Analisa Terhadap Pemeriksaan BUMN Persero oleh Akuntan Publik dan Badan Pemeriksa Keuangan dari Segi Hukum Keuangan Publik Feriza Arina Puspita, Dian Puji N. Simatupang Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Penulisan skripsi ini didasarkan pada masuknya keuangan BUMN Persero sebagai keuangan negara. Salah satu akibat hukum masuknya keuangan BUMN Persero sebagai keuangan negara adalah pemeriksaan keuangan BUMN Persero dilakukan oleh Akuntan Publik dan Badan Pemeriksa Keuangan. Masuknya BUMN Persero sebagai objek pemeriksaan BPK menimbulkan ketidakpastian hukum. Pertama, status hukum BUMN Persero menjadi tidak jelas apakah termasuk badan hukum privat atau badan hukum publik. Kedua, apabila BUMN Persero merupakan badan hukum privat maka BPK seharusnya tidak lagi melakukan pemeriksaan keuangan BUMN Persero dan lebih fokus pada fungsinya untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk APBN. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status hukum keuangan BUMN Persero bukan lagi merupakan keuangan negara dan sebagai badan hukum privat, maka Akuntan Publik lah yang berwenang melakukan pemeriksaan. Kata kunci: Pemeriksaan, Keuangan Negara, BUMN Persero, Akuntan Publik, Badan Pemeriksa Keuangan.
Analysis Upon the Examination of State Owned Enterprise (BUMN Persero) between Public Accountant and Audit Board (BPK) from the Legal Prespective of Public Finance Law Abstract This thesis This thesis is based on the inclusion of State Own Enterprise’s financial as a public (state) finance. One of the legal consequences of that condition is the examination of SOE is conducted by Public Accountant and BPK. The inclusion of SOE as the one of examination object of BPK is causing the legal uncertainty. First, the legal status of SOE is unclear whether including private legal entity or public entity. Second, if the SOE is a private legal entity, then BPK doesn’t have an authority to examine the SOE financial anymore and should focus on its function to examine the management and financial responsibility of the state (APBN only). This research method is using normative juridical and relying on secondary data will be presented in descriptive analysis. The result of this research shows that the legal status of SOE financial is no longer public (state) financial and as a private legal entity, the Public Accountant is the one who is authorized to conduct the examination. Key words: External Examination, State Owned Enterprise, Public Accountant, Badan Pemeriksa Keuangan.
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
Pendahuluan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional, di samping sektor swasta dan koperasi merupakan salah satu badan pemerintah yang memberikan sumbangsih terhadap penerimaan negara. Peranan penting BUMN adalah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai amanat dari Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pandji Anoraga, 1995:2). Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), BUMN terbagi menjadi dua bentuk, yakni perusahaan perseroan dan perusahaan umum dan yang memiliki ciri-ciri yang berbeda untuk setiap bentuknya. Pertama adalah BUMN yang berbentuk perusahaan perseroan atau disebut sebagai BUMN Persero (Adrian Sutedi, 2010:4). BUMN Persero modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh pemerintah (atas nama negara) yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Permasalahan yang timbul adalah terkait perbedaan pendapat mengenai status hukum keuangan BUMN Persero yang berdampak terhadap pemeriksaan keuangan BUMN Persero. Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) menyebutkan bahwa salah satu ruang lingkup keuangan negara adalah kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk “…kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara atau perusahaan daerah.” Hal tersebut menyebabkan adanya dua lembaga eksternal yang berwenang memeriksa BUMN Persero, yakni Kantor Akuntan Publik dan Badan Pemeriksa Keuangan. Masuknya BUMN Persero sebagai salah satu objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai telah melanggar beberapa kaidah hukum, khususnya hukum keuangan negara dan doktrin hukum tentang Perseroan Terbatas. Masuknya BUMN Persero ke dalam lingkup objek pemeriksaan BPK, tentunya tidak lepas dari salah kaprahnya konstruksi mengenai keuangan publik di Indonesia sebagaimana yang terjadi saat ini. Kebijakan di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ruang lingkup keuangan publik di Indonesia tidak sejalan dengan teori hukum yang seharusnya. Bahkan, yang sangat memprihatinkan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan publik tidak mampu mendukung praktik badan hukum untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Adanya benturan antara teori hukum dan peraturan perundang-undangan mengenai konsep keuangan publik mengakibatkan dampak yang serius dan
berkepanjangan
terkait
keuangan
publik,
baik
dari
pertanggungjawabannya.
