PENGEMBANGAN DATA WAREHOUSE DAN APLIKASI SOLAP BERBASIS WEB UNTUK DATA TITIK PANAS (HOTSPOT)
DIAN YUDISTIRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2012
Dian Yudistira NRP G651080164
ABSTRACT Satellite sensors can be used to anticipate the spread of forest fires. In this research, we implement SOLAP (Spatial Online Analytical Processing) by using data from NOAA taken during 1997 until 2005, and TERRA, AQUA during 2001 until 2009. The SOLAP was implemented on the Geomondrian and Geoserver frameworks. This application is able to handle spatial queries by using MDX (Multi Dimensional eXpression) functions from Geomondrian and the Geoserver CQL (Common Query Languange) filter. Futhermore, it also support both the numerical and geographical types of data and presents it into map. However, the Jpivot function are not synchronized yet with the Openlayers or GeoExt libraries to presents the map directly. Keywords: Geomondrian, Geoserver, Hotspot, SOLAP
RINGKASAN Dian Yudistira. Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot). Dibimbing oleh Hari Agung Adrianto, dan Endang Purnama Giri. Salah satu antisipasi untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan antara lain dengan menggunakan sensor satelit. Pada penelitian ini dilakukan beberapa proses metode penelitian diantaranya analisis data, ekstrak data, tranformasi data, dan implementasi SOLAP (Spatial Online Analytical Processing). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data titik panas yang berasal dari Satelit NOAA tahun 1997 sampai dengan 2005, dan satelit TERRA, AQUA tahun 2001 sampai dengan 2009. Aplikasi SOLAP dibuat dengan framework Geomondrian dan Geoserver, untuk penyajian data dalam bentuk tabel pivot, grafik dan peta. Aplikasi ini dapat menangani query spasial dengan fungsi MultiDimensional eXpression (MDX) pada Geomondrian dan filter Common Query Language (CQL) pada Geoserver. Aplikasi ini juga telah mendukung dimensi data dengan ukuran numerik dan geografik dengan penyajian data dalam bentuk peta. Namun, tabel Jpivot dalam aplikasi ini belum dapat disinkronisasikan dengan library yang digunakan untuk menampilkan peta, yakni Open Layers ataupun GeoExt. Spatial OLAP yang dibuat dengan Geomondrian mampu melakukan operasi OLAP seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot, sehingga dapat membantu menganalisis data secara interaktif. Fasilitas menu yang disediakan oleh Geomondrian seperti menu memilih kubus data, ukuran dan dimensi, filter dimensi, serta menu lain dapat memudahkan dalam analisis tabel yang dihasilkan. Produk ini bisa dijadikan acuan awal untuk membuat dan membangun sebuah produk sistem SOLAP baru yang akan dibuat tahun ini dan menghabiskan biaya yang sangat besar. Pengembangan Spatial OLAP berbasis web yang dibuat dengan framework Geomondrian dan Geoserver, lebih memberikan informasi lebih penting daripada peta persebaran hotspot yang sudah ada saat ini (www.indofire.com). Penambahan data satelit TERRA, AQUA dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 mampu menampilkan penyajian data yang lebih banyak dan bisa melengkapi bagi sistem yang lama. Aplikasi SOLAP ini sudah menjadi produk penelitian dan dipasang
pada hardware serta ditayangkan kepada masyarakat luas secara online dan gratis (http://203.148.84.202:8080/hotspotlapan/testpage.jsp?query=forestfire_spatialc ube). Dari hasil evaluasi sistem, secara umum sistem persebaran hotspot yang baru menunjukan hasil yang positif. Para responden secara umum memilih sistem persebaran hotspot yang baru daripada sistem persebaran hotspot yang lama. Ini terlihat dari hasil kuesioner dan komentar-komentar para responden. Kata Kunci: Titik panas, SOLAP, Geomondrian, Geoserver.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN DATA WAREHOUSE DAN APLIKASI SOLAP BERBASIS WEB UNTUK DATA TITIK PANAS (HOTSPOT)
DIAN YUDISTIRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi : Dr. Yani Nurhadryani, S.Si. MT.
Judul Penelitian Nama NRP
: Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web untuk Titik Panas (Hotspot) : Dian Yudistira : G651080164
Disetujui Komisi Pembimbing
Hari Agung Adrianto, S.Kom, M.Si. Ketua
Endang Purnama Giri, S.Kom, M.Kom. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Yani Nurhadryani, S.Si. MT.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 14 Juli 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta Ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat kelulusan Program Pascasarjana pada Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hari Agung Adrianto, S.Kom, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan segenap bantuan dan bimbingan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Endang Purnama Giri, S.Kom, M.Kom. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran, koreksi dan masukan kepada penulis. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Yani Nurhadryani, S.Si. MT. selaku penguji. Tak lupa, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Muhammad Hilman Fadli yang sudah memberikan bantuan dan konsultasi selama proses penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teman-teman Angkatan X Pascasarjana Magister Ilmu Komputer, staf dan dosen Ilmu Komputer IPB (Institut Pertanian Bogor) atas pertemanan dan bantuannya selama penulis mengikuti perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua beserta keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan doanya. Terkhusus terima kasih penulis sampaikan kepada istri tercinta Nina Sumarlina dan anak-anakku sayang (Osi, Brian, Faris) atas segala dukungan moral dan bantuan selama masa kuliah dan penelitian ini berlangsung. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi yang besar selama perkuliahan dan pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya.
Bogor, Juli 2012
Dian Yudistira
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 14 Juni 1977 dari pasangan Ajat Sudrajat dan Onah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Lulus sekolah menegah umum dari SMA Negeri 1 Kuningan, Jawa Barat. Tahun 2001, penulis lulus dari Jurusan Komputer Universitas Gunadarma, dan kemudian diterima sebagai karyawan P&G. Setelah setahun bekerja, penulis pindah bekerja dan diterima sebagai engineer pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. I PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.3 Ruang Lingkup ............................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Kebakaran Hutan ......................................................................... 2.2 Hotspot (Titik Api) ...................................................................... 2.3 Spatio-Temporal Data Warehouse .............................................. 2.4 Arsitektur Spatial OLAP ............................................................. 2.5 Arsitektur Web GIS (Geographic Information System) .............. 2.6 Metode Pengembangan Spatio-Temporal Data Warehouse ....... 2.7 Web Service ................................................................................. 2.8 Geoserver .................................................................................... 2.9 OpenLayers ................................................................................. 2.10 OLAP (On-Line Analytical Processing) ...................................... 2.11 Model Data Multidimensi ........................................................... III METODE PENELITIAN ..................................................................... 3.1 Studi Literatur ............................................................................. 3.2 Analisis ........................................................................................ 3.3 Ekstraksi Data ............................................................................. 3.4 Transformasi Data ....................................................................... 3.5 Pemuatan Data ............................................................................. 3.6 Pembuatan Data Warehouse ....................................................... 3.7 Pembuatan Peta ........................................................................... 3.8 Uji Query ..................................................................................... 3.9 Integrasi SOLAP .......................................................................... 3.10 Evaluasi sistem ............................................................................ IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 4.1 Analisis Data ............................................................................... 4.2 Ekstraksi Data ............................................................................. 4.3 Transformasi Data ....................................................................... 4.4 Pemuatan Data ............................................................................. 4.5 Pembuatan Data Warehouse ........................................................ 4.6 Pembuatan Peta ........................................................................... 4.7 Uji Query ..................................................................................... 4.8 Integrasi SOLAP ......................................................................... 4.9 Desain Antar Muka Aplikasi ....................................................... 4.10 Operasional Aplikasi SOLAP .....................................................
x xi xii xiii 1 1 2 2 2 4 4 6 9 9 10 11 11 12 12 13 13 15 16 16 16 17 17 17 17 18 18 19 20 20 21 22 22 23 25 28 31 33 33
V
VI
4.11 Evaluasi Sistem ........................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 5.2 Saran ............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
34 37 37 38 39
xi
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Karakteristik satelit TERRA .................................................................. 7 Karakteristik satelit AQUA ................................................................... 8 Karakteristik satelit NOAA ................................................................... 9 Hasil reduksi data ................................................................................. 22 Nama dan deskripsi kubus data forestfire_spatialcube ....................... 23 Rekapitulasi kuesioner pengguna data hotspot ..................................... 34
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Arsitektur web GIS ............................................................................... Ilustrasi skema snowflake ..................................................................... Tahap pengembangan data warehouse ................................................ Skema snowflake pada schema workbench .......................................... Arsitektur spatio-temporal data warehouse ......................................... Arsitektur geoserver ............................................................................. Tampilan peta dan query pada geoserver ............................................. Hasil Query MDX biasa ........................................................................ Hasil Query MDX spasial ..................................................................... CQL pada GeoExt ................................................................................. Tabel pivot spatial OLAP ..................................................................... Grafik persebaran hotspot Kalimantan ................................................. Tabel pivot dengan ukuran geometrik ..................................................
