1
Pembahasan 1 : Gambaran umum kepabeanan dan cukai, hubungan pajak, bea masuk/bea keluar dan cukai. Sub Bahasan: 1. Pendahuluan 2. Hubungan pajak, bea masuk/bea keluar dan cukai 3. Pengertian 4. Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 5. Memperluas objek pajak atau memberikan insentif pajak GAMBARAN UMUM KEPABEANAN DAN CUKAI, HUBUNGAN PAJAK BEA MASUK/BEA KELUAR DAN CUKAI 1. Pendahuluan. Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan dalam era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas saat ini menimbulkan tuntutan masyarakat agar pemerintah dapat memberikan kepastian hukum dalam dunia usaha. Pemerintah, khususnya Dirjen Bea dan Cukai (DJBC) bertugas mengamankan kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan lalulintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan tugas dimaksud, Kepabeanan secara aktif berperan sebagai garda terdepan dalam menanggulangi kemungkinan terjadinya tindak pidana penyelundupan, sekaligus melindungi industri dalam negeri dari persaingan masuknya barang-barang impor sejenis secara ilegal. 2. Hubungan pajak,bea masuk/bea keluar dan cukai. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama dalam pembiayaan public investmen (Mohammad Zain, 2005:11). Ditinjau dari jenisnya pajak dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu menurut sifat, menurut sasaran/objek dan menurut lembaga pemungut. a. Menurut sifat. Jenis pajak berdasarkan pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu: 1) pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak. 2) pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misal pajak pertambahan nilai. b. Menurut sasaran/objek. Jenis pajak berdasar pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:
2
1) pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misal pajak penghasilan. 2) pajak objektif adalah pajak yang dikenakan dengan melihat objek pajak untuk mengetahui subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misal pajak pertambahan nilai. c. Menurut lembaga pemungut. Jenis pajak berdasar pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu: 1) pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dalam hal ini dikelola oleh Dirjen Pajak (misal PBB, pajak penghasilan, pajak penjualan atas barang mewah) dan Dirjen Bea dan Cukai, (misal bea masuk, bea keluar dan cukai). 2) pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dalam hal ini Dispenda, misal pajak daerah provinsi dan pajak Kab/kota. Dirjen Pajak melaksanakan pemungutan pajak berdasar hukum pajak formal yang diatur dalam UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan-ketentuan umum perpajakan dan tatacara perpajakan, sebagaiaman telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu dengan UU No.9 tahun 1994, UU No.16 tahun 2000 dan UU No.28 tahun 2007. Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh Dirjen Pajak dan kewajiban bea masuk/bea keluar dan cukai yang dipungut oleh Dirjen Bea dan Cukai saling berkaitan erat. Pemahaman ini dapat kita lihat pada: Pertama, istilah kewajiban, dalam pajak kewajiban dikenakan terhadap individu, sedangkan pabean dan cukai dikenakan terhadap aktivitas memasukkan atau mengeluarkan barang atau transaksi keuangan dari atau ke luar negeri yang tidak bersifat individual. Kedua, ketentuan perundang-undangan yang ada selalu menjadi landasan pijak bagi dilaksanakannya pungutan pajak atau pabaean dan cukai. 3. Pengertian. a. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. b. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik: 1) Konsumsinya perlu dikendalikan 2) Peredarannya perlu diawasi 3) Pemakaiaannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup 4) Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan (terhadap barang yang dikategorikan sebagai barang mewah dan atau bernilai tinggi) dikenai cukai. c. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.
3
d. Kawasan pabean adalah kawasan dengan batasbatas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. e. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai. f. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. g. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. h. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. i. Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini yang dikenakan terhadap barang ekspor. j. Tempat penimbunan sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. k. Tempat penimbunan berikat adalah bangunan,tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. l. Tempat penimbunan pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pabean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai,barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-Undang ini. m. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikena cukai berdasarkan paling tinggi: 1. Untuk yang dibuat di Indonesia, tarif paling tinggi 275% dari harga jual pabrik atau 57% dari harga eceran 2. Untuk yang diimpor 275% dari harga dasar yang digunakan, yaitu nilai pabean ditambah bea masuk atau 57% dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Cukai merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung, namun pada dasarnya cukai mempunyai perbedaan yang mendasar dengan pajak tidak langsung lainnya. Hal ini dikarenakan: Pertama, cukai dikenakan terhadap barang-barang tertentu secara selektif. Kedua, tujuan pengenaan cukai adalah untuk setiap jenis barang berbeda-beda, sedangkan pajak biasanya dikenakan secara umum. Ketiga, tarif cukai berbeda-beda antara satu obyek dengan obyek yang lain, sedangkan pajak biasanya mempunyai satu tarif untuk seluruh obyek cukai.
