perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAPORAN TUGAS AKHIR
ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS DRILLING DAN BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT KALIMANTAN TENGAH
Mateus Puput Eko Septiawan R.0009062
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit to user
2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK ANALISIS DAN PENERAPAN HIRARC PADA AKTIVITAS DRILLING DAN BLASTING DI PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT KALIMANTAN TENGAH Mateus Puput Eko Septiawan*), Sumardiyono*), dan Yeremia Rante Ada’) Tujuan: Mengetahui penerapan manajemen risiko pada aktivitas driiling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah, penerapannya dan keseuaian dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu menggambarkan potensi bahaya pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah dengan penilaian ke lapangan, wawancara kepada pekerja dan studi kepustakaan, sehingga dapat melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan upaya pengendaliannya. Hasil: Tempat kerja terdapat aktivitas kerja (drilling dan blasting) yang memiliki potensi dan faktor bahaya. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut diperlukan identifikasi bahaya, penilaian risiko serta menentukan langkah pengendaliannya sehingga tempat kerja menjadi aman. Simpulan : Perusahaan telah melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan upaya pengendaliannya, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan pada aktivitas drilling dan blasting sesuai dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Kata Kunci : Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
*)
Prodi D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT ANALYSIS AND APPLYING OF HIRARC AT ACTIVITY OF DRILLING AND BLASTING IN PT. TELEN ORBIT PRIMA SITE BUHUT CENTRAL KALIMANTAN Mateus Puput Eko Septiawan*), Sumardiyono*), and Yeremia Rante Ada'*) Objective: To knowing applying of risk management at activity of driiling and blasting in PT. Telen Orbit Prima site Buhut Central Kalimantan, its applying and compatibility with SMK3 Element SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 that is “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, and ISO 14001: 2004 clause 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Method: This Research is executed by using descriptive method that is depicting danger potency at activity of drilling and blasting in PT Telen Orbit Prima site Buhut Central Kalimantan with assessment at mine, interview to worker and learn bibliography, so can do hazard identification, risk assessment and risk control. Result: Workplace there are activity (drilling and blasting) owning potency and danger factor. To prevent the happening of the accident needed to identify of hazard, risk assessment and also step of risk control so that workplace become peacefully. Conclusion: Company have identifyed hazard, risk assessment and risk control, so that can prevent the happening of accident at activity of drilling and blasting according to SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 that is “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, and ISO 14001 : 2004 clause 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
Keyword : Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control
*)
Occupational Health and Safety Diploma III Study Program, Medical Faculty of Sebelas Maret University commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dengan pesatnya perkembangan jaman, manusia akan selalu dituntut untuk lebih kompetitif dari sebelumnya. Persaingan akan selalu terjadi dalam berbagai bidang terutama dalam masalah pemenuhan kebutuhan konsumen. Demi tercapainya target pemenuhan, manusia akan selalu berusaha untuk membuat suatu teknologi yang dapat membuat suatu hal menjadi lebih efektif dan efisien dari pada sebelumnya. Teknologi akan semakin maju seiring bertambahnya populasi manusia yang berati semakin tinggi pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, dengan semakin majunya teknologi yang ada (hampir semua kegiatan atau proses produksi dilakukan oleh mesin) tetap saja peran manusia tidak dapat terlepas begitu saja. Manusia tetap berperan penting dalam berlangsungnya proses produksi, baik sebagai operator mesin atau sebagai pengawas dalam proses produksi. Industri yang menggunakan teknologi modern dan kompleks yang dalam pengoprasiannya memerlukan keahlian khusus tentunya akan menimbulkan kerugian-kerugian akibat teknologi maju tersebut, seperti semakin besarnya risiko bahaya kecelakaan kerja. Hal tersebut dapat mengancam sumber daya manusia itu sendiri, oleh karena itu perlu diwaspadai dan mendapat perhatian yang serius. Semakin tinggi tingkat commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
teknologi yang digunakan, maka semakin tinggi pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengoprasian dan pemeliharaan agar tidak mendatangkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan (Suma’mur, 2009). Sektor pertambangan mengandung risiko tinggi, banyak terjadin kecelakaan di pertambangan seperti kebakaran peledakan, tanah longsor, pencemaran lingkungan dan lainnya (Soehatman, 2009). Hali ini dapat mengancam dan menimbulkan kerusakan harta benda maupun korban cidera bahkan kematian. Dengan semakin pesatnya penggunaan peralatan modern dan canggih maka risiko dan kerugian juga akan lebih besar. Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumbersumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya tersebut harus ditemukan dengan melakukan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada di tempat kerja (Suma’mur, 1993). Setelah sumber bahaya teridentifikasi, maka dilakukan penilaian tingkat risiko sumber bahaya terhadap tenaga kerja. Dari kegiatan tersebut maka diusahakan suatu pengendalian sampai tingkat yang aman untuk tenaga kerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan produktivitas nasional. Dan dikeluarkannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum. Hal ini merupakan bukti bahwa Pemerintah telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dalam kegiatan industri khususnya dalam industri pertambangan. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), di dalam pasal 87 (1) : UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Di dalam SMK3 terdapat Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko” menyebutkan Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Selanjutnya dilakukan pengendalian untuk : 1. Identifikasi
sumber
bahaya
yang
dilakukan
dengan
mempertimbangkan : a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi. 2. Penilaian
risiko
adalah
proses
untuk
menentukan
prioritas
pengendalain terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
3. Perusahaan harus merencanakan manajemen dan pengendalain kegiatan - kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, perancangan dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Prosedur
identifikasi
bahaya,
penilaian
risiko
dan
kontrol
pengendalian telah masuk dalam persyaratan pemenuhan K3 secara internasional. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausul dalam siklus manajemen K3 adalah mengenai manajemen risiko. Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk Control, biasanya dikenaln dengan singkatan HIRARC (Soehatman, 2009). Standar yang lain adalah ISO 14001 : 2004, yang lebih spesifik untuk ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Di dalamnya terdapat klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects” menyebutkan bahwa organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, prouk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan serta menentukan aspek yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan (Manual PT. TOP, 2012). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Dalam
operasi
penambangan
batubara
banyak
cara
untuk
membongkar batuan tergantung mudah tidaknya batuan itu untuk digali. Untuk pembongkaran batuan atau endapan bijih yang lunak biasanya dipakai excavator, sedangkan untuk pembongkaran batuan atau endapan bijih yang keras umumnya dilakukan dengan cara peledakan. Pembongkaran batuan menggunakan bahan peledak telah dikenal orang sejak abad ke-17 ketika black powder mulai digunakan di pertambangan, yaitu ditambang-tambang di Hungaria pada 1627. Sejak saat itu secara cepat peledakan menjadi metode pembongkaran batuan yang populer karena produktif dan murah. Penemuan dynamite (1867) dan gelatin dynamite (1875) oleh Alfred Nobel (Swedia) menjadi pemicu lahirnya variasi bahan peledak. Penggunaan ANFO dimulai pada tahun 1955, sedangkan penggunaan bentuk slurry pada akhir 1950-an. Pada tahun 1974 pabrik Du Point mengumumkan penggantian perdagangan dynamite ke arah bahan peledak jenis baru, watergel. Selanjutnya penggunaan blasting agents dalam bentuk emulsi, heavy ANFO, dan sebagainya yang masih terus dikembangkan (Modul Teknik Peledakan UNLAM, 2009). Proses drilling merupakan proses sebelum proses blasting, jadi proses drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. Blasting adalah kegiatan peledakan pada suatu area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan setelah proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
drilling. Jadi proses drilling dan blasting merupakan serangkaian proses yang tidak bisa dipisahkan. Proses drilling dan blasting merupakan serangkaian proses pendukung yang penting dalam proses penambangan batubara, akan tetapi proses drilling dan blasting ini juga mempunyai potensi bahaya yang sangat besar. Aktivitas tersebut dapat mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, unit kerja maupun masyarakat sekitar area operasi penambangan. PT. Telen Orbit Prima site Buhut dalam proses produksi yaitu pada proses pengambilan OB (over burden), selalu menggunakan proses drilling dan blasting sehingga telah menjadi aktivitas rutin. Mengingat lapisan batuan yang ada di site Buhut ini merupakan lapisan batuan yang keras dan kuat. Jadi aktivitas drilling dan blasting digunakan di tempat ini untuk memudahkan pengambilan OB. Oleh karena drilling dan blasting merupakan aktivitas rutin maka manajemen pengelolaan bahaya dengan risiko tinggi ini harus dilakukan dengan tepat. Kegagalan pengendalian bahaya ini dapat berakibat fatal baik luka / kematian pada manusia, kerusakan pada unit kerja maupun pencemaran terhadap lingkungan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis mencoba untuk memberikan gambaran penerapan identifikasi potensi bahaya dan upaya pengendalian yang akan digunakan untuk membuat laporan dengan judul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
“Analisis dan Penerapan HIRARC pada Aktivitas Driling dan Blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut Kalimantan Tengah”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut? 2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut? 3. Apakah penerapan HIRARC telah memenuhi SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”?
C. Tujuan Penelitian Dalam Magang ini, penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima site Buhut. 3. Untuk mengetahui kesesuaian penerapan HIRARC tersebut dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Mahasiswa a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area tambang batubara PT. Telen Orbit Prima site Buhut. b. Dapat mengetahui kesesuaian penerapan HIRARC dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. c. Dapat memperoleh data untuk membuat tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
2. Perusahaan Melalui kegiatan Magang ini, diharapkan dapat melengkapi dan memberikan masukan yang berarti bagi perusahaan serta dapat digunakan sebagai bahan evaluasi serta revisi, khususnya mengenai penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah. 3. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Diharapkan dapat menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peningkatan program belajar mengajar. Khususnya mengenai penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam penyelengaraan kegiatan kerja. Menurut Undang – Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1 ayat 1, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumbersumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Tempat kerja sangat mendukung adanya suatu pekerjaan, tempat kerja yang buruk dapat menurunkan derajad kesehatan dan juga daya kerja para pekerja. Menurut UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Tempat - tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan lain-lain (Suma’mur, 2009) commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Sesuai Kepmentamben Nomor : 555.K/26/M.PE/1995, tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan untuk mendapatkan bahan galian. Tambang permukaan adalah suatu sistem penambangan untuk mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di atas permukaan tanah atau dari atas permukaan air. 2. Aktivitas Kerja a. Aktivitas rutin adalah aktivitas yang secara rutin dilakukan dalam suatu interval waktu tertentu atau aktivitas tersebut sudah secara rutin merupakan rangkaian dari suatu kegiatan misalnya loading, hauling, dumping, dan lain-lain. b. Aktivitas non rutin / tidak rutin adalah aktivitas yang dilakukan dalam waktu-waktu tertentu yang tidak dapat diprediksi interval waktunya misalnya kegiatan konstruksi pembangunan workshop, mobilisasi / demobilisasi unit dan lain-lain. Di PT. Telen Orbit Prima, aktivitas drilling dan blasting merupakan aktivitas rutin. Karena aktivitas tersebut merupakan bagian dari serangkaian aktivitas penambangan yang rutin dilakukan untuk menunjang proses pengambilan batubara (coal geting). Adapun penjelasan aktivitas drilling dan blasting sebagai berikut : a. Aktivitas Drilling Proses drilling merupakan proses sebelum proses blasting, jadi proses drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. b. Aktivitas Blasting Blasting merupakan kegiatan meledakkan lapisan tanah over burden (OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini dilakukan karena proses ripping tidak mampu menghancurkan lapisan tanah over burden yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting adalah untuk menghancurkan lapisan OB agar lebih mudah lunak sehingga mudah untuk dimuat dengan HD dan dipindahkan ke disposal. 3. Hazard Identification, Risk Assesment and Risk Control (HIRARC) Dalam kegiatan pembuatan HIRARC di perusahaan membentuk tim untuk membuat dokumen HIRARC sesuai Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) a. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Tindakan awal dari suatu sistem manajemen pengendalian risiko yang merupakan suatu cara untuk mencari dan mengenali terhadap semua jenis kegiatan, alat, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit yang bertujuan dalam upaya mengurangi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dampak negatif risiko yang dapat mengakibatkan kerugian aset perusahaan, baik berupa manusia sebagai tenga kerja, material, mesin, hasil produksi, maupun financial. Setiap proses produksi, peralatan/mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk, selalu mengandung bahaya tertentu yang bila tidak mendapat perhatian secara khusus akan dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dapat berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi dan juga dari luar proses kerja. Seperti halnya pada aktivitas drilling dengan bahaya diantaranya bahaya di front drilling, bahaya dimensi mesin drilling, bahaya debu dan lain – lain. Sedangkan untuk aktivitas blasting antara lain bahaya fly rock, misfire, ground vibration dan sebagainya. 1) Sumber Bahaya Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakan, atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. (Tarwaka, 2008) Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut
potensial,
jika
faktor-faktor
mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 2009). commit to user
tersebut
belum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Bahaya adalah sumber atau situasi yang berpotensi menjadi bahaya terhadap manusia dan kesehatan, kerusakan properti, kerusakan lingkungan kerja atau kombinasinya sesuai Manual LK3 PT. Telen Orbit Prima (018-SHD-101). Sumber potensi bahaya merupakan faktor penyebab kerja yang dapat ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya berasal dari : a) Manusia Dari penyidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangatlah penting. Selalu ditemui, dari hasil penelitian bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung, semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin disebabkan oleh perancang pabrik, kontraktor yang membangun, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang melakukan penelitian mesin dan peralatan (Suma’mur, 2009). b) Peralatan Dalam
industri
digunakan
berbagai
peralatan
yang
mengandung bahaya apabila tidak digunakan dengan semestinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan perlindungan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
pengamanan, serta tidak ada perawatan atau pemeriksaan. Perawatan dan pemeriksaan diadakan menurut kondisi agar bagian-bagian mesin atau alat-alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin. Bahaya yang mungkin timbul antara lain : (1) Kebakaran (2) Sengatan listrik (mesin drilling) (3) Ledakan (premature blast) (4) Luka atau cidera c) Bahan atau material Karakteristik bahan yang ditimbulkan dari suatu bahan tergantung dari sifat bahan, antara lain : (1) Mudah terbakar (fuel oil) (2) Mudah meledak (detonator) (3) Menimbulkan energi (4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. (5) Menyebabkan kanker (6) Menyebabkan kelainan pada janin (7) Bersifat racun (fume) (8) Radioaktif d) Lingkungan Faktor-faktor bahaya lingkungan menurut beberapa sumber, antara lain : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
(1) Faktor fisik Meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, paparan panas, ground vibratoin, noise, air blast dan lain – lain. (2) Faktor kimia Meliputi bahan peledak (ANFO), gas beracun dari peledakan (fume), uap, kabut, asap (smoke) dan kontaminasi bahan kimia. (3) Faktor biologi Sumber bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan/penyakit akibat kerja atau penyakit umum. Sumber bahaya biologis dapat berupa hewan maupun tumbuhan. (4) Faktor fisiologis Gangguan ini bersifat fatal dapat diakibatkan karena overload dan peralatan yang tidak sesuai atau tidak serasi dengan tenaga kerja. (5) Faktor mental-psikologis Dapat terjadi karena adanya presure di tempat kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan sebagainya. e) Cara atau sikap kerja Cara kerja yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan berupa tindakan tidak aman, misalnya : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
(1) Cara mengangkat dan mengangkut yang salah. (2) Posisi tubuh yang tidak benar (3) Tidak menggunakan alat pelindung diri (4) Lingkungan kerja yang terlalu panas (5) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai dengan peraturan. (6) Keadaan mesin-mesin, perlengkapan dan peralatan kerja serta bahan-bahan. Ancaman bahaya lainnya adalah hal-hal berbahaya lainnya yang dapat melukai atau mengakibatkan sakit. Bahaya ini terkadang tidak tampak jelas karena tidak mengakibatkan masalah kesehatan dalam jangka waktu yang relatif pendek. Contoh : kebisingan, penyakit menular atau gerakan yang berulang-ulang. Pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya yang ada belum diidentifikasi dan dievaluasi. 2) Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian meterial ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Kecelakaan berhubungan
akibat
dengan
kerja
hubungan
adalah kerja
kecelakan pada
yang
perusahaan.
Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1993) Kecelakaan tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang atau orang yang mendapat izin masuk pada kegiatan usaha pertambangan
(Kepmentamben
Nomor : 555.K/26/M.PE/1995). Pada pasal 39, kecelakaan tambang harus memenuhi 5 (lima) unsur sebagai berikut : a) benar-benar terjadi; b) mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh Kepala Teknik Tambang; c) akibat kegiatan usaha pertambangan; d) terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang diberi izin dan e) terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek. Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan manusia yang tidak aman (unsafe action) dan keadaan lingkungan
yang
tidak
aman
(unsafe
condition).
Dari
penyelidikan- penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari hasilcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
hasil penelitian, bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat, bahwa penyebab langsung maupun tak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia (Suma’mur, 1993). Dalam aktivitas drilling dan blasting juga terdapat bahaya kecelakaan tambang, baik saat mobilisasi mesin drilling, pengangkutan aksesoris atau kecelakaan yang disebabkan oleh karena jalan licin, crowded, amblas atau jalan yang sempit. Teori terjadinya kecelakaan kerja dirumuskan oleh Henrich dan kemudian disempurnakan oleh Frank E. Bird yang dikenal dengan Teori Domino. Dalam teori sederhana ini dinyatakan bahwa kecelakaan tidak datang dengan sendirinya, ada serangkaian peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya suatu kecelakaan, dalam teori ini rangkaian peristiwa tersebut digambarkan sebagai rangkaian kartu donimo. Kurangnya Pengendalian Tidak memadainya: - Program - Standar program - Pemenuhan Standar
Penyebab Dasar
Penyebab Langsung
Insiden
- Faktor personal - Faktor pekerjaan
- Tindakan tidak aman - Kondisi tidak aman
Kontak dengan energi atau bahan
Gambar 1. Teori Domino Sumber : Frank E. Bird (1986) commit to user
Kerugian
- Manusia - Harta benda - Proses produksi -
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan peralatan atau terhentinya proses. Untuk lebih detailnya diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut ini : a) Kurangnya Sistem Pengendalian (lack of Control) Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen yaitu : planing, organizing, leading, dan controling. Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor : (1) Program yang tidak memadai (2) Standar program yang tidak memadai (3) Tidak ada pemenuhan terhadap standar Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen yang
tidak
mampu
mengorganisir,
memimpin
dan
mengontrol pekerja dalam memenuhi standar yang telah ditentukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
b) Penyebab Dasar (Basic Cause) Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan menyebabkan timbulnya peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang menyebabkan kerugian. Penyebab dasar terdiri dari : (1) Faktor manusia Kurangnya kemampuan fisik atau mental, kurangnya pengetahuan, keterampilan, stress atau tegang, atau motivasi keliru. (2) Faktor pekerjaan Adanya standar kerja yang tidak cukup, rancang bangun dan pemeliharaan yang tidak memadai, standar pembelian yang kurang atau lin-lain. c) Penyebab langsung (Immediate Cause) Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk menjadi tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman. (1) Tindakan tidak aman (Unsafe Action) Tindakan tidak aman adalah pelenggaran terhadap cara kerja
yang
aman
mempunyai
risiko
kecelakaan, antara lain : (a) Menjalankan sesuatu tanpa izin. (b) Gagal mengingat atau mengamankan. commit to user
terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
(c) Menjalankan sesuatu peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai. (d) Tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja. (e) Menggunakan peralatan dengan cara tidak benar. (f) Tidak menggunkan alat pelindung diri. (g) Cara memuat dan membongkar tidak benar. (h) Cara mengangkat yang tidak benar. (i) Posisi tidak betul. (j) Menggunakan peralatan yang rusak. 2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition) Adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya kecelakaan sebagai berikut : (a) Pengaman atau pelindung yang tidak cukup. (b) Alat, peralatan atau bahan yang rusak. (c) Penyumbatan. (d) Sistem peringatan yang tidak memadai. (e) Bahaya kebakaran dan peledakan. (f) Kurang bersih. (g) Kondisi yang berbahaya seperti ; debu, gas dan uap. (h) Kebisingan yang berlebih. (i) Kurangnya ventilasi dan penerangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
(j) Kejadian (incident) d) Insiden Insiden terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu sumber energi atau bahan yang melampaui nilai ambang batas dari bahan atau struktur. Sumber energi ini dapat berupa tenaga mekanis, tenaga kinetis, kimia, listrik, dsb. Insiden adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu kerugian meskipun bahaya belum benar-benar terjadi. Insiden dapat menyebabkan cidera fisik atau kerusakan benda digolongkan sesuai dengan tipe-tipe kecelakaan yang terjadi, seperti : terjauh, terbentur, terpeleset, terperangkap, terkena listrik, panas, dingin, kebisingan dan bahaya lainnya. e) Kerugian (Lost) Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi maka akan menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan mempengaruhi produktivitas dan kualitas kerja. Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan mempengaruhi moral pekerja termasuk keluarganya. 3) Kerugian Akibat Kecelakaan Kerugian dapat diakibatkan dari kecelakaan, secara rinci dijabarkan sebagai Teori Gunung Es. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Dalam teori tersebut dinyatakan terdapat dua biaya yang harus dikeluarkan, yaitu : a) Biaya Langsung Biaya langsung meliputi kecelakaan : (1) Perawatan dokter (2) Biaya kompensasi b) Biaya tidak langsung Biaya tak langsung meliputi : (1) Kerusakan dan kerugian harta benda, meliputi : (a) Kerusakan bangunan (b) Kerusakan perkakas (c) Kerusakan hasil produksi dan material (d) Biaya untuk pemenuhan aturan (e) Biaya peralatan untuk keadaan darurat (f) Biaya peralatan untuk keadaan darurat (g) Biaya sewa peralatan (h) Waktu untuk penyelidikan (2) Biaya ganti rugi, meliputi : (a) Gaji selama tidak bekerja (b) Biaya penggantian atau penggantian (c) Overtime (d) Ekstra untuk supervisor commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
(e) Penurunan hasil kerja bagi yang celaka sewaktu mulai bekerja (f) Menurunnya bisnis Dari uraian di atas di ambil kesimpulan bahwa biaya tidak langsung akibat kecelakaan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya langsung. Kedua biaya tersebut dapat digambarkan sebagai “Biaya Gunung Es”. Biaya langsung yaitu digambarkan sebagai bongkahan es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan biaya tak langsung digambarkan sebagai bongkahan gunung es yang berada dibawah permukaan laut yang lebih besar, seperti pada gamabar dibawah ini.
A
B
Gambar 2. Teori Gunung Es Sumber : Bird and German, 1986 Keterangan : A : Biaya Langsung B : Biaya Tidak Langsung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
4) Prinsip Pencegahan Kecelakaan Dapat dipastikan bahwa semua orang atau tenaga kerja tidak menginginkan kecelakaan atau mengalami kerusakan pada harta benda. Tapi berdasarkan hasil dari data kecelakaan ternyata banyak tenaga kerja yang dengan sadar melakukan halhal yang menyerempet bahaya, meskipun mereka tidak menginginkan terjadinya kecelakaan. Adapun langkah-langkah penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan : a) Peraturan Perundang-undangan Ketentuan dan syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi, penerapan ketentuan dan syarat K3 sejak tahap rekayasa dan penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3. b) Standarisasi Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan K3. c) Inspeksi Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tenpat kerja masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
d) Riset Teknis, Medis, Psikologis dan Statistik. Riset/penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang K3 sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi. e) Pendidikan dan Latihan Peningkatan
kesadaran,
kualitas
pengetahuan
dan
ketrampilan K3 bagi tenaga kerja. f) Persuasi Cara penyuluhan dan pendekatan di bidang K3, bukan melalui penerapan dan pemaksaan melalui sanksi-sanksi. g) Asuransi Insentif
finansial
untuk
meningkatkan
pencegahan
kecelakaan dengan pembayaran premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3. h) Penerapan K3 di Tempat Kerja Langkah-langkah pengaplikasian di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja (Suma’mur, 1993). b. Penilaian Risiko Risiko (risk) adalah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugiaan pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008). Acceptable risk adalah risiko yang masuk ke dalam kriteria low atau medium. Non acceptable adalah risiko yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
tidak sesuai dengan peraturan perundangan atau kebijakan perusahaan atau masuk ke dalam kriteria very high atau high. Tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan keparahan (severity/consequence) dari suatau kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cidera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. 1) Proses Penilaian Risiko (Tarwaka, 2008) a) Estimasi tingkat kekerapan Estimasi terhadap tingkat kekerapan atau keseringan terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja, harus mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama seorang tenaga keja terpapar potensi bahaya. Dengan demikian kita harus membuat keputusan tentang tingkat kekerapan kecelakaan/sakit akibat kerja yang terjadi untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi. b) Estimasi tingkat keparahan Setelah kita dapat mengasumsikan tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi, selanjutnya kita harus membuat
keputusan
tentang
seberapa
parah
kecelakaan/sakit akibat kerja yang mungkin terjadi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Penerapan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan juga memerlukan suatu pertimbangan tentang beberapa banyak orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar potensi bahaya. c) Penentuan tingkat risiko Setelah dilakukan estimasi atau penafsiran terhadap tingkat kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang mungkin timbul, selanjutnya dapat ditentukan tingkat risiko dari masing-masing hazard yang telah diidentifikasi dan dinilai. d) Penentuan skala prioritas risiko Setelah penentuan tingkat risiko, selanjutnya harus dibuat skala risiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana pengendalian risiko yang tepat. Potensi bahaya dengan tingkat risiko “Extrem” dan “High”
yang
menjadi
prioritas
utama,
selanjutnya
“Medium” dan “Low”. Sedangkan tingkat risiko “None” untuk sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian risiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjadi prioritas terakhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
2) Tujuan Penilaian Risiko a) Untuk menentukan pengaruh atau akibat pemaparan potensi bahaya yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan tindakan perbaikan mencegah terjadinya incident akibat bahaya tersebut. b) Untuk menyusun prioritas pengendalian semua jenis risiko, akibat yang bisa terjadi tingkat keparahan, frekuensi kejadian dan cara pencegahan. Penilaian risiko yang dilakukan perusahaan dengan cara 2 kali penilaian. Penilaian risiko yang pertama adalah dilakukan terhadap bahaya setelah dilakukan tindakan pengendalian yang sudah terlaksana saat ini (existing controls). Penilaian risiko yang ke dua adalah penilaian risiko yang dilakukan berdasarkan situasi nyata yang terjadi setelah dilakukan tindakan pengendalian yang sudah dilakukan saat ini yaitu pengendalian tambahan (additional controls). PT. Telen Orbit Prima melakukan penilaian risiko mengacu pada prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) dan Instruksi Petunjuk Pengisian & Penilaian Aspek LK3 (002-SHD-301). PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan penilaian risiko menggunkan formula : Risk = Probability x Consequence
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Tabel 1. Nilai Probability Nilai
Diskripsi
Penjelasan
Frekuensi
Kemungkinan terjadi
1
Jarang
Hanya terjadi dalam kondisi luar biasa
Dalam kasus khusus
< 10
2
Kemungkinan kecil
Dapat terjadi suatu kali
Setiap 10 tahun
10%-20%
3
Sedang
Terjadi dalam beberapa khasus
Setiap 3 tahun
20%-55%
4
Kemungkinan terjadi
Hampir selalu terjadi
Setiap tahun
55%-90%
5
Hampir pasti terjadi
Selalu terjadi
Setiap saat
90%-100%
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) Tabel 2. Nilai Consequence Nilai
1
2
3
Diskripsi
Nilai uang
Tidak penting
< Rp100 Ribu
Ringan
Rp 100 ribu - Rp 1 juta
Sedang
Rp 1 juta Rp 10 juta
Kesehatan & keselamatan
Tidak ada luka
Luka ringan
Luka LTI s/d Permanen
Lingkungan
Lingkungan sosial
Polusi ringan
Tingkat rendah, gangguan ringan
Kerusakan lingkungan kecil
Polutan yang dilepaskan cukup signifikan
commit to user
Reputasi Dilaporkan di koran pinggiran (bukan di halaman utama)
Gangguan jangka pendek
Dilaporkan di koran pinggiran
Masalah sosial lebih panjang, gangguan 1 minggu
Dilaporkan di koran lokal (bukan halaman utama) dan/atau penyelidikan regional.
bersambung ....