11 14 16 21 24 26 28 29 30 31 31 32 32
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Proses install apache tomcat ............................................................... Proses install posgreSQL ...................................................................... Proses install postGIS ........................................................................... Proses install quantum GIS ................................................................... Proses pemuatan data ............................................................................ Desain antar muka aplikasi ................................................................... Operasi roll up pada aplikasi OLAP ..................................................... Operasi drill down pada aplikasi OLAP ............................................... Operasi slice pada operasi OLAP ......................................................... Operasi dice pada aplikasi OLAP ......................................................... Perbandingan responden dalam hal penyimpanan data ........................ Perbandingan responden mengenai perbaikan sistem lama dan baru ...
42 43 45 47 50 55 55 56 56 57 57 58
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan yang serius dan
berpengaruh terhadap keseimbangan hutan. Jumlah area hutan yang rusak pada tahun 1997 di 5 pulau besar (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, dan Papua) seluas 9.755.000 hektar (Tacconi 2003). Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi dini terjadinya dan makin meluasnya kerusakan sumberdaya hutan tersebut diperlukan suatu upaya pemantauan adanya titik-titik api (hotspot), misalnya dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (inderaja). Pemanfaatan teknologi inderaja tersebut diharapkan mampu memberikan informasi mengenai banyaknya titik api yang lebih akurat, terutama kepada pihak yang berkepentingan. Pada penelitian sebelumnya (Fadli 2011), telah dikembangkan sistem informasi persebaran hotspot dengan menggunakan data satelit NOAA periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Salah satu kekurangan pada sistem yang sudah dibuat adalah data yang digunakan hanya mencakup data satelit NOAA, padahal masih ada beberapa satelit yang bisa mendeteksi titik panas yaitu satelit TERRA dan AQUA. Kemudian sistem itu belum ditampilkan secara online baik kepada pengguna data hotspot ataupun pengguna lainnya. Sistem persebaran hotspot akan lebih berguna jika bisa ditampilkan secara online kepada masyarakat luas. Selain itu evaluasi terhadap kinerja sistem pada sistem persebaran hotspot belum dilakukan, padahal untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu sistem persebaran hotspot, evaluasi terhadap sistem ini sangat diperlukan sekali. Begitupun dengan
sistem persebaran hotspot yang dibuat kerjasama antara
LAPAN, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan, Landgate Australia, dan AusAID (www.indofire.com) masih ditemukan kekurangan pada sistem tersebut. Salah satu kekurangannya yaitu keterbatasan dalam mengakses jumlah data hotspot yang hanya menampilkan 10 hari data hotspot saja. Sistem Informasi Geografi menyediakan pengelolaan data spasial, termasuk indeks struktur spasial, manajemen penyimpanan, dan query yang dinamis. Di sisi lain, aplikasi OLAP (Online Analytical Processing) menyediakan kemampuan
2
untuk menganalisis data yang menggunakan beberapa perspektif, serta metode akses yang efisien untuk pengelolaan data volume tinggi. Apabila Sistem Informasi Geografi yang digabungkan dengan aplikasi OLAP maka akan menjadi sebuah sistem aplikasi OLAP yang menangani data spasial. Sistem ini dinamakan aplikasi SOLAP (Spatial Online Analytical Processing). Dengan sistem ini, memungkinkan pengguna
bisa memanfaatkan kemampuan dari kedua jenis
sistem ini untuk memperbaiki analisis, visualisasi, dan manipulasi data. Kemampuan SOLAP itu sudah diterapkan pada penelitian Fadli (2011) dengan judul ‘Data Warehouse Spatio-Temporal Kebakaran Hutan Menggunakan Geomondrian dan Geoserver’. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan suatu aplikasi Spatial OLAP
(SOLAP) dengan cakupan sebagai berikut : 1. Menambahkan data satelit AQUA dan satelit TERRA dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. 2. Menampilkan sistem persebaran hotspot secara online dan gratis kepada pengguna data hotspot dan pengguna lainnya.. 3. Melakukan evaluasi sistem persebaran hotspot untuk mengukur kinerja sistem tersebut. 1.3
Ruang Lingkup Penelitian dibuat dengan batasan sebagai berikut:
1. Implementasi aplikasi Spatial OLAP (SOLAP) dibangun menggunakan Framework GeoMondrian. 2. Menggunakan data satelit Satelit NOAA (data tahun 1997 sampai dengan tahun 2005). 3. Menggunakan data satelit TERRA dan AQUA (data tahun 2000 sampai dengan tahun 2009). 1.4
Manfaat Penelitian Pengembangan yang dibuat dalam penelitian ini diharapkan bisa
mendapatkan manfaat diantaranya : 1. Mendapatkan informasi persebaran hotspot yang lebih banyak ( tidak hanya dari satelit NOAA saja).
3
2. Mendapatkan informasi persebaran hotspot melalui online dan gratis. 3. Mengetahui
kelayakan
sistem
persebaran
ditampilkan secara online dan gratis.
hotspot
untuk
dapat
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kebakaran Hutan Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang
memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Dampak kebakaran hutan diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan manusia, antara lain mewabahnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak sampai ke negara tetangga. Dampak yang paling besar adalah timbulnya kerusakan ekosistem lingkungan pada hutan tersebut, serta mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak kerugian. Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Sejauh ini, pengelolaan kebakaran hutan hanya sebatas pencegahan dan penanggulangannya saja (Suwarsono et al. 2008). Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, ada yang perlu dikenali sebagai unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi. Beberapa unsur itu terdiri dari :
2.1.1 Panas Panas merupakan suatu keadaan yang bersuhu relatif tinggi. Dalam peristiwa kebakaran hutan, unsur ini sangat berperan terutama pada musim kemarau yang terjadi setiap tahun. Dengan kondisi demikian, maka kemungkinan terjadinya kebakaran hutan menjadi lebih besar ketika unsur ini bertemu dengan unsur lainnya, yaitu bahan bakar dan oksigen. Hal yang terkait erat dengan panas adalah sumber api. Secara umum, sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan bersumber dari manusia, sedangkan sisanya bersumber dari faktor lainnya (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Sumber api yang berasal dari manusia, baik yang secara sengaja membersihkan lahan perkebunannya dengan menggunakan jasa api, maupun aktifitas
5
lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan, pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang. 2.1.2 Bahan Bakar Bahan
bakar
merupakan
unsur
paling
dominan
yang
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan (Hamilton dan King, 1982 dalam Yudasworo, 2001). Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, rantingranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Kebakaran hutan besar disebabkan karena terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan. Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi
kebakaran
hutan.
Pada
hutan
gambut,
bahan
yang
menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan sentimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan. Pada areal bekas tebangan, serasah hutan menumpuk sangat tebal. Hal ini disebabkan, dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya batang sedang hingga cabang besar pertama yang diambil. Selebihnya termasuk cabang-cabang yang kecil, ranting-ranting dan daun-daun ditinggal di dalam hutan. Disamping itu, setiap pohon besar yang ditebang akan menimpa dan menumbangkan pohon-pohon
6
kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan. Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik. Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar. 2.1.3
Oksigen Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.
2.2
Hotspot (Titik Api) Hotspot (titik api) adalah letak suatu titik yang ada dipermukaan bumi,
dimana titik itu diindikasikan sebagai titik panas yang terdeteksi oleh sensor satelit (Ratnasari, 2000 dalam Thoha, 2008). Ada beberapa satelit yang bisa mendeteksi hotspot (titik api) diantaranya satelit TERRA, AQUA dan NOAA. Satelit TERRA diluncurkan pada bulan Desember 1999. Satelit ini melewati Indonesia 4 kali dalam sehari, 2 kali siang dan 2 kali malam. Dalam misinya Satelit TERRA membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor
7
MODIS sebanyak 36 bands (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 µm (1 µm = 1/1.000.000 meter). Bands yang dipakai untuk mendeteksi hotspot antara lain band 1, 3 dan 4 (Seaspace 2004). Data terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 Megabytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bits. Tabel 1 di bawah ini merupakan karakateristik satelit TERRA. Tabel 1 Karakteristik Satelit TERRA (Seaspace 2004) Sistem
TERRA
Orbit
705 km, 98.2o, sun-synchronous
Sensor
MODIS
Swath Width
60 km
Off-track viewing
± 8.5o SWIR dan ± 24o VWIR
Revisit Time
5 hari
Band-band Spektral (µm)
VNIR 0, 056 (1), 0.66 (2), 0.81(3) SWIR 0.165(1), 2.17 (2), 2.21 (3), 2.26 (4), 2.33 (5), 2.40(6). TIR 8.3 (1), 8.65 (2), 9.10 (3), 10.6(4), 11.3(5)
Ukuran Piksel Lapangan
15m (VNIR), 30 m (SWIR), 90 m(TIR)
(Resolusi spasial) Arsip data
www.saa.noaa.gov
Satelit AQUA diluncurkan tanggal 4 Mei 2002, satelit ini sering disebut sebagai satelit EOS PM-i (Earth Observing System). Satelit AQUA ini membawa 6 sensor, salah satunya adalah sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Tabel 2 di bawah ini merupakan karakteristik satelit AQUA.
