ANALISA KECUKUPAN PANAS PADA PROSES PASTEURISASI SANTAN
Oleh : RINI INDRIANI PRIHATINI F34104102
2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Rini Indriani P. F34104102. Analisa Kecukupan Panas pada Proses Pasteurisasi Santan. Dibawah Bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Sulusi Prabawati. 2008.
RINGKASAN Kelapa adalah salah satu komoditas yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Di Indonesia, buah kelapa diusahakan melalui perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Buah kelapa di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan untuk pembuatan kopra, kelapa sayur dan pembuatan minyak kelapa. Sebagian besar kelapa sayur digunakan dalam bentuk santan. Santan adalah emulsi minyak dalam air (o/w) yang berwarna putih, yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air. Santan memiliki kandungan air, lemak dan protein yang cukup tinggi. Tingginya kadar air, lemak dan protein tersebut menyebabkan santan sangat mudah rusak. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi untuk membuat santan menjadi lebih lama umur simpannya. Salah satu metode pengawetan santan adalah dengan menggunakan metode pasteurisasi. Permasalahannya adalah bahwa selama ini suhu dan waktu pasteurisasi yang digunakan adalah masih mengacu pada produk lain karena belum ada data tentang suhu dan waktu optimal pasteurisasi santan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menghitung kecukupan panasnya. Dengan menghitung nilai kecukupan panas, dapat diperoleh suhu serta waktu terbaik untuk pasteurisasi santan. Penelitian dilakukan dengan cara memanaskan santan dalam tabung ulir pada suhu 65 oC, 75 oC dan 85oC dengan waktu 0, 5, 10, 15 dan 20 menit. Jumlah mikroba yang terdapat dalam santan dihitung. Ketahanan panas mikroba biasanya dinyatakan dengan istilah waktu reduksi atau waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk menurunkan jumlah sel atau spora sepuluh kali lipat (nilai z). Sebelum menentukan nilai z, terlebih dahulu ditentukan kurva kematian mikroba (nilai D). Setelah itu dilakukan perhitungan kecukupan panas yang dinyatakan dengan nilai pasteurisasi (P). Untuk menghitung proses pemanasan pada pasteurisasi biasanya digunakan konsep 5D atau di bawahnya tergantung jumlah mikroba awalnya (Fellow, 1992). Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap faktorial, dengan uji lanjut Duncan. Penentuan kondisi terbaik dilakukan dengan metode pembobotan. Santan tanpa pemanasan memiliki jumlah mikroba sebesar 3,5 x105 koloni/ml. Sementara itu untuk populasi kapang jumlahnya lebih rendah yaitu 4 x 103 koloni/ml. Populasi kapang bernilai nol pada suhu 65oC pada waktu selama 10 menit. Berdasarkan hasil perhitungan pada populasi bakteri diperoleh nilai D65oC = 12,89 menit, D 75oC = 10,95 menit, D 85oC = 3,55 menit, nilai z = 35,71 oC. Berdasarkan hasil perhitungan, bakteri pada santan memiliki ketahanan panas yang lebih tinggi dibandingkan kapang, maka nilai z bakteri digunakan sebagai acuan dalam perhitungan nilai kecukupan panas (nilai P). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai kecukupan panas (nilai P) pada santan adalah sebesar 16,3 menit. Dari nilai ini selanjutnya dapat dikembangkan menjadi beberapa kombinasi suhu dan waktu pemanasan. Dari kombinasi suhu dan waktu pemanasan tersebut dipilih enam kombinasi yang akan dianalisa sifat fisiko kimianya untuk melihat nilai nutrisi pada santan. Kombinasi tersebut adalah
adalah 65 oC/59,2 menit, 70 oC/42,9 menit, 75 oC/31,2 menit, 80 oC/22,5 menit, 85 o C/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit. Berdasarkan hasil analisa fisiko kimia, diperoleh kondisi terbaik adalah pada 75 oC /31,2 menit, dengan kondisi mutu kadar air 63,23 persen, kadar abu 0,49 persen, kadar protein 2,25 persen, kadar lemak 12,71 persen, pH 7,25, viskositas 7, stabilitas emulsi 17,24 persen, derajat putih 47,65, bilangan peroksida 0, bilangan asam 1,58, FFA 0,56 persen, total mikroba 0, nilai kesukaan aroma 3,80, nilai kesukaan warna 4,47, nilai kesukaan penampakan umum 3,93.
Rini Indriani P. F34104102. Analysis of Thermal Sufficiency in Pasteurization Process of Coconut Milk. Supervised by Mulyorini Rahayuningsih and Sulusi Prabawati. 2008.
SUMMARY Coconut is a main commodity of human dairy needs. Coconuts in Indonesia are produced in large plantation and small masses plantation. This coconut is exploited as copra, coconut oil and coconut milk. Coconut milk is white colored oil in water emulsion which is obtained from squeezing the fresh grinded coconut with or without water addition. Coconut milk contains a large number of water, fat and protein that makes the coconut milk more perishable. It needs more advance technology that can make the coconut milk more endure. One of the well known and the cheapest preserving methods is pasteurization. The problem is there are no data’s that referring the temperature and the optimal time of pasteurization process of coconut milk. So we have to calculate the thermal sufficiency to get the best condition for coconut milk pasteurization. This research was done using three kinds of temperature (65oC, 75oC and o 85 C) with heating time (0, 5, 10, 15 and 20 minutes). The amount of microbe in pasteurized coconut milk was counted. The thermal resistancy of microbe is determine with reduction time or time that needed to decrease amount of cell or spore ten times (z value). Before determining the z value, it needs to determine the curve of cell mortality first (D value). After that the pasteurization value (P) can be determined. To count the heating process of pasteurization usually using 5D concept or below depending amount of first microbe measured. (Fellow, 1992). The complete random design and Duncan test are used whereas to determine the best process for this research was done using the ranking method. Unheated coconut milk has amount of microbe 3.5 x 105 colony/ml. Otherwise, the mold population has zero amount at 65oC with heating time 10 minutes. D values can be obtained from counting bacteria population which are D65oC = 12,89 minutes, D75oC = 10,95 minutes, D85oC = 3,55 minutes and z = 35,71oC. According the result of measurement, bacteria in coconut milk has higher thermal sufficiency than mold, so that the z value of bacteria is using as referential to determine the pasteurization value which is P = 16,3 minutes. From P value can be determined the combination between temperature and heating time. There are six combinations which are 65 oC/59,2 minutes, 70 oC/42,9 minutes, 75 o C/31,2 minutes, 80 oC/22,5 minutes, 85 oC/16,3 minutes and 90oC/11,8 minutes. The best condition of this research at 75 oC /31,2 minutes with water content 63,23 percents, protein content 2,25 percents, fats content 12,71 percents, pH 7,25, viscocity 7 centipoise, stability of emulsion 17,24 percents, degree of white 47,65, peroxide number 0, acid number 1,58, free fatty acid content 0.56 percents, total microbe 0, aroma hedonic value 3,80, color hedonic value 4,47 and general condition hedonic value 3,93.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisa Kecukupan Panas Pada Proses Pasteurisasi Santan adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tulisan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2008
Rini Indriani Prihatini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 18 Januari 1986 dari pasangan Abdul Rosyid dan Munawaroh. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal pertama di TK Al Halim Santi Asromo Majalengka dari tahun 1991 hingga tahun 1992. Selanjutnya pada tahun 1992 penulis melanjutkan pendidikan dasar di SDN Singajaya hingga tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis menempuh pendidikan di SLTP Negeri 4 Maja dan lulus tahun 2001. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMUN 1 Majalengka hingga tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
ANALISA KECUKUPAN PANAS PADA PROSES PASTEURISASI SANTAN
Oleh : RINI INDRIANI PRIHATINI F34104102
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ANALISA KECUKUPAN PANAS PADA PROSES PASTEURISASI SANTAN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINI INDRIANI PRIHATINI F34104102 Dilahirkan pada Tanggal 18 Januari 1986 di Majalengka Tanggal Lulus :
September 2008
Bogor, September 2008 Disetujui, Pembimbing I
Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi NIP. 131 788 588
Pembimbing II
Ir. Sulusi Prabawati, MS NIP. 080 068 204
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji serta syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan berbagai karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk serta bantuan dar berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada : 1. Bapa, mamah, Aa, Ade tercinta yang telah memberikan motivasi, doa dan kasih sayang kepada penulis. 2. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi. sebagai dosen pembimbing I atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Ir. Sulusi Prabawati MS, Sebagai dosen pembimbing II atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Drs. Purwoko Msi. sebagai penguji sidang skripsi penulis yang telah memberikan berbagai masukan 5. Ermi Sukasih STP. Msi, Ir. Tatang Hidayat Msi, serta Sari Intan Kailaku STP., atas berbagai bantuan dan bimbingannya kepada penulis. 6. Mang Haris serta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan berbagai bantuan kepada penulis. 7. Pa Ato, Bu Ika, Pa Adom, Pa Tri, serta seluruh laboran Balai Besar Pascapanen Pertanian 8. Bu Ega, Pa Gun, Pa Darwan, Bu Sri, Pa Diki, Pa Sugi, Bu Nina, Pa Mul, Bu Teti, Bu Nur serta seluruh staff Departemen TIN atas berbagai benatuan yang telah diberikan. 9. Muhammad Havizh Abdillah atas semua dukungan dan dorongan pada penulis. 10. Sahabat-sahabat tercinta Lala, Ayi, Miranti, Sri, Farikha, Yani, Ina, Fahmi atas berbagai bantuan pada penulis.
11. Rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Pertanian Ami, Jajat, Usuy, Beni, Supardi. 12. Seluruh keluarga Departemen Teknologi Industri Pertanian khususnya angkatan 41. 13. Semua pihak atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi. Kritik dan saran yang membangun, sangat penulis harapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG.............................................................................. 1 B. TUJUAN .................................................................................................. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4 A. KELAPA ...................................................................................................... 4 1. Botani Kelapa.......................................................................................... 4 2. Buah Kelapa ............................................................................................ 5 3. Kegunaan Kelapa .................................................................................... 6 B. SANTAN KELAPA ..................................................................................... 7 1. Santan...................................................................................................... 7 2. Kerusakan santan kelapa ......................................................................... 8 C. PASTEURISASI SANTAN ......................................................................... 10 1. Ketahanan Mikroba terhadap Panas........................................................ 12 2. Perhitungan Nilai Kecukupan Panas....................................................... 13 III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 15 A. ALAT DAN BAHAN .................................................................................. 15 B. METODE PENELITIAN ............................................................................. 15 1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................... 15 2. Penelitian Utama ..................................................................................... 16 3. Rancangan Percobaan ............................................................................. 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 19 A. JUMLAH MIKROBA AWAL..................................................................... 19 B. KETAHANAN PANAS M IKROORGANISME........................................ 19 C. PERHITUNGAN NILAI KECUKUPAN PANAS ...................................... 22
D. PENGARUH PEMANASAN TERHADAP MUTU SANTAN.................. 24 1. Total Mikroba.......................................................................................... 24 2. Stabilitas Emulsi ..................................................................................... 25 3. Viskositas ................................................................................................ 26 4. Derajat Putih ........................................................................................... 27 5. Bilangan Peroksida ................................................................................. 28 6. Kadar Air................................................................................................. 29 7. Kadar Protein .......................................................................................... 30 8. Kadar Lemak........................................................................................... 32 9. Bilangan Asam dan FFA......................................................................... 32 10. Nilai pH................................................................................................. 34 11. Organoleptik.......................................................................................... 34 E. PENENTUAN KONDISI TERBAIK DENGAN METODE PEMBOBOTAN. ........................................................................ 37 F. STANDAR MUTU....................................................................................... 38 V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 41 A. KESIMPULAN ............................................................................................ 41 B. SARAN ........................................................................................................ 42 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 43 LAMPIRAN..................................................................................................... 46
DAFTAR TABEL Tabel 1. Data Produksi Kelapa.......................................................................... 1 Tabel 2. Komposisi Buah Kelapa...................................................................... 6 Tabel 3. Komposisi Santan ............................................................................... 7 Tabel 4. Data Jumlah Mikroorganisme Awal ................................................... 19 Tabel 5. Hasil perhitungan nilai D dan z populasi bakteri pada santan ........... 20 Tabel 6. Nilai Pasteurisasi pada tiap Kombinasi Suhu dan Waktu ................... 23 Tabel 7. Kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi pada nilai P 16,3 ................. 24 Tabel 8. Penentuan Kondisi Terbaik Dengan Metode Pembobotan ................. 38 Tabel 9. Standar Nasional Indonesia untuk Santan........................................... 39 Tabel 10. Standar CODEX untuk Santan.......................................................... 39
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan santan pasteurisasi.................................. 18 Gambar 2. Grafik Penetapan Nilai D dan z pada santan................................... 21 Gambar 3. Grafik Penetapan Nilai Pasteurisasi pada santan ............................ 23 Gambar 4. Grafik Perubahan Jumlah Mikroba Setelah Pemanasan ................ 25 Gambar 5. Grafik Perubahan Stabilitas Emulsi Setelah Pemanasan................ 25 Gambar 6. Grafik Perubahan Viskositas Setelah Pemanasan .......................... 26 Gambar 7. Grafik Perubahan Derajat Putih Setelah Pemanasan...................... 27 Gambar 8. Grafik Perubahan Bilangan Peroksida Setelah Pemanasan............ 29 Gambar 9. Grafik Perubahan Kadar Air Setelah Pemanasan............................ 30 Gambar 10. Grafik Perubahan Kadar Protein Setelah Pemanasan .................. 31 Gambar 11. Grafik Perubahan Kadar Lemak Setelah Pemanasan................... 32 Gambar 12. Grafik Perubahan Bilangan Asam Setelah Pemanasan ................ 33 Gambar 13. Grafik Perubahan %FFA Setelah Pemanasan .............................. 33 Gambar 14. Grafik Perubahan Nilai pH Setelah Pemanasan........................... 34 Gambar 15. Grafik Perubahan Nilai Kesukaan Terhadap Warna Setelah Pemanasan ........................................................................ 35 Gambar 16. Grafik Perubahan Nilai Kesukaan Terhadap Aroma Setelah Pemanasan ........................................................................ 36 Gambar 17. Grafik Perubahan Nilai Kesukaan Terhadap Penampakan Umum Setelah Pemanasan ........................................................................ 36
