i
ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI
UCEU PIPIP AVILLIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ii
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul “Analisis Gender Terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, Desember 2006
Uceu Pipip Avillia NRP. A.154 050 255
iii
ABSTRAK
UCEU PIPIP AVILLIA. Analisis Gender Terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha (KBUW) di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI dan ADI FAHRUDIN. Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) merupakan salah satu program pemerintah dalam pemberdayaan wanita untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Salah satu bentuk kegiatan Program P2WKSS adalah Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW). Tujuan program ini memberikan pinjaman modal usaha untuk keluarga miskin khususnya wanita yang mempunyai kemampuan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga. Dewasa ini, KBUW menghadapi masalah yaitu wanita tidak berdaya dalam mengikuti kegiatan KBUW. Dalam menganalisis permasalahan tersebut, penulis melakukan kajian dengan menggunakan Analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe. Analisis Pemberdayaan Longwe merupakan salah satu alat untuk melihat pencapaian aspek pemberdayaan wanita yang menggunakan lima dimensi, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Sebelum itu terlebih dahulu dilakukan Analisis Harvard yang bertujuan untuk menganalisis pembagian peran antara wanita dan laki-laki baik di dalam rumah tangga dan di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Hasil analisis Harvard menunjukkan bahwa wanita lebih banyak melakukan peran reproduktif. Keadaan ini sangat mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Analisis Pemberdayaan Longwe yang menggunakan lima dimensi menunjukkan hasil yang bersifat negatif, artinya tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW belum tercapai. Hal ini berarti wanita terlibat dalam kegiatan KBUW bukan atas kesadaran dirinya dan wanita belum dilibatkan di dalam pengambilan keputusan penggunaan pinjaman dan pengelolaan KBUW. Konsekuensinya wanita belum merasakan manfaat KBUW untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan pendapatan keluarga dan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Berdasarkan hasil kajian tersebut, rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah penguatan organisasi KBUW dan penguatan sasaran program (wanita). Dengan rencana kegiatan tersebut, diharapkan wanita bisa menyadari bahwa program tersebut pada dasarnya ditujukan untuk pemberdayaan diri mereka sendiri dan pada akhirnya wanita dapat memanfaatkan KBUW secara optimal dan terlibat aktif dalam kegiatan KBUW sehingga menjadi kegiatan yang berkelanjutan.
iv
ABSTRACT
UCEU PIPIP AVILLIA. Gender Analysis of Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) institutions at Kelurahan Cipageran, Cimahi Utara Subdistrict, Cimahi City. Advised by EKAWATI SRI WAHYUNI and ADI FAHRUDIN. Increasing Program of Women’s Role in Developing a Healthy and Prosperous Family (P2WKSS) is one of government’s programs in empowering women to handle the poverty problem. One of the activities of these programs is Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) establishment. The purpose of this activity is to give some loan as for poor family to run a business, especially for women who have an ability to run a business in increasing their family income. Nowadays, KBUW is facing a main problem that is a woman cannot participate to the KBUW program. In analyzing this problem, the writer studies this problem by using the Harvard and Longwe Empowerment Analysis. Longwe empowerment analysis is one of the ways to see women empowerment aspects by using five dimensions, which are welfare, access, critical awareness, participation and control. Before using the Longwe Empowerment Analysis, the writer used Harvard Analysis to analyze the separation of men and women role in both household and KBUW activity. The Harvard analysis result shows that women are more active than men. This is much influenced some women to participate in KBUW activity. Longwe Empowerment Analysis with its five dimensions shows a negative result, it means that empowerment of women in participating on KBUW activity cannot be reached. It also shows the involvement of women in KBUW activity is not based on their awareness and they are not involved in making decision to use some loans and pay the installment. The consequence to women is they don’t feel the advantage of this program such as to increase their knowledge, to increase their family income, and to full-fill their own needs. Based on the studies, the activity plan that should be done are strengthening the organization KBUW and strengthening target program (women). Hopefully, they will notice that the program is given for their own empowerment and finally women can use KBUW optimally and participated actively for the continuity of KBUW activity.
v
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
vi
ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI
UCEU PIPIP AVILLIA
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
vii
Judul Tugas Akhir :
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: :
ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI UCEU PIPIP AVILLIA A. 154 050 255
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS Ketua
Adi Fahrudin, Ph.D Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 16 Oktober 2006
Tanggal Lulus :
viii
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Illahi Robbi, atas rahmat dan hidayahNya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir Kajian Pengembangan Masyarakat sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Magister Pengembangan Masyarakat Konsentrasi Pekerjaan Sosial. Adapun judul Kajian Pengembangan Masyarakat ini adalah ”ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA (KBUW) DI KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada : 1. Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni MS dan Adi Fahrudin Ph.D selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan kajian. 2. Dra. Winati Wigna MDS selaku Penguji Luar Komisi yang banyak memberikan masukan-masukan untuk perbaikan kajian. 3. Sekolah tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti sekolah Pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). 4. Pemerintah Kota Cimahi yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti Sekolah Pascasarjana Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB. 5. Ketua Program Studi dan seluruh dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah membekali ilmu-ilmu pengembangan masyarakat. 6. Suami, anak-anakku tercinta dan kedua orang tuaku yang telah memberi dorongan, do’a dan semangat dalam mengikuti pendidikan hingga selesai. 7. Semua pihak yang banyak membantu hingga dapat diselesaikan kajian ini. Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut dan bermanfaat bagi program-program pengembangan masyarakat khususnya program pemberdayaan perempuan. Bogor, Desember 2006 Uceu Pipip Avillia
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang Propinsi Jawa Barat pada tanggal 12 Agustus 1967 dari pasangan Suryaman Yudhadinata dan Tien Rostini dan merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 1986 lulus dari SMAN Situraja Sumedang dan pada tahun 1986 melanjutkan sekolah di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dan lulus pada tahun 1991 . Pada tahun 1994, penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen Sosial RI dan ditempatkan di Dinas Sosial Pandeglang Propinsi Jawa Barat. Tahun 1997, penulis dipindahtugaskan ke UPT Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat. Tahun 2000, penulis pindah tugas ke Pemerintah Kota Cimahi dan ditempatkan di Sekretariat DPRD Kota Cimahi sampai saat ini.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………...................... Masalah Kajian ………………………….............................. Tujuan Kajian ………………………………………............ Manfaat Kajian ..........................................................................
1 4 5 6
KERANGKA TEORI Kemiskinan ............................................................................. Wanita dan Pembangunan .......................................................... Budaya Patriarki ..................................................................... Ketidakadilan Gender ............................................................... Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender ................................ Analisis Gender Dalam Penanggulangan Masalah Kemiskinan ............................................................................... Kerangka Pemikiran .................................................................
7 10 13 14 18 19 26
METODA KAJIAN Batas Kajian .............................................................................. StrategiKajian ........................................................................ Tempat dan Waktu Kajian ........................................................ Penentuan Responden dan Informan.......................................... Metoda Pengumpuan Data dan Analisis Data ........................ Perancangan Strategi dan Penyusunan Program .......................
28 28 29 29 31 33
PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi ....................................................................................... Kependudukan ......................................................................... Pendidikan ................................................................................ Sistem Ekonomi ...................................................................... Struktur Komunitas ................................................................. Lembaga Kemasyarakatan ....................................................... Sumber Daya Lokal .................................................................
35 38 40 41 42 43 44
xi
SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS Program P2WKSS ............................................................... Kelompok Pengolah Dendeng Jantung Pisang ....................
46 52
ANALISIS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) Data Demografi Responden .............................................. Analisis Pembagian Peran ................................................... Pembagian Peran di dalam Rumah Tangga ......................... Pembagian Peran di dalam KBUW .................................... Analisis Pemberdayaan Longwe ........................................... Dimensi Kesejahteraan ......................................................... Dimensi Akses ..................................................................... Dimensi Kesadaran Kritis .................................................... Dimensi Partisipasi ............................................................. Dimensi Kontrol ..................................................................
57 60 60 62 63 63 65 67 69 71
STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Proses Pelaksanaan FGD ..……………………………........ Program Aksi .. ………………………………...................
78 87
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan ......................................................................... Rekomendasi ........................................................................
95 97
DAFTAR PUSTAKA .................................................................
98
LAMPIRAN ...................................................................................
102
xii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kel. Cipageran Tahun 2005 ....................................................................... 29 2. Data Responden Penelitian di Kel Cipageran Tahun 2006 ............... 30 3. Teknik Pengumpulan Data di Kel Cipageran Tahun 2005.................. 32 4. Orbitasi, Jarak dan Waktu Tempuh di Kel. Cipageran Tahun 2005.... 35 5. Penggunaan Tanah di Kel. Cipageran Tahun 2005 ........................... 36 6. Jumlah Penduduk Kel. Cipageran Berdasarkan Usia Tahun 2005....... 38 7. Komposisi Penduduk Kel. Cipageran Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ....................................................................................... 40 8. Komposisi Penduduk Kel. Cipageran Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006 ............................................................................................ 41 9. Daftar Kelompok dan Kegiatan Usaha Program P2WKSS di Kel Cipageran Tahun 2005 .................................................................... 48 10. Daftar Anggota KBUW Berdasarkan Jenis Kelamin di Kel. Cipageran Tahun 2005 - 2006 ...........................................................................
58
11. Daftar Jenis Usaha Anggota KBUW di Kel. Cipageran Tahun 2005 2006 ................................. ...................................................................
59
12. Profil Aktivitas Pembagian Peran/Kerja Berdasarkan Analisa Harvard di kel. Cipageran Tahun 2006 ............................................................
61
13. Hasil Analisa Pemberdayaan Longwe dalam kegiatan KBUW di Kel. Cipageran Tahun 2006 ...................................... ................................. 74 14. Permasalahan/Kelemahan dan Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan Hasil FGD Kel. Cipageran Tahun 2006 ......................
80
15. Strategi Pemecahan Masalah Berdasarkan Analisa Pemberdayaan Longwe di Kel. Cipageran Tahun 2006 .. ..........................................
86
16. Rencana Program dalam Mengatasi Permasalahan KBUW Berdasarkan Analisa Harvard dan Pemberdayaan Longwe di Kel. Cipageran Tahun 2006 .................................................................
89
17. Rencana Program dalam Kelembagaaan KBUW Berdasarkan Analisa SWOT di Kel. Cipageran Tahun 2006 .................................................
93
xiii
DAFTAR GAMBAR
1. Piramida Analisa Pemberdayaan Longwe ......................................
Halaman 25
2. Kerangka Pemikiran Analisa Gender Terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) .........................................
27
3. Piramida Penduduk Kel. Cipageran Tahun 2005............................
39
4. Piramida dan Hasil Analisis Pemberdayaan Longwe dalam kelembagaan KBUW ...................................................................
75
5. Analisa Pohon Masalah .................................................................
84
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta Sosial Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi .....................................................................................
102
2. Jadual Pengumpulan Data ................................................................
103
3. Panduan Wawancara bagi Pengurus dan Anggota Koperasi Wanita Bina Usaha (KWBU) ............................................................
106
4. Panduan Wawancara bagi Informan ( Aparat Kelurahan, BPMKB dan Tokoh Masyarakat) .....................................................................
110
5. Panduan Studi Dokumentasi ..............................................................
111
6. Panduan Pengamatan (Observasi).......................................................
112
7. Panduan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) .......
113
8. Daftar Hadir Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) ..........................
115
9. Photo-photo Dokumentasi Kajian Pengembangan Masyarakat .......
117
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat miskin adalah melalui pemberdayaan wanita sebagai mitra sejajar dengan pria, peran nafkah tidak lagi didominasi hanya oleh pria sebagai kepala keluarga tetapi wanita sebagai ibu rumah tangga berperan dalam mencari nafkah keluarga. Kendala yang dihadapi oleh wanita khususnya di pedesaan adalah kurang modal, kurang bekal pengetahuan dan keterampilan yang menunjang (Padmi & Haryanto, 2003). Dewasa ini wanita dituntut untuk memiliki sikap mandiri kebebasan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Profil wanita dewasa ini dapat digambarkan sebagai manusia yang harus hidup dalam situasi dilematis. Pada satu sisi dituntut untuk berperan serta dalam semua sektor kehidupan tetapi di sisi lain muncul pula tuntutan agar wanita tidak melupakan kodrat mereka. Contoh wanita karier umumnya terpanggil untuk mendarmabaktikan bakat dan keahliannya, namun di sisi lain dihantui oleh opini masyarakat
yang melihat wanita karier
sebagai
salah
satu
penyebab
ketidakberhasilan pendidikan anak (Soetrisno, 1997 : 61). Dilema yang dihadapi wanita yang bekerja adalah munculnya tuntutan atau peran-peran dari masyarakat yang harus dilakukan wanita, seperti merawat anak atau mengurus keluarga. Pekerjaan tersebut dianggap sebagai kodrat wanita. Sesungguhnya kodrat wanita itu adalah sesuatu yang diterima dari Illahi dan tidak bisa dipertukarkan, seperti melahirkan dan menyusui anak, namun yang berkembang dalam masyarakat seolah-olah merawat dan mengurus keluarga hanya merupakan kewajiban wanita. Keadaaan ini menyebabkan peran-peran yang harus dilakukan wanita yang bekerja lebih banyak daripada laki-laki, sementara laki-laki hanya melakukan peran yang terbatas yaitu sebagai pencari nafkah. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan peran wanita dalam pembangunan, antara lain dalam bentuk organisasi perempuan, seperti Dharma Pertiwi, Dharma Perempuan, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) (Soetrisno, 1997 : 67). Organisasi-organisasi
2
tersebut dibentuk sebagai wadah untuk menampung aspirasi wanita agar mereka turut serta dalam kegiatan pembangunan. Program-program pembangunan untuk wanita sesungguhnya masih belum menjamin kesempatan para wanita untuk melaksanakan peran mereka. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : a. Program-program tersebut masih dihubungkan dengan usaha-usaha yang mendukung kelestarian jabatan pelaksana program, seperti proyek PKK. b. Sifat administratif program tersebut sama dengan program pembangunan lainnya yang berorientasi pada kemudahan pimpinan proyek mengawasi tercapainya target program itu daripada menyesuaikan program itu dengan kepentingan serta kondisi sosial-ekonomi manusia yang menjadikan objek program. (Soetrisno, 1997 : 99) Selain itu salah satu program penanggulangan kemiskinan bagi kaum wanita yaitu Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS). manusia,
Program tersebut bertujuan
sumber
mengembangkan
daya keluarga
alam
dan
sehat
untuk meningkatkan sumber daya
lingkungan
sejahtera
dan
guna mewujudkan bahagia
dalam
dan
rangka
pembangunan masyarakat desa/kelurahan dengan wanita sebagai penggeraknya (Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS, 1991 : 1). Program P2WKSS adalah program peningkatan peranan wanita yang menggunakan pola pendekatan lintas sektoral yang terkoordinasi, berupaya untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan keluarga bagi keluarga-keluarga yang tergolong berpendidikan, berketerampilan dan berpenghasilan serta berstatus kesehatan rendah di desa/wilayah yang tergolong masih rawan sosial dan ekonomi. Tujuan Program P2WKSS adalah terwujudnya dan berkembangnya keluarga sehat, sejahtera dan bahagia termasuk pembinaan anak dan remaja melalui peningkatan kedudukan, peranan, kemampuan, kemandirian serta ketahanan mental dan spiritual wanita dengan pendekatan lintas sektoral dalam rangka mengembangkan pembangunan masyarakat pedesaan. Sementara itu sasaran Program P2WKSS adalah wanita yang berusia 16-50 tahun pada keluarga yang berpendidikan dan berketerampilan rendah, berstatus kesehatan dan
3
penghasilan rendah atau keluarga-keluarga yang termasuk kategori pra-sejahtera yang bermukim di desa-desa yang tergolong rawan sosial ekonomi (Pedoman Umum Pelaksanaan P2WKSS,1991 : 2 - 6). Pada awal kegiatan dilakukan upaya menggerakkan keluarga binaan (keluarga miskin) yang memperoleh bantuan Program P2WKSS dan wanita yang tergabung dalam kegiatan Posyandu. Mereka diharapkan mampu mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program tersebut. Pelaksanaan Program P2WKSS melibatkan semua masyarakat karena kegiatan yang dilaksanakan mencakup semua sektor kehidupan masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Pemerintah Kota Cimahi bahwa masyarakat sulit sekali digerakkan dan mereka baru bergerak setelah mengetahui adanya bantuan. Sementara itu berdasarkan wawancara dengan salah seorang kader PKK bahwa pihak penanggung jawab kegiatan kurang memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan program tersebut. Kegiatan
yang
dilaksanakan
di
dalam
Program
P2WKSS
untuk
meningkatkan pendapatan keluarga yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT) sebanyak dua kelompok, Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) sebanyak dua kelompok, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan jenis kegiatan pembuatan rangining dan keripik bawang sebanyak lima kelompok serta Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dengan jenis kegiatan pembuatan bata merah sebanyak satu kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat. Sebagai contoh di Kota Cimahi, Program P2WKSS dilaksanakan di Kelurahan Cipageran (RW 06 dan 07) yang merupakan salah satu kelurahan paling luas wilayahnya yaitu 597,14 Ha dan jumlah penduduk sebanyak 30.666 jiwa. Program tersebut dilaksanakan selama satu tahun yaitu mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2005. Program tersebut dilaksanakan di Kelurahan Cipageran (RW 06 dan 07) atas beberapa alasan, yaitu : 1. Jumlah penduduknya lebih padat dibandingkan dengan RW lain. 2. Jumlah KK miskin sebanyak 169 KK.
4
3. Pada umumnya Kepala Keluarga tidak mempunyai pekerjaan tetap. 4. Kondisi sosial dan ekonomi yang rendah.
Masalah Kajian Kaum wanita seringkali merupakan kelompok tidak berdaya, mereka pada umumnya hanya melakukan kegiatan domestik, yaitu mengurus rumah tangga, seperti merawat anak, membersihkan rumah dan melayani suami. Hal ini mengakibatkan adanya anggapan bahwa peran wanita hanya mengurus rumah tangga dan merawat anak, sedangkan sebagai pencari nafkah adalah tugas lakilaki (suami). Keadaan ini merupakan realita yang terjadi di masyarakat sehingga menempatkan wanita kurang berperan dalam kegiatan masyarakat (Wiludjeng H et al 2005 : 3 ). Kaum wanita dianggap tidak berdaya karena mereka tidak bisa memilih untuk melakukan kegiatan lain selain mengurus rumah tangga dan merawat anak. Peran domestik tersebut kurang dihargai dalam kehidupan masyarakat karena tidak menghasilkan upah. Hal ini dipengaruhi pula oleh budaya patriarki yang menempatkan laki-laki paling berperan dalam mencari nafkah keluarga. Akibatnya masyarakat lebih menghargai laki-laki (suami) daripada wanita sehingga laki-laki dianggap lebih berkuasa dan mempunyai posisi lebih tinggi. Adapun Kondisi wanita di lokasi kajian adalah sebagai berikut : pada umumnya hanya melakukan pekerjaan domestik, wanita kurang terlibat dalam kegiatan pembangunan, tingkat pendidikan rata-rata SLTP dan tidak mempunyai kegiatan usaha. Fokus kajian yaitu dua kelompok KBUW yang masing-masing mempunyai anggota 60 orang dan 64 orang. KBUW tersebut menerima bantuan dana masingmasing sebesar Rp.10 Juta yang merupakan dana bergulir dan harus dikembalikan selama tiga tahun. Saat ini KBUW mengalami permasalahan, yaitu usaha anggota koperasi yang belum perkembangan, kurangnya tanggung jawab anggota dalam pembayaran iuran koperasi, kepengurusan KBUW tidak komplit, pinjaman digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, pengambilan keputusan penggunaan pinjaman berada di tangan suami, pengetahuan pengurus KBUW terbatas dan wanita kurang aktif dalam kegiatan KBUW.
5
Dengan kondisi tersebut kegiatan KBUW kurang berjalan secara optimal. Berdasarkan hal itu pula, penulis mencoba melakukan kajian dengan menggunakan analisis Pemberdayaan Longwe dengan lima dimensi yaitu “kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Analisis Pemberdayaan Longwe digunakan untuk menganalisis pencapaian aspek pemberdayaan wanita di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Namun demikian, sebelum dilakukan analisis Pemberdayaan Longwe terlebih dahulu dilakukan Analisa Harvard untuk menganalisis pembagian peran antara wanita dan laki-laki di dalam rumah tangga maupun kelembagaan KBUW. Analisis tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa pembagian peran di dalam rumah tangga akan mempengaruhi wanita di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Berdasarkan gambaran latar belakang dan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan masalah kajian sebagai berikut : 1. Bagaimana pembagian peran antara wanita dan laki-laki di dalam rumah tangga dan kegiatan KBUW ? 2. Bagaimana hasil analisis Pemberdayaan Longwe antara wanita dan laki-laki dalam kegiatan KBUW ? 3. Sejauh mana pencapaian aspek pemberdayaan dalam kegiatan KBUW ? 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan KBUW. 5. Bagaimana hasil analisis tersebut dapat menunjang kegiatan KBUW dalam memberdayakan kaum wanita ?
Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk menganalisis setiap tahap kegiatan KBUW dengan menggunakan lima dimensi Analisis pemberdayaan longwe yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Tujuan yang ingin dicapai dari kajian ini secara khusus adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan KBUW. 2. Menganalisis pembagian peran antara wanita dan laki-laki di dalam rumah tangga dan kegiatan KBUW 3. Menganalisis bagaimana aspek pemberdayaan wanita dalam kegiatan KBUW
6
4. Menyusun strategi berdasarkan Analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe sehingga dapat menunjang kegiatan KBUW dalam memberdayakan kaum wanita.
Manfaat Kajian Manfaat kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi
wawasan mengenai analisis gender terhadap program-program
pemberdayaan wanita. 2. Hasil kajian dapat digunakan wanita untuk mengembangkan modal pembangunan sesuai kemampuan/pengetahuan mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program. 3. Sebagai bahan masukan untuk menyusun strategi dengan alat analisis Harvard dan pemberdayaan Longwe sehingga dapat menunjang kegiatan KBUW dalam memberdayakan kaum wanita.
7
KERANGKA TEORI Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan isu sentral dalam pembangunan terutama setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi pada tahun 1997. Peningkatan jumlah penduduk miskin dengan tajam dan pengaruh krisis ekonomi masih terasa sampai sekarang. Akibat krisis ekonomi ada kecenderungan semakin banyak penduduk yang bekerja di sektor informal bahkan para wanita turut serta ambil bagian dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Menurut Ihromi (1995), bekerja di sektor informal, seperti : menjadi pembantu rumah tangga, namun demikian kelompok seperti ini berada dalam kondisi miskin dan rentan Dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar, kemiskinan dianggap sebagai ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal. Kebutuhan dasar meliputi kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka seseorang berada dalam kondisi miskin. Menurut David Cox (dalam Suharto, 2005 :132) bahwa kemiskinan dapat dibagi beberapa dimensi, yaitu : 1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya negara-negara maju,
sedangkan negara-negara berkembang seringkali
terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. 2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan
subsisten
(kemiskinan
akibat
rendahnya
pembangunan),
kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan). 3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak dan kelompok minoritas. 4. Kemiskinan konsekuensial.
8
Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal diluar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk. Menurut Suharto (2005 : 135), kemiskinan bisa diakibat oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri si miskin, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumber daya. Kemiskinan diakibatkan pula oleh sumber daya alam, artinya ketersediaan sumber daya semakin langka dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, sehingga mengakibatkan seseorang menjadi miskin karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber daya alam tersebut. Kualitas sumber daya alam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kemiskinan karena kualitas sumber daya alam mempengaruhi kegiatan produksi yang menghasilkan tingkat efisiensi yang rendah. Hal ini mengakibatkan produksi yang dihasilkan tidak bisa dijadikan sumber mata pencaharian yang secara tidak langsung mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsep kemiskinan menurut Sen (dalam Sari 2003 : 94) bahwa kemiskinan sebagai suatu keadaan yang individunya mengalami keterbatasan pilihan dan kemampuan atau ”lack of choice and capability”. Dalam konsep tersebut, kemiskinan dikaitkan dengan suatu keadaan atau kondisi hilangnya hak serta peluang seseorang atau sekelompok orang terhadap penguasaan, pemilikan, dan peraturan atau kontrol terhadap sumber daya yang diperlukan bagi terjaminnya kehidupan seseorang. Dalam dimensi kemiskinan dapat didefinisikan sebagai adanya perbedaan kemampuan di dalam : 1. Pengambilan keputusan sehingga kelompok miskin tidak masuk dalam agenda pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya. 2. Menjangkau sumber-sumber ekonomi dan kesempatan-kesempatan yang tidak sama untuk bertindak. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan tetapi upaya tersebut sampai saat ini belum membuahkan hasil yang memuaskan bahkan banyak kegiatan/program penanggulangan kemiskinan
9
mengalami kegagalan. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan perlu mendapat tanggapan serius, seperti memacu pertumbuhan ekonomi, menyediakan fasilitas kredit bagi lapisan miskin, membangun infrastruktur pedesaan dalam hal ini pembangunan pertanian. Ketidakberhasilan penanggulangan kemiskinan disebabkan dari cara pemahaman kemiskinan berdasarkan kondisi ekonomi semata (Sukmana , 2005 : 138). Di dalam perspektif gender, konsep kemiskinan dianggap lebih tepat jika dilihat dari sisi ketidakadilan gender, yaitu kurang akses dan kontrol wanita dalam pengambilan keputusan yang penting dan mempengaruhi kehidupannya. Pandangan ini menjadi titik tolak melihat wanita tidak hanya di wilayah domestik tetapi juga di wilayah publik, dimana wanita mengalami hal yang sama yaitu opresi dan subordinasi, yang memberi implikasi pada banyaknya keputusan penting menyangkut hidup wanita ditentukan oleh laki-laki (Sari, 2003 : 94). Wanita mengalami kemiskinan yang lebih parah dibandingkan laki-laki yang berpenghasilan rendah dalam komunitasnya, khususnya wanita yang mengepalai rumah tangganya sendiri. Mereka tidak mempunyai akses terhadap sumber pembangunan, misalnya akses terhadap kredit. Ketika terjadi resesi ekonomi dan pemerintah melakukan penghematan anggaran dalam pelayanan kesejahteraan, maka wanita harus menanggung beban kerja lebih banyak karena wanita harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan mengerjakan peran domestik. Tugas mempertahankan keluarga tetap menjadi tanggung jawab wanita,
kaum wanita akan terus memikul beban yang tidak
seimbang akibat gagalnya pembangunan (Mosse, 1996 : 26-27 ). Wanita miskin biasanya terlalu banyak pekerjaan dan sering mengejar beberapa sumber pendapatan demi menjamin kelangsungan hidup mereka dan keluarganya. Mereka melakukan peran ganda yaitu melakukan pekerjaan produktif sebagaimana lelaki tetapi juga melakukan pekerjaan reproduktif di dalam rumah tangganya. Kegiatan/program penciptaan pendapatan jarang untuk mengurangi beban kerja wanita, bahkan tak ada jaminan bahwa wanita juga mempunyai kontrol terhadap pendapatan yang mereka. Hal ini terjadi karena di kebanyakan negara, wanita tersubordinasi, apabila rumah tangga dikontrol lelaki
10
sangat tidak mungkin bahwa wanita tidak mempunyai kekuasaan terhadap pendapatan mereka (Saptari R & Holzner B, 1997 : 178).
