18.87 1.95 1.68 0.91 0.77 6.34 0.75 0.81 0.71
Sumber: Trademap (2013)
3.2.
Kinerja Ekspor Indonesia: CPO dan Produk Turunannya Total Ekspor CPO dan Produk Turunan Indonesia pada tahun 2012 sebesar USD 20,9,8 Miliar atau 25,2 juta Ton yang terdiri dari ekspor CPO sebesar 32,6%, ekspor CPKO sebesar 3,2% dan sisanya produk turunan CPO Indonesia dan CPKO sebesar 64,2%. Pada periode Januari-Maret 2013 total ekspor CPO dan Produk Turunannya mencapai USD 4,9 miliar yang terdiri dari ekspor produk turunan CPO dan CPKO sebesar 64,3%, meningkat 3,3% dari periode yang sama tahun sebelumnya (Gambar 3.1). Pangsa volume ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO pada periode Januari-Maret 2013 mencapai 66,9% dari total ekspor dengan volume sebesar 4,7 juta ton, meningkat sebesar 8,2% dari periode yang sama tahun sebelumnya (Gambar 3.2). Hal ini menunjukkan peningkatan ekspor turunan CPO dan CPKO Indonesia dibandingkan ekspor CPO dan CPKO. Peningkatan ekspor turunan ini menunjukkan telah terjadi shifting ekspor ke produk turunan sesuai semangat hilirisasi industri dalam kebijakan BK yang telah dijalankan sejak bulan September 2011.
15
(Miliar US$) 14.0
13.2
12.0 10.2 10.0
CPO
8.8
CPKO
7.6
8.0
6.6
6.4
6.0 4.4
3.7
4.0 2.0
5.7
Turunan CPO & CPKO
6.7
6.6 5.0
3.3 1.2
0.8
1.5
0.9
1.8
1.6 0.7
1.6
0.2
0.1
Jan-Mar 2012
Jan-Mar 2013
-
2007
2008
2009
2010
2011
2012
3.1
Gambar 3.1. Nilai Ekspor CPO, CPKO dan Produk Turunan Indonesia Sumber : Pusdatin Kemendag (2013), diolah
(Juta Ton) 16.0 13.8
14.0
CPO
12.0
CPKO 9.6
10.0 7.9
8.0 6.0
5.7
6.5
7.0
9.6
9.4 7.8
7.7
Turunan CPO & CPKO
8.4 7.3
4.7 3.3
4.0 2.0
1.1
1.1
1.5
1.3
1.1
1.9 0.6
-
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2.2
0.2
0.2
Jan-Mar 2012
Jan-Mar 2013
Gambar 3.2. Volume Ekspor CPO, CPKO dan Produk Turunan Indonesia 16
Sumber : Pusdatin Kemendag (2013), diolah
Sepuluh negara utama tujuan ekspor CPO Indonesia pada tahun 2012 adalah India, Belanda, Singapura, Malaysia, Italia, Spanyol, Jerman, Tanzania, Finlandia dan Pantai Gading. Pangsa ekspor ke masing-masing adalah India (49,56%), Belanda (15,45%), Singapura (9,01%), Malaysia (8,02%), Italia (7,76%), Spanyol (2,75%), Jerman (1,95%), Tanzania (1,32%), Finlandia (0,85%), dan Pantai Gading (0,79%). Tabel 3.11. Ekspor CPO Indonesia Menurut Negara Tujuan No Negara Tujuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Total India Belanda Singapura Malaysia Italia Spanyol Jerman Tanzania Finlandia Pantai Gading Lainnya
Nilai (Juta USD) 2007
3,738.7 1,812.1 370.1 318.4 174.3 84.4 42.1 180.0 9.1 748.2
Jan-Mar
2008
2009
2010
2011
2012
6,561.3 3,294.4 786.7 409.5 446.7 260.6 87.5 247.6 16.3 13.1 999.0
5,702.1 2,611.3 637.9 358.0 635.8 361.7 155.0 227.7 65.9 13.8 635.2
7,650.0 3,629.1 800.8 460.4 1,059.9 474.1 230.5 240.3 86.5 50.4 618.1
8,777.0 4,465.0 601.8 670.0 1,314.7 488.6 326.5 215.9 154.6 43.6 496.5
6,676.5 1,824.9 1,598.4 3,308.5 781.3 833.7 1,031.5 228.4 174.2 601.4 188.5 91.1 535.6 237.4 80.8 518.4 122.3 138.3 183.7 50.2 81.8 130.4 40.0 74.0 87.8 36.3 17.0 57.1 45.4 52.5 29.0 169.6 66.1 107.5
2012
2013
Perub(%) Trend(%) Pangsa(%) 13/12 -12.41 6.71 -23.73 -51.66 -65.96 13.04 63.00 85.11 -53.11 -100.00 -100.00 -2.00
07-12
2012
12.32
100.00
12.92 13.88 15.06 30.67 37.84 39.73 -5.47 -
49.56 15.45 9.01 8.02 7.76 2.75 1.95 1.32 0.85 0.79 2.54
Sumber : Pudatin Kemendag (2013), diolah
3.3.