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
segi
pengelolaan
dan
Adanya ruang lingkup yang terlalu luas terhadap pengertian keuangan negara menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara tersebut. Jusuf Indradewa memberikan kritik atas definisi keuangan negara pada UU No. 17 Tahun 2003 mengenai ruang lingkup keuangan negara yang meluas tersebut bahwa secara prinsip UU No. 17 Tahun 2003 tidak membedakan status uang dan kepemilikan kekayaan dalam suatu badan. Menurutnya, perlu sekali ditegaskan bahwa keuangan negara adalah keuangan yang sepenuhnya menjadi hak atau kekayaan negara sebagai badan hukum dalam menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu, daerah sebagai badan hukum mempunyai keuangan sendiri yang terpisah dari keuangan negara, dalam hal ini terpisah dari APBN, yang oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah disebut sebagai keuangan daerah. Demikian pula dengan BUMN Persero sebagai badan hukum privat yang mempunyai status kemandirian, memiliki keuangan atau kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan negara sebagai pemegang saham (Natasya Lestari, 2006:32). Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 48/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Terhadap Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003, seakan menghentikan perdebatan mengenai frasa kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah. Dalam hal ini Majelis Hakim memandang bahwa keuangan pada BUMN tetap merupakan kekayaan negara yang merupakan salah satu unsur keuangan negara yang dikelola oleh badan lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 (BPK RI, 2014). Oleh karena itu, maka BPK tetap berwenang melakukan pemeriksaan terhadap keuangan BUMN Persero. Namun pada kenyataan yang terjadi saat ini, adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013 justru tidak menghentikan perdebatan yang terjadi mengenai status hukum keuangan BUMN Persero. Masih terdapat pertentangan antara teori hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan. BUMN Persero disatu sisi dipandang sebagai badan hukum privat, dan disisi lainnya dipandang sebagai badan hukum publik yang menyebabkan dua lembaga eksternal, yakni BPK dan Akuntan Publik tetap dapat melakukan pemeriksaan terhadap BUMN Persero yang justru menyebabkan ketidakpastian hukum. Menurut Prof. Arifin Soeria Atmaja, BUMN Persero memang seharusnya tunduk pada hukum privat dalam hal ini Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perseroan Terbatas (Persero), dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Fokus permasalahan disini tertuju pada masalah badan hukum dan landasan hukum tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban, serta lembaga atau instansi mana yang berwenang
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap persero tersebut (Arifin P. Soeria Atmadja, 2009:108). Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis-normatif, dimana penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang didukung oleh hasil wawancara dari narasumber dan informan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperolah data sekunder, yang nantinya akan digunakan sebagai landasan teoritis sehingga berkaitan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti guna mendukung data-data yang diperoleh selama penelitian dengan cara mempelajari buku-buku, literatur dan sumber lain yang relevan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian (Soerjono Soekanto, 2005:250). Penulis menerapkan tipe penelitian preskriptif yaitu dalam penelitian preskriptif ini, seorang penulis memiliki tujuan untuk memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi (Sri Mamudji, 2005:4). Karena penelitian ini merupakan penilaian kepustakaan, maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, namun apabila data sekunder tersebut kurang memadai dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akan mengadakan wawancara kepada narasumber atau informan untuk melengkapi penulisan skripsi ini ini. Setelah penulis mendapat hasil penelitian, hasil tersebut akan dituangkan dalam suatu data yang berbentuk deskriptif-analisis. Bentuk data deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data dengan sangat teliti tentang keadaan atau gejala yang dapat mempertegas hipotesis yang ada, untuk memperkuat teori yang sudah maupun yang belum ada. Sedangkan bentuk analisis bertujuan untuk menarik dan memasukkan asas-asas hukum tertentu yang terdapat dalam hukum positif yang berlaku dan menguji apakah kaedah hukum terkait tersebut berasal dari asas, doktrin, dan teori hukum yang merupakan landasan dari penulisan skripsi ini.
