1
ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME PADA UNIT PERAKITAN PT. ASTRA DAIHATSU MOTOR
Oleh M BAMBANG RIYANTO H24061872
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
i
RINGKASAN M. Bambang Riyanto. H24061872. Analisis Efektivitas Penerapan Sistem Produksi Just In Time Pada Unit Perakitan PT Astra Daihatsu Motor. Dibawah bimbingan Pramono D Fewidarto. Perkembangan industri otomotif di Indonesia terus tumbuh sejalan dengan berkembangnya teknologi dan sistem produksi yang mendukung industri ini. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor yang terus bertambah dari tahun ke tahun merupakan salah satu pemicu percepatan tumbuhnya industri otomotif di Indonesia. Pemintaan yang fluktuatif, penciptaan produk terbaik dan berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk perusahaan. Aplikasi sistem produksi yang fleksibel menjadi sebuah kebutuhan yang penting bagi perusahaan untuk menghadapi tantangan seperti ini. Sistem produksi Tepat-Waktu merupakan sistem produksi yang didesain untuk memperoleh kualitas, biaya dan batas waktu penyerahan sebaik mungkin. sistem produksi ini mengedepankan suatu penghematan dalam segala hal untuk memperkecil pemborosan (waste). Penelitian ini terdiri dari tiga tujuan: 1) Mempelajari implementasi dari sistem produksi Just In Time pada proses produksi kendaraan bermotor pada PT. Astra Daihatsu Motor, 2) Mengidentifikasi efektivitas penerapan sistem produksi Just In Time yang diterapkan oleh PT Astra Daihatsu Motor, 3) Mengevaluasi kinerja sistem produksi Just In Time serta pendugaan biaya pengiriman. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperloleh dari wawancara terstruktur kepada bagian Technical Training di perusahaan dan salah satu supplier secara mendalam dan terstruktur. Data sekunder diperoleh melalui laporan perusahaan dan supplier pada Bagian Production Planning Control (PPC) dan Logistic Department seperti laporan bulanan perusahaan, peramalan permintaan harian, perencanaan penjualan, jurnal, serta literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Efektivitas dari penerapan sistem produksi Just In Time yang diaplikasikan oleh PT Astra Daihatsu Motor dapat dikatakan sudah cukup baik. Secara umum keberhasilan atau efektivitas penerapan sistem dapat dilihat dari pelaksanaan tiga prinsip utama, yaitu: proses yang mengalir, penetapan pacu kerja, serta penggunaan sistem tarik. Secara lebih khusus, efektivitas penerapan sistem ini tidak hanya dilihat dari seberapa sukses sistem itu dilaksanakan. Efektivitas disini lebih mengacu pada pencapaian efisiensi sistem yang dilihat dari beberapa faktor penting seperti orientasi biaya, output produksi, sistem pengiriman, periode siklus, persediaan, penggunaan material, perencanaan produksi, serta penjadwalan produksi.
i
ii
ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME PADA UNIT PERAKITAN PT ASTRA DAIHATSU MOTOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh Muhamad Bambang Riyanto H24061872
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ii
iii
Judul
: Analisis Efektivitas Penerapan Sistem Produksi Just In Time Pada Unit Perakitan PT Astra Daihatsu Motor
Nama
: Muhamad Bambang Riyanto
NRP
: H24061872
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Pramono D. Fewidarto, MS NIP 19580202 198403 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus:
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1988. Penulis merupakan “adik” dari seorang kakak yang bernama Desi Lutvia Sagita, anak kedua sekaligus terakhir dari pasangan Riyanto dan Yuli Astining Sri Purwati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Pertiwi I Kota Bengkulu pada tahun 1994, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 23 Kota Bengkulu. Pada tahun 2000, Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Kota Bengkulu. Pada tahun 2003, Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Kota Bengkulu dan masuk dalam program studi IPA. Tahun 2006, Penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Berbekal pendidikan selama satu tahun di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor, Penulis akhirnya diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif diberbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan seperti BEM KM IPB pada tahun 2006 – 2008 dengan menjabat sebagai staf Mentri Kebijakan Daerah. Bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Century pada tahun 2006 – 2010 dimulai sebagai staf Divisi Produksi, berlanjut menjadi ketua Divisi Produksi hingga menjabat sebagai Dewan Komisaris Century. Aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Bengkulu pada tahun 2006 – 2010 sebagai staf Divisi Humas hingga diamanahi sebagai ketua Divisi Humas. Selanjutnya penulis juga aktif di Himpunan Profesi Manajemen sebagai staf Direktorat Produksi Operasi dan Bisnis pada periode 2007 - 2008, dan sebagai Dewan Komisaris pada periode 2008 – 2009. Kegiatan kepanitiaan kampus juga pernah penulis geluti dengan menerima berbagai amanah serta posisi strategis.
iv
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji senantiasa dipanjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Perkembangan industri otomotif di Indonesia terus tumbuh sejalan dengan berkembangnya teknologi dan sistem produksi yang mendukung industri tersebut. Skripsi ini berjudul Analisis Efektivitas Penerapan Sistem Produksi Just In Time PadaUnit Perakitan PT Astra Daihatsu Motor. Dalam skripsi ini dibahas penerapan sistem produksi yang fleksibel dan tangguh yang menjadi kebutuhan penting bagi perusahaan. Nobody is perfect serta tiada gading yang tak retak. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat diperlukan untuk menuju penyusunan skripsi yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT Amin.
Bogor, Februari 2011
Penulis
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimam kasih yang sebesar–besarnya kepada: 1.
Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. WH. Limbong, MS. Serta Bapak Dr. Ir. Abdul Khohar Irwanto, MSc. yang telah memberikan kesediaannya untuk meluangkan waktu menjadi dosen penguji.
3.
Bapak Kurniawan dan Fasihendra di PT Astra Daihatsu Motor serta Bapak Deni Setiawan dan Hartono di PT Sumi Rubber Indonesia yang telah memberikan informasi dan pengetahuannya dalam skripsi ini.
4.
Seluruh dosen, staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen FEM IPB.
5.
Ibunda, Ayahanda, dan Kakakku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, semangat, inspirasi, serta do’a tulus yang tidak pernah putus.
6.
Rekan–rekan di Departemen Manajemen Angkatan 43 (One Heart Forever) yang selalu bersama–sama mengukir kenangan indah yang tak terlupakan.
7.
Teman–teman seperjuangan di kosan ternyaman: Sinat, Choqy, Rafki, Prabas, Sesa, Toge, Jaji, Kahar, dan Kang Ray yang telah memberikan inspirasi, motivasi, semangat, kegembiraan, keceriaan serta berbagai bantuan lainnya, sehingga penulis tetap memiliki semangat yang tinggi untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8.
Zahrannisa
Linandar,
adik
sekaligus
teman
tersayang
yang selalu
memberikan semangat dan warna dalam hidup, sehingga memberikan kesan serta semangat tersendiri bagi penulis. 9.
Teman–teman satu daerah, anak Bengkulu, yang selalu saling mengingatkan dan memberikan semangat untuk selalu berprestasi dan menggapai cita walaupun berada di rantau. Terima kasih untuk keakraban dan suasana yang membuat nyaman layaknya berada di kampung halaman. vi
vii
10. Rekan–rekan satu bimbingan: Ilham, Holil, Nurul, Gilang, Ega, dan Isti untuk kekompakan, kerjasama, inspirasi, semangat, dan motivasi yang kita bangun bersama selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.
Bogor, Februari 2011
Penulis
vii
viii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….. iv KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………... vi DAFTAR ISI ………………………………………………………………… viii DAFTAR TABEL ………………………………………………………….… x DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….… xi DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xii I.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang ……………………………………………………... Rumusan Masalah ………………………………………………….. Tujuan Penelitian …………………………………………………… Manfaat Penelitian …………………………………………………. Ruang Lingkup ……………………………………………………..
1 5 5 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11.
Pengertian Efektivitas ……………………………………………… Proses Produksi …………………………………………………….. Sistem Just In Time ………………………………………………… Konsep Dasar Just In Time ………………………………………… Prinsip–Prinsip Just In Time ……………………………………….. Tujuan Just In Time ………………………………………………... Faktor Pendukung Just In Time ……………………………………. Sistem Kanban ……………………………………………………... Model Matematika …………………………………………………. Statistika Deskriptif ………………………………………………... Penelitian Terdahulu ………………………………………………..
7 7 8 9 11 11 13 15 16 17 18
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
Kerangka Pemikiran ………………………………………………... 20 Diagram Alur Penelitian …………………………………………… 21 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………. 24 Metode Pengumpulan Data ………………………………………… 24 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………… 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Perusahaan ……………………………………….. 26 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ………………..…… 26 4.1.2 Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Perusahaan …..…………...... 28 4.1.3 Lokasi dan Tata Letak Pabrik ………………………..….…… 29
viii
ix
Ketenagakerjaan …………...………..………………….…… Proses Produksi …..…………………………………………. Jenis Produk ……..………………………………………….. Distribusi Finished Products ……..………………………….
29 30 35 36
4.2. Sistem Produksi PT Astra Daihatsu Motor ……….………………... 4.2.1 Just In Time ……………………………………………..…... 4.2.2 Jidouka …..………………………………………………….. 4.2.3 Heijunka ……..………………………………………………
37 38 38 39
4.1.4 4.1.5 4.1.6 4.1.7
4.3. Penerapan Sistem Just In Time di PT Astra Daihatsu Motor ….…… 40 4.3.1 Proses Mengalir (One Piece Flow) …..……………………… 41 4.3.2 Pacu Kerja (Takt Time) ………..……………………...……. 42 4.3.3 Sistem Tarik (Pull System) …..……………………...……… 44 4.3.4 Standar Kerja ……..………………………………………… 44 4.3.5 Sistem Kanban …………………..………………………….. 46 4.4. Efektivitas Penerapan Sistem Just In Time di PT Astra Daihatsu Motor ………………………………………………………………. 49 4.4.1 Orientasi Biaya …………………………..……...………….. 50 4.4.2 Output Produksi ………..…………………………………… 52 4.4.3 Sistem Pengiriman Tepat Waktu …………..………………... 54 4.4.4 Periode Pemberitahuan Siklus Material Produksi ………..…. 58 4.4.5 Standar Persediaan ……..…………………………………… 60 4.4.6 Rata-rata Penggunaan Komponen Ban ………….………….. 61 4.4.7 Perencanaan Produksi ……….………………………….…… 62 4.4.8 Penjadwalan Produksi ……..………………………………... 64 4.5. Pemodelan Biaya Pasokan …………………………………………. 68 4.6. Peran Serta Vendor ………………………………………………… 73 4.6.1 Kinerja Kualitas ……..……………………………………… 73 4.6.2 Responsibilitas …..………………………………………….. 74 4.7. Implikasi Manajerial ……………………………………………….. 76 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………. 79 5.2. Saran ……………………………………………………………….. 80 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 81 LAMPIRAN …………………………………………………………………. 86
ix
x
DAFTAR TABEL
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Ringkasan manfaat strategi produksi Just In Time ………………………. 4 Total produksi dan pangsa pasar domestik Daihatsu …………………….. 36 Volume produksi PT Astra Daihatsu Motor ……….…………………….. 53 Perkiraan jumlah kebutuhan ban dan rencana produksi PT Astra Daihatsu Motor …………………………………………………...……… 59 Unit produk harian PT Astra Daihatsu Motor …........................................ 65 Rekapitulasi analisis indikator efektivitas penerapan Just In Time ………. 78
x
xi
DAFTAR GAMBAR No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Halaman Indonesia Automotive Market and Forecast 1997–2015 …….………….. 1 Kanban produksi ……………………………………………………...…. 16 Skema model matematika ………………………………………………... 17 Kerangka pemikiran penelitian ……………………………....…………… 21 Tahapan proses penelitian ………………………………………………… 23 Body stamping process ………………………………………………….... 31 Allumunium casting process ……………………………………………… 31 Engine assembly process ………………………………………………… 32 Welding process ………………………………………………………….. 33 Tosso atau painting process ……………………………………………… 33 Final inspection process …………………………………………………. 34 Toyota production system house …………………………………………. 38 Kanban internal ………………………………………………………….. 47 Kanban eksternal ………………………………………………………… 47 Orientasi biaya …………………………………………………………… 51 Grafik Output produksi …………………………….…………………….. 53 Sistem pengiriman ………………………………………………………... 55 Grafik kemajuan milk run delivery system ……………………………….. 57 Skema penentuan proporsi pasokan komponen ban ……………………... 62 Alur perencanaan produksi PT Astra Daihatsu Motor ……..…………….. 63
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Halaman Layout PT Astra Daihatsu Motor ……………………………………….… 84 Struktur organisasi PT Astra Daihatsu Motor …………………………..… 85 Diagram proses pembuatan mobil ………………………………………... 86 Volume produksi dan pangsa pasar kendaraan bermotor ………………… 87 Sales projection plan PT Sumi Rubber ……………………………….….. 89 Delivery note PT Sumi Rubber (30 September 2010) …………………..... 90 Contoh delivery order dan delivery note …………………………………. 91 Perhitungan jumlah pengiriman ban dalan satu cycle ……………….……. 93 Perhitungan jumlah unit dalam sekuen Heijunka …………………….…... 94 Hasil perhitungan output produksi ……………………………………….. 95 Progress report Milk run delivery system ………………………………… 96 Line up product ……………………………………………………….…… 97
xii
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan industri otomotif di Indonesia terus tumbuh sejalan dengan berkembangnya teknologi dan sistem produksi yang mendukung industri ini. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor dari tahun ke tahun merupakan salah satu pemicu percepatan tumbuhnya industri otomotif di Indonesia. Produsen otomotif di dalam negeri pun berlomba–lomba untuk terus melakukan pembenahan agar memiliki daya saing yang tinggi untuk berkompetisi di pasar otomotif yang terus berkembang. Angka pertumbuhan pangsa pasar otomotif di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kendaraan roda empat masih cukup tinggi. Berdasarkan data Indonesia Automotive Market and Forecast untuk tahun 1997–2015, kebutuhan konsumen akan kendaraan bermotor cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009 lalu pasar kendaraan bermotor roda empat mencapai angka 486.000 unit, sementara untuk tahun 2010 diperkirakan kebutuhan pasar domestik kendaraan roda empat berkisar antara 560.000 sampai 600.000 unit.
Gambar 1. Indonesia Automotive Market and Forecast 1997–2015 (Gaikindo, 2010)
2
Kecenderungan peningkatan kebutuhan kendaraan ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk menciptakan produk terbaik dan berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif. Sistem produksi yang digunakan pun terus dikembangkan untuk mendapatkan tingkat efektivitas serta efisiensi tertinggi. Penerapan sistem produksi yang dinamis dan fleksibel menjadi sebuah kebutuhan yang penting bagi perusahaan untuk menghadapi tantangan seperti ini. Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time) merupakan sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, biaya dan waktu penyerahan sebaik mungkin. Sistem produksi ini mengedepankan suatu penghematan dalam segala hal untuk memperkecil pemborosan (waste). Pemborosan-pemborosan ini biasanya datang dari berbagai kegiatan produksi yang tidak menghasilkan nilai tambah atau nilai guna pada barang yang diproduksi seperti biaya penyimpanan, transportasi ke gudang, perbaikan (rework), dan kegiatan lainnya yang dapat menimbulkan biaya tambahan pada kegiatan produksi. Sistem produksi baru yang dikenal dengan TPS (Toyota Production System) mempunyai tujuan cost reduction atau penurunan biaya dan juga peningkatan produktivitas. Sistem produksi ini dicetuskan oleh Taiichi Ohno di pabrik perakitan mobil Toyota di Jepang.
Toyota Production System
(TPS)
mengaplikasikan sistem JIT (Just In Time), yang di dalamnya terdapat Kanban System, yaitu suatu kartu perintah produksi yang berfungsi untuk mengontrol inventory. Teknik Kanban merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjang aplikasi dari sistem produksi tepat waktu (Just In Time). Industri - industri otomotif saat ini sudah banyak yang menerapkan sistem produksi Just In Time dalam melaksanakan kegiatan produksinya. Mereka mengadopsi sistem ini untuk meningkatkan produktivitas agar mampu bersaing dalam industri otomotif yang semakin berkembang. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi berbagai permintaan konsumen yang bervariasi terhadap produk yang dihasilkan. PT Astra Daihatsu Motor sebagai agen tunggal pemegang merek (ATPM) Daihatsu di Indonesia, berkomitmen untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan pada merek Daihatsu melalui produk kendaraan kompak yang berkualitas tinggi, harga bersaing, dan memenuhi kepuasan pelanggan. Produk-produk kendaraan
2
3
yang ditawarkan oleh PT Astra Daihatsu Motor mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat, hal ini ditunjukkan dari pangsa pasar yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Total volume produksi dari pabrik mobil Daihatsu juga menunjukkan angka yang meningkat secara signifikan yaitu 95.386 unit (2006), 150,921 unit (2007), dan 217.117 unit (2008). Perusahaan ini tentunya sudah menerapkan sistem produksi Just In Time dalam menjalankan kegiatan produksinya, namun belum diketahui apakah penerapan dari sistem tersebut sudah berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan teori dan Standard Operational Procedure (SOP) dan yang ada di perusahaan. Penerapan Just In Time secara murni dan efektif di pabrik mobil Daihatsu mungkin sangat sulit untuk diwujudkan mengingat sistem konvensional yang ada selama ini memberikan berbagai kelonggaran terhadap sedikit pemborosan. Sedangkan pada sistem produksi Just In Time segala bentuk kegiatan yang menimbulkan pemborosan tidak diperkenankan. Pelaksanaan Just In Time sendiri memerlukan pengendalian dan kontrol yang ketat serta konsistensi dari manajemen perusahaan. Tingkat persediaan yang mendekati nol, pelaksanaan produksi sesuai jadwal, penerimaan material produksi yang tepat waktu, lintasan produksi yang seimbang, dan memperkecil segala bentuk penyimpangan (deviasi) merupakan beberapa hal yang menjadi tantangan tersendiri dalam menerapkan sistem produksi Just in Time ini. Proses produksi kendaraan baik dengan menggunakan sistem Just In Time maupun konvensional dibagi kedalam beberapa subsistem perakitan untuk memudahkan proses pengerjaan. Berbagai subsistem ini diantaranya adalah subsistem main body, subsistem mesin, subsistem transmisi, subsistem kerangka, subsistem as roda, subsistem kemudi, subsistem elektrik, subsistem roda, subsistem pendingin (AC), dan subsistem pengereman. Dari semua subsistem yang ada ini, subsistem roda adalah subsistem dengan komponen yang cukup sedikit dan sederhana karena hanya terdiri dari ban dan velg. Subsistem ini cukup mudah diidentifikasi dan memungkinkan untuk dijadikan sebagai salah satu referensi dalam menganalisis efektivitas penerapan sistem produksi Just In Time.
3
4
Banyak manfaat yang dapat diperoleh jika penerapan sistem produksi Just In Time dapat dilaksanakan secara efektif. Berbagai penghematan dapat dilakukan pada berbagai bagian, diantaranya mereduksi siklus waktu manufacturing, reduksi inventory, reduksi ongkos tenaga kerja, reduksi kebutuhan ruang, reduksi ongkos kualitas, dan reduksi ongkos material. Faktanya, berdasarkan survey yang dilakukan oleh salah satu pemimpin Operation Management (OM) Consultant pada tahun 1980, perusahaan yang mengadopsi sistem Just In Time dalam tiga sampai lima tahun dapat melakukan beberapa perbaikan (Tabel 1). Tabel 1. Ringkasan Manfaat Strategi Produksi Just In Time (JIT) Item
Agregat Perbaikan 3 – 5 tahun (%)
Reduksi waktu siklus
80 - 90
Reduksi inventory: 1. Bahan mentah 2. Work in process 3. Barang jadi
35 - 70 70 - 90 60 - 90
Reduksi biaya tenaga kerja: 1. Tenaga kerja langsung 2. Tenaga kerja tak langsung
10 - 50 20 - 60
Reduksi kebutuhan ruang
40 - 80
Reduksi biaya kualitas
25 - 60
Reduksi biaya material
5 - 25
Sumber: Hanna and Newman (2001) Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui jumlah keuntungan (benefit) dari sisi penghematan yang dihasilkan dari penerapan sistem produksi Justm in Time. Berbagai penghematan yang dilakukan pada waktu siklus manufacturing, inventory, biaya tenaga kerja, kebutuhan ruang, biaya kualitas, dan biaya material ini akan dapat menekan biaya produksi, sehingga mengurangi tingkat biaya yang digunakan dalam melakukan proses produksi. Pada akhirnya, sistem produksi Just In Time tidak hanya mengedepankan penghematan belaka, tetapi juga mengedepankan operasi produksi untuk menghasilkan barang dengan kualitas (quality) terbaik, ongkos (cost) termurah, dan pengiriman (delivery) pada saat yang tepat.
4
5
1.2. Rumusan Masalah Sistem produksi Just In Time atau sistem produksi tepat waktu merupakan salah satu metode produksi modern yang digunakan untuk mencapai tingkat efisiensi tinggi dalam setiap proses produksi. Konsep dasar dalam sistem produksi JIT adalah suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia yaitu PT Astra Daihatsu Motor sudah menerapkan sistem produksi Just In Time, namun perlu dikaji lebih lanjut apakah penerapan dari sistem produksi Just In Time ini sudah berjalan dengan efektif. Efektivitas Just In Time dilihat dari pelaksanaan produksi yang sesuai jadwal dan penerimaan material yang tepat waktu sehingga dapat mewujudkan zero inventory atau inventory cost pada tingkat minimum. Contoh penerapan efektivitas secara nyata di lantai produksi sendiri dilihat pada subsistem roda dimana subsistem ini merupakan bagian yang paling sederhana diantara subsitem perakitan lainnya dengan ketersediaan data yang mudah untuk diakses. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini coba dipelajari bagaimana implementasi dari sistem produksi Just In Time pada perusahaan otomotif. Mengidentifikasi serta menganalisis indikator efektivitas, serta contoh penerapan proses pengiriman komponen ban menggunakan sistem Just In Time pada subsistem perakitan. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu: 1. Mempelajari implementasi sistem produksi Just In Time pada proses produksi kendaraan di PT Astra Daihatsu Motor. 2. Mengidentifikasi efektivitas penerapan sistem produksi Just In Time yang diterapkan oleh PT Astra Daihatsu Motor. 3. Mengevaluasi kinerja sistem Just In Time yang digunakan dan pendugaan biaya pengiriman komponen ban melalui pemodelan matematika.
