ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG FISKAL DI INDONESIA PERIODE (2001-2014)
(Skripsi)
Oleh MUSTAKIM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT AN ANALYSIS OF FACTORS WHICH AFFECTING THE FISCAL SPACE IN INDONESIA ON 2001-2014 PERIOD By Mustakim This research was conducted to determine whether the, subsidized fuel oil (BBM) crude oil prices and government's domestic debt have a significant effect on fiscal space in Indonesia. The data used are time series data start from 2001 to 2014 year. The analysis model which used is a ECM Domowitz- El Badawi model. The hypothesis of this research shows that individually or jointly have a significant influence on the fuel subsidy the price of crude oil and government's domestic debt variables toward the Indonesia’s fiscal space. The results showed that in the short term and long term the variable fuel subsidies (BBM) has a no effect and there is no significant effect on the acceptance of Indonesia's fiscal space. While the price of crude oil and domestic debt of the goverment in the short term and long term has a possitive effect and significant influence toward Indonesia’s fiscal space.
Keywords: fiscal space, the fuel subsidy, the price of crude oil (ICP), the government domestic debt, Error Correction Model (ECM).
ABSTRAK ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG FISKAL DI INDONESIA PERIODE (2001-2014) Oleh MUSTAKIM Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah subsidi BBM, harga minyak mentah Indonesia dan utang dalam negeri pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan ruang fiskal di Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu tahun 2001-2014. Model analisis yang digunakan yaitu model ECM Domowitz- El Badawi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa secara individu maupun secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel subsidi BBM, harga minyak mentah Indonesia dan utang dalam negeri pemerintah terhadap perubahan ruang fiskal Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel subsidi BBM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan ruang fiskal Indonesia. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia dan utang dalam negeri pemerintah dalam jangka pendek dan jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal Indonesia.
Kata kunci:
Ruang fiskal, subsidi BBM, harga minyak mentah Indonesia (ICP), utang dalam negeri pemerintah (UDN), Error Correction Model (ECM).
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG FISKAL DI INDONESIAPERIODE (2001-2014)
Oleh Mustakim
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI Pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mustakim lahir pada tanggal 11 Mei 1992 di Tanjungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penulis lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Rasiyah.
Penulis memulai pendidikannya di TK AL-Mardiyah Natar pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 2 Tanjungsari dan selesai pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di MTS Muhammadiyah 1 Natar dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 1 Natar dan tamat pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada semester enam, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di pemangku Tenabang, pekon Sedampah Indah Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat.
MOTTO
“ Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil, siapa yang bersabar pasti beruntung”
“ Ilmu tidak dapat diraih dengan mengistirahatkan badan (bermalas-malasan)”. (HR. Muslim)
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”.(QS. AL-Mujadila :11)
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka " (QS . Arrad :11)
PERSEMBAHAN Sujud syukurku kusembahkan kepadamu ya Allah Zat yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau jadikan hamba manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk bapak, Ibu dan keluargaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga anakmu ini selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada.,, Bapak,.. Ibu...terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu.. Terimakasih kuucapkan Kepada Para Dosen yang telah berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga melalui ketulusan dan kesabarannya. Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku. Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG FISKAL DI INDONESIA PERIODE (2001-2014)”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan serta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1.
Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2.
Bapak Dr. Nairobi, S.E.,M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.
3.
Ibu Emi Maimunah, S.E, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.
4.
Bapak Dedy Yuliawan, S.E, M.Si., selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, kesabaran,
semangat dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis. 5.
Ibu Asih Murwiati, S.E.,M.E., selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, semangat dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.
6.
Bapak Dr. Yoke Moelgini, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.
7.
Bapak Dr. Ambya, S.E., M.Si., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis.
8.
Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan dan staff dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah banyak membantu kelancaran proses skripsi ini.
9.
Kedua orang tuaku Bapak Suparman dan Ibu Rasiyah yang tidak pernah lelah mendoakan, memberikan semangat, dukungan serta kesabaran yang takterbatas untuk keberhasilan masa depanku. Semoga Allah senantiasa meberikan kesehatan dan kemulian di dunia dan di akhirat kelak.
10.
Kakak dan adiku tercinta, Mba Rohaningsih, Bang Toni, adikku Agus Mulyadi. Terimakasih telah memberikan dukungan moril maupun materil selama ini. Serta keponakanku tersayang Ahmadt Novrian S, Hany Nabila Putri S. Sungguh kehadiran kalian menjadi penyemangat bagiku.
11.
Terimakasih kepada seluruh keluarga besarku, Mbah, Pakde, Bibik, Paman, dan sepupuku yang selalu mencurahkan doa dan dukungannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
12.
Terimakasih kepada bapak dan ibu Guru yang telah memberikan ilmu sebagai cahaya dalam kehidupanku, semoga Allah membalas semua kebaikan bapak dan ibu.
13.
Teman teman seperjuangan di Tim Kerja Sekolah SMAN 1 NATAR, Media Komunikasi Alumni Rohis Natar, ROIS FEB Unila, KMB VII BEMU KBMU Unila, HIMEPA, S.one Community, Karang Taruna BMM dan RISMA Masjid Babussalam. Termakasih atas semua do’a, dukungan dan kebersamaannya.
14.
Saudaraku di Komunitas “GAUL” kak d_zkri, kak imam, kak iqbal, kak latif, agus, daus, dody, nyoto.
15.
Teman-teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan 2011 yang tidak dapat disebut satu persatu.
16.
Sahabat terbaikku Sulton Habib, Hamid, Ade Septiano, Zul, Faris, Fadhil, Syahid, Singgih, Rio Yusdian, Lek Anggi, Sunarmo, Anggi Arief, Abe Septiabe, kak didik, Farhan, Antonius, wak Asdi, Adi, Royiv, Dito. Semoga kebersamaan ini tidak putus.
17.
Teman-teman KKN di Pemangku Tenabang, Pekon Sedampah Indah, Kecamatan Balik Bukit: Havif, sami, ucup, ijal, rh, mbah yoga, bang dimas, yoga, intan, yumna, prisil, cupa, umi, ulil, novi, riska, anun yang telah memberikan pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa KKN.
18.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan syukur yang tak terhingga kepada Robb semesta alam Allah S.W.T kepadaNyalah penulis sandarkan segala urusan. Semoga skripsi yang jauh dari kesempurnaan ini bisa bermanfaat. Aamiin
Bandar Lampung, Mei 2016 Penulis
Mustakim
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
vi
I.
II.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
8
D. Manfaat Penelitian .................................................................
8
E. Kerangka Pemikiran ...............................................................
9
F. Hipotesis Penelitian................................................................
10
G. Sistematika Penulisan ............................................................
11
TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Fiskal.....................................................................
12
1. Definisi Kebijakan Fiskal.................................................
12
2. Tujuan Kebijakan Fiskal ..................................................
13
3. Fungsi Kebijakan Fiskal ...................................................
15
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ..............
16
1. Definisi APBN .................................................................
16
2. Striktur APBN ..................................................................
17
C. Defisit Anggaran ....................................................................
21
1. Definisi Defisit Anggaran ................................................
21
2. Sebab-sebab Defisit Anggaran .........................................
22
3. Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM ...........................
24
iii
III.
4. Pembiayaan Defisit Anggaran..........................................
26
D. Ruang Fiskal ..........................................................................
30
1. Pengertian Ruang Fiskal ..................................................
30
2. Konsep Ruang Fiskal .......................................................
31
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ruang Fiskal ...........
32
E. Penelitian Terdahulu ..............................................................
34
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ...........................................................
