LAPORAN KHUSUS
ANALISIS COMPOSITE LIFTING INDEKS TERHADAP KELUHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PALLETING AREA 5 GALLON DI PT. TIRTA INVESTAMA PANDAAN JAWA TIMUR
Oleh: Rusita Wiryanti NIM. R0007146
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PENGESAHAN
Laporan Khusus dengan Judul : Analisis Composite Lifting Indeks terhadap Keluhan Sistem Muskuloskeletal pada Pekerja Palleting Area 5 Gallon di PT. Tirta Investama Pandaan Jawa Timur
dengan peneliti : Rusita Wiryanti NIM. R0007146
telah diuji dan disahkan pada tanggal :
Pembimbing I
Pembimbing II
Sumardiyono, SKM., M. Kes NIP. 19650706 198803 1 002
Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. NIP. 19640929 198803 1 019
An. Ketua Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS Sekretaris,
Sumardiyono, SKM., M.Kes NIP. 19650706 198803 1 002
iiii
ABSTRAK
Rusita Wiryanti, 2010. “ANALISIS COMPOSITE LIFTING INDEKS TERHADAP KELUHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PALLETING AREA 5 GALLON DI PT. TIRTA INVESTAMA PANDAAN JAWA TIMUR.” Program Diploma III Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai Composite Lifting Indeks (CLI) dengan mengukur Recommended Weight Limit (RWL) dan mengetahui bagaimana hubungannya terhadap keluhan musculoskeletal disorder. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Data diolah secara analitik dan proporsional. Sampel melibatkan pekerja paletting line 1 sebanyak 20 orang dan line 2 sebanyak 19 orang dari 51 populasi yang telah dipurposive memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan memenuhi syarat yaitu pekerja laki-laki; usia 19-35 tahun; bersedia menjadi sampel penelitian; masih bekerja di bagian palleting 5 gallon; tidak sedang sakit; lama bekerja 6-8 jam per hari dan masuk kriteria eksklusi yaitu apabila sampel memiliki nilai RWL 0 maka sudah tidak diperkenankan. Variabel penelitian adalah Composite Lifting Indeks (CLI) dan keluhan musculoskeletal disorder. Pengukuran Composite Lifting Indeks menggunakan rumus dengan mencari nilai Recommended Weight Limit (RWL), sedangkan keluhan musculoskeletal dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh antara Composite Lifting Indeks maka digunakan uji korelasi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Composite Lifting Indeks (CLI) dengan keluhan musculoskeletal disorder yaitu nilai r = 0,506 untuk line 1 dan r = 0,542 untuk line 2. Nilai r menunjukkan hasil yang positif, artinya semakin tinggi nilai Composite Lifting Indeks (CLI) semakin tinggi pula resiko terjadinya musculoskeletal disorder pada pekerja. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara Composite Lifting Indeks dengan keluhan musculoskeletal disorder pada pekerja palleting area 5 gallon di PT. Tirta Investama Pandaan.
Kata Kunci Kepustakaan
: Composite Lifting Indeks (CLI) - Musculoskeletal Disorder. : 20, 1989-2010
iii
ABSTRACT
Rusita Wiryanti, 2010. “ANALYSIS Of COMPOSITE LIFTING INDEX TO THE PLAINT OF MUSKULOSKELETAL SYSTEM AT WORKERS OF PALLETING AREA 5 GALLON IN PT. TIRTA INVESTAMA PANDAAN EAST JAVA.”Safety and Health Works of the Diploma III Program, Mediciness Faculty of Sebelas Maret Surakarta University. This research aim to know amount of value’s of Composite Lifting Index (CLI) with measuring of Recommended Weight Limit (RWL) and to know how of its relations to the plaint of musculoskeletal disorder. This research represent of research of analytic observational by the using sectional cross approach. Data processed of analytically and proportional. Samples entangle of workers at paletting line1 as counted of 20 peoples and line 2 counted of 19 peoples, from the 51 populations which have purposive fulfill of the criterion which have been specified and up to standard that is workers of men; 1935 years old; readying to become research samples; and still work in paletting 5 gallon section; and their good conditions; old-work for 6-8 hours per day and enter criterion of exclusive that is if samples have of 0 RWL value, and they have do not to be allowed. Research variable is Composite Lifting Index (CLI) and plaint of musculoskeletal disorder. Measurement of Composite Lifting Indexes use of the formula with searching value of Recommended Weight Limit (RWL), while plaint of musculoskeletal by using Nordic Body Map questionnaire. The data presented in the form of the tabulation and to know furthermore of influence among of Composite Lifting Indexes so that its used by correlation test. Result of the statistical test shows that there are relation is significant among Composite Lifting Index (CLI) with plaint of musculoskeletal disorder that is it value of r = 0,506 for line 1 and r = 0,542 for line 2. Value of r show of results are positive, its meaning of excelsior values of Composite Lifting Index (CLI) hence excelsior also of happening risk of musculoskeletal disorder at the workers. Conclusion of this research is there relation among Composite Lifting Index with the plaint of musculoskeletal disorder at the workers in palleting area 5 gallon in PT. Tirta Investama Pandaan.
Keywords
: Composite Lifting Index (CLI)-Musculoskeletal Disorder.
Bibliography : 20,1989-2010
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kekuatan, kemudahan, rahmat dan hidayahNya sehingga dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta penyusunan laporan dengan judul
Analisis
Composite
Lifting
Indeks
terhadap
Keluhan
Sistem
Muskuloskeletal pada Pekerja Palleting Area 5 Gallon di PT. Tirta Investama Pandaan Jawa Timur dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat kelulusan di Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pelaksanaan kerja praktek dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. A.A Subiyanto, dr.,MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.OK selaku Ketua Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Sumardiyono, SKM., M. Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 4. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan sran dalam penyusunan laporan ini.
v
5. Ibu Eri Setyowati, selaku pembimbing lapangan di PT. Tirta Investama Pandaan. 6. Bapak Antok Wimbanu dan Bapak Yovi Kurniawan Putra yang telah membantu penulis mencari informasi tentang penerapan K3. 7. Seluruh karyawan di PT. Tirta Investama Pandaan, terutama pekerja palleting di area 5 gallon yang telah bersedia menjadi objek penelitian. 8. Bapak, Ibu, Kakak dan Adikku yang tidak henti-hentinya memberikan doa, dorongan semangat dan curahan kasih sayang kepada penulis. 9. Teman-teman angkatan 2007 Hiperkes dan Keselamatan Kerja UNS serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangannya. Maka penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya laporan ini. Besar harapan penulis agar laporab ini bermanfaat sebagaimana mestinya. Surakarta, 13 Mei 2010 Penulis,
Rusita Wiryanti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
ii
ABSTRAK ................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
DAFTAR ISI .............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
3
C. Tujuan Penelitian...................................................................
3
D. Manfaat Penelitian.................................................................
4
LANDASAN TEORI .................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................
5
B. Kerangka Pemikiran ..............................................................
27
C. Hipotesis ...............................................................................
28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................
29
A. Jenis Penelitian ......................................................................
29
B. Lokasi Penelitian ...................................................................
29
BAB II
vii
C. Populasi dan Sampel..............................................................
29
D. Teknik Sampling ...................................................................
30
E. Identifikasi Variabel Penelitian..............................................
30
F. Definisi Operasional Variabel................................................
31
G. Sumber Data..........................................................................
33
H. Prosedur Penelitian................................................................
34
I.
Instrumen Penelitian..............................................................
35
J.
Analisa Data..........................................................................
36
BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................
37
A. Hasil Observasi Proses Kerja .................................................
37
B. Hasil Penghitungan Recommended Weight Limit (RWL) dan Composite Lifting Indeks (CLI) .............................................
41
C. Hasil Penilaian Musculoskeletal Disorder..............................
41
D. Analisis Univariat..................................................................
42
E. Analisis Bivariat ....................................................................
43
PEMBAHASAN ........................................................................
46
A. Analisa Hasil Observasi Proses Kerja ....................................
46
B. Analisis Hasil Penilaian Musculoskeletal Disorder ................
47
C. Analisis Univariat..................................................................
48
D. Analisis Bivariat ....................................................................
52
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
57
A. Kesimpulan ....................................................................................
57
B. Saran..............................................................................................
58
BAB V
viii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN
ix
60
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Frequency Multiplier....................................................................
6
Tabel 2. Coupling Multiplier......................................................................
7
Tabel 3. Analisis Statistik Umur dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 1 .........................................................................................
43
Tabel 4. Analisis Statistik Umur dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 2 .........................................................................................
44
Tabel 5. Analisis Statistik Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 1................................................................
44
Tabel 6. Analisis Statistik Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 2................................................................
44
Tabel 7. Analisis Hubungan Composite Lifting Indeks dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 1................................................................
45
Tabel 8. Analisis Hubungan Composite Lifting Indeks dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 2................................................................
45
Tabel 9. Kriteria Indeks Massa Tubuh........................................................
48
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran......................................................
27
Gambar 2. Ilustrasi Kegiatan Palleting pada Produksi 5 Gallon ..................
38
Gambar 3. Ilustrasi Proses Pengangkatan pada Produksi 5 Gallon..............
39
Gambar 4. Sudut Pemindahan Beban .........................................................
