ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA BOGOR: PENDEKATAN K-MEANS CLUSTER
DWI SUSAN PANGESTUTI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dwi Susan Pangestuti NIM H44090069
i
ABSTRAK DWI SUSAN PANGESTUTI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster. Dibimbing oleh ADI HADIANTO. Kota Bogor ditetapkan sebagai model pengembangan usaha mikro dan kecil (UMK) sektor makanan dan minuman oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Keberadaan UMK ini sangat penting karena dapat menyediakan barang dan jasa yang lebih murah dan terjangkau bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Upaya pengembangan UMK membutuhkan informasi terkait dengan karakteristik UMK tersebut. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka diperlukan analisis untuk mengetahui perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dan faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan metode k-means cluster. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menyebabkan UMK di klaster 2 berkembang adalah metode pemasaran yang tepat, ketersediaan modal dan penggunaan tenaga kerja yang efektif. Faktor-faktor yang menghambat kinerja pada klaster 1 adalah: 1) keterbatasan modal, 2) kurangnya kegiatan pemasaran, 3) sulit memperoleh bahan baku, dan 4) kurangnya tenaga kerja. Kata kunci: klaster usaha, k-means cluster, UMK sektor makanan dan minuman.
ABSTRACT DWI SUSAN PANGESTUTI. Analysis of Factors Affecting the Performance of Food and Beverage Sector Micro and Small Enterprises (MSEs) in Bogor City: KMeans Cluster Approach. Supervised by ADI HADIANTO. Bogor municipality has been set as the model of development of food and beverage sector Micro and Small Enterprises (MSEs) by the Ministry of Cooperatives and SMEs. The existence of MSEs is extremely important because it can provide cheaper and more affordable goods and services for lower and middle class society. Micro and small entreprises development efforts require information related to the characteristics of the MSEs. The main objective of this study was to analyze the factors affecting the performance of food and beverage sector MSEs in Bogor. In accordance with this objective, it was required an analysis to know the development of food and beverage sector MSEs in Bogor municipality and the factors affecting the development. The method used in this study was descriptive analysis and k-means cluster method. Based on the results of research, the factors leading to developed MSEs in cluster 2 were the right marketing method, availability of capital and the effective use of labor. Factors that inhibit the performance in cluster 1 were: 1) lack of capital, 2) lack of marketing activities, 3) difficulty to obtain raw materials, and 4) lack of labor. Keywords: business clusters, food and beverage sector MSEs, k-means cluster.
ii
iii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA BOGOR: PENDEKATAN K-MEANS CLUSTER
DWI SUSAN PANGESTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iv
v
Judul Skripsi
Nama NIM
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster : Dwi Susan Pangestuti : H44090069
Disetujui oleh
Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
1
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster.” Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kedua orang tua tercinta yaitu Totok Sutriyono dan Soimah, beserta kedua saudara Fiska Wahyuningtyas dan Novia Meda Triyana yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang dan perhatiannya. 2. Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi. 4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi. 5. Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor, BPS Kota Bogor, Disperindag Kota Bogor, dan Pihak Pengelola UMK sebagai responden yang telah membantu selama pengumpulan data. 6. Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya. 7. Sahabat terdekat yaitu Rizqiyyah, Nita, Hastin, Renita, Rahayu, Nadia, Miranty, Febriana, Nando, Laode, Gugat serta sahabat seperjuangan Abida, Lia, dan Fajar yang selalu memberikan bantuan dan semangat.
2
8. Kakak terbaik yaitu Priska Wisudawaty, Dewi Astari, Yunian Rini, Dyah Ayu, Indri, Ulul Albab dan Florianto Pratama atas perhatian dan seluruh bantuannya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca. Aamiin.
Bogor, Februari 2014
Dwi Susan Pangestuti NIM H44090069
3
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR . ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv I
II
III
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1
Latar Belakang .................................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah. ........................................................................
9
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
1.4
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 11
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12 2.1
Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)................... 12
2.2
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK ....................... 13
2.3
Analisis Penggerombolan tak Berhierarki ....................................... 14
2.4
Penelitan Terdahulu ......................................................................... 14
2.5
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu .........................................
18
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................. 19 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis .........................................................
19
3.1.1 Analisis Deskriptif ................................................................. 19
3.2 IV
V
3.1.2 Proses Dasar dari Analisis Klaster .........................................
20
Kerangka Pemikiran Operasional....................................................
21
METODE PENELITIAN ....................................................................... 24 4.1
Jenis dan Sumber Data..................................................................... 24
4.2
Metode Pengambilan Sampel .......................................................... 24
4.3
Metode Analisis dan Pengolahan Data............................................
24
4.3.1 Statistik Deskriptif .................................................................
25
4.3.2 Metode K-Means Cluster .......................................................
25
4.3.3 Analisis Output K-Means Cluster ..........................................
28
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................... 29 5.1
Letak Geografis Kota Bogor ............................................................ 29
4
VI
5.2
Sumberdaya Manusia ...................................................................... 29
5.3
Perindustrian dan Perdagangan ....................................................... 30
5.4
Karakteristik Responden dan Usaha ................................................ 31
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 34 6.1 Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor .............................................................................................. 34 6.1.1 Perkembangan Unit Usaha ..................................................... 34 6.1.2 Perkembangan Tenaga Kerja ................................................. 35 6.1.3 Perkembangan Nilai Investasi ................................................ 36 6.2
Pengelompokan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ............................................................................................... 38 6.2.1 Hasil Analisis K-means Cluster ............................................. 38 6.2.2 Karakteristik Klaster .............................................................. 40 6.2.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ............ 45
VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 49 7.1
Kesimpulan ..................................................................................... 49
7.2
Saran ............................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 51 LAMPIRAN...................................................................................................... 53 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 69
5
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (Rp dalam satuan miliar) tahun 2007 – 2012 di Indonesia .....................
1
2 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama (ribu orang) tahun 2006 – 2012 di Indonesia ..............................
2
3 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 ...................................
4
4 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2011 ............................................
5
5 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro dan kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 ......
5
6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011 ..............................................................................................
6
7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2012 .........................................................................
7
8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2011 ............................................
7
9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah..........................................
12
10 Penelitian Terdahulu tentang Usaha Mikro dan Kecil ...........................
16
11 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor pada tahun 2010 ......................
30
12 Karakteristik pemilik UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor .............................................................................................
31
13 Karakteristik usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor ................... .........................................................................
32
14 Perkembangan unit usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor...... .......................................................................................
34
15 Nilai rata-rata setiap variabel pada klaster 1 dan klaster 2.....................
39
6
16 Anggota UMK di klaster 1 ..................................................................... 40 17 Anggota UMK di klaster 2 ..................................................................... 41 18 Karakteristik pemilik UMK klaster 1 ..................................................... 41 19 Karakteristik pemilik UMK klaster 2 ..................................................... 42 20 Karakteristik usaha UMK pada klaster 1 ................................................ 42 21 Karakteristik usaha UMK pada klaster 2 ................................................ 43 22 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 1 ..................................... 44 23 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 2 ..................................... 44 24 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK di Kota Bogor 46
7
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1 Kerangka pemikiran operasional ............................................................ 23 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012 ...................... 35 3 Perkembangan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012 ............................................................. 36
8
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1 Kuisioner Penelitian................................................................................ 55 2 Hasil Uji Validasi dan Reabilitas Faktor ................................................ 63 3 Standarisasi Data .................................................................................... 64 4 Nilai Rata-Rata Variabel ........................................................................ 65 5
Hasil Analisis K-means cluster .............................................................. 66
6 Dokumentasi Penelitian .......................................................................... 68
1
I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Tujuan dari sektor pertanian adalah menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan utama manusia, yaitu kebutuhan akan pangan. Peran penting sektor pertanian terhadap perekonomian nasional ditunjukkan oleh kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang menempati urutan ketiga setelah sektor pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restauran. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) sektor pertanian mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB nasional selama tahun 2006 hingga tahun 2012 sebesar 24.83%. Perkembangan PDB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha dari tahun 2006 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006– 2012 di Indonesia Lapangan Usaha
PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rp dalam Satuan Miliar) 2006
2007
2008
2009
2010
2011*
2012*
1. Pertanian 262 403 2. Pertambangan 168 032 dan Penggalian 3. Industri 514 100 Pengolahan 4. Listrik, Gas, 12 251 dan Air Bersih 5. Konstruksi 112 234 6. Perdagangan, 312 519 Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan 124 809 dan Komunikasi 8. Keuangan, 170 074 Real Estate, dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 170 705 Total PDB 1847 127
271 509 171 278
284 619 172 496
295 884 180 200
304 777 187 153
315 037 189 761
327 550 192 585
538 085
557 764
570 102
597 135
633 782
670 109
13 517
14 994
17 136
18 050
18 921
20 131
121 809 340 437
131 010 363 818
140 267 368 463
150 022 400 475
159 993 437 200
171 997 472 646
142 327
165 905
192 198
217 980
241 298
265 378
183 659
198 800
209 163
221 024
236 147
253 023
181 706 1 964 327
193 049 2 082 456
205 434 2 178 850
217 842 2 314 459
232 538 2 464 677
244 720 2 618 139
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2013) Keterangan: *angka sementara
Kontribusi sektor pertanian juga ditunjukkan dalam penyerapan tenaga kerja. Kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan tenaga kerja nasional pada tahun
2
2012 adalah sebesar 12.51% (BPS 2013). Sektor pertanian menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah yang besar setiap tahun sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Oleh karena itu, sektor pertanian penting untuk dikembangkan menjadi industri yang potensial dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyediakan lapangan kerja. Perkembangan penyerapan tenaga kerja penduduk 15 tahun ke atas berdasarkan lapangan usaha ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama (ribu orang) tahun 2006 – 2012 di Indonesia Lapangan Pekerjaan Utama 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri 4. Listrik, Gas dan Air 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 7. Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 8. Lembaga Keuanga, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Total
Jumlah Tenaga Kerja (Ribu Orang) 2008 2009 2010 2011
2006
2007
2012
40 136
41 206
41 332
41 612
41 495
39 329
38 882
924
995
1 071
1 155
1 255
1 465
1 601
11 890
12 368
12 549
12 840
13 824
14 542
15 367
228
175
201
223
234
240
248
4 697
5 253
5 439
5 487
5 593
6 340
6 792
19 216
20 555
21 222
21 948
22 492
23 397
23 156
5 664
5 959
6 180
6 118
5 619
5 079
4 998
1 346
1 400
1 460
1 487
1 739
2 633
2 662
11 356
12 020
13 100
14 002
15 956
16 646
17 101
95 457
99 930
102 553
104 871
108 208
109 670
110 808
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2013)
Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, namun produk pertanian dalam bentuk bahan segar memiliki nilai jual yang rendah. Hal ini dikarenakan produk segar tersebut belum melalui proses pengolahan yang mampu memberikan nilai tambah sehingga dapat meningkatkan harga jual di pasar. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian adalah dengan melakukan pengolahan terhadap produk tersebut. Produk hasil pertanian seperti bahan pokok dapat diolah menjadi produk olahan yang lebih tahan lama dan menarik sehingga meningkatkan nilai tambahnya. Proses pengolahan bahan segar menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dikenal dengan agroindustri. Agroindustri ini meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah bahkan usaha besar yang bergerak di sektor pertanian. Sektor pertanian dalam agroindustri memiliki arti yang luas, yaitu meliputi subsektor tanaman
3
pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan (Rahim dan Hastuti 2007). Usaha mikro, kecil, dan menengah berdasarkan definisi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM) adalah usaha kecil (UK) termasuk usaha mikro (UMI), sebagai suatu badan usaha milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 miliar dan usaha tersebut berdiri sendiri. Badan usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha didefinisikan sebagai usaha menengah (UM). Badan usaha dengan nilai aset dan omset diatas itu adalah usaha besar (UB)1. Badan Pusat Statistik (2013) menyatakan bahwa, pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih dari 237 juta jiwa. Jumlah penduduk yang sangat besar, namun tidak disertai dengan jumlah lapangan kerja yang cukup akan menimbulkan satu permasalahan, hal ini meningkatkan angka pengangguran dan berakhir pada kemiskinan. Ketidakstabilan ekonomi di negara berkembang turut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Krisis moneter tahun 1998 menyebabkan sejumlah industri besar gulung tikar, hal ini menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga dapat menjadi negara yang berbasiskan ekonomi kerakyatan. Perekonomian dengan sistem ekonomi kerakyatan akan membuat negara berkembang lebih kuat dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi (Rusdarti 2010). Usaha mikro dan kecil merupakan perwujudan dari ekonomi kerakyatan. Usaha mikro dan kecil adalah suatu unit usaha yang dikelola langsung oleh masyarakat dengan menggunakan modal sendiri dan memanfaatkan bahan baku lokal (Tambunan 2009). Usaha mikro dan kecil memiliki peranan yang besar dalam perekonomian, peran UMK tersebut antara lain: (1) sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan, (2) memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik
1
Keragaman definisi UKM di Indonesia http://jurnalukm.wordpress.com/2010/08/22/keragamandefinisi-ukm-di-indonesia/ (diakses pada 5 November 2013)
4
Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan (3) berkontribusi terhadap peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi (Haetubun 2008). Sejak krisis keuangan pada tahun 1998, usaha mikro dan kecil menunjukkan kemampuan bertahan dan berkembang pesat di Indonesia sehingga kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha yang lebih besar. Data pertumbuhan jumlah unit UMK di Indonesia dari tahun 2006 hingga 2012 secara umum dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Usaha Mikro (Unit) 48 512 438 49 608 953 50 847 771 52 176 795 53 207 500 54 559 969 55 856 176
Usaha Kecil (Unit) 472 602 498 565 522 124 546 675 573 601 602 195 629 418
(UMK) dan usaha
Usaha Menengah dan Usaha Besar (Unit) 41 340 42 745 44 367 45 810 47 469 49 232 53 965
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 3, jumlah unit UMK di Indonesia selama tahun 2006 hingga tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 15.31%. Proporsi unit usaha yang jumlahnya paling besar diantara jenis unit usaha lainnya adalah usaha mikro. Selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah unit usaha mikro mengalami pertumbuhan sebesar 7 343 738 unit usaha. Dalam kurun waktu yang sama, usaha kecil mengalami peningkatan sebesar 156 816 unit. Jumlah unit usaha menengah dan usaha besar (UMB) juga mengalami peningkatan sebesar 12 625 unit usaha. perkembangan unit usaha sektor agroindustri memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan UMK di Indonesia. Perkembangan jumlah unit usaha UMK sektor agroindustri ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Usaha Mikro (Unit) 26 206 689 26 380 742 26 222 578 26 364 440 26 679 651 26 960 465
Usaha Kecil (Unit) 974 1 019 2 982 3 056 4 125 5 663
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)
Usaha Menengah dan Usaha Besar (Unit) 1 636 1 836 2 257 2 331 2 459 2 588
5
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah unit usaha terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah usaha mikro sebanyak 26 206 689 unit dan meningkat menjadi 26 960 465 unit pada tahun 2011. Sementara itu jumlah usaha kecil juga mengalami peningkatan dimana pada tahun 2006 usaha kecil berjumlah 974 unit dan mencapai 5 663 unit pada tahun 2011. Jenis usaha yang memiliki jumlah unit paling banyak dalam sektor agroindustri adalah usaha mikro, ini dikarenakan karakteristik usaha mikro memiliki nilai investasi dan nilai omset yang lebih kecil daripada skala usaha lainnya. Selain itu, usaha mikro dan kecil juga memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang disajikan pada dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 Tahun
Usaha Mikro (Orang)
Usaha Kecil (Orang)
Usaha Menengah dan Usaha Besar (Orang)
2006
82 071 144
3 139 711
5 139 924
2007
84 452 002
3 278 793
5 296 546
2008
87 810 366
3 519 843
5 450 274
2009
90 012 694
3 521 073
5 352 236
2010
93 014 759
3 627 164
5 599 563
2011
94 957 797
3 919 992
5 735 893
2012
99 859 517
4 535 970
6 412 668
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)
Tabel 5 menunjukkan bahwa selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah tenaga yang diserap oleh UMK mengalami peningkatan sebesar 22.51%. Selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro meningkat sebesar 17 788 373 orang. Sementara itu, pada rentang waktu yang sama jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha kecil meningkat sebesar 1 396 259 orang. Pada tahun 2012, skala usaha mikro dan kecil menempati proporsi paling banyak dalam pangsa tenaga kerja, yaitu sebesar 104.40 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa UMK menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan usaha menengah dan usaha besar. Usaha mikro dan kecil adalah usaha yang sangat padat karya sehingga usaha mikro memiliki potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar (Tambunan 2009).
