ANALISA PENGARUH INDUSTRI PERTAHANAN KOREA UTARA PADA LEVEL SISTEMIK GLOBAL, SUBSISTEMIK REGIONAL DAN DOMESTIK Muhamad Jaki Nurhasya*, Unhan,
[email protected] The sovereignty of a country and nation can be firmly defended only when they bolster the self-defensive capability to be strong enough to decisively frustrate the imperialists’ moves for aggression, interference and war Rodong Sinmun (Harian Propaganda Korea Utara) Terbitan 30 Agustus 2006 [1]. Abstrak - Diantara negara-negara yang berada di kawasan Asia Timur, Korea Utara menjadi salah satu peninggalan era Perang Dingin yang terpreservasi dengan adanya potensi konflik menahun. Prinsip ideologi Juche, yang dikenalkan oleh pemimpin otoriter Korea Utara Kim Il Sung menjadi penuntun untuk terus menggelorakan semangat otonomi dan independensi dari negara lain. Hal inilah yang menjadi pemicu utama bersikerasnya Pyongyang untuk membangun kapabilitas industri pertahanan yang mandiri. Analisa subsistemik domestik dengan aplikasi teori neoclassical realism yang telah dilakukan pada makalah ini memperlihatkan bahwa keinginan pemerintah Korea Utara untuk menghasilkan multiplier effect dari industri pertahanan tidak tercapai. Hal negatif serupa terjadi pada level subsistemik regional, dimana kebijakan rezim Korea Utara telah memicu terjadinya security dillemma di kawasan Asia Timur. Pada level global, turut sertanya Korea Utara dalam proliferasi persenjataan konvensional dan non konvensional berpotensi untuk menimbulkan ketidakstabilan keamanan di kawasan lain. Abstract - Between the nations of the East Asian region, North Korea is one of the remains of the Cold War era that has been perserved with the prolonged conflict potential. The ideological principles of Juche, that introduced by the authoritarian leader of North Korea Kim Il Sung has been guiding North Korea to continue its autonomous and independent stance towards other countries, this has been the main trigger for the leaders in Pyongyang to continue building its independent defense industry. Analisis on subsistemic domestic situations of North Korea in this research shows that the eagerness of the North Korean regime to produce a multiplier effect out of its defense industry has not been achived successfully. The same situation also appears on the subsistemic regional level, where the regime’s policy has triggerred a security dillemma in East Asia. On the global level, North Korea’s involvement on the proliferation of conventional and non conventional arms has the potential to produce instability in other regions and globally.
Kata Kunci : Perang Dingin, security dilemma, persenjataan * Muhamad Jaki Nurhasya, Mahasiswa Program Pasca Sarjana SKPS UNHAN.
Universitas Pertahanan Indonesia
39
PENDAHULUAN Berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991 membawa perubahan yang sangat besar pada kawasan Asia Timur. Adanya keseimbangan kekuatan yang terjadi diantara kedua kubu yang berseberangan pada era kejayaan struktur bipolar Amerika Serikat dan Uni Soviet dipandang banyak ahli sebagai hal yang mendukung stabilitas pada era Perang Dingin. Dengan berakhirnya persaingan persenjataan diantara kedua kubu pada akhir tahun 1990an, kawasan Asia Timur malah mengalami fluktuasi ancaman konflik yang memang sudah menahun terjadi diantara Negara-negara yang ada di kawasan tersebut. Dapat dikatakan, bahwa struktur hubungan diantara Negara-negara di kawasan ini berjalan secara kompleks, hal ini timbul karena adanya permusuhan yang berlatar belakang sejarah, kultur, aliansi, dan rasa saling mencurigai diantara China, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Taiwan, Russia, dan aktor-aktor lainnya yang juga memiliki kepentingan di kawasan ini, seperti Amerika Serikat. Struktur kawasan Asia Timur yang begitu kompleks dan berlatar belakang sejarah dapat dipandang sebagai perwujudan nyata dari konsepsi anarkisme dalam hubungan internasional seperti apa yang ditawarkan oleh Kenneth N Waltz dalam bukunya yang berjudul Theory of International Politics. Dalam tulisannya tersebut, Waltz mengutarakan bahwa ditengah ketidakadaannya struktur hirarkis dan aktordominan di sebuah struktur kawasan, Negara-negara yang ada akan secara konstan mempersiapkan diri untuk perang pada setiap waktu atau akan menghadapi resiko kehilangan kedaulatannya sendiri [2]. Situasi regional Asia Timur yang begitu kompleks menjadi latar belakang geopolitik bagi Negara-negara di kawasan tersebut. Dalam tulisan ilmiah ini, secara spesifik akan
40
Universitas Pertahanan Indonesia
dibahas mengenai salah satu Negara di kawasan yang sering disebut sebagai salah satu peninggalan era perang dingin yang masih belum banyak mengalami perubahan dalam paradigma kebijakan dalam dan luar negerinya, Korea Utara. Korea Utara, atau yang bernama resmi The Democratic People’s Republic of Korea didirikan pada tahun 1948 dibawah pemerintahan Kim Il Sung. Pada tahun 1949, Kim Il Sung ditunjuk sebagai pemimpin utama Partai Pekerja Korea Utara, atau The Korean Worker’s Party, dan semenjak itu pula ia ditunjuk sebagai pemimpin rezim komunis Korea Utara. Ia memerintah Korea Utara dengan tangan besi hingga kematiannya pada tahun 1994 dengan mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai pemimpin besar warga Negara Korea Utara. Sepanjang era perang dingin, Korea Utara mempunyai kebijakan luar negeri yang erat hubungannya dengan Uni Soviet dan China. Pada tahun 1996, Presiden Kim Il Sung mendeklarasikan bahwa Korea Utara akan mempunyai jalur kebijakan independen yang baru, jalur kebijakan ini menekankan kepada aspek kesetaraan, kedaulatan, persamaan hak, dan prinsip non-intervensi yang menjadi haluan dasar partai komunis Korea Utara. Prinsip inilah yang kemudian berkembang menjadi ideology Juche [3]. Ideology Juche berpegang teguh kepada empat prinsip dasar yang diantaranya adalah: 1. Otonomi ideology; 2. Independensi politik; 3. Kemandirian ekonomi dan; 4. Kemandirian dalam bidang pertahanan. Ideologi Juche mengeksplorasi pemahaman bahwa kebebasan adalah atribut utama makhluk social. Hal ini dipandang oleh pemerintahan Pyongyang sebagai hal yang mensyaratkan manusia untuk menjalani hidup yang independen sebagai penguasa dunia dan takdirnya sendiri. Kemerdekaan adalah integritas socio-political setiap manusia [4]. Pemerintahan Korea Utara mempercayai
bahwa dibawah pemerintahan otoriter mereka, rakyat Korea Utara menjalankan hidup yang independen dan memiliki integritas politik. Fondasi Ideologi Juche yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan Korea Utara Utara secara umum menekankan diri kepada kemampuan Negara Korea Utara untuk menjadi Negara yang mandiri melalui industry militer. Hal ini amat nampak dari haluan kebijakan militer Korea Utara yang menekankan pentingnya kemampuan operasi militer jangka panjang yang mampu bertahan tanpa bantuan dari aktor luar maupun intervensi asing [5]. Korea Utara telah berhasil mencapai tahapan military-industrial complex dan dapat juga dikatakan hampir berhasil mencapai produksi peralatan militer yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri [6]. Namun, karena kurangnya sumber daya teknologi, Korea Utara belum mampu memproduksi pesawat tempur, radar canggih maupun peralatan elektornik yang membutuhkan kemampuan teknologi terkini. Menyadari pentingnya dilakukan kajian yang mendalam mengenai aspek industri pertahanan Korea Utara dan implikasinya terhadap keadaan domestik Korea Utara, Regional Asia Timur, dan keadaan global pada umumnya, tulisan ini akan berupaya untuk melakukan riset ilmiah dengan mengajukan dua pertanyaan riset, yaitu “Seberapa besar kapabilitas Korea Utara dalam mengembangkan industri pertahanannya?” dan “Apa implikasi pilihan kebijakan pemerintahan Korea Utara untuk memajukan industri pertahanannya terhadap keadaan Domestik, Regional Asia Timur, dan Global?”. Pertanyaan tersebut akan dibahas melalui analisa kualitatif dengan penerapan teori Neoclassical Realisme, Security Dillemma, dan Deterrence framework.