5
6
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Sebagai salah satu media informasi dan referensi tentang sistem produksi Just In Time. 2. Sebagai bahan pengetahuan yang bermanfaat bagi khalayak umum yang berkepentingan. 1.5. Ruang Lingkup Tingkat efektivitas penerapan sistem produksi Just In Time di PT Astra Daihatsu Motor adalah fokus analisis dalam penelitian ini. Efektivitas dari kinerja Just In Time akan dilihat dari pencapaian efisiensi pada berbagai indikator seperti orientasi biaya, output produksi, sistem pengiriman bahan baku, inventory, dan penjadwalan produksi. Selain itu pelaksanaan sistem produksi secara Just In Time di PT Astra Daihatsu Motor akan dilihat contoh penerapannya pada satu subsistem perakitan yaitu proses pengiriman komponen produksi yang berupa ban serta pemilihan metode pengirimannya yang berorientasi pada biaya minimum.
6
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Efektivitas Efektivitas berasal dari kata dasar efektif yang berarti berhasil guna (KBBI, 2007). Secara etimologi kata efektivitas ini berasal dari kata efektif dalam bahasa Inggris effective yang telah mengalami serapan kedalam bahasa Indonesia dan memiliki makna berhasil. Gunawan (2003)1 menyatakan bahwa pada umumnya efektivitas hanya memberikan batasan dari segi hasil yang dicapai dari suatu kegiatan tertentu tanpa memperhatikan segi sumber yang digunakan. Terdapat beberapa kriteria yang digunakan sebagai parameter penentu efektivitas. Menurut Handoko dalam Gunawan (2003), terdapat enam kriteria dalam menilai efektivitas, yaitu kegunaan, ketepatan dan objektivitas, ruang lingkup, efektivitas biaya, akuntabilitas, serta ketepatan waktu. Dengan kata lain, efektivitas mencerminkan sebuah kondisi yang merupakan hasil penilaian dengan tolak ukur tertentu. Jadi sesuatu dapat disebut efektif apabila mudah untuk diaplikasikan dan mempunyai dampak positif bagi tercapainya suatu tujuan serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi. 2.2. Proses Produksi Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Menurut Heizer dan Render (2004), produksi adalah aktifitas yang berhubungan dengan penciptaan barang dan jasa melalui adanya pengubahan input menjadi output. Sedangkan Assauri (2008), menyatakan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi luaran (output). Secara umum sistem produksi dapat didefinisikan kedalam tiga sistem utama dalam kegiatan menghasilkan produk berupa barang (Assauri, 2008): 1. Proses produksi yang kontinu (continuous production), dimana peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dengan memperhatikan uruturutan kegiatan dalam menghasilkan produk tersebut, serta arus bahan dalam proses telah distandarisasi.
1. Gunawan, Ade. 2003. Analisis Consumer Decision Model Untuk Pengukuran Efektivitas 7 : 5. Periklanan, Jurnal Manajemen dan Bisnis, 03
8
2. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent production), dimana kegiatan produksi dilakukan tidak standar, tetapi didasarkan pada produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dapat bersifat lebih luwes (flexible) untuk dapat dipergunakan bagi menghasilkan berbagai produk dan berbagai ukuran. 3. Proses produksi yang bersifat proyek (project process), dimana kegiatan produksi dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan di lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pada saat yang direncanakan. 2.3. Sistem Just In Time Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen pabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaanperusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat yang dibutuhkan oleh konsumen. Sistem Just In Time juga dipandang sebagai sebuah sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, biaya dan waktu penyerahan sebaik mungkin, dengan menghapuskan semua pemborosan yang terdapat dalam proses internal sehingga mampu menyerahkan produk sesuai dengan kehendak konsumen secara tepat waktu (Imai, 1997). Menurut Heizer dan Render (2004), Just In Time merupakan sebuah filosofi pemecahan
masalah
secara
berkelanjutan
dan
memaksa
dengan
cara
menghilangkan pemborosan. Sedangkan Ristono (2010), mendefinisikan Just In Time Management sebagai sebuah organisasi yang menghasilkan penyelidikan secara luas untuk menghasilkan output dalam minimum lead time dan total biaya serendah mungkin melalui identifikasi dan eliminasi secara berkelanjutan semua bentuk keragaman (variance) dan pemborosan. Just In Time didasarkan pada konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama dengan komponenkomponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung jawab yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi. Ide
8
9
dasar sistem produksi tepat waktu (Just In Time) yaitu menghasilkan sejumlah barang yang diperlukan pada saat diminta dengan menghilangkan segala macam bentuk pemborosan waktu yang tidak diperlukan sehingga diperoleh biaya produksi yang rendah dan melakukan proses yang berkesinambungan. Just In Time sendiri merupakan cara yang revolusioner dalam program penghematan biaya disamping juga secara serempak memenuhi batas waktu penyerahan bagi konsumen. Meskipun Just In Time sering kali disebut sistem produksi tanpa stok, namun sesungguhnya semua itu harus dipertimbangkan berdasarkan praktik, karena dalam praktiknya tidak selalu mungkin untuk menerapkan Just In Time tanpa persediaan sama sekali (Imai, 1997). 2.4. Konsep Dasar Just In Time Sistem Just In Time merupakan suatu konsep filosofi yaitu memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat dibutuhkan oleh pelanggan, dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan, pada tingkat kualitas prima, dari setiap tahap proses dalam sistem manufacturing, dengan cara yang paling ekonomis dan efisien melalui eliminasi pemborosan dan perbaikan proses terus menerus (continuous process improvement) (Gaspersz, 1998). Sistem produksi Just In Time menggunakan metode produksi yang berorientasi pada inventory minimum, waktu set up mesin dan peralatan yang pendek,
penciptaan
pekerja
dengan
katerampilan
multifungsional,
serta
penyelesaiaan pekerjaan dalam siklus waktu (cycle time) yang pendek sesuai dengan standar yang ditetapkan (Gaspersz, 1998). Persediaan yang minimum bahkan mendekati nol, membuat produk setengah jadi tidak akan menumpuk untuk menunggu proses selanjutnya. Sistem
pengendalian
produksi
yang
biasa
(konvensional)
dengan
menggunakan sistem dorong (push system), mensyaratkan dikeluarkannya berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Penggunaan metode konvensional seperti ini akan menyulitkan proses penyesuaian secara cepat terhadap perubahan yang disebabkan oleh gangguan yang timbul pada beberapa proses atau akibat adanya fluktuasi permintaan. Perusahaan harus mengubah jadwal produksi pada setiap proses secara serempak yang cukup menyulitkan untuk mengatasi berbagai 9
10
gangguan dan perubahan permintaan ini. Akibatnya perusahaan harus melakukan persediaan di antara semua proses untuk mengatasi gangguan dan perubahan permintaan ini. Sistem ini sering menimbulkan ketidakseimbangan persediaan yang mengakibatkan pemborosan. Sistem produksi Just In Time bersifat lebih revolusioner, proses berikutnya akan mengambil suku cadang dari proses sebelumnya. Hanya lini rakit akhir yang dapat mengetahui dengan tepat penetapan waktu dan jumlah suku cadang yang diperlukan. Lini rakit akhir pergi ke proses sebelumnya untuk mendapatkan suku cadang yang diperlukan dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan. Kemudian proses sebelumnya memproduksi suku cadang yang diambil oleh proses berikutnya. Tiap proses yang memproduksi suku cadang mengambil bahan atau suku cadang yang diperlukan pada proses sebelumnya, dan begitu seterusnya (Ristono, 2010). Menurut Hinaro dalam Indrajid dan Pranoto (2003), terdapat lima tahap pengenalan konsep Just In Time dalam suatu perusahaan, yaitu: 1. Revolusi dalam kesadaran, yaitu membuang sama sekali konsep lama dalam pengelolaan dan menggunakan cara berfikir JIT. 2. Perbaikan di tempat kerja, dimana terdapat lima hal yang perlu dilakukan terhadap tempat kerja yaitu pengaturan yang benar, keteraturan, kebersihan, pembersihan, dan disiplin. 3. Produksi yang mengalir, ini berarti bahwa pabrik memproduksi satu satuan jenis barang pada setiap waktu tertentu, namun menggunakan penanganan ganda yang mengikuti urutan proses. 4. Operasi baku, yaitu suatu metode operasi baku sebagai alat untuk memproduksi barang berkualitas dengan aman dan efisien melalui suatu metode yang efisien pula, menyangkut orang, produk, dan mesin. 5. Penanganan multiproses, berarti setiap pekerja bertanggung jawab atas beberapa proses pekerjaan dalam satu lini produksi, hal ini disebut juga sebagai penanganan vertikal (vertical handling).
10
11
2.5. Prinsip-prinsip Just In Time Secara singkat prinsip Just In Time adalah menghilangkan sumber-sumber pemborosan produksi dengan cara menerima jumlah yang tepat dari bahan baku dan memproduksinya dalam jumlah yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat pula (Indrajid dan Pranoto, 2003). Terdapat tujuh macam prinsip dasar yang menyusun sistem produksi Just In Time sehingga menjadikan sebuah sistem yang memiliki kualifikasi tinggi. Ketujuh prinsip itu menurut Andrianto dalam Leo (2007) adalah: 1. Simplification, merupakan salah satu tools JIT dalam penyederhanaan proses maupun prosedur yang ada. 2. Cleanliness and Organization, fasilitas yang bersih dan teratur akan memudahkan pekerja dalam melakukan pekerjaan. 3. Visibility, kejelasan yang membuat suatu kesalahan dapat terlihat. 4. Cycle time, interval waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk. 5. Agility, kekuatan dalam pembuatan produk dengan memberikan respon yang cepat terhadap perubahan. 6. Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan. 7. Measurement, pengukuran serta pengertian akan proses keseluruhan. 2.6. Tujuan Just In Time Tujuan dari Just In Time (JIT) adalah menghilangkan pemborosan melalui perbaikan terus-menerus (Continuous Improvement). Melalui filosofi JIT, segala sesuatu baik material, mesin dan peralatan, sumber daya manusia, modal, informasi, manajerial, proses, dan lain-lain, yang tidak memberikan nilai tambah pada produk, disebut sebagai pemborosan (waste). Nilai tambah produk, merupakan kunci dalam JIT. Nilai tambah produk diperoleh dari aktivitas aktual yang dilakukan langsung pada produk, tidak melalui pemindahan, penyimpanan, penghitungan, dan penyortiran produk. Pemindahan, penyimpanan, penghitungan, dan penyortiran produk tidak menambah nilai pada suatu produk, tetapi merupakan biaya, dan biaya yang dikeluarkan tanpa memberikan nilai tambah pada produk merupakan pemborosan (Ristono, 2010).
11
12
Menurut Indrajid dan Pranoto (2003), tujuan dari manajemen menggunakan dan mengembangkan konsep manajemen Just In Time dalam perusahaan dapat dirangkum antara lain sebagai berikut: 1. Menciptakan fleksibilitas produk yang tinggi Produksi yang bersifat “sistem tarik” (pull system), memerlukan fleksibilitas tinggi untuk menanggapi tuntutan konsumen yang terus berkembang dan berubah. Produksi dengan cara “sistem tarik” (pendekatan baru) merupakan produksi yang dilakukan untuk menganggapi permintaan konsumen, sedangkan produksi dengan cara “sistem dorong” (pendekatan lama) merupakan produksi yang lebih ditetapkan produsen dan didiktekan kepada konsumen. 2. Meningkatkan efisiensi proses produksi Peningkatan efisiensi dapat dilakukan terutama melalui pengurangan persediaan barang sehingga mengakibatkan pengurangan biaya persediaan, atau dengan kata lain meningkatkan perputaran modal. Biaya persediaan ini sangat tinggi, berkisar antara 20 persen–40 persen dari harga barang pertahun. Efisiensi didapat juga dengan cara mendesain pabrik sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan aman. 3. Meningkatkan daya kompetisi Meningkatnya efisiensi dalam proses produksi dengan sendirinya akan meningkatkan daya saing perusahaan. Hal ini dianggap salah satu tujuan yang paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena peningkatan efisiensi berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap bertahan dalam persaingan pasar. 4. Meningkatkan mutu barang Kemitraan pembeli-penjual yang dibina dan berlangsung dalam jangka panjang selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus dalam hal mutu dan biaya barang. Mutu tinggi dari suku cadang atau komponen yang dipasok oleh pemasok pada gilirannya akan meningkatkan mutu barang yang diproduksi oleh perusahaan juga. Kemitraan penjualpembeli memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau komponen dengan lebih murah dan lebih andal.
12
13
5. Mengurangi pemborosan Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang, karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya. menurut jenisnya, pemborosan dapat dibedakan dari cara pemborosan itu terjadi, yaitu: a. Karena produksi berlebih (memproduksi barang dengan jumlah yang terlalu banyak); b. Karena waktu tunggu (waktu tunggu yang tidak produktif dalam proses produksi); c. Karena transport (gerakan yang tidak perlu dalam proses produksi); d. Karena proses (operasi atau proses yang tidak perlu); e. Karena persediaan (penimbunan bahan baku, bahan setengah jadi, bahan jadi, atau bahan lain yang berlebih); f. Karena gerakan (pengerjaan kembali atau hasil dari kegiatan yang tidak perlu). 2.7. Faktor Pendukung Just In Time Sistem produksi Just In Time memiliki beberapa faktor pendukung yang berperan penting dalam usaha untuk mencapai keberhasilan penerapan sistem tersebut. Menurut Heizer dan Render (2004), terdapat beberapa faktor penting dalam Just In Time yang berkontribusi sebagai competitive advantage, yaitu: 1. Faktor Supplier (Pemasok) Just In Time sangat memerlukan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan pembeli seperti konsep kemitraan (partnership). Just In Time memerlukan jumlah pemasok yang sedikit, pemasok dekat dengan pabrik, peningkatan frekuensi pengiriman dalam jumlah kecil, dilakukannya kontrak jangka panjang, pemasok dibantu dalam peningkatan kualitas serta penerapan Just In Time yang dibangun secara bersama - sama. 2. Faktor Inventory (Persediaan) Perusahaan pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan yaitu bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Just In Time memerlukan teknik dalam mengelola inventory antara lain: penggunaan pull system untuk
13
14
pergerakan inventory, pengurangan variabilitas, pengurangan persediaan, ukuran lot yang kecil, dan pengurangan waktu set up. 3. Faktor Scheduling (Penjadwalan) Scheduling atau penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu (timing) serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi. Just In Time mensyaratkan (a) mengkomunikasikan penjadwalan kepada supplier, (b) jadwal produksi yang bertingkat, (c) menekankan bagian dari jadwal paling dekat dengan tempo, (d) lot kecil, dan (e) teknik Kanban. 4. Faktor Layout (Tata Letak) Tata letak (layout) merupakan susunan dari mesin-mesin dan peralatan serta semua komponen yang menunjang produksi dalam suatu pabrik. Tata letak yang baik memungkinkan pengurangan pemborosan yaitu pergerakan, misalnya pergerakan bahan baku maupun manusia. Just In Time mensyaratkan: (a) sel kerja untuk produk sejenis (product family), (b) peningkatan fleksibilitas perubahan atau pergerakan peralatan, (c) jarak antar sel pekerja yang pendek, (d) pengurangan kebutuhan ruang untuk persediaan, (e) penggunaan poka-yoke. 5. Faktor Quality Management (Manajemen Kualitas) Just In Time memiliki tiga prinsip utama dalam pengendalian kualitas, yaitu output yang bebas cacat adalah lebih penting dari output itu sendiri, segala kesalahan dan kerusakan dapat dicegah, dan tindakan pencegahan adalah lebih murah dari pada pekerjaan mengulang. Penggunaan Jidoka dalam pengendalian kualitas atau yang sering disebut dengan nama autonomation, merupakan peralatan yang dilengkapi dengan intelejensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri ketika ia memiliki masalah. Dengan demikian Just In Time lebih dapat menghemat biaya karena tidak ada pemborosan. 6. Faktor Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan) Pemeliharaan dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan melalui tindakan pencegahan. Preventive maintenance merupakan semua aktifitas yang dilakukan untuk menjaga peralatan dan mesin tetap bekerja dengan baik dan untuk mencegah kerusakan. Just In Time membutuhkan preventive maintenance yang terjadwal dan adanya pemeliharaan rutin harian.
14
15
7. Faktor Employee Empowerment (Pemberdayaan Pekerja) Pemberdayaan pekerja berarti melibatkan pekerja dalam setiap langkah proses produksi. Pemberdayaan pekerja dengan meluaskan pekerjaan pekerja sehingga bertanggung jawab dan memiliki kewenangan tambahan yang dipindahkan sedapat mungkin pada tingkat terendah dalam organisasi. 2.8. Sistem Kanban Menurut Imai (1997), Kanban merupakan alat komunikasi dalam sistem produksi JIT bila dilakukan produksi dengan sistem batch/lot. Kanban dalam bahasa Jepang berarti papan isyarat. Kanban dicantumkan pada produk atau komponen dalam jumlah tertentu di jalur produksi, juga merupakan instruksi untuk penyerahan barang tertentu dalam jumlah tertentu. Bila semua komponen sudah digunakan di jalur produksi, maka Kanban akan dikembalikan ke tempat asalnya. Kanban juga diperlakukan sebagai alat perintah untuk memproduksi barang. Setiap Kanban yang ada akan dicocokkan dengan sebuah standar dari jumlah atau ukuran kontainer. Sebuah Kanban akan berisikan informasi dasar seperti nomor bagian, deskripsi singkat, jenis dari kontainer, satuan muatan, stasiun pendahulu, dan stasiun subbagian. Jumlah Kanban yang di terbitkan, dapat dihitung dengan menggunakan formulasi berikut:
N=
…………..……………………...………………(1)
Keterangan: N = Jumlah kanban D = Permintaan yang diharapkan tiap unit waktu L = Waktu pesanan (waktu set up + waktu pemrosesan + waktu tunggu sfffg+ waktu transport) Q = Kapasitas wadah (maksimal 10% permintaan tiap hari) = variabel keamanan (0 sampai 1)
15
16
Ada dua jenis Kanban yang umum digunakan dalam proses produksi, yaitu: 1. Kanban Perintah Produksi Kanban perintah produksi merupakan Kanban yang menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan proses terdahulu. Kanban perintah produksi sering disebut Kanban dalam pengolahan atau secara sederhana Kanban produksi. Kanban produksi terdiri dari Kanban produksi biasa dan Kanban pemberi tanda. Kanban pemberi tanda digunakan untuk memberi tanda lot minimum yang tersisa untuk memulai memproduksi barang. Kanban pemberi tanda dapat berbentuk segitiga atau lempengan baja. 2. Kanban Pengambilan Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya. Kanban jenis ini terdiri dari dua jenis yaitu Kanban pengambilan antar proses dan Kanban pemasok. Kanban pengambilan antar proses memberikan informasi tentang permintaan barang dari proses berikutnya ke proses sebelumnya, sedangkan Kanban pemasok adalah Kanban yang digunakan untuk menginformasikan barang yang dibutuhkan kepemasok.
Gambar 2. Kanban Produksi ( http://is.ba.ttu/faculty/ch:15.ppt) 2.9. Model Matematika Model matematik dipandang sebagai sebuah deskripsi matematik (sering disebut sebagai fungsi atau persamaan) yang merupakan perwujudan atau perwakilan dari dunia nyata seperti ukuran populasi dan permintaan produk (Stewart, 2006). Sedangkan menurut Teh (2006), model matematika adalah suatu perwakilan sederhana dari sebuah sistem nyata, model ini menggambarkan suatu sistem menggunakan prinsip matematik dalam bentuk persamaan. 16
17
Melalui penggunaan model matemetika, permasalahan umum yang ada di dunia nyata akan coba diformulasikan menggunakan fungsi ataupun persamaan untuk membentuk sebuah model matematika. Model ini nantinya akan menjadi solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan secara matematika. Kesimpulan ini kemudian akan diinterpretasikan untuk memprediksi fenomena di dunia nyata. Selanjutnya prediksi yang ada akan diuji coba pada permasalahan yang ada. Secara umum model matematika dapat dilihat pada Gambar 3. Model matematik bukan merupakan representasi (perwakilan) yang benar– benar akurat tentang situasi fisik. Model yang baik akan menyederhanakan realitas yang ada dan memungkinkan untuk dibuatnya sebuah perhitungan yang cukup akurat sehingga memberikan kesimpulan berharga. Model juga dibangun berdasarkan pada asumsi yang ada, sehingga tidak ada model yang terbaik untuk semua keadaan, hal ini akan tergantung pada situasi dan asumsi yang digunakan. Masalah Dunia Nyata
Formulasi
Tes
Prediksi Dunia Nyata
Model Matematik Solusi
Interpretasi
Kesimpulan Matematika
Gambar 3. Skema Model Matematika (Stewart, 2006) 2.10. Statistika Deskriptif Statistika deskriptif merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1992). Statistika deskriptif, menyajikan data dalam bentuk tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lainnya guna memberikan informasi terhadap suatu kejadian. Melalui statistika deskriptif ini kita dapat menginterpretasi serta membaca data kuantitatif yang diperoleh melalui contoh pada suatu kejadian.