36
B. Definisi Operasional Variabel ................................................
37
C. Metode Analisis .....................................................................
37
D. Prosedur Ananlisis Data .........................................................
38
1. Uji Stasionaritas (Uji Root Test) ......................................
39
2. Uji Kointegrasi .................................................................
39
3. Metode Koreksi Kesalahan Error Correction Model (ECM) 41
IV.
E. Uji Hipotesis ..........................................................................
43
1. Uji Keberartian Parsial (Uji t) ..........................................
43
2. Uji Keberartian Keseluruhan (Uji F)................................
44
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ......................................................................
45
1. Uji Stasionaritas (Uji Root Test) ......................................
45
2. Uji Kointegrasi .................................................................
47
3. Estimasi Error Correction Model Domowitz El-Badawi
48
4. Uji Hipotesis ....................................................................
50
a. Uji t-statistik (Uji Parsial) ..........................................
50
b. Uji F-statistik..............................................................
53
B. Pembahasan ............................................................................
53
1. Pengaruh Utang Dalam Negeri Pemerintah Terhadap Ruang Fiskal Indonesia ...............................................................
54
2. Pengaruh Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Ruang Fiskal Indonesia ....................................................
54
iii
3. Pengaruh Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) Terhadap Ruang Fiskal Indonesia ....................................................
V.
55
SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ............................................................................
57
B. Saran ..................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................
59
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ..........................................................
34
2. Deskripsi Variabel ...............................................................................
36
3. Hasil Uji Unit Root dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada Tingkat Level ..............................................................................
46
4. Hasil Uji Unit Root dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada Tingkat first Difference ..............................................................
47
5. Hasil Uji Kointegrasi ..........................................................................
47
6. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) .................................
48
7. Hasil Uji t-statistik Jangka Pendek .....................................................
51
8. Hasil Uji t-statistik Jangka Panjang ...................................................
52
9. Hasil Uji F-statistik ..............................................................................
53
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Perkembangan Belanja Wajib Pemerintah terhadap total belanja tahun 20012014 (dalam Miliar Rupiah) ................................................................... 2 2. Perkembangan Belanja Subsidi BBM tahun 2001-2014 .........................
3
3. Ruang Fiskal ...........................................................................................
5
4. Perkembangan Utang dalam negeri tahun 2001-2014 ...........................
7
5. Kerangka Pemikiran .................................................................................
10
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Data Penelitian ................................................................................................L.1 2. Hasil Uji Stasioner (Unit Root) Augmented Dickey Fuller (ADF) Pada Tingkat Level ................................................................................................................L.2 3. Hasil Uji Stasioner (Unit Root) Augmented Dickey Fuller (ADF) Pada Tingkat First Differnce .................................................................................................L.3 4. Hasil Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG) ....................................................L.4 5. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Domowitz El-Badawi ..........L.5
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang digunakan untuk mengarahkan perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan merubah penerimaan dan pengeluaran (Rahayu, 2010). Krisis ekonomi tahun 1997 telah menyadarkan pemerintah akan pentingnya landasan ekonomi yang lebih kokoh dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, untuk itu paska krisis 1997 berbagai langkah kebijakan ekonomi telah ditempuh pemerintah dalam rangka menstabilkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
Sejak tahun 2001 pemerintah telah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif, yaitu menetapkan belanja negara lebih besar dari pendapatannya. Menurut Keynesian kenaikan belanja pemerintah sehingga anggaran mengalami defisit dapat digunakan untuk merangsang daya beli masyarakat sehingga dengan meningkatnya daya beli masyarakat produksi nasional akan meningkat dan pengangguran akan berkurang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 belanja negara dari sisi peruntukannya terbagi menjadi belanja wajib dan belanja tidak wajib. Belanja wajib adalah belanja yang digunakan untuk belanja pegawai, pembayaran pokok
2
bunga hutang, subsidi dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah. Sedangkan belanja tidak wajib adalah belanja yang dapat dialokasikan pemerintah sebagai pendanaan program-program pembangunan yang ditetapkan setelah pengalokasian belanja yang bersifat wajib (Nota Keuangan 2010). Berikut disajikan perkembangan belanja wajib Pemerintah dari tahun 2001 hingga tahun 2014 :
Belanja Wajib Pemerintah (Rp Milyar) 1,400
1,319 1,203
1,200
1,125 976
1,000 769
800 574
600 400
774 668
486 284 269 277 336
391
200 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Departemen Keuangan Gambar 1. Perkembangan Belanja Wajib Pemerintah Terhadap Belanja Pemerintah 2001-2014.
Pada Gambar 1. terlihat bahwa belanja wajib pemerintah sejak tahun 2001 hingga tahun 2014 terus mengalami kenaikan, pada tahun 2001 belanja wajib pemerintah sebesar Rp 284.352 milyar. Kemudian pada tahun 2014 belanja wajib pemerintah mencapai Rp 1.318,884 milyar. Dari beberapa belanja wajib pemerintah, belanja subsidi adalah belanja yang memiliki porsi anggaran terbesar setelah belanja daerah.
3
Berdasarkan Undang-Undang APBN subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat penghasilan rendah. Sedangkan jenis-jenis subsidi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yaitu terdiri dari subsidi energi dan subsidi nonenergi. Subsidi energi meliputi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik. Sedangkan subsidi non energi meliputi subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi bunga kredit program dan subsidi pajak.
Berdasarkan kedua jenis subsidi yang diberikan pemerintah, subsidi energi adalah subsidi yang menyedot anggaran belanja yang paling besar, terlebih adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Berikut ini adalah perkembangan belanja subsidi BBM dari tahun 2001 hingga tahun 2014.
Subsidi BBM (Rp Milyar) 300 246.5
250 211.896 200
165.161 139.107
150 100 50 0
210
95.599 68.381
69.025 30.038 31.162
83.792 82.351
64.212 45.039
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Departemen Keuangan Gambar 2. Perkembangan Belanja Subsidi BBM 2001-2014.
4
Pada Gambar 2. terlihat bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) mengalami fluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam rentang waktu 2001-2014, realisasi belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara nominal mengalami peningkatan sebesar 161.6 triliun, atau rata-rata meningkat sebesar 2.12 persen pertahun. Peningkatan belanja Subsidi ini tidak lepas dari kondisi perekonomian nasional dan global yang tidak setabil. Dari dalam negeri salah satunya disebabkan karena lifting minyak yang terus menurun, sedangkan kebutuhan minyak nasional terus meningkat. Selain faktor ketersediaan BBM dalam negeri fluktuasi harga minyak dunia yang cenderung meningkat juga menjadi salah satu terus membengkaknya subsidi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.
Menurut Listiyanto (2008), ada tiga penyebab kenaikan harga minyak dunia. Pertama adalah faktor yang berasal dari permintaan. Peningkatan permintaan minyak bumi oleh banyak negara terutama negara berkembang yang ingin memacu pertumbuhan ekonominya membuat negara berkembang memerlukan Bahan Bakar Minyak dalam jumlah yang besar untuk melakukan aktivitas ekonominya terutama produksi dan distribusi. Kedua adalah faktor dari sisi penawaran, yaitu berupa kondisi supply minyak bumi dari para pemasok minyak dunia serta posisi kekuatan pasar Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam percaturan bisnis minyak. Ketiga adalah faktor-faktor lain di luar faktor pemintaan dan penawaran yaitu kondisi geopolitik, melemahnya nilai tukar dolar, kondisi cuaca yang tidak kondusif, serta ulah spekulan di pasar berjangka minyak bumi (Waiqumandee, 2008)
5
Menurut Rita dkk (2013), apabila proporsi anggaran belanja wajib lebih besar dari belanja tidak wajib maka ruang fiskal pemerintah akan semakin terbatas. Pemerintah melalui nota keuangan APBN 2014 mendefinisikan Ruang fiskal (Fiscal Space) sebagai ketersediaan sumberdaya keuangan bagi pemerintah untuk membiayai kebijakan yang diinginkan melalui anggaran.