Pembahasan Peran negara dalam kehidupan ekonomi memang sulit untuk ditolak mengingat semakin bertambah kompleksnya kegiatan perekonomian yang erat dengan kehidupan sehari-hari. Negara juga memiliki peranan penting dalam mensejahterakan rakyatnya, salah satunya dari segi ekonomi (Pandji Anoraga, 1995:1). Salah satu implementasi keterlibatan negara dalam bidang ekonomi diwujudkan melalui perusahaan negara atau yang sekarang dikenal dengan
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
nama Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain memberikan andil dalam pelayanan publik, BUMN juga berperan untuk meningkatkan pendapatan negara (Gunarto Suhardi, 2010:22). Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu badan yang dibentuk sebagai manifestasi dari upaya memajukan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamantkan oleh UUD NRI 1945 (Sekertariat DPR RI, 2009:200). Untuk merealisasikan salah satu tujuan negara dalam
mensejahterakan
rakyatnya
(Dewi
Triwoelan
Wresiningsih,
2008:50),
maka
dituangkanlah secara eksplisit dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD NRI 1945 (Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, 2008:1) yang berbunyi: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN terbagi dalam dua jenis, yakni perusahaan perseroan atau BUMN Persero, yakni BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan (termasuk perusahaan persero terbuka) dan perusahaan umum atau perum yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 menegaskan bahwa terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). Apabila mengacu pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007, maka kedudukan BUMN Persero mengacu pada Pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam bentuk saham. Sebagai badan hukum, dalam hal ini badan hukum privat, maka ciri badan hukum melekat pada BUMN Persero. Ciri tersebut adalah memiliki kekayaan terpisah, memiliki tujuan sendiri, memiliki kepentingan sendiri, dan organisasi yang teratur (Ali Rido, 1986:50). Ciri yang melekat disini adalah adanya kekayaan terpisah yang dalam hal ini adanya pemisahan kekayaan perusahaan dengan pemiliknya atau pemegang sahamnya. Dengan demikian, ketika negara telah memisahkan kekayaannya untuk dijadikan modal dalam BUMN Persero, maka status hukum kekayaan tersebut bukan lagi kekayaan negara, melainkan kekayaan BUMN Persero. Perdebatan yang terjadi adalah ketika kekayaan negara dipisahkan menjadi modal dalam BUMN Persero, statusnya masih merupakan kekayaan negara sebagaimana disebutkan dalam
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003. Sedangkan secara teori, suatu badan hukum yang dibentuk pemerintah, dengan status kekayaan negara yang dipisahkan, maka sejak dipisahkannya kekayaan negara tersebut ke dalam badan hukum, maka telah terjadi transformasi yuridis terhadap kekyaan negara tersebut menjadi keuangan badan hukum yang sepenuhnya tunduk terhadap hukum privat (Arifin P. Soeria Atmadja, 2009:88). Tujuan pemisahaan kekayaan negara tersebut, sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan Pasal 4 UU No. 19 Tahun 2003 adalah membuat batasan yang jelas antara tanggung jawab publik atau negara dengan tanggung jawab privat. Adanya penyertaan modal pemerintah pada perseroan terbatas adalah pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayainya. Maka kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat diktakan mewakili negara sebagai badan hukum publik, namun sebagai badan hukum privat yang kedudukannya sejajar dengan pemegang saham lainnya. Hal tersebut disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum privat memutuskan penyertaan modalnya berbentuk saham dalam perseroan terbatas, baik sebagian besar ataupun seluruhnya, maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang, dan terputus hubungan hukum publiknya dengan keuangan yang telah berubah kedalam bentuk saham. Demikian pula dengan ketentuan pengelolaan, pertanggungjawaban dan pemeriksaan keuangan dalam bentuk saham tersebut otomatis berlaku dan berpedoman pada UU No. 40 Tahun 2007 (Dian Puji N. Simatupang, 2011:37). Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003, maka status keuangan BUMN tidak lagi tunduk pada sistem APBN sebagai wujud keuangan negara, tetapi pada prinsip dalam tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Artinya, peraturan perundang-undangan mengenai keuangan negara tidak dapat diterapkan dan tidak berlaku pada pengelolaan dan pemeriksaan keuangan BUMN. Hal ini berarti keuangan BUMN tidak berada pada ketentuan hukum keuangan negara, namun berada pada kuasa hukum perdata atau domaine prive (Dian Puji N. Simatupang, 2011:15). Selain itu, terdapat asas piercing corporate veil pada pengelolaan Perseroan Terbatas yang dapat menarik pemegang saham bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh perseroan apabila terjadi suatu keadaan tertentu. Piercing corporate veil dimaksudkan untuk membatasai pertanggungjawaban terbatas direksi dan dewan komisaris. Doktrin mengacu pada prinsip dimana pengadilan demi hukum dapat mengesampingkan prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham. Dalam hal ini, pemegang saham dapat dimintakan pertanggungjawaban apabila terjadi kerugian pada perseroan yang disebabkan oleh para pemegang saham (Ridwan Khairandy, 2010:259). Doktrin tersebut sejalan dengan doktrin alter ego, mere instrumentality dan agency theory yang mengajarkan bahwa pemegang saham akan
