ANALISAS GANGGUAN JARINGAN KABEL COAXIAL PADA APLIKASI TV KABEL DENGAN MENGAMATI PARAMETER BER, MER DAN POWER LEVEL
DISUSUN OLEH NAMA : MUHAMAD IQBAL S NIM : 41405110065
UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009
JURUSAN TEKNIK ELEKTRI FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA
LEMBAR PERSETUJUAN
Menyatakan bahwa tugas akhir ini disusun oleh : Nama
:
Muhamad Iqbal S
NIM
:
41405110065
Jurusan
:
Tehnik Elektro S1
Peminatan
:
Teknik Elektro Telekomunikasi
Judul Tugas
:
Analisas gangguan jaringan kabel coaxial pada aplikasi
Akhir
TV kabel dengan mengamati parameter BER, MER dan Power Level
Pembimbing
:
Dr. Ing. Mudrik Alaydrus
Dilaksanakan
:
Semester Genap 2008 / 2009
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan sarjana teknik di Universitas Mercubuana, Jakarta, tahun 2009
Mengetahui
Pembimbing I
Koordinator Program Studi
Dr. Ing. Mudrik Alaydrus
Ir. Yudhi Gunadi MT
ABSTRAK
Alhamdulillah saya panjatkan puji dan syukur Ke hadirat Allah SWT beserta junjungannya Nabi besar Muhammad SAW, karena atas berkahnya dan sari tauladannya-lah saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini, tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Ibu yang telah mendukung terus dengan doa doanya dan ikan haruannya, selama perjuangan saya kuliah di kampus Mercubuana 2. Adik dan kakak yang penyabar dan turut membantu dan sering mengantar saya kuliah 3. Pak DR.Ing. Mudrik Alaydrus selaku dosen yang dengan sabar membantu membimbing dalam penyelesain tugas akhir ini 4. Pak Kusnuryono, dari Pt. First Media TBK, sohib saya yang baik hati yang dengan sabar memberikan guide dan ilmu-ilmunya, yang memberikan fasilitas untuk pengujian, sampai akhirnya saya menyelesaikan tulisan saya ini, terima kasih berat pak, kalau pak kus minta bantuan saya siap melayani ☺ dengan senang hati. 5. Mbak maria, dan kru-kru First Media TBK lainnya yang tidak saya sebutkan di sini, terima kasih berat atas bantuan dan guidenya selama pelaksanaan tugas akhir ini, tidak lupa juga paket fastnet yang stabil selalu menemani dalam proses pemahaman teknologi cable ini. 6. Teman-teman di kampus Mercubuana yang pada gaul, ilmu kalian pada mantap-mantap deh, salut buat kalian yang rela mengorbankan waktu kalian untuk kuliah di sabtu minggu di mercubuana, para Dosen, pak Said , trims pak buat sislinnya, bu Eva, trims buat statistikanya, pak Zuhaer, trims pak buat matermatikanya, mantap sekali, dan dosen elektro lainnya yang belum saya sebut disini, terima kasih telah memberi inspirasi untuk bahan TA ini.
Adapun alasan saya memilih TA ini karena topik cable TV cukup menarik, dari segi teknologi, dan kapsitas, cable TV selalu selangkah lebih maju daripada teknologi selluler, namun karena tipe fixed, penetrasinya ke consumer relatif lebih rendah daripada teknologi wireless, namun cable menawarkan hal yang
sulit dikejar oleh wireless, terutama dalam hal kapasitas, quality, latency dan stabilitas koneksi. TV Kabel digital walaupun bukan teknologi baru, namun pendigitalisasian
cable TV baru-baru saja dilakukan di PT firstmedia,
sebelumnya servis yang diberikan PT. Firstmedia untuk layanan video masih berbasis transmisi analog, transmisi ini memiliki kelemahan dalam kualitas transmisi yang sulit untuk konsisten, transmisi ini mudah seklai dipengaruhi oleh kongesti dan gangguan noise di coaxial, gangguan ini dengan seger diketahui dengan adanya noise seperti semut, cross modulation, hum, color tilting dsb, membuat kasus gangguan dan pelayanan sangat beragam dan sulit untuk memperoleh layanan prima nonstop 24 jam. Namun dengan hadirnya digital cable TV, standard pelayanan berubah drastis.
Digital cable TV sangat kebal terhadap pengaruh noise dan kongesti pada coaxial, hal ini dimungkinkan berkat digunakannya teknologi sampling, quantitasi dan coding pada transmisi digitalnya. Layanan menjadi konsisten, bebas noise, bebas cross modulation, bebas semut, sehingga kualitas terjaga selama 24, Namun dari semua keunggulan yang diusung, tentunya teknologi ini tidak benar-benar kebal, pada prinsipnya pada tingkat modulasinya masih mengandalkan analog juga, yang masih dipengaruhi noise, sberapa besar ketahanannya terhadap noise akan diketahui pada test kali ini.
Standard TV cable sudah ditetapkan oleh badan SCTE, skema modulasi yang digunakan menurut SCTE adalah 64-QAM dan bekerja pada band 5-1000 MHz, dengan symbol rate 6,875 Msymbol/s. Dengan digunakannya QAM, maka digunakalah parameter MER, BER dan power level. Namun apakah perlu parameter sebanyak itu? Apakah setiap parameter harus dilihat semua bila terjadi gangguan, ataukah hanya parameter tertentu saja yang ditinjau? Dan pada batasan berapakah gangguan mulai terjadi untuk parameter tersebut?
Dengan alasan inilah penulis membuat karya ini, dengan harapan bisa menjadi panduan baik bagi penulis maupun pembaca tulisan ilmiah ini dalam troubleshooting masalah jaringan digital cable TV, penulis merasa tulisan ini jauh
dari sempurna, karena itulah penulis sangat berharap pada saran kritiknya, sehingga penulis dapat memperbaikinya atau bahkan mengembangkannya lebih jauh lagi. Demikian, wassalam.
Ttd Muhamad Iqbal
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
…………….
i
DAFTAR TABEL
…………….
v
DAFTAR ISTILAH
…………….
vi
I.1. Latar Belakang
…………….
1
I.2. Perumusan Masalah
…………….
2
I.3. Tujuan Tugas Akhir
…………….
2
I.4. Ruang Lingkup
…………….
2
I.5. Sistematika Penulisan
…………….
2
…………….
4
II.1.1. Headend
…………….
4
II.1.2. Fiber optik
…………….
5
II.1.3. Coaxial Cable
…………….
5
II.1.4. Tipe-tipe konektor coaxial cable
…………….
7
II.1.5. Amplifier
…………….
8
II.1.6. Tap
…………….
8
II.1.7. Node
…………….
9
II.1.8. Power Supply
…………….
10
II.2. Alokasi kanal
…………….
10
II.3. Macam-macam intalasi cable TV
…………….
12
II.4. Karakteristik Kabel Coaxial
…………….
13
…………….
13
PENDAHULUAN
Bab II. JARINGAN KABEL HYBRID FIBER COAXIAL II.1. Sistem Jaringan Kabel Hybrid Fiber Coaxial
II.4.1. Impedansi kabel coaxial
II.4.2. Peredaman Sinyal (Atenuasi )
…………….
15
II.4.3. Skin effect
…………….
16
II.4.4. Delay
…………….
18
II.4.5. Faktor Refleksi Dan VSWR
…………….
19
…………….
20
II.5.1.Modulasi QAM di transmitter
…………….
20
II.5.2. Deteksi QAM di receiver
…………….
22
II.6. Parameter Kinerja Jaringan Transmisi
…………….
26
II.6.1. Bit Error rate
…………….
26
II.6.2. Modulation Error Rate (MER)
…………….
27
…………….
29
III. I. PERALATAN DAN BAHAN :
…………….
33
III.2. TOPOGRAFI PENGUJIAN CATV
…………….
33
III.3. Perangkat Aerial Coaxial Cable TV
…………….
35
III.3.1. Setop box atau decoder
…………….
35
III.3.2. Node
…………….
36
III.3.3. Catu Daya (Power Supply)
…………….
37
III.3.4. Amplifier
…………….
39
III.3.5. Tap
…………….
40
…………….
41
III.4.1. Pengukuran Signal Level, BER dan MER
…………….
42
III.4.2 Pendeteksian gambar secara visual.
…………….
43
IV.1. Data
…………….
45
IV.2. Analisa
…………….
53
II.5. Quadrature amplitude modulation (transmitter QAM)
II.7. Efek Gangguan
BAB III. METODE PENGUJIAN
III.4. Metode Pengukuran
BAB IV DATA DAN ANALISA
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan
…………….
66
V.2. Saran
…………….
67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Topografi Hybrid Fiber Coaxial
4
Gambar 2.2 : Bagan headend
4
Gambar 2.3 : Kabel Fiber optic
5
Gambar 2.4 : Kabel Non Messenger
6
Gambar 2.5 : Kabel Messenger
6
Gambar 2.6 : Standard instalasi cable drop
7
Gambar 2.7 : standard F Connector
7
Gambar 2.8 : Tipe-tipe konektor kabel Coaxial
8
Gambar 2.9 : Penggunaan Amplifier pada jaringan Aerial
8
Gambar 2.10 : Amplifer untuk Underground
8
Gambar 2.11 : Tipe-tipe tap dan in house splitter
9
Gambar 2.12 : Penggunaan Tap untuk
9
Gambar 2.13 : Tipe instalasi Node Underground
9
Gambar 2.14 : Tipe Instalasi Node Aerial
9
Gambar 2.15 : UPS
10
Gambar 2.16 : Alokasi frekuensi kanal untuk Data dan video
11
Gambar 2.17 : Alokasi frekuensi Kanal standard Scientific Atlanta
11
dan CVT Eastern Gambar 2.18 : Instalasi Aerial
12
Gambar 2.19 : Instalasi bawah tanah
12
Gambar 2.20 : Induksi
13
Gambar 2.21 : bagan coaxial cable
14
Gambar 2.22 : Hubungan Diameter kabel dan impedansi
14
Gambar 2.23 : efek akibat attenuasi
16
Gambar 2.24 : Distribusi elektron pada konduktor, warna merah
17
sampai orange menunjukkan distribusi elektron
i
Gambar 2.25 : Model sirkuit saluran transmisi
19
Gambar 2.26 : Sinyal datang dan sinyal refleksi
19
Gambar 2.27 : sinyal pulse wave sebelum terkena pengaruh
19
gelombang refleksi Gambar 2.28 : Sinyal pulse wave setelah terkena pengaruh
19
gelombang refleksi Gambar 2.29 : Penggambaran konstelasi
21
Gambar 2.30. Diagram Blok modulator 64-QAM
22
Gambar 2.31 : Konstelasi 16 QAM
23
Gambar 2.32 : Konstelasi 64 QAM
23
Gambar 2.33 : Pengkodean 64-QAM
24
Gambar 2.34 : kanal I dan Q pada Amplituda vs domain waktu
24
Gambar 2.35 : grafik konstelasi
25
Gambar 2.36 : Moduation Error Rate
27
Gambar 2.37 : Vektor Modulation error
27
Gambar 2.38 : Awan konstelasi yang terbentuk dari vector beberapa
28
titik konstelasi Gambar 2.39 : (a) MER yang baik (b) MER yang Buruk
29
Gambar 2.40 : Blocking effect dan No signal
30
Gambar 2.41 : Macam-macam konstelasi (a) konstelasi ideal, (b)
31
Efek Noise yang tinggi atau Powerlevel yang rendah (c) efek intermitten, (d) Phase noise, (f) CATV Analog carrier Gambar 3.1 : Topografi pengujian
34
Gambar 3.2 : Rak Pengujian
35
Gambar 3.3 : Dekoder dan TV monitoring
36
Gambar 3.4 : Scientifict Atlanta Node 6940
36
Gambar 3.5 : Fiber Optic Cable management
37
ii
Gambar 3.6 : UPS Power Supply (AC power) dan batere DC
37
Gambar 3.7 : Power Inserter
38
Gambar 3.8 : Fiting dan terminate
38
Gambar 3.9 : Scientifict Atlanta Amplifier II
39
Gambar 3.10 : sirkuit Internal SA amplifier II
39
Gambar 3.11 : Internal circuit Reverse filter
39
Gambar 3.12 : Tap
40
Gambar 3.13 : (a) cable RG6 80M dan (b) Splitter 4 way ballance
41
Gambar 3.14 : Alat Ukur SDA-5000
41
Gambar 3.15 : (a) Pengukuran power level dan Spektrum sweep, (b)
42
Pengukuran BER dan MER, (c) Spectrum Sweep Gambar 3.16 : Artifak pada Gangguan start blocking
