ANALISIS DATA TITIK PANAS (HOTSPOT) KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN TAHUN 2015
ENDRAWATI, S.Hut RETNOSARI YUSNITA, S.Hut
Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Lahan dan Hutan tahun 2015 Penulis
: Endrawati, S. Hut. Retnosari Yusnita, S.Hut
ISBN
: 978-602-61455-1-2
Penanggung Jawab
: Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. (Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan)
Ketua Tim
: Dr. Riva Rovani, S.Hut., M.Agr. (Kasubdit Pemantauan Sumber Daya Hutan)
Editor
: Triastuti Nugraheni, S.Hut., M.Si. (Kepala Seksi Pemantauan Sumber Daya Hutan Tingkat Nasional dan Wilayah) Ahmad Basyiruddin Usman, S.Si. (Kepala Seksi Pemantauan Sumber Daya Hutan Tingkat Unit Pengelolaan)
Desain Sampul
: Andi France Daryanto, S.Hut
Kontributor Data
: Staf Sub Direktorat Pemantauan Sumber Daya Hutan
Sumber Foto
: Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan
Diterbitkan oleh
: Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
© Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015 Alamat surat: Gd. Manggala Wanabakti Blok 1 Lt. 7 Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta 10270
[email protected] Telp. (021) 5730335-5730292 Fax. (021) 5730335
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan Buku Analisis Data Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Lahan dan Hutan tahun 2015.-•
Buku Analisis Data Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Lahan dan Hutan tahun 2015 ini menyajikan data dan informasi terkait identifikasi dan analisis sebaran titik panas {hotspof) kebakaran lahan dan hutan berdasarkan fungsi kawasan, administrasi kabupaten dan provinsi, kelas penutupan lahan, areal konsesi, areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), jenis tanah, dan analisis lanjutan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan tahun 2015.
Diharapkan buku ini menjadi salah satu bahan pengambilan kebijakan dalam upaya tindakan preventif sebagai sistem peringatan dini {early warning system) pada areal yang terindikasi rawan kebakaran lahan dan hutan yang berulang tiap tahun
agar kejadian serupa tidak terjadi pada tahun-tahun mendatang. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukan.
Jakarta, Desember 2015 Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan
Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc.
NIP. 19620301 198802 1 001
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
I. PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Dasar Hukum
2
1.3 Maksud dan Tujuan
3
1.4 Ruang Lingkup
3
1.5 Hasil Kegiatan
4
II. METODOLOGI
5
2.1 Persiapan
5
2.2 Bahan dan Alat
5
2.3 Pelaksanaan
6
1. Pengolahan Data Titik Panas (Hotspot)
6
2. Pengolahan Data Areal Kebakaran Lahan dan Hutan
7
3. Analisa dan Pembahasan Data Titik Panas (Hotspot) Areal Kebakaran lahan dan Hutan III. HASIL DAN ANALISIS 3.1 Analisis Data Titik Panas (Hotspot) 3.2 Analisis areal Kebakaran Lahan dan Hutan IV. KESIMPULAN DAN SARAN
8 9 9 37 47
4.1 Kesimpulan
47
4.2 Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL Halaman 3.1
Sebaran data titik panas untuk setiap provinsi tahun 2015
10
3.2
Sebaran data titik panas di setiap provinsi per bulan tahun 2015
13
3.3
Sebaran data titik panas untuk tiga kabupaten tertinggi di tiga provinsi tertinggi
16
3.4
Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan tahun 2015
17
3.5
Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan untuk setiap provinsi tahun 2015
19
3.6
Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan per bulan tahun 2015 22
3.7
Sebaran titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015
3.8
Sebaran data titik panas untuk setiap kelas penutupan lahan berdasarkan
23
fungsi kawasan
27
3.9
Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per bulan per provinsi tahun 2015
28
3.10
Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per bulan per provinsi tahun 2015
31
3.11
Sebaran titik panas di areal kebun per bulan per provinsi tahun 2015
32
3.12
Sebaran titik panas di areal IPPKH per bulan per provinsi tahun 2015
33
3.13
Sebaran titik panas (hotspot) di areal gambut per provinsi dan per bulan
35
3.14
Sebaran titik panas (hotspot) di areal KPH per provinsi
36
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1
Pengunduhan (download) Dari NASA FIRMS
6
2.2
Diagram alir tahapan analisis data titik panas (hotspot)
7
2.3
Diagram alir tahapan analisis areal kebakaran lahan dan hutan
8
3.1
Contoh raw data titik panas (hotspot)
9
3.2
Grafik jumlah data titik panas tahunan di Indonesia tahun 2001 – November 2015
11
3.3
Grafik periode El Nino/ La Nina tahun 1950 s.d 2015
12
3.4
Grafik sebaran data titik panas bulanan tahun 2015
12
3.5
Diagram sebaran data titik panas setiap pulau besar tahun 2015
15
3.6
Diagram sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan/APL tahun 2015
18
3.7
Diagram sebaran data titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015
24
3.8
Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per provinsi tahun 2015
29
3.9
Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per provinsi tahun 2015
30
3.10 Diagram sebaran titik panas di areal kebun per provinsi tahun 2015
34
3.11 Diagram sebaran titik panas di areal tambang per provinsi tahun 2015
34
3.12 Perbandingan sebaran titik panas dan hasil analisis kerapatan titik
38
3.13 Perbandingan identifikasi bekas kebakaran dengan kenampakan sebelum kebakaran
39
3.14 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan wilayah administrasi provinsi
40
3.15 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan fungsi kawasan hutan
41
3.16 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan penutupan lahan
41
3.17 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan areal perizinan
42
3.18 Diagram luasan bekas kebakaran di dalam dan di luar perizinan
43
3.19 Diagram luasan bekas kebakaran di tanah gambut dan mineral
44
3.20 Diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model per provinsi
44
3.21 Diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model
45
iv
I. PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Peristiwa kebakaran lahan dan hutan di Indonesia dalam skala besar
terjadi tahun 1982-1983, 1991, 1994, 1997-1998, 2006. Peristiwa kebakaran lahan dan hutan tersebut kembali mengancam Indonesia pada tahun 2015, khususnya di Sumatera, Kalimantan, dan Papua, yang telah menyebabkan 80% wilayah Sumatera dan Kalimantan tertutup asap pekat. Dampak kebakaran lahan dan hutan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan, ekonomi dan sosial masyarakat secara nasional namun juga telah mempengaruhi negara tetangga. Kerusakan yang diakibatkan oleh bencana kebakaran lahan dan hutan tahun 2015 ini diperkiran seluas 2,61 juta ha hutan dan lahan terbakar. Selain kerusakan tersebut, 24 orang meninggal dunia, lebih dari 600 ribu jiwa menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta lebih dari 60 juta jiwa terpapar asap. Kerugian ekonomi dan lingkungan akibat kebakaran diperkirakan sebesar Rp 221 Triliun, yang berupa penyebaran asap hingga ke negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina Selatan, rusaknya ekosistem, hilangnya plasma nutfah, emisi karbon dan lainnya (BNPB, 2015). Untuk itu perlu dilakukan
berbagai
upaya
serius
untuk
menanggulanginya.
Upaya
penanggulangan perlu diawali dengan mengetahui lokasi terjadinya kebakaran dan menganalisis penyebab kebakaran lahan dan hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan di lapangan untuk mengendalikan kebakaran lahan dan hutan dengan memobilisasi dukungan sarana dan prasarana baik di tingkat pusat maupun daerah (a.l. Manggala Agni, SPORC), serta melibatkan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Daerah, BNPB, TNI dan POLRI. Selain melakukan tindakan secara nyata di lapangan, KLHK juga melakukan upaya analisis data titik panas (hotspot) dan luasan kebakaran lahan dan hutan (burned
area) melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh. Kegiatan pemantauan dilakukan melalui analisis data titik panas (hotspot) yang diperoleh dari citra satelit MODIS Aqua-Terra. Adapun data sebaran dan luasan kebakaran lahan dan hutan diperoleh dari proses deliniasi on screen berdasarkan data citra Landsat 7
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
1
ETM+ maupun Landsat 8 OLI terbaru yang dipandu dengan data titik panas (hotspot). Saat ini pengolahan data titik panas dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Direktorat Pengendalian Kebakaran Lahan dan hutan, KLHK. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan berperan mendukung kegiatan pemantauan kebakaran lahan dan hutan yaitu dengan melakukan kegiatan analisis data titik panas (hotspot) dan analisis sebaran luasan bekas kebakaran. Kegiatan ini dititikberatkan pada analisis sebaran data titik panas sebaran, sebaran luasan kebakaran lahan dan hutan, dan tumpang susun hasil analisis tersebut dengan peta-peta tematik kehutanan seperti fungsi kawasan hutan, areal konsesi, areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan penutupan lahan untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang peristiwa kebakaran tersebut. Diharapkan dengan adanya analisis titik panas (hotspot) areal kebakaran lahan dan hutan ini, bisa menjadi gambaran dan alat bantu untuk pengambilan kebijakan upaya penanggulangan bencana kebakaran lahan dan hutan dengan cepat. Teknologi penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan untuk memantau kebakaran lahan dan hutan. Proses analisis data mengunakan data satelit adalah metode yang cepat, tepat dan akurat, sehingga prosesnya tidak memakan waktu yang lama. Akan tetapi proses ini masih terkendala beberapa hal, terutamanya cakupan awan. . Kegiatan pemantauan kebakaran lahan dan hutan diharapkan mampu memberikan informasi teliti untuk cakupan wilayah luas. 1.2. i.
DASAR HUKUM Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.18/MenlhkII/2015 tanggal 14 April 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
ii.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-II/2010 tentang Sistem Informasi Kehutanan
iii.
Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan Tahun Anggaran 2015 Nomor: SP DIPA-029.06.1.238378/2015 Revisi ke 01 tanggal 9 April 2015 tentang Pengesahan DIPA Direktorat Inventarisasi dan
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
2
Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Tahun Anggaran 2015. 1.3.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud kegiatan analisis data titik panas (hotspot) adalah untuk
mendapatkan data dan peta sebaran titik panas serta sebaran areal bekas kebakaran lahan dan hutan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan beserta jenis penutupan lahannya. Kegiatan analisis data titik panas (hotspot) ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas
(hotspot) di provinsi dan kabupaten di Indonesia, khususnya pada provinsi yang mempunyai sebaran titik panas tertinggi; 2. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang waktu/bulan dengan sebaran titik panas tertinggi; 3. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas
(hotspot) di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan; 4. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang kondisi penutupan lahan dan atau penutupan hutan yang terindikasi terdapat titik panas (hotspot) baik untuk penutupan kelas berhutan ataupun kelas non hutan 5. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas (hotspot) di areal konsensi 6. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas (hotspot) di areal gambut 7. Mendapatkan data, informasi serta menganalisis tentang sebaran titik panas (hotspot) di areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 8. Mendapatkan data dan informasi areal bekas kebakaran berdasarkan wilayah administrasi, fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi ijin usaha pemanfaatan hutan dan areal penggunaan kawasan hutan lainnya. 1.4.
RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan analisis data titik panas (hotspot) meliputi :
1.
Pengunduhan (download), pengumpulan dan pengolahan awal data titik panas (hotspot);
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
3
2.
Persiapan data dan peta tema-tema kehutanan
3.
Pembuatan data base titik panas (hotspot) harian per provinsi dan per kabupaten
4.
Analisis sebaran titik panas di provinsi dan kabupaten dan bulan sebaran tertinggi
5.
Tumpang susun (overlay) antara data sebaran titik panas (hotspot) dengan peta fungsi kawasan, peta penutupan lahan, areal konsensi, areal gambut, dan areal KPH
6.
Pengolahan dan analisis data titik panas yang telah ditumpang susun dengan peta fungsi kawasan, peta penutupan lahan, areal konsensi areal gambut, dan areal KPH untuk setiap provinsi dan bulan sebaran
7.
Pengolahan data identifikasi areal kebakaran lahan dan hutan
8.
Analisis spasial areal kebakaran lahan dan hutan dengan melakukan tumpang susun (overlay) dengan peta tema-tema kehutanan seperti penutupan lahan, fungsi kawasan hutan, areal gambut dan areal konsesi.
9. 1.5.
Penyajian data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan. HASIL KEGIATAN Hasil kegiatan / keluaran dari kegiatan analisis data titik panas (hotspot)
adalah : 1. Tabel dan diagram rekapitulasi sebaran titik panas di per provinsi dan per bulan dari Januari sampai November tahun 2015; 2. Tabel dan diagram rekapitulasi sebaran titik panas di tema-tema kehutanan yang digunakan yaitu fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi, areal gambut, dan areal KPH; 3. Tabel dan diagram rekapitulasi sebaran areal kebakaran lahan dan hutan per provinsi; 4. Data
hasil
olahan
dan
analisis
data
titik
panas
yang
telah
ditumpangsusunkan dengan peta-peta tematik kehutanan; 5. Data hasil olahan dan analisis data areal kebakaran lahan dan hutan yang telah ditumpang susun dengan peta-peta tematik kehutanan; 6. Data dan peta sebaran titik panas dan areal kebakaran lahan dan hutan di beberapa tema kehutanan.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
4
II. METODOLOGI 2.1.
Persiapan Kegiatan persiapan terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut :
1.
Penyiapan dan pengecekan piranti lunak (software) dan piranti keras (hardware )
2.
Penyiapan dan pengecekan data titik panas (hotspot)
3.
Penyiapan dan pengecekan data Citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
4.
Penyiapan data acuan (referensi) dalam proses pengolahan dan analisis data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan yaitu batas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten), fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), lahan gambut dan areal konsesi (IUPHHK).
