ANALISIS GEJALA FENOMENA UTSU-BYOU PADA PEKERJA DI WATAMI (JAPANESE FOOD SERVICE) Jeillyta Chandra Jl. Anggrek Cendrawasih No. 32, Slipi,085890323347,
[email protected] Jeillyta Chandra, Sri Dewi Adriani, S.S., M.Si
Abstrak
Jepang merupakan negara maju dengan penduduk berpendapatan per kapita tertinggi di dunia, tetapi kehidupan mereka tidak semudah yang dibayangkan. Pada hakikatnya manusia mempunyai kebutuhan dasar, apabila individu yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut dapat mengalami gangguan-gangguan kepribadian atau psikopatologis. Salah satu penyakit mental yang paling diperhatikan belakangan ini adalah depresi (utsu byou). Dalam skripsi ini adalah menganalisis fenomena utsu-byou berdasarkan gejala atau ciri-ciri penyakit yang pernah dirasakan oleh masyarakat Jepang pada kisaran usia 17-41 tahun. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan angket di Watami, perusahaan yang bergerak di industri makanan di Jepang, di mana jam operasionalnya dari pukul empat sore sampai dengan pukul dua pagi. Dari penelitian, penulis mendapatkan hasil sebagai berikut dua orang (8,3%) menderita teigata utsu-byou, dan dua orang (8,3%) menderita hiteikei utsu-byou. Kemudian pada hiteikei utsu-byou, enam orang (25%) memiliki kemungkinan menderita hiteikei utsu-byou. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jepang dapat menderita utsu-byou karena memiliki masalah dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini potret dari para pekerja di Watami yang memiliki jam kerja di luar jam operasional biasanya. Kata kunci: Masyarakat Jepang, Watami, Stres, Utsu-byou, Gejala
Abstract Japan is a first world country with the highest income per capita in the world. However, its people's living is not as easy as many would imagine. Essentially, every human being has a basic need, when its basic need is not fulfilled, he/she would experience degeneration of his/her personality (psycho-phatology). One of the mental illnesses in the recent years is depression (utsu byou). In this thesis, we analyze the utsu-byou phenomenon base on the sign of illnesses experience by the japanese in the society whose ranges between 17 to 41 years old. The research was carried out by distributing survey forms in watami, a company in the japanese food industry, its workers works from 4PM to 2AM. From this research, we found that are two people (8,3%) has teigata utsu-byou, and two people (8,3%) has hiteikei utsu-byou, then six people (25%) has tendency of getting hiteikei utsu-byou. We can draw a conclusion that japanese who work outside of the normal business hour has tendency of contacting utsu-byou. Keywords: Japanese people, Watami, Stress, Utsu-bupi, symptoms
PENDAHULUAN Jepang yang dianggap sebagai bangsa modern, mempunyai sejarah yang kaya akan tradisi, mitologi, cerita rakyat, bahasa, dan seni budaya, di mana sumber sejarah tersebut berasal dari Cina dan diakui khusus sebagai milik negara Jepang. Sejarah sebagai tiang fondasi rakyat Jepang memainkan peran penting dalam pembentukan karakter masyarakat Jepang, dan memberikan pegangan dasar yang relatif kuat, terlebih pada masa ini di mana mereka merasakan ketidakpastian tentang diri mereka sendiri. (Harold 1993 : 245) Jepang merupakan negara maju dengan penduduk berpendapatan per kapita tertinggi di dunia, tetapi kehidupan mereka tidak semudah yang dibayangkan. Biaya hidup di Jepang sangat tinggi. Peningkatan biaya pendidikan, pengobatan, sarana hidup, dan penguburan mendorong mereka untuk menabung dan menyimpan pendapatannya untuk kehidupan di hari tua. (Ann 2006: 189-190). Berikut kutipan artikel banyaknya orang Jepang yang menderita penyakit mental akibat peningkatan biaya hidup yang semakin tinggi tercantum dalam salah satu surat kabar elerktronik di Jepang, Japan Today 2011 , A study conducted by Yokohama City University Medical centre offers one possible answer of sucides in Japan. It shows that 95% of patients assessd who were brought into their emergency room were positiely assessed as having a psychiatric disorder. Studies in the West shown that at least 90% of people who die from attempt suicides have at least one other mental illness. Others have shown up to 98% (mood disorders being most common). Artinya, Berdasarkan studi oleh Yokohama City University Medical Centre menjawab terdapat satu kemungkinan jawaban atas kasus bunuh diri Jepang. 