ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS HORTIKULTURA DALAM RANTAI DISTRIBUSI DALAM PASAR MODERN: PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK (PERIODE JANUARI – MEI 2013)
ACHMAD RIVANO
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Achmad Rivano NIM H14090131
ABSTRAK ACHMAD RIVANO. Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Polik. (Periode Januari – Mei 2013) Dibimbing oleh Prof. Dr. DIDIN S. DAMANHURI, S.E., M.S, D.E.A. Distribusi Produk-produk pertanian merupakan hal penting dalam penyampaian hasil produksi yang dilakukan oleh petani hingga ke tangan masyarakat banyak untuk di konsumsi. Masuknya pasar modern mempengaruhi proses distribusi. Penelitian ini memfokuskan kepada efisiensi pasar dan transmisi harga dari enam komoditas hortikultura yang dihasilkan di dalam negeri, melewati pasar induk kramat jati sebagai salah satu rantai pemasarannya, serta dijual di empat pasar modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis margin pemasaran, transmisi harga, dan metode deskriptif kualititatif. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan adanya variasi diantara tiap-tiap tingkatan distribusi dan adanya indikasi terjadinya fenomena oligopsoni dalam distribusi yang dilakukan oleh pasar modern. Kata kunci : Hortikultura, Distribusi pertanian, Struktur Pasar, Efisiensi Pemasaran, Pasar Modern, Ekonomi Politik
ABSTRACT ACHMAD RIVANO. Analysis of Oligopsony Phenomenom in Horticulture Distribution in Modern Market: Economy Politic Perspective (January – May 2013 Period) Supervised by Prof. Dr. DIDIN S. DAMANHURI, S.E., M.S, D.E.A.
Distribution of agriculture product is an important things in delivered products that produce by farmers to the community to consume. The infiltration that modern market do in distribution of agriculture products affect the distribution process. This research was focusing in market efficiency and price transmission of six horticulture products that produce in Indonesia and sold by for big modern market. The methods that used in this research are distribution’s margin analysis, price transmission, and descriptive kualitative method. Result of this research show there is a variance in market structure on each level of distribution and there is an indication that oligopsony phenomenom happened in distribution in modern market. Keywords: Horticulture, Agriculture Distribution, Market Structure, Market Efficiency, Modern Market, Economy Politic
ANALISIS FENOMENA OLIGOPSONI KOMODITAS HORTIKULTURA DALAM RANTAI DISTRIBUSI DALAM PASAR MODERN: PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK (PERIODE JANUARI – MEI 2013)
ACHMAD RIVANO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modem: PerspektifEkonomi Politik (Periode Januari - Mei 2013) Nama : Achmad Rivano : H14090131 NIM
Disetujui oleh
Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A
Pembimbing
23 OCT 2013 Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)
Judul Skripsi : Analisis Fenomena Oligopsoni dalam Distribusi Hortikultura dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013) Nama : Achmad Rivano NIM : H14090131
Disetujui oleh
Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dedi Budiman Hakim Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Fenomena Monopsoni Komoditas Hortikultura dalam Rantai Distribusi dalam Pasar Modern: Perspektif Ekonomi Politik (Periode Januari – Mei 2013)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efisiensi pasar dari distribusi hortikultura yang melalui pasar modern penyalurannya dari petani hingga ke konsumen serta mengetahui bagaimana struktur pasar dalam prosess distribusi produk hortikultura ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dari penulisan skripsi ini dana diharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan dari tulisan ini. Diharapkan skripsi ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan di Indonesia guna menuju kesejahteraan bersama. Puji dan syukur serta terima kasih kepada Allah SWT atas segala yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis sampaikan terima kasih yang mendalam kepada orang tua penulis, Ayahanda Saimun Ferly Tuwow dan ibunda Nurul Qomariah atas doa dan segala dukungannya selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. Serta kepada kedua adik penulis, Mochammad Risaldy Tuwow dan Trisa Amelia Tuwow. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik berupa bimbingan, dukungan, dan masukan, terutama kepada: Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A selaku dosen pembimbing skripsi atas semua masukan, bimbingan, serta arahan yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. Teman-teman satu bimbingan, Qiki Qilang Syahbudi, Ridho Fuadi, Lira Wigiana yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Sahabat penulis, keluarga Kontri, Pondok Iona, teman-teman Kantin Metro, IE 46, AGRIC IPB, seluruh keluarga besar HMI Cabang Bogor atas semua waktu selama di IPB Bimo Widiatmoko, Vorega Badalamenti, Afri Ramdhani, Gita Aryanti, Nabila Delaseptina, Novita Angela, Ratih Suryandari, Hadyan P., Reza Ryandika, Anindya P.P, Taufan Ramdhani, Ajeng Listyani, Septyana Nataya, Adisty C.R., Adriano Bramantyo, Puji Rahmania, M. Ikhsan Kamal, Teuku Azwar, dan Dewi Intan Permatahati. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, September 2013 Achmad Rivano
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
6
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Pendahuluan
7
Ekonomi Politik
8
Konsep Pasar
10
Struktur Pasar
11
Oligopsoni
12
Distribusi Pertanian
14
Efisiensi Pemasaran
15
Komoditi Hortikultura
17
Monopsoni dan Oligopsoni dalam Komoditi Hortikultura
18
Penelitian Terdahulu
19
Kerangka Pemikiran
20
METODOLOGI PENELITIAN
22
Pendahuluan
22
Jenis dan Sumber Data
22
Metode Analisis
23
Analisis Struktur Pasar
23
Analisis Efisiensi Pemasaran
24
Analisis Margin Pemasaran
24
Analisis Transmisi Harga
24
Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Komoditas Hortikultura
25
GAMBARAN UMUM
26
Kontribusi Pertanian Indonesia
26
Produksi Hortikultura Indonesia
26
Perdagangan Hortikultura Indonesia
27
Harga Produsen Hortikultura
28
Profil Perusahaan Perdagangan Eceran
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
31
Efisiensi Pasar Komoditas Hortikultura
31
Bawang Merah
31
Ketimun
33
Tomat
34
Kentang
36
Mangga
37
Semangka
39
Struktur Pasar Komoditas Hortikultura
41
Analisis Ekonomi Politik Distribusi Horikultura
43
SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN
60
RIWAYAT HIDUP
68
DAFTAR TABEL 1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 dan 2011 2 Produksi Sayuran di Indonesia 3 Volume Ekspor sub Sektor Hortikultura 2007 – 2011 4 Kontribusi Pertanian Indonesia 2009 – 2011 5 Produksi Hortikultura Menurut Jenis Tanaman 2009 – 2011 6 Ekspor Hortikultura Indonesia 2009 – 2011 dalam ton 7 Harga Produsen Pertanian 2001 – 2012 (Rp/100 Kg) 8 Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Sakernas 2006 9 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Bawang Merah 10 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Ketimun 11 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Tomat 12 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Kentang 13 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Mangga 14 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Semangka 15 Presentase Keuntungan Petani 16 Biaya Produksi Petani dan Presentase Keuntungan 17 Pendapatan Harian Petani dengan Lahan Dibawah 0.5 Ha 18 Kebutuhan Harian Rata-rata Keluarga di Perdesaan 19 Nilai Tukar Petani Tiap Komoditas 20 Presentase Keuntungan Pengumpul atau Tengkulak 21 Presentase Keuntungan Pedagang Pasar Induk 22 Presentase Keuntungan Pasar Modern 23 Kekuatan Pembelian yang Dilakukan Pasar Modern 24 Efek dari Abuse of Power Pasar Modern Kepada Konsumen
3 4 5 26 27 28 29 30 32 34 35 37 39 40 45 46 46 47 47 48 49 52 55 55
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Tidak Langsung Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Langsung Margin Pemasaran Kerangka Pemikiran Saluran Pemasaran Bawang Merah Saluran Pemasaran Ketimun Saluran Pemasaran Tomat Saluran Pemasaran Kentang Saluran Pemasaran Mangga Saluran Pemasaran Semangka Alur distribusi Komoditas Hortikultura Kurva Konsentrasi Empat Pasar Modern
15 15 16 21 31 33 35 36 38 39 41 53
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data Harga Sayur dan Buah di Empat Supermarket Terbesar Perhitungan Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Informan yang diwawancara Nilai Tukar Petani Tahun 2013
61 62 65 66
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses yang pasti dijalani oleh setiap Negara di dunia ini. Proses pembangunan diartikan sebagai proses peningkatan kualitas serta kemampuan dari suatu Negara dalam pergaulan dengan Negara-negara lain serta kemampuan Negara dalam menciptakan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam bukunya, Todaro mendefinisikan pembangunan sebagai: Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan kemiskinan.1 Akan tetapi, sebelum adanya kesadaran pada negara-negara bahwa pembangunan merupakan suatu hal yang menyeluruh yang mempengaruhi suatu negara secara keseluruhan, pembangunan hanya diindikatorkan kepada Produk Domestik Bruto suatu negara saja. Dimana suatu negara akan dikatakan sukses atau berhasil apabila negara tersebut mengalami peningkatan Produk Domestik Bruto-nya sehingga pada akhirnya meningkatkan pendapatan per kapita negara tersebut. Ketimpangan menjadi suatu masalah yang muncul akibat anggapan pentingnya indikator Produk Domestik Bruto tersebut. Produk Domestik Bruto menjadi suatu ukuran yang digunakan di dunia dalam penentuan kemajuan dan keberhasilan suatu Negara. Produk Domestik Bruto merupakan suatu perhitungan nilai output suatu Negara berdasarkan jumlah secara agregat dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta perdagangan luar negeri dari suatu Negara. Negara berkembang dalam perkembangan dalam memenuhi Produk Domestik Bruto-nya sangat bergantung kepada sektor pertanian. Sektor pertanian berperan besar pada kegiatan perekonomian dilihat dari penyediaan lapangan kerja atau sumber pendapatan sebagian besar masyarakatnya. Peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi terdapat 5 (lima), yaitu: sektor pertanian sebagai penyedia tenaga kerja dan lapangan kerja terbesar sehingga kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian yang berpindah ke sektor industri adalah salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian sebagai penyedia pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. Sektor pertanian sebagai pasar bagi produk-produk sektor industri karena jumlah penduduk perdesaan yang sangat banyak, Sektor pertanian sebagai penghasil devisa, serta sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan dalam mengurangi angka kemiskinan.2
1
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Jakarta: Erlangga. 2003), h. 18
2
Steven Block dan C. Peter Zimmer, Agriculture and Economic Growth: Conceptual issues and Kenyan Experience (Development Discussion Paper No 498 November 1994), h 1-1 Dalam paper yang dibuat oleh Steven dan Zimmer pembahas mengenai sumbangan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi merupakan tulisan dari Johnston dan Mellor pada tahun 1961
2 Pertanian merupakan sektor utama di negara berkembang yang berperan dalam pertumbuhan ekonomisuatu negara. Pertumbuhan output petanian dapat mendorong pertumbuhan di sektor ekonomi non-pertanian melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung. Sebagian besar negara menghasilkan sebagian besar dari kebutuhan atas pangan mereka sendiri, hal inilah yang menyebabkan sektor pertanian menjadi sebuah hal penting, dan menjadi faktor krusial secara keseluruhan.3 Selama masa awal orde baru, pertanian merupakan sebuah sektor yang dijadikan prioritas sebagai dasar dari pembangunan berkelanjutan. Besarnya peranan sektor pertanian di Indonesia dapat menjadikan sektor ini menjadi sektor utama dalam mencapai trilogi pembangunan, yaitu pembangunan yang berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.4 Hal ini dapat dilihat dari pembangunan perekonomian Indonesia dari Pelita I hingga Pelita III menintikberatkan pada pembangunan sektor pertanian. Baru kemudian pada Pelita IV pembangunan diprioritaskan kepada sektor non pertanian, terutama industri dan jasa. Semenjak Pelita IV, sektor pertanian dipandang lebih rendah kontribusinya dalam pembangunan ekonomi. Perubahan arah pembangunan ekonomi Indonesia ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pengabaian sektor pertanian (the neglect of agriculture) yaitu; pertama, sebagian besar para pengambil keputusan dan para pakar di bidang ekonomi kurang memahami karakteristik sektor pertanian; kedua, prioritas pembangunan diarahkankepada pentingnya akumulasi kapital yang identik dengan pembangunan industri; ketiga, ada persepsi kuat yang memandang pertanian sebagai penyedia surplus tenaga kerja yang dapat ditransfer ke sektor industri tanpa membutuhkan biaya transfer; keempat, ada persepsi yang kuat bahwa dalam proses pembangunan pertanian para petani tradisional tidak responsif terhadap insentif pasar.5 Kondisi yang disebabkan faktor-faktor tersebut mendorong proses industralisasi terjadi di Indonesia. sektor pertanian mengalami perubahan yang drastis. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional telah turun drastis dari sekitar 47,6 persen pada tahun 1970 menjadi hanya 15,4 persen pada tahun 2004. Penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian juga semakin turun hingga tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2011 hanya sekitar 39,3 juta orang dari total 109,6 juta angkatan kerja di Indonesia. Hal ini mencerminkan proses industrialisasi terjadi dalam perekonomian nasional. Proses industralisasi yang terjadi di indonesia dilakukan dengan industri substitusi impor dan promosi ekspor yang pada umumnya padat modal, yang tidak berdasar kepada pemanfaatan yang optimal dari potensi sumberdaya dalam negeri.
3
Ibid. h 2-1 Achmad Zaini. [tesis].Peranan sektor Pertanian Sebelum dan pada masa krisis ekonomi di Indonesia: pendekatan neraca sosial ekonomi. Institut Pertanian Bogor. 2003, h 2-3 5 ibid, h 3Pandangan mengenai pengabaian sektor pertanian ini merupakan pemikiran dari Lewis pada tulisannya pada tahun 1954, dimana dia memandang telah terjadi pengecilan terhadap peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi 4
3 Tabel 1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2004 dan 2011 No. 1
Lapangan Utama
Pekerjaan
2004
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas, dan Air 5 Bangunan 6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 7 Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Total Sumber: Unduhan dari bps.go.id. data (SAKERNAS) 2004 dan 2011
2011 (Feb)
2011 (Agst)
40 608 019
42 475 329
39 328 915
1 034 716
1 352 219
1 465 376
11 070 498 228 297 4 540 102
13 696 024 257 270 5 591 084
14 542 081 239 636 6 339 811
19 119 156
23 239 792
23 396 537
5 480 527
5 585 124
5 078 822
1 125 056
2 058 968
2 633 362
10 515 665
17 025 934
16 645 859
93 722 036 111 281 744 109 670 399 Survei Angkatan Kerja Nasional
Proses industralisasi di indonesia menyebabkan semakin tingginya ketimpangan yang terjadi antara wilayah kota sebagai pusat sektor industri dan jasa dengan desa sebagai pusat dari sektor pertanian. Kondisi ini tercermin dari masih tingginya kemiskinan yang terjadi di daerah pedesaan dibandingkan wilayah kota. Sektor pertanian yang kompetitif membutuhkan tidak hanya lebih banyak lahan produktif dan pengolahan pertanian saja, akan tetapi juga membutuhkan sistem distribusi yang lebih efisien.6 Pemerintah dalam melindungi petani sebagai warga miskin desa adalah dengan mendirikan BULOG, yang memiliki tugas untuk menjaga dan mengatur distribusi produksi sektor pertanian. Keberadaan BULOG sebagai penjaga harga dan pengatur distribusi komoditas pertanian saat ini hanya melingkupi komoditas pangan, khususnya beras. Kebijakan sektor pertanian pada saat ini tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah pusat. Akan tetapi juga menjadi ranah dari pemerintahan daerah. Kebijakan pengolahan sumberdaya lokal sesuai yang tercantum pada Undangundang 22 tahun 1999 dan Undang-undang 25 tahun 1999, memberikan wewenang yang lebih luas kepada daerah, yang diwujudkan dengan wewenang
6
Ponciano S. Intal Jr. Dan Luis Osman Ranit, literature review of the agricultural distribution service sector: performance, efficiency and research issues, (philippine institute for development studier).,2001, h. 1
4 dalam pengaturan, pembangian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.7
Tahun
Tabel 2 Produksi Sayuran Indonesia Bawang Daun Kentang Kubis Merah Bawang (Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
Wortel (Ton)
1997
605 528
813 004
1 338 031
294 411
227 305
1998
599 203
997 579
1 458 629
287 500
332 841
1999
938 293
924 058
1 447 910
323 855
286 536
2000
772 818
977 349
1 336 410
311 319
326 693
2001
861 150
831 140
1 205 404
283 285
300 648
2002
766 572
893 824
1 232 843
315 132
282 248
2003
762 795 1 009 979
1 348 433
345 720
355 802
2004
757 399 1 072 040
1 432 814
475 571
423 722
2005
732 609 1 009 619
1 292 984
501 437
440 002
2006
794 931 1 011 911
1 267 745
571 268
391 371
2007
802 810 1 003 733
1 288 740
479 927
350 171
2008
853 615 1 071 543
1 323 702
547 743
367 111
2009
965 164 1 176 304
1 358 113
549 365
358 014
2010
1 048 934 1 060 805
1 385 044
541 374
403 827
2011 893 124 955 488 1 363 741 526 774 526 917 Sumber : unduhan dari BPS.go.id pada table Produksi sayuran Indonesia. 2012 Komoditas Hortikulura sebagai salah satu komoditi unggulan dari pertanian saat ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Ketidakberpihakan pemerintah dilihat dari tidak adanya regulasi yang secara khusus melindungi produksi dari komoditas hortikultura itu sendiri. Secara menyeluruh dari sektor hortikultura Indonesia saat ini mulai mengalami pertumbuhan yang dapat dikatakan membaik.Rata-rata pertumbuhan volume ekspor dari komoditas hortikultura Indonesia mengalami pertumbuhan dari tahun 2007 hingga 2011. Hanya sub sektor sayuran dari komoditas hortikultura saja yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 9% dari volume ekspor periode sebelumnya. Hal ini menandakan pada dasarnya komoditas hortikultura Indonesia memiliki daya saing lumayan baik, akan tetapi pertumbuhan volume ekspor tidak dicapai secara signifikan. 7
Henny Mayrowani, Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian, (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2006), h 1
5
Tabel 3 Volume Ekspor Sub-Sektor Hortikultura 2007-2011 N o 1. 2. 3. 4.
Volume Ekspor (Ton)
N Komoditas 2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata pertumbuhan tahun 20072011
1 Sayuran
211 906
172 733
195 533
138 106
133 948
-9%
2 Buah
157 629
323 844
224 332
196 341
223 011
19%
3 Florikultura
4 621
3 258
5 111
4 294
4 888
6%
4 T.Obat
7 685
14 670
13 088
13 468
243 162
7%
Total
381 840
514 505
438 065
352 209
605 009
1%
Sumber: kementan.go.id (diolah)
Perdagangan komoditas hortikultura di Indonesia memiliki sistem distribusi yang panjang dimana banyaknya pelaku yang terlibat di dalam sistem distribusinya. Sistem pasar yang ada pada komoditas hortikultura memiliki kecenderungan bersifat monopsoni atau oligopsoni dimana terlihat memiliki pasar persaingan sempurna dengan banyaknya jumlah pedagang padahal sebenarnya dikuasai oleh beberapa pedagang besar saja.8 Pasar Modern memiliki sebuah sistem distribusi sendiri, dimana adanya pembelian besar atas produk-produk oleh perusahaan induk lalu kemudian disebar ke gerai-gerai pasar modern tersebut. Sistem distribusi yang dimiliki pasar modern mendorong pasar tersebut untuk melakukan pembelian produk-produk yang dijualnya dalam skala besar. Pembelian produk dalam skala besar yang dilakukan oleh pasar modern merupakan usaha penghematan melalui penghematan melaluli pembesaran skala (economies of scale). Sejak tahun 2007 hingga tahun 2011, pasar modern di Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 17,57 % per tahun. Jumlah pasar modern tumbuh dari 10.365 gerai pada tahun 2007, menjadi 18.152 gerai pada tahun 2011. Kenaikan jumlah gerai pasar modern tersebut merupakan akibat pertumbuhan franchise pasar modern yang berbentuk minimarket, dimana total gerai minimarket pada tahun 2007 sebesar 8.889 gerai hingga menjadi 15.538 gerai pada tahun 2011.9 Menjamurnya franchise-franchise dari pasar modern dan meningkatnya preferensi masyarakat untuk membeli produk di pasar modern menyebabkan pangsa pasar modern meningkat. Pasar modern saat ini tidak hanya menyediakan produk-produk kemasan, tetapi sudah merambah kepada produk-produk pertanian. Secara tidak langsung, hal tersebut menjadikan pasar modern sebagai tujuan utama produk-produk pertanian.