40
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Umur Tenaga Kerja Line 1 Lampiran 2. Data Umur Tenaga Kerja Line 2 Lampiran 3. Data Indeks Masa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja Line 1 Lampiran 4. Data Indeks Masa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja Line 2 Lampiran 5. Data Composite Lifting Indeks dan Skor Musculoskeletal Disorder tenaga Kerja Line 1 dan 2 Lampiran 6. Hasil Pengukuran Variabel RWL Line 1 Lampiran 7. Hasil Pengukuran Variabel RWL Line 2 Lampiran 8. Faktor Pengali RWL Line 1 Lampiran 9. Faktor Pengali RWL Line 2 Lampiran 10. Data Hasil Penghitungan Composite Lifting Indeks (CLI) Line 1 Lampiran 11. Data Hasil Penghitungan Composite Lifting Indeks (CLI) Line 2 (sampel 1-17) Lampiran 12. Data Hasil Penghitungan Composite Lifting Indeks (CLI) Line 2 (sampel 18-19) Lampiran 13. Kuesioner Keluhan Sistem Muskuloskeletal Lampiran 14. Data Quesioner Pekerja Palleting Line 1 Lampiran 15. Data Quesioner Pekerja Palleting Line 2 Lampiran 16. Gambar Nordic Body Map
xii
Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Hubungan Umur dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Lampiran 18. Hasil Uji Statistik Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Lampiran 19. Hasil Uji Statistik Hubungan Composite Lifting Indeks (CLI) dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Lampiran 20. Form Pengukuran RWL Lampiran 21. Jadwal Kegiatan Magang Lampiran 22. Surat Keterangan Magang
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemajuan teknologi mendorong manusia untuk melakukan berbagai usaha dalam mengimbangi pesatnya kemajuan teknologi tersebut. Berbagai kemajuan dapat kita lihat dan kita rasakan saat ini. Diantaranya adalah di bidang industri. Digunakannya alat-alat berat maupun mesin-mesin yang canggih dapat merubah proses pekerjaan menjadi lebih mudah demi tercapainya produktivitas yang dapat bersaing dalam kualitas dan kuantitas. Namun disisi lain masih banyak pula digunakan tenaga manusia dalam melakukan pekerjaannya sehingga efek bagi tenaga kerja, dalam arti penyakit akibat kerja masih banyak terjadi karena mereka menggunakan kemampuan fisik dalam melakukan pekerjaan. Di sini faktor fisiologis sangat berpengaruh akan terjadinya penyakit akibat kerja. Maka dari itu perlu adanya penyesuaian antara manusia dengan jenis pekerjaan. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban dimaksud mungkin fisik, mental atau sosial. Beban fisik dapat ditemukan pada pekerja yang mengandalkan kondisi fisiknya dalm melakukan pekerjaan misalnya pengangkatan atau pemindahan beban. Pemindahan bahan secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri (industrial accident) yang disebut sebagai “over exertion-lifting and carrying” yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang berlebih (Eko 1 xiv
Nurmianto, 1996). Kecelakaan yang terjadi pada bagian pengangkatan maupun pemindahan secara manual diakibatkan oleh strain (rasa nyeri yang berlebihan) terutama pada bagian punggung. Berat beban yang diangkat serta frekuaensi pengangkatan yang terlalu sering dapat meningkatkan resiko rasa nyeri. Selain itu juga dapat meningkatkan resiko kerusaan muskuloskeletal atau yang sering disebut dengan keluhan musculoskeletal disorder (MSDs). Di PT. Tirta Investama Pandaan terdapat berbagai macam proses produksi dan sebagian besar menggunakan mesin. Namun ada pula yang masih menggunakan tenaga manusia meskipun dibantu dengan menggunakan conveyor, yaitu pada bagian finishing. Pada bagian ini mulai dari penataan karton atau kardus hingga ke palleting banyak menggunakan aktivitas fisik tenaga kerjanya. Bagian finishing ini merupakan bagian pengepakan hingga penyusunan ke palleting. Namun untuk bagian gallon, bagian finishing yaitu bagian pengangkatan gallon dari conveyor kemudian diletakkan di pallet. Penghitungan Recommended Weight Limit (RWL) dilakukan untuk mengetahui seberapa batasan beban yang direkomendasikan yang ada hubungannya dengan penghitungan Lifting Indeks (LI) kepada pekerja sesuai dengan kondisi fisiknya serta dapat memberikan keuntungan lain di pihak manajemen. Dengan adanya RWL dan LI diharapkan nanti manajemen dapat melakukan penerapan apa yang sudah ada dengan baik bila hasilnya masih bagus. Namun apabila resiko tinggi maka dapat dilakukan perbaikan maupun usaha pengendaliannya agar pekerja dapat bekerja secara aman dan nyaman tanpa timbul penyakit akibat kerja.
xv
Berkaitan dengan latar belakang tersebut di atas, maka penulis melaksanakan observasi, penelitian dan menyusun Laporan dengan judul Analisis Composite Lifting Indeks terhadap Keluhan Sistem Muskuloskeletal Pada Pekerja Palleting Area 5 Gallon di PT. Tirta Investama Pandaan Jawa Timur.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah yaitu apakah ada hubungan nilai Composite Lifting Indeks (CLI) pada bagian palleting 5 gallon terhadap keluhan sistem muskuloskeletal pekerja di PT. Tirta Investama, Pandaan ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya nilai Composite Lifting Indeks (CLI) dengan mengukur Recommended Weight Limit (RWL) dan mengetahui bagaimana hubungannya terhadap keluhan sistem muskuloskeletal.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis a.
Dapat mengetahui kondisi tempat kerja yang berada di area 5 gallon.
xvi
b.
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang berada di perusahaan.
c.
Dapat menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah dalam kondisi lingkungan kerja.
d.
Dapat memberikan hal yang positif tentang aspek keselamatan dan kesehatan kerja terhadap perusahaan tempat praktek kerja lapangan. 2. Bagi Perusahaan
a.
Mendapatkan gambaran tentang potensi dan faktor bahaya yang berada di lingkungan perusahaan terutama di area 5 gallon.
b.
Dapat memberikan saran atau masukan dalam upaya perencanaan, perbaikan dan meningkatkan mutu keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat diterima sehingga tenaga kerja selamat, sehat serta produktivitas meningkat. 3. Bagi Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Untuk menambah kepustakaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai Composite Lifting Indeks di Area 5 gallon di PT. Tirta Investama Pandaan. 4. Bagi Pembaca
Diharapkan menjadi informasi bagaimana hubungan Composite Lifting Indeks pada pekerja palleting area 5 gallon serta keluhan-keluhan sistem muskuloskeletal yang dialami pekerja palleting.
