ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN
TESIS
Oleh DEDY HUMALA MARPAUNG 067011111/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Dedy Humala Marpaung : Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, 2009 USU Repository © 2008
2
ANALISIS HUKUM PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh DEDY HUMALA MARPAUNG 067011111/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
3
Telah Diuji Pada Tanggal : 16 Januari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum 3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 4. Hj. Chadijah Dalimunthe, SH, MS
4
Judul Tesis
: Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan Nama Mahasiswa : Dedy Humala Marpaung Nomor Pokok : 067011111 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr.Pendastaren Tarigan, SH, MS) Ketua
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) Anggota
Ketua Program
(Notaris Syafnil Gani, SH,MHum) Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Tanggal lulus : 16 Januari 2009
5
ABSTRAK Berbagai macam usaha pembangunan di kota telah dilaksanakan di Indonesia selama ini. Namun secara umum diketahui pula bahwa di balik hasil pembangunan fisik kota yang menunjang kesejahteraan masyarakat, tidak sedikit pula dampak pembangunan yang dirasa merugikan kehidupan fisik dan psikhis masyarakat. Pemerintahan Kota Medan tampaknya memang lebih senang membangun pusat kota dengan berbagai fasilitas modern yang tidak berdampak langsung pada masyarakat di pinggiran kota. Pembangunan yang terfokus di pusat kota hanya akan memperluas. kesenjangan sosial antara warga di inti dan warga pinggiran kota. Minimnya perencanaan Pemkot Medan untuk membangun kota yang berkesinambungan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Kalau paradigma pembangunan Medan tidak segera diubah, apa yang menjadi persoalan di Jakarta sekarang pasti akan segera terjadi di Medan, sehingga sangat tidak sebanding pembangunan kota dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan yang pada tahun 2004 saja sudah mencapai Rp 1,13 triliun. Berdasarkan hal tersebut, di atas maka penulis mempunyai minat untuk meneliti lebih dalam tentang Izin Mendirikan Bangunan yang berkaitan dengan Tata Ruang Kota Medan dengan judul ”Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan”, untuk mengkaji keabsahannya secara hukum, sehingga dengan demikian, akan terjawab kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Bersifat analisis karena gejala dan fakta yang dinyatakan oleh responden kemudian akan dianalisa terhadap berbagai aspek hukum baik dari segi hukum Pertanahan Nasional maupun hukum politik dan hukum Administrasi Negara. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku pejabat pemerintah dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan atau field research yaitu Masyarakat warga Kota Medan serta aparat Pemerintah Kota Medan mulai dari Kepala Lingkungan, Lurah, Camat serta Staf Bidang Perizinan IMB pada Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, dilakukan dengan mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Pelaksanaan Perda tersebut diatur melalui Keputusan Walikota Medan Nomor 34 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Perda Nomor 9/2002 dan Keputusan Walikota
6
Medan Nomor 62 Tahun 2002 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002, dalam upaya mewujudkan program penyempurnaan Medan sebagai kota metropolitan, yang menyatukan konsep kota baru dan kota lama, walaupun sampai saat ini, belum adanya konsep tata ruang yang jelas dan tegas yang mengakibatkan Kota Medan telah mengalami masalah banjir dan kemacetan sistem lalulintas yang semakin parah, akibat pengaturan tata bangunan belum sejalan dengan peruntukan tata ruang kota Medan. Kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan adalah rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan arti penting dan manfaatnya memiliki IMB, masih banyak dijumpai kegiatan pelanggaran pembangunan dan persoalan peruntukan bangunan yang terjadi pada masyarakat, yaitu munculnya bangunan-bangunan tanpa IMB, Bangunan yang di dirikan tidak sesuai dengan peruntukan dan tata ruang serta bangunan bangunan liar di berbagai lokasi dan kawasan, yang akhirnya banyak terjadi penggusuran bangunan secara paksa oleh petugas Satpol Pamong Praja yang di bantu aparat dari kepolisian, di samping itu, sarana dan prasarana serta perlengkapan atau peralatan operasional Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan masih sangat terbatas, serta Database bangunan-bangunan yang belum ber-IMB belum tersedia. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, adalah dengan melakukan penyuluhan dan informasi masalah IMB dan Tata Ruang Kota Medan kepada masyarakat, Melakukan pelayanan secara terpadu guna memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh IMB.
7
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka tesis ini telah dapat diselesaikan dengan judul ”Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr.Pendastaren Tarigan,SH,MS selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya, dalam penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Ibu Chadijah Dalimunthe, SH, MS selaku dosen yang selama ini telah membimbing dan membina penulis dan pada kesempatan ini dipercayakan menjadi dosen penguji sekaligus sebagai panitia penguji tesis. Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :
8
1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof.Dr.Ir. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar diantaranya Bapak Prof.Dr.M.Solly
Lubis,SH,
Prof.Dr.
Tan
Kamello,
Prof.Dr.Syafruddin
Kalo,SH,M.Hum, Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, M.Kn, DR.Pendastaren Tarigan,SH,MS, Dr.Budiman Ginting, SH, M.Hum, dan lain lain serta para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Sari, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mas Adi, Mas Rizal dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai. 5. Rekan-rekan serta teman-temanku tercinta di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Program Magister Kenotariatan yang selalu memberikan semangat, memberikan dorongan, bantuan pikiran serta mengingatkan dikala lupa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini dalam rangka untuk menyelesaikan studi.
9
Secara khusus, penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga, kepada yang tercinta Ayahanda A.T Marpaung dan Ibunda T Br. Silalahi yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Kasih, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah kepada kita semua. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.
Medan, 15 Januari 2009 Penulis,
Dedy Humala Marpaung
10
RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI Nama
: Dedy Humala Marpaung
Tempat Tanggal Lahir
: Medan, 22 November 1982
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum Menikah
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Jl. Turi No. 42 Medan
II. ORANG TUA Nama Ayah
: A.T Marpaung
Nama Ibu
: T Br Silalahi
III. PEKERJAAN Wiraswasta
IV. PENDIDIKAN 1. SD
: SD Antonius I Medan (1988 – 1994)
2. SMP
: SLTP Methodis 7 Medan (1994 – 1996)
3. SMA
: SMU Methodis 7 Medan (1997 – 2000)
4. S – 1
: Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen (2005)
5. S-2
: SPs USU Program Magister Kenotariatan (M.Kn) (2009)
11
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK..................................................................................................
i
ABSTRACT ...............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
vi
DAFTAR ISI .............................................................................................
vii
BAB I
BAB II
:
:
PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................
9
C. Tujuan Penelitian.............................................................
9
D. Manfaat Penelitian...........................................................
10
E. Keaslian Penelitian ..........................................................
11
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi .........................
11
1. Kerangka Teori ..........................................................
11
2. Kerangka Konsepsi ...................................................
24
G. Metode Penelitian ............................................................
27
PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN ........................................
31
A. Pengertian dan Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan
31
B. Pengaturan IMB di Pemko Medan ..................................
34
C. Keterangan Rencana Peruntukan (KRP)...........................
43
D. Kebijakan Penataan Ruang dalam Pengembangan Wilayah ...........................................................................
54
12
BAB III :
BAB IV :
E. Paradigma Penataan Ruang .............................................
55
F. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan Pemeliharaan Tata Ruang .....................................................................
57
KENDALA DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN .......
61
A. Problematika IMB dan Tata Ruang Kota Medan .............
61
B. Bangunan Tanpa IMB di Medan Semakin Menjamur ......
63
C. Pemko Medan Tidak Tegas Tegakkan Aturan IMB dan Tata Ruang .....................................................................
64
D. Warga Kota Medan Menilai Repot dan Mahal Mengurus IMB ................................................................................
71
E. Masyarakat Minta Pemko Medan Tertibkan Oknum dan Calo IMB ........................................................................
73
F. Potensi Kerugian Negara Akibat Permasalahan IMB di Medan .............................................................................
74
G. Kasus Korupsi Dokumen Rencana Tata Ruang Medan ....
75
UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM MENGHADAPI KENDALA PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN ..................................................................
79
A. Gambaran Umum Kota Medan ........................................
79
B. Struktur Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan .............................................................................
86
C. Penyampaian Informasi dan Penyuluhan IMB dan Tata Ruang .............................................................................
89
D. Pembuatan Perda Bangunan dengan Orientasi Tata Ruang .............................................................................
93
E. Kebijakan Pemberian IMB Diperketat ............................
95
F. Penertiban dan Pembongkaran Bangunan Bermasalah ....
97
13
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN............................................. 100 A. Kesimpulan ..................................................................... 100 B. Saran ............................................................................... 101
DAFTAR KEPUSTAKAAN...................................................................... 103 LAMPIRAN
14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berbagai macam usaha pembangunan di kota telah dilaksanakan di Indonesia selama ini. Namun secara umum diketahui pula bahwa di balik hasil pembangunan fisik kota yang menunjang kesejahteraan masyarakat, tidak sedikit pula dampak pembangunan yang dirasa merugikan kehidupan fisik dan psikhis masyarakat. 1 Pertumbuhan kota Medan yang cepat, tidak seorang pun dapat membantah fakta itu. Memang, di usianya yang bakal menginjak 418 tahun pada bulan Juli 2009 yang akan datang, Kota Medan terus bersolek merias wajahnya. Berbagai pusat perbelanjaan modern, pasar tradisional, dan lampu yang terang benderang terus dibangun, kota ini terus membangun untuk mewujudkan obsesinya menjadi kota metropolitan. Pemerintahan Kota Medan tampaknya memang lebih senang membangun pusat kota dengan berbagai fasilitas modern yang tidak berdampak langsung pada masyarakat di pinggiran kota. Pembangunan yang terfokus di pusat kota hanya akan memperluas kesenjangan sosial antara warga di inti dan warga pinggiran kota. 2
1
Teguh Wicaksono, Konsep Pembangunan Perkotaan Indonesia, (Jakarta, Penerbit : LP3IS, 2005), hal. 2. 2 Effendi Panjaitan, Medan Menuju Metropolitan, Berhasilkah ?, sebuah Opini, (Medan, Penerbit : Analisa, 2996), hal. 8.
15
Secara kasatmata, pembangunan pusat perbelanjaan dan bisnis elite di Kota Medan memang dapat memacu peningkatan pendapatan daerah. Namun, secara riil, manfaat dari peningkatan pendapatan daerah tersebut baru dirasakan oleh mereka yang selama ini berdomisili di pusat atau inti kota. 3 Pembuktian hal itu memang bukan persoalan yang sulit. Lihat saja di kawasan Jalan Letda Sujono ujung, kawasan Medan Tembung menuju Perumnas Mandala. Selanjutnya, di Jalan Karya Wisata di kawasan Medan Johor, warga di sana sudah bertahun-tahun terguncang-guncang di dalam kendaraan atau melompat-lompat di atas jok sepeda motor mereka setiap hari karena jalan berlubang nyaris tanpa aspal. 4 Pemerataan ekonomi merupakan hal yang terpenting. Hal ini untuk mencegah melebarnya kesenjangan perekonomian antarwarga pinggiran dan pusat kota. Konsep pembangunan yang terpusat di inti kota juga tak sepenuhnya benar. Rendahnya perhatian Pemkot Medan terhadap kawasan pinggiran, telah memacu arus urbanisasi besar-besaran ke inti kota. Minimnya perencanaan Pemkot Medan untuk membangun kota yang berkesinambungan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Kalau paradigma pembangunan Medan tidak segera diubah, apa yang menjadi persoalan di Jakarta sekarang pasti akan segera terjadi di Medan, sehingga sangat tidak sebanding
3 4
Ibid, hal. 9. Ibid, hal. 9.
16
pembangunan kota dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan yang pada tahun 2004 saja sudah mencapai Rp 1,13 triliun. 5 Tingginya pertumbuhan di Kota Medan memang baru dinikmati warga di kawasan inti kota. Jalan yang mulus, lampu yang gemerlap, dan indahnya taman kota. Ditambah lagi, pusat perbelanjaan modern yang saat ini sudah lebih dari 10 buah, 11 plaza serta tiga mal. Pembangunan di pusat kota hanya akan memancing sektor lain untuk berkembang di pusat kota. Ketimpangan antara warga yang hidup di pusat kota dan warga yang tinggal di pinggiran terasa sangat mencolok. Tahun 2007 saja, 2.135.499 orang sudah memadati Kota Medan yang luasnya 26.510 hektar atau 265,10 kilometer persegi. 6 Direktur Lembaga Pengkajian Permukiman dan Perkotaan Medan Rafriandi Nasution mengatakan, sejak awal seharusnya pemkot membuat rencana umum tata ruang kota sebagai acuan pembangunannya. Dengan rencana umum tata ruang kota, katanya, konsep pembangunan akan menjadi jelas sehingga Pemkot Medan tinggal membuat rencana pembangunan berdasarkan skala prioritas. Menurut dia, jika pembangunan dilaksanakan dari pinggiran kota, kawasan inti kota akan lebih tertata untuk masa mendatang. Artinya, pembangunan suatu kawasan akan tertata dengan rapi sehingga kawasan bisnis tidak bercampur dengan perkantoran.
5
Siaran Pers dan Penjelasan Ikrimah Hamidy, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Medan, dalam Temu Pers dengan Wartawan di Harian Warta Kita terbitan pada tanggal 15 Oktober 2007, hal. 5. 6 Ibid, hal. 5.
17
Strategi membangun Kota Medan berawal dari pusat kota ke pinggiran, sebagai sesuatu kebijakan yang sah-sah saja. Hanya saja, perputaran ekonomi dan kepesatan pembangun di pusat kota harus segera diikuti dengan sentuhan menyeluruh ke pinggiran kota yang menjadi kawasan permukiman padat. 7 Menurutnya, Idealnya pembangunan pasar-pasar tradisional di pinggiran juga dibenahi dan diberi peran besar. Misalnya, dijadikan sentra penjualan barang-barang lokal yang khas, yang tidak ada di mal atau plaza. Jika ada yang butuh tas bermerek terkenal, sepatu atau parfum dari luar negeri, ia bisa datang ke mal dan plaza. Tetapi, begitu mereka mau membeli ulos, bordiran, atau asinan Medan, ia akan mencari ke pajak Sukarame, Simalingkar, atau pajak tradisional lainnya. Keseimbangan pusat kota dan pinggiran kota seperti inilah yang seyogianya segera ditata di Kota Medan. 8 Keadaan sebagai tergambar di atas telah merupakan keadaan yang umum di negara-negara berkembang sebagai akibat dari pembangunan lebih berorientasikan pada daerah perkotaan. Dengan pola pembangunan yang demikian menjadikan laju urbansisasi berjalan dengan cepatnya. Namun urbanisasi tersebut tidak dibarengi perubahan pola pikir masyarakat dari perdesaan menjadi pola pikir perkotaan. Keadaan seperti ini justru merugikan para urbanisan sendiri, yang akibatnya menjadi beban masyarakat kota pada umumnya, dan pengelola kota pada khususnya. Hal tersebut tercermin dari lebih tingginya persentase penduduk miskin di daerah perkotaan. 7
Jhon Tafbu Ritonga, Konsep Pembangunan Kota Medan, Memperhatikan Daerah Pinggiran, (Medan, Penerbit : Pascasarjana SPs USU, 2006), hal. 5. 8 Ibid, hal. 6.
18
Kiranya pemerintah telah menyadari bahwa perencanaan itu mahal. Namun lebih mahal lagi adalah pembangunan tanpa perencanaan. Hal ini terasa sekali pada pembangunan kota. Dalam hal perencanaan pembangunan kota, di Indonesia telah lama dilaksanakan, diawali dengan diberlakukannya De Statuten van 1642, khusus bagi kota Batavia yang sekarang bernama Jakarta. Periode berikutnya oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan Standsvorming Ordonantie, Staatblaad Nomor 168 tahun 1948. Ketentuan ini berlaku sampai dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang secara tegas mencabut berlakunya Standsvorming Ordonantie, Staatblaad Nomor 168 tahun 1948, yang berbau kolonial tersebut. 9 Walau undang-undang tentang Penataan Ruang baru ditetapkan pada tahun 1992, yang tepatnya pada tanggal 13 Oktober 1992, hal ini tidak berarti bahwa kegiatan perencanaan tata ruang kota tidak dilakukan Pemerintah. Sejak sekitar tahun 1970-an, perencanaan tata ruang secara komprehensif telah dilaksanakan di bawah tanggung jawab Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah atau Ditjen PUOD Departemen Dalam Negeri RI. Pada umumnya pola penataan ruang pada masa itu lebih mengacu pada pola penataan ruang di Eropah, yakni dengan pola pemintakatan atau zoning yang ketat. 10
9
Sunaryo, Perencanaan Pembangunan Kota di Indonesia, (Jakarta, Penerbit : Dep. Cipta Karya, 2005), hal. 2. 10 Ibid, hal. 3.
19
Dalam pelaksanaannya produk penataan ruang pola zoning tidak efektif, sehingga terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 1985, Tentang Penegakan Hukum/ Peraturan Dalam Rangka Pengelolaan Daerah Perkotaan, yang diikuti dengan terbitnya ; a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1986 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 2 tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Kedua peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan acuan para pihak terlibat dalam penyusunan tata ruang kota, sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Penataan Ruang. Produk perencanaan tata ruang kota yang mengacu pada kedua peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut dirasa lebih luwes atau fleksible, karena lebih mendasarkan pada kecenderungan yang terjadi, dan setiap 5 (lima) tahun dievaluasi dan bila terjadi penyimpangan dapat direvisi kembali. Namun dengan tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang kota ini menunjukkan pula adanya ketidakpastian dari rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan sebagai peraturan daerah tersebut. Dari hal-hal terurai di atas dapat dikatakan bahwa penetapan peraturan daerah tentang rencana tata ruang kota hanyalah sekedar formalitas, sesuai dengan ketentuan peraturan Menteri Dalam Negeri. Tetapi mulai dari proses penyusunan, sampai
20
dengan implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh peraturan dasarnya. Di Indonesia reformasi total telah digulirkan, dengan dimotori oleh unsur mahasiswa, sebagai akibat telah membudayanya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) di setiap aspek kehidupan masyarakat. Di dalam proses perencanaan kota juga tidak luput dari KKN. Dimulai dari penunjukkan konsultan perencana yang menyalahi prosedur, mark up anggaran, maupun proses penetapan peraturan daerah, kesemuanya berbau KKN. 11 Karenanya di dalam proses penyusunan rencana tata ruang kota sampai dengan pelaksanaan perlu adanya reformasi, yang dimulai dari teori/konsepsi yang dipergunakan, prosedur sampai dengan implementasi dan pelaksanaannya perlu adanya perubahan/reformasi. Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, dibedakan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan rencana jangka panjang; Rencana Detail Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah, dan Rencana Teknis Tata Ruang Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut disajikan dalam bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti atau blue print. 12 Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang berkembang, sangatlah dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Terlebih lagi dengan berkembang-
11 12
Teguh Wicaksono, op.cit, hal. 5. Ibid, hal. 5.