2.2.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada kegiatan analisis data titik panas (hotspot) dan
areal kebakaran lahan dan hutan adalah sebagai berikut : a. Data titik panas (hotspot) untuk seluruh wilayah Indonesia dari citra satelit MODIS
Terra
dan
Aqua
yang
bersumber
dari
NASA
FIRMS
(https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov) b. Citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI sebagai sumber data pada penafsiran penutupan lahan dan deliniasi areal kebakaran lahan dan hutan c. Data penutupan lahan periode tahun 2014 dan 2015 d. Data tematik berupa batas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten), fungsi kawasan, penutupan lahan, areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), gambut dan areal konsesi (IUPHHK). Alat yang digunakan pada penyajian data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan adalah sebagai berikut : Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
5
a.
Komputer minimal memiliki spesifikasi prosesor dual core 2GHZ, RAM 2 GB, Kapasitas penyimpanan 250 GB, memori VGA 128 MB yang mampu menampilkan screen resolution minimal 1280 x 1024 pixels.
b.
Piranti lunak (Software) Microsoft Word, Microsoft Excel, ArcGIS 10, dan ENVI 4.5.
2.3.
Pelaksanaan Tahapan kegiatan analisis data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran
lahan dan hutan : 1. Pengolahan data titik panas (hotspot) a. Pengunduhan (download) data titik panas (hotspot) harian dari NASA FIRMS (https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov). Data dapat diunduh dalam bentuk
shapefile dan csv;
Gambar 2.1. Pengunduhan (download ) dari NASA FIRMS b. Melakukan proses tumpang susun (overlay) dan identity data titik panas (hotspot) dengan batas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten), penutupan Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
6
lahan, fungsi kawasan, areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), gambut, dan areal konsesi (IUPHHK) dilanjutkan menghitung luasan pada tiap tema; c. Pengolahan dan analisis hasil tumpang susun (overlay) di software Microsoft Excel; d. Penyajian hasil perhitungan data dalam bentuk grafik, tabel dan layout peta data titik panas (hotspot) untuk beberapa tema kehutanan.
Pengunduhan (download)
Tumpang Susun (Overlay)
Pengolahan dan Analisis Data Hasil Overlay
Penyajian data, grafik, tabulasi dan layout peta
Gambar 2.2. Diagram alir tahapan analisis data titik panas (hotspot) 2. Pengolahan data areal kebakaran lahan dan hutan a. Pengumpulan data titik panas (hotspot) hasil download dari NASA FIRMS; b. Estimasi areal kebakaran dengan analisis kerapatan titik panas (point density
analysis); c. Deliniasi areal kebakaran berdasarkan data citra Landsat 7 ETM+ maupun Landsat 8 OLI terbaru sesuai dengan data titik panas (hotspot); d. Analisis lanjutan dengan menggunakan data tema-tema kehutanan lainnya; e. Penyajian data, grafik, dan layout peta areal kebakaran lahan dan hutan; Diagram alir tahapan analisi areal kebakaran lahan dan hutan disajikan pada Gambar 2.3.
Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
7
3. Analisis dan pembahasan data titik panas (hotspot) areal kebakaran lahan dan hutan Analisis dan pembahasan data titik panas (hotspot) dan areal kebakaran lahan dan hutan tahun 2015 meliputi: a. Sebaran data titik panas di provinsi dan pulau besar tahun 2015; b. Sebaran data titik panas di kabupaten provinsi tertinggi tahun 2015; c. Sebaran data titik panas bulanan tertinggi tahun 2015; d. Sebaran data titik panas di tema-tema kehutanan yang digunakan yaitu fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi, areal gambut, dan areal KPH; e. Sebaran areal kebakaran lahan dan hutan di provinsi tahun 2015; f.
Sebaran areal kebakaran lahan dan hutan di tema-tema kehutanan yang digunakan yaitu fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, areal konsesi, dan areal gambut.
HOTSPOT
Point Density Analysis
Landsat 7/8 Area Kebakaran
Verifikasi Digitasi Area Kebakaran
Analysis
• • • •
Batas Admisistrasi Lahan Gambut Fungsi Kawasan Hutan Perizinan
Matriks dan Peta Kebakaran Gambar 2.3. Diagram alir tahapan analisis areal kebakaran lahan dan hutan
Analisa Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
8
III. HASIL DAN ANALISIS 3.1.
Hasil Analisis Data Titik Panas (hotspot) Data titik panas yang dipergunakan dalam analisis ini bersumber dari NASA
FIRMS. Data tersebut adalah hasil olahan dari citra satelit Terra/ Aqua MODIS dengan algoritme MOD 14. Pemilihan data tersebut sebagai referensi didasarkan beberapa pertimbangan diantaranya algoritme pengolahannya relatif sudah standar (MOD 14) dan korelasi keberadaan titik panas dengan bekas kebakaran pada citra Landsat cukup tinggi. Data titik panas yang diunduh dari NASA FIRMS berupa koordinat titik panas (hotspot) yang dilengkapi dengan berbagai informasi pendukung (satelit pengindera, waktu akuisisi data, tingkat kepercayaan hasil perhitungan, dll.) (Gambar 3.1). Data tersebut disimpan dalam format shapefile. Data yang diunduh adalah untuk periode Januari s.d. 24 November 2015. Hasil kompilasi data titik panas (hotspot) seluruh Indonesia tahun 2015 berjumlah 136.108 titik.
Gambar 3.1 Contoh atribut data titik panas (hotspot) hasil unduhan dari NASA FIRMS Data titik panas hasil kompilasi tahun 2015 kemudian ditumpangsusunkan (overlay) melalui proses identity dengan tema lain, seperti wilayah administrasi, fungsi kawasan, penutupan lahan, batas areal KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), areal Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
9
gambut dan areal konsesi (IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, kebun, dan IPPKH). Hasil analisis berupa akumulasi jumlah titik dan peta sebaran titik panas untuk setiap provinsi, fungsi kawasan, penutupan lahan, dan sebaran data titik panas di beberapa areal KPH, gambut dan konsesi. Hasil analisis titik panas tersebut kemudian disajikan dalam tabel per provinsi dan per bulan sehingga memudahkan untuk dibandingkan (Tabel 3.1 dan 3.2). Tabel 3.1. Sebaran data titik panas untuk setiap provinsi tahun 2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Kalimantan Tengah Sumatera Selatan Papua Kalimantan Timur Kalimantan Barat Riau Jambi Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Timur Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Jawa Timur Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Tenggara Lampung Nusa Tenggara Barat Maluku Utara Sulawesi Utara Kalimantan Utara Sumatera Utara Papua Barat Jawa Barat Sulawesi Barat Sumatera Barat Gorontalo Jawa Tengah Bengkulu Nanggroe Aceh Darusalam Banten Kepulauan Riau DI Yogyakarta DKI Jakarta Bali TOTAL
Jumlah Hotspot 30.057 27.727 12.959 8.918 7.975 7.155 6.995 5.869 3.467 2.846 2.491 2.164 2.006 1.941 1.754 1.545 1.466 1.284 1.118 1.085 820 722 712 548 506 478 384 372 326 202 189 11 9 7 136.108
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
10
Berdasarkan data titik panas (hotspot) sesuai Tabel 3.1. titik panas tertinggi di tahun 2015 terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah (30.057 titik), kemudian disusul oleh Sumatera Selatan (27.727 titik), Papua (12.959 titik), Kalimantan Timur (8.918 titik), dan Kalimantan Barat (7.975 titik). Pada tahun 2014, hasil analisis diperoleh bahwa sebaran titik panas tertinggi terdapat di Provinsi Riau (18.971 titik) selanjutnya disusul oleh Provinsi Kalimantan Tengah (13.199 titik), Kalimantan Barat (8.993 titik), Sumatera Selatan (8.152 titik), dan Papua (5.739 titik). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan dan Sumatera masih menjadi yang tertinggi dari tahun ke tahun. khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah (IPSDH, 2014). Hasil analisis tahuntahun sebelumnya sebaran data titik panas tertinggi hanya tersebar di Pulau Kalimantan dan Sumatera, namun di tahun 2013 sampai 2015 provinsi Papua termasuk kedalam salah satu provinsi yang terdapat sebaran titik panas yang cukup tinggi, hal tersebut terbukti berdasarkan hasil analisis titik panas tahun 2015 Provinsi Papua berada diposisi 3 tertinggi sebaran data titik panas (12.959 titik).
Titik Panas (jumlah dalam ribuan)
160 140 120 100 80 60 40 20 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Gambar 3.2 Grafik jumlah data titik panas tahunan di Indonesia tahun 2001November 2015 Berdasarkan hasil analisis data titik panas ( hotspot) tahunan tahun 2001 s.d November 2015 pada Gambar 3.2, tahun 2004, 2006, 2009, dan 2015 terdapat lonjakan jumlah titik panas dibandingkan dengan tahun lainnya dalam kurun waktu 15 tahun. Hal tersebut berkorelasi dengan bencana dengan fenomena El Nino yang yang sedang menimpa Indonesia pada saat itu. Kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
11
Kalimantan telah menyebabkan 80% wilayah di Sumatera tertutup asap pekat pada bulan September s.d. Oktober 2015. 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5
Gambar 3.3 Grafik periode El Nino/ La Nina tahun 1950 s.d 2015 (Sumber: National Weather Service, 2015) 60,000 48,641
50,000
47,692
40,000 30,000 20,000
18,315
10,000 610
1,143
1,440
993 1,252
-
7,414
6,422
2,186
Gambar 3.4 Grafik sebaran data titik panas bulanan tahun 2015 Gambar 3.4 menunjukkan kenaikan data titik panas (hotspot) yang dimulai pada bulan Agustus, mencapai puncak di bulan September dan Oktober, dan kemudian akan menurun drastis pada bulan November. Kecenderungan tersebut terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Penurunan data titik panas ( hotspot) pada bulan November disebabkan karena curah hujan yang mulai meningkat. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
12
Tabel 3.2. Sebaran data titik panas untuk setiap provinsi per bulan tahun 2015 No.
PROVINSI
1
Kalimantan Tengah
2
Sumatera Selatan
3
Papua
4
Kalimantan Timur
5
Kalimantan Barat
6
Riau
7
Jambi
8
Kalimantan Selatan
9
Nusa Tenggara Timur
10
Maluku
11
Sulawesi Tengah
12
Sulawesi Selatan
13
Jawa Timur
14
Kepulauan Bangka Belitung
15
Sulawesi Tenggara
16
Lampung
17
Nusa Tenggara Barat
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUNI
JULI
AGTS
SEPT
OKT
NOV
TOTAL
22
7
28
22
32
37
569
5.149
12.303
11.144
744
30.057
13
40
39
29
137
223
681
1.868
11.261
12.249
1.187
27.727
10
6
22
11
38
17
148
1.008
4.737
6.001
961
12.959
8
29
79
84
55
36
258
1.336
2.304
4.209
520
8.918
8
22
61
14
46
69
742
2.263
3.891
803
56
7.975
143
547
626
410
212
620
2.099
685
1.351
404
58
7.155
38
23
16
29
77
246
628
1.724
2.704
1.452
58
6.995
2
4
5
13
7
6
82
798
2.525
2.114
313
5.869
8
16
34
15
15
116
316
586
784
1.102
475
3.467
6
1
8
2
3
7
30
215
1.166
1.180
228
2.846
20
8
29
34
24
18
78
127
692
1.216
245
2.491
50
51
41
54
88
45
106
220
565
757
187
2.164
54
42
35
32
61
147
469
329
286
419
132
2.006
8
19
7
2
12
36
150
390
809
433
75
1.941
8
2
5
15
17
1
12
108
401
738
447
1.754
3
3
23
55
100
156
501
569
134
1.545
23
8
37
39
63
142
251
542
353
1.466
1 4
4
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
13
No.
