ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)
Oleh: BIO HAFSARI LARASATI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT
Micro Small and Medium Enterprises (MSME) are the most relevant topic to be discussed in Indonesia because of their significant contribution to the economic development in this country. Too many benefits can be contributed by MSME, but in the fact, MSME have uncapability to facing market among others due to the weakness of MSME in financial, accessing information, and related to poor promotional action. To winning the competition with the other enterprises, MSME needs a good competitiveness quality. One of the way to reach it, can be done by give an attention to MSME’s marketing communication. This research tells about the characteristic of IPB MSME partnership, marketing communication act, and quality of competitiveness as this result. The method used in this study are quantitative and qualitative data. Quantitative data collected by interviewing peopled with questionnaires. Whereas, qualitative data collected by interviewing the tutor about partnership tutorial act. Marketing communication can be held by match this act with the characteristic of MSME. It can give some benefit to increase the competitiveness quality of MSME. Keywords: Micro Small and Medium Enterprises, Marketing Communication, Quality of Competitiveness
RINGKASAN
BIO HAFSARI LARASATI. Analisis Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB. (Di bawah bimbingan YATRI INDAH KUSUMASTUTI) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan jenis usaha yang tumbuh menjamur, bahkan mendominasi sektor perindustrian Indonesia. Pengembangan UMKM di negara berkembang, seperti Indonesia sangat potensial dan sesuai dengan kondisi negara. UMKM mampu menyediakan lapangan pekerjaan, khususnya bagi tenaga kerja berpendidikan rendah yang banyak terdapat di Indonesia. UMKM juga menyediakan berbagai kebutuhan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat dan mendukung kedaulatan konsumen. Banyak kontribusi yang dapat diberikan UMKM, terutama bagi sektor sosial dan ekonomi, namun kontribusi ini belum terealisasi secara optimal. Dalam menjalankan usahanya, UMKM mengalami berbagai kendala, terutama dalam hal pendanaan, pemasaran, dan akses informasi. Sementara itu, pada era globalisasi, UMKM juga harus menghadapi persaingan dengan usaha sejenis lainnya, juga dengan usaha besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu, UMKM dituntut untuk memiliki daya saing usaha yang baik, agar mampu bertahan dan berkontribusi secara optimal bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk memperoleh posisi tawar yang baik dalam usaha adalah dengan memberikan perhatian pada bidang komunikasi pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM, karakteristik usaha yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta kontribusinya pada kualitas daya saing usaha. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM mitra binaan IPB yang tergabung dalam lembaga UPP-UKM dan CDA melalui Program Mahasiswa Wirausaha. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM mitra binaan IPB yang memiliki tingkat heterogenitas berdasarkan jenis bidang usaha. Penetapan sampel dilakukan dengan metode penarikan sampel purposive yang dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan. Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam kepada pihak pengelola lembaga pembina UMKM. Sementara, pendekatan kuantitatif dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuisioner yang diisi dengan melakukan wawancara kepada responden. Kuisioner yang digunakan terdiri dari kumpulan pertanyaan mengenai variabel penelitian
yang akan diukur dengan menggunakan skala berdasarkan rataan skor. Keseluruhan variabel yang diukur secara kuantitatif dalam penelitian ini merupakan variabel berskala ordinal. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif melalui Uji Korelasi Spearman dengan mengunakan software SPSS for Windows Versi 13.0 dan Microsoft Exel 2007. Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM belum dilaksanakan secara optimal. Beberapa karakteristik UMKM yang memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Jenis bidang usaha berhubungan dengan pemilihan jenis bauran promosi yang digunakan. Secara umum, bauran promosi yang banyak digunakan UMKM mitra binaan IPB adalah jenis periklanan dan penjualan personal. Di samping itu, jenis komunikasi pemasaran yang menjadi andalan bagi UMKM mitra binaan IPB adalah jenis word of mouth. Tingkat pendidikan pelaku usaha memiliki korelasi positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Semakin tinggi pendidikan formal pelaku usaha, pelaksanaan komunikasi pemasaran semakin baik. Hubungan positif ini juga berlaku antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, meskipun korelasinya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan karakteristik pendidikan sebelumnya. Pelaksanaan komunikasi pemasaran berhubungan positif dengan kualitas daya saing usaha. Beberapa ukuran yang digunakan adalah tingkat produktivitas, tingkat profit, serta luas cakupan pasar UMKM. Keseluruhan variabel ini memiliki korelasi positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Artinya, semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka kualitas daya saing UMKM pun semakin baik.
ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB)
Oleh: BIO HAFSARI LARASATI I34070007
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Bio Hafsari Larasati NRP Judul
: I34070007 : Analisis hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si. NIP. 19660714 199103 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Pengesahan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
HUBUNGAN
KOMUNIKASI
PEMASARAN
DENGAN
KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM): STUDI PADA UMKM MITRA BINAAN IPB” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH TULISAN INI.
Bogor, Februari 2011
Bio Hafsari Larasati I34070007
RIWAYAT HIDUP
Bio Hafsari Larasati atau yang biasa dipanggil Biola (penulis) lahir di Bogor pada tanggal 22 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Ir. H. Zulian Hanafi, MM dan Ibu (Alm) Ir. Lestari Sempurna Putri. Pendidikan formal ditempuh penulis di TK Pertiwi Teladan Metro pada tahun 1993-1995, SD Adhyaksa I Jambi pada tahun 1995-2001, SLTP Negeri I Metro pada tahun 2001-2004, dan SMA Negeri I Metro Lampung pada tahun 2004-2007. Setelah lulus SMA, penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) angkatan 44 dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat, Fakutas Ekologi Manusia. Penulis menyelesaikan masa studi dalam waktu tujuh semester dan menjadi lulusan pertama Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 44 melalui program akselerasi, sekaligus menjadi lulusan pertama Institut Pertanian Bogor angkatan 44. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti kursus Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin, berbagai pelatihan, seminar, dan magang yang mendukung kegiatan akademik dan pengembangan softskill. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan non-akademik, seperti BEM FEMA, UKM Kewirausahaan Century, dan Organisasi Mahasiswa Kemala. Dalam organisasi, penulis pernah memegang jabatan sebagai Sekretaris Dept. PBOS BEM FEMA tahun 2008-2009 dan Bendahara Divisi IT UKM Century 2008-2009. Penulis juga dipercaya untuk terlibat dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya sebagai ketua 2nd Creso, Sekretaris Duta FEMA, Bendahara MPF FEMA 2009, koordinator acara Try Out IPB Kemala, dan berbagai kepanitiaan lainnya. Pengalaman bekerja pernah penulis tempuh sebagai Staff Humas PT Aneka Tambang Tbk UBPE Pongkor melalui program magang dan Staff Comdev PT Aneka Tambang Tbk UBPE Pongkor selama mengikuti kegiatan KKP. Sebagai bentuk pengabdian terhadap bidang pendidikan, penulis menjalankan amanah menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum (2009-2010) dan Asisten Dosen Mata Kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan (2010).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Komunikasi Pemasaran dengan Kualitas Daya Saing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM): Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB” ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai komunikasi pemasaran UMKM dan peranannya dalam upaya mendukung pengembangan UMKM. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi pengembangan UMKM dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bogor, Februari 2011
Bio Hafsari Larasati I34070007
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Ibu Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si., selaku dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang selalu sabar memberikan bimbingan, waktu, tenaga, dan pikiran demi kesempurnaan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Aida V.S. Hubeis selaku penguji utama dan Bapak Sofyan Sjaf, MSi selaku penguji perwakilan Departemen SKPM yang telah memberi masukan dan saran yang baik demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS., selaku pembimbing akademik selama penulis menjadi mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. 4. Bapak Martua Sihaloho, M.Si., selaku dosen penguji petik yang telah membimbing dan menjadi korektor yang baik dan teliti. 5. Mba Icha dan Mba Maria yang selalu memberikan pelayanan yang luar biasa dan menjadikan sekret SKPM sebagai secretariat departemen terbaik se-IPB raya. 6. Ibunda tercinta, (Alm) Lestari Sempurna Putri di surga, atas perjuangan bunda dan kasih sayang tulus yang tak lekang oleh waktu. 7. Ayahanda terkasih, Ir. H. Zulian Hanafi, MM., atas lantunan doa yang tak pernah putus, tetesan keringat dan perjuangan ayahanda demi mencukupkan kebutuhan penulis. 8. Mama Ermy Susida, dan adik-adik kebanggaanku Nia Kurniati, Abi Rachmanda, dan Igo Muhammad Alvanzo, serta Keluarga Besar Swara Sempurna atas doa, semangat, motivasi, dan kasih sayang yang tercurah. 9. Keluarga Besar Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43, 44, dan 45 atas kebersamaan, persahabatan dan cinta yang mewarnai hari-hari penulis. 10. Rizqi Humaira, Frisca Johar, Fauziah Rosy, Ahmad Aulia Arsyad, Turasih, Rahmawati, Asri Sulistyawati, Laras Sirly, Dimitra Liani, Novia Putri S., Hardianti D.P, Isma Rosyida, Geidy Tiara, Haidar, Hendra Purwana, Wira Adiguna, Bang Iqbal, dan seluruh sahabat penulis yang setia dan selalu ada dalam suka dan duka. 11. Ayu my roomate, Dinda, Lingga, Milky, Mba Nina, Ka Etha dan all of salsa girls atas perhatian dan semua keceriaan. 12. Seluruh teman-teman seperjuangan akselerasi, Maya Samiya, Navalinesia, Astri Lestari, Syifa Maharani, Dina Nurdinawati, Dewi Agustina, dan kawan-kawan atas semangat dan kebersamaan dalam menjalankan aktivitas akselerasi. 13. Keluarga Kuliah Kerja Profesi A1, Dewi Silvialestari, Laila Sakina, Atis, Dida, dan Gilang atas perhatian, kerjasama, dan kebersamaan. 14. Teman sepermainan, Ihsan, Iyut, Lili, Riri, Andri, Roby, Nisa, Ory, dan Hapsa atas keceriaan dan kebersamaan yang tercipta. 15. Teman-teman BEM FEMA Kabinet Heroik dan UKM Century atas kerjasama, pengalaman, dan ilmu yang bermanfaat. 16. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait. Bogor, Februari 2011 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi DAFTAR TABEL............................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Masalah Penelitian ............................................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4 1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS ............................................................................. 5 2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................................... 5 2.1.1 Definisi UMKM ........................................................................................ 5 2.1.2 Karakteristik UMKM ................................................................................ 6 2.1.3 Peran dan Kontribusi UMKM ................................................................... 8 2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial ............................................. 8 2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi ........................................ 9 2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik .......................................... 10 2.1.4 Kondisi UMKM dan Perkembangannya ................................................. 11 2.1.4.1 Modal Kerja UMKM ..................................................................... 11 2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi ............................................................. 12 2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM........................................................... 13 2.1.5 Definisi Komunikasi Pemasaran ............................................................. 15 2.1.6 Proses Komunikasi Pemasaran................................................................ 15 2.1.7 Bauran Promosi ....................................................................................... 17 2.1.7.1 Periklanan (Advertising) ............................................................... 17 2.1.7.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion) .......................................... 18 2.1.7.3 Hubungan Masyarakat (Public Relations) .................................... 18 2.1.7.4 Penjualan Personal (Personal Selling) .......................................... 19 2.1.7.5 Pemasaran Langsung (Direct Marketing) ..................................... 20 2.1.7.6 Word of mouth .............................................................................. 21 2.1.8 Manfaat Komunikasi Pemasaran ............................................................ 21 2.1.9 Efek Komunikasi Pemasaran.................................................................. 22 2.1.10 Daya Saing UMKM................................................................................ 23 2.2 Kerangka Pemikiran........................................................................................ 26 2.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 27 2.4 Definisi Operasional ....................................................................................... 28 2.4.1 Karakteristik UMKM .............................................................................. 28 2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ...................................................... 29 2.4.3 Kualitas Daya Saing UMKM .................................................................. 31
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 33 3.1 Metode Penelitian ........................................................................................... 33 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 33 3.3 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................................... 34 3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 37 3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................... 37 BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM ................................ 39 4.1 Latar Belakang ............................................................................................... 39 4.1.1 Unit Pelayanan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM) .... 40 4.1.2 Career Development and Alumni Affairs (CDA) .................................... 42 4.2 Keanggotaan ................................................................................................... 43 4.2.1 UPP-UKM ............................................................................................... 43 4.2.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA..................................................... 43 4.3 Kegiatan Pembinaan UMKM ......................................................................... 44 4.3.1 UPP-UKM ............................................................................................... 44 4.3.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA..................................................... 46 BAB V GAMBARAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MITRA BINAAN IPB ................................................................... 48 5.1 Latar Belakang Pendirian Usaha ..................................................................... 48 5.2 Karakteristik Pelaku Usaha ............................................................................. 49 5.3 Hambatan Pengembangan Usaha .................................................................... 51 BAB VI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH ........................................................................................ 53 6.1 Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM ........................................................ 53 6.1.1 Periklanan ................................................................................................ 55 6.1.2 Promosi Penjualan ................................................................................... 56 6.1.3 Hubungan Masyarakat............................................................................. 59 6.1.4 Penjualan Personal .................................................................................. 60 6.1.5 Pemasaran Langsung ............................................................................... 63 6.1.6 Word of mouth ......................................................................................... 64 6.2 Biaya Pelaksanaan .......................................................................................... 66 6.3 Frekuensi Pelaksanaan .................................................................................... 68 BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN ....................................... 71 7.1 Ragam Bidang Usaha ...................................................................................... 71 7.1.1 Pangan ..................................................................................................... 72 7.1.2 Jasa .......................................................................................................... 73 7.1.3 Pertanian .................................................................................................. 75 7.1.4 Kerajinan ................................................................................................. 78 7.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ....................................................................................................... 79 7.3 Hubungan Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran ........... 81
xiii
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING UMKM ............................................................. 83 8.1 Tingkat Produktifitas UMKM......................................................................... 83 8.2 Tingkat Profit .................................................................................................. 85 8.3 Luas Cakupan Pasar UMKM ............................................................................ 86 BAB IX PENUTUP ...................................................................................................... 88 9.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 88 9.2 Saran ............................................................................................................... 89 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 90 LAMPIRAN...................................................................................................................... 92
DAFTAR TABEL Nomor
Naskah
Halaman
Tabel 1. Tabel Perbedaan Skala UMKM berdasarkan Aset dan Nilai Penjualan…... 29 Tabel 2. Ukuran Sampel Penelitian…………………………………………………... 36 Tabel 3. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran Berdasarkan Jenis Bidang Usaha ………………………………………………………………………. 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Naskah
Halaman
Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran………………………………………… 16 Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian……....
23
Gambar 3. Kerangka Pemikiran…………………………………………………… 26 Gambar 4. Latar Belakang Pendirian UMKM……………………………………... 49 Gambar 5. Hubungan Tenaga Kerja dengan Pemilik UMKM…………………….. 50 Gambar 6. Hambatan dalam Pengembangan Usaha……………………………….. 51 Gambar 7. Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM………………………...
53
Gambar 8. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM…………………. 54 Gambar 9 . Persentase Penggunaan Bauran Periklanan……………………………. 55 Gambar 10. Persentase Penggunaan Bauran Promosi Penjualan…………………… 58 Gambar 11. Persentase Penggunaan Bauran Hubungan Masyarakat……………….. 59 Gambar 12. Persentase Penggunaan Bauran Penjualan Personal…………………… 62 Gambar 13. Persentase Penggunaan Bauran Pemasaran Langsung………………… 63 Gambar 14. Anggaran Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran………………… 66 Gambar 15. Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran……………………….. 68 Gambar 16. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pangan…………….. 72 Gambar 17. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Jasa………………... 74 Gambar 18. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pertanian………....... 76 Gambar 19. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Kerajinan…….......... 78
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sejak masa Orde Baru, Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi
sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Berkenaan dengan hal tersebut, dunia usaha selama setengah abad terakhir telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Berbagai jenis usaha tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satu unit usaha yang menjamur, sekaligus mendominasi sektor industri Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hampir 90 persen dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM (Lin, 1998 seperti dikutip oleh Rahmana 2009). Menurut Urata (2000, seperti dikutip oleh Sulistyastuti, 2004) yang telah mengamati perkembangan UMKM di Indonesia, UMKM memainkan beberapa peran penting di Indonesia, diantaranya adalah: (1) Pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesia, (2) Penyedia kesempatan kerja, (3) Pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat, (4) Pencipta pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensitivitasnya serta keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan, (5) Memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Sementara itu, Tambunan (2001, seperti dikutip oleh Sulistyastuti, 2004) menyebutkan bahwa UKM juga mampu mereduksi ketimpangan pendapatan (reducing income inequality) terutama di negara-negara berkembang. Peranan yang sangat signifikan dalam pencapaian kesempatan kerja dan berbagai nilai tambah yang telah diungkapkan di atas membuktikan bahwa UMKM mampu memberikan manfaat yang sangat besar dalam berbagai bidang kehidupan.
2
UMKM memiliki peranan yang cukup berarti dalam perkembangan perekomomian nasional, namun sektor ini masih memiliki kendala, seperti keterbatasan modal dan pendanaan, keterbatasan akses pasar dan informasi, dan masalah pemasaran. Hal ini tentu mengakibatkan UMKM tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Menanggapi hal tersebut, Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu perguruan tinggi menjalankan program kemitraan pembinaan UMKM yang merupakan wujud tugas dan fungsi Tridharma Perguruan Tinggi. Program kemitraan UMKM dilaksanakan oleh beberapa lembaga, diantaranya adalah Unit Pelayanan dan Pendampingan UKM (UPP-UKM) dan Career Development And Alumni Affairs (CDA) IPB melalui Program Mahasiswa Wirausaha. UMKM mitra binaan IPB bergerak dalam beberapa jenis bidang usaha, diantaranya adalah UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan. Saat ini tercatat 166 unit UMKM yang tergabung dalam program mitra binaan UPP-UKM LPPM IPB dan 83 UMKM yang tergabung dalam program CDA. Program pembinaan terhadap UMKM binaan IPB ini dirasa penting sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berjiwa wirausaha. Berbagai upaya pembinaan dan pemberdayaan UMKM diarahkan pada peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pelaku usaha dan pemanfaatan potensi yang dimiliki. Upaya ini dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan, diantaranya adalah pelatihan pembuatan pembukuan dan arus kas, pembinaan kegiatan pemasaran, dan penyelenggaraan pertemuan untuk memperluas jaringan. Kegiatan pengembangan dan pemberdayaan yang dimaksud dapat dilakukan dengan meningkatkan daya saing UMKM. Salah satu upaya yang dapat
3
dilakukan adalah dengan meningkatan kualitas komunikasi pemasaran. Mengingat ketatnya persaingan usaha di era global, komunikasi pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan UMKM. Dalam upaya menjalankan usahanya, UMKM tidak hanya mengalami persaingan dengan berbagai UMKM lain yang tumbuh dan berkembang, melainkan juga bersaing dengan usaha-usaha besar, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. UMKM dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bertahan dan bersaing dengan jenis usaha lainnya. Untuk mencapai keinginan tersebut, maka komunikasi pemasaran menjadi kegiatan operasional yang wajib dilaksanakan. Namun pelaksanaan kegiatan ini akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pelaksanaan komunikasi pemasaran yang efektif dan efisien merupakan suatu keputusan yang harus dipertimbangkan dan direncanakan dengan matang. Realita ini menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai berbagai upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM, serta hubungannya dengan kualitas daya saing usaha. 1.2
Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang uraian latar belakang di atas, disusunlah
beberapa masalah penelitian, sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB? 2. Bagaimanakah hubungan karakteristik UMKM mitra binaan IPB dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran? 3. Bagaimanakah hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM mitra binaan IPB?