21
pesatnya teknologi komunikasi dan transportasi di dalam era globalisasi. Pada kondisi masyarakat yang demikian kiranya kurang tepat dengan diterapkannya perencanaan tata ruang kota yang bersifat pasti atau blue print planning. 13 Blue print planning lebih tepat diterapkan pada masyarakat yang sudah mantap, karena pada masyarakat yang sudah mantap ini, perubahan-perubahan yang terjadi sangatlah kecil. Sedang untuk masyarakat yang sedang berkembang lebih tepat diterapkan model process planning. 14 Kebijaksanaan selama ini yang mengejar pertumbuhan tingkat ekonomi makro menjadikan rencana tata ruang kota berfungsi sebagai sarana penunjangnya. Pembangunan kota lebih berorientasikan kepada si kaya dari pada kepada si miskin. Karenanya si kaya semakin kaya, dan si miskin semakin tersingkir. Hal ini menjadikan kota yang lebih egois, kurang manusiawi, dan dampaknya sebagai tergambar di atas, serta terjadinya kecemburuan sosial, yang berakibat terjadinya kerusuhan-kerusuhan masal. Karena itulah reformasi dalam perencanaan kota merupakan suatu keharusan bagi pemerintah Indonesia saat ini. Berdasarkan hal tersebut, di atas maka penulis mempunyai minat untuk meneliti lebih dalam tentang Izin Mendirikan Bangunan yang berkaitan dengan Tata Ruang Kota Medan dengan judul ”Analisis Hukum Pelaksanaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan”, untuk mengkaji keabsahannya secara hukum, sehingga dengan demikian, akan
13 14
Ibid, hal. 6. Ibid, hal. 6
22
terjawab kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ? 2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ? 3. Upaya apakah yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan ?
C. Tujuan Penelitian Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. 2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.
23
3. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang pertanahan/agraria yang menyangkut dalam hal pemberian izin mendirian bangunan dan penataan tata ruang kota. 2. Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan atau agraria. terutama bagi praktisi hukum dan pejabat atau pegawai pemerintah, di dalam melaksanaan pekerjaannya sebagai pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang, untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan pemberian izin bangunan serta penataan kota yang disesuaikan dengan tata ruang yang telah diatur dengan undangundang. 3. Disamping itu, penelitian ini dapat berguna bagi para Notaris dan PPAT, selaku Pejabat Negara yang ditunjuk oleh Undang-Undang, untuk membuat Akta Otentik, yang berkaitan dengan pembuatan akta-akta serta administrasi pertanahan dalam rangka kepentingan urusan izin mendirikan bangunan dan tata ruang.
24
Demikian pula halnya bagi masyarakat pemilik tanah dan bangunan, hasil penelitian ini di harapkan akan membuka cakrawala berfikir dalam menghadapi permasalahan hukum yang berkaitan dengan izin mendirikan bangunan serta penataan kota sesuai dengan konsep tata ruang yang ada..
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian mengenai judul belum pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya. Sehubungan dengan penelusuran yang telah dilakukan, maka penelitian dalam tesis ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain mengingat pembahasan utama adalah analisis hukum tentang izin mendirikan bangunan dan pemeliharaan tata ruang di kota Medan sehingga penelitian dalam tesis ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori Berbicara mengenai pembangunan kota, adalah bicara mengenai konsepkonsep pembangunan. Konsep pembangunan kota harus memiliki beberapa dimensi dan esensi. Esensi pembangunan, ideologi pembangunan, strategi pembangunan, dimensi taktis pembangunan dan dimensi pragmatis pembangunan. Untuk
25
mengetahui
sejauhmana
konsep-konsep
itu,
ketika
bicara
tentang
konsep
pembangunan perkotaan, harus lebih spesifik lagi, harus bicara tentang konseptual. 15 Kota adalah suatu entitas yang utuh. Ada relasi fungsi sosial ekonomi, politik, budaya dan lainnya. Yang prosesnya bukan serta merta ada begitu saja, tetapi ada suatu proses kultural panjang, ungkapnya. 16 Hubungan dan fungsi dalam konteks struktur dan sistem kota, mestinya ada sistem tata ruang yang dieksplisitkan. Yang fungsi tata ruang itu harus fungsional. Ada hubungan saling mempengaruhi dan tidak berdiri sendiri. Kota merupakan suatu entitas yang sistematik atau utuh. Sebagai suatu entitas yang utuh, apapun realitas kota merupakan wahana hidup bagi seluruh warganya. Hal mendasar yang harus diperhatikan adalah, bagaimana sumber daya kota secara materiil dan non materiil menjadi wahan hidup bagi seluruh warga. Kota mesti punya peran menjembatani berbagai kehidupan masyarakatnya, baik secara ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Dalam konteks ini, warga harus punya daya hidup, sebagai pedagang, pengrajin, pegawai atau lainnya. Suatu kota dilihat secara sosial memiliki relasi antar kelompok etnik. Warga punya hak dan daya hidup sebagai kelompok sosial, politik atau budaya dan semuanya itu dapat layanan dan tidak dibedakan. Artinya sebagai suatu entitas yang dimiliki tak hanya individu, tapi juga entitas kemanusiannya. Meski begitu, ada hak 15
Ripana Puntarasa, Pembangunan Perkotaan di Indonesia, (Jakarta, Penerbit : Institutional Development Spesialist, 2006), hal. 5. 16 Ibid, hal. 5.
26
tradisional yang tidak bisa diganggu gugat. Perkembangan lingkungan seperti kota dan
pedesaan,
tanpa
sentuhan
dari
luar
komunitasnya,
punya
otoritas
mengembangkan kemampuan dan lingkungan sosial. Komunitas itu secara kultural berkembang dengan kebutuhan tadi. 17 Selain itu ada komitmen internasional yang sangat universal. Bahwa semua manusia punya sepuluh hak dasar. Hak yang sama untuk hidup, beragama, sosial, hidup layak, dapat mengakses air, kesehatan, pendidikan, seni, budaya dan hak atas lingkungan hidup, paparnya. Setiap warga, apakah sudah merasa hidup nyaman dan aman, ketika bekerja atau menjalani kehidupan lainnya. Nyaman dan aman dalam hal ini adalah ketika orang bekerja, ia tidak khawatir akan dipecat. Ketika orang berjualan, tidak khawatir akan dirazia dan digusur. Secara keseluruhan, hal itu belum terpenuhi. Apalagi ketika melihat berbagai fenomena sosial tentang perkampungan dan kota. Semua masih menyisakan sesuatu yang bermasalah. Salah satu contoh, rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas Apeksi, misalnya, yang menganjurkan pemenuhan hak dasar yang mengatakan bahwa semua kota harus memenuhi hak dasar warga kotanya. 18 Kalau konsep pembangunan kota harus dilihat secara makro dengan memahami esensinya. Yang bisa menjamin hak hidup setiap orang. Sehingga setiap 17 18
hal. 5.
Sunaryo, op.cit, hal. 5. Zakaria Gintano, Konsep Pembangunan Makro, (Jakarta, Penerbit : Swara Bangsa, 2006),
27
orang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh. Sejahtera diartikan bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Tapi juga pada hidup itu sendiri. Hal ini akan menjaga stabilitas manusia dan alam sekitarnya. 19 Pembangunan kota harus berpegang pada sesuatu yang bersifat ideoligis. Kalau konteks ideologi dikembalikan pada substansi hidup di Indonesia, berarti orang harus bisa memenuhi apa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Yaitu ikut memajukan kesejahteraan bangsa, menjaga ketertiban dunia, berdasarkan keadilan sosial dan lainnya. 20 Sementara dalam konteks menuju proses pembangunan, berdasarkan kebijakan maka kebijakan pembangunan mengacu pada amanat Negara, yang mengandung
kewajiban
dari
pemerintah
secara
strategis
dalam
konteks
pembangunan. Strategi dalam hal ini, bagaimana pembangunan harus dirancang, direncanakan dan dikelola. Pembangunan harus direncanakan secara jangka pendek, menengah dan panjang. Menjadi pertanyaan mendasar, apakah pembangunan kota punya rencana pembangunan strategis secara menyeluruh. Ketika bicara mengenai pembangunan kota secara holistik, maka harus bicara mengenai banyak hal. Misalnya hak warga untuk hidup, yang jadi pertanyaan, ada atau tidak langkah strategis seperti ini. Perencanaan strategis harus mengandung aspek sejarah. Sejarah sosial
19 20
Ibid, hal. 5. Ibid, hal. 6.
28
ekonomi, politik. Bicara mengenai kota, harus bicara mengenai sistem tata ruang kota dan harus dikelola dengan baik. Sistem tata ruang menjadi referensi pembangunan bagi pemerintah, swasta maupun rakyat. Selama sistem tata ruang tidak disusun dengan baik, berdasarkan relasi-relasi fungsional maka tidak akan pernah tertata dengan baik. 21 Salah satu contoh relasi fungsional misalnya, pembangunan pusat pertokoan. Ketika pertokoan dibangun, kehidupan disekitarnya juga terkait. Pusat pertokoan dibangun tanpa harus menganggu lingkungan permukiman di sekitarnya. 22 Tapi bagaimana lingkungan sekitarnya bisa dipelihara dengan baik, sehingga pekerja pertokoan itu bisa tinggal di permukiman tersebut. Seharusnya pusat pertokoan juga memberi ruang pada komoditas di sekitarnya untuk ditampung di pertokoan. Pembangunan pusat pertokoan seharusnya tidak mematikan pedagang kecil. Relasi perusahaannya harus diterjemahkan secara visual dan konseptual. 23 Begitu pula unit pengembangan masyarakat, akan terkait dengan soal-soal ekonomi, budaya, perumahan dan permukiman. Bagaimana sistem penataan dan perumahan di kota memberi ruang pada yang tinggal di lingkungannya, tidak merasa terganggu kenyamanan dan kenikmatan dalam hidup. Dalam sejarahnya ada masalah pembangunan di Indonesia. Ketika pembangunan masih bersifat sentralistik, ada berbagai rencana tata ruang. Semua 21
Ripana Puntarasa, op.cit, hal. 6. Ibid, hal. 6. 23 Ibid, hal. 7. 22
29
diberikan dari pusat, padahal realitas sehari-hari dihadapi pemerintah daerah. Ketika otonomi daerah mask, maka rencana pembangunan strategis daerah mesti dikaitkan dengan kewenangan otoritas daerah untuk mengelola daerahnya. Sekarang ini kewenangan daerah secara operasional atau teknis sangat tinggi. 24 Wilayah taktis, ketika rencana kerja disusun, harus bekerjasama dengan siapa saja. Apa masalah pembiayaannya, apa program pengorganisasiannya. Ketika wilayah taktis ini dilakukan, maka rencana kerja strategis menjadi acuan dari pemerintah melakukannya. Dalam proses pembangunan kota, ada proses pelembagaan. Pemerintah kota dapat memanfaatkannya secara maksimal dan memutuskan secara pragmatik. Pembangunan kota harus bisa melihat masalah yang tidak bisa ditunda waktunya. Misalnya, orang perlu makan, kerja. Harus ada langkah-langkah praktis dalam setahun. 25 Dalam APBD, diterjemahkan dalam program masyarakat dan lainnya, konteks pembangunan kita secara umum harus bisa menjelaskan hal itu dengan baik. Seorang pemimpin apakah itu gubernur, walikota, bupati, camat hingga kepala desa, harus bisa menerjemahkan lima dimensi esensi pembangunan, strategi pembangunan, dimensi taktis pembangunan dan dimensi pragmatis pembangunan. Kalau ini bisa dikuasai, tidak akan terjadi pragmatisme pembangunan yang materialistik. Seolaholah hanya karena kebutuhan investasi, segera ingin tampak berhasil sebagai 24
Ibid, hal. 7. Zakaria Gintano, op.cit, hal. 6.
25
30
gubernur atau walikota, hal ini segera dilakukan. Yang selalu dimanfaatkan kekuatan penguasa pasar dan punya modal. Ini yang selalu menjadi ancaman bagi warga, sehingga tidak nyaman tinggal di lingkungan karena selalu dianggap kumuh. Sementara di lingkungan yang dianggap kumuh itu ada pekerja kota, konsumen, warga sebagai konstituen pembangunan, penyelenggara pemerintah dan lainnya 26 . Pembangunan kota tidak boleh meninggalkan sejarah atau menghilangkan pencapaiannya pada bangunan bersejarah. Hal ini harus dilihat, agar proses pengembangan sosial, proses kesejarahan budaya bisa ditandai dengan baik. Sehingga tidak ada budaya fandalis. Ketika membangun sesuatu harus menghancurkan yang lama, bangun kemudian. Namun kalau toh itu dilakukan, harus dibicarakan dengan publik. Pembangunan kota harus ada proses teknis dan program pembelajaran kota yang lebih populis dan humanis. Sehingga pemerintah bisa lebih punya legitimasi secara politik, demokrasi dan pemerintahan yang transparan. Dalam rangka menuju ke sana, tentu pemerintah daerah tidak boleh dibiarkan melakukan proses itu sendiri. Orang atau lembaga yang peduli seperti jurnalis, LSM, akademisi harus diorganisasikan untuk mengawal proses ini. Beberapa hal yang penting dan relatif baru dari konsep rencana tata ruang wilayah kota Medan 2016 dibanding dengan rencana tata ruang wilayah sebelumnya 26
Ripana Puntarasa, op.cit, hal. 7.
31
ialah, Medan sudah memiliki masterplan atau rencana tata ruang wilayah 2 kali, yaitu tahun 1975-2000 dan 1995-2005. 27 Rencana tata ruang yang sekarang sudah kadaluwarsa dan syukur Pemko Medan telah mempersiapkan gantinya, yaitu masterplan Medan 2016 dan dalam proses pengesahan. Sayang pengesahan tidak dapat dilanjutkan karena dasar penyusunan tadinya Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, padahal sekarang baru saja keluar undang Undang yang baru, yaitu Undang-undang Nomor
26 tahun 2007,
tentang hal yang sama. Judulnya memang sama tapi
substansinya banyak yang berbeda, lebih rinci, lebih luas dan lebih keras sanksinya dan masa berlakunya lebih lama jadi 20 tahun sedangkan sebelumnya hanya 10 tahun. 28 Rencana yang sudah selesai disusun memerlukan penyesuaian kembali. Memang repot karena kontrak dengan konsultan telah selesai, tapi karena tuntutan Undang-undang harus dilakukan. Pusat primair kota dibuat dua, yaitu di kawasan eks bandara Polonia dan pusat primer di Belawan. Idenya tentu baik karena bentuk kota yang agak memanjang, jadi kurang efisien kalau hanya satu. 29 Bagian wilayah Kota (BWK) Medan dijadikan 9 yaitu Belawan, Marelan Labuhan, Timur, Perjuangan, Helvetia, Selayang dan Area. Dalam tata ruang wilayah 27
Budi Derita Sinulingga, Konsep Ruang Kota Medan, (Medan, Penerbit : BAPPEDA Kota Medan, 2005), hal. 1. 28 Ibid, hal. 1. 29 Ibid, hal. 1.
32
1995-2005 hanya 5. Pembuatan BWK menjadi 9 lebih realistis mengingat berkembang pesatnya seluruh wilayah kota.Satu BWK seyogianya memiliki kesamaan dalam isu perkembangan kota. 30 Pusat pemerintahan dipindahkan ke kawasan Tanjung Mulia dekat persimpangan jalan Tol. Pusat pemerintahan ini mencakup pemerintahan provinsi pemerintahan kota dan unsur unsur pemerintah pusat dan lembaga tinggi negara lainnya. Dasar pemikirannya karena adanya dua pusat primair maka perlu diikat dengan pusat pemerintahan yang terletak di tengah kedua pusat primair tersebut. 31 Menyediakan ruang terbuka hijau publik seluas 20 % dari luas kota. Total luasnya 5560 ha dengan rincian hutan mangrove Belawan 1029 ha, kawasan lindung sempadan sungai 666 ha, sekitar danau (luasnya tak dicantumkan), taman kota dan taman lingkungan 612 ha termasuk yang ada sekarang 22 ha (betapa besarnya taman yang harus diadakan), sempadan jalan 3050 ha, tidak jelas apakah maksudnya lahan pekarangan masyarakat yang dibuat hijau, karena kalau demikian bukan ruang terbuka hijau publik lagi namanya, tapi ruang terbuka privat. 32 Pengembangan kawasan Utara yang mencakup pembangunan kawasan industri hitech, waterfront city, Kawasan Ekonomi Khusus, kawasan proses ekspor. 33 Pengembangan transportasi massal dengan menghidupkan lintasan kereta api dan membuat lintasan dengan jalan raya tidak sebidang dan kemungkinan membuat 30
Ibid, hal. 3. Ibid, hal. 2. 32 Ibid, hal. 3. 33 Ibid, hal. 3. 31
33
sistem monorail yang memerlukan studi lebih lanjut. 34 Pengembangan perumahan dengan kewajiban membangun sistem sumur resapan air untuk mengurangi resiko banjir. 35 Pasal 65 Undang-undang No 26 tahun 2007 mengatakan, (1) Penyelenggraran penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana ayat 1 dilakukan antara lain melalui : 36 a. partisipasi dalam penyusunan tata ruang, b. partisipiasi dalam pemanfaatan ruang, c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang Dari ketentuan pasal 65 ini maka dapat dilihat bahwa masyarakat termasuk korporasi atau lembaga pemerintah lainnya, harus memberikan masukan sebaikbaiknya dalam penataan ruang apakah telah mengikuti asas penataan ruang yang digariskan dalam pasal 2 yaitu ; a) keterpaduan b) keserasian, keselarasan dan keseimbangan c) keberlanjutan d) keberdayaangunaan dan keberhasilgunaan e) keterbukaan f) kebersamaan dan kemitraan g) perlindungan kepentingan umum 34
Ibid, hal. 3. Ibid, hal. 4. 36 Lihat secara lengkap Pasal 65 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007. 35
34
h) kepastian hukum dan keadilan dan i) akuntabilitas. Pemindahan pusat pemerintahan ke Tanjung Mulia yang meliputi luas 100 ha, perlu diminta pendapat dari instansi pemerintah provinsi dan pusat apakah mereka merasa perlu pindah ke Tanjung Mulia, sehingga hendak mau diapakan kantor gubernur yang begitu megah dan telah dibiayai dengan pelepasan aset provinsi yang demikian banyak. 37 Masyarakat mungkin akan bertanya pada pemerintah provinsi apakah keberdayagunaan dan keberhasilgunaan dari pemindahan pusat pemerintahan provinsi dari segi kepentingan masyarakat. Hal yang sama akan terjadi pada kantor kejaksaan maupun pengadilan. Ditinjau dari segi pelayanan permerintah kota maka walaupun lokasinya agak di tengah antara jarak Utara dan Selatan tapi penduduk banyak berkonsentrasi di kawasan Selatan sehingga lebih banyak penduduk yang merasakan berkurang kenyamanannya apabila dipindahkan. 38 Mungkin konsepnya ingin meniru pusat pemerintahan di Kuala Lumpur yang di pindahkan ke Putrajaya, akan tetapi kalau dicermati lebih dalam kasusnya sangat berbeda dengan Medan, yaitu, Bahwa semua kantor kantor pemerintahan yang dipindahkan ke Putrajaya berada dalam satu komando yaitu kantor perdana menteri. Karena yang dipindahkan kantor pemerintah pusat sementara itu kantor kantor
37 38
Budi Derita Sinulingga, op.cit, hal. 5. Ibid, hal. 5.