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
sambungan .... 4 Rp 10 Luka juta menyebakan – cacat atau Rp 100 fatalitas juta tunggal
Berat
5
Bencana
> Rp 100 juta
Multyple fatality
Memiliki dampak penting jangka panjang
Bencana, dampak penting pada lingkungan jangka panjang
Gangguan dan dampak sosial sangat serius, gangguan operasi 1 bulan Kerusakan tidak dapat ditanggu langi, gangguan operasi beberapa bulan
Dilaporkan di TV lokal dan/atau penyelidikan departemen
Dilaporkan di TV nasional (berita utama) dan/atau penyelidikan pemerintah
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) Tabel 3 : Penggolongan Nilai Risiko
Probability
Penilaian Risiko 5
5 (Medium)
10 (High)
15 (High)
20 (Extrem)
25 (Extrem)
4
4 (Low)
8 (Medium)
12 (High)
16 (High)
20 (Extrem)
3
3 (Low)
6 (Medium)
9 (Medium)
12 (High)
15 (High)
2
2 (Low)
4 (Low)
6 (Medium)
8 (Medium)
10 (High)
1
1 (Low)
2 (Low)
3 (Low)
4 (Low)
5 (Medium)
1
2
3
4
5
Consequence
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) c. Pengendalian Risiko Pengendalian risiko adalah suatu upaya kontrol terhadap potensi risiko bahaya yang ada sehingga bahaya itu dapat ditiadakan atau dikurangi sampai batas yang dapat diterima. Dalam Permenaker RI. No.05/MEN/2009, merencanakan
diterangkan bahwa perusahaan harus commit to user manajemen dan pengendalian kegiatan-kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijaksanaan standar bagi tempat kerja, perencanaan pabrik dan bahan, prosedur dan instruksi kerja untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa. Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit kibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku. Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian risiko, harus mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masingmasing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain : 1) Tingkat keparahan potensi bahaya atau risikonya 2) Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko 3) Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/ meniadakan potensi bahaya 4) Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Pengendalian
risiko
dapat
mengikuti
Pendekatan
Hirarki
Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008). Hirarki atau metode yang dilakukan untuk mengendalikan risiko antara lain : 1) Eliminasi (Elimination) Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan utama dalam melakukan pengendalian risiko bahaya yang bersifat permanen. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko terjadinya
kecelakaan
dan
sakit
akibat
potensi
bahaya
ditiadakan. 2) Substitusi (Substitution) Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahanbahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima. Contohnya adalah penggunaan solar yang bersifat mudah terbakar dan reaktif yang biasa dipakai untuk bahan pembersih perkakas bengkel digantikan dengan bahan deterjen atau sabun (Tarwaka, 2008) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
3) Rekayasa Teknik (Engineering Control) Rekayasa Teknik (Engineering Control) merupakan upaya menurunkan tingkat risiko dengan mengubah desain tempat kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih aman. Ciri khas dalam tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi
peralatan,
melakukan
kombinasi
kegiatan,
perubahan prosedur dan mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya. 4) Administrasi Pengendalian
administratif
dengan
mengurangi
atau
menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi pemaparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran kerja (job rotation), sistem ijin kerja, atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian administrasi tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilannya. 5) Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat yang dikenakan sendiri, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
artinya alat yang digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan benar sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada. Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan tingkat paling atas dari hirarki pengendalian, jika tingkat atas tidak dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian selanjutnya, demikian seterusnya sehingga pengendalian risiko kecelakaan dilakukan berdasarkan hirarki pengendalian. Akan tetapi mungkin
juga
dapat
dilakukan
upaya-upaya
gabungan
dari
pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko yang diinginkan. 4. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Di dalam pasal 87 (1) : UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya ketentuan mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur dalam Permenaker RI. No. Per. 05/MEN/2009 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada pasal 3 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : a. ayat (1) “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”. b. Ayat (2) “Sistem Manajemen K3 sebagaimana di maksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan”. Dengan
demikian
kewajiban
penerapan
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan. Berdasarkan
hal
tersebut,
maka
penerapan
Sistem
Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bukanlah sukarela (voluntary), tetapi keharusan yang dimandatkan oleh Peraturan Perundangan (mandatory). Selanjutnya untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti yang tertuang di dalam pasal 4 Pemenaker RI. No, Per. 05/MEN/2009 beserta pedoman penerapan pada Lampiran I, maka organisasi perusahaan diwajibkan untuk melaksanakan 5 ketentuan pokok : a. Menetapkan kebijakan
K3 dan menjamin komitmen terhadap
penerapan Sistem Manajemen K3. b. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan Sistem Manajemen K3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
c. Menerapkan kebijakan K3 sacara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3. d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. e. Meninjau ulang secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen
K3
secara
berkesinambungan
dengan
tujuan
meningkatkan kinerja K3.
Peninjauan Ulang & Peningkatan oleh Manajemen Pengukuran & Evaluasi
Peningkatan Berkelanjutan
Komitmen & Kebijakan Perencanaan SMK3
Pengukuran & Evaluasi
Penerapan SMK3
Gambar 3. Bagan SMK3 Sumber : Permenaker RI. No. PER. 05/MEN/2009 5. SMK3 Elemen 3.3 “ Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko” Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus dipertimbangkan untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Secara umum, tujuan manajemen potensi bahaya K3 adalah untuk menghilangkan atau mengurangi risiko kecelakaan dan sakit yang berhubungan dengan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan di tempat kerja memerlukan suatu tahapan proses yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian risiko dan evaluasi sarana pengendalian yang telah diimplementasikan (Tarwaka, 2008). Suatu sistem manajemen K3 berintikan manajemen risiko. Timbulnya aspek K3 karena ada risiko yang harus dikelola dan sebaliknya jika tidak ada bahaya, artinya artinya tidak ada risiko, manajemen K3 tidak diperlukan. Pengelolaan risiko tersebut dilakukan melalui sistem manajemen SMK3 yang meliputi berbagai elemen dasar misalnya: a. Berkaitan dengan aspek manusia meliputi pelatihan, kompetensi, komunikasi, konsultasi dan promosi K3. b. Aspek sarana atau peralatan melalui elemen rancang bangun, inspeksi K3, standarisasi peralatan, kalibrasi dan lainnya. c. Aspek proses mencangkup elemen keselamatan proses, keselamatan pemeliharaan, pengendalian operasi, penyelidikan kecelakaan, audit K3 dan lainnya. d. Aspek prosedur meliputi dokumentasi, pengelolaan data dan informasi,
prosedur operasi,
pengukuran
manajemen.
commit to user
dan tinjauan ulang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Dari uraian di atas terlihat kaitan yang erat antara unsur manajemen risiko, elemen program K3 serta sistem pengelolaan K3 yang dirangkum dalam SMK3 (Soehatman, 2010). 6. Definisi OHSAS Menurut OHSAS 18001 : 2007, OHSAS adalah merupakan seri persyaratan penilaian keselamatan dan kesehatan kerja yang menyatakan persyaratan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, agar organisasi maupun mengendalikan risiko-risiko K3 dan meningkatkan kinerjanya. OHSAS 18001 : 2007 dikembangkan OHSAS Project Group, sebuah konsosium dari 43 organisasi dari 28 negara. Konsorsium ini termasuk badan standar nasional badan sertfikasi, Occupational Health and Safety Institute dan konsultan. Standar baru OHSAS 18001 : 2007 resmi diupdate pada bulan Juli 2007 yang telah menggantikan OHSAS 18001 : 1999. Sejak pertama kali diterbitkan tahun 1999, OHSAS 18001 dengan sangat cepat menjadi standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
sering
digunakan
untuk
semua
jenis
organisasi
tanpa
memeperhatikan besar kecilnya perusahaan itu. Tujuan OHSAS 18001 adalah untuk membantu organisasi dalam mengelola dan mengendalikan keselamatan dan kesehatan kerja dan tingkat risiko serta meningkatkan performa dalam bidang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Serta mendukung dan mempromosikan praktek Keselamatan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Kesehatan Kerja (K3), agar seimbang dengan kebutuhan sosial dan ekonomi. Secara spesifik persyaratan dalam OHSAS 18001 tidak menyatakan kriteria ataupun memberikan persyaratan secara lengkap dalam merancang sistem manajemen. OHSAS 18001 sesuai untuk berbagai organisasi yang berkeinginan untuk. a. Membuat sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berguna untuk mengurangi atau menghilangkan tingkat risiko yang menimpa karyawan atau pihak terkait yang terkena dampak aktivitas organisasi. b. Menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan sebuah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. c. Melakukan sertifikasi atau penilaian sendiri.
Checking and Corrective Action
OH&S policy
Continual Improvement
Management Review
Planning Implementation and Operation
Gambar 4. Bagan elemen OHSAS 18001 : 2007 Sumber : OHSAS 18001 : 2007 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
OHSAS 18001 : 2007 diterapkan oleh organisasi karena memiliki beberapa manfaat. Diantaranya adalah sebagai berikut : a. Menetapkan SMK3 untuk menurunkan risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). b. Menerapkan,
memelihara
dan
memperbaiki
sistem
secara
berkesinambungan. c. Memastikan pemenuhan atau pentaatan terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan. d. Menunjukkan pemenuhan terhadap sistem ini melalui sertifikasi atau registrasi sistem pernyetaan sendiri atas pemenuhan sistem yang telah diterapkan. 7. Klausul 4.3.1 “Hazard identification, risk assessment, dan determining controls” OHSAS 18001 : 2007 Klausul
4.3.1
“Hazard
identification,
risk
assessment,
dan
determining controls” OHSAS 18001 : 2007 menerangkan bahwa dalam mengidentifikasi bahaya harus memperhatikan : a. Aktivitas rutin dan tidak rutin. b. Aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja (termasuk kontraktor dan tamu). c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya. d. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organisasi di lingkungan tempat kerja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
e. Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja yang terkait di dalam kendali organisasi. f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang disediakan baik oleh organisasi ataupun pihak lain. g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi, aktivitas-aktivitas, atau material. h. Modifikasi sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja, termasuk perubahan
sementara dan dampaknya kepada operasional, proses-
proses dan aktivitas atau material. i. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian risiko dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan. j. Rancangan
area-area
kerja,
proses-proses,
instalasi-instalasi,
mesin/peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja, termasuk adaptasi kepada kemampuan manusia. Organisasi dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus : a. Ditetapkan dengan memperhatikan ruang lingkup, sifat dan waktu untuk memastikan metodenya prosktif. b. Menyediakan identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko-risiko, dan penerapan pengendalian sesuai dengan keperluan. Untuk mengelola perubahan, organisasi haris mengidentifikasi bahaya keselamatan kesehatan kerja dan riiko-risiko terkait perubahan di dalam organisasi, sistem manajemen atau aktivitas-aktivitasnya, sebelum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
menerapkan perubahan tersebut. Organisasi juga harus memastikan dari hasil
penilaian
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menetapkan
pengendalian. Organisasi
harus
mendokumentasikan
dan
memelihara
hasil
identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penetapan pengendalian selalu terbaru. Organisasi harus memastikan bahwa risiko-risiko keselamatan kesehatan kerja dan penetapan pengendalian dipertimbangkan saat membuat, menerapkan dan memelihara sistem manajemen K3 perusahaan. 8. ISO 14001 : 2004 Pengertian sistem menajemen lingkungan menurut ISO 14001 : 2004 adalah suatu sitem manajemen pengelolaan lingkungan yang telah diakui secara internasional dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Sertifikat di bawah koordinasi Organisasi Standar Internasional (ISO : International Organization for Standardization) Sistem Manajemen Lingkungan atau Environment Management System (EMS) merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi, rencana kegiatan, tanggung jawab, latihan atau praktek, prosedur, proses dan sumber daya untuk pembangunan, penerapan, evaluasi dan pemeliharaan kebijakan lingkungan. Pada prinsipnya, ISO 14001 berisi syarat atau aturan komprehensif bagi suatu organisasi dalam mengembangkan sistem pengelolaan dampak lingkungan yang baik dan menyeimbangkan dengan kepentingan bisnis, sehingga upaya perbaikan kinerja yang dilakukan akan diseuaikan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
sumber daya yang dimiliki perusahaan. Dalam penerapannya ISO 14001 bersifat sukarela (vuluntary), tidak ada hukum yang mengikat yang mengharuskan dalam penerapannya. ISO 14001 : 2004 dibangun atas dasar elemen-elemen yang menetapkan : a. Spesifikasi aspek dan dampak lingkungan b. Prosedur dan instruksi kerja yang akurat c. Proses yang konsisten d. Kesesuaian dengan tujuan dan terget organisasi dalam meningkatkan kinerja lingkungan. e. Minimalisasi limbah f. Keterkaitan dengan peraturan dan perundangan g. Konsistensi hasil, kejujuran penerapan dan deskripsi produk yang cermat h. Evaluasi kinerja i. Kesehatan dan keselamatan pekerja j. Komunikasi ke pihak-pihak terkait perlindungan lingkungan. Berbagai manfaat dapat diperoleh bila menerapkan ISO 14001, yang sekaligus dapat dianggap sebagai keuntungan dari manajemen lingkungan. Manfaat yang paling penting adalah perlindungan lingkungan. Dengan mengikuti persyaratan yang ada akan membantu pula dalam mematuhi peraturan perndang-undangan dan sistem manajemen yang efektif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Keuntungan dari penerapan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2004 adalah : a. Perlindungan lingkungan b. Manajemen lingkungan yang lebih baik c. Meningkatkan citra dan image perusahaan hubungan yang lebih baik dengan masyarakat sekitar d. Meningkatkan daya saing perusahaan e. Kepercayaan dan kepuasan pelanggan. f. Menekan risiko yang membahayakan lingkungan dan pekerja g. Menekan biaya produksi 9. ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspect” Aspek lingkungan adalah unsur dari suatu kegiatan, produk atau jasa dari organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan. Dalam pengertian ini aspek lingkungan yang penting adalah aspek lingkungan yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan bagi operasi di perusahaan di sekeliling perusahaan. Dalam ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspect” dijelaskan bahwa organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur untuk : a. Mengidentifikasi aspek lingkungan kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan, yang dapat dikendalikan dan yang dapat dipengaruhi dengan memperhitungkan pembangunan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
direncanakan atau baru, kegiatan, produk dan jasa yang baru atau yang diubah. b. Menentukan aspek yang mempunyai atau dapat mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Organisasi harus mendokumentasikan informasi ini dan memelihara muktahirannya. Organisasi harus memastikan bahwa aspek lingkungan penting diperhitungkan dalam penetapan, penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
B. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja Daftar Aktivitas Kerja (Drilling dan Blasting)
Sumber Bahaya Identifikasi Bahaya (HIRARC)
Tidak ada identifikasi
Analisis Penilaian Risiko
Probability
Kecelakaan Kerja
Consequence
Pengendalian Risiko
Tidak Aman
Aman Pemenuhan : SMK3 : Elemen 3.3 OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1
Gambar 5. Kerangka pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu suatu metode yang memaparkan hasil-hasil penelitian yang telah penulis lakukan, sehingga pembaca dapat mudah mengerti dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian. Laporan penelitian ini memberikan gambaran mengenai Analisis Penerapan HIRARC pada Aktivitas Driling dan Blasting di Area Pertambangan Batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut, Kalimantan Tengah.
B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di area drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah.
C. Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian Obyek penelitian yang digunakan dari penulisan laporan ini adalah manajemen risiko pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, Kalimantan Tengah. Sedangkan ruang lingkup penelitian ini adalah pemenuhan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Identification, Risk Assessment, and Determining Controls” dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
D. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini diambil dari : 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Untuk memperoleh data ini menggunakan 3 cara : a. Wawancara Yaitu mengadakan wawancara langsung baik dengan pembimbing, kepala departeman, staff perusahaan, maupun tenaga kerja di lapangan. b. Observasi Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan selama magang. c. Dokumentasi Yaitu melihat langsung pada HIRARC yang dibuat oleh Departemen Produksi di PT. Telen Orbit Prima site Buhut. 2.
Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek yang sedang diteliti. Data ini diperoleh dari arsip-arsip perusahaan maupun literatur yang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengempulan data sebagai berikut : 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan yang dilakukan adalah dengan pengamatan langsung identifikasi bahaya terhadap sumber bahaya yang ada dalam aktivitas drilling dan blasting, serta bagaimana penilaian risiko yang dilakukan untuk tindakan pengendalian terhadap bahaya tersebut. 2.
Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan pembimbing lapangan, Production Departement Head, S&H Departement Head dan Drill & Blast Foreman.
3. Studi Pustaka Data sekunder diperoleh melalui data-data yang ada pada dokumen perusahaan, buku-buku kepustakaan, laporan-laporan penelitian yang sudah ada serta sumber lain yang berhubungan dengan pengidentifikasian bahaya serta penilaian risiko yang dilakukan tindakan perbaikan. Dokumen tersebut antara lain SOP Peledakan, SOP Drilling, SOP Missfire dan HIRARC Departemen Produksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
F. Pelaksanaan 1. Tahap Persiapan Persiapan yang dilakukan sebelum magang adalah mengajukan proposal permohonan magang di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Telen Orbit Prima site Buhut, disamping itu persiapan yang dilakukan adalah mempelajari kepustakaan yang berhubungan dengan menjemen risiko. 2. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dimulai tanggal 19 Maret 2012 sampai dengan 16 Mei 2012. Adapun kegiatan selama melakukan penelitian adalah sebagai berikut : a. Melakukan tahap orientasi dan observasi ke setiap departemen yang ada PT. Telen Orbit Prima. b. Melakukan diskusi dan pembahasan bersama mengenai manajemen risiko aktivitas drilling dan blasting
yang telah ada bersama
Production Supervisor dan S&H Supervisor. c. Melakukan review HIRARC aktivitas blasting yang telah dibuat oleh Departemen Produksi. Dan diperoleh untuk aktivitas drilling belum ada HIRARC-nya. d. Mengumpulkan data-data sekunder dari Production Departement yang berkaitan dengan program pelaksanaan HIRARC pada aktivitas drilling dan blasting. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
3. Tahap Pengolahan Data Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis, dibahas dan disusun dalam suatu laporan.