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
dikenakan tanggung jawab tidak terbats jika terdapat penyatuan keuntungan atau kekayaan pemegang saham dengan kekayaan perusahaan (Ridwan Khairandy, 2010:270). Dalam hal ini, ketika terdapat penyatuan keuntungan atau kekayaan antara pemegang saham (dalam hal ini negara) dengan perusahaan (BUMN Persero), maka asas piercing corporate veil dapat berlaku dan negara sebagai pemegang saham disini dapat dimintai pertanggungjawaban tidak terbatas atau hapusnya asas limited liability. Melihat ketentuan diatas, sudah selayaknya sebuah badan usaha, khusunya BUMN Persero memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan negara untuk mencegah tanggung jawab tidak terbatas negara terhadap segala kerugian yang dialami oleh BUMN Persero sebagai akibat dari tidak terpenuhinya ciri badan hukum (memiliki kekayaan sendiri/terpisah dari kekayaan pemiliknya) yang menyebabkan asas piercing corporate veil, yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara (keuangan negara) yang berpengaruh terhadap APBN (Munir Fuady, 2002:24). Adanya ketidakjelasan status hukum keuangan BUMN Persero menyebabkan masuknya dua auditor eksternal untuk memeriksa keuangan BUMN Persero, yakni Akuntan Publik dan Badan Pemeriksa Keuangan. Pemeriksaan BUMN yang menjadi kewenangan BPK bukanlah sesuatu yang baru dengan munculnya UU No. 5 Tahun 1973, pada saat berlakunya Indische Bedrijven Wet (IBW) mengenai perusahaan-perusahaan negara, BPK sudah berwenang untuk memeriksa keuangan perusahaan-perusahaan IBW tersebut. Disebabkan setiap modal yang masuk dan keluar pada perusahaan IBW sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Menteri Keuangan dan perusahaan-perusahaan IBW tersebut berada dalam ruang lingkup hukum publik. Selain itu, kekayaan pada perusahaan negara pada masa itu menyatu dengan kekayaan negara dimana status pegawainya pun merupakan pegawai negeri sipil (C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2001:229). Berbeda dengan yang terjadi saat ini, dimana Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pengelolaan BUMN Persero tidak lagi didasarkan pada prinsip pengelolaan APBN, dan Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa untuk BUMN Persero, pengelolaannya tunduk pada UU No. 1 Tahun 1995 sebagaimana diubah menjadi UU No. 40 Tahun2007. Pada Pasal 68 ayat (1) huruf d UU No. 40 Tahun 2007, disebutkan bahwa untuk perseroan terbatas maka direksi wajib menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada Akuntan Publik untuk diaudit dalam hal: a. Kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat; b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; c. Perseroan meruapakan Perseroan Terbuka; d. Perseroan merupakan persero;
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah niai paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau f. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Kewajiban perusahaan untuk menyerahkan perhitungan tahunan kepada Akuntan Publik untuk diperiksa timbul dari sifat perseroan yang bersangkutan dengan membenarkan pengawasan secara eksternal. Sanksi yang diterapkan apabila perhitungan tahunan tidak dilakukan adalah pembubaran perseroan oleh pengadilan apabila terbukti merugikan masyarakat (Abdulkadir Muhammad, 1996:59). Oleh karena itu, peran Akuntan Publik dalam memeriksa laporan keuangan perseroan merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan perseroan. Adapun badan atau lembaga lain yang ingin melakukan pemeriksaan terhadap BUMN Persero terkait adanya indikasi kerugian, maka berdasarkan Pasal 138 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007, harus terlebih dahulu meminta izin secara tertulis kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi wilayah hukum BUMN Persero tersebut berada. Maka dari itu, apabila BPK ingin melakukan pemeriksaan terhadap BUMN Persero, seharusnya mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh UU No. 40 Tahun 2007. Tidak seperti saat ini dimana hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Akuntan Publik langsung diserahkan kepada BPK. Berikut adalah table perbandingan pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa yang ada di Indonesia: Lembaga/ Ruang Lingkup Peraturan Perundangundangan
Lingkup Pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 23 UUD 1945, UU 15 Tahun 2006, UU 17 Tahun 2003, UU 1 Tahun 2004, UU 15 Tahun 2004 Keuangan Negara (Pasal 2 UU 17 2003).
