ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ANGGOTA KOPERASI PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus pada Anggota Koperasi ”SAE” Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang)
JURNAL ILMIAH Disusun oleh :
Ahmad Wahyudi 105020100111055
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN PEITTJLISAIY ARTIKEL JTTRNAL
Artikel Jurnal dengan judul
:
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEI\DAPATAII ANGGOTA KOPERASI PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus pada Anggota Koperasi'SAE' Kecamatan Pujon, Kabupaten Matang)
Yang disusun oleh Nama
NIM Fakultas Jurusan
:
: : : :
Ahmad Wahyudi 105020100111055
Ekonomi dan Bisnis
Sl Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyarctan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 07 Juli 2014.
Malang, T Juli20l4 Dosen Pembimbing,
Dr. Moh. Khusaini,SE.,M.Si.,MA. NIP.19710111 199802
I 001
ANALISIS FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ANGGOTA KOPERASI PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus pada Anggota Koperasi “SAE” Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang) Ahmad Wahyudi Khusaini Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT The aimed of this study is to analyze the factors affecting revenue toward dairy cow cooperative member, case study :”SAE” members in Pujon district, Malang. The revenue of “SAE” members became a dependent variable. Meanwhile, the independent variables in this study were age, number of labor force, number of land for forage, category of work, number of dairy cow lactating, and work experience. Population consist of “SAE” members in potential areas of production Sebaluh, Ngabab and Jurangrejo. The selected sample are the member of upper middle income. OLS regression analysis results showed that at the 95 percent confidence level, number of land for forage, category of work, number of dairy cow lactating, and work experience had an effect on revenue of “SAE” members. While age and number of labor force had no effect on member’s revenue. Keywords : Revenue, “SAE” Members, Age, Number of Labor Force, Number of Land for Forage, Category of Work, Number of Dairy Cow Lactating, Work Experience ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan anggota koperasi peternakan sapi perah, studi kasus pada anggota koperasi “SAE” Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pendapatan yang diterima oleh anggota koperasi “SAE” Pujon. Sementara, umur, jumlah tenaga kerja, kepemilikan lahan hijauan, kategori usaha, kepemilikan sapi laktasi dan dan pengalaman kerja merupakan variabel independen. Populasi berupa anggota koperasi “SAE” Pujon pada tiga area produksi potensial yaitu Sebaluh, Ngabab dan Jurangrejo. Sampel yang dipilih adalah anggota dengan pendapatan menengah ke atas. Hasil analisis regresi OLS menunjukan bahwa pada derajat keyakinan 95 persen, kepemilikan lahan hijauan, kategori usaha, kepemilikan sapi laktasi dan dan pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan anggota koperasi “SAE” Pujon. Sedangkan usia dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pendapatan anggota. Kata kunci: Pendapatan, Anggota Koperasi “SAE” Pujon, Usia, Jumlah Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan Hijauan, Kategori Usaha, Kepemilikan Sapi Laktasi, Pengalaman Kerja
A. PENDAHULUAN Pertumbuhan Koperasi di Berbagai Negara terus menunjukkan tren positif. Gerakan Koperasi mampu menyatukan lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia. International Co-operative Alliances (ICA), Perkumpulan Koperasi International memperkirakan bahwa kehidupan lebih dari 3 miliar orang, atau setengah dari populasi penduduk dunia, dibuat aman dengan adanya koperasi masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa sejatinya Koperasi memang masih booming dan begitu digandrungi oleh masyarakat dunia. Meskipun dulu Koperasi diprediksi akan sulit bersaing dengan perusahaan dan industri skala besar terutama terkait produktivitasnya, namun koperasi kini telah berkembang dan tumbuh di tengah masyarakat dunia.
Di Indonesia sendiri sudah sejak lama kita kenal tiga pilar utama penyangga perekonomian Nasional yang diharapkan berperan aktif mendorong roda perekonomian di tengah hegemoni masyarakat yang semakin beraneka ragam, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Koperasi. Tentunya dari ketiga pilar perkekonomian tersebut memiliki fungsi dan peran masing – masing sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan masyarakat saat ini. Dalam perkembangannya, dari ketiga pilar utama perekonomian Indonesia, Koperasi mempunyai record perjalanan yang paling berliku jika dibandingkan dengan dua pilar usaha lain, mulai dari koperasi yang tidak aktif hingga gulung tikar akibat ditinggal oleh anggotanya. Pakar Koperasi dan Ekonomi, Bernhard Limbong mengungkapkan bahwa kondisi perkoperasian di Indonesia sampai tahun 2011 cukup memperihatinkan. Sebanyak 27 persen dari 177.000 koperasi yang ada di Indonesia atau sekitar 48.000 koperasi tidak aktif (sumber : kompasiana.com). Dilain pihak, beberapa ekonom sepakat bahwa Koperasi di Indonesia merupakan “Ekonomi Soko Guru” yang lahir dan berkembang sebagai suatu identitas tersendiri di tengah masyarakat yang beragam. Sehingga koperasi bukan sekedar sebagai sistem namun juga telah mengalir menjadi karakter perekonomian masyarakat Indonesia. Hal tersebut bukan tanpa alasan mengingat Koperasi di Indonesia adalah kegiatan usaha yang paling sesuai dengan karakterisitik perekonomian Nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 33 Khususnya ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan”. Perjalanan Koperasi di Indonesia sendiri memang cukup menarik, meskipun terdapat beberapa kasus mengenai koperasi yang tidak aktif hingga gulung tikar, namun usaha Koperasi bersama UMKM justru mampu membuktikan eksistensinya dalam menopang perekonomian Nasional. Pada tahun 1998 ketika terjadi krisis besar melanda tanah air serta berlanjut kepada Krisis Keuangan Global pada 2008, Koperasi dan UMKM telah membuktikan diri sebagai satu-satunya usaha yang berdaya tahan tinggi terhadap krisis ekonomi yang melanda Dunia, tidak terkecuali imbasnya pada goncangan hebat pada perekonomian Domestik. Menteri Koperasi dan UKM Sjarif Hassan juga menegaskan bahwa Koperasi dan UMKM telah berkontribusi setidaknya 58% dari Pendapatan Domestik Bruto. Sumber lain, data dari Kementrian Koperasi dan UKM yang dirilis pada tahun 2013 menyebutkan ada sekitar 200.818 unit koperasi di Indonesia, termasuk di dalamnya 1.472 unit koperasi nelayan yang tersebar di 23 provinsi. Dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 33,6 juta orang. Pertumbuhan koperasi pun cukup signifikan yakni mencapai tujuh sampai delapan persen per tahunnya (sumber : depkop.go.id). Jawa tengah dan Jawa Timur adalah 2 provinsi yang berhasil medapatkan penghargaan atas keberhasilannya dalam menjalankan program pembinaan terhadap Koperasi dan UMKM di wilayahnya. Untuk Provinsi Jawa Timur sendiri pada tahun 2013 ini telah berhasil masuk sebagai bagian dari 300 elit koperasi terbesar dan tersukses di dunia (World Co-operative Report 2013) melalui usaha Koperasi Warga Semen Gresik Jawa Timur yang berada pada posisi 233 dunia. Provinsi Jawa Timur juga terkenal dengan produktivitas di sektor pertanian dan peternakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan perkembangan produktivitas susu sapi Nasional yang menempatkan Provinsi Jawa Timur sebagai penghasil susu sapi terbesar Nasional (Dirjen Peternakan Nasional, 2014) hampir sekitar 50% produksi susu sapi nasional disumbangkan oleh Provinsi Jawa Timur. Data pada tahun 2009 menyebutkan, kontribusi produksi susu sapi Provinsi Jawa Timur pada produksi Nasional adalah sebesar 55, 83 %. Sementara pada tahun 2010 adalah sebesar 58,07 %, 56,65 % pada tahun 2012 dan 57,76 % pada tahun 2013. Sementara itu, secara umum produksi susu sapi Nasional tidak mampu memenuhi jumlah permintaan masyarakat atas komoditi susu sapi oleh masyarakat. Tercatat pada tahun 2009 konsumsi susu sapi nasional jauh berada di atas nilai produksi susu segar Nasional, itu artinya terjadi excess demand sebesar 1298,13 ton, pada 2010 kembali meningkat pada posisi 1367,7 ton, kemudian 2198,65 ton pada 2011 dan 2535,11 ton pada tahun 2012. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sejauh ini produksi susu segar Nasional memang masih jauh untuk mampu memenuhi permintaan yang dari masyarakat.