4
Tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di bidang cukai adalah melakukan pengawasan terhadap produksi, distribusi dan peredaran barang kena cukai (BKC) yang karena sifat dan karakteristiknya perlu diawasi dan dibatasi. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 mengatur bahwa cukai dikenakan terhadap hasil tembakau, etil alkohol (EA), dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol. Minuman yang mengandung etil alkohol yang selanjutnya disingkat MMEA adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenisnya. Berdasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup dan tertib sosial ingin dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya, maka cara membatasinya adalah melalui penggunaan instrumen tarif, sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Selain itu, tarif paling tinggi juga dapat dikenakan dalam rangak keadilan dan keseimbangan, misalnya barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi. 4. Organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Kepabeanan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Terdapat tiga alasan yang mendasari tugas dan peran pabean, yaitu a. Kedisiplinan dalam menjalankan tugas pengawasan dan pelayanan terhadap masyarakat. b. Adanya dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan otoritas dan dalam mengambil tindakan yang diperlukan terutama dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi ini. c. Mengantisipasi perubahan sesuai dengan tuntutan dunia perdagangan internasional. Instansi pabean menyadari bahwa upaya penyimpangan, pemalsuan (fraud) dan penyelundupan terjadi di belahan dunia manapun termasuk negara Indonesia. Untuk itulah diperlukan pengaturan yang lebih jelas dalam pelaksanaan kepabeanan. Berdasarkan hal tersebut di atas, pemerintah bersama DPR melakukan perubahan yang kedua kalinya perundang-undangan pabean setelah UU No.10 tahun 1995. Perubahan ini meliputi unusur-unsur keadilan, transparansi, akuntabilitas, pelayanan publik dan pembinaan pegawai yang diperlukan dalam mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global. Tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan
5
Perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah: a. Penyiapan perumusan kebijakan departemen keuangan di bidang kepabeanan dan cukai b. Pelaksanan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang kepabeanan dan cukai d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kepabeanan dan cukai. Fungsi Implementasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah: a. Trade Facilitator adalah memberi fasilitas perdagangan (antara lain peningkatan kelancaran arus barang dan perdagangan) sehingga dapat menekan ekonomi biaya tinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim perdagangan yang kondusif. b. Industrial Assintance adalah memberi dukungan kepada industri dalam negeri sehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional. c. Revenue Collector adalah mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan bea masuk dan cukai. d. Community Protector adalah melindungi masyarakat dari masuknya barangbarang yang dilarang atau dibatasi yang dapat menggangu kesehatan dan keamanan serta moralitas. Dengan demikian diperlukannya organisasi yang kuat dan solid dalam Dirjen bea dan Cukai (DJBC) karena beberapa alasan antara lain: a. Perkembangan praktik perdagangan internasional b. Pendayagunaan teknologi informasi dalam rangka mempercepat proses penyelesaian kewajiban pabean c. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap eksisitensi DJBC dalam mengawasi lalu lintas barang Dirjen bea dan Cukai (DJBC) dalam implementasi kebijakan dibantu oleh Kantor Pusat, Kantor Wilayah di bidang pengawasan dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di bidang pelayanan. a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Kantor Pusat Dirjen Bea dan Cukai (DJBC) terdiri dari: Sekretariat Direktorat Jenderal Direktorat Teknis Kepabeanan Direktorat Fasilitas Kepabeanan Direktorat Cukai Direktorat Pnindakan dan Penyidikan Direktorat audit Direktorat Kepabeanan Internasional Direktorat penerimaan dan Peraturan Kepabeanaan dan Cukai Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai (DJBC) terdiri dari:
6
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q.
