ANALISA PERKEMBANGAN PETERNAKAN INDONESIA OLEH DR. Drh Soehadji
1
ANALISA PERKEMBANGAN PETERNAKAN INDONESIA Bahan-bahan antara lain dari pengalaman penugasan • •
Data Analisa & Catatan Penugasan
• •
•
Jakarta, 28 Juli 2016
1962 - 1975 : Bertugas di Kaltim 1975 – 1983 : Direktur Bina Program bitjen Peternakan 1983-1988 : Staf Ahli Menteri Muda Peternakan dan Perikanan 1988 – 1996 : Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian 1996-Sekarang : Purnabakti dan aktif di organisasi Kemasyarakatan bidang peternakan dan kesehata hewan
2
Topik Bahasan
I. Gema Suara pemimpin 1. Bung Karno (IPB, 1952) Bung Hatta (1966), Nelson Mandella, John F. Kennedy, Presiden Jokowi II. Tuntutan Perubahan 1. Keterkaitan Dimensi waktu (Era Globalisasi) 2. Dasar-dasar Pemikiran a. Wawasan b. Tipologo Usaha c. Strategi Pendekatan d. Sistem Agribisnis Peternakan (Sapi potong) III. Kapita Selekta 1. Road Map (Peta Jalan) Peternakan sapi potong dan produk daging sapi 2. Masalah Perunggasan 3. Tantangan dan Peluang Industri Persusuan IV. Penutup 1. Perlunya “Forum Diskusi” ABG (Academicus –Business-Gouvernment) 2. Ancaman Penyakit Hewan Menular kepada Hewan /Ternak dan manusia (Zoonosis)
3
I. GEMA SUARA PEMIMPIN 4
1. BUNG 2. 3. 4. 5.
KARNO
(IPB,
1952) BUNG HATTA (1966) PRESIDEN JOKOWI NELSON MANDELLA PRESIDEN JOKOWI (2014)
1. PERINTAH PRESIDEN :BUNG KARNO Bung Hatta (IPB, 1952)
“Pangan merupakan soal hidup atau matinya suatu bangsa. Apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapetaka. Oleh karena itu perlu secara besat-besaran, radikal dan revolusioner
“Kaum Intelegensia Indonesia mempunyai tanggung jawab moril terhadap perkembangan masyarakat. Apakah ia duduk didalam pimpinan negara dan masyarakat atau tidak, ia tidak akan terlepas dari tanggung jawab itu” 5
John F. Kennedy “Semua ini tidak akan selesai pada seratus hari pemerintahan saya, juga pada hari ke seribu. Bahkan mungkin tidak dalam kurun waktu pemerintahan saya. Namun demikian marilah kita BERBUAT sesuatu” Kompas, 11/11/2015 Nelson Mandella Pada pengumuman berdirinya kelompok “The Elders” (sesepuh) pada tanggal 18 Juli 2007 Nelson Mandela (89 tahun) menyampaikan nasehat sikap kearifan sebagai berikut : 1. Kami bekerja bersama untuk memberikan KEBERANIAN dimana ada KETAKUTAN 2. Memberikan terciptanya KESEPAKATAN dimana ada KONFLIK 3. Memberikan INSPIRASI HARAPAN dimana ada KEPUTUS ASAAN
6
PRESIDEN JOKOWI 2014 Bebera kiat pembangunan ditegaskan Presiden Jokowi al, sbb Nawa Cita meletakkan dasar-dasar revolusi mental bangsa. • Menghadirkan kembali negara secara positif, nyata berbangsa didalam kehidupan kita • Menciptakan pemerintahan yang bersih dan terpercaya • Membangun Indonesia dari pinggiran • Menolak terjerumus kedalam status negara lemah • Meningkatkan hidup kualitas hidup manusia • Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing dimanca negara • Mewujudkan kemandirian ekonomi • Merevolusi karakter bangsa • Memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi aneka pranata kemasyarakatan yang sehat dan berakar diseluruh Indonesia Kekuatan di Sektor Pangan Presiden Jokowi menegaskan : (KOMPAS 8/11/2014), sama seperti perusahaan atau korporasi, jika mau kompetitif haruslah fokus, saya melihat kekuatan di sektor pangan meski kenyataannya saat ini kita justru menjadi pengimpor. Hal ini menunjukkan ada miss management
7
II. TUNTUTAN PERUBAHAN 8
1. 2.
