ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN (STUDI KASUS DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN) Oleh: NURFIAT KADIR
Pembimbing I : FARIDAH Email:
[email protected] Pembimbing II : THANWAIN Email :
[email protected] Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bosowa ABSTRACT Nurfiat Kadir. 2015. Thesis. Analysis Of Revenues And Spending At Local Government Of Tidore Island City (Case Studies on CitieS Tidore Dipenda Islands) Guided by Mrs. Faridah, SE.,M.Si.,Ak.,CA as a consultant Mr. Thanwain SE.,M.Si as a consultant I and II. This study was conducted in April to June 2015 in The Department of Revenue Cities Tidore Island, Northern Maluku. This research is done to find out about the value of efficiency, effectiveness and economical than of budget revenue and spending on local government Tidore Island City. Local government efforts in exploring sources of funds from the region’s potential and the ability to manage and utilize the existing funding sources is reflected in the budged revenue and expenditure (budged). The budget has an important role as a means of stabilization, distribution, allocation of public resources, planning and control of the organization and performance assessment. Therevore the budget realization reports into one report financial accountability is the main area. This analysis using multiple analysis tools such as analysis of variance of income, the degree of decentralization, regional financial dependencyratio, the ratio of the effectiveness and efficiency of the PAD, analysis of variance, the ratio of spendingefficiency of shopping, shopping area ratio to GDP. The results showed that in 2014 the local government has implemented islands Tidore city budget revenues and expenditures in an efficient, effective and economical in view of the percentage obtained in accordance with the characteristics present on the analyzer. ----------------------Keywords : revenues and spending of local government
Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
63
Vol 1, No. 006 (2015) Nurfiat Kadir
PENDAHULUAN Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran serta menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk pengelolaan daerah tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah. Keuangan daerah merupakan dokumen publik yang berhak diketahui oleh masyarakat. Pemerintah daerah wajib mempublikasikan setiap laporan keuangan daerah kemasyarakat. Empat laporan keuangan yang wajib dipublikasikan adalah laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Namun untuk melihat efisiensi, dan efektifitas (value of money) dari pemerintah daerah, maka kita dapat melihat kinerjanya melalui laporan realisasi anggaran. Dalam laporan realisasi anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam suatu periode pelaporan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Laporan realisasi anggaran terdiri atas beberapa elemen (pos) utama yaitu: pendapatan, transfer, belanja, surplus atau defisit, penerimaan pembiayaan, pengeluaran pembiayaan, pembiayaan neto dan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA). Laporan Realisasi anggaran merupakan jenis laporan keuangan daerah yang lebih dahulu dihasilkan sebelum kemudian diisyaratkan untuk membuat Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
64
laporan neraca dan laporan arus kas. Anggaran dalam pemerintahan merupakan tulang punggung (back-bone) penyelenggaraan pemerintahan. Usaha pemerintah daerah dalam menggali sumber dana yang berasal dari potensi daerah yang dimiliki serta kemampuan mengelola dan memanfaatkan sumber dana yang ada tercermin dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dinas Pendapatan Daerah Kota Tidore Kepulauan mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang pendapatan daerah Kota Tidore Kepulauan. Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Pendapatan Daerah Nomor 19 Tahun 2007, pasal 51 disebutkan “Dinas Pendapatan Daerah Kota Tidore Kepulauan adalah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui sekretaris daerah”. Penulis merasa tertarik untuk mengemukakan masalah dalam menganalisis realisasi anggaran pendapatan dan belanja pemerintah daerah. Semua masalah inilah yang menjadi latar belakang penulisan ini sehingga penulis mencoba mengambil judul “ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA TIDORE KEPULAUAN”.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Akuntansi Sektor Publik Sebelum memahami lebih jauh tentang akuntansi sektor publik, perlu melihat kembali (review) pengertian akuntansi. Akuntansi selalu terkait dan dipengaruhi oleh ruang lingkup dan karakteristik organisasi, atau disebut dengan entitas, yang menerapkannya. Hal ini dapat dijelaskan oleh beberapa definisi akuntansi berikut: Menurut Halim dan Kusufi (2012:32) “Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, yang fungsinya menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam mengabil keputusan ekonomi, membuat pilihan-pilihan nalar di antara berbagai alternative arah tindakan” (Accounting Principle Board, 1970). Menurut American Accounting Association dalam Halim dan Kusufi (2014:10) “Akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi atau entitas yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka mengambil keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan” (American Accounting Association, 1966). Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