Wanita dan Pembangunan Wanita dalam kegiatan pembangunan khususnya wanita miskin masih tetap dilibatkan dalam program-program yang bertujuan peningkatan kesejahteraan keluarga. Hal ini menunjukkan kecenderungan untuk memanfaatkan wanita sebagai
”alat”
untuk
meningkatkan
kesehatan
anak
dan
menurunkan
pertumbuhan penduduk (Ihromi T O,1995 : 187). Artinya sementara ini programprogram pembangunan yang ditujukan kepada wanita miskin hanya untuk mengurangi jumlah penduduk dan meningkatkan kesehatan keluarga. Keadaan ini memperlihatkan bahwa wanita hanya djadikan objek dari kegiatan pembangunan, mereka jarang dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan pembangunan. Nilai dan norma budaya pembagian peran pria dan wanita mempunyai dampak besar terhadap kedudukan wanita dan merupakan variabel penting yang mendukung dan memperkuat perbedaan mendasar dalam kedudukan ekonomi wanita yang lebih rendah daripada pria. Krisis ekonomi yang melanda dunia telah mengakibatkan pengaruh yang lebih mempersulit dan merendahkan kedudukan wanita terutama wanita miskin di pedesaan dan perkotaan yang gajinya menjadi semakin kurang tapi beban kerjanya semakin meningkat (Tjandraningsih I, 2003 : 39 ). Saat ini program pembangunan untuk wanita telah diarahkan pada kegiatan untuk peningkatan pendapatan keluarga, namun pada pelaksanaannya banyak mengalami kesulitan karena pengetahuan dan keterampilan wanita rata-rata rendah, tidak mempunyai akses dalam pemasaran, produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan selera masyarakat. Seperti yang dikemukakan Ihromi (1995 : 194) bahwa kegagalan program untuk wanita umumnya karena tidak ada komitmen yang serius dalam pelaksana proyek untuk menjadikan kegiatan peningkatan pendapatan sebagai kelompok usaha ekonomi yang serius. Dalam pengadaan modal usaha tidak menampilkan bagaimana jika program nanti berakhir dan
11
adanya stereotip bahwa wanita miskin mempunyai banyak waktu luang dan hanya membutuhkan penghasilan sampingan. Pemberdayaan wanita dalam wacana ekonomi secara khusus ditujukan untuk meningkatkan independensi wanita. Pendekatan yang digunakan dalam program-program pemberdayaan ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan kontrol wanita terhadap sumber daya ekonomi. Pemberdayaan wanita dalam wacana politik yaitu melibatkan wanita dalam pengambilan keputusan di ruang publik. Hal ini ditempuh dengan membuka ruang bagi wanita untuk masuk kedalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan baik eksekutif maupun legislatif. Dalam pengambilan keputusan hanya terjadi pada tataran formal dan wanita yang dilibatkan dalam politik masih terbatas pada wanita yang berada di kelas menengah (Dewayanti R et al. 2003 : 6). Beberapa pendekatan pembangunan dalam penanggulangan kemiskinan yang berwawasan gender di tingkat Internasional (Saptari R & Holtzner B, 1997 : 158-160) adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Kesejahteraan (Welfare Approach) Pendekatan ini meletakkan wanita sebagai penerima pasif program pembangunan. Peran keibuan merupakan peranan yang paling penting bagi wanita di dalam masyarakat dan mengasuh anak merupakan peranan wanita yang efektif dalam semua aspek pembangunan ekonomi. Tujuan dari pendekatan ini untuk mendukung peran keibuan sebagai peranan paling penting bagi wanita dalam masyarakat dan pembangunan. Program-program yang dilaksanakan dititikberatkan pada program untuk memenuhi kebutuhan fisik keluarga, seperti menyediakan perumahan, sandang dan pangan, kebersihan, kesehatan dan gizi keluarga, nutrisi anak, cara memasak, menyiapkan makanan dan lain-lain. 2. Pendekatan Kesamaan (Equity Approach) Pendekatan ini mengakui bahwa wanita merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan dan mengakui bahwa wanita mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kontribusi tersebut yaitu melalui kerja produktif dan reproduktif walaupun kontribusi tersebut seringkali tidak diakui.
Tujuan
pendekatan
ini
menuntut
kesamaan
wanita
dalam
12
pembangunan dengan menerapkan wawasan gender dalam pembangunan. Program yang dilaksanakan diarahkan langsung pada hak yuridis : hak cerai, hak atas anak, hak waris, hak milik harta, hak untuk mendapatkan kredit, dan hak sebagai warga negara seperti hak suara serta hak ekonomi wanita berubah : tuntutan akan persamaan upah untuk pekerjaan yang sama. 3. Pendekatan Anti Kemiskinan (Poverty Approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa asal mula kemiskinan wanita dan ketimpangannya dengan laki-laki diakibatkan oleh kesenjangan peluang untuk memiliki tanah dan modal serta diskriminasi seksual dalam pasar tenaga kerja. Tujuan pendekatan ini untuk meningkatkan produktivitas wanita dan mengintegrasikan wanita dalam pembangunan. Hal ini karena kemiskinan wanita diyakini sebagai masalah pembangunan bukan masalah subordinasi. Program yang dilaksanakan adalah usaha ekonomi skala kecil bagi wanita untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. 4. Pendekatan Efisiensi (Efficiency Approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa peningkatan partisipasi ekonomi wanita di negara dunia ketiga secara otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan. Tujuan pendekatan ini untuk menjamin pembangunan lebih efisien dan lebih efektif, karena partisipasi ekonomi wanita dianggap menyatu dengan prinsip kesamaan. 5. Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment Approach) Pendekatan ini berasumsi bahwa memperbaiki posisi wanita tidak akan berhasil dilakukan melalui intervensi dari atas jika tidak disertai upaya untuk meningkatkan kekuasaan wanita dalam melakukan negosiasi dan tawar menawar untuk mengubah situasinya. Tujuan pendekatan ini untuk memberdayakan wanita melalui peningkatan kepercayaan diri untuk membangun politik, ekonomi, dan struktur sosial yang baru agar keluar dari struktur yang ekspolitatif. Program yang dilaksanakan tidak selalu menyibukkan diri dalam program-program pembangunan tetapi melalui kegiatan-kegiatan gerakan wanita di dunia ketiga. Berdasarkan pendekatan pembangunan yang berwawasan gender, maka Program P2WKSS cenderung menggunakan ”Pendekatan Anti Kemiskinan dan
13
Pemberdayaan”. Hal ini sesuai dengan tujuan Program P2WKSS yaitu merupakan
salah
satu
program
penanggulangan
kemiskinan
dengan
memberdayakan wanita. Salah satu bentuk kegiatan Program P2WKSS yaitu dibentuknya KBUW dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui pinjaman modal usaha. Hal ini bermakna bahwa pinjaman modal yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan usaha masyarakat dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga. Kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan dalam Program tersebut juga merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan wanita serta memberi kesempatan kepada wanita untuk turut serta dalam setiap program pembangunan.
Budaya Patriarki Pada mulanya kata ”patriarki” memiliki pengertian sempit, yaitu kepala rumah tangga laki-laki memiliki kekuasaan hukum dan ekonomi yang mutlak atas anggota keluarga laki-laki dan wanita yang menjadi tanggungannya. Dalam perkembangannya istilah ”patriarki” mulai digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas wanita dan anak-anak di dalam keluarga. Hal ini berlanjut kepada dominasi laki-laki atas semua lingkup kehidupan masyarakat lainnya (Mosse, 1996 : 64). Patriarki adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, pemerintahan dan militer. Pada dasarnya wanita tidak mempunyai akses terhadap kekuasaan itu. Pandangan ini berpengaruh dalam mengubah peran gender tradisional yang sukar berubah. Hal ini merupakan masalah pokok di masyarakat yang terorganisir sepanjang garis patriarkal, dimana ada ketidaksetaraan hubungan gender antara laki-laki dan wanita dan merembes ke semua aspek masyarakat dan sistem sosial (Mosse, 1996 : 65). Selain itu, hukum hegemoni patriarki, ketidakseimbangan gender juga disebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki dilambangkan lebih kuat daripada wanita dan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar (Muniarti , 2004 : 120).
14
Dalam budaya patriarki, perbedaan peran antara laki-laki dan wanita dipandang sebagai akibat perbedaan jenis kelamin. Tugas wanita seperti memasak di dapur, berhias untuk suami, mengasuh anak dan pekerjaan domestik lainnya merupakan konsekuensi dari jenis kelamin. Tugas domestik wanita
tersebut
bersifat abadi sebagaimana keabadian identitas jenis kelamin yang melekat pada dirinya. Secara sosiologis, budaya patriarkal terbentuk dari pergeseran relasi gender tersebut. Pada masyarakat seperti ini, laki-laki diposisikan berkuasa atau superior terhadap wanita dalam berbagai sektor kehidupan baik domestik maupun publik. Hegemoni laki-laki dalam masyarakat tampaknya menjadi fenomena universal dalam sejarah manusia di masyarakat di manapun di dunia ini (Kadarusman, 2005 :21).
Ketidakadilan Gender Gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, misalnya wanita dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga wanita yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat yang lain maupun dari kelas ke kelas lain yang ada di masyarakat (Fakih, 1996 : 8). Perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai ”kodrat lakilaki maupun kaum wanita”, namun perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki maupun kaum wanita. Perbedaan gender antara laki-laki dan wanita terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena itu terbentuknya gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikontruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Ketidakadilan gender dimanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotip atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban
15
kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, 1996 : 10-12). Manifestasi ketidakadilan gender terjadi di berbagai tingkatan, yaitu : 1. Manifestasi ketidakadilan gender terjadi di tingkat negara, baik pada satu negara maupun organisasi antar negara seperti PBB. Banyak kebijakan dan hukum negara, perundang-undangan serta program kegiatan yang masih mencerminkan sebagian dari ketidakadilan gender. 2. Manifestasi terjadi di tempat kerja, organisasi maupun dunia pendidikan. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian serta kurikulum pendidikan yang masih melanggengkan ketidakadilan gender. 3. Manifestasi ketidakadilan gender terjadi dalam adat istiadat masyarakat pada berbagai kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tafsiran keagamaan. Bagaimanapun mekanisme interaksi dan pengambilan keputusan di masyarakat masih banyak mencerminkan ketidakadilan gender. 4. Manifestasi ketidakadilan gender terjadi di lingkungan rumah tangga. Bagaimana proses pengambilan keputusan, pembagian kerja dan interaksi antar anggota keluarga dalam banyak rumah tangga sehari-hari dilaksanakan dengan menggunakan asumsi bias gender. Ketidakadilan gender telah mengakar mulai dalam keyakinan dan menjadi ideologi kaum wanita dan laki-laki. Dengan demikian bahwa manifestasi ketidakadilan gender telah mengakar mulai dari keyakinan di masing-masing orang, keluarga hingga pada tingkat negara yang bersifat global (Fakih, 1996 : 22-23).
Marginalisasi Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan sesungguhnya banyak terjadi dalam masyarakat dan negara baik yang menimpa kaum laki-laki dan wanita dan disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya penggusuran, bencana alam dan proses eksploitasi. Marginalisasi terhadap kaum wanita dilihat dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, kebiasaan bahkan asumsi ilmu pengetahuan (Fakih, 1996 : 13-14). Misalnya program swasembada pangan atau revolusi hijau secara ekonomis telah menyingkirkan kaum wanita dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka.
16
Akibatnya banyak kaum wanita miskin di desa termaginalisasi yakni semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan di sawah pada musim panen. Hal ini berarti program revolusi hijau dirancang tanpa mempertimbangkan aspek gender. Marginalisasi terhadap wanita yang terjadi di dalam rumah tangga berbentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dan wanita. Hal ini diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir agama. Misalnya banyak diantara sukusuku di Indonesia yang tidak memberi hak kepada kaum wanita untuk mendapatkan warisan sama sekali, sebagian tafsir keagamaan memberi hak waris setengah dari hak waris laki-laki terhadap wanita.
Subordinasi Subordinasi yaitu memposisikan wanita lebih rendah daripada laki-laki, dipandang kurang mampu sehingga diberi tugas yang ringan dan mudah (Muniarti, 2004 : 78). Bentuk subordinasi terhadap wanita yang menonjol adalah semua pekerjaan yang dikategorikan sebagai reproduksi dianggap lebih rendah dan menjadi subordinasi dari pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki. Hal ini menyebabkan banyak laki-laki dan wanita itu sendiri menganggap bahwa pekerjaan reproduksi lebih rendah dan ditinggalkan. Subordinasi terhadap jenis pekerjaan wanita tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga tetapi juga terproyeksi di tingkat masyarakat dan tempat pekerjaan. Keyakinan gender ternyata ikut menyumbangkan diskriminasi terhadap posisi buruh wanita dalam struktur perusahaan dan pabrik-pabrik (Handayani T & Sugiarti , 2002 : 17). Anggapan bahwa wanita irasional atau emosional mengakibatkan wanita tidak bisa tampil memimpin dan munculnya sikap yang menempatkan wanita pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Di dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka anak lakilaki akan mendapat prioritas utama. Praktik tersebut berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
17
Stereotip Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, celakanya stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip yang bersumber dari pandangan gender, banyak sekali ketidakadilan terhadap wanita yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan pada kaum wanita (Fakih, 1996 : 16). Contohnya wanita bersolek dalam rangka memancing lawan jenisnya, maka setiap kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotip ini. Stereotip terhadap kaum wanita terjadi dalam berbagai aspek. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotip tersebut. Pelabelan memunculkan banyak stereotip, maka wanita identik dengan pekerjaan di dalam rumah, sehinga peluang wanita untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas. Akibat adanya pelabelan banyak tindakan-tindakan yang seolaholah sudah merupakan kodrat wanita. Misalnya: karena secara sosial budaya lakilaki dikonstruksikan sebagai kaum yang kuat maka laki-laki mulai kecil biasanya terbiasa atau berlatih untuk menjadi yang kuat, sementara wanita mempunyai label yang lembut maka perlakuan orang tua mendidik anak seolah-olah mengarah untuk terbentuknya wanita yang lemah lembut (Handayani T & Sugiarti , 2002 : 18).
Kekerasan Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender disebut ”gender-related violence”. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di masyarakat (Fakih, 1996 : 18). Kekerasan terhadap wanita sering terjadi karena budaya dominasi laki-laki terhadap wanita. Kekerasan digunakan oleh laki-laki untuk memenangkan perbedaan pendapat untuk menyatakan rasa tidak puas dan seringkali hanya untuk
18
menunjukkan bahwa laki-laki berkuasa atas wanita. Pada dasarnya kekerasan terhadap wanita yang berbasis gender adalah refleksi dari sistem patiarkhi yang berkembang di masyarakat (Handayani T & Sugiarti , 2002 : 19).
Beban Kerja Adanya anggapan bahwa wanita memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga berakibat semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum wanita. Konsekuensinya banyak wanita yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat harus ditanggung oleh wanita itu sendiri terlebih lagi jika wanita tersebut harus bekerja, maka ia harus memikul beban kerja ganda (Fakih, 1996 : 21). Bias gender yang mengakibatkan beban kerja seringkali diperkuat oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa ”jenis pekerjaan perempuan
(pekerjaan
domestik)”
dianggap
dan
dinilai
lebih
rendah
dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki dan dikategorikan sebagai ”bukan produktif”, sehingga tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara. Sementara kaum wanita karena anggapan gender, sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Di lain pihak kaum lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik. Hal ini telah memperkuat pelanggengan secara kultural dan struktural beban kerja kaum wanita (Fakih, 1996 : 21). Pekerjaan yang diberikan kepada wanita lebih lama pengerjaannya jika dibandingkan dengan pekerjaan untuk laki-laki. Wanita yang bekerja di sektor publik masih diberi tugas rumah tangga di dalam keluarga dan masyarakat. Padahal secara ekonomis mereka tidak mampu menyerahkan tugas-tugas tersebut kepada pembantu rumah tangga yang juga perempuan. (Muniarti, 2004 : 97)
Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Analisis kebutuhan praktis dan strategis gender berguna untuk menyusun suatu perencanaan atau evaluasi suatu kegiatan pembangunan. Hal ini diperlukan
19
untuk melihat apakah suatu kegiatan pembangunan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan laki-laki maupun wanita (Moser, 1993). Kebutuhan praktis gender merupakan kebutuhan yang meringankan beban kehidupan wanita tetapi tidak menyinggung ketaksejajaran (inequality) pembagian kerja secara seksual ataupun kesejajaran antara-gender. Misalnya : tempat-tempat penitipan anak, dapur-dapur umum, alat-alat kontrasepsi dan tempat perlindungan wanita yang dianiaya. Kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang menghilangkan ketidakseimbangan gender di dalam dan di luar rumah tangga serta menjamin hak dan peluang wanita untuk mengungkapkan kebutuhan mereka, seperti undang-undang persamaan hak dan persamaan upah untuk pekerjaan yang sama. (Saptari R & Holzner B, 1997 : 158). Menurut Handayani dan Sugiarti (2002), pemenuhan kebutuhan praktis gender melalui kegiatan pembangunan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek, meringankan beban kerja wanita dan lebih mudah dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan strategis gender lebih berjangka panjang, mengacu pada peran ideal wanita, merubah hubungan gender dan memerlukan strategi tertentu dalam proses pemenuhannya. Kepentingan strategis gender adalah kepentingan yang berasal dari suatu analisis mengenai subordinasi wanita. Identifikasi kepentingan strategis gender merupakan bagian dari strategi feminis yang ditujukan untuk mengubah hubungan kekuasaan yang ada antara laki-laki dan wanita dalam menyusun semua kawasan kehidupan keluarga, pendidikan, kesejahteraan, dunia kerja, politik, kultural dan hiburan (Mosse, 1996 : 216).
Analisis Gender Dalam Penanggulangan Masalah Kemiskinan Pengakuan terhadap pentingnya peranan wanita dalam proses pembangunan semakin meningkat dan secara khusus mengakui pentingnya peranan wanita dalam pembangunan sosial ekonomi nasional. Sejalan dengan itu telah meningkat kesadaran dan pengakuan terhadap kelemahan perencanaan pembangunan dalam memperhatikan dan memperhitungkan secara tepat dan sistematis sumbangan wanita terhadap proses pembangunan maupun dampak pembangunan terhadap aspirasi dan kepentingan wanita. Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan
20
strategi perencanaan pembangunan yang dapat mengintegrasikan aspirasi, kepentingan, peranan wanita dan laki-laki dalam arus utama pembangunan. Wanita dan laki-laki secara bersama-sama menjadi pelaku sekaligus pemanfaat pembangunan (Handayani T & Sugiarti , 2002 : 169). Pendekatan analisis gender dalam penanggulangan masalah kemiskinan berkembang pada tahun 1990-an dan mendapat perhatian serius dengan dimasukkanya analisis gender dalam World Development Report 1990 (World Bank, 1990) dan Bank’s Poverty Assesments juga ”The Beijing Platform for Action” yang diadopsi oleh Fourth World Cinference on Women ( Andrijani R, 2003 : 130). Menurut Razavi (dalam Andrijani R 2003:131), analisis gender dalam kemiskinan diperlukan karena alasan metodologis dan politis. Hal ini berimplikasi terhadap pengukuran dan analisis kemiskinan di masa yang akan datang, perumusan kebijakan yang sensitif gender dan ditujukan untuk pemberantasan kemiskinan. Selama ini pengukuran yang digunakan untuk keberhasilan pembangunan hanya berdasarkan ekonomi yaitu tingkat pendapatan. Pengukuran beralih kepada pengukuran non-ekonomi yang lebih menekankan pada kualitas kehidupan dengan pendekatan ke arah analisis ekonomi mikro dan pengukuran pada tingkat individu. Dengan perubahan tersebut terlihat adanya ketidaksetaraan gender. Sementara itu menurut Sen (dalam Andrijani R 2003:132), bahwa berdasarkan perspektif gender, konsep kemiskinan tidak hanya terfokus pada tingkat pendapatan rumah tangga tetapi memungkinkan pemahaman lebih baik pada aspek multidimensi dari ketidaksetaraan gender, seperti kurangnya kontrol atas keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Analisis gender adalah analisis sosial (mencakup ekonomi dan budaya) yang melihat perbedaan wanita dan laki-laki dari segi (a) kondisi (situasi) dan kedudukan (posisi) di dalam keluarga dan masyarakat. Fokus utama analisis situasi gender adalah (1) pembagian kerja/peran (2) akses dan kontrol (peluang) dan penguasaan terhadap sumber daya serta manfaat program pembangunan (3) partisipasi dalam kelembagaan dan pengambilan keputusan di dalam keluarga (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 169).
21
Dengan teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi di dalam masyarakat dan lingkungan akan dapat teridentifikasi. Ketidakpahaman isu gender sangat mempengaruhi kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang berdampak merugikan aspirasi dan kepentingan wanita. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan teknik analisis gender bagi peneliti dan perencana program dan proyek pembangunan. Teknik ini digunakan sebagai dasar dalam meneliti, merencanakan dan menyusun program maupun pemantauan
dan
evaluasi
program
pembangunan,
sehingga
dapat
mengintegrasikan semua aspirasi, kepentingan laki-laki dan wanita serta keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat dapat terwujud. Sebagai suatu alat analisis, analisis gender tidak hanya melihat ”peran, aktivitas tetapi juga hubungan”. Secara garis besar terdapat tiga teknik analisis gender yang dapat menganalisa situasi dan posisi gender dalam masyarakat dan keluarga, yaitu : 1. Kerangka Harvard Kerangka Harvard merupakan suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan. Ada tiga komponen yang diperlukan dan berinterelasi satu sama lain, yaitu profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et al. 1985 dalam Handayani T & Sugiarti, 2002 : 170). Kerangka Analisis Harvard digunakan untuk menggali data (umum dan rinci) yang berguna pada tahap analisis situasi, mudah adaptasi untuk beragam situasi, merupakan alat bantu untuk meningkatkan kesadaran gender dan alat latihan yang efektif untuk menganalisis hubungan gender dalam masyarakat atau suatu organisasi pembangunan. Kerangka analisis Harvard terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : a. Profil aktivitas berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa yang mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat yang memuat daftar tugas laki-laki dan wanita). b. Profil akses dan kontrol (siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya produktif termasuk sumber daya alam, seperti tanah, hutan, peralatan, pekerja, kapital atau kredit, pendidikan atau pelatihan). Profil kontrol
22
berkaitan dalam pengambilan keputusan, artinya wanita dilibatkan dalam mengambil keputusan atau mengontrol penggunaan sumber daya). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan, akses dan kontrol terhadap sumber daya,
manfaat, partisipasi dalam lembaga dan
pengambilan keputusan. Kerangka Analisis Harvard digunakan untuk melihat bagaimana peran antara wanita dan laki-laki di dalam suatu proyek pembangunan, apakah wanita dapat mengakses dan mempunyai kontrol terhadap kegiatan pembangunan tersebut. 2. Kerangka Moser Kerangka analisis Moser berguna untuk menyusun perencanaan atau mengevaluasi, apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan atau ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan baik oleh laki-laki maupun wanita. Kebutuhan spesifik gender yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis. Kebutuhan praktis bersifat jangka pendek, meringankan beban kerja wanita dan berkaitan dengan kondisi, misalnya; hidup yang tidak memadai, kurangnya sumber daya seperti pangan, air, kesehatan, pendidikan anak dan pendapatan. Kebutuhan strategis berkaitan dengan posisi dan memperhatikan sejauh mana kendala-kendala dan permasalahan yang dihadapi wanita, misalnya : posisi yang tersubordinasi dalam masyarakat atau keluarga (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 170). Kegiatan-kegiatan
pembangunan
pada
umumnya
ditujukan
untuk
menanggulangi kebutuhan praktis wanita dan bersifat jangka pendek, seperti bantuan modal usaha, pemberian pelatihan keterampilan. Wanita kurang dilibatkan dalam kegiatan pembangunan termasuk dalam pengambilan keputusan, sehingga tetap terjadi ketidaksetaraan antara wanita dengan lakilaki dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. 3. Kerangka Pemberdayaan Longwe Pemberdayaan mensyaratkan suatu transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dan telah menindas wanita. Perubahan hukum/aturan, institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol dan privilege laki-laki merupakan hal yang sangat penting jika wanita ingin memperoleh keadilan dalam
23
masyarakat. Selain itu pemberdayaan diberi batasan luas sebagai penguasaan atas aset material, sumber-sumber intelektual dan ideologi. Pendekatan pemberdayaan mengandung makna bahwa model perubahan harus dihasilkan
oleh
wanita sendiri,
ketidakberhasilan
mempertimbangkan
penemuan sebagai individu dengan kebutuhan, hak dan kemampuan khusus hanya akan mengakibatkan peningkatan beban kerja dan tingkat ketegangan wanita dan bukannya perbaikan status dan pilihan mereka (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 183). Pemberdayaan menurut Longwe S (dalam Smyth I.,C. March & M Mukhopapay, 1998) yaitu : “Empowerment in this context is intended to mean the achievement of equal participation in and control of the development process and its benefits by men and women. It means enabling women to take greater control of their own lives. It encourages gender awareness in development projects, and helps develop the ability to recognize women’s issues, whether in projects that involve only women or those that involve both women and men”. Teknik analisis Pemberdayaan Longwe digunakan dalam setiap siklus proyek untuk memahami isu wanita dalam implementasi program, mulai kebutuhan sampai dengan evaluasi program. Dalam teknik Analisis Pemberdayaan Longwe terdapat lima dimensi analisis, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Kelima dimensi tersebut saling berkaitan dan melengkapi di dalam pelaksanaan setiap kegiatan. Adapun lima dimensi teknik analisis Pemberdayaan Longwe adalah sebagai berikut : 1. Dimensi Kesejahteraan Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan material yang diukur dari tercukupinya kebutuhan dasar, seperti makanan, penghasilan, perumahan dan kesehatan. Dalam menganalisis suatu kegiatan pembangunan, dimensi kesejahteraan diukur dengan cara melihat tingkat kesejahteraan antara wanita dan laki-laki, artinya apakah program pembangunan telah memberikan kesejahteraan baik wanita maupun laki-laki. 2. Dimensi Akses Kesenjangan gender terlihat dari adanya perbedaaan akses antara wanita dan laki-laki terhadap sumber daya dan rendahnya akses terhadap sumber daya.