35
pemerintahan tingkat lainnya termasuk kantor Walikota tidak dipindahkan, sedangkan di Medan menyangkut kantor kantor dari 3 tingkatan pemerintahan. Pemerintah Malaysia punya dana dan memang mereka jauh lebih kaya dari kita untuk membeli tanah tanpa harus menjual lokasi yang lama. Untuk kasus Medan patut dipertanyakan bagaimana menyediakan uang untuk membeli lahan yang 100 ha itu agar segera dapat dibebaskan karena nilainya bisa mencapai Rp 700 miliar sampai Rp 1 triliun belum termasuk prasarananya. 39 Kalau semua pemilik kantor pemerintahan memang sudah sepakat untuk memindahkan kantornya, maka tanah seluas 100 ha itu harus segera dibebaskan. Siapa pemikul dana pembebasan? Sistem tukar guling sangat tidak mudah karena demikian banyaknya objeknya dan sesuai ketentuan yang berlaku harus ditenderkan dan pemegang kewenangan terdiri dari berbagai instansi dan akan mengundang masalah yang berkaitan dengan hukum. 40 Oleh karena itu meletakkan kawasan pemerintahan di eks Bandara Polonia merupakan alternatif yang layak dipertimbangkan dalam rencana tata ruang wilayah kota Medan, terlebih semua kantor penting itu masih dalam satu BWK. Dan yang perlu dipindahkan hanyalah kantor Walikota dan DPRD nya karena memang tidak representatif lagi. 41 Penyediaan ruang terbuka hijau Luas taman kota dan taman kota yang 39
Bangun Tampubolon, Melihat Konsep Pembangunan Malaysia Sebuah Impian, (Medan, Penerbit : Analisa, 2006), hal. 8. 40 Ibid, hal. 8. 41 Ibid, hal. 8.
36
direncanakan ialah 612 ha termasuk 22 ha yang ada sekarang, berarti diperlukan 590 ha lagi. Ini suatu jumlah yang besar. Pengadaan hutan kota setidaknya 50 ha selayaknya ditempatkan di kawasan eks Bandara Polonia karena kawasan ini akan diarahkan jadi kawasan bisnis dengan bangunan tinggi dengan aktivitas penduduk yang intensif sehingga memerlukan ruang terbuka hijau yang banyak. Selanjutnya direncanakan kawasan terbuka hijau di sempadan sungai, rasanya melihat susahnya membebaskan tanah maka sempadan sungai yang 15 m agak terlalu optimis, untuk itu sangat di harapkan agar masterplan yang dibuat itu dapat direalisasikan. 42 Belum dibuat arahan tentang kawasan evakuasi bencana seperti yang diarahkan oleh Undang-undang Nomor 26 tahun 2007, sehingga dengan demikian sistem drainase dan pengendalian banjir masih mengikuti pola lama, yang bertumpu pada sungai sungai yang ada. Dalam pola lama areal pelayanan Sei Sikambing terlalu luas, sedangkan kapasitasnya kecil dan susah untuk ditingkatkan mengingat banyak yang sudah di lining atau ditembok. Layak dipikirkan mini floodway ke Sei Belawan untuk mengurangi bebannya. Bandara Kuala Namu akan dapat dioperasikan pada tahun 2009. 43
42
Ibid, hal. 8. Budi D Sinulingga, Tata Ruang Medan Dan Bandara Kuala Namu. Catatan Menyempurnakan Konsep Masterplan Kota Medan. Penulis adalah widyaiswara utama Badan Diklat Provinsi Sumatera Utara dan Dosen Pascasarjana PWD USU untuk perencanaan Tata Ruang. 43
37
2.Kerangka Konsepsi Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut : Izin Mendirikan Bangunan adalah Izin untuk mendirikan bangunan yang meliputi kegiatan penelitian tata letak dan desain bangunan, pengawasan pelaksanaan bangunannya agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan rencana teknis bangunan dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagai yang menempati bangunan tersebut. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau yang diberikan oleh pemerintah daerahuntuk kepentingan orang peribadi atau badan.
38
Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingandan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi Peruntukan Penggunaan Tanah adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian pelayanan peruntukan penggunaan tanah kepada orang pribadi atau badan yang dilaitkan dengan rencana tata ruang kota medan berupa Keterangan Rencana Peruntukan (KRP), perubahan peruntukan penggunaan tanah, penghapusan rencana jalan dan dispensasi Garis Sempadan Bangunan (GSB), dan pengukuran tanah. Rencana Tata Ruang Kota adalah hasil perencanaan tata ruang kota medan berupa rencana umum tata ruang kota, rencana detail tata ruang kota dan rencana teknik ruang kota. Keterangan Rencana Peruntukan adalah keterangan yang menyatakan informasi mengenai rencana peruntukan atau penggunaan tanah.
39
Perubahan Peruntukan Penggunaan tanah adalah perubahan atas rencana peruntukan penggunaan tanah yang telah ditetapkan daalm rencana tata ruang kota atas suatu persil tanah menjadi peruntukan penggunaan lainnya. Penghapusan rencana jalan adalah pembatalan/penghapusan rencana jalan yang telah ditetapkan daalm rencana tata ruang kota. Dispensasi Garis Sempadan Bangunan adalah dispensasi terhadap garis atau batas sempadan bangunan terhadap jalan atas suatu persil tanah dari besaran yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang kota menjadi besaran tertentu. Sempadan Bangunan adalah ruang yang membatasi bagian persil tanah yang boleh dan tidak boleh dibangun, terdiri dari sempadan muka bangunan, sempadan samping bangunan dan sempadan belakang bangunan. Pengukuran Tanah adalah pengukuran bentuk dan luas tanah. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budaya. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
40
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Bersifat analisis karena gejala dan fakta yang dinyatakan oleh responden kemudian akan dianalisa terhadap berbagai aspek hukum baik dari segi hukum Pertanahan Nasional maupun hukum politik dan hukum Administrasi Negara. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum yang kemudian dihubungkan dengan data dan perilaku pejabat pemerintah dalam pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Data atau materi pokok dalam penelitian ini diperoleh langsung dari para responden melalui penelitian lapangan atau field research yaitu Masyarakat warga Kota Medan serta aparat Pemerintah Kota Medan mulai dari Kepala Lingkungan,
41
Lurah, Camat serta Staf Bidang Perizinan IMB pada Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier yaitu melalui penelitian kepustakaan atau library research berupa peraturan Perundang-undangan, buku-buku, laporan hasil penelitian terdahulu, dokumen resmi dan bahan-bahan kepustakaan lainnya berbentuk tertulis yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kota Medan, dengan melakukan penelitian di kantor Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan.
3. Wawancara dan Nara Sumber Dalam melakukan penelitian ini, maka penulis melakukan tehnik wawancara dengan beberapa sumber, yaitu Pejabat Pemko Medan yang terdiri dari Staf Bidang Perijinan IMB Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan, Camat, Lurah dan Kepala Lingkungan untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan serta anggota DPRD Kota Medan dari segi pembuatan Peraturan Daerah serta tanggapan beberapa
masyarakat dalam melakukan pengurusan izin mendirikan
bangunan di kantor Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan.
42
Untuk menunjang kelengkapan data maka diambil sebagai nara sumber atau informan tambahan sebanyak 5 (lima) orang dengan perincian sebagai berikut : 1. 1 (satu) orang Camat di Pemko Medan. 2. 1 (satu) orang Pejabat Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan. 3. 1 (satu) orang Pejabat Bagian Hukum dan Pemerintahan Pemko Medan. 4. 1 (satu) orang Anggota DPRD Kota Medan. 5. 1 (satu) orang Lurah di Pemko Medan. 44
4. Alat Pengumpul Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat : a. Studi Dokumentasi Untuk memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. b. Wawancara Untuk memperoleh data primer, dilakukan wawancara dengan 10 (sepuluh) masyarakat warga Kota Medan yang terkait dengan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan dengan mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan.
44
Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi masalah pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan dalam rangka pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan tersebut dalam upaya mengidentifikasi masalah.
43
5. Analisis Data Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode deduktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya dalam melihat pelaksanaan pemberian izin mendirikan bangunan di kota Medan yang di kaitkan dengan pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa dengan cara ”kwalitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. Setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.” 45 Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah, peraturan Perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara kualitatif.
Sehingga
dengan
demikian
diharapkan
dapat
menjawab
segala
permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.
45
Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, halaman 2. Prosedur Deduktif yaitu Bertolak dari Suatu Proposisi Umum yang Kebenarannya telah Diketahui dan Diyakini dan Berakhir pada Suatu Kesimpulan yang Bersifat Lebih Khusus. Pada Prosedur ini Kebenaran Pangkal Merupakan Kebenaran Ideal yang Bersifat Aksiomatik (Self Efident) yang Esensi Kebenarannya Sudah Tidak Perlu Dipermasalahkan Lagi.
44
BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan Ijin Mendirikan Bangunan atau di singkat IMB adalah ijin untuk mendirikan, memperbaiki, menambah, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan, termasuk ijin kelayakan menggunakan bangunan atau untuk bangunan yang sudah berdiri yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. 46 Dasar pengaturan IMB adalah Undang-Undang Nomor 34 tahun 2001 tentang pajak dan retribusi daerah, yang kemudian dijabarkan di masing-masing daerah menjadi Peraturan Daerah. Badan yang berwenang menerbitkan IMB di masingmasing daerah memiliki sebutan yang berbeda-beda. Untuk Pemerintahan Kota Medan misalnya, namanya adalah Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. Sedang untuk daerah lain ada yang bernama Dinas Bangunan, Dinas Tata Bangunan, Dinas Tata Kota dan lain-lain. 46 Pada prinsipnya, IMB bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar bangunan yang akan dibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian IMB, seharusnya
46
Kusno Wijoyo, Mengurus IMB dan Permasalahannya, (Jakarta, Penerbit : Pemko Bekasa, 2006), hal. 2. 46 Ibid, hal. 2.
45
dilakukan analisis terhadap desain bangunan tersebut, apakah sudah memenuhi persyaratan bangunan dan lingkungan. 47 Persyaratan lingkungan meliputi penentuan garis sempadan atau jarak maksimum bangunan terhadap batas jalan, jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil pembangunan dan jarak antarbangunan, keadaaan tanah tempat bangunan,dan lain-lain. Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan, tinggi bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan pengudaraan. 48 Sekilas,
peraturan
yang
diberlakukan
dalam
proses
IMB
terasa
menjengkelkan. Misalnya, untuk mendirikan rumah, wajib mundur 3-8 meter dari batas depan tanah. Rasanya seperti menyia-nyiakan lahan, apalagi jika luas lahan yang dimiliki terbatas. Padahal pembuatan garis sempadan ini sesungguhnya dimaksudkan untuk kenyamanan dan keamanan si penghuni. Dengan adanya batas sempadan itu, maka terpaan debu dan kebisingan dari jalan bisa diredam supaya tidak langsung masuk ke dalam rumah. 49 Lalu ada pula larangan untuk meningkat rumah di daerah tertentu. Hal ini berkaitan erat dengan konstruksi bangunan dan kondisi tanah di daerah tersebut. Bisa jadi kondisi tanah di daerah tersebut tidak mendukung untuk konstruksi rumah
47
Ibid, hal. 2. Pengumuman Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan Tentang Pengurusan IMB, (Medan, Penerbit : Pemko Medan, 2006), hal. 1. 49 Kusno Wijoyo, op.cit, hal. 3. 48
46
bertingkat. Jika tetap memaksa, alih-alih tampil mentereng, bisa-bisa rumah cepat ambruk karena kondisi tanah yang labil. Dengan memiliki IMB, pemilik lahan juga memiliki kepastian hukum untuk bangunan yang dimiliki. Tentunya pemilik lahan tak ingin rumah yang sudah susah payah dibangun tiba-tiba diserobot orang lain yang memalsukan surat kepemilikan. Selain itu, dengan memiliki IMB, dapat lebih mudah dalam dapat mengurus kredit bank, ijin usaha, dan dapat meyakinkan pihak-pihak yang memerlukannya untuk transaksi jual-beli, sewa-menyewa dan lain-lain. Dari segi arsitektur, IMB juga berguna untuk melestarikan warisan budaya. Bila ternyata rumah yang akan direnovasi termasuk salah satu warisan budaya, maka tidak diperkenankan untuk mengubahnya. Langkah yang diijinkan hanya untuk memugarnya. 50 Sebelum memulai mendirikan bangunan, sudah menjadi ketentuan untuk segera melakukan pengurusan ijin mendirikan bangunan atau IMB dalam upaya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan. Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya. Selain itu IMB juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank. 50
Ibid, hal. 4.
47
IMB sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat Dalam pengurusan IMB diperlukan pengetahuan akan peraturan-peraturannya, sehingga dalam mengajukan IMB, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur. 51
B. Pengaturan IMB Di Pemko Medan Surat Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan yang wajib dimiliki oleh pemohon untuk mendirikan bangunan di dalam wilayah administratif Pemerintah Kota Medan. Izin Mendirikan Bangunan diberikan dengan tujuan penataan bangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang kota. Pelaksanaannya berdasarkan Perda Nomor 9 Tahun 2002, dengan masa berlaku 6 (enam) bulan. Ijin Mendirikan Bangunan selanjutnya disingkat IMB adalah ijin yang diberikan untuk mengatur, mengawasi serta mengendalikan terhadap setiap kegiatan membangun, memperbaiki dan merombak dan merobohkan bangunan. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 35 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan. 52 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Pelaksanaan Perda tersebut diatur melalui Keputusan Walikota Medan 51
Ibid, hal. 4. Pengumuman Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan, dalam Medan dalam Angka 2007, hal. 25. 52
48
Nomor 34 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Perda Nomor 9/2002 dan Keputusan Walikota Medan Nomor 62 Tahun 2002 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002. 53
Gambar 1. Skema Pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemerintahan Kota Medan Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk menggali, menimbun, meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan, memperbaiki atau renovasi serta menambah bangunan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002, maka di Kota Medan, IMB dibuat berdasarkan rencana Tata Kota dan memuat penjelasan mengenai: a. Bentuk dan ukuran persil b. Alamat persil c. Jalan dan rencana jalan di sekeliling persil
53
Ibid, hal. 25.
49
d. Penggunaan bangunan dan jumlah lantai e. Peruntukan tanah diatas persil f. Garis-garis sempadan g. Arah mata angin h. Skala gambar i. Tanah yang dikosongkan untuk rencana jalan dan sarana utilitas umum lainnya j. Biaya retribusi KRP
Persyaratan permohonan IMB ditujukan kepada Walikota Medan, yang dalam hal ini di tujukan kepada Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan dengan melengkapai persyaratan yang terdiri dari : 1. Pengisian Formulir Surat Permohonan IMB. 2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku. 3. Fotocopy SPPT dan Pelunasan PBB tahun terakhir. 4. Fotocopy Hak Atas Tanah yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang, antara lain : a. Fotocopy Sertifikat yang dilegalisir oleh BPN ataupun Notaris. b. Fotocopy
Akta
Jual
Beli
dari
Notaris
atau
Camat
Akta
dikeluarkanolehNotarisdilegalisirolehNotaris.Aktayangdikeluarkan Camatdilegalisir oleh Camat.
yang oleh
50
c. AsliSuratTidakSilangSengketa.yangdikeluarkanolehLurahdandiketaui
oleh
Camat setempat; bagi surat tanah yang bukan Sertifikat dan SK Camat. d. Asli Rekomendasi dari Bank bagi tanah yang sedang diagunkan. 5. Rekomendasi dari Instansi terkait untuk pembangunan tempat ibadah, tempat persemayaman mayat, galon (SPBU), dan pendidikan. Sedangkan, dalam pengurusan IMB pemohon diwajibkan untuk melengkapi berkas dan dokumen yang diperlukan adalah : a. Formulir permohonan IMB b. Fotokopi KTP c. Fotokopi pembayaran PBB terakhir d. Fotokopi sertifikat/akte jual-beli/surat keterangan kepemilikan tanah yang sah sesuai ketentuan e. Gambar arsitektur dan gambar situasi bangunan yang akan didirikan f. Gambar Peta Rencana Kota yang diperoleh dari Sudin Tata Kota (operasional). Demikian juga dengan tarif yang berlaku, umumnya berbeda-beda antardaerah. Hal ini disebabkan IMB sebenarnya terkait erat dengan pendapatan asli daerah (PAD). Dari sinilah ditengarai munculnya kasus-kasus penyelewengan dalam pengurusan IMB oleh oknum tertentu. Beberapa oknum memandang IMB sematamata sebagai retribusi guna meningkatkan PAD. Selain itu masih ada juga oknum yang memiliki pola pikir, jika bisa dipersulit, mengapa dibuat mudah. Hal-hal seperti inilah yang mesti diberantas, agar masyarakat tidak apatis terhadap pengurusan IMB.