65
Kedua definisi di atas menjelaskan bahwa akuntansi terkait dengan entitas ekonomi atau organisasi, sehingga dalam asumsi dasar akuntansi dikenal dengan asumsi entitas akuntansi. Asumsi entitas akuntansi menetapkan bahwa semua transaksi keuangan yang diakuntansikan adalah yang berkaitan dengan entitas (kesatuan atau organisasi). Jadi, dalam konteks sektor publik yang menjadi entitas akuntansinya adalah organisasi sektor publik. Istilah “sektor publik” pertama kali diperkenalkan pada tahun 1952 dimana pada waktu itu sektor publik sering dikaitkan sebagai bagian dari manajemen ekonomi makro yang terkait dengan pembangunan dan lembaga pelaksana pembangunan. Istilah sektor publik telah dijelaskan oleh Halim dan Kusufi (2012:251) dengan baik sebagaimana berikut ini: “Istilah sektor publik tertuju pada sektor Negara, usahausaha Negara, dan organisasi nirlaba Negara” (Joedono, 2000). Abdullah (1996) dalam Halim dan Kusufi (2014:11) menyebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan sektor publik adalah pemerintah dan unit-unit organisasinya, yaitu unit-unit yang dikelola pemerintah dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak atau pelayanan kepada masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hal ini mempermudah dalam memahami istilah sektor publik dari perspektif kepemilikan (ownership), pengendalian (control), akuntabilitas (accountability), dan lain-lain. Dengan demikian istilah sektor publik yang umum dipahami akuntansi untuk organisasi Pemerintah. Dari bahasa singkat diatas dapat dikemukakan bahwa akuntansi sektor publik adalah sebuah kegiatan keuangan dari entitas Pemerintah guna pengambilan keputusan yang benar dari pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan akuntansi pada sektor publik oleh American Accounting Association dalam buku Sektor Publik yang dialihbahasakan oleh Mardiasmo (2009:14) menyatakan: 1. Pengendalian Manajemen (manajemen Control). Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumberdaya yang dipercayakan kepada organisasi. 2. Akuntanbilitas (Accountability). Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer sektor publik untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumberdaya yang menjadi Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
66
wewenangnya; dan memungkinkan bagi pegawai sektor publik untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen dan akuntabilitas. Akuntabilitas sektor publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Bagi pemerintah, infromasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan strategu, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja. Untuk pelaksanaan kegiatan, organisasi publik menggunakan dana yang berasal dari publik. Penggunaan dana dan peran anggaran sangat penting dalam organisasi publik. Karena dua hal tersebut merupakan variabel utama yang menjadi perhatian dalam pengelolaan organisasi publik. Oleh karena itu, akuntansi mutlak diperlukan sebagai sarana/alat untuk memfasilitasi proses pertanggungjawaban tersebut. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa akuntansi sektor publik adalah akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan/lembaga yang tidak bertujuan untuk mencari laba, dan merupakan suatu bagian dari disiplin ilmu akuntansi sebagai yang utuh. Laporan Keuangan Daerah Laporan keuangan daerah merupakan informasi yang memuat data sebagai elemen struktur kekayaan dan struktur financial yang merupakan pencerminan hasil aktivitas ekonomi suatu organisasi pemerintah daerah. Adapun tujuan Pelaporan Keuangan daerah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumberdaya yang dipercayakan kepadanya. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP RI No. 25 Th. 2005) Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang meliputi: 1. Laporan Realisasi Anggaran; 2. Neraca Daerah; 3. Laporan Arus Kas; 4. Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumberdaya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah yang Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
67
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam 1 (satu) periode laporan. Unsur yang tercakup dalam laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan. Terhadap unsur-unsur tersebut masing-masing didefenisiskan sebagai berikut: 1. Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh bendahara umum daerah yang menambahkan ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. 2. Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran bendahara umum daerah yang mengurai ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 3. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil. 4. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang harus dibayar kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan, maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam pengganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk penutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil investasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain dan penyertaan modal pemerintah daerah. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai asset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca sekurangkurangnya mencantumkan pos-pos berikut: 1. Kas dan setara kas; 2. Investasi jangka pendek; 3. Piutang pajak dan bukan pajak; 4. Persediaan 5. Investasi jangka panjang; Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