8
Tabel 2 Karakteristik Satelit AQUA (Seaspace 2004) Sistem Orbit
Scan Rate Swath Dimensions
AQUA 705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) or 1:30 p.m.ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular 20.3 rpm, cross track 2330 km (cross track) by 10 km (alongtrack at nadir)
Telescope
17.78 cmdiam. off-axis, afocal (collimated), with intermediate field Stop
Size
1.0x1.6x1.0m
Weight
228.7kg
Power
162.5 W
Data Rate
10.6Mbps
Quantization Spatial Resolution
12 bits 250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36)
Satelit NOAA merupakan satelit meterologi generasi ketiga milik ”National Oceanic and Atmospheric Administration” (NOAA) Amerika Serikat. Munculnya satelit ini untuk menggantikan generasi satelit sebelumnya, seperti seri TIROS (Television and Infra Red Observation Sattelite, tahun 1960-1965) dan seri IOS (Infra Red Observation Sattelite, tahun 1970-1976). Konfigurasi satelit NOAA adalah pada ketinggian orbit 833-870 km, inklinasi sekitar 98,7°– 98,9°, mempunyai kemampuan mengindera suatu daerah 2 x dalam 24 jam (Seaspace 2004). Satelit NOAA membawa beberapa sensor salah satu diantaranya adalah sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer). Tabel 3 di bawah ini merupakan karakteristik umum dari satelit NOAA.
9
Tabel 3 Karakteristik Satelit NOAA (Seaspace 2004) Sistem Orbit
Satelit 850 km, 98.8o, sun-synchronous
Sensor Swath Width
AVHRR-3 (Advanced Very High Resolution Radiometer) 2800 km (FOV=110o)
Off-track viewing Revisit Time
Tidak tersedia 2-14 kali tiap hari, tergantung pada lintang
Band-band Spektral (µm) Ukuran Piksel Lapangan (Resolusi spasial) Arsip data
2.3
0.58-0.68 (1), 0.73-1.10 (2), 3.55-3.93 (3),10.3-11.3 (4), 11.4-12.4 (5) 1 km (pada nadir) 6 km (pada limb) www.saa.noaa.gov
Spatio-Temporal Data Warehouse Spatio-Temporal dalam kamus Bahasa Inggris dapat diartikan sebagai
hubungan antara ruang dan waktu secara bersama (keduanya memiliki ektensi temporal dan durasi waktu). Analisis Spatio-Temporal adalah analisis berdasarkan suatu wilayah dan berdasarkan kurun waktu tertentu. Spatial data warehouse adalah suatu koleksi data, baik data spasial maupun data nonspasial yang digunakan pada spatial data mining. Ada empat karakteristik data warehouse menurut (Han dan Kamber 2006) yaitu: 1 Berorientasi subjek, terorganisasi pada subjek utama sesuai topik bisnis atau berdasarkan subjek dari organisasi. 2 Terintegrasi, data dibangun dengan mengintegrasikan berbagai sumber data. 3 Time variant, dimensi waktu secara eksplisit termasuk dalam data, jadi model dan perubahannya dapat diketahui setiap saat. 4 Non-volatile, data terpisah dari basis data operasional sehingga hanya memerlukan pemuatan dan akses data tanpa mengubah data sumber. 2.4
Arsitektur Spatial OLAP Dalam pembuatan ataupun pengembangan spatial OLAP ada beberapa
komponen penting yang didesain berdasarkan arsitek yang dikembangkan oleh (Bimonte et al. 2006). Arsitektur sistem spatial OLAP ini terdiri atas database
10
spasial, SOLAP server, dan SOLAP client. Ketiga komponen ini tergabung kedalam struktur multidimensional pada database spasial. Database spasial menyimpan geometri yang diasosiasikan dengan dimensi dan ukuran data. SOLAP server menangani database spasial dalam bentuk multidimensional dan komputasi numerik untuk penentuan nilai yang merupakan asosiasi atau relasional antar dimensi atau parameter yang memungkinkan untuk dilakukan. SOLAP client dapat didefinisikan sebagai suatu perangkat lunak yang menyediakan navigasi dengan database spasial dan beberapa tingkatan informasi model tampilan peta, tabel, diagram, dan sinkronisasi antardata (Bédard 2009). 2.5
Arsitektur Web GIS (Geographic Information System) Geographic Information System (GIS) merupakan sistem yang dirancang
untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. GIS memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisis data (Prahasta 2002). Aplikasi GIS saat ini tumbuh tidak hanya secara jumlah aplikasi namun juga bertambah dari jenis keragaman aplikasinya. Pengembangan aplikasi GIS kedepannya mengarah kepada applikasi berbasis Web yang dikenal dengan Web GIS. Hal ini disebabkan karena pengembangan aplikasi di lingkungan jaringan telah menunjukan potensi yang besar dalam kaitannya dengan geo informasi. Sebagai contoh adalah adanya peta online sebuah kota dimana pengguna dapat dengan mudah mencari lokasi yang diinginkan secara online melalui jaringan intranet/internet tanpa mengenal batas geografi penggunanya. Secara umum Sistem Informasi Geografis dikembangkan berdasarkan pada prinsip input/masukan data, manajemen, analisis dan representasi data (Prahasta 2002). Untuk dapat melakukan komunikasi dengan komponen yang berbeda-beda di lingkungan web maka dibutuhkan sebuah Web Server. Karena standar dari geo data berbeda beda dan sangat spesifik maka pengembangan arsitektur sistem mengikuti arsitektur ‘Client Server’. Secara umum arsitektur GIS bisa dilihat pada Gambar 1.
11
Gambar 1 Arsitektur Web GIS (Charter 2004). 2.6
Metode Pengembangan Spatio-Temporal Data Warehouse Metode pengembangan yang digunakan yaitu pendekatan desain skema
(Kimball R.. 1996). Keunggulan dari metode ini terdapat pada permodelan dimensi saat user harus melakukan drill-down maupun roll-up. Selain metode diatas, dilakukan juga dengan metode pemuatan data dan evaluasi sistem pada data warehouse yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini dipastikan cukup efisien dalam proses pengalian data berskala besar . Namun, untuk lebih terkomputerisasi dalam upaya penanganan terjadinya kesalahan diagnosis. Beberapa metode ini memberikan solusi hybrid antara proses normalisasi dan permodelan dimensi. Sehingga memberikan bentuk yang paling optimal sebagai desain yang cocok dengan kebutuhan (Shanks et al. 1997). 2.7
Web Service Web service adalah suatu sistem perangkat lunak yang dirancang untuk
mendukung interoperabilitas dan interaksi antara sistem pada suatu jaringan. Web service digunakan sebagai suatu fasilitas yang disediakan oleh suatu website untuk menyediakan layanan (dalam bentuk informasi) kepada sistem lain, sehingga sistem lain dapat berinteraksi dengan sistem tersebut melalui layanan-layanan yang disediakan oleh suatu sistem yang menyediakan web service (Mark 2003). Web service menyimpan data informasi dalam format XML, sehingga data ini dapat diakses oleh sistem lain walaupun berbeda platform, sistem operasi, maupun bahasa compiler. Web service bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi antar pemrogram dan perusahaan, yang memungkinkan sebuah fungsi di dalam Web Service dapat dipinjam oleh aplikasi lain tanpa perlu mengetahui detail
12
pemrograman
yang
terdapat
di
dalamnya.
Beberapa
alasan
mengapa
digunakannya web service adalah sebagai berikut: 1. Web service dapat digunakan untuk mentransformasikan satu atau beberapa bisnis logic atau class dan objek yang terpisah dalam satu ruang lingkup yang menjadi satu, sehingga tingkat keamanan dapat ditangani dengan baik. 2. Web service memiliki kemudahan dalam proses pengembangannya, karena tidak memerlukan registrasi khusus ke dalam suatu sistem operasi. Web service cukup di-upload ke web server dan siap diakses oleh pihak-pihak yang telah diberikan otorisasi. 3. Web service berjalan di port 80 yang merupakan protokol standar HTTP, dengan demikian web service tidak memerlukan konfigurasi khusus di sisi firewall. 2.8
Geoserver Geoserver merupakan salah satu perangkat lunak open source yang
dibangun menggunakan platform java, perangkat lunak ini memungkinkan pengguna untuk menampilkan dan memanipulasi data geospatial (Budiawan 2010). Geoserver dirancang untuk interoperability, yaitu menerbitkan data dari semua sumber data spasial. Sebagai
project berbasis komunitas,
geoserver
dikembangkan, diuji, dan didukung oleh berbagai kelompok individu dan organisasi dari seluruh dunia. Geoserver merupakan implementasi dari Open Geospatial Consortium (OGC), Web Feature Service (WFS) dan Web Coverage Service (WCS) standar, serta high performance Web Map Service (WMS). 2.9
OpenLayers OpenLayers merupakan library Open Source tampilan peta, ditulis
menggunakan JavaScript murni. Library yang menyediakan OpenLayers JavaScript API yang membuatnya mudah untuk memasukkan peta dari berbagai sumber ke dalam halaman web atau aplikasi. OpenLayers saat ini memiliki dukungan untuk OGC WMS layer, navigasi, ikon, dan lapisan seleksi (Mahardi 2010).