6
Sektor pertanian memberikan kontribusi yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dibuktikan oleh persentase jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang selalu menempati posisi pertama dalam jumlah tenaga kerja nasional. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri merupakan wujud dari unit usaha pertanian yang memiliki kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor agroindustri dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 20062011 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Usaha Mikro (Orang) 41 399 370 41 673 522 41 720 781 42 041 978 42 262 866 42 543 128
Usaha Kecil (Orang) 61 628 60 321 86 262 89 987 93 315 99 062
Usaha Menengah dan Usaha Besar (Orang) 862 192 874 917 882 592 897 534 896 905 1 031 071
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 6, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga 2011 mengalami peningkatan. Kontribusi tenaga kerja UMK sektor agroindustri terhadap tenaga kerja UMK nasional sebesar 40.36%. Kontribusi tenaga kerja UMB sektor agroindustri terhadap jumlah tenaga kerja UMB nasional adalah sebesar 65.14%, hal tersebut menunjukkan bahwa sektor agroindustri memiliki proporsi yang besar terhadap jumlah tenaga kerja nasional. Selain kemampuan dalam menyediakan lapangan usaha, UMK juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB meskipun tidak sebesar kontribusinya dalam menciptakan lapangan kerja. Perkembangan PDB UMK ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2012 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Usaha Mikro (Rp Miliar) 588 506 620 864 655 704 682 260 719 070 761 229 790 826
Usaha Kecil (Rp Miliar) 189 667 204 395 217 130 224 311 239 111 261 316 294 261
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)
Usaha Menengah dan Usaha Besar (Rp Miliar) 992 335 1 058 289 1 125 103 1 182 487 1 259 765 1 354 565 1 440 034
7
Berdasarkann Tabel 7, pada tahun 2012 nilai PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 2 525.12 triliun. Usaha menengah dan usaha besar memberikan kontribusi sebesar 57.03% terhadap total PDB. Sementara kontribusi UMK terhadap PDB tahun 2012 berdasarkan harga konstan sebesar 42.97%. Meskipun kontribusi UMK terhadap PDB lebih rendah daripada UMB, namun selama periode waktu tersebut, nilai PDB dari usaha mikro dan kecil mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 hingga 2012, perkembangan PDB dari usaha mikro dan kecil meningkat sebesar Rp 306.91 triliun. Nilai PDB pada UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan selama tahun 2006 hingga 2011. Perkembangan PDB UMK sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2011 Tahun
Usaha Mikro (Rp Miliar)
Usaha Kecil (Rp Miliar)
Usaha Menengah dan Usaha Besar (Rp Miliar)
2006
227 444
549
34 410
2007
235 717
568
35 225
2008
247 923
581
36 117
2009
258 457
595
36 882
2010
266 003
612
37 791
2011
280 174
614
47 018
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 8, jumlah PDB dari UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2011. Kontribusi PDB usaha mikro dan kecil sektor agroindustri terhadap PDB nasional pada tahun 2011 adalah sebesar 11.35%. Sementara itu, kontribusi PDB usaha menengah dan besar sektor agroindustri terhadap PDB nasional adalah sebesar 2%. Kontribusi UMK dan UMB sektor agroindustri terhadap PDB masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan UMK dan UMB sektor agroindustri melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung, baik dalam hal pembiayaan, peningkatan kualitas SDM dan manajerial serta pengembangan inovasi. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri bergerak di beberapa bidang, salah satu yang paling banyak adalah di bidang makanan dan minuman. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan. Sumbangan sektor makanan, minuman, dan tembakau terhadap PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 624.37 miliar (BPS 2013).
8
Nilai ini merupakan sumbangan terbesar dalam sektor pengolahan, baik migas maupun non migas. Hal tersebut menunjukkan bahwa UMK sektor makanan dan minuman memiliki potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai kinerja dari UMK sektor makanan dan minuman yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja UMK sehingga UMK dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga bersaing dan dapat memenuhi keinginan konsumen. Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki fokus terhadap pengembangan UMK. Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kokoh dan mandiri. Unit usaha di Kota Bogor masih dominasi oleh usaha mikro. Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UMK pada tahun 2012 adalah 8 981 orang dengan total investasi sebesar Rp 1.55 miliar (BPS Kota Bogor 2012). Usaha mikro dan kecil memberikan sumbangan yang besar terhadap perekomian daerah serta mendukung kestabilan dan kekuatan ekonomi rakyat. Kondisi tersebut dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di Kota Bogor, melalui pemberdayaan potensi daerah yang ada. Keadaan ekonomi Kota Bogor dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bogor tahun 2011 adalah sebesar 6.19%. Sektor ekonomi di Kota Bogor yang mendominasi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 38.04%, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 25.57% (BPS Kota Bogor 2012). Sektor usaha pengolahan merupakan sektor yang potensial dalam memajukan perekonomian di Kota Bogor. Usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor pengolahan makanan dan minuman berjumlah 1 707 unit. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor adalah memberikan bantuan berupa mesin produksi dan pembinaan kepada unit usaha yang ada. Hal ini merupakan upaya yang bersumber dari komitmen Kota Bogor untuk memajukan perekonomian daerah melalui pemberdayaan masyarakat dengan UMK. Oleh karena itu, mengidentifikasi karakter UMK sangat diperlukan. Adanya gambaran mengenai
9
karakteristik UMK dapat membantu pemerintah dalam menentukan strategi alokasi dan penggunaan sumberdaya sehingga dapat mendukung produktivitas UMK. Kota Bogor dicanangkan sebagai food simply city2. Hal ini berkaitan dengan banyaknya UMK makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Kota Bogor memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman. Potensi UMK agroindustri, terutama makanan dan minuman cukup besar sehingga perlu untuk dikembangkan. Pengembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor membutuhkan informasi mengenai faktor apa saja yang menyebabkan UMK tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan UMK. 1.2
Perumusan Masalah
Usaha mikro dan kecil merupakan basis dari ekonomi rakyat. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian yang kuat dengan keunggulan yang dimilikinya untuk bertahan dalam kondisi krisis. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi yang besar untuk menjadi basis pengembangan di masa depan. Ekonomi kerakyatan akan menjadi pondasi yang kuat untuk memacu daya dan pertumbuhan ekonomi serta penanggulangan kemiskinan dan pengangguran (Rusdarti 2010). Pengembangan UMK masih terkendala banyak masalah, baik internal maupun eksternal. Selama ini UMK masih memprioritaskan aspek produksi, sedangkan aspek pemasaran dan informasi pasar kurang diperhatikan. Selain itu, iklim usaha yang tidak kondusif serta monopoli dagang juga menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh UMK. Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan menyatakan bahwa ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh UMK. Kendala pertama yang dihadapi oleh UMK adalah keterbatasan modal. Masalah pembiayaan untuk modal bukan hanya terjadi di Indonesia, namun sudah menjadi masalah klasik dari UMK. Permasalahan kedua adalah teknologi. Beberapa UMK masih belum bisa mengoptimalkan penggunaan teknologi yang ada. Kendala ketiga
2 Bina PKL Pemkot Bogor gandeng Kementerian Koperasi dan UKM. http://www.kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/8179 (diakses pada 5 November 2013).
10
adalah aspek pemasaran yang dinilai masih sederhana, yaitu hanya melalui pasar tradisional atau toko. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan teknologi, jika UMK memiliki pengetahuan mengenai teknologi internet, maka UMK dapat melakukan pemasaran dan menjalin kerjasama melalui media yang ada di internet3. Kebijakan untuk mendukung pertumbuhan UMK harus dilakukan melalui strategi yang tepat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengetahui karakteristikkarakteristik UMK yang perlu dikembangkan sehingga strategi dan pengalokasian sumberdaya bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pengelompokan pada UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor ini dilakukan untuk mengidentifikasi UMK yang potensial untuk dikembangkan dan UMK yang kurang berkembang. Lindrayanti (2003) menyatakan keberhasilan suatu usaha diidentikan dengan pertambahan jumlah karyawan dan peningkatan omset. Nilai jumlah tenaga kerja, hasil penjualan dan biaya merupakan variabel yang digunakan untuk pengelompokan UMK. Pengelompokan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan metode k-means cluster. Melalui pendekatan klaster, usaha mikro dan kecil dapat melakukan peningkatan kapasitas internal dan kondisi eksternalnya dalam menghadapi tantangan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor? 2. Bagaimana gambaran klaster UMK dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja tiap klaster UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor? 1.3
Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. 2. Menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang berpotensi dan kurang berkembang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3 Di Forum Apec 2013, Syarief Hasan beberkan 3 masalah UKM di Indonesia http://finance.detik.com/read/2013/10/05/104457/2378640/1036 (diakses tanggal 6 November 2013)
11
1.4
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu kajian terhadap perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor, meliputi perkembangan jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja, dan nilai investasi UMK selama tahun 2007 hingga 2012. Penelitian ini juga menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang berkembang dan kurang berkembang, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengelompokan ini menggunakan variabel nilai hasil penjualan perbulan, jumlah tenaga kerja dan nilai biaya produksi langsung perbulan dari tiap UMK yang diteliti. Jenis UMK yang diteliti dalam penelitian ini adalah UMK yang bergerak dalam sektor pengolahan makanan dan minuman di Kota Bogor. Metode yang digunakan untuk menganalisis potensi UMK adalah metode k-means cluster.
12
II 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Usaha mikro dan kecil memiliki banyak definisi yang berbeda-beda. Beberapa definisi dari berdasarkan instansi pemerintah, peraturan maupun organisasi internasional. Definisi UMK ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah No. 1.
2.
3.
Sumber Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008
Badan Pusat Statistik (BPS dalam Tambunan 2009) Keputusan Kementrian Keuangan No. 40/KMK.06/2003
Skala Usaha Usaha Mikro
Definisi 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk rumah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Usaha Kecil
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2.5 miliar.
Usaha Menengah
Usaha mikro
1. Jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 milyar. Jumlah tenaga kerja ≤5 orang.
Usaha Kecil
Jumlah tenaga kerja 5 hingga 19 orang.
Usaha Menengah Usaha mikro
Jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang.
Usaha Kecil
1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia yang berbentuk badan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi. 2. Bukan merupakan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. 3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 miliar per tahun.
1. Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia. 2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun.
13
Tabel 9 (Lanjutan) No. Sumber
Skala Usaha
Definisi
4.
Bank Dunia
Usaha Mikro
Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik (selfemployed). Usaha mikro sering merupakan usaha tingkat survival (usaha untuk mempertahankan hidup) yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
5.
International Labor Organization (ILO) tahun 1998
Usaha Mikro
1. Jumlah tenaga kerja maksimal 10 orang. 2. Berskala kecil, teknologinya masih sederhana, nilai aset rendah, kemampuan manajerial rendah dan tidak membayar pajak.
