LAPORAN AKHIR STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA
KETUA PELAKSANA DRIL SAHAT OMPUSUNGGU, M.Sc NO ANGGOTA APKESI: 2014021571
PUSAT TEKNOLOGI TERAPAN KESEHATAN DAN EPIDEMIOLOGI KLINIK BADAN PENELITIAN DAIV PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO 29 JAKARTA 2014
(i
in
V
VI
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
Jakarta, 19 Januari 2015
vii
KATA PENGANTAR
Plasmodium knowlesi lelah lama dikenal bersifat zoonolik tetapi karena kasus pada manusia hanya insidentil, parasit malaria mi kurang mendapat perhatian Parasit ini baru mendapat perhatian oleh para malariologiwan setelah dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan kasus-kasus malaria P. knowlesi pada manusia di Asia Tenggara dengan kasus terbanyak di Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) yang letaknya di kawasan Kalimantan Dengan ditemukannya kasus malaria P knowlesi pada manusia di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, selanjutnya perlu diketahui apakah sumber infeksinya juga kera seperti yang sudah dibuktikan di negara lain di Asia Tenggara Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena alas rahmat dan hidayahNyadari penelitian ini dapat dilaksanakan. Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian tahun 2013 yang dikhususkan untuk mengetahui besarnya angka infeksi pada manusia, sementara pada tahun 2014 ini dikhususkan pada penentuan prevalensi pada kera Pada kesempatan im terima kasih disampajkan kepada Bapak Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik (TTK & EK) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan alas perkenan beliau sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan dengan biaya DIPA Tahun 2014 Pusat TTK & EK untuk memperjelas epidemiologi, terutama siklus hidup Plasmodium knowlesi di Indonesia Penelitian ini tidak mungkin terlaksana tanpa ijin, bantuan dan koordinasi dari banyak pihak di daerah. Sehubungan dengan hal itu, pada kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada 1
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan atas koordinasi dengan masing-masing Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kemenierian Kehutanan di kedua provinsi, juga alas pemberian ijin sebagai lokasi penelitian, sarana dan tenaga lapangan serta saran-saran selama pengumpulan data di masing-masing wilayah provinsi yang bersangkutan.
2.
Para Kepala Dinas Kabupaten di Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Selatan dan para Kepala Dinas Kabupaten di Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan atas koordinasi, pemberian ijin sebagai lokasi penelitian, sarana dan tenaga lapangan serta saran-
viii
saran
selama
pengumpulan
data
di
masing-masing
wilayah
kabupaten
yang
bersangkutan. 3.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan (Kemenhul) Provinsi Kalimantan Tengah dan Kepala BKSDA Kemenhut Provinsi Kalimantan Selatan atas pemberian ijin penangkapan kera, koordinasi dengan instansi BKSDA tingkal kabupaten dan bantuan tenaga lapangan, sarana dan peralatan serta saran-saran selama pengumpulan data di lapangan.
4
Para Kepala Bidang dan Kepala Seksi yang membawahi pengendalian malaria di dinasdinas kesehatan provinsi di kedua provinsi dan di kelima kabupaten lokasi penelitian ini atas koordinasi, saran-saran dan nasehat yang diberikan selama pengumpulan data di lapangan
5.
Para Pemegang Program Pengendalian Malaria di dinas-dinas kesehatan provinsi dan kabupaten di semua lokasi penelitian ini atas koordinasi dan sosialisasi dengan para kepala desa, para penangkap kera dan bantuan tenaga langsung selama pengumpulan data di lapangan
6.
Pimpinan Bomeo Orangutan Survival (BOS) Nyarumenleng, Palangkaraya atas pemberian ijin penangkapan kera di sekitar lingkungan luar lokasi BOS
7.
Para karyawan BKSDA tingkal kabupaten di semua kabupaten lokasi penelitian ini atas bantuan langsung tenaga selama pengumpulan data di lapangan
8.
Para penangkap kera atas usaha dan upayanya melakukan penangkapan kera Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang ndak dapat
disebutkan satu per satu yang ikut berjasa dalam pelaksanaan penangkapan kera, penanganan kera dan pengumpulan data di lapangan Setiap penelitian harus dilaporkan pelaksansiannya. terutama hasil-hasilnya, dalam bentuk suatu laporan akhir Laporan akhtr mi memuat semua pelaksanaan penelitian ini seria hasil-hasilnya Laporan ini disadari masih jauh dari kesempurnaan sehingga masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan isinya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, baik sebagai informasi tambahan bagi sesama peneliti maupun bagi pihak pemegang program pengendalian malaria
Jakarta, Januari 2015
Ketua Pelaksana
RINGKASAN EKSEKUTIF
Selama ini hanya dikenal adanya 4 spesies parasit malaria yang menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium faleifarum P awax P malarae dan Povale Di Indonesia liga spesies pertama menyebar di seluruh daerah dengan angka infeksi yang beragam. sedangkan P ovale terbalas hanya di kawasan Timur Beberapa spesies parasit malaria kera, salah salu di antaranya f’lasmodium knowlesi. dilaporkan mampu menginfeksi manusia di beberapa negara, tetapi kurang mendapat perhatian karena jumlah kasusnya sangat jarang dan bersifat msideniil Kasus malaria flasmodium knowlesi dilaporkan telah menyebar di seluruh negara-negara di Asia Tenggara, kecuali Laos Malaysia merupakan negara yang paling banyak melaporkan kasus-kasus malaria knowlesi dan di negara itu kasus paling tinggi terjadi di Negara Bagian Sabah dan Serawak yang terletak di Kalimantan Kasuskasus impor malaria P knowlesi di negara-negara di luar Asia Tenggara, yang infeksinya terjadi di Asia Tenggara juga telah dilaporkan Sumber infeksi malaria knowlesi yang utama ke manusia sudah dibuktikan berupa kera Mmmu fiisctcuhiris dan Mucaat nemcstrina dan vektor yang sudah dikonfirmasi adalah Anophdcs erusens dan An Intens yang merupakan anggota An ¡eucosphystts group Hingga tahun 201 2, di Kalimantan Selatan telah ditemukan empat kasus P knowicsi pada manusia di mana salu kasus dilaporkan sebagai kasus impor di Australia pada lahun 2010, satu kasus pada penduduk asli dilaporkan pada tahun yang sama dan dua kasus, juga penduduk asli, dilaporkan pada tahun 2012. Di Kalimantan, kera M fuscicnlaris dan M nemestrina adalah hewan endemik Dua jenis nyamuk anggota An leucosphyrus group (An. baiahaccnsts dan A n leucosphy) juga terdapat di kawasan yang sama, di mana An halahacensis merupakan vektor malaria manusia yang sudah diketahui selama ini. Kehadiran kedua jenis kera dan kedua jenis Anophdes di kawasan itu merupakan faktor pendukung terhadap kemungkinan meningkatnya penularan f' know/esi ke manusia di daratan Kalimantan Kalimantan adalah salah satu kawasan di Indonesia yang dilargelkan tereliminasi malaria pada lahun 2020 Pemerintah Kalimanian Tengah menargetkan eliminasi malaria di provinsi itu dipercepal menjadi tahun 2018 Penemuan empat kasus malaria P knowiesi pada manusia di Kalimantan Selaian merupakan bukti awal baluva sudah terjadi penularan jenis malaria itu di provinsi tersebul Yang perlu dibuktikan
X
selanjutnya adalah sumber infeksi parasit P knowlesi, apakah jenis kera tersebut dai sudah seberapa tinggi angka infeksinya di kawasan itu Penelitian mi merupakan lanjutan penelitian tahun 2013 Penelitian tahun 2013 bertujuan untuk menentukan seberapa tinggi angka infeksi malaria P knawlesi pada manusia, bagaimana gejala klinis infeksi dan bagaimana morfologi parasitnya. Hasilnya adalah lelah ditemukan tambahan 2 kasus malaria P knowlesi pada manusia di antara 291) yang diperiksa (angka infeksi 0.7 %) yang terdiri dari I kasus di Kalimantan lengah dan I kasus di Kalimanlan Selaian Gejala klinis yang dialami penderita relatif ringan, hanva berupa demam dan ngilu-ngilu dan tambahan trombositopema dan leukositosis pada salu kasus Morfologi P knowlesi mempunyai ciri tersendiri meskipun mirip dengan P. falaparum, P. vivax dan P. malarme. Penelitian tahap kedua pada tahun 2014 ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi angka infeksi malaria P. knowlesi pada kera, bagaimana gejala klinis infeksi dan bagaimana morfologi parasitnya pada kera. Lokasi penelitian adalah Kalimantan Tengah (Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau) dan Kalimantan Selatan (Kabupatan Tanah Laul dan Kabupaten Banjar) Sampel adalah kera M fascicularis dan M nemestrma yang jumlahnya masing-masing 215 dan 9 ekor; selam itu |uga tertangkap 7 ekor Presbytis cristaius dengan tidak sengaja Sebagian besar kera itu merupakan kera liar dan hanya sebagian kecil kera peliharaan Kera diperiksa secara fisik dan darahnya diambil dan diperiksa dengan dua cara pemenksaan. pemeriksaan mikroskopis dan PCR Pemenksaan PCR dilakukan terhadap 4 spesies Plasmodium P knowlesi. P inui. P cynomolgi dan P coatneyi. Selam pemeriksaan kera, juga dilanjutkan pemeriksaan pada manusia yang cara pemeriksaannya sama dengan yang dilakukan pada tahun 2013 terhadap manusia Hasilnya adalah. 69,7 % (76 ekor) M. fascicularis dan 6 di antara 7 ekor P cristatus positif genus Plasmodium dengan pemeriksaan mikroskopis sedangkan M nemestrtna tidak ada yang positif Dengan pemeriksari PCR ditemukan 51,2 % (110 ekor) M fascicularis, I di antara 9 ekor M. nemestrtna dan 5 di antara 7 ekor P cristatus positif genus Plasmodium. Besarnya sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan mikroskopis terhadap PCR dalam penentuan genus Plasmodium pada seluruh spesimen kera masing-masing adalah 89,8 % (106/118) dan 91.2 % (103/113) oleh pemeriksa pertama dan 38.9 (46/118) dan 87,6 (99/113) oleh pemeriksa kedua DNA P knowlesi ditemukan pada 5,1 % (11 di antara 215 yang diperiksa) M fascicularis sedangkan M nemestrina tidak ditemukan di anlara 9 ekor yang diperiksa. Karakteristik kera M
VI
I
fasctculans yang terinfeksi didominasi oleh kera jantan dan berumur dewasa tua Gejala klinis pada kera M. fasctculans yang terinfeksi P knowiesi hampir tidak ada Morfologi P knowiesi pada kera tersebul mempunyai ciri tersendiri meskipun ada kemiripannya dengan P. jalciparum pada stadium cincin/trofozoit muda dan dengan Plasmodium vivax serta P maiariae pada stadium Irofozoit dewasa dan skizon muda Morfologi spesies parasit malaria lainnya menunjukan bahwa P mui mirip dengan P maiariae, dan P cvnornolgi mirip dengan P vivax. Di Kalimantan Tengah ditemukan tambahan satu kasus malaria P knowiesi pada manusia, vang gejalanya klinis vang agak berat dan morfologi P knowiesi yang mirip dengan yang menginfeksi kera letapi didominasi oleh stadium cincirvtrofo/oit muda Secara filogenetik terbukti bahwa terdapat kekerabatan yang erat genom P knowiesi pada 3 ekor kera yang terinfeksi di Kalimantan Selatan dengan genom P knowiesi pada satu kasus manusia ditemukan pada tahun 2013 di Kalimantan Selatan dan pada satu kasus yang ditemukan pada 2014 di Kalimantan Tengah Disimpulkan bahwa hanya di Kalimantan Selatan yang ditemukan kera M fascicularis yang terinfeksi P. knowiesi sedangkan di Kalimantan Tengah tidak ditemukan dan besarnya prevalensi infeksi di kedua provinsiitu adalah 5.1 % (II di antara 215 yang diperiksa). Karakteristik kera yang terinfeksi P knowiesi didominasi oleh kera jantan dan berumur dewasa tua Kera yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti dan morfologi P knowlesi mempunyai ciri tersendiri meskipun ada kemiripan dengan Plalcifirum, Plasmodium vivax dan P maiariae. Plasmodium knowlesi yang menginfeksi kera dan manusia mempunyai genom yang berkerabat erat yang menunjukkan bahwa P knowlesi yang menginfeksi manusia kemungkinan besar berasal dari kera. Disarankan agar surveilans penemuan kasus malaria P. knowlesi pada manusia perlu digiatkan dan diperluas ke kabupaten lain di provinsi yang sama dan ke provinsi lainnya, khususnya di daratan Kalimantan. Dalam surveilans mi diperlukan kerjasama antara dinasdinas kesehatan daerah dalam pengumpulan spesimen dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dalam pemeriksaan laboratoris terhadap spesimen Juga diharapkan agar penelitian ini dapat dilanjutkan dalam aspek vektornya
XII
ABSTRAK
Malaria Plasmodium Knowlesi yang sel ama im dikenal sebaya i parasil normal pada kera, lermala sudah memperlihatkan peningkatan penularan pada manusia di seluruh negara di Asia Tenggara, kecuali 1 aus Di Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) telah dibukukan bahwa sumber infeksi ke manusia adalah kera dan vektornya adulah anggota an levesphyras gfoup Ilingga lahun 2n12 lelah dilemnkan empal kasus malaria P kutmiest pada manusia di Kalimantan Selaian Berhubung Mihltu sp adalah hewan endemis di Kalimantan dan merupakan sektor malaria, maka penularan malaria knowlesi ke manusia perlu diwaspadai Penelitian tahap pertama telah dilakukan pada tahun 2015 di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dengan hasil bahwa besamva angka infeksi malaria P kiamit-M pada manusia di kedua provinsi adalah di antara 2V0 yang diperiksa) dan gejala klim.s pada penderita relatif rmgan dan morfologi knowlesi berciri tersendiri meskipun ada kemiripan. Penelitian iru dilanjutkan pada tahun 2013 di provinsi yang sama dengan tujuan untuk mengetahui besarnya prevalensi malaria pada kera, gejala klinis pada kera \ang terinfeksi dan morfologi knowlesi pada kera Sampel adalah 215 ekor kera ekor Macmu nvmcstnna secara tidak sengaja tertangkap 7 ekor l'rcshytis cnslutns Kera dipenksa secara fisik dan darahnya diperiksa secara mikroskopis dan P( R Pemeriksaan PCR dilakukan terhadap 4 spesies Plasmodium . Selain pemeriksaan kera, j tiga dilanjutkan pemeriksaan pada manusia yang cara pemeriksaannya sama dengan vang dilakukan pada lahun 2u| 3 terhadap manusia Hasilnya adalah bahwa di Kalimantan Selatan telah ditemukan Af fasaculnns teimtcksi sedangkan di Kalimantan lengah belum, dengan prevalensi di kedua provinsi itu sebesar SI di antara 215 vang diperiksa) Karakteristik kera \am; terinfeksi didominasi oleh kera jantan dan berumur dewasa tua Kera vang icnnleksi tidak menunjukkan gejala klmis vang berarti Moifologi knowlesi pada penderita berciri tersendiri meskipun ada kemiripan . Selain itu iuga ditemukan tambahan satu kasus malaria/’ knawlesi pada manusia di Kalimantan lengah PkisttiBthum knimlest vang mengmleksi kera dan manusia mempunyai genom yang berkerabat erat Disimpulkan bahwa kera M fiiscicuhins termleksi knowlewsi pada An fasitcuhins dengan prevalensi sebesar 5.1 % dan kemungkinan besar merupakan sumber infeksi ke manusia. Disarankan agar surveilans penemuan kasus P knowiesi perlu ditingkatkan dan perlu keriasama dengan institusi penelitian untuk pemeriksaan spesimen terduga kasus malaria knowlesi Penelitian aspek vektor P knowlesi juga masih diperlukan untuk memastikan bagaimana siklus hidup parasit ini Kala kunci Phtstnodintn ktiowicst. kera, prevalensi, geiala klinis, morlologi
xiii
DAFTAR ISI Halaman SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN ...... ...................................................... SUSUNAN TIM PENELITI ...................................... ...................................... PERSETUJUAN ETIK (ETHICAL APPROVAL)................................................................... PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ......................................................... KATA PENGANTAR ...................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF .... ................................ ................ .................................... ABSFRAK ........................................................................ ............................................... DAFTAR ISI .................................................................... .............................................. DA ITA R TABEL ............................................................................ ..... ........................ DAFTAR GAMBAR ........ . ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... ......... I. PENDAHULUAN ................................................................................................... A. Latar Belakang ............... .............................................................................. B. Perumusan Masalah Penelitian ........................................ .............. ............... C. Tujuan Penelitian ............ ............. ....................................................... ......... ....................................... ............. ....................................................... D. Manfaat Penelitian ........................ .......... .. .................... ........................ ..... II.
METODE PENELITIAN ......................................................................................... A. Kerangka Konsep............................................................................ ..... ......... B. Desain dan Jenis Penelitian .............. .............. . .................... ............. ......... ........................................................ C. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... D. Populasi dan Sampel ...... ............. ................................................................. E. F. G. H. I.
III.
Variabel ......... .............................................. ................ . ... Definisi Operasional ....................................... ..... ... ...... .............................. Penangkapan Kera ......... . ............................................................................. Pemeriksaan Fisik di Lapangan dan Pengambilan Darah Kera ........................ Pemrosesan Darah Kera di Lapangan ...... ............ .......... ................... .........
J. Pemeriksaan Spesimen Kera di Laboratorium ...................................................... K. Manajemen dan Analisis Data .................... ...................................................... HASIL PENELITIAN............................................................... .............................. A. Sebaran Sampel Kera .................... ....................................................... ........ B. Hasil Pemeriksaan Kera Secara Mikroskopis ........................................ ......... ............................................................................................................. C. Hasil Pemeriksaan Kera Dengan Polymerase Chain Reaction ........................ D. Gejala Klinis Kera yang Positif Plasmodium knowlesi......................................... E. Morfologi Plasmodium knowlesi dan Plasmodium Lainnya Pada Kera ... F. Hasil Pemeriksaan Manusia Dengan Polymerase Chain Réaction .............. ......... G. ............................................................................................................................
Morfologi Plasmodiun knowlesi pada Manusia ..........................................................
ii iv v i v ii v ii i X x ii i x i v X V x v i i v ii I 1 3 3 4 5 5 5
6 6 8 9 1 3 1 7 2 3 2
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel Tabel Tabel Tabel
I 2 3 4
Tabel 5 Tabel
6
Tabel 7 Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10 Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17
Tabel 18
Jumlah kera yang diperiksa menurut spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ... ............................................... Jumlah kera yang diperiksa menurut provinsi dan kabupaten serta spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ................ Jumlah kera yang diperiksa menurut sumber dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ............................ ........ Jumlah kera yang diperiksa menurut karakteristik dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ./.................................. Jumlah betina dewasa yang diperiksa dan bunting menurut spesies kera, Kalimantan lengah dan Kalimantan Selatan. 2014 .................... .......... Tanda-tanda biologis kera yang diperiksa menurut spesies ......................... Jumlah Macaca fascicularis yang mengalami kelainan/abnormalitas, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ...... ............................. Jumlah kera yang diperiksa dan positif malaria dengan pemeriksaan mikroskopis menurut spesies kera dan provinsi dan kabupaten, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ..................................... Jumlah yang diperiksa dan positif malaria dengan pemeriksaan mikroskopis menurut karakteristik dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ....................................................... Jumlah yang positif dan negatif sediaan darah seluruh kera oleh dua pemeriksa di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. 2014 ................ Jumlah yang diperiksa dan positif Plasmodium sp dengan pemeriksaan Polymerase Chain Réaction menurut kabupaten dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ...... .................... ........ Jumlah yang diperiksa dan positif malaria dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction menurut karakteristik dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. 2014 ...... .................... . ...... Hasil pemeriksaan silang mikroskopis dan Polvmerase Chain Reaction dalam penentuan genus Plasmodium pada tiga spesies kera di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ........................ Jumlah kera yang positif Polymerase Chain Reaction menurut spesies kera, lokasi dan spesies Plasmodium, 2014 .............................................. ......... Jumlah kera yang positif Polymerase Chain Reaction menurut spesies kera dan spesies Plasmodium, 2014 ........................................................... Jumlah penduduk yang diperiksa dan positif malaria di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 .... ............. ................ Hasil pemeriksaan silang mikroskopis dan Polymerase Chain Reaction dalam penentuan spesies Plasmodium pada kera di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014 ..................................... Tanda-tanda biologis Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina dalam beberapa publikasi ...........................................................................
28 29 29 30 30 31 33
34
35
36
38
39 39 45 47 58 58
27
XV
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1
Kerangka Konsep Epidemiologi Plasmodium knowlesi...................... ..........
5
Gambar
2
Beberapa peralatan dan bahan yang digunakan di lapangan ............
19
Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 1 1 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19
Visualisasi genus Plasmodium darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction , ......... .............................................. .......... Visualisasi yang positif Plasmodium knowlesi darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction.......................................... Visualisasi yang positif Plasmodium inui darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction ................ ......................... .......... Visualisasi yang positif Plasmodium cynomolgi darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction . , . ....... .......... Visualisasi yang positif Plasmodium inuii darah kera pada agarosa 2 % hasi I Polymerase Chain Reaction .......................................... Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis .............. . ............. .......... ..... .......... ............. ..... ......................................... Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis .............. .............. ...... ... . ........ ......................... Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis .............................. ...................................... ......... Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis ...................... .............................................. .... ..... Morfologi Plasmodium irmi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis ..................................... .... .......................... . ........ Morfologi Plasmodium inui pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis.......................... ...................... ............................... Morfologi Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis ..................................... .... ..... ........... ....... .... ..... Morfologi campuran Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis .................................... .......................... Morfologi campuran Plasmodium knowlesi, Plasmodium inui dan Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis.............. ........... .. ........................ ..... ............................... Morfologi campuran Plasmodium knowlesi. Plasmodium inui dan Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tipis .Macaca fascicularis.......................... ................................................................. Visualisasi yang positif Plasmodium knowlesi darah manusia pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction ........... .................. .... .... Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tebal manusia ................................... . ....................................................... Morfologi Plasmodium inui pada sediaan apus darah tipis manusia ........................................................ .......................... .... ..... Pohon filogenetik manusia dan kera yang positif Plasmodium knowlesi dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan .............................................................. .................... ..........
XV i
37 41 41 42 43 48 49 48 49 50 52 53 55
56
57 60 63 64
65
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
I
Lampiran
2
Lampiran
3
Lampiran
4
Lampiran
5
Lampiran
6
Lampiran
7
Lampiran
8
Lampiran 9
Halaman Penjelasan Sebelum Persetujuan {Informed Consent) ................... ............... Pedoman Pembiusan dan Pengambilan Darah Vena Kera ......... .............. Pedoman identifikasi Spesies Kera .................................................... ,... Pedoman Pemrosesan Spesimen Darah Kera ...................... .... . ........ ........................................................................................... Formulir Catatan Kasus (Case Report Form) Kera ....................... ............ ... Pedoman Penjelasan Morfologi Plasmodium sp..................................... Formulir Hasil Indentifikasi Morfologi Plasmodium sp .................... ......... ....................................................................................................... Teknik Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction Malaria ........................ ....
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kementerian Kesehatan telah menargetkan bahwa pada tahun 2020 malaria akan dieliminasi dari kawasan pulau Sumatera, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pulau Kalimantan dan Sulawesi
1
Target tersebut diperkuat dengan terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2009 Untuk mencapai target tersebut telah dilakukan berbagai upaya intensifikasi pengendalian malaria selama beberapa tahun terakhir Selama ini hanya empat spesies Plasmodium yang dikenal menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Di Indonesia keempat spesies ini bisa ditemukan meskipun distribusi dan angka infeksinya tidak sama Plasmodium falciparum merupakan spesies yang dominan di Indonesia dan tersebar di semua tempat Spesies ini dikenai bersifat fatal dan kadang-kadang menyebabkan kejadian luar biasa. Plasmodium vivax merupakan infeksi kedua yang tertinggi angka infeksinya dan jarang menyebabkan kematian Plasmodium malariae juga menyebar di banyak tempat, tetapi angka infeksinya sangat kecil Plasmodium ovale hanya terbatas di Irian Jaya dan sekitarnya Dalam sejarahnya malaria pada manusia merupakan hasil evolusi parasit malaria kera yang menginfeksi manusia seiring dengan evolusi manusia Plasmodium vivax, P. malariae dan P. ovale memiliki sejarah evolusi lebih tua, sedangkan P. falciparum berevolusi belakangan Di antara 20 spesies Plasmodium yang diketahui menginfeksi kera, lima spesies potensial menginfeksi manusia, yaitu P. brasilianum, P. cynomolgi, P. inui, P. knowlesi, dan P. simium 3 Dalam beberapa tahun terakhir, telah dilaporkan bahwa di Asia Tenggara terjadi peningkatan penularan P. knowlesi pada manusia Kasus-kasus malaria P. knowlesi pada manusia telah dilaporkan dari Malaysia, baik di Semenanjung Malaysia45 maupun Malaysia bagian Kalimantan,5'8 Thailand,910 Singapura,11 Filippinau dan Brunai Darussalam
13
Kasus import malaria P. knowlesi yang terinfeksi di
Asia Tenggara telah dilaporkan dari Swedia,14 Amerika Serikat,15 Belanda,l6 17 Spanyol,18 Perancis,19 Jerman/0 dan Jepang.1’ Di Malaysia insidensi kasus malaria P. knowlesi menunjukkan
peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. 6'22 Peningkatan kasus-kasus malaria P. knowlesi di Asia Tenggara berkaitan dengan semakin dekatnya hunian manusia dengan kera, baik karena eksploitasi hutan untuk berbagai industri maupun karena berkembangnya perilaku pariwisata bermalam di hutan. Di Indonesia hingga tahun 2012 telah ditemukan empat kasus malaria P. knowlesi dan semua penularannya terjadi secara lokal di hutan atau di sekitar hutan di Kalimantan Selatan Kasus pertama dilaporkan pada tahun 2010 yang merupakan warga negara Australia yang mendapat infeksi di hutan
4
Selanjutnya, masih di tahun sama, dilaporkan satu kasus pada penduduk asli yang
tinggal di sekitar hutan
1
Dua kasus berikutnya dilaporkan pada tahun 2012, juga merupakan
penduduk asli yang tinggal di desa yang berdekatan dengan hutan Semua kasus malaria P. knowlesi tersebut terinfeksi di Provinsi Kalimantan Selatan, termasuk kasus yang dilaporkan dari Australia Provinsi Kalimantan Selatan tidak berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia, sehingga dengan terdeteksinya P. foiowlesi di provinsi itu, hal itu merupakan petunjuk bahwa P. knowlesi mungkin mempunyai siklus penularan tersendiri di provinsi itu. Tidak terdeteksinya spesies tersebut selama ini dengan pemeriksaan mikroskopis di fasilitas kesehatan, baik Puskesmas maupun rumah sakit, diduga karena morfologinya yang sangat mirip dengan P. falciparum, P. vivax dan P. malariae sehingga kurang diperhatikan Di beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia (Barat dan Klimantan), Singapura dan Filippina telah dilaporkan bahwa hewan reservoir P. knowlesi meliputi: kera Macaca fascicularis, M. nemestrina, Presbyiis melalophos SemnopUhecus oh$curus2% dan M cyclopis29 Besarnya angka infeksi P. knowlesi pada kera M. fascicularis di Semenanjung Malaysia sebesar 6,9 % (10 positif di antara 145 yang diperiksa)’ dan pada tiga jenis kera (M fascicularis, M nemcstrina dan S. obscurus) di Thailand sebesar 0,1 % (7/636) Publikasi lain menyebutkan bahwa di Serawak, Malaysia Timur dilaporkan prevalensi yang tinggi (87 % dari 83 ekor) P. knowlewsi pada M. fascicularis dan 50% dari 26 ekor M nemestrina. 10 Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian tahun 2013 yang berjudul: “Studi Epidemiologi Plasmodium knowlesi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan” Aspek yang diteliti pada tahun 2013 ini adalah aspek manusia, yang meliputi: angka
infeksi pada manusia, gejala klinis dan morfologi P. knowlesi. Hasil menunjukkan bahwa di antara 284 kasus malaria positif mikroskopis, ditemukan 2 kasus (0,7 %) positif P. knowlesi, masing-masing I kasus di Kalimantan Tengah dan 1 kasus di Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Tengah merupakan daerah baru penemuan kasus malaria P. knowlesi pada manusia di Kalimantan Kedua kasus mendapat infeksi secara lokal dengan gejala klinis yang relatif ringan, demam dan badan ngilu-ngilu dan pada satu kasus berupa trombositopeni dan leukositosis. Morfologi P. knowlesi pada kedua kasus mempunyai karakteristik tersendiri, meskipun ada kemiripan dengan P. falcifxirum, P. vivax dan P. malariae Penelitian ini dilanjutkan pada tahun kedua (2014) dalam aspek zoonotik atau infeksi pada kera Jenis kera yang akan diperiksa adalah M. fascicularis dan M. nemestrina Lokasi penelitian adalah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Disamping aspek yang diteliti adalah besarnya angka infeksi pada kera, juga tentang gejala klinis yang mungkin terjadi serta morfologi P. knowlesi apakah sama dengan morfologi pada manusia B.