51
Secara umum, tahapan dalam proses pengurusan IMB diawali dengan pengajuan pembuatan IMB. Setelah lima hari, diterbitkan IP (Ijin Pembangunan), dan 20 hari kemudian baru diterbitkan IMB. Setelah itu masih dilaksanakan kontrol lapangan dan evaluasi. Sebenarnya setelah IMB, masih ada satu surat lagi yakni IPB yaitu Ijin Penggunaan Bangunan. Ketentuan ini memang belum begitu memasyarakat, padahal sebenarnya sudah cukup lama diberlakukan. IPB diterbitkan setelah di lapangan dilaksanakan proses kontrol dan evaluasi. Untuk bangunan hunian rumah tangga, IPB berlaku selama 10 tahun. Sementara untuk bangunan non-hunian, berlaku selama 5 tahun. Setelah IPB habis masa berlakunya, maka pemilik lahan harus mengajukan Permohonan Kelayakan Menggunakan Bangunan (PKMB). Jika setelah dilakukan pengecekan ke lapangan ternyata bangunan sudah sangat rapuh konstruksinya, maka pemilik bangunan wajib merenovasi bangunan dan prosesnya menjadi sama seperti saat pengajuan IMB. Pengecekan lapangan untuk PKMB dilakukan oleh Seksi Pengawasan Kelayakan Bangunan. Disamping itu, para pemohon di wajibkan dalam surat permohonan Izin Mendirikan Bangunan menyampaikan persyaratan teknis yang terdiri dari ; 1. Gambar Rencana Bangunan rangkap 3 yang terdiri dari ; a. Denah / Site Plan b. Tampak (depan dan samping) c. Potongan (memanjang dan melintang)
52
d. Gambar Konstruksi (pondasi, sloop, kolom, balok, lantai, tangga, rencana atap/kap, kecuali untuk bangunan rumah tempat tinggal 1 (satu) lantai. e. Sumur peresapan, septic tank, dan bak kontrol. f. Untuk Bangunan Pagar (Denah, Tampak Potongan dan Situasi) 2. Perhitungan konstruksi yang dibuat oleh konsultan dan ditandatangani oleh perencana, bagi bangunan dengan : a. Bentangan balok lebih dari 6 (enam) meter. b. Ketinggian 2 (dua) lantai atau lebih bagi bangunan yang digunakan untuk kepentingan umum. c. Ketinggian bangunan lebih dari 3 (tiga) lantai. d. Konstruksi baja atau kayu yang bentangnya lebih dari 12 meter. e. Konstruksi baja atau kayu yang ketinggian tiangnya lebih dari 6 (enam) meter perlantai. 3. Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) untuk bangunan Tower/Menara, Tanki, Gapura/Tugu dan Cerobong asap, serta renovasi bangunan. Dalam kaitan permohonan surat izin mendirikan bangunan, Pemerintah Kota Medan dapat menolak permohonan IMB jika ; 1. Tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. 2. Bertentangan dengan rencana kota. a. Bangunan yang direncakan tidak sesuai dengan peruntukan tanah pada lokasi dimaksud.
53
b. Diatas persil dimohon terdapat rencana jalan / pelebaran sehingga sisa luas tanah tidak dapat dibangun sesuai dengan persyaratan peruntukan. c. Bangunan yang dimohon tidak sesuai ketentuan teknis lainnya. 3. Mengganggu dan mengakibatkan kerusakan terhadap kelestarian, keserasian dan keseimbangan lingkungan. 4. Bertentangan dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Disamping itu diatur juga ketentuan lain berupa ; 1. IMB dicabut apabila melanggar ketentuan izin yang diberikan atau dikemudian hari diketahui bahwa salah satu atau beberapa syarat-syarat untuk memperoleh izin mendirikan bangunan dimaksud tidak benar keabsahannya. 2. Pekerjaan mendirikan bangunan dapat dimulaai setelah IMB diberikan oleh Kepala Daerah. Apabila pekerjaan mendirikan bangunan tidak dimulai setelah 6 (enam) bulan sejak izin diterbitkan tanpa alasan yang dapat diterima Kepala Daerah, maka izin dapat dicabut. 3. Bangunan dapat dibongkar, apabila : a. Pelaksanaan
mendirikan
bangunan
bertentangan,
tidak
sesuai
atau
menyimpang dari izin yang telah diberikan. b. Pelaksanaan mendirikan bangunan tidak memiliki izin. Dalam hal pejabat yang berwenang dalam melakukan penanda tanganan dan pengesahan surat izin mendirikan bangunan di Kota Medan diatur berdasarkan luas bangunan, dengan ketentuan ;
54
1. Luas Bangunan ≤ 200 m² ditandatangani oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. 2. Luas Bangunan ≥ 200 m² ditandatangani oleh Walikota Medan. Sedangkan proses dan lama waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan KSB/ IMB adalah 16 hari kerja, dengan biaya dan besar retribusi yang wajib di serahkan oleh Pemohon untuk membayar retribusi ke Kas Pemko Medan melalui Bendaharawan Penerima Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan sebelum mengambil IMB yang terbit, dengan besarnya biaya retribusi itu di tetapkan berdasarkan luas permeter Bangunan di kalikan dengan Luas Bangunan. Secara prinsip, bila dokumen lengkap, 5-7 hari kemudian akan diterbitkan Izin Prinsip atau IP. Dengan IP kita sudh bisa mulai membangun sambil menunggu IMB yang keluar 20-30 hari kemudian. Selama pembangunan, petugas daerah akan melakukan control berkala dan evaluasi di lapangan. IMB memiliki masa berlaku 1 tahun. Apabila dalam 1 tahun pembanguna belum selesai, maka harus mengajukan permohonan perpanjangan IMB. Bila tahun berikutnya masih belum selesai, maka harus mengajukan permohonan pembuatan IMB baru. Setelah bangunan selesai, masih ada surat yang diperlukan yaitu IPB atau Ijin Penggunaan Bangunan. IPB memiliki masa berlaku 10 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan non hunian. Bila masa IPB habis, maka pemilik harus mengajukan PKMB atau Permohonan Kelayakan Menggunakan Bangunan. Dalam
55
proses tersebut petugas akan memeriksa kelayakan bangunan tersebut, terutama dari segistruktur dan konstruksinya. Pengukuran Tanah adalah pengukuran bentuk dan luas tanah dalam bentuk Gambar Situasi diberlakukan bagi permohonan Izin Mendirikan Bangunan untuk persil tanah yang belum beralaskan hak sertifikat atau tidak dilengkapi Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dan Gambar Situasi Tanah dari Kantor Pertanahan. Hasil pengukuran tanah berupa Gambar Situasi diterbitkan oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan setelah diketahui oleh Lurah setempat. Struktur dan besarnya tarif retribusi pengukuran tanah adalah ; 54 Jenis Pengukuran
Besar Tarif
a
Luas tanah s/d 100 m ²
Rp. 30.000,-
b
Luas tanah > 100 m ² s/d 500 m ²
Rp. 40.000,-
c
Luas tanah > 500 m ² s/d 1000 m ²
Rp. 60.000,-
d
Luas tanah > 1000 m ² s/d 2000 m ²
Rp. 80.000,-
e
Luas tanah > 2000 m ² s/d 3000 m ²
Rp. 100.000,-
f
Luas tanah > 3000 m ² s/d 4000 m ²
Rp. 120.000,-
g
Luas tanah > 4000 m ² s/d 5000 m ²
Rp. 140.000,-
h
Luas tanah > 5000 m ², setiap kelebihan s/d 1000 m ² dikenakan tambahan sebesar
54
Rp. 150.000,-
Seluruh rangkaian pengurusan IMB di Pemko Medan seluruhnya di proses pada, Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan Jl. Karya Jasa No. 17 Medan - Telp. 7864147.
56
C. Keterangan Rencana Peruntukan (KRP) Dasar keterangan rencana peruntukan atau KRP ini adalah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 35 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan. Peraturan Daerah Kota Medan No. 17 Tahun 2002 tentang Peruntukan Penggunaan Tanah. Pelaksanaan Perda tersebut diatur melalui Keputusan Walikota Medan No. 41 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Perda No. 17/2002 dan Keputusan Walikota Medan No. 61 Tahun 2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan No. 17 Tahun 2002.
Gambar 2. Skema Pengurusan Keterangan Rencana Peruntukan atau KRP di Pemerintahan Kota Medan
57
Pelayanan untuk memperoleh keterangan rencana kota terdiri dari ; 1. Keterangan Rencana Peruntukan (KRP) 2. Peta-peta kota 3. IMB (diberikan dalam bentuk lampiran Gambar Situasi) 4. Informasi secara lisan (informal) di Kantor Dinas Keterangan Rencana Peruntukan atau KRP adalah surat keterangan yang menyatakan informasi mengenai rencana peruntukan/penggunaan atas suatu persil tanah yang berguna untuk; 1. Mengetahui rencana peruntukan/penggunaan tanah pada suatu persil sesuai rencana kota. 2. Pertimbangan di dalam pembelian atau mensertifikatkan tanah sehingga luas tanah yang akan diberikan atas haknya sesuai dengan rencana kota. 3. Sebagai syarat permohonan IMB pembangunan pagar. KRP dibuat berdasarkan rencana kota dan memuat penjelasan mengenai; a. Bentuk dan ukuran persil b. Alamat persil c. Jalan dan rencana jalan di sekeliling persil d. Peruntukan tanah diatas persil e. Garis-garis sempadan f. Arah mata angin g. Skala gambar h. Tanah yang dikosongkan untuk rencana jalan dan sarana utilitas umum lainnya
58
i. Biaya retribusi KRP Permohonan KRP ditujukan kepada Wlikota Medan c/q. Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan dengan mengisi formulir yang telah disediakan dengan syarat-syarat : 1. 1 (satu) foto copy Surat Tanah, Surat jual Beli
Fotocopy sertifikat yang dilegalisir oleh BPN/Notaris
Fotocopy akta jual beli dari Notaris/Camat 1. Akta yang dikeluarkan Notaris dilegalisir oleh Notaris. 2. Akta yang dikeluarkan Camat dilegalisir oleh Camat.
2. 1 (satu) lembar foto copy KTP permohonan yang masih berlaku. 3. 1 (satu) lembar foto copy SPPT pelunasan PBB tahun terakhir dengan menunjukkan aslinya. 4. 1 (satu) lembar foto copy pelunasan SPPT tahun terakhir 5. Map berwarna biru 1 (satu) buah Proses atau lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan KSB dan IMB adalah 16 hari kerja. Penolakan Permohonan KRP suatu permohonan KRP ditolak jika ; 1. Bertentangan dengan rencana kita. 2. Menganggu dan mengakibatkan kerusakan terhadap kelestarian, keserasian dan keseimbangan lingkungan. 3. Tidak sesuai persyaratan permohonan. 4. Luas persil tanah dimohon tidak sesuai peruntukannya.
59
5. Diatas persil dimohon terdapat rencana jalan/pelebaran sehingga sisa luas tanah tidak sesuai dengan peruntukannya. 6. Persil tanah dimohon berada di atas rencana peruntukan taman. Sedangkan retribusi KRP diatur sebagai berikut; 1. Sebelum penyerahan KRP, pemohon wajib membayar retribusi ke Kas Pemda Medan melalui Bendarahawan Penerima Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. 2. Besarnya retribusi KRP yang harus dibayar pemohon ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Medan No.17 Tahun 2002. Mengenai jumlah retribusi mengikuti ketentuan sebagaimana diatur berdasarkan ketentuan tersebut dibawah ini; Retribusi KRP sama dengan 0,0015 x NJOP x Luas Tanah, NJOP sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak per m² pada PBB, Luas Tanah sama dengan luas tanah yang dimohonkan sesuai surat. Perubahan Peruntukan Penggunaan TanahPerubahan Peruntukan Tanah adalah perubahan atas rencana peruntukan penggunaan tanah yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang kota atas suatu persil tanah menjadi peruntukan penggunaan lainnya. Jumlah retribusi mengikuti ketentuan berikut, Tarif Retribusi sama dengan Indeks Perubahan x NJOP x Luas Tanah, NJOP sama dengan Nilai Jual Obyek Pajak per m² pada PBB, Luas Tanah sama dengan Luas tanah yang dirubah peruntukannya.
60
Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan tahun 2007, maka dilakukan kebijakan untuk penataan kota dengan membuat Rencana dan Perubahan KRP dari Jalur Hijau ke Industri, Pergudangan, Daerah Cadangan dan Perumahan serta Peruntukkannya di Kota Medan, sebagaimana yang ditetapkan dibawah ini. Jenis Perubahan
Indeks
a. Jalur Hijau ke Industri/Pergudangan Jalur Hijau ke Industri/Pergudangan Jalur Hijau ke Industri/Pergudangan Jalur Hijau ke Industri/Pergudangan Jalur Hijau ke Industri/Pergudangan Jalur Hijau ke Industri/Pergudangan
0,40 0,25 0,20 0,15 0,10 0,03
b. Daerah Cadangan ke Industri/Pergudangan Daerah Cadangan ke Industri/Pergudangan Daerah Cadangan ke Industri/Pergudangan Daerah Cadangan ke Industri/Pergudangan Daerah Cadangan ke Industri/Pergudangan
0,05 0,05 0,04 0,03 0,02
c. Perumahan ke Industri/Pergudangan Perumahan ke Industri/Pergudangan Perumahan ke Industri/Pergudangan Perumahan ke Industri/Pergudangan
0,10 0,05 0,04 0,03
d. Di luar Jalur Hijau, Daerah Cadangan dan Perumahan ke peruntukan lainnya
0,02
C. Kebijakan dan Pengaturan Tata Ruang di Indonesia Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 menyebutkan bahwa, ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Selanjutnya, tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Pengertian penataan ruang adalah proses
61
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk didalamnya penataan ruang kota. Beberapa persoalan dalam penataan ruang adalah : 1) Kebijakan Pemerintah yang tidak sepenuhnya berorientasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak terlibat langsung dalam pembangunan. 2) Tidak terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses penataan ruang atau gap feeling yang menganggap masyarakat sekedar obyek pembangunan. 3) Rendahnya upaya-upaya pemerintah dalam memberikan informasi tentang akuntabilitas dari program penataan ruang yang diselenggarakan, sehingga masyarakat merasa pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspirasinya. 4) Walaupun pengertian partisipasi masyarakat sudah menjadi kepentingan bersama atau common interest, akan tetapi dalam prakteknya masih terdapat pemahaman yang tidak sama. Hal ini ditunjukkan dimana Pemerintah sudah melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat, akan tetapi masyarakat merasa tidak cukup hanya dengan proses tersebut. Jadi semua proses keputusan yang diambil harus melibatkan masyarakat. 5) Tidak optimalnya kemitraan atau sinergi antara swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan Penataan ruang.
62
6) Persoalan yang dihadapi dalam perencanan partisipatif saat ini antara lain panjangnya proses pengambilan keputusan. Jarak antara penyampaian aspirasi hingga jadi keputusan relatif jauh. Undang undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang undang Nomor 22 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Tentang Otonomi Daerah yang telah menggeser pemahaman dan pengertian banyak pihak tentang usaha pemanfaatan sumber daya alam, terutama asset yang selama ini diangap untuk kepentingan Pemerintahan Pusat dengan segala perizinan dan aturan yang menimbulkan perubahan kewenangan. Perubahan sebagai tanggapan dari ketidak adilan selama ini, seperti perubahan dalam pengelolaan sumber daya alam yang tidak diikuti oleh aturan yang memadai serta tidak diikuti oleh batasan yang jelas dalam menjaga keseimbangan fungsi Regional atau Nasional. Meskipun di dalam Undang undang tersebut, desa juga dinyatakan sebagai daerah otonom, namun tidak memiliki kewenangan yang jelas. Dengan kata lain, sebagian besar kebijakan publik, paling rendah masih diputuskan di tingkat kabupaten. 55 Padahal,
mungkin
masalah
yang
diputuskan
sesunggguhnya
cukup
diselesaikan di tingkat lokal dan desa. Jauhnya rentang pengambilan keputusan tersebut merupakan potensi terjadinya deviasi, baik yang pada gilirannya menyebabkan banyak kebijakan publik yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.
55
Sujarwo, Problematika Tata Ruang di Indonesia, (Jakarta, Penerbit : LP3S, 2006), hal. 5.
63
Lahirnya Undang undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang di sahkan pada tanggal 13 Oktober 1992, sebagai upaya mengantisipasi dan menjaga
kesinambungan
pembangunan.
Selanjutnya
diikuti
oleh
Peraturan
Pemerintah , pada tanggal 3 Desember 1996, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Disamping itu pemerintah telah mempersiapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah. Dalam perundangan tersebut di amanatkan bahwa untuk penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat. Peran dan keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan dan mengamankan aturan tersebut amat sangat penting artinya karena hasilnya akan dinikmati kembali oleh masyarakat di wilayahnya. 56 Selanjutnya dengan merujuk pada TAP MPR IV/MPR/2000 tentang rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah yaitu peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah terlihat jelas pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam berbagai proses penyelenggaraan pembangunan, termasuk didalamnya dalam proses penataan ruang. 57
56
Anton Prayitno, Peran Masyarakat Dalam Proses Rencana Tata Ruang, (Jakarta, Penerbit : BAPPENAS, 2005), hal. 7. 57 Ibid, hal. 5.