2.2
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMK bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMK dalam proses pembangunan nasional. Khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkataan pendapatan. Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah meningkatnya jumlah pengusaha kecil dan menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tangguh dan mandiri. Pelaku UMK tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional (Tejasari 2008). Partomo dan Soejodono (2004) menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan UMK yaitu: 1. Pembinaan kewirausahaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 menyatakan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam sumberdaya manusia. Di dalam pola pengembangan tersebut dilakukan dengan pendekatan interaksi antara kemauan, kemampuan, dan kesemapatan. Kegiatan tersebut meliputi pendidikan dan pelatihan, magang, dan studi banding serta pemberian bantuan untuk mandiri. 2. Kemitraan usaha Kemitraan usaha menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena kemitraan bukan proses merger atau akuisisi. Kemitraan usaha berlandaskan tanggung jawab moral dan etika bisnis sesuai dengan demokrasi ekonomi
14
berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Proses ini menciptakan keterkaitan antara usaha yang kokoh tanpa harus melakukan konglomerasi. 3. Bantuan permodalan Pada umumnya permodalan UMK masih lemah, hal ini turut menentukan strategi pembinaan dan pengembangan di bidang permodalan, termasuk bagaimana pemerintah dan masyarakat melaksanakan konsep permodalan untuk membantu UMK. Dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kegiatan yang dilakukan oleh BI dalam membantu pengembangan usaha kecil salah satunya adalah Kredit Usaha Kecil (KUK). 2.3
Analisis Penggerombolan tak Berhierarki
Analisis gerombol adalah teknik peubah ganda yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik objek-objek dalam suatu gerombol memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, sedangkan karakteristik antar objek pada suatu gerombol dengan gerombol lain memiliki tingkat kemiripan yang rendah. Keragaman objek dalam suatu gerombol minimum sedangkan antar keragaman antar gerombol maksimum (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Terdapat dua metode yang digunakan dalam penggerombolan objek, yaitu metode penggerombolan berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki. Mattjik dan Sumertajaya (2011) menyatakan bahwa, salah satu metode penggerombolan tak berhierarki yaitu metode k-means cluster. Metode k-means cluster terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dari metode ini sebagai berikut, pertama tentukan besarnya k (yaitu banyaknya kelompok dan tentukan centroid di tiap kelompok), kedua hitung jarak pada setiap objek dengan setiap centroid, ketiga hitung kembali rataan (centroid) untuk kelompok yang baru terbentuk dan keempat ulangi langkah 2 sampai tidak ada lagi pemindahan objek antar kelompok. Kemiripan antar variabel dihitung dengan menggunakan euclidhean distance. 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai UMK sektor makanan dan minuman serta penelitian dengan menggunakan metode k-means cluster telah banyak dilakukan di berbagai
15
lokasi dan waktu yang berbeda. Penelitian terdahulu tersebut menjadi acuan dan landasan teori dalam penelitian ini. Penelitian mengenai UMK sektor makanan dan minuman telah dilakukan oleh Destria (2004) dan Fadhilah (2013), sedangkan penelitian dengan menggunakan metode k-means cluster telah dilakukan oleh Herianja (2008) dan Dewi (2011). Judul, tujuan, metode, dan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.
16
0
Tabel 10 Penelitian terdahulu tentang Usaha Mikro dan Kecil No. 1.
Peneliti/Judul Anggi Destria (2004)/ Analisis Peranan Usaha Kecil Menengah Sektor Industri Makanan dan Minuman Terhadap Perekonomian Indonesia.
Tujuan 1. Melihat peranan UKM sektor industri makanan dan minuman dalam struktur permintaan, investasi dan nilai tambah bruto. 2. Menganalisis keterkaitan UKM sektor industri makanan dan minuman dengan UKM sektor lainnya. 3. Menganalisis dampak penyebaran UKM sektor industri makanan dan minuman di Indonesia.
Metode 1. Analisis inputoutput 2. Analisis deskriptif
Hasil 1. Usaha kecil menengah sektor industri makanan dan minuman mampu mempengaruhi output sektor hulu. Namun Investasi di sektor ini, baik dalam skala industri kecil, menengah maupun besar menunjukkan nilai yang rendah. 2. Industri makanan dan minuman kecil, menengah dan besar memiliki keterkaitan kebelakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya. 3. Industri makanan dan minuman kecil dan menengah kurang memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya tetapi memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, dimana nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada keterkaitan ke depannya. 4. Industri kecil makanan dan minuman memiliki nilai multiplier output yang lebih besar dibandingkan multiplier pendapatan. Sedangkan industri menengah makanan dan minuman memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan multiplier output.
2.
Henry Harianja (2008)/ Visualisasi K-means Clustering pada Data Potensi Desa Pertanian di Bogor Menggunakan Map Server.
1. Menerapkan teknik clustering dengan dengan algoritma Kmeans pada data potensi pertanian. 2. Memvisualisasikan hasil clustering dalam bentuk informasi geografis berbasis web.
1. Metode k-means cluster 2. Aplikasi Visualisasi clustering dengan menggunakan map server
1. Anggota klaster 0 dan klaster 3 merupakan wilayah dengan lahan sawah yang relatif sempit, sehingga pertanian yang dikembangkan sebaiknya tidak berbasis lahan. 2. Klaster 1 merupakan wilayah yang memiliki lahan sawah yang relatif luas sehingga pertanian berbasis lahan masih cocok diterapkan di wilayah ini. 3. Anggota klaster 2 memiliki lahan sawah yang relatif luas dan lahan non pertanian yang lebih luas dari lahan sawahnya sehingga yang perlu diperhatikan adalah perlindungan lahan sawah agar tidak dikonversi menjadi lahan non pertanian.
17
1
Tabel 10 (Lanjutan) No. 3.
Peneliti/Judul Anna Chintya Dewi (2011)/ Penggerombolan dan Identifikasi Trend Kabupaten di Indonesia Berdasarkan Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2002-2009.
Tujuan 1. Menggerombolkan kabupatenkabupaten di Indonesia berdasarkan indikator kemiskinan untuk mengetahui kabupaten yang menjadi prioritas dalam rangka mengentaskan kemiskinan. 2. Mengidentifikasi dan memvisualisasikan trend pada gerombol yang terbentuk.
Metode 1. Metode analisis gerombol 2. Analisis Komponen Utama 3. Cluster-based Temporal Representation of Event data (CTREND
Hasil Kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengentasan kemiskinan karena memiliki trend yang cukup konsisten sebagai kabupaten pada gerombol yang relatif miskin setiap tahunnya.
4.
Nefa Fadhilah (2013)/ Analisis Kondisi yang Mempengaruhi Pembentukan Klaster UMKM Pengolahan Pala di Desa Dramaga.
1. Mengidentifikasi Karakteristik UMKM pengolahan pala di Desa Dramaga. 2. Menganalisis kondisi faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan klaster UMKM oengolahan Pala di Desa Dramaga. 3. Merekomendasikan skema keterkaitan klaster pengolahan pala di Desa Dramaga.
1. Metode Kuantitatif: Analisis keuntungan dan analisis imbangan pendapatan dan biaya 2. Metode kualitatif; Analisis deskriptif dengan skala Linkert
1. Desa Dramaga mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai klaster UMKM pengolahan pala. Aspek produksi, pemasaran dan manajemen keuangan masih dilakukan secara sederhana. Pada aspek SDM, tenaga kerja didapatkan dari warga yang berada di sekitar lokasi. 2. Keberadaan usaha pengolahan pala memberikan dampak positif yaitu sebagai penyedia lapangan kerja dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. 3. Faktor utama pembentuk klaster industri di Desa Dramaga adalah faktor kondisi dan faktor industri terkait serta pendukung.
17
18
2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut meliputi perbedan terhadap metode yang digunakan, perbedaan tentang objek yang dianalisis serta cakupan lokasi penelitian. Penelitian ini mengelompokan unit usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis perkembangan UMK di Kota Bogor serta menganalisis UMK yang berpotensi dan kurang berkembang dengan metode k-means cluster.
19
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Usaha mikro dan kecil merupakan wujud sistem perekonomian yang berbasiskan masyarakat karena karakteristik-karakteristik yang mudah dilakukan oleh masyarakat sehingga membuat UMK berkembang dengan pesat. Pada umumnya
UMK
memiliki
kelemahan-kelemahan
di
sistem
manajemen
perusahaannya. Pemerintah mendorong perkembangan UMK dengan kemudahan bantuan modal namun tidak semua UMK yang dikelola oleh masyarakat memiliki potensi yang baik. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana gambaran dari UMK yang berpotensi agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih baik dan tepat sasaran. Analisis terhadap UMK yang potensial dilakukan dengan metode kmeans clustering. Metode ini digunakan untuk mengelompokkan UMK yang memiliki potensi dengan variabel-variabel yang tekait dengan tujuan penelitian. 3.1.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data. Analisis deskriptif adalah upaya pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk lebih ringkas, sederhana dan lebih informatif. Data tersebut pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Kelebihan metode ini adalah metode yang paling sederhana, tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar atribut (Santoso 2010). Pada penelitian ini analisis digambarkan dengan bantuan tabel dan gambar. Statistik merupakan alat untuk melakukan analisis. Statistik dibedakan menjadi dua, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu statistik hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk mengambil kesimpulan yang lebih luas (generalisasi/inferensia). Penelitian yang tidak menggunakan sampel, maka analisisnya akan menggunakan statistik deskriptif. Demikian juga penelitian yang menggunakan sampel, namun penelitian tersebut tidak bermaksud untuk
20
membuat kesimpulan terhadap populasi darimana sampel diambil, maka alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif (Sugiyono 2011). 3.1.2 Proses Dasar dari Analisis Klaster Santoso (2010) menyatakan bahwa, proses clustering bertujuan untuk mengelompokkan data yang mirip satu dengan yang lain. Proses pengolahan data sehingga data mentah dapat dikelompokkan menjadi satu atau beberapa klaster adalah sebagai berikut: 1. Menetapkan ukuran jarak antar data Sesuai prinsip dasar klaster yaitu mengelompokkan objek yang mempunyai kemiripan, maka proses pertama adalah mengukur seberapa jauh ada kesamaan antar objek. Metode yang digunakaan adalah dengan mengukur jarak (distance) antar dua objek. Jarak yang digunakan bermacam-macam, salah satunya adalah euclidhean distance. Pada dasarnya, cara ini akan memasukkan sebuah data ke dalam klaster tertentu dengan mengukur jarak data tersebut dengan pusat klaster. 2. Melakukan proses standardisasi data Tahap selanjutnya adalah proses standarisasi data. Tujuan standarisasi data adalah untuk menjadikan variabel yang memiliki perbedaan satuan yang besar akan menjadi kecil supaya perhitungan jaraknya valid. Pada penelitian ini, standarisasi data dilakukan karena variabel hasil penjualan dan biaya produksi memiliki satuan yang berbeda secara signifikan dengan variabel jumlah tenaga kerja. Proses standarisasi data dilakukan dengan mengubah data yang ada ke Zscore. 3. Melakukan Proses Pengelompokkan Setelah standarisasi data, tahap selanjutnya adalah mengelompokkan data. Metode penggerombolan terdiri dari dua cara yaitu metode penggerombolan berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki. a. Hierarchical Method Metode ini memulai pengelompokkan dengan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses dilanjutkan ke proses lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya hingga klaster akan membentuk semacam pohon dimana ada hierarki (tingkatan) yang jelas
21
antar objek dari yang paling mirip hingga yang paling tidak mirip. Dendogram digunakan untuk memperjelas proses hierarki tersebut. b. Non- Hierarchical Method Berbeda dengan metode hierarki, metode ini justru dimulai dengn menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan. Setelah jumlah klaster diketahui, baru proses klaster dilakukan tanpa mengikuti proses hierarki. Metode ini biasa disebut dengan k-means cluster. 4. Melakukan penamaaan klaster-klaster yang terbentuk Setelah sejumlah klaster terbentuk, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap klaster yang telah terbentuk. Pada intinya, proses ini merupakan proses pemberian nama spesifik untuk menggambarkan isi klaster tersebut. 5. Melakukan validasi dan profiling klaster Klaster yang terbentuk kemudian diuji apakah hasil tersebut valid. Kemudian dilakukan proses profiling untuk menjelaskan karakteristik setiap klaster berdasarkan profil tertentu. Profiling klaster disesuaikan dengan tujuan dari analisis. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Usaha mikro dan kecil memiliki peran yang penting dalam perekonomian di Indonesia. Haetubun (2008) menyatakan bahwa, peran dari usaha mikro dan kecil adalah (1) sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan, (2) memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan (3) berkontribusi terhadap peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi. Usaha mikro dan kecil bergerak di berbagai bidang, salah satu sektor yang berpotensi untuk berkembang adalah sektor agroindustri. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri memberikan kontribusi berupa penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan kontribusi terhadap pendapatan nasional. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri didominasi oleh usaha makanan dan minuman. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi, sehingga
22
usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman penting untuk dikembangkan. Permintaan yang tinggi terhadap makanan dan minuman membuat banyak UMK menekuni bisnis ini dan membuat persaingan menjadi semakin ketat. Disamping itu, perkembangan UMK pada umumnya mengalami beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi oleh UMK adalah terbatasnya kemampuan manajerial baik operasional maupun keuangan dalam menjalankan usaha. Upaya untuk memberdayakan UMK harus diawali dengan memahami karakteristik dari usaha tersebut. Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki fokus terhadap pengembangan usaha mikro dan kecil terutama sektor makanan dan minuman. Upaya pemerintah Kota Bogor untuk mengembangkan UMK sektor makanan dan minuman dilakukan melalui promosi dan pameran di beberapa pusat perbelanjaan. Hal yang paling mendasar yang harus dipahami oleh pemerintah adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode statistik deskriptif dan metode k-means cluster. Tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk mengetahui perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Tujuan dari metode k-means cluster adalah untuk mengelompokkan UMK berdasarkan kemiripan variabelnya dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi UMK tersebut berkembang atau kurang berkembang. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.
