ANALISIS FOOD COPING STRATEGY DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA DI DAERAH PADAT PENDUDUK (SLUM AREA) DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG JAKARTA SELATAN
RACHMAT MAULANA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
1
ABSTRACT RACHMAT MAULANA. Analysis of Food Coping Strategy and Household Energy Consumption in the Region Solid Population (Slum Area) Riverside (DAS) Ciliwung in South Jakarta. Supervised By DADANG SUKANDAR and HADI RIYADI. The general objective of this study is to determine the correlation of food coping strategy application to the household energy consumptions level in the high level of densely population area. The specific objectives of this study are : (1) Identify the household characteristics (age, family size, education, occupation), (2) identify the level of household energy consumption, (3) identify the application of food coping strategy at the household; (4) Analyze the correlation of household characteristics to each food coping strategy (5) analyze the correlation of food coping strategy to household energy consumptions level. The research was conducted by using Cross Sectional Study design and it implemented in April to May 2012. Location of this research was some community group along the bank of river Ciliwung. The Sample consists of 100 households who live in the research area. More than a half of the samples were classified as small family category which the most of the parent age were classified as early adulthood (20-40 years). The education levels of the most fathers graduated from high school/equivalent, it is about 35.7 percent, while the educational level of the most mothers graduated from primary school/equivalent, it is about 41.8 percent. The majority of the head household income is often inconsistent and most of them work as self employed. Generally, most of household’s incomes are low. However, based on the statistic data of South Jakarta explains that most of household (77,0%) was classified as non-poor category. Based on the research of the writer, the most households apply food coping strategy as a way to change eating habit. They reduce the amount of dish purchasing size. More than a half of them had a score of food coping strategy which classified to middle category (scores are 25.3 into 39.1). The result of this research show there is not a significant association between the characteristics of the level size household to the score of coping home (p = 0,208; r = 0,127), that indicate the act of food coping strategy is not affected by the number of household members (the size of the households). This is caused that the presence of food coping strategy based on people habit, which is not affected by the number of household members. Keywords: Food coping, energy intake, household characteristics
2
RINGKASAN RACHMAT MAULANA. Analisis Food Coping Strategy dan Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga di Daerah Padat Penduduk (Slum Area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan. Dibimbing Oleh DADANG SUKANDAR dan HADI RIYADI. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kedalaman food coping strategy dengan tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga (umur, besar rumah tangga, pendidikan dan pekerjaan);(2) Mengidentifikasi tingkat konsumsi energi rumah tangga;(3) Mengidentifikasi food coping strategy yang dilakukan rumah tangga;(4) Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga dengan food coping strategy yang dilakukan rumah tangga; dan (5) Menganalisis hubungan food coping strategy dengan tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah padat penduduk. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan bulan April 2012 sampai dengan bulan Mei 2012. Lokasi penelitian meliputi sebagian jumlah Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakrta Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah kumpulan rumah tangga yang berada di daerah kumuh. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan contoh acak berlapis (Stratified Random Sampling) dengan alokasi proporsional, di mana daerah kumuh dianggap sebagai strata dan rumah tangga sebagai unit sampling. Di setiap daerah kumuh, rumah tangga akan dipilih dengan cara Simple Random Sampling Without Replacement (SRSWOR). Jumlah sampel yang diperoleh menggunakan pendekatan ini berjumlah 100 rumah tangga. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner dan observasi secara langsung. Data primer meliputi karakteristik rumah tangga, karakteristik ayah dan ibu, karakteristik contoh, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan, data konsumsi contoh, dan data antropometri contoh. Data sekunder penelitian ini adalah karakteristik tempat penelitian dan keadaan umum wilayah yang diperoleh dari data dasar profil desa. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows versi 16,0. Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk persentase, nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata dan standar deviasi. Data dianalisis dengan menggunakan uji Korealasi Spearman untuk melihat hubungan antar variabel. Lebih dari separuh contoh termasuk keluarga kecil (79%) dengan sebaran umur orang tua contoh termasuk kategori dewasa awal (20-40 tahun) yaitu dengan rata-rata umur ayah adalah 40,6 ±13,44 tahun dan rata-rata umur ibu adalah 38,3 ±14,1 tahun. Sebagian besar tingkat pendidikan ayah (35,7%) tamat SMA/Sederajat sementara pendidikan ibu (41,8%) tamat SD/sederajat. Hanya terdapat ayah contoh (6,0%) dan ibu contoh (2,0%) yang mampu nenyelesaikan jenjang pendidikan sampai peguruan tinggi. Mayoritas pekerjaan kepala rumang tangga adalah pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap (75,0%),dengan dominasi pekerjaan penjual jasa (27,0). Pendapatan rumah tangga sebagian besar tergolong rendah (80,0%). Namun, jika berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten BPS (2011) Jakarta Selatan tahun sebanyak 77,0% keluarga contoh termasuk kedalam kategori tidak miskin.
3
Sebagian besar jumlah konsumsi energi rumah tangga adalah antara 1062-2151 Kal (71,3%) dengan kategori pemenuhan AKG normal 17%. Sebagian
besar prilaku food coping yang dilakukan oleh rumah tangga adalah dengan cara melakukan perubahan makan (34%) dengan tindakan yang paling paling banyak dilakukan berupa mengurangi jumlah pembelian lauk (54%). Lebih dari setengah (61,0%) rumah tangga memiliki skor rumah tangga paling banyak tergolong pada kategori sedang (skor antara 25,3-39,1). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga (besar rumah tangga) dengan skor coping rumah tangga (p=0,208) ; (r=0,127), namun terdapat hubungan nyata negatif (p<0,05) ; (r= -0,234) dengan jumlah konsumsi energi perhari perkapita rumah tangga. Sementara itu, karakteristik rumah tangga (pendapatan rumah tangga) dengan konsumsi energi perhari perkapita rumah tangga terdapat hubungan (p=0,07, r=0,268). Hubungan antara food coping strategy rumah tangga dengan karakteristik rumah tangga (pendapatan rumah tangga) menunjukkan tidak terdapat hubungan (p= 0,348, r= -0,095). Sementara itu, food coping strategy rumah tangga dengan konsumsi energi menunjukan hubungan (p= 0,084, r= 0,174).
4
ANALISIS FOOD COPING STRATEGY DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA DI DAERAH PADAT PENDUDUK (SLUM AREA) DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG JAKARTA SELATAN
Oleh : Rachmat Maulana I14104031
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
5
Judul
:
Analisis Food Coping Strategy dan Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga di Daerah Padat Penduduk (Slum Area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan
Nama
: Rachmat Maulana
NIM
: I14104031
Menyetujui : Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS
NIP.19590725 198609 1 001
NIP. 19610615 198603 1 004
Mengetahui : Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
6
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang judul “Analisis Food Coping Strategy Dan Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga di Daerah Padat Penduduk (Slum Area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan”
dapat
diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian guna memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian
Bogor. Terselesaikannya skripsi
ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen akademik yang selalu memberikan motivasi untuk belajar dan berusungguh-sungguh dalam penyelesaian pembuatan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Kedua orang tua dan adik-adik tersayang yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh kasih sayang. 4. Teman-teman seperjuangan alih jenis Gizi Masyarakat (GM) angkatan ke-4. 5. Seluruh teman-teman dan pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan doa kepada Penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan serta keterbatasan dalam penyusunannya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya. Penulis berharap agar tulisan ini dapat dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Desember 2012
Penulis
7
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Garut pada tanggal 25 Mei 1989. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Ujang Lesmana, S.Pd dan Ibu Cucu Jubaedah, S.Pd. Jenjang Pendidikan Penulis dimulai Sekolah Dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Pinggirsari. Penulis kemudian menempuh Sekolah Menengah Pertama pada tahun ajaran berikutnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pamulihan sampai pada tahun 2001, dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun berikutnya di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Garut, dan dinyatakan lulus pada tahun 2007 dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) program diploma melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), di Program Studi Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, pada tahun 2007. Selama menempuh jenjang perkuliahan Penulis pernah melakukan Praktek Usaha Jasa Boga di Hotel Lido Lakes and conference food and bavarage departemant. Serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan D3 dan mendapatkan gelar sebagai Ahli Madya (AMd). Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Program Pendidikan Sarjana Alih jenis Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis terlibat dalam berbagai kepanitiaan salah satunya sebagai koordinator logistik dan transportasi pada Seminar Gizi Nasional (FIT FESTIVAL) 2012.Pada bulan Juni-Juli 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cikedokan Kecamatan Bayongbong Kabupaten Garut.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
v
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
Latar Belakang .............................................................................................
1
Tujuan Penelitian .........................................................................................
3
Hipotesis ......................................................................................................
3
Kegunaan ....................................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
4
Permukiman Kumuh.....................................................................................
4
Mekanisme Coping ......................................................................................
6
Food Coping Strategy ..................................................................................
9
Kaitan Karakteristik Rumah Tangga dengan Food Coping Strategy ............. 12 Besar Rumah Tangga............................................................................... 12 Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga.......................... 12 Pengeluaran Rumah Tangga .................................................................... 13 Dukungan Sosial ...................................................................................... 13 Konsumsi Pangan ........................................................................................ 14 Kecukupan Gizi ............................................................................................ 16 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................ 17 METODOLOGI PENELITIAN........................................................................... 20 Waktu, Tempat dan Desain Penelitian ......................................................... 20 Teknik Penarikan Contoh ............................................................................. 20 Jenis dan Cara Pengumpulan Data.............................................................. 21 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 22 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 28 Gambaran Umum Lokasi ............................................................................. 28 Letak dan Posisi Geografis ....................................................................... 28 Sosio Demografi ....................................................................................... 29 Karakteristik Rumah Tangga ........................................................................ 30 Besar rumah tangga ................................................................................. 30 Umur orang tua......................................................................................... 31 Pendidikan orang tua ................................................................................ 32 Pekerjaan kepala rumah tangga ............................................................... 33 Pendapatan .............................................................................................. 34
ii
Konsumsi ..................................................................................................... 36 Coping strategy ............................................................................................ 38 Hubungan antar Variabel ............................................................................. 41 Hubungan besar rumah tangga dengan tingkat konsumsi energi ............. 41 Hubungan besar rumah tangga dengan skor food coping strategy ........... 44 Hubungan pendapatan kepala rumah tangga dengan konsumsi energi.... 45 Hubungan pendapatan kepala rumah tangga dengan skor food coping strategy .................................................................................................... 46 Hubungan konsumsi dengan skor food coping strategy ............................ 47 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 48 Kesimpulan .................................................................................................. 48 Saran ........................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51 LAMPIRAN ...................................................................................................... 54
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Skala food coping strategy berdasarkan golongan perilaku ........................ 11 2 Jenis dan cara pengumpulan data .............................................................. 22 3 Skala food coping strategy berdasarkan golongan perilaku ........................ 23 4 Pengkategorian variable penelitian ............................................................. 24 5 Kategori tingkat kecukupan Energi dan Protein .......................................... 25 6 Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008 .......................... 29 7 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan pada tahun 2008 ...................................................................... 30 8 Sebaran rumah tangga berdasarkan usia orang tua ................................... 31 9 Sebaran rumah tangga berdasarkan jenjang pendidikan orang tua ............ 32 10 Sebaran rumah tangga berdasarkan pekerjaan kepala rumah tangga ........ 34 12 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan rumah tangga per kapita per bulan ........................................................................................................... 35 13 Kategori rumah tangga berdasarkan persentase pengeluaran pangan ....... 35 14 Sebaran jumlah konsumsi energi perkapita perhari rumah tangga.............. 36 15 Sebaran konsumsi protein perkapita perhari rumah tangga ........................ 37 16 Tingkat kecukupan Energi dan Protein rumah tangga................................. 37 17 Sebaran rumah tangga menurut tingkat pemenuhan AKG .......................... 38 18 Sebaran perilaku food coping strategy rumah tangga. ................................ 39 19 Sebaran skor coping contoh rumah tangga................................................. 41 20 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi energi ......................................................................................... 42 21 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi protein perhri perkapita rumah tangga ........................................ 43 22 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan energi rumah tangga ................................... 43 23 Sebaran rumah tangga berdasarkan berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan protein rumah tangga ...................... 44 24 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan food coping strategy rumah tangga. ............................................................................... 45 25 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dan konsumsi energi dan energi perhari perkapita ............................................. 46 26 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dengan food coping strategy ....................................................................... 46 27 Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi energi perhari perkapita rumah tangga dengan tindakan rumah tangga .........................
47
28 Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi protein perhari perkapita dengan tindakan rumah tangga ................................................... 47
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hubungan food coping dan tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah padat penduduk (slum area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan. ...................................................................................................... 19 2 Peta Administrasi Wilayah Jakarta Selatan ................................................... 28 3 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga ............................ 30 4 Sebaran perilaku food coping rumah tangga................................................. 40
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Dokumentasi penelitian ................................................................................ 54 2 Kuesioner ..................................................................................................... 56
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dimana status gizi yang baik ini ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang ataupun gizi buruk dipengaruhi secara langsung oleh faktor konsumsi pangan, penyakit infeksi serta faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung seperti pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi, budaya dan politik (Unicef 1990). Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi, dapat dipastikan menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Saat ini diperkirakan sekitar 50 % penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah kekurangan gizi, baik itu gizi kurang atau gizi lebih. Masalah-masalah gizi yang timbul lambat-laun akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Keberadaan Indonesia pada peringkat ke-4 tertinggi kematian balitanya untuk wilayah ASEAN, dan berada di peringkat 9 di antara 18 negara anggota ASEAN dan SEARO untuk prevalensi kematian balita (Kementerian Kesehatan RI 2010) menunjukan masih perlunya perhatian yang lebih untuk meningkatkan pelayanan dan penanganan masalah tersebut. Konsumsi pangan dan penyakit infeksi menjadi dua titik berat yang memiliki pengaruh besar akan terbentuknya masyarakat yang sehat. Sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang secara tidak langsung dapat menjadi indikator dari telah teratasinya atau tidak masalah gizi. Konsumsi pangan yang dilakukan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga tersebut dalam pemenuhan pangan (ketahanan pangan) rumah tangganya. Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1996 definisi
2
ketahanan pangan ini adalah suatu kondisi dimana setiap rumah tangga mempunyai akses terhadap pangan yang cukup setiap saat baik dari segi kuantitas, kualitas, serta aman dan terjangkau. Ketidakmampuan rumah tangga dalam memenuhi dan mencukupin kebutuhan pangan akan menimbulkan kerawanan pangan (food insecurity). Keputusan yang diambil oleh rumah tangga untuk tetap memenuhi kebutuhan akan pangan dan penanggulangan masalah kerawanan pangan serta upaya mempertahanka hidup anggota rumah tangga dikenal dengan food coping strategy. Food coping strategy adalah bentuk perubahan dan upaya-upaya yang dilakukan rumah tangga untuk memenuhi dan mengatasi
kekurangan
pangan (Setiawan 2004 dalam Polin 2005). Bentuk-bentuk perubahan yang dilakukan dalam pemenuhan pangan akan sangat beragam terlebih pada masyarakat dengan lingkungan sosial yang memiliki keunikan tertentu seperti lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Jakarta sebagai ibu kota Negara memiliki potensi yang sangat besar untuk terjadinya keberagaman food coping strategy pada penduduknya. Hal ini karena, keberadaan Jakarta yang berperan bukan hanya sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan melainkan berperan juga sebagai pusat perekonomian banyak menarik perhatian penduduk di luar Jakarta untuk datang dan merubah status ekonominya. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat di Jakarta sebagai akibat dari berkembang pesatnya urbanisasi menciptakan daerah-daerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Bentuk-bentuk food coping strategy yang sering dilakukan antara lain dengan menurunkan kuantitas atau kualitas pangan yang dikonsumsi, perubahan kebiasaan makan, perubahan frekuensi makan, mencari tambahan penghasilan atau menjual aset yang dimiliki. Variasi dan kedalaman food coping strategy yang dilakukan suatu rumah tangga dapat menggambarkan tingkat konsumsi yang secara tidak langsung akan menunjukan seberapa besar laju pertumbuhan indeks pertumbahuan manusia. Olah karena itu, penulis menyimpulkan bahwa penelitian mengenai hubungan terhadap konsumsi pangan perlu dikaji guna mengetahui sejauhmana hubungan yang terjadi antara keduanya khususnya di Jakarta.
3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kedalaman food coping terhadap tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.
Tujuan Khusus : 1. Mengidentifikasi karakteristik rumah tangga (umur, besar rumah tangga, pendidikan dan pekerjaan). 2. Mengidentifikasi tingkat konsumsi energi rumah tangga. 3. Mengidentifikasi food coping strategy yang dilakukan rumah tangga. 4. Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga dengan food coping strategy yang dilakukan rumah tangga. 5. Menganalisis hubungan food coping strategy dengan tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah padat penduduk.