64
Semangat tersebut sejalan dengan bunyi pasal 12 Undang undang Nomor 24 Tahun 1992 bahwa, Penataan Ruang dilakukan oleh Pemerintah dan Masyarakat. Prinsip tersebut seiring dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 yang mengedepankan Pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku atau stakeholder utama pembangunan. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam Penataan Ruang diatur hal-hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Masyarakat, Bentuk Peran Serta Masyarakat, Tata Cara Peran Serta Masyarakat dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat diatur berdasar tingkatan hirarki Pemerintahan dari tingkat Nasional, tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Dalam PP ini diatur secara rinci pula hak masyarakat dalam proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Tidak hanya hak, tetapi diatur pula kewajiban masyarakat dalam proses Penataan ruang. Peraturan Pemerintah tersebut digagas oleh Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri atau Menko Perekonomian yang merangkap sebagai Ketua Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional yang ditunjuk sebagai koordinator penataan ruang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang koordinasi penataan ruang nasional untuk mengatur tata cara pelaksanaannya di Tingkat Pusat. Kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
65
(Permendagri) untuk tata cara pelaksanaan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pada konteks ini difokuskan pada proses perencanaan tata ruang. 58 Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan BangsaBangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium, negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals/MDGs. Saat ini MDG telah menjadi salah satu acuan penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) hingga tahap pelaksanaannya. MDG telah pula menjadi dasar perumusan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di tingkat nasional dan daerah. 59 Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan Indonesia ke depan adalah sebagai berikut: a. Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi, b. Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah, c. Masih kurang menyatunya kegiatan perlindungan lingkungan hidup dengan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam sehingga sering melahirkan konflik kepentingan antara ekonomi sumber daya alam (pertambangan, kehutanan) dengan lingkungan,
58 59
Buletin Bappenas, Konsep Tata Ruang Kita, (Jakarta, Penerbit : Tajuk, 2006), hal. 1. Sujarwo, op.cit, hal. 6.
66
d. Kesenjangan pembangunan antar daerah masih lebar, seperti antara Jawa – luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) – Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antara kota – desa, e. Kualitas dan pelayanan infrastruktur yang belum sepenuhnya pulih dan masih tertundanya pembangunan infrastruktur baru, f. Masih adanya potensi aksi separatisme dan konflik horizontal. Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam pembangunan Indonesia 2004-2009, Pemerintah Indonesia menetapkan tiga agenda pembangunan jangka menengah yaitu: 1. Menciptakan Indonesia yang aman dan damai, 2. Menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis, 3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat. 60 Khusus terkait agenda yang ketiga, prioritas pembangunan dan arah kebijakannya adalah sebagai berikut: penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, peningkatan investasi, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan, pembangunan perdesaan dan pengurangan ketimpangan antar wilayah, peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, pembangunan kependudukan yang berkualitas, dan percepatan pembangunan infrastruktur. 61
60 61
Ibid, hal. 8. Ibid, hal. 8.
67
D. Kebijakan Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah Kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat ketergantungan daerah-daerah kepada pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat Pemerintah di daerah. Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat rasa memiliki masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten dan Kota lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup kacamata masing-masing. 62 Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif. 62
Tajuk Buletin BAPPENAS RI, Terbitan 21 Juni 2006, hal. 1.
68
Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat city as engine of economic growth yang berkeadilan sosial social justice dalam lingkungan hidup yang lestari environmentaly sound
dan berkesinambungan
sustainability sound
melalui
penataan ruang. 63
E. Paradigma Penataan Ruang Pada hakekatnya lokasi pusat kegiatan ekonomi terdapat di kawasan-kawasan perkotaan. Untuk dapat mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya, maka kawasan perkotaan perlu dikelola secara optimal melalui penataan ruang. Sebagai salah satu proses kegiatan penataan ruang, penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan perlu diselenggarakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah. Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya dengan ekosistem sumber daya alam dan sumber daya buatan berlangsung. Interaksi ini tidak selalu secara otomatis berlangsung seimbang dan saling menguntungkan berbagai pihak yang ada karena adanya perbedaan kemampuan, kepentingan dan adanya sifat perkembangan ekonomi yang akumulatif. Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan 63
Ibid, hal. 1.
69
memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. 64 Penataannya perlu didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan alam, perkembangan kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta tuntutan kebutuhan peri kehidupan saat ini dan kelestarian lingkungan hidup di masayang akan datang. Upaya pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan ini dituangkan dalam suatu kesatuan rencana tata ruang. Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang ada dua komponen utama yang membentuk tata ruang, yakni wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Sebagai suatu keadaan, tata ruang mempunyai ukuran kualitas yang bukan semata menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan hirarkis, baik antar kegiatan maupun antar pusat, akan tetapi juga menggambarkan mutu komponen penyusunan ruang. Mutu ruang itu sendiri ditentukan oleh terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan pemanfaatan. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan ruang yang mengindahkan faktor daya dukung lingkungan, fungsi lingkungan, lokasi, dan struktur keterkaitan jaringan infrastruktur dengan pusat permukiman dan jasa. Dalam rangka menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai berikut: 64
Ibid, hal. 2.
70
1. Otonomi Daerah yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 22/1999 dan Undang-undang Nomor 32/2004 , mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam pembangunan Globalisasi 2. Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor akan menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan didukung sumberdaya yang memadai 3. Pemberdayaan masyarakat 4. Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi Good Governance 5. Iklim
dan
kinerja
yang
baik
dalam
pembangunan
perlu
dijalankan.
Karakteristiknya adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas. 65
F. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan Pemeliharaan Tata Ruang Pemerintah Kota (Pemko) Medan dalam penyusunan rencana umum tata ruang (RUTR) 2006 yang lalu telah mengkonsentrasikan pembangunan permukiman di kawasan utara, yang meliputi Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Deli, Medan Helvetia dan Medan Barat, Medan Timur dan sekitarnya. Sedangkan pemanfaatan lahan di kawasan selatan mulai dibatasi.
65
Handiman Rico, Strategi Partisipatif Masyarakat Dalam Perencanaan Tata Ruang, (Bogor, Penerbit : Divisi Riset JKPP, 2006), hal. 1.
71
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan Ir Harmes Joni mengatakan, pengembangan permukiman di kawasan utara akan didukung melalui pola lahan siap bangun atau lasiba dan kawasan siap bangun atau kasiba. 66 Untuk mempercepat pembangunan di kawasan tersebut, Pemko Medan akan menerapkan pola lasiba dan kasiba, sehingga pengadaan infrastruktur mendapat bantuan dari Pemko, Pempropsu dan pemerintah pusat. Selain itu, akses menuju kawasan ini juga akan terus dilengkapi, misalnya melalui pembangunan jalan tol Medan-Binjai dan jalan lingkar luar, ujarnya di sela-sela Workshop Pembangunan Perumahan dan Permukiman, di Hotel Dharma Deli Medan.67 Menurut Harmes, Pemko Medan juga akan melakukan penataan kembali wilayah Medan Belawan. Hal itu sejalan dengan rencana pengembangan Kota Belawan sebagai kota pelabuhan modern atau harbour city. Ia mengatakan, pihak PT Pelindo I telah menyusun master plan atau rencana induk khusus di kawasan pelabuhan. Master plan mereka akan kita sinkronkan dengan rencana tata ruang kota yang baru. Nantinya, Kota Belawan akan difokuskan sebagai kawasan industri atau industrial park dan jasa penunjang aktivitas pelabuhan seperti pergudangan, pusat perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, galangan kapal dan industri perikanan, tandasnya. 68
66
Ir. Harmes Joni, Kepala BAPPEDA Kota Medan, Kepada Medan Bismis, 21 Juni 2007, yang dimuat di Harian Medan Bisnis, terbitan 22 Juni 2007, hal. 8. 67 Ibid, hal. 8. 68 Ibid, hal. 8.
72
Sementara permukiman masyarakat, ungkap Harmes, secara bertahap mulai dialihkan ke wilayah Medan Labuhan dan Medan Marelan. Sebagai tahap awal, kini sedang dibangun 3.000 unit rumah bagi para tenaga kerja bongkar muat (TKBM) Pelabuhan Belawan di Sei Mati, Medan Labuhan. Masih di Medan Labuhan, Pemko Medan juga tengah membangun delapan twin block rumah susun sederhana sewa atau rusunawa melalui dana APBN. 69 Sebelumnya, menurut Harmes, Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) juga telah membangun sebanyak 607 unit RSH bagi para supir angkutan dan karyawan di Desa Terjun, Medan Marelan. ''Ini baru langkah awal, sehingga secara bertahap permukiman warga di Belawan bisa dialihkan ke daerah-daerah di sekitarnya. Pemko Medan akan terus mendorong pengembang untuk membangun permukiman baru di kawasan utara ini,'' ungkap Harmes. 70 Pemanfaatan lahan di kawasan selatan akan dibatasi, mengingat fungsi kawasan itu yang telah ditetapkan sebagai daerah konservasi atau penyangga kota atau buffer zone. Karenanya, izin pembangunan perumahan di wilayah selatan, termasuk Kecamatan Medan Johor, akan diberikan secara selektif untuk menjaga kondisi lingkungan kota agar tetap hijau dan asri atau eco-city. Di pusat kota juga dilakukan optimalisasi lahan, mengingat keterbatasan dan mahalnya harga tanah. Izin pembangunan akan diprioritaskan untuk bangunan yang bersifat vertikal atau pencakar langit seperti pusat perkantoran dan apartemen.
69 70
Ibid, hal. 8. Ibid, hal. 8.
73
Selain di wilayah-wilayah yang berada antara inti kota dan kawasan utara, pengembangan Kota Medan juga akan mengarah ke daerah hinterland (pinggiran) yang sebagian besar masuk dalam Kabupaten Deliserdang, seperti Hamparan Perak, Tanjungmorawa dan Kuala Namu. Sehingga Pemko Medan berupaya mempercepat pemindahan Bandara Polonia ke Kuala Namu. Kalau pemindahan itu bisa terealisasi, maka akan muncul pusat pertumbuhan baru di sekitar Bandara Kuala Namu. Sedangkan 300 hektar lahan di eks Bandara Polonia akan dijadikan sebagai CBD atau central business centre-nya Kota Medan.
74
BAB III KENDALA DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN A. Problematika IMB dan Tata Ruang Kota Medan Belum adanya konsep tata ruang yang jelas dan tegas mengakibatkan nilai jual Kota Medan bagi para investor sangat rendah. Selain itu, Kota Medan juga telah mengalami kemacetan sistem lalulintas yang semakin parah. Untuk mengatasinya, Kota Medan membutuhkan sebuah konsep yang jelas dalam penataan kota. 71 Jika Pemerintah Kota atau Pemko Medan tidak segera merencanakan konsep tata ruang yang jelas bagi Kota Medan, maka investor akan semakin banyak yang ragu berinvestasi di Kota Medan. Karena tidak ada lagi kepastian dalam berinvestasi. Sewaktu-waktu Pemko bisa mengubah cara pengelolaannya terhadap kota, tergantung situasi atau political will-nya saja. 72 Solusi yang paling ampuh untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pembangunan kota-kota baru atau kota-kota satelit di wilayah batas kota atau wilayah pinggiran. Pembangunan kota satelit dapat dilakukan dengan membangun dan mengembangkan lapangan pekerjaan dan aktivitas komersial ke suatu lokasi baru
71
Medan belum punya konsep tata ruang yang jelas hal ini terungkap dalam Seminar Kota Baru, Upaya Menuju Kota Ideal yang Kompak, yang digelar atas kerja sama Strategic Studies Center (SSC) dan Harian Medan Bisnis di Hotel Emerald Garden. 72 Filianty Bangun, Medan Harus Segera Susun Konsep Tata Ruang yang Jelas, (Medan : Penerbit : SSC, 2007), hal. 1.
75
yang jauh dari wilayah inti kota, namun tetap dihubungkan oleh sistem jaringan transportasi yang memadai dengan pusat kota. 73 Beberapa aktivitas yang semestinya disatelitkan terlebih dahulu di Kota Medan, adalah pusat pemerintahan, pusat bisnis dan pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, pusat industri dan pusat otomobil atau showroom, penjualan sparepart dan perbengkelan. 74 Bila hal ini tidak dilakukan pada tahap awal, maka tujuan perencanaan pembangunan kota-kota satelit atau kota-kota mandiri lain, seperti pengembangan kawasan eks Bandara Polonia dan kawasan outer ring road Kota Medan tidak akan maksimal tercapai. Bahkan, kemacetan lalulintas terutama di inti kota akan kian parah. 75 Sementara itu, Ketua Badan Perencanaan Daerah atau Bappeda Kota Medan, Harmes Joni, juga mengakui, perkembangan Kota Medan sebagai kota metropolitan yang telah memunculkan berbagai masalah seperti kemacetan, banjir, polusi, kriminalitas, persaingan yang tidak sehat dan persoalan lain harus segera diatasi. 76 Ada 3 pendekatan konsep kota yang menjadi alternatif bagi pembangunan kota, seperti konsep kota baru, kota kompak dan kota regional. Kota regional lebih cenderung pada penyempurnaan kota metropolitan, yang menyatukan konsep kota baru dan kota kompak. Konsep inilah yang sesuai dengan konsep pembangunan Kota
73
Ibid, hal. 1. Ibid, hal. 1. 75 Ibid, hal. 1. 76 Ibid, hal. 1. 74
76
Medan. Pembangunan Bandara Kualanamu yang saat ini sedang dilakukan merupakan bagian dari konsep ini. 77
B. Bangunan Tanpa IMB di Medan Semakin Menjamur Ratusan Bangunan di Medan Berdiri Tanpa IMB. Ratusan bangunan di Kota Medan disinyalir tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sehingga negara dirugikan puluhan miliar rupiah. 78 Beberapa kawasan Kota Medan, diantaranya bangunan Ruko di Jalan Lingkar Luar sebanyak 60 unit diduga kuat tidak memiliki IMB. Begitu juga di jalan yang sama terdapat 30 unit bangunan berdiri kokoh tanpa IMB. 79 Demikian juga di Jalan Gaperta Medan depan Universitas Tri Karya, terlihat deretan bangunan Ruko yang megah. Izin Ruko sebanyak 20 unit, yang diurus izinya hanya 10 unit. Di Jalan Gagak Hitam simpang Jalan Merpati berdiri kokoh bangunan Ruko sebanyak 8 unit tanpa memiliki IMB, Jalan Jamin Ginting terdapat 16 Ruko dan izinnya hanya 8 pintu. 80 Di Jalan AH Haris Nasution sebanyak empat Ruko berdiri kokoh tanpa memiliki IMB. Jalan Tuasan, terdapat bangunan 8 dan 4 pintu tanpa memiliki IMB, di Jalan Karya Medan 4 pintu bangunan tanpa mimiliki IMB. Serta dibeberapa
77
Medan Bisnis, Iop.cit, hal. 8. David Purwanto, Miliaran Rupiah Pemasukan Negara Menguap, (Medan, Penerbit : Warta Kita, 2006), hal. 5. 79 Ibid, hal. 5. 80 Ibid, hal. 5. 78
77
kawasan lainnya, banyak bangunan berdiri tanpa memiliki IMB tetapi pembangunan terus berjalan tanpa ada hambatan. 81 Kepala Seksi (Kasi) Operasi Dinas Tata Kota dan Bangunan (TKTB) Medan, Erwinyah, mengatakan, dia sudah memberikan surat merah atau pembongkaran kepada salah seorang atasannya tetapi tidak pernah digubris. Secara terpisah Ketua Puja Kesuma Kota Medan, Drs Joko, menyebutkan sangat prihatin dengan banyaknya bangunan yang berdiri di Medan tanpa memiliki IMB sehingga merugikan negara hingga ratusan miliar. 82 Hal ini, jelasnya, tidak akan terjadi kalau pihak terkait melaksanakan tugasnya di lapangan secara benar dan tidak ada upaya melindungi bangunan tanpa IMB. Dia juga menduga hal ini terjadi akibat adanya kerjasama antara oknum pegawai TKTB dan pemilik bangunan di kota ini. 83 Untuk itu dia mengimbau agar pihak Kejatisu, Bawasko Pemko Medan dan pihak terkait lainnya melakukan investigasi dan menindak oknum yang terlibat dalam permainan ini sehingga negara tidak dirugikan lagi.
C. Pemko Medan Tidak Tegas Tegakkan Aturan IMB dan Tata Ruang Kinerja Dinas TKTB Kota Medan saat ini sudah mengalami sebuah titik kelemahan karena banyak bangunan bermasalah di Medan tidak pernah dilakukan
81 82
Ibid, hal. 5. Munir Fuady, Calo IMB Bergentayangan, (Medan, Penerbit : Harian Bersama, 2006),
hal. 8. 83
Ibid, hal. 8.
78
penertiban dari bangunan SPBU Brigjend Katamso, jalan Cahaya serta jalan Brastagi dan beberapa bangunan lainya. Hal ini membuat gerah masyarakat khususnya berbagai elemen masyarakat lainya, sehingga dua gelombang pengunjukrasa dalam jam berbeda mendatangi gedung DPRD dan Kantor Balaikota Medan. Massa PMII tiba di gedung DPRD dan Balaikota Medan pukul 10.30 WIB. Sedangkan massa Geram SU pukul 12.00 WIB. Dengan membentangkan spanduk, kedua kelompok massa itu mengusung masalah sama, diantaranya meminta kepala dinas Tata Kota dan Tata Bangunan (TKTB)
membongkar bangunan yang tak
memiliki atau menyalahi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Koordinator Aksi Massa PMII Medan Dedi Prayitno mengatakan, menjamurnya bangunan di kota Medan bila tak di tata dengan baik akan berdampak pada rusaknya lingkungan, salah satunya adalah ancaman banjir. Tak heran sebentar saja turun hujan, Medan berubah jadi kota banjir. 84 Hal itu terjadi karena banyaknya bangunan menyalahi peraturan daerah (Perda) Nomor 09 Tahun 2002. Mereka juga menduga adanya mafia-mafia IMB dibalik bangunan bermasalah tersebut. Untuk itulah Tim Tipikor dan Poltabes Medan turun dan pro aktif menuntaskan mafia-mafia IMB di jajaran Dinas TKTB. 85 Dalam aksi yang berlangsung Kantor Balai Kota Medan, tak satupun pejabat berkompeten menerima massa PMII. Karena tak ada yang menerima, usai membajakan pernyataan sikap massa bertolak ke gedung DPRD Medan. Di gedung 84
Pernyataan Sikap PMII Medan, yang dibacakan Kordinator Aksi Dedy Prayitno di DPRDMedan pada tanggal 5 Juli 2006, hal. 1. 85 Ibid, hal. 1.