Posisi Indonesia dan Malaysia di Pasar Ekspor CPO Dunia Sebagaimana disajikan pada Tabel 3.2, pada tahun 2012 India merupakan negara pengimpor CPO terbesar di dunia dengan pangsa 44,75%, diikuti oleh Belanda dengan pangsa 16,57%. Dalam subbab ini akan ditampilkan impor CPO India, Belanda, Jerman, Italia, dan Singapura untuk melihat posisi Indonesia dan Malaysia di pasar utama pengimpor CPO dunia. Berdasarkan nilai ekspor tahun 2012, Indonesia merupakan negara pemasok utama CPO di India dengan pangsa 63,56%, diikuti pada posisi kedua Malaysia dengan pangsa 34,50%. Namun, ekspor CPO Indonesia pada tahun 2012 mengalami
17
penurunan sebesar 7,36% dibandingkan tahun 2011. Di sisi lain, ekspor Malaysia di tahun 2012 meningkat sangat tajam mencapai 105,59% dibandingkan tahun 2011. Tabel 3.12. Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar India Peringkat
Negara Dunia Indonesia Malaysia RRT Argentina Brasil Jerman Thailand Spanyol Amerika Serikat Kanada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2007 2008 1,341.7 1,912.8 1,160.7 1,637.0 140.5 232.0 0.3 0.4 29.2 34.9 -
Impor (USD Juta) 2009 2010 2,753.3 3,654.2 2,304.2 3,104.4 421.0 503.9 0.9 0.8 7.8 21.9 21.3 -
2011 2012 5,557.5 6,197.2 4,251.5 3,938.8 1,039.8 2,137.8 59.9 31.5 10.2 16.7 11.0 20.5 8.5 41.8 7.0 0.8 6.1 9.8 5.8 5.2
Trend(%) Perub(%) Pangsa 07-12 11-12 (%) 2012 37.45 11.51 100.00 30.33 (7.36) 63.56 68.64 105.59 34.50 (47.37) 0.51 62.84 0.27 0.18 (58.56) 0.14 (17.27) (83.28) 0.11 664.61 0.10 (41.06) 0.09 0.08
Sumber : Trademap (2013), diolah
Nilai impor CPO Belanda pada tahun 2012 sebesar USD 2,45 miliar yang berasal dari Malaysia (45,4)% dan 36,5% dari Indonesia. Nilai ekspor CPO Malaysia ke Belanda pada tahun 2012 meningkat sebesar 122,3% dari tahun sebelumnya, sementara ekspor Indonesia hanya naik 39 %. Tabel 3.13. Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Belanda Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Dunia Malaysia Indonesia Papua Nugini Honduras Thailand Kolumbia Ekuador Guatemala Kostarika Belgia
2007 984.9 632.5 286.4 12.8 6.9 5.6 12.3 7.3 2.2 1.0
2008 1,591.7 865.1 511.8 63.1 10.8 35.4 20.6 26.1 12.9
Impor (USD Juta) 2009 2010 1,100.2 1,232.1 499.2 630.3 483.6 476.7 41.8 78.0 7.7 4.7 14.1 6.0 9.2 1.8 1.0
2011 1,543.5 506.6 652.0 171.1 29.1 74.6 56.4 13.9 11.3 0.8
2012 2,482.5 1,126.0 906.4 147.0 100.0 64.3 54.1 41.4 17.5 11.3 4.4
Trend(%) Perub(%) Pangsa 07-12 11-12 (%) 2012 14.2 60.8 100.0 4.4 122.3 45.4 20.3 39.0 36.5 57.2 (14.1) 5.9 244.1 4.0 55.9 (13.8) 2.6 (4.1) 2.2 196.8 1.7 55.3 0.7 0.5 (3.8) 423.7 0.2
Sumber : Trademap (2013), diolah
18
Indonesia menempati posisi kedua dalam Negara Importir CPO terbesar di Jerman, sedangkan Malaysia berada pada posisi kelima. Impor CPO Jerman dari Indonesia di tahun 2012 sebesar USD 222,7 juta, sementara Malaysia hanya sebesar USD 76,2 juta. Namun, ekspor Indonesia ke Jerman di tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 19,07% dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan Malaysia menikmati peningkatan ekspor sebesar 38% dari tahun sebelumnya. Tabel 3.14. Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Jerman Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Dunia Belanda Indonesia Papua Nugini Thailand Malaysia Honduras Kolumbia Ekuador Kep. Solomon Austria
2007 338.1 37.7 165.9 39.4 16.8 25.1 4.3 47.9 0.1
2008 556.0 32.0 282.7 67.2 30.9 129.5 1.0