Perumusan Masalah Penelitian Dari penjelasan di atas, masalah penelitian yang diteliti dapat dirinci sebagai
berikut 1 Seberapa besar angka infeksi P, knowlesi pada kera M fascicularis dan M, nemestrina di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan? 2.
Bagaimana karakteristik kera M. fascicularis dan M nemestrina yang terinfeksi P. knowlesi tersebut?
3.
Bagaimana gejala klinis infeksi Plasmodium knowlesi pada kera?
4.
Bagaimana morfologi Plasmodium knowlesi pada kera?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menentukan epidemiologi Plasmodium knowlesi di
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Tujuan Khusus penelitian pada tahun 2014 ini adalah untuk menentukan:
1 Besarnya angka infeksi Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrma di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan 2.
Karakteristik kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrma yang terinfeksi Plasmodium knowlesi di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
3.
Gejala klinis kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrma yang terinfeksi Plasmodium knowlesi
4.
Morfologi Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian akan dapat dipergunakan sebagai masukan dalam pengendalian malaria di Indonesia, khususnya dalam pengendalian malaria yang bersifat zoonotik, baik dalam program pengendalian malaria di pusat maupun di daerah, khususnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
i
II. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Sebagaimana digambarkan pada Gambar I, siklus hidup P. knowlesi melibatkan 2 macam hospes, yaitu hospes mamalia dan vektor yang berupa nyamuk Anopheles Hospes mammalia terdiri atas manusia dan kera Siklus hidup P. knowlesi yang sudah puluhan tahun diketahui adalah siklus keravektor-kera dan dalam beberapa tahun terakhir telah dibuktikan terjadinya siklus hidup kera-vektormanusia. Siklus kera-vektor-manusia tersebut telah dibuktikan terjadi di Malaysia dan di Thailand ’ Adapun siklus manusia- vektor-manusia, apalagi siklus manusia-vektor-kera, belum diketahui dengan jelas hingga sekarang.
Gambar 1. Kerangka Konsep Epidemiologi Plasmodium knowlesi
Di Indonesia pembuktian siklus hidup P. knowlesi yang manapun belum pernah dilaporkan. Yang sudah diketahui hanya terjadinya 6 kasus malaria P. knowlesi pada manusia di Kalimantan selama tahun 2010-2013, dimana 5 kasus ditemukan di Kalimantan Selatan312,110 dan I kasus di Kalimantan Tengah. ’" Dari mana sumber parasit P. knowlesi ke semua kasus-kasus pada manusia tersebut belum diketahui, apakah juga dari kera atau bukan, dan bila dari kera, jenis keranya apa, demikian juga dengan vektornya belum diketahui Dua jenis kera (A. fascicularis dan M. nemestrina) yang sudah dibuktikan berperan sebagai reservoir utama di Malaysia Barat dan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) juga terdapat endemik di Kalimantan Indonesia, termasuk di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan atau tempat penemuan kasus-kasus pada manusia di Indonesia tersebut. Dalam penelitian ini akan dibuktikan apakah kedua jenis kera itu positif P. knowlesi, seberapa tinggi infeksinya, bagaimana gejala klinisnya pada kera bagaimana morfologinya pada kera
B. Desain dan Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah survei potong lintang Jenis penelitian adalah observasi nonintervensi C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian tahun ke-1 (2013) sehingga tempat penelitian adalah di provinsi yang sama, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Di masing-masing provinsi dipilih dua kabupaten Di Kalimantan Tengah kabupaten yang terpilih adalah Kota Palangkaraya dan Kabupaten Pulang Pisau sementara di Kalimantan Selatan, dipilih Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Banjar. Penelitian ini dilakukan selama 10 (bulan) bulan (Maret - Desember 2014). D. Populasi dan Sampel 1.
Populasi
Berhubung penularan malaria pada kera relatif stabil sepanjang waktu karena tidak pernah dilakukan tindakan pengendalian, dan kera bisa bergerak di hutan tanpa
6
dibatasi wilayah administrasi pelayanan kesehatan manusia, serta perilaku kera di hutan dianggap sama di seluruh kawasan, maka semua kera yang ada di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dianggap satu kesatuan populasi Jadi dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah semua kera Macaca fascicularis dan Macaca nemestrma di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
2.
Sampel
Sampel adalah kera Macaca fascicularis dan Macaca nemesirina yang tertangkap atau diperoleh di kedua provinsi itu Bila ada jenis kera lain yang diperoleh secara tidak sengaja, misalnya dipelihara penduduk atau diperoleh dari penangkaran kera, kera tersebut juga dijadikan sebagai sampel tambahan tanpa mempengaruhi sampel yang sudah ditetapkan
3.
Jumlah sampel
Hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa besarnya angka infeksi P. knowlesi pada kera Macaca sp adalah 13,3 % (10 positif di antara 75 kera yang diperiksa)' Di Kalimantan diperkirakan angka infeksi P. knowlesi pada kera kurang lebih sama, bahkan kemungkinan lebih tinggi karena luas wilayah hutan primer lebih besar Berdasarkan hal tersebut, maka perhitungan jumlah sampel kera adalah sebagai berikut 11
7
4.
Kriteria Inkiusi dan Eksklusi
Sampel dipilih secara purposive (setiap kera
yan g
tertangkap otomatis dimasukkan sebagai
sampel) Kriteria inkiusi adalah kera liar Macaca fascicularis atau Macaca mmstrina yang tertangkap di alam bebas hasil penangkapan di provinsi tersebut, dan kera peliharaan spesies yang sama yang diperoleh dari atau diijinkan diperiksa oleh pemilik kera yang bersangkutan Kriteria eksklusi adalah kera peliharaan yang sakit berat yang diperkirakan bukan karena malaria
5.
Cara memperoleh sampel
Sampel yang berupa kera Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina diperoleh dari dua sumber: (1) kera liar yang bersumber dari hutan, dan (2) kera jinak (peliharaan) yang bersumber dari penduduk pemelihara Penangkapan kera di hutan dilakukan dengan ijin dari, dan bekerja sama dengan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kemenierisn Kehutanan di kedua provinsi E. Variabel
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti meliputi variabel utama dan variabel pendukung Variabel utama terdiri dari: 1.
Prevalensi malaria Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
2.
Karakteristik kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina yanu terinfeksi Plasmodium knowlesi di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
3.
Gejala klinis kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina yang terinfeksi Plasmodium knowlesi
4.
Morfologi Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina yang terinfeksi Variabel pendukung terdiri dari:
•
Provinsi dan kabupaten
•
Status kebuntingan (bila betina dewsasa),
•
Suhu tubuh
•
Frekuensi dan ritme denyut nadi/jantung
8
•
Frekensi ritme dan suara pernafasan
•
Keadaan konjungtiva.
•
Kelainan/abnormalitas
F. Definisi Operasional
Dalam hubugan antar penelitian, perlu adanya persamaan bagaimana suatu variabel diamati, diperiksa dan diukur Dalam penelitian ini dikemukakan definisi operasional tiap variabel, baik variabel utama maupun variabel pendukung. Definisi operasional variabel utama adalah 1 Prevalensi malaria Plasmodium knowlesi pada kera adalah jumlah Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrma yang positif Plasmodium knowlesi dibagi dengan spesies yang sama yang diperiksa, dikali seratus persen. Alat ukur: pemeriksaan laboratorium; bahan pemeriksaan: darah; teknik/cara pemeriksaan: Polymerase Cham Reaction (PCR); skala: nominal, kategori: positif dan negatif 2.
Macaca fascicularis adalah anggota primata yang memiliki ciri-ciri khusus tertentu yang tidak dimiliki anggota primata lainnya Alatukur: observasi fisik; bahan ukur: tubuh, skala nominal, kategori ya dan tidak
3
Macaca nemestrina adalah anggota primatayang memiliki ciri-ciri khusus tertentu yang tidak dimiliki anggota primata lainnya Alatukur: observasi fisik; bahan ukur tubun skala: nominal, kategori yang tidak
4.
Karakteristik Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang terinfeksi Plasmodium knowlesi adalah proporsi menurut jenis kelamin atau menurut umur Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina yang positif Plasmodium knowlesi
5.
Jenis kelamin Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina adalah Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang mempunyai penis dan atau skrotum atau vulva dan atau vagina Alat ukur: observasi fisik; bahan ukur: tubuh; skala nominal, kategori: jantan (mempunyai penis dan atau skrotum) dan betina (mempunyai vulva dan atau vagina).
6.
Umur Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina adalah jumlah bulan mulai dari saat lahir hingga saat diperiksa Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang penentuan jumlah bulannya didasarkan atas ada tidaknya atau terpenuhi tidaknya salah
9
satu atau lebih dari komponen ciri yang meliputi jumlah gigi, panjang gigi caninus, karang gigi, panjang badan dan berat badan, dimana jumlah bulan tersebut dikelompokkan menurut rentangan siklus penumbuhan tubuh. Alat ukur: observasi fisik dan atau pengukuran dengan pita meteran dan atau pengukuran dengan timbangan badan; bahan ukur: tubuh; skala: ordinal; kategori bayi, anak, dewasa muda, dewasa tua 7
Jumlah gigi Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina adalah jumlah seluruh gigi yang tumbuh di gusi Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina pada waktu pemeriksaan Alat ukur: observasi, bahan pemeriksaan: tubuh; skala: nominal; kategori: lengkap atau belum lengkap, gigi adalah lengkap bila gigi insicivus, gigi caninus, gigi premolar dan gigi molar sudah berjumlah minimum 32 (2 x 16), gigi adalah belum lengkap bila gigi permanen belum tumbuh atau gigi molar belum tumbuh atau jumlah gigi hanya 20 atau (2 x 10),
8
Panjang gigi caninus adalah panjang dalam centimeter mulai dari pangkal gigi sampai ujung gigi caninus yang telah kelihatan melebihi panjang gigi insicivus Alat ukur: observasi, bahan pemeriksaan tubuh, cara pengukuran: menggunakan mistar, skala rasio, kategori angka dalam centimeter
9
Karang gigi adalah keadaan ada tidaknya bahan lain bukan bahan gigi yang melekat permanen pada permukaan gigi Alat ukur observasi, bahan pemeriksaan: tubuh, skala: nominal; kategori ada karang gigi atau tidak ada karang gigi
10
Panjang badan Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina adalah angka dalam centimeter dari ujung kepala sampai ujung ekor yang ditentukan dengan cara menjumlahkan jarak dalam centimeter dari ujung kepala sampai pangkal ekor dan jarak dalam centimeter dari pangkal ekor sampai ujung ekor. Alat ukur observasi; bahan pemeriksaan: tubuh, cara pengukuran: menggunakan pita meteran; skala rasio, kategori: angka dalam centimeter.
11,
Berat badan Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina adalah angka dalam gram yang ditunjukkan alat ukur yang terstandar setelah tubuh diletakkan beberapa detik di atas alat ukur tersebut dan angka yang ditunjukkan alat ukur sudah stabil atau diam. Alat ukur: pemeriksaan, bahan pemeriksaan: tubuh, cara pengukuran: menggunakan timbangan badan digital, skala: rasio; kategori: angka dalam gram 10
12.
Gejala klinis P. knowlesi pada kera adalah persentase tiap tanda bukan normal yang timbul ada kelihatan pada Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina yang mengandung DNA Plasmodium knowlesi. Alat ukur: pemeriksaan fisik dan atau pengukuran dengan stetoskop; bahan pemeriksaan: tubuh; skala: nominal atau interval atau rasio; kategori: ada dan tidak ada atau kurang, sama dengan atau lebih dari normal atau
13.
Morfologi Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina adalah kumpulan sermuas ciri khas penampilan bentuk parasit Plasmodium knowlesi sembarang stadium yang ditemukan pada sediaan apus darah kera Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang positif Plasmodium knowlesi di mana ciri khas tersebut telah distandar sesuai dengan ciri yang dimiliki parasit Plasmodium, alat ukur: pemeriksaan laboratoris; bahan pemeriksaan: sediaan apus tebal tipis darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa secara standar; teknik/cara pemeriksaan: pemeriksaan di bawah mikroskopis; skala: nominal, kategori: positif atau negatif Definisi operasional variabel pendukung adalah
•
Provinsi adalah pembagian administrasi tingkat pertama wilayah Indonesia, yang dikepalai oleh seorang gubernur, kabupaten adalah pembagian administrasi tingkat kedua wilayah Indonesia, yang dikepalai oleh seorang bupati/walikota Alat ukur: telaah dokumen, bahan ukur: dokumen; skala: nominal; kategori: nama
•
Status kebuntingan adalah kera Macaca fascicularis dan atau Macaca nemestrina dewasa betina yang di dalam rahimnya terdapat janin Alat ukur: pemeriksaan fisik; bahan ukur: tubuh; cara pengukuran: palpasi; skala: nominal, kategori: bunting atau tidak bunting
•
Suhu tubuh adalah tingkat keadaaan panas tubuh Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang ditunjukkan pada monitor suatu alat ukur khusus terstandar sesudah alat tersebut digunakan secara strandar dalam waktu yang terstandar. Alat ukur; pemeriksaan fisik; bahan pemeriksaan: tubuh; teknik/cara pemeriksaan; menggunakan termometer badan digital, skala: ordinal, hasil ukur: angka dalam °C.
•
Ritme denyut jantung adalah keadaan normalitas suara yang terjadi karena gerakan jantung Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina dalam waktu tertentu yang terdengar pada telinga pemeriksa dengan menggunakan alat ukur yang dikhususkan
11
untuk itu sesudah alat itu digunakan secara standar dalam waktu yang terstandar. Alat ukur: pemeriksaan fisik, bahan pemeriksaan: tubuh, cara pengukuran: menggunakan stetoskop; skala: nominal; kategori: normal tidak normal. •
Frekuensi denyut nadi adalah jumlah suara detakan yang terjadi karena gerakan jantung selama satu menit pada Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang terdengar pada telinga pemeriksa dengan menggunakan alat ukur yang terstandar dengan cara yang terstandar Alat ukur: pemeriksaan fisik; bahan pemeriksaan: tubuh, cara pengukuran: menggunakan stetoskop, skala: rasio; kategori: normal (jumlah denyutan sama dengan batasan kenormalan) atau tidak normal (batasan kurang atau lebih dari batas kenormalan).
•
Ritme pernafasan adalah keadaan normalitas yang ditunjukkan Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina sewaktu paru-paru menghisap dan mengeluarkan udara dalam waktu tertentu yang terdengar pada telinga pemeriksa dengan menggunakan alat ukur khusus untuk itu dengan cara yang terstandar dalam waktu yang terstandar Alat ukur: pemeriksaan fisik; bahan pemeriksaan: tubuh, cara pengukuran: menggunakan stetoskop, skala: nominal; kategori: normal kurang atau tidak normal
•
Frekuensi pernafasan adalah jumlah tarikan dan pengeluaran udara dari paru-paru per menit pada Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina yang terdengar pada telinga pemeriksa dengan menggunakan alat ukur yang dikhususkan untuk itu selama alat itu digunakan secara standar dalam waktu yang terstandar Alat ukur pemeriksaan fisik; bahan pemeriksaan: tubuh; cara pengukuran: obsevasi; skala: rasio; kategori: normal (jumlah tarikan/pengeluaran nafas sama dengan batasan kenormalan) atau tidak normal (jumlah tarikan/pengeluaran nafas kurang atau lebih dari batas kenormalan)
•
Keadaan konjungtiva adalah keadaan yang ditunjukkan konjungtiva Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina pada saat pemeriksaan. Alat ukur: observasi; bahan pemeriksaan: tubuh, skala: nominal, kategori: normal dan konjungtivitis
•
Jumlah gigi adalah jumlah seluruh gigi yang tumbuh di gusi Macaca fascicularis atau Macaca nemestrina pada waktu pemeriksaan Alat ukur: observasi,
bahan
pemeriksaan:
tubuh;
skala
nominal; kategori: belum lengkap (gigi permanen belum tumbuh atau jumlahnya = 20 atau 2x 10) 12
G. Penangkapan Kera
1.Ijin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan Instansi ini adalah suatu unit fungsional Kementerian Kehutanan dalam pengelolaan hutan, khususnya hutan lindung beserta semua isinya, baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan, termasuk segala kekayaan benda mati yang ada di dalamnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Kalimantan Tengah berkedudukan di Kota Palangkaraya yang wilayah kerjanya meliputi seluruh hutan lindung di provinsi itu Tergantung luasnya wilayah hutan lindung, tiap provinsi, termasuk Kalimantan Tengah, dibagi-bagi menjadi beberapa wilayah hutan nlindung yang tiap wilayah bisa terdiri dari satu atau beberapa kabupaten Dalam rangka sosialisasi sebelum pelaksanaan pengumpulan sampel/kera, di BKSDA Kalimantan Tengah diadakan pertemuan presentasi yang isi presentasi meliputi: tujuan penelitian, jenis (spesies) sampel kera, jumlah target sampel, spesimen dan cara pemeriksaan spesimen, jangka waktu penangkapan, , frekuensi jadwal tentatif penangkapan selama masa penangkapan, jenis bantuan yang bisa diperoleh, jangka waktu penangkapan kera, " nasib akhir” kera yang ditangkap dan diperiksa dan sebagai nya BKSDA Kalimantan Tengah telah berpengalaman dalam pemindahan binatang buas dari satu tempat ke tempat lainnya dan telah memiliki sarana dan prasarana penangkapan binatang. BKSDA telah memberi ijin penangkapan kera di Kalimantan Tengah untuk penelitian ini. Di Kalimantan Selatan, BKSDA berkedudukan di Kota Banjarbaru Berhubung hutan lindung di wilayah itu tidak seluas di Kalimantan Tengah, dan BKSDA belum pernah beraktifitas dalam pemindahan binatang-binatang buas, BKSDA tersebut belum memiliki peralatan penangkapan binatang, termasuk kera BKSDA Kalimantan Selatan juga sudah memberi ijin penangkapan kera di Kalimantan Selatan untuk penelitian ini 2. Ijin dari Borneo Orangutan Survival (BOS) Nyarumenteng, Palangkaraya
BOS adalah suatu organisasi non pemerintah yang mendapat ijin dari pemerintah Indonesia dalam upaya pelestarian orangutan di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Tengah, dimana kawasan pelestariannya berlokasi di pinggiran Kota Palangkaraya. Sebenarnya BOS tidak terlibat atau dilibatkan langsung dalam penelitian ini, tetapi salah
13
satu lokasi penangkapan kera di Palangkaraya berdekatan dan berada di lingkungan luarnya Dalam peninjauan penentuan lokasi penangkapan kera di awal penelitian, banyak ditemukan Macaca fascicularis di lingkungan luar kawasan BOS sehingga diputuskan bahwa salah satu tokasi penenangkapan kera adalah di lingkungan luar BOS tersebut Dengan maksud agar “kerjasama non formal” dapat terjalin dengan baik, maka dilakukan juga sosialisasi ke pimpinannya dan pimpinan BOS memberi «jin informal penangkapan kera di wilayah sekitar BOS 3. Perekrutan penangkap kera dan lokasi penangkapan
Penangkapan kera di kedua provinsi terutama dilakukan oleh penduduk setempat yang perekerutannya dilakukan bekerjasama dengan BKSDA setempat. Penangkap kera dipilih dari penduduk yang sudah pernah atau berpengalaman menangkap kera Sebelum direkrut sebagai penangkap kera, kepada yang bersangkutan lebih dahulu dijelaskan tujuan penelitian ini, hak dan kewajibannya serta lama masa tangkap kera Juga didiskusikan beberapa hal, antara lain: lokasi penempatan perangkap kera, tempat pemeriksaan dan pengambilan darah di lapangan, perkiraan banyaknya kera yang dapat ditangkap, musim-musim kehadiran dan kedatangan kera, jenis-jenis kera yang pernah terlihat, mekanisme penangkapan kera mulai dari saatnya pemasangan perangkap hingga kedatangan tim peneliti pusat, bahan dan peralatan yang dibutuhkan penangkap, risiko kecelakaan yang mungkin terjadi di lapangan dan usaha penanggulangannya dan sebagainya. Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dipilih satu orang karyawan BKSDA yang disamping mampu menangkap kera, juga berperan sebagai koordinator penangkapan kera oleh penduduk di wilayah itu Pegawai BKSDA ini sangat aktif dan berperan besar dalam keberhasilan penangkapan kera di daerah itu Di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dipilih 3 orang penangkap kera, yang terdiri dari 2 orang penduduk setempat di satu lokasi dan 1 orang pegawai BKSDA di lokasi lainnya Kedua lokasi ini berjarak sekitar 6-7 km Sebenarnya di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah juga telah direkrut 3 orang penangkap kera tetapi hingga masa penangkapan kera di lapangan berakhir, hanya I ekor kera yang dilaporkan tertangkap di kabupaten itu. Dengan pertimbangan jaraknya
14
yang sangat jauh dari Palangkaraya dan biaya transportasi yang sangat besar, akhirnya satu ekor kera yang tertangkap itu pun tidak diperiksa dan Kabupaten Gunung Mas dikeluarkan dari dañar lokasi penelitian di Kalimantan Tengah Di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan direkrut beberapa orang penangkap kera yang tersebar di dua desa yang berjarak sekitar 25 km Desa pertama berjarak sekitar 5
km dari Pelaihari (ibu kota Kabupaten Tanah Laut) dan terhubung dengan jalan raya yang bagus ke
Pelaihari sehingga mudah dijangkau Desa ini terletak di kaki suatu perbukitan yang ditumbuhi hutan tropis primer dan jarak desa dengan hutan primer tersebut hanya sekitar 1 km Desa kedua terletak di arah yang berlawanan dengan desa pertama dari Pelaihari dan berjarak sekitar 20 km dari Pelaihari Hanya separuh jarak yang dapat ditempuh melalui jalan raya yang bagus ke desa tersebut dan sisanya harus ditempuh dengan melalui jalan pertambangan yang dibangun seadanya yang setiap saat dilalui oleh truk-truk besar pengangkut batubara Desa ini berada di tengah-tengah hutan sekunder tetapi jaraknya dengan hutan primer hanya sekitar I km Di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan hanya direkrut satu orang penangkap kera di suatu desa yang berjarak sekitar 15 km dari Martapura (ibu kota Kabupaten Banjar) Desa ini berada di tepi kebun karet tetapi di tepian kebun karet terdapat hutan primer atau semi sekunder Jalan ke desa ini hanya separuh yang dapat ditempuh dengan jalan yang bagus dan sisanya melalui jalan pertambangan yang keadaannya hampir sama dengan desa kedua di Kabupaten Tanah Laut 4. Titik penangkapan kera
Di tiap desa dipilih beberapa titik-titik pemasangan perangkap yang penentuan titik dan jumlah perangkapnya sepenuhnya diserahkan kepada si penangkap kera Di pedalaman Kalimantan Tengah masih banyak ditemukan hutan tropis primer yang umumnya terletak di kawasan pegunungan dan perbukitan Berdekatan dengan hunian manusia terdapat hutan sekunder dan kebun rakyat. Penduduk lokal sudah sangat kenal dan berpengalaman tentang kedatangan kera sehingga keputusan titik penempatan perangkap diserahkan kepada mereka. Sebagian perangkap tersebut ada yang dipasang di pinggiran hutan berjarak beberapa hingga puluhan meter ke dalam hutan dari
15
pinggirannya, dan sebagian lagi dipasang di pinggiran hutan sebelah luar Jarak antar titik penangkapan berkisar antara beberapa meter hingga puluhan meter 5. Perangkap, umpan dan kandang penampung sementara
Bentuk perangkap kera sedikit beragam, yang pada umumnya berbeniuk segi empat mirip kandang, berbahan kayu atau bambu (Lampiran-9). Umumnya perangkap yang berbentuk kandang berukuran 2 x 3 x 2 meter sampai 3 x 4 x 2 meter dengan dinding tersusun datar atau tegak Karena tingginya melebihi rata-rata tinggi manusia, maka perangkap berbentuk kandang dapat dimasuki si penangkap kera Pintu perangkap ada yang ditempatkan di bagian atas perangkap dan ada yang di salah satu sisinya. Pintu perangkap yang ditempatkan di bagian atas, terbuat dari bahan seng beibentuk tabung panjang tanpa kerangka penguat dengan maksud agar kera tidak dapat berpegangan ketika berusaha keluar dari perangkap, tetapi pintu yang ditempatkan di salah satu sisinya, terbuat dari bahan yang sama dengan dindingnya (kayu atau bambu) yang bentuk pintunya menyerupai dinding tetapi dapat dinaik-turunkan Umumnya perangkap yang berpintu di bagian atas akan terbuka terus, sehingga kera yang sudah masuk perangkap tidak bisa keluar tetapi kera lain masih tetap bisa masuk melalui pintu yang sama Perangkap dengan pintu di salah satu sisi akan tertutup secara otomatis bilamana ada kera yang masuk dan kera lain di luar perangkap tidak bisa masuk lagi Perangkap model seperti itu merepotkan si penangkap kera karena kera yang masuk harus dikeluarkan dulu, pintu perangkap dipasang lagi dan itu dilakukan berulang-ulang tergantung frekuensi masuknya kera Tingkat keberhasilan perangkap model seperti itu lebih rendah daripada perangkap bermodel pintu di bagian atas Ada juga perangkap model kandang yang digandengkan dengan kandang penampung sementara tetapi keduanya dihubungkan oleh pintu yang dapat dinaikturunkan mirip pintu perangkap yang berpintu di salah satu sisi Ukuran kandang penampung ini lebih kecil daripada perangkapnya Bila ada kera yang masuk perangkap, pintu penghubung dibuka dan kera yang terperangkap digiring agar memasuki kadang penampung. Setelah kera masuk, pintu penghubung ditutup kembali dan dikunci Di Palangkaraya ada tambahan bentuk perangkap model lain, yang bukan berbentuk kandang tetapi berbentuk “sambit”. Bahan utamanya adalah tali dan tali
