i
ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
ANNISA KARIMA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Intervensi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Inflasi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Annisa Karima NIM H14100050
ii
ABSTRAK ANNISA KARIMA. Analisis Intervensi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Inflasi di Indonesia. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM. Analisis Intervensi adalah analisis data time series yang digunakan untuk mengeksplorasi dampak dari kejadian-kejadian eksternal maupun internal terhadap variabel yang menjadi objek pengamatan. Kebijakan kenaikan harga BBM diduga mengubah pola pergerakan tingkat inflasi di Indonesia secara signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memodelkan tingkat inflasi di Indonesia dengan adanya kebijakan perubahan harga BBM dengan menggunakan model ARIMA dengan memperhitungkan keberadaan intervensi, menganalisis seberapa lama perubahan inflasi berlangsung jika terdapat intervensi kenaikan harga BBM, serta meramalkan nilai inflasi di waktu berikutnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi pada bulan ke-t dipengaruhi oleh intervensi kenaikan harga BBM bulan t, intervensi pada bulan t-1, kesalahan pada bulan ke-t, dan kesalahan pada bulan ke t-1. Adapun analisis terhadap pola pergerakan nilai inflasi akibat intervensi kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa kebijakan perubahan harga BBM langsung direspon oleh kenaikan tingkat inflasi. Temuan terakhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan antara nilai inflasi hasil ramalan dari bulan September 2013 hingga bulan Juli 2014 dengan nilai inflasi aktual, tidak signifikan. Kata kunci: analisis intervensi, Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), bahan bakar minyak (BBM), inflasi.
ABSTRACT ANNISA KARIMA. Intervention Analysis of Fuel Price Increase on Inflation in Indonesia. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM. Intervention analysis is the analysis of time series data which is used to explore the impact of external and internal events toward object of observation variable. The policy to increase fuel price is suspected to significantly change movement patterns of Indonesian inflation rate. Therefore, this research aims to model the inflation rate in Indonesia toward the policy changes in fuel price using ARIMA model by considering the presence of the intervention, analyzing how long the inflation lasts if there was interference of fuel price increase, and predicting the value of inflation in the future. The results of this research show that inflation at t-month is affected by the intervention of fuel price increase in month t, intervention in month t-1, the error in month t, and the error in month t-1. Moreover, analysis on the movement pattern of inflation value toward intervention of fuel price increase shows that the policy of changing fuel price directly responded by the increase of inflation rate. The last finding of this research shows that the difference between the inflation value from forecast results from September 2013 to July 2014, with the actual inflation value, is not significant. Keywords: Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), fuel, inflation, intervention analysis.
iv
ANALISIS INTERVENSI KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
ANNISA KARIMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
vi
PRAKATA Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunianyaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini dengan judul Analisis Intervensi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Inflasi di Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku pembimbing sehingga penelitian saya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu saya juga selaku dosen yang sudah membantu dan membimbing dalam penelitian saya, ayah, adik, kakak serta seluruh keluarga. Kemudian teman-teman se-bimbingan yang selalu membantu jika ada kekurangan dalam skripsi saya. Saudara-saudara saya, D35 yang sudah memberikan banyak pelajaran berharga, Masyithoh, Trisa, Triana, Lia, Tisa, Vina, Astika, dan seluruh keluarga ESP 47 terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Annisa Karima
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
12
Jenis dan Sumber Data
12
Prosedur Analisis Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Hasil
14
Pembahasan
14
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
34
viii
DAFTAR TABEL 1 Nilai lambda dan transformasi 2 Kenaikan harga BBM selama kurun waktu Jan 2003-Agus 2013 3 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller data inflasi Indonesia pre intervensi 4 Hasil Uji Audmented Dickey Fuller data inflasi Indonesia pre intervensi yang telah differencing dua kali dan telah ditransformasi 5 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0) 6 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1) 7 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1) dengan intervensi berorde b=0, s=12, r=0 8. Efek intervensi terhadap inflasi 9. Perbandingan nilai inflasi ramalan dan nilai inflasi aktual
8 14 16 19 19 19 22 23 24
DAFTAR GAMBAR 1 Inflasi di Indonesia bulan Januari 2003 sampai bulan Agustus 2013 2 Inflasi bulan Januari 2003 sampai bulan September 2005 (data pre intervensi 3 Plot ACF data inflasi pre intervensi sebelum proses differencing 4 Plot PACF data inflasi pre intervensi sebelum proses differencing 5 Uji Box-Cox Plot 6 Plot ACF data inflasi setelah transformasi dan differencing dua kali 7 Plot PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing dua kali 8 Plot sisaan model uji Kolmogorov Smirnov ARIMA (0,2,1) 9 Plot data inflasi aktual dan nilai dugaan dengan model ARIMA (0,2,1) 10 Plot sisaan model ARIMA (0,2,1) 11 Plot sisaan untuk model dugaan intervensi ARIMA (0,1,1) dengan orde b=0, s=12, r=0 12 Plot pola data inflasi aktual dengan nilai dugaanya dengan model intervensi ARIMA (0,2,1) berorde b=0, s=12, r=0
14 15 16 16 17 18 18 20 20 21 23 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Inflasi Januari 2003 – Agustus 2013 2 Plot ACF dan PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing satu kali, hasil uji Audgmented Dickey Fuller data inflasi Indonesia pre intervensi yang telah differencing dan telah ditransformasi, estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,1,1), ARIMA (1,1,0), ARIMA (1,1,1) 3 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0), ARIMA (1,2,1), ARIMA (1,1,1) 4 Model intervensi ARIMA (0,2,1) dengan orde b=1, s=0, r=4 dan dengan orde b=0, s=0, r=4
27
29 31 32
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tingkat inflasi pada masa orde baru di Indonesia cukup stabil karena adanya peran aktif pemerintah. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mulanya merupakan sumber utama kenaikan peredaran uang dapat dialihkan menjadi surplus. Namun di sisi lain, kenaikan peredaran uang menyebabkan naiknya tingkat inflasi. Pada akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi rata-rata per tahun mulai mengalami kenaikan walaupun masih tergolong ringan, yaitu kurang dari 10%. Pada tahun 1993-1995, negara-negara ASEAN seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia memiliki tingkat inflasi rata-rata per tahun sebesar 3.5%. Sebaliknya, Indonesia memiliki tingkat inflasi rata-rata per tahun tertinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya yaitu sebesar 9.2%. Laju inflasi pada tahun 1998-1999 meningkat tajam hingga mencapai 45.9%. Hal tersebut terjadi akibat adanya krisis moneter yang ditunjukkan dengan melemahnya nilai tukar rupiah dimana US$ 1 mencapai Rp 11,591. Inflasi adalah proses menurunnya nilai uang riil dan meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus. Faktor-faktor penyebab inflasi dapat dilihat dari sisi permintaan dan penawaran. Inflasi pada sisi permintaan dapat disebabkan oleh pergerakan nilai tukar, suku bunga, kuantitas jumlah uang yang beredar, dan pengeluaran pemerintah, sedangkan inflasi pada sisi penawaraan dapat diakibatkan oleh adanya pergerakan harga minyak, upah minimum tingkat provinsi, dan biaya produksi (Chowdhury, 2001). Pada tahun 2001, kebijakan pemerintah menaikkan harga barang dan jasa seperti listrik, air minum, rokok, upah minimum tenaga kerja swasta, gaji pegawai negeri, dan bahan bakar minyak (BBM) memberikan tambahan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 3.83% (BPS, 2014) sehingga menyebabkan naiknya tingkat inflasi. Dengan adanya kenaikan tingkat inflasi, diperlukan solusi dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut agar perekonomian di Indonesia stabil kembali. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) ditugaskan mengambil kebijakan agar dapat menstabilkan inflasi kembali. Kebijakan yang dilakukan BI salah satunya adalah menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen operasi pasar terbuka. Seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya inflasi adalah meningkatnya harga BBM. Meningkatnya harga BBM berdampak pada naiknya transportation cost dan harga kebutuhan pokok yang berbanding lurus terhadap tingginya tingkat inflasi. Selama ini pemerintah memberikan subsidi BBM agar masyarakat menengah ke bawah dapat turut menggunakan BBM. Namun beberapa tahun terakhir, pemerintah mulai menerapkan kebijakan pengurangan subsidi BBM. Biaya APBN terkait kemudian dialokasikan ke dalam program jaminan sosial masyarakat miskin untuk mencapai target pengurangan kemiskinan nasional. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM dapat mengintervensi tingkat inflasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis intervensi untuk meramalkan tingkat inflasi jika terjadi perubahan harga BBM. Permasalahannya adalah seberapa besar dan seberapa lama pengaruh kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM mempengaruhi tingkat inflasi.