Secara umum ruang fiskal merupakan ketersediaan ruang dalam anggaran yang memampukan pemerintah menyediakan dana untuk tujuan tertentu tanpa menciptakan permasalahan dalam kesinambungan posisi keuangan pemerintah. Dalam konteks APBN, ruang fiskal adalah total pengeluaran dikurangi dengan belanja non diskresioner/terikat seperti belanja pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah (Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN). Berikut disajikan rasio ruang fiskal Indonesia terhadap total belanja pemerintah tahun 2001-2014.
Ruang Fiskal 35 30
26.369 23.638
25 20 15
17.637
21.297
29.152
28.725
27.059
24.538
24.278 25.738 21.988
27.404 24.658
16.75
10 5 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Departemen Keuangan, diolah. Gambar 3. Persentase ruang fiskal Indonesia (2001-2014).
6
Gambar 3. Secara rasio ruang fiskal pemerintah dari tahun 2001-2014, cenderung tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2001 rasio ruang fiskal sebesar 16.75 persen, sedangkan pada tahun 2014 rasio ruang fiskal sebesar 27.4 persen atau meningkat sebesar 0.7 persen setiap tahunnya.
Menurut Sugema (2012), dengan terbatasnya ruang fiskal yang dimiliki pemerintah maka akan mengakibatkan tiga hal. Pertama pembiayaan untuk pembangunan relatif terbatas, artinya fungsi alokasi sulit untuk dipenuhi oleh pemerintah. Kedua prioritas pembangunan tidak sepenuhnya dapat dibiayai oleh pemerintah dan yang ketiga kebijakan fiskal akan menjadi kurang fleksibel karena ruang geraknya menjadi sangat terbatas. Sedangkan menurut Heller (2005), untuk menciptakan ruang fiskal, pemerintah dapat melakukannya dengan peningkatan pendapatan melalui sektor pajak atau penguatan administrasi perpajakan, memotong atau menghapus belanja-belanja negara yang tidak prioritas dan melalaui pembiayan dalam dan atau luar negeri.
Sejak tahun 2001 pemerintah lebih mengutamakan utang dalam negeri dibandingkan utang luar negeri sebagai pembiayaan defisit anggaran. Hal ini dilakukan terutama untuk mengurangi risiko nilai tukar (currency risk) terutama terhadap mata uang asing khususnya US Dollar. Pada Gambar 4. di bawah ini terlihat perkembangan utang dalam negeri sejak tahun (2001- 2014).
7
Utang Dalam Negeri 300 265 243
250 200
175
150
131 102
100 50
30
17
35
56
49
113
92
66
19
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber : Kementrian Keuangan Gambar 4. perkembangan utang dalam Negeri tahun 2001-2014. Berdasarkan Gambar 4. terlihat bahwa realisasi utang dalam negeri selama empat belas tahun terakhir (2001-2014) mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada tahun 2001 utang dalam negeri hanya sebesar Rp 30.2 triliun, sedangkan pada tahun 2014 utang dalam negeri mencapai Rp 264.9 triliun atau meningkat sebesar 11.4 persen.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik meneliti seberapa besar pengaruh kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), harga minyak mentah (ICP) dan utang dalam negeri mempengaruhi ruang fiskal. Dengan judul penelitian ini “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ruang Fiskal di Indonesia Periode (2001-2014)”.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dalam penulisan ini penulis menyajikan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang selama periode tahun 2001-2014? 2. Pengaruh harga minyak mentah (ICP) terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang selama periode tahun 2001-2014? 3. Pengaruh Utang Dalam Negeri Pemerintah terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang selama periode tahun 2001-2014?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pengaruh subsidi bahan bakar minyak (BBM) terhadap ruang fiskal. 2. Pengaruh harga minyak mentah Indonesia (ICP) terhadap ruang fiskal. 3. Pengaruh utang dalam negeri pemerintah terhadap ruang fiskal.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi penelitipeneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah serupa. 2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan Pemerintah dalam pengambilan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan ruang fiskal.
9
E. Kerangka Pemikiran
Tahun 2001 adalah awal dimulainya kebijakan defisit anggaran, dimana pemerintah selalu memperbesar pengeluarannya dibandingkan dengan pendapatannya, kebijakan ini dilakukan guna untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini sejalan dengan teori Keynessian, bahwa kenaikan belanja pemerintah yang menyebabkan defisit pada APBN dapat meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga dengan meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan produksi nasional dan pada akhirnya akan dapat mengurangi tingkat pengangguran. Namun dengan terus meningkatnya belanja pemerintah, belanja wajib memiliki porsi anggaran yang lebih besar jika dibandingkan dengan belanja tidak wajibnya. Menurut Rita (2013), apabila proporsi anggaran belanja wajib lebih besar dari belanja tidak wajib maka ruang fiskal yang dimiliki pemerintah akan semakin terbatas. Salah satu pos belanja wajib yang cukup besar penggunaannya adalah belanja subsidi, terlebih adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan belanja subsidi ini tidak lepas dari dengan terus meningkatnya harga minyak dunia, sehingga beban subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar.
Sebagai konsekuensi dari kebijakan defisit anggaran maka pemerintah memerlukan anggaran yang cukup besar yang harus disediakan untuk membiayai defisit dalam APBN dan supaya terciptanya ruang fiskal yang luas. Menurut Heller (2005), untuk menciptakan ruang fiskal pemerintah dapat melakukan utang dalam negeri dan atau luar negeri.
10
Oleh karenanya untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh subsidi Bahan Bakar Minyak, harga minyak mentah (ICP), utang dalam negeri pemerintah mempengaruhi ruang fiskal.
Subsidi BBM
ICP
Ruang Fiskal
Utang Dalam Negeri
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan suatu teori atau pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun berdasarkan teori yang terkait. Hipotesis adalah kesimpulan yang belum final dan harus dibuktikan atau di uji kebenaranya. Bersarkan latar belakang dan perumusan masalah dengan mengacu pada kerangka pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang berkaitan dengan penelitian, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga subsidi Bahan Bakar Minyak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. 2. Diduga harga minyak mentah Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
11
3. Diduga utang dalam negeri pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini disusun dalam 5 (lima) bab, yaitu : Bab I
Bab ini membahas pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah yang mendasari penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis, dan sistematika penulisan.
Bab II
Tinjauan Pustaka bab ini membahas literatur berupa tori-teori dan kajian-kajian yang mendasari penelitian ini, terutama kajian tentang ruang fiskal dan pengeluaran negara.
Bab III
Metodologi Penelitian bab ini menjelaskan cara-cara pengolahan data dan model data yang digunakan dalam penelitian ini,selain itu juga pada bab ini menjelaskan model serta jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab IV
Pembahasan bab ini mengemukakan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan model yang dijelaskan dalam model yang dijelaskan dalam bagian metodologi.