xvii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Indeks (LI) a. Pengertian Recommended Weight Limit atau sering disingkat RWL adalah berat beban yang masih aman untuk dikerjakan oleh pekerja dalam waktu tertentu tanpa meningkatkan resiko gangguan sakit pinggang (low back pain) (Waters, & Anderson, 1996b dalam Tarwaka dkk, 2004). RWL merupakan salah satu metode analitik yang direkomendasikan oleh NIOSH untuk pekerjaan mengangkat. NIOSH memberikan cara sederhana untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya peregangan otot yang berlebihan (overexertion) atas dasar karakteristik pekerjaannya. b. Variabel Pengukuran Pengukuran RWL ini menggunakan enam variabel yaitu : 1)
H : Jarak horisontal antara beban dengan pekerja (Horizontal location)
2)
V : Jarak vertikal antara lantai dengan pegangan (Vertical location)
3)
D : Jarak lintasan dari tempat awal ke tempat yang dituju (Destination)
4)
A : Sudut putar pada saat memindahkan beban (Angel of Asymetric)
xviii
5)
F : Frekuensi dan durasi dari pengangkatan (Frequency of lifting)
6)
C: Klasifikasi pegangan tangan (Coupling classification) yang dikategorikan ke dalam tiga tingkatan yaitu baik, sedang dan kurang. c. Rumus 5
Berdasarkan variabel tersebut,
maka dapat dihitung RWL
dengan rumus sebagai berikut : RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM Dimana : =23 kg
LC
= Load Constant
HM
= Horizontal Multiplier = 25/H
VM
= Vertical Multiplier = (1-0,003 IV-75I)
DM
= Distance Multiplier = (0,82 +45/D)
AM
= Asymetric Multiplier = (1-0,0032A)
FM
= Frequency Multiplier = lihat tabel 1
CM
= Coupling Multiplier = lihat tabel 2
Tabel 1 Frequency Multiplier Frequencyª
Lama Kerja Mengangkat
Lift/min (F)
≤ 1 jam Vb<75
V≥75
>1 dan ≤ 2 jam V<75
V≥75
>2 dan ≤ 8 jam V<75
V≥75
≥0,2
1,00
1,00
0,95
0,95
0,85
0,85
0,5
0,97
0,97
0,92
0,92
0,81
0,81
1
0,94
0,94
0,88
0,88
0,75
0,75
2
0,91
0,91
0,84
0.84
0,65
0,65
xix
3
0,88
0,88
0,79
0,79
0,55
0,55
4
0,84
0,84
0,72
0,72
0,45
0,45
5 0,80 0,80 Sambungan dari halaman 6
0,60
0,60
0,35
0,35
6
0,75
0,75
0,50
0,50
7
0,70
0,70
0,42
0,42
0,22
0,22
8
0,60
0,60
0,35
0,35
0,18
0,18
9
0,52
0,52
0,26
0,26
0,00
0,15
10
0,45
0,45
0,00
0,23
0,00
0,13
11
0,41
0,41
0,00
0,21
0,00
0,00
12
0,37
0,37
0,00
0,00
0,00
0,00
13
0,00
0,34
0,00
0,00
0,00
0,00
14
0,00
0,31
0,00
0,00
0,00
0,00
15
0,00
0,28
0,00
0,00
0,00
0,00
>15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27 0,27 Bersambung ke halaman 7
ª untuk frequensi angkatan kurang dari sekali per 5 menit, F = 0,2 lift/min. b diekspresikan dalam cm dan diukur dari permukaan lantai Sumber : Waters & Anderson (1996b). Revised NIOSH Lifting Equation Tabel 2. Coupling Multiplier Tipe Coupling
CM V<75 cm
V≥75 cm
Baik (Good)
1,00
1,00
Sedang (Fair)
0,95
1,00
xx
Jelek (Poor)
0,90
0,90
Sumber : Waters & Anderson (1996b). Revised NIOSH lifting equation Selanjutnya, RWL digunakan dalam menentukan besarnya nilai Lifting Index (LI). Lifting Index adalah estimasi sederhana terhadap resiko cedera yang diakibatkan oleh overexertion. Berdasarkan berat beban dan nilai RWL, dapat ditentukan besarnya Lifting Index dengan rumus sebagai berikut : LI =
Berat Beban ≤3,0 RWL
Aktivitas mengangkat dengan LI >1 (moderately stressful task), akan meningkatkan resiko terhadap keluhan sakit pinggang (low back pain), oleh karena itu, maka beban kerja harus didesain sedemikian rupa sehingga nilai LI ≤1. Beban kerja dengan nilai LI >1, mengandung resiko keluhan sakit pinggang, sedangkan untuk nilai LI >3 (highly stressful task), sudah dapat dipastikan terjadinya overexertion (Waters & Anderson, 1996b dalam Tarwaka dkk, 2004). Namun penentuan besarnya Lifting Indeks (LI) disesuaikan dengan jenis tugasnya termasuk single task atau multi task. Single task berarti pekerja memindahkan benda hanya di satu titik dan untuk pengukurannya digunakan Lifting Indeks. Sedangkan untuk multi task, pekerja memindahkan benda ke banyak titik dan pengukurannya menggunakan Composite Lifting Indeks (CLI). 2. Single Task dan Multi Task Penilaian pekerjaan manual secara tunggal (single task) untuk pekerjaan mengangkat didefinisikan sebagai variabel tugas secara signifikan tidak berbeda dari satu tugas ke tugas lain atau hanya ada satu tugas.
xxi
Sedangkan untuk multi task didefinisikan sebagai pekerjaan dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam variabel tugas yang satu dengan lainnya. Ini lebih sulit dalam menganalisa karena setiap tugas harus dianalisa secara terpisah. Oleh karena itu, diperlukan prosedur khusus yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan mengangkat yang multi task. Langkah tersebut yaitu: a. Menghitung Frequency Independent Recommended Weight Limit (FIRWL) FIRWL = 23 x HM x VM x DM x AM x CM b. Single Task Recommended Weight Limit untuk setiap tugas (STRWL) STRWL = FIRWL x FM c. Menghitung Frequency Independent Lifting Indeks untuk setiap tugas (FILI) FILI = Berat Beban/FIRWL d. Menghitung Single Task Lifting Indeks (STLI) STLI = Berat Beban/STRWL e. Memberi nomor pekerjaan baru. Dimulai dengan nilai STLI paling besar kemudian kemudian ke yang paling kecil. f. Menghitung Composite Lifting Indeks (CLI) CLI = STLI 1 + ^ FILI 2 + ^FILI 3 + ^FILIn Dimana : ^FILI 2 = (FILI2 x (
1 1 )) FM1,2 FM1
^FILI 3 = (FILI3 x (
1 1 )) FM1,2,3 FM1,2
^FILIn = (FILIn x (
1 1 )) FM1,2,3, n FM1,2, n
xxii
3. Ergonomi a. Pengertian Secara umum definisi-definisi ergonomi yang ada membicarakan masalah masalah hubungan antara manusia pekerja dengan tugas-tugas dan pekerjaannya serta desain dari objek yang digunakannya. Pada dasarnya kita boleh mengambil definisi ergonomi dari mana saja, namun demikian perlu kita sesuaikan dengan apa yang sedang kita kerjakan. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam berkreativitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004). Sedangkan yang dimaksud dengan kualitas hidup manusia pekerja sesuai yang ditetapkan oleh organisasi perburuhan internasional (ILO), secara umum adalah sebagai berikut : 1) Work should respect the worker’s life and health. 2) Work should leave the worker with free time for rest and leisure. 3) Work should enable the worker to serve society and achieve self-fulfillment by developing his personal capacities.
xxiii
Dengan demikian pencapaian hidup secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga menjadi tujuan utama dalam penerapan ergonomi.
b. Tujuan Ergonomi Secara umum tujuan penerapan ergonomi adalah : 1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2) Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. 4. Angkat dan Angkut a. Pengertian Mengangkat adalah membawa ke atas (Haryanto, 2004) sedangkan mengangkut adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan dengan maksud utama untuk membawa suatu objek dari satu ke lokasi tujuan tertentu. Kelas mengangkut dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Mengangkut kelas A
xxiv
Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan objek dari suatu tangan ke tangan yang lain atau berhenti karena suatu sebab.
2) Mengangkut kelas B Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan objek dari suatu sasaran yang letaknya tidak pasti atau mendekati. 3) Mengangkut kelas C Adalah apabila gerakan mengangkut merupakan pemindahan objek ke suatu sasaran yang letaknya sudah tertentu atau tetap (Wignjosoebroto, 2003). Kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah kegiatan memindahkan bahan, barang atau material dari suatu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas manual material handling merupakan sebuah aktivitas memindahkan beban oleh tubuh secara manual dalam rentang waktu tertentu (Bambang, 2008). b. Klasifikasi Angkat-Angkut Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), jenis cara mengangkat dan mengangkut diklsifikasikan menjadi lima, yaitu : 1) Mengangkat/menurunkan (Lifting/lowering) Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah menurunkan barang. 2) Mendorong/menarik (Push/pull)
xxv
Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan objek. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan menarik merupakan kebalikan dari kegiatan tersebut di atas.
3) Memutar (Twisting) Merupakan kegiatan yang memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian bawah dalam posisi tetap. 4) Membawa (Carrying) Merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total pekerja. 5) Menahan (Holding) Memegang objek saat tubuh berada dalam posisi diam. c. Cara Angkat-Angkut yang Benar Pencegahan terhadap terjadinya efek cedera anggota tubuh terutama seperti pinggang dan punggung dapat dilakukan dengan teknik angkat-angkut yang benar. Secara garis besar teknik angkat-angkut sebagai berikut : 1) Pegangan terhadap bahan yang diangkat harus tepat 2) Lengan harus sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus 3) Posisi tulang belakang lurus 4) Dagu segera ditarik setelah kepala bias ditegakkan 5) Posisi kaki meregang untuk membagi momentum dalam posisi mengangkat
xxvi
6) Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, sedangkan gaya untuk gerakan dan perimbangan 7) Beban diusahakan sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat gravitasi tubuh (center of gravity) (Tarwaka dkk, 2004).
d. Faktor yang Mempengaruhi Angkat-Angkut Menurut Bambang (2008) aktivitas angkat-angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1) Karakteristik pekerja Karakteristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis dan jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan. Karakteristik tersebut seperti fisik, kemampuan sensorik, kemampuan motorik, psikomotorik, personal, training, status kesehatan, aktivitas dalam waktu luang. 2) Karakteristik material Karakterisitik material atau bahan seperti : beban, dimensi, distribusi beban, kopling dan stabilitas beban. 3) Karakteristik tugas atau pekerjaan Karakteristik tugas ini meliputi kondidi pekerjaan angkat-angkut manual yang dilakukan. 4) Sikap kerja Penanganan aktivitas angkat-angkut secara manual juga melibatkan metode kerja atau sikap dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas. Pengamatan
xxvii
tersebut meliputi pada : individu (ukuran metode operasional seperti : kecepatan, ketepatan, cara atau postur saat memindahkan), organisasi, administrasi. e. Angkat-Angkut dan Pengaruh Keluhan Muskuloskeletal Akibat cara mengangkat dan mengangkut yang tidak sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditentukan seperti peregangan otot yang berlebihan (pengerahan tenaga melampaui kekuatan optimum otot), aktivitas berulang (otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus), sikap kerja yang tidak alamiah (garakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat), posisi bagian tubuh jauh dari pusat gravitasi tubuh maka timbullah keluhan otot skeletal (Peter Vi, 2000 dalam Tarwaka dkk, 2004). 5. Kapasitas Kerja Tujuan ergonomi dapat dicapai dengan perlunya keserasian antara pekerja dengan pekerjaannya, sehingga manusia pekerja dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya, kebolehan dan keterbatasannya. Secara umum, kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia ditentuakan oleh berbagai faktor, yaitu : a. Umur Umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris-motoris menurun sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kertja fisik seseorang yang berumur lebih dari 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang yang berumur 25 tahun.