G. Analisis Data Dari semua hasil data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis potensi bahaya, penilaian risiko, penanggulangan bahaya serta HIRARC aktivitas drilling dan blasting yang telah dibuat oleh Departemen Produksi tentang penilaian dan pengendalian risiko tersebut disesuaikan dengan standar yaitu SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko”, OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Serta pada hasil akhirnya, diharapkan dapat memberikan masukan terhadap Departemen Produksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Aktivitas Drilling Aktivitas drilling merupakan proses sebelum aktivitas blasting, jadi aktivitas drilling adalah aktivitas drilling pada suatu area yang sudah ditentukan sesuai rencana peledakan yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. Alur dari aktivitas drilling yang ada di PT. Telen Orbit Prima antara lain : a. Pemasangan Batas Pemasangan batas menggunakan beberapa patok dan safety line yang menandakan di lokasi tersebut akan dilakukan drilling. Dan tidak sembarang orang dapat masuk tanpa seijin pengawas dan penjaga lokasi. Pemasangan batas ini berfungsi sebagai acuan kepada kegiatan sebelum blasting yaitu sebagai penanda batas lokasi drilling dan setelah blasting yaitu pemuatan material hasil blasting. b. Prepare Lokasi Prepare lokasi adalah tahapan awal yang dilakukan yaitu dengan proses persiapan lokasi yang akan di drilling yang meliputi : 1) Pemerataan Lokasi Pemerataan lokasi ini bertujuan agar lokasi yang akan dilakukan drilling menjadi lebih rata dari sebelumnya, pemerataan commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
permukaan lahan agar tidak terjadi toe (tonjolan pada permukaan) pada jenjang yang dihasilkan dikarenakan ada beda tinggi. Sehingga mesin drilling tidak mengalami kesulitan saat drilling karena permukaan lokasi telah rata. 2) Pembersihan Pembersihan yang dimaksud adalah membersihkan permukaan lokasi dari soil atau boulder setelah diratakan permukaannya menggunakan dozer, yang nantinya agar memudahkan untuk aktivitas drilling seperti memasang tanda yang akan di-drilling. Pembersihan lahan dari material bebatuan dimaksudkan agar pada saat pelaksanaan peledakan, bebatuan tersebut tidak menjadi material flyrock. 3) Pembuatan Bundwall Bundwall dibuat dari soil atau boulder yang berasal dari proses pembersihan lokasi. Jadi soil atau boulder yang berada di tengah didorong ke pinggir untuk dibuat bundwall. Fungsinya yaitu untuk mencegah aliran air masuk ke dalam lokasi drilling, yang kedua
untuk
mencegah
unit
atau
sarana
yang
tidak
berkepentingan masuk ke lokasi drilling. 4) Pemasangan papan peringatan dan safety line Pemasangan papan peringatan “DILARANG MASUK DRILL AREA” dan pemasangan safety line disini bertujuan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
memberi tanda dan peringatan untuk mencegah unit lain masuk ke area drilling. c. Mark up Pattern Pada tahap ini adalah proses penentuan dan memasang tanda (pita) titik lubang yang akan di-drilling sesuai dengan blast design yang telah direncanakan oleh blast engineering. Dalam hal ini yang diperhatikan antara lain : 1) Burden yaitu jarak antara lubang dengan free face dan atau jarak lubang atara row dengan row. 2) Spacing adalah adalah jarak diantara lubang tembak satu dengan lubang tembak lainnya dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap dinding atau tegak lurus burden. 3) Row adalah baris lurus dari lubang tembak. 4) Kelurusan row adalah hasil lubang yang di-drilling dengan menggunakan mesin drilling diharapkan row bisa lurus sehingga menghasilkan peledakan yang bagus. d. Drilling Tujuan drilling adalah untuk memasukkan bahan peledak pada posisi (tempat) yang sudah direncanakan. Aktivitas drilling di PT. Telen Orbit Prima menggunakan mesin drilling : 1) Sandvik DR079 dengan diameter (7 inchi) 2) Sandvik DR092 berdiameter (6 inchi) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
3) Sandvik DR093 berdiameter (6 inchi) Dengan geometri drilling yaitu : 1) Burden 6 meter 2) Spasi 7 meter 3) Kedalaman lubang rata-rata 8 meter 4) Subdrill rata-rata 0,5 meter 5) Diameter lubang (6 inchi) - (7 inchi) Pola drilling tambang terbuka umumnya dapat digolongkan atas dua bagian besar yaitu : 1) Rectangular Pada pola rectangular, lubang ditata sedemikian rupa sehingga setiap lubang berada tepat berada dibelakang lubang pada row sebelumnya. 2) Staggered Pada pola staggered,
setiap lubang ditempatkan diantara dua
lubang pada row sebelumnya.Pola ini merupakan pola yang sangat baik dalam hal distribusi bahan peledak dan pola ini sering digunakan pada PT. Telen Orbit Prima.
Gambar 6. Pola staggered commit to user Sumber. Pola Drilling Departemen Produksi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
e. Pengecekan dan Perhitungan Hasil Drilling Lubang yang telah di-drilling kemudian diperiksa oleh crew drill and blast. Pemeriksaan hasil drilling meliputi jumlah lubang, jarak lubang dan kedalaman lubang. Adapun standar PT. Telen Orbit Prima site Buhut adalah dengan ukuran : 1) Space (S)
: 7m
2) Burden (B)
: 6m
3) Kedalaman (D) : 8 m Untuk jumlah lubang yang telah dihitung, akan digunakan oleh Supervisor Blasting sebagai acuan dalam order ke gudang handak mengenai berapa banyak bahan peledak yang akan digunakan. Pengecekan lubang hasil drilling juga meliputi pengecekan kondisi lubang apakah berair atau tidak. 2. Deskripsi Aktivitas Blasting Blasting merupakan kegiatan meledakkan lapisan tanah over burden (OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini dilakukan karena proses ripping tidak mampu menghancurkan lapisan tanah over burden yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting adalah untuk menghancurkan lapisan OB agar lebih mudah lunak sehingga mudah untuk dimuat dengan HD dan dipindahkan ke disposal. Operasi peledakan di PT. Telen Orbit Prima ditangani oleh PT. Pamapersada Nusantara yang bertindak sebagai kontraktor, dimana kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah penyediaan bahan peledak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
berikut perlengkapan dan peralatannya, pengisian bahan peledak ke dalam lubang ledak, membuat rangkaian peledakan sampai tahap peledakan. a. Pemasangan Rambu Peringatan Blasting Pemasangan rambu peringatan ini dilakukan sebelum kegiatan blasting dilakukan, hal ini bertujuan untuk memberitahukan dan mengamankan pelaksanaan blasting agar tidak terjadi korban jiwa atau property damage. Di PT. Telen Orbit Prima langkah-langkah pemasangan rambu seperti dibawah ini sesuai dengan Prosedur Pengisian Bahan Peledak (057-PRO-204) : 1) Pemasangan
rambu
:
dilarang
masuk
bagi
yang
tidak
berkepentingan, dilarang merokok, dilarang menggunakan alat elektronik di area peledakan (radio komunikasi dan handphone). 2) Pemasangan pita blokade safety line hingga proses loading selesai dikerjakan berjarak minimal 5 m dari lubang ledak terluar. 3) Memastikan tidak ada personil lain yang berada di area peledakan kecuali yang mendapat ijin Kepala Teknik Tambang atau Wakil Kepala Teknik Tambang. 4) Tidak ada aktivitas lain selain pekerjaan loading kecuali dilakukan pada jarak minimal 15 m dari safety line. 5) Pemasangan bendera dan papan informasi blasting di jalan masuk tambang, papan informasi berisi hari tanggal dan jam peledakan. Papan ini dilengkapi tiang bendera, bendera merah menandakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
ada kegiatan peledakan dan bendera hijau menandakan tidak ada peledakan atau sudah dilakukan peledakan. 6) Pemasangan bendera pemblokiran dipasang 2 radius, yaitu bendera kuning radius 300 m jarak aman bagi unit, bendera hijau dan merah radius 500 m jarak aman bagi manusia. b. Primming Primming merupakan perangkaian in hole delay ke dalam Booster dengan cara memasukkan nonel ke Boosster. Proses ini dilakukan untuk meledakkan bahan peledak yang berupa ANFO (Ammonium Nitrate Fuel Oil), jadi proses primming ini detonator hanya boleh dimasuukan ke dinamit/booster pasa saat akan dimasukkan ke dalam lubang ledak. Untuk PT. Telen Orbit Prima menggunakan in hole delay 500 ms dengan panjang 12 cm - 15 cm. c. Charging (Pengisian Bahan Peledak) Bahan peledak yang di gunakan pada PT. Telen Orbit Prima adalah ANFO (Ammonium Nitrate Fuel Oil) dengan perbandingan ideal Ammonium Nitrate : Fuel Oil adalah 94,5% : 5,5%. Proses pencampuran ANFO menggunakan unit MMU (Mixing Mobile Unit). Rangkaian primer yang telah terakit tadi kemudian dimasukkan ke dalam lubang ledak kemudian ANFO diisikan menggunakan hose (selang) dari MMU. Pengisian ANFO dilakukan perlahan dan dekat dengan mulut lubang untuk menghindari bahan tumpah dan terhambur oleh angin dan kedalaman pengisian bahan peledak sedalam 4 m. Jika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
lubang berair maka pengisian primer dan ANFO menggunakan plastik liner/kondom. Ketika menggunakan kondom harus dipastikan primer pada posisi
paling bawah menyentuh
dasar lubang. Untuk
memasukkanya menggunakan stick, kemudian ujung plastik diikat kuat. f. Stemming (Penutupan Lubang) Stemming adalah proses pekerjaan pemampatan lubang ledak yang telah diisi bahan peledak dan harus diperhatikan adalah : 1) Memastikan lubang ledak sudah diisi dengan ANFO. 2) Stemming dilakukan dengan memasukkan material keras yang dipadatkan kedalam lubang ledak dengan menggunakan stick dan memastikan ujung in hole delay tidak masuk. 3) Jika ditemukan ujung in hole delay terputus atau jatuh ke dalam lubang ledak saat stemming maka petugas stemming melaporkan kepada pengawas peledakan. g. Tie Up Tie up adalah proses pekerjaan perangkaian aksesoris sampai ke blast machine. Kegiatan ini dimulai dari perangkaian lubang ledak terakhir dari baris (row) terakhir menuju control row. Dengan posisi detonator block menghadap keatas, agar memudahkan saat melakukan pengecekan akhir (final check). Perangkaian surface delay yang menghubungkan antar lubang ledak tidak terlalu kencang untuk menghindari putusnya rangkaian saat peledakan. Surface delay commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
detonator yang sekarang digunakan di PT. Telen Orbit Prima memiliki waktu tunda 17 ms, 25 ms, 42 ms, 65 ms, 67 ms dan 109 ms. h. Aktivitas Peledakan Pelaksanaan peledakan PT. Telen Orbit Prima dilakukan pada pukul 11.00 – 13.00 WIB atau 15.00 - 17.00 WIB. Prosedur peledakan yang dilakukan di PT. Telen Orbit Prima adalah sebagai berikut : 1) Evakuasi alat-alat dan manusia dengan jarak aman 300 meter untuk alat dan 500 meter untuk manusia. 2) Petugas blocker memberikan informasi kondisi aman di area bloker-nya masing-masing kepada koordinator blasting. 3) Membunyikan sirine panjang 1 x selama 20 detik tanda 15 menit lagi waktu pelaksanaan peledakan. 4) Pengamanan lokasi oleh blocker dengan memblokir jalan-jalan yang menuju lokasi peledakan sesuai dengan peta blocker. 5) Membunyikan 2 x sirine pendek tanda 10 menit menuju waktu peledakan. 6) Memeriksa ulang pengamanan lokasi dari setiap blocker dan kesiapan juru ledak. 7) Sebelum melakukan peledakan di dahului peringatan terakhir dengan membunyikan sirine pendek sebanyak 3 x, tanda 3 menit menuju waktu peledakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
8) Informasi rangkaian peledakan dan posisi blaster yang sudah siap harus mendapat persetujuan dari pengawas tambang bagian peledakan PT. Telen Orbit Prima di lokasi peledakan secara langsung. 9) Melakukan perhitungan mundur dimulai dari angka 10 kemudian diakhiri kata “TEMBAK” dengan radio komunikasi. i. Pengecekan Lokasi Peledakan Memeriksa hasil peledakan untuk memastikan semua bahan peledak telah habis terpakai saat peledakan setelah 5 menit pasca peledakan, apabila ada misfire harus segera menginformasikan ke koordinator peledakan, apakah akan diledakkan ulang atau blocking area terlebih dahulu. Tetapi apabila tidak ada misfire maka PT. Telen Orbit Prima serta blocker dan membunyikan sirine panjang 1 x selama 20 detik untuk tanda bahwa peledakan sudah berakhir dan pekerjaan bisa dimulai kembali serta untuk para road blocker dapat membuka kembali jalan. 3. Manajemen Risiko Aktivitas drilling dan blasting merupakan serangkaian proses yang mempunyai tingkat bahaya yang tinggi oleh sebab itu perusahaan untuk memenuhi SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”, maka PT. Telen Obrbit commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Prima perlu melaksanakan HIRARC terhadap aktivitas drilling dan blasting di site Buhut, Kalimantan Tengah. a. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification) Adapun bahaya - bahaya yang teridentifikasi pada aktivitas drilling dan blasting di PT. Telen Orbit Prima sebagai berikut: 1) Aktivitas Drilling a) Bahaya dari panjang dan manuver mesin drilling Potensi kecelakaan pada mesin drilling terjadi saat mesin drilling melakukan traveling akan menuju atau meninggalkan lokasi drilling. Karena mengingat panjang keseluruhan mesin drilling mencapai lebih dari 9 m dengan area manuver 15 m, sedangkan jalur tambang yang digunakan cukup padat dan lebar jalan terbatas. Potensi untuk menabrak/tertabrak unit atau benda yang berada di sekitar mesin drilling sangat besar, apalagi di saat malam hari. b) Bahaya di front drilling Kejadian yang sering terjadi di lokasi front drilling adalah mesin drilling amblas di front drilling. Faktor penyebab terjadinya amblas salah satunya di sebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi sehingga kondisi tambang khusunya di front drilling menjadi kondisi berair dan rawan amblas bisa juga terjadi amblas saat traveling ke lokasi atau keluar lokasi drilling. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
