ANALISIS ASPEK STILISTIKA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANTOLOGI CERPEN PILIHAN KOMPAS TAHUN 2012, LAKI-LAKI PEMANGGUL GONI I.A. Putri Adityarini, Gd. Gunatama, I Nym. Yasa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]} @undiksha.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) stilistika yang digunakan dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni dan (2) nilai pendidikan karakter yang terkandung pada cerpen dalam antologi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah dua belas cerpen dari dua puluh cerpen yang terdapat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, LakiLaki Pemanggul Goni, yaitu “Laki-Laki Pemanggul Goni”, “Mayat yang Mengambang di Danau”, “Pohon Hayat”, “Requiem Kunang-Kunang”, “Batu-Asah dari Benua Australia”, “Pemanggil Bidadari”, “Ambe Masih Sakit”, “Wajah Itu Membayang di Piring Bubur”, “Perempuan Balian”, “Dua Wajah Ibu”, “Mayat di Simpang Jalan”, dan “Kurma Kiai Karnawi”. Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi dengan teknik baca catat. Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. (1) Aspek stilistika yang terdiri atas unsur leksikal, gramatikal, retorika, dan kohesi dalam cerpen yang diteliti sudah digunakan secara tepat dan sesuai dengan fungsinya. Hal ini dibuktikan oleh ketepatan penggunaan kata, ketepatan susunan kalimat, ketepatan penggunaan majas, ketepatan pemilihan bentuk penyiasatan struktur, ketepatan pilihan pencitraan, dan kekohesifan gagasan dalam cerpen tersebut. Ketepatan penggunaan unsur-unsur stilistika mengakibatkan ketepatan penyampaian pesan kepada pembaca dan terciptanya efek estetis serta penekanan pada gagasangagasan tertentu yang diinginkan oleh pengarang. (2) Cerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni mengandung amanat yang termasuk dalam nilai pendidikan karakter. Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen-cerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni, yaitu religius, cinta tanah air, peduli lingkungan, pantang menyerah, kreatif, kerja keras, dan cinta damai. Kata kunci: stilistika, nilai pendidikan karakter, antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012 ABSTRACT This study was aimed at (1) describing stylistics used in the short stories of short story anthology selected by Kompas in 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni and (2) describing the character values observed in the short stories of short story anthology selected by Kompas in 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni. This study was a descriptive qualitative study. The subject was twelve short stories among twenty short stories contained in the short story anthology selected by Kompas in 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni, such as “Laki-Laki Pemanggul Goni”, “Mayat yang Mengambang di Danau”,
“Pohon Hayat”, “Requiem Kunang-Kunang”, “Batu-Asah dari Benua Australia”, “Pemanggil Bidadari”, “Ambe Masih Sakit”, “Wajah Itu Membayang di Piring Bubur”, “Perempuan Balian”, “Dua Wajah Ibu”, “Mayat di Simpang Jalan”, and “Kurma Kiai Karnawi”. The method of data collection used in this study was documentation method with the technique of read-note. The data gained then were analyzed by using descriptive qualitative technique. The result indicated several things as follow, (1) the stylistic aspects which consisted of lexical, grammatical, rhetorical, and cohesion in the short stories being analyzed was used correctly and according to its each function. This was proven by the correct use of words, the sentence structure accuracy, the precision use of figurative language, the appropriate application of structure strategy, the accuracy of imaging options and cohesion of ideas in the short stories. The accurate use of those elements in turn resulted on the stylistic accuracy of delivering message to the readers and the impression of aesthetic effects and emphasis on certain ideas desired by the author. (2) the stories contained in the short story anthology selected by Kompas in 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni contained character values. The character values observed in those short stories were religious, patriotic, caring environment, never give up, creative, hard working, and love of peace. Key words: stylistic, the character value, an anthology of short stories selected by Kompas in 2012