13
2.10 OLAP (On-line Analytical Processing) On-line Analytical Processing (OLAP) adalah proses computer yang memungkinkan pengguna dapat dengan mudah dan selektif memilih dan melihat data dari sudut pandang yang berbeda (Han & Kamber 2006). Data pada OLAP disimpan dalam database multidimensi. Jika database relasional terdiri atas dua dimensi, maka database multidimensi terdiri atas banyak dimensi yang dapat dipisahkan oleh OLAP menjadi beberapa subatribut. OLAP dapat digunakan untuk menemukan hubungan antara suatu item yang belum ditemukan. Di bawah ini merupakan operasi-operasi pada OLAP. 1.
Roll up (drill-up) merupakan bagaimana cara meningkatkan tingkat hirarki atau mereduksi jumlah dimensi.
2.
Drill down merupakan operasi kebalikan dari roll up. Operasi ini dapat merepresentasikan data secara lebih detail atau spesifik dari level tinggi ke level rendah.
3.
Slice adalah proses pemilihan satu dimensi dari kubus data yang bersangkutan sehingga menghasilkan subcube.
4.
Dice adalah proses mendefinisikan subcube dengan memilih dua dimensi atau lebih dari kubus data.
5.
Pivot merupakan suatu kemampuan OLAP yang dapat melihat data dari berbagai sudut pandang (view point). Kita dapat mengatur sumbu pada kubus data sehingga memperoleh data yang diinginkan sesuai dengan sudut pandang analisis yang diperlukan.
2.11 Model Data Multidimensi Model data multidimensi adalah model data yang digunakan pada data warehouse. Model data multidimensi bisa sangat berguna pada query yang komplek (Malinowski 2008). Model data multidimensi terdiri dari :
Data dimensi Data dimensi adalah entitas yang ingin disimpan oleh perusahaan (organisasi). Data dimensi akan berubah jika analisis kebutuhan pengguna berubah. Data dimensi mendefinisikan label yang membentuk isi laporan.
14
Setiap dimensi diulang untuk setiap kelompok. Atribut data dimensi diletakkan pada tabel dimensi. Tabel dimensi berukuran lebih kecil daripada tabel fakta dan berisi data bukan numerik yang berasosiasi dengan atribut dimensi.
Data fakta Data fakta adalah data utama dari data multidimensi yang merupakan kuantitas yang ingin diketahui dengan menganalisis hubungan antardimensi. Data fakta diekstrak dari berbagai sumber. Data fakta cenderung stabil dan tidak berubah seiring dengan waktu. Atribut data fakta diletakkan pada tabel fakta. Tabel fakta berukuran besar, memiliki jumlah baris sesuai dengan jumlah kombinasi nilai dimensi yang mungkin dan jumlah kolom sesuai dengan jumlah dimensi yang direpresentasikan. Tabel fakta berisi namanama fakta, ukuran, dan foreign key dari tabel dimensi yang berhubungan. Model data multidimensi dapat menampilkan data dalam bentuk kubus yang merupakan inti dari model ini dan dapat digambarkan dalam bentuk skema bintang, skema snowflake, dan skema galaksi (Han & Kamber 2006). Skema galaksi merupakan kumpulan dari skema bintang. Skema ini terdiri atas berbagai tabel fakta yang berisi beberapa tabel dimensi, sehingga membentuk seperti galaksi bintang. Skema Snowflake lebih kompleks dari pada skema bintang, dengan menormalisasi tabel-tabel dimensi yang berukuran besar dengan satu atau lebih kolom yang memiliki duplikasi data. Ilustrasi skema snowflake dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Ilustrasi Skema Snowflake (Fadli 2011).
15
BAB III METODE PENELITIAN
Sistem informasi geografis persebaran hotspot di Indonesia merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk memantau dan memberikan informasi mengenai persebaran hotspot yang ada di wilayah Indonesia berdasarkan kurun waktu tertentu. Sistem ini memanfaatkan data yang diambil dari satelit NOAA, TERRA
dan
AQUA
kemudian
dilakukan
ekstraksi
informasi
sehingga
menghasilkan informasi yang berguna dan menampilkan informasi tersebut dalam sebuah tampilan web. Sistem informasi geografis persebaran hotspot ini terdiri atas tiga modul utama, yaitu modul untuk ekstraksi informasi, modul untuk visualisasi data dan terakhir adalah modul update data. Modul visualisasi berfungsi untuk menampilkan informasi-informasi dari hasil ekstraksi informasi agar dapat dengan mudah dimengerti oleh orang banyak. Secara umum modul visualisasi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama untuk menampilkan hasil dalam bentuk grafik dan bagian kedua untuk menampilkan hasil dalam bentuk peta. Visualisasi hotspot dalam bentuk grafik dibangun menggunakan Mondrian OLAP. Pembangunan ini meliputi pembangunan data warehouse dan OLAP untuk visualisasi persebaran hotspot di wilayah Indonesia. Pembangunan data warehouse dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahapan yang harus dilengkapi agar pembangunan data warehouse berhasil. Tahapan-tahapan penelitian pengembangan data warehouse dan spatio-temporal dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Studi Literatur
Pembuatan Data Warehouse
Analisis Data
Pembuatan Peta
Ekstraksi Data
Transformasi Data
Pemuatan Data
Uji Query
Integrasi SOLAP
Evaluasi Sistem
Gambar 3 Tahapan Pengembangan Data Warehouse. 3.1
Studi Literatur Untuk mendukung dalam proses penelitian ini, terlebih dahulu mencari
informasi sebagai bahan literatur untuk pengembangan data warehouse ini. Sumber informasi yang didapat diantaranya dari buku, internet, jurnal dan artikel. 3.2
Analisis Pada penelitian ini data yang ditambahkan antara lain data hotspot dari
satelit
tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 dan AQUA. Data hotspot yang
telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan atribut-atribut yang tepat dan sesuai dalam pembuatan spatio-temporal data warehouse. Hasil analisis ini digunakan untuk menentukan dimensi, tabel fakta, dan skema yang tepat untuk model data multidimensi. 3.3
Ekstraksi Data Ekstraksi adalah tahap pengambilan data yang relevan dari database
relasional sebelum masuk ke dalam data warehouse. Pada ekstraksi, atributatribut dan record-record yang diinginkan dipilih dan diambil dari database relasional. Dalam tahap ekstraksi ini, dilakukan pula pembersihan data yaitu dengan pemilihan atribut-atribut yang sesuai dengan atribut yang ada dalam
17
database sebelumnya. Selain itu dalam tahapan ini dilakukan pengecekan terhadap data-data yang kurang lengkap ataupun data-data yang sama. 3.4
Transformasi Data Transformasi data merupakan proses generalisasi atau penyeragaman nama
atribut, agregasi, dan konstruksi atribut atau dimensi. Pada tahap transformasi ini, data yang berasal dari semua sumber dikonversi ke dalam format umum yang disesuaikan dengan skema multidimensional yang telah dibuat. Transformasi terpenting adalah transformasi pada label penamaan yang bertujuan agar tidak terdapat nama atribut yang serupa atau pada atribut yang sama memiliki nama yang berbeda pada database yang berbeda. 3.5
Pemuatan data Setelah tahap ekstraksi dan transformasi data dilakukan, maka data telah
siap untuk dimuat (load) ke dalam data warehouse. Pada tahap ini, dilakukan pula pengurutan dan peninjauan integritas suatu data. Proses selanjutnya yaitu dengan melakukan proses penambahan waktu satelit, id satelit dan kode satelit. 3.6
Pembuatan Data Warehouse Proses dilanjutkan dengan pembuatan spatio-temporal data warehouse.
