ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEDISIPLINAN WAKTU KERJA KARYAWAN NON MEDIS DI RUMAH SAKIT BOGOR MEDICAL CENTER TAHUN 2013 Ameilia HM1, Amal Chalik Sjaaf2 Mahasiswa Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI 2 Staf Pengajar Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM UI 1
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan
waktu kerja dan gambaran kedisiplinan karyawan non medis Rumah Sakit Bogor Medical Center. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan rancangan cross sectional. Sampel yang diambil adalah seluruh karyawan non medis yang ada berjumlah 115 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dari 10 variabel independen yang digunakan, 5 variabel menunjukkan ada hubungan yang bermakna terhadap kedisiplinan waktu kerja yaitu jarak tempat tinggal, pengawasan, sumber daya, imbalan, dan sanksi. Secara keseluruhan karyawan non medis Rumah Sakit Bogor Medical Center belum bisa dikatakan disiplin karena hanya 52,2 % karyawan yang memiliki kedisiplian waktu kerja yang baik. Oleh karena peneliti menyarankan optimalisasi peran pimpinan untuk bisa membina bawahannya agar bisa meningkatkan kedisiplinan waktu kerja Kata Kunci: disiplin; non-medis; RS BMC Abstract This research aims to examine the relationship of factors that affected time discipline of working and overview of time discipline of employees in Bogor Medical Center Hospital. This thesis used quantitative research methods with a descriptive analysis cross-sectional design. The Writer used all of the non-medical employees amounted to 115 people as samples. The result of this study showed that 5 out of 10 independent variables were make a significant relationship to the time discipline of working, the variables were distance of shelter, supervision, resources, reward, and sanctions. Overall, We can said that non-medical employees of Bogor Medical Center Hospital were not discipline yet, because only 52,2% of employees who have a good result about time discipline. Therefore, the researcher suggested for hospital to optimize role of the leader to foster discipline subordinates in order to increase discipline.
Keywords: discipline; non-medical; RS BMC
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
Pendahuluan Kesehatan merupakan salah satu bagian dari tujuan Negara Indonesia yaitu “ Memajukan Kesejahteraan Umum,” yang terdapat pada pembukaan UUD 1945. Pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 mencapai 243,2 juta jiwa atau naik dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2000 yaitu 205,1 juta (Kompas,13/6/2010). Pertambahan jumlah mengakibatkan bertambah pula permintaan pelayanan rumah sakit. Merujuk pada fungsi rumah sakit sebagai wadah pelayanan kesehatan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, pelayanan medik dan non medik maka perlu adanya pengelolaan SDM rumah sakit terhadap peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan (Depkes, 2005). Melihat begitu pentingnya peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi seperti halnya rumah sakit maka dibutuhkannya suatu sistem kerja yang bisa mengelola sumber daya manusia di rumah sakit tersebut, yaitu unit manajemen sumber daya manusia atau Human Resources Department (HRD). Tujuan dari adanya manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi yang dapat diberikan oleh para pekerja dalam organisasi ke arah tercapainya tujuan organisasi (Siagian, 2010). Peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit beriringan dengan peningkatan kinerja karyawan di rumah sakit tersebut.
Lomba
mengatakan, kinerja karyawan tidak terlepas dari pelaksanaan disiplin, kumuan, dan sanksi (Anisfuddin dalam Syari, 2012). Secara umum kualitas kerja karyawan dilihat dari output kerja yang dihasilkannya, tetapi kedisiplinan karyawan bisa dijadikan salah satu indikator kinerja tersebut. Gibson mengatakan ada beberapa faktor yang berhubungan dengan disiplin kerja yaitu usia, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, jarak tinggal, kepemimpinan, supervise, imbalan, dan sanksi (Kriswianti, 2004) Rumah Sakit Bogor Medical Center merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berdiri pada tahun 2004. Di usianya yang tergolong masih muda ini, pihak rumah sakit secara bertahap berupaya untuk meningkatakan kinerja SDM rumah sakit dengan menerapkan kedisiplinan pada setiap karyawannya. Karyawan di Rumah Sakit Bogor Medical Center terdiri dari karyawan medis, penunjang medis, dan non medis. Karyawan medis terdiri dari dokter dan perawat, sedangkan karyawan penunjang medis terdiri dari karyawan di bagian radiologi, laboratorium, fisioterapi, gizi, rekam medis, dan juga farmasi. Karyawan non medis Rumah Sakit Bogor Medical Center berada di bagian sekretariat, logistik farmasi, human resources department (HRD), marketing/costumer service, finance, pendidikan dan pelatihan (Diklat), teknik, IT, residen service, dan umum. Karyawan di bagian non medis
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
tidak bekerja secara langsung memberikan pelayanan kepada pasien, tetapi fungsi bagian tersebut sama pentingnya dengan bagian lainnya. Sehingga karyawan di bagian non medis memegang peranan yang cukup dominan dalam peningkatan kinerja Rumah Sakit Bogor Medical Center. Hasil wawancara tidak terstruktur kepada Kepala Bagian HRD Rumah Sakit Bogor Medical Center diperoleh informasi bahwa jumlah karyawan non medis yang datang terlambat saat bekerja sangatlah memprihatinkan. Berikut adalah hasil rekapitulasi kehadiran karywan non medis di Rumah Sakit Bogor Medical Center bulan Januari s/d Maret tahun 2012. Gambar 1 kejadian keterlambatan karyawan non medis bulan Januari s/d Maret 2012 494 500 480 460