8
Bambang Irawan. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. (analisis kebijakan pertanian, volume 5 no , Desember 2007) h 361 Pendapat mengenai kecenderungan struktur pasar monopsoni pada komoditas hortikulturan merupakan pendapat dari tulisan Sudaryanto tahun 1993 9 Indonesia Commercial Newsletter. Perkembangan Bisnis Ritel Modern. (Juni 2011)[datacon.co.id/ritel-2011profilindustri.html]
6 Perumusan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi di negara berkembang. Pertanian diindetifikasikan memiliki lima peran dalam pembangunan, yaitu menyediakan pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja bagi sektor industri, pasar bagi sektor industri, meningkatkan penawaran dari tabungan domestik, serta pemasukan dari nilai tukar asing. Indonesia pada zaman orde baru masa awal mengkonsentrasikan pembangunannya pada sektor pertanian. Akan tetapi pada masa berikutnya konsentrasi pembangunan mengarah pada sektor industri.Proses industrialisasi ini menyebabkan kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan menurun drastis. Melihat mayoritas penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, proses industrialisasi yang membuat kontribusi pertanian menurun tanpa adanya transformasi tenaga kerja yang berarti dari petani ke pekerja, berakibat pada ketimpangan yang pada akhirnya menyebabkan angka kemiskinan semakin meningkat.Kemiskinan yang terjadi di desa sebagai pusat produksi sektor pertanian salah satunya disebabkan oleh proses distribusi hasil pertanian itu sendiri. Proses distribusi hasil pertanian harus menjadi salah satu perhatian pemerintah guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Hortikultura sebagai salah satu bahan pangan penting menjadi sebuah komoditas yang kurang mendapatkan perhatian. Perhatian disini dapat dinilai dari kalahnya produk komoditas dalam negeri dibanding impor komoditas hortikultura itu sendiri.Produk hortikultura Indonesia sendiri ternyata memiliki harga yang lebih mahal di dalam pasar domestik dibandingan harga produk hortikultura yang diimpor. Hal tersebut muncul akibat kurangnya perhatian dari pemerintah dalam permasalahan distribusi komoditas hortikultura itu sendiri. Oligopsoni merupakan fenomena struktur pasar yang terjadi pada komoditas hortikultura di Indonesia. Fenomena ini pada dasarnya merugikan petani sebagai produsen utama serta konsumen yang membeli produk ini. Fenomena oligopsoni ditenggarai akibat adanya penguasaan pasar yang dilakukan pelaku pasar modern yang menguasai saluran distribusi dari komoditas melalui jalan integrasi pemasaran dalam bentuk kemitraan atau kerjasama. Kondisi struktur pasar yang demikian dapat menyebabkan inefisiensipemasaran di dalam distribusi komoditas hortikultura. Menurut UU no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat kegiatan monopsoni dann oligopsoni adalah termasuk kegiatan persaingan usaha yang tidak sehat dimana adanya pemusatan kekuatan ekonomi serta posisi dominan suatu pelaku usaha dalam kegiatan ekonomi. Berkaitan dengan masalah di atas muncul pertanyaan mengenai pola distribusi serta struktur pasar komoditas hortikultura yang merupakan salah satu komoditas utama di sektor pertanian. Bagaimana kondisimargin keuntungan antara petani, pengepul, grosir antara, serta pasar modern? Apakah marjin keuntungan di antara pelaku dalam komoditas hortikultura tersebut seimbang atau hanya menguntungkan salah satu pelaku saja. Serta bagaimana peran pemerintah melalui regulasi yang dihasilkannya dalam menghadapi fenomena oligopsoni tersebut.
7 Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana struktur pasar komoditas hortikultura di Indonesia? 2. Bagaimana kondisi efisiensi pemasaran komoditas hortikultura di Indonesia? 3. Bagaimana kondisi fenomena monoponi atau oligopsoni dalam pasar komoditas hortikultura yang terjadi?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Menganalisis struktur pasar komoditas hortikultura di Indonesia. 2. Menganalisiskondisi efisiensi pemasaran komoditas hortikultura di Indonesia. 3. Menganalisis kondisi fenomena monopsoni atau oligopsoni dalam pasar komoditas hortikultura yang terjadi. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi para akademisis, sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa dalam meneliti proses distribusiserta fenomena monopsoni atau oligopsoni dalam komoditas hortikultura di Indonesia dan referensi bagi penelitian lebih lanjut dan mendalam. 2. Berguna untuk mengevaluasi proses distribusi serta struktur pasar dan sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam mengatasi masalah proses distribusi di indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Kegiatan ekonomi di suatu komoditas tidak terlepas dari tiga proses ekonominya, yaitu produksi, distribusi, serta konsumsi. Dalam memproduksi suatu barang dan jasa dibutuhkan suatu proses distribusi agar barang dan jasa hasil produksi tersebut sampai di tangan konsumen untuk di konsumsi. Proses terjadinya kesepakatan jual beli antara pembeli dan penjual atas suatu barang atau jasa terjadi di dalam pasar. Distribusi suatu komoditas menghadapi sebuah struktur pasar dalam kegiatannya tergantung dari komoditasnya.Struktur pasar tersebut dipengaruhi oleh banyak penjual atau pembeli atas komoditas tersebut di dalam pasar serta kebijakan-kebijakan terkait atas komoditas tersebut.Komoditas hortikultura sebagai salah satu produk pangan dihadapi oleh suatu fenomena di dalam struktur pasarnya, yaitu fenomena oligopsoni. Fenomena struktur pasar monopsoni dan
8 oligopsoni pada komoditas hortikultura ini pada akhirnya dapat menyebabkan inefisiensi pada proses distribusinya. Ekonomi Politik Sebelum menjelaskan mengenai ekonomi politik, ada baiknya pendefinisian mengenai ilmu ekonomi dan ilmu politik dimengerti terlebih dahulu.Ilmu ekonomi dalam pendefinisiannya memiliki tiga konsep, yaitu economically atau ekonomi kalkulasi, provisioning atau kegiatan untuk mendapatkan kebutuhan atau keinginan, dan ekonomi yang merupakan institusi-institusi pasar. Sedangkan Ilmu politik didefinisikan dengan tiga konsep juga, yaitu politik sebagai pemerintahan, politik sebagai publik, dan politik sebagai alokasi nilai oleh pihak yang berwenang. Ekonomi kalkulasi atau economically merupakan suatu pendekatan konsep ekonomi dimana ekonomi diartikan sebagai tindakan manusia dalam mencapai tujuan tertentu yang dibatasi oleh hambatan-hambatan. Pendekatan ini mengutamakan efisiensi sebagai pokok pemikiran, dimana dalam mencapai tujuan setiap manusia dihadapi oleh keterbatasan sumber daya, keterbatasan ini mendorong manusia untuk melakukan pilihan yang paling baik untuk mencapai kepuasan maksimal.10 Konsep berikutnya adalah Provisioning atau pemenuhan kebutuhan merupakan suatu konsep dimana ekonomi merupakan suatu kegiatan produksi yang bertujuan untuk penyediaan kebutuhan-kebutuhan manusia. Perbedaan mendasar dari konsep ekonomi kalkulasi adalah pada ekonomi perhitungan secara rasional untuk mencapai tingkat efisiensi dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu tidak menjadi hal yang dipertimbangkan pada konsep pemenuhan kebutuhan ini. Kebutuhan untuk mempertahankan hidup menjadi hal utama yang mendorong manusia dalam melakukan produksi guna melakukan pemenuhan kebutuhan.11 Terakhir adalah konsep ekonomi institusi yaitu sebuah konsep yang mengartikan bahwa ekonomi merupakan suatu institusi yang memiliki sifat dan sejarah khusus, yang pada akhirnya mempengaruhi tiap pelaku ekonomi dalam melakukan tindakan. Ekonomi di dalam konsep ini didefinisikan lebih lanjut oleh Caporasso dan Levin “sebuah struktur yang bersifat sui generis (“menciptakan diri sendiri”, yaitu tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia) yang di dalamnya ada beberapa tuntutan struktural yang akan mendorong individuindividu untuk melakukan tindakan tertentu.”12 Politik sebagai pemerintah adalah konsep bahwa yang dikatakan politik merupakan semua kegiatan dan proses yang terjadi di dalam institusi, undangundang, kebijakan publik pemerintahan. Konsep berikutnya adalah politik sebagai publik, maksudnya adalah tindakan-tindakan manusia merupakan suatu hal yang terkait dengan publik. Publik itu sendiri didefinisikan Caporasso dan Levine sebagai wilayah atau kegiatan yang melibatkan orang lain..13 10
James A. Caporasso dan David P. Levine.Teori-teori Ekonomi Politik.2008. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). h 39 11 Ibid. h 44-45 12 Ibid. h 61 13 Ibid. h. 4-10
9 Konsep politik yang terakhir adalah politik sebagai alokasi nilai oleh pihak yang berwenang. Konsep ini memandang bahwa politik dan ekonomi adalah sebuah konsep yang sama di dalam pelaksanaan alokasi sumber daya. Di dalam konsep politik sebelumnya yang dipahami sebagai segala kegiatan dan proses yang dilakukan pemerintahan berubah menjadi sebuah cara khusus untuk membuat keputusan dalam memproduksi dan distribusi sumber daya dengan melibatkan kewenangan sebagai alat politis.14 Konsep-konsep yang menjelaskan mengenai ekonomi diatas kemudian digunakan dalam melakukan pendekatan atas ekonomi politik. Ekonomi politik apabila menggunakan konsep ekonomi kalkulasi atau economically akan didefinisikan sebagai sebuah tindakan politik seseorang merupakan hasil dari perhitungan efisien dan rasional. Pandangan ekonomi tersebut dalam kaitannya dengan politik masih memandang bahwa ekonomi merupakan pengatur segala kegiatan politik. Hal itu mengartikan bahwa di dalam pendekatan ekonomi tersebut, tidak mengenal kekuasaan, dimana segala hal yang dilakukan hanya berdasarkan perhitungan efisien dan rasional sehingga tidak memandang adanya hubunganhubungan akibat lingkup kegiatan yang berada di wilayah atau institusi tertentu yang dinamakan perekonomian. Perbedaan itu menjadi dasar pada pendefinisian ekonomi politik dengan ilmu ekonomi. Perbedaan tersebut didasari oleh pandangan mengenai kekuasaan di dalam setiap individu dalam melakukan kegiatan ekonomi. Pada pandangan konsep economically kekuasaan di dalam masyarakat merupakan given atau terberi begitu saja sedangkan pandangan ekonomi politik mengatakan bahwa kekuasaan dan ekonomi merupakan suatu bentuk interaksi yang saling mempengaruhi.15 Definisi mengenai ekonomi politik dipaparkan oleh Ahmad Erani Yustika sebagai: “interelasi di antara aspek, proses, maupun kelembagaan dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang diintroduksi oleh pemerintah.” Definisi tersebut mengartikan bahwa kegiatan-kegiatan ekonomi yang berada di wilayah politik. Dijelaskan lebih lanjut oleh Ahmad Erani Yustika bahwa ekonomi politik merupakan sebuah pendekatan untuk menganalisis kegiatan ekonomi dalam melakukan tindakan di ruang-ruang politik.16 Teori pendekatan ekonomi terhadap politik didefinisikan Caporasso dan Levine sebagai suatu tindakan politis para pelaku ekonomi dalam mematuhi aturan-aturan yang membatasi serta memberi peluang yang ada dalam kegiatan ekonominya.Dalam menjalankan tindakannya tersebut, para pelaku ekonomi dilandasi oleh konsep rasionalitas dan efisiensi. Konsep rasionalitas diartikan dalam pengambilan keputusan dalam kegiatan ekonominya, para pelaku ekonomi menyusun pilihan-pilihan yang ada sesuai tujuan dan keyakinan yang dimiliki dengan mempertimbangkan batasan-batasan yang menghalangi tindakannya.
14
Ibid. h. 60-61 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, & Strategi. (Malang: Alfabeta) 2006, h 131 16 Ibid, h 134-135 15
10 Sedangkan konsep efisiensi adalah cara pelaku ekonomi dalam menghadapi kelangkaan sumber daya untuk mendapatkan output sebaik mungkin.17 Dalam penerapannya teori pendekatan ekonomi terhadap politik dapat berupa analisis ekonomi terhadap institusi. Institusi itu sendiri adalah “pengaturan antara unit-unit ekonomi yang mendefinisikan dan menspesifikasikan cara-cara yang digunakan unit-unit ini untuk bekerja sama dan bersaing satu sama lain”.18 Sedangkan analisis ekonomi terhadap institusi merupakan suatu analisis mengenai aturan-aturan atau prosedur yang ada mengenai proses produksi atau pertukaran yang terjadi di suatu institusi serta analisis mengenai cara yang digunakan institusi dalam menghambat atau memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pribadi para pelaku ekonomi.19 Dalam analisis ekonomi terhadap institusi, pasar merupakan suatu bentuk institusi yang memiliki peluang serta batasan yang wajib dipatuhi. 20 Oligopsoni merupakan suatu bentuk fenomena ekonomi politik, dimana struktur pasar terkonsentrasi sedemikian rupa sehingga terciptanya perusahaan-perusahaan dominan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa ekonomi politik merupakan suatu bentuk interaksi diantara kekuasaan dan politik. Terkait dengan oligopsoni, Penson, Capps, dan Rosson menjelaskan bahwa munculnya perusahaanperusahaan dominan didasari oleh kepentingan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang dilakukan melalui jalan mempengaruhi harga pasar.21 Kemampuan mempengaruhi harga pasar dapat dilakukan oleh perusahaanperusahaan dominan akibat adanya kekuasaan atas penjual-penjual sumber daya yang bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan tersebut akibat kurangnya persaingan di tingkat pembeli serta adanya integrasi dalam bentuk kemitraan atau kerjasama yang melibatkan perusahaan-perusahaan tersebut dengan penjual atau penghasil sumberdaya. 22 Struktur pasar oligopsoni pada akhirnya akan menyebabkan inefisiensi pemasaran akibat adanya perbedaan harga yang terlibat dalam proses penyampaian sumberdaya dari produsen hingga ke konsumen. Konsep Pasar Pasar merupakan tempat bertemunya penjual barang atau jasa hasil produksi dengan pembeli yang merupakan konsumen yang mengkonsumsi barang atau jasa hasil proses produksinya tersebut. Proses bertemunya penjual dan pembeli tersebut pada akhirnya terjadi kegiatan transaksi dimana kegiatan transaksi 17
James A. Caporasso dan David P. Levine, op.cit, h 304-318 Ibid, 361 definisi mengenai institusi merupakan pemikiran dari North dan Thomas tahun 1973. Dilanjutkan lebih lanjut oleh North pada tahun 1984 institusi terdiri dari beberapa batasan terhadap perilaku dalam bentuk aturan dan regulasi, beberapa prosedur untuk mendeteksi penyimpangan dari aturan dan regulasi, dan yang terakhir, beberapa norma moral dan behavioral yang mendefinisikan aturan dan regulasi dan membatasi cara pelaksanaan penegakan aturan dan regulasi itu 19 Ibid, h 360-362 20 Ibid, h 363 21 John. P Penson, Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward. Introduction to Agricultural Economies, 2010. (London, Pearson) h 161 22 Spencer Henson dan John Cranfield, Building the Political Case for Agribusiness in Developing Country. (Cambridge, FAO and Unindo) 2009 h 29 18
11 tersebut merupakan tahap awal pembentukan harga dari barang atau jasa yang diperjualbelikan tersebut. Menurut peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 tahun 2008 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, pasar didefinisikan sebagai, Area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lain. Dalam pemaparan di peraturan tersebut ada pengelompokan dari bentuk pasar itu sendiri. Pasar dibagi menjadi dua macam, yaitu pasar tradisional serta pasar modern. Pasar tradisional didefinisikan di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagai, Pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Keberadaan pasar tradisional saat ini membutuhkan bantuan dari pemerintah. Hal ini disebabkan pasar tradisional sebagai usaha kecil dan menengah sudah semakin tersingkirkan oleh keberadaan retail atau pasar modern. Pasar modern dengan skala usaha yang lebih besar dengan pilihan produk menyebabkan pasar tradisional kalah bersaing. Retail atau pasar modern itu sendiri didefinisikan di dalam Perpres no. 112 tahun 2007 sebagai toko modern, yaitu toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departement Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.23 Struktur Pasar Stuktur pasar merupakan hal-hal yang terdapat di dalam pasar yang dapat mempengaruhi persaingan antara pelaku ekonomi yang terlibat di dalamnya. Struktur pasar menjadi penting karena mempengaruhi kinerja suatu industri, baik dalam produksi dan distribusi, tetapi lebih lanjut lagi dapat mempengaruhi kesejahteraan pelaku industri tersebut secara keseluruhan. Unsur-unsur dari stuktur pasar itu sendiri didefinisikan oleh Jaya sebagai berikut: Unsur – unsur struktur pasar meliputi: konsentrasi diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan pemerintah.24 Tipe struktur pasar itu sendiri dalam pelaksaanaanya baik dalam sudut pandang pembeli ataupun penjual bisa dikatakan menyerupai, persamaan yang paling mendasar terletak pada konsentrasi atau bentuk dari struktur pasar yang dinilai berdasarkan banyaknya pembeli atau penjual yang terlibat di dalam pasar, banyaknya pembeli dan/atau pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan23
Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern 24 Wihana Kirana Jaya.ekonomi industri.(yogyakarta: PAU-Ekonomi UGM, 1997). h 4
12 perusahaan yang ada di dalam pasar tersebut. Pada posisi penjual, struktur pasar dapat berupa monopoli (satu penjual), oligopoli (beberapa penjual), ataupun pasar persaingan sempurna (banyak penjual), sedangkan untuk pembeli, struktur pasar dapat berupa monopsoni (satu pembeli), oligopsoni (beberapa pembeli), ataupun persaingan sempurna (banyak pembeli).25 Oligopsoni Oligopsoni didefinisikan oleh Penson sebagai sebuah pasar dimana tersusun oleh relatif sedikit perusahaan yang membeli sumberdaya yang pada akhirnya dapat mempengaruhi harga pasar untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi. 26 Oligopsoni merupakan suatu tindakan dari perusahaan-perusahaan yang dominan di dalam pasar untuk menghadapi strategi yang dijalankan pesaingnya yang dalam pelaksanaanya memiliki dua macam tindakan yang dilakukan oleh pelaksanannya yaitu: 1. Persaingan, Perusahaan dalam kegiatannya akan mencari cara untuk mengalahkan pesaingnya untuk meraih keuntungan yang maksimum, dan proses ini akan terus menerus terjadi dengan setiap perusahaan menggunakan strategi masing-masing untuk menjatuhkan pesaingnya 2. Kesepakatan, Perusahaan terdorong melakukan kerjasama dilandaskan oleh kebutuhan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Dengan melakukan kerjasama perusahaan akan dapat memaksimumkan keuntungan yang pada akhirnya akan melampaui keuntungan perusahaan-perusahaan tersebut tidak bekerja sama. Akan tetapi, apabila di dalam suatu kesepakatan diantara perusahaanperusahaan oligopsoni ini dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu perusahaanperusahaan tersebut tetap bersaing secara diam-diam dengan berlomba-lomba penetapan harga yang lebih tinggi agar produsen lebih memilih untuk menjual produknya ke perusahaan tersebut atau berkerjasama dengan baik dan bergabung serta bertindak seperti perusahaan monopsoni dengan menguasai teknologi yang sedikit serta menetapkan harga beli produk yang rendah. Bentuk kemungkinan yang terakhir merupakan suatu bentuk kolusi.Kolusi merupakan suatu bentuk kerjasama illegal dimana adanya kesepakatan diantara perusahaan-perusahaan oligopsoni dalam penentuan harga serta pembagian wilayah pangsa pasar masingmasing perusahaan yang pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan.27 Dalam permasalahan struktur pasar ini pemerintah memiliki hak untuk melakukan intervensi.Intervensi pemerintah yang dapat dilakukan tersebut dapat dalam bentuk regulasi.Intervensi pemerintah dalam hal regulasi sebagai pengaturan terhadap pasar dan proses distribusi diperlukan karena adanya kemungkinan adanya ketidakadilan yang terjadi pada kegiatan ekonomi yang terjadi pada suatu komoditas. Struktur pasar merupakan refleksi dari kondisi serta perilaku pasar yang dihadapi petani.Dalam hal ini perlunya peraturan dalam stuktur pasar karena pada akhirnya sturktur pasar dapat mempengaruhi masalah penentuan harga yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. 25
Ibid, h 6-8 John. P Penson, Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward, op.cit, h 161 27 Wihana Kirana Jaya, op.cit, h 58-59 26
13 Regulasi pada pemasaran dibutuhkan guna mencegah terjadinya praktik perdagangan illegal serta menjaga keadilan di dalam proses pemasaran sehingga terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam regulasi pada pemasaran, terdapat 5 (lima) tujuan utama yang ingin dicapai, yaitu:28 a) Melindungi petani atau konsumen dari kegiatan perdagangan yang bersifat merugikan. b) Menstabilisasi atau meningkatkan harga pada tingkat petani. Petani sebagai produsen seringkali mengalami harga yang rendah dibandingkan harga jual setelah proses distribusi yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan petani. c) Mengurangi marjin keuntungan yang terjadi d) Meningkatkan kualitas dan standar dari hasil produksi pertanian e) Meningkatkan ketahanan pangan Pemerintah dalam intervensi terhadap distribusi komoditas pertanian ini dapat menggunakan beberapa instumen.Instrumen ini berguna dalam pengaplikasian dari regulasi yang telah dibuat. Instrument tersebut antara lain adalah:29 a) Pemberian kebijakan monopoli Instrument yang digunakan disini adalah pemberian hak monopoli dari pemerintah kepada perusahaan-perusahaan milik pemerintah dalam hal distribusi, pengolahan, dan penjualan dari produsen ke konsumen atas suatu komoditi.Hal ini yang dapat diimplikasikan adalah meregulasi harga ekspor terhadap sistem distribusi. b) Kebijakan harga selain monopoli Instrument dimana ada beberapa lembaga yang terlibat di dalam saluran distribusi guna penentuan harga atas dan bawah atas suatu komoditas pangan utama. c) Koperasi petani Instrumen ini berbeda dengan instrument yang lain dimana intervensi pemerintah berkurang dalam sistem distribusi. Instrument ini dapat digunakan dengan cara pengambilalihan pengumpul di tingkat daerah dalam bentuk koperasi. d) Lisensi perdagangan Instrument ini dilakukan dengan cara pemberian lisensi kepada pedagang yang dapat terlibat dalam suatu sistem distribusi suatu komoditas. Pada akhirnya pemberian lisensi ini akan menyebabkan pemerintah mendapatkan pendapatan dari lisensi yang akan diberikan kepada distributor kecil. e) Instrumen untuk meningkatkan pasar Pemerintah mengambil keputusan serta menciptakan regulasi dalam pelaksanaan distribusi komoditas dengan membangun infrastruktur yang diperlukan dalam penyaluran komoditas tersebut. f) Instrumen untuk meningkatkan struktur pasar
28
Frank Ellis, op.cit, h 100-101 Ibid. h 101-104
29
14 Pemerintah menggunakan kebijakan guna meningkatkan struktur pasar dalam distribusi komoditas tertentu seperti pemberian kebijakan terhadap hambatan perdagangan. Distribusi Pertanian Dalam kegiatannya pertanian membutuhkan proses pemasaran hasil-hasil produksinya agar produk pertanian tersebut dapat sampai dan dinikmati oleh konsumen. Pemasaran itu sendiri merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barang-barang dari produsen kepada konsumen meliputi kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan, penyimpanan, proses, dan distribusi barang. Sistem pemasaran terdiri atas perubahan komoditas dalam dimensi waktu, tempat, dan bentuk.30 Perubahan komoditas ini sendiri pada dasarnya merupakan suatu kegiatan dimana konsumen dapat mengkonsumsi produk tersebut. Distribusi atau pemasaran merupakan suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pada akhirnya konsumen dapat membeli produk saat waktu yang berbeda dari waktu produksi produk tersebut, dapat membeli pada tempat yang berbeda dari tempat produksi berlangsung, serta dapat mengkonsumsi produk tersebut dalam bentuk yang berbeda hasil dari proses pengolahan. Tujuan saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar tertentu. Alternatif saluran pemasaran yang digunakan dalam memasarkan produk kepada konsumen yaitu didasarkan kepada jenis barang dan segmen pasarnya,yaitu: saluran distribusi barang konsumsi yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen dan saluran distribusi barang industrii, ditujukan untuk segmen pasar industri Dalam pemasaran hasil produksi dibutuhkan lembaga pemasaran serta saluran pemasaran. Lembaga pemasaran merupakan perantara produsen dengan konsumen dalam pendistribusian barang dan jasa.Lembaga pemasaran merupakan suatu badan atau orang yang terlibat dalam penyaluran barang dan jasa atau kehadirannya untuk menggerakkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen melalui berbagai kegiatan atau aktivitas.31 Untuk sektor pertanianpola penyaluran pemasaran produknya adalah sebagai berikut32
30
Frank Ellis, agricultural policies in developing countries, (Cambridge University Press, 1996), h 96 Shanty Rosdiana Batubara, Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor,2009, hal 37. Pemaparan gambaran umum pola penyaluran pemasaran produk pertanian di Indonesia berasal dari tulisan Limbong dan Sitorus pada 1987 32 Ibid, hal 38.Pemaparan gambaran umum pola penyaluran pemasaran produk pertanian di Indonesia berasal dari tulisan Limbong dan Sitorus pada 1987 31
15 Gambar 1 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Tidak Langsung Produsen
Pengumpul
Konsumen
Pedagang besar
Pedagang pengecer
Sumber: Tim Penulis PS, Agribisnis Tanaman Buah dan Sayur. (Depok: Penebar Swadaya) h. 59 dan 60
Secara umum tahapan utama dalam proses distribusi melalui saluran distribusi dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu pengepul yang berada di wilayah tempat produksi dilakukan, tempat pengolahan dimana hasil produksi mengalami perlakuan sedimikian rupa guna menjalani proses distribusi, pusat grosir, serta pasar tempat komoditas langsung disalurkan kepada konsumen untuk dikonsumsi. Gambar 2 Tata Niaga Bisnis Buah dan Sayur Penyaluran Langsung Produsen
Pengumpul
Sumber: Tim Penulis PS, Agribisnis Tanaman Buah dan Sayur. (Depok: Penebar Swadaya) h. 59 dan 60
Efisiensi Pemasaran Permasalahan utama yang terjadi di Indonesia saat ini adalah rendahnya efisiensi pemasaran. Pendapatan yang diterima oleh petani sebagai produsen tidak sebanding dengan yang diterima pedagang sebagai penyalur atau distributor dari produk. Ketidakefisienan ini pada akhirnya akan menyebabkan ketidakadilan serta tidak signifikannya pendapatan petani yang pada menyebabkan tidak tercapainya kesejahteraan petani. Efisiensi pemasaran itu sendiri didefinisikan oleh Bambang Irawan sebagai: “Secara teoritis efisiensi pemasaran merupakan maksimisasi rasio antara luaran dan masukan yang digunakan dalam kegiatan pemasaran.Masukan yang dimaksud adalah berbagai sumberdaya ekonomi yang digunakan sedangkan luaran yang diperoleh berupa jasa-jasa pemasaran yang dihasilkan dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang (penyimpanan, sortasi dan grading, pengemasan, pengangkutan, dan sebagainya.” Efisiensi dari pemasaran ini dapat diukur melalui beberapa indikator antara lain margin pemasaran dan transmisi harga. Margin pemasaran merupakan suatu indikator yang mengukur perbedaan harga yang didapat dari setiap tahapan yang dilalui pada proses ditribusi suatu produk dari produsen hingga ke konsumen.
