ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA
OLEH EVI JUNAIDI H14084013
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS KAUSALITAS ANTARA HARGA PREMIUM DENGAN PERMINTAAN SEPEDA MOTOR DAN MOBIL DI INDONESIA
Oleh EVI JUNAIDI H14084013
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
EVI JUNAIDI. Analisis Kausalitas Antara Harga Premium dengan Permintaan Sepeda Motor dan Mobil di Indonesia (dibimbing oleh SYAMSUL H. PASARIBU). Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor BBM mempunyai dampak yang luas terhadap aspek sosial budaya dan perekonomian Indonesia. Hal ini karena baik penyediaan maupun penentuan tarif BBM merupakan masalah yang menyangkut hajat hidup semua lapisan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945. Kondisi harga BBM yang berada di bawah harga minyak dunia dan turunnya produksi minyak mentah Indonesia mengakibatkan biaya subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar. Harga minyak dunia yang melonjak dalam setahun terakhir, mengakibatkan beban subsidi BBM meningkat drastis, subsidi BBM dalam angaran pemerintah tahun 2008 melonjak dari 126 triliun rupiah menjadi 190 triliun rupiah. Maka untuk mengimbangi harga minyak dunia perlu adanya pengurangan subsidi agar APBN tidak terlalu terbebani. Kenaikan harga BBM akan memperberat beban hidup masyakarat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan. Hal tersebut juga bisa mengakibatkan turunnya laba perusahaan. Dampak lain kenaikan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional dalam transportasi yang tentunya sangat dirasakan oleh pengguna transportasi, baik transportasi udara, transportasi air maupun transportasi darat. Perubahan biaya operasional ini secara tidak langsung relatif akan berpengaruh terhadap pola sistem transportasi sebelumnya. eFenomena yang cukup menarik di Indonesia, di saat terjadi kenaikan harga BBM dan turunnya daya beli masyarakat tetapi permintaan sepeda motor dan mobil justru meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat adanya hubungan kausalitas antara harga premium dengan permintaan sepeda motor dan mobil dalam jangka panjang maupun jangka pendek di Indonesia, serta melihat perbandingan hubungan yang ada dalam jangka panjang dan dalam jangka pendek. Metode yang digunakan untuk melihat adanya hubungan kausalitas antara harga premium dengan permintaan sepeda motor dan mobil pada penelitian ini adalah metode Vector Autoregression (VAR) jika data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi, atau menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM), jika data yang digunakan stasioner, namun terkointegrasi. Metode VAR dan VECM tersedia dalam software E-views 5.1. Sementara itu data yang digunakan adalah data harga premium, penjualan sepeda motor dan
penjualan mobil di Indonesia yang berupa data bulanan dari Bulan Januari 2000 sampai Bulan Mei 2008. Hasil yang didapat dari penelitian ini diantaranya yaitu uji akar unit pada level semua data tidak stasioner, maka dilanjutkan pada first difference. Berdasarkan hasil uji akar unit tingkat first difference semua data yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah stasioner, karena nilai probability α kurang dari 5 persen atau nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis McKinnon. Karena semua data sudah stasioner pada uji derajat satu I(1), sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian selanjutnya. Pada uji lag optimal, kedua persamaan mempunyai lag optimal yang sama yaitu pada lag 2. Selanjutnya dilakukan uji kestabilan data, dan didapatkan bahwa kedua persamaan mempunyai data yang stabil, sehingga dapat dilanjutkan pada analisis kointegrasi. Setelah dilakukan uji kointegrasi, maka untuk hubungan antara permintaan mobil dengan harga premium terkointegrasi, terdapat satu persamaan kointegrasi. Artinya secara bivariate terdapat satu persamaan linier jangka panjang yang dikandung dalam model diantara kedua variabel. Sedangkan untuk hubungan antara variabel permintaan motor dengan harga premium, tidak terdapat kointegrasi. Karena dalam uji kointegrasi harga premium dan permintaan motor tidak terkointegrasi, sehingga tidak ada hubungan dalam jangka panjang sehingga tidak ada kausalitas dalam jangka panjang. Dan untuk jangka pendek juga tidak terdapat hubungan kausalitas. Hubungan permintaan mobil dengan harga premium dalam jangka panjang hanya terdapat kausalitas unindirectional yang signifikan atau kausalitas satu arah yaitu harga premium menyebabkan permintaan mobil. Sedangkan dalam jangka pendek tidak terdapat hubungan kausalitas.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar pada tanggal 13 Juni 1976 dari pasangan Syamsir (alm) dan Junita Asni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Inpres Limakaum pada tahun 1983 sampai dengan tahun 1989, Sekolah Lanjutan Tingkat Tingkat Pertama Negeri Limakaum pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas 1 Batusangkar pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1995. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta sampai tahun 2000, dan memperoleh gelar Sarjana Sain Terapan (SST). Setelah tamat STIS, penulis menjalani ikatan dinas di BPS Propinsi Sumatera Barat dari tahun 2000 sampai tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan ke program S2. Tapi sebelum mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti program alih jenjang dari Diploma IV ke Strata1 (sarjana). Penulisan merupakan syarat untuk melanjutkan ke S2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kausalitas antara Harga Premium dengan Permintaan Sepeda Motor dan Mobil di Indonesia” Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si sebagai Pembimbing Skripsi yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga secara sukarela untuk membimbing penulis
2.
Ibu Sri Mulatsih sebagai dosen penguji atas kritik dan sarannya yang sangat bermanfaat.
3.
Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB
4.
Yuni Deldia Sari dan Ghania Aqila Nasha, istri dan buah hati penulis, sebagai inspirasi dalam penulisan ini yang telah memberikan curahan kasih sayang dan doa yang tulus
5.
Orang tua dan kedua adik penulis yang selalu memberi semangat dan dorongan.
6.
Ririn yang telah bersedia membantu penulis dalam menyusun skripsi ini
7.
Rekan-rekan mahasiswa/si dan semua pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran hingga terselesainya skripsi ini. Tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu segala bentuk kritik, masukan dan saran yang membangun diperlukan untuk evaluasi dan perbaikan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak dan menjadi landasan yang baik menuju tahap berikutnya. Bogor, September 2008 Penulis
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripisi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Evi Junaidi
NIP
: H14084013
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Kausalitas antara Harga Premium dengan Permintaan Sepeda Motor dan Mobil di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, September 2008 Dosen Pembimbing
Syamsul H. Pasaribu, M.Si NIP 132310799 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Rina Oktaviani, Ph.D NIP 131846872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Evi Junaidi H14084013
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian .........................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...............
7
2.1. Transportasi ....................................................................................
7
2.1.1. Perkembangan Transportasi Saat Ini ..................................
7
2.1.2. Sistem Transportasi secara Umum ....................................
8
2.1.3. Sepeda Motor dan Mobil sebagai Moda yang Diminati .....
9
2.1.4. Aspek yang Mempengaruhi Kebutuhan Transportasi ........
11
2.1.5. BBM sebagai Penggerak Utama Sepeda Motor dan Mobil
13
2.2. Teori Permintaan ............................................................................
19
2.2.1. Fungsi Permintaan ..............................................................
21
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan................
22
2.3. Penelitian Terdahulu ......................................................................
24
2.4. Kerangka Pemikiran .......................................................................
25
2.5. Hipotesis.........................................................................................
25
III. METODE PENELITIAN ......................................................................
27
3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................
27
3.2. Metode Analisis Data .....................................................................
27
3.2.1. Vector Autoregression (VAR) ...........................................
27
3.2.2. Uji Stasioneritas ..................................................................
29
3.2.3. Penetapan Lag Optimal .......................................................
31
3.2.4. Uji Kointegrasi ....................................................................
32
II.
vi
3.2.5. Vector Error Correction Model (VECM) ..........................
33
3.3. Model Penelitian ............................................................................
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
36
4.1. Analisis Deskriptif .........................................................................
36
4.1.1. Perkembangan Harga Premium ..........................................
36
4.1.2. Perkembangan Permintaan Sepeda Motor ..........................
37
4.1.3. Perkembangan Permintaan Mobil ......................................
37
4.1.4. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Sepeda Motor
38
4.1.5. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Mobil ...........
39
4.2. Analisis Time Series .......................................................................
40
4.2.1. Unit Root Test (Pengujian Akar-Akat Unit) .......................
40
4.2.2. Tingkat Lag Optimal ..........................................................
42
4.2.3. Pengujian Stabilitas VAR ...................................................
44
4.2.4. Analisis Kointegrasi ...........................................................
44
4.2.5. Analisis Kausalitas Permintaan Motor dengan Premium ...
47
4.2.6. Analisis Kointegrasi Permintaan Mobil dengan Premium .
47
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
51
5.1. Kesimpulan ....................................................................................
51
5.2. Saran...............................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
53
LAMPIRAN ..................................................................................................
55
V.
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Penjualan Sepeda Motor dan Mobil di Indonesia ..................................
4
2.1. Pertumbuhan Pembelian Sepeda Motor .................................................
10
2.2. Pertumbuhan Pembelian Mobil ..............................................................
11
2.3. Perkembangan Harga Premium..............................................................
19
3.1. Deskripsi Data dalam Model Penelitian.................................................
34
4.1. Hasil Pengujian Akar Unit Level............................................................
41
4.2. Hasil Pengujian Akar Unit First Difference...........................................
41
4.3. Perhitungan AIC, SC dan HQ (Premium dan Motor) ............................
43
4.4. Perhitungan AIC, SC dan HQ (Premium dan Mobil) ............................
43
4.5. Uji Stabilitas Model VAR ......................................................................
44
4.6. Analisis Kointegrasi Antara Motor dengan Premium ............................
46
4.7. Analisis Kointegrasi Antara Mobil dengan Premium ............................
46
4.8. Uji Kausalitas Motor dan Premium Jangka Pendek...............................
47
4.9. Hasil Estimasi Hubungan Jangka Panjang .............................................
48
4.10. Estimasi α-vektor dan Tes Kausalitas Jangka Panjang ..........................
48
4.11. Uji Kausalitas Mobil dan Premium Jangka Pendek ...............................
49
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kurva Permintaan Statis dan Dinamis ...................................................
20
2.2. Kerangka Pemikiran ...............................................................................
26
4.1. Perkembangan Kenaikan Harga Premium .............................................
36
4.2. Perkembangan Permintaan Sepeda Motor .............................................
37
4.3. Perkembangan Permintaan Mobil ..........................................................
38
4.4. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Motor ..............................
39
4.4. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Mobil ..............................
39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Grafik Perkembangan Harga Premium, Permintaan Motor dan Mobil ..
55
2. Hasil Unit Root Test ...............................................................................
56
3. Hasil Lag Optimal dan Stabilitas ............................................................
62
4. Hasil Kointegrasi.....................................................................................
66
5. Hasil VAR dan VECM ...........................................................................
72
6. Hasil VAR Pairwise Granger Causality Test ..........................................
75
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor BBM mempunyai dampak yang luas terhadap aspek sosial budaya dan perekonomian Indonesia. Hal ini karena baik penyediaan maupun penentuan tarif BBM merupakan masalah yang menyangkut hajat hidup semua lapisan masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945. Kondisi harga BBM yang berada di bawah harga minyak dunia dan turunnya produksi minyak mentah Indonesia mengakibatkan biaya subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar. Harga minyak dunia yang melonjak dalam setahun terakhir, mengakibatkan beban subsidi BBM meningkat drastis, subsidi BBM dalam anggaran pemerintah tahun 2008 melonjak dari 126 triliun rupiah menjadi 190 triliun rupiah. Maka untuk mengimbangi harga minyak dunia perlu adanya pengurangan subsidi agar APBN tidak terlalu terbebani. Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan. Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini diantaranya adalah rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini, naiknya permintaan (demand) dan terdapat kekhawatiran atas ketidakmampuan negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi.