c) Bahaya debu batuan, serpihan dan pecahan batu Debu batuan, serpihan dan pecahan batu yang berasal pada aktivitas drilling ini berasal dari kegitan drilling lubang ledak. Mengingat lapisan batuan yang ada di site Buhut ini merupakan lapisan batuan yang keras dan kuat maka pada saat dilakukan drilling dengan mesin drilling akan menghasilkan debu batuan, serpihan dan pecahan batu yang cukup banyak, lain halnya apabila lapisan yang di-drilling merupakan lapisan tanah biasa maka debu yang dihasilkannya pun relatif sedikit. d) Bahaya kebisingan Potensi bahaya lain yang berasal dari aktivitas drilling selain debu adalah bising. Kebisingan yang cukup tinggi disebabkan perputaran mesin drilling yang tinggi serta material batu yang di-drilling merupakan batuan keras. Kebisingan tersebut berbahaya karena dapat mengganggu pendengaran pekerja yang berada disekitar mesin drilling serta dapat mengganggu komunikasi radio karena suara radio tertutupi oleh suara aktivitas drilling yang bising. Untuk kebisingan dalam kabin operator belum ada data pengukuran kebisingan akan tetapi di dalam kabin operator telah didesain dengan sistem peredam kebisingan yang telah dibuat oleh produsen mesin drilling. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
e) Bahaya unit atau sarana lain masuk ke lokasi drilling Lokasi drilling di PT. Telen Orbit Prima berada di dalam lokasi tambang dengan tingkat aktivitas lalu lintas tambang cukup padat dan tak jarang lokasi drilling berada di tepi jalur hauling tambang. Maka terdapat potensi untuk adanya sarana atau unit lain yang masuk ke lokasi drilling yang dapat menabrak mesin drilling yang sedang melakukan drilling lubang ledak. f) Bahaya sudut kemiringan lokasi Bahaya dari kemiringan lokasi adalah mesin drilling rebah, ini dapat terjadi pada saat posisi parkir, traveling dan saat drilling dengan sudut kemiringan yang cukup besar atau melebihi sudut kemiringan yang diijinkan maksimal 300. Selain itu bahaya rebah juga dapat dipicu oleh keadaan tanah yang labil sehingga mesin drilling tidak lagi dalam posisi keseimbangan yang baik. Hal ini dapat menyebabkan mesin drilling rebah, mesin drilling yang rebah menimpa mesin drilling yang lain atau manusia yang berada disekitarnya. g) Bahaya kebocoran hidrolik tower Bahaya kebocoran ini dapat terjadi akibat aktivitas seringnya naik turunya tower drilling. Sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya kebocoran hidrolik yang apabila commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
terjadi, hal tersebut dapat menyebakan turunya tower drilling secara cepat dan dapat menyebabkan patahnya tower drilling (property damage) selain itu tekanan oli dari kebocoran dapat mencemari lingkungan di sekitarnya. h) Antar mesin drilling di area drilling Bahaya
yang
timbul
antar
mesin
drilling
yaitu
kemungkinan terjadinya tabrakan antar unit drilling sendiri pada saat melakukan drilling lubang ledak di area drilling. Di PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan drilling menggunakan 3 unit mesin drilling sehingga apabila lokasi drilling sempit, potensi untuk saling bertabrakan dapat terjadi. i) Bahaya saat perpindahan lokasi titik drilling Potensi bahaya yang terjadi saat mesin drilling melakukan pindah lokasi titik drilling yang satu ke titik drilling selanjutnya adalah patahnya rod (drilling) karena saat melakukan pindah lokasi posisi rod belum dinaikkan. 2) Aktivitas Blasting a) Bahaya fly rock Fly rock merupakan batuan yang terlempar ke udara hentakan ledakan dengan radius tertentu. Untuk bahaya dari fly rock ini mempunyai potensi yang tinggi yang dapat menimpa unit/peralatan dan juga dapat menimpa manusia yang berada di area peledakan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
b) Bahaya getaran Bahaya yang dihasilkan dari peledakan yang lain adalah timbulnya getaran yang keras dan dengan radius yang cukup jauh. Getaran yang dihasilkan dari peledakan disebut ground vibration dengan kekuatan dan radius tertentu mampu merobohkan bangunan instalasi perusahaan maupun bangunan masyarakat sekitar tambang. Getaran yang berlebihan dapat terjadi karena tidak adanya free face atau terdapat genangan air. c) Bahaya gas beracun Gas beracun tersebut berasal dari aktivitas blasting, yaitu kemungkinan berupa smoke atau fume. Fume umumnya berwarrna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun. Sedangkan smoke merupakan gas tidak berbahaya karena hanya terdiri dari uap atau asap yang berwarna putih. Timbulnya gas yang beracun ini dapat terjadi karena beberapa
faktor
diantaranya
perbandingan
komposisi
Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil yang tidak sesuai atau juga bisa terjadi karena injeksi (adanya air yang masuk). 1) Gas tidak beracun
: uap air (H2O), Karbondioksida
(CO2), dan Nitrogen (N2) 2) Gas yang beracun : Nitrogen monoksida (NO), Nitrogen Oksida (NO2), dan Karbon Monoksida (CO) . commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
d) Misfire Misfire adalah suatu aktivitas peledakan menunjukkan ketidaksinambungan
yang tidak dapat
diperbaiki atau
sebuah lubang ledak atau bagian dari sebuah lubang ledak gagal meledak pada saat peledakan, hal ini tentu sangat membahayakan bagi orang yang berada di sekitar area blasting misalnya para blaster karena memeriksa hasil peledakan untuk memastikan semua bahan peledak telah habis terpakai saat peledakan setelah 5 menit pasca peledakan, apabila ada misfire harus segera menginformasikan ke koordinator peledakan, apakah akan diledakan ulang atau dilakukan bloking area terlebih dahulu karena tidak menutup kemungkinan ketiaka dilakukan pengecekan pada lubang peledakan, lubang tersebut dapat meledak. e) Premature blast Premature blast merupakan suatu kejadian dimana bahan peledak meledak sebelum diledakkan dan tanpa adanya kontrol. Premature blast dapat terjadi ketika saat charging atau stemming yaitu ketika kabel in hole delay tersangkut pada ban unit MMU (Mobile Mixing Unit) sehingga booster mendapat tarikan dan hentakan secara tiba-tiba serta kuat sehinnga menyebabkan detonator meledak, selain itu juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
dapat terjadi saat ada sambaran arus kuat berupa petir yang dapat menyebabkan premature blast. f)
Bahaya Air Blast Air blast merupakan efek yang dihasilkan dari blasting yaitu berupa hempasan udara yang sangat cepat dan kuat yang dihasilkan oleh lemparan energi peledakan. Hempasan udara ini dapat berbahaya bagi para crew blast, blaster atau orang yang berada di lokasi peledakan karena dapat menyebabkan cidera.
g) Bahaya Noise Noise yaitu berupa suara ledakan kuat yang dihasilkan oleh lemparan energi peledakan. Hempasan suara ini dapat menggangu masyarakat sekitar bahkan dapat merusak bangunan sekitar dan juga menggangu pendengaran. h) Bahaya kontaminasi bahan kimia Bahaya ini bersumber dari penggunaan bahan peledak ANFO yang dapat terhirup, tertelan atau masuk lewat kulit. Biasanya pada aktivitas pembongkaran dan pencampuran ANFO serta pada saat charging bahan peledak. i) Bahaya kecelakaan Kecelakaan dapat terjadi pada sarana yang membawa aksesoris atau juga pada unit MMU (Mobile Mixing Unit) baik pada saat menuju atau keluar tambang atau juga pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
saat berada dilokasi peledakan. Kecelakaan ini dapat terjadi karena kondisi tidak aman seperti jalur tambang crowded atau jalan yang amblas dan sempit dan tindakan tidak aman seperti mendahului unit lain atau memakai radio berlebihan. j) Bahaya paparan panas matahari Bahaya paparan panas ini sebagian besar berasal dari panas terik matahari yang diterima para crew blast atau blaster yang dapat menyebabkan kelelahan kerja atau gangguan kesehatan seperti dehidrasi/heat stress baik pada saat charging, primming, stemming, proses perangkaian, peledakan sampai pengecekan setelah peledakan. k) Bahaya terperosok ke lubang ledak Bahaya ini sangat berpotensi bagi crew blast, yaitu kaki dari crew blast terperosok atau masuk ke dalam lubang ledak. Kejadian ini kemungkinan terjadi pada saat pengecekan hasil drilling, pada saat charging, primming atau stemming. l) Bahaya tumpahan bahan kimia Bahaya ini bersumber pada proses pembongkaran Ammonium Nitrate, mixing bahan peledak, pengisian lubang ledak,
pengangkutan
ANFO
ke
area
blasting
pengangkutan sisa ANFO yang sisa tidak terpakai.
commit to user
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
m) Bahaya pengangkutan aksesoris Potensi bahaya ini terjadi pada aktivitas pengangkutan aksesoris baik yang berupa booster, in hole delay, surface delay dan electric detonator. Dalam hal ini aksesoris di atas sangatlah rentan terhadap gesekan, tekanan atau tarikan yang dapat memicu timbulnya peledakan. Maka oleh sebab itu dalam pengangkutan aksesoris sangat perlu memperhatikan cara penumpukan, cara peletakan dan cara pengeluarannya serta tempat pengangkutannya. n) Bahaya sambaran arus liar atau sambaran petir Bahaya sambaran arus kuat liar seperti petir sangat berpotensi menyebabkan peledakan yang tidak terkontrol atau meledak sendiri. Dan ini sangat berbahaya apabila ada orang atau unit yang saat itu berada di lokasi peledakan. o) Bahaya saat pengecekan hasil peledakan Bahaya
yang berpotensi terjadi saat para
blaster
melakukan pengecekan lokasi peledakan setelah dilakukan peledakan adalah bahaya terperosoknya blaster pada lubang atau fragmentasi dari hasil peledakan. b. Penilaian Risiko (Risk Assessment) PT. Telen Orbit Prima melakukan penilaian risiko mengacu pada prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja Nomor Dokumen (002-SHD-201) dan Instruksi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Petunjuk Pengisian & Penilaian Aspek LK3 Nomor Dokumen (002-SHD-301). PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan penilaian risiko menggunkan formula : Risiko (Risk) = Peluang (Probability) x Keparahan (Consequence). Keduanya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, semakin besar nilai kemungkinan dan keparahan maka tingkat risikonya pun juga akan semakin tinggi. 1) Peluang (Probability) Merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau paparan. Tabel 1. Nilai Probability Deskripsi
Penjelasan
Frekuensi
Kemungkinan terjadi
1
Jarang
Hanya terjadi dalam kondisi luar biasa
Dalam kasus khusus
< 10
2
Kemungkinan kecil
Dapat terjadi suatu kali
Setiap 10 tahun
10%-20%
Setiap 3 tahun
20%-55%
Setiap tahun
55%-90%
Setiap saat
90%-100%
Nilai
3 4 5
Terjadi dalam Sedang beberapa khasus Kemungkinan Hampir selalu terjadi terjadi Hampir pasti terjadi
Selalu terjadi
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) 2) Keparahan (Consequence) Merupakan tingkat keparahan suatu bahaya atau paparan yang terjadi dalam suatu waktutotertentu. commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Tabel 2. Nilai Consequence Nilai Diskripsi
Nilai untuk uang
Kesehatan & Keselamatan
1
Tidak penting
< Rp 100 ribu
Tidak ada luka
2
Ringan
Rp 100 ribu – Rp 1 juta
Luka ringan
3
4
5
Sedang
Rp 1 juta Rp 10 juata
Luka LTI s/d Permanen
Luka Rp 10 juta – menyebakan Berat Rp 100 juta cacat atau fatalitas tunggal
Bencana
> Rp 100 juta
Multyple fatality
Lingkungan
Lingkungan/ Sosial
Polusi ringan
Tingkat rendah, gangguan ringan
Kerusakan lingkungan kecil
Gangguan jangka pendek
Polutan yang dilepaskan cukup signifikan
Masalah sosial lebih panjang, gangguan 1 minggu
Memiliki dampak penting jangka panjang
Gangguan dan dampak sosial sangat serius, gangguan operasi 1 bulan
Reputasi
Dilaporkan di koran pinggiran (bukan di halaman utama) Dilaporkan di koran pinggiran Dilaporkan di koran lokal (bukan halaman utama) dan/atau penyelidikan regional. Dilaporkan di TV lokal dan/atau penyelidikan departemen
Dilaporkan Bencana, Kerusakan tidak di TV dampak dapat nasional penting pada ditanggulangi, (berita lingkungan gangguan utama) jangka operasi dan/atau panjang beberapa bulan penyelidikan pemerintah
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) 3) Risiko (Risk) Di PT. Telen Orbit Prima dalam melakukan penilaian risiko menggunakan formula : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Risiko (Risk) = Peluang (Probability) x Keparahan (Consequence). Dengan tingkat risiko “Extrem” yang menjadi prioritas utama, “High”, “Medium” dan “Low”. Tabel 3 : Penggolongan Nilai Risiko
Probability
Penilaian Risiko 5
5 (Medium)
4
4 (Low)
3
3 (Low)
10 (High) 8 (Medium) 6 (Medium)
2
2 (Low)
4 (Low)
1
1 (Low) 1
2 (Low) 2
15 (High) 12 (High) 9 (Medium) 6 (Medium) 3 (Low) 3 Consequence
20 (Extrem) 16 (High) 12 (High) 8 (Medium) 4 (Low) 4
25 (Extrem) 20 (Extrem) 15 (High) 10 (High) 5 (Medium) 5
Sumber : Prosedur Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201) c. Pengendalian Risiko Pengendalian risiko yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima adalah dilakukan dengan 2 tahapan : 1) Pengendalian awal (Existing Control) Pengendalian awal dinilai melalui peninjauan ulang apakah suatu pengendalian dapat menurunkan tingkat bahaya dari medium menjadi low. Jadi pengendalian tersebut berhasil dan dapat diterima (acceptable risk). 2) Pengendalian Tambahan (additional controls) Dilakukan apabila pengendalian awal terhadap suatu bahaya tidak dapat diterima setelah dilakukan review (non acceptable risk). Maka sebab itu perlu dilakukan pengendalian tambahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
untuk menurunkan tingkat risiko ke kriteria yang dapat diterima (acceptable risk).
