931
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
ANALISIS JARINGAN KERJA PADA PERSIAPAN TAMBAK TEKNOLOGI SUPER INTENSIF DI KABUPATEN TAKALAR BERDASARKAN CRITICAL PATH METHOD (CPM) DAN PROGRAM EVALUATION AND REVIEW TECHNIQUE (PERT) Andi Indra Jaya Asaad, Makmur, dan Rachman Syah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian tentang jaringan kerja pada persiapan tambak teknologi super intensif telah dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013 di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan masing-masing kegiatan dan perkiraan waktu pelaksanaan, mengetahui jalur kritis, dan mengetahui probabilitas penyelesaian seluruh kegiatan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan/observasi dan wawancara dengan pelaksana lapangan. Data yang dikumpulkan berupa data urutan pekerjaan dan lama waktu penyelesaiannya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Critical Path Method (CPM) dan Programme Evaluation and Review Technique (PERT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan 15 (lima belas) kegiatan persiapan tambak super intensif memerlukan waktu 51 hari yang ditandai dengan selesainya kegiatan penebaran benur. Terdapat 11 (sebelas) kegiatan yang termasuk dalam jalur kritis, yaitu: Persiapan bahan (kode A) – Pemasangan saringan inlet (kode C) – Pemasangan papan pintu air (kode E) - Pemasangan sistem aerasi (kode G) Pengisian air setinggi 100 cm (kode H) - Aplikasi kapur dolomit (kode I) – Pemupukan (kode K) - Penumbuhan plankton (kode L) - Aplikasi probiotik (kode M) - Penambahan air (kode N) - Penebaran benur (kode O). Probabilitas waktu penyelesaian kegiatan sebesar 91,62%. Hasil penelitian memberikan informasi tahapan kegiatan yang tidak mempunyai waktu tenggang, sehingga persiapan untuk tahapan tersebut perlu diperhatikan untuk kelancaran persiapan tambak. KATA KUNCI:
persiapan tambak, teknologi super intensif, Critical Path Method (CPM) Programme Evaluation and Review Technique (PERT)
PENDAHULUAN Teknologi tambak super intensif untuk budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) telah menjadi pilihan teknologi bagi pelaku usaha untuk pengembangan bisnis akuakultur. Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mendorong inovasi-inovasi dalam budidaya udang. Disebutkan dalam dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa teknologi supra intensif (disebut juga super intensif) menjadi salah satu inovasi teknologi budidaya udang berbasis blue economy dengan output yang diharapkan adalah peningkatan produksi udang dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan (Anonim, 2014). Menurut Rachman Syah (2014), bahwa sistem ini menjadi orientasi sistem budidaya masa depan dengan ciri volume wadah budidaya kecil, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal dan daya saing produk yang tinggi. Pada prinsipnya ruang lingkup teknologi ini dapat diterapkan pada semua sumber air yaitu tawar, payau dan laut. Namun saat ini, perkembangan signifikan dilakukan di tambak-tambak pesisir dengan sumber air utama yaitu air laut. Menurut Effendi (2004), pada budidaya air payau termasuk tambak umumnya dilakukan pada habitat air payau yang berlokasi di wilayah pesisir di mana pengaruh pasang surut air laut (zona intertidal) masih dominan terjadi. Komoditas yang dibudidayakan umumnya spesies yang mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap salinitas (stenohaline), seperti ikan bandeng, udang windu, udang vaname, ikan nila, kepiting bakau, dan rumput laut. Beberapa komoditas tersebut merupakan komoditas yang bernilai ekonomis penting dan peruntukannya untuk ekspor.