2
Pengurangan subsidi tersebut sangat diperlukan selain untuk mengimbangi harga minyak dunia juga memberikan keadilan dalam pengalokasian BBM dan dapat dipindahkannya subsidi tersebut ke sektor lain seperti sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Sebagaimana dikemukakan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, pengurangan subsidi BBM harus dilihat sebagai kebijakan redistribusi. Kenaikan harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi juga bagi dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada pos-pos biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga jual produk. Multiple effect dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead pabrik karena naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut dan tuntutan dari karyawan untuk menaikkan upah. Multiple effect tersebut bisa menyebabkan keuntungan perusahaan menjadi berkurang. Kenaikan harga BBM tersebut juga akan memperberat beban hidup masyakarat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan tidak terserapnya semua hasil produksi perusahaan sehingga secara keseluruhan akan menurunkan penjualan. Hal tersebut juga bisa mengakibatkan turunnya laba perusahaan. Terjadinya hubungan timbal balik antara naiknya biaya produksi dan turunnya daya beli masyarakat berarti memperlemah perputaran roda ekonomi secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim investasi secara keseluruhan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam
3
jangka pendek naiknya harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar, khususnya pelaku pasar modal sebagai pusat perputaran dan indikator investasi. Dampak lain kenaikan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional dalam transportasi yang tentunya sangat dirasakan oleh pengguna transportasi, baik transportasi udara, transportasi air maupun transportasi darat. Perubahan biaya operasional ini secara tidak langsung relatif akan berpengaruh terhadap pola sistem transportasi sebelumnya. Kontroversi kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Meskipun perekonomian Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan perekonomian dunia, akhirnya kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai tanggal 28 Mei 2008. Akibat yang sangat memungkinkan dari kebijakan tersebut adalah perubahan dari perilaku investasi di Indonesia. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi yang terkait langsung dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi para pelaku pasar. Reaksi dapat berupa respon positif atau respon negatif tergantung pada apakah peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau negatif terhadap iklim perekonomian. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka dimungkinkan akan terjadi reaksi negatif para pelaku pasar setelah pengumuman tersebut. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM ini direaksi positif oleh pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari dampak peristiwa pengumuman tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan stimulus positif pada perekonomian Indonesia.
4
Fenomena yang cukup menarik di Indonesia, disaat terjadi kenaikan harga BBM dan turunnya daya beli masyarakat tetapi permintaan sepeda motor dan mobil justru meningkat, terlihat pada Tabel 1.1. Penelitian ini berusaha mengetahui dampak langsung peristiwa kenaikan BBM terhadap permintaan sepeda motor dan mobil di Indonesia. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui reaksi atau respon dan perilaku pelaku pasar terhadap sebuah peristiwa ekonomi dan dampaknya terhadap iklim perekonomian secara keseluruhan di Indonesia. Dengan mengetahui perilaku para pelaku pasar modal akan dapat diramalkan tanggapan dan reaksi pasar terhadap suatu peristiwa ekonomi dan bisnis di masa yang akan datang. Tabel 1.1 Penjualan Sepeda Motor dan Mobil di Indonesia No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*
Penjualan Motor (unit) 864.146 1.575.788 2.287.464 2.770.184 3.887.675 5.074.204 4.426.835 4.688.263 2.516.789
Penjualan Mobil (unit) 347.964 299.559 317.770 351.636 483.148 533.913 318.954 433.341 236.268
*) Keadaan Bulan Mei Sumber: PT.Astra melalui CEIC diolah
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah apakah kenaikan BBM khususnya Premium berpengaruh terhadap jumlah permintaan kendaraan bermotor khususnya sepeda motor dan mobil. Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut adalah
5
dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kenaikan harga premium terhadap permintaan sepeda motor? 2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kenaikan harga premium terhadap permintaan mobil? 3. Bagaimanakah bentuk hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara kenaikan harga premium terhadap permintaan sepeda motor dan mobil? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi hubungan antara kenaikan harga premium terhadap permintaan sepeda motor. 2. Mengidentifikasi hubungan antara kenaikan harga premium terhadap permintaan mobil. 3. Mengidentifikasi bentuk hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara kenaikan harga premium terhadap permintaan sepeda motor dan mobil. 1.4. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain. 1. Bagi
penulis
yaitu
meningkatkan
pengetahuan,
wawasan
dan
memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang konsep permintaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
6
2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mempertimbangkan kebijakan terbaik yang harus dilakukan dalam mengontrol pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam melaksanakan kebijakan makro ekonomi. 3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat membuka cakrawala pembaca dan memberikan pengertian bagaimana hubungan kausalitas antara kenaikan harga premium terhadap permintaan sepeda motor dan mobil di Indonesia.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan antara kenaikan harga premium dengan pembelian sepeda motor dan mobil di Indonesia. Oleh sebab itu terlebih dahulu perlu diketahui mengenai teori-teori yang dapat menjelaskan hubungan antara variabel-variabel tersebut. 2.1.
Transportasi Sektor transportasi merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat
penting dalam menunjang pembangunan ekonomi suatu negara. Karena setiap kegiatan ekonomi membutuhkan transportasi sebagai medianya. Menurut Sukirno (1995) dalam suatu masyarakat modern pengangkutan transportasi mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu : 1. Sebagai alat moda, yaitu mengangkut orang dari rumah ke tempat kerja/tempat usaha, 2. Sebagai barang akhir, yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa pengangkutannya oleh sistem transportasi diberikan sarana angkutan kota guna menunjang aktifitas penduduk dalam kegiatan ekonomi. 2.1.1. Perkembangan Transportasi Saat Ini Permasalahan transportasi dan rekayasa perencanaannya mengalami revolusi yang cepat sejak tahun 1980-an. Pada saat ini kita masih merasakan banyaknya permasalahan transportasi yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1970-an, misalnya: kemacetan, polusi suara dan kecelakaan. Permasalahan
8
transportasi yang sudah ada sejak dulu ternyata masih dijumpai saat ini, tetapi justru dengan tingkat kualitas lebih parah dan tingkat kuantitas yang relatif lebih besar (Wahab, 2005). Pada akhir tahun 1980-an, negara maju memasuki tahapan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu di sektor perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan antara lain oleh pesatnya perkembangan pengetahuan mengenai
elektronika
dan
peralatan
komputer,
yang
memungkinkan
berkembangnya beberapa konsep baru mengenai prasarana transportasi, sistem pergerakan, dan peramalan kebutuhan akan transportasi yang tidak pernah terpikirkan pada masa lalu. Tersedianya peralatan komputer yang murah dan berkecepatan tinggi telah memacu perkembangan teknik pemodelan transportasi. Menurut Wahab (2005), banyak negara berkembang termasuk Indonesia menghadapi permasalahan transportasi dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya prasarana yang ada, namun sudah ditambah lagi dengan permasalahan lainnya seperti: pendapatan rendah, urbanisasi yang sangat cepat, terbatasnya sumber daya terutama dana. Permasalahan ini semakin diperparah oleh kualitas dan kuantitas data yang rendah, kualitas sumberdaya manusia, disiplin dan penerapan hukum yang rendah, serta lemahnya perencanaan dan kontrol. 2.1.2. Sistem Transportasi Secara Umum Sistem transportasi merupakan gabungan beberapa komponen yang mendukung suatu siklus kegiatan transportasi secara menyeluruh. Perubahan pada satu komponen dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Misalnya
9
dalam interaksi sistem tata guna lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen tersebut tidak ada hubungannya secara mekanis akan tetapi perubahan pada salah satu komponen (sistem kegiatan) dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (sistem jaringan dan sistem pergerakan). Perlu disadari, bahwa kajian terhadap komponen-komponen sistem transportasi (moda transportasi sepeda motor dan mobil) mempunyai ciri yang berbeda dengan kajian bidang lain karena melibatkan cukup banyak aspek dan beragam. Objek dasar sistem tansportasi yang ditandai dengan multimoda ini lebih ditekankan pada pergerakan manusia atau barang. Oleh sebab itu dalam mengkaji sistem transportasi terdapat 2 (dua) konsep dasar yaitu: 1.
Konsep mengenai ciri tidak spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota, misalnya yang menyangkut pertanyaan mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang melakukan perjalanan, dan jenis transportasi apa yang digunakan (seperti: angkutan umum, ojek, sepeda motor, mobil pribadi, taksi, dan lainnya).
2.
Konsep mengenai ciri spasial (dengan batas ruang) di dalam kota, termasuk pola tata guna lahan, pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang.
2.1.3. Sepeda Motor dan Mobil sebagai Moda yang Diminati 2.1.3.1. Sepeda Motor Di Indonesia saat ini terutama pada jaringan transportasi kota, sepeda motor menjadi salah satu jawaban atau alternatif dan pelengkap untuk mengisi kebutuhan akan sarana transportasi. Sepeda motor memiliki fungsi untuk
10
menambah jaringan transportasi dan dapat mengisi kebutuhan akan sarana transportasi tersebut secara efisien, murah dan cepat. Selain itu sepeda motor juga memiliki jangkauan yang relatif lebih fleksibel. Sepeda motor juga dijadikan sebagai moda alternatif bagi pengguna transportasi pada kawasan tertentu yang sering terkena masalah kemacetan. Besarnya peluang pangsa pasar sepeda motor di Indonesia membuat perusahaan-perusahaan sepeda motor saling berlomba untuk meningkatkan pangsa pasar motor dari berbagai merek. Promosi sepeda motor pun ditingkatkan sesuai perusahaan, asuransi kredit motor pun saling bersaing untuk mendapatkan konsumen (Mirza, 2007). Sebagai akibat dari persaingan tersebut, banyak motor yang bisa dibeli kredit dengan sistem yang lebih dipermudah, harga cicilan yang menarik dan bunga ringan (dari perusahaan asuransi). Saat ini bahkan ada beberapa perusahaan kredit asuransi kendaraan bermotor yang mempromosikan penjualan sepeda motor dengan kredit tanpa Down Payment (DP). Dari Tabel 2.1 terlihat perkembangan penjualan sepeda motor sembilan tahun terakhir. Tabel 2.1. Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor No
Tahun
Penjualan Motor
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*
864.146 1.575.788 2.287.464 2.770.184 3.887.675 5.074.204 4.426.835 4.688.263 2.516.789
*) Keadaan Bulan Mei Sumber: PT.Astra melalui CEIC diolah
Kenaikan Unit Persentase 711.642 711.676 482.720 1.117.491 1.186.529 -647.369 261.428 -2.171.474
82,35 45,16 21,10 40,34 30,52 -12,76 5,91 -46,32
11
2.1.3.2. Mobil Berbeda dengan sepeda motor yang diminati karena lebih efisien, murah, irit dan fleksibel, mobil masih tetap diminati oleh konsumen Indonesia karena alasan kapasitas angkut yang lebih besar, kenyamanan dan prestise. Mobil dapat menjadi moda transportasi yang relatif lebih nyaman terhadap berbagai cuaca ataupun polusi dari asap kendaraan bermotor (terutama di kawasan yang sering macet). Mobil juga dapat menjadi pilihan moda transportasi yang bisa dijadikan prestise dari sisi ekonomis bagi kalangan menengah keatas. Dari Tabel 2.2 terlihat perkembangan penjualan mobil sembilan tahun terakhir. Tabel 2.2. Pertumbuhan Penjualan Mobil No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*
Penjualan Mobil 347.964 299.559 317.770 351.636 483.148 533.913 318.954 433.341 236.268
Kenaikan Unit Persentase -48.405 18.211 33.866 131.512 50.765 -214.959 114.387 -197.073
-13,91 6,08 10,66 37,40 10,51 -40,26 35,86 -45,48
*) Keadaan Bulan Mei Sumber: PT.Astra melalui CEIC diolah
2.1.4. Aspek yang Mempengaruhi Kebutuhan Transportasi Dapat dikatakan bahwa pergerakan/perpindahan terjadi karena adanya akses pemenuhan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan merupakan kegiatan yang harus dilakukan setiap hari, misalnya pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, olah raga, hiburan, sosial, dan lain-lain. Sehingga dapat
12
dikatakan bahwa penggunaan sepeda motor dan mobil sebagai suatu moda transportasi merupakan suatu efek dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Menurut Wahab (2005) beberapa hal yang mempengaruhi kebutuhan transportasi (baik sepeda motor maupun mobil) adalah sebagai berikut: 1. Jumlah penduduk Jumlah penduduk mempunyai hubungan langsung secara kuantitas dengan kebutuhan pergerakan. Semakin banyak kebutuhan pergerakan manusia maupun barang maka akan semakin banyak pula penggunaan sepeda motor dan mobil sebagai moda transportasi darat. 2. Strata penduduk (usia dan jenis kelamin) Dilihat dari sisi usia, maka bayi, anak-anak, remaja, pekerja, penganggur, orang tua dan orang cacat mempunyai tingkat permintaan pergerakan yang tidak sama. Demikian juga dengan perbedaan jenis kelamin akan menyebabkan kebutuhan terhadap pergerakan berbeda pula. 3. Jumlah keluarga Jumlah keluarga dalam satu rumah juga akan berpengaruh secara langsung akan kebutuhan pergerakan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin banyak pula penggunaan sepeda motor dan mobil sebagai alternatif transportasi darat. 4. Pendapatan Jumlah pendapatan kadang juga terkait secara linear dengan jumlah permintaan pergerakan. Semakin besar pendapatan maka permintaan pergerakan juga akan cenderung meningkat.
