J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 J. Hort. 19(3):324-333, 2009
Analisis Jaringan Daun sebagai Alat untuk Menentukan Status Hara Fosfor pada Tanaman Manggis Liferdi, L.
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, Solok 27301 Naskah diterima tanggal 12 Maret 2008 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 28 Juli 2009 ABSTRAK. Analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium dapat digunakan sebagai acuan dalam mendiagnosis status hara dan menentukan rekomendasi pemupukan apabila telah dikalibrasikan dengan hasil tanaman yang dapat dipasarkan. Tujuan studi ini ialah mendapatkan suatu model regresi yang ideal untuk memprediksi status hara fosfor pada tanaman manggis dewasa (umur ±20 tahun) yang hasilnya dapat diinterpretasikan sebagai sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi yang terbaik untuk menentukan hubungan antara konsentrasi P daun umur 5 bulan dengan produksi tanaman ialah model kuadratik. Menurut model ini status konsentrasi P daun kurang dari 0,11% termasuk kategori sangat rendah, konsentrasi P daun antara 0,11 sampai <0,21% adalah rendah, dan status konsentrasi P daun antara 0,21 sampai <0,31% adalah sedang. Untuk menaikkan konsentrasi P daun dengan status sangat rendah menjadi status sedang dibutuhkan pupuk P2O5 kira-kira 1.886-3.314 g/tanaman/tahun pada tahun pertama. Untuk tahun kedua diperlukan P2O5 sekitar 1.100-2.100 g/tanaman/tahun. Untuk mendapatkan produksi maksimum (23,80 kg) pada tahun pertama dibutuhkan dosis pupuk P2O5 optimum sebesar 1.800 g /tanaman/tahun. Pada tahun kedua P2O5 yang dibutuhkan adalah 1.725 g /tanaman/ tahun untuk mendapatkan produksi maksimum 42,07 kg. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rekomendasi pemupukan untuk tanaman manggis yang telah berbuah (umur ±20 tahun). Katakunci: Garcinia mangostana; Analisis daun; Status hara fosfor; Model statistik. ABSTRACT. Liferdi, L. 2009. Leaf Analysis as a Tool for Diagnose of Phosphor Nutritional Status in Mangosteen. Laboratory leaf tissue analysis can be used as a guide to diagnose nutritional status and as a recommendation for fertilizer if it has been calibrated with marketable plant yield. The aims of this study were to find out the best regression model to estimate phosphor status in mangosteen plant, so that a given certain leaf tissue analysis value can be interpreted as very low, low, medium, high, or very high. The results showed that the best regression model for describing the relation between P concentration in the leaf of 5 months age and plant production was quadratic model. According to this model, the status of leaf with P concentration less than 0.11% was very low, P concentration 0.11 to <0.21% was low, and P concentration 0.21 to <0.31% was medium. To increase the P concentration of leaf with low status to medium status, 1,886 - 3,314 g /plant/year P2O5 fertilizer was needed in the first year, and 1,110-2,100 g/plant/year P2O5 fertilizer for the second year. To gain the maximum production in the first year (23.8 kg), the optimum dosage of P2O5 was 1,800 g/plant/ year. In the second year, 1,725 g/plant/year P2O5 was needed to get maximum production (42.07 kg). These research results can be used as a guide for appropriate P fertilizer recommendation in mangosteen. Keywords: Garcinia mangostana; Leaf analysis; Phosphor nutritional status; Statistic model.
Penentuan kebutuhan pupuk pada tanaman dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain analisis tanah, percobaan screenhouse atau pot, pengamatan gejala defisiensi dan percobaan lapangan, serta analisis tanaman (Lozano 1990). Analisis tanah banyak digunakan sebagai alat manajemen pemupukan pada tanaman semusim. Analisis tanah untuk tanaman manggis sulit dilakukan, karena manggis mempunyai akar yang menyebar secara vertikal, sehingga pengambilan sampel tanah seringkali kurang proporsional. Percobaan screenhouse atau pot untuk tanaman manggis juga sulit dilakukan, karena tanaman manggis mempunyai pohon yang tinggi dan akar yang dalam, sedangkan untuk memperhatikan gejala kekurangan dan 324
kelebihan hara mineral pada tanaman relatif sulit dilakukan. Hal ini disebabkan gejala abnormal bisa saja disebabkan oleh gangguan hama dan atau penyakit. Untuk memastikan penyebab ketidaknormalan tersebut perlu dilakukan analisis jaringan tanaman. Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status hara pada tanaman manggis daripada cara lain. Status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara di dalam tanaman merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang memengaruhi penyerapan unsur tersebut dari dalam tanah (Liferdi et al. 2008).