4
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka ditetapkan beberapa
tujuan penelitian, sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB 2. Menganalisis hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran 3. Menganalisis hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM 1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, dan pengaruhnya dengan kualitas daya saing UMKM. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi pelaku UMKM, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan komunikasi pemasaran yang dilakukan sebagai upaya peningkatan daya saing UMKM. 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan khasanah pengetahuan, khususnya dalam bidang komunikasi bisnis mengenai komunikasi pemasaran. 3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kesesuaian kondisi lapangan dengan teori yang ada mengenai karakteristik UMKM, pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta hubungannya terhadap daya saing UMKM.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Definisi UMKM Terdapat beberapa lembaga atau instansi yang memberikan definisi
mengenai usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut: ‘Pasal 6 (1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar rupiah). (3) Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)’.1 Sementara itu, Rahmana (2009) mengungkapkan batasan pengertian UMKM yang ditetapkan oleh BPS berdasarkan jumlah tenaga kerja, untuk usaha 1
Undang-Undang No.20 Tahun 2008 (http://www.smecda.com/Files/infosmecda/uu_permen/UU_2008_20_TENTANG_USAHA_MIK RO_KECIL_DAN_MENENGAH.pdf)
diunduh tanggal 30 April 2010 jam 22.00 WIB.
6
kecil berjumlah lima sampai dengan sembilan belas orang, sementara usaha menengah berkisar antara dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan tenaga kerja. Batasan pengertian UMKM diatas sesuai dengan defiinisi UMKM yang diberlakukan bagi Asian Development Bank (ADB) yang dikutip oleh Eva (2007). 2.1.2
Karakteristik UMKM UMKM memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan jenis
usaha besar, termasuk karakteristik yang membedakan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sendiri. Berdasarkan data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) dalam buku UMKM di Indonesia, diketahui bahwa dari segi tenaga kerja, lebih dari sepertiga (sekitar 34,5 persen) UMKM dikelola oleh tenaga kerja berusia di atas 45 tahun, dan hanya sekitar 5,2 persen pengusaha UMKM yang berumur di bawah 25 tahun. Tambunan
(2000)
seperti
dikutip
oleh
Sulistyastuti
(2004)
mengungkapkan bahwa tenaga kerja yang diperlukan oleh industri kecil tidak menuntut pendidikan formal yang tinggi. Sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan oleh industri ini didasarkan atas pengalaman (learning by doing) yang terkait dengan faktor historis (path dependence). Tulisan lanjutan Tambunan (2009) mengenai UMKM mengungkapkan bahwa struktur pengusaha menurut tingkat pendidikan formal memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan rata-rata pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala usaha, yang umumnya berasosiasi positif dengan tingkat kompleksitas usaha yang memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier.
7
Mengacu pada data BPS (2006) yang dikutip Tambunan (2009) diketahui bahwa sebagian besar pengusaha UMKM mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh perbaikan penghasilan dan atau merupakan startegi untuk bertahan hidup. Hal ini didukung dengan kondisi tingkat pendidikan pengusaha yang mayoritas tergolong rendah. Usaha ini dilakukan dengan alasan tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Beberapa pengusaha juga menjalankan usaha dengan mempertimbangkan prospek usaha ke depan, seperti adanya peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Namun, sebagian lainnya mengungkapkan latar belakang keturunan, artinya meneruskan usaha warisan keluarga. Data BPS (2006) yang dikutip oleh Tambunan (2009) juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak UMKM, namun tidak seluruh UMKM ini berbadan hukum. Justru sebagian besar UMKM yang ada, yakni sekitar 95,1 persen dari jumlah unit usaha tidak berbadan hukum. Hal ini dapat diterima dengan alasan kebanyakan UMKM memiliki modal yang sangat minim dan terbentur berbagai birokrasi dan persyaratan yang rumit dan kompleks untuk mendapatkan pelayanan dalam pengembangan usahanya. Menurut Sulistyastuti (2004), yang juga menjadi karakteristik UMKM adalah pemakaian bahan baku lokal. Keberadaan UMKM seringkali terkait dengan tingginya intensitas pemakaian bahan baku lokal, misalnya UMKM kerajinan meubel ukiran khas Jepara, batik asal Pekalongan dan berbagai komoditas lokal unggulan lain yang dijadikan bahan baku dalam usaha.
8
2.1.3
Peran dan Kontribusi UMKM Dewasa ini, UMKM diberi perhatian yang cukup besar dalam
perkembangannya di berbagai belahan dunia. Ini merupakan hal yang wajar, mengingat pentingnya peranan UMKM baik dalam bidang sosial, ekonomi, hingga bidang politik. 2.1.3.1 Peranan UMKM dalam Bidang Sosial Menurut Clapham (1991), tujuan sosial dari UMKM sekurang-kurangnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat. Sadoko (1995) juga menegaskan bahwa peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal. Peranan UMKM untuk kepentingan konsumen berpendapatan rendah penting untuk menjamin persediaan barang bermutu sederhana pada harga yang terjangkau. Dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil memberikan sumbangan yang sangat penting dalam bentuk turut menurunkan biaya hidup bagi kelompokkelompok masyarakat berpendapatan rendah. Oleh karena itu, Clapham (1991) menyebutkan bahwa UMKM mampu memberikan sumbangan yang besar dari segi kedaulatan konsumen. Selain berperan dalam kedaulatan konsumen, UMKM memiliki peranan yang sangat berarti dalam hal penciptaan lapangan kerja. Clapham (1991) menyebutkan bahwa lebih dari 75 persen lapangan kerja di luar sektor pertanian di negara sedang berkembang diciptakan oleh perusahaan kecil dan menengah di
9
sektor industri pengolahan, perdagangan, dan selebihnya di sektor jasa. Mendukung pernyataan tersebut, Lin dikutip oleh Rahmana (2009) juga menyatakan bahwa hampir 90 persen dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM. Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga kerja, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, mempunyai
peranan
yang
signifikan
dalam
penanggulangan
masalah
pengangguran. Melihat peranan UKM yang sangat signifikan dalam penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah, Sulistyastuti (2004) berpendapat bahwa UKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, tak heran jika Clapham (1991) juga berpendapat bahwa sektor perusahaan kecil dan menengah dipandang lembaga yang cocok untuk menghilangkan dualisme ekonomi dan sosial. 2.1.3.2 Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi UMKM dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya nasional menurut prinsip-prinsip ekonomi, termasuk pemanfaatan tenaga kerja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum dan sesuai dengan kepentingan rakyat (Clapham, 1991). Indoconsult dikutip Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa usaha kecil memberikan kontribusi yang tinggi (sekitar 55 persen) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor-sektor perdagangan, transportasi, dan industri. Sektor ini juga mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian jadi (garments), barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi turis.
10
Rahmana (2009) menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2006 kontribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp 1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari PDB nasional dengan laju pertumbuhan PDB tahun 2005-2006 adalah sebesar 5,40 persen. Menurut Utari (2002) seperti dikutip oleh Sulistyastuti (2004), UMKM turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non migas. Selama periode 1990-1995, UKM menyumbangkan rata-rata 40 persen dari total ekspor. Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa dalam hal perolehan devisa, industri kecil menyumbang sekitar 15 persen dari seluruh nilai ekspor industri yang ada. 2.1.3.3 Peranan UMKM dalam Bidang Politik Tujuan pembangunan masyarakat di berbagai Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara - seperti juga halnya di Indonesia dan di Malaysia - ditentukan oleh keputusan politik yang mendasar untuk mewujudkan sistem demokrasi permusyawaratan rakyat dengan ekonomi campuran berdasar persaingan bebas. Pengusaha kecil dan menengah dapat membantu pembangunan dalam arti ini, karena tindakan dan kegiatan mereka yang bebas dan otonom (Clapham, 1991). Sulistyastuti (2004) menyebutkan, sejalan dengan era desentraslisasi dan pengembangan ekonomi regional, peranan dan posisi UMKM menjadi sangat relevan bagi keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, UMKM berpotensi menciptakan iklim persaingan di daerah. Era Otonomi Daerah memberikan implikasi untuk
11
merencanakan sendiri pembangunan daerahnya dengan dukungan sumberdaya lokal. Keberhasilan dalam menetapkan keputusan dalam usaha relevan dengan sifat fleksibilitas UMKM yang tinggi. Berdasarkan pengalaman, diketahui bahwa UMKM mampu mempertahankan usahanya ketika krisis ekonomi melanda. Sementara, lebih dari 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan (Halwani dikutip oleh Amidi, 2008). Sepakat dengan pernyataan ini, Sadoko (1995) mengungkapkan bahwa sektor ini mempunyai peran strategis yang mengantarai kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sektor industri berdasarkan teknologi canggih dan kebijakan pengentasan kemiskinan. 2.1.4
Kondisi UMKM dan Perkembangannya Banyak kontribusi yang mampu diberikan UMKM dalam berbagai bidang,
mulai dari bidang sosial, ekonomi, hingga politik dalam skala yang kecil dan spesifik, dalam artian politik pengambilan keputusan bagi tiap-tiap UMKM. Namun, dalam prakteknya, UMKM juga mengalami berbagai hambatan dalam berbagai kegiatan operasionalnya. 2.1.4.1 Modal Kerja UMKM Clapham (1991) menyebutkan bahwa hampir tanpa kecuali, pengusaha kecil dan menengah mengatakan bahwa masalah yang paling besar yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Mereka mengeluh tentang kekurangan modal tetap dan modal kerja. Bidang lain yang juga banyak menimbulkan kesulitan adalah kredit bagi konsumen. Dalam berbagai hal, demi kemajuan dan pengembangan UMKM, pemerintah maupun berbagai lembaga keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan non bank telah berupaya dalam memberikan
12
pelayanan, terutama dalam hal pinjaman modal usaha. Namun kenyataannya, untuk mengakses pelayanan ini, UMKM dibebani berbagai persyaratan dan jalur birokrasi yang panjang dan rumit. Akibatnya, pemberian layanan pinjaman modal dan kredit pun menjadi tidak dapat diakses UMKM secara optimal. Pada intinya perbaikan sistem perkreditan perlu ditempuh melalui pengadaan pelayanan pendampingan yang profesional serta pemberian kredit yang terintegrasi dengan intervensi lain untuk mengatasi faktor-faktor penghambat pengembangan usaha kecil itu sendiri. 2.1.4.2 Akses Pasar dan Informasi Ketidakpercayaan terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi berorientasi pada mekanisme pasar bebas memang cukup beralasan, karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam kelompok tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa sejak era penjajahan, UMKM sudah dihadapkan dan ditempa dengan berbagai masalah termasuk dari aspek pemasaran, tetapi UMKM tetap eksis dalam mendukung pertekonomian nasional. Ketidakmampuan UMKM untuk menghadapi pasar global mungkin timbul karena lemahnya akses terhadap informasi (Syarif, 2008). Clapham (1991) menyatakan bahwa terdapat kekurangan penyalur informasi yang mampu bagi perusahaan kecil dan menengah. Perusahaanperusahaan menemui kesulitan untuk memperoleh peluang masuk ke pasar pemerintah karena mereka kurang mengetahui seluk-beluk peraturan pemerintah yang berkaitan atau persyaratan pemerintah. Lemahnya kemampuan UMKM dalam mengakses informasi diduga terkait langsung dengan kondisi faktor internal UMKM yang dibayangi oleh berbagai
13
keterbatasan untuk mampu memberikan informasi kepada konsumen. Akibatnya produk UMKM yang sebenarnya memiliki pangsa pasar yang cukup besar di dunia internasional, belum banyak diketahui konsumen. Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM terhadap pasar (Syarif, 2008). 2.1.4.3 Kondisi Pemasaran UMKM Tingkat keterbukaan di pasar konsumen rendah karena perusahaan tidak memiliki peluang yang cukup pada masyarakat umum dan sejauh ini hanya beberapa pameran dagang khusus, pameran tetap atau kampanye penjualan saja yang pernah diadakan. Konsumen dalam negeri, terutama di daerah kota, sering kurang mengetahui produk-produk yang dihasilkan perusahaan kecil dan menengah dalam negeri atau sangat tidak percaya dan penuh prasangka terhadap produk-produk ini bila diukur menurut standar mutu internasional (Clapham, 1991). Menurut Sadoko (1995), akses pemasaran merupakan akses terpenting. Dalam membantu usaha kecil, akses ini dibuka melalui pengembangan pola subkontrak, mekanisme pusat pasar informasi, promosi pasaran atau konsumsi melalui anggaran pemerintah. Promosi dan pusat informasi akan sangat berguna bila didukung oleh kemampuan profesional membaca peluang pasar bagi usaha kecil tersebut dan pelayanan tersebut disediakan bagi siapa saja. Pola subkontrak seringkali dilakukan UMKM, namun pola ini cenderung menjadikan industri “bapak” memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan dengan usaha “anak”. Dalam prakteknya, ketika industri “bapak” melakukan order, maka usaha “anak”, dalam hal ini UMKM akan berkompetisi untuk
14
mendapatkan pesanan tersebut. Kondisi ini membuat industri “bapak” mampu menekan harga produksi UMKM. Strategi penekanan ongkos produksi seperti ini dilakukan untuk mempertahankan jalur pemasaran yang ada. Sepakat dengan hal ini, Amidi (2008) juga menyebutkan bahwa masalah pemasaran yang dihadapi UMKM adalah lemahnya barganing power pengusaha kecil dalam menghadapi perusahaan besar. Menurut Clapham (1991), selama perusahaan menjual barangnya melalui pengecer, mereka tidak perlu mengembangkan kegiatan pemasaran sendiri. Namun, perusahaan yang menjual sendiri barang-barang yang dihasilkannya (seperti mebel, sepatu, tekstil) perlu memberikan perhatian pada bidang pemasaran. Umumnya pelaku usaha tidak memiliki kepandaian khusus dalam soal-soal ini dan tidak tahu kemana ia dapat mencari informasi yang dapat dipercaya mengenai perkembangan pasar, iklan, atau saluran pemasaran yang lebih baik. Masalah pemasaran merupakan salah satu penyebab penting mengapa pengusaha tidak mampu membuat rencana jangka menengah dan jangka panjang. Dapat diperkirakan bahwa masalah-masalah pemasaran bagi pengusaha kecil dan menengah akan makin meningkat. Secara keseluruhan, masalah-masalah pemasaran mengakibatkan bahwa perusahaan kecil dan mengengah sulit memainkan peranannya dalam pembangunan sebagai pelengkap sektor industri dan pemasok barang bagi konsumen. Karena itu, program-program promosi dalam masa yang akan datang harus lebih banyak memberikan perhatian pada soal pemasaran daripada dalam masa yang sudah-sudah (Clapham, 1991).
15
2.1.5
Definisi Komunikasi Pemasaran Prisgunanto (2006) mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai
hubungan sistematik antara pelaku bisnis dan pasar yang menjadi target, dimana si pelaku pasar (marketer) akan mengumpulkan beranekargaam ide-ide, desain, pesan-pesan, media, format, dan warna unruk mengkomunikasikan maksud dan menstimulasi persepsi khusus dari produk dan layanan, yang kemudian dihimpun dalam target pasar. Sependapat dengan hal tersebut, Machfoedz (2010) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran ialah semua elemen dalam pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen dan stakeholder sebuah perusahaan. Konsep pemasaran sering kali disamaartikan dengan konsep penjualan. Padahal, kedua konsep ini merupakan konsep yang berbeda. Dalam bukunya, Amir (2005) menyebutkan bahwa dalam konsep penjualan, hal yang menjadi tujuan utamanya adalah transaksi. Setelah transaksi terjadi, perusahaan sering kali tidak memperhatikan konsumen lagi. Sementara itu, konsep pemasaran lebih mengutamakan kepuasan pelanggan. Laba justru diharapkan diperoleh dari kepuasan konsumen yang nantinya membeli dalam jumlah banyak, terus-terusan dan mungkin dengan harga yang menguntungkan. 2.1.6
Proses Komunikasi Pemasaran Komunikasi pemasaran adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan
arus informasi tentang produk dari pemasar sampai kepada konsumen. Proses komunikasi pemasaran dapat divisualisasikan dalam model diagram alur yang disajikan pada Gambar 1.
16
Gambar 1. Proses Komunikasi Pemasaran Pengirim pesan
Encoding
Pesan Media
Decoding
Penerima pesan
Gangguan Umpan balik
Respon
Sumber: Amir ( 2005: 210)
Amir
(2005) menyebutkan bahwa setiap proses komunikasi pasti
memiliki pengirim pesan. Pengirim pesan melakukan encoding, yaitu proses penyandian atas apa yang ingin kita sampaikan. Dengan kata lain, encoding adalah proses penyampaian apa yang ada di pikiran kita kepada simbol-simbol. Setelah itu, pesan akan melalui berbagai saluran. Pemilihan saluran ini juga menentukan karena ada juga saluran yang tidak sinkron dengan pesan yang ingin disampaikan. Ketika konsumen dianggap menerima pesan yang disampaikan, ia akan memberikan responnya. Menurut Amir (2005), respon yang paling sering kita kenal adalah konsumen segera membeli produk kita.