23
Peran usaha mikro dan kecil sektor agroindustri di Indonesia
Masalah yang dihadapi oleh usaha mikro dan kecil
Upaya pemberdayaan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor
Menganalisis perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja UMK sektor makanan dan minuman
Analisis Deskriptif
Metode K-Means Cluster
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
24
IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data dari penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder tersebut merupakan data perkembangan jumlah unit, penyerapan tenaga kerja dan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Selain dari BPS, digunakan juga data penunjang yang diperoleh dari BPS pusat, Disperindag Kota Bogor, Kementerian Koperasi dan UKM serta literatur yang berasal dari instansi, jurnal dan internet. Selain data sekunder, peneliti juga menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan UMK yang dipilih. 4.2 Metode Pengambilan Sampel Sampling kuota adalah teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti (Riduwan dan Akdon 2010). Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon 2010). Responden dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu keterwakilan dari aspek demografis dan jenis usaha yang dikelola. Jumlah UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor adalah sebesar 1 707 unit (BPS Kota Bogor 2012). Pada penelitian ini diambil 30 sampel yang mewakili setiap kecamatan. Pengambilan sampel dari populasi sesuai dengan kuota yang telah ditentukan dan diinginkan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian. Banyaknya keterbatasan yang dimiliki peneliti dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jumlah sampel yang harus diambil. 4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel untuk menganalisis perkembangan UMK sektor makanan
25
dan minuman di Kota Bogor, sedangkan untuk melakukan uji validitas dan pengelompokkan digunakan software SPSS 16. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman di Kota Bogor akan dikelompokan menjadi dua klaster berdasarkan kemiripan variabelnya. 4.3.1 Statistik Deskriptif Metode
statistik
adalah
prosedur-prosedur
yang
digunakan
dalam
pengumpulan, penyajian dan penafsiran data. Statistik deskriptif adalah metodemetode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistik deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun dari gugus data induknya yang lebih besar (Walpole 1995). Penelitian ini menggunakan statitik deskriptif untuk menganalisis perkembangan UMK yang berada di Kota Bogor dengan menggunakan data sekunder pertumbuhan UMK sektor makanan dan minuman tahun 2007-2012. 4.3.2 Metode K-Means Cluster Analisis k-means cluster merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokan data sesuai dengan jumlah kelas yang telah ditentukan. Objek dikelompokan berdasarkan kemiripannya. Pada analisis klaster, kemiripan antar objek ditentukan dengan euclidhean distance. Berikut ini adalah tahapan dalam analisis
k-means
cluster.
Tahap
pra
proses
data
sebelum
melakukan
pengelompokkan, dilakukan uji asumsi terhadap sampel, yaitu: 1. Uji Multikolinearitas Santoso (2010) menyatakan, sebelum melakukan analisis k-means cluster, diperlukan uji asumsi yang membuktikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas
adalah
kemungkinan
adanya
korelasi
antar
objek.
Multikolinearitas dilihat dari besar nilai VIF (Variance Inflation Fector). Jika nilai VIF lebih dari 10, maka data tersebut mengandung multikolinearitas, dan sebaliknya. Rumus untuk menghitung VIF adalah: 𝑉𝐼𝐹 =
1 1 − 𝑅𝑖2
26
Keterangan : 𝑅 2𝑖 = Koefisien determinasi Nilai VIF secara langsung diperoleh dengan bantuan software MINITAB 14.
2. Uji Validitas dan Reabilitas Faktor Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Data dikatakan valid berarti dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur, dengan begitu data yang valid merupakan data yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang sedang di ukur (Sugiyono 2007). Reabilitas adalah ukuran yang menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian mempunyai keandalan sebagai alat ukur melalui konsistensi hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah. Pengukuran validitas dan reabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrumen yang digunakan sudah tidak valid dan realible maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan valid dan realible. Hasil dari uji validitas dilihat dengan menggunakan KMO (Kaiser Meyer Olkin) dan Barlett’s test. Jika nilai KMO MSA (Measuring of Sampling Adequacy) lebih dari 0.5 maka data tersebut valid untuk digunakan sebagai alat analisis, sedangkan uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan Reability Analysis. Jika nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0.70 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut reliable (Zulganef 2006). 3. Standarisasi Data Sebelum proses clustering, data yang memiliki skala berbeda distandarisasi terlebih dahulu. Menurut Santoso (2010), pada penggunaan skala yang berbeda untuk memperoleh kesempatan yang sama setiap variabel perlu distandarisasi terlebih dahulu karena jika variabel tetap dalam bentuk aslinya, variabel-variabel yang memiliki standar deviasi yang paling besar akan tampil sebagai deferensiator utama, artinya proses segmentasi hanya akan dipengaruhi oleh variabel tertentu saja. Variabel yang distandarisasi adalah nilai hasil penjualan, jumlah tenaga kerja dan biaya produksi. Adapun rumus standarisasi data adalah sebagai berikut: 𝑋𝑖𝑠𝑗 =
𝑋𝑖𝑗 − 𝑥ˉ𝑖 𝑆𝑥𝑖
Keterangan: Xisj
= Nilai standar X ke-i pada sel ke-j
27
Xij
= Nilai X ke-i pada sel ke-j
xˉi
= Rata-rata variabel ke-i
Sxi
= Standar deviasi x variabel ke-i Setelah dilakukan standarisasi data pada variabel yang digunakan, barulah
dilakukan analisis dengan menggunakan k-means cluster. 4. Tahapan dalam Metode K-Means Cluster Variabel yang digunakan dalam analisis k-means cluster adalah variabel omset, jumlah tenaga kerja dan biaya produksi. Klaster terbentuk berdasarkan kemiripan variabel yang digunakan. Tahapan dalam analisis k-means cluster adalah sebagai berikut (Sartono et al. 2003): a. Menentukan jumlah klaster Dalam k-means cluster, diasumsikan bahwa jumlah klaster yang akan dibentuk sudah diketahui. Jumlah k yang akan dibentuk dalam penelitian ini adalah 2 klaster yaitu klaster UMK yang kurang berkembang dan klaster UMK yang berkembang. Keberhasilan suatu usaha dilihat dari besar hasil penjualan yang diperoleh UMK tersebut, sehingga pengklasteran dalam penelitian ini menggunakan nilai hasil penjualan sebagai variabel penentu. b. Menghitung jarak setiap objek dengan setiap nilai centroid Pada tahap ini, masukkan tiap objek ke satu kelompok berdasarkan jarak terdekat dengan centroid kelompok yang berpadanan.Centroid merupakan pusat kelompok. Nilai centroid ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑁𝑖
1 ṽ𝑖𝑗 = ∑ 𝑥𝑘𝑗 𝑁𝑖 𝑘=0
Keterangan : Vij
= centroid atau rata-rata klaster ke-i untuk variabel ke-j
Ni
= jumlah data yang menjadi anggot klaster ke-i
i,k
= indeks dari klaster
j
= indeks dari variabel
Xkj
= nilai data ke-k yang ada di klaster tersebut untuk variabel ke-j
28
Perhitungan jarak antara objek dengan titik centroid menggunakan euclidean distance. Rumus perhitungan euclidean distance adalah sebagai berikut: 𝐷𝑒 = √(𝑥𝑖 − 𝑠𝑖 )2 − (𝑦𝑖 − 𝑡𝑖 )2 Keterangan: De
= euclidean distance
i
= banyaknya objek
(x,y)
= koordinat objek
(s,t)
= koordinat centroid
c. Hitung kembali rataan centroid untuk kelompok yang baru terbentuk. d. Kembali ke tahap 2, ulangi perulangan hingga nilai centroid yang dihasilkan tetap dan anggota klaster tidak berpindah ke klaster yang lain. 4.3.3 Analisis Output K-Means Cluster Berdasarkan hasil analisis k-means cluster, akan diperoleh beberapa output. Output ini menunjukkan informasi mengenai jumlah anggota tiap klaster dan melihat keterkaitan atribut dengan tiap klaster. Output yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan dari analisis klaster adalah (Santoso 2010): 1. Tabel ANOVA Analisis klaster pada dasarnya adalah mengelompokkan individu yang memiliki kemiripan berdasarkan nilai variabel. Hasil pengelompokkan dapat dianalisis dengan melihat output ANOVA. Interpretasi dari ANOVA dilakukan atas dasar nilai Sig dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika angka Sig > 0.05 : Tidak ada perbedaan yang berarti antara klaster 1 dan klaster 2 atau dengan kata lain, atribut tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan antara klaster 1 dan klaster 2. b. Jika angka Sig ≤ 0.05
: Ada perbedaan yang berarti antara klaster 1 dan
klaster 2, masing-masing klaster dapat dibedakan. 2. Tabel jumlah anggota di setiap klaster menunjukkan jumlah anggota yang berada dalam klaster 1 dan klaster 2. Pada Tabel tersebut ada nilai valid yang menunjukkan jumlah objek yang dapat dikelompokkan dan nilai missing yang menunjukkan jumlah objek yang hilang atau tidak dapat dikelompokkan.
29
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Bogor Kota Bogor merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Jawa Barat. Letak geografis Kota Bogor berada pada 106°48’ Bujur Timur dan 6°26’ Lintang Selatan. Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan ibukota negara, merupakan potensi yang strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Kota Bogor memiliki luas 11 850 Ha. Dalam struktur pemerintahan, Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yaitu Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat dan Tanah Sareal. Adapun batas-batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut (BPS Kota Bogor 2013): 1. Selatan :
Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
2. Timur
:
Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
3. Utara
:
Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.
4. Barat
:
Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor
Kota Bogor berada pada ketinggian 190-330 m diatas permukaan laut, sehingga suhu di Kota Bogor relatif sejuk dan didukung dengan curah hujan yang tinggi (BPS 2013). 5.2 Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 mencapai 1 004 831 jiwa. Dengan rincian 510 884 laki-laki dan 493 947 perempuan. Kepadatan jumlah penduduk di Kota Bogor adalah 8 480 orang/km2. Kecamatan yang memiliki kepadataan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah. Jumlah angkatan kerja di Kota Bogor sebanyak 422 258 orang. Sebanyak 383 111 orang adalah penduduk yang sudah bekerja dan sisanya sebanyak 39 417 orang adalah pengangguran yang sedang mencari pekerjaan (BPS Kota Bogor 2013).
30
Pada umumnya penduduk di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan perdagangan dan jasa. Dengan rincian sebanyak 115 406 orang bekerja pada lapangan pekerjaan perdagangan, rumah makan, dan hotel sedangkan pada lapangan pekerjaan jasa sebanyak 113 108 orang. Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor pada tahun 2010 Lapangan Usaha
Laki-laki (Orang)
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
Perempuan (Orang)
Jumlah (Orang)
5 213
985
Industri Pengolahan
50 943
16 731
67 674
Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel
68 629
46 777
115 406
Jasa Kemasyarakatan Lainnya
64 001 72 734
49 097 7 991
113 108 80 725
261 530
121 581
383 111
Jumlah
6 198
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, diolah (2010)
5.3 Perindustrian dan Perdagangan Pembangunan pada sektor industri difokuskan pada terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kuat dan mandiri. Kota Bogor mempunyai nilai investasi sebesar Rp 746.66 miliar. Investasi terbesar adalah industri tekstil kategori industri besar dan menengah yang mencapai 28.74% dari total investasi, diikuti dengan industri minuman kategori industri besar dan menengah yang mencapai 15.72% terhadap total investasi. Industri di Kota Bogor di dominasi oleh usaha mikro. Perusahaan yang paling banyak unit usahanya adalah jenis usaha makanan kategori usaha kecil informal sebanyak 1 116 unit (BPS Kota Bogor 2013). Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor ekonomi andalan di Kota Bogor. Jumlah perusahaan perdagangan formal pada tahun 2012 sebanyak 342 perusahaan, yang terdiri atas 7 perusahaan besar (dengan investasi di atas Rp 5 miliar), 49 unit perusahaan menengah (investasi Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar) dan 192 unit perusahaan kecil dengan investasi sebesar Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Selebihnya adalah perusahaan mikro dengan nilai investasi kurang dari Rp 50 juta (BPS Kota Bogor 2013).