2 Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian kali ini akan diprediksi berapa lama dan berapa besar dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Model time series yang paling sering digunakan untuk meramalkan data time series adalah model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) (Bowerman dan O’Connell, 1995; Makridakis et al., 1998). Syarat model ARIMA di antaranya adalah setiap data time series diasumsikan stasioner dalam nilai ratarata dan ragam. Namun pada kenyataannya, data time series sering mengalami perubahan pola nilai rata-rata yang signifikan akibat munculnya suatu intervensi yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam dan/atau luar yang mempengaruhi pola data. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan model intervensi yang merupakan pengembangan dari model ARIMA. Perumusan Masalah Data inflasi mempunyai sifat yaitu bersifat time series, maka penelitian ini membutuhkan analisis time series. Salah satu analisis time series adalah model intervensi, dalam model intervensi terdapat model ARIMA, model ARIMA seringkali diaplikasikan dalam peramalan data time series. Prosedur Box-Jenkis merupakan prosedur standar yang banyak digunakan untuk mendapatkan model ARIMA yang sesuai pada suatu data time series (Suhartono, 2013). Prosedur BoxJenkis memiliki 4 tahapan yang terdiri dari indentifikasi, estimasi parameter dan uji signifikansi, cek diagnosa, dan peramalan. Pada beberapa peristiwa ditemui data time series yang mengalami perubahan struktural (Enders, 2003). Perubahan pada peristiwa tersebut biasanya diakibatkan oleh intervensi, dapat berupa faktor internal ataupun eksternal. Adanya suatu intervensi ini menyebabkan pola data berubah secara drastis. Kenaikan harga BBM merupakan salah satu bentuk intervensi yang mengakibatkan tingginya tingkat inflasi. Inflasi adalah contoh peristiwa yang disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah. Salah satu permasalahan penting dari peristiwa tersebut adalah bagaimana memodelkan tingkat inflasi di Indonesia jika diberlakukan kebijakan kenaikan harga BBM. Pergolakan tingkat inflasi karena adanya kenaikan harga BBM, dimana dalam sebuah data time series penggunaan ARIMA saja kurang memberikan hasil yang akurat. Oleh sebab itu untuk memperkuat hasil yang lebih akurat penelitian ini akan menggunakan model intervensi. Model intervensi dapat berupa fungsi step dan fungsi pulse. Fungsi Step adalah bentuk intervensi yang terjadinya dalam kurun waktu yang panjang. Sedangkan Fungsi pulse adalah bentuk intervensi yang terjadinya hanya dalam waktu tertentu (Suhartono, 2013). Pada kasus ini BBM terjadi pada interval waktu, dapat diartikan jika terjadinya dalam kurun waktu yang panjang, sehingga pada kasus ini fungsi yang lebih tepat digunakan adalah fungsi step. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah memodelkan tingkat inflasi dengan adanya kenaikan harga BBM di Indonesia dengan menggunakan model intervensi, menganalisis seberapa lama perubahan inflasi
3 berlangsung jika terdapat intervensi kenaikan harga BBM, dan meramalkan nilai inflasi di waktu berikutnya. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan peneliti lain sehingga dapat memberikan tambahan pengetahuan akademis tentang penerapan analisis intervensi kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Kemudian bagi pemerintah, penelitian ini berguna untuk mengambil kebijakan secara tepat jika terjadi permasalahan dalam kenaikan harga BBM dan mampu mengatasi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM.
TINJAUAN PUSTAKA Inflasi Inflasi dalam Ilmu ekonomi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, tarikan permintaan (demand pull inflation) yang dapat menyebabkan berlebihnya likuiditas di pasar sehingga konsumsi masyarakat meningkat, kemudian desakan biaya (cost push inflation) (Barro, 1997). Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%— 30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi 1. Hubungan Inflasi dan Nilai Tukar Perubahan nilai tukar rupiah berpengaruh nyata dan menjadi determinan penting terhadap laju inflasi di Indonesia (Zainusyukur, 2005). Jika nilai tukar rupiah melemah maka biaya barang-barang impor akan meningkat. Melemahnya nilai mata uang disebut depresiasi. Kemudian jika harga barang impor untuk bahan baku tinggi maka biaya produksi dalam negeri akan ikut meningkat. Sehingga ketika nilai tukar terdepresiasi, maka nilai inflasi akan meningkat. 2. Hubungan Inflasi dan Harga Minyak Dunia Menurut Blanchard dalam Purwanti (2011), mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dapat dijelaskan melalui model mark-up. Mark-up theory memperlihatkan perusahaan dan serikat buruh meningkatkan harga dan upah sebesar kenaikan harga dalam biaya produksi dan biaya hidup (Kennedy, 1975). Ketika minyak dunia mengalami kenaikan harga maka perusahaan akan merespon dengan ikut menaikan harga bahan bakar minyak. Serikat buruh akan menawar untuk menaikan upah sebesar kenaikan harga ditambah kenaikan harga dari biaya hidup. Kenaikan upah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi, maka perusahaan akan menaikkan harga output
4 barang dan jasa ditambah persentasi mark-up untuk menjaga posisi keuntungan dari kenaikan harga produksi (Hani, 2014). 3. Hubungan Inflasi dan Harga Pangan Menurut Braun (2008) kenaikan pada harga pangan dapat meningkatkan inflasi dan ketidakseimbangan makroekonomi. Beberapa negara khususnya di negara berkembang yang masih bergantung pada sektor pertanian, perubahan harga pangan dapat mempengaruhi tingkat inflasi. Hal tersebut dapat terjadi karena harga pangan terhadap indeks harga konsumen memiliki kontribusi yang tinggi pada Negara berpendapatan menengah dan rendah (Pourroy, Mark,et al.,2012) 4. Hubungan Inflasi dan Administered Price Administered Price adalah harga barang jasa yang diatur oleh pemerintah. Seperti pada kasus 2001, pemerintah mengambil kebijakan dalam menaikkan harga-harga barang dan jasa, contohnya seperti menaikkan harga listrik, air minum, rokok, upah minimum tenaga kerja swasta, gaji pegawai negeri, dan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dapat meningkatkan laju inflasi. Sumber Inflasi (Sukirno, 2008) 1. Inflasi Permintaan (Demand-Pull Inflation) Jenis inflasi ini biasa dikenal sebagai Philips Curve inflation, yaitu inflasi yang dipicu oleh interaksi permintaan dan penawaran domestik jangka panjang. contohnya jika terjadi peningkatan permintaan masyarakat atas barang (peningkatan aggregate demand). Contoh lainnya yaitu bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah. 2. Inflasi Penawaran (Cost-Push Inflation) Inflasi penawaran ini dapat juga disebut supply-shock inflation. Inflasi penawaran disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi dan menurunnya jumlah produksi. Seperti kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, contohnya seperti kenaikan bahan bakar minyak. Analisis Time series Analisis time series adalah ramalan pada suatu kejadian di masa datang atas dasar serangkaian dari data masa lalu, yang merupakan hasil observasi berbagai variabel menurut waktu dan digambarkan dalam bentuk grafik yang menunjukkan perilaku variabel subjek (Wei, 2006). Asumsi yang penting yang harus dipenuhi dalam memodelkan runtun waktu adalah stasioner, artinya nilai bergerak hanya di sekitar nilai tertentu. Apabila asumsi stasioner belum terpenuhi maka deret belum dapat dimodelkan. Namun, deret yang nonstasioner dapat ditransformasikan menjadi deret yang stasioner.