Liferdi, L.: Analisis Jaringan Daun sebagai Alat untuk Menentukan Status Hara Fosfor ... Jaringan tanaman yang umumnya digunakan untuk analisis hara adalah daun, karena daun merupakan tempat proses fotosintesis dan metabolisme lainnya yang sangat aktif. Daun juga merupakan salah satu tempat penyimpanan karbohidrat dan mineral. Hara yang ada pada daun tidak hanya berperan dalam fotosintesis tetapi juga menggambarkan status hara tanaman. Selain itu daun merupakan jaringan yang selalu banyak tersedia untuk dianalisis. Analisis daun telah digunakan sebagai acuan dalam mendiagnosis masalah hara dan sebagai dasar rekomendasi pemupukan pada tanaman buah-buahan di berbagai negara (Smith 1962, Leece 1976, Shear dan Faust 1980), sedangkan pada tanaman buah-buahan di Indonesia analisis daun masih jarang dilakukan. Walaupun demikian, untuk tanaman manggis, daun yang tepat dijadikan untuk sampel ialah daun umur 5 bulan. Daun tersebut mempunyai korelasi terbaik antara konsentrasi hara di daun dengan hasil serta pertumbuhan (Liferdi et al. 2008). Untuk menentukan daun umur 5 bulan secara morfologi sulit dilakukan, karena daun manggis setelah mencapai perkembangan maksimal (umur 2 bulan) mempunyai penampilan yang mirip dengan daun umur 3 bulan dan seterusnya. Namun hal ini bisa diatasi dengan mengetahui kalender tanaman. Sebagai contoh, tanaman manggis di sentra produksi Bogor biasanya akhir panen bulan Februari, tunas baru (flush) muncul bulan Maret, sehingga pengambilan sampel daun dilakukan Juni, yaitu ketika daun sudah berumur 5 bulan. Daun ini merupakan daun terminal (Liferdi et al. 2008). Oleh karena itu, penentuan saat flush merupakan suatu keharusan untuk mengetahui umur daun yang tepat untuk dianalisis. Tanaman manggis dewasa mengalami flush 2 kali dalam 1 tahun. Perbedaan umur daun akan memengaruhi kandungan hara yang ada di dalamnya. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa konsentrasi N, P, dan K daun mengalami penurunan dengan bertambahnya umur. Hal ini ditemukan di 3 lokasi sentra produksi manggis di Jawa Barat, yaitu Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bogor (Liferdi et al. 2008). Hal serupa juga dilaporkan oleh Poovarodom et al. (2002) bahwa terjadi penurunan konsentrasi nitrogen daun manggis selama masa pertumbuhan. Suatu
kecenderungan yang serupa didapatkan juga pada tanaman durian, yang merupakan salah satu buahbuahan tropis (Poovarodom et al. 2000). Umur daun penting diperhatikan untuk sampel daun. Hal ini terkait dengan perubahan fungsi daun sebagai sink dan source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink, sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain, yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya daun-daun dewasa berfungsi sebagai source, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organ-organ lain yang membutuhkan (sink) (Liferdi et al. 2006). Kandungan hara di dalam daun tanaman di pengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama iklim mikro dan faktor endogen tanaman (Goldschmidt dan Golomb 1982). Oleh karena itu, pemahaman mengenai fenofisiologi tanaman diperlukan untuk menyusun kalender manajemen kebun dan informasi dasar untuk merekayasa tanaman (Liferdi et al. 2000). Berdasarkan fenofisiologi tersebut diperoleh kepastian dalam pengelolaan kebun, seperti pemberian hara dan dalam produksi buah. Analisis jaringan daun akan mempunyai arti dalam diagnosis masalah hara apabila telah dikalibrasikan dengan produksi yang dapat dipasarkan (pada tanaman manggis adalah buah). Studi untuk memberikan bobot agronomi terhadap hasil analisis jaringan daun dikenal dengan nama studi kalibrasi. Studi ini menentukan hubungan antara nilai analisis jaringan daun dengan respons tanaman di lapangan. Dengan demikian, uji kalibrasi memberikan makna nilai analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium menjadi data interpretasi, apakah kandungan hara dalam daun tersebut tergolong sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi. Hanya melalui studi kalibrasi, nilai-nilai hasil analisis jaringan daun dari laboratorium dapat dimanfaatkan untuk mengindentifikasi tingkat defisiensi atau tingkat kecukupan unsur hara tersebut dan mengindentifikasi jumlah yang harus ditambahkan apabila hara tersebut kurang. Hanya tanaman-tanaman yang memiliki kandungan hara rendah saja yang perlu mendapatkan penambahan unsur hara. 325