Kanwil I Dirjen Bea dan Cukai NAD Kanwil II Dirjen Bea dan Cukai Sumut Kanwil III Dirjen Bea dan Cukai Riau dan Sumbar Kanwil IV Dirjen Bea dan Cukai Kepulauan Riau Kanwil V Dirjen Bea dan Cukai Sumatera bagian Selatan Kanwil VI Dirjen Bea dan Cukai Banten Kanwil VII Dirjen Bea dan Cukai Jakarta I Tanjung Periok meliputi DKI Jakarta Kanwil VIII Dirjen Bea dan Cukai Jakarta II di Jakarta meliputi DKI Jakarta Kanwil IX Dirjen Bea dan Cukai Jawa Barat Kanwil X Dirjen Bea dan Cukai Jawa Tengah Kanwil XI Dirjen Bea dan Cukai Jawa Timur I berlokasi di Surabaya Kanwil XII Dirjen Bea dan Cukai Jawa timur II berlokasi di Malang Kanwil XIII Dirjen Bea dan Cukai Bali, NTB dan NTT Kanwil XIV Dirjen Bea dan Cukai Kalimantan bagian Barat Kanwil XV Dirjen Bea dan Cukai Kalimantan bagian Timur Kanwil XVI Dirjen Bea dan Cukai Sulawesi Kanwil XVII Dirjen Bea dan Cukai Maluku, Papua dan irian Jaya Barat
Salah satu bentuk Program Reformasi kepabeanan untuk peningkatan pelayanan dan pengawasan adalah melalui pembentukan Kantor Pelayanan Utama (KPU) yang ada di dua kota, yaitu: a. KPU Tnajung Priok b. KPU Batam KPU didesain untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan efektivitas pengawasan untuk meminimalkan potensi kerugian negara dan mendorong pengguna jasa kepabeanan agar selalu memperbaiki tingkat kepatuhan terhadap ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai. Dalam kegiatan impor, pelayanan yang cepat, efisien dan transparan baik menyangkut perizinan, fasilitas maupun keberatan ada dalam satu atap. Adanya pengawasan yang efektif dapat meningkatkan penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Kedatangan sarana pengangkut, pembongkaran dan penimbunan barang impor, pengeluaran barang impor untuk dipakai, pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI dapat dilakukan di Bank Devisa Persepsi, Pos persepsi atau kantor pabean. Pemeriksaan pabean di bidang impor adalah proses yang harus dilalui di dalam tata laksana kepabeanan di bidang impor. 5. Memperluas objek pajak atau memberikan insentif pajak. Penerimaan pajak memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi keuangan negara, yaitu hampir 70% dari anggaran pendapatan belanja negara Pemerintah Indonesia. Dengan begitu pajak menjadi primadona bagi kelanjutan pembangunan bangsa ini. Hal ini mengandung pengertian bahwa tugas berat bagi Menteri Keuangan untuk dapat membuktikan bahwa kinerjanya terus menerus dapat meningkatkan penerimaan negara disektor pajak.
7
Mempertahankan pendapatan dari sektor pajak membawa konsekuensi logis untuk selalu memperluas objek pajak atau memberikan insentif pajak terhadap wajib pajak atau mungkin melakukan keduanya berbarengan. Dalam jangka pendek perluasan objek pajak dapat memberikan peningkatan penerimaan negara akan tetapi juga kemungkinan munculnya resiko dimana dunia bisnis akan mencoba menghindar, bahkan lari dari kewajiban membayar pajak. Konsekuensi lain dari perluasan objek pajak akan tercermin dari berkurangnya investasi yang masuk karena pajak menjadi momok bagi dunia usaha untuk memberikan yang terbaik bagi perkembangan usahanya. Memberikan insentif perpajakan merupakan jalan keluar yang hampir diterapkan di setiap negara dengan memberikan perlakuan khusus terhadap investor yang ingin menanamkan bisnisnya seperti cina, india, vietnam dan banglades. Pemberlakuan kawasan ekonomi khusus juga dapat menarik minat negara yang memperluas dan mencari negara mana yang bisnisnya lebih memberikan keuntungan dengan kemudahan fasilitas perpajakannya Indonesia menetapkan pulau Batam, Bintan dan Karimun menjadi kawasan ekonomi khusus melalui PP No.46,47,48 tahun 2007 tentang penunjukan ketiga kawasan tersebut sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Ketiga kawasan tersebut diberikan pembebasan bea masuk (BM), Pajak Pertambahana Nilai (PPN), Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM) dan cukai. 6. Definisi Hukum Kepabeanan. Dasar Hukum: a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.10 tahun 1995. b. Pasal 1 UU No.17 tahun 2006 menyatakan Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Pengertian: LJ Van Apeldoorn berpendapat bahwa Hukum tidak mungkin memberikan satu definisi. E. Utreecht mendefinisikan hukum sebagai himpunan petunjuk-petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh anggota masyarakt tersebut. Dengan demikian, Hukum Kepabeanan adalah himpunan petunjuk yang mengatur lalulintas barang dan pengawasannya serta pengenaan bea atas keluar masuknya barang dari wilayah pabean Indonesia.