xxviii
Bertanbahnya umur akan diikuti penurunan VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh umur harus selalu dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan pada seseorang (Astrand & Rodahl, 1977, Gradjean, 1993, Genaidy, 1996 dan Konz, 1996 dalam Tarwaka dkk, 2004). b. Jenis Kelamin Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik dua per tiga dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki, tetapi dalam hal tertentu wanita lebih teliti dari laki-laki. Menurut Konz (1996) untuk kerja fisik wanita mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah dari laki-laki. Kondisi tersebut menyebabkan presentase lemak tubuh wanita lebih tinggi dan kadar Hb darah lebih rendah daripada laki-laki. Wanita mempunyai maksimum tenaga aerobic sebesar 2,4 L/menit, sedangkan pada laki-laki sedikit lebih tinggi yaitu 3,0 L/menit (Waters & Bhattacharya, 1996). Di samping itu bahwa seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada suhu panas (Priatna, 1990). Hal tersebut disebabkan karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap panas bila dibandingkan dengan laki-laki. Akibatnya pekerja wanita akan memberikan lebih banyak reaksi perifer bila bekerja pada cuaca panas. Dari uraian tersebut jelas bahwa untuk mendapatkan daya kerja yang tinggi maka harus diusahakan pembagian tugas antara pria dengan wanita sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan masing-masing. c. Antropometri
xxix
Menurut Pulat (1992), data antropometri dapat digunakan untuk mendesain pakaian, tempat kerja, lingkungan kerja, mesin, alat dan sarana kerja serta produkproduk untuk konsumen.
d. Status kesehatan dan nutrisi Dalam melakukan pekerjaan maka tubuh perlu energi yang didapatkan dari terpenuhinya nutrisi makanan. Status kesehatan dan nutrisi atau keadaan gizi berhubungan erat satu sama lain dan berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi kerja. e. Kesegaran jasmani Hairy (1989) dan Hopkins (2002) menyatakan bahwa kesegaran jasmani adalah suatu kesanggupan atau kemampuan dari tubuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya. f. Kemampuan kerja fisik Komponen kemampuan kerja fisik dan kesegaran jasmani dan kesegaran jasmani seseorang ditentukan oleh kekuatan otot, ketahanan otot dan ketahanan kardiovaskuler (Hairy, 1989 dan Genaidy, 1996). 6. Pemindahan Bahan Secara Manual a. Pengertian Pengertian pemindahan beban secara manual, menurut American Material Handling Society bahwa material handling dinyatakan sebagai seni dan ilmu yang
xxx
meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), Pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) dan pengawasan (controlling) dari material dengan segala bentuknya.(Wignjosoebroto, 1996). Pengangkatan dan pemindahan material atau bahan secara manual akan selalu melibatkan tenaga manusia. Dalam memindahkan material dari tempat yang satu ke tempat lain, seseorang akan mengeluarkan tenaga untuk mengangkat, membawa, menurunkan, mendorong, menarik, menahan dan sebagainya. Untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut secara aman, seseorang harus memahami kekuatan tangan, kaki, badan serta bagaimana cara mengambil posisi. Selain itu seseorang juga harus memahami pengetahuan tentang gravitasi bumi. b. Batasan Beban yang Boleh Diangkat Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator.Batasan tersebut adalah : 1)
Batasan Legal (legal limitations) Batasan-batasan secara legal yang digunakan dalam bisnis manufaktur dan pabrik mempunyai variabel sebagai berikut : a) Pria di bawah usia 16 tahun maksimum angkat adalah 14 kg. b) Pria usia diantara 16 tahu dan 18 tahun maksimum angkat 18 kg. c) Pria usia lebih dari 18 tahun tidak ada batasan angkat. d) Wanita usia diantara 16 tahun dan 18 tahun maksimum angkat 11 kg. e) Wanita usia lebih dari 18 tahun maksimum angkat adalah 16 kg.
xxxi
Batasan-batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang belakang bagi para wanita (back injuries incidence to women). Batasan angkat ini akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat (Eko Nurmianto, 1996). 2)
Batasan Angkat Biomekanik Biomekanika adalah disiplin sumber ilmu yang mengintegrasikan faktorfaktor yang mempengaruhi gerakan manusia, yang diambil dari pengetahuan dasar seperti fisika, matematika, kimia, fisiologi, anatomi dan konsep rekayasa untuk menganalisa gaya yang terjadi pada tubuh. Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisi aktifitas kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi.
3)
Batasan Angkat Secara Fisiologi Metode pebdekatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban metabolisme dari aktifitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat juga ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batasan angkat. Kelelahan kerja yang terjadi akibat dari aktifitas yang berulang-ulang akan meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injuries). Repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries (Stevenson, 1987 dalam Eko Nurmianto (1996).
4)
Batasan Angkat Secara Psiko-Fisik
xxxii
Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbeda-beda. Ada tiga macam kategori posisi angkat yang didapatkan : a) Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan (knuckle height). b) Dari ketinggian genggaman tangan (kunckle height) ke ketinggiann bahu (shoulder height). c) Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksimum jangkauan tangan vertikal (vertical arm reach). c. Faktor Resiko Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material adalah sebagai berikut : 1) Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan operator. 2) Jarak horisontal dari beban relatif terhadap operator. 3) Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar) akan memiliki pusat massa (centre of gravity) yang letaknya jauh dari badan operator, hal tersebut juga akan menghalangi pandangan (vision) operator. 4) Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban (mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada mengangkat mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang). 5) Beban puntir (twisting load) pada badan operator selama aktivitas angkat beban.
xxxiii
6) Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan. 7) Stabilitas beban yang akan diangkat. 8) Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja. 9) Berbagai macam rintangan yang menghalangi ataupun keterbatasan postur tubuh yang berada pada suatu tempat kerja. 10) Kondisi kerja yang meliputi : pencahayaan, temperatur, kebisingan dan kelicinan lantai. 11) Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktifitas angkat. 12) Metode angkat yang benar. 13) Tidak terkoordinirnya kelompok kerja (lifting team). 14) Diangkatnya suatu beban dalam suatu periode. Hal ini adalah sama dengan membawa beban pada jarak tertentu dan memberi tambahan beban pada vertebral disc dan intervertebral disc pada vertebral column bagian punggung. 7. Keluhan Muskuloskeletal a. Pengertian Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan
musculoskeletal
disorders
(MSDs)
xxxiv
atau
cedera
pada
sistem
muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka dkk 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1.
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
2.
Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karene konstraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka dkk, 2004). Keluhan muskuloskeletal yang sering timbul pada pekerja adalah nyeri punggung, nyeri pinggang, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku, lengan dan kaki. Ada empat faktor yang dapat meningkatkan timbulnya MSDs yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan berkali-kali dan lamanya waktu kerja atau durasi waktu (www.depkes.go.id, 2009). Keluhan
xxxv
muskuloskeletal yang dialami pekerja dari yang ringan hingga berat pada akhirnya nanti dapat menimbulkan kelelahan dan menurunnya produktivitas. b. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal Peter Vi (2000) dalam Tarwaka dkk (2004) menjelaskan bahwa, terdapat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu : 1) Peregangan otot yang berlebihan Peregangan otot yang berlebihan (overexertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal. 2) Aktivitas berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3) Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi
xxxvi
pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McCnville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000) dalam Tarwaka, dkk (2004). 4) Faktor penyebab sekunder a) Tekanan Terjadinya tekanan pada jaringan otot yang lunak. b) Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka dkk (2004). c) Mikroklimat Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga pekerja manjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992 dalam Tarwaka dkk, 2004). 5) Penyebab kombinasi Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas
xxxvii
angkat-angkut di bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan oleh para pekerja bangunan. Di samping kelima faktor penyebab terjadinya keluhan otot tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka dkk, 2004). c. Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subyektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan (Waters & Anderson, 1996a) dalam Tarwaka, dkk (2004) Alat ukur ergonomik yang dapat digunakan seperti berikut : 1) Cheklist 2) Model biomekanik 3) Tabel psikofisik 4) Model fisik 5) Pengukuran dengan videotape 6) Pengamatan melalui monitor 7) Metode analitik (RWL dan LI) 8) Nordic Body Map (NBM) d. Langkah-langkah Mengatasi Keluhan Muskuloskeletal
xxxviii
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA), tindakan ergonomik untuk mencegah adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000; Peter Vi, 2000) dalm Tarwaka dkk (2004). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja yang tidak alamiah. Langkah tersebut meliputi : 1) Rekayasa teknik Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif diantaranya : eliminasi, subtitusi, partisi, ventilasi. 2) Rekayasa manajemen Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan seperti pendidikan dan pelatihan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang seimbang, pengawasan yang intensif seperti pengawasan terhadap aktivitas angkat-angkut material secara manual, berat bahan dan alat serta alat tangan. 8. Nordic Body Map (NBM) Melalui Nordic Body Map (NBM) dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (Corlett, 1992). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja (Tarwaka dkk, 2004).
xxxix
B. Kerangka Pemikiran Kegiatan Angkat-Angkut Manual
RWL Jarak Horisontal Jarak Vertikal Jarak Perpindahan Frekuensi Sudut Putaran Kriteria Pegangan Berat Beban
CLI
Good
Moderate
Aktivitas Otot Peregangan Otot Aktivitas Berulang Sikap Kerja Tidak Alamiah
Berlebihan Faktor Internal : Umur, IMT, jenis kelamin
Tidak Berlebihan Faktor Eksternal: Mikroklimat, getaran
MSDs
High Risk
xl
≠ MSDs
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis Ada hubungan nilai Composite Lifting Indeks (CLI) berdasarkan pengukuran Recommended Weight Limit (RWL) terhadap keluhan sistem muskuloskeletal pada pekerja palleting area 5 gallon di PT. Tirta Investama Pandaan.
xli
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Sumadi Suryabrata, 1989). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada situasi saat yang sama (Soekidjo Notoatmojo, 2004)
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Tirta Investama Pandaan area 5 gallon bagian palleting pada 1 Februari 2010 sampai dengan 30 April 2010.