PENDAHULUAN Kekayaan dunia kesusastraan Indonesia, sudah sepantasnya membuat masyarakat Indonesia bangga dan menghargai karya-karya sastra Indonesia. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghargai karya sastra Indonesia. Salah satu hal tersebut, yaitu dengan jalan melakukan kegiatan apresiasi sastra karena pada hakikatnya kegiatan apresiasi sastra adalah kegiatan memahami, menikmati, dan menghargai atau menilai sebuah karya sastra (Sumardjo dan Saini, 1986:173). Kegiatan apresiasi sastra, salah satunya dilakukan ketika pengajaran sastra di sekolah. Di dalam kegiatan apresiasi sastra, pikiran dan jiwa siswa dilatih untuk memberikan penilaian baik buruk sekaligus memberikan “toleransi” terhadap sebuah karya sastra. Lima tahap apresiasi yang dikemukakan oleh Suroto (1989:157-158), terdiri atas penikmatan, penghargaan, pemahaman, penghayatan, dan penerapan. Hal ini tentunya tidak hanya melibatkan aspek kognitif siswa, tetapi juga melibatkan aspek afektif bahkan aspek psikomotor siswa. Dengan kata lain, di dalam mengapresiasi karya sastra, yang diperlukan tidak hanya kemampuan
intelektual, tetapi juga sikap atau karakter yang baik dari siswa. Seperti yang diketahui, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah sedang gencar-gencarnya melaksanakan pendidikan karakter. Pengajaran sastra, yang di dalamnya mencakup apresiasi sastra pun menjadi salah satu tempat menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. Sastra dijadikan jembatan penghubung antara siswa dengan pendidikan karakter karena di dalam sastra terdapat nilai-nilai pembentukan karakter itu sendiri. Pendidikan karakter juga memberikan kontribusi yang cukup penting bagi pengajaran apresiasi sastra. Dengan berbekal nilai pendidikan karakter di dalam diri mereka masing-masing, siswa akan mampu melaksanakan kegiatan apresiasi sastra dengan lebih baik. Salah satu jenis karya sastra adalah cerpen. Cerpen adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, ukuran panjang pendek itu tidak ada aturannya, tidak ada kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli (Nurgiyantoro, 1994:10). Cerpen biasanya menceritakan satu peristiwa dari sekian banyak peristiwa dalam kehidupan seorang tokoh.
Cerpen sebagai salah satu jenis karya sastra tentunya juga mengandung nilai pendidikan karakter. Bahkan, bentuknya yang pendek akan mempermudah siswa untuk membacanya sehingga nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam cerpen dapat lebih mudah dipahami oleh siswa. Martono (2012:247) menyatakan bahwa membaca cerpen akan membantu siswa menjadi manusia berbudaya dan responsif terhadap nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat. Siswa yang berbudaya demikian diharapkan menjadi manusia yang agung namun tetap sederhana, bebas tetapi mengontrol diri, kuat tetapi penuh kelembutan. Cerpen yang dibaca oleh siswa hendaknya cerpen yang berkualitas. Kualitas cerpen pada umumnya dapat dilihat dari dua segi, yakni bahasa dan isi cerpen. Martono (2012:247-248) menyatakan bahwa pemilihan cerpen yang berkualitas dalam pembelajaran di sekolah sangat bermanfaat untuk pendidikan karakter karena cerpen pada hakikatnya adalah alat yang mengajarkan arti kehidupan. Cerpen yang diberikan sebaiknya yang dapat menggugah sikap dan kepribadian positif siswa. Dengan kata lain, nilai yang tercermin dalam cerpen dapat dijadikan pembelajaran untuk menumbuhkan sikap positif siswa. Cerpen yang berkualitas, salah satunya dapat ditemukan di surat kabar Kompas. Kualitas cerpen yang dimuat di Kompas tentu tidak bisa dianggap remeh apalagi cerpen yang dipilih menjadi Cerpen Pilihan Kompas pada setiap tahunnya. Mahayana (dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, 2013:187) menyatakan bahwa Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas itu representatif untuk mewakili cerpen Indonesia mutakhir. Jumlah halaman yang terbatas, memaksa si penulis membuang hasrat bercerita berkepanjangan. Jadi penulis harus mengeluarkan segenap kemampuannya dengan membuat cerpen yang ringkas, padat, tetapi tetap mempertahankan nilai estetik cerpen. Dalam sejarah kesusastraan Indonesia, pembatasan-pembatasan itu, terrbukti