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 Salah satu jenis unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman ialah fosfor di samping nitrogen dan kalium. Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses, seperti fotosintesis, asimilasi, dan respirasi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting, molekul pentransfer energi ADP, ATP, NAD, NADH, dan senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985). Embleton et al. (1973) menyatakan bahwa fosfor selain berperan dalam pertumbuhan tanaman (batang, akar ranting, dan daun) juga dapat mempercepat proses pemasakan buah dan mengurangi rasa masam pada buah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian penentuan status hara fosfor perlu dilakukan untuk menentukan rekomendasi pemupukan fosfor pada tanaman manggis. Tujuan penelitian ialah (1) mendapatkan model regresi yang sesuai untuk menentukan status hara fosfor, (2) menginterpretasikan status hara fosfor berdasarkan model regresi yang sesuai, (3) memprediksi kebutuhan pupuk P untuk meningkatkan konsentrasi P pada daun dari status sangat rendah menjadi status sedang, (4) memprediksi kebutuhan dosis pupuk fosfor yang optimum untuk mendapatkan produksi maksimum. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah terdapat korelasi antara konsentrasi fosfor daun dengan hasil pada tanaman manggis. Terdapat kaitan antara kebutuhan pupuk P dengan status hara pada tanaman manggis. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Manggis Kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan April 2004 sampai April 2006. Ketinggian lokasi 780 m dpl. dengan jenis tanah Latosol, sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan aplikasi pupuk dilakukan di Leuwiliang yang merupakan salah satu sentra produksi manggis di Jawa Barat dengan tingkat 326
kesuburan tanah yang rendah. Tanaman manggis di daerah ini memiliki daun dengan konsentrasi hara rendah dan kualitas buah rendah (Liferdi et al. 2008). Percobaan terdiri atas 5 perlakukan, yaitu dosis pupuk P, yang disusun dalam rancangan acak kelompok, setiap perlakuan terdiri atas 6 ulangan, sehingga percobaan berjumlah 30 tanaman manggis dewasa (umur 20 tahun). Dosis pupuk P terdiri atas 5 taraf: (P0) tanpa pupuk, (P1) 300 g P2O5/tanaman/tahun, (P2) 600 g P2O5/tanaman/tahun, (P3) 900 g P2O5/tanaman/ tahun, dan (P4) 1.200 g P2O5/tanaman/tahun. Masing-masing dosis pupuk diberikan dalam 3 tahap, yaitu tahap I 20% setelah panen, tahap II 60% sebelum berbunga, dan tahap III 20% saat pembentukan buah (buah sebesar kelereng). Persentasi pemberian fosfor yang lebih banyak sebelum berbunga karena fosfor berfungsi dalam pembentukan buah (Terry dan Ulrich 1993). Selain perlakuan, tanaman juga diberi pupuk dasar, masing-masing 600 g N /tanaman/tahun dan 800 g K2O/tanaman/tahun. Bahan tanaman yang dijadikan sampel ialah daun umur 5 bulan. Penentuan umur daun dilakukan pencatatan dari awal muncul flush. Analisis daun diawali dengan membersihkan daun menggunakan tisu dan dikeringkan dengan oven pada suhu 70ºC selama 24 jam. Selanjutnya daun diblender dan diayak dengan ayakan 0,5 mm, kemudian dianalisis konsentrasi hara fosfornya. Penentuan kadar unsur P menggunakan metode pengabuan kering. Konsentrasi P diukur dengan Spectrophotometer UV-VIS. Analisis kimia dilaksanakan berdasarkan prosedur yang dikeluarkan oleh Yoshida et al. (1997). Pengamatan produksi meliputi jumlah bunga yang muncul setiap pohon, jumlah buah yang dipanen per pohon, serta bobot buah per pohon. Pengamatan bunga dilakukan setelah antesis atau mekar yang ditandai dengan terbukanya daun mahkota. Pengamatan dilakukan 2 kali musim panen. Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis ragam. Apabila terdapat pengaruh yang nyata antarperlakuan, dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5%. Untuk mengetahui status hara P dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut.
Liferdi, L.: Analisis Jaringan Daun sebagai Alat untuk Menentukan Status Hara Fosfor ... 1. Menghitung produksi relatif (%) (misal rerata jumlah buah dari setiap ulangan/pohon) sebagai berikut. Yi x100% Produksi relatif = Y maks di mana: Yi
= produksi pada perlakuan hara P ke-i
Y maks = produksi maksimum (produksi yang tertinggi pada tanaman saat percobaan).
