PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang
: a. bahwa untuk menerbitkan Penataan Bangunan di Kabupaten Pasaman Barat perlu dilakukan pengaturan oleh Pemerintah Daerah melalui penertiban Izin Mendirikan Bangunan. b. bahwa dalam rangka penertiban izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud huruf a Pemerintah Daerah merasa perlu melakukan pemungutan retribusi ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b di atas perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupten Pasaman Barat tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686 ); 3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246 ); 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4348); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53 ); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355 ); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437 ); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (Lembaran Negara Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara 4438 ); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom. (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119 ); 11. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 1 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Pasaman Barat ( Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 5 seri D );
12. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 3 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Pasaman Barat ( Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 7 seri D ); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Satpol PP kabupaten Pasaman Barat ( Lembaran Daerah tahun 2005 Nomor 9 sei D ); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 7 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 11 seri D); Dengan persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT BUPATI PASAMAN BARAT MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
BARAT
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : Daerah adalah Kabupaten Pasaman Barat;` Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Kepala Daerah adalah Bupati Pasaman Barat; 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 5. Dinas Pekerjaan Umum adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pasaman Barat; 6. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasaman Barat. 7. Bangunan adalah susunan konstruksi yang berdiri melekat pada tanah atau bertumpu pada landasan, dengan susunan tersebut terbentuk satu ruangan yang terbatas sebagian atau seluruhnya. 8. Permohonan Izin Mendirikan Bangunan adalah permohonan tertulis yang diajukan oleh seseorang atau badan untuk mendapatkan Surat Izin Mendirikan Bangunan. 9. Jalan umum adalah Jalan yang dipergunakan untuk Lalu Lintas Umum. 10. Garis Sempadan/ Roolyn adalah garis batas untuk mendirikan bangunan dari as jalan/ tanggul sungai. 11. Jalan arteri adalah jalan protocol/utama. 12. Jalan Kolektor adalah jalan yang menghubungkan arteri dengan jalan lokal. 13. Jalan lokal adalah jalan yang menghubungkan kolektor dengan jalan desa. 14. Jalan yang menghubungkan desa atau keliling desa. 15. Pengawas bangunan adalah petugas dari Dinas Pekerjaan Umum yang diberi tugas sebagai pengawas Bangunan menurut rencana tata ruang kota dan peraturan lainnya. 16. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara/ Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dan pensiun, bentuk usaha tetap serta betuk badan usaha lainnya; 17. Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, 1. 2.
18.
19.
20. 21. 22.
23.
24.
25. 26. 27.
28.
29. 30.
31.
32.
33. 34.
35.
sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; Izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksudkan agar disain, pelaksanaan bangunan dan bangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan koefesien dasar bangunan (KDB), koefesien luas bangunan (KLB) yang ditetapkan dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut; Retribusi mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bangunan; Wajib retribusi Izin adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi; Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Izin Mendirikan Bangunan; Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan; Merubah bangunan adalah pekerjaan menggantikan atau menambah bangunan yang ada, termasuk pekerjaan, membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bangunan tersebut. Garis sampadan adalah garis khyal yang ditarik jarak tertentu pada sejajar dengan as, jalan ,as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh yang tidak boleh dibangun bangunan. Koefesien dasar bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antar jumlah luas lantai bangunan dengan luas Kapling pekarangan ; Koefesien Bangunan adalah tinggi bangunan diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik terbatas dari bangunan tersebut; Surat pendaftaran Obyek Retribusi daerah yang selanjutnya disingkat dengan SPdORD,adalah surat yang dipergunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan data objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang tertuang menurut peraturan Perundang-undangan retribusi daerah; Surat pendaftaran Objek retribusi Daerah,yang selanjutnya disingkat dengan SPdORD adalah surat yang dipergunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data Objek Retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi . Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat dengan SKRD adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang; Surat Ketetapan Retribusi Daerah kurang bayar tambahan yang selanjutnya disingkat dengan SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah reribusi yang telah ditetapkan; Surat ketetapan Retribusi Daerah lebih bayar yang selanjutnya dapat disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kedit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; Surat tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda; Surat Keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi; Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang undangan retribusi daerah; Penyidikan terhadap tindak pidana bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya ;
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama mendirikan bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan . Pasal 3 (1) Obyek Retribusi adalah pemberian Izin Mendirikan Bangunan (2) Tidak termasuk obyek retribusi adalah pemberian Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadah, pembuatan jalan,jembatan, saluran irigasi, pendirian, pos keamanan atau pos kamling, Direksi Keet dan bangunan-bangunan sementara yang keperluannya tidak lebih dari seratus hari. Pasal 4 Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin mendirikan bangunan. BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu. BAB IV KETENTUAN IMB Pasal 6 (1) Setiap orang pribadi, badan yang akan mendirikan, memperbaiki, atau merombak bangunan wajib mengajukan permohonan IMB kepada Kapala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk; (2) Bagi orang pribadi atau badan yang telah memiliki bangunan pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini ,sedang mereka belum memiliki IMB, harus mentaati Peraturan daerah ini. Pasal 7 Pendirian bangunan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) dilarang Jika IMB belum diperoleh oleh orang pribadi atau badan Pasal 8 (1) Pendirian sebagaimana dimaksud Pada Pasal (6) ayat (1) wajib mentaati garis sempadan / roolyn sebagai berikut : a. Jarak bangunan dipinggir, jalan diluar kota : 1. Jalan alteri,jarak bangunan 27 M dari as jalan dan pagar 20 M jalan; 2. Jalan Kolektor,jarak bangunan 17,5 M dari as jalan 3. Jalan lokal,jarak bangunan 10,5 M dari as dan pagar 7,5 M dari as jalan 4. Jalan desa, jarak bangunan 7 M dari as jalan . b. Jarak Banguan di pinggir jalan dalam kota 1. Jalan Arteri, jarak banguna 17 M dari as jalan 2. Jalan lokal jarak bangunan 10 M dari as jalan 3. jalan Lingkung jarak bangunan 7 M dari as jalan (2) Bangunan bangunan khusus yang ditempatkan di suatu lokasi tertentu, maka garis sepandan/roolynnya diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum
Pasal 9 (1) Jarak dan letak bangunan yang akan didirikan dakat tikungan jalan sebelah dalam atau persimpangan jalan, selain mengikuti sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (1), juga harus memberi kemungkinan pandangan pada pengemudi atau pemakai jalan agar tidak terganggu sesamanya dalam arah yang berlawanan. (2) Setiap bangunan yang memerlukan alat angkutan kedaraan roda empat atau lebih, agar menyediakan tempat bongkar muat yang tidak mengganggu kelancaran lalu lintas. BAB V CARA MENGUKUR TINGKAT BANGUNAN JASA Pasal 10 (1) Tingkat penggunaan jasa Izin Mendirikan Bangunan diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan ,jumlah tingkat bangunan dan rencana penggunaan bangunan. (2). Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan bobot (koefesienan). (3). Berdasarkan koefesienan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan sebagai berikut : (a). Koofesien Luas Bangunan. No Luas Bangunan 1. Bangunan dengan luas s/d 100 2. Bangunan dengan luas s/d 250 3. Bangunan dengan luas s/d 500 4. Bangunan dengan luas s/d 1000 5. Bangunan dengan luas s/d 2000 6. Bangunan dengan luas s/d 3000 7. Bangunan dengan luas s/d 3000 (b) Koefesien Tingkat Bangunan No Tingkat Bangunan 1. Bangunan 1 lantai 2. Bangunan 2 lantai 3. Bangunan 3 lantai 4. Bangunan 4 lantai keatas
Koefesien 1,00 1,50 2,50 3,50 4,00 4,50 5,00
Koefisien 1,00 1,50 2,50 4,00
(c) Koefesienan Guna Bangunan No Guna Bangunan Koefesien 1. Bangunan sosial 0,50 2. Bangunan Perumahan 1,00 3. Bangunan Fasilitas Umum 1,00 4. Bangunan Perdagangan dan 2,00 jasa 5. Bangunan Industri 3,50 (4)
Tingkat penggunaan jasa dihitung sebagai hasil perkalian koefesienan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a, b, dan c
koefesienan-
BAB VI PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 11 (1)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin.