selalu melahirkan kreativitas untuk menciptakan siasat-siasat. Lahirnya kreativitas tersebut tentu akan melahirkan pula cerpen-cerpen yang berkualitas. Cerpen Pilihan Kompas pada akhirnya boleh dianggap sebagai juru bicara cerpen Indonesia kontemporer sekaligus menampilkan dirinya sebagai ‘potret’ Indonesia. Buku kumpulan cerpen pilihan Kompas yang paling baru adalah Buku Kumpulan Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012 dengan judul “Laki-Laki Pemanggul Goni”. Buku kumpulan cerpen ini terbit sekitar bulan Juni 2013. Dalam buku kumpulan cerpen ini, dimuat dua puluh cerpen yang telah diseleksi oleh dewan juri. Dari duapuluh cerpen yang dimuat dalam buku kumpulan cerpen tersebut, dipilih duabelas cerpen untuk diteliti dalam penelitian ini. Pemilihan kedua belas cerpen tersebut didasarkan pada keterkaitan tema antarcerpen serta keterkaitan cerpen dengan variabel penelitian. Kedua belas cerpen tersebut antara lain: Laki-Laki Pemanggul Goni (Budi Darma), Mayat yang Mengambang di Danau (Seno Gumira Ajidarma), Pohon Hayat (Mashdar Zainal), Requiem Kunang-Kunang (Agus Noor), Batu-Asah dari Benua Australia (Martin Aleida), Pemanggil Bidadari (Noviana Kusumawardhani), Ambe Masih Sakit (Emil Amir), Wajah Itu Membayang di Piring Bubur (Indra Tranggono), Perempuan Balian (Sandi Firly), Dua Wajah Ibu (Guntur Alam), Mayat di Simpang Jalan, (Komang Adnyana), dan Kurma Kiai Karnawi (Agus Noor). Karya sastra, termasuk cerpen, menggunakan media utama berupa bahasa untuk menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya. Nurgiyantoro (1994:272) menyatakan, “Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamanya: fungsi komunikatif.” Fowler (dalam Nurgiyantoro, 1994:272) menyatakan bahwa apapun yang akan dikatakan pengarang atau sebaliknya ditafsirkan oleh pembaca, mau tidak mau harus bersangkutpaut dengan bahasa. Struktur karya sastra dan segala sesuatu yang dikomunikasikan
senantiasa dikontrol langsung oleh manipulasi bahasa pengarang. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa bahasa merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah karya sastra. Tanpa bahasa, karya sastra tidak akan dapat dikatakan sebagai sebuah karya sastra. Bahasa dalam karya sastra, umumnya dikenal dengan istilah stile atau stilistika. Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams, 1981 dalam Nurgiyantoro, 1994:276). Stilistika menurut Lecch dan Short (dalam Nurgiyantoro, 1994: 279) menyaran pada pengertian studi tentang stile, kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Unsur-unsur stile terdiri atas unsur leksikal, unsur gramatikal, retorika, dan kohesi. Unsurunsur tersebut menjadi unsur utama yang dikaji dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, akan dianalisis aspek stilistika yang digunakan dalam cerpen-cerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni, yang telah disampaikan di atas. Seperti yang disampaikan, aspek bahasa dalam karya sastra atau yang dikenal dengan istilah stilistika merupakan aspek terpenting dalam karya sastra. Stilistika merupakan media utama penyampai pesan dalam karya sastra. Dengan menganalisis stilistika, akan dapat diketahui isi sebuah karya sastra, termasuk cerpen, bahkan akan dapat diketahui pula ideologi pengarang cerpen tersebut. Hal ini juga berlaku dalam kegiatan pembelajaran apresiasi sastra. Selain aspek stilistika, dalam pemelitian ini, akan dianalisis pula nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen-cerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni. Hal tersebut dilakukan agar nantinya didapatkan bahan penunjang pembelajaran apresiasi sastra yang lebih lengkap atau utuh. Hal tersebut seperti yang diungkapkan pada penjelasan di atas, bahwa kegiatan
apresiasi tidak hanya melibatkan aspek kognitif siswa (menganalisis bahasa cerpen) tetapi juga melibatkan aspek afektif siswa (menganalisis dan menerapkan nilai pendidikan karakter bangsa dalam cerpen). Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama yaitu mendeskripsikan aspek stilistika yang digunakan pada cerpencerpen yang dimuat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni. Tujuan yang kedua yaitu mendeskripsikan nilai pendidikan karakter yang terkandung pada cerpen yang dimuat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualiatif yang menggunakan metode dikumentasi dengan teknik bacacatat. Data yang dideskripsikan berupa unsur-unsur stilistika yang digunakan dan nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen-cerpen yang dimuat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni. Data tersebut akan dipaparkan secara kualitatif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan menggunakan uraian narasi disertai dengan penggambaran data. Subjek penelitian ini adalah cerpencerpen yang dimuat dalam antologi cerpen Laki-Laki Pemanggul Goni terbitan Kompas tahun 2012. Sementara itu, objek penelitian ini adalah stilistika yang digunakan serta nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen-cerpen yang dimuat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni. Stilistika yang diteliti dalam penelitian ini adalah stilistika sebagai unsur fiksi. Stile atau stilistika tersebut terdiri atas: unsur leksikal, unsur gramatikal, retorika, dan kohesi yang digunakan dalam cerpen yang diteliti. Unsur leksikal meliputi penggunaan bentuk kata (kata tunggal dan kata kompleks), cara pengungkapan kata (penggunaan kata baku, penggunaan kata tidak baku, dan penggunaan kata atau istilah dari bahasa lain), dan arah makna kata (makna konotasi
dan makna denotasi). Unsur gramatikal meliputi penggunaan jenis kalimat berdasarkan struktur internal kalausa (kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap) dan penggunaan jenis kalimat berdasarkan isinya (kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif). Unsur Retorika meliputi penggunaan majas atau pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan. Unsur kohesi meliputi penggunaan kohesi yang terdiri atas kohesi sambungan dan kohesi rujuk-silang. Nilai pendidikan karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai pendidikan karakter baik dalam arti sempit maupun luas. Metode dokumentasi dengan teknik baca catat merupakan metode pengumpulan data yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan data penelitian ini berupa dokumen tertulis yang terdapat dalam sebuah antologi cerpen. Hal pertama yang dilakukan dalam proses pengumpulan data penelitian ini adalah membaca secara cermat setiap cerpen sudah terkumpul. Pembacaan data secara cermat ini bertujuan untuk menentukan stilistika serta nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen tersebut. Hal yang dilakukan selanjutnya, yaitu mencatat data yang sudah dibaca ke dalam kartu data yang sudah disiapkan. Setelah dilakukan pencatatan dalam kartu data, data tersebut kemudian dianalisis dengan melewati tiga tahap analisis data dalam penelitian deskriptif kualitatif, yaitu pereduksian data, penyajian data, dan penarikan simpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, analisis data pada penelitian ini menggunakan alat bantu berupa kartu data. Setiap kartu data tersebut dilengkapi dengan kode data, judul cerpen, sumber, data, unsur stilistika, dan nilai pendidikan karakter. Dalam penelitian ini, penulis memilih dua belas cerpen dari dua puluh cerpen yang terdapat pada antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni sebagai sumber data. Hal
ini didasarkan atas beberapa alasan. Keduabelas cerpen tersebut didata dan diberi kode. Berikut ditampilkan keduabelas sumber data tersebut secara lebih rinci. Tabel sumber data dalam analisis aspek stilistika dan nilai pendidikan karakter dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni Kode Judul Cerpen Sumber Data sumber data I/LPG Laki-Laki Budi darma/ 26 Pemanggul Februari 2012 Goni II/MMD Mayat yang Seno Gumira Mengambang Ajidarma/ 8 di Danau Januari 2012 III/PH Pohon Hayat Mashdar Zainal/ 29 Januari 2012 IV/RK Requiem Agus Noor/ 22 KunangJanuari 2012 Kunang V/BAA Batu-Asah dari Martin Aleida/ 12 Australia Februari 2012 VI/PB Pemanggil Novia Bidadari Kusumawardhani/ 19 Februari 2012 VII/AMS Ambe Masih Emil Amir/ 4 Maret Sakit 2012 VIII/WMPB Wajah Itu Indra Tranggono/ Membayang di 8 April 2012 Piring Bubur IX/PB Perempuan Sandi Firly/ 24 Balian Juni 2012 X/ DWI Dua Wajah Ibu Guntur Alam/ 5 Agustus 2012 XI/ MSJ Mayat di Komang Adnyana/ Simpang Jalan 16 September 2012 XII/KKK Kurma Kiawi Agus Noor/ 7 Karnawi Oktober 2012
Berdasarkan analisis data, ditemukan unsur-unsur stilistika dan nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen yang terdapat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni. Unsur stilistika dan nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam cerpencerpen yang terdapat dalam antologi cerpen pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni sangat beragam. Berikut ini dipaparkan hasil analisis dan pembahasan mengenai kedua unsur tersebut.