432
440
416
420 400 380 360 Januari
Februari
Maret
sumber: rekapitulasi finger print kehadiran karyawan RS BMC 2012 Dari data di atas bisa dilihat rata-rata kejadian keterlambatan karyawan non medis selama bulan Januari s/d Maret sebesar 447 kali kejadian dengan 494 kejadian keterlambatan di bulan Januari, 432 kejadian keterlambatan di bulan Februari, dan 416 kejadian keterlambatan pada bulan Maret tahun 2012 dengan jumlah karyawan non medis di Rumah Sakit Bogor Medical Center sebanyak 127 orang karyawan. Ini menunjukkan tingkat kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis Rumah Sakit Bogor Medical Center cukup rendah. Jika hal ini terus berlanjut maka akan berdampak pada penurunan kinerja karyawan karena semakin sering karywan terlambat maka pekerjaan akan banyak yang tertunda dan
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
tidak bisa dikerjakan secara optimal.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis dan untuk melihat apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, jenis kelamin, status perkawinan, jarak tempat tinggal, lama kerja) dan faktor eksternal (keteladanan pimpinan, pengawasan, sumber daya, imbalan, dan sanksi) terhadap kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis di Rumah Sakit Bogor Medical Center Tahun 2013.
Tinjauan Teori Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit menyebutkan yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Jadi rumah sakit merupakan suatu organisasi sosial dan kesehatan yang berfungsi memberikan pelayanan secara komprehensif kepada masyarakat baik baik kuratif maupun praventif dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, serta gawat darurat. Untuk melaksanakan tugasnya yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, maka rumah sakit memerlukan tenaga – tenaga kesehatan yang profesional dan berkompeten di setiap bidangnya.
Dalam upaya mendapatkan tenaga yang dibutuhkan
dan memberdayakan tenaga professional, pihak rumah sakit membutuhkan suatu unit kerja khusus yang nantinya berfungsi mengelola semua sumber daya manusia yang ada dalam upaya mencapai peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit itu sendiri. Satuan Unit kerja tersebut adalah Unit Manajemen Suber Daya Manusia. Seperti yang sudah disebutkan oleh Lomba bahwa kinerja karyawan tidak terlepas dari pelaksanaan disiplin, kumuan, dan sanksi (Anisfuddin dalam Syari, 2012), maka bisa dikatakan kedisiplinan merupakan kunci utama peran manajemen sumber daya manusia dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi.
Dengan berbagai macam sifat, watak dan
kebiasaan yang dimiliki tiap karyawan maka kedisiplinan sangatlah dibutuhkan oleh organisasi dalam hal ini adalah rumah sakit demi mewujudkan tujuan rumah sakit. Singodimedjo (2002) mengatakan, disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma dan peraturan yang berlaku di sekitarnya (Sutrisno, 2012). Disiplin juga diartikan sebagai alat yang digunakan para kepala bagian untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah perilaku serta
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
dijadikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seorang untuk mentaati peraturan perusahaan dan norma sosial yang berlaku (Rivai, 2005). Berdasarkan teori kinerja dari Gibson dalam Kriswiyanti (2004), disebutkan faktor – faktor yang berhubungan dengan disiplin waktu kerja adalah: 1. Usia Gibson (1987) mengatakan bahwa faktor umur merupakan variable individu yang pada hakikatnya semakin bertambah umur maka seseorang akan semakin bertambah dewasa sehingga akan semakin banyak menyerap informasi yang dapat mempengaruhi kinerja. Tetapi dari teori Amstrong dan Griffin yang dikutip oleh ilyas (2001) dalam Meidian (2012) yang menyatakan bahwa usia tidak mempengaruhi tanggung jawab seseorang terhadap pekerjaanya begitu juga mengenai kedisiplinan orang tersebut dalam bekerja. 2. Jenis Kelamin Gillies (2000) dalam Kriswiyanti (2004) menyatakan bahwa perempuan lebih memiliki tanggang jawab terhadap pengasuhan anak dan manajemen domestik, sehingga sebagian perempuan cenderung memiliki prioritas yang lebih dibandingkan dengan tanggung jawab kepada pekerjaannya. Namun, Muchlas dalam Primeilani (2004) mengatakan bahwa jenis kelamin sama sekali tidak memberikan pengaruh pada tinggi atau rendahnya tingkat kedisiplinan seseorang. 3. Status Perkawinan Menurut Robbins (1996) dalam Kriswianti (2004) karyawan yang sudah menikah akan memiliki kecenderungan sedikit mangkir dari pekerjaan dan mengalami perputaran yang lebih rendah dan lebih puas dibandingkan dengan karyawan lain yang belum menikah. 4. Masa kerja Anderson (1994) dalam Kriswianti (2004) mengatakan bahwa karyawan yang lebih lama masa kerja memiliki wawasan dan perilaku positif seorang pagawai. Tetapi, penelitian Boots (1986) dalam Primeilani (2004) mengatakan bahwa lama waktu bekerja seseorang tidak memberikan informasi yang bermakna dengan kedisiplinan karyawan. 5. Jarak Tinggal Gillies (2000) dalam Kriswianti (2004), jarak tinggal merupakan variable demografi berhubungan dengan terjadinya pelanggaran kedisiplinan ataupun kemangkiran.