Namun, sesungguhnya, tujuan
komunikasi tidak hanya itu. Tidak juga hanya sekedar menyampaikan pesan yang kita inginkan. Bukan sekedar how can we reach the costumer. Akan tetapi, konsumen juga harus memiliki saluran untuk memberikan pesan-pesan yang dimilikinya. Jadi harus juga memberikan kesempatan how can our costumer reach us. Faktor kunci dalam aliran komunikasi ini adalah syarat pesan yang baik, yaitu: pemasar harus tau apa yang diharapkan audiens, pemasar harus membangun saluran umpan balik, pemasar harus memahami pesan seperti yang bisa dipahami
17
audiens, dan pemasar harus mengirim pesan lewat media yang menjangkau audiens (Amir, 2005). 2.1.7
Bauran Promosi Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara kreatif yang
mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk atau jasa. Lupiyoadi dan Hamdani (2006, sebagaimana dikutip oleh Andrijansyah, 2009) mengungkapkan bahwa perangkat promosi mencakup aktivitas periklanan (advertising), penjualan perorangan (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), informasi dari mulut ke mulut (word of mouth), dan pemasaran langsung (direct marketing). 2.1.7.1 Periklanan (advertising) Periklanan merupakan segala bentuk kehadiran dan promosi dari ide, barang, atau jasa yang bersifat non personal oleh suatu pihak tertentu. Menurut Machfoedz (2010), periklanan dapat menjangkau khalayak yang berada dalam rentang geografis sangat luas dengan biaya murah untuk semua publisitas. Meskipun dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dengan cepat, periklanan merupakan sarana promosi tanpa awak (non personal) sehingga kurang persuatif dibandingkan dengan wiraniaga perusahaan. Periklanan merupakan sarana komunikasi satu arah dengan khalayak, dan tidak memerlukan perhatian atau respons secara langsung. Sepakat dengan hal tersebut, Prisgunanto (2006) menyebutkan bahwa perubahan sikap lewat sarana ini memerlukan waktu yang relatif lama. Pada dasarnya, tujuan periklanan adalah komunikasi yang efektif dalam rangka mengubah sikap dan perilaku konsumen. Terdapat beberapa pilihan media yang dapat digunakan untuk melakukan
18
periklanan, antara lain melalui: surat kabar, majalah, radio, televisi, papan reklame, dan surat langsung (Alma 2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah 2009). 2.1.7.2 Promosi Penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan merupakan berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong konsumen segera mencoba atau membeli sebuah produk atau jasa. Promosi penjualan meliputi berbagai sarana - kupon, kontes, premi, dan sebagainya - yang semuanya mempunyai ciri yang berbeda. Berbagai sarana promosi tersebut juga memberikan kontribusi motivasi pembelian yang memberikan nilai tambah kepada konsumen. Perusahaan menggunakan alat promosi penjualan untuk menciptakan respons yang lebih kuat dan lebih cepat (Machfoedz, 2010). Menurut Andrijansyah (2009), promosi penjualan dapat diberikan kepada beberapa sasaran yang dianggap potensial, diantaranya: 1. Konsumen, berupa penawaran cuma-cuma, sampel, demo produk, kupon, pengembalian tunai, hadiah, kontes, dan garansi. 2. Perantara, berupa barang cuma-cuma, diskon, advertising allowances, iklan kerja sama, distribution contests, penghargaan. 3. Tenaga penjualan, berupa bonus, penghargaan, contests, dan hadiah untuk tenaga penjualan terbaik. 2.1.7.3 Hubungan Masyarakat (Public Relations) Machfoedz (2010) mendefinisikan public relations (hubungan masyarakat) merupakan sarana promosi massal yang dilakukan dengan menjalin hubungan dengan berbagai konsumen perusahaan dan masyarakat umum, dengan tujuan untuk membangun citra perusahaan yang positif agar mendapat publisitas yang luas, dan mengatasi kabar angin, laporan, serta kejadian-kejadian yang tidak
19
sesuai dengan kenyataan. Pesan disampaikan kepada konsumen lebih sebagai “berita” daripada sebagai komunikasi yang mengarah pada penjualan. Beberapa program hubungan masyarakat, antara lain publikasi di berbagai media, acaraacara penting, hubungan dengan investor, pameran, dan mensponsori beberapa acara. 2.1.7.4 Penjualan Personal (Personal Selling) Personal Selling (kewiraniagaan) merupakan interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif dengan tujuan membuat presentasi, menjawab pertanyaan, dan mendapatkan pesanan. Menurut Machfoedz (2010), personal selling merupakan elemen termahal dalam bauran komunikasi. Meskipun demikian, personal selling merupakan wahana komunikasi paling efektif dalam proses pembelian. Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa sarana personal selling memilki efek langsung pada proses penjualan berdasarkan sales forces. Keandalan personal selling yang paling utama adalah mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan lewat penggunaan jalur-jalur distribusi barang dan produk yang ada. Machfoedz (2010) menyebutkan kewiraniagaan merupakan metode yang efektif bila besarnya pembelian relatif besar, bila ciri-ciri produk itu membutuhkan penjelasan dan demonstrasi, bila barang itu dibeli pada jarak waktu yang jarang, dan bila calon pembeli telah memiliki model lama dari produk yang hendak ia [beli]. Personal selling memiliki kekuatan dalam hal komunikasi berpasangan yang memungkinkan interaksi dua arah, yang meniscayakan umpan balik secara langsung. Namun, kekurangan bauran promosi ini terletak pada
20
biayanya yang besar. Meskipun menyedot biaya yang besar, jangkauan dan frekuensi melalui personal selling memang rendah. Alma (2005, seperti dikutip oleh Andrijansyah, 2009) menyebutkan bentuk-bentuk personal selling yang dikenal secara garis besar, diantaranya penjualan di toko atau pusat perbelanjaan, house to house selling, penjual yang ditugaskan oleh pedagang besar untuk menghubungi pedagang eceran, penjual yang ditugaskan oleh produsen untuk menghubungi pedagang besar atau pedagang eceran, pemimpin perusahan berkunjung kepada pelanggan yang penting, dan penjual yang terlatih secara teknis mengunjungi para konsumen industri untuk memberikan nasehat dan bantuan. 2.1.7.5 Pemasaran Langsung (Direct Marketing) Pemasaran langsung, yaitu penggunaan email, faksimile, internet langsung dengan atau fasilitas untuk merespons dari pelanggan atau prospek tertentu. Ciriciri dari cara komunikasi ini adalah non-publik, karena ia diarahkan kepada pihak tertentu (dengan nama dan alamat yang jelas). Pemasaran langsung bersifat segera dan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pelanggan. Jenis bauran ini juga bersifat interaktif. Pihak konsumen dapat segera merespon pesan yang disampaikan pemasaran (misalnya dengan mengisi formulir). Pemasaran langsung umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki basis data mengenai pelanggan. Semakin baik basis data ini, semakin mudah dan efektif pemasar menyampaikan pesannya (Amir, 2005). Menurut Andrijansyah (2009), terdapat enam area pemasaran langsung, yaitu: direct mail, mail order, direct response, direct selling, telemarketing, dan digital marketing.
21
2.1.7.6 Word of mouth Menurut Lovelock dan Wright (2005, seperti dikutip oleh Andijansyah, 2009), informasi atau cerita dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran, walaupun sulit bagi pemasar untuk mengontrol saluran ini. Cerita dari mulut ke mulut berbentuk komentar positif atau negatif tentang suatu jasa yang disebarkan seseorang kepada orang lain. Cara paling tepat untuk memikirkan cerita dari mulut ke mulut yang gratis ini adalah sebagai suatu bentuk pemberitaan yang ingin dikembangkan dan dibentuk pemasar, sehingga hal itu menjadi pelengkap yang efektif. 2.1.8
Manfaat Komunikasi Pemasaran Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa tujuan utama dari komunikasi
pemasaran adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta meningkatkan pelanggan sasaran perusahaan dan bauran pemasarannya. Sementara itu, Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa komunikasi pemasaran memiliki dua kegunaan, yaitu langsung dan tidak langsung, namun inti dari kegunaan tersebut sama, yaitu untuk mendekatkan pelanggan sehingga akan ada keputusan beli atau minimal sampai taraf ada hasrat dan keinginan untuk memberikan keputusan untuk membeli, meskipun masih dalam rencana jangka panjang. Kegunaan langsung dari komunikasi pemasaran adalah upaya untuk mengarahkan langsung kepada keputusan orang untuk membeli. Komunikasi pemasaran memiliki kegunaan agar hasil dari transfer pesan dan persuasi tersebut tercipta gambaran yang mengarah kepada hasrat atau keinginan untuk membina hubungan antara pelanggan dengan perusahaan atau dengan kata lain, perusahaan
22
berupaya menggali nilai-nilai apa saja yang membuat pelanggan memilih produk mereka dari sisi hubungan masyarakat (kehumasan). Hal penting lainnya adalah bahwa strategi komunikasi harus membangun cara yang paling sesuai untuk mengkomunikasikan tujuan pemasaran sebuah perusahaan dengan berbagai pasar sasaran dan khalayak stakeholder (Machfoedz, 2010). 2.1.9
Efek Komunikasi Pemasran Robert Lavidge dan Gary Steiner (seperti dikutip Machfoedz, 2010)
mengembangkan model hirarki efek untuk menerangkan tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mereka membeli suatu produk. Untuk mencapai tujuan tersebut, Lavidge dan Steiner membagi pembelian menurut setiap tahapan komponennya menjadi tujuh tahapan dalam proses pembelian: (1) belum atau tidak menyadari, (2) menyadari, (3) mengetahui atau mengenal, (4) menyukai, (5) preferensi, (6) merasa pasti, (7) melakukan pembelian. Tahapan-tahapan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga proses umum yang meliputi (1) menyadari dan mengetahui tentang produk, (2) mengembangkan sikap terhadap produk, dan (3) mengambil keputusan untuk membeli. Ketiga tahapan terakhir dijelaskan oleh Tjiptono (2008) sebagai tahapan respon khalayak berikut: 1. Tahap kognitif , yaitu membentuk kesadaran informasi tertentu. 2. Tahap afeksi, yaitu memberikan pengaruh untuk melaksanakan sesuatu. 3. Tahap konatif atau perilaku, yaitu membentuk pola khalayak menjadi perilaku selanjutnya. Yang diharapkan adalah pembelian ulang. Tujuan komunikasi dan respon khalayak berkaitan dengan tahap-tahap dalam proses pembelian yang terdiri atas:
23
1. Menyadari (awareness) produk yang ditawarkan. 2. Menyukai (interest) dan berusaha mengetahui lebih lanjut. 3. Mencoba (trial) untuk membandingkannya dengan harapannya. 4. Mengambil tindakan (act) membeli atau tidak membeli. 5. Tindak lanjut (follow up) membeli kembali atau pindah merek. Berdasarkan tujuan komunikasi, respon khalayak, dan tahap-tahap pembelian, maka keterkaitan antara ketiganya dapat divisualisasikan pada Gambar2. Gambar 2. Tujuan Komunikasi, Respon Khalayak, dan Proses Pembelian Tujuan Komunikasi
Respon Khalayak
Proses Pembelian
Informing
Efek Kognitif
Attention
Persuading
Efek Afektif
Interest, Trial, Act
Reminding
Efek Konatif
Follow Up
Sumber: Tjiptono (2008)
2.1.10 Daya Saing UMKM Daya
saing
dapat
didefinisikan
sebagai
kemampuan
untuk
mempertahankan pangsa pasar. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omset penjualan dan profitabillitas perusahaan (Rahmana, 2009). Strategi yang harus dijalankan perusahaan untuk mengingkatkan daya saingnya terdiri dari dua komponen. Komponen pertama adalah strategi untuk
24
memenuhi atau pengadaan lima prasyarat utama, yaitu pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Sementara komponen kedua adalah strategi untuk menggunakan secara optimal kelima prasyarat tersebut menjadi suatu produk yang kompetitif. Khusus untuk komponen kedua ini, perhatian harus ditujukan pada peningkatan kemampuan produksi dan kemampuan pemasaran. Upaya
peningkatan
kemampuan
produksi
termasuk
peningkatan
kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sedangkan upaya peningkatan pemasaran, termasuk promosi, distribusi, dan pelayanan pascajual. Kedua pendekatan ini sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang memperhatikan atau kurang mampu di dalam bidang ini. UMKM di Indonesia, paling tidak sebagian besar, bukan saja lemah dalam teknologi, tetapi juga lemah atau kurang memberikan perhatian dalam strategi pemasaran. Padahal, banyak kasus menunjukkan bahwa sebuah produk yang dilihat dari aspek teknologinya biasa-biasa saja, tetapi sangat laku hanya karena pemasarannya yang agresif. (Tambunan, 2009). Pengukuran daya saing UMKM, harus membedakan antara daya saing dari produk dan daya saing dari perusahaan. Tentu, daya saing dari produk terkait erat (atau dapat dikatakan mencerminkan) tingkat daya saing dari perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Sedangkan untuk mengukur daya saing suatu perusahaan, cukup banyak alat ukur yang dapat digunakan, yang pada umumnya data sekunder.
25
Inidkator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, pangsa PDB, pangsa pasar, nilai omset, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, pengeluaran R&D, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain. Laju pertumbuhan nilai atau volume output tidak hanya menunjukkan tingkat kemampuan produksi dari sebuah perusahaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang berarti produk tersebut mempunyai daya saing. Pangsa PDB atau pasar juga menunjukkan hubungan positif dengan tingkat daya saing UMKM. Semakin tinggi pangsa pasar PDB dari UMKM mencerminkan semakin tinggi daya saing dari UMKM. Pangsa pasar mencerminkan salah satu indikator dari daya saing produk. Untuk pasar dalam negeri, karena tidak ada data mengenai berapa banyak produk yang dibuat UKM dijual di pasar dalam negeri, maka distribusi output menurut skala usaha dan sektor dapat digunakan. Sebuah perusahaan yang nilai omsetnya terus meningkat setiap tahun, yang artinya ada permintaan pasar terhadap produknya, adalah perusahaan yang berdaya saing tinggi. Serupa halnya dengan keuntungan, perusahaan yang setiap tahun bisa mendapatkan keuntungan atau yang keuntungannya setiap tahun meningkat juga menunjukkan ciri perusahaan yang berdaya saing.
26
2.2
Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
-
Karakteristik UMKM Jenis bidang usaha
-
Tingkat pendidikan pelaku usaha
-
Skala usaha
Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran
Produksi
- Keragaman bauran komunikasi pemasaran - Biaya pelaksanaan
-
Tekonologi
-
Desain Produk
- Frekuensi pelaksanaan
Kualitas Daya Saing UMKM - Tingkat Produktivitas - Tingkat Profit - Luas Cakupan Pasar
Keterangan: berhubungan fokus penelitian
Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan korelasi antar variabel penelitian. Beberapa karakterisitik UMKM yang diduga memiliki hubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. Karakteristik UMKM ini dapat memberikan gambaran kondisi usaha. Potensi yang dimiliki UMKM mampu meningkatkan daya saing uaha jika didukung oleh dua faktor utama, yaitu pemasaran dan proses produksi.
27
Upaya peningkatan produksi termasuk peningkatan kemampuan teknologi dan kemampuan desain. Sementara keefektivan komunikasi pemasaran dapat dilihat dari jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan, biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Keefektivan kedua kegiatan operasional ini mempengaruhi kualitas daya saing UMKM. Kualitas daya saing UMKM dapat diukur dengan tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar UMKM. Dalam penelitian ini, fokus penelitian lebih diarahan pada pelaksanaan komunikasi pemasaran yang diduga memiliki hubungan positif dengan kualitas daya saing UMKM. 2.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka disusunlah hipotesis
penelitian untuk menjawab rumusan masalah penelitian mengenai hubungan karakteristik UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran dan hubungan pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing UMKM sebagai berikut: 1. Ada hubungan postif antara tingkat pendidikan pelaku usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran 2. Ada hubungan postif antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran 3. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktivitas UMKM 4. Ada hubungan postif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat profit UMKM 5. Ada hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar
28
2.4
Definisi Operasional
2.4.1 Karakteristik UMKM Karakteristik UMKM adalah beberapa ciri yang menggambarkan kondisi UMKM mitra binaan IPB yang diduga mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran. Beberapa variabel yang dapat diukur sebagai karakteristik UMKM, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, dan skala usaha. a. Jenis bidang usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas jenis bidang usaha. Variabel ini merupakan jenis data nominal yang dibedakan menjadi UMKM pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian. b. Tingkat pendidikan pelaku usaha adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani oleh pelaku usaha. Variabel ini akan diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut: 1. Tidak bersekolah, skor 1 2. Rendah (lulus SD atau SMP), skor 2 3. Tinggi (lulus SMA atau Perguruan Tinggi), skor 3 c. Skala usaha merupakan pengkategorian UMKM yang didasarkan atas aset (diluar tanah dan banguan) serta nilai penjualan tahunan yang dihitung dalam rupiah. Ketetapan skala usaha dapat dikategorikan berdasarkan ketentuan UU No.20 Tahun 2008 yang dapat dilihat pada Tabel 1.
29
Tabel 1. Tabel Perbedaan SkalaUMKM Berdasarkan Aset dan Nilai Penjualan Jenis Usaha
Aset (x)
Nilai Penjualan Tahunan (y)
Mikro
≤ 50 Juta
≤ 300 juta
Kecil
50 Juta < x ≤ 500 Juta
300 Juta < y ≤ 2,5 M
Menengah
500 Juta < x ≤ 10 M
2,5 M < y ≤ 50 M
Sumber: UU No.20 Tahun 2008
Skala usaha merupakan variabel ordinal yang akan dikategorikan dengan skor berikut: 1.
Mikro, skor 1
2.
Kecil, skor 2
3.