5 Stasioneritas Stasioner adalah hukum probabilitas mengharuskan proses tidak berubah sepanjang waktu, dengan kata lain proses dalam keadaan setimbang secara statistik (Cryer, 1986). Model time series seperti Autoregressive (AR), Moving Average (MA), dan Autoregressive Moving Average (ARMA) untuk model yang sudah stasioner di level atau dapat disebut data asal. Sedangkan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang memerlukan proses differencing agar data tersebut dapat dikatakan stasioner. Menguji stasioneritas salah satunya menggunakan uji akar unit yang dikembangkan oleh Dicky Fuller sehingga uji tersebut juga dapat dinamakan Dicky Fuller Test. Berikut persamaanya: …(1) = nilai inflasi pada bulan ke-t = nilai kesalahan pada saat t
Ket:
dan hipotesis: H0: =1 (series memiliki akar unit, data tidak stasioner) H1: ≠1 (series tidak memiliki akar unit, data stasioner) Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) Hal pertama untuk menguji stasioner atau tidaknya suatu data yaitu menggunakan uji Augmented Dickey Fuller. Hal tersebut dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel sekarang dengan variabel sebelumnya. Pada Correlogram terdapat 2 fungsi yaitu Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF). Dalam suatu proses stasioner {Yt}, diketahui bahwa 2 mean E(Yt )=µ dan varians var(Yt)=E = dimana nilai mean dan varians tersebut konstan (Wei, 2006). Persamaan dari kovarians antara {Yt} dengan {Yt+k} adalah: …(2)
= sedangkan fungsi autokorelasi diberikan oleh corr( ±2 , dan seterusnya dimana: corr(
( √
)
untuk k = 0, ±1,
…(3)
√
dengan merupakan fungsi autokovarians. Besaran statistik lain yang diperlukan dalam analisis time series adalah fungsi autokorelasi parsial (PACF) yang berguna untuk mengukur keeratan hubungan antara pasangan data Yt dengan Yt+k setelah pengaruh dari variabel Yt+1, Yt+2, …, Yt+k-1 dihilangkan. PACF didefinisikan sebagai:
6
1 2 1 1 1 1 k 2 k 3 = k 1 1 2 1 1 1 1 k 1 k 2 k 3
k 2 k 3
1 2
1 k 1 k 2 1 k 3 2 1
1
…(4)
dimana adalah autokorelasi parsial (Wei, 2006). Nilai estimasi dari ̂ dapat diperoleh dengan mengganti dengan ri atau dengan menggunakan persamaan, yaitu:
̂
∑
̂
∑
̂
dimana, ̂ = ̂
…(5) ̂ ̂
untuk j = 1,2,..,k-1
Model-Model Time Series Stasioner Berikut adalah model-model time series menurut Makridakis (1999): 1) Model Autoregressive (AR) Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p AR(p) …(6) dimana:
= konstanta parameter autoregresif ke-p = nilai kesalahaan pada saat t
2) Model Moving Average Model (MA) Bentuk umum model moving average ordo q MA(q) …(7) dimana:
= konstanta = parameter-parameter moving average = nilai kesalahaan pada saat t-q
7 3) Model Autoregressive Moving Average (ARMA) …(8) dimana:
= konstanta = parameter autoregresif ke-p = parameter-parameter moving average = nilai kesalahaan pada saat t = nilai kesalahaan pada saat t-q
4) Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ∑ dimana:
∑
…(9)
= konstanta = parameter autoregresif ke-p = nilai kesalahaan pada saat t = parameter-parameter moving average
Prosedur Box-Jenkins ARIMA dikenalkan oleh Box-Jenkins, dimana prosedurnya digunakan untuk memilih model ARIMA yang sesuai pada data time series. Prosedur ini memiliki empat tahapan (Makridakis, 1999): 1. Identifikasi Model Identifikasi Model ARIMA dapat dilakukan dengan Plot data dan Correlogram. Correlogram terdapat plot ACF dan plot PACF. Plot ACF dan PACF digunakan untuk menentukan orde p dan orde q dari model ARIMA (p,d,q) 2. Pendugaan parameter Metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter yaitu dapat menggunakan metode moment, metode least squares (Conditional Least Squares), metode maximum likelihood estimation, metode unconditional least squares, dan metode nonlinear estimation. Pada software Eviews terdapat pula cara untuk melihat pendugaan parameter. 3. Cek Diagnosa Uji untuk memeriksa kesesuaian model yaitu salah satunya menggunakan uji White-Noise. Pada uji asumsi White-Noise residual bersifat white noise menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antar residual dengan mean sama dengan nol dan variance konstan. Uji hipotesis yang digunakan adalah: H0 : H1 :
=0 ≠0 ; k=1,2,..
8 Statistik uji yang digunakan adalah : ∑
̂ 2k
…(10)
Dengan ̂ k menunjukkan ACF residual pada lag ke-k dan n adalah dimana banyaknya residual. Kriteria pengujian H0 ditolak jika Q > m adalah jumlah parameter AR atau MA dapat pula dengan menggunakan pvalue <α (Wei, 2006). 4. Peramalan Tahapan terakhir dari analisis time series adalah peramalan, untuk dapat menemukan suatu nilai ramalan, dapat digunakan nilai harapan/ekspektasi bersyarat. Transformasi Box-Cox Transformasi Box-Cox adalah salah satu model untuk proses stasioneritas data dalam varian yang dikenalkan oleh Box-Cox (Wei, 2006). Transformasi Box-Cox dirumuskan sebagai berikut: Z t 1 , 0 T (Zt ) ln Z , 0 t …(11) Notasi melambangkan parameter transformasi. Setiap nilai mempunyai nilai transformasi yang berbeda. Transformasi dilakukan jika belum diperoleh =1 yang artinya data telah stasioner dalam varian. Berikut nilai nilai beserta transformasinya: Tabel 1 Nilai lambda dan transformasi Transformasi -1 1/ Z t -0.5 1/√ Z t 0
ln Z t
0.5
√ Zt
1
Zt
Akaike’s Information Criterion (AIC) AIC adalah salah satu kriteria dalam pemilihan model yang dapat digunakan dalam menentukan model terbaik (Bozdogan, 2000) . Model dikatakan baik jika memiliki nilai AIC yang kecil. Semakin kecil nilai AIC maka semakin baik modelnya. Rumus AIC sebagai berikut: AIC ln 2
2 r n
…(12)
9
Keterangan,
ln
n r
2
: logaritma natural : residual dari jumlah kuadrat dibagi n : banyaknya pengamatan : jumlah parameter pada model ARIMA
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Mean absolute percentage error (MAPE) adalah ukuran ketepatan peramalan yang dihitung dengan menggunakan nilai statistik. MAPE digunakan setelah melakukan peramalan. MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah (Soepeno, 2012). Secara matematis MAPE dinyatakan sebagai berikut: n Y Yˆ
MAPE
i 1
i
i
Yi n
100%
…(13)
dengan Yi adalah nilai pengamatan pada waktu ke-i dan Yˆi adalah nilai ramalan pada waktu ke-i. Nilai MAPE yang kecil menunjukkan bahwa data hasil ramalan mendekati nilai aktual. Penelitian Sebelumnya Penelitian Nuvitasari (2009) yang berjudul Analisis Intervensi Multi Input Fungsi Step dan Pulse untuk Peramalan Kunjungan Wisatawan ke Indonesia, membahas tentang kajian secara teoritis dan terapan tentang intervensi multi input. Pada bagian kajian terapan dilakukan untuk memodelkan kunjungan wisatawan mancanegra ke Indonesia melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Ngurah Rai, Batam, dan Bandara Polonia dengan variabel intervensi krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step), Bom Bali I (fungsi pulse I) dan Bom Bali II (fungsi pulse II). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh kejadian-kejadian intervensi tersebut berbeda pada tiap pintu masuk. Kemudian penelitian Aritara (2011) yang berjudul Analisis Intervensi Fungsi Step pada Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terhadap Besarnya Pemakaian Listrik, membahas tentang dampak kebijakan pemerintah dengan menaikkan TDL pada bulan Juli 2010. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa dengan menaikkan TDL, besar pemakaian listrik menjadi konstan. Kemudian penelitian Hukari (2009) yang berjudul Analisis Model Intervensi perubahan Harga BBM terhadap Data IHK Transportasi Kota Serang/Cilegon Provinsi Banten, membahas tentang kegiatan transportasi sangat tergantung dengan bahan bakar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis yang memanfaatkan perubahan nilai berdasarkan deret waktu. Analisis time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis intervensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa
10 Setiap kenaikan atau penurunan harga BBM pada bulan tertentu akan langsung direspon oleh IHK transportasi pada bulan itu juga. Penelitian selanjutnya yaitu Suhartono (2013) yang berjudul Analisis Intervensi sebagai Model Statistik untuk Evaluasi Dampak Suatu Bencana. Model intervensi diaplikasikan untuk mengevaluasi dampak bencana pada dua kasus nyata di Indonesia, yaitu dampak lumpur Lapindo terhadap volume kendaraan di jalan tol dan dampak Bom Bali terhadap jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Hasil dari kajian empirik pada dua studi kasus ini menunjukkan bahwa model intervensi terbukti dapat menjelaskan secara tepat besarnya dan lamanya dampak suatu data runtun waktu. Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis mengenai intervensi kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap inflasi. Alur dari kerangka pemikiran ini adalah diawali kenaikan inflasi yang diduga karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa kenaikan harga BBM mempengaruhi kenaikan inflasi maka digunakan model intervensi. Tahap pertama untuk membentuk model intervensi adalah membentuk model ARIMA. Untuk membentuk model ARIMA diperlukan data inflasi sebelum terjadinya kenaikan inflasi yang signifikan. Di mana pada penelitian ini data di ambil mulai pada Bulan Januari 2003-September 2005 yang dapat disebut juga dengan data pre intervensi. Setelah model ARIMA terbentuk, kemudian membentuk model intervensi. Model intervensi awalnya dapat dilihat dari plot sisaan model ARIMA, dengan menganalisis plot model ARIMA, dapat menduga orde dari model intervensi. Setelah menduga nilai orde model intervensi, maka diperlukan uji estimasi parameter dan uji signifikansi. Jika orde yang diduga sudah di uji dan hasil sudah signifikan maka model intervensi dapat diperoleh. Jika sudah mendapatkan model intervensi maka dapat dilihat seberapa besar kenaikan harga BBM dengan dilakukan perhitungan secara manual yaitu dengan menghitung nilai ramalan pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan model ARIMA tanpa intervensi dan dengan intervensi. Analisis model intervensi dapat menunjukkan hasil peramalan besarnya nilai inflasi untuk waktu berikutnya. Pada penelitian ini waktu yang digunakan adalah bulan Januari 2003-Agustus 2013. Besar hasil peramalan untuk waktu berikutnya menggunakan bulan September 2013-Juli 2014. Hasil dugaan nilai inflasi untuk bulan September 2013-Juli 2014 dapat disamakan dengan data inflasi aktual.
11
Langkah-langkah pengolahan data dituliskan dalam tahapan berikut ini: Model pre-intervensi
Tahap identifikasi ARIMA (identifikasi model sementara)
Tidak
Tahap estimasi (estimasiYa parameter model)
Tahap Diagnostic Check (Verifikasi apakah model sesuai?)
Tahap identifikasi intervensi (Identifikasi orde b, s dan r) Ya Tahap estimasi (Estimasi parameter model intervensi)
Ganti parameter yang tidak signifikan melalui pola ACF residual
Tahap Diagnostic Check 1 Apakah parameter signifikan?
Peramalan
12 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yang didapat dari dua sumber yaitu data harga bahan bakar minyak yang bersumber dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedangkan data tingkat inflasi berasal dari Bank Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series bulanan yaitu dari Januari 2003-Agustus 2013. Pengolahan data dilakukan dengan software untuk membantu dalam mengolah data inflasi, yaitu dengan menggunakan Minitab, Eviews 6, dan statistical analysis system (SAS). Metode analisis yang digunakan adalah analisis Ekonometrika yaitu analisis yang menggunakan model statistik dalam menjelaskan perilaku ekonomi (Juanda 2009). Penelitian ini akan menggunakan metode time series seperti ARIMA dan model Intervensi. Pemilihan metode ini didasarkan pada data dan informasi yang diperoleh. Prosedur Analisis Data Metodologi analisis untuk mencapai tujuan penelitian dijabarkan sebagai berikut: 1. Menentukan Model terbaik ARIMA 2. Mengkaji prosedur pembentukan model intervensi 3. Menerapkan prosedur tersebut untuk mencari model intervensi. Dalam hal ini variabel intervensi adalah bahan bakar minyak (BBM) 4. Meramalkan tingkat inflasi
Model-model Analisis Model Intervensi Model intervensi adalah suatu model analisis data time series yang digunakan untuk mengeksplorasi dampak dari kejadian-kejadian eksternal yang diluar dugaan terhadap variabel yang menjadi objek pengamatan (Suhartono, 2013). Bentuk umum model intervensi terdiri dari model ARIMA dan fungsi dari suatu variabel prediktor (Suhartono, 2013). Pada dasarnya terdapat dua fungsi dalam model intervensi yaitu fungsi step dan fungsi pulse. Fungsi pulse adalah bentuk intervensi yang terjadinya dalam waktu kurun waktu tertentu, sedangkan fungsi step yaitu bentuk intervensi yang terjadinya dalam waktu yang panjang. Pada penelitian ini menggunakan fungsi step, dimana kasus kenaikan harga BBM berdampak cukup lama terhadap tingkat inflasi yang tinggi. Model Intervensi mempunyai 3 identifikasi dalam bentuk orde yaitu orde (b, s, r). Orde b merupakan waktu mulai terjadinya dampak dari intervensi, naik turunya plot data dapat dilihat pada saat atau sebelum intervensi. Orde s diperoleh dari melihat grafik residual, sedangkan orde r menunjukan pola data. Bentuk model intervensi terdiri dari model ARIMA dan fungsi dari model intervensi. Seringkali data time series dipengaruhi kejadian-kejadian khusus. Kejadian khusus dapat berupa faktor
13 internal dan eksternal. Pada kasus penilitian ini, kejadian bersifat eksternal. Bentuk umum dari model intervensi adalah (Wei, 2006): …(14) Ket:
= variabel respon pada waktu t = koefisien dari orde s = koefisien dari orde r = koefisien dari orde b = variabel intervensi pada waktu t, bernilai 1 atau 0 yang menunjukkan ada tidaknya pengaruh intervensi pada waktu t = error/noise yang mengikuti model ARIMA tanpa pengaruh intervensi b = delay waktu mulai terjadinya efek intervensi = =
Kejadian intervensi fungsi step adalah kejadian intervensi yang memberikan dampak terhadap data sejak terjadinya intervensi tersebut dan seterusnya dalam waktu yang panjang. Pada umumnya bentuk intervensi mempunyai 2 fungsi yaitu fungsi step dan pulse, di mana fungsi pulse adalah suatu bentuk intervensi yang terjadinya hanya dalam suatu waktu tertentu (Suhartono, 2013). Penerapan variabel intervensi ke dalam model ARIMA dilakukan dengan memasukkan variabel dummy ke dalam model (Hukari, 2009). Variabel dummy untuk intervensi fungsi step dinotasikan sebagai berikut (Wei, 2006): { Dimana,