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
6. Kepemimpinan Sutrisno (2012) mengatakan bahwa kepemimpinan mempengaruhi kedisiplinan seorang karyawan dimana teladan seorang pimpinan menjadi contoh bagi karyawan lain dibawahnya. 7. Supervisi Dalam bukunya Siagian (2009) berpendapat bahwa pengawasan merupakan alat yang ampuh dalam meningkatkan kedisiplinan kerja. Hasibuan (1991) dalam Primeilani (2004) menyebutkan bahwa pengawasan secara langsung merupakan tindakan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan, pengawasan dilakukan untuk mengawasi perilaku kedisiplinan karyawan dan prestasi kerja bawahan. 8. Sumber Daya Gibson (2005) menjelaskan bahwa adanya sumber daya mempengaruhi perilaku kerja seorang karyawan, ini menjadikan motivasi bagi karyawan tersebut jika ketika bekerja tersedia segala hal yang menjadi pendukung di dalam lingkungan kerja. 9. Imbalan Imbalan merupakan salah satu alasan seorang berangkat bekerja. mengatakan jika imalan yang diterima seorang karyawan sudah mencukupi sesuai dengan pekerjaanya, maka hal tersebut akan memotifasi karyawan tersebut untuk lebih bekerja dengan baik lagi (Sutrino, 2012). Hasibuan (2001) dalam Primeilani berpendapat bahwa imbalan berperan untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. 10. Sanksi Gibson (2005) mengatakan bahwa disiplin adalah suatu bentuk hukuman, tetapi disiplin berbeda dengan hukuman. Artinya sanksi atau hukuman dilakukan untuk menegakkan kedisiplinan.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat diskriptif analitik dengan desain penelitian adalah cross sectional yaitu desain yang menghimpun suatu kejadian pada waktu tertentu dan mengukur variabel yang diperlukan secara bersamaan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April s/d Juni 2013 di Rumah Sakit Bogor Medical Center. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan non medis di Rumah Sakit Bogor Medical Center yaitu berjumlah 127 orang karyawan. Sampel dari penelitian adalah semua karyawan non medis yang berjumlah 127 orang dikurangi 11 orang yaitu kepala bagian tiap unit
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
sehingga berjumlah 116 orang, tetapi pada akhirnya hanya ada 115 orang yang mengembalikan kuesioner yang sudah diberikan oleh peneliti. Dalam Penelitian ini variabel Independen yang dugunakan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan kerja dari Gibson dalam Kriswianti (2004) yaitu faktor internal yang terdiri dari usia, jenis kelamin, status perkawinan, jarak tempat tinggal, lama kerja dan faktor eksternal yang terdiri dari keteladanan pimpinan, pengawasan, sumber daya, imbalan, dan sanksi.
Variabel dependennya adalah kedisiplinan waktu kerja karywan non medis
Rumah Sakit Bogor Medical Center. Dalam proses memperoleh data tersebut maka peneliti menggunakan dua jenis kuesioner, yaitu kuesioner untuk karyawan non medis mengenai faktor-faktor kedisiplinan dan kuesioner untuk kepala bagian dari unit-unit non medis yang berisi mengenai kedisiplinan karyawan berdasarkan tingkat absensi dan keterlambatan. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis
univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran frekuensi masing-masing variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu faktor kedisiplinan dengan faktor dependen yaitu tingkat kedisiplinan karyawan non medis menggunakan uji chi-square. Pengolahan data dilakukan dengan melalui beberapa tahap yaitu: 1. Editing Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan isi kuisioner yang sudah terkumpul di lapangan untuk memastikan kelengkapan pengisian, apakah semua pernyataan sudah dijawab atau belum oleh responden. 2. Coding Tahap ini dilakukan dengan memberikan kode angka pada setiap jawaban kuisoner yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan data yaitu : 1 = sangat tidak setuju
3 = setuju
2 = tidak setuju
4 = sangat setuju
3. Entry Pada tahap ini peneliti memasukkan kode angka data ke dalam computer untuk diolah dengan memanfaatkan program SPSS 13. 4. Cleaning Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kembali pada hasil entry data untuk melihat ada kesalahan atau tidak pada saat pemasukan data.