95% orang yang dibawa ke ruang gawat darurat menderita penyakit gangguan psikiatri. Penelitian dari Barat menunjukan setidaknya 90% orang yang mati karena bunuh diri mengidap penyakit mental Ada juga yang mengatakan 98% orang tersebut mengalami gangguan suasana hati (gangguan suasana hati menjadi penyebab umum). Salah satu penyakit mental di Jepang yang diperhatikan adalah utsu-byou. Dalam grafik WHO survey: Int Clin Psychopharmacol (12:19-29) Berikut merupakan mengenai penderita Utsu-byou Di Jepang, sebanyak 3.840.000 orang, atau sekitar 3% dari penduduk Jepang, sedangkan sebanyak 450.000 orang Jepang mengalami utsu-byou tahap menengah, yakni penderita utsu-byou yang ditangani oleh tenaga ahli, lalu sisanya adalah penderita utsu-byou ringan ataupun bukan penderita. Menurut Ueda & Matsumoto (2003), 37(5) (2007 : 593), dibandingkan dengan negara lain, Jepang termasuk mempunyai angka kematian yang tinggi. Di mana pada tahun 2003 orang yang melakukan bunuh diri sebagian besar adalah orang yang sudah berumur (Japanese Ministry of Health, Labir and Welfare, 2005). Kitanaka (2012 : 1-2), mengatakan Depression (utsubyou), an illness that until fairly recently had remained largerly unknown among lay Japanese. Since 1990s, psychiatrists have been urging people, with increasing effectiveness, to recognize their sense of fatigue and hopelessness in terms of depression. They have also linked depression to suicide at a time when Japanese have faced disturbingly high numbers driven to selfkilling – more than 30,000 annually for twelve consecutive years (which is three to six times the number of traffic-accident deaths per year), medicalization has resulted in a rapid increase in the number of patients diagnosed with depression : between 1999 and 2008, the number grew by multiple of 2.4 (Yomiuri Shimbun [Yomiuri], January 6, 2010). Depression has thus been transformed from a “rare disease” to one of the most talked about illness in recent Japanese history, at the turn of the twenty-first century, depression has suddenly become a “national disease” in Japan. Terjemahannya,
Depresi (utsu byou), adalah penyakit yang tanpa disadari menjangkit masyarakat Jepang. Sejak tahun 1990-an, psikiatri telah memberikan peringatan kepada masyarakat, dengankeefektifitas yang meningkat, agar dapat mengenali tingkat kelelahan dan keputusasaan dalam konteks depresi. Mereka juga menghubungkan depresi dengan bunuh diri pada saat masyarakat Jepang menghadapi masalah dengan tingginya angka bunuh diri – lebih dari 30.000 kasus bunuh diri setiap tahun dalam masa 12 tahun (yaitu tiga sampai enam kali angka kematian akibat kecelakaan per tahun), di antara tahun 1999 dan tahun 2008, terjadi peningkatan yang cepat terhadap angka pasien yang didiagnosa menderita depresi sebesar 2,4 kali lipat. (Yomiuri Shimbun [Yomiuri], 6 Januari 2006). Depresi telah berubah dari “penyakit langka” menjadi penyakit yang paling sering dibicarakan disepanjang sejarah Jepang, dan pada abad ke-21, depresi dengan tiba-tiba menjadi “penyakit nasional” di Jepang. Berdasarkan penelitian selama ini yang Penulis jadikan sumber referensi, fenomena utsu-byou masih berfokus di Jepang. Penulis ingin meneliti apakah fenomena utsu-byou di Jepang saat ini seperti yang dikatakan oleh data yang telah dikumpulkan oleh Penulis. Penulis akan melakukan penelitian yang bertempat di salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang menjual jasa makanan, WATAMI (Japanese Food Service).
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan data angket dan dianalisis sesuai dengan teori-teori yang memiliki korelasi sesuai permasalahan. Selain angket, data mengenai Utsu-byou didapat dari hasil diskusi dengan seorang ahli kesehatan. Data-data yang didapat kemudian ditambah dengan data dan analisis kepustakaan yaitu menganalisis permasalahan dengan memusatkan pada buku-buku yang dibaca sebagai bahan referensi. Buku yang digunakan penulis sebagai bahan referensi didapat pada perpustakaan setempat di Osaka.
HASIL DAN BAHASAN Jenis utsu-byou ada dua yang dipisahkan berdasarkan gejala, yaitu teigata utsu-byou dan hiteikei utsubyou. Gejala teigata utsu-byou antara lain berpikiran negatif, perasaannya naik-turun, niat dan minat menghhilang, membenci diri sendiri, tubuh tidak ingin digerakkan, saat pagi buta merasa melankolis dan sore hari membaik, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, tidak ada nafsu seksual, serta kondisi tubuh dan perasaan sering berubah. Sedangkan gejala hiteikei utsu-byou antara lain berpikiran negatif, memikirkan urusan orang lain, kalau bertemu dengan hal yang disukai menjadi semangat, mudah marah atau kesal, hal kecil menjadi keluhan, mudah tenang dan tidak tenang, pada sore hari merasa melankolis, nafsu makan bertambah, ingin makan makanan yang manis, berat badan naik, nafsu seksual meningkat, kadang sehari bisa tidur sampai sepuluh jam, kondisi tubuh dan perasaan sering berubah, serta tidak bisa mengontrol perasaan. Dari ke-24 responden yang mengisi angket gejala utsu-byou, responden yang menderita teigata utsu-byou sebanyak dua orang, responden yang menderita hiteikei utsu-byou sebanyak dua orang, dan responden yang mempunyai kemungkinan menderita hiteikei utsu-byou sebanyak enam orang. Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa 24 orang pekerja Watami, sebanyak 8,3% (dua orang) menderita teigata utsu-byou, 8,3% (dua orang) menderita hiteikei utsu-byou, dan sebanyak 25% (enam orang) mempunyai kemungkinan menderita hiteikei utsu-byou, karena ke-24 orang pekerja di Watami mengalami gejala utsu-byou. Berikut ini penulis akan menjabarkan jawaban responden secara detil sesuai urutan pertanyaan.
SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis menyimpulkan hasil jawaban responden sebagai berikut dua orang (8,3%) menderita teigata utsu-byou, dan dua orang (8,3%) menderita hiteikei utsu-byou. Kemudian pada hiteikei utsu-byou, enam orang (25%) memiliki kemungkinan menderita hiteikei utsu-byou. Apabila menilik jumlah responden yang positif menderita utsu-byou memang hanya 2 dari 24 responden (8,3%). Akan tetapi, kecenderungan gejala dapat dilihat dari responden yang memiliki kemungkinan menderita penyakit tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masayarakat Jepang dapat menderita utsu-byou karena memiliki masalah dalam kehidupan sehari-hari dalam hal ini potret dari para pekerja di Watami yang memiliki jam kerja di luar jam operasional biasanya. Apabila ingin meneliti tentang utsu-byou di kalangan masyarakat Jepang secara lebih mendalam, penulis lain dapat meneliti perkembangan utsu-byou itu sendiri dan dapat menghubungkannya dengan sudut pandang psikologi Jepang maupun kedokteran. Selain melakukan penelitian tentang perkembangan utsubyou, dapat juga melakukan penelitian tentang utsu-byou di kalangan masyarakat Jepang yang tinggal di Indonesia. Dengan demikian pembaca semakin mengetahui fenomena utsu-byou lebih dalam.
REFERENSI Dariyo, Agoes. (2008). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Google Books. 2 Juni 2013.
Domino, George dan Marla L. Domino. (2006). Psychological Testing : An Introduction. Google Books. 25 Juni 2013. Fukunishi, Isao. (2010). Hiteikei utsubyo Tokyo : Hoken.
ga wakaru hon : gokai sareyasui atarashii kokoro no yamai.
Hamada, Hidemichi. ( 2011). Utsu to wa Konna Byouki desu. Tokyo : Gentosha. Hinohara, Shigeaki. (2006). Ikikata
Jyouzu.
Google
Books.
19
Juni
2013
Hisanobu, Kaiya. (2008). Hiteikei Utsu Byou no Koto ga Yoku Wakaru Hon. Tokyo : Kodansha. Landsberg, Eddie. Japan’s Crisis of Ambivalence. 31 Agustus Juni2013. Loysk, Bob. (2005). Kendalikan Stress
Anda.
Google
2011.
Japan
Books.
1
Today. Juli
1
2013.
Mckhann, Guy dan Marilyn Albert. (2010). Keep You Brain Young. Google Books. 22 Juni 2013. Mino. (2010). Nihon Ichiyaku ni Tatsu Utsu to Sutoresu no Hon. Tokyo : Media Shuppan. Motohashi, Yutaka, Yoshihiro Kaneko, Hisanaga Sasaki & Masako Yamaji. (2007). Suicide and LifeThreatening Behaviour.37(5), 593. Nilasari, Swesty. (2013). Positive Psychotherapy untuk Menurunkan Tingkat Depresi. 1(2), 180. Noboru, Watanabe. (2010). Kore de Wakaru Utsu no Subete. Tokyo : Seibido Shuppan. Nomura. (2008). Kyou no Kenkou Utsu Byou Tadashiku Shitte Naosu. Tokyo : Bessatsu NHK.
Nursalam. (2005). Proses dan Dokumentasi
Perawatan.
Google
Books.
21
Juni
2013.
Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis : Identitas Kelompok dan Perubahan Politik. (1993). Google Books. 19 Juni 2013. Psikologi Kepribadian 2 : Teori-Teori Holistik ( Organismik-Fenomologi). (2010). Google Books. 12 Juli 2013. Takashi, Tada. (2010). Hiteikei Utsu-Byou to Paasonariti, 112(11), 1093. Takehiko, Kasuga. (2005). Senmon I ga Kotaeru Q&A Utsu Byou. Tokyo : Shuchou no Yusha. Wan Seng, Ann. (2007). Rahasia Bisnis Orang Jepang. Google Books. 22 Juni 2013. Waruwu, Adelise. (2010). Membangun Budaya Berbasis Nilai. Google Books. 19 Juni 2013.
RIWAYAT PENULIS Jeillyta Chandra lahir di kota Jakarta, pada tanggal 4 Oktober 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun 2013.