Input data dilakukan berdasarkan skema multidimensional (dalam penelitian ini menggunakan skema snowflake) yang telah dirancang. Skema snowflake yang telah dirancang kemudian diimplementasikan menjadi sebuah kubus data geometri multidimensi (geocube) menggunakan schema workbench. Kemudian, data yang telah dimuatkan dalam membangun data warehouse ini di retrieve oleh SOLAP berdasarkan struktur kubus data geometri multidimensi yang terbentuk. 3.7
Pembuatan Peta Setelah tahapan ekstraksi, transformasi, pemuatan data (Extraction,
Transform, Load /ETL) dan diikuti dengan pembuatan data warehouse, kemudian tahap berikutnya dilanjutkan dengan pembuatan peta berupa layer-layer yang dikonstruksi berdasarkan sql query. Tahapan pertama sebelum layer peta dikonstruksi adalah dengan membuat workspace pada web map server. Kemudian dilanjutkan dengan membangun data store pada workspace yang telah dibuat pada
18
web map server. Data store merupakan tempat penyimpanan yang dapat menampung berbagai layer yang hendak dikonstruksi. Layer-layer yang disimpan dalam data store dapat berupa layer point, line, maupun polygon. Layer-layer yang dihasilkan dari sql query tersebut merupakan layer dengan tingkat relevansi yang disesuaikan dengan data warehouse yang dibangun. 3.8
Uji Query Uji query merupakan tahap untuk menguji apakah spatio-temporal data
warehouse yang dibuat telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar SOLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang diujikan
berupa
query
biasa
dan
query
spasial
menggunakan
fungsi
Multidimensional Expressions (MDX). Pengujian dilakukan dengan geocube atau kubus data geometri yang divisualisasikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan GeoMondrian, serta visualisasi peta dengan Geoserver (Web Map Server) dalam satu web yang terintegrasi (Web Integration). Uji query pun dilakukan pada Geoserver dalam bentuk Common Query Language (CQL) yang bertujuan untuk membuat suatu layer yang dapat menampilkan visualisasi dalam bentuk peta sebagai timbal balik atas query yang diberikan ke dalam web map server. 3.9
Integrasi SOLAP Pada tahap ini pengguna dapat menggunakan operasi-operasi OLAP seperti
roll up, drill down, slice, dice, dan pivot yang digabungkan dengan dimensi spasialnya. Contoh operasi OLAP yang dapat dijalankan antara lain:
Roll up Operasi roll up ditampilkan dengan menaikkan hierarki dimensi waktu. Hierarki dimensi waktu terdiri atas dua level yaitu tahun dan bulan. Operasi roll up dapat dilakukan dengan melihat jumlah hotspot per bulan maupun roll up menjadi per tahun secara keseluruhan.
Drill down Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi roll up. Operasi ini dilakukan dengan menurunkan hierarki dari hierarki tahun menjadi hierarki bulan. Operasi ini dilakukan untuk melihat secara lebih mendetail jumlah hotspot setiap bulan.
19
Slice Operasi slice dilakukan dengan memilih salah satu dimensi, misalkan hanya menampilkan jumlah hotspot hanya pada tahun-tahun tertentu saja yakni dengan memilih dimensi waktunya.
Dice Operasi dice dilakukan dengan memilih dua dimensi yaitu dimensi waktu dan dimensi tempat. Contohnya adalah dengan memilih provinsi Kalimantan Tengah dan juga memilih tahun 2003.
Operasi pivot Operasi pivot dilakukan dengan menukarkan axis dimensi. Misalkan axis-x (dimensi hotspot) diubah menjadi dimensi waktu dan axis-y (dimensi waktu) diubah menjadi dimensi hotspot. Operasi ini berguna untuk menampilkan tabel dengan sudut pandang yang berbeda. Operasi OLAP yang diintegrasikan dengan dimensi spasial akan menghasilkan bentuk informasi yang lebih jelas dan menarik.
3.10 Evaluasi Sistem Untuk melakukan kinerja sistem persebaran hotspot dilakukan evaluasi sistem terhadap sistem persebaran hotspot yang baru dan sistem persebaran hotspot yang sedang berjalan. Evaluasi ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada pengguna data hotspot. Hasil evaluasi ini berguna untuk mengetahui sejauh mana kinerja sistem persebaran hotspot dan diharapkan mendapatkan saran dan masukan mengenai kekurangan dan kelebihan mengenai sistem persebaran hotspot itu.
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Data Pada penelitian ini digunakan data satelit NOAA pada tahun 1997 sampai dengan 2005 serta data satelit TERRA dan AQUA dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Atribut-atribut yang terdapat dalam data hotspot yaitu tahun, bulan, tanggal, waktu, NOAA (satelit), bujur, lintang, provinsi, dan kabupaten. Data spasial dan atribut wilayah administrasi Indonesia yang meliputi kode provinsi, nama provinsi, kode kabupaten, dan nama kabupaten diperoleh dari www.inigis.info dalam format .shp dengan skala 1: 25.000. Dalam format ini, peta Indonesia terdiri atas 30 provinsi dan 440 kabupaten/kota. Analisis data yang dilakukan pada data tersebut yakni memilih atributatribut yang tepat untuk mengembangkan aplikasi spatio-temporal data warehouse. Atribut-atribut yang digunakan adalah tahun, bulan, satelit (NOAA,AQUA, dan TERRA), bujur, lintang dan wilayah atau lokasi. Berdasarkan atribut-atribut yang dipilih tersebut, kemudian dibentuk suatu tabel fakta dan tabel dimensi. Dari hasil analisis data pada penelitian sebelumnya didapatkan sebuah tabel fakta dan lima tabel dimensi, kemudian pada penelitian ini dilakukan penyesuaian dengan adanya penambahan sebuah dimensi, yakni dimensi pulau atau kepulauan, sebagai salah satu level hierarki tambahan pada dimensi lokasi. Skema data warehouse yang digunakan adalah skema snowflake. Skema snowflake ini digunakan untuk menangani redundansi data geometri pada dimensi lokasi (spasial). Skema snowflake dalam schema workbench dapat dilihat pada Gambar 4.
21
Gambar 4 Skema Snowflake pada Schema Workbench. 4.2
Ekstraksi Data Sebelum proses ini dilakukan, ada beberapa software pendukung yang harus
terinstall pada komputer. Software pendukung itu terdiri dari : 1. Apache tomcat yang berguna sebagai web server. 2. PostgreSQL yang berguna sebagai database relasional. 3. Postgis yang berguna sebagai tambahan pada postgreSQL untuk mendukung pengolahan data spasial. 4. Quantum GIS yang berguna untuk mengolah data spasial. Proses install software masing-masing diatas, dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4. Pada tahap ekstraksi data,
dilakukan proses pembuangan atribut-atribut
yang tidak terpakai serta pengambilan data yang relevan sesuai dengan model skema multidimensional yang telah dibuat. Proses ini mereduksi atribut-atribut yang tidak terpilih pada tahap analisis. Hasil reduksi data dapat dilihat pada Tabel 4.
22
Tabel 4 Hasil reduksi data
4.3
Atribut
Tipe data
Tahun
Integer
Bulan
Varchar (20)
NOAA (satelit)
Varchar(20)
Bujur
Text
Lintang
Text
Kode kabupaten
Integer
Kabupaten
Varchar(50)
Kode provinsi
Integer
Provinsi
Varchar(50)
Kode pulau
Integer
Pulau
Varchar(50)
Transformasi Data Proses transformasi dilakukan berdasarkan skema snowflake yang telah
dibuat pada tahap analisis. Nama-nama atribut disesuaikan berdasarkan nama atribut pada skema tersebut. Atribut tahun dan bulan dikembangkan menjadi tahun, kuartil, dan bulan. Dimensi lokasi diperluas menjadi empat dimensi yaitu dimensi pulau, dimensi provinsi, dimensi kabupaten dan dimensi geohotspot. Pada data fakta ditentukan nilai agregasi atribut-atribut yang menjadi ukuran (measure). Atribut baru dikonstruksi untuk menampung ukuran berupa jumlah hotspot hasil agregasi. Fungsi agregat yang digunakan adalah fungsi sum untuk proses penjumlahan hotspot. 4.4
Pemuatan Data Pada tahapan ini, data awal diproses melalui beberapa tahapan. Untuk
melihat proses tahapan pemuatan data bisa dilihat dalam Lampiran 5. Data yang telah diproses kemudian akan secara otomatis termuat ke dalam PostgreSQL, kemudian dilakukan penyesuaian struktur kubus data berdasarkan skema snowflake yang telah dibuat. Kubus data yang dibuat dalam penelitian ini adalah kubus data forestfire_spatialcube. Secara singkat nama dan deskripsi dari kubus data forestfire_spatialcube dapat dilihat pada Tabel 5.
23
Tabel 5 Nama dan deskripsi kubus data forestfire_spatialcube Dimensi
Deskripsi Waktu kejadian hotspot difoto oleh satelit. Data bulanan
Waktu
dari tahun 1997 sampai 2005 (NOAA) dan data bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 ( TERRA dan AQUA)
Satelit
Satelit yang digunakan untuk memotret citra (NOAA,AQUA,TERRA) Pulau
Terdiri dari 5 Pulau besar di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Irian Jaya).
Lokasi
Provinsi
Provinsi titik hotspot berada (30 provinsi)
Kabupaten
Kabupaten titik hotspot berada (440 kabupaten)
Hotspot
ID posisi titik hotspot
Database diolah menjadi kubus data dengan menggunakan tool Schema Workbench. Schema Workbench merupakan GUI utility yang digunakan untuk membuat file skema multidimensional pada Geomondrian dalam format XML. Schema Workbench digunakan untuk memetakan kubus, dimensi, dan ukuran pada database PostgreSQL. Format XML digunakan untuk mengolah metadata (informasi tentang data) yang menggambarkan struktur dan maksud data yang terdapat dalam dokumen XML, bukan menggambarkan format tampilan data tersebut. Struktur format XML hasil pemetaan kubus data forestfire_spatialcube dengan Schema Workbench. 4.5
Pembuatan Data Warehouse Setelah seluruh tahapan proses ETL (Extract, Transform, Loading)
dilakukan, kemudian masuk ke tahap berikutnya yakni membangun spatiotemporal data warehouse. Spatio-temporal data warehouse dibangun dengan menggunakan arsitektur three tier. Arsitektur ini memiliki tiga lapisan yaitu lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. Ilutrasi arsitektur spatio-temporal data warehouse ini dapat dilihat pada Gambar 5.
