ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIYAAN
CHILD AS PERPECTRATOR IN OPPRESSION CRIMINAL OFFENCE
Abdul Rahmat Gafoer, M.Syukri Akub, Muhadar Bagian Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : Abdul Rahmat Gafoer, SH Fakultas Hukum Program Pascasarjana (S2) Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP.085242227071 Email:
[email protected]
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di Kota Kendari, dan upaya yang dilakukan dalam penanggulangan terjadinya tindak pidana Penganiayaan dengan pelaku anak di Kota Kendari. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif. Responden pada penelitian ini adalah seluruh anak pelaku tindak pidana penganiayaan di Kota Kendari, polisi, jaksa, hakim dan petugas LP di Kota Kendari. Namun dari pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, BAPAS dan Lembaga Pemasyarakatan Kendari, diambil masing-masing 2 (dua) orang sebagai sampel yang dianggap memahami dan mengetahui tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan faktor penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di Kota Kendari adalah : faktor lingkungan/pergaulan anak, faktor mass media, faktor keluarga, pendidikan dan faktor usia. Upaya penanggulangan yang dilakukan terhadap tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di Kota Kendari, adalah dalam 2 (dua) bentuk yaitu Penanggulangan secara preventif melalui penyuluhan agama maupun penyuluhan hukum, yang dilakukan di masyarakat maupun di sekolah-sekolah; perbaikan lingkungan, dengan cara memperketat pengawasan terhadap anak-anak; perbaikan hubungan dalam keluarga. Upaya represif dapat diwujudkan melalui proses peradilan mulai tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan, pelaksanaan putusan hakim/pemasyarakatan. Kata kunci : anak pelaku kriminologi
ABSTRACT This study aims to find out: (1) the factors causing violence crimes conducted by children in Kendari city; and (2) the efforts in solving this this problem. The research used the qualitative analysis. The respondents were police officers, prosecutors, judges, penitentiary officers, and all children who did violence crime in Kendari city. There were two samples from each institution (police station, attorny, court, BAPAS, and Kendari penitentiary). The samples were regarded as persons who had understanding and knowledge about the object of this research. The results reveal that the causal factors are: children social environment, mass media, family, education, and age. The efforts have been conducted in relation to this case are preventive and repressive efforts. The preventive efforts are information sessions about religion and law conducted at schools and among community members, environment improvement (by improving children supervision), and improvement of relationship in families. The repressive efforts are judicial administration (investigation, prosecution, trial, and the execution of judge decision / the returning of prisoners to society). Keywords : Child,Prepetrators, Criminologic
1
PENDAHULUAN Karakter dan kepribadian seorang anak yang mempunyai sifat dinamis sehingga dapat berubah dan berkembang sampai batas kematangan tertentu. Perkembangan tersebut sejalan dengan perkembangan kemampuan cara berpikir pada diri seseorang. Perkembangan kemampuan cara berpikir ini dipengaruhi oleh lingkungan seorang anak yang mengkristal sebagai pengalaman dan hasil belajar. Hasil belajar inilah yang dapat memberikan warna dan menentukan perubahan cara berpikir seseorang pada masa-masa selanjutnya oleh karena itu perkembangan kepribadian (personality) anak tidak lepas dari perkembangan kehidupan masyarakat dilingkungan tempat ia berada. Baik buruk lingkungan tempat seorang anak tinggal sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan perilaku anak. Seiring dengan terus berkembangnya pembangunan nasional yang merupakan proses modernisasi, arus globalisasi sangat sulit dihindari baik dari segi komunikasi, informasi maupun teknologi, hal ini membawa akibat positif maupun negatif. Segi positifnya antara lain menambah wawasan dan kemampuan mereka (anak) serta merupakan stimulus yaitu rangsangan untuk perkembangan kejiwaan atau mental yang baik pada anak. Namun di sisi lain akibat negatifnya adalah mereka (anak) akan mudah meniru atau terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Saat ini, banyak kejadian yang menarik perhatian masyarakat yaitu semakin meningkatnya, delinquensi / kenakalan anakanak serta meningkatnya jumlah anak-anak terlantar dan yang lebih parah lagi adalah perbuatan-perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak, hal ini merupakan akibat dari perkembangan dan perubahan struktur masyarakat. Banyak ilmuwan yang mengasumsikan bahwa ada korelasi yang agak tinggi antara pengaruh teknologi modern dengan perubahan tingkah laku remaja . Tujuan dalam penulisan ini adalah Untuk mengetahui penyebab/latar belakang anak melakukan tindak pidana penganiayaan di Kota Kendari dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan aparat penegak hukum dalam penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak di Kota Kendari.