16
tersebut diikatkan ke bagian ujung sebuah kayu kecil lentur yang berfungsi sebagai “sambit”. Bagian pangkal kayu ditancapkan atau diikatkan pada pohon yang kuat, lalu dibengkokkan hingga setengah lingkaran sedemikian rupa menyerupai busur Di bagian ujung tali yang bebas, dibuat suatu simpul longgar yang berkemampuan mengikat kera dengan kuat bila terperangkap Perangkap model ini hanya dapat memerangkap satu ekor kera tetapi murah sehingga dengan biaya untuk satu perangkap model kandang, dapat dibuat beberapa perangkap model sambit Tingkat kesuksesan perangkap model “sambit” adalah yang terendah di antara semua model perangkap tersebut Umpan kera umumnya pisang, tetapi kadang-kadang bisa nangka, jagung, kacang tanah atau lainnya tergantung ketersediaan dan harganya menurut pertimbangan si penangkap kera Pada perangkap kera berbentuk kandang, umpan diletakkan mulai dari sekeliling luar pintu masuk hingga di bagian dalam Pada perangkap berbentuk “sambit”, umpan ditempatkan atau digantungkan langsung di dekat simpul sambitnya Sebelum pemeriksaan di lapangan, semua kera yang sudah tertangkap dimasukkan ke dalam kandang penampung sementara untuk memudahkan persiapan pemeriksaan di lapangan Tergantung ukuran kandang penampung dan ukuran kera, tiap kandang diisi dengan beberapa ekor kera yang berukuran hampir sama, kecuali bayi kera yang selalu memeluk induknya, dimasukkan bersama induknya Sering sesama kera saling berkelahi sehingga beberapa kera mengalami luka-luka kecil dan umumnya luka-luka herlokasi di bagian wajah Juga bisa terjadi kematian kera akibat perkelahian yang tidak berimbang dengan kera lain di kandang yang sama Perkelahian kera bisa karena beberapa sebab, antara lain: lapar, berasal dari kelompok yang berbeda, ukuran badan tidak berimbang, penuh sesak dalam satu kandang dan sebagainya. Kejadian yang sangat jarang, pernah dilaporkan adanya kera yang mati karena dimakan ular dan ular pemakan yang sudah kenyang tersebut tidur di dalam kandang dan akhirnya dibunuh oleh si penangkap kera
H. Pemeriksaan Fisik di Lapangan dan Pengambilan Darah Kera I. Penjelasan Sebelum Persetujuan Pemilik Kera Peliharaan
Khusus pada kera peliharaan, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari pemilik sebelum kera dijadikan sebagai sampel penelitian Meskipun pemeriksaan dan pengambilan darah hanya satu kali, persetujuan dari pemilik tetap harus dimintakan
17
Kepada pemilik kera diterangkan dan dibacakan isi yang tercantum dalam formulir Penjelasan Sebelum Persetujuan (InformedConseni) Bila pemilik setuju, kepada pemilik dimintakan persetujuan tertulis dengan manandatangani atau membubuhi cap jempol tangan kiri di lembaran Persetujuan Sesudah Penjelasan Isi dan ruang lingkup penjelasan dicantumkan dalam Lampiran-1 Penjelasan Sebelum Persetujuan (informed Conseni) Permintaan persetujuan ini tidak berlaku bagi kera liar 2. Pembiusan kera
Pembiusan ini bertujuan agar identifikasi karakteristik, pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen darah kera bisa dilakukan di lapangan dalam keadaan tenang Khusus pada kera jinak, sebagian kecil kera tidak dibius, terutama kera yang masih bayi Sebelum pembiusan, lebih dahulu kera dipuasakan minimum selama 6 jam Umumnya kera yang dijadwalkan dipuasakan adalah kera peliharaan, sedangkan kera liar jarang yang dipuasakan karena makanan yang diberikan si penangkap kera adalah seadanya dengan pertimbangan penghematan. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembiusan adalah alat suntik ukuran 25 G, obat bius ketamin-HCI, dan kapas beralkohol (Gambar 2) Sebelum dibius, lebih dahulu diperkirakan berat badan kera Dosis ketamin-HCI adalah antara 10-15 mg/kg berat badan Dosis 10 mg'kg BB diberikan pada kera yang muda dan kelihatan berperilaku biasa dan dosis di atasnya hingga 15 mg/kg BB diberikan pada kera yang lebih tua dan kelihatan beringas atau sangat aktif Sebelum pembiusan, alat suntik diisi dengan obat bius sesuai dengan perkiraan volume obat bius yang dibutuhkan Kera liar dibius dari arah luar kandang penampung sementara setelah salah satu anggota badan kera dapat ditangkap dari arah luar, sedangkan kera peliharaan dibius dengan bantuan pemilik kera untuk memegang keranya sendiri; beberapa ekor kera peliharaan terpaksa dibius dari arah luar kandangnya karena pemilik tidak mampu mengambil sendiri keranya Tempat penyuntikan adalah otot bahu atau otot paha tergantung bagian anggota badan yang dapat dipegang. Di tempat suntikan, kulit dibersihkan dengan kapas beralkohol dan otot disuntik tegak lurus dan diinjeksikan secara intra muskuler ke otot yang tersedia Dalam waktu beberapa menit setelah penyuntikan biasanya kera sudah terbius Lamanya kera dalam keadaan terbius sekitar I jam sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan pengambilan darah dan pemeriksaan fisik. Setelah terbius, kera
I8
dengan pelan-pelan digeser ke arah pintu kandang dan dikeluarkan dengan hati-hati Penjelasan yang lebih rinci tentang pembiusan ini dapat dilihat pada Lampiran-2: Pedoman Pembiusan dan Pengambilan Darah Vena Kera
3. Pengambilan darah vena kera
Pada kera darah diambil dari salah satu dari 4 vena berikut: vena cephalica, vena saphena, vena femoralis atau vena jugularis, tergantung pada kemudahan pengambilan darah Banyaknya darah yang diambil sekitar 1-2 ml tergantung berat badan kera Darah ditampung di dalam tabung kaca yang sudah ditempeli etiket yang bertuliskan kode kera Kode sampel kera ini sama pada semua sampel darah yang sebagian akan dibagi-bagi sesuai peruntukannya Penjelasan yang lebih rinci tentang pengambilan darah vena ini dapat dilihat pada Lampiran-2: Pedoman Pembiusan dan Pengambilan Darah Vena Kera
I9
4. Identifikasi spesies kera
Meskipun spesies kera sudah dapat diidentifikasi sebelum pembiusan, spesies kera diidentifikasi ulang untuk memastikannya Beberapa ekor kera Macaca fascicularis ternyata ekornya terputus oleh sebab yang tidak diketahui di alam liar sehingga sekilas kelihatan sebagai Macaca nemestrina Macaca fascicularis adalah jenis kera yang mudah dikenali karena umum ditemukan di hutan dan kadang-kadang di jalan-jalan umum di dalam hutan dan bahkan dijadikan sebagai hewan penghibur, misalnya dalam permainan topeng monyet Pedoman identifikasi kera ini dicantumkan dalam Lampiran-3 Pedoman Identifikasi Spesies Kera Dalam pedoman ini juga dicantumkan cara identifikasi kera bukan M. fascicularis dan M. nemestrina dan itu digunakan bilamana diperoleh kera lain secara tidak sengaja
5. Pemeriksaan fisik kera
Karakteristik kera yang perlu diamati dan dicatat meliputi tanggal pemeriksaan/penangkapan, lokasi( provinsi dan kabupaten), jenis kelamin, umur, status kebuntinganm (bila betina dewasa), berat badan, panjang badan, keadaan gigi dan sebagainya Pemeriksaan fisik meliputi: suhu tubuh, ritme dan frekuensi denyut nadi/jantung, ritme, frekuensi dan suara pernafasan, keadaan konjungtiva, ada tidaknya luka, bekas luka atau kelainan/abnormalitas lain yang mungkin ada Umur kera yang sudah sangat tua dan bayi umumnya dapat segera ditentukan di lapangan karena mudah dikenali, tetapi kera berumur di antara kedua kelompok umur tersebut ditentukan di kemudian hari karena harus mempertimbangkan beberapa hal seperti kelengkapan jumlah gigi, panjang gigi caninus, ada tidaknya karang gigi, panjang seluruh badan dan berat badan. Dalam penentuan umur Macaca sp ini telah dicoba dicari rumusannya dalam buku-buku atau publikasi penentuan umur dari semua sumber informasi yang ada, ternyata pedoman penentuan umur yang baku belum ada sehingga umur gigi ditentukan setelah semua unsur tersebut diketahui Umur langsung dikategorikan menjadi 4 kategori bayi, anak, dewasa muda dan dewasa tua Rumus geligi kera M. fascicularis dan M. nemestrina, seperti tercantum dalam Larnpiran-4 Formulir Catatan (Case Report Form) Kera, adalah sebagai berikut:
20
Umur kera digategorikan sebagai bayi bila gigi permanen belum tumbuh atau gigi molar belum tumbuh dan jumlah seluruh gigi = 20 (1 x 20) serta beratnya < 1 kg. Kera dikategorikan sebagai anak bila gigi permanen sudah tumbuh, panjang gigi caninus belum melampaui panjang gigi insicivus, belum mempunyai karang gigi dan beratnya antara > I - < 3 kg (betina) atau antara >1 - < 5 kg untuk jantan Kera dikategorikan sebagai dewasa muda bila gigi permanen sudah tumbuh, panjang gigi caninus sudah melampaui panjang gigi insicivus tetapi panjang gigi insicivus < 1,5 cm dan karang gigi masih sedikit (hanya ada pada gigi insicivus). Kera dikategorikan sebagai dewasa tua bila gigi permanen sudah tumbuh, panjang gigi caninus sudah meiampaui panjang gigi insicivus tetapi panjang gigi insicivus > 1,5 cm dan karang gigi sudah banyak (sudah menempel pada semua gigi, baik gigi insicivus, gigi caninus, gigi premolar dan gigi molar). Jenis kelamin kera jelas dapat terlihat dari penampilan fisik luar kera Dengan pemeriksaan fisik, terlihat jelas organ kelamin luar, baik penis dan atau skrotum maupun vulva dan atau vagina Skrotum pada bayi dan anak belum jelas, baik dengan cara observasi maupun dengan palpasi Kehamilan kera ditentukan dengan cara palpasi pada bagian abdomen kera dan hanya dilakukan pada kera betina yang sudah pasti dewasa atau jumlah giginya lengkap dengan jumlah seluruh gigi seluruhnya 32 (2 x 16). Dengan palpasi menggunakan jari tangan kanan pada sebelah kanan tubuh kera, akan terasa ada tidaknya benda agak kenyal di abdomen yang mudah dibedakan dengan kekenyalan kotoran di dalam abdomen Berat badan kera ditentukan dengan cara menimbangnya dengan alat timbang badan digital. Kera lebih dahulu dimasukkan ke dalam wadah penampung mirip baskom ceper yang sudah diketahui beratnya dan ditimbang bersama kera Berat badan kera yang sesungguhnya adalah berat seluruh badan kera beserta wadahnya dikurangi dengan berat wadahnya
21
Panjang badan ditentukan dengan mengukurnya menggunakan pita meteran. Panjang badan terbagi atas dua bagian, yaitu panjang dari ujung kepala Hingga panggal ekor dan panjang ekor (dari pangkal ekor hingga ujung ekor) Panjang badan seluruhnya dihitung dengan menjumlahkan panjang kedua bagian tersebut, sehingga panjang badan ditentukan belakangan sesudah panjang kedua bagian badan diukur Suhu tubuh ditentukan dengan menggunakan termometer badan digital yang biasa dipakai pada manusia Sebelum digunakan, batere termometer lebih dulu diaktifkan dan termometer dimasukkan dari arah anus kera, ditunggu beberapa menit hingga terdengar bunyi atau pertanda bahwa suhu sudah stabil, lalu suhu dilihat pada bagian monitor termometer Setelah itu batere kembali dinon-aktifkan Ritme dan frekuensi denyut jantung ditentukan menggunakan stetoskop yang biasa dipakai untuk manusia Stetoskop ini juga digunakan untuk pemeriksaan suara pernafasan Ritme dan frekuensi pernafasan ditentukan dengan mengamati pernafasan. Keadaan konjungtiva, ada tidaknya luka atau bekas luka di bagian tubuh luar, seluruhnya diketahui dengan cara pengamatan dan pemeriksaan Fisik Semua hasil pemeriksaan karakteristik dan pemeriksaan fisik tersebut dicatat dalam formulir seperti yang dicantumkan dalam Lampiran-4 Formulir Catatan Kasus (Case Report Form) Kera. 6. Pemberian identitas kera secara permanen
Setelah pemeriksaan dan pengambilan spesimen darah selesai di lapangan, kera diberi identitas yang permanen dengan tujuan untuk mencegah terulangnya pemeriksaan pada kera yang sama bilamana kera tersebut tertangkap kembali. Identitas permanen ini dibuat pada daun telinga kanan sebelah luar Untuk itu daun telinga kanan sebelah luar lebih dahulu dicukur sampai bersih lalu dibuat tatto sesuai dengan nomor kode kera yang tercantum dalam Lampiran-4: Formulir Catatan Kasus (Case Report Form) Kera. Pemberian identitas kera permanen hanya dilakukan pada kera liar saja, sedangkan pada kera jinak/piaraan tidak Tatto ini diharapkan tidak akan menganggu kesehatan kera di hutan. 7. Pemotretan kera
Setelah kera diidentifikasi, kera dipotret minimum dua kali, satu kali pemotretan dari salah satu arah yang paling strategis dan satu pemotretan pada bagian kode kera yang
22
ditatoo di daun telinga kanan Bila ada tanda spesifik, misalnya warna menyolok, luka, bekas luka, gundul spesifik dan sebagainya, bagian itu juga ikut dipotret Dalam lanjutan penangkapan kera, beberapa kera liar tidak sempat dipotret demi efisiensi waktu di lapangan. S. Pengembalian kera ke hutan Setelah pembuatan identitas permanen pada kera selesai, kera siap dilepaskan kembali ke hutan Masih dalam keadaan terbius, kera dibawa kembali ke hutan habitatnya atau ke semak-semak di sekitarnya. Kondisi umum tubuh kera diperiksa kembali dan bila diperkirakan aman, kera dibiarkan hingga siuman Setelah siuman kera akan pergi sendiri ke habitatnya dan mencari kelompoknya di hutan I.
Pemrosesan Darah Kera di Lapangan Segera setelah darah vena diambil, spesimen darah harus diproses. Pemrosesan spesimen
darah ini dibagi dalam 5 tahapan: (a) pembuatan serapan darah pada kertas saring (sebagai bahan untuk pemeriksaan Polymerase Chain Reaction), (b) pembuatan sediaan apus darah (sebagai bahan untuk pemeriksaan mikroskopis), (c), pencampuran darah dengan 6 M guanidine hidrochlorida (1:9), (d), pembuatan serum; (e), penyimpanan sisa darah utuh. f. Pembuatan serapan darah pada kertas saring Pembuatan serapan darah pada kertas saring ini juga langsung dilakukan di lapangan begitu spesimen darah diperoleh. Darah yang diserapkan ke kerta saring ini akan digunakan sebagai bahan dalam pemeriksaan PCR di laboratorium di kemudian hari Dalam kegiatan ini, darah diserapkan pada potongan kertas saring sebanyak tiga tetes dan dari tiap ekor kera dibuat dua duplikat serapan darah Di tiap pinggiran kertas saring, di bagian yang tidak terkena darah, dituliskan kode sampel yang sama dengan kode spesimen induknya Setelah kering, serapam darah ini disimpan dalam wadah plastik yang sudah mengandung butiran silica gel. Rincian pembuatan serapan darah pada kertas saring ini dapat dilihat pada Lampiran-5: Pedoman Pemrosesan Spesimen Darah Kera, butir A Pembuatan Serapan Darah Pada Kertas Saring.
23
2. Pembuatan sediaan apus darah malaria
Pembuatan sediaan apus darah ini juga langsung dilakukan di lapangan begitu spesimen darah diperoleh Sediaan apus darah tebal-tipis dibuat dalam satu kaca benda dan dari tiap ekor kera dibuat 2 duplikat sediaan apus darah. Pembuatan sediaan apus darah ini dibuat secara standar, sesuai dengan yang biasa dilakukan pada sediaan apus darah malaria manusia Rincian pembuatan sediaan apus darah ini dapat dilihat pada Lampiran-5' Pedoman Pemrosesan Spesimen Darah-Kera, butir B Pembuatan Sediaan Apus Darah 3. Pembuatan serum
Pembuatan serum ini tidak langsung dilakukan di lapangan tetapi besoknya atau beberapa jam kemudian setelah pengambilan darah Serum ini akan digunakan sebagai bahan dalam pemeriksaan serologis untuk berbagai keperluan di kemudian hari Volume darah yang digunakan untuk pembuatan serum ini sekitar 2-3 ml Darah ditampung dalam tabung gelas bervolume 5 ml tanpa anti koagulan dan dibiarkan dalam keadaan tegak selama beberapa jam dalam termos dingin dan bila pembuatan serum agak lama, darah disimpan di dalam lemari es bersuhu 2-4 °C Rincian pembuatan serapan darah pada kertas saring ini dapat dilihat pada Lampiran-5; Pedoman Pemrosesan Spesimen Darah Kera, butir C Pembuatan Serum
4. Pencampuran Darah dengan Guanidin hidroklorida
Darah yang dicampur dengan 6 M guanidin hidroklorida bertujuan sebagai cadangan spesimen untuk pemeriksaan PCR bilamana serapan darah dalam kertas saring rusak atau menunjukkan hasil yang kurang memuaskan Sebanyak I bagian volume darah dimasukkan ke dalam tabung yang sudah mengandung 9 bagian volume cairan guanidin hidroklorida. Campuran darahguanidia ini disimpan tetap di dalam lemari es dan sesaat sebelum dibawa ke Jakarta dipindahkan penyimpanannya di daiam termos
24
5. Penyimpanan Sisa Darah
Semua sisa darah, terutama sisa sel-sel darah yang tertinggal sewaktu pembuatan serum, dibiarkan tetap dalam tabung wadahnya dan disimpan tetap dalam lemari es. Tujuan penyimpanan sisa darah ini adalah sebagai cadangan untuk pemeriksaan penyakit lain bilamana diperlukan Sesaat sebelum dibawa ke Jakarta, sisa darah dipindahkan ke dalam termos es dan setelah sampai di Jakarta segera dipindahkan kembali ke lemari es 6. Pewarnaan Sediaan Apus Darah
Sediaan apus darah yang dibuat di lapangan selanjutnya diwarnai di laboratorium lapangan, misalnya di Puskesmas terdekat atau di penginapan Pewarnaan dilakukan beberapa jam setelah sediaan apus darah mengering pada malam harinya bila dilakukan di penginapan, atau besok harinya bila dilakukan di laboratorium Puskesmas. Cara pewarnaan sama seperti cara baku yang dilakukan terhadap sediaan apus darah malaria manusia Rincian cara pewarnaan sediaan apus darah ini dapat dilihat pada Lampiran-5 Pedoman Pemrosesan Spesimen Darah Kera, butir D Pewarnaan Sediaan Apus Darah Malaria J. Pemeriksaan Spesimen Kera di Laboratorium 1. Pemeriksaan Mikroskopis
Sediaan apus darah yang sudah diwarnai selanjutnya diperiksa secara mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan di Laboratorium Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Keseahtan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI lalu diperiksa silang pada Pusat Studi Satwa Primata (PSSP), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pemeriksaan mikroskopis ini bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya parasit P. hiowiesi dan Plasmodium jenis lainnya yang normal menginfeksi kera seperti P. ittui, P. cytiomolgi dan P. coatneyi. Secara garis besar, identifikasi parasit malaria atau parasit darah lainnya meliputi antara lain: •
Aneka bentuk trofozoit, baik trofozoit muda (cincin) maupun trofozoit dewasa
•
Aneka bentuk sizon, baik sizon muda maupun sizon dewasa dan jumlah serta penyebaran inti merozoit.
25
•
Aneka bentuk gametosit mulai dari bentuk bulat, menyerupai bulan sabit, menyerupai pisang atau lainnya, warna, penyebaran dan ketebalan pigmen, letak inti, perbandingan diameter inti dengan diameter gametosit dan sebagainya Rincian cara identifikasi morfologi parasit Plasmodium dapat dilihat pada Lampiran-6
Pedomam Penjelasan Morfologi Plasmodium sp Hasil identifikasi morfologi parasi malaria yang rinci dicatat pada formulir seperti dicantumkan pada Lampiran-7: Formulir Hasil Identifikasi Morfologi Plasmodium sp Hasil identifikasi atau diagnosis mikroskopis dan spesies parasitnya dicatat pada Lampirasn-4: Formulir Catatan Kasus {Case Report Form) Kera Morfologi tiap spesies Plasmodium, termasuk morfologi P. knowlesi dipotret sebagai dokumentasi 2.
Pemeriksaan Dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) ini dilakukan terhadap serapan darah dalam kertas saring, yang bertujuan untuk mendeteksi DNA Plasmodium sp Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas laboratorium yang sudah berpengalaman di Laboratorium Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Tahapan dalam pemeriksaan identifikasi parasit malaria secara molekuler meliputi (1) ekstraksi DNA (dari sampel blood blot dan sediaan darah tebal), (2) amplifikasi PCR untuk penentuan genus, (3) amplifikasi PCR untuk penentuan spesies malaria, (4) running DNA pada agar dengan alat elektroforesis, dan (5) visualisasi dan pembacaan DNA produk PCR menggunakan gel-doc Pada ekstraksi DNA digunakan kit komersial dari dari produk Qiagen yaitu Q1 AarnpCR) DNA Mini and Blood Mini Handbook, dengan prinsip spin menggunakan mikrosentrifugasi Amplifikasi DNA dengan Nested PCR bertujuan untuk mengidentifikasi spesies malaria yang dilakukan melalui 2 tahap yaitu . a.
PCR pertama dengan menggunakan sepasang primer rPLU-1
b PCR tahap kedua dilakukan untuk (I) mengetahui genus Plasmodium dengan menggunakan sepasang primer rPLU-3 (2) untuk penentuan spesies Plasmodium dengan menggunakan primer spesifik untuk parasit malaria manusia yang meliputi P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale, dan P.knowlesi dan parasit kera yang lainnya yang
26
meliputi: P. inui, P. cynomolgi dan P. coatneyi. Sampel positif P. knowlesi akan ditunjukkan dengan adanya pita DNA sejajar kontrol positif P. knowlesi dengan ukuran 295 bp Sampel yang positif spesies lainnya ditunjukkan dengan ukuran 205 bp pada P. falciparum, 121 bp pada P. vivax, 145 bp pada P. malariae, 419 bp pada P. ovale, dan pada kera adalah 470 bp pada P. inui, 136 bp pada P. cynomolgi dan 505 pada P. coatneyi Rincian pemeriksaan PCR ini dapat dilihat pada Lampiran-8: Teknik Pemeriksaan Pofymerase Chat n Reaction (PCR). 3.
Pemeriksaan Tambahan Sampel Manusia
Berhubung sampel manusia pada tahun pertama belum mencukupi, dan jumlah sampel yang positif P. knowlesi pada manusia pada tahun 2013 hanya dua kasus, maka dalam penelitian tahun 2014 ini juga akan dilakukan penambahan sampel manusia Cara memperoleh tambahan kasus positif malaria secara mikroskopis bukan dengan cara Mass Blood Survey / Mass Fever Survey (MBS/MFS), tetapi hanya secara Passive Case DetecUnn (PCD) di Puskesmas dan rumah sakit tertentu
K. Manajemen dan Analisis Data Data dalam penelitian ini data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 15 Semua data kera yang tercantum dalam Formulir Catatan Kasus (Case Report Farm) Kera dientri. Data yang berupa distribusi sampel menurut spesies kera, lokasi, karakteristik, tanda-tanda biologis dan kelainan/abnormalitas sampel dianalisis secara deskriptif Demiktan juga dengan distribusi hasil pemeriksaan mikroskopis dan PCR baik menurut spesies kera, lokasi dan karakteristik, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian. Data hasil pemeriksaan mikroskopis oleh dua pemeriksa dan pemeriksaan PCR, disilangkan satu dengan yang lainnya dan dinalisis secara bivariat untuk mengetahui -kesepakatan positifitas dan negatifitas antar dua pemeriksa mikroskopis, serta untuk menentukan sensitifitas pemeriksaan mikroskopis oleh masing- masing pemeriksa terhadap PCR. Data lainnnya yang diperoleh sebagai data tambahan, misalnya jenis Plasmodium lain, dianalisis secara deskriptif
27
III. HASIL PENELITIAN
A. Sebaran Sampel Kera Dalam penelitian ini jumlah kera yang tertangkap sebanyak 231 ekor yang terdiri dari 215 ekor (93 %) Macacafascicularis, 9 ekor (4 %) Macaca nemestrina dan 7 ekor (3 %) Presbytis cristatus (Tabel 1). Sebenarnya sampel target dalam penelitian ini adalah M fascicularis dan Macaca nemestrina, sedangkan Presbytis cristatus -bukan sampel target, tetapi tertangkap secara tidak sengaja selama pelaksanaan penelitian Dengan demikian, jumlah sampel (M. fascicularis dan M nemestrina) yang diperoleh adalah 224 (128%) atau lebih besar dari 175 jumlah sampel yang direncanakan sebelumnya Tabel 1 Jumlah kera yang diperiksa menurut spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan
Jumlah kera yang diperoleh terdistribusi tidak merata, baik menurut kabupaten maupun menurut provinsi. Jumlah M. fascicularis yang diperoleh di Kabupaten Pulang Pisau adalah 32 ekor (14,9 %) dan di Palangkaraya sebanyak 74 ekor (34,4 %) atau seluruhnya berjumlah 106 ekor (49,3 %) di Kalimantan Tengah (Tabel 2) Di Kalimantan Selatan jumlah M fascicularis yang diperoleh hampir sama dengan jumlah seluruh sampel di Kalimantan Tengah, yaitu 109 ekor (50,7 %), yang terdiri dari 86 ekor (40 %) di Kabupaten Tanah Laut dan 23 ekor (10,7 %) di Kabupaten Banjar Adapun M. nemestrina hanya diperoleh dari 3 kabupaten saja, sedangkan di Kabupaten Pulang Pisau jenis kera tersebut tidak diperoleh Presbytis cristatus yang seluruhnya berjumlah 7 ekor hanya diperoleh dari Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan
28
Tabel 2. Jumlah kera yang diperiksa menurut provinsi, kabupaten dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
Sumber kera kebanyakan berupa kera liar, baik A/. fascicularis (94 % atau 203 ekor), M. nemestrina (77,8 % atau 7 ekor) maupun P. cristatus (85,7 % atau 6 ekor) sebagaimana tertera pada Tabel 3. Sisanya adalah kera jinak/piaraan yang diperoleh dari penduduk setempat.