Analisis jaringan kerja pada persiapan tambak ..... (Andi Indra Jaya Asaad)
932
Secara umum, budidaya di tambak termasuk dalam kategori sistem akuakultur sistem semi terbuka yaitu masih bergantung pada alam untuk penyediaan tiga jasa ekologi yaitu suhu, oksigen, asimilasi limbah; sedang unit produksi lebih banyak pada campur tangan manusia, sudah dapat mengatur kebutuhan air (Tidwell, 2012). Namun pada tambak teknologi super intensif, input teknologi sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen komoditas budidaya melalui pengembangan sistem aerasi dasar (root blower) dan aerasi permukaan (kincir). Selain itu, teknologi manajemen limbah budidaya juga dibutuhkan untuk dua tujuan yaitu untuk menjaga kondisi lingkungan optimal di tambak dan mengupayakan buangan limbah ke perairan terbuka sesuai dengan baku mutu yang dipersyaratkan. Penerapan input akuakultur termasuk teknologi pada tambak super intensif berkonsekuensi pada input biaya yang digunakan. Manajemen akuakultur menjadi kebutuhan penting dalam proses perencanaan dan pelaksanaan budidaya. Meade (1989) telah mengemukakan sejak lama bahwa dalam usaha akuakultur, penerapan manajemen seperti pada bisnis-bisnis yang lainnya perlu dilakukan. Selain faktor teknis budidaya, faktor sumber daya manusia dan sosial, finansial, sertaakuntansi penting diperhatikan dalam ruang lingkup usaha akuakultur. Dengan demikian pendekatan-pendekatan dalam keilmuan riset operasi dapat diterapkan dalam usaha akuakultur untuk menjadi dasar pengambilan keputusan. Subagyo et al. (1993) mengemukakan bahwa riset operasi berkaitan dengan pengambilan keputusan optimal dalam penyusunan model suatu sistem baik deterministik maupun probabilistik yang didapatkan dari kehidupan nyata. Pada bidang industri, dikenal metode Programme Evaluation and Review Technique (PERT) untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu proyek. Metode ini mulai digunakan tahun 1957 oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Perkembangan selanjutnya, metode ini bersama dengan metode serupa yang disebut Critical Path Method (CPM) digunakan dalam ilmu riset operasi (operational research) khususnya dalam network analysis(disebut juga analisis jaringan kerja) yang berguna dalam pengambilan keputusan manajerial. Keduanya dikenal sebagai salah satu metode penelitian dalam analisis sistem. Salah satu output penting dalam aplikasi ini adalah visualisasi proyek berupa diagram yang berisi lintasan-lintasan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan dan terdiri dari peristiwaperistiwa selama penyelenggaraan proyek (Ali, 1995). Aplikasi metode ini berkembang luas tidak hanya pada dunia industri non hayati (mesin, bangunan, dan sebagainya), tetapi juga digunakan pada bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Pada diagram network, alur penyelesaian pekerjaan dapat dilihat dan dapat diketahui waktu penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan ataupun masing-masing pekerjaan. Selain itu dapat diketahui juga kegiatan/jalur kritis (critical path) yaitu kegiatan yang sangat sensitif terhadap keterlambatan. Aplikasi analisa network dapat memudahkan uraian kompleksitas hubungan masingmasing pekerjaan. Dengan demikian penyusunan perencanaan akan dapat berhasil dengan baik (Ali, 1995; Subagyo et al., 1993). Tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan analisis jaringan kerja menggunakan Critical Path Method (CPM) dan metode Programme Evaluation and Review Technique (PERT) pada proses persiapan budidaya udang vaname dengan teknologi super intensif, sehingga dapat diketahui hubungan masingmasing kegiatan dan perkiraan waktu pelaksanaan, mengetahui jalur kritis, dan mengetahui probabilitas penyelesaian seluruh kegiatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013 di Instalasi Tambak Percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, yang berlokasi di Desa Punaga Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar. Lokasi penelitian merupakan tambak budidaya udang vaname dengan teknologi super intensif. Terdapat dua petak tambak yang dioperasionalkan dengan kepadatan masing-masing 500 ekor/m2 dan 600 ekor/m2. Waktu penelitian disesuaikan dengan tahapan persiapan tambak untuk proses operasional pembesaran udang vaname. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pelaksana lapangan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur waktu dan jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam setiap tahapan kegiatan persiapan.