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Berikut ini merupakan rekapitulasi distribusi keseluruhan hasil analisis univariat variabel independen dan variabel dependen. Tabel 1 Distribusi Keseluruhan Hasil Analisis Univariat Variabel Variabel Internal Usia < 33 tahun ≥ 33 tahun
Frekuensi Presentase (%)
Variabel Variabel Internal Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Sta.Pernikahan Menikah Tdk menikah Jarak Tinggal < 10 km ≥ 10 km Lama Bekerja < 5 tahun ≥ 5 tahun
Frekuensi Presentase (%)
64 51
55,7 44,3
Hasil < 33 tahun Hasil
45 70 77 38 52 63 36 79
39.1 60.9 67 33 45.2 54.8 31.3 68.7
Laki-laki
Variabel Eksternal Keteladanan Tidak baik Baik Pimpinan Pengawasan Tidak baik Baik Sumber Daya Tidak baik Baik Imbalan Tidak sesuai sesuai Sanksi Tidak sesuai sesuai
69 46 63 52 56 59 51 64 47 68
60 40 54.8 45.2 48.7 51.3 44.3 55.7 40.9 59.1
Tidak Baik
Variabel Dependen Kedisiplinan Tidak baik Waktu Kerja Baik
55 60
47.8 52.2
Baik
Menikah ≥ 10 km ≥ 5 tahun
Tidak Baik Baik Sesuai Sesuai
Berdasarkan Tabel 1 di atas, bisa disimpulkan bahwa variabel internal sebagian besar responden adalah berusia < 33 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berstatus sudah menikah, dengan jarak tinggal dari rumah sakit ≥ 10 km, dan sudah bekerja di rumah sakir selama ≥ 5 tahun. Untuk distribusi variabel eksternalnya, karyawan non medis rumah sakit Bogor Medical Center sebagian besar menilai bahwa keteladanan dan pengawasan pimpinan di
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
unit mereka tidak baik, sumber daya yang ada sudah baik, namun imbalan yang mereka terima dirasa sudah sesuai, selain itu sanksi yang diterapkan oleh rumah sakit dinilai juga sudah sesuai. Variabel dependen berupa kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis di rumah sakit sebagian besar sudah baik. 2. Analisis Bivariat Di bawah ini adalah hasil rekapitlasi distribusi keseluruhan analisis bivariat, yaitu uji chi square seluruh variabel independen dengan variabel dependen menggunakan α = 0.10 Tabel 2 Hasil Keseluruhan Uji Chi Square Variabel Independen dengan Variabel Dependen Nama Variabel Variabel Internal 1 Usia 2 Jenis Kelamin 3 Status Pernikahan 4 Jarak Tinggal 5 Lama Bekerja Variabel Eksternal 1 Keteladanan Pimpinan 2 Pengawasan 3 Sumber Daya 4 Imbalan 5 Sanksi
P value
Hubungan
0.677 0.708 0.086 0.035 0.909
Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan Ada hubungan Ada hubungan Tidak ada hubungan
0.086 0.044 0.000 0.000 0.038
Ada hubungan Ada hubungan Ada hubungan Ada hubungan Ada hubungan
Berdasarakan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square memperlihatkan bahwa dari 5 (lima) variabel internal hanya ada 2 (dua) variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kedisiplinan waktu kerja yaitu variabel status pernikahan dan jarak tinggal.