PROVINSI
18
Maluku Utara
19
Sulawesi Utara
20
Kalimantan Utara
21
Sumatera Utara
22
Papua Barat
23
Jawa Barat
24
Sulawesi Barat
25
Sumatera Barat
26
Gorontalo
27
Jawa Tengah
28
Bengkulu
29
N. Aceh Darusalam
30
Banten
31
Kepulauan Riau
32
DI Yogyakarta
33
DKI Jakarta
34
Bali TOTAL
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUNI
JULI
AGTS
SEPT
OKT
NOV
TOTAL
35
28
30
35
31
6
52
59
331
626
51
1.284
56
37
51
41
118
22
30
111
318
303
31
1.118
1
12
23
25
20
13
232
550
162
41
6
1.085
36
110
65
35
33
233
199
29
53
11
16
820
9
2
9
6
12
17
45
35
154
407
26
722
15
17
39
17
39
22
47
133
185
164
34
712
1
2
3
2
8
48
218
257
8
548
1 21
18
10
1
21
58
141
44
164
25
3
506
2
3
4
8
9
3
4
33
157
211
44
478
8
4
8
7
9
13
33
85
120
79
18
384
1
1
21
2
14
8
47
38
99
136
5
372
8
65
76
22
39
61
25
14
13
2
1
326
6
2
6
3
8
1
11
16
95
52
2
202
8
22
34
11
10
9
8
11
34
41
1
189
1
2
1
1
1
3
2
11
2
610
1.143
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
1.440
993
1.252
2.186
7.414
1
5
1
9
3
2
1
1
7
18.315
48.641
47.692
6.422
136.108
14
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa bulan dengan sebaran titik panas tertinggi terjadi pada bulan kering yaitu bulan September dan Oktober. Provinsi yang memiliki data titik panas tertinggi ternyata juga memiliki sebaran bulan tertinggi yang sama yaitu bulan September dan Oktober, untuk Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan September terdapat 12.303 titik dan bulan Oktober 11.144 titik, Provinsi Sumatera Selatan pada bulan September 11.261 titik dan bulan Oktober 12.249 titik sedangkan Provinsi Papua pada bulan September 4.737 titik dan bulan Oktober terdapat 6.001 titik. Nusa Tenggara
Maluku
Jawa
Sulawesi
Papua
Kalimantan
Sumatera
Gambar 3.5 Diagram sebaran data titik panas setiap pulau besar tahun 2015 Berdasarkan Gambar 3.5 terlihat bahwa sebaran titik panas berdasarkan pulau besar di Indonesia, sebaran titik panas tertinggi terdapat di Pulau Kalimantan (53.904 titik), Sumatera (48.054 titik), dan Papua (13.681 titik). Seperti telah disebutkan. tingginya sebaran titik panas pada pulau-pulau besar tersebut mungkin terjadi karena banyaknya aktivitas yang berkaitan dengan pembukaan hutan tanaman, areal perkebunan dan tambang, aktivitas pertanian terutama pertanian campur dan perambahan. Selain dilakukan analisis berdasarkan wilayah administrasi provinsi dan pulau besar yang ada di Indonesia, analisis juga dilakukan pada wilayah administrasi kabupaten yang terdapat di provinsi yang memiliki sebaran data titik panas tertinggi. Berdasarkan hasil analisis wilayah kabupaten sebaran data titik panas terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (16.717 titik) Provinsi Sumatera Selatan, disusul Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
15
Kabupaten Merauke (8.760 titik) Provinsi Papua dan Kabupaten Pulang Pisang (8.201 titik) Provinsi Kalimantan Tengah. Secara rinci analisis titik panas berdasarkan wilayah administrasi di tiga kabupaten tertinggi di tiga provinsi tertinggi terdapat di Tabel 3.3. Berdasarkan hasil analisis data titik panas tahun 2014, sebaran tertinggi untuk kabupaten juga berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebanyak 5.254 titik, selanjutnya ada di Kabupaten Merauke Papua sebanyak 5.071 titik (IPSDH, 2014). Kejadian bencana kebakaran hutan dalan lahan yang terjadi pada tahun 2015 ini ditunjukkan juga oleh sebaran asap serta sebaran areal bekas kebakaran yang didominasi terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan Kabupaten Pulang Pisang Provinsi Kalimantan Tengah. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan September dan Oktober yang merupakan bulan tertinggi terdapat titik panas ( hotspot). Tabel 3.3 Sebaran data titik panas untuk tiga kabupaten tertinggi di tiga provinsi tertinggi Kabupaten Kalimantan Tengah
Hotspot 30.057
1.
Pulangpisau
8.201
2.
Kotawaringin Timur
3.581
3
Kapuas
3.305
Sumatera Selatan
27.730
1.
Ogan Komering Ilir
2.
Musibanyuasin
4.568
3.
Banyuasin
2.300 Papua
16.717
12.959
1.
Merauke
8.760
2.
Mappi
2.524
3.
Bovendigoel
973
Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan mempunyai sebaran yang cukup tinggi di areal hutan tanaman dan perkebunan selebihnya ada di kawasan APL, sedangkan Merauke sebaran tertinggi ada di kawasan APL. Secara rinci analisis titik panas berdasarkan wilayah administrasi kabupaten di tiga provinsi tertinggi terdapat di Lampiran 1. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
16
Analisis data titik panas dengan tema-tema yang berhubungan kehutanan seperti fungsi kawasan, penutupan lahan, Kesatuan Pengelolan Hutan (KPH), dan areal konsesi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui sebaran, penyebab dan dampak yang terjadi dari adanya sebaran titik panas di areal-areal tersebut. Selain dari sebaran titik panas juga bisa diidentifikasi hubungannya dengan penyebab maupun dampak kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di areal-areal tersebut. Tabel dan diagram jumlah sebaran data titik panas di dalam dan di luar kawasan hutan untuk data tahun 2015 secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.4 dan Gambar 3.6. Informasi lebih detail mengenai sebaran data titik panas di dalam dan di luar kawasan hutan untuk setiap provinsi dan bulan sebaran ada pada Tabel 3.5 dan 3.6. Tabel 3.4 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan tahun 2015 No. Fungsi Kawasan A. Kawasan Suaka Alam / Kawasan Pelestarian Alam 1 Kawasan Suaka Alam / Kawasan Pelestarian Alam 2 Kawasan Suaka Alam 3 Suaka Alam 4 Suaka Margasatwa 5 Cagar Alam 6 Taman Burung 7 Taman Nasional 8 Taman Wisata Alam 9 Taman Hutan Rakyat 10 Hutan Suaka Alam B. Hutan Lindung 1 Hutan Lindung C. Hutan Produksi 1 Hutan Produksi Terbatas 2 Hutan Produksi Konversi 3 Hutan Produksi 4 Hutan Pangonan D. Areal Penggunaan Lain 1 Areal Penggunaan Lain Total
Hotspot 14.835 7.301 3.344 7 565 718 121 2.515 35 115 114 12.999 12.999 63.739 9.225 13.259 41.254 1 44.535 44.535 136.108
Berdasarkan hasil pengolahan data titik panas dengan data fungsi kawasan hutan, data titik panas tertinggi pada tahun 2015 terdapat di kawasan Hutan Produksi (46,83%) dengan jumlah titik panas 63.739 titik. Selanjutnya 32,72% atau 44.535 titik Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
17
terdapat di areal penggunaan lain, KSA/KPA sebanyak 14.835 titik (10,90%), dan hutan lindung sebanyak 12.999 titik atau 9.55% (Tabel 3.4).
Gambar 3.6.
Diagram sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan/APL tahun 2015
Berdasarkan Tabel 3.5 provinsi yang paling tinggi sebaran data titik panas di kawasan hutan produksi yaitu Provinsi Sumatera Selatan (17.658 titik), Kalimantan Tengah (14.226 titik) dan Papua (6.861 titik). Data tersebut serupa dengan hasil analisis sebelumnya, bahwa ketiga provinsi tersebut menduduki tiga provinsi yang memiliki sebaran data titik panas tertinggi. Sebagai perbandingan pada analisis tahun sebelumnya yaitu tahun 2012, 2013, dan 2014 analisis sebaran titik panas tertinggi pada fungsi kawasan hutan juga berada di fungsi kawasan hutan produksi (IPSDH, 2014).
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
18
Tabel 3.5 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan untuk setiap provinsi PROVINSI Kalimantan Tengah Sumatera Selatan Papua Kalimantan Timur Kalimantan Barat Riau Jambi Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Timur Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Jawa Timur Kep.Bangka Belitung Sulawesi Tenggara Lampung Nusa Tenggara Barat Maluku Utara Sulawesi Utara Kalimantan Utara Sumatera Utara Papua Barat Jawa Barat Sulawesi Barat Sumatera Barat Gorontalo Jawa Tengah Bengkulu N. Aceh Darusalam Banten Kepulauan Riau DI Yogyakarta DKI Jakarta Bali TOTAL
KSA/ KPA 5.712 743 3.342 536 514 622 1.092 181 92 41 149 19 422 40 151 327 457 13 51 4 99 9 85 20 16 6 26 44 12 3 6 0 0 1 14,835
HL 5.613 842 891 112 558 177 245 195 609 197 346 799 823 257 177 49 88 263 116 19 85 105 20 119 98 27 51 62 23 4 26
3 12,999
HP
APL
14.226 17.658 6.861 3.370 2.618 5.032 3.426 1.903 443 1.994 825 288 235 935 753 111 226 620 167 338 351 322 169 92 217 232 60 82 53 65 64 2 0 1 63,739
4.440 8.484 1.731 4.863 4.243 1.318 2.232 3.576 2.317 613 1163 1.047 526 705 672 1.052 685 380 784 713 285 272 438 314 173 212 247 188 238 130 90 9 9 2 44,151
TUBUH AIR 66 5 134 44 44 6 14 6 1 11 4 1 6 8 11 14 3 2 1
3
403
TOTAL 30.057 27.732 12.959 8.925 7.977 7.155 6.995 5.869 3.467 2.846 2.483 2.164 2.006 1.941 1.754 1.545 1.456 1.284 1.118 1.085 820 722 712 548 506 478 384 376 326 202 189 11 9 7 136,108
Kawasan hutan produksi yang memiliki sebaran titik panas tertinggi di dominasi oleh hutan produksi tetap. Hal tersebut terjadi karena perubahan penutupan dan peruntukan lahan berubah sangat dinamis pada beberapa provinsi terutama provinsi Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
19
yang memiliki data sebaran titik panas tertinggi. Perubahan penutupan dan peruntukkan lahan yang berubah sangat dinamis terjadi pada Provinsi Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, hal tersebut ditunjukkan pada tingginya titik panas di kawasan hutan produksi tetap di provinsi tersebut. Berbeda dengan Provinsi Papua, pada provinsi tersebut sebaran titik panas cukup tinggi di kawasan HPK karena adanya aktifitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Sebaran data titik panas di setiap fungsi kawasan hutan per provinsi dan per bulan di tiga provinsi tertinggi terdapat di Lampiran 2. Selain kawasan hutan produksi tetap, kawasan hutan konversi (HPK) memiliki sebaran jumlah titik panas kedua tertinggi (13.259 titik) ada pada kawasan hutan produksi. Hasil analisis juga didukung dengan hasil analisis sebelumnya pada tahun 2012 dan 2014 dengan hasil analisis yang sama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Provinsi Papua yang memiliki sebaran titik panas tertinggi di kawasan HPK (3.654 titik) dibandingkan kawasan HP (1.685 titik). Sebaran tertinggi untuk fungsi hutan produksi (HP) adalah di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sesuai dengan areal hutan tanaman dan perkebunan yang luas di provinsi ini. Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, baik sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan. Berdasarkan Tabel 3.4, untuk di luar kawasan hutan (APL) sebaran titik panas berjumlah 44.151 titik. Jumlah titik ini adalah jumlah titik panas tertinggi dari keseluruhan perhitungan di tema fungsi kawasan. Ini menandakan kalau sebaran titik panas lebih tinggi di luar kawasan hutan dibanding di dalam kawasan hutan walaupun jika kita kelompokkan menjadi 4 fungsi kawasan besar (KSA/KPA, HL, HP dan APL) sebaran data titik panas total berada di hutan produksi (HP, HPK, dan HPT). Berdasarkan Tabel 3.5 sebaran titik panas tertinggi di APL terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (8.484 titik), selanjutnya di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Kondisi ini sama dengan analisis tahun sebelumnya, pada tahun 2012 dan 2013 sebaran tertinggi di APL terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (IPSDH, 2014). Hasil analisis dari tahun 2012, 2013 sampai 2014 ini kawasan APL mempunyai sebaran titik panas lebih tinggi dibanding kawasan hutan. Kemungkinan besar Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
20
disebabkan karena konversi dari kawasan hutan ke kawasan perkebunan yang pesat, serta masih ada kemungkinan pengaruh dari pembukaan lahan pertanian, dan aktifitas perladangan berpindah yang masih ada di wilayah provinsi-provinsi ini. Pada Tabel 3.6 yang menampilkan analisis tema fungsi kawasan dilihat dari bulan sebaran, hampir sebagian besar provinsi dengan sebaran tertinggi di bulan September dan Oktober, serta terdapat di kawasan HP serta APL. Berdasarkan total jumlah sebaran titik panas di Indonesia dengan fungsi kawasan pada tahun 2015, jumlah titik panas tertinggi ada di Provinsi Kalimantan Tengah (30.057 titik), diikuti Provinsi Sumatera Selatan (27.732 titik), serta Provinsi Papua (12.959 titik).
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
21
Tabel 3.6 Sebaran data titik panas berdasarkan fungsi kawasan per bulan tahun 2015 Fungsi Kawasan APL HP HPK HL HPT KSA/KPA KSA TN CA SM Tubuh Air TB Tahura HSA TWA SA Hutan Pangonan Total
JAN 298 115 37 69 40 18
FEB 485 235 138 100 122 19
20 1
14 2 1 13 3
3
MART 621 421 94 87 154 11 3 10 12
APRL 483 317 54 56 53 6
16 3
2 1
12 4
MEI 675 303 38 73 58 19 1 43 35 1 2
JUN 826 632 94 199 203 123 2 33 38 5 1
9
11
8
5
1 1 2
610
1.143
1.440
993
1.252
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
29 2
JULI 2.534 2.128 732 802 711 297 44 77 35 6 15 6 1 9 17
AGST 7.291 4.413 1.733 1.828 1.461 644 351 312 97 69 76 29 9 3 2
SEPT 16.502 14.595 4.810 4.476 3.128 2.550 1.307 517 236 285 127 28 65 16 5 3
2.187
7.414
18.318
48.650
OKT 11.880 16.454 4.910 4.928 3.002 3.426 1.225 1.240 229 182 125 39 30 16 7 4 1 47.698
NOV 2.556 1.641 619 381 293 188 411 237 29 16 23 12 9 7
6.422
Total 44.151 41.254 13.259 12.999 9.225 7.301 3.344 2.515 718 565 403 121 115 114 35 7 1 136.127
22
Tabel rekapitulasi dan diagram jumlah titik panas ( hotspot) yang diintegrasikan dengan data penutupan lahan secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan Gambar 3.6. Untuk informasi sebaran data titik panas di kelas penutupan lahan untuk setiap provinsi serta sebaran untuk setiap bulannya terdapat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Tabel sebaran data titik panas di setiap kelas penutupan lahan per provinsi dari bulan Januari sampai November 2015 dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 3.7 Sebaran data titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015 No. 1 2 3 4 5 6 7
Kode PL 2001 Hp 2002 Hs 2004 Hmp 20041 Hms 2005 Hrp 20051 Hrs 2006 Ht
Penutupan Lahan Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Tanaman Total Hutan Belukar B Perkebunan Pk Pemukiman Pm T Tanah Terbuka Savanna/ Padang rumput S Belukar Rawa Br Pertanian Lahan Kering Pt Pertanian Lahan Kering Campur Pc Sawah Sw Tambak Tm Bandara/ Pelabuhan Bdr Transmigrasi Tr Pertambangan Tb Rawa Rw Badan Air A Total Non Hutan Total Hutan + Non Hutan
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
2007 2010 2012 2014 3000 20071 20091 20092 20093 20094 20121 20122 20141 50011 5001
Hotspot 1.870 10.749 97 290 1.476 11.823 11.692 37.997 15.355 6.963 1.383 8.707 5.463 33.896 4.775 12.477 2.329 111 5 170 1.100 4.810 567 98.111 136.108
Berdasarkan Tabel 3.7 hasil pengolahan data titik panas dengan kelas penutupan lahan tahun 2015, dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 pada kelas penutupan lahan hutan, sebaran titik panas tertinggi terdapat di kelas hutan rawa sekunder sebanyak 11.823 titik dan Hutan Tanaman sebanyak 11.692 titiik
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
23
sedangkan untuk kelas penutupan lahan non hutan, kelas belukar rawa (20071) memiliki sebaran titik panas tertinggi sebanyak 33.896 titik. Untuk kelas penutupan lahan hutan di kelas hutan rawa sekunder dan hutan tanaman memiliki sebaran yang tertinggi, hal tersebut dapat disebabkan karena di areal-areal tersebut sudah atau masih terdapat bukaan hutan, untuk keperluan hutan tanaman ataupun perkebunan. Kegiatan pembukaan kawasan hutan pada hutan tanaman maupun perkebunan biasanya menggunakan metode pembakaran agar bisa dilakukan secara mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap oleh tumbuhan (Saharjo, 1999).