16 Transmisi harga merupakan suatu indikator yang di dapat dari perubahan harga dari tingkat konsumen hingga ke produsen. Semakin rendahnya margin pemasaran yang didapat dari suatu komoditas maka semakin efisien pemasarannya. Sedangkan inefisiensi pemasaran dapat dikatakan apabila transmisi harganya rendah.33 Dalam pembentukannya, margin pemasaran memiliki dua komponen yaitu permintaan utama dan permintaan turunan. Permintaan utama adalah respon langsung dari konsumen atas harga barang dimana penggambaran fungsi permintaan utama didasari oleh harga retail dan data kuantitas. Sedangkan permintaan turunan didasari oleh hubungan harga dengan kuantitas yang ada pada tahapan produk dihasilkan petani atau pada perantara, dimana hasil produksi tertentu dibeli oleh pembeli besar atau industri pengolah.34 Gambar 3 Margin Pemasaran Price derived supply retail
primary supply
margin farm primary demand
Derived demand kuantitas
Sumber: Willian G. Tomek dan Kenneth L. Robinson. Agricultural Products Price. (Ithaca and London: Cornell University Press). 1990. h 110
Efisiensi yang dihadapi oleh produsen memiliki pengertian yang berbeda dengan konsumen. Hal tersebut diakibatkan oleh perbedaan pandangan atas kemudahan serta harga yang dihadapi atas suatu barang. Sistem pemasaran yang efisien bagi produsen adalah apabila menghasilkan keuntungan, sedangkan bagi konsumen yaitu mudahnya konsumen untuk mendapatkan barang dengan harga yang rendah.35 Suatu rantai pemasaran dikatakan tidak efisien jika memiliki banyak perantara atau banyak pihak yang terlibat dalam proses penyampaian barang dari produsen hingga sampai kepada konsumen. Akan tetapi, jika efisien dikatakan berkurangnya perantara, hal tersebut juga dapat menyebabkan berkurangnya pilihan konsumen untuk pemenuhan suatu barang. Kurangnya pilihan tersebut akan membuat konsumen terpaksa menerima layanan serta kualitas barang yang lebih buruk akibat kurangnya persaingan dari penjual barang tersebut di pasar.36
33
Bambang Irawan, op.cit, h361-362 Willian G. Tomek dan Kenneth L. Robinson.Agricultural Products Price. (Ithaca and London: Cornell University Press). 1990. H 108-109 35 A.M. Hanafiah dan A.M. Safruddin. Tata Niaga Hasil Perikanan. (Jakarta: UI-Press).2006. h-100 36 Ibid,.h 101 34
17 Hal ini terkait dengan fenomena struktur pasar oligopoli atau monopoli yang dimana pengurangan jumlah penjual akan berdampak pada kurangnya pilihan konsumen dan pada akhirnya konsumen terpaksa meneriman layanan serta kualitas yang diberikan oleh oligopolis dan monopolis tersebut. Komoditi Hortikultura Istilah Hortikulturan berasal dari bahasa latin hortus yang berarti kebun dan colore yang berarti membudidayakan. Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan tanaman kebun. Hortikultura sebagai bahan pelengkap pangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu (1) dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan segar atau hidup sehingga bersifat mudah rusak, (2) komponen utama mutu ditentukan oleh kandungan air bukan kandungan kering seperti halnya tanaman agronomi (jagung) dan tanaman perkebunan, (3) produk bersifat bervolume sehingga susah dan mahal dalam biaya angkut, dan (4) harga hortikultura ditentukan oleh mutunya (kualitas) bukan jumlahnya.37 Hortikultura memiliki beberapa sifat yaitu,38 1. Tidak tergantung musim. Sifat ini menyebabkan hortikultura dapat dibudidayakan kapan saja asal syarat tumbuh terpenuhi 2. Mempunyai resiko yang tinggi. Komoditas hortikultura sifatnya mudah busuk dan rusak sehingga umur tampilannya pendek. Seiring dengan berlalunya waktu dan kekuranghatian dalam penanganan secara pasca panen, sayuran yang dijual semakin lam semakin turun nilainya sampai tidak bernilai sama sekali. 3. Perputaran modal cepat. Hal ini disebabkan umur tanaman produksi yang singkat dan permintaan pasar yang tidak pernah berhenti karena setiap orang membutuhkan komoditas hortikultura, terutama sayuran dan buahbuahan. 4. Mengingat sifat hortikultura yang mudah rusak dan berumur pendek, maka lokasi produksi sebaiknya dekat dengan konsumen. Keadaan ini sangat menguntungkan karena dapat menghemat biaya distribusi. Hortikultura memiliki karakteristik tertentu jika terkait dengan kebijakan perdagangan, dilihat dari kebutuhan konsumen dalam membelinya, yaitu kelompok sayuran dan kelompok buah dan bunga.Kelompok sayuran merupakan suatu komoditas dalam pemenuhan oleh konsumennya adalah head to head. Artinya apabila konsumen membutuhkan salah satu jenis sayur, maka dia hanya akan membeli sayuran tersebut. Berbeda dengan buah atau bunga, dalam hal ini buah dan bunga merupakan suatu komoditas pilihan atau alternatif.Artinya apabila konsumen ingin mengkonsumsinya, tidak harus membeli jenis buah atau bunga tersebut, tetapi dapat diganti dengan mengkonsumsi buah atau bunga jenis lainnya.39
37
Shanty Rosdiana Batubara[skripsi] Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. (Institut Pertanian Bogor). 2009. h 23 38 ibid, h 26-27.Sifat sayuran merupakan penjelasan dari tulisan Rahardi pada tahun 2001 39 Roedhy Purwanto. [focus group discussion, Bogor, 31 Januari 2013]
18 Hal diatas diartikan bahwa sayuran dalam penyediaan hasil produksinya di dalam rantai distribusi tidak mengalami masalah akibat karakteristik sayuran tersebut yang dalam pemasarannya berupa head to head.Sedangkan buah dan bunga memiliki masalah khusus dalam penyediaanya yaitu ketidakmampuannya untuk distok akibat permintaan yang fluktuatif sebagai akibat buah dan bunga yang merupakan komoditas berkarakteristik pilihan atau alternatif. Monopsoni dan Oligopsoni dalam Komoditas Hortikultura Hortikultura sebagai pelengkap tanaman pangan utama memiliki pasar yang sangat besar. Hal tersebut akibat tingginya permintaan serta penawaran atas komoditas ini sejak diberlakukannya perdagangan bebas. Perdagangan bebas mendorong peningkatan perdagangan komoditas hortikultura yang pada akhirnya menyebabkan turunnya harga-harga komoditas hortikultura pada tingkat petani akibat persaingan yang semakin kompetitif dengan pasar komoditas yang semakin terintegrasi dari tingkat petani hingga penjual dan pasar utama, baik pasar-pasar tradisional dan/atau pasar-pasar modern. Terintegrasinya pasar dari komoditas hortikultura menyebabkan petani mengalami masalah dalam bersaing di dalam pasar, integrasi pasar yang dihadapi oleh petani adalah meluasnya jaringan pemasaran perusahaan-perusahaan besar.Untuk menghadapi jaringan pemasaran ini, petani akhirnya terdorong untuk melakukan kerjasama atau kemitraan dengan perusahaan-perusahaan industri pertanian. Kemitraan itu sendiri merupakan suatu bentuk kesalingtergantungan antara dua pihak yang didasari untuk mendapatkan keuntungan. Selain mengalami masalah jarigan pemasaran, dalam pelaksanaannya petani sebagai produsen hortikultura juga menghadapi preferensi dari konsumen, dimana kualitas, ukuran, dan tampilan dari produk yang dihasilkan juga menjadi tuntutan. Masalah tersebut semakin membuat petani, yang pada dasarnya tidak memiliki kekuatan modal untuk meningkatkan produksi menjadi semakin lemah posisi tawarnya terhadap kondisi pasar.40 Masalah yang diawali oleh integrasi pemasaran hingga pada kemudian menjadi suatu bentuk kemitraan, pada akhirnya membentuk suatu industrialisasi dari komoditas hortikultura tersebut. 41 Proses industrialisasi tersebut cenderung membangun suatu sistem pemasaran yang terintegrasi dan membangun perusahaan-perusahaan dominan di dalam pasar komoditas ini. 42 Perusahaanperusahaan dominan ini menguasai pangsa pasar dengan melakukan pembesaran proporsi perusahaan dan akhirnya membentuk suatu struktur pasar oligopsoni Pemikiran karakteristik hortikultura terkait kebijakan perdagangan disampaikan pada focus group discussion di Bogor dengan tema kesiapan IPB dalam merespon larangan sementara impor produk hortikultura 40 Saptana, Henny Mayrowani, Adang Agustian, Sunarsih. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura.Makalah Seminar Hasil Penelitian T.A. (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balitbang pertanian, Departemen Pertanian, 2006, h. 3 41 Spencer Henson dan John Cranfield, op.cit.h. 29 Vorley dan Fox (2004) berpendapat bahwa adanya integrasi pemasaran akan membuat adanya hubungan kekuasaan di dalamnya. Hubungan kekuasaan di dalam saluran pemasaran yang dimiliki oleh pemain dominan ini berada di dalam lingkungan atau pasar yang kompetitif dan dapat menjalankan kekuasaan “tidak adil” 42 Ibid., h. 30 pemikiran ini merupakan pendapat dari Lang (2003)
19 dimana petani sebagai produsen, terikat oleh perusahaan-perusahaan dominan akibat adanya kemitraan atau kerjasama yang terjadi. Kemitraan dan kerjasama ini mendorong petani untukmelakukan peningkatan produksi akan tetapi harga dari produk yang diterima petani ditentukan oleh perusahaan mitranya.43 Pada komoditas hortikultura, kemitraan yang dapat berbentuk beberapa pola, yaitu: 1). Pola kemitraan dagang umum, yaitu suatu kerjasama pada tingkat middle man dengan pasar modern, restoran, ataupun pedagang besar, 2). Pola kemitraan Contract Farming, dimana petani menyetujui jumlah komoditas yang harus dihasilkan untuk dijual kepada perusahaan mitra, serta 3). Pola kemitraan kelompok penangkar bibit, diman petani harus mesmbeli bibit dari perusahaan mitra dan menjual hasil produksi ke perusahaan mitra tersebut.44 Penelitian Terdahulu 1. Batubara (2009) melakukan penelitian yang menganalisi pemasaran sayuran organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan adalah Saluran pemasaran sayur organik di PT Agro Lestari terdiri dari tiga pola saluran pemasaran, yaitu (1) petanipedagang pengumpul dan petani besar-pemasok dan petani besar-konsumen. (2) petani-pedagan pengumpul dan petani besar-pemasok-konsumen, (3) Petani-pedagang, pengumpul, dan petani besar-konsumen. Serta dia mendapatkan perbedaan yang cukup besar antara harga jual di petani dengan harga jual di tingkat pemasok. 2. Bambang Irawan (2006) melakukan penelitian mengenai Fluktuasi harga, transmisi harga, serta marjin pemasaran sayuran dan buah dimana didapatkan fluktuasi harga dan marjin pemasaran sayuran dan buah lebih tinggi dan transmisi harga yang lebih renda dibandingkan dengan komoditas padi dan palawija. 3. Ninuk Rahayuningrum, Wayan R. Susila, Tjahya Widayanti (2006) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran gula. Herfindal Hirschman index digunakan dalam menganalisis struktur pasar komoditas gula. 4. Sunengcih (2009) meneliti mengenai struktur, perilaku, dan kinerja industri minuman ringan di indonesia. Dalam penelitiannya digunakan Herfindal Hirschman Index serta pangsa pasar dalam penetuan struktur pasar yang terjadi di industri minuman ringan di indonesia. Selanjutnya untuk meneliti kinerja dari industri tersebut digunakan structur-conduct-performancetheory. 5. Nursahaldin Sam (2012) meneliti mengenai rantai tata niaga biji kakao di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam penelitiannya, marjin pemasaran serta farmer’s share digunakan dalam pengukuran efisiensi pemasaran yang terjadi pada pemasaran komoditas biji kakao. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu:
43
Ibid., h.30 Saptana, Henny Mayrowani, Adang Agustian, Sunarsih, op.cit, h.9
44
20 1. Dalam penelitian ini menitikberatkan pada distribusi serta struktur pasar dari komoditas hortikultura yang memiliki kecenderungan terjadi fenomena oligopsoni dalam penyalurannya. 2. Dalam penelitian ini akan menganalisis struktur pasar dan efisiensi distribusi dengan menggunakan metode analisis kualitatif untuk struktur pasar dari komoditas hortikultura serta metode analisis marjin pemasaran dan transmisi harga untuk efisiensi distribusi. 3. Dalam penelitian ini juga akan menggunakan analisis ekonomi politik dalam bentuk analisis kelembagaan biaya transaksi serta analisis struktur ekonomi. Kerangka Pemikiran Indonesia merupakan salah satu dari Negara berkembang di dunia ini yang masih mengandalkan sektor pertanian dalam kegiatan perekonomiannya. Sektor pertanian sebagai penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia memiliki beberapa komoditas penting, salah satunya adalah komoditas hortikultura. Petani sebagai produsen dari komoditas ini mengalami permasalahan akibat semakin meluasnya integrasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pertanian. Akibat adanya integrasi ini mendorong petani untuk melakukan kemitraan atau kerjasama dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Kemitraan ini merupakan suatu bentuk ketergantungan antara petani dengan perusahaan-perusahaan besar atas produk hortikultura. Dimana adanya perjanjianperjanjian dalam produksi hortikultura. Akan tetapi terdapat suatu masalah dimana kemitraan ini ternyata mendorong terjadinya ekspansi perusahaanperusahaan pertanian dengan melakukan pembesaran proporsi perusahaannya sehingga menjadikan perusahaan tersebut menjadi dominan di dalam persaingan yang ada di pasar komoditas hortikultura. Dominasi yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan ini membuatnya memiliki kekuasaan di dalam saluran pemasaran komoditas hortikultura. Pasar dalam pendekatan ekonomi terhadap politik merupakan suatu bentuk institusi, dimana suatu institusi memiliki aturan-aturan dan regulasi dalam mengatur setiap orang yang beraktifitas di dalamnya. Akan tetapi,akibat adanya integrasi dalam bentuk kemitraan atau kerjasama menyebabkan perusahaanperusahaan dominan memiliki kekuasaan lebih atas penghasil atau penjual produk hortikultura. Kekuasaan di dalam saluran pemasaran ini dijalankan oleh perusahaan di dalam suatu pasar yang kompetitif, sehingga menciptakan ketidakadilan. Kekuasaan ini dapat berbentuk suatu penahanan informasi harga yang dihadapi sehingga membuat perusahaan-perusahaan mendapatkan untung lebih banyak. Pendekatan ekonomi terhadap politik menggambarkan keputusan perusahaan-perusahaan dominan yang dilandasi prinsip rasionalitas dan efisiensi. Prinsip-prinsip ini pada dasarnya melandasi tindakan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi dalam menghadapi aturan-aturan yang ada di dalam institusi bertujuan akhir memaksimalkan keuntungan dalam menghadapi sumber daya yang terbatas. Kemudian adanya kekuasaan akibat kemitraan tersebut mendorong perusahaanperusahaan dominan untuk menguasai pangsa pasar dari produk hortikultura yang bertujuanmemaksimalkan keuntungan. Cara yang ditempuh perusahaanperusahaan besar tersebut adalah mempengaruhi harga yang terbentuk di pasar. Kurangnya persaingan akibat adanya perusahaan-perusahaan dominan sebagai
21 pembeli produk hortikultura membuat perusahaan-perusahaan tersebut menjadi price maker di dalam pasar. Hal itu menyebabkan kecenderungan terjadinya fenomena oligopsoni dalam pemasaran hasil komoditas hortikultura yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya ketidakefisienan pemasaran. Inefisiensi pemasaran dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan yang didapat petani sebagai produsen utama komoditas hortikultura dengan pedagang sebagai penyalur komoditas tersebut. Masuknya pasar modern dalam usaha pengadaan komoditas hortikultura menjadi suatu pendorong yang menyebabkan kekuatan integrasi pemasaran semakin kuat. Hal ini disebabkan oleh pasar modern dengan sistem retailnya memiliki suatu integrasi pemasaran sendiri, dimana dengan skala usaha yang besar pasar modern membutuhkan pasokan produksi hortikultura yang besar menjadikan pasar modern sebagai pembeli besar. Gambar 4 Kerangka Pemikiran Pertanian sebagai salah satu sektor utama indonesia
Hortikultura komoditas penting setelah pangan
Hortikultura memiliki masalah efisiensi dalam pemasarannya
Masuknya pasar modern dalam kegiatan penyediaan hortikultura kepada konsumen
Bawang merah
Ketimun
kentang
tomat
mangga
semangka
Munculnya Masalah Struktur Pasar Oligopsoni Akibat Kekuatan Dominan dari Pasar modern
Kerugian Masyarakat
Rekomendasi kebijakan
22
METODOLOGI PENELITIAN Pendahuluan Metode penelitian pada dasarnya adalah suatu studi mengenai tata cara dalam melakukan penelitian. Maksudnya adalah metode-metode yang akan kita gunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian. Setiap bidang ilmu memiliki metode penelitian masing-masing dalam mencari jawaban atas masalahmasalah yang terdapat pada bidang ilmu tersebut.45 Metode penelitian juga dapat diartikan sebagai suatu cara ilmiah atau langkah-langkah ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data untuk tujuan tertentu. Cara ilmiah diartikan bahwa suatu penelitian harus rasional, empiris, dan sistematis dalam pelaksanaanya.Rasional diartikan sebagai cara-cara yang dapat diterima oleh nalar manusia.Empiris merupakan cara-cara yang digunakan dapat teramati oleh indera manusia.Serta sistematis yang berarti menggunakan langkahlangkah yang teratur dan logis.46 Dalam melakukan penelitian dibutuhkan adanya data.Data dapat berupa data primer ataupun data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat akibat adanya proses pengumpulan data yang dimaksudkan untuk suatu penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan kumpulan data yang dikumpulkan tidak dimaksudkan untuk suatu penelitian tertentu. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data sekunder didapatkan dalam bentuk tabel, laporan, artikel, buku-buku atau karya tulis ilmiah yang relevan, BPS, Departemen pertanian, Departemen Perdagangan, dan Lembaga Swadata Masyarakat terkait. Data primer melalui wawancara dengan beberapa informan. Informan ini merupakan pelaku langsung proses distribusi hortikultura serta pihak-pihak yang mengetahui pola kegiatan distribusi komoditi hortikultura ini. Proses ditribusi yang dianalisis meliputi pola serta saluran-saluran distribusi yang terjadi. Komoditas yang diteliti di dalam penelitian kali ini dibatasi kepada saluran distribusi pada enam komoditas yang dijual oleh pasar modern. Pemilihan enam komoditas ini dilandasi oleh pengamatan awal mengenai produk hortikultura apa saja yang dijual oleh pasar modern. Penentuan komoditas apa saja yang diteliti pada penelitian ini diawali dari penentuan produk komoditas hortikultura apa saja yang disediakan oleh pasar modern. Kemudian disaring lagi berdasarkan ketersediaan dan kesesuaian data yang ada di Badan Pusat Statistik. Varietas dari produk hortikultura juga menjadi pertimbangan. Produk yang memiliki banyak varietas tidak disertakan dikarenakan akan terciptanya kerancuan dalam pengolahan data dan karena data yang digunakan untuk harga yang diterima petani merupakan harga secara umum.