Hipotesis Terdapat hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan tingkat konsumsi energi dan food coping strategy rumah tangga di daerah padat penduduk.
Kegunaan Memberikan gambaran mengenai dan tingkat konsumsi energi yang dilakukan oleh rumah tangga di daerah padat penduduk. Serta hubungannya dengan karakteristik rumah tangga dimana dari Informasi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak
khususnya pemerintahan daerah dalam
merencanakan program pangan dan gizi sehingga dapat melahirkan kebijakan pangan yang tepat untuk mengentaskan masalah yang terjadi khususnya di daerah padat Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Kumuh Perumahan dan permukiman merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Perumahan, lingkungan permukiman serta prasarana dan sarana pendukungnya diperlukan dalam kawasan permukiman untuk memenuhi fungsinya sebagai kebutuhan dasar manusia, pengembangan rumah tangga dan mendorong kegiatan ekonomi. Ha ini sesuai dengan penjelasan berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1999 mendefinisikan bahwa satuan lingkungan permukiman merupakan kawasan perumahan dengan luas wilayah dan jumlah penduduk tertentu,yang dilengkapi dengan sistem prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja terbatas dengan penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang optimal. Dalam perkembangannya,
pemukiman
dan
perumahan
ini
dapat
berkembang
sedemikina rupa sehingga menimbulkan masalah sosial dan ekonomi, salah satu masalah yang biasa timbul adalah terbentuknya pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh ini bisa terbentuk karena terakumulasinya jumlah penghuni yang banyak pada daerah tertentu seperti yang dijelasakan Sadyohutomo (2008) yang menjelaskan bahwa pemukiman kumuh adalah tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman padat tidak
teratur di pinggiran kota yang
penghuninya umumnya berasal dari para migran luar daerah. Sebagian dari permukiman ini merupakan permukiman yang ilegal pada tanah yang bukan miliknya, tanpa seijin pemegang hak tanah
sehingga
disebut
sebagai
permukiman liar (wild occupation atau squatter settlement). Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah-tanah pemerintah atau negara, misalnya sempadan sungai, sempadan pantai, dan tanah instansi yang tidak terawat. Permukiman kumuh dapat terbentuk karena beberapa hal dibawah ini : 1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang cukup. 2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring
dengan
masyarakat secara
kebutuhan
perumahan
swadaya memecah bidang
yang
meningkat
maka
tanah dan membangun
permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site plan) yang memadai.
5
Akibatnya bentuk dan tata letak kaveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana dasar permukiman (Sadyohutomo 2008). Sementara itu, menurut Ooi dan Phua (2007) dalam Gusmaini (2010) menjelaskan bahwa penghuni liar dan tempat tinggal kumuh terbentuk karena ketidakmampuan pemerintah kota dalam merencanakan dan penyediaan perumahan yang terjangkau bagi kalangan yang berpendapatan rendah di suatu populasi perkotaan. Oleh karena itu, bangunan liar dan
pemukiman kumuh
dapat diartikan sebagai solusi dari perumahan bagi populasi perkotaan yang berpendapatan rendah. Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang-gang sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah, sehingga terlihat kotor. Menurut Avelar et al. (2008) karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding. Tidak jarang pula pemukiman kumuh terdapat di daerah yang secara berkala mengalami banjir. Menurut Suparlan (2000), pemukiman kumuh dapat dicirikan sebagai berikut : 1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai. 2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin. 3. Tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomipenghuninya 4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai: a. Sebuah komunitas tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar. b. Satuan komunitas tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian liar. 5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen. Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang
6
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut. 6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal. Mekanisme Coping Usaha yang dilakukan individu untuk mengatasi keadaan yang menekan, menantang atau mengancam, serta menimbulkan emosi–emosi yang tidak menyenangkan disebut sebagai tingkah laku coping. Sarafino (2002) dalam Maryam (2007) mengungkapkan bahwa individu melakukan perilaku coping sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi stres yang terjadi dalam suatu proses. Pengertian stress (cekaman) menurut Haber dan Runyon dalam Maryam (2007) konflik yang berupa tekanan eksternal dan internal serta permasalahan lainnya dalama kehidupan. Stress erat kaitannya kedengan keadaan mental seseorang yang secara tidak langsung akan membentuk karakter seseorang baik itu dalam bertindak maupun berprilaku. Lazarus (1976) dalam Maryam (2007) menyebutkan bahwa sumber stress berdasarkan sumbernya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu stress yang bersifat fisik yaitu stress biologis yang mempengaruhi dan dipengaruhu daya tahan tubuh seseorang, kedua stress yang bersifat psikososial yaitu stress psikologis yang dapat mempengauhi kesehatan fisik. Terdapat empat sumber stress yang bersifat psikososial, yaitu : 1. Tekanan. Tekanan merupakan pengalaman yang menekan, berasal dari dalam diri, luar, atau gabungan keduanya. Tekanan dalam porsi yang tepat dapat memiliki nilai positif terhadap individunya dengan terbentuknya semangat dan keyakinan yang kuat dalam menyelesaikan dan menghadapi suatu masalah, dan akan menjadi nilai yang negatif jika porsi dari tekanan berlebihan sehingga menghasilkan dampak sebaiknya dari dampak positif. 2. Frustasi. Frustasi yaitu emosi negatif yang timbul akibat terhambatnya atau tidak terpuaskannya tujuan/keinginan individu. Dan dapat pula diakibatkan oleh tidak adanya subjek atau objek yang diinginkan. 3. Konflik. Konflik merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya dua atau lebih pilihan yang bertentangan, sehingga pemenuhan suatu pilihan akan
7
dapat menghalangi tercapainya pilihan yang lain. 4. Kecemasan. Kecemasan sangat berhubungan perasaan aman. Dimana dalam keadaan normal, kecemasan dapat membantu seseoran untuk lebih menyadari akan situasi berbahaya tertentu. Sebaliknya, bila berlebihan dapat memperburuk perilaku individu. Sehingga
keinginan
keluar
dari
situasi
mencekam
yang
tidak
menyenangkan yang dimiliki tiap individu dengan cara menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut merupakan hal yang wajar. Berdasarkan penjelasanpenjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkah laku coping merupakan suatu proses kognitif, yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan eksternal dan internal dimana tujuannya adalah mengatasi, mengurangi atau menghilangkan situasi yang menekan dan melebihi sumber daya yang dimiliki. Tahapan yang dilakukan seseorang dalam melakukan coping dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap penialian berupa menilai sumber stress yang dihadapi serta sumber– sumber yang kita miliki untuk mengatasinya, kemudian bertindak. Jenis Coping Friedman (1998) dalam Maryam (2007) terdapat dua tipe strategi coping rumah tangga, yaitu internal atau intrafamilial dan eksternal atau ekstafamilial. Ada tujuh strategi coping internal yaitu : 1. Mengandalkan kemampuan sendiri dari rumah tangga. Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, rumah tangga seringkali melakukan upaya untuk mengenali dan mengendalikan sumberdaya yang dimiliki. rumah tangga melakukan strategi ini dengan membuat struktur dan organisasi dalam rumah tangga seperti dengan membuat jadwal dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap anggota rumah tangga yang lebih ketat. Dimana hal ini dilakukan dengan harapan setiap anggota rumah tangga dapat lebih disiplin dan patuh. mereka harus memelihara ketenangan dan dapat memecahkan masalah, karena yang bertanggung jawab diri mereka sendiri. 2. Penggunaan humor, menurut Hott dalam Friedman (1998) dalam Maryam (2007), perasaan humor merupaan asset yang penting dalam rumah tangga karena dapat memberikan perubahan sikap rumah tangga terhadap masalah yang dihadapi. Humor juga diakui sebagai salah satu cara bagi seseorang untuk menghilangkan rasa cemas dan stress. 3. Musyawarah bersama (memelihara ikatan kekeluargaan). Cara untuk
8
mengatasi masalah dalam rumah tangga adalah: adanya waktu untuk bersama-sama dalam rumah tangga, saling mengenal, membahas masalah bersama, makan malam bersama, adanya kegiatan bersama rumah tangga, beribadah bersama, bermain bersama, bercerita pada anak sebelum tidur. Menceritakan pengalaman pekerjaan ataupun sekolah, tidak ada jarak diantara anggota rumah tangga. Cara seperti ini dapat membawa rumah tangga lebih dekat satu sama lain dan memelihara sarta dapat mengatasi tingkat stress, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota rumah tangga merupaka cara untuk menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah rumah tangga. 4. Memahami suatu masalah. Salah satu cara untk menemukan coping yang efektif adalah menggunakan mekanisme mental dengan memahami masalah yang dapat mengurangi atau menetralisir secara kognitif terhadap bahaya yang dialami. menambah pengetahuan rumah tangga merupakan cara yang pealing efektif untuk mengatasi stressor (penyebab stress) yatu dengan keyakinan yang optimis dan penilaian yang positif. 5. Pemecahan masalah bersama. Pemecahan masalah bersama dapat digambarkan sebagia suatu situasi dimana setiap anggota rumah tangga dapat mendiskusikan masalah yang dihadapi secara bersama-sama dangan mengupayakan solusi atas dasar logika, petunjuk, persepsi dan usulan dari anggota rumah tangga yang berbeda untuk mencapai suatu kesepakatan. 6. Fleksibelitas peran. Fleksibelitas peran merupakan suatu strategi
coping
yang kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam rumah tangga. Pada rumah tangga yang berbermasalah, fleksibelitas peran adalah sebuah strategi coping yang penting untuk membedakan tingkat berfungsinya posisi seseorang dalam suatu rumah tangga. 7. Normalisasi. Salah satu strategi coping rumah tangga yang biasa dilakukan untuk menormalkan keadaan sehingga rumah tangga dapat melakukan coping terhadap sebuah penyebab stress jangka panjang yang dapat merusak kehidupa dan kegiatan rumah tangga. Sementara itu strategi coping eksternal terbagi kedalam empat kelompok yaitu : 1. Mencari informasi. Rumah tangga yang mengalami masalah memberikan respon secara kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan stressor. Hal ini, berfungsi untuk mengontrol situasi dan
9
mengurangi perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan mem bantu rumah tangga menilai stressor secara lebih akurat. 2. Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. Coping ini berbeda dengan coping yang menggunakan dukungan sosial. Coping ini merupakan coping rumah tangga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum, bukan sebuah coping yang dapat meningkatkan penyebab stres spesifik tertentu. Dalam hal ini, anggota rumah tangga adalah pemimpin rumah tangga alam suatu kelompok, organisasi dan kelompok komunitas. 3. Mencari dukungan sosial. Mencari dukungan sosial dalam jaringan kerja sosial rumah tangga merupakan strategi coping rumah tangga eksternal. dukungan sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan rumah tangga, kelompok professional, para tokoh masyarakat dan lainnya yang didasarkan pada kepentingan bersama. 4. Mancari dukungan spiritual. Beberapa studi mengatakan rumah tangga berusaha mencari dukungan spiritual anggota rumah tangga untuk mengatasi masalah. Kepercayaan kepada Tuhan dan berdoa merupakan cara paling penting bagi rumah tangga dalam mengatasi stress. Food Coping Strategy Teori coping strategy yang berkembang ternyata mempengaruhi terhadap pangan yang merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia. Dimana coping strategy dipengaruhi oleh perilaku manusia itu sendiri, adapun faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku manusia antara lain : faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal terdiri dari faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis menekankan pada pengaruh struktur biologis terhadap perilaku manusia. Faktor biologis ini meliputi instink atau motif biologis Beberapa hal yang dikelompokan sebagai motif biologis ini antara lain kebutuhan makan, minum dan lain-lain. Selain faktor biologis,faktor sosiopsikologis juga termasuk faktor personal. Menurut pendekatan ini, proses sosial seseorang akan membentuk beberapa karakter dari seseorang yang akhirnya akan mempengaruhi perilakunya. Sofa (2002) dalam Mutiara (2008) menyebutkan Karakter terdiri dari tiga komponen, yaitu ;
10
1. Komponen afektif. Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Dalam komponen ini tercakup motif sosiogenesis, sikap dan emosi. 2. Komponen
kognitif. Komponen
kognitif
berhubungan
dengan
aspek
intelektual, dan 3. Komponen konatif. Komponen kognitif yang merupakan faktor sosiopsikologis atau kepercayaan. Komponen konatif berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan untuk bertindak. Selain faktor personal terdapat pula faktor situasional yang dapat mempenaruhi perilak manusia, faktor-faktor situasional ini berupa: faktor ekologis (kondisi alam atau iklim), faktor rancangan atau arsitektural (penataan uang), faktor temporal (emosi, suasana perilaku, teknologi), dan faktor sosial (sistem peran, struktur sosial, karakteristik sosial individu). Maxwell
(2001) dalam
Mangkoeto
(2009)
menyebutkan
terdapat
beberapa bentuk yang dapat dilakukan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, yaitu: 1. Mengurangi makanan kesukaan dan membeli makanan yang lebih murah; 2. Meminjam makanan atau uang untuk membeli pangan; 3. Membeli makanan dengan berhutang; 4. Meminta bantuan kepada sanak saudara atau teman; 5. Membatasi dan membagi makanan pada waktu makan; 6. Menyisishkan sedikit uang dari anggota rumah tangga untuk membeli makanan di jalan; 7. Membatasi konsumsi pangan pribadi untuk memastikan anak-anak mendapat cukup makanan; 8. Mengurangi jenis makanan pada satu hari; 9. Menjalani hari tanpa makan (puasa). Sedangkan
kategori
umum
ukuran
individu
dari
coping
strategy
berdasarkan lokasi dan budaya dibedakan menjadi empat, pertama perubahan diet yaitu pengurangan pada makanan yang disukai dan berharga mahal; kedua penambahan akses pangan dalam jangka waktu pendek seperti peminjaman, bantuan, pencarian jenis pangan yang saat kondisi normal jarang dikonsumsi, dan penggunaan persediaan pangan untuk dikonsumsi; ketiga pengurangan jumlah anggota dalam pemberian makan (migrasi jangka pendek); dan yang
11
terakhir perubahan distribusi makan (prioritas istri untuk anak-anak terutama yang laki-laki, pembatasan ukuran porsi makan, dan melewatkan waktu makan atau bahkan tidak makan seharian). Golongan perilaku food coping strategy menurut Usfar (2002) dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan dan digolongkan sehingga menjadi beberapa skala. Tabel 1 di bawah ini merupakan golongan dan tingkatan food coping strategy yang biasa dilakukan oleh rumah tangga; Tabel 1 Skala food coping strategy berdasarkan golongan perilaku Tipe Skala Skala 1
Golongan perilaku A. Meningkatkan pendapatan
B. Perubahan kebiasaan makan
C. Penambahan akses dengan segera pada pangan
Skala 2
Skala 3
D. Perubahan distribusi dan frekuensi pangan E. Menjalani hari-hari tanpa makan A. Penambahan akses segera untuk beli pangan
A. Langkah drastis
Sumber: Usfar (2002)
Perilaku 1. Mencari pekerjaan sampingan 2. Menanam tanaman yang dapat dimakan di kebun 3. Beternak ayam, dll 1. Membeli makanan yang lebih murah 2. Mengurangi jenis panan yang dikonsumsi 3. Ubah prioritas pembelian makanan 4. Beli pangan yang kualitasnya lebih rendah 5. Kurangi porsi makan 6. Kumpulkan makanan liar 1. Menerima bantuan pangan pemerintah 2. Bantuan pangan dari saudara 3. Food work pemerintah 4. Terima kupon raskin 5. Pertukaran pangan 1. Perubahan distribusi pangan 2. Kurangi frekuensi pangan 1. Puasa 1. Ambil uang tabungan untuk makan 2. Gadai asset untuk beli pangan 3. Menjual aset tidak produktif 4. Menjual aset produktif 5. Pinjam uang dari saudara dekat 6. Pinjam uang dari saudara jauh 7. Beli pangan dengan berhutang 1. Migrasi ke kota/desa 2. Migrasi ke luar negeri 3. Memberikan anak pada saudara 4. bercerai
12
Kaitan Karakteristik Rumah Tangga dengan Food Coping Strategy Karakteristik rumah tangga sangat berpengaruh terhadap kedalaman food coping strateg yang dilakukan oleh suatu rumah tangga. Seperti yang dijelaskan dalam hasil dari penelitian Mutiara (2002) semakin rendah pengeluaran per kapita, pendidikan kepala rumah tangga, pandidikan ibu dan semakin besar jumlah anggota rumah tangga, umur kepala rumah tangga, umur ibu, maka banyak tindakan dan kedalaman food coping strategy yang mereka lakukan.
Besar Rumah Tangga Jumlah anggota rumah tangga yang terlalu besar seringkali menimbulkan masalah
dalam
pemenuhan
kebutuhan
pokok.