Secara ringkas, informasi perkembangan produksi dan konsumsi susu sapi Nasional serta sumbangsih produksi susu segar Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut: Gambar 1: Tren Produksi dan Konsumsi Susu Sapi 4000 3000
Konsumsi Nasional
2000
Produksi Nasional
1000 Produksi Jawa Timur
0 2009
2010
2011
2012
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2014 (Data Diolah) Koperasi peternakan dan pemerahan susu sapi “SAE” Pujon adalah salah satu koperasi yang cukup besar di Provinsi Jawa timur. Terletak di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Koperasi ini sudah memiliki 8.807 anggota hingga akhir tahun 2013, perkembangan yang cukup baik yang di awal terbentuknya pada tahun 1962 hanya memiliki 22 orang anggota saja. Koperasi “SAE” Pujon juga menjadi sumber mata pencaharian terbesar, usaha yang menguasai 63% penduduk sebagai anggota yang aktif menjalankan usaha peternakan sapi perah ini (sumber : Database Supervisor Koperasi “SAE” Pujon). Sesuai laporan tahunan Koperasi “SAE” Pujon, selama lima tahun belakangan ini produktivitas anggota cenderung mengalami penurunan, hal tersebut dapat dilihat dari produksi liter susu yang dihasilkan. Satu-satunya peningkatan produksi hanya terjadi pada tahun 2010 yang meningkat sebesar 4.902.892,5 liter dari tahun 2009 yang mencapai 36.284.145,0 liter. Sementara pada tahun berikutnya yakni pada tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 1.429.923,5 liter. Begitu pula pada tahun 2012 dan 2013, secara berturut-turut produksi susu sapi menurun sebesar 4.633.986 liter dan 2.319.312,5 liter. Sejalan dengan hal tersebut kepemilikan modal utama anggota berupa sapi ternak tercatat juga mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar 1051 ekor sapi, 2012 kembali menurun sebesar 7132 ekor sapi. Begitu juga pada tahun 2013 yang mengalami penurunan sebesar 19 ekor sapi. Penambahan jumlah kepemilikan sapi hanya terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 2022 ekor sapi. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan sapi memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas anggota. Selain itu juga disebutkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah anggota Koperasi “SAE” Pujon selama beberapa tahun belakangan. Penambahan jumlah anggota yang bertindak sebagai tenaga kerja produktif seharusnya dibarengi dengan peningkatan jumlah output produksi, hal ini dikarenakan telah terjadi penambahan input produksi berupa faktor tenaga kerja. dari tahun 2010 hingga 2012 secara berturut-turut terjadi penambahan anggota sebesar 339 orang, 368 orang dan 146 orang. Sedangkan untuk tahun 2013 terjadi sedikit penurunan pada jumlah anggota sebesar 13 orang. Mengutip pernyataan yang dikemukakan oleh Sadono Sukirno (2009) dalam bukunya Mikro Ekonomi (Edisi Ketiga) mengenai hubungan antara produktivitas dengan upah uang (dalam hal ini adalah pendapatan) yang diterima oleh tenaga kerja, menyebutkan ada keterkaitan yang sangat erat antara kenaikan upah dengan tingkat produktivitas. Upah yang diterima pekerja akan tergantung sekali kepada produktivitas/ produksi berupa output yang dihasilkan oleh tiap-tiap pekerja. Pada data perkembangan anggota “SAE” Pujon ditemukan hubungan yang saling mempengaruhi antara jumlah anggota yang bertidak sebagai tenaga kerja dalam menjalankan proses produksi, serta ketersediaan modal berupa kepemilikan sapi laktasi terhadap produktivitas. Karena output yang dihasilkan oleh anggota Koperasi “SAE” Pujon adalah pendapatan, yang berasal dari liter produksi
susu sapi dikalikan dengan harga jual, maka produktivitas anggota dapat ditimbang dengan menggunakan satuan pendapatan. Keduanya mempunyai hubungan yang linier. Berdasarkan uraian tersebut diatas kiranya perlu untuk dilakukan penelitian pada anggota Koperasi “SAE” Pujon. Hubungannya dengan produktivitas anggota dalam memperoleh pendapatan, maka penelitian ini digunakan untuk menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon. B. KERANGKA TEORITIS Koperasi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Upaya pemerintah dalam meningkatkan pembangunan subsektor peternakan adalah bagian dari pembangunan sektor pertanian yang mempunyai nilai strategis tinggi karena dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya jumlah pendapatan rata-rata serta sarana menciptakan perluasan kesempatan kerja. Besarnya potensi sumber daya alam Indonesia memungkinkan untuk mengembangkan subsektor peternakan agar semakin terberdayakan. Salah satu dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk berekambang di Indonesia adalah usaha agribisnis persusuan. Menilik kondisi geologis, ekologis, dan kesuburan tanah yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, terdapat kecocokan karakteristik guna mengembangkan usaha agribisnis peternakan sapi perah. Dalam penelitiannya, Yusdja (2005) mengungkapkan bahwa industri pengembangan sapi perah di Indonesia sudah mempunyai struktur produksi yang cukup lengkap dan memadai yang terdiri atas peternak, pabrik pakan, industri pengolahan susu yang memfasilitasi, serta dukungan dari kelembagaan peternak sapi perah yang tergabung dalam GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Adapun struktur usaha sapi perah dapat diklasifikasikan ke dalam empat skala usaha yaitu usaha ternak rakyat (1-9 ekor), usaha skala kecil (10-30 ekor), usaha skala menengah (30-100 ekor) dan usaha skala besar ( >100 ekor). Dari beberapa jenis skala usaha tersebut, usaha ternak rakyat lah yang sebagian besar merupakan anggota dari koperasi susu. Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai sumber protein hewani diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi. Salah satu sumber makanan hasil komoditi peternakan yang menjadi sumber gizi dan banyak diburu oleh masyarakat luas adalah susu. Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas komoditi susu, maka perlu dilakukan upaya pengembangan subsektor peternakan khususnya peternakan sapi perah. Menurut Despal et al (2008) dalam Karuniawati (2012 : 27), produksi susu Nasional hanya mampu mencukupi sekitar 1/3 kebutuhan susu Nasional. Kondisi tersebut memaksa Pemerintah untuk mengimpor sebagian besar komoditi susu guna menutup angka produktivitas yang rendah. Segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah, termasuk didalamnya adalah melakukan impor sapi perah yang bertujuan untuk meningkatkan suplai susu Nasional. Namun usaha tersebut sepertinya belum cukup berhasil. Solusi alternatif lain adalah dengan memperluas usaha ternak susu sapi perah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran pada masyarakat untuk berproduksi secara maksimal. Melihat struktus produksi peternakan sapi perah di Indonesia, sebagian besar peternakan yang ada masih tergolong kedalam usaha rakyat dengan rata-rata kepemilikan sapi berkisar antara 1-3 ekor sapi (hampir 91%) yang kemudian mereka tergabung kedalam anggota koperasi. Masih menurut Daryanto, skala usaha ternak sapi sekecil ini jelas kurang ekonomis, karena hasil penjualan dari produkci susu tersebut hanya mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup harian. Dengan demikian perlu adanya peningkatan kepemilikan sapi per peternak. Hal tersebut sejalan dengan manajemen modern sapi perah, dimana untuk mencapai skala ekonomis maka peternak memerlukan sekitar 10-12 ekor ternak. Selain peningkatan kepemilikan ternak, mereka yang tergabung kedalam koperasi peternakan susu sapi perah dapat secara bersama-sama dengan anggota lain untuk meningkatkan produktivitas guna memperoleh pendapatan yang lebih baik. Koperasi sapi perah berbeda dengan koperasi biasa karena didalamnya beranggotakan para peternak sapi yang selain bertindak sebagai pengusaha atas sapi
perahnya juga bekerja bersama menopang usaha dibawah naungan koperasi susu. Koperasi merupakan mediator antara peternak dengan pihak pengelola susu, dimana tugas koperasi disini adalah menentukan posisi tawar peternak dalam hal jumlah penjualan susu serta harga yang akan diterima oleh para peternak. Peran Tenaga Kerja Koperasi dalam Perekonomian Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, dijelaskan dalam pasal 6 ayat 1 angka C yang berbunyi “Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi “ maka secara tidak langsung dapat dinyatakan bahwa kegiatan ekonomi koperasi dijalankan oleh para anggotanya. Segala proses dan aktivitas perekonomian dalam koperasi dilakukan oleh anggotanya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa setiap anggota adalah termasuk tenaga kerja dari koperasi itu sendiri. Sudah sejak lama bahwa produktivitas tenaga kerja telah menjadi fokus perhatian utama karena berperan penting dalam meningkatkan pendapatan nasional. Madzhab neo klasik (supply side) beranggapan bahwa fungsi produksi ditentukan oleh modal(K) dan tenaga kerja(L) atau Y = f (K,L). melalui fungsi tersebut kualitas dan kuantitas output besar ditentukan oleh ketersediaan modal dan tenaga kerja. Output itulah yang nantinya akan menentukan tinggi rendahnya pendapatan suatu Negara. Sehingga tinggi rendahnya pendapatan suatu Negara akan sangat bergantung pada produktivitas marjinal dari modal/ marginal productivity of capital (MPK) dan produktivitas marjinal dari tenaga kerja/ marginal productivity of labour (MPL). Lebih dari itu, Mankiw (2011) dalam Nuh (2013) mengungkapkan bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara produktivitas tenaga kerja dengan standard hidup masyarakat. Suatu contoh, dalam suatu Negara yang memiliki tenaga kerja dengan jumlah dan tingkat produktivitas yang tinggi maka akan mempunyai standard hidup yang tinggi pula. Sebaliknya, jika tenaga kerja suatu Negara memiliki tingkat produktivitas yang rendah maka kebanyakan masyarakatnya akan menikmati standard hidup yang rendah. Karena standard hidup ini ditentukan melalui upah, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja maka upah yang diterima akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Sehingga jika produktivitas rendah maka akses untuk mencapai standard hidup yang tinggi juga akan sulit karena penghasilan mereka sedikit. Krugman (dalam Hoffman, 2005) menyatakan bahwa produktivitas memang bukanlah segalanya saat ini, namun dalam jangka panjang produktivitas akan menentukan segalanya. Bahkan masa depan dari sebuah organisasi akan ditentukan oleh produktif tidaknya organisasi tersebut. Semakin tidak produktif maka besar kemungkinan organisasi tersebut akan gulung tikar. Oleh karenanya produktivitas anggota sekaligus sebagai tenaga kerja Koperasi akan sangat berpengaruh tidak hanya pada perekonomian mereka sendiri, namun juga keberlangsungan Koperasi itu sendiri. Hubungan antara Produktivitas dengan Pendapatan Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja pada suatu organisasi, baik di pemerintahan maupun pada perusahaan, atau pada usaha-usaha sosial dengan tujuan untuk mendapatkan balas jasa berupa gaji/ upah, Musanef(1996) dalam Andayani (2007). Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan, setiap orang yang mampu menyelesaikan pekerjaan dalam rangka menghasilkan barang/ jasa baik itu bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan diri mereka sendiri ataupun didistribusikan kepada masyarakat adalah termasuk kedalam tenaga kerja. Menurut Bakir (1984) dalam Andayani (2007), tenaga kerja merupakan sarana produksi yang jauh lebih penting juka dibandingkan dengan sarana produksi lain seperti bahan mentah, tanah, air serta asset sejenis lainnya sebab untuk menghasilkan barang/ jasa, segala sarana produksi digerakkan dan dijalankan oleh sumber daya manusia (tenaga kerja) itu sendiri. Mengutip dari Center Studying for Living Standart (1998), pengertian produktivitas merujuk kepada hubungan antara output berupa barang dan jasa dengan sumber daya yang menjadi input, baik manusia maupun non manusia dalam rangka menjalankan kegiatan produktivitas. Hubungan tersebut biasanya ditampilkan dalam sebuah rasio. Sejalan dengan hal tersebut, Freeman(2008) mendefinisikan produktivitas sebagai rasio antara volume output atas volume input yang digunakan.