68
6. Asset tetap; 7. Kewajiban jangka pendek; 8. Kewajiban jangka panjang; 9. Ekuitas dana Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi asset non keuangan, pembiayaan dan transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama periode tertentu. Unsur yang tercakup dalam laporan arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefenisikan sebagai berikut: 1. Penerimaan kas adalah semua aliran kas terdiri dari penerimaan yang masuk ke bendahara umum daerah; 2. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari bendahara umum daerah. Catatan atas laporan keuangan berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka-angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga memuat informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam standar akuntansi pemerinttahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Adapun hal-hal yang diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiscal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBD berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 2. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama satu tahun pelaporan; 3. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
69
4. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang belum disajikan pada lembar muka laporan keuangan; 5. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos asset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan, belanja dan rekonsiliasinya dengan basis kas; dan 6. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian secara wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan, Pemerintah Daerah mengacu pada Standar Akuntansi Peraturan Pemerintahan Nomor 24 tahun 2005 dan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP). METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan terdiri dari beberapa rumus, yaitu: 1. Analisis Varians (selisih) anggaran pendapatan Analisis varians anggaran pendapatan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara realisasi pendapatan dengan yang dianggarkan. Dalam analisis selisih anggaran pendapatan, hal utama yang perlu dilakukan oleh pembaca laporan adalah: a. Melihat besarnya selisih anggaran pendapatan dengan realisasinya baik secara nominal maupun persentase. b. Menetapkan tingkat selisih yang dapat ditoleransi atau dianggap wajar. c. Menilai signifikan tidaknya selisih tersebut jika dilihat dari total pendapatan. d. Menganalisis penyebab terjadinya selisih anggaran pendapatan. Pemerintah daerah dikatakan memiliki kinerja pendapatan yang baik apabila mampu memperoleh pendapatan yang melebihi jumlah yang dianggarkan. Sebaliknya apabila realisasi pendapatan dibawah jumlah yang dianggarkan, maka hal itu dinilai kurang baik. Apabila target pendapatan dapat dicapai bahkan terlampaui, maka hal itu tidak terlalu mengejutkan karena memang seharusnya demikian. Tetapi jika target pendapatan tidak tercapai, hal ini butuh penelaahan lebih lanjut terkait dengan penyebab tidak tercapainya target. Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
70
2. Derajat Desentralisasi Derajat dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kontribusi maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah Derajat Desentralisasi =
x100% Total Pendapatan Daerah
3. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio
ketergantungan
keuangan
daerah
dihitung
dengan
cara
membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan/ atau pemerintah propinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Pendapatan Transfer Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah =
x100% Total Pendapatan Daerah
4. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Rasio efektifitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD (dianggarkan). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Realisasi Penerimaan PAD Rasio Efektivitas PAD =
x100% Target Penerimaan PAD
Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
71
Rasio efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Secara umum, nilai efektivits PAD dapat dikategorikan sebagai berikut : TABEL 1 NILAI EFEKTIVITAS PAD SECARA UMUM KATEGORI Sangat Efektif Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif Sumber : Data telah diolah
PREDIKAT >100% 100% 90% - 99% 75% - 89% <75%
Untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD, indikator rasio efekivitas PAD saja belum cukup, sebab meskipun jika dilihat dari rasio efektivitasnya sudah baik tetapi bila ternyata biaya untuk mencapai target tersebut sangat besar, maka berarti pemungutan PAD tersebut tidak efisien. Untuk dapat menghitung rasio efisiensi PAD ini diperlukan data tambahan yang tidak tersedia di Laporan Realisasi Anggaran, yaitu data tentang biaya pemungutan PAD.