KETERKAITAN DIMENSI WAKTU DASAR PEMIKIRAN A. WAWASAN B. TIPOLOGI USAHA C. STRATEGI PENDEKATAN D. SISTEM AGRIBISNIS PETERNAKAN (SAPI) PERAH
1. Tuntutan Perubahan 1. Keterkaitan Dimensi Waktu (1) Dalam perjalanan panjang kehidupan dunia, sampailah kita pada tahap milenium ketiga (2001 – 3000) era globalisasi yang menuntut perubahan disegala bidang (2) Kemajuan IPTEK, Revolusi komunikasi, dan sentra-sentra ekonomi dunia (APEC, EEC, ASEAN) menuntut perubahan pola-pola : Produksi, Perdagangan, Transportasi, Konsumsi, dan lain-lain 9
2. Dasar Pemikiran a.
Wawasan Wawasan pengembangan peternakan diperluas menjjadi pembangunan pola industri peternakan Pengembangan segi tiga peternakan terdiri unsur bibit, pakan dan manajemen
Variabel pembangunan peternakan pola industri : (1) Peternak, (2) Ternak, (3) Lahan dan (4) Teknologi
Bibit
(2)
(1)
Segitiga peternakan (4)
Paka n
mana jeme n
(3)
Pembangunan peternakan ppola indisustri : Interaksi 4 (empat) variabel pokok 1. Peternak sebagai subyek harus dijamin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan. 2. Ternak sebagai obyek ditingkatkan produksi dan produktivitasnya 3. Lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan dan lingkungan budidaya 4. Teknologi sebagai alat/rekayasa untuk mencapai tujuan 10
Ilustrasi •
Wawasan baru ternak sebagai Industri Biologis (contoh sapi perah)
Pengembangan Peternakan & Veteriner : Interaksi 4 variabel PETERNAK : Subyek yang harus dijamin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan TERNAK : obyek yang ditingkatkan produksi dan produktivitasnya LAHAN : basis ekologi yang pendukung pakan & lingkungan budidaya TEKNOLOGI : alat/rekayasa untuk mencapai tujuan
11
2. TYPOLOGI USAHA PETERNAKAN
12
Strategi Pendekatan (teknis, terpadu, agribisnis) C. Siklus Produksi
Pendekatan Teknis Sasaran : peningkatan populasi
Pendekatan tertpadu, Sasaran : aspek produksi, ekonomi dan sosial
4. Pemasaran hasil yang berkualitas oleh Badan Usaha (Swasta, Koperasi, BUMN)
4. PEMASARAN
3. PENGOLAHAN
Trend peningkatan
2. BUDIDAYA
1. 2. 1. PEMASARAN
3. 4.