79
wakil rakyat ini, mereka hanya diterima oleh Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan Abdul Rahim Siregar. 86 Sementara anggota komisi D lainnya, sepertinya merasa enggan menerima massa tersebut. Menurut pantauan halamansatu,sejumlah anggota komisi D sempat mendatangi massa, namun begitu membaca spanduk yang diusung, mereka balik kanan dan meninggalkan massa pengunjukrasa. Sebaliknya, massa Geram-SU sama sekali tak diterima, baik di gedung DPRD dan Balai Kota Medan. 87 Karena aksinya tak diterima, di gerbang Balai Kota, massa sempat mendobrak pintu gerbang sehingga membuat pintu gerbang Kantor Walikota nyaris patah. Akibat kalah jumlah dengan anggota Satpol PP, mereka akhirnya meninggalkan gedung Balai Kota Medan. Sebelumnya, mereka juga menggelar aksi unjukrasa di Kantor Dinas TKTB Medan,dalam aksi para massa ini diterima Kadis TKTB Arif Tri Nugroho.Namun pihak TKTB bersikeras tidak akan membongkar rumah mewah di Jalan Berastagi tersebut karena memiliki izin. 88 Menyikapi maraknya protes terkait bangunan bermasalah di Kota Medan, Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan Abdul Rahim Siregar mengatakan, harus ada niat dan serta ketegasan pihak Dinas TKTB khususnya Kadis TKTB untuk menertibkan bangunan yang bermasalah. Menurut Abdul Rahim, merivisi Perda Nomor 09 Tahun 2002 tentang izin bangunan. 89
86
Warta Kita, Aksi IMB Bermasalah, Terbitan 6 Juli 2006, hal. 8. Ibid, hal. 8. 88 Ibid, hal. 8. 89 Ibid, hal. 8. 87
perlu segera
80
Perda Nomor 09 Tahun 2002 yang diberlakukan saat ini memiliki kelemahan terkait sanksi pidana. Seperti pasal 43,
tak ada ketegasan sanksi pidana bagi
pelanggar Perda. Di pasal itu, sanksi hanya diberlakukan bagi yang enggan membayar retribusi yakni paling lama 6 bulan kurungan dan denda paling banyak empat kali retribusi. 90 Seharusnya sanksi pidana diberlakukan kepada pemilik bangunan tanpa IMB dan Pemko juga harus membongkarnya. Sanksi tegas itu sangatlah perlu pasalnya akibat tak tegasnya Dinas TKTB menertibkan bangunan bermasalah itu, pemasukan PAD dari sektor IMB tahun 2006 menurun hingga Rp10 miliar dari target Rp25 miliar. Tahun 2006, ada sekitar 500 bangunan tak memiliki IMB atau menyalahi IMB. Bila dirata-ratakan perunit Rp 2 juta, jelas PAD Medan tekor Rp10 miliar. 91 Kepada pihak-pihak yang melindungi bangunan bermasalah, tak terkecuali pejabat di Dinas TKTB, anggota dewan, atau wartawan, anggota dewan asal F PKS ini meminta agar segera bertobat. Sebab, bila dugaan itu benar, tindakan jelas bertentangan dengan tugas yang diemban. Pemerintah Kota Medan dinilai Kurang Tegakkan Aturan Terkait IMB. Demikian juga halnya, masalah serupa terjadi di kota dan pemerintah daerah yang dinilai kurang menegakkan peraturan dan pemenuhan faktor keselamatan dalam
90
Ibid, hal. 8. Abdul Rahim Siregar, Sanksi Pidana di Berlakukan Bagi Pemilik Bangunan Tanpa IMB, (Medan, Penerbit : Warta Kita, 2006), hal. 8. 91
81
pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut dilakukan dengan dalih meningkatkan hasil Pendapatan Asli Daerah (PAD). 92 Selama tahun 2006/2007 pihaknya menemukan ratusan bangunan bermasalah di Kota Medan. Bangunan tersebut terkait berbagai pelanggaran IMB, seperti izin peruntukan, luas bangunan, dan jumlah unit serta penggelapan pajak. 93 Hal ini masuk akal dengan melihat hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kota Medan tahun angaran 2004/2005
bahwa
ditemukan
ketidak-cermatan
pihak
Dinas
TKTB
yang
mengakibatkan potensi kerugian Negara sebesar Rp. 42,33 juta. Kecilnya angka pemasukan dari retribusi IMB tentu memperkuat dugaan terjadinya praktik suap pemilik bangunan kepada petugas TKTB. 94 Bongkar Pilih Sebagaimana telah banyak dilansir di media cetak dan elektronik, diskriminasi pembongkaran bangunan bermasalah di Kota Medan sudah bukan rahasia lagi. Kegagalan Dinas TKTB Kota Medan melakukan pembongkaran bangunan rumah mewah di Jl. Berastagi Nomor 8 yang IMB-nya bermasalah dan diprotes oleh warga sekitarnya, merupakan potret buram penegakan aturan di lingkungan pemerintah Kota Medan, khususnya Dinas TKTB. Gambaran ini semakin jelas dengan tidak adanya tanggapan Dinas TKTB, terhadap surat LPRSU, tentang
92
Ibid, hal. 8. Ketua Umum Lembaga Peduli Rakyat Sumatera Utara (LPRSU) Hokkop Simamora mengatakan, Dalam Pernyataan Pers di Gedung DPRD Medan, pada tanggal 5 Juli 2006, hal. 1. 94 Ibid, hal. 1. 93
82
bangunan pergudangan bermasalah di Depan Kantor Lurah Sempakata Kota Medan. 95 Pembongkaran bangunan yang bermasalah di Kota Medan terkesan bongkar pilih. Bagi sebagian pemilik bangunan yang memiliki kekuatan, Dinas TKTB bukanlah penegak Peraturan Daerah. Hal ini terbukti dengan maraknya bangunan yang bermasalah di Kota Medan akhir-akhir ini. Kami sudah menyurati Dinas TKTB Kota Medan, Walikota dan DPRD Kota Medan tentang temuan kami atas bangunan bermasalah yang berlokasi persis di Depan Kantor Kelurahan Sempakata, Medan, namun hingga sekarang proses pembangunannya masih terus berlangsung. Tidak habis pikir, bangunan pergudangan yang setiap hari dilihat oleh Lurah dan pegawai kelurahan walaupun sudah nyatanyata melakukan pelanggaran terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dapat terus dibangun. 96 Bangunan bermasalah sebagaimana dilansir LPRSU, di Kelurahan Sempakata, sangat jelas terbaca pada plang IMB tertulis jenis bangunan Rumah Tempat Tinggal (RTT), 1 (satu) tingkat, jumlah 2 (dua) unit, sementara kenyataan secara visual dapat disaksikan bangunan tersebut merupakan pergudangan yang terdiri dari 2 (dua) tingkat dan 1 (satu) unit bangunan saja. 97
95
Ibid, hal. 1. Penjelasan Hokkop Simarmata Kepada DPRD Medan pada tanggal 5 Juli 2006 yang di kutip dari Harian Warta Kita terbitan 6 Juli 2006, hal. 8. 97 Ibid, hal. 8. 96
83
Salah seorang warga yang tinggal di sekitar bangunan bermasalah ini yang tidak bersedia menyebutkan identitasnya mengatakan bahwa dirinya pernah menyaksikan kehadiran Mobil Patroli Dinas TKTB. Setelah meninjau bangunan, berbicara dengan lurah langsung pergi meninggalkan lokasi yang diikuti oleh pengawas bangunan bermasalah itu katanya menjelaskan. Terhadap pernyataan warga ini, sangat terbuka kemungkinan terjadinya Kolusi dan Korupsi antara pemilik bangunan dengan oknum Dinas TKTB. Buktinya, walaupun kita sebagai LSM sudah memberi masukan dan informasi kepada pihak pemerintah Kota Medan, namun hingga saat ini bangunan bermasalah itu belum dibongkar. Dugaan ini semakin kuat, melihat gelagat pemilik bangunan yang secara terbuka mempertontonkan diri dengan menggunakan kenderaan plat merah yang disebut-sebut kenderaan dinas Kantor Perpajakan Sumatera Utara, dan selalu parkir di depan bangunan bermasalah ini. Seharusnya Dinas TKTB, merespon surat LPRSU sebagai bentuk supremasi hukum yang tidak membedakan klas sosial masyarakatnya. Jika kondisi seperti ini terus berlangsung di Kota Medan, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah kota dan sekaligus akan melahirkan preseden buruk bagi penerapan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Agar kedua hal ini tidak terjadi maka Dinas TKTB tidak bisa tidak harus
84
membongkar bangunan bermasalah yang berlokasi di depan Kantor Kelurahan yang merupakan representasi kantor pemerintah di Kelurahan Sempakata. 98 Sementara itu, di sejumlah kawasan di Kota Medan pihak Dinas TKTB melakukan upaya bongkar paksa seperti yang terjadi atas rumah tempat tinggal di Jalan Sutomo No. 47 dan bengkel mobil di Jalan Gaharu, yang didasari atas tuduhan pelanggaran terhadap Izin Mendirikan Bangunan atau IMB.
D. Warga Kota Medan Menilai Repot dan Mahal Mengurus IMB Persepsi masyarakat mengenai pengurusan IMB memakan biaya yang cukup mahal dan menghabiskan waktu lama dengan proses yang berbelit-belit adalah suatu hal yang keliru. Bangunan gedung sebagai hasil karya manusia, menurut Ismanto seharusnya memperhatikan daya dukung lingkungan baik secara fisik maupun non fisik seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 28/2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG) dan Peraturan Pemerintah Nomor 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28/2008 (PPBG). Penyelenggaraan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan baik secara administratif maupun teknis, akan mampu menjamin kelaikan fungsi dan keselamatan masyarakat selaku pemilik dan pengguna. Status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan, perizinan (IMB), dan adanya perjanjian tertulis apabila bangunan di atas tanah milik orang dan pihak lain, 98
Ibid, hal. 8.
85
harus dilihat dan dikaji kembali. Selain itu juga terkait dengan peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur dan pengendalian dampak lingkungan juga harus diperhatikan. Pemenuhan aspek keselamatan, kesehatan, kenyaman dan kemudahan terkait dengan keandalan bangunan, juga tidak boleh terlewat. 99 Di lapangan, berbagai macam pelanggaran terkait dengan bangunan gedung telah mengakibatkan peningkatan frekuensi kerugian baik korban jiwa maupun harta benda. Masih adanya bangunan gedung yang belum memiliki IMB atau sudah memiliki IMB namun belum memenuhi persyaratan teknis. 100 Permasalahan bangunan gedung lainnya seperti bangunan yang didirikan pada lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang, lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, kurang ditegakkannya aturan tata bangunan dan keandalan bangunan gedung terutama pada daerah-daerah rawan bencana, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kaidah-kaidah bangunan yang benar, perlu dikaji lebih mendalam untuk mengurangi dampak risiko yang lebih besar. 101 Sering terjadinya musibah kebakaran sebagai akibat pembangunan yang tidak terkontrol, peristiwa mobil terjatuh dari tempat parkir di Menara Jamsostek dan ITC permata hijau yang terjadi beberapa waktu lalu dan beberapa bangunan yang mudah rusak atau roboh, tidak boleh diabaikan begitu saja.
99
Ismanto, Perlunya Persyaratan Teknis Dalam Pengurusan IMB, (Jakarta, Penerbit : LPMUI, 2006), hal. 1. 100 Ibid, hal. 1. 101 Ibid, hal. 1.
86
E. Masyarakat Minta Pemko Medan Tertibkan Oknum dan Calo IMB Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Medan enggan untuk membongkar rumah mewah Jl Berastagi Nomor 8 Medan, padahal izin mendirikan bangunan (IMB) bangunan itu bermasalah. Warga di sekitar rumah mewah itu pun ada yang keberatan. Kenapa bangunan di Jl Gaperta yang memiliki IMB, tapi karena ada tetangganya keberatan, TKTB berani membongkarnya. Ini indikasi terjadi praktik suap, serta banyaknya calo yang mengurus IMB serta oknum-oknum yang melindungi bangunan bermasalah di Kota Medan. 102 Keberadaan bangunan rumah mewah Jl Berastagi yang bermasalah ini telah menjadi perhatian publik. Kasus ini telah dibahas di Gedung DPRD Kota Medan, dimana masyarakat meminta agar oknum dan calo IMB diterbitkan Sekretaris Komisi D DPRD Kota Medan Ahmad Parlindungan mengatakan pihaknya telah meminta agar Wali Kota Medan memerintahkan Dinas TKTB membongkar rumah mewah Jl Berastagi itu. Selain IMB rumah itu bermasalah, pihak warga setempat juga keberatan. Hal ini sudah cukup menjadi dasar melakukan pembongkaran terhadap rumah mewah Jl Berastagi itu, sehingga rakyat jera membangun tanpa IMB. Rumah mewah itu berlantai tiga dengan lebar delapan meter. Keberadaan bangunan rumah itu telah mengambil alih areal gang kebakaran. Di lapangan kami tidak menemukan plang IMB. Bangunan itu juga telah berubah fungsi dari ruko menjadi rumah mewah tempat tinggal, katanya.
102
Jhoni Sirait, dalam pernyataan sikap di DPRD Medan, 5 Juli 2006 yang dikutip dari Harian Warta Kita terbitan 6 Juli 206, hal. 5.
87
F. Potensi Kerugian Negara Akibat Permasalahan IMB di Medan Berdasarkan Perda Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2004 dan APBD Tahun. Anggaran 2005 Pemerintah Kota Medan telah menganggarkan penerimaan daerah yang berasal dari Retribusi IMB masing-masing sebesar Rp25,86 miliar dengan realisasi sebesar Rp26,23 miliar atau 101,42% pada 2004 dan Rp24,00 miliar dengan realisasi hingga bulan Agustus 2005 sebesar Rp16.09 miliar atau 67,05% pada 2005. 103 Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Pemkot Medan pada anggaran
2004/2005
terjadi
ketidak
cermatan
pihak
Dinas
TKTB
yang
mengakibatkan potensi kerugian negara Rp42,33 juta. Kurangnya setoran retribusi ini erat kaitannya dengan kelalaian dan dugaan praktik suap pihak pemilik bangunan kepada petugas TKTB saat melakukan penarikan retribusi. Potensi kerugian sekitar Rp 42,33 juta itu berkaitan dengan perhitungan wajib pajak retribusi IMB Bangunan Grand Palladium di Jalan Kapten Maulana Lubis Bangunan milik William Jo di Jalan Wali Kota atau Jalan Ir. H. Juanda Bangunan Merdeka Walk Tahap II di Jalan Balai Kota Bangunan pagar milik Sudarmo Komala di Jl Mongonsidi atau Jalan Dr. Cipto dan Bangunan Restoran Ocean Pasific yang berlokasi di Belawan. Selain, meminta pihak Pemkot Medan menyetorkan kekurangan retribusi IMB ke kas daerah, pihak Pemkot juga diminta agar membongkar seluruh bangunan yang bermasalah tersebut.
103
Sebagaimana Nota Pengantar Walikota Medan dalam Perencanaan Pendapatan Asli Daerah dari Pos Retribusi IMB Tahun Anggaran 2004.
88
Kepala Sub Dinas (Kasubdis) Pengawasan, Dinas TKTB Nistoharjoyo kelabakan ketika ditanya wartawan berkaitan dengan kasus rumah mewah Jl Berastagi Nomor 8 yang terkesan tebang pilih dalam menindak bangunan-bangunan bermasalah. Kami sudah menegor, tapi atau rumah mewah Jl Berastagi dibangun terus. IMB masih revisi, memang kalau dalam proses revisi IMB, gedung belum bisa dibangun. Ini sudah siap bangunannya bagaimana mau dibongkar, kata Nistoharjoyo yang biasa dipanggil Tohar kepada wartawan di Medan.
G. Kasus Korupsi Dokumen Rencana Tata Ruang Medan Terkait kasus dugaan korupsi pada proyek penyusunan dokumen master plan kota atau dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan senilai Rp 4 miliar lebih, empat orang yang sudah diperiksa Satuan Tipikor Polda Sumut. Hal itu dikatakan Kapolda Sumut Irjen Pol Nurudin Usman melalui Kasubbid Dokliput Humas Polda Sumut AKBP Rumida Sianturi SH. 104 Dikatakan, keempat orang tersebut di antaranya Ketua Panitia Lelang Edi, PPK Susi, sekretaris pengawasan teknis Syaiful dan Kepala Bapeda Medan sebagai kuasa pengguna anggaran, Harmes. Kasus tersebut hingga saat ini masih dalam penyidikan Dit Reskrim Poldasu Sat Tipikor. Sebagaimana dalam pengaduan Filiyanti, proyek penyusunan dokumen Master Plan Kota atau dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK)
104
Penjelasan Rumida Sianturi SH, Kepada Wartawan dalam Temu Pers di Mapolda Sumut dan dimuat di Harian SIB Terbitan 5 Juli 2006, hal. 8.
89
Medan senilai Rp.4,328 Milyar adalah salah satu program Bappeda Medan pada APBD 2006. RTRWK Medan 2006-2016 ini seyogyanya menjadi pedoman Kota Medan 10 tahun mendatang atau menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 atau 20 tahun mendatang atau menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 dalam membangun wilayahnya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan Laporan Draft Final yang merupakan hasil penelitian tim tenaga ahli yang ditunjuk Bappeda Medan terlihat bahwa isi dokumen RTRWK Medan 2016 ini banyak yang tidak masuk akal, tidak tepat sasaran sehingga sangat berbahaya bila dokumen ini diperdakan oleh DPRD Medan. Hal-hal yang membuat isi dokumen ini tidak masuk akal, tidak tepat sasaran, tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik sehingga laik dibatalkan atau diulang secara total adalah sebagai berikut ; Dokumen RTRWK 2016 ini selesai hanya dalam tempo 3 bulan yang mencakup proses penelitian, diskusi dengan instansi terkait, 3 kali seminar hasil laporan atau Laporan Pendahuluan, Laporan Interim dan Laporan Draft Final dan termasuk pengadaan sosialisasi kepada masyarakat. Yang termasuk dalam proses penelitian yakni survei, wawancara, diskusi internal dengan stakeholders kota, analisis, pembahasan dan penyusunan laporan. 105 Penelitian ini selanjutnya wajib menghasilkan action plan dan tindakan yang akan dilakukan Kota Medan untuk 10 atau 20 tahun mendatang untuk masing-masing 105
Ibid, hal. 8.