Rumah
tangga
adalah
sekelompok orang yang tinggal dan hidup dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al 2007). Besar rumah tangga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Besar rumah tangga akan mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi rumah tangga dan individu. Besar rumah tangga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007). Sanjur (1982) dalam Sukandar (2009) menyebutkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar rumah tangga. Kondisi
ini menjadi suatu pertimbangan
rumah tangga dalam melakukan food coping strategy.
Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Depkes 2007a). Semakin tinggi pendidikan formal yang diterima seseorang maka akan semakin tinggi pula status ekonominya. Hal ini terjadi karena tingginya status ekonomi juga berhubungan dengan tingkat pendapatan, sehingga rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maka akan memiliki lebih banyak uang yang dapat digunakan untuk pembelian pangan.
13
Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam rumah tangga. Pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan dan akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya. Jenis pekerjaan seseorang akan
berpengaruh
terhadap
besar pendapatan
yang
diperolehnya.
Kemampuan individu untuk melakuakan food coping strategy dipengaruhi oleh pekerjaan dan pendapatan yang dimilikinya. Perbedaan jenis pekerjaan, tempat bekerja dan jam kerja dapat mempengaruhi perilaku dari anggota rumah tangga (Martianto dan Ariani (2004) dalam Mutiara 2008).
Pengeluaran Rumah Tangga Kebutuhan yang dimiliki manusia merupakan suatu fitrah yang keberadaannya sangat mempengaruhi kehidupa manusia itu sendiri. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi dua yaitu kebutuhan primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, kebutuhan akan perumahan, pelayanan, pengobatan, pendidikan dan kebutuhan akan sandang. Kebutuhan primer ini merupakan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi untuk hidup
yang
layak.
Kedua
adalah
kebutuhan sekunder yang terdiri dari waktu luang, ketenangan hidup dan lingkungan
yang
mendukung.
Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
tersebut
dalam rumah tangga dilakukan dengan menggunakan sumber daya yang ada dalam rumah tangga tersebut (Guhardja 1992 dalam Mutiara 2008). Pemenuhan kebutuhan merupakan suatu yang mahal karena dalam pemenuhannya ini dibutukan suatu pengorbanan berupa pengeluaran. Dimana pola pengeluaran ini secara tidak langsung dapat mencerminkan tingkat kehidupannya. Komposisi pengeluaran untuk makanan dan bukan untuk makanan dapat menjadi
indikator
penduduk. Kesejahteraan dikatakan
untuk
mengukur
semakin
baik
tingkat
kesejahteraan
apabila
komposisi
pengeluaran untuk non makanan lebih besar daripada pengeluaran untuk makanan. Di Negara-negara maju biasanya persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran adalah di bawah 50 %. Namun di negara-negara
berkembang
persentase
tersebut
masih mencapai 50 %
bahkan lebih. Dukungan Sosial Manusia sebagai individu yang sekaligus sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri. Manusia akan memerlukan bantuan orang lain dan
14
sumber-sumber dukungan sosial dalam memenuhi segala kebutuhannya. Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan maupun kelompok (Sarafino 1996). Dukungan sosial ini dalam Mutiara (2008) disebutkan dapat diperoleh dari orang lain seperti; rumah tangga, saudara, atau masyarakat dimana orang tersebut berada. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dari rumah tangga dan masyarakat dapat mempengaruhi cara mengatasi suatu masalah dalam rumah tangga dalam hal ini adalah masalah pemenuhan kebutuhan.
Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: produksi pangan untuk keperluan
rumah tangga,
pengeluaran
pangan untuk rumah tangga,
pengetahuan gizi dan ketersediaan pangan (Harper et al. 1998 dalam Mutiara 2008). Konsumsi pangan dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan aspek jumlah pangan yang dikonsumsi. Konsusmsi makanan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia sebagai suatu cara yang dilakukan manusia untuk memperoleh energi yang kemudian digunakan untuk mempertahankan hidupnya, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada didalam makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya (Almatsier 2001). Pengukuran atau penilaian konsumsi pangan menurut Supriasa et al. (2002) dapat
dilakukan
dengan dua cara yaitu pertama dengan metode
kuantitatif. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan
15
yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizinya. Metodemetode untuk pengukuran konsumsi pangan secara kuantitatif antara lain: 1. Recall 24 jam; 2. Perkiraan makanan (estimated food records); 3. Penimbangan makanan (food weighing); 4. Metode food account; 5. Metode inventaris; 6. Pencatatan (household food records). Kedua metode kualitatif, Metode kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis makanan, dan menggali informasi mengenai kebiasaan makan. Metode-metode yang biasa digunakan dalam penilaian konsumsi secara kualitatif antara lain: 1) metode frekuensi makanan (food frequency); 2) metode dietary history; 3) metode telepon; 4) metode pendaftaran makanan (food list). Pemilihan metode yang akan digunakan dalam suatu penelitian mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: tujuan penelitian, jumlah responden, ketersediaan dana dan tenaga, tingkat pendidikan responden, pertimbangan
logistik pengumpulan data, dan
presisi serta akurasi dari metode terpilih. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan menurut Khumaidi (1994) dalam Dewi (2009) adalah satu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena kejadian yang berulang-ulang. Kebiasaan makan dapat diartikan sebagai tindakan manusia terhadap makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan perasaan serta persepsi
tentang makanan tersebut. Menurut Almatsier (2001), kebiasaan
makan suatu masyarakat salah satunya tergantung dari ketersediaan pangan di daerah tersebut. Selain faktor ketersediaan pangan faktor sosial ekonomi dari masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan mereka. Supriasa et al. (2002) menyebutkan terdapat tiga faktor sosial yang mempengaruhi kebiasaan makan antara lain: 1. Keadaan penduduk suatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi jenis kelamin, dan geografis); 2. Keadaan rumah tangga (besar rumah tangga, hubungan, jarak kelahiran);
16
3. Pendidikan
(tingkat
pendidikan
ibu/ayah).
Faktor
ekonomi
yang
mempengaruhi antara lain: pertama pekerjaan (pekerjaan utama, pekerjaan tambahan); keduan pendapatan rumah tangga; ketiga pengeluaran; dan terakhir harga pangan yang tegantung pada pasar dan variasi musim.
Kecukupan Gizi Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Persagi 2009).Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi
tingkat
kecukuan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah pertama defisit tingkat berat (<70% AKG), kedua defisit tingkat sedang (70-79% AKG), ketiga defisit tingkat ringan (80-89% AKG), keempat ketegori normal (90119% AKG) dan ketegori lebih ((≥120% AKG). Sementara itu, menurut Gibson (2005) klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibedakan menjadi kategori kurang juka <77% AKG dan kategori cukup (≥77% AKG). Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan zat gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowances disingkat RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika serta keadaan hamil dan menyusui. Angka kecukupan energi biasanya dinyatakan dalam satuan Kalori per orang per hari, sedangkan angka kecukupan protein dalam satuan gram protein (crude protein atau protein kasar) per orang per hari.
17
KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik sebuah rumah tangga akan mempengaruhi strategi dalam pemenuhan kabutuhan pangan. Pemenuhan pangan erat kaitannya dengan tingkat konsumsi yang pada dasar pemenuhannya bertujuan agar setiap anggota rumah tangga memiliki status gizi yang baik. Karakteristik rumah tangga ini antara lain besar rumah tangga, jenjang pendidikan dan pekerjaan yang secara langsung akan mempengaruhi akses dalam pemenuhan pangan melalui pendapatan dan pengeluaran baik pengeluaran pangan maupun nonpangan dimana dari karakteristik inilah yang akan diteliti hubungannya dengan coping strategy. Ketidak mampuan rumah tangga dalam membeli dan mencukupi kebutuhan pangan akan menimbulkan kerawanan pangan (food insecurity). Keputusan yang diambil oleh rumah tangga untuk tetap memenuhi kebutuhan akan pangan dan penanggulangan masalah kerawanan pangan serta upaya mempertahankan hidup anggota rumah tangga dikenal dengan food coping strategy. Setiap rumah tangga membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, dukungan sosial tidak selamanya tersedia pada diri sendiri melainkan harus diperoleh dari orang lain seperti dari sanak keluarga, tetangga maupun masyarakat di sekitar individu berada. Dukungan sosial baik itu dalam bentuk dukungan secara emosional maupun instrumental tidak hanya dapat
meningkatkan
menurunkannya.
usaha
rumah
Dukungan-dukungan
tangga tersebut
akan bisa
tetapi berupa
dapat
juga
bagimana
keperdulian masyarakat sekitar terhadap rumah tangga responden, rasa aman dan tenang dalam hidup bermasyarakat, hubungan dengan sanak keluarga, serta bantuan materi yang diterima. Tindakan yang dilakukan setiap rumah tangga berbeda-beda tergantung dari sumber daya yang dimiliki, proses pengambilan keputusan, serta tingkat kesulitan yang dihadapi. Bentuk coping yang biasa dilakukan antara lain dengan mencari tambahan pendapatan, merubah kebiasaan makan, menambah akses segera pada pangan, penambahan segera akses untuk membeli pangan, perubahan distribusi dan frekuensi makan atau bahkan menjalani hidup tanpa makan. Upaya meningkatkan pendapatan berhubungan dengan pekerjaan sampingan baik itu dengan kepala rumah tangga mencari pekerjaan atau ada anggota selain kepala rumah tangga yang ikut mencari pekerjaan. Perubahan
18
kebiasaan makan rumah tangga meliputi perubahan konsumsi jenis pangan dalam kelompok pangan, perubahan kualitas jenis pangan menjadi lebih rendah atau murah dan perubahan porsi atau ukuran jenis pangan menjadi lebih sedikit. Upaya untuk menambah akses segera terhadap pangan antara lain adanya bantuan pangan dari saudara, beberapa program bantuan pemerintah (BLT dan raskin) atau saling bertukar bahan makanan. Tindakan untuk meningkatkan akses segara untuk pembeli pangan yaitu menjual asset yang dimilik, melakukan pinjaman baik berupa uang maupun bahan pangan kepada sanak keluarga, badan usaha peminjaman (penggadaian) hingga berhutang di warung. Coping lain yang dilakukan adalah perubahan distribusi dan frekuensi makan, puasa karena kekurangan makanan, hingga dilakukannya migrasi keluar daerah bahkan ke luar negri untuk menjadi tenaga kerja (TKI) atau bahkan mengeluarkan anak dari sekolah untuk mengurangi beban pengeluaran. Kerangka pemikiran hubungan food coping dan tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah padat penduduk (slum area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan disajikan pada Gambar 1.
19
Karakteristik contoh (sosial ekonomi) -
Umur Pendidikan Pekerjaan Besar keluarga
Pendapatan Keluarga
Pengeluaran pangan dan nonpangan Dukungan sosial - Dukungan instrumental - Dukungan emosional
Food coping strategy - Perubahan kbiasaan makan - Mencari pendapatan tambahan - Pemanfaatan sumberdaya yang tersedia
Tingkat konsumsi energi Hygiene sanitasi
Morbiditas
Status gizi keluarga Gambar 1 Hubungan food coping dan tingkat konsumsi energi rumah tangga di daerah padat penduduk (slum area) Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Jakarta Selatan. Keterangan : Variabel yang diteliti Variable yang tidak diteliti Hubungan yang dianalisis Hubungan yang tidak dianalisis
20
METODOLOGI PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian “Study Of Food Access, Food Hygiene, Environmental Sanitation And Coping Mechanisme Of The Households At Slum Areas” yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia Departeman Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Department Of Home Economics Fakulty Of Technology Jakarta State University dan Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada suatu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik dari sampel. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner oleh responden. Lokasi penelitian meliputi sebagian jumlah Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Mei 2012. Teknik Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah kumpulan rumah tangga yang berada di daerah kumuh. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan contoh acak berlapis (Stratified Random Sampling) dengan alokasi proporsional, di mana daerah kumuh dianggap sebagai strata dan rumah tangga sebagai unit sampling. Di setiap daerah kumuh (strata), rumah tangga akan dipilih dengan cara Simple Random Sampling Without Replacement (SRSWOR). Besar sampel diperoleh dengan menggunakan formula (Cochran, 1982) sebagai berikut:
n=
n0 n −1 1+ 0 N
Di mana: n
= besar sampel
N
= ukuran populasi rumah tangga
21
n0 s2
s 2 t α2 ( v ) = d 2
= ragam pendapatan rumah tangga (Rp/kapita/bulan)
tα/2(v) = nilai peubah acak t-student, sehingga : P(|t|>tα/2(v))=α; v = derajat bebas dari t d
= akurasi antara parameter rata-rata pendapatan dengan rata-rata pendapatan rumah tangga di daerah kumuh, sehingga | x -µ| < d
x
= rata-rata pendapatan contoh rumah tangga di daerah kumuh
µ
= rata-rata pendapatan populasi rumah tangga di daerah kumuh Dari penelitian Patriasih et al. (2009) diketahui bahwa standar deviasi
pendapatan rumah tangga yang memiliki anak jalanan di Bandung, Jawa Barat adalah Rp 103.244 per kapita/bulan. Hal tersebut diasumsikan bahwa pendapatan rumah tangga di daerah kumuh dapat diketahui melalui pendekatan pendapatan rumah tangga yang memiliki anak jalanan. Nilai standar deviasi digunakan untuk mendekati nilai s pada formula di atas sehingga s= 103.244,-. Nilai akurasi ditetapkan d= 20265,- (perbedaan maksimum antara rata-rata pendapatan contoh dengan populasinya), dengan jaminan sebesar 95% atau P (| - |
t0,025(v)=1,96. Dengan asumsi ukuran populasi rumah tangga di daerah kumuh besar atau N=~, maka n dapat dihitung sebagai berikut:
103244 2 x1,96 2 n0 = = 99,71 ≈ 100 20265 2
ns = n0 = 100 Dengan ukuran sampel n=100, dapat diartikan bahwa perbedaan maksimum antara rata-rata pendapatan sampel (dari rumah tangga) dan populasinya adalah Rp 20.265 dengan peluang 95%. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa penarikan sampel dibuat dengan teknik acak sederhana tanpa pengembalian.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung. Data primer meliputi karakteristik rumah
22
tangga (karakteristik ayah dan ibu), pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan dan kesehatan, serata data konsumsi rumah tangga. Data sekunder yang digunakan adalah karakteristik tempat penelitian dan keadaan umum
wilayah
yang
diperoleh
dari
data
dasar
profil desa.
Selengkapnya jenis-jenis data primer dan sekunder yang dikumpulkan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 2 berikut : Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data No 1.
Variabel
Data yang dikumpulkan
Cara pengumpulan
Karakteristik Rumah Tangga
1. Karakteristik contoh
2.
Food coping straregy
Kedalaman coping straregi
Wawancara kuesioner
3.
Konsumsi
Energi
Menggunakan metode food recall 2 x 24 jam.
-
Wawancara dengan kuesioner
Umur Jenis kelamin Jenjang pendidikan ayah Jenjang pendidikan ibu Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Besar Rumah Tangga
dengan
Data primer didapat melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan
menggunakan
kuesioner.
Sedangkan
data
sekunder
meliputi
karakteristik tempat penelitian. Jenis data primer yang dikumpulkan antara lain: 1. Karakteristik individu yang meliputi karakteristik umum sampel meliputi usia, jenis kelamin, lama pendidikan pendidikan
formal
kepala
rumah tangga,
lama
formal ibu, jumlah anggota rumah tangga, pekerjaan kepala
Rumah Tangga dan pekerjaan ibu. 2. Jenis dan tingkat kedalaman yang dilakukan rumah tangga. 3. Konsumsi rumah tangga setiap hari yang digambarkan dalam food recall 2 x 24 jam.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh melalui wawancara kuesioner kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS 16,0 for Windows. Proses pengolahan ini meliputi editing, coding, entry dan analyze. Penilaian skor food coping strategy dilakukan untuk mengetahui kategori tingkat coping rumah tangga. Berdasarkan Usfar (2002) rumus untuk menghitung food coping strategy rumah tangga adalah sebagai berikut :
23
Skor food coping strategy = (n1× 1) + (n2 × 2) + (n3 × 3) Keterangan : n1 = Jumlah perilaku coping pada rumah tangga yang tergolong skala 1 n2 = Jumlah perilaku coping pada rumah tangga yang tergolong skala 2 n3 = Jumlah perilaku coping pada rumah tangga yang tergolong skala 3 Tabel 3 Skala food coping strategy berdasarkan golongan perilaku Tipe Skala 1
Golongan perilaku
Perilaku
A. Meningkatkan pendapatan
1. Istri atau suami mencari pekerjaan sampingan. 2. Istri ikut bekerja 3. Anak usia sekolah ikut bekerja 1. Mengurangi jumlah pembelian lauk 2. Mengganti beras dengan makanan pokok lainnya 3. Mengurangi frekuensi makan 4. Mengurangi penggunaan teh/kopi/gula 5. Mengurangi jajanan anak 6. Menyisakan makanan untuk keesokan harinya 7. Membawa bekal saat bekerja 1. Meminta atau meminjam uag dari orang tua atau saudara/kerabat 2. Terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga (dari non saudara/kerabat) 3. Terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan materian (perabotan rumah) 4. Menjual/menggadaikan perhiasan emas 5. Menjual/menggadaikan perabotan non elektronik 6. Menjual/menggadaikan perabotan elektronik
B.