43
Gambar 3.17 : Artifak pada gangguan start blocking
43
Gambar 3.18 : Freeze atau No Signal
44
Gambar 4.1 : Pengaturan Output Amplifier
53
Gambar 4.2 : (a) respons frekuensi pada output TAP, (b) respons
54
frekuensi secara detail Gambar 4.3 : kasus QAM ideal
55
Gambar 4.4 : MER pada 32.6 dB
55
Gambar 4.5 : MER pada 29.9 dB, Power Level -16.7 dBmV, post
56
BER <1e-9, 530MHz Gambar 4.6 : MER pada 27,9 power level -19 dBmV, Post BER
57
<1e-9, 530 MHz Gambar 4.7 : MER pada 22.0, Power level -26.4 dB , BER 1.2e-04,
57
530 MHz Gambar 4.8 : MER 20 dB, power level -28.6, Post BER 7,4e-03,
57
530 MHz Gambar 4.9 : gambar spectrum saat power level buruk.
iii
58
Gambar 4.10 : Power level Vs MER untuk tiap band/kanal frekuensi
61
Gambar 4.11: Power level vs BER
62
Gambar 4.12 : MER Vs BER
63
Gambar 4.13 : Grafik bit rate streaming video source mpeg-2
64
dengan heavy compression
iv
DAFTAR TABEL Table 2.1 : Atenuasi coaxial cable
15
Table 2.2. Valid MER Measurement Range
29
Table 4.1 : table pengukuran band 402 MHz
45
Table 4.2 : table pengukuran band 426 MHz
46
Table 4.3 : table pengukuran band 450 MHz
48
Table 4.4 : table pengukuran band 490 MHz
49
Table 4.5 : table pengukuran band 530 MHz
51
Tabel 4.6 : MER,BER dan power level pada Kasus mulai terjadi gangguan
60
v
DAFTAR ISTILAH ¾ noise adalah suatu sinyal baik yang bersifat akustik (suara), elektris, maupun elektronis yang hadir dalam suatu sistem (rangkaian listrik/ elektronika) dalam bentuk gangguan yang bukan merupakan sinyal yang diinginkan. ¾ Fiber optic adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara ¾ Modulasi adalah proses perubahan (varying) suatu gelombang periodik sehingga menjadikan suatu sinyal mampu membawa suatu informasi. Dengan proses modulasi, suatu informasi (biasanya berfrekeunsi rendah) bisa dimasukkan ke dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa gelombang sinus berfrekuensi tinggi. ¾ MPEG-2 adalah penentuan untuk sekelompok koding dan kompresi untuk audio dan video, yang disetujui oleh MPEG dan diterbitkan sebagai standar internasional ISO/IEC 13818. MPEG-2 biasanya digunakan untuk encode audio dan video untuk sinyal broadcast, ¾ Line Extender adalah amplifier yang berfungsi menghbungkan area distribusi satu dengan area distribusi lain, biasanya menghubungkan amplifier dengan amplifier dengan menggunakan kabel trunk. ¾ Hub adalah kumpulan perangkat yang merelaykan transmisi dari headend pusat ke suatu area area, hub memiliki unit-unit transmisi yang lengkap seperti headend, hanya bertugas merelay konten datanya saja, sementara konten atau servisnya sendiri diatur dari headend ¾ Power inverter adalah pengubah tegana ac ke DC atau sebaliknya ¾ Kanal adalah band frekuensi yang menampung suatu transmisi telekomunikasi
vi
¾ Forward channel atau downstream adalah aliran komunikasi dari provider ke subscriber atau pengguna ¾ Reverse channel adalah aliran komunikasi dari perangkat pengguna ke provider ¾ Costumer Premise Equpment (CPE) adalah unit atau alat yang digunakan agar servis dapat diberikan oleh provider ke pada costumer ¾ Setop Box (STB) adalah unit untuk menerjemahkan sinyal digital dari provider TV cable ke dalam bentuk analog untuk difeedkan ke televisi milik subscriber. ¾ Cable Modem Termination System (CMTS). Adalah perangkat terminasi coaxial yang menjembatani pengguna cable modem ke Internet service provider untuk servis internet ¾ Waveguide adalah medan elektromagnetik yang dirambatkan kedalam suatu medium , transmisinya searah dengan arah medium transmisinya. ¾ band berarti jarak spesifik untuk frekuensi gelombang radio. ¾ Forward error correction adalah metode untuk menrecovery data yang salah atau hilang pada saat transmisi dilakukan ¾ pulse shaping adalah metode untuk mengubah bentuk galombang sehingga lebih tahan akibat kongesti selama transmisi di suatu medium ¾ differential coding adalah tehnik untuk menhasilkan sinyal yang dapt dengan mudah diterjemahkan di sis receptor dengan modulasi tertentu, data ditransmiskan tidak hanya bergantung pada data yang ditransmiskan sekarang, tapi juga data sebelumnya ¾ orthogonal artinya dua vektor yang saling tegak lurus, dimana dot productnya adalah nol ¾ Low-Pass Filter adalah circuit yang melewatkan frekuensi di bawahnya tapi mengattenuasikan frekuensi di atasnya ¾ High pass filter adalah circuit yang melewatkan frekuensi di atasnya tapi
vii
mengattenuasikan freakuensi di bawahnya ¾ Reed Solomon error checking and correction adalah metode recovery data dari bit stream yang error yang bekerja dengan metode oversampling bentuk polinomial dari data. ¾ Multiplekser atau disingkat MUX adalah alat atau komponen elektronika yang bisa memilih banyak input (masukan) yang akan diteruskan ke bagian output (keluaran) melalui satu trunk. Pemilihan input mana yang dipilih akan ditentukan oleh signal yang ada di bagian kontrol (kendali) ¾ Wave Divison Multiplexing (WDM) adalah tehnik untuk memultipleks beberapa sumber fiber optic ke dalam satu fiber optic ¾ Uninterruptible Power Supply (UPS) adalah perangkat yang biasanya menggunakan baterai backup sebagai catuan daya alternatif, untuk Dapat memberikan suplai daYa yang tidak terganggu untuk perangkat elektronik yang terpasang ¾ Transduser adalah alat yang mengubah suatu bentuk energi menjadi bentuk energi fisis lainnya untuk keperluan tertentu, seperti pnegukuran, dan transfer informasi ¾ spectal pattern adalah pola penyebaran spektrum frekuensi apabila dilihat frekuensi vs power level ¾ Dual Side Band Suppressed Carrier adalah transmisi yang frekuensinya dihasilkan oleh amplitude modulation simetris baik bagian atas maupun bagian bawah frekuensi carrier, dan level carrier diturunkan ke tingkat tertentu, hingga hampir teredam.
viii
ix
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Populernya teknologi Broadcast dengan transmisi Digital menggeser teknologi transmisi analog. Teknologi broadcast digital membutuhkan bandwidth yang lebih lebar , memiliki fleksibilitas yang tinggi , konsistensi layanan yang lebih terjamin dan memungkinkan servis data, suara dan gambar sekaligus dalam waktu bersamaan dengan kualitas tinggi. Bandwidth yang lebar membutuhkan kualitas kanal yang baik. Pada transmisi analog, berfrekuensi tinggi, parameter seperti noise, redaman kabel, refleksi dan pergeseran fasa menyebabkan kongesti pada jaringan coaxial, hal ini menyebabkan turunnya kualitas layanan di sisi Costumer Premise Equipment (CPE). Sedangkan pada Transmisi Digital, indikator performa jaringan ditunjukkan dengan Bit error rate (BER) dan Modulation error rate (MER). Modulation Error Rate digunakan sebagai indikator performa jaringan coaxial karena pada modulasi jaringan broadcast tersebut menggunakan 64-QAM, dan memungkinkan bit rate yang tinggi hingga 40 Mbps pada bandwidth 8 MHz. Di PT. First Media, sinyal forward (downstream) menempati band dari 88-870 MHz, sedangkan reverse (upstream) menempati band 5-42 MHz. Kanal untuk layanan video dan layanan data menempati kanal yang berbeda, untuk kanal video menggunakan bandwidth 8 MHz dan untuk kanal data menggunakan bandwidth 6 MHz. Qualitas jaringan dengan memanfaatkan QAM ini sangat bergantung pada kualitas jaringan coaxial dan bit ratenya, Kualitas bit rate ini juga tergantung pada kualitas MER dan power level yang merupakan parameter untuk skema transmisinya, seharusnya bila bit ratenya bagus, MER dan power levelnya bagus, sehingga tidak terjadi gangguan di servis videonya. 1
Karena itu eksperimen ini akan mencoba melihat hubungan MER dan power level dengan BER tersebut, sekaligus mencari batasan nilai ketiga parameter tersebut saat terjadinya gangguan.
I.2. Perumusan Masalah Jaringan cable TV di PT. firstmedia TBK memanfaatkan teknologi Hybrid Fiber Coaxial. Teknologi ini mengkombinasikan fiber optik untuk backbone dan coaxial untuk distribusi ke CPE. jaringan coaxial ini sangat rentan terhadap interferensi yang mungkin muncul dari peralatan rumah tangga, sedangkan kabel fiber optic kebal terhadap segala macam interferensi elektrik. Karena itu penulis ingin meneliti korelasi gangguan terhadap parameter-parameter kinerja transmisi digital jaringan coaxial Cabel TV
I.3. Tujuan Tugas Akhir menganalisa hubungan parameter digital seperti BER, MER dan power level, dan batasan-batasan parameter tersebut terhadap kualitas layanan video, yang didentifikasi dengan adanya gangguan artifak gambar atau hilangnya sinyal. Dengan mengetahui hasil pengukuran tersebut, diharapakan dapat diperoleh gambaran dan batasan parameter yang mempengaruhi kualitas layanan secara konsisten.
I.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup dibatasi pada: 1. Pembuatan model transmisi jaringan coaxial kabel TV. 2. Pengenalan spesifikasi alat ukur SDA-5000 dan 3. Pengukuran Power level, BER dan MER 4. Analisa korelasi parameter terhadap kualitas servis jaringan. 5. Penetapan batasan kinerja yang prima untuk broadcast lewat digital coaxial CATV.