24
Hal ini menyebabkan produktivitas wanita cenderung lebih rendah daripada laki-laki. Selain itu wanita lebih banyak diberi tanggung jawab untuk melaksanakan semua pekerjaan domestik, sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk meningkatkan kemampuan dirinya. Dimensi ini untuk menganalisis bagaimana wanita dan laki-laki dapat mengakses suatu program pembangunan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya diskriminasi dalam pelaksanaan suatu program pembangunan. 3. Dimensi Kesadaran Kritis Kesenjangan terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi wanita lebih rendah daripada laki-laki dan pembagian kerja gender adalah bagian tatanan abadi. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana peran-peran wanita yang terlibat dalam kegiatan pembangunan, sehingga terjadi kesetaraan antara wanita dan laki-laki dalam mengikuti kegiatan pembangunan. 4. Dimensi Partisipasi Aspek partisipasi adalah keterlibatan atau keikutsertaan aktif wanita mulai dari penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan evaluasi. Dimensi ini untuk melihat bagaimana keterlibatan wanita dalam suatu kegiatan pembangunan karena di dalam suatu proyek pembangunan, wanita
hanya
dilibatkan
dalam
keanggotaan
atau
pemanfaat/objek
pembangunan, sedangkan dalam penentuan kebutuhan sampai dengan evaluasi kurang dilibatkan. 5. Dimensi Kontrol Kesenjangan gender terjadi dari adanya hubungan kuasa yang timpang antara wanita dan laki-laki baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan, artinya wanita mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan. Kelima dimensi alat Analisis Pemberdayaan Longwe dapat disusun dalam bentuk piramida sebagai berikut :
25
5
Kontrol
Partisipasi
Kesadaran Kritis
Akses
Kesejahteran
1
Gambar 1. Piramida Analisa Pemberdayaan Longwe Piramida analisa Pemberdayaan Longwe menunjukkan setiap dimensi bergerak meningkat dari setiap tahap ke tahap berikutnya. Hal tersebut menunjukkan pencapaian aspek pemberdayaan wanita di dalam mengikuti suatu program pembangunan. Analisis Pemberdayaan Longwe digunakan pula pada setiap tahap siklus proyek dan evaluasi program pembangunan serta melihat derajat sensitivitas terhadap isu-isu wanita, yaitu dengan menilai negatif, netral atau positif. Negatif berarti tujuan proyek tanpa mengaitkan isu wanita. Netral berarti isu wanita sudah dilihat tetapi tidak diangkat dan ditangani serta intervensi proyek tidak berakibat buruk pada wanita. Positif berarti tujuan proyek betul-betul positif, memperhatikan isu wanita dan menanganinya, sehingga hasilnya meningkatkan kedudukan wanita relatif terhadap laki-laki (Handayani T & Sugiarti, 2002 : 184). Dengan menggunakan analisis Pemberdayaan Longwe dapat dianalisis sejauh mana pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW pada kelima dimensi dan apakah hasilnya bersifat negatif, netral atau positif. Artinya apakah program tersebut telah memperhatikan isu gender dan sejauh mana isu gender tersebut telah dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun evaluasi program. Sebelum digunakan analisis Pemberdayaan Longwe terlebih dahulu digunakan analisis Harvard untuk melihat bagaimana
26
pembagian peran antara laki-laki dan wanita di dalam rumah tangga maupun di dalam mengikuti kegiatan KBUW.
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan kaum wanita masih banyak mengalami kendala karena dibatasi oleh norma/nilai, stereotip masyarakat yang menempatkan peran wanita hanya dalam peran domestik dan juga rendahnya pengetahuan/keterampilan yang dimiliki wanita. Pemberdayaan wanita melalui Program P2WKSS dengan kegiatan penyuluhan, pelatihan keterampilan, dan pembentukan KBUW bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan wanita serta memberi pinjaman modal usaha kepada wanita yang mempunyai kemampuan berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. KBUW saat ini menghadapi masalah, yaitu usaha anggota belum menujukkan
perkembangan,
kurangnya
tanggung
jawab
anggota
dalam
pengembalian pinjaman maupun iuran anggota, kepengurusan KBUW tidak komplit, pinjaman modal usaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, kurangnya pelatihan bagi pengurus koperasi, adanya anggapan dana hibah, wanita kurang aktif dalam kegiatan KBUW dan pengambilan keputusan penggunaan pinjaman di tangan suami. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mencoba melakukan analisis dengan analisis Pemberdayaan Longwe menggunakan kelima dimensi, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Sebelum dilakukan analisis Pemberdayaan Longwe terlebih dahulu dilakukan analisis Harvard untuk menganalisis bagaimana ”pembagian kerja/peran antara wanita dan laki-laki di dalam rumah tangga dan di dalam mengikuti kegiatan KBUW”. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pembagian kerja/peran antara wanita dan laki-laki dalam rumah tangga akan mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Dengan menganalisa kegiatan KBUW, maka diharapkan dapat disusun suatu rencana untuk mencapai keberdayaan wanita dalam kegiatan KBUW. Berdasarkan hal tersebut, maka alur kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian sebagaimana terdapat dalam Gambar 2.
27
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Gender Terhadap Kelembagaan Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW) 1. Analisis Harvard Pembagian Peran di dalam rumah tangga Pembagian Peran di dalam organisasi KBUW
2. Analisis Pemberdayaan Longwe Kesejahteraan Akses Kesadaran Kritis Partisipasi Kontrol Images.exe
Images.exe
Kemiskinan
Program P2WKSS
KK
Wanita (Internal): Pengetahuan Keterampilan Usaha Peran Reproduktif
Koperasi Wanita Bina Usaha / KBUW
Keterangan : Garis tidak Pengaruh
Eksternal : Budaya Patriarki Nilai Budaya Lokal
Keberdayaan wanita dalam kegiatan KBUW
27
Garis Pengaruh
Kondisi KBUW : Pengambilan keputusan penggunaan pinjaman ditangan suami Kurangnya pelatihan koperasi bagi pengurus Wanita kurang aktif dalam kegiatan KBUW Kurangnya tanggung jawab angggota dalam pembayaran iuran anggota dan pinjaman Anggapan dana hibah Kepengurusan KBUW tidak komplit Pinjaman digunakan untuk
Strategi Penguatan Organisasi KBUW dan Penguatan sasaran program (wanita)
28
METODE KAJIAN Batas-batas Kajian Kajian difokuskan terhadap anggota KBUW, yaitu bagaimana pencapaian aspek pemberdayaan kaum wanita di dalam mengikuti kegiatan KBUW yang menggunakan lima dimensi analisis Pemberdayaan Longwe. Selain itu terlebih dahulu dilakukan analisis Harvard untuk menganalisis pembagian peran antara wanita dan laki-laki di dalam rumah tangga dan di dalam mengikuti kegiatan KBUW.
Strategi Kajian Strategi kajian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus dapat diperoleh informasi yang mendalam, menyeluruh, rinci dan hasilnya mudah dipahami, sehingga bisa mengungkap pola hubungan/pengaruh dan dapat mengungkap pola-pola yang bersifat khas tentang berbagai kondisi sosial yang ada di lokasi penelitian. Menurut Yin (2003), Studi Kasus adalah studi aras mikro terbaik, dalam arti dapat menangkap realitas sosial secara holistik dan mendalam. Alat analisis yang digunakan untuk melakukan kajian yaitu analisis Pemberdayaan Longwe yang menggunakan lima dimensi, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Sebelum itu terlebih dahulu digunakan analisis Harvard untuk melihat bagaimana pembagian peran/kerja antara laki-laki dan wanita di dalam rumah tangga maupun di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Beberapa hal yang menjadi alasan melakukan kajian terhadap Program P2WKSS khususnya KBUW karena program tersebut merupakan program pemberdayaan khusus untuk wanita, sehingga dengan menggunakan analisis Pemberdayaan Longwe akan terlihat tingkat pencapaian aspek pemberdayaan wanita di dalam mengikuti program tersebut. Alasan selanjutnya adalah kondisi lapangan tempat kajian merupakan daerah perkampungan yang memiliki nilai dan budaya yang kuat, sehingga sangat mempengaruhi wanita di dalam mengikuti kegiatan KBUW. Selain itu nilai dan budaya tersebut merupakan salah satu modal sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keberlanjutan KBUW.
29
Tempat dan Waktu Kajian Kajian dilaksanakan di RW 06 dan 07 Kelurahan Cipageran kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi yang merupakan tempat pelaksanaan Program P2WKSS. Pelaksanaan kajian dilaksanakan dari bulan Juni 2006 sampai dengan bulan September 2006, sedangkan seminar dan ujian akhir dilaksanakan pada akhir bulan Oktober 2006. Berikut jadual pelaksanaan kajian pengembangan masyarakat di Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi.
Tabel 1. Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Cipageran Tahun 2006 No
Kegiatan
1.
Praktek Lapangan I
2.
Praktek Lapangan II
3.
Penyusunan Proposal Kajian
4.
Kolokium
5.
Pengumpulan Data
6.
Pengolahan, Analisis Data Penulisan Pelaporan
7.
Seminar dan Ujian
8.
Penggadaan Laporan
Tahun 2005 11 12
Tahun 2006 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penentuan Responden dan Informan Responden penelitian adalah wanita dan laki-laki yang menjadi anggota KBUW sebanyak 14 orang dengan kriteria sebagiai berikut : 1. Pengurus dua kelompok KBUW. 2. Anggota KBUW (wanita) yang menjalankan usaha. 3. Anggota KBUW (laki-laki) yang menjalankan usaha. Informan adalah pihak-pihak yang terkait dengan Program P2WKSS, yaitu 1. Aparat Kelurahan Kel Cipageran 2. Penanggung Jawab Program (BPMKB dan Dinas Perekonomian dan Koperasi Kota Cimahi)
30
3. Tokoh Masyarakat (Ketua Penggerak PKK Kel Cipageran) Adapun data responden sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Data Responden Penelitian di Kel. Cipageran Tahun 2006 No.
Responden
Jabatan
Umur
Jenis Kelamin
Keterangan
A.
KBUW Teratai Merah (RW 7) Is / Responden 1
Ketua
32
P
Membuat Kerupuk
Hs / Responden 2
Sekretaris
45
L
Pertukangan/ Meubeul
D / Responden 3
Bendahara
27
P
Buruh Pabrik
Mh / Responden 4
Anggota
35
P
Pedagang Ketupat Sayur
Yt / Responden 5
Anggota
28
P
Pedagang Bakso
Ag / Responden 6
Anggota
47
L
Pedagang Sayuran
On / Responden 7
Anggota
52
L
Pedagang Cendol
Ketua
37
P
Makanan Ringan
N/Responden 9
Sekretaris
42
L
Wiraswasta
Im/Responden 10
Bendahara
31
P
Membuat Makanan Ringan
L/Responden 11
Anggota
30
P
Membuat Makanan Ringan
Ad/Responden 12
Anggota
32
P
Pedagang Pakaian
Ns/Reseponden 13
Anggota
40
P
Suami Pedagang Sayuran
Yn/Responden 14
Anggota
31
P
Suami berjualan di pasar
B.
KBUW Kaca Piring (RW 06) Ny. Nd/Responden 8
31
Metoda Pengumpulan Data dan Analisis Data Pengumpulan Data Sumber-sumber data yang digunakan untuk pengumpulan data dalam kajian ini, adalah sebagai berikut : 1. Data Primer Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden dan informan, yaitu anggota KBUW, perangkat kelurahan, tokoh masyarakat dan penanggung jawab program, yaitu BPMKB Kota Cimahi. 2. Data Sekuder Pengumpulan data dilakukan berdasarkan dokumen-dokumen pemerintah, seperti monografi kelurahan, profil kelurahan, Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS dan Laporan Pelaksanaan Kegiatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian adalah : 1. Studi Arsip/Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari laporan atau catatan yang relevan dengan masalah kajian dari Kantor Kelurahan, Kantor BPMKB, Laporan Pelaksanaan Kegiatan atau Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS. 2. Wawancara mendalam yaitu suatu teknik pengumpulan data primer dengan cara mengajukan langsung pertanyaan-pertanyaan kepada responden untuk memperoleh informasi mengenai pengalaman menjadi anggota, manfaat dan kendala dalam mengikuti kegiatan KBUW. Wawancara dengan informan yaitu aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan BPMKB sebagai penanggung jawab kegiatan. Teknik wawancara mendalam dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara perorangan dan kelompok. Wawancara perorangan dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keterlibatan mereka menjadi anggota KBUW, sedangkan wawancara kelompok dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi kelembagaan KBUW. 3. Pengamatan langsung yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi, situasi dan kegiatankegiatan yang dilakukan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. 4. FGD, yaitu suatu proses diskusi untuk membahas suatu permasalahan tertentu dan dipandu oleh seorang fasilitator. Permasalahan yang didiskusikan adalah
32
permasalahan KBUW yang diikuti oleh pengurus dan anggota KBUW yang menjadi responden serta informan yaitu BPMKB, aparat kelurahan dan tokoh masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah menyusun strategi serta perencanaan program berdasarkan analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe. Rincian informan dan cara pengumpulan data sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.
Tabel. 3. Teknik Pengumpulan Data di Kelurahan Cipageran Tahun 2005 No 1. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jenis Informasi 2. Kesejahteraan antara wanita dan laki-laki di dalam mengikuti kegiatan KBUW Akses antara wanita dan laki-laki di dalam mengikuti kegiatan KWBU Kesadaran kritis antara wanita dan laki-laki di dalam mengikuti kegiatan KBUW Partisipasi antara wanita dan laki-laki di dalam mengikuti kegiatan KBUW Kontrol antara wanita dan laki-laki di dalam kegiatan KWBU faktor-faktor /permasalahan yang mempengaruhi kegiatan KBUW
Menyusun strategi dan perencanaan program berdasarkan analisis Harvard dan Permberdayaan Longwe Pembagian peran/kerja antara wanita dan lakikali di dalam rumah tangga dan KBUW
Sumber Data 3. - Pengurus - Anggota
Metode Pengumpulan Data Wawancara 4.
Observasi 5.
Dokumentasi 5.
FGD 6.
- Pengurus - Anggota
- Pengurus - Anggota
- Pengurus - Anggota
- Pengurus - Anggota
-
-
Lurah BPMKB Pengurus Tokoh Masyarakat Anggota Lurah BPMKB Pengurus dan Anggota Tokoh Masyarakat Pengurus
- Anggota
33
Teknik Analisa Data Data yang dikumpulkan dari sumber data (informan) akan dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif analitis serta sebagai penunjang ditampilkan dalam bentuk tabel maupun grafik . Tahapan-tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut Matthew & Michael (dalam Patilima H 2005 : 98), sebagai berikut : 1. Reduksi Data Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data merupakan bagian dari analisis
yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi. Data yang telah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan keperluan kajian sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan kajian. 2. Penyajian Data Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk matrik, tabel atau gambar untuk memudahkan membaca hasil penelitian. 3. Kesimpulan dan Verifikasi Kesimpulan akhir tergantung pada banyaknya kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti dan tuntutan sponsor. Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Pembuktian kembali atau verifikasi dapat dilakukan untuk mencari pembenaran dan persetujuan sehingga validitas dapat tercapai. Kesimpulan yang diambil merupakan hubungan antara data yang terkumpul sebagai hasil penelitian.
Perancangan Strategi dan Penyusunan Program Dalam perancangan strategi dan penyusunan program dilakukan secara partisipatif bersama masyarakat dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Metode tersebut sesuai dengan kondisi kajian yang merupakan
34
suatu perkampungan, dimana nilai-nilai dan norma sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Teknik yang digunakan untuk menyusun strategi pemecahan masalah adalah FGD (Focus Group Discussion) yang melibatkan pengurus dan anggota KBUW, aparat kelurahan, tokoh masyarakat serta penanggung jawab Program P2WKSS. Langkah-langkah kegiatan yang dilaksanakan dalam perancangan strategi dan penyusunan program antara lain : 1. Menganalisa pelaksanaan kegiatan KBUW mengenai pembagian kerja antara laki-laki dan wanita di dalam rumah tangga dan kelembagaan KBUW, menganalisa pencapaian aspek pemberdayaan dengan menggunakan kelima dimensi analisis Pemberdayaan Longwe, yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. 2. Mengidentifikasi potensi, permasalahan, kekuatan dan kelemahan KBUW dengan alat Analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe. 3. Membuat kerangka prioritas dari permasalahan-permasalahan yang muncul supaya
dimengerti peserta FGD dan menyajikan dalam bentuk tabel dan
analisis pohon masalah. 4. Melakukan analisis data di dalam forum FGD secara bersama-sama dan menyusun pemecahan masalah dalam bentuk strategi. 5. Strategi dalam FGD didiskusikan kembali untuk direalisasikan dalam bentuk program kerja. Dengan rancangan strategi dan program kerja diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengatasi kendala-kendala dan mengembangkan kegiatan KBUW, sehingga bisa mencapai keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW .
35
PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Adapun orbitasi, jarak dan waktu tempuh dengan pusat-pusat pemerintahan baik ibu kota negara, propinsi maupun kota seperti tercantum dalam Tabel 4.
Tabel 4. Orbitasi, Jarak dan Waktu Tempuh di Kel. Cipageran Tahun 2005 Orbitasi Jarak Waktu Tempuh
No. 1.
Ibukota Kecamatan
4 Km
1,0 Jam
2.
Ibukota Kota
3 Km
0,5 Jam
3.
Ibukota Propinsi
15 Km
1,5 Jam
4.
Ibukota Negara
220 Km
4,0 Jam
Sumber : Data Monografi Kelurahan Cipageran, 2005 Berdasarkan Tabel 4, jarak dari kantor kelurahan ke pusat pemerintahan tidak terlalu jauh, maka kondisi tersebut memudahkan dalam melakukan kegiatan baik yang dilakukan perangkat kelurahan maupun masyarakat. Kondisi tersebut memudahkan masyarakat Kelurahan Cipageran dalam melakukan aktifitas maupun menerima arus informasi dan komunikasi. Jalan protokoler untuk masuk ke wilayah kelurahan adalah Jl. Kolonel Masturi yang merupakan jalur alternatif antara Kab. Bandung (Lembang) dan Kota Cimahi. Sarana prasarana jalan yang menghubungkan antar wilayah dapat dilalui dengan mudah karena jalan sudah diaspal dan dapat dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun umum, sehingga memudahkan keluar masuk wilayah Kelurahan Cipageran. Secara geografis, Kelurahan Cipageran berbatasan dengan beberapa wilayah yang meliputi : a. Sebelah Utara
: Ds. Jambudipa (Kab. Bandung)
b. Sebelah Selatan : Kel. Padasuka c. Sebelah Barat
: Ds. Tanimulya (Kab. Bandung)
d. Sebelah Timur : Kel. Citeureup.
36
Berdasarkan wawancara dengan perangkat Kelurahan Cipageran, nama Cipageran bermula dari historis perjuangan kemerdekaan yang merupakan “pager” dalam melawan penjajah, maka oleh masyarakat diubah menjadi “Cipageran”. Sebelumnya Kelurahan Cipageran merupakan bagian dari wilayah Pemerintahan Kab. Bandung dan masih merupakan desa, kemudian pada tahun 1979 berubah menjadi kelurahan. Ketika Kota Cimahi berdiri pada tahun 2001, Kelurahan Cipageran termasuk bagian wilayah Kota Cimahi dan mengenai batasbatas wilayah sampai sekarang tidak ada perubahan. Penduduknya hampir seluruhnya berasal dari suku Sunda dengan perbandingan antara penduduk asli dan pendatang diperkirakan 75 : 25 persen. Kelurahan Cipageran merupakan kelurahan yang paling luas di Kota Cimahi dengan luas wilayah 594,317 Ha dan ketinggian dari permukaan laut 850 M yang merupakan dataran tinggi, terdiri dari 29 RW dan 146 RT. Penggunaan area tanah di wilayah ini dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Penggunaan Tanah di Kelurahan Cipageran Tahun 2005 No.
Pengggunaan Tanah
1.
Pemukiman
2.
Jalan
3.
Sawah, Tanah Dan Ladang
4.
Bangunan Umum
5. 6.
Luas (Ha)
(%)
118, 265
19,89
9, 250
1,55
375, 422
63.16
54, 630
9.19
Kuburan
7, 330
1.23
Lain-Lain
29,420
4,95
594,317
100
Jumlah
Sumber : Data Monografi Kelurahan Cipageran, 2005
Berdasarkan Tabel 5, area tanah yang paling luas adalah tanah tegalan, sawah dan ladang yang merupakan sumber daya lokal yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk. Berdasarkan informasi dari perangkat kelurahan bahwa tanah tersebut merupakan tanah tegalan yang baru bisa digarap pada waktu musim hujan, sedangkan pada waktu musim kemarau hanya ditanami dengan pohonpohon yang bisa dipanen beberapa tahun kemudian. Kondisi sumber daya lokal
37
yang demikian berpengaruh pada keadaan ekonomi masyarakat, karena tanah tersebut tidak menghasilkan nilai ekonomi yang cukup bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Keadaan wilayah Kelurahan Cipageran, sebelah Utara merupakan daerah landai yang luas berupa tanah tegalan, sawah dan ladang dan berbatasan dengan wilayah Kec. Ngamprah dan Kec. Cisarua (Kab. Bandung). Kelurahan Cipageran merupakan sumber daya lokal yang paling luas di Kota Cimahi, namun pada saat ini tanah di daerah tersebut sudah diperjualbelikan, sekitar 50 persen sudah dijual kepada orang-orang yang berasal dari luar Kota Cimahi. Sementara itu masyarakat hanya sebagai penggarap atau menyewa lahan. Ketika pada musim panen, petani harus memberikan hasil panennya kepada pemilik lahan untuk membayar sewa lahan, sehingga petani hanya menerima sisa dari pembayaran utang tersebut. Hal ini mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakat menjadi rendah. Sebelah Selatan wilayah Kelurahan Cipageran merupakan daerah pemukiman terdiri dari perkampungan penduduk biasa, perumahan BTN maupun real estate, sehingga merupakan daerah padat penduduk. Hubungan antara masyarakat lokal/asli maupun pendatang sudah saling berinteraksi dan saling membutuhkan, seperti penduduk perkampungan akan menjadi pembantu rumah tangga atau tukang bangunan di komplek perumahan. Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah RW 06 dan 07 dan terletak di sebelah Selatan kelurahan. Wilayah tersebut lebih dekat dijangkau dari Jl. Sangkuriang yang merupakan jalan alternatif menuju wilayah Kelurahan Cipageran. Sarana jalan menuju lokasi sudah diaspal meskipun jalannya sempit, namun dapat dijangkau dengan mudah baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Sarana komunikasi yaitu jaringan telepon belum ada, sementara komplek perumahan yang bersebelahan dengan lokasi penelitian sudah ada jaringan telepon. Lokasi RW 06 dan RW 07 merupakan suatu perkampungan dengan keadaan penduduknya lebih padat dibandingkan dengan RW lain, sehingga menyebabkan daerah tersebut terlihat kumuh. Keadaan ini dipengaruhi pula oleh sumber daya lokal yang terbatas, yaitu berupa pekarangan yang tidak bisa dijadikan sumber ekonomi dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Pada akhirnya masyarakat yang
38
bermata pencaharian sebagai buruh tani mencari pekerjaan keluar daerah Kelurahan Cipageran dengan upah kerja berkisar Rp.15 Ribu - Rp. 20 Ribu.
Kependudukan Penduduk Kelurahan Cipageran pada tahun 2005 berjumlah 30.666 orang, terdiri dari 15.369 jiwa laki-laki dan 15.297 jiwa perempuan. Komposisi penduduk menurut usia dapat dilihat pada Tabel 6.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Kelurahan Cipageran Berdasarkan Usia Tahun 2005 Golongan P L Jumlah Umur (Tahun) 0 - 4 1.545 1.530 3.072 5 - 8 1.438 1.460 2.898 10 - 14 2.170 2.173 4.343 15 - 19 1.542 1.543 3.085 20 - 24 1.100 1.104 2.204 25 - 29 1.340 1.340 2.689 30 - 34 1.210 1.223 2.433 35 - 39 822 821 1.643 40 - 44 885 884 1.769 45 - 49 874 886 1.760 50 - 54 942 950 1.892 55 - 59 714 714 1.428 60 + 715 735 1.450 Jumlah
15.297
15.369
30.666
% 10,02 9,45 14,16 10,06 7,19 8,77 7,93 5,35 5,77 5,74 6,17 4,66 4,73 100
Sumber : Data Profil Kelurahan Cipageran , 2005 Apabila digambarkan dalam bentuk Piramida Penduduk, maka jumlah penduduk Kelurahan Cipageran berdasarkan golongan umur adalah sebagai berikut :
39
Kelompok Umur (Tahun) Perempuan
Laki-laki 60 + 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
2000 1750
1500
1250
1000
750
500
250
250
500
750
1000 1250
1500
1750 2000
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Gambar 3. Piramida Penduduk Kelurahan Cipageran Tahun 2005
Berdasarkan Gambar 3, penduduk Kelurahan Cipageran merupakan penduduk muda, dimana sebagian besar penduduknya berada pada usia muda. Jumlah penduduk Kelurahan Cipageran yang termasuk penduduk golongan usia reproduksi yaitu usia 15 - 49 tahun, menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu 15.583 jiwa atau 50,81 persen, sehingga mempunyai peluang tinggi untuk menambah kelahiran. Hal ini secara jelas terlihat pada penduduk golongan umur 0 - 4 tahun cukup tinggi, yaitu 10,01 persen. Keadaan ini menyebabkan jumlah tanggungan keluarga cukup besar, sehingga mempengaruhi di dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Rasio Jenis Kelamin penduduk Kelurahan Cipageran secara keseluruhan yaitu perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dan wanita adalah 99,93%. Rasio Jenis kelamin tersebut mempengaruhi stuktur penduduk Kelurahan Cipageran. Besarnya tanggungan penduduk adalah perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (usia 15 - 64 tahun)
40
adalah sebesar 62, artinya setiap 100 orang produktif menanggung 62 orang yang tidak produktif. Penduduk usia kerja yaitu 15 - 64 tahun, menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu sebanyak 18.903 jiwa atau 61,64 persen dan jumlah angkatan kerja yang bekerja sebanyak 11,565 atau sekitar 49,75 persen, sehingga sekitar 50 persen penduduk adalah pengangguran. Hal ini berarti jumlah penduduk usia kerja hanya sebagian yang bekerja dan diantara yang bekerja adalah mempunyai pekerjaan yang tidak pasti, seperti buruh tani atau tukang bangunan, sedangkan yang lainnya adalah pengganguran. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab terjadinya masalah kemiskinan.