2
Perubahan kebiasaan makan
A. Penambahan akses segera untuk beli pangan
Pengkategorian yang digunakan untuk mengkategorikan tingkat food coping yang dilakukan oleh suatu rumah tangga pada pemelitian ini adalah dengan melakukan pendekaan dari jumlah rata-rata skor dari keseluruhan cotoh yang digunakan. Satu rumah tangga akan dikategorikan memiliki skor food coping rendah jika skor yang diperolah berada pada skor kurang dari rata-rata dan dikategorikan memiliki skor food coping yang tinggi jika skor food coping berada pada rentang skor lebih dari skor rata-rata. Karakteristik rumah tangga sampel yang diperoleh dari wawancara dengan responden dintaranya besar rumah tangga. Data besar rumah tangga yang diperoleh akan dikelompokan menjadi rumah tangga kecil dengan jumlah
24
anggota rumah tangga sebanyak ≤4 orang, rumah tangga sedang dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 5-7 orang, dan rumah tangga besar dengan jumlah anggota rumah tangga ≥8 orang (Hurlock 1998). Selain besaran rumah tangga karakteristik rumah tangga sampel yang dikumpulkan adalah pendidikan orang tua. Data pendidikan orang tua dibagi menjadi lima kategori yakni tidak sekolah, tamat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Karakteristik berikutnya yang dikumpulkan adalah pekerjaan orang tua yang dikelompokkan menjadi sebelas kelompok yakni tidak bekerja, pedagang, buruh, pemulung, pengemis, pengamen, jasa (tukang ojek, tukang cukur, penjahit, calo, dan sebagainya), Ibu Rumah
Tangga
(IRT),
Karyawan,
dan
PNS/ABRI/Polisi
dimana
dalam
pengolahannya akan dikategorikan berdasarkan kepastian gaji yang didapat. Secara garis besar pengkatagorian data yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4 Pengkategorian variable penelitian No 1.
Variabel Sub Variabel Karakteristik • Besar Rumah Tangga Rumah Tangga • Umur Rumah Tangga
• Pendidikan orangtua
• Pekerjaan orangtua • Pendapatan orangtua • Kategori Rumah Tangga berdasarkan pengeluaran pangan
Kategori • Kecil (≤ 4 orang) • Sedang (5-6 orang) • Besar (≥7 orang) • Remaja (< 20 tahun) • Dewasa awal (20-40 tahun) • Dewasa tengah (41-65 tahun) • Dewasa akhir (>65 tahun) • SD/sederajat • SMP/sederajat • SMA/sederajat • Perguruan Tinggi • Pekerjaan bergajit tetap • Pekerjaan bergajih tidak tetap • Tidak berpenghasilan • Miskin (<379.052) • Tidak Miskin (≥379.052) • Rumah Tangga kaya
(pangeluaran pangan <45%)
Sumber • BKKBN (1998) • Papalia & Old (1986)
• BPS (2011) • Berg (1986)
• keluaraga menengah
(Pengeluaran pangan 4679%) • Rumah Tangga miskin (pengeluaran pangan > 80%)
Data konsumsi pangan diperoleh dengan cara yaitu, recall konsumsi pangan 2 x 24 jam dan Food Weighing dengan bantuan kuesioner. Recall konsumsi pangan dilakukan sebanyak dua kali yaitu satu hari sebelum pengambilan data pertama dan yang kedua pada saat pengambilan data. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal dua kali recall 24 jam tanpa
25
berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar mengenai intake harian individu (Supariasa 2002). Data konsumsi yang diperoleh dikonversi dalam satuan gram kemudian dihitung kandungan energinya dengan menggunakan program Microsoft Excel kemudian hasil akhirnya diperoleh rata-rata untuk dua hari. Asupan energi dan protein contoh dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (2004) yang telah dikoreksi dengan berat badan aktual contoh sehingga didapatkan angka kecukupan energi dan protein koreksi. Rumus yang digunakan dalam mengkoreksi angka kecukupan zat gizi adalah sebagai berikut (Nasoetion dan Damayanthi (2008) dalam Etika (2012)): berat badan aktual (kg) AKG Koreksi =
x AKG berat badan standar dalam daftar AKG
Angka kecukupan gizi kemudian digunakan untuk menghitung tingkat konsumsi zat gizi. Tingkat konsumsi zat gizi contoh diperoleh dengan menggunakan rumus (Nasoetion dan Damayanthi (2008) dalam Etika (2012)): konsumsi zat gizi aktual Tingkat konsumsi zat gizi =
x 100% angka kecukupan gizi
Tabel 5 Kategori tingkat kecukupan Energi dan Protein Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih
Tingkat kecukupan energi dan protein < 70% kebutuhan 70 – 79% kebutuhan 80 – 89% kebutuhan 90 – 119% kebutuhan ≥120% kebutuhan
Sumber: Depkes (1996)
Langkah
selanjutnya
dalam
penganalisian data secara deskriptif
pengolahan
data
adalah
kemudian hubungan antar variabel
dianalisis statistik menggunakan Rank Spearman Correlation Test rumus sebagai berikut : =1−
Keterangan : x
= Variabel pertama
dilakukan
6∑ ( − 1)
dengan
26
y
= Variabel kedua
di = Selisih antara peringkat bagi xi dan yi n
= Banyaknya pasangan data
rs = Koefisien korelasi Spearman (rs bernilai -1 sampai +1, menunjukkan adanya hubungan yang sempurna antara X dan Y)
Definisi Operasional Contoh adalah kumpulan rumah tangga yang berada di daerah kumuh, dipilih dengan cara Simple Random Sampling Without Replacement (SRSWOR). Food Coping Strategy adalah segala upaya yang dilakukan oleh suatu rumah tangga untuk mengatasi keadaan kekurangan pangan sehingga tidak terjadi kondisi kerawanan pangan yang berkelanjutan. Jumlah anggota rumah tangga adalah besarnya anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah. Karakteristik rumah tangga adalah segala sesuatu yang berada di luar contoh (tidak melekat langsung) sekaligus sebagai pengaruh yang berasal dari luar diri contoh yaitu Rumah Tangga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita dan besar rumah tangga. Konsumsi adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang (rumah tangga) dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Kumuh adalah tempat tinggal penduduk miskin di pusat kota dan permukiman padat tidak teratur di pinggiran kota yang penghuninya umumnya berasal dari para migran luar daerah. Pangan adalah semua bahan makanan pokok yang dibutuhkan oleh setiap individu sehingga kebutuhan akan zat gizinya dapat terpenuhi dan dapat melakukan aktivitasnya dengan baik. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang tua contoh, baik dengan bekerja di instansi pemerintah, swasta, usaha sendiri (wirausaha), dan usaha lain dalam rangka menafkahi rumah tangga. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti ayah dan ibu setara dengan jumlah tahun sekolah tidak termasuk tinggal kelas
27
diukur dengan lamanya tahun sekolah yaitu tidak pernah sekolah, tamat SD/MI, tamat SMP/MTS, tamat SMA/MA, dan perguruan tinggi. Skor coping adalah banyaknya upaya coping yang dilakukan suatu rumah tangga dan telah dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi sehingga dapat menggambarkan keadaan rumah tangga contoh.
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Letak dan Posisi Geografis Jakarta selatan meupakan salah satu wilayah administratif Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang dipimpin oleh seorang walikota. Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. Id.3/I/I/66 tanggal 12 Agustus 1966. Keputusan tersebut mulai berlaku sejak tanggal 1 September 1966. Jakarta Selatan terletak pada 1060 22’ 42” – 1060 58’ 18” Bujur Timur (BT) dan 50 19’ 12” Lintang Selatan (LS) dengan kemiringan 0,25% dan ketinggian rata-rata mencapai 5-50 m di atas permukaan laut. Pada Gambar 2 ditampilkan Peta Administrasi Jakarta Selatan.
Gambar 2. Peta Administrasi Wilayah Jakarta Selatan (Jakarta selatan dalam angka 2008) Luas
wilayah
Jakarta
Selatan
berdasarkan Data Statistik Jakarta
Selatan Dalam Angka 2004 mempunyai luas 145,73 km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta dan berada di sebelah Selatan banjir kanal Timur dengan batasbatas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Banjir Kanal Timur, Jl. Jendral Sudirman, Kecamatan Tanah Abang, Jl. Kebayoran Lama, dan Kebon Jeruk.
29
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciledug dan Kota Tangerang dan sebelah Timur berbatasan dengan Kali Ciliwung. Secara administrasi wilayah Jakarta Selatan terbagi atas 10 kecamatan dengan 65 kelurahan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tebet, Setiabudi, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pasar Minggu Cilandak, Pesanggrahan, Pancoran, dan Jagakarsa. Dengan kecamatan yang paling luas adalah Jagakarsa dengan luas 25,01 km2 dan kecamatan Mampang Prapatan sebagai kecamatan dengan luas daerah palig kecil yaitu dengan luas 7,73 km2. Luas daerah tiap kecamatan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kecamatan Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggerahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi Jumlah
2
Luas (Km ) 25,01 21,90 18,20 13,47 19,32 12,91 7,73 8,53 9,05 9,61 145,73
Sumber: Jakarta Selatan Dalam Angka (2008)
Kecamatan Tebet Desa Tebet Barat, Tebet Timur dan Desa Matraman merupakan daerah yang dilakukan tempat penelitian. Pemilihan tempat ini dilakukan secara purposive berdasarkan lokasi yang memiliki kondisi lingkungan dan demografi yang hampir sama, sehingga memperoleh lokasi yang homogen. Sosio Demografi Total penduduk Wilayah Jakarta Selatan pada tahun 2008 adalah sebanyak 1.745.205 jiwa dengan kepadatan penduduk di Jakarta Selatan sebesar 11.976 Jiwa/Km2 dimana jumlah total kepadatan ini merupakan hasil pembagian antara jumlah total penduduk dibagi dengan jumlah total luas wilayah Jakarta Selatan yang sebesar 145,73 km2. Rata-rata total kepadatan penduduk perkecamatan di wilayah Jakarta Selatan ini adalah sebesar 13.026 Jiwa/Km2 dengan kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Tebet dan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang terendah. Data lebih lengkap mengenai tigkat kepadatan penduduk perkecamatan di Jakarta Selatan data dilihat pada Tabel 7 berikut :
30
Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan pada tahun 2008 Jumlah Jumlah Penduduk Penduduk Kecamatan Laki-Laki Perempuan (Jiwa) (Jiwa) Jagakarsa 25,01 117.170 108.106 Pasar Minggu 21,90 138.789 109.343 Cilandak 18,20 76.729 77.389 Pesanggerahan 13,47 81.974 74.042 Kebayoran Lama 19,32 120.161 109.526 Kebayoran Baru 12,91 72.614 70.795 Mampang Prapatan 7,73 54.281 50.064 Pancoran 8,53 63.038 60.331 Tebet 9,05 126.751 114.319 Setia Budi 9,61 60.341 59.442 Jumlah 833.357 145,73 911.848 Sumber : Jakarta Selatan Dalam Angka (2008) Luas 2 (Km )
Total Jumlah Penduduk (Jiwa) 225.276 248.132 154.118 156.016 229.687 143.409 104.345 123.369 241.070 119.783 1.745.205
Kepadatan 2 (Jiwa/Km ) 8.876 11.325 8.468 11.582 11.895 11.108 13.481 14.990 25.296 13.236 11.976
Karakteristik Rumah Tangga Besar rumah tangga Besar rumah tangga yang didapatkan dalam penelitian ini tergolong kedalam dua katagori dasar penggolongan besar rumah tangga yakni kategori
rumah tangga kecil (≤4 orang) sebesar 79% dan kategori rumah tangga sedang (5-7 orang) sebesar 17% dengan kategori rumah tangga besar yang tergolong sangat rendah yaitu hanya berjumlah 4% 4% dari jumlah keseluruhan sampel rumah tangga yang diambil. Gambar 3 di bawah ini menunjukkan sebaran rumah
tangga berdasarkan besar rumah tangga. 4% 17%
Keterangan :
Besar (≥ 7 orang) Sedang (5-6 orang)
79%
Kecil (≤ 4 orang)
Gambar 3 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga Jika dilihat dari sebaran rumah tangga berdasarkan sebaran besar rumah tangga ada kemungkinan contoh yang diteliti memiliki tingkat pemenuhan pangan dan kesehatan yang tidak begitu berat dikarenakan jumlah rumah tangga yang sedikit sehingga beban tanggungjawab yang dimiliki pun relatif lebih ringan.
jumlah anggota rumah tangga yang terlalu besar sering kali menimbulkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Menurut Sanjur (1982) besarnya
31
atau banyaknya anggota rumah tangga mempengaruhi besarnya belanja rumah tangga. kondisi inilah yang menjadi suatu pertimbangan bagi rumah tangga dalam melakukan food coping strategy. Lebih lanjut Sukarni (1994) menjelaskan bahwa besar rumah tangga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau rumah tangga.
Umur orang tua Sebaran usia orang tua dalam contoh rumah tangga yang diteliti paling banyak termasuk kedalam golongan dewasa awal dengan jumlah pada Ayah sebanyak 54 orang atau sebesar 64% dari jumlah keseluruhan total jumlah Ayah pada sampel rumah tangga dengan rata-rata umur ayah sebesar 40,6 ±13,44. Tidak jauh berbeda dengan Ayah, sebaran kelompok usia Ibu kategori usia yang paling banyak adalah kategori dewasa awal yaitu 64% dari jumlah keseluruhan Ibu pada contoh rumah tangga atau sekitar 63 orang dengan rata-rata umur sebesar 38,3 ±14,1. Pengkategorian umur orang tua ini didasarkan pada pengkategorian menurut Papalia & Olds (1986) yang mengklasifikasikan umur kedalam empat kategori, yaitu remaja (<20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa madya/tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun). Sebaran rumah tangga berdasarkan usia orang tua secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8 berikut : Tabel 8 Sebaran rumah tangga berdasarkan usia orang tua Usia (tahun) Remaja (<20 tahun) Dewasa awal (20-40 tahun) Dewasa madya (41-65 tahun) Dewasa akhir Total Rata-rata ± SD
Ayah n
Ibu %
0 0,0 54 64,0 23 27,0 7 8,0 84 100 40,6 ±13,44
n
%
2 2,0 63 64,0 28 29,0 5 5,0 98 100 38,3 ±14,1
Sebaran usia orang tua rumah tangga termasuk kategori yang siap untuk membangun rumah tangga yang sehat dan sejahtera. Namun, terdapat dua ibu (2,0%) yang termasuk kategori remaja (< 20 tahun) yang memungkinkan belum terbentuknya kesiapan sikap dan mental dalam membenuk rumah tangga yang sahat dan sejahtera. Dimana jika terjadi keadaan seperti ini, memungkinkan terjadinya suatu keadaan yang negatif dalam hal pengasuhan anak saparti yang dijelaskan Harlock (1998) dalam Mutiara (2008) orang tua khususnya ibu yang
32
berumur terlalu muda (<20 tahun), cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam pengasuhan anak, sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anaknya berdasarkan pengalaman orang tua terdahulu. Terlepas dari dampak negatif tersebut umur yang relatif muda ternyata memiliki hubungan yang positif terhadap tingkat produktifitas. Umur dapat menentukan produktifitas seseorang, semakin muda umur seseorang semakin tinggi produktifitasnya. Khomsan (2007) menjelaskan, orang yang masih muda memiliki kondisi fisik dan kesehatan yang prima untuk menunjang produktifitasnya.
Pendidikan orang tua Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola pengembangan rumah tangga yang akan dilakukan oleh sutu rumah tangga nantinya. Pendidikan orang tua bisa menggambarkan seberapa banyak informasi yang telah dikumpulkan. Seperti yang dikemukakan Soediaoetama (2008) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan yang berkaitan dengan pengetahuan gizi dan
kesehatan
akan
mempengaruhi
praktek
pengolahan
makanan.