C. Populasi dan Sampel Berdasarkan hasil survey populasi pekerja palleting area 5 gallon di PT. Tirta Investama Pandaan diperoleh populasi sebanyak 51 orang (2 line) dan dari jumlah populasi tersebut didapatkan sampel sebagai berikut :
xlii
1. Pekerja palleting line 1 ada 20 sampel 2. Pekerja palleting line 2 ada 19 sampel Adapun kriteria sampel adalah
sebagai berikut :
1. Jenis kelamin
: Laki-laki
2. Usia
: 19-35 tahun
29
3. Bersedia menjadi sampel penelitian. 4. Masih bekerja di bagian palleting gallon. 5. Tidak sedang sakit 6. Lama bekerja 6-8 jam sehari dengan 7 jam bekerja dan 1 jam istirahat. 7. Kriteria eksklusi : nilai RWL yang bernilai 0 tidak diikutsertakan dalam sampel karena sudah tidak direkomendasikan.
D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan cirri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Notoatmojo, 2002).
E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Composite Lifting
xliii
Indeks (CLI) dengan mengukur jarak horisontal (HM), jarak vertikal (VM), jarak perpindahan (DM), frekuensi (FM), sudut perpindahan (AM) dan kriteria pegangan (CM) yang akan digunakan dalam pengukuran Recommended Weight Limit (RWL) dan untuk menentukan nilai Composite Lifting Indeks (CLI). 2. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keluhan muskuloskeletal (musculoskeletal disorder). 3. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu : a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, usia, riwayat penyakit (sakit pinggang), waktu kerja. b. Variabel pengganggu tidak terkendali : status gizi.
F. Definisi Operasional Variabel 1. Recommended Weight Limit Recommended Weight Limit adalah berat beban yang masih aman untuk dikerjakan oleh pekerja dalam waktu tertentu tanpa meningkatkan resiko gangguan sakit pinggang (low back pain) (Waters, & Anderson, 1996b dalam Tarwaka dkk, 2004). Alat ukur
: Meteran dan stop watch
xliv
Skala pengukuran
: Interval
2. Lifting Indeks Lifting Index adalah estimasi sederhana terhadap resiko cedera yang diakibatkan oleh overexertion. Apabila jenis pekerjaan termasuk multi task maka akan dicari nilai Composite Lifting Indeks(CLI). Alat ukur
: Hasil RWL dan timbangan
Skala pengukuran
: Interval 3. Keluhan Muskuloskeletal
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh subjek mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Alat ukur
: Kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Skala Pengukuran
: Interval
A. Apabila pekerja tidak merasakan sakit diberi skor = 1. B. Apabila pekerja merasakan adanya keluhan (ringan), tetapi keluhan tidak mengganggu pekerjaan dan akan hilang setelah pekerjaan dihentikan atau dengan beristirahat sebentar, diberi skor = 2. C. Apabila pekerja merasakan sakit dan sering kali menggangu pekerjaan dan dapat pulih kembali setelah dilakukan penyembuhan, skor = 3. D. Apabila pekerja merasakan keluhan sangat sakit dan tidak hilang dalam jangka waktu yang lama, skor = 4. 4. Jenis Kelamin
xlv
Jenis kelamin adalah salah satu identitas dari sampel penelitian berdasarkan kartu tanda pengenal pekerja. 5. Usia Usia merupakan waktu yang dihitung mulai dari tahun kelahiran sampai hari pada saat dilakukan penelitian. 6. Riwayat Penyakit Riwayat penyakit adalah suatu penyakit yang pernah atau sedang diderita oleh tenaga kerja. 7. Status Gizi Status gizi merupaka keadaan gizi pekerja yang dapat diukur dengan Indeks Masa Tubuh. Indeks Masa Tubuh (IMT) dapat diukur dengan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m²). Alat ukur : Timbangan berat badan dan meteran 8. Waktu Kerja Waktu kerja adalah waktu dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan. Lamanya dapat dihitung dari mulai bekerja sampai pekerjaan selesai.Di sini durasi waktu kerja yang diukur adalah pada saat satu kali rolling yaitu 30 menit.
G. Sumber Data Data dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap pekerja yang ada di bagian palleting 5 gallon.
xlvi
H. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan dari penelitian ini dilakukan pada awal pelaksanaan program magang yaitu awal bulan Februari 2010 selama kurang lebih 2 minggu untuk mempelajari materi tentang Recommended Weight Limit (RWL). Selanjutnya adalah menyiapkan alat yang diperlukan dalam pengukuran yaitu meteran, variabel pengukuran dan kuesioner pertanyaan kepada pekerja. 2. Tahap Pelaksanaan Setelah melakukan persiapan, maka pengukuran RWL dan CLI dilakukan. Pertama kali peneliti melakukan pengamatan di area 5 gallon selanjutnya pengukuran dimulai dengan membawa formulir pengukuran yang di dalamnya terdapat variabel pengukuran seperti jarak vertikal, jarak horisontal, destinasi, frekuensi, besar sudut dan kriteria pegangan. Pengukuran pekerja palleting dimulai dari pekerja yang bekerja pada shift pagi dan siang. Sedangkan untuk pekerja shift malam, pengukuran diambil pada saat pekerja masuk pagi (Jadwal pada Lampiran 20. Kegiatan Magang). Setelah pengukuran selesai, selanjutnya adalah pemberian kuesioner bagi pekerja palleting mengenai keluhan-keluhan yang dialami pekerja dengan menggunakan kuesioner (Lampiran 13. Kuesioner Keluhan Muskuloskeletal) dan gambar Nordic Body Map (Lampiran 16). 3. Tahap Analisis dan Pengolahan Data
xlvii
Data yang diperoleh setelah melakukan pengukuran kemudian dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat. Analisa bivariat menggunakan program SPSS versi 12.0 dengan uji statistik menggunakan Corelation Pearson Product Moment untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel dalam pengukuran.
I. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah : 1. Meteran rol, untuk mengukur jarak pada proses pemindahan benda atau proses angkat-angkut. 2. Stop watch, untuk mengukur berapa kali pengangkatan dalam satu menit. 3. Timbangan berat badan, untuk mengukur berat badan pekerja yang dilengkapi dengan pengukur tinggi badan. 4. Timbangan, untuk mengukur berat aktual dari gallon. 5. Formulir pengukuran RWL, untuk mengetahui nilai RWL dan CLI berdasarkan variabel-variabel yang telah diukur (Lampiran 20. Form Pengukuran RWL). 6. Kuesioner Nordic Body Map (NBM), pertanyaan yang ditunjukkan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal (Lampiran 13. Kuesioner Keluhan Muskuloskeletal).
xlviii
J. Analisa Data 1. Analisis Univariat Analisis menggunakan analisis univariat yaitu analisis data yang dilakukan terhadap masing-masing variabel penelitian. 2. Analisis Bivariat Analisis menggunakan analisis bivariat. Teknik pengolahan analisis data menggunakan uji statistik Corelation Pearson Product Moment dengan program komputer SPSS versi 12.0, dengan tingkat signifikansi 95%. Untuk menilai kekuatan uji digunakan pedoman sebagai berikut : a. Jika kekuatan korelasi (r) 0,00-0,25 hasil uji dikatakan bahwa tidak ada hubungan atau hubungan lemah. b. Jika kekuatan korelasi (r) 0,26-0,50 hasil uji dikatakan bahwa hubungan sedang. c. Jika kekuatan korelasi (r) 0,51-0,75 hasil uji dikatakan bahwa hubungan kuat. d. Jika kekuatan korelasi (r) 0,76-1,00 hasil uji dikatakan bahwa hubungan sangat kuat atau sempurna (Colton dalam Sumardiyono, 2010). Interpretasi hasil menggunakan pedoman sebagai berikut : a. Jika p ≤ 0,01, dinyatakan sangat signifikan. b. Jika 0,01 < p ≤ 0,05, dinyatakan signifikan. c. Jika p > 0,05, dinyatakan tidak signifikan (Hastono, 2001).