Perhitungan produksi relatif ini (%) memungkinkan data digabungkan dari tahun ke tahun sejauh tersedia data hara P dan produksi/pohon. Makin banyak data yang tersedia maka model statistik yang digunakan akan memprediksi mendekati kondisi ril dari tanaman tersebut.
2. Selanjutnya nilai produksi relatif sebagai dependent variable (Y) dihubungkan dengan nilai kandungan hara P daun sebagai independent variable (X), kemudian dianalisis dengan beberapa model regresi (kuadratik, logistik, linier, dan eksponensial). Model yang mempunyai kriteria terbaik secara statistik dipakai untuk menentukan status hara P untuk tanaman manggis. Kriteria statistik didasarkan dari nilai koefisien determinasi (R2), makin besar nilai R2 berarti model makin mampu menerangkan hubungan X dan Y. Berdasarkan model yang ditetapkan, maka ditarik garis untuk menghubungkan antara kadar hara P daun dengan produksi relatif untuk menentukan kelas status hara. Kidder (1993) membagi ke dalam 5 kategori kelas status hara berdasarkan persentase produksi relatif, yaitu (1) sangat rendah apabila produksi relatif kurang dari 50%, (2) rendah (produksi relatif 50-75%), (3) cukup (produksi relatif 75-100%), (4) tinggi (produksi relatif 100%), dan (5) sangat tinggi (produksi relatif kurang dari 100% akibat keracunan). 3. Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk optimum agar tanaman dapat berbuah secara maksimum digunakan model regresi kuadratik. Model ini adalah hubungan antara dosis pupuk dengan produksi (bobot buah/tanaman) sebagai respons pemupukan. Persamaan garis regresinya adalah: RY=a+bX+cX2
di mana:
RY = bobot buah/tanaman;
X = dosis pupuk P (g P2O5/tanaman),
a, b, dan c = konstanta.
Selanjutnya penentuan dosis pupuk P yang menunjukkan produksi maksimum dengan rumus turunan dari persamaan regresinya
dY/dX=b+2cX=0; X= -b/2c,
di mana:
RY = produksi,
X = dosis pupuk P (g P2O5/tanaman),
b dan c = konstanta. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi dan Konsentrasi Hara P Daun Pemberian fosfor nyata meningkatkan jumlah bunga dan jumlah buah, pada tahun pertama maupun tahun kedua. Pemberian 900 dan 1.200 g P 2O 5/tanaman/tahun nyata meningkatkan jumlah bunga dibanding kontrol dan perlakuan 300 dan 600 g P2O5/tanaman/tahun pada tahun pertama, sedangkan pada tahun kedua, pemberian 600 g P2O5/tanaman/tahun secara nyata dapat meningkatkan jumlah bunga dibandingkan dengan kontrol. Pemberian 900 g P2O5/tanaman/ tahun memberikan hasil paling tinggi terhadap jumlah bunga pada tahun pertama maupun tahun kedua, yaitu masing-masing sebanyak 138,5 dan 151 bunga (Tabel 1). Pemberian fosfor nyata meningkatkan jumlah buah yang dipanen. Pemupukan 900 g P2O5/ tanaman/tahun pada tahun pertama nyata dapat meningkatkan jumlah buah panen dibandingkan pemberian fosfor pada tanaman kontrol dan perlakuan 300 g P2O5/tanaman/tahun. Pemupukan 900 g P2O5/tanaman memberikan jumlah buah panen paling tinggi baik tahun pertama maupun tahun kedua, yaitu masing-masing 115,00 dan 187,75 buah (Tabel 1). Peningkatan jumlah bunga dan buah akibat pemberian fosfor juga didapatkan pada tanaman jeruk. Hal ini menurut Embleton et al. (1973) karena fosfor selain berperan dalam pertumbuhan tanaman (batang, akar, ranting, dan daun) juga berperan dalam pembentukan buah dan mengurangi rasa asam pada buah. 327
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 Tabel 1. Jumlah bunga dan jumlah buah panen per pohon, serta konsentrasi fosfor pada daun selama 2 tahun (Number of flower, number of fruits per plant, and concentration of phosphor nutrient in leaf during 2 years) Dosis (Dosage) P2O5 g