Pengkategorian jenjang pendidikan dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu: TS (Tidak Sekolah), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Memengah Atas), dan PT (Perguruan Tinggi). Klasifikasi jenjang pendidikan ini didasarkan pada lama sekolah yang dialami oleh contoh tanpa menghitung tinggal kelas. Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat pendidika orang tua secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9 berikut: Tabel 9 Sebaran rumah tangga berdasarkan jenjang pendidikan orang tua Jenjang Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan tinggi Total
Ayah n 0 28 21 30 5 84
Ibu % 0,0 33,3 25,0 35,7 6,0 100,0
n 5 41 25 25 2 98
% 5,1 41,8 25,5 25,5 2,0 100,0
Tabel 9 di atas menunjukan sebagian besar rumah tangga yaitu sebanyak 30 orang ayah (35,7%) mengecap jenjang pendidikan SMA/Sederajat dengan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menenah Pertama (SMP) menjadi sebaran jenjang pendidikan sisanya. Berbeda dengan jenjang
33
pendidikan ayah, jenjang pendidikan ibu lebih didominasi lulusan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 41 orang ibu (41,8%) dengan jumlah sebaran yang mengecap jenjang SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) yang sama yaitu sebanyak 25 orang atau 25,5% dari jumlah contoh Ibu rumah tangga yang diteliti. Tingkat jenjang sekolah Ibu yang menunjukan jumlah yang cukup besar pada jenjang SD (Sekolah Daras) yang bernilai 41,8% dari jumlah contoh rumah tangga mengindikasikan dapat terbentuknya generasi anak kurang baik karena rendahnya pengetahuan Ibu terhadap pola asuh sehingga pola asuh yang diberikan kurang mendapatkan perhatian yang baik, seperti yang dijelaskan Pramuditya (2010) bahwa tingkat pendidikan orang tua terutama ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh anak. Dimana pola asuh ini sangat mempengaruhi pola tumbuh kembang anak.
Pekerjaan kepala rumah tangga Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi rumah tangga dan memiliki hubungan keterkaitan dengan dengan faktor lain, seperti kesehatan. Sukirman (1994) menjelaskan rumah tangga dengan pendapatan rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi, seperti posyandu, Bina Rumah Tangga Balita dan Puskesmas, sehingga beresiko tinggi memiliki anak yang kurang gizi. Pekerjaan kepala rumah tangga dikelompokkan menjadi 9 kelompok jenis pekerjaan yaitu pedagang, buruh, pemulung, jasa, PNS/ABRI/Polisi, karyawan, Ibu rumah tangga, tidak bekerja dan lainnya. Pengelompokan ini didasarkan pada hasil pendekatan terhadap pekerjaan apa yang banyak ditemui di lokasi pengambilan data. Sebagian besar pekerjaan kepala rumah tangga contoh adalah bekerja sebagai penjual jasa (27,0%) dan sebagai pedagang sebanyak 23 orang atau sekitar 23,0 % yang menjadi jenis pekerjaan kedua terbanyak yang banyak dilakukan oleh kepala rumah tangga. Jika dilihat dari kepastian mendapatkan pendapatan (gaji) kedua pekerjaan yang mendominasi jumlah sebaran tersebut termasuk kedalam kategori penghasilan tidak tetap. Sebaran
34
rumah tangga berdasarkan pekerjaan kepala rumah tangga lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10 berikut : Tabel 10 Sebaran rumah tangga berdasarkan pekerjaan kepala rumah tangga Kategori kepastian pendapatan Tidak berpenghasilan Penghasilan tidak tetap
Penghasilan tetap
Jenis Pekerjaan Tidak bekerja Ibu Rumah Tangga (IRT) Pedagang Buruh Pemulung Jasa Lainnya PNS/ABRI/Polisi Karyawan Total
Kepala Rumah Tangga n % 5 5,0 3 3,0 23 23,0 15 15,0 4 4,0 27 27,0 6 6,0 5 5,0 12 12,0 100 100,0
Total n
%
8
8,0
75
75,0
17
17,0
100
100,0
Jika didasarkan pada tiga kategori kepastian mendapatkan pendapatan (pekerjaan penghasilan tetap, pekerjaan berpenghasilan tidak tetap,dan tidak berpenghasilan ) pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah sebaran rumah tangga (75%) jenis pekerjaan yang banyak dilakukan adalah jenis pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang tidak tetap. Dimana hal tersebut, memungkinkan akan terbentuknya pemenuhan pangan yang relative tidak stabil yang secara tidak langsung mempengaruhi pola pemenuhan pangan yang dilakukan rumah tangga. Selain hal tersebut keadaan ini memugkinkan pola asuh yang kurang baik terhadapat pembentukan karakteristik anak seperti yang dijelaskan Meirita dkk (2000) status pekerjaan orang tua mempengaruhi kuantitas dan kualitas waktu bersama anak terutama Ibu.
Pendapatan Pekerjaan dari tiap kepala rumah tangga sangat mempengaruhi tingkat kesejahtraan rumah tangga mereka. Hal ini karena dengan memiliki pekerjaan mereka akan memiliki pandapatan. Tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya karena pendapatan rumah tangga yang rendah akan berpengaruh terhadap daya beli pangan sehari-hari. Menurut Sukirman (1994) hal tersebut memungkinkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan rumah tangga akan berkurang. Berdasarkan kateori BPS (2011) untuk kategori Jakarta Selatan didapatkan bahwa kategori pendapatan perkapita perbulan rumah tangga dikategorikan menjadi miskin (< 379.052) dan tidak miskin (≥379.052).
35
berdasarkan hasil analisis sebagian rumah tangga pada kategori tidak miskin yaitu sebesar 77% dari jumlah keseluruhan contoh rumah tangga. Kategori rumah tangga bedasarkan kategori BPS (2011) secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan rumah tangga per kapita per bulan Rumah tangga n % 23 23,0 77 77,0 100 100,0
Kategori pendapatan Miskin (< 379.052) Tidak miskin (≥379.052) Total
Menurut hukum Engel dalam Sukirman (1994), pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, rumah tangga akan membelajakan pendapatannya untuk pangan dengan proposi yang semakin kecil. Sebaliknya, bila pendapatan mengalami penurunan maka porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat. Tinggi rendahnya alokasi pengeluaran pangan adalah indikasi tingkat kesejahteraan rumah tangga. Pada masyarakat yang lebih sejahtera, kebutuhan akan pangan tetap penting, namun pendapatan yang dialokasikan untuk belanja pangan umumnya semakin mengecil. Berg (1986) mengasumsikan persentase pengeluaran pangan rumah tangga dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu : pengeluaran pangan < 45% pengeluaran ini terjadi pada rumah tangga yang termasuk kategori kaya, persentase pengeluaran 46-79% terjadi pada rumah tangga dengan kategori rumah tangga menengah, dan persentase pengeluaran pangan > 80% pada rumah
tangga
yang
termasuk
pada
kategori
miskin.
Merunut
pada
pengkatagorian tesebut, diperoleh bahwa lebih dari setengah (75%) rumah tangga tergolong kedalam kategori rumah tangga menengah (pengeluaran pangan antara 46-79%) dengan hanya 4 rumah tangga (4%) yang tergolong miskin dan sisanya tergolong kaya, seperti yang tunjukan pada Tabel 12 berikut : Tabel 12 Kategori rumah tangga berdasarkan persentase pengeluaran pangan Kategori persentase pengeluaran pangan Pengeluaran < 45% Pengeluaran antara 46-79% Pengeluaran >80% Total
Rumah tangga n 25 71 4 100
% 25,0 71,0 4,0 100,0
Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa pengeluaran pangan rt sebagian besar pengeluaran pangana tergolong menengah yaitu sebanyak 71%.
36
Hasil uji crosstabs chi-square menunjukkan tidak ada hubunga (p=0,068) antara kategori rumah tangga berdasarkan pendapatan dan kategori rumah tangga berdasarkan pengeluaran pangan. Hal ini menunjukkan, rumah tangga yang tergolong miskin berdasarkan BPS belum tentu tergolong kedalam kategori miskin berdasarkan persentase pengeluaran pangan. Hal ini dikarenakan setiap rumah tangga memprioritaskan pendapatannya untuk pemenuhan pangan. Konsumsi Konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi. Konsumsi makanan menyangkut kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang, semakin baik kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang maka semakin baik pula status gizi orang tersebut. Begitu juga sebaliknya semakin buruk tingkat konsumsi seseorang maka semakin buruk juga staus gizi orang tersebut. Menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi seseorang atau pun rumah tangga pada perinsipnya tidak terdapat perbedaan yang begitu berarti karena proses akhir dari proses penghitungan ini adalah untuk mengetahui jumlah pengkonsumsian pangan yang dilakukan untuk mencukupi angka kebutuhan gizi yang menjadi batas minimum pemenuhannya, hanya saja di dalam peaksanaannya untuk penghitungan jumlah zat gizi rumah tangga jumlah pengkonsumsian zat gizi dibagi dengan jumlah seluruh rumah tangga yang ikut mengkonsumsi (Briawan, Hardinsyah 1994). Sebaran konsumsi energi contoh lebih dari setengah jumlah keseluruhan contoh rumah tangga (73,0%) atau berjumlah 73 contoh rumah tangga ternyata termasuk ke dalam kategori konsumsi perkapita perhari sedang, sedangkan untuk kategori kurang dan tinggi hampir sama dengan selisih diantara keduanya satu rumah tangga. Tabel 13 berikut merupakan sebaran jumlah konsumsi berdasarkan konsumsi energi perkapita perhari rumah tangga. Tabel 13 Sebaran jumlah konsumsi energi perkapita perhari rumah tangga Kategori konsumsi (Kal) Kurang Sedang Tinggi Total Min;Max Rata-rata
(<1063) (1063-2151) (>2151)
± SD
Rumah tangga n % 13 13,0 73 73,0 14 14,0 100 100,0 577;4241 1607±544
Sebaran konsumsi protein perkapita perhari pada rumah tangga ternyata tidak berbeda jauh dengan konsumsi energi rumah tangga perkapita perhari
37
sebanyak 77% rumah tangga yang termsuk kategori sedang
dan sisanya
termasuk kategori kurang (11%) serta tinggi (12%). Walaupun demikin jika berdasarkan uji spearman kedua hal ini memiliki hubungan positif namun tidak signifikan karena p=0,521. Tabel 14 berikut merupakan sebaran konsumsi protein perkapita perhari rumah tangga. Tabel 14 Sebaran konsumsi protein perkapita perhari rumah tangga Rumah tangga n % 11 11,0 77 77,0 12 12,0 100 100,0 16; 58 44.9±17.5
Kategori konsumsi (gr) Kurang (< 27.4) Sedang (27.4-63.4) Tinggi (>63.4) Total Min;Max Rata-rata ± SD
Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Daily Allowance (RDA) menurut Almatsier (2001) merupakan taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Kecukupan nilai energi ditetapkan dengan cara berbeda daripada kecukupan untuk zat gizi lain. AKG untuk energi mencerminkan rata-rata kebutuhan tiap kelompok penduduk, sedangkan angka kecukupan protein dan zat gizi lainnya dinyatakan sebagai taraf asupan yang aman (safe level of intake). Sebaran AKG dan AKP rumah tangga dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 15 Tingkat kecukupan Energi dan Protein rumah tangga Zat gizi Energi Protein
Min 1703 35
Max 2643 58
rataan 2128±167 35±58
Tabel 15 diatas menunjukan sebaran tingkat kecukupan dengan nilai minimm dan maksimum yang relative lebih besar dibandingkan dengan nilai konsumsi menunjukan ada kemungkinan terjadinya persentase kecukupan yang kurang atau defisit hal ini disebabkan karena lebih besarnya rata-rata tingkat kecukupan dengan rata-rata konsumsi. AKG menurut Departemen Kesehatan (1996) dikelompokan menjadi defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), ketegori normal (90119% AKG) dan ketegori lebih ((≥120% AKG). Tabel 16 berikut merupakan sebaran konsumsi dan tingkat kecukupan rumah tangga.
38
Tabel 16 Sebaran rumah tangga menurut tingkat pemenuhan AKG Kategori Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
(< 70% kebutuhan) (70 – 79% kebutuhan) (80 – 89% kebutuhan) (90 – 119% kebutuhan) (≥120% kebutuhan)
Energi n 48 14 16 17 5 100
% 48.0 14.0 16.0 17.0 5.0 100.0
Protein n % 25 25.0 7 7.0 12 12.0 31 31.0 25 25.0 100 100.0
Berdasarkan pada Tabel 16 di atas dapat dilihat bahwa kategori rumah tangga berdasarkan tingkat pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tergolong beragam dengan sebaran kategori normal untuk energi hanya berjumlah 17% berbeda dengan junlah persentase tingkat pemenuhan protein yang menjadi jumlah paling besar dari seberan keseluruhan rumah tangga yaitu sebesar 31%. Keberagaman ini menggambarkan terdapatnya perbedaan dalam pemenuhan gizi seimbang. Dimana dalam pemenuhan gizi seimbang ini didapat dari asupan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi usia dan kegiatan sehingga tercapai berat badan normal. Pemenuhan gizi seimbang pada rumah tangga harus mendapatkan perhatian yang lebih, terlebih pada rumah tangga yang memiliki bayi. Seperti yang dijelaskan Sutoto (1990) Gizi pada batita harus seimbang, mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Kekurangan gizi dalam bentuk kekurangan protein dan energi serta zat gizi mikro pada kelompok ini selain akan menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik juga non fisik seperti kerusakan awal perkembangan otak, kecerdasan, kemampuan sekolah dan produktivitas yang berlangsung permanen (Soekirman 1994). Coping strategy Menurut Rice (1999) dalam Maryam (2007) strategy coping berfokus pada masalah adalah strategi coping yang dilakukan individu dengan mencoba mengembangkan perencanaan langkah yang konkrit dan menggunakannya sebagai kontrol. Sementara itu, Sen 1982 dalam Mangkoeto (2009) menjelaskan strategy
coping
biasanya
dilakukan
sebagai
alat
untuk
meningkatkan
kemampuan dalam mengakses pangan untuk menjamin kelangsungan hidup seserang atau salah satu anggota rumah tangga. Tidakan yang dilakukan setiap orang berbeda tergantung dari masalah yang hadapi dimana keberhasilna ini tergantung dari sistem yang berkembang dalam masyarakat. Sementara itu, Usfar (2002) menyatakan bahwa tindakan food coping dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu: melakukan aktivitas yang mendatangkan pendapatan, melakukan perubahan diet (pola makan), berbagai cara untuk mendapatkan (mengakses)
39
makanan, berbagai cara untuk mendapatkan (mengakses) uang (tunai), hingga cara yang paling drastis dengan melakukan migrasi atau mengurangi jumlah anggota rumah tangga. Sebaran prilaku yang dilakukan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 17 berikut : Tabel 17 Sebaran perilaku food coping strategy rumah tangga. Skala 1
2
Perilaku
Ya
Jabawan Tidak % n %
n
%
52,0
100
100,0
61,0 95,0
100 100
100,0 100,0
51,0
100
100,0
46,0
100
100,0
98,0
100
100,0
68,0 62,0 52,0
100 100 100
100,0 100,0 100,0
68,0
100
100,0
83,0
100
100,0
59,0
100
100,0
62,0
100
100,0
81,0
100
100,0
72,0
100
100,0
95,0
100
100,0
89,0
100
100,0
n MENINGKATKAN PENDAPATAN - Istri atau suami mencari pekerjaan 48 48,0 52 sampingan. - Istri ikut bekerja 39 39,0 61 - Anak usia sekolah ikut bekerja 5 5,0 95 PERUBAHAN KEBIASAAN MAKAN - Mengurangi jumlah pembelia pangan 49 49,0 51 pokok - Mengurangi jumlah pembelian lauk 54 54,0 46 - Mengganti beras dengan makanan 2,0 98 2 pokok lainnya - Mengurangi frekuensi makan 32 32,0 68 - Mengurangi penggunaan teh/kopi/gula 38 38,0 62 - Mengurangi jajanan anak 48 48,0 52 - Menyisakan makanan untuk keesokan 32 32,0 68 harinya - Membawa bekal saat bekerja 17 17,0 83 PENAMBAHAN AKSES SEGERA UNTUK BELI PANGAN - Meminta atau meminjam uang dari 41 41,0 59 orang tua atau saudara/kerabat - Terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga (dari 38 38,0 62 non saudara/kerabat) - Terpaksa berhutang untuk memenuhi 19 19,0 81 kebutuhan materil (perabotan rumah) - Menjual/menggadaikan perhiasan emas 28 28,0 72 - Menjual/menggadaikan perabotan non 5,0 95 5 elektronik - Menjual/menggadaikan perabotan 11 11,0 89 elektronik
Total
Tabel 17 di atas menunjukan sebaran tindakan yang paling banyak dilakukan untuk golongan perilaku meningkatkan pendapatan adalah tindakan “suami atau istri mencari pekerjaan sampingan” yang dilakukan 48 contoh dari keseluruhan rumah tangga atau 48,0% persen dari rumah tangga, persentase menjawab tidak pada kategori food coping yang dilakukan untuk golongan perilaku meningkatkan pendapatan adalah tindakan mengikut sertakan “anak usia sekolah ikut bekerja” sebesar (95,0%) hal ini bisa menjadi gambaran akan kesadaran rumah tangga mengenai pentingnya pendidikan sudah terbentuk dengan baik.