B. SASARAN STRATEGI A. PENDEKATAN
Pendekatan agribisnis Sasaran : Optimalisasi sumber daya
Meningkatkan kelahiran (IB, penyebaran ternak, dll) Menekankan kematian (Program keswan) Mengendalikan pemotongan Menghentikan ekspor ternak hidup, mengimpor bibit ternak unggul
3. Penampungan hasil & pengolahan oleh Badan Usaha (Swasta/Kop/BUMN)
3. Aspek Sosial : Peternak diorganisir dlm wadah kelompok/koperasi 2. Aspek ekonomi : (7) Pemasaran (8) Penangana pasca panen
2. Kegiatan budidaya dilaksanakan oleh peternak yang dibina dalam wadah kelompok/koperasi
1. Aspek produksi : (5) pemeliharaan (4) Reproduksi (3) Obat-obatan (2) Pakan (1) Bibit ternak
1. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi oleh Badan Usaha (Swasta/Kop/BUMN) - Bibit - Pakan - Kesehatan Hewan
Peningkatan Populasi
Peningkatan Produksi melalui Intensifikasi
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya Peternakan
PENDEKATAN TEKNIS (Menangani masalah teknis)
PENDEKATAN TERPADU (memadukan 3 aspek : produksi, ekonomi, sosial)”SAPTA USAHA”
PENDEKATAN AGRIBISNIS (melalui kerjasama Peternak dengan13 Badan Usaha
2. Bagan Sistem Agribisnis peternakan sapi potong Sistem agribisnis peternakan sapi potong diartikan sebagai penanganan seluruh aspek produksi sejak subsistem agribisnis hulu, usaha ternak, pengolahan dan pemasaran serta didukung subsistem jasa dan penunjang Bagan Sistem Agriobisbis Peternakan Sapi Potong Sub sistem Agribisnis Hulu - Bibit ternak - Pakan (hijauan dan konsentrat) - Sarana kesehatan hewan
Sub sistem Usaha ternak -
Dukungan lahan Skala usaha Teknologi Kelembagaan peternak - Pengamanan ternak
Sub sistem Pemasaran
Sub sistem pengolahan - Bahan baku (daging, telur, susu dan by produk : kulit, tulang - Sistem pengolahan/teknologi - Kelembagaan - infrastruktur
-
Distribusi Promosi Informasi pasar Intelejen pasar Kebijakan perdagangan produk peternakan
Sub Sistem Jasa dan Penunjang • Kebijakan pemerintah (OTDA, perpajakan, Bea masuk, dll) • Pendanaan/kredit dan asuransi • Penelitian dan penyuluhan • Transportasi dan pergudangan
14
III. KAPITA SELEKTA 15
1. ROAD
MAP (PETA JALAN) PETERNAKAN SAPI POTONG DAN PRODUK DAGING SAPI 2. MASALAH PERUNGGASAN 3. TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI PERSUSUAN
I. SAPI POTONG
16
III.1. Road Map (Peta Jalan) peternakan sapi potong dan Produk Daging Sapi QIO VADIS (KEMANA DIBAWA) Peternakan sapi potong dan daging sapi Jaringan Kerja Peternakan Sapi Potong dan Produk Daging Sapi
17
QIO VADIS (KEMANA DIBAWA) Peternakan Sapi Potong Dan Daging Sapi Jaringan Kerja Peternakan Sapi Potong dan Produk Daging Sapi
E
G
18
1) STRUKTUR PRODUK DAGING, AZAS PERHITUNGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
19
2) ASAS PERHITUNGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
20
3) MODEL PERHITUNGAN PENGATUR MASALAH SAGING (APLIKASI TAHUN 1996)
21
4). Kebijakan Swasembada Daging VS Kemandirian
22
QIO VADIS (KEMANA DIBAWA) Peternakan Sapi Potong Dan Daging Sapi Jaringan Kerja Peternakan Sapi Potong dan Produk Daging Sapi
G
23
QIO VADIS (KEMANA DIBAWA) Peternakan Sapi Potong Dan Daging Sapi Jaringan Kerja Peternakan Sapi Potong dan Produk Daging Sapi
K
24
TEKNIS OPERASIONAL Potensi Populasi (Sebaran) sapi potong di masingmasing pulau Indonesia
25
Pengembangan komponen peternakan yang sinergik secara skematis pengembangan peternakan yang sinergik antara pulau Kalimantan dan Pulau Jawa dapat digambarkan sebagai berikut
26
Program Terobosan
27