Gambar 3.7 Diagram sebaran data titik panas berdasarkan penutupan lahan tahun 2015 Berdasarkan hasil analisis titik panas tahun 2014, untuk kelas penutupan lahan hutan maupun non hutan memiliki hasil yang sama dengan analisis tahun 2015 yaitu kelas penutupan lahan hutan rawa sekunder (hutan) dan belukar rawa (non hutan) memiliki nilai sebaran titik panas tertinggi. Kecenderungan memiliki sebaran data titik panas tertinggi dapat menjadi suatu rujukan pengambilan kebijakan dalam upaya pencegahan (early warning) terhadap dampak kebakaran lahan dan hutan akibat tingginya titik panas pada kelas penutupan lahan tersebut. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
24
Pada kelas penutupan lahan non hutan, belukar rawa memiliki sebaran titik panas tertinggi yaitu hampir 35% dari total sebaran titik panas di kelas penutupan lahan non hutan. Berikutnya terdapat di kelas belukar (2007) sebanyak 15.355 titik dan kelas pertanian lahan kering campur (20092) sebanyak 12.477 titik. Pola sebaran titik panas ini hampir sama dengan sebaran titik panas untuk kelas penutupan lahan non hutan di analisis tahun 2012, 2013, dan 2014. Kelas belukar rawa, pertanian lahan kering campur dan tanah terbuka selalu menjadi kelas penutupan lahan non hutan yang memiliki sebaran titik panas tertinggi. Hal tersebut disebabkan karena karakteristik tumbuhan / tanaman di kelas penutupan lahan tersebut akan mudah terbakar pada musim kering yang memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga teridentifikasi sebagai titik panas, terutama pada kelas belukar rawa, belukar dan pertanian lahan kering campur. Selain itu, sebaran titik panas tinggi di kelas belukar (rawa dan kering) kemungkinan karena pembukaan areal banyak di kelas-kelas tersebut (hutan tanaman, kebun, atau pembukaan belukar ke lahan pertanian). Sebaran titik panas menurut kelas penutupan lahan untuk setiap provinsi di Indonesia secara terinci terdapat di Lampiran 3. Provinsi yang teridentifikasi mempunyai titik panas tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 30.057 titik, dengan sebaran titik panas tertinggi terdapat di kelas belukar rawa sebanyak 15.990 titik (kelas penutupan lahan non hutan) dan kelas hutan rawa sekunder sebanyak 6.656 titik (penutupan lahan kelas hutan). Provinsi Sumatera Selatan sebagai provinsi kedua yang memiliki sebaran titik panas tertinggi dibeberapa kelas penutupan lahan baik kelas hutan maupun non hutan. Hutan tanaman sebagai kelas tertinggi kedua di kelas penutupan lahan hutan sebanyak 8.555 titik dan kelas pertanian lahan kering campur dan tanah terbuka sebanyak 1.966 titik dan 1.674 titik merupakan kelas penutupan lahan non hutan yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan hasil analisis penutupan lahan masuk kedalam tiga provinsi tertinggi sebaran titik panasnya. Pada provinsi tersebut kelas hutan lahan kering sekunder (tertinggi ketiga di penutupan lahan kelas hutan) sebanyak 1.608 titik dan semak / belukar sebanyak 2.839 titik yang merupakan kelas tertinggi kedua di penutupan lahan kelas non hutan. Jika diintegrasikan dengan tema fungsi kawasan hutan (Tabel 3.8) dapat diketahui sebaran kelas penutupan lahan tertinggi kelas non hutan yaitu kelas belukar rawa terbanyak berada di dalam kawasan hutan (HP) selebihnya di luar kawasan hutan Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
25
(APL). Berbeda dengan belukar, yang sebaran titik panasnya lebih banyak di kawasan APL dibandingkan di HP, di kelas pertanian lahan kering campur sebaran titik apinya lebih banyak dijumpai di kawasan APL sedangkan tanah terbuka sebaran titik panas lebih banyak terdapat di dalam kawasan dibandingkan di luar kawasan hutan. Sebaran titik panas di kelas penutupan lahan berhutan paling banyak terdapat di kawasan HP kemudian di luar kawasan hutan (APL). Kondisi ini terdapat di kelas hutan rawa sekunder, hutan tanaman serta hutan lahan kering sekunder. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tumpang susun yang dilakukan dengan tema kehutanan seperti fungsi kawasan hutan dan penutupan lahan serta bulan terdapatnya titik panas, maka bulan September dan Oktober merupakan bulan tertinggi ditemukannya sebaran titik panas. Hal tersebut terjadi pada hampir seluruh provinsi terutama pada provinsi tertinggi seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Papua dan Kalimantan Timur. Secara rinci sebaran data titik panas di kelas penutupan lahan per bulan terdapat di Lampiran 4.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
26
Tabel 3.8. Sebaran data titik panas untuk setiap kelas penutupan lahan berdasarkan fungsi kawasan Kode Penutupan Lahan
APL
CA
HL
HP
HPK
HPT
HSA
Fungsi Kawasan Hutan Hutan KSA KSA/KPA Pangonan
SA
SM
2
67
Tahura
1
TB
TN
TWA
Tubuh Air
Total
2001
504
58
366
327
177
226
1
61
28
2002
2528
21
1564
2733
1022
2149
44
76
279
2004
12
53
6
5
6
11
2
2
97
2005
52
17
57
132
647
77
2
492
1476
2006
1284
7
157
9628
32
397
11692
2007
5417
86
1999
4809
1053
1244
2010
4390
100
1315
855
174
2012
1325
7
30
17
2014
2540
239
624
2895
904
755
3000
1534
12
607
532
1202
5001
74
3
34
20041
85
85
20051
1561
13
20071
9002
20091
100 46
17
318
2
119
35
2
101
1
17
1870
6
203
19
1
10749
39
14
4
30
82
31
99
144
5
1
3
5
15355
1
6963
4 13
1383
55
323
370
988
11
23
6
89
55
17
10
1
27
1825
3821
2006
282
286
1920
246
3918
10663
3535
1234
864
3537
160
717
3331
4
130
905
212
81
6
2
66
22
12
20092
6754
4
872
1977
1008
1254
4
38
235
247
20093
2060
1
58
66
119
16
2
20094
83
7
11
1
9
20121
5
20122
150
20141
712
50011
746 44151
Total
3
1
1
51
2
303
95
1
109
6
2 1
31
33
1
8 108
2
2
7
8707 2
5463
329
567
1
290
1
11823 20
33896
3
1
4775
5
5
12477
7
2329 111 5
8
12
107
231
39
6
27
500
1151
889
367
718
12999
41254
13259
9225
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
170 5 114
1
779
314
3344
7301
1100 6 7
565
27 115
121
2515
35
4
4810
403
136108
27
Analisis sebaran data titik panas dilakukan juga pada areal konsesi. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran titik panas ini berada di dalam atau di luar areal konsesi. Analisis ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan jika memang terjadi sebaran titik panas lebih tinggi di dalam areal konsesi yang dapat menyebabkan kebakaran lahan dan hutan atau dapat dikatakan juga salah satu analisis penyebab kebakaran lahan dan hutan. Analisis di areal konsesi ini dilakukan pada sebaran lahan areal IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, Kebun dan IPPKH (Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan). Tabel rekapitulasi jumlah hotspot yang diintegrasikan dengan data IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, Kebun dan IPPKH disajikan untuk setiap provinsi dari bulan Januari sampai November 2015 terdapat pada Tabel 3.9 s.d Tabel 3.12. Tabel 3.9 Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per bulan per provinsi tahun 2015 Provinsi Bengkulu Gorontalo Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Utara Maluku Maluku Utara N. Aceh Darusalam Papua Papua Barat Riau Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara Total
Jan
Feb
Mar 3
Apr
Mei
1
Agst 2 8 209 305
Sept 6 39 459 247
Okt 1 35 233 18
Nov
10
60
156
21
249
19
297
581
564
168
1635
2
1 1
108 99 4 7
363 99 18 13
540 43 210 89
921 15 232 200
75 1 33 12
2052 266 498 332
7 3 2 32
6 1 5 95
1 6 10 226
4 30 14 106 1 21
220 46 226 5 163
366 132
9 5 2
1 1 1
1
1
2
1 1
12
10 2
11 5
4 1
5
1
7
7
4 3 2 17
22 3
1 1
Juli 1 100 45
1
1
1 1 4 24
Jun
1
8 1 3 35 2
2
7
2
11
1
1 1 41
1 7 54
3 53
69
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
1 2 59
1 10 22 153
43 7 687
12 263
11 11 20 26 1 6 19 80 13 1 1520 3052 3198
1 9
Total 13 83 1011 618
38 640 223 785 18 503
30
3 369
23 46 8 171 43 9255 28
Pengolahan data titik panas di areal konsesi dilakukan dengan metode yang sama dengan pengolahan dan analisis tema-tema kehutanan lainnya. Analisis ini dilakukan untuk melihat pola sebaran titik panas terutama di provinsi dengan sebaran titik panas tertinggi dengan bulan sebaran tertinggi yang relatif sama.
Jumlah Titik Panas (Hotspot)
2500 2052 2000 1635 1500 1011 1000 500
785
640 618
503 498
332 266 249 223 171
83 46 43 38 23 18 13
8
0
Provinsi
Gambar 3.8 Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA per provinsi tahun 2015 Gambar 3.8 menunjukkan sebaran data titik panas yang diintegrasikan dengan areal IUPHHK-HA, berdasarkan analisis tersebut terdapat 9.255 titik panas yang tersebar di areal IUPHHK-HA. Berdasarkan analisis sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA dengan provinsi, Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Jambi memiliki sebaran titik panas yang tertinggi. Hasil analisis tersebut, selaras dengan hasil analisis sebelumnya yaitu Provinsi Kalimantan Tengah menjadi salah satu provinsi yang selalu berada pada posisi tertinggi yang memiliki sebaran titik panas. Namun, pada analisis ini Provinsi Kalimantan Timur dan Jambi menjadi salah satu provinsi tertinggi karena pada dua provinsi tersebut memiliki jumlah atau total areal IUPHHK-HA yang lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lainnya, begitu juga dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Pada Tabel 3.9, sebaran titik tertinggi terjadi di bulan September dan Oktober. Hal tersebut terjadi pada sebagian besar provinsi yang memiliki sebaran titik panas di areal IUPHHK-HA. Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah pada bulan Oktober memiliki sebaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan September. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
29
Sebaliknya untuk Provinsi Jambi, kondisi sebaran tertinggi terdapat di bulan September dibandingkan dengan bulan Oktober.