Menengah, skor 3
2.4.2 Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh UMKM mitra binaan IPB yang merupakan elemen-elemen dalam pemasaran yang memberi arti dan mengkomunikasikan nilai kepada konsumen dan stakeholder sebuah perusahaan meliputi keragaman jenis bauran komunikasi pemasaran, frekuensi pelaksanaan, dan biaya pelaksanaan komunikasi pemasaran. a. Keragaman bauran komunikasi pemasaran adalah variasi jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan UMKM mitra binaan IPB. Keragaman bauran komunikasi pemasaran diukur dengan skala ordinal berdasarkan rataan skor penggunaan jenis bauran komunikasi pemasaran
pada
masing-masing
dikategorikan sebagai berikut:
jenis
usaha
yang
kemudian
30
1. Tidak Melaksanakan, skor 0 2. Tidak beragam, skor 1 3. Cukup beragam, skor 2 4. Beragam, skor 3 b. Biaya pelaksanaan adalah biaya yang dikeluarkan UMKM untuk melaksanakan komunikasi pemasaran. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala ordinal yang akan dikategorikan berdasarkan rataan biaya pelaksanaan masing-masing bidang usaha, sebagai berikut: 1. Rendah, skor 1 2. Sedang, skor 2 3. Tinggi, skor 3 c. Frekuensi pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah tingkatan atau ukuran yang menyatakan derajat keseringan pelaksanaan komunikasi pemasaran yang dilaksanakan UMKM pangan mitra binaan IPB dalam periode waktu satu tahun. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala ordinal yang akan dikategorikan berdasarkan rataan frekuensi pada masing-masing bidang usaha sebagai berikut: 1. Tidak Melaksanakan, skor 0 2. Jarang, skor 2 3. Sering, skor 3 Pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, sebagai berikut: 1. Buruk, skor 0-3 2. Cukup baik, skor 4-6 3. Baik, skor 7-9
31
2.4.3 Kualitas Daya Saing UMKM Kualitas daya saing UMKM adalah tingkat atau derajat kemampuan UMKM untuk mempertahankan pangsa pasar. Kualitas daya saing dapat diukur dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar. a. Tingkat produktivitas adalah ukuran produksi yang dilakukan UMKM dalam menjalankan usahanya. Variabel ini akan diukur dengan membandingkan nilai omset yang dihasilkan UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode waktu satu tahun. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut: 1. Rendah, skor 1 2. Sedang, skor 2 3. Tinggi, skor 3 b. Tingkat profit adalah ukuran keuntungan suatu UMKM. Variabel ini akan diukur dengan membandingkan perolehan keuntungan yang dihasilkan UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama dalam periode waktu satu tahun. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang dikategorikan sebagai berikut: 1. Rendah, skor 1 2. Sedang, skor 2 3. Tinggi, skor 3 c. Luas cakupan pasar adalah keragaman konsumen yang mengkonsumsi produk UMKM. Ragam konsumen dinilai dari segi usia, status sosial, dan wilayah asal yang disesuaikan dengan segmentasi konsumen sasaran. Dalam pengukurannya, digunakan skala ordinal yang
32
diklasifikasikan berdasarkan rataan skor keragaman konsumen pada unit UMKM dengan jenis bidang usaha yang sama. Kategori luas cakupan pasar UMKM diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Sempit, skor 1 2. Luas, skor 2 3. Sangat luas, skor 3 Ketiga variabel di atas akan diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan berdasarkan rataan skor, sebagai berikut: 1. Buruk, skor 3-5 2. Cukup baik, skor 6-7 3. Baik, skor 8-9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Penelitian mengenai hubungan komunikasi pemasaran dengan kualitas
daya saing UMKM merupakan penelitian survai dengan tujuan explanatory. Metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data. Tipe penelitian explanatory merupakan penelitian yang sifat analisisnya menjelaskan hubungan antar variabel melalui uji hipotesis (Singarimbun & Effendi, 1989). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang didukung dengan data-data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka, yang diperoleh dari pengukuran. Data kuantitatif bersifat objektif dan bisa ditafsirkan sama oleh semua orang; biasanya diperoleh dari survai yang menggunakan kuisioner dan mencakup banyak responden; dan dimungkinkan dilakukan analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk membuat generalisasi dari suatu fakta. Sementara itu, data kualitatif merupakan data yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. 3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 34 unit UMKM mitra binaan IPB yang
berada di bawah naungan lembaga UPP-UKM dan CDA IPB. Penetapan lokasi penelitian di unit UMKM mitra binaan IPB ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya:
34
1. UPP-UKM dan CDA merupakan lembaga dalam lingkup IPB yang melaksanakan aksi-aksi pengembangan dan pemberdayaan UMKM melalui program kemitraan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan pengembangan jiwa wirausaha. 2. UMKM binaan IPB memiliki peluang dan potensi usaha yang baik dengan jiwa wirauasaha yang harus terus dikembangkan untuk mencapai perkembangan usaha yang optimal. 3. Belum ada penelitian mengenai pengaruh komunikasi pemasaran UMKM yang diduga berperan penting dalam peningkatan kualitas daya saing usaha. Pemilihan tempat penelitian ini diharapkan relevan dengan data yang ingin diperoleh dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan JuliOktober 2010 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data pada Bulan November-Desember 2010. 3.3
Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM mitra binaan IPB
yang berada dibawah naungan UPP-UKM LPPM dan CDA IPB yang secara keseluruhan berjumlah 249 unit UMKM. Keseluruhan UMKM tersebut terdiri dari beberapa jenis bidang usaha, diantaranya adalah UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan. Sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan metode pengambilan sampel secara sengaja (purposive sampling). Metode purposive dilakukan dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:
35
1. Populasi dalam penelitian ini memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi didasarkan pada jenis bidang usaha, yaitu bidang usaha pangan, jasa, kerajinan, dan pertanian dengan jumlah unit usaha yang bervariasi pada masing-masing kelompok bidang usaha, sehingga jumlah sampel yang diambil dari masing-masing kelompok bidang usaha
harus
dilakukan
secara
proporsional
agar
mewakili
heterogenitas populasi. 2. Lokasi UMKM yang menjadi populasi dalam penelitian ini tersebar luas di beberapa wilayah, mulai dari wilayah Kabuaten Bogor, hingga wilayah
Jakarta,
Bandung
dan
sekitarnya,
sehingga
tidak
memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian di luar wilayah Kabupaten Bogor, mengingat keterbatasan waktu dan tenaga. 3. Beberapa unit UMKM dari populasi sudah tidak aktif menjalankan usaha, sehingga tidak memungkinkan terpilih sebagai sampel dalam penelitian. 4. Beberapa unit UMKM tidak memiliki hubungan yang baik dengan lembaga pembina akibat beberapa hal, seperti tunggakan hutang. Hal ini menyebabkan lembaga pembina tidak mengijinkan peneliti mengunjungi UMKM tersebut. Metode pengambilan sampel secara sengaja dilakukan berdasarkan arahan lembaga pembina. Populasi yang terpilih sebagai sampel harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
36
1. UMKM yang terpilih sebagai sampel merupakan UMKM mitra binaan IPB yang masih aktif menjalankan usaha dan memiliki hubungan yang baik dengan lembaga pembina. 2. UMKM yang terpilih sebagai sampel berlokasi di wilayah Kabupaten Bogor yang terjangkau oleh peneliti. 3. UMKM yang terpilih sebagai sampel mencukupi jumlah yang proporsional berdasarkan jumlah anggota UMKM dalam tiap kelompok bidang usaha. Berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah dipaparkan, maka UMKM yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 34 unit yang terdiri dari 10 unit usaha bidang pangan, 10 unit usaha bidang jasa, tujuh unit usaha bidang pertanian, dan tujuh unit usaha bidang kerajinan. Ukuran sampel ini merupakan jumlah yang proporsional dari beragam jenis usaha pada populasi. Keseimbangan ukuran sampel ini dijabarkan pada Tabel 2. Tabel 2. Ukuran Sampel Penelitian Jumlah Populasi No
Jenis Usaha
Jumlah Sampel Persentase
(unit)
(unit)
1
Pangan
75
30,1%
10
2
Jasa
74
29,8%
10
3
Kerajinan
49
19,7%
7
4
Pertanian
51
20,4%
7
249
100%
34
Total
Jumlah unit analisis sebanyak 34 UMKM dengan ukuran yang proporsional dari jumlah populasi telah memenuhi persyaratan beberapa ahli yang
37
menyebutkan bahwa besarnya sampel minimal 10 persen dari total populasi. Selain itu, jumlah sampel di atas telah melebihi jumlah minimal responden yang ditetapkan dalam ilmu sosial sebanyak 30 responden, sehingga dianggap cukup representatif untuk mewakili populasi. 3.4
Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif sebagai fokus utama
dan data kualitatif sebagai data pendukung. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner yang diisi dengan mewawancarai responden secara tatap muka. Sementara data-data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara kepada responden dan pihak lembaga pembina UMKM. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner, serta pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti. Sementara data sekunder diperoleh melalui dokumentasi atau arsip lembaga pembina dan studi literatur yang relevan dengan tujuan penelitian seperti buku, jurnal, artikel, skripsi, dan berbagai karya ilmiah lainya. 3.5
Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dengan kuisioner diolah secara kuantitatif.
Langkah yang dilakukan setelah seluruh data terkumpul adalah melakukan pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang. Data yang dikumpulkan selanjutnya
38
diolah secara statistik deskriptif dengan mengunakan software SPSS for Windows versi 13.0 dan Microsoft Exel 2007. Terdapat beberapa variabel yang diukur dalam penelitian ini, diantaranya pelaksanaan komunikasi pemasaran, yang meliputi keragaman bauran promosi, biaya, dan frekuensi pelaksanaan. Variabel ini diukur dengan distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk diagram lingkaran. Sementara itu, dilakukan juga uji korelasi antara variabel karakteristik UMKM (meliputi jenis bidang usaha, tingkat pendidikan, dan skala usaha) dengan variabel pelaksanaan komunikasi pemasaran. Korelasi jenis bidang usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran diukur dengan distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk diagram lingkaran. Sementara itu, korelasi tingkat pendidikan dan skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran diukur dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman, yang digunakan untuk mengukur korelasi variabel berskala ordinal-ordinal. Pengukuran korelasi pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan kualitas daya saing usaha yang meliputi tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar juga dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman. Sementara itu, data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian kuantitatif.
BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM
4.1
Latar Belakang Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan salah satu perguruan tinggi di
Indonesia. Sebagai suatu lembaga pendidikan, IPB memiliki visi dan misi yang menjadi acuan kegiatan pendidikan yang dilakukan. Visi IPB adalah menjadi perguruan tinggi berbasis riset kelas dunia dengan kompetensi utama pertanian tropika dan biosanins serta berkarakter kewirausahaan. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka IPB memiliki beberapa misi, yaitu menyelenggarakan pendidikan tinggi bermutu tinggi dan pembinaan kemahasiswaan yang komprehensif dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan kecenderungan pada masa yang akan datang, membangun sistem manajemen perguruan tinggi yang berkarakter kewirausahaan, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, serta mendorong terbentuknya masyarakat madani berdasarkan kebenaran dan hak asasi manusia. Visi dan misi menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan, baik akademik maupun non akademik. Mulai dari penyusunan kurikulum, hingga pembinaan hubungan dengan masyarakat. Salah satu karakter generasi muda yang dilahirkan IPB adalah akademia yang berjiwa wirausaha. Wirausaha merupakan hal yang penting dan perlu dikembangkan, karena mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan hal ini. Mulai dari mengkombinasikan kompetensi wirausaha pada beberapa mata kuliah, giat melakukan seminar mengenai wirausaha, hingga mendirikan beberapa
40
lembaga pembinaan wirausaha yang diharapkan mampu membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha civitas akademia IPB. Pengembangan jiwa wirausaha tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa IPB, melainkan juga bagi seluruh civitas akademia, bahkan IPB juga melakukan beberapa upaya pembinaan dan pengembangan jiwa wirausaha kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian lembaga pendidikan yang sesuai dengan tugas dan fungsi
Tridharma
Perguruan
Tinggi.
Berbagai
upaya
dilakukan
untuk
membangkitkan dan mengembangkan jiwa wirausaha. Salah satunya diwujudkan dengan melakukan pembinaan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM merupakan salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Oleh karenanya, IPB terus melakukan berbagai upaya untuk dapat terus meningkatkan kemampuan para Usaha Kecil Menengah (UKM) mitra binaannya agar menjadi tangguh dan mandiri. Untuk itu, IPB mendirikan beberapa lembaga Pembina UMKM, diantaranya adalah UPP-UKM yang bernaung dibawah bimbingan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) dan Career Development and Alumni Affairs IPB (CDA IPB) melalui Program Mahasiswa Wirausaha (PMW). 4.1.1
Unit Pelayanan dan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPPUKM) Unit Pelayanan dan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM)
merupakan lembaga pembina UMKM yang beroperasi dibawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Lembaga ini berdiri dengan nama Lembaga Pendamping Usaha Kecil Menengah (LAPI UKM) LPPM IPB pada tahun 2006 dan disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala LPPM IPB Nomor: 021/K.13.11/PG/2006 tanggal 13 April 2006. Program
41
kemitraan yang dikelola LAPI UKM LPPM IPB terlaksana dengan baik. Tahun 2006-2008 sebanyak 67 (enam puluh tujuh) UKM binaan LPPM IPB telah berhasil memperoleh fasilitas kredit kemitraan PT BNI (Persero) Tbk. Program pembinaan seperti pelatihan-pelatihan singkat tentang berbagai hal terkait dengan usaha para UKM mitra binaan, monitoring evaluasi (monev) terhadap UKM binaan juga telah mulai dilaksanakan sejak 2007. Kegiatan lain yang mulai dilaksanakan awal 2008 adalah kegiatan pelayanan konsultasi bagi UKM binaan. Kegiatan ini dirasakan sangat bermanfaat bagi para UKM yang memerlukan masukan-masukan dalam hal pengembangan usaha maupun pemecahan masalah usaha yang dihadapi. Untuk kegiatan ini dibuat jadwal piket bagi anggota tim LAPI UKM LPPM IPB di kantor sekretariat LAPI UKM LPPM IPB Gedung Penunjang Grawida (G1) Kampus IPB Dramaga. Bulan Juli 2009 LAPI UKM LPPM IPB mulai mengkoordinir kegiatan pertemuan rutin UKM binaan LPPM IPB. Kegiatan ini telah membuahkan hasil yang baik yaitu dengan terbentuknya Paguyuban UKM Binaan IPB (PUKMBIPB). Beberapa program paguyuban diantaranya ceramah pengusaha sukses dan promosi produk UKM binaan telah dilaksanakan. Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan yang dikelola LAPI UKM LPPM IPB, maka fungsi dan tugas LAPI UKM LPPM IPB menjadi bertambah. Berdasarkan hal tersebut, maka tahun 2010 LAPI UKM LPPM IPB diubah namanya menjadi Unit Pelayanan dan Pendampingan Usaha Kecil Menengah (UPP-UKM). Tujuan pendirian UPP-UKM adalah untuk memberikan pelayanan dalam hal pembinaan dan pendampingan kepada para UKM binaan IPB baik yang berada dibawah koordinasi LPPM IPB maupun Unit lainnya di lingkungan IPB
42
seperti Direktorat Bisnis Kemitraan IPB, Paguyuban Pensiunan IPB dan lain-lain, agar menjadi UKM yang tangguh dan mandiri. 4.1.2
Career Development and Alumni Affairs (CDA) Carrer Development and Alumni Affairs (CDA) merupakan suatu lembaga
dibawah naungan IPB yang menjalankan fungsi utama membuka dan mengembangkan hubungan/jejaring IPB sebagai lembaga pendidikan tinggi kepada pasar tenaga kerja. Institut Pertanian Bogor dalam hal ini CDA IPB menempatkan pembinaan kewirausahaan sebagai salah satu program utamanya. Kewirausahaan dapat menjadi alternatif pemecahan ketenagakerjaan terdidik sekaligus membuka lapangan kerja. Salah satu upaya yang dilakukan CDA untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menyelenggarakan Program Mahasiswa Wirausaha. Program ini merupakan bentuk kerjasama CDA dengan Dirjen Dikti Depdiknas yang dilaksanakan sejak tahun 2009. Program ini bertujuan untuk menjaring potensi berwirausaha di kalangan mahasiswa IPB untuk dikembangkan menjadi wirausaha yang sukses dengan memberikan bantuan modal usaha dalam jumlah yang memadai, pendampingan usaha, dan pembinaan yang terarah dengan melibatkan para pengusaha mitra, alumni, dan pihak lainnya yang berkompeten dalam pengembangan kewirausahaan. Tujuan kegiatan pembinaan entrepreneur adalah (i) menumbuhkan minat mahasiswa dan alumni untuk berkarir sebagai seorang wirausaha, (ii) meningkatkan keterampilan praktis berwirausaha dan (iii) mencetak alumni yang siap berwirausaha.
43
4.2
Keanggotaan
4.2.1 UPP-UKM UKM binaan IPB yang telah bergabung dengan UPP-UKM LPPM IPB sampai awal januari 2010 telah mencapai jumlah 166 (seratus enam puluh enam) unit UMKM. Sejumlah UMKM ini terdiri dari UMKM dengan jenis bidang usaha yang bervariasi, diantaranya adalah UMKM bidang usaha jasa boga (kantin, rumah makan, warteg, catering, dan beberapa jenis lainnya), jasa (salon kecantikan & rias pengantin, perbengkelan, rental, sewaan/kontrakan, dan beberapa jenis lainnya), kerajinan (sepatu sandal, handycraft, kerajinan, dan beberapa jenis lainnya), dan pertanian (budidaya perikanan, peternakan, dan beberapa jenis lainnya). Keanggotaan UMKM jika dikelompokkan berdasarkan latar belakang pelaku usahanya, dapat dibedakan menjadi UMKM binaan LPPM IPB dari beberapa wilayah di Kota dan Kabupaten Bogor, UMKM binaan pusat-pusat LPPM IPB, UMKM paguyuban pensiunan IPB, UMKM para wirausaha muda (mahasiswa S1, S2 dan alumni IPB), UMKM binaan Bisnis Kemitraan IPB, serta UMKM binaan dari beberapa unit lainnya di lingkungan IPB. 4.2.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA UKM binaan IPB yang telah bergabung dengan Program Mahasiswa Wirausaha binaan CDA saat ini berjumlah 83 unit UMKM. Keseluruhan jumlah ini juga terdiri dari jenis bidang usaha yang beragam, diantaranya adalah bidang usaha pangan, kerajinan, jasa, dan pertanian. Setiap unit UMKM dapat berupa usaha perseorangan ataupun kelompok dengan jumlah maksimal lima orang.
44
Masing-masing unit UMKM binaan CDA memiliki minimal satu orang dosen pembimbing yang akan memantau perkembangan dan kemajuan usaha. UMKM yang terdaftar sebagai anggota binaan CDA memiliki hak atas pelayanan konsultasi usaha kepada pembimbing, mendapatkan modal pinjaman usaha, serta memiliki kesempatan untuk dipromosikan melalui pameran dagang dan berbagai upaya perluasan jaringan usaha. 4.3
Kegiatan Pembinaan UMKM
4.3.1
UPP-UKM Beberapa kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh UPP-UKM sebagai
lembaga pembinaan, diantaranya adalah: 1. Kegiatan pengelolaan penyaluran kredit kemitraan PT Bank Negara
Indonesia (BNI) Tbk. sesuai dengan ketentuan pada Perjanjian Kerjasama antara PT BNI Tbk. Sentra Kredit Kecil Juanda Bogor dengan LPPM IPB. Hasil yang telah dicapai yaitu sebanyak 64 UKM berhasil memperoleh Kredit Kemitraan BUMN (KKB) PT BNI Tbk. dengan besaran kredit mulai Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) sampai dengan Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), bunga berkisar antara enam persen sampai delapan persen, jangka waktu angsuran tiga tahun. Beberapa UKM binaan LPPM IPB diantaranya mendapatkan fasilitas KKB tanpa agunan. 2. Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap UKM binaan yang
telah menjadi mitra PT.BNI Tbk. Monev dilakukan untuk memantau penggunaan kredit serta kemajuan dan perkembangan usaha.
45
3. Melaksanakan pembinaan melalui kegiatan pelatihan-pelatihan singkat
bagi UKM binaan LPPM IPB. Beberapa jenis pelatihan yang pernah dilaksanakan, diantaranya adalah pelatihan pengelolaan keuangan dan pemasaran, pelatihan mengenai kebersihan pengolahan bahan baku makanan dan seni pengemasan dan penataan makanan, pelatihan pembukuan sederhana, pelatihan dan ceramah wirausaha muda muslim tentang pemasaran. 4. Kegiatan pelayanan terhadap UKM-UKM di wilayah sekitar kampus
dan wilayah Bogor lainnya yang berminat mendaftarkan diri menjadi anggota binaan LPPM IPB. 5. Kegiatan Pelayanan Konsultasi UKM binaan LPPM IPB. Tujuan
kegiatan ini adalah untuk membuka kesempatan kepada para UKM binaan
yang memerlukan konsultasi dalam rangka perbaikan,
pengembangan dan pemecahan masalah yang dihadapi selama menjalankan usaha. 6. Kegiatan pertemuan rutin UKM binaan IPB yang dilaksanakan setiap
satu bulan sekali di sekretariat UPP-UKM LPPM IPB, bertujuan untuk menambah erat tali silaturahmi antar para UKM binaan, memberi kesempatan para UKM binaan untuk dapat saling bertukar pikiran dan pengalaman mengenai pengelolaan usaha. 7. Kegiatan pameran yang dilaksanakan untuk memperkenalkan sekaligus
mempromosikan dan menjual produk-produk UKM binaan LPPM IPB kepada pengunjung.