45
Bambang Juanda. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis (Bogor: IPB-Press,2009), h 1 Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta,2011), h-2
46
23 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodekualitatif dan kuantitatif.Sugiyono dalam bukunya memaparkan pengertian metode kuantitatif sebagai “Suatu metode yang berlandaskan pada kaidah-kaidah ilmiah, yaitu empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.”47 Dalam pelaksanaannya, metode kuantitatif merupakan suatu penelitian yang berupa angka-angka dan pada akhirnya hasil penelitian merupakan intepretasi dari angka-angka yang didapat. Sedangkan metode kualitatif didefinisikan di dalam buku Hamid Patilima sebagai “Suatu proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan pada penciptaan gambar holistic yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.”48 Secara garis besar, penelitian kualitatif merupakan sebuah intepretasi kondisi masyarakat secara keseluruhan dan mendalam guna mendapatkan gambaran umum atau pola-pola atas suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Analisis kualitatif yang digunakan adalah analisis ekonomi politik dimana merupakan suatu proses analisa gejala-gejala atau fenomena dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan melihat dari struktur kekuasaan di masyarakat.49 Dijelaskan lebih lanjut oleh Yustika bahwa “analisis dengan pendekatan ekonomi politik merupakan suatu analisis yang mempertemukan ekonomi dan politik dalam hal alokasi sumber daya ekonomi dan politik (yang terbatas) untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.”50 Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ,margin pemasaran, dan transmisi harga. Untuk menganalisis proses distribusi komoditas hortikultura digunakan indikator hasil perhitungan margin pemasaran serta transmisi harga yang terjadi pada komoditas hortikultura.Analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi politik di dalam analisis ekonomi terhadap institusi. Analisis Struktur Pasar Metode yang digunakan dalam menganalisis bentuk struktur pasar dari komoditas hortikultura ini digunakan metode analisis kualitatatif berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, studi literatur, serta wawancara dengan pihakpihak yang terlibat di dalam proses distribusi komoditas hortikultura. Pengamatan mengenai struktur pasar dikonsentrasikan berdasarkan struktur pembeli dan penjual yang terlibat dalam setiap tingkatan pemasaran. Pembentukan harga dalam tiap tingkatan juga dapat menjadi salah satu acuan dalam pembentukan struktur pasar. 47
Ibid, h-2 Hamid Patilima. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2010), h 2-3 Pendefinisian metode kualitatif di buku Hamdi Patilima merupakan pemikiran Cresswel tahun 1994 49 Ahmad Erani Yustika.op.cit, h 131 50 Ibid., h. 135 48
24
Analisis Efisiensi Pasar Metode yang digunakan dalam mengetahui efisiensi pemasaran dalam komoditas hortikultura adalah analisis Margin Pemasaran serta Analisis Transmisi Harga. Analisis Margin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan selisih nilai yang didapatkan setiap tingkatantingkatan yang terlibat di dalam proses distribusi suatu komoditas. Nilai marjin pemasaran itu sendiri merupakan perbedaan harga yang didapat oleh dua tingkatan pemasaran dibandingkan dengan jumlah dari komoditas tersebut yang dipasarkan. Komoditas hortikultura merupakan suatu komoditas yang memiliki rentang distribusi yang panjang, dimulai dari petani sebagai produsen hingga ke konsumen. Panjangnya rentang distribusi ini dapat menimbulkan kecenderungan tingginya margin pemasaran yang terjadi. Dalam menghitung margin pemasaran yang ada pada komoditas ini, formulasi yang digunakan adalah:51 MT = ∑ 𝑀𝑖 MT = Psi – Pbi dimana: MT = Marjin pemasaran total Mi = Marjin pemasaran tingkat ke-i Psi = Harga jual pasar tingkat ke-i Pbi = Harga beli pasar tingakt ke-i Semakin tinggi nilai margin pemasaran maka semakin tidak efisien distribusi dari komoditas tersebut, yang pada akhirnya tingginya margin pemasaran berarti harga yang diterima petani jauh lebih rendah dibandingkan harga yang diterima konsumen. Analisis Transmisi Harga Perbedaan harga yang diterima antara petani sebagai produsen dengan konsumen sebagai tingkatan akhir dari distribusi merupakan sebuah transmisi harga. Transmisi harga juga dapat diartikan sebagai bagian yang diterima petani dibandingkan dengan harga pada konsumen yang merupakan akibat adanya tingkatan-tingkatan yang ada pada proses distribusi. Dalam menganalisis transmisi harga atau bagian yang diterima oleh petani dapat dihitung dengan cara:52 𝑃𝑟 TM = 𝑝𝑓 𝑥 100% dimana : Pr Pf TM Semakin tinggi oleh petani semakin
51
= harga di tingkat konsumen = harga di tingkat petani = transmisi harga atau bagian yang di dapat petani transmisi harga menandakan bahwa harga yang didapatkan mendekati harga jual di tingkat konsumen. Hal tersebut
Nursahaldin Sam.[Skripsi].Analisis Rantai Tataniaga Biji Kakao di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan..IPB, Bogor 2012. h 32 Formulasi margin pemasaran merupakan tulisan dari Limbong dan Sitorus (1987) 52 Ibid., h 34
25 mengartikan semakin tinggi transmisi harga pada komoditas hortikultura menandakan semakin efisien proses distribusi dari komoditas tersebut. Transmisi harga merupakan sebuah analisis mengenai pengaruh antar harga yang ada di pasar. Perbedaan tersebut dapat diakibatkan oleh jarak geografis atau tinggi rendahnya rantai pemasarannya. Di dalam pasar, terjadinya transmisi harga yang simetris dapat terjadi dengan baik pada pasar yang menganut Law of One Price. Artinya adalah, apabila ada peningkatan dalam harga suatu produk, penjual lain yanng menjual produk yang homogen akan meresponnya dengan adanya kenaikan harga juga.53 Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Komoditas Hortikultura Dalam menganalisis struktur pasar komoditas hortikultura dalam perspektif ekonomi politik, dilakukan penelitian terhadap saluran pemasaran, dan integrasi pemasaran yang ada pada produk hortikultura. Untuk menganalisis struktur pasar yang memberikan gambaran atas fenomena oligopsoni yang terjadi pada tiap komoditas, peneliti memfokuskan pada analisis ekonomi terhadap institusi. Analisis ekonomi terhadap institusi memandang bahwa institusi merupakan suatu hambatan yang dikenakan kepada pelaku ekonomi yang mengatur cara serta nilai-nilai yang berlaku di dalam kegiatan ekonomi.54Dalam menjadi penelitian ini yang menjadi titik analisis ekonomi politik ekonomi terhadap institusi adalah pola hubungan institusi dan perilaku pasar. Analisis ini melihat hubungan di dalam pasar dimana memandang tiga cara pendekatan, yaitu:55 1. Pasar dipandang sebagai institusi. Pada cara ini penelitian difokuskan kepada menganalisis aturan-aturan yang berlaku di pasar hortikultura yang mengatur perilaku para pelaku pasar seperti kesepakatan yang terjadi di dalam pasar. 2. Institusi akan mendefinisikan cakupan pertukaran pasar. Pada cara ini penelitian difokuskan kepada larangan-larangan pertukaran yang ada di pasar hortikultura. Larangan-larangan ini dalam bentuk alasan-alasan personal atau budaya yang melatar belakanginya 3. Institusi tidak hanya berfungsi untuk melarang, tetapi juga bisa digunakan untuk mengubah pola intensif yang mendasari pertukaran. Cara ini difokuskan kepada ganjaran-ganjaran atau hukuman yang ditetapkan di dalam pasar hortikultura. Analisis mengenai struktur ekonomi produk hortikultura ini menggunakan inteprestasi secara deskriptif yang didapatkan dari wawancara dengan narasumber. Narasumber yang dipilih untuk mendapatkan data hasil wawancara adalah LSMLSM yang melakukan penelitian atas produk hortikultura yang dipilih, yaitu enam produk hortikultura yang dijual oleh pasar modern, serta departemen pertanian dan departemen perdagangan sebagai otoritas yang mengatur dan mengawasi institusi pasar dari produk hortikultura ini
53
P. Abbot, C. Wu, F. Tarp. 2011. Transmission of World Prices to the Domestic Market in Vietnam. USA: Purdue University, h-23 54 James A. Caporasso dan David P. Levine, op.cit, h 361 55 Ibid, h 363
26
GAMBARAN UMUM Kontribusi Pertanian Indonesia Pertanian di dalam Produk Domestik Bruto Indonesia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pertanian sempit, kehutanan, serta perikanan. Untuk pertanian sempit itu sendiri terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, serta peternakan dan hasil-hasilnya. Hortikultura termasuk di dalam pertanian sempit, tanaman bahan makanan. Tabel 4 Kontribusi Pertanian Indonesia 2009-2011 2009 2010 Pertanian 295 883.8 304 736.7 a. Pertanian sempit 231 265.1 236 825.3 tanaman bahan makanan 149 057.8 151 500.7 tanaman perkebunan 45 558.4 47 110.2 perternakan dan hasil-hasilnya 36 648.9 38 214.4 b. Kehutanan 16 843.6 17 249.6 c. Perikanan 47 775.1 50 661.8 Produk Domestik Bruto Total 2 178 850.4 2 313 838
2011 313 727.80 242 301.70 153 408.5 48 964 29 929.2 17 361.8 54 064.3 2 463 242
Sumber: Buku Saku Statistik Makro Sektor Pertanian Vol. 4 No.2 2012, BPS, hal 2
Kontribusi pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia tiap tahunnya dari tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan. Pada tahun 2009 pertanian menyumbang 13.58% dari PDB, turun pada 2010 menjadi 13.17% hingga akhirnya turun lagi pada tahun 2011 menjadi 12.74%. Akan tetapi, hasil pertanian itu sendiri mengalami peningkatan sebesar 5.69% dari tahun 2009 hingga 2011. Tanaman bahan makanan yang juga merupakan kelompok dari produk hortikultura memiliki kontribusi sebesar 50.38% pada tahun 2009, dan terus turun hingga mencapai 49.72% dan 48.89% pada tahun 2010 dan 2011. Produksi Hortikultura Indonesia Hortikultura merupakan suatu produk pertanian yang memiliki sifat-sifat yaitu, dalam penanamannya tidak tergantung musim, mempunyai resiko penanaman yang tinggi disebabkan oleh mudahnya komoditas ini busuk serta rusak, memiliki perputaran modal yang cepat dikarenakan waktu penanaman hingga produksinya relatif cepat, sekitar tiga hingga empat bulan, dan membutuhkan lokasi produksi yang berdekatan dengan wilayah konsumennya.56
56
Shanty Rosdiana Batubara, op.cit, 2009, h. 23
27 Tabel 5 Produksi Hortikultura Menurut Jenis Tanaman 2009, 2010, 2011 Produksi Nasional (ton) Jenis Komoditas 2009 2010 2011 bawang merah 965 164 1 048 934 93 667 bawang putih 15 419 12 295 18 285 daun bawang 547 743 541 374 55 611 Kentang 1 071 543 1 060 805 59 882 Kubis 1 358 113 1 285 044 65 323 Wortel 358 014 403 827 33 228 cabe besar 787 433 870 160 121 903 cabe rawit 591 294 521 704 118 707 Tomat 853 061 891 616 57 302 Buncis 290 993 336 494 32 063 Ketimun 583 139 547 141 53 596 semangka 474 327 348 631 33 445 Alpukat 257 642 224 278 275 953 Durian 797 798 492 139 883 969 jeruk siam 2 025 840 1 937 773 1 721 880 Jeruk 2 131 768 2 028 904 1 818 949 Mangga 2 243 440 1 287 287 2 131 139 Pepaya 772 844 675 801 1 540 626 Pisang 6 373 553 5 755 073 958 251 Salak 829 014 749 876 811 909 Sumber: diolah dari Statistik Indonesia, BPS. 2010, 2011, 2012
Berdasarkan data BPS, produksi nasional dari produk-produk hortikultura mengalami kenaikan atau penurunan tiap tahunnya. Produk hortikultura yang mengalami kenaikan terus dari tahun2009 hingga 2011 adalah bawang putih, daun bawang, cabe besar, cabe rawit, kangkung, durian, pepaya. Untuk produk yang mengalami penurunan produksinya dari tahun 2009 hingga 2010 adalah bawang merah, wortel, kentang, kubis, tomat, buncis,ketimun, melon, semangka, alpukat, jeruk siam, jeruk, mangga, pisang, dan salak. Perdagangan Hortikultura Indonesia Indonesia juga turut aktif dalam perdagangan internasional untuk komoditas hortikultura. Akan tetapi, terjadi penurunan dalam ekspor hortikultura indonesia dari tahun 2009 hingga 2010, dari 447 609 ton menjadi 364 139. Pada tahun 2011 ekspor hortikultura indonesia mengalami peningkatan, tetapi belum mencapai angka pada ekspor pada tahun 2009.
28 Tabel 7 Ekspor Hortikultura Indonesia 2009-2011 dalam ton No Komoditas (ton) 2009 2010 2011 A Sayuran 1 bawang merah 12 822 3 234 13 792 2 bawang putih 186 284 214 3 Kentang 6 320 6 771 5 117 4 Tomat 596 618 675 5 brokoli 2 181 990 96 6 kubis 1 585 2 326 2 309 7 cabe 744 1 504 1 448 B Buah buahan 8 mangga 1 616 998 1 486 9 manggis 11 319 11 388 12 603 10 jeruk 503 540 338 11 nenas 54 67 0 12 pepaya 143 111 468 Total Ekspor Hortikultura 447 609 364 139 381 648 Sumber: Buku Saku Statistik Makro Sektor Pertanian Vol. 4 No.2 2012, BPS, hal 14
Ekspor terbesar indonesia ada berasal dari manggis dan bawang merah, sebanyak 13792 ton dan 12603 ton. Bawang merah pada tahun 2010 mengalami penurunan ekspor yang sangat tajam dari 12822 ton pada 2009 menjadi 3234 ton. Harga Produsen Hortikultura Harga produsen merupakan harga yang diterima oleh petani pada saat menjual hasil produksinya. Secara umum harga yang diterima petani pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan harga produsen pada tahun 2010. Harga produsen pertanian tertinggi ada pada komoditas apel sebesar Rp 1.176.485 / 100 Kg, sedangkan harga produsen terendah adalah untuk komoditas nanas sebesar Rp 12.265/Kg. Harga produsen ini merupakan gambaran umum mengenai pendapatan petani serta harga atas suatu komoditas.
29 Tabel 8 Harga Produsen Pertanian 2011-2012 (Rp/100 Kg) nama komoditas
harga produsen (Rp/100 Kg) 2011
2012
daun bawang
328 888
269 478
bawang merah
895 131
987 810
bawang putih
874 429
869 856
buncis
259 584
259 584
cabe merah
1 033 217
974 432
cabe rawit
1 099 116
992 256
kacang panjang
262 203
292 393
kangkung
170 602
190 747
kentang
382 609
426 583
ketimun
194 542
233 768
Kol
163 821
240 337
sawi
164 533
159 804
tomat
433 055
489 797
wortel
266 117
266 287
alpukat
316 868
383 333
apel
804 025
1 176 485
durian
197 938
234 750
mangga
557 622
539 281
melon
613 250
715 004
nanas
13 619
12 265
pepaya
237 042
228 990
salak
336 136
368 082
semangka 243 159 231 184 Sumber: Harga Produsen Pertanian sub-sektor Tanaman Pangan, Hortikultura, danTanaman perkebunan rakyat 2012. Hal. 23-145
Profil Perusahaan Perdagangan Eceran Perusahaan perdagangan di indonesia, dikelompokkan menjadi beberapa jenis dilihat dari barang-barang yang dijual serta kegiatan utamanya, jumlah usaha serta pengelompokan perusahaan perdagangan dapat dilihat pada tabel dibawah. Angka pada tabel 1 menunjukkan bahwa perdagangan eceran komoditi bukan makanan, minuan, atau tembakau yaitu sebanyak 21879 (47,87%) perusahaan. Kemudian perdagangan eceran berbagai macam barang yang utamanya makanan, minuman, atau tembakau di supermarket/minimarket sebanyak 6360 (13,92%) perusahaan, dan perdagangan eceran sepeda motor serta suku cadang dan aksesorisnya sebanyak 4700 (10,28%) perusahaan. Perusahaan perdagangan eceran berbagai macam barang yang utamanya makanan, minuman, atau tembakau di supermarket/minimarket lebih banyak daripada yang selain. hal ini menunjukkan kemungkinan ada anggapan dari pengusaha bahwa supermarket/minimarket lebih menjajikan keuntungan daripada toko biasa karena fasilitas dan kenyamanan berbelanja disana lebih bisa menarik
30 konsumen yang menginginkan kenyamanan berbelanja dengan harga yang cukup bersaing atau mudah terjangkau di setiap lapisan masyarakat. Tabel 9 Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Sakernas 2006 KBLI (1) 50102
Jenis Kegiatan Utama Jumlah % (2) (3) (4) Perdagangan Eceran 1 478 3.23 Mobil 50202 Perdagangan Eceran 820 1.79 suku Cadang dan aksesoris Mobil 50302 Perdagangan eceran 4 700 10.28 sepeda motor serta suku cadang dan aksesorisnya 50400 Perdagangan eceran 3 083 6.75 bahan bakar kendaraan di SPBU 52111 Perdagangan eceran 6 360 13.92 berbagai macam barang yang utamanya makanan, minuman, atau tembakau di supermarket/minimarket 52112 Perdagangan eceran 825 1.81 berbagai macam barang yang utamanya makanan, minuman, atau tembakau selain di supermarket/minimarket 52191 Perdagangan eceran 2 669 5.84 berbagai macam barang yang utamanya bukan makanan, minuman, atau tembakau di toserba (departemen store) 52192 Perdagangan eceran 605 1.32 berbagai macam barang yang utamanya bukan makanan, minuman atau tembakau selain di toserba (departemen store) 522 Perdagangan eceran 2 973 6.50 komoditi makanan, minuman, atau tembakau 523 Perdagangan eceran 21 879 47.87 komoditi bukan makanan, minuman, atau tembakau 524 Perdagangan eceran 282 0.62 barang bekas 5271 Perdagangan eceran 32 0.07 melalui media Total 45 706 100.00 Sumber: Direktori perusahaan perdagangan eceran, hasil sensus ekonomi 2006, BPS, hal 7-8
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Efisiensi Pasar Komoditas Hortikultura Bawang Merah Pemasaran bawang merah dari petani hingga sampai ke tangan konsumen memiliki tiga tahapan. Berawal dari petani, kemudian dikumpulkan oleh pengumpul di desa, lalu langsung disalurkan ke pasar-pasar induk, kemudian langsung dibeli oleh pasar modern melalui pasar induk. Saluran dari pemasaran bawang merah ini dapat dijelaskan oleh gambar 5.1 dibawah ini. Gambar 4 Saluran Pemasaran Bawang Merah Petani Bawang Merah
Pengumpul Desa
Pasar induk kramat jati
Pasar modern
konsumen Bawang merah dalam pemasarannya sampai ke pasar induk kramat jati mayoritas berasal dari Brebes, Tegal, Bandung, Cirebon, dan Kuningan. Pasar modern membeli langsung bawang merah di pasar induk Kramat jati kemudian melakukan packing dan sorting langsung di pasar induk tersebut. Pada tingkat petani harga yang diterima petani sebagai produsen adalah sebesar Rp 9 878,- /Kg, harga tersebut merupakan harga yang dibayarkan pengumpul atau tengkulak kepada petani. Kemudian tengkulak menjual kepada pedagang besar di pasar induk sebesar Rp 14 950,- /Kg. Perbedaan harga atau margin pemasaran yang ada pada tingkatan pertama, yaitu dari petani kepada tengkulak adalah sebesar Rp 5 072,- /Kg. Presentase dari keuntungan yang diperoleh pengumpul atau tengkulak adalah sebesar 51.35 %.