PEMBAHASAN Dalam upaya untuk melakukan tinjauan yang ilmiah dalam menjawab pertanyaan riset yang telah disebutkan diatas, pertamatama penulis memandang perlunya diadakan penjabaran yang mendalam mengenai istilah Industri pertahanan. Secara umum, Industri pertahanan terdiri dari riset dan pengembangan, produksi materi, dan peralatan militer [7]. Kata “produksi” dalam hal ini termasuk proses manufaktur, processing, perakitan, perawatan, reproduksi, peningkatan mutu, dan perekaan ulang. Industri pertahanan dalam arti luas mengembangkan atau memproduksi material, mesin-mesin dan peralatan (termasuk persenjataan dan peralatan) yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung untuk pertahanan nasional sebuah negara. Terdapat beberapa karakteristik yang membedakan antara industri pertahanan dengan industri sipil. Pada industri pertahanan, kuantitas produksi dibatasi karena pada umumnya hanya pemerintahlah yang menjadi konsumen utamanya [8]. Produksi industri pertahanan juga memerlukan teknologi dan presisi yang tinggi. Pada umumnya, kurun waktu kembalinya modal investasi juga relatif lama sedangkan jangka waktu usangnya teknologi sangat singkat [9]. Kapabilitas operasional dan ketepatan waktu produksi menjadi faktor yang lebih menentukan dibanding harga pada industri pertahanan. Lebih lanjut, fasilitas produksi tidak akan dapat dipindahkan secara bebas dalam keadaan darurat, dan tingkat keamanan yang tinggi pun sangat diperlukan dalam hal ini [10]. Selanjutnya, dalam melakukan penelitian dalam makalah ini peneliti akan menggunakan aplikasi teori Neoclassical Realisme, sebuah paradigma teori yang memandang permasalahan ancaman terhadap negara secara holistik [11]. Neoclassical Realism
Universitas Pertahanan Indonesia
41
adalah sebuah teori mengenai kebijakan luar negeri, teori ini secara umum memfokuskan diri terhadap isu-isu kebijakan luar negeri dan keamanan sebuah negara dari negaranegara besar. Teori ini juga berupaya untuk mengkaji karakteristik khas dari kekuatan-kekuatan regional, negara-negara berkembang, dan juga negara gagal (Failed States) [12]. Neoclassical realism juga mengikutsertakan variabel eksternal dan internal dalam paradigmanya. Lebih lanjut, teori ini berasumsi bahwa dalam decision making process sebuah Negara, walaupun perubahan struktur kekuatan pada sistem internasional mendominasi pengambilan kebijakan negara-negara di dunia, ancaman keamanan dapat juga timbul dari lingkup subsistemik atau regional dan juga domestik [13]. Secara holistic, poin yang menjadi kekuatan utama paradigm ini adalah bahwa Perspektif ini memandang bahwa para pengambil kebijakan dapat mengambil tindakan internasional untuk alasan yang bersifat domestik dan sebaliknya dapat juga bertindak domestik untuk alasan yang bersifat internasional [14]. Dalam melakukan analisa terhadap lingkungan strategis yang mendorong industry pertahanan Korea Utara, penelitian ini akan menggunakan aplikasi Identifikasi ancaman kompleks (Complex threat Identification) [15]. Aplikasi ini memegang teguh pandangan bahwa pengambilan kebijakan luar negeri dan keamanan sebuah negara terletak di persimpangan diantara politik domestik dan internasional [16]. Negara-negara besar meng-hadapi ancaman keamanan yang timbul adanya perubahan pada struktur sistem internasional atau juga pada lingkup arena domestik, sementara kekuatan-kekuatan regional juga mendapati ancaman tambahan yang mungkin timbul dari perubahan pada level subsistem [17]. Aplikasi ini memandang bahwa tipologi ancaman dapat diklasifikasi
42
Universitas Pertahanan Indonesia
menjadi systemic threats, yang berpangkal dari kompetisi diantara negara-negara secara global; Subsystemic Threats, yang berpangkal dari kompetisi kompetisi diantara negaranegara dalam lingkup regional; dan Domestic Threats, yang berpangkal dari kompetisi di dalam masing-masing negara dalam lingkup domestik [18]. Selanjutnya, dalam meneliti dampak dari perkembangan industry pertahanan Korea Utara terhadap keadaan di kawasan Asia Timur, peneliti akan menggunakan konsepsi Security Dillemma. Security Dillemma terwujud saat sebuah Negara A yang berkeinginan untuk meningkatkan keamanannya melakukan kegiatan yang pada akhirnya mereduksi keamanan Negara B. Kegiatan yang dilakukan Negara A membuat Negara B merasa tidak aman. Pada akhirnya, Negara B akan berupaya juga untuk meningkatkan kemampuannya sehingga menimbulkan spiral peningkatan kemampuan militer yang tidak berujung [19]. Terakhir, dalam melihat aplikasi penggunaan produksi industry pertahanan Korea Utara, peneliti akan menggunakan konsep Deterrence. Asumsi dasar mengenai prinsip Deterrence atau daya penggentar: sebuah entitas aktor mencegah aktor lainnya dari melakukan sebuah aksi yang tidak diinginkan dengan cara melakukan aksi-aksi yang dapat meningkatkan ketakutan aktor lainnya untuk melakukan tindakan yang tidak diinginkan tersebut karena konsekuensi yang akan terjadi [20]. Deterrence melibatkan dua pihak: Deterrer dan deterree. Tujuan utama dari konsep ini adalah untuk menghentikan deterree dari melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan kepentingan deterrer [21]. Politik Domestik Korea Utara Selanjutnya, dalam bagian tulisan ilmiah ini akan dijelaskan secara lebih lanjut