46
8. Penawaran
dan perintisan kerjasama dengan berbagai BUMN
pemerintah maupun swasta dalam Program Kredit Kemitraan BUMN kepada Usaha Kecil Menengah. 4.3.2 Program Mahasiswa Wirausaha CDA Beberapa kegiatan pembinaan UMKM yang dilaksanakan CDA pada Program Mahasiswa Wirausaha diantaranya adalah: 1. Penyaluran pinjaman modal yang diberikan kepada seluruh UMKM binaan CDA. Dana pinjaman ini berasal dari Dirjen Dikti Depdiknas yang merupakan mitra kerja CDA dalam pembinaan Program Mahasiswa Wirausaha. Pinjaman modal ini diberikan secara perorangan yakni maksimal Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per orang. 2. Pelatihan
peningkatan
kapasitas
pelaku
usaha.
Pelatihan
ini
dilaksanakan melalui kegiatan stadium general yang diperuntukkan bagi seluruh anggota UMKM binaan CDA. Beberpa pelatihan yang dilaksakan untuk meningkatkan kapasitas pelaku usaha diantaranya adalah pelatihan pembukuan keuangan, manajemen pemasaran, manajemen pengelolaan resiko, pelatihan kepemimpinan, dan beberapa jenis pelatihan dasar kewirausahaan lainnya. 3. Monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan oleh pembina usaha secara berkala untuk menjamin keberlanjutan dan pengembangan usaha. Dalam kegiatan ini, pelaku usaha diwajibkan memberikan laporan keuangan dan kemajuan usaha. Laporan ini kemudian akan dianalisis oleh pembina Program Mahasiswa Wirausaha untuk menguji kelayakan usaha.
47
4. Mengadakan pameran untuk mempromosikan hasil usaha. Dalam dua tahun periode kepengurusan Program Mahasiswa Wirausaha, CDA sempat beberapa kali mengadakan pameran dan memfasilitasi UMKM yang
tergabung
dalam
keanggotaannya
untuk
berpartisipasi.
Penyelenggaraan pameran ini merupakan salah satu upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan untuk memperkenalkan dan memasarkan hasil usaha. 5. Memperluas jejaring UMKM binaan CDA dengan memfaslitasi pertemuan beberapa UMKM dengan mitra usaha yang potensial dalam pembinaan hubungan kerjasama.
BAB V GAMBARAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MITRA BINAAN IPB
5.1
Latar Belakang Pendirian Usaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu wujud
usaha yang tumbuh menjamur dan mendominasi sektor perindustrian Indonesia. Eksistensi usaha ini dalam perekonomian negara dapat diperoleh dari usaha secara mandiri, maupun melalui berebagai program kemitraan. IPB menjalankan program kemitraan ini sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat. Saat ini terdaftar 249 unit UMKM mitra binaan IPB. Jumlah ini terdiri dari 166 unit UMKM mitra binaan UPP-UKM dan 83 unit UMKM mitra binaan CDA melalui Program Mahasiswa Wirausaha. Keseluruhan unit usaha ini dapat dikelompokkan pada lima jenis bidang usaha, diantaranya adalah 75 unit UMKM bidang usaha pangan, 74 unit UMKM bidang usaha jasa, 51 unit UMKM bidang usaha pertanian, dan 49 unit UMKM bidang usaha kerajianan. Pendirian UMKM, termasuk pemilihan jenis bidang usaha didasarkan atas berbagai latar belakang. Namun, berdasarkan jawaban keseluruhan responden, latar belakang pendirian usaha ini dapat dikategorikan menjadi tiga alasan utama, yaitu latar belakang ekonomi, peluang dan prospek usaha yang baik, serta alasan keturunan atau usaha warisan. Proporsi latar belakang pendirian usaha ini dapat dilihat pada persentase yang digambarkan pada Gambar 4.
49
Gambar 4. Latar Belakang Pendirian UMKM 5%
27% Keterangan: ekonomi peluang dan prospek usaha
68%
warisan
Sebagian besar responden menjadikan alasan peluang dan prospek usaha sebagai alasan utama dalam pendirian UMKM. Beberapa diantaranya juga menyebutkan alasan ekonomi. Artinya, usaha ini dijalankan sebagai strategi untuk bertahan hidup. Hal ini banyak dijumpai pada UMKM masyarakat. Usaha yang dijalankan merupakan sumber nafkah bagi diri dan keluarganya. Kebanyakan dari mereka menyebutkan bahwa keputusan untuk berwirausaha diambil karena ketidakmampuan mereka untuk bekerja di sektor formal. Sebagian kecil lainnya
menyebutkan warisan sebagai alasan dalam menjalankan usaha. Sementara itu, fokus bidang usaha yang dijalani ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Dalam hal ini, sebagai besar responden menyebutkan alasan peluang dan prospek usaha, keterampilan dan hobi pada bidang usaha tertentu.
5.2
Karakteristik Pelaku Usaha Sebagian besar pengusaha UMKM menyebutkan alasan peluang dan
prospek usaha sebagai latar belakang pendirian usaha. Hal ini relevan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar pendiri pendiri UMKM mitra binaan IPB berpendidikan tinggi, meskipun beberapa diantaranya tergolong berpendidikan sedang dan rendah. UMKM mitra binaan IPB membuktikan
50
eksistensinya melalui penyerapan tenaga kerja. Rata-rata penyerapan tenaga kerja yang diambil dari jumlah jumlah total tenaga kerja yang terserap oleh seluruh UMKM responden mencapai sembilan sembilan orang tenaga kerja untuk satu unit UMKM. Jika dilihat dari hubungan tenaga kerja dengan pemilik pemilik usaha, diketahui bahwa 66,67 persen tenaga kerja berasal dari orang lain yang belum dikenal, 21,22 persen tenaga kerja berasal dari kerabat pemilik usaha, sementara 12,13 persen lainnya berasal dari keluarga. Hasil perhitungan ini ini divisualisasikan pada Gambar 5. Gambar 5. Hubungan Tenaga Kerja dengan Pemilik UMKM
12.13%
Keterangan: orang lain
21.22%
kerabat
66.67 %
keluarga
Tenaga kerja yang terserap pada bidang usaha ini umumnya memiliki tingkat pendidikan formal rendah. Sebanyak 63.63 persen tenaga kerja dapat dikategorikan memiliki tingkat pendidikan rendah dan hanya 36.36 persen tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan formal tinggi. Ini berarti usaha yang dijalankan tidak membutuhkan membutuhkan keahlian khusus yang hanya mungkin didapatkan dari pendidikan formal.
51
5.3
Hambatan Pengembangan Usaha UMKM merupakan jenis usaha yang dijalankan dengan kesederhanaan,
jauh dari kompleksitas layaknya usaha besar. Meskipun demikian, UMKM
sebagai unit usaha tidak luput dari kendala yang menghambat pengembangan usahanya. Berbagai kendala yang dihadapi UMKM dapat dikelompokkan pada beberapa kendala besar yang divisualisasikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hambatan dalam Pengembangan Usaha Keterangan: pemasaran
10% 10%
23.34%
modal
56.67%
teknologi sumber daya manusia
Berdasarkan Gambar 6, 6, diketahui bahwa kendala terbesar yang dirasakan dalam pengembangan usaha adalah masalah pemasaran. Beberapa responden mengalami keterbatasan pengetahuan dan informasi dalam hal pemasaran. Lokasi produksi yang jauh dari target pasar juga seringkali memperparah kondisi ini. Masalah lain yang hampir dirasakan dirasakan oleh setiap UMKM adalah keterbatasan modal dan pendanaan. Terbatasnya modal dan pendanaan mengakibatkan keterbatasan anggaran pemasaran. Ketersediaan dana yang kurang memadai seringkali diprioritaskan untuk keperluan produksi. Masalah lain yang cukup cukup menghambat pengembangan usaha dirasakan UMKM dalam bidang teknologi dan sumber daya manusia. Meskipun jenis usaha yang dikembangkan umumnya adalah usaha sederhana, namun dalam upaya pengembangan usaha dan peningkatan daya saing, UMKM membutuhkan
52
teknologi yang memadai. Untuk mendukung tujuan ini, kapasitas tenaga kerja juga perlu ditingkatkan. Meskipun tidak membutuhkan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal secara langsung, namun kegiatan operasional UMKM tetap memerlukan keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh tenaga kerja.
BAB VI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
6.1
Bauran Komunikasi Pemasaran UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu jenis
badan usaha yang berorientasi pada pencapaian profit. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka UMKM melakukan komunikasi pemasaran. Upaya pelaksanaan komunikasi pemasaran ini dilakukan UMKM untuk membina hubungan dengan
pasar yang menjadi target. UMKM sebagai pihak pemasar mengumpulkan beraneka ragam ide, desain, pesan, media, format, dan warna sebagai saluran yang digunakan untuk mengkomunikasikan produk dan citra usahanya kepada khalayak
sasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, komunikasi pemasaran UMKM belum dilaksanakan secara optimal. Data ini divisualisasikan
pada Gambar 7.
Gambar 7. Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM 17.64%
Keterangan:
41.17% Optimal Belum Optimal 41.17%
Tidak melaksanakan
54
Gambar 7 menunjukkan sebanyak 41,17 persen dari total responden telah melaksanakan komunikasi pemasaran dengan baik, baik dari keragaman bauran komunikasi pemasaran, frekuensi pelaksanaan, maupun biaya biaya yang dikeluarkan.
Namun 41,17 persen belum melaksanakannya secara optimal. Sementara itu, 17,64 persen lainnya tidak melaksanakan komunikasi pemasaran. Terdapat beberapa jenis bauran bauran komunikasi pemasaran yang umum digunakan UMKM, diantaranya adalah periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal, dan pemasaran langsung. Beragam jenis bauran promosi memiliki kelebihan dan kekurangan yang membedakan karakteristik antara satu dengan yang lainnya. Penggunaannya disesuaikan dengan tujuan dan sasaran pelaksanaan. Berikut adalah proporsi penggunaan bauran komunikasi pemasaran pada UMKM binaan IPB yang divisualisasikan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran 11.42% 32.85% 30% 4.28%
21.42%
Keterangan: periklanan promosi penjualan public relation penjualan personal pemasaran langsung
Dari Gambar 8 diketahui bahwa bauran komunikasi pemasaran yang paling banyak digunakan oleh UMKM binaan IPB adalah jenis periklanan dan penjualan personal, yakni persentase masing-masing mencapai angka 32.85 persen dan 30 persen dari total jumlah UMKM pelaksana. Sementara itu, jenis bauran yang belum banyak dilakukan adalah public relation. Selain bauran
55
komunikasi pemasaran yang umum digunakan, hampir seluruh UMKM mengandalkan komunikasi word of mouth dalam upaya pemasarannya.
6.1.1 Periklanan (advertising) Periklanan merupakan segala bentuk kehadiran dan promosi dari ide, barang, atau jasa yang bersifat non personal oleh suatu pihak tertentu. Beberapa UMKM menggunakan komunikasi pemasaran jenis ini dalam bentuk cetak maupun elektronik. Media cetak yang digunakan dalam periklanan UMKM binaan IPB, diantaranya adalah leaflet, pamflet, brosur, spanduk, banner, catalog, baliho, iklan di surat kabar, dan tabloid. Sementara itu, jenis periklanan yang menggunakan media elektronik, diantaranya adalah penggunaan media internet,
seperti facebook, twitter, blog, website, website, dan beberapa media pemasaran online lainnya. Penggunaan periklanan mendominasi jenis bauran komunikasi pemasaran yang digunakan UMKM binaan binaan IPB, yakni mencapai angka 32,85 persen dari total jumlah UMKM yang melaksanakan. Bauran komunikasi periklanan dapat dikatakan efektif untuk seluruh jenis bidang usaha. Hal ini divisualisasikan pada
Gambar 9 yang menunjukkan menunjukkan porsi penggunaan periklanan berdasarkan jenis bidang usaha.
Gambar 9 Presentase Penggunaan Bauran Periklanan 17.39% 34.78% 17.39%
30.43%
Keterangan: pangan jasa pertanian kerajinan
56
Komunikasi pemasaran melalui bauran periklanan dapat dikatakan efektif karena mampu menjangkau khalayak dalam jangkauan geografis yang luas. Dengan daya jangkau yang luas, periklanan yang dilakukan secara non personal (masal) dapat dikategorikan jenis promosi yang relatif murah. Penggunaan media periklanan seperti leaflet juga seringkali digunakan sebagai media komunikasi pendamping bauran komunikasi pemasaran lainnya. Misalnya pembagian leaflet pada saat pameran. Namun, jika ditilik pada sisi lain, komunikasi non personal ini justru menjadi kekurangan dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran karena sifatnya yang searah. Pelaksanaan periklanan secara masal juga kurang mempertimbangkan keragaman khalayak penerima pesan, sehingga hanya dapat dikatakan sangat efektif untuk beberapa segmentasi khalayak. 6.1.2 Promosi Penjualan Promosi penjualan adalah berbagai insentif jangka pendek yang mendorong konsumen untuk segera mencoba atau membeli sebuah produk atau jasa. Beberapa jenis promosi penjualan yang pernah dilakukan UMKM mitra binaan IPB untuk menarik minat konsumen adalah pemberian sampel produk, kupon atau voucer, dan hadiah. Sampel produk biasanya diberikan pihak pemasar kepada konsumen agar konsumen mencicipi produk yang dipasarkan untuk diarahkan pada pembelian. Kegiatan promosi ini pernah dilakukan oleh UMKM Fruity Fir. Pemberian sampel gratis ini diterapkan pada awal periode pendirian UMKM. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Kusumastuti (2009) bahwa biasanya perusahaan yang meluncurkan produk baru yang sering menggunakan teknik pemberian sampel gratis. Produk rokok, permen, sampo, deterjen merupakan produk yang sering menggunakan teknik pemberian contoh gratis.
57
UMKM Fruity Fir merupakan jenis UMKM pangan dengan produk yang dapat dikatakan baru dan memiliki keunikan penambahan kefir pada jus buah, sehingga perlu dilakukan upaya pengenalan produk kepada konsumen. Namun, Kusumastuti (2009) juga menyebutkan bahwa sampel gratis bukan hanya untuk produk yang baru diluncurkan, tetapi juga untuk produk-produk yang sudah lama ada. Tujuannya adalah untuk mengingatkan kepada konsumen secara terusmenerus. Fungsi sampel gratis untuk produk yang lama adalah hampir sama dengan iklan, yaitu untuk mengingatkan konsumen. Kupon atau voucer merupakan bentuk insentif yang diberikan kepada konsumen untuk memperoleh potongan harga pada saat melakukan pembelian produk. Pemberian voucer ini pernah dilakukan oleh Kantin Dilla. Dengan mendapatkan voucer ini, kosumen dapat mendapatkan potongan harga saat membeli produk. Sementara itu, jenis insentif lainnya adalah hadiah. Pemberian hadiah menjadi salah satu strategi Bimbel Katalis. Hadiah diberikan kepada calon konsumen yang berhasil menjawab pertanyaan kuis pada twitter yang berkaitan dengan pengetahuan mengenai mata kuliah yang menjadi subjek pelajaran di bimbel ini. Beberapa jenis hadiah menarik ditawarkan kepada calon konsumen, agar memiliki ketertarikan terhadap produk yang dipasarkan. Persentase
penggunaan
bauran
promosi
penjualan
pengelompokan jenis bidang usaha dapat diamati pada Gambar 10.
didasarkan
58
Gambar 10. Presentase Penggunaan Bauran Promosi Penjualan 20% 33.34% 13.34%
33.34%
Keterangan: pangan jasa pertanian kerajinan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis bauran promosi penjualan lebih cocok dan lebih banyak diterapkan pada bidang bidang usaha pangan dan jasa. Kedua bidang usaha ini merupakan jenis bidang usaha yang potensial untuk diperkenalkan dengan cara pemberian sampel dan insentif pada konsumen
sasaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusumastuti (2009) yang menyebutkan bahwa produsen yang menghasilkan consumer goods yang tidak tahan lama sebaiknya menggunakan periklanan dan promosi penjualan. Berbagai sarana promosi tersebut juga memberikan kontribusi dalam motivasi pembelian yang memberikan nilai tambah kepada konsumen. Perusahaan menggunakan alat promosi penjualan ini untuk menciptakan respons yang lebih
kuat dan lebih cepat. Selain promosi penjualan kepada konsumen, UMKM juga dapat memberikan insentif kepada kepada perantara dan tenaga penjualan. Tidak berbeda dengan tujuan promosi penjualan kepada konsumen, promosi penjualan ini bertujuan memotivasi penjualan. Beberapa UMKM memberikan diskon atau potongan harga kepada penjual perantara. Potongan harga ini diharapkan diharapkan menjadi motivasi yang lebih baik bagi perantara dalam melakukan penjualan produk. Sementara itu, insentif juga perlu
59
diberikan kepada tenaga penjual. Misalnya pemberian bonus kepada tenaga penjual pada saat pameran. Pemberian bonus ini dapat memicu kinerja tenaga penjual dalam melakukan komunikasi pemasaran kepada calon konsumen.
6.1.3
Hubungan Masyarakat (public relation) Hubungan masyarakat (public relation) merupakan sarana promosi massal
yang dilakukan dengan menjalin hubungan dengan berbagai konsumen perusahaan dan masyarakat umum, dengan tujuan untuk membangun citra perusahaan yang positif agar mendapat publisitas yang luas, dan mengatasi kabar angin, laporan, serta kejadian-kejadian yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Berdasarkan pada ciri ini, pelaksanaan public relation belum banyak dilakukan UMKM sebagai upaya komunikasi pemasaran. Porsi penggunaan public relation sebagai upaya komunikasi pemasaran UMKM binaan IPB dapat diamati pada
Gambar 11.