Pendidikan Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi Penduduk Kel. Cipageran Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persen 1.
Belum Sekolah
4.913
18,64
2.
Tidak Pernah Sekolah
12
0,05
3.
Tidak Tamat SD
83
0,32
4.
Tamat SD
6.840
25,95
5.
SLTP
6.368
24,16
6.
SLTA
6.472
24,55
7.
Akademi/Sarjana
790
03,00
8.
Sarjana
878
03,33
Jumlah 26.356 Sumber : Data Monografi Kelurahan Cipageran, 2005
100
Di dalam Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih rendah yaitu jumlah penduduk yang menyelesaikan pendidikan SD (tidak melanjutkan pendidikan ke SLTP) masih tinggi yaitu 6.840 jiwa (25,95 persen). Hal ini mempengaruhi pada tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk,
41
sehingga mempengaruhi posisi suatu pekerjaan/mata pencaharian pokok penduduk, selanjutnya menentukan tingkat pendapatan dan keadaan ekonomi suatu keluarga. Berdasarkan wawancara dengan perangkat kelurahan bahwa sebagian penduduk kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, mereka cukup menyekolahkan anaknya sampai dengan tingkat SLTA. Para orang tua beranggapan bahwa mereka masih bisa memberi makan anak-anaknya dan dapat hidup seperti anak-anak yang lain. Keadaan tersebut mengakibatkan anak putus sekolah cukup tinggi, sehingga data jumlah anak putus sekolah pada bulan Oktober tahun 2005 sebanyak 58 orang. Selain itu berdasarkan wawancara dengan salah satu anggota masyarakat bahwa menyekolahkan anak sampai dengan tingkat SLTA sudah merupakan suatu peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sistem Ekonomi Mata pencaharian pokok penduduk Kelurahan Cipageran sebagaimana tercantum pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Penduduk Kelurahan Cipageran Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2005 No.
Mata Pencaharian
1.
Peggawai Negeri Sipil
2.
ABRI
3.
Jumlah
Persen
1.534
13,25
345
2,98
Pegawai Swasta(Buruh)
4.657
40,23
4.
Wiraswasta/Pedagang
3.678
31,77
5.
Petani
98
0,84
6.
Pertukangan
156
1,34
7.
Buruh Tani
139
1,20
8.
Pensiunan
864
7,46
9.
Jasa
104
0,89
11.575
49,75
Jumlah
Sumber : Data Monografi Kelurahan Cipageran, 2005
42
Berdasarkan Tabel 8, mata pencaharian pokok penduduk paling banyak sebagai pegawai swasta yaitu buruh pabrik sebanyak 4.657 jiwa atau sekitar 40,23 persen. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk yang sebagian besar berpendidikan SD, sehingga pekerjaan yang diperoleh tidak menempati posisi yang penting. Keadaan tersebut menunjukkan tingkat pendapatan dan keadaan ekonomi keluarga. Di bidang pertanian, wilayah Kelurahan Cipageran mempunyai ladang dan tegalan yang cukup luas dibandingkan dengan sawah, namun tanah tersebut merupakan tanah tadah hujan sehingga kurang bisa dimanfaatkan sebagai mata pencaharian penduduk. Hal ini mengakibatkan jumlah penduduk yang mempunyai mata pencaharian petani atau buruh tani sedikit, yaitu 237 jiwa atau sekitar 2,04 persen. Kelurahan Cipageran mempunyai 24 jenis usaha ekonomi lokal, seperti konveksi, kerajinan dan makanan (kerupuk, comring, roti, keripik bawang, telur asin). Keberadaan ekonomi lokal tersebut sangat membantu penduduk sekitar karena dapat menyerap tenaga kerja meskipun jumlahnya relatif kecil dan juga sebagai sumber mata pencaharian penduduk. Pada umumnya usaha ekonomi lokal tersebut menghadapi kendala, yaitu kekurangan modal dan pemasaran.
Struktur Komunitas Struktur komunitas sosial masyarakat Kelurahan Cipageran terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Letak Kelurahan Cipageran merupakan daerah perkotaan, maka hampir setiap bulan terjadi keluar masuk penduduk dari Kelurahan Cipageran. Hal ini mengakibatkan terjadinya pelapisan sosial, lapisan sosial dibentuk baik sengaja maupun tidak sengaja dengan alasan-alasan tertentu. Terbentuknya lapisan sosial yang ada di masyarakat Kelurahan Cipageran berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Kekayaan yang dimiliki 2. Pendidikan formal 3. Keaktifan dalam kegiatan kemasyarakatan/keagamaan Pelapisan sosial tersebut tidak menimbulkan adanya kesenjangan yang mencolok diantara warga, sehingga interaksi sosial diantara mereka berjalan
43
sesuai dengan norma yang berlaku. Keberadaan pemimpin formal di Kelurahan Cipageran mempunyai peranan penting terutama yang menyangkut kegiatan administratif dan kegiatan pembangunan, seperti pembuatan KTP, Surat Keterangan Pindah dan mengurus PBB. Pemimpin informal yang paling banyak berperan adalah tokoh agama dan tokoh-tokoh yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Tokoh-tokoh ini biasanya sangat disegani masyarakat, selain merupakan penduduk asli juga mempunyai kelebihan baik secara materi maupun pengetahuan dan biasanya tokoh ini sifatnya turun temurun. Peranan tokoh tersebut sangat berperan dalam mensosialisasikan program pembangunan baik secara fisik maupun non fisik, sehingga mereka dapat memberikan saran dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pembangunan. Tokoh pemuda biasanya akan berdampingan dengan tokoh agama, mereka biasanya mengarahkan generasi muda untuk meningkatkan kegiatan kepemudaan seperti karang taruna maupun kegiatan remaja mesjid (IRMA).
Lembaga Kemasyarakatan Lembaga kemasyarakatan yang dibentuk secara formal oleh pemerintah, yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), PKK, Karang Taruna, Petani Pengguna dan Pemanfaat Air (P3A), koperasi dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), sedangkan lembaga kemasyarakatan yang terbentuk dari inisiatif masyarakat antara lain majelis tak’lim, Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) dan kelompok kesenian daerah. Di Kelurahan Cipageran, setiap RW mempunyai kelompok pengajian para orang tua dan pemuda yang secara rutin melakukan pertemuan satu minggu sekali. Keberadaan kelompok pengajian ditunjang dengan sarana ibadah yang terdiri dari mesjid jami sebanyak 29 buah dan mushola sebanyak 25 buah. Lembaga keagamaan mempunyai peranan cukup penting dalam mensosialisasikan program pembangunan maupun kegiatan kemasyarakatan dan merupakan salah satu sarana untuk mengadakan musyawarah antar anggota masyarakat. Di bidang kesenian terdapat kelompok kesenian daerah yang berjumlah 23 kelompok, antara lain calung, wayang, kasidah, band, orkes melayu dan paduan suara. Kelompok
44
tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengembangkan kemampuan anggota masyarakat disamping sebagai mata pencaharian penduduk. Lembaga ekonomi yang ada, yaitu KBUW, usaha ekonomi desa-simpan pinjam (UED-SP), UP2K-PKK, KSM usaha ekonomis produktif bentukan P2KP. Lembaga ekonomi tersebut belum dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat karena belum mempunyai pengaruh terhadap perubahan kehidupan penduduk khususnya dalam pemenuhan kebutuhan maupun peningkatan pendapatan masyarakat. Sarana prasarana yang menunjang dalam bidang pendidikan antara lain TK delapan buah, SD 15 buah, SLTP dua buah, SLTA tiga buah, pendidikan agama (Pondok Pesantren) satu buah dan kursus bahasa satu buah. Keberadaan sarana pendidikan tersebut belum merata di setiap wilayah, hal ini merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya masalah putus sekolah Sekolah Dasar, sehingga pada tahun 2005 sebanyak 53 siswa mengalami putus sekolah. (Data Potensi dan Permasalahan Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi, 2005) Lembaga-lembaga
kemasyarakatan
yang
merupakan
bentukan
dari
pemerintah mempunyai pola hubungan formal dan biasanya berjalan apabila ada suatu
program
atau
merencanakan
program
pembangunan,
sedangkan
kelembagaan yang berasal dari masyarakat biasanya mempunyai pola hubungan yang lebih erat dan aktifitasnya berjalan secara rutin (jadwal pertemuan). Keberadaan lembaga tersebut dapat dijadikan mitra dalam pengembangan kegiatan Program P2WKSS sesuai dengan
nilai/norma yang terdapat di
masyarakat Kel. Cipageran, sehingga dapat mendukung keberlanjutan program tersebut. Sumberdaya Lokal Hubungan antara penduduk dengan lingkungannya cukup baik, hal ini dapat dilihat dalam mengakses sumber daya baik ekonomi, sosial maupun lembaga kemasyarakatan tidak mengalami kesulitan. Jumlah penduduk tidak terlalu berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya alam karena perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah cukup besar meskipun penggunaan lahan tidak merata.
peruntukan
45
Sumber daya lokal yang terdapat di Kelurahan Cipageran antara lain : a. Lahan Lahan yang dimiliki seluas 594.317 Ha, sebagian besar wilayahnya berupa sawah, tegalan dan ladang yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh penduduk karena merupakan tanah tadah hujan. b. Tenaga kerja Jumlah angkatan kerja cukup besar dengan kualitas kerja berdasarkan pendidikan tamatan SLTP-SLTA cukup besar yaitu 48,71 persen. c . Modal Modal terkait dengan modal ekonomi dan modal sosial. Modal ekonomi menyangkut asset produktif para pelaksana ekonomi lokal, sedangkan modal sosial menyangkut kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk karena kepercayaan, kerja sama dan jaringan sosial antar warga masyarakat. Kondisi modal sosial di RW 06 dan 07 masih kuat, karena daerah tersebut merupakan suatu perkampungan, dimana antar anggota masyarakat bersaudara sehingga ikatan kekerabatan dan kepercayaan masih sangat kuat. d. Industri Kecil Di Kelurahan Cipageran terdapat 24 jenis industri kecil/rumah tangga. Industri tersebut merupakan salah satu sumber daya lokal dalam mengakses tenaga kerja meskipun jumlah tenaga kerja yang terserap relatif kecil, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran dan merupakan salah satu mata pencaharian penduduk. Keberadaan sumber daya lokal belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga manfaatnya belum dirasakan oleh masyarakat bagi pemenuhan kebutuhan maupun peningkatan pendapatan. Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dalam pemanfaatan sumber daya lokal, oleh karena itu diperlukan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya lokal maupun mengakses sumber pelayanan dan program pembangunan. Sumber daya lokal yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangan maupun keberlanjutan Program P2WKSS khususnya kegiatan KBUW.
46
SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS Program P2WKSS Lokasi kajian adalah wilayah RW 06 dan 07 Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi, yang sebelumnya digunakan untuk praktek lapangan I dan II. Alasan memilih lokasi tersebut karena di daerah tersebut telah dilaksanakan program pengembangan masyarakat yaitu Program P2WKSS dan salah satu kegiatannya adalah Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW). Lokasi kajian merupakan daerah perkampungan yang memiliki nilai/ budaya yang kuat dan merupakan salah satu modal sosial di dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Kondisi wilayah RW 06 dan 07 merupakan suatu perkampungan dengan jumlah penduduk yang padat dan tingkat sosial ekonomi rendah. Dengan kondisi tersebut, maka Pemerintah Kota Cimahi melaksanakan Program P2WKSS. Tujuan program
tersebut
adalah
menanggulangi
masalah
kemiskinan
dengan
memberdayakan masyarakat khususnya wanita yang mempunyai kemampuan berusaha melalui pinjaman modal usaha dari KBUW. Program P2WKSS terdiri dari tiga kelompok kegiatan yaitu : 1. Kelompok Kegiatan Dasar Merupakan kegiatan memberikan penyuluhan pengetahuan dan keterampilan dasar serta pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pemberantasan buta huruf, gerakan hidup sehat, penyuluhan pertanian dan penyuluhan KB. 2. Kelompok Kegiatan Pendukung Merupakan kegiatan lanjutan dari kelompok dasar yang lebih diarahkan kepada upaya peningkatan pendapatan serta pembinaan anak dan remaja termasuk program BKB, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi setempat serta dengan mengutamakan keterpaduan lintas sektoral yang efektif dan efisien di desa binaan. Program P2WKSS lanjutan merupakan lanjutan dari kegiatan penyuluhan, kesempatan kerja dan berusaha bagi wanita untuk meningkatkan penghasilan bagi diri dan keluarganya, peningkatan pengetahuan dan keterampilan wanita dalam lingkup pembinaan anak dan remaja.
47
3. Kelompok Kegiatan Lanjutan Kegiatan ini bertujuan menciptakan kondisi lingkungan sosial budaya serta meningkatkan motivasi masyarakat yang mendukung usaha pemantapan pelaksanaan Program P2WKSS khususnya dan usaha peningkatan peranan wanita dalam pembangunan bangsa pada umumnya, seperti kursus latihan P2WKSS/PKK, penyuluhan keluarga bahagia sejahtera, penyuluhan dan pengembangan kesadaran hukum bagi wanita. (Pedoman Umum Pelaksanaan P2WKSS,1991 : 3). Program P2WKSS bersifat lintas sektoral, setiap dinas/intansi terlibat secara langsung dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Perekonomian dan Koperasi, Departemen Agama, Dinas Tata Kota, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan. Dinas/intansi yang menjadi leading sektor program tersebut adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat dan KB Kota Cimahi. Sumber dana berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Jawa Barat dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Cimahi Tahun Anggaran 2005. Sumber dana dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan KB Kota Cimahi sebesar Rp. 93 Juta untuk kegiatan penyuluhan dan pembinaan. Dinas/intansi yang terlibat tidak mempunyai dana khusus untuk Program P2WKSS tetapi menyisihkan sebagian dana dari kegiatan pembangunan yang terdapat di setiap dinas/instansi. Sumber dana propinsi berasal dari Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat untuk rehabilitasi rumah dan
KUBE, sedangkan
sumber dana untuk KWT dan KBUW berasal dari Dinas Perekonomian dan Koperasi Kota Cimahi. Pendekatan yang dilakukan pada awal pelaksanaan Program P2WKSS dengan menggerakkan keluarga binaan yaitu keluarga miskin yang menerima bantuan Program P2WKSS dan kader PKK yang diharapkan mampu mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaan program tersebut. Sebelum dilaksanakan kegiatan, terlebih dahulu dilaksanakan sosialisasi kepada masyarakat dari pihak kelurahan maupun Pemerintah Kota Cimahi mengenai maksud dan tujuan pelaksanaan Program P2WKSS.
48
Kegiatan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat yaitu dibentuknya KBUW, KUBE dan KWT. Bantuan yang diberikan kepada KUBE berupa bahan-bahan untuk usaha, seperti tepung terigu, tepung kanji, bumbu penyedap, minyak tanah, minyak goreng, dan peralatan dapur. KBUW menerima bantuan berupa modal bergulir sebesar Rp.10 Juta, sedangkan KWT menerima bantuan berupa bibit tanaman, peralatan kompos, sementara lahan yang digunakan merupakan milik salah satu warga yang tidak digarap. Daftar kelompok dan jenis usaha sebagaimana terdapat pada Tabel 9.
Tabel 9. Daftar Kelompok dan Kegiatan Usaha Program P2WKSS Di Kel. Cipageran Tahun 2005 No.
Kelompok
1.
KUBE
2.
KWT
3.
KBUW
Jumlah Kelompok
Jumlah Anggota
Kegiatan
Teratai Merah 1 Teratai Merah 2 Kacapiring 1 Kacapiring 2 Kacapiring 3
10 Orang/Klp
Pembuatan Keripik Bawang
KWT Teratai KWT Kacapiring
10 Orang/Klp
1. Tanaman Obat dan Keluarga 2. Pembuatan pupuk kompos
64 Orang
Simpan Pinjam
KBUW Teratai Merah KBUW Kacapiring
60 Orang
Sumber : Data Kube dan TTG di Kel Cipageran Tahun 2005
Saat ini kelembagaan KBUW yang merupakan fokus kajian menghadapi permasalahan, yaitu kurangnya tanggung jawab dari anggota untuk membayar cicilan pinjaman/iuran anggota, kurangnya pelatihan bagi pengurus koperasi, kepengurusan KBUW tidak komplit, usaha anggota yang meminjam modal usaha belum menunjukkan perkembangan, adanya anggapan dana hibah, wanita kurang aktif dalam kegiatan KBUW dan wanita tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan penggunaan pinjaman maupun pembayaran cicilan.
49
Pengembangan Ekonomi Lokal Pengertian pembangunan ekonomi lokal adalah merupakan kerja sama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (Sustainable Economic Growth) yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi (Economic Welfare) dan kualitas hidup (Quality Of Life) seluruh masyarakat di dalam komunitasnya. Selain itu pembangunan ekonomi lokal merupakan suatu proses yang menekankan pada pemanfaatan SDM dan SDA secara optimal untuk mengembangkan ketenagakerjaan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat di suatu lokalitas tertentu, sehingga pembangunan ekonomi lokal merupakan program yang komprehensif berbagai dinas dan stakeholder (Syaukat Y, 2005).
dengan melibatkan
Selain itu pembangunan
ekonomi lokal diarahkan pada target peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui proses pertumbuhan, pemerataan dan berkelanjutan. Asas dalam pembangunan ekonomi lokal adalah asas holistik, yang meliputi : asas pemberdayaan, asas pertumbuhan dan pemerataan dan peningkatan
daya
saing
global
dan
asas
lingkungan,
partisipasi
asas
masyarakat
(Hendrakusumaatmadja S,2005). Program P2WKSS merupakan pembangunan ekonomi lokal yaitu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan SDM dan SDA. Selain itu, pelaksanaan program tersebut memperhatikan asas pembangunan ekonomi lokal yaitu pemberdayaan dan partisipasi masyarakat agar program tersebut berkelanjutan. Pembentukan KBUW ditujukan untuk memberi pinjaman modal usaha kepada masyarakat miskin khususnya wanita yang mempunyai kemampuan berusaha dalam mengembangkan usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Keberadaan KBUW telah dirasakan manfaatnya oleh sebagian warung-warung kecil, pedagang gendongan dan pedagang keliling yang ada di Kelurahan Cipageran untuk menambah modal usaha, meskipun pinjaman yang diterima jumlahnya kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
50
Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Modal Sosial menurut Coleman; Putnam (dalam Brown L. David, 2005), merupakan pengaturan kelembagan-kepercayaan sosial, norma timbal balik dan toleransi serta jaringan kerja sama perserikatan tak resmi yang memupuk kerjasama sukarela diantara individu-individu. Modal Sosial memiliki empat dimensi, yaitu : 1. Integrasi, yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. 2. Pertalian, yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. 3. Integritas organisasional, yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. 4. Sinergi, yaitu relasi pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas. Fokus perhatian dalam sinergi adalah negara memberikan ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya. Program P2WKSS merupakan suatu tindakan untuk menggerakkan masyarakat RW 06 dan 07 agar dapat mengembangkan kemampuannya sesuai potensi dan kebutuhan. Program bertujuan untuk memberdayakan wanita yang selama ini menurut norma/adat tidak mempunyai hak sejajar dengan laki-laki. Dengan program ini diharapkan wanita mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki dan mempunyai kemampuan yang sama dalam berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Pembentukan KBUW terjadi karena adanya kepercayaan dan hubungan sosial diantara masyarakat RW 06 dan 07, baik secara perorangan maupun kelompok berdasarkan kemampuan/keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Ife (1995) bahwa ” tujuan pengembangan masyarakat adalah untuk mendirikan kembali masyarakat dalam keadaan yang lebih berarti secara kemanusiaan dan memenuhi kebutuhannya ”. Faktor-faktor modal sosial tersebut merupakan elemen penting dalam melakukan pengembangan masyarakat agar mendapat dukungan melalui masyarakat.
partisipasi
51
Pelaksanaan kegiatan KBUW berusaha memperhatikan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, karena wilayah RW 06 dan 07 merupakan wilayah perkampungan yang mempunyai nilai dan norma yang kuat, maka nilai dan norma tersebut sangat mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan pembangunan. Keadaan ini dipengaruhi pula oleh budaya patriarki yang menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi, berkuasa dan lebih bertanggung jawab daripada wanita, sehingga pemegang keputusan keluarga berada di tangan suami. Wanita pun dalam mengikuti kegiatan KBUW bukan atas kesadaran dirinya tetapi pada umumnya disuruh suami untuk mendapatkan pinjaman modal usaha.
Kebijakan dan Perencanaan Sosial Perencanaan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Secara singkat, perencanaan adalah proses membuat rencana. Dengan demikian perencanaan sosial adalah poses membuat ”rencana sosial” (Suharto, 2005). Pernyataan Conyers (dalam Suharto, 2005) bahwa perencanaan sebaiknya tidak dipandang sebagai aktivitas yang terpisah dari kebijakan tetapi sesuatu bagian dari proses pengambilan keputusan yang sangat kompleks, dimulai dari perumusan tujuan kebijakan serta sasaran yang lebih luas, kemudian dikembangkan melalui tahapan-tahapan. Tujuan kebijakan ini diterjemahkan ke dalam bentuk rencana yang lebih rinci bagi program atau proyek dan selanjutnya dilaksanakan secara nyata. Dalam menanggulangi masalah kemiskinan, pemerintah membuat beberapa alternatif perencanaan sosial. Salah satu alternatif yang paling tepat adalah Program P2WKSS, sehingga program tersebut merupakan bentuk kebijakan pemerintah sebagai reaksi dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Tujuan Program P2WKSS adalah memberdayakan wanita untuk turut serta dalam menanggulangi masalah kemiskinan, yaitu mengembangkan wanita yang mempunyai kemampuan berusaha melalui pinjaman modal usaha dari KBUW. Pinjaman tersebut diharapkan mampu mengembangkan usaha masyarakat khususnya wanita sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
52
Kelompok Pengolah Dendeng Jantung Pisang (Denjapi) Kegiatan usaha ekonomi lokal banyak dilakukan oleh masyarakat begitu pula jenisnya semakin banyak seiring dengan perkembangan pasar. Alasan masyarakat membuka usaha ekonomi lokal karena tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, tidak ada ijin usaha dan tidak memerlukan modal terlalu banyak. Keberadaan ekonomi lokal di tengah-tengah masyarakat mempunyai dampak yang positif karena dapat mengurangi pengangguran dan merupakan mata pencaharian penduduk. Perkembangan usaha ekonomi lokal masih menghadapi kendala terutama dalam pemasaran karena persaingan yang begitu ketat, terbatasnya modal, pengetahuan yang terbatas dan kurangnya kepedulian pemerintah untuk mengembangkan
usaha
ekonomi
lokal.
Sebagaimana
dikemukakan
Prawirokusumo (2001) bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha kecil baik melalui bimbingan, kemudahan dan perlindungan. Pemberdayaan usaha kecil dapat berupa ketentuan peraturan perundangan yang khusus dan berupa kepemihakan kepada usaha kecil tersebut. Salah satu usaha ekonomi lokal yang ada di Kelurahan Cipageran adalah usaha pengolahan dendeng jantung pisang. Usaha pembuatan dendeng jantung pisang dimulai pada tahun 2002, bermula dari seorang ibu rumah tangga bersama suaminya yaitu Bapak Bambang. Mereka mencoba membuat dendeng dari jantung pisang sebagai pengganti lauk pauk yang harganya mahal. Usaha dendeng jantung pisang dilakukan dengan waktu yang cukup lama dan pemasaran dilakukan melalui pameran sampai akhirnya berhasil dan menemukan pasar sendiri. Saat ini Kelompok pengolah dendeng jantung pisang telah memanfaatkan sekitar 15 orang pemuda/pemudi yang mengalami putus sekolah sebagai tenaga kerja. Kegiatan Kelompok pengolah dendeng jantung pisang berjalan secara rutin setiap hari dengan mengolah pisang mentah sekitar 100 buah jantung pisang dan dendeng yang dihasilkan sekitar 15 pak (100 gram) per hari. Dalam mengembangkan usaha, mereka meminjam modal dari Bank, sedangkan jantung pisang berasal dari masyarakat Kelurahan Cipageran. Pemasaran saat ini sudah menjangkau daerah di luar Kota Cimahi. Di Kota Cimahi sendiri, pengolahan
53
dendeng jantung pisang kurang terkenal sehingga pemasarannya menemui kesulitan.