40
Sementara itu, tindakan “Meminta atau meminjam uang dari orang tua atau saudara/kerabat” merupakan tindakan yang banyak dilakukan (41%) untuk kategori golongan perilaku coping penambahan akses segera untuk beli pangan. Pernyataan ini menunjukan terdapatnya dukungan sosial dalam lingkungan yang terbentuk di wilayah rumah tangga tinggal, dimana dari dukungan sosial ini diharapkan dapat mempengaruhi cara mengatasi suatu masalah dalam rumah tangga dalam hal ini adalah masalah pemenuhan kebutuhan. Seperti yang dijelaskan Mutiara (2008) bahwa dukungan sosial ini dapat diperoleh dari orang lain seperti; rumah tangga, saudara, atau masyarakat dimana orang tersebut berada. Tindakan “mengganti beras dengan makanan pokok lainnya” merupakan tindakan yang jarang dilakukan rumah tangga (2%) berbeda dengan tindakan “mengurangi jumlah pembelian lauk”. Tindakan ini merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan rumah tangga (54%) untuk kategori golongan perilaku coping merubahan ke biasaan makan, keadaan ini menunjukan masih rendahnya tingkat kesadaran rumah tangga mengenai makanan sumber karbohidrat lainnya. Secara keseluruhan rumah tangga tidak banyak menjawab iya pada pertanyaan perilaku coping baik itu untuk perilaku meningkatkan pendapatan, merubahan kebiasaan makan, atau pun penambahan akses segera untuk beli pangan. Hal ini menunjukan bahwa, kedalaman food coping strategy yang dilakukan rumah tangga tergolong rendah. Namun, jika dilihat dari sebarannya tindakan perilaku coping yang dilakukan perilaku merubah kebiasaan makanlah yang paling banyak dilakukan yaitu sebanyak 34%. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :
76.3
Meningkatkan pendapatan
23.7
Perubahan kebiasaan makan
66 34
Tidak Iya
Penembahan akses segera untuk pembelian pangan
69.3 30.7 0
20
40
60
80 100
Gambar 4 Sebaran perilaku food coping rumah tangga
41
Pengelompokkan food coping yang dilakukan pada suatu rumah tangga selain dapat dijadikan sebagai gambaran pola coping yang dilakukan, pengelompokkan juga dimaksudkan untuk mngetahui tingkat keparahan coping yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut. Rumah tangga akan dikategorikan memiliki skor food coping rendah jika skor yang diperolah berada pada skor kurang dari 25,3 dan dikategorikan memiliki skor food coping yang sedang jika skor food coping berada pada rentang skor 25,3 sampai dengan 39,1 selebihnya dikategorikan food coping tinggi (>39,1). Tingkat keparahan coping ini bisa diliat dari scor coping yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut. Sebaran skor coping cotoh rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 18 berikut : Tabel 18 Sebaran skor coping contoh rumah tangga Skor coping Kecil Sedang Tinggi Total Min;Max Rata-rata ± SD
(<25,3) (25,3-39,1) (>39,1)
Rumah tangga n % 21 21,0 61 61,0 18 18,0 100 100,0 22±52 32,2 ± 6,9
Tabel 18 di atas menunjukan bahwa sebaran skor coping yang dimiliki rumah tangga adalah sedang, hal ini memberikan gambaran bahwa tingkatan food coping yang terjadi di rumah tangga relative hampir sama antara rumah tangga yang satu dengan yang lainnya. Hasil analisis ini sesuai dengan pendapat Sofa (2008) dalam (Mutiara 2008) bahwa proses sosial seseorang akan membentuk beberapa karakter dari seseorang yang akhirnya akan mempengaruhi perilakunya.
Hubungan antar Variabel Hubungan besar rumah tangga dengan tingkat konsumsi energi Hasil uji korelasi spearman menunjukkan terdapat hubungan (p<0,005) ; (r= -0.234) antara jumlah anggota rumah tangga (besar rumah tangga) dengan jumlah konsumsi energi perhari perkapita. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota rumah tangga (besar kecilnya rumah tangga) berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi energi yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut karena nilai Correlation Coefficient (r) bernilai negatif. Dalam hal ini menunjukan bahwa semakin besar rumah tangga akan menyebabkan pemenuhan gizi baik itu energinya terbagi ke dalam jumlah anggota rumah tangga (AKG semakin sedikit) seperti yang dijelaskan Sukandar (2007) bahwa besar rumah tangga akan
42
mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang yang dikonsumsi dalam rumah tangga, dimana kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi rumah tangga dan individu. Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi energi perhri perkapita rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi energi Besar rumah tangga Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar ( ≥7 orang) Total
Kategori konsumsi energi Tinggi Sedang Kurang (>2151) (1062-2151) (<1063) n n n n n % 14 17,7 54 68,4 11 13,9 0 0,0 16 94,1 1 5,9 0 0,0 3 75,0 1 25,0 14 14,0 73 73,0 73 73,0
Total n 79 17 4 100
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Tabel 19 di atas menunjukan bahwa tidak terdapat rumah tangga dengan konsumsi energi yang termasuk kategori tinggi pada rumah tangga katagori besar dan sedang hal ini menunjukan bahwa kategori konsumsi sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga. Hal ini pun tejadi pada konsumsi protein, sebaran rumah tangga yang termasuk kedalam kategori besar konsumsinya hanya bisa tercapai oleh rumah tangga dengan jumlah anggota kecil saja yaitu sebesar 12 rumah tangga dari seluruh rumah tangga yang memiliki konsumsi kedalam kategori tinggi (> 63,4). Tidak jauh berbeda dengan konsumsi energi, konsumsi protein rumah tangga jika dianaisis menggunakan uji uji korelasi spearman menunjukkan hubungan (p<0,05) dengan (r= -0.201) yang menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga (berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi energi dan protein yang dilakukan oleh keluarga. Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi protein perhari perkapita rumah tangga lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20 berikut:
43
Tabel 20 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan kategori konsumsi protein perhri perkapita rumah tangga Besar Rumah Tangga
Kategori konsumsi protein Tinggi
(>63.4)
Sedang
(27.4-63.4)
Kurang
(< 27.4)
Besar n % n % n % n
Total
%
Sedang
Kecil
Total
0
0
12
12
0,0%
0,0%
15,2%
12,0%
2
15
60
77
50,0%
88,2%
75,9%
77,0%
2
2
7
11
50,0%
11,8%
8,9%
11,0%
4
17
79
100
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
Jika jumlah anggota rumah tangga dikelompokkan kedalam kategori menurut BKKBN (1998) dan tingkat konsumsi energi dan protein diketegorikan kedalam persen pemenuhan kecukupa gizi (AKG) menurut DepKes (1996) maka sebaran rumah tangga dapat dilihat sebarannya pada Tabel 21 dan Tabel 22 berikut : Tablel 21 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan energi rumah tangga Kategori tingkat pemenuhan AKE Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Lebih Normal Total
n % n % n % n % n % n %
Besar Rumah Tangga Besar Sedang Kecil 4 9 15 100,0% 52,9% 19,0% 0 2 5 0,0% 11,8% 6,3% 0 4 10 0,0% 23,5% 12,7% 0 0 14 0,0% 0,0% 17,7% 0 2 35 0,0% 11,8% 44,3% 4 17 79 100,0% 100,0% 100,0%
Total 28 28,0% 7 7,0% 14 14,0% 14 14,0% 37 37,0% 100 100,0%
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga 37% tergolong kedalam kategori pemenuhan AKE normal dengan sebaran paling banyak terjadi pada kategori besar rumah tangga kecil. Sama seperti halnya sebaran pemenuhan AKE, pemenuhan AKP sebaran yang paling banyak terdapat pada kategori tingkat pemenuhan AKP normal dengan sebaran paling banyak pada rumah tangga dengan kategori rumah tangga kecil. Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan protein rumah tangga lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 22 berikut :
44
Tablel 22 Sebaran rumah tangga berdasarkan berdasarkan besar rumah tangga dan tingkat pemenuhan angka kecukupan protein rumah tangga Kategori tingkat pemenuhan AKP Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan Normal Lebih Total
n % n % n % n % n % n %
Besar Rumah Tangga Besar Sedang Kecil 3 5 17 75,0% 29,4% 21,5% 0 2 10 0,0% 11,8% 12,7% 0 2 5 0,0% 11,8% 6,3% 0 8 23 0,0% 47,1% 29,1% 0 24 1 25,0% 0,0% 30,4% 4 17 79 100,0% 100,0% 100,0%
Total 25 25,0% 12 12,0% 7 7,0% 31 31,0% 25 25,0% 100 100,0%
Hubungan besar rumah tangga dengan skor food coping strategy Hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan skor food coping strategy yang dilakukan rumah tangga karena p lebih dari 0.05 (p=0,208) dengan Correlation Coefficient (r)
(r=0.127). Hal ini menunjukkan bahwa tindakan food coping strategy tidak
hanya dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga (besar kecilnya rumah tangga) secara pasti, ini sesuai dengan penjelasan bahwa food coping strategy yang didasarkan pada perilaku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga yang bersifat situasional melainkan oleh faktor lain seperti yang dijelaskan Sofa (2008) dalam Maryam (2007) yaitu faktor personal (faktor biologis dan faktor sosiopsikologis) dan faktor situasional yang meliputi faktor ekologis (kondisi alam atau iklim), faktor rancangan atau arsitektural (penataan uang), faktor temporal (emosi, suasana perilaku, teknologi), faktor sosial (sistem peran, struktur sosial, karakteristik sosial individu). Skor food coping rumah tangga jika dikategorikan berdasarkan rata-rata sebaran nilai skor food coping dan nilai standar deviasi, maka satu rumah tangga akan dikategorikan memiliki skor food coping rendah jika skor yang diperolah berada pada skor kurang dari 25,3 dan dikategorikan memiliki skor food coping yang sedang jika skor food coping berada pada rentang skor 25,3 sampai dengan 39,1 selebihnya dikategorikan food coping tinggi (>39,1) dan jumlah anggota rumah tangga dikelompokkan kedalam kategori menurut BKKBN (1998) maka sebaran rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 23 berikut :
45
Tabel 23 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga dan food coping strategy rumah tangga. Kategori skor food coping strategy Tinggi
(>39,1)
Sedang (25,3-39,1) Rendah (<25,3) Total
n % n % n % n %
Besar Rumah Tangga Besar Sedang Kecil 1 3 14 25,0% 17,6% 17,7% 2 11 48 50,0% 64,7% 60,8% 1 3 17 25,0% 17,6% 21,5% 17 79 4 100,0% 100,0% 100,0%
Total 18 18,0% 61 61,0% 21 21,0% 100 100,0%
Tebel 23 di atas menunjukan bahwa skor tindakan food coping yang banyak dilakukan oleh rumah tangga termasuk ke dalam kategori skor sedang (61%) dengan sebaran rumah tangga yang menyebar merata baik itu pada rumah tangga besar (50%), rumah tangga kecil (60%) dan rumah tangga sedang (64,7%). Hubungan pendapatan kepala rumah tangga dengan konsumsi energi Hasil uji Rank Spearman Correlation menunjukkan tidak terdapat hubungan (p=0,07, r=0,268) antara pendapatan kepala rumah tangga dengan konsumsi energi. Hal ini menunjukkan bahwa, pendapatan kepala keluarga yang baik memungkinkan rumah tangga membentuk pola makanan dan konsumsi yang baik sehingga konsumsi energinya pun ikut baik. Seperti yang dijelaskan Hidayat (2004) bahwa status ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pekembangan anggota rumah tangga terutama anak merupakan cerminan yang nyata dari perekonomian yang dibentuk oleh rumah tangga, anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan gizi (konsumsi energi salah satunya) sangat cukup baik dibading dengan anak yang sosial ekonominya rendah. Berbeda dengan konsumsi energi, konsumsi protein rumah tangga terhadap pendapatan kepala rumah tangga memiiki hubungan signifikan dengan nilai uji Rank Spearman Correlation yang lebih kecil
yaitu p=0,019 dengan Correlation
Coefficient (r) =0,238). Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dan konsumsi energi dan energi perhari perkapita dapat dilihat pada Tabel 24.