2
I.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang diterapkan dalam laporan kerja praktik ini adalah sebagai berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisikan mengenai latar belakang tugas akhir, tujuan, batasan masalah, sistematika penulisan dan timeline pengerjaan TA
BAB II
: LANDASAN TEORI Bab ini berisikan gambaran umum jaringan digital cable TV di first Media, topografi HFC, karakteristik dari jaringan akses tembaga, parameter kinerja jaringan yang dimanfaatkan untuk mengukur kinerja coaxial, dan tipe-tipe gangguan pada coaxial
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi gambaran Topografi pengujian, pengenalan alat-alat pengujian, dan karakteristik alat-alat pengujian termasuk cara mengukur dengan SDA5000
BAB IV
: DATA DAN ANALISA Bab ini berisi tentang data-data hasil pengukuran performansi jaringan hierarki coaxial digital cable TV, interprestasi data dari alat ukur digital CATV, yang diambil dari berbagai kanal fekuensi, dan masing masing kanal diambil 30 data unuk masing-masing parameter, dan diukur dengan alat SDA-5000. Kemudain dianalisa parameter yang dan menunjukkan kinerja jaringan yang nyata.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN 3
Bab II JARINGAN KABEL HYBRID FIBER COAXIAL
II.1. Sistem Jaringan Kabel Hybrid Fiber Coaxial Jaringan arsitektur Hybrid Fiber Coaxial (HFC) menggunakan prinsip dasar dari lokal loop dimana sistem redundant-nya merupakan konfigurasi loop yang menggunakan kabel fiber optik sebagai backbone. Metode ini selain untuk menghemat biaya instalasi, juga meningkatkan skalabilitas dan performa jaringan. Internet/ ISP Provider
Satellite Satellite
Satellite dish
tik Fiber Op
Headend
Mainframe
Node
Amplifier
PBX
Customers Fiber optik
Hub
Fiber optik Tap
T ow n
Gambar 2.1 : Topografi Hybrid Fiber Coaxial II.1.1. Headend Headend – Tempat semua alat-atal broadcast ditempatkan, seperti encoder/decoder, modul Quadratur Amplitude Modulation (QAM), fiber optic concentrator, storage, data center maupun interface ke ISP.
Satellite
VSAT
Fiberoptik Decoder/encoder
QAM Modulator
Fiber collector
Gambar 2.2 : Bagan headend 4
Sinyal broadcast dari provider broadcast content luar seperti Time Warner, National Geographic channel, Discovery Channel, BBC, dan lainnya, masing masing metransmisikan format DVB dengan enkripsinya sendiri-sendiri. Setiap provider masuk ke masing-masing encoder/decoder sendiri untuk dikonversi menjadi format MPEG-2. Kemudian format tersebut di encode kembali untuk diproses di QAM-Modulator, setelah diproses di QAM modulator, kanal-kanal dimultiplekskan dengan Fiber concentrator, di fiber concentrator sinyal di konversikan dulu menjadi cahaya untuk di transmisikan melalui jaringan Fiber optik sampai ke Node pembagi (Node).
II.1.2. Fiber optik Fiber Optik- terdiri dari serat kaca yang digunakan untuk melewatkan cahaya yang membawa informasi sinyal elektrik. Kabel Fiber optic yang biasa dipakai menggunakan beroperasi untuk panjang gelombang 1310 nm dan 1550 nm, 1550 nm dipakai untuk instalasi dengan span yang sangat jauh (kisaran 30 KM)
Gambar 2.3 : Kabel Fiber optic
II.1.3. Coaxial Cable Coaxial Cable adalah kabel yang terdiri dari kabel konduktor di bagian tengah yang tersekat oleh lapisan insulator (dielectric) dengan lapisan konduktor dalam bentuk tabung atau pipa outer insulating and protective layer.
5
- Kabel Coaxial Non messenger Center conductor
Jacket
Dielectric Dielectric Outer Conductor
Tipe kabel ini biasa dipakai dari tap ke pelanggan, atau kabel yang terhubung langsung dari ground block ke setup box pelanggan ,
Gambar 2.4 : Kabel Non Messenger - Kabel Coaxial Messenger Messenger Dielectric
Kabel ini digunakan untuk kabel aerial, dari Node ke tap atau ke amplifier. Kabel ini dialiri tegangan 60 V. Kawat
Jacket
Outer Conductor
Center conductor
messenger mengurangi deformasi kabel utama saat tension tinggi. Kabel messenger juga digunakan untuk menghubungkan tap dengan ground block. Jarak maksimum yang disarankan untuk standard
Gambar 2.5 : Kabel Messenger
instalasi adalah 80 meter. 6
Gambar 2.6 : Standard instalasi cable drop
II.1.4. Tipe-tipe konektor coaxial cable Kabel coaxial menggunakan Standard F-connector. Konektor ini umum digunakan pada produk CATV
F-56 Connector Compression
F-81 Barrel Splice
TV adapter male
TV adapter female
Ground Block/Bonding Block
Gambar 2.7 : standard F Connector Standard Fitting atau konektor F seperti gambar di bawah ini digunakan untuk aerial instalasi.
7
Fitting Terminate
Gambar 2.8 : Tipe-tipe konektor kabel Coaxial II.1.5. Amplifier Amplifier- digunakan untuk menaikkan / memperkuat sinyal elektrik setelah sinyal tersebut mengalami penurunan / kehilangan tegangan dikarenakan jarak yang telah ditempuh dari sumbernya. Amplifier SA type III dapat memperkuat high freq (750 MHz) sampai dengan level 47.5 dBmV dan 35 dBmV pada low frequency (54 MHz).
Gambar 2.9 : Penggunaan Amplifier
Gambar 2.10 : Amplifer untuk Underground
pada jaringan Aerial
II.1.6. Tap Tap- digunakan untuk mendistribusikan sinyal / untuk mengkoneksi ke beberapa rumah dari jaringan distribusi utama kabel koaksial. Tap juga me-filter tegangan AC 60V yang digunakan untuk catudaya node dan amplifier (juga line extender), sebab tap sendiri me-filter hanya band frekuensi 5-1000 MHz, sehinga power dari PLN yang memiliki frekuensi 50/60 Hz tidak ikut masuk. 8
8 Way Tap
4 Way Tap
TV TV Adapter Adapter
2 Way Tap
Barrel Barrel F F 81 Fitting Fitting F F 55
In House House Splitter Splitter In In House House Splitter Splitter 22 Way 44 Way Way Way
In In House House Splitter Splitter 33 Way Way
Gambar 2.11 : Tipe-tipe tap dan in house splitter
Gambar 2.12 : Penggunaan Tap untuk underground installation
II.1.7. Node Node merupakan akhir dari jaringan fiber optic setelah Hub, dan awal bagi jaringan coaxial, juga tempat pendistribusian jaringan coaxial kepada pelanggan. Unit ini bekerja dengan catu daya 40-90V
Gambar 2.13 :
Gambar 2.14 :
Tipe instalasi Node Underground
Tipe Instalasi Node Aerial
9
II.1.8. Power Supply Unit Power Supply yang digunakan pada instalasi aerial digunakan untuk mensuplai span antara unit node sampai unit amplifier, sementara headend menggunakan catu daya generatornya sendiri. Untuk instalasi Aerial, catu daya yang digunakan adalah catu daya dari PLN 220 V yang melewati unit UPS sekaligus power inverter, unit ini dapat digunakan untuk step down transformator dari 220 V ke 60 V yang digunakan untuk memberi supply power ke amplifier dan Node
Gambar 2.15 : UPS
II.2. Alokasi kanal HFC dimanfaatkan untuk transmisi DVB-C (digital video broadcasting cable) maupun untuk layanan data, standard HFC cukup fleksibel, karena penambahan fitur cukup dengan menambahkan modul, untuk layanan DVB costumer dapat menggunakan setup box khusus untuk layanan video, sedangkan untuk data dapat menggunakan cable modem saja. Bahkan sekarang sudah ada unit yang terintegrasi untuk layanan video dan data, misalnya Sling Box. Pada layanan TV cable, sinyal menempati band downstream, yaitu 88-870 MHz, sedangkan reverse atau upstream , digunakan untuk layanan cable modem atau data. PT. firstmedia TBK menyediakan layanan hybrid baik fully digital maupun kanal analog. Pada sinyal forward, area frekuensi di bagi tiga area frekuensi, yaitu area grup kanal analog yang menempati bagian bawah band frekuensi forward, dimana pada kanal ini masih ditransmisikan sinyal broadcast 10
analog PAL B/G yang masih menggunakan baseband 8 MHz per kanal dengan standard SCTE. Untuk layanan Data menempati bagian tengah grup kanal, dengan baseband 6 MHz per kanal, sedangkan bagian atas grup kanal ditempati layanan video fully digital yang menggunakan modulasi QAM dan MPEG2 encoding, dimana masing masing kanal dan menggunakan baseband 8 MHz per kanal yang terdiri 5-6 stream broadcast yang sudah terkompresi dengan encoding MPEG2. Subscriber Cable TV Channel & Dowstream Cable Modem
Head End
Sinyal Forward / Downstream Frekuensi : 88 – 870 MHz
Sinyal Reverse / Upstream Frekuensi : 5 - 65 MHz Upstream Transmit Cable Modem
Gambar 2.16 : Alokasi frekuensi kanal untuk Data dan video Gambar 2.16 menunjukkan alokasi frekuensi secara umum, dengan sinyal forward untuk broadcast dan informasi downstream data, sedangkan upstream untuk transmit data cable modem ke Cable Modem Termination System (CMTS). Lebih detil lagi alokasi frekuensi kanal CATV digambarkan pada gambar 2.3
Gambar 2.17 : Alokasi frekuensi Kanal standard Scientific Atlanta dan CVT Eastern 11
II.3. Macam-macam intalasi cable TV -
Instalasi melalui plafon/aerial
Gambar 2.18 : Instalasi Aerial Model ini umum dipakai di Indonesia karena tidak adanya saluran infrastruktur bawah tanah yang matang, model ini lebih murah karena tidak perlu biaya penggalian untuk instalasi. Namun resikonya kabel lebih rentan terhadap gangguan alam.Instalasi ini juga mengurangi estetika tata perkotaan. -
Instalasi bawah tanah
Gambar 2.19 : Instalasi bawah tanah Model ini umum digunakan di Amerika karena infrastruktur bawah tanahnya sudah cukup lama ada, saluran bawah tanah lebih tahan terhadap gangguan alam, tetapi lebih mahal di pembuatan insfrastruktur karena 12
melibatkan galian termasuk perijinannya. Model ini juga membantu memperbaiki estetika tata kota.
II.4. Karakteristik Kabel Coaxial Secara praktis, kabel coaxial memiliki karakteristik penting yang dapat menentukan kualitas jaringan. II.4.1. Impedansi kabel coaxial Perhitungan induktivitas dari sebuah kabel koax menuntut perhitungan medan magnet pada penampang kabel tersebut. arus listrik akan menghasilkan medan magnet, medan magnet ini akan menghasilkan suatu fluks magnetis tertentu yang menembus suatu permukaan. Bila kita memiliki diameter inti kabel ri dan Gambar 2.20 : Induksi
diameter penghantar luar sebesar ro, dengan bahan yang memiliki karakteristik
permeabilitas relatif (μ) dan permitivitas relative(ε), maka impedansi dapat diketahui dengan persamaan di bawah ini :
...... Persamaan II.1
μ : permeabilitas relatif ε: permitivitas relative r0 : Diameter inti ri : Penghantar luar (bagian serabut coaxial)
13
Gambar 2.21 : bagan coaxial cable Sehingga karakteristik impedansi kabel coaxial berinti tembaga secara teoritis dapat ditulis sebagai berikut : Z0 =
138
D log( ) …. Persamaan II.2 d ε
Dimana : D : Diameter dalam shielding (mm) d : diameter inti conductor/core (mm) ε : konstanta dielektrika Secara grafis, hubungan diameter kabel dan impedansi untuk tembaga dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.22 : Hubungan Diameter kabel dan impedansi
14
Kabel waveguide pada Sebagai referensi untuk perencanaan instalasi , tergantung jenis kabel dan manufakturnya, factor redaman kabel bisa bervariasi. Redaman kabel juga ditentukan oleh frekuensi kerja. Table 2.1 : Atenuasi coaxial cable
RG - 6
RG - 11
II.4.2. Peredaman Sinyal (Atenuasi ) sinyal yang masuk ke suatu medium akan mengalami atenuasi dalam perambatannya. Attenuasi dapat disebabkan oleh : 1. Radiasi keluar akibat shielding yang tidak sempurna 2. Sifat resistif kabel konduktor 3. Absorbis dielektrik kabel 4. Refleksi akibat mismatch impedance antara kabel dan terminasi (konektor), atau melalui sepanjang kabel yang memiliki impedansi yang tidak uniform.