Biaya Pemerolehan PAD Rasio Efisiensi PAD =
x100% Realisasi Penerimaan PAD
Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin efisiensi kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan Pendapatan Asli Daerah. Secara umum, nilai efisien PAD dapat di kategorikan sebagai berikut : TABEL 2 NILAI EFISIENSI PAD SECARA UMUM KATEGORI Sangat Efisien Efisien Cukup Efisien Kurang Efisien Tidak Efisien Sumber : Data telah diolah
PREDIKAT <10% 10%-20% 21%-30% 31%-40% >40%
Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
72
5. Analisis Varians Belanja Analisis varians merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi belanja dengan anggaran. Analisis varians cukup sederhana namun dapat memberikan informasi yang sangat berarti. Hal penting yang harus diperhatikan dalam analisis varians ini adalah : a. Mempertanyakan alasan terjadinya varians. Apakah selisih tersebut cukup beralasan dan dapat dipertanggungjawabkan? b. Berapa besarnya varians, apakah jumlahnya signifikan atau tidak ? c. Berapa tingkat selisih (varians) yang bisa di toleransi? 6.
Rasio Efisiensi Belanja Rasio efisiensi belanja merupakan perbandingan antara realisasi belanja
dengan anggaran belanja. Rasio efisiensi belanja ini di gunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah. Rasio efisiensi belanja dirumuskan sebagai berikut :
Efisiensi Belanja =
Realisasi Belanja Rasio x100% Anggaran Belanja
7. Rasio Belanja Daerah Terhadap PDRB Rasio Belanja daerah terhadap PDRB merupakan perbandingan antara total belanja daerah dengan PDRB yang dihasilkan daerah. Rasio ini menunjukkan produktivitas dan efektivitas belanja daerah. Selain itu kita juga dapat melihat tingkat ekonomis pemerintah daerah dalam rasio ini. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Total Realisasi Belanja Daerah PAD Rasio Belanja Daerah terhadap PDRB = x100% Total PDRB
Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
73
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013 dan 2014 Kota Tidore Kepulauan sebagai berikut: 1. Analisis Varians Pendapatan Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran di atas, selisih anggaran pendapatan dengan realisasi tahun 2013 dan 2014 bersaldo positif. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja pendapatan pemerintah kota Tidore Kepulauan sangat baik dan sangat efektif. Realisasi pendapatan pada tahun 2013 melebihi jumlah yang dianggarkan yaitu sebesar Rp 2.915.970.729.96 atau 100.50% dari total APBD. Begitu juga realisasi pada tahun 2014 yaitu Rp 5.105.254.975.51 atau 100.79% dari total APBD. Hal ini dikarenakan meningkatnya pendapatan transfer yang diperoleh pemerintah daerah kota Tidore Kepulauan. Jumlah realisasi tersebut jika dilihat dari nominalnya memang tidak begitu besar, namun jika dilihat nilai persentasinya cukup signifikan. Meskipun secara nominal cukup besar, tetapi jika secara persentasi cukup signifikan, maka dapat dikatakan kinerjanya baik dan memililiki tingkat efektifitas yang cukup baik. hal ini terlihat dari perbandingan realisasi penerimaan pendapatan dengan target penerimaan pendapatan sebesar 100.50% pada tahun 2013 dan 100.79% pada tahun 2014. Selisih realisasi pendapatan ini merupakan selisih yang diharapkan (favorable variance) oleh pemerintah daerah.
2. Derajat Desentralisasi Derajat desentralisasi pada pemerintah kota Tidore Kepulauan pada tahun anggaran 2013 sebesar 3% sedangkan pada tahun anggaran 2014 sebesar 4%. Dari perhitungan tersebut dapat di ketahui bahwa derajat desentralisasi pemerintah daerah kota mengalami kenaikan, maka semakin meningkat pula kemampuan pemerintah dalam penyelenggaraan desentralisasi.
3. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio ketergantungan keuangan daerah pada tahun 2013 sebesar 97% dan tahun 2014 sebesar 96%. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya masih sangat bergantung Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
74
terhadap
pemerintah
pusat/propinsi.