17
18
Histogram merupakan salah satu dari contoh penyajian data statistika deskriptif. Histogram menggambarkan distribusi dan frekuensi dari setiap pengukuran terhadap data yang ada. Selain itu, histogram juga dapat digunakan untuk menyampaikan informasi tentang variasi dan alat bantu pengambilan keputusan yang memusatkan perhatian pada upaya perbaikan. Histogram
adalah
suatu
alat
yang
meringkas
grafik
data
yang
memperbolehkan kita untuk: 1. Mengelompokkan pengamatan data di dalam sel atau mendefinisikan kembali kategori dalam order untuk menutupi lokasi data dan karakteristik dispersi, 2. Mampu memperkirakan kapabilitas proses dan menghubungkan spesifikasi dengan target, 3. Memperkirakan bentuk populasi dan menandakan jika ada beberapa gap dalam data, 4. Memeriksa mutu suatu proses atau pekerjaan. Penyusunan Histogram terdiri dari enam langkah, yaitu sebagai berikut: 1.
Mengumpulkan dan mentabulasi
2. Menghitung kisaran dan lebar interval 3. Menggambar sumbu horizontal dan vertikal 4. Mentabulasi data menurut interval 5. Memetakan data 6. Menganalisis Histogram 2.11. Penelitian Terdahulu Okie Ariefiandi (2010), melakukan Praktik Kerja Lapangan tentang pelaksanaan Supply Chain Management dan sistem Kanban pada Divisi Logistic di PT Astra Daihatsu Motor. Faktor–faktor yang menjadi sorotan pada laporannya adalah faktor perancangan dalam penanganan bahan baku, perencanaan kebutuhan bahan baku, pengendalian proses produksi dan penggunaan Kanban sebagai alat kendali produksi. Agung Nugroho (2008), melakukan penelitian mengenai faktor penentu kinerja sistem Just In Time dengan menggunakan metode Analytic Network Process dengan studi kasus di PT Nippon Indosari Corpindo. Sebagai industri bakery dengan merek dagang Sari Roti dan Boti, PT Nippon Indosari Corpindo 18
19
telah menetapkan sistem perencanaan dan pengendalian manufacturing dengan menggunakan sistem Just In Time. Pengukuran kinerja perusahaan dengan adanya penerapan sisten Just In Time dilakukan berdasarkan aspek kualitas, tingkat persediaan dan produktivitas. Anton Leo (2007), melakukan penelitian pada PT Birina Multi Daya, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha household manufacture. Masalah yang dihadapi perusahaan ini adalah adanya ketidakefisienan dan pemborosan yang berasal dari ketidakteraturan yang terjadi pada lantai produksi. Sistem produksi Just In Time, direkomendasikan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam proses produksi dengan biaya yang minimal. Untuk itu perusahaan harus mengeliminasi tujuh jenis pemborosan dalam lantai produksi menurut definisi Toyota (Over production, Inventory, Transportation, Delay, Over processing, Rework, dan Pergerakan yang tidak perlu). Peta Value Stream digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi pemborosan dan sumbernya. Sarker (2006), melakukan penelitian multitahap sistem rantai pasokan yang dikontrol oleh Kanban di bawah filsafat Just In Time. Tujuan dari model mereka adalah untuk menentukan ukuran dan banyaknya jumlah pengiriman. Persediaan yang diusulkan bersama model optimasi berbeda dari yang lainnya dan hal itu (a) memperpanjang satu-vendor dan model pembeli tunggal untuk situasi multivendor yang memiliki nilai yang lebih praktis dalam lingkungan manufaktur JIT, (b) mengkombinasikan modus pengiriman JIT dan biaya transportasi menjadi sebuah model terpadu, (c) menentukan kebijakan pemesanan baru di mana koordinasi pasokan dipenuhi dan sebagian besar dapat mengurangi biaya pemesanan tradisional dibandingkan dengan beberapa mode pemesanan berulang.
19
20
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan sistem produksi memerlukan sebuah perencanaan yang matang untuk menjaga serta menjamin keberlangsungan sistem tersebut agar berjalan sesuai dengan rencana. Perencanaan produksi ini diawali dengan perencanaan pengadaan material untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi sesuai dengan kebutuhan aktual dan menghindari segala bentuk pemborosan. Implementasi sistem produksi Just In Time didukung oleh faktor-faktor beserta berbagai elemen yang berkaitan dengan sistem produksi di perusahaan. Perencanaan pengadaaan material memperhitungkan dua bagian yang akan dikombinasikan. Pertama adalah bagian internal dari perusahaan yaitu pengaplikasian sistem produksi Just In Time itu sendiri. Perusahaan tentunya memiliki peraturan dan kebijakan tersendiri berkaitan dengan sistem produksi yang mereka anut di lantai produksi. Salah satu penerapan dari sistem ini tercermin dalam pola pengiriman bahan baku pada subsistem produksi. Pola yang telah dibentuk kemudian diaplikasikan secara aktual di lantai produksi dengan pengawasan yang ketat. Bagian kedua yaitu pihak ekternal dari perusahan dalam hal ini supplier yang mempunyai peranan sangat penting dalam mendukung sistem produksi Just In Time yang dimiliki perusahaan. Supplier sendiri dievaluasi kinerjanya dalam hal kualitas untuk mendukung sistem produksi Just In Time di PT ADM. Selain itu, supplier juga harus memiliki responsibilitas tinggi dalam menghadapi perubahan permintaan bahan baku dari perusahaan yang bersifat fluktuatif. Sistem produksi Just In Time dan peran serta supplier merupakan suatu sistem yang saling terkait dan berhubungan. Kerja sama yang baik antara dua bagian ini akan menentukan keberhasilan penerapan sistem produksi Just In Time. Toleransi deviasi merupakan hal yang mutlak diberikan untuk sebuah proses yang dinamis. Namun deviasi ini selalu diminimalisasi dengan melakukan perbaikan secara terus menerus (continuous improvement) dan konsisten kearah yang lebih sempurna. Selanjutnya keberhasilan dari penerapan Just In Time ini dapat
20
21
menghasilkan efisiensi serta menghilangkan pemborosan pada proses produksi, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Sistem Produksi
Perencanaan Produksi
Perencanaan Pengadaan Material
Sistem Just In Time
Supplier
Indikator dan Faktor Pendukung Efektivitas
Aplikasi Just In Time Pada Subsistem Roda
Kinerja Kualitas Responsibilitas
Toleransi Deviasi dan Efektivitas sistem
Perbaikan Terus Menerus (Continuous Improvement)
Efisiensi dan Peningkatan Daya Saing Perusahaan Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian
3.2. Diagram Alur Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mengkaji permasalahan yang ada dan menentukan tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan. Melakukan kaji literatur dan studi pustaka merupakan hal yang selanjutnya dilakukan untuk
21
22
menambah pengetahuan tentang teori-teori dan literatur yang berkaitan dengan sistem produksi Just In Time. Selanjutnya adalah menentukan teknik pengumpulan data, cara pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam menginterpretasi data yang diperoleh. Setelah tiga hal utama di atas terlaksana, penulis selanjutnya menyusun berkas wawancara sebagai acuan dalam proses wawancara untuk memperoleh berbagai informasi penting dari pihak terkait. Data penting baik berupa data primer maupun sekunder segera dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan bagian Technical Training di perusahaan dan bagian marketing pada salah satu supplier hingga semua data yang dibutuhkan tercukupi. Jika data yang diperoleh belum mencukupi dan belum bisa menjawab permasalahan yang ada, maka dilakukan pengumpulan ulang hingga data yang dibutuhkan tercukupi. Setelah semua data tercukupi, data tersebut memasuki tahapan tabulasi sederhana agar memudahkan dalam pengerjaan proses selanjutnya. Tahap selanjutnya dari penelitian adalah proses pengolahan data. Data yang berupa angka dihitung menggunakan statistik sederhana untuk menghitung rataan, modus, standar deviasi, serta ragam. Perhitungan matematis digunakan untuk menghitung total produksi serta cycle issue yang merupakan teknik perhitungan dalam penentuan kedatangan material secara Just In Time. Toleransi dan deviasi juga dihitung untuk memudahkan proses pembandingan. Model matematika dibuat sebagai formulasi untuk memprediksi atau menduga penjadwalan produksi dalam penyusunan pemerataan beban produksi. Selain itu permodelan juga digunakan dalam memperkirakan potensi biaya yang dikeluarkan supplier jika menerapkan sistem pengiriman secara tidak langsung ataupun tidak langsung. Hasilnya dari berbagai perhitungan pada proses pengolahan data kemudian diinterpretasikan menggunakan analisis statistika deskriptif. Hasil analisis yang relevan dan representative kemudian disusun menjadi sebuah rekomendasi berupa implikasi manajerial. Implikasi manajerial ini selanjutnya diajukan sebagai masukan dalam pelaksanaan sistem produksi Just In Time di perusahaan. Bagian terakhir dari penelitian ini tentunya adalah membuat kesimpulan dan saran yang konstuktif untuk kemajuan dimasa yang akan datang.
22
23
Mulai
Mengkaji Permasalahan dan Menentukan Tujuan
Melakukan Kaji Literatur Dan Studi Pustaka
Menentukan Teknik Pengumpulan data
Penentuan Cara Pengolahan dan Analisis Data
Menyusun Berkas Wawancara
Tabulasi Data
Melakukan Wawancara Dengan User Terkait
Melakukan Pengolahan Data Menghitung Total Produksi, Cycle Issue. Toleransi Deviasi Pemodelan Matematika
Pengumpulan Data Gambaran Umum Perusahaan Mempelajari Implementasi JIT Alur Meterial Ban
Tidak
Analisis Statistik Deskriptif
Ya
Implikasi Manajerial
Cukup
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 5. Tahapan Proses Penelitian 23
24
3.3. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu perusahaan otomotif (mobil) dikawasan Jakarta yaitu di PT. Astra Daihatsu Motor yang terletak di jalan Gaya Motor III, No. 5, Sunter II, Jakarta Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan otomotif tersebut merupakan salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia yang memiliki kapasitas produksi yang besar dan tingkat teknologi yang modern. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2010. 3.4. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan baik data primer maupun data sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara terstruktur pada bagian Technical Training yang ditunjuk perusahaan secara sengaja, karena bagian ini yang berkompeten dan memiliki wewenang untuk berbagi pengetahuan kepada pihak eksternal. Data primer lain juga diperoleh dari bagian Marketing disalah satu supplier yang terkait dengan penelitian dengan alat bantu koesioner yang berisi pertanyaan tertutup guna mendapatkan data yang dibutuhkan. Sementara itu data sekunder didapatkan dari laporan manajemen perusahaan terutama di bagian Production Planning Control (PPC) dan Logistic Department diantaranya adalah laporan bulanan perusahaan, daily forecast order, dan sales projection plan, serta pada bagian Marketing di supplier ban. Laporan ini mengandung data rencana produksi, kebutuhan bahan baku, perkembangan peningkatan sistem pengiriman tepat waktu, serta data lainnya yang dibutuhkan. Selain itu, data sekunder juga dapat diperoleh melalui sumber-sumber lain seperti literatur, hasil penelitian terdahulu, bahan pustaka, maupun dari instansi terkait seperti organisasi otomotif. Wawancara
mendalam
dan
terstruktur
digunakan
sebagai
metode
pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tertutup pada pihak terkait dan mencatat hasilnya untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Wawancara yang dilakukan ini terdiri atas wawancara kepada pihak perusahaan serta wawancara kepada salah satu supplier ban guna mendapatkan hasil yang objektif tentang sistem produksi Just In Time.
24
25
3.5. Pengolahan Data dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik sederhana menggunakan software komputer berupa SPSS versi 16.0 untuk menghitung rataan (mean), modus, ragam (variance), dan simpangan baku (standar deviasi). 1. Rata – Rata Hitung (Mean) Mean merupakan pusat massa (centroid) sehingga simpangan kiri dan simpangan kanan sama besar. Mean sering disebut juga sebagai rataan. ………………………………………………. (2)
= Dimana
= rataan n
= jumlah data contoh = data ke i
2. Modus (Mo) Modus merupakan nilai yang terjadi paling sering atau yang mempunyai frekuensi paling tinggi. 3. Ragam /Variance (s2) Ragam atau variance merupakan rata-rata jarak kuadrat setiap titik pengamatan terhadap nilai mean (rata-rata)
s2 =
….…………………………….……….. (3)
4. Simpangan Baku / Standar Deviasi (s) Simpangan baku atau standar deviasi merupakan akar dari ragam
s=
atau
s=
........................... (4)
Analisis data dilakukan menggunakan statistika deskriptif yang disajikan dalam bentuk histogram guna menginformasikan pemusatan dan penyebaran data yang terjadi. Pemodelan matematika yang dibuat dalam bentuk persamaan juga digunakan untuk menghitung, membandingkan, serta menduga efektivitas serta efisiensi yang dapat dilakukan dari pelaksanaan sistem produksi Just In Time.
25
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinjauan Umum Perusahaan PT Astra Daihatsu Motor (PT ADM) merupakan sebuah perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang industri otomotif, yaitu penghasil kendaraan roda empat dengan merek dagang Daihatsu. Sebagai agen tunggal pemegang merek Daihatsu, PT Astra Daihatsu Motor berkomitmen untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan pada merek Daihatsu melalui produk yang berkualitas tinggi, harga bersaing, dan memenuhi kepuasan pelanggan. Kendaraan Daihatsu hadir dengan cirinya yang khas, yaitu mobil kompak yang hemat bahan bakar, berkapasitas sesuai dengan kebutuhan keluarga Indonesia, model yang modern, dan harga yang terjangkau. Selain memproduksi mobil Daihatsu untuk masyarakat Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor juga memproduksi mobil dan komponen kendaraan merek Toyota untuk tujuan pasar dalam negeri dan mancanegara. 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Perusahaan ini berdiri di Jakarta pada bulan Mei 1978 dengan nama PT Daihatsu Indonesia, didirikan sebagai usaha patungan (joint venture) antara PT Astra Internasional, Tbk., Daihatsu Motor Company, Ltd. dan Nichimen Corporation. Pendirian ini dilakukan setelah Astra mendapatkan hak untuk mengimpor kendaraan merek Daihatsu ke Indonesia pada tahun 1973. Tiga tahun setelah itu (1976), PT Astra Internasional ditunjuk menjadi agen tunggal, importir, dan distributor tunggal kendaraan Daihatsu di Indonesia. Pada tahun 1983, pabrik mesin PT Daihatsu Engine Manufacturing Indonesia atau disingkat DEMI didirikan di Karawang International Industrial City (KIIC) Karawang. Pabrik ini sekarang lebih dikenal dengan nama pabrik mesin (Engine Plant) Daihatsu. Setelah beberapa tahun berjalan dengan nama PT Daihatsu Indonesia, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Astra Daihatsu Motor. Pendirian dari PT Astra Daihatsu Motor di tahun 1992 merupakan penggabungan dari tiga perusahaan besar, yaitu PT Daihatsu Indonesia, PT Daihatsu Engine
26
27
Manufacturing Indonesia, dan PT Nasional Astra Motor. Melalui penggabungan ini, pemegang saham PT Astra Daihatsu Motor dikuasai oleh Daihatsu Motor Company, Ltd. (61,7 persen), PT Astra Internasional, Tbk. (31,9 persen), dan Toyota Tsusho Corporation (6,4 persen). Saat itu produk yang dihasilkan perusahaan adalah Daihatsu Hijet, Daihatsu Zebra, Daihatsu Taft, Daihatsu Feroza, dan Daihatsu Taruna. PT Astra Daihatsu Motor berkembang semakin pesat dan menjadi salah satu pemain utama dalam industri otomotif di Indonesia. Guna mendukung kegiatan produksinya, perusahaan ini mendirikan berbagai pabrik pendukung sebagai investasi jangka panjang mereka. Pabrik pengecoran (casting plant) alumunium didirikan pada bulan Januari 1997 di KIIC (Karawang International Industrial City) Karawang. Pabrik ini menghasilkan komponen alumunium casting untuk komponen mesin, transmisi untuk produk Xenia, Terios, Xenia VVT-i, Zebra minibus, dan Zebra pick-up. Setahun kemudian tepatnya pada bulan Desember 1998, PT Astra Daihatsu Motor membeli pabrik perakitan dari PT Gaya Motor untuk dijadikan sebagai pabrik perakitan (assembly plant) mobil Daihatsu yang berlokasi di Sunter, Jakarta Utara. Assembly Plant ini merupakan tempat finishing atau semifinish dari unit Terios, Xenia VVT-i, Zebra minibus, dan Zebra pick-up. Sejak pembelian pabrik perakitan ini, PT Astra Daihatsu Motor memiliki empat pabrik, yaitu pabrik pengepresan plat baja (stamping), mesin (engine), pengecoran alumunium (allumunium casting), dan perakitan (assembly). Inovasi sebagai perwujudan dari kaizen dengan melakukan perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement) selalu dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor. Kolaborasi strategis antara Daihatsu–Toyota pada tahun 2004 dilakukan sebagai salah satu strategi bisnis yang cukup mumpuni. Bentuk dari kolaborasi ini ditandai melalui peluncuran Daihatsu Xenia dan Toyota Avanza di Indonesia. Kerjasama dan kolaborasi ini terus berlanjut hingga saat ini, terbukti dengan telah diluncurkan juga produk bersama yaitu Daihatsu Terios dan Toyota Rush pada akhir tahun 2006.
27
28
Perjalanan PT Daihatsu Astra Motor sebagai perusahaan otomotif asal Jepang di Indonesia sudah cukup panjang. Jumlah produksi yang semakin meningkat dari tahun ketahun merupakan salah satu bentuk keberhasilan mereka
dalam
menerapkan
semangat
kaizen
(perbaikan
yang
berkesinambungan). Jumlah produksi Daihatsu telah mencapai satu juta unit kendaraan sejak berdiri di Indonesia pada tahun 2005 lalu. Kapasitas produksi-pun terus ditingkatkan menjadi 211.000 unit pertahun pada tahun 2007. Saat ini kapasitas produksi Daihatsu mencapai 250.000 unit kendaraan pertahun. Kapasitas produksi ini akan ditingkatkan lagi menjadi 280.000 unit pertahun mulai tahun 2011. 4.1.2 Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu Perusahaan PT. Astra Daihatsu Motor dengan slogannya Daihatsu Innovation for Tomorrow menjadi komitmen perusahaan untuk selalu mewujudkan inovasi agar dapat bertahan di era globaslisasi yang terus berkembang dengan menghasilkan produk yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Komitmen perusahaan ini selaras dengan visi mereka yaitu menjadi No.1 di pasar mobil compact di Indonesia dan sebagai basis utama produksi global untuk Grup Daihatsu / Toyota yang sama dengan standar kualitas pabrik Jepang. Guna mewujudkan visi tersebut, PT Astra Daihatsu Motor memiliki dua misi yaitu: (1) Kami memproduksi mobil dengan nilai terbaik dan menyediakan layanan terkait yang penting untuk meningkatkan nilai stakeholder dan ramah lingkungan; (2) Kami mengembangkan dan memberikan inspirasi kepada karyawan untuk mencapai kinerja tingkat dunia. Kebijakan mutu perusahaan yang diterapkan, secara rutin ditinjau untuk menjamin kualitas produksi Daihatsu selalu sama seperti yang disyaratkan dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 dan telah diterapkan di semua pabrik dan kantor pusat. Untuk menjamin agar limbah pabrik tidak mencemari lingkungan sekitar, maka seluruh pabrik Daihatsu juga mengaplikasikan sistem manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14001. Selain itu, PT Astra Daihatsu Motor juga sangat memperhatikan kesehatan
28
29
dan keselamatan kerja karyawannya di seluruh pabrik dengan menerapkan Sistem Mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang sesuai OHSAS 18001 dan Green Company. 4.1.3 Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT Astra Daihatsu Motor saat ini memiliki empat buah pabrik dan satu buah kantor sebagai Head Office dari perusahaan. Keempat pabrik dan kantor pusat tersebut masing–masing berlokasi di: 1. Kantor pusat (Head Office), jalan Gaya Motor III, No. 5, Sunter II, Jakarta 2. Pabrik pengepresan plat baja (Stamping Plant), Sunter Area, Jakarta 3. Pabrik pengecoran alumunium (Allumunium Casting Plant), Karawang International Industrial City (KIIC) Karawang, Jawa Barat 4. Pabrik Mesin (Engine Plant), Karawang International Industrial City (KIIC) Karawang, Jawa Barat 5. Pabrik perakitan (Assembly Plant), Sunter Area, Jakarta Selain keempat pabrik yang siap melakukan proses produksi dari hulu hingga ke hilir, PT Astra Daihatsu Motor juga memiliki beberapa fasilitas pendukung lainnya guna mendukung kegiatan produksi mereka. Fasilitas itu diantaranya adalah Pusat Pelatihan Teknisi (Daihatsu Training Centre) yang terletak di daerah Sunter, Jakarta Utara dan Pusat Suku Cadang (Daihatsu Part Centre) yang berlokasi di Cibitung, Jawa Barat dengan luas gedung 19.543 m2 dan total area 40.000 m2. 4.1.4 Ketenagakerjaan PT Astra Daihatsu Motor saat ini memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup besar, yaitu sekitar 7.900 orang tenaga kerja yang tersebar di kantor (office) maupun di pabrik. Tenaga kerja yang berada di kantor memiliki jam kerja mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.30, sedangkan tenaga kerja pabrik dibagi dalam 2 shift kerja setiap harinya, yaitu shift pagi antara pukul 07.15 – 16.00 dan shift malam pukul 21.00 – 04.30. Proses produksi tidak dilakukan selama sebulan penuh, terdapat beberapa hari libur yang disusun secara acak. Hari libur tersebut ditujukan untuk melakukan perawatan
29
30
semua peralatan produksi yang ada di pabrik. Struktur organisasi dari perusahan dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.5 Proses Produksi Proses pembuatan sebuah kendaraan memerlukan serangkaian proses yang panjang dimulai dari sebuah perencanaan dan desain gambar hingga menjadi sebuah mobil yang handal serta berkualitas. Secara umum proses dari pembuatan sebuah mobil dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu praproses produksi, proses produksi inti, dan pascaproses. Praproses produksi meliputi perencanaan (planning); desain dan pembuatan prototype; visualisasi 3D komputer; pembuatan model dari tanah liat (clay); rancang detail interior, eksterior, serta fungsi utama; dan serangkaian tes prototype (numerous test of prototype). Proses produksi inti meliputi pengepresan plat baja (body stamping process); pengecoran aluminium (casting process) untuk komponen mesin; perakitan mesin (engine assembly process); dan proses perakitan komponen (assembling proses) yang meliputi tiga proses utama yaitu pengelasan (welding), pengecatan (toso/painting), serta perakitan. Sedangkan pascaproses produksi meliputi inspeksi produk jadi dan proses distribusi ketangan pelanggan (customer) dan konsumen. Proses produksi yang dilakukan di pabrik Daihatsu di Indonesia adalah serangkaian proses produksi inti yang berupa pabrikasi hingga pascaproses. Sedangkan untuk pra proses produksi dilakukan di pabrik Daihatsu di Jepang, namun beberapa orang perwakilan dari PT ADM dikirim untuk menimba ilmu sekaligus turut serta dalam melakukan praproses produksi di pabrik Daihatsu Jepang. Prosess produksi inti yang dilakukan di PT Astra Daihatsu Motor berupa pabrikasi yang merupakan real process dari pembuatan mobil Daihatsu. Secara detail proses ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Body Stamping Process Body Stamping Process merupakan proses pertama dalam pembuatan mobil. Pembuatan body part ini menggunakan material dengan ukuran dan ketebalan yang berbeda–beda dan disesuaikan
30
31
dengan bentuk dan jenis mobil yang dibuat. Lembaran material berupa baja dan alumunium dipotong lalu di press dengan menggunakan mesin press body (Die), setelah itu body part di cek kualitasnya untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Gambar 6. Body Stamping Process 2. Allumunium Casting Process Allumunium Casting Process merupakan proses pembuatan komponen mesin seperti blok mesin, piston, roda gigi dan bagian– bagian lainnya dari campuran besi dan sisa–sisa material untuk membuat body. Material ini dilelehkan kedalam tungku dengan suhu sekitar 1500 derajat celcius lalu dituang kedalam sebuah alat cetak. Pembuatan bagian–bagian mesin ini haruslah dengan dimensi yang tepat sesuai dengan ukuran dan toleransinya untuk menjaga tingkat presisinya. Proses polishing (penghalusan) sangat penting dilakukan khususnya untuk bagian yang akan saling bergesekan seperti komponen piston dan blok mesin.