Sementara itu Suprihanto (1992) dalam Pajar (2008) mengartikan produktivitas sebagai kemampuan seperangkat sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan suatu komiditi tertentu atau dengan kata lain sebagai perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan (input) dengan hasil yang didapat (output). Setiap organisasi akan selalu berusaha untuk mendorong kinerja dari semua orang yang berada di dalam lingkaran organisasi mereka agar mampu memberikan kontribusi yang maksimal dalam rangka menciptakan produktivitas yang tinggi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Simanjuntak (1983) dalam Akmal (2006), produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai oleh tenaga kerja persatuan waktu kerja. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Jamaludin Ahmad (1995) dalam Andayani (2007) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah produksi (quantity) per satuan tenaga kerja (labour) atau sering kita kenal dengan Q/L. Kesimpulannya, produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran efektivitas yang digunakan perusahaan untuk mengetahui kinerja dari tenaga kerja dalam rangka menghasilkan komoditi per satuan waktu. Produktivitas dapat diterjemahkan sebagai produksi output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja pada suatu waktu tertentu. Hubungannya dengan pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja sangat tergantung pada seberapa produktif tenaga kerja dalam menghasilkan barang dan jasa. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa kenaikan produktivitas dari tenaga kerja akan berpengaruh terhadap kenaikan sejumlah pendapatan yang mereka terima. Sebagaimana teori permintaan ke atas faktor produksi yang disebutkan oleh Sadono Sukirno (2009), apabila dimisalkan harga barang dalam dua keadaan yang berbeda adalah sama, kedudukan yang menunjukkan bahwa produksi fisik marjinal (MRP) dengan hasil penjualan marjinalnya adalah lebih tinggi menunjukkan tingkat produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi. Produktivitas yang semakin tinggi akan mampu menciptakan intensitas penjualan. Ketika intensitas penjualan semakin meningkat maka tingkat pendapatan yang akan diterima oleh tenaga kerja akan semakin tinggi. Sehingga kaitannya dengan produktivitas yang semakin meningkat akan mampu mendorong pendapatan yang semakin tinggi pula. Sama halnya dengan anggota Koperasi “SAE” Pujon, dimana ketika terjadi peningkatan produktivitas berupa peningkatan output atas produksi susu sapi maka anggota akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Pendapatan ini diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga jual komoditi susu segar oleh pihak Koperasi “SAE” Pujon sebagai perantara. Oleh sebab itu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sadono Sukirno (2009), bahwa ada keterkaitan antara produktivitas dengan upah tenaga kerja, dalam penelitian ini juga ditemukan keterkaitan antara produktivitas anggota Koperasi “SAE” Pujon dalam menghasilkan output berupa susu sapi dengan pendapatan anggota, yang bertindak sebagai bentuk lain dari upah tenaga kerja. Hubungannya dengan Pendapatan, Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Dalam mengukur kemampuan dan tingkat ekonomi individu maupun rumah tangga, konsep utama yang paling sering digunakan adalah dengan melihat tingkat pendapatan yang diperoleh dari kegiatan produksi. Pendapatan merujuk kepada banyaknya uang atau hasil material lainnya yang diperoleh dari hasil penggunaan kekayaan dan atau jasa yang dimiliki oleh individu maupun rumah tangga selama periode tertentu (Winardi dalam Nababan, 2009). Dengan kata lain, pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja dapat diartikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima oleh tenaga kerja, baik pekerja, buruh, atau rumah tangga selama ia melakukan pekerjaan tertentu baik di instansi pemerintahan, perusahaan/ organisasi non pemerintahan maupun pendapatan selama ia bekerja atau berusaha sendiri. Secara umum, pendapatan diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan produksi, baik berupa produksi yang menghasilkan barang maupun jasa. Dari sini dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk mengoptimalkan pendapatan, seseorang harus meningkatkan aktivitas produksinya melalui optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki.
Menurut Sukirno (dalam Nababan, 2009) menjelaskan bahwa faktor produksi adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam dan atau diciptakan sendiri oleh manusia sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan barang ataupun jasa. Secara umum, pendapatan yang diperoleh dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan atau jasa. Faktor produksi yang dimaksud setidaknya terdiri dari modal, tenaga kerja, serta alam (contohnya: tanah, lingkungan serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). Disamping itu, terdapat faktorfaktor produksi lain yang pengaruhnya bergantung pada kegiatan usaha yang dikerjakan oleh tiap individu. Beberapa faktor tersebut antara lain : 1. Alam Alam merupakan salah satu faktor produksi yang mampu mendorong produktivitas sehingga akan meningkatkan pendapatan pelaku usaha. Faktor produksi ini biasanya terdiri dari barang ekonomi atau material yang telah tersedia secara langsung di alam bebas tanpa bantuan manusia. Jadi yang dimaksud alam di sini meliputi segala sumber daya yang terkandung di alam bebas. Contohnya tanah beserta sumber-sumber mineral, hewan liar, tumbuhan, dan sumber daya lain yang tersimpan di dalamnya. 2. Modal Mubyarto dalam Nababab (2009) menjelaskan pengertian modal sebagai sekumpulan uang dan atau barang yang secara bersama-sama dengan faktor produksi lainnya mampu dipergunakan untuk menghasilkan komoditi baru hasil produksi, dan dapat berfungsi sebagai sumber pendapatan bagi pemiliknya. Modal yang dimaksud di sini termasuk mesin-mesin produksi, alat berat, gedung, instalasi dan alat pengangkutan, hewan ternak untuk peternak, dan sebagainya. Modal juga meliputi persediaan bahan mentah maupun bahan setengah jadi yang digunakan dalam sektor industri. 3. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan sejumlah penduduk yang bekerja dan digunakan sebagai salah satu input untuk menjalankan proses produksi. Termasuk juga didalamnya adalah kualtias dan kapabilitas orang per orang, seperti halnya kemahiran yang dimiliki. Dalam rangka menjalankan kegiatan produksi dengan baik, maka diperlukan suatu sinergi yang baik yang berasal dari kombinasi antara kemampuan fisik dan kecerdasan intelegensia. 4. Faktor-Faktor Produksi Lain a. Skill atau keahlian Schumpeter dalam Nababan (2009) menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi yang baik dapat diciptakan dengan adanya inisiatif, kreativitas dan sifat inovatif yang berasal dari golongan produsen, atau sekarang kita kenal dengan entrepreneurship atau kewirausahaan. Menurut Schumpeter, kelompok entrepreneurship terdiri dari kelompok masyarakat yang mampu mengorganisasikan atau menggabungkan dengan baik faktor-faktor produksi untuk kemudian menghasilkan komoditi berupa barang dan jasa yang diperlukan masyarakat. b. Pendidikan/ Pengalaman Kerja Dalam pandangan kaum ekonomi pembangunan faktor yang bisa dibilang paling menentukan dalam produktivitas ekonomi adalah modal manusia (Human - Capital). Yang termasuk dalam kategori modal manusia adalah pendidikan, ketrampilan serta pengetahuan. Pandangan tersbut sempat mendunia pada sekitaran perang dunia ke-2 (decade 1950-1960an). Sehingga, pada kurun waktu tersebut sempat dianggap sebagai “Age of Human Capital”. c. Usia Teori Lazear (Ours dan Stoeldraijer, 2010). berargumen, pekerja yang lebih tua akan memiliki pengalaman kerja yang lebih lama sehingga menjadi lebih terlatih dalam menyelesaikan pekerjaannya. dengan begitu pekerja dengan usia kerja yang lebih lama memiliki kecenderungan untuk terhindar dari berbagai macam kelalaian kerja sehingga akan mampu bekerja lebih optimal. Pada akhirnya mereka akan mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan pendapatan yang lebih besar jika dibanding mereka yang lebih singkat masa kerjanya. Berbanding terbalik dengan pernyataan tersebut, Barth et. Al (1993) dalam Ours dan Stoeldraijer (2010) menjelaskan bahwa pekerja yang lebih tua memiliki kelemahan dalam hal fleksibilitas ketika mendapat tugas kerja baru, kecenderungan menolak teknologi, serta kurang dapat berkembang ketika mendapat pelatihan-pelatihan baru.