BPKP
Akuntan Publik
Keppres 23 Tahun 2001, Perpres 11 Tahun 2005, PP 60 Tahun 2008
UU No. 5 Tahun 2011
Intern pemerintah Lintas sektoral, kebendahara an umum berdasarkan penetapan menteri keuangan selaku bendahara negara, penugasan lain lingkup keuangan
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
Keuangan Perusahan (swasta) yang ditunjuk oleh RUPS dan keuangan BPK (apabila diminta BPK).
yang diberikan oleh presiden. Tugas dan Wewenang
Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Memeriksa tugas pemerintahan dibidang pembangunan berupa audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pendidikan, dan pelatihan pengawasan (BPKP, 2014).
Mengaudit laporan tahunan keuangan perusahaan berdasarkan RUPS.
Pada tabel perbandingan tersebut, dapat dipahami bahwa masing-masing lembaga pemeriksa keuangan yang ada di Indonesia ruang lingkup pemeriksaannya sudah dipisahkan secara tegas dan tugas serta wewenangnya pun masing-masing memiliki perbedaan yang tegas. Akan tetapi, permasalahan yang timbul adalah ketika pengertian keuangan negara merujuk pada Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003. Terjadi inkonsistensi pada tugas dan kewenangan BPK dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan masuknya BUMN Persero sebagai objek pemeriksaan BPK, maka BPK seolah-olah dapat melakukan pemeriksaan dalam ranah privat yang seharusnya dilakukan oleh akuntan publik. Selain itu, terjadi ketidakpastian hukum terkait status hukum BUMN Persero, dengan adanya dua auditor eksternal yang melakukan pemeriksaan keuangan BUMN Persero, disatu sisi BUMN Persero dipandang sebagai badan hukum privat, dan disisi lainnya BUMN Persero dipandang sebagai badan hukum publik. Adapun implikasi hukum lain apabila keuangan BUMN Persero masih merupakan keuangan negara adalah terhadap pemeriksaan BPK dan meluasnya pengertian kerugian negara. Terkait dengan pemeriksaan keuangan BUMN Persero oleh BPK, hal tersebut merupakan irasionalitas dalam pengaturan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang pada praktiknya akan merugikan kedudukan hukum entitas privat sebagai domain yang berbeda dengan entitas publik. Hal demikian terjadi karena tidak ada batas-batas yuridis dalam menentukan status hukum keuangan negara dan kerugian negara (Dian Puji N. Simatupang, 2011:320). BUMN Persero nantinya akan menjadi tidak maksimal dalam mengambil suatu kebijakan bisnis karena kekhawatiran apabila terjadi kerugian maka menjadi kerugian negara, padahal seharusnya kerugian yang dialamai oleh BUMN Persero sebagai entitas privat merupakan suatu risiko bisnis yang lazim dialami oleh pelaku usaha. Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
BPK telah melakukan intervensi terlalu jauh dengan melakukan pemeriksaan terhadap BUMN Persero yang seharusnya tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007. Akan menjadi sangat berbahaya kedepannya apabila BPK tetap memiliki kewenangan memeriksa keuangan entitas privat, dalam hal ini BUMN Persero, yang dilakukan oleh BPK dalam rangka memperluas aspek kerugian negara. Dalam hal ini, regulasi mengenai pengelolaan keuangan sektor publik tidak mungkin tunduk pada regulasi pengelolaan keuangan sektor privat dan BPK tidak mungkin mengidentifikasi kerugian negara pada kekayaan yang menjadi domain privat. Kewenangan BPK melakukan pemeriksaan sektor privat justru melemahkan kedudukan BPK sebagai lembaga tinggi negara. Dalam UUD 1945, BPK sudah mendapatkan tugas yang berat terkait dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sudah sepatutnya pembatasan keuangan negara terbatas pada APBN saja. Mengenai kekayaan negara yang sudah dipisahkan, seharusnya bukan lagi menjadi tanggung jawab BPK, tetapi menjadi tanggung jawab badan atau pihak yang melakukan pengelolaan terhadap kekayaan negara yang sudah dipisahkan tersebut. Dengan demikian, tugas dan kewenangan BPK sebagai