933
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Pengamatan atau observasi ini berguna sebagai upaya konfirmasi data wawancara untuk proses triangulasi data dalam penelitian (Verschuren et al., 1999). Satuan pengukuran waktu yaitu hari kalender. Perhitungan waktu dikategorikan dalam tiga bagian yaitu (1) perkiraan waktu optimis (optimistic time); (2) perkiraan waktu paling pesimis (pessimistic time); (3) perkiraan waktu paling mungkin (most likely time). Most likely time ini merupakan waktu pelaksanaan di lapangan. Selain itu, disusun rangkaian masing-masing kegiatan sehingga dapat diketahui hubungan antar kegiatan. Tahapan kegiatan dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Ali (1995), hubungan antar kegiatan dapat dikategorikan menjadi hubungan seri dan hubungan paralel. Hubungan seri yaitu hubungan pada rangkaian kegiatan dimana suatu kegiatan tidak dapat dimulai dikerjakan jika kegiatan lainnya belum selesai dikerjakan. Sedangkan hubungan paralel yaitu hubungan pada rangkaian kegiatan dimana suatu kegiatan dapat dikerjakan tanpa perlu menunggu kegiatan lainnya mulai atau selesai. Berdasarkan hubungan antar kegiatan tersebut, dapat ditentukan kegiatan yang mendahului (predersor activity) (Ali, 1995; Subagyo et al., 1993). Analisis data dilakukan dengan membuat tabulasi setiap tahapan yang didapatkan dari pengumpulan data di lapangan. Analisis data dilakukan sesuai dengan metode Critical Path Method (CPM) dan metode Programme Evaluation and Review Technique (PERT). Data rangkaian tahapan kegiatan kemudian diproyeksikan dalam bentuk diagram jaringan sesuai urutan logika ketergantungan dan dilakukan perhitungan Earliest Start Time (ES), Earliest Finish Time (EF); Latest Start Time (LS); Latest Finish Time (LF). Subagyo et al. (1993) mendefinisikan Earliest Start Time (ES) yaitu waktu tercepat untuk bisa memulai suatu kegiatan dalam waktu nornal tanpa mengganggu kegiatan yang lain. Earliest Finish Time (EF) yaitu waktu paling cepat untuk dapat menyelesaikan suatu kegiatan dengan menggunakan waktu normal, tanpa mengganggu kelancaran kegiatan yang lain. Latest Start Time (LS) yaitu waktu paling lambat untuk bisa memulai suatu kegiatan dengan waktu normal. Latest Finish Time (LF) yaitu waktu paling lambat untuk menyelesaikan suatu kegiatan dengan waktu normal. Pada diagram jaringan kerja, untuk menentukan waktu penyelesaian menggunakan cara perhitungan maju (forward pass) dan perhitungan mundur (backward pass). ES (earliest start) dan EF (earliest finish) ditentukan selama forward pass. LS (latest start) dan LF (latest finish) ditentukan selama backward pass (Heizer & Render, 2005). Perhitungan ES (earliest start) dan EF (earliest finish) menggunakan rumus: ES = Max [EF pendahulu langsung] EF = ES + t di mana, ES = waktu mulai terdahulu (earliest start); EF= waktu selesai terdahulu (earliest finish) suatu kegiatan; t = waktu kegiatan. Perhitungan LS (latest start) dan LF (latest finish) menggunakan rumus: LF= Min [LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya] LS= LF- t di mana, LF = waktu selesai terakhir (latest finish); LS = waktu mulai terakhir (latest start); t= waktu kegiatan. Selanjutnya dilakukan perhitungan slack (S) atau float yang merupakan waktu yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan keterlambatan proyek keseluruhan (Heizer & Render, 2005). Slack (S) = LS – ES atau LF – EF Penentuan jalur kritis dilakukan pada diagram jaringan dengan melihat jalur yang mempunyai total waktu penyelesaian paling lama. Ciri jalur kritis pada diagram yaitu kegiatan yang memiliki slack atau float bernilai 0. Perhitungan waktu penyelesaian suatu kegiatan (total expected time) dan perhitungan varian masingmasing kegiatan menggunakan pendekatan statistik berdasarkan teori probabilitas (Gausz), yaitu (Ali, 1995):