2
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Kendari, khususnya pada Kantor Kepolisian Resort Kendari,
Kejaksaan Negeri
Kendari,
dan
Pengadilan
Negeri
Kendari,
Lembaga
Pemasyarakatan Kendari, serta BAPAS Kendari. Populasi dan Sampel Penelitian ini yang menjadi responden adalah seluruh pelaku tindak pidana penganiayaan yang dalam hal ini yang pelakunya adalah anak di Kota Kendari serta polisi, jaksa, hakim dan petugas BAPAS/LAPAS. Namun untuk polisi, jaksa, hakim, dan pihak yang berkompeten pada Lembaga Pemasyarakatan Kendari dan BAPAS Kendari, diambil sampel dengan tehnik purposive sampling, sehingga berdasarkan teknik ini, dari pihak kepolisian, jaksa, hakim, serta pihak yang berkompeten pada Lembaga Pemasyarakatan
Kendari dan
BAPAS Kendari masing-masing 2 (dua) orang yang dianggap memahami dan mengetahui tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperoleh adalah data primer, yaitu data yang secara langsung diperoleh di lapangan yang berasal dari para anak pelaku kejahatan, pihak Polresta Kendari, pihak Kejaksaan Negeri Kendari, hakim pada Pengadilan Negeri Kendari serta petugas pada Lembaga Pemasyarakatan Kendari dan BAPAS Kendari. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, dokumen, arsip-arsip yang relevan dengan objek penelitian utamanya, dalam hal ini kejahatan yang dilakukan oleh anak. Teknik Pengumpulan Data Untuk keperluan pengumpulan data digunakan wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung pada responden dan nara sumber yang telah ditentukan sebelumnya selain itu juga dilakukan penelaahan literatur-literatur dan dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Teknik Analisis Data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yakni analisis yang bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder kemudian diberi penafsiran dan kesimpulan. Penulis berusaha menggabarkan hasil penulisan dalam bentuk uraian secara sistematis hingga tiba pada kesimpulan/jawaban atas rumusan masalah. Adapun data hasil penelitian yang berupa angka-angka, hanya merupakan
3
data pendukung dalam memahami atau memperoleh pengertian yang mendalam dan komprehensif mengenai permasalahan yang diteliti. HASIL PENELITIAN Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penganiyaan yang dilakukan oleh anak di Kota Kendari Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal atau bersumber dari dalam diri manusia atau dengan kata lain dorongan/keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu disertai perangsang yang terdiri dari : Faktor usia Faktor usia merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam melakukan kejahatan. Usia sering kali berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan bertindak atas diri seseorang. Dari tabel 1 terlihat bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana Penganiyaan di Kota Kendari, dilakukan oleh anak usia 12 sampai 15 tahun dan anak usia 16 tahun sampai 18 tahun, namun secara global dapat dikatakan bahwa anak pelaku Penganiyaan di Kota Kendari berusia 15 tahun ke atas, hal ini dikarenakan pada usia-usia tersebut, anak sudah dapat mewujudkan apa yang telah ditirunya atau
dialami di awal masa kehidupannya yang
didapatnya dari orang disekitarnya, orang tua dan keluarga selanjutnya lingkungan akan berkontribusi lebih banyak lagi dalam membuat sianak belajar hal-hal baru termasuk dalam pengungkapan perasaan dan perilaku yang memungkinkan adanya kecenderungan melakukan kekerasan. Faktor jenis kelamin Tabel 2 terlihat pelaku tindak pidana Penganiyaan, faktor jenis kelamin sudah dapat dipastikan bahwa pelaku lebih sering dilakukan oleh anak laki-laki, jarang pelaku utamanya adalah perempuan. Kenakalan anak juga bersumber dari luar pribadi anak, hal itu disebut faktor ekstrinsik. Ini merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri yang dibagi atas : Faktor keluarga Orang tua (ayah dan ibu) adalah kunci utama yang harus terlebih dahulu benar-benar memahami dan mampu menerapkan nilai-nilai moral, namun kenyataannya tidak mudah menerapkan nilai-nilai moral pada cara berpikir dan bertindak anak. Hal tersebut tidak jarang
4
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Orang tua dengan pendidikan rendah, kurang bisa menerapkan prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sehari-hari, misalnya cara penyampaiannya pada anak-anak. Cara pendekatan yang salah, misal penekanan dengan sedikit kekerasan, ataupun dengan paksaan, akan menyebabkan anak merasa tidak nyaman, sehingga anak akan mencari pelarian atas ketidaknyamanan dengan kondisi di rumah. Dari tabel 3 terlihat bahwa rata-rata pendidikan orang tua, anak pelaku tindak pidana Penganiyaan di Kota Kendari adalah Sekolah Dasar, dengan pendidikan yang rendah, mereka kurang bisa memberikan pendidikan pada anak-anaknya dengan tepat, namun begitu, tidak mutlak bahwa faktor pendidikan orang tua yang rendah, menjadi satu-satunya penyebab, anak menjadi delikuen. Faktor agama Agama merupakan tuntunan bagi semua orang dalam menjalani hidup. Norma-norma yang terkandung dalam agama mempunyai nilai-nilai yang tinggi dalam hidup manusia, sebab norma-norma tersebut merupakan norma ketuhanan dan sebagai sesuatu yang digariskan oleh agama itu senantiasa membimbing anak ke arah jalan yang benar. Apabila dalam keseharian, anak kurang mendapat didikan agama, bukan tidak mungkin anak tersebut akan mengalami kemunduran moral. Sehingga faktor agama bisa menjadi salah satu penyebab anak melakukan tindak pidana Penganiyaan, apabila anak kurang mendapat didikan agama khususnya dalam keluarga. Faktor lingkungan (pergaulan anak) Dari tabel 4 terlihat bahwa jumlah terbanyak, alasan anak melakukan tindak pidana Penganiyaan adalah disebabkan oleh lingkungan pergaulan. Pergaulan yang tanpa kontrol akan menyebabkan anak leluasa melakukan apa yang mereka inginkan, termasuk penganiaayan. Faktor ekonomi Dari tabel 5 terlihat bahwa pekerjaan orang tua pelaku Penganiyaan adalah tani atau nelayan sehingga rata-rata keadaan ekonomi orang tua mereka, hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Faktor pendidikan Dari tabel 6 terlihat bahwa jumlah terbanyak anak pelaku tindak pidana Penganiyaan adalah pada tingkat pendidikan menengah atas yaitu sebanyak 14 (empat belas) orang. Hal ini menunjukkan pada anak dengan tingkat pendidikan tersebut, daya pikir mereka sudah dalam
5
tahap remaja menuju dewasa, sehingga mereka dalam melakukan tindak pidana Penganiyaan tidak hanya didorong oleh rasa ingin tahu tetapi juga mereka telah memiliki harga diri. Faktor Mass-Media Pemberitaan tentang kejahatan diberbagai mass media baik televisi maupun koran/majalah, dengan jelas, dapat berdampak negatif terhadap masyarakat, masyarakat yang berpikir dangkal dengan mudah dapat meniru cara-cara melakukan kejahatan. Tidak terkecuali, anak-anak, mereka bisa dengan mudah menyaksikan tayangan yang tidak sesuai dengan umur mereka, sehingga dengan kepolosan jiwanya, mereka akan terpengaruh dan ingin mencobanya. Upaya Penanggulanan Tindak Pidana Penganiyaan yang Dilakukan oleh Anak di Kota Kendari. Upaya preventif / Penanggulangan Secara Preventif Gejala-gejala kejahatan sedapat mungkin secara dini dijauhkan dan dihindarkan, terutama pada anak, sehingga kemungkinan untuk berkembangnya harus segera diperkecil dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan, perbaikan hubungan dalam keluarga, Penyuluhan baik dalam bentuk penyuluhan agama maupun Penyuluhan hukum. Upaya Represif / Penanggulangan Secara Represif Salah satu cara untuk menanggulangi kejahatan khususnya tindak pidana Penganiyaan yang dilakukan anak di Kota Kendari adalah dengan melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap pelaku kejahatan tersebut dalam batas-batas kewajaran yang diberikan oleh undangundang. Penanggulangan secara represif ini merupakan segala upaya atau tindakan secara hukum yang dilakukan oleh pihak yang berwenang, yang ditujukan kepada anak yang melakukan kejahatan yang melanggar hukum, orang yang secara langsung membantu anak melakukan pelanggaran hukum atau orang yang menyebabkan sehingga mereka melakukan kejahatan, serta sarana-sarana yang digunakan untuk melakukan suatu perbuatan pelanggaran atau kejahatan.
PEMBAHASAN Adanya kecenderungan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelanggaran baik terhadap ketertiban umum maupun pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang oleh pelaku anak, atau dengan kata lain meningkatnya kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan kriminal, mengharuskan kita untuk mengupayakan penaggulangannya secara
6
sungguh-sungguh, dalam arti penanggulangan yang setuntas-tuntasnya, upaya ini merupakan aktivitas yang sulit apabila ditinjau secara integral, akan tetapi apabila ditinjau secara terpisah-pisah maka upaya ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara profesional yang menuntut ketekunan dan kesinambungan. Langkah awal dalam upaya mengatasi hal tersebut di atas, dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan secara rinci kepada anak-anak remaja tetang beberapa aspek yuridis yang relevan dengan perbuatan-perbuatan nakal yang sering kali mereka lakukan. Dengan demikian, anak-anak remaja akan dapat memiliki pemahaman atau pengertian, penghayatan dan perilaku hukum yang sehat. Usaha untuk mencapai tingkat kesadaran hukum di kalangan remaja dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas, akan tetapi yang paling sederhana dengan kehidupan remaja adalah melalui penyuluhan hukum yang nantinya akan memberikan kesadaran hukum di kalangan remaja . Selain aspek kesadaran hukum, ada aspek lain yang dapat membimbing kaum remaja untuk dapat menjadi anggota masyarakat dengan perilaku Positif. Internalisasi nilai-nilai kaidah sosial dan internalisasi nilia-nilai norma agama dapat mendidik kaum remaja memiliki rasa tanggug jawab kemasyarakatan dan memiliki penghayatan serta perilaku yang sesuai dengan perintah agama, dan meninggalkan larangan agama yang dianutnya. Perspektif ini akan mampu memberi sumbangan positif bagi terwujudnya kehidupan sosial serta lingkungan yang sehat secara material maupun secara moral/spiritual. Ditinjau dari aspek sosiologis, anak remaja dituntut secara moral memiliki rasa solidaritas sosial yang tinggi sehingga mereka ikut memiliki kehidupan sosial dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, ketentraman, dan kedamaian dalam kelangsungan hidup kelompok sosialnya. Pencapaian kondisi sosial ini penting sekali terutama dalam rangka upaya dasar melakukan prevensi (pencegahan) dan penanggulangan terhadap kenakalan remaja.
Tindakan prevensi tersebut bermanfaat besar dalam upaya
meniadakan problem sosial, minimal mengurangi secara kualitatif dan kuantitatif problem sosial yang sering timbul di dalam masyarakat. Demikian pula keberadaan norma-norma agama yang dapat memberikan pembinaan dan meluruskan perkembangan mental anak remaja. Pada saat ini, banyak dijumpai anak-anak yang melakukan perilaku yang menyimpang, salah satu diantaranya kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk penganiayaan yang dilakukan anak terhadap anak seperti yang terjadi di Kota Kendari, sebuah kota yang terletak di Sulawesi Tenggara . Dalam kurun waktu antara Tahun 2008 sampai dengan tahun
7
2011 terdapat 29 kasus kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk Penganiayaan yang dilakukan oleh 29 (dua puluh sembilan) orang anak, yang sebagian besar timbul sebagai akibat dari dampak negatif
globalisasi. Anak-anak dengan mudah mendapatkan visualisasi melalui
tayangan televisi yang menayangkan film laga (perkelahian) ataupun dalam bentuk optik seperti kepingan VCD dan novel laga yang banyak dijual secara
terang-terangan di
masyarakat. Selain dari pada itu faktor lingkungan, juga merupakan salah satu penyebab terjadinya tindak pidana tersebut. Berdasar pada kenyataan di atas, maka perhatian terhadap masalah kejahatan anak memang perlu mendapatkan tempat yang khusus dan perlu dipikirkan jalan pemecahannya dengan baik, sebab bila tidak dilakukan penanggulangan secara serius maka hal ini berarti akan menghancurkan generasi muda penerus cita-cita bangsa, karena anak akan tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, sehingga bila kejahatan itu berkembang makin luas maka akan berpotensi menjadi penjahat kawakan bila tidak ditangani sejak dini. Menyadari pentingnya kedudukan serta peranan anak yaitu sebagai harapan bangsa, sebagai tiang masyarakat baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang, maka sudah menjadi kewajiban mutlak bagi generasi sekarang ini untuk memberikan tuntunan, pendidikan, pengajaran dan pembinaan yang positif serta terarah agar mereka tumbuh sebagai manusia yang sempurna dan berguna baik bagi diri mereka sendiri maupun masyarakat. Hal-hal tersebut juga berlaku dalam menangani anak-anak sebagai pelaku tindak pidana. Prosedur peradilan terhadap anak pelaku tindak pidana itu tetap harus memperhatikan kedudukan dan peranannya sebagai anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam konteks yang umum, tentunya pengaturannya juga terkait dengan konteks hak asasi manusia yang universal. Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keppres No. 36 tahun 1990 tertanggal 25 Agustus 1990. Dengan meratifikasi Konvensi Hak Anak tersebut, dengan sendirinya Indonesia harus mengimplementasikan/menerapkan instrumen perlindungan anak tersebut dalam peraturan-peraturan yang berhubungan dengannya. Sehubungan dengan masalah penanganan anak pelaku tindak pidana maka diberlakukanlah Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang berlaku secara efektif sejak tanggal 3 Januari 1998, dengan demikian ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebutlah yang diterapkan dengan dijiwai oleh semangat Konvensi Hak Anak yaitu The Best Interest of The Child. Upaya pemeliharaan, pengasuhan dan perlindungan merupakan suatu hak yang paling asasi yang harus diterima oleh setiap anak
8
tanpa kecuali. Perhatian terhadap perlindungan hak-hak anak khususnya terhadap mereka yang berhadapan dengan hukum dan harus menjalani proses peradilan tidak hanya diberikan oleh pemerintah Indonesia tetapi juga menjadi perhatian masyarakat internasional. Setidaknya, perhatian ini dapat dilihat dengan mengacu pada standar nilai dan perlakuan sejumlah instrumen lokal maupun internasional yang berlaku. Mengingat sifatnya yang khusus dari anak, oleh karena itu dalam menyelesaikan masalah anak nakal, maka bilamana usaha persuasif tidak berhasil baru ditempuh upaya terakhir guna penyelesaiannya, kemudian disalurkan melalui Pengadilan Anak, agar ada jaminan bahwa usaha tersebut dilakukan benar-benar untuk kepentingan terbaik bagi anak dan ketertiban masyarakat, tanpa mengabaikan terlaksananya keadilan. Bertitik tolak dari maksud tersebut maka acara Pengadilan Anak sejak awal/ditangkap sampai diputus dan perlakuan selanjutnya dalam pembinaan, hendaknya dilakukan oleh pejabat-pejabat yang terdidik secara khusus yang benar-benar mengetahui dan memahami tentang masalah anak.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya tindak pidana Penganiyaan yang dilakukan oleh anak
disebabkan oleh faktor
lingkungan/pergaulan anak, keluarga, media massa, pendidikan, dan Usia.
Upaya
penanggulangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap tindak pidana Penganiyaan yang dilakukan oleh anak di Kota Kendari ada dua bentuk upaya preventif yakni kesatu, melalui penyuluhan-penyuluhan oleh pihak-pihak yang berwenang ( Kepolisian dan Kejaksaan), yang dilakukan di masyarakat maupun di sekolah-sekolah; kedua, perbaikan lingkungan, dengan cara memperketat pengawasan terhadap anak-anak, baik oleh orang tua maupun oleh aparat keamanan; serta upaya represif, diwujudkan melalui proses peradilan mulai tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan, pelaksanaan putusan hakim/Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan saran yaitu bagi pihak yang terkait/berwenang, hendaknya meningkatkan kuantitas dan kualitas penyuluhan dan operasi-operasi penyakit masyarakat dan Pemberlakuan tindakan represif terhadap
anak,
pelaku
tindak Penganiyaan,
hendaknya
segala
proses
hukumnya
memperhatikan kondisi/hak-hak anak dan dititikberatkan pada pembinaan terhadap anak.
9
DAFTAR PUSTAKA ----------, (2007), Teori Dan Kapita Selekta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, Chazawi, Adami (2005), Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Darmabrata, Wahyudi dan Adhi W. Nurhidayat (2003), Pskiatri Forensik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Faisal, Sanapiah (2007), Format-format Penelitian Sosial, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Gosita, Arief (2006)Pengembangan Hak-hak Anak dalam Proses peradilan Pidana: Beberapa Catatan, dalam Mulyana W. Kusumah (Penyunting), Hukum dan Hak-hak Anak, Yayasan LBH Indonesia bekerjasama dengan CV. Rajawali, Jakarta, Kartono, Kartini (2003), Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Mulyadi, Lilik, (2007), Kapita Selekta Hukum Pidana dan Viktimologi, Djambatan, Jakarta. Nazir, Mohammad (2005), Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor, Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa, 2005, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta Sarwono, Sarlito Wirawan, 2004, Psikologi Remaja, Cet. 8., Raja Grafindo Persada, Jakarta, Sudarsono (2004) Kenakalan Remaja, PT. Rineka Cipta, Jakarta, Wahyadi, dkk, Psikiatri Forensik, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2003.
10
Tabel 1. Jumlah pelaku Penganiyaan yang dilakukan oleh anak berdasarkan tingkat usia Tahun 2008
2009
2010
2011
Usia (Tahun)
Jumlah Pelaku
8 – 11 12 – 15 16 – 18 8 – 11 12 – 15 16 – 18 8 – 11 12 – 15 16 – 18 8 – 11 12 – 15 16 – 18
4 1 4 4 9
Jumlah
30
3 5
Sumber : BAPAS Kendari Kendari, 2012
Tabel 2. Jumlah pelaku tindak pidana Penganiyaan yang dilakukan oleh anak berdasarkan jenis kelamin Tahun
Jenis Kelamin
Jumlah Pelaku
2008
Laki-laki Perempuan
4 0
2009
Laki-laki Perempuan
4 0
2010
Laki-laki Perempuan
13 0
Laki-laki Perempuan
9 0
Jumlah
30
2011
Sumber : BAPAS Kota Kendari 2012
11
Tabel 3.
Latar belakang pendidikan orang tua, anak pelaku tindak pidana Penganiyaan
Pendidikan orang tua
Jumlah
Tidak sekolah Sekolah Dasar Tamat Tidak Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Tamat Tidak Tamat Sekolah Lanjutan tingkat Atas Tamat Tidak Tamat Sarjana
0 12 0 6 0 8 0 3
Sumber : BAPAS Kendari 2012
Tabel 4. Latar belakang alasan anak melakukan tindak pidana Penganiyaan di Kota Kendari Alasan responden melakukan tindak Pidana Penganiyaan
Jumlah
Pengaruh minuman keras
5
Pengaruh adegan kekerasan dalam TV/VCD
12
Lingkungan pergaulan bebas / melihat teman melakukan kekerasan
10
Kurangnya perhatian dan pendidikan moral dari orang tua
3
Sumber : BAPAS Kendari 2012
Tabel 5.
Latar belakang pekerjaan orang tua, anak pelaku tindak pidana Penganiyaan di Kota Kendari
Pekerjaan orang tua
Jumlah
PNS
6
Buruh
-
Tukang ojek
4
Wiraswasta
4
Tani / Nelayan Sumber : BAPAS Kendari
16
12
Tabel 6. Latar belakang pendidikan anak pelaku tindak pidana Penganiyaan di Kota Kendari Pendidikan Anak pelaku tindak pidana Penganiyaan
Jumlah
Tidak sekolah Sekolah Dasar Tamat Belum tamat Tidak Tamat
4 1 2
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Tamat Belum tamat Tidak Tamat
2 7 -
Sekolah Lanjutan tingkat Atas Tamat Belum tamat Tidak Tamat
14 -
Sumber : BAPAS Kendari 2012
13
14