xlix
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Observasi Proses Kerja Dari hasil observasi penelitian yang dilakukan pada tanggal 1 Februari-30 April 2010 di PT. Tirta Investama Pandaan telah didapatkan gambaran tentang proses kerja pada line finishing area 5 gallon Aktivitas proses kerjanya dimulai dari pengambilan gallon yang berada di conveyor setelah gallon selesai dari proses pengisian dan penyegelan. Gallongallon tersebut ditata di atas pallet menjadi 3 tumpukan dan setiap tumpukan terdiri dari 16 gallon. Jadi dalam satu pallet terdapat 48 buah gallon. Setelah selesai, pallet tersebut diangkut ke truk dengan menggunakan forklift untuk didistribusikan. Di area 5 gallon terdapat 2 line. Line 1 mempunyai kapasitas mesin 800 gallon/jam dan line 2 mempunyai kapasitas mesin 1200 gallon/jam. Pada line 1, satu pekerja menyelesaikan satu pallet sedangkan untuk line 2, satu pallet dikerjakan oleh 2 pekerja tetapi kadang-kadang hanya satu pekerja. Pekerja melakukan rolling atau pergantian pekerja setiap 30 menit dan pekerja yang selesai palleting dapat istirahat sebentar setelah itu pekerja melakukan infeed gallon yaitu memberikan gallon ke pekerja visual control I sebelum gallon masuk ke mesin washer gallon. Sedangkan gambar proses pengangkatan sebagai berikut :
l
37
Gambar 2. Ilustrasi Kegiatan Palleting pada produksi 5 gallon
li
lii Gambar 3. Ilustrasi Proses Pengangkatan Pada Produksi 5 Gallon
SAGITAL PLANE
TOP VIEW
SAGITAL MID POINT BETWEEN ANKLE BONES
FRONTAL PLANE
FRONTAL
POINT OF PROJECTION
SAGITAL
Gambar 4. Sudut Pemindahan Beban
liii
B. Hasil Penghitungan Recommended Weight Limit (RWL) dan Composite Lifting Indeks (CLI) Setelah dilakukan pengukuran pada proses angkat-angkut dengan mencari nilai Recommended Weight Limit (RWL) dan nilai Composite Lifting Indeks (CLI) dari pekerja finshing 5 gallon line 1 dan 2 didapatkan hasil penghitungan yaitu pada line 1 nilai Composite Lifting Indeks (CLI) antara 7,46-8,66 sedangkan pada line 2 nilai Composite Lifting Indeks (CLI) antara 7,46-8,67. (Data hasil pengukurannya dapat dilihat pada lampiran 6-12).
C. Hasil Penilaian Musculoskeletal Disorder Penilaian keluhan muskuloskeletal menggunakan daftar pertanyaan dalam kuesioner keluhan muskuloskeletal dan gambar Nordic Body Map. Peneliti memberikan pertanyaan kepada pekerja satu persatu setelah pekerja selesai melakukan pekerjaan. Dari kuesioner tersebut dibuat total score dengan skala penilaian score sebagai berikut : 1. 1-28
: pekerja tidak mengalami keluhan muskuloskeletal.
2. 29-56
: pekerja dengan keluhan muskuloskeletal ringan.
3. 57-84
: pekerja dengan keluhan muskuloskeletal sedang.
4. 85-112
: pekerja dengan keluhan muskuloskeletal berat.
Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh nilai antara 55-81 untuk line 1 dan 55-84 untuk line 2. Kebanyakan keluhan yang dialami pekerja adalah pada bagian punggung dan tangan.
liv
D. Analisis Univariat 1. Umur Umur sample yang digunakan dalam penelitian ini antara 19-34 tahun untuk pekerja line 1 (Lampiran 1. Data Umur Tenaga Kerja Line 1) dan untuk pekerja line 2 umur antara 19-30 tahun (Lampiran 2. Data Umur Tenaga Kerja Line 2). 2. Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh dari sample penelitian diperoleh hasil antara 15,39-25,07 pada line 1 (Lampiran 3. Data Indeks Massa Tubuh Line 1) dan antara 16,5326,08 pada line 2 (Lampiran 4. Data Indeks Massa Tubuh Line 2). 3. Variabel Pengukuran dalam Recommended Weight Limit (RWL) Rangkaian pengukuran dan observasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : a. Jarak atau lokasi horisontal diasumsikan tidak diukur namun diestimasikan dengan menggunakan rumus dari HM (Horisontal Multiplier). Dari rumus tersebut didapatkan nilai H = (20 + 26/2) = 33 cm untuk ujung tumpukan ke 2 dan H = (25 + 26/2) untuk dasar tumpukan. Nilai 26 diukur dari diameter gallon yaitu 26 cm. b. Posisi vertikal di destinationnya adalah tumpukan gallon pada pallet. Terdiri dari tiga tumpukan c. Tinggi pallet adalah 13 cm. d. Sudut asimetri, A = 45˚. e. Frekuensi pengambilan gallon dilakukan bervariasi. Penghitungan frekuensi dilakukan tiap satu menit selama tiga kali kemudian diambil rata-rata. Hasil
lv
frekuensi adalah antara 10-15 kali. Untuk Frequency Multiplier (FM) dapat dilihat dalam tabel Frequency Multiplier (Tabel 1. Frequency Multiplier). f. Pekerjaan dilakukan secara kontinu selama 30 menit kemudian rolling dengan pekerja lain. g. Dengan menggunakan Tabel 2. Coupling Multiplier, kriteria pegangan (C) diklasifikasikan dalam kategori buruk (poor).
E. Analisis Bivariat Analisis Bivariat yang dilakukan terhadap variabel-variabel yaitu umur, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Composite Lifting Indeks (CLI) pada masing-masing line. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 3. Analisis Statistik Umur dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 1 Rata-rata
Standar
Pearson
Deviasi
Corelation (r) 0,101
Umur
26,17
4,58
Muskuloskeletal
71,95
7,88
p
r square
0, 672
10,1 %
Tabel 4. Analisa Statistik Umur dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 2 Rata-rata
Standar
lvi
Pearson
p
r square
Deviasi
Corelation (r) 0,058
Umur
23,58
2,89
Muskuloskeletal
71,16
6,42
0,815
5,8 %
Tabel 5. Analisis Statistik Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 1 Rata-rata
Indeks Massa
Standar
Pearson
Deviasi
Corelation (r)
20,56
2,15
0,120
71,95
7,88
p
r square
0,614
12 %
Tubuh Muskuloskeletal
Tabel 6. Analisis Statistik Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Line 2 Rata-rata
Indeks Massa
Standar
Pearson
Deviasi
Corelation (r)
20,24
2,10
0,169
71,16
6,42
p
r square
0,489
16,9 %
Tubuh Muskuloskeletal
Tabel 7. Analisis Hubungan Composite Lifting Indeks (CLI) dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal pada Line 1 Rata-rata
Standar
lvii
Pearson
p
r square
Deviasi
Corelation (r) 0,506
CLI
8,34
0,46
Muskuloskeletal
71,95
7,88
0,023
50,6 %
Tabel 8. Analisis Hubungan Composite Lifting Indeks (CLI) dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal pada Line 2. Rata-rata
Standar
Pearson
Deviasi
Corelation (r) 0,542
CLI
8,20
0,49
Muskuloskeletal
71,16
6,42
p
r square
0,017
54,2 %
BAB V PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Observasi Proses Kerja Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti mengenai proses kerja pekerja palleting pada area 5 gallon PT. Tirta Investama Pandaan mengenai kondisi tempat kerja dan aktivitas kerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
lviii
1. Kondisi tempat kerja area 5 gallon Kondisi tempat kerja di area 5 gallon PT. Tirta Investama Pandaan tidak begitu luas karena menjadi satu dengan proses produksi 600 ml atau yang terkadang juga produksi botol kaca. Selain itu juga gudang penyimpanan gallon yang siap didistribusikan juga berada di area itu. Hal ini menyebabkan tempat kerja terasa sempit. Tempat kerja licin, basah dan lembab karena banyaknya air yang tumpah akibat proses reject gallon yang mengharuskan membuang air ke dalam saluran pipa dan juga terkadang pada saat proses palleting air dari gallon juga ada yang menetes sehingga menyebabkan tempat kerja menjadi basah. Keadan tersebut dapat membahayakan pekerja dalam melakukan aktivitas kerja karena rawan terjatuh dan terpeleset. Selain itu banyaknya forklift yang lalu-lalang juga dapat membahayakan pekerja maupun orang-orang yang berada di area itu karena rawan tertabrak forklift. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi tempat kerja kurang memadai.
2. Aktivitas Proses Kerja 46 Kedua line tersebut memiliki Proses produksi gallon menggunakan 2 line. kecepatan mesin yang berbeda-beda. Jenis tugasnya yaitu multi task karena memindahkan gallon ke pallet membutuhkan kehati-hatian. Dilihat dari posisi pekerja dalam mengangkat gallon, pekerja mengangkat gallon dengan posisi membungkuk terutama bila palleting dilakukan pada tumpukan pertama. Bahkan ada pekerja yang menyelesaikan tumpukan pertama baru
lix
kemudian istirahat sebelum dilanjutkan ke tumpukan ke dua. Hal ini tidak diperbolehkan karena tidak ada istirahat sejenak bagi pekerja sedangkan punggung dalam kondisi membungkuk. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson (1992) dalam Tarwaka, dkk (2004) yang mengemukakan bahwa bila tenaga kerja mengangkat barang sambil membungkuk, tekanan yang besar terjadi pada pinggang sebagai akibat gaya pengungkit.