Dari hasil penelitian pada unsur leksikal, dapat diketahui bahwa pengarang sudah menggunakan bentuk kata, mengungkapkan kata, dan menggunakan arah makna kata dengan tepat. Salah satu contohnya, yaitu pada penggunaan bentuk kata tunggal. Bentuk kata tunggal dalam cerpen-cerpen yang dianalisis dimanfaatkan oleh pengarang untuk mempermudah pemahaman pembaca terhadap gagasan yang ingin diungkapkan. Kalaupun terjadi penyimpangan, hal tersebut dilakukan untuk tujuan estetis namun tetap dapat dipahami maknanya oleh pembaca. Salah satu contohnya, yaitu pada data yang berbunyi: “Sejak saya masih kecil sampai dengan saatnya ibu saya akan meninggal, ibu saya selalu mengingatkan saya untuk sembahyang dengan teratur lima kali sehari. Fajar sembahyang satu kali. Itulah sembahyang subuh. Tengah hari sembahyang satu kali. Itulah sembahyang lohor. Sore satu kali, itulah sembahyang ashar. Senja satu kali. Itulah sembahyang maghrib. Malam satu kali. Itulah sembahyang isya. Lima kali sehari. Dan kalau perlu, enam kali sehari, tambahan sekali setelah saya bangun lewat tengah malam dan akan tidur lagi. Itulah sembahyang tahajud (I/LPG/5/008).” Kata tunggal, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, merupakan kata yang tidak mengalami derivasi seperti afiksasi, reduplikasi, abreviasi, dan sebagainya (Kridalaksana, 2008:35). Penggunaan kata-kata tunggal (kata-kata yang dicetak tebal) tersebut dipilih agar gagasan dalam kalimat-kalimatnya lebih mudah dimengerti dan tidak terkesan terlalu kaku dan formal. Hal ini misalnya tampak pada pilihan kata “sembahyang” (bukan “bersembahyang). Dari hasil penelitian pada unsur gramatikal, dapat diketahui bahwa pengarang sudah menggunakan kalimat berdasarkan struktur pembangunnya serta berdasarkan isisnya dengan tepat dan sesuai dengan fungsi stilistika. Salah satu contohnya, yaitu pada penggunaan kalimat tidak lengkap. Kalimat tidak lengkap dapat digolongkan sebagai sebuah penyimpangan
gramatikal. Akan tetapi, dalam karya sastra, termasuk cerpen yang dianalisis, kalimat tidak lengkap ini dapat memberikan efek penekanan pada gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Salah satu penggunaan kalimat tidak lengkap tersebut, yaitu: “Tinggi dan besarnya tak bisa dibayangkan. Tubuhnya berbulu hitam. Kasar. Kuku kaki dan tangannya sangat panjang. Matanya hijau. Bola matanya sangat besar, sepuluh kali lipat dari danau. Tubuhnya bisa berubah menjadi apa saja. Angin. Api. Udara. Dia hadir di mana saja, di setiap belahan dunia. Di setiap hati manusia.”(VIII/WMPB/89/102). Data ini merupakan salah satu jenis kalimat tidak lengkap, yaitu kalimat elips. Dengan penggunaan kalimat tidak lengkap sekaligus kalimat pendek ini, pembaca menjadi lebih terfokus terhadap setiap gagasan yang diungkapkan pada setiap kalimatnya. Selain itu, penggunaan kalimat tidak lengkap sekaligus pendek ini, dapat memberikan efek kesederhanaan (Supriyanto, 2009:53). Dari hasil penelitian pada unsur retorika, dapat diketahui bahwa pengarang sudah menggunakan pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan dengan tepat. Salah satu contohnya, yaitu pada penggunaan majas atau pemajasan. Majas yang digunakan dalam cerpen-cerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni, cukup beragam. Majas tersebut antara lain: majas perifrasis, majas personifikasi, majas simile, majas paradoks, majas metafora, majas anastrof, majas sinisme, majas hiperbola, majas sinekdoke pars pro toto, majas epitet, majas pleonasme, majas metonimia, majas sinestesia, dan majas sarkasme. Dari keempat belas jenis majas yang terdapat dalam cerpen-cerpen yang dianalisis, majas yang paling banyak digunakan adalah majas metafora, yakni sebanyak empat puluh enam data. Penggunaan majas ini sudah tepat karena dapat menggiring interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi. Dengan kata lain, penggunaan majas ini sudah mampu “menyembunyikan” makna sesungguhnya