31
Pada tahun 2012 perdagangan melalui ekspor barang dan jasa mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2011. Realisasi ekspor non migas pada tahun 2012 tercatat sebesar US$ 151.86 juta atau mengalami penurunan sebesar 2.87% dibandingkan dengan tahun 2011. Ekspor non migas ini masih didominasi oleh komoditas pakaian jadi sekitar US$ 74.19 juta atau 48.4% dari total ekspor (BPS Kota Bogor 2013). 5.4 Karakteristik Responden dan Usaha Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 unit UMK sektor makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman tersebut tersebar di 6 kecamatan, sehingga setiap kecamatan ada UMK yang mewakilinya. Responden terdiri atas pemilik usaha pembuat tahu, usaha pembuat manisan, usaha es krim, usaha pengolahan aci, usaha pengolah tempe dan beberapa jenis UMK lainnya. Responden ditentukan secara acak dan tidak terpaku pada satu jenis usaha. Jumlah responden ditentukan melalui metode quota sampling. Karakteristik pemilik usaha dalam penelitian ini, berdasarkan faktor sosial ekonomi usaha
terdiri atas jenis kelamin, umur, alamat dan tingkat
pendidikan. Adapun untuk karakteristik usaha terdiri atas jenis usaha, lama usaha, status usaha, prospek usaha, dan tenaga kerja. Karakteristik pemilik usaha hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Karakteristik pemilik UMK sektor makanan dan minuman Kota Bogor Karakteristik
Keterangan
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan 20-30 31-40 41-50 51-60 >60 Tidak Sekolah Sekolah Dasar SMP SLTA
Usia
Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
21 9 2 3 13 7 5 2 20 4 4
70 30 7 10 43 23 17 7 67 13 13
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan karakteristik pemilik usaha, sebagian besar pemilik usaha berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 21 orang, dengan usia di antara 41-50 tahun. Hal ini menunjukkan tingkat kesiapan pemilik usaha dalam mendirikan
32
usaha. Pendidikan terakhir pemilik usaha bervariasi, namun yang paling banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Tingkat pendidikan pemilik usaha dinilai masih rendah, karena dari 30 orang responden tidak ada satupun yang mencapai jenjang diploma ataupun sarjana sehingga dapat dinilai bahwa tingkat pengetahuan pemilik usaha juga masih rendah. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan pemilik usaha melalui pelatihan-pelatihan usaha. Karakteristik usaha yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur usaha, awal kepemilikan usaha, prospek usaha, kepemilikan izin usaha, ketenagakerjaan dan bagaimana sistem produksi dijalankan. Karakteristik dari setiap UMK berbedabeda sesuai dengan jenis usahanya. Karakteristik usaha pada penelitian ini berdasarkan pada karakteristik 30 sampel yang diambil pada saat penelitian. Karakteristik usaha pada peenelitian ini ditampilkan pada tabel 13. Tabel 13 Karakteristik usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor Karakteristik
Keterangan
Lama Usaha
1-10 11-20 21-30 31-40 >40 Merintis Sendiri Turun Temurun Memiliki Izin Tidak Memiliki Izin Tenaga Kerja Bulanan Tenaga Kerja Borongan Tidak Memakai Tenaga Kerja di Luar Keluarga Keluarga Bukan Keluarga Persediaan Barang Pesanan
Awal Kepemilikan Usaha Kepemilikan izin Tenaga Kerja
Hubungan tenaga kerja Sistem produksi dijalankan
Jumlah responden (orang) 10 13 3 3 1 18 12 19 11 6 16 8
Persentase (%) 33 44 10 10 3 60 40 63 37 20 53 27
11 19 22 8
37 63 73 27
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 13, sebagian besar UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor sudah mengelola usahanya selama 1-20 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa UMK sektor makanan dan minuman sudah memasuki usai produktif dalam menjalankan usahanya dan usaha yang mereka jalankan memiliki prospek yang bagus dan menguntungkan. Sebanyak 60% sampel UMK memulai usahanya dengan merintis sendiri, dan sebanyak 40% sampel UMK yang menjalankan usahanya dari turun temurun. Proporsi UMK sektor makanan dan minuman yang
33
memiliki izin usaha sebanyak 63%. Izin usaha tersebut diperoleh dari kelurahan ataupun dari Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor sedangkan UMK yang tidak memiliki izin usaha sebesar 37%. Beberapa kendala untuk mendapatkan perizinan disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan pemilik usaha akan peraturan perizinan. Sistem ketenagakerjaan pada UMK biasanya dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja borongan. Tenaga kerja borongan terdiri atas beberapa orang dengan sistem pemberian upah secara kolektif. Sebanyak 53% UMK menggunakan sistem tenaga kerja borongan, 20% lainnya menggunakan sistem upah bulanan dan sebanyak 27% tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Usaha mikro dan kecil yang tidak menggunakan tenaga kerja dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah: 1) upah tenaga kerja yang tinggi, 2) skala produksi yang kecil, dan 3) rendahnya minat tenaga kerja terhadap usaha tersebut. Upah tenaga kerja tinggi menyebabkan sebagian UMK tidak menggunakan tenaga kerja, hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan biaya produksi. Faktor kedua karena skala produksi usaha kecil sehingga proses produksi dapat dikerjakan oleh tenaga kerja sendiri. Selain itu UMK tidak menggunakan tenaga kerja juga disebabkan oleh rendahnya minat tenaga kerja terhadap usaha tersebut. Sistem produksi pada UMK dijalankan berdasarkan persediaan bahan baku dan pesanan. Sebanyak 22 responden menjalankan sistem produksinya berdasarkan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku produksi sangat penting dalam proses produksi sehingga harga dan jumlah bahan baku sangat mempengaruhi biaya produksi dalam UMK. Jumlah UMK sektor makanan dan minuman yang mendapatkan bantuan dari pemerintah hanya sebesar 6%. Usaha mikro dan kecil yang memperoleh bantuan dari pemerintah merupakan UMK yang sering mengikuti program-program pemerintah. Bantuan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah berupa bantuan mesin setelah UMK tersebut mengajukan persyaratan pengajuan bantuan.
34
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor Kota Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki potensi perkembangaan UMK yang cukup besar. Perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor memperlihatkan perkembangan yang positif. Hal tersebut dapat terlihat dari perkembangan jumlah unit usaha, peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, dan pertumbuhan nilai investasi. 6.1.1 Perkembangan Unit Usaha Perkembangan unit usaha UMK di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun 2007-2012. Unit usaha yang mengalami perkembangan yang cepat adalah usaha mikro. Pertumbuhan tiap unit usaha dari tahun 2007 hingga tahun 2012 ditampilkan dalam Tabel 14. Tabel 14 Perkembangan unit usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah UMK (Unit) 1 402 1 499 1 539 1 587 1 645 1 707
Usaha Mikro (Unit) 1 182 1 228 1 253 1 278 1 304 1 344
Usaha Kecil (Unit) 220 271 286 309 341 363
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, diolah (2013)
Tabel 14 menunjukkan bahwa perkembangan UMK tiap tahunnya menunjukkan perkembangan yang positif. Pertambahan jumlah unit UMK paling besar dialami oleh usaha mikro. Tambunan (2009) menyatakan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan pilihan terakhir bagi mereka yang tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik. Usaha mikro di Indonesia memiliki nilai pertumbuhan yang sangat tinggi karena usaha ini tidak membutuhkan modal yang besar dan keahlian khusus untuk menjalankannya. Banyak masyarakat yang membuka usaha kecil-kecilan dan sangat sederhana. Hal ini juga dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan pekerjaan di sektor formal atau pekerjaan dengan pendapatan yang layak sehingga mereka membuka usaha sebagai pendapatan utama maupun sampingan. Pertumbuhan usaha mikro
35
berkaitan positif dengan tingkat kemiskinan yang ada. Usaha mikro dan kecil di Kota Bogor didominasi oleh jenis usaha makanan sedangkan usaha minuman hanya berjumlah 25% dari total usaha makanan dan minuman. Jumlah penduduk di Kota Bogor terus meningkat. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1 004 831 orang, dengan pertumbuhan sebesar 11% selama tahun 2007 hingga 2012 (BPS Kota Bogor 2013). Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor akan meningkatkan konsumsi terhadap makanan dan minuman. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia yang akan terus menerus dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pasar di Kota Bogor untuk UMK sektor makanan dan minuman masih sangat besar. 6.1.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Perkembangan jumlah UMK yang semakin meningkat, memberikan kontribusi positif dalam penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Tenaga kerja yang diserap oleh UMK cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman adalah sebesar 8 981 orang. Peran UMK dalam penyerapan tenaga kerja dapat membantu pemerintah Kota Bogor dalam mengatasi pengangguran. Penyerapan tenaga kerja oleh UMK dapat dilihat pada Gambar 2. 9200 9000 8800 8600 8400 8200 8000 7800 7600 7400 7200 7000
8 981 8 606 8 188
8 841
8 415
Jumlah Tenaga Kerja
(Orang) 7 768
2007
2008
2009 2010 Tahun
2011
2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2013 (diolah)
Gambar 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK mencapai 8 981 orang. Tenaga kerja tersebut paling banyak bekerja pada usaha mikro. Jumlah
36
tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman terus meningkat. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan jumlah unit usaha UMK sektor makanan dan minuman. Setiap pertambahan unit usaha, maka jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor ini juga bertambah. Permintaan UMK terhadap tenaga kerja tergantung dari permintaan konsumen terhadap barang yang diproduksinya. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumberdaya alam, modal dan teknologi (Sinaga 2013). Perkembangan penyerapan tenaga kerja oleh UMK di Kota Bogor juga dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun 2007 sampai 2012 mencapai 11% atau sebesar 99 699 orang. Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan lapangan pekerjaan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang tidak bersekolah pada usia 10 tahun sebesar 648 462. Tingkat pendidikan penduduk yang masih tergolong rendah menyebabkan tenaga kerja di Kota Bogor lebih banyak bekerja pada sektor usaha informal, yaitu usaha mikro dan kecil. 6.1.3 Perkembangan Nilai Investasi UMK di Kota Bogor Seiring dengan peningkatan jumlah unit usaha UMK, maka investasi yang dimiliki oleh UMK di Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perkembangan modal dan usaha dalam UMK. Usaha mikro dan kecil menciptakan iklim investasi sehingga dapat menarik minat investor dari luar daerah untuk menanamkan modalnya di Kota Bogor. Perkembangan investasi UMK di Kota Bogor ditampilkan dalam Gambar 3. 20000 18 288.21 16 955.58 15 454.38 14 217.76 12 887.50
15000 10000 8 279. 58
Investasi (Rp dalam Satuan Juta)
5000 0 2007
2008
2009 2010 Tahun
2011
2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2013 (diolah)
Gambar 3 Perkembangan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012
37
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2012. Investasi menunjukkan adanya aliran aset yang semakin bertambah sehingga aliran aset tersebut merupakan investasi pada usaha mikro dan kecil di Kota Bogor untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Investasi ini menunjukkan bahwa jumlah unit UMK di Kota Bogor semakin meningkat. Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Bogor, Erik Irawan Suganda menyatakan bahwa salah satu permasalahan yang menghambat perkembangan UMK adalah permodalan dan promosi. Hal ini dikarenakan biaya promosi yang besar sehingga usaha mikro sulit melakukan promosi yang berkualitas4. Perkembangan nilai investasi UMK dapat mendukung kestabilan dan kekuatan ekonomi rakyat. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi iklim investasi adalah suku bunga, inflasi, PDB, upah minimum dan nilai tukar (Januar 2009). Iklim investasi yang kondusif akan meningkatkan jenis barang dan jasa yang tersedia. Iklim investasi yang kondusif akan mendorong tumbuhnya investasi sektor swasta yang produktif dan berfungsi sebagai penggerak ekonomi. Peningkatan PDRB daerah memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan investasi di Kota Bogor. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2009 hingga tahun 2012, PDRB Kota Bogor meningkat sebesar 19% (BPS Kota Bogor 2013). Peningkatan PDRB ini memberikan dampak positif bagi pertumbuhan investasi di Kota Bogor. Pada tahun 2011, Kementerian Koperasi dan UKM menetapkan Kota Bogor sebagai model pengembangan usaha mikro yang bergerak di bidang pangan. Melalui kebijakan tersebut, Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor memberikan bantuan pengadaan sarana dan prasarana kepada UMK yang telah mendapat legalitas dari pemerintah Kota Bogor. Hal ini meningkatkan nilai investasi UMK selama tahun 2011 hingga 2012 sebesar Rp 1.33 miliar. Ditetapkannya Kota Bogor menjadi model pengembangan UMK turut meningkatkan omset usaha mikro sebesar 13.74%5.
4 Kenaikan Investasi Tak menyentuh Usaha mikro. http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1818156/URLTEENAGE#.UtLUBtIW2a0 (diakses pada tanggal 28 Desember 2013). 5 40 PKL di Kota Bogor Peroleh Sertifikat Halal. http://kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/9814-40-pkl-di-kota-bogor-perolehsertifikat-halal- (diakses pada tanggal 13 Februari 2014).
38
6.2 Pengelompokan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor Tahapan pengelompokan UMK dilakukan melalui beberapa proses. Data yang berisi variabel serangkaian uji statistik untuk membuktikan bahwa data layak untuk digunakan dalam proses k-means cluster. Langkah awal sebelum melakukan pengelompokan data, data yang ada akan diuji menggunakan uji multikolinearitas, uji validitas dan uji reabilitas. Tahap awal sebelum melakukan proses pengolahan data dengan menggunakan metode k-means cluster, dilakukan uji multikolinearitas terlebih dahulu yang dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Fector). Jika nilai VIF lebih dari 10, maka data tersebut mengandung multikolinearitas, begitu pula sebaliknya. Nilai VIF tiap variabel sebesar 4.1 kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel yang digunakan tidak mengandung multikolinearitas (Santoso 2010). Proses selanjutnya adalah uji validitas dan reabilitas variabel. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai KMO (Kaiser Meyer Olkin) dan MSA (Measuring of Sampling Adequacy) sebesar 0.718 menandakan bahwa variabel valid karena sudah memenuhi syarat yaitu lebih dari 0.50 (0.718 > 0.50). Nilai Sig (signifikan) 0.000 lebih kecil dari angka 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut valid untuk digunakan sebagai alat analisis. Reabilitas data dapat dilihat dari nilai cronbach’s alpha, dimana nilainya adalah sebesar 0.737 (lebih besar dari 0.70) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ini realibel (Zulganef 2006). 6.2.1 Hasil Analisis K-means Cluster Hasil analisis k-means cluster menunjukkan bahwa data terbagi menjadi 2 klaster, yaitu klaster 1 dan klaster 2. Kategori klaster 1 adalah UMK kurang berkembang dan klaster 2 adalah UMK berkembang. Klaster 1 terdiri atas 24 UMK sedangkan klaster 2 terdiri atas 6 UMK. Berikut analisis dari output k-means cluster. 1. Interpretasi nilai SIG Ketiga variabel dalam analisis k-means cluster ini memiliki nilai sig 0.00 (dibawah 0.05) yang berarti signifikansi adalah nyata sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedan variabel tersebut pada kedua klaster tersebut cukup besar. Variabel
39
jumlah tenaga kerja, hasil penjualan dan biaya sangat membedakan karakteristik kedua klaster. 2. Jumlah anggota dalam setiap klaster Hasil dari pengelompokan menunjukkan bahwa jumlah UMK terbanyak ada di klaster 1, yaitu sebanyak 24 UMK sedangkan klaster 2 memliki anggota sebanyak 6 UMK. Dalam analisis ini, tidak ada data yg hilang (missing). Dengan demikian, semua responden sejumlah 30, lengkap terpetakan pada kedua klaster. Hasil pengelompokan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor diperoleh dengan cara mengelompokkan UMK berdasarkan kedekatan variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja UMK tersebut. Nilai rata-rata variabel dari setiap klaster hasil pengelompokkan UMK akan ditampilkan dalam Tabel 15. Tabel 15 Nilai rata-rata setiap variabel pada klaster 1 dan klaster 2 Klaster Klaster 1
Klaster 2
Karakteristik Rata-rata tenaga kerja
Jumlah 3
Hasil penjualan
Rp 33 217 378
Biaya
Rp 27 255 300
Rata-rata tenaga kerja
9
Hasil penjualan
Rp 124 893 486
Biaya
Rp 101 176 499
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Klaster 1 adalah UMK dengan jumlah tenaga kerja rata-rata 3 orang, hasil penjualan rata-rata per bulan sebesar Rp 33 217 378 dan rata-rata biaya yang dikeluarkan per bulan sebesar Rp 27 255 300. Klaster 2 adalah UMK dengan jumlah tenaga kerja rata-rata 9 orang. UMK pada klaster 2 memiliki rata-rata hasil penjualan sebesar Rp 124 893 486 per bulan serta rata-rata biaya per bulan sebesar Rp 101 176 499. Klaster 1 merupakan UMK yang perlu dikembangkan karena dilihat dari segi hasil penjualan per bulannya yang rendah dan jumlah tenaga kerja yang diserap masih rendah, sehingga klaster 1 dapat diberi nama klaster usaha yang belum berkembang. Klaster 2 memiliki omset perbulan yang tinggi, jumlah tenaga kerja yang diserap banyak sehingga biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan juga lebih besar dari klaster 1 sehingga klaster 2 dapat disebut klaster usaha yang sudah maju.