PENDAPAT AHLI DAN BIROKRASI TERKAIT GEJOLAK PERDAGINGAN 1. Rochadi Tawaf (Anggota Perhimpunan Ilmuwan Sosek Peternakan Indonesia) Kompas, Senin. 28 Maret 2016 Pertengahan tahun 2015 pemerintah dinilai “gagal paham” terhadap fenomena naiknya harga daging sapi yang spektakuler sebagai akibat pemangkasan kuota impor. Dampaknya adalah karut-marutnya bisnis daging sapi. Kini pemerintah dinilai “sesat pikir” atas kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2016 yang baru diluncurkan. Peraturan pemerintah itu tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam hal tertentu yang berasal dari negara asal pemasukan. Dikhawatirkan kebijakan ini akan berdampak buruk bagi peternakan sapi potong dalam negeri. 28
2. Enny Sri Hartat (DirekturDirektur Institute for Economics and Finance
Development of
Jika diuraikan dari sisi fundamental, salah satu pemicu fluktuasi harga daging sapi antara lain inkonsistensi penetapan kebijakan pemerintah dan ketiadaan akiirasi data. Pemerintah membatasi pasokan di sisi hulu, yaitu hanya boleh impor sejumlah kekurangan permintaan dalam negeri. Namun, di sisi hilir, perdagangan daging sapi diserahkan pada mekanisme pasar. Tentu maksud pembatasan itu mulia, yaitu. agar terjadi pengendalian impor. Namun, pembatasan ini harus didasarkan pada akurasi dan validasi data kebutuhan dan pasokan. Jika salah satu data itu tidak akurat, tentu semua kebijakan yang diambil bukan hanya tidak tepat atau bias, tetapi justru menimbulkan peluang terjadinya moral hazard. Permasalahan harga daging sapi yang ma-hal menjelang puasa dan Lebaran merupakan bentuk ketidaksiapan pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan permintaan yang bisa diprediksi karena bersifat musiman. Pemerintah selalu menyalahkan kartel. Untuk itu, perlu langkah strategis, di antaranya kerja sama antarlembaga untuk membenahi logistik dan rantai pasokan dari peternak ke pasar. 29
3. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar IPB) Melihat dinamika harga pangan tersebut, cukup naïf jika kemudian disimpulkan bahwa untuk mencapai stabilitas harga pangan dalam negeri, maka serahkan pembentukan harga domestic ke pasar internasional melalui pembukaan impor pangan besar-besaran. Hal kedua yang penting adalah perencanaan pangan berlandaskan data yang akurat. Pola produksim stok dan konsumsi pangan sesungguhnya tidak banyak ber ubah setiap tahun. Ketiganya dapat dipelajari dan dikaji dengan tepat sehingga kebijakan yang diambil juga tepat sasaran. Sayangnya, data produksi dan stok sering kali dikaitkan dengan kinerja kementerian terkait dan besaran anggaran. Hal ini berpotensi menghasilkan kebijakan yang bias dan tidak akurat. Pasar Liberal dan Peranan Swasta Ketiga, system pangan di Indonesia saat ini tergolong liberal. Pemerintah praktis hanya memiliki kapasitas untuk melakukan intervensi terhadap beras. Kapasitas tersebut juga sangat terbatas karena hanya menguasai 6 – 9 persen dari total produksi. Sebagian besar beras dan hamper seluruh pangan lainnya dikuasai oleh pelaku usaha, produsen dan masyarakat. Dengan demikian, semua upaya pemerintah untuk mengintervensi pasar hanya akan tampak kecil. Keempat, saat ini yang paling memungkinkan dilakukan dalam jangka pendek adalah melindungi kelompok masyarakat yang rentan terkena dampak kenaikan harga pangan menjelang Lebaran. Operasi pasar untuk kelompok masyarakat rentan merupakan langkah taktis yang bisa lebih massif dilakukan , selain juga mewujudkan ide “Voucher Pangan”.