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Fisiko Kimia Santan ........................................ 46 Lampiran 2. Data Pengamatan Total mikroba .................................................. 51 Lampiran 3. Data Pengamatan dan ANOVA Stabilitas Emulsi........................ 52 Lampiran 4. Data Pengamatan Viskositas ........................................................ 53 Lampiran 5. Data Pengamatan dan ANOVA Derajat Putih.............................. 54 Lampiran 6. Data Pengamatan dan ANOVA Bilangan Peroksida.................... 55 Lampiran 7. Data Pengamatan dan ANOVA Kadar Air................................... 56 Lampiran 8. Data Pengamatan dan ANOVA Kadar Protein............................. 57 Lampiran 9. Data Pengamatan dan ANOVA Kadar Lemak ............................. 58 Lampiran 10. Data Pengamatan dan ANOVA Bilangan Asam dan FFA ......... 59 Lampiran 11. Data Pengamatan dan ANOVA Nilai pH ................................... 60 Lampiran 12. Data Pengamatan dan ANOVA Kadar Abu ............................... 61 Lampiran 13. Data Pengamatan dan ANOVA Kadar Karbohidrat................... 62 Lampiran 14. Data Uji kesukaan dan ANOVA terhadap warna....................... 63 Lampiran 15 Data Uji Kesukaan dan ANOVA Aroma .................................... 65 Lampiran 16. Data Uji Kesukaan dan ANOVA Penampakan Umum .............. 67 Lampiran 17. Foto santan Sebelum dan Sesudah Pemanasan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang sangat berguna bagi manusia, karena keseluruhan bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan pangan maupun non pangan. Tanaman kelapa terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Daerah penghasil utama kelapa adalah Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Maluku. Kelapa adalah salah satu komoditas yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Di Indonesia, buah kelapa diusahakan melalui perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Produksi kelapa di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data Produksi Kelapa Tahun
Jumlah Produksi (Ton)
2000
3,047,558.00
2001
3,163,018.00
2002
3,098,496.00
2003
3,254,853.00
2004
3,054,511.00
2005
3,096,845.00
2006
3,156,875.00
(Departemen Pertanian, 2008) Buah kelapa di Indonesia sebagian besar dimanfaatkan untuk pembuatan kopra, kelapa sayur dan pembuatan minyak kelapa. Sebagian besar kelapa sayur digunakan dalam bentuk santan. Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna putih, yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air (Hagenmeier, 1973). Santan memiliki kandungan air, lemak dan protein yang cukup tinggi. Tingginya kadar air, lemak dan protein tersebut menyebabkan santan sangat mudah rusak. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi untuk membuat santan
menjadi lebih lama umur simpannya. Salah satu metode pengawetan santan adalah dengan menggunakan metode pasteurisasi. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu relatif rendah yaitu dibawah 1000C. Pasteurisasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan suatu produk dengan cara membunuh mikroorganisme pembusuk seperti khamir, kapang serta bakteri yang terdapat dalam produk tetapi tidak merusak produk. Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama yaitu suhu 650C selama 30 menit atau pada suhu tinggi dalam waktu singkat yaitu suhu 720C selama 15 detik. Semakin tinggi suhu pemanasannya, semakin singkat waktu pemanasannya. Permasalahannya adalah bahwa selama ini suhu dan waktu pasteurisasi yang digunakan masih mengacu pada produk lain misalnya produk susu yang biasanya dipanaskan pada suhu 65oC selama 30 menit. Diaplikasikannya suhu serta waktu produk lain untuk proses pasteurisasi santan dikhawatirkan dapat merusak nilai nutrisi yang terdapat dalam santan akibat suhu terlalu tinggi atau waktu yang terlalu lama. Selain itu, apabila suhu yang digunakan terlalu rendah dikhawatirkan proses pemanasan tidak mampu membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam santan. Adanya mikroorganisme dalam santan dapat mengakibatkan santan menjadi sangat mudah rusak sehingga dapat memperpendek umur simpannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menghitung kecukupan panasnya. Dengan menghitung nilai kecukupan panas pada santan, dapat diperoleh kombinasi suhu dan waktu optimum untuk melakukan pasteurisasi santan. Pasteurisasi merupakan metode pengawetan yang sangat mudah untuk dilakukan, sederhana serta tidak memerlukan biaya yang mahal. Dengan demikian metode pasteurisasi sangat cocok untuk digunakan di kawasan pedesaan atau pada industri kecil. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suhu serta waktu terbaik untuk pasteurisasi santan. Dengan demikian santan yang telah dipasteurisasi memiliki umur simpan lebih lama, tetapi kerusakan pada santan akibat pemanasan menjadi lebih sedikit.
B. TUJUAN 1. Menghitung nilai kecukupan panas sehingga dapat diperoleh kombinasi suhu serta waktu terbaik untuk pasteurisasi santan 2. Mengetahui pengaruh kombinasi suhu dan waktu pemanasan terhadap mutu santan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KELAPA 1. Botani Kelapa Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk famili palmae, ordo arecales, dan kelas monokotiledon (Guharja et. al., 1971). Kelapa merupakan satu-satunya spesies dari genus cocos (Santoso et. al., 1982). Daerah antara 20o lintang utara dan 20o lintang selatan merupakan daerah yang baik untuk berkembang biak tanaman kelapa. Di luar batas ini tidak dapat lagi dijumpai tanaman kelapa. Tanaman kelapa termasuk tanaman dataran rendah, bahkan disebut tanaman pantai. Pada ketinggian sampai 450 m di atas permukaan laut tanaman kelapa tumbuh subur dengan produksi buah yang banyak. Makin rendah tempat tumbuh tanaman kelapa, makin cepat waktu berbuah. Tanaman kelapa masih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan antara 1250-2500 mm per tahun dan distribusinya merata sepanjang tahun. Temperatur rata-ratanya sekitar 27oC merupakan temperatur optimum untuk tanaman kelapa. Tanaman kelapa membutuhkan banyak sinar matahari. Diperkirakan bahwa penyinaran selama 2000 jam per tahun dan 120 jam untuk setiap bulannya merupakan faktor limit dalam pembentukan buah. Tanaman kelapa sangat cocok pada iklim yang panas dan lembab. Udara kering yang berlebihan tidak dikehendaki karena dapat mengakibatkan rontoknya buah-buah muda lebih awal (Santoso et. al., 1982). Varietas tanaman kelapa banyak sekali, tetapi pada umumnya dibedakan atas dua golongan yaitu kelapa genjah (dwarf coconut) dan kelapa dalam (tall coconut). Kelapa genjah mempunyai sifat morfologi dan biologi yang berbeda dengan kelapa dalam. Jenis kelapa dalam merupakan jenis kelapa yang paling banyak di Indonesia. Berdasarkan warna buahnya, jenis kelapa dalam yang paling banyak tedapat di Indonesia adalah kelapa hijau (var. Viridis), kelapa merah cokelat (var. Rubescens) dan kelapa kelabu cokelat (var. Macrocarps). Kelapa genjah dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan warnanya, yaitu kelapa genjah hijau, kuning dan merah (Santoso et. al., 1982).
Batang kelapa dapat mencapai ketinggian 20-25 m pada kelapa dalam dan 10-15 m pada kelapa genjah. Tanaman kelapa merupakan tanaman monokotil sehingga tidak mempunyai lapisan kambium. Diameter batang tanaman dewasa pada ketinggian di atas dua meter dari permukaan tanah rata-rata 30-40 cm pada kelapa dalam. Pada kelapa genjah diameter batangnya lebih kecil daripada kelapa dalam dan bentuknya hampir sama dari bagian bawah sampai ke atas (Santoso et. al., 1982). Pada tiap tanaman kelapa terdapat bunga jantan dan bunga betina (monocious). Bunga jantan terdapat dalam rangkaian bunga. Kelapa dalam mulai dapat berbunga pada umur 6-7 tahun, sedangkan kelapa genjah pada umur 2-3 tahun. Penyerbukan dapat terjadi oleh angin atau serangga. Tanaman kelapa genjah mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun, sedangkan kelapa dalam pada umur 6-8 tahun (Santoso et. al., 1982). Masa panen buah kelapa berlangsung sepanjang tahun, setiap tahun dapat dipanen satu, dua atau tiga bulan sekali. Kebun kelapa yang dipelihara dengan baik dan dipupuk, setiap pohonnya dapat menghasilkan 80-120 buah per tahun. Kebun kelapa yang hanya dibersihkan dan tidak dipupuk, setiap pohonnya menghasilkan 40-60 buah per tahun (Djatmiko et. al., 1981). 2. Buah Kelapa Buah kelapa berbentuk bulat memanjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Buah kelapa berdasarkan umurnya dibagi tiga golongan, yaitu kelapa muda, kelapa setengah tua dan kelapa tua. Buah kelapa muda berumur 6-8 bulan, kelapa setengah tua berumur 10-11 bulan dan kelapa tua berumur 11-13 bulan (Nainggolan dan Sitinjak, 1977). Komposisi buah kelapa tua terdiri dari 35 persen sabut, 12 persen tempurung, 28 persen daging buah dan 25 persen air buah (Djatmiko et. al., 1981). Daging buah kelapa kaya akan lemak dan karbohidrat, serta protein dalam jumlah sedang. Komposisi kimia daging buah kelapa bervariasi menurut tingkat kematangan dan varietas buah kelapa. Kadar lemak tertinggi terdapat pada daging buah kelapa tua. Protein daging buah kelapa mempunyai nilai yang tinggi karena mengandung beberapa asam amino esensial. Adapun komposisi buah kelapa terdapat pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Buah Kelapa Kandungan
Muda
Setengah Tua
Tua
68
180
359
83,3
70
46,9
Protein (g)
1
4
3,4
Lemak (g)
0,9
15
34,7
Karbohidrat (g)
14
10
14
Kalsium (mg)
7
8
21
Fosfor (mg)
30
55
98
Besi (mg)
1
1,3
2
Vitamin A (SI)
0
10
0
Vitamin B1(mg)
0,06
0,05
0,1
Vitamin C (mg)
4
4
2
Kalori (kal) Air (g)
(Direktorat Gizi, 1981) Carey pada tahun 1924 telah mengisolasi rafinosa, sukrosa, fruktosa, galaktosa dan glukosa dari daging buah kelapa. Dalam daging buah kelapa juga terdapat enzim peroksidase, dehidrogenase, ketalase dan phospatase. Pada buah yang sudah dipetik enzim akan mempercepat proses hidrolisis minyak sehingga terbentuk asam lemak bebas dan mempercepat oksidasi pada asam lemak tidak jenuh (Djatmiko et. al.,1981). 3. Kegunaan Kelapa Tanaman kelapa mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan, baik di bidang pangan maupun non-pangan. Sabut kelapa dapat digunakan untuk industri anyaman, tali temali, pembuatan permadani, bahan pengisi tempat duduk dan untuk keperluan rumah tangga. Daun kelapa dapat digunakan untuk atap rumah atau ditenun menjadi topi. Tangkai daun yang tua dapat digunakan menjadi sapu lidi. Batang kelapa bersifat keras, kaku dan awet sehingga dapat digunakan untuk tiang rumah dan keperluan lainnya. Tempurung kelapa dapat dibuat menjadi bahan perhiasan, alat-alat rumah tangga, arang tempurung, arang aktif atau menjadi tepung tempurung kelapa. Air kelapa dapat digunakan sebagai minuman penyegar, bahan pembuat cuka dan nata de coco. Daging buah kelapa dapat dipergunakan untuk membuat santan kelapa,
makanan kecil, kelapa parut kering (desiccated coconut) atau untuk membuat minyak kelapa. Pada umumnya kelapa yang dihasilkan di Indonesia sebagian besar diolah menjadi kopra yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa (Djatmiko dan Ketaren, 1978). B. SANTAN KELAPA 1. Santan Santan adalah cairan berwarna putih susu yang diperoleh dengan cara pengepresan parutan daging kelapa dengan atau tanpa penambahan air, yang akan mempengaruhi rupa santan terutama komposisi kimia santan. Santan dapat berwarna putih susu karena partikelnya berukuran lebih besar dari satu mikron (Kirk dan Othmer, 1950). Hasil ekstraksi santan dipengaruhi oleh cara pemerasannya. Pemerasan dengan tangan dapat diekstrak santan sebanyak 52,9%, dengan waring blender sebanyak 61%, dengan kempa hidrolik (6000 psi) sebanyak 70,3% serta kombinasi ketiganya dapat diperoleh ekstrak santan sebanyak 72,5% (Dachlan, 1984). Komposisi santan kelapa dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Komposisi Santan Komposisi
Satuan
Santan murni
Santan dengan penambahan air
Kalori
Kal
324
122
Protein
g
4,2
2
Lemak
g
34,3
10
Karbohidrat
g
5,6
7,6
Kalsium
mg
14
25
Phosphor
mg
1,9
0,1
Vitamin A
0
0
Thiamin
0
0
Air
g
54,9
80
Bagian yang
g
100
100
dapat dimakan (Cheosakul, 1976)
Santan merupakan emulsi lemak dalam air dengan ukuran pertikel lebih besar dari 1 μm sehingga berwarna putih susu (Kirk dan Othmer, 1950). Santan secara alami mengandung emulsifier, Balasubramaniam dan Sihotang (1979) menemukan suatu emulsifier alami pada santan yaitu phospholipid yang jumlahnya 0,27 gram per 100 gram daging buah kelapa. Menurut Grimwood (1975) dan Woodroof (1979), komposisi santan berbeda tergantung dari komposisi daging duah kelapa. 2. Kerusakan santan kelapa Santan kelapa merupakan produk pangan yang memiliki kadar air, protein dan lemak yang cukup tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk dan santan menjadi mudah rusak. Sementara itu, pengawetan santan dengan metode sterilisasi dapat menyebabkan beberapa kerusakan mutu produk. Kerusakan tersebut antara lain pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma tengik dan terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap (agak coklat) (Satoto,1999). Santan sering memberikan beberapa masalah khusus bagi para ahli teknologi pangan, karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk yang lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi jika dipanaskan diatas suhu 80oC, dan aroma (flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang (Satoto,1999). Hasil penelitian Kajs et. al. (1976), menunjukkan bahwa TPC ( Total Plate Count) santan mencapai batas yang menyebabkan kerusakan organoleptik (1,2x106-1,7x108 CFU/ml) hanya dalam waktu 6 jam pada penyimpanan 350C. Selain kerusakan oleh mikroba, santan kelapa sangat rentan terhadap kerusakan kimia (termasuk enzimatis), khususnya melalui oksidasi lemak dan hidrolisis yang menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak. Secara fisik santan kelapa tidak stabil dan cenderung terpisah menjadi dua fase. Menurut Tangsuphoom dan Coupland (2005), santan kelapa akan terpisah ke dalam fase kaya minyak (krim) dan fase kaya air (skim) dalam waktu 5-10 jam. a. Stabilitas Emulsi Santan Menurut Clemente dan Villacorte (1933), emulsi santan (minyak dalam air) bersifat stabil karena adanya bahan protein dan beberapa jenis ion yang terabsorbsi pada permukaan minyak. Kirk dan Othmer (1950) menyatakan bahwa
stabilitas emulsi tergantung dari ukuran partikel, perbedaan densitas kedua fase (minyak dan air), pemakaian emulsifier dan suhu pengolahan. Menurut Cheosakul (1967) dalam Dachlan (1984), pemanasan suhu sterilisasi (1210C) dalam waktu lama dapat menyebabkan perubahan warna dan pecahnya emulsi. b. Ketengikan Santan merupakan salah satu produk pangan berlemak tinggi. Menurut Ketaren (1986) kerusakan bahan pangan berlemak yang sering terjadi adalah kerusakan lemak pada pengolahan maupun saat penyimpanan. Kerusakan lemak yang utama adalah ketengikan yaitu terjadi perubahan bau dan flavor. Winarno (1986) menyatakan kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh otooksodasi radikal asam lemak tidak jenuh. Menurut Ketaren (1986), faktor-faktor penyebab yang dapat mempercepat terjadinya reaksi otooksidasi antara lain radiasi, misalnya panas dan cahaya, bahan pengoksidasi misalnya peroksida asam nitrat, beberapa senyawa organik nitro dan aldehid aromatik, katalis metal khususnya garam dari beberapa macam logam berat, sistem oksidasi misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas. Selain itu, ketengikan juga dapat terjadi karena hidrolisis lemak yang kemudian menghasilkan komponen zat berbau tengik yang mengandung asam lemak jenuh rantai pendek. Menurut Djatmiko dan Widjaja (1973), kerusakan karena proses hidrolisis dapat terjadi pada bahan pangan berlemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup besar, dalam hal ini santan kelapa mengandung asam laurat yang cukup banyak. Bau tengik disebabkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisis. Proses hidrolisis lemak dapat terjadi karena aktivitas enzim lipase dan mikroba yang dipercepat dengan kondisi kelembaban tinggi, kadar air serta temperatur yang tinggi selama pengolahan. c. Perubahan Warna Menurut Dachlan (1984), selama pengolahan santan kelapa dengan sterilisasi 1150C selama 60 menit terjadi perubahan derajat putih sebesar 2% sedangkan bila santan disterilisasi selama 75 menit akan mengalami penurunan derajat putih sebesar 6%.