perkembangan politik domestic Korea Utara pada masa kekinian yang ditandai dengan berakhirnya kekuasaan Kim Il Sung dan berawalnya pemerintahan Kim Jong Ill. Hal ini dipandang perlu mengingat aplikasi teori Neoclassical Realism yang melihat juga gejolak politik dan kebijakan sebuah Negara sebagai aspek yang menentukan dalam persepsi. Revolusi Politik Songun Korea Utara Rezim Kim Jong Il dimulai sejak kematian Kim Il Sung pada tahun 1994. Prioritas pertama Kim Jong Il bukanlah untuk merestorasi kehancuran ekonomi negaranya, melainkan untuk terus memfokuskan perhatian terhadap upaya stabilisasi kekuatan sentral rezim pada front domestic dan melindungi rezim Pyongyang dari ancaman internasional [22]. Untuk itulah, Kim Jong Il memilih untuk meneruskan visi “Military-First Politics” [23] atau juga dikenal sebagai Revolusi Politik Songun, yang secara de-facto sudah dimulai sejak Kim Jong Il memberikan pidato kepada Divisi Tank 1-5 Seoul Ryu Kyong Su pada tanggal 25 Agustus 1960 yang menjadi momen historis bagi kelangsungan pemerintahan generasi penerus Presiden Kim Il Sung tersebut [24]. Prinsip Revolusi Politik Songun menyatakan bahwa persenjataan militer Korea Utara akan menjadi penjamin kemenangan, kemerdekaan, dan kesejahteraan bangsa dan negara tersebut [25]. Lebih lanjut, pemerintahan Korea Utara juga telah merumuskan landasan politik Songun yang terdiri dari: 1. Penguatan tentara Revolusioner Korea Utara; 2. Mengkonsolidasikan penguatan subjek revolusi dengan tentara revolusi Korea Utara sebagai alat utamanya; dan 3. Untuk mempercepat konstruksi sosialis dengan kekuatan militer sebagai pilar utamanya [26]. Nampak dari ketiga landasan tersebut bahwa penguatan aspek militer
secara umum dan industry pertahanan Korea Utara secara khususnya memainkan peranan penting dalam kelangsungan politik domestic rezim Kim Jong Il. Implementasi “Military-First Economic Policy” Korea Utara Pilihan revolusi politik Songun kemudian mengarah kepada implementasi kebijakan “Military-First Economic Policy”, yang bermakna bahwa hampir seluruh investasi modal dari Negara Korea Utara akan tercurahkan kepada bidang industri pertahanan [27]. Namun, perubahan ini pada pertengahan era pertengahan tahun 1990an pernah menyebabkan ambruknya ekonomi Korea Utara, dan oleh karenanya investasi dan budget untuk pertahanan pada masa itu pernah dikurangi hingga setengahnya [28]. Secara formal, kebijakan “Military First Economics” dilansir pada bulan September 2002, namun pelaksanaannya telah dimulai sejak naiknya rezim Kim Jong Il pada tahun 1998. Menurut jaringan propaganda resmi Korea Utara, kebijakan ekonomi pilihan Kim Jong Il tersebut tidak hanya dimaksudkan untuk memperkuat pertahanan nasional Negara Korea Utara, namun juga untuk memicu perkembangan ekonomi Negara tersebut secara keseluruhan. Secara khusus Rodong Sinmun, harian cetak utama Korea Utara menuliskan dalam terbitannya mengenai hal ini: Mengenai korelasi antara ekonomi dan militer, dapat dipandang bahwa hal ini berujung kepada orientasi ekonomi. Hal ini bermakna bahwa kekuatan militer tidak akan dapat diperkuat tanpa adanya perkembangan ekonomi. Namun, ini adalah perspektif hanya dari satu sisi saja. Saat kekuatan ekonomi menjadi sumber kekuatan militer, kekuatan militer menjadi kekuatan penentu dan pengarah perkembangan ekonomi. Fondasi yang solid untuk industry pertahanan yang berdiri sendiri akan meimbulkan vitalisasi
Universitas Pertahanan Indonesia
43
industry ringan dan agrikultur, dan juga memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat [29]. Secara singkat dapat dikatakan bahwa rezim Kim Jong ill mempercayai bahwa perkembangan industri pertahanan akan membawa juga percepatan pengembangan agrikultur dan juga industri ringan. Rezim Kim Jong Il mempercayai bahwa perkembangan industri alat-alat berat akan membawa dampak positif terhadap perkembangan industry pertahanan, dan juga sebaliknya [30]. Strategi Militer Korea Utara Secara mendasar, strategi militer Korea Utara bertipe Offensive dan dirancang secara khusus untuk melancarkan opsi militer untuk mencapai tujuan reunifikasi kedua Korea dengan melakukan serangan mendadak, gempuran persenjataan, dan kecepatan serangan [31]. Hal ini dibentuk oleh ideology militeristik yang dipunyai oleh rezim Pyongyang dan juga pengaruh kuat pemikiran militer Soviet dan Russia dengan latar belakang sejarah perjuangan pembebasan Korea dari penjajahan Jepang dimasa lalu. Adanya kesungguhan dari rezim Pyongyang untuk meneruskan strategi militer ini dibalik krisis ekonomi yang mendera, menandakan bahwa Korea Utara terus memandang bahwa strategi militer yang bercirikan offensive sebagai pilihan yang paling cocok untuk memastikan kelangsungan hidup rezim otoriter dan juga mencapai reunifikasi dengan klausul yang diajukan oleh Korea Utara. Karakteristik offensive strategi militer Korea Utara didemonstrasikan dengan pengorganisasian dan penempatan pasukannya. Instrument utama strategi ini adalah militer Korea Utara, yang dikenal luas sebagai Korean People’s Army. Militer
44
Universitas Pertahanan Indonesia