sebelum waktu T ; setelah waktu T T = waktu terjadinya intervensi
Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ARIMA (p,d,q) adalah model campuran dari AR dan MA yang menggunakan p sebagai nilai lag dependen, d sebagai tingkat proses differencing dan q sebagai lag residual. Model ARIMA dilakukan pada data yang differencing sehingga data menjadi stasioner. ∑
∑ …(15)
dimana:
= konstanta = parameter autoregresif ke-p = nilai kesalahaan pada saat t = parameter-parameter moving average
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Gambaran mengenai inflasi di Indonesia dari bulan Januari 2003 sampai dengan bulan Agustus 2013 dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
tingkat inflasi
Jan-03 Sep-03 May-04 Jan-05 Sep-05 May-06 Jan-07 Sep-07 May-08 Jan-09 Sep-09 May-10 Jan-11 Sep-11 May-12 Jan-13
Persen
inflasi
Bulan
Gambar 1 Inflasi di Indonesia bulan Januari 2003 sampai bulan Agustus 2013 Sumber: Bank Indonesia
Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa pola data inflasi berfluktuasi, dan pada titik-titik tertentu terjadi peningkatan secara tajam. Sebagai contoh, harga BBM naik hampir 90% pada bulan Oktober 2005 maka pada waktu tersebut nilai inflasi naik secara tajam. Berikut ini diberikan tabel perubahan harga BBM yang terjadi selama waktu pengamatan. Tabel 2 Perubahan harga BBM selama kurun waktu Januari 2003-Agustus 2013 No
Waktu
Harga BBM (Rp per liter)
Perubahan harga BBM (%)
1
1 Januari 2003
1810
16.8
2
1 Maret 2005
2400
32.6
3
1 Oktober 2005
4500
87.5
4
24 Mei 2008
6000
33.3
5
1 Desember 2008
5500
8.3
6
15 Desember 2008
5000
9.0
7
15 Januari 2009
4500
10.0
8
22 Juni 2013
6500
44.5
Sumber: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
15 Inflasi sangat dipengaruhi oleh harga BBM sehingga jika ada kebijakan kenaikan harga BBM maka inflasi akan meningkat cukup tajam. Dengan adanya kenaikan harga BBM pada kurun waktu pengamatan yaitu dari bulan Januari 2003 sampai dengan bulan Agustus 2013, inflasi menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan terutama pada bulan Oktober 2005. Model Intervensi Berdasarkan plot data inflasi pada Gambar 1, model intervensi yang sesuai adalah model intervensi fungsi step. Berdasarkan plot data inflasi pada Gambar 1 tersebut terlihat adanya titik intervensi yaitu t 34 terjadi kenaikan BBM hampir 90% yaitu pada bulan Oktober 2005, dan t 65 yaitu bulan Mei 2008. Plot Deret Waktu Sebelum Terjadi Intervensi 9,00%
Inflasi
8,00%
7,00%
6,00%
5,00%
4,00% Mar-03 Jun-03 Sep-03 Des-03 Mar-04 Jun-04 Sep-04 Des-04 Mar-05 Jun-05 Sep-05
Bulan
Gambar 2 Inflasi bulan Januari 2003 sampai bulan September 2005 (data pre intervensi) Tahap pertama dalam membentuk model intervensi adalah membentuk model pre intervensi terlebih dahulu. Model pre intervensi adalah model ARIMA yang dibentuk dari data sebelum adanya intervensi pertama. Kenaikan harga BBM pertama kali terjadi pada bulan Oktober 2005 sehingga model pre intervensi dibentuk dari data inflasi bulan Januari 2003 sampai dengan bulan September 2005. Gambar 2 di atas memperlihatkan data pre intervensi, diduga bahwa data tidak stasioner baik dalam mean maupun ragam. Plot ACF dan PACF digunakan untuk menunjukkan dugaan bahwa data pre intervensi tidak stasioner dalam mean yang dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4 berikut:
16 Autocorrelation Function for Inflasi
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lag
Gambar 3 Plot ACF data inflasi pre intervensi sebelum proses differencing Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa nilai ACF semakin menurun hingga menuju titik nol. Hal ini menunjukkan bahwa data belum stasioner dan diperlukan differencing. Selanjutnya menggunakan plot PACF. Partial Autocorrelation Function for Inflasi
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lag
Gambar 4 Plot PACF data inflasi pre intervensi sebelum proses differencing PACF pada pada gambar di atas mengindikasikan adanya ketidakstasioneran dalam mean karena lag yang membentuk seperti pola, kecuali pada lag 1 yang terlihat berbeda. Ketidakstasioneran data pre intervensi diperjelas dengan uji kestasioneran Dickey Fuller yang diberikan pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller data Inflasi Indonesia pre intervensi t-statistik t-tabel (5%) p-value Keputusan
0.824076
2.960411
0.7981
Terima H0
17 Hasil Uji Dickey-Fuller pada Tabel 2 menunjukkan bahwa t-statistik > ttabel atau p-value < 0.01 sehingga terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa data inflasi pre intervensi belum stasioner dalam mean. Selain itu perlu diuji kestasioneran dalam varian dengan menggunakan uji Box-Cox plot pada Gambar 5. Pada Gambar 5 terlihat nilai λ yang tidak sama dengan satu, dalam hal ini adalah sama dengan 0.00 yang artinya data tidak stasioner dalam varian dan memerlukan transformasi logaritma natural (Ln). Box-Cox Plot of Inflasi Lower C L
0,007
Upper C L Lambda (using 95,0% confidence) Estimate Lower C L Upper C L
0,006
StDev
Rounded Value
0,11 -1,17 1,36 0,00
0,005
0,004 Limit 0,003 -5,0
-2,5
0,0 Lambda
2,5
5,0
Gambar 5 Uji Box-Cox Plot Karena data belum stasioner dalam varian, maka dilakukan transformasi logaritma natural (ln). Sedangkan ketidakstasioneran data dalam mean dapat diatasi dengan differencing. Model Pre Intervensi Data pre intervensi setelah melalui proses transformasi dan differencing satu kali diberikan pada Lampiran 2. Dari plot ACF dan PACF pada Lampiran 2 diduga model yang cocok adalah ARIMA (0,1,1), ARIMA(1,1,0), dan ARIMA (1,1,1). Ternyata model tersebut tidak cocok karena koefisien semua model yang diduga tidak signifikan, disajikan pada Lampiran 2. Hal ini terjadi, diduga karena nilai p-value pada uji Augmented Dickey Fuller (ADF) tidak kecil secara signifikan. Selanjutnya dilakukan differencing dua kali dan hasil plot ACF dan PACF ditunjukkan pada Gambar 6 sebagai berikut:
18 Autocorrelation Function for d2(ln(i))
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lag
Gambar 6 Plot ACF data inflasi setelah transformasi dan differencing dua kali. Berdasarkan gambar plot ACF di atas, hasilnya sudah berbeda dengan plot ACF sebelumnya bahwa hasil ACF dengan differencing dua kali, lag sudah tidak semakin menurun. Partial Autocorrelation Function for d2(ln(i))
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lag
Gambar 7 Plot PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing dua kali Berdasarkan Gambar 7 di atas terlihat bahwa plot PACF sudah tidak menunjukkan pola tertentu dan hasilnya berbeda dari plot PACF sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa data diduga sudah stasioner. Hal ini diperjelas dengan uji ADF pada Tabel 4, yaitu nilai t-statistik lebih kecil dari t-tabel sehingga keputusannya adalah tolak H0. Hasil Uji Dickey-Fuller pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa data inflasi pre intervensi sudah stasioner dalam mean.