Impor (USD Juta) 2009 2010 2011 571.3 706.8 841.7 97.7 144.6 209.0 304.3 404.6 275.2 51.0 88.0 132.3 25.3 21.0 22.8 55.2 21.4 5.4 26.5 42.8 1.1 35.8 2.3 0.2 31.4 2.9 6.2 3.7 2.3 3.4
2012 914.0 257.7 222.7 178.1 102.6 76.2 31.3 21.9 14.5 5.5 3.2
Trend(%) Perub(%) Pangsa 07-12 11-12 (%) 2012 20.17 8.59 100.00 56.29 23.33 28.19 4.91 (19.07) 24.37 33.53 34.66 19.49 306.50 11.23 23.50 38.00 8.34 18.13 3.42 (27.93) (38.88) 2.39 (53.83) 1.59 (11.70) 0.60 72.42 (4.32) 0.35
Sumber : Trademap (2013), diolah
Pada pasar Italia sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 Indonesia selalu menempati posisi pertama dalam daftar sepeuluh Negara Pengekspor CPO utama ke Italia. Malaysia menempati posisi kedua dalam daftar tersebut. Pangsa ekspor CPO Indonesia ke Italia mencapai 80,02% pada tahun 2012, sementara Malaysia hanya sebesar 14,32%. Namun, trend peningkatan ekspor Indonesia ke Italia sejak tahun 2007 sampai dengan 2012 hanya sebesar 45,79% dan peningkatan ekspor CPO Indonesia di tahun 2012 hanya sebsar 12,94% dibandingkan tahun 2011. Trend peningkatan ekspor Malaysia pada periode tahun 2007 – 2012 sangat besar, mencapai 115,24%. Peningkatan ekspor CPO Malaysia pada tahun 2012 terhadap tahun sebelumnya mencapai 22,98%, lebih besar dibandingkan peningkatan ekspor Indonesia terhadap tahun sebelumnya. Hal ini harus diwaspadai karena Malaysia dapat mengambil pangsa ekspor Indonesia di Italia.
19
Tabel 3.15. Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Italia Peringkat
Negara Dunia Indonesia Malaysia Thailand Papua Nugini Belanda Swedia Spanyol Ghana Jerman Perancis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2007 134.5 63.7 1.5 0.0 67.9 0.6 0.3 0.3 0.0
2008 337.2 244.8 25.4 48.1 16.4 0.6 0.3 1.2 0.0
Impor (USD Juta) 2009 2010 2011 468.1 592.3 683.7 419.6 505.8 497.1 4.3 49.5 81.7 5.3 65.0 35.3 31.5 37.6 0.3 0.7 1.0 0.3 1.8 0.4 0.5 0.0 0.0 0.1 0.3 0.6 0.3 0.0 0.0
2012 701.6 561.4 100.4 29.4 8.2 1.1 0.4 0.3 0.3 0.1 0.0
Trend(%) Perub(%) Pangsa (%) 07-12 11-12 2012 35.43 2.62 100.00 45.79 12.94 80.02 115.24 22.98 14.32 (54.80) 4.19 (20.87) (78.18) 1.17 14.03 7.42 0.15 47.86 0.06 (0.95) (34.32) 0.04 134.26 0.04 (21.44) (56.36) 0.02 7.14 0.00
Sumber : Trademap (2013), diolah
Malaysia menempati posisi pertama dalam daftar tujuh negara eksportir CPO bagi pasar Singapura dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 yang diikuti oleh Indonesia di posisi kedua. Pangsa ekspor Malaysia di tahun 2012 mencapai 52,37%, sedangkan Indonesia sebesar 47,63%. Berbeda dengan negara lain sebagai pasar ekspor CPO, ekspor Indonesia ke Singapura di tahun 2012 meningkat lebih besar dibandingkan Malaysia. Peningkatan ekspor CPO Indonesia di tahun 2012 sebesar 31,94% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara Malaysia hanya sebesar 21,55%. Tabel 3.16. Posisi Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia di Pasar Singapura Peringkat 1 2 3 4 5 6 7
Negara Dunia Malaysia Indonesia Korea Selatan Sri Lanka Kostarika Thailand Amerika Serikat
Impor (USD Juta) 2007 2008 2009 2010 2011 1.8 9.6 5.4 107.3 434.1 1.8 9.6 5.4 58.1 236.2 0.0 48.2 197.9 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 -
2012 548.2 287.1 261.1 -
Trend(%) Perub(%) Pangsa 07-12 11-12 (%) 2012 242.43 26.28 100.00 191.31 21.55 52.37 31.94 47.63 - (100.00) - (100.00) - (100.00) -
20
Sumber : Trademap (2013), diolah
3.4.