Bab V
Penutup bab ini berisi kesimpulan, saran, dan rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Fiskal
1. Definisi Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh Kementerian Keuangan. Hal tersebut diatur dalam dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Kebijakan fiskal umumnya merepresentasikan pilihanpilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran atau belanja dan jumlah pendapatan, yang secara eksplisit digunakan untuk mempengaruhi perekonomian. Berbagai pilihan tersebut, dalam tataran praktisnya dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah, yang di Indonesia lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam perkembangannya, kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (Basri, 2003: 26) :
13
1. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) yaitu menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi. Kebijakan ekspansi fiskal yang diambil oleh berbagai negara di dunia dalam mengatasi dampak krisis keuangan global antara lain melalui pemberian stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Kebijakan fiskal kontraktif yaitu menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.
Indonesia sebagai negara berkembang telah menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan menggunakan instrumen anggaran defisit. Karena APBN merupakan alat dari kebijakan fiskal, maka pengelolaan anggaran baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran menjadi hal yang penting, agar kebijakan fiskal yang ekspansif dengan anggaran yang defisit ini tidak akan menimbulkan masalah dalam jangka panjang. Merumuskan strategi pembiayaan anggaran yang tepat dan terkendali menjadi perlu dilaksanakan agar anggaran tetap sehat, dapat dipercaya (credible) dan berkesinambungan (sustainable).
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Setelah krisis 1997, kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah diarahkan pada dua sasaran utama, yaitu untuk mendukung konsolidasi fiskal guna mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan
14
untuk menciptakan ruang gerak fiskal (fiscal space) yang memadai guna memperkuat stimulus fiskal, sehingga mampu menggerakkan perekonomian domestik. Kedua sasaran tersebut masih tetap menjadi prioritas kebijakan dalam tahun-tahun selanjutnya. Dalam periode 2000 – 2009, upaya pencapaian sasaran kebijakan fiskal tersebut dibagi menjadi fase konsolidasi (penyehatan) APBN dalam periode 2000 – 2005 dan fase stimulus fiskal dalam periode 2006 – 2009.
Secara operasional, konsolidasi fiskal (penyehatan APBN) diupayakan melalui pengendalian defisit anggaran dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, peningkatan pendapatan negara yang dititikberatkan pada peningkatan penerimaan perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara dengan tetap menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan alokasi belanja minimum. Ketiga, pengelolaan utang negara yang sehat dalam rangka menutupi kesenjangan pembiayaan anggaran yang dihadapi pemerintah. Keempat, perbaikan struktur penerimaan dan alokasi belanja negara, dengan memperbesar peranan sektor pajak nonmigas, dan pengalihan subsidi secara bertahap kepada bahan-bahan kebutuhan pokok bagi masyarakat yang kurang mampu agar lebih tepat sasaran. Kelima pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, dan berkesinambungan, yang dilakukan antara lain melalui perbaikan manajemen pengeluaran negara. Sementara itu, penguatan stimulus fiskal terutama diupayakan melalui optimalisasi belanja negara untuk sarana dan prasarana pembangunan, alokasi belanja negara untuk kegiatan-kegiatan dan sektor-sektor yang mampu menggerakkan perekonomian, serta pemberian insentif fiskal (Nizar, 2010).
15
Sedangkan menurut Due dalam Rahayu (2010), mengatakan terdapat tiga tujuan dari kebijakan fiskal, yaitu :
a. Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi atau memperbaiki keadaan ekonomi. b. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran atau mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga – harga secara umum. c. Untuk menstabilkan harga-harga secara umum, khususnya mengatasi inflasi.
3. Fungsi Kebijakan Fiskal Menurut Dumairy (1999), fungsi spesifik dari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa : 1. Fungsi Alokasi Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi alokasi berkaitan dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam mengalokasikan sumber daya ekonominya. 2. Fungsi Distribusi Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi distribusi juga
16
berkaitan dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat. Peran penting kebijakan fiskal dalam redistribusi dan alokasi anggaran pemerintah antara lain adalah penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. 3. Fungsi Stabilisasi Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi. Fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi, sehingga perekonomian tetap pada kesempatan kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil.
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1. Definisi APBN Di Indonesia pada awalnya secara resmi digunakan istilah begrooting untuk menyatakan pengertian anggaran. Namun sejak Proklamasi Kemerdekaan, digunakan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja sebagaimana terdapat dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan dalam perkembangannya ditambahkan kata Negara menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
17
2. Struktur APBN dan Asumsi Makro Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Secara garis besar struktur APBN terdiri dari : a) Pendapatan Negara dan Hibah b) Belanja Negara c) Keseimbangan Primer d) Surplus/Defisit Anggaran e) Pembiayaan Sejak tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I-account untuk menggantikan format sebelumnya, yaitu T-account. Pada format T-account, pencantuman untuk penerimaan berada di sebelah kiri dan belanja di sebelah kanan serta menggunakan prinsip berimbang dan dinamis. Sedangkan pada format I-account, pencantuman pendapatan dan belanja berada pada satu kolom, sehingga dapat terlihat besaran surplus/ defisit yang didapat dari besaran pendapatan negara dikurangi besaran belanja negara. Lebih jauh lagi, jika terdapat defisit maka besaran pembiayaan untuk menutupinya pun dapat dilihat dalam format I-account. Menurut Punnomo (2013), beberapa faktor penentu postur APBN antara lain sebagai berikut: 1) Pendapatan Negara Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, adapun besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh
18
beberapa faktor, antara lain: a) Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi b) Kebijakan pendapatan negara c) Kebijakan pembangunan ekonomi d) Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum dan e) Kondisi dan kebijakan lainnya. Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya. 2) Belanja Negara Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih, besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Asumsi dasar makro ekonomi b) Kebutuhan penyelenggaraan negara c) Kebijakan pembangunan d) Resiko (bencana alam, dampak kirisis global) dan e) Kondisi dan kebijakan lainnya.
19
Berdasarkan pasal 11 ayat (5) UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, belanja negara dapat dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Menurut organisasi belanja negara disesuaikan dengan susunan kementerian Negara atau lembaga pemerintah pusat. Sedangkan rincian belanja negara menurut fungsi terdiri dari: a) Pelayanan umum b) Pertahanan c) Ketertiban dan keamanan d) Ekonomi e) Lingkungan hidup f) Perumahan dan fasilitas umum g) Kesehatan h) Pariwisata dan budaya i) Agama j) Pendidikan dan k) Perlindungan sosial Sementara itu belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi), terdiri dari: a) Belanja pegawai b) Belanja barang c) Belanja modal d) Pembayaran bunga utang e) Subsidi
20
f) Belanja hibah g) Bantuan sosial, dan h) Belanja lain-lain. Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, sebagai komponen dari belanja negara, merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang sangat strategis di antara berbagai pilar kebijakan fiskal lainnya dalam mencapai sasaran-sasaran pokok pembangunan nasional, kerena melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, pemerintah dapat secara langsung melakukan intervensi anggaran (direct budget intervention) untuk mencapai sasaran-sasaran program pembangunan yang ditetapkan pemerintah.
3) Pembiayaan Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a) Asumsi dasar makro ekonomi b) Kebijakan pembiayaan dan c) Kondisi dan kebijakan lainnya
21
C. Defisit Anggaran 1. Definisi Defisit Anggaran Menurut Rahardja dan Manurung (2004), defisit anggaran adalah anggaran yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah. Anggaran yang defisit ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Sedangkan menurut Samuelson dan Nordhaus (2001), defisit adalah suatu anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak.
Para ahli ekonomi cenderung menghitung defisit anggaran negara itu bukan dari angka absolut, tetapi mengukur dari rasio defisit anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila kita menghitung defisit anggaran negara sebagai persentase dari PDB, maka akan mendapat gambaran berapa persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk menutup defisit tersebut. Besarnya persentase defisit nggaran negara terhadap PDB juga menggambarkan berapa tingkat defisit itu sudah membahayakan keadaan perekonomian (Kunarjo, 2000).
Menurut Rahayu (2010) untuk menghitung defisit anggaran terdapat empat pilihan : a) Defisit Konvensional , yaitu defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
22
b) Defisit Moneter, merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan hutang). c) Defisit operasional, merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal. d) Defisit Primer, merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total pendapatan.
2. Sebab-Sebab Defisit Anggaran
Menurut Barro (1989), ada beberapa sebab terjadinya defisit anggaran, yaitu: a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya Negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. b. Pemerataan pendapatan masyarakat Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan diseluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat
23
menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. c. Melemahnya nilai tukar Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. d. Pengeluaran akibat krisis ekonomi Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sedangkan penerimaan pajak akan menurun akibat menurunnya sector-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini Negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu. e. Realisasi yang menyimpang dari rencana Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat
24
mencapaisasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak mudah, karena untuk mencapai kinerja pembangunan suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, Negara harus menutup kekurangan agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula. f. Pengeluran karena inflasi Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun.
3. Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM
Anggaran ialah suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya dalam satutahun. Dalam anggaran ada dua sisi yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdapat sumber penerimaan rutin atau dalam negeri dan sumber penerimaan pembangunan. Penerimaan rutin terdiri dari penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung dan penerimaan bukan pajak. Pada sisi pengeluaran, pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi, pembayaran bunga dan cicilan utang. Pengeluaran pembangunan diperinci menjadi pengeluaran program pembangunan dan bantuan proyek (Suparmoko,2000).
25
Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 12 ayat 3 dan PP Nomor 23 Tahun 2003 dijelaskan bahwa defisit anggaran pemerintah hanya boleh menyentuh angka maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika pemerintah tidak melakukan pengendalian terhadap konsumsi BBM bersubsidi, maka diperkirakan defisit akan meningkat dan apabila melewati angka 3 persen dari PDB artinya pemerintah telah melanggar Undang- Undang tersebut, sehingga akan menimbulkan konsekuensi hukum.
Departemen Keuangan (2009), menyampaikan bahwa harga minyak mentah dunia merupakan faktor utama besaran subsidi BBM. Perubahan harga minyak mentah ICP (Indonesian Crude oil Price) akan berpengaruh terhadap penerimaan negara, baik penerimaan sumber daya alam minyak dan Pajak Penghasilan Minyak, maupun penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Minyak mentah (crude oil) merupakan satu jenis minyak terpenting yang diolah menjadi berbagai produk kilang, akan tetapi beberapa bahan baku minyak lainnya juga dipakai untuk menghasilkan berbagai produk kilang minyak. Terdapat berbagai macam produk kilang yang dihasilkan dari minyak mentah, banyak diantaranya untuk keperluan khusus, misalnya bensin kendaraan bermotor atau pelumas; yang lainnya dipakai untuk menghasilkan panas, seperti solar/minyak diesel (gas oil) atau minyak bakar (fuel oil).
Kilang minyak (Refinery Oil) adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah minyak mentah menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun
26
produk- produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Produkproduk utama yang dihasilkan dari kilang minyak antara lain : minyak bensin (gasoline), minyak disel, minyak tanah (kerosene). Kilang merupakan fasilitas industri yang sangat kompleks dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas pendukungnya. Minyak mentah yang baru dipompakan ke luar dari tanah dan belum diproses umumnya tidak begitu bermanfaat. Agar dapat dimanfaatkan secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih dahulu di dalam kilang minyak.
4. Pembiayaan Defisit Anggaran
a. Sisi Penerimaan
1) Meminjam dari perbankan dalam negeri
Dengan meminjam dari perbankan dalam negeri berarti terjadi penciptaan uang, sehingga uang yang beredar dalam masyarakat (money supply) meningkat. Dampak terhadap pertambahnya penawaran uang yang tidak diimbangi dengan jumlah barang yang diproduksi, akan mengakibatkan kenaikan harga-harga umum atau inflasi.
2) Menerbitkan obligasi
Di satu pihak penjualan obligasi pemerintah akan menyerap uang masyarakat dan menambah penerimaan negara. Penyerapan uang dari masyarakat berakibat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, yang akibatnya berdampak pada penurunan harga. Akan tetapi dengan penjualan obligasi kepada masyarakat
27
dapat juga berakibat disamping menambah pemasukan negara, juga mengurangi tabungan masyarakat yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk investasi masyarakat.
3) Meminjam dari luar negeri
Komponen pembiayaan utang luar negeri terdiri dari penerbitan SBN valas, baik surat berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah, dan penarikan pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri meliputi penarikan pinjaman program, yaitu pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dikonversikan ke rupiah dan digunakan untuk membiayai kegiatan umum atau belanja pemerintah, dan pinjaman proyek yaitu pinjaman luar negeri yang penggunaannya sudah melekat pada (earmark) dengan kegiatan tertentu Pemerintah yang dilaksanakan oleh kementerian negara atau lembaga. Pinjaman proyek selain digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu pada kementerian negara/lembaga, juga akan digunakan untuk penerusan pinjaman kepada BUMN atau Pemerintah Daerah. Pada masing-masing kelompok tersebut diperhitungkan juga jumlah pembayaran pokok yang jatuh tempo, baik sebagai cicilan bagi pinjaman luar negeri maupun pelunasan (redemption) bagi SBN di pasar dalam negeri.
4) Meningkatkan penerimaan pajak
Dengan meningkatkan penerimaan pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung.
28
5) Mencetak uang
Alternatif ini tidak populer karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya, penambahan anggaran dari mencetak uang berarti akan menambah uang yang beredar di masyarakat dan itu akan berdampak pada inflasi. Apalagi apabila pengeluaran masyarakat dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif atau tidak efisien. Pengeluaran yang tidak efisien ini dapat dilihat dari empat aspek, yaitu :
a. Kegiatan yang saling bertentangan antara sektor negara dan swasta. b. Kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan. c. Kegiatan yang dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh. d. Pengeluaran yang bertentangan dengan tujuan makro ekonomi, misalnya penciptaan kesempatan kerja, penciptaan devisa.
b. Sisi Pengeluaran
1. Mengurangi subsidi, yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya negara memberikan subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat. Agar tidak terjadi
29
gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi barang tersebut. Subsidi itu dilakukan dengan beberapa cara, misalnya :
a. Memberikan subsidi kepada konsumen dengan cara memberikan subsidi harga barangbarang yang dikonsumsi. b. Memberikan subsidi kepada produsen, yaitu memberikan subsidi pada bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Kalau pengeluaran subsidi itu dikurangi akan berakibat pada kenaikan harga barang yang diberi subsidi itu.
2. Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.
3. Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut prioritasnya, misalnya proyek-proyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek yang menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara ditunda pelaksanaannya.
4. Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien. Program-program yang tidak produktif dan tidak efisien adalah program-program yang tidak mendukung pertumbuhan sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan
30
penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan hati-hati. Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output (Kunarjo, 2000).
D. Ruang Fiskal
1. Pengertian Ruang Fiskal
Menurut (Heller, 2005) dalam jurnalnya Understanding Fiscal Space mengemukakan bahwa ruang fiskal merupakan ketersedian ruang yang memungkinkan pemerintah untuk dapat menyediakan sumber daya tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu tanpa mengancam kesinambungan posisi keuangan pemerintah. Sementara itu (Schick, 2009) dalam jurnalnya Budgeting for Fiscal Space, menyatakan bahwa ruang fiskal merujuk pada ketersedian sumber daya keuangan pemerintah bagi inisiatif kebijakan melalui anggaran dan keputusan yang terikat dengan anggaran. Sedangkan menurut Karel Jansen dan Choedchai Khannabha meyatakan bahwa ruang fiskal yaitu total kegiatan pemerintah dan pembiayaannya. Sehingga fokus pada pendapatan pemerintah dan defisit pembiayaan.