C. PASTEURISASI SANTAN Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pengolahan dengan panas, pengurangan kandungan air bebas, penambahan pengawet, pengawetan dengan pendinginan dan iradiasi bahan pangan (Desrosier, 1983). Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan dan pengawetan bahan pangan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan aktivitas biologis yang tidak diinginkan yang terjadi dalam bahan pangan, seperti mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak, dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu, pemanasan juga bertujuan untuk memperbaiki cita rasa, aroma, tekstur dan penampakan yang lebih baik, serta sedapat mungkin proses termal ini masih dapat mempertahankan zat nutrisi serta mutu bahan pangan semaksimal mungkin (Fardiaz, 1992 a, Frazier dan Westhoff, 1988). Semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar pengaruhnya terhadap kematian mikroba, tetapi pengaruh yang lebih besar dan nyata adalah faktor suhu pemanasan. Pada pemanasan yang lebih tinggi dari 100oC akan menurunkan waktu pemanasan secara nyata untuk membunuh mikroba (Fardiaz, 1992 b). Faktor suhu sangat mempengaruhi kehidupan mikroba khususnya bakteri. Suhu mempengaruhi perkembangbiakan dan daya tahan hidup bakteri. Suhu rendah pada umumnya memperlambat aktivitas metabolisme sel, sedangkan suhu tinggi sampai batas tertentu akan mempercepat aktivitas sel. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh aktivitas enzim dan denaturasi protein atau kerusakan bagian sel yang lain. Proses termal yang berupa pasteurisasi dan sterilisasi komersial bertujuan untuk menginaktif atau mematikan mikroba yang terdapat dalam bahan pangan. Pasteurisasi merupakan proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100oC, dengan waktu yang bervariasi mulai dari beberapa detik hingga beberapa menit. Hal ini bergantung dari suhu yang digunakan. Pasteurisasi bertujuan untuk menginaktif sel vegetatif dari mikroba patogen, mikroba pembusuk dan mikroba pembentuk toksin. Penggunaan panas yang relatif rendah menyebabkan sedikit perubahan pada karakteristik sensori dan nilai gizinya (Jongen, 2002).
Pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan panas dimana pemanasan dilakukan secara mimimun untuk membunuh semua mikroorganisme patogen (Herro, 1980). Prinsip pasteurisasi adalah pemanasan produk dalam waktu yang singkat sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi hanya menyebabkan kerusakan sekecil mungkin terhadap produk akibat panas (Woodroof, 1979). Pasteurisasi biasanya dilakukan pada produk yang mudah rusak apabila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersil (Desrosier, 1983). Pasteurisasi membunuh semua mikroorganisme psikrofilik, mesofilik, dan sebagian yang bersifat termofilik. Biasanya pasteurisasi dipadukan dengan teknik penyimpanan pada suhu rendah yang bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme termofilik yang suhu pertumbuhan minimumnya cukup tinggi. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1 sampai 2 hari sedang jika disimpan pada suhu rendah dapat tahan 1 minggu. Pasteurisasi memiliki tujuan: 1. Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. 2. Untuk memperpanjang daya simpan bahan atau produk 3. Dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk Metode pasteurisasi yang umum digunakan adalah: 1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 750C dengan alat Plate Heat Exchanger. 2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT) yakni proses pemanasan susu pada suhu 610C selama 30 menit. 3. Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memanaskan susu pada suhu 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah terjadinya pembakaran produk pada alat pemanas (Nurhidayat, 2007).
Perlakuan panas merupakan proses yang efektif untuk memperpanjang masa simpan santan kelapa. Menurut Seow dan Gwee (1997), pengawetan santan jangka pendek dapat dicapai melalui proses pasteurisasi pada suhu 750C selama 20 menit, sedangkan untuk penyimpanan jangka panjang dapat dicapai dengan proses strerilisasi yang menggunakan rezim panas lebih tinggi (suhu 109-1210C) pada kemasan kaleng atau botol gelas. Namun pada pemanasan santan dengan suhu tinggi (800C atau lebih) protein mengalami denaturasi yang menyebabkan ketidakstabilan emulsi santan (Peamprasart dan Chiewchan, 2006). Tejada (1973) dalam Djatmiko (1983) melaporkan bahwa santan mempunyai titik awal koagulasi pada suhu 80,9oC dan sama sekali menggumpal pada suhu 85oC. Oleh karena itu pasteurisasi santan dilakukan dibawah titik koagulasi. Santan memerlukan pasteurisasi pada suhu 60oC selama satu jam (Hagenmaier et. al., 1975). 1. Ketahanan Mikroba terhadap Panas Ketahanan panas mikroorganisme bergantung pada sifat genetis (galur dan spesies) dan faktor-faktor lingkungan seperti medium (substrat) yang digunakan (Santoso, et.al., 1982). Pada umumnya suhu ketahanan panas mikroba juga dipengaruhi oleh suhu optimum pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan panas mikroba selain galur dan spesies adalah jumlah sel mikroba, umur sel, suhu pertumbuhan, umur sel, kandungan air, lemak, garam, karbohidrat, nilai pH, kandungan protein, adanya senyawa anti mikroba, dan faktor hubungan suhu dan pemanasan (Fardiaz, 1990 a). Faktor-faktor yang meningkatkan ketahanan mikroba terhadap panas yaitu adanya komponen lemak, protein dan jumlah awal sel yang tinggi (identik dengan kandungan protein yang tinggi). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan penurunan ketahanan panas mikroba antara lain kandungan air yang tinggi, perubahan pH diluar pH normal (7,0) dan adanya senyawa anti mikroba. Pengujian ketahanan panas (nilai D dan z) spora bakteri memerlukan beberapa data dan pengukuran melalui percobaan. Salah satu perhitungan yang penting dalam proses termal bakteri adalah kurva TDT (Thermal Death Time), yaitu waktu yang diperlukan untuk membunuh sejumlah mikroorganisme pada suhu tertentu. Untuk mendapatkan kurva TDT (nilai z), sebelumnya ditetapkan
kurva kecepatan kematian mikroba (nilai D) dengan cara melakukan percobaan pemanasan sejumlah suspensi spora bakteri di dalam medium pemanasan dan pada suhu konstan tertentu, serta interval pemanasan yang ditetapkan dengan menggunakan metode tabung (Yamazaki et.al.,1997). Menurut Fardiaz (1992 a), simbol D menunjukkan waktu reduksi desimal, yaitu pemanasan pada suhu tertentu yang dapat menyebabkan kematian mikroba hingga 90 persen. Nilai D menunjukkan waktu dimana kurva kecepatan kematian menurun satu logaritmik. Dari kurva kematian dapat dikembangkan persamaan berikut: t D= log No- log N atau N = No.10-t/D(T) No
= jumlah spora bakteri awal (koloni/ml)
T
= lama pemanasan (menit) setelah koreksi
T
= suhu pemanasan konstan
D(T)
= waktu reduksi desimal pada suhu T
N
= jumlah spora yang masih hidup setelah pemanasan Sudut kemiringan (slope) pada kurva TDT disebut nilai z, yaitu interval
suhu dalam derajat fahrenheit yang dibutuhkan oleh kurva TDT untuk melewati satu logaritmik dengan persamaan sebagai berikut : z=
(T2 - T1) log D1 - log D2
D1
= nilai D pada suhu T1
D2
= nilai D pada suhu T2
T
= suhu dalam oC atau oF, dimana T2 lebih besar dari T1
2. Perhitungan Nilai Kecukupan Panas Parameter kunci dari kecukupan panas pada proses pasteurisasi adalah telah membunuh mikroba target sebanyak 5D. Maksud dari 5D adalah proses pasteurisasi yang diberikan harus mampu membunuh mikroba target sebanyak 5 siklus logaritma. Artinya mikroba yang terbunuh atau berkurang sebanyak
99.999% dari jumlah awal (Hariyadi, 2006). Nilai kecukupan panas santan dihitung pada setiap kombinasi suhu dan waktu. Nilai kecukupan panas santan dihitung dengan persamaan: P = [10 (T-Tref)/z]t Dimana : P
: nilai pasteurisasi (menit)
T
: suhu produk (0C)
Tref
: Suhu referen pada nilai DT
z
: faktor kinetik
III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan untuk penelitian ini terdiri atas bahan baku (buah kelapa tanpa sabut dan tempurung), air, PCA, PDA, NA, bahan kimia yang terdiri dari toluene, etanol netral 95 persen, indikator PP, KOH o,1 N, heksan, katalis selen, H2SO4 pekat, NaOH 30 persen, asam borat 2 persen, indikator mengsel, HCl 0.02 N, Asam tartarat 10 persen, , asam asetat glasial dan kloroform (3:2), KI jenuh, Na2S2O3 0,1 N, indikator kanji, kertas saring, NaOH 1,25 N, H2SO4 0,325 N, aseton. Adapun peralatan yang digunakan adalah pisau, mesin pemarut, kempa hidrolik, kain saring, wadah plastik, cawan petri, mikropipet, tabung ulir, waterbath, clean bench, timbangan analitik, autoklaf, kompor, panci, alat aufhauser, tanur, cawan porselen, erlenmeyer, buret, sudip, gelas selai, cawan alumunium, oven, desikator, gelas piala, soxhlet, pompa vakum, alat destilasi, colorimeter, pH meter, viscosimeter brookfield, sentrifuge, jangka sorong, B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan a. Ekstraksi Santan Tahapan ekstraksi santan dilakukan dengan cara mengupas testa kelapa tanpa sabut maupun tempurung. Kemudian, daging kelapa dicuci hingga bersih lalu lakukan blanching dengan menggunakan air pada suhu 80oC selama 10 menit. Setelah itu kelapa diparut kemudian dilakukan ekstraksi santan dengan menggunakan kempa hidrolik 1379 kN/m2 selama 15 menit. Perbandingan kelapa dan air yang digunakan adalah 2:1. b. Homogenisasi Santan Santan yang telah diekstrak kemudian dihomogenisasi pada kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit.
2. Penelitian Utama a. Uji Ketahanan Panas Populasi Mikroba pada Santan Uji ketahanan panas dilakukan terhadap populasi mikroba, kapang dan khamir. Kombinasi suhu dan waktu yang digunakan adalah 65, 75 dan 85oC dan waktu 0, 5, 10, 15, dan 20 menit. Santan yang telah diekstrak dan dihomogenisasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup steril. Kemudian dipanaskan dengan perlakuan kombinasi suhu dan waktu pemanasan 65, 75, dan 85oC dan waktu 0, 5, 10, 15, dan 20 menit. Setelah itu, santan didinginkan di air es. Kemudian dilakukan plating pada media NA dan APDA dengan menggunakan metode tuang. Jumlah pengenceran yang dilakukan adalah 10-1-10-3 untuk kapang dan khamir dan 10-1-10-5 untuk bakteri. Kemudian diinkubasikan pada suhu 370C untuk bakteri dan pada suhu kamar untuk kapang dan khamir selama dua hari. Setelah itu, dilakukan penghitungan jumlah koloninya. Setelah jumlah koloni diketahui, maka nilai D pada masing-masing suhu pemanasan dihitung. Nilai D adalah waktu yang diperlukan untuk mereduksi mikroba sebesar satu siklus log pada suhu tertentu. Nilai D ditentukan dengan membuat plot antara waktu pemanasan (t) sebagai sumbu X dan log jumlah mikroba setelah pemanasan sebagai sumbu Y, dimana nilai D adalah |1/slope|. Setelah diperoleh nilai D, dihitung nilai z. Nilai z adalah perubahan suhu yang menyebabkan reduksi mikroba sebesar satu nilai D. Nilai z ditentukan dengan membuat plot anatara suhu pemanasan (T) sebagai sumbu X dan nilai D sebagai sumbu Y, dimana nilai z adalah |1/slope|. b. Nilai Kecukupan Panas Nilai kecukupan panas santan dihitung pada setiap kombinasi suhu dan waktu. Nilai kecukupan panas santan dihitung dengan persamaan: P = [10 (T-Tref)/z]t T merupakan suhu pemanasan santan, Tref merupakan suhu referensi suhu pasteurisasi yaitu 85oC. Selanjutnya dibuat grafik ketahanan panas populasi mikroba dengan membuat plot antara nilai P sebagai sumbu X dan jumlah populasi mikroba setelah pemanasan sebagai sumbu Y. Setelah itu, ditetapkan nilai P yang sesuai dengan target jumlah mikroba yang akan diinaktivasi.
