ANALISIS HUMAN CAPITAL BURUH JAHIT PADA INDUSTRI KONFEKSI (SUATU STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDUSTRI SEDANG DAN INDUSTRI BESAR)
Oleh: RIZKY OKTARINA COSTA A14301012
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN RIZKY OKTARINA COSTA. Analisis Human Capital Buruh Pada Industri Konfeksi (Suatu Studi Perbandingan: Industri Sedang dan Industri Besar), Pembimbing: EKA INTAN KUMALA PUTRI Konsep sumberdaya manusia saat ini mengacu kepada kepada potensi yang dimiliki manusia dan dapat ditingkatkan melalui pendidikan, peningkatan kesehatan dan migrasi. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada dasarnya merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan nasional. Studi ini menitikberatkan pada industri konfeksi. Tahun 2000, hanya 4.4 persen jumlah tenaga kerja di Indonesi merupakan lulusan perguruan tinggi dan meningkat menjadi 4.8 persen ditahun 2003. Artinya, lebih dari 95 persen tenaga kerja di Indonesia bukan tenaga kerja yang terdidik, terampil dan berkualitas. Rendahnya tingkat pendidikan berimplikasi pada tingkat upah dan tingkat produktivitas. Semakin tinggi kualitas yang dimiliki tenaga kerja, maka semakin tinggi tingkat produktivitasnya yang nantinya akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan produktivitas nasional. Tujua n yang ingin dicapai pada studi ini adalah: 1) Mengidentifikasi karakteristik buruh pada industri konfeksi. 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas buruh pada masing-masing industri konfeksi. 3) Menganalisis Human Capital dalam meningkatkan produktivitas buruh konfeksi dan membandingkan Human Capital buruh pada industri sedang dengan industri besar. Studi ini melibatkan 32 orang responden pada industri sedang serta 40 orang responden pada industri besar. Pengambilan sampel dilakukan secara Multiple Stage Sampling. Data yang dikumpulkan akan dianalisis menggunakan metode statistika deskriptif untuk menggambarkan karakteristik buruh dan statistika inferensia untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas buruh, yaitu dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan metode pendugaan kuadrat terkecil biasa (OLS/ Ordinary Least Square). Alat yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh adalah SPSS 12 for Windows dengan Enter Method dan Microsoft Exel. Pada industri sedang rata-rata jenis kelamin adalah laki-laki dan industri besar adalah perempuan. Umur rata-rata buruh pada industri sedang adalah 25.937 tahun dan pada industri besar adalah 18.625 tahun. Lama pendidikan formal buruh pada industri sedang adalah setara dengan kelas 2 SLTP sedangkan pada industri besar setara dengan kelas 1 SLTP. Pengalaman kerja rata-rata pada industri sedang adalah selama 5,569 tahun dan industri besar selama 1.173 tahun. Alokasi waktu bekerja rata-rata pada industri sedang adalah 3588 jam per tahun dan 2496 jam per tahun pada industri besar. Pendapatan rata-rata buruh pada industri sedang adalah Rp. 10.406.250 per tahun dan pada industri besar adalah Rp. 7.537.200 per tahun sehingga pendapatan buruh pada industri sedang lebih besar dari pada buruh pada industri besar. Jumlah tanggungan buruh pada industri sedang adalah 1,156 orang dan pada industri besar adalah 0.125 orang. Biaya pelatihan pada industri sedang rata-rata adalah Rp. 180.468 dan pada industri besar sebasar Rp. 102.750. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas antara buruh jahit pada industri sedang dan industri besar berbeda. Pada industri sedang, umur, lama pendidikan formal, pengalaman kerja, pendapatan, status pekerjaan dan lamanya pelatihan mempunya i hubungan yang positif dengan produktivitas. Peubah yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh adalah pendapatan pada á = 99% dan alokasi waktu bekerja pada á = 90%. R2 = 48.3 %, sebanyak 48.3 persen variasi produktivitas buruh jahit oleh
peubah bebasnya. VIF= 1.169-4.654 menunjukkan bahwa tidak terjadi multikoliniaritas pada model. Model yang diperoleh adalah P = 5526.541 – 417.799 JK + 23.292 UM + 9.025 PEND + 21.870 PENG – 1.158 ALO + 0.000 PENDP – 180.317 TANGG + 519.470 STA – 45.696 CAR – 0.003 BIAYPLT + 473.396 LAMPLT. Pada industri besar, peubah yang berpengaruh positif terhadap produktivitas adalah lama pendidikan formal, pengalaman kerja, jumlah tanggungan, spesifikasi kerja, status pekerjaan dan biaya pelatihan. Dari peubah-peubah terseb ut, alokasi waktu bekerja pada á = 99%, pengalaman kerja pada á = 95%, lama pendidikan formal pada á = 85% dan spesifikasi kerja pada á = 80% berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. R2 = 58.5%, sebanyak 58.5 persen variasi produktivitas buruh jahit oleh peubah bebasnya. VIF= 1.066-2.305 menunjukkan bahwa tidak terjadi multikoliniaritas pada model. Model yang diperoleh adalah P = 1281.520 – 0.589 UM + 2.830 PEND + 5.676 PENG – 0.069 ALO + 3.988 TANGG + 8.508 SPE – 0.484 STA – 16.510 CAR + 0.000 BIAYPLT NPV merupakan nilai dari pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup dengan menggunakan beberapa tingkat suku bunga. Pada berbagai tingkat suku bunga yang dianalisis menunjukkan bahwa, NPV industri besar lebih besar dari pada NPV industri sedang. Hal ini terjadi karena tingkat upah yang diterima buruh dan tingkat produktivitas buruh masing-masing industri berbeda. Analisis Net B/C dilakukan untuk menyatakan apakah latihan menjahit yang dilakukan buruh layak atau tidak dan apakah dapat mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tersebut adalah tepat atau tidak. Pada tingkat suku bunga 12 persen dan 17 persen, pelatihan yang diikti buruh layak dilaksanakan dan memepengaruhi produktivitas pada masing-masing industri. Menggunakana tingkat suku bunga 18 persen pada industri sedang dan 89 persen pada industri besar, pelatihan sudah tidak layak lagi dikuti karena Net B/C yang diperoleh < 1. Analisis terhadap tingkat internal dari pelatihan yang dilakukan adalah untuk mengetahui bahwa pelatihan yang dilakukan buruh menguntungkan atau tidak. Dengan menggunakan tingkat suku bunga 12 persen dan 17 persen, pelatihan menjahit yang dilakukan layak dan dapat menguntungkan buruh. Lebih mengunt ungkan. Dari hasil studi, disarankan: 1) Peningkatkan produktivitas buruh jahit adalah meningkatkan human capital, yaitu peningkatan pelatihan dan pembinaan-pembinaan dari Departeman Tenaga Kerja. 2) Peningkatan human capital buruh harus sejalan dengan peningkatan upah. 3) Perlu adanya kerja sama yang baik antar (stake holder) dalam penetapan kebijakan yang tidak merugikan buruh. 4) Untuk penelitian selanjutnya agar memasukkan peubah bebas lainnya, seperti pengeluaran rata-rata, pernah bekerja atau belum sebelum di industri konfeksi, alasan responden memilih bekerja pada industri konfeksi, cara mendapatkan keterampilan dan sebagainya untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas buruh. Selain itu diharapkan dapat melakukan analisis produktivitas dan human capital buruh jahit perempuan.
ANALISIS HUMAN CAPITAL BURUH JAHIT PADA INDUSTRI KONFEKSI (SUATU STUDI PERBANDINGAN ANTARA INDUSTRI SEDANG DAN INDUSTRI BESAR )
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: RIZKY OKTARINA COSTA (A14301012)
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: Analisis Human Capital Buruh Jahit Pada Industri Konfeksi (Suatu Studi Perbandingan antara Industri Besar dan Industri Sedang)
Nama
: Rizky Oktarina Costa
NRP
: A 14301012
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri. MS NIP 131.918.659
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham. M. Agr NIP 130.422.698
Tanggal Lulus: 30 Januari 2006
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
DAN
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
BOGOR, FEBRUARI 2006
RIZKY OKTARINA COSTA A 14301012
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 24 Oktober 1983 dari ayah (Alm) Kosfi Syafrisno dan ibu Dra. Sastra Ermita Hamid, sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikannya pada TK Aisyah I, Muara Panas, pada tahun 1988. Tahun 1995 penulis lulus dari SDN 01 Muara Panas, Solok. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan studi di MTsN Koto Baru, Solok. Selanjutnya lulus dari SMUN 01 Bukit Sundi, Solok pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Insitut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama di IPB, penulis aktif terlibat diberbagai kepanitiaan di kampus dan di external penulis aktif pada HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Bogor. Penulis dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Umum Bidang Keperempuanan Tahun 2005-2006 dan sebagai Sekretaris Umum KOHATI (Korps HMI-Wati) Cabang Bogor Tahun 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tidak terhingga sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk mengabdi pada-Nya dalam mendapatkan ridho-Nya. Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Rasullullah SAW yang telah berjuang keras untuk memberikan pencerahan pada umat manusia. Human Capital merupakan hal yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas tenaga kerja. Human Capital berhubungan dengan pendidikan dan latihan, migrasi penduduk untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak, tingkat konsumsi pangan dan gizi serta tingkat kesehatan yang dimiliki setiap sumberdaya manusia. Untuk itu diperlukan kerja keras dari berbagai pihak dalam peningkatan human capital ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Prof. Sjafri Mangkuprawira dan Adi Hadianto, SP, selaku dosen-dosen penguji 3. Ayahanda (Alm) Prof. Kadirun Yahya dan Ibunda Herlina atas bimbingannya 4. Keluarga tercinta, papa (Alm) Kosfi Syafrisno, mama Dra. Sastra Ermita Hamid, (Alm) Hj. Nurkalat, Redho Apraldo Costa, Resti Rahmi Khairati Costa dan Reynaldho Revilla Costa 5. Keluarga Besar H. Abdul Hamid Daud, terutama Mak Dang Muchlis Hamid, SE, MBA, Mak Unyiang Helfi Hamid, Mak Ngah (Alm) Abrar Hamid, Mak Etek Azwar Hamid dan Mak Uncu Drs. Asnawi Hamid 6. Bapak Indra, Bapak Zainal, Bapak Jhon dan Uda Irwan selaku pemilik perusahaan serta Aa Sudrajat dan Teguh F. S atas bantuannya selama penelitian yang penulis lakukan. 7. Teman-teman HMI Cabang Bogor dan KOHATI, Ba Jay, Ummi, Apit, Risti, Achi, Eko Bule, Ba Day, Hendra Rambe, Eka Yee, Febria Carolina dan Efan Efendi.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................i DAFTAR TABEL................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... .1 1.2. Perumusan Masalah.....................................................................................3 1.3. Tujuan Penelitian.........................................................................................6 1.4. Kegunaan Penelitian....................................................................................6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Manusia ................................................................................7 2.2. Teori Human Capital.................................................................................10 2.2.1. Pendidikan dan Pelatihan................................................................11 2.2.2. Pangan, Gizi dan Kesehatan............................................................17 2.3. Produktivitas Tenaga Kerja .......................................................................17 2.4. Industri Besar dan Industri Sedang ...........................................................21 2.5. Penelitian Terdahulu .................................................................................24 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis....................................................................................27 3.1.1. Regresi Linear Berganda ................................................................27 3.1.2. Analisa Kelayakan Human Capital................................................30 3.2. Kerangka Operasional.............................................................................31 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................36 4.2 Jenis dan Sumber Data ..............................................................................36 4.3 Metode Pengambilan Sampel....................................................................36 4.4 Metode Analisis Data ................................................................................37 4.5 Asumsi dan Hipotesis................................................................................39 4.6 Definisi Operasional..................................................................................41
V. IDENTIFIKASI UMUM 5.1. Karakteristik Umum Industri 5.1.1. Industri Sedang...............................................................................43
5.1.2. Industri Besar .................................................................................50 5.2. Karakteristik Umum Buruh Jahit Industri Konfeksi 5.2.1. Industri Sedang................................................................................53 5.2.2. Industri Besar ..................................................................................54 5.3. Karakteristik Umum Responden Industri Konfeksi 5.3.1. Industri Sedang................................................................................55 5.3.2. Industri Besar ..................................................................................66 5.4. Karakteristik Pelatihan Menjahit yang Dilakukan Buruh Jahit 5.4.1. Industri Sedang................................................................................76 5.4.2. Industri Besar ..................................................................................77 VI. PRODUKTIVITAS BURUH INDUSTRI KONFEKSI 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buruh Jahit Pada Industri Sedang................................................................................78 6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buruh Jahit Pada Industri Besar...................................................................................90 6.3. Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buruh Jahit Pada Industri Sedang dan Industri Besar......................................100 VII. ANALISIS HUMAN CAPITAL 7.1. Human Capital Buruh Jahit ................................................................. 103 7.2. Net Pre sent Value................................................................................ 104 7.3. Net Benefit Cost Ratio ......................................................................... 107 7.4. Internal Rate of Return ........................................................................ 109 7.5. Perbandingan Analisis Human Capital Buruh Jahit Industri Sedang dan Industri Besar ................................................................................ 111 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan...........................................................................................114 7.2. Saran..................................................................................................... 116 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................117
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Sasaran Pengembangan Ekspor Industri Kecil Menengah Pakaian Jadi Tahun 2003-2004.........................................................................................................3 2. Tenaga Kerja, Angkatan Kerja , Bukan Angkatan Kerja (Jutaan Orang) Tahun 1999-2003..........................................................................................................9 3. Struktur Angkatan Kerja menurut Pendidikan (Jutaan Orang) Tahun 1999-2003 ........................................................................................................................15 4. Perbandingan Indeks Penegembangan Sumberdaya Manusia Indonesia Dengan Beberapa Negara Dunia Tahun 2001-2002.......................................................16 5. Perbandingan 4 Perusahaan Pada Industri Sedang di Jakarta Tahun 2005.......45 6. Contoh Orderan Pada Perusahaan Asa Konfeksi Dengan Merk ‘S’ Fashion Tahun 2005........................................................................................................49 7. Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Sedang Tahun 2005 ..............79 8. Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Besar Tahun 2005.................91 9. Perbandingan Analisis Human Capital Buruh Jahit Pada Industri Sedang dan Industri Besar ................................................................................................. 111
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Penelitian....................................................................35 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Industri Sedang Tahun 2005.......................................................................................................55 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005........................................................................................................56 4. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal (Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 .....................................................................57 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ( Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 .............................................................................58 6. Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Waktu Bekerja (Jam per Hari) pada Industri Sedang Tahun 2005....................................................................59 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan (Rp per Bulan) pada Industri Sedang Tahun 2005 .....................................................................60 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan (Orang) pada Industri Sedang Tahun 2005 .............................................................................62 9. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan pada Industri Sedang Tahun 2005........................................................................................................63 10. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mendapatkan Pekerjaan pada Industri Sedang Tahun 2005 ...........................................................................64 11. Distribusi Responden Berdasarkan Biaya Pelatihan (Rupiah) pada Industri Sedang Tahun 2005.........................................................................................65 12. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pelatihan (Bulan) pada Industri Sedang Tahun 2005.........................................................................................65 13. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005......................................................................................................67 14. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal (Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005......................................................................68 15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja (Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005 ..............................................................................69
16. Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Waktu Bekerja (Jam per Hari) pada Industri Besar Tahun 2005......................................................................70 17. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan (Rp per Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005...............................................................................71 18. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan (Orang) pada Industri Besar Tahun 2005 ..............................................................................72 19. Distribusi Responden Berdasarkan Spesifikasi Kerja pada Industri Besar Tahun 2005............................................................................................73 20. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan pada Industri Besar Tahun 2005.......................................................................................................74 21. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mendapatkan Pekerjaan pada Industri Besar Tahun 2005 ..............................................................................75 22. Distribusi Responden Berdasarkan Biaya Pelatihan (Rupiah) pada Industri Besar Tahun 2005............................................................................................75
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Ouput Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Sedang Tahun 2005 ...1 2. Ouput Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Besar Tahun 2005 ......2 3. Ouput Analisis Regresi Linier Berganda pada Industri Besar Ditransformasi Tahun 2005.......................................................................................................3 4. Ouput Analisis Human Capital Industri Sedang Tahun 2005 .........................4 5. Ouput Analisis Human Capital Industri Besar Tahun 2005 .............................6
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini konsep tentang sumberdaya manusia semakin berkembang. Konsep ini mengacu kepada potensi yang dimiliki manusia dan dapat ditingkatkan melalui pendidikan, baik secara formal maupun non-formal serta peningkatan kesehatan dan migrasi. Pengembangan sumberdaya manusia adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas nasional melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja yang berimplikasi terhadap peningkatan produktivitas perusahaan yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada dasarnya merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan nasional. Sektor industri merupakan sektor utama penunjang perekonomian Indonesia. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto Indonesia tahun 2001 terutama industri pengolahan sebanyak 26.11 persen (BPS, 2001). Pada tahun 2001 diperkirakan jumlah perusahaan pada industri besar dan sedang di Indonesia mencapai 22.648 perusahaan (0.88 persen dari keseluruhan jumlah perusahaan) atau secara neto bertambah 474 perusahaan dari tahun 2000, demikian juga pada penyerapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 4.466.646 orang. Studi ini menitikberatkan pada industri pakaian jadi atau industri konfeksi. Pada tahun 1998 terdapat 1.764 perusahaan dan menyerap 348.805 orang tenaga kerja, kemudian meningkat sebanyak hampir 450 perusahaan di tahun 1999 yaitu
2.214 perusahaan dan menyerap tenaga kerja sebanyak 436.256 orang. Begitu halnya pada tahun 2000 jumlah perusahaan meningkat menjadi 2.258 perusahaan dengan tenaga kerja sebanyak 484.844 orang. Di tahun 2001 terjadi penurunan jumlah perusahaan sebanyak 135 perusahaan menjadi 2.123 perusahaan, tetapi menyerap tenaga kerja lebih besar, yaitu sebanyak 497.816 orang. Pada tahun 2002 terjadi peningkatan jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja, yaitu sebanyak 2.127 perusahaan dan 498.799 orang tenaga kerja. (BPS, 2002). Dari data diatas terlihat penyerapan tenaga kerja yang terus meningkat setiap tahun, walaupun terjadi penurunan jumlah perusahaan. Jenis produk yang mudah tumbuh dan berkembang yang merupakan produk andalan untuk komoditi ekspor dan pasaran lokal adalah pakaian jadi pria dan wanita, jeans, baju santai, pakaian dalam, baju tidur dan busana muslim serta jaket, tas dan sepatu cukup dominan permintaanya dari negara-negara Asia, Timur Tengah dan Eropa serta pasar lokal sendiri. Sedangkan produk assesoris rumah tangga berupa sarung bantal, bed cover, taplak meja, pakaian anak-anak dan selimut kebanyakan untuk pasar lokal antara lain untuk Tanah Abang, Jatinegara dan Blok M serta pulau-pulau di luar Jawa. Pada Tabel 1, terlihat bahwa laju pertumbuhan nilai tambah bagi pengembangan ekspor industri kecil menengah pakaian jadi pertahun adalah 8.66 persen, begitu juga dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebesar 5 persen per tahun. Selain itu terlihat bahwa laju pertumbuhan unit usaha mencapai 3 persen per tahun yang merupakan lahan subur bagi penyerapan tenaga kerja. Laju pertumbuhan tenaga kerja yang cukup besar tidak diikuti dengan kualitas yang dimiliki tenaga kerja. Hal ini tercermin dengan rendahnya tingkat
pendidikan, keterampilan dan tingkat kesehatan yang dimiliki tenaga kerja yang berimplikasi terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja.
Tabel 1. Sasaran Pengembangan Ekspor Industri Kecil Menengah Pakaian Jadi Indonesia Tahun 2003-2004. Sasaran No
Uraian
Posisi 2002
1
Nilai Ekspor (US$. juta)
1.039
2
Nilai Tambah (Rp. Juta)
2.666.930
3
Nilai Produksi(Rp. Juta)
4 5
2003
Laju 2004
1.184,46
Pertumbuhan per Tahun (%)
1.362,13
14.50 %
2.927.811
3.127.038
8.66 %
7.656. 219
8.268. 537
8.930.507
8.46 %
Unit Usaha (Unit)
108.252
111.500
114.850
3.00 %
Tenaga Kerja (Orang)
765.580
803.860
844.050
5.00 %
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Industri Menengah Kecil 2003-2004, Deperindag , 2002
1.2. Perumusan Masalah Umumnya permasalahan yang dihadapi hampir semua pengusaha pada industri sedang dan besar adalah kualitas tenaga kerja yang digunakan. Tenaga kerja yang digunakan bukan tenaga kerja yang terdidik, terlatih, dan terampil. Tenaga kerja yang terdidik, terlatih dan terampil identik dengan tenaga kerja dengan tingkat pendidika n yang tinggi dan pelatihan yang diikutinya. Menurut BPS (2000) hanya sekitar 4.4 persen dari keseluruhan tenaga kerja di Indonesia yang
merupakan
lulusan
perguruan
tinggi
dan
perlu
disikapi
dengan
pengembangan sumberdaya manusia untuk menciptakan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas, sedangkan menurut data BPS tahun 2003 terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi, yaitu menjadi 4.8 persen dari total angkatan kerja, tetapi peningkatan ini tidak sejalan dengan peningkatan kualitas
lulusan perguruan tinggi tersebut. Hal ini akan menimbulkan masalah baru dalam ketenagakerjaan. Dengan
tingkat
pendidikan
dan
ketrampilan
yang
tinggi,
akan
meningkatkan tingkat upah, kapasitas diri dan produktivitas. Hal ini dipicu dari saling bersinerginya antara kapasitas diri, produktivitas, skill, dan tingkat upah yang berimpikasi kuat pada tingkat pendapatan dan kesejahteraan tenaga kerja. Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan
lebih
produktif
bila
dibandingkan
dengan
yang
tidak
berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut adalah akibat keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan yang diikutinya. Di Amerika Serikat seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar US $ 55 juta, master sebesar US $ 40 juta, dan sarjana sebesar US $ 33 juta . Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata US $ 19 juta per tahun. (Nurkolis, 19991). Menurut data BPS Desember tahun 2002 rata-rata upah nominal perbulan buruh dibawah mandor pada industri pakaian jadi adalah Rp 640 ribu. Untuk industri besar adalah sebanyak Rp 598 ribu dan pada industri menengah Rp 323 ribu dan untuk daerah Jabotabek adalah Rp 983 ribu. Penelitian yang dilakukan Mathias (2004) tentang tingkat upah dan produktivitas tenaga kerja propinsi DKI Jakarta rata-rata per bulan menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi adalah pekerja laki-laki sebesar Rp 2. 273 juta dengan tingkat pendidilan tertinggi universitas atau D.IV dan perempuan dengan tingkat pendidikan yang sama mencapai Rp. 2.097 juta. Penerimaan pendapatan terendah
adalah perempuan dengan tingkat pendidikan lebih rendah dari sekolah menengah sebesar Rp. 461.2 ribu dan laki-laki dengan tingkat pendidikan yang sama sebesar Rp. 636.9 ribu. Dari penelitian tersebut, terlihat jelas bagaimana perbedaan tingkat upah yang cukup mencolok antara tenaga kerja dengan pendidikan tinggi dan tenaga kerja dengan pendidikan rendah. Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa kualitas dan kemampuan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental, dan kemampuan fisik tenaga kerja tersebut. Hal ini merupakan investasi jangka panjang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan tingkat konsumsi tinggi. Investasi yang demikian merupakan human capital yang dapat memperbaiki kualitas keahlian tenaga kerja itu sendiri. Terdapat beberapa aktivitas mayoritas yang dapat meningkatkan kualitas keahlian tenaga kerja, yaitu: pengetahuan yang didapat dari pendidikan formal, memperbaiki keahlian melalui pengalaman kerja dan pelatihan khusus. Kualitas tenaga kerja yang ditampakkan melalui etos kerja, motivasi kerja dan keterampilan yang dimilikinya berkorelasi positif dengan produktivitas tenaga kerja dan berimplikasi kuat terhadap tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri. Semakin tinggi kualitas yang dimiliki tenaga kerja, maka semakin tinggi tingkat produktivitasnya yang nantinya akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan produktivitas nasional. Berdasarkan pemaparan diatas dapat dirumuskan beberapa masalah: 1. Bagaimana karakteristik buruh pada industri konfeksi 1
http://artikel.us/nurkolis5.html , 25 Mei 2005
2. Bagaimana faktor -faktor yang mempengaruhi produktivitas buruh pada industri konfeksi 3. Bagaimana Human Capital dalam meningkatkan produktivitas buruh pada industri konfeksi dan bagaimana Human Capital buruh pada industri konfe ksi
1.3. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah, yaitu: 1. Mengidentifikasi karakteristik buruh pada industri konfeksi. 2. Menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi produktivitas buruh pada masing-masing industri konfeksi 3. Menganalisis Human Capital dalam meningkatkan produktivitas buruh konfeksi dan membandingkan Human Capital buruh pada industri sedang dengan industri besar.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi: 1. Sebagai sarana bagi peneliti dalam meningkatkan kemampuan analisa dalam Ekonomi Sumberdaya Manusia pada Industri Konfeksi. 2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. 3. Sebagai masukan bagi perusahaan konfeksi untuk meningkatkan produktivitas buruh
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumberdaya Manusia Menurut Simanjuntak (1998) sumberdaya manusia (human resource) memiliki dua pengertian. Pertama, sumberdaya manusia merupakan usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi yang mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam batas waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, menyangkut kemampuan bekerja dalam memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat. Kedua pengertian diatas mengandung aspek kuantitas dalam arti jumlah penduduk yang mampu bekerja dan aspek kualitas dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan dalam proses produksi, dengan kata lain sumberdaya manusia merupakan faktor produksi selain tanah dan modal fisik. Menurut Simamora dalam Zusana (2000) sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang paling penting bagi organisasi. Hal ini terjadi karena sumberdaya manusia mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi serta sumberdaya manusia juga merupakan pengeluaran pokok perusahaan dalam menjalankan bisnis. Sumberdaya manusia merancang dan memproduksi barang dan
jasa,
mengawasi
kualitasnya,
memasarkan
produk,
mengalokasikan
sumberdaya finansial dan menentukan seluruh tujuan dan strategi organisasi, sehingga sumberdaya manusia perlu dikembangkan. Pengembangan sumberdaya manusia adalah usaha meningkatkan kemampuan ketrampilan dan produktivitas
kerja, sehingga dapat mengurangi dan menghapus pengangguran dan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang telah bekerja, sedang bekerja, mencari kerja dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur minimum di Indonesia dapat disebut tenaga kerja pada mulanya adalah 10 tahun tanpa batasan maksimum karena Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional dan atas pertimbangan meningkatnya kegiatan pendidikan maka usia minimum untuk menjadi tenaga kerja adalah 15 tahun berdasarkan UU No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan. Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah pekerja, penganggur dan pencari pekerjaan. Menurut BPS (2001) , angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang disebut bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan penerima pendapatan. Angkatan kerja dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu; menganggur , yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja (open unemployed)
dan berusaha mencari pekerjaan; setengah
menganggur (under-employed), yaitu mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja (under-utilized) dilihat dari jumlah jam bekerja, produktivitas kerja dan pendapatan; bekerja penuh atau yang cukup dimanfaatkan. (Simanjuntak, 1998). Menurut Hauser dalam Mumu (1992), angkatan kerja dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: a. Unemployed : Angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan selama referensi waktu penelitian
b. Low Hour : Bila seorang bekerja kurang dari 35 jam per minggu c. Low Income (individu) : Seseorang mencurahkan waktunya untuk bekerja sama atau lebih besar dengan 35 jam per minggu, tetapi pendapatannya tidak cukup untuk menghidupi satu orang anggota keluarga d. Low Income (household ) : Seseorang mencurahkan waktunya untuk bekerja sama atau lebih besar dengan 35 jam per minggu, tetapi pendapatannya tidak cukup untuk menghidupi anggota keluarga e. Adequately utilized : Seseorang mencurahkan waktunya untuk bekerja 35 jam per minggu dengan pendapatan yang mencukupi untuk menghidupi anggota keluarga
Tabel 2. Tenaga Kerja, Angkatan Kerja, Bukan Angkatan Kerja di Indonesia Tahun 1999-2003 Uraian
1999
2000
2001
2002
2003
Tenaga Kerja (Juta Orang)
141.0
141.1
144.0
148.7
152.7
Angkatan Kerja (AK-Juta Orang))
94.5
95.6
98.8
100.7
100.4
AK terhadap Penduduk Usia Kerja (%)
67.76
67.76
68.60
67.76
65.72
Bekerja (Juta Orang)
88.8
89.9
90.8
91.6
90.8
Bekerja terhadap Angkatan Kerja (%)
93.92
93.92
91.90
90.94
90.50
Bukan Angkatan Kerja (Juta Orang)
46.2
45.5
45.2
47.9
52.4
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2001, 2002, 2003
Dari Tabel 2, terlihat bahwa terjadi peningkatan uj mlah tenaga kerja di Indonesia, demikian pula dengan jumlah angkatan kerja, walaupun terjadi penurunan pada tahun 2003 sebesar 2.04 persen. Jumlah penduduk yang bekerja juga
mengalami
peningkatan.