B. Pembahasan Penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting selama ini yang baru dilakukan adalah manajemen risiko aktivitas blasting, untuk aktivitas drilling belum dilakukan. Oleh sebab itu penulis dalam kegiatan Magang ini melakukan analisis dan menyusun HIRARC untuk aktivitas drilling bersama dengan Departemen Produksi sesuai dengan Prosedur Indentifikasi Bahaya dan Dampak Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (002-SHD-201) yang sesuai dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Serta tindakan pengendalian dilakukan berdasarkan skala prioritas dari semua potensi bahaya yang ada. 1. Manajemen Aktivitas Drilling Adapun hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada aktivitas drilling di PT. Telen Orbit Prima site Buhut adalah sebagai berikut : a. Bahaya dari panjang dan manuver mesin drilling. Potensi bahaya tertabrak/menabrak unit lain saat travelling, dengan penilaian risiko consequence: 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Pengendalian administratif dengan cara : 1) Operator yang mengoperasikan harus benar-benar melalui dan lulus serta bersertifikasi Operational Training Development (OTD). 2) Operator selalu melakukan komunikasi 2 arah ketika memasuki jalur tambang dengan unit lain yang berada di sekitar mesin drilling. Ketika akan melakukan manuver seperti belok memperhatikan jarak aman bermanuver karena panjang mesin drilling mencapai lebih dari 9 m lebih dengan area manuver 15 m. Langkah pengendalian yang diambil diatas telah sesuai dengan peraturan
yang
tercantum
dalam
Kepmentamben
Nomor
:
555.K/26/M.PE/1995 yaitu pasal 142 tentang Persyaratan dan Kewajiban Pengemudi. Dimana salah satu syarat untuk menjadi seorang operator di PT. Telen Orbit Prima adalah harus lulus serta bersertifikasi OTD (Operational Training Development) dan hal tersebut telah sesuai Kepmentamben yaitu “ditunjuk oleh Kepala Teknik Tambang untuk mengemudikan kendaraan tertentu dan telah mendapatkan pelatihan dan dinyatakan mampu mengemudi oleh Kepala Teknik Tambang”. b. Bahaya di front drilling Potensi mesin drilling amblas, dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Pengendalian yang dilakukan secara rekayasa teknik : 1) Perataan lokasi dengan mengunakan mesin dozer. 2) Memastikan front drilling mampu menahan beban dari mesin drilling. Untuk mengendalikan bahaya amblas di front drilling tindakan yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima telah sesuai dengan Undang– undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf a, tentang syarat – syarat keselamatan kerja yaitu mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja. Jadi tindakan yang pilih dengan perataan lokasi terlebih dahulu dengan unit dozer merupakan tindakan mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja. c. Bahaya debu batuan, serpihan dan pecahan batu. 1) Potensi terjadinya ganguan pernapasan dengan penilaian risiko : consequence : 3 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 9 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara : a) Rekayasa Teknik Pengendalian secara rekayasa teknik dengan cara injeksi air pada rod serta pemberian cover pelindung (dust collector) pada ujung bawah tower agar debu batuan, serpihan dan pecahan batu tidak bertebangan dengan bebas tetapi dapat direduksi dengan cover tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
b) Alat Pelindung Diri Pengendalian secara APD dengan cara memakai masker dan safety glass bagi orang yang berda di sekitar area drilling. Seperti pengawas lapangan/Group Leader. 2) Potensi jarak pandang terbatas dengan penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 9 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara Rekayasa Teknik yaitu pada cabin operator kacanya tertutup dan diberi wipper agar debu yang menghalangi pandangan dapat dibersihkan. Berkaitan dengan bahaya dari debu yang dapat menghalangi pandangan cabin operator, tindakan pengendalian dengan memasang wipper pada kaca telah sesuai dengan peraturan Kepmentamben No : 555.K/26/M.PE/1995 pasal 140 ayat (13) yaitu “kabin kendaraan harus dirancang atau dilengkapi alat yang dapat melindungi pengemudi dari kebisingan, debu atau asap knalpot yang berlebihan”. Dan juga untuk APD yang digunakan sesuai dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 81 tentang Pencegahan yang berhubungan dengan masalah pengendalian debu, pasal 83 tentang Alat Pelindung Diri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
d. Bahaya kebisingan Potensi gangguan pendengaran serta komunikasi terganggu dengan penilaian risiko consequence : 2 dan : probability 3 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara : 1) Rekayasa Teknik Rekayasa teknik yang dilakukan pada kabin operator telah dirancang oleh produsen mesin drilling dapat meredam kebisingan
hingga
80
dB,
untuk
mengatasi
gangguan
komunikasi dapat dilakukan dengan cara memakai alat bantu berupa headset yang dipasang pada radio komunikasi. Sehingga gangguan komunikasi karena kebisingan yang ditimbulkan mesin drilling dapat direduksi. 2) Alat Pelindung Diri Pengendalian
secara
APD
untuk
mengurangi
gangguan
pendengaran dengan cara pemakaian earplug atau earmuff bagi pengawas yang berada di sekitar. Intensitas kebisingan pada mesin drilling belum diketahui karena belum dilakukan pengukuran, akan tetapi untuk mesin drilling Sandvik, pada cabin telah dirancang untuk mampu meredam bising sampai 80 dB. Pengendalian yang dipilih diatas baik secara rekayasa teknik maupun APD dilakukan untuk mengurangi potensi bahaya yang timbul akibat kebisingan yang dihasilkan mesin drilling. Tindakan
tersebut
telah sesuai commit to user
dengan
Permenakertrans
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
No. Per.01/MEN/1980 pasal 66 ayat (1) “tenaga kerja yang mengebor tanah harus selalu dilindungi dari bahaya kejatuhan benda, bahaya debu, uap, gas, kebisingan dan getaran”. e. Bahaya sudut kemiringan lokasi 1) Potensi
mesin
drilling
rebah
dengan
penilaian
risiko
consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium) Pengendalian yang dilakukan secara : a) Rekayasa Teknik Pengendaliannya dengan cara sebelum melakukan drilling lokasi drilling dilakukan perataan dengan unit dozer terlebih dahulu. Pada ruang operator dipasang alat untuk mengetahui posisi kemiringan mesin drilling untuk mengetahui besar sudut kemiringan yang saat ini dia berada. b) Administratif Operator pada saat drilling, traveling atau parkir selalu memperhatikan lokasinya terutama sudut kemiringan lokasi. Tidak memaksakan unit untuk tetap melaju di lokasi dengan kemiringan lebih dari 300 . 2) Potensi mesin drilling rebah menimpa mesin drilling atau orang yang berada disekitarnya, dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Pengendalian yang dilakukan secara Rekayasa Teknik adalah lokasi drilling dalam posisi miring, tetapi di bawah 300 maka jarak aman antar mesin drilling harus diperhatikan minimal 2x panjang mesin drilling saat mengangkat tower. 3) Potensi operator mengalami cidera dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara Alat Pelindung Diri adalah untuk melindungi operator dari kemungkinan rebahnya mesin drilling, maka operator harus selalu mengenakan sabuk pengaman. Pengendalian yang berhubungan dengan kemiringan jalan sesuai dengan peraturan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 141 tentang Jalan Darat ayat (2) yang berbunyi “Radius minimum dan kemiringan jalan maksimum, harus sesuai dengan kemampuan kendaraan yang dipakai”. Jadi untuk pengendalian bahaya agar mesin drilling tidak rebah karena kemiringan lokasi maka operator harus memperkirakan radius minimum dan kemiringan lokasi maksimum, harus
sesuai
dengan
kemampuan
mesin
drilling.
Kemudian
berhubungan dengan APD berupa pemakaian seat belt telah sesuai dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 140 tentang Konstruksi dan Peralatan Kendaraan ayat (15) “Kendaraan yang dioperasikan pada daerah berpotensi bahaya terguling dan kejatuhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
benda maka harus :” huruf b “dilengkapi dengan sabuk pengaman harus baik untuk pengemudi maupun penumpang”. f. Antar mesin drilling di area drilling Potensi tabrakan antar mesin drilling di area drilling dengan penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara : 1) Sebelum melakukan drilling, antara operator harus melakukan koordinasi, pembagian lokasi serta pola arah drilling terlebih dahulu. 2) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan antar mesin drilling di lokasi drilling, maka antar operator mesin drilling harus saling melakukan komunikasi dengan operator mesin drilling yang lain ketika akan berpindah lokasi. Dengan dilakukan penilaian risiko dan upaya pengendaliannya, maka diharapkan potensi tabrakan antar mesin drilling dapat dikurangi. Maka hal ini sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah dan mengurangi kecelakaan”. g. Bahaya saat pindah lokasi titik drilling Potensi rod bengkok atau patah dengan penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
1) Memasang alat automatic engine stop pada mesin drilling, jadi ketika rod drilling belum dinaikan dan mesin drilling jalan pindah lokasi, secara otomatis mesin akan stop. 2) Memasang alarm otomatis dengan prinsip kerja sama dengan automatic engine stop hanya bedanya disini berupa alarm yang berbunyi. Dengan dilakukan penilaian risiko dan upaya pengendaliannya, maka diharapkan potensi rod bengkok atau patah dapat dikurangi. Maka hal ini sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah dan mengurangi kecelakaan”. h. Bahaya kebocoran hidrolik tower 1) Potensi tower drilling patah karena turun secara cepat dan tiba – tiba, dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara : a) Operator melakukan P2H (Pelaksanaan Pemeriksaan Harian) secara rutin setiap awal shift termasuk bagian hidrolik. b) Segera melakukan penggantian spare part yang sudah tidak berfungsi dengan semestinya dan memperhatikan jangka waktu pemakaiannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
c) Melakukan maintenance secara berkala dan terjadwal dengan pasti. d) Operator melakukan pekerjaan drilling dengan mengacu prosedur kerja/SOP yang ada. 2) Potensi pencemaran lingkungan karena kebocoran oli dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 4 (Low). Pengendalian yang dilakukan administratif dengan cara segera menghentikan pekerjaan apabila mengetahui ada kebocoran atau rembesan oli pada hidrolik. Pengendalian yang dipilih yang berkaitan dengan pemeriksaan berkala telah sesuai dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 213 tentang Pemeriksaan ayat (1) “Semua permesinan dan peralatan harus diperiksa secara berkala sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Kepala Teknik Tambang”. Selain itu juga pada pengendalian melakukan P2H secara rutin setiap awal shift telah sesuai dengan pasal 232 tentang Pencegahan Umum ayat (4) disebutkan "Sebelum memulai pekerjaan pada setiap permulaan gilir kerja, pekerja tambang harus memeriksa dan memastikan bahwa peralatan dalam keadaan aman untuk digunakan. Kondisi tidak aman dan tindakan penanggulangan yang dilakukan harus dicatat di dalam buku pemboran.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
i. Bahaya unit atau sarana lain masuk ke lokasi drilling Potensi menabrak mesin drilling yang sedang beroperasi dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya: 4 (Low). Pengendalian yang dilakukan secara Administratif : 1) Pemasangan rambu peringatan di area drilling berupa tulisan “Dilarang Masuk Drill Area”. 2) Pembuatan bundwall di sekeliling area drilling, 3) Pemasangan safety line di sekeliling area drilling. Pengendalian yang dilakukan dengan memasang rambu-rambu telah sesuai dengan Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 146 tentang Peraturan Angkutan. Didalam pasal 146, disebutkan tentang tata cara pemasangan rambu – rambu di lokasi tambang. 2. Manajemen Aktivitas Blasting Hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada aktivitas drilling di PT. Telen Orbit Prima site Buhut sebagai berikut : a. Bahaya kecelakaan (jalan tambang) Potensi tabrakan dengan unit lain dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 12 (High) Pengendalian yang dilakukan dengan : 1) Rekayasa Teknik Pengendalian mengenai masalah jalan tambang rawan terjadi kecelakaan dan dalam hal ini juga harus bekerja sama dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Departemen GMP terutama mine plan, karena mine plan disini sebagai perancang/pendesain jalan yang ada di tambang. Untuk dari sisi keselamatan ada beberapa kriteria seperti lebar jalan 3,5x unit terbesar yang melalui jalan tersebut, apabila luas lokasi tidak mencukupi maka dibuat satu jalur (satu arah) dengan lebar tidak >2x lebar unit terbesar yang melalui jalan tersebut, disisi jalan dilengkapi bundwall setinggi ¾ ban unit terbesar yang melalui jalan tersebut, pembuatan saluran drainase atau paritan, perhitungan kemiringan jalan serta pemasangan rambu. 2) Administratif Perlu diadakan training bagi para driver seperti Difensive Driving secara rutin. Driver harus mengikuti tes tertulis terlebih dahulu dan praktek, serta mempunyai KIMPER (Kartu Ijin Mengemudi Perusahaan), untuk unit A2B dengan keterangan lulus OTD yang sesuai dengan area dan unit yang dioperasikan, melakukan P2H di awal shift serta melakukan penggunaan radio komunikasi seperlunya saja dan apabila akan melakukan overtaking harus melakukan komunikasi 2 arah, jangan mendahului sebelum mendapatkan ijin dari unit yang akan didahului. Dan untuk semua unit yang berada di area PT. Telen Orbit Prima harus lulus uji Comisioning, mempunyai sistem penggerak 4 WD (dobel gardan), dilengkapi lampu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
rotary,
radio
serta
bendera
sesuai
dengan
Prosedur
“Pengoperasian Kendaraan Unit” (013-SHD-212). 3) Alat Pelindung Diri Sebagai pengendalian secara APD yaitu dengan cara pemakaian seat belt (sabuk pengaman) serta di beberapa unit dilengkapi dengan air bag. Pengendalian bahaya yang dipilih secara rekayasa teknik yang berkaitan dengan jalan tambang telah sesuai dengan Kepmentamben Nomor 555.K/26/M.PE/1995 pasal 141 tentang Jalan Darat, pasal 144 tentang Cara Kerja yang Aman dan pasal 146 tentang Kriteria Angkutan, beberapa kriteria yang tercantum dalam peraturan tersebut secara keseluruhan telah terpenuhi namun beberapa masih perlu upaya peningkatan. Dan pengendalian di atas juga mengacu pada Prosedur “Pengoprasian Kendaraan/Unit” (013-SHD-212) serta Prosedur “Jalan dan Rambu Lalu Lintas Tambang” (028-SHD-226). Kemudian berkaitan dengan pemilihan pengendalian secara Administratif telah sesuai dengan pasal 142 tentang Persyaratan dan Kewajiban Pengemudi, salah satunya yang telah dilakukan di PT. Telen Orbit Prima adalah syarat untuk dapat mengemudikan sarana/unit selain SIM adalah harus mempunyai KIMPER dan melalui Operational Training Development. Hal ini telah memenuhi dan sesuai dengan pasal 142 ayat (1) huruf c “telah mendapatkan pelatihan dan dinyatakan mampu mengemudi oleh Kepala Teknik Tambang”. Yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
terakhir adalah pengendalian secara Alat Pelindung Diri tentang kewajiban penggunaan sabuk pengaman sesuai pasal 140 tentang Kunstruksi dan Peralatan Kendaraan ayat (15) huruf b “Dilengkapi dengan sabuk pengaman harus baik untuk pengemudi maupun penumpang”. b. Bahaya fly rock Potensi fly rock menimpa pekerja/alat dengan
penilaian risiko
consequence : 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan dengan cara : 1) Rekayasa Teknik Pengendalian
yang dapat
dilakukan
yaitu
dengan cara
pembersihan area dari material bebas seperti boulder di area blasting
pada
saat
sebelum
dilakukan
drilling
dengan
menggunakan unit dozer. Stemming yang tepat seperti material yang digunakan untuk stemming dan penutupan yang rapat, sehingga energi dari bahan peledak dapat terkurung cukup rapat menghasilkan rekahan yang baik bukan menjadi fly rock. Penentuan arah dan urutan ledakan yang tepat sesuai dengan kondisi dan pola peledakan. 2) Administratif Pengendalian ini dilakukan dengan cara melakukan peledakan pada jam 11.00 – 13.00 yaitu pada saat rest time. Dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