Korea utara mempunyai jumlah kekuatan pasukan terbesar kelima didunia, dengan kekuatan pasukan professional sebesar 1.17 juta personil aktif dan pasukan cadangan wajib militer sebesar 5 juta orang. Hampir sebanyak dua per tiga kekuatan personil militer Korea Utara ditempatkan di sepanjang garis Demilitarized zone diantara Korea Utara dan Korea Selatan. Armada laut Korea Utara mempunyai sekitar 650 kapal perang dengan total armada sebesar 107,000 ton dan secara umum terdiri dari kapal perang kecil seperti kapal vessel berkecepatan tinggi. Armada laut Korea Utara juga diperkuat sebanyak 20 kapal selam kelas Romeo, 60 kapal selam kecil. Angkatan udara Korea Utara mempunyai sekitar 580 pesawat tempur, yang kebanyakannya adalah pesawat tempur dengan teknologi using yang dibuat di Negara China atau Uni Soviet, namun beberapa jenis pesawat tempur generasi ke empat seperti MIG-29s dan SU25s juga memperkuat angkatan udara Korea Utara. Industri Pertahanan Korea Utara Pada bagian ini, akan dibahas secara mendalam mengenai produk-produk industry pertahanan Korea Utara. Pembangunan kapabilitas produksi industry pertahanan Korea Utara yang pesat menjadi bukti akan komitmennya terhadap kemandirian dalam bidang industry pertahanan. Pemerintahan Korea Utara mengartikan industri pertahanan nasional sebagai: Industri yang memproduksi persenjataan dan peralatan teknikal dan tempur yang penting bagi pasukan militer Korea Utara [32]. Pemerintah Korea Utara menjelaskan program pembangunan industry pertahanannya akan dicapai melalui tiga strategi utama, yaitu: 1. Untuk menggunakan apa yang sudah
dikembangkan sebelumnya pada bidang industry pertahanan, untuk menormalisasi produksi munisi dan meningkatkan kualitasnya [33]. 2. Terus mengejar karakteristik indepeden industry pertahanan nasional Korea Utara dan menerapkannya pada basis yang modern dan informative. dan 3. Terus memperkuat bantuan sosial untuk industri pertahanan nasional Korea Utara. Walaupun sebagian besar dari produksinya adalah merupakan hasil rancangan saduran dari Uni-Soviet maupun China, Korea Utara telah mampu untuk memodifikasi rancanganrancangan awal tersebut dan menghasilkan kendaraan angkut baja, artileri, tank, rudal jelajah, rudal balistik, kapal selam dan pesawat tipe teknologi rendah [34]. Industri persenjataan Korea Utara telah dimulai bahkan sebelum Perang Korea. Setelah perang Korea, Korea Utara mulai untuk mengembangkan produksi persenjataannya dengan melakukan License agreement dengan Negara Uni Soviet. Korea Utara pada awalnya tergantung kepada Uni Soviet dan China untuk lisensi teknologi dan basis industry pertahanannya. Pada tahun 1970, Korea Utara telah mengembangkan varian standar Soviet dan China. Akuisisi dari kedua Negara ini juga ditambah dengan upaya untuk menjangkau produksi dualuse technology Negara barat, yang dimulai dengan pembelian truk-truk dari Jepang hingga pembelian helicopter dari Amerika Serikat. Produksi persenjataan militer Korea Utara pernah mencapai masa kejayaanya pada awal era 1990-an. Pada masa itu Korea Utara telah mempunyai 134 pabrik persenjataan, banyak diantaranya tersembunyi di bawah permukaan tanah. Fasilitas-fasilitas ini memproduksi senjata api, amunisi, kendaraan lapis baja, kapal tempur, pesawat tempur (suku cadang
dan kompartemen) misil, elektronik, dan kemungkinan juga persenjataan kimia. Ditambah lagi, dengan adanya 115 fasilitas pabrik non militer yang dapat digunakan untuk material-material perang, apabila dibutuhkan sewaktu-waktu. Secara umum, para pengambil kebijakan di Pyongyang menginginkan persenjataan yang sesuai dengan teknologi terkini, namun keinginan tersebut terhalang oleh adanya tembok politik luar negeri diantara Korea Utara dan Negara-negara barat pada umumnya. Namun, system persenjataan lama telah mereka kuasai dengan melakukan reverse engineering, modifikasi, dan peningkatan kemampuan pada alat-alat utama system persenjataan mereka. Korea Utara tetap mengalami kesulitan untuk mencapai standarisasi teknologi militer dunia, dan oleh karenanya pemerintahan Pyongyang tersebut menempatkan arti penting kuantitas sebagai pengganti kekurangan kualitas dalam system alutsista mereka. Produksi Industri Pertahanan Korea Utara Untuk Matra Darat Produksi sistem persenjataan angkatan darat Korea Utara termasuk armada lengkap kendaraan lapis baja, artileri, dan persenjataan infantry [35]. Pemerintah Korea Utara berupaya mengembangkan industri strategis matra daratnya dengan membangun beberapa pabrik yang khusus dimaksudkan untuk mengembangkan produksi persenjataannya, diantaranya adalah Ryu Kyong-su Tank Factory [36].
Gambar 1. Tank M-2002 P’okpoong
[37].
Universitas Pertahanan Indonesia
45
Salah satu produksi Industri pertahanan matra darat Korea Utara yang paling mutakhir adalah Tank P’okpoong, yang mulai dikenal publik luas semenjak kehadirannya pada parade militer yang dilansir pada tahun 2009. Tank P’okpoong diatas merupakan hasil pengembangan dari Tank Rusia T-72, yang mulai dikembangkan oleh Korea Utara pada akhir tahun 1990an [38]. Hingga saat ini,
Gambar 3. Scud-B SRBM Korea Utara
[42].
jumlah pasti produksi kendaraan ini tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan jumlahnya akan menyamai keluarga C’honma
Grafik 1. Prosentase Anggaran Militer Korea Utara Tahun 20002006
(hamper 1400 buah) yang adalah merupakan Tank standar angkatan darat Korea Utara [39]. Industri pertahanan Korea Utara telah memproduksi setidaknya 3900 Tank dan 2100 armored personnel carriers (APC) atau kendaraan pengangkut lapis baja yang variannya termasuk KPA VTT-323 APC, KPA VTT-323 M-1992 SP ATGM yang merupakan hasil pengembangan dari kendaraan lapis baja kiriman Uni Soviet BTR-50P dan BTR60PA/PB dan juga produksi Negara China Tipe 63As [40]. Selain itu, industry pertahanan Korea Utara juga memproduksi peluncurpeluncur roket seperti type 63 Multiple Roket Launcer (MRL) yang telah mulai diproduksi sejak tahun 1960an.
Gambar 2. Kapal Selam Sang-O Class SSC
46
[41].