24
Gambar 5 Arsitektur spatio-temporal data warehouse. 1.
Lapisan bawah Lapisan bawah merupakan tempat pengolahan sumber data warehouse,
sekaligus sebagai data source pada Geoserver dalam melakukan query layer. Dalam penelitian ini digunakan Database Management System (DBMS) PostgreSQL dengan library PostGIS untuk mengelola data spasial dan nonspasial menjadi sebuah kubus data. 2.
Lapisan Tengah Lapisan ini terdiri atas spatial OLAP (SOLAP) server dan web map server.
Penelitian ini menggunakan Geomondrian sebagai spatial OLAP server yang berfungsi menyimpan struktur kubus data dalam bentuk multidimensi dan Geoserver sebagai tempat penyimpanan data geospasial yang berfungsi menghasilkan layer-layer berdasarkan query yang dapat memberikan bentuk penyajian data dalam bentuk peta. Geomondrian dan Geoserver merupakan teknologi open source yang dibangun dalam platform Java. Geomondrian menggunakan MultiDimensional eXpression (MDX) sebagai bahasa yang mampu menangani struktur data multidimensi. Geomondrian dilengkapi OLAP dan XML for analysis (XMLA) sebagai Aplication Programming Interface (API) yang mendukung fungsi OLAP.
25
3.
Lapisan Atas Lapisan atas merupakan lapisan untuk end-user berupa hasil query yang
dapat menampilkan informasi ataupun ringkasan. Query yang diuji pada Spatial OLAP (SOLAP) berupa query dalam bentuk fungsi MDX yang dapat digunakan sebagai model multidimensi. Informasi disajikan dalam bentuk tabel pivot dan grafik menggunakan Jpivot. Hasil query MDX memiliki kemungkinan dapat disinkronisasikan dengan tampilan peta yang disajikan
menggunakan library
Open Layers ataupun GeoExt. Namun, pada penelitian ini, sinkronisasi hasil query dengan tampilan peta tersebut belum berhasil dilakukan. Hal ini disebabkan karena tool Geomondrian yang belum stabil dan belum mampu melakukan konfigurasi fungsi yang dapat menyinkronisasikan Jpivot dengan library OpenLayers ataupun GeoExt. Meskipun demikian, penelitian ini sudah dapat menampilkan peta ke dalam sistem Geomondrian. Bentuk visualisasi peta yang telah diintegrasikan ke dalam sistem ini menggunakan query yang berbeda (tidak menggunakan MDX query pada peta), yakni menggunakan filter berupa CQL (Common Query Language). Query tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi yang diinginkan pada peta dan dapat menyeleksi pula letak hotspot pada waktu tertentu pada wilayah tersebut. 4.6
Pembuatan Peta Peta yang hendak dibuat, merupakan suatu bentuk penyajian data yang
merupakan hasil representasi dari layer-layer pada suatu web map server. Layerlayer ini dapat berupa point, line, polygon ataupun multipolygon. Pembuatan layer pada web map server ini dibuat berdasarkan query sql yang diberikan di dalam Geoserver yang berada di level application server pada arsitektur three tier-nya. Arsitektur three tier yang dibangun untuk pembuatan peta pada Geoserver dapat dilihat pada Gambar 6.
26
Gambar 6 Arsitektur Geoserver (Web Map Server). Layer-layer ini akan dipanggil pada saat sistem secara keseluruhan dieksekusi atau di jalankan pada level user interface atau client. Tahapan pembuatan suatu layer pada web map server (Geoserver) ini meliputi : 1.
Membuat workspace Workspace ini dibuat sebagai ruang kerja dari layer-layer yang akan dibuat,
sehingga workspace inilah yang nanti akan menampung layer-layer yang telah dibuat. Pada penelitian ini, workspace yang telah dibuat adalah workspace forestfire_indonesia yang telah dibuat di dalam Geoserver. 2.
Membuat data store Data store ini merupakan ruang konfigurasi dalam Geoserver yang
menghubungkannya dengan database relasional, yakni PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS. Data store yang telah dibuat dalam Geoserver pada penelitian ini adalah ds_forestfire. 3.
Membuat layer pada Geoserver Penelitian ini menggunakan Geoserver versi 2.1.0. Pada Geoserver versi ini
sudah dapat dilakukan query sql biasa maupun geometri dalam menyeleksi suatu data
berdasarkan
atribut
yang
diinginkan
pada
database
relasional
(PostgreSQL/PostGIS) untuk menghasilkan suatu layer dalam web map server (Geoserver). Sebelum layer terbentuk, perlu dilakukan konfigurasi data yang disediakan Geoserver pada menu layer, guna melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk setiap layer. Informasi yang perlu dilengkapi tersebut meliputi
27
nama layer, memilih nilai sistem koordinat, bounds peta dan memilih default style. Layer-layer yang terbentuk dari hasil query ini kemudian dikonversi oleh layanan-layanan yang terdapat pada Geoserver menjadi suatu file dengan format XML. File XML inilah yang ketika dilakukan parsing akan menghasilkan URL dengan halaman web yang berupa suatu penyajian data dalam bentuk peta. Penelitian ini membangun layer –layer dalam Geoserver yang terdiri atas layer hotspot satelit NOAA, TERRA dan AQUA, satu layer hotspot_indo untuk seluruh hotspot yang digabungkan, kemudian dua layer peta indonesia yang berdasarkan provinsi (layer indo_prov) dan kabupaten (layer indo_kab). 4.
Menyesuaikan style peta Untuk menghasilkan suatu layer peta, diperlukan suatu style dari layer yang
sesuai dengan tipe layer tersebut (point, line, polygon atau multipolygon). Geoserver telah menyediakan default style yang terdapat dalam librarynya dalam bentuk format SLD (Styled Layer Descriptor). File SLD ini merupakan suatu dokumen berisi syntax XML yang berfungsi mengatur tampilan peta, file-file ini dapat diakses pada menu Style dalam Geoserver. File .sld ini dapat disesuaikan menjadi suatu style yang diinginkan sesuai dengan tipe layer yang dipilih. Style inilah yang disesuaikan dan digunakan, sehingga sistem ini dapat melihat pola persebaran hotspot, serta melihat perbedaan batas wilayah pada suatu daerah di Indonesia secara jelas. Contoh file .sld yang dibuat dalam Geoserver untuk menghasilkan style suatu layer. 5. Melihat hasil peta Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk melihat hasil dari layer-layer yang telah dihasilkan berdasarkan query dan telah dilakukan penyesuaian terhadap style sesuai tipe layernya. Pada Geoserver untuk melihat peta sesuai layer yang telah dibuat, dapat mengakses menu Layer Preview. Namun menu ini diakses pada Geoserver, sedangkan untuk melakukan pemanggilan terhadap layer yang telah dibuat ke dalam sistem, digunakan suatu library OpenLayers atau GeoExt. Gambar
7 di bawah ini merupakan contoh tampilan peta dan query pada
Geoserver .
28
Gambar 7 Tampilan peta dan query pada Geoserver. Pada gambar diatas menunjukan tampilan peta disertai data hotspot tahun 2009 sesuai query yang diberikan. 4.7
Uji Query Uji query yang pertama dilakukan untuk menguji spatio-temporal data
warehouse apakah telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar OLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang digunakan untuk menguji sistem ini adalah query dalam bentuk fungsi MDX. Fungsi MDX mendukung query untuk objek multidimensional dan menjalankan perintah-perintah yang mampu menghasilkan dan memanipulasi data dari objek tersebut. Pada penelitian ini, MDX yang digunakan mampu mendukung query biasa dan query spasial. Uji query yang kedua dilakukan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi pada peta dan hotspot pada waktu tertentu. Query ini merupakan filter yang berupa CQL (Common Query Language) dalam Geoserver. 1.
Query biasa Struktur query ini mirip dengan query database relasional, Structured Query
Language (SQL). Query ini mendukung operasi dengan konsep model data logika. Ilustrasi query yang diujikan adalah sebagai berikut: Select {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} on columns,
29
{[Satelit].[Semua Satelit]} ON rows from forestfire_spatialcube where [Waktu].[2002] Query tersebut menampilkan jumlah hotspot dari semua satelit pada tahun 2002. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Hasil Query MDX biasa. 2.
Query spasial Query ini mendukung model data spasial Open Geodata Interchange
Standard (OGIS). Model data OGIS mampu menangani bentuk geometri seperti point, polygon, curve dan tipe lainnya, serta mampu mengeksekusi operasi query spasial seperti ST_Within, ST_Area, ST_Contains, dan operasi lainnya. Ilustrasi query spasial yang diujikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS, Filter( {[Lokasi].[Hotspot].members}, ST_Within( [Lokasi].CurrentMember. Properties("hotspot_geom"), ST_GeomFromText("POINT ((139.16 -3.27))") ) ) ON ROWS FROM [forestfire_spatialcube]
30
WHERE [Waktu].[1997] Query tersebut menghasilkan jumlah hotspot pada koordinat point yang didefinisikan. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Hasil query MDX spasial. 3.