melakukan peledakkan pada saat istirahat mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mempermudah evakuasi dan tidak mengganggu jam produksi (lost time). Sesuai prosedur peledakan juga bisa dilakukan pada jam 15.00 - 17.00, dengan konsekuensi harus dilakukan evakuasi dan terjadi lost time. Evakuasi yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur PT. Telen Orbit Prima, evakuasi jarak aman yaitu 300 m untuk unit dan 500 m untuk manusia serta menempatkan road blocker untuk memastikan area peledakan tidak ada unit atau orang yang masuk dalam radius yang ditentukan, pemasangan bendera untuk batas aman evakuasi, merah untuk area blasting, kuning untuk unit, hijau untuk pekerja. Selain itu juga memberi peringatan waktu peledakan dengan membunyikan sirine sesuai dengan prosedur. Pengendalian yang dilakukan baik secara rekayasa teknis dan administratif untuk mengurangi bahaya dari flying rock diatas sesuai dengan Undang–undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 tentang Syarat – Syarat Keselamatan, ayat (1) huruf a : “mencegah dan mengurangi kecelakaan” dan huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
c. Bahaya Misfire Potensi meledak saat blaster melakukan pengecekan hasil peledakan, dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara administratif yaitu sesuai dengan Instruksi Penanganan Gagal Ledak (055 – PRO – 301) : 1) Kontrol dan pastikan telah terjadi Misfire pada pelaksanaan peledakan. 2) Instruksikan kepada semua blocker untuk tetap mengaktifkan blocker
sampai
penanganan
misfire
selesai,
dan
menghubungi/berkoordinasi dengan pengawas PT. Telen Orbit Prima. 3) Memeriksa rangkaian (line) dan lubang yang misfire untuk memastikan awal rangkaian yang gagal ledak dan dilakukan 5 menit setelah peledakan pertama : a) Apabila masih bagus lakukan Re-Blasting dan apabila Surface Delay (TLD) misproduct/rusak maka dilakukan pelepasan keep dan memotong tube, kemudian tempelkan pada elektric detonator baru pada rangkaian ulang dan ditanam di dalam tanah. b) Apabila terjadi pada inhole delay dan line sudah tidak bagus maka stemming-nya dikeluarkan dengan Stick/Compressor. 4) Apabila stemming berhasil dikeluarkan lakukan top primming. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
5) Apabila stemming tidak berhasil dikeluarkan maka lokalisir lubang tersebut dan lakukan pengecekan jenis bahan peledak. 6) Jika ANFO maka lubang tembak disiram dengan air terusmenerus sampai bahan peledak menjadi mandul. 7) Lakukan rangkai peledakan baru dan lakukan peledakan sesuai Prosedur “Pelaksanaan Peledakan” (055-PRO-202) 8) Pastikan lubang tembak misfire ikut meledak dan aman. 9) Buatlah berita acara telah terjadi gagal ledak (misfire) dan penanganannya ke Kepala Teknik Tambang atau yang mewakili. 10) Apabila tingkat terjadinya misfire dalam kurun waktu tertentu tinggi, maka PT. Telen Orbit Prima harus melakukan investigasi terhadap kontraktor yang menangani peledakan, dalam hal ini adalah PAMA. Instruksi penanganan gagal ledak (misfire) yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima diatas telah sesuai dengan apa yang termuat dalam Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 79 yaitu tentang Peledakan Mangkir ayat (1) dan (2). Walaupun telah ada instruksi penanganan gagal ledak tetapi hal tersebut perlu dilakukan tindakan pengendalian lanjutan untuk menurunkan tingkat risiko yang ada, yaitu dengan cara melakukan investigasi atau evaluasi terhadap pihak kontraktor PT. PAMA sebagai pelaksana peledakan OB. Dengan
investigasi
dan
evaluasi
commit to user
tersebut
diharapkan
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
meningkatkan aspek dan kualitas keselamatan, sehingga kejadian gagal ledak yang berpotensi menimbulkan bahaya dapat diminimalisir. d. Premature blast 1) Potensi premature blast mengenai blast crew, dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara Administratif yaitu dengan cara
pembekalan tentang blasting di awal masuk kerja dan
mengisi SPDK (Surat
Pelanggaran Disiplin Karyawan),
memberikan penjelasan cara perlakuan yang benar dan aman saat merangkai, meletakan rangkaian booster (primming) pada saat P5M atau safety talk. Serta pemberian papan pengumuman “Dilarang Masuk Area Peledakan”, bagi para crew blast dilarang membawa korek api, handphone, membawa dan menggunakan radio, dilarang merokok atau membuat nyala api pada jarak kurang 10 meter dari bahan peledak, serta pengaturan waktu peledakan hanya dapat dilakukan saat cuaca cerah, tidak diijinkan melakukan peledakan saat hujan atau berpotensi banyak petir. 2) Potensi premature blast mengenai unit yang berada di area peledakan dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi potensi terjadinya premature blast yang disebabkan dari unit MMU (Mobile Mixing Unit) yaitu dengan cara menempatkan 1 atau 2 orang yang bertugas sebagai pengawas dan pemberi aba – aba atau arahan kepada driver saat berada di area blasting, memberi instruksi kepada driver kemana arah yang aman untuk menghindari unit MMU menginjak lubang yang terlah terisi bahan peledak serta mencegah agar kabel in hole delay tidak tersangkut di ban unit MMU. Pemilihan pengendalian dari potensi bahaya premature blast diatas telah sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”. Jadi pengendalian secara rekayasa teknik dan administrasi untuk mengurangi potensi terjadinya premature blast dapat tercapai. e. Bahaya kontaminasi bahan kimia Potensi menggangu kesehatan pekerja (crew blast) dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium) 1) Rekayasa Teknik Rekayasa teknik yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya kontaminasi dengan bahan kimia, maka pada saat charging ketika memasukan ANFO ke lubang ledak menggunakan hose (selang).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
2) Administrasi Pengendalian yang bisa dilakukan yaitu saat pembongkaran dan pencampuran ANFO serta pada saat charging bahan peledak para crew blast sebisa mungkin memperhatikan arah mata angin. Diusahakan tidak melawan arah mata angin dan usahakan searah dengan arah mata angin, hal ini bertujuan agar potensi untuk terkontaminasi dengan bahan kimia karena hempasan angin dapat diminimalisir. Hal ini dapat disampaikan saat P5M (Pembicaraan 5 Menit) atau safety talk. 3) Alat Pelindung Diri (APD) Yaitu dengan cara pada saat melakukan aktivitas pembongkaran dan pencampuran ANFO serta pada saat charging bahan peledak, crew blast selalu mengunakan APD berupa masker, sarung tangan, helm, safety glass, pakaian kerja lengan panjang dan celana panjang serta menggunakan safety shoes. Pengendalian yang dipilih baik secara rekayasa teknik dan administratif telah sesuai dengan Undang–undang no 1 tahun 1970 Bab III tentang Syarat - Syarat Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf g “mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”, huruf h “mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan”. Dan untuk pengendalian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
sacara APD telah memenuhi Kepmentamben No 555.K/26/M.PE/1995 pasal 89 tentang Alat Pelindung Diri ayat (1), (2) dan ayat (3). f. Bahaya paparan panas Potensi terjadinya kelelahan kerja serta gangguan kesehatan (dehidrasi) dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 4 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium) Pengendalian yang dilakukan dengan : 1) Administratif Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi paparan panas yaitu dengan cara penyediaan air minum bagi para crew blast di lokasi blasting. 2) Alat Pelindung Diri Untuk mengurangi paparan panas yang berlebihan maka para crew blast dilengkapi dengan helm, pakaian kerja (lengan panjang dan celana panjang) bereflektor, safety shoes, sarung tangan serta pemakaian wide sun. Usaha pengendalian yang dipilih saat ini baik secara Administrasi dan Alat Pelindung Diri yang telah dilakukan dapat mengurangi paparan panas serta risiko yang timbul akibat paparan panas dapat direduksi seperti dehidrasi, heatstress atau heat crams. Hal tersebut telah sesuai dengan Undang–undang no 1 tahun 1970 Bab III tentang Syarat - Syarat Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf g “mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”, huruf h “mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan”. Akan tetapi dalam hal monitoring dan pengukuran mengenai berapa besar paparan panas/iklim kerja belum dilakukan, jadi
dalam
hal
ini
belum
memenuhi
Permenakertrans
No
PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Bab II NAB Faktor Fisika pasal 4. g. Bahaya lubang ledak Potensi kaki crew blast terperosok masuk lubang ledak dengan penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 3 sehingga nilai risikonya : 9 (Medium). Pengendalian yang dilakukan administrasi dengan cara pemberian tanda berupa pita disetiap lubang. Pemberian pita ini dilakukan pada saat sounding, dengan perbedaan warna yaitu pita hijau untuk lubang yang kering dan orange untuk lubang basah. Serta pada pita tersebut diberi tulisan status ketinggian air serta kedalaman lubang. Penandaan lubang dengan pita ini selain untuk memberi tanda status lubang juga dapat mencegah terperosoknya para crew blast saat melakukan charging, primming atau stemming. Dengan dilakukannya pengendalian diatas berarti risiko terjadinya kecelakaan crew blast terperosok lubang ledak dapat dikurangi, hal ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
juga sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamtan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah dan mengurangi kecelakaan”. h. Bahaya tumpahan bahan kimia Potensi terjadinya pencemaran lingkungan dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 6 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan dengan : 1) Rekayasa Teknik Pengendaliannya pada saat memindahkan Ammonium Nitrate dari dalam gudang handak menggunakan forklift sedangkan untuk mengangkat Ammonium Nitrate untuk proses mixing menggunakan alat bantu berupa unit crane truck, ini bertujuan untuk mengurangi potensi terjadinya tumpahan saat memindah dan mengangkat Ammonium Nitrate. Pada saat mixing ANFO dengan unit MMU, saat unit crane truck memasukkan Ammonium Nitrate ke unit MMU, dibagian atas untuk memasukkan Ammonium Nitrate harus dilengkapi semacam corong
seperti
yang
ada
pada
water
tank.
Sehingga
kemungkinan terjadinya tumpahan Ammonium Nitrate yang dapat mencemari lingkungan dapat diminimalisir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
2) Administratif Tindakan pengandalian yang dilakukan secara administratif adalah apabila terjadi tumpahan dengan cara melakukan penanganan sesuai Material Safety Data Sheet (MSDS) merupakan salah satu bentuk pengendalian resiko berkaitan dengan bahan kimia B3 yaitu prosedur safety penanganan, tumpahan, kebocoran dan limbah (Precaution for Safety Handling and Use) Upaya pengendalian diatas belum sepenuhnya terpenuhi seperti pemasangan corong diatas unit MMU (Mobile Mixing Unit) untuk pengisian Amonium Nitrate, akan tetapi selama ini PT. Telen Orbit Prima
telah
mengupayakan
untuk
meminimalisir
timbulnya
pencemaran tanah tersebut seperti pengangkatan AN di dalam gudang handak menggunakan forklift dan untuk proses mixing, menggunakan crane truck. Jadi usaha – usaha yang dilakukan untuk mengurangi pencemaran tanah sesuai dengan Permen No 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Pencemaran Tanah untuk Produksi Biomassa, Bab V Tata Laksana Pengendalian Bagian Pertama Pencegahan Kerusakan Tanah, pasal 11 “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah produksi biomassa wajib melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
i. Bahaya pengangkutan aksesoris 1) Potensi terjadi premature blast dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). Pengendalian yang dilakukan dengan Administratif
yaitu
dengan cara: a) Kepala
Pelaksana
petunjuk
teknis
Inspeksi untuk
Tambang mengeluarkan mengatur
pengangkutan,
pemindahan atau pengiriman semua jenis bahan peledak dan detonator di dalam atau disekitar wilayah kegiatan usaha pertambangan
sesuai dengan Kepmentamben
555.K/26/M.PE/1995 Bagian Kelima – Pengangkutan pasal 72 tentang Ketentuan Pengangkutan ayat (4). b) Memastikan
urutan
pengambilan
dimulai
dari
pengambilan pertama Ammonium Nitrat, kedua Dinamit, ketiga Detonator. Mencegah terjadinya kerusakan bahan peledak akibat salah dalam penyimpanan dan urut-urutan pengambilan atau First In first Out (FIFO). c) Memastikan kendaraan khusus (Mobil Box) pengangkut Explosive dan Accessories disiapkan didepan pintu gudang, kendaraan khusus tersebut harus memiliki pintu dapat ditutup rapat dan dikunci, dan kendaraan tersebut harus bebas dari benda-benda yang dapat menimbulkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
nyala api atau ledakan serta didalam box harus dilapisi alas kayu. d) Explosives dan Accessories ditempatkan pada masingmasing tempatnya dan tidak dibenarkan dicampur, Ammonium Nitrate pada truck ( ANFO truck tersendiri), dinamit dan detonator pada masing-masing box (kotak) tersendiri dan pengawasan dilakukan sampai kendaraan ditutup dan dikunci. e) Dilarang mengangkut bahan peledak ke atau dari gudang bahan peledak atau disekitar tambang kecuali dalam peti aslinya yang keperluan itu. Apabila dalam pemindahan bahan peledak dari peti aslinya ke dalam wadah tertutup terdapat sisa maka sisa tersebut harus segera dikembalikan ke gudang bahan peledak. 2) Potensi kecelakaan unit dengan penilaian risiko consequence : 4 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 8 (Medium). Pengendalian yang dilakukan secara Administratif dengan cara melakukan pengawalan pada rombongan/unit yang membawa accesories atau bahan peledak serta melakukan pengumuman lewat radio, untuk unit lain yang berada di jalur yang akan dilewati harap berhati – hati karena sedang dilakukan pengawalan pengangkutan accesories atau bahan peledak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Wujud pengendalian diatas telah terpenuhi, di PT. Telen Orbit Prima
telah
membuat
Prosedur
Pengambilan,
Pengeluaran,
Pengangkutan dan Pengembalian Explosive Accessories (Bahan Peledak)
Nomor
Dokumen
(056-PRO-203)
dan
referensi
penyusunannya pun juga telah sesuai dengan Kepmentamben 555.K/26/M.PE/1995 Bagian Kelima – Pengangkutan pasal 72 tentang Ketentuan Pengangkutan. j. Bahaya saat pengecekan hasil peledakan Potensi blaster terperosok lubang bekas peledakan atau fragmentasi dengan penilaian risiko consequence : 3 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 6 (Medium). Pengendalian yang dilakukan dengan : 1) Memastikan batuan yang dipijak aman dari longsoran. 2) Saat menuruni jalan posisikan badan saat berjalan pada posisi miring jangan searah dengan kemiringan. 3) Alat Pelindung Diri Pengendalian secara APD dengan cara memakai safety shoes untuk melindungi kaki dari runtuhan batuan. Dengan dilakukan penilaian risiko dan upaya pengendaliannya, maka diharapkan bahaya terperosok bekas lubang ledak atau fragmentasi dari peledakan dapat dikurangi. Serta dengan pemakaian safety shoes untuk bahaya kejatuhan atau terkena runtuhan dari batuan dapat dihindarkan. Maka hal ini sesuai dengan Undang-undang No 1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf a “mencegah dan mengurangi kecelakaan”. k. Bahaya getaran 1) Potensi mengganggu masyarakat sekitar dengan penilaian risiko consequence : 1 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 2 (Low) Pengendalian yang dilakukan : a) Rekayasa Teknik Pengendalian yang dilakukan dengan cara mengusahakan pembentukan free face, untuk lubang yang terdapat genangan air maka air tersebut disedot menggunakan unit legra. b) Administratif Pengendalian yang dilakukan PT. Telen Orbit Prima yaitu menginventarisasi pemukiman masyarakat yang berada dalam radius 500 sampai dengan 1000 m. 2) Potensi merusak bangunan sekitar dengan risiko consequence : 1 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 2 (Low). Pengendalian yang dilakukan secara Administratif adalah dengan selalu melakukan monitoring lingkungan dengan menggunakan Blastmate untuk memantau berapa besar getaran dan suara yang sampai di pemukiman penduduk desa terdekat, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