Universitas Pertahanan Indonesia
Produksi Industri Pertahanan Korea Utara Untuk Matra Laut Produksi system persenjataan untuk angkatan laut Korea Utara termasuk 1.400 ton kapal perang, kapal selam kelas Romeo, dan berbagai tipe kapal khusus infiltrasi [43]. Salah satu produksi yang menjadi pusat perhatian banyak Negara-negara lain di kawasan adalah produksi kapal selam Korea Utara, Keseluruhan data menyebutkan bahwa Korea Utara telah memproduksi jumlah stabil 70 kapal selam dalam kurun waktu sepuluh tahun kebelakang [44]. Kebanyakan kapal selam produksi Korea Utara merupakan pengembangan dari kapal selam lansiran Yugoslavia era lampau, dan juga dari kapal selam Negara China Type 033 [45].
Produksi Industri Pertahanan Korea Utara Untuk Matra Udara Produksi system persenjataan untuk angkatan udara Korea Utara terbatas kepada suku cadang dan bagian-bagian pesawat bongkar-pasang. Tipe-tipe pesawat seperti helicopter Mi-2 dan pesawat latih kecil. Pada tahun 1993 Korea Utara juga pernah berhasil untuk membuat dua pesawat tempur MiG-29 yang bagian-bagiannya dikirim oleh Rusia di kawasan Panghyn [46]. Produksi Industri Pertahanan Korea Utara: Misil, Rudal Balistik, dan Hulu Ledak Nuklir Korea utara telah mampu untuk memproduksi persenjataan konvensional misil jelajah antitank (AT-3), SA-7 Grail (misil Surface-to-Air pabrikan Uni Soviet yang diproduksi di kawasan Chongyul, SA-14, dan SA-16. Selain itu, sejak pertengahan tahun 1980an, rezim Korea Utara juga telah mengembangkan kemampuan awal rudal balistiknya yang dimulai dengan aplikasi reverse engineer pada rudal Scud B (yang kemudian dinamai Hwasong 5) yang dilansir mampu menjangkau keseluruhan kawasan Korea Selatan dengan radius jelajah 300 KM [47]. Korea Utara memperoleh armada pertama Scud-B dari Mesir pada akhir tahun 1970an atau awal tahun 1980an [48].
Gambar 4. Peluncur Roket 107mm Type 63 MRL
[49].
Peluncur roket produksi Korea Utara ini juga pernah dieskpor untuk mempersenjatai pasukan Palestina pada perang di Lebanon pada tahun 1982 [50]. Pada pertengahan tahun 1990an, Korea Utara juga mulai mengembangkan varian Scud-C dengan daya jelajah 550 KM (yang kemudian dinamai Hwasong 6) [51]. Tercatat pada tahun 2003 Korea Utara telah mempunyai sekitar 650-800 buah varian Scud B dan C tersebut [52]. Platform kedua varian misil Scud tersebut telah membuka jalan bagi Korea Utara untuk mengembangkan Medium Range Ballistic Missile. Misil-misil tersebut terwujud dalam bentuk misil No-dong yang dikembangkan menjadi dua varian yaitu No-Dong 1 dengan daya jelajah hingga 1300 Km dan juga Nodong 2 yang mampu menjangkau hingga 1500 Km [53]. Aspek lain yang menonjol dari produksi bidang nuklir adalah keinginan Korea Utara untuk terus mengembangkan kemampuan persenjataan nuklirnya, ditengah derasnya desakan pihak luar untuk menghentikan upaya tersebut. Pada tahun 2005 pemerintahan Pyongyang secara resmi mengumumkan capaian mereka dalam manufaktur hulu ledak nuklir untuk pertahanan. Hal ini dipandang oleh beberapa pengamat sebagai upaya Korea Utara untuk melakukan investasi yang relative murah dalam bidang persenjataan nuklir namun mempunyai efek deterrence yang mampu mempengaruhi Negara-negara lain di kawasan Asia Timur dan juga global. Pengaruh Industri Pertahanan Korea Utara Terhadap Keadaan Domestik Korea Utara Pada bagian ini penulis akan menganalisa pengaruh industry pertahanan Korea Utara terhadap keadaan domestic, yang adalah salah satu analisa sub-sistemik dari NeoClassical Realism. Situs resmi pemerintahan
Universitas Pertahanan Indonesia
47
Korea Utara Naenara melansir bahwa terdapat tiga pokok utama keharusan bagi Korea Utara untuk membangun industry pertahanan yang kuat [54]. 1. Adalah perlu bagi Korea Utara untuk memodernisasi peralatan militernya. Pada laman yang sama, pemerintahan Korea Utara kembali menekankan pentingnya mempunyai kemampuan mandiri dalam bidang industry pertahanan dengan adanya kalimat yang berbunyi: Tidak ada Negara yang dapat meminta Negara lainnya untuk mempertahankan dirinya sendiri, oleh karena itu selayaknya juga Negara tidak meminta Negara lainnya untuk mempersenjatai dirinya. [55]. 2. Adalah perlu untuk mempersenjatai seluruh rakyat Korea Utara dan memperkuat benteng pertahanan Negara Korea Utara. Pemerintah Korea Utara memandang bahwa situasi global saat ini dipengaruhi oleh dua kubu kekuatan: Kekuatan independen dan dominationist. Pemerintah Korea Utara menekankan pentingnya membangun kemampuan industri pertahanan yang kuat agar rakyat Korea Utara dapat dipersenjatai dan keseluruhan Negara dapat dirubah menjadi sebuah benteng pertahanan uang kuat untuk mempertahankan diri dari serangan musuh 3. Adalah perlu untuk memperkuat keseluruhan perekonomian Korea Utara Dalam melihat peran industri pertahanan dalam keseluruhan struktur ekonomi Korea Utara, Pemerintah Korea Utara memegang teguh prinsip bahwa Industri pertahanan merupakan bagian yang tidak akan dapat dipisahkan dari upaya untuk memajukan perekonomian keseluruhan Negara Korea Utara. Untuk ekonomi sosialis, perkembangan industry
48
Universitas Pertahanan Indonesia
pertahanan nasional dapat dimaknakan juga sebagai perkembangan industry alat-alat berat yang akan berujung kepada perkembangan industry ringan dan agrikultur. Dapat dilihat dari ketiga tujuan utama pengembangan industry pertahanan Korea Utara diatas, bahwa pemerintah Pyongyang menjunjung tinggi pentingnya industry pertahanan untuk keadaan domestik. Hal ini juga dapat dipandang dari bergesernya arah tujuan kebijakan Korea Utara sejak pemerintahan Kim Il Sung berakhir. Secara historis, tujuan utama pemerintahan Pyonyang adalah terjadinya reunifikasi Semenanjung Korea dengan klausul yang diajukan oleh Korea Utara [56]. Konstitusi rezim Korea Utara menjabarkan proses reunifikasi sebagai “The Supreme National Task” dan hal ini juga terus menjadi perhatian konstan media propaganda Korea Utara [57]. Namun, semenjak pertengahan tahun 1990an, banyak pengamat yang melihat adanya perubahan dalam capaian tujuan yang ingin diraih oleh para pengambil keputusan di Pyongyang yang dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi, kerawanan pangan, dan masalah lainnya. Sejak saat itu, tujuan utama rezim Korea Utara adalah keutuhan dan keselamatan rezimnya sendiri [58]. Namun, tujuan untuk menciptakan multiplier effect untuk perbaikan kondisi domestic Korea Utara melalui pengembangan industry pertahanan Korea Utara dapat dikatakan tidak berjalan secara semestinya. Nyatanya, korelasi antara investasi di sektor pertahanan terhadap keseluruhan perekonomian Korea Utara adalah negatif. Walaupun faktanya, semenjak Kim Jong Il memasuki periode pemerintahannya, produksi timah, besi, semen, dan bahan industry berat lainnya telah meningkat secara bertahap sejak level terendahnya pada tahun 1998. Namun, meningkatnya angka-angka tersebut