Jumlah (Number) Tahun (Years) II
I
II
I
II
0 300
73,50 b 75,50 b
90,00c 101,00bc
57,50 b 62,00 b
70,00 c 80,25 c
600
108,25 ab 138,5 a 127,50 a
123,25ab 151,00a 139,00a
90,50 ab 115,00 a 105,00 a
94,00 bc 128,00 a 118,00ab
0,08 d 0,10 c 0,13 b
0,10 e 0,14 d 0,17 c
0,14 b 0,17 a
0,20 b 0,24 a
900 1.200
I
Peningkatan produksi buah manggis diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ekspor yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Manggis adalah buah primadona ekspor Indonesia. Sebagian besar manggis yang diperdagangkan berasal dari tanaman yang belum dikelola dengan baik, sehingga produktivitas dan kualitasnya masih rendah. Produktivitas rerata nasional manggis Indonesia hanya sekitar 30-70 kg/pohon, jauh lebih rendah daripada produksi tanaman manggis di Malaysia dan India yang mencapai 200-300 kg/ pohon (Liferdi et al. 2008). Dari total produksi tersebut hanya 25% yang layak ekspor (Indriyani et al. 2002). Konsentrasi fosfor pada daun mengalami peningkatan dari tahun pertama hingga kedua. Peningkatan dosis fosfor nyata meningkatkan konsentrasi fosfor pada daun dibandingkan tanaman kontrol, baik pada tahun pertama maupun pada tahun kedua. Persentase kandungan hara P daun pada tahun pertama berkisar 0,080,17% dan tahun kedua berkisar 0,11-0,24%. Fosfor merupakan hara makro bagi setiap tanaman, oleh karena itu ketersediaannya sangat menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada keadaan kekurangan fosfor, perluasan daun dan sel, lebih terhambat daripada pembentukan klorofil. Oleh karena itu, kandungan klorofil per unit luas daun meningkat nyata, tetapi efisiensi fotosintesis per unit klorofil sangat rendah (Terry dan Ulrich 1993). Hal ini karena fosfor berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor dapat menurunkan proses metabolisme, seperti 328
Konsentrasi (Concentration) P %
Buah (Fruits)
Bunga (Flowers)
pembelahan dan pembesaran sel, respirasi, dan fotosintesis (Salisbury dan Ross 1992). Model Regresi Fosfor Daun dengan Produksi Relatif Dari uji regresi model linier, kuadratik, logaritmik, dan eksponensial hubungan konsentrasi hara P daun dengan produksi relatif ternyata model kuadratik mempunyai nilai R2 terbesar, yaitu 0,508 atau nilai r 0,713 (Gambar 1). Berdasarkan keempat model regresi tersebut dapat diketahui bahwa produksi tanaman manggis sangat dipengaruhi oleh ketersedian hara P pada daun. Peningkatan konsentrasi hara P di dalam jaringan daun hingga mencapai titik kritis (titik maksimum) yang berpeluang untuk meningkatkan produksi hingga mencapai titik optimum. Model regresi kuadratik yang mempunyai nilai R2 terbesar, yaitu 0,508 atau nilai r 0,713 merupakan model yang paling sesuai untuk menggambarkan hubungan konsentrasi hara P daun dengan produksi relatif. Berdasarkan nilai r ini, maka model kuadratik ditetapkan sebagai model yang paling tepat untuk menentukan status hara fosfor pada tanaman manggis. Walaupun pada kenyataannya banyak model statistik yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai kritis atau status hara, pemilihan model sangat memengaruhi hasil status hara tersebut (Tisdale et al. 1985). Hochmuth et al. (1993) melaporkan bahwa model linier plateou lebih tepat digunakan daripada model kuadratik untuk memprediksi respons tanaman terhadap pemberian pupuk P pada tanaman semangka.