19 Tabel 4 Hasil Uji Augmented Dickey-Fuller data Inflasi Indonesia pre intervensi yang telah differencing dua kali dan telah ditransformasi t-statistik t-tabel (5%) p-value Keputusan -8.770960
-3.568379
0.000
Tolak H0
Kemudian tahapan prosedur Box-Jenkins yaitu identifikasi dugaan model sementara, estimasi parameter, cek diagnosa, dan peramalan. Maka langkah berikutnya adalah menentukan orde dari ARIMA pada data pre intervensi melalui pola ACF dan PACF. Berdasarkan plot ACF dan PACF, diduga bentuk ARIMA yang mungkin adalah ARIMA (1,2,0) dan ARIMA (0,2,1). Model yang dipilih adalah model yang memenuhi kriteria baik tidaknya model. Estimasi Parameter dan Uji Signifikansi Parameter Model ARIMA Hasil uji signifikansi parameter, ternyata model terbaik adalah yang terbaik pada model ARIMA (0,2,1). Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan uji signifikansi parameter untuk model ARIMA (1,2,0) dan ARIMA (0,2,1) dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut: Tabel 5 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0) Parameter µ
Koefisien
Standar Error
t-statistik
p-value
Keputusan
-0.01318 0.62847
0.04707 0.15086
-0.28 4.17
0.7815 0.0003
Terima H0 Tolak H0
Keterangan: AIC = -49.0608 Koefisien Autoregressive (AR) dengan α < 0.05 menunjukkan bahwa hasil keputusan signifikan, artinya model ini sudah cukup bagus untuk memodelkan data inflasi yang ada. Selanjutnya adalah hasil uji signifikansi parameter ketika menggunakan model ARIMA (0,2,1). Tabel 6 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1) Parameter µ
Koefisien
t-statistik
p-value
Keputusan
0.003032
Standar Error 0.001642
1.847091
0.0750
Terima H0
-0.972664
0.031117
-31.25852
0.0000
Tolak H0
Keterangan: AIC = -51.5583 Koefisien Moving Average (MA) dengan α < 0.05 menunjukkan bahwa hasil keputusan adalah signifikan, artinya model ini sudah cukup bagus untuk memodelkan data inflasi yang ada. Kedua model di atas sebenarnya sudah cukup bagus untuk memodelkan data inflasi, tetapi dilihat dari nilai AIC nya terlihat bahwa nilai AIC pada ARIMA (1,2,0) sebesar -49.0608 dan nilai AIC pada ARIMA (0,2,1) adalah sebesar -51.5583. Oleh karena itu, model dipilih dengan nilai AIC yang terkecil yaitu model ARIMA (0,2,1). Tahap berikutnya adalah pengecekan apakah sisaannya menyebar normal yang diperlihatkan pada Gambar 8 berikut:
20
Probability Plot of RESI2 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
0,004702 0,07873 31 0,091 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,2
-0,1
0,0 RESI2
0,1
0,2
Gambar 8 Plot sisaan model ARIMA (0,2,1) Grafik di atas menunjukkan bahwa sisaan sudah menyebar normal, hasil plot tersebut ditunjang oleh uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh p-value > . Kesimpulannya adalah terima , berarti sisaan menyebar normal. Sehingga model data pre intervensi yang dipilih adalah ARIMA (0,2,1) yaitu:
(1 B)2 ln Yt 0.003032 et 0.972664et 1
0.003032 et 0.972664et 1 Interpretasinya adalah waktu ke-t dipengaruhi oleh error saat ini dan error t-1. Cek Diagnosa Setelah mendapatkan model pre intervensi yaitu ARIMA (0,2,1), maka langkah selanjutnya adalah membandingkan plot data awal dengan nilai dugaan menggunakan model terpilih. Plot tersebut diperlihatkan pada Gambar 9 berikut:
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
Inflasi
Inflasi+dugaan
Gambar 9 Plot data inflasi aktual dan nilai dugaan dengan model ARIMA (0,2,1)
21 Gambar 9 memperlihatkan bahwa dengan menggunakan model ARIMA (0,2,1) plot nilai dugaan dibandingkan dengan plot data aktual hampir sama (diperlihatkan grafiknya hampir berimpit) pada data pre intervensi yaitu data inflasi bulan Januari 2003 sampai dengan bulan September 2005. Tetapi, setelah bulan September 2005 hasil peramalan tidak sesuai dengan pola data inflasi aktual. Hal ini merupakan indikasi awal terjadinya intervensi. Untuk mengetahui berapa besar dan lamanya efek terjadinya intervensi, yaitu kejadian kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005, maka dilakukan identifikasi orde model intervensi dengan cara membuat diagram residual sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 10 berikut: 0.12 0.1
sisaan
0.08 0.06 0.04 0.02 0 -0.02 Sep-07
Jun-07
Mar-07
Dec-06
Sep-06
Jun-06
Mar-06
Dec-05
Sep-05
Jun-05
Mar-05
Dec-04
Sep-04
Jun-04
Mar-04
Dec-03
Sep-03
Jun-03
Mar-03
-0.04
Waktu Gambar 10 Plot sisaan model ARIMA (0,2,1) Gambar di atas adalah plot sisaan model ARIMA (0,2,1). Gambar tersebut dapat mengidentifikasi orde untuk model intervensi. Tingkat inflasi pada gambar di atas mulai mengalami kenaikan pada bulan Oktober 2005, di mana pada saat itu terjadi kenaikan harga BBM. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa orde b bernilai 0. Dikatakan orde b bernilai 1 jika respon kenaikan inflasi terahadap kenaikan harga BBM terjadi pada bulan November 2005. Orde b bernilai 2 jika respon kenaikan inflasi terhadap kenaikan harga BBM terjadi pada bulan Desember 2005, dan seterusnya. Sehingga nilai orde b dapat ditentukan oleh waktu di mana mulai terjadinya dampak dari intervensi. Kemudian untuk menentukan orde s dapat ditentukan dengan melihat seberapa lama naiknya inflasi berlangsung dan dilihat pada saat sebelum tingkat inflasi mulai normal kembali. Diduga bahwa s bernilai 12, dilihat dari Oktober 2005-Oktober 2006. Saat bulan November 2006 inflasi sudah mulai menurun dan sudah mulai normal kembali. Untuk memperjelas ketepatan pendugaan perlu adanya uji signifikansi. Penentuan orde berikutnya yaitu orde r. Orde r dapat dilihat dari pola data. Pada Gambar 10 terlihat jika plot sisaan model ARIMA (0,2,1) tidak menunjukkan adanya pola. Oleh sebab itu, disimpulkan orde r bernilai 0. Sama seperti orde s, untuk memperjelas ketepatan pendugaan perlu adanya uji signifikansi.
22 Analisis Model Intervensi Model yang tepat pada data inflasi pre intervensi, yaitu pada periode bulan Januari 2003 sampai bulan September 2005 adalah ARIMA (0,2,1), ditulis:
Dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengetahui berapa besar dan lamanya efek terjadinya intervensi pertama, maka dilakukan identifikasi orde dari model intervensi. Identifikasi orde b, s, dan r dilakukan dengan cara membuat diagram residual. Diagram residual dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan Gambar 10 tersebut dapat ditentukan orde b, s, dan r adalah berturut-turut 0, 12, dan 0. Hasil uji signifikansi parameter model intervensi dengan orde b=0, s=12, dan r=0, disajikan pada Tabel 7, dan terlihat bahwa parameter model sudah signifikan. Hasil lengkapnya terdapat pada Lampiran 4. Tabel 7 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (0,2,1) dengan intervensi berorde b=0, s=12, r=0 Parameter
Koefisien
0 1
t-statistik
p-value
Keputusan
0.0019050
Standar error 0.01996
0.10
0.9241
Terima H0
-0.96968
0.02422
-40.04
<.0001
Tolak H0
0.69546
0.11250
6.18
<.0001
Tolak H0
0.83057
0.11249
7.38
<.0001
Tolak H0
Pengujian kenormalan residual yang dilakukan dengan uji KolmogorovSmirnov menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal. Hal ini terdapat pada Gambar 11 berikut. Model intervensi yang terbentuk adalah: ln Yt 0.001905 (0.69546 0.83057 B12 ) I t
(1 0.96968B)et (1 B)2
atau ditulis ln Yt 0.001905 0.69546 I t 0.83057 I t 12
et 0.96968et 1 (1 B)2
Model di atas, dapat dilihat bahwa adanya kenaikan harga BBM mengakibatkan kenaikan inflasi, namun belum dapat menjelaskan beberapa efek yang ditimbulkan. Untuk melihat seberapa besar kenaikan tersebut maka dilakukan perhitungan secara manual yaitu dengan menghitung nilai ramalan pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan persamaan yang dihasilkan dengan menggunakan model ARIMA tanpa intervensi dan dengan intervensi. Selanjutnya efek kenaikan yang terjadi diperoleh dari selisih antara kedua perhitungan tersebut.
23 Tabel 8 Efek intervensi terhadap inflasi Ramalan
Bulan
Model ARIMA tanpa Intervensi
Model dengan Intervensi
YT YT+12
Oktober 2005 Oktober 2006
8.76% 8.29%
17.51% 6.2%
Efek kenaikan harga bbm thd inflasi 8.6% -2.09%
Ket: T= waktu terjadi intervensi, yaitu Oktober 2005 Tabel di atas dapat dilihat bahwa kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan inflasi sejak bulan Oktober 2005 dan sejak Oktober 2006, tingkat inflasi kembali stabil. Probability Plot of C3 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
0,0002824 0,007719 39 0,123 0,137
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,02
-0,01
0,00 C3
0,01
0,02
Gambar 11 Plot sisaan untuk model dugaan Intervensi ARIMA (0,2,1) dengan orde b=0, s=12, dan r=0
0.2000 0.1800 0.1600 0.1400 0.1200 0.1000 0.0800 0.0600 0.0400 0.0200 0.0000
Y aktual Y dugaan
15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 106 113 120 127
Yt
Berdasarkan model dugaan Intervensi ARIMA (0,2,1) dengan orde b=0, s=12, dan r=0, dilakukan plot data inflasi aktual dengan nilai dugaannya yang dapat dilihat pada Gambar 12 berikut:
Waktu
Gambar 12 Plot pola data inflasi aktual dengan nilai dugaannya dengan model Intervensi ARIMA (0,2,1) berorde b=0, s=12, dan r=0.