46
Tabel 24 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dan konsumsi energi dan energi perhari perkapita Kategori pendapatan Rendah (<1.100.000) Sedang (1.100.000–2.200.000 ) Tinggi (>2.200.000) Total
Tinggi n %
Konsumsi energi Menengah Kurang n % n %
Tinggi n %
Konsumsi protein Menengah Kurang n % n %
7
8,8
61
76,2
12
15,0
8
10,0
61
76,2
11
13,8
4
25,0
11
68,8
1
6,2
2
12,5
14
87,5
0
0,0
3
75,0
1
25,0
0
0,0
2
50,0
2
50,0
0
0,0
14
14,0
77
77,0
13
11,0
12
12,0
77
77,0
11
11,0
Hubungan pendapatan kepala rumah tangga dengan skor food coping strategy Hasil uji Rank Spearman Correlation menunjukkan tidak terdapat hubungan (p= 0,348, r= -0,095) antara pendapatan rumah tangga dan rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa, rumah tangga yang memiliki pendapatan yang rendah belum tentu memiliki skor food coping yang rendah. Sarafino (2002) dalam Maryam (2007) mengungkapkan bahwa individu melakukan perilaku coping sebagai usaha untuk menetralisir atau mengurangi stress yang terjadi dalam suatu proses dalam kehidupan sehingga dalam hal ini pendapatan yang besar belum tentu bisa membebaskan sebuah rumah tangga dari suatu stress yang mungkin saja stress tersebut timbul dari sebuah kelelahan dari mencari pendapatan yang besar tersebut. Rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah merupakan rumah tangga yang sebaran untuk melakukan paling banyak yaitu 80% dari total keseluruhan rumah tangga dengan kategori skor paling banyak dilakukan termasuk kategori sedang. Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dengan yang dilakukan kelarga lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 25 berikut : Tabel 25 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan kepala rumah tangga dengan food coping strategy Kategori pendapatan Rendah (<1.100.000) Sedang (1.100.000–2.200.000 ) Tinggi (>2.200.000) Total
Kategori skor food coping strategy Tinggi Sedang Kecil (>39,1) (25,3-9,1) (<25,3) n % n % n % 16 88,9 47 77,0 17 81,0 2 11,1 11 18,0 3 14,3 0 0,0 3 4,9 1 4,8 18 100,0 61 100,0 21 100,0
Total n 80 16 4 100
% 80,0 16,0 4,0 100,0
47
Hubungan konsumsi dengan skor food coping strategy Hasil uji Rank Spearman Correlation
menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara konsumsi energi perkapita perhari rumah tangga dan skor tindakan food coping strategy yang dilakukan rumah tangga (p= 0,084, r= 0,174). Hal ini menunjukkan bahwa, jika suatu rumah tangga mengalami peningkatan konsumsi akan memungkinkan terjadi penurunan nilai skor food coping yang dilakukan atau pun keadaan sebaliknya. Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi energi dengan tindakan dapat dilihat pada Tabel 26, berikut : Tabel 26 Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi energi perhari perkapita rumah tangga dengan tindakan rumah tangga Kategori Konsumsi energi Kurang Sedang Besar Total
(<1063) (1062-2151) (>2151)
Kategori skor food coping strategy Tinggi Sedang Kecil (>39,1) (25,3-9,1) (<25,3) n % n % n % 16 88,9 47 77,0 17 81,0 2 11,1 11 18,0 3 14,3 0 0,0 3 4,9 1 4,8 18 100,0 61 100,0 21 100,0
Total n 80 16 4 100
% 80,0 16,0 4,0 100,0
Tabel 26 di atas dapat dilihat bahwa kategori food coping tersebar merata pada rumah tangga dengan konsumsi rendah yang menunjukan bahwa rentang terjadi pada rumah tangga dengan tingkat konsumsi rendah. Hasil uji Rank Spearman Correlation antara konsumsi protein terhadap food coping strategy didapatkan bahwa hasil uji tidak jauh berbeda dengan konsumsi energi yaitu antara kedua variable ini tidak memiliki hubungan yang menunjukkan bahwa jika suatu keluaga mengalami peningkatan konsumsi akan memungkinkan terjadi penurunan nilai skor food coping yang dilakukan atau pun keadaan sebaliknya. Sebaran konsumsi protein perkapita perhari rumah tangga pada kategori sedang merupakan kategori yang tingkat kategori konsumsi proteinnya paling banyak (45%) dari jumlah keseluruhan rumah tangga. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat konsumsi protein perhari perkapita rumah tangga dengan tindakan food coping strategy rumah tangga secara jelas data dilihat pada Tabel 27, berikut; Tabel 27 Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat konsumsi protein perhari perkapita dengan tindakan rumah tangga
Kategori konsumsi protein Kurang Sedang Besar Total
(< 27.4) (27.4-63.4) (>63.4)
Kategori skor food coping strategy Besar Sedang Kecil (>39,1) (25,3-9,1) (<25,3) n % n % n % 2 18,2 7 63,6 2 18,2 15 19,5 45 58,4 17 22,1 1 8,3 9 75,0 2 16,7 18 18,0 61 61,0 21 21,0
Total n 11 77 4 100
% 100,0 100,0 100,0 100,0
48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Rumah tangga contoh sebagian besar termasuk rumah tangga kecil dan tidak miskin dengan pendapatan perkapita rumah tangga ≥ Rp 379.052,00/bulan. Umur Ayah dan Ibu dalam penelitian ini sebagian besar termasuk golongan dewasa awal, dengan pendidikan SMA/sederajat pada Ayah dan SD/ sederajat pada Ibu yang banyak ditemui. Penjual jasa (27%) dan sebagai pedagang (23%) merupakan pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh kepala rumah tangga. Jika kategori pekerjaan digolongkan kedalan kategori kepastian memperoleh penghasilan dalam sebulan sebagain besar rumah tangga termasuk kedalam pekerjaan dengan ketegori penghasilan tidak tetap tiap bulannya yaitu 75%. Pendapatan perkapita rumah tangga tergolong rendah sangat banyak ditemui pada contoh rumah tangga yang diambil yaitu 80% dengan rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp 781776,00 dengan standar deviasi sebesar Rp 559.602,00. Walaupun demikian, kategori penghasilan rendah jika dibandingkan terhadap ketegori kemiskinan BPS (2011) rumah tangga tidak termasuk kedalam kategori miskin. Dalam hal ini terdapat lebih dari setengah rumah tangga tidak tegolong miskin yaitu 77% dari jumlah keseluruhan contoh rumah tangga. Namun, jika pengkatagorian rumah tangga didasarkan pada persen pengeluaran pangan perbulan maka jumlah rumah tangga dengan kategori tidak miskin terbagi menjadi tiga kategori yaitu miskin, menengah dan kaya dengan mayoritas rumah tangga tergolong ke dalam kategori rumah tangga menengah persen pengeluaran pangannya. Konsumsi energi dengan kategori sedang paling banyak (73%) ditemukan pada rumah tangga dengan rata-rata ± standar deviasi 1607±544 Kal. Dengan jumlah rumah tangga untuk kategori sedang ini 77 rumah
tangga sebagai kategori terbanyak. Tindakana food coping strategi yang paling banyak dilakukan oleh rumah tangga adalah perubahan kebiasaan makan yaitu sebesar 34 jawaban iya disusul oleh tindakan penambahan akses segera untuk pembelian panga sebesar 30,7 kemudian tindakan meningkatkan pendapatan yaitu sebesar 23,7 jawaban iya. Prilaku coping strategy untuk perubahan kebiasaan makan yang banyak dilakukan oleh rumah tangga adalah perilaku mengurangi pembelian lauk (54%), untuk perilaku untuk penambahan akses segera untuk pembelian pangan tindakan yang banyak dilakukan oleh rumah tangga adalah meminta atau
49
meminjam uang dari orang tua atau saudara/kerabat yaitu 41% sedangkan untuk perilaku guna meningkatkan pendapatan perilaku istri atau suami mencari pekerjaan sampingan merupakan pilihan yang paling banyak dijawab “iya” oleh rumah tangga. Skor yang dimiliki rumah tangga sebagian besar tergolong kedalam kategori skor sedang (25,3-39,1) yaitu sebanyak 61 rumah tangga dengan rata-rata skor rumah tangga sebesar 32,2. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, antara karakteristik rumah tangga (besar rumah tangga) dengan skor coping rumah menunjukkan tidak terdapat hubungan dengan p lebih dari 0.05 (p=0,208) dengan Correlation Coefficient (r) (r=0.127) Hal ini menunjukkan bahwa tindakan food coping strategy tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga (besar kecilnya rumah tangga) secara pasti, namun dipengaruhi oleh faktor lain kemungkinan ini terjadi karena sifat dari food coping strategy yang lahir dari perilaku manusia yang berbeda antar individunya. Namun terdapat hubungan (p<0,05) ; (r= -0.234) dengan jumlah konsumsi energi perhari perkapita rumah tangga. Dalam hal ini menunjukan bahwa semakan besar rumah tangga akan menyebabkan pemenuhan gizi baik itu energinya terbagi kedalam jumlah anggota rumah tangga. Terjadi hubungan antara karakteristik pendapatan rumah tangga dengan konsumsi energi perhari perkapita rumah tangga (p=0,07, r=0,268). Namun, menunjukkan tidak terdapat hubungan (p= 0,348, r= -0,095) antara karakteristik pendapatan rumah tangga dan food coping strategy rumah tangga. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan memuliki posisi yang sangat menentukan akan pilihan dari strategy coping yang akan dilakukan oleh rumah tangga. Sementara itu, hubungan konsumsi energi dengan food coping strategy menunjukan hubungan (p= 0,084, r= 0,174). Hal ini menunjukkan bahwa, jika suatu rumah tangga mengalami peningkatan konsumsi diduga akan mengalami penurunan nilai skor food coping yang dilakukan atau pun keadaan sebaliknya. Saran Mengingat keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, maka faktor-faktor penunjang agar terbentuknya kondisi tersebut harus mendapatkan perhatian lebih dari banyak pihak yang berkompeten sehingga kemungkinan untuk terjadinya kondisi seperti masih kurangnya pemenuhan asupan gizi sebagai
50
salah satu faktor penting teratasi. Adapun penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah, dengan pemerataan jenjang pendidikan guna meningkatkan standar pengetahuan rumah tangga. Selain itu, program pengetatan jumlah anggota rumah tangga (besar rumah tangga) melalui program KB, dimana dari keberlangsungan program ini diharapkan dapat mengatasi masalah yang timbul (seperti kerawanan pangan) akibat beratnya beban rumah tangga dapat teratasi.
51
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktik Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. -----------------------------------------------. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Etika DM. 2012. Hubungan Kecukupan Gizi, Status Gizi Dan AktivitasFisik Dengan Keluhan Menstruasi Pada Siswa Diktuk Brigadir Di Sekolah Polisi Wanita Jakarta Selatan. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Gusmaini. 2010. Identifikasi Karakteristik Permukiman Kumuh. [sekripsi]. Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Hardinsyah, Briawan D.1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah Tangga. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB. Khomsan A. 1999. Studi Pola Pengasuhan Anak, Stimulasi, Psikososial, Perkembangan Psikomotor dan Mental Anak Baduta. Media Gizi dan Rumah Tangga. XII (2): 1-7, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah Tangga : Institut Pertanian Bogor. _______. 2000. Tekhnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah Tangga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _______. et al. 2007. Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan, dan Dampak Terhadap Status Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. . et al. 2009. Studi Peningkatan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah Tangga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusharto C. M, Sa’diyyah N. Y. 2011. Penilaian konsumsi pangan. Bogor: Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Rumah Tangga. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB.
52
Maryam S. 2007. Strategi Coping Rumah Tangga Yang Terkena Musibah Gempa Dan Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mangkoeto. RR. 2009. Analisis Pengaruh Food Coping Strategy Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Di Kabupaten Lebak Banten. [sekripsi]. Institut Pertanian Bogor. Mutiara E. 2008. Analisis strategi food coping Rumah Tangga dan penentuan indicator kelaparan. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Papalia DE, Old SW. 1986. Human Development USA: Mc. Draw-Hill. Peta Administrasi Wilayah Jakarta Selatan/Jakarta Dalam Angka 2008. (http:/ww w.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/1166) [terhubung berkala 19 Oktober 2012] Patriasih R, Widiaty I, Dewi M, & Sukandar D. 2009. Studi Aspek Sosial Ekonomi dan Faktor Lingkungan yang Berpengaruh trerhadap Kesehatan dan Status Gizi Anak Jalanan. Laporan Penelitian. Neys-Van Hoogstraten Foundation (NHF) dan Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Rumah Tangga, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Persagi. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kompas. Sadyohutomo M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Jakarta : Bumi Akasara. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. New York : PrenticeHall, Inc., Englewood Cliffs. Sarafino EP. 1996. Health Psycologhy: Biopsychosocial Interactions. New York: Allyn and Bacon. Suhardjo. 1989. Kesehatan Rumah Tangga dan Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. . 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sukandar D. 2009. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi Petani Transmigrasn di Rotani Hulu Prop.Riau . Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sukarni M. 1994. Kesehatan Rumah Tangga dan Lingkungan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Sunarti, E. 2008. Keragaan Pemetik Teh Wanita: Sosial Ekonomi, Ketahanan Rumah Tangga, Konsumsi Pangan, Pertumbuhan dan Perkembagan Anak.
53
Bogor: Departemen Ilmu Kelyuarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Supariasa IDN, Bachyar B, Ibnu F 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta : EGC Soekirman. 1994. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Rumah Tangga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. UNICEF. 1990. The State of The Worlds Children 1990. Oxford University Press Usfar A. 2002. Household coping strategies for food security in Indonesia and relation to nutrition status: comparison before and after the 1997 economic crisis. Sttutgart: Verlag Grauer, Beuren.
54
LAMPIRAN
54
Lampiran 1 Dokumentasi penelitian A. Gambar keadaan Ciliwung (27 Mei 2012)
Gambar A
Gambar C
Gambar B
Gambar D
Gambar 1 Lokasi rumah terhadap bibir sungai Ciliwung (Gambar A,B,C,D)
Gambar 2 Lokasi rumah terhadap akses jalan raya
Gambar 3 Tingkat kepadatan antar rumah
55
B. Gambar PHBS Contoh Rumah Tangga di Ciliwung ( 27 Mei 2012)
Gambar A
Gambar B
Gambar C
Gambar D
Gambar 4 Keadaan Jamban/WC rumah tangga (Gambar A,B,C,D)
Gambar 5 Cara menjajakan makanan
Gambar 6 Dapur penjual makanan
56
C. Gambar perilaku coping masyarakat Ciliwung (27 Mei 2012)
Gambar 7 Kepala Rumah Tangga bekerja menjadi pedagang
Gambar 8 Ibu Rumah Tangga ikut bekerja sebagai pedagang
Gambar 9 Kepala Rumah Tangga bekerja menjadi pemulung
Gambar 10 Kepala Rumah Tangga mencari ikan konsumsi dan ikan untuk dijual
Gambar 11 Anak ikut bekerja menjadi buruh pabrik
57
Lampiran 2 Kuesioner
STUDI AKSES PANGAN, HIGIENE, SANITASI LINGKUNGAN, DAN KOPING STRATEGI RUMAHTANGGA DI DAERAH KUMUH
Sheet : Cover 1. TANGGAL KUNJUNGAN
: IB1 ______________________ 2012
2. PEWAWANCARA
: IB2
_______________________ 1. -----------.
2. ---------
3. NO RESPONDEN
: IB3 ___________
4. NAMA RESPONDEN
: IB4 ___________
5. NAMA KEPALA KELUARGA
: IB5 __________________
6. RT
: IB6 ____________________________
7. RW
: IB7____________________________
8. DUSUN/KAMPUNG
: IB8___________
9. DESA
: IB9___________
10. Jam mulai wawancara
: B10____________________________
11.Jam selesai wawancara
: B11____________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PETANIAN BOGOR 2012
56 Sheet : SosialRT A. DATA SOSIAL RUMAH TANGGA A1
No (1)
A2
Nama (2)
A3
A4
Status dalam keluarga (3)
Jenis Kelamin (4)
A5
A6
Umur (5)
thn (A51)
Partisipasi Pendidikan (6)
bln (A52)
Jenjang (A61)
Kelas (A62)
Masih Sekolah (A63)*
A7
A8
Pekerjaan (7)
Jika tidak bekerjasejak kapan? (….bulan) (8)
Utama (A71)
Sambilan (A72)
A9
Keadaan fisiologis (9)
A10
A11
A12
BB (kg) (10)
TB (cm) (11)
LILA (cm) (12)
Keterangan : (3) Status di Keluarga
1=suami (ayah), 2=istri (ibu) , 3=anak, 4= saudara lainnya, 5= kakek/nenek, 6=lainnya sebutkan
(4) Jenis Kelamin
1=laki-laki, 2=perempuan
(5) Umur
dalam bulan dan tahun, balita diisi bulannya saja=A52
(6) Partisipasi Pendidikan Jenjang : 1=SD, 2=SMP, 3=SMA, 4=Perguruan Tinggi Masih sekolah : 1=Ya, 2=Tidak (7) Pekerjaan
Kode: 0=Tidak Bekerja, 1= Pedagang 2=Buruh, 3=Pemulung, 4=Pengemis, 5=Pengamen, 6=Jasa (tukang ojek, tukang cukur, penjahit, calo, dan sebagainya),7=Ibu rumah tangga (IRT), 8=Lainnya, sebutkan, 9=N/A
(8) Lama tidak bekerja (9) Keadaan fisiologis (10) BB (11) TB (12) LILA
Hanya diisi jika anggota keluarga tidak bekerja/menganggur (point 7 = tidak bekerja) Hanya diisi untuk ibu (1) Hamil, (2) Menyusui BB = berat badan (dalam kg) untuk Ibu hamil, ibu menyusui dan balita TB = tinggi badan (dalam cm) untuk Ibu hamil, ibu menyusui dan balita LILA = hanya untuk Ibu Hamil, ibu menyusui dan balita
58
59
Sheet : IncomeRT B. PENDAPATAN RUMAH TANGGA SATU BULAN TERAKHIR B1
B2
B3
B4
B5
B6
1)
Anggota Keluarga
Penghasilan : Rp per
Jenis Pekerjaan Hari
Minggu
Bulan2)
Jumlah Hari Kerja Tahun
hari/ mgg
mgg/ bln
1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2.
1. Suami 2. Istri 3. Anak 1 (umur ....th) 4. Anak 2 (umur ....th) 5. Anak 3 (umur ....th)
6. Anggota keluarga lain:................... 7. Lainnya (Bantuan/sumbangan) Keterangan : 1) Pilih salah satu (hari, minggu, bulan, tahun) 2) Kolom B3 = bulan digunakan untuk merekap kolom sebelumnya dan harus terisi Catatan: Semua pendapatan dikonversi ke bulan, dalam perhitungan perhatikan Jumlah waktu kerja
Sheet : PengluRT C. PENGELUARAN RUMAH TANGGA SATU BULAN TERAKHIR C1
C2
No.
Jenis Pengeluaran
1.
PANGAN 1. Beras 2. Lauk Pauk (daging,telur,ikan,dll) 3. Sayur dan Buah (subtotal) 3.1. Sayur 3.2. Buah 4. Minyak goreng 5. Minuman (subtotal) 5.1. Susu 5.2. Kopi 5.3. Gula 5.4. Teh 6. Lain-lain* (subtotal) 6.1. Mie 6.2. Bumbu 6.3. Kecap 6.4. Saos 7. Jajanan (Chiki,bakso,permen,dsb) 8. Makanan Olahan (nasi bungkus) Subtotal 1.8. 9. Air Minum/Masak TOTAL PANGAN NON-PANGAN 1. Kesehatan/kebersihan (subtotal)
2.
C3*
Hari
Pengeluaran (Rp) per ) Minggu Bulan*
Tahun
bln/ thn
60
No.
Jenis Pengeluaran
Hari
Pengeluaran (Rp) per ) Minggu Bulan*
Tahun
1.1 Obat/Jamu 1.2 Alat kebersihan 1.2.1. Sabun mandi 1.2.2. Pasta gigi 1.2.3. Sabun cuci 1.2.4. Shampoo 2. Pendidikan(subtotal) 2.1. SPP sekolah 2.2. Buku/ Alat Tulis 2.3. Seragam sekolah 2.4. Transport ke sekolah 2.5. Uang saku 3. Sandang(subtotal) 3.1. Pakaian 3.2. Alas kaki (sepatu & sandal) 4. Bahan Bakar (subtotal) 4.1. Minyak Tanah 4.2. Kayu Bakar 4.3. Listrik 4.4. Gas 4.5. Bensin 5. Rokok(subtotal) 6. Lain-lain(subtotal) 6.1. Transport (selain transport ke sekolah) 6.2. Sewa/perawatan rumah 6.3. PAM/pembelian air 6.4. Rekreasi/hiburan 6.5. Sumbangan 6.6. Pulsa telepon/HP 6.7. Koran/majalah 6.8. Tabungan/Arisan 6.9. Pembayaran cicilan hutang TOTAL NON PANGAN TOTAL PENGELUARAN Keterangan : *) C3 diisi oleh kolom pengeluaran per bulan
Sheet : AsetKel D. KEPEMILIKAN/ASET KELUARGA 1. Status rumah yang anda tempati ? D1 1= Milik Sendiri 2= Kontrak/sewa 3= Orang tua 4= lainnya, sebutkan D1L……… 2
2. Ukuran rumah: D2……......... m 2 3. Luas Tanah yang didiami (termasuk luas tanah untuk bangunan): D3…………. m 4. Jenis lantai rumah (No 4-6 amati oleh enumerator) : D4 1= Tanah 2= Keramik 3= Semen 4= Papan/Bambu 5= lainnya, sebutkan D4L….