Gambar 11. Presentase Penggunaan Bauran Hubungan Masyarakat
33%
34%
33%
Keterangan: pangan jasa kerajinan
Gambar 11 menunjukkan hanya UMKM bidang usaha pangan, jasa, dan kerajinan yang pernah menerapkan bentuk komunikasi pemasaran hubungan
masyarakat. Bentuk promosi hubungan masyarakat yang paling umum digunakan adalah sponsorship. Sponsorship adalah suatu bentuk dari promosi merek dengan
60
cara memberikan bantuan keuangan dari sebuah organisasi, perorangan, atau kegiatan yang menghubungkan suatu merek dengan kegiatan olahraga, hiburan, budaya, sosial, atau jenis public activity yang menimpulkan ketertarikan yang tinggi dengan memberikan timbal balik untuk mengiklankan perusahaan. Bentuk promosi ini pernah dilakukan oleh beberapa UMKM, diantaranya Kantin Dilla, Green.Co, dan Orenz. Dalam pelaksanaannya, UMKM ini memberikan sejumlah dana atau dapat juga berupa voucer kepada penyelenggara suatu kegiatan. Tujuannya untuk mendukung keberlangsungan kegiatan yang disponsori. Hal ini dilakukan untuk membentuk citra usaha yang baik di mata konsumen, memperkenalkan berbagai produk dan membina hubungan baik dengan calon konsumen. 6.1.4 Penjualan Personal (personal selling) Penjualan personal merupakan interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif dengan tujuan membuat presentasi, menjawab pertanyaan, dan mendapatkan pesanan. Menurut Machfoedz (2010), personal selling merupakan elemen termahal dalam bauran komunikasi. Meskipun demikian, personal selling merupakan wahana komunikasi paling efektif dalam proses pembelian. Bentuk promosi penjualan personal yang paling umum dilakukan UMKM adalah pameran dan pertemuan penjualan. Pameran adalah suatu kegiatan promosi yang dilakukan oleh suatu produsen,
kelompok,
organisasi,
perkumpulan
tertentu
dalam
bentuk
menampilkan produk kepada calon relasi atau pembeli. Prisgunanto (2006) mengungkapkan bahwa sarana personal selling memilki efek langsung pada proses penjualan berdasarkan sales forces. Memang keandalan personal selling
61
yang paling utama adalah mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan lewat penggunaan jalur-jalur distribusi barang dan produk yang ada. Pameran memainkan peranan sebagai jalur distribusi barang dan produk yang mampu mendekatkan pelanggan dengan penjualan. Oleh karena itu, meskipun beberapa responden telah menuturkan bahwa bauran komunikasi pameran merupakan jenis bauran komunikasi pemasaran termahal dibandingkan dengan jenis bauran komunikasi pemasaran lainnya, sebagian besar UMKM tetap memilihnya sebagai salah satu upaya komunikasi pemasaran. Pertemuan penjualan adalah salah satu bentuk promosi, dimana terjadi pertemuan tatap muka antara produsen dengan pelanggan untuk membina hubungan baik. Pelanggan adalah orang atau instansi atau lembaga yang membeli barang dan jasa kita secara rutin atau berulang-ulang, karena barang dan jasa kita memiliki manfaat. Pertemuan penjualan ini diterapkan oleh beberapa UMKM mitra binaan IPB, terutama pada bidang usaha jasa dan pertanian. Pertemuan penjualan dilakukan dalam bentuk pertemuan antara pelaku usaha dengan pelanggan. Pada pertemuan ini, biasanya pelaku usaha dan pelanggan hanya mematangkan berbagai hal yang sudah diinformasikan sebelumnya. UMKM Ikhtiar Farm, merupakan salah satu UMKM jenis pertanian yang melakukan budidaya ayam. Ikhtiar Farm secara rutin melakukan pertemuan dengan pelanggannya. Pertemuan rutin ini dilakukan sesaat sebelum panen ayam. Dalam pertemuan ini, pelaku usaha dan pelanggan melakukan kesepakatan dan pemantapan kualitas, kuantitas dan harga produk. Bagi usaha pertanian, pertemuan ini penting, karena harga hasil pertanian yang bersifat fluktuatif. Pelaksanaan pertemuan penjualan ini juga relevan untuk jenis-jenis usaha lain
62
yang menggunakan jasa penjual kembali (reseller). Selain mencapai kesepakatan, pertemuan ini dapat menjadi upaya untuk menjaga hubungan hubungan baik dengan
pelanggan. Walaupun biaya lebih tinggi dibandingkan dengan alat promosi lainnya, banyak perusahaan menggunakan penjualan tatap muka sebagai alat promosi
utama. Porsi pelaksanaan penjualan personal berdasarkan jenis bidang usaha dapat diamati pada Gambar 12.
Gambar 12. Presentase Penggunaan Bauran Penjualan Personal
23.80% 38.09%
Keterangan:
pangan jasa
19.04%
19.04%
pertanian
kerajinan
Penggunaan tatap muka sebagai alat promosi utama diterapkan pada
hampir seluruh bidang usaha. Penggunaan bauran tatap muka mendominasi upaya komunikasi pemasaran yang dilaksanakan UMKM mitra binaan IPB, selain penggunaan bauran periklanan. Bagi jenis usaha pangan dan kerajinan, upaya komunikasi tatap muka dilaksanakan melalui pameran. Sementara, bagi dua jenis bidang usaha lainnya, yaitu jasa dan pertanian, komunikasi tatap muka dilaksanakan dengan metode pertemuan penjualan.
63
6.1.5
Pemasaran Langsung
Pemasaran langsung merupakan hubungan langsung dengan konsumen individu yang menjadi target secara hati-hati untuk mendapatkan respon segera dan membangun hubungan pelanggan yang langgeng. Kusumastuti (2009) juga menyebutkan bahwa alat promosi ini hanya dapat menjangkau konsumen yang spesifik. Namun, pesan yang disampaikan melalui direct marketing dapat disesuaikan dengan karakter dan respon konsumen yang dituju serta dapat diperbaharui secara cepat pula. Pemasaran langsung yang paling umum diterapkan UMKM sebagai upaya komunikasi pemasaran dilakukan dalam bentuk kunjungan langsung kepada konsumen sasaran. Porsi penggunaan pemasaran langsung sebagai upaya komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB dapat diamati pada Gambar 13.
Gambar 13. Presentase Penggunaan Bauran Pemasaran Langsung 12.5% 37.5%
Keterangan:
50%
pangan jasa pertanian
Jenis komunikasi pemasaran langsung lebih banyak digunakan oleh UMKM bidang usaha jasa dan pertanian. pertanian. Pada kedua bidang usaha ini, jenis bauran ini dirasa lebih efektif untuk membidik konsumen sasaran dan mencapai target penjualan. Misalnya pada UMKM budidaya puyuh. Untuk mencapai konsumen sasaran, UMKM ini melakukan metode jemput bola. Artinya, pelaku usaha mendata beberapa konsumen sasaran yang potensial. Kemudian pihak
64
UMKM melakukan kunjungan langsung kepada konsumen sasaran yang telah ditetapkan, memberikan penjelasan produk dan melakukan follow up. Harapan pelaksanaan pemasaran langsung ini adalah membentuk kesepakatan jual beli. 6.1.6
Word of mouth Chalpham (1991) menyebutkan bahwa tingkat keterbukaan di pasar
konsumen rendah karena perusahaan tidak memiliki peluang yang cukup pada masyarakat umum dan sejauh ini hanya beberapa pameran dagang khusus, pameran tetap atau kampanye penjualan saja yang pernah diadakan. Konsumen dalam negeri, terutama di daerah kota, sering kurang mengetahui produk-produk yang dihasilkan perusahaan kecil dan menengah dalam negeri atau sangat tidak percaya dan penuh prasangka terhadap produk-produk ini bila diukur menurut standar mutu internasional. Penuturan Chalpham (1991) mengenai keterbatasan UMKM dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran ini masih menjadi kendala yang dihadapi UMKM mitra binaan IPB. Sebagian UMKM dari total responden telah melakukan komunikasi pemasaran dengan baik, beberapa telah melaksanakan meskipun tergolong belum optimal, sementara sebagian lainnya memilih untuk tidak melaksanakan komunikasi pemasaran. Sebagai unit usaha yang tergolong kecil dan terhambat oleh berbagai keterbatasan, UMKM mengandalakan komunikasi pemasaran word of mouth (WOM). WOM tidak hanya diandalkan oleh UMKM yang tidak melakukan upaya komunikasi pemasaran, melainkan juga diandalkan oleh UMKM yang telah menggunakan beberapa bauran komunikasi pemasaran untuk memperkenalkan dan memasarkan produknya.
65
Word of mouth merupakan jenis komunikasi pemasaran yang ampuh, efektif, dan berbiaya paling murah. Word of mouth marketing adalah iklan yang dilakukan oleh konsumen ke konsumen lain tanpa campur tangan siapapun. Konsumen yang merasa puas terhadap suatu produk cenderung akan mempromosikan produk tersebut kepada konsumen lain. Kotler (2005) juga menyebutkan bahwa pelanggan yang puas akan tetap setia dalam waktu yang lebih lama, serta akan membicarakan hal yang baik tentang perusahaan. Dalam hal ini, tentu UMKM sebagai pelaku usaha tidak lagi memiliki kontrol secara langsung. Keandalan WOM sebagai upaya komunikasi pemasaran tidak terbantahkan lagi. Meskipun jenis komunikasi ini dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minim, bahkan tanpa biaya, WOM memiliki peranan yang baik dalam memasarkan produk. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan terhadap UMKM mitra binaan IPB. Beberapa usaha yang tidak melakukan komunikasi pemasaran masih terus berdiri dan melanjutkan usahanya. UMKM Catering Evrina merupakan jenis usaha yang bergerak pada bidang usaha pangan dan telah menjalankan usaha selama lima tahun. Selama menjalankan usahanya, pelaku UMKM tidak pernah sekalipun menggunakan bauran komunikasi pemasaran sebagai upaya pemasaran produk dan usahanya. Selama ini, pelaku usaha hanya mengandalkan WOM dalam memperoleh pelanggan. Ibu Lina, pelaku usaha mengakui ketergantungannya pada komunikasi pemasaran WOM sebagai berikut: “Saya mah nggak pernah bikin-bikin iklan,
66
Neng. Selama ini cuma mengandalkan iklan dari mulut ke mulut saja. Pelanggan
baru saya tahu catering saya dari pelanggan lama”. 2 Hal ini sejalan dengan pendapat Chandra (2008, seperti dikutip oleh Amelia, 2009), bahwa WOM merupakan komunikasi pemasaran yang efektif dalam membangun merek yang kokoh karena dilandasi konsumen yang sangat puas. Konsumen ini bukan saja konsumen yang loyal, tetapi juga berperan sebagai konsumen yang bersedia menjadi agen pemasar gratis.
6.2
Biaya Pelaksanaan Biaya promosi sering menjadi unsur yang berpengaruh nyata terhadap
keberhasilan perusahaan dalam mengembangkan pangsa pasarnya. Namun, kebanyakan UMKM belum mengalokasikan anggaran biaya yang memadai untuk operasional promosi. Syarif (2009) menyatakan adanya indikasi bahwa promosi pemasaran bukan kurang diminati oleh kalangan UMKM, melainkan umumnya karena mereka tidak mampu membayar biaya kegiatan tersebut. Kondisi ini berlaku bagi UMKM mitra binaan IPB. Hal ini divisualisasikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Anggaran Biaya Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran 20,58%
26,47%
Keterangan: tinggi
11,76% 41,17%
sedang rendah tidak mengeluarkan biaya
2
Hasil wawancara dengan Hj. Lina, pemilik UMKM Catering Evrina pada tanggal 16 Oktober 2010.
67
Sebagian besar responden menyatakan kesulitan dalam hal modal dan pendanaan. Menurut penuturan beberapa responden, keuangan yang minim ini hanya cukup untuk biaya produksi. Beberapa diantara mereka bahkan tidak memiliki anggaran untuk melaksanakan kegiatan pemasaran. Relatif mahalnya biaya promosi, menyebabkan sebagian besar UMKM terutama pengusaha mikro dan kecil, tidak mampu untuk ikut dalam kegiatan tersebut. Umumnya, bagi UMKM yang memiliki target pasar yang lebih luas membutuhkan biaya komunikasi pemasaran yang lebih besar. Hal ini lebih dirasakan oleh UMKM dengan bidang usaha kerajinan, misalnya UMKM Fit Pot. Usaha ini bergerak dalam pembuatan dan penjualan rangkaian pot tanaman hias yang unik dengan inovasi teknologi, misalnya kemampuan sistem pot yang dapat menyiram tanaman secara otomatis pada waktu-waktu tertentu. Biaya produksi produk ini tergolong tinggi, sehingga harga jualnya menjadi tinggi pula. Pemakaian teknologinya juga menghabiskan biaya yang besar. Oleh karena itu, sasaran konsumennya adalah konsumen dengan status sosial menengah ke atas. Pelaku UMKM menyebutkan bahwa Fit Pot lebih efektif dipromosikan melalui bauran pameran. Selain dapat memamerkan produknya, pihak UMKM juga dapat menjelaskan secara langsung kepada konsumen mengenai keunikan produk ini. Namun, untuk mencapai konsumen sasaran, pelaksanaan pameran juga harus mempertimbangkan waktu, tempat, dan biaya. Desi, pelaku UMKM menyatakan keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam upaya komunikasi pemasaran sebagai berikut: “Saya kurang tertarik berpartisipasi pada pameran yang dilaksanakan di kampus, seerti bazaar-bazar sederhana. Mengingat sasaran konsumen berstatus sosial menengah ke atas, maka pameran harus
68
dilaksanakan di tempat-tempat strategis, misalnya pameran di Botany Square atau pameran di Jakarta Convention Center (JCC), namun UMKM ini belum memiliki cukup anggaran untuk berpartisipasi dalam pameran tersebut”.3
6.3
Frekuensi Pelaksanaan Terdapat
tiga
tujuan
utama
dari
komunikasi
pemasaran,
yaitu
menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, komunikasi pemasaran harus dilaksanakan secara rutin. Frekuensi
pelaksanaan berkaitan dengan sering atau tidaknya komunikasi pemasaran dilaksanakan. Frekuensi pelaksanaan komunikasi pemasaran masih tergolong jarang
dilakukan oleh UMKM mitra binaan IPB. Hal divisualisasikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Frekuensi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran
17,64% Keterangan:
47,05% 35,29%
sering jarang tidak melaksanakan
Kebanyakan dari UMKM ini hanya melaksanakan komunikasi pemasaran pada tahap awal pendirian usaha. Kecilnya jumlah (frekuensi) penyelenggraan promosi produk UMKM di Indonesia menurut Sujito (1997 seperti dikutip Rahmana,
2009) nampaknya lebih banyak disebabkan oleh kurangnya inisiatif dari kalangan
3
Hasil wawancara dengan Desi, pemilik UMKM Cresh pada tanggal 17 Oktober 2010.
69
UMKM sendiri, serta kepedulian stakeholder. Kondisi ini memang sangat tidak ideal mengingat pemasaran merupakan salah satu aspek bisnis yang berperanan besar dalam mendukung pemberdayaan UMKM. Stakeholder yang dimaksud dalam hal ini adalah lembaga pembina, baik UPP-UKM maupun CDA. Beberapa UMKM dengan keterbatasan modal dan pendanaan mengandalkan kedua lembaga ini dalam pelaksanaan komunikasi pemasaran. Kedua lembaga ini, baik UPP-UKM maupun CDA telah berupaya menyelenggarakan dan memfasilitasi UMKM binaannya untuk melakukan promosi. Namun, dalam pelaksanaannya belum semua UMKM mendapat kesempatan untuk dipromosikan. Ketidakmerataan kesempatan fasilitas promosi UMKM ini merupakan akibat dari keterbatasan keuangan kedua lembaga tersebut. Bagi UMKM binaan UPP-UKM, beberapa responden menyebutkan bahwa mereka kurang memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai pelaksanaan komunikasi pemasaran. Oleh karena itu, sosialisasi dan penyadaran mengenai pentingnya komunikasi pemasaran perlu dilakukan oleh lembaga pembina. Keterbatasan
pengetahuan
dan
wawasan
mengenai
pelaksanaan
komunikasi pemasaran menjadi faktor penghambat selain keterbatasan biaya. Beberapa responden mengatakan bahwa mereka tidak mengerti mengenai pemasaran. Bagi mereka, pemasaran sama dengan penjualan. Pelaku UMKM ini berfikir mengenai bagaimana menjual produk, namun tidak memikirkan bagaimana cara memberikan kepuasan pada pelanggan. Cara yang digunakan UMKM untuk menjual produk juga tergolong upaya penjualan yang konvensional. Padahal dengan melaksanakan komunikasi
70
pemasaran, UMKM dapat memperkenalkan produk dan usahanya kepada khalayak luas. Pelaksanaan komunikasi pemasaran juga dapat merangsang pembelian produk oleh konsumen. Pelaksnaan komunikasi pemasaran seringkali diidentikkan dengan upaya pengenalan produk kepada khalayak luas. Oleh karena itu, beberapa UMKM hanya melaksanakan komunikasi pemasaran pada tahap awal pendirian usaha. Mereka kurang memperhatikan tujuan-tujuan yang lain. Komunikasi pemasaran juga dapat digunakan untuk mengingatkan konsumen, maka pelaksanaannya harus dilaksanakan secara rutin. Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sedikitnya terdapat tiga faktor yang mengakibatkan rendahnya frekuensi pelaksanaan komunikasi pemasaran, yaitu: a) Keterbatasan modal dan pendanaan pelaksana, baik dari pihak UMKM maupun lembaga pembina; b) Kurangnya pengetahuan dan inisiatif UMKM dalam melaksanakan komunikasi pemasaran; c) Keterbatasan kepedulian pihak lembaga pembina, baik dalam sosialisasi mengenai pentingnya komunikasi pemasaran maupun penyelenggaraannya.
BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN
7.1 Ragam Bidang Usaha UMKM mitra binaan IPB terdiri dari beragam jenis bidang usaha, diantaranya UMKM pangan, jasa, pertanian, dan kerajinan. Masing-masing bidang usaha ini memilliki karakteristik yang membedakan antara satu dengan yang lain. Tiap jenis bidang usaha memiliki karakteristik produk, sistem pemasaran, dan sasaran konsumen yang berbeda, sehingga komunikasi pemasaran yang dilaksanakan akan membentuk pola yang berbeda pula. Perbedaan keefektivan penggunaan bauran komunikasi pemasaran UMKM berdasarkan jenis bidang usaha dan karakteristik usaha dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Penggunaan Bauran Komunikasi Pemasaran Berdasarkan Jenis Bidang Usaha No
Bidang Usaha
Karakteristik
Bauran Promosi
1
Pangan
- Daya tahan produk relatif singkat - Membutuhkan upaya komunikasi pemasaran yang mendukung penjualan dalam waktu singkat
Kombinasi promosi penjualan dengan periklanan, dan kombinasi penjualan personal dengan periklanan
2
Jasa
- Produknya bersifat intangible dan immaterial - Berorientasi pada kepuasan pelanggan - Membutuhkan bauran yang mampu menguraikan berbagai keunggulan jasa
Penjualan personal pemasaran langsung
3
Pertanian
- Produk diproduksi dan dijual dalam partai besar - Daya tahan produk relatif singkat dan bersifat musiman - Membutuhkan bauran yang mampu menguraikan berbagai keunggulan produk
Pertemuan penjualan
4
Kerajinan
- Produk tergolong unik - Bukan merupakan barang primer - Membutuhkan komunikasi pemasaran yang dilakukan secara intensif
Pameran
dan
72
7.1.1 Pangan Bidang usaha pangan memiliki karakteristik produk dengan daya tahan yang relatif singkat jika dibandingkan dengan jenis produk lainnya. Oleh karena itu, upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan harus mampu mendukung penjualan dalam waktu yang singkat. Penggunaan bauran komunikasi pemasaran oleh UMKM bidang usaha pangan dapat diamati pada Gambar 16. Gambar 16. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pangan 4.16% 33.34% 33.34%
Keterangan: periklanan promosi penjualan hubungan masyarakat penjualan personal pemasaran langsung
4.16% 20.83%
Jenis bauran komunikasi pemasaran yang paling umum digunakan oleh UMKM bidang usaha pangan adalah perpaduan antara promosi penjualan dan penjualan personal dengan periklanan. Mempertimbangkan daya tahan produk yang relatif singkat, perpaduan jenis bauran komunikasi pemasaran ini dirasa efektif. Promosi penjualan merupakan alat promosi yang efektif untuk memotivasi konsumen sasaran dalam melakukan pembelian, misalnya dengan pemberian sampel produk. Promosi penjualan ini semakin efektif jika didampingi dengan media periklanan, seperti seperti leaflet. Substansi keunikan dan keunggulan produk dapat ditampilkan pada leaflet ataupun media periklanan pendamping lainnya. Penggunaan bauran pameran pada bidang usaha pangan lebih efektif diterapkan pada produk yang tergolong unik, seperti halnya Brown.Co, yang
73
memproduksi brownies dari tepung singkong. UMKM ini membutuhkan lebih banyak upaya komunikasi pemasaran. Pelaksanaan pameran dirasa efektif, karena pada pertemuan langsung ini, pihak pemasar dapat memberikan penjelasan mengenai keunikan dan kelebihan produk, sehingga mampu menarik minat konsumen. Pelaksanaan bauran pameran juga dapat dilakukan dengan didampingi dengan media periklanan. 7.1.2 Jasa Usaha pada bidang jasa memiliki karakteristik produk yang unik dibandingkan dengan bidang usaha lainnya. Menurut Rangkuti (2008, dalam Sari 2009), pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pemasaran jasa dan pemasaran produk memiliki tiga perbedaan, yaitu: 1. Pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial, karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. 2. Produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera, hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik. 3. Interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk dapat mewujudkan produk yang dibentuk. Berdasarkan beberapa karakteristik di atas, dapat dikatakan bahwa usaha bidang jasa membutuhkan jenis komunikasi yang dapat menguraikan dan menjelaskan berbagai keunggulan dan fasilitas jasa yang dihasilkan, yang membedakannya dengan UMKM pesaing dengan penawaran jasa yang sejenis. Untuk itu, komunikasi pemasaran yang dilakukan secara tatap muka, baik melalui pertemuan penjualan maupun pemasaran langsung merupakan pilihan yang tepat.
74
Dengan mengadakan pertemuan dengan dengan calon konsumen, pelaku UMKM dapat dengan leluasa menjelaskan spesifikasi jasa yang ditawarkan. Penggunaan ragam bauran komunikasi pemasaran yang dilaksanakan UMKM bidang usaha jasa divisualisasikan pada Gambar 17.
Gambar 17. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Jasa 19.04%
33.34%
Keterangan: periklanan promosi penjualan
19.04%
public relation
4.76%
23.80%
penjualan personal pemasaran langsung
Bauran promosi pemasaran langsung dan penjualan personal seringkali dilakukan oleh UMKM bidang jasa. Tidak jauh berbeda dengan jenis bidang usaha lainnya, dalam pelaksanaan pemasaran langsung dan penjualan personal, media periklanan tetap menjadi bauran pelengkap. Metode ini sering disebut metode jemput bola.
Dalam pertemuan ini, komunikasi pemasaran berlangsung dua arah. Selain memberikan penjelasan dan penawaran, pemasar dapat menjawab pertanyaan konsumen. Penawaran produk dengan cara tatap muka juga dapat memperkecil kemungkinan salah persepsi persepsi antara pemasar dengan calon konsumen. Bidang usaha jasa merupakan jenis usaha yang mengutamakan kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu, upaya meminimalisir kesalahan persepsi, penjelasan yang detail pada saat tatap muka baik untuk dilaksanakan. Produk berupa jasa memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan produk pada umumnya, yaitu sifatnya yang intangible dan immaterial atau tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba. Oleh karena itu, upaya komunikasi
75
pemasaran yang dilakukan harus mendorong konsumen untuk mencoba produk yang ditawarkan. Cara ini dapat ditempuh melalui pemberian insentif kepada calon konsumen. Misalnya dengan promosi penjualan dalam bentuk hadiah atau voucer. Usaha perdagangan jasa memiliki fokus utama pada kepuasan pelanggan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka komunikasi pemasaran jenis word of mouth berperan penting dalam strategi pemasaran UMKM. Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006, seperti diktip oleh Andrijansyah 2009), pelanggan sangat dekat dengan penyampaian jasa. Dengan kata lain, pelanggan tersebut akan berbicara kepada pelanggan lain yang berpotensial tentang pengalamannya dalam menerima jasa tersebut, sehingga informasi dari mulut ke mulut ini sangat besar pengaruhnya dan dampaknya terhadap pemasaran jasa dibandingkan dengan aktivitas komunikasi lainnya. Beberapa pelaku UMKM juga mengakui keefektifan dari word of mouth. Terkadang pesan yang disampaikan kerabat dekat lebih berpengaruh dibandingkan dengan coretan di atas kertas ataupun penuturan dari orang yang belum dikenal. 7.1.3 Pertanian UMKM bidang pertanian memiliki jenis produk yang umumnya dihasilkan dalam jumlah besar dan pembelian dilakukan dalam partai besar. Target konsumen dari UMKM pertanian ini umumnya adalah lembaga yang melakukan usaha di bidang produksi yang menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku ataupun distributor atau yang dikenal dengan sebutan pengumpul. Kedua jenis konsumen ini umumnya berasal dari wilayah lokal. Produk hasil pertanian dijual dalam partai besar dan kurang memungkinkan untuk dijual eceran, karena sifat
76
produk yang kurang tahan lama. Produk-produk UMKM pertanian umumnya diproduksi pada waktu tertentu, atau dikenal dengan musim panen. Menghadapi taget pasar yang berasal dari wilayah lokal, dapat dikatakan
jenis UMKM ini tidak terlalu membutuhkan komunikasi pemasaran jika dibandingkan dengan jenis bidang usaha lainnya. Meskipun demikian, untuk memperoleh pasar yang lebih luas, UMKM tetap harus melaksanakan upaya komunikasi pemasaran. UMKM bidang pertanian lebih sering melakukan komunikasi pemasaran konvensional, yaitu dalam bentuk tatap muka. Penggunaan bauran komunikasi pemasaran pada UMKM bidang usaha pertanian dapat diamati
pada Gambar 18.
Gambar 18. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Pertanian
23.07%
30.76%
Keterangan: periklanan promosi penjualan
30.76%
15.38%
penjualan personal pemasaran langsung
Hampir seluruh responden bidang usaha pertanian menyebutkan bahwa
mereka
lebih
fokus
menggunakan
komunikasi
pemasaran
tatap
muka
dibandingkan dengan upaya periklanan yang bersifat modern. Konsumen sasaran mereka lebih memerlukan penjelasan dan informasi yang lebih banyak dan meyakinkan, sehingga relevan jika dilakukan secara tatap muka.
77
Jenis bauran komunikasi juga pemasaran langsung sering digunakan UMKM dalam mencari konsumen. UMKM mendata konsumen potensial, mengadakan pertemuan, menawarkan produk, dan membentuk kesepakatan. Misalnya UMKM pembenihan gurame, konsumen sasaran UMKM ini adalah petani budidaya gurame. Untuk mendapatkan konsumen, pelaku UMKM melakukan pendekatan personal kepada para petani gurame dengan mengadakan pertemuan tatap muka. Pada beberapa UMKM dengan konsumen sasaran berstatus sosial menengah ke bawah, pertemuan ini dilakukan secara informal, namun dalam pertemuan ini UMKM menawarkan produk yang segera akan dipanen. Beberapa UMKM jenis ini telah memiliki pelanggan, contohnya UMKM Ikhtiar Farm. Peternak dan penjual ayam ini telah memiliki pelanggan, berupa perusahaan pengolah makanan berbahan baku ayam, yaitu Japfa. Meskipun telah memiliki pelanggan, namun UMKM ini masih terus mengadakan upaya komunikasi pemasaran secara rutin, yakni sesaat menjelang panen ayam. Komunikasi pemasaran yang dilakukan adalah pertemuan penjualan. Pada pertemuan penjualan, kedua pihak merumuskan kesepakatan mengenai jumlah ayam, kualitas ayam, dan harga ayam yang bersifat fluktuatif. Pertemuan ini dilakukan UMKM untuk membina hubungan baik dengan pelanggan dan mempertahankan bisnis kedua belah pihak, mengingat Japfa adalah perusahaan besar yang dapat mencari peternak lain jika merasa kurang puas terhadap Ikhtiar Farm. Upaya pertemuan
penjualan
secara rutin
juga dilakukan
untuk
mengingatkan konsumen mengenai keberadaan UMKM dan produk yang
78
dihasilkan. Untuk mengembangkan luas cakupan pasar, UMKM ini juga melakukan berbagai upaya periklanan. Misalnya dengan berpartisipasi dalam pameran. Periklanan secara tatap muka ini diharapkan selain mampu menarik minat konsumen dengan video dan foto yang ditampilkan, juga mampu menjalin komunikasi dua arah antara UMKM dengan calon konsumen.
7.1.4 Kerajinan UMKM bidang kerajinan umumnya menghasilkan produk-produk yang tergolong unik. Barang-barang kerajinan ini bukan merupakan barang kebutuhan primer, sehingga upaya komunikasi pemasaran harus dilaksanakan secara optimal. Penggunaan ragam bauran komunikasi pemasaran pada UMKM bidang kerajinan dapat diamati pada Gambar 19.
Gambar 19. Penggunaan Bauran Promosi pada Bidang Usaha Kerajinan
30.76%
38.46%
Keterangan: periklanan promosi penjualan 7.69%
23.07%
public relation penjualan personal
Kebanyakan UMKM menggunakan komunikasi pemasaran jenis pameran.
Barang-barang kerajinan diproduksi dengan menggunakan sentuhan seni, sehingga produk yang dihasilkan menjadi layak ditampilkan pada pameran.
Pameran merupakan jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilakukan secara tatap muka, dimana terjalin komunikasi dua arah antara pihak UMKM dengan
79
konsumen. Keunikan produk ini menjadi nilai tambah dalam pameran dan dianggap mampu menarik perhatian konsumen untuk berkunjung. Saat pelaksanaan pameran, pihak UMKM memiliki kesempatan untuk menjelaskan keunggulan produk-produk yang dihasilkan. UMKM Fit Pot merupakan UMKM yang bergerak dalam bidang usaha kerajinan rangkaian pot tanaman hias. Jenis produk ini tidak hanya unik, tetapi juga memiliki inovasi teknologi, salah satunya adalah kemampuan sistem rangkaian pot ini untuk menyiram tanaman secara otomatis. Keunikan dan keunggulan produk ini menjadi hal yang menarik konsumen untuk berkunjung dan menyaksikan demonstrasi produk. 7.2
Hubungan Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Tingkat pendidikan formal dari pelaku usaha tergolong cukup beragam.
UMKM binaan CDA yang beranggotakan mahasiswa tentu memiliki tingkat pendidikan yang tergolong tinggi. Namun bagi UMKM masyarakat binaan UPPUKM, tingkat pendidikan rata-rata tergolong rendah. Tambunan (2009) menyebutkan
bahwa struktur pengusaha menurut tingkat pendidikan formal
memberi kesan adanya hubungan positif antara tingkat pendidikan rata-rata pengusaha dengan skala usaha. Artinya, semakin besar skala usaha, yang umumnya berasosiasi
positif dengan
tingkat
kompleksitas
usaha
yang
memerlukan keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas, semakin banyak pengusaha dengan pendidikan formal tersier. Wawasan bisnis yang lebih baik terutama dimiliki pelaku usaha berpendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan formalnya, pelaku
80
UMKM semakin memiliki akses terhadap informasi dan pengetahuan mengenai komunikasi pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa tingkat pendidikan pengusaha UMKM berhubungan positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Melalui perhitungan korelasi spearman, didapatkan nilai P value sebesar 0,000 yang menunjukkan nilai yang lebih kecil dari α yang ditetapkan, yaitu sebesar 0,01. Artinya, terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan pengusaha UMKM dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Semakin tinggi pendidikan pelaku usaha, semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasarannya. Nilai koefisien korelasi yang menggambarkan hubungan kedua variabel ini adalah sebesar 0,707. Nilai ini menggambarkan hubungan positif yang kuat antara tingkat pendidikan dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Rendahnya tingkat pendidikan pelaku usaha juga menyebabkan rendahnya peluang bekerja di sektor formal. Beberapa responden menyebutkan bahwa keterbatasan inilah yang menjadi alasan menjalankan usaha. Hal ini relevan dengan kondisi UMKM masyarakat yang dibina UPP-UKM. Sebagian besar dari mereka mengungkapkan alasan kegiatan usaha yang mereka lakukan adalah latar belakang ekonomi. Artinya usaha ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh perbaikan penghasilan dan atau merupakan startegi untuk bertahan hidup. Usaha ini dilakukan dengan alasan tidak ada lagi jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan dengan tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah. Pemilihan jenis usaha dilakukan dengan mempertimbangkan keterampilan pengusaha dan potensi pengembangan usaha. Bagi UMKM binaan CDA, mereka lebih banyak memilih alasan pertimbangan prospek usaha ke depan seperti adanya peluang dan pangsa pasar yang aman dan besar. Jenis usaha yang dilakoni juga
81
disesuaikan dengan minat dan hobi. Usaha ini mereka jalani juga sebagai pembelajaran dan pengembangan jiwa wirausaha. 7.3
Hubungan Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Hampir tanpa kecuali, pengusaha kecil dan menengah mengatakan bahwa
masalah yang paling besar yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Mereka mengeluh tentang kekurangan modal tetap dan modal kerja (Clapham, 1991). Hal ini juga dirasakan oleh sebagian besar responden. Kesulitan modal dan pendanaan merupakan salah satu masalah besar yang mereka hadapi, selain masalah pemasaran. Kedua jenis kendala ini saling menghambat satu sama lain. Ketika mengalami keterbatasan dalam hal keuangan, pelaku UMKM akan membatasi anggaran untuk pemasaran. Bahkan beberapa diantaranya justru tidak mengalokasikan dana untuk kegiatan komunikasi pemasaran. Ketersediaan dana yang sangat minim hanya dialokasikan untuk modal produksi. Padahal Tambunan (2009) dalam buku UMKM di Indonesia menyatakan bahwa pemasaran merupakan salah satu komponen utama dari strategi peningkatan daya saing UMKM selain produksi. Kedua penekanan ini sangat penting, dan pada umumnya UMKM di Indonesia kalah bersaing dengan usaha besar atau UMKM dari negara maju karena kurang memperhatikan atau kurang mampu dalam dua bidang ini. Hasil pengamatan dan penelitian mengenai korelasi antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran menunjukkan bahwa skala usaha mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran. Nilai P value yang dihasilkan dari perhitungan korelasi spearman menunjukkan angka 0,022 dengan koefisien
82
korelasi sebesar 0,391. Nilai P value yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan α yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 0,05. Artinya, terdapat hubungan positif antara skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Semakin besar skala usaha, pelaksanaan komunikasi pemasaran semakin baik. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,391 menunjukkan hubungan rendah antara kedua variabel, namun bersifat pasti. Bagi beberapa UMKM, mungkin skala usaha berpengaruh dengan Pelaksanaan komunikasi pemasaran. Hal ini mungkin juga merupakan indikasi dari tingkat pendidikan pelaku usaha. Sub bab sebelumnya telah menjelaskan bahwa usaha yang semakin besar dan membutuhkan tingkat keterampilan yang semakin kompleks, umumnya ditekuni oleh pelaku usaha dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Dengan tingkat informasi dan wawasan bisnis yang lebih baik, UMKM yang kecil akan memiliki posisi tawar yang lebih baik dibandingkan dengan UMKM skala mikro. Namun usaha berskala mikro tidak selalu dijalani oleh pengusaha berpendidikan rendah. Usaha mikro juga dapat melaksanakan komunikasi pemasaran dengan baik, jika pengusaha memiliki keterampilan dan kemampuan manajemen usaha yang baik.
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING UMKM
8.1
Tingkat Produktifitas UMKM Laju pertumbuhan nilai atau volume ouput tidak hanya menunjukkan
tingkat kemampuan produksi dari sebuah perushaan, tetapi juga mencerminkan adanya permintaan pasar terhadap produk tersebut, yang bearati produk tersebut mempunyai daya saing (Tambunan, 2009). Pertumbuhan nilai/volume output dapat dihitung dengan melihat omset perusahaan. Dalam penelitian ini, nilai omset diukur untuk menggambarkan tingkat produktifitas UMKM. UMKM yang menjalankan usahanya dengan baik, akan terus melakukan proses produksi. Proses produksi dapat terus berjalan dengan asumsi proses pemasaran produk lancar. UMKM kerajinan pembuatan sandal yang berdomisili di desa Taman Sari merupakan salah satu UMKM binaan IPB di bawah lembaga UPP-UKM. Pelaku usaha, Bapak Aman menyebutkan masalah pemasaran merupakan salah satu masalah yang menghambat produktivitas usahanya. UMKM ini memproduksi sandal dalam jumlah banyak untuk kemudian dijual pada toko-toko penjual sandal. Toko-toko penjual sandal umumnya menerima pasokan sandal dari beberapa pemasok. Oleh karena itu, produsen sandal dituntut untuk memiliki kualitas daya saing yang baik untuk dapat memenangkan persaingan. Usaha yang dilakoni Bapak Aman tidak melaksanakan komunikasi pemasaran dengan media atau saluran apapun, merek dagang UMKM juga tidak disertakan pada produk ataupun kemasannya. Lokasi produksi yang jauh dari konsumen sasaran turut memperparah kondisi ini. Akibatnya, produktivitas UMKM ini tergolong rendah.