lembaga tinggi negara menjadi jelas dengan fokus pada pemeriksaan keuangan negara atau publik, tidak lagi disibukkan dengan permasalahan keuangan privat yang sudah memiliki ketentuannya sendiri. Dengan masuknya BUMN Persero sebagai objek pemeriksaan BPK, menurut Dian Puji N. Simatupang, menyebabkan adanya monopoli BPK terkait kewenangan pemeriksaan dan pengelolaan tanggung jawab keuangan sektor privat yang menyebabkan tiga akibat. Pertama, prioritas dalam mengonstruksikan pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara menjadi tidak ada karena ruang lingkup keuangan negara yang terlalu luas, seharusnya pemeriksaan dan pengawasan APBN menjadi prioritas utama BPK. Kedua, tidak ada strategi yang komperhensif dalam mewujudkan pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara karena keuangan BUMN Persero yang seharusnya masuk dalam sektor privat ikut diperiksa oleh BPK. Ketiga, BPK akan bias dalam menentukan penyimpangan keuangan negara sebagai kerugian negara karena tidak ada batasan yang jelas mengenai kerugian negara dan resiko bisnis apabila BUMN Persero mengalami suatu kerugian (Dian Puji N. Simatupang, 2011:318). Akibat hukum lain yang terjadi apabila BUMN Persero masuk dalam objek pemeriksaan BPK adalah terkait terjadinya kerugian pada BUMN Persero. Luasnya pengertian keuangan negara sebagaimana tercantum dalam dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 dan Pasal 1 UU No. 31 Tahun 1999 menyebabkan meluas pula pengertian kerugian negara. Untuk menyatakan adanya suatu kerugian negara harus dilihat dari berbagai aspek, yakni hukum pidana, hukum administrasi negara, dan hukum perdata. Pada prakteknya yang terjadi saat ini, kerugian negara selalu diarahkan pada ranah hukum pidana tanpa memperhatikan aspek hukum perdata dan
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
hukum administrasi negara. Akibatnya, sering terjadi kekeliruan dalam menentukan suatu kerugian negara (Dian Puji N. Simatupang, 2011:328). Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 menyebutkan: ”Kerugian negara dapat terjadi kerena pelanggaran hukum atau kelalaian pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.” Terkait dengan kerugian yang terjadi pada BUMN Persero, tidak dapat serta merta dikatakan bahwa hal tersebut merupakan kerugian negara. Harus dilihat dari beberapa aspek hukum mengenai penyebab terjadinya kerugian pada BUMN Persero. Terkait status hukum uang pada BUMN Persero yang secara teori bukan lagi merupakan keuangan negara karena adanya transformasi hukum status uang dan pengelolaan uang tersebut yang didasarkan pada hukum privat, seharusnya tidak dapat dikatakan sebagai kerugian negara. Selain itu, penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 mengidentifikasikan kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian pejabat negeri sipil. Maka apabila seorang direksi dalam BUMN Persero melakukan kegiatan usaha yang menyebabkan kerugian pada perseroan, tidak dapat serta merta dikatakan telah terjadi kerugian negara. Tindakan direksi disini bukanlah merupakan tindakan administrasi pemerintah karena direksi merupakan organ perushaan yang tunduk pada ketentuan hukum privat. Terhadap kerugian negara akibat mal-administrasi pada hakikatnya dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Berdeda halnya ketika suatu perseroan mengalami kerugian akibat kelalaian direksi, berdasarkan Pasal 114 ayat (9) UU No. 40 Tahun 2007, maka direksi bertanggung jawab secara penuh terhadap kerugian yang dialami oleh perseroan dan penyelesaiaanya pun tidak melalui peradilan administratsi, melainkan gugatan perdata pada pengadilan negeri dimana pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah seluruh saham dapat mengajukan gugatan tersebut. Hal inilah yang membedakan kerugian negara dengan kerugian BUMN Persero, dengan demikian maka kerugian BUMN Persero bukanlah merupakan