Gambar 7. Allumunium Casting Process
31
32
3. Engine Assembly Process Engine Assembly Process merupakan proses lanjutan dari allumunium casting. Komponen mesin yang telah siap kemudian dirakit dengan bantuan manusia. Proses perakitan mesin merupakan hal yang sangat penting dalam mendapatkan performa mesin yang baik. Oleh karena itu, setelah dirakit mesin akan di setting dan di tes untuk mendapatkan mesin yang ideal.
Gambar 8. Engine Assembly Process 4. Assembly Process Assembly Process merupakan proses terbesar dari pembuatan sebuah mobil. Pada tahapan ini semua komponen yang berasal dari Plant 1 (Stamping Plant), Plant 2 (Casting Plant), dan Plant 3 (Engine Plant) dirakit pada Plant 4 (Assy Plan). Assy Plant di PT. ADM sendiri terdiri dari dua assy dimana masing–masing assy memiliki satu line. Line 1 (satu) memproduksi produk Xenia-Avanza-Terios-Rush (exportdomestic) dengan takt time 1,7 menit. Line 2 (dua) memproduksi Grand Max (export-domestic)-Luxio-Xenia-Avanza dengan takt time 1,95 menit. Setiap lini produksi memiliki 5 (lima) shop produksi yang terdiri dari welding (pengelasan), toso (pengecatan), assembling (perakitan), inspection and repair, dan delivery . Welding merupakan proses perakitan atau penyatuan part hasil proses stamping yang digabungkan dengan cara dilas. Proses ini sebagian besar menggunakan sistem robotik tetapi tetap ada campur
32
33
tangan operator untuk beberapa bagian tertentu. Welding process melalui beberapa tahapan yaitu welding under body, main body, shell body, metal finish, dan welding buffer stock yang merupakan proses pengaturan komposisi pola antrian di atas conveyor (Heijunka).
Gambar 9. Welding Process Setelah semua body part dirakit, body mobil selanjutnya menjalani proses pengecatan (painting). Proses pengecatan ini dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama body mobil dicelupkan kedalam bak yang berisi cairan cat yang diproses secara elektrolisa untuk mendapatkan pengecatan dasar yang berwarna putih (under coat). Selanjutnya pelapisan kedua menggunakan cat berwarna abu–abu yang dilakukan secara robotik. Cat lapisan kedua ini dimaksudkan untuk menjaga cat luar agar tetap baik sekaligus berfungsi melapisi panel agar tetap halus. Lapisan terakhir (top coat) juga dilakukan dengan robot untuk menghasilkan warna akhir kendaraan yang diinginkan.
Gambar 10. Toso atau Painting Process 33
34
Subproses terakhir dalam assembly process adalah proses perakitan semua part hingga menjadi sebuah mobil. Semua komponen baik yang diproduksi sendiri maupun dari luar (subcount) akan di rakit di pabrik produsen. Proses perakitan ini dilakukan dalam conveyor berjalan. Laju kecepatan conveyor tergantung pada takt time perproses yang telah ditentukan, mobil yang dirakitpun terdiri dari berbagai spesifikasi yang berbeda dalam satu conveyor mengikuti heijunka pattern (pola heijunka) yang telah ditetapkan. 5. Inspection and Repair Pascaproses yang pertama dari pembuatan mobil di pabrik Daihatsu ini adalah berupa inspection and repair. Pada tahapan ini dilakukan proses pemeriksaan semua unit yang telah jadi, serta proses perbaikan untuk unit yang defect. Inspeksi dan perbaikan dilakukan dalam dua tahap. Pertama adalah RM 1 (Repair Mechanic 1) yaitu pemeriksaan out assy atau pemeriksaan unit yang keluar dari proses perakitan yang dilanjutkan dengan RM 2. Kedua adalah final inspection yaitu proses pemeriksaan terakhir setelah RM 2 untuk memastikan apakah unit benar–benar sudah siap tarik atau siap kirim.
Gambar 11. Final Inspection Process 6. Delivery Delivery (pengiriman) merupakan pascaproses terakhir dari proses produksi. Proses pengiriman ini dilakukan pada unit yang telah jadi dan bebas cacat. Unit yang siap kirim akan diberi label OK. Setelah unit OK, unit akan melakukan administrasi dan pemberian buku
34
35
panduan (manual book) sesuai dengan brand atau merek yang dimiliki yaitu D-Brand untuk unit Daihatsu dan T-Brand untuk unit Toyota. Sebelum unit dikirim ke konsumen, cek unit terakhir akan dilakukan oleh masing – masing karyawan D-Brand dan T-Brand. Proses delivery dilakukan oleh bagian Vehicle Logistic Delivery. 4.1.6 Jenis Produk PT Astra Daihatsu Motor sebagai salah satu produsen mobil keluarga di Indonesia memproduksi berbagai varian kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menghadirkan mobil compact dan memenuhi standar kualitas global. Perkembangan harga minyak dunia yang tinggi dan kesadaraan akan pemanasan global, menjadi salah satu tantangan bagi Daihatsu untuk menciptakan mobil yang hemat bahan bakar serta ramah lingkungan. Berikut ini adalah jenis–jenis produk yang dihasilkan oleh PT Astra Daihatu Motor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat: 1. Daihatsu
Xenia,
kendaraan
hasil
kolaborasi
Daihatsu–Toyota
merupakan kendaraan keluarga berkapasitas 7 penumpang dengan menggunakan mesin 1000cc dan 1300cc yang telah teruji di dunia. Kendaraan ini mendapatkan penghargaan sebagai The Best Value Car di ajang Indonesia International Motor Show 2006 dan The Best MPV oleh majalah Mobilmotor 2006. 2. Daihatsu Terios, SUV (Sport Utility Vehicle) berkapasitas 7 penumpang dengan mesin 1500cc. kendaraan ini dilengkapi dengan varian transmisi manual dan otomatis. 3. Daihatsu Gran Max, kendaraan komersial generasi terbaru dari Daihatsu yang memiliki kapasitas terbesar di kelasnya. Didukung oleh mesin 1300cc dan 1500cc. Kendaraan ini hadir dalam model minibus dan pick-up, kendaraan serba guna ini ditujukan untuk mendukung kegiatan bisnis dan keluarga. 4. Daihatsu Sirion, adalah kendaraan city car dengan mesin 1300cc yang diimpor dari Malaysia dalam bentuk completely built-up (CBU).
35
36
Selain memproduksi berbagai jenis mobil seperti di atas, PT Astra Daihatsu Motor juga memproduksi mobil Toyota Avanza dan Toyota Rush sebagai produk kolaborasi Daihatsu–Toyota yang merupakan strategi global produksi dan pemasaran Daihatsu–Toyota. 4.1.7 Distribusi Finished Products PT Astra Daihatsu Motor sebagai basis produksi mobil compact untuk Grup Daihatsu dan Toyota di luar Jepang, senantiasa meningkatkan produksi dari tahun ke tahun. Produk–produk Daihatsu pun semakin mendapatkan tanggapan yang positif, hal ini ditunjukkan dari pangsa pasar yang juga meningkat dari tahun ke tahun. Dukungan jaringan penjualan dan purna jual dari PT. Astra Internasional, Tbk. dan Daihatsu Sales Operation (DSO) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu faktor utama yang mendukung peningkatan penjualan Daihatsu di Indonesia. Tabel 2. Total Produksi dan Pangsa Pasar Domestik Daihatsu Tahun 2005
Total Produksi (unit) 105.333
Pangsa Pasar (%) 9,1
2006
95.386
10,3
2007
150.921
11,9
2008
217.117
12,9
2009
204.259
15,9
Sumber: Gaikindo (2010), data diolah Pangsa
pasar
domestik
untuk
produk
Daihatsu
mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Peningkatan ini dintaranya disebabkan oleh penciptaan produk yang sesuai dengan kebutuhan serta diterima oleh konsumen, memiliki teknologi yang canggih sehingga hemat bahan bakar dengan tingkat emisi rendah, kualitas yang meningkat, dan harga yang kompetitif. Selain itu strategi kolaborasi Toyota-Daihatsu juga memberikan dampak yang positif. Model dan kualitas produk yang sama dengan Toyota sebagai market leader, menjadikan daya
36
37
tarik tersendiri bagi konsumen maupun calon konsumen untuk memilih produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang lebih terjangkau. Selain bermain di pasar domestik, Hasil produk PT Astra Daihatsu Motor seperti Daihatsu Terios, Grand Max dan Toyota Avanza juga telah di ekspor melalui PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) ke mancanegara dalam bentuk completely built-up (CBU) dan completely knock-down (CKD). Ekspor produk ke berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Philipina, Timur Tengah, Afrika Tengah, Afrika Selatan, Meksiko, dan Venezuela menjadi salah bukti bahwa produksi PT Astra Daihatsu Motor telah memenuhi standar kualitas global. 4.2. Sistem Produksi PT Astra Daihatsu Motor Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen yaitu input, proses, output, serta adanya suatu mekanisme untuk pengendalian sistem produksi agar mampu meningkatkan perbaikan secara terus menerus (Gaspersz, 1998). Kegiatan produksi dilakukan juga dalam rangka menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga mempunyai nilai manfaat yang lebih dalam memenuhi kebutuhan. Sistem produksi yang diterapkan oleh PT. Astra Daihatsu Motor adalah Sistem Produksi Toyota (Toyota Production System). Sistem produksi ini telah diterapkan semenjak Daihatsu berdiri di Indonesia yaitu tahun 1978. Tujuan dari penerapan Sistem Produksi Toyota di pabrik Daihatsu adalah untuk menekan biaya produksi dari semua jenis pemborosan sehingga efisiensi dan produktivitas dari perusahaan terus meningkat. Toyota Production System bagaikan sebuah bangunan yang memiliki keterkaitan serta saling menunjang antara berbagai bagian yang menyusunnya. TPS yang diibaratkan sebagai sebuah atap rumah, memiliki dua buah pilar penyangga yaitu Just In Time dan Jidouka. Kedua pilar ini berdiri di atas sebuah pondasi yang disebut Heijunka. Ketiga bagian ini bersifat mutlak dalam menyusun sebuah sistem produksi yang efisien. Tanpa salah satu bagian saja, Toyota Production system tidak akan dapat berjalan.
37
38
Gambar 12. Toyota Production System House (PT ADM, 2010) 4.2.1 Just In Time Just In Time merupakan salah satu pilar dari Toyota Production System. Just In Time atau produksi tepat waktu ini merupakan cara berproduksi dari Toyota Production System (TPS). Melalui Just In Time, perusahaan akan melakukan kegiatan produksi secara efisien dengan cara memproduksi produk yang dibutuhkan, pada saat yang dibutuhkan oleh konsumen, serta dalam jumlah sesuai kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, segala bentuk kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah pada produk dapat diminimalisir. Sistem produksi secara Just In Time ini bertujuan untuk menghasilkan produk
berkualitas
tinggi
yang
berbiaya
rendah
dengan
sangat
memperhatikan ketepatan waktu. Efisiensi ditingkatkan dengan cara mereduksi segala jenis pemborosan yang terjadi seperti over production, delay, transportation, over process, inventories, motion dan defect. Melalui penghematan ini biaya produksi dapat ditekan seefisien mungkin. 4.2.2 Jidouka Pilar selanjutnya yang menyusun Toyota Production System adalah Jidouka. Jidouka ini merupakan sebuah sistem yang bertugas untuk mengidentifikasi keabnormalan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan produksi. Keabnormalan proses yang terjadi akan segara diketahui, sehingga tindakan perbaikan dapat segera dilakukan dan defect yang terjadi akibat keabnormalan tersebut tidak akan dilanjutkan ke proses berikutnya.
38
39
Jidouka atau sering dikenal juga dengan nama autonomation didukung oleh dua peralatan utama yaitu poka yoke (alat anti salah) dan andon. Poka yoke merupakan sebuah detector yang dipasang pada peralatan produksi untuk mencegah terjadinya kesalahan. Jika terjadi kondisi abnormal, maka proses produksi akan segera berhenti (line stop). Sedangkan andon merupakan panel elektrik yang memberikan informasi secara visual tentang posisi masalah yang terjadi agar dapat segera dilakukan penanganan pada pusat keabnormalan. Penerapan Jidouka pada PT Astra Daihatsu Motor dilakukan dengan dua cara, yaitu secara otomatis dan manual. Jidouka pada proses otomatis akan mendeteksi semua kondisi selama proses produksi bejalan. Jika mesin mendeteksi sebuah keabormalan pada sebuah proses, maka sinyal pemberitahuan akan muncul pada papan andon. Operator terkait akan segera memperbaiki keabnormalan yang terjadi langsung ke pusatnya. Selama keabnormalan dapat segera diperbaiki sebelum proses selanjutnya, proses produksi akan tetap berjalan. Namun jika perbaikan belum selesai dilakukan, maka akan terjadi line stop. Jidouka pada proses manual melibatkan campur tangan pekerja secara langsung. Jika terjadi kondisi abnormal, team member akan menarik tuas andon yang berada di setiap pos proses untuk menginformasikan keabnormalan. Team leader bersama anggotanya akan segera memperbaiki keabnormalan tersebut. Jika keabnormalan tidak dapat diatasi sampai batas pos proses, maka line produksi akan dihentikan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah berlanjutnya keabnormalan ke proses selanjutnya. 4.2.3 Heijunka Bagian selanjutnya yang menyusun Toyota Production System adalah Heijunka yang merupakan dasar dari sistem produksi ini. Heijunka adalah metode produksi dimana tidak hanya jumlah produksinya yang seragam, tetapi juga komposisi jenis dan waktu pengerjaannya dalam satu periode produksi. Heijunka sering disebut juga sebagai produksi campur merata atau pemerataan. Melalui penerapan Heijunka ini, kegiatan produksi yang dilakukan menjadi efisien dan bebas dari pemborosan (muda).
39
40
Heijunka
memiliki
pola
tersendiri
(Heijunka
Patter)
yang
menggambarkan pola perbandingan atau komposisi dari unit Xenia-AvanzaTerios-Rush dengan Grand Max-Luxio pada conveyor. PT Astra Daihatsu Motor memiliki lima pola Heijunka yaitu pola A, B, C, D, dan E. Pola produksi A memiliki perbandingan 20:10, sedangkan pola B memiliki perbandingan 19:11. Melalui Heijunka ini kegiatan produksi yang dilakukan akan cenderung stabil namun tetap fleksibel serta disesuaikan dengan kapasitas produksi yang ada. Dengan demikian fluktuasi dalam proses produksi yang akan mempersulit Just In Time dan menimbulkan pemborosan dapat dihindari. Penerapan sistem produksi ini tentunya tidak terlepas dari proses perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement) atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan Kaizen. PT. Astra Daihatsu Motor sendiri selalu melakukan improvement untuk mereduksi segala pentuk pemborosan dan mendapatkan kinerja perusahaan yang optimal. Melalui perbaikan yang terus menerus dan berkelanjutan, perusahaan ini akan mampu bersaing di industri otomotif nasional. 4.3. Penerapan Sistem Just In Time di PT. Astra Daihatsu Motor Penerapan sistem produksi Just In Time (JIT) sudah dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor sebagai wujud dari aplikasi penerapan Toyota Production System di perusahaan tersebut. Penerapan sistem produksi ini merupakan suatu bentuk keseragaman sistem dari perusahaan Daihatsu di seluruh dunia yang menginduk pada pengaplikasian Toyota Production System di Daihatsu Motor Company (DMC) Jepang. Just In Time bukan merupakan sistem keseluruhan yang terdapat di PT. Astra Daihatsu Motor, melainkan salah satu bagian atau sistem pendukung yang menyusun Toyota Production System. Sistem inipun tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya dua komponen penunjang lainnya yaitu Jidouka (autonomatisasi) dan Heijunka (produksi campur merata). Pada pelaksanaan sistem produksi, Just In Time dipandang sebagai “cara” yang digunakan dalam proses produksi dengan menggunakan TPS. Jadi Just In Time bukan merupakan sistem utama, melainkan bagian atau sistem penunjang yang menjadi satu kesatuan dalam Toyota Production System. 40
41
Implementasi dari sistem Just In Time ini dapat berjalan dengan lancar jika memenuhi tiga prinsip yang harus berjalan secara sempurna, yaitu proses yang mengalir, adanya takt time, serta melakukan sistem tarik (pull system) dalam proses produksinya. Jika salah satu dari ketiga prinsip ini tidak berjalan dengan sempurnya, maka kondisi Just In Time tidak dapat terpenuhi. Implikasi dari ketidaksempurnaan ini adalah akan menimbulkan kegagalan sistem dan terhentinya proses produksi (line stop). 4.3.1 Proses Mengalir (One Piece Flow) Proses mengalir atau yang juga dikenal dengan istilah one piece flow, merupakan suatu cara untuk menciptakan aliran barang yang kontinu. Melalui proses mengalir, perusahaan akan mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah produk mulai dari material hingga barang jadi dengan kualitas terbaik, biaya terendah dan waktu pengiriman tersingkat. Implementasi one piece flow di pabrik PT ADM diwujudkan dengan pembuatan satu unit produk pada setiap proses dalam conveyor (ban berjalan) secara kontinu dan berurutan. Saat pesanan datang yang ditandai dengan pelemparan kanban, hal itu akan memicu proses produksi mulai dari aliran material atau komponen produksi dari pemasok yang mengalir ke pabrik, lalu pekerja akan membuat komponen dan merakit pesanan tersebut. Pesanan yang telah selesai ini akan segera mengalir ke pelanggan. Keseluruhan proses mengalir ini hanya memerlukan waktu beberapa jam atau hari kerja saja, bukan beberapa minggu ataupun bulan. Penerapan proses mengalir secara ideal mungkin sedikit sulit untuk diwujudkan, namun hal ini selalu di usahakan untuk menciptakan kondisi yang mendekati ideal. Aliran komponen produksi dari pemasok yang rentan akan keterlambatan akibat proses transportasi, memaksa perusahaan untuk menggunakan lot kecil dengan tetap menyimpan sekecil mungkin safety stock. One piece flow secara murni dan ideal telah berhasil diterapkan pada lini perakitan di PT ADM. Aliran produksi mengalir tepat satu unit dari proses satu ke proses berikutnya. Melalui cara ini, pekerja akan
41
42
mempersingkat waktu tempuh produksi dan menghilangkan tertumpuknya barang setengah jadi diantara proses. 4.3.2 Pacu Kerja (Takt Time) Prinsip kedua dari Just In Time adalah pacu kerja (takt time). Takt time didefinisikan sebagai lamanya waktu yang dipergunakan untuk memproduksi 1 buah part atau produk. Takt adalah istilah dalam bahasa Jerman yang artinya ritme. Pacu kerja ini dinyatakan dalam satuan waktu seperti detik, menit, bahkan jam. Hitungan takt di PT ADM adalah menggunakan satuan detik. Melalui penggunaan takt time, kita dapat mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 unit produk guna memenuhi permintaan pelanggan. Rasio jumlah waktu produksi yang tersedia berbanding dengan jumlah permintaan pada satu waktu merupakan cara untuk menentukan takt time dalam proses produksi. Formula dalam menghitung takt time dinyatakan dalam Persamaan (5).