B. Analisis Hasil Penilaian Musculoskeletal Disorder Berdasarkan hasil kuesioner keluhan muskuloskeletal dan dibuat penilaian didapatkan hasil score yaitu 55-81 untuk line 1 dan 55-84 untuk line 2. Hal ini berarti penilaian masih dalam kriteria keluhan ringan (antara 29-56) dan keluhan sedang (antara 57-84) berdasarkan skala penilaian score. Maka dari itu diperlukan tindakan pemulihan misalnya dengan istirahat agar keluhan muskuloskeletal tidak meningkat menjadi berat.
C. Analisis Univariat 1. Umur Umur sampel yang diambil adalah 19-34 tahun dan jenis kelamin pria. Umur mempengaruhi aktivitas angkat angkut yang dilakukan oleh pekerja dan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot. Umur sampel dalam penelitian tersebut masih mampu dalam melakukan aktifitas angkat. Hanya saja pekerja yang sudah tua melakukan frekuensi pengangkatan yang lebih sedikit
lx
dibandingkan dengan pekerja yang masih muda. Selain itu juga pekerja yang sudah tua mempunyai keluhan kelelahan yang lebih tinggi disbanding yang masih muda. 2. Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh (IMT) pekerja antara 15,39-26,08. Sedangkan kriteria IMT terdapat pada tabel 12 di bawah. Tabel 9. Kriteria Indeks Massa Tubuh Kategori Kurus Normal Gemuk
Keterangan Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
IMT < 17,0 17,0 – 18,4 18,5 – 25,0 25,1 – 27,0 > 27,0
Sumber : WHO Jika seseorang termasuk kategori : 1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat. 2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan. Berarti IMT sampel penelitian ini bervariasi mulai dari kurus, normal hingga gemuk. Dengan adanya pengukuran IMT maka maka dapat ditentukan status gizi seseorang. Tingkat gizi terutama bagi pekerja kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktivitas kerja dan hal ini akan berpengaruh terhadap keluhan-keluhan yang dialami pekerja. Maka dengan adanya pengukuran IMT ini diharapkan akan digunakan sebagai acuan perlu tidaknya diberikan asupan gizi tambahan bagi tenaga kerja. 3. Variabel dalam Pengukuran Recommended Weight Limit (RWL)
lxi
a.
Jarak Horisontal
Jarak horisontal pengangkatan diusahakan sedekat mungkin dengan tubuh. Dalam penentuan jarak horizontal ini tidak diukur namun diestimasi dengan menggunkan rumus. Jarak horizontal ini untuk menentukan nilai Horizontal Multiplier (HM). b. Jarak Vertkal Variabel jarak vertikal (V) digunakan untuk menentukan nilai Vertical Multiplier (VM). Jarak vertikal ditentukan tiap tumpukan yaitu 0 cm untuk tumpukan pertama, 50 cm untuk tumpukan ke dua dan 100 cm untuk tumpukan ke tiga. Tumpukan pertama dihitung 0 cm karena pekerja yang melakukan palleting dengan posisi menginjak pallet atau menginjak pijakan yang dibuat setinggi pallet.
c.
Destination
Jarak lintasan atau destination (D) dihitung berdasarkan nilai dari jarak vertikal. Apabila menaikkan atau mengangkat, maka V di tempat tujuan dikurangi dengan V di tempat awal sedangkan untuk menurunkan maka V di tempat awal dikurangi V di tempat tujuan dan jika nilai D kurang dari 25 cm maka diasumsikan menjadi 25 cm (NIOSH Lifting Equation, 1994). Nilai D digunakan untuk menentukan Distance Multiplier (DM). d. Frekuensi Frekuensi pengangkatan gallon termasuk cepat. Namun hal ini tergantung dari banyaknya gallon dari mesin. Apabila banyak maka frekuensi pengangkatan pun menjadi cepat. Rata-rata frekunsi pengangkatan 10-12
lxii
kali per menit. Namun
ada juga yang sampai 15 kali atau lebih pengangkatan per menit sehingga faktor pengali dari frekuensi (FM) berdasarkan tabel berada pada angka 0 sehingga nilai RWL dan CLI tidak dapat dihitung. Hal ini sudah tidak diperkenankan lagi. e.
Sudut Asimetri (A)
Besarnya sudut pemindahan beban ini adalh 45˚. Besar sudut ini untuk menentukan besarnya nilai Asimetric Multiplier (AM). f.
Kriteria Pegangan (C)
Pekerja dalam memegang gallon pada saat proses pengangkatan menggunakan dua tangan dengan memegang leher gallon dan bagian bawah. Namun dalam kriteria pegangan ini peneliti mengklasifikasikan dalam keadaan buruk (poor) karena kondisi gallon yang licin dan gallon rawan jatuh.
4. Analisa Nilai Composite Lifting Indeks (CLI) Dari hasil penghitungan Recommended Weight limit (RWL) dan Composite Lifting Indeks (CLI) didapatkan hasil CLI adalah untuk line 1 sebesar 7,46-8,66 dan untuk line 2 sebesar 7,46-8,67. Peneliti menggunakan CLI karena pekerjaan palleting gallon tersebut termasuk multi task. Nilai RWL dan LI dianalisa tiap tumpukan kemudian dilakukan penomoran tugas baru hingga didapatkan nilai CLI. Berdasarkan hasil penghitungan didapatkan nilai CLI yang melebihi kriteria yaitu ≥ 3 baik itu pada line 1 maupun line 2. Padahal nilai yang diperkenankan adalah < 3. Ini berarti dari 24 sampel di line1 dan 27 sampel di line 2 didapatkan kategori CLI yang high risk. Berdasarkan NIOSH, tugas pengangkatan dengan LI > 1
lxiii
memiliki peningkatan resiko sakit punggung bawah akibat pengangkatan bagi sebagian pekerja. NIOSH menyarankan agar semua pekerjaan mengangkat dirancang agar memiliki LI bernilai 1 atau kurang. Para ahli sepakat bahwa hampir semua pekerja akan mengalami peningkatan resiko ketika nilai LI melebihi 3. Dari uraian tersebut pekerja mengalami high risk atau high risk stressful task dan mempunyai keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja berdasarkan hasil quesioner kebanyakan di daerah punggung, tangan dan kaki, seperti yang terlihat pada lampiran 14 dan 15. Maka perlu dilakukan usaha perbaikan baik itu cara pengangkatan maupun redesign tempat kerja.
D. Analisis Bivariat 1. Hubungan Umur dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Dari hasil uji statistik diperoleh : a. Pada line 1 nilai pearson correlation (r) sebesar 0,101 dan p = 0,672 b. Pada line 2 nilai pearson correlation (r) sebesar 0,058 dan p = 0,815 Artinya hasil uji statistik dari kedua line tidak signifikan dilihat dari nilai p > 0,05 (Hastono, 2001). Berdasrkan nilai kekuatan korelasi (r) hasil uji antara umur dengan keluhan muskuloskeletal adalah tidak ada hubungan atau hubungan lemah yaitu antara 0,00-0,25 (Colton). Sedangkan arah hubungan adalah positif. Hal ini berarti semakin tinggi umur maka keluhan muskuloskeletal juga semakin tinggi. Kontribusi umur terhadap keluhan muskuloskeletal pada line 1 adalah sebesar 10,1% dan line 2 sebesar 5,8%.
lxiv
Penelitian ini tidak sesuai dengan teori penelitian sebelumya yang dikemukakan oleh Rihimaki et all. (1989) dalam Tarwaka (2004) yang menjelaskan bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli yang menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot. Hal ini dikarenakan sampel yang digunakan dalam penelitian rata-rata masih 26 tahun untuk line 1 dan 23 tahun untuk line 2. Pada saat rentang umur tersebut, sistem muskuloskeletalnya masih tergolong baik sehingga masih kuat atau tahan dalam melakukan aktivitas tanpa timbul gangguan dan umur tersebut masih termasuk usia produktif. Sedangkan dalam penelitian sebelumnya dimungkinkan umur sampel yang diambil sistem muskuloskeletalnya sudah menurun sehingga aktivitasnya pun juga menurun dan banyak keluhan yang timbul setelah melakukan pekerjaan. Jadi umur dan keluhan muskuloskeletal dalam penelitian ini mempunyai hubungan yang lemah. 2. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Dari hasil uji statistik antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan skor keluhan muskuloskeletal didapatkan : a. Pada line 1 nilai pearson correlation (r) sebesar 0,120 dan p = 0,614 b. Pada line 2 nilai pearson correlation (r) sebesar 0,169 dan p = 0,489 Artinya hasil uji statistik tersebut tidak signifikan dilihat dari besarnya nilai p > 0,05 (Hastono, 2001). Berdasarkan nilai kekuatan korelasi (r), hasil uji statistik antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan keluhan muskuloskeletal pada kedua line adalah tidak ada hubungan atau hubungan lemah, yaitu antara 0,00-0,25
lxv
(Colton). Namun kontribusi nilai IMT terhadap keluahan muskuloskeletal pada line 1 sebesar 12% dan line 2 sebesar 16,9%, yang artinya tidak terlalu besar pengaruhnya. Sedangkan nilai positif pada (r) menunjukkan arah hubungan yang positif. Berarti semakin tinggi IMT maka semakin meningkatkan resiko keluhan muskuloskeletal. Dalam penelitian ini tinggi sampel antara 155-175 cm. Sesuai dengan teori dalam Tarwaka (2004) dikemukakan bahwa tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan leher, bahu dan pergelangan tangan.