Misalnya jumlah mikroba awal santan adalah 106 CFU akan diinkatifkan menjadi 101. Hal tersebut dilakukan dengan cara menarik garis horizontal pada sumbu Y yang mempunyai nilai 101 sampai memotong kurva dan ditarik garis vertikal sampai memotong sumbu X. Titik potong sumbu X adalah nilai P yang dinyatakan dalam menit. Dari nilai P tersebut dibuat enam kombinasi suhu dan waktu pemanasan yang selanjutnya diberi kode K1, K2, K3, K4, K5, K6. Selanjutnya, dilakukan uji mutu santan yang meliputi uji kadar air, kadar lemak, bilangan asam dan kadar asam lemak bebas, uji bilangan peroksida, pH, kadar abu, kadar karbohidrat, analisis mikroorganisme (TPC), stabilitas emulsi, viskositas, kadar protein, derajat putih serta uji organoleptik.
Dari keenam
kombinasi tersebut akan dipilih satu kombinasi terbaik. Adapun prosedur analisis fisiko kimia terdapat pada lampiran 1. 3. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan satu perlakuan. τ = μ + Ai + εij μ
= rata-rata
Ai
= pengaruh perlakuan waktu dan suhu pemanasan (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6)
εij
= galat perlakuan (i) pada ulangan ke-j
A
= 65oC/59.2 menit 70oC/42.9 menit 75oC/31.2 menit 80oC/22.5 menit 85oC/16.3 menit 90oC/11.8 menit
Buah kelapa tanpa sabut dan tempurung
Pengupasan Kulit Ari (testa)
Homogenisasi santan (11000 rpm, selama 10 menit)
Pencucian Daging Buah Pemanasan Santan Blanching ( 80 O C, 10 menit )
Pemarutan
Santan Pasteurisasi
Ekstraksi Santan (kelapa : air (2:1) ; press hidrolik 1379 kN/m 2 ,15 menit)
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Santan Pasteurisasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. JUMLAH MIKROBA AWAL Pada tahap proses pembuatan santan, tidak terlepas dari kontaminasi mikroba. Sumber pencemaran pada santan diduga berasal dari bahan baku, pengolahan dan kondisi lingkungan kerja. Jumlah mikroorganisme pada santan tanpa pemanasan terdapat pada tabel 4. Tabel 4. Data Jumlah Mikroorganisme Awal Jenis Mikroorganisme
Jumlah Mikroorganisme
Bakteri
3,5 x105 koloni/ml
Kapang/Khamir
4,0 x 103 koloni/ml
Tingginya jumlah mikroba yang tedapat dalam santan disuga berasal dari bahan baku, proses pengolahan, serta kondisi dan lingkungan kerja. Kontaminasi mikroba sudah terjadi sejak awal kelapa dikupas. Kelapa yang digunakan untuk membuat santan pada penelitian ini adalah kelapa yang telah dihilangkan sabut dan tempurungnya yang berasal dari pasar di Bogor. Kondisi kelapa tanpa adanya sabut dan tempurung menjadikan kelapa lebih mudah tercemar oleh mikroorganisme. Selain itu, keadaan tempat pembelian kelapa sangat jauh dari kondisi
aseptis
sehingga
semakin
mudah
dan
semakin
banyak
jenis
mikroorganisme yang dapat mencemari kelapa. Penggunaan air dalam proses pembuatan santan dapat menjadi salah satu penyebab sumber mikroorganisme. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi santan adalah air matang yang bersuhu ruang sekitar 25-27oC. Selain itu, ditambah pula dengan kontaknya kelapa dengan alat-alat yang digunakan yang tidak terbebas dari mikroorganisme. Dengan demikian semakin banyak sumber pencemar pada proses pembuatan santan. B. KETAHANAN PANAS MIKROBA Berdasarkan tabel 4, jumlah rata-rata mikroba yang tumbuh pada santan yang belum dipanaskan adalah sebesar 3,5 x105 koloni/ml, sementara itu untuk
populasi kapang jumlahnya lebih rendah yaitu 4,0 x 103 koloni/ml. Jumlah awal populasi bakteri lebih besar dibanding jumlah populasi kapang. Hal tersebut disebabkan santan merupakan produk yang memiliki nilai aw yang sangat tinggi. Aw (aktivitas air) adalah ketersediaan air dalam suatu bahan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme. Nilai aw yang sangat tinggi merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri umumnya dapat tumbuh optimal pada nilai aw minimal 0,91, sedangkan khamir pada 0,88 dan kapang pada 0,98. Dalam
proses
pemanasan
pada
beberapa
kombinasi
menunjukkan bahwa populasi bakteri lebih tahan pemanasan
perlakuan
dibandingkan
dengan populasi kapang dan khamir. Pada pemanasan suhu 65oC selama 10 menit populasi kapang menunjukkan angka nol. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan struktur sel antara bakteri, kapang/khamir. Baik bakteri, kapang maupun khamir memiliki alat perlindungan untuk menghadapi kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Namun, kemampuan untuk menghadapi kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan berbeda-beda. Ketahanan panas mikroba adalah kemampuan suatu mikroba untuk tetap bertahan
pada saat memperoleh perlakuan panas yang dinyatakan dengan
besarnya nilai D dan nilai z. Makin besar nilai z suatu mikroba makin besar pula ketahanan panasnya. Tabel 5. Hasil perhitungan nilai D serta nilai z populasi bakteri pada santan Suhu Pemanasan (oC) 65
75
85
Waktu Pemanasan (menit) (X) 0 5 10 15 20 0 5 10 15 20 0 5 10 15 20
Jumlah Bakteri (N) (koloni/ml)
Log N (Y)
Persamaan Garis Lurus Y=aX+b
2,0 x 105 9,9 x 103 6,3 x 103 4,0 x 103 3,6 x 103 7,0 x 105 1,4 x 104 6,6 x 103 5,8 x 103 5,7 x 103 1,4 x 105 6,3 x 103 5,1 x 103 0 0
5,3 4,0 3,8 3,6 3,56 5,85 4,15 3,82 3,76 3,36 5,15 3,78 3,71 0 0
Y= -0,0776X+4,828
Nilai D D= |1/a | (menit)
Dimana : Slope (a) = -0,0776 R2 = 0,7272 Y= -0,0914X+5,182
D65oC=12,8 9 Log = 1,110
Dimana : Slope (a) = -0,0914 R2 = 0,6459 Y= -0,2816X+5.344
D75oC=10,9 5 Log = 1,039
Dimana : Slope (a) = -0,2816 R2 = 0,8764
D85oC=3,55 Log = 0,550
Kurva Penetapan Nilai D pada Suhu 75
6
y = -0.0776x + 4.828 R2 = 0.7272
4 2 0 0
5
10
15
20
log jumlah mikroba
log jumlah mikroba
Kurva Penetapan Nilai D pada Suhu 65
8 6 4 2 0
y = -0.0914x + 5.182 R2 = 0.6459
0
25
10
w aktu pem anasan (m enit)
(a)
30
(b)
Kurva Penetapan Nilai D pada Suhu 85
log jumlah mikroba
20
w aktu pem anasan (m enit)
Nilai z
6
1.4
4
y = -0.028x + 3.0001
1.2
y = -0.2816x + 5.344 R2 = 0.8764
R2 = 0.8432
1 0.8 0.6
2
0.4
0 -2
0.2
0
5
10
15
20
25
0 0
20
40
w aktu pem anasan (m enit)
(c)
60
80
10 0
Suhu
(d)
Gambar 2. Grafik Penetapan Nilai D dan z pada santan (a). D 65oC, (b). D 75oC, (c). D 85oC , (d). Nilai z Nilai z populasi bakteri santan dihitung dengan membuat grafik antara tiga suhu pemanasan (65, 75 dan 85oC) sebagai sumbu X dan nilai log D (1,110; 1,039; 0,550) sebagai sumbu Y, maka diperoleh persamaan kurva TDT (thermal death time): Y= -0,028X+3,0001 dengan nilai R2= 0,8432, Slope (a) = -0,028 Nilai z = |1/a | = 35,71oC Berdasarkan Tabel 5, makin tinggi suhu pemanasan maka makin kecil nilai D nya. Nilai D adalah waktu yang diperlukan untuk mereduksi mikroba sebesar satu siklus log pada suhu tertentu, sehingga makin tinggi suhu pemanasan maka makin singkat waktu yang diperlukan untuk inaktivasi mikroba. Nilai D tertinggi dicapai pada pemanasan suhu 65oC yaitu 12,89 menit disusul oleh pemanasan suhu 75oC yaitu 10,95 menit dan pemanasan suhu 85oC sebesar 3,55 menit. Berdasarkan nilai D dari ketiga suhu tersebut dapat diperoleh nilai z populasi bakteri yaitu 35,71oC. Nilai z adalah interval suhu yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah mikroba. Bakteri pada santan memiliki ketahanan panas yang lebih tinggi dibandingkan populasi kapang, maka nilai z populasi
bakteri digunakan sebagai referen dalam perhitungan nilai kecukupan panas atau yang dikenal dengan nilai pasteurisasi (nilai P). Hampir semua bakteri mempunyai struktur dan organisasi dasar yang sama walaupun bentuknya berbeda. Selain itu, beberapa bakteri memiliki struktur tambahan lain seperti cambuk (flagella), kapsul dan endospora. Beberapa sel bakteri pada bagian luarnya dikelilingi oleh lapisan berlendir yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Bahan ini dapat melekat pada sel atau berdifusi ke dalam media. Lapisan luar ini disebut kapsul dan dapat terdiri dari gugus kompleks polisakarida atau polipeptida. Adanya kapsul ini dapat mengakibatkan sel lebih tahan terhadap tekanan lingkungannya seperti panas dan bahan-bahan kimia anti mikroba, serta dapat membantu melekat pada bahan pangan atau alat-alat pengolahan bahan pangan. Selain itu, beberapa bakteri memiliki kemampuan memproduksi sel internal yaitu endospora. Endospora berfungsi untuk melindungi sel dari keadaan lingkungan yang kurang baik. Spora-spora ini tahan terhadap fisik atau kimiawi ekstrim seperti suhu, kekeringan, bahan-bahan kimia pembasmi kuman dan dapat bertahan dalam keadaan tidur untuk beberapa tahun. Pada saat kondisi pertumbuhan memungkinkan, spora-spora tersebut tumbuh menjadi selsel vegetatif yang normal (Buckle, et.al.,1987). Seperti halnya bakteri, beberapa jenis khamir memiliki kapsul namun khamir tidak memiliki spora aseksual yang tahan panas seperti yang dihasilkan oleh beberapa bakteri. Begitu pula halnya dengan kapang yang menghasilkan spora aseksual yang tahan terhadap perubahan cuaca. Namun, ketahanan yang dimiliki kapang tidak setahan endospora bakteri yang tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan (Fardiaz, 1989). C. PERHITUNGAN NILAI KECUKUPAN PANAS Perhitungan kecukupan panas bertujuan untuk mengetahui jumlah panas yang diberikan pada bahan agar bahan yang dipanaskan memiliki jumlah mikroorganisme kecil namun kerusakan akibat pemanasan dapat diminimalisir. Kecukupan panas dapat disebut nilai pasteurisasi (nilai P) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai pasteurisasi pada suhu tertentu. Untuk memperoleh nilai P, diperlukan data log jumlah mikroorganisme serta nilai P pada
setiap suhu dan waktu pemanasan. Tabel 6 menyajikan data log jumlah mikroorganisme serta nilai pasteurisasi pada setiap kombinasi suhu dan waktu pemanasan. Tabel 6. Nilai Pasteurisasi pada tiap Kombinasi Suhu dan Waktu Suhu Waktu Pemanasan pemanasan Log Nilai P o ( C) Mikroorganisme (menit) (menit) 65 0 5,3 0 5 4 1,38 10 3,8 2,75 15 3,6 4,13 20 3,56 5,51 75 0 5,85 0 5 4,15 2,62 10 3,82 5,25 15 3,76 7,87 20 3,76 10,50 85 0 5,15 0 5 3,78 5,00 10 3,71 10,00 15 0 15,00 20 0 20,00 7
Log populasi bakteri
6
y = -0,2512x + 5,122 R2 = 0,811
5 4
Nilai P =
16,3
3 2 1 0 0 1
2 3
4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Nila i P
Gambar 3. Penetapan nilai P sesuai standar 5D pada pasteurisasi santan Berdasarkan gambar 3, nilai kecukupan panas (nilai P) pada santan adalah sebesar 16,3 menit. Nilai tersebut diartikan bahwa proses pasteurisasi santan dapat dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu yang memiliki nilai pasteurisasi
sebesar 16,3 menit. Berdasarkan nilai p ini, selanjutnya dapat dikembangkan menjadi beberapa kombinasi suhu dan waktu pemanasan seperti disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi santan pada nilai Pasteurisasi sebesar 16,3 Suhu (oC)
Waktu (menit)
60 65 70 75 80 85 90 95 100 105
81,7 59,2 42,9 31,1 22,5 16,3 11,8 8,6 6,2 4,5
Selanjutnya dari beberapa kombinasi suhu dan waktu tersebut akan dipilih sebanyak enam kombinasi untuk dilakukan optimasi untuk mengetahui faktor nutrisi dan kandungan gizi santannya dengan pemanasan tersebut. Enam kombinasi suhu dan waktu yang dipilih adalah 65 oC/59,2 menit, 70 oC/42,9 menit, 75 oC /31,2 menit, 80 oC/22,5 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit. Pemilihan enam kombinasi tersebut didasarkan pada literatur yang menyebutkan bahwa proses pasteurisasi berkisar pada suhu 70-90oC (Tangsuphoom dan Coupland, 2005). D. PENGARUH PEMANASAN TERHADAP MUTU SANTAN 1. Total Mikroba Penghitungan jumlah mikroba sangat penting untuk dilakukan terutama untuk produk pasteurisasi untuk mengetahui efektivitas dari proses pasteurisasi terhadap total mikroba. Data hasil penghitungan total mikroba dapat dilihat pada lampiran 2. Gambar 4 menyajikan grafik perubahan total mikroba setelah pemanasan.