90
sektor tersebut. Itulah sebabnya dokumen RTRWK ini menjadi pedoman pembangunan dan pengembangan kota. Bila 3 bulan tersebut sudah termasuk waktu proses penelitian, diskusi internal, seminar 3 kali, pelaksanaan minimal 2 kali sosialisasi terhadap masyarakat bahkan termasuk pengurusan administrasi seperti pemasukan laporan tiap tahapan, penetapan jadwal seminar dan penyebaran undangan, pelaksanaan seminar, revisi dan penyetujuan laporan setiap tahapan, pengusulan dan pencairan termin, maka diperkirakan penelitian tersebut efektif dilakukan hanya sekitar 3 minggu saja. Penyusunan dokumen ini dimulai sejak 25 September 2006 penandatanganan kontrak dan berakhir 25 Desember 2006. Dalam dokumen tidak terdapat action plan pembangunan Terminal Type A di daerah Medan Tuntungan atau Dishub Medan, tidak terdapat rencana pengembangan eks Bandara Polonia dan rencana aksesibilitas menuju bandara baru di Kuala Namu atau Dishub, Perkim, Disperindag, Dinas PU, LH, tidak terdapat rencana tindakan penanggulangan banjir serta masyarakat kumuh yang tinggal di bantaran Sungai Deli, tidak terdapat lokasi pembebasan lahan dan metode kompensasi lahan, tidak terdapat ketegasan letak jalur hijau atau paru-paru kota, tidak mendefenisikan sanksi pelanggaran pemanfaatan ruang, mekanisme perizinan atau pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang dan penetapan rencana pembangunan per zona pun tidak berdasarkan kebutuhan zona atau masyarakat zona tersebut. 106
106
Ibid, hal. 8.
91
Filiyanti mengimbau segenap masyarakat Kota Medan, LSM, seluruh akademisi di PT se-Sumut & khususnya seluruh anggota DPRD Medan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan DPRDSU agar memperjuangkan dan mengkondisikan sehingga dokumen RTRWK Medan 2006-2016 yang telah disusun Bappeda Medan dalam tempo 3 minggu ini agar diulang bukan hanya direvisi, karena tidak terpakai, tidak masuk akal apalagi bila dijadikan pedoman pengembangan Kota Medan 10-20 tahun ke depan. 107 Menurut Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tanggal 12 Agustus 2002, Lampiran V tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan, Bab IV Pasal 4.5.4 Penetapan Rencana Tata Ruang, dikatakan bahwa masyarakat berhak mengajukan usul, memberi saran & mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam penyusunan RTRW Kota atau Kawasan Perkotaan.
107
Ibid, hal. 8.
92
BAB IV UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KOTA MEDAN DALAM MENGHADAPI KENDALA PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM RANGKA PEMELIHARAAN TATA RUANG KOTA MEDAN
A. Gambaran Umum Kota Medan Letak dan posisi Kota Medan memang strategis, Kota ini dilalui Sungai Deli dan Sungai Babura. Keduanya merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai. Keberadaan Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang cukup modern sebagai pintu gerbang atau pintu masuk wisatawan dan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri dan ekspor-impor, menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat. Tabel I Struktur Kedudukan dan Organisasi Jajaran Pemerintahan Kota Medan
Sumber : Medan dalam angka Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Bagian Tata Pemerintahan Kota Medan
93
Tabel II Jumlah Kelurahan dan Kecamatan serta Klasifikasinya Pemerintahan Kota Medan Tahun 2002 - 2006 No. 1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Tahun/Kecamatan 2 2002 2003 2004 2005 2006 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan Jumlah
Klasifikasi Kelurahan Swasembada Swasembada Swasembada Mula Madya Lanjut 3 85 85 85 85 85 6 4 5 1 6 7 4 3 3 3 2 5 4 4 6 7 3 2 4 1 5 85
4 66 66 66 66 66 3 2 2 5 6 5 2 2 3 3 4 2 3 2 5 2 4 4 2 4 1 66
5 -
Jumlah 6 151 151 151 151 151 9 6 7 6 12 12 6 5 6 7 6 7 7 6 11 9 7 6 6 5 6 151
Sumber : Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Medan 2006 Catatan : Berdasarkan penelitian jumlah kelurahan dan kecamatan yang swasembada mula berjumlah 85, swasembada madia berjumlah 66, sedangkan swasembada lanjut kosong. Medan yang telah berkembang menjadi kota metropolitan. Pemerintah Kota Medan berambisi memajukan kota ini semaju kota-kota besar lainnya di Indonesia, tidak saja seperti Jakarta atau Surabaya di Jawa, tetapi juga kota-kota di Negara
94
tetangga, seperti Penang dan Kuala Lumpur. Medan, kota berpenduduk 2 juta orang memiliki areal seluas 26.510 hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Sebagai sebuah kota, Medan mewadahi berbagai fungsi, yaitu, sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi kepariwisataan, serta berbagai pusat perdagangan regional dan internasional. Bandara Internasional, Polonia, berada di kawasan yang masih termasuk wilayah dalam kota. Pelabuhan Belawan dapat dicapai hanya dalam waktu kurang dari satu jam lewat jalan bebas hambatan. Demikian pula dengan kawasan industrinya. Pendek kata, seolah semua tidak ingin jauh-jauh dari pusat kota. Tendensi pertumbuhan yang semakin menuju ke pusat ini ibarat pola alamiah makhluk hidup yang tidak bisa jauh-jauh dari sumber makanannya. Akibatnya, Medan bertambah sumpek dengan belasan bangunan beton yang akan segera menjelma menjadi pusat perbelanjaan. Lalu lintas kota semakin semrawut karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan ketidakdisiplinan angkutan umum yang jumlahnya terus bertambah terutama pada trayek-trayek basah. Kondisi dan perkembangan Kota Medan sekarang, tampaknya memang seolah tanpa perencanaan. Padahal, di atas kertas, sejak 1997, pemerintah kota di masa Wali Kota Bachtiar Jaffar sebetulnya telah menyusun rencana pengembangan kota yang
95
cukup bagus. Konsep itu dikenal dengan istilah Mebidang, yakni singkatan dari Medan, Binjai, dan Deli Serdang. Konsep yang barangkali diilhami oleh pola pengembangan Jabotabek atau Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi tersebut pada dasarnya
mengacu pada
antisipasi semakin berkurangnya daya dukung kota terhadap perkembangannya dan berkurangnya kemampuan kota menjalankan fungsinya secara maksimal. Medan akan dijadikan sebagai kota inti yang terbagi dalam lima wilayah pembangunan, sementara Kota Binjai dan beberapa kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang akan dikembangkan sebagai kota satelit. Wilayah Metropolitan Mebidang ini akan meliputi areal seluas 163.378 hektar. Berdasarkan konsep tersebut, akan dibangun pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah-daerah yang menjadi hinterland Medan. Tetapi pada kenyataannya, pelaksanaan pembangunan justru makin meminggirkan warga kota, sementara daerah pinggirannya tetap terbelakang. Konsep Mebidang, akhirnya hanyalah sekadar konsep yang jalan di tempat. Selain niat untuk memperluas wilayah, sebagaimana doktrin developmentalisme yang mengindentikkan kemajuan dengan segala sesuatu yang berbau modern, Pemerintah Kota Medan bergiat menghadirkan pusat perbelanjaan sebagai simbol kota metropolitan. Mal dan lampu hias, kelihatannya itulah ukuran kemajuan bagi Pemerintah Kota Medan menjadikan kawasan di jantung kota yang di siapkan sebagai kawasan pusat perbelanjaan. Gedung- gedung tua diratakan untuk mendirikan mal. Bekas Taman Ria, pusat rekreasi murah meriah warga kota, dipagari untuk
96
persiapan pendirian mal. Lapangan parkir yang dulunya dipakai sebagai pangkalan taksi kini digusur karena lokasinya lebih menjanjikan keuntungan apabila dialihfungsikan sebagai mal. Tidak heran apabila rencana tata ruang wilayah (RTRW) diabaikan begitu saja. Peruntukan kawasan yang menjadi tidak jelas. Area di sepanjang Jalan Diponegoro dan Imam Bonjol yang selama ini identik sebagai kawasan pusat pemerintahan sontak kehilangan wibawanya begitu sebuah pusat perbelanjaan 12 lantai dibangun persis di sebelah kantor Gubernur Sumatera Utara. Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’ – 98”44’ BT dengan luas wilayah 265,10 km2 dengan batas batas sebagai berikut ; 1. Batas Utara dengan Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka 2. Batas Selatan dengan Kabupaten Deli Serdang 3. Batas Timur dengan Kabupaten Deli Serdang 4. Batas Barat dengan Kabupaten Deli Serdang. Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut. Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut: 1. Pemukiman 36,3 % 2. Perkebunan 3,1 % 3. Lahan Jasa 1,9 % 4. Sawah 6,1 %
97
5. Perusahaan 4,2 % 6. Kebun Campuran 45,4 % 7. Industri 1,5 % 8. Hutan Rawa 1,8 % Secara geografis, Kota Medan
di dukung oleh daerah-daerah yang kaya
sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC. Kota Medan juga merupakan jalur sungai. Paling tidak ada 7 (tujuh) sungai yang melintasinya, yaitu : 1. Sungai Belawan 2. Sungai Badra 3. Sungai Sikambing 4. Sungai Putih 5. Sungai Babura 6. Sungai Deli 7. Sungai Sulang-Saling/Sei Kera
98
Tabel III Jumlah Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan Pemerintahan Kota Medan Tahun 2002 - 2006 No. 1
Tahun/Kecamatan Kelurahan 2 3 2002 151 2003 151 2004 151 2005 151 2006 151 1. Medan Tuntungan 9 2. Medan Johor 6 3. Medan Amplas 7 4. Medan Denai 6 5. Medan Area 12 6. Medan Kota 12 7. Medan Maimun 6 8. Medan Polonia 5 9. Medan Baru 6 10. Medan Selayang 6 11. Medan Sunggal 6 12. Medan Helvetia 7 13. Medan Petisah 7 14. Medan Barat 6 15. Medan Timur 11 16. Medan Perjuangan 9 17. Medan Tembung 7 18. Medan Deli 6 19. Medan Labuhan 6 20. Medan Marelan 5 21. Medan Belawan 6 Jumlah 151 Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Medan 2006
Lingkungan 4 1897 2000 2000 2000 75 80 77 82 172 146 66 46 64 63 87 87 70 98 129 1528 95 105 99 88 143 2000
Manfaat terbesar dari sungai-sungai ini adalah sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.
99
B. Struktur Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang penataan kota yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Tabel IV Bagan Organisasi Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan di Lingkungan Pemerintah Kota Medan
Sumber : Medan dalam angka Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Bagian Pemerintahan Kota Medan
Tata
Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang tata kota dan tata bangunan, antara lain menyusun, mengembangkan dan mengendalikan rencana tata ruang kota, pengurusan perizinan dan pembinaan terhadap pembangunan fisik kota yang sehat
100
dan terarah sesuai dengan rencana tata ruang kota dan pola kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya. Fungsi Dinas tersebut adalah, merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang tata kota dan tata bangunan. Mengadakan
kegiatan-kegiatan
penelitian
dalam
rangka
perumusan,
pengembangan dan penerapan rencana tata ruang kota dan kebijakasanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan. Mengevaluasi dan merevisi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma penataan kota dan bangunan yang berlaku. Menghimpun data dan informasi, mengadakan pengukuran dan pemetaan dalam rangka penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan. Merumuskan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, penyuluhan dan pembinaan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Kepala Daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Melaksanakan pola dan pengembangan rencana tata ruang kota dan dan kebijaksanaan panataan ruang dan penataan bangunan yang telah ditetapkan. Memberikan pelayanan terhadap permohonan Keterangan Rencana Peruntukan (KRP), Keterangan Situasi Bangunan (KSB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
101
serta memungut retribusi atas pemberian KRP, KSB dan IMB tersebut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Mengadakan pengawasan dan penindakan penertiban terhadap pelestarian dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan serta teknis konstruksi yang telah ditetapkan, bekerjasama dengan instansi terkait. Merumuskan kebijaksanaan dan pengawasan terhadap pelestarian dan konservasi bangunan. Mengarahkan partisifasi masyarakat dalam pembangunan kota. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah. Visi, Mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat dalam bidang administrasi kependudukan dan akta-akta catatan sipil, Misi, Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan Pendaftaran Penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) serta penyelenggaraan pencatatan dan penerbitan akta-akta catatan sipil, memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang cepat, tepat dan mudah. Rancangan Peraturan Daerah tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan retribusi izin mendirikan banguan. Pembangunan dan peningkatan kualitas hunian perkotaan. Problem utama pembangunan di kota-kota negara berkembang masih terpusat pemenuhan kebutuhan dasar hidup dan lapangan pekerjaan mereka dibanding prioritas perujudan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan bertujuan memberi manfaat bagi peningkatan taraf hidup.
yang sebenarnya
102
C. Penyampaian Informasi dan Penyuluhan IMB dan Tata Ruang Dalam upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat warga Kota Medan, dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan atau IMB yang di kaitkan serta di sesuaikan dengan Tata Ruang Kota Medan, maka Pemerintah Kota Medan melaksanakan program penyuluhan dan sosialisasi serta penyampaian informasi tentang Tata Ruang Kota Medan dan peruntukan lahan. Tabel V Jumlah Permohonan Keterangan Rencana Peruntukan (KRP) Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan Tahun 2002 - 2006
No. Tahun/Bulan
Permohonan yang masuk
Selesai Sudah Belum Dibayar Dibayar
Batal/ Ditolak
2 3 4 5 6 2002 31 31 2003 20 16 4 2004 45 45 2005 24 23 1 2006 1. Januari 0 0 0 0 2. Februari 1 1 0 3. Maret 0 0 4. April 1 1 0 5. Mei 1 1 0 6. Juni 0 0 0 7. Juli 1 0 1 8. Agustus 1 1 0 9. September 0 0 0 10. Oktober 1 0 1 11. Nopember 2 0 0 12. Desember 0 0 0 Total 8 4 2 Sumber : Dinas Tata Kota Dan Tata Bangunan Kota Medan 2006
Diproses/ Menunggu Persyaratan dipenuhi
1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2
103
Program dan kegiatan penyuluhan ini dilakukan oleh Pemko Medan, sehubungan dengan banyaknya jumlah pelanggaran yang terjadi di masyarakat, bukan karena tidak adanya sanksi yang mengikat. Bahkan sanksi yang dikenakan kepada pelanggar tergolong berat. Lantas apa penyebab dari banyaknya pelanggaran Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan Bangkit Sitepu anggota DPRD Kota Medan dan berdasarkan hasil temuan di lapangan, bahwa pelanggaran ini lebih disebabkan oleh lemahnya semangat proaktif dan pendekatan yang dilakukan oleh petugas IMB di tiap-tiap Kelurahan dan Kecamatan di Kota Medan. Belum lagi persyaratan dan tata cara pengajuan IMB yang masih dianggap rumit bagi sebagian besar warga Kota Medan. Menurut Bangkit Sitepu, agar masyarakat mau mengurus IMB bangunannya, tentunya Pemko Medan perlu meningkatkan layanan konsultasi, baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan. Namun untuk dapat memberikan layanan konsultasi, diperlukan budaya untuk melayani. Sehingga masyarakat puas dan rela untuk membayar biaya pengurusan IMB. Salah satu kasus adalah ketika banjir yang sering melanda Kota Medan. Banyak warga korban banjir yang berniat menambah satu lantai ke atas bangunannya. Dalam hal ini terlihat perlunya petugas IMB untuk mendampingi warga selama membangun. Untuk menambah satu lantai ke atas, selain mempertimbangkan kondisi dan
kekuatan
struktur
dan
pondasi
yang telah ada, warga juga perlu
memperhitungkan kondisi tanah tempat bangunan berdiri.
104
Jika tidak memungkinkan untuk penambahan lantai, apa yang harus dilakukan oleh warga tersebut. Bagi warga yang memiliki anggaran, mereka dapat menggunakan jasa konsultan. Namun bagi warga menengah ke bawah, mereka tidak memiliki dana untuk itu. Dalam hal ini sangat di perlukan peranan petugas IMB untuk membantu warga dengan memberikan penyuluhan bagaimana membangun dengan cara yang benar, yakni aman buat penghuni dan warga sekitar. Tukang dan pekerja bangunan diberdayakan agar dapat membangun dengan logika yang benar, jadi tidak asal membangun. Pertanyaannya, siapkah SDM pemerintah daerah khususnya di bidang pengurusan IMB untuk memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat. Dalam hal kebijakan Tata Ruang, Pemko Medan telah melakukan beberapa perubahan dan kebijakan yang dirasa sangat penting dalam rangka reformasi perencanaan tata ruang kota Medan, antara lain ; Merubah dari perencanaan fisik, seperti yang seperti sekarang dilakukan menjadi perencanaan sosial. Dengan perubahan pola pikir dan kondisi masyarakat, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan lahan akan meningkat. Advocacy planning sangat diperlukan demi kepentingan masyarakat, demi terakomodasikannya aspirasi masyarakat. Memang Advocacy Planning dirasa lebih mahal. Namun lebih mahal lagi perencanaan yang tidak efektif maupun pembangunan yang tanpa perencanaan. Advocacy planning dapat diterapkan pula pada pembahasan yang di lakukan oleh anggota DPRD Kota Medan.