Sedangkan pada variabel
eksternal, semua variabel memiliki hubungan yang bermakna dengan kedisiplinan waktu kerja yaitu variabel keteladanan pimpinan. Pembahasan Faktor Internal dengan Kedisiplinan Waktu Kerja a)
Usia dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar usia karyawan non medis yang menjadi objek
penelitian adalah < 33 tahun yaitu sebanyak 64 orang (55.7%) dibandingkan dengan
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
karyawan yang berusia ≥ 33 tahun yaitu sebanyak 51 orang (44.3%). Karyawan yang memiliki kedisiplinan yang baik terdapat pada karyawan dengan penggolongan usia < 33 tahun yaitu 35 orang (54.7%), sedangkan 26 orang (51%) karyawan tidak memiliki kedisiplinan yang baik pada kelompok usia ≥ 33 tahun. Hasil analisis bivariat hubungan antara usia dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.677 (>0.10), sehingga bisa diartikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan kedisiplinan waktu kerja. Hasil ini sesuai dengan teori Amstrong dan Griffin yang dikutip oleh ilyas (2001) dalam Meidian (2012) yang menyatakan bahwa usia tidak mempengaruhi tanggung jawab seseorang terhadap pekerjaanya. Beberapa penelitian yang mendukung teori Amstrong dan Griffin antara lain dilakukan oleh Primeilani tahun 2004 dan Meidian tahun 2012 yang keduanya sama – sama menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor usia dengan kedisiplinan seseorang. Teori Gibson dalam Kriswiyanti (2004) mengatakan hal sebaliknya, yakni faktor umur mempengaruhi tanggung jawab seseorang terhadap pekerjaanya. Dikatakan bahwa semakin bertambah usia seseorang maka akan bertambah pula kedewasaan orang tersebut sehingga akan semakin banyak menyerap informasi yang dapat mempengaruhi kinerja juga termasuk kedisiplinan di dalamnya. Dalam penelitian ini, sebaran usia responden tidaklah terlalu bervariasi. Rata-rata usia responden sebesar 33 tahun, jumlah responden yang berusia kurang dari 33 tahun dan yang berusia 33 tahun atau lebih hampir sama, sehingga tidak terlihat adanya perbedaan usia yang mencolok dalam penelitian ini. Selain itu, dari kedua kelompok umur yang ada, jumlah karyawan yang disiplin maupun yang tidak disiplin hampir sama. Oleh karena itu, teori yang menyatakan bahwa usia mempengaruhi kedisiplinan waktu seseorang tidaklah terbukti. b) Jenis Kelamin dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian karyawan non medis yang menjadi objek penelitian berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 70 orang (60.9%), sedangkan 45 orang (39.1%) karyawan lainnya berjenis kelamin perempuan.
Karyawan yang memiliki kedisiplinan
waktu kerja yang baik terdapat pada kelompok laki-laki yaitu sejumlah 38 orang (54.3%) dan yang kedisiplinan tidak baik terdapat pada kelompok perempuan dengan jumlah 23 orang (51.1%) Hasil analisis bivariat hubungan antara jenis kelamin dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.708 (>0.10), sehingga bisa diartikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
kedisiplinan waktu kerja. Hasil ini sejalan dengan teori Muchlas dalam Primeilani (2004) yang menyatakan bahwa jenis kelamin baik perempuan ataupun laki-laki tidak berpengaruh pada tinggi dan rendahnya kedisiplinan seseorang. Begitu juga hasil dari penenlitian yang dilakukan oleh Meidian (2004) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor jenis kelamin dengan kedisiplinan waktu kerja. Teori Gillies (2000) dalam Kriswiyanti (2004) yang menyatakan hal yang berbeda bahwa perempuan memiliki tanggung jawab untuk mengasuh anak dan manajeman domestik yang lebih besar dibandingkan tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Dalam penelitian ini dibuktikan bahwa teori Gillies tersebut tidaklah berlaku, karena perempuan maupun laki-laki memiliki tanggung jawab yang sama terhadap setiap pekerjaan mereka tanpa terkecuali. Selain itu jumlah mayoritas karyawan yang ada di rumah sakit Bogor Medical Center adalah laki-laki sehingga karakteristik perempuan yang digambarkan Gillies tidak terlalu mempengaruhi dalam penelitian ini. c)
Status Pernikahan dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis berstatus menikah yaitu
sebanyak 77 orang (67%), sedangkan 38 orang (33%) karyawan lainnya berstatus tidak menikah. Karyawan yang memiliki kedisiplinan yang baik terdapat pada kelompok yang sudah menikah sebanyak 45 orang (58.4%) sedangkan kedisiplinan yang tidak baik pada kelompok tidak menikah yakni sebesar 23 orang (60.5%). Hasil analisis bivariat hubungan antara status pernikahan dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan P value sebesar 0.086 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan kedisiplinan waktu kerja. Namun, hasil yang didapat pada penelitian ini tidak bisa membuktikan teori yang dinyatakan oleh Robbins dalam Kriswianti (2004) menyatakan bahwa karyawan yang sudah menikah akan cenderung sedikit mangkir dari pekerjaan dibandingkan dengan yang belum menikah. Walau keduanya menjelaskan adanya hubungan tetapi pada kenyataannya, pada penelitian ini karyawan yang sudah menikah memilki kedisiplinan yang baik dibandingkan dengan yang tidak menikah, hal ini dikarenakan karyawan yang sudah menikah memiliki tanggung jawab yang sama antara keluarga dengan pekerjannya, dengan begitu mereka bisa membagi waktu dan tanggung jawab mereka lebih bijak.
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
d) Jarak Tempat Tinggal Dari RS dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis bertempat tinggal jauh dari rumah sakit yaitu sebanyak 63 orang (54.8%), sedangkan 52 orang (45.2%) karyawan lainnya bertempat tinggal dekat dari rumah sakit. Karyawan yang memiliki kedisiplinan yang baik berada pada kelompok jarak tinggal yang jauh yaitu sebesar 39 orang (61.9%) sedangkan kedisiplinan tidak baik terdapat pada kelompok jarak tinggal dekat dari rumah sakit yaitu sebanyak 31 orang (59.6%). Hasil analisis bivariat hubungan antara jarak tempat tinggal dari rumah sakit dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.035 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jarak tempat tinggal dari rumah sakit dengan kedisiplinan waktu kerja. Hasil ini sesuai dengan teori Gillies (2000) dalam Kriswianti yang menyatakan bahwa jarak tinggal merupakan faktor demografi yang berhubungan dengan terjadinya pelanggaran kedisiplinan ataupun kemangkiran.