Pengembangan Ekonomi Lokal Pemberdayaan usaha ekonomi kecil saat ini sedang gencar dilakukan pemerintah, namun masih menghadapi kendala terutama menghadapi pasar global yang menuntut setiap usaha ekonomi lokal mampu berdaya saing dengan usaha ekonomi lain dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas, sehingga usaha ekonomi lokal tersebut mempunyai kemandirian dan berkelanjutan yang merupakan milik masyarakat. Seperti yang dikemukakan Hendrakusumatmadja S (2005) bahwa ”Perkembangan ekonomi lokal diarahkan pada target peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui proses pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan”. Kelompok pengolah dendeng jantung pisang merupakan salah usaha untuk mengembangkan perekonomian lokal dengan memanfaatkan kemampuan masyarakat dan sumber daya alam yang ada di wilayah Kelurahan Cipageran. Saat ini keberadaan kelompok ini kurang didukung oleh kebijakan Pemerintah Kota Cimahi, baik dari segi permodalan maupun pemasaran untuk perkembangan usaha. Keberadaan kelompok pengolah dendeng jantung pisang dapat dirasakan manfaatnya oleh anggota masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu menyekolahkan anaknya sebagai tenaga kerja. Masyarakat yang berada di sekitar pun turut serta dalam pemasaran. Kelompok tersebut, selain memanfaatkan 15 orang pemuda/pemudi juga menguntungkan para petani karena dapat menjadi pemasok jantung pisang. Dengan adanya kelompok tersebut, disamping meningkatkan perekonomian para petani juga mendorong petani untuk mengembangkan
perkebunan
pisang.
Sebelumnya
pemasaran
telah
memanfaatkan potensi ekonomi yang ada, seperti warung-warung bahkan membuka toko sendiri, namun karena keberadaan kelompok tersebut kurang terkenal akhirnya berhenti. Saat ini pemasaran dilakukan melalui pesanan dan telah menjangkau ke daerah-derah di luar Kota Cimahi
54
Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Modal Sosial menurut Coleman; Putnam (dalam Brown L. David, 2005), merupakan pengaturan kelembagaan-kepercayaan sosial, norma timbal balik dan toleransi serta jaringan kerja sama perserikatan tak resmi yang memupuk kerjasama sukarela diantara individu-individu. Kelompok pengolahan dendeng jantung pisang merupakan suatu kelembagaan dimana di dalamnya berisi nilai/norma yang mengikat anggotanya. Sementara itu keberhasilan kelompok tersebut dipengaruhi oleh adanya sikap saling percaya antar anggota maupun masyarakat sekitar dengan memperhatikan nilai/adat setempat. Keberhasilan kelompok tersebut ditentukan pula oleh adanya jaringan dalam hal ini pemasaran di luar komunitas masyarakat Kota Cimahi. Berdasarkan dimensi modal sosial termasuk kedalam dimensi integrasi dan pertalian, yaitu ikatan yang kuat antar anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga dan ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal. Keberhasilan kelompok pengolahan dendeng jantung pisang ditentukan juga oleh modal manusia yaitu masyarakat Kelurahan Cipageran baik secara perorangan maupun kelompok yang menyangkut kemampuan/keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki. Modal fisik meliputi sarana prasana yang ada di Kelurahan Cipageran yang mendukung pelaksanaan program tersebut, seperti alat pengeringan terbarukan dan perkebunan pisang. Kegiatan kelompok pengolah dendeng jantung pisang (denjapi) merupakan suatu aktivitas gerakan sosial masyarakat Kelurahan Cipageran untuk berubah dan mengembangkan kemampuannya sesuai potensi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Baldridge (dalam Nasdian F. Tonny & Utomo Bambang S., 2005) bahwa gerakan sosial merupakan suatu tindakan kolektif yang melibatkan sekelompok orang yang membaktikan diri untuk mendorong atau sebaliknya menolak suatu perubahan sosial. Kelompok tersebut bersifat terbuka terutama mengenai usaha untuk menciptakan suasana saling menguntungkan diantara anggota masyarakat sekitar lokasi. Dengan demikian maka wajar jika kelompok pengolahan dendeng jantung pisang (denjapi) digunakan sebagai tempat magang pemuda/pemudi yang mengalami putus sekolah.
55
Kebijakan dan Perencanaan Sosial Perkembangan usaha ekonomi lokal masih mengalami kendala, karena kurangnya keberpihakan pemerintah terhadap kelompok tersebut, meskipun saat ini pemerintah sedang gencar mengembangkan usaha ekonomi lokal, namun kenyataannya masih belum menunjukkan perkembangan yang pesat apalagi untuk memasuki era pasar global. Pemerintah melalui kebijakannya sebaiknya melakukan pemberdayaan terhadap usaha ekonomi lokal. Seperti yang dikemukakan Prawirokusumo (2001) bahwa ” pemberdayaan harus mendukung terciptanya persaingan sehat, memperhatikan keseimbangan untuk jangka panjan, dan dikembangkan mengikuti perubahan praktik bisnis”. Kebijakan Pemerintah Kota Cimahi kurang memberi perhatian terhadap usaha ekonomi lokal, seperti kelompok pengolahan dendeng jantung pisang (denjapi) dalam mengembangkan usaha, pemasaran maupun permodalan. Hal ini dipengaruhi pula oleh tidak adanya show room yang memuat produk khas Kota Cimahi, dimana
Show room sangat dibutuhkan untuk mempromosikan dan
menjalin kemitraan dalam mengembangkan usaha.
Hasil Evaluasi Evaluasi kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan di Kelurahan Cipageran ditinjau dari aspek pengembangan ekonomi lokal, aspek pengembangan kelembagaan dan modal sosial, aspek perencanaan dan kebijakan sosial maupun aspek keberlanjutan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan di Kelurahan Cipageran merupakan suatu kegiatan untuk menanggulangi kemiskinan dengan memberdayakan masyarakat khususnya wanita yang mempunyai kemampuan berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Kegiatan KBUW dalam meminjamkan modal usaha belum dapat membangkitkan ekonomi lokal yang ada karena dana yang terbatas. Kelompok Pengolah dendeng jantung pisang belum dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat karena usaha yang dilakukan terbatas dan kurang mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Cimahi.
Keberadaan kegiatan KBUW dan Kelompok pengolah dendeng
56
jantung pisang bertujuan untuk mengembangkan potensi ekonomi dan memanfaatkan kegiatan perekonomian di kelurahan Cipageran. Dalam mengembangkan kegiatan tersebut banyak menghadapi kendala karena keterbatasan pengetahuan dalam mengelola sumber yang ada maupun keterbatasan modal. 2. Aspek Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial Kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan di kelurahan Cipageran seyogyanya memperhatikan dan memanfaatkan
kelembagaan dan modal
sosial ada, sehingga sesuai dengan kebutuhan, potensi dan budaya masyarakat. Berdasarkan evaluasi, kegiatan tersebut belum sepenuhnya mengembangkan modal sosial yang ada, karena belum memanfaatkan kelembagaan informal yang ada dan lemahnya sosialisasi awal, sehingga waktu pelaksanaan kegiatan KBUW belum melibatkan masyarakat secara menyeluruh. 3. Aspek Perencanaan dan Kebijakan Sosial Kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan di kelurahan Cipageran merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan dengan pemberdayaan wanita. Berdasarkan hasil evaluasi, kegiatan yang diberikan di dalam Program P2WKSS kurang menyesuaikan dengan kebutuhan dan potensi/pengetahuan masyarakat khususnya wanita. Hal ini karena kegiatan program tersebut tidak terencana dengan baik. Selain itu, kebijakan pemerintah kurang mendukung untuk meningkatkan ekonomi lokal tersebut baik dari segi permodalan maupun pemasaran. 4. Aspek Keberlanjutan Keberlanjutan kegiatan pemberdayaan
sebaiknya didukung oleh
seluruh anggota masyarakat, memanfaatkan kelembagaan informal yang ada serta
kebijakan
pemerintah.
Dengan
adanya
dukungan
tersebut
memungkinkan timbulnya rasa memiliki/tanggung jawab terhadap kegiatan pemberdayaan untuk dikembangkan lebih lanjut, sehingga keberadaan kegiatan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat terutama dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
57
ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) Data Demografi Responden Salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan memberdayakan wanita adalah Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS). Program P2WKSS merupakan program lintas sektoral yang melibatkan seluruh dinas/instansi dan seluruh masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam program tersebut, antara lain penyuluhan/pembinaan, pelatihan keterampilan, pembentukan kelompok usaha ekonomi dan pemberian pinjaman modal usaha melalui Koperasi Bina Usaha Wanita (KBUW). Penggerak Program P2WKSS adalah KK binaan yaitu keluarga miskin yang mendapat bantuan dari Program P2WKSS dan kader PKK, mereka dilibatkan dalam berbagai kegiatan termasuk pembentukan KBUW. Tahapan dalam pembentukan KBUW diawali dengan pelatihan koperasi dan kemudian pembentukan KBUW beserta
pengurus. Setiap KBUW diberi pinjaman dana
sebesar Rp.10 Juta dan harus dikembalikan dalam jangka tiga tahun. Pada awalnya, KBUW dibentuk untuk memberi pinjaman modal usaha kepada KK binaan (50 KK),
tetapi karena KK binaan merupakan keluarga
miskin dan tidak mempunyai kegiatan usaha, sehingga mereka tidak mampu untuk membayar iuran pokok dan wajib.
Pada akhirnya pengurus, pihak
kelurahan maupun penanggung jawab program memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat bisa menjadi anggota KBUW. Persyaratan menjadi anggota KBUW adalah kesanggupan membayar iuran koperasi dan mengembalikan cicilan pinjaman modal usaha sesuai dengan bunga dan waktu yang disepakati. Menurut pihak kelurahan sendiri bahwa KBUW diharapkan dapat menjadi koperasi RW sebagai wadah untuk menampung usaha ekonomi masyarakat dan mencegah meminjam ke rentenir yang selama ini banyak dilakukan oleh masyarakat. KBUW yang terbentuk di Kelurahan Cipageran sebanyak dua kelompok, yaitu KBUW Teratai Merah di RW 07 dengan jumlah anggota 64 orang dan KBUW Kaca Piring di RW 06 dengan jumlah anggota 60 orang. Daftar anggota KBUW sebagaimana tercantum dalam Tabel 10.
58
Tabel 10. Daftar Anggota KBUW Berdasarkan Jenis Kelamin di Kel Cipageran Tahun 2005 - 2006 No 1.
KBUW Teratai Merah (RW 07
Tahun 2005 P L 32 18
2.
Kaca Piring (RW 06)
50
-
Jumlah 50
Tahun 2006 P L 38 26
50
60
-
Jumlah 64 60
Berdasarkan Tabel 10, bahwa anggota KBUW Teratai Merah terdiri dari laki-laki dan wanita, sedangkan KBUW Kaca Piring semua anggotanya wanita. KBUW Teratai Merah memberikan kesempatan kepada wanita dan laki-laki untuk menjadi anggota koperasi yang penting mereka sanggup membayar iuran dan cicilan pinjaman. Selain itu karena yang melakukan usaha pada umumnya lakilaki (suami), maka laki-laki diberi kesempatan untuk menjadi anggota. KBUW Kaca Piring beranggapan bahwa Program P2WKSS merupakan program pemberdayaan wanita, maka hanya wanita yang bisa menjadi anggota KBUW. Hal ini memperlihatkan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang maksud dan tujuan pembentukan KBUW. Dalam pembentukan pengurus KBUW tidak lepas dari campur tangan pemerintah, karena KBUW harus segera terbentuk dan segera berjalan maka pembentukan pengurus KBUW Teratai Merah diserahkan kepada ketua RW 07. Hasilnya secara otomatis yang menjadi ketua adalah istri ketua RW 07 dengan asumsi bahwa ketua RW merupakan pemegang wilayah dan istri RW aktif mengikuti kegiatan pembangunan. KBUW Kaca Piring di RW 06 diserahkan kepada salah satu kader yang aktif dalam kegiatan pembangunan karena istri ketua RW 06 sakit. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pembentukan pengurus KBUW tidak melihat kemampuan seseorang tetapi berdasarkan posisi suami dan keaktifan seseorang dalam program pembangunan. Dalam perkembangannya, sekretaris kedua KBUW tersebut mengundurkan diri, maka untuk sementara digantikan oleh laki-laki (suami pengurus). KBUW Teratai Merah mempunyai
prosedur
dengan
memberlakukan
iuran pokok sebesar Rp. 5.000,00- dan iuran wajib sebesar Rp. 4.000,00- dengan bunga sebesar dua persen, sedangkan KBUW Kaca Piring memberlakukan iuran pokok sebesar Rp. 10.000,00- dan iuran wajib sebesar Rp. 2.000,00- dengan bunga sebesar tiga persen. Perbedaan bunga pinjaman berdasarkan hasil
59
kesepakatan anggota koperasi. Jenis usaha yang dilakukan anggota KBUW sebagaimana terdapat dalam Tabel 11.
Tabel 11. Daftar Jenis Usaha Anggota KBUW di Kel. Cipageran Tahun 2005 - 2006 No. Nama KBUW Tahun 2005 2006 1.
Teratai Merah
-
Pedagang Masakan Pedagang Sayuran Pedagang Lotek Pedagang Bakso Pedangang Siomay Pedagang Makanan Ringan - Pedagang Kupat Tahu - Warungan
2.
Kaca Piring
-
-
Pedagang Sayuran Keliling Pedagang Es Cendol Pedagang Masakan Pedagang Sayuran Pedagang Lotek Pedagang Bakso Pedagang Siomay Pedagang Makanan Ringan - Pedagang Kupat Tahu - Warungan - Pedagang Rokok - Bengkel Motor Pedagang Masakan - Pedagang Masakan Pedagang Makanan - Pedagang Makanan Ringan Ringan Pedagang Lotek - Pedagang Lotek Pedagang Pakaian - Pedagang Pakaian Dalam Dalam - Pedagang Sayuran Pedagang Sayuran Keliling Keliling - Warungan - Pedagang Sayur di Pasar
Tabel 11 menunjukkan bahwa KBUW mengalami perkembangan yang cukup pesat jika dilihat dari jumlah anggota dan jenis usaha yang dilakukan. Jenis usaha anggota KBUW Teratai Merah lebih banyak karena anggotanya sebagian laki-laki dengan usaha yang dilakukan lebih bervariasi, sedangkan anggota KBUW Kaca Piring karena anggota semuanya wanita dengan usaha yang dilakukan terbatas. Saat ini KBUW mengalami permasalahan, yaitu kepengurusan yang tidak komplit, adanya anggapan dana hibah, kurang tanggung jawab anggota dalam membayar cicilan/iuran keanggotaan, usaha anggota belum berkembang, kurangnya pelatihan bagi pengurus, wanita kurang aktif dalam mengikuti kegiatan KBUW dan wanita tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan penggunaan pinjaman maupun pembayaran cicilan. Berdasarkan permasalahan tersebut,
60
penulis melakukan analisis terhadap kelembagaan KBUW dengan menggunakan analisis Pemberdayaan Longwe. Analisis tersebut digunakan untuk melihat pencapaian
aspek
pemberdayaan
wanita
melalui
lima
dimensi
yaitu
”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Sebelum itu terlebih dahulu dilakukan analisis Harvard untuk melihat pembagian peran antara laki-laki dan wanita di dalam rumah tangga maupun di dalam kelembagaan KBUW.
Analisis Pembagian Peran Analisis Harvard digunakan sebagai dasar untuk melihat apakah program telah memperhatikan pembagian peran antara wanita dan laki-laki. Hal ini berarti bagaimana pembagian peran antara wanita dan laki-laki baik di dalam rumah tangga maupun di dalam kelembagaan KBUW. Analisis tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa pembagian peran akan mempengaruhi wanita di dalam mengikuti kegiatan KBUW.
Pembagian Peran di dalam Rumah Tangga Pembagian peran berdasarkan perspektif gender dibagi tiga, yaitu produktif, reproduktif dan sosial. Pekerjaan produktif yaitu pekerjaan yang menghasilkan upah/jasa, pekerjaan reproduktif yaitu pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci, mengasuh anak dan membersihkan rumah. Pekerjaan sosial, seperti selamatan, arisan dan perayaan. Berdasarkan pembagian peran tersebut, masyarakat lebih menghargai peran produktif karena menghasilkan upah dan merupakan mata pencaharian keluarga, sedangkan pekerjaan reproduktif dan sosial dianggap sebagai pekerjaan wanita. Seperti dipaparkan oleh seorang responden (Mh; W, 35 Tahun):
”Padamelan masak, nyeuseuh, ngasuh sadayana oge didamelkeun ku abdi, waktosna ti ngawitan subuh sakanteunan nyiapkeun sarapan murangkalih sareng nyiapkeun bapakna dagang dugikeun ka wengi, bapakna mah jarang mantuan kumargi anggapanana eta mah padamelan istri” (Kegiatan memasak, mencuci, mengasuh anak, semuanya dikerjakan oleh saya, dimulai dari bangun tidur/subuh sambil menyiapkan sarapan buat anak-anak sekolah dan menyiapkan suami berjualan, sedangkan suami
61
jarang membantu pekerjaan di rumah karena anggapannya merupakan pekerjaan wanita”) Hal senada dipaparkan oleh seorang responden (Yn; W, 31 Tahun ) : ”Padamelan di bumi mah sadayana dikerjakeun ku abdi kumargi bapakna mah repot usaha” (Pekerjaan di rumah semuanya dikerjakan oleh saya karena suami sibuk dengan pekerjaannya mencari nafkah) Berdasarkan paparan tersebut bahwa pekerjaan reproduktif lebih banyak dilakukan oleh istri begitu pula mempersiapkan pekerjaan produktif yang dilakukan suami. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan reproduktif memerlukan waktu yang panjang, sehingga sebagian wanita mempunyai waktu terbatas dalam mengikuti kegiatan pembangunan. Hal ini terjadi pula dalam kegiatan KBUW, pekerjaan reproduktif yang banyak dilakukan wanita merupakan salah satu kendala dalam mengikuti kegiatan KBUW. Tabel profil aktivitas pembagian kerja berdasarkan Analisis Harvard seperti dalam Tabel 12. Tabel 12. Profil Aktivitas Pembagian Kerja Berdasarkan Analisis Harvard di Kel. Cipageran Tahun 20006 Pelaksana Kegiatan No. Aktivitas Waktu Lokasi P L 1. Aktivitas Produksi : a. Berjualan H D/K b. Mengelola Warung H D c. Menyiapkan Dagangan H D d. Mengolah Makanan H D e. Belanja Barang Dagangan H K 2. Aktivitas Reproduktif : a. Mencuci H D b. Memasak H D c. Merawat Anak H D d. Membersihkan rumah H D e. Mengantar Anak Sekolah H D f. Belanja Ke Pasar H D g. Menyediakan Air Minum H D 3. Aktivitas Sosial a. Arisan M D b. Undangan T D/K c. Pengajian M D
62
Keterangan : D H K M T
: : : : :
Di dalam komunitas Setiap hari Keluar Komunitas Mingguan Temporer
Pembagian Peran di dalam KBUW Pembagian Peran di dalam kelembagaan KBUW telah ada ketentuan yang jelas, yaitu ketua, sekretaris dan bendahara. Kepengurusan KBUW pada awalnya semua wanita, kemudian sekretaris mengundurkan diri maka untuk sementara jabatan sekretaris diserahkan kepada laki-laki yaitu suami pengurus. Hal ini seperti dipaparkan oleh seorang responden (Is ; W, 32 Tahun) : ”Waktos dibentuk KBUW, Pemkot masrahkeun ka KK binaan kitu deui sareng pangurusna, kawitna abdi nyalira teu apal janten ketua, kumargi bapakna ketua RW sareng waktos lungsurna bantuan ka ketua RW janten abdi ditunjuk supados janten ketua. Asalna pangurusna istri sadayana kumargi sekretaris ngudurkeun diri, ayeuna dibantosan ku caroge, saur ti kelurahan teu sawios, itung-itung aya nu tanggel waler” (Pada awal pelaksanaan pembentukan KBUW, pemerintah menyerahkan kepada KK binaan termasuk pembentukan pengurusnya. Sebelumnya saya sendiri tidak tahu kalau jadi ketua, karena bantuan diserahkan kepada ketua RW maka jabatan ketua KBUW diserahkan langsung kepada saya. Pengurus KBUW awalnya semua wanita tetapi sekretaris mengundurkan diri, maka untuk sementara diganti oleh suami karena menurut pihak kelurahan tidak apa-apa supaya ada yang bertanggung jawab). Hal senada dipaparkan oleh seorang responden (Nd ; W,37 Tahun ) : ”Waktos dibentuk KBUW, ti pemerintah nyarios kedah enggal-enggal ngabentuk koperasi sareng pangurusna nyaeta ketua, sekretaris, bendahara sareng badan pengawas tapi sadayana kedah istri, namung badan pengawas teuacan aya dugi ka ayeuna. Abdi nyalira teu terang nanaon perkawis koperasi, terang-terang ditunjuk janten pangurus saurna kumargi abdi sering ngiring kegiatan di Posyandu. Sateuacana kantos aya penyuluhan koperasi namung sakali. (Waktu pembentukan KBUW, pemerintah bilang supaya cepat-cepat membentuk koperasi beserta pengurusnya dan semuanya harus wanita dengan susunan kepengurusan yaitu ketua, sekretaris, bendahara dan badan pangawas tetapi badan pengawas belum ada sampai sekarang, Sebenarnya saya tidak mengerti tentang koperasi dan saya sendiri ditunjuk menjadi
63
pengurus mungkin karena aktif dalam kegiatan Posyandu. Sebelumnya pernah ada penyuluhan tentang koperasi tetapi hanya satu kali) Berdasarkan paparan tersebut bahwa pembagian peran di dalam organisasi KBUW sudah jelas dan semuanya diserahkan kepada wanita. Pada waktu pembentukan kepengurusan tidak lepas dari campur tangan pemerintah dan dipengaruhi jabatan suaminya (Ketua RW), maka kepengurusan akhirnya diserahkan kepada istri ketua RW dan ibu-ibu yang aktif dalam kegiatan Posyandu. Hal ini secara tidak langsung dalam mengelola KBUW banyak dipengaruhi suami. Selain itu budaya patiarkhi masih mempengaruhi kehidupan masyarakat, dimana masyarakat memposisikan laki-laki lebih berkuasa dan bertanggung jawab karena sebagai pencari nafkah keluarga. Analisis
pembagian
kerja/peran
digunakan
sebagai
dasar
untuk
mempergunakan analisis Pemberdayaan Longwe yang bertujuan untuk melihat pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Hasil setiap dimensi bisa bersifat negatif, netral atau positif. Negatif berarti di dalam program tidak bersifat responsif gender. Netral berarti program bersifat responsif gender tetapi dalam pelaksanaannya wanita tidak dilibatkan. Positif berarti wanita dilibatkan dalam program mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Analisis Pemberdayaan Longwe Dimensi Kesejahteraan KBUW bertujuan memberikan pinjaman modal usaha kepada wanita yang mempunyai kemampuan berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dimensi kesejahteraan digunakan untuk menganalisis sejauh mana manfaat yang dirasakan wanita dan laki-laki dalam mengikuti kegiatan KBUW. Kegiatan pemberian pinjaman modal usaha memperlihatkan adanya aspek ”pemberdayaan” kepada
wanita. Hal ini berarti wanita diberi kesempatan untuk dapat
mengembangkan kemampuannya dalam berusaha, sehingga berperan dalam kegiatan produktif untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Hal ini seperti dipaparkan oleh seorang responden (Ad; W, 32 Tahun) :
64
”Abdi tos lami icalan anggoan, kanggo nambihan modal nambut ti koperasi tapi teu ageung kumargi icalanna sakedik, itung-itung ngabantosan caroge sareng nambihan resiko dapur” (Saya berjualan pakaian sudah lama dan untuk menambah modal meminjam ke koperasi namun sedikit pinjamannya karena jualannya sedikit, sekedar untuk membantu suami dan menambah pendapatan keluarga) Kenyataan di lapangan, tidak semua wanita menjalankan kegiatan usaha tetapi dilakukan oleh suami, sehingga yang beperan dalam kegiatan produktif adalah suami. Hal ini dipaparkan oleh seorang responden (Ns : P, 42 Tahun ):
”Abdi nambut modal ka koperasi kanggo ngabantosan caroge icalan sayuran di pasar Andir, kumargi caroge nu usaha janten abdi ngabantosan nambut modalna, sadayana oge tujuanna kanggo kabutuhan kulawarga” (Saya meminjam modal usaha dari koperasi untuk membantu suami berjualan sayuran di pasar Andir karena suami yang menjalankan usaha, sehingga saya membantu meminjam ke koperasi untuk menambah modal dengan tujuan untuk meningkatkan memenuhi kebutuhan keluarga). Pinjaman
modal
usaha
dari
KBUW
ditujukan
untuk
membantu
mengembangkan usaha, namun usaha yang dilakukan belum menunjukkan perkembangan karena modal diterima sedikit jumlahnya. Seperti yang dipaparkan oleh seorang responden (On ; L, 52 Tahun) : ”Abdi dipasihan nambut ti koperasi mung sakeudik, janten usaha abdi teuacan tiasa ageung masih kieu keneh. Saleresna modal kanggo usaha peryogina ageung supados usaha janten ageung sareng hasilna karaos kanggo ngabantosan resiko dapur” (Saya menerima pinjaman dari koperasi sedikit sehingga belum bisa mengembangkan usaha jadi usahanya masih seperti ini. Sebenarnya untuk usaha memerlukan modal yang banyak supaya usaha benar-benar berkembang dan hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarga) Hal senada disampaikan oleh seorang responden (L ; W, 30 Tahun) : ”Saleresna modal ti koperasi teuacan ningkatkeun usaha sareng hasilna teuacan karaos kanggo ngabantosan kabutuhan kulawarga kitu deui kanggo kabutuhan pribadi abdi, upami aya sesana nembe abdi ngagaleuh kabutuhan abdi nyalira. (Sebenarnya modal dari koperasi belum meningkatkan usaha dan hasilnya belum dapat dirasakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga apalagi untuk
65
memenuhi kebutuhan pribadi, jika ada sisanya baru akan membeli kebutuhan pribadi) Berdasarkan paparan tersebut, bahwa pinjaman modal usaha yang diterima dari KBUW belum dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan maupun kesejahteraan keluarga apalagi mengentaskan masalah kemiskinan di RW 06 dan 07. Selain itu manfaat pinjaman modal belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh seluruh keluarga. Hal ini berarti wanita yang merupakan tujuan pemberdayaan belum merasakan manfaat pinjaman modal usaha untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa program belum bersifat responsif gender dan pada dimensi kesejahteraan bersifat negatif, artinya manfaat program belum dirasakan secara seimbang antara wanita dan laki-laki. Selain itu meskipun kegiatan KBUW secara khusus untuk ”pemberdayaaan” wanita, namun ternyata belum ada keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Wanita belum sepenuhnya merasakan manfaat KBUW dalam memenuhi kebutuhan pribadi untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Dimensi Akses Pada awalnya, KBUW bertujuan untuk memberi pinjaman modal usaha kepada KK binaan,
dalam perkembangannya yang menjadi anggota KBUW
bukan hanya KK binaan saja tetapi yang bukan anggota KBUW mendapat pinjaman modal usaha. Alasan KK binaan tidak menjadi anggota KBUW karena mereka tidak mempunyai usaha dan tidak sanggup untuk membayar iuran wajib dan pokok. Hal ini dipaparkan oleh seorang responden (Nd; W,37 Tahun ) : ”Awalna KBUW kanggo KK binaan, namung KK binaan jalmi teu gaduh bujeng-bujeng gaduh usaha sareng gaduh kanggo mayar iuran pokok/wajib janten aranjeunna teu lebet anggota koperasi. Aya masyarakat nu sanes anggota dipasihan nambut kumargi anjeuna sanggem mayar cicilan sareng bungana daripada nu janten anggota teu mayar meningan ka nu sanes anggota tapi mayarna lancar sareng danana tiasa karaos ku sadayana ” (Pada awalnya KBUW untuk KK binaan tetapi KK binaan merupakan orang miskin mana mungkin mempunyai usaha dan sanggup untuk membayar iuran pokok/wajib, sehingga mereka tidak menjadi angggota KBUW. Ada juga anggota masyarakat yang bukan anggota KBUW diberi pinjaman karena mereka sanggup membayar cicilan dan bunganya, daripada anggota sendiri menunggak lebih baik masyarakat lain yang bukan anggota diberi
66
pinjaman karena mereka sanggup membayar cicilan dan yang penting dana bergulir) Hal senada dipaparkan salah seorang responden (Is;W,32 Tahun): ”KBUW kawitna dibentuk kanggo KK binaan sareng anggotana istri sadayana, namung kumargi nu ngajalankan usaha carogena, janten caroge ngajukeun janten anggota. Abdi sateuacana kantos nyarios ka pemarentah, saurna teu sawios nu penting lancar mayar iuran sareng cicilan da akhirna koperasi janten milik warga RW 07” (Pada awalnya KBUW dibentuk untuk KK binaan dan semua anggotanya wanita tetapi karena yang menjalankan usaha adalah laki-laki/suami, maka mereka mengajukan menjadi anggota. Sebelumnya saya pernah bicara dengan pihak kelurahan dan menyetujui yang penting lancar membayar iuran/cicilan, karena pada akhirnya KBUW akan menjadi koperasi milik masyarakat RW 07) KBUW memberi kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk menjadi anggota KBUW, namun wanita dalam mengakses kegiatan KBUW masih menghadapi kendala karena dipengaruhi oleh pembagian peran di dalam rumah tangga. Seperti dipaparkan oleh seorang responden (Im;W;31 Tahun) : ”KBUW dibentuk kanggo gabantos istri-istri nu gaduh usaha, namung saatosna janten anggota sesah pisan diajak kanggo ngayakeun rapat. Alesanana repot teu kabujeng ngurus murangkalih sareng kulawarga ”. (KBUW dibentuk untuk membantu para wanita yang mempunyai kemampuan berusaha, namun setelah menjadi anggota susah sekali mengumpulkan mereka untuk mengadakan rapat dengan alasan sibuk menguruh anak dan rumah tangga) Berdasarkan paparan tersebut, meskipun KBUW dapat diakses oleh seluruh masyarakat, namun wanita dalam mengakses kegiatan KBUW masih menghadapi kendala. Adapun kendala yang dihadapi wanita adalah waktu yang terbatas karena sebagian besar waktunya banyak digunakan untuk melakukan pekerjaan reproduktif, seperti merawat anak dan mengurus rumah tangga. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa program belum bersifat responsif gender dan pada dimensi akses bersifat negatif, artinya wanita tidak dapat mengakses kegiatan KBUW karena dipengaruhi pembagian peran wanita di dalam rumah tangga. Wanita lebih banyak melakukan pekerjaan reproduktif, sehingga waktu yang tersedia untuk mengakses sumber daya yang ada sangat terbatas dan
67
pemberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW belum tercapai meskipun wanita sudah mempunyai kemampuan berusaha sendiri.