24 Dibandingkan dengan Gambar 9, yaitu plot data inflasi aktual dan nilai dugaannya dengan model ARIMA (0,2,1) tanpa intervensi, maka Gambar 12 menunjukkan bahwa model dugaan ARIMA (0,2,1) dengan memasukkan intervensi berorde b=0, s=12, dan r=0 merupakan model dugaan yang lebih baik. Hal tersebut diperlihatkan bahwa pola data antara data inflasi aktual dengan nilai dugaannya hampir sama baik kecenderungan maupun besarannya. Hal itu ditunjukkan dengan grafik antara data aktual dan dugaannya hampir berimpit. Orde b = 0 menunjukkan bahwa efek intervensi kenaikan harga BBM langsung direspon dengan kenaikan inflasi pada waktu yang sama. Sedangkan orde s = 12 menunjukkan bahwa perubahan inflasi berlangsung selama 12 bulan dari terjadinya intervensi, setelahnya inflasi kembali normal. Model dugaan ARIMA (0,2,1) dengan memasukkan intervensi yang telah diperoleh dapat digunakkan untuk peramalan. Perhitungan dilakukan dari hasil transformasi dengan λ=0. Peramalan dilakukan guna memperkirakan besarnya inflasi untuk bulan September 2013-Juli 2014. Tabel 9 menunjukkan hasil peramalan besarnya nilai inflasi bulan September 2013-Juli 2014. Tabel 9 Perbandingan nilai inflasi ramalan dan nilai inflasi aktual Bulan September 2013 Oktober 2013 November 2013 Desember 2013 Januari 2014 Februari 2014 Maret 2014 April 2014 Mei 2014 Juni 2014 Juli 2014
Nilai inflasi ramalan dalam Ln (YT)
Nilai inflasi ramalan (%)
Nilai inflasi aktual (%)
-2.42 -2.38 -2.47 -2.59 -2.47 -2.58 -2.35 -2.44 -2.74 -2.72 -2.94
8.90 9.30 8.50 7.52 8.48 7.61 9.53 8.73 6.46 6.62 5.30
8.40 8.32 8.37 8.38 8.22 7.75 7.32 7.25 7.32 6.70 4.53
Hasil peramalan besarnya tingkat inflasi untuk bulan September 2013-Juli 2014 menunjukkan bahwa nilainya berbeda tidak signifikan dengan tingkat inflasi aktual, ditunjukkan dengan nilai MAPE yang cukup kecil yaitu 10,39% dari nilai presentase 100% . Hal ini menunjukkan model ARIMA (0,2,1) dengan intervensi berorde b=0, s= 12, r= 0 cukup baik meramal tingkat inflasi di Indonesia bulan September 2013-Juli 2014 berdasarkan data tingkat inflasi bulan Januari 2003Agustus2013.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis kenaikan harga bahan bakar minyak terhadap inflasi di Indonesia, diperoleh beberapa simpulan berikut: 1.
Inflasi pada bulan ke-t dipengaruhi oleh intervensi kenaikan harga BBM bulan t, intervensi pada bulan t-1, error pada bulan ke-t dan error pada bulan
25
2.
3.
ke t-1. Berdasarkan analisis, inflasi pada bulan Desember 2005 dipengaruhi oleh intervensi kenaikan harga BBM bulan Desember 2005, intervensi pada bulan November 2005, error bulan Desember 2005, dan error pada bulan November 2005. Pola perubahan nilai inflasi akibat intervensi kenaikan harga BBM yaitu kebijakan perubahan harga BBM langsung direspon oleh kenaikan inflasi, hal ini berarti bahwa nilai inflasi pada bulan terjadinya kenaikan harga BBM akan mengalami kenaikan pada bulan yang sama. Perubahan inflasi berlangsung selama 12 bulan dari terjadinya intervensi dan setelahnya tingkat inflasi kembali normal. Perbedaan antara nilai inflasi hasil ramalan dari bulan September 2013 hingga bulan Juli 2014 dengan nilai inflasi aktual, tidak signifikan. Saran
1.
2.
3.
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yaitu: Bulan Oktober 2014, subsidi BBM akan dialihkan ke sektor lain sehingga diperkirakan akan adanya kenaikan harga BBM yang dampaknya dapat menaikkan tingkat inflasi. Oleh sebab itu untuk meduga/meramalkan nilai inflasi berikutnya perlu dipertimbangkan model ARIMA (p, d, q) dengan multi intervensi (intervensi lebih dari satu kali). Penelitian ini menggunakan model ARIMA dengan uji ADF untuk menguji kestasioneran pada data dan model intervensi untuk meramal perubahan inflasi di periode selanjutnya jika terdapat kenaikan harga BBM. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan model intervensi dengan menggunakan variabel yang lain agar dapat mengetahui kondisi perekonomian di Indonesia untuk periode yang akan datang dan dapat bermanfaat bagi pihak terkait. Kebijakan dalam memutuskan harga BBM perlu adanya pertimbangan yang matang karena pengaruhnya akan langsung direspon dengan melonjaknya tingkat inflasi. DAFTAR PUSTAKA
Aritara, R. 2011. Analisis Intervensi Fungsi Step pada kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap Besarnya Pemakaian Listrik [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta [BI] Bank Indonesia. 2014. Inflation. Jakarta (ID): BI Barro, RJ. 1997. Determinants of Economic Growth: A Cross-Country Empirical Study, Lionel Robbins Lectures. Cambridge, MA: MIT Press. Bowerman, BL and O’Connell. 1993. Forecasting and Time Series: An Applied Approach 3rd ed, Belmont, California: Duxbury Press. Bozdogan, H. (2000). Akaike's Information Criterion and Recent Developments in Information Complexity, Mathematical Psychology, 44, 62-9. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Data inflasi dan IHK. Jakarta (ID): BPS
26 Braun.2008. Food and Financial Crisis, Implication for Agriculture and the Poor [Report]. International Food Policy Research Institute (IFPRI), Washington. Chowdhury A ,Hossain A.2001. Open-Economy Macro-Economy for Developing Countries. Northhampton:Edward Elgar Publishing. Cryer, JD. 1986. Time Series Analysis. Boston: PWS-KENT Publishing Company. Enders, W. 2003. Applied Econometric Time Series. New York: Wiley. [ESDM] Energi dan Sumber Daya Mineral Kementrian ESDM. 2014. Harga BBM dalam Negeri. Jakarta (ID): ESDM Hani, K. 2014. Analisis Dinamika Inflasi di Indonesia: Pendekatan Sisi Penawaran [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hanke, JE, Winchern, DW. 2005. Business Forecasting and Control 3rd Edition. New Jersey: Prentince Hall. Hukari, R. 2009. Analisis Model Intervensi Perubahan Harga BBM terhadap Data IHK Transportasi Kota Serang/Cilegon provinsi Banten [Tesis]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Juanda, B. 2012. Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan Aplikasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kennedy P. 1975. Macroeconomics. Boston : Allyn and Bacon Inc. Makridakis S, Wheelwright SC, dan McGee VE. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Nuvitasari, E. 2009. Analisis Intervensi Multi Input Fungsi Step dan Pulse untuk Peramalan Kunjungan Wisatawan ke Indonesia [Tesis]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pourroy M, Carton, Benjamin C.2012.Food Prices and Inflation Targeting in Emerging Economies.CEPII. No.33 Purwanti, D. 2011. Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soepeno, B. 2012. Manajemen Produksi Berbantauan Komputer. Malang (ID): Politeknik Negeri Malang Suhartono. 2013. Analisis Intervensi sebagai Model Statistik untuk Evaluasi [Seminar Nasional]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sukirno, S. 2008. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wei, WWS. 2006. Time Series Analysis, Univariate and Multivariate Method Second Edition. New York: Pearson Education. Zainusyukur. 2005. Kaitan Antara Nilai Tukar Nominal Rupiah dengan Inflasi di Indonesia Tahun 1995-2003 [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
27 LAMPIRAN Lampiran 1 Data Inflasi Bulan Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06
Tingkat Inflasi 8.68% 7.60% 7.17% 7.62% 7.15% 6.98% 6.27% 6.51% 6.33% 6.48% 5.53% 5.16% 4.82% 4.60% 5.11% 5.92% 6.47% 6.83% 7.20% 6.67% 6.27% 6.22% 6.18% 6.40% 7.32% 7.15% 8.81% 8.12% 7.40% 7.42% 7.84% 8.33% 9.06% 17.89% 18.38% 17.11% 17.03% 17.92% 15.74%
Bulan Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09
Tingkat Inflasi 15.40% 15.60% 15.53% 15.15% 14.90% 14.55% 6.29% 5.27% 6.60% 6.26% 6.30% 6.52% 6.29% 6.01% 5.77% 6.06% 6.51% 6.95% 6.88% 6.71% 6.59% 7.36% 7.40% 8.17% 8.96% 10.38% 11.03% 11.90% 11.85% 12.14% 11.77% 11.68% 11.06% 9.17% 8.60% 7.92% 7.31% 6.04% 3.65%
28 Bulan Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09 Jan-10 Feb-10 Mar-10 Apr-10 May-10 Jun-10 Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12
Tingkat Inflasi 2.71% 2.75% 2.83% 2.57% 2.41% 2.78% 3.72% 3.81% 3.43% 3.91% 4.16% 5.05% 6.22% 6.44% 5.80% 5.67% 6.33% 6.96% 7.02% 6.84% 6.65% 6.16% 5.98% 5.54% 4.61% 4.79% 4.61% 4.42% 4.15% 3.79% 3.65% 3.56% 3.97% 4.50% 4.45% 4.53% 4.56% 4.58% 4.31%
Bulan Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Jun-13 Jul-13 Aug-13
Tingkat Inflasi 4.61% 4.32% 4.30% 4.57% 5.31% 5.90% 5.57% 5.47% 5.90% 8.61% 8.79%
29 Lampiran 2 Hasil analisis data inflasi setelah transformasi dan differencing satu kali
Autocorrelation Function for d(ln(i))
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1,0 0,8
Autocorrelation
0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
8
Lag
Plot ACF data inflasi setelah transformasi dan differencing satu kali
Partial Autocorrelation Function for d(ln(i))
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1,0
Partial Autocorrelation
0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 1
2
3
4
5
6
7
Lag
Plot PACF data inflasi setelah transformasi dan differencing.