Karyawan yang jarak tempat tinggal
dengan rumah sakit tergolong jauh memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi ini dikarenakan mereka akan berangkat dari rumah lebih pagi dan terhindar dari kemacetan dipagi hari. Sedangkan untuk karyawan yang rumahnya tergolong dekat akan berangkat kerja lebih siang karena berasumsi jarak yang dekat tidak akan memakan waktu lama untuk bisa sampai ke rumah sakit, tetapi terkadang tidak memerhatikan kondisi lalu lintas yang padat di pagi hari. e)
Lama Bekerja dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis yang sekarang bekerja
merupakan pegawai yang sudah bekerja ≥ 5 tahun yaitu sebanyak 79 orang (68.7%) sedangkan 36 orang (31.3%) karyawan lainnya merupakan karyawan yang tergolong baru bekerja < 5 tahun. Karyawan dengan kedisiplinan baik terdapat pada kelompok karyawan yang tergolong lama yaitu sebanyak 42 orang (53.2%) sedangkan untuk yang kedisiplinan yang kurang baik juga terdapat pada kelompok yang tergolong lama bekerja di rumah sakit yaitu sebanyak 37 orang (46%). Hasil analisis bivariat hubungan antara lama bekerja dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.909 (>0.10) sehingga bisa diartikan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kedisiplinan waktu kerja. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Boots (1986) dalam Primeilani (2004) yang mengatakan bahwa lama waktu bekerja seseorang tidak memberikan informasi yang
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
bermakna dengan kedisiplinan karyawan.
Dalam penelitian Kriswianti (2004) juga
dikemukakan hasil yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja seseorang dengan tingkat kedisiplinan.
Setiap karyawan baik karyawan baru
maupun lama haruslah mematuhi peraturan yang berlaku sehingga setiap karyawan dituntut untuk bisa bersikap disiplin terhadap kedisiplinan waktu tanpa terkecuali. Faktor Eksternal dengan Kedisiplinan Waktu Kerja a)
Keteladanan Pimpinan dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis menilai bahwa pimpinan
mereka tidak memberikan teladan yang baik mengenai kedisiplinan kerja yaitu sebanyak 69 orang (60%) sedangkan 46 orang (40%) karyawan lainnya beranggapan bahwa pimpinan mereka memberikan contoh keteladanan yang baik dalam hal kedisiplinan waktu kerja. Karyawan yang memiliki kedisiplinan yang baik terdapat pada kelompok keteladanan pimpinan yang tidak baik yaitu sejumlah 31 orang (44.9%), sedangkan untuk karyawan yang kedisiplinannya tidak baik terdapat pada kelompok keteladanan pimpinan yang baik yaitu sebesar 17 orang (37%).
Hasil analisis bivariat hubungan antara lama bekerja dengan
kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.085 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keteladanan pimpinan dengan kedisiplinan waktu kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Siagian (2010), dikatakan bahwa pimpinan bisa mempengaruhi orang lain, yaitu bawahan agar mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal tersebut tidak disenanginya. Peran pimpinan sangatlah penting dalan hal ini, karena seorang karyawan akan terpacu untuk bertindak secara disiplin jika melihat pimpinannya juga disiplin. Sutrisno (2012) juga mengatakan bahwa kepemimpinan mempengaruhi kedisiplinan seorang karyawan dimana teladan seorang pimpinan menjadi contoh bagi karyawan lain dibawahnya. Oleh karena itu hasil penelitian ini sesuai dengan kedua teori yang sudah dijelaskan oleh Siagian (2010) dan Sutrisno (2012). b) Pengawasan dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis beranggapan bahwa pengawasan dari pimpinan mengenai kedisiplinan waktu kerja tidak baik yaitu sebanyak 63 orang (64.8%) sedangkan 53 orang (45.2%) karyawan lainnya beranggapan bahwa pengawasan dari pimpinan mengenai kedisiplinan waktu kerja sudah baik. Karyawan dengan
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
kedisiplinan baik terdapat pada kelompok pengawasan baik yaitu sebesar 33 orang (63.5%), sedangkan untuk karyawan dengan kedisiplinan tidak baik terdapat pada kelompok pengawasan tidak baik yaitu 36 orang (57.1%). Hasil analisis bivariat hubungan antara pengawasan dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.044 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengawasan dari pimpinan dengan kedisiplinan waktu kerja. Hasil ini sesuai dengan pendapat Hasibuan (1991) dalam Primeilani (2004) bahwa pengawasan secara langsung merupakan tindakan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan, pengawasan dilakukan untuk mengawasi perilaku kedisiplinan karyawan dan prestasi kerja bawahan. Pendapat tersebut diperkuat melalui keterangan di dalam buku karangan Siagian (2009) yang mengatakan bahwa pengawasan merupakan alat yang ampuh dalam meningkatkan kedisiplinan kerja. Kondisi ini berarti bahwa ketika tidak ada pengawasan langsung oleh atasan maka seorang karyawan akan memiliki kesempatan untuk melakukan pelanggaran termasuk pelanggaran kedisiplinan waktu kerja. Walau sudah ada ketentuan yang mengatur masalah pelanggaran tentu jasa hal tersebut masih membutuhkan pengawasan atasan sebagai pelaksana langsung di tempat kerja. c)
Sumber Daya dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis beranggapan bahwa sumber
daya yang ada di unit mereka bekerja sudah baik yaitu sebanyak 59 orang (51.3%) sedangkan 56 orang (48.7%) karyawan lainnya beranggapan bahwa sumber daya yang ada di unit mereka bekerja tidak baik. Karyawan dengan disiplin yang baik terdapat pada kelompok sumber daya yang baik yaitu sebanyak 41 orang (41%), sedangkan untuk kedisiplinan yang kurang baik, karyawan tersebar di kelompok sumber daya tidak baik yaitu 40 orang (67.8%). Hasil analisis bivariat hubungan antara pengawasan dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.000 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sumber daya dengan kedisiplinan waktu kerja.
Pendapat yang sama
dikemukakan oleh Gibson (2005) yang menjelaskan bahwa adanya sumber daya mempengaruhi perilaku kerja seorang karyawan, ini menjadikan motivasi bagi karyawan tersebut jika ketika bekerja tersedia segala hal yang menjadi pendukung di dalam lingkungan kerja.
Ketersediaan sarana, prasarana, dan peralatan kerja yang cukup serta laik pakai
menjadikan motivasi tersendiri bagi karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
senang hati, selain itu juga jumlah tenaga yang cukup juga bisa meringankan beban kerja karyawan lainnya sehingga segala pekerjaan bisa dilaksanakan tepat waktu. d) Imbalan dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis beranggapan bahwa imbalan yang mereka terima saat ini sudah sesuai yaitu sebanyak 64 orang (55.7%) sedangkan 51 orang (44.3%) karyawan lainnya beranggapan bahwa imbalan yang mereka terima saat ini belum sesuai. Karyawan dengan kedisiplinan baik terdapat pada kelompok yang menerima imbalan sesuai yaitu sebanyak 48 orang (75%), sedangkan untuk yang kedisiplinan tidak baik, karyawan tersebar pada kelompok imbalan yang tidak sesuai yaitu sebanyak 39 orang (76.5%). Hasil analisis bivariat hubungan antara pengawasan dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis didapatkan p value sebesar 0.000 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara imbalan dengan kedisiplinan waktu kerja. Hasil ini didukung oleh pendapat Hasibuan (2001) dalam Primeilani (2004) bahwa imbalan berperan untuk menciptakan kedisiplinan karyawan Imbalan merupakan salah satu alasan seorang berangkat bekerja.
Sutrisno (2012) juga mengatakan bahwa Imbalan
merupakan salah satu alasan seorang berangkat bekerja, dikatakan jika imalan yang diterima seorang karyawan sudah mencukupi sesuai dengan pekerjaanya, maka hal tersebut akan memotifasi karyawan tersebut untuk lebih bekerja dengan baik lagi. Jika imbalan sudah sesuai dengan pekerjaan seseorang maka karyawan tersebut akan merasa puas sehingga memacu dirinya untuk bekerja lebih disiplin. e)
Sanksi dengan Kedisiplinan Waktu Kerja Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan non medis beranggapan bahwa sanksi
yang diterapkan untuk pelanggaran kedisiplinan waktu kerja saat ini sudah sesuai yaitu sebanyak 68 orang (59.1%) sedangkan 47 orang (40.9%) karyawan lainnya beranggapan bahwa sanksi yang diterapkan saat ini belum sesuai. Karyawan yang memiliki kedisiplinan baik terdapat pada kelompok yang menganggap sanksi yang diterapkan rumah sakit sesuai yaitu sebanyak 38 orang (55.9%), sedangkan untuk yang tidak disiplin berada pada kelompok yang merasa sanksi tidak sesuai juga yaitu sebanyak 25 orang (53.2 %). Hasil analisis bivariat hubungan antara pengawasan dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
didapatkan p value sebesar 0.038 (<0.10) sehingga bisa diartikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sanksi dengan kedisiplinan waktu kerja. Dalam bukunya, Gibson (2005) menyatakan sanksi atau hukuman dilakukan untuk menegakkan kedisiplinan. Singodimedjo (2000) dalam Sutrisno (2012) juga berpendapat kedisiplinan akan bisa terlaksana hanya jika ada peraturan tertulis yang jelas mengatur tentang kedisiplinan tersebut, dengan begitu ada suatu kepastian bahwa peraturan mengikat seluruh karyawan dan berlaku tanpa pandang bulu. Sanksi mengenai kedisiplinan waktu kerja di Rumah Sakit Bogor Medical Center baru diterapkan mulai bulan Januari 2013 ini, semenjak diterapkannya peraturan mengenai sanksi pelanggaran kedisiplinan waktu.
Tingkat
kedisiplinan karyawan semakin meningkat, hal ini membuktikan bahwa sanksi sangat mempengaruhi kedisiplinan waktu kerja seorang karyawan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar pegawai non medis yang ada di Rumah Sakit Bogor Medical Center adalah berusia < 33 tahun, berjenis kelamin laki-laki, berstatus sudah menikah, rata-rata bertempat tinggal lebih dari 10 km dari rumah sakit, dan sebagian besar merupakan karyawan lama. 2. Faktor Internal yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis adalah status pernikahan dan jarak tinggal dari rumah sakit. Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu keteladanan pimpinan, pengawasan, sumberdaya, imbalan, dan sanksi, semuanya memiliki hubungan yang bermakna terhadap kedisiplinan waktu kerja karyawan non medis di Rumah Sakit Bogor Medical Center Tahun 2013. 3. Kedisiplinan karyawan non medis di Rumah Sakit Bogor Medical Center tahun 2013 tergolong belum disiplin secara keseluruhan karena baru 60 orang (52,2%) dari total 115 karyawan yang memiliki kedisiplinan baik.
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
Saran Saran yang bisa peneliti berikan kepada rumah sakit untuk bisa dipertimbangkan sebagai upaya peningkatan kedisiplinan waktu kerja adalah : 1. Memaksimalkan peran kepala bagian sebagai pimpinan di setiap unit untuk bisa memberi contoh, mengawasi kedisiplinan, dan memantau kondisi setiap bawahannya guna menjaga hubungan kerja serta meningkatkan atmosfer kerja yang baik dengan cara melakukan pertemuan rutin (team building) 4 bulan sekali. 2. Peraturan mengenai sanksi pengurangan insentif bagi mereka yang terlambat sebaiknya diimbangi dengan pemberian reward untuk mereka yang 100% selalu masuk kerja dan tidak pernah terlambat agar terlihat adanya apresiasi rumah sakit terhadap karyawan yang disiplin. 3. Melakukan evaluasi berkala mengenai tingkat kedisiplinan karyawan melalui hasil rekapitulasi finger print agar kedisiplinan karyawan bisa terpantau secara terus-menerus.
Daftar Referensi Bittel, Lester & John Newstrom. (1994). Pedoman Bagi Penyelia 2. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Dessler, Garry. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid 10. Jakarta: PT Prehalindo (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 11. Jakarta : Gramedia. Hasibuan, Malayu S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi Kelima. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kriswiyanti. (2004). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Disiplin Waktu Kerja Perawat Pelaksana Rumah Sakit Karya Bhakti Tahun 2004, [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pramiesti, Ika. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Disiplin Waktu Kerja Pegawai Non Medis Rumah Sakit PMI Bogor Tahun 2010, [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Primeilani. (2004). Gambaran Tingkat Kedisiplinan Pegawai Non Medis di Unit MSDM RS X Jakarta, [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Rivai, Veithzal. (2005). Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Mukai Kencana. Sabri, Luknis & Sutanto Priyo Hastono. (2006). Statistik Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013
Sastrohadiwiryo, B.Siswanto. (2005). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administrative dan Operasional. Jakarta : Bumi Aksara. Siagian, Sondang . (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara Stoner, James A.F. (1992). Management=Manajemen Jilid I, Penerjemah Agus Maulana. Jakarta: Erlangga. Sutrisno, Edy. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Syari. Wirda. (2011). Laporan Magang Praktikum Kesehatan Masyarakat di Bagian Human Resources Department RS Karya Bhakti. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Syari. Wirda. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Disiplin Kerja Karyawan Non Medis Rumah Sakit Karya Bhakti Tahun 2012, [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. . (2009). Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tentang Kesehatan. . (2009). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tentang Rumah Sakit Sawabi,
Ignatius. http//www.m.kompas.com/news/read/2010/06/23/12593833/ Tahun.2010.Penduduk.Indonesia ( diakses pada 22 Juli 2012 22:03)
Anonim. (2012). www.depkes.go.id/downloads/bab_4.pdf
Anonim. (2010). www.dikti.go.id/?page_id=509&lang=id tahun 2010 RS.BMC. (2012). Bagian Human Resource Development. Bogor : RS. BMC RS.BMC. (2012). Bagian Rekam Medis. Bogor : RS. BMC RS. BMC. (2012). Company Profile RS. BMC . Bogor : RS. BMC
Analisis faktor..., Ameilia H.M, FKM-UI, 2013