Dimensi Kesadaran Kritis a. Kesadaran Kritis terhadap Pinjaman Modal Usaha Kegiatan di dalam Program P2WKSS antara lain penyuluhan kesehatan, pendidikan, perkoperasian, agama, kesehatan lingkungan dan kewirausahaan. Tujuan
dari penyuluhan atau pembinaan tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan dan memberikan penyadaran kepada wanita untuk turut serta di dalam setiap kegiatan pembangunan. Dimensi kesadaran kritis untuk menganalisis kesadaran wanita agar terlibat dalam setiap kegiatan pembangunan mulai dari perencanaan kebutuhan, pelaksanaan dan evaluasi program. Hal ini berarti wanita dan laki-laki sebagai anggota KBUW mempunyai kewajiban dan hak yang sama dan diharapkan wanita dapat mendukung keberadaan koperasi serta bertanggung jawab untuk keberlangsungan kegiatan koperasi tersebut. Dalam meminjam modal usaha, besarnya pinjaman tergantung usaha dan kemampuan anggota dalam membayar cicilan. Besarnya pinjaman rata-rata berkisar antara Rp.200 Ribu - Rp.1 Juta. KBUW Teratai Merah yang beranggotakan wanita dan laki-laki terjadi perbedaan jumlah pinjaman yang diberikan, dimana laki-laki bisa mendapatkan pinjaman lebih besar daripada wanita. Keadaan ini memperlihatkan bahwa pengaruh budaya patriakhi masih kuat, dimana laki-laki mempunyai kekuasaan untuk memaksa pengurus wanita agar memberi pinjaman sesuai dengan keinginannya. Seperti yang dipaparkan oleh salah seorang responden (Is; W, 32 Tahun) :
”Pameget mah upami nambut sok maksa jaba nambutna ageung, upami teu ditambutan sok ngambeuk janten ku abdi dipasihan tapi malah dugi ka ayeuna cicilan sareng iuran anggota teuacan mayar”. (Laki-laki kalau meminjam memaksa dan meminjamnya dengan jumlah yang besar, seandainya tidak diberi suka marah-marah, akhirnya saya memberi pinjaman tetapi sampai sekarang cicilan dan iuran keanggotaan belum dibayar).
68
Dalam melakukan peminjaman lebih banyak dilakukan oleh wanita meskipun yang menjalankan usaha adalah suaminya, sehingga nama istrinya yang tercantum dalam keanggotaan KBUW. Alasan laki-laki tidak bersedia meminjam langsung atas namanya karena programnya merupakan program wanita. Hal ini dipaparkan seorang responden (Yt; W, 28 Tahun ) : ”Nu nambut koperasi mah nami abdi da bapakna mah alim kumargi ieu program kanggo ibu-ibu, janten abdi mah ngan saukur nambutkeun nami, kitu deui kanggo mayar cicilan sareng iuran kumaha bapakna”. (Nama yang digunakan untuk meminjam ke KBUW adalah nama saya, alasan suami tidak mau mendaftakan dirinya karena KBUW merupakan program wanita, sehingga saya hanya meminjamkan nama begitu pula yang mengatur pembayaran cicilan dan iuran tergantung suami) Berdasarkan paparan tersebut, meskipun wanita dan laki-laki mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam koperasi, namun ternyata ada perbedaan dalam menerima pinjaman. Selain itu karena yang menjalankan usaha adalah suami, maka laki-laki mempunyai kekuasaan untuk menyuruh istri meminjam modal ke koperasi. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa wanita menjadi anggota koperasi bukan atas kesadaran dirinya tetapi meminjamkan namanya atas suruhan suaminya untuk mendapatkan pinjaman modal usaha. Hal ini berarti wanita belum mempunyai kesadaran penuh bahwa program tersebut ditujukan untuk pemberdayaan dirinya sendiri. b. Kesadaran Kritis terhadap Kepengurusan KBUW Sekretaris KBUW untuk sementara dijabat oleh laki-laki (suami), hal ini terjadi karena belum ada anggota yang bersedia menjadi sekretaris dan karena suami merupakan ketua RW jadi lebih mempunyai kekuasaan terhadap warganya. Hal ini dipaparkan oleh salah seorang responden (Is; W, 32 Tahun):
”Sekretaris ngundurkeun diri teras digentos heula ku caroge dan saur kelurahan teu sawios supados aya nu tanggel waler kumargi abdi mah janten pangurus teu terang nanaon” (Sekretaris mengundurkan diri, maka untuk sementara diganti oleh suami dan pihak kelurahan menyetujui supaya ada penanggung jawab karena saya sendiri menjadi pengurus tidak tahu apa-apa)
69
Hal senada dipaparkan oleh seorang responden (Nd; P, 37 Tahun ) : ”Sekretaris kawitna Ibu Ttn, kumargi anjeuna ngudurkeun diri teras digentos ku caroge abdi kumargi bapakna teuacan aya padamelan sareng aya nu ngabantosan pembukuan” (Sekretaris sebelumnya dijabat oleh Ibu Ttn, karena mengundurkan diri maka untuk sementara digantikan oleh suami, karena kebetulan suami belum mempunyai pekerjaan tetap dan sangat membantu dalam pembukuan) Berdasarkan
paparan
tersebut
bahwa
pengelolaan
KBUW
banyak
dipengaruhi oleh suami meskipun jabatan sekretaris untuk sementara. Hal ini terjadi karena pengetahuan pengurus tentang koperasi yang terbatas dan budaya patriarki yang cukup kuat, dimana laki-laki (suami) diposisikan lebih tinggi, lebih berkuasa dan dianggap lebih bertanggung jawab daripada wanita. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa program KBUW belum bersifat responsif gender dan pada dimensi kesadaran kritis bersifat negatif, artinya wanita menjadi anggota koperasi atas suruhan suaminya untuk mendapat pinjaman modal usaha bukan atas kesadaran dirinya. Di dalam
menerima
pinjaman modal pun terdapat perbedaan antara wanita dan laki-laki, hal ini memperlihatkan bahwa belum adanya kesadaran bahwa hak dan kewajiban lakilaki dan wanita dalam koperasi adalah sama. Wanita sendiri belum menyadari bahwa program tersebut merupakan program untuk pemberdayaan untuk dirinya sendiri.
Dimensi Partisipasi Program P2WKSS merupakan program pemberdayaan wanita, maka diharapkan wanita berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Partisipasi dapat dilihat dari keterlibatan atau kehadiran wanita dalam setiap kegiatan mulai dalam penentuan kebutuhan, pelaksanaan kegiatan maupun evaluasi serta sejauh mana wanita terlibat dalam mengambil keputusan di dalam setiap tahap kegiatan. Dimensi partisipasi digunakan untuk menganalisis sejauh mana keterlibatan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW, mulai kehadiran dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan serta kendala yang dihadapi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW.
70
Kegiatan KBUW menuntut partisipasi aktif dari seluruh anggota, namun dalam pelaksanaannya, anggota sulit untuk memenuhi kehadirannya, seperti keaktifan dalam pembayaran cicilan atau iuran maupun kehadiran untuk mengikuti rapat. Keadaan ini dipengaruhi oleh situasi ekonomi dan pembagian peran di dalam keluarga, karena wanita banyak melakukan pekerjaan reproduktif, maka pembagian peran tersebut mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Seperti yang dipaparkan salah seorang responden (Im; P,31 Tahun) : ”KBUW Kaca Piring kantos ngayakeun rapat tapi seueur nu teu hadir padahal, sateuacana teu pernah ngayakeun rapat. Koperasi teu seueur kegiatan, namung tetep seueur anggota nu dongkap alesanana rupi-rupi, sapertos repot di bumi sareng gaduh murangkalih. (KBUW Kaca Piring pernah mengadakan rapat tetapi banyak yang tidak hadir, sebelumnya KBUW tidak pernah mengadakan rapat dan tidak banyak melakukan kegiatan tetapi tetap banyak anggota wanita yang tidak hadir dengan berbagai macam alasan, seperti banyaknya pekerjaan di rumah yang harus dikerjakan dan mempunyai anak kecil) Berdasarkan paparan tersebut bahwa keterlibatan wanita dalam kegiatan KBUW dipengaruhi oleh pembagian peran di dalam rumah tangga karena wanita lebih banyak melakukan kegiatan reproduktif yang menuntut waktu yang banyak, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi wanita untuk hadir dalam kegiatan KBUW. Sebenarnya KBUW tidak melaksanakan banyak kegiatan karena kegiatan yang dilakukan hanya mengadakan rapat pada akhir tahun atau mengadakan rapat bila dianggap perlu. Dengan keadaan demikian diharapkan wanita dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan KBUW, tetapi ternyata kehadiran wanita untuk mengikuti rapat masih mengalami kendala. Wanita berpartisipasi dalam kegiatan KBUW tidak hanya dalam kehadiran tetapi terlibat dalam pengelolaan KBUW, seperti merencanakan rapat tahunan, menentukan ADRT dan merencanakan pembuatan prosedur pinjaman. Dalam memutuskan hal tersebut, pengurus sangat dipengaruhi oleh laki-laki (suami) karena pengetahuan mereka tentang koperasi terbatas dan kurangnya rasa percaya diri pengurus dalam mengelola KBUW. Seperti dipaparkan oleh seorang responden (Is; W, 32 Tahun ) : ”Abdi janten pangurus koperasi teu terang nanaon kumargi aya bapakna janten kumaha bapakna, upami aya masalah ge ku abdi mah sok dipasrahkan
71
ka bapakna”. Waktos ngayakeun rapat jarang aya ibu-ibu nu usul, paling nu usul jalmina angger malihmah nu sering usul paling bapak-bapakna. (Saya menjadi pengurus koperasi tidak tahu apa-apa karena ada suami jadi tergantung suami, jika ada masalah juga saya serahkan kepada suami. Waktu mengadakan rapat jarang ibu-ibu yang menyampaikan usul dan yang menyampaikan usul biasanya tetap orang yang sama, kadang yang banyak menyampaikan usul biasanya bapak-bapak). Berdasarkan keadaan tersebut bahwa program belum bersifat responsif gender dan pada dimensi partisipasi bersifat negatif, artinya partisipasi wanita dalam kegiatan KBUW hanya terbatas pada kehadiran dan kehadirannya pun masih mengalami kendala oleh kegiatan reproduktif. Partisipasi wanita dalam arti kualitatif masih terbatas, artinya wanita belum berani menyampaikan usul atau terlibat pengambilan keputusan dalam pengelolaan koperasi, karena pengetahuan yang terbatas dan sangat dipengaruhi suami yang menjabat sebagai sekretaris KBUW. Dengan demikian partisipasi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW hanya sebatas pada kehadiran yang masih menghadapi kendala, sehingga wanita belum
sepenuhnya
terlibat
dalam
kegiatan
KBUW
baik
dalam
kehadiran/mengikuti rapat maupun dalam pengambilan keputusan.
Dimensi Kontrol a. Kontrol terhadap Kepengurusan KBUW Dimensi kontrol digunakan untuk menganalisis sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan KBUW. Artinya apakah wanita mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan mengelola KBUW, seperti pemberian pinjaman ke anggota, menghadapi anggota yang menunggak, merencanakan rapat tahunan atau membuat prosedur peminjaman. Sebenarnya KBUW memberi kekuasaan penuh kepada wanita untuk mengelola koperasi tetapi karena pengetahuan pengurus yang terbatas dan di dalam kepengurusan terdapat laki-laki (Suami) bahkan diberi kekuasaan sebagai penanggung jawab, maka pengambilan keputusan dalam kegiatan koperasi banyak dipengaruhi laki-laki (suami). Hal ini dipaparkan oleh salah seorang responden (Hs; L, 42 Tahun) : ”Abdi hoyong ngarobih pangurus KBUW kumargi pangurus teu komplit janten nu nambut koperasi teu puguh aya nu ka abdi aya oge nu ka
72
bendahara sareng pembukuanana abdi ge teu apal, abdi ngantosan pembinaan ti pemerintah namung teuaya wae” (Sebenarnya saya hendak mengubah kepengurusan koperasi karena pengurus tidak komplit, sehingga yang meminjam koperasi ada yang pinjam ke bendahara maupun ke saya, sehingga saya sendiri tidak tahu pembukuannya, sementara pembinaan dari Pemerintah belum ada sampai sekarang) b. Kontrol terhadap Penggunaan Modal Usaha Penggunaan pinjaman modal usaha lebih banyak dikelola oleh laki-laki (suami) karena pada umumnya yang menjalankan usaha adalah laki-laki, maka secara tidak langsung wanita tidak mempunyai kontrol terhadap penggunaan pinjaman tersebut. Wanita hanya meminjamkan nama untuk mendapatkan pinjaman modal usaha, sementara yang mengambil keputusan untuk penggunaan pinjaman berada di tangan laki-laki (suami). Hal ini dipaparkan oleh seorang responden (Ag; L;47 Tahun ) : ” Abdi nu ngajalankan usaha janten abdi anu ngajalankeun modal kumargi abdi nu hapal kanggo keperyogianana, upami tos aya kanggo mayar cicilan sareng iuran nembe dipasihkeun ka istri ” (Saya yang menjalankan usaha maka saya yang mengelola pinjaman modal tersebut karena saya yang paling tahu keperluannya, setelah ada untuk membayar cicilan dan iuran kemudian saya serahkan ke istri) Salah satu penyebab timbulnya permasalahan KBUW dikarenakan pinjaman modal usaha digunakan bukan untuk menjalankan usaha tetapi untuk keperluan rumah tangga. Hal ini dipaparkan oleh seorang responden (Im, P,31 Tahun ) : ”Saleresna anggota seueur nu teu mayar cicilan kumargi modal nu kenging nambut ti koperasi dianggo kaperyogian di bumi sanes kanggo usaha janten cicilan teu dibayar” (Sebenarnya anggota banyak yang menunggak dalam membayar cicilan karena pinjaman modal usaha digunakan untuk keperluan rumah tangga bukan untuk usaha sehingga tidak mampu membayar cicilan) Selain itu timbulnya permasalahan KBUW karena adanya anggapan dari sebagian anggota bahwa bantuan tersebut adalah hibah. Hal ini dipaparkan salah seorang responden (L; P,30 Tahun ) :
73
”Aya anggota nu nganggap modal ti koperasi hibah sapertos BLT, janten anjeuna teu keresa mayar cicilan, anggapan ieu janten mangaruhan anggota nu sanes” (Ada anggota yang beranggapan bahwa pinjaman modal usaha tersebut adalah hibah seperti BLT, maka mereka tidak mau membayar cicilan, hal ini akan mempengaruhi anggota yang lain) c. Kontrol terhadap Pembayaran Cicilan dan Iuran Anggota Dalam pengembalian cicilan maupun iuran keanggotaan yang mempunyai kekuasaan adalah laki-laki karena laki-laki yang menjalankan usahanya, sehingga wanita tidak peran dalam pengembalian cicilan atau iuran. Hal ini dipaparkan salah seorang responden (Yt, P,28 Tahun) : ”Modal usaha ti KBUW nu ngajalankan bapakna kumargi bapakna nu usaha, kitu deui nu mayar cicilan sareng iuran anggota sadayana kumaha bapakna, saupamina artosna tos aya nembe ku abdi dianggo mayar cicilan sareng iuran anggota. (Modal yang dipinjam dari KBUW yang menjalankan suami karena yang mempunyai usaha adalah suami begitu pula untuk membayar cicilan dan iuran diserahkan semuanya kepada suami, seandainya sudah ada uang untuk membayar cicilan dan iuran, kemudian saya bayarkan ke koperasi). Berdasarkan paparan tersebut bahwa program belum bersifat responsif gender dan pada dimensi kontrol bersifat negatif, artinya wanita tidak mempunyai kontrol dalam penggunaan modal usaha, pembayaran cicilan atau iuran anggota meskipun wanita yang meminjam modal ke KBUW.
Peran wanita sebagai
anggota hanya meminjamkan nama untuk mendapat pinjaman modal usaha. Pengurus pun tidak mempunyai kontrol terhadap pengelolaan KBUW karena banyak dipengaruhi oleh suaminya. Analisis Pemberdayaan Longwe digunakan untuk melihat bagaimana pencapaian
aspek
pemberdayaan
wanita
melalui
lima
dimensi
yaitu
”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”. Hasil kelima dimensi bisa bersifat negatif, netral dan positif, artinya apakah program telah memperhatkan isu-isu gender atau tidak, seandainya memperhatikan isu-isu gender apakah telah dilibatkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan. Asumsi Analisis Pemberdayaan Longwe bahwa setiap dimensi akan bergerak meningkat ke dimensi berikutnya dan apabila hasil setiap dimensi
74
bergerak meningkat ke dimensi selanjutnya, maka program telah memperhatikan isu-isu gender dan menunjukkan tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Hasil analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe terhadap kegiatan KBUW adalah sebagai berikut : 1.. Hasil Analisa Harvard a. Pembagian peran di dalam rumah tangga bahwa wanita lebih banyak melakukan peran reproduktif daripada laki-laki, hal ini merupakan salah satu kendala wanita dalam mengikuti kegitan KBUW. b. Pembagian peran di dalam kelembagaan KBUW sudan jelas tetapi dalam pelaksanaan peran tersebut, wanita belum sepenuhnya melaksanakan peran tersebut karena pengetahuan yang terbatas dan dipengaruhi oleh suami serta budaya patriarki yang menempatkan laki-laki mempunyai posisi lebih tinggi, berkuasa dan lebih bertanggung jawab daripada wanita. 2. Hasil analisa Pemberdayaan Longwe : a. Setiap
dimensi
tidak
bergerak
meningkat
mulai
dari
dimensi
”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol” dan hasilnya bersifat negatif. Hal ini berarti tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW belum tercapai. Hasil analisis sebagaimana tercantum pada Tabel 13 . Tabel. 13. Hasil Analisis Pemberdayaan Longwe dalam kegiatan KBUW Di Kel. Cipageran Tahun 2006 No.
Dimensi Pemberdayaan Longwe
1.
2.
1.
Kesejahteraan
2.
Akses
3.
Kesadaran kritis
Kegiatan
Hasil analisa
3.
4.
Pinjaman Modal Negatif (Wanita belum dapat Usaha merasakan manfaat pinjaman dari KBUW untuk memenuhi kebutuhan pribadinya) Keanggotaan Negatif (Wanita mengahadapi kendala dalam mengakses KBUW karena peran reproduktif yang banyak dilakukan wanita ) - Pinjaman Negatif (Wanita menjadi anggota Modal Usaha KBUW bukan atas kesadaran dirinya sendiri)
75
1.
2.
3.
-
Kepengurusan
4.
Negatif (Wanita mempunyai kekuasaan mengelola KBUW)
tidak penuh
4.
Partisipasi
Keterlibatan di Negatif (Keterlibatan wanita dalam mengikuti masih menghadapi kendala kegiatan KBUW karena peran reproduktif yang banyak dilakukan wanita dan belum berani untuk menyampaikan usul dalam pengelolaan KBUW)
5.
Kontrol
- Pengggunaan pinjaman dan Pembayaran cicilan/iuran anggota
Negatif (wanita tidak terlibat pengambilan keputusan penggunaan pinjaman modal usaha, pembayaran cicilan dan iuran anggota karena yang menjalankan usaha pada umumnya laki-laki).
- Kepengurusan KBUW
Negatif (Wanita tidak mempunyai kekuasaan penuh untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan KBUW karena sebagian pengurus adalah lakilaki /suami)
Adapun hasil analisis Pemberdayaan Longwe dalam bentuk piramida seperti terdapat pada Gambar 4.
Negatif Kontrol Partisipasi Kesadaran Kritis Akses Kesejahteraan
Gambar 4. Piramida Hasil Analisis Pemberdayaan Longwe
Negatif Negatif Negatif
Negatif
76
Gambar 4, menunjukkan bahwa hasil pada setiap dimensi bersifat negatif. Hal ini berarti tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW belum tercapai meskipun program ditujukan khusus untuk pemberdayaan wanita.
Wanita belum menyadari bahwa program tersebut untuk
memberdayakan mereka, sehingga belum memanfaatkan
keberadaaan
KBUW secara optimal. b. Program belum bersifat responsif gender,
artinya program belum
memperhatikan kebutuhan dan kemampuan wanita, meskipun telah melibatkan wanita tetapi isu-isu wanita kurang diangkat dan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan. Wanita terlibat dalam kegiatan KBUW bukan atas kesadaran dirinya dan wanita belum terlibat dalam pengambilan keputusan penggunaan pinjaman maupun dalam pengelolaan KBUW. Hasil analisis Pemberdayaan Longwe memperlihatkan bahwa setiap kegiatan tidak bergerak meningkat dari satu dimensi ke dimensi berikutnya dan hasilnya bersifat negatif. Hal ini berarti tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan wanita berdasarkan kelima dimensi belum tercapai. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain budaya patriarki yang masih kuat mempengaruhi kehidupan masyarakat sehingga laki-laki memiliki posisi lebih tinggi, berkuasa dan adanya anggapan lebih bertanggung jawab daripada wanita. Peran reproduktif yang banyak dilakukan wanita juga sangat mempengaruhi keterlibatan wanita dam mengikuti kegiatan KBUW begitu pula pengetahuan pengurus yang terbatas sangat mempengaruhi wanita dalam mengelola keberlanjutan KBUW.
77
STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan KBUW adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima dimensi yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Sebelum itu dilakukan analisis Harvard untuk menganalisis pembagian peran di dalam rumah tangga dan KBUW. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa pembagian peran di dalam rumah tangga akan mempengaruhi keterlibatan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Dalam menggali potensi dan permasalahan KBUW dilakukan dengan menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA). Metode PRA
yang digunakan dalam kajian adalah Focus Group Discussion
(FGD) yang diikuti oleh pengurus KBUW, anggota KBUW dan Perangkat Kelurahan (Kasie Ekonomi dan Pembangunan dan Kasie Pemberdayaan Kelurahan Cipageran) dan penanggung jawab program (Dinas Perekonomian dan Koperasi kota Cimahi). Sesuai kesepakatan antara pihak Penanggung Jawab Program (Dinas Perekonomian dan Koperasi Kota Cimahi), Kelurahan Cipageran dan anggota KBUW, maka FGD dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 12 Agustus 2006. Sebelum dilaksanakan FGD terlebih dahulu diadakan diskusi dengan anggota KBUW yang dihadiri oleh ketua RW untuk membicarakan pelaksanaan FGD dan menggali informasi kembali.