5. Jenis atap rumah (No 4-6 amati oleh enumerator) : D5 1= Seng 2= Genteng
3= Asbes 4= lainnya, sebutkan D5L…………………….
6. Jendela rumah : D6 1= Ada, jml jendela D6L................. 7. Jumlah kamar D5 1= 1 kamar
2= 2 kamar
3= 3 kamar
2= Tidak ada 4= > 4 kamar
61
1. Kepemilikan aset No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kepemilikan aset Kursi tamu Meja makan Tempat tidur Lemari pakaian Kipas angin Televisi Video/DVD Radio/Tape AC
Kode D71 D72 D73 D74 D75 D76 D77 D78 D79
Jumlah set set buah buah buah buah buah buah buah
No.
10. 11. 12. 13 14. 15. 16. 17.
Elektronik
Kode
Jumlah (buah) buah buah buah buah buah buah buah buah
D710 D711 D712 D713 D714 D715 D716 D717
Telepon/HP Motor Sepeda Kulkas Kompor Gas Komputer/Laptop Kamera Lainnya
Sheet : Recall E. KONSUMSI KELUARGA (Recall 2x24 jam) HARI PERTAMA E11 No.
0
Kode
1)
158
E12 Pangan/bahan
URT
2)
Ayam
∑
satuan
1
Ptg sdg
g/URT
Sisa (URT)
∑
g sisa
Berat Bersih 3) (g)
10
40
Satuan
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Keterangan: Berikan kode pangan/bahan pada saat editing sesuai kode pangan 1) Sebut nama bahan pangan bila pangan tersebut tidak tercantum pada DKBM 2) Berat bersih = (gr/URT) – (gr/URT sisa)
62
E. KONSUMSI KELUARGA (Recall 2x24 jam) HARI KEDUA E21 No.
0
Kode
1)
158
E22 2)
Pangan/bahan
Ayam
URT
∑
satuan
1
Ptg sdg
g/URT
Sisa (URT)
∑
Satuan
50
g/URT sisa
Berat Bersih 3) (g)
10
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Keterangan: Berikan kode pangan/bahan pada saat editing sesuai kode pangan 1) Sebut nama bahan pangan bila pangan tersebut tidak tercantum pada DKBM 2) Berat bersih = (gr/URT) – (gr/URT sisa)
63
Sheet : FFQ F. FREKUENSI KONSUMSI PANGAN SATU TAHUN TERAKHIR F1 No.
F2
F3
2.
3.
4.
5.
6.
SEREALIA/UMBI-UMBIAN 1. Beras 2. Jagung 3. Singkong 4. Ubi jalar 5. Kentang 6. Mie 7. ………………….. DAGING, IKAN & TELUR: 1. Daging Ayam 2. Daging Sapi 3. Daging Kambing 4. Ikan Laut 5. Ikan Pindang 6. Ikan Tawar 7. Ikan Asin 8. Susu 9. Telur 10. ....................... 11. ………………. KACANG-KACANGAN & POLONG-POLONGAN 1. Tahu 2. Tempe 3. Kc. Tanah 4. Kc. Buncis 5. Kc. Tanah 6. ………………… SAYURAN DAUN 1. Bayam 2. Kangkung 3. Sawi 4. Wortel 5. Kol 6. Daun Singkong 7. Daun Pepaya 8. Kc. Panjang 9. Selada 10. ……………. SAYURAN BUAH 1. Labu Siam 2. Tomat 3. Mentimun 4. Nangka muda 5. Pepaya Muda 6. Terong 7. Melinjo 8. ……………… BUAH 1. Jambu 2. Pepaya 3. Mangga 4. Nanas
F5
Frekuensi Pangan (Kali per)
Jenis Pangan Hari
1.
F4
Minggu
Bulan
F6 1)
Tahun
64
No.
Frekuensi Pangan (Kali per)
Jenis Pangan Hari
Minggu
Bulan
1)
Tahun
5. Pisang 6. Nangka tua 7. Rambutan 8. Jeruk 9. Salak 10. Durian 11. Apel 12. ……………. JAJANAN 7. 1. Bakso 2. Siomay 3. Pisang Goreng 4. Mie Ayam 5. Bakwan 6. Tahu Goreng 7. Tempe goreng 8. Sosis 9. Chiki-chikian 10. Biskuit 11. jelly 12…………… LAIN-LAIN 8. 1. Teh 2. Kopi 3. …………. 4. ………… Keterangan : 1) = Pilih salah satu
Sheet : PeGizBu G1. PENGETAHUAN GIZI IBU 1. Kalau Bapak/suami akan bekerja, makanan apa yang harus dimakan agak banyak agar bertenaga dan kuat bekerja? G11_____________________________________________________________ 2. Agar anak-anak bertumbuh tinggi badannya, makanan hewani atau nabati yang lebih baik? G12___________________________________________________________ 3. Contoh makanan sumber protein adalah: G13____________________________________________________________ 4. Supaya gigi dan tulang menjadi kuat, makanan apa yang seharusnya dimakan ? G14_____________________________________________________________ 5. Rabun pada mata, seringkali terjadi karena kekurangan makanan apa ? G15_____________________________________________________________ 6. Supaya buang air lancar tiap hari, makanan apa yang harus dimakan ? G16_____________________________________________________________
65
7. Bila mata berkunang-kunang, cepat lelah, lesu, dan hal-hal tersebut adalah tandatanda kurang darah, makanan apa yang harus dimakan ? G17_____________________________________________________________ 8. Yang kemungkinan mengandung lebih banyak formalin adalah tahu atau tempe? G18_____________________________________________________________ 9. Apa bahaya merokok bagi kesehatan ? G19_________________________________________________________________ 10. Bila Anda mempunyai anak kecil, agar dia tumbuh dengan baik dan cerdas, pemberian ASI (Air Susu Ibu) sebaiknya sampai usia berapa ? G110________________________________________________________________
Sheet : SikapGizBu
G2. SIKAP GIZI IBU No.
Pertanyaan
1
Makan nasi penting sebagai sumber tenaga
2
Minum susu setiap hari penting untuk anak
3
Kebiasaan makan sayur setiap hari bermanfaat bagi kesehatan
4
Sarapan pagi tidak terlalu penting
5
Konsumsi daging bermanfaat untuk menambah darah
6
ASI cukup diberikan sampai anak berusia 1 tahun
7
Menyediakan sayuran hijau dalam menu sehari-hari lebih baik daripada sayuran yang tidak berwarna
8
Mengkonsumsi tahu dan tempe sama baiknya dengan makan telur/daging
9
Kebiasaan merokok tidak perlu dihilangkan/dikurangi
10.
Formalin biasa digunakan untuk mengawetkan tahu, ikan basah dan ayam
Jawaban Jawaban Variabel Responden 1 = setuju 2 = ragu-ragu G21 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G22 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G23 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G24 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G25 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G26 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G27 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G28 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G29 3 = tidak setuju 1 = setuju 2 = ragu-ragu G210 3 = tidak setuju
66
Sheet : PerilakuBu
G3. PERILAKU GIZI IBU No.
Pertanyaan
Variabel
1
Kami suka makan buah
G31
2
Anak balita saya minum susu (ASI atau non ASI)
G32
3
Kami makan sayur
G33
4.
5. 6
7 8
9
10.
Saya menghindari makanan yang mengandung formalin (tahu, daging ayam, ikan segar) Saya menghindari makanan/minuman olahan yang berwarna mencolok (kerupuk, kue, jajanan pasar, sirup) Saya memberikan ASI saja (ekslusif) sampai anak berusia 6 bulan Kami lebih sering mengkonsumsi sayuran berwarna (wortel, bayam) dibandingkan tidak berwarna (sawi, kol)
Jawaban Jawaban Responden 1 = setiap hari 2 = sering (2-6 hr/mgg) 3 = jarang (<2 hr/mgg) 1 = setiap hari 2 = sering (2-6 hr/mgg) 3 = jarang (<2 hr/mgg) 4 = NA 1 = setiap hari 2 = sering (3-6 hr/mgg) 3 = jarang (<3 hr/mgg)
G34
1 = ya 2 = tidak
G35
1 = ya 2 = tidak
G36
1 = ya 2 = tidak
G37
1 = ya 2 = tidak
G38
1 = ya 2 = tidak
Suami saya suka merokok
G39
1 = setiap hari 2 = sering (2-6 hr/mgg) 3 = jarang (1 hr/mgg) 4 = tidak
Kami lebih sering makan dengan tahu atau tempe daripada pangan hewani
G310
Kami makan daging sapi/ayam minimal satu kali seminggu
1 = ya 2 = tidak
Sheet : PartispsSeklh
H. Partisipasi Anak Sekolah 1. Berapa jarak dan lama waktu tempuh antara rumah dengan sekolah (untuk anak yang bersekolah)? Jarak H11……………………..km,
Waktu H12 ……………..menit (jalan kaki)
Waktu H13 ..........................menit (dengan alat transportasi). 2. Alat transportasi apa yang paling sering digunakan ke sekolah? H2 1=Jalan kaki 2=Angkutan umum
3= kendaraan sendiri
67
Sheet : RiwayatPeny
I. RIWAYAT PENYAKIT ANGGOTA KELUARGA DALAM DUA MINGGU TERAKHIR I11
Nama*)
I12
Umur (tahun)
I13
Hub dengan KK
I14
Jenis penyakit
I15
Lama Sakit
I16
Tempat berobat**)
*) jika satu anggota keluarga sakit lebih dari satu kali dalam satu bulan maka dituliskan sesuai dengan frekuensi dan jenis penyakitnya. **) puskesmas, klinik, dokter, RS, di rumah
I.2 RIWAYAT PENYAKIT KRONIS KELUARGA YANG PERNAH Jenis Penyakit
1.1. TBC/paru-paru 1.2. Penyakit kulit 1.3. Hipertensi 1.4. Diabetes 1.5. Jantung 1.6. Asam Urat 1.7. ………..
I21 I22 I23 I24 I25 I26 I27
Ya 1 1 1 1 1 1 1
DIDERITA Tidak 2 2 2 2 2 2 2
Sheet : PHBS
J.1 Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) No. 1.
Pertanyaan Apakah keluarga ibu menjadi anggota dana sehat (Askes, Askeskin, atau dana sehat/JPKM? 2. Apakah keluarga ibu membiasakan gosok gigi setelah makan dan sebelum tidur? 3. Apakah saat persalinan, Ibu ditolong oleh tenaga kesehatan? 4. Apakah penimbangan balita dilakukan secara berkala di posyandu? 5. Apakah anak balita Ibu mendapat Imunisasi lengkap? 6. Apakah keluarga ibu membiasakan cuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar menggunakan sabun? 7. Apakah ada anggota keluarga ibu yang merokok? 8. Apakah anggota keluarga ibu melakukan olahraga secara teratur? 9. Apakah ibu dan keluarga melakukan sarapan pagi sebelum beraktivitas setiap pagi? 10. Apakah keluarga ibu biasanya makan makanan yang beranekaragam (makan sayur dan buah setiap harinya)? 11. Apakah keluarga ibu selalu menggunakan air bersih?
Ya
Tidak
J11
1
2
J12
1
2
J13
1
2
J14
1
2
J15
1
2
J16
1
2
J17
1
2
J18
1
2
J19
1
2
J110
1
2
J111
1
2
68
No. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pertanyaan (punya penampungan air bersih dan tersedia air bersih) Apakah keluarga memiliki kamar mandi? Apakah keluarga memiliki jamban/WC di rumah? Apakah rumah ibu memiliki septic tank? Apakah tersedia saluran pembuangan limbah rumahtangga? Adakah tukang sampah di lingkungan rumah anda? Apakah limbah rumahtangga terbuang ke sungai? Apakah ventilasi rumah memadai 2 Kepadatan luas ruangan 7-10m / orang Di mana anggota keluarga biasa BAB? ............ jika tidak sebutkan contoh:........
J112 J113 J114 J115 J116 J117 J118 J119 J120 J120l
Ya
Tidak
1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2
1
2
Sheet : SumberAir
J.2 Penggunaan dan Sumber Air
Penggunaan Air
Sungai
Sumur
J21 Minum Memasak Mencuci bahan pangan Mencuci peralatan masak 5. Mandi 6. Menggosok gigi 7. Mencuci pakaian
J22
J23
Sumber Air Air Air PAM Hujan Pikulan J24 J25 J26
Air Galon J27
1. 2. 3. 4.
Sheet : KopingStrat
K. KOPING STRATEGI 1. Apakah Ibu/bapak merasakan tekanan ekonomi seperti berikut ini: Indikator Tekanan Ekonomi (subjektif berdasarkan persepsi contoh) 1. Merasa tidak puas dengan penghasilan keluarga 2. Merasa kurang puas dengan pekerjaan suami saat ini 3. Merasa tidak dapat mencukupi kebutuhan/pengeluaran keluarga 4. Merasa terbebani hutang atau cicilan pinjaman 5. Merasa berat dengan biaya pendidikan anak Lainnya yang dianggap sebagai beban/tekanan ekonomi, sebutkan: Dimodifikasi dari sumber: Firdaus dan Sunarti (2009)
Ya
Tidak
K11 K12 K13
1 1 1
2 2 2
K14 K15 K16
1 1 1
2 2 2
69
2. Untuk menutupi kebutuhan/ pengeluaran keluarga, apakah Bapak / Ibu pernah Satu Satu Satu Tidak Upaya Koping Minggu Bulan Tahun pernah terakhir terakhir terakhir 1. Meminta atau meminjam uang dari K21 1 2 3 4 orang tua atau saudara/kerabat 2. Terpaksa berhutang untuk memenuhi K22 1 2 3 4 kebutuhan pokok keluarga (dari non saudara/kerabat) 3. Terpaksa berhutang untuk memenuhi K23 1 2 3 4 kebutuhan material (perabotan rumah) 4. Isteri atau suami perlu mencari K24 1 2 3 4 pekerjaan sampingan 5. Menjual/menggadaikan*) perhiasan K25 1 2 3 4 emas 6. Menjual/menggadaikan*) perabotan K26 1 2 3 4 non elektronik 7. Menjual/menggadaikan*) perabotan 1 2 3 4 K27 elektronik K28 1 2 3 4 8. Isteri ikut bekerja K29 1 2 3 4 9. Anak usia sekolah ikut bekerja Dimodifikasi dari sumber: Firdaus dan Sunarti (2009)
3. Bagaimana Bapak/Ibu mengurangi biaya pengeluaran pangan: Bentuk Koping K31 1. Mengurangi jumlah pembelian pangan pokok K32 2. Mengurangi jumlah pembelian lauk pauk K33 3. Mengganti beras dengan makanan pokok lain K34 4. Mengurangi frekuensi makan K35 5. Mengurangi penggunaan teh/kopi/gula K36 6. Mengurangi jajan anak K37 7. Menyisakan makanan untuk keesokan harinya K38 8. Membawa bekal saat kerja
Ya 1 1 1 1 1 1 1 1
Tidak 2 2 2 2 2 2 2 2
4. Untuk menekan atau mengurangi pengeluaran non pangan, Apakah Ibu/bapak: Aspek/item pengukuran Ya Tidak 1.Kebersihan dan Kesehatan K411 1 2 Mengganti obat yang mahal dengan yang murah K412 1 2 Menggunakan jamu daripada obat modern K413 1 2 Memilih tempat berobat yang murah K414 1 2 Mengurangi pembelian dan penggunaan sabun/sampo atau pasta gigi K41L 1 2 Lainnya, sebutkan: 2.Pendidikan Mengurangi uang saku anak sekolah Anak berhenti sekolah Membeli seragam bekas Membeli sepatu bekas Lainnya, Sebutkan 3.Bahan bakar dan keperluan lainnya Mengganti bahan bakar, yaitu........................ dengan ......................
K421 K422 K423 K424 K42L
1 1 1 1 1
2 2 2 2 2
K431 K431A: K431B:
1
2
70
Aspek/item pengukuran Mengurangi pembelian rokok Mengurangi penggunaan air/listrik/telepon Mengurangi pembelian peralatan dapur Mengurangi pembelian pakaian Mengurangi pembelian perabot rumah tangga Lainnya, sebutkan: Dimodifikasi dari sumber: Firdaus dan Sunarti (2009)
K432 K433 K434 K435 K436 K43L
Ya 1 1 1 1 1 1
Tidak 2 2 2 2 2 2