13
5. Status sosial dan ekonomi kepala keluarga Status sosial dan ekonomi kepala keluarga juga dapat dianggap berkaitan dengan permintaan pergerakan. Semakin tinggi status ekonomi kepala keluarga secara tidak langsung akan semakin besar keinginan untuk pemenuhan kebutuhan akan pergerakan. 2.1.5. BBM Sebagai Penggerak Utama Sepeda Motor dan Mobil BBM merupakan modal utama penggerak sepeda motor dan mobil karena bahan bakar alternatif lain untuk kendaraan bermotor masih belum diterapkan secara massal di Indonesia. Penjelasan asal usul minyak bumi sampai saat ini didominasi oleh teori yang menjelaskan bahwa minyak bumi adalah hasil proses fisika dan kimia ribuan tahun pada sisa-sisa makhluk hidup yang terjadi di perut bumi, yang hasilnya terperangkap di struktur bebatuan berpori (porous rocks). Karena prosesnya cukup lama, maka minyak bumi adalah sumber daya alam yang terbatas. Teori kedua, yang dianut oleh ilmu geologi Rusia, menyatakan bahwa minyak bumi bukanlah berasal dari sisa-sisa jasad hidup, melainkan berasal dari sebuah proses termodinamika yang hingga saat ini belum diketahui yang terjadi di tempat yang jauh lebih dalam di perut bumi. Teori yang kedua ini memungkinkan pencarian minyak bumi di tempat-tempat yang “kering minyak” menurut buku teks geologi konvensional (Maugeri, 2007). Namun hingga saat ini, arus utama pandangan mengenai ketersediaan minyak bumi tampak lebih dipengaruhi oleh teori Puncak Minyak (Peak Oil), yang dikembangkan pada 1956 oleh Marion King Hubert, yang menerima bulat-
14
bulat asal muasal organik minyak bumi. Berdasarkan pengamatannya atas datadata migas di sebuah negara bagian Amerika Serikat, Hubbert dengan tepat memprediksikan bahwa produksi minyak AS akan menurun pada dekade 1970an. Dalam teori ini, sumur-sumur sebuah ladang migas yang berproduksi secara bersamaan, akan memiliki grafik terhadap waktu yang berbentuk seperti lonceng. Artinya, produksi ladang tersebut akan mencapai sebuah puncak untuk kemudian menurun dengan tingkat yang sama seperti kenaikan produksinya. Tepatnya, prediksi teori Peak Oil Hubbert membuat percaya banyak orang, terutama yang menggantungkan pendekatan statistik dan murni matematis, bahwa minyak dunia akan segera habis. Persoalan bahwa Hubbert ternyata gagal memprediksikan peak oil di belahan dunia lain tidak membuat mereka surut. Geolog lain, Colin Campbell, yang sama seperti Hubbert membangun karirnya sebelumnya di perusahaan minyak, “menyempurnakan” teori peak oil, dan tanpa henti-henti melakukan revisi atas prediksi puncak produksi minyak dunia. Baik Hubbert maupun Campbell, tidak pernah menyebut angka sesungguhnya jumlah persediaan minyak dunia, sebuah angka yang sebenarnya sulit dipastikan hingga saat ini dan sangat tergantung pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahun 2000, setelah sekian lama terdiskreditkan oleh kegagalannya, teori peak oil kembali bergaung. Di tengah-tengah meroketnya harga minyak dunia, media mengutip kembali prediksi Campbell pada 1998 bahwa produksi minyak dunia akan mencapai puncak pada dekade pertama abad 21.
15
Ketika pada 2004-2005 harga minyak dunia kembali meningkat hingga menembus angka US$ 65 per barel, berbagai buku dan cover story berbagai jurnal terkemuka membahas teori peak oil. Data statistik dan kini model-model ekonometrik (kontribusi Campbell) yang disajikan teori peak oil, setidak-tidaknya telah berkontribusi pada iklim ketidakpastian di bursa komoditas. Sudah dipaparkan sebelumnya bahwa bahan bakar minyak berasal dari minyak bumi yang merupakan sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu produksi minyak mentah juga dikelola dengan terbatas pula. Terbatasnya produksi minyak dunia dan besarnya kebutuhan masing-masing negara akan minyak dunia membuat diaturnya perdagangan minyak pada bursa komoditas seperti: New York Mercantile Exchange (NYMEX), Intercontinental Exchange (ICE) di London, dan belakangan Iranian Oil Bourse (IOB), dan juga secara langsung (produsenpembeli, dalam hal ini pemilik pengilangan minyak). Perdagangan komoditas seperti minyak terjadi dalam dua cara. Pertama dengan perdagangan spot, di mana pengantaran barang dilakukan pada hari itu ataupun sesegera mungkin; kedua, dengan perdagangan kontrak-kontrak berjangka (futures), di mana ditentukan hari pengantaran, kualitas barang, dan jumlah barang. Harga jenis minyak mentah (crude oil) dunia, ditentukan secara relatif terhadap pergerakan harga tiga jenis minyak mentah, yaitu Western Texas Intermediate (WTI) yang diperdagangkan di NYMEX, Brent di ICE, dan Dubai. Artinya, minyak mentah Minas Indonesia yang merupakan salah satu jenis minyak mentah referensi OPEC, dijual mengikuti naik turunnya harga ketiga jenis
16
minyak mentah tersebut (benchmark/patokan). Sejauh mana perbedaan harga Minas dan WTI, ditentukan oleh tingkat keenceran Minas (derajat API, American Petroleum Institute) dan kandungan sulfurnya. WTI dan minyak mentah sekelasnya, merupakan minyak mentah yang sangat diinginkan oleh pengilangan minyak karena mudah menghasilkan BBM yang digunakan oleh kendaraan bermotor (gasoline, premium, pertamax dan lain sebagainya). Akibatnya, harga Minas yang memang derajat API-nya lebih rendah dan kandungan sulfurnya lebih banyak akan lebih murah. Perbedaan harga ini sebenarnya mencerminkan juga struktur pengilangan minyak dunia, di mana banyak yang didesain untuk memaksimalkan pengolahan WTI dan minyak mentah sekelasnya (light sweet oil) seperti, minyak mentah Brent, ataupun yang sedikit lebih rendah macam Arabian Light. Selain itu, tuntutan pengurangan jumlah timbal, sulfur, dan bentuk-bentuk polusi lainnya di BBM oleh perangkat peraturan ramah lingkungan negara-negara maju dan belakangan negara berkembang, juga menyebabkan tingginya permintaan minyak mentah semacam WTI. Persoalannya, jumlah produksi minyak mentah ini sangat terbatas: WTI diproduksi 300.000 bpd (barel/hari), Brent 300.000 bpd, dan Dubai 100.000 bpd. Keterbatasan produksi jenis minyak mentah patokan membuat pasar spot patokan menjadi sangat kaku dan sensitif. Sedikit saja gangguan, misalnya sabotase pipa minyak di Nigeria (minyak mentahnya masuk dalam kategori sekelas dengan WTI dan Brent), dapat mendistorsi harga minyak dunia, karena naiknya harga minyak mentah patokan akan membuat jenis-jenis minyak mentah
17
lainnya naik. Di sinilah pintu masuk yang menjadikan aktivitas spekulasi di pasar minyak bumi dunia sebagai terdakwa. Persoalan mendasar adalah keterbatasan/ketersediaan BBM (dunia) dari sisi penawaran sehingga cukup mempengaruhi harga minyak bumi di seluruh dunia dan sepanjang 150 tahun lebih penggunaannya secara modern. Dilain pihak BBM ini merupakan produk yang sangat vital bagi bidang transportasi Indonesia dan tentu saja perekonomian Indonesia, sehingga kebijakan harga BBM ini dikontrol dengan ketat oleh pemerintah. Keterangan dari Menteri Keuangan (2008) Pemerintah Indonesia berusaha mengontrol harga BBM agar selalu stabil dengan melakukan berbagai upaya antara lain : 1. Penghematan belanja Kementerian Negara dan Lembaga, 2. Peningkatan penerimaan Negara dari sektor non migas, 3. Penggunaan anggaran belanja risiko fiskal, 4. Pembiayaan defisit anggaran melalui pinjaman dalam negeri melalui penerbitan Surat Berharga Negara, 5. Pembiayaan defisit anggaran melalui pinjaman program (ADB, Bank Dunia, dan bilateral) secara maksimal, 6. Optimalisasi penerimaan migas dengan meningkatkan lifting minyak, 7. Konversi minyak tanah ke LPG untuk mengurangi konsumsi minyak tanah 8. Penghematan konsumsi listrik dan biaya PLN, serta peningkatan efisiensi PLN, 9. Penghematan konsumsi BBM dan efisiensi Pertamina.
18
Alasan yang dikemukakan pemerintah melakukan kebijakan kenaikan harga BBM pun berbeda-beda. Pada tahun 1998 kebijakan kenaikan BBM dilakukan pemerintah karena besarnya beban anggaran akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun tersebut. Pada tahun 2000 dan tahun 2001 pemerintah mengambil
kebijakan
menaikan
harga
BBM
karena
alasan
maraknya
penyeludupan BBM keluar negeri karena faktor harga minyak dunia lebih tinggi dibandingkan dengan harga bahan bakar dalam negeri. Pada tahun 2003 dan tahun 2005 alasan yang dikemukakan pemerintah adalah tingginya harga minyak dunia sehingga anggaran subsidi harga BBM menjadi tinggi. Dan tahun terakhir 2008, pemerintah Indonesia mengedepankan konsep pemerataan atau realokasi subsidi dari orang kaya ke orang miskin dan mengambil kebijakan menaikkan harga BBM dengan mengemukakan beberapa alasan antara lain: 1. Jika harga BBM dalam negeri tidak dinaikkan, maka akan terjadi perbedaan harga yang sangat besar antara harga BBM di dalam negeri dengan di luar negeri yang dapat memicu penyelundupan BBM ke luar negeri. 2. Pengurangan harga BBM harus dilihat sebagai kebijakan redistribusi karena selama ini subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraan mobil dan motor. 3. Harga minyak dunia yang melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir, mengakibatkan beban subsidi BBM meningkat drastis, subsidi BBM dalam angaran pemerintah tahun 2008 akan melonjak dari 126 triliun rupiah menjadi 190 triliun rupiah.
19
4. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk program-program rakyat miskin, bantuan pangan, kredit usaha rakyat dan program-program untuk masyarakat berpenghasilan rendah hanya sebesar Rp 60 triliun atau kurang dari satu pertiga subsidi BBM yang dinikmati kelompok menengah ke atas 5. Jika harga BBM tidak dinaikkan maka anggaran program-program untuk rakyat miskin, pendidikan dan kesehatan serta subsidi pangan harus dikurangi. Secara garis besar kenaikan harga premium dapat kita lihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Perkembangan Harga Premium Tahun
Bulan
Harga Premium
2000
Oktober
1150
2001
Juli
2002
Kenaikan Rupiah
Persentase
1450
300
26,09
Mei
1750
300
20,69
2003
Januari
1810
60
3,43
2005
Maret
2400
590
32,60
2005
Oktober
4500
2100
87,50
2008
Mei
6000
1500
33,33
Sumber: PT. Pertamina
2.2.