Total Mikroba (CFU)
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 4. Grafik Perubahan Jumlah Mikroba Setelah Pemanasan Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa jumlah mikroba selama pemanasan berkurang. Jumlah mikroba pada santan tanpa pemanasan adalah 1,6 x 105. Setelah pemanasan pada suhu 65oC masih terdapat jumlah mikroba sebesar 1,3 x 104, pada suhu 70oC jumlah mikroba sebesar 3,2 x 103. Pada pemanasan suhu 75, 80, 85 dan 90oC, jumlah mikroba yang terdapat dalam santan adalah nol. Berkurangnya jumlah mikroba yang terdapat di dalam santan disebabkan oleh telah tercukupinya panas yang diberikan pada santan sehingga dapat merusak ketahanan mikroba terhadap panas. Semakin kecil jumlah mikroba, maka mutu santan akan semakin baik. Hal tersebut berkaitan dengan umur simpan produk. Semakin kecil jumlah mikroba, maka akan semakin lama umur simpan produk. 2. Stabilitas Emulsi Stabilitas emulsi merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu suatu produk emulsi. Adapun data perhitungan stabilitas emulsi sebelum dan setelah pemanasan dapat dilihat pada lampiran 3a. Pada gambar 5
Stabilitas Emulsi (%)
disajikan grafik perubahan stabilitas emulsi selama pemanasan. 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 5. Grafik Perubahan Stabilitas Emulsi Setelah Pemanasan
Berdasarkan gambar 5, stabilitas emulsi santan mengalami penurunan. Stabilitas emulsi pada santan yang belum dipanaskan adalah 22,09 persen. Setelah mengalami pemanasan, stabilitas emulsi berada pada rentang 15,57-20,47 persen. Hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan (lampiran 3b) menunjukkan bahwa akibat pemanasan stabilitas emulsi pada pemanasan 65oC/59,2 menit, 70oC/42,9 menit, dan 90oC/11,8 menit berbeda nyata dengan stabilitas emulsi pada semua perlakuan lainnya. Stabilitas emulsi pada pemanasan 75 oC /31,2 menit, 80 oC/22,5 menit, 85 oC/16,3 menit tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata dengan pemanasan pada 65 oC/59,2 menit, 70 oC/42,9 menit, dan 90oC/11,8 menit. Pemanasan menyebabkan sebagian protein yang terabsorpsi dalam minyak yang pada suhu semakin tinggi dapat menyebabkan perubahan fisik maupun kimia yang mengakibatkan kerusakan sistem emulsi. Denaturasi protein dapat menjadi penyebab rusaknya sistem emulsi. Protein merupakan agen pengemulsi karena memiliki gugus hidrofilik maupun hidrofobik. Ketika protein terdenaturasi, kelarutan protein menjadi berkurang karena lapisan protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar sedangkan bagian hidrofilik yang tadinya di bagian luar terlipat ke dalam (Winarno, 2002). Pemanasan suatu sistem emulsi akan menyebabkan zat hidrofilik memperbesar ukuran globula. Semakin rendah stabilitas emulsi santan, maka semakin rendah mutu santan. 3. Viskositas Pemanasan memberikan pengaruh terhadap viskositas santan. Adapun data perhitungan viskositas sebelum dan setelah pemanasan dapat dilihat pada lampiran 4. Pada gambar 6 disajikan grafik perubahan viskositas selama pemanasan.
Viskositas (cP)
12 10 8 6 4 2 0 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 6. Grafik Perubahan Viskositas Setelah Pemanasan
Berdasarkan gambar 6, viskositas santan memiliki kecenderungan meningkat. Santan tanpa pemanasan memiliki viskositas sebesar 7 cP. Setelah pemanasan pada suhu 65-75oC, santan memiliki viskositas yang sama dengan santan tanpa pemanasan yaitu 7 cP. Setelah pemanasan pada suhu 80-90oC, viskositas santan berada pada rentang 8-10 cP. Peningkatan viskositas santan disebabkan oleh adanya penguapan kadar air selama proses pemanasan. Selama
pemanasan, kadar air dalam santan
menguap sehingga menyebabkan total padatan menjadi meningkat. Selain itu, peningkatan viskositas disebabkan oleh adanya protein yang terdenaturasi. Peningkatan viskositas terjadi pada pemanasan 80 oC/22,5 menit, yaitu pada suhu terjadinya denaturasi protein. Protein yang terdenaturasi akan menyebabkan molekul menjadi mengembang. Komponen karbohidrat utama dalam santan adalah sukrosa dan pati (Anon., 1984). Pemanasan dapat menyebabkan terserapnya air ke dalam granula pati. Jumlah gugus hidroksil yang besar pada pati menyebabkan air yang pada awalnya berada di luar granula pati dan bebas bergerak terserap ke dalam granula pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi. 4. Derajat Putih Pemanasan memberikan pengaruh terhadap derajat putih. Data hasil pengukuran derajat putih dapat dilihat pada lampiran 5. Gambar 7 menyajikan grafik perubahan derajat putih setelah pemanasan.
Derajat Putih
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 7. Grafik Perubahan Derajat Putih Setelah Pemanasan Berdasarkan gambar 7, dapat dilihat bahwa pemanasan menyebabkan derajat putih pada santan semakin menurun. Berdasarkan hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan, diperoleh bahwa akibat pemanasan derajat putih pada
pemanasan 65 oC/59,2 menit, 80 oC/22,5 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit berbeda nyata dengan derajat putih pada semua perlakuan lainnya. Derajat putih pada pemanasan 70 oC/42,9 menit, 75 oC /31,2 menit, tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata dengan pemanasan pada 65 oC/59,2 menit, 80oC/22,5 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit. Santan tanpa pemanasan memiliki derajat putih sebesar 51,06. Setelah pemanasan, derajat putih berada pada rentang 33,81-49,81. Penurunan derajat putih tersebut disebabkan oleh adanya kandungan protein dan karbohidrat yang terdapat dalam santan. Pada pemanasan suhu yang semakin tinggi, dapat menyebabkan timbulnya reaksi antara karbohidrat dan asam amino yang menyebabkan timbulnya warna kecoklatan. Reaksi tersebut dikenal dengan reaksi Maillard. Menurut Winarno (2002), reaksi Maillard berlangsung melalui tahap-tahap berikut: 1. Suatu aldosa berekasi bolak-balik dengan asam amino sehingga menghasilkan basa Schiff 2. Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa 3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan furfuraldehida, misalnya dari heksosa menjadi hidroksi metil furfural 4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan α-dikarboksil seperti metilglioksal, asetol dan diasetil 5. Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus asam amino atau dengan gugus asam amino membentuk senyawa yang berwarna coklat yang disebut melanoidin Semakin putih warna santan, maka semakin baik mutunya. Hal tersebut berhubungan dengan nilai kesukaan konsumen terhadap penampilan santan secara fisik. 5. Bilangan Peroksida Pengukuran bilangan peroksida berkaitan dengan tingkat ketengikan suatu produk. Data hasil pengukuran bilangan peroksida dapat dilihat pada lampiran 6. Gambar 8 menyajikan grafik perubahan bilangan peroksida setelah pemanasan.
Bilangan Peroksida
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 8. Grafik Perubahan Bilangan Peroksida Setelah Pemanasan Berdasarkan
gambar
8,
kecenderungan
bilangan
peroksida
pada
o
pemanasan suhu 80-90 C adalah meningkat. Berdasarkan hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan, diperoleh bahwa akibat pemanasan bilangan peroksida pada pemanasan 80 oC/22,5 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit berbeda nyata dengan bilangan peroksida pada semua perlakuan lainnya. Bilangan peroksida pada pemanasan 65 oC/59,2 menit, 70 oC/42,9 menit, 75 oC /31,2 menit, tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata dengan pemanasan pada 80oC/22,5 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit. Santan tanpa pemanasan memiliki bilangan peroksida 0. Pada pemanasan suhu 80-90oC, bilangan peroksida berada pada rentang 2,98-6,27. Meningkatnya bilangan peroksida disebabkan karena adanya reaksi oksidasi pada asam lemak tidak jenuh akibat proses pemanasan. Ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh mengikat oksigen sehingga membentuk peroksida. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam kelapa adalah asam lemak palmitat, oleat dan linoleat. Semakin tinggi suhu yang digunakan akan mempercepat terjadinya proses oksidasi. Semakin tinggi nilai bilangan peroksida, maka semakin kurang baik mutu santan yang dihasilkan. 6. Kadar Air Kadar air merupakan salah satu penentu keawetan suatu produk. Hal tersebut terkait dengan ketersediaan air yang terdapat dalam produk untuk dapat digunakan oleh mikroorganisme. Adapun data perhitungan kadar air sebelum dan setelah pemanasan dapat dilihat pada lampiran 7. Pada gambar 9 disajikan grafik perubahan kadar air selama pemanasan.
64.50
Kadar Air (%)
64.00 63.50 63.00 62.50 62.00 61.50 65/59.2
70/42.9
75/31.2
80/22.5
85/16.3
90/11.8
Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 9. Grafik Perubahan Kadar Air Setelah Pemanasan Berdasarkan gambar 9 dapat dilihat bahwa kadar air santan setelah pemanasan memiliki kecenderungan menurun seiring dengan kenaikan suhu. Berdasarkan hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan, diperoleh bahwa akibat pemanasan kadar air pada pemanasan 65 oC/59,2 menit, 70 oC/42,9 menit, dan 90oC/11,8 menit berbeda nyata dengan kadar air pada semua perlakuan lainnya. Kadar air pada perlakuan pemanasan pada 75 oC /31,2 menit, 80 oC/22,5 menit, 85 o
C/16,3 menit tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata dengan
perlakuan 65 oC/59,2 menit, 70 oC/42,9 menit, dan 90oC/11,8 menit. Kadar air santan sebelum pemanasan adalah 64,01 persen. Setelah pemanasan kadar air berkisar antara 62,65-63,50 persen. Penurunan kadar air disebabkan adanya sebagian air yang menguap selama pemanasan. Semakin banyak air yang menguap, maka semakin sedikit kadar air yang terdapat dalam santan. Semakin kecil kadar air yang terdapat dalam santan, maka semakin baik pula mutu santan. Kadar air yang tinggi menyebabkan stabilitas emulsi santan semakin rendah. Selain itu, bahan yang memiliki kadar air yang tinggi
biasanya memiliki nilai aw yang tinggi pula, tingginya nilai aw
merupakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri. 7. Kadar Protein Kadar protein berkaitan erat dengan nilai nutrisi yang terdapat dalam santan. Adapun data perhitungan kadar protein sebelum dan setelah pemanasan dapat dilihat pada lampiran 8. Pada gambar 10 disajikan grafik perubahan kadar protein selama pemanasan.
Kadar Protein (%)
3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 10. Grafik Perubahan Kadar Protein Setelah Pemanasan Berdasarkan gambar 10, kadar protein memiliki kecenderungan menurun seiring dengan semakin tingginya suhu pemanasan. Berdasarkan hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan, diperoleh bahwa akibat pemanasan kadar protein pada pemanasan 65 oC/59,2 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit berbeda nyata dengan kadar protein pada semua perlakuan lainnya. Kadar protein pada pemanasan 70 oC/42,9 menit, 75 oC /31,2 menit, 80 oC/22,5 menit, tidak berbeda nyata satu sama lain namun berbeda nyata dengan pemanasan pada 65 oC/59,2 menit, 85 oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit. Pada santan yang tidak dipanaskan, terdapat kadar protein sebesar 2,76 persen. Setelah pemanasan kadar protein berada pada rentang 1,17-2,76 persen. Penurunan kadar protein disebabkan oleh adanya denaturasi protein pada suhu yang semakin tinggi. Denaturasi merupakan peristiwa berubahnya ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein. Ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul akan rusak, molekul akan mengembang. Pengembangan molekul protein akan menyebabkan terbukanya gugus reaktif rantai polipeptida. Denaturasi protein menyebabkan ikatan antar asam amino menjadi terputus. Ikatan yang terputus tersebut kemudian bereaksi dengan ikatan pada karbohidrat membentuk senyawa melanoidin yang menyebabkan warna santan menjadi agak kecoklatan. Kondisi tersebut didukung oleh data derajat putih yang semakin menurun akibat pemanasan. Semakin rendah kadar proteinnya, maka semakin rendah pula mutu santan.
8. Kadar Lemak Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam santan. Lemak yang terdapat dalam santan akan mempengaruhi parameter mutu santan lainnya seperti stabilitas emulsi, bilangan peroksida, %FFA dan bilangan asam. Data hasil pengukuran kadar lemak dapat dilihat pada lampiran 9. Gambar 11 menyajikan grafik kadar lemak setelah pemanasan. 13.50
12.60
11.70 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 11. Grafik Kadar Lemak Setelah Pemanasan Berdasarkan hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan, diperoleh bahwa faktor suhu dan waktu pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak pada setiap perlakuan kombinasi suhu dan waktu pemanasan. Kadar lemak pada santan yang belum dipanaskan adalah sebesar 13,05 persen. Setelah pemanasan kadar lemak barada pada rentang12,32-12,93 persen. Selama pemanasan, kadar lemak menurun namun penurunan yang terjadi pada setiap perlakuan suhu dan waktu pemanasan tidak signifikan. Berkurangnya kadar lemak dalam santan setelah pemanasan akibat adanya hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. 9. Bilangan Asam dan FFA Bilangan asam dan FFA merupakan salah satu parameter mutu minyak dan lemak. Data hasil pengukuran bilangan asam dan FFA dapat dilihat pada lampiran 10. Gambar 12 menyajikan grafik bilangan asam dan gambar 13 menyajikan grafik persen FFA setelah pemanasan.
Bilangan Asam
3.00
2.00
1.00
0.00 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 12. Grafik Bilangan Asam Setelah Pemanasan
FFA (%)
1.00
0.50
0.00 65/59.2
70/42.9
75/31.2
80/22.5
85/16.3
90/11.8
Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 13. Grafik %FFA Setelah Pemanasan Berdasarkan hasil ragam dan uji lanjut Duncan, faktor suhu dan waktu pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dan FFA yang terdapat dalam santan. Kenaikan bilangan asam dan FFA disebabkan oleh adanya proses hidrolisis lemak yang kemudian terurai menjadi asam lemak dan gliserol. Pada pengukuran nilai kadar lemak selama pemanasan, kadar lemak dalam santan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Dengan demikian, jumlah lemak yang terurai menjadi asam lemak bebas sangat sedikit sehingga nilai FFA dan bilangan asampun tidak mengalami perubahan yang nyata. Santan yang tidak dipanaskan memiliki bilangan asam 1,78 dan FFA 0.63 persen. Setelah pemanasan, bilangan asam berada pada rentang 1,58-1,96. FFA berada pada rentang 0,56-0,70 persen.