30
4. Gatot Irianto “Pengamat Pertanian dan Pangan Tanggapan atau pendapat (objek) yang subyektif. a. Keputusan Presiden meminta harga komoditas daging sapi maksimum Rp. 80.000/kg harus didukung. Cibiran dan pesimisme para kartel daging memang harus dibuktikan melalui kerja lapangan. Rakyat ingin bukti atas kehadiran pemerintah di tengah dominannya kartel daging dalam mengatur pasokan dan harga daging. Tanggapan Sebagai “pengamat seyogyanya subyek pembahasan harus diposisikan objektif bukan sebaliknya, objek pembahasan surat muatan Subjektif. Pernyataan Dominan kartel dayung dalam menyediakan pasokan merupakan “tuduhan” yang opinion mendeskrtipsikan salah satu pihak dan tidak menyelesaikan masalah. b. Benarkah pemerintah tidak berdaya menghadapi kartel daging, sehingga fenomena melambungnya harga daging sapi terus berulang tanpa penyelesaian ? Apriori dugaan dominan kartel daging dalam mengendalikan pasokan dan harga daging benar adanya. Paling tidak kartel berperan dalam legislasi, yudicial review, penguasaan sapi di sentra sapi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), sampai distribusi harga sapi di tingkat peternak rakyat. Tanggapan Sebagai pengamat seharusnya yang bersangkutan memahami bahwa keseluruhan kegiatan peternakan dan kesehatan hewan pada hakekatnya adalah, tatanan unsur-unsur Nakeswan yang saling berkaitan dan membentuk totalitas system yang berlaku secara nasional dalam kerangka hokum yang sah.
31
5. Suara Pengusaha (Sapi Potong) (Kompas, Sabtu, 2 Juli 2016) Penggemukan sapi potong menilai, sanksi denda yang diputuskan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap 32 perusahaan penggemukan sapi mengaburkan persoalan yang sebenarnya. Karena itu, mereka berencana mengajukan banding. Para Pelaku Usaha Menilai, naiknya harga daging sapi sepanjang 2015 terjadi sebagai dampak dari desain kebijakan swasembada daging sapi yang tidak tepat. “Harusnya KPPU melihat masalah kenaikan harga daging sapi sejak awal, jangan hanya diambil sepotong,” Pertanian, untuk mencapai target swasembada daging sapi dengan memangkas impor sapi bakalan dan daging sapi diyakini memicu kenaikan harga daging di pasar. Kebijakan pemotongan kuota impor itu didukung data populasi sapi yang tidak akurat sehingga pasar bereaksi,”ucapannya. Dampaknya, harga sapi ditingkat peternak naik tinggi dan sulit diturunkan. Harga daging sapipun tinggi karena pasokan berkurang. “Kami hanya mengimpor 20 persen dari total kebutuhan sapi nasional, bagaimana mungkin bisa menjadi pengendali harga, Pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi ini diharap, semua pihak melihat persoalan kenaikan harga daging sapi secara lebih cermat dan bijaksana. Rugi • Ke-32 perusahaan yang diketahui sanksi denda juga keberatan dengan putusan Majelis Komisi KPPU. Mereka berencana mengajukan banding. Penghitungan nilai denda juga dinilai tidak rasional karena usaha penggemukan sapipun sebagian merugi. Laporan keuangan perusahaan ini sudah diberikan kepada KPPU. • “Kami diwajibkan memelihara sapi bakalan empat bulan, rentang waktu pelaksanaan impor juga empat bulan, membelil dengan nilai tukar dollar yang sama dan setelah mencapai usia penggemukan dijual bersamaan. Bagaimana mungkin menahan sapi lebih lama. Itu artinya biaya pakan akan meningkat, sementara pertambahan berat sapi berkurang, “ucapnya
32