Namun
pada
tahun
2014
rasio
ketergantungan keuangan daerah mulai menurun menjadi 96% karena meningkatnya total pendapatan daerah menjadi Rp 651.583.841.975,51. Dampak potensial dari analisis rasio ketergantungan keuangan daerah bagi keuangan daerah, dengan adanya hasil perhitungan rasio ini dapat diketahui bahwa keuangan daerah pemerintah kota Tidore Kepulauan masih sangat tergantung pada pemerintah pusat dan/ atau pemerintah propinsi.
4. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Rasio efektifitas PAD pada tahun anggaran 2013 sebesar 116% dapat dikatakan sangat efektif karena berada pada predikat >100%. Sedangkan tahun 2014 kemampuan daerah dalam menjalankan tugasnya pada tahun 2014 ini mengalami penurunan menjadi 95%, hal ini terjadi karena perbandingan jumlah antara target anggaran dan realisasinya tidak terlalu jauh perbedaannya yaitu sebesar Rp 1.415.769.665,49 (Rp 28.906.800.000,00 – Rp 27.491.030.334,51). Pada tahun 2014 ini walaupun tejadi penurunan sebesar 95% tetap saja kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD masih dikatakan cukup efektif karena rasio efektifitas PAD tahun anggaran 2014 berada pada predikat 90%-99%. Dampak positif perhitungan rasio efektifitas PAD ini bagi keuangan yaitu dari perhitungan analisis rasionya dapat diketahui dengan cermat bagaimana perbandingan antara target dan realisasi PAD pada tiap tahunnya sehingga dapat dinilai oleh Pemerintah Kota Tidore Kepulauan kapan target dan realisasinya ini berada di posisi paling efektif bagi keuangan daerahnya. Dampak negatif dari perhitungan rasio efektifitas PAD ini bagi keuangan yaitu walaupun rasio efektifitasnya sudah sangat baik tetapi apabila ternyata biaya pemungutan PAD sangat besar, maka pemerintah dianggap tidak efisien dalam menjalankan kegiatannya.
5. Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Rasio efisiensi PAD pada tahun anggaran 2013 sebesar 26% dapat dikatakan cukup efisien karena berada pada predikat 21%-30%. Sedangkan tahun 2014 perhitungan efisiensi PAD mengalami penurunan sebesar 15%. Hal Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
75
ini menunjukkan bahwa efisiensi PAD mengalami peningkatan walaupun realisasi pendapatan daerah tidak mencapai jumlah yang dianggarkan yaitu sebesar Rp 27.491.030.334,51 tetapi biaya pemerolehan PAD setiap tahunnya tidak mengalami penurunan. Pada tahun 2014 ini walaupun tidak mencapai jumlah yang dianggarkan tetapi penurunan sebesar 15% tetap saja dikatakan kemampuan pemerintah daerah dalam hal efisiensi penerimaan PAD masih dikatakan efisien karena rasio efisiensi PAD tahun anggaran 2014 berada pada predikat 10%-20%. Dengan melihat nilai analisis rasio efisiensi pemerintah dapat membandingkan tingkat efisiensi biaya yang dikeluarkan didalam memungut PAD dibandingkan dengan PAD yang diperoleh.
6. Analisis Varians Belanja Berdasarkan laporan realisasi anggaran tahun 2013, secara umum terdapat selisih anggaran belanja bersaldo negatif. Hal ini mengindikasikan adanya efisiensi atau penghematan anggaran. Anggaran belanja terserap 92.76%, penghematan anggaran
belanja
yang
dilakukan
dalam
tahun
2013
sebesar
Rp
46.628.727.986,63 atau 7.24% dari total APBD. Jumlah penghematan tersebut jika dilihat dari persentasenya memang tidak begitu besar, namun jika dilihat dari nominalnya cukup signifikan dan dapat dikatan pemerintah daerah kota Tidore Kepulauan memiliki kinerja yang cukup baik dalam penghematan anggaran belanja. Hal ini cukup berbeda pada laporan realisasi anggaran tahun 2014. Pada tahun ini persentasi efisiensi atau penghematan anggaran cukup menurun sebesar 92.26%. Penghematan belanja pada tahun 2014 sebesar Rp 53.754.167.742.00 atau 7,74% dari total APBD. Dalam analisis ini hendaknya tidak terpaku pada persentase pengehematan yang yang berhasil dilakukan tetapi juga jumlah nominalnya. Meskipun secara persentase kecil, tetapi jika secara cukup signifikan, maka dapat dikatakan kinerjanya baik.