84
Bapak Aman mengungkapkan kendala dalam proses produksi usahanya sebagai berikut: “Saya mengalami kesulitan untuk memasarkan sandal hasil produksi, sering kalah saing dengan pengrajin sandal lainnya. Jika produk belum laku, proses produksi selanjutnya akan tertunda, karena tidak ada biaya.”4
Kondisi di atas tentu tidak perlu terjadi jika proses pemasaran lancar. Kelancaran proses pemasaran dapat ditunjang dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Berbeda dengan kondisi UMKM Bapak Aman, UMKM Green Co yang giat melaksanakan komunikasi pemasaran memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Proses produksi dapat terus berlangsung sesuai dengan jadwal produksi yang ditetapkan. UMKM Green Co telah menetapkan anggaran promosi dan memaksimalkan anggaran tersebut untuk memperkenalkan dan menawarkan produk pada konsumen sasaran. Meskipun harga jual produk-produk Green Co tergolong mahal dibandingkan dengan pesaingnya, namun UMKM ini mampu meraih konsumen dan memiki tingkat produktivitas yang tinggi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat hubungan antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktifitas UMKM. Dengan menggunakan uji korelasi spearman, didapatkan nilai P value sebesar 0,014 dengan koefisien korelasi 0,418. P value hasil perhitungan menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai α sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktifitas UMKM. Artinya, semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka tingkat produktifitasnya semakin 4
Hasil wawancara dengan Bapak Aman, pemilik UMKM pengrajin sandal pada tanggal 17 Oktober 2010.
85
tinggi. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,418 meunjukkan keeratan hubungan yang cukup berarti antara kedua variabel. Pelaksanaan komunikasi pemasaran merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas daya saing UMKM. Hal ini terbukti dari nilai korelasi positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat produktifitas UMKM. Pelaksanaan komunikasi pemasaran dapat membuka jalur pemasaran. Fungsi komunikasi pemasaran mampu memperkenalkan produk dan UMKM kepada khalayak luas, menawarkan keunggulan produk dibandingkan dengan produk pesaing dan menarik konsumen untuk melakukan pembelian. Bagi UMKM yang telah memiliki pelanggan, komunikasi pemasaran juga dapat menjadi upaya untuk membina dan mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan, sehingga pelanggan menjadi lebih loyal dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkan UMKM pelaksana komunikasi pemasaran. 8.2
Tingkat Profit Perolehan laba (profit) suatu perusahaan merupakan fungsi dari efisiensi
produksi dan efisiensi pemasaran. Kondisi internal UMKM dalam hal ini lebih berperan sebagai komponen dalam fungsi efisiensi produksi (melalui kualitas SDM dan asset yang dimiliki). Pengaruh efisiensi produksi mungkin lebih kecil dari efisiensi fungsi pemasaran, sehingga keeratan hubungan antara laba dengan kondisi internal UMKM menjadi tertutup karena kondisi internal UMKM hanyalah bagian dari fungsi produksi (Syarif, 2007). Hal ini berarti laba suatu usaha lebih dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran yang dilakukannya.
86
Penelitian yang dilakukan menghasilkan data yang mendukung pernyataan Syarif (2009), dimana hasil uji korelasi spearman antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat profit menunjukkan angka yang positif. P value hasil perhitungan bernilai 0,001 dengan koefisien korelasi senilai 0,554. P value yang dihasilkan menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan α 0,01, maka terdapat hubungan nyata antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan tingkat profit. Artinya semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka tingkat profitnya akan semakin tinggi pula. Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan dari uji korelasi menunjukkan angka 0,0554 . Hasil ini menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi pemasaran terbukti memiliki hubungan yang cukup berarti terhadap tingkat profit UMKM. 8.3 Luas Cakupan Pasar UMKM Komunikasi pemasaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing suatu usaha. Bagi UMKM, komunikasi pemasaran dapat meningkatkan posisi tawar usahanya dibandingkan dengan pesaing dengan usaha serupa. Dalam menjalankan usahanya, UMKM tidak hanya bersaing dengan sesama UMKM, melainkan juga dengan usaha besar. Oleh karena itu, UMKM perlu melaksanakan komunikasi pemasaran dengan baik, agar mampu meraih pasar yang lebih luas. Konsumen tersegmentasi berdasarkan beberapa klasifikasi, baik dari segi usia, wilayah asal, maupun ragam status sosialnya. Beberapa UMKM berpotensi memiliki segmentasi konsumen yang luas, namun seringkali sasaran konsumen yang luas ini tidak tercapai secara optimal. Hal ini dapat disebabkan oleh pelaksanaan komunikasi pemasaran yang belum baik.
87
UMKM Catering Evrina merupakan salah satu UMKM bidang pangan binaan UPP-UKM. UMKM ini telah berdiri sejak lima belas tahun ke belakang. Sasaran konsumen UMKM ini cukup beragam. Dari segi usia, sasaran konsumennya adalah usia dewasa dan tua. Dari asal wilayahnya, sasaran konsumen ini adalah wilayah kota dan sekitarnya. Sementara dari ragam status sosial, sasaran konsumennya adalah seluruh kalangan. Dengan tidak melaksanakan komunikasi pemasaran, UMKM ini hanya memenuhi konsumen sasaran dari segi ragam usia. Sementara, jika ditinjau dari asal wilayah, konsumen UMKM ini hanya berasal dari wilayah lokal. Dari ragam status sosialpun selama lima belas tahun belakangan, hanya orang berstatus sosial menengah ke bawah yang menjadi konsumennya. Pelaku usaha mengakui bahwa UMKM ini hanya mengandalkan word of mouth dari konsumennya, meskipun memiliki target pasar yang luas. Kenyataan di atas mengindikasikan adanya hubungan antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar, didapatkan nilai P value sebesar 0,002 dengan koefisien korelasi 0,517. Nilai P value sebesar 0,002 menunjukkan nilai yang lebih kecil dari nilai α sebesar 0,01. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pelaksanaan komunikasi pemasaran dengan luas cakupan pasar. Artinya, semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran, maka semakin luas cakupan pasar UMKM. Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang dihasikan, dapat dikatakan bahwa hubungan yang terjalin antara kedua variabel merupakan hubungan yang cukup berarti.
BAB IX PENUTUP
9.1
Kesimpulan 1. Secara umum terdapat beberapa jenis bauran komunikasi pemasaran yang dilaksanakan UMKM, diantaranya adalah periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal, dan pemasaran langsung. Selain mengandalkan bauran promosi tersebut, UMKM mitra binaan IPB juga mengandalkan komunikasi word of mouth dalam upaya pemasaran produk dan usahanya. Meskipun beberapa UMKM telah memaksimalkan penggunaan bauran komunikasi pemasaran, namun secara keseluruhan pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM mitra binaan IPB dapat dikatakan belum optimal. Terutama jika dilihat dari anggaran biaya promosi dan frekuensi pelaksanaannya. Keterbatasan modal
dan
pendanaan
menjadi
kendala
bagi
UMKM
dalam
menganggarkan biaya promosi. Akibatnya, frekuensi pelaksanaan pun belum dilaksanakan secara rutin. Kendala lain yang turut menghambat pelaksanaan komunikasi pemasaran adalah kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya pelaksanaan komunikasi pemasaran, serta kurangnya perhatian lembaga pembina dalam bidang ini. 2. Pelaksanaan komunikasi pemasaran dipengaruhi oleh karakteristik UMKM pelaksana. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi pemasaran, diantaranya adalah jenis bidang usaha, tingkat pendidikan pelaku usaha, serta skala usaha. Jenis bidang usaha yang berbeda membutuhkan jenis bauran komunikasi pemasaran yang berbeda
89
pula, disesuaikan dengan karakteristik produk, tujuan promosi, dan konsumen sasaran. Tingkat pendidikan pelaku usaha berkorelasi positif dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran. Artinya semakin tinggi pendidikan formal pelaku usaha, semakin baik pelaksanaan komunikasi pemasaran. Korelasi positif ini juga terlihat pada hubungan skala usaha dengan pelaksanaan komunikasi pemasaran, meskipun korelasinya tidak cukup signifikan. 3. Pelaksanaan komunikasi pemasaran berdampak positif pada kualitas daya saing usaha. Daya saing usaha dapat dinilai dari tingkat produktivitas, tingkat profit, dan luas cakupan pasar. Penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi pemasaran memainkan peranan yang penting dalam peningkatan kualitas daya saing dan pengembangan usaha. 9.2
Saran Beberapa hal yang menjadi rekomendasi dalam penelitian ini diantaranya
adalah: 1. UMKM harus melaksanakan komunikasi pemasaran secara lebih terstruktur agar kualitas daya saing UMKM tercapai secara optimal. 2. Lembaga pembina UMKM perlu melakukan pembinaan mengenai komunikasi
pemasaran
dengan
memberikan
pengetahuan
dan
memfasilitasi UMKM dalam melaksanakan komunikasi pemasaran. 3. Lembaga pembina UMKM perlu melakukan pelatihan peningkatan kapasitas pelaku usaha, misalnya teknik desain dan pengemasan produk, merek dagang, izin produksi, dan label halal untuk mendukung kegiatan pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA Amidi, et al. 2008, ‘Inovasi Teknologi bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) melalui Serambi Difusi IPTEK’, Jurnal Pembangunan Manusia, Edisi 6, http://www.balitbangdasumsel.net/data/download/20100414125500.pdf diunduh tanggal 5 Mei 2010 jam 02.00 WIB. Amir, M. Taufiq 2005, Dinamika Pemasaran: Jelajahi dan Rasakan!, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Andijansyah 2009, ‘Analisis Efektivitas Promosi Produk Pembiayaan Syariah Sepeda Motor PT BPRS Al- Salam Amal Salman Studi Kasus BPRS AlSalam Cabang Depok’, Skripsi Sarjana, Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Clapham, Ronald 1991, Pengusaha Kecil dan Menengah di Asia Tenggara, Penerjemah Masri Maris, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. Eva, Agustine 2007, ‘Persepsi Penggunaan Aplikasi Internet untuk Pemasaran Produk Usaha Kecil Menengah’, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2007, ISSN: 1907-5022, http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1719/1500 diunduh tanggal 2 Mei 2010 jam 19.00 WIB. Kusumastuti, Yatri Indah 2009, Komunikasi Bisnis, IPB Press, Bogor. Kotler, Philip & Gary Armstrong 2005. Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi Keduabelas Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Machfoedz, Mahmud 2010, Komunikasi Pemasaran Modern, Cakra Ilmu, Yogyakarta. Prisgunanto, Ilham 2006, Komunikasi Pemasaran: Strategi dan Taktik, Ghalia Indonesia, Jakarta. Rahmana, Arief 2009, ‘Peranan Teknologi Informasi dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah’, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009, ISSN: 1907-5022, http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1033/989 diunduh tanggal 2 Mei 2010 jam 20.00 WIB. Sadoko, et al. 1995, Pengembangan Usaha Kecil: Pemihakan Setengah Hati, Yayasan Akatiga, Bandung. Sari, Latifah Kumala 2009, Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Fasilitas dan Pelayanan Jasa pada “Jagorawi Golf and Counry Club” Cibinong Bogor, Skripsi Sarjana, Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun, M. & Effendi, S. (Editor) 1989, Metode Penelitian Survay, Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.
91
Sulistyastuti, Dyah Ratih 2004, ‘Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001’, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 9, Nomor 2 Desember 2004, Halaman 143-164, http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/view/617/543 diunduh tanggal 30 April 2010 jam 22.00 WIB. Syarif, Teuku 2008, ‘Kajian Efektivitas Model Promosi Pemasaran Produk UMKM’, http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_3_2008/01_T.Syarif.pdf diunduh tanggal 30 April 2010 jam 20:59 WIB. Tambunan, Tulus T.H. 2009, UMKM di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Tjiptono, Fandy 2008, Strategi Pemasaran, Andi Offset, Yogyakarta.
Lampiran
93
KUISIONER PENELITIAN PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN KUALITAS DAYA SAING USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) (Studi pada UMKM Mitra Binaan IPB) Oleh : Bio Hafsari Larasati Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, FEMA IPB Bogor No. Responden : ....... I.
Identitas Responden 1. Nama
: ....................................
2. Jenis Kelamin
: ....................................
3. Usia
: ....................................
4. Pendidikan terakhir : .................................... 5. Posisi dalam Usaha : .................................... II. Kondisi UMKM 1. Nama UMKM
: ......................................................
2. Sejak kapan UMKM Anda berdiri? .................................. 3. Bagaimana latar belakang pendirian usaha Anda? ................................................................................................................................ ........................................................................................................................ Silang jawaban benar di bawah ini: 4. Berapa jumlah pekerja yang dimiliki UMKM Saudara? a. 1-4 orang b. 5-19 orang c. 20-99 orang 5. Berasal dari manakah mayoritas pekerja UMKM Saudara? a. Keluarga b. Tetangga dan kerabat dekat c. Orang yang belum dikenal
94
6. Apa keterampilan yang harus dimiliki pekera dalam melakukan proses produksi? …………………………………………………………………………………… ...................................................................................................................... 7. Bagaimanakah karakteristik pendidikan mayoritas pekerja UMKM Saudara? a. Berpendidikan tinggi (perguruan tinggi) b. Berpendidikan sedang (SMP atau SMA) c. Berpendidikan rendah (SD) d. Tidak bersekolah 8. Apa saja produk UMKM Saudara? ................................................................................................................................ ................................................................................................................................ 9. Apakah UMKM Saudara menyiapkan “ready stock”? a. Ya b. Tidak 10. Berasal dari wilayah manakah konsumen potensial UMKM Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu) a.Lokal/ sekitar tempat usaha b.Hingga skala kota c.Hingga mencakup beberapa kota sekitar d.Hingga skala nasional e.Hingga skala internasional 11. Berasal dari kalangan manakah konsumen potensial UMKM Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Hanya kalangan atas b. Hanya kalangan menengah c. Hanya kalangan bawah d. Mencakup kalangan menengah ke atas/ menengah ke bawah e. Mencakup semua kalangan
95
12. Berasal dari kategori usia manakah konsumen potensial UMKM Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu) a. 0-12 tahun b. 13-18 tahun c. 19-30 tahun d. 30-64 tahun e. ≥ 65 tahun 13. Dengan mempertimbangkan konsumen sasaran, seberapa strategiskah lokasi UMKM Saudara? a. Strategis b. Kurang strategis c. Tidak strategis 14. Seberapa mudahkah akses konsumen terhadap produk UMKM Saudara? a. Sangat mudah b. Mudah c. Cukup mudah d. Sulit e. Sangat sulit 15. Bagaimana upaya Saudara dalam mengemas produk? …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… 16. Berapa aset (di luar tanah dan bangunan) yang dimiliki UMKM Saudara? a. ≤ 50 juta b. 50 Juta < x ≤ 500 Juta c. 500 Juta < x ≤ 10 M 17. Berapa nilai penjualan UMKM Saudara dalam periode waktu satu tahun? a. ≤ 300 juta b. 300 Juta < y ≤ 2,5 M c. 2,5 M < y ≤ 50 M
96
Isilah tabel berikut dengan skor dari skala 0-5 dengan penjelasan sebagai berikut: 0 1 2 3 4 5
Tidak mengalami hambatan Hambatan sangat rendah Hambatan rendah Hambatan cukup tinggi Hambatan tinggi Hambatan sangat tinggi
18. Seberapa besarkah hambatan yang Saudara rasakan dalam pengembangan usaha? JENIS HAMBATAN
NO 1.
Keterbatasan modal dan pendanaan
2.
Keterbatasan akses pasar dan informasi
3.
Keterbatasan keterampilan pekerja
4.
Rendahnya teknologi
5.
Masalah pemasaran
6.
Masalah lainnya, sebutkan:
SKOR
TOTAL SKOR
III. Komunikasi Pemasaran 1. Apakah Saudara melaksanakan upaya pemasaran untuk mengembangkan UMKM? a. Ya b. Tidak, karena………………………………………………………………… (Jika jawaban tidak, lanjutkan pada pertanyaan bagian IV. Daya Saing UMKM) 2. Jenis komunikasi pemasaran apa sajakah yang dilaksanakan UMKM Saudara?................................................................................................................. ................................................................................................................................
97
3. Siapakah yang sering menjadi penyelenggara kegiatan pemasaran dalam UMKM Saudara? a. UMKM secara mandiri b. LPPM IPB c. Pemerintah d. Lainnya, sebutkan................................................................................................ 4. Apakah UMKM Saudara melaksanakan komunikasi pemasaran secara rutin? a. Ya b. Tidak 5. Seberapa sering Saudara melakukan komunikasi pemasaran dalam periode waktu satu tahun? a. 1 kali, atau lebih jarang b. 2 sampai 3 kali c. 4 sampai 5 kali d. 6 sampai 12 kali e. Lebih dari 12 kali 6. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk melaksanakan komunikasi pemasaran dalam periode waktu satu tahun? ................................................................................................................................ .......................................................................................................................
IV. Daya Saing UMKM 1. Berasal dari wilayah manakah konsumen UMKM Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Lokal/ sekitar tempat usaha b. Hingga skala kota c. Hingga mencakup beberapa kota sekitar d. Hingga skala nasional e. Hingga skala internasional
98
2.
Berasal dari kalangan status sosial manakah konsumen UMKM Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Hanya kalangan atas b. Hanya kalangan menengah c. Hanya kalangan bawah d. Mencakup kalangan menengah ke atas/ menengah ke bawah e. Mencakup semua kalangan
3.
Berasal dari kategori usia manakah konsumen UMKM Saudara? (jawaban boleh lebih dari satu) a. 0-12 tahun b. 13-18 tahun c. 19-30 tahun d. 30-64 tahun e. ≥ 65 tahun
4.
Apakah UMKM Saudara memiliki konsumen tetap (langganan)? a. Ya b. Tidak
5. Berapakah nilai penjualan produk UMKM dalam periode waktu satu tahun? ................................................................................................................................. ...........................................................................................................................
--terima kasih--
99
Hasil Uji Korelasi Separman 1. Korelasi Tingkat Pendidikan Pelaku UMKM dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Correlations pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM
tingkat pendidikan pelaku UMKM Spearman's rho
tingkat pendidikan pelaku UMKM
Correlation Coefficient
1.000
.707(**)
Sig. (2-tailed) N pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM
.
.000
34
34
.707(**)
1.000
.000
.
34
34
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2. Korelasi Skala Usaha dengan Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Correlations pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM
skala usaha Spearman's rho
skala usaha
Correlation Coefficient
1.000
.391(*)
.
.022
34
34
.391(*)
1.000
Sig. (2-tailed) N pelaksanaan komunikasi pemasaran UMKM
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) N
.022
.
34
34
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
3. Korelasi Pelaksanaan Produktivitas
Komunikasi
Pemasaran
dengan
Tingkat
Correlations Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran Spearman's rho
Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) N Tingkat Produktivitas
Tingkat Produktivitas
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1.000
.418(*)
.
.014
34
34
.418(*)
1.000
.014
.
34
34
100
4. Korelasi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran dengan Tingkat Profit Correlations Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM Spearman's rho
Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM
Correlation Coefficient 1.000
.554(**)
Sig. (2-tailed) N Tingkat Profitabilitas UMKM
Tingkat Profitabilitas UMKM
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.
.001
34
34
.554(**)
1.000
.001
.
34
34
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
5. Korelasi Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran dengan Luas Cakupan Pasar Correlations Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM Spearman's rho
Pelaksanaan Komunikasi Pemasaran UMKM
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) N Luas Cakupan Pasar UMKM
Luas Cakupan Pasar UMKM
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
1.000
.517(**)
.
.002
34
34
.517(**)
1.000
.002
.
34
34