6. Suara Pemerintah : “Optimisme Terukur” Pemerintah sekarang lebih realistis dalam melihat persoalan dan merumuskan kebijakan pangan nasional. Kebijakan realistis itu tampak dari rasionalisasi impor baban pangan, seperti daging sapi, yang semula sangat proleksionis berbasis kiiota menjiuli lebih terbuka Cara pandang yang realistis juga tampak dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke peternakan sapi PT Karya Anugerah Rumpin di Bogor, Jawa Barat pekan mi. Presiden mengatakan, swasembada daging sapi adalah program jangka panjang, butuh waktu dua periode pemerintahan (10 tahun) untuk mencapainya Dalam rapat koordinasi oangan di BPK, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman secara terbuka menyatakan bahwa dia tidak anti impor. Kalaupun terpaksa, impor pangan harus didasarkan pada kebutuhan bukan keinginan. Melihat pernyataan-pernyataan terbuka pejabat Negara dan kebijakan-kebijakan pangan dan pembangunan pertanian pangan kita sedang berputar haluan. Bisa jadi ini muncul setelah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belajar dari ketidak hatihatian dalam pengambilan kebijakan terkait pangan pada awal-awal pemerintahannya. Sekarang pemerintah bisa melihat persoalan pangan secara lebih utuh, bukan atas dasar peneitraan semata. Pemerintah sekarang memilih cara pandang dan sikap yang optimises realistis. Kita Senang karena pemerintah dan kita semua masih mempunyai sikap optimistis dalam membangun pertanian pangan Indonesia. Kita juga lebih senang ketika melihat pemerintah lebih realistis dalam melihat ketersediaan pangan dan kebutuhannya. 33
III.2 Masalah Perunggasan
34
I. PERIODISASI Periodisasi perunggasan terbagi menjadi 7(tujuh)yaitu, tahap Pengenalan (1950-1960), Tahap perintisan (1960-1970) tahap Penataan (1980-1990), Tahap globalisasi dan Otda (1990-2000), Tajap ketahanan dan kemandirian (2000-2010) Tahap Pasar Global (2010 – 3000) Tahap Pasar Global 2010 - 3000
Persaingan Pasar Global
35
III. Strategi Pengembangan 1.
Back to Basic Kembali ke kaidah teknis pembentukan ayam ras
36
IV. Revitalisasi Pengembangan Perunggasan • Revitalisasi Pengembangan Perunggasan Membawa proses perunggasan sebagai produk strategis yang dipengaruhi beberapa laktor dan aspek pengembangan sebagai berikut: a. Faktor - faktor yang mempengaruhi : i. Teknis ii. Sosio ekonomis iii. Moneter b. Aspek-aspek pengembangan : i. Peningkatan produksi dan produktivitas ii. Peningkatan nilai tambah iii. Penggalian potensi permintaan/pemasaraan iv. Pengembangan kelembagaan Secara skematis strategi pengembangan perunggasan dapat digambarkan seperti bagan berikut: 37
Bagan : Strategis Pengembangan Perunggasan
38
V. Pemberdayaan (empowerment) dan kebersamaan (to live and let alive) Sebagai contoh dapat disebutkan 2 (dua) model, yaitu Pola Kemitraan dan Agribisnis Perunggasan. 1. Pola Kemitraan Perunggasan a. Pengertian Dalam pengertian umum, pola kemitraan mempunyai misi yang baik. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan saling membutuhkan dan saling membesarkan. b. Kegagalan Pola Kemitraan Di lapangan bentuk pola kemitraan yang tidak berhasil dilaksanakan. Menurut study (The Power of Partnership, John L, Mariotti, 1993), kegagalan karena tidak dilaksanakannya 6 (enam) dasar etika bisnis, dimana 4 yang pertama merupakan hubungan interaksi manusia dan selebihnya merupakan perspektif bisnis. Keenam dasar etika bisnis tersebut adalah : 1. Karakter, integritas, kejujuran. 2. Kepercayaan 3. Komunikasi yang terbuka 4. Adil 5. Proses pengembangan kemitraan 6. Pedoman kemitraan 39
c. Mekanisme pengembangan Pola Kawasan Industri Peternakan (KINAK). Sebagai satu konsep pengembangan, dirancang 3 (tiga) model, yaitu ; 1. KINAK Peternakan Rakyat Agribisnis (KINAK - PRA). 2. KINAK Peternakan Inti Rakyat (PIR). (KINAK - PIR). 3. KINAK Sentra Usaha Peternakan Ekspor (KINAK - Super). Secara skematis konsep KINAK tersebut dapat dilihat seperti bagan berikut.