Tabel 3 Jumlah kera yang diperiksa menurut sumber dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan
Pada Tabel 4 terlihat bahwa M. fascicularis ¡mim (60,5 % ) lebih banyak daripada yang betina (39,5 %), namun pada M nemestrina dan P. cristatus adalah sebaliknya (masing-masing 55,6 % dan 71,4 %) Umur kera yang mendominasi pada ketiga spesies kera adalah sama, yaitu dewasa muda (masing-masing 52,6 %, 88,9 % dan 85,7 % Dua kelompok umur kera (anak dan bayi) tidak diperoleh pada M. nemestrina dan P. cristatus.
29
Tabei 4 Jumlah kera yang diperiksa menurut karakteristik dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
Kera betina dewasa yang tertangkap sebagian kecil sedang mengalami bunting Jumlah kera betina dewasa yang bunting masing-masing 4 ekor (5,5 %) pada M. fascicularis, 2 ekor M nemestrina dan 1 (20%) P. cristatus (Tabel 5).
Tabel 5 Jumlah betina dewasa yang diperiksa dan bunting menurut spestes kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
30
Tabel 6.
Tanda-tanda biologis kera yang diperiksa menurut spesies
31
Tanda-tanda biologis kera yang diperiksa, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 6,
menunjukkan bahwa berat badan M fascicularis berkisar antara 0,4 - 8 kg dengan rata-rata 4,2 kg
dan median 4 kg, berat badan M nemestrina berkisar antara 4,9 - 8 kg dengan rata-rata 7 kg dan median 8 kg dan P. cristatus antara 4,5 - 4,8 kg dengan rata- rata 4,6 kg dan median 4,5 kg. Panjang ekor M fascicularis (rata-rata 51,4 cm) lebih panjang dibandingkan dengan panjang antara ujung kepala hingga pangkal ekor (rata- rata 43,3 cm) sedangkan pada M. nemestrina adalah sebaliknya (masing-masing rata-rata nya 17,2 cm dan 49,7 cm). Adapun pada P. cristatus perbandingan kedua ukuran tersebut lebih lebar dibandingkan dengan M. fascicularis, yaitu rata-rata panjang ekor 71 cm dan panjang antara ujung kepala hingga pangkal ekor 48 cm Suhu badan rata-rata pada M fascicularis (39,1 °C) sedikit lebih rendah dibandingkan dengan M. nemestrina (rata-rata 39,3 °C), tetapi relatif sama dengan suhu badan P. cristatus (rata-rata 39 °C). Rata-rata frekuensi denyut nadi/jantung per menit pada ketiga spesies kera tersebut bertuait-turut adalah 143,5 kali, 126,3 kali dan 150,7 kali, aiau denyut nadi paling cepat adalah pada P. cristatus dan paling lambat pada M. nemestrina. Sementara frekuensi pernafasan per menit paling cepat pada M fascicularis (rata-rata 34,9 kali) disusul oleh P. cristatus (rata-rata 32 kali) dan paling lambai pada M. nemestrina (rata-rata 24 kali) Khusus pada kera dewasa tua, dimana gigi caninus (taring) telah tumbuh sedemikian rupa hingga melebihi panjang gigi insicivusnya, panjang gigi caninus M, fascicularis (rata-rata 1,
6 cm) lebih panjang daripada M. nemestrina (rata-rata 1,2 cm) sedangkan pada P. cristatus tidak
ada kera yang panjang gigi caninusnya melebihi panjang gigi insicivusnya. Di antara ketiga spesies kera tersebut, hanya M. fascicularis yang menunjukkan adanya tandatanda kelainan/abnormalitas, sedangkan pada M nemestrina dan P. cristatus tidak ada, dan yang menunjukkan gejala pun, jumlahnya sangat kecil. Tanda- tanda kelainan/abnormalitas yang agak menonjol pada spesies tersebut hanya dalam dua hal saja, yaitu lepas/tanggalnya gigi (6,7 % atau 12 di antara 179 ekor kera yang sudah memiliki gigi lengkap) dan konjungtivitis (5,2 % atau 11 di antara 215 ekor) sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 7. Ada 2 ekor (0,93 %) kera yang mengalami kejang-kejang selama masa pembiusan.
32
Tabel 7. Jumlah Macaca fascicularis yang mengalami kelainan/abnormalitas, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
B. Hasil Pemeriksaan Kera Secara Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan terhadap sediaan darah tebal-tipis yang sudah diwarnai dengan pewarna Giemsa Pemeriksaan ini dilakukan secara paralel dengan pemeriksaan PCR tanpa menunggu hasil pemeriksaan PCR dan dilakukan pemotretan penampilan morfologi parasit malaria terhadap kedua jenis sediaan, baik sediaan apus darah tebal maupun sediaan apus darah tipis Dalam laporan ini lebih dulu dipaparkan hasil-hasil sampe! yang positif parasit malaria dengan pemeriksaan mikroskopis, sedangkan penampilan morfologi parasit ditampilkan di bagian lain sesudah pemaparan hasil-hasil pemeriksaan PCR, Morfologi empat spesies parasit malaria manusia yang sudah dikenal selama ini sudah jelas ciri-cirinya sehingga spesies Plasmodium-nya sudah dapat ditentukan hanya berlandaskan pemeriksaan mikroskopis saja. Pada kera ciri-ciri morfologinya belum jelas sehingga identifikasi spesies Plasmodium-nya belum dapat dilakukan hanya berlandaskan pemeriksaan mikroskopis. Sebab itu hasil pemeriksaan mikrokopis terhadap parasit malaria kera hanya bisa disebutkan “positif genus Plasmodium atau positif Plasmodium sp”
33
Tabel 8. Jumlah yang diperiksa dan positif malaria dengan pemeriksaan mikroskopis menurut spesies kera dan provinsi dan kabupaten, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
34
Pada Tabel 8 diperlihatkan besarnya persentase kera yang positif Plasmodium sp pada tiap spesies kera yang diperiksa. Persentase kera yang positif pada ketiga spesies kera tersebut mulai dari yang tertinggi ke yang terendah adalah 85,7 % pada P. cnstatus (6 di antara 7 ekor), 52,1 % pada M fascicularis (112 di antara 215 ekor) sedangkan pada M nemestrina tidak ada satupun yang positif Plasmodium sp di antara 6 ekor yang diperiksa. Pada M. fascicularis, persentase positif di Kalimantan Selatan lebih tinggi daripada di Kalimantan Tengah (masing-masing 69,7 % dan 34 %). Kabupaten yang tertinggi persentase positifnya adalah Tanah Laut (82,6 %) dan terendah Banjar (21,7 %) Adapun P. criatatus, yang positif hanya ada di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan saja, karena memang tidak ada jenis kera itu yang tertangkap/diperiksa di Kabupaten Banjar (provinsi yang sama) dan di Kalimantan Tengah Karakteristik kera yang positif Plasmodium sp dengan pemeriksaan mikroskopis pada M. fascicularis adalah lebih tinggi persentasenya pada jenis kelamin jantan dibandingkan dengan betina (masing-masing 53,1 % dan 50,6 %), demikian juga yang positif P. cristatus (Tabel 9). Kelompok umur kera M fascicularis yang positif didominasi oleh kelompok umur tua dan terlihat juga bahwa semakin tinggi umur kera semakin tinggi persentase yang positif Plasmodium sp. Pada P, cristatus, seluruh yang positif adalah yang berumur dewasa muda Tabel 9 Jumlah yang diperiksa dan positif malaria dengan pemeriksaan mikroskopis menurut karakteristik dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
35
Pembacaan (pemeriksaan) sediaan darah seluruh kera juga dilakukan oleh pembaca kedua dari laboratorium lain Hasil pemeriksaan silang kedua pemeriksa itu diperlihatkan pada Tabel 10. Perbedaan hasil pembacaan kedua pemeriksa cukup lebar, di mana kesepakatan untuk menyatakan positif genus Plasmodium hanya 37,3 % tetapi kesepakatan untuk yang negatif jauh lebih besar, 87,7 % Tabel 10 Jumlah yang positif dan negatif sediaan darah seluruh kera oleh dua pemeriksa, 2014
C,
Hasil Pemeriksaan Kera Dengan Polymerase Chain Reaction Kera Pemeriksaan PCR dilakukan terhadap serapan darah dalam kertas saring yang diperoleh
sewaktu dilakukan penyiapan spesimen di lapangan Pemeriksaan PCR dilakukan secara paralel dengan pemeriksaan mikroskopis tanpa menunggu hasil pemeriksaan mikroskopis . Dalam pemeriksaan PCR, mula-mula dilakukan pemeriksaan untuk menentukan genus Plasmodium dan contoh visualisasi yang positif genus Plasmodium ditunjukkan pada Gambar 3 di mana ukuran DNA untuk genus Plasmodium (primer rPLU3 - rPL(J4) adalah 240 bp
36
Visualisasi genus Plasmodium darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction Persentase seluruh kera yang positif genus Plasmodium hasil pemeriksaan PCR paling tinggi pada P. cristatus (71,4 % atau 6 di antara 7 ekor), disusul dengan M fascicularis (51,6 % atau 111 di antara 215) dan yang terendah adalah pada M. nemestrina (11,1 % atau 1 di antara 9) sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 11 Pada M fascicularis, persentase positif di Kalimantan Selatan adalah 70,6 % (77 di antara 109 yang diperiksa) atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Kalimantan Tengah (32,1 % atau 34 di antara 106 yang diperiksa). Menurut kabupaten, persentase tertinggi yang positif adalah di Kabupaten Tanah Laut (82,6 % atau 71 di antara 86 yang diperiksa) dan terendah di Kabupaten Banjar (26,1 % atau 6 di antara 23 yang diperiksa). Ternyata kera M fascicularis yang positif genus Plasmodium dengan pemeriksaan PCR tidak seluruhnya positif dengan pemeriksaan mikroskopis, tetapi sebagian adalah negatif dengan pemeriksaan mikroskopis. Yang negatif dengan pemeriksaan mikroskopis itu
37
adalah 4 di antara 34 ekor M. fascicularis di Kalimantan Tengah, 5 di antara 77 ekor M fascicularis di Kalimantan Selatan dan I ekor P. cristatus di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tabel 11 Jumlah yang diperiksa dan positif Plasmodium sp dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reacium menurut kabupaten dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
Karakteristik kera yang positif Plasmodium sp dengan pemeriksaan PCR pada A/. fascicularis sedikit lebih tinggi persentasenya pada jenis kelamin betina dibandingkan dengan jantan (masingmasing 52,9 % dan 50 %), tetapi pada M. nemestrina dan P. cristatus adalah sebaliknya (Tabel 12). Kelompok umur kera Ki. fascicularis yang positif dengan pemeriksaan PCR didominasi oleh kelompok umur tua dan terlihat juga bahwa semakin tinggi umur semakin tinggi persentase yang positif Plasmtxlium sp, sedangkan yang positif pada M. fascicularis dan P. cristatus seluruhnya berumur dewasa muda Dalam pemeriksaan parasit malaria manusia, pemeriksaan mikroskopis dianggap sebagai cara baku emas, tetapi pada kera, berhubung morfologi spesies Plasmodium sering kurang spesifik, maka dalam pemeriksaan ini PCR dianggap sebagai standar Dengan pertimbangan itu, maka pada pemeriksaan kera, pemeriksaan mikroskopis dibandingkan terhadap PCR seperti diperlihatkan pada Tabel 13 Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam penelitian ini pemeriksaan (pembacaan) sediaan apus
38
darah secara mikroskopis dilakukan oleh dua pemeriksa dan masing-masing hasil pemeriksaan oleh kedua pemeriksa dibandingkan terhadap pemeriksaan PCR
Tabel 12. Jumlah yang diperiksa dan positif malaria dengan pemeriksaan Polymerase Cham Reactkm menurut karakteristik dan spesies kera, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
Tabel 13 Hasil pemeriksaan silang mikroskopis dan Polymerase Chain Reaction dalam penentuan genus Plasmodium pada kera di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
39
Ternyata besarnya sensitifiias pemeriksaan mikroskopis terhadap PCR berbeda antara pemeriksa pertama dan kedua, yang masing-masing sebesar 89,8 % (106/118) dan 38,9 % (46/118). Demikian juga dengan spe&ifisitas, terdapat perbedaan di antara keduanya tetapi tidak terlalu jauh, yang masiung-masing sebesar 91,2 % (103/113). dan terhadap pemeriksaan mikroskopis adalah 90,2 % (101/112) dan spesifisitasnya 91,3 % (94/103) dan 87,6% (89/113. Pada pemeriksaan PCR, setelah dilakukan penentuan genus Plasmodium, selanjutnya dilakukan penentuan spesiesnya Semua spesimen yang positif genus Plasmodium diperiksa untuk menentukan spesiesnya Dalam penelitian ini ada empat spesies Plasmodium (P. knowlesi, P. inui, P. cynomolgi dan P. coadneyi) yang merupakan parasit malaria yang biasa menginfeksi kera, diperiksa spesiesnya Pada tahap pertama, dilakukan pemeriksaan terhadap P. knowlesi dan bila spesimennya positif, ditunjukkan dengan adanya pita DNA sejajar kontrol positif P. knowlesi Spesimen yang bukan P. knowlesi dilanjutkan pemeriksaannya terhadap spesies lainnya yang meliputi P. inui, P, cynomolgi, dan P, coatneyi. Pada Gambar 4 terlihat contoh hasil Polymerase Chain Reaction pada agarosa 2 % spesimen darah kera, yang di deret pertama berkode KS059, dan di deret kedua berkode KS079 dan KS080 Contoh ketiga spessimen tersebut semuanya positif P. knowlesi, yang ditunjukkan dengan terbentuknya pita datar pada kode-kode spesimen tersebut yang sejajar dengan pita datar kontrol P. knowlesi dengan ukuran pita DNA 295 bp Spesimen lainnya yang pemeriksaannya bersamaan dengan spesimen kode KS0S9 tersebut seluruhnya adalah negatif P. knowlesi karena tidak ada pita datar yang terbentu pada kode-kode spesimen tersebut Contoh pada Gambar 5 terlihat bahwa 11 spesimen darah kera di deret pertama dan 12 spesimen darah di deret kedua semuanya positif P. inui, yang ditunjukkan dengan terbentuknya pita datar pada kode-kode spesimen tersebut yang sejajar dengan pita datar kontrol P. inui dengan ukuran pita DNA 470 bp Spesimen lainnya yang pemeriksaannya bersamaan dengan spesimen-spesimen tersebut seluruhnya adalah negatif P. inui karena tidak ada pita datar pada kode-kode spesimen itu.
40
Gambar 4. Visualisasi yang positif Plasmodium knowlesi darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction
Gambar 5. Visualisasi yang positif Plasmodium inui darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction
41
Contoh pada Gambar 6 terlihat bahwa pada hasil Polymerase ('hain Reaction pada agarosa 2 %, 6 spesimen darah kera di deret pertama dan 4 spesimen di deret kedua positif P. cynomolgi, yang ditunjukkan dengan terbentuknya pita datar pada kode-kode spesimen tersebut yang sejajar dengan pita datar kontro! P. cynomolgi dengan ukuran pita DNA 136 bp Spesimen lainnya yang pemeriksaannya bersamaan dengan spesimen tersebut seluruhnya adalah negatif P. knowlesi karena tidak ada pita pada kode-kode ilu
Pada Gambar 7 teriihat bahwa spesimen darah kera dengan kode KS110 di deret pertama positif P. inui yang ditunjukkan dengan terbentuknya pitas datar sejajar dengan pita datar kontrol P. inui dan spesimen dengan kode yang sama (KS110) di deret kedua positif P. cynomolgi, yang ditunjukkan dengan terbentuknya pita datar sejajar dengan pita
42
datar kontrol P. cynomolgi Dengan perkataan lain, spesimen berkode KS110 positif P. timi dan P. cynomolgi. Spesimen lainnya di deret pertama hanya positif P. inui yang ditunjukkan dengan terbentuknya pita datar sejajar dengan pita datar kontrol P. inui sedangkan kebanyakan spesimen di deret kedua adalah negatif, baik terhadap P. mw maupun P. cynomolgi karena tidak ada pita yang terbentuk pada kode-kode tersebut
Gambar 7. Visualisasi yang positif Plasmodium inui dan Plasmodiun cynomolgi darah kera pada agarosa 2 % hasil Polymerase Chain Reaction
Seluruh hasil penentuan spesies Plasmodium dalam pemeriksaan PCR disajikan dalam Tabel 14 Terlihat bahwa di Kalimantan Tengah tidak ada satupun kera yang positif P. knowlesi dan hanya di Kalimantan Selatan yang ditemukan positif, yang ternyata seluruhnya merupakan M. fascicularis dan berjumlah 11 ekor, sedangkan M.
43
nemestrina dan P. cristatus tidak ada yang positif P. knowlesi. Sepuluh di antara 11 ekor M. fascicularis tersebut berasal dari Kabupaten Tanah Laut dan hanya 1 ekor yang berasal dari Kabupaten Banjar Ke-11 ekor A/. fascicularis yang positif P. knowlesi itu hanya 3 ekor saja yang merupakan infeksi tunggal sedangkan sisanya adalah infeksi campuran dengan P. inui (3 ekor), infeksi campuran dengan P. cynomolgi (1 ekor) dan infeksi campuran tiga spesies (P, knowlesi, P. inui dan P. cynomolgi) sebanyak 4 ekor. Selain ketiga spesies Plasmodium yang sudah disebutkan, juga ditemukan spesies lain, P. coatnei, yang menginfeksi M. fascicularis, baik sebagai infeksi tunggal maupun infeksi campuran. Di antara keempat spesies Plasmodium tersebut, spesies yang dominan menginfeksi M. fascicularis adalah P. inui, baik sebagai infeksi tunggal (seluruhnya 48 ekor di kedua provinsi) maupun sebagai infeksi campuran Dalam pemeriksaan penentuan spesies Plasmodium ini, juga ditemukan spesies lain yang tidak dikenal atau tidak termasuk pada salah satu dari keempat spesies yang mampu diidentifikasi spesiesnya pada pemeriksaan PCR kera ini Jumlah seluruh kera yang positif genus Plasmodium dengan pemeriksaan PCR tetapi tidak dikenal spesies Plasm(xJium-ny& berjumlah 35 ekor M fascicularis di kedua provinsi, I ekor M. nemestrina di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan 3 ekor P. cristatus di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan Dengan demikian, besarnya prevalensi malaria P. knowlesi pada M. fascicularis di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan adalah 5,1 % (II di antara 215 yang diperiksa) sedangkan M nemestrma tidak ada yang terinfeksi oleh P. knowlesi.
44
45
Karakteristik kera M. fascicularis menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa semua spesies Plasmodim lebih banyak menginfeksi kera yang berjenis kelamin jantan dibandingkan dengan betina, kecuali pada pada P. coatneyi atau infeksi campurannya dengan P. inui (Tabel 15). Presbytis cristatus yang hanya 2 ekor teridentifikasi spesies Plasmodium-nydi (P. inui), terdiri dari I ekor jantan dan 1 ekor betina. Khusus M. fascicularis yang terifeksî P. knowlesi yang berjumlah 11 ekor, terdiri dari 8 ekor jantan dan 3 ekor betina. Umur kera M. fascicularis yang spesies Plasmodium-nya teridentifikasi hampir seluruhnya didominasi dewasa tua, kecuali kera yang terinfeksi oleh P. inui didominasi oleh kera dewasa muda Presbytis cristatus yang teridentifikasi hanya terinfeksi oleh P. inui dan berjumlah 2 ekor, semua berumur dewasa muda Khusus P. knowlesi yang menginfeksi M fascicularis (11 ekor), terdiri dari t ekor berumur dewasa tua, 4 ekor berumur dewasa muda dan I ekor anak. D.
Gejala Klinis Kera yang Positif Plasmodium knowlesi Seluruh kelainan dan abnormalitas pada seluruh kera telah disajikan pada Tabel 5 dan telah
dijelaskan Gejala lain yang menyerupai gejala-gejala klinis malaria manusia tidak ditemukan pada kera, baik yang tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi malaria, termasuk yang terinfeksi oleh P, knowlesi. Jadi kera yang positif P. knowlesi tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti atau menonjol
46
47
F. Morfologi Plasmodium knowlesi rtan Plasmodium I,ainnya Pada Kera Pada Gambar 8 diperlihatkan morfologi P. knowlesi pada sediaan apus darah tebal pada kera yang positif tunggal oleh P. knowlesi pada pemeriksaan PCR Terlihat bahwa semua stadium parasit dapat ditefnukan, baik stadium cincin, trofozoit dan gametosit, * kecuali stadium ski^uit, namun yLiijjaii jumlah yang jarang di tiap lapangan pandang Penampilan stadium cincin mirip dengan P fakiparum, hanya saja begitu mulai berkembang menjadi trofozoit, sitoplasma langsung berubah menjadi berbentuk amuboid yang mirip dengan penampilan P. vivax. Yang agak berbeda adalah penampilan sitoplasma pada trofozoit matang, ada yang berbentuk seperti, “tersayat/terpotong” dengan bentuk “potongan” yang lurus dan sebagian dengan sitoplasma yang sangat tebal, yang sangat berbeda dengan sitoplasma P. vivax. Penampilan gametositnya juga berbeda, dimana sitoplasma tidak homogen seperti sitoplasma P. vivax atau P. malanae yang relatif homogen
Gambar B Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis
48
Pada sediaan apus darah tipis (Gambar 9) terlihat bahwa eritrosit yang terinfeksi P knowlesi tidak membesar, jadi berbeda dengan salah satu ciri khas penampilan P. vivax. Meskipun masih stadium cincin, namun sudah ditunjukkan adanya sifai amuboid sitoplasmanya Infeksi ganda dengan dua inti parasit dalam satu eritrosit juga ditemukan, yang mirip dengan penampilan P. falciparum yang berinti ganda Bentuk acccole stadium cincin yang letaknya di pinggir eritrosit juga ditemukan, yang mirip dengan P. falciparum. Lebih lanjut pada deretan kedua sediaan apus darah tipis diperlihatkan bahwa meskipun stadium parasitnya masih bentuk cincin, namun sudah terdapat perubahan besar pada eritrosit berupa adanya bintik-bintik halus padat yang memenuhi seluruh ruang eritrosit dan bahkan bintil-bintik tersebut pada gametosit berkembang menjadi berbentuk seperti garis-garis halus yang makin lama makin tebal hingga penampilan gametosit dipenuhi oleh sitoplasma yang sangat padat
49
Penampilan morfologi P. inui pada sediaan apus darah tebal M. fascicularis menunjukkan bahwa semua stadium parasit dapat ditemukan kecuali stadium gametosit (Gambar 10). Jumlah tiap stadium relatif sedikit. Penampilan morfologi stadium cincin ada yang mirip dengan .morfologi P. falciparum (ukuran kecil, sitoplasma berbentuk garis atau koma, namun ada juga sitoplasma yang sudah menunjukkan sifat amuboid seperti jaring halus atau menebal dengan ketebalan yang beragam dan terpisah-pisah yang mirip dengan morfologi P. vivax, namun lebih mirip ke morfologi P. malanae Inti parasit pada trofozoit dewasa tertentu masih relatif kecil dengan sitoplasmanya amuboid sangat tebal, tetapi kebanyakan inti trofozoit melebar meskipun yang lebih mirip ke P malarie. Pada skizon, terlihat inti dan sitoplasmanya sudah mulai saling terpisah, tetapi
50
inti-inti merozoit tersusun tidak teratur dan tidak ditemukan susunan inti trofozoit yang berbentuk bungai seruni atau bunga ros yang merupakan salah satu ciri khas skizon P. malariae. Pada sediaan apus darah tipis (Gambar 11) ditunjukkan bahwa ukuran eritrosit yang ditempati parasit tetap normal atau sedikit membesar tetapi pembesarannya tidak menyolok. Stadium cincin yang ada di eritrosit sudah langsung menunjukkan sifat amuboid sitoplasmanya dengan bentuk seperti gais-garis halus dengan arah tidak menentu dan bahkan ada yang ujung-ujung sitoplasmanya sudah terpisah seakan-akan “terputus” dari sitoplasma “pangkalnya”, dan langsung memisahkan diri dari sitoplasma “pangkalnya” Penampilan stadium cincin seperti ini sangat jarang atau hampir tidak pemah ditemukan pada P. vivcac yang menyerang eritrosit manusia, maupun pada P. malariae. Pada potongan gambar ke-2 dan ke-3, terlihat stadium cincin yang berinti dua Meskipun masih stadium cincin, pada perkembangan berikutnya di dalam eritrosit sudah terbentuk bintikbintik halus dan jarang yang mirip dengan bintik Maurer pada P. malariae. Dengan berkembangnya stadium cincin menjadi trofozoit, di dalam eritrosit mulai terbentuk bintik-bintik halus yang pada awalnya masih sedikit lalu lama kelamaan menjadi semakin banyak dan rapat, inti semakin besar dari bentuk bulat menjadi memanjang namun sitoplasma tetap tipis. Salah satu penampilan trofozoit tersebut kelihatan bentuknya yang lonjong dengan sedikit meruncing di salah satu ujung mirip buah apokat dan penampilan seperti ini mirip dengan morfologi P. ovale, tetapi pada P. ovale biasanya disertai dengan adanya "fitnhriae” atau sobekan halus di bagian ujung sitoplasma sedangkan pada penampilan P. inui tersebut bentuk “'fimhriae’ tersebut tidak ada. Pada tiga potongan gambar berikutnya (urutan ke-6 hingga ke-8 dari kiri), ketiga stadium tersebut merupakan gametosit dengan inti yang melebar, tetap tunggal, bintik mirip bintik Maurer lebih padat dan pigmen berwarna kekuningan hingga kemerahan mulai terbentuk Pada potongan gambar tengah ketiga gambar tersebut, pigmen terlihat sangat padat berwarna kekuningan sehingga penampilannya menyerupai selubung tipis kecil dan sitoplasma melebar seperti pita hampir berukuran panjang tiga perempat ukuran parasit. Pada gambar kedua paling kanan, ditemukan satu gametosit yang berbentuk bulat, inti satu besar kemerahan, pigmen juga besar kemerahan yang mengumpul di sudut
51
yang berlawanan dengan inti, tetapi sitoplasmanya tidak sama ketebalannya dan cenderung mengumpul ke pinggir parasit sehingga bagian tengah parasit lebih transparan menyerupai vakuola besar terapi masih terisi oteh bintik-bintik halus yang kelihatan lebih jarang dibandingkan dengan bintik di bagian pinggir parasit. Penampilan morfologi gametosit P, knowlesi seperti itu juga agak “unik” yang sulit dipadankan detlgan penampilan gametosit P. vivax, P. malariae maupun P. ovale Penampilan morfologi pada potongan gambar paling kanan lebih ”unik” lagi, sebab dari bentuk parasitnya yang bulat dikategorikan sebagai stadium gametosit, tetapi dilihat dari sitoplasmanya yang terbagi- bagi tanpa inti, terletak di bagian tepi parasit dan tersusun rapi mengelilingi inti yang di tengah sehingga menyerupai bunga ros atau seruni, menjadi mirip sebagai stadium skizon Kelihatannya penampilan morfologi P. inui ini lebih beragam dibandingkan dengan P. knowlesi, yang jelas terlihat pada sediaan apus darah tipis
Gambar 11 Morfologi Plasmodium inui pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis
Morfologi P. cynomolgi pada sediaan apus darah tebal diperlihatkan pada Gambar 12 Pada deret pertama gambar tersebut terlihat bahwa stadium cincin sangat sedikit, satu skizon berinti dua dan stadium yang mendominasi adalah trofozoit dewasa Pada kebanyakan trofozoit dewasa, bentuk parasit sebagian berbentuk trapesium atau beraneka bentuk, namun hampir semua mempunyai inti yang besar dan sebagian disertai dengan sitoplasma yang sangat amuboid, baik tipis menyerupai jaring maupun tebal sehingga penampilannya sangat mirip dengan P. vivax.