15
Gambar 2.23 : efek akibat attenuasi Attenuasi untuk kabel ideal dengan sifat dielektrik tertentu dan memiliki sifat resisitif dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
α = 4.344(
R ) + 2,774.Fp . ε . f ....persamaan II.3 Z0
Dimana : α : attenuasi dalam dB/100 feet R : jumlah resistansi ohmic efektif dari inti dan bagian luar konduktor/core per 100 feet kabel pada frekuensi f (ohm) Z0 : Impedansi Karakteristik (ohm) Fp : Power faktor dielektrika f : frekuensi yang digunakan (MHz) ε : konstanta dielektrika
II.4.3. Skin effect
Skin effect timbul karena kecenderungan arus sinusoidal (AC) yang terdistribusi lebih banyak di dekat permukaan konduktor, sehingga listrik cenderung mengalir di permukaan (skin). Fenomena ini muncul seiring meningkatnya frekunesi kerja arus AC. Efek ini ditimbulkan karena meningkatnya resistansi saat frekuensi kerjanya meningkat di inti konduktor, sehingga elektron mengalir di permukaan. 16
50 Hz
200 KHz
100 MHz
Gambar 2.24 : Distribusi elektron pada konduktor, warna merah sampai
orange menunjukkan distribusi elektron Secara matematis skin effect dapat dituliskan sebagai berikut, persamaan di bawah berlaku untuk material nonferrous seperti aluminium dan tembaga. Persamaan II.4
δ : kedalaman skin (ribu/inci) f : Frekuensi dalam (MHz) ρ/ρc : perbandingan resistif konduktor terhadap tembaga Hambatan efektif konduktor sama seperti sebuah material yang berbentuk tube dimana ketebalannya sama dengan ketebalan skin ketika arus di sebarkan dengan distribusi merata di dalam volume tube tersebut. Hambatannya ditentukan persamaan berikut : ….. Persamaan II.5
R : Hambatan konduktor per 100 feet ρ/ρc : perbandingan resistif konduktor terhadap tembaga f : Frequency (MHz) 17
d : diameter konduktor (inci) Berdasarkan persamaan II.5 diatas Persamaan attenuasi II.3 di atas dapat di tulis menjadi Persamaan II.6 ρd/ρc : perbandingan resistif konduktor terhadap tembaga ρ/ρc : perbandingan resistif konduktor terhadap tembaga Untuk kabel konstruksi kabel pada umumnya, atau yang dikenal dengan konstruksi P3, yang menggunakan shielding aluminium solid, foamed dielectric ( ε =1.15), dan inti aluminium yang dilapisi tembaga, persamaan di atas dapat di sederhanakan lagi menjadi persamaan berikut : …Persamaan II.7
α : attenuasi dalam dB/100 feet f : frekuensi yang digunakan (MHz) Dnom = Diameter Nominal shield luar dalam inci
II.4.4. Delay
Adanya waktu rambat dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya Jarak 60 cm ditempuh dalam waktu t = 0,6 m/300 000 000 m/s = 2 ns. Jika sinyal berfrekuensi tinggi, f = 1 GHz atau T=0,1 ns waktu tempuh di atas menjadi signifikan. Waktu tempuh (delay) yang terjadi harus diperhatikan, sinyal yang keluar dari suatu saluran transmisi tidaklah sama dengan apa yang dimasukkan ke dalam suatu medium transmisi atau sebuah beban.
18
II.4.5. Faktor Refleksi Dan VSWR
Pada kasus pembebanan secara umum akan terbentuk gelombang yang direfleksikan oleh beban kembali ke saluran transmisi seperti terlihat di gambar di bawah ini.
Gambar 2.25 : Model sirkuit saluran transmisi
Gambar 2.26 : Sinyal datang dan sinyal refleksi
Gambar 2.27 : sinyal pulse wave sebelum terkena pengaruh gelombang refleksi
Gambar 2.28 : Sinyal pulse wave setelah terkena pengaruh gelombang refleksi
Dengan menggunakan persamaan gelombang tegangan dengan syarat batas pada ujung akhir saluran transmisi ...persamaan II.7
dan dengan hukum Ohm pada akhir saluran transmisi Ve = ZL.Ie, maka 19
…Persamaan II.8 Perbandingan tegangan refleksi dan tegangan datang pada setiap titik z adalah factor refleksi di titik tersebut
r( z) =
V− Z L − Z − 2γ .( L − z ) = .e = r.e − 2γ .( L − z ) V+ Z L + Z
... persamaan II.9
r = Faktor refleksi adalah besaran yang menyatakan seberapa besar gelombang
yang datang akan direfleksikan. Untuk kasus matching ZL = Z → r = 0, tak ada yang direfleksikan. Untuk kasus open, atau ZL → ∞ → r=1 Pada dua kasus yang terakhir, seluruh gelombang direfleksikan baik berlawanan phasa (untuk short, sehingga tegangan total pada titik itu menjadi nol) ataupun sephasa (tegangan menjadi maksimum, sedang arus menjadi nol). Jika saluran transmisi pada ujungnya dibuat hubungan singkat (short) atau ZL=0 didapatkan r = -1.
II.5. Quadrature amplitude modulation (transmitter QAM) II.5.1.Modulasi QAM di transmitter
QAM adalah hybrid modulasi Amplitude dan modulasi phasa, pada modulasi ini amplituda dan fasa diubah-ubah dengan memanfaatkan carrier gelombang sinus. Cara termudah meimplementasikan QAM dengan hardware yaitu dengan membuat dan menggabungkan dua sinyal sinus yang saling berbeda fasa 90 derajat. Mengubah amplituda salah satu sinyal saja dapat mempengaruhi fasa dan amplituda hasil mixing kedua sinyal. Identitas trigonometri : cos(α + β) = cos(α)cos(β) – sin(α)sin(β) …..persamaan II.10 misalkan sinyal carrier dengan persamaan A(t) cos(2πfct - φ) ….. persamaan II.11 dapat ditulis kembali menjadi : A(t) cos(2πfct - φ) = I cos(2πfct) + Q sin(2πfct) …persamaan 20
Kedua sinyal carrier di wakili dengan komponen In-Phase (I(t)) , Quadrature-Phase (Q(t)), Dimana : I = A(t) cos(φ) dan Q = A(t) sin(φ) .. ...persamaan II.12 Terlihat dari persamaan di atas I dan Q adalah dua persamaan yang berbeda fasa 90o, idealnya Forward error correction, pulse shaping, dan tehnik differential coding dilakukan pada elemen I dan Q ini agar efisiensinya tinggi, A(t) = I 2 (t ) + Q 2 (t ) dan ϕ =
Q(t ) ,… persamaan II.13 I (t )
persamaan ini berguna untuk representasi fasor dari sinyal base-band S (t ) = A(t ).e jθ ( t ) = I(t) +jQ(t)... persamaan II.14 dimana A(t) adalah sinyal ”envelope”.
Gambar 2.29 : Penggambaran konstelasi
s(t) = I(t) cos (2πf0t) + Q(t) sin (2πf0t)
….….persamaan II.15
Seperti yang diilustrasikan dari persamaan di atas, persamaan identitas trigonometri menghasilkan sinyal yang fasanya dapat diatur dengan mengubah nilai I dan Q. Dengan demikian dimungkinkan modulasi digital pada sinyal carrier dengan mengatur amplitude dua buah sinyal yang dimixing. Gambar di bawah ini menunjukkan diagram sederhana implementasi hardware untuk mebentuk sinyal QAM, seblum kanal I dan Q di mixing, masing-
21
masing kanal 8 level AM modulator dimixing dengan Local Oscilator, dan kedua local osilator berbda fasa 90 derajat satu sama lain 8 Level AM Modulator
I Component
Bit Stream
Local Osc
101 010
Combiner
64 QAM Signal
Oscillator Shifted 90° 8 Level AM Modulator
Q Component
Gambar 2.30. Diagram Blok modulator 64-QAM
II.5.2. Deteksi QAM di receiver
Kedua sinyal termudalsi tersebut dapat di demodulasi dengan modulator koheren. Modulator koheren mengalikan sinyal yang diterima secara terpisah dengan sinyal sinus dan cosinus untuk menerima estimasi masing-masing sinyal I(t) dan Q(t). Karena sifat orthogonal sinyal carrier. Dimungkinkan pendeteksian modulasi sinyal secara independen. Untuk mendapatkan sinyal I(t), persamaan dikalikan cos (2πf0t) : …persamaan II.16 Dengan menggunakan identitas trigonometri diperoleh ..…persamaan II.17 Dengan menggunakan Low-Pass Filter, elemen frekuensi tinggi (yang mengandung 4πf0t), menyisakan hanya persamaan I(t). Sinyal yang difilter ini tidak mempengaruhi sinyal Q(t). menunjukkan sinyal in-phase I(t) dapat di peroleh seara independent dari komponen quadraturnya (Q(t)nya. 22
Dengan cara yang sama kita dapat memperoleh estimasi sinyal Q(t) dengan mengalikan persamaan s(t) dengan gelombang sinus lalu melewatkannya pada low pass filter Kasus ideal di atas diasumsikan jika fasa dari sinyal yang diterima diketahui di sisi receiver. Jika modulasi fasa sedikit bergeser, hal ini menyebabkan crosstalk antara sinyal termodulasi. Masalah ini menuntut adanya sinkronisasi sinyal supaya fasanya supaya sinyal tetap in-phase sehingga modulator koheren bisa berjalan
- Analisa Fourier untuk QAM
Pada domain frekuensi, QAM memiliki spectal pattern mirip Dual Side Band Suppressed Carrier (DSB-SC), dengan menggunakan persamaan identitas fourier transform. Maka diperoleh : persamaan II.18 Dimana S(f), MI(f) dan MQ(f) adalah transformasi fourier s(t), I(t) dan Q(t).
- Konstelasi QAM
Konstelasi QAM adalah suatu metode untuk mempermudah penelaahan kode transmisi QAM, M-arry QAM dapat diplotkan dengan pendekatan grafis sebagai berikut : Q Amplitude 7 5 3 1 -7
-5
-3
-1
1
3
5
7
I Amplitude
-1 -3 -5 -7
Gambar 2.31 : Konstelasi 16 QAM
Gambar 2.32 : Konstelasi 64 QAM
23
2-QAM sama dengan binary phase shift keying, dan 4-QAM sama dengan Quadrature Phase Shift Keying (QPSK), jadi QAM pertama adalah 16-QAM, QAM langsung menggunakan 16-QAM sebab pada 8-QAM, perbedaan error ratenya kurang significan (hanya sekitar 0,5 dB lebih baik dari 8-QAM), dan data transfernya hanya sepertiganya dibandingkan 16-QAM. Karena itu 8-QAM tidak dipergunakan. Mapping symbol konstelasi untuk 64 QAM ditunjukkan oleh gambar 2.33 .
Gambar 2.33 : Pengkodean 64-QAM
Gambar 2.34 : kanal I dan Q pada Amplituda vs domain waktu
24
Gambar 2.35 : grafik konstelasi.