Teori Permintaan Teori permintaan individual adalah berbagai jumlah dari suatu barang
tertentu yang hendak dibeli konsumen pada berbagai kemungkinan tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Sedangkan permintaan pasar adalah berbagai jumlah suatu barang yang dibeli konsumen pada berbagai kemungkinan waktu tertentu. Permintaan yang potensial merupakan permintaan yang berhubungan dengan keinginan seseorang untuk mendapatkan barang dan jasa. Sedangkan permintaan efektif adalah keinginan atau kebutuhan yang disertai dengan
20
kemauan dan kemampuan untuk membeli dan didukung oleh uang yang cukup untuk membayar harga. Pengertian permintaan menurut Gilarso dalam Utami (2006) adalah jumlah dari suatu barang yang mau dan dapat diteliti oleh konsumen pada berbagai keyakinan harga dalam jangka waktu tertentu dengan anggapan hal-hal lain tetap sama (ceteris paribus). Dalam teori permintaan dikenal dengan dua macam bentuk yaitu permintaan statis dan dinamis. Bentuk permintaan statis memperlihatkan jumlah barang yang diminta oleh masyarakat atau pada berbagai tingkat harga dalam periode tertentu dengan asumsi ceteris paribus. Perubahan harga akan menyebabkan terjadinya perubahan permintaan sepanjang demand curve. Sedangkan permintaan dinamis akan menggeser kurva permintaan ke kiri atau ke kanan karena berubahnya faktor-faktor ceteris paribus. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1
P
P
P1 P0
P0
P2
D0 D1
Q1
Q0
Q2
Q
Q0
Gambar 2.1 Kurva Permintaan Statis dan Dinamis
Q1
Q
21
2.2.1. Fungsi Permintaan Fungsi permintaan adalah untuk mengetahui tingkah laku seseorang dalam memperoleh barang-barang yang diinginkan pada waktu tertentu yang sangat tergantung pada tingkat pendapatan konsumen sendiri. Dengan adanya permintaan maka dapat diukur tingkah laku seseorang dalam memperoleh barang-barang yang diinginkannya pada waktu tertentu yang sangat bergantung pada tingkat pendapatan konsumen itu sendiri. Menurut Marshall dalam Utami (2006) fungsi permintaan akan memberikan gambaran sejumlah komoditi yang diinginkan tergantung pada tingkat harga. Analisis tersebut diasumsikan bahwa faktor-faktor lain yang tidak mengalami perubahan (ceteris paribus). Dalam pola permintaan ini yang dimaksud dengan permintaan: Jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga yang diminta secara umum perumusan matematisnya ditulis: Xd = f (Px )
Xd
= Kuantitas barang x yang diminta,
Px
= Harga x barang tersebut.
(2.1)
Menurut Sukirno (1995) permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: 1.
Harga barang itu sendiri,
2.
Harga barang pengganti/subtitusi,
3.
Pendapatan masyarakat,
4.
Harga barang pelengkap/komplementer,
22
5.
Jumlah penduduk,
6.
Citra rasa/selera.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Eachern (2000) mengatakan bahwa pengertian permintaan menunjukkan jumlah produk yang diinginkan dan mampu dibeli konsumen pada berbagai kemungkinan harga selama jangka waktu tertentu seperti satu hari, satu minggu atau satu bulan maka pikirkanlah permintaan sebagai tingkat pembelian yang diinginkan per periode waktu pada berbagai tingkat harga yang mungkin. Transportasi memberikan jasa kepada masyarakat yang disebut jasa transportasi. Sebagaimana sifat jasa-jasa lainnya, jasa transportasi akan habis dengan sendirinya dipakai atau tidak dipakai. Jasa transportasi merupakan hasil keluaran (output) perusahaan transportasi yang jenisnya bermacam-macam sesuai banyak jenis alat transportasi (seperti jasa pelayanan, jasa kereta api, jasa penerbangan). Sebaliknya, jasa transportasi merupakan salah satu faktor masukan (input) dari kegiatan produksi, perdagangan, pertanian, dan kegiatan ekonomi lainnya. Dilihat dari segi ekonomi, keperluan akan jasa transportasi mengikuti perkembangan kegiatan semua faktor ekonomi. Transportasi dapat dikatakan sebagai derived demand karena keperluan jasa transportasi bertambah dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan berkurang jika terjadi kelesuan ekonomi. Menurut Achyar dalam Utami (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jasa transportasi adalah:
23
1.
Penduduk,
2.
Pendapatan,
3.
Mobil pribadi,
4.
Jumlah taksi,
5.
Ongkos taksi,
6.
Perkembangan ekonomi,
7.
Tarif angkutan transportasi. Suatu barang dinamakan barang pengganti kepada barang lain apabila ia
dapat mengganti barang lain tersebut (Sukirno, 1995). Kendaraan pribadi dan angkutan kota adalah barang yang dapat saling menggantikan fungsinya. Menurut Sukirno (1995) ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan perekonomian dunia berlaku menimbulkan dua efek penting, yaitu: •
Kemakmuran atau taraf hidup masyarakat makmur meningkat,
•
Dapat menciptakan kesempatan kerja baru kepada penduduk yang semakin banyak jumlahnya. Hukum permintaan menjelaskan sifat keterkaitan suatu barang dengan
harganya. Hukum permintaan pada hakekatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan “makin rendah harga suatu barang makin bayak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut”. Menurut Salvatore (2002) bahwa: permintaan akan suatu komoditi timbul karena keinginan konsumen akan kemampuannya untuk membeli suatu komoditi.
24
Teori permintaan konsumen menyatakan bahwa jumlah komoditi yang diminta merupakan suatu fungsi dari, atau bergantung pada harga komoditi tersebut, pendapatan konsumen dan selera konsumen. 2.3.
Penelitian Terdahulu Pertama, Andersson dalam Widiarti (2008) dalam studinya tentang
hubungan kausalitas antara tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara tiga negara yaitu Swedia, UK, dan USA. Dalam penelitian ini juga digambarkan hubungan kausalitas beberapa negara tersebut dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian ini yaitu di UK terdapat hubungan jangka panjang dua arah sedangkan dalam jangka pendek tidak tedapat hubungan kausalitas antara tabungan dengan pertumbuhan ekonomi. Di Swedia dalam jangka panjang terjadi hubungan yang kausalitas searah dari tabungan ke pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek di USA tidak terjadi hubungan yang signifikan antara tabungan dengan pertumbuhan ekonomi Kedua, Kurniawan (2007) dalam penelitiannya tentang analisis minat konsumen terhadap pembelian sepeda motor honda vario di wilayah Jabodebek. Hasil penelitian diperoleh enam variabel yang mempengaruhi konsumen melakukan pembelian sepeda motor yaitu harga, informasi atribut, persepsi tentang kualitas, persepsi tentang nilai, layanan purna jual dan persepsi masyarakat. Ketiga, Sagir (1982) mengemukakan bahwa BBM merupakan salah satu sumber energi yang mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi, yaitu sebagai pendorong kegiatan ekonomi. Melalui subsidi BBM, inflasi dapat
25
dikendalikan, stabilitas ekonomi dapat diciptakan, dan pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Dengan adanya kenaikan harga BBM akan mempengaruhi inflasi, stabilitas ekonomi, dan pembangunan ekonomi yang ingin dicapai. 2.4.
Kerangka Pemikiran Kerangka konseptual dimaksudkan sebagai konsep untuk mengungkapkan
dan menentukan persepsi dan keterkaitan antara variabel yang akan diteliti diuraikan dengan berpijak pada kajian teori diatas. Sebagaimana yang dijelaskan kenaikan harga premium akan berpengaruh negatif terhadap permintaan mobil dan sepeda motor. Hal ini sesuai dengan teoriteori ekonomi karena perubahan terhadap harga bahan bakar minyak akan menggeser kurva permintaan moda transportasi sepeda motor dan mobil. Penulis meneliti hubungan kausalitas kenaikan harga premium dengan permintaan sepeda motor dan mobil dengan menggunakan metode VAR. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. 2.5.
Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan masalah dan kerangka konseptual diatas aka dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Kenaikan harga premium mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap permintaan sepeda motor.
2.
Kenaikan harga premium mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap permintaan mobil.
26
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data bulanan dari Bulan Januari tahun 2000 sampai dengan Bulan Mei tahun 2008. Sumber data diperoleh dari Pertamina, PT. Astra melalui (melalui CEIC). Data-data yang digunakan adalah harga BBM khususnya premium, data penjualan sepeda motor dan penjualan mobil. 3.2. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis Vector Autoregression (VAR) jika data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi, atau menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM), jika data yang digunakan stasioner, namun terkointegrasi. Pengolahan menggunakan Program Eviews.5.1. 3.2.1. Vector Autoregression ( VAR) VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. Peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh peubah tak bebas dalam sistem. Pada metode VAR, variabel eksogen dan endogen tidak dapat dibedakan secara apriori. Menurut Sims (1972) hanya variabel endogen yang masuk analisis. Keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometri konvensional adalah (Laksani dalam Widiarti, 2008):
28
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariate), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan tersebut. 2. Uji VAR yang multivariate bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukannya variabel yang relevan. 3. VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogenous. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu di dalam model ekonometri konvensional, terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. Selain memiliki kelebihan, metode VAR juga memiliki kelemahan, adapun beberapa kelemahan yang dimiliki model VAR antara lain: 1. Model VAR lebih bersifat ateoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu. Oleh karenanya, model tersebut sering disebut model yang tidak struktural. 2. Mengingat tujuan utama model VAR untuk peramalan, maka model VAR kurang cocok untuk menganalisis kebijakan. 3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaaan juga dapat menimbulkan permasalahan dalam proses estimasi. Hubungan kausalitas antar variabel di dalam sistem persamaan multivariat lebih rumit dibandingkan pada bivariat. Untuk persamaan bivariat misalkan model
29
dengan dua variabel (Y dan Z) serta satu lag memiliki hubungan kausalitas sebagai berikut (Arsana, 2005): yt = b10 – b12zt + γ11yt-1 + γ12zt-1 + εyt
(3.1)
zt = b20 − b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt
(3.2)
Sistem persamaan diatas dikenal juga dengan struktural VAR atau persamaan primitif. Kedua persamaan tersebut (Y dan Z) dengan satu lag, secara individual dipengaruhi langsung oleh variabel yang lain, dan secara tidak langsung oleh selang nilai setiap variabel di dalam sistem. Atau dalam bentuk persamaan bivariat: yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + ε1t
(3.3)
zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + ε2t
(3.4)
Sistem inilah yang disebut VAR jenis standar atau reduced form. Sistem tersebut juga mempresentasikan Wold-Moving Average. Karena εyt dan εzt white noise, et pun akan memiliki rata-rata 0, varians yang konstan serta non-otokorelasi serial. 3.2.2. Uji Stasioneritas Data Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Data deret waktu dikatakan stasioner jika data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data, secara kasarnya data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Engel dan Granger (1987) menyatakan bahwa uji akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada intinya uji tersebut bertujuan untuk
30
mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai atau tidak. Dalam kasus dimana runtun waktu (time series) yang digunakan tidak stasioner, maka kesimpulan yang diperoleh akan menghasilkan pola hubungan regresi yang palsu (spurious regression). Data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya dan berfluktuasi disekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 2003). Ada beberapa cara untuk melakukan uji akar unit root, namun yang paling banyak adalah dengan Augmented Dicky Fuller (ADF) test. Misalkan model persamaan time series sebagai berikut (Pasaribu, 2003): yt = ρyt-1 + εt
(3.5)
dimana ρ adalah parameter yang akan diestimasi dan ε diasumsikan white noise dimana variabel yang digunakan tersebut memiliki mean dan variance yang konstan dan kovarian sama dengan nol. Jika |ρ| ≥ 1, maka y adalah variabel yang tidak stasioner, dan varian dari y akan meningkat sejalan dengan peningkatan waktu dan cenderung untuk tak berhingga. Jika |ρ| < 1, maka y adalah variabel yang stasioner. Karena itu, hipotesis trend stationarity dapat dievaluasi dengan menguji apakah nilai absolut dari ρ betul-betul kecil dari satu. Pengujian umum terhadap hipotesis diatas adalah: H0 : ρ = 1 dan hipotesis alternatif H1: ρ<1. Kemudian dengan mengurangi kedua sisi persamaan (3.5) dengan yt-1 didapat persamaan: ∆yt = αyt-1 + εt
(3.6)
31
dimana ∆ mengidentifikasikan perbedaan pertama, sedangkan α= ρ-1, sehingga hipotesis nol menjadi H0: α=0, sedangkan hipotesis alternatif menjadi H1: α<1. Sedangkan model umum dari ADF yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Pasaribu, 2003): ∆yt = k +αyt-1 + c1 ∆yt-2 + ...+ cp∆yt-p + β trend + εt
(3.7)
Jika nilai t-statistik ADF lebih kecil dari t-statistik kritis MacKinnon maka keputusannya adalah menolak H0 yang menyatakan bahwa data tidak stasioner atau dengan kata lain data bersifat stasioner 3.2.3. Penetapan Lag Optimal Uji lag optimal dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah lag yang sesuai untuk model. Penetapan tingkat lag optimal dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi kriteria informasi sebagai berikut: (a) Kriteria uji likelihood Ratio (LR); (b) Final Prediction Criterion (FPE); (c) Akaike Information Criterion; (d) Schwarrz Information Criterion (SIC); dan (e) Hannan_Quinn Criterion. Penentuan lag optimal dalam analisis VAR sangat penting dilakukan karena variabel endogen dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen (Enders, 1995). Pengujian panjang lag optimal ini berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Dalam penelitian ini digunakan semua kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model VAR diestimasi dengan lag yang berbeda-beda kemudian dibandingkan nilai kriterianya. Nilai lag yang optimum adalah nilai kriteria yang terkecil.