40
41
2. Agribisnis Perunggasan Dalam buku "AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN“ Kumpulan Pemikiran Prof. Dr. Jr. Bungaran Saragih, M.Sc., PUSAT STUDI PEMBANGUNAN Lembaga Penelitian IPB, 1998, beberapa hal dapat ditampilkan sebagai pokok -pokok pemikiran kemana perunggasan Indonesia akan dibawa (Quo Vadis ?). • Bentuk Operasional Agribisnis Integrasi Vertikal Ayam Ras (hal.164) Bentuk Operasional dari agribisnis integrasi vertikal pada ayam ras yang perlu dikembangkan adalah bentuk-bentuk yang mampu mengakomodir pelaku-pelaku agribisnis ayam ras yang telah ada selama ini. 42
Tiga pola diantaranya adalah sebagai berikut : • Pertama, Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Koperasi Agribisnis. Pada bentuk ini usaha peternakan rakyat, usaha kecil-menengah, yang selama ini bergerak pada usaha budidaya ayam ras didorong (difasilitasi) untuk mengembangkan koperasi agribisnis ayam ras. Koperasi yang dikelola oleh orang-orang profesional untuk mengembangkan usaha pada subsistem agribisnis hilir (RPA, perdagangan), sementara anggotanya tetap pada usaha budidaya atau usaha semula. •
Kedua, Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Usaha Patungan. Pada bentuk ini pengusaha bibit, pakan, obat-obatan kelompok peternak rakyat/kecil/ menengah, pengusaha pemotongan, ayam, pengolahan ayam dan Iain-lain yang selama ini terpisah dan bertindak demi kepentingan sendiri, mengintegrasikan usahanya membentuk usaha patungan.
Ketiga, Agribisnis Integrasi Vertikal dengan Pola Usaha Pemilikan Tunggal/Publik. Pada bentuk ini mulai dari hulu hingga ke hilir dimiliki suatu perusahaan publik (melalui saham) atau pemilik tunggal. Bentuk ini sudah banyak operasional dalam agribisnis ayam ras. Ketiga pola tersebut di atas memiliki kemampuan yang berbeda-beda. •
43
III. 3 Tantangan dan Peluang Industri Persusuan
44
TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI PERSUSUAN DI INDONESIA
45
2. Sejarah Persusuan DAN Peran Koperasi a. Tabel sejarah persusuan Indonesia
46
47
KERAGAAN PERSUSUAN NASIONAL (Trend Perkembanan dan Input Kebijakan Persusuan Nasional)
48
PERMASALAHAN UMUM HUBUNGAN MANAJEMEN DAN PRODUKSI SAPI PERAH (BAGIAN KURVA BIOLOGIS)
49
50
MASALAH PRINSIP
51
52
53
IV. PENUTUP 54
PER L UN YA FOR UM DI SK USI “A B G ” ( A C A DEMI C US – B USI N ESS – G OUVER MEN T ) 2 . A N C A MA N PEN YA K I T HEW A N MEN UL A R K EPA DA HEW A N /TER NA K DA N MA N USI A ( ZOON OSI S ) 1.
1. Perlunya Forum Diskusi “ABG” (Ahli – Busines – Gouverment) PERKEMBANGAN PRIBADI MANUSIA DARI IMPIPAN – VISI – MISI DAN MOTTO
FORUM DISKUSI “ABG”
Untuk menyatukan para pelaksana maka perlu perumusan satu moto : Selamatkan Impian Yang tidak mungkin peternakan dilaksanakan disebut Mimpi Indonesia
Manusia dikaruniai Impian
Impian yang dapat terlaksana disebut Visi
Karena Visi akan dilaksanakan banyak orang maka, Visi diterjemahkan menjadi MISI
Dasar-dasar diskusi : -Fakta -Obyektif -Rasional -Urgent -Menyeluruh
55
x
56