40
6.2.2 Karakteristik Klaster Analisis dengan menggunakan metode k-means cluster bertujuan untuk mengelompokkan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Berdasarkan hasil pengklasteran, UMK sektor makanan dan minuman dikelompokan menjadi 2 kelompok. Kelompok klaster 1 terdiri atas 24 UMK dan klaster 2 terdiri atas 6 UMK. Anggota dari klaster 1 ditampilkan dalam Tabel 16 berikut ini: Tabel 16 Anggota UMK di klaster 1 Nama Sulaiman Cuci Nanang A'an Dadi Juju Otih Suratman Khaspi Uci Sawah Jubaedah Nining Maman Abunawar Jali
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 1 3 8 5 7 3 3 4 1 5 5 1 1 1 5 1
Omset Perbulan (Rupiah) 3 750 000 27 000 000 59 895 000 34 541 000 42 482 000 23 400 000 6 000 000 60 000 000 18 000 000 62 050 000 66 300 000 3 400 000 4 800 000 13 800 000 47 000 000 3 600 000
Biaya Produksi Perbulan (Rupiah) 2 060 000 22 320 000 55 550 000 31 655 000 39 237 000 18 174 700 4 285 000 53 235 000 15 990 000 50 940 000 53 700 000 1 700 000 3 000 000 10 700 000 38 130 000 2 010 000
2 1 6 3 4 7 2 1
22 200 000 18 450 000 50 000 000 60 000 000 75 000 000 63 000 000 21 000 000 11 550 000
19 440 000 15 140 000 30 000 000 54 095 000 65 375 000 46 800 000 13 500 000 7 050 000
Haji nana Amin Supriyatmin I'in Yulianti Zuki Bambang Prayitno Junaya Lilis Yuliana Bu Elah Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 16 menunjukkan bahwa klaster 1 memiliki jumlah anggota sebanyak 24 UMK. Usaha mikro dan kecil yang masuk dalam klaster 1 terdiri atas usaha pembuatan oncom, tempe, tahu, aci, kue, es krim dan lain-lain. Berdasarkan hasil pengelompokkan, usaha tersebut dikelompokkan dalam klaster 1 karena memiliki kemiripan variabel. Rata-rata nilai tenaga kerja, hasil penjualan dan biaya pada klaster 1 lebih rendah dibandingkan dengan klaster 2. Berdasarkan hasil pengelompokkan, klaster 2 terdiri dari 6 UMK. Klaster 2 memiliki lebih sedikit anggota dibandingkan dengan klaster 1. Adapun untuk pengelompokkan klaster 2 dapat ditampilkan dalam Tabel 17.
41
Tabel 17 Anggota UMK di klaster 2 Nama Mumu Mulyana Nim Aris Ratna Agus Sutisna
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 10 10 7 8 11 8
Omset Perbulan (Rupiah) 172 750 000 79 860 000 105 250 000 90 000 000 151 500 000 150 000 000
Biaya Produksi Perbulan (Rupiah) 120 780 000 74 085 000 89 700 000 68 540 000 133 950 000 120 000 000
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 17 UMK pada klaster 2 terdiri dari 6 unit. Klaster 2 merupakan kelompok UMK yang memiliki nilai omset, jumlah tenaga kerja dan biaya yang lebih besar dari klaster 1 sehingga klaster 2 dapat disebut sebagai kelompok UMK yang berhasil. Usaha mikro dan kecil pada kaster 2 memiliki beberapa kelebihan, baik dalam kualitas produk, proses pemasaran, maupun kemudahan dalam mengajukan pinjaman modal kepada lembaga keuangan. Setelah melihat hasil dari pengelompokkan, tahap selanjutnya adalah dengan melihat karakteristik dari pemilik dan usaha UMK sektor makanan dan minuman. Karakteristik usaha dan cara pengelolaan usaha dapat menunjukkan kinerja dari UMK tersebut. Karakteristik usaha pada klaster 1 ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18 Karakteristik pemilik UMK klaster 1 Kategori Jenis kelamin Usia
Pendidikan
Keterangan Laki-laki Perempuan 20-30 31-40 41-50 51-60 >60 Tidak Sekolah SD SMP SMA
Jumlah Responden (Orang) 16 8 2 2 10 6 4 1 16 4 3
Persentase (%) 67 33 8 8 42 25 17 4 67 17 12
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik usaha pada klaster 1 berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 67% dan sisanya berjenis kelamin perempuan dengan persentase 33%. Usia pemilik usaha klaster 1 bervariasi, yaitu usia 20-30 tahun sebanyak 8%, 31-40 tahun sebanyak 8%, 41-50 tahun sebanyak 42 %, 51-60 tahun sebanyak 25% dan >60 tahun sebanyak 17%. Tingkat pendidikan pemilik usaha dinilai masih rendah. Tingkat pendidikan pemilik usaha paling tinggi pada klaster 1 adalah tingkat SMA sebanyak 12%. Responden dengan tingkat pendidikan SD mendominasi klaster 1 dengan persentase sebesar 67%. Responden
42
dengan tingkat pendidikan SMP adalah sebesar 17% dan sebesar 4% pemilik usaha tidak menempuh pendidikan. Karakteristik pemilik usaha pada klaster 2 ditampilkan pada Tabel 19. Tabel 19 Karakteristik pemilik UMK pada klaster 2 Kategori Jenis kelamin Usia
Pendidikan
Keterangan Laki-laki Perempuan 20-30 31-40 41-50 51-60 >60 Tidak Sekolah SD SMP SMA
Jumlah Responden (Orang) 5 1 0 1 3 1 1 1 4 0 1
Persentase(%) 83 17 0 17 50 17 17 17 66 0 17
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 19 menunjukkan karakteristik pemilik usaha pada klaster 2 berdasarkan jenis kelaminnya didominasi oleh laki-laki dengan persentase sebesar 83% dan sisanya perempuan sebesar 17%. Usia pemilik usaha pada klaster 2 sebagian besar berusia antara 41-50 tahun. Tingkat pendidikan pemilik usaha pada klaster 2 yaitu sebesar 17% pemilik usaha tidak bersekolah, 66% pemilik usaha memiliki latar belakang pendidikan pada tingkat SD dan sisanya merupakan pemilik usaha dengan tingkat pendidikan SMA. Informasi usaha UMK pada klaster 1 ditampilkan pada Tabel 20 Karakteristik usaha UMK pada klaster 1 Kategori
Keterangan
Lama Usaha
1-10 11-20 21-30 31-40 >40 Merintis Sendiri Turun Temurun Memiliki Izin Tidak Memiliki Izin Modal Sendiri Lembaga Keuangan/Bank Konsinyiasi Jual Langsung ke Pasar Lainnya
Awal Kepemilikan Usaha Kepemilikan Izin Sumber Modal
Sistem Pemasaran
Jumlah Responden (Orang) 7 10 3 3 1 14 10 14 10 21 3
Presentase(%)
5 12 7
21 50 29
29 42 12.50 12.50 4 58 42 58 42 87 13
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa umur usaha pada klaster 2 bervariasi. Lama usaha klaster 1 adalah usaha dengan usia 1-10 tahun sebesar 29%,
43
lama usaha 11-20 tahun sebesar 42%, lama usaha 21-30 tahun dan 31-40 tahun masing-masing sebesar 12.50% dan lama usaha lebih dari 40 tahun sebesar 4%. Sebanyak 58% pemilik usaha memulai usahanya dari bawah dengan cara merintis sendiri, dan sebesar 42% pemilik usaha mewarisi usahanya secara turun temurun. Sebanyak 42% UMK sektor makanan dan minuman masih belum memiliki izin usaha, baik izin usaha dari kantor desa maupun dari dinas koperasi dan UMK serta dari disperindag. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa faktor yang menyebabkan UMK tidak memiliki surat izin usaha adalah, yaitu (1) pemilik usaha menilai bahwa usahanya kecil dan tidak memerlukan surat izin usaha, (2) pemilik usaha tidak mengetahui bagaimana cara membuat surat izin usaha dan menganggap sulit birokrasi. Tabel 20 menunjukkan bahwa sebanyak 87% UMK menggunakan sumber modal yang berasal dari modal pribadi. Hanya 13% UMK yang menggunakan modal dari lembaga keuangan seperti bank. Sebagian besar usaha mikro pada penelitian ini tidak melakukan pinjaman ke lembaga keuangan karena tidak memiliki jaminan. Sistem pemasaran yang dijalankan oleh UMK pada klaster 1 sebagian besar adalah langsung dijual ke pasar. Sebanyak 50% UMK pada klaster 1 menjual produk yang dihasilkannya langsung ke pasar. Sebanyak 21% UMK menjual produknya secara konsinyiasi dan sebanyak 29% UMK menjual produknya kepada pedagang, pabrik pengolah tepung, dan menjual langsung di tempat produksi. Klaster 2 sebagai kelompok UMK yang berkembang memiliki karakteristik usaha yang berbeda dengan klaster 1. Karakteristik usaha pada klaster 2 ditampilkan pada Tabel 21. Tabel 21 Karakteristik usaha UMK pada klaster 2 Kategori Lama Usaha Awal Kepemilikan Usaha Kepemilikan Izin Sumber Modal
Sistem Pemasaran
Keterangan 1-10 11-20 Merintis Sendiri Turun Temurun Memiliki izin Tidak memiliki izin Modal Sendiri Lembaga Keuangan/Bank Konsinyiasi Jual langsung ke pasar Lainnya
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Jumlah Responden (orang) 3 3 4 2 6 0 0 6
Presentase(%)
0 2 4
0 33 67
50 50 67 33 100 0 0 100
44
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa lama usaha yang dijalankan oleh pemilik UMK pada klaster 2 berkisar antara 1 hingga 20 tahun dengan persentase 1-10 tahun sebesar 50% dan 11-20 tahun sebesar 50%. Sebanyak 67% pemilik usaha merintis sendiri usahanya sedangkan pemilik UMK yang menjalankan usaha turun temurun yaitu sebesar 33%. Seluruh UMK sektor makanan dan minuman pada klaster 2 memiliki izin usaha. Sumber modal UMK untuk mengembangkan usahanya berasal dari lembaga keuangan/bank. Sistem pemasaran pada klaster 2 dilakukan dengan menjual produk langsung ke pasar dan menggunakan sistem pemasaran lain. Sebanyak 67% UMK melakukan pemasaran dengan cara dijual di tempat produksi, dijual langsung ke konsumen dan dijual kepada pedagang. Selain karakteristik responden dan usaha, karakteristik tenaga kerja juga perlu untuk di analisis. Karakteristik tenaga kerja pada klaster 1 ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 1 Kategori
Keterangan
Jenis Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Bulanan
Hubungan Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Borongan Dikerjakan oleh Pemilik Keluarga Bukan Keluarga
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%) 5
21
11 8 11 13
46 33 46 54
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Tabel 22 menunjukkan bahwa jenis tenaga kerja pada klaster 1 terdiri atas tenaga kerja bulanan yaitu sebesar 21%, tenaga kerja borongan sebesar 46% dan sebanyak 33% responden melakukan proses produksi sendiri tanpa menggunakan tenaga kerja baik dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Usaha mikro dan kecil yang memperkerjakan tenaga kerja dengan hubungan keluarga sebesar 46%, sisanya merupakan tenaga kerja yang tidak memiliki hubungan keluarga. Selanjutnya, karakteristik tenaga kerja pada klaster 2 ditampilkan pada Tabel 23. Tabel 23 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 2 Kategori
Keterangan
Jenis Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Bulanan
1
Persentase (%) 17
Hubungan Tenaga Kerja
Tenaga Kerja Borongan Keluarga Bukan Keluarga
5 0 6
83 0 100
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Jumlah Responden (Orang)
45
Tabel 23 menunjukkan bahwa jenis tenaga kerja pada klaster 2 terdiri atas tenaga kerja bulanan sebesar 17% dan tenaga kerja borongan sebesar 83%. Seluruh UMK yang ada dalam klaster 2 menggunakan tenaga kerja di luar keluarga. Jumlah rata-rata tenaga kerja UMK di klaster 2 adalah 9 orang. Hal ini menunjukkan bahwa UMK pada klaster 2 harus dikembangkan dalam upaya meningkatkan jumlah lapangan kerja. 6.2.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor Pemilik usaha pada klaster 1 dan klaster 2 memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi
kemajuan
atau
kemunduran
usahanya.
Iwantono
(2006)
menyatakan bahwa faktor penentu kelangsungan usaha dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan dan faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan. Faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh perusahaan antara lain harga barang yang bersangkutan, kegiatan promosi, kualitas barang, desain, saluran distribusi, dan bonus. Sementara itu, faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol oleh perusahaan adalah faktor yang bersumber dari sifat konsumen, faktor-faktor yang bersumber dari tingkah laku pesaing dan faktorfaktor lain diluar kedua golongan tadi. Faktor-faktor yang bersumber dari sifat-sifat konsumen antara lain daya beli yang merupakan turunan dari tingkat pendapatan, selera atau preferensi, tingkat ekspektasi, umur, jenis kelamin, dan sebagainya. Faktor-faktor yang bersumber dari tingkah laku pesaing adalah penawaran barang substitusi dan komplementer. Faktor-faktor lain yang diluar dua golongan tersebut adalah peraturan pemerintah, kepercayaan masyarakat, jumlah penduduk, cuaca dan variabel lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK ditampilkan pada Tabel 24.