52
Gambar 12. Morfologi Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis
53
Pada trofozoit yang berbentuk trapesium atau bersegi, eritrosit diisi dengan garis- garis menyerupai jaring berwarna kemerahan Stadium ski/on memprlihatkan sitoplasma yang tidak melekat ke intinya Pada deretan kedua dan ketiga pada sediaan apus darah tebal dengan perwarnaan yang lebih kemerahan, terlihat bahwa ditemukan beberapa stadium cincin berinti tunggal atau dengan inti ganda namun tiap inti mempunyai sitoplasma sendiri-sendiri Pada beberapa trofozoit dewasa juga terlihat adanya sitoplasma yang amuboid, berukuran besar/tebal yang sangat mirip dengan sifat amuboid P. vivax Penampilan trofozoit dewasa di deret ketiga terlihat inti merah besar di tengah atau di pinggir dengan sitoplasma yang sangat tebal dan besar atau hampir menutupi intinya Dibandingkan dengan P. knowlewsi dan P. inui, penampilan morfologi P. cynomolgi pada sediaan apus darah tebal ini paling dekat kemiripannya dengan P. vivax. Pada sediaan apus darah tipis (Gambar 13), diperlihatkan beberapa penampilan gametosit P. cynomolgi yang ukurannya relatif besar atau cenderung lebih besar daripada ukuran eritrosit normal (potongan urut ke-I hingga ke-7 dari kiri) yang sangat mirip dengan P. vivax Dua gametosit memperlihatkan bentuk pinggiran sitoplasma yang bergerigi atau sobek (potongan gambar ke-1 dan ke-5) dan seakan-akan mempunyai
54
tombol runcing (potongan gambar ke-1). Inti gametosit cenderung terletak di pinggir sitoplasma, dan sitoplasma dipenuhi oleh bintik-bintik kecoklatan yang halus dan padat yang menyerupai bintik SchufTner pada P. vivax. Sitoplasma pada gametosit tersebut hampir seluruhnya tipis dan menyebar tidak merata dan di bagian sitoplasma yang lebih tebal terlihat pigmen yang samar berwarna kecoklatan Dua potongan gambar paling kanan adalah stadium trofozoit muda yang intinya kecil, sitoplasma amuboid (potongan gambar paling kanan) namun ukuran eritrosit yang terinfeksi tidak membesar
Gambar 13 Morfologi Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis
Penampilan morfologi parasit pada individu kera yang terinfeksi campuran 3 jenis parasit (P knowlesi, P. inui dan P cynomolgi), pada sediaan apus darah tebal (Gambar 14). didominasi oleh trofozoit, baik trofozoit P. knowlesi maupun trofozoit P. cynomolgi Penampilan morfologi trofozoit kedua spesies tersebut tidak berbeda jauh dengan penampilan morfologinya pada individu kera terinfeksi tunggal, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dan spesies kedua spesies Plasmodium tersebut sulit dibedakan bila berada pada lapangan pandang yang sama kedua Beberapa trofozoit P. inui juga terlihat, misalnya pada potongan gambar deret pertama paling kiri dan potongan gambar ke5 dan ke-8 deret ke kedua, yang semuanya berpenampilan inti yang agak besar dan memanjang.
55
Gambar 14 Morfologi campuran Plasmodium knowlesi, Plasmodium inui dan Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tebal Macaca fascicularis
Pada sediaan apus darah tipis (Gambar 15), parasit didominasi oleh gametosit (potongan gambar ke-3 sampai terakhir) sementara stadium cincin hanya terlihat pada potongan gambar ke-1 dan ke-2 Pada potongan gambar ke-3 sampai ke-7 s gametosit tersebut seluruhnya berbentuk bulat, inti di pinggir, sitoplasma cenderung mengumpul di pmggir, pigmen yang kekuningan adalah gametosit P. inui Potongan gambar kedua paling kanan dengan bentuk yang agak lonjong, inti di tengah dan dipenuhi oleh bintik-
56
bintik kasar dan jarang maupun merupakan gametosit P. knowlesi dan potongan gambar paling kanan adalah gametosit P. cynomolgi.
Gambar 15 Morfologi campuran Plasmodium knowlesi, Plasmodium inm dan Plasmodium cynomolgi pada sediaan apus darah tipis Macaca fascicularis
F. Hasil Pemeriksaan Manusia Dengan Polymerasc Chain Reaction
Dalam penelitian mi juga dilakukan lanjutan pemeriksaan darah manusia untuk menemukan tambahan kasus malaria P. knowlesi pada manusia sebagai lanjutan dan penelitian tahun pertama (2013). Berbeda dengan mctoda pemeriksaan darah pada kera dimana pemeriksaan mikroskopis dilakukan secara paralel dengan pemeriksaan PCR terhadap setiap sampel kera, pada manusia pemeriksaan PCR hanya dilakukan terhadap sampel manusia setelah diketahui positif parasit malaria, namun penampilan morfologi parasit malaria ada yang ’’aneh 1, dan dicurigai atau didiagnosis sebagai P. knowlesi. Cara penemuan kasus positif malaria secara mikroskopis pada penelitian nahap kedua ini hanya dilakukan secara Passive Case Deiection (PCD) saia di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan Puskesmas dan tidak disertai dengan cara survei di masyarakat, baik survei dengan A fass BloodSttrvey (MBS) maupun dengan \1ass Fever Survey (MFS) Dalam Tabel 16 diperlihatkan bahwa selama penelitian ini di Kalimantan Tengah jumlah yang dapat diperiksa secara mikroskopis adalah 141 orang dan yang positif.
57
malaria adalah 108 (77,1 %), sementara di Kalimantan Selatan jumlah yang diperiksa adalah 44 dan jumlah yang positif adalah 27 (61,4 %) atau jumlah seluruh yang diperiksa di kedua provinsi adalah 185 sediaan dan yang positif 135 (73 %). Jumlah yang positif menurut spesies Plasmodium di kedua provinsi didominasi oleh P. falciparum, yang seluruhnya berjumlah 94 (69,6 %) yang terdiri dari infeksi tunggal 79 (58,5 %), infeksi campuran dengan P. vivax 11 (8,1 %) dan infeksi campuran dengan Plasmodium yang tidak dapat diidentifikasai 4 (3 %) Terdapat 1 (0,7 %) yang diidentifikasi sebagai P. knowlesi dan sisanya adalah spesies lainnya. Tabel 16 Jumlah penduduk yang diperiksa dan positif malaria pada penduduk di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
Semua sediaan yang negatif secara mikroskopis tidak diperiksa dengan PCR, dan sebagian yang positif, yang penampilan morfologinya sudah jelas dan spesiesnya sudah dapat dipastikan, juga tidak diperiksa dengan PCR. Yang diperiksa secara paralel dengan kedua cara pemeriksaan berjumlah 23 spesimen yang seluruhnya berasal dari Kalimantan Tengah, sedangkan pemeriksaan spesimen yang berasal dari Kalimantan Selatan belum selesai Pada Tabel 17 ditampilkan perbandingan hasil pemeriksaan mikroskopis dan PCR secara paralel pada 23 spesimen tersebut, Hasilnya adalah, dengan PCR ditemukan 1 kasus positif malaria P. knowlesi, 13 kasus positif tunggal P. falciparum dan sisanya adalah spesies lainnya termasuk infeksi campuran dengan P. falciparum. Satu kasus yang positif P. knowlesi dengan PCR tersebut juga diidentifikasi sebagai P. knowlesi dengan pemeriksaan mikroskopis. Sensitifitas PCR terhadap pemeriksaan mikroskopis untuk infeksi tunggal P. falciparum adalah 13/13 dan untuk infeksi tunggal P. vivax adalah 3/3.
58
Tabel 17. Hasil pemeriksaan silang mikroskopis pemeriksa pertama dan Polymerase Chain Reaction dalam penentuan spesies Plasmodium pada kera di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, 2014
Visualisasi kasus positif malaria P. knowlesi pada manusia dengan pemeriksaan PCR adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 16 dengan kode sampel KTI 10. Terlihat pada gambar bahwa hanya sampel tersebut yang positif di Kalimantan Tengah yang ditunjukan dengan adanya pita yang sejajar dengan pita kontrol P. knowlesi Pada gambar yang sama juga ditunjukkan adanya 3 ekor kera yang positif P. knowlesi di Kalimantan Selatan dengan kode KS007, KS204 dan KS205.
59
Dari catatan rumah sakit diperoleh penjelasan sebagai berikut: penderita ini adalah seorang warga negara Indonesia, laki-laki, umur 50 tahun, pekerjaan swasta, beralamat di Desa Lemo II, wilayah kerja Puskesmas Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah Penderita ini masuk Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh pada tanggal 29 September 2014 Riwayat penyakit dalam tiga hari terakhir sebelum masuk rumah sakit mengalami demam turun naik, badan lemah, nyeri ulu hati, nyeri pinggang kiri dan kanan Pemeriksaan fisik di rumah sakit menunjukkan: tekanan darah 150/70, temperatur badan 38,3 °C, frekuensi nadi 96 kali/menit dan frekuensi pernafasan 24 kati/menit. Pemeriksaan awal menunjukan, kesadaran: sadar penuh (compos mentis), toraks: suara ronchi dan wheezing, abdomen: ulu hati nyeri tekan dan abdomen sedikit distensi Terapi sementara yang diberikan adalah: intra vein foodanddrops, septriaxone.
60
raniíidin, ketorolac dan parasetamol Hasil pemeriksaan klinik: SGOT: 49/UL (rujukan lak-lak 38/UL), SGPT: 72/UL (rujukan laki-laki <41/UL) Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan kadar hemoglobin 11,6 gr % (rujukan pria: 13-16), lekosit 8 400/mm’ (rujukan 4500-11000) dan trombosit 120 000/ mm1 (rujukan: 150 000450.000) Hasil pemeriksaan malaria menunjukkan pada sediaan apus darah tebal ditemukan bentuk cincin dan trofozoit parasit malaria {Plasmodium) dengan kepadatan parasit + + ++ (+4) dengan ciri sitoplasma berukuran besar dan ukuran eritrosit terinfeksi normal. Diagnosis di RS adalah suspek malaria knowlesi dengan indeks parasit 4,3 %. Dari hasil wawancara lanjutan diperoleh penjelasan bahwa sebelum ke rumah sakit, penderita mengalami demam mengigil dan pegal linu dan mencari pengobatan ke Puskesmas. Di Puskesmas diberi obat fansidar dan klorokuin (kedua jenis obat a ntimalaria ini sebenarnya tidak digunakan lagi sebagai obat program di indonesia) Penderita tidak pernah bepergian ke daerah lain tetapi pernah ke hutan sehubungan dengan pekerjaannya sebagai mandor di perusahaan tempat kerjanya Karena ada kecurigaan terinfeksi malaria P. knowlesi, dua sediaan apus darah tebal penderita dikirimkan ke anggota tim peneliti dalam penelitian ini dan dilakukan pemeriksaan PCR di Laboratorium
Pusat
Biomedis
dan
Teknologi
Dasar
Kesehatan,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Pemeriksaan PCR mulai dilakukan pada tanggal ¡0 November 2014 terhadap kerokan kedua sediaan apus darah tebal, namun sebelum dikerok sebagai spesimen PCR, lebih dahulu dilakukan pemeriksaan ulang sediaan darah secara mikroskopis dan morfologi parasit dipotret Berdasarkan hasil pemeriksaan ulang mikroskopis, sediaan apus darah tebal menunjukkan morfologi parasit dengan ciri sebagai Plasmodium knowlesi dan hasii pemeriksaan PCR juga positif P. knowlesi. G. Morfologi Plasmodium knowlesi Pada Manusia
Morfologi P knowlesi pada kasus manusia yang positif P. knowlesi dengan pemeriksaan PCR tersebut diperlihatkan pada Gambar 17 (sediaan apus darah tebal) dan Gambar 18 (sediaan apous darah tipis). Pada Gambar 17 deret pertama terlihat bahwa stadium cincin ditemukaan sangat banyak, inti kecil, bulat, halus, dengan sitoplasma hampir seragam. Penampilan morfologi stadium cincin seperti itu persis sama dengan
61
morfologi P. falciparum sehingga bisa didiagnosis sebagai P. falciparum bila pemeriksaannya hanya dengan pemeriksaan mikroskopis. Pada deret kedua, beberapa stadium cincin masih terlihat dengan penampilan morfologi yang sama dengan morfologi stadium cincin di deret pertama Di sekitarnya ditemukan trofozoit dewasa dan skizon dengan jumlah yang lebih sedikit Dengan berkembangnya stadium cincin menjadi stadium trofozoit dewasa, mulai terlihat perubahan sitoplasma menjadi lebih amuhoid, menebal dan sudah mempunyai pigmen berwarna kekuningan, kecoklatan hingga kemerahan (potongan gambar ke-1 dan ke-4), yang sangat mirip dengan morfologi trofozoit P. vivax. Trofozoit dewasa dengan sitoplasma bentuk pita, yang merupakan ciri khas P. malariae, tidak ditemukan pada penderita ini Kemiripan dengan P. malariae adalah morfologi trofozoit yang ditunjukan oleh deret kedua (potongan gambar ke-2 dan ke-3), dimana inti maupun sitoplasmanya kelihatan besar Skizon, yang terlihat jelas pada potongan gambar paling kanan, mempunyai inti berjumlah 10, pigmen kekuningan dan sitoplasma yang agak tipis, dan intinya tersusun teratur melingkar setengah lingkaran Adapun stadium gametosit tidak ditemukan pada penderita tersebut Selanjutnya penampilan morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tipis, seperti ditunjukkan pada Gambar 18, memperlihatkan bahwa ukuran eritrosit yang terinfeksi tidak membesar atau ukurannya relatif tetap normal Stadium yang diperlihatkan pada gambar-gambar tersebut relatif seragam, yaitu stadium trofozoit dewasa atau skizon muda dengan inti berjumlah 2^4 Sifat amuboid sitoplasma pada trofozoit dewasa masih tetap terlihat di dalam eritrosit yang terinfeksi, demikian juga dengan pigmennya Beberapa inti parasit terlihat memanjang dan melengkung menyerupai sifat amuboid sitoplasma Pada salah satu gambar (gambar kedua paling kanan) terlihat adanya stadium cincin yang meskipun intinya masih kecil, tetapi sifat amuboid sitoplasmanya sudah kelihatan
62
\
Gambar 17 Morfologi Plasmodium knowlesi pada sediaan apus darah tebal manusia
63
Gambar 18 Morfologi Plasmodium bmwlesi pada sediaan apus darah tipis manusia
H. Hubungan Filogenetik Plasmodium knowlesi Pada Manusia dan Kera
Pada Gambar 19 diperlihatkan bahwa dua kasus manusia yang positif P. knowlesi, yang keduanya beralamat di provinsi yang berbeda (Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan), dan keduanya ditemukan pada kurun waktu yang relatif lama (sekitar satu tahun) ternyata mempunyai hubungan filogenetik dengan tiga ekor kera di Kalimantan Selatan Pada gambar diperlihatkan bahwa kasus manusia yang berlambang 1-F adalah kasus yang ditemukan pada tahun 2013 (Laporan Penelitian Tahun 2013) 3r> yang beralamat di kabupaten yang sama (Kabupaten Tanah Laut) dengan ketiga keia yang berlambang 4-F, 5-F dan 6-F yang ditemukan positif pada penelitian ini (Tahun 2014).
64
Gambar 19 Pohon filogenetik manusia dan kera yang positif Plasmodium, knowlesi dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
65
IV. PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian tahun 2013 yang fokus penelitiannya berbeda, dimana pada tahun 2013 berfokus pada infeksi pada manusia sedangkan penelitian tahun 2014 ini berfokus pada infeksi pada monyet dengan tetap melanjutkan penemuan kasus pada manusia Monyet yang menjadi sampel sasaran dalam penelitian ini adalah M. fascicularis dan M nemestrina, namun ternyata P. cristatus yang bukan sampel sasaran ikut tertangkap dan ikut diperiksa. Preshytis cristatus sebenarnya bukan hospes P. knowlesi Jumlah A/, fascicularis dan M. nemestrina yang tertangkap dan diperiksa seluruhnya adalah 224 ekor, yang berarti melebihi jumlah sampel yang direncanakan sebanyak 175 ekor atau jumlah sampel menjadi 128 % dari jumlah yang direncanakan Di antara kedua jenis kera sampel tersebut, Macaca fascicularis jauh lebih dominan dibandingkan dengan M. nemestrina (Tabel 1). Kelihatannya perbandingan jumlah sampel yang tertangkap merupakan cerminan populasi sebenarnya kedua jenis monyet itu di alam/hutan habitatnya Dari penjelasan penduduk diperoleh tambahan informasi bahwa di hutan, M. fascicularis yang disebut sebagai “warek”,umumnya jauh lebih banyak daripada M. nemestrina yang biasa disebut “beruk” dan gangguan terhadap hunian manusia, baik yang berupa pencurian makanan penduduk dari rumah maupun pencurian hasil-hasil kebun, jauh lebih banyak disebabkan oleh M. fascicularis daripada oleh M nemestrinaDalam penelitian ini telah diusahakan agar jumlah sampel, terutama M. fascicularis, berimbang jumlahnya baik menurut provinsi maupun kabupaten. Jumlah sampel menurut provinsi dapat diperoleh secara berimbang (49,3 % di Kalimantan Tengah dan 50,7 % di Kalimantan Selatan) tetapi di tingkat kabupaten, jumlah sampel tidak bisa diperoleh secara berimbang karena beberapa kendala di lapangan Mayorits sampel diperoleh dari dua kabupaten, yaitu di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (34,4 %) dan Tanah Laut, Kalimantan Selatan 40 %) Perolehan monyet kebanyakan (93,5 %, Tabel 3) bersumber dari hutan dengan cara penangkapan menggunakan perangkap terhadap monyet liar Kendala di lapangan adalah sulitnya menemukan orang yang bersedia direkrut sebagai penangkap monyet Lokasi penangkapan monyet di tiap kabupaten sebenarnya sudah diusahakan sebanyak mungkin, tetapi karena keterbatasan
66
kesediaan penduduk setempat dalam penangkapan monyet, maka jumlah lokasi penangkapan di tiap kabupaten hanya berkisar antara satu hingga tiga lokasi saja. Keterampilan dan pengalaman penangkap monyet juga mempengaruhi jumlah monyet yang diperoleh, yang meliputi antara lain: titik penempatan perangkap di hutan atau tepi hutan, bentuk, ukuran dan kekuatan perangkap, cara kamuflase perangkap, teknik memindahkan monyet dari perangkap ke kandang penampung sementara, jumlah dan komposisi monyet dalam satu kandang penampung sementara dan sebagainya. Akibat dari keragaman keterampilan dan pengalaman tersebut, maka beberapa kejadian yang tidak diinginkan terjadi di lapangan, antara lain: perangkap terbakar, monyet terlepas dari perangkap karena perangkap kurang kuat, monyet terlepas sewaktu dikeluarkan dari perangkap atau sewaktu dibawa ke kandang penampung sementara, monyet mati di kandang penampung sementara dan sebagainya Semua lokasi penangkapan monyet adalah daratan pedalaman dan tidak ada di daerah pantai, tetapi semua lokasi tersebut selalu dilalui sungai kecil yang cocok sebagai habitat M fascicularis dan M. nemestrina. Umumnya kedua jenis monyet ini tinggal di hutan primer maupun hutan sekunder, rawa, bakau dan hutan yang bersungai dan lebih menyukai hutan di dekat sungai atau sepanjang tepi pantai. Jenis monyet ini lebih menyukai hutan sekunder, terutama di dekat perbatasan hunian manusia agar mudah mencuri hasil kebun dan pertanian '
1
Keadaan ini mirip dengan
keadaan lingkungan semua lokasi penangkapan monyet dalam penelitian ini dimana lokasi penelitian merupakan tepi hutan sekunder maupun hutan primer Lingkungan hutan sekunder lokasi penelitian ini adalah bekas hutan primer yang sudah pernah dibuka penduduk dan ditanami tanaman karet atau dijadikan menjadi kebun tanaman keras lainnya, namun lama kelamaan berubah menjadi hutan kembali setelah ditelantarkan atau setengah terlantar dengan tetap berproduksi atau setengah berproduksi Adapun hutan primer yang ditemukan di lokasi penelitian berupa pegunungan yang masih ditumbuhi pohon-pohonan asli hutan tropis dan tidak pernah dibuka penduduk karena tidak cocok dijadikan sebagai perkebunan karena kemiringan tanah yang sangat terjal. Karakteristik monyet yang tertangkap dan diperiksa, terutama M fascicularis, yang kebanyakan adalah jantan (60,5 %, Tabel 4), kemungkinan karena jantan lebih bertanggung jawab dalam memimpin kelompoknya mencari sumber makanan sehingga
67
lebih aktif mencari makanan dibandingkan betina dan menjadi lebih tinggi kemungkinannya tertangkap dengan perangkap Sampel terbanyak pada umur dewasa muda dapat dijelaskan karena umur dewasa muda, yang termasuk di dalamnya kelompok “remaja”, merupakan kelompok dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan makanannya lebih banyak daripada kelompok umur lainnya dan akibatnya lebih aktif mencari makanan dan lebih besar kemungkinan tertangkap Dalam struktur sosial kera, Macaca sp termasuk kelompok monyet dengan struktur multijanian-multi betina dengan rata-rata jumlah kelompok S,7-9,9 ekor a atau sekitar 5-60 ekor pada M. fascicularis dan 15-40 ekor pada M. nemestrina35 sehingga dalam satu kelompok bisa terdiri dari jantan dan betina. Peneliti tertentu menyebutkan bahwa kelompok M. fascicularis terdiri dari 25 ekor jantan dan 2-3 ekor betina 16 Bayi monyet biasanya tertangkap karena selalu bergelantungan di tubuh induknya Dari kenyataan di Tabel 5 bahwa sebagian kecil monyet betina sedang bunting menunjukkan bahwa betina bunting masih aktif mencari makanan, selain untuk kebutuhah tubuhnya sendiri, juga untuk kebutuhan janin yang dikandungnya. Dalam penelitian ini pemeriksaan kebuntingan tidak sampai menyangkut umur kebuntingan sehingga sampai umur berapa monyet betina bunting ikut aktif mencari makanan tidak diketahui dengan pasti Bila umur kebuntingan sudah mendekati masa partus, tentu saja aktifitas monyet betina akan semakin terbatas, tetapi kapan monyet betina bunting mulai berhenti mencari makanan sendiri tidak diketahui Lamanya masa kebuntingan pada M. fascicularis adalah 162 hari dan M nemestrina 170 hari4 atau 162-186 hari {ratarata 171 hari)17 Tanda-tanda biologis kedua spesies Macaca yang diperlihatkan pada Tabel 6 tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan oleh peneliti lain. Umumnya tanda-tanda biologis tertentu berbeda antara jantan dan betina. Baik pada M. fascicularis maupun pada M. nemestrina, berat badan rata-rata dan panjang badan hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan data hasil penelitian lain sebagaimana dikemukakan pada Tabel 17 Publikasi tertentu tidak selalu lengkap pembedaannya antara jantan dan betina Berat badan yang dikemukakan oleh para peneliti tersebut adalah kisaran berat badan dewasa, sedangkan yang dikemukakan dalam penelitian ini, terutama pada M fascicularis, sudah termasuk berat badan bayi.