32
3.2.4. Uji Kointegrasi Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR adalah semua peubah tak bebas bersifat stasioner. Apabila data tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji kointegrasi, dimana jika data yang tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antar variabel-variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 1995). Suatu deret waktu dikatakan terintegrasi pada lag ke-d atau I(d) jika data tesebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Peubah-peubah tidak stasioner yang terintegrasi pada tingkat yang sama dapat membentuk kombinasi linier yang bersifar stasioner. Komponen dari vektor yt dikatakan terkointegrasi jika ada vektor β = (β1, β2,......,βn) sehingga kombinasi linier βyt bersifat stasioner, dengan syarat ada unsur matrikas β bernilai tidak sama dengan nol. Vektor β dinamakan vektor kointegrasi. Rank kointegrasi (r) dari vektor adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas. Nilai (r) dapat diketahui melalui uji Johansen. Hipotesisnya adalah: H0 = rank ≤ r H1 = rank > r Apabila rank kointegrasi lebih besar dari nol, maka model yang digunakan adalah VECM dan apabila rank kointegrasi sama dengan nol, maka model yang digunakan adalah VAR dengan pendiferensian sampai lag ke d.
33
3.2.5. Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah Kointegrasi dikenal juga sebagai error, karena deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai : p −1
∆yt = A0 + πyt-1 + ∑ φ *∆yt-1 + εt
(3.8)
i =1
π = αβ β = vektor kointegrasi berukuran r x 1 α = vector adjustment berukuran r x 1
φ*=
p −1
∑ φ Aj i =1
Pendugaan
perameter
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
kemungkinan maksimum. Model VECM dapat dituliskan dalam model VAR dengan menguraikan nilai diferensiasi : ∆yt = yt - yt-1
34
3.3. Model Penelitian Metode analisis yang digunakan untuk melihat hubungan kausalitas harga premium dengan permintaan sepeda motor dan permintaan mobil dalam jangka pendek dan jangka panjang dapat dilakukan pengujian ekonometrika dengan menggunakan metode Vektor Auto Regression (VAR). Metode ini dipandang sebagai generalisasi dari metode uji kausalitas granger yang sudah umum digunakan. Dalam penelitian ini digunakan variabel harga premium, permintaan sepeda motor dan permintaan mobil. Dengan demikian model penelitian ini dengan menggunakan lag = 1 adalah : Pr emium Motor t Pr emium Mobil t
t
t
a 0 a 11 = + b 0 a 21
a 12 Pr emium a 22 Motor t −1
a 0 a 11 = + b 0 a 21
a 12 Pr emium a 22 Mobil t −1
t −1
t −1
ε 1t + ε 2t
(3.9)
ε 1t + ε 2t
(3.10)
dimana : Premiumt = Harga premium, Motort
= Permintaan sepeda motor,
Mobilt
= Permintaan mobil.
Tabel 3.1. Deskripsi Data dalam Model Penelitian VARIABEL
DESKRIPSI
Premium (X)
Harga Premium dari Bulan Januari 2000 sampai dengan Bulan Mei 2008 Jumlah permintaan sepeda motor dari Bulan Januari 2000 sampai dengan Bulan Mei 2008 (diperoleh dari data penjualan sepeda motor) Jumlah permintaan mobil dari Bulan Januari 2000 sampai dengan Bulan Mei 2008 (diperoleh dari data penjualan mobil)
Motor (Y) Mobil (Z)
35
Sesuai dengan pendapat Sims (1972), semua data estimasi yang dipergunakan VAR adalah dalam bentuk logaritma. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, sehingga dalam penelitian ini semua variabel diubah dalam bentuk logaritma.
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Deskriptif 4.1.1. Perkembangan Harga Premium Dari tahun 2000 sampai tahun 2008, harga premium terus mengalami kenaikan, dan telah terjadi kenaikan sebanyak enam kali, terlihat dari Gambar 4.1. Kenaikan terendah terjadi pada tahun 2003, hanya sebesar Rp. 60,- atau sebesar 3,43 persen. Pada tahun 2005 telah terjadi kenaikan harga premium sebanyak dua kali, pada Bulan Maret sebesar 32,60 persen dan pada Bulan Oktober sebesar 87,50 persen. Pada saat inilah terjadi kenaikan yang paling tinggi, dari harga sebelumnya Rp.2.400,- menjadi Rp.4.500,-. Terakhir kenaikan harga premium terjadi pada Bulan Mei tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 33,33 persen sehingga harga premium menjadi Rp.6.000,-. 7000
6000
6000
Harga
5000
4500
4000 3000 2000
1150
1450
1750
1810
2400
1000 0 2000
2001
2002
2003
2005
2005
Tahun
Gambar 4.1. Perkembangan Kenaikan Harga Premium
2008
37
4.1.2. Perkembangan Permintaan Sepeda Motor Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa permintaan sepeda motor terus mengalami kenaikan sampai tahun 2005. Pada tahun 2000 permintaan sepeda motor masih kurang dari satu juta unit, pada tahun 2005 permintaan mencapai 5 juta unit sepeda motor. Tapi pada tahun 2006 permintaan sepeda motor kembali turun menjadi 4,2 juta unit dan pada tahun 2007 permintaan sepeda motor naik lagi sebesar 261 ribu unit. Pada Bulan Mei tahun 2008 ini penjualan sepeda motor baru mencapai 2,5 juta unit. Secara keseluruhan rata-rata permintaan motor pertahun mencapai 3 juta unit. 6.000.000
5.074.204
Jumlah (Unit)
5.000.000 3.887.675
4.000.000
4.426.835 2.770.184
3.000.000
2.287.464
2.000.000
2.516.789 1.575.788
1.000.000 ‐
4.688.263
864.146 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 4.2. Perkembangan Permintaan Sepeda Motor 4.1.3. Perkembangan Permintaan Mobil Permintaan mobil di Indonesia cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001, permintaan mobil mencapai titik terendah hanya sebesar 299 ribu unit. Setelah itu permintaan mobil cenderung mengalami peningkatan, permintaan tertinggi mobil terjadi pada tahun 2005 mencapai 533 ribu unit. Pada tahun 2006
38
permintaan mobil kembali turun dan pada tahun 2007 permintaan mobil kembali naik menjadi 433 ribu unit. Pada tahun 2008 sampai Bulan Mei, permintaan mobil sudah mencapai 236 ribu unit. Secara keseluruhan permintaan mobil per tahun rata-rata mencapai 369 ribu unit terlihat pada Gambar 4.3. 600.000 483.148
533.913
Jumlah (Unit)
500.000 400.000
433.341 347.964
300.000 299.559
200.000
351.636 317.770
318.954 236.268
100.000 ‐ 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 4.3. Perkembangan Permintaan Mobil 4.1.4. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Motor Pada Gambar 4.4, pola pergerakan kenaikan harga premium hampir sama dengan pola pergerakan permintaan jumlah sepeda motor. Ini terlihat dari pola pergerakan dari tahun 2000 sampai tahun 2005, walaupun harga premium selalu mengalami kenaikan tetapi permintaan sepeda motor tidak mengalami penurunan. Pengaruh kenaikan harga premium pada tahun 2005 baru terasa pada permintaan sepeda motor pada tahun berikutnya, pada tahun 2006 permintaan sepeda motor mengalami penurunan tapi tidak berlangsung lama. Pada tahun berikutnya permintaan sepeda motor kembali mengalami peningkatan.
39
18,00 16,00
Log
14,00 12,00
15,44
14,83
14,27
14,74
13,67
10,00
8,70
8,41
7,50
7,35
6,91
8,41
7,78
7,50
7,05
8,00 6,00
15,30
15,17
14,64
15,36
4,00 2000
2001
2002
2003 2004 2005 2006 Tahun Premium Sepeda Motor
2007
2008
Gambar 4.4. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Sepeda Motor 4.1.5. Pergerakan Harga Premium dan Permintaan Mobil Hampir sama dengan pola pergerakan antara harga premium dan permintaan sepeda motor, pola pergerakan pemintaan mobil juga mengalami peningkatan seiring kenaikan harga premium. Pola yang berbeda terjadi pada tahun 2001 dan tahun 2006, pada saat ini baru ada pengaruh kenaikan harga premium terhadap permintaan mobil, terlihat pada Gambar 4.5. 16,00 14,00
Log
12,00
13,09
12,67
12,76
13,19
12,77
12,61
12,98 12,67
10,00 7,05
8,00 6,00
6,91
8,70
8,41
7,50
7,35
8,41
7,78
7,50
12,37
4,00 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Premium
Mobil
Gambar 4.5. Perkembangan Harga Premium dan Permintaan Mobil
40
4.2. Analisis Time series Sebelum
memasuki
tahapan
analisis
model
VAR/VECM,
maka
sebelumnya dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujian-pengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR, dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi palsu dan tidak valid (Gujarati, 2003). Sebelumnya
data
yang
digunakan
sudah
dilogaritmakan,
untuk
memudahkan analisis. 4.2.1. Unit Root Test (Pengujian Akar-Akar Unit) Pengujian akar-akar unit dilakukan untuk menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak stasioner. Pengujian akar-akar unit ini dilakukan terhadap ketiga variabel yaitu premium, mobil dan motor. Data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau sebagian ahli menyatakan rata-rata dan variannya konstan (Nachrowi dan Usman, 2006). Uji kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya akar unit yang terkandung diantara variabel, sehingga hubungan diantara variabel menjadi valid. Pengujian akar unit variabel dalam model penelitian didasarkan pada Augmented Dickey Fuller (ADF) test pada tingkat level dan first different. Data stasioner apabila nilai ADF statistic lebih besar dari McKinnon Critical Value. Penelitian yang menggunakan data yang belum stasioner akan menghasilkan regresi lancung (spurious regression) yaitu regresi yang menggambarkan
41
hubungan antar dua variabel atau lebih yang nampak signifikan secara statistik, tapi kenyataannya tidak atau tidak sebesar yang nampak dari regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat mengakibatkan misleading dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi. Oleh karena itu pengujian akar unit dilakukan pada level kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji akar unit pada tingkat first difference. Hasil pengujian akar unit pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Akar Unit Level No
VARIABEL
1 2 3
Log Premium (X) Log Motor (Y) Log Mobil (Z)
ADF STATISTIC t-statistic Probability 0,924 -0,271 -2,019 -2,798
0,278 0,062
HASIL Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa semua data yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak stasioner pada level atau derajat nol atau I(0), karena nilai probability α lebih dari 5 persen atau nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih kecil dari nilai kritis McKinnon. Karena semua data tidak stasioner, maka perlu dilanjutkan uji akar unit pada first difference. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Akar Unit First Difference No
VARIABEL
1 2 3
Log Premium (X) Log Motor (Y) Log Mobil (Z)
Uji
derajat
integrasi
ADF STATISTIC t-statistic Probability -9,681 -11,327 -10,282
dilakukan
0,000 0,000 0,000
sebagai
konsekuensi
HASIL Stasioner Stasioner Stasioner
dari
tidak
terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat tertentu. Pada uji ini, data dideferensiasikan pada derajat tertentu, sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Berdasarkan hasil uji akar unit tingkat first difference pada
42
Tabel 4.2 terlihat bahwa semua data yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah stasioner, karena nilai probability α kurang dari 5 persen atau nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis McKinnon. Karena semua data sudah stasioner pada uji derajat satu I(1), sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian selanjutnya. 4.2.2. Tingkat Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Untuk menetapkan lag yang optimal digunakan nilai dari Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Criteria (SC) dan Hannan-Quinn Information Criteria (HQ). Besarnya lag yang dipilih adalah lag yang menghasilkan kriteria paling kecil. 4.2.2.1. Lag Optimal antara Permintaan Motor dengan Harga Premium Jika melihat lag yang optimal antara permintaan terhadap sepeda motor dengan harga premium, dari nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan HannanQuinn Informatio Criteria (HQ), lag optimal yang dihasilkan ada pada lag 2, sedangkan menurut Schwarz Criteria (SC) lag yang optimal ada di 1, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Oleh karena itu ditetapkan bahwa lag yang optimal yang akan digunakan dalam model adalah lag 2.