………………………. (5)
Takt Time =
Takt time pada Persamaan 5 merupakan takt time yang digunakan dalam kondisi standar secara teoritis. Maksudnya, takt time tersebut digunakan untuk kondisi kerja normal tanpa adanya overtime (OT). Pada kondisi standar ini efisiensi kerja yang dilakukan dianggap masih 100 persen. Hal ini terjadi karena pekerja bekerja sesuai jam kerjanya yang telah ditetapkan, namun secara aktual di lapangan efisiensi kerja yang dilakukan kurang dari 100 persen. Secara aktual takt time dihitung dengan memasukkan target efisiensi yang ditetapkan oleh perusahaan. PT ADM sendiri memiliki kebijakan target efisiensi sebesar 97 persen dalam melakukan proses produksi. Jumlah waktu produksi yang tersedia akan ditambah dengan waktu overtime (jika ada) dan rasionya akan dikalikan dengan tingkat efisiensi yang telah ditetapkan. Formula dalam menghitung actual takt time dinyatakan dalam Persamaan (6). x efisiensi ….... (6)
Actual Takt Time =
42
43
Jumlah rata – rata permintaan dari bulan Agustus hingga November 2010 adalah 13.400 unit perbulan, jumlah hari kerja 25 hari perbulan, jam kerja 16 jam perhari, efisiensi yang ditetapkan 97 persen, maka takt time produksi adalah 104,2 detik perunit atau 1,73 menit perunit. Berdasarkan perhitungan di atas, diketahui bahwa takt time proses produksi pada setiap posnya adalah 1,73 menit atau sekitar 104 detik. Selain menjelaskan lamanya proses operasi setiap pos, waktu ini juga menggambarkan kecepatan berjalan conveyor sehingga setiap 1,73 menit akan keluar sebuah mobil baru dari proses produksi. Kecepatan produksi yang telah ditetapkan ini bisa saja berubah pada bulan berikutnya, semua itu tergantung pada perbandingan jumlah permintaan dan waktu kerja yang tersedia. Usaha perbaikan (improvement) dari sisi pola gerak pekerja dan perkembangan teknologi yang digunakan dapat memangkas takt time ini agar semakin efisien dalam penggunaan waktu. Melalui penetapan actual takt time, berarti perusahaan sudah mempertimbangkan
hambatan–hambatan
yang
akan
terjadi
seperti
hambatan operasi, kapasitas peralatan, pengadaan part, ketersediaan man power, dan plan balance. Dengan demikian, penerapan takt time ini harus berjalan dengan baik sesuai dengan takt yang telah ditentukan. Tanpa adanya takt time, maka akan berpotensi untuk melakukan produksi yang berlebihan atau terjadi kekurangan produksi sebab kecepatan man power (pekerja) dalam membuat produk tidak memiliki standar. Pacu kerja (takt time) yang telah ditetapkan ini merupakan sebuah angka teoritis yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit produk pada setiap proses. Saat pelaksanaannya, waktu yang diperlukan oleh pekerja untuk menyelesaikan suatu proses akan disebut dengan waktu siklus (cycle time). Waktu siklus ini merupakan waktu nyata yang diperlukan oleh setiap operator dalam menyelesaikan tugas operasionalnya sesuai dengan urutan proses yang ada.
43
44
4.3.3 Sistem Tarik (Pull System) Prinsip selanjutnya dalam penerapan Just in Time di PT. ADM adalah sistem tarik (pull system). Sistem ini merupakan revolusi dari sistem konvensional yang biasanya melakukan sistem dorong (push system) dalam melaksanakan proses produksi. Pada push system setiap proses akan menghasilkan unit sebanyak mungkin untuk diserahakan ke proses berikutnya
tanpa
mengetahui
apakah
proses
berikutnya
sudah
membutuhkanya atau belum. Berbeda dengan penerapan sistem tarik, proses selanjutnya akan menarik part dari proses sebelumnya sesuai dengan jenis, jumlah, dan pada saat diperlukan saja. Sehingga produk dari proses sebelumnya merupakan bahan baku pada proses selanjutnya. Penerapan sistem tarik ini sangat membantu kelancaran proses produksi. Setiap harinya kegiatan produksi akan dijalankan seefisien mungkin dengan tingkat pemborosan akibat over production dan inventory yang besar bisa diminimalisir. Selain itu penggunaan sistem tarik ini sangat fleksibel dalam menghadapi berbagai perubahan permintaan seperti perubahan jumlah atau model produk yang diminta konsumen. Penyesuaian terhadap perubahan hanya dilakukan pada lini akhir dari produksi, sedangkan proses sebelumnya akan secara otomatis mengikuti perubahan tersebut. Dengan demikian kemungkinan terjadinya out of product di antara proses dapat dihindari. 4.3.4 Standar Kerja Melalui ketiga prinsip yang telah dijelaskan di atas, sebuah sistem sudah bisa dikatakan Just In Time atau tepat waktu. Dalam penerapannya di lapangan, sistem produksi Just In Time ternyata juga memerlukan dua tools utama guna mendukung ketiga prinsip yang sudah dijelaskan di atas yaitu standar kerja dan Kanban. Kedua tools ini merupakan instrumen yang digunakan untuk memperlancar proses operasi mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream). Standar kerja diartikan sebagai cara berproduksi yang memfokuskan pada pergerakan orang dengan urutan proses yang efisien dan tanpa pemborosan (muda). Penerapan standar kerja dalam setiap proses sangatlah
44
45
penting guna menjamin keseragaman disetiap proses yang dilewati. Hampir setengah dari pekerjaan memproduksi kendaraan (mobil) masih dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan manusia, oleh karena itu keseragaman atau standar baku merupakan alat yang digunakan untuk mencegah berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan operasi produksi. Tanpa adanya sebuah standar kerja, akan berakibat pada berbagai masalah seperti: 1. Berubah – ubahnya cycle time yang berakibat pada tidak berjalannya Just In Time 2. Tidak tercapainya cara kerja yang ideal sehingga muda (pemborosan), mura (ketidakteraturan) dan muri (keterpaksaan) tidak terdeteksi dan kaizen pun tidak dapat berjalan 3. Cara kerja yang berbeda akan menghasilkan produk yang berbeda dengan tingkat kualitas yang berbeda pula. PT. ADM menganggap bahwa standar kerja merupakan sebuah titik awal dalam melaksanakan kaizen (perbaikan berkelanjutan) di perusahaan mereka. Dengan menerapkan standar kerja, proses pembuatan produk akan sesuai dengan takt time yang telah ditentukan. Hal terpenting dalam standar kerja yang diterapkan perusahaan tentunya adalah dapat menjamin keselamatan dan kelancaran kerja para karyawan. Standar kerja juga mengatur berbagai metode kerja yang aman dalam membuat barang yang baik dan murah. Sehingga standar kerja ini nantinya dapat digunakan sebagai manajemen gemba, yaitu manajemen terhadap keadaan abnormal, manajemen perawatan, serta manajemen harian di jalur proses produksi. Terdapat tiga elemen dalam standar kerja yang terangkum menjadi satu kesatuan. Ketiga elemen tersebut adalah takt time, urutan kerja, dan standar stok dalam proses. Takt time seperti yang sudah dibahas sebelumnya merupakan lamanya waktu yang digunakan untuk membuat satu buah part atau produk. Urutan proses merupakan suatu urutan kerja dimana seorang pekerja (team member) melakukan tahapan–tahapan pergerakan yang paling efisien dalam proses produksi. Sedangkan standar stok dalam proses merupakan sejumlah minimum barang yang diperlukan dalam suatu proses,
45
46
sehingga pekerjaan tetap dapat dilakukan secara berulang–ulang mengikuti urutan proses yang telah ditentukan saat terjadi hambatan produksi. 4.3.5 Sistem Kanban Tools selanjutnya dari Just In Time adalah Kanban (sistem Kanban). Kanban merupakan alat komunikasi dalam sistem produksi Just In Time, dalam bahasa Jepang Kanban ini berarti papan isyarat. Kanban digunakan sebagai alat kontrol produksi untuk mewujudkan sistem produksi secara Just In Time (tepat waktu). Secara umum Kanban mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai perintah untuk melakukan kegiatan produksi maupun delivery dan sebagai alat kontrol visual seperti mencegah produksi berlebihan dan pendeteksi keterlambatan proses. Penerbitan Kanban merupakan sebuah sinyal bagi pekerja untuk melakukan proses produksi. Saat Kanban dikirim ke proses sebelumnya, maka bagian yang menerima Kanban tersebut akan segera melakukan proses produksi untuk memenuhi permintaan dari proses selanjutnya sesuai dengan jumlah dan spesifikasi barang yang tertera pada Kanban tersebut. Pelaksanaan proses produksi akan dimulai saat terjadi perputaran Kanban. Terdapat beberapa rules praktis untuk Kanban yang diterapkan pada pabrik PT ADM, yaitu: 1. Part atau komponen yang akan digunakan harus 100 persen dalam kondisi sempurna 2. Proses selanjutnya mengambil part dari proses sebelumnya 3. Proses sebelumnya membuat part sebanyak Kanban yang telah diambil sesuai dengan urutan pengambilan 4. Tidak melakukan produksi maupun delivery jika tidak ada arus Kanban 5. Pada proses pengiriman barang, Kanban harus selalu menyertai barang tersebut 6. Jumlah barang aktual harus sama dengan jumah yang tertera pada Kanban sheet. Setiap satu lembar Kanban hanya dipergunakan untuk satu jenis part (komponen) saja, namun jumlah komponen yang dipesan untuk setiap lembar Kanban tersebut tergantung pada standar yang telah ditetapkan oleh
46
47
perusahaan. Berarti semua Kanban yang ada di PT ADM memiliki kapasitas pemesanan yang sama. Kanban dibagi menjadi dua menurut fungsinya dalam proses produksi, yaitu Kanban Internal dan Kanban Eksternal. 1. Kanban Internal, merupakan Kanban yang digunakan dan beredar di lingkungan PT ADM. Kanban ini berfungsi untuk memesan part dari jalur perakitan ke warehouse (gudang) yang berada di sekitar pabrik.
Gambar 13. Kanban Internal (Ariefiandi, 2010) 2. Kanban Eksternal, merupakan kanban yang digunakan dan beredar keluar dari lingkungan PT ADM. Kanban ini berfungsi untuk memesan komponen ke pemasok (supplier).
Gambar 14. Kanban Eksternal (Ariefiandi,2010)
Kanban yang digunakan dalam proses produksi tidak boleh tercecer ataupun hilang. Kehilangan satu buah Kanban saja akan mengakibatkan
47
48
pekerja tidak bisa melakukan pemesanan part atau komponen produksi. Jika komponen yang diperlukan tidak bisa dipesan, maka akan terjadi kehabisan komponen pada pos produksi, sehingga mengakibatkan line stop. Pelemparan Kanban juga tidak boleh terlalu cepat dilakukan, sebab apabila Kanban terlalu cepat di order akan mengakibatkan penumpukan persediaan di gudang yang bisa berakibat pada pemborosan. Kanban juga memiliki siklus (Kanban cycle) yang menggambarkan perputaran pengiriman Kanban dan barang (material produksi) dalam satu hari. Penggunaan siklus ini dimaksudkan untuk memudahkan supplier maupun proses operasi sebelumnya dalam memasok komponen ke proses selanjutnya. Dengan demikian aliran barang yang datang akan mengalir secara teratur tanpa adanya gangguan seperti aliran barang yang terlalu cepat, sehingga menimbulkan penumpukan maupun keterlambatan yang akan menimbulkan kekurangan (shortage) bahkan line stop. Siklus Kanban dikenal juga dengan sebutan cycle issue, memiliki tiga digit angka (X, Y, Z), yang masing–masing angka tersebut dipisahkan oleh tanda “bagi” (:). Digit pertama (X) menunjukkan jumlah hari kedatangan part, digit kedua (Y) menunjukkan frekuensi kedatangan dalam satu hari, dan digit ketiganya (Z) menunjukkan interval kedatangan barang yang telah dipesan. Misalkan pabrik perakitan PT ADM (assy plant) mengeluarkan Kanban untuk memesan backdoor ke pabrik pengepresan baja (stamping plant) dengan siklus 1 : 6 : 2, maka arti dari siklus ini adalah dalam 1 hari terdapat 6 kali pengiriman dengan interval pengiriman barang setiap 2 kali pengiriman setelah order diterbitkan. Pesanan terbaru akan dikirimkan setelah 2 siklus pengiriman dari ketentuan cycle issue yaitu pada siklus ke-3. Penggunaan sistem Kanban pada proses produksi di PT ADM dapat membantu pekerja untuk melakukan pekerjaan dengan efisien. Saat adanya penerbitan Kanban, proses produksi akan segera dimulai. Semua komponen atau bahan baku produksi yang diperlukan akan segera disediakan sesuai dengan jumlah dan spesifikasi yang diperlukan dan tertera pada Kanban tersebut. Dengan demikian, jumlah komponen yang diminta akan disesuaikan dengan jumlah barang yang akan diproduksi pada saat itu.
48
49
Pemesanan komponen produksi yang berlebihan dapat menimbulkan biaya penyimpanan, risiko kerusakan dari komponen, serta penyortiran untuk memisahkan barang yang rusak. Semua kegiatan ini tentunya akan menghambat proses produksi dan menimbulkan biaya. Pemesanan komponen menggunakan Kanban dengan jumlah lot yang kecil bertujuan untuk memperkecil tingkat inventory baik dalam bentuk bahan mentah ataupun barang setengah jadi yang dapat menumpuk di antara proses produksi. Selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk menjaga kualitas dari material sebab material yang tersedia akan segera digunakan dalam proses produksi. Pada akhirnya penggunaan Kanban akan memperlancar kegiatan produksi sebab semua kegiatan yang ada dapat terorganisir dengan baik. Segala jenis potensi pemborosan juga dapat segera dihindari, sehingga dapat menghemat biaya serta mereduksi biaya tambahan yang mungkin terjadi. 4.4. Efektivitas Penerapan Sistem Just In Time di PT Astra Daihatsu Motor Sebelum menentukan apakah sebuah kesatuan sistem berjalan dengan efektif, perlu diperhatikan terlebih dahulu efisiensi yang dapat dilakukan dalam kegiatan produksi. Efisiensi ini dipandang sebagai kegiatan produksi yang mampu menekan seminimum mungkin pemborosan, sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin dan keuntungan yang diperoleh dapat ditingkatkan tanpa menaikkan harga barang. PT ADM mengenal tiga jenis pekerjaan yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi. Pekerjaan jenis pertama merupakan pekerjaan yang perlu dan penting untuk dilakukan karena mengandung nilai tambah atas barang yang dikerjakan. Pekerjaan jenis pertama meliputi berbagai hal seperti welding, painting, dan assembling. Sedangkan pekerjaan jenis kedua merupakan pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah terhadap barang yang diproduksi, namun pekerjaan ini tidak dapat dianulir dan dianggap penting seperti supply, cleaning, dan inspection. Jenis pekerjaan ketiga adalah jenis pekerjaan yang harus dihilangkan karena merupakan suatu pemborosan (muda). Pekerjaan jenis ketiga ini meliputi stock, repair, waiting serta kegiatan lain yang menimbulkan pemborosan sumber daya. Melalui perbaikan kinerja sistem secara terus menerus, pekerjaan jenis ketiga ini
49
50
secara bertahap akan mampu untuk direduksi bahkan dihilangkan, sehingga efisiensi dari pelaksanaan sistem dapat ditingkatkan. Penerapan sistem produksi Just In Time dimaksudkan untuk mencapai suatu proses produksi yang efisien dengan tingkat pemborosan yang minimum. Penerapan Just In Time yang berjalan secara efektif dapat terlihat dari pencapaian efisiensi dalam proses produksi. Semakin tinggi tingkat efisiensi proses yang dilakukan, berarti penerapan sistem produksi Just In Time yang dilakukan juga semakin efektif. Perbaikan yang dilakukan secara terus menerus memungkinkan sistem ini menjadi sistem yang fleksibel dan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada guna mempertahankan dan meningkatkan efektivitasnya. Efektivitas dari penerapan Just In Time di PT ADM dapat dilihat dari pencapaian tingkat efisiensi pada beberapa objek, diantaranya adalah sebagai berikut: 4.4.1 Orientasi Biaya Just In Time memiliki tiga fokus utama dalam upaya meningkatkan efisiensi pelaksanaan sistem, yaitu efisiensi pada quality, cost, serta delivery. Efisiensi dari sisi biaya menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena semua kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan memiliki unsur biaya di dalamnya. PT Astra Daihatsu Motor memiliki dua pandangan dalam penetapan biaya produksi yang berorientasi pada cost basis dan cost reduction guna mencapai keuntungan yang optimal. Harga jual merupakan formulasi antara jumlah biaya produksi dan keuntungan yang diinginkan. Hal ini dipandang sebagai bentuk dari penetapan biaya yang berorientasi pada cost basis. Sedangkan penetapan keuntungan merupakan formulasi antara harga jual yang dikurangi dengan biaya produksi, dan hal ini merupakan penetapan biaya yang berorientasi pada cost reduction. Persaingan di industri otomotif yang semakin ketat, menjadikan harga jual sebuah barang (mobil) biasanya lebih ditentukan oleh kondisi pasar dimana barang tersebut dijual, sedangkan biaya produksi akan ditentukan oleh metode produksi yang digunakan. Dalam orientasi cost basis, untuk memperoleh keuntungan yang tinggi seorang produsen harus memperbesar
50
51
proporsi keuntungan yang dia inginkan. Orientasi seperti ini dapat berdampak pada harga jual produk yang bisa melebihi harga yang berlaku di pasaran. Berbeda dengan sistem produksi yang berorientasi pada cost reduction, produsen tetap berpeluang untuk memperbesar proporsi keuntungan pada harga yang berlaku di pasaran, yaitu dengan mempertinggi tingkat efisiensi dari metode produksi yang digunakan. Aplikasi Toyota Production System (TPS) dan pelaksanaan produksi secara Just In Time telah memberikan peluang kepada PT ADM untuk meningkatkan efisiensi dalam mengalokasikan biaya dan sumberdaya lainnya pada proses produksi, sehingga proporsi keuntungan yang diinginkan juga dapat ditingkatkan. 12
12
10
10
8
8
6
6
4
4
2
2
0
0
(a) Cost Basis
profit
Biaya produksi
(b) Cost Reduction
Gambar 15. Orientasi Biaya Kedua konsep orientasi biaya seperti yang sudah dijelaskan di atas merupakan dua konsep penentuan biaya yang biasa digunakan dalam proses produksi. Sistem produksi Just In Time di PT ADM berorientasi pada konsep cost reduction untuk menekan biaya produksi yang didasarkan pada key performance index (KPI) yang ditetapkan seperti direct material, indirect material, factory over head, dan direct labour. Pencapaian penghematan yang dilakukan pada KPI tidak diperoleh dan tidak bisa dipublikasikan karena
bersifat
sangat
rahasia. Dengan melakukan
penghematan pada KPI ini, Proporsi keuntungan pada akhirnya akan meningkat seiring dengan penurunan proporsi biaya produksi pada tingkat harga yang sama.
51
52
PT ADM melakukan penghematan biaya produksi melalui berbagai cara, diantaranya yaitu dengan memangkas biaya inventory, penerapan sistem Milk Run delivery, dan mengurangi aktivitas–aktivitas yang tidak penting seperti penyortiran dan pengerjaan ulang. Biaya inventory memiliki proporsi yang sangat besar pada kegiatan produksi, sehingga harus dapat ditekan seminimal mungkin. Penghematan dari sisi inventory berarti akan menghemat dua jenis biaya sekaligus yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membayar kelebihan barang serta menghemat biaya yang akan digunakan untuk menyimpan kelebihan barang yang tidak digunakan tersebut. Melalui penghematan biaya yang berorientasi pada cost reduction ini, perusahaan dapat mengalokasikan setiap biaya dan sumber daya tambahan baik yang diperoleh melalui profit ataupun modal untuk meningkatkan produktivitas yang ada serta menambah fasilitas untuk mendukung kelancaran produksi. Usaha peningkatan produktivitas perusahaan salah satunya tercermin dari upaya memperbesar kapasitas produksi yang semula hanya 250.000 unit pertahun dipertengahan caturwulan pertama tahun 2010 ini. Kapasitas ini akan dinaikkan hingga 255.000–260.000 diakhir caturwulan ketiga 2010. Selanjutnya ditahun 2011 kapasitas produksi dinaikkan lagi menjadi 286.000 unit pertahunnya. Persentase peningkatan kapasitas produksi ini cukup besar yaitu 4 persen diakhir caturwulan tiga 2010 dan 14 persen pada tahun 2011 dari basis 250.000 unit diawal caturwulan satu 2010. 4.4.2 Output Produksi Output atau hasil dari proses produksi juga dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh tingkat efektivitas dari sistem produksi Just In Time yang telah diterapkan oleh PT ADM. Output produksi berhubungan dengan pencapaian target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Output yang dihasilkan memang bersifat fluktuatif tergantung dari seberapa besar permintaan konsumen atas produk yang ditawarkan perusahaan, namun jumlah dari output produksi ini cenderung meningkat setiap tahunnya.