Liferdi, L.: Analisis Jaringan Daun sebagai Alat untuk Menentukan Status Hara Fosfor ... 100
Produksi relatif (Relative production), %
90
y = 262,45x + 19,921 r = 0,702
80 70 60 50
A
40 30
y = -833,4x2 + 531,73x + 0,4161 r = 0,713
20 10 0 0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
Konsentrasi P daun (Concentration of P in leaf), % 100
Produksi relatif (Relative production), %
90
38.996Ln(x)+ +135,51 135.51 y y= =38,966Ln(x) r =0,711 0,711 r=
80 70 60
B
50 40 30
5.0209x yy == 26,183e 26.183e5,0209x rr == 0,639 0,639
20 10 0 0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
Konsentrasi P daun (Concentration of P in leaf), %
Gambar 1. Hubungan konsentrasi P daun dengan produksi relatif menggunakan 4 model regresi (A) model linier dan kuadratik (B) model logaritmik dan eksponensial (Relationship between relative production and P concentration of leaf using to 4 regression models (A) linear and quadratic models, (B) logaritmic and exponential models)) Status Hara Fosfor pada Daun Dengan menggunakan model kuadratik, maka status hara fosfor pada tanaman manggis dapat diketahui. Status hara fosfor pada daun manggis berdasarkan persentase hasil relatif, dikelompokkan statusnya ke dalam kategori status sangat rendah, rendah, dan sedang. Sementara itu, status tinggi dan sangat tinggi belum didapatkan pada penelitian ini (Gambar 2). Kategori status hara sangat rendah menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi hara P pada daun hanya mampu mendukung produksi lebih kecil dari 50%
potensi hasil (relative yield=% RY). Kategori status hara rendah menghasilkan 50-75% potensi hasil, kategori sedang menghasilkan 75-100% potensi hasil. Pengelompokan ini mirip dengan interpretasi nilai indeks tanah yang dilakukan oleh Dahnke dan Olson (1990). Kategori status hara P pada tanaman manggis memberikan makna dari nilai analisis daun, memprediksi respons tanaman manggis terhadap pemberian pupuk dan rekomendasi pemupukan berdasarkan pengelompokan status hara. Manfaat penetapan kategori respons tanaman terhadap 329
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 100
y = 2-833.4x2 + 531.73x + 0.4161 r = 0,713
Produksi relatif (Relative production), %
90 80 70 60 50 40 30 20
Sangat rendah (Very low)
10 0 0,05
Rendah (Low)
Sedang (Medium)
0,11
0,21
0,31
Konsentrasi P daun (Concentration of P in leaf), %
Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi P daun dengan produksi relatif berdasarkan model regresi kuadratik (Relationship between concentration of P in leaf and relative production based on quadratic regression model) nilai indeks tanah telah dilaporkan oleh Dahnke dan Olson (1990) dan Kidder (1993). Berdasarkan hasil analisis regresi pada Gambar 2, maka status konsentrasi P daun dapat dikelompokkan sebagai berikut. Konsentrasi P daun <0,11% berstatus sangat rendah, konsentrasi P daun berkisar 0,11-<0,21% berstatus rendah, dan konsentrasi P daun berkisar 0,21-0,31% berstatus sedang. Walaupun data konsentrasi P daun tidak ada yang mencapai 0,31% namun dengan mempergunakan persamaan model maka
status P daun dapat diprediksi. Dengan demikian, pada status P daun tanaman manggis sangat rendah dan rendah perlu dilakukan penambahan hara P untuk meningkatkan konsenrasi P daun, sehingga dapat mendukung produksi yang optimum. Untuk menaikkan konsentrasi P daun dari status sangat rendah (<0,11% ) menjadi status sedang (0,21-0,31%) perlu penambahan unsur hara melalui pemupukan. Jumlah pupuk yang harus diberikan agar status hara naik dari status sangat
0,3
tahun (year) II y = 0,0001x + 0,1 r = 0,993
Konsentrasi P daun (Concentration of P in leaf)
0,25 0,2
0,15 tahun (year) I y = 7E-05x + 0,078 r = 0,972
0,1
0,05 0
0
200
400
600
800
Dosis pupuk P (P2O5/tanaman/tahun) (P-dosages (P2O5/plant/year)), g
1000
1200
Gambar 3. Hubungan antara dosis fosfor dengan konsentrasi P daun selama 2 kali panen (Relationship between P-dosages and concentrations of P in leaf during twice harvest) 330
Liferdi, L.: Analisis Jaringan Daun sebagai Alat untuk Menentukan Status Hara Fosfor ... rendah menjadi status sedang belum diketahui. Untuk itu perlu pendekatan persamaan regresi dengan menghubungkan antara dosis pupuk P2O5 (g) dengan konsentrasi P daun (%) sebagai respons pemupukan. Hubungan antara dosis fosfor dengan konsentrasi P daun selama 2 kali panen disajikan pada Gambar 3.
mendapatkan produksi maksimum (23,80 kg) adalah 1.800 g P2O5 /tanaman/tahun, sedangkan pada tahun kedua, produksi maksimum 42,07 kg dibutuhkan dosis pupuk optimum sebesar 1.725 g P2O5/tanaman/tahun.