68
Tabel 18 Tanda-tanda biologis Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina dalam beberapa publikasi
Perbedaan ciri utama antara M, fascicularis dan M. nemestrina adalah dalam hal perbandingan antara panjang ekor terhadap panjang kepala-pangkal ekor, dimana pada M. fascicularis, ekornya lebih panjang sedangkan pada M nemestrina adalah lebih pendek. Dalam Tabe! 6 jelas terlihat bahwa perbandingan kedua ukuran tersebut memang lebih panjang ekor M fascicularis terhadap panjang kepala-pangkal ekor sedangkan pada M. nemestrina lebih pendek Kisaran perbandingan kedua ukuran itu juga tidak berbeda jauh dengan yang dikemukakan pada publikasi lain seperti yang tertera pada Tabel 16 Publikasi tentang temperatur badan, frekuensi pernafasan dan frekwensi nadi M. fascicularis dan M. nemestrina sangat jarang sehingga data pembanding terhadap hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan Seperti tertera pada Tabel 6, kelihatannya rata-rata temperatur tubuh kedua jenis monyet tersebut tidak ada perbedaan yang berarti, meskipun jumlah sampel yang diperiksa pada masingmasing spesies sangat jauh berbeda Sedikit perbedaan diperlihatkan oleh P cristatus, dimana temperatur badannya sedikit lebih tinggi daripada kedua spesies Macaca. Panjang gigi insicivus yang rata-rata 1,2 cm pada M. nemestrina yang diperlhatkan penelitian ini sama persis dengan yang dikemukakan peneliti lain Panjang gigi caninus M. fascicularis sedikit lebih panjang, yaitu 1,6 cm dan tidak mempunyai data pembanding dari peneliti lain. Gigi caninus pada monyet memang tidak hanya beragam ukurannya, tetapi juga bentuk, keruncingan dan fungsinya Pada kera Dunia Lama (Old World Monkey), yang salah satu anggotanya adalah monyet Macaca,
69
ternyata penampilan gigi caninus lebih berfungsi sebagai cerminan status kedudukan sosial dalam kelompok dalam penyerangan terbuka sedangkan fungsinya sebagai organ pencernaan relatif tidak penting
39
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap kelainan-kelainan atau abnormalitas dengan cara pemeriksaan fisik pada ketiga jenis monyet Kelainan yang berarti lidak ditemukan pada A/. nemestrina dan P. cristatus,, yang ditemukan hanya pada M fascicularis saja dan persentasenya pun sangat kecil (Fabel 7) Ketiadaan kelainan'abnormalitas pada kedua spesies monyet tersebut dapat dijelaskan di samping karena jumlah sampelnya yang terlalu kecil dibandingkan dengan M fascicularis, juga karena umur monyet pada kedua spesies semuanya relatif sama, dewasa muda Pada A/. fascicularis hanya gejala konjungtivitis dan gigi yang lepas/tanggal saja yang agak tinggi persentasenya Konjungtivitis diduga bukan terjadi secara alami, tetapi karena sering berkelahi dengan sesama monyet lain selama berada di kandang penampungan sementara Tidak semua kandang penampungan sementara berukuran luas, sebagian hanya berukuran sekitar 2 x 3 x 1 meter saja Kadang-kadang kandang tersebut diisi dengan beberapa ekor monyet yang berbeda kelompok dan bahkan berbeda spesies Dengan kondisi seperti itu perkelahian sesama monyet dapat terjadi dan menyebabkan luka-luka kecil di sekitar mata dan selanjutnya menyebabkan teijadinya konjungtivitis. Adapun gigi yang tanggal/lepas umumnya hanya terjadi pada monyet M fascicularis yang sudah tua Di antara ketiga spesies monyet yang diperiksa secara mikroskopis, P. cristatus merupakan spesies monyet yang tertinggi persentasenya (85,7 %) lalu M. fascicularis (52,1 %) dan tidak ada satu pun M. nemestrina yang terinfeksi (Tabel 8) Dalam pemeriksaan mikroskopis ini, spesies Plasmodium tidak dapat diidentifikasi, jadi berbeda dengan spesies Plasmodium pada manusia yang sudah jelas morfologi Plasmodium-nya sehingga spesiesnya dapat ditentukan. Kiacaca nemestrina tidak ditemukan terinfeksi oleh parasit darah, kemungkinan karena jumlah sampelnya terlalu kecil (hanya 9 ekor) Bila diasumsikan bahwa kesempatan terinfeksi P. cristatus dan A/. nemestrina sama, maka semestinya angka infeksi pada A/, nemestrina tidak sama dengan nol atau tidak nihil Tetapi kenyataannya tidak demikian itu berarti bahwa spesies parasit yang menginfeksi masing-masing spesies monyet kemungkinan tidak sama. Adapun A/. fascicularis yang angka infeksi seluruhnya 52,1 %, dimana infeksi di Kalimantan Selatan
70
lebih tinggi persentasenya daripada di Kalimantan Tengah, bisa sebagai gambaran bahwa memang penularan malaria pada jenis monyet yang bersangkutan berbeda Perbedaan jumlah sampei dapat dikesampingkan karena jumlah sampel di kedua provinsi berimbang Karena spesies monyetnya juga sama, maka perbedaan spesies spesifik parasit malaria yang menginfeksinya terhadap hospesnya (M fascicularis) juga dapat dikesampingkan Dengan perkataan lain, meskipun spesies Plasmodium yang menginfeksinya belum diketahui, penyebab perbedaan angka infeksi di kedua provinsi itu bukan disebabkan oleh perbedan spesies parasit atau perbedaan spesies hospes monyet, melainkan karena adanya perbedaan dinamika penularan di kedua provinsi Tahap pertama dalam pemeriksaan PCR adalah penentuan genus Plasmodium dan ternyata persentase positif genus Plasmodium dengan pemeriksaan PCR (Tabel 11 ) mirip dengan hasil penentuan genus dengan pemeriksaan mikroskopis (Tabel 8) Penjelasan terhadap lebih besarnya persentase positif P. cristatus dibandingkan dengan kedua spesies Macaca dan lebih besarnya persentase positif M. fascicularis di Kalimantan Selatan dibandingkan dengan di Kalimantan Tengah, kurang lebih sama dengan penjelasan pada pemeriksaan mikroskopis sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya Karakteristik monyet yang positif genus Plasmodium dengan pemeriksaan PCR pada M. fascicularis agak berbeda dengan karakteristik monyet yang positif dengan pemeriksaan mikroskopis, dimana pada pemeriksaan PCR lebih tinggi persentasenya pada betina dibandingkan dengan jantan (Tabel 12) sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis adalah sebaliknya (Tabel 9) Adapun pada P. cristatus tetap sama dengan kedua cara pemeriksaan atau sama-sama lebih tinggi persentasenya pada jantan Pada M. fascicularis hal itu bisa disebabkan oleh perbedaan akurasi hasil pemeriksaan, dimana terdapat 9 ekor kera M fascicularis negatif pada pemeriksaan mikroskopis ternyata positif dengan PCR dan ke-9 ekor itu berbeda jenis kelamin Penjelasan terhadap P. cristatus kurang lebih sama dengan penjelasan pada karakteristik hasil pemeriksaan mikroskopis sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya Khusus pada M. nemestrma, ada satu ekor yang negatif pada pemeriksaan mikroskopis ternyata positif dengan PCR dan jenis kelamin monyet tersebut adalah jantan Gambaran karakteristik umur monyet yang positif dengan PCR mirip dengan gambaran karakteristik monyet hasil pemeriksaan mikroskopis dimana pada M.
71
fascicularis persentase positif semakin tinggi seiring dengan semakin bertambahnya umur monyet. Penjelasan tentang itupun kurang lebih sama dengan penjelasan yang sudah dikemukakan pada pemeriksaan mikroskopis sebelumnya Perbedaan hasil kesepakatan pemeriksaan mikroskopis antara dua pemeriksa seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, berpengaruh juga kepada sensitifitas dan spesifisitas hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap pemeriksaan PCR seperti diperlihatkan pada Tabel 13 Dalam pemeriksaan parasit malaria, khususnya malaria manusia, biasanya pemeriksaan mikroskopis dianggap sebagai cara baku emas Namun dengan semakin canggihnya teknik pemeriksaan, yang dalam hal ini adalah PCR, yang mampu mendeteksi DNA parasit malaria, teknik baku emas bisa berganti. Ditambah dengan sulitnya identifikasi morfologi parasit malaria kera secara mikroskopis, maka dalam analisis dicoba membandingkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap PCR Ternyata perbedaan pengalaman pemeriksa dan kepadatan parasit yang menyebabkan perbedaan kesepakatan positifitas dan negatifitas mikroskopis, sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya, juga menjadi alasan kenapa terjadi perbedaan sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan mikroskopis terhadap PCR pada kedua pemeriksa Dalam pemeriksaan terhadap spesies Plasmodium, pemeriksaan tidak hanya terhadap P. knowlesi, tetapi juga terhadap tiga spesies lainnya, yaitu P. intii, P. cyntmolgi dan P. coadneyi. Keempat spesies Plasmodium tersebut adalah spesies malaria normal pada kera dan tiga di antaranya, kecuali P. coatneyi, pernah dilaporkan ditemukan di Indonesia2? dan bersifat zoonotik* Ditemukannya M. fascicularis yang positif P. inui dan P. cynomolgi, baik infeksi tunggal maupun infeksi campuran dua spesies atau 3 spesies, yang seluruhnya berjumlah 71 ekor, serta P. cristatus yang positif tunggal P. inui yang berjumlah 2 ekor di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan (Tabel 14) membuktikan bahwa kedua jenis parasit malaria tersebut memang endemis pada monyet Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan beberapa peneliti sebelumnya, di mana kedua jenis parasit malaria tersebut pernah ditemukan di Indonesia.
1,29
Karena kedua jenis parasit malaria itu juga berifat zoonotik, 2i
maka tidak tertutup kemungkinan di kemudian hari akan menginfeksi manusia di kedua provinsi dan akan memperumit epidemiologi malaria di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Dalam penelitian ini M. nemestrina tidak (belum?) ditemukan positif kedua jenis malaria
72
tersebut, diduga hal itu bukan karena M nemestrina tidak bisa terinfeksi oleh P. inui dan P. cynomolgi, melainkan karena jumlah sampelnya yang terlalu kecil Kemungkinan bahwa P. cristatus lebih peka terinfeksi P. inui dan P. cynomolgi dibandingkan dengan M nemestrina memang bisa, sebab dalam keadaan jumlah sampel kedua jenis monyet itu sama-sama kecil, pada P. cristatus ditemukan yang positif tetapi pada M. nemestrina tidak Plasmodium coatneyi sejauh ini belum pernah dilaporkan ditemukan di Indonesia, hanya ditemukan di Malaysia dan F ilippina saja. ’ Dalam penelitian ini (Tabel 14) P. coatneyi ditemukan positif pada 3 ekor M fascicularis (I ekor infeksi tunggal dan 2 ekor infeksi campuran dengan P. inui). Karena dalam pemeriksaan spesimen belum menggunakan primer kontrol positif P. coatneyi, maka laporan ketiga ekor M fascicularis yang positif dalam penelitian ini masih akan diperiksa utang untuk memastikannya, setelah primer kontrol positifnya diperoleh Jadi positifnya P. coarmyi pada M nemestrina dalam penelitian ini memerlukan pembuktian melalui pemeriksaan ulang Dalam penelitian ini monyet yang ditemukan positif P. knowlesi seluruhnya berjumlah 11 ekor, yang terdiri dari 3 infeksi tunggal, 3 infeksi campuran dengan P. inui, I infeksi campuran dengan P. cynomologi dan campuran dua-tiga spesies dengan spesies lainnya, hanya terjadi pada M fascicularis dan hanya di Kalimantan Selatan saja dan tidak ditemukan di Kalimantan Tengah (Tabel 14) Bila penemuan kasus malaria P. knowlesi pada monyet ini dihubungkan dengan sejarah penemuan kasus malaria P. knowlesi pada manusia di Indonesia, kelihatannya ada hubungan di antara kedua penemuan kasus pada hospes yang berbeda tersebut. Sebelum penelitian infeksi pada monyet ini dilakukan, di Kalimantan Selatan telah dilaporkan adanya lima kasus malaria P. knowlesi pada manusia, yang terdiri dari I kasus impor di Australia berkewarga- negaraan Australia tahun 2010,"' satu penduduk lokal tahun 2010,' dan dua juga penduduk lokal Kasus pertama ditemukan secara kebetulan, kasus kedua diperoleh sebagai hasil Passive Case Detection di fasilitas kesehatan dan dua kasus berikutnya ditemukan melalui survei secara aktif (Mass Blood Survey) di seluruh provinsi di kawasan Kalimantan dan Irian Jaya Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa di provinsi lain di kawasan Kalimantan, telah dilakukan pencarian kasus malaria P. knowlesi tetapi
73
belum ditemukan pada waktu itu. Itu juga berani bahwa penularan P. knowlesi pada sesama monyet, terutama pada M fascicularis, kemungkinan lebih besar di Kalimantan Selatan dibandingkan dengan provinsi lain, termasuk di Kalimantan Tengah, sehingga berakibat pada terjadinya penularan ke manusia dan dapat ditemukan melalui survei secara aktif pada manusia di Kalimantan Selatan Prevalensi sebesar 5,1 % pada M fascicularis di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan ini lebih kecil daripada yang dilaporkan di Semenanjung Malaysia (6,9 % atau 10 positif di antara 145 yang diperiksa) , malah jauh lebih kecil daripada yang ditemukan di Serawak, Malaysia Timur sebesar 87 % dari 83 ekor M fascicularis dan 50 % dari 26 ekor M nemestrina yang diperiksa tetapi lebih besar daripada yang ditemukan pada tiga jenis monyet (M fascicularis, M. nemestrina dan S. obseurus) di Thailand (0,1 % atau 7 positif di antara 636 yang diperiksa) Perbedaan dengan prevalensi di Semenanjung Malaysia tidak begitu besar namun dengan yang ditemukan di Serawak, Malaysia Timur yang satu kawasan pulau dengan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, sangat jauh perbedaannya. Perbedaan angka-angka infeksi tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor seperti populasi dan kepadatan monyet, vektor yang efisien (di Kalimantan vektornya belum diketahui) lingkungan dan sebagainya Sejauh yang diketahui, intervensi pengendalian malaria pada bangsa kera/reservoir di negara-negara lain belum pernah dilakukan sehingga angka-angka infeksi yang ditunjukkan di negara-negara tersebut merupakan gambaran penularan malaria yang alami di kawasan lokasi penelitian Dalam laporan tahun pertama penelitian ini telah dijelaskan morfologi P. knowlesi pada manusia10 yang pada dasarnya hampir mirip dengan yang dikemukakan di negara- negara lain yang pernah melaporkan penemuan kasus malaria P. knowlesi pada manusia Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa morfologi P. knowlesi mirip dengan P. falciparum pada stadium cincin, lalu berubah menjadi mirip dengan P. vivax dan P. malariae setelah berkembang menjadi trofozoit dan gametosit atau skizon. Meskipun ada kemiripan, tetapi juga ada perbedaan sebagaimana telah dijelaskan, misalnya tidak adanya pembesaran eritrosit yang terinfeksi yang merupakan salah satu ciri khas P. vivax. Adapun morfologi P. knowlesi pada monyet sedikit berbeda, yang rinciannya sudah dikemukakan pada “Bab Hasil” laporan ini berdasarkan morfologi yang diperlihatkan pada Gambar 8 (sediaan apus darah tebal) dan Gambar 9 (sediaan apus darah tipis). Pada
74
monyet, ciri kemiripan morfologi stadium cincin P. knowlesi dengan P. falct[>arum masih terlihat, demikian juga kemiripan sifat amuboid sitoplasma trofozoit dengan P. vivax masih ada, serta tidak adanya pembesaran eritrosit yang terinfeksi Yang agak berbeda adalah bentuk sitoplasma trofozoit, yang pada monyet terlihat lebih “agresif' sampai- sampai bentuk sitoplasmanya seperti terpotong lurus pada bagian-bagian tertentu yang pada infeksi manusia sangat jarang atau malah tidak pernah ditemukan Ciri tersebut jelas kelihatan pada sediaan apus darah tebal Perbedaan lain, yang jelas kelihatan pada sediaan apus darah tipis, yang pada P vivax jarang ditemukan, adalah sitoplasma amuboid yang sangat tebal, terbentuknya bintik-bintik pada eritrosit yang mula-mula halus-padat, lama kelamaan pada garnetosit menjadi kasar-padat, dan pada penampilan gametosit tertentu bintikbintik tersebut berubah menjadi seperti garis-garis pendek dan padat, bahkan, pada gametosit tertentu sitoplasmanya sangat padat dengan warna sangat biru tua, serta adanya bentuk gametosit yang lonjong meskipun mayoritas tetap membulat. Perbedaan penampilan morfologi P. knowlesi pada monyet tersebut belum diketahui, apakah karena perbedaan interaksi eritrosit monyet terhadap parasit, atau karena perbedaan umur maksimum parasit di tubuh monyet, atau perbedaan jumlah eritrosit, atau perbedaan siklus parasit di dalam eritrosit (misalnya bukan 24 jam, tetapi kurang atau lebih), atau perbedaan imunitas tubuh monyet dan sebagainya, masih belum jelas dan membutuhkan penelitian lebih lanjut Meskipun P.mm dan P. cynomolgi bersifat zoonotik, publikasi tentang morfologi kedua spesies Plasmodium tersebut relatif masih jarang sehingga untuk memperoleh gambaran morfologi sebagai pembanding sulit diperoleh Plasmodium inui merupakan anggota malaria tipe malariaetr ' dan morfologinya mirip dengan P. malanae. Pada sediaan darah tipis, terdapat dua penampilan ciri morfologi Plasmodium inui stadium cincin, yaitu intinya ganda yang mirip dengan P. falciparum dan sedikit pembesaran pada eritrosit yang diinfeksi Ciri seperti itu sesuai dengan yang pernah dideskripsikan peneliti lain
10
Plasmodium coatneyi juga zoonotik, tetapi sifat zoonotiknya rendah '
!
Parasit malaria ini masuk anggota malaria falsiparum Jadi penampilan morfologi ketiga spesies Plasmodium (P. inui, P. cynomolgi dan P. coatneyi) yang diperlihatkan pada penelitian ini pada dasarnya mirip dengan “pasangan spesiesnya” pada manusia, yaitu P. mut mirip dengan P. malanae, P. cynomolgi mirip dengan P. vivax dan P. coatneyi mirip dengan P.
75
falaparum dan semuanya sesuai dengan yant, dikemukakan para peneliti lain .Meskipun ada kemiripan dengan spesies Plasmodium manusia sesuai pasangan- pasangannya tersebut, beberapa penampilan sebenarnya agak berbeda Dari penampilan morfologi Plasmodium pada monyet, baik pada sediaan apus darah tebal maupun sediaan apus darah tipis, ternyata tidak spesifik seperti penampilan morfologi parasit malaria pada manusia, sehingga sangat sulit mengidentifikasi spesiesnya bila hanya mengadalkan pemeriksaan mikroskopis saja Dengan demikian, cara pemeriksaan paling akurat untuk mengidentifikasi spesies parasit malaria pada monyet adalah dengan PCR Karakteristik P. knowlesi yang menginfeksi M. fascicularis lebih dominan pada jantan dibandingkan dengan betina dan didominasi oleh kera berumur dewasa tua (Tabel 15). Penjelasan tentang itu sama dengan penjelasan yang sudah dikemukakan pada pembahasan karakteristik kera yang positif genus dengan pemeriksaan PCR Kedua hal itu, baik karakteristik kera yang positif genus (belum diketahui spesies Plasmodium-nya) maupun karakteristik kera yang sudah diketahui spesies Pla\m(xiium-nya hampir konsisten, artinya karakteristik kera tidak banyak berubah karena kera yang spesiesnya tidak teridentifikasi (tidak dikenal) jumlahnya lebih sedikit Persentase positif parasit malaria pada manusia yang diperlihatkan pada Tabel 16 yang besarnya 73 % di kedua provinsi (76,6 % di Kalimantan Tengah dan 61,4 % di Kalimantan Selatan), kelihatannya sangat tinggi, apalagi untuk Kalimantan Tengah yang target eliminasi malarianya dipercepat dari tahun 2020 ke tahun 2018. Sebenarnya angka persentase positif tersebut bukan angka persentase pada penduduk Sediaan-sediaan apus darah manusta yang diperoleh dalam penelitian ini sebenarnya adalah sediaan-sediaan darah positif yang diperoleh dari dinas kesehatan kedua provinsi, lalu diperiksa ulang dalam penelitian ini Jadi sebenarnya angka persentase tersebut lebih tepat disebut sebagai tingkat akurasi (sensitifitas) pemeriksaan tenaga mikroskopis daerah terhadap hasil pemeriksaan cross checker pusat (Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI) Semua sediaan darah tersebut merupakan kumulasi beberapa bulan sediaan darah yang diperoleh dari Puskesmas-Puskesmas. Memang perolehan sediaan darah berasal dari hasil Passive Case Détection di Puskesmas, tetapi sudah lebih dahulu “diskrining” oleh tenaga mikroskopis Puskesmas asal sediaan darah itu
76
Setelah sediaan apus darah manusia yang didiagnosis positif secara mikroskopis tetapi morfologinya ''mencurigakan’ atau “meragukan”, sebagian sediaan apus darah tersebut diperiksa dengan PCR Jadi spesimen untuk pemeriksaan PCR sebagian merupakan kerokan sediaan apus darah tebal dan sebagian gabungan kerokan sediaan apus darah tebal dan serapan darah pada kertas saring pasangannya Jumlah seluruh spesimen yang diperiksa paralel dengan PCR dan mikroskopis berjumlah 23 spesimen Dalam Tabel 16 diperlihatkan hasil kedua pemeriksaan Sensitifitas PCR terhadap pemeriksaan mikroskopis sangat tinggi (13/13 untuk infeksi tunggal P. falciparum dan 3/3 untuk infeksi tungal P. vivax) Dibandingkan dengan penelitian lain, misalnya dengan yang dilaporkan dari Malaysia, besarnya sensitifitas pemeriksaan PCR terhadap pemeriksaan mikroskopis untuk infeksi tunggal sebesar 4/6 untuk P. falciparum, 6/9 untuk P. vivax dan 6/73 (8,2 %) untuk P. malariae. 1 Laporan lain yang juga dari Malaysia, dengan jumlah sampel yang jauh lebih besar, menunjukkan sensitifitas sebesar 167/216 (77,3 %) untuk P. falciparum dan 372/428 (86,9 %) untuk P. vivax. Dengan jumlah sampel yang dianalisis hanya 23, sensitifitas PCR yang diperlihatkan penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sensitifitas pada kedua laporan tersebut, juga terhadap pemeriksaan yang dilaporkan pada tahap pertama laporan ini (tahun 2013) yang besarnya masingmasing untuk kedua infeksi tunggal adalah 73,7 % (84/114) dan 82,4 % (122/148)J0 Tenaga pemeriksa dan tempat pemeriksaan (laboratorium) pada kedua tahap penelitian ini sama, baik dalam pemeriksaan mikroskopis maupun pemeriksaan PCR, sehingga variasi pemeriksa dan variasi tempat/laboratorium dapat dikesampingkan Yang berbeda hanya waktu (tahun) pemeriksaan dan jumlah sampel saja. Lebih tingginya sensitifitas yang diperlihatkan penelitian tahap kedua ini diperkirakan disebabkan oleh semakin hati-hatinya para pemeriksa dan semakin bertambahnya pengalaman pengenalan ciri khas morfologi parasit malaria, termasuk pengenalan morfologi P. knowlesi Pada tabel tersebut juga diperlihatkan bahwa 1 spesimen yang secara mikroskopis didiagnosis sebagai P. knowlesi, ternyata dengan pemeriksaan PCR tetap terdiagnosis sebagai P. knowlesi. Kasus positif malaria P. knowlesi mi merupakan penduduk lokal yang beralamat di Desa Lemo II, wilayah kerja Puskesmas Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Kasus ini merupakan kasus kedua manusia yang positif P. knowlesi yang ditemukan di provinsi itu Adapun kasus pertama yang dilaporkan tahun
77
2013 juga berlokasi di Kalimantan Tengah tetapi di kabupaten yang berbeda, yaitu Kabupaten Gunung Mas Gejala klinis penderita tersebut, seperti sudah diuraikan pada “Bab Hasil”, tidak berbeda jauh dengan gejala-gejala kasus malaria P. knowlesi tanpa komplikasi yang dilaporkan peneliti lain. Gejala yang dialami penderita ini seperti demam turun naik, badan lemah, ulu hati nyeri tekan dan abdomen sedikit distensi masih dalam kisaran gejala yang dilaporkan di negara lain, 42
11
demikian
juga dengan trombositopenia dan anemia (kadar hemoglobin di bawah normal)Kelihatannya selama kasus malaria bukan malaria berat, gejala semua jenis malaria pada manusia, termasuk malaria P. knowlesi, relatif sama. Adapun hasil pemeriksaan hematologi lainnya yang menunjukkan keadaan normal pada penderita itu kemungkinan karena penderita cepat mencari pengobatan ke rumah sakit terdekat dan menerima pengobatan sehingga tidak sempat mengalami gejala yang berat Penderita tersebut sembuh setelah diberi obat malaria program, arthemicmme base combination therapy (ACT) Dari beberapa laporan di negara lain ditunjukkan bahwa gejala penderita malaria P. knowlesi bisa lebih berat, bahkan kematian. Bila dibandingkan dengan empat jenis parasit malaria (P. falaparum. P, vtvax, P. ma/ariae dan P. ovale, siklus hidup aseksual P. knowlesi adalah yang paling cepat, yaitu 24 jam dan dapat menyerang eritrosit semua umur 4 Dengan sifat seperti itu, berarti setiap hari terjadi serangan baru terhadap eritrosit sehingga kerusakan eritrosit lebih cepat dibandingkan dengan spesies parasit lainnya. Kemungkinan itu salah satu penyebab terjadinya kematian pada kasus-kasus malaria P. knowlesi. Morfologi P, knowlesi pada kasus manusia yang positif P. knowlesi dalam penelitian ini (Gambar 17 dan Gambar 18) tidak berbeda jauh dengan morfologi P. knowlesi yang ditemukan pada penelitian tahap pertama tahun 2013, hanya saja stadium trofozoit dengan sitoplasma berbentuk pita dan stadium gametosit tidak ditemukan pada penderita tersebut. Kemiripan dengan P. falciparum sangat jelas diperlihatkan oleh stadium cincin di sediaan apus darah tebal, kemiripan dengan P. vivax juga jelas diperlihatkan oleh stadium trofozoit dewasa, tetapi kemiripan dengan P. malariae kurang meyakinkan sebab trofozoit dengan sitoplasma berbentuk pita tidak ditemukan Pada dua kasus positif P. knowlesi yang dilaporkan pada tahun 2013 atau tahap pertama penelitian ini, semua kemiripan dengan morfologi P. falciparum, terutama dengan P. vivrn: dan P.