32 Tabel 10 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Bawang Merah tingkatan pemasaran 1
2
Penjual
Pembeli
Petani
Pengumpul
pengumpul
pedagang pasar induk
harga jual (Rp) 9 878
margin pemasaran (Rp)
transmisi harga
5 072
14 950 650
3
pedagang pasar induk
pasar modern
15 600
4
pasar modern
Konsumen
44 565
22.17%
28 965
Sumber: diolah dari BPS, dan pengamatan langsung di lapangan57 Pada tingkat pemasaran ke dua, yaitu dari pedagang besar di pasar induk kepada pasar modern, harga bawang merah yang dijual oleh pedagang besar di pasar induk adalah sebesar Rp 15 600,- /Kg.58 Margin pemasaran yang terjadi di tingkat pemasaran kedua adalah sebesar Rp 650,- / Kg atau sebesar 4.35%. Penjualan kepada konsumen yang dilakukan oleh pasar modern merupakan tingkat pemasaran terakhir dari komoditas bawang merah. Harga pada pasar modern yang dibebankan kepada konsumen saat membeli bawang merah adalah sebear Rp 44 565,- /Kg. margin pemasaran yang terjadi di tingkat ke tiga merupakan margin terbesar pada pemasaran komoditas bawang merah, yaitu sebesar Rp 28 965;- /Kg. Presentase dari margin yang terjadi pada tingkat akhir adalah sebesar 185.67%. Transmisi harga dari konsumen kepada petani atau bagian yang diterima petani dari pemasaran bawang merah adalah sebesar 22,17%. Transmisi harga tersebu merupakan gambaran dari kekuatan tawar petani bawang merah. Transmisi harga sebesar 22.17% artinya adalah dari harga jual yang dikenakan kepada konsumen, 22.17% adalah bagian yang didapatkan oleh petani. Petani bawang merah dengan transmisi harga sebesar 22.17% masih termasuk dalam petani yang memiliki transmisi harga rendah. Kekuatan tawar petani bawang merah dipengaruhi oleh adanya kartel di dalam penyaluran atau ketersediaan bawang merah di indonesia.59 Kartel mengatur pasokan bawang merah kedalam negeri sehingga terjadinya kelangkaan di pasaran yang pada akhirnya meningkatkan harga bawang merah. Akan tetapi, kenaikan harga tersebut tidak dinikmati oleh petani, hanya kartel yang menikmati meningkatnya harga. Perbedaan harga yang tinggi dari produsen 57
BPS, harga produsen pertanian sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat 2012. Hal 23-145 data dari BPS yang diambil adalah data harga produsen untuk menentukan harga pada tingkat pemasaran satu 58 Harga tersebut didapatkan dari kantor pengelola pasar induk, harga yang didapat adalah harga rata-rata yang masuk ke kantor pasar induk. Diasumsikan harga tersebut memiliki kesamaan dengan harga yang dibeli oleh pasar modern karena berada di tingkatan yang sama. 59 Informasi mengenai adanya kartel di dalam pemasaran komoditas bawang merah dihasilkan dari studi pustaka. Adanya kartel dalam komoditas bawang merah diawalli dari terindikasinya kartel importir bawang merah. Mekanisme yang dilakukan oleh kartel adalah dengan mengatur pasokan bawang merah dari luar negeri. Pasokan tersebut akan mempengaruhi harga bawang merah dalam negeri. (metrotvnews, 4 April 2013, BBC.co.uk, 18 Mei 2013, dan tempo)
33 dengan harga yang diterima konsumen memiliki andil dalam pembentukan transmisi harga tersebut. Ketimun Komoditas ketimun memiliki saluran pemasaran yang sama dengan bawang merah. Tingkatannya dari petani hingga ke konsumen ada empat tingkat. Pertama adalah tingkatan dari petani ke pengumpul atau tengkulak, kemudian penyaluran komoditas ketimun dari pengumpul atau tengkulak sampai ke pasar induk. Tingkat kemudian adalah pembelian ketimun di pasar induk yang dilakukan oleh pasar modern dan terakhir adalah penjualan di gerai-gerai pasar modern kepada konsumen. Ketimun yang berada di pasar induk Kramat Jati berasal dari Lembang, Cipanas, Garut, Cikampek, dan Sukabumi. Tingkatan terendah dari pemasaran komoditas ketimun, yaitu penjualan ketimun dari petani kepada pengumpul atau tengkulak, berada pada harga Rp 2.337,-/Kg. Kemudian ketimun disalurkan oleh pengumpul atau tengkulak ke pasar induk, harga yang terbentuk adalah sebesar Rp 3.398,-/Kg. Hal tersebut menghasilkan margin pemasaran sebesar Rp 1.061,-/Kg atau sebesar 45,4%. Gambar 5 Saluran Pemasaran Ketimun Petani Ketimun
Pengumpul Desa
Pasar induk kramat jati
Pasar modern
konsumen Penyaluran dari pedagang pasar induk kepada pasar modern terjadi dengan harga jual yang diterima oleh pedagang pasar induk sebesar Rp 5.273,-/Kg. Karena harga pada tingkatan yang terjadi pada tingkatan sebelumnya adala Rp 3398,-/ Kg maka margin pemasaran yang terbentuk pada tingkat pemasaran ketiga adalah sebesar Rp 1 875,-/ Kg.
34 Tabel 11 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Ketimun tingkatan pemasaran 1
2
penjual
Pembeli
harga jual (Rp)
petani
Pengumpul
2 337
pengumpul
pedagang pasar induk
3 398
margin pemasaran (Rp) 1 061
1 875 3
pedagang pasar induk
pasar modern
5 273
4
pasar modern
Konsumen
8 522.25
transmisi harga
27.42%
3 249.25
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan Tingkatan terakhir pada pemasaran komoditas ketimun adalah penjualan komoditas ini kepada konsumen yang dilakukan oleh pasar modern. Harga jual rata-rata ketimun di empat pasar modern besar adalah sebesar Rp 8 522.25,-/ Kg. Dalam pemasaran ketimun, penjualan oleh pasar modern menghasilkan margin pemasaran terbesar, yaitu sebesar Rp 3 249.25,-/ Kg. Perbedaan harga yang diterima oleh konsumen dengan yang diterima oleh petani menghasilkan transmisi harga, dalam kasus pemasaran ketimun transmisi harga yang terbentuk adalah sebesar 27.42%. Transmisi harga yang terbentuk pada komoditas ketimun tersebut masih tergolong rendah karena masih tingginya perbandingan antara harga yang diterima oleh petani sebagai produsen dengan harga yang dikenakan kepada konsumen. Salah satu penyebab rendahnya transmisi adalah posisi tawar dari petani ketimun. Lama produksi dari ketimun yang cepat menjadi salah satu penyebab hal tersebut. Ketimun dengan lama penanaman yang cepat, berkisar 55 hingga 65 hari setelah munculnya buah menyebabkan kelangkaan pasokan ketimun sulit terjadi. 60 Kemudahan penanaman tersebut menyebabkan petani tidak memiliki kekuatan untuk menekan pengumpul akibat tersedianya pasokan terus menerus.
Tomat Tomat sebagai salah satu sayuran penting dalam pemasaran produknya dari dihasilkan oleh petani hingga akhirnya sampai ke konsumen memiliki empat pelaku pemasaran. Saluran dalam pemasaran tomat memiliki tiga tingkatan pemasaran. Diawali pembelian hasil pertanian tomat oleh pengumpul atau tengkulak dari petani, dilanjutkan penjualan ke pasar induk. Tomat di pasar induk dibeli oleh pasar modern dan mengalami proses packing, sorting, dan grading hingga akhirnya dijual ke konsumen. Stok tomat di pasar induk Kramat Jati dipasok dari Garut, Ciwidey, Cipanas, dan Dieng
60
Vincent E. Rubatzky, Mas Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Prinsip, Produksi, dan Gizi. (bandung: Penerbit ITB) h 60-65
35 Gambar 6 Saluran Pemasaran Tomat Petani Tomat
Pengumpul Desa
Pasar induk kramat jati
Pasar modern
konsumen Tomat dibeli oleh pengumpul atau tengkulak dari petani sebesar Rp 4.897,/Kg, kemudian dijual kembali oleh ke pasar induk dengan harga sebesar Rp 5.240,-/Kg. Perbedaan harga di dua tingkatan pemasaran tersebut membuat margin pemasaran sebesar Rp 343,-/Kg atau sebesar 43,08% dari harga yang diterima petani. Tabel 12 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Tomat tingkatan pemasaran 1
2
Penjual
pembeli
harga jual (Rp)
Petani
pengumpul
4 897
Pengumpul
pedagang pasar induk
5 240
margin pemasaran (Rp) 343
1 125 3
pedagang pasar induk
pasar modern
6 365
4
pasar modern
konsumen
11 497.5
transmisi harga
42.59%
5 132.5
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung dilapangan Pedangang pasar induk menyalurkan tomat kepada pasar modern dengan menjualnya dengan harga Rp 6.365,-/Kg. Margin yang terbentuk dari harga yang ada di tingkatan pemasaran ketiga adalah Rp 1.125,-/Kg. Presentase dari margin pemasaran pada tingkatan pemasaran ketiga adalah 21,47%. Pada tingkatan pemasaran terakhir pada komoditas tomat ini harga yang terbentuk adalah sebesar Rp 11.497,5/Kg dengan persentase keuntungan pemasaran sebesar 80,64%. Keuntungan terbesar dari pemasaran komoditas tomat terletak pada tingkatan akhir sebelum sampai ke konsumen, yaitu penjualan yang dilakukan oleh pasar modern. Perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen atau transmisi harga dari komoditas ini adalah sebesar 42,59%.
36 Transmisi harga yang terjadi pada komoditas ini tergolong besar dibandingkan komoditas lain yang diteliti. Hal tersebut akibat posisi tawar dari petani tomat yang lebih kuat dibandingkan petani komoditas lain. Kuatnya posisi tawar petani tomat diakibatkan tomat sebagai produk hortikultura dapat dipanen dari kondisi buah masih muda hingga tua, sehingga resiko tidak dapat dijualnya hasil produksi dapat dihindarkan. Tomat dalam penjualannya dapat dijual dari berwarna hijau muda, hijau matang, hingga merah. 61 Terhindarnya resiko tidak dapat menjual hasil produksinya membuat petani tomat memiliki kekuatan dalam menentukan kapan dia akan menjual hasil. Petani dapat menjual pada saat fase panen yang paling menguntungkannya. Kondisi tersebut diperkuat dengan daya tahan dari tomat setelah dipanen yang dapat mencapai beberapa minggu dalam suhu yang tepat. Kentang Kentang sebagai salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai jual tinggi memiliki empat tingkatan dalam pemasarannya. Terdapat lima pelaku yang terlibat dalam penyampaian komoditas ini dari petani sebagai produsen hingga sampai kepada konsumen, yaitu petani, pengumpul atau tengkulak, pedagang pasar induk, pasar modern, dan konsumen. Gambar 7 Saluran Pemasaran Kentang Petani Kentang
Pengumpul Desa
Pasar induk kramat jati
Pasar modern
konsumen Pemasaran tingkat pertama yang dimulai dari penjualan komoditi kentang dari petani ke pengumpul atau tengkulak menghasilkan harga kentang sebesar Rp 4.265,-/Kg. Tingkatan kedua adalah penyaluran kentang yang telah dikumpulkan dari desa ke pasar induk. Pada kegiatan ini, pengumpul atau tengkulak menjual kentang ke pedagang di pasar induk seharga Rp 6.102,-/Kg. Dua tingkatan tersebut membentuk margin pemasaran sebesar Rp 1.837,-/Kg atau 43,07% dari harga yang diterima petani.
61
Ibid, h 17-20
37 Tabel 13 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Kentang tingkatan pemasaran 1
2
Penjual
Pembeli
harga jual (Rp)
Petani
Pengumpul
4 265
pengumpul
pedagang pasar induk
6 102
margin pemasaran (Rp) 1 837
511 3
pedagang pasar induk
pasar modern
6 613
4
pasar modern
Konsumen
14 070
transmisi harga
30.31%
7 457
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan Kentang saat disalurkan oleh pedagang pasar induk kepada pasar modern memiliki terjual pada harga Rp 6.613,-/Kg. Hal tersebut menghasilkan perbedaan harga atau margin antara tingkat kedua dan ketiga sebesar Rp 511,-/Kg. Tingkatan terakhir dari pemasaran komoditi ini adalah penjualan yang dilakukan oleh pasar modern kepada konsumen. Konsumen dikenakan harga dalam membeli kentang di pasar modern sebesar Rp14.070,-/Kg. Margin pemasaran antara pembelian kentang dari pasar induk dan penjualan kepada konsumen adalah sebesar Rp 7.457,-/Kg. Margin pemasaran total dari pemasaran kentang dari petani sampai dijual ke konsumen adalah sebesar Rp 9.805,-/Kg atau sebesar 112,76%. Perbedaan harga dari harga yang dibeli oleh konsumen dengan yang diterima oleh petani adalah 30,31%. Kentang dalam produksinya di Indonesia saat ini memiliki kasus unik dibandingkan komoditas lain. Produksi dari kentang saat ini lebih didominasi oleh bentuk kemitraan antara petani dengan PT Indofood. Petani kentang pada kabupaten Brebes, Garut, dan Banjarnegara banyak yang memiliki ikatan kemitraan sebagai penyedia bahan baku kentang jenis Atlantis kepada PT. Indofood. Kemitraan tersebut dapat menjadi keuntungan ataupun kerugian bagi petani kentang. Keuntungannya adalah petani mendapatkan harga tetap sehingga pendapatannya dapat terjaga akibat adanya kontrak. Akan tetapi, hal tersebut memiliki hal negatif, adanya kontrak pengadaan produk dengan adanya perjanjian atas penyediaan bibit oleh PT Indofood dan penjualan dalam jumlah tertentu yang dibebankan kepada petani menyebabkan petani tidak memiliki pilihan lain dalam menjual hasil produksinya. Kondisi kemitraan tersebut menyebabkan adanya ketergantungan dari petani kepada perusahaan yang melakukan kemitraan sehingga permasalahan harga dari produk diatur oleh perusahaan tersebut.62 Mangga Mangga dalam pemasaran hasil produksinya memiliki lima tingkatan. Saluran pemasaran manga terdiri dari penjualan manga dari petani kepada pengumpul atau tengkulak, kemudian penyaluran manga dari pengumpul ke 62
Bambang Irawan Fluktuasi Harga, Transmisi Harga, dan Margin Pemasaran Sayuran dan Buah. (Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah) h 8-9
38 pedagang di pasar induk. Selanjutnya mangga dibeli oleh supplier yang nantinya akan menyalurkannya kepada pasar modern untuk dijual kepada konsumen. 63 Saluran lain yang terjadi pada pemasaran mangga adalah pengumpul atau tengkulak tidak menyalurkan mangga tidak melewati pasar modern, akan tetapi langsung kepada supplier yang nantinya akan menjual mangga ke pasar modern. Gambar 8 Saluran Pemasaran Mangga Petani Mangga
Pengumpul Desa
Pasar induk kramat jati
supplier
Pasar modern
konsumen Saluran pertama adalah pengumpul atau tengkulak pada komoditas mangga membeli dari petani sebesar Rp 3.677,-/Kg. Kemudian pengumpul menyalurkannya untuk dijual kepada pedagang besar di pasar induk dengan harga Rp 5.392,-/Kg. Dua tingkatan pemasaran tersebut menghasilkan margin sebesar Rp 1.715,-/Kg. Tingkatan selanjutnya adalah pedagang di pasar induk menjual mangga kepada supplier seharga Rp 14.400,-/Kg. Margin yang terbentuk pada kegiatan ini adalah sebesar Rp 9.008,-/Kg. Selanjutnya supplier menjual mangga tersebut kepada pasar modern, harga jual mangga pada tingkatan tersebut adalah sebesar Rp 16.000,-/Kg. Penjualan mangga dari supplier menyebabkan margin yang terbentuk pada tingkatan keempat adalah sebesar Rp 1.600,-/Kg. Tahap akhir dari saluran pemasaran ini adalah penjualan mangga kepada konsumen. Pasar modern menjual mangga kepada konsumen dengan harga Rp 25.335,-/Kg. Margin pemasaran yang terjadi pada tingkatan akhir dari pemasaran mangga adalah sebesar Rp 9.335,-/Kg.
63
Di pasar induk kramat jati, pasar modern tidak membeli mangga langsung dari pedagang di pasar induk. hal tersebut berdasarkan keterangan dari pegawai pasar induk kramat jati bernama Komeng. Dia memaparkan supermarket tidak mengambil mangga langsung di pasar induk.
39 Tabel 14 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Mangga tingkatan pemasaran 1
2
penjual
Pembeli
harga jual
petani
Pengumpul
3 677
pengumpul
pedagang pasar induk
5 392
margin pemasaran
transmisi harga
1 715
9 008 3
4 5
pedagang pasar induk
Supplier
14 400
supplier
pasar modern
16 000
pasar modern
Konsumen
25 335
14.51% 1 600
9 335
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan
Semangka Saluran pemasaran semangka seperti saluran pemasaran dari mangga dimana terdapat dua macam saluran pemasaran. Saluran pertama mempunyai lima tingkatan dimulai dari petani menjual kepada pengumpul atau tengkulak, kemudian pengumpul menyalurkannya kepada pedagang besar di pasar induk. Selanjutnya supplier membeli semangka dari pedagang di pasar induk untuk dijual kepada pasar modern. Saluran kedua dari pemasaran semangka memiliki empat tingkatan untuk menyalurkan semangka dari petani hingga sampai ke tangan konsumen. Perbedaan antara saluran satu dan dua terletak pada pada saluran satu pengumpul menjual ke pasar induk terlebih dahulu sebelum pasar induk menjualnya kepada supplier, sedangkan pada saluran dua supplier langsung membeli komoditas ini dari pengumpul atau tengkulak.