Proses FGD dimulai dengan memaparkan hasil
temuan dalam penelitian kepada semua peserta, kemudian hasil temuan didiskusikan bersama dan dilanjutkan dengan pembuatan strategi dan perencanaan program dalam mengatasi permasalahan KBUW berdasarkan analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe. Dalam membuat strategi dan perencanaan program perlu mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang terdapat di dalam KBUW, dimana permasalahan dan potensi tersebut dapat dijadikan dasar untuk membuat perencanaan program yang dapat dioperasionalkan, sehingga kegiatan KBUW dapat berkelanjutan. Hal ini berarti keberadaan KBUW dapat dirasakan manfaatnya baik oleh laki-laki
78
maupun wanita dan aspek
pemberdayaan wanita dalam mengikuti kegitan
KBUW tercapai.
Proses Pelaksanaan FGD Proses pelaksaaan FGD diawali dengan penyampaian potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan KBUW dalam mengatasi permasalahan. Potensi yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan KBUW adalah sebagai berikut : 1. Aset/pinjaman modal usaha dari KBUW yang digulirkan kepada masyarakat dengan maksud untuk membantu masyarakat miskin dalam mengembangkan usahanya. 2. Jumlah penduduk perempuan di RW 6 dan 7, yaitu 50 persen dari jumlah penduduknya sebagian sudah menjadi pengurus dan anggota KBUW. 3. Tokoh-tokoh masyarakat, seperti tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat (Ketua PKK kel. Cipageran). Tokoh-tokoh tersebut merupakan sumber informasi dari pemerintah maupun masyarakat yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan KBUW. 4. Kelembagaan yang ada di Kelurahan Cipageran baik kelembagaan formal maupun informal, seperti PKK, LPM, Kelompok Pengajian Al-Hidayah dan kelompok pengajian di tingkat RT dan RW. 5. Saran-saran/usulan dari anggota KBUW untuk mengubah kepengurusan KBUW maupun prosedur pemberian pinjaman modal usaha dan menghadapi permasalahan dalam kelembagaan KBUW. 6. Nilai-nilai budaya lokal yang mendukung keberadaan KBUW. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan KBUW dapat dikelompokkan kedalam dua permasalahan, yaitu : Permasalahan di dalam organisasi KBUW dan permasalahan di dalam anggota KBUW. 1. Permasalahan/kelemahan di dalam organisasi KBUW : a. Struktur Kepengurusan KBUW tidak komplit. KBUW mempunyai struktur organisasi, yaitu ketua, sekretaris, bendahara dan badan pengawas, namun sampai saat ini badan pengawas belum
79
terbentuk. Saat ini sekretaris mengundurkan diri, sehingga untuk sementara diganti oleh laki-laki (suami). b. Kurangnya sosialisasi prosedur peminjaman kepada masyarakat, artinya Pengurus KBUW belum memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang prosedur pinjaman modal usaha . c. Pengetahuan Pengurus tentang koperasi terbatas. d. Kurangnya koordinasi maupun pembinaan antara penanggung jawab program, pihak kelurahan dan pengurus KBUW. e. Pinjaman modal usaha terbatas karena modal yang dipinjamkan harus menunggu anggota yang membayar cicilan maupun iuran keanggotaan. 2. Permasalahan di dalam sasaran program (anggota KBUW) a. Kurangnya tanggung jawab anggota dalam pengembalian cicilan dan iuran anggota KBUW. b. Adanya anggapan dari sebagian anggota bahwa dana tersebut merupakan dana hibah. c. Pengambilan keputusan dalam pengggunaan pinjaman modal usaha, pembayaran cicilan dan iuran keanggotaan di tangan suami karena pada umumnya suami yang menjalankan usaha. d. Pinjaman koperasi digunakan untuk kebutuhan konsumtif . e. Pinjaman modal usaha terbatas sehingga usaha yang dijalankan belum menunjukkan perkembangan bagi perbaikan ekonomi keluarga. f. Wanita kurang aktif dalam mengikuti kegiatan KBUW. Permasalahan-permasalahan tersebut kemudian didiskusikan dengan peserta FGD untuk mendapat tanggapan dan upaya atau strategi pemecahan masalah dengan potensi-potensi yang ada. Permasalahan-permasalahan dan alternatif pemecahan masalah yang dibahas dalam FGD disajikan dalam Tabel. 14 .
80
Tabel. 14. Permasalahan/Kelemahan dan Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan Hasil FGD di Kel. Cipageran Tahun 2006 No.
Aspek
Permasalahan/kelemahan
Faktor Penyebab
1.
2.
3. a. Struktur Kepengurusan KBUW tidak komplit (sekretaris mengundurkan diri dan badan pengawas belum terbentuk).
4. Kurangnya komunikasi antar pengurus dan pengetahuan tentang koperasi yang terbatas
1.
Aspek organisasi KBUW
Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan FGD 5. a. Diadakan rapat dengan dihadiri oleh seluruh anggota untuk pembentukan kepengurusan KBUW yang baru. b. Meminta bantuan tokoh masyarakat atau penanggung jawab program.
b. Kurangnya sosialisasi a. Waktu yang terbatas karena a. prosedur peminjaman KBUW harus segera kepada masyarakat, terbentuk dan program artinya pengurus KBUW harus segera berjalan. belum memberikan b. Pengetahuan Pengurus b. pemahaman kepada tentang prosedur masyarakat tentang peminjaman terbatas prosedur pinjaman modal usaha
Diadakan sosialisasi sehingga masyarakat prosedur peminjaman.
c. Pengetahuan Pengurus tentang koperasi terbatas.
Diadakan pelatihan bagi pengurus mengenai prosedur peminjaman. Memberikan kesempatan kepada pengurus untuk mengambil keputusan dalam mengelola KBUW
Kurangnya pelatihan Pengurus KBUW.
bagi a. b.
berkelanjutan mengetahui
Diadakan pelatihan bagi pengurus untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengelola KBUW.
80
81
Lanjutan 1.
2.
2.
3. 4. d. Kurangnya koordinasi a. Kurangnya monitoring dari a. maupun pembinaan antara penanggung jawab program penanggung jawab dan aparat kelurahan b. program, pihak kelurahan b. Kurangnya komunikasi dan pengurus KBUW .
5. Diadakan monitoring secara rutin untuk mengetahui perkembangan KBUW Diadakan pertemuan rutin antar penanggung jawab program, pihak kelurahan dan pengurus KBUW.
e. Pinjaman modal usaha Kurangnya tanggung jawab a. terbatas karena modal anggota dalam membayar yang dipinjamkan harus cicilan/iuran menunggu anggota yang b. membayar cicilan maupun iuran keanggotaan
Meningkatkan kesadaran anggota akan hak dan kewajiban sebagai anggota koperasi Mengadakan jejaring dengan pihak luar untuk penambahan modal KBUW
Aspek sasaran a Kurangnya tanggung a. Masyarakat kurang a. Memberikan sosialiasi secara program jawab anggota dalam mengetahui prosedur berkelanjutan tentang prosedur (anggota KBUW) pengembalian cicilan dan peminjaman, pengembalian peminjaman, pengembalian cicilan dan iuran anggota KBUW. cicilan dan iuran anggota. iuran anggota. b. Mentalitas yang rendah b. Meningkatkan pemahaman bahwa dana tersebut merupakan dana bergulir b. Adanya anggapan dari Kurangnya pengetahuan sebagian anggota bahwa masyarakat tentang tujuan dana tersebut merupakan pinjaman dari KBUW dana hibah.
Memberikan sosialisasi bahwa dana KBUW merupakan dana bergulir yang harus dirasakan manfaatnya bagi semua anggota masyarakat dan bukan merupakan dana hibah. 81
82
Lanjutan 1.
2.
3. c. Pengambilan keputusan a. dalam pengggunaan pinjaman modal usaha, pembayaran cicilan dan iuran keanggotaan di b. tangan suami karena pada umumnya suami yang menjalankan usaha.
4. Budaya patriarki yang kuat
Usaha yang menjalankan adalah suami
d. Pinjaman koperasi digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
5. a. Perlu pemahaman bahwa dalam pengambilan keputusan merupakan keputusan bersama antara suami dan istri. b. Perlu pemahaman meskipun yang menjalankan usaha suami tetapi istri turut serta dalam meminjam modal usaha.
a. Pemahaman yang terbatas tentang maksud pinjaman koperasi. b. Tingkat ekonomi yang rendah e. Pinjaman modal usaha Kurangnya tanggung jawab terbatas sehingga usaha anggota dalam membayar yang dijalankan belum cicilan/iuran berkembang.
Peningkatkan sosialisasi tentang pinjaman modal usaha dari KBUW
tujuan
f. Wanita kurang aktif dalam Peran reproduktif yang banyak kegiatan KBUW dilakukan wanita
a. Memberikan pemahaman bahwa program tersebut merupakan program untuk pemberdayaan wanita b. Meminta bantuan kepada tokoh masyarakat/agama untuk mengajak wanita terlibat dalam kegiatan KBUW
Memberikan pemahaman bahwa pinjaman yang diberikan digunakan seoptimal mungkin untuk usaha dan harus dirasakan manfaatnya oleh semua anggota masyarakat
82
83
Dalam proses pelaksanaan FGD, supaya peserta FGD mengerti tentang permasalahan/kelemahan kegiatan KBUW, maka penulis mengunakan alat bantu dengan
menggunakan
analisa
pohon
masalah,
yang
mengelompokkan
permasalahan kedalam tiga bagian, yaitu masalah inti, akar masalah dan dampak dari masalah tersebut dan juga penyajian dalam bentuk tabel-tabel, yaitu tabel Potensi dan Permasalahan/Kelemahan. Selain itu karena analisis yang digunakan adalah Analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan lima dimensi yaitu kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol, maka dalam proses pelaksanaan FGD perlu disampaikan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan di dalam KBUW, yaitu wanita hanya meminjamkan nama untuk mendapatkan pinjaman modal usaha, tidak terlibat pengambilan keputusan dalam penggunaan pinjaman modal usaha dan pembayaran cicilan/iuran keanggotaan, peran reproduktif yang banyak dilakukan wanita pun mempengaruhi keterlibatan wanita dalam kegitan KBUW, sehingga wanita belum menjalankan perannya dalam kegiatan KBUW dan belum menyadari bahwa program tersebut merupakan program khusus untuk pemberdayaan dirinya sendiri. Pemaparan tersebut dimaksudkan supaya peserta FGD menyadari bahwa permasalahan yang timbul dalam KBUW tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor, seperti kurangnya tanggung jawab anggota dalam pengembalian pinjaman, usaha anggota belum berkembang, pinjaman digunakan untuk kebutuhan konsumtif, tidak adanya pembinaan lanjutan dan pengetahuan pengurus yang terbatas dalam mengelola KBUW. Hasil analisa pohon masalah secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5 .
84
Usaha anggota belum berkembang Masyarakat lain yang membutuhkan pinjaman tertunda
Dana tidak bergulir Kemiskinan tidak terentaskan
Dampak Wanita kurang memanfaatkan KBUW
Wanita tidak berdaya dalam mengikuti kegiatan KBUW
Masalah Inti
Pengetahuan Pengurus tentang koperasi terbatas
Penyebab
Wanita tidak terlibat dalam pengambilan keputusan
Adanya anggapan dana merupakan dana hibah
Pinjaman digunakan untuk kebutuhan konsumtif Pengurus tidak komplit
Kurang Monitoring dan pembinaan
Kurangnya tangggung jawab peminjam Pinjaman dikelola oleh suami
Peran reproduktif yang banyak dilakukan wanita
Kurang sosialisasi Prosedur Peminjaman
Usaha belum berkembang
Budaya Patriarki
Gambar 5 : Analisa Pohon Masalah Berdasarkan hasil FGD pada hari Sabtu tanggal 12 Agustus 2006, maka strategi pemecahan masalah berdasarkan permasalahan- permasalahan yang ada dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu : 1. Strategi Penguatan organisasi KBUW Kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu : a. Pembentukan Pengurus baru untuk memperbaiki kepengurusan yang ada dengan mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota KBUW.
85
b. Pelatihan koperasi bagi pengurus, artinya pelatihan bagi pengurus KBUW tentang tata cara pengelolaan koperasi mulai dari pembukuan, prosedur peminjaman, perhitungan jasa dan cicilan. c. Memperbaiki prosedur peminjaman modal usaha, sehingga semua anggota masyarakat dapat mengakses dan prosedur peminjaman dapat dipahami sesuai dengan kemampuan masyarakat. d. Melaksanakan monitoring terhadap kegiatan KBUW oleh penanggung jawab program maupun aparat kelurahan. e. Memfungsikan KBUW selain kegiatan simpan pinjam tetapi menyediakan barang-barang kebutuhan masyarakat. 2. Strategi Penguatan sasaran program (anggota KBUW) Kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu : a
Sosialisasi kepada masyarakat tentang prosedur peminjaman modal usaha, artinya masyarakat mengetahui tata cara peminjaman dan penyampaian bahwa dana tersebut merupakan dana bergulir yang harus dirasakan manfaatnya oleh semua anggota masyarakat dan bukan merupakan dana hibah.
b. Memberikan pemahaman kepada anggota bahwa pengambilan keputusan dalam penggunaan modal usaha, pengembalian cicilan atau iuran tidak hanya berada di tangan suami, meskipun yang menjalankan usaha adalah suami dan kedudukan wanita dan laki-laki dalam keanggotaan KBUW adalah sama. c. Memberikan
pemahaman
bahwa
KBUW
merupakan
program
pemberdayaan wanita, maka wanita diharapkan dapat memanfaatkan KBUW secara optimal untuk meningkatkan pengetahuan dan terlibat dalam kegiatan pembangunan. d. Meningkatkan tanggung jawab wanita baik sebagai pengurus maupun anggota KBUW. Strategi
pemecahan
masalah
berdasarkan
Pemberdayaan Longwe tercantum dalam Tabel 15.
Analisa
Harvard
dan
86
Tabel 15. Strategi Pemecahan Masalah Berdasarkan Analisa Harvard dan Pemberdayaan Longwe di Kel. Cipageran Tahun 2006 No.
Permasalahan
Strategi
1.
Penguatan organisasi KBUW
a. Pembentukan Pengurus KBUW yang baru. b. Memperbaiki prosedur peminjaman modal usaha c. Pelatihan koperasi bagi pengurus KBUW d. Monitoring oleh pihak kelurahan dan penanggung jawab program e. Memfungsikan KBUW selain pada kegiatan simpan pinjam tetapi menyediakan barang kebutuhan masyarakat. f. Melibatkan tokoh masyarakat dan organisasi informal dalam kegiatan KBUW.
2.
Penguatan sasaran program
a. Sosialisasi tentang maksud dan tujuan KBUW termasuk pinjaman modal usaha b. Meningkatkan tanggung jawab wanita baik sebagai pengurus maupun anggota KBUW c. Memberikan pemahaman bahwa dalam pennggunaan pinjaman modal usaha, pembayaran cicilan dan iuran keanggotaan melibatkan wanita. d. Memberikan pemahaman bahwa KBUW merupakan program pemberdayaan wanita, maka wanita diharapkan dapat memanfaatkan KBUW secara optimal untuk meningkatkan pengetahuan dan terlibat aktif dalam kegiatan pembangunan.
(anggota KBUW)
87
Program Aksi
Berdasarkan strategi yang telah disepakati maka perlu dirancang program yang konkrit dan sesuai dengan permasalahan dan kemampuan anggota KBUW berdasarkan analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe. Hasil kesepakatan peserta FGD, maka program yang akan dilaksanakan dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu : 1. Penguatan organisasi KBUW Program-program yang akan dilakukan, antara lain : a. Pembentukan pengurus KBUW yang baru untuk memperbaiki pengurus yang ada dengan mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota KBUW. b. Mengadakan pelatihan bagi pengurus KBUW, sehingga meningkatkan sikap percaya diri pengurus dan pengurus mempunyai pengetahuan tentang tata cara pengelolaan koperasi, seperti pembukuan dan perhitungan jasa/cicilan. c. Memperbaiki prosedur peminjaman modal usaha untuk memberikan kejelasan prosedur peminjaman dan meningkatkan tanggung jawab anggota. d. Menguatkan modal sosial dengan melibatkan organisasi informal, seperti kelompok pengajian dan RT/RW untuk mendukung keberlanjutan kegiatan KBUW. e. Meningkatkan fungsi KBUW tidak hanya terbatas pada kegiatan simpan pinjam, seperti pembayaran listrik yang dikoordinir oleh KBUW atau menyediakan barang/bahan keperluan masyarakat. 2. Penguatan sasaran program (anggota KBUW) Program-program yang akan dilakukan, antara lain : a. Mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang KBUW dan tata cara prosedur peminjaman modal usaha dan pemahaman bahwa dana tersebut merupakan dana bergulir bukan dana hibah.
88
b. Memberikan
pemahaman
bahwa
pengambilan
keputusan
dalam
pengelolaan pinjaman modal usaha, pembayaran cicilan dan iuran keanggotaan melibatkan wanita . c. Meningkatkan tanggung jawab wanita baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota KBUW. d. Memberikan
pemahaman
bahwa
KBUW
merupakan
program
pemberdayaan wanita, maka wanita diharapkan dapat memanfaatkan KBUW secara optimal untuk meningkatkan pengetahuan dan terlibat aktif dalam kegiatan pembangunan. Rencana program yang disepakati bersama dengan perserta FGD disajikan dalam Tabel 16 .
89
Tabel 16. Rencana Program dalam Mengatasi Permasalahan KBUW Berdasarkan Analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe di Kel. Cipageran Tahun 2006 No
Program
Kegiatan
Tujuan
Indikator
Sasaran
Pelaksana
Waktu
Rencana Biaya 9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
Pembentukan Pengurus KBUW yang baru
Mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota KBUW untuk pembentukan pengurus KBUW yang baru
Terbentuknya 1. Terbentuknya struktur pengurus kepengurusan KBUW yang KBUW yang baru. benar 2. KBUW dapat berjalan optimal
Pengurus dan Anggota KBUW
Pengurus dan Anggota KBUW
Nopember 2006
Dana KBUW
2.
Mengadakan 1. Pelatihan 1. Meningkatkan 1. Meningkatnya pelatihan prosedur pengetahuan pengetahuan koperasi bagi peminjaman. pengurus pengurus pengurus 2. Pelatihan Tata tentang tentang KBUW cara prosedur koperasi. Pembukuan, peminjaman. 2. Meningkatnya perhitungan 2. Meningkatkan percaya diri cicilan dan pengetahuan pengurus jasa pengurus dalam dalam mengelola pembukuan, KBUW perhitungan cicilan dan jasa
Pengurus KBUW
Dinas Perekonomian dan Koperasi dan Dekopinda Kota Cimahi
12 Hari
Pemkot Cimahi
89
90
Lanjutan 1. 2. 3. Memperbaiki prosedur peminjaman modal usaha
4.
3.
4. Tersusunnya prosedur peminjaman yang disepakati dan dipahami oleh seluruh anggota
5. Anggota memahami prosedur peminjaman
6. -.Anggota
Mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota KBUW untuk memperbaiki prosedur peminjaman Mengadakan Penyuluhan 1. Meningkatkan 1. Masyarakat Masyarakat sosialisasi untuk menjadi pemahaman mengerti kepada anggota KBUW masyarakat tentang masyarakat dan prosedur tentang prosedur tentang KBUW peminjaman KBUW dan peminjaman. dan tata cara koperasi tata cara 2. Masyarakat prosedur prosedur sadar akan hak peminjaman peminjaman dan modal usaha 2. Meningkatkan kewajibannya kesadaran sebagai masyarakat anggota bahwa dana KBUW. KBUW 3. Tumbuhnya merupakan rasa memiliki dana bergulir akan bukan hibah keberadaan KBUW
7. - Pengurus - Anggota
- Dinas Perekonomia n dan Koperasi Kota Cimahi - Aparat Kelurahan - Pengurus KBUW
8. 6 Hari
9. Dana KBUW
Menyesuaikan dengan jadwal pembinaan wilayah yang dilakukan oleh aparat kel.Cipageran
Dana Pembinaan Kel. Cipageran
90
91
Lanjutan 1.
5.
6.
2.
3.
4.
5.
6.
Peningkatan 1. Melibatkan 1 Melibatkan 1. Wanita terlibat Anggota pemahaman wanita dalam dalam wanita dalam bahwa pengambilan pengambilan pengambilan pengambilan keputusan keputusan keputusan keputusan 2. Mengajak penggunaan penggunaan dalam pinjaman, wanita pinjaman, penggunaan pembayaran bertanggung pembayaran modal usaha, cicilan/iuran jawab dalam cicilan/iuran pengembalian keanggotaan kegiatan keanggotaan cicilan/iuran 2. Wanita KBUW 2. Memberi melibatkan bertanggung kesempatan jawab dalam wanita. kepada wanita kegiatan bertanggung KBUW tidak jawab dalam hanya dalam kegiatan kehadiran KBUW tetapi terlibat menyampaika n usul/saran tentang KBUW Memberikan 1. Meminta Pemberdayaan 1. Wanita yang Masyarakat pemahaman bantuan wanita tercapai menjadi bahwa KBUW kepada tokoh dalam mengikuti anggota merupakan masyarakat/ kegiatan KBUW KBUW program agama untuk bertambah. pemberdayaan mengajak wanita wanita
7.
8.
9.
Pengurus KBUW
Berkelanjutan
Dana KBUW
- Dinas Perekonomi an dan Koperasi Kota Cimahi
Menyesuaikan dengan jadwal pembinaan wilayah yang dilakukan oleh aparat kel.Cipageran
Dana Pembinaan Kel. Cipageran
91
92
1.
2.
3.
terlibat dalam kegiatan KBUW 2. Meningkatkan tanggung jawab wanita baik sebagai pengurus maupun anggota
4.
5.
2. Wanita merasa percaya diri dalam mengikuti kegiatan KBUW dan merasakan manfaat KBUW
6.
7.
8.
9.
- Aparat Kelurahan - Pengurus KBUW
92
93
Rencana program yang telah disepakati bersama agar sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat maka diuji kelayakannya berdasarkan analisa SWOT, sebagaimana tercantum dalam Tabel 17 .
Tabel. 17. Rencana Program dalam Kelembagaaan KBUW Berdasarkan Analisa SWOT di Kel Cipageran Tahun 2006 KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
a. Aset/bantuan modal dari KBUW yang digulirkan kepada masyarakat b. Pengurus dan anggota KBUW c. Iuran keanggotaan d. Saran-saran/usulan dari anggota KBUW e. Nilai-nilai budaya lokal yang mendukung keberadaan KBUW (tolong menolong).
a. Struktur Kepengurusan KBUW tidak komplit b. Kurangnya sosialisasi prosedur peminjaman kepada masyarakat c. Pengetahuan Pengurus tentang koperasi terbatas d. Kurangnya tanggung jawab anggota dalam pengembalian cicilan dan iuran anggota KBUW.
KESEMPATAN (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
a. Terbentuknya pengurus baru b. Pelatihan koperasi bagi pengurus c. Tersusunnya prosedur peminjaman yang baru d. Tokoh masyarakat/kelembagaan formal/informal yang ada terlibat dalam kegiatan KBUW
a. Melibatkan tokoh masyarakat/kelembagaan informal yang ada. b. Meningkatkan komunikasi antar pengurus maupun dengan anggota
ANCAMAN (T)
STRATEGI ST
Internal
Eksternal
a. Dana tidak bergulir b. Wanita tidak terlibat dalam pengambilan keputusan penggunaan pinjaman dan pengelolaan KBUW c. Pinjaman digunakan untuk kebutuhan konsumtif d. Adanya anggapan dana hibah e. Budaya Patriarki
a. Meningkatkan
tanggung jawab wanita baik pengurus maupun anggota b. Memberikan pemahaman bahwa pengambilan keputusan pengelolaan pinjaman dan pembayaran cicilan/iuran melibatkan wanita.
a. Pembentukan Pengurus baru b. Pelatihan untuk Pengurus c. Sosialisasi prosedur peminjaman kepada masyarakat
STRATEGI WT a. Sosialisasi tujuan pinjaman dan pemahaman bahwa pinjaman merupakan dana bergulir. b. Meningkatkan tanggung jawab anggota dalam pengembalian pinjaman
94
Berdasarkan Analisa SWOT di dalam Tabel 17 menunjukkan bahwa strategi yang akan dilaksanakan antara kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman di dalam kelembagaan KBUW sesuai dengan rencana program yang telah disepakati dalam FGD. Dengan demikian rencana program layak untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan permasalahan KBUW sesuai dengan kemampuan dan potensi masyarakat RW 06 dan 07 Kelurahan Cipageran.
95
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program
P2WKSS
merupakan
program
lintas
sektoral
dalam
penanggulangan masalah kemiskinan dengan melibatkan seluruh masyarakat baik wanita maupun laki-laki, sedangkan sebagai penggerak program adalah masyarakat yang termasuk KK binaan yaitu keluarga miskin yang menerima bantuan Program P2WKSS dan kader PKK.
Salah satu kegiatan Program
P2WKSS adalah kelembagaan KBUW yang bertujuan untuk memberi pinjaman modal usaha kepada masyarakat, khususnya wanita yang mempunyai kemampuan berusaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga. KBUW mengalami perkembangan yang cukup pesat, jika dilihat dari jumlah dan jenis usaha yang dikelola, namun saat ini KBUW menghadapi masalah yaitu wanita tidak berdaya dalam kegiatan KBUW. Keadaan tersebut mempengaruhi kegiatan KBUW yang menyebabkan KBUW kurang berjalan optimal dalam pemberdayaan wanita . Berdasarkan
keadaan
tersebut,
maka
dilakukan
analisis
dengan
menggunakan analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe. Analisis Harvard untuk menganalisis bagaimana pembagian peran antara wanita dan laki-laki baik di dalam rumah tangga maupun di dalam kegiatan KBUW. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa pembagian peran akan mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW. Analisis Pemberdayaan Longwe untuk menganalisis sejauh mana pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW dengan menggunakan lima dimensi, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol”.