46
Tabel 24 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor Faktor-Faktor Pemasaran
Kurang Berkembang Pemasaran langsung dijual ke pasar.
Berkembang 1. Menjual produk ke konsumen (rumah makan dan rumah sakit). 2. Menjual produk melalui pedagang kecil.
Permodalan
1. Modal berasal dari modal sendiri. 2. Tidak pernah melakukan pinjaman ke lembaga keuangan.
Melakukan pinjaman kepada lembaga keuangan seperti bank.
Tenaga Kerja
Menggunakan keluarga.
1.
Jenis usaha
Usaha pengolahan tempe, tahu, pengolahan aci, pembuatan kue, es krim, bakpao, dan pembuat oncom.
tenaga
kerja
dari
Menggunakan tenaga kerja untuk mengoptimalkan proses produksi. 2. Mempekerjakan tenaga kerja dari luar keluarga. Usaha pembuatan tahu, siomay, bakpao, dan pengolahan aci.
Sumber: Data Primer, diolah (2013)
Berdasarkan hasil analisis metode k-means cluster pada Tabel 24, faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan klaster 2 dalam menjalankan usahanya adalah kualitas produk, kegiatan promosi, dan jumlah tenaga kerja. Sriyana (2010) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peningkatan skala usaha adalah pemasaran produk, kemampuan usaha dan investasi baru. Pemasaran merupakan ujung tombak bagi keberhasilan suatu usaha sehingga pemasaran berperan dalam menentukan keberhasilan suatu usaha yang dilakukan. Banyak usaha yang dilakukan terutama usaha kecil belum mengelola pemasarannya dengan baik sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang. Salah satu kelemahan usaha mikro dan kecil dalam pemasaran adalah kurang melakukan observasi dan identifikasi kebutuhan konsumen dan pesaing, kurang mempengaruhi dan memelihara kepercayaan pembeli, tidak dapat menentukan harga yang tepat, serta kurang memahami kondisi fisik dan psikologis pembeli (Sari 2013). Tenaga kerja merupakan komponen penting dalam proses produksi. Pada umumnya sistem manajerial tenaga kerja dalam UMK tidak berjalan secara efektif karena tenaga kerja merupakan tetangga atau anggota keluarga sendiri (Kurniawan 2008). Penggunaan tenaga kerja yang efisien dapat meningkatkan produktivitas UMK sektor makanan dan minuman. Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang
47
yang dihasilkan oleh satu perusahaan, maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh usaha tersebut juga semakin tinggi dengan asumsi tingkat upah tetap (Bellante dan Jackson dalam Prihartanti 2007). Permasalahan dari sisi pembiayaan masih banyak ditemukan pada UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Pemerintah memiliki banyak keterbatasan terutama dalam sisi penyediaan modal untuk UMK. Disisi lain, lembaga keuangan seperti bank sebagai salah satu alternatif pembiayaan saat ini masih rendah keberpihakannya kepada sektor usaha mikro sehingga permasalahan permodalan menjadi satu permasalahan yang belum terpecahkan (Setiawan 2009). Modal merupakan salah satu faktor produksi perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, ketersediaan modal dalam satu usaha adalah hal yang sangat penting. Usaha mikro dan kecil yang berada di klaster 2 memanfaatkan pinjaman dari bank untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Sebagian besar usaha dalam klaster 1 tidak pernah melakukan pinjaman ke bank dengan beberapa alasan, antara lain 1) tidak memiliki jaminan, 2) takut terhadap bunga yang tinggi, dan 3) tidak memiliki informasi terhadap jasa pinjaman yang disalurkan oleh bank. Beberapa UMK di klaster 1 melakukan pinjaman kepada bank harian (rentenir) dengan bunga yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena keterbatasan informasi yang diperoleh oleh pihak UMK dan kondisi manajerial UMK yang belum bankable. Klaster 2 terdiri atas beberapa UMK yang dikategorikan berhasil dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan karakteristik usaha yang ada di klaster 2, dapat disimpulkan bahwa metode pemasaran yang tepat, modal yang besar, dan penggunaan tenaga kerja yang efektif merupakan faktor-faktor yang mendorong keberhasilan suatu usaha. Pemasaran untuk produk makanan setengah jadi seperti tahu, tempe dan tepung aci sebaiknya dipasarkan langsung pada pengusaha makanan jadi, seperti restoran atau warung makan sedangkan produk makanan yang siap dikonsumsi seperti bakpao atau siomay sebaiknya dipasarkan di pusat perbelanjaan, perkantoran, sekolah atau tempat strategis lainnya. Klaster 1 terdiri atas beberapa UMK yang dikategorikan kurang berkembang. Beberapa kendala yang dihadapi klaster 1 adalah 1) keterbatasan modal, 2) kurangnya kegiatan pemasaran, 3) sulit mendapatkan bahan baku,dan 4) kurangnya
48
tenaga kerja. Permasalahan tersebut dapat dijadikan masukan oleh pemerintah Kota Bogor dalam membuat kebijakan untuk mengembangkan UMK. Keterbatasan modal sebagai sumber pembiayaan maupun pengembangaan dapat dikurangi melalui kredit dari lembaga keuangan.
49
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perkembaangan UMK di Kota Bogor menunjukan trend yang positif. Usaha mikro merupakan usaha yang memiliki pertumbuhan paling tinggi. Perkembangan jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja, dan nilai investasi cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2012. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan UMK di klaster 2 berkembang adalah metode pemasaran yang tepat, ketersediaan modal untuk meningkatkan skala usaha dan penggunaan tenaga kerja yang efektif. Faktor-faktor yang menghambat kinerja pada klaster 1 adalah 1) keterbatasan modal, 2) kurangnya kegiatan pemasaran, 3) sulit memperoleh bahan baku, dan 4) kurangnya tenaga kerja. 7.2 Saran 1. Kebijakan pemberian bantuan berupa informasi akan modal dan pelatihan untuk menambah wawasan pengusaha usaha mikro hendaknya lebih ditingkatkan. 2. Pemerintah hendaknya menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UMK secara sistemik, mandiri, dan berkelanjutan. 3. Pemerintah mempermudah perizinan untuk UMK dan mempermudah akses pada bahan baku, teknologi, dan informasi serta menyediakan bantuan teknis (pelatihan dan penelitian) dan pendampingan dalam manajemen sumberdaya manusia, keuangan, dan pemasaran.
50
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Penduduk Indonesia 2010. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. . 2013. PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. .2013. Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2013. Kota Bogor dalam Angka 20072012. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kota Bogor. . 2013. Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Tahun 2007-2012. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Destria A. 2004. Analisis Peranan Usaha Kecil dan Menengah Sektor Industri Makanan dan Minuman Terhadap Perekonomian Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dewi AC. 2011. Penggerombolan dan Identifikasi Trend Kabupaten di Indonesia Berdasarkan Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2002-2009 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fadhilah N. 2013. Analisis Kondisi yang Mempengaruhi Pembentukan Klaster UMKM Pengolahan Pala di Desa Dramaga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harianja H. 2008. Visualisasi K-means Clustering pada Data Potensi Pertanian Desa di Bogor Menggunakan Map Server [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Heatubun AB. 2008. Potensi Jumlah Usaha Kecil dan Menengah dalam Peranannya Menstimulasi Perekonomian. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 4(1): 3445. Ismawan I. 2001. Sukses di Era Ekonomi Liberal Bagi Koperasi dan Perusahaan Kecil-Menengah. Jakarta (ID): Grasindo. Iwantono S. 2006. Kiat Sukses Berwirausaha. Jakarta (ID): Grasindo. Januar A. 2009. Keterkaitan antara Iklim Investasi Berdasarkan Persepsi Pelaku Usaha dan Realisasi Investasi: Kasus Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
51
[KOMENKOP dan UKM] Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2011. Perkembangan Data Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2009-2010. Jakarta (ID): Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. . 2012. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2011. Jakarta (ID): Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Kristiana J. 2010. Analisis Kinerja Keuangan Usaha Kecil dan Mengengah (UKM) Tanaman Buah-Buahan dan Dampak Kredit Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kuncoro M. 2010. Ekonomika Pembangunan. Jakarta (ID): Erlangga. Kurniawan A. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil (Studi Kasus Industri Sepatu di Desa Sukaluyu Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lindrayanti. 2003. Sikap Kewirausahaan dalam Hubungannya dengan Keberhasilan Usaha Pedagang Buah di Pasar Guntur Garut [Skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Pengubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor (ID): Departemen Statistika FMIPA IPB. Partomo TS, Soejoedono AR. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Jakarta (ID): Ghalia. Prasetyo B, Jannah LM. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Rajagrafindo Persada. Prihartanti ED. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahayu S. 2005. SPSS Versi 12.00 dalam Riset Pemasaran. Bandung (ID): Alfabeta. Rahim A, Hastuti DRD. 2008. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Riduwan, Akdon. 2010. Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung (ID): Alfabeta
52
Rusdarti. 2010. Potensi Ekonomi Daerah dalam Pengembangan UKM Unggulan di Kabupaten Semarang. JEJAK. 3(2): 143-155. Santoso S. 2010. Statistik Multivariat. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Saragih B. 2010. Suara Agribisnis: Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. Jakarta (ID): Permata Wacana Lestari. Sari L. 2013. Karakteristik Usaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Ekonomi. 19 (01). 1-11. Sartono B, Effendi FM, Utami SD, Sumertajaya IM, Anggraeni, Yeni. 2003. Modul Teori Analisis Peubah Ganda. Bogor (ID): Departemen Statistik FMIPA IPB. Setiawan W. 2009. Analisis Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Usaha Debitur Mikro PT Bank Jabar Banten, Cabang Cianjur [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sinaga A. 2013. Analisis Tenaga Kerja Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Tenaga Kerja di Kota Medan. QE Jurnal. 02 (01). 19-25. Sriyana J. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Studi Kasus di Kabupaten Bantul [Tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Indonesia. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung (ID): Alfabeta. . 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Supranto. 2004. Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta (ID): Rineka Cipta Tambunan TTH. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. . 2009. UMK di Indonesia. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Tambunan M, Backe D. 2010. Rekonstruksi Strategi Industrialisasi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Tejasari M. 2008. Peranan Sektor Usaha Kecil Menengah dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ujiani DP. 2006. Analisis Peranan Jasa Pariwisata dan Sektor Pendukungnya dalam Perekonomian Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta (Analisis Input-Output) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
53
Umar H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Wie TK, Thoha M, Firmansyah, Zarida, Sarana J. 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Terjemahan dari: Introduction to Statistics. Ed ke-3. Zulganef. 2006. Pemodelan Persamaan Struktur dan Aplikasinya Menggunakan AMOS 5. Bandung (ID): Pustaka.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN Nomor Responden
:
Tanggal Wawancara
:
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kinerja UMK Sektor Industri Makanan dan Minuman di Kota Bogor
A. LATAR BELAKANG Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sektor industri makanan dan minuman di Kota Bogor merupakan sektor yang memiliki potensi untuk meningkatkan nilai tambah. Sangatlah tepat jika UMK sektor industri makanan dan minuman ini menjadi sektor unggulan untuk meningkatkan perekonomian Kota Bogor. Oleh karena itu pengembangan UMK sektor makanan dan minuman sangat diperlukan. Untuk itu dilakukan penelitian ini guna mengetahui karakteristik dominan dan informasi lainnya yang mempengaruhi kinerja UMK. Informasi mengenai profil UMK dari Bapak/Ibu sebagai pelaku usaha sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan penelitian yang saya lakukan dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-means Cluster”. Penilitian ini merupakan bagian dari penyusunan tugas akhir Skripsi sebagai Mahasiswa Program Sarjana Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertaanian Bogor. Informasi yang diterima dalam kuisioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.
56
B. DATA RESPONDEN 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
: [1] Laki-laki
[2] Perempuan
3. Umur
: ………. Tahun
4. Pendidikan Terakhir
: [1] Tidak Sekolah [2] SD Tidak Tamat, kelas ….. [3] SD Tamat [4] SMP/Sederajat Tidak Tamat, kelas ….. [5] SMP/Sederajat Tamat [6] SLTA/sederajat, Tidak Tamat, kelas …... [7] SLTA Tamat [8] Diploma [9] Sarjana [10] Pascasarjana (S2/S3)
5. Alamat Rumah
: .......………………………………………...............
C. INFORMASI USAHA 6.
Nama Usaha
: .....................................................................
7.
Nama Pemilik Usaha
: ....................................................................
8.
Jenis Usaha
: ....................................................................
9.
Tahun Berdirinya Usaha : ..............................
10. Status Usaha
: a. Merintis sendiri
b. Turun Temurun
c. Lainnya (sebutkan) .................................. D. Profil Usaha 11. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana perkembangan industri makanan/minuman dalam tiga tahun terakhir ? ...................................... 12. Bagaimana prospek usaha yang Bapak/Ibu jalankan anda dalam 1-3 tahun kedepan: a. Menguntungkan
b. Rugi
c. Lain-lain (sebutkan).......................
13. Lokasi Usaha: (jawaban boleh lebih dari satu) a. Toko sendiri b. Pasar tradisional (sebutkan).............................. 14. Mengapa anda memilih tempat tersebut:
c.Outlet
d.Lainnya
57
a. Pemasaran mudah
c. Dekat dengan proses dan faktor produksi
b. Terjangkau konsumen
d. Lainnya, (sebutkan)..................................