Gambar 9 Saluran Pemasaran Semangka Petani Mangga
Pengumpul Desa
Pasar induk kramat jati
supplier
Pasar modern
konsumen
40 Semangka pada saluran pemasaran satu dititipkan oleh petani kepada pengumpul atau tengkulak dengan harga Rp 2.311,-/Kg, semangka tersebut kemudia disalurkan oleh pengumpul atau tengkulak kepada pedagang pasar induk dengan harga Rp 3.045,-/Kg. Tingkatan ini menghasilkan margin pemasaran sebesar Rp 734,-/Kg. Pedagang pasar induk kemudian menjual semangka kepada supplier dengan harga Rp 3.311,-/Kg. Perbedaan harga dari pengumpul dan pedagang pasar induk menyebabkan terjadinya margin pemasaran sebesar Rp 266,-/Kg. Tingkatan pada pemasaran komoditas ini selanjutnya adalah penjualan oleh supplier kepada pasar modern. Harga jual semangka pada tingkatan ini adalah sebesar Rp 5.000,-/Kg. Margin pemasaran yang didapatkan oleh supplier dari hasil pembelian dari pasar induk dan penjualan kepada pasar modern adalah sebesar Rp 1.689,-/Kg. Pada akhirnya pasar modern menjual kepada konsumen dengan harga Rp 8.422,5/Kg. Besaran margin yang terjadi pada tingkatan ini adalah sebesar Rp 3.422,5/Kg. Kedua saluran pemasaran dari semangka tersebut memiliki transmisi harga dari konsumen kepada produsen sebesar 27,44%. Transmisi harga yang terjadi pada pemasaran komoditas semangka ini masih terhitung rendah dibandingkan transmisi harga yang terjadi pada komoditas tomat. Posisi tawar petani sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi transmisi harga pada komoditas ini lemah. Salah satu penyebabnya adalah daya tahan penyimpanan dari semangka itu sendiri. Semangka sebagai produk hortikultura yang membutuhkan waktu penanaman selama 3 hingga 5 bulan memiliki daya tahan yang rendah dan tidak cocok untuk disimpan lama. Ketidakmampuan semangka dalam bertahan lama membuat petani memiliki possi yang lebih membutuhkan penjualan daripada pengumpul karena petani tidak mau hingga semangka membusuk dan tidak laku dijual. Tabel 15 Margin Pemasaran dan Transmisi Harga Semangka harga margin tingkatan transmisi penjual pembeli jual pemasaran pemasaran harga (Rp) (Rp) petani pengumpul 2 311 1 734 2
pengumpul
pedagang pasar induk
3 045 266
3 4 5
pedagang pasar induk
supplier
3 311
supplier
pasar modern
5 000
pasar modern
konsumen
8 422.5
27.44% 1 689
3 422.5
Sumber: diolah dari BPS dan pengamatan langsung di lapangan
41 Struktur Pasar Komoditas Hortikultura Pasar dari komoditas hortikultura secara umum di setiap tingkatan pemasaran memiliki struktur pasar yang berbeda-beda. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh banyaknya pembeli dan penjual pada setiap komoditas. Struktur Pasar dari komoditas ini dapat dipaparkan dengan menganalisis alur distribusinya. Secara umum alur distribusi pada komoditas hortikultura digambarkan pada gambar 5.7 dibawah ini: Gambar 10 Alur Distribusi Pasar Hortikultura Petani
pengumpul
Pedagang besar
Pasar modern
konsumen
Supplier Sumber: diolah dari data penelitian Struktur pasar yang umum terjadi pada tingkatan pertama pemasaran atau penjualan dari petani kepada pengumpul atau tengkulak memiliki bentuk monopsony.64 Pengumpul memiliki kuasa lebih di dalam desa untuk mengambil atau membeli hasil dari pertanian hortikultura dari petani. 65 Ketidakmampuan petani dalam memilih penjual dan hanya menjualnya langsung kepada pengumpul atau tengkulak dijelaskan oleh Adnyana, et.al disebabkan oleh kondisi petani hortikultura di Indonesia saat ini secara umum merupakan petani kecil dengan area produksi tidak lebih dari 0,5 ha, petani-petani tersebut memiliki kecenderungan tidak memiliki keinginan untuk lebih memasarkan hasilnya dan memilih untuk menjual kepada penjual terdekat.66 Pada kasus di Brebes, salah satu petani yang bernama Sodikin mengatakan bahwa keterikatan dengan pengumpul tersebut diakibatkan adanya bantuan pada masa-masa sebelumnya seperti pada masa penanaman yang diberikan oleh tengkulak kepada petani, dalam bentuk materi seperti peminjaman uang. Adanya keharusan pemberian balas budi yang menyebabkan para petani menjual hasil pertaniannya kepada pengumpul. Dalam pelaksanaan pengumpulan hasil-hasil hortikultura tersebut pengumpul langsung menunggu petani pada saat panen di lahan milik petani. Nantinya pengumpul yang akan menanggung semua biaya
64
Penjualan dari bawang merah pada tingkatan pertama di kabupaten Brebes terjadi dimana tengkulak atau pengumpul menunggui langsung petani saat memanen bawang merah sehingga petani dihadapkan langsung kepada satu pembeli 65 Petani tidak mengetahui informasi harga bawang merah yang dibeli di pasar, sistem yang terjadi adalah petani menitipkan barang kepada pengumpul atau tengkulak kemudian tengkulak membayar kepada petani berapapun harga yang terjadi di pasar, jadi petani tidak mengetahui harga terlebih dahulu pada saat menjual kepada tengkulak 66 Adnyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa. Marketing Infrastructure for the Promotion of Non-traditional Agriculture Production and Export in Indonesia. 1997. Center for Agro Socio-economic Research. H 43
42 yang akan dikeluarkan untuk menyalurkan hasil tersebut ke tingkat pemasaran selanjutnya. Pada tingkatan pemasaran selanjutnya, pengumpul dihadapkan oleh struktur pasar persaingan sempurna dikarenakan banyaknya pembeli dari komoditas ini. Alternatif penjualan yang dapat dilakukan oleh pengumpul dapat langsung membawanya kepada pasar induk atau menjualnya kepada pasar kota terdekat dari hasil pertanian itu sendiri. Pengumpul juga menguasai informasi harga dalam komoditas ini sehingga dapat memainkan perannya dalam menjual produk hortikultura ke penjual yang dapat memberikan keuntungan terbesar kepada pengumpul atau tengkulak. Dalam pemasaran pada tingkatan pengumpul dikenal istilah “bos” yang merujuk kepada pedagang di pasar, baik pasar induk atau pasar di daerah. “bos” memiliki kekuatan untuk menentukan harga beli dari suatu komoditas yang nantinya akan diinformasikan kepada pengumpul pada saat pembayaran melalui supir mobil pengangkut. “bos” juga memiliki kekuatan untuk menilai atau sorting barang yang dibelinya. Produk hortikultura yang telah dibawa tapi tidak sesuai dengan standar atau kualitas yang diinginkan “bos” dapat langsung ditolak dan tidak mendapatkan bayaran dari barang tersebut.67 Pengumpul dihadapkan oleh kekuatan dari pedagang besar di pasar induk yang dapat menentukan harga. Akan tetapi, pengumpul memiliki alternatif penjualan dengan dapat langsung membawanya kepada pasar induk atau menjualnya kepada pasar kota terdekat dari hasil pertanian itu sendiri. Pengumpul juga menguasai informasi harga dalam komoditas ini sehingga dapat memainkan perannya dalam menjual produk hortikultura ke wilayah yang dapat memberikan keuntungan terbesar kepada pengumpul atau tengkulak dengan mengatur berapa biaya yang dibayarkan kepada petani. Namun, walaupun pengumpul atau tengkulak dihadapkan kepada struktur pasar persaingan sempurna dengan banyaknya penjual di pasar induk serta adanya alternatif menjual ke supplier, pengumpul atau tengkulak tidak dapat menentukan harga. Pengumpul atau tengkulak pada awalnya dapat mencari pembeli dari produk hortikulturanya, tetapi pada saat sudah terjadinya perjanjian antara pembeli dan pengumpul harga dari komoditas tersebut langsung ditentukan oleh pedagang di pasar induk. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa penjual di pasar, atau yang dipanggil “bos” dapat melakukan sorting atas produk mana yang dapat dia beli atau tidak menyebabkan resiko dari hasil pertanian yang dibawa oleh pengumpul atau tengkulak menjadi tanggungan pengumpul. Hal tersebut menjadi landasan kepada pengumpul untuk mengambil margin pemasaran yang lebih besar dengan cara membebankan kepada biaya apabila terjadinya kerugian seperti itu kepada petani dengan cara mengurangi harga yang dibayarkan oleh petani. Kondisi ini diperkuat oleh Adnyana, et.al yang mengatakan setelah tengkulak mengumpulkan hasil pertanian dari petani-petani, tengkulak membayarkan bagian dari petani setelah barang telah dibayarkan oleh penjual di pasar, tetapi segala resiko seperti kebusukan ditanggung oleh tengkulak.68 67
Informasi ini didapatkan dari wawancara dengan Hadi seorang supir pengangkut sayur dari desa Dawuhan, kabupaten Brebes. Walaupun “bos” memiliki kekuatan besar dalam menentukan harga, tetapi tengkulak dapat menyalurkan barangnya ke pedagang lain.. 68 Andyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa, op.cit, h-44
43 Informasi yang dipegang oleh pengumpul atau tengkulak serta kekuatan dalam pemilihan penjual untuk menjual hortikultura yang dibawanya dari desa menyebabkan margin pemasaran dari beberapa komoditas hortikultura pada tingkatan kedua menjadi lebih besar dibandingkan margin yang diterima oleh pedagang di pasar induk. Margin yang terbentuk dari perbedaan harga pembelian hortikultura oleh pengumpul dari petani serta penjualannya kepada pedagang pasar induk pada enam komoditas yang diteliti dalam penelitian ini terdapat dua karakteristik, yaitu komoditas yang memiliki margin yang lebih besar pada tingkatan pengumpul atau tengkulak dibandingkan margin yang diterima oleh pedagang pasar induk setelah menjualnya kepada pasar modern dan komoditas yang memiliki dan komoditas yang mengalami kejadian sebaliknya. Kondisi dimana margin pemasaran yang diterima oleh pengumpul atau tengkulak yang lebih besar daripada yang diterima oleh pedagang pasar induk terjadi pada komoditas kentang, bawang merah, dan ketimun. Untuk komoditas tomat, semangka, serta mangga terjadi sebaliknya. Komoditas semangka serta mangga melibatkan satu lagi pelaku kegiatan pemasaran komoditas ini, yaitu supplier. Supplier menyalurkan langsung semangka dan mangga kepada pasar modern. Kemudian di pasar induk dikenal dengan istilah “langganan”, yaitu istilah yang disematkan kepada penjual di dalam pasar induk yang menjual dagangannya kepada pasar modern. Perjanjian dagang yang terjadi diantara “langganan” dan pasar modern adalah dalam bentuk kesiapan pedagang dalam menyiapkan hortikultura dalam jumlah tertentu tiap harinya69. Melonjaknya harga jual dari komoditas hortikultura pada tingkat pemasaran terakhir, yaitu penjualan dari pasar modern kepada konsumen, diakibatkan pembebanan biaya untuk packing yang dilakukan oleh pasar modern terhadap hortikultura yang dibelinya. Packing yang dilakukan oleh pasar modern langsung dilakukan di tempat pembelian di pasar induk. Pasar modern memiliki “lapak” khusus yang mereka miliki untuk melakukan kegiatan tersebut. Analisis Ekonomi Politik Struktur Pasar Distribusi Hortikultura Persaingan merupakan suatu kondisi ideal dalam usaha pemenuhan suatu komoditas. Akan tetapi, persaingan itu sendiri hanya dapat berjalan fungsinya apabila terjadi tanpa adanya persaingan secara curang diantara peserta persaingan dan persaingan itu sendiri merupakan suatu hal yang dinamis dan berubah-ubah sesuai faktor yang mempengaruhinya seperti kebijakan pemerintah.70 Dalam distribusi komoditas hortikultura, struktur pasar yang menggambarkan peta persaingan pada setiap tingkatan distribusi memiliki bentuk yang berbeda-beda. Bentuk struktur pasar yang berbeda-beda tersebut diakibatkan oleh pelaku-pelaku ekonomi di tingkatan distribusi tersebut memiliki kemampuan modal, kemampuan pengetahuan, serta kemampuan akses dan informasi yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan tersebut menyebabkan adanya perbedaan 69
Informasi tersebut didapatkan dari wawancara dengan Komeng salah satu pegawai dari PD Pasar Induk serta Syamsudin dan Teteh yang merupakan penjual makanan di dalam parkiran pasar induk. mereka menyebutkan istilah langganan sebagai sebutan untuk pedagang yang menjual sayur kepada pasar modern seperti Giant. 70 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia), H 17-18
44 kekuatan pada setiap pelaku kegiatan distribusi. Perbedaan kekuatan ini yang mendorong adanya perbedaan keuntungan yang dapat diperoleh oleh setiap pelaku pada setiap tingkatan.71 Pada tingkat distribusi hortikultura yang pertama, terjadinya transaksi hasil produksi dari petani kepada pengumpul. Pada tingkat distribusi ini, kemampuan pengetahuan dikuasai oleh petani diakibatkan petani merupakan tumpuan utama dari produksi komoditas ini. Petani memiliki kemampuan dalam bercocok tanam serta menghasilkan produk hortikultura yang dapat dikonsumsi sehingga memiliki nilai jual. Kemampuan bercocok tanam petani ini meliputi kemampuan menilai kesuburan dari tanah, kuantitas dan kualitas benih yang harus ditanam, kebutuhan air untuk tanaman, serta manajemen waktu tanam. Petani juga memiliki kemampuan kepemilikan lahan sehingga dapat melakukan usaha bercocok tanam tersebut. Kepentingan petani dalam melakukan tanam ini didorong oleh kebutuhan petani dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Produk hortikultura yang dihasilkannya merupakan produk yang digunakan untuk sehari-hari serta untuk dijual agar mendapatkan dana memenuhi kebutuhan lainnya. Kemampuan modal merupakan kemampuan suatu pelaku ekonomi dalam memenuhi kebutuhan modal dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. Hal inilah sebuah kemampuan yang tidak dimiliki oleh petani dalam produksi hortikultura. Untuk memenuhi kebutuhan modal ini petani mendapatkan bantuan oleh pelaku dalam distribusi komoditas hortikultura berikutnya, yaitu pengumpul. Pengumpul dalam kegiatan distribusi hortikultura berperan sebagai penyedia modal bagi petani. Kemampuan modal ini menjadi kekuatan bagi pengumpul untuk memberikan bantuan kepada petani apabila petani membutuhkan sehingga adanya keharusan balas budi dengan menjual hasil produksi dari petani kepada pengumpul.72 Kemampuan akses dalam bentuk informasi mengenai pembeli serta 71
Henry Bernstein, Class Dynamics of Agrarian Change, (Canada: Kumarian Press). H.10 Konsep kunci mengenai ekonomi politik pertanian pada awalnnya merupakan pemikiran dari Marx mengenai kepentingan kelas, kemudian dipaparkan kembali oleh bernstein. Konsep kunci tersebut terdiri atas dua bagian yaitu kondisi tekhnis penanaman dan kondisi sosial produksi. Kondisi tekhnis penanaman digambarkan sebagaii kemampuan pengetahuan yang dimiliki dalam menghasilkan produk pertanian yang nantinya dapat memiliki nilai guna. Kondisi sosial produksi digambarkan oleh empat pertanyaan kunci mengenai suatu proses produksi yaitu, siapa memiliki apa? Siapa melakukan apa? Siapa mendapatkan apa? Dan apa yang mereka lakukan dengan hal tersebut? Perrtanyaan kunci tersebut disederhanakan menjadi analisis mengenai kemampuan dasar dari aktor dalam proses produksi. Proses produksi ini juga termasuk kegiatan distribusi. Kemampuan-kemampuan tersebut adalah kemampuan pengetahuan, kemampuan akses dan informasi, serta kemampuan modal antara para aktoraktor dalam kegiatan penyaluran barang hortikultura. Kemampuan itu nantinya dapat menentukan kekuatan pada tiap tingkatan distribusi 72 Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik dan Pembangunan, (Bogor: IPB Press) h 44-46. Pemikiran mengenai kemampuan modal dari pengumpul ini merupakan gambaran dari pemikiran Marx mengenai teori surplus values. Teori tersebut menjelaskan bahwa buruh sebagai pemilik tenaga menjual tenaganya sesuai dengan nilai dari sarana kehidupan yang dibutuhkan buruh dalam mempertahankan hidupnya. Dalam penelitian ini petani disamakan dengan buruh pada teori surplus value. Petani hortikultura dalam pelaksanaan produksi komoditas ini hanya mendapatkan harga jual produk yang dihasilkannya sesuai dengan yang diberikan oleh pengumpul. Petani kurang memiliki kekuatan dikarenakan tidak memiliki kemampuan akses dan informasi. Petani kurang menikmati nilai tambah dari penjualan produknya, margin
45 harga di pasar memperlemah kekuatan petani dalam kegiatan ekonomi di dalam tingkatan ini. Kemampuan modal dari pengumpul tidak hanya membuat dia menguasai satu orang petani, tetapi banyak petani dari suatu dusun di desa. 73 Ditambah dengan kemampuan aksesnya untuk mengetahui informasi mengenai pembeli mendorong pengumpul menjadi penentu harga dan pembeli satu-satunya atas hasil produksi komoditas hortikultura. Hal tersebut menyebabkan struktur pasar pada tingkat pertama distribusi komoditas ini berbentuk monopsoni. Tabel 16 Presentase Keuntungan Petani Komoditas
harga yang didapatkan petani
keuntungan distribusi total (%)
transmisi harga (%)
bawang merah
9 878
11.62
22.17
ketimun
2 337
11.96
27.42
tomat
4 897
17.48
42.59
Kentang
4 265
13.73
30.31
Mangga
3 677
5.67
14.51
Semangka
2 311
10.46
27.44
Sumber: diolah Melihat dari tabel 16, keuntungan yang didapatkan petani dibandingkan dengan total transaksi yang terjadi dalam distribusi hortikultura ini relatif kecil. Pada komoditas bawang merah 11,62% dari total transaksi diterima petani, 11,96% pada ketimun, 17,49% untuk tomat, 13,74% didapatkan pada kentang, 5,67% pada mangga, dan 10,46% dari semangka. Akan tetapi, apabila kita melihat transmisi harga yang merupakan perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga dijual oleh pasar modern kepada konsumen, petani mendapatkan besaran keuntungan yang lebih dibandingkan dengan perbandingan harga yang diterimanya dengan total transaksi yang terjadi. Transmisi harga untuk bawang merah adalah sebesar 22,17%, ketimun 27,42%, 42,59% untuk tomat, kentang sebesar 30,31%, 14,51% untuk mangga, dan 27,44% pada semangka. Untuk biaya yang dibutuhkan petani dalam memproduksi komoditas hortikultura dapat dilihat pada tabel 5.8. Keuntungan yang didapatkan petani dalam memproduksi dan menjual komoditas ini sebenarnya terhitung sangat besar, dari enam komoditas yang diteliti petani mendapatkan keuntungan 163,77 % pada bawang merah, 28,45% pada ketimun, 60,63% untuk kentang, 63.46% merupakan keuntungan dari menanam tomat, serta keuntungan sebesar 51.63% dari komoditi semangka.
pemasaran yang diterima petani masih kalah besar dibandingkan yang diterima oleh pengumpul. Dengan kemampuan modal dan akses serta informasinya pengumpul mendapatkan akumulasi modal dari kegiatan distribusi hortikultura 73 Andyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa, op.cit, h-44
46 Tabel 17 Biaya Produksi Petani dan Presentase Keuntungan
bawang merah
3 744.86
harga yang diterima produsen (Rp/Kg) 9 878
Ketimun
1 819.3
Kentang
2 655.15
Komoditas
Tomat
Biaya produksi (Rp/Kg)
2 995.82
Keuntungan penanaman (Rp/Kg)
% keuntungan
6 133.14
163.77
2 337
517.7
28 45
4 265
1 609.85
60.63
4 897
1 901.18
63.46 80.74 51.63
Mangga
2 034.33
3 677
1 642.67
Semangka
1 524.16
2 311
786.84
Sumber: diolah Besaran keuntungan yang didapatkan petani secara matematis merupakan keuntungan yang super normal. Akan tetapi, besar perhitungan mengenai keuntungan tersebut tidak menggambarkan secara utuh biaya yang dibutuhkan petani dalam menghasilkan produk komoditas hortikultura. Resiko kegagalan panen, ketidaksempurnaan informasi mengenai harga, dan kuantitas produksi yang kecil merupakan variable lain yang mempengaruhi biaya dan keuntungan yang akan didapatkan petani pada nantinya.74 Perhitungan biaya produksi yang digambarkan oleh tabel 17 merupakan biaya untuk memproduksi hortikultura dengan luas lahan minimal 1 Ha. Sedangkan, mayoritas petani di Indonesia saat ini tidak memiliki lahan lebih luas dari 1 Ha. Besarnya lahan merupakan suatu gambaran mengenai keadaan dimana kemampuan modal memiliki andil dalam mempengaruhi keuntungan seseorang dari suatu proses produksi.75 Tabel 18 Pendapatan Harian Petani dengan Lahan Dibawah 0.5 Ha Komoditi Bawang merah Ketimun Kentang Tomat Mangga Semangka
74
Rata-rata hasil per Lama 0.5 ha (kg) (hari) 2425 5000 4125 6250 3670 3625
Penanaman Pendapatan Harian (Rp) 100-120 123 940.54 55-75 36 978.57 100-120 55 337.91 100-120 99 019.79 100-120 50 238.32 100-120 23 769.13
Henry Bernstein, op.cit. H.28. petani dihadapkan dengan hambatan yaitu masalah dengan alam, antara lain, ritme pertumbuhan alami dari tumbuhan dan hewan dan perubahan iklim yang tidak dapat diduga. Petani kecil sebagai pelaku yang tidak memiliki kemampuan modal memiliki keterikatan dengan tingkatan-tingkatan distribusi di atasnya mengenai pemenuhan kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan. Akan tetapi resiko-resiko alam yang dihadapi oleh petani tidak dibebankan juga kepada tingkatan diatasnya. Hal tersebut menyebabkan biaya yang dihadapi petani menjadi lebih besar. 75 James A. Caporaso dan David P. Levine, op.cit, h 133-135. Teori dari Marx menjelaskan bahwa suatu tujuan individu tergantung kepada apa yang dimilikinya. Dari teori tersebut dapat menjelaskan mengapa petani dengan luas lahan yang kecil mendapatkan keuntungan tidak secara utuh dapat digambarkan dengan perhitungan biaya produksi pada tabel 5.8.