78
malariae cukup lengkap ditemukan Baik ciri-ciri morfologi P. knowlesi yang ditemukan pada dua kasus manusia penelitian tahun 2013, maupun satu kasus pada tahun 2014 ini, banyak kemiripan dengan yang sudah dilaporkan oleh para peneliti terdahulu. Ada ciri murfologi P. malariae yang tidak ditemukan pada kasus yang dilaporkan ini, yaitu trofozoit dewasa berciri sitoplasma berbentuk pita, dan gametosit Tidak ditemukannya gametosit pada kasus ini, kemungkinan karena penderita cepat mencari pengobatan ke aimah sakit sehingga belum sempat terbentuk gametosit Dalam siklus hidup Plasmodium, proses pembentukan gametosit terjadi belakangan dan baru terbentuk setelah terjadi beberapa kali siklus aseksual (biasanya 3-5 kali) di dalam eritrosit Bila penderita terlambat diobati, barulah gametosit ditemukan di dalam darahnya, karena gametosit sempat terbentuk. Bertambah lama penderita tidak mendapat pengobatan (dengan primakuin), bertambah banyak pula kesempatan dan jumlah gametosit yang terbentuk, dan malah kadang-kadang, terutama pada P. falciparum, yang ditemukan di sediaan apus darah hanya gametosit saja, tanpa ditemukan adanya parasit aseksual (trofozoit dan skizon). Sifat P. knowlesi agak berbeda dengan empat spesies malaria manusia, bahkan termasuk “unik” di antara Plasmodium primata. Perkembangan gametosit P. knowlesi mulai dari gametosit muda hingga menjadi gametosit dewasa membutuhkan waktu 48 jam dan tidak membentuk hipnozoit di sel-sel hati
11
Perkembangan gametosit yang relatif lambat seperti itu dapat
mempersulit pengenalan gametosit oleh para tenaga mikroskopis, karena ciri morfologi gametosit jauh lebih jelas kelihatan pada gametosit dewasa dibandingkan dengan gametosit muda Kemungkinan penjelasan itu yang menjadi alasan mengapa gametosit tidak ditemukan pada sediaan apus darah kasus malaria P. knowlesi tersebut Bila jumlah kasus dengan beragam sejarah penularan dapat ditemukan, kemungkinan keragaman stadium dan keragaman bentuk tiap stadium P, knowlesi juga bisa ditemukan. Morfologi P. knowlesi pada manusia dan pada monyet yang diperlihatkan pada penelitian ini tidak banyak berbeda, yang berbeda hanya dalam kepadatan stadium Pada sediaan apus darah monyet kepadatan gametosit dan trofozoit dewasa cukup tinggi dan kepadatan cincin/trofozoit muda sedikit dan umur gametosit cukup beragam Sebaliknya pada sediaan apus darah manusia, kepadatan trofozoit dewasa lebih sedikit, tetapi kepadatan ring/trofozoit muda lebih banyak dan tidak ditemukan gametosit Perbedaan
79
kepadatan parasit pada kedua hospes tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (1). jumlah sampel; contoh-contoh sediaan apus darah monyet cukup banyak sehingga jumlah pilihan contoh gambar untuk dipotret lebih banyak, sedangkan contoh sediaan apus darah manusia lebih terbatas, (2). Pengobatan: monyet di alam bebas tidak pernah diobati, disamping karena tidak memiliki arti ekonomis, juga sulit ditangkap di alam liar Akibatnya penularan P. knowlesi berlangsung terus menerus tanpa hambatan dari waktu ke waktu dan selanjutnya menyebabkan parasit lebih padat dan stadium dewasa, baik trofozoit maupun gametosit, tetap bertahan hidup sesuai dengan umur maksimum stadium tersebut. Trofozoit dewasa akan berubah menjadi skizon setiap 24 jam dan skizon dewasa akan pecah menjadi merozoit dan mengulangi kembali siklus aseksualnya dalam 24 jam berikutnya Meskipun kera digigit nyamuk dan mengisap darah bersama parasit aseksual yang dikandungnya, jumlah parasit aseksual yang terisap relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah parasit aseksual yang terbentuk di populasi kera Adapun gametosit dapat berumur beberapa hari sehingga selama “dalam penantian” sebelum gametosit yang lama mati dan dihancurkan sistim pertahanan tubuh monyet (kalau tidak diisap nyamuk), gametosit baru sudah terbentuk sehingga memperbanyak jumlah gametosit dalam kurun waktu tertentu Sama seperti parasit aseksual, meskipun gametosit terisap nyamuk bersama darah, tetapi jumlah gametosit yang terbentuk jauh lebih banyak daripada jumlah gametosit yang terisap nyamuk Adapun pada manusia, yang dalam ha! ini hanya satu kasus, pengobatan yang diterima penderita berlangsung cepat karena si penderita cepat mencari pengobatan ke rumah sakit dan siklus parasit di dalam darahnya hanya berlangsung beberapa kali saja (mungkin hanya 3-4 siklus). Akibatnya parasit yang dikandung darahnya adalah parasit aseksual berumur muda dan berjumlah sedikit serta gametosit tidak sempat terbentuk. Pada penjelasan terdahulu dalam laporan ini telah dipaparkan bahwa kasus malaria P knowlesi pada manusia lebih awal penemuannya dan lebih banyak kasusnya di Kalimantan Selatan dibandingkan dengan di Kalimantan Tengah. Jumlah seluruh kasus manusia di Kalimantan Selatan hingga laporan ini dibuat adalah lima kasus, termasuk dua kasus yang dilaporkan pada tahun 2010 dalam dua kali publikasi. Di Kalimantan Tengah baru ditemukan dua kasus, yang semuanya ditemukan dalam penelitian ini, yang terdiri dari satu kasus pada tahun 2013 (tahap pertama) dan satu kasus pada tahun 2014 (tahap
80
kedua). Monyet yang positif P. knowlesi yang semuanya berjumlah 11 ekor, hanya ditemukan di Kalimantan Selatan dan tidak ada yang ditemukan di Kalimantan Tengah Dari segi filogenetik timbul pertanyaan, apakah P. knowlesi yang ditemukan di dua provinsi itu berbeda genom atau sama, dan apakah genom pada manusia berbeda atau sama dengan genom pada monyet? Pertanyaan tersebut terjawab sesuai dengan yang ditunjukkan pada Gambar 19 Ternyata dua kasus manusia yang terdiri dari satu kasus di Kalimantan Selatan dan satu kasus di Kalimantan Tengah, mempunyai hubungan filogenetik yang dekat dengan tiga monyet yang positif di Kalimantan Selatan Kedua kasus manusia tersebut ditemukan dalam kurun waktu yang berbeda dan masingmasing terinfeksi secara lokal atau di tempat yang berjarak ratusan kilometer Kasus manusia yang di Kalimantan Selaian adalah wajar mempunyai kekerabatan genom dengan tiga ekor monyet tersebut, karena manusia penderita dan 3 monyet yang positif berada dalam satu kawasan yang jaraknya relatif dekat (sama-sama dalam kabupaten yang sama, Kabupaten Tanah Laut) sehingga besar kemungkinan P. knowlesi yang menginfeksi manusia (melalui gigitan vektor) berasal dari monyet di sekitarnya karena “si pemberi” dan “si penerima” berdekatan atau berada dalam jarak terbang vektor Yang sulit dipahami adalah kesamaan genom P. knowlesi pada manusia penderita di Kalimantan Tengah dengan genom P. knowlesi pada monyet di Kalimantan Selatan Dengan jarak lokasi yang beratus kilometer atau di luar jarak terbang vektor, tidak mungkin sumber parasit P. knowlesi yang menginfeksi manusia di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, berasal dari monyet yang berhabitat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Yang paling memungkinkan dan masuk akal adalah bahwa P. knowlesi yang menginfeksi monyet-monyet di daratan Kalimantan, paling tidak di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, memiliki genom yang berkerabat dekat sehingga P. knowlesi yang menginfeksi manusia di Kalimantan Tengah memiliki genom yang berkerabat dekat dengan semua populasi P. knowlesi yang menginfeksi monyet, termasuk monyet di Kalimantan Selatan Memang dalam penelitian ini belum ditemukan monyet yang positif di dua kabupaten di Kalimantan Tengah, tetapi tidak tertutup kemungkinan ditemukan di kabupaten lain, termasuk di Kabupaten Barito Utara tempat penemuan kasus pada manusia, bila lokasi survei diperluas. Penelitian ini tidak dirancang berlokasi di Kabupaten Barito Utara karena sebelumnya belum ada laporan kasus malaria /’. knowlesi
81
pada manusia di kabupaten itu Kasus malaria P. knowlesi di Kabupaten Barito Utara, Kaiimantan Tengah baru ditemukan belakangan sewaktu penelitian aspek infeksi pada monyet ini sedang berlangsung,
82
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Dari hasil-hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
1
Di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, hanya ditemukan Macaca fascicularis yang terinfeksi oleh malaria Plasmodium knowlesi dengan prevalensi 5,1 % (II di antara 215 yang diperiksa) sedangkan pada Macaca nemestrina belum ditemukan yang terinfeksi di antara 9 ekor yang diperiksa
2
Karakteristik kera Macaca fascicularis yang terinfeksi Plasmodium knowlesi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan didominasi oleh kera jantan dan berumur dewasa tua
3
Gejala klinis infeksi Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis hampir tidak ada
4
Morfologi Plasmodium knowlesi pada kera Macaca fascicularis mempunyai ciri tersendiri, dan ada kemiripannya dengan morfologi P. falciparum pada stadium cincin/trofozoit muda dan Plasmodium vivax serta P. malariae pada stadium trofozoit dewasa dan skizon muda
5
Di Kalimantan Tengah ditemukan tambahan satu kasus malaria Plasmodium knowlesi pada manusia, yang gejalanya sedikit berat dengan morfologi Plasmodium knowlesi yang mirip dengan yang menginfeksi kera tetapi didominasi oleh stadium cincin/trofozoit muda
B. Saran-Saran Sesuai dengan hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, disarankan agar 1
Perlu dilakukan surveilans penemuan kasus malaria P. knowlesi pada manusia di unitunit pelayanan kesehatan, baik di Puskesmas maupun rumah sakit Dalam hal ini, terhadap kasuskasus malaria yang morfologinya mencurigakan atau berbeda dengan morfologi parasit malaria yang dikenal selama ini, perlu dilakukan pengambilan spesimen darah jari dan diserapkan sekitar tiga tetes ke kertas saring Whatmann dan dikirimkan ke institusi penelitian, misalnya ke Badan Litbang Kesehatan Teknis pelaksanaan dan keija sama bisa diputuskan di tingkat eselon-1
83
2
Berhubung vektor P.knowlesi di Indonesia, termasuk di Kalimantan belum diketahui, penelitian ini perlu dilanjutkan, terutama dalam aspek vektor
3
Untuk pengenalan yang lebih spesifik pada morfologi P. knowlesi, sudah saatnya juga ditambahkan morfologi parasit malaria terbaru ini pada kurikulum pelatihan malaria
84
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1 Departemen Kesehatan RI (2009). Profil Kesehatan Tahun 2008 Departemen Kesehatan RI 2. Departemen Kesehatan R I., 2009 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Eliminasi Malaria di Indonesia 3
Sabbatani S, Fiorino S, Manfred! R The emerging of the fifth malaria parasite (Plasmodium knowlesi). A public health concern? Braz J Infect Dis, 2010. 14(3) 299-309
4
Cox-Singh J, Davis TME, Lee KS, Shamsul SSG, Matusop A, Ratnam S, ei al Plasmodium knowlesi Malaria in Humans Is Widely Distributed and Potentially Life Threatening, Clin Infect Dis, 2007, 46(2): 165-171
5. Vythilingan I, Noorazian YM, Huat TC, Jiram AI, Yusri YM, Azahari AH, et al, Plasmodium knowlesi in humans, macaques and mosquitoes in peninsular Malaysia Parasit and Vectors, 2008; 1( 1): 26 6 Goh XT, Lim YAL, Vythilingam I, Chew CH, Lee PC, Ngui R, Tan TC, Yap NJ, Nissapatorn V, and Chua KH Increased detection of Plasmodium knowlesi in Sandakan division, Sabah as revealed by PlasmoNexrM Malaria J, 2013; 12 264, doi 10 1186/1475-12-264 7, Singh B, Lee KS, Matusop A, Radhakxishnan A, SG Shamsul SSG, el al A large focus of naturally acquired Plasmodium knowlesi infections in human beings Lancet, 2004, 63(9414); 10171024 8
Lau TY, Joveen-Neoh WF and Chong KL High Incidence of Plasmodium knowlesi Infection in the Interior Division of Sabah, Malaysian Borneo Intern J Biosci Biochem Bioinform, July 201, 1(2): 163-167.
9
Jongwutiwes S, Putapomtip C, Iwasaki T, Sata T and Kanbara H Naturally Acquired Plasmodium knowlesi Malaria in Human, Thailand Emerg Infec Dis, Dec 2004, 10(12) 2211-2213.
10 Wilairatana P, Krudsood S and Tangpukdee N Management of Plasmodium knowlesi malaria
without PCR confirmation SE Asian J. Trop Med Pub Hlth, Jan 2010,41(1): 19-21.
85
11
Ng OT, Ooi EE, Lee CC, Lee PJ, Ng LC, Pei SW et al. Naturally acquired human Plasmodium knowlesi infection, Singapore Emerg Infect Dis May 2008; 14(5) 814-816
12. Luchavez J, Espino F, Curameng P, Espina R, Bell D, Chiodini P, et al. Human Infections with Plasmodium knowlesi, the Philippines Emerg Infect Dis, May 2008, 14(5): 811 813. 13
Ninan T, Nalees K, Newin M, Sultan 0, Than MM, Shinde S, et al Plasmodium knowlesi malaria infection in human Brunei Int Med J 2012, 8 (6): 358-361
14
Bronner U, Divis PCS, Farnert A and Singh B Case report Swedish traveller with Plasmodium knowlesi malaria after visiting Malaysian Borneo Malaria J, 2009; 8.15-19
15.
Ennis JG, Teal AE, Habura A, Madison-Antenucci S, Keithly JS, Arguin PM. et al Simian Malaria in a U.S. Traveler - New York, 2008. MMWR, March 20U9, 58(09): 229-232
16.
Van Hellemond JJ, Rutten M, Koelewijn R, Zeeman, AM, Verweij JJ, Wismans PJ, et. al Human Plasmodium knowlesi Infection Detected by Rapid Diagnostic Tests for Malaria Emerg Infect Dis, Sep 2009, I5(Q) 1478-1480
17
Link L, Bart A, Verhaar N, Van Gool T, Pronk M. and Scharnhorst V Molecular Detection of Plasmodium knowlesi in a Dutch Traveler by Real-Time PCR J Clin Microbiol July 2012, 50 (7) 2523-2524
18
Tang T-HT, Salas A, Ali-Tammam M, Martinez MC, Lanza M, Arroyo E, et al First case of detection of Plasmodium knowlesi in Spain by Real Time PCR in a traveller from Southeast Asia Malaria J, 2010, 9:219-224
19.
Berry A, Iriart X, Wilhelm N, Valentin A , Cassaing S, Witkowski B, et al. Case Report Imported Plasmodium knowlesi Malaria in a French Tourist Returning from Thailand Am J Trop Med Hyg, 2011; 84(4): 535-538
20.
Orth H, Jensen BO, Holtfreter MC, Kocheril SJ, Mallach S, MacKenzie C, et al Plasmodium knowlesi infection imported to Germany, January 2013 Euro Surveill, Oct 2013, 18(40): 1-3.
86
21
Tanizaki R, Ujiie M, Kato Y, Iwagamí M, Hashimoto A, Kutsuna S, et al First case of Plasmodium knowlesi infection in a Japanese traveller returning from Malaysia Malaria J, 2013; 12 128-132
22
Barber B, William T, Jelip J r Rahman H, Ibrahim Y, Menon J, et. al. Increasing incidence of Plasmodium knowlesi malaria following control of P. falciparum malaria in Sabah, Malaysia Kinibalu Mcnzies School of Ulth Res, 2012
23
Sabbatani S, Fiorino S, Manfred S Malaria due to Plasmodium knowlesi in South-Eastern Asia and America May imported cases represent a health care alert 9 Plasmodium knowlesi as the fifth malaria parasite Aichivos Venezolanos de Farmacología y Terapéutica, 2009; 28(2) 48-50
24
Figtree M, Lee R, Bain L, Kennedy T, Mackertich S, Cheng Q, et.al Plasmodium knowlesi in Human, Indonesian Borneo Emerg infect Dis, 2010; 16(4): 672-674
25
Sulistyaningsih E, Fitri LE, Löscher T. Berens-Riha N Diagnostic difficulties with Plasmodium knowlesi infection in humans Emerg Infect Dis 2010; 16(6)1033- 1034
26.
Tuti S, Kusriastuti R, Triastuti R, Dewi RM Handayani S, Aryani E et al. Plasmodium knowlesi cases in Souh Kalimantan, Indonesia (in published)
27,
Vythilingam I and Hii J Chapter 15, Simian Malaria Parasites: Special Emphasis on Plasmodium knowlesi and Their Anopheles Vectors in Southeast Asia In Anopheles mosquitoes New insights into malaria vectors, pp 487510© 2013. INTECH Available in: h t t p : / / d x doi org/10 5772/54491
28 Jongwuliwes WS, Buppan P, Kosuvin R, Seethamchai S, Pattanawong U, Sirichaisinthop J and Putapomtip C Plasmodium knowlesi Malaria in Humans and Macaques, Thailand Emerging Infectious Diseases, Oct 2011, 17(10) 1799-1806 DOI: http //dx doi org/10.3201/eid 1710 110349 29, Baird K Malaria zoonoses Travel Med and Infect Dis. 2009; 7: 269-277 Available at w w w s e i e n e e d i r e c t com 30 Ompusunggu S. Studi Epidemiologi Plasmodium knowlesi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Laporan Penelitan Jakarta. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2014.
87
3
I Lwanga SK and Lemeshow S Sample Size Determination in Health Studies A Practical Manual Geneve World Health Organization, 1991.
32. Bonadio C, Macaca fascicularis long tail macaques. Animal Diversity Web (ADW), University of Michigan Museum of Zoology 2000 "Macaca fascicularis" (On-line), Animal Diversity Web Accessed August 20,
2014 at
h t t p : / / a n i m a l d i v e r s i i y umrnz umich edu/accounts/ Macaca fascicularis/ 33 Lang KC Primate Factsheets: Long-tailed macaque (Macaca fascicularis) Taxonomy, Morphology, & Ecology Reviewed by Crockett C 2006 Jan 6. >. ©2013 University of Wisconsin
System
Board
of
Regents
http://pin
primate
w i s c . e d u / f a c t s h e e t s / e n t r y / l o n g - t a i l e d _ ma c a q u e Accessed 2014 June 14 34. Anonymus Sosial stucture Copyright Q 2000-2012 by Dennis O'Neil 35
Lang KC Primate Factsheets: Pigtail macaque (Macaca nemestrina) Taxonomy, Morphology, & Ecology. Reviewed by Maestripieri D 2005 Sept 12. >. ©2013 LJniversity of Wisconsin System Board of Regents h t t p : / / p i n . p r i ma t e
wisc.edu/factsheets/entry/pigtail
macaque Accessed 2014 July 17. 36
Anonymnus Mammals of Indonesia Macaca fascicularis. Crab-eating Macaque, Kera kera National
Parks
Indonesia,,
http://www
indonesiatraveling.
com/National%20Parks%201ndonesia/mammals%20indo/m,%20n/pages/macaca
f
ascicularis htm; diunduh 07 Apr 20) I 37.
Ayers K and Vanderpocl C. Macaca nemestrina pigtail macaque
38.
Encyclopedia Britanica.
39 Anonymus. Tooth. h t t p : / / w w w . b r i t a n n i c a c o m / E B c h e c k e d / t o p i c / 5 9 9 4 6 9 / t o o t h . 40.
Coatney GR, Collins WE, Warren McW, Contacos PG. The Primate Malarias. Bethesda, Maryland U.S. Department of Health Education, and Welfare, National Institutes of Health, National Institute of Allergy and Infectious Diseases, 2014: 69-98, 245-258, 289-299
41.
Vythiiingam I. Simian Malaria in Malaysia with special reference to Plasmodium knowlesi.
88
42.
Daneshvar C, Davis TME, Cox-Singh J, Rafa’ce MZ, Zakaria SK, Divis PCS and Singh B
Clinical and Laboratory Features of Human Plasmodium knowlesi Infection Clin Infect Dis 2009, 49(6) 852-860 43 Singh, B, Daneshvar, C. Plasmodium knowlesi Malaria in Malaysia Med J Malaysia, Sept 2010, 65(3): 224-230 44. Antinori S, Galimberti L, Milazzo L, Corbellino M Plasmodium knowlesi The emerging zoonotic malaria parasite Acta Tropica, 2013, 125' 191-201 45 Antinori S, Galimberti L, Milazzo L, and Corbellino M Biology of Human Malaria Plasmodia Including Plasmodium Knowlesi Mediterr J Hematol Infect Dis, 2012, 4(1): e2012013, DOI 10 4084/MJHID 2012 013.
89
LAMPIRAN LAMPIRAN-1 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN; INFEKSI PADA KERA PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) (Ditujukan kepada pemiiik kera jinak/piaraan, satu formulir untuk satu kera) Selama ini hanya dikenal 4 jenis malaria yang menginfeksi manusia secara a lain L yaitu malaria tropika, malaria tertiana, malaria kuartana dan malaria ovale. Akhir-akhir ini ini ada jenis baru malaria yang berasal dari kera yang menginfeksi manusia secara alami. Jenis baru malaria ini telah dipastikan menyerang manusia di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI akan meneliti lehih lanjut tentang parasit malaria jenis baru tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan seberapa besar infeksinya pada kera, apa gejala yang diakibatkan pada kera penderita dan bagaimana ciri-ciri parasitnya. Kera milik Bapak'Ibu/Sdr adalah salah satu jenis kera yang mungkin mengidap parasit malaria tersebut sehingga kami akan memeriksanya dan mengambil darahnya sekitar 5 ml. Kami sangat mengharapkan kerelaan dan ijin dari Bapak/Ibu Sdr agar kami bisa melakukan hal itu. Pada waktu darahnya diambil, mungkin ada sedikit rasa nyeri yang dialami kera Bapak/lbu Sdr, tetapi rasa nyeri itu akan hilang dengan segera sesudah selesai pengambilan darah. Keuntungan yang akan Bapak/Ibu/Sdr peroleh bila rela memberi ijin, disamping jenis malaria yang kami teliti, jenis penyakit darah lain yang diidap kera ini bisa diketahui/dipastikan dan mendapat pengobatan secara gratis dari kami. Namun yang paling penting adalah bahwa Bapaklbu/Sdr telah ikut berjasa dalam penelitian jenis malaria yang baru ini. Bila Bapak/Ibu/Sdr memberi ijin, dan bersedia menjawab beberapa pertanyaan tambahan, sudilah menandatangani Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan di bawah ini atau membubuhkan cap jempol tangan kiri. gunting di sini >------------------------------------------------------------------------------------------------PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Saya telah mendapat penjelasan tentang penelitian ini dan saya mengerti maksud dan tujuannya. Tanpa ada paksaaan dan tekanan dari pihak manapun, atas kesadaran sendiri, saya nyatakan saya memberi ijin atas pemeriksaan dan pengambilan darah kera saya ini.
.................................................................. .................................................................. 2014
(-. ............................................... ) Nama terang
1
LAMPIRAN-2
STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA PEDOMAN PEMBIUSAN DAN PENGAMBILAN DARAH VENA KERA
Obat bius untuk kera adalah ketamin-HCjJ yang mengandung 100 mg ketamin basa per milliliter dalam larutan pengawet yang mengandung tidak lebih dari 0 ! mg/mL benzetonium klorida. Ketamin aman dipakai untuk hewan, termasuk untuk kera. Biasanya kera sudah terbius total dalam waktu antara 1,5-5,3 menit setelah injeksi dan lamanya masa pembiusan antara 43 menit hingga 183 menit. Proses siuman biasanya mulus dan tanpa kejadian yang dikawatirkan. Ketamin kontraindikasi bagi kera penderita insufisiensi ginjal dan hepar. Injeksi intramuskuler dapat dipakai dalam pengendalian hewan baik untuk pengambilan darah. Dosis yang disarankan sedikil beragam tergantung kera yang dibius, llnluk Macaca fascicularis dosisnya 12 to 15 mg/kg BB; Macaca nemestrina dan Pongo pygmaeus (orangutan) 5 - 7,5 mg/kg BB dan untuk Presbytis sp 3 - 5 mg/kg BB. Alat dan bahan: o Pelindung badan petugas: sarung tangan, baju pelindung dan sebagainya o Alat dan bahan P3K (Pengobatan pertama pada kecelakaan) o Meja pemeriksaan, o Alat cukur, o Kapas kering, o Alkohol 70 %. o Jarum suntik dengan volume 2,5 ml dan jarum 1,2 - 2.0 mm atau 25 G o Jarum suntik atau dengan volume 5-10 ml dan jarum 1.2 - 2.0 mm o Vacutainer tanpa antikoagulan o Spidol permanen o Kamera o Alat tattoo/petanda o Formulir Catatan Kasus Kera o Formulir Penjelasan Sebelum Persetujuan Cara kerja pembiusan: o Pastikan bahwa lambung kera sudah kosong, o Pakaikan alat pelindung badan. o Isi alat injeksi 2,5 ml dengan ketamin sesuai dosis yang akan diberikan, o Perkecil ruang keberadaan kera di dalam kandang agar kera tidak leluasa bergerak, o Tenangkan kera selama beberapa menit. o Dari arah pintu kandang atau celah kandang, raih salah satu kaki kera dan tarik keluar kandang dengan perlahan dan sehingga paha dapat dipegang, o Bersihkan bagian paha yang akan disuntik dengan kapas beralkohoto 70 %. o Suntikkan pembius tegak lurus ke otot paha dan pastikan tidak masuk ke dalam vena, o Lepaskan kaki kera dengan perlahan, o Tunggu beberapa menit hingga kera terbius. o Keluarkan kera dari kandangnya dengan hati-hati dan taruh di atas meja pemeriksaan. Contoh cara mengeluarkan anggota badan, cara injeksi dan pengambilan darah vena dapat dilihat pada gambar berikut ini, Pelaksanaan pembiusan dan pengambilan
2
darah vena kera tidak mutlak seperti dalam gambar, tetapi disesuaikan dengan keadaan di lapangan,
Cara kerja pengambilan darah vena: Siapkan alat suntik 5-10 ml. Telentangkan kera dengan kepala sedikit miring dan lidah diarahkan ke samping mulut agar lidah tidak menutupi dan menekan kerongkongan, Raba salah satu dari ke-4 vena: vena cephalica. vena saphena, vena femoralis atau vena jugularis; biasanya yang paling mudah dsraba adalah vena femoralis. dan bagi yang berpengalaman akan terasa adanya denyutan nadi; bagi yang belum berpengalaman, dapat dibantu dengan membendung vena menggunakan tomikuet. Dengan bantuan asisten, lakukan pembendungan vena. o Cuci kulit pada bagian vena yang akan diambil darah dengan kapas beralkohol 70 %. o Tusukkan ujung jarum dengan arah miring ke dalam vena dan setelah darah keluar, ambil darah sebanyak 5*10 ml tergantung berat badan kera; volume darah yang diambil maksimum 1 ml per 100 gram (0J kg) berat badan kera, Tekan permukaan vena yang ditusuk dengan kapas kering dan tarik alat suntik yang sudah berisi darah. o Lanjutkan penekanan vena beberapa menit untuk menghentikan pendarahan, o Lakukan pemrosesan darah sesuai peruntukannya. o o
3
LAMPIRAN-3 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA PEDOMAN IDENTIFIKASI SPESIES KERA I.