3. Hubungan Composite Lifting Indeks (CLI) dengan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Analisa nilai Composite Lifting Indeks (CLI) dengan keluhan sistem muskuloskeletal dengan analisa statistik adalah antara variabel bebas yaitu dengan menghitung nilai RWL dan CLI dengan variabel terikat yaitu keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan hasil uji maka didapatkan hasil sebagai berikut : a. Pada line 1 nilai pearson correlation (r) sebesar 0,506 dan p = 0,023 b. Pada line 2 nilai pearson correlation (r) sebesar 0,542 dan p = 0,017 Hasil uji statistik tersebut berarti menunjukkan hubungan yang signifikan pada masing-masing line dilihat dari 0,01 < p ≤ 0,05 (Hastono, 2001). Sedangkan kekuatan korelasi (r) pada masing-masing line menunjukkan adanya hubungan yang kuat. Kontribusi nilai CLI terhadap keluhan muskuloskeletal adalah sebesar
lxvi
50,6% dan 54,2 % dan sisanya disebabkan oleh faktor lain.. sedangkan arah hubungan yang positif berarti semakin tinggi nilai CLI maka akan semakin meningkatkan resiko keluhan muskuloskeletal. Prosentase hubungannya lebih besar line 2. Pada line 2 mempunyai nilai CLI dan rata-rata hasil kuesioner yang lebih tinggi dibanding dengan line 1. Maka berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dinyatakan bahwa Composite Lifting Indeks (CLI) yang diperoleh dengan mengukur Recommended Weight Limit (RWL) mempunyai hubungan yang signifikan terhadap keluhan musculoskeletal pada pekerja palleting 5 gallon. Teori menyebutkan bahwa sikap kerja yang tidak alamiah seperti punggung terlalu membungkuk, pergerakan tangan terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian dari pusat gravitasi tubuh maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak tidak alamiah ini pada umunya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Watrs & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000 dalam Tarwaka dkk, 2004). Jadi keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja dikarenakan karena prosedur pemindahan bahan atau material yang kurang ergonomis sehingga akan mempengaruhi nilai CLI atau sikap kerja yang tidak alamiah. Hal-hal yang dapat dilakukan pekerja dapat berupa memberikan waktu kelonggaran pada pekerja misalnya dengan bercakap-cakap atau sebentar-sebentar istirahat setelah melakukan pengangkatan 2 atau 3 buah gallon sehingga dalam kegiatan palleting pekerja tidak merasa monoton.
lxvii
Alternatif modifikasi RWL yang dapat dilakukan antara lain dengan mengurangi frekuensi pengangkatan gallon per menitnya karena berdasarkan penelitian frekuensi pengangkatannya melebihi 10 kali per menit misalnya menjadi rata-rata 6-10 kali per menit. Selain itu juga mengurangi tinggi vertikal di originnya yang akan mempengaruhi nilai destinasi serta nilai mengurangi jarak horisontal pada saat pengangkatan dengan meletakkan beban sedekat mungkin dengan tubuh. Penambahan scissors table pada pallet yang dibuat sejajar conveyor sehingga tinggi pada tumpukan ke tiga menjadi turun ke tumpukan ke dua dan tumpukan pertama menjadi naik hingga ke tumpukan ke dua akan memperkecil tinggi vertikal di daerah tujuan sehingga nilai Vertical Multiplier (VM) akan meningkat. Selain itu juga dapat mengurangi pergerakan yang berlebihan karena pekerja tidak akan merasa kesulitan pada saat menurunkan atau menaikkan beban ke dalam pallet.
lxviii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasrkan data dan pembahasan penelitian yang dilakukan pada bagian palleting area 5 gallon di PT. Tirta Investama Pandaan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
Composite
Lifting
Indeksi
(CLI)
terhadap
keluhan
sistem
muskuloskeletal pada pekerja palleting area 5 gallon di PT. Tirta Investama Pandaan yang dilihat dari nilai 0,01 < p ≤ 0,05. Hasil uji statistik nilai CLI diperoleh nilai pearson correlation (r) = 0,506 untuk line 1 dan r = 0,542 untuk line 2. Hal ini berarti ada hubungan yang kuat atau pengaruh anatara CLI dan
lxix
keluhan sistem muskuloskeletal. Nilai CLI pada line 1 memberikan kontribusi sebesar 50,6% dan pada line 2 memberikan kontribusi sebesar 54,2% terhadap keluhan sistem muskuloskeletal. Sedangkan sisanya dikarenakan faktor-faktor lain misalnya umur, indeks massa tubuh. 2. Dalam aktivitas kerjanya pada saat proses palleting dilakukan dengan cara yang kurang tepat yaitu dengan posisi membungkuk, frekuensi pengangkatan yang terlalu cepat, beban yang masih jauh dengan badan. 3. Uji statistik dengan variabel umur yang menjadi variabel pengganggu dalam penelitian ini dengan keluhan muskuloskeletal menunjukkan ada hubungan yang tidak signifikan atau hubungan yang lemah dengan nilai r = 0,101 untuk line 1 dan 0,058 untuk line 2. 4. Ada hubungan yang tidak
57
Massa Tubuh (IMT) dengan
signifikan antara Indeks keluhan
sistem
muskuloskeletal dengan tingkat korelasi yang lemah yaitu nilai r = untuk line 1 sebesar 0,120 dan 0,169 untuk line 2.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat rekomendasi atau saran bagi pekerja untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorder sebagai berikut : 1. Perbaikan posisi kerja dengan mengangkat secara ergonomis yaitu posisi punggung pada saat mengangkat tidak membungkuk. Tulang belakang diusahakan tetap lurus.
lxx
2. Mengurangi frekuensi pengangkatan gallon, misalnya dalam satu menit ratarata pengangkatan sebanya 6-10 kali. Hal ini dapat dilakukan dengan satu pallet dikerjakan dua orang atau bisa juga dengan melakukan palleting diselingi dengan istirahat sebentar-sebentar serta ada waktu kelonggaran yang tentunya sesuai dengan prinsip ergonomis sehingga produktivitas tetap terjaga. 3. Pendekatan rekayasa teknik untuk redesain pekerjaan misalnya dengan menaikkan atau menurunkan pallet. Memberikan alat bantu berupa scissors table yang tingginya sejajar tinggi conveyor sehingga pekerja tidak mengalami kesulitan saat menurunkan atau menaikkan beban. Selain itu juga dapat meningkatkan nilai Vertical Multiplier (VM) dalam penghitungan RWL ini. 4. Memberikan pelatihan atau training tentang cara mengangkat dan mengangkut yang benar dan memberikan informasi tentang akibat dari cara mengangkat yang salah. 5. Menerapkan pola hidup sehat dengan makan menu makanan begizi, istirahat yang cukup dan pemberian vitamin tambahan bila diperlukan.
lxxi
DAFTAR PUSTAKA
Dedik Santoso, 2006. Kapasitas Angkat Beban untuk Pekerja Indonesia. www.petra.ac.id/downloads journal/pdf. diakses tanggal 21 Maret 2010. Deapartement of Labour and Industries, 2005. An Ergonomics Program Guidline. www. ergoideas.gov.wisha/pdf. Diakses tanggal 21 Maret 2010. Doni Risdianto, 2006. Perhitungan Beban Kerja Pada Line Finishing. Pandaan. Eko Nurmianto, 1996. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya : Guna Widya. Handoko Riwidikdo, 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press. Hastono,2001. Analisis Data. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Heasy Ovita Brevi. 2009. ”Pengaruh Cara Angkat-Angkut yang Tidak Ergonomis Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Penggilingan Padi Wilayah Kebakkramat Karanganyar”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Kim Budiwinarto, 2009. Modul Pelatihan Program Statistik SPSS. Surakarta : LPK Kopma UNS. NIOSH. Ergonomic Guidelines for Manual Material Handling. www.NIOSH.com/pdf. Diakses tanggal 25 Maret 2010.
lxxii
Soekidjo Notoatmojo, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV. Rineka Cipta. Pusat Departemen Kesehatan RI. 2009. Ergonomi. www.depkes.go.id/downloads/ergonomi.pdf. Diakses tanggal 20 April 2010. Ridley John. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar. Jakarta : Erlangga. Selviana Rachmawati, 2006. ”Hubungan Antara Berat Beban, Frekuensi Angkat dan Jarak Angkut dengan Keluhan Nyeri Pinggang Pada Buruh Angkut di Stasiun Tawang”. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Sugiyono, 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta. Suhardi Bambang, 2008. Buku Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah menengah Kejuruan. Suma’mur P.K, 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Gunung Agung. Sumadi Suryabrata, 1989. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Rajawali. Sumardiyono, 2010. Biostatistik Penelitian Bidang Hiperkes. Surakarta : UNS Press Tarwaka, Solichul HA. Bakri, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : Uniba Press. Thomas R. Waters, Vern Putz Anderson, Arun Garg, 1994. Aplications Manual for The Revised NIOSH Lifting Equation.www.cdc.gov/NIOSH/html. Diakses tanggal 23 April 2010.
lxxiii