47 Keuntungan petani pada data diatas terlihat menggambarkan bahwa petani di Indonesia tergolong sejahtera karena keuntungannya. Berdasarkan perbandingan keuntungan yang didapat dengan rata-rata hasil yang didapatkannya dan lamanya penanaman pendapatan harian petani adalah sebesar Rp 123.940,54 untuk bawang merah, Rp 36.978,57 pada ketimun, Rp 55.337,91 untuk kentang, Rp 99.019,79 pada komoditas tomat, Rp 50.238,32 pada mangga, dan Rp 23.769,13 untuk komoditas semangka. Pendapatan harian yang didapatkan petani berdasarkan perhitungan menyebabkan petani tidak termasuk dalam kategori miskin menurut World Bank, yaitu penduduk dengan pendapatan kurang dari $ 2 dalam sehari. Akan tetapi, perhitungan diatas tidak memperhitungkan resiko kegagalan panen ataupun resiko lainnya yang akan dihadapi petani. Tabel 18 Kebutuhan Harian Rata-rata Keluarga di Perdesaan Nama Barang
Banyak konsumsi Harga Eceran Total Pengeluaran harian (gr) Perdesaan (Rp) per hari (Rp) Beras 400 8 227.80 3 291.12 Tempe 40 8 416.67 336.67 Telur 80 15 034.72 1 202.77 Sayuran 150 5 458.15 818.72 Gula 60 11 800 7 080 Minyak Goreng 20 10 688.69 213.77 Santan 50 1 750 875 Jumlah 13 836.05 Jumlah untuk satu keluarga (4 Orang) 55 344.2
Sumber: diolah Nilai tukar petani merupakan gambaran tingkat kesejahteraan petani dilihat dari perbandingan harga yang didapat petani dengan harga yang dibayarkan petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Nilai tukar petani hortikultura secara nasional adalah sebesar 107.35 dengan tingkat kesejahteraan tertinggi adalah petani hortikultura di provinsi Bali dengan nilai tukar petani sebesar 150.38 dan yang terendah adalah provinsi Kep. Bangka Belitung dengan nilai tukar petani hortikultura sebesar 84.10.76 Rendahnya rata-rata nilai tukar petani secara nasional disebabkan peningkatan harga kebutuhan sehari-hari tidak sebanding dengan peningkatan harga jual komoditas hortikultura di tingkat petani. Tabel 19 Nilai Tukar Petani Tiap Komoditas Komoditi Bawang merah Ketimun Kentang Tomat Mangga Semangka
Indeks Harga yang Indeks Harga yang Nilai Tukar Petani Didapatkan Petani Dibayarkan Petani 114.50 110.04 104.05 104.01 110.04 94.52 103.34 110.04 93.91 107.56 110.04 97.75 104.87 110.04 95.30 101.04 110.04 91.82
Sumber: diolah
76
Biro Pusar Statistik. 2013. Nilai Tukar Petani Komoditas Hortikultura Indonesia
48 Pada tabel 19 dapat dilihat kesejahteraan terbesar berada pada petani bawang merah dengan nilai tukar petani sebesar 104.05 dan kesejahteraan terendah didapatkan oleh petani semangka dengan nilai tukar petani sebesar 91.82. Indeks nilai tukar petani yang didapatkan dari hasil perhitungan pada tabel 19 mengartikan bahwa petani bawang merah, ketimun, kentang, tomat, mangga, dan semangka masih memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan harga pada komoditas-komoditas tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan peningkatan harga kebutuhan sehari-hari di perdesaan. Angka nilai tukar petani yang didapatkan dari hasil perhitungan tidak jauh beda dengan nilai rata-rata nilai tukar petani di Jawa Tengah sebagai tempat penelitian ini, yaitu sebesar 100.87. Pada tingkatan distribusi penjualan produk pertanian dari petani ke tengkulak, besar keuntungan yang diambil oleh tengkulak pada tiap komoditas dapat dilihat pada tabel 20. Pengumpul atau tengkulak dalam distribusi enam komoditas hortikultura mendapatkan keuntungan dari total transaksi yang terjadi di dalam distribusi sebesar 5,97% pada komoditas bawang putih, 5,43 % untuk ketimun, 1,23 % pada komoditas tomat, 5,92 % pada kentang, 2,65 % dalam komoditas mangga, serta 3,32 % untuk komoditas semangka. Tabel 20 Persentase Keuntungan Pengumpul atau Tengkulak Komoditas bawang merah Ketimun Tomat Kentang Mangga Semangka
Transaksi 24 828 5 735 10 137 10 367 9 069 5 356
margin pemasaran (Rp) 5 072 1 061 343 1 837 1 715 734
% keuntungan transaksi 20,42 18,50 3,38 17,71 18,91 13,70
Sumber: diolah Namun, apabila dilihat dari besaran transaksi yang terjadi pada tingkat petani dan tengkulak, tengkulak mengambil untung yang relatif besar pada tiaptiap komoditas. Sebesar 20,43% pada bawang merah, 18,5 % dari ketimun, 17,72 % pada komoditas kentang, 18,91 % untuk mangga, serta 13,7 % untuk semangka. Hanya pada komoditas tomat pengumpul mengambil keuntungan yang relatif kecil yaitu sebesar 3,38 % dari total transaksi pada tingkatan pemasaran ini. Pengumpul dengan kemampuan aksesnya memiliki pengetahuan mengenai harga yang diterima di pasar menyebabkan pengumpul dapat mengambil keuntungan sebesar-besarnya pada proses distribusi di tingkatan ini. Pengambilan keuntungan yang diambil oleh pengumpul ini dipengaruhi oleh kegiatan distribusi pada tingkatan selanjutnya, yaitu penjualan hasil produksi tersebut dari pengumpul kepada pedagang di pasar induk. Besarnya keuntungan dari pedagang pasar induk dalam transaksi pembelian produk hortikultura dari pengumpul hingga dijual lagi baik langsung ke supplier atau langsung ke pasar modern untuk komoditas pasar modern adalah sebesar 2,13 %. Kemudian, untuk komoditas tomat 9,69 %, kentang sebesar 4,02 %, dan semangka sebesar 4,19 %. Adanya anomali pada komoditas mangga dan ketimun
49 dimana pedagang pasar induk mengambil keuntungan relatif besar yaitu sebesar 21,62 % pada ketimun dan 45,51 % untuk mangga. Secara keseluruhan apabila dibandingkan dengan total transaksi pada setiap komoditas. Pedagang pasar induk mendapatkan keuntungan sebesar 0,76 % pada bawang merah, 9,6 % pada ketimun, 4,02 pada tomat, 1,65 % pada kentang, 13,9 % untuk mangga, dan 1,2 % pada semangka. Tabel 21 Presentase Keuntungan Pedagang Pasar Induk Komoditas bawang merah Ketimun Tomat Kentang Mangga Semangka
transaksi 30 550 8 671 11 605 12 715 19 792 6 356
margin pemasaran % keuntungan transaksi (Rp) 650 2,12 1 875 21,62 1 125 9,69 511 4,01 9 008 45,51 266 4,18
Sumber: diolah Dalam hal kemampuan akses dan informasi, kekuatan dari pengumpul dan pedagang pasar induk memiliki kekuatan yang hampir sama. Keduanya memiliki informasi mengenai harga komoditas di dalam pasar. Kemampuan informasi yang dimiliki oleh pengumpul menyebabkan pengumpul memiliki kemampuan dalam memilih pedagang yang mana yang akan ditujunya untuk menjual hasil produksi yang dimilikinya. Kondisi tersebut disebabkan oleh banyaknya pedagang di dalam pasar induk sehingga menyebabkan struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan sempurna.77 Akan tetapi, pada tingkatan distribusi ini, apabila pengumpul telah menentukan akan menjual produk yang dimilikinya ke suatu pedagang di pasar induk, pengumpul tidak memiliki kemampuan dalam menentukan harga, pedagang pasar induk lah yang berperan menjadi penentu harga. 78 Hal tersebut disebabkan kekuatan dari pedagang pasar induk untuk melakukan sortir atas produk mana yang akan diterimanya atau tidak. Produk yang kualitasnya tidak sesuai tidak akan dibeli sehingga menyebabkan segala resiko selama proses 77
Berdasarkan informasi dari Jari supir angkutan sayur di Brebes supir angkutan, pengumpul bisa memberikan perintah kepada supir angkutan untuk membawa sayur tersebut ke pedagang lain. Jadi pengumpul memiliki kekuatan untuk memilih mana pedagang besar tujuan penjualan dari barang produksinya. Tetapi pada saat sudah sampai di pasar harga tetap ditentukan pedagang. 78 James A. Caporaso dan David P. Levine, op.cit, h 130-135 Caporaso menjelaskan pendapat dari Marx yang mengatakan bahwa perekonomian pasar bukan suatu sistem yang bertujuan menciptakan kesejahteraan maksimal yang terlibat dalam pasar, tetapi merupakan sarana untuk para kapitalis atau pemilik modal yang lebih banyak untuk merampas nilai surplus dari proses pertukaran di dalam pasar. Dalam penelitian ini, hal tersebut dapat dilihat dari tingkatan distribusi penjualan hortikultura dari pengumpul kepada pedagang pasar induk dimana walaupun pengumpul memiliki kemampuan untuk menjual kepada siapapun tetapi apabila sudah menentukan akan dijual kemana pedagang pasar induklah yang menentukan harga dan barang mana yang akan diterimanya (sorting). Hal tersebut akibat kemampuan modal pedagang besar yang lebih besar. Nantinya kerugian yang diterima pengumpul tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada petani yang tidak memiliki kemampuan modal bila dibandingkan pengumpul.
50 distribusi dari petani hingga ke pedagang pasar induk menjadi tanggung jawab dari pengumpul. Resiko tersebutlah yang menyebabkan pengumpul mengambil margin pemasaran yang lebih besar pada kegiatan jual beli dari petani ke pengumpul dibandingkan margin pemasaran yang diambil oleh pedagang pasar induk setelah menjual produk tersebut kepada pasar modern. 79 Keuntungan pemasaran akibat dari margin tersebut didapat oleh pengumpul dengan cara membebankan biaya resiko kepada petani. Pembebanan tersebut dengan dilakukan dengan menekan harga yang nantinya akan dibayarkan kepada petani. Hal tersebut dapat dilakukan oleh pengumpul dikarenakan adanya kemampuan informasi yang dimiliki oleh pengumpul. 80 Pada tingkatan ini kemampuan modal dari pasar modern sangat besar sehingga pasar modern memiliki kekuatan dalam menurunkan harga yang dibayarkan kepada pedagang pasar induk dalam memperoleh produk hortikultura. Kekuatan tersebut diperoleh karena pembelian dalam jumlah besar yang dilakukan pasar modern. Dengan adanya aturan sistem langganan dalam pasar induk, yaitu hanya langganan yang dapat membeli produk hortikultura dalam jumlah 100 Kg/hari, pasar modern menjadi pembeli besar yang memiliki keistimewaan dalam pasar induk.81 Keistimewaan tersebut dalam bentuk ketersediaan lapak yang dimiliki oleh pasar modern untuk melakukan packing dan sorting atas produk yang telah dibelinya. Kegiatan packing dan sorting ini pada akhirnya membuat pasar modern memiliki kekuatan dalam meningkatkan harga yang dibebankan kepada konsumen yang membeli produk hortikultura di pasar modern. Secara umum pasar modern yang membeli produk hortikultura di pasar induk mendapatkan harga yang sama dari pedagang di pasar induk, perbedaan harga yang dibebankan kepada pasar modern terletak pada perbedaan harga antara langganan dan bukan langganan. Pasar moderrn termasuk dalam golongan langganan dikarenakan melakukan pembelian melebihi 100 Kg/hari. Pembelian yang tergolong besar tersebut mendorong pasar modern memiliki kemampuan untuk melakukan penekanan kepada pedagang pasar induk untuk menentukan harga. Akibat adanya tekanan tersebut, struktur pasar yang terjadi pada tingkatan penjualan produk hortikultura oleh pedagang pasar induk dan pembelian oleh pasar modern cenderung bersifat oligopsoni. Hal ini diperkuat dengan besar keuntungan yang diterima oleh pedagang pasar induk yang dipaparkan pada tabel 19 cenderung lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh pasar modern. Kekuatan pasar modern ditenggarai akibat adanya kekuatan modal yang dimliki oleh pasar modern untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar. 79
Informasi mengenai besarnya margin pemasaran yang diambil tiap tingkatan distribusi dijelaskan pada sub-bab 5.1 mengenai efisien pemasaran dari produk hortikultura 80 Andyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa, op.cit, h 43-44 Andyana menjelaskan bahwa setiap resiko dalam penyaluran hasil distribusi merupakan tanggung jawab dari pengumpul, pedagang pasar induk tidak mendapatkan resiko dari barang yang diterimanya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan langsung di lapang memang tengkulak yang menanggung semua resiko penyaluran tersebut, tetapi resiko tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada petani dengan cara memotong harga yang nantinya diterima oleh petani sehingga pendapatannya relatif tidak berkurang 81 Informasi mengenai adanya sistem langganan ini dari wawancara dengan beberapa orang yang beraktifitas di pasar induk kramat jati seperti pedagang, tukang parkir, pedagang minuman, serta petugas PD Kramat Jati.
51 Margin pemasaran yang diterima oleh pasar modern paling besar jika dibandingkan margin pemasaran yang diterima oleh pelaku distribusi lainnya. Proses sorting, transportasi, dan grading yang dilakukan oleh pasar modern dibebankan kepada konsumen dengan cara meningkatkan harga jual akibat adanya penambahan nilai dari produk-produk hortikultura tersebut. Bentuk penekanan-penekanan yang dilakukan oleh pasar modern kepada penjual yang menyalurkan produk kepada pasar modern dapat dilihat pada tabel 20. Aktivitas yang dilakukan oleh pasar modern tersebut diakibatkan adanya penyalahgunaan kekuatan yang dimilikinya. Bentuk penekanan tersebut pada dasarnya adalah suatu usaha oleh pasar modern dalam mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan menghadapi persaingan dengan pasar modern lainnya. Akan tetapi, bentuk penekanan-penekanan tersebut pada akhirnya dapat merugikan penjual sebagai penyalur produk ke pasar modern dan konsumen sebagai pembeli akhir. Kerugian yang nantinya dihadapi oleh konsumen digambarkan oleh tabel 21. Kerugian akibat aktivitas-aktivitas tersebut tidak hanya merugikan konsumen untuk jangka pendek, tetapi juga untuk jangka panjang. Secara umum dilihat dari margin pemasaran serta persentase keuntungan pada komoditas-komoditas hortikultura yang diteliti, pasar modern mendapatkan presentase keuntungan yang paling besar diantara pelaku distribusi yang lain. Keuntungan yang didapatkan pasar modern dibandingkan dengan nilai transaksi pembelian komoditas tersebut dari pembelian di pasar induk dan dijual kepada konsumen pasar modern mendapatkan keuntungan sebesar 48,14 % pada bawang putih, 23,55 untuk ketimun, 28,73 % untuk tomat, 36,05 % pada kentang, 22,58 % untuk mangga, dan 25,5 % dari komoditas semangka. Keuntungan tersebut merupakan value added atau nilai tambah dari tiap komoditas. Dari total keuntungan tersebut biaya yang dikeluarkan oleh pasar modern adalah biaya tenaga kerja dan biaya kerugian dan material. Biaya tersebut sebesar 21-35%82 dari margin pemasaran. Hal tersebut menyebabkan keuntungan dari nilai tambah dari pemasaran yang telah dikurangi dengan biaya adalah sebesar 65-71%. Tabel 22 Presentase Keuntungan Pasar Modern
Komoditas
Transaksi
margin pemasaran (Rp)
Total Biaya % keuntungan transaksi
Biaya tenaga kerja
Biaya material dan kerugian
Keuntungan pasar modern berdasarkan value added
60 165
28 965
48.14
2 676.36
3 406.28
22 882.35
Ketimun
13 795.25
3 249.25
23.55
300.23
382.11
2 566.90
tomat
17 862.5
5 132.5
28.73
474.24
603.58
4 054.67
Kentang
20 683
7 457
36.05
689.02
876.94
5 891.03
Mangga
41 335
9 335
22.58
862.55
1 097.79
7 374.65
13 422.5
3 422.5
25.49
316.23
402.48
2 703.77
bawang merah
Semangka
Sumber: diolah
82
World Bank, 2007. Horticultural producers and supermarket development in Indonesia. Report No. 38543-ID. (Jakarta: World Bank Jakarta) H.96
52 Kondisi saat ini pasar modern menguasai 38.1% pangsa pasar dari penjualan sayuran dan buah-buah segar. 83 Pangsa pasar tersebut dibagi kepada beberapa perusahaan dimana Carrefour menjadi pemilik pangsa pasar terbesar. Sebesar 38,12% dari pangsa pasar yang dimiliki oleh pasar modern dikuasai oleh Carrefour. Pangsa pasar perusahaan pasar modern lain adalah Hypermart sebesar 28,75%, Giant 21,25%, dan Makro/Lotte sebesar 11,88%. Penjualan sayuran dan buah-buahan segar yang dilakukan oleh pasar modern belum termasuk di dalam oligopsoni jika menilik dari Undang-undang No. 5 Tahun 1999 mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Akan tetapi, keuntungan yang supernormal serta adanya kekuatan dalam menekan penyalur komoditas hortikultura mengindikasikan terjadinya fenomena oligopsoni di dalam distribusi hortikultura yang dilakukan oleh pasar modern. Gambar 11 Kurva Konsentrasi Empat Pasar Modern 100 90 80 70 60 50
concentration curve
40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
Sumber: Nielsen. 2010. Retail and Shopper Trends Asia Pasific 2010, The Latest in Retailing and Shopper Trends for the FMCG industry, h 34 (diolah)84 Keuntungan tersebut dalam persentase jika dibandingkan dengan persentase keuntungan yang didapatkan oleh petani adalah lebih rendah. Akan tetapi, apabila kita membandingkannya dengan besaran nilai Rupiah per-Kg-nya, persentase keuntungan pasar modern yang berkisar 65-71% tersebut ternyata memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan keuntungan petani, perbedaan keuntungan dari dua pihak tersebut adalah 373,09% pada komoditas bawang merah, 159,5% pada ketimun, 265,88% pada kentang, 150,6% untuk tomat, dan 170,53% pada
83
Ibid, h 34 Nielsen. 2010. Retail and Shopper Trends Asia Pasific 2010, The Latest in Retailing and Shopper Trends for the FMCG industry h 34
84
53 komoditas semangka. 85 . Dapat dikatakan bahwa dari perbandingan keuntungan yang didapat petani dan pasar modern, pasar modern mendapatkan keuntungan yang super normal. Tabel 23 Kekuatan pembelian yang dilakukan oleh pasar modern Abuse of Power yang dilakukan pasar modern Biaya menjadi penyalur Untuk menjadi bagian dari penyalur kepada pasar modern, dikenakan biaya Pengancaman untuk dikeluarkan dari daftar penyalur Saat penjual menolak untuk mengurangi harga atau melakukan pembayaran pada pihak lain Biaya slotting Untuk mendapatkan akses ke ruand di tempat penjualan Meminta pemotongan harga atau pembayaran kepada penjual Untuk pemasaran, pembukaan toko atau model baru, packaging, dan promosi oleh retailer Pengembalian barang yang tidak terjual kepada penjual Untuk produk segar tidak dapat dijual kembali Pembayaran dibelakang
Peninjauan kembali untuk perubahan atas kesepakatan Peninjauan kembali potongan atas kesepakatan harga, perubahan kuantitas dan spesifikasi tanpa kompensasi Penjualan dibawah biaya Promosi yang tidak terjadwal, untuk menghabiskan kelebihan stok atau untuk melampaui hasi penjualan dari pesaing
-
-
-
-
-
Mempengaruhi ketersediaan produk atau meningkatkan biaya dari pasar modern lain Dengan meminta merendahkan harga beli dibandingkan pasar modern lain atau meminta pembatasan atas persediaan kepada pasar modern lain Promosi atas merk milik pasar modern Mengalahkan merk yang lain, memiliki masalah kemasan yang mirip.
-
-
Efek yang didapatkan oleh penjual Tambahan biaya Resiko dari stock produk baru dibebankan kepada penjual Pengancaman keluar dari daftar menyebabkan ketidakpastian, melemahkan posisi tawar dari penjual dan membatasi kemampuan untuk berencana Tambahan biaya Resiko dari stock produk baru dibebankan kepada penjual Biaya tidak terduga, pendapatan yang lebih rendah dari yang direncanakan, dan peningkatan ketidakpastian dibebankan kepada penjual Biaya dan resiko dari kesalahan perkiraan dari pasar modern dikembalikan dibebankan kepada penjual Mempengaruhi cash flow dari penjual Menyebabkan tambahan biaya dan ketidakpastian atas berapa banyak yang akan mereka terima dari hasil penjualan Biaya dan resiko atas perubahan dari kesalahan perkiraan dari pasar modern dikenakan kepada penjual Menyebabkan peningkatan biaya dan ketidakpastian Menyebabkan keuntungan penjual dalam tekanan Dapat menghasilkan permintaan untuk harga yang lebih rendah oleh pembeli lainnya Mendistorsi persepsi konsumen atas nilai dari produk Meningkatkan biaya pesaing, mempengaruhi ketersediaan produk dari pesaing, dan membatasi volume yang tersedia kepada penjual
Kehilangan volume penjualan dan keuntungan Kehilangan atas hak barang, mengarah kepada inovasi yang rendah
Sumber: Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are the implications for consumers? (European Union: Consumer International) h, 6 86
85
James A. Caporaso dan David P. Levine, op.cit, 131-134. Perhitungan perbandingan antara keuntungan yang didapatkan oleh petani dan pasar modern sesuai dengan pendapat Marx mengenai adanya nilai surplus yang akan lebih dinikmati oleh pihak dengan kemampuan modal yang lebih besar. Hal tersebut juga menjelaskan mengenai akumulasi capital. 86 : Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are the implications for consumers? (European Union: Consumer International) h, 6
54 Tabel 24 Efek dari Abuse of Power Pasar Modern kepada Konsumen EFEK ABUSE OF POWER KEPADA PENJUAL Penekanan secara umum atas harga produk
EFEK KEPADA KONSUMEN -
-
-
Tambahan biaya kepada penjual
-
Resiko dalam penyediaan ditekankan kepada penjual
produk
baru
Dikeluarkan dari daftar penyalur
-
-
biaya dan resiko penyusutan akibat kesalahan perkiraan oleh pasar modern dikenakan kepada penjual Mempengaruhi cash flow dari penjual Resiko dan biaya dari perubahan produk dari penyalur, peningkatan biaya, dan ketidakpastian Efek domino atas permintaan harga yang lebih murah dari pasar modern lain Biaya persaingan meningkat
-
Ancaman atas ketersediaan penjual dapat mempengaruhi supply dan secara jangka panjang dapat meningkatkan harga dan mengurangi pilihan Penjual dipaksa untuk memotong biaya produksi (kemungkinan kualitas bahan dan memeras kondisi kerja demi mengejar produksi) Secara jangka panjang, dapat meningkatkan harga konsumen Dalam jangka pendek, dapat meningkatkan harga konsumen di tempat lain selain supermarket Produk baru yang lebih sedikit, dengan efek dengan potensi menjatuhkan dari range dan kualitas Mengganti merk barang milik penjual dengan merk milik pasar modern Kehilangan pilihan dan kemungkinan atas kualitas Harga, jangkauan, dan kualitas menjadi sesuatu hal yang beresiko melalui menurunan dana yang tersedia kepada penjual untuk investasi dan promosi
-
Konsumen salah paham mengenai ketahanan atas harga murah Mempengaruhi ketersediaan produk pasar modern lain Mengurangi pengurangan toko pilihan Sumber: Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are the implications for consumers? (European Union: Consumer International) h, 12 87
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kemampuan pasar modern dalam pembelian produk hortikultura dalam jumlah besar dan kemampuan untuk penekanan kepada penjual di pasar induk sebagai penyedia produk hortikultura sehingga adanya pemberian pengaruh terhadap pembentukan harga, menyebabkan struktur pasar pada tingkatan terakhir sebelum sampai ke tangan konsumen cenderung bersifat oligopsoni. Kecenderungan struktur pasar yang cenderung oligopsoni tersebut menyebabkan kerugian kepada pihak-pihak lain yang terlibat dalam distribusi komoditas ini. Akan tetapi, jika melihat regulasi yang ada mengenai persaingan sehat, kondisi struktur pasar yang terjadi di dalam distribusi hortikultura masih belum melanggar hukum. Regulasi mengenai Oligopsoni secara khusus terdapat pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat bagian ketujuh mengenai oligopsoni Pasal 13.