(2)
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian. BAB VII BESARNYA TARIF RETRIBUSI DAN BIAYA LAINNYA Pasal 12
(1). Besar tarif retribusi untuk Bangunan yang tidak memiliki RAB ditetapkan sebagai berikut : Bangunan permanen sebesar Rp. 2000 / M 2 b. Bangunan semi permanen sebesar Rp : 1.500 / M 2 c. Bangunan kayu / darurat sebesar Rp : 1.000M2 (2). Khusus bangunan pemerintah dan swasta yang memiliki Rencana Anggaran Biaya (RAB) dikenakan biaya retribusi sebesar 1,5 % dari Anggaran Fisik. Pasal 13 Selain biaya sebagaimana dimaksud pasal 12, pemohon izin dikenakan biaya sebagai berikut: a. Biaya pembuatan plank merk antara lain : 1. Bangunan masyarakat Rp.20.000,-(ukuran 45cm x 20 cm ). 2. Bangunan Gedung Pemerintah dan Swasta Rp. 250.000,- (Ukuran 90 cm x 45 cm). b. Pajak bahan galian C sesuai dengan peraturan yang berlaku kecuali bangunanbangunan sebagaimana tersebut pada Pasal 15. c. Biaya Survey : 1. Untuk Bangunan bukan Proyek Rp. 30.000,- / objek. 2. Untuk Bangunan proyek Pemerintah dan swasta diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. BAB VIII CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 14 Besarnya retribusi yang terhitung dihitung dengan cara mengalihkan luas bangunan dengan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pasal 12 dan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (4) BAB IX TATA CARA PENGURUSAN IMB Pasal 15 Tata cara pengurusan IMB ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB X WILYAH PEMUNGUTAN Pasal 16 Retribusi yang terhutang dipungut di wilayah daerah tempat izin mendirikan bangunan diberikan.
BAB XI MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERHUTANG PEMUNGUTAN Pasal 17 Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 12 bulan atau ditetapkan lain oleh Kepala Daerah. Pasal 18 Saat terutangnya retribusi adalah pada saat SKRD. BAB XII SURAT PENDAFTARAN Pasal 19 (1) Wajib retribusi wajib mengisi SPdORD. (2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus di isi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh wajib retribusi atau kuasanya. (3) Bentuk, isi, serta pengisian dan penyampaian SPdORT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XIII PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 20 (1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT. (3) Bentuk, isi, dan data cara penerbitan SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh kepala Daerah. BAB XIV TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 21 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD, dan SKRDKBT BAB XV SANGSI ADMINISTRASI Pasal 22 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (2/ 100) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan mengunakan STRD. BAB XVI TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 23 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 hari sejak diterbitkannya SKRD, SKRDKBT dan STRD. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah. BAB XVII TATA CARA PENAGIHAN Pasal 24 (1) Retribusi yang terutang berdasarkan SKRD, SKRDKBT, STRD, Surat Keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib retribusi dapat ditagih dengan surat paksa. (2) Tata cara penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Daerah. BAB XVIII KEBERATAN Pasal 25 (1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD SKRDKBT dan SKRDLB. (2) Keberatan dapat diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi secara jabatan ,wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 bulan sejak tanggal SKRD,SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan,kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dalam pasal ini tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewenangan membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 26 (1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Kepala Daerah atas keberatan dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ada ayat (1) telah lewat bahwa Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. BAB XIX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 27 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah harus dibayar bertambah, yang tidak atau kurang pembayarannya oleh retribusi dapat ditagih dengan surat paksaan. (2) Tata cara penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pasal 28 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan sekurang -kurangnya menyebutkan : a. Nama dan alamat b. masa retribusi c. besarnya kelebihan pembayaran d. alasan yang singkat dan jelas (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat pemohonan diterima oleh Kepala Daerah. Pasal 29 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi (PMKR). (2)Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XX PENGURANGAN KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 30 (1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian pengurangan keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi antara lain untuk mengangsur. (3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain diberikan kepada masyarakat yang ditimpa bencana alam dan atau kerusuhan. (4) tata cara pengurangan, kekeringan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah. BABXXI KEDALUARSA PENAGIHAN Pasal 31 (1) Hak untuk penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) Tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila diterbitkannya surat teguran atau peringatan kepada wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XXII UANG PERANGSANG Pasal 32 Kepada instansi / unit kerja pemungut dan instansi pendukung diberikan uang perangsang sebesar 5 % dari realisasi penerimaan yang disetorkan ke kas daerah, dengan pengklasifikasian pembangiannya ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XXIII
PENYIDIKAN Pasal 33 (1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang sebagai penyidik khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. (2) Wewenang Penyidik sabagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan menngenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. Meminta keterangan dan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah. d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah. e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah. g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruang atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf e. h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. i. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahuan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kapada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XXIV KETENTUAN PIDANA Pasal 34 (1). Wajib retribusi yang tidak melakukan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana paling lama (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali lipat jumlah retribusi terutang. (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXIV P E N G A WAS A N pasal 35 (1). Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. (2). Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XXV KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaanya diatur lebih lanjut oleh Kepala daerah Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat. Disahkan di : Simpang Empat Pada Tanggal : 26 September 2005 BUPATI PASAMAN BARAT Dto SYAHIRAN Di undangkan di pada tanggal
: Simpang Empat : 26 September 2005
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT dto Drs. H. HELMI ERWADI
Pembina Utama Muda Nip. 010081584 Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2005 Nomor 21 Seri C.