10. Nilai pH Nilai pH berkaitan dengan nilai asam dan nilai basa produk. Semakin kecil nilai pH maka semakin asam produk, sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin basa produk. Santan bermutu baik memiliki nilai pH netral. Jika nilai pH santan rendah, dapat menjadi indikasi adanya kontaminasi mikroba. Data hasil pengukuran nilai pH dapat dilihat pada lampiran 11. Gambar 14 menyajikan grafik nilai pH setelah pemanasan.
Nilai pH
7.50
7.00 65/59.2
70/42.9
75/31.2
80/22.5
85/16.3
90/11.8
Suhu (oC)/Waktu Pemanasan (menit)
Gambar 14. Grafik Nilai pH Setelah Pemanasan . Nilai pH pada santan yang tidak dipanaskan adalah 7,22. Setelah dipanaskan, nilai pH berada pada rentang 7,18-7,25. Berdasarkan hasil analisa ragam dan uji lanjut Duncan, faktor suhu dan waktu pemanasan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai pH pada semua perlakuan. Selain dipengaruhi oleh aktivitas mikroba dalam santan, nilai pH juga dipengaruhi oleh kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam santan. Berdasarkan hasil analisis kadar lemak, hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas sangatlah sedikit. Sedikitnya kadar asam lemak bebas dalam santan menyebabkan nilai pH pada santan tidak berubah secara signifikan. 11. Organoleptik a. Warna Penilaian konsumen terhadap suatu prosuk merupakan salah satu faktor penting. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui nilai kesukaan konsumen terhadap suatu produk adalah dengan melakukan uji hedonik. Warna
santan merupakan salah satu parameter pada santan yang dapat menentukan nilai kesukaan konsumen. Adapun data hasil uji organoleptik terhadap warna dapat dilihat pada lampiran 14. Gambar 15 menyajikan grafik perubahan kesukaan warna setelah pemanasan.
Nilai Kesukaan Warna
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 65/59.2
70/42.9
75/31.2
80/22.5
85/16.3
90/11.8
Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 15. Grafik Perubahan Nilai Kesukaan Terhadap Warna Setelah Pemanasan Santan tanpa pemanasan nilai kesukaan terhadap warna memiliki nilai rata-rata paling kecil yaitu 4,03. Hal tersebut menunjukkan panelis memiliki penilaian netral terhadap warna santan. Berdasarkan gambar 15, setelah pemanasan, nilai kesukaan rata-rata terhadap warna berada pada rentang 4,134,63. Panelis memiliki penilaian agak suka sampai suka terhadap warna santan setelah pemanasan. Berdasarkan analisa ragam, faktor suhu dan waktu pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna pada setiap perlakuan. Meskipun derajat putih menunjukkan bahwa penurunan nilai derajat putih cukup signifikan, tetapi berdasarkan nilai kesukaan warna panelis memiliki nilai rata-rata yang hampir berdekatan. Hal tersebut disebabkan karena secara keseluruhan warna emulsi ditentukan oleh ukuran partikelnya (Kirk dan Othmer, 1950). b. Aroma Aroma menjadi salah satu faktor yang menentukan penilaian kesukaan konsumen terhadap produk. Adapun data hasil uji organoleptik terhadap aroma dapat dilihat pada lampiran 15. Gambar 16 menyajikan grafik perubahan kesukaan warna setelah pemanasan.
Nilai Kesukaan Aroma
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00 65/59.2
70/42.9
75/31.2
80/22.5
85/16.3
90/11.8
Suhu (oC)/Waktu Pem anasan (m enit)
Gambar 16. Grafik Perubahan Nilai Kesukaan Terhadap Aroma Setelah Pemanasan Nilai rata-rata kesukaan terhadap aroma santan tanpa pemanasan adalah 3,80. Hal tersebut menunjukkan bahwa, panelis memiliki penilaian netral-agak suka terhadap aroma santan tanpa pemanasan. Berdasarkan gambar 16, Nilai ratarata kesukaan panelis terhadap aroma santan setelah pemanasan berada pada rentang 2,93-4,17. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis memiliki penilaian tidak suka sampai agak suka. c. Penampakan Umum Penilaian penampakan umum santan meliputi warna, aroma serta kekentalan santan. Adapun data hasil uji organoleptik terhadap penampakan umum dapat dilihat pada lampiran 17. Gambar 17 menyajikan grafik perubahan
Nilai Kesukaan Penampakan Umum
kesukaan warna setelah pemanasan. 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 Suhu (oC)/Waktu Pemanasan (menit)
Gambar 17. Grafik Perubahan Nilai Kesukaan Terhadap Penampakan Umum Setelah Pemanasan
Nilai rata-rata kesukaan terhadap penampakan umum santan tanpa pemanasan adalah 3,90. Hal tersebut menunjukkan bahwa, panelis memiliki penilaian netral-agak suka terhadap penampakan umum santan tanpa pemanasan. Berdasarkan gambar 17, nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan umum santan setelah pemanasan berada pada rentang 3,63-4,33. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis memiliki penilaian netral-agak suka. Berdasarkan hasil analisa ragam, faktor pamanasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kesukaan panelis terhadap penampakan umum santan. E.
PENENTUAN
KONDISI
PASTEURISASI
TERBAIK
DENGAN
METODE PEMBOBOTAN Penentuan kondisi terbaik untuk pasteurisasi santan dilakukan dengan metode pembobotan. Pembobotan dilakukan dengan memberikan bobot tertinggi pada parameter yang memiliki nilai paling mendekati standar. Bobot tertinggi yang digunakan adalah 6 dan bobot terendah yang digunakan adalah 1. Kemudian bobot dari tiap parameter dijumlahkan. Jumlah bobot yang paling tinggi diberi rangking 1. Pada tabel 8 disajikan metode pembobotan untuk menentukan kondisi terbaik pasteurisasi santan. Berdasarkan metode pembobotan diperoleh bahwa terdapat dua kombinasi suhu dan waktu pemanasan yang memiliki nilai tertinggi yang sama yaitu pada kombinasi suhu dan waktu 75oC selama 31,2 menit dan pada suhu dan waktu 80oC selama 22,5 menit. Namun kondisi pasteurisasi terbaik yang dipilih adalah kondisi pada saat santan dipanaskan pada suhu 75oC selama 31,2 menit. Hal tersebut dikarenakan berkaitan erat dengan nilai nutrisi santan. Pada suhu 80oC, protein dalam santan mulai terdenaturasi sehingga protein dalam santan menjadi rusak. Hal tersebut berbeda dengan pada saat santan dipanaskan pada suhu 75oC selama 31,2 menit, protein yang terdapat didalamnya belum terdenaturasi. Santan yang dipanaskan pada suhu 75oC selama 31,2 menit memiliki kondisi terbaik untuk pasteurisasi santan adalah pada suhu 75 oC selama 31,2 menit, dengan kondisi mutu kadar air 63,23 persen, kadar abu 0,49 persen, kadar protein 2,25 persen, kadar lemak 12,71 persen, pH 7,25, viskositas 7, stabilitas emulsi 17,24,
derajat putih 47,65, bilangan peroksida 0, bilangan asam 1,58, FFA 0,56 persen, total mikroba 0, nilai kesukaan aroma 3,80, nilai kesukaan warna 4,47, nilai kesukaan penampakan umum 3,93. Tabel 8. Penentuan Kondisi Terbaik Dengan Metode Pembobotan Parameter kadar air kadar abu kadar lemak kadar protein pH kadar karbohidrat Stabilitas Emulsi Derajat Putih Bilangan Asam Bilangan Peroksida Penampakan umum warna Aroma Total mikroba viskositas FFA Jumlah Rangking
65/59.2 70/42.9 75/31.2 80/22.5 85/16.3 90/11.8 3 4 5 5 5 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 5 5 5 4 3 1 1 1 1 1 1 4 4 5 5 6 6 6 5 4 4 4 3 6 5 5 4 3 2 1 1 1 1 1 1 6
6
6
5
4
3
1 1 5 4 4 1 51 3
1 1 5 5 4 1 50 5
1 1 5 6 4 1 52 1
1 1 6 6 5 1 52 2
1 1 6 6 6 1 51 4
1 1 4 6 6 1 46 6
F. STANDAR MUTU Standar mutu yang biasa digunakan sebagain acuan untuk produk santan adalah SNI 1-3816-1995 dan CODEX-STAN 2003. Menurut SNI (1995), santan didefinisikan sebagai produk cair yang diperoleh dengan mengepres daging kelapa dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan. Secara umum, santan yang dihasilkan masih belum memenuhi standar. Khusus untuk total mikroba, santan yang dipasteurisasi dengan kondisi terbaik memenuhi standar SNI 1995. Total mikroba yang diperbolehkan oleh SNI 1995 adalah maksimal 105, merupakan jumlah mikroba yang tinggi. Namun, santan merupakan produk yang apabila akan digunakan umumnya dilakukan pemasakan kembali sehingga total mikroba dalam santan akan berkurang selama proses pemanasan.
Tabel 9. Standar Nasional Indonesia untuk Santan Parameter Rasa
Satuan
Persyaratan
Hasil Terbaik
-
normal
tidak suka-agak
Bau
-
normal
Warna
-
normal
agak suka-suka
Air
%b/b
maks 50
63,23
Protein
%b/b
min 30
2,25
Lemak
mg/kg
min 30
12,71
timbal (Pb)
mg/kg
maks 0.1
-
Tembaga
mg/kg
maks 0.1
-
Seng
mg/kg
maks 40
-
Timah
mg/kg
maks 40
-
Merkuri
mg/kg
maks 0.05
-
Arsen
mg/kg
maks 1.0
-
5
0
Angka Lempeng total
koloni/g
suka
maks 10
maks 1 x MPN
APB/bl
10
-
Eschericia coli
APB/bl
<3
-
maks 1 Enterococci Salmonella Sthapylococcus aureus
x102
-
negatif
-
maks 102
-
koloni/g koloni/g
(SNI, 1995) Tabel 10. Standar CODEX untuk Santan (CODEX, 2003) Parameter
Satuan
Komposisi
Total Padatan
% b/b
12.7-25.3
Total Padatan Bukan Lemak
% b/b
min 2.7
Kadar Air
% b/b
maks 87.3
pH Lemak
min 5.9 % b/b
min 10
Menurut standar CODEX, santan merupakan emulsi minyak dalam air yang berasal dari endosperma kelapa yang didalamnya terdapat total padatan. Kadar air, kadar lemak dan pH santan baik yang telah dipasteurisasi maupun belubelum dipasteurisasi telah memenuhi standar CODEX. Pemenuhan standar CODEX maupun SNI dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan tambahan makanan tertentu yang diizinkan untuk dipakai agar santan yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang telah ditentukan. Penambahan bahan tambahan makanan yang biasa digunakan
dalam produk
santan adalah stabilizer, emulsifier, kandungan lemak, kandungan protein. Santan pasteurisasi harus dikombinasikan dengan perlakuan penambahan bahan pengawet dalam batas tertentu, penyimpanan suhu dingin atau dengan menggunakan kemasan tertentu yang dapat menjaga keawetan produk.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Uji ketahanan panas mikroorganisme pada santan dilakukan untuk mengetahui kemapuan mikroorganisme bertahan pada saat diberi perlakuan panas. Berdasarkan hasil uji ketahanan panas mikroorganisme pada santan, diperoleh bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah mikroba (D) pada setiap suhu berbeda. Pada pemanasan suhu 65oC memiliki D = 12.89 menit, pada suhu 75oC, memiliki nilai D = 10,95, pada suhu 85oC = 3,55. Selang suhu yang diperlukan untuk menurunkan sejumlah mikroorganisme atau yang disebut nilai z adalah 35.71. Nilai pasteurisasi yang dapat menurunkan jumlah mikroba sebesar 5 siklus logaritmik adalah 16,3 menit. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pemanasan terhadap santan dapat dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu pemanasan yang memilki nilai pasteurisasi sebesar 16,3 menit. Enam kombinasi suhu dan waktu yang mempunyai nilai pasteurisasi sebesar 16,3 adalah 65oC/59,2 menit, 70oC/42,9 menit, 75oC/31,2 menit, 80oC/22,5 menit, 85oC/16,3 menit dan 90oC/11,8 menit. Berdasarkan hasil uji rangking, diperoleh kondisi terbaik adalah pada 75oC /31,2 menit, dengan kondisi mutu kadar air 63,23 persen, kadar abu 0,49 persen, kadar protein 2,25 persen, kadar lemak 12,71 persen, pH 7,25, viskositas 7, stabilitas emulsi 17,24 persen, derajat putih 47,65, bilangan peroksida 0, bilangan asam 1,58, FFA 0,56 persen, total mikroba 0, nilai kesukaan aroma 3,80, nilai kesukaan warna 4,47, nilai kesukaan penampakan umum 3,93. Faktor pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar air, protein, derajat putih, viskositas, bilangan peroksida, total mikroba, stabilitas emulsi, respon kesukaan aroma. Faktor pemanasan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu, kadar lemak, bilangan asam dan FFA, penampakan umum serta respon kesukaan warna.
B. SARAN 1. Perlu adanya penelitian mengenai penyimpanan santan yang telah dipasteurisasi 2. Perlu adanya penelitian mengenai pengaruh penambahan stabilizer serta emulsifier untuk memperbaiki mutu santan yang dihasilkan
DAFTAR PUSTAKA Anon. 1984. Coconut Cream, Raw. NDB no. 12115, Nutrition Data Base. University of Minnesota, USA Balasubramaniam, K dan K. Sihotang. 1979. Studies of Coconut Protein and Its Enzyme Activities. J. Food Sci. 44(1) : 62 Buckle, K.A.et.al.,. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta Cheosakul, U. 1976. Preparation of Stabillized Coconut Milk. Applied Science. Res. Co. Bangkok. Clemente, A. dan M. Villacorte .1933. Some Colloidal Properties of Coconut Milk. Natur Applied Science. Bul. Univ Phil 3 (1) : 7 Codex 240. 2003. Codex Standard for Aqueous Coconut Products. Journal of Codex Stan 240. Hal 1-4 Dachlan, M. A. 1984. Pengembangan Pembuatan Santan Awet. Laporan Majalah Industri Hasil Pertanian. Balai Besar Industri Hasil Pertanian. Bogor. Direktorat Gizi Deaprtemen Kesehatan R.I. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Departemen Pertanian. Hasil Pencarian Berdasarkan Komoditi. www.deptan.go.id [ April 2008] Desrosier, N. W. 1983. Food Preservation. The New Encyclopedia British Macropedia vol. 7: 492-496. Djatmiko, B. dan A. P. Widjaja. 1973. Minyak dan Lemak. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta, IPB. Bogor. Djatmiko, B. dan S. Ketaren. 1978. Daya Guna Kelapa. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB, Bogor. Djatmiko, B, Goutara dan Irawadi.1981. Pengolahan Kelapa I. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, IPB. Bogor. Djatmiko, B. 1983. Studi tentang Serat Daging Buah beberapa Varietas Kelapa dan tentang Stabilitas Emulsi Santan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Jurusan TPG, FATETA, IPB. Bogor.