87
Ibid, h 12
55 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, praktek monopsoni belum memiliki aturan yang detail mengenai mekanisme seperti apa yang sudah tergolong praktek monopsoni. Regulasi tersebut menyebutkan bahwa suatu kelompok pelaku usaha yang patut diduga melakukan praktek oligopsoni adalah dua atau tiga pelaku usaha yang menguasai 75% pangsa pasar atas satu jenis barang atau jasa tertentu atau menjadi pelaku usaha dominan. Namun, menurut Wihana Kirana Jaya dalam tulisannya suatu usaha oligopsoni dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu: oligopsoni longgar dan oligopsoni ketat.88
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan masalah yang ada, tujuan yang ingin dicapai, dan hasil pembahasan yang telah dilakukan. Maka dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Efisiensi pemasaran darri komoditas hortikultura di indonesia masih memiliki efisiensi yang rendah. Distribusi produk hortikultra memiliki margin pemasaran yang tinggi dan transmisi harga yang rendah. Panjangnya jalur distribusi komoditas menjadi salah satu penyebab rendahnya efisiensi. Margin pemasaran terbesar dari distribusi komoditas hortikultura didapatkan oleh pasar modern. Pasar modern mengambil margin dengan alasan biaya untuk sorting, packaging, dan transportasi. Biaya tersebut didapatkan juga dengan membebankannya kepada konsumen sehingga harga komoditas hortikultura di pasar modern jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkattingkat distribusi di bawahnya. Transmisi harga tertinggi berada pada petani 88
Wihana Kirana Jaya, Ekonomi Industri, (Yogyakarta: UGM), h.7 Oligopsoni longgar merupakan usaha dari 4 (empat) atau kurang pelaku usaha yang menguasai 40% atau kurang dari pangsa pasar. Praktek usaha dalam bentuk oligopsoni longgar tergolong suatu usaha yang masih sehat dikarenakan kemungkinan penetapan harga diantara pelaku usaha tersebut relatif sulit. Sulit terjadinya pembentukan harga larangan atas suatu struktur pasar seperti ini tidak diperlukan. Perbedaan antara oligopsoni longgar dengan oligopsoni ketat terletak pada besaran pangsa pasar pada oligopsoni ketat adalah sebesar 60% hingga 100% sehingga memungkinkan terjadinya penetapan harga.
56
2.
3.
4.
5.
bawang putih dan tomat sedangkan semangka memiliki transmisi harga terendah Struktur pasar yang terbentuk di distribusi komoditas hortikultura berbedabeda pada tiap tingkatannya. Pada tingkat distribusi penjualan produk hortikultura dari petani ke pengumpul atau tengkulak struktur pasar yang terbentuk adalah monopsoni. Tingkatan selanjutnya yaitu penyaluran produk hortikultura dari pengumpul ke pedagang pasar induk adalah pasar persaingan sempurna dikarenakan banyaknya pembeli di pasar induk kramat jati dan harga yang terbentuk berdasarkan harga pasar. Selanjutnya adalah pembelian yang dilakukan oleh pasar modern yang cenderung memiliki struktur pasar yang berbentuk oligopsoni. Dalam distribusi komoditas hortikultura pihak yang paling dirugikan adalah petani. Angka transmisi harga yang menggambarkan bagian yang diterima petani dibandingkan harga jual kepada konsumen masih dibawah 50%. Bila dibandingkan dengan total transaksi yang terjadi pada komoditas hortikultura, petani hanya mendapatkan bagian kurang dari 20%. Pasar modern mendapatkan keuntungan paling besar dari total transaksi yang terjadi pada distribusi komoditas ini. Keuntungan yang didapatkan oleh pasar modern pada komoditas ini berkisar diatas 65% hingga 71%. Pelaku distribusi selanjutnya yang mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan pelaku distribusi lainnya adalah pengumpul atau tengkulak. Tengkulak mendapatkan keuntungan besar dikarenakan dihadapkan kepada struktur pasar monopsoni dimana dia menjadi pembeli tunggal diantara banyak petani. Nilai tukar petani hortikultura pada komoditas di dalam penelitian ini memiliki angka sebesar 98.81 hingga 104.05 dimana yang terbesar dimiliki oleh petani bawang merah dan yang terendah adalah petani semangka. Angka tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai tukar petani di Jawa tengah sebagai tempat penelitian sebesar 100.87. Angkat nilai tukar petani tersebut menggambarkan bahwa kesejahteraan petani pada komoditas-komoditas tersebut masih rendah. Distribusi hortikultura yang dilakukan oleh pasar modern memiliki kecenderungan terjadinya fenomena oligopsoni dimana hanya ada beberapa perusahaan yang menguasai pembelian dan penjual komoditas ini. Pangsa pasar yang dikuasai oleh pasar modern dalam penyaluran komoditas hortikultura adalah sebesar 38.1% dimana Carrefour memegang pangsa pasar terbesar dengan 38.18%.
Saran Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kurangnya pengaturan dan pengawasan pemerintah dalam distribusi hasil hortikultura menyebabkan adanya keuntungan sepihak yang didapatkan pihak-pihak tertentu, oleh karena itu: 1. Seyogyanya pemerintah melakukan kebijakan harga atap dan harga dasar pada komoditas hortikultura seperti yang dilakukan pada bahan-bahan pokok untuk melindungi petani dan juga konsumen.
57 2. Pemerintah diharapkan melakukan pengaturan dan pengawasan atas kegiatan distribusi komoditas hortikultura. Proses distribusi saat ini cenderung merugikan petani dengan pembelian dengan harga yang rendah serta konsumen yang dibebankan dengan harga yang tinggi. Sebaiknya pemerintah mendorong usaha koperasi untuk terus berkembang di desa-desa. Koperasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi tempat penjualan hasilhasil produksi petani agar petani tidak dirugikan dengan menjual hasil produksinya kepada tengkulak. 3. Pemerintah sebaiknya melakukan pengawasan dan penegakan yang lebih tegas atas praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Penegakan pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah meminta transparansi dari perusahaan-perusahaan pasar modern yang terlibat dalam distribusi hortikultura agar dapat dinilai secara pasti kondisi persaingan dari distribusi hortikultura ini. Pemberian kekuasaan dalam pengawasan dan penegakan yang lebih besar kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) agar persaingan usaha dalam distribusi hortikultura dapat tetap terjaga sehat sehingga tidak ada pihak yang terlalu diuntungkan ataupun dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA Abbott, J.C. 1990. Agricultural Marketing Enterprises : For the Developing World. (Great Britain: Cambridge University Press) Abbott P, Wu C, Tarp F. 2011. Transmission of World Prices to the Domestic Market in Vietnam. (USA: Purdue University) Adnyana, Made Oka, Henny Mayrowani, Rachmat Hendrayana, Ketut Kariyasa. 1997. Marketing Infrastructure for the Promotion of Nontraditional Agriculture Production and Export in Indonesia. Center for Agro Socio-economic Research. Batubara, Shanty Rosdiana. 2009.Analisis Pemasaran Sayuran Organik di PT Agro Lestari Ciawi Bogor Jawa Barat. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bernstein, Henry. 2010. Class Dynamics of Agrarian Change. (Canada: Kumarian Presss) Block, Steven dan C. Peter Zimmer. 1994.Agriculture and Economic Growth: Conceptual issues and Kenyan Experience (Development Discussion Paper No 498 November 1994) [BPS] Data Suskenas 2004 – 2011. BPS.go.id [diakses pada 20 November 2012] [BPS] Direktori Perusahaan Perdagangan Eceran, Hasil Sensus Ekonomi 2006 [BPS] Harga Produsen Pertanian sub-sektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2012 [diakses pada 14 Maret 2013] [BPS] Tabel Produksi Sayuran Indonesia 2012. BPS.go.id [diakses pada tanggal 20 November 2012] Caporasso, J. A. dan David P.L. 2008. Teori-teori EkonomiPolitik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
58 Conforti, P. 2004. Price Transmission in Selected Agricultural Markets.FAO Commodity and Trade Policy Research Working Paper no. 7. Roma: FAO Information Divition Consumer International. The Relationship between Supermarket and Suppliers: What are the implications for consumers? (European Union: Consumer International) Damanhuri, Didin S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. (Bogor: IPB Press). [Deptan] Data Volume Ekspor Komoditas Hortikultura 2007-2011. Deptan.go.id [diakses pada tanggal 22 November 2012] Ellis, Frank. Agricultural Policies in Developing Countries, (Cambridge University Press) Ferguson, P.R. 1988. Industrial Economics: Issues and Perspective. (London: Macmillan Education) Friedman, James. 1986. Oligopoly Theory. (Great Britain: Cambridge University Press) Hanafiah, A.M, dan A.M. Safruddin. 2006. Tata NiagaHasilPerikanan. (Jakarta: UI-Press) How,R.Brian. 1990.Marketing Fresh Fruits and Vegetables. (New York, Van Nostrand Reinhold) [Indonesia Commercial Letter]. 2011. Perkembangan Bisnis Ritel Modern. Terbitan Juni 2011. www.datacon.co.id/ritel-2011profilindustri.html. [diakses pada tanggal 20 Desember 2012] Intal Jr., Ponciano S. dan Luis Osman Ranit, literature review of the agricultural distribution service sector: performance, efficiency and research issues, (philippine institute for development studier) Irawan, Bambang. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. (Analisis Kebijakan Pertanian, volume 5 no , Desember 2007) Jaya, Wihana Kirana.Ekonomi Industri. (Yogyakarta: PAU-Ekonomi UGM) Juanda, Bambang. 2009. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPBPress Mayrowani, Henny. Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian, (Pusat Analisi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Nielsen. 2010. Retail and Shopper Trends Asia Pasific 2010, The Latest in Retailing and Shopper Trends for the FMCG industry Patilima, Hamid. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta) Penson, John P.,Jr. Oral Capps, Jr, C. Parr Rosson III, Richard T. Woodward. 2010.Introduction to Agricultural Economies.(London, Pearson) Purwanto, Roedhy. 2013. [Focus Group Discussion]. Kesiapan IPB dalam Merespon Larangan Sementara Impor Produk Hortikultura (31 Januari 2013) Rahayuningrum, Ninuk, Wayan R. Susila, Tjahya Widayanti. Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Gula (bulletin ilmiah penelitian dan pengembangan perdangangan) Rasahan, C.A, et.al. 1999. Refleksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusantara. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan)
59 Rubatzky, Vincent E. dan Mas Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi, dan Gizi. (Bandung, Penerbit ITB) Sam, Nursahaldin. Analisis Rantai Tataniaga Biji Kakao di Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan.[Skripsi].IPB, Bogor Saptana, Henny Mayrowani, Adang Agustian, Sunarsih. 2006. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Makalah Seminar Hasil Penelitian T.A. (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balitbang pertanian, Departemen Pertanian) Spencer Henson dan John Cranfield. 2009.Building the Political Case for Agribusiness in Developing Country. (Cambridge, FAO and Unindo) Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. (Bandung: Alfabeta) Tim Penulis SP. 2008. Agribisnis Tanaman Sayur dan Buah. (Depok: Penebar swadaya) Todaro, M. P. dan Stephen C. S. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Jakarta: Erlangga) Tomek, William G. dan Kenneth L. Robinson.1990.Agricultural Products Price. (Ithaca dan London: Cornell University Press) World Bank. 2007. Horticultural producers and supermarket development in Indonesia. Report No. 38543-ID. (Jakarta: World Bank Jakarta) Yustika, A.E.2006. Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, &Strategi. (Malang: Alfabeta) Zaini, Achmad. 2003. Peranan Sektor Pertanian Sebelum dan Pada Masa Krisis Ekonomi di Indonesia: pendekatan neraca sosial ekonomi.[tesis]. Institut Pertanian Bogor. Zakaria, Wan Abbas. 2008. Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Kunci Kesejahteraan Petani. Fakultas Pertanian Universitas Lampung
60
LAMPIRAN
61
Lampiran 1 Data harga sayur dan buah di empat supermarket terbesar Jenis Komoditi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kubis kacang panjang Kentang cabe merah cabe rawit ketimun Sawi Tomat Buncis wortel pisang jeruk mangga salak apel semangka bawang merah bawang putih
Harga di Pasar Modern (Rp/Kg) Carrefour Hypermart Giant Superindo Rata-rata 14500 10500 7990 10996,66667 14900 16500 13900 15500 11990 14890 14070 32000 43900 33990 46750 39160 34500 46500 49990 46750 44435 5840 9900 8999 9350 8522,25 9900 7900 7990 9950 8935 10500 12950 14890 7650 11497,5 15900 15200 7775 15900 18500 6799 14450 13912,25 12860 15450 15490 15950 14937,5 11500 10750 13990 18500 13685 18900 22500 29990 29950 25335 12900 11990 13250 12713,33333 33900 25500 26990 27450 28460 8100 7750 9890 7950 8422,5 33800 35920 64990 43550 44565 46520 18800 33990 18850 29540
62 Lampiran 2 Perhitungan margin pemasaran dan transmisi harga
Bawang merah -
Tingkat pemasaran 1 = (harga jual petani - harga jual pengumpul) = (14950-9878) = 5072
-
Tingkat pemasaran 2 = (harga jual pengumpul - harga jual pedagang pasar induk) = (15600-14950) = 650
-
Tingkat pemasaran 3 = (harga jual pasar induk - harga jual pasar modern) = (44565 – 15600) = 28965
-
Transmisi Harga = (harga jual petani / harga jual pasar modern) * 100% = (5072 / 28965) * 100 % = 22,17 %
Ketimun -
Tingkat pemasaran 1 = (harga jual petani - harga jual pengumpul) = (3398-2337) = 1061
-
Tingkat pemasaran 2 = (harga jual pengumpul - harga jual pedagang pasar induk) = (5273-3398) = 1875
-
Tingkat pemasaran 3 = (harga jual pasar induk - harga jual pasar modern) = (8522,25 – 5273) = 3249,25
-
Transmisi Harga = (harga jual petani / harga jual pasar modern) * 100% = (1061 / 3249,25) * 100 % = 27,42 %
Tomat -
Tingkat pemasaran 1 = (harga jual petani - harga jual pengumpul) = (5240-4897) = 343
63
-
Tingkat pemasaran 2 = (harga jual pengumpul - harga jual pedagang pasar induk) = (6365-5240) = 1125
-
Tingkat pemasaran 3 = (harga jual pasar induk - harga jual pasar modern) = (11497,5 – 6365) = 5132,5
-
Transmisi Harga = (harga jual petani / harga jual pasar modern) * 100% = (5240 / 11487,5) * 100 % = 42,59 %
Kentang -
Tingkat pemasaran 1 = (harga jual petani - harga jual pengumpul) = (6102-4265) = 1837
-
Tingkat pemasaran 2 = (harga jual pengumpul - harga jual pedagang pasar induk) = (6613-6102) = 511
-
Tingkat pemasaran 3 = (harga jual pasar induk - harga jual pasar modern) = (14070 – 6613) = 7457
-
Transmisi Harga = (harga jual petani / harga jual pasar modern) * 100% = (4265 / 14070) * 100 % = 30,31 %
Mangga -
Tingkat pemasaran 1 = (harga jual petani - harga jual pengumpul) = (5392-3677) = 1715
-
Tingkat pemasaran 2 = (harga jual pengumpul - harga jual pedagang pasar induk) = (14400-5392) = 9008
-
Tingkat pemasaran 3 = (harga jual pasar induk – harga jual supplier) = (16000 – 14400) = 1600
-
Tingkat pemasaran 4 = (harga jual supplier – harga jual pasar induk)
64 = (25335 – 16000) = 9335 -
Transmisi Harga = (harga jual petani / harga jual pasar modern) * 100% = (3677 / 25335) * 100 % = 14,51 %
Semangka -
Tingkat pemasaran 1 = (harga jual petani - harga jual pengumpul) = (3045-2311) = 734
-
Tingkat pemasaran 2 = (harga jual pengumpul - harga jual pedagang pasar induk) = (3311-3045) = 266
-
Tingkat pemasaran 3 = (harga jual pasar induk – harga jual supplier) = (5000 – 3311) = 1689
-
Tingkat pemasaran 4 = (harga jual supplier – harga jual pasar induk) = (8422,5 – 5000) = 3422,5
-
Transmisi Harga = (harga jual petani / harga jual pasar modern) * 100% = (3045 / 8422,5) * 100 % = 27,44 %
65 Lampiran 3 Informan yang diwawancara Informan yang diwawancara pada penelitian ini ditentukan secara purposive dengan pertimbangan informan tersebut merupakan bagian dari proses distribusi produk hortikultura. Informan tidak secara langsung dipilih dengan sengaja, tetapi melalui proses pendekatan terlebih dahulu hingga dapat diwawancarai untuk mendapatkan informasi mengenai proses distribusi ini. Rosidin = aparat desa yang berhubungan langsung dengan para kelompok tani yang ada di desa Dawuhan. Beliau juga merupakan petani kentang Fauzi = kepala kelompok tani dari dusun igir cilik desa Dawuhan Sodikin = petani dari dusun paingan, petani pertanian kentang Jari = supir pengangkut dari desa Dawuhan ke pasar kramat jati Hadi = supir pengangkut hasil hortikultura dusun paingan Anah = pengumpul atau tengkulak di desa Dawuhan = pedagang minuman di pasar induk kramat jati Teteh Komeng = pegawai dari PD Pasar induk Kramat Jati Rudi = pegawai dari PD Pasar induk Kramat Jati = Satpam PD pasar induk Kramat Jati Ahmad Syamsudin = pedagang minuman di Pasar induk Kramat Jati Budi = salah satu pekerja dari pedagang di Pasar Induk H. Ahmad = Pedagang sayuran di Kramat Jati Uda = Pedagang sayuran di Kramat Jati Prof. Roedhy = Ahli dalam distribusi hortikultura Prof. Firdaus = Ahli dalam distribusi hortikultura Agus = Pegawai BPS Heru Widodo = Dirjen Hortikultura kementan
66 Lampiran 4 Nilai Tukar Petani tahun 2013 Jan
Provinsi
Sep
IT
IB
NTPH
IT
IB
NTPH
Aceh
132.25
135.59
97.53
137.98
140.68
98.08
Sumatera Utara
151.31
145.23
104.18
151.88
151.23
100.43
Sumatera Barat
145.15
141.20
102.80
148.46
146.98
101.01
Riau
149.92
130.16
115.18
152.62
136.95
111.44
Jambi
121.64
137.36
88.56
125.33
146.38
85.62
Sumatera Selatan
150.16
133.34
112.62
160.00
140.53
113.85
Bengkulu
165.13
151.15
109.25
166.56
157.64
105.66
Lampung
150.42
135.51
111.00
160.73
144.04
111.59
Kep.Bangka Belitung
112.03
128.97
86.86
113.17
134.57
84.10
Kepulauan Riau
165.98
132.08
125.66
172.96
135.95
127.22
Jawa Barat
171.87
146.45
117.36
185.56
155.97
118.97
Jawa Tengah
141.30
141.45
99.90
151.42
150.12
100.87
DI. Yogyakarta
175.02
134.73
129.91
194.60
142.85
136.23
Jawa Timur
164.38
150.58
109.16
175.18
160.73
108.99
Banten
154.42
139.82
110.44
162.67
148.06
109.87
Bali
208.79
136.61
152.83
214.99
142.97
150.38
Nusa Tanggara Barat
134.65
142.17
94.71
139.36
149.03
93.51
Nusa Tenggara Timur
135.03
146.81
91.97
139.29
155.41
89.63
Kalimantan Barat
146.36
143.61
101.91
154.43
148.63
103.90
Kalimantan Tengah
144.84
143.53
100.91
155.58
150.47
103.39
Kalimantan Selatan
173.81
139.32
124.76
178.12
144.59
123.18
Kalimantan Timur
140.72
137.19
102.57
146.65
145.51
100.78
Sulawesi Utara
135.65
140.76
96.37
143.70
148.46
96.80
Sulawesi Tengah
148.48
144.14
103.01
154.86
152.58
101.50
Sulawesi Selatan
148.10
141.71
104.51
154.22
150.51
102.46
Sulawesi Tenggara
161.36
137.43
117.42
170.31
146.13
116.55
Gorontalo
145.44
131.42
110.66
156.37
139.02
112.48
Sulawesi Barat
118.72
136.73
86.83
128.32
144.66
88.70
Maluku
167.41
145.27
115.24
179.40
153.67
116.74
Maluku Utara
132.83
140.75
94.38
139.55
149.41
93.41
Papua Barat
137.88
132.78
103.84
144.53
140.02
103.22
Papua
176.86
139.62
126.67
182.94
146.60
124.79
67 Lampiran 5 Perhitungan pendapatan harian Bawang merah = Rata-rata hasil per 0.5 ha x keuntungan / lama penanaman = 2425 kg x 6133.14 / 120 = Rp 123.940.54 Ketimun
= Rata-rata hasil per 0.5 ha x keuntungan / lama penanaman = 5000 kg x 517.7 / 70 = Rp 36.978,57
Kentang
= Rata-rata hasil per 0.5 ha x keuntungan / lama penanaman = 4125 kg x 1609.83 / 120 = Rp 55.337,91
Tomat
= Rata-rata hasil per 0.5 ha x keuntungan / lama penanaman = 6250 kg x 1901.18 / 120 = Rp 99.019,79
Mangga
= Rata-rata hasil per 0.5 ha x keuntungan / lama penanaman = 3670 kg x 1642.67 / 120 = Rp 50.238,32
Semangka
= Rata-rata hasil per 0.5 ha x keuntungan / lama penanaman = 3625 kg x 786.84 / 120 = Rp 23.769,13
68
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Achmad Rivano Tuwow. Lahir pada tanggal 13 Januari 1989 di Jakarta. Sekolah Dasar penulis selesaikan di SDN Kenari 08 pagi Jakarta pada tahun 2000. Setelah tamat Sekolah Dasar penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 216 Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2003. Setelah itu penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 68 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus dari SMA penulis sempat melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap selama dua tahun. Hingga akhirnya melanjutkan kembali di departemen Ilmu Ekonomi dengan mayor Ekonomi dan Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti beberapa organisasi yaitu menjadi Ketua OMDA Jakarta Community, Manajer dan Asisten pelatih UKM Bola Basket AGRIC IPB, staff divisi DNA dan wakil ketua bidang internal HIPOTESA, Ketua Bidang di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor. Penulis pernah juara tiga dalam lomba karya tulis Economic Championship dengan judul tulisan “Upah dalam Islam Sebagai Alternatif Upah Minimum Regional dalam Menciptakan Kesejahteraan Bangsa” serta mengikuti Pekan Kreatif Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian yang berjudul “Analisis Daya Tampung Desa Babakan Sebagai Desa Lingkar Kampus Institut Pertanian Bogor”.