43
Tabel 4.3. Perhitungan AIC, SC dan HQ (Harga Premium dan Motor) Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
AIC
SC
HQ
1,913 -2,484 -2,548* -2,543 -2,475 -2,392 -2,388 -2,307 -2,333 -2,270 -2,224 -2,291 -2,503
1,968 -2,316* -2,268 -2,152 -1,972 -1,776 -1,661 -1,469 -1,382 -1,207 -1,050 -1,005 -1,105
1,935 -2,416 -2,435* -2,386 -2,272 -2,143 -2,095 -1,969 -1,950 -1,841 -1,751 -1,773 -1,939
4.2.2.2. Lag Optimal antara Permintaan Mobil dengan Harga Premium Perbandingan nilai dari Akaike Information Criteria (AIC) dan HannanQuinn Informatio Criteria (HQ), lag optimal yang dihasilkan ada pada lag 2, sedangkan menurut nilai Schwarz Criteria (SC) lag yang optimal ada di 1, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4. Oleh karena itu ditetapkan bahwa lag yang optimal yang akan digunakan dalam model adalah lag 2. Tabel 4.4. Perhitungan AIC, SC dan HQ (Harga Premium dan Mobil) Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
AIC
SC
HQ
1,671 -2,675 -2,730* -2,702 -2,643 -2,577 -2,560 -2,527 -2,588 -2,520 -2,477 -2,490 -2,572
1,727 -2,507* -2,450 -2,310 -2,139 -1,962 -1,833 -1,688 -1,637 -1,458 -1,302 -1,204 -1,174
1,694 -2,607 -2,617* -2,544 -2,440 -2,330 -2,267 -2,189 -2,205 -2,092 -2,003 -1,972 -2,009
44
4.2.3. Pengujian Stabilitas VAR Setelah didapatkan lag optimal dari masing-masing hubungan antar variabel, langkah selanjutnya adalah menguji kestabilan data. Stabilitas VAR perlu diuji sebelum melakukan analisis lebih jauh, data tidak stabil berarti data yang digunakan untuk pendugaan model VAR kurang baik dan tidak robust atau tidak sempurna. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk
maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of
characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari 1 (Lukepohl, 2002). Ringkasan pengujian stabilitas VAR dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimalnya. Ini terlihat untuk kedua hubungan baik antara permintaan sepeda motor dengan harga premium maupun permintaan mobil dengan premium, dimana nilai modulusnya kurang dari 1. Tabel 4.5. Uji Stabilitas Model VAR Motor dan Harga Premium
Mobil dan Harga Premium
Root
Modulus
Root
Modulus
0,990
0,990
0,993
0,993
0,792
0,792
0,716
0,716
4.2.4. Analisis Kointegrasi Menurut definisi yang diuraikan Engel dan Granger (1987), bahwa kointegrasi mengacu pada sejumlah variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama, maka dapat dilakukan uji kointegrasi. Pada penelitian ini semua variabel terkointegrasi pada derajat I(1). Sebab jika variabel-variabel dalam suatu
45
penelitian terkointegrasi pada derajat yang berbeda, maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel tersebut tidak bisa terkointegrasi. Adanya
hubungan
kointegrasi
dalam
sebuah
sistem
persamaan
mengimplikasikan bahwa dalam sistem tersebut terdapat Error Correction Model yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya. Dengan kata lain, dalam ekonometrika variabel yang saling terkointegrasi dikatakan dalam keseimbangan jangka panjang (Nachrowi dan Usman, 2006). Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara trace statistic dengan critical value atau dengan membandingkan maksimum eigenvalue dengan critical value yang digunakan yaitu 5 persen. Jika trace statistic atau maksimum eigenvalue lebih besar dari critical value maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Dalam uji kointegrasi terdapat lima asumsi deterministic trend, untuk menentukan pilihan trend yang digunakan bisa dilihat dari hasil summary, serta pilihan lag yang digunakan adalah lag optimal. Pemilihan asumsi dengan summary disesuaikan berdasarkan kriteria informasi Akaike Information Criteria (AIC). Dari summary didapatkan bahwa asumsi yang digunakan adalah intercept and trend untuk kedua hubungan. 4.2.4.1. Kointegrasi Antara Permintaan Motor dengan Harga Premium Setelah dilakukan uji kointegrasi, maka untuk hubungan antara permintaan sepeda motor dengan harga premium tidak terkointegrasi, artinya secara bivariate tidak terdapat persamaan linier jangka panjang yang dikandung dalam model
46
diantara kedua variabel tersebut. Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa pada nilai trace statistic maupun maximum eigen value lebih kecil dari nilai kritisnya atau probabilitas α lebih besar dari 5 persen, berarti tidak terdapat kointegrasi diantara kedua variabel tersebut, baik pada rank=0 maupun rank=1. Tabel 4.6. Analisis Kointegrasi Antara Motor dengan Harga Premium No
Hipotesis
1 2
Trace statistic
Max Eigen Value
Trace-stat
cv=5%
Prob
EV-stat
cv=5%
Prob
Rank= 0
17,505
25,872
0,378
12,066
19,387
0,409
Rank=1
5,439
12,518
0,535
5,439
12,518
0,535
4.2.4.2. Kointegrasi Antara Permintaan Mobil dengan Harga Premium Sedangkan untuk hubungan antara permintaan mobil dengan harga premium terkointegrasi, terdapat satu persamaan kointegrasi. Artinya secara bivariate terdapat satu persamaan linier jangka panjang yang dikandung dalam model diantara kedua variabel tersebut. Ini bisa terlihat dari Tabel 4.7, untuk rank=0 kedua nilai baik trace statistic maupun maximum eigen value lebih besar dari nilai kritis pada 5 persen, atau probabilitas α kurang dari 5 persen. Tapi untuk rank=1 tidak terdapat kointegrasi, sehingga hanya ada satu persamaan linier dalam jangka panjang. Tabel 4.7. Analisis Kointegrasi Antara Mobil dengan Harga Premium Trace statistic No
Hipotesis
1 2
Max Eigen Value
Trace-stat
cv=5%
Prob
EV-stat
cv=5%
Prob
Rank= 0
29,630*
25,872
0,016
23,533*
19,387
0,012
Rank=1
6,097
12,518
0,448
6,097
12,518
0,448
47
4.2.5. Analisis Kausalitas Permintaan Motor dan Harga Premium Berdasarkan hasil uji kointegrasi sebelumnya, permintaan sepeda motor dan harga premium menunjukkan bahwa data tidak terkointegrasi, maka tidak ada uji untuk mencari hubungan jangka panjangnya maupun hubungan kausalitas jangka panjangnya. Uji kausalitas bivariate dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas jangka pendek diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji kausalitas pada penelitian ini menggunakan VAR Pairwise Granger Causality Test. H0 yang diuji adalah tidak ada hubungan kausalitas dan H1 adalah ada hubungan kausalitas. Untuk menerima atau menolak H0 digunakanlah nilai probability 5%. Hasil uji kausalitas bivariate dalam model VAR dapat dilihat dalam Tabel 4.8. Didapatkan bahwa tidak terdapat kausalitas antara kenaikan harga premium terhadap permintaan jumlah sepeda motor atau sebaliknya. Dari tabel terlihat bahwa probabilitas α lebih besar dari 5 persen, berarti menerima H0, tidak ada hubungan kausalitas. Tabel 4.8. Uji Kausalitas Motor dan Premium Jangka Pendek Dependent Variabel
Independent Variabel
Probabilitas
Permintaan Motor
Harga Premium
0,182
Harga Premium
Permintaan Motor
0,595
4.2.6. Analisis Kausalitas Permintaan Mobil dan Harga Premium 4.2.6.1. Kausalitas Jangka Panjang Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan kemungkinan adanya hubungan kointegrasi antar variabel yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya kausalitas jangka panjang antar variabel tersebut. Berdasarkan hasil uji
48
kointegrasi di atas, permintaan mobil dan harga premium memiliki hubungan jangka panjang. Pada Tabel 4.9. dapat dilihat hasil estimasi hubungan jangka panjang. Tabel 4.9. Hasil Estimasi Hubungan Jangka Panjang No
Est β’
Variabel
1
Mobilt
1,000
2
Premiumt
1,170
3
Trend
-0,025
Jika harga premium naik sebesar 1 persen, maka permintaan mobil akan turun sebesar 1,17 persen. Untuk mengetahui ada tidaknya kausalitas dalam jangka panjang, maka kausalitas tersebut dapat dilihat dari nilai parameter koreksi kesalahan pada model. Tabel 4.10. Estimasi α-vektor dan Uji Kausalitas Jangka Panjang
Coeff -0,594
Mobil Std Error 0,119
t-tes -4,997*
Harga Premium Std Coeff t-tes Error 0,034
0,064
-0,535
Hasil Kausalitas harga premium terhadap permintaan mobil
Tanda (*), menunjukkan signifikan dalam taraf 5 %
Dari Tabel 4.10 menunjukkan bahwa hubungan kausalitas permintaan mobil dengan harga premium dalam jangka panjang hanya terdapat kausalitas unindirectional yang signifikan atau kausalitas satu arah yaitu harga premium menyebabkan permintaan mobil.
49
4.2.6.2. Kausalitas Jangka Pendek Kausalitas antara harga premium dengan permintaan mobil, menggunakan VAR Pairwise Granger Causality Test dengan signifikan pada taraf nyata 5 persen menunjukkan bahwa kedua variabel tidak terdapat hubungan kausalitas pada jangka pendek. Dari Tabel 4.11 terlihat bahwa probabilitas α lebih dari 5 persen untuk kedua persamaan, berarti menerima H0 (tidak ada hubungan kausalitas). Harga premium tidak menyebabkan jumlah permintaan mobil dan sebaliknya permintaan mobil tidak menyebabkan harga premium. Tabel 4.11 Uji Kausalitas Mobil dan Premium Jangka Pendek Dependent Variabel
Independent Variabel
Probabilitas
Permintaan Mobil
Harga Premium
0,234
Harga Premium
Permintaan Mobil
0,566
Menurut teori ekonomi, naiknya harga premium menyebabkan daya beli masyarakat turun. Permintaan sepeda motor dan mobil juga mengalami penurunan, karena antara premium dengan motor ataupun mobil adalah merupakan barang komplementer. Apabila terjadi kenaikan harga terhadap suatu komoditi maka permintaan terhadap komoditi komplementernya akan mengalami penurunan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa kenaikan harga premium tidak berpengaruh terhadap permintaan sepeda motor dan mobil dalam jangka pendek. Hal ini sangat beralasan karena dalam jangka pendek masyarakat belum ada alternatif untuk menyesuaikan pola pengeluaran akibat kenaikan harga premium, tapi dalam jangka panjang masyarakat sudah menyesuaikan kebutuhannya akibat kenaikan harga premium. Dalam jangka panjang yang
50
berpengaruh terhadap kenaikan premium hanya pemintaan mobil sedangkan untuk permintaan sepeda motor tidak mempunyai pengaruh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Tidak ada hubungan kausalitas antara kenaikan harga premium dan permintaan sepeda motor di Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. 2. Kenaikan harga premium dan permintaan mobil mempunyai hubungan dalam jangka panjang dan mempunyai kausalitas satu arah, dimana kenaikan harga premium menyebabkan permintaan mobil di Indonesia. Dalam jangka pendek tidak terdapat hubungan kausalitas antara harga premium dengan permintaan mobil.