Sejalan dengan hal tersebut, Reksasudharma (1989) dalam Akmal (2006), menyatakan bahwa masalah kualitas dari tenaga kerja ini perlu dipertimbangkan karena nantinya akan berkaitan langsung dengan produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Lebih dari itu, ia juga menyebutkan bahwa empat variabel yang dapat mempengaruhi kualitas tenaga kerja adalah komposisi umur dan jenis kelamin, pendidikan dan latihan, serta kondisi fisik dan kesungguhan daya untuk produktif. Sementara untuk mengestimasi pengaruh dari keempat variable tersebut terhadap input tenaga kerja pada umunya kita dapat menggunakan tingkat upah/ pendapatan sebagai penimbang. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berjudul The factors affecting milk production and milk production cost : Canakkale case, Biga yang dilakukan oleh Duygu AKTURK, Zeki BAYRAMOGLU, Ferhan SAVRAN, dan F. Fusun TADLIDIL (2010) menyatakan bahwa 61,49% variasi produksi susu dipengaruhi oleh penggunaan pakan hijauan dan konsentrat. Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Nasrul Haq (Skripsi, 2007) yang berjudul Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja bagian penyortiran pada koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara (TTN) di Kabupaten Jember menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja sementara masa kerja mempunyai hubungan yang positif. Dan yang terakhir adalah variable tingkat pendidikan yang mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. Sementara itu penelitian yang berjudul Efisiensi produksi usaha sapi perah rakyat (Studi kasus pada peternak anggota koperasi usaha peternakan dan pemerahan sapi perah Kaliurang, Sleman, Yogyakarta) yang dilakukan oleh Melani Astuti, Rini Widiati dan Yustina Yuni Saranindyah (2010) menyatakan bahwa presentase induk laktasi dan jumlah ternak mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap produksi susu, sementara jumlah pakan hijauan dan konsentrat tidak berpengaruh terhadap produksi susu. Penelitian yang dilakukan oleh Rina Kurniawati (2012) dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah (kasus peternak anggota kelompok ternak mekar jaya desa cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) menyatakan bahwa berdasarkan hasil pendugaan parameter fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel konsentrat, hijauan, ampas tahu, mineral dan air mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap peningkatan produksi susu para peternak sapi. Sementara untuk masa laktasi dan tenaga kerja mempunyai pengaruh yang negative terhadap peningkatan produktivitas susu sapi perah. Sementara beberapa penelitian yang berkaitan langsung dengan pendapatan, diantaranya adalah : pertama, penelitian yang dilakukan oleh Christofel D. Nababan dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani jagung di Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo, dengan menggunakan data primer pada satu masa panen yang dimulai pada April 2008 - Agustus 2008 dengan metode OLS. Hasil penelitian menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja, dan kepemilikan lahan mempunyai peranan yang signifikan positif terhadap pendapatan petani, sedangkan harga pupuk tidak berpengaruh signifikan dalam penelitian tersebut. Selanjutnya Ratih Dewanti dan Ginda Sihombing lewat penelitiannya yang berjudul analisi pendapatan usaha peternakan ayam buras (Studi kasus di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan). Penelitian tersebut dilaksanakan mulai tanggal 2 Januari – 4 Februari, dengan metode survey dan penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menyebutkan, besarnya pendapatan dipengaruhi oleh biaya pembelian ayam dan biaya listrik, sementara biaya lain seperti biaya pakan, obat/ vitamin dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Dan yang terakhir adalah penelitian oleh Surya Amri Siregar, yang berjudul analisi pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi) berpengaruh sangat nyata terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sementara umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, motivasi beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan peternak sapi potong. Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut di atas, dapat kita tarik kesimpulan sementara bahawa variable-variabel yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja koperasi memang sngat bervariasi
dan memiliki tingak perngaruh yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini penulis berusaha untuk mencoba merangkum variable-variabel tersebut yang kemudian akan disusun kedalam sistematika pemikiran yang dianggap paling sesuai dalam penelitian ini. C. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan adalah gabungan antara data primer dan sekunder berupa data antar ruang cross section yang menjadi atribut anggota Koperasi “SAE” Pujon sebagai objek penelitian ini. Data pendapatan dan pengalaman kerja diperoleh secara langsung dari supervisor database, sementara untuk data usia, jumlah tenaga kerja, kepemilikan lahan hijauan, kategori usaha dan kepemilikan sapi laktasi diperoleh dari responden melalui wawancara secara langsung. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anggota Koperasi “SAE” Pujon yang berada pada tiga lokasi potensial wilayah produksi Koperasi “SAE” Pujon. ketiga lokasi tersebut adalah pos penampungan Sebaluh, Ngabab dan Jurangrejo. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, menurut Sugiyono (2011), teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini, yang dijadikan sampel penelitian adalah anggota upper-middle income anggota dengan alasan agar lebih memudahkan penelitian untuk melihat bagaimana anggota dapat meningkatkan pendapatannya, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan pendapatan di kelompok lain. Pendapatan dihitung selama satu masa produksi, yakni pada 2 April – 15 April 2014 karena anggota Koperasi “SAE” Pujon menerima pendapatan pada setiap satu periode produksi. Alat Analisis dan Spesifikasi Model Untuk menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon digunakan analisis Ordinary Least Square (OLS) menggunakan data antar ruang (cross section) dengan spesifikasi model sebagai berikut : Pendapatan = α + β1 Usia (X1) + β2 Jumlah Tenaga Kerja (X2) + β3 Kepemilikan Lahan Hijauan (X3) + β4 Kategori Usaha (X4) + β5 Kepemilikan Sapi Laktasi (X5) + β6 Pengalaman Kerja (X6) + e Pendapatan diukur dengan menghitung jumlah pendapatan kotor yang diterima oleh anggota Koperasi “SAE” Pujon selama satu masa produksi yaitu 15 hari masa kerja, usia diukur dalam tahun, kepemilikan lahan hijauan diukur dalam hektar, kategori usaha merupakan dummy variable diberi nilai 1 (satu) jika usaha tersebut dipekerjakan kepada orang lain dan 0 (nol) jika usaha tersebut dikerjakan sendiri oleh anggota keluarga, kepemilikan sapi laktasi dihitung dalam satuan ekor sapi produktif, dan pengalaman kerja dihitung mulai pertama kali anggota bergabung menjadi bagian dari Koperasi “SAE” Pujon dalam satuan tahun. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Estimasi Regresi dan Intepretasi Sesuai dengan spesifikasi model di atas, hasil estimasi regresi dari persamaan tersebut (hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1) adalah sebagai berikut : Pendapatan = -58.243,35 – 2933,04 X1 + 43617,25 X2 + 625566,82 X3 – 197691,95 X4 + 241327,48 X5 + 15517,10 X6 + e Se = (242.785,07) (5.386,50) (76.827,43) (166.637,16) (81.606,64) (32.892,28) (5.734,81) t = (-0,240) (-0,545) (0,568) (3,754) (-2,422) (7,337) (2,706) p = (0,812) (0,589) (0,574) (0,001) (0,020) (0,000) (0,010) r2 = (0,990) F Stat. = (625,055) (nilai p = 0,000)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa setiap kenaikan usia anggota selama satu tahun akan menurunkan pendapatan sebesar Rp. 2.933,04,- per 15 hari. Disisi lain anggota yang mempunyai tenaga kerja satu orang lebih banyak akan mampu meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 43.617,25,-