Fardiaz, S. 1990a. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. PAU pangan dan Gizi IPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. PAU pangan dan Gizi IPB. Bogor. Frazier W.C., dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book Co. Inc. New York. Grimwood, B. E. 1975. Coconut Palm Product, Their Processing in Developing Countries. FAO UN, Rome. Guharja, E., H. Sudarnadi, dan A. Soediarto. 1971. Taksonomi Tumbuhan (2). Fakultas Pertanian , IPB. Bogor. Hagenmeier, R. 1973. Aqueous Processing of Fresh Coconut for recovery of Oil and Coconut Skim Milk. Journal of Food Science 38:516 Hagenmaier, R, R . Lapitakwong & W. Verasestakul. 1975. Nutritive Value and food Uses of Coconut Skim milk Solid. Journal of Food Science. 40 :1324 Hariyadi, P. 2006. Verifikasi dan Standarisasi Proses Panas. Seafast Center. IPB. Bogor. Herro, A. C. 1980. Pasteurization. Encyclopedia of Food Technology and Food Science Series vol. 2: 677-678. Jongen, W. 2002. Fruits and Vegetable Processing. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. England. Kajs, T.M., R. Hagenmaier, C. Vanderzant, dan K.F. Mattil. 1976. Microbiological Evaluations of Coconut and Coconut Products. Journal of Food Science 41, 362-366. Ketaren, S .1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kirk, R. E. dan O. F. Othmer. 1950. Encyclopedia of Chemical Technology. The Interscience Encyclopedia, inc. New York. Nainggolan, I. N. dan K. Sitinjak. 1977.Buah Kelapa Segar sebagai Bahan Makanan. Seminar Perkelapaan, Fakultas Pertanian, USU. Medan. Nurhidayat. 2007. Pasteurisasi. www.google.com. [April 2008]
Peemprasart, T dan N. Chiecwan. 2005. Effect of Fat Content and Preheat Treatment on the Apparent Viscocity of Coconut Milk After Homogenization. Journal of Food Science 77:653-658 Santoso, Sudrajat dan A. Mansjur. 1982. Budidaya dan Pengolahan Kelapa. Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Satoto, A. 1999. Teknik Pengawetan santan. ST 27/10-3/11/99 Kelapa II Seow, C.C dan C. N. Gwee. 1997. Coconut Milk : Chemistry and Technology. International Journal of Food Science and Technology, 32, 198-201 SNI-01-2891-1992. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Dewan Standar Nasional Indonesia. Jakarta SNI-1-3816-1995. 1995. Santan Cair. Dewan Standar Nasional Indonesia. Jakarta SNI 01-3555-1998.1998. Uji Minyak dan Lemak. Dewan Standar Nasional Indonesia. Jakarta Tangsuphoom, N dan J.N. Coupland. 2005. Effect of Heating and Homogenization on the Stability of Coconut Milk Emulsion. Journal of Food Science No. 70, Nr.8. Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Woodroof, J. G. 1979. Coconuts; Production and Processing, Products. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Yamazaki K, et.al.,. 1997. Influence of Sporulation Medium and Divalent Ions on the Heat Resistance of Alicyclobacillus acidoterrestris Spores. Letters in Appl. Micro. 25:153-156
Lampiran 1. Prosedur Analisis Fisiko Kimia Santan 1. Uji Kadar Air Metode Destilasi (SNI 01-2891-1992) Bahan
: santan, toluene
Alat
: penangas listrik, timbangan analitik, alat aufhauser, pendingin
tegak, erlenmeyer 500 ml Prosedur
: sebanyak 5-10 gram bahan ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan toluene 300 ml. Setelah itu, disambungkan dengan alat aufhauser dan dipanaskan diatas penangas listrik selama satu jam dihitung sejak mulai mendidih. Kemudian alat aufhauser didinginkan. Kemudian bilas alat pendingin dengan menggunakan toluene. Setelah itu, kadar air dapat dibaca. Kadar Air = v x 100% w w
= bobot cuplikan dalam gram
v
= volume air yang dibaca pada alat aufhauser dalam ml
2. Kadar Protein (SNI 01-2891-1992) Prinsip: senyawa nitrogen diubah menjadi amonium sulfat setelah bereaksi dengan H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian dititar dengan larutan baku asam. Prosedur: sampel sebanyak 0,51 ditimbangkemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setelah itu, tambahkan katalis selen sebanyak 1 gram dan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml. Kemudian dipanaskan diatas penangas listrik sampai mendidih dan larutan berwarna kehijau-hijauan (sekitar 2 jam). Setelah itu, dibiarkan menjadi dingin kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan hingga tanda tera. Setelah itu, sebanyak 5 ml sampel diambil dan diamsukkan ke dalam alat suling. Kemudian ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP. Kemudian sampel disuling selama 10 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator mengsel. Kemudian ujung pendingin dibilas dan dititar dengan menggunakan HCl 0,01 N. Hal serupa dikerjakan terhadap blanko. Perhitungan: Kadar protein = (V1-V2) x N x 0,014 x fk x fp . W
Dimana: W = bobot cuplikan (gram) V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan penelitian contoh (ml) V2 = volume HCl yang digunakan penelitian blangko (ml) N
= Normalitas HCl
Fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum : 6.25, susu dan hasil pengolahannya : 6,38 mentega macan: 6,35 mentega kacang : 5,46 Fp = faktor pengenceran 3. Stabilitas Emulsi (Tangsuphoom dan Coupland, 2005) Sejumlah sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Kemudian dimasukkan ke dalam sentrifuse dan diputar pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Setelah itu, total tinggi sampel dan tinggi santan yang terpisah pada tabung sentrifuse diukur dengan menggunakan jangka sorong. Stabilitas Emulsi (%) = tinggi santan yang terpisah (mm) x 100% tinggi total sampel (mm) 4. Viskositas (Peamprasart dan Chiechwan, 2005) Sebanyak 200 ml sampel dikondisikan agar memiliki suhu 25-27oC. Kemudian viskositas sampel diukur menggunakan alat viscosimeter Brookfield dengan menggunakan spindel no. 3 sampai nilai viskositas yang terbaca konstan. 5. Derajat Putih Pengukuran derajat keputihan menggunakan alat Color Difference Computer DICOM ND 504 DE. Pencatatan dilakukan meliputi nilai L, a dan b. Perhitungan derajat putih dilakukan dengan cara: W = 100 - [(100-L)2 + (a2 + b2)]0,5 W = Derajat keputihan L = Menunjukkan kecerahan A = menunjukkan warna merah (+) dan hijau (-) B = menunjukkan warna kuning (+) dan biru (-) 6. Bilangan Peroksida(AOAC, 1995) Sebanyak 5 gram contoh dilarutkan ke dalam 30 ml larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Kemudian ditambahkan KI jenuh sambil diaduk.
Lalu aquades 30 ml dicampurkan. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan 3 tetes indikator kanji. Buat blanko. (S—B) x N x 8 x 100 Bilangan Peroksida (mg O/100 gr contoh) = G S = ml titer untuk contoh B = ml titer untuk blanko N = normalitas untuk Na2S2O3 8 = setengah dari berat molekul oksigen G = berat contoh (gram) 7. Total Mikroba (Fardiaz, 1989) Sebanyak 1 ml produk dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer yang telah steril. Selanjutnya dibuat pengenceran hingga 10-5. sebanyak 1 ml dari cairan dari masing-masing pengenceran lalu ditambahkan media PDA/NA secara aseptis. Kemudian diinkubasikan selama 2 hari pada suhu 37oC (bakteri) dan suhu kamar (kapang/khamir). Prosedur perhitungan total mikroba menggunakan standar plate count. 8. Kadar Lemak (Soxhlet, SNI 01-2981-1992) Prinsip: Ekstraksi lemak bebas dengan pelarut non polar Prosedur: sebanyak 1-2 gram contoh yang yang telah diuapkan kadar airnya ditimbang, kemudian dimasukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Sumbat selongsong kertas berisi contoh tersebut dengan kapas. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama lebih kurang satu jam. Kemudian dimasukkan kedalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Setelah itu, lemak diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam. Kemudian selongsong kertas dkeringkan pada oven bersuhu 105oC. Setelah itu didinginkan dan ditimbang. Ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan: % Lemak = w-w1 . x 100% w2
Dimana: W = bobot contoh dalam gram W1 = bobot kertas saring sebelum diekstraksi, dalam gram W2 = bobot kertas saring setelah sesudah ekstraksi dalam gram 9. pH (SNI 01-2981-1992) Prinsip : metoda pengukuran pH menggunakan pH meter yang pada prinsipnya terdiri dari gabungan elektroda gelas hidrogen sebagai standar polimer dan elektroda kalomel referens pasangan elektroda ini akan menghasilkan perubahan tegangan 59,1 mv/pH unit pada 25oC. Prosedur: pengukuran nilai pH dilakukan dngan cara mengkalibrasi pH meter. Kemudian celupkan elektroda yang telah dibersihkan denganair suling pada sampel yang akan diukur nilai pHnya. Kemuadian nilai pH dapat terbaca secara otomatis pada pH meter. Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH. Lakukan setiap saat akan melakukan pengukuran. Celupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam contoh yang akan diperiksa. Sesuai suhu dari contoh. Catat dan baca nilai pH pada pH meter. 10. Bilangan asam dan FFA (SNI 01-3555-1998) Prosedur: Sampel yang akan diuji ditimbang sebanyak 2-5 gram didalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ke dalam sampel ditambahkan etanol netral 95% sebanyak 50 ml. Larutan ditambahkan 3-5 tetes indikator PP. Kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga berwarna merah muda konstan (tidak berubah selama 15 detik), lakukan duplo. Jumlah KOH yang digunakan untuk titrasi dicatat untuk menghitung bilangan asam dan kadar FFA. Adapun perhitungan bilangan asam dan FFA adalah sebagai berikut: Bilangan Asam = A x N x B
.