Untuk Symbol rate QAM, symbol rate didefiniskan sebagai berikut : Symbol rate = (Data rate*204)/(188*bit per symbol)
- Symbol rate dalam Symbol/s - Data rate dalam bit/s 204 adalah jumlah byte dalam paket termasuk 16 trailing byte Reed Solomon error checking and correction. 188 adalah jumlah byte data (187 byte) ditambah sync byte (0x47) Misal dengan menggunakan 64-QAM, atau 26, jadi bit per symbol adalah 6, dengan FEC rasio ¾, atau berarti dari 3 bit data dikirim sebagai 4 bit (karena mekanisme solomon reed yang menambahkan bit data untuk keperluan error correction). Misal : Diketahui :
Bit rate = 18096263 Modulation type = 64-QAM FEC = 3/4
25
maka
II.6. Parameter Kinerja Jaringan Transmisi
Pada akhirnya tolok ukur kinerja jaringan ditentukan oleh hasil pengukuran MER dan BER, dari kedua paramter ini kinerja transmisi broadcast maupun data pada Cable TV dapat diketahui kualitas jaringan maupun gangguannya.
II.6.1. Bit Error rate
Bit error rate didefinisikan dengan nilai total bit yang salah dibandingkan dengan jumlah total bit terkirim.
Sent Bits
1101101101
Received Bits
1100101101 error
# of Wrong Bits = BER = # of Total Bits
1
=
0.1
10
Tipe bit error
Ada dua tipe bit error : 1. Tipe Spaced error, yaitu terjadi bit yang salah pada interval yang acak, disebabkan adanya Noise. 2. Tipe Burst error, yaitu terjadi bit error secara berturut-turut atau secara bergroup. Disebabkan oleh masalah ingress atau intermitten.
Spaced Errors
1101101011010011100
Burst Errors
1111101011101101101
26
II.6.2. Modulation Error Rate (MER) Error Vector Q ideal center
Resultan Vector
Ideal Vector
I
Gambar 2.36 : Moduation Error Rate
Modulation Error Rate (MER)adalah Signal to Noise ratio dari persamaan kompleks baseband sinyal digital pada cable TV. Modulation error adalah vektor perbedaan antara yang ideal target simbol vektor dan dikirim simbol vektor. Itulah sebabnya,
Gambar 2.37 : Vektor Modulation error
Jika konstelasi diagram plot digunakan untuk menggambarkan vector dari satu titik ke suatu simbol dari waktu ke waktu, hasil menampilkan bentuk kecil "awan" simbol pembentukan dari kumpulan vector beberapa titik konstelasi. Modulation error Ratio adalah perbandingan nilai rata-rata symbol power terhadap nilai ratarata error power
27
MER(dB) = 10log(Average symbol power ÷ Average error power) ……. …..persamaan II.19 Dalam kasus MER, semakin tinggi angka, semakin baik.
Gambar 2.38 : Awan konstelasi yang terbentuk dari vector beberapa titik
konstelasi Secara matematis, yang lebih tepat definisi MER (dalam decibels) berikut: ….Persamaan II.19
I dan Q adalah komponen real(In-phase) dan imajiner (quadrature) dari masing-masing sampel ideal target symbol vector, dan δ I dan δ Q bagian real (In-phase) dan imajiner (quadrature) bagian dari setiap vektor modulation error . Definisi ini menganggap bahwa sampel yang diambil cukup banyak agar semua konstelasi simbol memiliki peluang kejadian yang sama. akibatnya, MER adalah ukuran sebesar apa penyebaran simbol poin dari konstelasi berada. Tabel 4 merangkum berbagai perkiraan ES/N0 yang akan berlaku untuk berbagai pengukuran MER berbagai modulasi konstelasi QAM. Dua nilai dalam tabel di bawah ambang batas sesuai dengan ideal uncoded symbol error rate (SER) = 10-2 28
dan 10-3, masing-masing. Ambang batas atas adalah limit secara praktis berdasarkan loss saat implemenatasi di receiver. Nilai di Luar kisaran antara batas bawah dan atas, maka kemungkinan besar pengukuran MER cenderung salah. Nilai ambang tergantung pada pelaksanaan penerima. Beberapa komersial QAM analyzers mungkin memiliki nilai-nilai ambang ES/N0 yang lebih rendah 2-3 dB lebih tinggi dari yang ditunjukkan dalam tabel. Table 2.2. Valid MER Measurement Range Modulation Format
Lower ES/N0 Threshold
Upper ES/N0 Threshold
QPSK
7-10 dB
40-45 dB
16 QAM
15-18 dB
40-45 dB
64 QAM
22-24 dB
40-45 dB
256 QAM
28-30 dB
40-45 dB
(a) Gambar 2.39 : (a) MER yang baik
(b) (b) MER yang Buruk
II.7. Efek Gangguan
-
Gangguan Secara Visual Gangguan visual pada cable TV dapat dilihat dari adanya Blocking
effect atau No signal. Blocking effect sendiri terjadi karena selama periode waktu tertentu, decoder tidak mendapatkan bit-bit data yang benar, sehingga deretan data biner yang terbentuk menampilkan warna pixel yang salah. Hal ini bisa tejadi saat data yang ditransmisikan tidak terkoreksi 29
dengan benar oleh FEC, dan data yang dihasilkan setelah FEC tidak cukup untuk menghasilkan gambar yang utuh, kemudian decoder mengisi data yang rusak tersebut dengan bit 0, hal ini warna pixel yang dihasilkan menjadi salah. Sedangkan No signal terjadi saat decoder tidak bisa mengunci sinyal baseband dari QAM. Data asli Binary : 000101011001 000101011001 000100110000 Hex
:
159
159
130
Warna : Data setelah transmisi Binary : 000001011001 000101011001 000000110000 Hex :
59
159
30
Warna :
Gambar 2.40 : Blocking effect dan No signal
-
Gangguan Pada transmisi Kesalahan yang disebabkan oleh Noise atau Intermitten dapat menyebabkan BER yang sama, namun sangat berbeda efek. Error tersebar disebabkan karena masalah noise
Spaced Errors
1101101011010011100
30
Error yang tergroup terjadi karena sambungan yang tidak rapat atau putus
Burst Errors 1111101011101101101
Gangguan Transmisi dapat dideteksi dengan memeriksa Konstelasi QAMnya, berikut variasi dari gangguan QAM yang dapat ditemui :
Kondisi QAM yang baik, MER yang baik, Kualitas MER seperti ini menunjukkan bahwa BER-nya juga sangat baik. Pre menunjukkan error rate sebelum dilakukan error (a)
correction berbasiskan kode Solomon Reed, sedangkan Post menunjukkan
tingkat error setelah dilakukan error correction Konstelasi QAM yang buruk, MER buruk, namun tingkat BER masih dapat diterima, Pre Error Correction (FEC) 3x10-3, setelah FEC kinerja BER-nya meingkat menjadi 7.8x10-6, (b)
hal ini terjadi karena tingginya Noise di jaringan tersebut. Untuk melihat source gangguan frekuensi digunakan Acterna SDA5000, selain itu efek ini
juga terjadi akibat power level terhadap noise yang rendah
31
Efek intermitten dapat dipantau dengan CM1000 atau SDA5000, hal ini ditunjukkan dengan adanya titiktitik diluar konstelasi
(c) Konstelasi radial seperti ini disebabkan adanya noise phasa pada Headend.
(d) Pengujian disamping dilakukan untuk menguji perbandingan level Sinyal Video carrier terhadap noise di kanal (C/N) yang bekerja pada band cable TV.Pengujian ini diutamakan untuk sumber analog. (f) Gambar 2.41 : Macam-macam konstelasi (a) konstelasi ideal, (b) Efek Noise
yang tinggi atau Powerlevel yang rendah (c) efek intermitten, (d) Phase noise, (f) CATV Analog carrier
32
BAB III METODE PENGUJIAN
Pada bahasan data dan analisa ini, akan dibahas tentang tipe dan jumlah bahan yang dipakai, pengenalan bahan, metode pengukuran, data pengukuran dan analisa hasil pengukuran
III. I. PERALATAN DAN BAHAN : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tipe kabel Fiber optic Single mode Scientifict Atlanta Node 6940 Scientifict Atlanta Amplifier II UPS power supply Batere DC Fitting Tap 26 Tap 23 Tap 14 Tap 11 Tap 8 Tap 20 Tap 17 Pad attenuator 1-20 Kabel Coaxial RG-6 Splitter 4 way
jumlah 10 1 1 1 3
Satuan Meter Unit Unit Unit Unit
25 80 1
Unit Meter Unit
III.2. TOPOGRAFI PENGUJIAN CATV
Dari unit multiplexer atau combiner, sinyal optic dikirimkan dari combiner ke Node Scientifict Atlanta 6940 melalui fiber optic, di Node ini, sinyal optic yang di-multipleks dengan Wave Divison Multiplexing (WDM), diubah menjadi sinyal RF. Sumber listrik atau sumber tegangan disuplai oleh Uninterruptible Power System (UPS ) melalui power inserter dengan besar tegangan 60V AC (arus bolak balik), sumber tegangan ini menyuplai baik amplifier maupun unit Node. UPS juga memberikan sumber daya untuk unit Amplifier. Untuk mencegah tegangan ini masuk ke perangkat CPE/STB pelanggan, sebelum masuk ke CPE sinyal harus melalui tap dulu, tap ini juga berfungsi untuk mefilter band dari 33
sampai 1 GHz, sehingga sinyal listrik AC dengan frekuensi 50Hz/60Hz akan terfilter, dengan redaman di frekuensi di bawah 5MHz cukup besar Rack Unit Pengujian CATV Terdiri atas Amplifier, Node, UPS Power Supply, dan Batere, Rack ini mesimulasikan hierarki instalasi yang terdapat di Jaringan Coaxial PT. Firstmedia.
Legenda
Terminate Power inserter Amplifier Node Tap 2 way aerial Tap 4 way indoor Gambar 3.1 : Topografi pengujian
Headend 34
Tidak digunakan
Amplifier
Node
UPS power supply Batere
Gambar 3.2 : Rak Pengujian
III.3. Perangkat Aerial Coaxial Cable TV
Perangkat untuk pengujian kali ini mensimulasikan hierarki yang digunakan di PT.First Media untuk jaringan aerial, untuk standard baru, maksimum 15 tap untuk tiap amplifier
III.3.1. Setop box atau decoder
Unit TV JVC kelas studio digunakan untuk memonitor adanya efek artifak dan status low/weak signal, dengan input composite.
35
Gambar 3.3 : Dekoder dan TV monitoring
III.3.2. Node Optical Input Pad
Forward Pad 6
Main Output Port 6
Fiber optic cable management danFiber optic TX/RX
DC Power supply
Gambar 3.4 : Scientifict Atlanta Node 6940
Scientifict Atlanta Node 6940, merupakaan transduser optic ke Radio frequency, dan sebaliknya. Unit ini mendapat sumber daya dari UPS melalui power inserter.
36
RX Pad Input Gambar 3.5 : Fiber Optic Cable management
Kabel optic, digunakan tipe single mode, yang mewakili karakteristik kabel fiber optic yang digunakan instalasi outdoor. Kabel single mode dimanfaatkan karena redamnnya sangat rendah, dan mampu dipasang pada span dengan orde Kilometer
III.3.3. Catu Daya (Power Supply)
UPS power Supply, unit ini digunakan sebagai catu daya sekaligus power backup system, unit ini mengubah 220 V tegangan PLN menjadi tegangan 60V AC yang akan dialirkan kejaringan distribusi coaxial dengan melalui melalui power inserter terlebih dahulu. Unti ini juga juga merupakan inverter yang mengubah tegangan PLN menjadi 24 V DC untuk disimpan didalam batere atau accu.