yang ingin disampaikan oleh pengarang. Selain itu, pemajasan ini dapat pula menimbulkan efek estetis. Salah satu contohnya yaitu penggunaan majas perifrasis. Penggunaan majas perifrasis pada cerpen yang dianalisis tentu memiliki tujuan tertentu. Salah satu tujuannya adalah memberikan efek estetis pada kalimat tersebut. Dengan kata lain, pembaca akan lebih merasakan keberadaan “objek” yang ingin disampaikan penulis cerpen tersebut ketika objek tersebut dipaparkan dengan lebih indah. Misalnya, pembaca akan lebih merasakan suasana malam ketika penulis cerpen tersebut mengungkapkannya dengan “waktu di mana semua pekat menjadi penguasa sebuah hari dan sunyi” dibandingkan hanya dengan menggunakan kata “malam” yang sudah biasa digunakan. Dari hasil penelitian pada unsur kohesi, dapat diketahui bahwa pengarang sudah menggunakan unsur kohesi secara benar dan tepat. Kohesi linier yang terdiri atas kohesi sambungan dan kohesi rujuk-silang sudah digunakan dengan baik oleh pengarang. Implikasi dari ketepatan penggunaan kohesi ini, yaitu terciptanya keutuhan gagasan yang diungkapkan oleh pengarang. Selain sebagai sebuah alat untuk membuat utuh sebuah gagasan, dalam cerpen-cerpen yang dianalisis, kohesi juga dimanfaatkan sebagai sebuah alat estetika dan penekanan. Hal tersebut salah satunya terlihat dari penggunaan alat kohesi sambungan, berupa kata sambung “dan”. Kata sambung “dan” yang dimunculkan berkali-kali dapat memberikan efek penekanan terhadap suatu gagasan. Selain itu, penggunaan kata sambung “dan” secara berulang-ulang dalam sebuah kalimat maupun di awal kalimat, dapat didayagunakan sebagai sebuah gaya polisidenton, seperti yang terlihat pada data berikut. Laki-laki pemanggul goni tersengat, kemudian memandang tajam ke arah Karmain. Wajahnya penuh kerut menandakan rasa amarah yang sangat besar, dan matanya benar-benar merah, benar-benar ganas, dan benar-benar menantang (I/LPG/10/023).
Sementara itu, pada aspek nilaipendidikan karakter, dua belas cerpen yang dianalisis dinyatakan mengandung nilai pendidikan karakter. Hal ini membuktikan bahwa karya sastra, termasuk cerpencerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Lakilaki Pemanggul Goni dapat dijadikan sebagai media pembentukan dan pendidikan karakter. Salah satu nilai karakter yang terdapat dalam cerpencerpen yang dianalisis adalah nilai religius. Berikut adalah contoh data yang mengandung nilai pendidikan-karakter religius. (1) Sejak saya masih kecil sampai dengan saatnya ibu saya akan meninggal, ibu saya selalu mengingatkan saya untuk sembahyang dengan teratur lima kali sehari. Fajar sembahyang satu kali. Itulah sembahyang subuh. Tengah hari sembahyang satu kali. Itulah sembahyang lohor. Sore satu kali, itulah sembahyang ashar. Senja satu kali. Itulah sembahyang maghrib. Malam satu kali. Itulah sembahyang isya. Lima kali sehari. Dan kalau perlu, enam kali sehari, tambahan sekali setelah saya bangun lewat tengah malam dan akan tidur lagi. Itulah sembahyang tahajud (I/LPG/5/008). (2) “Pada hari Idul Adha,” kata ibu Karmain dahulu, sebelum ayahnya pergi berburu. “Tuhan menguji kesetiaan Nabi Ibrahim. Anaknya, Ismail, harus disembelih oleh ayahnya, oleh Nabi Ibrahim sendiri.” (I/LPG/7/018) (3) Barnabas setiap harinya menyelam jua – kecuali, tentu kecuali, pada hari Minggu, karena pada hari itu Barnabas beribadah (II/MMD/16/031). (4) “Kian waktu, dunia kian renta, Nak, seperti juga ibumu. Dari itu, pandaipandailah engkau menempatkan diri,” begitu nasihat ibu yang terakhir sempat kurekam. “Kian waktu, daun-daun itu pun akan luruh satu per satu dan habis. Suatu saat nanti, akan tiba masanya, pohon itu akan tumbang tercabut dari akarnya. Semua sudah tercatat dan tersimpan rapi dalam perkamen rahasia