Kemudian Bank Dunia (2006), menyatakan bahwa ruang gerak fiskal ada ketika pemerintah dapat meningkatkan anggaran pengeluarannya tanpa menyebabkan pengaruh buruk terhadap solvabilitas fiskal. Sebagai konsep yang melihat kedepan, konsep ruang gerak fiskal dapat bermanfaat dalam mengetahui kemampuan dari APBN dalam mendukung pembangunan nasional.
31
Sedangkan Pemerintah Indonesia, melalui Nota Keuangan dan APBN (2010), mendefinisikan ruang fiskal atau fiscal space sebagai pengeluaran diskresioner atau pengeluaran tidak terikat (antara lain pengeluaran negara untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur) yang dapat dilakukan oleh pemerintah tanpa menyebabkan terjadinya insolvency fiscal. Dengan demikian ruang fiskal adalah total pengeluaran dikurangi belanja terikat yaitu, belanja pegawai, pembiayaan bunga, subsidi dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah.
Berdasarkan Nota Keuangan (2010), ruang fiskal dapat dirumuskan : RF = (TB) – (Bp + PPBH + S + TD)
Keterangan : RF
: Ruang fiskal
TB
: Total belanja pemerintah pusat
Bp
: Belanja pegawai
PPBH : Pembayaran Pokok dan Bunga Hutang S
: Subsidi
TD
: Transfer daerah
2. Konsep Ruang Fiskal
Konsep ruang fiskal berkaitan dengan kesinambungan fiskal, yaitu berhubungan dengan kemampuan pemerintah di masa yang akan datang untuk membiayai program-program yang di ingikan. Kaitan ruang fiskal dengan kesinambungan fiskal memberi implikasi berikut :
32
a) Untuk memperluas ruang fiskal pemerintah membutuhkan penilaian bahwa belanja yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan belanja tambahan di masa depan dapat dibiayai dari pendapatan tahun berjalan maupun tahun berikutnya. b) Kesinambungan jangka menengah dari pengeluaran program-program dapat menciptakan ruang fiskal. c) Untuk menjaga kesinambungan fiskal ruang fiskal harus dibuat minimal dalam jangka waktu menengah terhadap prioritas belanja pemerintah.
Menurut Heller (2005), dalam menciptakan ruang fiskal Pemerintah memiliki beberapa cara sebagai berikut :
a) Peningkatan pendapatan melalui peningkatan sektor pajak atau penguatan administrasi perpajakan. b) Memotong atau menghapus belanja-belanja negara yang tidak prioritas. c) Pinjaman dalam negeri dan atau pinjaman luar negeri. d) Pencetakan uang oleh bank sentral untuk dipinjamkan kepada pemerintah. e) Penerimaan hibah. 3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Ruang Fiskal
Menurut Schick (2009), besaran ruang fiskal tergantung pada empat variabel berikut :
a) Pengeluaran Pemerintah Keputusan pemerintah untuk membelanjakan sejumlah dana pada suatu tahun anggaran berarti juga keputusan untuk mengalokasikan hal yang sama pada tahuntahun berikutnya.
33
Saat suatu pemerintah menggulirkan sebuah program baru itu berarti mendorong munculnya tekanan politik dan birokrasi untuk melanjutkan atau memperluas program tersebut pada tahun berikutnya. Hal ini akan mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah yang bersifat wajib. Pengeluaran pengeluaran belanja wajib ini akan memperkkecil ruang fiskal.
b) Kecendrungan terhadap Pajak
Ketika ruang fiskal yang tersedia tidak cukup untuk membiayai program-program baru dan komitmen-komitmen pada tahun anggaran sebelumnya, pemerintah akan menaikan tarif pajak dan memperluas basis perpajakan selama periode ekspansi. Pada saat ini pemerintah meningkatkan pendapatan perpajakan pada waktu yang tepat karena para pemilih menginginkan pelayanan dan saat ruang fiskal tidak memadai karena sudah terkavling menurut pos-posnya.
c) Kecenderungun terhadap Pinjaman
Ruang fiskal dapat ditingkatkan dengan menambahkan pinjaman kepada sumbersumber yang dihasilkan oleh pendapatan saat ini. Namun akumulasi hutang publik harus di pertimbangkan dengan hati-hati karena pemerintah harus membayar kembali berupa deviden.
d) Kinerja Ekonomi
Faktor terakhir yang mempengaruhi ruang fiskal adalah kinerja ekonomi. Pertumbuhan yang tinggi memberikan peningkatan pendapatan bagi pemerintah yang secara umum kenaikannya lebih cepat dari PDB. Sebaliknya saat
34
perekonomian melemah, maka pendapatan pemerintah akan menurun. Pengeluaran juga berfluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian, meskipun dengan tingkat yang berbeda. Dengan pendapatan dan pengeluaran yang bergerak berlawanan anggaran secara otomatis menyesuaikan, yaitu memperbesar ruang fiskal saat perekonomian baik dan memperkecilnya saat ekonomi memburuk.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di mana penelitian ini memiliki keterkaitan variabel dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Tabel 1. Penelitian Terdahulu 1.
Judul Penulis Variabel Metode Hasil
2.
Judul
Penulis Variabel Metode Hasil
3.
Judul
Penulis
Pengaruh Ruang Fiskal Pemerintah Pusat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Ahmad Irsan A.Moeis (2012) Pertumbuhan ekonomi, Ruang Fiskal, Rasio Modal Tenaga Kerja, Produktivitas Tenaga Kerja. Analisi Regresi Linear Berganda Produktivitas tenaga kerja (+), Ruang fiskal (+), rasio modal (+) terhadap PDB Riil.
Pengaruh Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Kenaikan Harga Minyak (ICP) Dan Inflasi Terhadap PDB Rill. Ali Marsum (2014) Subsidi Bahan Bakar Minyak, Harga Minyak (ICP), Inflasi dan PDB. Regresi Linier Berganda Pengurangan Subsidi BBM (+), Kenaikan Harga Minyak (+), Inflasi (-) Terhadap PDB Riil.
Analisis Determinan Keseimbangan Primer sebagai Indikator Kesinambungan Fiskal Indonesia (Periode 19982014). Irma Yunita (2014)
35
Variabel Metode Hasil
4.
Judul Penulis Variabel Kesimpulan
5.
Judul Penulis Variabel Kesimpulan
Penerimaan Negara, Pengeluaran Pemerintah, Utang Pemerintah, Inflasi, nilai tukar, dan harga minyak dunia. ECM (Error Corection Model) dan OLS (Ordinary Last Square). Dalam jangka pendek variabel penerimaan negara, pengeluaran pemerintah dan harga minyak dunia berpengaruh signifikan terhadap keseimbangan primer sedangkan utang pemerintah, inflasi, dan nilai tukar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keseimbangan primer. Dalam jangka panjang penerimaan negara, pengeluaran pemerintah, utang pemerintah, inflasi, nilai tukar dan harga minyak dunia berpengaruh signifikan terhadap keseimbangan primer.