52
53
Tabel 3. Perkembangan Volume Produksi PT Astra Daihatsu Motor Tahun Total Produksi Merek Daihatsu Merek Toyota (Unit) (Unit) (Unit) 2005 105.333 48.729 56.604 2006
95.386
33.065
62.321
2007
150.921
50.369
100.552
2008
217.117
76.244
140.873
2009
204.259
77.053
127.206
Sumber: Gaikindo (2010), data diolah Secara agregat, berdasarkan data pada lima tahun terakhir (2005 – 2009), volume produksi dari PT Astra Daihatsu Motor memperlihatkan jumlah yang cenderung meningkat. Jumlah produksi yang ada ini merupakan jumlah keseluruhan produk yang di buat di pabrik PT ADM. Produksi ini tidak hanya menghasilkan kendaraan dengan merek Daihatsu tetapi juga kendaraan dengan merek Toyota baik untuk keperluan pasar domestik maupun ekspor. 250000 200000 150000
Total Produksi Brand Daihatsu
100000
Brand Toyota 50000 0 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 16. Grafik Output Produksi (Gaikindo,2010) Berdasarkan grafik output produksi di atas, komposisi produk dengan merek Toyota lebih tinggi dari pada produk dengan merek Daihatsu sendiri. Jika dilihat perbandingannya, kendaraan dengan merek Daihatsu berjumlah kurang lebih hanya berkisar sepertiga dari total produksi setiap tahunnya. Total produksi tertinggi dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 217.117 unit. Dari total produksi ini kendaraan dengan merek Daihatsu diproduksi
53
54
sebanyak 76.224 unit dan Toyota sebanyak 140.873 unit atau sekitar 35 persen berbanding 65 persen. Selama lima tahun terakhir rata–rata (mean) total produksi PT. ADM pertahunnya adalah sebesar 154.603,2 unit dengan standar deviasi sebesar 55.501,039 dan variance 3,080 x 109 (Lampiran 10). Rata–rata (mean) total produksi pertahun cukup seimbang jika dibandingkan dengan data produksi pada awal tahun pengamatan dan akhir tahun pengamatan. Hal ini mengindikasikan peningkatan total produksi yang terjadi cukup stabil. Jika dilihat dari simpangan baku (standar deviasi) yang terjadi, deviasi terhadap rata–rata produksi cukup tinggi yaitu 55.501,039 atau sekitar 36 persen dari rata–rata total produksi pada periode lima tahun terakhir. Hal ini terjadi karena produksi yang dilakukan oleh PT ADM sangatlah fluktuatif mengikuti permintaan aktual dari pelanggan. Sistem perencanaan produksi yang mengikuti permintaan konsumen (pelanggan) memang cenderung memiliki deviasi yang tinggi, sebab kegiatan produksi dilakukan tidak ditentukan oleh keinginan perusahaan tetapi lebih mengacu pada pemenuhan kebutuhan sesuai dengan permintaan pelanggan. Berbeda dengan perencanaan produksi secara konstan, deviasi produksi yang terjadi cenderung kecil dan stabil. Hal ini terjadi karena kegiatan produksi yang dilakukan cenderung tetap dan tidak bersifat fluktuatif sesuai dengan keinginan produsen. 4.4.3 Sistem Pengiriman Tepat Waktu Salah satu hal yang menjadi sorotan jika kita berbicara tentang Just In Time adalah ketepatan waktu, baik itu ketepatan waktu dalam melaksanakan proses produksi maupun ketepatan waktu dalam mempersiapkan semua bahan baku maupun komponen untuk keperluan produksi. Pengiriman bahan baku produksi di PT ADM dilakukan berdasarkan penjadwalan yang telah ditentukan dalam order produksi. Proses penerimaan bahan baku produksi juga melakukan hal yang sama. Berbagai proses ini dilakukan melalui empat metode, yaitu (1) Direct Delivery System, (2) Milk Run Delivery System, (3) Junbiki Delivery System, dan (4) Jundate Delivery system.
54
55
Gambar 17. Sistem Pengiriman (Daihatsu Logistic Planning Dept, 2010) 1. Direct Delivery System Metode pertama yaitu direct delivery system yang merupakan sistem pengiriman pertama dalam sistem Just In Time dimana setiap vendor
atau supplier mengirimkan barangnya ke pabrik konsumen
secara langsung. Lokasi parkir PT. ADM yang sempit, kapasitas gudang yang kecil, penerapan ukuran lot yang kecil, serta kegiatan loading dan unloading yang memakan waktu menjadi kendala tersendiri dalam penerapan direct delivery system. Terlalu banyak kendaraan truk supplier yang masuk ke pabrik PT ADM untuk melakukan bongkar muat menjadikan aktivitas keluar masuk kendaraan terlalu tinggi dan tak jarang truk supplier harus menunggu antrean di luar pabrik. Untuk itu konsep ini akhirnya hanya digunakan untuk pengiriman part yang berukuran relatif besar dengan letak pemasok yang jauh baik dari perusahaan maupun dari pemasok lainnya seperti dalam proses pengiriman chasis, jok, kaca, ban, velg, gardan dan komponen – komponen berukuran besar lainnya. 2. Milk Run Delivery System Milk Run menggambarkan proses pengiriman bahan baku dari beberapa supplier dalam satu kali siklus perjalanan. Metode ini menggabungkan beberapa proses pengiriman part dalam satu rute sekali jalan secara rutin dengan periode waktu yang relatif sama setiap harinya. Melalui penggunaan metode ini costumer dalam hal ini PT ADM lebih cenderung “menjemput
bola” ke supplier, dibandingkan hanya 55
56
menunggu kiriman barang langsung dari supplier mereka. Selain itu biaya pengiriman juga dapat ditekan seminimal mungkin karena truk transporter yang digunakan mendatangi lebih dari satu supplier pada suatu area tertentu untuk menjemput part yang dibutuhkan dalam proses produksi. Proses ini juga akan menghemat tempat parkir dan mengurangi frekuensi kedatangan truk ke pabrik PT ADM. Proses pengiriman komponen interior, lampu dan komponen–komponen untuk kendaraan merek Toyota, serta komponen berukuran kecil lainnya menggunakan sistem Milk Run ini. 3. Junbiki Delivery System Junbiki berasal dari bahasa Jepang yang berarti persiapan. Junbiki merupakan sistem pengiriman yang menggunakan sistem order (pemesanan) dengan menggunakan faksimili yang sesuai dengan heijunka pattern atau urutan produksi di lini produksi. Dengan demikian urutan produksi yang ada di perusahaan akan sama dengan urutan produksi yang ada di pemasok. Penggunaan metode ini sangat menunjang pelaksaan sistem Just In Time untuk mewujudkan orientasi zero inventory dan mereduksi biaya produksi. Penggunaan faksimili dan teknologi informasi yang memadai menjadi sangat penting dalam penggunaan metode ini. Dengan demikian tidak semua pemasok yang dapat menerapkan metode Junbiki ini. 4. Jundate Delivery System Jundate merupakan sistem pengiriman yang terjadi antar pabrik di PT ADM secara internal. Sistem ini disebut juga dengan sistem pengiriman internal dimana jadwal produksi pada pabrik sebelumnya akan tepat sama dengan jadwal produksi di pabrik selanjutnya. Sistem jundate digunakan untuk mengirim part dari pabrik pembuatan part (Plant 1, Plant 2, dan Plant 3) ke pabrik perakitan (Plant 4). PT ADM menggunakan truk transporter internal untuk mengangkut komponen– komponen seperti mesin dan body part untuk dikirimkan ke pabrik perakitan.
56
57
Gambar 18. Grafik Kemajuan Milk Run Delivery System (Logistic Dept,2010)
Berdasarkan grafik di atas, persentase peningkatan ketepatan waktu (on time delivery) pengiriman pada tanggal 3 Oktober 2010 dengan menggunakan sistem Milk Run di plant 1 PT ADM (stamping plant) mencapai 78,50 persen dari pencapaian awal yang hanya sebesar 9,87 persen. Pencapaian peningkatan persentase ini menunjukkan efektivitas dari penerapan sistem Milk Run dalam proses pengiriman bahan baku produksi. Kendala lalu lintas seperti kemacetan yang mencapai angka 11,61 persen merupakan salah satu penyebab terjadinya delay dan keterlambatan pengiriman bahan baku di PT ADM. Persentase on time delivery yang telah dicapai hingga saat ini adalah sebesar 88,37 persen yang merupakan total antara persentase pencapaian awal dan persentase peningkatan yang terjadi. jika dibandingkan dengan target pencapaian sebesar 95 persen, berarti masih terjadi kegagalan pencapaian (out of target) sebesar 6,63 persen. Kegagalan pencapaian ini terindikasi sebagai akibat dari kendala lalu lintas. Hal ini berarti masih terdapat potensi keterlambatan yang dapat menghambat proses produksi. Walaupun masih terjadi sedikit keterlambatan, proses produksi tidak boleh berhenti atau menganggur. Hal seperti ini akan segera diantisipasi menggunakan safety stock untuk menjaga keberlangsungan proses produksi. Target dari pencapaian Milk Run Delivery System yang diterapkan oleh PT ADM tidaklah 100 persen, tetapi hanya sampai batas maksimum sebesar 95 persen. Kebijakan ini diambil karena perusahaan telah
57
58
memperhitungakan berbagai kendala dengan memberikan toleransi sebesar 5 persen. Kendala klasik berupa kemacetan lalu lintas masih menjadi potensi terbesar dalam penerapan sistem milk run. Kemacetan lalu lintas sebenarnya dapat diatasi dengan menempatkan gudang sementara yang berada di sekitar pabrik PT ADM, tetapi kendala lainnya adalah tidak semua supplier
yang
bersedia
untuk
menyewa
gudang
sebagai
tempat
penyimpanan sementara. 4.4.4 Periode Pemberitahuan Siklus Material Produksi Periode pemberitahuan siklus (cycle issue period) merupakan perhitungan waktu pengiriman komponen produksi berdasarkan pada jumlah order, hari kerja, dan kapasitas gudang yang dimiliki. Periode ini menggambarkan
pola
pelemparan
Kanban
(siklus
Kanban)
untuk
melakukan perintah produksi dan mengambil part yang dibutuhkan dalam proses produksi. Jumlah siklus yang akan dilakukan berkaitan dengan jumlah komponen yang diperlukan. Semakin besar jumlah kebutuhan komponen yang diperlukan, maka jumlah siklus yang dilakukan juga akan semakin banyak. Hal ini terjadi karena pengiriman bahan baku dilakukan dalam jumlah lot yang kecil sesuai dengan kebijakan di PT ADM untuk meminimalisir tingkat inventory dan mengurangi biaya persediaan. Selain itu, dengan penggunaan jumlah lot yang kecil part yang dikirim akan langsung habis terpakai sehingga kualitas dari part tersebut tetap terjaga. Penentuan periode dari cycle issue yang digunakan cenderung tetap pada setiap bulannya. Jumlah cycle yang ditetapkan dalam proses pengiriman ban di PT ADM adalah sebanyak 14 cycle atau 14 kali pengiriman dalam satu hari kerja. Jumlah ini sudah menjadi ketetapan dari perusahaan yang didasarkan pada rata–rata jumlah produksi, kecepatan laju produksi, serta kemampuan supplier mengirimkan komponen produksi. Dalam kondisi luar biasa seperti terjadi lonjakan atau penurunan jumlah produksi yang cukup ekstrem, jumlah cycle yang digunakan mungkin saja berubah dan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Tetapi perubahan jumlah cycle ini akan melalui serangkaian proses penyesuian terhadap berbagai hal yang terkait di dalamnya. Pada bulan September 2010 PT ADM memiliki
58
59
cycle issue dengan komposisi 1:14:14. Hal ini berarti dalam 1 hari kerja (16 jam) terjadi 14 kali pengiriman komponen, dan order selanjutnya akan dikirimkan setelah pengiriman ke 14 dari order sebelumnya. Berdasarkan data delivery note hanya untuk tanggal 30 September 2010 (Lampiran 6), jumlah ban yang dikirim ke pabrik PT ADM sebanyak 2.785 buah, yang dikirim dalam 14 cycle untuk memenuhi kebutuhan produksi 557 unit kendaraan pada tanggal tersebut. Dalam satu kali pengiriman (1 cycle), rata–rata jumlah ban yang dikirim adalah sebanyak 199 buah percycle yang merupakan hasil dari jumlah kebutuhan ban perhari dibagi dengan jumlah cycle yang dilakukan pada setiap harinya. Perhitungan jumlah ban yang dikirim dan cycle yang ditetapkan pada tanggal 30 September 2010 seperti pada perhitungan di atas, akan digunakan sebagai pendekatan perhitungan untuk menduga jumlah rata–rata ban yang dikirimkan pada bulan September hingga November 2010. Tabel 4. Perkiraan Jumlah Kebutuhan Ban dan Rencana Produksi PT ADM Keterangan
September
Oktober
November
Jumlah Kendaraan (Unit)
10.636
15.250
14.400
Jumlah Ban (Buah)
53.180
76.250
72.000
Hari Kerja
20*
25
25
Sumber: Sales Projection Plan PT Sumi Rubber (2010)
Berdasarkan pada Lampiran 8, jumlah rata–rata ban yang dikirim pada setiap cycle pada bulan September adalah 190 buah. Jika dibandingkan dengan jumlah rata-rata ban yang dikirim pada tanggal 30 pada bulan yang sama yaitu 199 buah, hal ini berarti memperlihatkan adanya perbedaan jumlah ban yang dikirim pada setiap cycle yang dilakukan dibulan tersebut. Perbedaan jumlah ini akibat dari fluktuasi jumlah unit kendaraan yang diproduksi pada setiap hari maupun setiap cycle tergantung pada rencana produksi yang telah ditetapkan. Tidak menutup kemungkinan akan adanya sejumlah 180 ataupun 185 bahkan di atas 200 buah ban yang dikirim pada beberapa cycle dibulan tersebut. Akan tetapi jumlah ban yang dikirim harus dengan kelipatan lima. *jumlah hari kerja pabrik 25 hari, dikurangi cuti bersama Idul Fitri 5 hari 59
60
Pengiriman komponen sebanyak 14 cycle yang telah ditetapkan oleh perusahaan, kemudian digunakan untuk menghitung serta menduga jumlah rata–rata ban yang akan dikirim pada bulan Oktober dan November. Maka rata–rata jumlah ban yang dikirim setiap cycle-nya pada bulan Oktober adalah sebanyak 218 buah per-cycle dan pada bulan November adalah sebanyak 205 buah per-cycle (Lampiran 8). Transportasi yang digunakan untuk mengirimkan sejumlah komponen ban ke PT ADM seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menggunakan truk yang disediakan sendiri oleh pemasok. Dalam satu kali pengiriman dengan menggunakan truk besar yang bervolume 30 meter kubik (m3), truk tersebut mampu memuat sejumlah 230 buah ban. Akan tetapi, dalam satu kali pengiriman truk supplier hanya mengirimkan sejumlah ban sesuai dengan kebutuhan pada proses produksi yang dilakukan. 4.4.5 Standar Persediaan Persediaan atau inventory merupakan hal yang menarik untuk dibahas jika kita berbicara tentang penerapan sistem produksi Just In Time. Pada sistem produksi Just In Time, persediaan merupakan suatu pemborosan yang dapat menimbulkan biaya yang cukup besar sehingga harus dihindari. Idealnya, sistem produksi Just In Time tidak mengijinkan adanya berbagai jenis persediaan. Tetapi berbagai kedala bisa terjadi kapan saja dan memiliki potensi yang besar untuk menghentikan proses produksi tanpa adanya persediaan yang digunakan sebagai pengaman. Untuk itu persediaan dengan jumlah yang minimum masih ditoleransi guna mengantisipasi hal ini. Persediaan pengaman (safety stock) digunakan untuk mengantisipasi kegagalan produksi baik yang disebabkan oleh human error maupun system error. Sebelum sistem benar–benar berhenti (line stop) akibat kesalahan, persediaan bahan baku disetiap proses akan dikeluarkan untuk menjaga agar proses produksi tetap berjalan. Jumlah persediaan pengaman di PT ADM tidak
dihitung
berdasarkan
satuan
jumlah
komponen,
melainkan
berdasarkan perhitungan waktu yaitu selama 90 menit (1,5 jam). Jika takt time produksi adalah 104 detik atau 1,7 menit, maka safety stock selama 90 menit (5400 detik) dapat mengcover sebanyak 51,92 atau 52 unit mobil
60
61
pada pos yang mengalami gangguan. Misalkan terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pasokan roda ke jalur produksi, maka stok pengaman akan digunakan untuk mengatasi gangguan tersebut tanpa harus menghentikan proses produksi. Dengan demikian jika dalam setiap 1,7 menit PT ADM menghasilkan 1 unit mobil, maka penggunaan persediaan pengaman ini berarti telah mencegahan kerugian dan kegagalan proses yang akan terjadi pada 52 unit mobil. 4.4.6 Rata-rata Penggunaan Komponen Ban Material ataupun komponen produksi merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang proses produksi. Tanpa komponen produksi, tidak akan ada proses pembuatan produk yang dilakukan. Oleh karena itu perhitungan jumlah part yang tepat serta ketersediaan dari komponen sendiri sangatlah penting. Jumlah dan waktu dari penggunaan komponen ban ditetapkan melalui peramalan produksi untuk bulan aktual (N) hingga tiga bulan ke depan (N + 3). Setelah melakukan peramalan, perencanaan produksi disusun berdasarkan peramalan yang telah dilakukan untuk proses produksi bulan aktual (N) hingga N + 3. Melalui peramalan dan perencanaan produksi, jumlah kebutuhan material baik jenis maupun jumlahnya dapat ditentukan. Departemen logistik merupakan bagian yang bertanggung jawab atas penyediaan bahan baku untuk keperluan produksi. Berdasarkan forecasting untuk kebutuhan ban dari Departemen Logistik, selama bulan Agustus hingga Nopember 2010 PT ADM memerlukan ban sebanyak 66.560, 53.180, 76.250, 72.000. Jumlah yang berbeda–beda ini tergantung dari demand produk yang diterima PT ADM pada bulan tersebut. Pada tingkat pasokan ban sebanyak itu, maka kebutuhan seluruh komponen ban yang digunakan dalam proses produksi terpenuhi tanpa ada yang kelebihan ataupun kekurangan. Jumlah rata–rata dari penggunaan komponen produksi diinformasikan kepada para supplier melalui supplier meeting yang dilakukan sekitar tanggal 20 sampai 26 setiap bulannya. Pada rapat ini semua vendor komponen berkumpul untuk memperoleh informasi terkini tentang jadwal produksi di PT. ADM untuk bulan aktual N hingga N+3. Hal ini
61
62
dimaksudkan agar para vendor juga bisa melakukan perencanaan produksi untuk menyediakan kebutuhan bahan baku pada PT ADM hingga tiga bulan ke depan. Secara garis besar, skema penentuan rata–rata pasokan komponen ban dari pemasok adalah sebagai berikut. Perencanaan Produksi
Forecasting Kebutuhan Komponen Produksi
Supplier Meeting
Penentuan Proporsi Pasokan Dari Supplier Gambar 19. Skema Penentuan Proporsi Pasokan Komponen Ban PT ADM melakukan kerjasama dengan lebih dari satu supplier pada setiap vendor untuk semua jenis komponen yang ada sebagai usaha pencegahan terhadap line stop akibat stock out. Jadi dengan kata lain tidak ada supplier tunggal untuk satu jenis komponen. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi potensi hambatan produksi yang dapat terjadi seperti kegagalan supplier. Jika terjadi kegagalan penyediaan komponen produksi oleh sebuah vendor, maka ada vendor lain yang akan menggantikannya. 4.4.7 Perencanaan Produksi Perencanaan produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebelum melaksanakan proses produksi. Dalam perencanaan produksi semua informasi tentang order produk disusun untuk mengetahui jumlah, jenis, tipe, dan tenggat waktu dari produk. Kegiatan perencanaan produksi sendiri diatur oleh Production Planning Control and Logistic Departement dan Production Control Departement. Untuk menyusun sebuah rencana produksi, terdapat beberapa tahapan yang dilalui mulai dari menghimpun order dari konsumen hingga terciptanya pola Heijunka di jalur produksi. Proses produksi yang telah direncanakan atau dijadwalkan akan segera dilaksanankan di jalur produksi. Peramalan pada proses perencanaan produksi tidak hanya dilakukan untuk bulan ke N, tetapi juga hingga N+3. Perencanaan produksi untuk bulan ke N yang akan segera dilaksanakan tidak bisa dirubah atau di reschedule. Jika terjadi perubahan permintaan, maka perencanaan ulang hanya bisa dilaksanakan pada periode atau bulan
62
63
produksi selanjutnya. Bulan berjalan hanya akan menambah jadwal produksi jika dan hanya jika terjadi accident yang tidak bisa dicover oleh buffer stock yang ada pada bulan produksi tersebut. Penambahan jadwal produksi ini akan dialokasikan dalam bentuk overtime (lembur pekerja). Perencanaan produksi dimulai dari pengumpulan informasi yang berupa order konsumen atau sejumlah permintaan yang berasal dari konsumen, baik yang berupa konsumen real maupun konsumen potensial. Setelah itu, Divisi Marketing melakukan peramalan jumlah permintaan berdasarkan permintaan aktual dan trend permintaan pada bulan–bulan sebelumnya. Selanjutnya Divisi Marketing bersama dengan Departemen Kontrol Produksi melakukan pertemuan untuk membahas perencanaan produksi ini. Sebelum melakukan proses produksi, Departeman Kontrol Produksi (Production Control Department) membuat perencanaan produksi terlebih dahulu yang disesuaikan dengan waktu kerja yang tersedia, takt time, lead time, safety stock, serta kapasitas produksi yang ada. Alur perencanaan produksi dapat dilihat pada Gambar 20. Konsumen Order
Marketing Order
Pengendalian Produksi Oleh Production Control Departemen (PCD)
Penyusunan Rencana Produksi Oleh PCD
Penyesuaian Produksi Terhadap Waktu Kerja, Takt Time, Lead time, Safety Stock, dan Kapasitas Produksi
Proses Produksi Gambar 20. Alur Perencanaan Produksi PT. ADM
63
64
4.4.8 Penjadwalan Produksi Penjadwalan produksi merupakan menyusunan jadwal operasi produksi yang di dasarkan pada peramalan dan perencanaan produksi yang telah disusun sebelumnya. Sebelum penjadwalan dibuat, Bill of Material (BOM) akan disusun terlebih dahulu untuk merinci jumlah bahan baku yang akan digunakan pada proses produksi. Pada sistem produksi Just In Time, penjadwalan produksi disusun menggunakan teknik Heijunka yang memiliki pola unik dalam mengurutkan berbagai jenis produk di lantai produksi. Heijunka pattern atau pola Heijunka merupakan suatu penjadwalan dan penyusunan pola produksi dari berbagai produk di lantai produksi. Pola ini bertujuan untuk meratakan beban kerja harian, sehingga pada setiap harinya para pekerja melakukan pekerjaan dengan waktu dan target produksi yang relatif sama. Tanpa pola Heijunka, beban kerja yang diperoleh pekerja tidak akan sama setiap harinya bahkan cenderung sangat berbeda. Pada hari ini beban pekerja bisa saja sangat tinggi hingga memerlukan overtime (lembur) akibat permintaan yang tinggi. Tetapi keesokan harinya beban pekerja bisa turun akibat penurunan permintaan yang drastis. Kasus seperti ini dapat mengakibatkan stress pekerja atau terjadi pemborosan sumber daya akibat banyak pekerja yang menganggur. Melalui penerapan Heijunka, stress pekerja ataupun pemborosan sumber daya dapat dihindari karena beban kerja yang ada diratakan membentuk suatu pola yang stabil namun tetap fleksibel. Dengan kata lain penyusunan jadwal produksi dilakukan dengan cara pemerataan volume produksi dan baurannya. Sehingga tujuan dari Just In Time untuk mereduksi pemborosan dan menciptakan proses yang efisien dapat terwujud. Berdasarkan jadwal produksi yang ada pada tanggal 30 September 2010, PT ADM akan memproduksi kendaraan sejumlah 557 unit dengan rincihan jenis unit seperti yang disajikan pada Tabel 5.