G Kadar FFA
=MxAxN% 10 G
Dengan: A = jumlah ml KOH untuk titrasi N = Normalitas larutan KOH
B = bobot molekul larutan KOH (yaitu sebesar 56,1) G = gram contoh M = bobot molekul asam lemak dominan, yaitu 200 untuk asam laurat 11. Organoleptik Uji organoleptik dilakukan pada uji kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma serta penerimaan secara umum. Panelis yang dipilih sebanyak 30 orang. Panelis diharapkan memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan pada lembar kuisioner. Pemberian skor adalah sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), suka (5), sangat suka (6). 12. Kadar Abu Total (SNI 01-2891-1992) Bahan
: santan
Alat
: cawan porselen, tanur listrik, neraca analitik, desikator
Prosedur
: sebanyak 2-3 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan porselen
yang telah diketahui bobotnya, untuk contoh cairan diuapkan sampai kering. Kemudian diarangkan diatas kompor listrik setelah itu diabukan pada tanur listrik bersuhu 5500C. Sesekali pintu tanur dibuka agar oksigen bisa masuk. Kemudian cawan diangkat dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang hingga memperoleh bobot yang konstan. Kadar Abu = w1-w2 x 100% W W
= bobot contoh sebelum diabukan
W1
= bobot contoh dan cawan setelah diabukan
W2
= bobot cawan kosong (gram)
13. Kadar Karbohidrat (by difference) (Winarno, 2002) Kadar Karbohidrat = 100-(kadar air+kadar Abu+kadar Lemak+kadar Protein)
Lampiran 2. Data Pengamatan Total mikroba Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6
Suhu Pemanasan Tanpa Pemanasan 65 70 75 80 85 90
Waktu Pemanasan 0 59,2 42,9 31,2 22,5 16,3 11,8
total mikroba (CFU) 1,6 x 105 1,3 x 104 3,2 x 103 0 0 0 0
Lampiran 3. Data Pengamatan Stabilitas Emulsi Lampiran 3a. Tabel Stabilitas Emulsi Santan Perlakuan
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
0
1
Waktu Pemanasan (menit) 0
65
2
59,2
70
3
42,9
75
4
31,2
80
5
22,5
85
6
16,3
90
11,8
Stabilitas emulsi (%) 22,34 21,20 22,74 21,17 19,38 20,84 18,96 17,35 19,05 16,78 18,24 16,70 17,91 16,33 17,33 18,36 15,43 16,59 15,99 15,66 15,06
Rata-rata (%) 22,09
20,47
18,45
17,24
17,19
16,79
15,57
Lampiran 3b. Analisis Ragam dan Uji lanjut Duncan Stabilitas Emulsi Santan Source
DF
SS
MS
Perlakuan
5 41,9824 8,39649 8,98 0,0010
Error
12 11,2248 0,93540
Total
17 53,2072
P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan
Rataan
grup homogen
1
20,463
A
2
18,453
B
3
17,240
BC
4
17,190
BC
5
16,793
BC
6
15,570
C
F
P
Lampiran 4. Data Pengamatan Viskositas Perlakuan 0
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
1
65
59,2
2
70
42,9
3
75
31,2
4
80
22,5
5
85
16,3
6
90
11,8
Viskositas (cP) 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 10 10 10 10 10 10
Rata-rata 7
7
7
7
8
10
10
Lampiran 5. Data Pengamatan Derajat Putih Lampiran 5a. Tabel Derajat Putih Santan
0
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
1
65
59,2
2
70
42,9
3
75
31,2
4
80
22,5
5
85
16,3
6
90
11,8
Perlakuan
Derajat putih (%) 50,67 50,65 51,86 49,81 49,64 49,98 48,18 48,24 48,36 47,47 47,86 47,61 42,07 42,15 41,78 37,40 38,35 39,53 34,15 33,12 34,15
Rata-rata 51,06
49,81
48,26
47,65
42,00
38,43
33,81
Lampiran 5b. Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Derajat Putih Santan Source
DF
SS
perlakuan
5 604,303 120,861
Error
12
Total
17 607,516
3,213
MS
F
P
451 0,0000
0,268
P< 0.05 : berbeda nyata Uji Lanjut Duncan perlakuan
Rataan
grup homogen
1
49,810
A
2
48,260
B
3
47,647
B
4
42,000
C
5
38,427
D
6
33,807
E
Lampiran 6. Data Pengamatan Bilangan Peroksida Lampiran 6a. Tabel Data Bilangan Peroksida Santan
0
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
1
65
59,2
2
70
42,9
3
75
31,2
4
80
22,5
5
85
16,3
6
90
11,8
Perlakuan
Bilangan peroksida 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,49 2,86 2,58 2,31 7,16 6,69 9,30 4,92 4,58
Ratarata 0,00
0,00
0,00
0,00
2,98
5,39
6,27
Lampiran 6b. Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Bilangan Peroksida Source
DF
SS
MS
F
Perlakuan
5 124,425 24,8850 10,4 0,0005
Error
12 28,603 2,3836
Total
17 153,028
P< 0.05 : berbeda nyata Uji lanjut Duncan Perlakuan Rataan
Grup Homogen
6
6,2667
A
5
5,3867
AB
4
2,9767
B
1
0,0000
C
2
0,0000
C
3
0,0000
C
P
Lampiran 7. Data Pengamatan Kadar Air Lampiran 7a. Tabel Data Kadar Air Santan
0
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
1
65
59.2
2
70
42.9
3
75
31.2
4
80
22.5
5
85
16.3
6
90
11.8
Perlakuan
kadar air (%) 64.00 64.97 64.84 64.42 64.02 63.70 63.21 63.81 63.49 63.25 63.44 63.00 63.39 63.38 62.88 62.76 63.61 63.15 62.95 62.12 62.89
rata-rata (%) 64.61
64.05
63.50
63.23
63.22
63.17
62.66
Lampiran 7b. Analisa Ragam dan Uji Duncan Kadar Air Santan Source
DF
SS
MS
F
P
perlakuan 5 3.13449 0.62690 5.02 0.0103 Error
12 1.49853 0.12488
Total
17 4.63303
P< 0,05 : berbeda nyata Uji Lanjut Duncan perlakuan
Rata-rata
grup homogenitas
1
64.047
A
2
63.503
AB
3
63.230
BC
4
63.217
BC
5
63.173
BC
6
62.653
B
Lampiran 8. Data Pengamatan Kadar Protein Lampiran 8a. Tabel Data Kadar Protein Santan
0
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
1
65
59,2
2
70
42,9
3
75
31,2
4
80
22,5
5
85
16,3
6
90
11,8
Perlakuan
Kadar Protein (%) 2,69 3,07 2,52 2,11 2,91 2,17 2,35 2,27 2,41 2,28 2,14 2,33 2,76 2,08 1,91 1,64 2,06 1,88 1,22 1,04 1,25
Lampiran 8b. Analisa Ragam dan Uji Duncan Kadar Protein Santan Source
DF
SS
MS
F
Perlakuan
5 3,28972 0,65794 8,35 0,0013
Error
12 0,94553 0,07879
Total
17 4,23525
P<0,05 : berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Perlakuan
Rata-rata
Grup homogen
1
2,3967
A
2
2,3433
AB
3
2,2500
AB
4
2,2500
AB
5
1,8600
B
6
1,1700
C
P
Rata-rata 2,76
2,40
2,34
2,25
2,25
1,86
1,17
Lampiran 9. Data Pengamatan Kadar Lemak Lampiran 9a. Tabel Data Kadar Lemak Santan Perlakuan 0
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit)
Ratarata
0
13,05
1
65
59,2
12,93
2
70
42,9
12,74
3
75
31,2
12,71
4
80
22,5
12,70
5
85
16,3
12,61
6
90
11,8
12,32
Lampiran 9b. Analisa Ragam dan Uji Duncan Kadar Lemak Santan Source
DF
SS
MS
Perlakuan
5 0,5961 0,11922 0,09 0,9915
Error
12 15,1733 1,26444
Total
17 15,7694
P> 0,05 : tidak berbeda nyata
F
P
Lampiran 10. Data Pengamatan Bilangan Asam dan FFA Lampiran 10a. Tabel Data Bilangan Asam dan FFA santan Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
65
59,2
70
42,9
75
31,2
80
22,5
85
16,3
90
11,8
Bilangan Asam 1,86 1,66 1,68 1,72 1,82 1,79 1,92 1,67 1,88 1,80 1,70 1,24 1,66 1,92 1,63 1,84 1,58 1,66 2,10 2,07 1,71
Rata-rata 1,74
1,78
1,82
1,58
1,74
1,69
1,96
Lampiran 10b. Analisa Ragam Bilangan Asam Source Perlakuan Error Total
DF SS MS F P 5 0,24498 0,04900 1,47 0,2704 12 0,40027 0,03336 17 0,64525
P>0.05 : tidak berbeda nyata Lampiran 10c. Analisa Ragam FFA Source Perlakuan Error Total
DF SS MS F P 5 0,03184 0,00637 1,43 0,2809 12 0,05327 0,00444 17 0,08511
P>0.05 : tidak berbeda nyata
FFA 0,66 0,59 0,60 0,61 0,65 0,64 0,69 0,59 0,67 0,64 0,61 0,44 0,59 0,68 0,58 0,66 0,56 0,59 0,75 0,74 0,61
Rata-rata 0,62
0,63
0,65
0,56
0,62
0,60
0,70
Lampiran 11. Data Pengamatan Nilai pH Lampiran 11a. Tabel Data Nilai pH Santan Setelah Pemanasan Suhu Pemanasan Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan 0
65
59,2
70
42,9
75
31,2
80
22,5
85
16,3
90
11,8
pH 7,23 7,24 7,18 7,24 7,22 7,19 7,24 7,26 7,24 7,17 7,17 7,19 7,2 7,21 7,25 7,27 7,17 7,25 7,27 7,23 7,22
Rata-rata 7,22
7,22
7,25
7,18
7,22
7,23
7,24
Lampiran 11b. Analisa Ragam dan Uji Duncan nilai pH Santan Source
DF
SS
MS
Perlakuan
5 0,00925 0,00185 2,18 0,1252
Error
12 0,01020 0,00085
Total
17 0,01945
p> 0.05 : Tidak berbeda nyata
F
P
Lampiran 12. Data Pengamatan Kadar Abu Lampiran 12a. Tabel Data Pengamatan Kadar Abu Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit)
Kadar Abu (%)
0
0,39 0,42 0,45 0,47 0,48 0,45 0,36 0,48 0,49 0,52 0,48 0,47 0,47 0,49 0,50 0,48 0,47 0,45 0,49 0,51 0,43
65
59,2
70
42,9
75
31,2
80
22,5
85
16,3
90
11,8
Ratarata 0,42
0,47
0,44
0,49
0,49
0,47
0,48
Lampiran 12b. Hasil Analisa Ragam Kadar Abu Source
DF
SS
MS
F
P
Perlakuan 5 0,00432 0,00086 0,62 0,6882 Error
12 0,01673 0,00139
P> 0,05 : tidak berbeda nyata
Lampiran 13. Data Pengamatan Kadar Karbohidrat Lampiran 13a. Tabel Data Pengamatan Kadar Karbohidrat
Suhu Pemanasan (oC) Tanpa Pemanasan
Waktu Pemanasan (menit) 0
65
59,2
70
42,9
75
31,2
80
22,5
85
16,3
90
11,8
Kadar Karbohidrat 12,68 12,02 12,33 13,29 14,11 16,23 13,10 16,70 14,98 15,71 15,92 17,16 17,04 16,55 17,51 14,97 20,49 18,24 17,84 18,44 20,37
Rata-rata 12,34
14,54
14,93
16,26
17,04
17,90
18,88
Lampiran 13b. Hasil Analisa Ragam dan Uji Duncan Kadar Karbohidrat Source DF SS MS F P Perlakuan 5 42,7027 8,54054 3,23 0,0444 Error
12 31,6805 2,64004
Total
17 74,3832
P< 0,05 : berbeda nyata Uji Lanjut Duncan Perlakuan Rataan grup homogen 6
18,883
A
5
17,900
A
4
17,033
AB
3
16,263
AB
2
14,927
B
1
14,543
B
Lampiran 14. Data Uji kesukaan terhadap warna Lampiran 14. Tabel Data Uji kesukaan terhadap warna panelis 1 2 3 4 5 6
tanpa pemanasan/0 6 5 5 3 5 5
65oC/59.2 menit 5 2 5 4 5 3
70oC/42.9 menit 5 4 5 4 5 5
75oC/31.1 menit 5 5 5 3 5 5
80oC/22.5 menit 5 6 5 4 6 5
85oC/16.3 menit 5 4 5 4 6 2
90oC/11.8 menit 5 2 5 4 6 5
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata2
5 3 4 5 3 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 6 4.63
3 4 4 5 4 4 3 3 4 4 5 5 5 5 4 2 5 4 4 3 5 4 3 5 4.03
3 4 4 5 3 4 4 5 5 4 4 5 5 5 2 2 5 4 4 3 5 2 4 5 4.13
4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 4 2 5 5 4 5 4.47
4 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 6 5 4 4 3 3 5 4 5 4.63
5 4 4 5 4 4 5 3 4 5 4 5 5 5 5 6 6 5 4 4 4 5 2 5 4.47
3 5 3 5 4 4 5 2 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 2 3 4 5 5 5 4.27
Lampiran 14b. Hasil Analisa Ragam kesukaan terhadap warna Perlakuan
Rataan
Jumlah panelis
1
103,4
30
2
71,0
30
3
78,0
30
4
93,7
30
5
102,6
30
6
94,4
30
Total
90,5
180
Parametric AOV Applied to Ranks Source
DF
Between Within Total
5
SS
MS
26219 5243,72
174 385382 2214,84 179 411601
P > 0,05 : tidak berbeda nyata
F
P
2,37 0,0515
Lampiran 15. Data Uji Kesukaan Aroma Lampiran 15a. Tabel Data Uji Kesukaan Aroma panelis 1 2 3 4 5 6
tanpa pemanasan/0 6 5 5 2 5 5
65oC/59.2 menit 5 2 4 2 5 4
70oC/42.9 menit 4 4 5 3 5 4
75oC/31.1 menit 4 4 5 3 5 4
80oC/22.5 menit 5 6 5 5 5 2
85oC/16.3 menit 5 5 5 4 2 2
90oC/11.8 menit 4 2 3 2 5 5
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata2
3 5 4 5 3 5 5 4 5 4 5 3 3 5 4 5 5 5 5 4 5 3 5 5 4.43
3 4 4 2 3 2 2 2 1 2 4 5 4 5 2 2 5 5 5 3 4 2 4 5 3.40
3 4 5 5 3 4 2 5 4 2 4 3 5 5 3 5 4 4 4 2 3 2 4 4 3.80
4 4 2 4 3 5 5 5 4 2 2 5 5 5 4 2 4 4 5 2 3 2 4 4 3.80
5 5 5 5 3 5 5 5 5 4 2 3 5 2 4 5 4 4 5 3 2 4 4 3 4.17
4 6 3 4 3 4 5 3 5 3 5 3 3 2 5 6 5 5 5 4 2 5 4 3 4.00
2 2 2 2 3 2 5 2 2 2 3 2 3 1 3 3 6 4 2 2 4 4 1 5 2.93
Lampiran 15. Hasil Analisa Ragam Uji Kesukaan Aroma Perlakuan
Rataan Ukuran Sampel
1
112,9
30
2
69,8
30
3
82,1
30
4
83,5
30
5
101,6
30
6
93,1
30
Total
90,5
180
Parametric AOV Applied to Ranks Source
DF
Between Within Total
5
SS
MS
F
35447 7089,43
P
3,01 0,0124
174 409506 2353,48 179 444953
P < 0,05 : berbeda nyata Perlakuan
Rataan
Grup homogenitas
1
112,93
A
5
101,62
AB
6
93,083
AB
4
83,450
AB
3
82,100
AB
2
69,817
B
Lampiran 16. Data Uji Kesukaan Penampakan Umum Lampiran 16a.Tabel Data Uji Kesukaan Penampakan Umum panelis
tanpa pemanasan
65oC/59.2 menit
70oC/42.9 menit
75oC/31.1 menit
80oC/22.5 menit
85oC/16.3 menit
90oC/11.8 menit
1 2 3 4 5 6
6 5 5 4 6 5
6 2 4 4 5 5
6 4 5 2 6 5
6 2 5 4 6 5
6 6 5 4 6 5
6 4 5 5 5 4
6 2 5 4 5 3
7 8 9
5 4 2
4 4 4
3 2 5
4 4 2
5 2 5
5 3 4
3 3 4
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata2
5 4 4 4 4 5 4 5 5 5 2 3 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4.50
4 4 5 3 4 2 3 5 5 5 2 4 3 4 5 3 3 4 5 3 3 3.90
4 3 5 4 4 5 3 4 5 5 2 3 2 4 3 4 3 3 5 4 5 3.93
4 4 5 2 4 4 3 3 5 5 2 4 4 4 3 4 2 5 5 4 4 3.93
5 3 4 3 5 5 3 4 5 5 2 3 6 5 5 5 3 5 5 2 5 4.40
5 3 4 2 4 5 3 3 5 5 2 5 6 6 5 5 4 5 5 2 5 4.33
4 3 4 3 3 2 2 3 5 5 2 3 5 4 3 2 3 4 5 4 5 3.63
Lampiran 16b. Hasil Analisa Ragam Kesukaan Penampakan Umum Perlakuan
Rataan
Ukuran Sampel
1
105,5
30
2
76,6
30
3
79,8
30
4
78,9
30
5
103,1
30
6
99,0
30
Total
90,5
180
Source
DF
Between Within Total
5
SS
MS
27007 5401,49
174 418665 2406,12 179 445672
P > 0,05 : tidak berbeda nyata
F
P
2,24 0,0520
Lampiran 17. Foto santan Sebelum dan Sesudah Pemanasan
Keterangan: A : Santan tanpa pemanasan B : Santan yang dipanaskan pada 65oC/59.2 menit C : Santan yang dipanaskan pada 70oC/42.9 menit D : Santan yang dipanaskan pada 75oC/31.2 menit E : Santan yang dipanaskan pada 80oC/22.5 menit F : Santan yang dipanaskan pada 85oC/16.3 menit G : Santan yang dipanaskan pada 90oC/11.8 menit