yang tergulung di atas sana (III/PH/30/050). Nilai pendidikan-karakter religius dalam data (1) mengandung salah satu ajaran agama Muslim yakni ketaatan melaksanakan ibadah sembahyang (sholat) lima waktu. Dalam data itu disampaikan bahwa si tokoh cerita selalu diingatkan oleh ibunya untuk tidak lupa melaksanakan sembahyang lima waktu, yang terdiri atas sembahyang subuh, sembahyang lohor, sembahyang ashar, sembahyang magrhib, dan sembahyang isya. Adapula sembahyang khusus, yaitu sembahyang tahajud. Meskipun nilai religius yang disampaikan merupakan nilai religius dari salah satu agama, nilai pendidikan-karakter religius pada data (1) tetap berlaku secara universal. Dengan membaca kalimatkalimat tersebut, pembaca diharapkan menyadari pentingnya melaksanakan ajaran agama, salah satunya adalah beribadah. Nilai pendidikan-karakter religius dalam data (2) mengandung salah satu cerita keagamaan dalam Muslim. Cerita tersebut mengenai sejarah munculnya hari raya Idul Adha. Dalam data itu diceritakan bahwa Tuhan menguji kesetiaan Nabi Ibrahim kepada-Nya dengan memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih anaknya, Ismail. Pada akhirnya, karena ketulusan hati Nabi Ibrahim dan Ismail, Tuhan mengganti Ismail dengan seekor kambing sehingga yang disembelih oleh Nabi Ibrahim adalah kambing tersebut, bukan Ismail. Sama seperti data (1), meskipun nilai religius yang disampaikan merupakan nilai religius dari salah satu agama, nilai pendidikan-karakter religius pada data (2) tetap berlaku secara universal. Dengan membaca kalimatkalimat tersebut, pembaca diharapkan memiliki ketulusan dalam berkorban serta selalu tunduk dan pasrah kepada-Nya. Nilai pendidikan-karakter religius dalam data (3) mengandung salah satu ajaran agama Kristen yakni beribadah ke gereja pada hari Minggu. Dalam data (3) diceritakan bahwa meskipun Barnabas sangat giat bekerja, ia tetap meluangkan waktunya untuk beribadah, yaitu pada hari Minggu. Sama seperti data (1) dan (2), meskipun nilai
religius yang disampaikan merupakan nilai religius dari salah satu agama, nilai pendidikan-karakter religius pada data (3) ini tetap berlaku secara universal. Dengan membaca kalimat-kalimat tersebut, pembaca diharapkan untuk tidak hanya sibuk bekerja saja tetapi juga menyempatkan diri untuk berdoa atau beribadah. Nilai pendidikan-karakter religius dalam data (4) mengandung nilai religius secara universal. Dalam data itu dunia ini dianalogikan sebagai sebuah pohon dan manusia adalah daun-daun pada pohon itu. Tidak ada yang mengetahui kapan daundaun itu mati dan pohon itu tumbang. Tidak ada yang mengetahui kapan seorang manusia meninggal. Semua itu merupakan rahasia-Nya. Manusia hanya bisa berpasrah dan menjalani kehidupan dengan baik. Dari ketujuh nilai karakter yang terdapat dalam cerpen-cerpen yang dianalisis, nilai religius ini merupakan nilai pendidikan karakter yang paling banyak kemunculannya. Nilai religius ini disampaikan secara langsung melalui kutipan-kutipan kalimat mengenai agama tertentu, maupun disampaikan secara umum dengan tidak menyebutkan kutipan kalimat yang berkaitan dengan agama tertentu. Meskipun didominasi oleh nilai religius dalam agama Islam, nilai-nilai pendidikan karakter religius dalam cerpencerpen ini tetap dapat berlaku secara universal. Martono (2012:247) menyatakan bahwa pendidikan karakter melalui cerpen menghindari terbentuknya manusia yang berwajah garang, watak dan perilakunya keras, brutal, dan agresif, selalu memusuhi manusia lain, serta ingin menguasai dan menindas yang lain. Melalui cerpen, siswa diharapkan dapat memahami, mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen yang dibacanya. Pengembangan pendidikan karakter melalui cerpen, pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya menyiapkan dan membentuk sebuah masyarakat yang keberlangsungannya didasarkan pada prinsip-prinsip moral. Nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen yang
terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggunl Goni, terlihat secara implisit maupun eksplisit pada setiap rangkaian kalimatnya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pemaparan pada bagian hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. (1) Aspek stilistika yang terdiri atas unsur leksikal, gramatikal, retorika, dan kohesi dalam cerpen-cerpen yang diteliti sudah digunakan secara tepat dan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hal ini dibuktikan oleh ketepatan penggunaan kata, ketepatan susunan kalimat, ketepatan penggunaan majas, ketepatan pemilihan bentuk penyiasatan struktur, ketepatan pilihan pencitraan, dan kekohesifan gagasan dalam cerpen-cerpen tersebut. Ketepatan penggunaan unsur-unsur stilistika tersebut pada akhirnya mengakibatkan ketepatan penyampaian pesan kepada pembaca dan terciptanya efek estetis serta penekanan pada gagasan-gagasan tertentu yang diinginkan oleh pengarang. Penggunaan dan pemanfaatan unsur-unsur stilistika oleh para pengarang sudah sangat baik. Hal ini secara tidak langsung mencerminkan kemampuan para pengarang dalam mengolah bahasa yang mereka gunakan dalam cerpennya sehingga dapat tercipta cerpen-cerpen yang berkualitas. Hal ini juga merupakan sebuah bukti bahwa Kompas memang tidak main-main dalam urusan kualitas karya. (2) Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpencerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, LakiLaki Pemanggul Goni, yaitu religius, cinta tanah air, peduli lingkungan, pantang menyerah, kreatif, kerja keras, dan cinta damai. Hal ini menunjukkan bahwa Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, LakiLaki Pemanggul Goni nantinya dapat digunakan sebagai media alternatif dalam pembelajaran apresiasi sastra di sekolah, khususnya di SMA. Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, adapun saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. (1) Pemanfaatan cerpencerpen yang terdapat di media massa atau di buku kumpulan cerpen sebagai media pembelajaran apresiasi sastra sudah seharusnya dibarengi dengan pertimbangan konten dan bahasa cerpen-cerpen tersebut. Dengan kata lain, cerpen-cerpen yang dipilih sebagai alternatif media pembelajaran apresiasi sastra hendaknya cerpen-cerpen yang berkualitas, baik dari segi isi maupun bahasa yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, cerpen-cerpen yang terdapat dalam Antologi Cerpen Pilihan Kompas tahun 2012, Laki-Laki Pemanggul Goni, kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan variasi media pembelajaran apresiasi sastra di sekolah, kususnya di SMA. (2) Bagi para penulis cerpen, hendaknya tetap meningkatkan kemampuan mengolah bahasa dan mengolah cerita sehingga cerpen-cerpen yang dihasilkan semakin berkualitas. (3) Peneliti lain diharapkan mengadakan penelitian lanjutan atau penelitian yang sejenis dengan penelitian ini, sehingga nantinya diperoleh hasil yang lebih akurat bagi pengembangan ilmu sastra, ilmu pendidikan, serta pembelajaran apresiasi sastra.
DAFTAR PUSTAKA Kompas. 2013. Cerpen Pilihan Kompas 2012 (Laki-Laki Pemanggul Goni). Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Martono. 2012. “Cerpen sebagai Media Pembentukan Karakter Siswa”. Dalam Hamied dkk (ed). Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. (hlm. 242-250). Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sumardjo, Jacob dan Saini K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. Supriyanto, Teguh. 2009. Penelitian Stilistika dalam Prosa. Jakarta: Pusat bahasa. Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga.