ANALISA DAN PERENCANAAN BALOK TINGGI DENGAN VARIASI PERLETAKAN MENGGUNAKAN METODE STRUT AND TIE Putri Mutia Hafni Nasution1, Johannes Tarigan2 dan M. Agung Putra Handana3 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email :
[email protected] ,
[email protected] 2 Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email :
[email protected] dan
[email protected] 3 Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email :
[email protected] ABSTRAK Balok tinggi (deep beam) biasanya memikul beban yang besar dan aksi balok tinggi dapat dijumpai pada dinding pondasi (foundation wall), topi pancang (pile cap), dan dinding geser (shear wall) yang mengalami tegangan yang cukup besar pada elemen-elemennya. Balok tinggi dapat berupa bentangan tunggal maupun menerus. Pada balok tinggi perbandingan tinggi dengan lebarnya dapat mencapai dua kali lipat atau kurang. Balok tinggi dapat dianalisa dengan analisis non-linier dan dapat juga menggunakan metode strutand-tie. Metode ini menggunakan analogi rangka batang. Dengan metode ini aliran tegangan dapat digambarkan dengan bentukan seperti rangka batang yang menunjukkan loadpath yang paling realistis. Metode Strut and Tie membagi elemen struktur menjadi dua bagian yaitu daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah D (Disturbed atau Discontinued) yaitu bagian struktur yang mengalami perubahan geometri atau bisa juga bagian yang ditempati beban terpusat yang menyebabkan aliran tegangan pada bagian itu memiliki distribusi tegangan non linier. Dapat dilihat bahwa metode Strut and Tie menghasilkan penulangan yang lebih efisien dan efektif daripada dengan metode konvensional. Selisih antara kedua metode ini mencapai 15.93 % untuk rata-rata nilai perhitungan tulangan lentur dimana hasil yang lebih kecil didapat dari Metode Strut and Tie. Kata kunci : balok tinggi, strut and tie model, daerah D, ACI Building Code 2002. ABSTRACT Deep beam usually carry large loads and deep beam action can be found on foundation wall, pile cap and shear wall that experienced a large enough stress on its elements . Deep beam can be either single span or as continous beam. At deep beam, length to high ratio can achieve two or less. Deep beam is analyzed with a non-linier analysis and can also use strut and tie method. This method uses the analogy of trusses . With this method the flow stress can be described by the formation of such truss shows loadpath most realistic. Strut and Tie Method structural elements divide into two parts, namely the B-region ( Beam or Bernoulli ) and Dregion ( Disturbed or Discontinued ) that is part of the structure that’s sections geometry abruptly changes could also occupied parts of concentrated loads that cause stress on the part that has a non-linier stress distribution. It can be seen that Strut and Tie method produces reinforcement that such more efficient and effective than the conventional method . The difference between these two methods reached 15.93 % to the average value calculation of flexural reinforcement in which the results obtained from Strut and Tie Method is less. Keywords: beam, strut and tie model, D-region, ACI Building Code 2002. 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih ln tidak lebih dari empat kali tinggi balok ( h ) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi efektif balok (2d) dari permukaan perletakan untuk balok dengan pembebanan terpusat. Balok tinggi dapat berupa bentangan tunggal maupun menerus.
1
(Mc. Cormac,2003) Metode strut and tie sudah banyak digunakan untuk perhitungan struktur bangunan. “Strut and TieModel” berawal dari “Truss-analogy-model” yang pertama kali dicetuskan oleh Hennebique lebih dari satu abad yang lampau. Model ini kemudian diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899 dan Morsch pada tahun 1902. Dengan metode ini aliran tegangan dapat digambarkan dengan bentukan seperti rangka batang dimana beton dapat menahan tekan dan tulangan baja menahan tarik. Metode strut and tie membagi elemen struktur menjadi dua bagian yaitu daerah B (Beam atau Bernoulli) dan daerah D (Disturbed atau Discontinued) yaitu bagian struktur yang mengalami perubahan geometri atau bisa juga bagian yang ditempati beban terpusat yang menyebabkan aliran tegangan pada bagian itu memiliki distribusi tegangan non linier. Balok tinggi dapat diklasifikasikan sebagai elemen struktur yang mengalami diskontinu tegangan yaitu termasuk dalam daerah D.(Harianto Hardjasaputra dkk,2002) 1.2 Tujuan Penulisan Hasil yang ingin dicapai adalah perbandingan antara metode konvensional yang biasanya digunakan dengan metode strut and tie dimanan dalam hal ini struktur yang ditinjau terdiri atas dua jenis sturktur, struktur balok tinggi dengan perletakan sederhana dan balok tinggi dengan 4(empat) perletakan yang dinyatakan dengan continous beam. Perhitungan balok tinggi yang dianalisa tentunya mengikuti peraturan yang menjadi acuan dalam hal ini ACI Building Code 2002 untuk kedua metode dengan perhitungannya masing-masing. Pemahaman lebih lanjut mengenai metode strut and tie juga diharapkan dapat dikuasai dengan baik, didalamnya termasuk dasar teori, prosedur dan perhitungan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Strut-and-Tie “Strut-and-Tie-Model” berawal dari “Truss-analogy-model” yang pertama kali diperkenalkan oleh Ritter pada tahun 1899 kemudian Mörsch pada tahun 1902. “Truss-analogy-model” ini menggambarkan aliran gaya (load path) yang terjadi pada beton bertulang yang mengalami pembebanan dimana ditandai dengan terbentuknya pola retak pada beton bertulang tersebut. Penggambaran rangka batang yang diusulkan oleh Mörsch terdiri dari rangka batang tekan dan tarik, sejajar dengan arah memanjang dari balok, batang tekan diagonal dengan sudut 45° dan batang tarik vertikal. Tinggi dari rangka batang ditentukan oleh jarak lengan momen dalam yaitu jd, yang dihitung untuk posisi dengan momen maksimum. Tulangan geser pada beton yang mengalami gaya lintang digambarkan sebagai batang tarik vertikal sedangkan beton yang mengalami beban tekan akan digambarkan sebagai batang tekan diagonal.(Harianto Hardjasaputra dkk, 2002) 2.2 Trajektori Tegangan Utama Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field) elastis(Daniel L.Schodek,1998). Garis trajektori utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama (principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama yang terdiri dari garis trajektori tekan dan garis trajektori tarik. Garis-garis trajektori menunjukkan arah dari tegangan utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trajektori tegangan merupakan suatu kumpulan garisgaris kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama dengan nilai tertentu. Beberapa karakteristik penting dari trajektori tegangan adalah: a. Di tiap-tiap titik ada trajektori tekan dan trajektori tarik yang saling tegak lurus. b. Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik, dan kedua keluarga trajektori adalah orthogonal. Ini disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik di dalam suatu titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga keluarga trajektori tekan dan keluarga trajektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal. c. Trajektori tekan dan trajektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 90°. d. Di dalam titik-titik di garis netral arah trajektori-trajektori adalah 45°. e. Lebih dekat jarak antara trajektori-trajektori, lebih besar nilai tegangan utamanya. Trajektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth), dibandingkan pada daerah D (turbulent) 2.3 Strut Strut atau batang tekan sendiri diasumsikan sebagai beton yang kuat menahan tekan dengan memperhitungkan landasan pembebanan dan kuat efektif pada strut tersebut.
2
Menurut ACI-Building Code 2002, kuat tekan efektif dari beton pada strut dapat diambil: = 0.85 ′ Untuk nilai dapat diambil:
= 1.0 digunakan untuk strut dengan luasan penampang yang sama disepanjang bagiannya.
= 0.75 untuk strut berbentuk botol dengan penulangan minimum.
= 0.6 untuk strut berbentuk botol tanpa penulangan dimana nilai adalah 1.0 untuk beton normal, 0.85 untuk beton pasir ringan dan 0.75 untuk jenis beton ringan lainnya.
= 0.4 untuk strut yang berada pada bagian tarik.
= 0.6 untuk strut pada keaadaan lainnya. Sampai penulangan sengkang disediakan pada zona nodal, dan nilainya masih diperhitungkan dalam analisis, tegangan tekan efektif pada muka zona nodal mengacu pada gaya strut-and-tie yang terjadi, nilainya tidak melampaui: = 0.85 ′ Untuk nilai :
= 1.0 untuk daerah nodal yang memiliki struts atau daerah tumpuan, maupun keduanya.
= 0.8 untuk daerah nodal dengan satu tie.
= 0.6 untuk daerah nodal dengan dua atau lebih tie. 2.4 Tie Pada beton struktur batang tarik dapat berupa satu atau kumpulan baja tulangan biasa atau dapat juga berupa satu atau kumpulan beton prategang yang dijangkar dengan baik. Selanjutnya bila diasumsikan tulangan akan mengalami pelelehan pada keadaan batas (ultimate limit state), maka gaya tarik maksimum pada batang tarik-Tie tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: Tu ≤ фAs fy atau Tu ≤ ф As fy + ф Aps fpu Karena Strut-and-Tie model diberlakukan pada beton struktur dalam keadaan batas, maka pada kondisi layan (serviceability limit state) lebar retak pada batang tarik perlu diperiksa, yaitu melalui pembatasan lebar retak atau melalui pembatasan tegangan baja yang lebih rendah. Dalam pendimensian, pada umumnya dihadapi tiga jenis strut dan tie: a. CC : strut beton (concrete struts) dalam keadaan tekan. b. TC : tie beton (concrete tie) dalam keadaan tarik tanpa tulangan. c. TS : batang tarik (tie) berupa baja tulangan dengan atau tanpa baja prategang. 2.5 Node Titik simpul/node merupakan titik tangkap dari tiga batang atau lebih dari strut-and-tie dengan berbagai kombinasi yang secara umum dapat dibagi dalam empat jenis sambungan pertemuan, yaitu CCC-node, CCTnode, CTT-node dan TTT-node: a. CCC-node “hydrostatic element” dimana node element menyalurkan gaya C1 dari pelat jangkar dan gaya C2 dari pelat landasan (bearing plate) ke medan tekan C3 yang berbentuk botol. b. CCT-node, dimana strut diagonal dan reaksi vertikal perletakan diimbangi oleh batang tarik berupa tulangan yang dijangkarkan ke tepi luar melalui pelat jangkar. c. CTT-node dimana strut ditumpu oleh lekatan kedua tulangan dan oleh tegangan radial dari tulangan yang dibengkokkan. d. TTT-node, dimana gaya yang terjadi pada nodal adalah gaya tarik.
3
Gambar 2.1 trajektori tegangan utama, distribusi tegangan utama dan Strut-and-Tie-model. 2.6 Persyaratan perencanaan geser untuk balok tinggi. Peraturan ACI (11.8.5) menyatakan bahwa gaya geser yang digunakan untuk merencanakan batang tinggi dihitung pada jarak 0,15 ln dari permukaan tumpuan untuk balok yang mendapat beban merata dan pada jarak 0,5 tetapi tidak lebih besar dari d untuk balok yang memikul beban terpusat. Huruf bukan menyatakan tinggi balok tegangan tekan melainkan jarak antara beban terpusat dan permukaan tumpuan yang disebut bentang geser. Gaya geser yang didapat dengan cara ini digunakan untuk menghitung jarak tulangan geser, dan jarak tersebut digunakan disepanjang bentang.(Edward G.Nawy,2008) Persyaratan rinci dari Peraturan ACI Bagian 11.8 yang berhubungan dengan perencanaan geser untuk balok tinggi dirangkum sebagai berikut: 1. Menurut persamaan ACI 11-27 kekuatan geser Vn dari batang lentur tinggi tidak boleh lebih besar dari 8′ bwd jika ln/d kurang dari 2; dan jika antara 2 dan 5, Vn tidak boleh lebih besar dari Vn = (10+ ) bwd 2. Menurut persamaan ACI 11-28 ,kecuali dilakukan analisis yang lebih detail, kekuatan geser dari balok tinggi dapat diambil sebagai Vn = 2′ bwd Tetapi kekuatan geser dalam persamaan ACI 11-29 dapat dihitung dengan rumus berikut yang lebih rumit dengan memperhitungkan pengaruh tulangan tarik dan juga geser Mn/Vud pada penampang kritis yaitu : Vc = 3,5 − 2,5
#$
%$
& 1,9′ + 2500)*
#$
%$
b, d &
Dalam satuan SI Persamaan 11-27, 11-28, 11-29 secara berturut-turut adalah: . Vn = (10+ )′ bwd ./ .
Vc = 3,5 − 2,5
Vn = ′ bwd
#$
%$
0
& 1,9′ + 120)*
#$ 12 3
%$
4
&
Dalam rumus Vc diatas, suku pertama dalam tanda kurung tidak boleh lebih besar dari 2,5 dan Vc tidak boleh . lebih besar dari 6′ bwd (dalam satuan SI ′ bwd) 3. Persamaan ACI 11-30 menyebutkan jika Vu lebih besar dari Vc, tulangan geser diperlukan dan harus dipilih dengan prosedur biasa, kecuali bahwa Vs dihitung dengan rumus berikut: VS = 5
67
1 + & +
678 9
11 − &: ; <
Dalam rumus ini, Av adalah luas tulangan geser tegak lurus terhadap tulangan tarik lentur dengan jarak s, dan Avh adalah luas tulangan geser sejajar terhadap tulangan lentur dengan jarak s2. s2 menyatakan jarak tulangan geser atau tulangan torsi dalam arah tegak lurus terhadap tulangan longitudinal atau jarak tulangan horizontal dalam dinding. 4. Luas tulangan geser Av tidak boleh lebih kecil dari 0,0015 bws, dan s tidak boleh lebih besar dari d/5 atau 18 in.(ACI 11.8.9)
4
5.
Luas tulangan geser Avh tidak boleh lebih kecil dari 0,0025 bws2, dan s2 tidak boleh lebih besar dari d/3 atau 18 in.(ACI 11.8.10).
3. METODOLOGI PENELITIAN Aplikasi dalam pendetailan strut and tie model memberikan penyelesaian dalam beberapa langkah berikut (Arthur H. Nilson et all,2003): 1. Tentukan dan isolasi daerah-D. 2. Hitung resultan gaya yang bekerja pada batasan daerah-D. 3. Pilih model rangka untuk mentransfer gaya disepanjang daerah-D. 4. Pilih dimensi zona nodal untuk strut and tie. 5. Tentukan kapasitas dari strut, baik pada tengah strut maupun pada muka zona nodal. 6. Desain tie dan pengangkurannya. 7. Persiapkan desain detail dan cek persyaratan penulangan minimum. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur yang ditinjau adalah balok tinggi perletakan sederhana dan 4(empat perletakan). a. Balok tinggi perletakan sederhana. Dimensi yang digunakan adalah 4 m x 2.5 m lebar dengan f’c 30 Mpa, f’y 400 Mpa. Beban yang diberikan adalah beban vertikal terpusat sebesar 2500 kN. Dimensi pelat landasan yang direncanakan adalah 200 mm x 500 mm untuk tumpuan dan 400 mm x 500 mm untuk pembebanan. 1.Bangun geometri rangka dan gaya-gaya yang bekerja padanya. Asumsi tinggi nodal 1 adalah 120 mm dan tinggi nodal 2 adalah 150 mm. maka tinggi efektif yang diambil adalah: Sudut yang diambil tan α. =
0?
d= = 2500 −
>.?@A.@B
= 1.3139 ambil α. = 52.7°
= 2365 mm
./@@ .?@@@@
Gaya yang terjadi pada l1. = >?@@B>@@B = 12.5 N/mm ?@@@@@
Gaya yang terjadi pada l1 = >?@@B>R@@B = 12.5 N/mm
Gambar 4.1 Struktur balok tinggi yang ditinjau dan perhitungan gaya yang terjadi. Kuat tekan efektif yang terjadi pada nodal ditetapkan dengan: fTU = >0.85BβW f′T Sedangkan besarnya nilai tegangan yang terjadi pada dasar nodal dapat dihitung dengan rumus: YZ f>baseB = >1 B>[ 2
\B
Dimana nilai Rx sesuai dengan besar reaksi yang bekerja, bw adalah lebar balok dan lb adalah lebar landasan pembebanan atau tumpuan. Nodal 1 (CCT), βW = 0.8, fTU >1B = 20.4 N⁄mm , tegangan pada dasar nodal, f>base nodal 1B = 12.5 N⁄mm < ɸфfTU >1B = 0.75>20.4B = 15.3 N⁄mm
5
Hitung lebar tie 1-3, w. =
bcd
ф>12 B>efg >.B
=
h?. ij
@.4?>?@@ kkB>@.R j⁄kk9 B
= 124.476 mm ≈ 150 mm
Pada Strut 1-2, fTU >1.2B = 0.85βm f ′T = 0.85>0.75B>30 N⁄mm B = 19.125 N⁄mm wm>1.2B = w. >cos α. B + l1. >sin α. B = 150 cos 52.7 + 200 sin 52.7° = 249.992 mm ≈ 250 mm фɸFWm >1.2B = ɸfTU >1.2Bwm>1.2Bb, .= >0.75B> 19.125B>250B>500B = 1793 kN > F. = 1571.4 kN. Nodal 2 (CCC), βW = 1.0, fTU >2B = 25.5 N⁄mm , ф fTU >2B = 0.75>25.5B = 19.125 N⁄mm . f>l1B = >1
t
2 B>[\9 B
f>nodal 2B = >,
?@@ ij
= >?@@kkB>R@@kkB = 12.5 N⁄mm ≤ ɸфfTU >2B = 19.125 N⁄mm
bcd
9 B>12
h?.×.@d
= >.@B>?@@B = 15.87 N⁄mm ≤ ɸфfTU >2B = 19.125 N⁄mm . B
l1 >sin α B = 120>cos 52.85B + 200>sin 52.85B = 231.879 vv ≈ 232 vv. 2 фFWm >2.2B = ɸfTU wm >2.2Bb, ≥ F. = 0.75>19.125B>232B>500B = 1663.1 kN ≥ 1571.4 kN.
wm >2.2B = w >cos α B +
Gambar 4.2 Dimensi Nodal 1 dan Nodal 2 2. Periksa gaya geser maksimum yang diizinkan pada balok tinggi. ACI 2002 Bagian 11.8.3 menentukan batas gaya yang diizinkan pada balok tinggi. ,
.?@
d = h − cd & = 2500 − & = 2425 mm. Maka didapatkan dengan Code Section 11.8.3: VU ≤ ɸVW >maxB = ɸ10f T b, d 1250 kN = 306029.367 lb ≤ 929413.508 lb. 3. Pilih penulangan untuk Tie 1-3. Am >perluB =
bcd
ɸe}
h?.×.@d
= >@.4?B>R@@B = 3174.15 mm
Penulangan minimum pada daerah tarik tidak kurang dari (ACI 2002 11.9.5): 0.04 ~
< = 0.04
@
R@@
& >500B>2365B = 3547.5 vv
Dipilih tulangan 12∅ 20 dengan luas tulangan 3768 mm2. 4. Beri penulangan minimum pada Strut 1-2. Hitung besar sudut antara tulangan vertikal dengan aksis pada Strut 1-2. γ. >tulangan vertikalB = 52.7° Untuk penulangan vertikal gunakan tulangan baja diameter 16 dengan jarak spasi 300 mm, lebih kecil sama dengan 300 mm atau d/5:
ρ= =
9 m12
=
>..RB>/B>/B >@@B>?@@B
= 0.00267 > 0.0025
ρ= >sin γ. B = 0.00267 sin 52.7° = 0.00213 Sudut antara axis Strut 1-2 dan penulangan horizontal adalah γ >tulangan horizontalB = 90 − 52.7 = 37.3°
6
Untuk penulangan horizontal, gunakan tulangan diameter 12 mm per lapis dengan jarak spasi 300 mm. Cek persentase dari penulangan horizontal: ρ =
9 m12
=
>..RB>0B>0B >@@B>?@@B
= 0.001507 > 0.0015
ρ >sin γ B = 0.001507 sin 37.3° = 0.0009102 Kemudian cek persyaratan dari ACI 2002 Bagian 11.8.4 dan 11.8.5 ∑>ρ B>sin γ B = 0.00213 + 0.0009102 = 0.0030402 > 0.003
Gambar 4.3 Penggambaran Strut dan Tie sesuai dengan geometri balok tinggi yang ditinjau dan penentuan lebar Tie 1-3 beracu pada geometri Nodal 1
Gambar 4.4 Detail penulangan pada balok tinggi dengan perletakan sederhana. b. Balok tinggi diatas 4(empat) perletakan. Dimensi yang digunakan adalah l1 =4150 mm , l2 = 3900 mm , l3 = 4150 mm, dengan tinggi balok h = 2500 mm, f’c 30 Mpa, f’y 400 Mpa, lebar plat pembebanan adalah 500 mm x 500 mm. beban adalah beban terpusat 2000 kN setiap pertengahan bentang. 1. Penentuan gaya-gaya yang bekerja pada model rangka yang digunakan .?@A.?@ ?@ Besar sudut yang digunakan yaitu d= = 2500 − = 2350 mm, tan α = = 1.205 , α = 50.3° .h?@ 2. Perhitungan dimensi tumpuan.
7
Plat tumpuan akan diletakkan pada tumpuan dan titik-titik pembebanan. Dari perhitungan didapatkan reaksi yang terjadi pada tumpuan yaitu tumpuan luar 700 kN dan 2300 kN pada tumpuan dalam. @@@@@ j j Gaya yang terjadi = >?@@kkB>?@@kkB = 9.2 N/mm ≤ 11.475 9 kk
Gambar 4.5 Dimensi sttuktur diatas 4 perletakan. 3. Perhitungan untuk batang tarik (ties).
Gambar 4.6 Penggambaran model rangka yang digunakan disertai besar besar gaya yang bekerja padanya Luasan tulangan yang diminta untuk batang tarik sama dengan: b Am = }
Tegangan izin didapatkan dengan mengalikan faktor reduksi (ф) dengan tegangan leleh baja, fy, maka didapatkan Am 2.4 = 1660.432 mm , Am 1.3 = 1937.171 mm . Am 3.5 = 1106.955 mm . Luasan tulangan ini hendaknya memenuhi persyaratan pada dimana luasan penulangan minimum pada e
batang tarik adalah: 0.04 ~ f bd = 0.04 e}
@
R@@
& >500B>2425B = 3637.5 mm .
Luasan tulangan yang didapatkan pada perhitungan sebelumnya lebih kecil dari penulangan minimum, sehingga diambil luas tulangan 3768 mm2 yaitu 12 ∅ 20 mm. 4. Periksa daerah nodal. Daerah nodal pada nodal 1 dan 7 adalah nodal C-C-T (Compression-Compression-Tensile) yang ditandai dengan adanya gaya tarik yang terjadi dan letak pengangkuran. Kuat tekan efektif pada nodal ini diambil: fTU = >0.85BβW f′T Pada nodal 1 dan 7 yang dispesifikasikan dengan C-C-T maka diambil nilai βW = 0.8 fTU = 20.4N/mm , фɸfTU = >0.75B>20.4B = 15.3 N/mm Untuk menghitung lebar tie pada nodal digunakan perhitungan
8
Tie >xB =
bZ
ɸefg1
dimana x mengacu pada nodal yang ditinjau sedangkan fcu adalah kuat tekan efektif nodal. Maka, Tie 1.3 = 75.96 mm dan Tie 5.7 = 75.96 mm lebih kecil dari asumsi awal yaitu 150 mm. Nodal 3,4 dan 5 memiliki dua tie sehingga nilai kuat tekan efektifnya diambil dengan nilai βW = 0.6: fTU = >0.85B>0.6B>30B = 15.3 N/mm , ф ɸfTU = >0.75B>15.3B = 11.475 N/mm Kemudian Tie 2.4 = 86.819 mm , Tie 4.6 = 86.819 mm, Tie 3.5 = 57.879mm . 5. Periksa batang tekan (struts). Kuat tekan efektif yang dipakai pada batang tekan (strut) untuk keseluruhannya yaitu: fTU = >0.85BβW f′T dimana βW disubstitusikan dengan βm = 0.75 dengan anggapan bahwa dipakai penulangan minimum pada perencanaannya walaupun pada perencanaan strut yang diperhitungkan adalah beton yang dominan menahan gaya tekan. fTU = >0.85Bβm f T = >0.85B>0.75B>30B = 19.125 N/mm , ɸфfTU = >0.75B>19.125B = 14.344 N/mm Jadi, lebar strut yang dibutuhkan: Strut 1.2 = 126.856 mm, Strut 2.3 = 235.59 mm, Strut 3.4 = 181.223 mm. Lebar strut yang tersedia yaitu: Strut 1.2 = >Tie 1.3 cos αB + >l1 sin αB = >150 cos 50.3B + >500 sin 50.3B = 480.515 mm. Strut 2.3 = >Tie 1.3 cos αB + >0.5 l1 sin αB = >150 cos 50.3B + >250 sin 50.3B = 288.165 mm. Strut 3.4 = >Tie 3.5 cos αB + >0.5 l1 sin αB = >150 cos 50.3B + >250 sin 50.3B = 288.165 mm.
Gambar 4.7 Pendimensian strut, tie dan nodal pada struktur yang ditinjau. 6. Penulangan untuk kontrol retakan. Kontrol retakan diberikan dalam bentuk penulangan sengkang pada arah vertikal dan horizontal. Sesuai dengan ACI 2002 11.8.4 dan 11.8.5 A= = 0.0025 b s= dan A = 0.0015 b s sv dan sh tidak boleh melebihi d/5 atau 300 mm. Penulangan vertikal gunakan tulangan diameter 16 mm dengan spasi 300 mm. A= 2>3.14B>8 B = 0.002679 ~ = >500B>300B bs= Penulangan horizontal gunakan tulangan diameter 12 dengan spasi 300 mm
1m
&=
>..RB09 >?@@B>@@B
= 0.001507
Penulangan minimum untuk kontrol retakan sesuai dengan ∑ sin γ ≥ 0.0030 1m
Tulangan horizontal membentuk sudut 50.3° pada strut sedangkan tulangan vertikal dengan sudut sebesar 39.7° dengan garis tengah strut, maka didapatkan ∑ sin γ = sin γ= + sin γ = 0.002679 sin 50.3° + 0.001507 cos 50.3° = 0.003023 ≥ 0.0030 1m
1m
1m
9
Gambar 4.8 Detail penulangan pada balok tinggi diatas 4 perletakan. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Hasil analisa yang disimpulkan dari tugas akhir saya memberikan nilai penulangan sebagai berikut: Luasan tulangan dengan Luasan tulangan dengan Selisih Metode Strut and Tie. Metode Konvensional 3174.15 mm2 3748.422 mm2 15.3 % • Balok sederhana. • Balok di atas 4 tumpuan menerus. 1937.171 mm2 2130.15 mm2 9.05 -Penulangan momen positif. 2 1610.432 mm 2124.183 mm2 24.1 % -Penulangan momen negatif. b.
c. d.
Rata-rata nilai penulangan yang didapatkan dengan metode Strut and Tie lebih sedikit 15.93 % dibandingkan dengan metode konvensional walaupun dalam perhitungan, luasan tulangan harus memenuhi persyaratan minimum yang diberikan oleh ACI Building Code 318-2002 sehingga hasil yang didapat tidak terlalu signifikan. Dari pembahasan perhitungan, metode Strut and Tie lebih praktis digunakan dibandingkan metode konvensional. Kelemahan metode Strut and Tie diakibatkan oleh kebebasan perencana dalam memilih model rangka, solusi yang baik dapat ditandai dengan keefektifan model dan terpenuhinya syarat-syarat batas.
5.2 Saran Diperlukan pemahaman yang baik untuk menggunakan metode Strut and Tie dalam perhitungan sehingga metode ini memberikan hasil yang efisien dan efektif dikarenakan banyaknya pilihan model rangka yang dapat digunakan, dan untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan perbandingan metode Strut and Tie ini dengan metode selain metode konvensional. Daftar Pustaka Hardjasaputra, Harianto. Steffie Tumilar, 2002.Model Penunjang dan Pengikat (Strut-and-Tie Model) Pada Perancangan Struktur Beton. Universitas Pelita Harapan: Jakarta. G.Nawy, Edward, 2008.Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar. PT Rafika Aditama; Bandung. L.Schodek, Daniel, 1998. Struktur. PT Rafika Aditama; Bandung. ACI Building Code 318-2002. 2005, 430 pp. “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 31802) and Commentary (318R-02)”, American Concrete Institute, Farmington Hills, Mich., Mc. Cormac, Jack. C,2003. Desain Beton Bertulang, Edisi 5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta. H.Nilson, Arthur. David Darwin. Charles W.Dolan,2003.Design of Concrete Structures 13th edition.Mc. Graw Hill. Singapore. Nasution, Putri Mutia Hafni,2014.Analisa dan Perencanaan Balok Tinggi dengan Variasi Perletakan Menggunakan Metode Strut and Tie.Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.Medan.
10