Budgeting For Fiscal Space Allen Schick (2009) Pengeluaran pemerintah,Pajak, Pinjaman dalam dan luar negeri dan kinerja ekonomi. Artikel ini meninjau faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penyusutan ruang fiskal, dan mencerminkan bagaimana penganggaran dapat menyusun kembali ruang fiskal yang langka.
Understanding Fiscal Space Peter S. Heller (2005) Pendapatan, Belanja negara, pinjaman dalam dan luar negeri, pencetakan uang, dan penerimaan hibah. Makalah ini menekankan bahwa masalah yang timbul dalam meniptakan ruang fiskal tidak baru, tetapi dihadapkan pada besarnya belanja pemerintah.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Publikasi Badan Pusat Statistik, Data publikasi Departemen Keuangan Republik Indonesia dan Direktorat Jendral Keuangan yang disusun dalam Buku Dasar-dasar penyusunan APBN di Indonesia, dan buku-buku pendukung lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan data kurun waktu tahun 2000-2014. Data yang digunakan dan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
1. Ruang Fiskal Indonesia tahun 2001-2014. 2. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). 3. Harga minyak mentah Indonesia (ICP). 4. Utang dalam negeri Pemerintah.
Tabel 2. Deskripsi Variabel Nama Variabel
Variabel
Satuan Pengukuran
Ruang Fiskal
Y
Milyar Rp
Subsidi BBM
X1
Milyar Rp
Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP)
X2
US Dollar (per Barrel)
Utang Dalam Negeri
X3
Milyar Rp
Sumber Data Departemen Keuangan Departemen Keuangan Departemen Keuangan Departemen Keuangan
37
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi opeasinal variabel untuk masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ruang Fiskal, merupakan ruang yang memungkinkan pemerintah untuk dapat menyediakan sumber daya tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu tanpa mengancam kesinambungan posisi keuangan pemerintah (Nota Keuangan, 2010). 2. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), adalah pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada PERTAMINA dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh PERTAMINA lebih rendah dibandingkan yang dikeluarkan untuk menyediakan BBM tersebut (Nugroho, 2005). 3. ICP (Indonesian Crude Oil Price) adalah harga jual minyak mentah dunia di Indonesia.
4. Utang Dalam Negeri, adalah setiap pinjaman oleh Pemerintahan yang diperoleh dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya (Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010). C. Metode Analisis
Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika, sedangkan metode yang digunakakan adalah metode Error
38
Correction Model (ECM) dalam bentuk logaritma natural (double log) yang merupakan transformasi dari fungsi produksi Cobb Douglass sebagai berikut : Y = Akα L1-α Bentuk umum fungsi produksi Cobb Douglass adalah : Y = AX1b1 X2b2 X3b3 Dengan spesifikasi model sebagai berikut :
LnY= Ln
0+
lnX1 +
lnX2 +
3 lnX3
+
t
Dimana : Y
= Ruang Fiskal = Intercept/konstanta 3
= Koefisien regresi
X1
= Subsidi BBM
X2
= Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP)
X3
= Utang Dalam Negeri Pemerintah = error term
Ln
= logaritma natutal
D. Prosedur Analisis Data Adapun langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam analisis data ini adalah sebagai berikut :
39
1. Uji Stasionaritas (Unit Root Test)
Uji stasioneritas bertujuan untuk mengetahui apakah data stasioner dapat langsung diestimasi ataukah tidak stasioner karena mengandung unsur trend (Random Walk) yang dilakukan penanganan tertentu yaitu dengan jalan mendefferencing. Jika sebagaimana umumnya data tidak stasioner, maka proses defferencing harus dilakukan beberapa kali sehingga tercapai data yang stasioner.
Berdasarkan Widarjono (2009), suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi tiga kriteria yaitu jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu, serta covarian antara dua data runtut waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut. Metode yang digunakan untuk menguji masalah stasioner data adalah uji akar-akat unit (unit roots test). Salah satu uji akar unit adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang pertama kali dikembangkan oleh Dickey-Fuller dan dikenal dengan uji akar unit DickeyFuller (ADF). Data stasioner dapat diketahui atau tidak, dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik DF atau ADF dengan kritisnya. Jika nilai absolut statistik DF atau ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data menunjukkan stasioneritas dan jika sebaliknya maka data tidak stasioner.
2. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dapat dinyatakan sebagai uji terhadap hubungan keseimbangan atau hubungan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang dikehendaki dalam teori ekonometrika (Insukindro, 1999). Pendekatan ini dapat pula dipandang sebagai uji teori dan merupakan bagian penting dalam perumusan
40
dan pendugaan suatu model dinamis seperti Error Correction Model (ECM). Uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama (Widarjono, 2009).
Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stationary atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang.dan sebaliknya, jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasitidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang.
Istilah kointegrasi juga sering disebut dengan istilah error. Hal ini karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara betahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Ada beberapa macam uji kointegrasi, antara lain :
a. Uji Kointegrasi Johansen
Uji kointegrasi ini dikembangkan oleh Johansen. Uji Johansen dapat digunakan untuk beberapa uji vektor. Uji Kointegrasi ini mendasarkan diri pada cointegration system equations. Uji ini tdak menuntut adanya sebaran data normal. Untuk uji kointegrasi Johansen digunakan hipotesis berikut : H0
= Tidak terdapat kointegrasi
Ha
= Terdapat kointegrasi
Kriteria pengujiannya adalah : - H0 ditolak dan Ha diterima, jika nilai trace statistic > nilai kritis trace - H0 diterima dan Ha ditolak, jika nilai trace statistic < nilai kritis trace
41
b. Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG)
Uji kointegrasi Engel-Granger (EG) berhubungan dengan uji akar unit yang dikembangkan oleh Dickey-Fuller melalui uji DF atau ADF. Untuk melakukan uji kointegrasi dengan EG, maka kita harus melakukan regresi persamaan dan kemudian mendapatkan residualnya, kemudian, residual ini kita uji menggunakan DF maupun ADF. Dari hasil estimasi nilai statistik Df dan ADF kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya. Nilai statistik DF dan ADF diperoleh dari koefisien βt. Jika nilai stastistiknya lebih besar dari nilai kritisnya, maka variabelvariabel yang diambil saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan jangka panjang begitupun sebaliknya.
3. Model Koreksi Kesalahan Error Correction Model (ECM)
Error Correction Model (ECM) merupakan model ekonometrika dinamis. Kemampuan ECM yang meliputi lebih banyak peubah untuk menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang dan menguji kekonsistenan model empirik dengan teori ekonometrika. Selain itu ECM juga bermanfaat dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan peubah time series yang tidak stasioner (non stationary) dan regresi lancung (spurious regression) (Insukindro, 1997).
a. Error Correction Model Engle Granger
Model umum Error Correction Model Engle Granger adalah sebagai berikut :
42
Nilai perbedaan ECt disebut sebagai kesalah ketidak seimbangan (disequilibrium error). Koefisien
adalah konstanta dan
adalah koefisien jangka pendek
sedangkan β1 adalah koefisien jangka panjang. Koefisen koreksi ketidakseimbangan
dalam bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat
waktu diperlukan untuk mendapatkan nilai keseimbangan (Widarjono, 2009).