CQL (Common Query Language)
Query ini merupakan filter yang digunakan untuk menyeleksi suatu layer yang telah dibuat dan terdapat dalam Geoserver. Layer tersebut dapat berupa polygon, line maupun point yang dibangun dari query sql biasa maupun geometrik pada database relasional (PostgreSQL-PostGIS). Ilustrasi CQL (Common Query Language) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 10). SELECT nama_prov LIKE 'BENGKAYANG %' AND bulan LIKE 'Mei' AND tahun = 2005
31
Gambar 10 CQL pada GeoExt. Query tersebut menyeleksi hotspot yang terdapat pada wilayah Kalimantan, Kabupaten Bengkayang di bulan mei tahun 2005, hasilnya terdapat 12 hotspot pada wilayah dan waktu tersebut. 4.8
Integrasi SOLAP (Spatial Online Analitical Processing) Spatio-temporal data warehouse yang telah dibuat diimplementasikan ke
dalam bentuk spatial OLAP. Di dalam spatial OLAP, database, kubus data, dan dimensi yang akan ditampilkan sesuai kebutuhan dapat ditentukan. Aplikasi ini dilengkapi dengan visualisasi tabel pivot yang memudahkan dalam menganalisis. Salah satu informasi yang dapat diambil dari tampilan spatial OLAP adalah melihat jumlah hotspot yang terjadi di Indonesia mulai dari tahun 2001 hingga 2009. Tampilan tabel pivot untuk operasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Tabel pivot spatial OLAP. Gambar 11 menunjukkan bahwa hotspot dari satelit TERRA dan AQUA khususnya wilayah Kalimantan pada semua tahun (2000-2009) memiliki jumlah hotspot tertinggi yaitu 34.346 dan 17.605 titik. Dari tabel tersebut dapat dilihat
32
juga persebaran hotspot tiap provinsi dan kabupaten pada setiap tahunnya. Pola persebaran hotspot di Pulau Kalimantan merupakan wilayah dengan tingkat persebaran hotspot terbanyak. Detail persebaran hotspot pada pulau kalimantan ini dapat dilihat pada visualisasi dalam bentuk grafik. Tampilan grafik pola persebaran hotspot di pulau Kalimantan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Grafik persebaran hotspot di Kalimantan. Selain tampilan OLAP,
persebaran hotspot bisa dilihat pada aplikasi
geoserver tersebut. Spatial OLAP yang dibuat dalam penelitian ini telah mampu menampilkan ukuran geometrik dalam tabel pivot. Tampilan tabel pivot yang menampilkan ukuran geometrik dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Tabel pivot dengan ukuran geometrik.
33
4.9
Desain Antarmuka Aplikasi Aplikasi spatial OLAP yang berbasis web dilengkapi dengan antarmuka
yang menyediakan informasi lain mengenai kebakaran hutan. Aplikasi ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman JSP (Java Server Pages). Desain antarmuka dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.10 Operasional aplikasi SOLAP Eksplorasi data dilakukan dengan menggunakan operasi OLAP pada Geomondrian dan modul yang terdapat dalam aplikasi pemetaan layer hasil pengolahan Geoserver, guna menghasilkan beberapa informasi yang diinginkan. Pada Geomondrian, terdapat beberapa operasi OLAP dapat digunakan pada dalam proses analisis hasil, seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot. Contohcontoh operasi OLAP yang dapat dijalankan dalam aplikasi ini meliputi : 1. Roll up Operasi roll up ditampilkan dengan menaikkan hierarki dimensi waktu. Hierarki dimensi waktu terdiri atas tiga level yaitu tahun, kuartil, dan bulan. Operasi roll up dapat dilakukan dengan melihat jumlah hotspot per bulan kemudian me-roll up menjadi level kuartil dan level tahun secara keseluruhan. Operasi roll up bisa dilihat dalam Lampiran 7. 2. Drill down Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi roll up. Operasi ini dilakukan dengan menurunkan hierarki dari hierarki teratas misalkan provinsi (polygon) menjadi hierarki dasar hotspot (point). Operasi ini dilakukan untuk melihat posisi hotspot yang terjadi. Operasi drill down dapat dilihat dalam Lampiran 8. 3. Slice Operasi slice dilakukan dengan memilih salah satu dimensi atau irisan kubus, misalkan dimensi satelit dengan kriteria waktu tahun 2001. Operasi ini menghasilkan tampilan jumlah hotspot yang dihasilkan dari pencitraan setiap satelit pada tahun 2001. Operasi slice dapat dilihat dalam Lampiran 9.
34
4. Dice Operasi dice dilakukan dengan memilih dua dimensi, misalkan memilih dimensi waktu (Tahun 2000 dan 2001) dan dimensi satelit (NOAA 12 dan NOAA 14). Aplikasi akan menampilkan jumlah hotspot tiap satelit pada setiap tahun. Operasi dice dapat dilihat dalam Lampiran 10. 5. Operasi pivot Operasi pivot dilakukan dengan mempertukarkan axis dimensi. Misalkan axisx (dimensi satelit) diubah menjadi dimensi waktu dan axis-y (dimensi waktu) diubah menjadi dimensi satelit. Operasi ini menukarkan posisi antar dimensi, sehingga berguna untuk menampilkan tabel dengan sudut pandang yang berbeda. Kemudian pada aplikasi pemetaan terdapat pula beberapa operasi yang digunakan dalam proses analisis hasil, seperti modul measure atau pengukuran yang dapat digunakan untuk menghitung jarak antar hotspot, serta dapat mengukur luasan suatu wilayah tertentu. 4.11 Evaluasi Sistem Pada tahap evaluasi ini, sistem SOLAP ditampilkan secara online kepada masyarakat pengguna data hotspot. Untuk memberikan penilaian dan saran terhadap sistem yang sudah dibuat, penilaian dan saran ini diberikan melalui kuesioner sederhana. Rekapitulasi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Rekapitulasi kuesiner pengguna data hotspot HASIL KUESIONER Pertanyaan
NO
1 Tampilan halaman awal pada sistem lama sudah cukup mewakili 2 Tampilan halaman awal pada sistem baru sudah cukup mewakili 3 Sistem baru lebih mudah mengakses data hotspot 4 Kelengkapan fungsi sistem, sistem yang baru lebih lengkap 5 Sistem baru mempunyai jumlah data yang lebih banyak 6 Sistem baru bisa membantu dalam sebuah DSS (Decision Support System) 7 Sistem baru memberikan informasi yang lebih daripada sistem lama 8 Backup data pada sistem lebih bagus daripada sistem lama 9 Secara operasional, sistem lama dan baru mudah dijalankan 10 Apakah perlu perbaikan lagi pada sistem baru dan sistem lama
Tujuan
Jumlah Penilaian (orang) SS 0 11 11 11 11 2 11 7 3 4
S 2 0 0 0 0 9 0 2 8 7
Prosentase penilaian
TS STS Jumlah SS S TS STS Jumlah 9 0 11 0,00 18,18 81,82 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 0 0 11 18,18 81,82 0,00 0,00 100 % 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 2 0 11 63,64 18,18 18,18 0,00 100 % 0 0 11 27,27 72,73 0,00 0,00 100 % 0 0 11 36,36 63,64 0,00 0,00 100 %
evaluasi ini adalah untuk memperoleh masukan dari pengguna
data hotspot dan mengetahui sejauh mana penilaian antara sistem yang baru
35
dengan sistem yang lama (www.indofire.com). Penjelasan rekapitulasi dari kuesioner tersebut antara lain : 1.
Tampilan halaman awal (antar muka sistem) pada sistem persebaran hotspot baru lebih disetujui oleh para responden. Hasil ini berdasarkan responden yang memilih tampilan awal sistem baru sebanyak 100%. Ini artinya, pengguna hotspot lebih menyukai tampilan awal sistem baru daripada sistem yang lama (www.indofire.com).
2.
Dalam hal mengakses data hotspot, semua responden memilih sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mudah dibandingkan dengan sistem yang lama.
3.
Untuk kelengkapan fungsi sistem, semua responden menyatakan sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mewakili dalam hal kelengkapan sistemnya.
4.
Mengenai jumlah data yang diakses, para responden lebih memilih sistem yang baru, ini terlihat dari semua responden yang menyatakan sangat setuju terhadap sistem yang baru.
5.
Dalam
mendukung pengambil
keputusan,
sistem
baru
lebih
mendukung dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari 81,82 % responden yang menyatakan hal tersebut. 6.
Sistem yang baru lebih memberikan informasi dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari semua responden yang menyatakan hal tersebut.
7.