dalam hal ini PT. Telen Orbit Prima melakukan monitoring di Desa Buhut. Aspek yang tepat dari pengendalian ini adalah PT. Telen Orbit Prima telah melakukan monitoring atau pengukuran ground vibration menggunakan Blastmate pada lokasi pemukiman terdekat yaitu Desa Buhut secara rutin setiap dilakukan peledakan. Dan hasil monitoring selama ini yang telah dilakukan mengenai ground vibration menunjukan hasil masih di bawah NAB Getaran yang dipersyaratkan dalam peraturan Kepmen LH No 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran. Daftar monitoring ground vibration terlampir pada lampiran 1. Serta pengendalian secara Rekayasa Teknik dengan mengusahakan pembentukan free face sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf g “mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. l. Bahaya gas beracun Potensi meracuni pekerja (blaster) disekitar area peledakan dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 4 (Low). Pengendalian yang dilakukan : 1) Rekayasa Teknik Pengendalian untuk mencegah terjadinya gas beracun dengan cara perbandingan pencampuran yang tepat antara Ammonium commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Nitrat (AN) dengan Fuel Oil (FO) sebesar 94,5% banding 5,5% sehingga dengan perbandingan yang tepat dapat mencegah atau mengurangi timbulnya fume. Dan untuk mengantisipasi dari adanya injeksi (masuknya air) maka sebelum pengisian lubang ledak, dilakukan penyedotan air dengan unit legra. 2) Administratif Dengan cara melakukan pengaturan waktu pengecekan hasil setelah peledakan. Sesuai prosedur yang ada, untuk memeriksa hasil peledakan untuk mernastikan semua bahan peledak telah habis terpakai saat peledakan setelah 5 – 15 menit pasca peledakan. Dengan tujuan agar konsentrasi gas hasil peledakan dapat terurai dan berkurang. 3) Alat Pelindung Diri Pengendalian dengan cara pemakaian masker bagi blaster saat memeriksa hasil setelah peledakan. Pengendalian bahaya gas beracun secara rekayasa teknik dan administrasi yang dilakukan telah sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan” serta huruf g “mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
m. Bahaya Air Blast Potensi menyebabkan cidera para crew blast, blaster atau orang yang berada di lokasi peledakan dengan penilaian risiko consequence : 1 dan probability : 4 sehingga nilai risikonya : 4 (Low). Pengendalian yang dilakukan secara Administratif dengan cara evakuasi yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur PT. Telen Orbit Prima, evakuasi jarak aman yaitu 300 m untuk unit dan 500 m untuk manusia serta menempatkan para road blocker untuk memastikan area peledakan tidak ada unit atau orang yang masuk. Pengendalian yang dipilih dengan Administrasi dengan evakuasi jarak aman, pada prinsipnya sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”. n. Bahaya Noise 1) Potensi mengganggu pendengaran dengan penilaian risiko consequence : 1 dan probability : 4 sehingga nilai risikonya : 4 (Low). Pengendalian yang dipilih secara Rekayasa Teknik dengan cara pengaturan penutupan bahan peledak (stemming) yang rapat, waktu tunda yang tidak terlalu pendek, pengaturan waktu peledakan pada kondisi yang cerah sehingga efek hempasan bisa terhempas ke arah vertikal sehingga tidak memantul ke bawah. Karena apabila saat peledakan cuaca mendung dan berawan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
maka tekanan udara bagian atas permukaan lebih tinggi dari pada tekanan udara di permukaan, jadi apabila cuaca mendung noise tersebut lebih besar. 2) Potensi merusak bangunan sekitar dengan penilaian risiko consequence : 2 dan probability : 2 sehingga nilai risikonya : 4 (Low) Pengendalian Administratif melakukan monitoring tingkat noise yang sampai ke pemukiman terdekat desa Buhut dengan Blastmate. Sehingga efek dari noise dapat termonitoring secara rutin. Pada prinsipnya pengendalian yang dipilih telah efektif dilakukan setiap kali akan dilakukan peledakan OB di lokasi tambang untuk mengurangi timbulnya potensi noise. Pengendalian yang dipilih pada prinsipnya sesuai dengan Undang–undang No 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”. Selain itu monitoring yang dilakukan secara rutin menunjukan hasil dibawah NAB. Jadi pemantauan tersebut telah memenuhi persyaratan Permenakertrans Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, BAB II NAB Faktor Fisika pasal 5 ayat (1) “NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA)” dan ayat (2) “Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 2 Peraturan Menteri ini”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
o. Bahaya sambaran arus listrik liar atau sambaran petir Potensi terjadi premature blast dengan penilaian risiko consequence : 4 probability : 1 dan sehingga nilai risikonya : 4 (Low) Pengendalian yang dilakukan dengan : 1) Substitusi Pengendalian yang dilakukan dengan cara mengganti detonator listrik yang rawan dengan arus liar dengan detonator non listrik (nonel) yang lebih aman terhadap arus liar. 2) Administratif Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan cara melakukan penyimpanan detonator listrik di dalam peti kayu dan di kunci, hanya dibuka saat akan dilakukan peledakan. Serta pemberian
papan
pengumuman
“Dilarang
Masuk
Area
Peledakan”, bagi para crew blast dilarang membawa korek api, handphone, membawa dan menggunakan radio komunikasi, dilarang merokok atau membuat nyala api pada jarak kurang 10 meter dari bahan peledak, serta pengaturan waktu peledakan hanya dapat dilakukan saat cuaca cerah, tidak diijinkan melakukan peledakan saat hujan atau berpotensi banyak petir. Pengendalian yang telah diterapkan di PT. Telen Orbit Prima dengan mengganti detonator listrik menjadi detonator non listrik merupakan pengendalian secara substitusi yang baik. Karena risiko terjadinya premature blast disebabkan adanya sambaran arus liar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
dapat dinimalisir. Hal ini telah sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang–undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat (1) huruf c “mencegah dan mengurangi bahaya peledakan”. Untuk pembuatan HIRARC dalam format tabel baik untuk aktivitas drilling maupun blasting terlampir pada lapiran 2 (HIRARC Aktivitas Dirlling dan Blasting). 3. Pemenuhan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls, dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Penerapan manajemen risiko yang dilaksanakan di PT. Telen Orbit Prima berdasarkan Prosedur Identifikasi Aspek dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja Nomor Dokumen (002-SHD-201) dengan mengacu pada beberapa standar yaitu : ISO 14001 elemen 4.3.1. Aspek Lingkungan, OHSAS 18001 elemen 4.3.1. Perencanaan Untuk Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko, serta SMK3 (Permenakertrans No.Per-05/Men/1996) elemen 1.2. Tinjauan Awal K3. Dalam SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”, sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan hasil penilaian tersebut sehingga dapat teridentifikasi dan penentuan tindakan yang akan dilakukan terhadap setiap risiko. Dari beberapa bahaya yang mempunyai tingkat risiko atau bahaya tertentu yang bila tidak dilaksanakan pengendalian akan menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, untuk itu perusahaan mempunyai konsekuensi untuk mengambil langkah pengendalian pada proses tersebut dalam skala prioritas yang lebih besar. PT. Telen Orbit Prima telah melakukan pengendalian secara substitusi seperti mengganti detonator elektrik menjadi detonator non elektrik (nonel), rekayasa teknik seperti mencegah fly rock dengan cara melakukan stemming secara rapat, administrasi seperti pemberian training dan yang terakhir pemberian APD. Perusahaan merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatankegiatan (drilling dan blasting) yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, prosedur, instruksi kerja, penerapan ijin kerja apabila melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya besar dan penggunaan alat pelindung diri yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada untuk mengatur dan mengendalikan risiko yang ada pada aktivitas drilling dan blasting yang ada di PT. Telen Orbit Prima. Hal tersebut sudah disesuaikan dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”. Setelah implementasi
pengendalian untuk
yang
melaksanakan
dilakukan kontrol
selanjutnya dari
bahaya
langkah tersebut.
PT. Telen Orbit Prima dalam menerapkan langkah pengendalian dengan melaksanakan kontrol yang telah ditetapkan. Penerapan langkah-langkah pengendalian tersebut harus dilakukan agar bahaya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja tidak terjadi di PT. Telen Orbit Prima site Buhut khususnya pada aktivitas drilling dan blasting. Penerapan pengendalian tersebut ditetapkan pelaksanaannya oleh Kepala Departemen Produksi dan sosialisasi serta implementasi prosedur/ instruksi/ standard untuk mengontrol aspek penting, melaksanakan program yang telah disusun sesuai objective & targetnya (Prosedur Indentifikasi Bahaya dan Dampak Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Dalam penerapan pengendalian
tersebut
harus
juga
melibatkan
karyawan
dengan
menerapkan, memantau dan pengukuran dari penerapan pengendalian bahaya dengan cara memberi saran kepada supervisor maupun ke departemen SHD sebagai pemantau pelaksanaan yang telah ditetapkan tersebut. Setelah dilakukan penerapan pengendalian tersebut, tindakan tinjauan kembali atau mereview implementasi prosedur/ instruksi/ standard yang telah dibuat dan review pelaksanaan program berdasarkan Activity Plan. Memeriksa hasil program dan hasil operasional control yang telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
dilaksanakan dan melihat pemenuhannya terhadap Peraturan LK3 dan persyaratan lainnya. Kemudian mendokumentasikan laporan hasil program yang telah selesai dan disimpan. PT. Telen Orbit Prima jangka waktu untuk melakukan revisi dan review ulang Identifikasi Aspek LK3 setelah 1 (satu) tahun atau bila ada perubahan kondisi internal dan atau eksternal perusahaan, dan untuk saat ini belum dilakukan revisi karena PT. Telen Orbit Prima merupakan perusahaan baru dan untuk pembuatan HIRARC di buat baru mulai bulan Agustus tahun 2011. Untuk semua dokumen HIRARC disimpan oleh safety officer atau safety supervisor yang telah diketahui oleh Departemen SHD di PT. Telen Orbit Prima, yang semuanya telah tertuang dalam Prosedur Indentifikasi Bahaya dan Dampak Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (002-SHD-201) yang mengacu serta disesuaikan dengan SMK3 Elemen 3.3 “Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Telen Orbit Prima tentang penerapan HIRARC pada aktivitas drilling dan blasting di area pertambangan batubara site Buhut, Kalimantan Tengah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya dalam aktivitas drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut adalah : a. Aktivitas Drilling 1) Potensi bahaya : Bahaya dimensi mesin drilling, front drilling, debu serpihan batu, kebisingan, unit lain, kemiringan lokasi, antar mesin drilling, pindah titik drilling. 2) Penilaian risiko dengan tingkat risiko : a) Medium adalah tertabrak/menabrak unit lain saat traveling, mesin
drilling
pernapasan,
amblas
(debu
di
batuan,
front
drilling,
gangguan
serpihan/pecahan
batu),
pandangan terbatas (debu batuan, serpihan/pecahan batu), ganguan pendengaran dan komunikasi, mesin drilling rebah, mesin drilling rebah menimpa orang/unit lain, commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
operator cidera, tower drilling patah, tabrakan antar mesin drilling dan rod bengkok/patah. b) Low adalah bahaya unit lain masuk menabrak mesin drilling yang sedang beroprasi, pencemaran lingkungan karena ceceran oli hidrolik yang bocor. b. Aktivitas Blasting 1) Potensi bahaya : Bahaya fly rock, getaran, gas beracun, misfire, premature blast, air blast, noise, kontaminasi bahan kimia, kecelakaan, paparan matahari, terperosok lubang ledak, pengangkutan aksesoris, sambaran arus liar/petir, pengecekan hasil peledakan. 2) Penilaian risiko dengan tingkat risiko : a) High adalah tabrakan dengan unit lain (jalan tambang). b) Medium adalah fly rock menimpa pekerja/alat, fly rock menimpa penduduk sekitar, misfire, premature blast, kontaminasi bahan kimia, paparan panas, lubang ledak yang belum di isi, pencemaran lingkungan (tumpahan bahan kimia) premature blast, kecelakaan unit (pengangkutan aksesoris),
blaster
terperosok
lubang
hasil
peledakan/fragmentasi (pengecekan hasil peledakan). c) Low adalah mengganggu masyarakat sekitar, merusak bangunan sekitar (ground vibration), gas beracun, airblast, noise, premature blast (arus liar/petir). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
c. Pengendalian yang dilakukan berdasarkan skala prioritas dari penilaian risiko semua potensi bahaya yang ada. Serta sesuai dengan Undang–undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat (1), Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.555K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum pasal 66, 72, 79, 140, 141, 142, 144, 146, 213 dan 232 , Kepmenakertrans Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Kepmen LH No 49 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran, Permen No 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Pencemaran Tanah untuk Produksi Biomassa, Bab V Tata Laksana Pengendalian Bagian Pertama Pencegahan Kerusakan Tanah. d. Di PT. Telen Orbit Prima telah melakukan monitoring secara rutin terhadap bahaya ground vibration danm noise di desa terdekat yaitu desa Buhut dengan menggunakan alat Blastmate dan dari hasil pengukuran selama ini data yang diperoleh masih dibawah NAB. e. Pengendalian yang dilakukan di PT. Telen Orbit Prima adalah pengendalian secara Substitusi, Rekayasa Teknik, Administrasi dan Alat Pelindung Diri telah sesuai dengan Herarki Pengendalian (Hirarchy of Control). 2. Pelaksanaan penerapan HIRARC pada proses drilling dan blasting di area pertambangan batubara PT. Telen Orbit Prima Site Buhut penerapan HIRARC dalam aktivitas drilling dan blasting selama ini yang baru commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
dilakukan adalah manajemen risiko aktivitas blasting, untuk aktivitas drilling belum dilakukan. Oleh sebab itu penulis dalam aktivitas Magang ini melakukan analisis dan menyusun HIRARC untuk aktivitas drilling bersama dengan Departemen Produksi sesuai dengan Prosedur Identifikasi Bahaya dan Dampak Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (002-SHD-201). 3. Penyusunan dan penerapan HIRARC di PT. Telen Orbit Prima sudah terlaksana dan mengacu pada SMK3 Elemen 2.1 “Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko”, OSHAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 yaitu “Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Controls dan ISO 14001 : 2004 klausul 4.3.1 “Enviromental Aspects”.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis dapat memberikan masukan sebagai berikut : 1. Sebaiknya semua potensi bahaya yang ada serta pengendalian pada aktivitas drilling dan blasting selalu dikomunikasikan dengan pekerja bisa melalui P5M (Pembicaraan Lima Menit) atau safety talk baik secara khusus atau general. 2. Sebaiknya kesadaran dan kedisiplinan dari para karyawan lebih ditingkatkan lagi mengingat potensi bahaya yang ada di aktivitas drilling commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
dan blasting cukup tinggi. Hal ini dapat dilakukan lewat P5M (Pembicaraan Lima Menit), safety talk, training atau inspeksi mendadak. 3. Sebaiknya HIRARC aktivitas drilling dan blasting agar selalu mutakhir dengan selalu dilakukan review rutin secara periodik berdasarkan Prosedur Identifikasi Aspek dan Dampak Lingkungan Keselamatan & Kesehatan Kerja (002-SHD-201). 4. Sebaiknya dalam aktivitas drilling untuk segera dilakukan pengukuran agar diketahui intensitas kebisingan mesin drilling sehingga sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia. 5. Sebaiknya HIRARC aktivitas drilling dan blasting yang telah dikaji oleh penulis dapat dipakai sebagai acuan atau referensi dalam revisi HIRARC di Departemen Produksi.
commit to user