kerugian negara mengingat uang negara yang sudah dipisahkan menjadi modal dalam bentuk saham pada BUMN Persero sudah berubah status hukumnya menjadi keuangan perseroan yang pengelolaannya tunduk pada hukum privat. Dalam suatu transaksi yang dilakukan oleh perseroan, sebagaimana diwakili oleh direksi, tidak dapat dipungkiri bahwa sewaktu-waktu dapat terjadi kerugian. Atas kerugian tersebut, tidak serta merta direksi dapat dimantakan pertanggungjawaban. Berdasarkan Pasal 97 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007, direksi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
kerugian yang terjadi apabila (a) kerugian tersebut bukan karena kelalaiannya; (b) direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan prinsip kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud perseroan; (c) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan (d) telah mengambil suatu tindakan untuk mencegah timbulnya atau berkanjutnya kerugian tersebut. Dengan demikian, apabila terjadi suatu kerugian yang timbul bukan karena itikad buruk dari perusahaan, hal tersebut merupakan suatu risiko bisnis dan tidak dapat serta merta dikatakan sebagai kerugian negara. Maka dari itu, perdebatan mengenai kerugian negara seharusnya tidak lagi terjadi. Perbaharuan hukum terkait status BUMN Persero saat ini, dengan munculnya UU No. 19 Tahun 2003 juga seharusnya dapat menjawab perdebatan yang saat ini masih terjadi mengenai status keuangan pada BUMN Persero. Pada saat berlakunya Perpu No. 19 Tahun 1960 semua BUMN disebut sebagai perusahaan negara dimana kekayaan perusahaan negara tersebut menyatu dengan kekayaan negara. Selain itu, organ perusahaan negara atau pengurusnya merupakan pegawai negeri sipil, maka pemeriksaan kekayaan perusahaan negara tersebut dilakukan oleh BPK. Saat berlakunya UU No. 19 Tahun 2003, pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa modal BUMN (dalam hal ini BUMN Persero) berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan pengelolaan BUMN Persero tunduk sepenuhnya pada hukum privat atau UU No. 40 Tahun 2007. Hal ini berarti adanya pemisahan yang tegas antara kekayaan negara dan kekayaan negara yang dipisahkan menjadi modal dalam bentuk saham pada BUMN Persero, dimana organ BUMN Persero tunduk pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 dan pemeriksaan laporan keuangannya pun menjadi hak hukum Akuntan Publik sebagai satu-satunya auditor eksternal yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2007.
Kesimpulan 1. Status hukum keuangan BUMN Persero bukan lagi merupakan keuangan negara. Secara teori, APBN adalah satu-satunya wujud pengelolaan keuangan negara. Kekayaan atau keuangan negara yang sudah dipisahkan menjadi modal pada BUMN Persero telah berubah atau bertransformasi sehingga pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada pengelolaan APBN, namun sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Dengan demikian, maka pengelolaan dan pengaturan BUMN Persero tunduk pada ketentuan hukum perdata dalam hal ini adalah UU No. 40 Tahun 2007. 2. Lembaga yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN Persero sesuai dengan ketentuan pada UU No. 40 Tahun 2007 adalah Akuntan Publik sebagai satu-satunya lembaga eksternal yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 yang ditunjuk oleh
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
RUPS. Adapun apabila BPK hendak melakukan pemeriksaan terkait dugaan adanya kerugian yang terjadi pada BUMN Persero, maka BPK harus meminta izin terlebih dahulu kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi wilayah perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 138-139 UU No. 40 Tahun 2007 dan harus mendapatkan persetujuan daru RUPS. Karena dengan tidak termasuknya keuangan BUMN Persero sebagai uanag negara, maka BPK seharusnya tidak lagi berhak memeriksa keuangan BUMN Persero.