Kera ekor panjang (Macacafascicularis): • • • • •
• • • • •
Ukuran yang dewasa antara 38-55 cm (tidak termasuk ekor) Lengan dan kakinya pendek dan serasi, Ekornya panjang, melebihi atau sama dengan panjang tubuhnya, biasanya antara 4(365 cm. Yang jantan lebih besar daripada yang betina, dengan berat antara 5-9 kg, sedangkan yang betina antara 3-6 kg. Warna tubuhnya cenderung coklat-kelabu hingga eoklat kemerahan dan perut berwarna lebih pucat. Wajahnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan pipi yang berjanggut. Mata mengarah ke depan untuk pandangan binokuler. Hidung pesek, lubang hidung dangkal dan menutup bersama (catarrine condi(ion). Rumus giginya adalah: I 2/2, C 1/1, PM 2/2, and M 3/3. Kehidupan sosial: hidup berkelompok dengan jumlah 5- 60 ekor lebih. Satu ktlompok adalah multi-betina, normalnya 2-5 jantan dan betina 2-3 kali jumlahnya.
4
2.
Beruk (= bangkuy, kera ekor babi, Macaca nemestrina)\: ■
Yang jantan berukuran 49,5 - 56,4 cm dan berat antara 6,2 to 14,5 kg sedangkan ukuran betina antara 46,7 - 56,4 cm dengan berat antara 4,7 - 10,9 kg, • Warna tubuhnya coklat pudar hampir di seluruh tubuh, kecuali di bagian perut berwarna putih. • Bulu di atas kepala berwarna coklat gelap atau hitam dan tumbuh membentuk jambu! dengan bulu jambu! yang di tengah memendek. • Ekornya pendek, lebih pendek atau sekitar 1/3 daripada panjang tubuhnya (dari kepala hingga pangkal ekor). Ekor ini sering gundul atau hanya berbulu tipis. Bentuk ekor ini dijadikan sebagai nama khasnya (kera ekor babi) karena bentuknya pendek dan menonjol separuh menyerupai ekor babi. • Aktif di siang hari atau disebut dengan satwa ‘'diurnar. • Biasanya hidup berkelompok hingga mencapai 15-40 ekor per kelompok. 3.
Bekantan (Nasalis larvatus, bangkatan, monyet belanda) •
Yang jantan memiliki hidung yang sangat mancung, Panjang tubuh (kepala hingga badan) jantan adalah 75,5 (73-76) cm dan betina 62 (6164 cm). • Wajah yang dewasa berwarna orange-pink. • Yang betina mempunyai hidung yang sangat besar untuk ukuran primata, tetapi hidung yang jantan kecil, mancung dan sering menggantung di bawah mulut. Hidung dewasa jantan bisa menonjol hingga panjangnya 10 cm. ■ Pelage agak panjang, dengan punggung coklat terang, coklat kemerahan, coklat kekuningan atau merah bata; permukaan perut adalah abu-abu terang, kekuningan atau keabu-abuan hingga oranye terang. •
5
6
4. Lutung/monyet daun (Presbytis cristatus, silvered leaf monkey).
•
Berat yang jantan rata-rata 6,6 kg dan betina 5,7 kg, • Ukuran yang remaja menyerupai yang dewasa, namun agak kecil dibanding dengan dewasa yang gempal. • Warna tubuh abu-abu gelap dengan ujung bulu yang lebih pucat sehingga memberi efek keperak-perakan. • Pangkal paha dan bagian ventral ekor berwarna kekuning-kuningan. • Wajahnya hitam dan buiu pada kepala tajam. • Warna bayi adalah oranye dengan wajah, lengan dan kaki putih. • Anaknya berangsur angsur berwarna lebih gelap dan proses “penggelapan” warna ini berlangsung 3-5 bulan hingga berubah menjadi warna yang dewasa, yang dimulai dari kepala menjadi oranye kuning, kemudian kepala, wajah, lengan dan kaki serta kuping menjadi abu-abu tua dan akhirnya menjadi hitam.
5. Presbytis femoralis chrysomeia (Sa rawak Suriti):
Dulu kera ini endemik di Kalimantan, namun karena kerusakan habitatnya, sekarang ini sudah sangat jarang ditemukan. 6. Presbytis-frontata, White-fronted Surili • • • • •
Rata-rata berat badan yang jantan 5,67 kg dan betina 5,56 kg. Tubuhnya terutama berwarna coklat abu-abu bercak putih di wajah dengan dagu dan pipi bawah keabu-abuan. Kera daun berwajah putih ini memiliki kepala sagitai yang tinggi yang condong ke depan. Punggung pada spesies ini terutama berwarna coklat keabuan dan bagian perut coklat kekuningan, dengan bercak putih yang jelas di dahi. Ekor berwarna abu-abu kekuningan dengan kehitaman pada lengan, kaki, kening, mahkota kepala dan pipi. Terdapat bercak terang pada mahkota kepala. Jenis kera ini memiliki lambung yang sacculated untuk membantu memecah sellulosa dan juga perluasan kelenjar air liur. Gigi depan pendek, gigi molar tajam, panjang dan kepala tinggi.
7
• • •
•
•
•
Rahangnya dalam dan wajah pendek namun lebar. Ibu jari mengecil dan kaki belakang lebih panjang dibandingkan dengan kaki depan. Spesies ini mempunyai 2 subspesies, P.f. frontata dan P. f. nudifrons. Presbytis f frontata berwarna kecoklatan dengan lengan, kaki, puncak kepala, samping kepala dan ekor yang lebih gelap. Dagu dan pipi bawah berwarna keabu- abuan. Bintik putih di dahi kasarnya berbentuk segitiga. Sedangkan P. f. nudifrons berwarna abu-abu gelap dengan lengan, kaki dan pangkal ekor yang kehitaman. Bagian bawah dan ujung distal ekor coklat abu-abu lebih pucat dan leher putih. Bercak putih di wajah agak bujur sangkar dibandingkan dengan P.f. frontata dan terbagi oleh garis vertikal bulu-bulu hitam pendek. P. frontata endemik di Kalimantan dan terbatas di Kalimantan Selatan di sekitar 3 °LU and di sebelah Timur Kalimantan Tengah. Di sebelah Selatan Kalimantan dilaporkan P. f, frontata berada di antara Sungai Kayan and Banjarmasin, sedangkan P.f nudifrons terdapat di Sarawak. Di populasi dilaporkan bahwa pada spesies ini, jantan bisa menyendiri
7. Lutung merah (Presbytis-rubicunda-rubicunda, Red leaf monkey, Maroon langur, Maroon leaf monkey)
8
8. Orangutan {Pongo pygmaeus) • • • •
• • • • • •
Yang jantan beratnya 50-90 kg dan yang betina 30-50 kg. Panjang kepala hingga badan sekitar 1,5 m dan panjang lengan hingga 2,2 m. Kulitnya tipis dan kasar dengan warna coklat kemerahan, Yang jantan memiliki bantalan pipi yang besar yang diiisi oleh cadangan lemak subkutan yang dibatasi oleh jaringan ikat. Bantalan pipi ini akan terus tumbuh selama pertumbuhan hingga menjadi dewasa. Orangutan memiliki dahi yang miring tinggi dan mulut yang menonjol. Kakinya lemah dan pendek, namun kaki depan dan lengannya kuat. Orang utan Kalimantan tidak membentuk kelompok sosial yang besar. Biasanya berjalan sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 betina, anak-anak yang tergantung induk dan kadang-kadang dengan satu ekor jantan dewasa. Biasanya yang jantan dan betina kumpul bersama hanya untuk kawin dan selebihnya tidak bergaul satu dengan lainnya. Wilayah kekuasaan yang jantan berkisar antara 2-6 km persegi dan tumpang tindih dengan wilayah kekuasaan beberapa betina, tetapi tidak tumpang tindih dengan wilayahjantan lainnya karena bisa menyebabkan saling menyerang.
9
9. Gibbon: Hylobates albiburhis (Bornean white-bearded gibbon) dan Hylohates muelleri (MiiUers Bornean Gibbon ! Milliers grey gibbon, simply Bornean gibbon)
10.
Malu-malu (Siow loris}: Nycticebus coucang dan Nycticebus menagensis: Nycticebus coucang: • • • •
•
• •
• •
Ukurannya kecil, beratnya 2 kg (4,4 pon) dengan panjang 300 - 380 mm (11,81- 14,96 inci). Ekornya mengecil, Jari ke-2 lengannya mengecil dan jari yang besar kaki belakang tersusun sedemikian rupa dengan jari lainnya sehingga berkemampuan memegang kuat, Sebagaimana pada semua jenis kera kelompok lorisoid, malu-malu memiliki kuku melengkung yang panjang di jari ke-2 menonjol yang digunakan untuk menggaruk kutit. Malu-malu memiliki tulang belakang yang lebih yang memberi keuntungan lebih besar untuk memanjat pohon sebab mampu memutar keliling ke atas dan ke bawah cabang pohon dengan gerakan yang gemulai. Kulitnya ditutupi oleh bulu pendek, tebal seperti wol dengan beragam warna dan corak. Umumnya wama atas mulai dari abu-abu terang agak kecoklatan hingga coklat kemerahan gelap dan kadang-kadang dengan efek ubanan yang dihasilkan oleh ujungujung rambut individual. Wama bagian bawah berkisar dari mulai dari putih ke kekuningan hingga ke keabuabuan. Biasanya terdapat wama garis tengah gelap di sepanjang leher dan punggung serta goresan terang di antara cincin-cincin melingkar.
10
11,
Tarsius banc anus ( Western tarsier, Horsefîeld's tarsiers): Primata ini ditandai dengan mata yang besar, daun telinga berselaput, ekor panjang dan hampir tanpa bulu.
11
LAMPIRAN 4 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI Di KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA PEDOMAN PEMROSESAN SPESIMEN DARAH KERA Petunjuk Umum: pemrosesan terhadap spesimen darah harus segera dilakukan oleh seorang tenaga laboratorium setelah spesimen darah diperoleh. Urutan perlakuan adalah seperti yang dicantumkan beri hit ini, tetapi satu atau dua perlakukan bisa saja dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan tergantung keterampilan tenaga laboratorium. Pemrosesan ini terdiri dari 4 macam sebagai berikut: A. Pembuatan Serapan Darah pada Kertas Saring
Serapan darah ini adalah sebagai bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan PCR. Alat dan bahan: • Spesimen darah • Guntingan kertas saring Whattman 2 lembar • Pinsil. • Plastik kecil berperekat (plastik obat) • Amplop/kantung plastik besar, • Silica gel. Cara kerja: • Tuliskan kode kera yang sama pada 2 lembar guntingan kertas saring Whattman • Dari darah vena yang masih di dalam alat suntik, teteskan darah sekitar 3 tetes ke atas guntingan kertas saring pertama dan terlihat darah melebar dan terserap; diperkirakan volume darah yang terserap adalah sekitar ! 00 pL. • Dengan cara yang sama, teteskan kembali darah ke kertas saring kedua dan terlihat darah melebar dan terserap. • Tunggu darah mengering di kedua kertas saring. • Satukan kedua kertas saring dengan steples pada bagian kertas tidak menyerap darah • Masukkan kedua kertas saring ke dalam satu kantong plastik kecil (kantong obat) dan rekatkan bagian mulut plastik. • Masukkan sekitar 20 plastik seperti itu (= dari 10 ekor kera) ke dalam satu kantong plastik/amplop yang lebih besar. • Ke dalam kantong plastik/amplop besar yang berisi kantong-kantong plastik berisi kertas saring, masukkan beberapa butir silica gel di antara kantong-kantong plastik kecil; silica gel ini bersifat higroskopis dan mampu mempertahankan serapan darah tetap kering dan tidak berjamur. • Simpan kantong plastik/amplop besar di tempat kering dan aman. B. Pembuatan Sediaan Apus Darah Alat
dan bahan: • Spesimen darah, • Kaca benda 5 buah • Pinsil • Kotak sediaan • Metanol absolut • Akuades/larutan penyangga (buffer)
12
Cara keija: • Tuliskan kode sampel kera pada bagian etiket kaca benda pada masing-masing kelima kaca benda. Tiap kaca benda ini berfungsi sebagai tempat pembuatan sediaan apus darah tebal-tipis (satu kaca benda untuk sediaan apus darah tebal dan sediaan apus darah tipis), jadi akan dibuat 5 dupiikast sediaan). • Dari darah vena yang masih di dalam alat suntik, ke tiap kaca benda, melalui ujung alat suntik, teteskan 3 tetes darah ke atas kaca benda pada posisi di dekat tulisan kode sediaan dan I tetes di dekatnya ke arah ujung (berlawanan dengan etiket) berjarak sekitar l cm. • Dari I tetes darah yang agak (erpisah dari 3 tetes yang lain, dibuat apusan darah tipis dengan cara menempelkan kaca benda lain sebagai pengusap pada tetesan darah tersebut dengan sudut 45 °, darah dibiarkan melebar di sepanjang ujung kaca pengusap, lalu kaca benda pengusap digeser ke arah ujung hingga darah melebar dan membentuk suatu apusan darah tipis berbentuk seperti lidah kucing. • Dari 3 tetes darah yang berdekatan, dibuat sediaan apus darah tebal dengan cara menyatukan dan melebarkan permukaan ketiga tetesan darah dengan bantuan sudut kaca benda pengusap. sedemikian rupa hingga terbentuk suatu sediaan apus darah tebal berbentuk bulat berdiameter antara 1-1,5 cm dengan ketebalan sedang. • Buat 4 duplikat sediaan darah tebal-tipis pada 4 kaca benda lain. • Semua sediaan diletakkan di tempat datar dan dibiarkan kering di udara terbuka. • Setelah kering, semua sediaaan darah tipis ditetesi dengan metanol absolut tanpa menyentuh sediaan darah tebal. • Semua sediaan dibiarkan dalam posisi tegak miring dengan sediaan darah tipis di bagian bawah dan dibiarkan kering. • Setelah sediaan kering, masukkan kembalui sediaan darah ke dalam kotak sediaan, simpan di tempat kering dan aman. • Setelah beberapa jam, wamai semua sediaan di laboratorium (lihat bagian E: Pewarnaan sediaan darah) C. Pembuatan Serum;
Alat dan bahan • Spesimen darah. • Tabung vacutainer tanpa antikoagulan volume 5 ml. • Pinsil/spidol permanen • Rak tabung. • L emari es atau termos dingin, • Pipet (Pasteur) • Nunc vial bertutup volume 3 ml • Kantong plastik • Termos berisi kepingan es batu Cara kerja: • Tuliskan kode sampel pada tabung vacutainer. • Tusukkan ujung jarum suntik yang berisi darah vena ke penutup vacutainer dengan arah miring hingga ujung jarum suntik menyentuh dinding bagian dalam vacutainer. • Biarkan darah mengalir sendiri dari alat suntik ke dalam vacutainer hingga semua darah keluar sebanyak 2-3 ml;.
13
• • • • • • •
Simpan vacutainer yang berisi darah dalam posisi tegak di dalam lemari es atau termos dingin selama I malam dan dijaga tetap diam hingga serum terpisah jelas dari sel-sel darah. Besok harinya, tuliskan kode sampet pada nunc via!. Buka tutup vacutainer dengan pelan-pelan. Bila serum belum terpisah sempurna dari gumpalan sel-sel darah, putar tabung dengan putaran 2000 rpm selama 10 menit. Dengan pipet ambil serum secara hati-hati tanpa menyentuh gumpalan sel-sel darah dan pindahkaan serum ke dalam nunc vial. Masukkan beberapa nunc vial yang berisi serum ke claiam kantong plastik kecil. Simpan nunc vial yang berisi serum di lemari es atau termos dingin untuk dikemudian hari diperiksa secara serologis.
D. Pewarnaan Sediaan Apus Darah Malaria
Alat dan bahan; • Sediaan apus darah • Larutan Giemsa. • Akuades/larutan penyangga (buffer) • Rak pewarnaan. • Timer • Pipet • Metanol absolut • Air bersih (air suling) • Akuades/larutah penyangga (huffbr) Cara kerja: • Keluarkan semua sediaan-sediaan apus darah dari kotak sediaan. • Fiksasi semua sediaan apus darah tipis dengan cara menetesinya dengan - atau mencelupkannya ke dalam- larutan metanol absolut tanpa menyentuh sediaan apus darah tebal. • Biarkan sediaan-sediaan apus darah berdiri miring dengan posisi sediaan apus darah tebal di bagian atas dan sediaan apus darah tipis di bawah dan biarkan kering. • Buat larutan pewarna Giemsa 5 % (misalnya mengencerkan 1 ml lautan Giemsa dengan 19 ml akuades). • Letakkan sediaan darah di atas rak pewarnaan dengan posisi datar. • Tetesi larutan pewarna ke atas semua sediaan darah. • Biarkan selama 60 menit • Bilas semua sediaan darah dengan air suling bersih dengan cara menetesinya dengan air suling sehingga air suling membawa serta larutan Giemsa (larutan Giemsa tidak boleh dibuang lebih dahulu baru dibilas). • Biarkan semua sediaan kering di udara terbuka. • Setelah kering, masukkan kembali semua sediaan apus darah ke dalam kotak sediaan untuk selanjutnya diperiksa secara mikroskopis (lihat Lampiran-6 dan Lampiran-7).
14
LAMPIRAN-5 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA
FORMULIR CATATAN KASUS (CASE REPORT FORM) KERA Petunjuk: beri tanda kurung pada angka di depan jawaban atau isi titik-titik, lalu isilah kotak dengan angka sesuai angka yang di k urungi.
15
16
17
LAMPIRAN-6 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWL ESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA PEDOMAN PENJELASAN MORFOLOGI PLASMODIUM SP Petunjuk: Isilah matriks (Lampiran-7) dengan penjelasan tentang hal-hal berikut ini. • Bentuk cincin (ring): o Bentuk sitoplasma: seperti garis, koma, sayap burung terbuka dan sebagainya; o Ukuran dibandingkan dengan limfosit kecil; o Sitoplasma: warna, kekompakan, ketebalan relatif terhadap vakuola (bila ada vakuola); o Vakuola: posisi di dalam sel, ukuran relatif terhadap ukuran sel/sitoplasma; o Inti; bentuk, warna, kekompakan, ukuran relatif terhadap ukuran sel parasit; o Ukuran eritrosit terinfeksi (sama, lebih kecil atau lebih besar) dari eritrosit normal/tanpa terinfeksi; o Lainnya (belum terangkum di atas atau penting). • Trofozoit (muda dan dewasa): o Bentuk: tidak teratur, seperti tetes mata, lonjong, bulat dan sebagainya; o Ukuran dibandingkan dengan limfosit kecil; o Sitolasma: bentuk, warna, kekompakan, ketebalan: o Inti: bentuk, warna, kekompakan, ukuran relatif terhadap ukuran sel; o Pigmen (bila ada): warna, kekompakan, penampakan dan sebagainj-a; o Bintik di dalam sel darah merah: warna, ukuran, jumlah, posisi di luar sel parasit dan sebagainya; o Ukuran eritrosit terinfeksi (sama, lebih kecil atau lebih besar) dari eritrosit normal/tanpa terinfeksi; o Lainnya: (belum terangkum di atas atau penting). • Sizon (muda dan dewasa): o Bentuk: tidak teratur, lonjong, bulat, seperti benda tertentu dan sebagainya; o Ukuran dibandingkan dengan limfosit kecil; o Sitolasma: bentuk, warna, kekompakan, ketebalan, terpisah mengelilingi tiap inti atau masih berhubungan dan sebagainya; o Inti merozoit: bentuk, warna, jumlah, kekompakan, penyebaran/posisi, ukuran relatif terhadap ukuran sel parasit, dan sebagainya; o Pigmen (bila ada): warna, kekompakan, penyebaran, penampakan dan sebagainya; o Bintik di dalam sel darah merah: warna, ukuran, jumlah, posisi di luar sel parasit dan sebagainya; o Ukuran eritrosit terinfeksi (sama, lebih kecil atau lebih besar) dari eritrosit normal/tanpa terinfeksi, o Lainnya: (belum terangkum di atas atau penting). • Makrogametosit: o Bentuk: bulat, seperti bulan sabit, seperti pisang atau seperti benda tertentu dan sebagainya; o Ukuran dibandingkan dengan limfosit kecil; o Sitolasma: bentuk, warna, kekompakan, ketebalan, dan sebagainya; o Inti; bentuk, warna, kekompakan, penyebaran, ukuran relatif terhadap ukuran se! parasit, dan sebagainya;
19
•
o Pigmen (bila ada): warna, kekompakan, penyebaran, penampakan dan sebagainya; o Bintik di dalam sel darah merah: warna, ukuran, jumlah, posisi di luar sel parasit dan sebagainya; o Ukuran eritrosit terinfeksi (sama, lebih kecil atau lebih besar dari eritrosit normal/tanpa terinfeksi, o Lainnya: (belum terangkum di atas atau penting): Mikrogametosit: o Bentuk: bulat, seperti bulan sabit, seperti pisang atau seperti benda tertentu dan sebagainya; o likuran dibandingkan dengan limfosit kecil; o Sitolasma: bentuk, warna, kekompakan, ketebalan, dan sebagainya; o Inti; bentuk, warna, kekompakan, penyebaran, ukuran relatif terhadap ukuran sel, dan sebagainya; o Pigmen (bila ada): warna, kekompakan, penyebaran, penampakan dan sebagainya; o Bintik di dalam sel darah merah: warna, ukuran, jumlah, posisi di luar sel parasit dan sebagainya; o Ukuran eritrosit terinfeksi (sama, lebih kecil atau lebih besar dari eritrosit normal/tanpa terinfeksi, o Lainnya: (belum terangkum di atas atau penting):
20
LAMPIRAN-7 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA
FORMULIR HASIL IDENTIFIKASI MORFOLOGI PLASMODIUM SP (Diisi oleh Tenaga Mikroskopis)
21
LAMPIRAN-8 STUDI EPIDEMIOLOGI PLASMODIUM KNOWLESI DI KALIMANTAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN: INFEKSI PADA KERA TEKNIK PEMERIKSAAN POLYMERASE CHAIN REACTION MALARIA Pemeriksaan spesies malaria dengan teknik PCR dilakukan melalui 4 tahapan yaitu : L Ekstraksi DNA parasit Spesimen darah filter (blood blot) dipotong- potong menggunakan gunting steril atau punch, dan disimpan dalam tabung mikrosentrifuge berukuran 1,8 atau 2 ml. Lakukan ekstraksi DNA sampel darah menggunakan kit komersial. Kit untuk ekstraksi DNA telah banyak tersedia di pasaran, dan salah satu diantaranya adalah produk dari QIAGEN (QIAamp DNA Mini Kit, Cat No.51304 untuk 50 sampel atau Cat No 51306 untuk 250 sampel). Kit tersebut sesuai untuk purifikasi DNA dari darah lengkap (whole blood). Lakukan ektraksi sesuai dengan SOP yang tersedia di setiap kemasan. 2. Amplifikasi DNA a. Persiapan reagen (master mix) PCR a, I. Beri label pada semua tabung dan tempatkan dalam rak. Sesuaikan label dengan kode sampel dan tipe reaksi. a.2. Hitung jumlah reagen yang diperlukan untuk pembuatan master mix kecuali sampel yang sesuai dengan komposisi reagen master mix. a.3. Pindahkan buffer PCR, MgC^, primer oligonucleotida dan dNTP (aliquot) dari freezer dan biarkan mencair. Buffer PCR cukup stabil dalam temperatur kamar, sedangkan primer tidak akan rusak meskipun beku cair pada temperature kamar selama beberapa menit. a.4. Tambahkan sejumlah H^O pada tabung yang sudah dilabel master mix. a.5. Kemudian tambahkan buffer PCR, MgCl^ dan pasangan primer sesuai kebutuhan ke dalam tabung tersebut. Tambahkan dNTP. a. 6. Kembalikan aliquot dNTP, buffer PCR, MgCh dan primer ke dalam freezer. a. 7. Ambil Tag polymerase dari freezer dan segera tambahkan pada tabung master mix sesuai kebutuhan. Segera kembalikan Tag polymerase ke dalam freezer. a. 8. Campur master mix dengan cara memvortek. Master mix stabi! dalam temperatur kamar selama beberapa jam tanpa kehilangan efisiensinya. a. 9. Bagi master mix ke dalam masing-masing tabung sampel yang telah dilabel, dan untuk itu dapat digunakan tip yang sama untuk membagi, a. 10. Tambahkan sampel DNA yang terakhir menggunakan tip yang berbeda untuk masingmasing sampel. Jangan mencampur isi tabung atau memvortek karena akan meningkatkan risiko kontaminasi. PCR 1 (1 Rx) : Total volume (50 ul)
PCR 2(1 Rx) :
Nuclease Free water Gotag greenmaster
: 13ul mix(M7122)
: 25 ul
Primer rPLUI
: 5 ul
Primer rPLU5
: 5 ul
DNA template Nuclease Free water
:2 ul :
l,5ul
22
Total volume
Gotag green master mix (M7122)
(20 ul)
: 12,5 ul
Primer rPLU 3 : 2 ul Primer rPLU 4 : 2 ul DNA template : 2 ul
PCR I : TGA
rPLU I -5Primer rPLU I: TCA A AG ATT A AG CC A TGC A AG
Primer rPLU 5: CCT GTT GTTGCC TTA A AC TTC PCR 2 : Primer rPLU 3: ITT Tl'A TAA GGA TAA CTA CGG AAA AG C TGT (genus Plasmodium) Primer rPLU 4 : TAC CCG TCA TAG CCA TGT TAG GCC AAT ACC PCR 2 : Kn 1F-3R Primer Kn IF : CTC AAC ACG GGA AAA CTC ACT AGT ITA (P. knowlesi) Primer Kn3R : GTA TTA TTA GGT AC A AGG TAG CAG TAT GCC rPL,U3-4
b.
Kondisi amplifikasi DNA dengan mesin PCR l. PCR I: Predenaturasi
b.
Denaturasi
: 94 C 1 menit
Annealing
: 55 C 1 menit
Extention
: 72 C 2 menit
: 94 C 4 menit
30 siklus • b.
72 C : 5 menit 2. PCR 2: Predenaturasi
(rPLU3-4)
Denaturasi
: 94 C 4 menit
: 94 C 30 detik
Annealing
: 62 C I menit
Extention
: 72 C 30 detik 45 siklus
• b.
(rPLU3-4)
72 C : 5 menit 3. PCR 2: Predenaturasi Denaturasi
: 94 C 4 menit
; 94 C 30 detik
Annealing
: 62 C I menit
Extention
: 72 C 30 detik 35 siklus
3.
4.
• 72 : C 5 menit Elektroforesis DNA a. Agarose 2% dengan Et Br ( 3ul/100 ml) b. 100 Volt, 30-35 menit c. 100 bp DNA marker (in vitro gen) = 3 u I
Pewarmaan dan fisualisasi DNA menggunakan Gel Doc Untuk identifikasi P. knowlesi akan terlihat pita DNA pada ukuran 295 bp, untuk P. inui terlihat pita DNA pada ukuran 470 bp, untuk P. cynomolgi pada ukuran 136 bp dan untuk P. coatneyi pada ukuran 505 bp.
23
FOTO KEGIATAN DI LINGKUNGAN
24
25
26
27