Analisis jaringan kerja pada persiapan tambak ..... (Andi Indra Jaya Asaad)
TE
a
934
4m b 6
b - a 6
2
di mana : a = Perkiraan waktu optimis (most optimistic time) b = Perkiraan waktu paling pesimis (most pessimistic time) m = Perkiraan waktu paling mungkin (most likely time) TE = Waktu yang diharapkan (total expected time) Untuk memperkirakan kemungkinan (Probabilitas) waktu penyelesaian satu kegiatan yang dijadwalkan, digunakan rumus Standar Normal (Z), yaitu (Ali, 1995):
Z
x -
di x m s
mana : = waktu selesai proyek/aktivitas yang diharapkan/ditentukan = merupakan nilai dari tp waktu penyelesaian yang merupakan waktu terlama dari proyek = Standar deviasi (akar dari varians s2) Berdasarkan nilai perhitungan Z, selanjutnya akan dicari dari nilai Z tabel pada tabel distribusi normal untuk menunjukkan probabilitas kumulatif yang dilambangkan dengan notasi P (X<x). Nilai minus (–) pada Z diabaikan. HASIL DAN BAHASAN Proses budidaya udang vaname pada tambak super intensif memerlukan tahapan persiapan yang matang dengan meliputi aspek teknis persiapan tambak dan non teknis budidaya. Aspek teknis meliputi persiapan tambak sebagai wadah budidaya, air, pengelolaan air, dan penebaran benur. Sedangkan aspek non teknis budidaya meliputi persiapan sumber daya manusia, fasilitas sarana prasarana pendukung, jadwal sampling dan sebagainya. Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu pada aspek teknis persiapan tambak pada dua petak pembesaran yang berukuran masing-masing 1.000 m2. Persiapan tambak dilakukan dengan tahapan kegiatan meliputi persiapan/pengadaan bahan, pemagaran tambak menggunakan waring hitam, pemasangan saringan inlet, pemasangan papan pintu air, pengeringan tambak, pemasangan papan skala ketinggian air, pemasangan sistem aerasi, pengisian air yang telah ditandon setinggi 100 cm, aplikasi kapur dolomit dengan dosis 20 ppm, aplikasi klorin dosis 40 mg/L, pemupukan dengan urea 20 kg/petak dan SP-36 sebanyak 10 kg/petak, penumbuhan plankton selama dua minggu, serta aplikasi probiotik yang telah difermentasi sebanyak 1 L/petak dan dilakukan pengisian air sampai 150 cm. Penebaran benur dilakukan setelah seminggu aplikasi probiotik. Benur yang ditebar pada masing-masing petak sebanyak 500 ekor/m 2 dan 600 ekor/m2. Setiap tahapan tersebut merupakan tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Tahapan tersebut memerlukan sumber daya berupa sumber daya manusia (man), biaya (money), dan bahan/alat (materi). Jumlah sumberdaya (tenaga kerja, mesin, peralatan dan dana) telah disiapkan sebelumnya sehingga dalam pelaksanaannya tidak merupakan kendala. Pada Tabel 1 disajikan tahapan pekerjaan persiapan tambak, kegiatan yang mendahului dan waktu pelaksanaan serta jumlah orang yang terlibat menyelesaikan pekerjaan. Berdasarkan tabulasi tahapan kegiatan pada Tabel 1, selanjutnya diproyeksikan dalam bentuk diagram jaringan kerja yang merupakan diagram untuk menentukan hubungan antar kegiatan dan memudahkan perhitungan ES (earliest start) dan EF (earliest finish) dengan forward pass dan LS (latest start) dan LF (latest finish) dengan backward pass.
935
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Tabel 1. Tahapan kegiatan pada persiapan tambak super intensif
Aktivitas
Kode
Kegiatan Waktu Jumlah yang mendahului pelaksanaan (hari) orang 14 10
Persiapan bahan
A
Pemagaran tambak
B
A
3
5
Pemasangan saringan inlet
C
A
1
2
Pengeringan tambak
D
A
7
2
Pemasangan papan pintu air
E
C
1
2
Pemasangan papan skala ketinggian air
F
E
1
2
Pemasangan sistem aerasi
G
E
7
5
Pengisian air setinggi 100 cm
H
B,D,F,G
1
2
Aplikasi kapur dolomit
I
H
2
1
Aplikasi klorin
J
H
3
1
Pemupukan
K
I,J
1
1
Penumbuhan plankton
L
K
14
1
Aplikasi probiotik
M
L
7
1
Penambahan air
N
L,M
1
1
Penebaran benur
O
N
1
15
Pada Gambar 1, dapat dilihat hubungan antara 15 kegiatan yang perlu dilakukan dalam persiapan tambak super intensif. Setiap kegiatan sudah dihitung ES (earliest start) dan EF (earliest finish) dengan forward pass dan LS (latest start) dan LF (latest finish). Sehingga total waktu yang dibutuhkan dalam persiapan tambak super intensif yaitu 51 hari yang ditandai dengan selesainya kegiatan penebaran
Gambar 1. Diagram jaringan kerja tahapan persiapan tambak super intensif dengan perhitungan ES (earliest start) dan EF (earliest finish) dengan forward pass dan LS (latest start) dan LF (latest finish)
Analisis jaringan kerja pada persiapan tambak ..... (Andi Indra Jaya Asaad)
936
benur. Beberapa kegiatan memiliki hubungan seri antar kegiatan, seperti kegiatan C (pemasangan saringan inlet) dan kegiatan E (pemasangan pintu air), serta kegiatan K (pemupukan) dan kegiatan L (penumbuhan plankton). Dapat dilihat bahwa waktu awal (ES) kegiatan-kegiatan tersebut mengikuti waktu selesai (EF) kegiatan sebelumnya. Contohnya kegiatan pemupukan dengan waktu pelaksanaan (t) selama 1 hari yang dilakukan pada hari ke-27, maka kegiatan penumbuhan plankton dimulai setelah waktu kegiatan pemupukan selesai (yaitu hari ke-28). Tahapan penebaran benur (kode O) merupakan tahapan terakhir dalam proses persiapan tambak yang dilakukan setelah 14 kegiatan pendahulunya telah selesai dilakukan. Kegiatan penebaran benur dilakukan hari ke-50 setelah selesainya satu kegiatan sebelumnya yaitu penambahan air (kode N). Pada Gambar 1, dapat dilihat juga kegiatan-kegiatan yang memiliki LS (latest start) dan ES (earliest start) yang sama. LS yaitu waktu paling lambat untuk bisa memulai suatu kegiatan dengan waktu normal dan ES (earliest start) yaitu waktu paling cepat untuk dapat menyelesaikan suatu kegiatan dengan menggunakan waktu normal. Nilai LS dan ES yang sama menunjukkan nilai slack atau float= 0. Slack atau Float adalah jangka waktu yang merupakan ukuran batas toleransi keterlambatan suatu kegiatan di mana waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan tidak terlambat (Ali, 1995; Heizer & Render, 2005). Kegiatan-kegiatan yang memiliki slack atau float bernilai 0 sebanyak 11 kegiatan, yaitu: Persiapan bahan (kode A) –Pemasangan saringan inlet (kode C) – Pemasangan papan pintu air (kode E) Pemasangan sistem aerasi (kode G) - Pengisian air setinggi 100 cm (kode H) - Aplikasi kapur dolomit (kode I) – Pemupukan (kode K) - Penumbuhan plankton (kode L) - Aplikasi probiotik (kode M) Penambahan air (kode N) – Penebaran benur (kode O). Dari perhitungan total float di atas, maka dapat ditentukan jalur kritis, yaitu jalur dimana memiliki kegiatan kritis yang memiliki total float = 0. Dengan demikian, jalur kritis dalam persiapan tambak super intensif jalur kegiatan : A – C – E – G – H – I – K – L – M – N – O. Ali (1995) menyebutkan bahwa dengan mengetahui jalur kritis, maka dapat membantu pengambilan keputusan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang memiliki tingkat kepekaan paling tinggi terhadap keterlambatan pelaksanaan. Informasi dari jalur kritis dapat memberikan tingkat prioritas penyelenggaraan kegiatan. Terdapat kegiatan yang memiliki total float tidak bernilai nol. Hal ini berarti bahwa terdapat waktu senggang pada kegiatan tersebut. Kegitan-kegiatan tersebut adalah B, D, F, I. Contoh pada kegiatan pemagaran tambak (kode B) yang memiliki total float sebesar 6 hari (nilai LS= 20 dan nilai ES= 14. Selisihnya sebesar 6). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut memiliki batas toleransi keterlambatan selama 6 hari, sebelum mempengaruhi waktu kegiatan selanjutnya. Jika diinginkan waktu penyelesaian kegiatan lebih cepat dengan lingkup yang sama, maka diperlukan peningkatan sumberdaya berupa tenaga kerja, mesin, peralatan dan dana atau bentuk lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan utama dari network planning adalah memperpendek jadwal penyelesaian proyek dengan kenaikkan biaya yang minimal. Pada Tabel 2, disajikan data perhitungan waktu perkiraan waktu optimis (most optimistic time), perkiraan waktu paling pesimis (most pessimistic time), perkiraan waktu paling mungkin (most likely time). Perkiraan waktu ini didapatkan dari pengamatan lapangan dan wawancara. Perkiraan waktu paling mungkin (most likely time) didasarkan pada kondisi lapangan, sedangkan perkiraan waktu optimis dan pesimis didasarkan pada asumsi jika terjadi kondisi yang dapat mempercepat dan memperlambat waktu pelaksanaan. Perhitungan perkiraan waktu ini sebagai dasar untuk menghitung probabilitas penyelesaian kegiatan dalam waktu yang didapatkan dari diagram jaringan. Hal ini juga untuk menguji diagram jaringan yang dibuat dalam menjelaskan hubungan dan waktu pelaksanaan kegiatan. Pada Tabel 2, dapat dilihat nilai varian untuk masing-masing kegiatan. Kegiatan-kegiatan pada jalur kritis (A – C – E – G – H – I – K – L – M – N – O ) memiliki total nilai varian sebesar : 0,53. Dengan demikian nilai ó sebesar: 0,73. Nilai x didapatkan dari total waktu yang diharapkan (expected time pada Tabel 2) dari jalur kritis didapatkan sebesar 51,8 hari (pembulatan menjadi 52 hari). Sedangkan nilai µ merupakan waktu penyelesaian yang merupakan waktu terlama dari seluruh tahapan kegiatan pada diagram jaringan (Gambar 1) yaitu sebesar 51 hari.
937
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015
Tabel 2. Perhitungan perkiraan waktu dan varian setiap kegiatan
Aktivitas
Kode
Optimistic Pessimistic Most likely Expected Varian time (a) time (b) time (m) time (t) (v)
Persiapan bahan
A
10
16
14
13,7
1
Pemagaran tambak
B
2
4
3
3
0,11
Pemasangan saringan inlet
C
1
2
1
1,2
0,03
Pengeringan tambak
D
6
8
7
7
0,11
Pemasangan papan pintu air
E
1
2
1
1,2
0,03
Pemasangan papan skala ketinggian air Pemasangan sistem aerasi
F
1
2
1
1,2
0,03
G
6
8
7
7
0,11
Pengisian air setinggi 100 cm
H
1
2
1
1,2
0,03
Aplikasi kapur dolomit
I
1
3
2
2
0,11
Aplikasi klorin
J
2
4
3
3
0,11
Pemupukan
K
1
2
1
1,2
0,03
Penumbuhan plankton
L
14
15
14
14,2
0,03
Aplikasi probiotik
M
6
8
7
7
0,11
Penambahan air
N
1
2
1
1,2
0,03
Penebaran benur
O
1
2
1
1,2
0,03
Dengan demikian, nilai Z didapatkan sebesar 1,38. Nilai Z tabel dapat ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal, yaitu sebesar 0,9162. Sehingga probabilitas waktu penyelesaian persiapan tambak super intensif selama 52 hari sebesar 91,62%. Percepatan waktu pelaksanaan dapat dilakukan dengan menambah alokasi sumber daya dengan lingkup pekerjaan yang sama. Penelitian ini dibatasi ruang lingkup pada persiapan tambak dua petak dengan kepadatan 500 – 600 ekor/m 2. Jika terdapat penambahan ruang lingkup pekerjaan, maka alokasi waktu penyelesaian dapat sama dengan asumsi terdapat penambahan sumber daya. Menurut Ali (1995), bahwa alokasi waktu yang tidak dikelola dengan baik dalam proses produksi berdampak pada biaya yang harus dikeluarkan, seperti gaji pegawai, biaya sewa, waktu perputaran modal, dan sebagainya. Penelitian ini memberikan informasi bahwa dalam tahapan persiapan diperlukan waktu yang cukup lama yaitu sebesar 51 hari, sehingga diupayakan faktor-faktor penghambat waktu pelaksanaan dapat diminimalkan agar waktu paling sesuai (most likely time) dapat dicapai untuk pelaksanaan kegiatan. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang dapat diparalelkan sehingga dapat menghemat waktu pelaksanaan. Informasi mengenai jaringan kerja dengan metode PERT dan CPM ini bermanfaat untuk manajemen proyek, termasuk dalam aktivitas persiapan budidaya tambak udang super intensif. Identifikasi tahapan kerja yang tergolong kategori jalur kritis pada persiapan tambak berimplikasi pada penggunaan sumber daya yang prioritas pada tahapan tersebut. Percepatan waktu untuk efisiensi dapat dilakukan dengan menambah input sumber daya khususnya pada tahapan kegiatan yang termasuk jalur kritis. Dengan demikian, seorang manajer tambak dapat mengalokasikan sumber daya secara tepat untuk efisiensi waktu berdasarkan data dan informasi jaringan kerja tersebut. KESIMPULAN Waktu penyelesaian kegiatan pada persiapan tambak super intensif untuk budidaya udang vaname sebesar 51 hari. Terdapat 15 (lima belas) kegiatan yang saling berhubungan baik secara seri maupun
Analisis jaringan kerja pada persiapan tambak ..... (Andi Indra Jaya Asaad)
938
paralel. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam jalur kritis dicirikan dengan nilai slack atau float bernilai 0. Teridentifikasi sebanyak 11 kegiatan yang termasuk dalam jalur kritis, yaitu : Persiapan bahan (kode A) – Pemasangan saringan inlet (kode C) – Pemasangan papan pintu air (kode E) Pemasangan sistem aerasi (kode G) - Pengisian air setinggi 100 cm (kode H) - Aplikasi kapur dolomit (kode I) – Pemupukan (kode K) - Penumbuhan plankton (kode L) - Aplikasi probiotik (kode M) Penambahan air (kode N) – Penebaran benur (kode O). Kegiatan-kegiatan dalam jalur kritis tersebut menjadi tingkat prioritas dalam penyelenggaraan kegiatan. Probabilitas waktu penyelesaian kegiatan pada persiapan tambak super intensif selama 52 hari sebesar 91,62%. DAFTAR ACUAN Ali, T.H. (1995). Prinsip-Prinsip Network Planning, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim. (2014). Siaran Pers Kementerian Kelautan dan Perikanan nomor: 21/PDSI/HM.310/II/2014. KKP Kembangkan Budidaya Udang Supra Intensif. Diakses dari http://www.kkp.go.id/index.php/ arsip/c/10445/KKP-Kembangkan-Budidaya-Udang-Supra-Intensif/. Heizer, J., & Render, B. (2005). Manajemen Operasi. Edisi 7. Salemba Empat. Jakarta, 784 hlm. Meade, J. (1989). Aquaculture Management. Avi Book Van Nostrand Reinhold. New York. 175 pp Syah, R. (2014). Estimasi Beban Limbah dan Sistem Pengelolaannya Pada Budidaya Udang Vaname Super Intensif. Paparan Keynote Speaker dalam Forum Inovasi Akuakultur VI, Bandung 6 – 8 Mei 2014, 24 hlm. Subagyo, Pangestu, Asri, M., & Handoko, T.H. (1993). Dasar-Dasar Operations Research. Cetakan kesembilan. BPFE Yogyakarta, 314 hlm. Tidwell, James H. (2012). Characterization and Categories of Aquaculture Production System. In Aquaculture Production System (eds: James H. Tidwell). World Aquaculture Society. Wiley Blackwell, John Wiley and Sons Publication. USA, 421 pp. Verschuren, P., & Doorewaard, H. (1999). Designing a Research Project. Lemma B.V. Utrecht. The Netherlands, 215 pp.