Gambar 3.6 : UPS Power Supply (AC power) dan batere DC
. 37
Gambar 3.7 : Power Inserter
Power inserter adalah sejenis tap yang berfungsi untuk memasok daya ke perangkat amplifier maupun node agar dapat beropearsi. Sinyal power sendiri tidak akan mengganggu sinyal transmisi RF karena sinyal power sendiri menggunakan frekuensi 50 Hz/60Hz, sedangkan sinyal transmisi RF bekerja antara 5-870 MHz
Fitting
Terminat
Gambar 3.8 : Fiting dan terminate
Fitting sendiri berfungsi untuk menghubungkan berbagai macam standard kabel coaxial yang memiliki standard impedansi 75 Ohm, seperti RG11 dan RG6, dengan pemakaian fitting yang sesuai, diharapkan dapat diperoleh micro reflection minimum
38
III.3.4. Amplifier
Amplifier berfungsi untuk meregenerasi sinyal untuk retransmisi ke jaringan coaxial cable TV
Gambar 3.9 : Scientifict Atlanta Amplifier II
Pad Input Single
Pad Output Single
Reverse Filter Gambar 3.10 : sirkuit Internal SA amplifier II
Gambar 3.11 : Internal circuit Reverse filter
39
Scientifict Atlanta Amplifier II, adalah unit amplifier RF yang digunakan untuk instalasi aerial atau outdoor. Sirkuit Internal amplifier sendiri didominasi rangkaian filter yang berupa deretan kapasitor dan inductor, Pada pengujian kali ini, power level diubah-ubah dengan mengubah pad dengan nilai tertentu, pad ini sendiri merupakan attenuator yang bersifat hampir ideal. Ideal berarti pad ini hanya bersifat lossy, kurang mengandung sifat induktif maupun kapasitif. Sirkuit Reverse filter digunakan untuk mefilter signal RF yang berasal dari CPE (terutama cable modem), mencegah masuknya sinyal yang tidak dinginkan ke headend. Dengan diubah-ubahnya nilai pad, berarti menurukan nilai power level, yang berarti juga nilai noise level mendekati nilai power level channel carriernya, sehingga S/N-nya makin kecil.
III.3.5. Tap
Tap merupakan unit pembagi jaringan coaxial ke pelanggan, selain itu Tap mefilter tegangan 60 V yang digunakan di jaringan coaxial kabel aerial (biasanya kabel messenger)
Gambar 3.12 : Tap
40
Tap merupakan unit pembagi, Tap yang digunakan adalah Tap dengan redaman 23, yang diharapkan akan mendapat redaman yang cukup tinggi untuk mendapatkan data pengukuran yang dinginkan
Ke Decoder
Dari Amplifier Ke Cable Modem Ke alat Ukur SDA5000
Gambar 3.13 : (a) cable RG6 80M dan (b) Splitter 4 way ballance
Pada percobaan ini digunakan kabel RG6 sepanjang 80 meter, bila melihat table 3.1, kabel sepanjang 80 meter, redaman kabel RG6 seharusnya berada di bawah 13 dB
III.4. Metode Pengukuran
Gambar 3.14 : Alat Ukur SDA-5000
SDA-5000 umum digunakan pada penyedia jasa CATV berbasis analog maupun digital, alat ini memiliki kemampuan untuk menganalisis 41
gangguan dari instalasi cable TV, seperti efek intermitten, bad C/N, ingress dan sebagainya. Alat ini juga mampu menampilkan response frequency, konstelasi QAM, BER, MER, Power level, CSO/CTB,
III.4.1. Pengukuran Signa l Level, BER dan MER
Pengukuran Power level, BER dan MER dilakukan dengan menggunakan alat ukur SDA-5000, SDA 5000 adalah unit spectrum analyzer yang dapat mendeteksi gangguan-gangguan pada instalasi jaringan coaxial, seperti ingress, noise, intermitten, CSO, CTB, hum, dan sebagainya. Unit ini juga dapat digunakan untuk menghasilkan sinyal kontinyu untuk pengujian reverse. Detil spesifikasi ini dapat dilihat di lampiran. Pada experiment ini SDA5000 digunakan untuk memeriksa spectrum frekuensi yang ada di dalam jaringan cable untuk band 5-1000 MHz, sekaligus memeriksa konstelasi modulasi QAM.
(a)
(b)
(c) Gambar 3.15 : (a) Pengukuran power level dan Spektrum sweep, (b) Pengukuran BER dan MER, (c) Spectrum Sweep
42
III.4.2 Pendeteksian gambar secara visual.
Untuk pendeteksian gangguan dilakukan dengan monitoring langsung secara visual melalui monitor, setiap pengujian frekuensi dan perubahan level power tampilan diamati sampai ditemukan artifak pada gambar yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini, gangguan dikategorikan menjadi tiga, start blocking (artifak sekiatar 25%), weak signal/blocking tingkat moderate (artifak sekitar 50%) dan Freeze atau no signal (tidak ada transmisi) -
Gangguan Start Blocking
Pendeteksian gangguan start blocking dengan cara pandangan visual, dimana terdapat efek blocking secara parsial dengan tingkat artifak sampai dengan 50 %..
Gambar 3.16 : Artifak pada Gangguan start blocking
-
Gangguan Weak Signal dan Artifak tingkat moderate
Gangguan ini lebih mudah diamati, karena tingkat artifak cukup moderate dan mengganggu hingga menutup sampai dengan 80% gambar.
Gambar 3.17 : Artifak pada gangguan start blocking
43
-
Freeze atau No signal
Pada kasus Freeze atau no signal, alat decoder menampilkan pesan No signal, atau beberapa kasus gambar ditampilkan, tapi tidak bergerak (freeze).
Gambar 3.18 : Freeze atau No Signal
Percobaan ini hanya berlaku saat gangguan improper installation (putusnya kabel, kesalahan setting amplifier, kerusakan alat, burst noise) tidak terjadi. Dan selama percobaan, level noise floor berada pada level yang tetap, sehingga menurunkan power level, dapat diasumsikan menaikkan noise levelnya, sedangkan menaikkan power level, berarti menurunkan level noisenya.
44
BAB IV DATA DAN ANALISA
IV.1. Data
Berikut data-data hasil pengukuran power level, MER, Post BER dan Visual quality. Post BER disini adalah pengukuran setelah diterapkannya Forward error correction (FEC), adapun metode FEC yang digunakan adalah metode Solomon Reed. Pre BER atau BER sebelum dilakukan FEC tidak disertakan, sebab pada pengukuran ditemukan bahwa pre BER nilainya tidak konsisten, Pre BER ini sendiri adalah pengukuran BER sebelum dilakukan FEC. Sementara MER dan power level merupakan data yang menjadi karakteristik transmisi, parameter ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi transmisi. Table 4.1 : table pengukuran band 402 MHz 402 MHz No
Level
MER
(dBmV)
(dB)
1
0.8
38.3
<1.0E-9
OK
2
-0.2
38.5
<1.0E-9
OK
3
-0.8
38.5
<1.0E-9
OK
4
-1.9
38.3
<1.0E-9
OK
5
-2.9
38.2
<1.0E-9
OK
6
-3.3
38.0
<1.0E-9
OK
7
-4.5
37.7
<1.0E-9
OK
8
-5.8
37.5
<1.0E-9
OK
9
-7.7
36.8
<1.0E-9
OK
10
-8.7
36.1
<1.0E-9
OK
11
-9.9
35.6
<1.0E-9
OK
12
-10.9
35.0
<1.0E-9
OK
13
-12.0
34.5
<1.0E-9
OK
Post BER
Visual CCTV-9
45
14
-13.0
33.6
<1.0E-9
OK
15
-14.0
32.7
<1.0E-9
OK
16
-15.0
32.0
<1.0E-9
OK
17
-15.6
30.8
<1.0E-9
OK
18
-17.1
30.1
<1.0E-9
OK
19
-16.6
29.7
<1.0E-9
OK
20
-19.5
28.0
<1.0E-9
OK
21
-20.9
27.0
<1.0E-9
OK
22
-21.4
26.2
<1.0E-9
OK
23
-23.3
25.2
<1.0E-9
OK
24
-24.2
23.9
<1.0E-9
OK
25
-25.7
22.9
4.0E-07
OK
26
-27.2
21.9
1.E-04
OK
27
-27.9
21.0
3.9.E-03
OK
28
-29.1
20.1
7.4.E-03
OK
29
-30.2
19.3
7.5.E-03
START BLOCKING
30
-31.1
18.6
7.5.E-03
BLOCKING WORST
Pada Percobaan ini ditemukan bahwa pada band 402 MHz, blocking baru ditemui pada MER 19.3 dB, pada kondisi ini tampak Bit Error Rate turun secara proporsional bersamaan dengan turunnya nilai MER, maupun nilai Power Level, karena nilai Noise konstan, maka penurunan Power level berarti menurunnya nilai Signal to noise ratio. Disini ditemukan anomaly, dimana dengan MER 20 dB gambar masih ditampilkan dengan baik. Table 4.2 : table pengukuran band 426 MHz 426 No
1
Level
MER
(dBmV)
(dB)
0.0
38.1
Post BER
<1.0E-9
Visual BBC
OK 46
2
-1.0
38.2
<1.0E-9
OK
3
-1.7
38.3
<1.0E-9
OK
4
-2.9
37.8
<1.0E-9
OK
5
-3.8
37.9
<1.0E-9
OK
6
-4.2
37.8
<1.0E-9
OK
7
-5.3
37.6
<1.0E-9
OK
8
-6.5
37.0
<1.0E-9
OK
9
-8.5
36.2
<1.0E-9
OK
10
-9.6
35.8
<1.0E-9
OK
11
-10.5
35.2
<1.0E-9
OK
12
-11.5
34.5
<1.0E-9
OK
13
-12.8
33.8
<1.0E-9
OK
14
-13.8
32.9
<1.0E-9
OK
15
-15.0
31.8
<1.0E-9
OK
16
-15.7
31.2
<1.0E-9
START BLOCKING
17
-17.0
30.0
<1.0E-9
START BLOCKING
18
-18.0
29.1
<1.0E-9
START BLOCKING
19
-19.0
28.7
<1.0E-9
START BLOCKING
20
-20.6
27.2
<1.0E-9
START BLOCKING
21
-21.8
26.2
<1.0E-9
START BLOCKING
22
-23.0
25.4
<1.0E-9
START BLOCKING
23
-24.1
24.4
<1.0E-9
START BLOCKING
24
-24.7
23.2
<1.0E-9
START BLOCKING
25
-27.1
22.0
9.4E-05
START BLOCKING
26
-28.0
21.1
3.3E-03
START BLOCKING
27
-29.0
20.2
7.3E-03
START BLOCKING
28
-30.0
19.4
7.5E-03
29
-30.9
18.7
7.5E-03
WEAK SIGNAL/NO VIDEO WEAK SIGNAL/NO VIDEO 47
30
-31.8
18.0
7.5E-03
WEAK SIGNAL/NO VIDEO
Pada percobaan band frekuensi 426MHz, pada power level -15,7 dBmV dan MER 31,2 dB, tampilan video mulai menampakkan efek tiling, walaupun BER masih menampilkan tingkat ideal, yaitu lebih kecil dari 10-9. Pada kasus band 426 MHz, kasus weak signal baru ditemukan saat power level mencapai -30 dBmV, dengan MER 19,4 dB. Table 4.3 : table pengukuran band 450 MHz 450 No
Level
MER
(dBmV)