b. Error Correction Model Domowitz El-badawi
Setelah model ECM Engle-Granger muncul, banyak model ECM telah dikembangkan oleh para ahli ekonometrika, salah satunya adalah model dari Domowitz dan Elbadawi. Model ECM yang dikembangkan oleh Domowitz dan Elbadawi didasarkan pada kenyataan bahwa perekonomian berada dalam kondisi ketidakseimbangan. Menurut model ini, model koreksi kesalahan valid jika tanda koefisien koreksi kesalahan bertanda positif dan secara statistik signifikan. Nilai koefisien koreksi kesalahan ini besarnya adalah 0 < g3 < 1. Model Umum Error Correction Model Domowitz El-badawi sebagai berikut : ∆Yt
=
∆X1t +
+
∆X2t-1 +
3 (Xt-1
– Y t-1) +
t
Atau dapat ditulis menjadi : ∆Yt
=
+
∆X1t +
∆X2t-1 +
3 ECt-1 +
t
Model koreksi kesalahan Domowitz El-badawi dalam bentuk logaritma natural (Double Log) penelitian ini adalah :
43
∆LnRFt =
∆LnSBBMt +
+ +
5
LnICPt-1 +
6
∆LnICPt +
LnUDNt-1 +
3
∆LnUDNt +
7 ECt
Dimana
:
LnRFt LnSBBM LnICP LnUDN
= Logaritma natural Ruang Fiskal = Logaritma natural Subsidi Bahan Bakar Minyak = Logaritma natural Harga minyak mentah Indonesia = Logaritma natural Utang dalam Negeri Pemerintah = Intercept/konstanta = Koefisien = Error Corection Term
3
ECt
LnSBBMt-1
Model koreksi kesalahan jangka pendek Domowitz El-badawi dalam bentuk logaritma natural (Double Log) penelitian ini adalah : ∆LnRFt =
∆LnSBBMt +
+
∆LnICPt +
3 ∆LnUDNt
Sedangkan Model koreksi kesalahan jangka panjang Domowitz El-badawi dalam bentuk logaritma natural (Double Log) penelitian ini adalah :
LnRFt =
+
LnSBBMt-1 +
LnICPt-1 +
6 LnUDNt-1
Besaran koofesien regresi jangka panjang dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Konstanta (c) =
/
Ln (SBBM)
=
+
7/
7
Ln (ICP)
=
5+
7/
7
Ln (UDN)
=
6
+
7/
7
7
44
E. Uji Hipotesis 1. Uji t-statistik Pengujian koefisien secara parsial atau individual (uji t), yaitu untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila nilai koefisienya sama dengan nol, sedangkan variabel bebas akan berpengaruh nyata apabila nilai koefisiennya tidak sama dengan nol. Tahapan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut :
Hipotesis positif, maka : H0 : β1 ≤ 0 H1 : β1 > 0 Jika hipotesis negatif, maka : H0 : β1 ≥ 0 H1 : β1 < 0 Selanjutnya nilai t-hitung dibandingkan nilai t-tabel dengan keputusan : 1. Jika nilai t-hitung ≥ t-tabel , maka H0 ditolak. Artinya variabel independen ke-i memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. 2. Jika nilai t-hitung < t-tabel maka H0 diterima. Artinya variabel independen ke-i tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
45
2. Uji F statistik
Untuk mengetahui peranan variabel bebas secara keseluruhan dilakukan dengan uji F. Kesimpulan uji F dapat diperoleh dengan membandingkan antara F statistik dengan F tabel pada tingkat tertentu dan derajat bebas tertentu (gujarati, 1997). Pengujian dilakukan dengan hipotesis :
= 0, maka variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel terikat. ≠ 0, maka variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat.
Kriteria pengujiannya : ( )
diterima jika
, artinya, variabel bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat. ( )
ditolak jika
signifikan terhadap variabel terikat.
, artinya, variabel bebas tidak berpengaruh
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Berdasarkan hasil uji F-statistik diperoleh hasil bahwa secara bersama-sama subsidi BBM, harga minyak mentah Indonesia dan hutang dalam negeri pemerintah berpengaruh dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal.
2. Dalam jangka pendek dan jangka panjang subsidi BBM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan ruang fiskal dan hasil ini tidak didukung dengan hipotesis yang diajukan.
3. Dalam jangka pendek dan jangka panjang harga minyak mentah Indonesia (ICP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal, dan didukung dengan hipotesis yang diajukan.
4. Dalam jangka pendek dan jangka panjang hutang dalam negeri pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal, dan didukung dengan hipotesis yang diajukan.
58
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa subsidi BBM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan ruang fiskal sehingga kebijakan subsidi BBM dapat terus dilanjutkan, namun kebijakan subsidi harus memperhatikan kondisi keuangan negara. Sehingga negara tidak mengalami defisit anggaran yang berlebihan.
2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa harga minyak mentah Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal Indonesia. Untuk itu pemerintah dapat meningkatkan produksi minyak mentah dengan cara membuka sumur minyak baru.
3. Berdasarkan hasil penelitian bahwa utang dalam negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal. Untuk itu pemerintah sebagai pemangku kebijakan dapat mengefektifkan utang dalam negeri sebagai sumber pembiayaan dan memanfaatkannya untuk membiayai program-program pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu Anggito, Megantara Andie. Pemikiran Konsep dan Implementasi Kebijakan Fiskal. Kompas. Admaja Surya. 2008. Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia : Perkembangan dan Dampaknya. Jurnal Akutansi dan Keuangan, Vol.2, 83-94. Afdi Muhammad. 2012. Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap Perekonomian Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal. Jakarta Aprianti, Kusdarwati dkk. Penggunaan Error Correction Model Engle-Granger dan Domowitz El-Badawi pada data analisis deret waktu non stasioner. Jurnal sains dan matematika. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya Basri dan Sabri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri. Rajawali. Jakarta Listitanto Eko. 2008. Kenaikan Harga Minyak Dunia : Penyebab dan dampaknya terhadap subsidi energi di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Politik, Vol.9 Heller S, Petter. 2005. Understanding Fiscal Space. IMF Policy Discussion Paper. Hidayat, imam. 2010. Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Eceran dan Industri terhadap Indeks Harga Konsumen di Indonesia. FE, Univesrsitas Indonesia. Jakarta Moeis Irsan A. Ahmad. 2012. Tesis : Pengaruh Besaran Ruang Fiskal Pemerintah Pusat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1984-2010. Jakarta. 103 hlm. M suparmoko, 1996. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. BPFE UGM. Yogyakarta Pemerintah Indonesia. 2003. UU No 17/2003 . Keunagan Negara. Purnomo Herry. 2013. Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia. Jakarta. Rahayu Sri Ani. 2010. Pengantar kebijakan Fiskal. Jakarta. Bumi Aksara.
Shick, Allen.2009. Budgeting For Fiscal Space. OECD. Suryani Trisani, Tarmudji Tarsis. 2012. Pajak Di Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu. Suharyadi, Purwanto. 2011. Statistika : Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, Edisi 2, Buku 2. Salemba Empat. Jakarta. Halaman 207-238. Umar Husein . 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Wayan. I. 2011. Kebijakan Fiskal dan Moneter Teori dan Empirikal. Kencana. Jakarta. Widarjono Agus. 2013. Ekonometrika : Pengantar dan Aplikasi, Edisi kempat. UPP STIM YKPN. Yogyakarta Referensi Website : http://www.anggaran.depkeu.go.id, Realisasi APBN Tahun 2000, diakses 3 febuari 2015. http://www.bps.go.id/pdb.php, Produk Domestik Bruto Menurut Jenis Pengeluaran 2000-2012, diakses 3 feb 2015. http://www.bps.go.id/pdb.php, Realisasi Pengeluaran Negara (Milyar Rupiah) 2007-2014, diakses 3 feb 2015. http://www.bps.go.id/pdb.php, Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) 2007-2014, diakses 3 feb 2015. http:// www.digilib.unila.ac.id, diakses 13 maret 2015.