Jumlah Titik Panas (Hotspot)
18000 16000 14000 12000 10000
8000 6000
4000 2000
0
Provinsi
Gambar 3.9 Diagram sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per provinsi tahun 2015 Selain analisis di areal IUPHHK-HA analisis sebaran titik panas dilakukan juga di areal IUPHHK-HT. Berdasarkan Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa sebaran titik panas tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yaitu 15.486 titik atau hampir 50% sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT terdapat pada provinsi tersebut. Tabel 3.10 menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Selatan bulan sebaran tertinggi terdapat di bulan Oktober lalu September. Berbeda dengan hasil analisis sebelumnya, tahun 2013 dan 2014 analisis di areal IUPHHK-HT provinsi tertinggi terdapat di Provinsi Riau, pada tahun 2015 Provinsi Riau berada di posisi ketiga provinsi dengan sebaran titik panas tertinggi yaitu sebanyak 2.122 titik. Di Pulau Sumatera, sampai dengan tahun 2013 luas areal konsesi IUPHHKHT mencapai 4,5 juta ha dan Provinsi Riau memiliki konsesi terluas (1,7 juta ha) sehingga dikenal juga sebagai provinsi yang terkena dampak kehilangan hutan alam paling luas akibat pembangunan HT (FWI, 2014). Sebaran titik panas secara total jika dibandingkan antara areal IUPHHK-HA dengan IUPHHK-HT, dapat dilihat bahwa IUPHHK-HT di tahun 2015 jauh cukup tinggi dibandingkan di areal IUPHHK-HA. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
30
Tabel 3.10 Sebaran titik panas di areal IUPHHK-HT per bulan per provinsi tahun 2015 Provinsi Gorontalo Jambi Kalimantan barat Kalimantan selatan Kalimantan tengah Kalimantan timur Kalimantan utara Kep. bangka belitung Lampung Maluku Maluku utara N. Aceh darusalam Nusa tenggara barat Nusa tenggara timur Papua Papua barat Riau Sulawesi barat Sulawesi selatan Sulawesi tengah Sulawesi tenggara Sumatera barat Sumatera selatan Sumatera utara Total
Jan
Feb
Mar
11 4
6 2
3 11
Apr Mei 1 14 14 5 9
1
1 3 13 5
2
1 2 1
2 19 3
2
2
1
1
Jun 57 6
Juli 149 144
Agst 3 386 463
Sept 25 815 531
Okt 70 166 74
Nov 1 17 9
Total 100 1638 1258
9
51
392
466
69
989
6 6 10
2 7 6
58 46 26
203 199 61
583 497 26
632 1300 8
291 112
1783 2201 146
2
14 1 1
65 3 1
148 8 14 3
261 38 240 4
132 19 191 15
13 1 5
640 70 452 25
1
3
4
4
4
2
11
35
12
61
17 89 3 201 6 1 6
36 885 12 285 19 20 18
25 936 29 56 11 25 17
2 93 1 34
96 2010 50 2122 39 54 46
2 4
1
1 5 3 2 63 126
237 1 1
2 3 4 21 2 6 93 171
15 5 303
220
138
3 237 1
11 4 525 2
1
9 2 277
45 6 240
1 54 22 420
5 13 222 42 1329
21
7 3
23 14 30 12 84 17 16 3 2 57 550 5463 8442 661 15486 2 2 89 2460 10197 12682 1345 29517
Hasil analisis sebaran titik panas di areal kebun terdapat pada Tabel 3.11, pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa Provinsi Jambi merupakan provinsi dengan data sebaran titik panas tertinggi di areal kebun (858 titik) dengan bulan sebaran tertingginya yaitu di bulan September. Selanjutnya terdapat di Provinsi Kalimantan Barat (525 titik), dan Riau (521 titik). Hasil analisis sebelumnya, sebaran titik panas tertinggi di areal kebun pada tahun 2012 berada di Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan di 2013 dan 2014 berada di Provinsi Riau. Namun jika dicermati lebih Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
31
dalam, untuk hasil analisis tidak jauh berbeda bahwa ketiga provinsi tersebut secara bergantian menjadi provinsi yang memiliki sebaran titik panas tertinggi. Hal tersebut bisa menjadikan sebuah pertimbangan dalam menghadapi bencana kebakaran lahan dan hutan khususnya di bulan kering yaitu bulan September dan Oktober. Tabel 3.11 Sebaran titik panas di areal kebun per bulan per provinsi tahun 2015 Provinsi Bengkulu Gorontalo Jambi Kalimantan barat Kalimantan selatan Kalimantan tengah Kalimantan timur Lampung N. Aceh darusalam Papua Papua barat Riau Sulawesi selatan Sulawesi tengah Sulawesi utara Sumatera barat Sumatera selatan Sumatera utara Total
Jan Feb
1
Mar 4
5 2
Apr
Mei Jun 4 5 4
3
15 4
1 4
1
6
2
4
52
7
8
3
2
15
4 30
63
1
Juli Agst 6 4 341 74
2
12
81
90
29
215
4
46
176 2 31
91 1 21
1 1 3
325 4 61
1 2 180 189 5 6 206 21 5 27 21 48 5 2 16 1 130 210
2
2
1
4
2 1 1 2
6
7 2
1 53
33 132 2 13
33 4 13
3 6 1 5 1 65 238
4 31
6 1 27
29
Total 42 3 858 525
43 15
1
21
Sept Okt Nov 2 22 3 355 92 1 353 67 3
616 1569
893
10 7 7 14
38 114
35 435 12 521 45 109 7 41 416 5 3659
Analisis di areal konsesi yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu areal IUPHHKHA, IUPHHK-HT dan kebun merupakan kegiatan pemanfaatan di kawasan hutan. Selain analisis di areal pemanfaatan kawasan hutan, analisis juga dilakukan di areal penggunaan kawasan hutan yaitu tambang, sebagai salah satu Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Dari Tabel 3.12 menunjukkan sebaran data titik panas di areal Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Provinsi Jambi adalah provinsi dengan data sebaran titik panas tertinggi di areal IPPKH (tambang) dengan bulan sebaran tertinggi di bulan September.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
32
Tabel 3.12 Sebaran titik panas di areal IPPKH per bulan per provinsi tahun 2015 Provinsi Banten Gorontalo Jambi Jawa barat Jawa tengah Jawa timur Kalimantan barat Kalimantan selatan Kalimantan tengah Kalimantan timur Kalimantan utara Kep. Bangka belitung Maluku Maluku utara Nusa tenggara barat Papua barat Riau Sulawesi selatan Sulawesi tengah Sulawesi tenggara Sulawesi utara Sumatera selatan Sumatera utara Total
Jan
Feb
Mar
1
4
2
Apr
Mei
Jun
Juli
Agst
1
3
34 1
1
1
1 1
1 1 11 2
3 3
9
9
13 1 4
25 2 21
10 1 31
15 2 167 18
8
18
10 4 175
25 1 5 7 2 14 14 148
318
926
408
44
1
3
1
4
28 22 66 6
1 1
1
2 32 17 60 1
14 19 4
1 11
Nov
1 9
3 1 1 8
Okt 1 17 9 1
151 4 4 1 4 4 7 37 2
1 3
43
90
1 4
64 3 2 10
2 6 14
2 10
1 20
24
17
63
4 1 176
Sept 4 2 365 2 2
3
Total 5 19 573 8 6 4 6 79 67 218 17 40 5 60
2 4
1 2 2 2 1 1
52 3 404 30 7 40 21 352 4 2020
Berdasarkan analisis yang dilakukan di areal konsesi, baik di areal pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan dapat diketahui bahwa areal yang dibebani hak baik pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan tidak menjamin bahwa areal tersebut akan terjaga dengan baik. Hampir sebagian besar areal yang dibebani izin memiliki sebaran titik panas. Diharapkan hal tersebut tidak berimbas lebih lanjut terhadap kerugian lain yang lebih serius seperti kebakaran lahan dan hutan. Hal ini juga bisa menjadi pertimbangan terhadap pengambilan keputusan untuk pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
33
1000 900
858
Jumlah Titik Panas
800 700 600
525 521
500
435 416
400
325
300
215
200
109
100
61
45
42
41
35
12
7
5
4
3
0
Provinsi
Gambar 3.10 Diagram sebaran titik panas di areal kebun per provinsi tahun 2015 700
Jumlah Titik Panas
600
500 400 300
573 404
352 218
200 100
79 67 60 52 40 40 30 21 19 17 8
7
6
6
5
5
4
4
3
0
Provinsi
Gambar 3.11 Diagram sebaran titik panas di areal tambang per provinsi tahun 2015 Berdasarkan hasil analisis titik panas sebelumnya pada kelas penutupan lahan, diperoleh bahwa hampir 38.5% dari total titik panas tahun 2015 yang tersebar di seluruh Indonesia berada pada lahan basah. Analisis data titik panas di areal gambut dilakukan untuk mengetahui sebaran titik panas di areal tersebut yang merupakan Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
34
salah satu lahan basah yang terindikasi memiliki sebaran tinggi. Sebanyak 58.779 titik panas teridentifikasi terdapat di areal gambut yang tersebar di 17 provinsi. Provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan masih menjadi dua provinsi tertinggi dalam sebaran titik panas dalam tema kehutanan apapun, baik penutupan lahan, fungsi kawasan hutan bergitu juga dengan areal konsesi. Sebanyak 20.158 titik atau 34.3% dari total titik panas yang tersebar di areal gambut terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah sedangkan Provinsi Sumatera Selatan menduduki urutan kedua tertinggi sebanyak 18.850 titik atau 32.1% (Tabel 3.13). Tabel 3.13 Sebaran titik panas (hotspot) di areal gambut per provinsi dan per bulan Provinsi
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Bengkulu Jambi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Utara Kep.Bangka Belitung Kep. Riau Lampung N. Aceh Darusalam Papua
Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara TOTAL
Ags
Sept
Okt
4
4
1
Nov
Total 9
4
15
4
7
19
79
320
1.244
1.641
989
32
4.354
3
12
28
8
14
19
275
411
1.484
369
20
2.643
3
26
245
828
468
31
1.601
8
1
5
10
9
10
188
3.218
8.173
8.028
508
20.158
1
3
8
14
5
1
18
138
292
495
80
1.055
5
4
5
5
54
10
17
1
1
5
25
116
55
1 1
1
2
101 7
2 1
210 6
7
56
71
12
147
3
26
26
3
23
21
13
4
6
2
1
128
1
2
6
2
12
1
27
297
1.575
2.109
355
4.387
2
7
64
83
6
163
Papua Barat Riau
Juli
1 93
493
545
4
6
5
4
18
20
5
25
127
602
348
162
359
1.326
368
628
326
40
4.688
7
15
59
6
79
3
1
185
11
40
72
320
883
7.447
9.308
727
18.85
11
4
3
19
22
1
4
665
413
299
606
2.659
6.87
22.411
94 22.307
1.82
Berdasarkan hasil analisis ini juga dapat diketahui bahwa bulan tertinggi terdapatnya titik panas pada areal gambut pada musim kering yaitu bulan September dan Oktober. Pada bulan Oktober Provinsi Kalimantan Tengah memiliki sebaran titik panas lebih tinggi dibandingkan bulan September. Berbeda dengan Provinsi Sumatera Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
35
58.779
Selatan dan Papua, sebaran tertinggi terdapat di bulan September dibandingkan bulan Oktober. Hal tersebut selaras dengan trend data titik panas (hotspot) mulai meningkat pada bulan Agustus, puncak tertinggi di bulan September kemudian Oktober, dan
trend akan menurun drastis pada bulan November. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menetapkan 530 unit KPH Lindung dan KPH Produksi dan 70 unit KPH Konservasi. Sampai saat ini telah ditetapkan 120 unit KPHL/KPHP model dari 600 unit tersebut. Tabel 3.14 Sebaran titik panas (hotspot) di areal KPH per provinsi PROVINSI Sumatera Selatan Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Riau Maluku Kalimantan Barat Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Timur Bangka Belitung Sulawesi Tenggara Gorontalo Sumatera Barat Lampung Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat Jambi Bengkulu Sulawesi Utara Sumatera Utara Aceh Papua Bali Maluku Utara Kepulauan Riau Papua Barat DI Yogyakarta TOTAL Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
HOTSPOT 5.124 1.696 720 719 666 664 652 563 540 322 299 245 214 143 110 99 91 69 54 40 40 21 5 4 4 3 3 2 13.112 36
Analisis data titik panas di areal KPH dilakukan pada 120 KPH model yang tersebar diseluruh Indonesia. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kejadian kebakaran lahan dan hutan pada tahun 2015 ini sebanyak 13.112 titik yang terdapat di dalam areal KPH yang tersebar di 29 provinsi. KPHP Unit III Lalan Mangsang Mendis merupakan KPH yang memiliki sebaran tertinggi diantara 103 wilayah KPH yang terdapat sebaran titik panas yaitu sebanyak 4.170 titik. KPHP tersebut terdapat di Provinsi Sumatera Selatan dimana provinsi tersebut juga merupakan provinsi tertinggi yang terdapat sebaran titik panas di areal KPH yaitu sebanyak 5.124 titik. Provinsi Kalimantan Tengah juga masih termasuk ke dalam salah satu provinsi yang memiliki sebaran titik panas di areal KPH yaitu sebanyak 1.696 titik (Tabel 3.14). Berdasarkan hasil analisis ini dapat diketahui bahwa hanya 7 KPH dari 120 KPH model yang tanpa titik panas pada arealnya. KPH tersebut terdiri dari jenis KPHL dan KPHK yang tersebar di Provinsi Bali, Lampung, Papua, dan Papua Barat. Ketujuh KPH tersebut yaitu, KPHL Bali Tengah (Unit II) di Provinsi Bali, KPHL Memberamo, KPHP Waropen, dan KPHP Yapen di Provinsi Papua, KPHL Remu (Bagian Unit II) Provinsi Papua Barat, KPHL Pesawaran, dan KPHL Rajabasa (Unit XIV) Provinsi Lampung. 3.2. Analisis Areal Kebakaran Lahan dan Hutan Analisis data titik panas (hotspot) yang dilakukan Sub Direktorat Pemantauan Sumber Daya Hutan – Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan dilakukan setiap tahun untuk mengetahui informasi sebaran hingga trend titik panas pada tahun tertentu. Analisis dilakukan dengan melakukan tumpang susun terhadap tema-tema kehutanan yang diinginakan, seperti penutupan lahan, fungsi kawasan hutan dan areal konsesi. Pada tahun 2015, analisis data titik panas tidak hanya dilakukan analisis pada titik panas saja seperti pada tahun sebelumnya (tahun 2014), namun dilakukan juga analisis areal kebakaran lahan dan hutan akibat dari terjadinya bencana kebakaran lahan dan hutan di Indonesia tahun 2015 yang diperkirakan seluas 2,61 juta ha baik di dalam maupun kawasan hutan. Analisis data titik panas digunakan sebagai indikasi areal kebakaran hutan lahan, data sebaran titik panas diperoleh dari hasil analisis citra penginderaan jauh yang berbasis satelit dengan pengindera thermal (MODIS TERRA/AQUA). Pengolahan data dimulai dengan melakukan analisis fokus wilayah pengamatan (diawali point
density). Penentuan fokus wilayah pengamatan dilakukan untuk membatasi kajian Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
37
pada areal dengan intensitas kebakaran yang cukup tinggi. Pembatasan wilayah kajian dilakukan untuk membagi wilayah yang perlu dikaji dalam waktu cepat dan wilayah yang menjadi fokus kajian berikutnya. Penentuan fokus wilayah pengamatan didasarkan pada informasi sebaran titik panas. Informasi tersebut kemudian dianalisis secara spasial dengan metode kerapatan titik (point density). Hasil analisis kerapatan titik kemudian memberikan informasi lokasi-lokasi yang perlu diamati secara lebih detil dengan citra Landsat.