(dB)
1
2.2
38.4
<1.0E-9
OK
2
0.8
38.7
<1.0E-9
OK
3
0.2
38.6
<1.0E-9
OK
4
-1.1
38.4
<1.0E-9
OK
5
-2.2
38.1
<1.0E-9
OK
6
-2.3
38.3
<1.0E-9
OK
7
-3.3
37.9
<1.0E-9
OK
8
-4.6
37.6
<1.0E-9
OK
9
-6.8
37.0
<1.0E-9
OK
10
-7.7
36.4
<1.0E-9
OK
11
-9.0
36.0
<1.0E-9
OK
12
-10.2
35.5
<1.0E-9
OK
13
-11.0
34.9
<1.0E-9
OK
14
-12.2
34.1
<1.0E-9
START BLOCKING
15
-13.1
33.2
<1.0E-9
START BLOCKING
16
-14.3
32.7
<1.0E-9
START BLOCKING
Post BER
Visual HBO
48
17
-15.1
31.5
<1.0E-9
START BLOCKING
18
-16.0
30.7
<1.0E-9
START BLOCKING
19
-16.8
30.3
<1.0E-9
START BLOCKING
20
-18.6
28.6
<1.0E-9
START BLOCKING
21
-19.2
27.5
<1.0E-9
START BLOCKING
22
-20.9
26.7
<1.0E-9
START BLOCKING
23
-22.2
25.7
<1.0E-9
START BLOCKING
24
-23.7
24.5
<1.0E-9
START BLOCKING
25
-24.8
23.4
<1.0E-9
START BLOCKING
26
-26.0
22.5
5.9E-06
START BLOCKING
27
-27.3
21.5
9.4E-04
START BLOCKING
28
-28.6
20.6
6.6E-03
WEAK SIGNAL
29
-29.4
19.7
7.5E-03
30
-30.5
18.9
7.5E-03
START WEAK SIGNAL WEAK SIGNAL/NO VIDEO
Pada band 450 MHz, gangguan start blocking ditemui pada power level -12.2 dBmV, dengan MER 34.1 dB, pada saat mulai terjadi gangguan, BER masih menunjukkan lebih kecil dari 10-9 .Pada power level -30.5, dan MER 18,9 dB, pada kasus no signal ini BER berada pada 7.5x10-3. Table 4.4 : table pengukuran band 490 MHz 490 MHz No
1 2 3 4
Level (dBmV)
MER (dB)
Post BER
Visual TCM
2.6
38.7
<1.0E-9
OK
1.5
38.8
<1.0E-9
OK
0.6
38.5
<1.0E-9
OK
-0.6
38.5
<1.0E-9
OK 49
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
-2.0
38.4
<1.0E-9
OK
-1.8
38.4
<1.0E-9
OK
-2.7
38.2
<1.0E-9
OK
-3.9
37.9
<1.0E-9
OK
-6.4
37.2
<1.0E-9
OK
-7.2
36.8
<1.0E-9
OK
-8.2
36.4
<1.0E-9
OK
-9.5
35.7
<1.0E-9
OK
-10.7
35.1
<1.0E-9
OK
-11.4
34.6
<1.0E-9
OK
-12.6
33.7
<1.0E-9
OK
-13.6
33.1
<1.0E-9
OK
-14.9
32.1
<1.0E-9
OK
-15.3
31.3
<1.0E-9
OK
-16.1
30.8
<1.0E-9
START BLOCKING
-17.9
29.1
<1.0E-9
START BLOCKING
-19.1
28.0
<1.0E-9
START BLOCKING
-20.1
27.2
<1.0E-9
START BLOCKING
-21.4
26.2
<1.0E-9
START BLOCKING
-22.9
25.1
<1.0E-9
START BLOCKING
-24.1
23.9
<1.0E-9
START BLOCKING
-25.4
23.0
1.3E-07
START BLOCKING
-26.7
22.0
1.1E-04
START BLOCKING
-27.9
21.0
4.0E-03
START BLOCKING
-28.9
20.1
7.4E-03
START BLOCKING WEAK
-30.0 30
19.2
7.5E-03
SIGNAL/NO VIDEO
50
Pada band 490 MHz, gangguan start blocking ditemui di power level -16.1 dBmV dengan MER 30.8 dB, dan BER lebih kecil dari 10-9.No signal Pada power level -30 dan MER 18,9 dB, pada kasus no signal ini BER berada pada 7.5x10-3. Table 4.5 : table pengukuran band 530 MHz 530 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Visual
Level (dBmV)
MER (dB)
Post BER
-0.5
38.6
<1.0E-9
OK
-1.8
38.4
<1.0E-9
OK
-2.6
38.3
<1.0E-9
OK
-3.7
37.7
<1.0E-9
OK
-4.6
37.6
<1.0E-9
OK
-4.9
37.6
<1.0E-9
OK
-5.9
37.1
<1.0E-9
OK
-7.0
36.9
<1.0E-9
OK
-9.6
35.7
<1.0E-9
OK
-10.4
35.2
<1.0E-9
OK
-11.5
34.5
<1.0E-9
OK
-12.5
33.6
<1.0E-9
OK
-13.6
32.6
<1.0E-9
OK
-14.9
31.5
<1.0E-9
OK
-16.1
30.6
<1.0E-9
OK
-16.7
29.9
<1.0E-9
START BLOCKING
-17.9
28.7
<1.0E-9
START BLOCKING
-19.0
27.8
<1.0E-9
START BLOCKING
-19.8
27.4
<1.0E-9
START BLOCKING
-21.6
26.1
<1.0E-9
START BLOCKING
-22.7
25.0
<1.0E-9
START BLOCKING
ESPN
51
22 23 24 25 26
-23.8
24.3
<1.0E-9
START BLOCKING
-25.1
23.2
<1.0E-9
START BLOCKING
-26.4
22.0
1.2E-04
START BLOCKING
-27.7
20.9
5.0E-03
START BLOCKING
-28.6
20.0
7.4.E-03
START BLOCKING
-29.8
19.2
7.5.E-03
-30.6
18.5
7.5.E-03
-31.5
17.9
7.5.E-03
-32.1
17.3
NA
27
28
29
30
WEAK SIGNAL/NO VIDEO WEAK SIGNAL/NO VIDEO WEAK SIGNAL/NO VIDEO WEAK SIGNAL/NO VIDEO
Pada percobaan band 530 MHz, start blocking ditemui pada power level 16,7 dBmV dengan MER 29.9 dB, sedangkan BER bernilai kurang dari 10-9. Decoder mulai signal pada power level -29.8 dBmV dan MER menunjukkan angka 19.2 dB, pada saat weak level,Post BER menunjukkan 7,5E-03, atau dari 2000 bit dikirim, 15 di antaranya salah.
52
IV.2. Analisa
Percobaan ini hanya berlaku apabila efek intermitten, loose connector dan korosi tidak diperhitungkan, dan headend bekerja dengan ideal, tidak terjadi phase noise.Tampak pada pecobaan tersebut, nilai power level berada pada nilai yang hampir sama, pada saat percobaan awal, amplifier diatur sedemikian rupa sehingga power level penerimaan berada di kisaran sama untuk semua band frekuensi, semakin tingginya frekuensi, pengaturan power level pada band yang frekuensinya lebih tinggi lebih besar, sebab pada frekuensi yang lebih tinggi, redaman kabel transmisi lebih tinggi. Seperti yang terangkum pada table 3.1. Karena itu Amplifier diatur sedemikian rupa sehingga respons frekuensinya seperti berikut :
Gambar 4.1 : Pengaturan Output Amplifier
Tampak pada gambar amplifier diatur agar signal high-nya mengalami penguatan paling tinggi (pengukuran dilakukandi test point, yang memiliki redaman -20 dB), sedangkan band paling rendahnya mengalami penguatan lebih rendah, dengan tilting 8.3 dB, maksudnya adalah High Band Power level (530Mhz)–Low band Power level (48 MHz) memiliki selisih 8.3 dB, bila high-nya 48.7 dBmV, maka low-nya 40.4 dBmV, hal ini dimaksudkan agar sinyal yang sampai ke TAP memiliki karakteristik sebagai berikut :
53
(a)
(b)
Gambar 4.2 : (a) respons frekuensi pada output TAP, (b) respons frekuensi secara
detail Tampak telemetri response frekuensi terlihat dan tilting-nya berada di -0,8 dB, yang ideal untuk tilting ini seharusnya 0 dB. Ada deviasi 0,8 dB yang dianggap masih dapat diterima, dan terjadi penurunan kira-kira 3 dBmV, disebabkan insertion loss masing-masing tap, penurunan ini bisa juga diasumsikan oleh redaman kabel dengan panjang tertentu,di lapangan tentunya nilai redaman jauh lebih besar dari angka ini, tergantung banyaknya sambungan dan panjang kabel instalasi, suhu juga salah satu faktor naik turunnya redaman (untuk iklim tropis), misal saat siang hari pada redaman maksimum dan minimum pada malam hari, namun redaman ini kurang signifikan, hanya berkisar antar 2-3 dBmV. Respons yang seperti di atas (flat response) diharapkan agar semua channel memperoleh kinerja yang sama, semua channel dapat peluang transmisi yang sama (tidak terjadi gangguan pada salah satu atau beberapa channel saja). Pada dasarnya konstelasi yang dinginkan adalh sebagai berikut, dimana konstelasi mengumpul di pusat tiap boundary box. Pada kasus ideal, power level berada di kisaran 37-38 dB, namun kurang dari 45 dB
54
Gambar 4.3 : kasus QAM ideal
Berdasarkan data pengukuran, berikut digambarkan salah satu konstelasi ideal dari salah satu pecobaan (percobaan ke 13 pada band frekuensi 530 MHz), yang mendekati efek gangguan pertama.
Gambar 4.4 : MER pada 32.6 dB
Pada kasus ini, MER berada pada level 32.6 dB, dan BER berada pada nilai <10e-9, dengan power level -13 dBmV, secara ideal, konstelasi QAM mengumpul pada titik-titik tertentu yang merupakan konstelasi idealnya. Secara visual konstelasi jelas menempati batasan QAM-nya sehingga alat dapat mendeteksi dan memetakan dengan benar bit-bitnya. Efek konstelasi yang menyebar menunjukkan adanya noise di channel yang masih dalam batas toleransi
55
Gambar 4.5 : MER pada 29.9 dB, Power Level -16.7 dBmV, post BER <1e-9,
530MHz Gambar 4.4 menunjukkan kasus saat mulai terjadinya start blocking, kasus ini terjadi pada sample kasus percobaan 16, dimana power level berada pada -16,7 dBmV, tampak titik konstelasi mulai tersebar, beberapa titik menempati jauh di luar kumpulan konstelasi menyerupai efek intermitten, kemungkinan adanya noise yang sesaat yang mengganggu transmisi. Ini disebabkan nilai power level yang turun sehingga noise penyebab intermitten cukup memengaruhi konstelasi signal. Semakin menurunnya nilai power level, membawa noise floor mendekati peak power carrier channel, karena BER juga merupakan fungsi dari perbandingan signal to noise ratio, maka dapat dilihat dari konstelasi, nilai BER menurun dan konstelasi makin menyebar, karena efek noise mulai dominan. Karena adanya mekanisme FEC, walau pre BER pada 1.297e-07 ,post BER menunjukkan BER ideal. Munculnya artifak dikarenakan beberapa data berhasil dikoreksi, tapi bit-bit lainnya berhasil dikoreksi, namun salah dideteksi. Artifak ini terus meningkat saat nilai power level dan MER turun
56
Gambar 4.6 : MER pada 27,9 power level -19 dBmV, Post BER <1e-9, 530 MHz
Gambar 4.7 : MER pada 22.0, Power level -26.4 dB , BER 1.2e-04, 530 MHz
Tampak pada gambar 4.6 di atas, konstelasi cukup buruk, tapi decoder masih dapat mendeteksi bit-bit, dan menampilkan gambar, terjadi artifak hingga 30-40%, pada gambar konstelasi 4.7, artifak sudah sangat mengganggu dan lebih sering terjadi.