tetap mengacu kepada level pertumbuhan ekonomi pada masa “Ardous March” pada pertengahan 1990an [59]. Perekonomian Korea Utara belum bisa kembali ke saat sebelum keruntuhan sosialisme dan blok Soviet. Korea Utara belum bisa merealisasikan pertumbuhan drastis yang diinginkannya dari adanya “Multiplier effect” dari industry pertahanan. Kebijakan Korea Utara untuk mengedepankan Industri Militernya diatas jenis-jenis lainnya ternyata malah menyulitkan perkembangan sectorsektor non-militer. Proses pemerintahan yang dipenuhi campur tangan militer dan focus industry yang terus tertuju kepada industry pertahanan telah mengganggu distribusi yang efektif dari sumber daya untuk sector-sektor yang penting bagi kehidupan [60]. Pengaruh Industri Pertahanan Korea Utara Terhadap Keadaan Regional Asia Timur Pada bagian ini, kajian ini akan berupaya membahas mengenai dampak pengembangan industry perahanan Korea Utara terhadap kawasan sub-sistemik Regional Asia Timur. Secara nyata, peningkatan kemampuan militer Korea Utara melalui pengembangan industry pertahanannya menimbulkan kecemasan bagi Negara-negara lain di kawasan. Pada ranah ancaman konvensional, Hazel Smith dalam tulisannya menyatakan bahwa kemampuan militer Korea Utara pada dasarnya relatif lemah, namun yang perlu diwaspadai adalah kemampuan mobilisasinya yang diprediksi sanggup menyergap Seoul yang hanya berjarak sekitar 50 km dari DMZ dalam waktu singkat [61]. Namun terbukti, peningkatan kemampuan rudal-rudal balistik dan persenjataan nuklir Korea Utara telah memicu adanya persaingan senjata dikawasan tersebut. Christopher W. Hughes dalam sebuah tulisannya menyebutkan adanya kemungkinan proliferasi
persenjataan nuklir pada Negara-negara tetangga Korea Utara, ia menyebutkan contoh bagaimana Jepang; Korea Selatan dan Taiwan mempertimbangkan opsi untuk mengembangkan kemampuan nuklirnya setelah krisis persenjataan nuklir Korea Utara pada awal dekade ini [62]. Tabel dibawah ini menunjukkan meningkatnya budget pertahanan negara-negara dikawasan Asia Timur [63]. Adanya potensi persaingan senjata yang kental di kawasan ini telah melampaui pengaruh pembicaraan-pembicaraan damai yang telah terjadi. Kawasan yang dihuni empat besar kekuatan militer dunia ini-Amerika Serikat, China, Russia dan Jepang saling berhadapan diantara satu sama lainnya. Apabila digabungkan, negara-negara yang terlibat dalam The Six Party Talks melingkupi hanpir 65% pengeluaran militer dunia. Pusat global military-industrial complex terdapat di kawasan Asia Timur [64]. Kebijakan pemerintah Korea Utara untuk mengedepankan industry militernya dan terus mengupayakan kemampuan militernya membuat Negara-negara di kawasan Asia Timur merasa terancam dan bereaksi terhadapnya, yang dalam hal ini, membuat persepsi ancaman Korea Utara terhadap Negara-negara tersebut meningkat. Hal ini kemudian menjadi spiral peningkatan kemampuan militer yang terus menerus terjadi di kawasan, secara nyata security dilemma telah dipengaruhi oleh industry militer Korea Utara akibat adanya persaingan senjata diantara Negara-negara tersebut. Pengaruh Industri Pertahanan Korea Utara Terhadap Keadaan Global Pada bagian ini, penulis akan berupaya untuk melihat dampak pengembangan industry pertahanan Korea utara pada level sistemik atau global. Data menunjukkan, Korea Utara telah melakukan eksport produk
Universitas Pertahanan Indonesia
49
industri pertahanannya selama tiga puluh tahun. Pada tahun 2010, data menunjukkan bahwa Korea Utara telah melakukan eksport peralatan industri pertahanan konvensional maupun non konvensional yang ditaksir bernilai sebanyak US$ 100 Juta hanya dalam kurun waktu satu tahun [65]. Pada bulan Februari di tahun yang sama, pemerintahan Afrika Selatan di kawasan Durban menemukan komponen Tank T54 dan T55 di sebuah kargo yang sedang menuju ke kawasan Kongo. Investigasi lebih lanjut memperlihatkan bahwa bagian-bagian tank tersebut dikirim dari Korea Utara dan terus berpindah tangan hingga akhirnya termuat di sebuah kapal liberia yang akhirnya berlayar menuju Kongo [66]. Korea Utara telah menjadi salah satu pemain dalam industry persenjataan illegal dan terselubung yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan kawasan lainnya. Lebih lanjut, Laporan dari komite khusus PBB yang memonitor implementasi sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara menyebutkan bahwa pemerintahan Pyongyang telah mengeksport persenjataan dan teknologi misil, persenjataan konvensional, bagian-bagian peralatan dan material ke negara Burma, Iran, dan Syria [67]. Data yang dihimpun oleh The International Atomic Agency dan beberapa negara terkait, memperlihatkan bahwa Korea Utara terlibat dalam aktivitas pengembangan persenjataan nuklir yang diperkuat dengan temuan tim tersebut yang memperlihatkan bahwa Korea Utara telah terlibat aktif dalam proses design dan konstruksi reaktor nuklir di kawasan Deir al Zur di Syria [68]. Tim panelis yang sama juga mengutarakan kecurigaan mereka terhadap sebuah perusahaan Korea Utara yang bernama Namchongang Trading, yang diindikasikan telah menjual giroskop yang dapat dijadikan sistem pengaturan misil ke negara Burma [69]. Keterlibatan Korea Utara dalam proliferasi
50
Universitas Pertahanan Indonesia