Gambar 3.12 Perbandingan sebaran titik panas dan hasil analisis kerapatan titik Identifikasi luas bekas kebakaran dilakukan pada citra Landsat 8 OLI dengan panduan hasil analisis kerapatan titik. Pengamatan difokuskan pada lokasi dengan poligon kerapatan titik. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan melakukan delineasi pada objek yang ditengarai sebagai bekas kebakaran (Elvidge & Baugh, 2014; Candra & Kustiyo, 2014). Penentuan enam periode pengamatan dilakukan berdasarkan periode perulangan akuisisi data citra Landsat (16 harian) dan peningkatan intensitas titik panas Indonesia tahun 2015 terutama pada bulan Agustus, September dan Oktober.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
38
(a) 11 Juli 2015
(b) 12 Agustus 2015
(c) 13 September 2015
(d) 19 Oktober 2015
Gambar 3.13 Perbandingan identifikasi bekas kebakaran dengan kenampakan sebelum kebakaran Proses identifikasi areal bekas kebakaran dilakukan dengan kunci interpretasi, diantaranya kombinasi paduan warna 543 dan 754, kenampakan objek berwarna coklat atau merah kehitaman atau hitam, pada kondisi tertentu terdapat sulur ( plume) berwarna putih atau kelabu yang berpangkal pada lokasi yang diidentifikasi sebagai Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
39
bekas kebakaran, terdapat perubahan kenampakan pada citra Landsat periode sebelumnya, terdapat hasil identifikasi titik panas pada lokasi tersebut atau sekitar lokasi tersebut, dan memiliki luasan sekurang-kurangnya 10 ha. Perbandingan identifikasi bekas kebakaran dengan kenampakan sebelum kebakaran disajikan pada Gambar 3.12. Hasil identifikasi bekas kebakaran kemudian dianalisis lebih lanjut dengan tematema kehutanan lainnya (penutupan lahan, fungsi kawasan hutan dan areal konsesi) untuk mendapatkan informasi luasan bekas kebakaran terhadap fungsi kawasan hutan, penutupan lahan, dan areal konsesi. Analisis spasial dilakukan dengan melakukan tumpang susun informasi spasial bekas kebakaran dengan informasi spasial wilayah administrasi, fungsi kawasan hutan, dan areal konsesi. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada diagram berikut (Gambar 3.14, 3.15, dan 3.16).
Luas Areal Kebakaran (ha)
700,000 600,000 500,000 400,000 300,000
200,000 100,000 -
Provinsi
Gambar 3.14 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan wilayah administrasi provinsi Dapat dilihat pada Gambar 3.14, sebaran luas areal kebakaran lahan dan hutan paling tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yang mencapai hampir 24,6% dari total areal kebakaran lahan dan hutan di Indonesia. Provinsi tertinggi lainnya terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah (22%) dan Papua (14%). Ketiga provinsi tersebut juga merupakan tiga provinsi yang menduduki posisi tiga tertinggi dari Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
40
sebaran data titik panas pada tahun ini. Namun jika dilihat hasil analisis sebelumnya sebaran titik tertinggi justru terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah selanjutnya Sumatera Selatan dan Papua. Hal tersebut membuktikan bahwa titik panas memang tepat digunakan untuk identifikasi awal analisis areal kebakaran lahan dan hutan.
900,000 Luas Areal Kebakaran (ha)
800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 AIR
KSPA
HL
HPT
HP
HPK
APL
Fungsi Kawasan Hutan
Gambar 3.15 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan fungsi kawasan hutan
Luas Areal Kebakaran (ha)
800,000.00 700,000.00 600,000.00 500,000.00 400,000.00 300,000.00 200,000.00 100,000.00 Kode Penutupan Lahan
Gambar 3.16 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan penutupan lahan Berdasarkan hasil analisis dengan fungsi kawasan hutan diperoleh bahwa areal kebakaran lahan dan hutan tertinggi terdapat di luar kawasan hutan, yaitu di areal Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
41
penggunaan lain (APL) terdapat sebanyak 32% selanjutnya berada di dalam kawasan hutan yaitu di hutan produksi sebanyak 28,1% (Gambar 3.15). Sedangkan berdasarkan analisis dengan penutupan lahan menunjukkan hasil serupa dengan hasil analisis sebaran titik panas bahwa areal kebakaran hutan lebih banyak terdapat di kelas penutupan lahan non hutan yaitu di kelas belukar rawa (20071), sebanyak 28,9%. Selanjutnya berada di kelas savanna / rumput (9,7%), belukar (9,3%), dan pertanian lahan kering sekunder campur (7,7%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas penutupan lahan non hutan memiliki sebaran luas kebakaran lahan dan hutan lebih
350,000.00 300,000.00 250,000.00 200,000.00 150,000.00 100,000.00 50,000.00 -
ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG BANGKA BELITUNG JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR & UTARA SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT GORONTALO MALUKU MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT
Luas Areal Kebakaran (ha)
tinggi dibandingkan dengan kelas penutupan lahan hutan (Gambar 3.16).
Provinsi
KEBUN
PEMANFAATAN KAWASAN
BIDANG TANAH
Gambar 3.17 Diagram luasan bekas kebakaran berdasarkan areal perizinan Analisis areal kebakaran lahan dan hutan di kawasan yang dibebani perizinan baik untuk pemanfaatan kawasan, kebun dan hak guna usaha dilakukan untuk mengetahui seberapa luas akibat dari bencana kebakaran lahan dan hutan ini di kawasan yang dibebani perizinan dan diluar perizinan. Pada Gambar 3.16 dapat dilihat bahwa Provinsi Sumatera Selatan memiliki luasan areal kebakaran lahan dan hutan terluas dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu sebesar 40,7% dari total luasan areal kebakaran lahan dan hutan yang berada di areal perizinan. Dari 40,7% areal kebakaran hutan di Provinsi Sumatera Selatan, terdapat 80,6% areal kebakaran lahan dan hutan terjadi di areal pemanfaatan kawasan hutan (IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT), selebihnya 15,7% di areal perkebunan dan 3,7% berada di areal bidang tanah (hak Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
42
guna usaha). Selanjutnya provinsi tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Tengah, dengan komposisi areal kebakaran lahan dan hutan lebih didominasi pada areal bidang tanah (hak guna usaha) seluas 61,3% kemudian di areal pemanfaatan kawasan (23,7%) dan areal perkebunan (15,1%). Gambar 3.18 menunjukkan perbandingan luas areal kabakaran hutan dan lahan di dalam dan di luar areal perizinan per provinsi. Diagram tersebut menunjukkan bahwa pada Provinsi Sumatera Selatan presentase areal kebakaran lahan dan hutan di areal perizinan lebih besar dibandingkan di luar areal perizinan sedangkan pada Provinsi Kalimantan Tengah dan Papua memiliki keadaan yang sebaliknya dimana presentase luas kebakaran lahan dan hutan di luar areal perizinan jauh lebih besar
450,000.00 400,000.00 350,000.00 300,000.00 250,000.00 200,000.00 150,000.00 100,000.00 50,000.00 -
ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG BANGKA BELITUNG JAWA BARAT JAWA TENGAH DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR BANTEN BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TIMUR & UTARA SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT GORONTALO MALUKU MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT
Luas Areal Kebakaran (ha)
dibandingkan dengan di dalam areal perizinan.
Provinsi
AREAL PERIZINAN
AREAL DI LUAR PERIZINAN
Gambar 3.18 Diagram luasan bekas kebakaran di dalam dan di luar areal perizinan Kebakaran yang terjadi tidak hanya pada lahan kering tetapi juga pada lahan basah (terutama lahan gambut). Kebakaran di hutan lahan gambut jauh lebih sulit untuk ditangani dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi di hutan tanah mineral/dataran tinggi. Hal demikian disebabkan oleh penyebaran api yang tidak hanya terjadi pada vegetasi di atas gambut tapi juga terjadi di dalam lapisan tanah gambut yang sulit diketahui penyebarannya (Adinugroho et. al. 2005). Berdasarkan hasil analisis, dapat dilihat pada Gambar 3.18 bahwa kebakaran lahan dan hutan hampir 33% berada pada lahan gambut. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab dampak Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
43
asap yang berkepanjangan karena sulitnya untuk memadamkan api di areal bergambut dibandingkan di areal tanah mineral.
Gambut 33%
Mineral 67%
DI Yogyakarta
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Barat
Bali
Jambi
Sulawesi Barat
Sumatera Barat
Gorontalo
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Lampung
Maluku
Nusa Tenggara Timur
Riau
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
140,000.00 120,000.00 100,000.00 80,000.00 60,000.00 40,000.00 20,000.00 Sumatera Selatan
Areal Kebakaran (ha)
Gambar 3.19 Diagram luasan bekas kebakaran di tanah gambut dan mineral
Provinsi
Gambar 3.20 Diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model per provinsi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, analisis data titik panas di areal KPH dilakukan pada 120 KPH model yang tersebar diseluruh Indonesia. Selain analisis titik panas dilakukan juga analisis areal kebakaran lahan dan hutan di 120 KPH Model tersebut. Berdasarkan hasil analisis sebaran titik panas ditemukan 13.112 titik yang terdapat di dalam areal KPH yang tersebar di 29 provinsi, sedangkan berdasarkan
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
44
analisis areal kebakaran lahan dan hutan, sebaran areal kebakaran lahan dan hutan terdapat di 20 provinsi seperti yang tertera pada Gambar 3.19. Berdasarkan Gambar 3.20 tersebut dapat dilihat bahwa sebaran areal kebakaran lahan dan hutan tertinggi berada di Provinsi Sumatera Selatan yang mencapai 55,3% dari luasan total areal kebakaran lahan dan hutan di areal KPH Model. Terindikasi terdapat 5 KPH yang terindikasi memiliki sebaran areal kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu KPHL Banyuasin (Unit I), KPHP Lakitan Unit VI, KPHP Meranti, KPHP Unit III Lalan Mangsang Mendis, dan KPHP Unit XIV Benakat. KPHP Unit XIV Benakat merupakan KPH dengan areal kebakaran lahan dan hutan tertinggi dibandingkan dengan KPH model lainnya baik di Provinsi Sumatera Selatan maupun seluruh Indonesia dimana mencapai 29,41% dari luasan total areal kebakaran lahan dan hutan di areal KPH Model. Selanjutnya KPHP Unit III Lalan Mangsang Mendis (20,49%) di Provinsi Sumatera Selatan, KPHP Ketapang (5,11%) di Provinsi Kalimantan Barat, KPHP Gerbang Barito (Unit IX) (4,86%) di Provinsi Kalimantan Tengah, dan KPHP Tina Orima (4,07%) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara rinci dapat dilihat di diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model pada Gambar 3.21.
60,000.00 50,000.00 40,000.00
30,000.00 20,000.00 10,000.00 -
KPHP Unit XIV Benakat KPHP Ketapang KPHP Tina Orima KPHP Kota Waringin Barat KPHP Tasik Besar Serkap KPHP Tanah Laut KPHL Larona Malili (Unit I) Bangka Belitung KPHP Muara Dua KPHP Murung Raya (Unit II) KPHP Tojo Una-Una (Bagian… KPHP Gorontalo Utara KPHP Kendilo (Unit XXXIV) KPHP Sungai Buaya (Unit V) KPHP Lamandau KPHP Jeneberang (Unit IX) KPHP Balantak KPHL Sungai Beram Hitam KPHP Toili Baturube (Unit XIX) KPHP Bolaemo (Unit V) KPHP Gorontalo (Unit VI) KPHP Pogogul KPHL Konawe KPHP Mamasa Barat (Unit VII) KPHP Mandailing Natal KPHP Unit XXIV Gularaya KPHL Ganda Dewata KPHL Unit III Pohuwato KPHL Malunda KPHL Sijunjung KPHP Wae Bubi (Unit X) KPHP Sintuwu Maroso KPHP Manggarai Barat (Unit I)
Areal Kebkaran (ha)
70,000.00
KPH Model
Gambar 3.21 Diagram luasan bekas kebakaran di areal KPH Model Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
45
Berdasarkan hasil analisis baik analisis sebaran titik panas (hotspot) dan areal kebakaran hutan lahan, penyebab terjadinya kebakaran lahan dan hutan tidak hanya diakibatkan oleh adanya pengaruh musim kemarau yang panjang dan El Nino sehingga muncul titik panas sebagai indikasi kebakaran lahan dan hutan muncul namun juga akibat ulah manusia. Ulah manusia terjadi seperti kesengajaan membakar, pembukaan lahan baru oleh sebagian masyarakat, pelaku illegal logging, buruknya pengelolaan ekosistem rawa gambut dan juga tidak lepas dari lemahnya pengawasan (BNPB, 2015).