Dalam rangka penyimpanan data, sistem baru lebih mewakili dari pada sistem lama. Ini terlihat dari 63,64 % yang menyatakan setuju dan 18,18 % menyatakan sangat setuju. Untuk lebih jelas mengenai perbandingan ini bisa dilihat pada Lampiran 11.
8.
Secara opersional, baik sistem baru dan sistem lama mudah dijalankan, ini terlihat dari 72,73% menyatakan setuju dan 27,27 % menyatakan setuju.
36
9.
Menurut sebagian besar responden, secara umum perbaikan dalam sistem lama dan sitem baru perlu dilakukan. Ini menunjukan sistem baru dan sistem lama sama-sama mempunyai kelemahan . Untuk lebih jelas bisa dilihat pada Lampiran 12.
37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Pengembangan Spatial OLAP berbasis web yang dibuat dengan framework
Geomondrian dan Geoserver, lebih memberikan informasi lebih penting daripada peta persebaran hotspot yang sudah ada saat ini (www.indofire.com). Penambahan data satelit TERRA, AQUA dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 mampu menampilkan penyajian data yang lebih banyak dan bisa melengkapi bagi sistem yang lama. Aplikasi SOLAP ini sudah menjadi produk penelitian dan dipasang pada hardware serta ditayangkan kepada masyarakat luas secara online dan gratis (http://203.148.84.202:8080/hotspotlapan/testpage.jsp?query=forestfire_spatialc ube). Dari hasil evaluasi sistem, secara umum sistem persebaran hotspot yang baru menunjukan hasil yang positif. Para responden secara umum memilih sistem persebaran hotspot yang baru daripada sistem persebaran hotspot yang lama. Ini terlihat dari hasil kuesioner dan komentar-komentar para responden. Aplikasi SOLAP dapat menangani query biasa maupun query spasial dengan fungsi MultiDimensional eXpression (MDX) pada Geomondrian dan filter Common Query Language (CQL) pada Geoserver. Aplikasi ini telah terintegrasi dengan hadirnya suatu penyajian data dalam bentuk peta. Selain itu, aplikasi SOLAP ini berhasil diakses dari client. Namun, tabel Jpivot dalam aplikasi ini belum dapat disinkronisasikan dengan library yang digunakan untuk menampilkan peta, yakni Open Layers ataupun GeoExt. Spatial OLAP yang dibuat dengan Geomondrian mampu melakukan operasi OLAP seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot, sehingga dapat membantu menganalisis data secara interaktif. Fasilitas menu yang disediakan oleh Geomondrian seperti menu memilih kubus data, ukuran dan dimensi, filter dimensi, serta menu lain dapat memudahkan dalam analisis tabel yang dihasilkan. Produk ini bisa dijadikan acuan awal untuk membuat dan membangun sebuah produk sistem SOLAP baru yang akan dibuat tahun ini dan menghabiskan biaya yang sangat besar.
38
5.2
Saran Spatio-temporal data warehouse dan aplikasi spatial OLAP yang dibangun
masih memiliki banyak kekurangan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berikut merupakan penelitian lanjutan yang dapat dilakukan berkaitan dengan model Spatio-Temporal Data Warehouse : 1. Belum adanya sinkronisasi antara tabel Jpivot dengan Library OpenLayers ataupun GeoExt. Sehingga petapun tidak sinkron (masih terpisah) dengan tabel mondriannya. 2. Diperlukan penambahan modul update, insert, dan delete yang diintegrasikan ke dalam sistem, sehingga dapat lebih memudahkan dalam penggunaan aplikasi apabila terdapat data baru.
39
DAFTAR PUSTAKA
[Seaspace] TerraScan System. Modis RGB Image processed with TerraScan. USA; 2004. Bédard T., Dubé E. 2009. Geospatial BI with FOSS : An Introduction to Geomondrian and Spatialytics. Di Dalam : FOSS4G 2009 workshop . Sydney, 20-23 Oktober 2009. Bimonte S., Wehrle P., Tchouikine A., Miquel M. 2006. GeWOlap: A Web Based Spatial OLAP Proposal. Proceeding of Second International Workshop on Semantic-based Geographical Information System (ScBGIS’06). hal 1-11 Budiawan. 2010. Aplikasi GIS Berbasis Web Menggunakan Geoserver pada Sistem Informasi Trafo Gardu Induk di PLN Surabaya. [skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Charter, Denny 2004. Desain dan Applikasi GIS, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Clar CD, Chatten LR. 1954. Principles of Forest Fire Management Department of Natural Resources Division of Forestry. California. hlm 200. Fadli. 2011. Data Warehouse Spatio-Temporal Kebakaran Hutan Menggunakan Geomondrian dan Geoserver. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ilmu Komputer. Institut Pertanian Bogor. Han J, Kamber M. 2006. Data Mining: Concept and Techniques. San Francisco: Morgan Kaufman Publisher. Kimball, R. 1996. The Data Warehousing Toolkit, John Wiley, New York. Mahardi D, Handoko D & Hermawan D. Analisa dan Rancang Bangun Modul Visualisasi pada Sistem Analisa Spatio-Temporal Penyebaran Penyakit Tropis. Di dalam: Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia. Bandung, 5-7 Mei 2010.
40
Malinowski E, Esteban Zim´anyi. 2008. Advanced Data Warehouse Design From Conventional to Spatial and Temporal Applications. Berlin Heidelberg : Springer-Verlag. Mark O. 2003. Web Services Security. California. Mc.Graw-Hill.Inc. Prahasta E. 2002. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar. Bandung : Informatika. Ratnasari E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data Citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat TM: Studi Kasus di Daerah Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Shanks, G., O’Donnell, P. and Arnott, D. (1997) Data Warehousing: A Preliminary Field Study, Proc.8th Australasian Conference on Information Systems, University of South Australia, Adelaide,(September). Suwarsono et al. 2008. Analisis Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2006 Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh TERRA/AQUA MODIS. Prosiding Pertemuan Masyarakat Penginderaan Jauh; Bali, 27 – 28 Febuari 2008. hlm 513-518. Tacconi. 2003. Fires in Indonesia. Causes, Costs and Policy Implications. Center for International Forestry. Bogor. Thoha, 2008. Penggunaan Data Hotspot untuk Monitoring Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Yudasworo D. 2001. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanah: Studi kasus di hutan sekunder Haur Bentes Jasinga, Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1 Proses install apache tomcat 1. Proses awal install apache tomcat
2. Proses lisensi apache tomcat
3.
Pemilihan komponen apache tomcat
43
Lampiran 1 Lanjutan 4.
Pemilihan port apache tomcat
Lampiran 2 Proses install posgreSQL 1.
Proses awal install posgreSQL
2.
Penempatan direktori posgreSQL
44
Lampiran 2 Lanjutan 3.
Penempatan direktori data
4.
Pemilihan port posgreSQL
45
Lampiran 3 Proses install postgis 1
Proses persetujuan lisensi postGIS
2.
Proses pemilihan komponen postGIS
46
Lampiran 3 Lanjutan 3.
Proses penempatan direktori postGIS
4.
Pemilihan port untuk koneksi database
47
Lampiran 4 Proses install Quantum GIS 1.
Proses awal install Quantum GIS
2.
Proses persetujuan lisensi Quantum GIS
48
Lampiran 4 Lanjutan 3.
Proses pemilihan komponen Quantum GIS
4.
Proses pemilihan direktori Quantum GIS
49
Lampiran 4 Lanjutan 5.
Proses ekstrak file Quantum GIS
6.
Proses akhir install Quantum GIS
50
Lampiran 5 Proses pemuatan data 1.
Import shp to posgreSQL
2.
Menambahkan data hotspot
51
Lampiran 5 Lanjutan 3.
Proses import data hotspot
4.
Tampilan data hotspot baru yang sudah masuk ke dalam postgreSQL
52
Lampiran 5 Lanjutan 5.
Join data hotspot dengan peta Indonesia
6.
Export data hotspot ke format csv
53
Lampiran 5 Lanjutan 7.
Melihat data hotspot dengan format csv
8.
Penghitungan jumlah id hotspot yang baru
54
Lampiran 5 Lanjutan 9.
Penggantian id hotspot yang baru
10. Pemuatan data hotspot ke tabel geo hotspot
55
Lampiran 6 Desain antar muka aplikasi
Lampiran 7 Operasi roll up pada aplikasi OLAP
56
Lampiran 8 Operasi drill down pada aplikasi OLAP.
Lampiran 9 Operasi slice pada operasi OLAP
57
Lampiran 10 Operasi dice pada aplikasi OLAP
Lampiran 11 Perbandingan responden dalam hal penyimpanan data
18,18
SS S TS
18,18 63,64
STS
Catatan: Sebanyak 63,64 persen responden menyatakan sangat setuju, 18,18 menyatakan setuju dan 18,18 responden menyatakan tidak setuju.
58
Lampiran 12 Perbandingan responden mengenai perbaikan sistem lama dan baru
36,36
SS S TS
63,64
STS
Catatan : Sebanyak 63,64 persen responden menyatakan setuju dan 36,36 persen menyatakan sangat setuju.