per 15 hari. Selanjutnya anggota yang memiliki lahan hijauan 1 hektar lebih luas maka pendapatan akan meningkat sebesar Rp. 625.566,82,- per 15 hari. Sedangkan anggota yang memutuskan untuk mempekerjakan usahanya pada orang lain akan cenderung mempunyai pendapatan yang lebih sedikit yakni sebesar Rp. 197.691,95,- per 15 hari jika dibandingkan dengan usaha yang dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri. Sementara itu, anggota yang mempunyai satu ekor sapi laktasi lebih banyak akan mempunyai pendapatan rata-rata Rp. 241.327,- lebih banyak dalam 15 hari. Serta anggota yang mempunyai pengalaman kerja satu tahun lebih lama akan mampu memperoleh pendapatan Rp. 15517,10,- lebih besar dalam kurun waktu 15 hari. R-squared dari persamaan tersebut adalah 0,99 yang berarti perubahan variabel dependen, yakni pendapatan, 99 persennya dipengaruhi oleh variabel explanatory dalam model penelitian ini. Sementara 1 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model penelitian. Berdasarkan uji stimultan (Uji F) diperoleh nilai probabilitasnya 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel explanatory dalam model tersebut secara serempak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen pada interval keyakinan 95 persen. Sementara itu, pada uji parsial nilai probabilitas t-statistik variabel usia dan jumlah tenaga kerja adalah 58,9 persen dan 57,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan sebesar 95 persen, variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Sementara, nilai probabilitas t-statistik variabel kepemilikan lahan hijauan, kategori usaha, kepemilikan sapi laktasi dan pengalaman kerja secara berturut-turut adalah 0,1 persen, 2,0 persen, 0,00 persen dan 1,0 persen yang berarti mempunyai pengaruh signifikan terhadap perubahan pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon yang diterima selama 15 hari masa produksi. Uji Asumsi Klasik Setelah melakukan serangkaian uji kelayakan model yang terangkum dalam uji asumsi klasi (hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2), maka secara sederhana dapat dapat dilihat pada ringkasan tabel berikut : Tabel 1 : Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi Multikolinearitas Jenis Uji Lolos Lolos Keputusan Sumber : Data Sampel Penelitian, 2014
Heteroskedastisitas Lolos
Normalitas Lolos
Pada tabel di atas terlihat bahwa, model yang diestimasi tidak terkena masalah autokorelitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas serta mempunyai distribusi error yang terdistribusi secara normal (lolos uji normalitas). Oleh karena itu berdasarkan uji asumsi klasikmaka dapat disimpulkan bahwa model tersebut layak untuk digunakan. Pembahasan Variabel Usia Tidak terbuktinya teori Lazear (Ours dan Stoeldraijer, 2010) terkait adanya hubungan positif antara bertambahnya usia dengan pengalaman kerja, dimana semakin tua maka semakin tinggi pula masa kerjanya sehingga lebih produktif, dan pendapatan yang diterima akan semakin meningkat. Fenomena yang berlaku dalam anggota koperasi tidak selalu membuktikan bahwa pekerja yang lebih tua akan memiliki masa kerja yang lama. Kebanyakan dari mereka tidak mempunyai kesamaan usia pada saat memulai menjalankan kegiatan usahanya. Ada lebih banyak anggota yang memulai kerja pada usia 25 tahun ke atas. Namun tidak sedikit yang baru memulai menekuni kegiatan usaha ini pada usia 30-40 tahunan. Kondisi inilah yang kemudian membenarkan bahwa semakin tua, seseorang belum tentu mempunyai masa kerja yang semakin lama juga. Oleh karenanya perlu dibedakan antara variabel usia dengan pengalaman kerja. Kedua, terkait pemikiran Barth et. Al (1993) dalam Ours dan Stoeldraijer (2010) yang menjelaskan bahwa pekerja yang lebih tua memiliki kelemahan dalam hal fleksibilitas ketika mendapat
tugas kerja baru, kecenderungan menolak teknologi, serta kurang dapat berkembang ketika mendapat pelatihan-pelatihan baru adalah tidak berlaku dalam penelitian ini. Argument kedua, masih banyak anggota dengan usia mendekati batas usia produktif ( 65 tahun ) tetap aktif menjalankan kegiatan usaha dengan baik. Terbukti anggota usia lebih tua mampu memperoleh pendapatan yang sama besar dengan anggota lebih muda. Ada dua alasan untuk menolak hipotesis bahwa semakin tua usia anggota pendapatan yang diperoleh tidak selalu menurun. Kondisi ini dibuktikan dengan jumlah pendapatan yang kompetitif antara kedua kelompok usia tersebut. Kelompok usia lebih muda terbukti mampu bekerja dengan baik menyesuaikan diri dengan kegiatan usaha yang mereka tekuni. Sementara kelompok usia lebih tua yang dinyatakan kurang fleksibel juga tetap mampu bersaing dengan memperoleh jumlah pendapatan yang tinggi. Sehingga besarnya pendapatan anggota tidak dipengaruhi oleh perbedaan usia antar anggota. Argumen kedua adalah terkait dengan adanya tuntutan yang semakin tinggi menyebabkan anggota harus tetap produktif. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan usaha peternakan ini merupakan usaha mayoritas yang ditekuni oleh masyarakat kecamatan Pujon. Hampir 63% masyarakat menggantungkan ekonominya pada keberadaan Koperasi “SAE” Pujon. Untuk itu anggota harus berupaya tetap produktif agar terus memperoleh pendapatan. Rata-rata tingkat pendidikan dari anggota cukup rendah, mayoritas hanya SD – SMP bahkan ada yang tidak tamat SD (survei). Kondisi tersebut akan menyebabkan sulitnya seseorang untuk mencari lapangan kerja lain, karena tidak adanya keahlian lain yang dimiliki. Pada akhirnya usaha peternakan sapi perah inilah yang kemudian menjadi satu-satunya usaha yang tepat untuk menjalankan roda perekonomian anggota “SAE” Pujon. Selain itu dalam penelitian ini, sampel penelitian yang terjaring merupakan anggota dengan usia produktif yaitu antara usia 15-65 tahun. Sehingga rata-rata kemampuan anggota dalam menjalankan kegiatan usaha masih berjalan dengan sangat baik dan produktif. Dengan menghasilkan output produksi yang stabil maka anggota akan mendapatkan pendapatan yang stabil pula. Berdasarkan argumentasi tersebut, dapat diterima jika hipoteis yang menyatakan bahwa semakin usia bertambah maka pendapatan anggota akan menurun. Pembahasan Variabel Jumlah Tenaga Kerja Sebagaimana yang telah disebutkan oleh kelompok pemikiran teori modern bahwa aspek kuantitas dari keberadaan tenaga kerja tidak menjadi lebih penting dari pada kualitas yang dimiliki oleh tenaga kerja itu sendiri. Banyak studi-studi empiris yang dilakukan oleh para ekonom seperti Barro (1991, 1998) Barro dan Lee (1993), Mankiw dan kawan-kawan (1991) serta Nelson dan Pack (1998) dalam Situmorang (2007) menyatakan bahwa akumulasi jumlah tenaga kerja harus dibarengi dengan peningkatan kualitas yang biasanya diukur dari tingkat pendidikan dan kesehatan. Pendidikan yang dimaksud bukan sekedar pendidikan formal namun bisa jadi pendidikan informal berupa pengalaman kerja terkait yang pernah dikerjakan. Namun fenomena yang terjadi dikebanyakan pekerja yang menangani usaha peternakan inimasih jauh dari apa yang seharusnya. Pertama, dalam pemilihan calon tenaga kerja yang akan menangani kegiatan usaha tidak ada syarat khusus yang diperuntukkan bagi calon tenaga kerja. Seperti adanya faktor keahlian atau pengetahuan dalam menjalankan kegiatan usaha terkait atau bahkan terkait faktor kesehatan seseorang mengingat kegiatan ini termasuk jenis kegiatan fisik yang juga membutuhkan kebugaran tersendiri. Asas kekeluargaan terlihat masih sangat dominan disini. Terbukti anggota akan mengerjakan usaha dengan siapa saja yang dikenal baik dan dipercayai. Kebanyakan dari mereka pekerja berada dalam lingkup keluarga atau kerabat dekat. Selain itu tidak dibutuhkan adanya faktor keahlian maupun pengetahuan yang terkait secara langsung dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Seperti anak-anak dari keluarga yang secara kematangan belum mumpuni karena masih di bawah usia produktif dapat dijadikan sebagai tenaga kerja, ataupun orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan sehingga karena alasan kedekatan emosional dijadikan tenaga kerja. Inilah yang menyebabkan tenaga kerja menjadi kurang kompeten