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
46
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan wilayah administrasi sebaran titik panas tertinggi selama tahun 2015 terdapat pada Provinsi Kalimantan Tengah (30.057 titik), Sumatera Selatan (27.727 titik) dan Papua (12.959 titik). 2. Berdasarkan wilayah Kabupaten, sebaran data titik panas tertinggi terdapat di Kabupaten–kabupaten di Provinsi yang juga mempunyai sebaran titik panas tertinggi, yaitu di Kabupaten Pulang Pisau (8.201 titik), Kotawaringin Timur (3.581 titik), dan Kapuas (3.305 titik) di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Ogan Komering Ilir (16.717 titik), Musibanyuasin (4.568 titik), dan Banyuasin (2.300 titik) di Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Merauke (8.760 titik), Mappi (2.524 titik), dan Bovendigoel (973 titik) di Provinsi Papua. 3. Berdasarkan wilayah pulau besar, sebaran data titik panas tertinggi terdapat di Pulau Kalimantan (40%), Sumatera (35%), dan Papua (10%). 4. Berdasarkan waktu/musim, bulan dengan sebaran titik panas tertinggi di tahun 2015 terdapat di bulan-bulan kering yaitu bulan September (48.641 titik) dan Oktober (47.692 titik). 5. Berdasarkan fungsi kawasan, sebaran titik panas lebih tinggi di luar kawasan hutan dibandingkan dengan di dalam kawasan hutan. Sebaran titik panas tertinggi terdapat di areal penggunaan lain (APL) yaitu 44.151 titik kemudian disusul oleh kawasan hutan produksi (HP) sebanyak 41.254 titik. Sebaran tertinggi di kawasan HP terdapat di Provinsi Sumatera Selatan (17.056 titik) begitu juga dengan sebaran di luar kawasan hutan (APL), sebaran tertinggi terdapat Provinsi Sumatera Selatan dengan jumlah titik panas 8.484 titik. 6. Berdasarkan data kelas penutupan lahan dan hutan, kelas belukar rawa (33.895 titik) adalah kelas yang terindikasi mempunyai sebaran titik panas tertinggi di kelompok kelas bukan hutan, berikutnya kelas belukar (15.349 titik) dan Pertanian lahan kering campur (12.475 titik). Untuk kelas berhutan tertinggi terdapat di kelas kelas hutan rawa sekunder (11.823 titik) dan hutan tanaman (11.692 titik).
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
47
7. Berdasarkan areal konsensi IUPHHK-HA, terdapat 9.255 titik (7,1% dari total sebaran titik panas tahun 2015) yang tersebar di areal IUPHHK-HA di seluruh Indonesia. Provinsi Kalimantan Timur (2.052 titik) mempunyai sebaran titik api tertinggi dengan bulan sebaran tertinggi di bulan September dan Oktober. 8. Berdasarkan areal konsensi IUPHHK-HT, terdapat 29.517 titik (21,7% dari total sebaran titik panas tahun 2015) yang tersebar di areal IUPHHK-HT di seluruh Indonesia. Provinsi Sumatera Selatan (15.486 titik) merupakan provinsi yang mempunyai sebaran tertinggi di areal IUPHHK-HT dengan sebaran tertinggi di bulan yang sama yaitu September dan Oktober. 9. Berdasarkan areal kebun, terdapat 3.659 titik (2,7% dari total sebaran titik panas tahun 2015) yang tersebar di areal kebun di seluruh Indonesia. Provinsi Jambi (858 titik) mempunyai sebaran tertinggi dengan bulan sebaran di bulan Agustus dan September. 10. Berdasarkan areal penggunaan kawasan IPPKH, terdapat 2.020 titik (1,5% dari total sebaran titik panas tahun 2015) yang tersebar di areal IPPKH di seluruh Indonesia. Provinsi Jambi (573 titik) mempunyai sebaran tertinggi dengan bulan sebaran di bulan Agustus. 11. Berdasarkan jenis tanah gambut, terdapat 58.779 titik yang tersebar di areal gambut di seluruh Indonesia dan mencapai 34,3% atau 20.158 titik terdapat Provinsi Kalimantan Tengah. 12. Berdasarkan areal kesatuan pengelolaan hutan (KPH), terdapat 13.112 titik yang berada di areal KPH model. KPHP Unit III Lalan Mangsang Mendis yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan merupakan KPH dengan sebaran titik panas tertinggi yaitu 4.170 titik. 13. Berdasarkan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan, areal terluas terdapat pada Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua. 14. Berdasarkan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan lebih banyak berada pada areal di luar kawasan hutan yaitu APL sebanyak 32% dibandingkan dengan di dalam kawasan hutan yaitu di areal HP sebanyak 28,1%. 15. Berdasarkan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan pada kelas penutupan lahan, penutupan lahan kelas non hutan memiliki sebaran luas kebakaran lahan Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
48
dan hutan lebih tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan kelas hutan yaitu kelas belukar rawa sebanyak 28,9%. 16. Berdasarkan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan lebih banyak berada pada areal di luar kawasan yang tidak dibebani perizinan (62%) dibandingkan dengan kawasan yang memiliki perizinan baik pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan (38%). 17. Berdasarkan sebaran areal kebakaran lahan dan hutan lebih banyak terdapat di tanah mineral sebanyak 67% sedangkan di tanah gambut terdapat sebanyak 33%. 4.2. Saran 1. Untuk lebih meningkatkan keakuratan hasil analisis areal kebakaran lahan dan hutan perlu dilakukan pengecekan lapangan untuk areal bekas kebakaran lahan dan hutan; 2. Untuk mendayagunakan hasil analisis data titik panas (hotspot) areal kebakaran lahan dan hutan bagi instansi terkait. dapat digunakan sebagai early warning bahaya kebakaran lahan dan hutan dari analisis titik panas (hotspot) ini. Selain itu bisa juga dijadikan dasar pengambilan kebijakan terkait kebakaran lahan dan hutan. Untuk itu. perlu lebih intensif melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
49
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho. W. C.. I N.N. Suryadiputra. Bambang Hero Saharjo dan Labueni Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan Gambut.
Proyek
Climate Change. Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. [BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. 261 Juta ha Lahan Indonesia Terbakar di 2015 24 Jiwa Melayang. Jakarta. Sumber Daring. [Diakses 14 Desember
2015]
http://www.indonesia2day.com/news/261-juta-ha-lahan-
indonesia-terbakar-di-2015-24-jiwa-melayang.html Candra. D.S.. Kustiyo. 2014. Near Real Time Detection of Burned Scar Area Using Landsat-8 Imageries. GOFC-GOLD GHG Workshop Vietnam. Sumber Daring [Diakses 10 September 2015] http://gofcfire.umd.edu/meeting/static/Vietnam_workshop_2014/Vietnam_GHG/d ay_2/Morning/10.35.Burned%20Scar%20Area%20Detection%20%20Danang%20Surya%20Candra%20(LAPAN)_Rev.pdf Elvidge. C.D.. K. Baugh. 2014. Burn Scar Mapping from Landsat 8. Sumber Daring [Diakses 10 September 2015] Ferdi.
2013. Sejarah
Kebakaran
Lahan
dan Hutan
di Indonesia. Direktorat
Pengendalian Kebakaran Hutan. Ditjen PHKA. Jakarta. [FWI] Forest Watch Indonesia. 2014. Pengabaian Kelestarian Hutan Alam dan Gambut. serta Faktor Pemicu Konflik Lahan yang Berkelanjutan. Laporan Penyajian Data Titik Panas (Hotspot) Tahun 2012. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Ditjen Planologi Kehutanan. Jakarta. Laporan Akhir Analisis Data Titik Panas ( Hotspot) Tahun 2013. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Ditjen Planologi Kehutanan. Jakarta. Laporan Akhir Analisis Data Titik Panas ( Hotspot) Tahun 2014. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. Ditjen Planologi Kehutanan. Jakarta. National Weather Service. 2015. Cold and Warm Episodes by Season. Sumber Daring. http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuf/ensoyears. shtml Permenhut
Nomor
P.12/Menhut-II/2009.
tanggal
23
Februari
2009
tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta. Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
50
Saharjo. B. H.. Endang A. Husaeni.. dan Kasno. 1999. Manajemen Penggunaaan Api dan Bahan Bakar dalam Penyiapan Lahan di Areal Perladangan berpindah. Laboratorium Perlindungan Hutan. Fakultas kehutanan. IPB. Bogor.
Analisis Data Titik Panas (Hotspot) tahun 2015
51
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sebaran titik panas berdasarkan wilayah administrasi kabupaten di tiga provinsi tertinggi No. 1
Provinsi Kaimantan Tengah
2
Sumatera Selatan
3
Papua
Kabupaten Barito Selatan Barito Timur Barito Utara Gunungmas Kapuas Katingan Kota Palangkaraya Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Lamandau Murungraya Pulangpisau Seruyan Sukamara Total Banyuasin Empat Lawang Kaur Kota Lubuklinggau Kota Pagaralam Kota Palembang Kota Prabumulih Lahat Muaraenim Musibanyuasin Musirawas Musirawas Utara Ogan Ilir Ogan Komering Ilir Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ulu Selatan Ogan Komering Ulu Timur Penukal Abab Lematang Ilir Pesisir Barat Total Asmat Biaknumfor Bovendigoel Dogiyai
Jumlah Hotspot 1.045 664 453 231 3.305 2.682 1.887 1.979 3.581 441 240 8.201 3.834 1.514 30.057 2.300 137 2 20 8 10 16 274 921 4.568 675 588 207 16.717 431 301 291 260 1 27.727 90 5 973 43
No.
Provinsi
Kabupaten Intan Jaya Jayapura Jayawijaya Keerom Kepulauan Yapen Kota Jayapura Lanny Jaya Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mappi Merauke Mimika Nabire Nduga Paniai Pegunungan Bintang Puncak Puncakjaya Sarmi Tolikara Waropen Yahukimo Yalimo Total
Jumlah Hotspot 6 12 123 5 12 25 69 33 41 2.524 8.760 18 18 2 49 11 22 37 15 59 2 3 2 12.959
Lampiran 2. Sebaran data titik panas di setiap fungsi kawasan hutan per provinsi dan per bulan di tiga provinsi tertinggi Provinsi/Fungsi Kawasan KALIMANTAN TENGAH APL
JAN
FEB
MART
APR
22
7
28
22
9
1
14
9
1
2
5
5
11
6
4
9
HL HP
5
HPK
6
2
HPT KSA/KPA
1 2
Tubuh Air
1
MEI
JUN
JULI
32
37
569
5.149
12.303
11.144
744
30.057
8
7
112
937
1.962
1.292
89
4.440
11
874
2.282
2.401
42
5.613
12
221
1.488
3.472
2.870
353
8.444
12
161
1.093
2.079
1.437
88
4.895
3
205
421
191
64
887
54
524
2.065
2.950
106
5.712
7
28
22
3
2
66
2 2
2
6
AGST
SEPT
OKT
NOV
Total
3
1
10
6
22
11
38
17
148
1.008
4.737
6.001
961
12.959
APL
4
2
7
4
13
9
27
268
793
543
61
1.731
HL
1
1
21
62
284
455
66
891
5
1
4
51
624
878
121
1.685
10
5
36
181
1.206
1.954
253
3.654
PAPUA
HP HPK
1 1
2
1
6
Provinsi/Fungsi Kawasan HPT
JAN
FEB
MART
APR
2
1
4
1
KSA Tubuh Air
3
MEI 9
JUN
JULI
1
14
86
486
878
40
1.522
44
351
1.307
1.225
411
3.342
2
9
37
68
9
134
1
AGST
SEPT
OKT
NOV
Total
1
1
7
13
40
39
29
137
223
681
1.868
11.263
12.252
1.187
27.732
APL
6
9
19
16
82
139
305
978
4.146
2.364
420
8.484
HL
1
15
2
2
7
4
8
41
372
360
30
842
HP
6
16
16
11
44
75
337
720
6.296
8.850
685
17.056
1
1
6
35
85
164
35
328
HPT
1
3
12
14
51
187
6
274
SM
1
1
2
60
228
113
9
414
11
18
84