7. Rasio Efisiensi Belanja Rasio efisiensi belanja pada tahun 2013 sebesar 93%, hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun ini pemerintah telah melakukan efisiensi anggaran belanja sedangkan pada tahun 2014 pemerintah mengalami peningkatan dalam hal Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
76
efisiensi anggaran belanja hal ini dapat di lihat dengan menurunnya persentase dari perhitungan analisis rasio anggaran belanja sebesar 92%. Hal ini dikarenakan karena selisih antara anggaran dan realisasi belanja tidak jauh berbeda. Kinerja pemerintah daerah dinilai baik apabila pemerintah daerah mampu melakukan efisiensi belanja. Sebaliknya jika realisasi belanja lebih besar dari jumlah yang dianggarkan maka hal itu mengindikasikan adanya kinerja anggaran yang kurang baik.
8. Rasio Belanja Daerah terhadap PDRB Rasio Belanja daerah terhadap PDRB merupakan perbandingan antara total belanja daerah dengan PDRB yang dihasilkan daerah. Rasio ini menunjukkan produktivitas dan efektivitas belanja daerah. Selain itu kita juga dapat melihat tingkat ekonomis pemerintah daerah dalam rasio ini. Rasio belanja daerah terhadap PDRB pada tahun 2013 sebesar 18% hal ini menunjukkan bahwa produktivitas dan efektiivitas belanja daerah cukup baik karena selisih antara pendapatan domestik regional bruto dengan belanja daerah cukup signifikan sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah memiliki produktivitas dan efektifitas yang baik. Kemudian pada tahun 2014 produktifitas dan efektifitas belanja daerah mengalami peningkatan hal ini dapat dilihat dari peresentase sebesar 17% hal ini dikarenakan realisasi belanja daerah yang tidak mengalami peningkatan yang tidak cukup signifikan tetapi berbading terbalik dengan PDRB daerah yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis akan mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kinerja Pemerintah daerah Kota Tidore Kepulauan dalam mengelola APBD bisa dikatakan sudah cukup efektif, efisien dan ekonomis. Rasio efektifitas pendapatan asli daerah yang menunjukkan bahwa pada tahun 2013 pemerintah dapat melakukan efektifitas sebesar 116%, walaupun pada tahun 2014 menurun menjadi 95%. Dalam analisis varians juga dapat terlihat bahwa pemerintah daerah sangat efektif dalam menggunakan Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
77
anggaran pendapatan daerah pada tahun 2013 sebesar 100,50% dan meningkat menjadi 100,79% hal ini jika di lihat dari tahun sebelumnya maka pemerintah daerah dapat meningkatkan efektifitas dan kinerjanya dalam menggunakan anggaran. 2. Dalam analisis efisiensi pendapatan asli daerah menunjukkan bahwa pada tahun 2013 pemerintah daerah dapat melakukan efisiensi pendapatan asli daerah sebesar 26% walaupun pada tahun 2014 mengalami penurunan persentasi sebesar 15%. Dalam anggaran belanja daerah efisiensi juga dapat di lihat dalam analisis efisiensi belanja daerah dan analisis varians belanja daerah yang menunjukkan bahwa pada tahun 2013 pemerintah daerah dalam melaksanakan anggaran belanja sangat efisien sebesar 93% sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan persentase sebesar 92%.
DAFTAR PUSTAKA Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, edisi ke-4. Jakarta. Salemba Empat. Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2014. Teori, Konsep dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik: Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan, Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Edisi ke-2. Jakarta. Salemba Empat. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Edisi ke-3. Cetakan ke-3. Jakarta. Balai Pustaka. Mahmudi. 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Pemerintahan.
tentang Standar Akuntansi
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2002 dan Keputusan Menti rdi Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
78
Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Akuntansi Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM.
Vol 1, No. 009 (2015) Resi Sahubawa
79