Dengan
begitu
diperlukan
usaha
untuk
meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja.
2.2. Teori Human Capital Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital investment) yang menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), telah ada sejak jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainnya sebelum abad ke-19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia. Schultz (1961) dan Deninson (1962) kemudian memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan sumberdaya manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan (Nurulpaik, 2005). Human capital merupakan stock dari kemampuan dan pengetahuan produktif yang terdapat pada masyarakat. Alfred Marshal pernah berkata “the most valuable of all capital is tha t invested in human beings” (Becker, 1975). Dalam hal ini human capital merupakan investasi jangka panjang pada pengembangan
sumberdaya
manusia
untuk
meningkatkan
produktivitas.
Pentingnya human capital adalah pengetahuan yang ada pada sumberdaya manusia merupakan basis penggerak dalam peningkatan produktivitas. Menurut Simanjuntak (1998) human capital dapat diterapkan dalam hal pendidikan dan latihan, migrasi serta perbaikan gizi dan kesehatan.
Menurut Olgaard dalam Ananta dan Djadjanegara (1986) terdapat tiga jenis perubahan kualitas human capital, yaitu: a. Efek Tahunan. Efek ini berarti bahwa semua tenaga kerja mempunyai kualitas human capital yang lebih tinggi seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan kesehatan dan lingkungan. b. Efek Kohor. Tenaga kerja dengan usia yang lebih muda (kohor muda) kualitas human capital yang dimilikinya lebih baik karena perbaikan fasilitas pelayanan pendidikan. c. Efek Usia. Peningkatan usia dapat meningkatkan kualitas human capital dalam usia yang relatif muda, sedangkan pada usia yang lebih tua akan menurunkan kualitas human capital
2.2.1. Pendidikan dan Latihan Pendidikan
dan
latihan
merupakan
usaha
dalam
pengembangan
sumberdaya manusia, terutama aspek kemampuan intelektual dan kepribadiannya (Notoatmojo dalam Zusana, 2000). Upaya meningkatkan pendidikan dan pelatihan merupakan karakteristik dari investasi sumberdaya manusia yang membutuhkan opportunity cost yang tidak sedikit. Dalam Dictionary of Education, pengertian pendidikan adalah: a. Proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup. b. Proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya sekolah), sehingga dapat me mperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum. Tilaar dalam Bahri (2001) menyatakan bahwa pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan yang berkualitas bukan saja pendidikan yang meningkatkan kualitas intelejensi akademik tetapi juga meliputi berbagai aspek kehidupan lainnya. Selain
itu
pendidikan
merupakan
suatu
proses
pemberdayaan
untuk
mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kebudayaan pada masyarakat lokal, bangsa dan masyarakat global. Dengan demikian fungsi pendidikan tidak hanya untuk menggali potensi yang ada pada manusia tetapi juga mengontrol potensi tersebut agar dapat dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat (Raharto, dalam Bahri 2001). Semakin tinggi tingkat pendidikan tenaga kerja semakin tinggi tingkat produktivitasnya dan semakin tinggi tingkat pendapatan, tetapi tingginya tingkat pendapatan ini tidak hanya dipengaruhi ole h faktor tenaga kerja saja, tetapi juga tergantung pada faktor lain seperti: lingkungan eksternal, lingkungan internal dan sebagainya. Pendidikan dan pelatihan juga merupakan sebuah indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan. Combs dalam Latif (1990) mengklasifikasikan pendidikan kedalam tiga bagian, yaitu: a. Pendidikan Informal, yaitu: proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari- hari dengan sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistimatik, sejak seorang lahir sampai kemudian meninggal, seperti dalam keluarga, lingkungan tempat tinggal dan sebagainya
b. Pendidikan Formal, yaitu: pendidikan disekolah yang teratur, sistimatis, mempunyai jenjang dan dibagi dalam waktu tertentu dari Taman KanakKanak sampai Perguruan Tinggi c. Pendidikan
Nonformal,
yaitu:
semua
bentuk
pendidikan
yang
diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan. Menurut Becker (1975) pelatihan terdiri dari General Training dan Specific Tra ining dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas yang tercermin dalam tingkat pendapatan. Latihan dapat diartikan sebagai proses pendidikan dalam jangka pendek yang ditujukan pada tenaga kerja bukan manajer. Pelatihan merupakan kunci untuk menggali potensi tenaga kerja yang tersimpan. Menurut Moelyono (1990) tujuan dilaksanakan latihan adalah: a. Peningkatan produktivitas Kegiatan latihan dan pengembangan tidak saja bermanfaat bagi tenaga kerja baru, tetapi juga pada buruh yang sudah lama bekerja. Hal ini dapat meningkatkan prestasi kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas. b. Peningkatan kualitas Program pelatihan dapat membantu tenaga kerja dalam memperbaiki hasil yang lebih tinggi kualitasnya, dapat juga mengurangi kesalahan dalam bekerja. c. Mempermudah perencanaan sumberdaya manusia
Ketika terjadi permasalahan dalam jumlah tenaga kerja yang bekerja atau pergantian tenaga kerja secara mendadak, maka perusahaan akan dapat mencari penggantinya dengan lebih mudah karena adanya program latihan d. Memperbaiki etika kerja Iklim kerja biasanya mudah diperbaiki apabila program pelatihan dapat dilaksanakan. Reaksi-reaksi positif akan tumbuh dari program pelatihan yang terencana dengan baik yang pada gilirannya akan membentuk etika kerja yang lebih baik. e. Kompensasi tidak langsung Pelatihan bagi tenaga kerja merupakan bagian balas jasa tehadap pekerjaanya. Mereka mengharapkan perusahaan membayar biaya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka. f. Kesehatan dan keselamatan Latihan yang tepat akan mencegah kecelakaan dan menciptakan lingkungan kerja yang segar dan dapat mengarahkan sikap mental tenaga kerja yang stabil g. Mencegah keausan Mengadakan pelatihan yang berkesinambungan perlu agar tenaga kerja dapat tetap menguasai bidangnya masing-masing yang dapat mendorong menciptakan kreatifitas baru para buruh dalam berproduksi sehingga membantu dalam pencegahan keausan pengetahuan dan keterampilan. h. Pengembangan pribadi Kegiatan latihan sebenarnya meningkatkan proses nilai tambah dan member i keuntungan pada perusahaan dan merupakan pengembangan nilai
tambah pribadi karena berbagai pengalaman yang diperoleh selama mengikuti pelatihan.
Tabel 3. Struktur Angkatan Kerja Menurut Pendidikan (Jutaan Orang) di Indonesia Tahun 1999-2003 Pendidikan
1999
2000
2001
2002
2003
Tidak Bersekolah
7,603
7,129
6,995
6,849
5,066
Belum Lulus SD
16,107
14,633
15,591
15,245
12,589
SD
34,102
35,508
35,724
36,959
37,169
SLTP
14,035
15,364
16,851
17,490
20,570
SLTA Umum
11,571
13,378
11,489
12,212
14,156
SLTA Kejuruan
6,559
4,854
7,259
7,121
6,137
Diploma I/II/III
2,009
2,144
2,238
2,216
1,933
Universitas
2,366
2,294
2,669
2,686
2,698
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2001, 2002, 2003
Tabel 3, menunjukkan trend penurunan jumlah tenaga kerja yang tidak lulus SD dan peningkatan tingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja , tetapi peningkatan ini tidak cukup menggembirakan karena 62 persen tenaga kerja di Indonesia hanya lulusan SD dan bahkan tidak lulus sama sekali. Tenaga kerja lulusan Perguruan Tinggi hanya berkisar 4.8 persen dari total tenaga kerja di Indonesia Kualitas
Pendidikan
di
Indonesia
dapat
diketahui
dari
Human
Development Index. Pada Tabel 4, terdapat peningkatan HDI (indeks pengembangan sumberdaya manusia) Indonesia pada tahun 2002, yaitu menjadi 0.692 dari 0.682 dari tahun 2001. Demikian juga dengan peringkat HDI Indonesia mengalami peningkatan satu peringkat.
Tabel
4.
Perbandingan Indeks Penegembangan Sumberdaya Manusia Indonesia Dengan Beberapa Negara Dunia Tahun 2001-2002
0.729
Developing Countries 0.663
South Asia 0.584
East Asia & The Pacific 0.740
111
-
-
-
-
HDI Value, 2001
0.682
0.722
0.655
0.582
0.722
HDI Rank, 2001 (175 Countries)
112
-
-
-
-
Indices
Indonesia
World
HDI Value, 2002
0.692
HDI Rank, 2002 Countries)
(177
Sumber: Laporan UNDP, 2001-2002 2)
Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan-perbaikan dalam berbagai bidang yang mempengaruhi tingkat HDI terutama bidang pendidikan, walaupun tidak terjadi peningkatan secara drastis dan lebih tinggi lagi. Ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam dan konsep yang matang untuk meningkatakan kualitas pendidikan di Indonesia. 2.2.2. Pangan, Gizi dan Kesehatan Manusia dalam pembangunan berkelanjutan adalah sebagai subjek dan sebagai objek. Sebagai subjek manusia harus mampu memberikan potensi terbaik yang ada pada dirinya. Sedangkan sebagai objek, pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia itu sendiri. Kualitas
manusia
merupakan
faktor
utama
dalam
peningkatan
kesejahteraan. Kualitas sumberdaya manus ia bersifat statis dan dinamis. Kualitas statis ini meliputi kemampuan dalam melaksanakan kegiatan fisik atau mental secara optimal untuk menghindari gangguan dan penyakit. Sedangkan kualitas bersifat dinamis adalah kemampuan untuk meningkatkan taraf ekonomi, sosial dan kecerdasan.
)
http://hdrc.undp.org.in/APRI/hds/hdfct/indonsia.htm, 18 Mei 2005
Salah satu faktor penentu dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah pangan dan gizi. Pangan merupakan basic needs untuk memenuhi kebutuhan manusia agar tetap melaksanakan kegiatannya yang secara langsung dapat mempengaruhi tingkat produktivitasnya. Demikian pula dengan kualitas yang dimiliki oleh pangan, juga harus lebih diperhatikan. Dengan kualitas pangan yang baik dan peningkatan gizi masyarakat Indonesia diharapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja yang nantinya akan meningkatkan pendapatan dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.3. Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas merupakan istilah mencakup bidang yang luas dan menarik. Hingga saat ini belum ada definisi yang tepat tentang produktivitas. Menurut Mathis dan Jakson dalam Manubowo (2003), menyebutkan bahwa sistem manajemen produktivitas berusaha mendefinisikan, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap produktivitas karyawannya. Filosofi dari produktivitas adalah keinginan dan usaha manusia untuk meningkatkan mutu hidup dan penghidupannya. Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan sebenarnya. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang dan jasa. Produktivitas mengutarakan cara pemanfaatan sumberdaya secara baik dalam proses produksi (Sinungan dalam Tutuhatunewa, 1998). Dalam Koehler’s Dictionary for Accountants (1983) produktivitas didefinisikan sebagi hasil yang didapat dari setiap proses produksi dengan
menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Pendefinisian tentang produktivitas sekarang ini tidak hanya mengacu pada proses produksi fisik saja tetapi lebih menenekan pada aspek sumberdaya manusia yang mengacu pada motivasi terhadap peningkatan taraf hidup. Peningkatan produktivitas sifatnya sangat spesifik. Usaha peningkatan produktivitas tergantung pada setiap perusahaan dan setiap usaha yang dilakukan tidak bisa diterapkan begitu saja pada perusahaan lain. Usaha peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pemanfatan tenaga manusia secara maksimal dan pengefektifan pengelolaan kerja. Sumberdaya manusia merupakan unsur penting dalam proses peningkatan produktivitas, karena teknologi yang digunakan dalam proses produksi merupakan hasil karya manusia. Produktivitas tenaga kerja merupakan tingkat kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan produk. Perubahan kualitas tenaga kerja adalah perubahan produktivitas pekerja dalam jumlah tenaga kerja yang tidak berubah dan perubahan produktivitas yang terjadi karena perubahan jumlah satuan tenaga kerja tidak disebut sebagai perubahan kualitas tenaga kerja (Ananta dan Djadjanegara, 1986). Selain itu dalam teori ekonomi, produktivitas merupakan suatu pengukuran output yang merupakan pengukuran relatif (output terhadap input atau faktor produksi). Produktivitas tenaga kerja mengacu pada kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan output. Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (Simanjuntak, 1998). Pada dasarnya, orang berproduktivitas rendah disebabkan oleh kurangnya
keterampilan, kurangnya sarana -sarana penunjang, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi, salah penempatan posisi kerja, rendahnya tingkat upah dan sebagainya. Menurut Soeprihanto dalam Manubowo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah: bakat, pendidikan dan latihan, nutrisi, lingkungan dan fasilitas, iklim kerja, motivasi dan kemauan, hubungan industrial, teknologi, manajemen, kesempatan berprestasi, investasi, perijinan, moneter dan distribusi. Sedangkan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja adalah pengetahuan, keterampilan, abilitas, sikap dan perilaku karyawan (Bernadin dan Russel, 1993). Menurut Ananta dan Djadjanegara (1986) terdapat empat faktor yang mempengaruhi produktivitas. a. Perubahan jumlah tenaga kerja b. Perubahan jumlah jam kerja c. Pergeseran fungsi produksi d. Perubahan kondisi pasar Pada abad ke 18, Adam Smith telah mengemukakan arti efisiensi dan spesialisasi yang pada hakikatnya merupakan faktor terpenting dala m peletakan dasar produktivitas dapat pula diartikan sebagai ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi dengan membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap atau seluruh sumbersumber masukan yang dig unakan (Aroef dalam Tutuhatunewa, 1998). Efisiensi adalah penghematan penggunaan sumber-sumber dalam kegiatan produksi atau organisasi. Efektivitas merupakan pencapaian keluaran atau target. Produktivitas =
EfektivitasPelaksananTugas EfisiensiPenggunaanSumber − SumberMasukan
Produktivitas =
EfektivitasMenghasilkanKeluaran EfisiensiPenggunaanSumber − SumberMasukan
Menurut Ravianto dalam Tutuhatunewa (1998), peningkatan produktivitas dapat dilihat dari tiga cara, yaitu: a. Jumlah produksi meningkat dengan menggunakan sumberdaya yang sama b. Jumlah produksi yang sama atau meningkat dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit c. Jumlah produksi meningkat jauh lebih besar dengan menggunakan sumberdaya yang relatif sedikit Melalui pendekatan sistem, Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa faktor -faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas tenaga kerja adalah: a. Kualitas dan kemampuan tenaga kerja, yang dapat dipengaruhi oleh pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, sikap mental dan kondisi fisik tenaga kerja b. Sarana pendukung tenaga kerja, mencakup lingkungan kerja dan kesejahteraan tenaga kerja. Lingkungan kerja meliputi keselamatan dan kesehatan kerja, sarana produksi dan teknologi, sedangkan kesejahteraan tenaga kerja tercermin pada tingkat upah dan jaminan sosial c. Supra sarana, yang meliputi kebijakan pemerintah, Hubungan Industrial Pancasila dan kemampuan dalam mencapai kerja yang optimal. Ross (1977) mengemukakan 9 faktor atau dorongan yang perlu diperhatikan dalam usaha peningkatan produktivitas, yaitu: a. Kerja yang bersifat menantang, kreatif, menarik dan memberikan kesempatan untuk berprestasi
b. Partisipasi dalam mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap individu c. Kompensasi yang dikaitkan dengan produktivitas d. Komunikasi dan saluran komando yang sederhana e. Pengawasan yang kompeten f. Pengakuan terhadap prestasi g. Kesempatan untuk pengembangan diri h. Kesempata n untuk memimpin i.
2.4.
Pola atau tipe organisasi yang lebih fleksibel
Industri Besar dan Industri Sedang Industrialisasi merupakan sebagian dari kegiatan pembagunan dunia.
Lahirnya industrialisasi didorong laju perkembanagn evolusi budaya yang pesat yang secara timbal balik menghasilkan berbagai teknologi baru, yang kemudian dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan. Sektor Industri merupakan sektor utama penunjang perekonomian Indonesia. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia tahun 1999 (BPS, 2001). Peranan sektor Industri Pengolahan mencapai 25,8 persen dari pembentukan PDB pada tahun 1999 dan 26,11 persen pada tahun 2001, sedangkan sektor pertanian 19,4 persen tahun 1999 dan 16,39 persen tahun 2001. Terlihat penurunan yang cukup tinggi pada sektor pertanian dalam pembentukan PDB Indonesia. BPS membagi Industri pengolahan menjadi empat kelompok berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat didalamnya tanpa memperhatikan penggunaan teknologi dan jumlah modal yang ditanamkan. Keempat kelompok tersebut yaitu, industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga.
a. Industri Besar adalah perusahaan yang mempekerjakan 100 orang atau lebih jumlah tenaga kerja. b. Industri Sedang adalah perusahaan yang mempekerjakan 20-99 orang tenaga kerja. c. Industri Kecil adalah perusahaan yang mempekerjakan 5-19 orang tenaga kerja. d. Industri Rumah Tangga adalah perusahaan yang mempekerjakan 1-4 orang tenaga kerja. Sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), ruang lingkup industri kecil sebagaimana halnya dengan industri besar dan menengah terdiri atas 10 sektor lapangan usaha (BPS, 2001) yaitu: a. Pertanian dan petenakan, kehutanan, perkebunan dan perikanan b. Pertambangan dan Penggalian c. Industri Pengolahan, listrik, gas dan air d. Bangunan/kontruksi e. Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel f. Angkutan/ penggudangan dan komunikasi g. Keuangan, asuransi, usaha sewa banguna, tanah dan jasa perusahaan h. Jasa kemasyarakatan, sosial dan dan perorangan i.
Kegiatan yang belum jelas batasnya BPS Indonesia membagi Industri Pengolahan menjadi 9 bagian dengan
kode masing-masing: a. Industri makanan, minuman dan tembakau (3.1) b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit (3.2)
c. Industri kayu dan barang-barang dari kayu termasuk perabot rumah tangga (3.3) d.Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan (3.4) e.Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik (3.5) f. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara (3.6) g. Industri logam dasar (3.7) h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya (3.8) i. Industri pengolahan lainnya (3.9) Pada industri tekstil, pakaian jadi dan kulit termasuk kedalamnya industri konfeksi. Jenis produk yang mudah tumbuh dan berkembang yang merupakan produk andalan untuk komoditi ekpor dan pasaran lokal seperti pakaian jadi pria dan wanita, blue jeans , baju santai, pakaian dalam, baju tidur dan busana muslim cukup dominan permintaanya dari negara-negara Asia, Timur Tengah dan Eropa serta pasaran lokal sendiri. Sedangkan produk assesoris rumah tangga berupa sarung bantal, bed cover, taplak meja, pakaian anak- anak dan selimut kebanyakan untuk pasaran lokal antara lain untuk Tanah Abang dan Jatinegara serta pulaupulau di luar Jawa.
2.5.
Penelitian Terdahulu Studi Bank Dunia tahun 1980 mengenai 83 negara sedang berkembang
menunjukan bahwa di 10 negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan riil tertinggi dari GNP perkapita antara tahun 1960 dan 1977, adalah negara yang tingkat melek huruf pada tahun 1960 rata-rata 16 persen lebih tinggi daripada negara-negara lain. Juga telah digambarkan bahwa investasi dalam bidang pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap produktivitas individu dan
penghasilannya. Kebanyakan bukti berasal dari pertanian. Kajian antara petani yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan di negara-negara berpendapatan rendah menunjukkan, ketika masukan-masukan seperti pupuk dan bibit unggul tersedia untuk teknik-teknik usaha tani yang lebih baik, hasil tahunan seorang petani yang berpendidikan selama empat tahun rata-rata 13 persen lebih tinggi daripada seorang petani yang tidak berpendidikan. Meskipun masukan ini kurang, penghasilan para petani yang berpendidikan tetap lebih tinggi 8 persen (World Development Report, 1980). Penelitian yang dilakukan Sulaeman (1996) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan pekerja pada industri kecil tas kulit di desa Bojong Rangkas menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata dalam penyerapan tenaga kerja adalah pesanan, upah, produksi dompet perminggu. Permintaan tenaga kerja oleh pengusaha ditentukan oleh berapa banyak produksi yang dihasilkan oleh pengrajin. Perlu atau tidaknya pengusaha menambah pekerja yang berhubungan dengan proses produksi adalah perhitungan yang dilakukan pengusaha atas tambahan pekerja dibandingkan dengan biaya marjinal atau upah pekerja, apakah masih menguntungkan apa tidak apabila melakukan penambahan tenaga kerja. Faktor-faktor yang berpangaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja adalah pengalaman kerja dan kemampuan bekerja sesuai dengan keahlian. Sedangkan untuk pekerja perempuan, tingkat pendapatan dipengaruhi oleh tingkat umur. Hasil penelitian yang dilakukan Tutuhanewu (1998) mengenai analisis faktor -faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di industri sepatu Kotabatu, diketahui bahwa faktor -faktor yang berpengaruh nyata adalah jenis
kelamin pada taraf kepercayaan 80 persen, jumlah tanggungan keluarga, umur, tingkat pendapatan, dan alokasi waktu kerja pada taraf kepercayaan 95 persen. Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap tingkat produktivitas tenaga kerja. Sedangkan tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pengeluaran rata-rata tidak berpengaruh nyata. Dalam penelitian yang dila kukan Santoso (2001) terhadap faktor -faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pada undustri kecil tahu, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh adalah umur yang berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95 persen, jumlah tanggungan keluarga pada taraf kepercayaan 90 persen dan upah pada taraf kepecayaan 99 persen. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan jumlah pengeluaran rata-rata perbulan. Kurnia
(2003)
melakukan
analisis
terhadap
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produktivitas kerja pemetik teh pada PT. Perkebunan Nusantara VII Kebun Papandayan, terdapat enam variabel yang berpengaruh secara signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen yaitu, jenis kelamin, status keja, pendapatan, pengeluaran kelurga, hubungan dengan sesama pemetik dan pengalaman kerja. Sedangkan variabel yang tidah berpengaruh adalah umur, tingkat pendidikan formal, pendapatan dari luar usaha pemetikan teh, jarak tempuh, hubungan atasan dan jumlah tanggungan keluarga. Penelitian yang dilakukan Mathias (2004) tentang tingkat upah dan produktivitas tenaga kerja propinsi DKI Jakarta rata-rata per bulan menunjukkan bahwa pendapatan tertinggi adalah pekerja laki-laki sebesar Rp 2,273 juta dengan tingkat pendidilan tertinggi universitas atau D.IV dan perempuan dengan tingkat
pendidikan yang sama mencapai Rp. 2,097 juta. Penerimaan pendapatan terendah adalah perempuan dengan tingkat pendidikan lebih rendah dari sekolah menengah sebesar Rp. 461,2 ribu dan laki-laki dengan tingkat pendidikan yang sama sebesar Rp. 636,9 ribu. Dari penelitian tersebut, terlihat jelas bagaimana perbedaan tingkat upah yang cukup mencolok antara tenaga kerja dengan pendidikan tinggi dan tenaga kerja dengan pendidikan rendah.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Regresi Linier Berganda Persamaaan
Regresi
merupakan
persamaan
matematika
yang
memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilainilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1982). Analisis regresi merupakan salah satu alat analisis yang menjelaskan tentang akibat dan besarnya akibat yang ditimbulkan oleh peubah bebas terhadap peubah tak bebas (Sudarmanto, 2005) Biasanya peubah tak bebas dilambangkan dengan huruf Y dan peubah bebas dengan huruf X. Hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas saling berhubungan secara linear disebut garis regresi linear yang dapat dituliskan dalam bentuk: = á + bx dimana á menyatakan intersep atau berpotongan dengan sumbu tegak, dan b adalah kemiringan atau gradiennya. Lambang
digunakan untuk membedakan
nilai ramalan yang dihasilakan garis regresi dan nilai y yang sesungguhnya untuk nilai x tertentu. Regresi berganda merupakan peramalan peubah tak bebas Y dengan beberapa peubah bebas X1 , X2 ,...X dan dapat dituliskan sebagai berikut:
= bo+ b1X1 + b2X2+...+ biXi + ei
Metode yang digunakan merupakan metode pendugaan kuadrat terkecil biasa (OLS/ Ordinary Least Square), dengan asumsi-asumsi: a. Nilai rata-rata pengganggu sama dengan nol, yaitu E( åi ) = 0, untuk setiap i. dimana i = 1,2,3….,k. b. Varian (å i ) =
E( åi 2 ) = ä2 , sama untuk semua kesalahan pengganggu
(asumsi homoskedasitas). c. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu, berarti Cov (åi, åj) = 0, untuk i
j.
d. Peubah bebas X1 ,X2 ,…..,Xk konstan dalam sampling yang berulang dan bebas dari kesalahan pengganggu å i, E(Xi åi ) = 0. e. Tidak ada kolinearitas ganda (multikolineraritas) yang berarti tidak ada hubungan linear yang nyata antara peubah-peubah bebas. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji–t dan uji-f. Uji-t bertujuan untuk mengetahui peubah bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada berbagai tingkat á . Uji-f digunakan menguji apakah keseluruhan model dapat digunakan untuk menduga hubungan antar peubah bebas dan peubah tak bebasnya. Untuk mengetahui apakah peubah bebas yang digunakan pada model berpengaruh atau tidak terhadap peubah yang dijelaskan, maka dilakukan uji hipotesa bagi koefisien regresi secara serentak. Dalam hal ini digunakan uji F, yaitu: JumlahKuadratTengahRe gresi Fhitung =
JumlahKuadratSisa
n−k
k −1
dimana: n
= Jumlah Pengamatan
k
= Jumlah Variabel Bebas
Hipotesis yang digunakan untuk menguji kesesuaian model: Ho : b1 = b2 =...= bk = 0 H1 : b1 = b2 =...= bk
0
dimana: bk = salah satu peubah bebas (jenis kelamin, umur buruh, lama pendidikan formal, pengalaman kerja, alokasi waktu kerja, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga , spesifikasi kerja, status pekerjaan, cara mendapatkan pekerjaan, biaya pelatihan dan lama pelatihan). Kaidah pengujian yang digunakan adalah: Fhitung > Ftabel (k-1;n-k)
= tolak Ho
Fhitung < Ftabel (k-1;n-k)
= terima Ho
Jika Ho ditolak berarti bahwa peubah yang digunakan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas, demikian juga sebaliknya. Apabila Fhitung > Ftabel (k-1;n-k) berarti tolak Ho dan terima H1 yang mengidentifikasikan bahwa model dugaan dapat digunakan untuk meramalkan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas pada berbagai tingkat kepercayaan Goodnes of fit (R2) memperlihatkan persentase variasi total dari peubah tak bebas yang dapat dijelaskan oleh peubah bebas. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik model yang digunakan, tetapi jika R2 bernilai rendah belum tentu model yang digunakan buruk. Uji T digunakan untuk mengetahui peubah bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada berbagai tingkat kepercayaan
Thitung =
bi − 0 Sbi
Dengan Hipotesis: Ho : b1 = b2 =...= bk = 0 H1 : b1 = b2 =...= bk
0
dimana: bk = salah satu peubah bebas (jenis kelamin, umur buruh, lama pendidikan formal, pengalaman kerja, alokasi waktu kerja, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga , spesifikasi kerja, status pekerjaan, cara mendapatkan pekerjaan, biaya pelatihan dan lama pelatihan). Kriteria ujinya adalah: Thitung > Ttabel ( α 2 ;n-k)
= tolak Ho
Thitung < Ttabel ( α 2 ;n-k)
= terima Ho
Penolakan atas Ho mengidentifikasikan bahwa peubah bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas dan apabila bi lebih besar dari nol maka peningkatan peubah i akan meningkatkan peubah tak bebasnya, demikain pula sebaliknya.
3.1.2 Analisa Kelayakan Human Capital Pendidikan yang ditamatkan dan latihan yang diikuti buruh merupakan bekal dalam menghadapi persaingan di pasar tenaga kerja. Pelatihan merupakan investasi yang imbalannya diperoleh beberapa tahun kemudian dalam bentuk peningkatan jumlah penghasilan dan produktivitas yang dikenal sebagai human capital.
Untuk menganalisis penggunaan Human Capital dalam peningkatan produktivitas buruh adalah menggunakan Net Present Value (NPV), yaitu: n
Y(sla) =
Vt
∑ (1 + r )
t
0
dimana Y(sla) = nilai sekarang (NPV) dari arus penghasilan seumur hidup Vt
= besarnya penghasilan pada tahun t
r
= tingkat discount yang menggambarkan time preference seseorang atas konsumsi barang saat sekarang dibanding satu tahun yang akan datang
t
= periode waktu (lamanya) seseorang bekerja
Jika: Y (Sla) > 0
= Pendidikan dan Pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup
Y (Sla) < 0
= Pendidikan dan Pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup
Y (Sla) = 0
= Pendidikan dan Pelatihan dapat mengembalikan opportunity cost yang telah dikeluarkan
3.2 Kerangka Operasional Perekonomian Indonesia didominasi oleh perindustrian. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar PDB selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2001 PDB dari industri pengolahan sebanyak 26,11 persen dan dari sektor pertanian hanya sebesar 16,39 persen. Dari tahun ketahun terdapat peningkatan jumlah tenaga kerja pada industri besar dan industri sedang, walaupun terjadi penurunan jumlah perusahaan. Hal ini terjadi karena tidak semua sub sektor perindustrian mengalami peningkatan, bahkan ada yang mengalami penurunan jumlah yang cukup signifikan. Peningkatan penyerapan tenaga kerja banyak terjadi pada sub sektor industri
pakaian jadi, yaitu sebanyak 48 ribu orang di tahun 2000. Peningkatan ini juga terjadi pada tahun 2001 sebanyak hampir 13 ribu orang demikian juga pada tahun 2002 sebanyak hampir seribu orang. Menurut BPS, industri besar adala h perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 oarang tenaga kerja dan industri sedang adalah perusahaan yang mempekerjakan 20-99 orang tenaga kerja tanpa memperhatikan modal dan teknologi yang digunakan. Dengan adanya Undang-Undang Usaha Kecil No. 9 Tahun 1995, industri kecil sebagai bagian usaha kecil di Indonesia didefinisikan sebagai industri yang memiliki asset tidak lebih dari Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan) atau omzet pertahun sebesar Rp 1 Milyar. Sedangkan industri menengah, asset dan omzet yang dimiliki Rp 700 Juta – Rp 1 Milyar pertahun. Peningkatan asset dan omzet perusahaan tidak terlepas dari peranan sumberdaya
manusia yang dimilikinya dalam peningkatan produktivitas
perusahaan. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia ini diperlukan investasi jangka panjang dari setiap sumberdaya manusia, investasi ini disebut human capital yang terkait dengan tingkat pendidikan sumberdaya manusia, migrasi, gizi dan kesehatan. Dalam pidato Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul "Investment in Human Capital" pada kongres The American Economic Association bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidika n bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi (Nurulpaik, 2005 3). 3
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/05/teropong/ lainnya05.htm,Iik Nurukpaik, Pendidikan Sebagai Investasi, 18 Mei 2005
Dengan demikian pendidikan dan latihan dapat dipandang sebagai investasi pada sumberdaya manusia. Dalam studi ini, human capital lebih ditekankan pada pendidikan dan latihan, dimana pe ndidikan merupakan pendidikan formal dan latihan merupakan pendidikan non formal yang diperoleh buruh. Becker (1965) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kualitas kesehatan merupakan hal yang berpengaruh terhadap modal sumberdaya ma nusia, tetapi yang paling utama pengaruhnya adalah pendidikan dan pelatihan. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi pula. Schultz dan Deninson dalam Nurulpaik (2005) memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Tingkat pendidikan dan latihan yang diikuti buruh berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Umumnya tenaga kerja di Indonesia merupakan tenaga yang tidak terdidik, karena rata-rata berada pada tingkatan sekolah dasar, hanya 4,8 persen dari total tenaga kerja pada tahun 2003 yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Untuk dapat meningkatkan produktivitas buruh konfeksi, perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Pada dasarnya produktivitas buruh dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kesehatan, motivasi, usia dan jenis kelamin yang merupakan faktor internal diri buruh. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah upah, kebijakan pemerintah dan lingkungan kerja.
Dalam studi ini, faktor yang berpengaruh adalah jenis kelamin,umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, alokasi waktu kerja, pendapatan, jumlah tanggungan, spesifikasi kerja, status pekerjaan dan cara mendapatkan pekerjaan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena selain menganalis faktor -faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas buruh konfeksi pada industri sedang dan industri besar juga menganalisis human capital buruh yang berimplikasi pada peningkatan produktivitas buruh
Ekonomi Pendapatan Rendah Produktivitas Rendah Pendidikan Rendah Keterampilan Rendah
Industri
Industri Besar
Industri Sedang
Industri Kecil
Industri Konfeksi
Tenaga Kerja
Produktivitas
Human Capital
Pendidikan Pelatihan Pendapatan
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Penelitian
Industri Rumah Tangga Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidi kan Pengalaman Kerja Alokasi Waktu Kerja Pendapatan Pelatihan Jumlah Tanggungan Spesifikasi Kerja Status Pekerjaan Cara Mendapatkan Biaya Pelatihan Lama Pelatihan
Net Present Value Internal Rate of Return Net B/C Ratio
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa perusahaan konfeksi yang ada pada daerah Jakarta dan Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Jakarta dan Bogor merupakan daerah penting dalam perkembangan industri di Indonesia Penelitian dilapangan dilakukan selama dua bulan, yaitu sejak awal bulan Juli sampai akhir bulan September tahun 2005. Pengolahan data, seminar dan sidang selesai pada akhir bulan Januari 2006.
4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer menyangkut karakteristik sosial ekonomi tenaga kerja industri konfeksi yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder sebagai penunjang dan pelengkap dari penelitian ini diperoleh dari pengusaha dan departemen yang terkait serta dari literatur-literatur lainnya.
4.3. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara Multiple Stage Sampling yang merupakan bagian dari Restricted Random Sampling. Multiple Stage Sampling adalah sampel yang ditarik dari kelo mpok populasi, dimana hanya sebagian anggota kelompok populasi yang ditarik menjadi sampel. Caranya dengan Equal
Probability dimana setiap kelompok populasi kita pilih sejumlah anggota tertentu yang peluangnya sama untuk dimasukkan dalam sampel (Nazir, 1983). Dari jumlah populasi yang ada akan diambil sampel sebanyak 32 orang dari 4 perusahaan konfeksi untuk industri menengah dan 40 orang untuk industri besar dimana setiap sampel yang diambil merupakan sampel yang pernah mengikuti pelatihan atau kursus yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, yaitu kursus menjahit. Pengambilan sampel sebanyak 32 orang responden pada industri sedang dan 40 orang responden pada industri besar karena 32 orang dan 40 orang tersebut merupakan buruh jahitdan layak untuk dianalisis.
4.4. Metode Analisis Data Data primer dan data sekunder yang didapat akan dianalisis menggunakan metode statistika deskriptif untuk menggambarkan karakteristik buruh dan statistika inferensia untuk mengidentifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi produktivitas buruh, yaitu dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan metode pendugaan kuadrat terkecil biasa (OLS/ Ordinary Least Square). Alat yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh adalah SPSS 12 for Windows dengan Enter Method. Persamaan yang digunakan dapat dibentuk dalam persamaan regresi linier berganda, yaitu: P = b0 + b1 JK + b2 UM + b3 PEND + b4 PENG + b5 ALO + b6 PENDP + b7 TANGG + 8 SPE + b9 STA + b10 CAR + b11 BIAY + b12 LAMA + e
dimana: P
= Produktivitas Buruh (Potong per Tahun)
JK
= Jenis Kelamin; 0= Perempuan, 1= Laki-laki
UM
= Umur (Tahun)
PEND
= Lama Pendidikan Formal (Tahun)
PENG
= Pengalaman Kerja (Tahun)
ALO
= Alokasi Waktu Kerja (Jam per Tahun)
PENDP
= Pendapatan (Rp per Tahun)
TANGG
= Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang)
SPE
= Spesifikasi Kerja; pada industri sedang tidak dimasukkan kedalam analisis, pada industi besar 0 = Helper dan 1 = Operator.
STA
= Status Pekerjaan; 0 = Borongan, 1 = Tetap pada industri sedang, untuk industri besar 0 = Kontrak, 1= Tetap
CAR
= Cara Mendapatkan Pekerjaan; 0 = Diajak, 1 = Sendiri
BIAYPLT = Biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti pelatihan (Rp per Paket) LAMPLT = Lama Pelatihan (Bulan) e
= Variabel Pengganggu
Untuk mengukur tingkat pengembalian internal dari pendidikan dan pelatihan yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat analisis Microsoft Excel dan berhubungan dengan rumus :
IRR = r1 +
Y ( Sla )1 x(r2 − r1 ) Y (Sla )1 − Y (Sla ) 2
dimana: Y(sla) 1 =
nilai sekarang (NPV) dari arus penghasilan seumur hidup dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau setelah mengikuti pelatihan
Y(sla) 2 =
nilai sekarang (NPV) dari arus penghasilan seumur hidup dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah atau sebelum mengikuti pelatihan
r
=
tingkat discount yang menggambarkan time preference seseor ang atas konsumsi barang saat sekarang dibanding satu tahun yang akan datang
Jika: IRR > r (DR), maka NPV > 0 = Pendidikan dan Pelatihan layak dilakukan IRR < r (DR), maka NPV < 0 = Pendidikan dan Pelatihan tidak layak dilakukan Selain itu juga digunakan Net B/C untuk membandingkan NPV positif dengan NPV negatif
t
NetB / C =
Bt − C t
∑ (1 + r ) 0 t
t
Bt − Ct
∑ (1 + r )
t
, untukBt − Ct > 0 , untukBt − Ct < 0
0
dimana: Bt
=
Benefit yang diterima setelah mengikuti pendidikan
Ct
=
Biaya langsung yang dikeluarkan selama pendidikan atau latihan
r
=
Tingkat discount yang menggambarkan time preference seseorang atas
konsumsi barang saat sekarang dibanding satu tahun yang
akan datang t
=
Periode waktu (lamanya) pendidikan atau latihan yang dikuti
Jika: Net B/C >1
= Pendidikan dan Pelatihan memberikan manfaat bersih
Net B/C <1
= Pendidikan da n Pelatihan belum memberikan manfaat bersih
Net B/C =1
= Pendidikan dan Pelatihan memberikan manfaat bersih dari opportunity cost yang telah dikeluarkan
4.5. Asumsi dan Hipotesis Asumsi yang digunakan adalah:
a. Harga barang dan jasa di pasaran bersifat konstan b. Setiap buruh ingin memaksimumkan tingkat kepuasannya c. Produk yang dihasilkan adalah sama Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Produktivitas
laki-laki
diharapkan
lebih
tinggi
dari
produktivitas
perempuan b. Umur buruh mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas sampai pada umur tertentu yaitu pada usia produktif (15-65 tahun). Semakin tinggi tingkat umur buruh semakin tinggi tingkat produktivitas kerjanya. c. Tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan yang diikuti mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan yang diikuti semakin tinggi tingkat produktivitas kerjanya. d. Alokasi waktu kerja mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas. Semakin tinggi alokasi waktu kerja semakin tinggi tingkat produktivitas kerjanya. e. Pendapatan mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas. Semakin tinggi pendapatan semakin tinggi tingkat produktivitas kerjanya. f. Jumlah tanggungan keluarga mempunya i hubungan yang positif terhadap produktivitas. Semakin tinggi jumlah tanggungan keluarga semakin tinggi tingkat produktivitas kerjanya. g. Spesifikasi kerja, status pekerjaan dan cara mendapatkan pekerjaan mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas buruh.
Diharapkan produktivitas buruh dengan variabel yang bernilai satu lebih besar daripada yang bernilai nol. h. Biaya pelatihan dan lama pelatihan berhubungan positif dengan produktivitas. Semakin tinggi biaya pelatihan dan semakin lama buruh mengikuti pelatihan maka semakin tinggi produktivitasnya i.
Human Capital buruh pada industri besar lebih besar daripada buruh di industri sedang
4.6. Definisi Operasional Untuk menghindari multi tafsir pada pengertian, maka dipandang perlu untuk membatasi definisi pada beberapa hal: a. Produktivitas buruh adalah jumlah output yang dihasilkan tenaga kerja per satu tahun kerja, yaitu enam hari selama satu minggu. b. Jenis kelamin merupakan ukuran nominal. Dalam analisis regresi, jenis kelamin yang diberi nilai 1 untuk perempuan.dan 2 untuk laki-laki. c.
Umur buruh adalah umur saat buruh diwawancarai.
d. Tingkat pendidikan merupakan jumlah tahun buruh melaksanakan pendidikan formal yang pernah dijalani, yaitu pendidikan rendah (SD) selama enam tahun, pendidikan menengah (SLTP, SLTA) masing-masing selama tiga tahun dan pendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) selama empat dan lima tahun. e. Pengalaman kerja adalah lamanya buruh bekerja pada perusahaan konfeksi. f. Alokasi waktu kerja merupakan lamanya buruh bekerja, dihitung per jam per tahun.
g. Pendapatan merupakan jumlah upah rata-rata yang diterima buruh pada industri konfeksi (Rp per Tahun). h. Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab dan dibiayai secara rutin oleh buruh. i.
Spesifikasi kerja adalah bagian kerja buruh yang bernilai 0 untuk buruh potong dan helper serta nilai 1 untuk buruh jahit dan operator .
j.
Status pekerjaan memperlihatkan apakah buruh merupakan buruh borongan dan kontrak (bernilai 1) atau buruh tetap (bernilai 0).
k. Cara mendapatka n pekerjaan buruh bernilai 1 untuk buruh yang diajak bekerja oleh pemilik perusahaan atau teman dan saudara yang terlebih dahulu bekerja pada perusahaan tersebut dan buruh yang mencari sendiri pekerjaan bernilai 0. l.
Biaya pelatihan adalah biaya yang dikeluarkan buruh untuk mengikuti pelatihan (Rp per Paket)
m. Lama pelatihan adalah lama buruh mengikuti pelatihan (Bulan)
V. IDENTIFIKASI UMUM
5.1. Karakteristik Umum Industri 5.1.1. Industri Sedang Perusahaan yang dijadikan lokasi studi adalah empat perusahaan konfeksi di Jakarta, yaitu Indra Konfeksi, Jhon Konfeksi, Asa Konfeksi dan Irwan Konfeksi.
Perusahaan
tersebut
merupakan
perusahaan
konfeksi
yang
menggunakan sistem jasa, dimana perusahaan hanya dijadikan sebagai tempat produksi barang. Mulai dari pemotongan bahan, penjahitan, penyetrikaan, quality control sampai pada packaging. Pemasaran dilakukan oleh toko-toko yang memberikan pesanan pada perusahaan tersebut. Umumnya toko tersebutlah yang mementukan bahan, model dan merk pakaian yang akan dijahit. Model yang biasanya dibuat adalah model busana muslim dengan tambahan payet atau bordiran. Untuk tambahan bordir akan diberikan pada perusahaan lain yang khusus untuk bordiran setelah dilakukan pemotongan bahan pada perusahaan konfeksi tadi, sedangkan untuk payet dikerjakan oleh perusahaan itu sendiri dan tentu saja dengan harga yang berbeda. Pada saat sepi, perusahaan konfeksi akan menjahit pakaian dinas atau seragam sekolah. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk pakaian dinas dan seragam sekolah mencapai Rp. 15.000 per stel pakaian. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu potong pakaian dengan model dan bahan yang telah ditentukan berkisar pada Rp. 5.000 sampai Rp. 15.000 untuk pakaian yang tidak menggunakana bordir atau payet. Pada pakaian yang menggunakan bordir dan payet biaya produksi bisa mencapai Rp. 60.000, tergantung pada banyaknya payet atau bordir pada baju
tersebut. Keuntungan rata-rata yang diperoleh dari 1 potong pakaian adalah antara Rp. 1.500 sampai Rp. 4.000. Perusahaan pada industri sedang umumnya tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Pemilik sekaligus direktur utama perusahaan tersebut, sedangkan keuangan dan administrasi dipegang oleh istri pemilik perusahaan atau orang yang ditunjuk oleh pemilik perusahaan. Untuk manajemen perusahaan dikelola oleh pemilik dan istrinya, walaupun dengan menajemen yang sederhana. Mulai dari pembukuan (nama buruh, asal buruh, jumlah potong pakaian yang dijahit buruh, upah buruh dan sebagainya), keuangan (mengelola uang masuk dari pemesan dan uang keluar untuk upah buruh dan keperluan lain seperti membayar listrik, telepon atau pinjaman dari bank). Setiap perusahaan menyediakan tempat penginapan bagi buruh, baik buruh perempuan maupun buruh laki-laki. Untuk makan mereka akan membeli di “warteg” sekitar perusahaan, kecuali untuk buruh tetap yang biasanya merupakan saudara dari pemilik perusahaan. Buruh mulai bekerja pada pukul 08.00 WIB, istirahat antara pukul 12.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB, kemudian istirahat dari pukul 17.00 WIB- 19.00 WIB dan dilanjutkan kembali sampai pukul 20.00 WIB. Hampir semua buruh merupakan buruh borongan, dimana pada saat buruh tersebut libur tanpa izin selama tiga hari otomatis akan keluar dari perusahaan dan jam kerja yang dijalani bebas, asalkan mencapai target minimum per hari yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Upah yang diterima oleh buruh merupakan upah borongan yang diberikan sekali 2 minggu sesuai dengan jumlah potong pakaian yang dihasilkan buruh selama 12 hari masa kerja (hari minggu libur).
Tabel 5. Perbandingan Beberapa Perusahaan Pada Industri Sedang di Jakarta Tahun 2005 Perusahaan
Indra
Jhon
Asa
Irwan
Buruh (Orang)
50
40
30
60
Jumlah Responden (Orang)
10
6
5
11
Mesin Jahit (Unit)
35
30
25
20
Mesin Potong (Unit)
3
2
2
2
Mesin Pasang Kancing (Unit)
2
1
1
1
Mesin Lubang Kancing (Unit)
1
1
1
1
Mesin Obras (Unit)
3
3
2
1
Seterika Uap (Unit)
2
2
2
2
Sumber : Data Primer,2005 (Diolah)
Setiap perusahaan mempunyai alat produksi yang sama, yaitu mesin jahit, mesin potong, mesin pasang kancing, mesin lubang kancing, mesin obras dan seterika uap. Pada Indra Konfeksi menggunakan 10 orang responden dari 50 orang buruh dan pada Jhon Konfeksi menggunakan 6 orang responden dari 40 orang buruh yang bekerja disana. Pada Asa Konfeksi menggunakan 5 orang responden dari 40 orang buruh yang bekerja dan pada Irwan Konfeksi, diambil 11 orang responden dari 60 orang buruh. Mesin jahit yang digunakan berkisar antara 20 sampai 35 unit mesin jahit. Mesin potong yang digunakan berkisar antara 2 dan 3 unit. Mesin pasang kancing digunakan oleh Indra Konfeksi sebanyak 2 unit dan sisanya menggunakan 1 unit. Mesin lubang kancing digunakan masing-masing 1 unit dan mesin obras antara satu sampai 3 unit, sedangkan seterika uap masingmasing 2 unit.
a. “Indra Konfeksi” Indra Konfeksi merupakan perusahaan keluarga yang didirikan pada tahun 1999 di Pondok Kopi, Jakarta Timur oleh Bapak Indra (39 tahun). Perusahaan ini mempekerjakan 50 orang buruh borongan. Perusahaan mempunyai 35 unit mesin jahit tenaga listrik, mesin pasang kancing 2 unit, mesin lubang kancing 1 unit, mesin obras 3 unit, mesin potong bahan 3 unit dan seterika uap 2 unit. Umumnya buruh yang bekerja pada perusahaan ini berasal dari daerah Jawa Barat seperti Cianjur, Bogor dan Rangkas Bitung (Banten). Sebagian besar berjenis kelamin laki-laki. Hanya bagian finishing (seterika, buang benang dan packaging) yang mempekerjakan buruh perempuan Bahan pakaian yang digunakan tergantung dari pemesan yang berasal dari toko-toko di Tanah Abang, Jatinegara dan Blok M, sehingga pemasaran produk hanya berada pada pasaran lokal Jakarta saja. Model yang digunakan adalah model pakaian muslim yang sedang trend di pasaran. Untuk memotong bahan sesuai dengan model dikerjakan oleh 3 orang termasuk pemilik perusahaan yang disesuaikan dengan ukuran pakaian, yaitu S, M, L, atau XL. Proses penjahitan dilakukan oleh 35 orang buruh. Untuk membuat lubang kancing dan memasang kancing pada pakaian tersebut dilakukan 4 orang buruh, pada proses pengobrasan dilakukan oleh 3 orang buruh. Sisa nya dari 50 orang tersebut adalah mengerjakan bagian finishing. Produksi perusahaan ini bisa mencapai 3.000 potong per minggu pada saat-saat menjelang hari raya idul fitri, sedangkan pada saat-saat sepi (lima bulan setelah idul fitri) produksi akan menurun sampai 1.000 potong per minggu dan otomatis jumlah buruh yang dipekerjakan berkurang. Keuntungan yang diperoleh
mencapai Rp. 4.000 per potong. Biaya yang dikeluarkan sebagai “ongkos jahit” karena perusahaan menggunakan sistim jasa dalam berproduksi mencapai Rp. 12.000 tergantung model yang dijahit.
b. “Jhon Konfeksi” Perusahaan yang terletak didaerah Tanah Abang ini berdiri pada tahun 1995. Perusahaan ini mempekerjakan 40 orang buruh yang sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jumlah mesin jahit di perusahaan ini adalah sebanyak 30 unit, sedangkan mesin untuk memotong bahan sebanyak 2 unit, mesin pasang kancing dan mesing lubang kancing masing-masing sebanyak 1 unit, mesin obras sebanyak 3 unit dan seterika uap sebanyak 2 unit. Pada tahun 1998 perusahaan sempat mengalami kerugian yang sangat besar, sehingga tidak berproduksi selama hampir tiga tahun dan mulai berproduksi kembali pada awal tahun 2001. Produksi rata-rata per minggu adalah 3.000 sampai 3.500 potong pakaian. Sebagian besar produksi merupakan pesanaan dari sebuah butik di bilangan Menteng, Jakarta. Butik tersebut sudah selama tiga tahun terakhir memberikan order jahit kepada perusahaan tersebut. Model yang yang dijahit dari pesanan butik ini adalah model pakaian muslim, baik atasan atau bawahan saja dan atau atasan dan bawahan. Selain butik, perusahaan juga menerima order dari toko-toko yang ada di Tanah Abang, Jati Negara dan Blok M pada saat orderan dari butik sepi. Dengan kata lain, perusahaan lebih mengandalkan butik sebagai pemberi order karena keuntungan yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan pemesan lainnya.
Keuntungan yang diperoleh perusahaan mencapai Rp 4.500 per potong pakaian dari butik yang menggunakan jasa perusahaan untuk menjahit. Dari tokotoko lain yang menggunakan jasa perusahaan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp. 3500. Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi mencapai Rp. 12.000 per potong pakaian.
c. “Asa Konfeksi” Perusahaan yang didirikan oleh Zaenal (42 Tahun) pada Juli 2002 menggunakan sistem jasa, yaitu perusahaan menerima pesanan dari toko-toko di daerah Tanah Abang, Pasar Jatinegara atau Blok M, dimana perusahaan hanya menjadi tempat untuk menjahit saja. Biaya produksi 1 potong pakaian adalah Rp 6.000 untuk model biasa (kemeja) dengan keuntungan rata-rata Rp 2.000 per potong pakaian. Produksi per minggu perusahaan ini adalah 2000-2500 potong. Jumlah mesin jahit di perusahaan ini adalah sebanyak 25 unit. Sedangkan mesin untuk memotong bahan sebanyak 2 unit, mesin pasang kancing dan mesing lubang kancing masing-masing sebanyak 1 unit, mesin obras sebanyak 2 unit dan seterika uap sebanyak 2 unit. Perusahaan ini mempekerjakan 30 orang buruh. Manajemen di perusahaan ini tergolong baik dangan pembagian kerja yang jelas dan ada 1 orang yang bisa dikatakan sebagai manajer operasional. Orang ini bertanggung jawab terhadap kegiatan operasinal. Administrasi pada perusahaan ini tergolong baik, yaitu pada buruh (nama, alamat asal, umur, produktivitas, upah dan sebagainya) dan pemesan (jumlah produksi, contoh bahan, panjang bahan, model pakaian dan sebagainya). Dari Tabel 6, terlihat bagaimana pemesanan dilakukan. Dilihat dari jenis bahan yang digunakan, model pakaian, sampai ukuran pakaian. Umumnya jenis
bahan yang digunakan adalah bahan katun atau bahan yang sedang naik daun di pasaran. Bahan tersebut dikirim dalam beberapa gulungan dengan ukuran 1 yard = 90 cm. Nomor seri merupakan nomor untuk mengetahui jumlah pakaian yang sudah dihasilkan dari 1 model pakaian. Sedangkan ukuran yang di gunakan adalah dalam ukuran S, M, L, XL sesuai dengan ukuran standar orang Indonesia. Model yang digunakan bisa bermacam-macam, seperti model polos, model dengan variasi di tangan atau model dengan bordiran dan payet di beberapa tempat.
Tabel 6. Contoh Orderan Pada Perusahaan Asa Konfeksi Dengan Merk ‘S’ Fashion Tahun 2005 Jenis Bahan
Model
Panjang Bahan
Nomor Seri
Zise (S, M, L, XL)
Jumlah Produksi
Potong polos Potong dengan variasi Bordiran di tangan Bordiran di badan Payet di tangan Payet di badan Sumber : Pembukuan Asa Konfeksi, 2005
d. “Irwan Konfeksi” Perusahaan ini didirikan pada akhir tahun 2004, terletak di daerah Jakarta Pusat. Untuk kegiatan operasional, perusahaan ini mempunyai 60 orang buruh, 20 unit mesin jahit, 2 unit mesin potong, 1 unit mesin pasang kancing, 1 unit mesin lubang kancing, 1 unit mesin obras dan 2 unit seterika uap. Biaya produksi 1 potong pakaian mencapai Rp 25.000 sampai Rp. 35.000, karena perusahaan ini menerima pesanan pakaian dengan payet. Untuk pemasangan payet, buruh yang dipekerjakan sebanyak 40 orang. Rata-rata per orang per hari dapat memasangkan payet sampai dengan 20 potong, tergantung banyaknya payet yang dipasangkan.
Rata-rata buruh payet menerima upah Rp. 5.000 sampai Rp. 10.000 untuk 1 stel pakaian (2 potong pakaian). Produksi per minggu perusahaan ini mencapai 3.000 potong pakaian berpayet selama satu minggu. Perusahaan ini khusus menerima pesanan pakaian berpayet. Produk perusahaan ini langsung dipasarkan di Tanah Abang pada toko yang memberikan orderan. Keuntungan yang diterima perpotong pakaian sebanyak Rp 5.000 sampai Rp. 8.000, keuntungan ini relatif besar karena pakaian yang diproduksi berpayet.
5.1.2. Industri Besar Perusahaan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah “PT. GCL“ berada di Jl. Raya Darmaga –Bogor. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1990 dan pernah tidak berproduksi pada tahun 1993 karena kebakaran. Buruh yang bekerja di perusahaan ini berasal dari daerah sekitar lokasi. Rata -rata buruh berasal dari Cibeureum, Caringin, Petir dan yang paling jauh berasal dari wilayah Leuwiliang. Jumlah buruh pada perusahaan ini adalah 570 orang. Jumlah mesin jahit yang digunakan untuk berproduksi adalah sebanyak 400 unit. Perusahaan ini juga memakai sistim jasa sama dengan perusahaan pada industri sedang. Biasanya perusahaan ini mendapat order dari perusahaan yang ada di Jakarta dan Bandung. Jenis bahan, model, merk dan ukuran di tentukan oleh perusahaan pengorder. Barang yang diproduksi umumnya berbentuk jacket atau celana pendek untuk pasaran lokal dan luar negri. Ukuran yang digunakan adalah M, L, XL, XXL untuk pasaran luar negri yaitu Jerman, Belanda dan negara Eropa lainnya, sedangkan pasaran lokal memakai ukuran standar. Perusahaan ini tidak
menyediakan fasilitas seperti yang disediakan oleh perusahaan pada industri sedang seperti penginapan dan makan. Buruh yang bekerja umumnya adalah buruh yang sudah pernah mengikuti pelatihan menjahit, terutama pada posisi operator dan helper. Kadangkala buruh ini merupakan buruh yang telah pernah bekerja pada perusahaan lain yang sejenis. Biasanya perusahaan mematok jumlah produksi per hari yang mencapai 1200 potong dengan waktu bekerja dari pukul 07.30 WIB sampai pukul 17.30 WIB dan waktu istirahat selama 1 jam. Perincian buruh yang digunakan oleh perusahaan ini adalah sebagai berikut: a. Tukang potong bahan atau yang lebih dikenal dengan Cutting sebanyak 15 orang. Buruh ini bertugas memotong bahan sesuai dengan pola, model dan ukuran b. Operator dan Helper sebanyak 450 orang, yaitu orang bekerja untuk menjahit bahan sesuai dengan model yang dinginkan. Tiap line mesin jahit terdiri dari 100 unit dengan 100 sampai 120 orang buruh yang bekerja. Proses penjahitan ini merupakan spesifikasi kerja, dimana setiap line akan menghasilkan jumlah yang sama sesuai dengan target produksi sehingga setiap buruh akan menghasilkan jumlah produk yang sama. Setiap buruh menjahit satu bagian tertentu saja seperti, bagian kaki saja, lengan saja atau badan saja. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan jumlah ja m kerja karena buruh ini dibayar sesuai dengan jumlah jam kerjanya, bukan sesuai dengan jumlah produksi yang mampu dihasilkan buruh perhari. Untuk tambahan jam kerja, buruh akan dibayar sebanyak Rp. 2000 sampai
Rp. 2500 per jam. Untuk bagian ini bisa menda patkan upah sebanyak Rp. 390.000 sampai Rp. 900.000 per bulan. c. Untuk finishing terdapat 100 orang buruh termasuk 60 orang buruh kontrak dan sisanya adalah buruh harian. Tugas buruh dibagian ini adalah untuk membuang benang dan memperhatikan barang yang cacat atau tidak cacat. Barang yang cacat akan dikembalikan pada proses penjahitan dengan perbaikan-perbaikan di tempat yang cacat tersebut. Sedangkan packaging dilakukan di perusahaan pengorder. Buruh yang bekerja pada bagian ini mendapatkan upah Rp. 20.000 per hari. d. Digudang terdapat delapan orang buruh. Sekali-kali buruh ini merangkap sebagai sopir mobil perusahaan untuk mengantarkan barang kepada pengorder. e. Satpam yang bertugas diperusahaan ini sebanyak 5 orang, yaitu untuk menjaga keamanan perusahaan. Alokasi waktu yang digunakan untuk bertugas disebut `long shift`, yaitu selama 24 jam dan akan digantikan shift selanjutnya selam 24 jam juga. f. Empat orang supervisor yang bertugas untuk mengawasi proses produksi. Terdapat 1 orang untuk satu line produksi g. Administrasi perusahaan dilakukan oleh 1 orang h. 1 orang manajer yang merupakan orang kepercayaan pemilik perusahaan mengurus masalah keuangan dan personalia.
5.2. Karakteristik Umum Buruh Industri Konfeksi 5.2.1. Industri Sedang Umumya buruh yang bekerja pada industri konfeksi, terutama industri sedang berjenis kelamin laki-laki walaupun menjahit telah diidentikkan merupakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan perempuan. Pendidikan yang mereka tempuh tergolong beragam, mulai dari yang tidak lulus Sekolah dasar sampai dengan lulusan Sekolah Menengah Atas. Buruh yang bekerja pada industri ini biasanya setelah dia lulus sekolah atau berhenti sekolah, sehingga umur berapapun dan bisa menjahit akan diterima bekerja. Pendapatan yang diterima buruh, umumnya diatas UMR DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp. 711.843 pada tahun 2005 dan UMR Jawa Barat tahun 2005 sebesar Rp. 408.260. Rata-rata upah yang diterima buruh adalah Rp. 800.000 per bulan. Pengeluaran buruh per bulan bisa dikurangi, karena buruh pada industri sedang umumnya disediakan penginapan. Hal ini terjadi karena kebanyakan dari buruh ini berstatus buruh borongan dan harus mengejar target borongannya sehingga waktu bekerja dan istirahat bisa kapanpun dilaksanakan. Biasanya buruh berasal dari Jawa dan Sumatera, tergantung asal daerah pemilik perusahaan. Hal ini terjadi karena pemilik perusahaan akan mengajak buruh yang berasal dari daerah yang sama karena alasan psikologis pemilik perusahaan. Pengalaman kerja buruh ini bervariasi. Mulai dari yang baru bekerja sampai puluhan tahun berkecimpung di usaha ini. Buruh yang telah lama bekerja dapat dikatakan sebagai buruh senior yang bisa membantu buruh yang baru bekerja untuk belajar menjahit. Banyak dari buruh ini yang belum menikah, sehingga mereka tidak mempunyai tanggungan dan upah yang mereka terima
digunakan untuk jajan dan jalan-jalan. Sedikit sekali dari mereka yang mau menabung untuk masa depan yang lebih baik.
5.2.2. Industri Besar Kebanyakan buruh yang bekerja pada industri besar adalah berjenis kelamin perempuan dan berpendidikan rendah, karena buruh perempuan dan berpendidikan rendah lebih murah daripada buruh laki-laki dan berpendidikan tinggi. Banyak dari mereka yang hanya lulus sekolah dasar dan mulai bekerja pada umur yang relatif muda untuk bekerja, yaitu umur 15 tahun. Asalkan mereka bisa menjahit mereka bisa diterima bekerja. Keterampilan menjahit diperoleh buruh dari mengikuti pelatihan sebelum bekerja, karena perusahaan membutuhkan buruh yang mampu mengoperasikan mesin jahit. Buruh mengikuti pelatihan sampai satu bulan selama satu jam per hari. Biasanya buruh berasal dari daerah sekitar perusahaan didirikan dan mereka tidak diberikan fasilitas untuk menginap seperti pada industri sedang. Upah yang diterima buruh, untuk daerah Jawa Barat lebih tinggi dari UMR tahun 2005, yaitu Rp. 408.200 dan lebih kecil sedikit dari UMR Kabupaten Bogor tahun 2005 sebesar Rp. 656.500. Umumnya buruh menerima upah Rp. 600.000 per bulan. Status pekerjaan buruh kebanyakan adalah buruh kontrak yang akan memperbaharui kontra knya setiap tiga bulan. Artinya buruh bisa diberhentikan setelah tiga bulan bekerja. Buruh yang tidak melanjutkan kontrak akan bekerja pada perusahaan lain yang sejenis. Alokasi waktu bekerja buruh adalah antara 07.30 WIB sampai pukul 17.30 WIB, yang diselangi waktu istirahat selama satu jam. Waktu istirahat ini dimanfaatkan buruh untuk makan siang dan beribadah.
5.3. Karakteristik Umum Responden Industri Konfeksi 5.3.1. Industri Sedang a. Jenis Kelamin Dari 10 orang responden yang berada pada Indra Konfeksi dan 6 orang Jhon Konfeksi, semuanya berjenis kelamin laki-laki. Responden yang bekerja pada Asa Konfeksi terdapat 5 orang perempuan dan 1 orang laki-laki, sedangkan responden yang bekerja pada Irwan Konfeksi sebanyak 11 orang, yaitu 3 orang perempuan dan sisanya laki-laki. Sebagian besar responden yang bekerja pada industri menengah adalah laki-laki. Dari 32 orang responden yang tersebar pada empat perusahaan, terdapat 25 orang laki-laki (78 persen) dan 7 orang perempuan (22 persen).
Persentase
Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Industri Sedang Tahun 2005 80,000% 70,000% 60,000% 50,000% 40,000% 30,000% 20,000% 10,000% 0,000%
25 orang 7 orang
laki-laki
perempuan Jenis Kelamin
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
b. Umur Kisaran umur responden dari studi ini adalah antara 16 tahun sampai 41 tahun. Rata-rata umur responden adalah 25.92 tahun dan jumlah terbanyak pada kelompok umur 16-22 tahun, yaitu sebanyak 15 orang (46.875 persen). Pada kelompok umur 37-43 tahun terdapat 4 orang responden (12.5 persen). Untuk
kelompok umur 23-29 tahun terdapat 8 orang responden (25 persen) dan kelompok umur 30-36 tahun sebanyak 5 orang responden (15.625 persen). Umur merupakan faktor penting dalam bekerja, karena mempengaruhi produktivitas. Buruh yang bekerja pada industri sedang ini termasuk angkatan kerja (umur 15 tahun ke atas)
Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 15 orang
Persentase
50,0%
8 orang
40,0%
5 orang
30,0%
4 orang
20,0% 10,0% 0,0% 15-22
23-29
30-36
37-43
Kelompok Umur (tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
c. Lama Pendidikan Formal Pendidikan paling tinggi yang ditempuh responden adalah tingkat universitas, yaitu selama 14 tahun atau semester IV pada salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, yaitu responden yang bekerja pada Indra Konfeksi bernama A. Sanusi. Pendidikan paling rendah yang pernah ditempuh responden adalah selama lima tahun, yaitu kelas V Sekolah Dasar, yaitu salah satu responden yang bekerja pada Jhon Konfeksi dan Irwan Konfeksi. Dari Gambar 4, terlihat bahwa umumnya lama pendidikan formal responden adalah pada kelompok 7-9 tahun, yaitu sebanyak 16 orang (50 persen) dan 7 orang (17.5 persen) pada tingkat pendidikan tinggi (selama 11-14 tahun). Sisanya 9 orang (28.125 persen) berada pada kelompok 4-6 tahun dan 6 orang
(18.75 persen) pada kelompok 9-11 tahun. Dengan kata lain, rata -rata responden berada pada tingkat pendidikan menengah pertama atau selama 8.7 tahun dan duduk di kelas II SLTP
Persentase
Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal (Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 50,000% 45,000% 40,000% 35,000% 30,000% 25,000% 20,000% 15,000% 10,000% 5,000% 0,000%
9 orang 16 orang 6 orang 1 orang
4-6
7-9
10-12
13-15
Lama Pendidikan Formal (tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
d. Pengalaman Kerja Lama responden be kerja pada industri ini sangat berbeda. Paling lama responden bekerja selama 25 tahun sebanyak satu orang, yaitu responden yang bernama Dastim yang bekerja pada Indra Konfeksi. Responden yang baru bekerja pada industri konfeksi adalah selama tiga bulan, yaitu responden yang bekerja pada Jhon Konfeksi. Berdasarkan Gambar 5, lamanya responden bekerja pada perusahaan konfeksi industri sedang, umumnya berkisar antara 0.25-6.4 tahun sebanyak 22 orang (68.75 persen). Antara 6.5-13.15 tahun adalah 6 orang (18.75 persen) dan antara 13.16-19.3 tahun sebanyak 3 orang (9.375 persen). Sisanya antara 20.4-25 tahun sebanyak 1 orang (3.125 persen). Rata -rata responden bekerja selama 5.569 tahun. Pengalaman kerja buruh biasanya berpengaruh terhadap pendapatan dan
produktivitas. Buruh yang telah lama bekerja mempunyai ketrampilan tinggi dalam menjahit, karena telah tahu seluk beluk dan cara-cara menjahit yang cepat dan tepat. Semakin cepat buruh dalam menjahit, semakin banyak barang yang dihasilkan dan semakin tinggi tingkat upah dan semakin tinggi produktivitasnya
Persentase
Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja (Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
22 Orang 6 Orang 3 Orang 1 Orang
0,25-6,3
6,4-13,15
13,16-19,3
20,4-26,5
Pengalaman Kerja (tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
e. Alokasi Waktu Bekerja Alokasi waktu bekerja buruh tergantung pada kemampuan buruh untuk bekerja dan kebiasaan yang diterapkan pada masing-masing perusahaan. Hal ini terjadi karena semua buruh merupakan buruh borongan, dimana upah yang diterima berdasarkan jumlah potongan pakaian yang dihasilkan perhari dan jam kerja yang bebas. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa responden paling banyak bekerja selama 11 jam per hari yaitu 17 orang (53.125 persen) atau 3432 jam per tahun. Alokasi waktu bekerja selama 10 jam per hari adalah sebanyak 5 orang (15.625 persen) atau 3120 jam per tahun serta selama 13 jam per hari sebanyak 10 orang
(31.25 persen) atau 4056 jam per tahun. Rata-rata buruh bekerja selama 11.5 jam per hari atau 3588 jam per tahun.
Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Waktu Bekerja (Jam per Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 5 Orang 17 Orang 0 Orang 10 Orang
60,0%
Persentase
50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
10
11
12
13
Alokasi Waktu Bekerja (Jam/Tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
Buruh bekerja minimal selama 60 jam seminggu, sehingga menurut Hauser (1974) dalam Mumu (1992) buruh yang bekerja pada industri sedang ini termasuk adequately utilized, yaitu seorang buruh yang mencurahkan waktunya untuk bekerja 35 jam per minggu dengan pendapatan yang mencukupi untuk menghidupi anggota keluarga. Semakin lama buruh bekerja dalam waktu sehari akan meningkatkan jumlah output yang mampu dihasilkan buruh, sehingga produktivitas buruh semakin tinggi dan buruh akan mendapatkan upah yang lebih tinggi
f. Pendapatan Upah yang diterima buruh tergantung dari berapa potong buruh dapat menghasilkan barang per harinya. Rata-rata buruh mampu menghasilkan pakaian sebanyak 13 potong per hari. Umumnya 1 potong pakaian akan dihargai Rp. 2500 sampai Rp. 3000 oleh pemilik perusahaan. Semakin tinggi jumlah pakaian yang
mampu dijahit buruh maka semakin tinggi tingkat produktivitas buruh dan semakin tinggi upah yang diterima.
Persentase
Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan (Rp per Tahun) pada Industri Sedang Tahun 2005 70,000% 60,000% 50,000% 40,000% 30,000% 20,000% 10,000% 0,000%
4 Orang 22 Orang 5 Orang 1 Orang
1200-6900
7000-12700
12800-18500
18600-24300
Pendapatan (Ribuan/tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
Pendapatan yang diterima oleh buruh tergantung dari jumlah pakaian yang dihasilkan perhari dan diberikan sekali dua minggu. Umumnya buruh menerima upah pada kisaran Rp. 6.900.000 per tahun sampai Rp. 12.600.000 per tahun (Rp. 583.000 per bulan sampai Rp. 1.058.000 per bulan) sebanyak 22 orang (68.75 persen) dan antara Rp. 1.200.000 per tahun sampai Rp. 6.800.000 per tahun (Rp. 100.000 per bulan sampai Rp. 575.000 per bulan) sebanyak 4 orang (12.5 persen). Sisanya adalah sebanyak 5 orang (15.625 persen) dengan pendapatan berkisar antara Rp. 12.800.000 per tahun sampai Rp. 18.500.000 per tahun (Rp 1.066. 000 per bulan dan Rp. 1.541.000 per bulan) dan 1 orang (3.125 persen) pada Rp. 18.600.000 per tahun sampai Rp. 24.300.000 per tahun (Rp 1.550.000 per bulan sampai Rp 2.025.000 per bulan). Upah yang diterima buruh ada yang lebih kecil dari UMR DKI Jakarta dan ada yang lebih besar dari UMR DKI Jakarta tahun 2005. Sebanyak 5 orang (15 persen) yang menerima upah lebih kecil dari UMR,
yaitu antara Rp. 100.000 per bulan sampai Rp. 575.000 per bulan dan sisanya lebih tinggi dari UMR DKI Jakarta tahun 2005. UMR tahun 2005 yang ditetapkan pemerintahan DKI Jakarta adalah Rp. 711.843. Biasanya buruh yang menerima upah lebih kecil dari UMR mempunyai tingkat kesejahteraan yang rendah pula. Buruh yang menerima upah lebih besar dari UMR dapat memenuhi kebutuhan hidup minimnya dan buruh yang menerima upah kurang dari UMR akan memenuhi hidupnya dengan menjalani strategi tertentu agar bisa hidup. Agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, buruh harus meningkatkan jumlah jam kerjanya dengan lembur sampai dengan minimal 11 jam per hari.
g. Jumlah Tanggungan Sebanyak 25 orang (62.5 persen) responden belum menikah, dengan kata lain pendapatan perbulan yang mereka terima hanya untuk mereka sendiri atau sebagian dikirim pada orang tua dan untuk disimpan. Kebanyakan dari mereka meggunakannya untuk makan dan jajan serta refreshing dengan jalan-jalan. Responden yang mempunyai tanggungan lebih dari 4 orang sebanyak 2 orang responden (5 persen). Jumlah tanggungan 3-4 orang sebanyak 9 orang responden (22.5 persen) dan jumlah tanggungan antara 1-2 orang sebanyak 4 orang responden (10 persen). Rata-rata jumlah tanggungan responden adalah sebanyak 1.13 orang
Persentase
Gambar 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan (Orang) pada Industri Sedang Tahun 2005 70,000% 60,000% 50,000% 40,000% 30,000% 20,000% 10,000% 0,000%
20 orang 10 orang 2 orang 0 orang
0-1
2-3
4-5
>5
Jumalah Tanggungan (orang)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
h. Status Pekerjaan Status pekerjaan responden pada perusahaan di Industri sedang adalah sebagai buruh borongan dan buruh tetap. Buruh borongan merupakan buruh yang bekerja tanpa jelas jam kerjanya, karena buruh ini mengejar target produksi. Pada perusahaan konfeksi industri menengah hampir semuanya merupakan buruh borongan. Buruh tetap adalah buruh yang tetap bekerja pada perusahaan tersebut yang biasanya merupakan orang kepercayaan pemilik perusahaan. Dari 32 responden, terdapat 29 orang buruh borongan dan 3 orang buruh tetap. Biasanya produktivitas buruh borongan lebih besar dari pada buruh tetap. Hal ini terjadi karena buruh borongan mengejar target produksi untuk meningkatkan upah yang diterimanya. Sedangkan pada buruh tetap tidak seperti itu. Buruh tetap akan mengerjakan hal lain, seperti menerima bahan dari pemesan atau mengontrol kualitas pakaian yang telah dijahit sehingga buruh tetap tidak bisa berkonsentrasi untuk mengerjakan jahitannya. Buruh tetap ini akan terus digaji walaupun tidak sesuai dengan tingkat produktivitasnya, karena dia mengerjakan hal lain dan
diajak pemilik perusahaan bekerja disana untuk “menolong” pemilik perusahaan. Biasanya buruh tetap adalah saudara pemilik perusahaan.
Gambar 9. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan pada Industri Sedang Tahun 2005 100,0%
29 orang 3 orang
Persentase
80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0%
borongan
tetap Status Pekerjaan
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
i. Cara Mendapatkan Pekerjaan Umumnya responden memperoleh pekerjaan karena diajak oleh teman atau saudara yang terlebih dahulu bekerja pada perusahaan konfeksi. Sebanyak 16 orang (50 persen) merupakan buruh yang diajak untuk bekerja di perusahaan tersebut. Sisanya mencari sendiri pekerjaan tersebut melalui informasi dari mulut ke mulut.
Persentase
Gambar 10. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mendapatkan Pekerjaan pada Industri Sedang Tahun 2005 50,0% 45,0% 40,0% 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0%
16 orang 16 orang
diajak
sendiri Cara Mendapatkan Pekerjaan
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
j. Biaya Pelatihan Buruh yang bekerja di perusahaan konfeksi harus bisa menjahit. Untuk bisa menjahit ini biasanya buruh mengikuti pelatihan menjahit yang diajarkan oleh buruh lainnya yang telah lama bekerja di industri konfeksi. Pelatihan ini juga memerlukan biaya yang harus dibayarkan buruh kepada buruh lainnya sampai buruh tersebut bisa menjahit. Pembayaran ini boleh dilakukan dengan cara ‘menyicil’. Sebanyak 11 orang responden (34.375 persen) harus mengeluarkan biaya pelatihan berkisar antara Rp. 25.000 sampai Rp. 122.000. 14 orang responden (43.75 persen) mengeluarkan biaya antara Rp. 123.000 sampai Rp. 215.000. sisanya sebanyak 5 orang (15.625 persen) mengeluarkan biaya Rp. 216.000 sampai Rp. 308.000 dan 2 orang (6.25 persen) mengeluarkan biaya samapi Rp. 400.000.
Persentase
Gambar 11. Distribusi Responden Berdasarkan Biaya Pelatihan (Rupiah) pada Industri Sedang Tahun 2005 45,000% 40,000% 35,000% 30,000% 25,000% 20,000% 15,000% 10,000% 5,000% 0,000%
11 orang 14 orang 5 orang 2 orang
25-122
123-215
216-308
309-400
Biaya Pelatihan (Rp. Ribuan)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
k. Lama Pelatihan Buruh melakukan pelatihan menjahit berkisar antara satu sampai tiga bulan. Hal ini tergantung dari kemampuan dasar menjahit buruh. Sebanyak 25 orang responden (78.125 persen) melakukan pelatihan menjahit selama satu bulan. Sisanya 4 orang (12.5 persen), mengikuti pelatihan menjahit selama dua bulan dan sebanyak 2 orang (6.25 persen) melakukannya selama tiga bulan. Artinya buruh ini mempunyai kemampuan dasar yang lumayan baik, terbukti dari lama pelatihan menjahit yang tergolong singkat.
Persentase
Gambar 12. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pelatihan (Bulan) pada Industri Sedang Tahun 2005 25 orang
80,000% 70,000% 60,000% 50,000% 40,000% 30,000% 20,000% 10,000% 0,000%
4 orang 2 orang
1
2
3
Lama Pelatihan (Bulan)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
5.3.2. Industri Besar a. Jenis Kelamin Untuk bagian operator dan helper pada perusahaan ini menggunakan buruh perempuan. Sehingga responden yang diambil untuk melakukan studi ini semuanya berjenis kelamin perempuan. Buruh laki-laki bekerja pada bagian gudang dan keamanan (satpam) yang tidak membutuhkan keahlian menjahit. Dari 570 orang buruh yang bekerja terdapat 96.5 persen perempuan (550 orang) yang bekerja pada bagian penjahitan, pengguntingan dan finishing.
b. Umur Umur responden pada saat melakukan penelitian pada perusahaan ini berkisar antara 15-24 tahun. Responden terbanyak berada pada kelompok umur 17-19 tahun, yaitu sebanyak 22 orang (55 persen). Jumlah responden paling sedikit berada pada kelompok umur 23-25 tahun, yaitu sebanyak 2 orang (5 persen). Sisanya berada pada kelompok umur 14-16 tahun sebanyak 6 orang (25 persen) dan pada kelompok umur 20-22 tahun sebanyak 10 orang (25 persen). Responden yang bekerja merupakan responden dengan usia muda berada dalam angkatan kerja. Artinya dengan usia muda dapat menghasilkan produktivitas yang lebih banyak karena masih kuat untuk lembur (terkait dengan kesehatan).
Gambar 13. Distribusi Responden Berdasarkan Umur (Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005 6 orang 22 orang 10 rang 2 orang
Persentase
60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
14-16
17-19
20-22
23-25
Kelompok Umur (tahun) Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
c. Lama Pendidikan Formal Sebanyak 20 orang (50 persen) responden yang menempuh pendidikan sampai selesai tingkat SLTP yaitu selama sembilan tahun. Untuk responden yang menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SLTA selama 12 tahun adalah 1 orang (2.5 persen) dari total responden. Sisanya, responden hanya sampai pada pendidikan dasar selama enam tahun sebanyak 19 orang (47.5 persen). Responden pada industri ini sangat rendah tingkat pendidika nnya. Hanya 1 orang yang mengenyam pendidikan tinggi setara tingkat Sekolah Menengah Atas. Paling banyak responden hanya lulusan Sekolah Dasar bahkan ada yang baru duduk di kelas V SD. Tingkat pendidikan yang rendah berimplikasi pada tingkat upah yang diberikan perusahaan, karena buruh yang berpendidikan rendah identik dengan buruh murah. Sehingga dengan senang hati perusahaan mempekerjakannya padahal mereka berada dalam usia sekolah. Alasan untuk bekerja bagi responden adalah alasan ekonomi, yaitu untuk da pat membantu orang tua.
Persentase
Gambar 14. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal (Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005 19 orang 20 orang 1 orang 0 orang
50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
0-6
7-9
10-12
>/ 13
Tingkat Pendidikan Formal (tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
d. Pengalaman Kerja, Pengalaman kerja responden tergolong rendah, paling lama selama empat tahun sebanyak 4 orang responden (10 persen). Paling banyak, pengalaman kerja responden adalah selama satu tahun, yaitu sebanyak 22 orang (55 persen). Sisanya dibawah satu tahun sebanyak 12 orang (32.5 persen) dan selama dua tahun sebanyak 1 orang (2.5 persen). Pengalaman kerja responden yang bisa dibilang pendek ini adalah karena umur responden yang relatif muda. Paling lama responden bekerja selama empat tahun, yaitu responden yang berumur 18,19,22 dan 24 tahun. Responden yang berumur 19,22 dan 24 tahun dapat menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama sedangkan responden yang berumur 18 tahun hanya menyelesaikan kelas V Sekolah Dasar. Artinya semakin lama responden bekerja pada industri konfeksi maka semakin tua umur responden dan semakin rendah tingkat pendidikannya.
Gambar 15. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja (Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005 60,0%
12 orang 22 orang 1 orang 4 orang
Persentase
50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
<1
1
2
>/3
Pengalaman Kerja (tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
e. Alokasi Waktu Bekerja Waktu bekerja responden sama, yaitu mulai pukul 07.30 WIB, istirahat selama satu jam dan dilanjutkan kembali sampai pukul 17.30 WIB sehingga setiap responden akan bekerja selama sembilan jam per hari. Adanya tambahan waktu bekerja tergantung dari target jumlah produksi dari perusahaan. Biasanya buruh akan lembur pada malam hari dan hari minggu. Rata-rata buruh melakukan lembur sehingga waktu bekerja lebih tinggi dari yang ditetapkan perusahaan. Paling banyak responden bekerja antara 3129.63499.2 jam per tahun (10.04-11.22 jam per hari) dan 3499.3-3868.6 jam per tahun (11.23-12.4 jam per hari), yaitu sebanyak 19 orang (47.5 persen). Sisanya bekerja selama 3924 jam per tahun (12.58 jam per hari) dan 4608 jam per tahun (14.77 jam per hari), masing-masing sebanyak 1 orang (2.5 persen). Responden yang lembur otomatis akan bertambah jumlah jam kerja yang berimplikasi pada peningkatan upah yang diterima. Buruh yang lembur akan dibayar tambahan jam kerjanya sebesar Rp. 2.500 sampai Rp. 3.000 per jam.
Persentase
Gambar 16. Distribusi Responden Berdasarkan Alokasi Waktu Bekerja (Jam per Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005 50,0% 45,0% 40,0% 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0%
19 orang 19 orang 1 orang 1 orang
3129,6-3449,2
399,3-3868,4
3869-4238,6
4238,7-4608,3
Alokasi Waktu Bekerja (Jam/Hari)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
f. Pendapatan Rata-rata buruh menerima upah berkisar antara Rp. 6.480.000 per tahun sampai Rp. 11.520.000 per tahun. Sebanyak 25 orang (62.5 persen) menerima upah pada kisaran Rp. 6.480.000 per tahun sampai Rp. 7.740.000 per tahun (Rp. 540.000 per bulan sampai Rp. 645.000 per bulan),
sebanyak 13 orang (32.5
persen) menerima upah antara Rp. 7.741.000 per tahun sampai Rp. 9.009.000 per tahun (Rp. 645.000 per bulan sampai Rp. 750.750 per bulan). Sisanya menerima upah sebesar Rp. 9.600.000 per tahun (Rp. 800.000 per bulan) sebanyak satu orang (2.5 persen) dan Rp. 11.500.000 per tahun (Rp. 958.000 per bulan) sebanyak 1 orang (2.5 persen). Rata-rata buruh akan menerima upah Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000 per hari atau sama dengan Rp. 390.000 sampai Rp. 520.000 per bulan. Kelebihan dari gaji pokok yang diterima responden merupakan upah dari lembur yang dijalani responden pada malam hari dan hari minggu. Lebih dari setengah responden (25 orang) menerima upah dibawah UMR Kabupaten Bogor, yaitu sebesar Rp. 656.500 per bulan. Upah yang diterima buruh
tersebut adalah antara Rp. 540.000 per bulan sampai Rp. 645.000 per bulan. Buruh yang menerima upah tersebut akan melakukan berbagai cara agar biaya hidup minimnya tercapai. Salah satu caranya dengan mengurangi biaya makan dan biaya transport
Persentase
Gambar 17. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan (Rp per Tahun) pada Industri Besar Tahun 2005 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
25 orang 13 orang 1 orang 1 orang
6480-7740
7740-9000
9000-10200
10200-11500
Pendapatan (Rp Ribu/Tahun)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
g. Jumlah Tanggungan Sebanyak 92.5 persen (37 orang) responden yang belum menikah, sehingga tidak mempunyai tanggungan. Sisanya 1 orang mempunyai tanggungan 1 orang dan 2 orang lagi mempunyai tanggungan 2 orang. Sebagian besar buruh belum menikah, sehingga biasanya upah yang diterima habis untuk biaya hidup sehari-hari. Sisanya diserahkan pada orang tua atau untuk jajan dan refreshing.
Gambar 18. Distribusi Responde n Berdasarkan Jumlah Tanggungan (Orang) pada Industri Besar Tahun 2005
Persentase
100,0%
37 orang 1 orang 2 orang 0 orang
80,0% 60,0% 40,0% 20,0% 0,0%
<1
1
2
>2
Jumlah Tanggungan (orang)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
h. Spesifikasi Kerja Spesifikasi kerja dilakukan untuk memudahkan dalam pekerjaan dan sesuai dengan keahlian buruh, sehingga menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Spesifikasi kerja ini terdiri dari operator dan helper. Dari 40 orang responden yang diambil dari perusahaan pada industri besar terdapat 25 orang (62.5 persen) yang menjadi helper dan 15 orang (37.5 persen) menjadi operator Upah yang diterima operator lebih besar daripada helper. Tetapi produktivitasnya belum tentu lebih tinggi operator dari pada helper karena, tingkat produktivitas buruh ditentukan oleh jumlah jam kerja lembur. Operator menerima upag Rp. 20.000 per hari dan helper Rp. 15.000 per hari. Operator lebih mahir menggunakan mesin jahit dari pada helper dan biasanya pengalaman kerjanya lebih lama atau merupakan operator dari perusahaan sejenis yang telah keluar.
Gambar 19. Distribusi Responden Berdasarkan Spesifikasi Kerja pada Industri Besar Tahun 2005
70,0%
15 orang
60,0%
25 orang
Persentase
50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
Operator
Helper Spesifikasi Kerja
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
i. Status Pekerjaan Status pekerjaan responden pada perusahaan di Industri besar adalah sebagai buruh kontrak dan buruh tetap. Buruh kontrak merupakan buruh yang bekerja dalam kurun waktu tertentu. Pada perusahaan ini umumnya buruh dikontrak selama tiga bulan yang kemudian akan memperpanjang kontraknya. Lama kelamaan buruh ini kan menjadi buruh tetap pada perusahaan tersebut. Dari 40 responden, terdapat 13 orang buruh kontrak dan 27 orang buruh tetap. Sebagai buruh kontrak, responden dapat dengan cepat berpindah temapt kerja dan lokasi perusahaan lain berada tidak jauh dari lokasi temapt dia bekerja sekarang. Kontarak yang tidak diperpanjang biasanya terjadi karena responden memang sudah tidak betah bekerja ditempat itu atau pemilik perusahaan tidak menyukai hasil pekerjaan responden dan bisa jadi karena order untuk perusahaan sedang sedikit.
Gambar 20. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan pada Industri Besar Tahun 2005
70,0%
13 orang 27 orang
60,0%
Persentase
50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
kontrak
tetap Status Pekerjaan
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
j. Cara Mendapatkan Pekerjaan Umumnya responden memperoleh pekerjaan karena diajak oleh teman atau saudara yang terlebih dahulu bekerja pada perusahaan konfeksi. Sebanyak 23 orang (57.5 persen) merupakan buruh yang diajak untuk bekerja di perusahaan tersebut. Sisanya mencari sendiri pekerjaan tersebut melalui informasi dari mulut ke mulut. Responden yang diajak bekerja oleh saudara atau teman pada perusahaan tersebut akan memulainya dengan ikut pelatihan mejahit. Hal ini terjadi karena syarat utama untuk bekerja di industri konfeksi adalah bisa menjahit. Dengan adanya yang mengajak untuk bekerja di perusahaan konfeksi tersebut, berar ti sudah ada koneksi didalam perusahaan sehingga akan mudah dalam mendapatkan pekerjaan tersebut. Upah yang rendah tidak menyurutkan minat buruh untuk bekerja pada perusahaan tersebut
Persentase
Gambar 21. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Mendapatkan Pekerjaan pada Industri Besar Tahun 2005 60,0%
23 orang
50,0%
17 orang
40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
diajak
sendiri Cara Mendapatkan Pekerjaan
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
h. Biaya Pelatihan Biaya yang dikeluarkan buruh untuk les menjahit beragam, tergantung kapan dan dimana buruh ikut pelatihan tersebut. Rata-rata buruh mengikuti pelatihan menjahit di tempat yang sama, tetapi pada waktu yang berbeda, sehingga
biaya
yang
dikeluarkan
buruh
berbeda.
Rata-rata mengalami
peningkatan Rp. 5.000 sampai Rp. 10.000 per bulannya.
Gambar 22. Distribusi Responden Berdasarkan Biaya Pelatihan (Rupiah) pada Industri Besar Tahun 2005 60%
4 orang 0 orang
Persentase
50%
24 orang
40%
12 orang
30% 20% 10% 0%
75.000-85.000
86.000-96.000
97.000-107.000
Biaya Pelatihan (Rupiah)
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
108.000-118.000
5.4. Karakteristik Pelatihan Menjahit yang Dilakukan Buruh 5.4.1 Industri Sedang Proses perekrutan buruh dilakukan dengan merekrut buruh yang sudah keluar dari perusahaan sejenis. Pada buruh ini dilakukan uji coba selama tiga sampai lima hari untuk memastikan keterampilan yang dimiliki oleh buruh tersebut. Buruh yang baru bekerja pada industri konfeksi belajar menjahit kepada buruh lain yang sudah terlebih dahulu bekerja di industri konfeksi untuk mendapatkan keterampilan menjahit. Buruh baru yang pernah belajar menjahit di tempat lain tetap belajar kembali, karena perusahaan mempunyai mesin jahit besar dengan kecepatan tinggi dan ukuran yang besar, sedangkan buruh baru umumnya belajar menjahit menggunakan mesin jahit kecil. Buruh yang seperti ini disebut ‘kenek’ dan mengeluarkan biaya tambahan sebagai biaya pelatihan yang diberikan pada buruh yang mengajarkan (biasanya dari upah yang diterima). Artinya, buruh baru tersebut mengeluarkan biaya pelatihan menjahit dari upah yang diberikan perusahaan tersebut walaupun upah yang diterima dalam jumlah yang kecil. Buruh yang baru belajar biasanya diajarkan jahitan yang ‘lurus-lurus’ saja, seperti bagian badan dan kaki kemudian meningkat ke bagian yang sulit seperti bagian di bawah lengan. Jenis pelatihan menjahit ini tidak dikhususkan, artinya buruh menjahit seperti jahitan biasa secara keseluruhan. Pelatihan menjahit dilakukan sampai buruh yang belajar bisa menjahit, sehingga lama pelatihan dilakukan sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilki buruh dalam menjahit. Buruh melakukan pelatihan berkisar antara satu sampai tiga bulan. Biaya yang dikeluarkan buruh untuk pelatihan beragam, tergantung dari buruh yang mengajarkan dan berkisar antara Rp. 50.000 per paket sampai Rp. 400.000 per
paket, sehingga buruh hanya membayar 1 kali selama pelatihan tersebut.. Pembayaran bisa dilakukan dengan sistim cicilan.
5.4.2 Industri Besar Buruh yang bekerja pada perusahaan ini adalah buruh yang bisa menjahit dan melakukan pelatihan sebelum bekerja. Pelatihan menjahit dilakukan di tempat khusus pelatihan menjahit. Biaya yang dikeluarkan bervariasi, yaitu antara Rp. 75.000 per bulan sampai Rp. 115.000 per bulan tergantung kapan buruh melakukannya. Lama pelatihan menjahit adalah satu bulan. Dalam satu bulan tersebut, buruh melakukan pelatihan selama satu jam perhari. Jenis pelatihan menjahit yang dilakukan buruh tidak dikhususkan pada halhal tertentu, karena memang buruh dipersiapkan untuk bekerja pada perusahaan konfeksi. Pada perusahaan konfeksi, mesin jahit yang digunakan adalah mesin jahit besar dengan kecepatan tinggi dan ukuran yang besar, tidak seperti mesin jahit biasa. Buruh melakukan pelatihan agar diterima bekerja pada perusahaan konfeksi dan memperoleh pendapatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
VI. PRODUKTIVITAS BURUH JAHIT INDUSTRI KONFEKSI
6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buruh Jahit Industri Sedang Peubah bebas yang digunakan dalam analisis regresi linier berganda adalah jenis kelamin -Jk- (dummy; 0 = perempuan, 1 = laki-laki), umur -Um(tahun), lama pendidikan formal -Pend- (tahun), pengalaman kerja -Peng- (tahun), alokasi waktu bekerja -Alo- (tahun), pendapatan -Pendp- (rupiah per tahun), jumlah tanggungan -Tangg- (orang), status pekerjaan -Sta- (dummy; 0 = borongan, 1 = tetap), cara mendapatkan pekerjaan -Car- (dummy; 0 = diajak, 1 = sendiri), biaya pelatihan -Biaya- (Rupiah) dan lama pelatihan (bulan) -Lama- dan peubah tidak bebas yang digunakan adalah produktivitas -P- (potong per tahun). Peubah yang berhubungan dengan human capital adalah lama pendidikan formal, biaya yang dikeluarkan buruh untuk mengikuti pelatihan dan lama buruh melakukan pelatihan menjahit
Tabel 7. Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Sedang Tahun 2005 Peubah Bebas (Constant) jk um pend peng alo pendp tangg sta car biayplt lamplt
Koefisien 5526,541 -417,799 23,292 9,025 21,870 -1,158 0,000 -180,317 519,470 -45,696 -0,003 473,396
T hitung 2,604 -0,771 0,569 0,119 0,601 -1,962 3,329 -1,062 0,921 -0,114 -0,784 0,878
R2 = 48.3 % Sig F = 0.147 VIF = 1.169-4.654
Signifikansi t 0,017 -0,449 0,576 0,907 0,554 -0,064** 0,003* -0,301 0,368 -0,910 -0,442 0,391 Adj R 2 = 19.8 % Durbin-Watson = 1.808 * Nyata Pada á = 99 %
** Nyata Pada á = 90 %
Sumber : Data Primer (Diolah, 2005)
Uji F digunakan untuk menjelaskan hubungan yang signifikan antara peubah bebas dan peubah tak bebasnya dengan menggunakan signifikansi f dan membandingkanya dengan berbagai tingkat á yang masih bisa ditolerir dalam kajian sosial ekonomi, yaitu sampai tingkat á = 0.2. Kaidah pengujian yang digunakan adalah: Fsig < á Fsig > á
= tolak Ho = terima Ho
Signifikansi f yang diperoleh dari ouput regresi linier berganda adalah 0.147 dan tingkat á yang digunakan adalah sampai pada tingkat á = 0.2 sehingga Fsig < á yaitu 0.147 lebih kecil dari semua tingkat á yang digunakan. Pernyataan diatas dapat digunakan dalam mengambil kesimpulan untuk menolak Ho, yaitu terdapat hubungan nyata antara karakteristik buruh yang meliputi jenis kelamin, umur buruh, lama pendidikan formal, pengalaman kerja, alokasi waktu kerja, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, status pekerjaan, cara mendapatkan
pekerjaan, biaya pelatihan dan lama pelatihan dengan produktivitas buruh. Goodness of fit (R2) memperlihatkan persentase variasi total dari peubah tak bebas yang dapat dijelaskan oleh peubah bebas atau seberapa cocok garis regresi dapat meramalkan peubah tak bebasnya. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik model yang digunakan, tetapi jika R2 bernilai rendah belum tentu model yang digunakan buruk. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan harga R2 sebesar 0.483 sehingga keefektivitasan garis regresi yang diperoleh dalam menjelaskan variasi pada peubah bebas sebesar 48.3 persen. Selebihnya dijelaskan oleh peubah bebas lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model regresi yang diperoleh. Adjusted R2 (R 2 yang telah dibebaskan dari pengaruh derajat bebas) menunjukkan bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas sebesar 0.198 (19.8 persen). Artinya bahwa 19.8 persen peubah bebas dapat menaikkan peubah tak bebasnya maka makin besar nilai R2-nya sehingga makin baik model yang digunakan. Dari hasil analisis regresi linier berganda, juga diperoleh nilai VIF (Variance Inflection Factor) yang menunjukkan korelasi antar peubah bebas. Nilai VIF yang diperoleh antara 1.169 sampai 4.654 yang menunjukkan tidak adanya multikolinearitas antar peubah bebas dilihat dari nilainya yang relatif kecil. Persamaan Regresi Linier Berganda diperoleh dari Coefficients pada tabel output. Persamaan yang diperoleh adalah : P = 5526.541 – 417.799 JK + 23.292 UM + 9.025 PEND + 21.870 PENG – 1.158 ALO + 0.000 PENDP – 180.317 TANGG + 519.470 STA – 45.696 CAR – 0.003 BIAYPLT + 473.396 LAMPLT.
Dari koefisien tiap peubah bebas terlihat bahwa umur, lama pendidikan formal, pengalaman kerja, pendapatan, status pekerjaan dan lamanya pelatihan mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas. Jenis kelamin, alokasi waktu bekerja, jumlah tanggungan, cara mendapatkan pekerjaan dan biaya pelatihan berhubungan negatif dengan produktivitas buruh. Uji-t bertujuan untuk mengetahui peubah bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada berbagai tingkat á. Dalam melakukan uji-t menggunakan signifikansi t yang dibandingkan dengan tingkat á sampai pada 0.2. Kriteria ujinya adalah: Tsig < á Tsig > á
= tolak Ho = terima Ho
Pada tingkat á = 0.01 (tingkat kepercayaan 99 persen), terdapat 1 peubah bebas yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas buruh, yaitu pendapatan (Tsig = 0.003). Pada tingkat á = 0.05 (tingkat kepercayaan 95 persen), terdapat 1 peubah bebas yang berpengaruh nyata, yaitu pendapatan (Tsig = 0.003). Pada tingkat á = 0.1 (tingkat kepercayaan 90 persen) , terdapat 2 peubah bebas yang berpengaruh nyata, pendapatan (Tsig = 0.003) dan alokasi waktu bekerja (T sig = 0.064). Dengan menggunakan tingkat á = 0.15, terdapat 2 peubah bebas yang berpengaruh nyata, pendapatan (Tsig = 0.003) dan alokasi waktu bekerja (T sig = 0.064). Begitupun halnya dengan menggunakan tingkat á = 0.2 terdapat 2 peubah bebas yang berpengaruh nyata, pendapatan (Tsig = 0.003) dan alokasi waktu bekerja (Tsig = 0.064). Dari pernyataan diatas, maka digunakan tingkat á = 0.1 sebagai
patokan
dalam
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas buruh pada industri sedang, hal ini dilakukan agar peubah bebas
yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas dalam analisis cukup banyak, yaitu pendapatan dan alokasi waktu bekerja. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh adalah: a. Alokasi Waktu Bekerja Hubungan yang negatif antara alokasi waktu bekerja dengan produktivitas terjadi pada industri sedang. Hal ini berkaitan dengan koefisien yang bernilai negatif sebesar 1.158, artinya peningkatan waktu bekerja selama satu jam per tahun akan menurunkan produktivitas sebesar 1.158 potong. Sedangkan signifikansi t menunjukkan nilai yang lebih kecil dari tingkat á = 0.1, yaitu 0.003, sehingga
alokasi
waktu
bekerja
mempunyai
pengaruh
nyata
terhadap
produktivitas buruh pada berbagai tingkat kepercayaan yang masih bisa ditolerir. Buruh yang mampu menjahit dengan kecepatan tinggi, mempunyai produktivitas yang lebih tinggi. Produktivitas tinggi terjadi karena peningkatan jumlah pakaian yang mampu dijahit dalam satu hari kerja. Hubungan negatif ini terjadi diduga terjadi akibat buruh tidak memanfaatkan waktu bekerja dengan optimal. Hal lain yang menyebabkannya adalah alokasi waktu bekerja yang bisa mencapai 13 jam perhari atau di atas jam kerja normal (tujuh jam per hari), menyebabkan peningkatan jam kerja tidak lagi meningkatkan produktivitas. Jam kerja yang bebas juga berpengaruh, artinya pekerja bebas menentukan jam kerjanya kapan saja dan sepanjang upah yang diterima mencukupi untuk biaya hidup maka peningkatan produktivitas tidak ada artinya. Selain itu tempat tinggal yang disediakan pemilik perusahaan juga
berpengaruh. Buruh bisa kapan saja istirahat, semakin lama dia beristirahat maka jumlah pakaian yang dihasilkan juga berkur ang.
b. Pendapatan Pendapatan buruh pada industri sedang hubungan yang positif yaitu sebesar 0.000. Artinya peningkatan pendapatan sebesar Rp. 1 akan meningkatkan produktivitas. Uji-t yang dilakukan pada industri sedang memperlihatkan signifikansi yang ke cil dari tingkat kepercayaan yang masih bisa ditoleransi, yaitu pada tingkat kepercayaan 90 persen sehingga pendapatan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas buruh, karena signifikansi t adalah 0.064. Upah yang diterima merupakan implikasi da ri tingkat produktivitas. Semakin tinggi produktivitas buruh, maka semakin tinggi tingkat upah yang diterima buruh. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan adalah dengan dengan menambah jam kerja. Semakin lama waktu bekerja per hari dan didukung keterampilan yang memadai maka semakin banyak pakaian yang dihasilkan, artinya produktivitas meningkat. Pada perusahaan konfeksi industri sedang sistem upah yang diterima berdasarkan jumlah pakaian yang dihasilkan sehingga semakin tinggi jumlah pakaian yang mampu dijahit maka makin tinggi tingkat produktivitas buruh. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh adalah: a. Jenis Kelamin Pada model industri sedang terlihat bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan yang negatif dengan produktivitas. Hal ini terjadi karena koefisien jenis kelamin bernilai negatif, yaitu 417.799. Artinya, pada kondisi yang sama,
produktivitas buruh perempuan lebih besar 417.799 potong per tahun dari pada buruh laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa buruh laki-laki mempunyai produktivitas yang lebih besar dari pada buruh perempuan. Dengan menggunakan uji-t, nilai signifikansi- t yang diperoleh adalah 0.449. Nilai ini lebih besar dari á sehingga jenis kelamin tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh pada berbagai tingkat á yang diuji. Jenis kelamin tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas terjadi karena dalam proses perekrutan buruh untuk bekerja tidak melihat faktor jenis kelamin. Hubungan negatif tersebut diduga terjadi karena banyak dari buruh perempuan dalam industri ini berstatus janda, artinya buruh bekerja sendiri untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini akan meningkatkan motivasinya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan tingkat upah yang diterimanya lebih tinggi karena jumlah pakaian yang dihasilkan lebih banyak. Dengan upah yang diterima lebih tinggi, maka buruh dapat memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya. Pengamatan dilapangan yang terjadi adalah tingkat upah dan tingkat produktivitas yang diperoleh buruh laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, perbedaaan ini terjadi berdasarkan alokasi waktu bekerja dan perusahaan yang mempekerjakannya. Produktivitas ditentukan oleh kemampuan buruh untuk menghasilkan jumlah pakaian lebih banya k selama satu hari kerja. Dalam industri besar, umumnya jenis kelamin tidak dimasukkan pada peubah bebas karena semua responden berjenis kelamin perempuan
b. Umur Berdasarkan model regresi linier berganda pada industri sedang, terlihat bahwa umur mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas. Koefisien
peubah bebas ini adalah 23.292 yang berarti bahwa terjadi peningkatan produktivitas buruh sebanyak 23.292 potong per tahun ketika terjadi peningkatan umur buruh satu tahun. Hipotesis yang digunakan menyatakan bahwa semakin tinggi umur buruh maka semakin tinggi tingkat produktivitasnya berlaku pada penelitian ini. Uji–t yang dilakukan memperlihatkan bahwa signifikansi t lebih besar dari á sehingga umur tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh pada berbagai tingkat á sampai batas toleransi, yaitu 0.2. Umur bukan merupakan faktor penting dalam proses perekrutan buruh untuk bekerja, sehingga umur tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan produktivitas. Pengamatan di lapangan menyatakan bahwa peningkatan umur buruh tidak akan meningkatkan produktivitas buruh secara drastis karena produktivitas buruh terpengaruh oleh kecepatan buruh dalam menyelesaikan jahitan. Antara buruh yang berumur muda atau tua tidak jauh berbeda dalam tingkat produktivitasnya. Terjadinya peningkatan produktivitas karena ada peningkatan umur satu tahun akan memotivasi buruh untuk meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan umur membuka kesempatan untuk menikah dan mempunyai tanggungan, sehingga buruh akan meningkatkan produktivitasnya agar upah yang diterima lebih besar dan dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.
c. Lama Pendidikan Formal Lama pendidikan formal yang dijalani buruh pada industri sedang mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas. Hal ini terlihat dari koefisien peubah lama pendidikan formal yang positif, yaitu 9.025. Peningkatan pendidikan selama satu tahun akan meningkatkan produktivitas buruh sebanyak
9.025 unit per tahun. Dari uji-t terlihat bahwa signifikansi t lebih besar daripada á, yaitu sebesar 0.907 yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh signifikan lama pendidikan terhadap produktivitas buruh pada berbagai tingkat á yang diuji. Perusahaan konfeksi bukan merupakan perusahaan yang membutuhkan buruh dengan pendidikan tinggi, asalkan bisa menjahit dan mau belajar perusahaan akan merekrut buruh tersebut untuk bekerja. Dengan demikian lama pendidikan formal bukan merupakan faktor penting dalam perekrutan buruh dan peningkatan produktivitas. Hubungan yang positif tersebut dapat dijelaskan dari pengamatan dilapangan dan sesuai dengan teori ekonomi sumberdaya manusia. Semakin lama pendidikan formal yang ditempuh maka makin tinggi produktivitasnya sebab buruh mampu memanfaatkan waktu dengan lebih optimal untuk menghasilkan pakaian dengan jumlah lebih banyak. Buruh yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan terpacu untuk meningkatkan produktivitasnya agar dapat menerima upah yang lebih tinggi untuk perbaikan kualitas hidup. Pengaruh yang tidak nyata di lapangan diakibatkan oleh produktivitas buruh ditentukan oleh kecepatan buruh untuk menghasilkan pakaian.
d. Pengalaman Kerja Pada industri sedang, pengalaman kerja buruh berhubungan positif dengan produktivitas. Peningkatan produktivitas sebesar 21.870 potong per tahun terjadi karena peningkatan pengalaman kerja selama satu tahun. Signifikansi t yang lebih besar dari á memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh nyata dari pengalaman kerja terhadap produktivitas buruh. Signifikansi t adalah 0.554. Produktivitas buruh di lapangan ditentukan oleh kecepatan buruh untuk menghasilkan pakaian
sehingga tidak ada perbedaan yang nyata antara buruh yang berpengalaman dengan buruh yang baru bekerja. Demikian pula halnya dalam proses perekrutan buruh, perusahaan tidak mementingkan lama pengalaman kerja buruh, asalkan bisa menjahit akan diterima sebagai buruh di perusahaan tersebut. Hubungan yang positif tersebut diduga terjadi karena, antara buruh yang telah lama bekerja atau buruh senior dengan buruh yang baru bekerja atau buruh junior, mempunyai lama waktu bekerja yang sama dan perekrutan buruh pada industri konfeksi tidak didasarkan pada lamanya pengalaman kerja. Buruh junior merupakan buruh dengan usia muda, yang telah mendapatkan perbaikan kualitas pendidikan
dan
kesehatan.
Buruh
junior
akan
berusaha
meningkatkan
produktivitasnya agar memperoleh upah yang lebih besar. Upah yang besar mendorong perbaikan tingkat konsumsi, sehingga buruh junior tidak hanya mengkonsusmsi kebutuhan pokok saja.
e. Jumlah Tanggungan Jumlah
tanggungan
mempunyai
hubungan
yang
negatif
dengan
produktivitas pada industri sedang. Koefisien jumlah tanggungan bernilai 180.317 sehingga peningkatan jumlah tanggungan satu orang akan menurunkan produktivitas buruh sebesar 180.317 potong per tahun. Pada uji-t terlihat nilai signifikansi t sebesar 0.301 lebih besar dari tingkat á = 0.05 mengakibatkan jumlah tanggungan berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas buruh. Lebih dari 50 persen buruh yang bekerja belum menikah. Sehingga pendapatan yang diperoleh digunakan untuk diri sendiri. Ketika pendapatan yang diterima cukup untuk biaya hidup minimum maka buruh tidak berminat untuk meningkatkan produktivitasnya karena jumlah pakaian yang dihasilkan cukup
untuk menerima upah yang memadai untuk hidup sehari-hari. Buruh yang ratarata berpendidikan sampai tingkat Sekolah Lanjutan Pertama ini belum mampu untuk berpikir maju yaitu meningkatkan produktivitas maka akan meningkatkan upah yang diterima untuk kehidupan yang lebih baik.
f. Status Pekerjaan Penggunaan peubah tak bebas ini adalah sebagai peubah dummy, dimana nilai satu merupakan buruh borongan dan nol sebagai buruh tetap pada industri sedang. Koefisien dari peubah ini berhubungan positif dengan produktivitas buruh sebesar 519.470, artinya terjadi peningkatan produktivitas buruh borongan sebesar 519.470 daripada buruh tetap pada kondisi yang sama. Uji t yang dilakukan, memperlihatkan bahwa signifikansi t lebih besar dar i berbagai tingkat á (tsig = 0.368) sehingga status pekerjaan berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas buruh. Hubungan yang positif ini dapat dijelaskan karena buruh borongan tetap fokus menjalankan tugasnya sebagai tukang jahit, sedangkan buruh tetap mengerjakan apapun yang ditugaskan pemilik perusahaan dan biasanya menjadi orang kepercayaan pemilik perusahaan. Hal yang demikian mengakibatkan produktivitas buruh berkurang walaupun upah yang diterima kadang sama dengan upah yang diterima buruh borongan.
f. Cara Mendapatkan Pekerjaan Cara mendapatkan pekerjaan bagi buruh berpengaruh negatif terhadap produktivitas buruh pada industri sedang. Koefisiennya adalah 45.696 sehingga produktivitas buruh yang diajak untuk bekerja lebih besar sebesar 45.696 potong
per tahun daripada buruh yang mencari pekerjaan sendiri. Signifikansi t sebesar 0.910 menunjukkan bahwa, cara mendapatkan pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh pada tingkat berbagai tingkat á. Buruh yang diajak beker ja oleh saudara atau teman, biasanya belajar atau latihan menjahit dengan buruh yang mengajaknya. Karena untuk latihan ini memerlukan
biaya,
maka
buruh
akan
berusaha
untuk
meningkatkan
produktivitasnya agar upah yang diterima lebih besar dan mampu untuk membayar biaya pelatihan tersebut
g. Biaya Pelatihan Biaya pelatihan buruh berpengaruh negatif terhadap produktivitas buruh pada industri sedang. Koefisiennya adalah 0.003 sehingga produktivitas buruh menurun sebesar 0.003 akibat peningkatan biaya Rp. 1. Signifikansi t sebesar 0.406 menunjukkan bahwa, biaya pelatihan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh pada tingkat berbagai tingkat á. Hal
ini
terjadi
diduga
akibat
buruh
yang
mengikuti
pelatihan
mengeluarkan biaya untuk dapat bekerja pada perusahaan konfeksi. Artinya buruh harus meningkatkan produktivitas, agar dapat membayar biaya pelatihan tersebut. Pada kenyataannya buruh tidak terlalu meningkatkan produktivitasnya, karena biaya pelatihan tersebut dapat dibayar “nyicil” dengan batas waktu tertentu. Dengan begitu buruh tidak terlalu terbebani dengan biaya pelatihan tersebut.
h. Lama Pelatihan Lama pelatihan buruh berpengaruh positif terhadap produktivitas buruh pada industri sedang. Koefisiennya adalah 473.396 sehingga produktivitas buruh
lebih besar sebesar 473.396 potong per tahun. Signifikansi t sebesar 0.391 menunjukkan bahwa, lama pelatihan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh pada tingkat berbagai tingkat á. Hubungan positif ini sesuai dengan teori ekonomi sumberdaya manusia bahwa semakin lama buruh melakukan pelatihan maka semakin tinggi produktivitas buruh. Semakin lama buruh berlatih, maka buruh semakin tahu seluk beluk dalam menjahit dan jahitan pakaian lebih rapi. Dengan jahitan yang rapi, buruh tidak perlu untuk mengulangi jahitannya dan jumlah pakaian yang dihasilkan lebih banyak sehingga produktivitas meningkat dan upah yang diterima lebih tinggi.
6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buruh Jahit Pada Industri Besar Peubah be bas yang digunakan berbeda dengan analisis pada industri sedang, karena jenis kelamin responden sama yaitu perempuan dan lama pelatihan masing-masing buruh adalah satu bulan sehingga dalam melakukan analisis terjadi error. Pada output analisis regresi linier berganda (Lampiran 2) terjadi multikolinearitas, karena VIF (Variance Inflection Factor) yang menunjukkan korelasi antar peubah bebas bernilai besar, yaitu lebih dari 10. Agar asumsiasumsi metode pendugaan kuadrat terkecil biasa (OLS/ Ordinary Least Square) dalam
analisis
regresi
linier
berganda
dapat
terpenuhi,
maka
data
ditransformasikan dan dihilangkan salah satu peubahnya, yaitu pendapatan (Lampiran 3)
Tabel 8. Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Besar Tahun 2005 (Data Transformasi) Peubah Bebas Konstanta Um Pend Peng Alo Tangg Spe Sta Car Biayplt
Koefisien 1281,520 -0,589 2,830 5,676 -0,069 3,988 8,508 -0,484 -16,510 0,000
T hitung 106,480 -0,464 1,511 2,306 -3,911 0,829 1,444 -0,055 -0,822 0,052
Signifikansi t 0,000 -0,646 0,141*** 0,028** -0,000* 0,414 0,159**** -0,956 -0,417 0,959
R2 = 58.5 %
Adj R 2 = 46.1 % Durbin-Watson = 1.914
VIF : 1.066 – 2.305 * Nyata Pada á. = 99 % *** Nyata Pada á. = 85 %
** Nyata Pada á. = 95 % **** Nyata Pada á. = 80%
Sumber : Data Primer, 2005 (Diolah)
Uji-f
digunakan untuk menguji apakah keseluruhan model dapat
digunakan untuk menduga hubungan antar peubah bebas dan peubah tak bebasnya.
Uji ini menggunakan signifikansi f dan membandingkanya dengan
tingkat á. Kaidah pengujian yang digunakan adalah: Fsig < á Fsig > á
= tolak Ho = terima Ho
Signifikansi f yang diperoleh dari ouput regresi linier berganda adalah 0.001 dan tingkat á yang digunakan sampai pada tingkat á = 0.2 sehingga Fsig < á dan dapat diambil kesimpulan untuk menolak Ho yaitu terdapat hubungan nyata antara karakteristik buruh dengan produktivitas buruh. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa kemungkinan kesalahan untuk menolak Ho adalah sebesar 0.1 persen yang ditunjukkan signifikansi f change = 0.001. Goodness of Fit (R2) memperlihatkan persentase variasi total dari peubah tak bebas yang dapat dijelaskan oleh peubah bebas. Semakin tinggi nilai R2 maka
semakin baik model yang digunakan, tetapi jika R2 bernilai rendah belum tentu model yang digunakan bur uk. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan harga R2 sebesar 0.565 sehingga efektivitas garis regresi yang diperoleh dalam menjelaskan variasi pada peubah bebas sebesar 56.5 persen. Selebihnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model regresi yang diperoleh. Walaupun nilai R2 yang diperoleh terbilang kecil, belum tentu model yang digunakan buruk karena sampel yang digunakan dalam analisis belum mencerminkan keberadaan populasi yang sesungguhnya. Adjusted R2 (R2 yang telah dibebas kan dari pengaruh derajat bebas) menunjukkan bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas sebesar 0.434 (43.4 persen). Persamaan Regresi Linier Berganda diperoleh dari Coefficients pada tabel output. Persamaan yang diperoleh adalah:
P = 1281,520 - 0,589 UM + 2,830 PEND + 5,676 PENG - 0,069 ALO + 3,988 TANGG + 8,508 SPE - 0,484 STA - 16,510 CAR + 0,000 BIAYPLT Dari koefisien tiap peubah bebas terlihat bahwa lama pendidikan formal, pengalaman kerja, jumlah tanggungan, spesifikasi kerja, status pekerjaan dan biaya pelatihan mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas buruh. Umur, alokasi waktu bekerja dan cara mendaptkan pekerjaan mempunyai hubungan negatif dengan produktivitas buruh. Uji-t bertujuan untuk mengetahui peubah bebas mana yang berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas menggunakan signifikansi t yang dibandingkan dengan tingkat á. Kriteria ujinya adalah: Tsig < á
= tolak Ho
Tsig > á
= terima Ho
Pada tingkat á = 0.01, terdapat 1 peubah bebas yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas buruh, yaitu alokasi waktu bekerja (Tsig = 0.000). Pada tingkat á = 0.05, terdapat 2 peubah bebas yang berpengaruh nyata, yaitu alokasi waktu bekerja (Tsig = 0.000) dan pengalaman kerja (Tsig = 0.028). Dengan menggunakan tingkat á =0.1, terdapat dua peubah bebas yang berpengaruh nyata, yaitu alokasi waktu bekerja (Tsig = 0.000) dan pengalaman kerja (Tsig = 0.028). Menggunakan á = 0.15, terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh nyata, yaitu alokasi waktu bekerja (Tsig = 0.000), pengalaman kerja (Tsig = 0.023) dan lama pendidikan formal (Tsig = 0.141). Dengan menggunakan tingkat á = 0.2 terdapat empat peubah yang berpengaruh nyata, yaitu alokasi waktu bekerja (Tsig = 0.000), pengalaman kerja (Tsig = 0.023), lama pendidikan formal (Tsig = 0.131) dan spesifikasi kerja (Tsig = 0.159). Dari pernyataan diatas, maka digunakan tingkat á = 0.2 sebagai patokan dalam menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi produktivitas buruh pada industri besar, hal ini dilakukan agar peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas dalam analisis cukup banyak, yaitu alokasi waktu bekerja, pengalaman kerja, lama pendidikan formal dan spesifikasi kerja. Dari hasil analisis regresi linier berganda, juga diperoleh nilai VIF (Variance Inflection Factor), yang menunjukkan korelasi antar peubah bebas. Nilai VIF yang diperoleh antara 1.073 sampai 2.261 yang menunjukkan tidak adanya multikolinearitas antar peubah bebas dilihat dari nilainya yang relatif kecil.
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh pada industri besar adalah: a. Lama Pendidikan Formal Pada Industri besar, lama pendidikan formal mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas kerja sebesar 2.830. Artinya, terjadi peningkatan produktivitas buruh sebanyak 2.830 potong per tahun ketika terjadi peningkatan satu tahun pendidikan formal. Dengan demikian, model yang dibentuk sesuai dengan hipotesis awal, yaitu semakin lama pendidikan formal maka makin tinggi tingkat produktivitas buruh. Pada uji-t yang dilakuka n, signifikansi t bernilai lebih kecil dari tingkat á = 0.15, yaitu 0.141 yang berarti lama pendidikan formal berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. Dalam teori ekonomi sumberdaya manusia menyatakan bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka lebih tinggi tingkat produktivitasnya. Buruh mempunyai motivasi untuk meningkatkan kapasitas diri dan meningkatkan upah dengan jalan menambah jam kerja. Tambahan jam kerja ini akan meningkatkan produktivitas.
b. Pengalaman Kerja Koefisien pengala man kerja menunjukkan nilai positif sebesar 5.676 pada industri besar yang berarti bahwa peningkatan pengalaman kerja selama satu tahun akan meningkatkan produktivitas sebesar 5.676 potong per tahun. Artinya sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin lama buruh bekerja pada industri konfeksi maka semakin tinggi tingkat produktivitasnya. Demikian juga pada signifikansi t menunjukkan nilai yang lebih kecil dari tingkat
á = 0.2, yaitu sebesar 0.028, yang berarti pengalaman kerja berpengaruh nya ta terhadap produktivitas buruh. Pengalaman kerja yang berhubungan positif diduga sebagai akibat dari masa kerja yang lama akan meningkatkan spesifikasi kerja sebagai operator atau quality control yang upahnya lebih besar dari pada helper. Dalam hal ini buruh akan mengalami jenjang karir (tidak jauh berbeda dengan pekerjaan lain), dimulai sebagai helper karena buruh baru mulai bekerja, kemudian menjadi operator dan akhirnya menjadi quality control. Semakin lama pengalaman kerja buruh maka semakin tinggi produktivitasnya, karena buruh mengejar jenjang karir tersebut agar dapat meningkatkan tingkat upah yang diterima karena produktivitas yang meningkat dan berpengaruh nyata terhadap produktivitaas buruh
c. Alokasi Waktu Bekerja Pada industri besar, koefisie n alokasi waktu bekerja bernilai negatif sebesar 0.069 yang berarti bahwa terjadi penurunan produktivitas buruh sebesar 0.069 potong per tahun ketika terjadi peningkatan jumlah jam kerja. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, yaitu semakin lama alokasi waktu bekerja maka semkian tinggi tingkat produktivitas buruh. Signifikansi t (0.000) yang kecil dari berbagai tingkat á yang diuji sampai pada tingkat á yang masih bisa ditoleransi menunjukkan bahwa alokasi waktu bekerja berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh. Semakin lama buruh bekerja dalam satu hari akan meningkatkan upah. Peningkatan upah merupakan implikasi dari peningkatan produktivitas. Denagn demikian peningkatan alokasi waktu buruh untuk bekerja (lembur) akan meningkatkan produktivitas dan berpengaruh nyata terhadap produktivitas.
Hubungan negatif ini diduga terjadi karena buruh yang bekerja pada industri ini kebanyakan dalam usia muda dan belum menikah, sehingga buruh hanya terpaku pada biaya hidup sendiri. Asalkan dapat memenuhi biaya hidup minimum, buruh tidak tertarik untuk meningkatkan alokasi waktu bekerja. Selain itu tingkat pendidikan yang cenderung rendah juga memberi andil dalam penurunan jumlah jam kerja ini. Hal lain yang berpengaruh adalah jarak antara perusahaan dengan tempat tinggal buruh dan jenis kelamin buruh yang hampir semuanya perempuan. Jam kerja selesai sampai pukul 18.00 WIB, apabila dilanjutkan sampai malam untuk lembur, maka buruh akan khawatir untuk pulang karena tempat tinggal buruh yang berada di kampung-kampung yang susah transportasinya.
d. Spesifikasi Kerja Pada industri besar, helper bernilai nol dan operator bernilai satu. Diharapkan produktivitas operator lebih besar daripada produktivitas helper. Koefisien spesifikasi kerja bernilai positif terhadap produktivitas sebesar 8.508. Hal ini berarti bahwa produktivitas operator lebih besar sebesar 8.508 potong per tahun dari pada produktivitas operator dan hal ini sesuai dengan hipotesis awal yaitu produktivitas operator lebih besar dari pada produktivitas helper. Signifikansi t bernilai 0.000 dan diuji pada á = 0.2 agar spesifikasi kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. Tingkat upah yang diterima operator lebih tinggi dari pada helper, hal ini akan memacu helper untuk meningkatkan jam kerjanya agar upah yang diterima dari peningkatan produktivitas dapat sama dengan upah yang diterima operator. Dengan demikian tingkat produktivitas helper akan meningkat. Selain itu helper
juga ingin meningkatkan jenjang karir, karena jenjang karir yang lebih tinggi memperoleh gaji pokok yang tinggi pula. Dengan demikian spesifikasi kerja buruh berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh pada industri besar adalah: a. Umur Pada industri besar, umur mempunyai hubungan yang negatif dengan produktivitas buruh yaitu sebesar 0.589. Artinya, peningkatan umur buruh satu tahun akan menurunkan produktivitas buruh 0.589 potong per tahun. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa peningkatan umur buruh akan meningkatkan produktivitasnya. Pengaruh umur terhadap produktivitas sangat kecil sehingga tidak berpengaruh nyata karena signifikansi t 0.646 lebih besar dari pada á. Umur tidak berpengaruh nyata karena perusahaan tidak melihat faktor umur dalam merekrut buruh. Di lokasi penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata buruh yang bekerja adalah pada usia 15-30 tahun dimana produktivitas yang dihasilka n sama saja. Produktivitas buruh tergantung dari jumlah jam kerja buruh. Hubungan yang negatif ini diduga terjadi karena umur buruh rata -rata berada pada umur muda yang tentu saja belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan. Upah yang diterima sebagai implikasi dari peningkatan produktivitas digunakan untuk diri sendiri dan diserahkan kepada orang tua. Upah yang dapat memenuhi biaya hidup minimum sudah dianggap cukup sehingga buruh kurang berminat untuk melakukan lembur sebagai tambahan jam kerja agar tin gkat upah yang diterima lebih tinggi. Selain itu, secara fisik peningkatan umur akan
menurunkan produktivitas. Pada saat usia muda buruh akan bersemangat untuk meningkatkan produktivitas dan tingkat upah yang diterimanya, tetapi pada saat usia tua, produktivitas buruh menurun.
b. Jumlah Tanggungan Pada industri besar, koefisien jumlah tanggungan mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas buruh sebesar 3.988. Artinya, peningkatan jumlah tanggungan sebanyak satu orang akan meningkatkan produktivitas buruh sebesar 3.988 potong per tahun. Pada uji-t, signifikansi t mempunyai nilai yang lebih besar dari á yang mengakibatkan jumlah tanggungan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. Di lapangan yang terjadi adalah banyak buruh yang belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan. Hal ini memicu buruh untuk tidak meningkatkan produktivitasnya karena upah yang diterima masih cukup untuk memenuhi biaya hidup minimumnya. Dengan adanya hubungan yang positif ini, peningkatan jumlah tanggungan akan membuat buruh merasa bertanggung jawab sehingga akan meningkatkan jam kerjanya untuk dapat meningkatkan produktivitas, agar upah yang diterima meningkat dan dapat memenuhi biaya hidup minimum dengan tanggungannya
c. Status Pekerjaan Pada industri besar terjadi penurunan produktivitas buruh tetap sebesar 0.484 dari buruh kontrak pada kondisi yang sama karena koefisien status pekerjaan bernilai negatif. Artinya hipotesis awal tidak berlaku, yaitu terjadi peningkatan produktivitas buruh ketika status pekerjaan buruh adalah buruh tetap.
Nilai signifikansi t sebesar 0.956 lebih besar daripada berbagai tingkat á sehingga status pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh. Lama waktu buruh dapat bekerja dalam satu tahun, termasuk berapa lama buruh lembur, adalah hal yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. Hubungan negatif ini diduga terjadi sebagai akibat status sebagai buruh kontrak yang masa kontraknya tidak diperpanjang lagi. Dengan demikian buruh akan bekerja sesuai dengan jam kerjanya saja, yaitu mulai pukul 07.30 WIB sampai pukul 17.30 WIB.
d. Cara Mendapatkan Pekerjaan Pada industri besar, koefisien cara mendapatkan pekerjaan adalah negatif sebesar 16.510 sehingga berhubungan negatif dengan produktivitas buruh. Hal ini tidak sesuai hipotesis awal yang menyebutkan bahwa, produktivitas buruh yang diajak bekerja lebih besar daripada buruh yang mencari sendiri pekerjaannya. Artinya buruh yang mencari pekerjaan sendiri lebih besar produktivitasnya sebesar 16.510 potong per tahun dibandingkan dengan buruh yang diajak untuk bekerja. Uji t yang dilakukan memperlihatkan bahwa signifikansi t (0.417) lebih besar dari pada á, sehingga cara mendapatkan pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh Hubungan negatif ini diduga terjadi karena buruh yang mencari pekerjaan sendiri, memang sangat membutuhkannya. Lain halnya dengan buruh yang diajak yang biasanya hanya ikut-ikutan. Buruh yang mencari sendiri pekerjaan ini akan berusaha keras agar produktivitasnya meningkat dan upah yang diterima lebih tinggi. Dengan demikian cara mendapatkan pekerjaan berpengaruh nyata terhadap produktivitas.
e. Biaya Pelatihan Koefisien biaya pelatihan mempunyai hubungan yang positif terhadap produktivitas buruh sebesar 0.000. Artinya, peningkatan biaya pelatihan sebanyak Rp. 1 akan meningkatkan produktivitas buruh. Pada uji-t, signifikansi t mempunyai nilai yang lebih besar dari á yang mengakibatkan biaya pelatihan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. Pelatihan dengan harga yang mahal adalah pelatihan menjahit yang dilakukan dalam waktu baru-baru ini, sehingga buruh harus meningkatkan jam kerjanya agar upah yang diterima lebih besar dan dapat membayar pelatihan tersebut. Hal ini terjadi karena kebanyakan buruh belum pernah bekerja dan tidak mempunyai pendapatan.
6.3. Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buruh Jahit Pada Industri Sedang dan Industri Besar Antara industi sedang dan industri besar mempunyai hubungan yang positif dan negatif terhadap produktivitas buruh pada peubah umur. Artinya peningkatan umur responden satu tahun akan meningkatkan produktivitas buruh sebanyak koefisien model pada industri sedang dan menurunkan produktivitas buruh pada industri besar. Sedangkan pada pengujian t, diperoleh bahwa umur tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh karena signifikansi t lebih besar dari á. Lama pendidikan formal buruh mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas buruh, baik industri sedang maupun industri besar karena nilai koefisien adalah positif. Sedangkan pada uji-t ditemukan bahwa nilai signifikansi t lebih besar dari á sehingga lama pendidikan formal buruh tidak berpengaruh nyata
terhadap produktivitas pada industri sedang dan berpengaruh nyata pada industri besar nilai signifikansi t lebih kecil dari á Alokasi waktu bekerja berhubungan negatif pada masing-masing industri denga n produktivitasnya. Pegujian terhadap t memperlihatkan bahwa nilai signifikansi t yang lebih kecil dari á sehingga pengalaman kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada industri sedang dan berpengaruh nyata pada industri besar karena nilai signifikansi t lebih kecil dari á Pada industri sedang dan industri besar, pengalaman kerja berhubungan positif dengan produktivitas buruh. Hal ini terjadi karena koefisien yang diperoleh dari hasil analisis pada industri sedang bernilai positif. Pegujian terhadap t memperlihatkan bahwa nilai signifikansi t yang lebih besar dari á sehingga pengalaman kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada industri sedang dan berpengaruh nyata pada industri besar karena nilai signifikansi t lebih kecil dari á Antara industri sedang dan industri besar mempunyai hubungan yang bertolak belakang pada peubah jumlah tanggungan. Pada industri sedang, jumlah tanggungan berhubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh, sedangkan pada industri besar, jumlah tanggungan berhubungan positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh. Status pekerjaan pada industri konfeksi saling bertolak belakang. Pada industri sedang berhubungan positif dan pada industri besar berhubungan negatif. Nilai signifikansi t yang lebih besar dari á mengakibatkan status pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh
Koefisien cara mendapatkan pekerjaan oleh buruh adalah bertolak belakang, sehingga pada industri sedang berhubungan positif dengan produktivitas buruh dan pada industri besar berhubungan negatif. Nilai signifikansi t yang lebih besar dari tingkat á mengakibatkan cara mendapatkan pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Biaya yang dikeluarkan buruh untuk mengikuti pelatihan berhubungan saling bertolak belakang antara industri sedang dan industri besar. Pada industri sedang, biaya pelatihan berhubungan negatif dan pada industri besar berhubungan positif. Nilai signifikansi t yang lebih besar dari tingkat á menga kibatkan biaya pelatihan ini tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas buruh
VII. ANALISIS HUMAN CAPITAL
7.1. Human Capital Buruh Jahit Penggunaan human capital pada industri konfeksi sangat penting. Human capital yang dimaksud adalah keterampilan yang diperoleh buruh dan digunakan untuk bekerja. Pelatihan yang dilakukan buruh pada industri sedang yang sesuai dengan pekerjaannya adalah menjahit. Menjahit merupakan keterampilan khusus yang diperoleh dari berbagai cara, salah satunya adalah melalui pelatihan. Untuk mendapatkan keahlian khusus ini memerlukan biaya yang harus dikeluarkan oleh buruh. Buruh melakukan latihan atau kursus menjahit sebelum dan pada saat bekerja. Buruh yang ikut pelatihan menjahit sebelum bekerja akan di uji kemampuannya selama tiga sampai enam hari oleh perusahaan. Lama buruh yang mengikuti pelatihan menjahit sebelum bekerja tergantung dari kemampuan dasar buruh untuk menjahit. Biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp.400.000. Buruh yang ikut pelatihan setelah bekerja adalah buruh yang disebut `kenek`, yaitu buruh jahit yang bekerja sambil belajar pada buruh lain dengan membayar pada buruh tersebut. Setelah bisa menjahit dengan baik, maka otomatis bisa menerima upah penuh, karena tidak perlu lagi membayar buruh lain untuk belajar. Ada beberapa buruh yang mempunyai keterampilan selain menjahit, yaitu buruh yang sekolah di sekolah kejuruan sehingga keterampilan yang dimilikinya berbagai macam, seperti komputer, tata busana dan seba gainya. Hampir semua buruh yang bekerja pada industri besar merupakan buruh yang mengikuti pelatihan menjahit sebelum bekerja. Terutama buruh yang mempunyai pengalaman kerja dibawah dua tahun, karena perusahaan mencari
buruh yang mempunyai keterampilan menjahit untuk posisi operator atau helper. Operator atau helper memegang peranan penting dalam proses produksi industri konfeksi. Buruh ini mengikuti pelatihan menjahit selama satu bulan, yaitu selama satu jam per hari. Biaya yang dikeluarkan beragam, mula i dari Rp. 75.000 per bulan sampai Rp. 115.000 per bulan. Biaya ini tergantung kapan dan dimana mereka mengikuti pelatihan. Rata-rata upah yang diterima buruh pada industri sedang sebelum (tahun ke 0) mengikuti pelatihan adalah sebesar Rp. 7.138.000 per tahun. Pada saat (tahun ke -1) melakukan pelatihan, rata-rata upah yang diterima adalah Rp. 7.138.000 per tahun dan meningkat sebesar Rp. 29.950.000 per tahun. Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel, net benefit yang diperoleh buruh dari tahun ke-0 adalah sebesar Rp. - 1.769.000 per tahun, kemudian menjadi Rp. –138.682.000 per tahun pada tahun pertama dan Rp. 3.575.000 per tahun sampai pada tahun ke-25. Terjadi peningkatan net benefit yang diterima buruh dari tahun- ke tahun. Pada industri besar, tahun ke-0 buruh menerima inflow sebesar Rp.115.200, kemudian meningkat menjadi Rp. 7.537.200 pada tahun ke -2 sampai tahun ke 25. Net benefit yang diterima buruh pada tahun ke-0 adalah Rp. 1.159.500 dan meningkat menjadi Rp. 3.609.000 pada tahun ke-2 sampai tahun ke-25. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 12 persen merupakan tingkat suku bunga deposito dan 17 persen merupakan tingkat terendah suku bunga pinjaman.
7.2. Net Present Value Net Present Value merupakan nilai dari pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup sekarang. Apabila nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup lebih besar dari nilai investasi sekarang, maka pelatihanyang dilakukan buruh menguntungkan dan layak dilaksanakan. Pada saat NPV bernilai negatif, maka pelatihan yang dilakukan tidak menguntungkan dan tidak layak dilaksanakan. Pada industri sedang, saat suku bunga 12 persen, NPV bernilai negatif pada tahun ke -0 sebesar -1.769.000 dan tahun ke -1 sebesar 123.823.214, kemudian meningkat menjadi 2.849.968 tahun ke -2 dan menjadi 1.666.449 pada tahun ke -25. NPV per tahun yang terus meningkat menjadi nilai positif. Peningkatan ini menunjukkan bahwa seorang buruh yang bekerja pada perusahaan konfeksi industri sedang memutuskan untuk tetap bekerja pada tingkat suku bunga 12 persen, karena biaya hidup yang dikeluarkan lebih kecil dari pada upah yang diterima. Nilai kumulatif NPV sebesar Rp Rp 51.573.201 selama 26 tahun memperlihatkan bahwa pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup karena NPV lebih besar dari pada 0 dan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp Rp 51.573.201 selama 26 tahun Dengan menggunakan tingkat suku bunga sebesar 17 persen, NPV yang diperoleh pada industri sedang meningkat dengan nilai positif. Tahun ke-0 NPV yang diperoleh bernilai negatif sebesar 1.769.000. Pada tahun ke-1 sebesar – 118.531.623 dan pada tahun ke -25 adalah 559.237. Peningkatan NPV menjadi nilai positif menyebabkan buruh tetap bekerja pada industri konfeks i, karena biaya hidup lebih kecil dari upah yang diterima. NPV selama 26 tahun dengan tingkat suku bunga sebesar 17 persen adalah
Rp. 758.190. Artinya, NPV selama 26
tahun lebih besar dari 0, sehingga pelatihan yang dilakukan meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup dan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp. 758.190 selama 26 tahun Pada saat suku bunga 18 persen, memperlihatkan bahwa NPV selama 26 tahun bernilai negatif, yaitu sebesar Rp 6.206.781. Artinya pada saat suku bunga 18 persen, pelatihan yang dilakukan buruh tidak dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup karena NPV lebih kecil daripada 0 dan manfaat bersih yang diterima bernilai negatif sebesar Rp. 6.206.781. NPV bernilai negatif pada tahun ke-0 sebesar 1.769.000 dan tahun ke-1 sebesar 117.527.118, kemudian menurun sampai 452.056 pada tahun ke -25. NPV per tahun yang terus meningkat menjadi nilai positif dan menurun menjadi nilai negatif menunjukkan bahwa seorang buruh yang bekerja pada industri konfeksi memutuskan untuk tidak bekerja pada tingkat suku bunga 18 persen, karena biaya hidup yang dikeluarkan lebih besar dari pada upah yang didapatkan. Pada tingkat suku bunga 12 persen, NPV pada tahun ke-1 adalah – 2.877.072 dan menjadi 237.768 pada tahun ke-25. Adanya peningkatan NPV yang bernilai positif ini mengindikasikan bahwa buruh dapat tetap bekerja pada industri konfeksi, karena biaya hidup lebih kecil dari upah yang diterima pada saat suku bunga 12 persen. NPV kumulatif selama 26 tahun lebih besar dari 0, yaitu Rp 22.101.835, sehingga pelatihan yang dilakukan meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup dan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 22.101.835 selama 26 tahun Dengan menggunakan suku bunga 17 %, NPV tahun ke-0 bernilai negatif sebesar 979.500 dan tahun ke-1 sebesar 2.636.423 dan meningkat menjadi 71.242
pada tahun ke-25. NPV per tahun yang terus meningkat menjadi nilai positif menunjukkan bahwa seorang buruh yang bekerja pada industri konfeksi memutuskan untuk tetap bekerja pada tingkat suku bunga 17 persen, karena biaya hidup yang dikeluarkan lebih kecil dari pada upah yang diterima. NPV Kumulatif dari 26 tahun menunjukkan bahwa pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup karena NPV lebih besar dari 0 dan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 14.829.555 selama 26 tahun. NPV pada saat suku bunga 17 persen adalah Rp 14.829.555 Saat suku bunga 89 persen, memperlihatkan bahwa NPV selama 26 tahun bernilai negatif, yaitu sebesar
Rp 20.476. Artinya pada saat suku bunga 89
persen, pelatihan yang dilakukan buruh tidak dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup karena NPV lebih kecil daripada 0. NPV bernilai negatif pada tahun ke-0 sebesar 979.500 dan tahun ke-1 sebesar 1.186.507, kemudian meningkat menjadi 0. 442427158 pada tahun ke-25. NPV per tahun yang terus meningkat menjadi nilai positif menunjukkan bahwa seorang buruh yang bekerja pada industri konfeksi memutuskan untuk tetap bekerja pada tingkat suku bunga 89 persen, karena biaya hidup yang dikeluarkan lebih kecil dari pada upah yang didapatkan.
7.3. Net Benefit Cost Ratio
Manfaat bersih yang diterima dari mengikuti pelatihan menjahit ditunjukkan pada net benefit cost ratio. Nilai net B/C yang besar dari 1 berarti bahwa pelatihan menjahit layak dilaksanakan oleh buruh. Net B/C pada industri sedang saat tingkat suku bunga 12 persen > 1 pada industri sedang, yaitu:
Net B
C
=
177165415. 5 = 1.41064011 4 - 125592214. 3
Net B/C yang diperoleh adalah 1.410640114 = 1, artinya bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam mengikuti pelatihan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 1.41 satuan selama 26 tahun. Dengan demikian latihan menjahit yang dilakukan buruh layak dan mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tersebut adalah tepat. Net B/C pada industri sedang saat suku bunga 17 persen adalah:
121058814. 7 Net B C = = 1.00630246 - 120300623. 9
7
Hasil analisis menunjukkan bahwa Net B/C > 1 (1.00630246 = 1.00), artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam mengikuti pelatihan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 18 satuan selama 26 tahun. Dengan demikian latihan menjahit yang dilakukan buruh layak dan mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tersebut adalah tepat.
Net B/C pada saat 18 persen adalah:
Net B
C
=
113089337. 2 = 0.94797164 - 119296118. 6
Artinya, setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam mengikuti pelatihan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 0.94797164 = 0.94 satuan (0 < 1). Artinya latihan menjahit yang dilakukan buruh tidak layak dilaksanakan dan mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan yang diambil pada saat suku bunga 88 persen adalah tidak melaksankan pelatihan Pada industri besar, buruh merasakan manfaat bersih dari pelatihan. Dilihat dari nilai net b/c yang bernilai lebih dari 1 pada berbagai tingkat suku bunga yang di analisis. Pada tingkat suku bunga 12 persen net b/c bernilai:
Net B
C
=
25.083.568 = 8,41241480 6 - 2.981.732, 1
yang tentu saja nilainya lebih dari 1 (8.41241480 = 8), berarti setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam mengikuti pelatihan mampu me nghasilkan manfaat bersih sebesar 8 satuan selama 26 tahun. Pelatihan memberikan manfaat bersih pada buruh. Demikian halnya pada tingkat suku bunga 17 persen sebesar:
17725721,7 Net B C = = 6,12040802 4 - 2896166,66 7 dari nilai diatas (6,120408024 = 6) terlihat bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam mengikuti pelatihan mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 6 satuan selama 26 tahun. Pelatihan memberi manfaat bersih pada buruh dan layak dilaksanakan. Pada tingkat suku bunga 89 persen, net b/c bernilai
2145531,87 3 Net B C = = 0,99054663 5 - 2166007,93 7 artinya pelatihan yang dilakukan buruh tidak lagi layak dilaksanakan, karena setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan dalam mengikuti pelatihan tidak memberikan kontribusi apa-apa terhadap buruh (0,990546635 = 0). Dengan demikian latihan menjahit yang dilakukan buruh tidak layak dila ksanakan dan mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan yang diambil adalah tidak mengikuti pelatihan tersebut pada tingkat suku bunga 89 persen
7.4. Internal Rate of Return Analisis terhadap tingkat internal dari pelatihan yang dilakukan adalah untuk mengetahui bahwa pelatihan yang dilakukan buruh menguntungkan atau tidak. Nilai IRR yang diperoleh pada saat tingkat suku bunga 12 persen adalah IRR = 17 % +
Rp 758.190 x(12 % − 17 %) = 17.07% , Rp 758.190 - Rp 51.573.201 .19
artinya pada tingkat suku bunga 12 persen, pelatihan yang dilakukan buruh menguntungkan dan layak dilaksanakan karena lebih besar dari pada suku bunga pada industri sedang dan tingkat pengembaliannya setara dengan sekitar 17.07 persen tingkat suku bunganya Nilai IRR yang diperoleh pada saat tingkat suku bunga 17 persen adalah IRR = 22% +
Rp (27.417.01 6) x(17 − 22 %) = 17.13% , Rp (27.417.01 6 ) - Rp 758.190
artinya
pada tingkat suku bunga 17 persen, pelatihan yang dilakukan menguntungkan dan layak dilaksanakan karena lebih besar dari pada suku bunga pada industri sedang
dan tingkat pengembaliannya setara dengan sekitar 28.42 persen tingkat suku bunganya Kelayakan untuk melakukan pelatihan pada industri besar dapat dilihat pada nilai IRR yang bernilai lebih dari tingkat suku bunga yang berlaku. Pada tingkat suku bunga 12 persen, IRR bernilai: IRR = 17 % + (
Rp
Rp 14.829.555 x(12 % − 17 %) = 27.20% 14.829.555 - Rp 22.101.835
Ini memperlihatkan kelayakan buruh untuk melakukan pelatihan yang merupakan investasi buruh untuk peningkatan kesejahteraannya pada tingkat suku bunga 12% dan tingkat pengembaliannya setara dengan sekitar 27.20 persen tingkat suku bunganya IRR pada tingkat suku bunga 17 persen.sebesar, IRR = 22% +
Rp
Rp 10.514.979 x(17 % − 22%) = 34.19% 10.514.979 - Rp 14.829.555
Artinya pada tingkat suku bunga 17 persen, pelatihan yang dilakukan buruh menguntungkan dan layak dilaksanakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga yang analisis dan tingkat pengembaliannya setara dengan sekitar 34.19 persen tingkat suku bunganya
7.5. Perbandingan Analisis Human Capital Buruh Jahit Industri Sedang dan Industri Besar Dari uraian diatas, pada tingkat berbagai suku bunga yang dianalisis, pelatihan yang dilakukan buruh dapat meningkatkan nilai sekarang dari ar us penghasilan seumur hidup (asumsi bahwa buruh pensiun rata -rata pada umur 50 tahun) dan memberikan keuntungan serta manfaat bersih. Hal ini dapat dirasakan
dari produktivitas masing-masing buruh dan keputusan untuk tetap bekerja pada perusahaan konfekesi industri sedang adalah tepat dan layak untuk terus dilakukan Untuk mengidentifikasi penggunaan human capital pada kedua industri, diperlukan perbandingan antara keduanya. Hal ini perlu dilakukan untuk menganalisis bagaimana penggunaan human capital pada kedua industri
Tabel 9. Perbandingan Analisis Human Capital Buruh Jahit Pada Berbagai Tingkat Suku Bunga Pada Industri Sedang dan Industri Besar r
Industri Sedang
Uraian
12 %
NPV
Rp.51.573.20 1
NetB/C
1.410
IRR
17.07%
17 %
Industri Besar 12 %
17 %
Rp.22.101.83 5
Rp.14.829.55 5
1.006
8.412
6.120
17.13%
27.20 %
34.19 %
Rp. 758.190
Sumber: Data Primer, 2005 (diolah)
Dari Tabel 9, terlihat bagaimana Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio dan Internal Rate of Return kedua industri. NPV merupakan nilai dari pelatihan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup dengan menggunakan beberapa tingkat suku bunga. Pada berbagai tingkat suku bunga yang dianalisis menunjukkan bahwa, NPV industri besar lebih besar dari pada NPV industri sedang. Hal ini terjadi karena tingkat upah yang diterima buruh dan tingkat produktivitas buruh masing-masing industri berbeda. NPV industri sedang pada tingkat suku bunga 12 persen adalah Rp 51.573.201 lebih kecil dari pada industri besar pada saat tingkat suku bunga 12 persen, yaitu Rp. 22.101.835. Pada saat tingkat suku bunga 17 persen adalah Rp 758.190,75 dan 14.829.555 pada
industri besar. Artinya pelatihan yang dilakukan oleh buruh kedua industri dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan se umur hidup dan layak dilaksanakan. Pada industri sedang, NPV pada suku bunga 18 persen bernilai negatif sebesar Rp.6.206.781 dan ini merupakan batas tingkat suku bunga yang dapat meningkatkan arus penghasilan seumur hidup dari buruh. Pada industri besar, NPV bernilai negatif adalah saat suku bunga sebesar 88 persen, yaitu Rp. 9.136. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa buruh pada industri besar melakukan pelatihan sampai tingkat suku bunga yang berlaku 88 persen, apabila lebih dari 88 persen mengakibatka n pelatihan yang dilakukan tidak dapat meningkatkan arus penghasilan seumur hidup Analisis Net B/C dilakukan untuk menyatakan apakah latihan menjahit yang dilakukan buruh layak atau tidak dan apakah dapat mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tersebut adalah tepat atau tidak. Pada tingkat suku bunga 12 persen yang berlaku, Net B/C pada industri sedang adalah 1.410 dan 8.412 pada industri besar. Dengan menggunakan tingkat suku bunga 17 persen, nampak bahwa Net B/C pada industri sedang sebesar 1.006 dan 6.120 pada industri besar. Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada berbagai tingkat suku bunga yang di analisis nampak pelatihan menjahit yang dilakukan layak dan dapat meningkatkan produktivitas buruh sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tersebut adalah tepat. Dengan menggunakan tingkat suku bunga 18 persen, Net B/C pada industri sedang adalah 0.94797164 dan lebih kecil dari 1 sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tidak tepat dan tidak layak. Pada industri besar, saat suku
bunga 89 persen Net B/C bernilai 0.990546635 yang lebih kecil dari 1, sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tidak tepat dan tidak layak Analisis terhadap tingkat internal dari pelatihan yang dilakukan adalah untuk mengetahui bahwa pelatihan yang dilakukan buruh menguntungkan atau tidak. Dengan menggunakan tingkat suku bunga 12 persen, nampak bahwa IRR pada industri sedang sebesar 17.07% dan 27.20% pada industri besar. 17.13% merupakan IRR di industri sedang dan 34.19% pada industri besar dengan menggunakan tingkat suku bunga 17 persen. Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada berbagai tingkat suku bunga yang di analisis nampak pelatihan menjahit yang dilakukan layak dan dapat menguntungkan buruh. Lebih menguntungkan, apabila buruh mengikuti pelatihan pada tingkat suku bunga 17 persen, karena tingkat pengembaliannya lebih besar daripada saat suku bunga 12 persen. Pada industri sedang, pelatihan yang diikuti buruh menguntungkan sampai pada saat tingkat suku bunga sebesar 18 persen dan 88 persen pada industri besar.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan 1. Rata-rata jenis kelamin pada industri sedang adalah laki-laki dan industri besar adalah perempuan. Umur rata-rata buruh pada industri sedang adalah 25.937 tahun dan pada industri besar adalah 18.625 tahun. Lama pendidikan formal buruh pada industri sedang adalah 8,656 tahun yang berarti setara dengan kelas 2 SLTP sedangkan pada industri besar rata-rata lama pendidikan adalah 7.300 tahun yang setara dengan kelas I SLTP. Pangalaman kerja rata -rata pada industri sedang adalah selama 5,569 tahun dan industri besar selama 1.173 tahun. Alokasi waktu bekerja rata-rata pada industri sedang adalah 3588 jam per tahun dan 2496 jam per tahun pada industri besar. Pendapatan rata-rata buruh pada industri sedang adalah Rp. 10.406.250 per tahun dan pada industri besar adalah Rp. 7.537.200 per tahun sehingga pendapatan buruh pada industri sedang lebih besar dari pada buruh pada industri besar. Jumlah tanggungan buruh pada industri sedang adalah 1,156 orang dan pada industri besar adalah 0.125 orang. Biaya pelatihan pada industri sedang rata-rata adalah Rp. 180.468 dan pada industri besar sebasar Rp. 102.750. Produktivitas rata-rata buruh pada industri sedang adalah sebesar 3597.750 potong per tahun dan 1280,175 potong per tahun pada industri besar 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas antara buruh pada industri sedang dan industri besar sangat berbeda. Pada industri sedang, umur, lama pendidikan formal, pengalaman kerja, pendapatan, status
pekerjaan dan lamanya pelatihan mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas. Jenis kelamin, alokasi waktu bekerja, jumlah tanggungan, cara mendapatkan pekerjaan dan biaya pelatihan berhubungan negatif dengan produktivitas buruh. Peubah yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh adalah pendapatan dan alokasi waktu bekerja Pada industri besar peubah yang berpengaruh positif terhadap produktivitas adalah lama pendidikan formal, pengalaman kerja, jumlah tanggungan, spesifikasi kerja, status pekerjaan dan biaya pelatihan mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas buruh.. Dari peubah-peubah tersebut, alokasi waktu bekerja, pengalaman kerja, lama pendidikan formal dan spesifikasi kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas buruh. 3. Analisis human capital yang dilakukan menunjukkan bahwa buruh pa da industri sedang dan industri besar mendapatkan manfaat bersih dari pelatihan. Analisis NPV yang dilakukan menyatakan bahwa pelatihan menjahit yang dilakukan dan dapat meningkatkan nilai sekarang dari arus penghasilan seumur hidup. Analisis Net B/C dilakukan untuk menyatakan latihan menjahit yang dilakukan buruh layak dan dapat mempengaruhi tingkat produktivitas buruh sehingga keputusan untuk mengikuti pelatihan tersebut adalah tepat. Dari analisis IRR, pelatihan menjahit yang dilakukan buruh dapat menguntungkan buruh
7.2. Saran 1. Salah satu upaya meningkatkan produktivitas buruh adalah meningkatkan human capital yang dimilikinya yaitu peningkatan pelatihan dan pembinaan-pembinaan dari departemen terkait, seperti Departeman Tenaga Kerja dan sebagainya. Hal ini dirasa perlu, karena persaingan dari produk negara lain sangat tinggi selain persaingan antar perusahaan. 2. Peningkatan human capital buruh harus sejalan dengan peningkatan upah dan fasilitas lainnya (tidak hanya penginapan). Upah yang diterima buruh akan memotivasi buruh dalam meningkatkan produktivitas, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan juga meningkat. Hal ini sejalan dengan tuntutan UMR dari buruh yang harus ditingkatkan, karena selama ini banyak buruh yang menerima upah di bawah UMR yang telah ditetapkan pemerintah. 3. Perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah, perusahaan, serikat buruh, lembaga keuangan dan investor (stake holder) dalam penetapan kebijakan yang tidak merugikan buruh. Bantuan yang bisa diberikan adalah modal dari lembaga keuangan dan bapak angkat, sehingga perusahaan tidak lagi tergantung pada pemberi order. 4. Untuk penelitian selanjutnya agar memasukkan beberapa peubah bebas lainnya, seperti pengeluaran rata -rata, pernah bekerja atau belum sebelum di industri konf eksi, alasan responden memilih bekerja pada industri konfeksi, cara mendapatkan keterampilan dan sebaginya untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas buruh. Selain itu, diharapkan dapat melakukan analisis produktivitas dan human capital buruh jahit perempuan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1980. Buku Pegangan Bidang Kependudukan. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia , Jakarta. Anonim (n.d.), Modul Kuliah Studi Kelayakan Proyek Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Antono, Achmad. 1998. Peranan Migrasi Gender dari Desa ke Kota dalam Meningkatkan Human Capital. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2001. Jakarta, hlm. 247.
------------------------- 2002. Jakarta, hlm. 75; 77; 78; 253; 256
--------------------------2003. Jakarta, hlm. 250;252 Bahri, Darwin Syamsul (Penyunting). 2001. Ketenagakerjaan dalam Industri Berorientasi Ekspor Menghadapi Persaingan Bebas. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Becker, Gary S. 1975. Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis, with Special Reference to Education. Second Edition. National Bureau of Economic Research, New York. Djadjanegara, Siti Oemanti & Aris Ananta. 1986. Mutu Modal Manusia: Suatu Pemikiran Mengenai Kualitas Penduduk. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Manuwono, Victorinus. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi dan Produktivitas Karyawan PT Emperor Jaya Garmindo. Thesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mathias, Tefi. 2004. Tingkat Upah dan Produktivitas Tenaga Kerja Propinsi DKI Jakarta. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Moelyono, Mauled. 1993. Penerapan Produktivitas dalam Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Mumu, Reinhard. F. 1992. Pengembangan Industri Kecil Kerajinan Karawang dalam Rangka Perluasan Kesempatan Kerja di Pedesaan Gorontalo. Thesis. Program Pasca Sarjana KPK-IPB, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nurjanah, Siti1999. Analisis Sumberdaya Manusia Antar Etnis (Studi Kasus pada Pengusaha/ Pedagang Cina dan Jawa di Kabupaten Demak, Jawa Tengah). Thesis. Fakultas Pasca Sarjana, Ins titut Pertanian Bogor, Bogor. Ross, Joel. E. 1977. Managing Productivity. Reston Publishing Coy, Virginia.
Sembiring, R.K. 1995. Analisis Regresi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Simanjuntak, Payaman. (1985) . 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Edisi Kedua. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Sudarmanto, R Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sulaeman, Yulhan Tribuana. 1996. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempata n Kerja dan Pendapatan Pekerja pada Industri Kecil Tas Kulit (Studi Kasus Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tutuhatunewa, Alfillona. 1998. Analisis Faktor-Faktor yang Me mpengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja pada Industri Kecil Sepatu (Studi Kasus Industri Kecil Sepatu Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. World Bank. 1980. World Developmen Report.
Walpole, Ronald E (1982). 1995. Introduction to Statistics. Third Edition. Penerjemah Ir. Bambang Sumantri, Gramedia, Jakarta Zusana, Elisabeth. 2000. Pengemangan Sumberdaya Manusia pada Koperasi Distribusi Indonesia (KDI). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Output Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Sedang Tahun 2005 Model Summary(b)
Model
R
R
Adj R 2
2
Std. Error
Change Statistics R2 Change
1
,695(a)
,483
,198
860,3418
,483
F Change
D-W
df1
1,696
Sig. F Change
df2 11
20
,147
a Predictors: (Constant), lamapelat, um, alo, pend, sta, car, peng, jk, pendp, tangg, biaya b Dependent Variable: Produktivitas ANOVA(b)
Model 1
Regression
Sum of Squares Residual Total
df
Mean Square
13812334,581
11
1255666,780
14803759,419
20
740187,971
28616094,000
31
F
Sig.
1,696
,147(a)
a Predictors: (Constant), lamapelat, um, alo, pend, sta, car, peng, jk, pendp, tangg, biaya b Dependent Variable: Produktivitas Coefficientsa
Model 1
(Constant) jk um pend peng alo pendp tangg sta car biaya lamapelat
Unstandardized Coefficients B Std. Error 5526,541 2122,173 -417,799 541,562 23,292 40,970 9,025 75,873 21,870 36,360 -1,158 ,590 ,000 ,000 -180,317 169,837 519,470 564,271 -45,696 400,040 -,003 ,004 473,396 539,376
a. Dependent Variable: Produktivitas
Standardized Coefficients Beta -,183 ,167 ,022 ,127 -,405 ,853 -,290 ,182 -,024 -,272 ,286
t 2,604 -,771 ,569 ,119 ,601 -1,962 3,329 -1,062 ,921 -,114 -,784 ,878
Sig. ,017 ,449 ,576 ,907 ,554 ,064 ,003 ,301 ,368 ,910 ,442 ,391
95% Confidence Interval for B Lower Bound Upper Bound 1099,767 9953,316 -1547,477 711,878 -62,171 108,754 -149,244 167,293 -53,976 97,715 -2,389 ,073 ,000 ,000 -534,591 173,957 -657,579 1696,519 -880,165 788,773 -,010 ,005 -651,724 1598,515
Zero-order
Correlations Partial
,043 ,245 -,051 ,258 -,112 ,468 ,084 -,035 ,134 -,005 ,022
-,170 ,126 ,027 ,133 -,402 ,597 -,231 ,202 -,026 -,173 ,193
Part -,124 ,091 ,019 ,097 -,316 ,535 -,171 ,148 -,018 -,126 ,141
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,461 ,299 ,788 ,584 ,606 ,394 ,346 ,664 ,578 ,215 ,243
2,167 3,342 1,269 1,711 1,650 2,536 2,892 1,506 1,730 4,654 4,115
1,830
Lampiran 2. Output Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Besar Tahun 2005 Model Summary(b)
Model
1
R
,944(a)
R2
Adj R 2
,892
,855
Std. Error R2 Change 3,9375
Change Statistics F Change df1 df2
,892
23,904
10
D-W Sig. F Change 29
,000
1,127
a Predictors: (Constant), biayapelat, Spesifikasi Kerja, Jumlah tanggungan, Cara Mendapat Pekerjaan, Status Pekerjaa, Lama Pendidikan Formal, Alokasi Waktu Bekerja, Pengalaman Kerja, Umur, Pendapatan b Dependent Variable: Produktivitas ANOVA(b) Model 1
Regression
Sum of Squares
Mean Square 10
370,616
449,620
29
15,504
4155,775
39
Residual Total
df
3706,155
F
Sig.
23,904
,000(a)
a Predictors: (Constant), biayapelat, Spesifikasi Kerja, Jumlah tanggungan, Cara Mendapat Pekerjaan, Status Pekerjaa, Lama Pendidikan Formal, Alokasi Waktu Bekerja, Pengalaman Kerja, Umur, Pendapatan b Dependent Variable: Produktivitas Coefficientsa
Model 1
(Constant) Umur Lama Pendidikan Formal Pengalaman Kerja Alokasi Waktu Bekerja Pendapatan Jumlah tanggungan Spesifikasi Kerja Status Pekerjaa Cara Mendapat Pekerjaan biayapelat
a. Dependent Variable: Produktivitas
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1135,439 37,827 ,434 ,562 -,398 ,543 ,764 1,125 ,059 ,039 ,000 ,000 -,701 2,008 23,155 34,806 -2,032 2,480
Standardized Coefficients Beta ,089 -,062 ,074 1,680 -1,063 -,031 1,100 -,093
t 30,017 ,773 -,734 ,679 1,523 -,705 -,349 ,665 -,819
Sig. ,000 ,446 ,469 ,502 ,139 ,486 ,729 ,511 ,419
95% Confidence Interval for B Lower Bound Upper Bound 1058,074 1212,804 -,715 1,582 -1,508 ,712 -1,537 3,065 -,020 ,138 ,000 ,000 -4,808 3,405 -48,032 94,342 -7,103 3,040
Zero-order
Correlations Partial
,071 ,008 ,434 ,938 ,180 ,215 -,469 ,007
,142 -,135 ,125 ,272 -,130 -,065 ,123 -,150
,047 -,045 ,041 ,093 -,043 -,021 ,041 -,050
,280 ,524 ,315 ,003 ,002 ,459 ,001 ,287
3,568 1,907 3,178 326,263 609,644 2,178 732,557 3,480
Part
Collinearity Statistics Tolerance VIF
1,960
1,501
,095
1,306
,202
-1,110
5,029
,080
,236
,080
,704
1,420
,000
,000
,076
,873
,390
,000
,000
-,184
,160
,053
,489
2,046
Lampiran 3. Output Analisis Regresi Linier Berganda Pada Industri Besar Setelah Ditransformasi Tahun 2005 Model Summary(b)
Model
R
R2
Adj R 2
Std. Error
Change Statistics R 2 Change
1
,751(a)
,565
,434
7,7654
F Change
,565
df1
4,324
Sig. F Change
df2 9
30
,001
a Predictors: (Constant), biaya, Car, Um, Pend, Spe, Peng, Sta, Alo, Tangg b Dependent Variable: Produktivitas ANOVA(b)
Model 1
Regression
Sum of Squares
df
Mean Square
2346,725
9
260,747
Residual
1809,050
30
60,302
Total
4155,775
39
F
Sig.
4,324
,001(a)
a Predictors: (Constant), biaya, Car, Um, Pend, Spe, Peng, Sta, Alo, Tangg b Dependent Variable: Produktivitas Coefficientsa
Model 1
(Constant) Um Pend Peng Alo Tangg Spe Sta Car biaya
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1281,520 12,035 -,589 1,271 2,830 1,873 5,676 2,461 -,069 ,018 3,988 4,809 8,508 5,892 -,484 8,789 -16,510 20,074 ,000 ,000
a. Dependent Variable: Produktivitas
Standardized Coefficients Beta -,072 ,198 ,339 -,560 ,150 ,180 -,008 -,115 ,007
t 106,480 -,464 1,511 2,306 -3,911 ,829 1,444 -,055 -,822 ,052
Sig. ,000 ,646 ,141 ,028 ,000 ,414 ,159 ,956 ,417 ,959
95% Confidence Interval for B Lower Bound Upper Bound 1256,941 1306,099 -3,185 2,006 -,994 6,654 ,649 10,702 -,104 -,033 -5,834 13,810 -3,525 20,541 -18,433 17,466 -57,506 24,486 ,000 ,000
Zero-order
Correlations Partial
,180 ,329 ,404 -,506 ,382 ,250 -,022 ,102 ,177
-,084 ,266 ,388 -,581 ,150 ,255 -,010 -,148 ,010
Part -,056 ,182 ,278 -,471 ,100 ,174 -,007 -,099 ,006
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,609 ,849 ,673 ,707 ,442 ,932 ,726 ,747 ,792
1,643 1,178 1,486 1,414 2,261 1,073 1,377 1,339 1,263
D-W
1,830
Lampiran 4. Analisis Human Capital Buruh Industri Sedang uraian
0
1
2
3
4
5
inflow
2546400
2546400
10965000
10965000
10965000
10965000
outflow
3017100
5034600
1620250
1620250
1620250
1620250
net benefit
-470700
-2488200
9344750
9344750
9344750
9344750
df 12%
1
0,892857143
0,797193878
0,711780248
0,635518078
0,567426856
npv per tahun
-470700
-2221607,143
7449577,487
6651408,471
5938757,563
5302462,11
npv
Rp 62.256.340,29
net b/c
24,12378826
irr
28,42%
df 17%
1
0,854700855
0,730513551
0,624370556
0,533650048
0,456111152
npv per tahun
-470700
-2126666,667
6826466,506
5834586,757
4986826,288
4262244,691
npv
Rp 43.299.679,03
net b/c
17,67060703
irr
36,18%
df 231%
1
0,302114804
0,091273355
0,027575032
0,008330825
0,002516866
npv per tahun
-470700
-751722,0544
852926,6801
257681,7765
77849,4793
23519,48015
npv net b/c
Rp
(263,05) 0,999784816
irr 6
7
8
9
10
11
12
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
0,506631121
0,452349215
0,403883228
0,360610025
0,321973237
0,287476104
0,256675093
4734341,17
4227090,33
3774187,795
3369810,531
3008759,403
2686392,324
2398564,575
0,389838592
0,333195378
0,284782374
0,243403738
0,208037383
0,177809729
0,151974128
3642944,18
3113627,504
2661220,089
2274547,085
1944057,337
1661587,468
1420160,229
0,000760382
0,000229723
6,94026E-05
2,09676E-05
6,33461E-06
1,91378E-06
5,78181E-07
7105,583127
2146,701851
648,5504082
195,9366792
59,19537136
17,88379799
5,402960119
13
14
15
16
17
18
19
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
0,22917419
0,204619813
0,182696261
0,163121662
0,145644341
0,13003959
0,116106777
2141575,513
1912120,994
1707250,887
1524331,15
1361009,955
1215187,46
1084988,803
0,129892417
0,11101916
0,094888171
0,081101001
0,069317094
0,05924538
0,050637077
1213812,162
1037446,292
886706,2324
757868,5747
647750,9185
553633,2637
473190,8237
1,74677E-07
5,27726E-08
1,59434E-08
4,81673E-09
1,4552E-09
4,39639E-10
1,32821E-10
1,632314235
0,493146295
0,148986796
0,045011117
0,013598525
0,004108316
0,001241183
20
21
22
23
24
25
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
10965000
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
1620250
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
9344750
0,103666765
0,092559612
0,08264251
0,073787956
0,065882103
0,058823307
968740,003
864946,4312
772273,5993
689529,9994
615651,7852
549689,0939
0,043279553
0,036991071
0,0316163
0,027022478
0,023096135
0,019740287
404436,6014
345672,3089
295446,4179
252518,3059
215827,6119
184468,0443
4,01273E-11
1,21231E-11
3,66255E-12
1,10651E-12
3,34294E-13
1,00995E-13
0,00037498
0,000113287
3,42257E-05
1,03401E-05
3,12389E-06
9,43774E-07
Lampiran 5. Analisis Human Capital Buruh Industri Besar Uraian
0
1
2
3
4
5
6
inflow
115200
115200
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
outflow
1094700
2357700
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
net benefit
-979500
-2242500
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
df 12%
1
0,892857143
0,797193878
0,711780248
0,635518078
0,567426856
0,506631121
npv per tahun
-979500
-2002232,143
2877072,704
2568814,914
2293584,745
2047843,522
1828431,716
npv
Rp22.101.835,48
net b/c
8,412414806
irr
27,20%
df 17%
1
0,854700855
0,730513551
0,624370556
0,533650048
0,456111152
0,389838592
npv per tahun
-979500
-1916666,667
2636423,406
2253353,338
1925943,024
1646105,149
1406927,478
npv
Rp14.829.555,04
net b/c
6,120408024
irr
34,19%
df 89%
1
0,529100529
0,27994737
0,148120302
0,07837053
0,041465889
0,021939624
npv per tahun
-979500
-1186507,937
1010330,058
534566,1682
282839,2424
149650,3928
79180,10203
npv
Rp (20.476,06)
net b/c
0,990546635
irr 7
8
9
10
11
12
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
0,452349215
0,403883228
0,360610025
0,321973237
0,287476104
0,256675093
1632528,318
1457614,57
1301441,58
1162001,411
1037501,26
926340,4104
0,333195378
0,284782374
0,243403738
0,208037383
0,177809729
0,151974128
1202502,118
1027779,588
878444,092
750806,9163
641715,3131
548474,6265
0,011608267
0,00614194
0,003249704
0,00171942
0,000909746
0,000481347
41894,23388
22166,26131
11728,18059
6205,386554
3283,273309
1737,181645
13
14
15
16
17
18
19
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
0,22917419
0,204619813
0,182696261
0,163121662
0,145644341
0,13003959
0,116106777
827089,6522
738472,9037
659350,8069
588706,0776
525630,4264
469312,8807
419029,3578
0,129892417
0,11101916
0,094888171
0,081101001
0,069317094
0,05924538
0,050637077
468781,7321
400668,1471
342451,4078
292693,5109
250165,3939
213816,576
182749,2103
0,000254681
0,000134752
7,12973E-05
3,77234E-05
1,99595E-05
1,05606E-05
5,58761E-06
919,1437275
486,3194326
257,3118691
136,1438461
72,03378099
38,11311164
20,16566753
20
21
22
23
24
25
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
7537200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3928200
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
3609000
0,103666765
0,092559612
0,08264251
0,073787956
0,065882103
0,058823307
374133,3552
334047,6386
298256,8201
266300,7323
237768,5109
212293,3133
0,043279553
0,036991071
0,0316163
0,027022478
0,023096135
0,019740287
156195,9062
133500,7745
114103,2261
97524,12488
83353,95289
71242,69477
2,9564E-06
1,56424E-06
8,27638E-07
4,37904E-07
2,31695E-07
1,2259E-07
10,66966536
5,645325588
2,986944755
1,58039405
0,836187328
0,442427158