64
65
Tabel 5. Jumlah Unit Produksi Harian PT ADM Jenis
Jumlah (Unit)
Kode
Xenia - Avanza
318
XA
Avanza
86
XB
Terios
76
XC
Rush
25
XD
Grand Max
52
XE
Sumber: Delivery Note PT Sumi Rubber (2010) Melalui rincian jumlah produk yang diproduksi pada tanggal 30 September 2010, maka coba disusun pendugaan pola Heijunka dari rencana produksi di atas. Penyusunan pola Heijunka berkaitan dengan pacu kerja (takt time) dan sekuen urutan produk yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Salah satu pola Heijunka yang ada di PT. ADM adalah pola A (20:10) yang menggambarkan perbandingan komposisi unit Xenia-Avanza-Terios-Rush dengan Grand Max-Luxio. Pola A (20:10) dijadikan sebagai acuan untuk menduga urutan jenis produk dalam jalur produksi yaitu menetapkan 20 unit dalam satu sekuen urutan. Secara umum terdapat dua tahapan umum dalam penyusunan Heijunka ini, pertama adalah penentuan total minimum unit yang dikombinasikan dalam sebuah sekuen produk pada satu sekuen waktu. Kedua adalah penyusunan jadwal dan penentuan letak atau urutan produk pada jalur produksi sesuai dengan jumlahnya persekuen. Berikut ini adalah contoh dugaan dari tahapan penyusunan Heijunka pattern berdasarkan pada data produksi tanggal 30 September 2010. Tahap 1: Penentuan total minimum unit dalam sebuah sekuen (Lampiran 9) Tahap 1.1: Menentukan pacu kerja (takt time) satu unit produk Tahap 1.2: Menentukan ukuran sekuen minimum Tahap 1.3: Persentase dan jumlah unit dalam sekuen
65
66
Tahap 2: Penyusunan jadwal dan penentuan letak unit Tahap 2.1: Tempatkan unit secara berselang dan berurutan mulai dari unit terbanyak (mulai dari XA, XB, …, XE) ?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
?
Jalur produksi yang masih kosong dan terdiri dari 20 komposisi mobil kemudian diisi oleh unit terbanyak (XA) terlebih dahulu secara berselang sehingga menjadi seperti gambar berikut.
Tahap 2.2: Lanjutkan mengisi sel yang masih kosong sesuai urutan dari unit terbanyak (XB – XC – XE – XD) hingga semua sel terisi
Tahap 2.3: Ulangi sekuen serupa sebanyak jumlah sekuen perhari (28 kali)
Berdasarkan uraian diatas, heijunka pattern atau pola Heijunka disusun melalui dua tahapan inti yang masing–masing tahap akan dirinci lagi menjadi beberapa subtahap yang lebih sederhana. Penyusunan tahapan ini dimaksudkan agar dapat memudahkan proses penyusunan beban produksi serta urutan produksi pada jalur produksi (conveyor). Tahap 1 adalah penentuan total dari masing–masing unit berdasarkan tipenya dalam
66
67
sebuah sekuen. Untuk menentukan jumlah masing–masing unit ini, terlebih dahulu harus ditentukan pacu kerja (takt time) untuk membuat satu unit produk berdasarkan jumlah jam kerja perhari dan total produksi perhari yang telah ditentukan. Selanjutnya adalah perhitungan jumlah total waktu yang akan digunakan untuk memproduksi sejumlah unit dalam satu sekuen yang telah ditetapkan yaitu 20 unit dalam satu sekuen. Setelah kebutuhan waktu untuk memproduksi unit dalam satu sekuen diperoleh, maka selanjutnya akan dihitung jumlah sekuen yang mampu diperoleh berdasarkan waktu produksi yang tersedia dalam satu hari kerja. Subtahap terakhir adalah penentuan proporsi jumlah unit berdasarkan masing–masing tipe dalam satu sekuen produksi. Tahap 2 adalah penyusunan jadwal dan penentuan letak masing– masing tipe unit kendaraan di jalur produksi. Unit kendaraan yang sudah ditentukan proporsinya berdasarkan tipe dalam satu sekuen seperti yang telah dihitung di Tahap 1, akan disusun secara berselang di jalur produksi. Proses penyusunan unit ini dilakukan secara berurutan dimulai dari unit atau tipe kendaraan dengan proporsi terbanyak dalam sekuen produksi hingga sekuen tersebut terisi penuh. Selanjutnya ulangi urutan yang sama untuk sekuen selanjutnya hingga semua sekuen produksi yang telah ditetapkan (28 sekuen) terisi penuh. Pada bagian akhir sekuen, urutan dan jumlah tipe kendaraan yang diproduksi dalam satu sekuen bisa saja mengalami sedikit perubahan. Hal ini terjadi akibat penyesuaian jumlah total unit yang ingin dicapai dalam proses produksi dihari bersangkutan. Tidak ada ketentuan baku dalam penyusunan urutan tipe kendaraan, yang ada hanyalah ketentuan penyusunan berselang dari tipe yang akan diproduksi. Penentuan penyusunan berselang ini dimaksudkan agar tidak adanya diskriminasi waktu terhadap salah satu jenis produk atau tipe. Heijunka pada akhirnya akan menghasilkan sebuah kestabilan dalam proses manufaktur. Melalui pola penyusunan Heijunka seperti yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disusun model berupa fungsi untuk menduga penyusunan dari Heijunka pattern. Fungsi ini menggambarkan jumlah unit yang akan disusun dalam variasi sebagai dasar penyusunan Heijunka.
67
68
Fx = dimana,
x seq ………………………………………………. (7) Fx
: fungsi dari unit X : jumlah unit X yang akan di produksi : total rencana produksi perhari
seq : ukuran sekuen unit yang di tetapkan perusahaan 4.5. Pemodelan Biaya Pasokan Biaya pasokan atau biaya pengiriman merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemasok (supplier) dalam proses pengirman barang pesanan (bahan baku produksi) ke pabrik konsumen. Besaran biaya yang ditanggung oleh supplier dari kegiatan ini tergantung pada sistem penggiriman yang mereka gunakan. Dalam prinsip Just In Time, cost reduction merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai baik oleh produsen maupun supplier. Oleh karena itu, setiap kegiatan yang dilakukan seperti halnya kegiatan pengiriman material produksi pastilah sudah terencana sebaik mungkin dengan memperhatikan aspek biaya ini. Beberapa strategi pengiriman material seperti direct delivery, milk run delivery atau depo in supplier yang diterapkan baik oleh PT ADM maupun supplier selalu disempurnakan untuk mencapai biaya yang paling efisien. Pada proses pengiriman ban dari supplier ban dengan merek Dunlop yang dilakukan oleh PT Sumi Rubber, jarak yang ditempuh dari gudang supplier ke pabrik PT ADM adalah kurang lebih sejauh 81 Km atau 162 Km untuk pulang pergi. Dalam satu rit perjalanan (cycle) truk pengangkut menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 6 jam tergantung pada kondisi lalu lintas dengan biaya Rp. 1.000.000 untuk truk besar dan Rp. 700.000 untuk truk kecil. Pihak supplier ban dalam hal ini PT Sumi Rubber, selalu melakukan metode direct delivery kepada PT ADM yang mereka anggap sudah cukup efisien dan berbiaya rendah dibandingkan harus menyewa gudang tambahan di sekitar pabrik PT ADM. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pihak supplier untuk tidak menyewa gudang tambahan adalah: 1. Harga sewa gudang yang mahal di wilayah Sunter, lebih kurang Rp. 350.000.0002 pertahun untuk luas 14.000 m2 2. http:www.//google.com/sewagudangsunter.htm [19 Oktober 2010]
68
69
2. Keamanan yang tidak terjamin 3. Proses Control stock dan kualitas yang lebih sulit 4. Adanya double biaya untuk memindahkan stok dan pesanan dari warehouse supplier ke gudang sementara lalu ke pabrik ADM 5. Gangguan produksi dengan stok yang minim dapat menghambat proses pengiriman ke gudang sementara 6. Adanya biaya tambahan untuk menggaji penjaga gudang dan mobilitas staf bagian delivery Penggunaan gudang tambahan atau depo in supplier pada kasus PT Sumi Rubber berarti akan menambah cost yang akan dikeluarkan oleh supplier. Dengan adanya gudang tambahan, supplier akan mengeluarkan biaya untuk menyewa gudang, perawatan, panjagaan dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga tetap mengeluarkan biaya pengangkutan barang dari warehouse pabrik ke gudang sewa dengan biaya yang tidak jauh berbeda dengan biaya direct delivery. Hal ini berarti jelas terdapat double biaya dan biaya tersebut akan cenderung lebih besar dibandingkan dengan melakukan direct delivery sebab terdapat biaya tambahan untuk sewa gudang dan variabel biaya lainnya. Perbandingan pada kasus vendor yang masih berada di sekitar wilayah Jabodetabek dengan jarak tempuh yang masih terjangkau seperti pada kasus PT Sumi Rubber (Cikampek 81 Km), penerapan direct delivery system akan mengeluarkan biaya pengiriman rata-rata sekitar Rp. 350.000.000 perbulan (14 x Rp. 1.000.000 x 25 hari). Dengan penerapan depo in supplier biaya yang akan dikeluarkan oleh supplier akan lebih besar dibandingkan dengan penerapan direct delivery system yaitu terdapat tambahan biaya dari sewa gudang Rp. 29.166.666 perbulan dan beban pajak sebesar 10 persen dari sewa gudang atau sekitar Rp. 2.916.666 perbulan. Dengan demikian tambahan biaya yang akan dikeluarkan dari penerapan depo in supplier tidak kurang dari Rp. 32.083.332 setiap bulannya. Hal ini belum ditambahkan variabel biaya lainnya seperti gaji penjaga gudang dan transportasi dari gudang sewa ke pabrik PT ADM. Pembebanan biaya pengiriman untuk kasus dengan letak atau posisi pabrik supplier yang cukup jauh dari pabrik PT ADM, asumsi ini mungkin saja tidak berlaku. Penggunaan sistem depo in supplier bisa saja lebih efisien dibandingkan
69
70
dengan direct delivery system jika ternyata letak pemasok sendiri sangat jauh seperti berada di kota atau propinsi lain. Dalam hal ini depo in supplier akan sangat membantu untuk menghindari keterlambatan pengiriman barang dan mendukung upaya penghematan biaya. Penerapan strategi pengiriman yang tepat menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah efisiensi baik dari segi biaya, waktu, maupun penggunaan sumber daya lainnya. Pemilihan strategi pengiriman yang tepat dengan berorientasi pada biaya yang minimum coba dibandingkan nilai rupiahnya dengan menggunakan pengembangan model yang disusun sebagai berikut. Landasan Keputusan CC : CA TCC
= R x Cd1 x Wd
TCA
= (R x Cd2 + Q/TV x Cd1) x Wd + WR + TX + Co
Jika
: CC < CA, maka Direct delivery CC > CA, maka Depo in supplier
Keterangan: TCC : biaya total sekarang (Rp)
TV : volume truk (buah)
TCA : biaya total alternatif (Rp)
Wd : hari kerja
Cd1 : biaya pengiriman utama (Rp)
WR : biaya sewa gudang (Rp)
Cd2 : biaya pengiriman tambahan (Rp) TX : beban pajak (Rp) R
: putaran / rit
Q
: jumlah barang (buah)
Co : biaya lainnya (Rp)
Berdasarkan model yang telah disusun di atas, akan coba disimulasikan sebuah kasus dalam penetapan keputusan untuk memilih sistem pengiriman material yang berorientasi pada biaya minimum. Besaran biaya dari setiap variabel yang ada akan menggunakan asumsi yang mengacu pada data biaya pengiriman yang digunakan di PT Sumi Rubber. PT Sumi Rubber sebagai supplier ban di PT ADM pada bulan Oktober 2010 hendak melakukan proses pengiriman bahan baku produksi berupa ban sebanyak 76.250 buah atau sebanyak 3.050 buah perhari. Jika diketahui biaya pengiriman ban dari pabrik supplier adalah Rp. 1.000.000 dan biaya pengiriman antar gudang Rp. 250.000 untuk setiap kali pengiriman, jumlah hari kerja yang ditetapkan 25
70
71
hari dengan frekuensi pengiriman 14 kali perhari. Biaya sewa gudang di sekitar pabrik konsumen Rp. 29.200.000 perbulan, kapasitas truk pengangkut 230 buah, beban pajak 10 persen dari harga sewa gudang dan biaya lainnya seperti biaya pegawai tambahan Rp. 2.000.000 perorang perbulan untuk 4 orang. Maka simulasi pemilihan keputusannya adalah sebagai berikut. TCC : TCA TCC = R x Cd1 x Wd = 14 x Rp. 1.000.000 x 25 hari = Rp. 350.000.000 Saat proses pengiriman dilakukan secara langsung (direct delivery), waktu yang dibutuhkan truk pengantar dalam satu kali perjalanan bolak–balik adalah 6 jam dengan rata–rata waktu tunggu untuk mengantre bongkar muat 45 menit sampai 1 jam. dengan dilakukannya depo in supplier, maka truk akan bebas dari kegiatan mengantre yang berarti truk dapat menghemat 1 jam waktu pengiriman. Jika biaya sewa truk selama 6 jam adalah Rp. 1.000.000, maka biaya untuk menyewa selama 5 jam diasumsikan turun 20 persen menjadi Rp. 800.000, sehingga dapat dihitung sebagai berikut. TCA = (R x Cd2 + Q/Tv x Cd1) x Wd + WR + TX + Co = (14 x Rp. 250.000 + 3.050 buah/230 buah x Rp 800.000) x 25 hari + Rp. 29.200.000 + Rp. 2.920.000 + (4 x Rp. 2.000.000) = Rp. 387.620.000 Karena CC < CA, maka Direct Delivery yang sebaiknya dipilih. Perhitungan total biaya untuk direct delivery (TCC) sangat sederhana, tidak banyak variabel yang dihitung. Jumlah material yang dikirim tidak berpengaruh pada total biaya sebab biaya dihitung berdasarkan jumlah sewa kendaraan pengangkut. Berbeda dengan perhitungan total biaya untuk depo in supplier (TCA), jumlah material yang dikirim dalam satu kali perjalanan dari gudang supplier ke gudang sewa akan mempengaruhi total biaya. semakin besar daya angkut kendaraan, maka akan semakin sedikit jumlah rit (siklus) yang dilakukan untuk memindahkan material dari gudang supplier ke gudang sewa. Pada perhitungan di atas, penggunaan sistem direct delivery dapat menghemat biaya pengiriman sebesar Rp. 37.620.000 perbulan.
71
72
Penetapan keputusan dalam pemilihan strategi pengiriman material dapat berubah jika asumsi dan kondisi yang diberikan sedikit berbeda. Jika pabrik supplier berada jauh dari pabrik konsumen (PT ADM) ataupun terjadi sesuatu hal yang berakibat langsung pada peningkatan biaya pengiriman utama (Cd1) seperti kenaikan harga BBM dan kemacetan lalu lintas yang semakin parah, maka akan berdampak pada peningkatan biaya pengiriman secara total. Untuk menduga titik dimana terjadi perubahan pemilihan keputusan pengiriman, maka dapat diduga melalui pendekatan perhitungan break even point (BEP) antara TCC dan TCA. Variabel biaya pengiriman utama (Cd1) yang membawa pengaruh dan terdapat dimasing-masing perhitungan biaya akan dilambangkan dengan “ ”. Pada perhitungan TCA variabel
akan bernilai 0,8 (0,8 ) sebagai akibat dari
kompensasi tanpa waktu menunggu untuk bongkar muat sebesar 20 persen dari biaya pengiriman utama yang dibebankan. Perhitungan BEP akan dijelaskan pada persamaan berikut. TCC = TCA 14 x
x 25 = (14 x Rp. 250.000 + 3.050 buah/230 buah x 0,8 ) x 25 + Rp. 29.200.000 + Rp. 2.920.000 + (4 x Rp. 2.000.000)
350 = (Rp. 3.500.000 + 10,4 ) x 25 + Rp. 40.120.000 350 = Rp. 87.500.000 + 260 + Rp.40.120.000 350 - 260 = Rp. 87.500.000 + Rp. 40.120.000 90 = Rp. 127.620.000 = Rp. 1.418.000 Persentase peningkatan biaya pengiriman utama (Cd1) saat mencapai BEP diketahui dari rasio perbandingan antara peningkatan biaya pengiriman utama terhadap biaya awal, dan titik kritis dari BEP adalah 41,8 persen. Berdasarkan perhitungan di atas, saat terjadi peningkatan biaya pengiriman utama (Cd1) sebesar 41,8 persen atau terjadi peningkatan biaya dari Rp. 1.000.000 menjadi Rp. 1.418.000, pihak supplier dalam hal ini PT Sumi Rubber mulai harus mempertimbangkan pemilihan keputusan baru dalam proses pengiriman komponen produksi berupa ban ke pabrik PT ADM. Hal ini terkait dengan mencapaian efisiensi biaya dalam kegiatan operasi produksi yang dilakukan pihak supplier untuk mendukung sistem produksi Just In Time di PT ADM
72
73
4.6. Peran Serta Vendor Vendor atau supplier merupakan pihak eksternal dari perusahaan yang memiliki peranan sangat penting dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan dalam menciptakan produk. Vendor sendiri merupakan pihak yang ditunjuk oleh perusahaan secara legal dan terikat dengan kesepakatan untuk bekerjasama sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. Pada sistem produksi secara Just In Time, pihak perusahaan akan menunjuk sejumlah kecil pemasok yang memiliki basis produksi di sekitar pabrik mereka. Hal ini dimaksudkan agar mobilitas para pemasok menjadi mudah dengan penggunaan semberdaya seefisien mungkin. Jarak, waktu tempuh serta berbagai kendala potensial lainnya dapat diminimalisir dengan cara seperti ini. 4.6.1 Kinerja Kualitas Kinerja kualitas dari sebuah vendor dapat dilihat dari upaya mereduksi barang–barang yang rusak (reject) sehingga dikembalikan (retur) oleh konsumen dalam hal ini adalah PT ADM. Pihak vendor harus selalu dapat menjaga dan menjamin kualitas barangnya dengan berorientasi pada zero defect. Komponen produksi yang berkualitas amatlah penting untuk menjamin terciptanya sebuah produk yang juga berkualitas serta bebas dari cacat. Selain itu, bahan baku yang cacat atau di retur akan menghambat kelancaran proses produksi secara Just In Time yang mengedepankan ketepatan waktu. Kinerja kualitas dapat di ukur dari kepuasan pelanggan tentang mutu produk, jumlah keluhan dan pujian yang diterima. Pengukuran kinerja kualitas yang paling umum adalah dengan menghitung persentase unit dari produk cacat dibandingkan dengan total produk yang dihasilkan. Kinerja kualitas dari vendor sendiri dapat dihitung dengan membandingkan jumlah produk yang rusak atau dikembalikan dibanding total produk yang dikirimkan ke konsumen. Kinerja kualitas =
x 100% .. (8)
PT Sumi Rubber Indonesia sebagai salah satu vendor ban dengan merek Dunlop dari PT ADM sampai saat ini belum pernah mengalami kegagalan dalam memenuhi order dari pihak ADM. Jumlah pengembalian 73
74
produk karena cacat ataupun salah adalah nol (0), dengan demikian kinerja kualitas yang diperoleh adalah 100 persen. Kinerja kualitas dari vendor ini diperiksa oleh Departement Quality Incoming. Salah satu departemen di PT ADM ini bertugas mengecek part yang baru datang dari pemasok dengan cara pengambilan sampling. Vendor ini selalu mendapatkan predikat yang memuaskan melalui penghargaan Supply Performance Award (SPA) yang diberikan oleh PT ADM. Kinerja kualitas dari vendor ban ini tetap terjaga karena adanya pengaturan kualitas dengan teknologi canggih dan beberapa kali tahapan pengecekan untuk pemastian keadaan serta kualitas produk seperti: 1. Cek order oleh OEM Departemen untuk konfirmasi jenis dan ukuran produk yang diminta 2. Cek order oleh bagian Logistik sesuai dengan delivery order (DO) dari OEM yang kemudian dicocokkan dengan kode kanban order 3. Cek DO oleh administrasi delivery di warehouse 4. Cek oleh staf warehouse bagian delivery saat mempersiapkan ban yang akan dikirim (H-1 delivery) 5. Cek oleh krani/pengawas lapangan dari pihak truk dan dari pihak leader loading dari pihak warehouse saat dimuat ke dalam truk 6. Cek saat bongkar muat di tempat tujuan 4.6.2 Responsibilitas Responsibilitas merupakan suatu tindakan dalam menanggapi setiap rangsangan atau stimulus yang di berikan. Dalam hal ini responsibilitas vendor dipandang sebagai seberapa besar kemampuan vendor sebagai supplier dari PT ADM untuk menanggapi secara cepat setiap perubahan permintaan kebutuhan komponen produksi yang bergerak secara fluktuatif. Kebutuhan komponen untuk proses produksi memang tidak tetap dan cenderung fluktuatif. Hal ini dikarenakan perusahaan yang menerapkan sistem produksi secara Just In Time akan melakukan produksi sesuai dengan jumlah permintaan aktual (make by order). Oleh karena itu, pihak eksternal seperti vendor yang menyuplai bahan baku atau komponen
74
75
produksi ke pabrik konsumen (PT ADM) akan menyesuaikan pasokannya sesuai dengan permintaan. Penyesuaian terhadap perubahan permintaan akan bahan baku bukanlah hal yang sulit jika dilakukan dengan benar melalui komunikasi dan konfirmasi yang lancar antara PT ADM dan salah satu vendor mereka seperti pada vendor ban PT Sumi Rubber (Dunlop). Perubahan permintaan ini bisa saja terjadi akibat adanya lonjakan permintaan terhadap produk Daihatsu ataupun adanya kegagalan vendor lain dalam memenuhi order dari PT ADM. Untuk mengantisipasi perubahan permintaan yang fluktuatif, vendor ban PT Sumi Rubber memiliki cadangan kebutuhan selama tiga hari untuk memenuhi kebutuhan ban di PT ADM. Pada bulan Oktober, jumlah kebutuhan ban di PT ADM yang di order ke PT Sumi Rubber sebanyak 2.541 buah perhari, berarti pihak vendor telah menyiapkan safety stock kurang lebih sebanyak 7.623 buah. Perubahan permintaan ban yang dilakukan oleh konsumen (seperti PT ADM) selalu menjadi prioritas yang didahulukan oleh PT Sumi Rubber untuk menghindari linestop. Jika jumlah safety stock dari vendor menipis, maka vendor akan mengurangi jumlah pengiriman yang dilakukan untuk keperluan eksport dan replacement. Kebijakan ini dilakukan karena vendor ban ini tengah mengedepankan fungsi perusahaannya sebagai vendor pemasok original equipment untuk berbagai perusahaan otomotif yang salah satunya adalah PT ADM. PT Sumi Rubber sebagai sebuah produsen ban merek Dunlop sekaligus vendor yang memiliki peranan penting dalam menunjang kegiatan produksi di PT ADM, ternyata tidak hanya memperoleh profit tapi juga benefit dari hubungan kerjasama ini. Penerapan sistem produksi Just In Time yang diterapkan oleh PT Astra Daihatsu Motor ternyata memberikan cukup banyak keuntungan bagi pihak vendor sendiri. Keuntungan itu diantaranya adalah: 1. Mengurangi tingkat kerusakan barang, bahkan dapat dihindari, sehingga tidak ada barang yang dikembalikan (reject) dari pelanggan 2. Membantu menentukan jumlah produksi yang tepat
75
76
3. Adanya disiplin manajemen 4. Administrasi yang jelas dari setiap proses sehingga memudahkan setiap aktivitas 5. Memudahkan dalam control stock dan buffer stock Melalui beberapa keuntungan di atas, pihak vendor tentunya tetap harus selalu melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan. Kesalahan ataupun keterlambatan sedikit saja akan menjadi ancaman terhadap berhentinya proses produksi (line stop). 4.7 Implikasi Manajerial Sistem produksi Just In Time memerlukan sebuah ketepatan waktu baik dalam melakukan proses produksi maupun dalam proses penerimaan material dan komponen produksi. Proses kedatangan truk transporter yang mengantarkan komponen–komponen produksi menggunakan lot kecil memiliki intensitas yang sangat tinggi dan sedikit memakan waktu dalam proses bongkar muat barang. Fasilitas areal parkir truk yang kurang memadai menjadi kendala tersendiri dalam proses antrean bongkar muat dan keluar masuknya truk ke pabrik PT ADM. Kendala sepeti ini harus segera diatasi oleh perusahaan dengan memperluas areal parkir truk agar tidak mengganggu aktivitas produksi lainnya. Pelaksanaan sistem produksi Just In Time yang mendekati ideal sudah bisa dilakukan oleh PT Astra Daihatsu Motor. Pada sebagian faktor seperti orientasi biaya, sistem pengiriman komponen produksi, dan penjadwalan produksi, penerapannya sudah mengacu pada teori yang ada, hanya saja masih terdapat sedikitnya tiga penyimpangan. Penyimpangan itu diantaranya adalah penetapan perhitungan takt time yang sedikit berbeda antara teoritis dan aktual seperti adanya variabel overtime, penetapan tingkat efisiensi yang kurang dari 100 persen, serta masih adanya sejumlah minimum persediaan yang digunakan sebagai safety stock. Tetapi ketiga penyimpangan yang dilakukan di atas masih dalam taraf toleransi yang diberikan oleh perusahaan. Jika saja perusahaan mampu untuk memperbaiki ketidaksesuaian di atas, maka efektivitas dan efisiensi dari penerapan sistem produksi Just In Time dapat lebih ditingkatkan.