212
2
329
2
1
2
SUMATERA SELATAN
HPK
TN Tubuh Air
1
1
1
5
Lampiran 3 Sebaran data titik panas di kelas penutupan lahan untuk setiap provinsi Provinsi Bali Banten Bengkulu Di Yogyakarta Dki Jakarta Gorontalo Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Utara Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau Lampung Maluku Maluku Utara N. Aceh Darusalam Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Papua Barat Riau Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara Total
2001
17
2002 2004 2005 2
2006 1 48
73
2007 1 32
2010
2012
2014
9 18
31 14 1 9 8 15 222 80 142 14 31 108 70 16 20 16 10 16 41 7 1 32 44 34 43 2 38 93 22 83 10 52 58 1,383
4 10
3 11 102 9
77 168 4 15 52 1 7 45 28 83 24 797 61 8 3 110 122 46 32 3 34 11 1,870
113 454 7 11 334 718 135 869 1,608 314 189 36 96 609 373 49 166 574 1,085 161 343 83 382 755 406 208 137 228 231 10,749
1,071
5
5 21 2
1 1 1 1
295 148 90 230 12 418 126 475 11
9 2 1
38 1 1
3 5 1 329 47 20
1,221 1
3 3 1
10
19 97
1,476
8,555 30 11,692
89 177 17 26 666 385 794 1,299 2,839 297 496 34 74 1,177 244 58 685 886 751 107 136 101 562 553 277 82 44 2,357 109 15,355
10 383 22 1 77 743 308 1,094 1,175 74 30 1 106 33 19
54 1 974 13 11 47 21 81 1,605 53 6,963
1,265 9 22 229 783 365 773 307 62 162 20 14 87 188 72 150 42 319 10 1,285 11 33 129 91 386 92 1,674 113 8,707
3000
5001 20041 20051 1
20071
1 1
10
5 3
316
1,951
1 25
2
13
324 30 6 4 1,003 2,786 241 28 64 117 202
618 5,463
4 44 5 45 47 11 4 1 6 1 1 10 1 248 14 7 3 13 10 1 5 1 71 2 567
10 19 38 68 10 28 11 1 12 1 1
20 3 3 4 10 3 13 2 23 290
1,220 47 6,656 137 43 232 2 22 2 1 31
772 2 481 7 9 7 43 1,761 32 11,823
1,896 638 15,990 1,275 44 129 7 383 15 2 26 8 2,897 19 1,619 4 14 2 88 1 19 6,856 13 33,896
20091 1 22 3
20092
36 125 151 21 56 234 1,342 129 46 9 50 26 412 58 78 10 78 198 33
203 809 59 37 18 1,619 752 746 458 133 451 17 364 429 278 31 250 681 298 14 865 261 464 377 374 192 42 1,966 26 12,477
46 16 16 222 97 120 32 978 130 4,775
60 203
20093 20094 20121 20122 20141 50011 1 15 13 2 6 1 1 64 95 199 116 565 706 5 1
1 1
1 1
2 9 9 24
33 244 49 257 4 94 2
3
9 1 33 3
1
2 28 6 3 9 35 16 9 72 11 99 30 88 5 2 130 10 2,329
2 2
27 1
1 1
21 1 111
26 64 20 1,412 72 19 13 11
2 11 2
91 1 1 6 7 6 1
16
2
5
2 1 170
5 18
2 2,388 1 13
341 2 2
8
32
745
1,100
4,810
Total 7 202 373 11 9 477 6,995 712 384 2,006 7,975 5,869 30,057 8,918 1,085 1,941 189 1,545 2,846 1,284 326 1,466 3,467 12,959 722 7,155 548 2,164 2,491 1,754 1,118 506 27,727 820 136,108
Lampiran 4. Sebaran data titik panas di kelas penutupan lahan per bulan Penutupan Lahan (PL) Hutan Lahan Kering Primer
Kode PL
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JULI
AGS
SEPT
OKT
NOV
Total
2001
10
7
6
6
18
17
97
179
610
850
70
1.869
Hutan Lahan Kering Sekunder
2002
47
63
78
54
100
285
797
1.663
3.162
4.023
477
10.745
Hutan Mangrove Primer
2004
2
2
3
1
4
15
30
30
10
97
2005
5
2
3
2
45
193
469
723
34
1.476
Hutan Rawa Primer Hutan Tanaman Belukar Perkebunan Pemukiman Tanah Terbuka Savanna/ Padang rumput Badan Air Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Sekunder
2006
63
81
108
213
171
247
379
722
4.515
4.802
391
11.692
2007
66
91
114
86
111
269
836
1.854
4.824
5.937
1.167
15.349
2010
32
97
96
63
55
100
625
1.066
2.905
1.748
176
6.959
2012
88
84
174
144
157
86
77
126
206
146
95
1.383
2014
126
261
232
151
220
230
876
1.168
2.989
2.131
323
8.707
3000
16
11
21
9
29
88
252
781
1.961
1.879
416
5.463
5001
4
16
25
1
2
20
80
207
181
31
566
20041
3
7
7
2
4
2
14
32
102
104
13
290
20051
18
61
69
26
35
98
670
1.340
4.294
5.061
151
11.823
Penutupan Lahan (PL) Belukar Rawa Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur Sawah Tambak
Kode PL
JAN
FEB
Transmigrasi Pertambangan Rawa Total
APR
MEI
JUN
JULI
AGS
SEPT
OKT
NOV
Total
20071
35
172
263
87
67
262
1.155
4.603
13.505
12.397
1.350
33.895
20091
22
38
48
20
35
113
221
620
1.647
1.696
315
4.775
20092
47
88
128
70
141
292
1.003
2.479
3.993
3.425
811
12.475
20093
11
32
29
20
22
37
130
407
897
605
139
2.329
1
4
4
6
11
17
30
29
9
111
2
2
20094
Bandara/ Pelabuhan
MAR
20121
1
20122
5
1
7
14
86
51
11
170
20141
19
21
25
34
53
43
100
201
256
249
99
1.100
50011
3
5
9
4
20
11
95
755
1.951
1.623
334
4.810
610
1.143
1.440
993
1.252
2.186
7.414
18.315
48.641
47.692
6.422 136.108
Lampiran 5. Sebaran data titik panas di setiap kelas penutupan lahan per provinsi dan per bulan PROVINSI/ PENUTUPAN LAHAN KALIMANTAN TENGAH
BULAN JAN 22
FEB 7
MART
APRL
28
MEI
22
32
JUN 37
JULI 569
AGST
SEPT
5.149
Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder
1
1
2
1
1
1
33
222
Hutan Rawa Primer
OKT
12.303
11.144
3
1
348
235
744
1
1
Semak / Belukar
4
2
1
5
Perkebunan
1
1
2
2
Pemukiman
1
7
6
Tanah Terbuka
2
1
6
2
24
3
59
13
9
126
5
50
242
578
366
46
1.299
3
14
313
501
250
6
1.093
3
3
18
62
6
1
108
1
44
139
358
209
12
773
1
1
16
14
3
2
45
1
24
12
1
38
6
Hutan Mangrove Sekunder 2
Belukar / Rawa
4
Pertanian Lahan Kering
2
1
Pertanian Lahan Kering Campur
3
5
1
2
4
8
115
699
2.132
3.632
58
6.656
3
3
9
14
198
2.625
6.871
5.747
516
15.991
8
24
58
27
8
129
12
172
373
164
17
746
22
137
307
220
19
706
1 1
Tambak Transmigrasi 1 1
2
4
Sawah
Pertambangan
1
30
1
Hutan Rawa Sekunder
869
13
Savanna Tubuh Air
30.057 4
1
Hutan Tanaman
Rawa
Total
NOV
1
1
3 4
2
1
1
1
7
1
9
9
16
11
8
49
42
493
595
249
25
1.412
PROVINSI/ PENUTUPAN LAHAN PAPUA
BULAN JAN
FEB
MART
APRL
MEI
10
6
22
11
38
Hutan Lahan Kering Primer
1
1
2
1
Hutan Lahan Kering Sekunder
1
1
JUN 17
JULI
1
Semak / Belukar
1
Perkebunan Pemukiman
2
1
Tanah Terbuka
2
4
2
6.001
961
12.959
1
14
64
289
397
27
797
3
13
57
489
484
37
1.085
3
7
23
5
38
3
19
111
163
27
329
10
89
240
392
8
751
7
25
20
1
54
2
7
11
6
3
44
3
32
116
148
15
319
35
317
1.122
1.081
227
2.786
Tubuh Air
3
14
95
109
17
248
2
3
13
2
20
4
45
253
409
60
772
11
131
872
1.553
326
2.897
1
4
14
11
3
33
24
46
53
137
14
298
6
2
5
2
3 3
1
1
3
3
Savanna
1
8
Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Sekunder Belukar / Rawa
1 1
1
1
1
Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering Campur
4
5
1
Sawah
4
10
1
Transmigrasi Rawa SUMATERA SELATAN
40
39
29
137
8
48
25
5
91
20
163
983
1.028
184
2.388
681
1.868
11.261
12.249
1.187
27.727
3
2
11
16
1
33
2
2
17
55
149
3
228
1
1
7
5
1
19
223
Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer
1
3
9
5 10 13
Total
NOV
4.737
1 2
OKT
1.008
3 4
SEPT
148
Hutan Mangrove Primer Hutan Rawa Primer
AGST
PROVINSI/ PENUTUPAN LAHAN
BULAN JAN
FEB
MART
APRL
MEI
JUN
JULI
AGST
SEPT
OKT
Total
NOV
Hutan Tanaman
3
10
9
5
31
21
54
323
3.614
4.184
301
8.555
Semak / Belukar
1
16
10
7
6
11
30
93
857
1.113
214
2.358
Perkebunan
1
1
1
3
12
19
44
183
906
389
46
1.605
Pemukiman
1
1
2
2
3
1
3
6
14
17
2
52
2
6
4
48
108
501
950
55
1.674
8
15
10
56
286
207
36
618
3
11
33
17
1
71
3
2
13
4
1
23
Tanah Terbuka Savanna Tubuh Air
6
Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Sekunder Belukar / Rawa
2
5
Pertanian Lahan Kering
1
2
Pertanian Lahan Kering Campur
4
5
2 4
Sawah
1
16
144
213
853
530
4
1.761
2
14
39
145
374
2.893
3.13
250
6.856
2
1
10
6
26
211
659
60
978
6
46
79
163
338
675
551
95
1.966
4
31
43
37
12
130
3
2
11
5
3
Tambak Transmigrasi
2
Pertambangan Rawa
21
3 4
2
1
3
2
6
13
4
32
4
12
74
273
277
101
745
Lampiran 6. Sebaran data titik panas berdasarkan areal KPH Model tahun 2015 No.
NAMA KPH
HOTSPOT
1
KPHL Aceh (Unit III)
21
2
KPHL Alor
3
KPHL Ampang
4
KPHL Awota (Bagian Unit V dan Bagian Unit VI)
1
5
KPHL Bali Barat
2
6
KPHL Bali Timur (Unit III)
2
7
KPHL Banyuasin (Unit I)
8
KPHL Batu Tegi
9
KPHL Biak Numfor
127 26
105 1 4
10
KPHL Budong-Budong (Unit V)
13
11
KPHL Bukit Balai Rejang (Unit VII)
14
12
KPHL Bukit Barisan (Unit IV)
13
KPHL Dharmaseraya
43
14
KPHL Ganda Dewata
8
15
KPHL Hulu Sungai Selatan
16
KPHL Kapuas
17
KPHL Karimun
3
18
KPHL Konawe
19
19
KPHL Kotaagung Utara (Unit X)
20
KPHL Larona Malili (Unit I)
21
KPHL Lima Puluh Kota (Unit II)
10
22
KPHL Malunda
10
23
KPHL Mamasa Tengah (Unit VIII)
15
24
KPHL Mapili
30
25
KPHL Maria Unit XXIII
26
KPHL Mutis Timau (Unit XIX)
27
KPHL Peropa'Ea Gantara (Unit VII)
28
KPHL Pesisir Selatan
29
KPHL Rinjani Barat
1
30
KPHL Rinjani Timur
11
31
KPHL Sijunjung
23
32
KPHL Solok
2
33
KPHL Sorong Selatan
2
34
KPHL Sungai Beram Hitam
7
35
KPHL Tambora Utara (Unit XVIII)
36
KPHL Tarakan
1
37
KPHL Tastura (Unit III)
1
38
KPHL Toba Samosir (Unit XIV)
6
39
KPHL Unit II Lariang
5
40
KPHL Unit III Pohuwato
15
41
KPHL Unit XXII
19
42
KPHP Bacan (Unit XIII)
4
20 715
7 668
31 141 5 61
15
2
43
KPHP Bukit Lubuk Pekak-Hulu Landai
37
44
KPHP Sungai Sembulan
45
KPHP Tojo Una-Una (Bagian Unit XVII)
197
46
KPHP Balantak
130
47
KPHP Banjar
130
48
KPHP Batulanteh (Unit IX)
6
49
KPHP Bengkulu Utara (Unit III)
6
50
KPHP Berau Barat
51
KPHP Bolaemo (Unit V)
33
52
KPHP Bukit Punggur
31
53
KPHP Dampelas Tinombo
17
54
KPHP Dolago Tanggunung
2
55
KPHP Flores Timur (Unit VIII)
40
56
KPHP Gedong Wani (Unit XVI)
1
57
KPHP Gerbang Barito (Unit IX)
238
58
KPHP Gorontalo (Unit VI)
59
KPHP Gorontalo Utara
60
KPHP Gunung Duren
61
KPHP Gunung Mas (Unit XVI)
2
62
KPHP Gunung Sinopa
2
63
KPHP Jeneberang (Unit IX)
51
64
KPHP Kampar Kiri (Unit XVIII)
79
65
KPHP Kapuas Hulu (Unit XVIII dan Unit XIX)
35
66
KPHP Kayan
19
67
KPHP Keerom
68
KPHP Kendilo (Unit XXXIV)
69
KPHP Kerinci (Unit I)
70
KPHP Ketapang
504
71
KPHP Kota Waringin Barat
473
72
KPHP Lakitan Unit VI
105
73
KPHP Lamandau
100
74
KPHP Malinau
26
75
KPHP Mamasa Barat (Unit VII)
10
76
KPHP Mandailing Natal
15
77
KPHP Manggarai Barat (Unit I)
78
KPHP Meranti
166
79
KPHP Meratus
143
80
KPHP Minas Tahura
110
81
KPHP Muara Dua
17
82
KPHP Muko-Muko
34
83
KPHP Murung Raya (Unit II)
84
KPHP Pogogul
85
KPHP Poigar
86
KPHP Pulau Laut
286
87
KPHP Rambat Mendayung
137
54
218
39 127 83
1 259 7
6
110 55 40
88
KPHP Rawas
15
89
KPHP Register 47 Way Terusan
32
90
KPHP Rote Ndao
8
91
KPHP Sejorong (Unit V)
8
92
KPHP Seruyan (Unit XXI)
58
93
KPHP Sigambir-Kotawaringin (Unit IV)
25
94
KPHP Sintuwu Maroso
3
95
KPHP Sorong
1
96
KPHP Sungai Buaya (Unit V)
21
97
KPHP Sungai Marakai
24
98
KPHP Tabalong (Unit V)
24
99
KPHP Tanah Laut
259
100
KPHP Tasik Besar Serkap
423
101
KPHP Tebing Tinggi (Unit XXIV)
102
KPHP Tina Orima
155
103
KPHP Toili Baturube (Unit XIX)
136
104
KPHP Unit III Lakompa
105
KPHP Unit III Lalan Mangsang Mendis
106
KPHP Unit VII Hilir
107
KPHP Unit XIV Benakat
108
KPHP Unit XXIV Gularaya
109
KPHP Wae Apu
110
KPHP Wae Bubi (Unit X)
111
KPHP Wae Sapalewa
112
KPHP Wae Tina (Unit III)
113
KPHP Yogyakarta
52
12 4.170 18 563 54 446 10 2 194 2
TOTAL
13.112