15. Usaha produksi makanan/minuman ini merupakan: a. Pekerjaan utama
b. Pekerjaan sampingan
16. Apakah usaha makanan/minuman anda telah memiliki surat izin pendirian usaha dan berbagai aspek legalitas yang lainnya: a. Ya
b. Tidak
17. Apa kelebihan produk anda dibanding dengan produk makanan/minuman lain? a. Kemasan
b. Harga
c. Lainnya (sebutkan)............................
18. Apakah pemerintah daerah memberikan bantuan dalam pengembangan sektor UMK
yang
anda
miliki?
Jika
Ya
dalam
bentuk
apa
saja,
sebutkan.............................................. 19. Kebijakan atau peraturan apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam mendukung
pengembangan
industri
UMK
yang
anda
miliki,
jelaskan ............................................... 20. Pada bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi tabel tentang bagaimana kondisi perusahaan anda berdasarkan faktor-faktor strategis berikut. Cara pengisian: Kolom 1 : Faktor-faktor strategis dalam perusahaan Anda. Kolom 2 : Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi dukungan/kekuatan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dari perusahaan Anda. Kolom 3 : Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi hambatan/kelemahan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dari perusahaan Anda. Kolom 4 : Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi strategi apa saja untuk mengatasi hambatan atau meningkatkan dukungan dari faktor-faktor strategis (kolom 2 dan kolom 3) dari perusahaan Anda.
58
Kondisi Perusahaan
Faktor Input Faktor Daya Saing
(1) Modal Tenaga Kerja Input Akses Pasar Pemasaran Regulasi/Pemerintah
Strategi Mengatasi Hambatan/Meningkatkan Dukungan (4)
Dukungan Hambatan (2)
(3)
21. Pada bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi tabel penilaian bagaimana faktor-faktor strategis dibawah ini berpengaruh terhadap kondisi/peforma perusahaan hingga saat ini. Bapak/Ibu dapat mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian responden: Angka 1 = Sangat Tidak Baik
Angka 3 = Baik
Angka 2 = Tidak Baik
Angka 4 = Sangat Baik
Tabel 1. Faktor Strategis Menurut Kondisi/ Performa Perusahaan Saat Ini Keterangan : Angka 1 = Sangat Tidak Baik
Angka 3 = Baik
Angka 2 = Tidak Baik
Angka 4 = Sangat Baik
No. 1.
2.
3. 4.
5.
6.
Faktor Strategis Akses Permodalan (sumber perolehan modal : bantuan dari pemerintah daerah dalaam modal, akses modal pada lembaga keuangan bank/non bank) Pasar tenaga kerja dan upah (meliputi: ketersediaan tenaga kerja, kualitas pendidikan dan keahlian tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, dan spesialisasi produksi) Akses pasar (meliputi: informasi mengenai pasar produk makanan dan minuman) Suplai input (meliputi: kestabilan harga input, stok barang memadai/tidak, darimana saja stok input, dan penggunaan teknologi) Regulasi (meliputi: promosi produk anda oleh pemerintah, pembinaan, perizinan usaha, pemerintah memberikan modal dan membentuk sentra usaha, serta regulasi terhadap faktorfaktor strategi yang lain) Persaingan pasar (meliputi: penguasaan pasar, kondisi keuangan, segmentasi pasar, dan inovasi produk)
1
Tingkat Penilaian 2 3
4
59
22. Pada bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi tabel penilaian bagaimana faktor-faktor strategis dibawah ini berperan penting terhadap pengembangan industri makanan/minuman yang Anda miliki. Bapak/Ibu dapat mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1= Sangat tidak penting
Angka 3= Penting
Angka 2= Tidak penting
Angka 4= Sangat penting
Tabel 2. Faktor strategis menurut Skala Kepentingan terhadap industri makanan/minuman yang anda miliki Keterangan : Angka 1 = Sangat Tidak Baik Angka 2 = Tidak Baik Angka 3 = Baik Angka 4 = Sangat Baik No.
Faktor Strategis 1
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Penilaian 2 3
Akses Permodalan Pasar Tenaga Kerja dan Upah Akses Pasar Suplai Input Regulasi Persaingan Pasar
E. PERMODALAN 23. Darimana perolehan modal usaha: (jawaban boleh lebih dari satu) a. Sendiri
b. Keluarga
c. Lembaga keuangan/Bank
24. Berapa modal yang dibutuhkan dalam usaha ini: a.
c.>500juta
(sebutkan)......................... 25. Berapa nilai asset yang dimiliki saat ini: a. < Rp250juta
b. Rp 250juta-750juta
(sebutkan).........................
c.>Rp750juta
4
60
No.
Nama Asset
Jumlah dan Satuan
Harga Satuan (Rp)
1. 2. 3. 4. 5. Total Nilai Asset
F. KETENAGAKERJAAN 26. Berapa jumlah tenaga kerja dalam industri Anda? Tenaga kerja tetap
:....................................... orang
Tenaga kerja harian
:....................................... orang
27. Tenaga kerja yang digunakan? Dari keluarga
: ...................................... orang
Dari non keluarga
: ...................................... orang
28. Dalam satu minggu, hari kerja dan hari libur tenaga kerja: Hari kerja
:.......................................... hari
Hari libur
:.......................................... hari
29. Biaya perhari kerja untuk : a. Gaji tenaga kerja
: Rp ....................................
b. Makan tenaga kerja
: Rp ....................................
c. Lembur tenaga kerja
: Rp ....................................
d. Biaya lainnya untuk tenaga kerja : Rp ........................ 30. Bagaimana sistem perekrutan tenaga kerja di industri makanan/minuman Anda?...................................................................................................... 31. Adakah bonus/premi untuk karyawan?................................................. 32. Tingkat pendidikan terakhir tenaga kerja: a. Tidak sekolah b. SD 33. Berapa
produk
c. SLTP yang
d. SLTA
dihasilkan
e. S1 setiap
tenaga
kerja/hari:................................................... 34. Apakah ada pelatihan-pelatihan kepada setiap pekerja: a. Ya
b. Tidak
Jika ada dalam bentuk apa pelatihan-pelatihan tersebut:.................................. 35. Adakah perlindungan terhadap para pekerja:
61
a. Ya
b. Tidak
Jika Ya, dalam bentuk apa: a. Organisasi pekerja
b. Koperasi
c.Lainnya,
sebutkan ......................... G. PEROLEHAN INPUT 36. Sebutkan bahan-bahan baku dalam usaha makanan/minuman yang Anda miliki: Bahan Baku
Jumlah yang Dibutuhkan
Harga
Utama
Penunjang
37. Darimana saja bahan baku diperoleh: a. Dalam kota
b. Luar kota
c. Luar provinsi
38. Berapa rataan pengeluaran bahan baku setiap hari/bulan/tahun?.............. 39. Darimana
informasi
tentang
harga
bahan
baku
diperoleh? ............................................... 40. Bagaimana harga yang ditawarkan pemasok bahan baku? a. Mahal
b. Murah
H. PRODUKSI 41. Berapa kapasitas produksi yang dihasilkan? 42. Berapa nilai produksi tertinggi? 43. Berapa nilai produksi terendah? 44. Bagaimana sistem produksi dijalankan: a. Berdasarkan persediaan barang 45. Apa
saja
peralatan
yang
b. Berdasarkan pesanan digunakan
dalam
proses
pembuatan
makanan/minuman dalam industri Anda?................................................
I.
PEMASARAN OUTPUT
46. Apa saja jenis produk yang dihasilkan oleh industri Anda? Berapa harga jual tiap produk yang dihasilkan oleh usaha Anda?
62
a. Produk 1: .................................
harga: Rp ..............................
b. Produk 2: .................................
harga: Rp ..............................
c. Produk 3: .................................
harga: Rp ..............................
47. Bagaimana cara pemasaran yang dijalankan oleh UMK Anda: a. Jual langsung (di tempat produksi) c. Konsinyiasi (jual titip)
b. Outlet khusus
c Lainnya, sebutkan...........................
48. (i). Berapa harga jual produk dari UMK Anda: (ii). Apakah harga jual tersebut sama untuk semua jenis konsumen: a.Ya
b. Tidak
(iii). Jika tidak berapa kisarannya?........................................................... 49. Bagaimana fluktuasi harga output?.......................................................... Berapa harga tertinggi dan kapan itu terjadi?........................................... Berapa harga terendah dan kapan itu terjadi?.......................................... 50. Siapa yang menentukan harga output? Bagaimana caranya?................. 51. Berapa nilai omset penjualan perhari/perbulan/pertahun? ....................... 52. Berapa jumlah pesaing dalam usaha ini, yang Anda ketahui?...................
Atas Kerjasama Bapak/Ibu dalam mengisi kuisioner penelitian ini, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
63
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Faktor 1. Uji Validitas KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square
.718 140.715
Df
3
Sig.
.000
Uji Reabilitas
2.
Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .737
3
Item Statistics Mean Std. Deviation TK Penjualan Biaya
TK Penjualan Biaya
Mean 9.3591E7
N
4.4667 5.1553E7 4.2038E7
3.11540 4.57694E7 3.70960E7
Scale Mean if Item Deleted
Item-Total Statistics Corrected ItemScale Variance if Total Item Deleted Correlation
9.3591E7 4.2038E7 5.1553E7
6.827E15 1.376E15 2.095E15
Scale Statistics Variance Std. Deviation 6.827E15
30 30 30
8.26250E7
.868 .988 .988
N of Items 3
Cronbach's Alpha if Item Deleted .983 2.925E-7 2.345E-7
64
Lampiran 3 Standarisasi Data Descriptive Statistics Minimum Maximum
N TK Penjualan Biaya Valid N (listwise)
30 30 30 30
1.00 3.40E6 1.70E6
11.00 1.73E8 1.34E8
Mean 4.4667 5.1553E7 4.2038E7
Std. Deviation 3.11540 4.57694E7 3.70960E7
65
Lampiran 4 Nilai Rata-Rata Variabel 𝑋 = 𝜇 + 𝑧. 𝜎 Keterangan: X= Rata-rata sampel (rata-rata variabel dalam klaster tertentu) µ = Rata-rata populasi σ = Standar deviasi z = Nilai standarisasi yang didapat dari spss a. Rata-rata jumlah tenaga kerja 𝑋 = 𝜇 + 𝑧. 𝜎 X= Rata-rata sampel (klaster 1= 3.33 dan klaster 2= 9) µ= Rata-rata populasi = 4.47 σ= 3.11 z= Klaster 1= -0.36378 dan klaster 2= 1.45513 Rata-rata jumlah tenaga kerja klaster 1 = 4.47+(-0.36378x3.11) = 3.34 Rata-rata jumlah tenaga kerja klaster 2= 4.47+(1.45513x3.11) = 9
b. Rata-rata hasil penjualan setiap bulan 𝑋 = 𝜇 + 𝑧. 𝜎 X= Rata-rata sampel µ= Rata-rata populasi = 51 552 600 σ= 45 769 400 z= Klaster 1= -0.4006 dan klaster 2= 1 6024 Rata-rata hasil penjualan klaster 1= 51 552 600+(-0.4006x45 769 400) = 33 217 378 Rata-rata hasil penjualan klaster 2= 51 552 600+(1.6024x45 769 400) = 124 893 486
c. Rata-rata biaya setiap bulan 𝑋 = 𝜇 + 𝑧. 𝜎 X= Rata-rata sampel µ = Rata-rata populasi = 42 038 056 σ = 37 096 000 z = Klaster 1= -0.3985 dan klaster 2= 1.5942 Rata-rata biaya klaster 1 = 42 038 056+(-0.3985x37 096 000)= 27 255 300 Rata-rata biaya klaster 2 = 42 038 056+(1.5942x37 096 000)= 101 176 499
66
Lampiran 5 Hasil Analisis K-means Cluster Initial Cluster Centers Cluster 1 Zscore(TK) Zscore(Penjualan) Zscore(Biaya)
-1.11275 -1.05207 -1.08740
2 2.09711 2.18372 2.47767 Iteration History Change in Cluster Centers
Iteration 1 2
1 1.208 0.000
2 1.237 0.00
Convergence achieved dua to no or small change in cluster centers. The maksimum absolute coordinate change for any center is 0.000. The current iteration is 2. The minimum distance between initial centers is 5.785.
Case Number 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Cluster Membership Nama Cluster Sulaiman Cuci Mumu Mulyana Nim Nanang A’an Dadi Juju Otih Suratman Aris Khaspi Uci Sawah Ratna Jubaeedah Nining Maman Abunawar Agus Jali Haji Nana Amin I’in Yulianti Zuki Bambang Junaya Sutisna Lilis Elah
1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1
Distance 1.199 0.218 1.215 1.267 1.779 0.549 1.237 0.343 0.865 0.937 0.832 0.874 1.044 1.148 1.208 1.208 1.172 0.970 0.680 1.237 1.201 0.534 0.878 0.934 0.937 1.391 1.444 0.813 0.626 1.040
67
Final Cluster Centers Cluster 1 Zscore(TK) Zscore(Penjualan) Zscore(Biaya)
2
-.36378 -.40060 -.39854
1.45513 1.60240 1.59418
Distances between Final Cluster Centers Cluster 1 2 1 2
3.360 3.360 ANOVA Cluster Mean Square
Zscore(TK) Zscore(Penjualan) Zscore(Biaya)
15.881 19.258 19.061
Number of Cases in each Cluster Cluster Valid Missing
1
24.000
2
6.000 30.000 .000
Error df
Mean Square 1 1 1
.469 .348 .355
Df
F 28 28 28
33.893 55.347 53.695
Sig. .000 .000 .000
68
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian UMK Kerupuk
UMK Tempe Pak Zuki
UMK Bakpao Bu Ratna
UMK Oncom Pak Sulaiman
UMK Tempe
UMK Tahu
UMK Kue basah
UMK Roti
69
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 6 Mei 1991. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Totok Sutriyono dan Soimah. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Sukonatar 2 dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Srono, lulus pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Genteng dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di dalam kampus. Penulis pernah menjadi anggota Himpunan Profesi Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) tahun 2011 hingga tahun 2012. Selain itu penulis juga tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Banyuwangi dan aktif di kepanitiaan kegiatan mahasiswa dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu penulis.