105
Dalam hal ini konsultan memberikan masukan-masukan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan rencana sebagai Peraturan Daerah (Perda) tentang Tata Ruang Kota Medan, dengan merubah kebijakan top down menjadi bottom up karena top down merupakan sumber korupsi dan kolusi bagi pihak-pihak yang terlibat. Sering kali propyek-proyek model top down dari pusat kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Aspirasi dari masyarakat tidak terakomodasikan di dalam ketetapan rencana tata ruang kota. Para wakil masyarakat yang diundang dalam seminar, seperti ; Kepala Kelurahan / Desa, Ketua LKMD setempat, selain kurang berwawasan terhadap perencanaan makro,
juga dapat dikatakan sebagai
kepanjangan tangan pemerintah. Comprehensive
Planning
lebih
tepat
dari
pada
sectoral
planning.
Comprehensive Planning sebagai perencanaan makro untuk jangka panjang bagi masyarakat di negara sedang berkembang dengan dinamika masyarakat yang begitu besar dirasa kurang sesuai. Akibatnya perencanaan tersebut tidak dan kurang efektif, dengan begitu banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik disengaja maupun tidak. Perencanaan sektoral merupakan perencanaan terhadap sektor-sektor yang benarbenar dibutuhkan masyarakat dalam waktu mendesak. Peran serta secara aktif para pakar secara terpadu dari berbagai disiplin ilmu sangat diperlukan di dalam proses penyusunan tata ruang kota Medan. Komisi
106
Perencanaan Kota sebagaimana diterapkan di Amerika Serikat, kiranya perlu diterapkan pula di Kota Medan serta kota kota besar di Indonesia. Hal ini didasari bahwa permasalahan perkotaan merupakan permasalahan yang sangat komplek, tidak hanya permasalahan ruang saja, tetapi menyangkut pula aspek-aspek, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan lain sebagainya. Merubah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tanah, lahan, dan ruang khususnya di perkotaan menjadi lebih berorientasi pada kepentingan dan perlindungan rakyat kecil. Lembaga magersari dan bagi hasil yang oleh UUPA dihapus perlu dihidupkan kembali sebagaimana disarankan oleh Eko Budihardjo. Penataan lahan melalui Land Consolidation, Land Sharing, dan Land Readjustment perlu ditingkatkan. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, perlu ditindak-lanjuti dengan implementasinya, menjadi acuan dalam penyusunan program-program kegiatan pembangunan, dan tidak sekedar menjadi penghuni perpustakaan di Bappeda Kota Medan.
D. Pembuatan Perda Bangunan Dengan Orientasi Tata Ruang Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Joessair Lubis mengungkapkan, Departemen PU telah menfasilitasi 250 kabupaten/kota dari 465 kabupaten/kota mengenai kerangka rancangan peraturan daerah bangunan gedung yang berorientasi dengan Tata Ruang dan peruntukannya, berdasarkan monitoring Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan per -Januari 2008, baru 15 kabupaten/kota dan satu
107
provinsi yang sudah memiliki perda terkait dengan bangunan gedung. Sementara yang masih dalam proses ada 15 kabupaten kota dan dua provinsi. Kabupaten/kota yang sudah memiliki perda terkait bangunan gedung diantaranya Dharmas Raya Sumatera Barat, Bogor, Depok, Purwakarta, Pemalang, Barito Selatan, barito Timur, Tabalong, Nabire, dan Provinsi Lampung. Sedangkan yang masih dalam proses diantaranya Medan, Bireuen, Payakumbuh, Pandeglang, Bandung, Semarang, Banyumas, Pekalongan, Majene, Mamuju, Provinsi Sumbar dan DKI Jakarta. Joessair optimis, melalui kegiatan diseminasi ini, kesadaran masyarakat, pemerintah daerah dan berbagai pihak terhadap pentingnya bangunan gedung yang memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis dan berorientasi dengan Tata Ruang serta lingkungan akan semakin meningkat sekaligus membangun peran serta aktif dari berbagai pihak dalam mensinergikan aspek pengaturan, operasional, dan pengawasan pengendalian pembangunan gedung yang berkaitan dengan IMB dan kebijakan Tata Ruang Kota. Dalam acara diseminasi tersebut juga disosialisasikan lima peraturan Menteri PU terkait dengan bangunan gedung. Peraturan tersebut diantaranya Peraturan Menteri (Permen) PU Nomor 24 tahun 2007 tentang pedoman teknis izin mendirikan bangunan gedung, Permen PU Nomor 25 tahun 2007 tentang pedoman sertifikat laik fungsi, Permen PU Nomor 26 tahun 2007 tentang tim ahli bangunan gedung, Permen PU Nomor 45 tahun 2007 tentang pedoman teknis pembangunan bangunan gedung
108
Negara dan permen PU Nomor 06 tahun 2006 tentang pedoman umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
E. Kebijakan Pemberian IMB Diperketat Pejabat Walikota Medan Drs H Afifuddin Lubis, M.Si merasa sangat prihatin dengan banyaknya bangunan bermasalah di wilayahnya. Dia sejak awal sudah bertekad meminimalkan pelanggaran sesuai instruksi Gubernur Sumatera Utara, pada saat pelantikannya agar memperketat pengeluaran IMB dan menertibkan bangunan liar. Sejak saya menjabat sebagai Pejabat Walikota Medan, puluhan bangunan rumah tinggal yang melanggar izin atau tidak memiliki IMB, sudah dibongkar,” ujarnya kepada pers. Menurut Afifuddin, maraknya bangunan berubah fungsi yang diperkirakan sekitar ribuan unit, diakuinya sudah menjadi kajian yang melibatkan unit terkait. Hasilnya dalam waktu dekat ini akan dilaporkan ke Gubernur Sumut untuk usulan penataan ulang Rancangan Umum Tata Ruang/Wilayah (RUTR/RUTW) Kota Medan. Perkembangan pembangunan di kota-kota besar, seperti Medan sangat bersifat dinamis, karena itulah perlu juga dipikirkan rencana pembaruan RUTR/RUTW sesuai situasi dan kondisi yang terjadi, ujarnya.
109
Tabel VI Jumlah Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan Tahun 2002 - 2006
No.
Tahun/Bulan
1
2 2002 2003 2004 2005 2006 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Permohonan yang masuk
Selesai
Batal/ Ditolak
3 1957 2222 2025 1721
4 1711 2147 1760 1423
5 150 53 242 146
Diproses menunggu persyaratan dipenuhi 6 86 22 23 152
156 162 168 153 124 149 186 15 124 100 138 109 1719
103 137 133 115 110 117 124 120 57 41 37 16 1110
36 7 15 19 8 18 44 19 27 15 73 21 302
16 16 17 15 3 14 14 6 35 44 28 72 280
Sumber : Dinas Tata Kota Dan Tata Bangunan Kota Medan 2006 Saya memang harus bersikap tegas, tapi saya juga tidak mungkin membongkar bangunan liar yang sudah terlanjur berkembang pesat dan telah mengganggu Tata Ruang Kota Medan, karena lokasi peruntukkannya memang bukan untuk tempat tinggal. Sebaliknya hal yang bisa dilakukan Pemko Medan saat ini adalah dengan mengantisipasi
tumbuhnya
bangunan
baru
yang
bermasalah,
dengan
cara
110
memperketat pengeluaran IMB serta tingkatkan pengawasan intensif oleh Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan. F. Penertiban dan Pembongkaran Bangunan Bermasalah Pejabat Wali Kota Medan Drs H Afifuddin Lubis, M.Si kerap mengingatkan kepada warga, agar jangan mendirikan bangunan tanpa izin, karena kalau dilakukan pembongkaran bangunan, yang rugi adalah warga. Pemkot Medan terus akan melakukan penataan kota, kata Pejabat Walikota Medan Afifuddin Lubis kepada wartawan di Medan. Tabel VII Jumlah Bangunan Yang Ditertibkan Oleh Pemerintahan Kota Medan Tahun 2002 - 2006 No. 1
Tahun/Bulan Jumlah Bangunan Jumlah Lokasi 2 3 4 2002 666 156 2003 1103 275 2004 2012 490 2005 254 334 2006 1. Januari 71 13 2. Februari 80 9 3. Maret 52 14 4. April 24 13 5. Mei 50 13 6. Juni 22 12 7. Juli 310 16 8. Agustus 36 16 9. September 90 10 10. Oktober 73 10 11. Nopember 34 12 12. Desember 18 9 Total 860 147 Sumber : Dinas Tata Kota Dan Tata Bangunan Kota Medan 2006
111
Pejabat Wali Kota Medan ini juga telah memerintahkan secara lisan kepada Kepala Dinas TKTB untuk mengambil tindakan jika memang bangunan tersebut menyalahi izin. Perintah lisan juga disampaikan Ketua DPRD Medan Syahdansyah Putra agar pihak Dinas TKTB membongkar bangunan bermasalah yang terbukti melanggar ketentuan perizinan IMB dan Tata Ruang kota Medan seperti rumah Jl Berastagi tersebut. Namun, Kepala Sub Dinas Pengawasan dan Penertiban Nistoharjoyo yang biasa dipanggil Tohar selaku pihak yang berwenang belum mengambil tindakan. Pada bulan Maret 2006, pihak Dinas TKTB telah membongkar paksa 72 bangunan menyalahi IMB dan bangunan yang tidak memiliki IMB di sejumlah kawasan Kota Medan. Bangunan yang dibongkar antara lain bangunan rumah tempat tinggal di Jalan Sutomo Nomor 47 dan bangunan ruangan kerja dan bengkel mobil di Jalan Gaharu. Tahun sebelumnya, Dinas TKTB membongkar paksa 381 bangunan bermasalah di sejumlah lokasi di Medan antara lain di Jalan AR Hakim No. 19. Bangunan-bangunan itu dibongkar karena IMB dan keberadaannya bermasalah. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2002 tentang Retribusi IMB, pasal 18 ayat (1) menyatakan bangunan dapat dibongkar apabila pelaksanaan mendirikan bangunan bertentangan, tidak sesuai atau menyimpang dari izin yang telah diberikan atau tidak memiliki izin. Kasus serupa terjadi pada satu unit bangunan tanpa IMB di Jalan Putri Hijau, Komplek Sarimas Nomor 2-H, Kelurahan Silalas, Medan. Kendati warga setempat
112
Witekjau Kisanaga telah melaporkan rasa keberatannya terhadap keberadaan bangunan itu pada 23 Mei tahun 2006 lalu, pihak Dinas TKTB belum melakukan tindakan sampai saat ini. Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) Azhari AM Sinik mengatakan selama tahun 2006 sampai dengan 2007 pihaknya menemukan 156 bangunan bermasalah di Kota Medan . Bangunan tersebut terkait berbagai pelanggaran IMB, izin peruntukan, dan penggelapan pajak. Bangunan-bangunan bermasalah ini terdapat di Medan Timur, Medan Kota, Medan Sunggal, Medan Area, Medan Perjuangan, Medan Marelan, dan kawasan strategis lainnya di inti kota.
113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Dari penelitian tersebut di atas berdasarkan permasalahan yang ada, maka
dapat di diambil kesimpulan sebagai berikut ; 1. Pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, dilakukan dengan mengacu kepada Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan. Pelaksanaan Perda tersebut diatur melalui Keputusan Walikota Medan Nomor 34 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Perda Nomor 9/2002 dan Keputusan Walikota Medan Nomor 62 Tahun 2002 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002, dalam upaya mewujudkan program penyempurnaan Medan sebagai kota metropolitan, yang menyatukan konsep kota baru dan kota lama, walaupun sampai saat ini, belum adanya konsep tata ruang yang jelas dan tegas yang mengakibatkan Kota Medan telah mengalami masalah banjir dan kemacetan sistem lalulintas yang semakin parah, akibat pengaturan tata bangunan belum sejalan dengan peruntukan tata ruang kota Medan. 2. Kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan adalah rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan arti penting dan manfaatnya memiliki IMB, masih
114
banyak dijumpai kegiatan pelanggaran pembangunan dan persoalan peruntukan bangunan yang terjadi pada masyarakat, yaitu munculnya bangunan-bangunan tanpa IMB, Bangunan yang di dirikan tidak sesuai dengan peruntukan dan tata ruang serta bangunan bangunan liar di berbagai lokasi dan kawasan, yang akhirnya banyak terjadi penggusuran bangunan secara paksa oleh petugas Satpol Pamong Praja yang di bantu aparat dari kepolisian, di samping itu, sarana dan prasarana serta perlengkapan atau peralatan operasional Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Pemko Medan masih sangat terbatas, serta Database bangunanbangunan yang belum ber-IMB belum tersedia. 3. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam menghadapi kendala pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, adalah dengan melakukan penyuluhan dan informasi masalah IMB dan Tata Ruang Kota Medan kepada masyarakat, Melakukan pelayanan secara terpadu guna memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh IMB.
B.
Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka disarankan beberapa hal
sebagai berikut : 1. Hendaknya Pemerintah Kota Medan dalam Pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan Dalam upaya Pemeliharaan Tata Ruang Kota Medan, hendaknya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dengan tidak
115
cenderung menjadikan areal milik publik sebagai kawasan ekonomi seperti perubahan peruntukan lapangan merdeka sebagai kawasan pusat jajanan. 2. Hendaknya Pemerintah Kota Medan dalam menertibkan bangunan-bangunan tanpa IMB, Bangunan yang di dirikan tidak sesuai dengan peruntukan dan tata ruang serta bangunan bangunan liar di berbagai lokasi dan kawasan tidak main gusur dan bongkar paksa, sebaiknya terlebih dahulu di lakukan penindakan terhadap oknum-oknum dan calo-calo IMB. 3. Hendaknya Pemko Medan berupaya semaksimal mungkin melakukan penyuluhan dan informasi masalah dan fungsi serta manfaat IMB dan Tata Ruang kepada masyarakat dan melakukan pelayanan secara terpadu guna memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh IMB secara mudah dan tidak dengan birokrasi yang berbelit-belit dalam pengurusannya.
116
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku Arifin P. Soeria Atmadja, Transformasi Status Hukum Uang Negara Sebagai Teori Keuangan Publik Yang Berdimensi Penghormatan Terhadap Badan Hukum, (Jakarta : Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI, 2007). Airifin, Syamsul, 1993, Perkembangan Hukum Lingkungan Dewasa Ini, USU Press. __________, 2003. Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Materi Kursus Dasar-Dasar AMDAL Tipe A Angkatan IX PSKLH dan BAPEDALDA Sumatera Utara, Medan. Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan Penjelasannya, (Bandung : Alumni, 1993). Gunawan Soeratmo, 1981, Analisa Menenai Dampai Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Gunawan Djayaputra, Aspek Yurudis Peranan Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta.
Audit
Lingkungan
Dalam
Holling B. Leopold, 1971, A. Procedure for Evaluating Environmental Impact Geogology Survey Cicular. Hein Eualu and Kennerth Prewitt, 1991, Pengantar Kebijakan Publik, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hadi S Aloka, 1991, Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bapedal Jakarta. Harja Soematri Koesnadi, 1999, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harja Soematri Koesnadi, 2001, Hukum dan Lingkungan Hidup di Indonesia, Jakarta. Husein Harun, M. 1992, Lingkungan Hidup Masalah, Pengelolaan dan Penegakkan Hukumnya, Bumi Asam Jakarta.
117
Hear, e John and Hagertly Joseph, 1997, Environmental Assessment and Statements, Van Nostrands Reinhold Company Ny. Ikhsan, Achmad, Hukum Perdata IA, (Jakarta : Pembimbing Masa, 1967). ______, Hukum Perdata IB, (Jakarta : Pembimbing Masa, 1969). Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penetapan Good Corporate Governance, (Jakarta : Kencana dan Lembaga Kajian Pasar Modal dan Keuangan (LKPMK) Fakultas Hukum UI, 2006). Kie, Tan Thong, Studi Notariat, Buku I, Penerbit Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000; Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Perdata, Menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, Penerbit Djambatan, 1999. Ashashofa, Burhan, 1994, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1986. _____________, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah Disampaikan Pada Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum Pada Makalah Akreditasi Fakultas Hukum USU Tanggal 18 Februari 2003. Moleong, Lexi J. 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Musanif Jamil, 1999. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Nanik Suparni, 1992. Pelestarian Pengelolaan dan Penegakkan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta. N.M. Spelt & J. B. J. M. Ten Berge, 1991, Pengantar Hukum Perizinan, Disunting oleh Dr. Philipus H. Hadjon, Utrecht Desember. Pedoman Penggunaan Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Prodjodikoro, R. Wirjono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur, 1981).
118
Rangkuti Siti Sundari, 1996, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press Surabaya. __________________, 1991, Asepk Administrasi dalam Penegakkan Hukum Lingkungan. Salim Emil,. 1979, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutara Jakarta. _________, 1991, Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3 ES, Jakarta. Siahaan, N. H. T, 1997, Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan, Djambatan Jakarta. Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI Press) Jakarta. Soemartono, RM, Gatot P, 1991, Mengenal Hukum Lingkungan, Indonesia Sinar Grafika Jakarta. Soemarwoto, Otto, 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Gadjah Madah University Press, Yogyakarta. ___________, 1981 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Nasional, Saran-saran untuk GBHN Konperensi PLS II. Sunggono Bambang, 1994, Hukum dan Kebijakan Publik, Karya Unipress Jakarta. Supardi, 1985, Lingkungan Hidup dan Kelestarianya, Alumni Bandung. Soemiro, Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurismetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Subagio, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta Jakarta Sudharto P. Hadi, 1995, Apek Sosial AMDAL, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tobing MI, 1993, Ikhtisar Hukum Lingkungan Hidup, Erlangga Jakarta. Utrecht, E., Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ichtiar, 1961.
119
B. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Gangguan (HO) Stbl. 1926 Nomor 226 yang telah dirubah dengan Stbl. 1927 nomor 499 dan stbl 1940 Nomor 14 dan Nomor 450. Undang-Undang Nomor 8 Drt Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-Kota besar Dalam Lingkungan Daerah Kota Propinsi Sumatera Utara jo. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 Tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Nomor 54 tahun 2000). Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertangungjawaban Keuangan Daerah. Peraturan Daerah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Nomor 119 Tahun 2001). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1977 Tentang Penyidik Pegawai Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 Tentang Bentuk Pembangunan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan.
120
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 Tentang Ketentuan, Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Dibidang Ritribusi Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Sistim dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.