persenjataan non konvensional ini berpotensi untuk menghasilkan dampak ketidakstabilan keamanan yang bersifat sistemik global. KESIMPULAN Penelitian yang telah dilakukan dengan mengaplikasikan teori Neoclassical Realism terhadap pengembangan industry militer Korea Utara memperlihatkan bahwa pemerintah Korea Utara telah berpegang teguh kepada prinsip interdependensinya yang diwujudkan dalam bentuk ideology Juche dan Revolusi Songun. Dibawah pemerintahan Kim Il Sung maupun Kim Jong Il, pemerintahan Pyongyang tetap mengedepankan kebijakan Military-first policy dan kebijakan ekonomi yang juga mengedepankan aspek militer. Dengan prinsip-prinsip tersebut diatas, rezim otoriter Korea Utara berupaya memproduksi peralatan matra darat, laut, udara, maupun persenjataan misil dan juga nuklir. pengembangan peralatan sebagian besar berasal dari Uni Soviet dan China telah berhasil memproduksi peralatan militer konvensional seperti kendaraan lapis baja, artileri, persenjataan infantry, kapal perang, kapal selam, helikopter, dan pesawat latih kecil. Pada ranah persenjataan non konvensional Korea Utara telah berhasil memproduksi misil jarak pendek hingga panjang, dan hulu ledak nuklir. Namun, analisa implikasi pada ranah sub sistemik domestic menggunakan aplikasi teori Neoclassical Realism memperlihatkan bahwa tujuan utama pemerintah Korea Utara untuk menghasilkan multiplier effect dari industri pertahanan tidak tercapai. Kendati cukup ampuh sebagai alat melestarikan kekuasaan rezim otoriter partai komunis dibawah pemerintahan Kim il Sung dan Kim Jong Ill, tercurahnya seluruh sumber daya telah membuat produksi non militer tidak tercapai secara baik. Efek serupa juga terjadi di ranah sub
sistemik regional. Salah satunya tujuan dasar pengembangan industri militer untuk mencapai efek deterrence terhadap Negaranegara tetangga di kawasan justru memicu terjadinya security dilemma dan persaingan senjata di kawasan Asia Timur. Hal demikian juga terjadi pada ranah global, turut sertanya Korea Utara dalam proliferasi persenjataan konvensional dan non konvensional berpotensi untuk menimbulkan ketidakstabilan keamanan di kawasan lain dan juga global. Dapat ditarik garis kesimpulan, bahwa kebijakan pemerintahan Korea Utara untuk terus berusaha mengembangkan kemampuan persenjataannya melalui industry pertahanan secara terus menerus memiliki dampak yang negatif terhadap lingkungan domestik Korea Utara, regional Asia Timur maupun global secara umum. Sebagai penutup, penulis akan merekomendasikan usulan solusi untuk permasalahan industri pertahanan Korea utara. Pertama, secara internal pemerintah Korea Utara harus menyadari bahwa upaya mereka dalam memajukan industry pertahanan secara intensif berdampak buruk terhadap keamanan eksternal dan internalnya sendiri, dan oleh sebab itu diversifikasi sumber daya dan pengelolaan industry non militer lainnya harus mulai dilakukan. Kedua, adalah penting bagi Negara-negara di kawasan Asia Timur pada khususnya dan Negara-negara anggota PBB lain pada umumnya untuk terus menerapkan upaya-upaya non proliferasi persenjataan non konvensional seperti hulu ledak nuklir. oleh karenanya, pendekatan yang intensif dan pengawasan secara lebih ketat terhadap arus perdagangan senjata yang dilakukan oleh Korea Utara harus senantiasa diupayakan. DAFTAR REFERENSI [1]. Seperti dikutip Korean Central News Agency (KCNA). Dalam Bolstering Military
Power for Self Defense Called for. http://www. kcna.co.jp/item/2006/200608/news08/31. htm#6 diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 pada pukul 20.30 WIB. [2]. Kenneth N. Waltz. 1979. Theory of International Politics. Reading: AddisonWesley. Halaman 79 [3]. Dalam bahasa Korea, Juche berarti “kemandirian”. Para pemimpin Korea Utara menekankan bahwa aspek utama konsepsi Juche adalah “kemampuan untuk bertindak secara independen tanpa adanya intervensi dari luar”. Penjelasan lebih lanjut mengenai ideology Juche dapat dilihat pada laman http://www.globalsecurity.org/ military/world/ dprk/juche.htm# Diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 pada pukul 23.30 WIB [4]. KCNA. Independence, Life and Soul of Social Being. http://www.kcna.co.jp/ item/2006/200608/news08/31.htm#6 diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 pada pukul 20.30 WIB. [5]. Country Data: North Korea. Defense Industry and Infrastructure. http://www. country-data.com/cgi-bin/query/r-9636.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 pada jam 20.30 WIB. [6]. Ibid. [7]. Yoo Ho Mo. On The Development of the Korean Defense Industry. http://s-space.snu. ac.kr/bitstream/10371/70303/1/kjps_12_155165.pdf diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 pada pukul 22.30 WIB. [8]. Ibid. [9]. Ibid. [10]. Ibid. [11]. Steven E. Lobell, Norrin M. Ripsman, Jefrrey W Taliaferro. (ed). (2009). Neoclassical Realism, The State, And Foreign Policy. New York: Cambridge University Press. Hal 13 [12]. Steven E. Lobell. Threat Assesment, The State, and Foreign Policy: A Neoclassical Realist Model. Dalam Steven E. Lobell, Norrin M. Ripsman, Jefrrey W Taliaferro. (ed).
Universitas Pertahanan Indonesia
51
(2009). Neoclassical Realism, The State, And Foreign Policy. New York: Cambridge University Press Hal 43 [13]. Ibid. [14]. Ibid. [15]. Ibid. Hal 50-53 [16]. Ibid. [17]. bid. [18]. Ibid. [19]. Xenophon. Security Dillemma. seperti dikutip Major Timothy S. Reed. Dalam The Korean Security Dillemma: Shifting Strategies Offer a Way. Air &Space power Journal. 5 Februari 2002. [20]. Glenn Snyder. The Security Dilemma in Alliance Politics. World Politics 36, No 4. Juli 1984. Hal 466-467 [21]. Ibid. [22]. Lim Soo-Ho. Reform in North Korea’s Military-First Economic Policy. Diakses melalui alamat http://www.relooney.info/SI_ FAO-Asia/N-Korea_42.pdf diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [23]. Ibid. [24]. Naenara. Situs resmi Pemerintah Korea Utara. Leader Kim Jong Il’s Start of the Songun Revolutionary Leadership. http://www. naenara.com.kp/en/juche/course_juche. php?songun+0+0-37#contents diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [25]. Naenara. Situs resmi Pemerintah Korea Utara. Principle of the Songun Revolution. http://www.naenara.com.kp/en/juche/ course_juche.php?songun+0+0-01#contents diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [26]. Naenara. Situs resmi Pemerintah Korea Utara. Basic Requirements of the Songun Politics. http://www.naenara.com.kp/en/juche/ course_juche.php?songun+0+0-05#contents diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [27]. Lim Soo-Ho. Op.Cit. [28]. Ibid.