Saran 1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara seharusnya fokus dan maksimal melakukan tugasnya dalam hal memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang meliputi kebijakan, program, tujuan, dan kemanfaatan keuangan negara dalam hal ini adalah APBN. BPK tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan pada BUMN Persero karena keuangan negara yang sudah dipisahkan menjadi modal dalam bentuk saham pada BUMN Persero bukan lagi merupakan keuangan negara dan pengelolaannya pun tunduk pada hukum privat, yakni UU No. 40 Tahun 2007. 2. Akuntan Publik seharusnya menjadi satu-satunya lembaga eksternal yang memeriksa keuangan BUMN Persero dan hasil pemeriksaan Akuntan Publik tersebut tidak perlu diberikan pada BPK, agar terdapat kepastian hukum mengenai status hukum BUMN Persero sebagai badan hukum privat. 3. Agar terdapat kepastian hukum mengenai status hukum keuangan BUMN Persero yang pemeriksaannya dilakukan oleh Akuntan Publik, seharusnya pengaturan mengenai BUMN Persero tunduk pada UU No. 19 Tahun 2003 dan UU No. 40 Tahun 2007 atau adanya perubahan terhadap UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 15 Tahun 2004, dan UU No. 15 Tahun 2006 mengenai ruang lingkup keuangan negara yang dibatasi yang sejalan dengan teori kekayaan badan hukum privat atau adanya kepastian hukum dimana undang-undang yang mengatur mengenai BUMN Persero sesuai dengan teori hukum yang berlaku. Hal tersebut menujukkan eksistensi BUMN Persero sebagai badan hukum privat dimana pengaturannya tunduk pada hukum privat. Tidak seperti saat ini, dimana BUMN Persero seolah-olah diposisikan sebagai badan hukum privat sekaligus badan hukum publik dengan melibatkan BPK sebagai auditor eksternalnya. Kepustakaan Anoraga, Pandji. (1995). BUMN, Swasta dan Koperas. Cet.1. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
Atmadja, Arifin P. Soeria. (2009). Keuangan Publik dalam Prespektif Hukum: Teori, Praktik dan Kritik. Depok: Rajawali Pers. Fuady, Munir. (2002). Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. (2001). Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek dalam Hukum Ekonomi). Jakarta: Pradnya Paramita. Khairandy, Ridwan. (2010). Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-undngan dan Yurisprudensi. Jakarta: Kreasi Total Media. Mamudji, Sri. Et al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit FHUI. Muhammad, Abdulkadir. (1996). Hukum Perseroan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Nugroho, Riant dan Randy R. Wrihatnolo. (2008). Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta: PT Gramedia. Rido, Ali. (1986). Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, dan Wakaf. Bandung: Alumni. Sekertariat Jenderal DPR RI. Proses Pembahasan Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tahun 2003. Jakarta: Sekjen DPR RI, 2009. Simatupang, Dian Puji N. (2011). Paradoks Rasionalitas: Perluasan Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah. Jakarta: Badan Penerbit FHUI. Soebagio, Dewi Triwoelan Wresiningsih. Et al. (2008). Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Soekanto, Soerjono. (2005). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. Suhardi, Gunarto. (2010). Revitalisasi Badan Usaha Milik Negara. Yogyakarta: Badan Penerbit Universitas Atma Jaya. Indonesia. Undang-undang Keuangan Negara. UU No. 17 Tahun 2003. LN No. 47 Tahun 2003, TLN No. 4286. .Undang-undang Badan Usaha Milik Negara. UU No. 19 Tahun 2003. LN No. 70 Tahun 2003, TLN No. 4297. .Undang-undang Perbendaharaan Negara. UU No. 1 Tahun 2004. LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4355. .Undang-undang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU No. 15 Tahun 2004. LN No. 66 Tahun 2006, TLN No. 4400. .Undang-undang Badan Pemeriksa Keuangan. UU No. 15 Tahun 2006. LN No. 51 Tahun 2006, TLN No. 4654.
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015
.Undang-undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756. Lestari Natasya. (2006). Peran Badan Pemeriksa Keuangan dan Akuntan Publik dalam Proses Audit Keuangan Badan Usaha Milik Negara Persero dari Segi Hukum Keuangan Publik. Skripsi Sarjana, Universitas Indonesia, Depok. BPK RI. (2014). Pemisahan Kekayaan Negara di BUMN. Diunduh 22 Oktober 2014, dari http://www.bpk.go.id/news/pemisahan-kekayaan-negara-di-bumn. BPKP. (2014). Tumpang Tindih Pelaksanaan Pengawasan. Diunduh 15 November 2014, dari ” http://www.bpkp.go.id/berita/read/32/5330/Tumpang-Tindih-PelaksanaanPengawasan-
Analisa terhada..., Feriza Arina Puspita, FH, 2015