Posisi Indonesia dan Malaysia di Pasar Ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO Dunia Selama periode 2007-2011, nilai ekspor produk turunan CPO dan CPKO Indonesia ke dunia meningkat rata-rata sebesar 20,98%. Ekspor di tahun 2012 juga mengalami peningkatan sebesar 12,62% dibandingkan tahun 2011. Tabel 3.16 menunjukkan ekspor Indoensia ke 10 negara pengimpor turunan CPO dan CPKO dunia sesuai yang ditampilkan pada Tabel 3.6. Dari sepuluh negara tersebut, sebanyak 23,92% ekspor produk turunan CPO dan CPKO Indonesia ditujukan ke pasar RRT, disusul kemudian oleh India dengan pangsa ekspor sebesar 13,12%, Malaysia (8,01%) dan Pakistan (5,92%). Nilai ekspor Produk Turunan CPO Indonesia di tahun 2012 menunjukkan peningkatan terhadap ekspor tahun 2011 di hampir semua pasar impor produk turunan CPO dan CPKO, kecuali di Amerika Serikat, Belgia dan Perancis. Ekspor produk turunan CPO dan CPKO Indonesia di RRT meningkat sebesar 21,82%, Jerman sebesar 26,18% dan Jepang sebesar 20,30%. Bahkan nilai ekspor Indonesia ke Pakistan, Malaysia dan Taiwan dan Singapura naik lebih dari 2 kali lipat, yaitu masing-masing 175,70%, 166,0% dan 114,89%. Sementara itu, peningkatan ekspor ke India di tahun 2012 hampir mencapai dua kali lipat yaitu sebsar 98,34%. Tabel 3.17. Ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO Indonesia ke Beberapa Negara (USD Juta)
21
Negara Total RRT Jerman Amerika Serikat Taiwan Korea Selatan Jepang India Pakistan Belgia Perancis Malaysia
2007 4,632.9 989.5 147.1 63.7 1.1 2.5 4.2 371.6 395.9 5.3 0.2 100.9
2008 6,359.5 1,457.0 100.8 99.6 2.9 10.4 1.1 830.1 171.8 0.0 8.0 188.8
2009 4,912.6 1,454.9 39.8 68.8 2.5 3.9 20.8 743.5 106.5 0.1 88.8
2010 6,727.8 1,872.7 40.4 41.7 3.9 6.9 29.8 714.9 67.2 0.0 152.6
2011
2012
10,713.1 2,368.8 56.7 56.1 4.3 40.5 44.6 797.8 259.1 0.0 363.3
12,064.8 2,885.7 71.5 55.5 9.2 46.5 53.7 1,582.4 714.2 0.0 0.0 966.4
Trend(%) Perub(%) Pangsa(%) 07-12 11-12 2012 20.98 12.62 100.00 22.36 21.82 23.92 (14.10) 26.18 0.59 (7.98) (1.05) 0.46 41.00 114.89 0.08 73.19 14.84 0.39 100.44 20.30 0.45 22.44 98.34 13.12 11.23 175.70 5.92 0.00 0.00 48.33 166.00 8.01
Sumber: Trademap (2013), diolah
Di sisi lain, ekspor produk turunan CPO dan CPKO Malaysia ke dunia menurun sebsar 20,19%. Pada Tabel 3.17 dapat dilihat bahwa ekspor Malaysia ke 10 negara pengimpor utama produk turunan CPO dan CPKO di tahun 2012 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2011, kecuali ke Korea Selatan. Penurunan ekspor Malaysia terbesar terjadi pasar Perancis (47,68%), disusul oleh Pakistan (25,72%) dan berikutnya RRT (22,66%). Tabel 3.18. Ekspor Produk Turunan CPO Malaysia ke Beberapa Negara (USD Juta) Negara Total RRT Jerman Amerika Serikat Taiwan Korea Selatan Jepang India Pakistan Belgia Perancis Indonesia
2007
2008
2009
2010
2011
2012
9,197.6 2,667.1 25.8 720.3 98.6 171.3 432.1 102.7 588.9 7.5 4.2 34.1
13,831.1 3,464.4 85.7 1,296.6 149.4 224.7 625.1 293.9 918.7 8.8 8.5 40.9
9,954.6 2,559.0 106.3 751.2 118.9 182.8 411.7 378.7 916.8 15.6 8.1 47.8
13,516.5 2,936.4 126.1 1,096.3 141.7 251.9 562.2 401.7 1,436.2 22.6 14.5 94.7
18,235.4 4,423.5 157.9 1,564.1 177.9 341.4 834.5 542.3 1,289.2 22.4 18.2 49.5
14,554.0 3,421.0 123.5 1,299.2 153.8 353.3 698.1 455.9 957.7 21.4 9.5 47.2
Trend(%) Perub(%) Pangsa(%) 07-12 11-12 2012 10.30 (20.19) 100.00 6.23 (22.66) 23.51 32.42 (21.77) 0.85 11.76 (16.94) 8.93 8.71 (13.59) 1.06 16.01 3.50 2.43 10.76 (16.35) 4.80 30.63 (15.93) 3.13 11.78 (25.72) 6.58 27.09 (4.78) 0.15 21.97 (47.68) 0.07 8.57 (4.51) 0.32
Sumber: Trademap (2013), diolah
Tabel 3.16 dapat menjadi bukti bahwa terjadi peningkatan ekspor produk turunan CPO dan CPKO Indonesia. Di lain pihak, Tabel 3.17 menunjukkan penurunan 22
ekspor Malaysia untuk produk yang sama. Hal ini menunjukkan terjadi shifting ekspor Indonesia dari produk asalan (CPO) pada produk turunannya.
23
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1.
Kesimpulan 1.
Apabila struktur BK CPO Indonesia disesuaikan dengan struktur BK Malaysia, maka dikhawatirkan akan menyurutkan semangat hilirisasi yang sudah berjalan sampai saat ini.
2.
Kebijakan BK CPO telah berdampak pada meningkatnya utilisasi industri pengolahan CPO di dalam negeri dan sebaliknya menurunkan utilisasi industri pengolahan CPO di Malaysia. Industri pengolahan CPO Malaysia masih mengandalkan sebagian CPO dari Indonesia.
3.
Kebijakan BK CPO di Indonesia telah merubah struktur ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO menjadi lebih dominan dibandingkan dengan ekspor CPO.
4.
Meskipun nilai ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan di pasar ekspor utama CPO seperti India, Belanda, Jerman, Italia dan Singapura, namun ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO Indonesia ke negara pengimpor utama produk turunan meningkat pesat dan diperkirakan dapat mengambil alih pangsa pasar ekspor Produk Turunan CPO dan CPKO Malaysia.
5.
Upaya untuk merevisi BK CPO yang berlaku saat ini harus mempertimbangkan adanya investasi di industri pengolahan CPO yang sudah masuk dan konsistensi kebijakan tersebut pada investor dalam negeri maupun asing.
4.2.
Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan merekomendasikan tidak perlu dilakukan revisi kebijakan berupa penurunan tarif BK CPO dan produk turunannya.
24
DAFTAR PUSTAKA Beritasatu (28 Oktober 2011). RI-Malaysia Sinkronisasi Pajak Ekspor Sawit. Retrieved tanggal tanggal 24 Maret 2013 dari http://www.beritasatu.com/ekonomi/15224-ri-malaysiasinkronisasi-pajak-ekspor-sawit.html Detikfinance (28 Oktober 2011). Malaysia Keberatan RI kenakan Pajak Ekspor Sawit. Retrieved tanggal 24 Maret 2013 dari http://finance.detik.com/read/2011/10/28/142800/1754954/1036/malaysiakeberatan-ri-kenakan-pajak-ekspor-sawit?f990101mainnews Pusdatin Kemendag. (2013). Data ekspor impor Indonesia untuk CPO, CPKO dan Produk Turunannya.
Tempo.co (20 Desember 2012). 2013, Pemerintah Dimiinta Turunkan Bea keluar CPO. Retrieved tanggal 24 Maret 2013 dari http://www.tempo.co/read/news/2012/12/20/090449460/2013-PemerintahDiminta-Turunkan-Bea -Keluar-CPO Trademap, 2013. Trade Data. Retrieved April-Juni 2013 dari www.trademap.org.
25