Gambar 4.8 : MER 20 dB, power level -28.6, Post BER 7,4e-03, 530 MHz
57
Pada kasus gambar 4.8, konstelasi sudah sulit untuk diinterprestasikan, titik konstelasi sangat menyebar dan sulit untuk menaksir titik konstelasi, apakah konstelasi berada pada titik boundary yang tepat atau tidak. Pre BER dan Post BER menunjukkan nilai yang hampir sama, pada kasus ini tidak ada tampilan gambar atau gambar freeze (gambar diam).
Gambar 4.9 : gambar spectrum saat power level buruk.
Bila dilihat dari response frekuensinya, power channel tersebut berada dekat dengan power level noise, atau S/N-nya kecil. Namun untuk QAM, S/N didefiniskan sebagai MER. Data-data percobaan di atas dapat disimpulkan hubungan seperti gambar 4.10 , tampak bahwa karakteristik tiap band memiliki karakteristik serupa, dimana menurunnya MER proporsional terhadap penurunan power level. Dengan menggunakan metode regresi, dengan pendekatan quadratis dan mengambil sample kanal 530 MHz, didapat persamaan Y = 39.61084016122242 - 0.4029531102514876 * X -0.009629034803941576 X2
dimana :
Y adalah MER (dB) dan; X adalah power level (dBmV)
58
Pada Gambar 4.11, tampak hubungan power level terhadap BER, nilai BER cenderung konstan walaupun nilai MER turun, namun pada power level sekiat 26 dBmV, nilai BER mulai turun dan kinerjanya turun tajam hingga pada power level antara -29 dBmVsampai dengan -28 dBmV, dimana BER turun di kisaran 5e-03, atau dari 1000 bit dikirim terdapat 5 data yang error. Efek ini disebut cliff efect., karakteristik ini terlihat juga pada hubungan MER dan BER. Nilai BER konstan hingga Nilai MER mencapai kisaran 22 dB, lalu kinerja BER turun drastis ke 7.5e-03 pada MER 20 dB, seperti yang ditunjukkan gambar 4.12. Bila dilihat kasus mulai artifak, kita dapat simpulkan bahwa parameter yang konsisten yang menunjukkan perubahan adalah power level dan MER, BER sulit untuk djadikan patokan sebab adanya cliff effect, dan efek artidak terjadi walaupun karater BER-nya bagus, adapun anomali pada kasus percobaan kanal 402 MHz, percobaan 29, efek artifak baru ditemui pada power level -30.2 dBmV, dengan MER 19.3 dan BER 7.5e-03. Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat Bitstreamnya, namun pada pengujian kali ini penulis tidak menguji bitstream tersebut karena keterbatasan peralatan, secara singkat hal ini disebabkan akibat adanya encoding Variabel Bit Rate (VBR), dimana video ditransmisikan dengan bit rate yang fleksibel karena adanya kompresi, untuk video yang bergerak dan dinamis, bit rate yang ditransmisikan besar, namun saat banyak still image (gambar diam), bit rate yang ditransmisikan lebih rendah daripada gambar bergerak. Makin banyak perubahan warna pixel di layer, makin besar bit ratenya. Channel 402 MHz pada test adalah stasiun berita CCTV-9 yang kebanyakan menampilkan gambar still image, dan tidak banyak perubahan pixel pada layer, memungkinkan
dilakukan
rasio
kompressi
yang
tinggi
dengan
sedikit
mengorbankan kualitas gambar, tapi lebih baik efisien dalam penggunaan , karena itu saat kualitas transmisi memburuk, kualitas masih relative konsisten. Selian itu, teknik spreading bit-bitnya juga membantu streaming video lebih kebal terhadap gangguan
59
Tabel 4.6 : MER,BER dan power level pada Kasus mulai terjadi gangguan Channel (MHz)
Power level (dBmV)
MER
BER
402
-30.2
19.3
7.50E-03
426
-15.7
31.2
1.00E-09
450
-12.2
34.1
1.00E-09
490
-16.1
30.8
1.00E-09
530
-16.7
29.9
1.00E-09
60
Power level/level Tegangan Vs MER
45.0
402
40.0
426 450
35.0
490 530
30.0
M ER (d B )
25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 Power Level (dBmV)
0.0 5.0
0.0
-5.0
-10.0
-15.0
-20.0
-25.0
-30.0
-35.0
Gambar 4.10 : Power level Vs MER untuk tiap band/kanal frekuensi
61
pow e r e l v e l/ L e v e l T e g a n g a n V s P o s t B E R
powe r l e v e l / l e v e l t e ga nga n V s P os t B E R
0.00E+00
0.00E+00
1.00E-05
1.00E-05
2.00E-05
2.00E-05
3.00E-05
3.00E-05
402
402
426 4.00E-05
450
426
490
490
530
530
5.00E-05
5.00E-05
6.00E-05
6.00E-05
7.00E-05
7.00E-05
8.00E-05
450
4.00E-05
8.00E-05
5.0
0.0
-5.0
-10.0
-15.0
-20.0
-25.0
-30.0
-35.0
p o w er level ( D B mV )
-25.0
-26.0
-27.0
-28.0
-29.0
-30.0
-31.0
-32.0
-33.0
powe r l e v e l ( dB mV )
Gambar 4.11: Power level vs BER
62
MER Vs post BER
8.00E-03
7.00E-03
6.00E-03 402 426 5.00E-03
450
BER
490 530 4.00E-03
3.00E-03
2.00E-03
1.00E-03
0.00E+00 18.0
20.0
22.0
24.0
26.0
28.0
30.0
32.0
MER
Gambar 4.12 : MER Vs BER
63
Karena anomaly , channel 402 tidak dimasukkan dalam perhitngan mean dan deviasi untuk kasus gangguan kali ini, channel 402 dianggap kasus khusus, yang kurang mencerminkan kapasitas penuh channel dalam metransmiskan video streaming. Seperti terlihat pada gambar 4.13, apabila sebuah sumber MPEG2 di kodekan dengan kompresi yang sangat tinggi dengan standard Variabel Bit Rate, besar bit rate bervariasi, dan saat tertentu dapat mencapai jauh di bawah 1 Mbps saat perubahan pixel di layar sedikit (seperti tampilan teks, gambar diam). Dengan alasan ini, data dari channel 402 tidak disertakan pada perhitungan nilai batas.
Gambar 4.13 : grafik bit rate streaming video source mpeg-2 dengan heavy
compression Untuk kasus pengukuran kali ini, dapat diperoleh nilai batas sebagai berikut : MER rata-rata : 31.5 dB Standard Deviasi MER : 1.82 dB Power level rata-rata : -15,18 dBmV Standard deviasi Power level : 2,025 dBmV
Artinya apabila kurang dari nilai tersebut di atas, mulai terjadi gangguan artifak atau efek blocking. Data percobaan ini hanya berlaku apabila efek intermitten, akibat kerusakan alat, putusnya kabel dan kesalahan pemasangan saat instalasi tidak terjadi, untuk mengetahui adanya gangguan tersebut tadi, maka
64
indicator BER menjadi patokan, sebab pada pengujian MER, respons yang dihasilkan cenderung lambat, saat terjadi putusnya transmisi sesaat atau noise yang sesaat (burst noise),BER dapat dijadikan tolok ukur, sebab selama proses pengujiannya, BER dapat medeteksi bit-bit yang hilang akibat tidak ditransmisikan. Dan dari pengujian di atas, BER sendiri tidak dapat jadi tolok ukur untuk kualitas video streaming, sebab dari pengujian, tampak dengan BER sangat baik, kasus artifak juga dapat terjadi.
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Dengan melihat data-data dan analisa di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Peningkatan Modulation Error rate dengan power level, proporsional, dan berhubungan secara quadratis, makin buruk nilai power level, makin buruk nilai MERseperti yang ditunjukkan pada gambar 4.10. 2. MER dan Power level/level tegangan memiliki karakteristik yang serupa, dilihat dari grafis kedua parameter tersebut terhadap BER , dimana kedua parameter mengalami fenomena “cliff effect”, hal ini disebabkan digunakannya modulasi QAM. Hal ini dengan jelas ditunjukkan pada gambar 4.11 dan 4.12 3. Kasus anomaly seperti yang terjadi pada kanal CCTV, dikarenakan adanya penggunaan variable bit rate yang terdapat pada kompresi MPEG2, dimana still images menggunakan bit rate yang jauh lebih rendah daripada gambar bergerak yang dinamis. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik bit rae heavy compression dengan VBR pada gambar 4.13, dimana bit ratenya bisa turun sampai jauh di bawah 1 Mbps. 4. Kasus noise hanya akan menyebabkan penyebaran konstelasi, selama percobaan ini, penurunan power level bisa diasumsikan naiknya noise floor, hal ini dapat dilihat pada gambar 4.3, 4.4, 4.5, 4.6, 4.7,4.8, dan 4.9, saat noise naik, konstelasi lebih menyebar, 5. Diperoleh parameter gangguan yang hampir konsisten, yaitu power level dan MER, dimana Power level mean-nya -15,18 dB±2,025 dBmV, sedangkan MER pada 31.5±1,82 dB saat terjadi gangguan berupa artifak ringan (atau biasa disebut blocking efect).
66
V.2. Saran 1. Untuk menghindari gangguan, diusahakan power level ke CPE atau STB berada pada power level 0 dBmV, sebab tegangan ini adalah tegangan ideal agar alat bekerja optimal. 2. Untuk menguji adanya improper installation, dapat dengan memanfaatkan BER test. 3. Penggunaan VBR pada standard kompresi MPEG2 adalah metode terbaik untuk mendapatkan kualitas video yang dapat diterima untuk kasus instalasi yang buruk. Studi teknologi kompresi dapat menjadi studi yang menarik untuk meningkatkan kapasitas servis. 4. Kerusakan akibat korosi, walau tidak menyebabkan putusnya transmisi, dapat menyebabkan penurunan kinerja jaringan coaxial secara menyeluruh. Terutama pada sambungan-sambungan dan ground block, karena itu dapat menjadi bahan studi untuk penentuan studi umur investasi dan kelayakan transmis jaringan dari waktu ke waktu.
67
DAFTAR PUSTAKA
BER and MER seminar,”Why You Need to Measure Both BER and MER on QAM Digital Signals”, Sunrise Telecom, 2002 BER seminar, “Bit Error Rate Demystified”, Sunrise Telecom, 2002 FEC seminar, “Forward Error Correction Demystified”, Sunrise Telecom, John G. Proakis, "Digital Communications, 3rd Edition", McGraw-Hill Book Co., 1995 Leon W. Couch III, "Digital and Analog Communication Systems, 6th Edition", Prentice-Hall, Inc., 2001 Eric Newman, ADI Wireless Seminar 2006,”Chapter VII: Receiver Optimization Using Error Vector Magnitude Analysis”, 2008 Product Data Sheet, “System Amplifier III Type 2A-2 High Gain Dual (2 Output Version) 750 MHz with 40/52 MHz Split”, Scientifict Atlanta Inc, 2004 Product Data Sheet, “Model 6940 Four Port Optoelectronic Node 870 MHz with 42/54 MHz Split”, Scientifict Atlanta, 2004 “Pengenalan Instalasi kabel TV”, First media Tbk., 2002 ”SDA5000 datasheet”, Acterna ”The keeper Communication”, 2002 Dr. Ing. Mudrik Alaydrus, Saluran Transmisi, Universitas mercubuana 2006 “Digital Video Transmission Standard for Cable Television”, ANSI/SCTE juli, 2000 Walter Fischer, “Digital televison, Apractical guide for engineers”, springer, 2004 “Versatille Digital QAM modulator”, Alteram, 1998 Jeffrey L Thomas & Francis M. Edgington, : Digital Basic for Cable Television systems”,prentice hall, 1999 Walter Ciciora, James Farmer , David Large , Michael Adams ,”Modern Cable Television Technology”, Second Edition, The Morgan Kaufmann, 2007