Dosis Pupuk Fosfor Optimum
Salah satu keuntungan menggunakan model regresi ialah dapat diprediksi kebutuhan pupuk optimum untuk mendapatkan buah yang maksimum meskipun data yang tersedia terbatas. Dosis pupuk P2O5 tertinggi diberikan hanya sampai 1.200 g/tanaman/tahun, tetapi bila ditingkatkan menjadi 1.725 g P2O5/tanaman/ tahun, maka diperkirakan akan diperoleh produksi yang maksimum. Pada Gambar 4 dosis optimum dan produksi maksimum tidak terlihat karena telah terjadi ekstrapolasi, yaitu perluasan data di luar data yang tersedia tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang ada. Oleh karena itu, pemberian pupuk fosfor perlu ditingkatkan menjadi 1.725 g P2O5/tanaman/tahun sehingga didapatkan produksi yang maksimum.
Untuk mengetahui kebutuhan dosis pupuk yang optimum agar tanaman dapat berproduksi secara maksimum, dapat dilihat dari model regresi kuadratik hubungan antara dosis pupuk dengan produksi sebagai respons pemupukan (Gambar 4). Berdasarkan model regresi kuadratik ini, dosis optimum pada tahun pertama, untuk
Dari kedua persamaan regresi kuadratik diketahui bahwa nilai r (0,558) pada tahun pertama lebih rendah daripada nilai r (0,856) pada tahun kedua. Semakin besar nilai r berarti model semakin mampu menerangkan hubungan antara dosis pupuk P dengan bobot buah/tanaman. Dari kedua persamaan regresi kuadratik tersebut juga
Berdasarkan persamaan dari model regresi pada Gambar 3, maka dapat diketahui bahwa setiap penambahan dosis pupuk P 1 g akan terjadi peningkatan konsentrasi P daun sebesar 0,000070,0001% atau terjadi rerata peningkatan sebesar 0,000085%. Untuk menaikan konsentrasi P daun dari status sangat rendah (<0,11%) menjadi status sedang (0,21-0,31%) pada tahun pertama dibutuhkan pupuk P2O5 sebesar 1.886-3.314 g, sedangkan pada tahun kedua dibutuhkan pupuk P2O5 sebesar 1.100-2.100 g, sehingga konsentrasi P daun menjadi sekitar 0,21-0,31% (status sedang).
Bobot buah/tanaman (Fruit weight/plant), kg
25 Tahun (Year) II y = -4E-06x2 + 0,0138x + 6,3629 r = 0,856
20 15 10
Tahun (Year) I y = -2E-06x2 + 0,0072x + 4,3584 r = 0,558
5 0
0
200
400
600
800
900
1000
1200
Dosis pupuk P (P2O5/tanaman/tahun) (P-dosages (P2O5/plant/year)), g
Gambar 4. Hubungan antara dosis fosfor dengan bobot buah selama 2 kali panen (Relationship between P-dosages and fruit weight during twice harvest)
331
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 diketahui bahwa terjadi penurunan kebutuhan pupuk fosfor sebanyak 75 g P2O5 dibandingkan tahun pertama. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan efek residu pemupukan dari tahun pertama. Tanaman manggis yang digunakan tidak dipelihara secara intensif dan usaha pemupukan jarang dilakukan. Karena tanaman manggis tidak pernah mendapatkan hara di sekitar top soil, maka sistem perakaran menjadi terlalu dalam. Akibatnya sebagian hara yang diberikan pada daerah top soil (berkisar 20-30 cm dari permukaan tanah), tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena belum mencapai perakaran. Oleh karena itu, pada tahun kedua pupuk P yang dibutuhkan tidak sebanyak tahun pertama. Rekomendasi pemberian unsur hara yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi secara optimal. Walaupun biaya untuk analisis hara cukup tinggi, hal ini dapat ditutupi dengan peningkatan hasil dan kualitas buah serta menghindari pemborosan akibat kelebihan pupuk. Selanjutnya penambahan pupuk hanya diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, di luar kemampuan tanah untuk menyediakannya (Olson et al. 1982). KESIMPULAN 1. Model regresi yang terbaik berdasarkan data yang tersedia antara konsentrasi P daun umur 5 bulan dengan produksi ialah kuadratik. 2. Status konsentrasi P daun mempergunakan model kuadratik dapat dikelompokkan ke dalam <0,11% tergolong sangat rendah, 0,11%-<0,21% tergolong rendah, dan 0,21<0,31% tergolong sedang. 3. Untuk meningkatkan konsentrasi P daun dari status sangat rendah menjadi status sedang (0,21-0,31%) pada tahun pertama dibutuhkan pupuk P2O5 sebesar 1.886-3.314 g, sedangkan pada tahun kedua dibutuhkan pupuk P2O5 sebesar 1.100-2.100 g. 4. Untuk mendapatkan produksi maksimum dengan kondisi status hara P sangat rendah pada tahun pertama, dibutuhkan dosis pupuk optimum P2O5 yaitu 1.800 g/tanaman/ tahun, sedangkan pada tahun kedua, untuk mendapatkan produksi maksimum dibutuhkan 332
dosis optimum pupuk P2O5, yaitu sebesar 1.725 g/tanaman/tahun. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh Program Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, IPB serta Kementrian Negara Riset dan Teknologi atas fasilitas dan bantuan dananya. PUSTAKA 1. Dahnke, W.C. and R.A. Olson. 1990. Soil Test Correlation, Calibration and Recommendation. Soil Sci. Soc. Amer. Madison. Wis. p. 45-71. 2. Embleton, T.W., W.W. Jones, C.K. Lebanauskas, and W. Reuther. 1973. Leaf Analysis as a Diagnostic Tool and Guide to Fertilization in W. Reather (Ed). The Citrus Industry. Rev. ed.. Univ. Calif. Barkely Agr. Sci. 3:183210. 3. Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plant. Alih bahasa. Susilo H. 1991. UI Press. Jakarta. 455 Hlm. 4. Goldschmidt, E.E. and A. Golomb. 1982. The Carbohydrate Balance of Alternate-bearing Citrus Tress and the Significance of Reserves for Flowering and Fruiting J. Amer. Soc. Hort. Sci. 107:206-208. 5. Hochmuth, G.J., E.A. Hanion, and J. Cornell. 1993. Watermelon Phosphorus Requirements in Soil with Low Mehlich-I-extractable Phosphorus. HortSci. 28(6):630632. 6. Indriyani, N.L.P., S. Lukitariati, Nurhadi, dan M. Jawal. 2002. Studi Kerusakan Buah Manggis Akibat Getah Kuning. J. Hort. 12(4):276-283. 7. Kidder, G. 1993. Methodology for Calibrating Soil Test. Florida Proc. Soil and Crop Sci. Soc. 52:70-73. 8. Leece, D.R. 1976. Diagnosis of Nutritional Disorder of Fruit Trees by Leaf and Soil Analysis and Biochemical Indices. J. Aust Inst. Sci. 42:3-19. 9. Liferdi, R. Poerwanto, dan L.K. Darusman. 2000. Studi Fenofisiologi Rambutan (Nephelium lappaceum L). Comm. Ag. 5(2):44-52. 10. _________________________________. 2006. Perubahan Karbohidrat dan Nitrogen Empat Varietas Rambutan. J. Hort. 16(2):134-141. 11. _______________, A.D. Susila, K. Idris, dan I.W. Mangku. 2008. Korelasi Kadar Hara Fosfor Daun dengan Produksi Tanaman Manggis. J. Hort. 18(3):283-292. 12. Lozano, F.C. 1990. Soil and Plant Analysis: A Diagnostic Tool for Nursery Soil Management, in Planting Stock Production Technology. Training Course Proc. 1:4556.
Liferdi, L.: Analisis Jaringan Daun sebagai Alat untuk Menentukan Status Hara Fosfor ... 13. Olson, R.A, K.D. Frank, and P.H. Grabouski. 1982. Soil Testing Philosophies, Consequences of Varying Recommendations. Crops and Soils Magazine. Madison, Wisconsin. 3:65-69. 14. Poovarodom, S., N. Tawinteung, S. Mairaing, J. Prasittikhet, and P. Ketsayom. 2000. Seasonal Variations in Nutrient Concentrations of Durian (Durio zibethinus Murr.) Leaves. Acta Horticulturae. 564:235-242. 15. _____________, P. Kanyawonga, P. Lertrat, and N. Boonplang. 2002. Leaf Age and Position on Mineral Composition of Mangosteen Leaves. 17 th WCSS Symposium Proc. 16:14-21 16. Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology, Second Edition. Wadsworth Publishing Co. Inc. Belmont, California. 422 p.
17. Shear, C.B. and M. Faust. 1980. Nutritional Ranges in Deciduous Tree Fruits and Nut. Horticultural Review 2:142-163. 18. Smith, P.F. 1962. Mineral Analysis in Plant Tissue. Annu. Rev. Plant Physiol. 13:81-108. 19. Terry, N. and A. Ulrich. 1993. Effect of Phosphorus Deficiency on the Photosynthesis and Respiration of Leaves in Sugar Beet. Plant Physiol. 51:43-47. 20. Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer 4th Ed. Macmillan Publishing, New York. 657 p. 21. Yoshida, S., D.A. Forno, J.H. Cock, and K.A. Gomez. 1972. Laboratory Manual for Physiological Studies of Rice. Second Edition. Los Banos. IRRI, Laguna, Philippines. 70 p.
333