5.2. Saran 1. Dari penelitian ini untuk jumlah permintaan mobil masih menggunakan data secara umum, belum membedakan antara mobil yang mempunyai Cylinder Capacity (CC) yang rendah dengan mobil yang mempunyai CC tinggi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membedakan kedua jenis mobil yang disukai. Karena CC yang tinggi akan memerlukan lebih banyak premium dan sebaliknya. 2. Untuk mengurangi polusi udara dan kemacetan, kebijakan pemerintah menaikan harga premium hanya efektif dalam jangka panjang dan itu pun hanya berlaku pada mobil sedangkan pada sepeda motor tidak efektif baik
52
dalam jangka pendek atau jangka panjang. Pemerintah perlu mencari kebijakan lain yang lebih efektif untuk mengurangi permasalahan diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, I. G. 2005. “Vector Auto Regressive”. Laboratorium Komputansi Ilmu Ekonomi FEUI, Universitas Indonesia, Jakarta. Depkominfo. 2008. Enam Pertanyaan Penting Tentang Kebijakan BBM, Jakarta. Dominick, Salvatore. 2002. Managerial Economic, Erlangga, Jakarta. Eachern, William A. 2000. Ekonomi Mikro, Selemba Empat, Jakarta. Enders, W. 1995. Applied Econometrics Time Series. John Willey and Sons, Inc, Canada. Engel, R.F. dan C.W.J. Granger. 1987. “Cointegration and Error Correction: Representation, Estimation, and Testing”. Econometrica, 55: 12-16. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno [penerjemah]. Erlangga Jakarta. Indrawati, S.M. 2008. Keterangan Menteri Keuangan Dalam Jumpa Pers Tentang Kebijakan BBM [ANTARA]. http://www.antara.co.id [26 Mei 2008] Kadariah, 1994. Teori Ekonomi Mikro, Lembaga penerbit FE-UI, Jakarta. Kurniawan, Arif Satria. 2007. Analisis Minat Konsumen terhadap Pembelian Sepeda Motor Honda Vario di Wilayah Jabodebek [skripsi] Laksani, Chichi Shintia. 2004. Netralisasi Uang di Indonesia melalui Analisis Efektifitas Uang Beredar dalam Mencapai Tujuan makroekonomi [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Maugeri, Leonardo. 2007. The Age of Oil: The Mythology, History, and Future of the World’s Most Controversial Resource, Italy. Mirza, Febri. 2007. Analisis Faktor-Faktor Penentu Preferensi Konsumen dalam Membeli Yamaha Mio di Kota Payakumbuh, [skripsi]. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Nachrowi dan Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika. Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta. Nicholson, Walter. 1994, Teori Ekonomi Mikro. Rajawali Press, Jakarta.
54
Pasaribu, Syamsul Hidayat. 2003. Eviews untuk Analisis Runtun Waktu (Times Series Analysis). Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Sagir, Suharsono. 1982. Peranan Minyak Dalam Pembangunan. Jakarta: Yayasan Idayu. Sims, C. A. 1972. ”Money, Income and Causality”. American Economic Review, Vol 62. Siswanto, Herman, 2007. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Sepeda Motor Merek Honda di Kota Padang [skripsi]. Studi Ekonomi Pembangunan FE, UNP, Padang. Sukirno, Sadono. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Utami, Melati. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Jasa Angkutan di Bukittinggi [skripsi]. Pembangunan Ekonomi, FE UNP, Padang. Wahab, Wilton. 2005. Bahan Ajar Mata Kuliah Transportasi Program Studi S1 Teknik Sipil, Institut Teknologi Padang, Padang. Widiarti, Riani. 2008. Analisis Kausalitas antara Tabungan dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Jangka Panjang dan Jangka Pendek pada 26 Propinsi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor. Winarno, Wing Wahyu. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews. Yogyakarta.
55
Lampiran 1. Grafik Perkembangan Harga Premium, Permintaan Sepeda Motor dan Mobil
56
Lampiran 2. Hasil Unit Root Test (URT) 1.A. LOG PREMIUM LEVEL Null Hypothesis: LOG(PREMIUM) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey‐Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t‐Statistic
Prob.*
‐0.270896 ‐3.497029 ‐2.890623 ‐2.582353
0.9243
*MacKinnon (1996) one‐sided p‐values.
Augmented Dickey‐Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOG(PREMIUM)) Method: Least Squares Date: 09/02/08 Time: 16:56 Sample(adjusted): 2000:02 2008:05 Included observations: 100 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t‐Statistic
Prob.
LOG(PREMIUM(‐1)) C
‐0.004037 0.048952
0.014904 0.114834
‐0.270896 0.426282
0.7870 0.6708
R‐squared Adjusted R‐squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin‐Watson stat
0.000748 ‐0.009448 0.079206 0.614819 112.6860 1.956941
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F‐statistic Prob(F‐statistic)
0.017918 0.078835 ‐2.213720 ‐2.161617 0.073385 0.787040
57
1.B. LOG PREMIUM FIRST DIFFERENCE Null Hypothesis: D(LOG(PREMIUM)) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey‐Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t‐Statistic
Prob.*
‐9.681117 ‐3.497727 ‐2.890926 ‐2.582514
0.0000
*MacKinnon (1996) one‐sided p‐values.
Augmented Dickey‐Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOG(PREMIUM),2) Method: Least Squares Date: 09/02/08 Time: 16:57 Sample(adjusted): 2000:03 2008:05 Included observations: 99 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t‐Statistic
Prob.
D(LOG(PREMIUM(‐1))) C
‐1.046269 0.018802
0.108073 0.008162
‐9.681117 2.303636
0.0000 0.0234
R‐squared Adjusted R‐squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin‐Watson stat
0.491412 0.486169 0.079547 0.613795 111.1442 1.887083
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F‐statistic Prob(F‐statistic)
0.002906 0.110973 ‐2.204932 ‐2.152506 93.72403 0.000000
58
2.A. LOG MOTOR LEVEL Null Hypothesis: LOG(MOTOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey‐Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t‐Statistic
Prob.*
‐2.018691 ‐3.498439 ‐2.891234 ‐2.582678
0.2785
*MacKinnon (1996) one‐sided p‐values.
Augmented Dickey‐Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOG(MOTOR)) Method: Least Squares Date: 09/02/08 Time: 16:54 Sample(adjusted): 2000:04 2008:05 Included observations: 98 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t‐Statistic
Prob.
LOG(MOTOR(‐1)) D(LOG(MOTOR(‐1))) D(LOG(MOTOR(‐2))) C
‐0.063979 ‐0.524331 ‐0.294940 0.834067
0.031693 0.096296 0.094332 0.393177
‐2.018691 ‐5.444971 ‐3.126627 2.121354
0.0464 0.0000 0.0024 0.0365
R‐squared Adjusted R‐squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin‐Watson stat
0.283844 0.260988 0.181932 3.111341 29.98980 1.996642
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F‐statistic Prob(F‐statistic)
0.021593 0.211633 ‐0.530404 ‐0.424895 12.41880 0.000001
59
2.B. LOG MOTOR FIRST DIFFERENCE Null Hypothesis: D(LOG(MOTOR)) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey‐Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t‐Statistic
Prob.*
‐11.32732 ‐3.498439 ‐2.891234 ‐2.582678
0.0000
*MacKinnon (1996) one‐sided p‐values.
Augmented Dickey‐Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOG(MOTOR),2) Method: Least Squares Date: 09/02/08 Time: 16:56 Sample(adjusted): 2000:04 2008:05 Included observations: 98 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t‐Statistic
Prob.
D(LOG(MOTOR(‐1))) D(LOG(MOTOR(‐1)),2) C
‐1.837326 0.291587 0.041270
0.162203 0.095831 0.019073
‐11.32732 3.042710 2.163793
0.0000 0.0030 0.0330
R‐squared Adjusted R‐squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin‐Watson stat
0.737840 0.732320 0.184853 3.246224 27.91030 1.995623
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F‐statistic Prob(F‐statistic)
‐0.000882 0.357289 ‐0.508373 ‐0.429242 133.6868 0.000000
60
3.A. LOG MOBIL LEVEL Null Hypothesis: LOG(MOBIL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey‐Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t‐Statistic
Prob.*
‐2.797724 ‐3.497727 ‐2.890926 ‐2.582514
0.0622
*MacKinnon (1996) one‐sided p‐values.
Augmented Dickey‐Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOG(MOBIL)) Method: Least Squares Date: 09/02/08 Time: 16:50 Sample(adjusted): 2000:03 2008:05 Included observations: 99 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t‐Statistic
Prob.
LOG(MOBIL(‐1)) D(LOG(MOBIL(‐1))) C
‐0.191939 ‐0.225427 2.001564
0.068605 0.094878 0.711031
‐2.797724 ‐2.375963 2.815017
0.0062 0.0195 0.0059
R‐squared Adjusted R‐squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin‐Watson stat
0.168443 0.151119 0.171244 2.815160 35.75008 2.094926
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F‐statistic Prob(F‐statistic)
0.008673 0.185863 ‐0.661618 ‐0.582978 9.723070 0.000143
61
3.B. LOG MOBIL FIRST DIFFERENCE Null Hypothesis: D(LOG(MOBIL)) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) Augmented Dickey‐Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t‐Statistic
Prob.*
‐10.28244 ‐3.498439 ‐2.891234 ‐2.582678
0.0000
*MacKinnon (1996) one‐sided p‐values.
Augmented Dickey‐Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOG(MOBIL),2) Method: Least Squares Date: 09/02/08 Time: 16:52 Sample(adjusted): 2000:04 2008:05 Included observations: 98 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t‐Statistic
Prob.