8
30 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA(0,1,1) Dependent Variable: D(LNINF) Method: Least Squares Date: 06/08/14 Time: 10:35 Sample (adjusted): 2003M02 2005M09 Included observations: 32 after adjustments Convergence achieved after 10 iterations MA Backcast: 2003M01 Variable C MA(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted MA Roots
Coefficient 0.001212 0.158520 0.029569 -0.002779 0.086044 0.222105 34.11939 0.914090 0.346673
Std. Error
t-Statistic
0.017561 0.069008 0.181669 0.872575 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.9454 0.3898 0.001339 0.085924 -2.007462 -1.915853 -1.977096 1.883198
-.16
Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA(1,1,0) Dependent Variable: D(LNINF) Method: Least Squares Date: 06/08/14 Time: 10:36 Sample (adjusted): 2003M03 2005M09 Included observations: 31 after adjustments Convergence achieved after 3 iterations Variable Coefficient Std. Error C AR(1)
0.007299 0.188982
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.037674 0.004491 0.083533 0.202357 34.00440 1.135325 0.295434
Inverted AR Roots
.19
0.018595 0.177362
t-Statistic
Prob.
0.392506 1.065516
0.6976 0.2954
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.005668 0.083722 -2.064800 -1.972285 -2.034643 2.069188
31 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,1,1) Dependent Variable: D(LNINF) Method: Least Squares Date: 06/08/14 Time: 10:11 Sample (adjusted): 2003M03 2005M09 Included observations: 31 after adjustments Convergence achieved after 12 iterations MA Backcast: 2003M02 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.008942 0.349571 -0.174301
0.020186 0.481413 0.527971
0.442953 0.726135 -0.330133
0.6612 0.4738 0.7438
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.045957 -0.022189 0.084645 0.200615 34.13839 0.674389 0.517550
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.005668 0.083722 -2.008928 -1.870155 -1.963692 2.020212
.35 .17
Lampiran 3 Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA (1,2,0) Dependent Variable: D(LNINF,2) Method: Least Squares Date: 06/09/14 Time: 11:47 Sample (adjusted): 2003M04 2005M09 Included observations: 30 after adjustments Convergence achieved after 3 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1)
0.005291 -0.474308
0.012054 0.164994
0.438968 -2.874701
0.6641 0.0076
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.227882 0.200307 0.097330 0.265246 28.35624 8.263905 0.007640
Inverted AR Roots
-.47
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.004742 0.108839 -1.757083 -1.663670 -1.727199 2.037288
32
Estimasi parameter dan uji signifikansi ARIMA(1,2,1) Dependent Variable: D(LNINF,2) Method: Least Squares Date: 06/09/14 Time: 11:59 Sample (adjusted): 2003M04 2005M09 Included observations: 30 after adjustments Convergence achieved after 79 iterations MA Backcast: OFF (Roots of MA process too large) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C AR(1) MA(1)
0.004627 0.329691 -1.420582
0.006027 0.189054 0.319192
0.767688 1.743903 -4.450560
0.4493 0.0926 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) Inverted AR Roots Inverted MA Roots
0.630562 0.603196 0.068560 0.126913 39.41356 23.04201 0.000001
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.004742 0.108839 -2.427570 -2.287451 -2.382745 2.529302
.33 1.42 Estimated MA process is noninvertible
Lampiran 4 Model Intervensi ARIMA(0,2,1) dengan orde b=1 r=0 s=4 Conditional Least Squares Estimation Parameter Estimate MU MA1,1 NUM1 NUM1,1 NUM1,2 NUM1,3 NUM1,4
Standard Error t Value Approx Lag Pr > |t| 0.01718 0.05301 0.32 0.7483 0 -0.95865 0.12102 -7.92 <.0001 1 0.02756 0.17842 0.15 0.8783 0 0.06157 0.22675 0.27 0.7880 1 0.09367 0.22676 0.41 0.6827 2 -0.02905 0.22675 -0.13 0.8990 3 -0.0076521 0.18321 -0.04 0.9670 4
Constant Estimate Variance Estimate Std Error Estimate AIC SBC Number of Residuals
0.017181 0.02533 0.159153 -23.1365 -12.2491 35
Variable shift y y s1 s1 s1 s1 s1
0 0 1 1 1 1 1
33 Model Intervensi ARIMA(0,2,1) dengan orde b=0 r=0 s=4 Conditional Least Squares Estimation Standard Error t Value Approx Lag Pr > |t| -0.0023009 0.02821 -0.08 0.9356 0 -0.86850 0.09601 -9.05 <.0001 1 0.70511 0.09191 7.67 <.0001 0 -0.70977 0.12268 -5.79 <.0001 1 0.04222 0.12268 0.34 0.7333 2 0.07395 0.12268 0.60 0.5513 3 -0.03441 0.09649 -0.36 0.7240 4
Parameter Estimate MU MA1,1 NUM1 NUM1,1 NUM1,2 NUM1,3 NUM1,4
Constant Estimate Variance Estimate Std Error Estimate AIC SBC Number of Residuals
-0.0023 0.008126 0.090144 -64.8777 -53.7931 36
Variable Shift y y s1 s1 s1 s1 s1
0 0 0 0 0 0 0
34
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 9 September 1992, putra ke 2 dari 3 bersaudara dengan orang tua bernama Yurmi Thaher dan Retno Budiarti. Penulis sebelumnya bersekolah di SMA Negeri 7 Bogor hingga terdaftar sebagai mahasiswa IPB Departemen Ilmu Ekonomi melewati jalur masuk USMI. Kegiatan penulis pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) yaitu mengikuti UKM MAX, UKM yang berbasis musik dan masuk sebagai divisi Event Organizer hingga tingkat 2. Kemudian sempat menjadi pengurus dari majalah FEM, Orange Magazine. Saat ini penulis mengikuti komunitas Shutter yaitu komunitas fotografi di IPB.