52
Universitas Pertahanan Indonesia
[29]. Rodong Sinmun terbitan 3 April 2003. Seperti dikutip Lim Soo-Ho. Reform in North Korea’s Military-First Economic Policy. Diakses melalui alamat http://www.relooney. info/SI_FAO-Asia/N-Korea_42.pdf diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [30]. KCNA. April 3. 2009. Juche 98. New Line of Economic Construction in Songun Era. http://www.kcna.co.jp/item/2009/200904/ news03/20090403-12ee.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [31]. Homer T. Hodge. North Korea’s Military Strategy. http://www.carlisle.army.mil/usawc/ parameters/Articles/03spring/hodge.pdf diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [32]. Naenara. Situs resmi Pemerintah Korea Utara. Necessity of Building Powerful National Defense Industry. http://www.naenara.com. kp/en/juche/course_juche.php?songun+0+026#contents diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [33]. Naenara. Situs resmi Pemerintah Korea Utara. Tasks for building a Powerful National Defense Industry. http://www.naenara.com. kp/en/juche/course_juche.php?songun+0+027#contents diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [34]. Country Data: North Korea. North Korea Military Industry. http://www.country-data. com/cgi-bin/query/r-9637.html diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [35]. Country Data: North Korea. North Korea Military Industry. http://www.country-data. com/cgi-bin/query/r-9637.html diakses pada tanggal 1 Agt 2011 12.29 WIB [36]. Joseph Bermudez Jr. P’okpoong: The KPA’s New Main Battle Tank. KPA Journal no 1-4 [37]. Gambar diperoleh dari Joseph Bermudez Jr. P’okpoong: The KPA’s New Main Battle Tank. KPA Journal no 1-4 [38]. Ibid.
[39]. Ibid. [40]. Joseph Bermudez Jr . KPA Mechanized Infantry Batalion. KPA Journal no 1-7 [41]. Gambar Diperoleh dari Joseph S Bermudez Jr. KPN Deploys New Version of Sang-O Class Coastal Submarine. KPA Journal no 2-03 [42]. Gambar diperoleh dari Joseph S. Bermudez Jr. The Scud B SRBM in KPA Service. KPA Journal Vol 1 no 3. [43]. Country Data: North Korea. North Korea Military Industry. http://www.country-data. com/cgi-bin/query/r-9637.html diakses pada tanggal 1 Agt 2011 12.29 WIB [44]. Ibid. [45]. Ibid. [46]. Country Data: North Korea. North Korea Military Industry. Ibid. [47]. Jane’s Strategic Weapons Systems 31. SCUD B Variant (Hwasong 5) North Korean Offensive Weapons. Sept 1999. [48]. Joseph S. Bermudez Jr. The Scud B SRBM in KPA Service. KPA Journal Vol 1 no 3. [49]. Joseph S. Bermudez Jr. Type-63 107 mm MRL. KPA Journal no 2-1 [50]. Ibid. [51]. Ibid. [52]. Ibid. [53]. Jane’s Strategic Weapons Systems 36. No Dong 1 and 2. North Korean Offensive Weapons. November 2001 [54]. Naenara. Situs resmi Pemerintah Korea Utara. Necessity of Building Powerful National Defense Industry. http://www.naenara.com. kp/en/juche/course_juche.php?songun+0+026#contents diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 Pukul 12.29 WIB [55]. Ibid. [56]. Homer T. Hodge. North Korea’s Military Strategy. http://www.carlisle.army.mil/usawc/ parameters/Articles/03spring/hodge.pdf diakses pada tanggal 2 Agustus 2011 Pukul 16.30 WIB [57]. Ibid.
[58]. Ibid. [59]. Negara ini pernah dilanda bencana kerawanan pangan yang terjadi pada awal tahun 1990an dan memuncak pada tahun 1997. Mengakibatkan antara 900.000 hingga 3500.000 orang warga negaranya meninggal karena kelaparan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tulisan Marcus Noland, Sherman Robinson, dan Tao Wang. Famine in North Korea: Causes and Cures. http://www.iie. com/publications/wp/99-2.pdf diakses pada tanggal 1 Agustus 2011 pada jam 20.30 WIB. [60]. Jihwan Hwang. Getting Out of the MilitaryFirst Dilemmas: In Search of North Korea’s Coevolution Military Strategy. University of Seoul Juni 2011. http://www.eai.or.kr/data/ bbs/eng_report/2011062723133227.pdf diakses pada tanggal 2 Agustus 2011 Pukul 16.30 WIB [61]. Hazel Smith. Norh-East Asia’s Regional Security Secrets: Re-envisaging the Korean Crisis. http://www.unidir.org/pdf/articles/pdfart2277.pdf diakses pada tanggal 2 Agustus 2011 Pukul 16.30 WIB [62]. Christopher W. Hughes. North Korea’s Nuclear Weapons: Implications for the Nuclear ambitions of Japan, South Korea and Taiwan. Asia Policy. Nomer 3 Januari 2007. [63]. John Feffer, The Growing MilitaryIndustrial Complex in Asia. Tomgram. 2008. http://www.tomdispatch.com/post/174893/ john_feffer_the_growing_military_industrial_ complex_in_asia diakses pada tanggal 2 Agustus 2011 Pukul 16.30 WIB [64]. Ibid. [65]. Pacific Freeze. Report Reveals N.Korea’s Flourishing Arms Trade. http://pacificfreeze. ips-dc.org/2010/11/report-reveals-n-koreasflourishing-arms-trade diakses pada tanggal 2 Agustus 2011 Pukul 16.30 WIB [66]. Ibid. [67]. Ibid. [68]. Ibid.
Universitas Pertahanan Indonesia
53
[69].North Korean Economy Watch. Namchongang Trading Corporation. http:// www.nkeconwatch.com/category/dprkorganizations/companies/namchongangtrading-corporation/ diakses pada tanggal 2 Agt 2011 16.30 WIB
54
Universitas Pertahanan Indonesia