sehingga kehadirannya tidak berpengaruh pada peningkatan pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon. Alasan kedua adalah tidak adanya target yang secara khusus diberikan kepada tiap-tiap tenaga kerja. hal ini menyebabkan tidak adanya kompetisi antar tenaga kerja, terutama dalam rangka mendorong produktivitas yang meningkat untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal. Pola kerja yang diterapkan biasanya hanya berdasarkan pada kemampuan tenaga kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. tidak peduli seberapa lama asalkan pekerjaan yang dilakukan selesai maka target dapat dikatakan berhasil. Selain itu sedikit banyak tenaga kerja tidak signifikan karena tujuan akhir bukan seberapa besar kontribusi dari masing-masing tenaga kerja, tapi apakah pekerjaan itu selesai atau tidak tidak melihat dikerjaan sendiri atau bersama-sama. Lebih dari itu, upah yang diberikan kepada tenaga kerja juga tidak terukur secara pasti, bahkan ada sebagian anggota tidak memberikan upah kerja sama sekali contohnya karena pekerja adalah bagian dari keluarga anggota. Ini mungkin menjadi salah satu alasan yang bisa mengurangi motivasi dan etos kerja dari tenaga kerja itu sendiri. Alasan-alasan di atas telah membuktikan bahwa kehadiran jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon. Sedikit ataupun banyak ketersediaan tenaga kerja jika tidak dibarengi dengan kualitas dari tenaga kerja itu sendiri maka pendapatan tidak akan meningkat. Pembahasan Variabel Kepemilikan Lahan Hijauan Dalam menekuni usaha peternakan sapi perah, yang paling penting selain kepemilikan sapi laktasi, pekerja di sektor ini juga harus memiliki lahan hijauan untuk menunjang aktivitas produksi. Pakan hijauan merupakan satu hal yang mutlak keberadaanya sebagai primary good yang mendukung kegiatan produksi susu sapi segar berkualitas. Despal (2012) menyatakan bahwa produksi susu segar berkualitas akan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan hijauan. Selain itu output yang dihasilkan juga turut dipengaruhi. Meskipun kelihatannya ada pengaruh antara variabel kepemilikan lahan hijauan dengan sapi laktasi, namun sebenarnya tidak (dibuktikan juga dengan hasil uji asumsi klasik). Karena perhitungan ini tidak di dasarkan pada banyaknya jumlah hijauan (kg) yang dikonsumsi sapi, namun lebih kepada pengaruh ketersediaan pakan hijauan terhadap pendapatan anggota, sehingga lahan hijauan disini termasuk ke dalam modal tidak bergerak yang berfungsi menunjang kegiatan usaha. Beberrapa alasan pendukung diantaranya, ketersediaan lahan hijauan akan menciptakan efisiensi penggunaan sumber daya keuangan yaitu dengan memberikan jaminan atas ketersediaan pakan hijauan hewan ternak. Jika ketersediaan pakan hijauan hewan ternak terpenuhi maka anggota tidak harus mengeluarkan/ menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk membeli pakan hijauan dari pihak lain. Selain memang karena harga yang mahal, ketersediaan dari penjual tidak dapat dipastikan. Penjual hanya ada pada musim-musim tertentu. Dengan adanya lahan hijauan maka pakan hijauan akan dapat diperoleh secara lebih mudah dan dalam jumlah yang relative lebih stabil. Sementara bagi anggota yang tidak memiliki lahan hijauan akan kesulitan mencari pakan hijauan yang menyebabkan ketersediaan pakan menjadi berkurang. Kondisi ini kemudian menyebabkan anggota memberikan pakan yang seadanya dengan tidak lagi mempertimbangkan kecukupan nutrisi pada pakan hijauan yang segar dan jumlah yang diberikan menjadi sedikit. Karena alasan tersebut maka volume produksi susu dan kualitasnya juga rendah, sehingga berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh anggota menurun. Alasan tersebut sekaligus menekankan pentingnya kepemilikan lahan hijauan bagi anggota peternakan sapi perah di Koperasi “SAE” Pujon, sekaligus mendukung hasil penelitian bahwa kepemilikan lahan hijauan berpengaruh signifikan positif pada pendapatan anggota. Pembahasan Variabel Kategori Usaha Seperti yang disebutkan di awal, kategori usaha yang dimaksud dalam penelitian ini bersifat variabel dummy atau kualitatif. Akan diberikan nilai 1 untuk kategori usaha yang dipekerjakan kepada
orang lain. Dan 0 untuk kategori usah yang dikerjakan sendiri oleh anggota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategori usaha berpengaruh signifikan negatif, artinya untuk kategori usaha yang dipekerjakan memberikan pengaruh negative terhadap produktivitas anggota. Sebelumnya mari ibaratkan penelitian ini dengan salah satu studi kasus terkait di sektor pertanian. Di sektor pertanian kita mengenal istilah penyakapan, yaitu kerja sama lahan dan tenaga kerja yang dianggap dapat mempengaruhi input produksi agar mampu menciptakan output produksi yang lebih optimal. Namun, Heady (dalam Hayami dan Kikuchi, 1981) sesuai teori tradisional (Newbery, 1997; Van Vuuren et al., 1995) dalam Suwarto (2012) mengemukakan bahwa pada kondisi penyakapan justru penggunaan input tidak digunakan secara optimal, akibatnya produktivitas yang dihasilkan lebih rendah dan pendapatan yang diterima akan semakin menurun/ kecil. Pendapat tersebut kemudian di dukung oleh Debertin dalam Suwarto (2012) yang menyatakan bahwa keuntungan/ pendapatan maksimum dari hasil penyakapan akan dicapai ketika pemilik lahan dan penyakap bersedia untuk menanggung bersama biaya produksi dan bersedia membagi imbang nilai hasil produksi. Alasan inilah yang kemudian menyebabkan penyakapan justru akan menyebabkan produktivitas lahan menjadi lebih rendah dari produktivitas lahan yang digarap pemiliknya sendiri atau lahan yang disewakan. Sejalan dengan kondisi tersebut, hipotesis yang kemudian diambil dalam penelitian ini adalah, jika anggota memutuskan untuk mempekerjakan usahanya pada orang lain dalam rangka menjalankan usaha ternak sapi perahnya, maka pendapatan anggota akan semakin rendah dibandingkan jika anggota menjalankan dan mengerjakan sendiri usahanya. Ada dua alasan mengapa kondisi tersebut bisa terjadi pada anggota Koperasi “SAE” Pujon. Pertama, ketika anggota memutuskan untuk mempekerjakan usahanya, maka anggota akan mengambil pekerja dari luar dan harus dibayar. Permasalahan yang kemudian terjadi, dalam kenyataanya sebagian besar dari pekerja terkadang hanya dibayar dengan upah sekedarnya. Kondisi tersebut akan mengakibatkan loyalitas tenaga kerja menjadi rendah. Sehingga akan berpengaruh pada kinerja pekerja yang tidak optimal. Ketika pekerjaan tidak optimal maka produktivitas yang dihasilkan juga akan berkurang, sehingga berpengaruh pada pendapatan anggota yang juga semakin menurun. Alasan kedua, kategori usaha yang dikerjakan sendiri oleh anggota tentu hanya akan melibatkan anggota serta anggota keluarganya. Keseluruhan orang yang bekerja berasal dari satu keluarga yang berarti berada dalam satu lingkar perekonomian. Artinya segala aktivitas usaha dan hasilnya akan dipergunakan kembali untuk keperluan dan pemenuhan kebutuhan dari anggota keluarga tersebut. Dampak dari hal tersebut adalah, pekerja yang menangani usaha ternak sapi perah ini akan bekerja sebaik mungkin karena semakin produktif mereka semakin banyak pendapatan yang akan mereka dapatkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seluruh keluarga, artinya adanya tambahan motivasi dan loyalitas yang lebih tinggi. Motivasi kerja dan loyalitas yang baik akan mengoptimalkan produktivitas seseorang, sehingga pendapatan yang diterima akan meningkat. Selain itu, usaha anggota Koperasi “SAE” Pujon biasanya merupakan bentuk usaha yang diwariskan secara turun temurun kepada anggota keluarga berikutnya. Itu berarti keberhasilan dan keberlangsungan mereka di masa depan besar dipengaruhi oleh kesuksesan usaha yang dijalankan saat ini. Oleh karenanya dalam penelitian ini, relevan jika pemberian nilai satu pada kategori usaha yang dipekerjakan kepada pihak lain, karena terdapat indikasi-indikasi dalam menurunkan pendapatan anggota, dibandingkan dengan yang tidak. Pembahasan Variabel Kepemilikan Sapi Laktasi Sebagaimana dijelaskan oleh Smith ( dalam Abdul Hakim, 200;64) ketersediaan stok capital(modal) juga memegang peran penting dalam menentukan pertumbuhan produksi. Semakin besar modal akan menentukan kecepatan pertumbuhan output yang berarti ada pertumbuhan pada pendapatan yang diperoleh. Modal utama dalam kegiatan usaha anggota Koperasi “SAE” Pujon adalah kepemilikan sapi, terutama sapi laktasi yang sedang berproduksi. Semakin banyak maka dapat mendorong output prduksi