76
77
Memperkecil tingkat persediaan yang ada menjadi hal mutlak yang harus segera dilakukan. Saat ini kebijakan safety stock yang diterapkan oleh perusahaan adalah 90 menit untuk mengantisipasi kegagalan sistem yang ada. Melalui perbaikan sistem yang ada serta sistem–sistem pendukung lainnya untuk menjamin kelancaran proses produksi, maka perusahaan akan mampu memperkecil tingkat persediaan ini sesuai dengan orientasi zero inventory pada pelaksanaan sistem Just In Time. Dengan pelaksanaan sistem yang berorientasi pada zero inventory ataupun inventory cost pada tingkat minimum, perusahaan dapat menghemat dan menekan biaya produksi yang ada. Konsistensi manajemen perusahaan menciptakan operasi produksi yang efisien dan hemat biaya menjadi hal yang penting untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penerapan sistem Just In Time ini. Tanpa kekonsistenan dalam melakukan upaya perbaikan secara terus menerus, perusahaan akan cenderung statis dan tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan lainnya, sehingga perusahaan tentunya perlu senantiasa melakukan inovasi agar tercipta suatu dinamika positif yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan.
77
78
Hasil dari analisis efektivitas pada semua indikator produksi dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 6. Rekapitulasi Analisis Indikator Efektivitas Penerapan Just In Time Indikator
Hasil Evaluasi Efektivitas
Orientasi Biaya
Cost reduction
Output Produksi
Fluktuatif tergantung pada permintaan konsumen
Sistem Pengiriman
Direct, Milk Run, Junbiki, Jundate. Milk Run adalah fokus utama dengan persentase kemajuan 78,5 persen
Periode Siklus
Pengiriman komponen produksi berupa ban dilakukan sebanyak 14 cycle perhari dengan lot kecil (185 - 220)
Persediaan Minimum
Kebijakan safety stock selama 90 menit
Penggunaan Komponen
Kebutuhan ban bulan Agustus hingga November 2010 adalah 66.560, 53.180, 76.250, 72.00
Perencanaan Produksi
Dikelola oleh Prouction Control Departement, rencana produksi bulan berjalan tidak dapat di reshedule
Penjadwalan Produksi
Menggunakan Heijunka pattern untuk meratakan beban kerja harian
78
79
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1.
Sistem produksi Just In Time yang diterapkan di PT. Astra Daihatsu Motor sudah berjalan baik dan efektif guna mewujudkan sistem produksi yang efisien dengan tingkat pemborosan yang minimum. Pelaksanaan tiga prinsip utama yaitu proses mengalir, penetapan pacu kerja (takt time), serta penggunaan sistem tarik telah menciptakan pelaksanaan Just In Time yang cukup ideal.
2.
Pelaksanaan Just In Time yang efektif dapat dilihat dari berbagai indikator efektivitas berikut: a. Orientasi Biaya Semua proses produksi yang dilakukan di PT Astra Daihatsu Motor berorientasi pada cost reduction. b. Output Produksi Output produksi PT Astra Daihatsu Motor bersifat fluktuatif tergantung pada permintaan aktual yang diperoleh dari order konsumen. c. Sistem Pengiriman Tepat Waktu Milk Run merupakan fokus utama metode pengiriman pada sistem Just In Time dengan persentase kemajuan mencapai 78,5 persen. d. Periode Pemberitahuan Siklus Komponen Produksi Periode pemberitahuan siklus dilakukan sebanyak 14 cycle pengiriman perhari dengan jumlah lot yang kecil dan fluktuatif. e. Persediaan Minimum Toleransi persediaan diberikan perusahaan untuk mengantisipasi berbagai hambatan produksi dengan menyediakan safety stock selama 90 menit. f. Rata–rata Penggunaan Komponen Produksi Selama bulan Agustus hingga Nopember 2010, PT ADM memerlukan ban sebanyak 66.560, 53.180, 76.250, 72.000. g. Penjadwalan Produksi Sistem produksi Just In Time menerapkan penjadwalan produksi yang berbasis pada pemerataan beban produksi menggunakan Heijunka.
79
80
3.
Model Biaya Pasokan Penggunaan sistem pengiriman yang tepat dan hemat biaya diduga dengan menggunakan pendekatan model pemilihan keputusan sesuai dengan asumsi dan kondisi yang ditetapkan. Peningkatan biaya pengiriman utama sebesar 41,8 persen memaksa supplier untuk mulai mempertimbangkan pemilihan keputusan baru dalam proses pengiriman komponen ban ke pabrik PT ADM.
5.2. Saran 1. PT Astra Daihatsu Motor harus mampu mempertahankan serta meningkatkan efisiensi penerapan sistem Just In Time secara efektif guna meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan. Berbagai inovasi serta perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten menjadi hal yang mutlak untuk terus dilakukan. 2. PT Astra Daihatsu Motor perlu menambah serta memperbaiki fasilitas pendukung produksi guna menjamin kelancaran proses produksi. Salah satunya adalah menambah lahan parkir untuk menampung kedatangan truk transporter yang menunggu proses bongkar muat barang sehingga tidak ada truk yang menunggu di luar areal parkir pabrik. 3. Melihat kondisi lalu lintas yang semakin buruk dan dapat berpotensi pada terjadinya gangguan kedatangan komponen produksi, PT Astra Daihatsu Motor bersama–sama dengan pemasok hendaknya mempertimbangkan untuk membangun atau menyewa gudang sebagai gudang sementara yang digunakan oleh para pemasok. 4. PT Astra Daihatsu Motor hendaknya lebih terbuka terhadap para peneliti maupun pihak–pihak eksternal yang mempunyai tujuan riset ataupun berbagai kegiatan yang berorientasi pada ilmu pengetahuan. Dengan demikian berarti perusahaan telah berperan serta dalam upaya mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan produktivitas secara nasional.
80
81
DAFTAR PUSTAKA
Ariefiandi, Okie. 2010. Mempelajari Supply Chain Management dan Sistem Kanban Pada Divisi Logistik di PT Astra Daihatsu Motor Assembly Plant. Praktik Kerja Lapang. Program Keahlian Perencanaan dan Pengendalian Produksi Manufaktur/Jasa, Diploma, Institut Pertanian Bogor. Assauri, sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Gaspersz, Vincent. 1998. Production Planning and Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 21. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gunawan, Ade. 2003. Analisis Consumer Decision Model Untuk Pengukuran Efektivitas Periklanan, Jurnal Manajemen dan Bisnis, 03 : 5. Hanna, Mark. D dan Newman, W. Rocky. 2001. Integrated Operation Management Adding Value For Customers. Prentice Hall, New Jersey. Heizer, Jay and Barry Render. 2004. Principles of Operations Management. Prentice Hall, New Jersey. Imai, Masaaki. 1997. Gemba Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah Pada Manajemen. CV. Teruna Grafica, Jakarta. Indrajid, R. E dan R. D. Pranoto. 2003. Manajemen Persediaan: Barang Umum dan Suku Cadang untuk Keperluan Pemeliharaan, Perbaikan, dan Operasi. PT. Grasindo, Jakarta. Leo, Anton. 2007. Usulan Penerpan Sistem Produksi Just In Time Pada Proses Produksi Sabun Krim Merk “Bu Krim” pada PT Birina Multi Daya. Skripsi. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta. Nugroho, Agung. 2008. Analisis Faktor Penentu Kinerja Sistem Just In Time Dengan Metode Analiticcal Network Process pada PT Nippon Indosari Corpindo. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ristono, Agus. 2010. Sistem Produksi Tepat Waktu. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sarker, Bhaba R. 2006. JIT Procurement and Production policy Under, Shared Transportation System. International Journal Of Management Science. Department of Industrial Engineering , Louisiana State University, Baton Rouge, LA USA. Stewart, James. 2006. Calculus Concept and Contexts, metric version. Thomson Brooks/Cole: USA. Teh, Christopher B. S. 2006. Introduction To Mathematical Modelling Of Crop Growth. Brown Walker Press: Boca Raton, Florida, USA. Tim Redaksi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua. Balai Pustaka: Jakarta.
81
82
Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. http:www.//google.com/sewagudangsunter.htm [19 Oktober 2010] http:www.//is.ba.ttu/faculty/ch:15.ppt [8 Maret 2010]
82
83
LAMPIRAN
83
84 84
Lampiran 1. Layout Plant IV PT. ADM
A : Workshop
D: Proses pemasangan baut, pintu, radio, pengisian bensin, dll
G : SPS Trimming
B : Training Dojo
E : Quality Check produk jadi
H : Bump test, Roof test, Drain test
C : Progress Line
F : Pemasangan ban, mesin, dll
84
85
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT ADM General Affairs
Human Research
Human Research
Quality Control
Quality Control Assy 2 Plant
Paint & Assy Manufacturing
Assy 1 Plant Paint Plant
Press & Body Manufacturing Production Engineering Production Control Unit Manufacturing
President Director
Vice President Director
Body Plant Press Plant Production Engineering PPC & Logistic Production Control Casting Plant Engine Plant
R&D
Production Development
Quality Assurance
Quality Assurance
Finance
Accounting Control Finance Purchasing
Purchasing
Purchasing Planning
Eksport Import
Eksport Import Part
Technical Service Marketing
Service Marketing Marketing Prod. Purchasing Domestik Marktg
Corp. Inforrmation
Corp. Information
Corp. Planning
Corp. Planning
Struktrur Organisasi PT Astra Daihatsu Motor
85
86 86
Lampiran 3. Diagram proses pembuatan mobil DIAGRAM PROSES PEMBUATAN MOBIL
Praproduksi
Planning
Assembling Perakitan semua part mobil secara lengkap
Prototype Desain
3D Visualisation by Computer
Toso/Painting Welding undercoat, middlecoat, pengelasan body dan topcoat part secara robotik
Model from Clay
Stamping Plan Pembuatan body part dengan Mesin press body (Die)
Plan Detail for Interior, Eksterior and Pricipal System
Numerous Test of Prototype Ex: crosswind, break performance, radio wave effect, wet road, and temperature test.
Real Proses Assy Plant Engine Plant Perakitan dan Tes kelayakan Casting Plant Pembuatan komponen mesin
Inspection and repair
OK
Delivery
86
Konsumen
87
Lampiran 4. Volume produksi dan pangsa pasar kendaraan bermotor
Volume produksi PT Astra Daihatsu Motor
87
88
Lanjutan lampiran 4
88
89 89
Lampiran 5. Sales projection plan (jumlah kebutuhan ban)
Sales Projection Plan (4W)
Date :
For : PPC Meeting
Periode :
OEM
MODEL
TYRE
SC
SEP
OCT
NOV
DEC
Forecast
Forecast
Forecast
Forecast
SIZE
PATTERN
Xenia/ Avanza 1.3L
185/70 R14 88S
SP10
C65280
23,120
33,130
28,250
Xenia/ Avanza 1.3L
185/70 R14 88S (LHD)
SP10
C6488
4,890
5,460
4,130
Avanza 1.5L (D16D)
185/65 R15 88S
SP10
C65240
8,950
13,110
11,600
Avanza 1.5L (D16D)
185/65 R15 88S (LHD)
SP10
C65190
330
370
200
Grand max (D40D)
165 R13C 8PR 94/92Q
LT5
C64780
1,400
2,460
3,300
165 R13 8PR
LT5
C64710
1,880
3,340
4,440
215/65 R16 98S
ST20
C6394
6,170
8,800
9,850
215/65 R16 98S (LHD)
ST20
C6384
80
1,720
1,850
235/60 R16 100H
ST20
C6383
2,570
3,390
3,480
185/70 R14 88S
SP10
C65280
3,790
4,470
4,900
53,180
76,250
72,000
DAIHATSU Grand max (D40D) Terios Terios (eksport) Toyota Rush (D99B) Avanza Bridge
SUB TOTAL
PT. SUMI RUBBER INDONESIA
89
REMARKS
Summary PO AUG’10 Email Date: 11 AUG’10
90 90
Lampiran 6. Delivery Note (DN) 30 September 2010 (jumlah kebutuhan ban) Assy 1 (Big 1)_Warehouse Capasity 170
Cycle
No.
Job no.
tipe
1
AX-1211
Avanza 1.5 L Eksp
20 25 20 25 20 25 20 25 20 25 20 25 25 20
315
2
AX-1212 Xenia / Avanza 1.3L LHD 15 10 15 15 15 10 20 10 15 15 15 10 15 15
195
3
AX-1213
Avanza 1.5L LHD
10
4
AX-130
Xenia / Avanza 1.3 L
5
TR-0595
Terios Eksport
6
TR-0596
Rush
7
TR-2164
Terios Domestik
1
-
2
3
5
4
-
-
5
-
6
-
7
-
8
-
9
5
10 11 12 13 14 Total
-
-
-
-
-
55 55 60 55 60 55 55 60 55 55 55 60 55 60
795
5
55
5
5
10 10
5
-
5
5
5
5
10 10 10 10
5
-
5
5
5
5
-
10 10 10
5
10 10
125
25 20 25 25 20 25 20 25 25 20 25 25 20 25
325 1820
= 130 Assy 2 (Big 2 ) Warehouse Capasity 70
No.
Job No.
Tipe
1
AX-1211
Avanza 1.5 L
2
AX-130
Xenia / Avanza 1.3 L
3
GT-0108
Grand Max (Van)
4
GT-0109
Grand Max (Pick-up)
Cycle 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 Total
10
5
10
5
10
5
10
5
10
5
5
105
40 45 45 45 35 45 45 45 40 45 40 45 40 45
600
5
5
85
15 10 10 15 15 10 10 15 15 10 15 10 15 10
175
70 70 70 70 65 70 70 70 70 65 70 70 70 65
965
10
5
5
90
5
10
5
5
5
5
10 5
5 10
10 5
91
91
92 92
Lanjutan lampiran 7
92
93
Lampiran 8. Perhitungan jumlah pengiriman ban dalam satu cycle
September: Jumlah rata-rata ban yang dikirim perhari kerja: Jumlah rata-rata ban yang dikirim percycle:
= 2.659 buah / hari = 189,9
190 buah / cycle
Oktober: Jumlah rata-rata ban yang dikirim perhari kerja: Jumlah rata-rata ban yang dikirim percycle:
= 3.050 buah / hari = 218 buah / cycle
November: Jumlah rata-rata ban yang dikirim perhari kerja: Jumlah rata-rata ban yang dikirim percycle:
93
= 2.880 buah / hari = 205 buah / cycle
94
Lampiran 9. Perhitungan jumlah unit dalam sekuen Heijunka
Tahap 1: Penentuan total minimum unit dalam sebuah sekuen Tahap 1.1: Menentukan pacu kerja (Takt Time) satu unit produk Jam kerja (16 jam) = 16 jam / hari x 3600 detik / jam = 57600 detik / hari Total produksi perhari (data 30 September 2010) = 557 unit Takt Time = 57600 detik / hari
557 unit = 103,4 detik / unit
Tahap 1.2: Menentukan ukuran sekuen minimum Ukuran sekuen perusahaan (ditetapkan) = 20 unit Periode waktu persekuen = 20 unit x 103 detik / unit = 2060 detik Jumlah sekuen perhari = 57600 detik
2060 detik / sekuen = 28 sekuen
Tahap 1.3: Persentase dan jumlah unit dalam sekuen Xenia – Avanza (XA): 318 unit
557 unit x 100% = 57 % x 20 unit =
11 unit Avanza (XB): 86 unit Terios (XC): 76 unit Rush (XD): 25 unit
557 unit x 100% = 15 % x 20 unit = 3 unit 557 unit x 100% = 14 % x 20 unit = 3 unit 557 unit x 100% = 5 % x 20 unit = 1 unit
Grand Max (XE): 52 unit
557 unit x 100% = 9 % x 20 unit = 2 unit
94
95
Lampiran 10. Hasil perhitungan output produksi
DESCRIPTIVES VARIABLES=TotalProduksi MerekDaihatsu MerekToyota /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.
Descriptives
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Total Produksi
5
95386.00
2.17E5
1.5460E5
55501.03973
Merek Daihatsu
5
33065.00
77053.00
5.7092E4
19089.76068
Merek Toyota
5
56604.00
1.41E5
9.7511E4
37692.91213
Valid N (listwise)
5
FREQUENCIES VARIABLES=TotalProduksi MerekDaihatsu MerekToyota /STATISTICS=STDDEV VARIANCE MEAN MEDIAN /HISTOGRAM /ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Statistics Total Produksi N
Merek Daihatsu
Merek Toyota
Valid
5
5
5
Missing
0
0
0
Mean
154603.2000
57092.0000
97511.2000
Median
150921.0000
50369.0000
100552.0000
Std. Deviation
55501.03973
19089.76068
37692.91213
3.080E9
3.644E8
1.421E9
Variance
95
96 96
Lampiran 11. Progress report Milk Run Delivery System
96
i 97
Lampiran 12. Line up product
Daihatsu Xenia
Daihatsu Terios
Daihatsu Gran Max
Daihatsu Sirion
Toyota Avanza
Toyota Rush