Hasil analisis Harvard dan
Pemberdayaan Longwe terhadap kegiatan KBUW dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil Analisis Harvard a. Pembagian peran di dalam rumah tangga bahwa wanita lebih banyak melakukan peran reproduktif daripada laki-laki, hal ini merupakan salah satu kendala wanita dalam mengikuti kegitan KBUW.
96
b. Pembagian peran di dalam kelembagaan sudah jelas tetapi di dalam pelaksanaan peran tersebut,
wanita belum sepenuhnya melaksanakan
peran tersebut. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan pengurus yang terbatas dan pengaruh suami serta budaya patriarki yang menempatkan laki-laki mempunyai posisi lebih tinggi, berkuasa dan lebih bertanggung jawab daripada wanita 2. Hasil Analisis Pemberdayaan Longwe : a. Setiap
tahap dimensi tidak
bergerak
meningkat
mulai
dimensi
”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol” dan hasilnya bersifat negatif. Hal ini berarti tingkat keberdayaan wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW belum tercapai. b. Kegiatan KBUW belum bersifat responsif gender, artinya program belum memperhatikan kebutuhan dan kemampuan wanita, meskipun wanita terlibat dalam kegiatan KBUW tetapi bukan kesadaran dirinya dan wanita belum terlibat dalam pengambilan keputusan dalam penggunaan pinjaman modal usaha dan pengelolaan KBUW. 3. Permasalahan di dalam kegiatan KBUW dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. Tanggung Jawab yang Rendah : para peminjam masih ada yang beranggapan bahwa pinjaman tersebut merupakan hibah dan usahanya belum berkembang. a. Budaya Patriarki : Anggota laki-laki dianggap mempunyai posisi lebih tinggi, berkuasa dan lebih bertanggung jawab daripada wanita. c. Keorganisasian KBUW : Pengurus KBUW tidak komplit, pengetahuan pengurus tentang koperasi terbatas dan prosedur peminjaman yang kurang jelas. d. Pembinaan : Kurangnya pembinaan tentang koperasi dari penanggung jawab program. e. Penggunaan Pinjaman : Pinjaman digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif.
97
Rekomendasi Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka dalam rangka mengatasi permasalahan KBUW ada beberapa hal yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : 1. Pembuat Kebijakan a. Dalam merumuskan program yang ditujukan untuk pemberdayaan wanita tidak hanya memperhatikan kebutuhan praktis (meningkatkan pendapatan keluarga) tetapi juga memperhatikan kebutuhan strategis (melibatkan wanita dalam pengambilan keputusan). b. Kegiatan-kegiatan yang diberikan untuk pemberdayaan wanita, sebaiknya memperhatikan kebutuhan dan kemampuan wanita serta pembagian peran di dalam keluarga dan masyarakat, sehingga program yang diberikan tidak menambah peran wanita. c. Adanya kejelasan tentang bantuan yang diberikan, apakah bersifat hibah atau dan bergulir, karena hal ini menunjang dalam keberlanjutan program. d. Adanya kegiatan pembinaan lanjutan setelah program dilaksanakan untuk meningkatkan keberlanjutan program. 2. Pemecahan masalah (Kelembagaan KBUW) a. Pembentukan Pengurus baru untuk mengganti pengurus yang ada dengan mengadakan rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota KBUW. b. Pelatihan bagi Pengurus KBUW tentang koperasi untuk meningkatkan pengetahuan pengurus dalam mengelola KBUW. c. Memperbaiki prosedur peminjaman modal usaha. d. Peningkatan keterlibatan dan tanggung wanita dalam kegiatan KBUW mulai dari kehadiran sampai dengan pengambilan keputusan pengelolaan KBUW. e. Memberikan pemahaman bahwa KBUW merupakan program pemberdayaan wanita, maka wanita diharapkan bisa memanfaatkan KBUW secara optimal untuk meningkatkan pengetahuan dan terlibat aktif dalam kegiatan pembangunan. f.
Peningkatan fungsi KBUW tidak hanya pada kegiatan simpan pinjam.
g. Peningkatan keterlibatan kelembagaan yang ada baik formal maupun
informal untuk mendukung keberlanjutan kegiatan KBUW. .
98
DAFTAR PUSTAKA
Adimiharja K & Hikmat H, 2003, Participatory Research Appraisal Dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat. Bandung : Humaniora Utama Press (HUP). Andrijani R, 2003, Analisis Jender Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan. Di Dalam Jurnal Analisis Sosial Vol.8 No.2 Perempuan, Kemiskinan dan Pengambilan Keputusan. Bandung: Akatiga. Boserup E, 1984, Peranan Wanita Dalam Perkembangan Ekonomi. Mien J & Sunarto; penerjemah: Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjemahan dari : Woman”S Role Economic Development. Brown, L David, 2005, Menciptakan Modal Sosial; Organisasi Pembangunan Non Pemerintah Dan Pemecahan Masalah Antar Sektor. Di dalam Valerie Miller Dan Jane Covey. Pedoman Advokasi. Hermoyo, penerjemah: Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Terjermahan dari: Advocacy Sourcebook: Framework For Planning,Action And Reflection. Dewayanti R, 2003, Strategi Adaptasi Perempuan Pedesaan: Persoalan Ekonomi dan Upaya Pengorganisasian. Di Dalam Jurnal Analisis Sosial Vol.8 No.2 Perempuan, Kemiskinan dan Pengambilan Keputusan. Bandung: Akatiga Fakih M, 1996, Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fakih, M, 1996, Gender Sebagai Alat Analisis Sosial. Di dalam Jurnal Analisis Sosial Edisi 4 November 1996. Bandung: Yayasan Akatiga Handayani T, Sugiarti, 2002, Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: Umum Press. Ife J, 1995, Pengembangan Masyarakat. Aribowo, Nenden R S,Otto J I, penerjemah: Bandung, Terjemahan dari: Community Development. Ihromi, 1995. Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kadarusman, 2005, Agama, Relasi Gender dan Feminisme, Yogyakarta, Kreasi Kencana.
99
Lawang Robert M.Z., 2005, Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik, Jakarta: Fisip UI Press. Mikkelsen Britha, 2003, Metode Penelitian Partisipatoris Dan Upaya-Upaya Pemberdayaan; Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Mosse, J C, 1996, Gender Dan Pembangunan. Hartian S, penerjemah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Terjemahan dari : An Introduction To Gender And Development. Moser, Caroline N, 1993, Gender Planning and development: Theory, Practice and Training. Routledge : London. Muniarti A, Nunuk P, 2004, Getar Gender, Perempuan Indoensia Dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM. Magelang: Indonesiatera Nasdian F Tonny, Utomo Bambang S, 2005. Tajuk Modul: Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Bogor : IPB. Patilima H., 2005, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Cv Alfabeta. Padmi dan Haryanto, 2003, Peran Wanita Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan
Keluarga
Melalui
Kelompok
Swadaya
Masyarakat,
Puslitbang Usaha Kesejahteraan Sosial. Prawirokusumo, 2001, Ekonomi Rakyat (Konsep, Kebijakan dan Strategi). Yogyakarta: BPFE. Rangkuti F, 2006, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Saptari R & Holzner B, 1997, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial : Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Putaka Utama Grafiti. Sari Y Indrawati, 2003, Perempuan dan Pengambilan Keputusan dalam Good Governance Project; Studi Kasus Program Pengembangan Kecamatan di Pamanukan Sebrang Jawa Barat. Di Dalam Jurnal Analisis Sosial Vol.8 No.2 Perempuan, Kemiskinan dan Pengambilan Keputusan. Bandung: Akatiga
100
Soetrisno A, 1997, Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaa. Yogyakarta: Kanisius. Smyth I., C. March, M .Mukhopapay, 1998, Chapter 5. Women;s Empowerment Framework (Longwe)”. Di dalam A Guide To Gender-Analysis Framework, London : Oxfam. Suharto E, 2005, Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. Suharto, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama. Sukmana,
2005,
Sosiologi
Politik
dan
Ekonomi.
Malang:
Universitas
Muhammadiyah Malang. Tjandraningsih I, 2003, Perempuan dan Keputusan untuk Melawan: Antara Rumah Tangga, Tempat Kerja dan Komunitas. Di Dalam Jurnal Analisis Sosial Vol.8 No.2 Perempuan, Kemiskinan dan Pengambilan Keputusan. Bandung: Akatiga Wiludjeng H, Habsjah A, Wibawa D S,
2005, Dampak Pembakuan Peran
Gender Terhadap Perempuan Kelas Bawah di Jakarta. Jakarta: LBH-Apik Syaukat Yusman, Hendrakusumaatmadja S, 2005, Tajuk Modul : Pengembangan ekonomi Berbasis Lokal.Bogor : IPB. Yin Robert K., 2003, Studi Kasus : Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. -------, 2004, Data Profil Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. -------, 2005, Data Monografi Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. -------, 1991, Pedoman Umum Pelaksanaan Program P2WKSS -------, 2006, Laporan Program P2WKSS Kelurahan Cipageran.
101
LAMPIRAN
102
LAMPIRAN 1.
PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN KECAMATAN CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI
103
LAMPIRAN 2. JADUAL PENGUMPULAN DATA No.
Hari/Tgl
Waktu
Rencana Kegiatan
Kegiatan
1. 1.
2. Senin 24-7-2006
3. 10.00 Wib
4. Menemui Kepala Kel.Cipageran (Informan 1)
5. - Menjelaskan maksud penelitian - Meminta ijin penelitian - Wawancara tentang pelaksanaan Program P2WKSS (KBUW)
6. Catatan Harian Studi Dokumentasi
2.
Selasa 25-7-2006
10.00 Wib
Menemui Ketua RW 6
- Menjelaskan tentang maksud Penelitian - Meminta ijin melakukan Penelitian - Wawancara tentang pelaksanaan Program P2WKSS (KBUW)
Catatan Harian
12.00 Wib
Menemui Ketua RW 7 dan Pengurus KBUW RW 07 (Responden 1, 2, dan 3)
- Menjelaskan tentang maksud Penelitian - Meminta ijin melakukan Penelitian - Wawancara mendalam
Catatan Harian Studi Dokumentasi
10.00 Wib
Menemui Ibu Mh (Responden 4)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
12.00 Wib
Menemi Ibu Yt (Responden 5)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
Menemui Pengurus KBUW RW 06 (Responden 7, 8, dan 9) Menemui Bpk Ag (Responden 6)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian Studi Dokumentasi
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
3.
Rabu 26-7-2006
4.
Kamis 27-7-2006
10.00 Wib
5.
Jum’at 28-7-2006
14.00 Wib
Rekaman
104
1.
2.
3.
4.
15.00 Wib
Menemui Bpk (On) (Responden 7)
5.
6.
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
- Menjelaskan tentang maksud Penelitian - Wawancara tentang pelaksanaan Program P2WKSS (KBUW)
Catatan Harian Studi Dokumentasi
6.
Senin 31-7-2006
10.00 Wib
Menemui Penanggung Jawab Program P2WKSS (BPMKB dan Dinas Perekonomian dan Koperasi Kota Cimahi) (Informan 2)
7.
Selasa 1-8-2006
10.00 Wib
Menemui Ibu L (Responden 10)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
12. Wib
Menemui Ibu Ad (Responden 11)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
10.00 Wib
Menemui Ibu Ns (Responden 12)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
12.00 Wib
Menemui Ibu Yn (Responden 13)
- Wawancara Mendalam - Pengamatan langsung
Catatan Harian
10.00 Wib
Menemui Kasie Pemberdayaan (Informan 3)
- Wawancara Mendalam tentang pelaksanaan KBUW
Catatan Harian Studi Dokumentasi
12.00 Wib
Menemui Ketua PKK Kel Cipageran (Informan 4)
- Wawancara Mendalam tentang pelaksanaan KBUW
Catatan Harian
10.00 Wib
Menemui Kepala Kelurahan dan Kasie Pemberdayaan Kel. Cipageran
- Menyampaikan rencana melaksanakan FGD
9.
10.
11.
Rabu 2-8-2006
Kamis 3-8-2006
Jum’at 4-8-2006
Catatan Harian
105
1.
2.
3.
4.
14.00 Wib
Melaksanakan diskusi dengan Pengurus KBUW RW 06 dan 07 dan anggota
- Menyampaikan rencana melaksanakan FGD - Wawacara Mendalam
5.
- Catatan Harian - Studi Dokumenta si
6.
13
Selasa 8-8-2006
10.00 Wib
Menemui Pengurus KBUW RW 6 dan 7
- Recek FGD
rencana
Catatan Harian
14.
Sabtu 12-8-2006
10.00 Wib
Pelaksanaan FGD dengan diikuti oleh : - Pengurus KBUW RW 6 dan 7 - Anggota KBUW - Kasie Perberdayaan Kel. Cipageran - Kasie Ekonomi dan Pembangunan Kel. Cipageran - Tokoh Masyarakat - Dinas Perekonomia n dan Koperasi Kota Cimahi
- Penyampaian tentang dan tujuan FGD - Penyampaian hasil temuan/ penelitian pelaksanaan KBUW - Tanggapan atau Saran peserta FGD - Berdiskusi mencari solusi dari masalah KBUW - Merancang strategi dan program dalam mengatasi masalah dan upaya meningkatkan keaktifan wanita dalam kegiatan KBUW
Catatan Harian, Dokumentasi dan Arsiparsip diskusi.
106
LAMPIRAN 3. PANDUAN WAWANCARA BAGI PENGURUS DAN ANGGOTA KOPERASI WANITA BINA USAHA (KWBU)
1. DATA RESPONDEN 1. N a m a
: .............................................
2. U m u r
: .............................................
3. Jenis Kelamin
: .............................................
4. Status Perkawinan
: .............................................
5. Jumlah Tanggungan
: .............................................
6. Pekerjaan Utama Suami/Istri
: .............................................
7. Pendidikan
: ............................................
1. KESEJAHTERAAN DALAM MENGIKUTI KEGIATAN KBUW 1. Apakah kebutuhan ibu sendiri telah terpenuhi dari hasil mengembangkan usaha dengan meminjam modal dari KBUW ? 2. Apakah keluarga telah merasakan manfaat dengan adanya KBUW ? 3. Apa tujuan ibu/bapak meminjam modal usaha dari KBUW ? 4. Apakah pinjaman modal telah mengembangkan usaha saudara ? 5. Apakah pinjaman modal telah dapat memenuhi kebutuhan keluarga ?
2.
AKSES DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN KBUW 1. Darimana ibu/bapak mengetahui adanya KBUW ? 2. Bagaimana pertama kali ibu/bapak mengikuti kegiatan KBUW? 3. Apakah setiap anggota masyarakat diberi kesempatan untuk
menjadi
anggota KBUW ? 4. Apakah ibu mengalami kendala dalam mengakses kegiatan KBUW ? 5. Apakah ibu/bapak mengetahui prosedur peminjaman modal usaha ? 6. Apakah ibu/bapak mengalami kesulitan dalam meminjam modal usaha ? 7. Bagaimana ibu/bapak mengembalikan pinjaman modal usaha yang dipinjam dari KBUW ?
107
3.
KESADARAN KRITIS WANITA DAN LAKI-LAKI DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN KBUW 1. Apakah ibu menjadi anggota KBUW atas kesadaran sendiri atau suruhan atau diajak tetangga ? 2. Apakah ibu mengetahui tujuan kegiatan KBUW ? 3. Apa maksud ibu menjadi anggota KBUW ? 4. Apakah prosedur peminjaman telah sesuai dengan kemampuan peminjam baik laki-laki dan wanita ? 5. Apakah pengurus sudah bersikap adil dalam memberikan pinjaman ? 6. Apakah pembayaran cicilan telah sesuai dengan kemampuan peminjam baik wanita maupun laki-laki ? 7. Apakah pinjaman yang diberikan kepada wanita dan laki-laki
sama
besarnya ?
4. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN KBUW 1. Apakah ibu mendapat persetujuan suami untuk mengikuti kegiatan KBUW ? 2. Apakah ibu/bapak terlibat/hadir dalam pelaksanaan setiap kegiatan KBUW? 3. Apakah ibu/bapak mengalami kendala untuk hadir dalam pelaksanaan kegiatan KBUW ? 4. Kendala apa yang paling ibu/bapak rasakan dalam mengikuti kegiatan KBUW ? 5. Jika ada urusan keluarga bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan usaha KBUW, kegiatan mana yang ibu/bapak dahulukan ? 6. Pernahkah ibu/bapak terlibat dalam pengambilan keputusan dalam setiap kegiatan KBUW ?
5. KONTROL DALAM PELAKSANAAN KEGIATAN KBUW 1. Apakah ibu/bapak terlibat dalam pembentukan KBUW ? 2. Apakah ibu/bapak pernah mengajukan usul/saran dalam pelaksanaan kegiatan KBUW ? 3. Apakah ibu dilibatkan dalam pengambilan keputusan kegiatan KBUW ?
di dalam setiap
108
4. Dalam meminjam modal usaha, apakah atas persetujuan ibu dan bapak ? 5. Dalam menggunakan modal usaha, apakah atas persetujuan ibu dan bapak ? 6. Dalam pembayaran cicilan, apakah atas persetujuan antar ibu dan bapak ?
6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN KBUW 1. Pernahkah ibu tidak hadir dalam kegiatan KBUW ? 2. Apakah yang menyebabkan ketidakhadiran ibu/bapak dalam kegiatan KBUW ? 3. Apakah kegiatan KBUW terlalu menyita waktu keluarga ? 4. Pernahkah ibu/bapak mengalami tunggakan, jika ada, apa penyebabnya ? 5. Apakah ibu/bapak mendapat sanksi jika menunggak ? 6. Apakah persyaratan untuk meminjam modal terlalu berbelit-belit atau mudah ? 7. Apakah pembayaran cicilan dipengaruhi tingkat ekonomi ? 8. Apakah pekerjaan di rumah tangga mempengaruhi keterlibatan dalam KBUW ? 9. Apakah ada nilai-nilai yang mendukung dan menghambat kegiatan KBUW ?
7. KEBERLANJUTAN KEGIATAN KOPERASI BINA USAHA WANITA 1.
Apa saran untuk pengembangan KBUW ?
2.
Apakah perlu mengubah kepengurusan KBUW ?
3.
Apakah mekanisme peminjaman modal perlu diubah ?
4.
Apakah perlu penyuluhan atau pembinaan bagi pengurus dan anggota KBUW ?
5.
Apakah peminjam modal usaha harus diseleksi ?
6.
Apakah anggota yang menunggak perlu diberi sangsi ?
7.
Apakah perlu diadakan pertemuan rutin anggota KBUW ?
8.
Apakah masyarakat yang bukan anggota KBUW perlu diberi pinjaman ?
9.
Apakah perlu melakukan kerja sama dengan koperasi lain yang sudah maju ?
109
10. Apakah perlu mendapat pinjaman dari Bank untuk menambah modal ? 11. Apakah perlu melibatkan kelembagaan informal yang ada ?
8. PEMBAGIAN PERAN/KERJA DALAM RUMAH TANGGA ANTARA LAKI-LAKI DAN WANITA 1. Bagaimana ibu membagi peran antara kegiatan di rumah dengan kegiatan koperasi ? 2.
Siapa yang mengerjakan pekerjaan reproduksi (menyapu, membersihkan rumah, merawat anak) ?
3.
Siapa yang mengerjakan pekerjaan produktif (mencari nafkah/pekerjaan yang menghasilkan pendapatan) ?
4.
Siapa yang mengerjakan pekerjaan sosial (arisan, pengajian) ?
5.
Berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan
tersebut produktif, reproduktif, dan sosial ? 6.
Apakah ada pembagian peran antara laki-laki dan wanita dalam KBUW ?
7.
Bagaimana menentukan pembagian peran dalam koperasi ?
8.
Apakah ibu sudah merasa puas dengan pembagian peran dan menyetujui pembagian peran dalam KBUW ?
9.
Apa ibu menghadapi masalah dalam melakukan pembagian waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah dengan kegiatan KBUW ? masalah-masalah apa yang dihadapi ?
jika ada,
110
LAMPIRAN 4: PANDUAN WAWANCARA BAGI INFORMAN ( APARAT KELURAHAN, BPMKB DAN TOKOH MASYARAKAT)
A. DATA RESPONDEN 1. N a m a
: .............................................
2. U m u r
: .............................................
3. Jenis Kelamin
: .............................................
4. Pendidikan
: .............................................
5. J a b a t a n
: ............................................
B. PERTANYAAN : 1. Bagaimana melakukan sosialisasi program terhadap masyarakat ? 2. Bagaimana respon dari masyarakat terhadap program tersebut ? 3. Bagaimana masyarakat dilibatkan dalam pembentukan KBUW ? 4. Apakah ada pelatihan atau pembinaan KBUW ? 5. Apakah pembentukan KBUW sesuai dengan keinginan/kebutuhan masyarakat khususnya wanita ? 6. Apakah keberadaan KBUW sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat ? 7. Bagaimana perkembangan KBUW ? 8. Apa permasalahan utama yang dihadapi anggota KBUW? 9. Faktor-faktor apa yang menyebabkan permasalahan tersebut ? 10. Apakah manajemen KBUW telah jelas dan sesuai dengan keinginan anggota ? 11. Apakah mekanisme pemberian pinjaman tidak memberatkan anggota ? 12. Apakah anggota telah terlibat/berpartisipasi dalam kegiatan koperasi ? 13. Apakah ada potensi lokal yang mendorong penguatan wanita dalam kegiatan KBUW ? 14. Kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan wanita agar aktif dalam kegiatan KBUW ?
111
LAMPIRAN 5. PANDUAN STUDI DOKUMENTASI
PETUNJUK : Untuk memperoleh informasi dari : 1. Aparat Kelurahan 2. Penanggung Jawab Program (BPMKB Kota Cimahi) 3. Tokoh Masyarakat (Ketua PKK)
INFORMAN
2. N a m a
:
3. Jabatan
:
4. Nama Intansi
:
PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI 1. Data tentang potensi Kelurahan Cipageran a. Peta Kelurahan b. Data Kependudukan c. Mata Pencaharian Penduduk d. Tingkat Pendidikan Penduduk e. Kelembagaan Lokal f. Permasalahan kemiskinan di lokasi
2. Data tentang Pelaksanaan Program P2WKSS : a. Data kegiatan Program P2WKSS b. Kepengurusan KBUW c. Data Jumlah Anggota KBUW d. Data Jenis Usaha Anggota KBUW
112
LAMPIRAN 6. PANDUAN PENGAMATAN (OBSERVASI)
PETUNJUK : Untuk melaksanakan pengamatan pada situasi dan kondisi : 1. Pengurus KBUW 2. Anggota KBUW
PELAKSANAAN PENGAMATAN
1. Hari/Tanggal
:
2. Waktu
:
3. Pengamat
:
PEDOMAN PENGAMATAN 1. Situasi dan Kondisi anggota KBUW : a. Kondisi bangunan rumah responden b. Luas bangunan rumah c. Fasilitas yang dimiliki d. Letak rumah e. Pembagian Peran di dalam rumah tangga
2. Kondisi Usaha : a. Jenis Usaha b. Skala besar atau kecil c. Tempat Usaha
3. Kinerja KBUW : a. Pelaporan dan Administrasi KBUW b. Kekompakan Pengurus KBUW c. Kegiatan dalam memberikan pinjaman
113
LAMPIRAN 7. PANDUAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (FOCUS GROUP DISCUSSION)
PETUNJUK : Untuk melaksanakan Focus Group Discussion dengan unsur-unsur : 1. Pengurus KBUW 2. Anggota KBUW 3. Penanggung Jawab Program (Dinas Perekonomian dan Koperasi Kota Cimahi) 4. Kasie Pemberdayaan Kelurahan Cipageran 5. Kasie Ekonomi dan Program Kel. Cipageran 6. Tokoh Masyarakat
DISKUSI
1. Hari/Tanggal
:
2. Waktu
:
3. tempat
:
4. Jumlah Peserta
:
PETUGAS DISKUSI Pemimpin Diskusi
:
Pencatat Diskusi
:
1. Persiapan a. Membuat kesepakatan dengan calon peserta untuk melakukan FGD b. Mengedarkan Undangan c. Mempersiapkan Sarana (ATK, ruangan, alat perekam, dll) d. Menyiapkan Pedoman FGD.
114
2. Mengungkapkan Permasalahan Kegiatan KBUW : a. Penjelasan tujuan diadakannya FGD b. Penjelasan permasalahan kegiatan KBUW dengan analisis Harvard dan Pemberdayaan Longwe c. Mengidetifikasi potensi lokal yang ada di masyarakat d. Mengelompokkan
permasalahan
ke
dalam
2
kelompok,
yaitu
Permasalahan di dalam organisasi KBUW dan permasalahan di dalam anggota itu sendiri. e. Merumuskan masalah utama KBUW
3. Melakukan perencanaan pemecahan masalah : a. Merumuskan inti masalah, sebab dan akibat/dampak masalah dengan menggunakan teknik analisa pohon masalah dan tabel-tabel . b. Merumuskan strategi mengatasi masalah berdasarkan Analisa Harvard dan Pemberdayaan Longwe. c. Merumuskan strategi dalam program yang konkrit sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
115
LAMPIRAN 8. DAFTAR HADIR (FGD)
DISKUSI KELOMPOK TERFOKUS
ANALISIS GENDER TERHADAP KELEMBAGAAN KOPERASI BINA USAHA WANITA (KBUW) DI KEL. CIPAGERAN KEC. CIMAHI UTARA KOTA CIMAHI
116
117
LAMPIRAN 9. Photo-photo Dokumentasi Kajian Pengembangan Masyarakat
Photo 1. Kantor Kelurahan Cipageran
Photo 2. Kondisi kemiskinan di RW 06 dan 07
118
Photo 3. Posko Program P2WKSS
Photo 4. KBUW di RW 07
119
Photo 5. Salah satu jenis usaha anggota KBUW
Photo 6. Wawancara dengan Responden
120
Photo 7. Wawancara dengan Pengurus KBUW
Photo 8. Diskusi dengan Responden dan ketua RW
121
Photo 9. Pelaksanaan FGD
Photo 10 . Pelaksanaan FGD