yang dihasilkan yaitu berupa produksi susu sapi segar. Sejalan dengan hal tersebut, Daryanto (2007) menyatakan bahwa kepemilikan sapi laktasi dengan jumlah 1-3 ekor hanya dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan harian dan operasional saja. Untuk menuju skala ekonomis diperlukan sekitar 10-12 ekor sapi laktasi. Itu artinya pada peningkatan kepemilikan sapi laktasi akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dimana pertumbuhan ekonomi dapat diperoleh dengan jumlah pendapatan yang semakin meningkat. Dalam penelitian ini terbukti bahwa kepemilikan sapi laktasi berpengaruh signifikan positif terhadap produktivitas anggota Koperasi “SAE” Pujon. berarti setiap penambahan kepemilikan sapi laktasi pendapatan anggota juga akan mengalami rata-rata peningkatan. Ada dua alasan yang berhasil ditemukan mengapa kepemilikan sapi laktasi oleh anggota berpengaruh signifikan positif terhadap pendapatan. Alasan utama adalah keberadaan sapi laktasi oleh anggota Koperasi “SAE” Pujon terbukti mampu mendorong produktivitas anggota semakin meningkat. Dalam penelitian ditemukan semakin tinggi kepemilikan sapi laktasi maka output yang dihasilkan berupa susu sapi akan semakin meningkat, itu berarti ada peningkatan pada produktivitas anggota. Dampak yang kemudian dirasakan adalah meningkatnya sejumlah pendapatan yang diperoleh anggota. Namun secara keseluruhan jumlah kepemilikan sapi laktasi anggota dengan jumlah sapi produktif yang lebih besar mampu meningkatkan produktivitas yang lebih besar, dan mendorong peningkatan pendapatan. Dengan demikian kepemilikan sapi laktasi yang tinggi akan memberikan sumbangsih yang tinggi pada output, yang kemudian mendorong pendapatan yang lebih besar bagi anggota Koperasi “SAE” Pujon. Pembahasan Variabel Pengalaman Kerja Sebagaimana yang dijelaskan oleh Susilo (dalam Nasir, 2008) yang menyebutkan bahwa perhitungan masa kerja dihitung berdasarkan pertama kali seseorang bergabung dalam sebuah lembaga/ instansi baik pemerintahan maupun swasta, hingga penelitian dilakukan dan dihitung dalam satuan tahun. Selain itu masa kerja juga dapat dijadikan acuan untuk menilai pengalaman seseorang. Dimana pengalaman seseorang yang didapat tidak hanya dari pendidikan formal namun juga informal yang bisa didapatkan dari pengalaman kerja secara langsung tanpa harus menempuh pendidikan formal terlebih dahulu. Susilo (1990) juga menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman kerja semakin tinggi secara tidak langsung akan mampu meningkatkan kesetiaannya pada instansi/ organisasi dimana mereka bekerja. Asumsi tersebut digunakan untuk menjelaskan hipotesis 6 ini. Dimana anggota dengan pengalaman yang lebih lama akan mempunyai kesetiaan yang baik pada Koperasi “SAE” Pujon. lalu bagaimana dengan kesetiaan tersebut mampu meningkatkan produktivitas seseorang ? Ketika seorang mempunyai kesetiaan yang tinggi maka akan memiliki tingkat loyalitas yang tinggi pada Koperasi “SAE” Pujon, termasuk dalam hal ini adalah menjaga eksistensi dari kegiatan usahanya. Hal ini disebabkan karena Koperasi “SAE” Pujon adalah milik anggota dan eksistensinya dipengaruhi oleh keberhasilan usaha anggotanya. Oleh karenanya anggota akan terus berusaha seproduktif mungkin agar Koperasi “SAE” Pujon tetap ada dan bertahan. Dengan semakin produktif maka pendapatan anggota pun meningkat. Selanjutnya, Simanjuntak (2001) dalam Ameliyah (2013) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pendapatan bertambah karena produktivitas meningkat. Pada dasarnya pendidikan disini tidak hanya pendidikan formal namun juga nonformal pengalaman adalah bentuk lain dari pendidikan nonformal. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang akan memberikan wawasan dan pengetahuan yang semakin luas, sehingga akan lebih sepat dan tanggap dalam merespon permasalahan yang terjadi. Selain itu mereka akan menjadi lebih terampil dan terlatih, sehingga lebih mudah ketika dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan hal tersebut pengalaman kerja anggota Koperasi “SAE” Pujon juga terbukti berpengaruh signifikan positif terhadap peningkatan jumlah pendapatan yang diperoleh anggota. Itu
berarti pengambilan hipotesis ini terbukti, dimana semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh anggota maka pendapatan akan semakin meningkat. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sesuai dengan tema, judul penelitian, dan hasil pembahasan pada penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon. penelitian ini kemudian lebih berfokus pada pengaruh usia anggota, jumlah tenaga kerja, kepemilikan lahan hijauan, kategori usaha, kepemilikan sapi laktasi, dan pengalaman kerja anggota Koperasi “SAE Pujon terhadap produktivitas yang diukur dengan menggunakan satuan pendapatan per 15 hari masa produksi. Kondisi produktivitas (produksi susu sapi) oleh anggota Koperasi “SAE” Pujon saat ini cenderung fluktuatif/ naik-turun. Namun, sebagian besar cenderung mengalami penurunan. Terdapat hubungan yang linier antara produktivitas dengan jumlah pendapatan yang diterima oleh anggota. Oleh karena adanya penurunan produktivitas, maka jumlah pendapatan yang diterima dipastikan akan mengalami penurunan seiring dengan produktivitas anggota. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan anggota Koperasi “’SAE” Pujon, diantaranya kepemilikan lahan hijauan yang berpengaruh signifikan positif, kategori usaha yang berpengaruh signifikan negatif, kepemilikan sapi laktasi yang mempunyai pengaruh signifikan positif, dan pengalaman kerja juga ditemukan berpengaruh signifikan positif. Artinya, variabel-variabel tersebut secara statistik mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima oleh anggota. Selain itu juga ditemukan tidak berlakunya beberapa teori dalam penelitian ini. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pertambahann usia anggota tidak berpengaruh signifikan pada pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon, begitu juga dengan keberadaan jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh anggota tidak berpengaruh pada jumlah pendapatan yang diterima anggota Koperasi “SAE” Pujon. Saran Sesuai dengan hasil dan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat penulis berikan guna melakukan perbaikan atas beberapa permasalahan yang ada. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah anggota dengan tingkat produktivitas paling tinggi, dapat dikatakan kategori kelompok pendapatan menengah ke atas di tiga titik pos potensial. Oleh karenanya, diyakini bahwa masih banyak anggota Koperasi “SAE” Pujon terutama di pos-pos kecil yang memiliki pendapatan relative rendah Sejalan dengan hal tersebut untuk melakukan distribusi pendapatan perlu dilakukan upaya yang mengarah pada peningkatan produktivitas, Koperasi “SAE” Pujon perlu mengupayakan program distribusi atas kepemilikan hewan ternak agar lebih merata karena dalam penelitian ini kepemilikan sapi laktasi terbukti signifikan meningkatkan pendapatan anggota. Melalui intensifikasi dan pendampingan program “gaduhan” hewan ternak kepada anggota. Program gaduhan merupakan solusi dari kredit ternak yang beresiko macet. Program ini juga diharapkan mampu memberikan ruang bagi pihak Koperasi “SAE” Pujon untuk mengawasi distribusi dan kualitas hewan ternak yang dimiliki anggota. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keberadaan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan pada peningkatan produktivitas sehingga terdapat peningkatan pendapatan anggota Koperasi “SAE” Pujon. perlu diberikan stimulus untuk merangsang kinerja pekerja agar lebih baik. Stimulus diberikan lewat insentif kerja. Insentif ini diperuntukkan untuk mendorong semangat dan motivasi kerja yang lebih baik bagi pekerja, dan mendorong produktivitas tiap-tiap tenaga kerja. namun sebelum itu perlu dilakukan spesialisai terhadap masing-masing pekerja. Misalnya dengan membagi pekerja untuk menangani ternak yang berbeda, kemudian membandingkan kinerja dari output yang diperoleh. Semakin besar output yang diperoleh maka insentif yang diberikan akan semakin besar. Tujuan akhir
dari kegiatan ini adalah, meningkatkan produktivitas pekerja agar mampu menghasilkan output produksi yang lebih besar, sehingga mendorong penerimaan pendapatan kepada anggota. Untuk mengatasi masalah kepemilikan lahan hijauan yang tidak merata, pihak Koperasi “SAE” Pujon perlu mengupayakan pemenuhan nutrisi hewan ternak lewat upaya perbaikan kualitas dan mutu pakan ternak agar mampu menjaga produksi susu sapi yang berkualitas dan stabil. Pakan pendamping ini didistribusikan oleh Koperasi “SAE” Pujon dalam bentuk pakan “saeprofeed”. Contoh : melalui perbaikan kandungan nutrisi pada saeprofeed, sebagai upaya mengatasi ketercukupan pakan hijauan yang tidak dapat diperoleh dengan baik oleh anggota yang tidak memiliki lahan hijauan. Selain itu, anggota Koperasi juga dapat memanfaatkan keberadaan lahan yang tidak produktif untuk bercocok tanam. Seperti daerah lereng, daerah babatan hutan, dll untuk meningkatkan kepemilikan lahan hijauan ini, karena terbukti kepemilikan lahan hijauan akan mampu menjaga stabilitas produksi susu sapi, sehingga pendapatan anggota mengikuti. Menghadapi tantangan persaingan usaha, baik skala lokal maupun global pihak Koperasi “SAE” Pujon perlu menjaga dan terus menciptakan iklim persaingan yang sehat. Semacam pemberian reward sebagai bentuk penghormatan kepada anggota yang mempunyai masa kerja yang cukup lama sehingga pandangan dan loyalitas masyarakat kepada Koperasi “SAE” Pujon tetap tbaik meskipun nantinya akan hadir kegiatan usaha sejenis lain di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Pujon. Selain itu perlu juga kiranya untuk memberikan suntikan motivasi kepada anggota, misalkan dengan memberikan hadiah/ penghargaan kepada anggota yang paling produktif dan berhasil mengembangkan usahanya dengan baik agar mampu memotivasi anggota lain dan akhirnya tercipta iklim persaingan yang sehat antar anggota. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan penulisan artikel ilmiah ini. Khusus kepada asosiasi dosen dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang telah memungkinkan artikel ilmiah ini untuk dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (JIMFEB). DAFTAR PUSTAKA Akhmad, Nasrul. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Bagian Penyortiran pada Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara (TTN) di Kabupaten Jember. Skripsi: Fakultas Ekonomi, Universitas Jember. Akmal, Yori. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Kerupuk Sanjai di Kota Bukit Tinggi. Skripsi: Institut Pertanian Bogor Ameliyah, Poppy. 2013. Pengaruh Pendidikan dan Kesehatan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Di Kabupaten Tangerang Periode 2002-2011. Skripsi: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Jakarta Andayani, Dewi. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja di Sumatera Utara. Skripsi: Universitas Sumatera Utara Astuti, Melani dkk. 2010. Efisiensi Produksi Usaha Sapi Perah Rakyat (Studi Kasus pada Peternak Anggota Koperasi Usaha Peternakan dan Pemerahan Sapi Perah Kaliurang, Sleman, Yogyakarta). Buletin Peternakan Vol. 34(1): 64-69, Februari 2010 Azadi, Hossein. et Al. 2010. Factors Influencing the Success of Animal Husbandry Cooperative : A Case Study in Southwest Iran. Vol. 111 No. 2 (2010) 89-99
Center Study for Living Standard. 1998. Productivity: Key for Economic Success. Otawa: Center Study for Living Standard Daryanto A. 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Jakarta: PT. Permata Wacana Lestari Departemen Koperasi. 2013. Dua Koperasi Ditargetkan Masuk 300 Elite Dunia. www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1370:2014-duakoperasi-ditargetkan-masuk-300-elite-dunia&catid=50:bind berita&Itemid=97 diakses tanggal 7 April 2014 pukul 12.42 Departemen Pertanian. 2014. Tren Produksi dan Konsumsi Susu Segar. pertanian.go.id diakses tanggal 7 April 2014 pukul 11.59 Dewanti, Ratih dkk. 2012. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Buras (Studi Kasus di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan). Buletin Peternakan Vol. 36 (1): 48-56, Februari 2012 Ekonomi Kompasiona. 2011. Kondisi Perkoperasian di Indonesia. www.ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/09/04/koperasi-di-indonesia-berjumlah-192443unit-484232.html diakses tanggal 7 April 2014 pukul 12.31 Hoffman, Dennis. 2005. The Productivity and Prosperity Project: An Analysis of Economics Competitiveness. Arizona: WP Carey School of Business International Cooperative Alliances. 2006. Cooperative Growth For The 21st Century. www.ica.coop/sites/default/files/attachments/Cooperative%20Growth%20for%20the%2021st %20century.pdf diakses tanggal 6 April 2014 pukul 08.13 International Cooperative Alliances. 2013. World Co-operative Monitor (Annual Report). www.ica.coop/sites/default/files/attachments/WCM%20Exec%20Summary.pdf diakses tanggal 6 April 2014 pukul 10.39 Karuniawati, Rina. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi: Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Karuniawati, Rina. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi: Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Koperasi “SAE” Pujon. 2013. Data Perkembangan Koperasi “SAE” Pujon. Supervisor Database Koperasi “SAE” Pujon. Pujon Nababan, Chritofel. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jagung di Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten karo. Skripsi: Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Nasir, Nadia. 2008. Analisi Pengaruh Tingkat Upah, Masa Kerja, Usia Terhadap produktivitas Tenaga Kerja. Skripsi: Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Nuh Muchammad.2013. Pengaruh Reformasi Birokrasi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Publik (Studi Kasus Pada Lima Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara di Jawa Timur). Skripsi: Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Ours, Jan C. van dan Lenny Stoeldraijer. 2010. Age, Wage and Productivity. Discussion Paper No.4765, February. Pajar. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Keperawatan pada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta Siregar, Surya. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Skripsi: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Situmorang, Armin Thumran. 2007. Analisis Investasi dalam Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap Peningkatan Produk Domestik Bruto. Thesis: Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta: Bandung Sukirno, Sadono. 2009. Mikro Ekonomi : Teori Pengantar (Edisi Ketiga). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Suwarto. 2012. Produktivitas Usaha Tani Sesuai Kelembagaan Lahan (Suatu Tinjauan Teoriti). Journal of Rural and Development, Vol. III No. I Februari 2012 Yusdja Y. 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian
Lampiran 1 : Hasil Estimasi Regresi dengan Aplikasi SPSS 17 Variables Entered/Removed Variables Entered
Model 1
Variables Removed
X6, X3, X1, X4, X2, X5a
Method . Enter
a. All requested variables entered. Model Summaryb Model
R .995a
1
Adjusted R Square
R Square .990
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
.988
1.955855E5
2.159
a. Predictors: (Constant), X6, X3, X1, X4, X2, X5 b. Dependent Variable: Y ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Regression
1.435E14
6
2.391E13
Residual
1.454E12
38
3.825E10
Total
1.449E14
44
Sig.
625.055
.000a
a. Predictors: (Constant), X6, X3, X1, X4, X2, X5 b. Dependent Variable: Y Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
-58243.345
242785.072
X1
-2933.038
5386.150
X2
43617.247
X3
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. -.240
.812
-.011
-.545
.589
76827.427
.016
.568
.574
625566.820
166637.155
.324
3.754
.001
X4
-197691.945
81606.637
-.055
-2.422
.020
X5
241327.480
32892.281
.689
7.337
.000
X6
15517.101
5734.810
.056
2.706
.010
a. Dependent Variable: Y
Lampiran 2 : Hasil Uji Asumsi Klasik 1.
Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model
R
R Square .995a
1
Adjusted R Square
.990
.988
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1.955855E5
2.159
a. Predictors: (Constant), X6, X3, X1, X4, X2, X5 b. Dependent Variable: Y 2.
Uji Multikolinearitas Model Summaryb
Model
R
R Square .578a
1
Adjusted R Square
.334
.249
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 5.814682
1.791
a. Predictors: (Constant), X6, X3, X4, X2, X5 b. Dependent Variable: X1 Model Summaryb Model
R
R Square .822a
1
Adjusted R Square
.676
.634
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .407651
1.086
a. Predictors: (Constant), X1, X4, X3, X6, X5 b. Dependent Variable: X2 Model Summaryb Model
R
R Square .982a
1
Adjusted R Square
.965
.960
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .187946
2.024
a. Predictors: (Constant), X2, X6, X4, X1, X5 b. Dependent Variable: X3 Model Summaryb Model
R
R Square .699a
1
Adjusted R Square
.489
.424
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .38378
1.336
a. Predictors: (Constant), X3, X6, X1, X2, X5 b. Dependent Variable: X4 Model Summaryb Model 1
R
R Square .985a
Adjusted R Square
.970
a. Predictors: (Constant), X4, X1, X2, X6, X3 b. Dependent Variable: X5
.966
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson .952161
1.973
Model Summaryb Model
R
R Square .624a
1
Adjusted R Square
.390
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
.311
5.461166
1.954
a. Predictors: (Constant), X5, X1, X4, X2, X3 b. Dependent Variable: X6
3.
Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model 1
B (Constant)
Std. Error
3.482E10
Standardized Coefficients Beta
t
8.575E10
.406
.687
X1
-6.528E8
1.902E9
-.064
-.343
.733
X2
1.764E10
2.714E10
.174
.650
.519
X3
-1.298E10
5.886E10
-.179
-.221
.827
X4
3.256E10
2.882E10
.241
1.130
.266
X5
1.799E9
1.162E10
.137
.155
.878
X6
-1.343E9
2.026E9
-.130
-.663
.511
a. Dependent Variable: R2
4.
Sig.
Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual
N Normal Parametersa,,b
45 Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Absolute
.0000000 1.81761618E5 .116
Positive
.111
Negative
-.116
Kolmogorov-Smirnov Z
.778
Asymp. Sig. (2-tailed)
.580
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data