D(LOG(MOBIL(‐1))) D(LOG(MOBIL(‐1)),2) C
‐1.616557 0.197745 0.012965
0.157215 0.095411 0.017415
‐10.28244 2.072567 0.744493
0.0000 0.0409 0.4584
R‐squared Adjusted R‐squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin‐Watson stat
0.693733 0.687285 0.171562 2.796178 35.22302 1.984980
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F‐statistic Prob(F‐statistic)
‐0.002258 0.306794 ‐0.657613 ‐0.578481 107.5933 0.000000
62
Lampiran 3. Lag Optimal dan Stabilitas 1.A MOTOR DAN PREMIUM VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LOG(MOTOR) LOG(PREMIUM) Exogenous variables: C Date: 09/05/08 Time: 17:48 Sample: 2000M01 2008M05 Included observations: 89 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
‐83.11130 116.5323 123.3879 127.1791 128.1469 128.4299 132.2823 132.6837 137.8231 139.0047 140.9913 147.9651 161.3871
NA 385.8281 12.94088 6.986011 1.739979 0.496053 6.579249 0.667547 8.315477 1.858663 3.035658 10.34326 19.30345*
0.023211 0.000286 0.000268* 0.000270 0.000289 0.000314 0.000316 0.000343 0.000336 0.000359 0.000377 0.000355 0.000289
1.912614 ‐2.483872 ‐2.548042* ‐2.543350 ‐2.475212 ‐2.391684 ‐2.388365 ‐2.307499 ‐2.333104 ‐2.269768 ‐2.224523 ‐2.291351 ‐2.503080
1.968538 ‐2.316099* ‐2.268420 ‐2.151879 ‐1.971892 ‐1.776515 ‐1.661348 ‐1.468632 ‐1.382389 ‐1.207205 ‐1.050110 ‐1.005090 ‐1.104970
1.935155 ‐2.416247 ‐2.435335* ‐2.385559 ‐2.272338 ‐2.143727 ‐2.095326 ‐1.969376 ‐1.949898 ‐1.841479 ‐1.751151 ‐1.772896 ‐1.939542
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan‐Quinn information criterion
63
1.B STABILITAS
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LOG(MOTOR) LOG(PREMIUM) Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 09/05/08 Time: 18:32 Root
Modulus
0.990038 0.791951
0.990038 0.791951
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
64
2.A. MOBIL DAN PREMIUM VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LOG(MOBIL) LOG(PREMIUM) Exogenous variables: C Date: 09/05/08 Time: 17:45 Sample: 2000M01 2008M05 Included observations: 89 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
‐72.36275 125.0206 131.4861 134.2325 135.6203 136.7016 139.9451 142.4638 149.1700 150.1568 152.2234 156.8190 164.4608
NA 381.4600 12.20452 5.060720 2.495092 1.895216 5.539467 4.188334 10.85060 1.552228 3.157944 6.815927 10.99047*
0.018230 0.000236 0.000224* 0.000230 0.000244 0.000261 0.000266 0.000276 0.000260 0.000279 0.000293 0.000291 0.000270
1.671073 ‐2.674620 ‐2.730024* ‐2.701853 ‐2.643154 ‐2.577564 ‐2.560564 ‐2.527275 ‐2.588091 ‐2.520378 ‐2.476930 ‐2.490314 ‐2.572153
1.726997 ‐2.506847* ‐2.450402 ‐2.310382 ‐2.139834 ‐1.962395 ‐1.833547 ‐1.688409 ‐1.637376 ‐1.457814 ‐1.302518 ‐1.204053 ‐1.174042
1.693615 ‐2.606996 ‐2.617317* ‐2.544062 ‐2.440280 ‐2.329607 ‐2.267524 ‐2.189153 ‐2.204885 ‐2.092089 ‐2.003558 ‐1.971859 ‐2.008615
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan‐Quinn information criterion
65
2.B STABILITAS Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LOG(MOBIL) LOG(PREMIUM) Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 09/05/08 Time: 17:47 Root
Modulus
0.992811 0.716225
0.992811 0.716225
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
66
Lampiran 4. Kointegrasi 1.MOTOR PREMIUM A. SUMMARY
Date: 09/05/08 Time: 18:45 Sample: 2000M01 2008M05 Included observations: 98 Series: LOG(MOTOR) LOG(PREMIUM) Lags interval: 1 to 2 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max‐Eig
None No Intercept No Trend 1 1
None Intercept No Trend 1 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 0 0
Quadratic Intercept Trend 0 0
*Critical values based on MacKinnon‐Haug‐Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
0 1 2
0 1 2
0 1 2
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 134.0245 134.0245 139.9928 139.9928 140.6683 140.8255 143.5035 146.0257 141.2758 144.3362 144.3362 148.7453
140.7359 146.1108 148.7453
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) ‐2.571929 ‐2.571929 ‐2.652914 ‐2.652914 ‐2.627263 ‐2.625884 ‐2.608684 ‐2.642928 ‐2.673995* ‐2.655322 ‐2.556649 ‐2.578289 ‐2.578289 ‐2.627454 ‐2.627454 Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) ‐2.360911 ‐2.360911 ‐2.389142* ‐2.389142* ‐2.309357 ‐2.265780 ‐2.273647 ‐2.278336 ‐2.134613 ‐2.103499 ‐2.103499 ‐2.099910
‐2.310736 ‐2.233286 ‐2.099910
67
B. JOHANSEN COINTEGRATION TEST
Date: 09/05/08 Time: 18:47 Sample (adjusted): 2000M04 2008M05 Included observations: 98 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LOG(MOTOR) LOG(PREMIUM) Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None At most 1
0.115844 0.053988
17.50494 5.439033
25.87211 12.51798
0.3782 0.5346
0.05 Critical Value
Prob.**
19.38704 12.51798
0.4091 0.5346
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon‐Haug‐Michelis (1999) p‐values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max‐Eigen Statistic
None At most 1
0.115844 0.053988
12.06591 5.439033
Max‐eigenvalue test indicates no cointegration at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon‐Haug‐Michelis (1999) p‐values Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): LOG(MOTOR) ‐4.473408 ‐1.108772
LOG(PREMIUM) ‐4.489046 5.291260
@TREND(00M02) 0.151358 ‐0.077350
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(LOG(MOTOR)) D(LOG(PREMIUM))
0.060811 0.000368
‐0.001281 ‐0.018257
68
1 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses) LOG(MOTOR) LOG(PREMIUM) @TREND(00M02) 1.000000 1.003496 ‐0.033835 (0.40127) (0.00740) Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(LOG(MOTOR)) ‐0.272031 (0.07839) D(LOG(PREMIUM)) ‐0.001645 (0.03665)
146.0257
69
2. MOBIL PREMIUM A. SUMMARY Date: 09/05/08 Time: 18:35 Sample: 2000M01 2008M05 Included observations: 98 Series: LOG(MOBIL) LOG(PREMIUM) Lags interval: 1 to 2 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max‐Eig
None No Intercept No Trend 0 0
None Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept No Trend 0 0
Linear Intercept Trend 1 1
Quadratic Intercept Trend 2 2
*Critical values based on MacKinnon‐Haug‐Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
0 1 2
0 1 2
0 1 2
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 144.4385 144.4385 148.5151 148.5151 148.9041 150.4433 152.7484 160.2815 149.2587 152.7918 152.7918 163.3300
148.6138 160.3698 163.3300
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) ‐2.784459 ‐2.784459 ‐2.826839 ‐2.826839 ‐2.788036 ‐2.793962 ‐2.804965 ‐2.831600 ‐2.964928* ‐2.946323 ‐2.719566 ‐2.750853 ‐2.750853 ‐2.925102 ‐2.925102 Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) ‐2.573441* ‐2.573441* ‐2.563066 ‐2.563066 ‐2.477435 ‐2.462061 ‐2.462319 ‐2.569269 ‐2.297530 ‐2.276063 ‐2.276063 ‐2.397558
‐2.471510 ‐2.524287 ‐2.397558
70
B. JOHANSEN COINTEGRATION TEST Date: 09/05/08 Time: 18:37 Sample (adjusted): 2000M04 2008M05 Included observations: 98 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LOG(MOBIL) LOG(PREMIUM) Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.213474 0.060319
29.62981 6.097078
25.87211 12.51798
0.0162 0.4481
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon‐Haug‐Michelis (1999) p‐values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max‐Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1
0.213474 0.060319
23.53273 6.097078
19.38704 12.51798
0.0118 0.4481
Max‐eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon‐Haug‐Michelis (1999) p‐values Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): LOG(MOBIL) ‐7.809605 ‐1.473478
LOG(PREMIUM) ‐9.169157 4.514273
@TREND(00M02) 0.193098 ‐0.079600
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(LOG(MOBIL)) D(LOG(PREMIUM)) 1 Cointegrating Equation(s):
0.076069 ‐0.004377
‐0.000229 ‐0.019176 Log likelihood
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses) LOG(MOBIL) LOG(PREMIUM) @TREND(00M02) 1.000000 1.174087 ‐0.024726
160.2815
71
(0.15971)
(0.00295)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(LOG(MOBIL)) ‐0.594069 (0.11889) D(LOG(PREMIUM)) 0.034179 (0.06394)
72
Lampiran 5. VAR dan VECM 1.
PREMIUM DAN MOTOR (VAR)
Vector Autoregression Estimates Date: 09/05/08 Time: 18:57 Sample (adjusted): 2000M04 2008M05 Included observations: 98 after adjustments Standard errors in ( ) & t‐statistics in [ ] DLOG(MOTOR)
DLOG(PREMIUM)
DLOG(MOTOR(‐1))
‐0.551697 (0.09724) [‐5.67358]
‐0.039703 (0.04275) [‐0.92878]
DLOG(MOTOR(‐2))
‐0.299216 (0.09561) [‐3.12969]
0.000649 (0.04203) [ 0.01544]
DLOG(PREMIUM(‐1))
‐0.354737 (0.25169) [‐1.40941]
‐0.038165 (0.11065) [‐0.34493]
DLOG(PREMIUM(‐2))
‐0.308662 (0.25204) [‐1.22464]
‐0.068554 (0.11080) [‐0.61872]
C
0.051779 (0.01977) [ 2.61861]
0.020797 (0.00869) [ 2.39249]
0.279246 0.248246 3.131318 0.183494 9.007896 29.67619 ‐0.503596 ‐0.371710 0.021593 0.211633
0.015414 ‐0.026934 0.605150 0.080666 0.363989 110.2191 ‐2.147328 ‐2.015442 0.018283 0.079601
R‐squared Adj. R‐squared Sum sq. resids S.E. equation F‐statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
0.000219 0.000197 139.9928 ‐2.652914 ‐2.389142
73
2.
MOBIL DAN PREMIUM (VECM)
Vector Error Correction Estimates Date: 09/05/08 Time: 18:56 Sample (adjusted): 2000M04 2008M05 Included observations: 98 after adjustments Standard errors in ( ) & t‐statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LOG(MOBIL(‐1))
1.000000
LOG(PREMIUM(‐1))
1.174087 (0.15971) [ 7.35116]
@TREND(00M01)
‐0.024726 (0.00295) [‐8.38427]
C
‐18.14100
Error Correction:
D(LOG(MOBIL))
D(LOG(PREMIUM))
CointEq1
‐0.594069 (0.11889) [‐4.99691]
0.034179 (0.06394) [ 0.53455]
D(LOG(MOBIL(‐1)))
‐0.105113 (0.11171) [‐0.94099]
‐0.062023 (0.06008) [‐1.03240]
D(LOG(MOBIL(‐2)))
‐0.076179 (0.09070) [‐0.83994]
‐0.011619 (0.04878) [‐0.23821]
D(LOG(PREMIUM(‐1)))
0.120254 (0.24335) [ 0.49416]
‐0.093456 (0.13088) [‐0.71406]
D(LOG(PREMIUM(‐2)))
0.385659 (0.22779) [ 1.69307]
‐0.096113 (0.12251) [‐0.78455]
C
0.000840 (0.01668)
0.021896 (0.00897)
74
R‐squared Adj. R‐squared Sum sq. resids S.E. equation F‐statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
[ 0.05037]
[ 2.44087]
0.375791 0.341866 2.089422 0.150702 11.07728 49.49995 ‐0.887754 ‐0.729491 0.006691 0.185764
0.016696 ‐0.036745 0.604363 0.081050 0.312420 110.2829 ‐2.128222 ‐1.969959 0.018283 0.079601 0.000148 0.000130 160.2815 ‐2.964928 ‐2.569269
75
Lampiran 6. VAR Pairwise Granger Causality Test VEC Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Date: 09/05/08 Time: 16:56 Sample: 2000M01 2008M05 Included observations: 98 Dependent variable: D(LOG(MOBIL)) Excluded
Chi‐sq
df
Prob.
D(LOG(PREMIUM))
2.869917
2
0.2381
All
2.869917
2
0.2381
Excluded
Chi‐sq
df
Prob.
D(LOG(MOBIL))
1.138349
2
0.5660
All
1.138349
2
0.5660
Dependent variable: D(LOG(PREMIUM))
VEC Granger Causality/Block Exogeneity Wald Tests Date: 09/05/08 Time: 16:56 Sample: 2000M01 2008M05 Included observations: 98 Dependent variable: D(LOG(MOBIL)) Excluded
Chi‐sq
df
Prob.
D(LOG(PREMIUM))
2.869917
2
0.2381
All
2.869917
2
0.2381
Excluded
Chi‐sq
df
Prob.
D(LOG(MOBIL))
1.138349
2
0.5660
All
1.138349
2
0.5660
Dependent variable: D(LOG(PREMIUM))